Zakat Dan Pajak Ahmad Sarbini Dosen Prodi Ekonomi Syariah Fakultas Ilmu Agama Islam UNISI Tembilahan Abstrak Sebagai agama yang lengkap, agama Islam dipercaya tidak hanya berurusan semata-mata dengan Khalik Pencipta Kehidupan, tetapi juga berurusan dengan makhluk yang menjalani kehidupan. Kedua aspek tersebut dikenal dengan “Hablun Minallah” dan “Hablun Minannaas”. Dalam islam, kedua aspek tersebut sama-sama penting, seperti halnya Zakat dan Pajak, keduanya merupakan kewajiban, namun mempunyai dasar berpijak yang berlainan. Zakat berpijak pada hukum Allah swt dalam segala hal ihwalnya, sedangkan Pajak berpijak pada peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh pemerintah, baik dalam pemungutan maupun dalam penggunaannya.oleh karena itu keduanya harus dijalankan secara serasi, seimbang dan seiring sehingga tujuan pensyariatan islam dan ketentuan pemerintah bisa tercapai untuk menyelesaikan masalah ekonomi di Masyarakat.
Key words: Zakat, Pajak
A. Pendahuluan Salah satu bentuk ibadah yang sangat menonjolkan kepaduan antara aspek Ilahiah dan aspek Insaniah adalah Zakat dan Pajak. Zakat dan Pajak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam pemenuhan kewajiban baik dalam kehidupan beragama maupun bernegara. Zakat dan Pajak adalah dua istilah yang berbeda dari segi sumber atau dasar pemungutannya. Zakat untuk kepentingan, yang diatur dalam agama Islam. Sedangkan Pajak diatur untuk kepentingan, yang diatur oleh Negara melalui proses Demokrasi yang sah yang ditetapkan dalam undang-undang, namun dari segi sumber atau dasar pemungutannya sama hal sifatnya sebagai upaya mengambil atau memungut dari masyarakat untuk kepentingan sosial. Sebagaimana kita ketahui bahwa Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang lima, zakat juga merupakan salah satu kewajiban yang ada di dalamnya. Zakat diwajibkan di Madinah pada bulan
64
Jurnal Syari’ah Vol. II, No. II, Oktober 2013
yawal tahun kedua Hijri.1 Zakat sebagai salah satu rukun Islam yang S lima, yang telah disebutkan dalam Hadis riwayat Bukhari dan Muslim (Yang akan diterangkan kemudian). Sedangkan Pajak, menyangkut kewajiban masyarakat terhadap Negara yang menjadi institusi mayarakat yang dibentuk dan diberi tanggungjawab untuk mengelola kepentingan Negara. Pemungutan Pajak harus mendapatkan persetujuan dari rakyat melalui Undang-undang yang ditetapkan oleh pemerintah, dan semuanya itu adalah untuk kepentingan bersama. Oleh karena itu sering muncul pertanyaan, apakah Zakat dan Pajak mempunyai kedudukan yang sama? Apa persamaan dan perbedaannya? Maka pada tulisan ini, penulis akan mencoba menjawab segala permasalahan tersebut di atas.
B. Pembahasan 1. Sejarah Singkat Tentang Zakat Dan Pajak Dalam Islam Pada masa Nabi Muhammad saw, kewajiban yang berkaitan dengan harta yang diwajibkan kepada umat Islam hanya satu, yaitu Zakat. Kewajiban itu ditetapkan berdasarkan al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 110:
“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala sisi Allah. Sesungguhnya melihat apa-apa yang nya pada Alah Maha kamu kerjakan.”
Zakat saat itu merupakan salah satu sumber keuangan Negara, karena Negara yang dibangun oleh Rasulullah saw itu bukan hanya
terdiri dari orang-orang Islam saja, melainkan juga non muslim yang tidak terkena kewajiban zakat, maka sebagai imbangan kewajiban muslim, kepada non muslim membayar zakat terhadap diwajibkan pajak (Jizyah). Kewajiban pajak ini ditetapkan berdasarkan firman Allah SWT dalam QS. Al-Taubah ayat 29:
1 Wahbah al-Zuhayly, al-Fiqh al-Islami Adilatuh, Terj. Agus Effendi dan Bahruddin Fananny (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), h. 89
….
