MODEL PENDUGA BIOMASSA DAN KARBON PADA TEGAKAN HUTAN RAKYAT CEMPAKA (Elmerrillia ovalis) DAN WASIAN (Elmerrrillia celebica) DI KABUPATEN MINAHASA SULAWESI UTARA
YOHANES ANDREAS ROBERT LANGI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Model Penduga Biomassa dan Karbon pada Tegakan Hutan Rakyat Cempaka (Elmerrillia ovalis) dan Wasian (Elmerrillia celebica) di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.
Bogor, Januari 2007
Yohanes A. R. Langi NIM E051020331
ABSTRACT YOHANES A.R. LANGI. An Es timation Models of Biomass and Carbon at Agroforestry Stands Cempaka (Elmerrillia ovalis) and Wasian (Elmerrillia celebica) in Minahasa District, North Sulawesi. Under the direction of ENDANG SUHENDANG, and HERRY PURNOMO. Good tree management in social forestry such as agroforestry, and home garden can mitigate green house gas (GHG) emission under the Kyoto protocol. Agroforestry system are a better climate change mitigation option than terrestrial option because of the secondary environmental benefits such as helping to attain food security, increasing farm income, maintaining above-ground and belowground biodiversity, soil conservation, reduce emissions, and to expand forest. The excistance of relaible and valid method for estimating carbon stocks in agroforestry stand is a necessary condition to include agroforestry management in to carbon trade. The objectives of this research are (1) to establish prediction model on biomass and carbon of dominant treess (Elmerrillia sp); (2) to construc t the relationship models between carbon and biomass; (3) to charaterictize factors affecting the carbon stocks variation of agroforestry practices through mathematical models and to formulate estimation methods of carbon stocks; (4) to prediction potentiality carbon stocks at above- ground in agroforestry stands. This research was conducted in agroforestry stand located at the two area in Masarang and Tareran in Minahasa district, in period of September 2005 to August 2006. Data were collected from sample plots dominated by Elemerrillia sp. The thirty trees model of dominant species were selected for harvest. The research produces showed that horizontal structure of the agroforestry stands follows the reverse J shape, which is typically found in uneven-aged natural forest. Carbon stocks can be estimated by using parameters diameter breast height and total high as well as using yield functio n of carbon stocks. The life trees component were the major carbon source that served about 90% of total carbon stocks in the agroforestry stands. The best equation alometric models for estimated biomass and carbon in agroforestry stand with trees dominant Elmerrilia sp, are geometric models in logaritem as Y = aD b, where (Y = total biomass/carbon tree; a, b, = parameter regrression, and D = Dbh). Key words : Agroforestry, stands, allometric model, biomass, carbon stocks, Elmerrillia sp.
ABSTRAK YOHANES A.R. LANGI. Model Penduga Biomassa dan Karbon pada Te gakan Hutan Rakyat Cempaka (Elmerrillia ovalis) dan Wasian (Elmerrillia celebica) di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Di bawah bimbingan ENDANG SUHENDANG, dan HERRY PURNOMO. Pengelolaan tegakan dalam hutan rakyat seperti agroforestri, kebun pekarangan, dan tegakan diluar kawasan hutan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dalam kerangka Protokol Kyoto. Sistim agroforestri merupakan salah satu pilihan yang lebih baik dalam mengurangi perubahan iklim di bandingkan dengan pilihan lainnya dalam ekosistem terrestrial karena memiliki manfaat ganda dari sisi ekonomi dan ekologis, seperti membantu kelangsungan pangan, peningkatan pendapatan petani dari ragam tanaman yang dikelolah, terpeliharanya keanekaragaman hayati yang ada diatas dan dibawah permukaan tanah, konservasi tanah, pengurangan emisi dan perluasan hutan. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mendapatkan model penduga biomassa dan karbon dari pohon-pohon dominan penyusun tegakan seperti Elmerrillia Sp; (2) membangun model hubungan di antara karbon dan biomassa pohon; (3) untuk mendapatkan gambaran mengenai faktor-faktor berikut model matematik yang dapat menjelaskan ragam potensi cadangan karbon melalui praktek hutan rakyat; (4) memprediksi cadangan carbon diatas permukaan tanah pada tegakan agroforestri. Penelitian lapangan dilaksanakan pada tegakan agroforestri di lahan milik pada dua lokasi contoh yaitu di kawasan gunung Masarang yang mewakili tegakan murni dan di Tareran yang mewakili tegakan kebun campuran Kabupaten Minahasa, penelitian dari bulan September 2005 – Agustus 2006. Data dikumpulkan dari sepuluh sampel plot untuk jenis pohon dominan Elmerrillia sp. Sebanyak tiga puluh pohon di pilih untuk di tebang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk struktur tegakan horizontal untuk tegakan hutan rakyat menyerupai huruf J-terbalik, walaupun berbeda dalam jenis penyusunnya. Bentuk struktur tegakan seperti ini lazimnya ditemukan pada tegakan hutan tidak seumur atau hutan alam. Pendugaan cadangan karbon dengan menggunakan diameter dan tinggi pohon sebagai parameter memberikan hasil yang lebih baik dalam menduga potensi biomassa dan cadangan karbon.pada tegakan hutan rakyat. Bagian pohon hidup merupakan sumber cadangan karbon terbesar sekitar 90% dari total karbon diatas permukaan tanah pada tegakan hutan rakyat. Model persamaan alometrik terbaik untuk menduga potensi biomassa dan cadangan karbon pada tegakan agroforestry untuk jenis pohon Elmerrillia sp adalah model geometrik dalam logaritma Y = aDb, dimana (Y adalah biomassa/karbon, a dan b adalah parameters regrasi, dan D adalah diameter setinggi dada (Dbh). Kata kunci : Hutan rakyat, tegakan, model alometrik, biomassa, cadangan karbon, dan Elmerrillia sp.
MODEL PENDUGA BIOMASSA DAN KARBON PADA TEGAKAN HUTAN RAKYAT CEMPAKA (Elmerrillia ovalis) DAN WASIAN (Elmerrrillia celebica) DI KABUPATEN MINAHASA SULAWESI UTARA
YOHANES ANDREAS ROBERT LANGI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilidungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
Judul Tesis
Nama NIM
: Model Penduga Biomassa dan Karbon pada Tegakan Hutan Rakyat Cempaka (Elmerrillia ovalis) dan Wasian (Elmerrillia celebica) di Kabupaten Minahasa Sulawesi Utara : Yohanes A. R. Langi : E051020331
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Endang Suhendang,MS Ketua
Dr. Ir. Herry Purnomo,M.Comp Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi
Dr.Ir. Rinekso Soekmadi,M.Sc.F
Tanggal Ujian : 29 Januari 2007
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof.Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro
Tanggal Lulus :
MODEL PENDUGA BIOMASSA DAN KARBON PADA TEGAKAN HUTAN RAKYAT CEMPAKA (Elmerrillia ovalis) DAN WASIAN (Elmerrrillia celebica) DI KABUPATEN MINAHASA SULAWESI UTARA
YOHANES ANDREAS ROBERT LANGI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 13 Juni 1970 dari ayah Oscar R. Langi dan ibu Sofie K. Gerungan. Penulis merupakan anak ke sembilan dari sebelas bersaudara. Selama menempuh pendidikan dibangku sekolah menengah dan pergurua n tinggi penulis di besarkan oleh Keluarga Sakul Langi di Tompaso. Tahun 1989 penulis lulus dari SMA Negeri Tompaso dan pada tahun yang sama penulis di terima di Universitas Kristen Indonesia Tomohon. Penulis memilih Program Studi Matematika, Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan lulus pada tahun 1994. Pada tahun 2002, penulis melanjutkan studi dengan sponsor BAKOR (2002 – 2003) dan diterima di Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Pada tahun 2004 penulis menikah dengan Alvyane Lambonan,S.Si.,Apt. Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada FMIPA UKIT dari tahun 1995 sampai 2003, dan sejak 2004 sampai sekarang penulis menjadi staf pengajar pada FMIPA Universitas Sam Ratulangi Manado.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa di dalam Yesus Kristus atas segala kasih dan karunia-Nya sehingga karya ini berhasil diselesaikan. Berbagai perjuangan penulis mengupayakan penyelesaian penelitian ini, terutama pada saat pelaksanaan di lapangan dalam pengambilan data. Penelitian lapangan dilaksanakan sejak bulan Mei 2005 sampai Agustus 2006, berlokasi di areal hutan milik yayasan Masarang dekat kawasan hutan gunung Masarang yang mewakili tegakan hutan rakyat murni, dan areal hutan milik masyarakat (perorangan) di kecamatan Tareran kabupaten Minahasa yang mewakili tegakan kebun-campuran. Terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir Endang Suhendang,MS dan Bapak Dr. Ir. Herry Purnomo,M.Com selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan motivasi dalam penyelesaian tesis ini. Terima kasih pula disampaikan kepada Bapak Ir. Muhdin,M.Sc sebagai teman diskusi Ucapan terima kasih pula penulis samp aikan kepada Bapak Willie Smits dan Ibu Syenie Smits Watoelangkow serta Bapak Herry Kaunang serta seluruh Pengurus Yayasan Masarang di Tomohon yang telah banyak membantu terutama memberikan fasilitas berupa lokasi penelitian dan beberapa jenis pohon Elmerrillia sp untuk ditebang, terima kasih pula disampaikan kepada pemerintah dan masyarakat pemilik lahan di Kecamatan Tareran atas kerjasamanya selama ini sebagai tempat pelaksanaan penelitian. Terima kasih yang sedalam dalamnya kepada Yayasan Bakor Salatiga yang telah memberikan beasiswa kepada penulis selama dua tahun (2002-2004). Kepada Sekolah Pascasarjana dan Program Studi IPK Institut Pertanian Bogor atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk studi di lembaga ini. Begitu pula rasa terima kasih penulis sampaikan kepada Dekan FMIPA UKIT Denny Nelwan,S.Si.M.Si, Rektor UKIT Dr.R.A.D. Siwu, Rektor Unsrat Prof.Dr. L.W. Sondakh,M.Ec dan Dekan FMIPA Unsrat dr. Edwin de Queljue yang telah memberikan ijin dan motivasi kepada penulis untuk melanjutkan studi magister. Ungkapan rasa terima kasih penulis sampaikan kepada istri tersayang Alvyane Lambonan yang telah bersama-sama dalam berbagai upaya suka dan duka dalam penyelesaian studi dan perampungkan laporan akhir. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada kepada keluarga besar Langi di Jakarta dan Manado yang telah turut menopang keberhasilan selama studi. Teman-teman asrama Sam Ratulangi Sempur Kaler enci Grace, Youlie, keluarga Prang Regar yang telah banyak membantu, serta rekan-rekan lainnya. Penulis menyadari keterbatasan dalam penelitian ini, mohon kiranya sumbang saran guna melengkapi karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor,
Desember 2006
Yohanes A.R. Langi
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL
………………………………………………………
xiii
DAFTAR GAMBAR
……………………………………………………
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
……………………………………………………
xv
………………………………………………………
1
PENDAHULUAN Latar Belakang
Perumusan Masalah
…………………………………………………
3
Tujuan Penelitian
…………………………………………………
4
……………………………………………………………
4
Hipotesis
Manfaat Penelitian
………………………………………………
4
Kerangka Pemikiran
………………………………………………
5
………………………………………………………
6
……………………………………………………
8
Karbon dan Cadangan Karbon dalam Hutan ........................................
10
Pendugaan dan Pengukuran Biomassa dan Karbon .............................
13
Simpanan Karbon Melalui Praktek hutan Rakyat ................................
17
Tinjauan Umum tentang Kayu Cempaka Elmerrillia sp
.....................
18
..............................................................................
19
...........................................................................
19
...................................................................................
21
Prosedur Penelitian di Lapangan ..........................................................
22
Prosedur Penelitian di Laboratorium ....................................................
25
Pengolahan dan Analisis Data
30
TINJAUAN PUSTAKA Hutan Rakyat Biomassa Hutan
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Peubah yang Diamati Alat dan Bahan
.............................................................
