PEMBELAJARAN MENULIS (INSYA’) Dengan Pendekatan Komunikatif-Interaktif di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Ponorogo
Yufridal* Abstrak: Writing skills are used to record, recording, convincing, report, inform, and influence the reader. The purpose and goal of the study can only be achieved by either by the learners who can compose and assemble the mind and bring it in writing with a clear, smooth, and communicative. This clarity depends on the mind, organization, usage and word choice, and sentence structure. Write essays (Insha') may be regarded as the most difficult skill than premises other language skills. What a student using a second or foreign language orally (syafawi), then a native speaker can understand and accept less than perfect pronunciation or phrases that are less appropriate or even incompatible with the rules grametikal. However, when learning a second language use/foreign kitabi, the native speakers who read it will be harder assess writing a lot of spelling or grammar errors. Although the meaning is conveyed was quite clear and his pretty neat, but a written essay is required to be good and as far as possible without errors because thought to reflect the level of education concerned shall essay writer. Kata Kunci: Insya’, Pendekatan Komunikatif-Interaktif, STAIN Ponorogo PENDAHULUAN Kitabah adalah sesuatu yang terpenting yang ada pada kehidupan kita karena ia merupakan ungkapan tertulis yang dituangkan oleh penulis. Pengertian kitabah menurut bahasa adalah kumpulan makna yang tersusun dan teratur. Makna kitabah secara epistimologi adalah kumpulan dari kata yang tersusun dan mengandung arti karena kitabah tidak akan terbentuk, kecuali dengan adanya kata yang beraturan. Dan dengan adanya kitabah manusia bisa menuangkan expresi hatinya dengan bebas sesuai dengan apa yang difikirkannya. Dengan menuangkan ungkapan yang tertulis *
Penulis adalah dosen Jurusan Tarbiyah STAIN Ponorogo.
178 | Yufridal diharapkan para pembaca dapat mengerti apa yang ingin penulis ungkapkan.1 Pada dasarnya, menulis (kitabah) merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis, seorang menulis harus terampil memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosa kata. Keterampilan menulis digunakan untuk mencatat, merekam, meyakinkan, melaporkan, menginformasikan, dan mempengaruhi pembaca. Maksud dan tujuan studi itu hanya dapat dicapai dengan baik oleh para pembelajar yang dapat menyusun dan merangkai jalan fikiran dan mengemukakannya secara tertulis dengan jelas, lancar, dan komunikatif. Kejelasan ini bergantung pada fikiran, organisasi, pemakaian dan pemilihan kata, dan struktur kalimat.2 Namun tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak kendala dalam pembelajaran mata kuliah Insya’ ini. Dalam kaitan ini Yayan Nurbayan telah meneliti kualitas penulisan skripsi sepuluh mahasiswa Program Pendidikan Bahasa Arab dengan hasil bahwa tingkat kesalahan mahasiswa dalam menulis skripsi masih tinggi. Data di atas menunjukkan bahwa mahasiswa mengalami kesalahan pada aspek qawaid sebesar 23,1 %, pemilihan diksi yang salah sebanyak 25,3 %, kesalahan pada aspek uslub sebesar 22, 3 %, dan kesalahan mereka pada penggunaan muta’allaq sebanyak 29, 4%.3 Paparan data yang ada menunjukkan bahwa Insya’ problematik bagi mahasiswa. Proses penguasaan bahasa kedua karena banyak faktor yang mempengaruhinya di antaranya faktor internal dan eksternal dan pengaruh bahasa pertama.4 Bahkan, bahasa pertama telah lama dianggap merupakan penganggu pembelajar di dalam menguasai bahasa kedua. Jika dibandingkan dengan kegiatan berbicara, kegiatan menulis harus memenuhi beberapa syarat yang tidak berlaku bagi kegiatan bicara agar penulis itu bisa efektif, yaitu pengorganisasian yang ketat pada pengembangan ide dan informasi, tingkat akurasi yang tinggi 1
Ahmad Fuad Mahmud ‘Ulyan, al-Maharah al-Lughawiyah, Mahiyatuha wa Turuq Tadrisuha (Riyadh: Darul Muslim, 1992), 156. 2 Anwar Efendi, Bahasa dan Sastra dalam Berbagai Prespektif (Tiara Wacana: Jogjakarta), 327. 3 Yayan Nur Bayan, Peningkatan Kemampuan Mahasiswa Dalam Menulis Skripsi Melalui Pengenalan Muta’allaq Pada Mata Kuliah Insya (Jurnal UPI : t.th), 1. 4 Ibid.
