Jurusan PBS, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi Mendalo Darat, 5 Agustus 2016
YUSRA D. (
[email protected]) Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Unja Abstrak. Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dengan sesama. Terciptanya interaksi dengan sesama membutuhkan kemampuan dan keterampilan mengolah bahasa sebagai sarana komunkasinya. Namun, tidak jarang, kesalahan dalam pemilihan bahasa akan mengakibatkan penilaian yang tidak baik dari lawan bicara. Akibat lebih lanjut akan memunculkan persepsi bahwa yang bersangkutan tidak sopan atau tidak santun. Kesopanan dan kesantunan merupakan bagian dari karakter yang semestinya dimiliki oleh manusia karena ia dianugrahi akal atau pikiran untuk memilih dan memilah antara hal yang baik dengan tidak baik. Drama sebagai bagian dari bentuk pola komunikasi di bidang seni tentulah tidak terlepas dari penggunaan bahasa sebagai media utamanya di samping action sebagai penandanya dalam konteks seni pertunjukan. Apabila dipandang dari sudut kompleksitanya seni dalam drama maka drama dapat berkontribusi atau berperan dalam mengambangkan karakter seseorang. Pengembangannya bermula dari kemampuan para aktor dalam menjalin komunikasi dan kebersamaan atau kekompakan untuk mewujudkan sebuah pertunjukan seni yang berhasil. Melalui berdrama pula dapat dikembangkan perilaku sopan dan santun terhadap sesama tim atau crew yang ada dalam satu kelompok drama. Di sinilah peran drama sebagai pengembang pendidikan karakter. Dikatakan demikian karena pendidikan pada hakekatnya dapat diperoleh secara formal dan informal. Pendidikan karakter yang diperoleh dari drama dapat dikategorikan sebagai pendidikan secara nonformal. Kata kunci: Drama, Pendidikan Karakter Pendahuluan Perkembangan teknologi, informasi, dan komunikasi telah berefek kepada berbagai sisi kehidupan manusia. Apabila manusianya tidak mampu memilah dan memilih antara hal yang baik dan buruk akan terciptalah manusia-manusia yang egois, sombong, kurang bermartabat atau kurang bermoral, dan tidak peduli dengan sesama. Kondisi seperti ini tentu tidak diharapkan karena ini adalah sebuah perusakan atas karakter bangsa Indonesia yang sebenarnya diikat oleh agama, etika, budaya, moral, dan kehidupan sosial yang penuh dengan nilai-nilai kesopanan dan kesantunan. Apa yang terjadi di tengah kehidupan masyarakat saat ini, menunjukkan adanya kemerosotan nilai kesopanan dan kesantunan itu. Bahkan, dapat diamati dan dirasakan bahwa perilaku brutal, sesuka hati, dan cendrung anarkis makin banyak ditemukan. Kekejaman atau perilaku sadis tidak hanya terjadi pada orang-orang yang bermusuhan atau memiliki dendam tetapi juga terjadi di antara mereka yang semula sangat dekat, sangat saling menyayangi, dan ada pula yang belum kenal sama sekali tetapi karena orientasi sebuah keinginan yang egoistis, mereka tega melakukan kebrutalan. Munculnya perilaku, sikap, dan kepribadian seperti ini merupakan sebuah gejala makin merosotnya nilai etika, kesopanan, kesantuanan, moral, sosial, agama, dan budaya dalam masyarakat. Kondisi seperti ini tentu sangat memprihatinkan. Akan seperti apakah generasi mendatang? Di berbagai media informasi dapat kita simak, anak didik makin kurang bahkan ada yang sangat tidak sopan dan tidak lagi menghargai gurunya. Perlakuan semena-mena terhadap seorang guru yang telah memberi mereka ilmu pengetahuan terjadi di berbagai pelosok negara kita. Kondisi yang sangat memprihatinkan. Orang tua murid juga menyikapi dengan sangat arogan laporan yang diberikan anak mereka atas apa yang dilakukan oleh guru 131
Jurusan PBS, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi Mendalo Darat, 5 Agustus 2016