Pendugaan Parameter Persamaan Alometrik
.......................................
35
xii
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Wilayah
....................................................................
37
................................................................
37
Penggunaan Lahan dan Potensi Sumber Daya Alam ...........................
38
Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat
39
Topografi, Iklim dan Tanah
....................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Umum Hutan Rakyat dan Komposisi Jenis
...................
40
......................
44
.................................
47
Karakteristik Tempat Tumbuh Tegakan Hutan Rakyat Karakteristik Struktur Tegakan Hutan Rakyat
Keragaman Potensi Biomassa Tegakan Hutan Rakyat
.......................
50
...........................
64
Biomassa ...............................................................................................
74
Keragaman Potensi Karbon Tegakan Hutan Rakyat Model Hubungan Antara Kandungan Karbon dengan
Model Hubungan Kandungan Karbon Pohon dengan Dimensi Pohon dan Faktor Lingkungan
.............................................
75
.........................................................................
77
................................................................................
78
..............................................................................................
85
SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL Halaman 1
Rangkuman Praktek Agroforestry di Beberapa Negara Tropis ………
8
2
Potensi Serapan karbon di Negara Tropis …………..............................
12
3
Persamaan Alometrik untuk Pohon Cengkeh dan Nantu
……………
36
4
Komposisi Jenis Pohon Tegakan Hutan Rakyat di Masarang ................
41
5
Komposisi Jenis Tegakan Hutan Rakyat di Tareran
…………………
42
6
Karakteristik Umum Pola Hutan Rakyat di Masarang dan Tareran ……
43
7
Sifat-sifat Fisika, Kimia Tanah dan Ciri-ciri Tempat Tumbuh Tegakan Hutan Rakyat di Masarang dan Tareran ................................................
46
8
Persamaan Struktur Tegakan Jenis Pohon Dominan di Hutan Rakyat ....
48
9
Karakteristik 15 Pohon Contoh yang digunakan untuk Menyusun Persamaan Alometrik Biomassa Jenis Wasian (E. Celebica) .................
10
Karakteristik 15 Pohon Contoh yang digunakan untuk Menyusun Persamaan Alometrik Biomassa Jenis Cempaka (E. Ovalis) .................
11
51
51
Sebaran Biomassa Pohon Menurut Bagian-bagian Jaringan Pohon Pada Beberapa Jenis Pohon Hutan Tanaman ........................................
53
12
Berat Jenis dan Kadar Air Rata-rata untuk Jenis Pohon Contoh ............
54
13
Model Penduga Biomassa Terpilih Jenis Pohon Contoh Elmerrillia sp
...................................................................................
56
14
Pendugaan Biomassa di Atas Tanah dari Tiap Blok di Hutan ................
58
15
Potensi Biomassa Hutan Rakyat Menurut Sumber Biomassa ...............
62
16
Perbandingan Potensi Biomassa Tegakan di Beberapa Lokasi ..............
63
17
Kandungan Karbon Pohon Contoh Jenis Elmerrillia sp ........................
64
18
Model Penduga Karbon Pohon Jenis Wasian .......................................
68
19
Model Penduga Karbon Pohon Jenis Cempaka ...................................
68
20
Kandungan Karbon Tegakan Jenis Elmerrillia sp dan Jenis Lain .........
69
21
Kandungan Karbon di Atas Permukaan Tanah Menurut Sumbernya
22
...........................................................................................
71
Model Hubungan antara Kandungan Karbon dengan Biomassa ...........
74
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Bagan Kerangka Pemikiran
2
Siklus Karbon di Dalam Ekosistem Hutan
..........................................
13
3
Disain Plot Penelitian untuk Analisis Vegetasi Berupa Pohon .............
23
4
Pengambilan Contoh Tanah pada Beberapa Lapisan Kedalaman Tanah
………………………………………..
5
..................................................................................................
24
5
Diagram Alir Pembuatan Model Biomassa Pohon ...............................
31
6
Diagram Alir Pembuatan Model Karbon Pohon ..................................
32
7
Sebaran Diameter Beberapa Jenis Pohon di Masarang dan Tareran
8
...............................................................................................
49
Perbandingan Proporsi Rata-rata Biomassa Bagian Pohon contoh Terhadap Total Biomassa Bagian Atas dan Akar untuk Pohon Jenis Wasian Pohon Jenis Cempaka
9
....................................................
52
Trend Perkembangan Potensi Biomassa Total di Atas Permukaan Tanah Menurut Variasi Umur Tegakan pada Hutan Rakyat Murni Dan Kebun Campuran ..........................................................................
10
62
Trend Perkembangan Potensi Karbon Menurut Umur Tegakan Pola Hutan Rakyat Tegakan Murni dan Kebun Campuran ..................
72
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1a
Peta Umum Wilayah Administratif Kabupaten Minahasa
…………..
85
1b
Peta Umum Penggunaan Lahan di Kabupaten Minahasa
…………..
85
2
Jenis Pohon Cempaka dan Pohon Wasian
…………………………
86
3a
Data Berat Basah Pohon Contoh Jenis Elmerrillia sp
………………
87
3b
Data Berat Biomassa (kg) Pohon Contoh Jenis Elmerrillia sp ……….
88
3c
Data Berat Biomassa Jenis Elmerrilliasp Menurut Kelas Diameter ….
89
4a
Model Alometrik untuk Pendugaan Biomassa Pohon dan Biomassa Bagian Jaringan Pohon Wasian .............................................................
4b
Model Alometrik untuk Pendugaan Biomassa Pohon dan Biomassa Bagian Jaringan Pohon Cempaka ..........................................................
5a
92
Kandungan Karbon, Kadar Zat terbang, Kadar Abu dan Kadar Arang, Akar Cabang, Ranting, Kulit dan Buah Pohon Jenis Elmerrilliasp …………
5b
91
94
Kandungan karbon, Kadar Arang, Kadar Zat Terbang, dan Kadar Abu Batang Jenis Elmerrillia sp
………………………………………
6a
Model Penduga Karbon Pohon Jenis Wasian
6b
Model Penduga karbon Pohon Jenis Cempaka
7
Model Hubungan Antara Kandungan Karbon Pohon dengan Peubah
95
………………………
96
…………………….
97
Dimensi Pohon dan Faktor Lingkungan ................................................
98
8a
Contoh Analisis Data untuk Model Penduga Biomassa ........................
99
8b
Contoh Analisis Data untuk Model Penduga Karbon ........................... 100
8c
Contoh Analisis Data Model Hubungan Antara Karbon Dengan Biomassa
9a
............................................................................................. 101
Perbandingan Model yang Dihasilkan Berdasarkan Koefisien a dan b dari Berbagai Jenis Pohon pada Bagian Batang dan Cabang ............... 102
9b
Perbandingan Model yang Dihasilkan Berdasarkan Koefisien a dan b Dari Berbagai Jenis Pohon Bagian Total Biomassa Pohon .................... 103
10
Total biomassa bagian pohon (TBAT) di berbagai tipe hutan
11
Proporsi karbon terhadap biomassa bagian pohon pada berbagai Jenis Pohon
............. 104
........................................................................................ 105
`
PENDAHULUAN Latar Belakang
Hutan merupakan salah satu sumber daya alam hayati dalam ekosistem teresterial yang sangat penting dalam daur biogeokimia dan kehidupan manusia. Hasil kajian Badan Planologi Kehutanan terhadap neraca sumber daya hutan, luas hutan di Indonesia berkurang rata-rata per tahun sebesar 0,5% (Departemen Kehutanan dan FAO, 2002). Penurunan kuantitas dan kualitas hutan terjadi sebagai akibat adanya perubahan penggunaan lahan dan hutan, seperti eksploitasi/penebangan hutan, perladangan berpindah, serta kebakaran hutan. Dampak kerusakan hutan terhadap lingkungan secara global berakibat pada berkurangnya kelestarian fungsi ekologis tanah, air, pencemaran udara, sediaan plasma nuftah dan meningkatnya lahan kritis akibat menurunnya daya dukung sumber daya tanah dan air pada lahan tersebut. Selain itu akan berakibat pula pada penurunan kemampuan hutan dalam menyerap karbon dan sebaliknya terjadi pelepasan karbon yang menyebabkan meningkatnya konsentrasi CO2 di udara yang dapat menimbulkan pema nasan global sebagai akibat dari efek rumah kaca. Keadaan ini pada akhirnya akan membahayakan kelangsungan hidup di muka bumi. Konversi hutan menjadi lahan pertanian menyebabkan penurunan kesuburan tanah yang ditunjukkan oleh adanya penurunan bahan organik tanah. Hal tersebut terjadi karena ketidakseimbangan antara masukan dan keluaran karbon (C) dan hara lainnya lewat pengangkutan hasil panen. Menurunnya tingkat kesuburan tanah pada tingkat lokal ini mengakibatkan rendahnya tingkat pertumbuhan tanaman, dan akan memberi dampak terhadap lingkungan yang lebih luas. Pemanasan global menyebabkan terjadinya perubahan kondisi iklim dunia sebagai akibat dari rusaknya ekosistem hutan, dengan meningkatnya konsentrasi CO2 di udara sehingga naiknya suhu bumi yang disebabkan oleh efek rumah kaca seperti timbunan gas-gas CO2 , CH4 , dan CFC, dimana gas-gas rumah kaca tersebut salah satunya dihasilkan dari perubahan penggunaan lahan dan hutan (Murdiyarso & Baharsyah, 1996). Protokol Kyoto dalam kerangka CDM Kehutanan, memberikan bobot pada hutan sebagai sinks karbon, untuk
2
mendapatkan kompensasi ekonomi lewat perdagangan karbon dari kegiatan kehutanan yang bertujuan mengurangi pemanasan global, seperti carbon conservation, carbon sequestration, dan carbon subtitution (Brown, 1999). Hutan tropika basah mempunyai kandungan biomassa dan karbon yang terbesar dibandingkan vegetasi lain di dunia, Brown (1999). Penelitian di Jambi menunjukkan bahwa total kandungan karbon dari hutan alam adalah 50 kg/m2 atau 500 mgC/ha, dengan rincian 80% adalah pohon hidup, 10% adalah kayu mati dan 10% lainnya di tanah. Penyerapan karbon oleh hutan ditentukan melalui proses fotosintesis dan pelepasan karbon melalui respirasi, dimana pohon-pohon menggunakan CO2 dalam proses fotosintesis dan menghasilkan O2 dan energi, dan sebagian energi disimpan dalam bentuk biomassa. Biomassa hutan dapat memberikan dugaan sumber karbon pada vegetasi hutan, sebab diduga 50% dari total biomassa pohon adalah karbon (Brown & Gaston, 1996). Biomassa adalah total bahan organik hidup di atas dan di bawah permukaan tanah yang meliputi pohon, palem, anakan pohon serta komponen tumbuhan bawah dan serasah yang dinyatakan sebagai berat kering oven persatuan area (Brown, 1997). Dengan demikian pengukuran terhadap biomassa pohon dapat digunakan untuk menduga serapan karbon yang diserap oleh suatu areal hutan per satuan luas dan yang terambil akibat adanya pengelolaan hutan. Pengelolaan hutan rakyat merupakan salah satu bentuk praktek pengelolaan hutan berbasis masyarakat. Salah satu bentuk hutan rakyat adalah agroforestri. Menurut Nair dan Nair (2002), agroferestri memiliki potensi sebagai salah satu penyerap karbon yang cukup besar. Brown (1999) melaporkan lebih dari 345 juta ha areal lahan hutan tanaman dan agroforestri berpotensi untuk dikembangkan untuk konservasi dan penyerapan karbon. Praktek ini akan menghasilkan serapan karbon sekitar 6,3–16,4 GtC per tahun, serta membawah keuntungan ekonomi bagi petani dalam kerangka CDM. Studi juga menyatakan lebih dari 50% karbon hutan dapat berasal lewat kegiatan yang berbasis masyarakat (MoE, 2003). Untuk itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui informasi besarnya biomassa pada pohon-pohon dominan (endemik Sulawesi) yang ditanam di areal hutan rakyat. Informasi kandungan biomassa ini juga akan digunakan untuk membangun model penduga biomassa pada bagian pohon yaitu: akar, batang,
2
3
cabang, ranting, daun, buah dan kulit, serta melihat kemampuan pohon tersebut dalam menyerap karbon pada berbagai kelas diameter dan umur. Dalam penelitian ini juga dipelajari karakteristik berbagai praktek hutan rakyat. Hal lain yang mendasari penelitian ini adalah masih kurangnya penelitian tentang serapan karbon pada hutan rakyat serta belum adanya persamaan alometrik pada pohonpohon endemik Sulawesi. Perumusan Masalah Praktek hutan rakyat memiliki potensi sebagai salah satu penyerap karbon yang cukup besar. Produksi biomassa tanaman termasuk bagian yang bernilai ekonomis (bagian yang dipanen) tersusun sebagian besar dari hasil fotosintesis dan tersimpan dalam bentuk biomassa. Biomassa tanaman dalam suatu bentangan lahan dapat memberikan dugaan potensi karbon. Beberapa pohon endemik Sulawesi jenis Elmerrillia sp merupakan kelompok jenis tumbuhan pioner dengan kecepatan tumbuh sedang bila ditanam. Kandungan karbon dari pohon berkaitan erat dengan kandungan biomassa dari pohon tersebut. Besarnya kandungan karbon dan biomassa tanaman bervariasi berdasarkan perbedaan bagian pohon, sebaran diameter dan umur. Besarnya kandungan karbon dalam biomassa pada bagian akar, batang, cabang, ranting, daun, buah dan kulit serta tahapan pertumbuhannya akan dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti tekstur tanah dan kandungan karbon tanah. Besarnya produksi biomassa dan potensinya dalam menyerap karbon pada tegakan yang dikelolah dalam bentuk hutan rakyat merupakan hal baru yang akan ditelusuri. Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah: 1
Bagaimana model penduga biomassa dan kandungan karbon ?