KodifikasiaVol.8No.1Tahun.2014
Pembelajaran Menulis | 179 agar tidak ada keraguan makna, penggunaan sarana-saran tata bahasa yang komplek agar bisa membuat pembaca terfokus pada tekanantekanan yang diberikan penulis, dan pemilihan kosa kata, pola tata bahasa, dan struktur kalimat secara seksama agar bisa menciptakan gaya yang sesuai dengan tema dan bagi pembaca nantinya.5 Apa itu menulis? Menulis adalah sebuah kegiatan menuangkan pikiran dan perasaan seseorang yang diungkapkan dalam bahasa tulis. Dalam pengertian yang lain, menulis adalah kegiatan untuk menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan yang diharapkan dapat dipahami oleh pembaca dan berfungsi sebagai alat komunikasi secara tidak langsung. Menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca langsung lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu. Menulis merupakan kemampuan menggunakan pola-pola bahasa secara tertulis untuk mengungkapkan suatu gagasan atau pesan.6 Menulis adalah proses menggambarkan suatu bahasa sehingga pesan yang disampaikan penulis dapat di pahami pembaca7 Menulis adalah suatu proses menyusun, mencatat, dan megkomunikasikan makna dalam tataran ganda bersifat interaktif dan diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu dengan menggunakan suatu sistem tanda konvesional yang dapat dilihat/dibaca. Keterampilan menulis (maharah kitabah atau writing skill) adalah kemampuan dalam mendeskripsikan atau mengungkapkan isi pikiran, mulai dari aspek yang sederhana seperti menulis kata-kata sampai kepada aspek yang komplek yaitu mengarang (Insya’). Mengarang adalah katagori menulis yang berorientasi kepada pengepresian pokok pikiran berupa ide, pesan, perasaan, dan sebagainya ke dalam bahasa tulisan, bukan visualisasi bentuk rupa huruf, kata, atau
5
Syukur Ghazali, Pembelajaran Keterampilan Berbahasa (Bandung: Rafika Aditama, 2013), 293. 6 Yus Rusyana. Bahasa dan sastra dalam Gamitan Pendidikan (Bandung: Diponegoro, 1988) 191. 7 Henry Guntur Tarigan, Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa (Bandung: Penerbit Angkasa, 1986), 21.
KodifikasiaVol.8No.1Tahun.2014
180 | Yufridal kalimat saja. Maka wawasan dan pengalaman pengarang sudah mulai dilibatkan. 8 Menulis karangan tidak hanya mendeskripsikan kata-kata atau kalimat ke dalam tulisan struktural, melainkan juga bagaimana ide atau pikiran penulis tercurah secara sistematis untuk meyakinkan pembaca. Menurut Tarigan,9 menulis ini adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang mengambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang. Yang perlu dicatat adalah penulis merupakan representasi bagian dari kesatuan-kesatuan bahasa. Gambar atau lukisan dapat menyampaikan makna-makna, tetapi tidak menggambarkan kesatuan bahasa. Ini merupakan perbedaan antara menulis dan melukis, dan tulisan dan lukisan. Maka menggambar huruf-huruf bukan menulis.10 Pada prinsipnya fungsi utama dari tulisan adalah sebagai alat komunikasi tidak langsung. Menulis sangat penting bagi pendidikan karna memudahkan para para pelajar untuk berfikir dan dalam tingkatan yang lebih tinggi dapat mendorong mereka untuk berfikir secara kritis dan sistematis, memperdalam daya tangkap persepsi, meningkatkan kemampuan memecahka masalah yang dihadapi dan sebagainya. Tulisan juga dapat membantu menjelaskan pikiran-pikiran yang hendak dikemukakan. Tidak jarang kita menemui apa yang sebenarnya kita pikirkan dan rasakan mengenai orang, gagasan masalah, dan kejadian hanya dalam proses menulis aktual. Menulis karangan (insya’) boleh dikatakan sebagai keterampilan yang paling sukar dibanding dengan keterampilan-keterampilan berbahasa lainnya. Apa seorang pelajar mengunakan bahasa kedua atau asing secara lisan (syafawi), maka seorang penutur asli dapat mengerti dan menerima lafal yang kurang sempurna atau ungkapanungkapan yang kurang sesuai atau bahkan tidak sesuai dengan kaidah gramatikal. Akan tetapi, apabila belajar itu mengunakan bahasa kedua/asing secara kitabi, maka penutur asli yang membacanya akan lebih keras menilai tulisan yang banyak kesalahan ejaan atau tata bahasanya. Meskipun maknanya yang disampaikan itu cukup jelas dan tulisannya cukup rapi, tetapi suatu karangan tertulis 8
Asep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab (Bandung: Rosyda Karya, 2013), 163. 9 Tarigan, Menulis, 21. 10 Hermawan, Metodologi, 163.
KodifikasiaVol.8No.1Tahun.2014
Pembelajaran Menulis | 181 dituntut harus baik dan sedapat mungkin tanpa kesalahan karena diangggap mencerminkan tingkat kependidikan penulis karangan yang besangkutan. Mengarang (al-insya’) dapat dibagi dibagi ke dalam dua kategori, yaitu mengarang terpimpin (al-insya’ al-muwajjah) dan mengarang bebas (al-insya’ al-hur). a. Mengarang terpimpin (al-insya’ al-muwajjah) Mengarang terpimpin adalah sebuah kalimat atau paragraf sederhana dengan bimbingan tertentu berupa pengarahan, contoh, kalimat yang tidak lengkap, dan sebagainya. Mengarang terpimpin bisa juga mengarang terbatas (al-insya’ al-muqayyad), sebab karangan pelajar dibatasi oleh ukuran-ukuran yang diberikan oleh pemberi soal, maka dalam prakteknya tidak menuntut pelajar untuk mengembangkan pikirannya secara bebas.11 Jenis menulis ini diberikan terlebih dahulu sebelum menulis bebas. Ada bebarapa teknik latihan pengembangan mengarang terpimpin yang dikenal dalam pengajaran bahasa Arab, antara lain menganti/merubah (al-tabdil), misalnya mengganti salah satu unsur dalam kalimat, merubah kalimat aktif menjadi pasif atau sebaliknya, positif menjadi negatif atau sebaliknya, berita menjadi tanya atau sebaliknya, kalimat yang ber-fiil mudhari menjadi fi’il madhi atau sebaliknya.12 Ada yang berpendapat, di antara teknik mengarang muwajjah antara lain: 1. Kata-kata yang sepadan Para pelajar diminta untuk menulis beberapa kalimat yang sepadan dengan kalimat tertentu, setelah itu diberikan beberapa kata yang layak untuk menulis kalimat-kalimat tersebut. Untuk itu perlu diberikan pola kalimatnya, seperti . Kata yang bisa dijadikan untuk mengantinya adalah , maka pelajar akan menulis . 2. Alinea yang sepadan Para pelajar diberikan sebuah alinea yang tertulis kemudian mereka diminta untuk menulisnya kembali dengan mengubah salah satu dari kata-kata pokok yang ada padanya. Apabila pada alinea tersebut berkisar tentang seseorang yang bernama Hatim, maka mereka diminta untuk mengubahnya dengan seorang pemudi, misalnya bernama Maryam. Kata pengganti ini tentunya akan mengubah fi’il, 11 12
Ibid., 164. Hermawan, Metodologi, 165.