Zakat Dan Pajak 65 Ahmad Sarbini
“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari Kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa tidak …. beragama dengan yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan agama yang benar (agama Allah), (Yaitu orang-orang) yang diberikan AlKitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam Keadaan tunduk.”
Jizyah ialah pajak per kepala yang dipungut oleh pemerintah Islam dari orang-orang yang bukan Islam, sebagai imbangan bagi keamanan diri mereka.Pada masa Khalifah Umar bin Khattab wilayah Islam telah meluas ke laut daerah Jazirah Arab. Administrasi Negara yang sebelumnya sangat sederhana dirasa tidak memadai untuk mengaturي ِهwilayah yang yang ِ َلUntuk َّصلbesar. ِ ن عمرر ِ ِن ْابlebih ى َّن َر ُس ْوmembenahi َاهللُ َع ْنهُ َما أadministrasi ضى َو َع ْ َاهللَ َعل َ اهللdana َ َ َ ُ dana memadai diperlukan yang tidak sedikit,َ sehingga yang selama ini َّdicukupkan dari sumber zakat, terasa tidakِlagi memadai. ٍ ُبني ْاﻹ ْسالَم َعلَى َخ ْم:ال َو َسلَّ َم ٬ َن الَِالَه ِاال اهلل َ َقmuslim َ َس َشه ْ اد ِة أ ُ Untukُ itulah َpajak diwajibkan kepada penduduk yang َ non yang menggarap tanah pemerintah. mereka ِ َوِا ْيتini٬ kemudian ِ وح ِّج اْلب ْيTetapi ِ َالزكا ِ َالصال ِ َقada ِ َّ . ان ض م ر م و ص و ٬ ت ٬ ة اء ة ام َوِا َّ َ َ َ َ yang masukَ َIslam, ْ َ maka َ di sampingَ kewajiban pajak َ tanah kepada mereka juga dibebankan kewajiban zakat. Jadi umat Islam dihadapkan kepada dua beban kewajiban yaitu zakat dan pajak.2 2. Pengertian Zakat Dan Pajak Zakat menurut bahasa dapat diartikan dengan suci, dan menurut istilah dapat diartikan memperbaiki dan menambah yakni menambah kebaikan dan berkah. Zakat menurut istilah syara’ ialah 2 Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqih Ibadah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), h. 175-176
66
Jurnal Syari’ah Vol. II, No. II, Oktober 2013
nama bagi yang dikeluarkan dari harta atau sesuatu yang telah ditentukan dalam Islam. Harta yang dikeluarkan itu dinamakan zakat karena menyucikan harta, memperbaikinya dan menambah kebaikan atau berkahnya.3 Dari pengertian Zakat di atas, dapat dipahami bahwa zakat memiliki dua dimensi yaitu dimensi ibadah yang dilaksanakan dengan perantaraan harta benda dalam rangka mematuhi perintah Allah SWT dan mengharap pahala dari-Nya dan dimensi social yang dilaksanakan atas dasar kemanusiaan. Pajak, menurut defenisi para ahli keuangan, ialah kewajiban yang ditetapkan terhadap wajib pajak, yang harus disetorkan kepada Negara sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tanpa mendapat prestasi kembali dari Negara, dan hasilnya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum di satu pihak dan untuk merealisir sebagian tujuan ekonomi, social, politik dan tujuan-tujuan lain yang ingin dicapai oleh Negara.4 Dari definisi pajak terkandung makna bahwa, pajak dipungut oleh Negara (Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah) berdasarkan undang-undang yang berlaku. Dapat diambil kesimpulan bahwa zakat dan pajak, keduanya merupakan kewajiban yang harus dibayar, namun mempunyai dasar berpijak yang berlainan. Zakat berpijak pada hukum Allah swt dalam segala ihwalnya, sedangkan pajak berpijak pada peraturan perundang-undangan yang ditentukan oleh Pemerintah baik dalam pemungutan maupun penggunaannya. Pada umumnya, hasil, pajak digunak untuk kepentingan pengaturan jalannya pemerintahan, dalam arti yang berkaitan dengan kepentingan rakyat. Jadi jelas, bahwa zakat untuk kesejahteraan umat dan pajak untuk pembangunan bangsa dan Negara. 