2
Berapa besarkah potensi serapan karbon pohon dan bagaimanakah proporsi bagian-bagian pohon pada setiap kelas diameter, pada pohon-pohon dalam tegakan hutan rakyat ?
3
Bagaimana bentuk model hubungan antara kandungan karbon pohon dengan biomassa ?
3
4
4
Bagaimana bentuk model hubungan antara potensi serapan karbon dengan peubah-peubah dimensional dan peubah-peubah lingkungan di hutan rakyat ? Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mendapatkan model penduga biomassa pohon berdasarkan bagian-bagian pohon (akar, batang, cabang, ranting, daun, buah dan kulit). 2. Mendapatkan model penduga karbon berdasarkan bagian-bagian pohon. 3. Mengetahui potensi serapan karbon pohon pada bagian-bagian pohon menurut sebaran kelas diameter dan umur. 4. Mendapatkan model hubungan kandungan karbon pohon dengan biomassa. 5. Mendapatkan model hubungan antara potensi serapan karbon dengan peubahpeubah dimensional dan lingkungannya. Hipotesis 1. Kandungan
karbon
pada
pohon
berdasarkan
bagian-bagiannya
akan
berkorelasi positif dan signifikan dengan diameter dan tinggi pohon. 2. Persamaan alometrik dengan satu peubah bebas (Dbh) merupakan persamaan terbaik dalam memprediksi biomassa dan kandungan karbon pohon. 3. Ada perbedaan kandungan karbon pohon pada setiap kelas diameter dan umur. 4. Kandungan karbon tanah akan berkorelasi positif dan kuat dengan kandungan karbon pohon. Manfaat Penelitian Penelitian ini memberi manfaat dari dua sisi: 1) sisi ilmu pengetahuan yaitu memberi sumbangan terhadap pengembangan teori, model dan metode pendugaan biomassa; 2) sisi implementasi dalam pembangunan yaitu memberi informasi tentang kandungan biomassa dan karbon dalam hutan rakyat, guna kegiatan pengelolaan hutan rakyat lebih lanjut.
4
5
Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran yang dikembangkan dalam menjawab permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagaimana terlihat pada Gambar 1.
Hutan Rakyat
Identifikasi karakteristik HR
Diameter, tinggi & berat
Contoh pohon terpilih : (Destruktif Sampling)
Tumbuhan bawah&serasah
Sampel: akar, batang, cabang, ranting, daun, buah dan kulit
Sampel: bahan organik di kering oven-kan
Biomassa pohon: akar, batang, ranting, daun, bunga & buah
Karakteristik Hutan rakyat
Model penduga biomassa dan karbon pohon dari bagian: akar, batang, ranting, daun, buah dan kulit
Sampel bahan organik Dianalisis kimia
Mengetahui karbon terikat
Potensi kandungan karbon & biomassa pada tegakan hutan rakyat
Gambar 1 Bagan Kerangka Pemikiran
5
TINJAUAN PUSTAKA Hutan Rakyat Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lain tidak dapat dipisahkan (Pasal 1 (2) UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan), dalam (Suhendang, 2002). Sedangkan hutan menurut Society of America Forester (SAF) adalah suatu ekosistem yang dicirikan oleh adanya penutupan pohon yang cukup rapat dan luas, biasanya dengan ciri-ciri beragam dalam komposisi jenis, struktur dan kelas umur. Hutan rakyat dalam pengertian menurut (UU No. 41 Tahun 1999) adalah hutan yang tumbuh diatas tanah yang dibebani hak milik maupun hak lainnya dengan ketentuan luas minimum 0,25 ha dan penutupan tajuk tanaman kayukayuan lebih dari 50%. Hutan rakyat sebagai hutan buatan yang terletak di luar kawasan hutan negara, yang dibangun pada lahan milik atau gabungan dari lahan milik yang ditanami pohon yang pengelolaannya dilakukan oleh pemilik atau badan usaha. Praktek hutan rakyat di Indonesia telah lama diusahakan dengan beragam bentuk. Berdasarkan jenis tanaman dan pola penanamannya hutan rakyat dapat digolongkan ke dalam bentuk hutan rakyat murni, hutan rakyat campuran dan hutan rakyat dengan pola wanatani (agroforestry). Hutan rakyat murni adalah hutan rakyat yang hanya terdiri satu jenis pohon berkayu yang ditanam dan diusahakan secara homogen. Hutan rakyat murni lebih mudah dalam pembuatan dan pengelolaannya, tetapi memiliki kelemahan seperti peka terhadap serangan hama dan gangguan alam, tidak adanya diversifikasi komoditi, sehingga tidak diperoleh ragam pendapatan dari lahan tersebut karena hanya mengandalkan satu atau dua jenis tanaman kayu, misalnya jati saja. Hutan rakyat campuran adalah hutan yang ditanami lebih dari satu jenis tanaman kayu, dan berbagai jenis pohon yang ditanam secara campuran dengan tanaman semusim. Hutan rakyat campuran lebih tahan terhadap serangan hama penyakit dan gangguan alam, juga dapat mengurangi persaingan penggunaan unsur hara oleh akar dan penggunaan cahaya matahari. Bentuk hutan rakyat
7
campuran memiliki ketahanan dan fleksibilitas secara ekonomi karena adanya diversifikasi tanaman secara horisontal sehingga diperoleh ragam pendapatan secara berkesinambungan. Hutan rakyat sistem agroforestri adalah bentuk hutan rakyat yang mempunyai usaha kombinasi kehutanan dengan tanaman musiman, tanaman pangan dan peternakan secara terpadu pada satu lokasi. Hutan rakyat dengan sistem agroforestri berorientasi kepada optimalisasi pemanfaatan lahan, baik dari segi ekonomi maupun ekologi. Sistem agroforestri ini mempunyai daya tahan terhadap hama penyakit dan angin. Agroforestri memiliki nilai ekonomi dan ekologi yang cukup tinggi, selain ragam pendapatan juga memberi keuntungan ganda melalui pemanenan bertahap yang berkesinambungan serta terjadinya kesinambungan kesuburan tanah dan air. Aktivitas hutan rakyat yang paling dominan dilakukan di Minahasa adalah praktek hutan rakyat sistem agroforestri. Nair (1989) merangkum beberapa definisi tentang agroforestri, yaitu suatu sistem penggunaan lahan dimana (a) tanaman tahunan dan tanaman perdu tumbuh bersama-sama dalam campuran dengan pembagian tapak dan atau secara berurutan dengan atau tanpa hewan, (b) menghasilkan lebih besar keuntunga n pada penggunaan lahannya daripada mengusahakan tanaman pertanian atau hutan saja. Keuntungan dimaksud adalah: terjadinya keberlanjutan kesuburan tanah, konservasi tanah, peningkatan hasil, memperkecil resiko kerusakan atau kegagalan tanam, kemudahan pengelolaan dan pengedalian hama serta penyakit, dan atau lebih dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Nair (1995) mengemukakan empat komponen utama sebagai ciri khas agroforestri, yaitu:
(1) menghasilkan beragam keluaran yang dikombinasikan
dengan perlindungan sumberdaya, (2) menggunakan jenis lokal, tumbuhan bawah dan pohon serba guna yang bertujuan agar agroforestri sesuai dengan lingkungannya, (3) lebih mengedepankan nilai- nilai sosial budaya, (4) praktek yang dilakukan lebih rumit daripada jenis monokultur. Nair (2002) merangkum beberapa praktek hutan rakyat atau agroforestri di berbagai negara tropis, sebagaimana ditunjukkan oleh tabel 1. secara keseluruhan keuntungan dari praktek hutan rakyat dan agroforestri menghasilkan manfaat ganda, yaitu nilai ekologis, ekonomis dan sosial (Ruark et al. 2003).
8
Tabel 1 Rangkuman praktek agroforestri di beberapa negara tropis (Nair, 2002) Praktek agroforestri
Bentuk praktek
Tanaman lorong (alley-cropping)
Pohon yang cepat tumbuh, terutama jenis legum di lahan pertanian; jenis pohon secara teratur dipangkas untuk mengurangi naungan tanaman; pemangkasan akan menghasilkan mulsa dalam lorong sebagai sumber bahan organik dan hara, atau untuk pakan ternak. Penanaman tanaman pertanian selama tahap awal pembangunan hutan tanaman. Kombinasi tajuk secara berlapis dari sejumlah besar pohon dan tanaman pangan di pekarangan; kadang-kadang dengan atau tanpa kehadiaran ternak. Pohon yang cepat tumbuh, terutama legum jenis berkayu ditanam dan dibiarkan tumbuh selama tahap pergiliran ladang; jenis berkayu menyebabkan perbaikan tanah dan mungkin menghasilkan produk bernilai. Pohon yang ditanam pada teras-teras, tempat yang menonjol, dengan atau tanpa penanaman jalur rumput; penggunaan pohon untuk reklamasi tanah yang salin, asam atau lahan yang terdegradasi. Penanaman rumput untuk pakan pada jalur tertentu di bawah hutan tanaman/perkebunan. Campuran secara terpadu pohon seperti kelapa, coklat, kopi, karet dan pohon penaung atau tumbuhan herba (tanaman semusim). Menggunakan vegetasi pohon untuk melindungi lahan pertanian dari gangguan angin, rembesan air laut, banjir dan lain-lain.
Taungnya/tumpangsari Kebun pekarangan
Perbaikan tanah tandus
Pohon untuk konservasi dan reklamasi tanah
Pakan ternak di bawah hutan tanaman/perkebunan Sistem pohon penaung
Sabuk penahan dan pemecah angin
Manfaat ekologis dari hutan rakyat dan agroforestri adalah meningkatnya pemanfaatan lahan, memperbaiki sifat tanah, meningkatkan produktifitas, mengurangi erosi, mengurangi iklim mikro yang ekstrim, dan meningkatnya keanekaragaman hayati di atas dan di bawah permukaan tanah. Biomassa Hutan Biomassa adalah jumlah bahan organik yang diproduksi oleh organisme (tumbuhan) per satuan unit area pada suatu waktu. Biomassa biasanya dinyatakan dalam ukuran berat kering, dalam gram atau kalori, dengan unit satuan biomassa adalah gram per m2 (gr/m2 ) atau kg per hektar (kg/ha) atau ton per hektar (Chapman, 1976, Brown, 1997). Sedangkan laju produksi biomassa adalah laju akumulasi biomassa dalam kurun waktu tertentu, sehingga unit satuannya dinyatakan per satuan waktu, misalnya kg per ha per tahun (Barbour et al., 1987). Biomassa dalam suatu komunitas hutan terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah (above and below ground biomass).