di sekolah terhadap anak mereka. Sudah cukup banyak kasus pelaporan orang tua murid atau tuntan mereka terhadap guru sampai akhirnya sudah cukup bantak guru yang harus dipenjara, diberikan balasan sikap yang sudah sangat tidak layak, atau diintimidasi tanpa berpikir jauh atas apa tujuan sikap yang dilakukan guru terhadap anak didiknya. Inilah barangkali yang disebut dengan kemerosotan nilai karakter dalam jiwa seseorang. Pendidikan Karakter Banyak tafsiran yang bermunculan sekaitan dengan konsep pendidikan karakter. Ada yang mengatakan bahwa pendidikan karakter itu sama dengan pendidikan moral. Ada juga yang berpendapat bahwa pendidikan karakter sama dengan pendidikan kepribadian. Terlepas dari berbagai pendapat tentang konsep pendidikan karakter, yang pasti bahwa pendidikan merupakan suatu usaha sadar dan terencana dalam mengubah sikap dan pola pikir melalui kegiatan pembelajaran. Pendidikan adalah bagian dari bimbingan orang dewasa kepada peserta didik dengan menerapkan sistem yang bukan hanya memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik melainkan juga dapat membentuk karakter anak. Pendidikan berlangsung sepanjang hidup. Tirtarahardja (2005:82) mengatakan g universal dan berlangsung terus tak terputus dari generasi di mampu menuntun perilaku sesorang menjadi manusia yang berkarakter. Namun, karena karakter itu juga melekat dengan makna kepribadian dan kepribadian mengacu kepada sesuatu yang sangat individual maka dapat dimaklumi juga bahwa karakter seseorang akan sangat berbeda dengan karakter orang lain. Persoalan mendasarnya adalah bahwa proses pendidikan merupakan suatu sarana untuk membentuk karakter. Inilah yang disebut akhirnya menjadi konsep pendidikan karakter. Kembali pada pengertian kata pendidikan, Langevel (Elmubarok:2013) mengatakan pendidikan adalah memberi pertolongan secara sadar dan sengaja kepada seorang anak (yang belum dewasa) dalam pertumbuhannya menuju ke arah kedewasaan, dalam arti dapat berdiri dan bertanggung jawab susila atas segala tindakan-tindakannya menurut pilihannya sendiri. Konsep ini terlihat sangat sederhana, bahkkan dibatasi pada seorang anak yang belum dewasa, namun sebenarnya ini juga dapat ditafsirkan bahwa apabila perilaku, sikap, kepribadian atau dengan istilah yang lebih komplit maknanya yaitu karakter seseorang itu belum sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku di tengah masyarakat, maka dapat dikatakan inilah yang dikatakan orang yang belum dewasa. Artinya mereka inilah yang masih memerlukan pendidikan. Itulah sebabnya juga ada ahli yang mengatakan bahwa pendidikan itu bersifat universal dan seumur hidup. Ikhsan (2011:1) menyatakan : Pendidikan sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan. Usaha-usaha yang dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai dan norma-norma tersebut serta mewariskannya kepada generasi berikutnya untuk dikembangkan dalam hidup dan kehidupan yang terjadi dalam suatu proses pendidikan. 012:2) mengungkapkan: Pendidikan merupakan proses yang terjadi secara terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara
132
Jurusan PBS, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi Mendalo Darat, 5 Agustus 2016
fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada Tuhan seperti termanifestasi dalam alam sekitar, intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia. Apabila dipahami konsep pendidikan dari beberap ahli ini, dapat dipahami bahwa pada hakekatnya dalam kata pendidikan itu sudah terdapat makna karakter. Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek), dan jasmani anak didik. Dengan demikian apabila kata pendidikan karakter mau ditafsirkan maka pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan yang bertujuan untuk menciptakan seseorang (peserta didik) yang berkarakter dan memiliki kualitas sehingga diharapkan mampu beradaptasi dengan cepat dan tepat di dalam berbagai lingkungan berdasarkan cita-cita yang impiannya, yang diikat atau diatur oleh norma-norma atau nilai-nilai yang berlaku di tengah masyarakat. Santoso (1987:98) mengatakan dan untuk masyarakat manusia, demikian sehingga shingga dapat mengembangkan semua bakat seorang sampai tingkat optimal dalam batas hakikat individu, dengan tujuan agar setiap manusia bisa secara terhormat ikut serta dalam pengembangan manusia dan masyarakatnya terus menerus untuk mencapai martabat kehidupan yang lebih tinggi . menjadi sekolah karakter, di mana sekolah adalah tempat terbaik untuk menanamkan i pendidikan yang mengembangkan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warganegara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif. Karakter dalam banyak defenisi dikaitkan dengan perilaku, atau suatu tindakan yang dibangun berdasarkan pada nilai. Karakter terbangun dari kebijaksanaan (virtues) yang melekat pada jati diri seseorang. Karakter pada diri seseorang merupakan hasil dari pengalaman hidup yang memiliki arti tersendiri sehingga menjadi bagian dari perilaku dan pola pikir. Pendidikan karakter adalah segala usaha yang dilakukan untuk membentuk karakter anak. Usaha yang disengaja tersebut merupakan cara untuk membantu seseorang untuk memahami, memperhatikan dan melakukan nila-nilai etika yang inti. Cara pikir yang dihasilkan melalui pendidikan karakter dapat menjadikan peserta didik mampu beradaptasi di berbagai lingkungan dengan menerapkan nilai-nilai pendidikan karakter dengan berlandaskan budaya bangsa. Pendidikan karakter bertujuan untuk membentuk penyempurnaan diri individu secara terus menerus dan melatih kemampuan diri demi menuju ke arah yang lebih baik. Melalui pendidikan karakter peserta didik dapat membentuk prilaku dan pola pikir yang sesuai dengan landasan budaya bangsa. Bagi individu (peserta didik), pendidikan karakter bertujuan untuk mengetahui berbagai karakter baik manusia, peserta didik dapat mengartikan dan menjelaskan berbagai karakter, peserta didik dapat menunjukkan contoh perilaku berkarakter dalam kehidupan sehari-hari dan pada akhirnya peserta didik dapat memahami sisi baik menjalankan perilaku berkarakter tersebut. Sekaitan dengan pengartian kata karakter, Samani dan Hariyanto (2014:41) mengatakan hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara). Mengenai pendidikan karakter Samani dan Hariyanto ( karakter juga dapat didefinisikan sebagai pendidikan yang mengembangkan karakter yang mulia (good character) dari peserta didik dengan mempraktikkan dan mengajarkan nilai-nilai moral dan pengambilan keputusan yang beradab dalam hubungannya dengan sesama manusia
133
Jurusan PBS, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi Mendalo Darat, 5 Agustus 2016
Secara sederhana pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan cara berpikir dan perilaku yang membantu individu untuk hidup dan bekerjasama sebagai keluarga, masyarakat dan bernegara, dan membantu mereka untuk membuat keputusan yang dapat an pendidikan watak adalah mengajarkan niai-nilai tradisional tertentu, nilai-nilai yang diterima Samani dan Hariyanto (2014:26) mengatakan: Sejak awal kemerdekaan bangsa iNdonesia sudah bertekad untuk menjadikan pembangunan karakter bangsa sebagai bahan penting dan tidak dipisahkan dari pembangunan nasional. Lebih lanjut harus diingat bahwa secara eksplisit pendidikan karakter (watak) adalah amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta Drama Drama adalah jenis karya seni yang memiliki dua dimensi. Yaitu dimensi seni pertunjukan dan dimensi sastra. Drama memiliki ciri yang membedakannya dari jenis karya sastra lainnya, yaitu cerita yang digambarkan melaui akting dan cakapan (dialog ataupun monolog) para tokohnya. Dilihat dari dimensi seni pertunjukan, drama adalah peniruan atau tindakan yang tidak sebenarnya atau berpura-pura di atas pentas. Harymawan (Hasanuddin, 2009:2) menyatakan draomai yang berarti berbuat, berlaku, bertinda Dilihat dari dimensi sastra, drama memerlukan sarana bahasa dengan gaya kreativitas individual masingkarya sastra, bahasa drama adalah bahasa sastra karena itu sifat konotatif juga dimiliki. Pemakaian lambang, kiasan, irama, pemilihan kata yang khas, dan sebagainya berprinsip sama dengan karya sastra yang lain. Sifat konotatif ini membutuhkan interpretasi dan imajinasi pembaca atau penikmatnya. Sejalan dengan pendapat tersebut, Sumarjo dan Saini (1997) menguraikan bahwa salah satu ganre sastra imajinatif adalah drama. Drama adalah karya sastra yang mengungkapkan cerita melalui dialog-dialog para tokohnya. Drama sebagi karya sastra sebenarnya hanya bersifat sementara, sebab naskah drama ditulis sebagai dasar untuk dipentaskan. Dengan demikian, tujuan drama bukanlah untuk dibaca seperti orang membaca novel atau puisi. Drama dalam arti yang sebenarnya adalah kalau naskah sastra tadi telah dipentaskan. Tetapi, bagaimanapun, naskah tertulis drama selalu dimasukkan sebagai karya sastra. Peran Drama dalam Mengembangkan Pendidikan Karkater Sebuah karya drama mempunya ciri yang sangat khusus yaitu berdimensi satra dan berdemensi seni pertunjukan. Dimensi ganda drama memberi peluang yang cukup luas untuk memanfaatkan drama sebagai media untuk menanamkan nilai-nilai moral kepada anak didik pengajaran sastra mampu dijadikan sebagai pintu masuk dalam penanaman nilai-nilai moral, 134
Jurusan PBS, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi Mendalo Darat, 5 Agustus 2016
seperti kejujuran, pengorbanan, demokrasi, santun, dan sebagainya, banyak ditemukan dalam karya-karya sastra. Baik puisi, cerita pendek, novel, maupun drama. Bila karya sastra itu dibaca, dipahami isi dan maknanya, serta ditanamkan pada diri siswa, saya yakin, siswa kita makin menjunjung nilaidengan pembinaan watak. Dalam lingkup sekolah, misalnya, pembinaan watak dapat diterapkan melalui pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia (disingkat pengajaran sastra). Artinya, pengajaran sastra yang berdidibangun dan dibentuk oleh unsur-unsur seperti terlihat dalam genre sastra lainnya, terutama fiksi. Secara umum, sebagaimana fiksi, dalam drama juga terdapat unsur yang membentuk dan membangun sastra dari dalam karya itu sendiri (intrinsik) dan unsur yang mempengaruhi penciptaan karya yang tentunya berasal dari luar karya (ekstrinsik). Dalam unsur instrinsik tercakup hal-hal yang berkaitan dengan plot atau kerangka cerita, penokohan dan perwatakan, dialog atau percakapan, setting atau tempat kejadian, tema, amanat, dan petunjuk teknis. Dalam unsur ekstrinsik tercakup hal-hal yang berkaitan dengan nilai-nilai kehidupan yang mempengaruhi penciptaan drama. Pada saat sebuah drama sebagai karya sastra diapresiasi oleh pembaca, terutama saat mengapresiasi tema dan amanatnya, terjadi proses menemukan nilai-nilai kehidupan yang dapat mempengaruhi atau membentuk karakter pembacanya. Nilai-nilai kehidupan yang ditemukan pembaca ini di ataranya adalah nilai moral. Sejalan dengan ini, Zuchdi dkk. (2013) mengatakan bahwa pendidikan karakter dapat dilakukan melalui pembelajaran