3. Kedudukan Zakat Dan Pajak Nabi SAW telah menegaskan di Madinah bahwa zakat itu wajib serta telah menjelaskan kedudukannya dalam Islam, yaitu bahwa zakat adalah salah satu rukun Islam yang lima dan siapa yang meng3 Arsyad Al-Banjari, Syekh Muhammad, Kitab Sabilal Muhtadin, Jil. II. Terj. M. Asywadie Syukur (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2005), h. 745 4 Yusuf Qardawi, Hukum Zakat (Jakarta: PT. Pustaka Litera AntarNusa, 1999), h. 999
Zakat Dan Pajak
Sarbini 67 Ahmad dari wajibnya yang ingkarinyabaik segi atau dari segi jumlah wajib dikeluarkan disepakati maka yang telah oleh para ulama, iadiang gap keluar itu orang yang menge dari agama Islam. Karena enggan luarkan zakat hartanya dapat diperangi dan jumlah zakat yang wajib diambil dengan sekalipun melalui dapat kekerasan dikeluarkannya peperangan.5 Adapun dalil tentang wajibnya zakat ini ditetapkan berdasar kan firman Allah SWT yang berbunyi:
…. …. “….Dan menunaikan zakat…”( QS. Al-Bayyinah:5).
Dalam SWT juga ayat yang lain Allah berfirman:
ِ
….
َّ
ِ
ِ
ِ َو َع اهللَ َعلَ ْيهzakat صلى اهللsebagian َّن َر ُس ْو َلharta َهُ َما أmereka, اهللُ َع ْنdengan َم َرَرض َىzakat ِن ُعitu ن ْابkamu “Ambillah َ dari membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk merِ َّ ِ اهللَ علَْي ِ ِ ِ َّ ه ى ل ص اهلل ل و س ر ن َ أ ا م ه ن ع ُ اهلل ى ض ر ر م ع ن اب ن ع َ ْ س َ َُش َّأَن َالَِالَه ِاالdoa َْسلَّم قbagi َSesungguhnya َ َوو ٍ itu َ ُالَ ُم َعَلَْىketenteraman eka. ٬ ُاهلل اد ِة ( َخ ْمmenjadi) ُُبَنِ ََيَ ْاﻹ َْس:ال َ jiwa َ َهkamu ْ َ َ َ Atَ mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (QS. َّ ِ ِ َّ ِ ِ ٍ ْ أادة َّم َال ِْاي ال ٬.ان Taubah: ِْسيﻹت ُمالضاهلل103) ُ اء َنوصالَاولَِمهَ ار ٬ َ ى وَخحْم ِّجسالبيَش ِهَت ٬ َالزكاَعِةل وا٬َ الُبِةن:الص ََّ ََووِاقَسلِامَم ق ََ َْ َ َ ْ َْ َ َ َ َ َ ََ َْ َ dalam hadis riwayat ِ َتMuslim َّdan و َح ِّج اْلBukhari ٬ الزكاَ ِة اء َوِا ْي٬ الَ ِةdisebutkan: الص .Di ان َو٬ َب ْي ِتImam َّ َوِاقَ ِام َ ص ْوِم َرَم َض َ َ ِ ِ صلَّى اهللَ َعلَْي ِه َ َو َع ِن ْاب ِن ُع َم َرَرض َى اهللُ َع ْنهُ َما أَ َّن َر ُس ْو َل اهلل ٍ ُبنِي ْاﻹ ْسالَم َعلَى َخ ْم:ال ٬ َُن الَِالَهَ ِاالَّ اهلل َ ََو َسلَّ َم ق َ َس َشه ْ اد ِة أ ُ َ ِ َ وِا ْيت٬ الصالَ ِة ِ ِ َّ اء .ان َّ َوِاقَ ِام َ ص ْوِم َرَم َض َ َو٬ َو َح ِّج اْلَب ْيت٬ الزكاَة َ
“Dari Ibn Umar ra. Bahwasanya Rasulullah saw. Bersabda: Islam didirikan atas lima sendi, yaitu: menyaksikan bahwa tidak ada tuhan melainkan Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji ke baitullah, dan berpuasa pada bulan ramadhan”HR.Muttafaqun ‘Alaih. (as-Shiddiqi, 1971: 4) 5 Arsyad Al-Banjari, Syekh Muhammad, Kitab Sabilal Muhtadin… h. 745
68
Jurnal Syari’ah Vol. II, No. II, Oktober 2013