9
Brown (1997) mendefinisikan biomassa sebagai jumlah nilai bahan organik yang hidup di atas permukaan tanah pada pohon termasuk daun, ranting, cabang, dan batang utama yang dinyatakan dalam berat kering oven ton per unit area. Sedangkan Whitten et al. (1984) biomassa hutan adalah jumlah total bobot kering semua bagian tumbuhan hidup, baik untuk seluruh atau sebagian tubuh organisme, produksi atau komunitas yang dinyatakan dalam berat kering per satuan luas (ton/ha). Chapman (1976) mengemukakan bahwa biomassa adalah berat bahan organik suatu organisme per satuan unit area pada suatu saat yang umumnya dinyatakan dengan satuan berat kering (dry weight) atau kadang-kadang dalam berat kering bebas abu (ash free dry weight). Informasi tentang kandungan biomassa dalam suatu pohon atau hutan sangat penting dalam kegiatan pengelolaan hutan lestari karena hutan dapat dianggap sebagai sumber (source) dan sinks dari karbon serta memberi manfaat jasa lingkungan (Davis and Johnson, 2001). Jumlah stok biomassa tergantung pada terganggu atau tidaknya hutan atau pada ada tidaknya permudaan alam dan peruntukkan hutan (IPPC, 1995). Lugo dan Snedaker (1974) mengemukakan bahwa biomassa tegakan hutan dipengaruhi oleh umur tegakan hutan, sejarah perkembangan vegetasi, komposisi dan struktur tegakan. Menurut Satoo & Madgwick (1982), faktor iklim (curah hujan dan temperatur) mempengaruhi laju peningkatan biomassa pohon. Biomassa tersusun oleh senyawa karbohidrat yang terdiri dari elemen karbon, hidrogen, dan oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis tana man. Kandungan biomassa pada tiap-tiap bagian pohon berbeda misalnya pada pohon komersil umumnya terdiri dari batang pohon (60-65%), tajuk (5%), daun dan cabang (10-15%) dan akar (5%). Pada bagian batang memiliki komposisi selulosa 50%, hemiselulosa 20%dan lignin 30% (White dan Plaskett, 1981). Biomassa dalam hutan merupakan selisih antara hasil fotosintesis dengan konsumsi untuk respirasi dan proses pemanenan (Whitten et al. 1984). Jumlah total biomassa tumbuhan suatu area dapat bertambah karena tumbuhan menyerap CO2 dari udara dan mengubah zat tersebut menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis. Proses
dimana
tumbuhan
hijau
menangkap
radiasi
matahari
dan
mengubahnya menjadi energi kimia dikenal sebagai proses fotosintesis. Dalam
10
fotosintesis CO2 dan air diubah menjadi karbohidrat sederhana yang dihasilkan melalui proses metabolisme tumbuhan untuk selanjutnya diubah menjadi lipid, asam nukleat, protein dan molekul organik lainnya. Molekul- molekul organik tersebut kemudian diubah menjadi daun, batang, akar, umbi, biji, jaringan dan sistem organ lainnya. Hutan berperan dalam menyerap CO2 , daur ulang CO2 di dalam hutan didasarkan pada proses fotosintesis dan respirasi sebagai berikut : Fotosintesis 6CO2 + 6H2O +
Radiasi
C6 H12 O6 + 6H2O + energi
Respirasi C6 H12 O6 + 6H2 O + energi
6CO2 + 6H2 O
Laju reaksi dari tumbuhan hijau melalui reaksi fotosintesis pada siang hari berbanding lurus dengan laju penyerapan CO2 diudara sekitar tumbuhan berada. Ini artinya bahwa reaksi fotosintesis dapat mencegah akumulasi CO2 yang berlebihan di atmosfer. Hasil akhir fotesintesis ini di simpan oleh tumbuhan dalam bentuk biomassa pohon. Pada hutan yang sedang tumbuh, penyerapan karbondioksida oleh tanaman akan mencapai maksimum hingga keadaan setimbang, emisi pada malam hari sama dengan absorbsi pada siang hari. Setelah setimbang penyerapan karbondioksida oleh tanaman akan semakin berkurang, sejalan dengan menuanya usia tanaman (Kyrklund, 1990). Hasil penelitian Siringoringo dan Gintings (1997) menyebutkan semakin tua umur suatu tanaman semakin rendah kemampuan tanaman tersebut dalam menyerap kandungan CO2 , berarti suatu saat kandungan biomassa suatu tanaman akan mencapai titik jenuh seiring dengan akhir daur. Karbon dan Cadangan Karbon dalam Hutan Karbon merupakan komponen penting penyusun biomassa tanaman hasil rangkuman berbagai studi terhadap berbagai jenis pohon diperkirakan kadar kandungan karbon sekitar 45–50% bahan kering dari tanaman (Brown, 1997). Tempat penyimpanan dan fluks C yang terpenting dalam ekosistem hutan tropik tergantung pada perubahan dinamik stok C di vegetasi dan tanah, ketersediaan hara, dan kondisi iklim setempat. Tempat penyimpanan utama C adalah dalam biomassa pohon (termasuk bagian atas yang meliputi batang, cabang, ranting,
11
daun, bunga dan buah; bagian bawah yang meliputi akar), bahan organik mati (nekromassa), serasah, tanah, dan yang tersimpan dalam bentuk produk kayu (Snowdown et al. 2002). Cadangan karbon (C-stock) diartikan sebagai adanya potensi jangka panjang dalam biomassa hutan dan produk hutan. Satuan potensi hutan adalah tonC/ha, sedangkan fluks karbon adalah tonC/ha/tahun (Nabuurs & Mohren 1995; McMutrie 1995). Hutan berfungsi untuk menfiksasi karbon dan menyimpannya dalam ekosistem yang tersimpan di dalam vegetasi yang dikenal dengan sinks CO2 . Hutan tropis mengandung biomassa dalam jumlah yang besar sehingga merupakan tempat penyimpanan karbon yang sangat besar di dunia (Suhendang, 2002). Jumlah karbon yang diserap oleh hutan untuk dikelolah lebih lanjut ditentukan oleh jumlah karbon pada biomassa tegakan, jumlah karbon yang tersisa di bawah permukaan tanah pada akhir rotasi, dan jumlah karbon yang tersimpan di dalam produk yang terbentuk dari pemanenan kayu (Johnsen et al. 2001). Sekuestrasi karbon diartikan sebagai pengambilan CO2 secara (semi) permanen oleh tumbuhan melalui fotosintesis dari atmosfer ke dalam komponen organik, disebut fiksasi karbon (Hairiah et al. 2001b) dalam (Rusolono, 2006). Murdiyarso dan Herawati (2005) mengemukakan, dalam arti pertumbuhan hutan, sekuestrasi adalah riap atau pertambahan terhadap serapan karbon yang dikandung hutan. Sekuestrasi karbon dapat ditentukan sebagai hasil produktifitas bersih tahunan karbon (Net Primary Production, NPP) (dalam MgC/ha/tahun) dikalikan dengan paruh hidup harapan (dalam tahun) karbon yang terikat (Hairiah et al. 2001b). Potensi sekuestrasi karbon pada ekosistem dataran tergantung pada macam dan kondisi ekosistem, yaitu komposisi jenis, struktur dan sebaran umur (untuk hutan), kondisi tempat tumbuh, iklim, tanah, ganguan alami, dan tindakan pengelolaan (Hairiah et al. 2001b; Hoover et al. 2000). Aktifitas kehutanan selain sebagai gudang karbon lewat kegiatan pengurangan emisi dan penambatan karbon, juga sebagai emiter yang cukup besar terjadinya GRK. Konversi hutan menjadi lahan pertanian serta perubahan tata guna lahan merupakan penyebab utama dalam perubahan global yang ditunjukkan dengan perubahan penutupan lahan yang berpengaruh pada penyerapan dan refleksi radiasi matahari dan kapabilitas ekosistem terhadap tanah dan serasah.
12
Kegiatan afforestasi, reforestasi, hutan tanaman, perhutanan sosial, dan hutan khusus dalam bentuk penanaman pohon, pengelolaan lahan, pengaturan daur serta tindakan silvikultur yang teratur akan mampu mengkonversi dan menyerap karbon dengan baik sehingga memberi keuntungan dalam proses penyerapan dari atmosfer dan tersimpan dalam karbon yang membentuk sinks karbon (Brown & Gaston 1996). Tabel 2 memperlihatkan potensi serapan karbon bersadarkan jenis praktek kehutanan. Brown dan Gaston (1996); Nair dan Nair (2002); dan Cacho et al. (2003) mengemukakan bahwa praktek hutan rakyat (agroforestry) dan hutan tanaman di negara tropis memiliki potensi besar dalam menyerap karbon yaitu sebesar 6,3 dan 16,4 GtC. Tabel 2 Potensi Serapan Karbon di Negara Tropis Sumber Penelitian Trexler&Haugen 1994 Brown & Gaston 1996
Jenis praktek kehutanan Hutan tanaman Agroforestri Hutan regenerasi (GtC) (GtC) (GtC) 2,0 – 5,0 0,7 – 1,6 9,0 – 23,0 16,4 6,3 11,5 – 28,7
Sumber : Cacho et al. 2003.