KodifikasiaVol.8No.1Tahun.2014
182 | Yufridal dhamir, shifah dan berbagai hal yang berkaitan dengan Hatim menjadi berkaitan dengan Maryam. 3. Kata-kata yang dibuang Para pelajar diminta mengisi tempat yang kosong pada sebuah kalimat. Kata-kata tersebut mungkin harf jarr, ‘athaf, istifham, syarath atau yang lainnya 4. Mengisi kata kosong (close test) Suatu karangan yang sudah dipersiapkan dosen setiap kata kelima dihilangkan. Karangan ini diberikan kepada pelajar untuk diperbaiki. Perbaikan dengan cara mengisi kotak-kotak kosong. 5. Menyusun kata Para pelajar diberikan sejumlah kata-kata, kemudian mereka diminta untuk menyusunnya sehingga menjadi sebuah kalimat yang benar. 6. Menyusun kalimat Menyusun atau membangun kalimat dapat dilakukan dengan berbagai cara. Teknik ini bisa dilakukan dengan cara: (a). Menjawab pertanyaan, (b). Melengkapi kalimat, (c). Memperbaiki susunan kalimat, (d). Memperluas kalimat dimana dosen menyebutkan sebuah kalimat model, kemudian pelajar memperluas kalimat model itu dengan kata atau frase yang ditentukan oleh dosen. (e). Substitusi dimana dosen memberikan atau membacakan sebuah kalimat model, lalu dosen menyebutkan kata lain yang menduduki posisi jabatan tertentu dalam kalimat model tadi, selanjutnya pelajar menuliskan kalimat baru dengan cara menggantikan isi jabatan kata pada kalimat model. 7. Mengabungkan dua kata atau beberapa kalimat Kepada pelajar disajikan dua kalimat, kemudian mereka diminta untuk menggabungkannya menjadi sebuah kalimat. Penggabungan tersebut mengunakan adat (kata sambung) tertentu untuk membatasinya atau mereka diberi kebebasan untuk membatasinya, atau kepada pelajar diberikan beberapa kalimat yang tidak teratur, kemudian mereka diminta untuk menyusunnya menjadi sebuah alinea. 8. Mengubah/tranformasi kalimat Kepada pelajar disajikan sebuah kalimat kemudian mereka diminta mengubahnya menjadi manfi, atau mustbah, atau istifham, atau khabariyah, atau juga ta’ajubiyah, atau dari madhi, mudhari’ dan ’amar, atau juga menjadi mabni ma’lum atau majhul dan sebagainya.
KodifikasiaVol.8No.1Tahun.2014
Pembelajaran Menulis | 183 9. Menyempurnakan Kalimat Kepada pelajar disajikan sebagian dari satu kalimat, kemudian mereka diminta untuk meyempurnakannya dengan menambahkan kalimat pokok atau kalimat penujangnya. b. Mengarang bebas (al-insya’ al-hurr) Mengarang bebas adalah membuat kalimat atau paragraf tanpa pengarahan, contoh, kalimat yang tidak lengkap, dan sebagainya. Para pelajar dalam hal ini diberi kebebasan untuk mengekspresikan pikirannya tentang suatu hal tertentu. Mengarang bentuk ini lebih tinggi tingkatannya dibandingkan dengan mengarang terpimpin, sebab merupakan lanjutan dari serangkaian kegiatan mengarang terpimpin. Akan tetapi, kemampuan mengarang bebas dalam prakteknya dipisahkan dari kemampuan mengarang terpimpin, sebab memiliki cara, prosedur, dan tahapan tersendiri jika dikembangkan lebih dalam lagi. Ada beberapa teknik latihan yang harus dilalui untuk sampai pada keterampilan mengarang bebas, antara lain meringkas bacaan terpilih (al-talkhis), menceritaka gambar yang dilihat (al-qishah), menjelaskan aktivitas tertentu (al-idhah): meringkas bacaan terpilih (altalkhis), yaitu menuliskan kembali inti sari bacaan dengan bahasa Arab yang dimiliki pelajar. Menceritakan gambar yang dilihat (alqishah) atau narasi, yaitu menceritakan isi gambar yang dilihat berupa pekerjaan sehari-hari sejak bangun tidur sampai saat hendak tidur lagi. Menjelaskan aktivitas (al-idhah) tertentu atau eksposisi, yaitu, menerangkan pekerjaan yang bisa dilakukan oleh pelajar dalam situasi-situasi tertentu, misalnya berangkat ke kampus naik sepeda motor, pulang kampung naik kendaraan umum, kegiatan-kegiatan kampus dan sebagainya. Setelah itu baru mengarang bebas (al-insya’ hurr) tentang masalah-masalah tertentu yang diketahui oleh pelajar.13 Kegiatan menulis dalam pengajaran bahasa kedua biasanya dianggap sebagai keterampilan sekunder yang nilai pentingnya terletak di bawah kemampuan menyimak, berbicara dan membaca. Pengembangan kemampuan menulis bahasa kedua, sama seperti keterampilan lisan, memerlukan pemahaman tentang bagaimana cara mengabungkan komponen-komponen linguistik (pengetahuan tentang 13
Hermawan, Metodologi, 165.