bahasa Indonesia. Drama termasuk bagian dari materi pembelajaran bahasa Indonesia. Dikatakannya bahwa belajar bahasa hendaknya fungsional, di samping menguasai kaidah bahasa, murid-murid harus menggunakannya untuk berbagai keperluan, termasuk untuk mengembangkan karakter yang baik, budi pekerti yang luhur, atau akhlak yang mulia. Misalnya supaya subjek didik berperilaku jujur, pembelajaran bahasa dapat diberikan nilai-nilai kejujuran. Demikian juga untuk nilai-nilai lain yang ditergetkan. Dalam dimensi lain, drama sebagai seni pertunjukan memberikan peluang kepada para aktor untuk mengapresiasi. Apresiasi itu diwujudkan dalam dialog antartokoh atau antaraktor. Dialog-dialog yang dilakonkan membutuhkan aturan-aturan yang harus saling dipatuhi. Sikap toleransi, menghargai, santun, disiplin, tenggang rasa, dan hubungan yang serasi sangat diperlukan. Semua ini masuk dalam ranah pendidikan karakter. Artinya, ketika aktivitas memerankan drama, berbagai sikap ini harus dimiliki oleh para aktornya. Dengan demikian, drama akan memberikan peran dalam mengembangkan pendidikan karakter. Perkembangan drama dan bentuknya seiring dengan perkembangan kebutuhan kehidupan masyarakat memunculkan berbagai istilah untuk kata drama. Drama disebut juga sebagai teater atau ada juga yang mengatakan satu di antara bentuk atau jenis drama itu adalah teater. antara drama sebagai seni pertunjukan dengan teater sebagai bentuk drama, teaterdisebut juga sebagai teater atau ada juga yang mengatakan satu di antara bentuk atau jenis drama itu adalah teater. Dengan berpedoman pada teater sebagai jenis drama, ternyata teater memiliki peran yang sangat kuat dalam kehidupan masyarakat. Santoso, T. Dkk. (2010:126) mengatakan: Teater memiliki peranan yang cukup besar dalam masyarakat modern, terutama bagi personil yang terlibat teater dan bagi penonton. Bagi personil yang terlibat langsung dalam teater, selain dapat menghibur, mereka juga terhibur karena pentas dapat dijadikan ajang ekspresi yang positif. Teater dapat dipakai sebagai salah satu media pendidikan dalam rangka interaksi edukatif secara berkelompok. Teater juga dapat dipakai sebagai media ekspresi untuk mengungkapkan pemikiran, perasaan, dan emosi-emosi. 135
Jurusan PBS, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi Mendalo Darat, 5 Agustus 2016
kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan di atas pentas dengan media percakapan, gerak, dan laku didasarkan pada masalah yang tertulis dan ditunjang oleh dekor, musik, nyanyian, tarian, dan sebagainya, misalnya wayang orang, ketoprak, ludruk, reok, Kisa hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan di atas pentas dengan media percakapan, gerak, dan laku inilah yang menempatkan drama dapat mengembangkan pendidikan karakter. Alasannya, apa yang dipercakapkan, bagaimana bercakap,ya, gerak yang diperlihatkan ketika menjadi aktor drama, dan perilaku yang ditampilkan di atas pentas akan mencerminkan kemampuan dan kepribadian aktornya. Semuanya ini tentu akan menggambarkan karakternya juga. Penampilan dan karakter baik yang dilakonkan akan menjadi sarana pengembang pendidikan karakter. Apabila dilihat dari sudut jenis-jenis drama, maka drama yang mengandung nilai-nilai pendidikan termasuk jenis drama pendidikan. Yusra dan Yogiswara (2015:72) menjelaskan ad pertengahan, lakon menunjukkan pelaku-pelaku yang yang dipergunakan untuk melambangkan kebaikan atau keburukan, kematian, kegembiraan, persahabatan, permusuhan, dan sebagainya. Pelaku-pelaku drama dijadikan cermin bagi penonton dengan maksud untuk mendidik. Lakon yang mengungkapkan kehidupan di akhirat menunjukkan kepada manusia bahwa