Pada atmosfer bumi karbondioksida terdapat dalam kepekatan rendah sekitar 0,03%, tetapi CO2 ini memainkan peranan yang penting dalam iklim bumi. Radiasi sinar matahari yang masuk mempunyai panjang gelombang yang berbedabeda pada saat mengenai bumi, sehingga sebagian besar energi diubah menjadi radiasi inframerah. Karbondioksida memainkan peranan dalam mengatur suhu bumi dengan menyerap dan mencegah radiasi inframerah. Karbondioksida tersimpan dalam organisme yang masih hidup dan yang telah mati seperti pada siklus karbon berikut:
13
CO2
CO2
Respirasi
Fotosintesis
Daun
Cabang
Akar
Batang
Serasah
Panenan
Dekompos
CO2
Humus
Dekompos
CO2
D e k o m p o s
Gambar 2 Siklus karbon di dalam ekosistem hutan (Nabuurs dan Mohren, 1993) Pendugaan dan Pengukuran Biomassa dan Karbon Hamburg (2000) menyatakan bahwa perhitungan karbon untuk tujuan proyek sekuestrasi harus mencakup seluruh gudang karbon, yaitu biomassa hidup bagian atas, biomassa hidup bagian bawah, nekromassa, dan biomassa tanah. Biomassa merupakan jumlah total dari bahan organik hidup yang dinyatakan dalam berat kering oven ton per unit area. Brown (1999) mengemukakan bagian terbesar gudang karbon (carbon pool) dalam proyek berbasis hutan adalah dalam
14
biomassa hidup, meliputi komponen bagian atas dan bagian bawah (akar), pohon, palma, tumbuhan herba (rumput dan tumbuhan bawah), semak dan paku-pakuan. Biomassa mati meliputi serasah halus, sisa kayu kasar, tanah termasuk mineral, lapisan organik dan gambut. Namun untuk mengukur keseluruhan mengalami banyak kendala dan biaya yang sangat besar serta beberapa komponen gudang karbon dalam vegetasi perubahan C-stock sangat kecil sehingga tidak perlu diukur. IPCC
(2003) merekomendasikan gudang karbon utama yang dapat
diperhitungkan untuk kegiatan proyek karbon yakni biomassa di atas permukaan tanah (above ground biomass), biomassa di bawah permukaan tanah (below ground biomass), serasah, kayu-kayu mati dan karbon tanah. Pengukuran biomassa vegetasi dapat memberikan informasi tentang karbon dalam vegetasi secara keseluruhan, atau jumlah bagian-bagian tertentu seperti kayu yang sudah diekstrasi. Metode pendugaan biomassa diatas permukaan tanah secara garis besar dikelompokkan menjadi dua (Chapman, 1976), yaitu: 1. Metode pemanenan (destruktif) a) Metode pemanenan individu tanaman, metode ini digunakan pada kerapatan tanaman individu tumbuhan cukup rendah dan komunitas tumbuhan dengan jumlah yang sedikit. Nilai total biomassa dengan metode ini diperoleh dengan menjumlahkan biomassa seluruh individu dalam suatu unit area contoh. b) Metode pemanenan kuadrat, metode ini megharuskan menanam semua individu dalam suatu unit area contoh dan menimbangnya. Nilai total biomassa diperoleh dengan mengkonversi berat bahan organik yang dipanen dalam suatu unit area. c) Metode pemanenan individu pohon yang mempunyai luas bidang dasar (Lbds), metode ini biasanya diterapkan pada tegakan yang memiliki ukuran individu seragam. Nilai total biomassa diperoleh denga n menggandakan nilai berat rata-rata dari pohon contoh yang ditebang dengan jumlah individu pohon dalam suatu unit area dengan jumlah luas bidang dasar dari semua pohon. 2. Metode pendugaan tidak langsung (non-destruktif) a) Metode hubungan alometrik, metode ini didasari pada persamaan alometrik dengan mencari korelasi paling baik antara dimensi pohon (diameter dan tinggi) dengan biomassanya. Sebelum pembuatan persamaan, pohon-pohon
15
yang mewakili sebaran kelas diameter ditebang dan ditimbang. Nilai total biomassa diperoleh dengan menjumlahkan semua berat individu pohon dalam suatu unit area. b) Crop meter, metode pendugaan biomassa ini dilakukan dengan cara menggunakan peralatan elektroda listrik. Brown (1997) mengemukakan ada dua pendekatan yang digunakan untuk menduga biomassa dari pohon, yakni pertama berdasarkan pendugaan volume kulit sampai batang bebas cabang yang kemudian diubah menjadi kerapatan biomassa (ton/ha), sedangkan pendekatan kedua secara langsung dengan menggunakan persamaan regresi biomassa. Pendugaan biomassa pada pendekatan pertama menggunakan persamaan : Biomassa di atas tanah (ton/ha) = VOB X WD X BEF
(Brown et al. 1989)
dimana : VOB = Volume batang bebas cabang dengan kulit (m3 /ha) WD = Kerapatan kayu (biomassa kering oven (ton) dibagi volume biomassa inventarisasi (m3 ) BEF = Perbandingan total biomassa pohon kering oven di atas tanah dengan biomassa kering oven hasil inventarisasi hutan. Pendugaan biomassa dengan pendekatan kedua menggunakan persamaan : Biomassa di atas tanah Y = aDb dimana : Y = biomassa pohon (kg) D = diameter setinggi dada (130 cm), a dan b merupakan konstanta. Ketterings et al. (2001) mengemukakan model pengukuran biomassa hutan campuran sekunder seperti yang dilakukan di hutan Sepunggur Jambi, dengan memasukkan peubah berat jenis ke dalam persamaan : B = 0,11 x ? x D 2,62 dimana : D = diameter setinggi dada (130 cm) ρ = massa jenis pohon (kg/m3 ) B = biomassa (kg/pohon) Beberapa ahli mengembangkan pendugaan biomassa hubungan alometrik dengan membangun hubungan diameter (dbh) pohon dengan tinggi pohon
16
(MacDicken et al. 1997; Ketterings et al. 1999; Hairiah et al. 2001). Menurut Brown (1997) analisis dimensional (dbh dan tinggi) suatu pohon telah terbukti dan mampu menjelaskan lebih dari 95% variasi biomassa pohon. Lebih lanjut Whitmore (1985) mengemukakan bahwa kandungan biomassa (berat kering) dari hutan berbeda-beda tergantung dari tipe hutan, kesuburan tanah, tempat tumbuh, dan bagian-bagian biomassa pohon. Pada bagian berat batang lebih besar daripada berat akar, berat cabang dan berat daun, meskipun demikian bagian-bagian tersebut sangat penting dalam inventarisasi hara, dan kandungan hara pada bagian batang cenderung mendominasi semua komponen di dalam hutan. Pendugaan biomassa juga dapat dilakukan dengan pendekatan volume kayu berdiri mulai dari volume tunggak, batang utama, bebas cabang atau cabang beraturan dan volume total batang dengan mengalikan volume tiap-tiap bagian ini dengan kerapatan kayu. Model matematik merupakan sala h satu jenis model yang banyak digunakan pada tanaman. Model ini dicirikan oleh persamaan matematik yang terdiri dari peubah dan parameter serta adanya korespondensi (fungsi) antar peubah. Penerapan model matematik telah lama dikembangkan dalam studi tanaman berkaitan untuk mendapatkan informasi kuantitatif dan peningkatan kompleksitas pertanaman seperti akibat pemanasan global dan penerapan agroforestri. Brown (1997); Ketterings et al. (2001) dan Rusolono (2006) telah mengembangkan model penduga biomassa dan karbon dari persamaan taper dan persamaan regresi alometrik dengan membangun hubungan biomassa sebagai fungsi dari dimensi pohon, yaitu B = f (Dbh,h). Para ahli ekologi dan kehutanan mengasumsikan bahwa cadangan karbon dalam pohon diperkirakan 40–50% dari total biomassa, sehingga pendugaan karbon terutama dalam kegiatan pengukuran dan monitoring perdagangan karbon menggunakan asumsi bahwa 50% dari total biomassa adalah karbon (Brown, 1997). Pendekatan lain dalam pengukuran karbon adalah dengan proses karbonisasi atau pengabuan, untuk mendapatkan karbon terikat.
17
Simpanan Karbon melalui Praktek hutan Rakyat Pandey (2002) mengemukakan bahwa pengelolaan tegakan dalam hutan rakyat, agroforestri, dan pohon-pohon di luar kawasan hutan berpotensi dapat mengurangi emisi gas rumah kaca. Namun demikian studi yang berkaitan dengan potensi serapan karbon lewat agroforestri masih dangat minim. Dua alasan pokok yang dikemukakan oleh Nair (2002), yaitu: (1) wilayah yang berbeda-beda dari sistem agroforestri tidak banyak diketahui, dan (2) gambaran menyeluruh tentang kemampuan penyimpanan dan dinamika karbon pada sistem hutan rakyat atau agroforestri yang beragam belum ditemukan. Dixon (1995) dalam Rusolono (2006), mengemukakan dua alasan utama mengapa agroforestri potensial untuk mengurangi emisi karbon, yaitu:
(1)
banyaknyalahan di daerah tropis yang digunakan untuk praktek pertanian dan meningkatnya penggunaan agroforestri dalam waktu yang panjang akan menghasilkan peningkatan yang nyata dalam penyerapan karbon; (2) meskipun jumlah karbon yang diserap per satuan luas lebih rendah dibandingkan dengan hutan alam atau hutan tanaman, namun kayu yang diproduksi sering dipakai untuk kayu bakar menggantikan bahan bakar fosil. Penggunaan kayu dari hasil hutan rakyat unt uk kayu bakar akan mengurangi tekanan penebangan di hutan alam. Umumnya tegakan penyusun hutan rakyat relatif masih berumur muda, sehingga kemampuan menyerap karbon jauh lebih besar dan sangat cepat, dibandingkan dengan tegakan di hutan alam yang sudah berumut tua. Bila pengelolaan hutan rakyat diartikan sebagai penanaman pohon berkayu atau kayu bakar, sistem pengendali angin dan kebun kayu, besar kemungkinan pohon-pohon dalam hutan rakyat berpotensi dalam menyerap karbon atau pengganti emisi dari bahan bakar fosil. Apabila sistem ini dikelolah secara lestari, maka penyerapan karbon bisa dipertahankan selama mungkin. Jumlah karbon yang dapat diserap besarnya tergantung pada sistem agroforestri yang dilakukan, struktur dan fungsi yang ada serta secara luas ditentukan oleh faktor- faktor lingkungan, sosial ekonomi dan faktor lainnya seperti pemilihan jenis pohon dan sistem pengelolaannya (Dixon, 1995).
18
Tinjauan Umum tentang kayu cempaka (Elmerrillia spp) Cempaka Elmerrillia ovalis (Miq.) Dandy dan wasian Elmerrillia celebica Dandy, termasuk Magnoliaceae. Biasanya di Indonesia dan Malaysia kayu Elmerrillia diperdagangkan secara bersama-sama dalam kategori dari Michelia spp, dan Magnolia spp. Di Indonesia cempaka dikenal dengan nama cempaka, cempaka hutan, di Malaysia chempaka. Beberapa nama daerah antara lain: minjaran (Sumatra), arimot (Biak), cempaka hutan kasar (Sulawesi), dan cempaka hutan alus atau wasian (Sulawesi Utara). Jenis wasian ini lebih merupakan jenis endemik dan hanya ditemukan dan bertumbuh di Sulawesi Utara. Asal-usul dan distribusi geografis. Elmerrillia memiliki 4 spesies yang ditemukan di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Filipina. Dua spesies bersal dari Filipina, spesies ketiga (E. celebica) hanya di Sulawesi Utara, dan spesies keempat berada di Sumatra. Kegunaan. Kayu cempaka telah diperdagangkan sejak lama baik dalam bentuk kayu bulat, kayu gergajian dan konstruksi jadi seperti furniture, lemari, pintu, jendela maupun rumah jadi, perahu, panel, alat olahraga, musik kolintang den plywood. Di Minahasa jenis kayu ini banyak digunakan terutama bahan baku industri rumah panggung (rumah adat). Produksi dan perdagangan. Kayu Elmerrillia banyak diperdagangkan dan memiliki kualitas yang baik dan permintaan akan kayu tersebut terutama dalam bentuk rumah jadi sangat tinggi dan telah memasuki pasaran eksport ke eropa. Begutu juga permintaan baik domestik maupun eksport sangat tinggi. Harga kayu lokal di Minahasa jenis cempaka Rp. 2,7 juta/m3 dan jenis wasian Rp. 3,3 juta/m3 . Sifat-sifat. Jenis cempaka termasuk dalam kelas awet II dan kelas kuat III dengan berat jenis 0,41-0,61, kerapatan kayu 400 – 500 kg/m3 , sedangkan untuk wasian memiliki kualitas kayu yang lebih baik sehingga nilai kayu jenis wasian lebih tinggi. Wasian termasuk dalam kelas awet dan kelas kuat II dengan berat jenis pada bagian batang hingga batang beraturan 0,52 – 0,73, kerapatan kayu 500 – 650 kg/m3 (hasil studi ini dalam kisaran umur 10 – 15 tahun dengan diameter 30 – 50 cm). Komposisi kayu Elmerrillia secara umum terdiri atas 65,5-79,5 holoselulosa, 24,3-27,5 lignin, 6,7-17% pentosan dan 0,1-0,3% abu. Nilai susut dalam berat kering oven untuk cempaka 45-55% dan wasian 35-46%.