Dari ayat dan hadis di atas jelas menunjukkan bahwa kedudukan zakat adalah sebagai ibadah wajib yang tidak hanya berdimensi ritual (pribadi) tetapi juga social. Meski ajaran zakat secara utuh baru diberlakukan pada tahun-tahun terakhir kehidupan Nabi Muhammad SAW, sejak beliau diutus, anjuran menyantuni kaum lemah menjadi perhatian al-Qur’an. Banyak wahyu yang turun pada periode Mekkah yang menyinggung pentingnya institusi zakat. Ajaran tentang zakat merupakan ajaran yang menekankan tentang pentingnya persaudaraan dan rasa kasih saying antarsesama. Konsep zakat menandingi dan bahkan mengulangi semua ajaran-ajaran kesejahteraan social dari ideology mana pun datangnya. Konsep zakat bertitik tolak dari ajaran al-Qur’an bahwa harta benda yang dimiliki adalah amanat Allah dan berfungsi sosial. Disinilah misi Islam menciptakan keseimbangan dalam sisitem ekonomi masyarakat melalui institusi zakat. Karena itu, zakat adalah ibadah yang menjangkau dimensi kehidupan secara luas. Di samping itu, kedudukan kewajiban zakat dalam Islam sangat mendasar dan fundamental. Seiring dengan pengembangan wialayah Islam, kebutuhan newgara akan pendanaan dengan sendirinya bertambah besar dan hal itu tidak mungkin bias dipenuhi hanya dengan zakat. Untuk menutupi kebutuhan itu, lahirlah sebuah gagasan agar Ghanimah (harta rampasan perang) dalam bentuk tanah yang semula pada masa Nabi SAW dan Abu Bakar dibagikan secara Cuma-Cuma kepada para tentara menjadi alternative sumber pendapat Negara. Khalifah Umar selanjutnya menetapkan bahwa ghanimah tidak lagi dibagi-bagikan kepada kaum Muslimin, tetapi dikembalikan kepada Negara. Masyarakat atau rakyat boleh memanfaatkan tanah itu dengan catatan harus membayar retribusi (kharaj). Pada masa Khalifah Usman, sumber pendapat Negara tidak hanay terbatas pada zakat dan kharaj, beliau menetapkan Jizyah. Semula tiga sumber pendapatan tersebut dirasa masih cukup memadai untuk sekedar memenuhi kebutuhan belanja Negara yang diperlukan untuk membiayai pegawai dan tentara serta kebutuhan rutin lainnya. Kondisi ini bertahan cukup lama sampai menjelang era modernisasi. Pada saat Negara Islam harus berpacu dengan Negara-negara lain untuk berusaha membangun negaranya. Hal ini sudah barang tentu membutuhkan pasokan dana yang tidak sedikit. Dari
Zakat Dan Pajak Ahmad Sarbini
69
sini lahirlah gagasan menjadikan pajak sebagai sumber pendapatan baru bari pemerintah. Ulama fiqih kontemporer mengemukakan bahwa ada kewajiban material yang berbentuk pajak itu tidak diragukan keabsahannya, karena ternyata pada waktu ini Negara memerlukan anggaran pendapatan yang besar sekali, yang keseluruhannya tidak mungkin terpenuhi dengan zakat. Pada saat ini dua kewajiban tersebut menyatu dalam diri seorang muslim, bukan saja kewajiban zakat tetapi juga kewajiban pajak sekaligus. Kedua kewajiban tersebut tidak dapat dihindarkan, karena kalau kewabjian hanya berlaku terhadap zakat saja dan bebas dari pajak, maka pemasukan terhadap kas Negara tidak akan mencukupi dan tidak akan dapat memenuhi target penerimaan pendapatan Negara yang dipakai untuk membiayai halhal yang jauh lebih banyak dari apa yang ditentukan dalam zakat. Secara umum ada tiga fungsi pajak bagi Negara yang