KodifikasiaVol.8No.1Tahun.2014
184 | Yufridal kosa kata, tata bahasa, ortografi, struktur genre) agar dapat menghasilkan sebuah teks.14 PEMBAHASAN A. Analisis Teori Akuisisi Belajar Insya’ Pernyataan Teori Akuisisi dipandang sebagai sebuah proses bawah sadar yang terjadi selama pembelajar berusaha memahami input bahasa dalam kontek yang bermakna sehingga akusisi akan lebih mudah terjadi jika situasi belajar itu diberi aspek afektif yang tepat. Bahwa tujuan seseorang membuat tulisan (insya’) adalah mengungkapkan fakta-fakta, perasaan, sikap serta pikiran secara jelas dan efektif, agar pembaca dapat menghayati tulisan tersebut sesuai dengan gagasan yang ada dalam pikiran menulis. Agar apa yang diungkapkan cukup bermakna, gagasan-gagasan yang disampaikan hendaklah disajikan sedemikian rupa sehingga menampakkan kalimat-kalimat yang apik (unified), jelas (clear), bermakna (significant), ekonomis (economical) dan mengikuti aturan tata bahasa yang dapat diterima (gramatically accepted).15 Seperti yang diungkapkan dalam data bahwa dengan menuliskan informasi, mengungkapkan perasaan dalam bentuk tulisan (insya’) dalam intensitas yang tinggi, membantu mereka menyusun kejelasan dan kebermaknaan dalam menulis, sambil berusaha menyusunnya dengan kalimat yang tepat. Praktik menulis yang paling efektif menurut teori akuisisi adalah praktik menulis dalam jumlah, serta praktik yang mengunakan perspektif komunikatif (yaitu, menulis untuk memberikan informasi, membujuk, menceritakan pengalaman pribadi. Sementara pengajaran tata bahasa dan koreksi kesalahan harus dibatasi hanya dalam aturan-aturan sederhana.16 Secara empiris bahwa gaya belajar para responden menunjukkan nilai positif, ditunjukan dengan kecendrungan mereka menyukai menulis karangan dengan pola-pola pengungkapan informasi, menceritakan. Dari data didapatkan bahwa penyajian wacana dalam memahaminya menjadi alat transisi untuk menuangkan pokok pikiran mereka dalam tulisan. Kemampuan menulis dalam bahasa kedua dapat dipandang sebagai paralel dengan perkembagan dari kemam 14 15 16
Ghazali, Pembelajaran, 295. Aziz Fahrurrozy, Pembelajaran Bahasa Arab (Jakarta: Kemenag), 350. Ghazali, Pembelajaran, 302.
KodifikasiaVol.8No.1Tahun.2014
Pembelajaran Menulis | 185 puan menulis dalam bahasa pertama. Perkembangan dari tingkattingkat kompleksitas sintaksis (dari yang awalnya membuat kalimatkalimat sederhana yang digandengkan dengan pola koordinasi, lalu berkembang dengan menggunakan subordinasi dan akhirnya pembelajar menguasai teknik reduksi anak kalimat) didapati mengikuti pola perkembangan yang mirip seperti yang terjadi pada pembelajar bahasa pertama.17 Beberapa paparan data di atas menjadi dasar bagi penulis memaparkan hubungannya dengan teori dan empiris untuk menjawab rumusan masalah. Belajar menulis (insya’) adalah aktifitas atau suatu proses belajar, yang belajar itu sendiri suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian.18 Proses belajar menulis para responden yang memerlukan alat transisi untuk mampu menuangkan gagasan mereka dan wacana sebagai alat transisi. Wacana sebagai alat transisi di sini menjadi variabel independen dalam proses belajar sehingga respon akan memiliki implikasi dalam menulis yang baik. Namun hal itu adalah keterbacaan peneliti terkait data yang ada. Artinya variabel belajar menulis ada saatnya memerlukan perantara, atau lebih tepat variabel perantara (intervening variable). Hal ini dikuatkan dengan data bahwa responden ketika menuangkan idenya dalam bahasa Arab, akan dituangkan dengan perantara wacana yang membantu proses penuangan ide tersebut, jika terjadi kesalahan dalam penyusunan kalimat, maka akan dikoreksi setelah proses penuangan ide selesai. Variabel perantara ini merupakan keadaan dan kondisi individu yang dicermati dari kebiasaan ketika menulis (insya’). Pembelajar bahasa kedua bisa dipengaruhi banyak faktor, menurut Izzo.19 Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran bahasa kedua termasuk menulis, yaitu: faktor personal (usia, ciri psikologis, sikap, motivasi, strategi pembelajaran), faktor situasinal (situasi pendekatan pengajaran, karektiristik guru), dan aspek linguistik (perbedaan bahasa pertama dan yang kedua dalam hal pengucapan tata bahasa, dan pola wacana). Terkait dengan hal ini bagaimana cara 17
Ibid., 305. Suyono, Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep (Bandung: Remaja Rosyada, 2014), 9. 19 Ghazali, Pembelajaran, 126. 18