19
Deskripsi biometrik. Dalam habitatnya di hutan alam di Minahasa, untuk cempaka ukuran maksimum, pada pohon selalu hijau tinggi 45 m, diameter 150200 cm, kadang-kadang dijumpai berukuran agak pendek dan bercabang banyak, batang berwarna agak abu-abu kecoklatan, kayu berwarna putih kekuningkuningan, daun berbentuk seperti spiral, 7-36 x 4-16 cm. Jenis wasian pada habitat aslinya memiliki ukuran maksimum tinggi 60 m, diameter 150-250 cm. Umumnya berbentuk bulat lurus batang berwarna agak abu-abu, kayu berwarna agak kekuning-kuningan, daun berbentuk agak spiral memanjang pada bagian belakang daun (punggung) nampak lapisan lignin seperti lilin keputih-putihan, ukuran 1046 cm x 4-15 cm. Pertumbuhan dan pengembangan. Pada percobaan penanaman di areal hutan rakyat yang kaya hara jenis Elmerrillia pada umur 6-7 tahun memiliki tinggi 15-20 m dan diameter 15-25 cm setelah penanaman (MAI 2-3 cm, dengan tinggi bebas cabang 8-10 m. Ecology. Elmerrillia spp merupakan tumbuhan utama (endemik) maupun kedua pada hutan hujan tropis, mulai dari hutan dataran rendah sampai hutan pegunungan sampai 2000 m dpl khususnya di Sulawesi Utara dan tumbuh subur pada tanah jenis vulkanik. Silvikultur dan pengelolaan. Secara lokal khusus di Minahasa, cempaka dan wasian merupakan jenis paling penting dan dominan baik di hutan alam meupun di hutan rakyat, baik yang tumbuh alami maupun ditanam. Pada hampir setiap seperti di Gunung Klabat dan Minahasa bagian selatan untuk pohon dbh > 20 yang ditemukan, sekitar 20% nya adalah jenis cempaka dan wasian. Pergantian tanaman umumya berlangsung secara alami, sekitar 30 permudaan cempaka dan wasian ditemukan setiap tahunnya dalam luasan 20 ha. Pemanenan dan hasil. Pemanenan umumnya bersifat selektif tebang pilih dan tanam baik di hutan alam maupun di hutan rakyat. Pemanenan dilakukan bila kayu telah memiliki harga jual umumnya pada umur 30-40 tahun, dbh 60–100 cm, bila keperluan untuk konsumsi sendiri panen biasanya pada umur 25-30 tahun dbh 50-60 cm. Produksi rata-rata per tahunnya adalah volume 65m3 /ha. Kayu Elmerrillia sp dalam 30 tahun terakhir memiliki prospek yang cukup baik dan telah di tanam pada hampir setiap tipe lahan.
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian lapangan dilaksanakan di lahan milik pada dua lokasi di desa Masarang Tondano yang mewakili pola tegakan murni, dan di Tareran yang mewakili pola tegakan kebun campuran. Kedua lokasi berada di Kabupaten Minahasa Sulawesi Utara. Jenis pohon yang dijadikan bahan penelitian adalah jenis pohon dominan yang di tanam oleh petani. Selanjutnya analisis biomassa dan kadar karbon dilakukan di Laboratorium Dasar Universitas Sam Ratulangi Manado. Sedangkan analisis tekstur tanah dan kandungan karbon tanah dilaksanakan di Laboratorium Kimia Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sam Ratulangi Manado. Penelitian berlangsung dari bula n Mei 2005 – Agustus 2006. Peubah yang Diamati Peubah yang diamati dalam penelitian ini terdiri dari kelompok peubah vegetasi, serasah, dan peubah lingkungan. Kelompok Peubah Vegetasi Kelompok vegetasi yang diambil sebagai sampel adalah jenis pohon yang dominan di tanam di areal hutan rakyat seperti jenis pohon cempaka dan wasian (Elmerrillia ovalis dan Elmerrillia celebica), kemudian diukur dan diamati dengan kriteria sebagai berikut : a. Pohon, yakni semua tumbuhan berkayu yang memiliki diameter setinggi dada >2 cm. Peubah vegetasi berupa pohon yang diamati terdiri dari : (1) Nama jenis, jumlah individu, diameter, tinggi, basal dan luas tajuk (2) Untuk pohon yang terpilih sebagai contoh uji untuk penduga biomassa dan kandungan karbon pohon, peubah yang diukur di lapangan adalah nama jenis, diameter, tinggi pohon, luas tajuk, dan berat basah berdasarkan bagian-bagian pohon (akar, batang, cabang, ranting, daun, buah dan kulit). Sedangkan di laboratorium peubah yang diukur adalah berat kering oven, berat jenis, kadar air dan kadar karbon berdasarkan bagian-bagiannya. b. Tumbuhan bawah,
terdiri atas tumbuhan berkayu (diameter <2 cm) dan
tumbuhan tidak berkayu. Peubah yang diukur dilapangan adalah berat basah.
21
Sedangkan di laboratorium yang diukur adalah berat kering oven dan kadar karbon. Pengukuran semua peubah tersebut diklasifikasikan berdasarkan bagian-bagiannya. Kelompok Peubah Serasah dan Nekromassa Peubah serasah diklasifikasikan menjadi serasah batang, cabang, ranting, dan jatuhan daun, dan kayu mati. Peubah serasah yang diukur di lapangan adalah berat basah dan yang diukur di laboratorium adalah berat kering oven. Kelompok Peubah Akar Peubah akar yang diukur adalah bagian akar pohon. Peubah akar pohon yang diukur di lapangan adalah berat basah, diameter, panjang, dan basal. Sedangkan yang diukur di laboratorium adalah berat kering oven, berat jenis, kadar air dan kadar karbon. Kelompok Peubah Lingkungan (tanah) Peubah lingkungan yang diamati adalah tekstur tanah, karbon tanah, pH tanah, kedalaman solum. Sedangkan curah hujan, jenis tanah, iklim, kelerengan, dan elevasi merupakan data sekunder dari stasiun klimatologi setempat. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam pendugaan biomassa pohon adalah: haga hypsometer, pita ukur, meteran, timbangan kasar, chainsaw, plastik ukuran: 0,25 kg, 0,5 kg, 1 kg dan 2 kg, parang, kompas, GPS, alat untuk memangkas daun (pruning saw), oven, dan kalkulator. Alat dan bahan yang digunakan dalam pendugaan tekstur dan karbon tanah adalah: gelas piala 800 ml, penyaring berkefeld, ayakan 50 mikron, silinder 50 ml, pipet 20 ml, pinggan aluminium, dispenser 50 ml, gelas ukur 200 ml, stop watch, oven berkipas, pemanas listrik, H2 O2 30% dan 10%, HCl 2 N, larutan Na4 P2 O7 4%, botol kocok 100ml, asam sulfat pekat, kalium dikromat 1 N, dan larutan standar 5000 ppm C.
22
Alat dan bahan yang digunakan untuk menentukan faktor lingkungan yang mempengaruhi potensi karbon pada tegakan adalah hand refractometer, bor tanah, ring tanah, analisa karbon tanah, pipet dan hidrometer. Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis karbon adalah: cawan porselen, tanur, eksikator dan alat timbangan. Prosedur Penelitian di Lapangan Analisis Vegetasi Untuk mendapatkan gambaran lengkap pola karakteristik tegakan hutan rakyat, dibuat petak ukur berbentuk jalur dengan lebar 10 m dan panjang untuk setiap kelipatan jarak 10 m disetiap pemilikanlahan yang dipilih dilakukan secara sensus terhadap seluruh vegetasi yang ada atau sesuai kondisi lahan yang diambil secara purposive sampling. Sebanyak 30 petak ukur yang dibuat pada lahan yang dianggap mewakili sebaran diameter dan umur tegakan dominan pada hutan rakyat. Petak ukur dibuat tegak lurus dengan garis kountur dengan menggunakan kompas. Pengumpulan data dilakukan secara sensus data tegakan, nekromassa, tumbuhan bawah dan serasah. Untuk tanaman kayu-kayuan, tanaman buah-buahan dan tanaman perkebunan dicatat nama jenis nya. Pengambilan Contoh Vegetasi Pengambilan contoh vegetasi dilakukan dengan metode acak purposif (sampling purposif) dengan menggunakan petak contoh berupa bujur sangkar dengan dua ukuran. Bagian petak contoh yang besar berukuran 10 m x 10 m untuk vegetasi yang berupa pohon, dan bagian petak contoh yang kecil berukuran 2 m x 2 m untuk tumbuhan bawah yang diletakan secara nested sampling, yakni ditempatkan di dalam petak contoh untuk pohon, sesuai dengan prosedur JICA (Heryanto et al. 2002). Penempatan petak contoh di lapangan dilakukan secara systematic sampling with random start dengan jarak antara petak contoh pohon yang satu dengan yang berikutnya relatif sama. Petak contoh yang berukuran 2 m x 2 m untuk tumbuhan bawah juga akan digunakan sebagai petak contoh untuk serasah dan tanah. Sebanyak 30 pohon contoh di pilih kemudian di tebang. Desain plot penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.
23
10 m a
a
P1
a
P2 b
b
a
P3
a
P4
b
P5
b
b
10 m a
a
P6 b
Gambar 3
a
P7 b
a
P8 b
a
P9 b
P 10 b
Disain plot penelitian untuk analisis vegetasi berupa pohon (P1–P10; 10 m x 10 m) dan tumbuhan bawah (a dan b; 2 m x 2 m)
Teknik Penarikan Contoh Vegetasi (Destruktif) Penentuan jumlah pohon contoh dari jenis dominan yang ditebang dilakukan dengan metode acak berlapis berdasarkan kelas diameter pohon sebagai lapisan (stratum) sesuai dengan analisis vegetasi. Untuk menentukan jumlah pohon yang ditebang dalam setiap lapisan (kelas diameter) digunakan rumus : Nh nh = dimana :
xn N - nh - Nh - n - N
= = = =
pohon contoh terpilih dalam lapisan ke-h jumlah pohon dalam lapisan ke-h jumlah pohon contoh jumlah pohon dalam populasi
Pohon contoh yang terpilih kemudian ditebang, selanjutnya dipisahkan berdasarkan bagian-bagian pohon akar, batang, cabang, ranting, daun, bunga dan buah. Batang pohon dan cabang yang panjang akan dibuat beberapa sortimen dengan ukuran 100 – 200 cm. Setelah menjadi sortimen dilakukan pengukuran diameter pangkal, diameter ujung dan panjang segmen. Setelah itu dibersihkan dan ditimbang. Berat batang, cabang, dan ranting pada setiap sortimen dinyatakan sebagai berat biomassa batang, cabang, dan ranting. Demikian juga halnya dengan sampel daun setelah dipisahkan dari cabang dan ranting, kemudian dibersihkan, lalu ditimbang beratnya dan dinyatakan sebagai biomassa daun. Pengambilan sampel untuk cabang, ranting, daun, bunga dan buah secara komposit. Biomassa total setiap pohon adalah total biomassa setiap sortimen dari pohon tersebut. Setelah penimbangan, setiap bagian pohon diambil contohnya sebanyak 250 gram dan dimasukkan ke dalam paper bag dan diberi kode, untuk dianalisa di laboratorium.
24
Penentuan Tinggi dan Dbh pohon, Diameter dan Tinggi Tajuk, dan Basal Tinggi
pohon
ditentukan
dengan
menggunakan
haga
hypsometer,
berdasarkan jarak terpendek antara suatu titik dengan titik proyeksinya pada bidang datar atau bidang horizontalnya. Tinggi yang diukur adalah tinggi total dan tinggi bebas cabang. Diameter pohon merupakan panjang garis lurus yang menghubungkan dua titik pada garis lingkaran luar pohon dan melalui titik pusat penampang melintang suatu pohon. Diameter yang diukur adalah diameter setinggi dada yaitu diameter pada ketinggian sekitar 1,3 m. Selang kelas diameter yang digunakan adalah 5 cm. Diameter tajuk diukur dengan memproyeksikan tajuk pada permukaan tanah lalu diukur sisi panjang dan pendekmya melalui titik tengah batang pohon. Tinggi tajuk diukur dari permukaan tajuk sampai puncak tajuk dengan menggunakan alat spiegel. Luas bidang dasar diukur dari penampang lintang batang pada dbh 1,3 m. Pengambilan contoh tumbuhan bawah dan serasah Semua tumbuhan bawah dan serasah di atas permukaan tanah yang terletak di dalam petak contoh ukuran 2 m x 2 m (Gambar 4.) akan diambil dan ditimbang berdasarkan bagian-bagiannya untuk mengetahui berat basahnya. Selanjutnya diambil contoh uji sebanyak 250 gram berdasarkan bagian masing- masing dari tumbuhan bawah dan serasah dan dimasukkan kedalam plastik dan diberi kode untuk dianalisa di laboratorium. Pengambilan Contoh Akar Pengambilan contoh akar dilakukan dengan menggali tanah pada pohon contoh terpilih dengan kedalaman (isi) untuk panjang, lebar dan tinggi (plt) adalah 1m3 untuk ukuran pohon kecil hingga 3m3 untuk pohon ukuran besar. Penentuan jarak 1 – 3 m untuk penggalian dilakukan dengan terlebih dahulu membuat kotak bujur sangkar dengan panjang sisinya sama dengan diameter pada bagian pangkal batas pohon untuk ditebang umumnya 30 cm diatas permukaan tanah. Akar yang diambil untuk di potong meliputi bagian akar tunjang sampai bagian ujung akar pada diameter = 2 cm. Pengukuran dilapangan meliputi berat basah dan basal.