sedang membangun seperti Indonesia, sebagaiamana dikemukakan Zaki Fuad, mengutip B. Wiwoho, Usman Yatim dan Enny A. Hendargo: 1. Pajak merupakan alat atau instrument penerimaan Negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin Negara diperlukan biaya, demikian juga dalam rangka melaksanakan pembangunan nasional. Pembiayaan ini terutama berasal dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak sebagian besar dipergunakan untuk pembiayaan rutin, seperti; belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan dan lain-lain. Untuk membiayai pembangunan sebagian berasal dari tabung pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin mendingkat dan ini terutama diharapkan dari sector pajak. 2. Pajak merupakan alat untuk mendorong investasi. Menciptakan iklim investasi yang lebih baik dengan memberikan insentif perpajakan sedemikian rupa sehingga dapat mendorong penoingkatan investasi. 3. Pajak merupakan alat retribusi. Pengenaan pajak dengan tariff progresif dimaksudkan untuk mengenakan pajak yang lebih tinggi pada golongan yang lebih mampu. Dana dyang dipindahkan dari sector swasta ke sektor pemerintajh diper-
70
Jurnal Syari’ah Vol. II, No. II, Oktober 2013 gunakan pertama untuk membiayai proyek-proyek yang terutama dinikmati oleh masyarakat yang berpenghasilan rendah seperti pembangunan Puskesmas, SD Inpres, jaringan irigasi, waduk-waduk, jalan-jalan raya dan sebagainya. Perananan pajak sebagai alat retribusi ini sangat penting, untuk menegakkan keadilan social dan hal ini sejalan dengan prinsip trilogy pembangunan Indonesia.6
4. Persamaan Dan Perbedaan Zakat Dan Pajak Zakat dan Pajak terdapat titik persamaan dan titik perbedaan di antaranya adalah : a. Titik Persamaan Antara Zakat dan Pajak 1) Unsur paksaan dan kewajiban yang merupakan cara untuk menghasilkan pajak, juga terdapat dalam zakat. Bila seorang muslim terlambat membayar zakat, karena keimanan dan keislamannya belum kuat, di sini Pemerintah Islam akan memaksanya, bahkan memerangi mereka yang tidak mau membayar zakat, bila mereka punya kekuatan. 2) Pajak harus disetorkan kepada lembaga masyarakat (Negara) baik pada Perintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Demikian juga Zakat, karena pada dasarnya Zakat itu harus diserahkan kepada Pemerintah sebagai badan yang disebut dalam al-Qur’an Amil Zakat. 3) Di antata ketentuan pajak, ialah tidak adanya imbalan tertentu. Para wajib pajak menyerahkan pajaknya selaku anggota masyarakat. Ia hanya memperoleh berbagai fasilitas untuk dapat melangsungkan kegiatan usahanya. Demikian halnya zakat, adalah selaku anggota masyarakat Islam, Ia hanya memperoleh perlindungan, penjagaan dan solidaritas dari masyarakatnya. Ia wajib memberikan hartanya untuk menolong warga masyarakat dan membantu mereka dalam menanggulangi kemiskinan, kelemahan dan penderitaan hidup, juga ia menunaikan kewajibannya untuk menanggulangi kepentingan umat Islam demi tegaknya kalimat Allah dan tersebarnya dakwah kebenaran di muka bumi, tanpa mendapat prestasi kembali atas pembayaran zakatnya. 6 Abdul Hamid, Fiqih Kontemporer (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 251-255