KodifikasiaVol.8No.1Tahun.2014
186 | Yufridal mahasiswa menyerapnya? Gardner mengajukan sebuah model psikologi sosial bagi akuisis bahasa kedua. Model ini menekankan pada kondisi sosial yang terjadi pada saat seorang belajar bahasa kedua.20 Krashen berusaha untuk menjelaskan variasi pada performa verbal dari para pembelajar dengan menyatakan bahwa ada mekanisme “pengolahan internal” yang mempengaruhi jenis “input” apa saja yang diambil oleh pembelajar dari lingkungan bahasa kemudian diolah. Responden (i) menyatakan bahwa “ketika saya menulis insya”, apa yang terbesit dibenak langsung dituangkan dalam bahasa Arab, ketika dalam pertengahan menulis terdapat mufradat sulit langsung buka kamus. Ketika insya’ telah selesai ditulis saya baca lagi dari awal dan saya ganti susunan teks/kata/kalimat yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Arab”. Terbaca dari setiap individu pembelajar ada perbedaan “pengolahan internal”. Ada dua hal yang dapat terbaca dari data di atas bahwa belajar sangat dipengaruhi oleh stimulus yang diberikan dan bagaimana belajar menulis mereka berdasarkan perkembangan bermakna membangun struktur kognitifnya atau peta mentalnya, dalam ini sangat persis dengan teori belajar kontruktivisme. Dalam upaya implementasi teori belajar kontruktivisme, Tyler mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, antara lain, memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasan dalam bahasa sendiri, serta memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif.21 Hal kedua dari data bahwa memberikan stimulus yang cukup besar porsinya akan memberikan pengalaman belajar siswa, dalam bab ini mengarahkan pada teori belajar behaviorisme yang salah satu pengembangnya adalah Skinner dalam hukum belajarnya menyatakan, jika timbulnya perilaku diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat, hal ini disebut Law of Operant Conditioning.22 Belajar menulis (insya’) atau kompetensi menulis dapat dikembangkan dengan cara memberikan input bacaan dan praktik menulis dalam jumlah besar. Sejalan dengan teori behaviorisme. Namun yang belum terbaca dari dari teori ini adalah para mahasiswa yang 20 21 22
Ibid., 127. Suyono, Belajar, 109. Ibid., 64.
KodifikasiaVol.8No.1Tahun.2014
Pembelajaran Menulis | 187 menjadi responden penelitian ini adalah mahasiswa yang telah melewati beberapa mata kuliah penunjang untuk kemampuan menulis insya’ di antaranya bahasa Arab 1, 2, dan 3 dan Qawaid 1 dan 2. Sejauh pengetahuan penulis buku yang mereka gunakan adalah dengan pendekatan All in One System. Dalam hal ini drill menulis sudah mendapatkan porsi yang cukup. Kecukupan drill belum mampu melatih dan mengasah kemampuan mahasiswa, ada beberapa catatan dalam hal ini, terutama kemampuan menulis. Dari hasil penelitian menulis menunjukkan bahwa bahasa kedua dapat dipandang paralel dengan perkembangan bahasa pertama.23 Pembelajaran menulis juga dipandang sebagai sebuah proses perkembangan melewati beberapa tahap. Emig berpendapat bahwa keterampilan menulis berkembang dalam beberapa tahap yang dapat diprediksi sebelumnya, sama seperti anak kecil belajar bicara dan menulis. Anak-anak pada awalnya menulis secara ekpresif, yaitu kegiatan menulis yang mengandalkan pada kemampuan bahasa lisan, dan kemudian berkembang menjadi tulisan secara transaksional yang lebih memperhatikan siapa yang menjadi pembacanya. Tahap ketiga yang tidak dicapai oleh semua penulis adalah menulis secara puitik.24 Penelitian ini mencoba melihat cara belajar mahasiswa pada tingkat tuntutan mereka sebagai mahasiswa PBA, yaitu mata kuliah insya’ II yang merupakan belajar menuangkap ide dan pendapat dalam bahasa Arab yang baik dan benar. Namun hal terkait hirarki perkembangannya sudah terlewati atau belum akan menjadi masalah baru ketika mereka harus mendapatkan mata kuliah ini. Belajar untuk menulis dalam bahasa kedua mengharuskan pembelajar untuk mengendalikan beberapa aspek dalam waktu yang bersamaan. Bell dan Burnaby berpendapat bahwa menulis adalah sebuah kegiatan yang sangat komplek, karena penulis harus mengendalikan bahasa pada level kalimat (struktur tata bahasa, kosa kata, tanda baca, ejaan dan pembentukan huruf serta pada level yang lebih luas dari kalimat (mengorganisasikan dan mengintegrasikan informasi menjadi paragraf-paragraf yang kohensif dan konheren yang selanjutnya menjadi teks yang kohensif dan konheren.25 Tentu 23 24 25
Syukur, Pembelajaran, 305. Ibid., 303. Ibid., 302.