25
Pengambilan Contoh Tanah Pengambilan contoh tanah dilakukan dengan mengacu pada prosedur JICA tentang pengukuran karbon tanah (Siregar et al. 2002). Contoh tanah diambil pada masing- masing petak contoh 2 m x 2 m setelah tumbuhan bawah dan serasah diambil, dengan menggunakan ring tanah yang berukuran tinggi 5 cm dan volume 100 ml. Pengambilan contoh tanah diambil sebanyak 4 lubang pada setiap lapisan tanah dengan ketebalan 5 cm sampai kedalaman yang memungkinkan. Cara pengambilan tanah adalah sebagai berikut : Kedalaman tanah (cm) 0
5
10
20
30 Gambar 4. Pengambilan contoh tanah pada beberapa lapisan kedalaman tanah
Prosedur Penelitian di Laboratorium Penentuan karakteristik sifat dasar bagian pohon, tumbuhan bawah, serasah, dan akar. Persiapan Contoh Uji. Contoh uji dari (a) pohon yang dikelo mpokkan berdasarkan bagian akar, batang, cabang, ranting, daun, buah dan kulit, (b) tumbuhan bawah (batang berkayu dan daun), (c) serasah (daun, kayu busuk), sebagaimana yang sudah diambil dilapangan. Selanjutnya dari sampel 250 gram dibuat contoh uji di laboratorium, menjadi potongan contoh uji dipotong menjadi dua bagian atau lebih, sampai berbentuk serpihan dengan tebal 1 mm. Setelah itu dimasukkan ke dalam amplop, dengan terlebih dahulu menimbang berat amplop.
26
Penentuan Biomassa pohon dan Tumbuhan Bawah Setiap sampel bagian tanaman yang sudah ditimbang dikeringkan dalam oven dengan suhu 850 C selama 48 jam dan kemudian ditimbang untuk mengetahui berat keringnya. Setelah diketahui berat kering sampel, maka dapat dihitung nilai total berat kering sampel, atau biomassa dari masing- masing bagian pohon yang diukur dengan persamaan : TDW =
SDW xTFW (JICA, 2002) dimana : SFW
TDW = Berat kering total (Kg) SDW = Berat kering contoh, (gram) SFW = Berat basah contoh, (gram) TFW = Berat basah total, (Kg) Setelah diketahui nilai total berat kering atau biomassa bagian tanaman maka dapat diketahui nilai biomassa masing- masing pohon untuk biomassa tumbuhan bawah dilakukan perhitunga n dengan menjumlahkan nilai seluruh biomassa bagian pohon tersebut (SUMTDW), untuk mendapatkan total biomassa tumbuhan bawah. Pengujian kerapatan kayu Pengujian kerapatan kayu pohon terpilih, dilakukan dengan mengambil bagian sampel pada setiap bagian pohon (akar, batang dan cabang). Dari pengukuran dilapangan, timbang berat basah ambil sampel sebanyak 250 gram buat sebanyak 5 ulangan. Sampel dikeringkan dalam kondisi kering tanur (± 1030 C). Perhitungan kerapatan kayu diperoleh dari :
Kerapatan kayu =
masa kering tanur Volume
(Haygreen dan Bowyer 1989).
Nilai kerapatan kayu ini dibandingkan dengan kerapatan air (aquades) standar suhu 4 0 C dan tekanan 1 gr/cm3 .
Berat jenis kayu =
kerapatan kayu (Haygreen dan Bowyer 1989). kerapatan aquades
27
Pengukuran Kadar Karbon Penentuan zat terbang. Cawan porselen diisi contoh uji berupa serbuk, kemudian cawan ditutup rapat-rapat dengan penutupnya, lalu dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 9500 C dengan cara sebagai berikut: mula- mula cawan dimasukkan ke bagian depan pintu tanur dengan suhu 3000 C selama 2 menit, kemudian dipindahkan pada sisi tanur dengan suhu 5000 C selama 3 menit, dan terakhir cawan dipindahkan pada bagian dalam tanur dengan suhu 9500 C selama 6 menit. Kemudian cawan berisi serbuk yang sudah dipanaskan dala m tanur tersebut kemudian di dinginkan dalam eksikator selama 1 jam dan di timbang. Kadar zat yang mudah menguap dinyatakan dalam persen berat dengan rumus : Kadar zat terbang =
A- B * 100% A
dimana A adalah berat kering tanur pada suhu 1050 C, B adalah berat contoh uji dikurangi berat cawan dan sisa contoh uji pada suhu 9500 C. Penentuan kandungan abu. Serbuk contoh uji sebanyak 2 gram dimasukkan kedalam cawan porselen yang telah ditetapkan baretnya, kemudian dimasukkan kedalam tanur pada suhu mulai 00 C sampai 6000 C selama 6 jam. Kemudian cawan dikeluarkan dari tanur selanjutnya didinginkan dalam eksikator dan ditimbang sampai beratnya tetap. Besarnya kadar abu dihitung dengan rumus: Kadar abu =
Berat abu *100% Berat contoh uji kering oven
Penentuan kadar karbon. Penentuan kadar karbon terikat (fixed carbon) ditentukan berdasarkan rumus: Kadar karbon terikat arang = 100% - kadar zat terbang – kadar abu. Pengukuran kadar air Pengukuran kadar air contoh uji dari beberapa bagian pohon dilakukan berdasarkan standar TAPPI T 268 OM 88 dengan tahapan sebagai berikut : a. Sebelum pengujian dimulai, cawan aluminium yang akan digunakan dipanaskan terlebih dahulu di dala oven pada suhu 105 ± 3o C selama 1 jam. Setelah 1 jam, cawan aluminium didinginkan ke dalam eksikator, kemudian ditimbang untuk mengetahui berat cawan.
28
b. Selanjutnya contoh uji sebanyak 1 – 2 gram ditimbang (Bo), kemudian dimasukan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Cawan aluminium yang berisi contoh uji tersebut kemudian dimasukan ke dalam oven selama 3 jam pada suhu 105 ± 3o C. c. Setelah 3 jam, cawan aluminium yang yang berisi contoh uji tersebut dikeluarkan dari oven, kemudian dimasukan ke dalam eksikator, selanjutnya ditimbang sebagai berat contoh uji dalam cawan aluminium. Contoh uji dalam cawan aluminium dikurangi berat cawan aluminium dan dinyatakan sebagai berat kering oven dari contoh uji (BKT). Nilai kadar air dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Bo - BKT KA =
x 100% BKT
Penentuan Tekstur Tanah Bahan tana h dengan ukuran < 2 mm ditimbang sebanyak 10 gr, kemudian dimasukan ke dalam gelas piala 800 ml. Setelah itu 50 ml H2 O2 10% diberikan ke sampel tanah tersebut dan dibiarkan selama semalam. Keesokan harinya ditambahkan 25 ml H2 O2 30% ke dalam sampel tanah, kemudian dipanaskan sampai tidak berbusa. Selanjutnya sampel tersebut ditambahkan 180 ml air bebas ion dan 20 ml HCl 2 N. Setelah itu sampel dididihkan di atas pemanas listrik selama 10 menit. Setelah 10 menit sampel diangkat dan didinginkan, dan setelah agak dingin sampel diencerkan dengan air bebas ion sampai volumenya menjadi 700 ml. Setelah sampel dicuci dengan air bebas ion dengan menggunakan penyaring berkelfeld atau dienaptuangkan sampai bebas asam. Kemudian tambahkan 100 ml larutan peptisator Na4 P2 O7 4% ke dalam sampel tanah tersebut. Pemisahan pasir dengan cara : suspensi tanah yang telah diberi peptisator diayak dengan ayakan 50 mikro. Dalam pengayakan tersebut, contoh uji dicuci dengan air bebas ion. Selanjutnya filtrat tersebut ditampung dengan menggunakan alat silinder 500 ml yang digunakan untuk memisahkan debu dan liat. Butiran yang tertahan ayakan di pindahkan ke dalam pinggan aluminium yang telah diketahui bobotnya dengan menggunakan air bebas ion yang telah dimasukan ke dalam botol semprot. Kemudian filtrat dikeringkan (hingga bebas air) dalam oven
29
pada suhu 105o C, dan didinginkan dalam eksikator,
setelah itu sampel pasir
tersebut ditimbang dan dinyatakan sebagai bobot pasir = a gram. Pemisahan debu dan liat dilakukan dengan cara : setelah filtrat dalam silinder menjadi 500 ml, filtrat tersebut diaduk selama 1 menit, kemudian filtrat dipipet sebanyak 20 ml dan dimasukan ke dalam pinggan aluminium. Selanjutnya filtrat dikeringkan pada suhu 105o C selama 1 malam. Setelah 1 malam, filtrat didinginkan dalam eksikator dan ditimbang yang dinyatakan sebagai berat debu + liat + peptisator = b gram. Untuk melakukan pemisahan liat, filtrat diaduk lagi selama 1 menit lalu dibiarkan pada suhu kamar selama 3 jam 30 menit. Selanjutnya pada kedalaman 5,2 cm dari permukaan cairan, suspensi liat dipipet sebanyak 20 ml dan dimasukan ke dalam pinggan aluminium. Suspensi liat dikeringkan dalam oven pada suhu 105o C, dan didinginkan dalam eksikator, selanjutnya ditimbang sebagai berat liat + peptisator = c gram. Persen pasir, debu, dan liat dari sampel tanah tersebut dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Fraksi pasir
= a gram
Fraksi debu
= 25 (b – c) gram
Fraksi liat
= 25 (c – 0,0048)
Jumlah fraksi
= a + 25 (b – 0,0048)
% Pasir
=
a x 100% a + 25 (b – 0,0048) 25 (b – c) % Debu
=
x 100% a + 25 (b – 0,0048) 25 (c – 0,0048)
% Liat
=
x 100% a + 25 (b – 0,0048)
Penentuan karbon organik tanah Contoh tanah ukuran < 0,5 ml ditimbang sebanyak 0,5 gram, kemudian dimasukan ke labu ukur 100 ml. Setelah itu ditambahkan 5 ml K2 Cr2 O7 1 N, kemudian dikocok. Selanj utnya ditambahkan 7,5 ml H2 SO4 pekat, kemudian dikocok dan selanjutnya didiamkan selama 30 menit. Setelah didiamkan contoh
30
tanah tersebut diencerkan dengan air bebas ion dan dibiarkan dingin, selanj utnya contoh sampel diimpitkan. Setelah 1 hari, sampel diukur tingkat absorbansi larutan jernih dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 561 nm. Untuk pembanding pengukuran, maka dibuat standar 0 dan 250 ppm, dengan memipet 0 dan 5 ml larutan standar 500 ppm ke dalam labu ukur 100 ml dengan perlakuan yang sama dengan pengerjaan contoh. Untuk menghitung persen karbon organik dilakukan dengan menggunakan rumus : Absorbansi contoh – Absorbansi blangko Kadar C Organik (%) = x 250 ppm standar x 0,02 x FK Absorbansi standar
Pengolahan dan Analisis Data Komposisi jenis Vegetasi yang berupa pohon (diameter > 2 cm) diklasifikasikan berdasarkan tingkat pertumbuhannya, yaitu (a) pancang yaitu permudaan yang memiliki diameter mulai dari 2 cm sampai kurang dari 10 cm, (b) tiang yaitu permudaan yang memiliki diameter mulai dari 10 cm sampai kurang dari 20 cm, dan (c) pohon yaitu pohon yang telah memiliki diameter 20 cm atau lebih. Untuk mempelajari komposisi jenis dan struktur vegetasi dilakukan dengan analisis vegetasi. Penentuan komposisi jenis pohon dominan menggunakan metode indeks nilai penting (INP) dengan melihat nilai frekuansi relatif dan kerapatan relatif yang dihitung dengan menggunakan rumus : Σ sub-petak ditemukan suatu species