Zakat Dan Pajak Ahmad Sarbini
71
4) Apabila pajak pada zaman modern ini mempunyai tujuan ke masyarakat, ekonomi dan politik di samping tujuan keuangan, maka zakatpun mempunyai tujuan yang lebih jauh dan jangkauan yang lebih luas pada aspek-aspek yang disebutkan tadi dan aspek-aspek lain, semua itu sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan pribadi dan masyarakat.7 b. Titik Perbedaan Antara Zakat dan Pajak 1) Zakat adalah kewajiban yang ditetapkan berdasarkan alQur’an dan hadis. Karena itu kedudukannya adalah sebagai ibadah yang memerlukan niat dalam pelaksanaannya. Pajak adalah kewajiban yang ditetapkan berdasarkan Undangundang perpajakan yang ditetapkan oleh penguasa atau pemerintah. Oleh karena itu kedudukannya adalah sebagai kewajiban social yang tidak memerlukan niat. 2) Zakat merupakan kewajiban terhadap agama yang apabila dilanggar mendapat hukuman di akhirat (dosa), sedangkan Pajak merupakan kewajiban terhadap Negara yang apabila dilanggarr mendapat hukuman keduniaan (penjara). 3) Zakat diwajibkan kepada ummat Islam uyang kaya, sedangkan pajak diwajibkan kepada semua rakyat baik muslim maupun nono muslim, baik kaya maupun miskin. 4) Kadar kewajiban zakat ditetapkan berdasarkan al-Qur’an dan Hadis-hadis Nabi SAW, sedangkan kadar kewajiban pajak ditetapkan oleh Negara sesuai dengan kebutuhan. 5) Zakat hanya diserahkan kepada Asnaf yang delapan seperti yang ditetapkan semua warga negara dalam bentuk pembangunan berbagai sarana untuk kemaslahatan bersama. 6) Zakat tidak mungkin dihapuskan meskipun para mustahiknya tidak ada lagi yang membutuhkan, sedangkan pajak mungkin saja dihapuskan tergantung pada pertimbangan pemerintah dan keadaan keuangan Negara.8
7 Yusuf Qardawi, Hukum Zakat… h. 999-1000 8 Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqih Ibadah, h. 177
72
Jurnal Syari’ah Vol. II, No. II, Oktober 2013
C. Kesimpulan Melaksanakan pembayaran zakat dan pajak sama-sama bernilai ibadah. Kewajiban zakat jelas berdasarkan al-Qur’an dan Hadis, sedangkan kewajiban pajak berdasarkan ijtihad Ulil Amri (pemerintah). Agama pun memerintahkan kita untuk taat kepada Ulil Amri. Karena itu, melaksanakan pajak pada hakikatnya juga melaksanakan perintah agama (sebagai realisasi ketaatan kepada Ulil Amri). Jadi, kewajiban membayar pajak pada hakikatnya juga adalah perintah agama. sama halnya dengan membayar zakat.
Daftar Pustaka Al-Qur’an dan Terjemah. Arsyad Al-Banjari, Syekh Muhammad, Kitab Sabilal Muhtadin, Jil. II. Terj. Prof. H.M. Asywadie Syukur, Lc., Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2005. As-Shiddiqi, Muhammad Ibnu ‘Allan. Dalil al-Falihin li Thuruqi Riyadh al-Sholihin. Mekkah al-Mukarramah. 1971. al-Zuhayly, Wahbah, al-Fiqh al-Islami Adilatuh, Terj. Agus Effendi dan Bahruddin Fananny, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000. Hamid, Abdul, Fiqih Kontemporer, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011. Qardawi, Yusuf, Hukum Zakat, Jakarta: PT. Pustaka Litera Antar Nusa, 1999. Ritonga, Rahman dan Zainuddin, Fiqih Ibadah, Jakartaa: Gaya M edia Pratama, 2002. Yayasan Penyelenggara Penerjemah al-Qur’an, Al-Qur’an Tiga Bahasa, Depok: al-Huda, 2009.