akhirnya semua orang akan sampai ke sana. Adegan di akhirat biasanya menunjukkan keindahan akhirat dan juga penderitaan para pendosa. Semua ini memuat pesan atau nilainilai berisi ajaran yang dapat membentuk karakter. Sejalan dengan ini, Yusra (2015) mengatakan bahwa pembelajaran drama dengan metode yang tepat akan menghasilkan pembelajaran yang menyenangkan. Artinya adalah bahwa drama sebagai bagian dari materi pembelajaran yang disajikan kepada anak didik dapat menciptakan suasana yang menyenangkan bagi murid dalam belajar. Suasana yang menyenangkan merupakan gambaran dari sikap dan perilaku yang positif dari anak didik terhadap guru dan proses pembelajaran. Bahkan dijelaskan Yusra bahwa pembelajaran drama dengan metode yang tepat juga dapat meningkatkan partisipasi, keaktifan, dan kerjasama anak didik. Partisipasi, keaktifan, dan kerjasama dapat terwujud apabila kepribadian yang ada dalam diri anak didik sebagai gambaran dari karakternya juga baik. Ini pulalah yang dimkasudkan bahwa drama dapat mengembangkan pendidikan karakter, yakni melalui pembelajaran drama. Penutup Pembahasan atau perbincangan tentang pendidikan karakter baru muncul pada akhir abad ke-18. Namun, sebenarnya pendidikan karakter telah menjadi bagian inti sejarah pendidikan. Sejak di dalam anggota keluarga, seseorang telah mendapatkan pendidikan karkater atau telah dibentuk karakternya. Pembentukan karakter ini harus dilakukan secara berkesinambungan dan kerjasama antara keluarga dan lembaga pendidikan. Pendidikan karakter dapat dikatakan sebagai sebuah usaha membentuk kepribadian sesorang agar bermoral, yang dimanifestasikan dalam tindakan nyata melalui tingkah laku yang baik, jujur, bartanggung jawab, menghormati orang lain, dan karakter mulia lainnya. Pencapainnya tidak terlepas dari penggunaan bahasa, di antaranya bahasa yang digunakan dalam drama, baik pada posisi drama dalam dimensi seni sastra maupun dimensi seni pertunjukan. Pesan moral atau nilai-nilai yang ada dalam naskah drama sebagai karya sastra yang kemudian diproyeksikan dengan dialog, lahu, dan gerak dalam drama sebagai seni pertunjukan mampu berperan dalam mengembangkan pendidikan karakter. 136
Jurusan PBS, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi Mendalo Darat, 5 Agustus 2016
Daftar Rujukan Elmubarok, Z.2013. Membumikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta. Hasanuddin, WS. 2009. Drama Dalam Dua Dimensi Kajian, Teori, Sejarah, dan Analisis. Bandung: Angkasa. Ihsan, F. 2011. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta : Rineka Cipta. Listyarti, R. 2012. Pendidikan Karakter dalam Metode Aktif, Inovatif & Kreatif. Jakarta: Esensi Erlangga Group. Muslich, M. 2013. Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara. Peraturan Pemerintah No.19 tahun 2005 Bab IV Pasal 19 ayat 1. Samani, M. Dan Hariyanto. 2014. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset. Santoso, T., dkk. 2010. Seni Teater untuk SMP/MTs Kelas VII, VIII, dan IX. Jakarta: Pusat Perbukuan Kementerian Pendidikan Nasional. Sumardjo. J. & K. M. Saini. 1994. Apresiasi Kesusasteraan. Jakarta: Gramedia. Tirtarahardja, U. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional atau UUSPN Bab III Pasal 4 ayat 4 Yusra D. 2015. Peningkatan Aktivitas dan Kerja Sama dalam Kuliah Drama pada Mahasiswa Semester III Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia PBS FKIP Universitas Jambi. Jambi: Universitas Jambi. Yusra D. dan Yogiswara, E.M.. 2015. Berkenalan dengan Drama. Jakarta: Buku Pop. Zuchdi, D., dkk. 2013. Model Pendidikan Karakter Terintegrasi dalam Pembelajaran dan Pengembangan Kurikulum Sekolah. Yogyakarta: Multi Presindo.
137