KodifikasiaVol.8No.1Tahun.2014
188 | Yufridal dalam hal ini teori akuisisi akan kurang tepat, karena keterampilan menulis menuntut penulis memiliki pengetahuan dan keterampilan. Data yang terkait belajar efektif, menguatkan teori Kresen bahwa memberikan input dan praktik menulis dalam jumlah besar tidak hanya itu, perspektif yang digunakan adalah komunikatif, yaitu menulis untuk memberikan informasi, membujuk, menceritakan pengalamann pribadi. Penelitian terhadap menulis dalam bahasa kedua, Cooper dan Morain, sama seperti bahasa pertama, penggunaan struktur-struktur kalimat yang komplek dalam bahasa kedua bisa ditingkatkan dengan cara memberikan latihan penggabungan kalimat kepada siswa. Dari berapa responden mengungkapkan bahwa dalam mengarang (insya’) mencoba mengunakan imajinasi mereka untuk dikembangkan, lalu menuangakan secara langsung dalam bahasa kedua, sehingga terjadi hambatan dalam hal kekurangan ketepatan dalam mengunakan mufradat mereka mencarinya di kamus. Hal ini menurut mereka membuat mereka dapat lebih menguatkan imajinasi sebelum menuangkan dalam tulisan dalam bahasa kedua. Dan yang kedua responden memerlukan perantara berupa wacana atau gambar sebelum mereka menuangkannya dalam bahasa kedua. Melihat data tersebut dalam menilai efektifitas gaya belajar dari sudut pandang pendekatan yang responsif (the responsive approach). Pendekatan responsif menekankan bahwa evaluasi yang berarti adalah evaluasi yang mencari pengertian suatu isu dari berbagai sudut pandang semua orang yang terlibat dan minat.26 Dalam hal ini efektivitas belajar menulis (insya’) dilihat dari beberepa responden bagaimana kecendrungan gaya belajarnya sehingga terbaca tingkat efektifitasnya. Dari tipe belajar di atas, yang memerlukan media gambar, menunjukkan kekuatan visual cukup dominan. Menurut beberapa pakar salah satu tipe belajar adalah visual yang memiliki karakter belajar melalui melihat, memandangi mengamati dan sejenisnya. Lebih tepatnya, tipe belajar visual. Orang-orang dengan tipe ini lebih menyukai belajar ataupun menerima informasi dengan melihat atau membaca. 26
http/ sambasalim.com, Pendidikan/konsep/-efektifitas pembelajaran,
2012.
KodifikasiaVol.8No.1Tahun.2014
Pembelajaran Menulis | 189 Namun tidaklah memberi arti para respon dan hanya cenderung pada satu tipe belajar menulis insya’ karena ada juga dengan proses akuisisi yang dimana kekuatan imajinasi memberikan kekuatan dalam proses menulis mereka. Dalam hal ini tidak menunjukkan atau berarti bahwa setiap individu atau seseorang hanya memiliki satu cara karakteristik dan tipe belajar tertentu sehingga tidak memiliki cara dan tipe belajar yang lain. Prinsip belajar bahasa yang dikenal secara umum menganjurkan agar proses belajar dimulai dari yang paling mudah, yakni menyimak atau mendengar kemudian berbicara. Prinsip ini sering dipahami dengan berlebihan sehingga ada penekanan agar pelajar tidak perlu memperhatikan tulisan lebih dulu atau menuliskan ucapan-ucapan yang diajarkan. Latihan membaca dan menulis menjadi kelihatan seperti suatu aktifitas yang lebih sukar dari pada menyimak dan berbicara. Keterampilan menulis itu adalah keterampilan yang paling 'sukar'. Maksud keterampilan menulis di sini menjadi keterampilan menuliskan kata-kata dengan ejaan yang benar, padahal tidak boleh dilupakan bahwa yang dimaksud dengan keterampilan menulis itu lebih mengarah pada menuliskan gagasan yang ada dalam pikiran dalam arti mengarang. Pada masa modern ini, komputer sudah disiapkan untuk membantu membenarkan ejaan. Jadi, sudah tidak ada lagi kesulitan dalam hal keterampilan menulis. Karena itu perlu ditinjau kembali lebih konkret pengenalan tentang empat keterampilan berbahasa, yang sudah terlanjur dijadikan prinsip dalam pembelajaran bahasa. Penekanan prinsip yang menunda proses membaca dan menulis, khususnya untuk bahasa Inggris tentunya karena ingin agar bahasa Inggris memasyarakat. Sayang, penekanan prinsip tersebut sering kali berlanjut sampai pada proses belajarmengajar bahasa Arab, sehingga pelajar dilarang sama sekali melihat tulisan pada buku bahan ajar yang disiapkan. Padahal penekanan prinsip tersebut tidak mutlak benar untuk diterapkan pada semua bahasa, khususnya bahasa Arab. Ketidakcocokan penekanan pada prinsip tersebut disebabkan sistem tulisan bahasa Arab yang sudah sempurna. Ada yang menganggap bahwa tulisan bahasa Arab memiliki sistem suku.27 Pelajaran membaca dan menulis Arab ini tidak mengalami kesulitan dan tidak menimbulkan problem sama sekali. Justru akan meng 27
Samsuri, Analisis Bahasa (Jakarta: Erlangga, 1991), 22.
KodifikasiaVol.8No.1Tahun.2014
190 | Yufridal alami kesulitan nantinya bila keterampilan menulis itu ditunda seperti yang dialami oleh generasi tua yang belajar menulis bahasa Arab, atau dapat dilihat tulisan Arab yang sangat memprihatinkan dari tulisan pelajar lulusan Madrasah Aliyah dan bahkan lulusan Perguruan Tinggi Agama Islam. Ini terjadi karena kurang perhatian pada keterampilan baca-tulis Arab sewaktu mempelajarinya. Lagi pula dalam hal tajwid maka belajar tulisan bahasa Arab sangat perlu khususnya dalam upaya melafalkan bunyi dengan fasih. Kemampuan membaca dan menulis bahasa Arab akan membantu dalam hal pembelajaran bahasa Arab nantinya pada tingkat tinggi, khususnya dalam penguasaan bahasa dan sastra Arab. Dalam pembelajaran bahasa Arab, yang dimaksud dengan keterampilan menulis itu lebih mengarah pada keterampilan mengarang atau mengeluarkan gagasan secara tertulis, bukan terampil menulis huruf-huruf Arab dengan baik yang biasanya dikenal dengan khat. Oleh karena itu tulisan bahasa Arab ketika diajarkan untuk pelajar, misalnya dengan mengajarkan seketika itu apa yang diucapkan, maka akan tergambar ucapan yang benar. Sebagai contoh , akan menjadi jelas dan benar ketika memperhatipengucapan kan tulisannya yang dilafalkan dengan fasih memakai huruf sin () dan huruf dzal ( ) bukan lainnya. Jadi tulisan dalam bahasa Arab menjadi penguat dan pembantu untuk pembetulan pemahaman dalam bahasa Arab. Misalnya ketika mendengar bunyi kata yang makhroj atau fonimnya berdekatan, maka dengan tulisan kata itu fonimnya menjadi jelas dan maksud kata itu dapat dipahami dengan tepat. Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa proses belajar-mengajar bahasa Arab justru menjadi lebih efektif bila sudah bisa baca-tulis Arab. Bahkan belajar bahasa Arab dapat dilaksanakan sendirian kalau sudah dikuasai aturan baca-tulis bahasa Arab, yang sangat mudah. Karena itu selayaknya dapat dinyatakan bahwa bahasa Arab itu lebih mudah untuk dipelajari dari pada bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya yang tidak memiliki sistem penulisan yang sempurna. Tidaklah perlu terjadi pelarangan belajar baca-tulis bahasa Arab meski di awal programnya. Prinsip pelarangan belajar baca-tulis di awal program itu hanyalah kekhawatiran akan timbulnya kesulitan. Padahal kesulitan itu hanya akan terjadi pada pembelajaran bahasa yang memiliki sistem ejaan yang buruk, seperti
KodifikasiaVol.8No.1Tahun.2014
Pembelajaran Menulis | 191 tulisan bahasa Inggris. Ini tidak akan terjadi dalam pembelajaran bahasa Arab. B. Tipe Belajar Mengarang (Insya’) yang Efektif Efektifitas adalah adanya kesesuainan antara orang melaksanakan tugas dengan sasaran yang dituju.28 Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa efektifitas berkaitan dengan penelitian ini yaitu efektifitas dalam menulis karangan (insya’). Efektifitas pembelajaran dapat dilihat dari kesesuainnya masingmasing komponen sistem yang terdiri dari input, proses, output terhadap capaian tujuan pendidikan yang dicita-citakan. Pembelajaran dapat dikatakan efektif apabila komponen input, proses dan output saling mendukung dan saling menunjang ke arah pencapain tujuan. Lebih jelas bisa digambarkan pada skema di bawah ini.29 input
proses
Ket: Input: dapat diketahui dengan melihat dan kesiapan guru, siswa dan sarana pembelajaran. Proses: dapat diketahui dengan melihat dan proses belajar mengajar berlangsung hambatan yang dialami dan solusinya. Output: dapat diketahuai dengan melihat dan hasil dicapai dari pembelajaran tersebut.
output
mengungkapkan belajar dalam mengungkapkan serta hambatanmengungkapkan
Cara belajar menulis (insya’) atau tipe belajarnya, dalam arti kecendrungan seseorang untuk belajar sangat beragam dan dipengaruhi oleh beberapa hal, bagaimana cara seseorang menyerap informasi, kemudian mengolahnya serta memanifestasikan dalam wujud nyata perilaku hidupnya. Itulah yang kemudian disebut tipe belajar.30 Dari berapa responden mengungkapkan bahwa dalam 28
E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah (Bandung : Rosda Karya, 2003),
82. 29
Umi Fatonah, Efektifitas Pembelajaran PAI Pada Program Kelas Akselerasi di SMU N 8 Yogyakarta (SKripsi Fakultas Tarbiyah UIN Suka, 2003), 29. 30 S. Shoimatul Ula, Revolusi Belajar (Yogyakarta : Arruzz Media, 2013), 30.
KodifikasiaVol.8No.1Tahun.2014
192 | Yufridal mengarang (insya’) mencoba mengunakan imajinasi mereka untuk dikembangkan, lalu menuangkan secara langsung dalam bahasa kedua, sehingga terjadi hambatan dalam hal kekurangan ketepatan dalam mengunakan mufradat, mereka mencarinya di kamus. Hal ini menurut mereka membuat mereka dapat lebih menguatkan imajinasi sebelum menuangkan dalam tulisan dalam bahasa kedua. Dan yang kedua responden memerlukan perantara berupa wacana atau gambar sebelum mereka menuangkannya dalam bahasa kedua. Melihat hal data tersebut dalam menilai efektifitas gaya belajar dapat dilihat dari sudut pandang pendekatan yang responsif (the responsive approach). Pendekatan responsif menekankan bahwa evaluasi yang berarti adalah evaluasi yang mencari pengertian suatu isu dari berbagai sudut pandang semua orang yang terlibat dan minat.31 Dalam hal ini efektivitas belajar menulis (insya’) dilihat dari berepa responden bagaimana kecenderungan gaya belajarnya sehingga terbaca tingkat efektifitasnya. Dari tipe belajar di atas, yang memerlukan media gambar, menunjukkan kekuatan visual cukup dominan. Menurut beberapa pakar salah satu tipe belajar adalah visual yang memiliki karakter belajar melaui melihat, memandangi mengamati dan sejenisnya. Lebih tepatnya, tipe belajar visual. Orang-orang dengan tipe ini lebih menyukai belajar ataupun menerima informasi dengan melihat atau membaca. Pengembangan kemampuan menulis yang didasarkan pada petunjuk pelaksanaan ACTFL dilakukan dengan memilih tugastugas menulis yang sesuai dengan level profisensi. Tugas menulis ini melibatkan banyak jenis teknik menulis. Dan disarankan disusun berdasarkan materi, fungsi bahasa dan level akurasi yang berbedabeda. PENUTUP Tipe belajar mahasiswas menulis (insya’) beragam, yaitu Tipe Visual, Tipe Auditorik dan Kinestetik. Serta cara belajar akuisisi menulis mahasiswa (insya’) yang efektif dengan tipe akuisisi, dan bukan berarti individu tidak memiliki cara relajar yang lain. 31
http://sambasalim.com.Pendidikan/konsep/-efektifitas-pembelajaran,
2012.
KodifikasiaVol.8No.1Tahun.2014
Pembelajaran Menulis | 193 Implikasinya belajar menulis (insya’) sangat dibutuhkan kajian terkait gaya belajar mahasiswa, dan tidak sepenuhnya sesuai atau paralel denga konsep-konsep atau prinsip-prinsip gaya belajar, karena para responden punya cara atau gayanya tersendiri dalam proses penuangan ide dari imajinasi hingga tertuangkan dalam tulisan (insya’). Dalam proses penyusunan desain pembelajaran menulis (insya’) dosen mensenyawakan dengan tipe belajar mahasiswa. Karena adanya keberagaman cara belajar dapat menyusun materi senyawa dengan gaya belajar menulis mereka, endaknya proses pembelajarannya juga memperhatikan gaya beajar mahasiswa.
DAFTAR RUJUKAN Al-Ghulayaini, Syekh Mushtafa. Jami’ al-Durusi al-‘Arabiyyati. Beirut Libanon: Maktabal Asasiyah, 2007. Al-Hazimi, Khalid bin Hamid. al-Atsar al-Tarbawiyah li Dirasah alLughah al-‘Arabiyyah. Madinah: Jami’ah Islamiyah Madinah, 1993. Al-Khuli, Ali Muhammad. A Dictianory of Theoretical Linguistics (English-Arabic). Lebanon: Libraire Du Liban, 1982. Al-Wasilah, A. Chaedar. Linguistik Suatu Pengantar. Bandung: Angkasa, 1993. Bayan, Yayan Nur. Peningkatan Kemampuan Mahasiswa dalam Menulis Skripsi Melalui Pengenalan Muta’allaq pada Mata Kuliah Insya. Jurnal UPI : t.th. Bisri, K.H Adib. Kamus Indonesia Arab al-Bisri. Surabaya: Pustaka Progresif, 1999. Chaer, Abdul. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Citra, 2007. Chaer, Abdul. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2002. Depdiknas. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur, Balitbang Depdiknas, 2002.
KodifikasiaVol.8No.1Tahun.2014
194 | Yufridal Hermawan, Asep. Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab. Bandung: Rosyda Karya, 2013. Ibnu Katsir. Tafsir al-Qur’an al-Azhim. Beirut: Dar Al-Fikr, t.th. Imamuddin, Basuni dan Nashiroh Ishaq. Kamus Idiom Arab-Indonesia Pola Aktif. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005. Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002. Kridalaksana, Harimurti. Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1993. Nabawi, Aziz Abdul. Fi Asasi al-Lughah al-‘Arabiyyah. Kairo: Muassasah al-Mukhtar, 2001. Rusyana, Yus. Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan. Bandung: Diponegoro, 1988. Soedijarto. Menuju Pendidikan Nasional Yang Relevan dan Bermutu. Jakarta: Balai Pustaka, 1993. Sukadi. Progresif Learning. Bandung: MQS Publishing, 2008. Tarigan, Henry Guntur. Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Penerbit Angkasa, 1986. Ula, Shoimatul. Revolusi Belajar. Jogya: Arruz Media, 2013. Ulyan, Ahmad Fuad Mahmud. Al-Maharah al-Lughawiyah, Mahiyatuha wa Turuq Tadrisuha. Riyadh: Darul Muslim, 1992.
KodifikasiaVol.8No.1Tahun.2014