•
Frekuensi suatu species (F)
•
Frekuensi relatif suatu species (FR) =
=
Σ seluruh sub-petak contoh Frekuensi suatu species x 100% Frekuensi seluruh species
•
Jumlah individu suatu species Kerapatan suatu species (K)
= Luas petak contoh
•
Kerapatan suatu species Kerapa tan relatif suatu species (KR) =
x 100% Kerapatan seluruh species
31
Model Penduga Biomassa Pohon Pendekatan model penduga biomassa pohon terpilih di hutan rakyat dilakukan dengan beberapa pendekatan: (1) pendekatan persamaan alometrik, seperti pada Gambar 5. Model hubungan ini dibangun antara biomassa pohon (Y) dengan dimensi pohon X1 = diameter dan X2 = tinggi pohon, dengan menggambarkan biomassa sebagai fungsi dari diameter dan tinggi pohon. Dimana dimensi pohon (dbh dan tinggi) mampu menjelaskan keragaman biomassa. Diagram alir ini juga digunakan untuk membangun model penduga kandungan karbon pohon. Mulai
Berat batang, cabang, ranting, daun, buah, akar dan kulit
1. Biomassa berdasarkan bagian pohon 2. Biomasa berdasarkan tingkat pertumbuhan
Pemodelan Biomassa Biomassa = f (dimensi pohon) Biomassa = f (diameter dan tinggi)
tidak Pilih persamaan terbaik dengan R2 , Ra2 , dan S2 ya Model biomassa terpilih
Selesai Gambar 5. Diagram alir pembuatan model biomassa dan karbon pohon
32
Model Hubungan Kandungan Karbon Pohon dengan Biomassa Pohon Model hubunga n antara kandungan karbon dengan biomassa dibuat hanya untuk pohon. Model hubungan antara karbon dengan biomassa didasarkan pada adanya hubungan fungsional, dimana karbon merupakan fungsi dari biomassa, ditulis sebagai: karbon = f (biomassa). Fungsi hubungan ini dibangun melalui persamaan regresi sederhana. Dari model hubungan yang dibangun akan diketahui tingkat keeratan antara kandungan karbon dengan biomassa. Pembuatan model dilakukan seperti dalam diagram alir pada Gambar 6. Mulai Berat batang, cabang, ranting, daun, buah, akar dan kulit
Proses penentuan kadar karbon melalui analisis karbon
1. Karbon berdasarkan bagian pohon 2. Karbon berdasarkan tingkat pertumbuhan
Pemodelan Biomassa Biomassa = f (dimensi pohon) Karbon = f (diameter dan tinggi) tidak Pilih persamaan terbaik dengan R2 , Ra2 , dan S2 ya Model karbon terpilih
Selesai Gambar 6. Diagram alir pembuatan model karbon pohon
33
Model Hubungan antara Kandungan Karbon Pohon dengan Peubah Dimensi Pohon dan Lingkungan pada Tegakan Hutan Rakyat Pendekatan model ini dikembangkan dari model regresi berganda : ^
y = β 0 + β 1 X 1 + ... + β p X p ^
dimana: y = Dugaan serapan karbon tegakan (tonC/ha); X1 = Umur rata-rata tegakan (tahun); X2 = Diameter rata-rata (cm); X3 = Kerapatan tegakan diameter tertentu (pohon/ha); X4 = Luas bidang dasar tegakan (m2 /ha); X5 = Tinggi rata-rata tegakan (m); X6 ... Xp = Peubah lingkungan; β 1 ... β p = Parameter regresi. Untuk membangun model hubungan antara karbon pohon dan kandungan karbon tanah, terlebih dahulu dihitung nilai koefisien korelasinya (r) yang menunjukan tingkat keeratan hubunga n antara kedua peubah tersebut. Koefisien korelasi antara dua peubah dihitung dengan rumus : Sxy r =
√ S2x S2y n
Σ (Xi – X) (yi – y ) Sxy = i-1
= kovarian antara X dan Y n- 1
n
Σ (Xi – X)
n
2
S2 x = i-1
= ragam X ; S2 y =
n– 1
Σ (yi – y )2 = ragam Y
i-1
n- 1
Nilai r berkisar antara ( -1 < r < 1), dimana nilai r yang mendekati –1 dan 1 menunjukan semakin erat hubungan linear antara kedua peubah. Sedangkan nilai r yang mendekati nol menggambarkan hubungan antara kedua peubah tersebut tidak linear. Pemilihan Model Adapun model yang terpilih didasarkan pada beberapa kriteria, yaitu : 1. Kesesuaian terhadap fenomena 2. Sifat keterandalan model (data reability) yang didasarkan pada a. Koefisien determinasi (R2 )
34
Koefisien determinasi adala h perbandingan antara jumlah kuadrat regresi (JKR) dengan jumlah kuadrat total (JKT), dengan rumus : R2 = (JKR / JKT) x 100% Adapun kriteria keterandalan model berdasarkan nilai R2 adalah jika nilai R2 mendekati 100%, maka model makin terandalkan, dan jika R2 mendekati 0%, maka model makin tidak terandalkan dalam menjelaskan hubungan antara biomassa dan dimensi pohon. b. Varian (S2 ) Varian diukur berdasarkan tingkat keragaman data dengan rumus sebagai berikut :
Σ (Xi2– (Σxi)2 Sxy = n– 1 Model yang terpilih adalah model yang memiliki nilai varian terkecil dibandingkan model- model yang lainnya. c. Koefisien determinasi terkoreksi (R2 a) Koefisien determinasi yang terkoreksi adalah adalah koefisien determinasi yang sudah dikoreksi oleh derajat bebas dari jumlah kuadrat sisa (JKS) dan jumlah kuadrat total (JKT), dengan rumus sebagai berikut : JKS/(n – p) 2
n- 1 2
R a = 1-
= 1 – (1 - R ) JKT/(n – 1)
n- p
Dimana p adalah banyaknya peubah dalam regresi (termasuk ßo) dan n adalah banyaknya objek (kasus) yang dianalisis. Kriteria uji R2 a adalah sama dengan kriteria uji untuk R2 . Uji Keabsahan Model Uji
keabsahan
model
(model
validation)
bertujuan
untuk
melihat
kemampuan model dalam menduga sekelompok data baru (yang tidak diikutsertakan dalam pembentukan modelnya. Prosedur yang dipakai dalam penelitian ini adalah prosedur keabsahan prosedur Jacknife yang dikembangkan oleh Quenouille & Tukey pada tahun 1950. (Efron, 1979), dalam Suhendang (1985) dengan langkah-langkah pengujian sebagai berikut :
35
§
Hilangkan kasusu pertama dari data set untuk pendugaan model
§
Tentukan penduga model berdasarkan (n-1) data sisanya
§
Tentukan penduga dari peubah tak bebas kasus pertama berdasarkan penduga model yang diperoleh dari langkah kedua
§
Ulangi langkah 1 sampai 3 untuk seluruh kasus yang ada, sampai kasus ken. −
Apabila Y i adalah penduga bagi Yi, yaitu penduga tak bias dari kasus ke-i yang diperoleh dengan memakai penduga model berdasarkan (n-1) kasus tanpa kasus ke-i, maka dari n kasus yang ada akan diperoleh n buah −
simpangan Y i terhadap Yi, yaitu : −
ei = Yi - Y i , untuk i = 1, 2, 3, ..., n Dari n buah ei ini dapat ditemukan : mi = (ei / Yi )*100%, untuk i = 1, 2, 3, ..., n Selanjutnya, apabila di = ( mi )2 , maka akan dihitung : n n − n 2 Sd 2 2 d = ∑ d i / n ; S d = ∑ d i − (( ∑ d i ) ) / n ) /( n − 1) ; CVd = − * 100% i =1 i =1 i =1 d −
Model akan semakin baik apabila memiliki d dan CVd yang semakin kecil. Asumsi inilah yang selanjutnya dipakai sebagai kriteria dalam menentukan tingkat keabsahan dari model- model yang dikembangkan. Uji ini merupakan tahapan akhir dalam pemilihan model terbaik sebagai pendekatan terbaik dari sekian metode dalam pemecahan masalah dalam pemilihan model penduga. Pendugaan Parameter dan Persamaan Alometrik Pendugaan Parameter. Model persamaan alometrik dibentuk dari model hipotetik regresi, dimana biomassa dan karbon sebagai peubah tak bebas dan diameter (Dbh) dan tinggi (h) sebagai peubah bebas. Pendugaan koefisien regresi menggunakan metode kuadrat terkecil dengan meminimumkan jumlah kuadrat simpangan Yi. Misalkan model umum regresinya adalah Y = Xβ + ε i, maka penduga bagi β diperoleh dari (Xl X)-l b = XlY sehingga b = (Xl X) XlY.
36
Penduga berdasarkan MKT bersifa t tidak bias dengan ragam minimum bila asumsi yang berlaku pada regresi terpenuhi (Draper & Smith 1981). Asumsiasumsinya antara lain: (1) ε i merupakan peubah acak dengan µ = 0 dan σ2 = 1 tidak diketahui. Jadi E(ε i) = 0, var(ε i) = σ2 ; (2) ε i dan (ε j) tidak berkorelasi, i ? j, sehingga Cov(ε i , ε j) = 0. Jadi E(Yi) = β 0 + β 1 Xl , V(Yi) = σ2 , dimana Yi dan Yj , dimana i ? j tidak berkorelasi. Persamaan Alometrik. Untuk jenis pohon lain yang ditemukan di lokasi penelitian, akan ditelusuri dengan menggunakan persamaan yang dikembangkan oleh Ketterings et al (2001) (persamaan 5), sedangkan persamaan 3 dan 4 akan digunakan sebagai pembanding dengan model alometrik dari studi ini secara visual. Untuk jenis pohon nantu (Palaquium obtusifolium) dan cengkeh (Eugenia aromaticum) menggunakan persamaan yang telah di modelkan (persamaan 1a dan 2a) untuk menduga biomassa total pohon. Tabel 3 menampilkan persamaan alometrik untuk jenis pohon nantu dan cengkeh. Tabel 3 Persamaan alometrik untuk pohon cengkeh dan nantu Model 1a 1b 2a 2b
Persamaan R2 s PRESS Cengkeh (Eugenia aromaticum) Biotot = - 0.770 + 2.05 LogD 98.1 0.0333 0.0125 Biobtg = - 0.716 + 1.80 LogD 99.8 0.0099 0.0012 Nantu (Palaquium obtusifolium) Biotot = - 1.31 + 2.68 LogD 99.9 0.0128 0.0009 Biobtg = - 1.69 + 2.82 LogD 99.9 0.0094 0.00005
F
Sumber
453.9 3975.2
Studi ini Studi ini
2608.1 5404.9
Studi ini Studi ini
Data primer berupa berat basah, berat kering dan pengukuran dimensi untuk pohon cengkeh dan nantu berasal dari Dinas Kehutanan Minahasa, data tersedia hanya untuk nilai total pohon dan bagian batang pohon. Sebanyak 14 pohon contoh diambil (10 pohon cengkeh dan 4 pohon nantu) secara destruktif. Sumber data Dinas Kehutanan Minahasa 2004.
3. Btot = 13,2579 – 4,8945(Dbh) + 0,6713(Dbh) 2 (R2 = 0,90) .................. (3) 4. Btot = 21,297022 – 6,952649(Dbh) + 0,7403(Dbh) 2 (R2 = 0. 92) ......... (4) 5. Btot = 0,11ρD2,63 (Persamaan Ketterings 2001) .................................... (5)
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Wilayah Minahasa adalah salah satu Kabupatrn di Provinsi Sulawesi Utara, terletak diujung utara Sulawesi. Ibukota Kabupatrn Minahasa adalah Tondano, berjarak 35 km dari Manado, ibukota Provinsi Sulawesi Utara. (Lampiran 1a) Secara
geografis
Minahasa
terletak
010 01’00’’–010 29’00’’
LU;
1240 34’00’’–1250 05’00’’BT. Luas wilayah secara administratif 1029,82 Km2 . Kabupaten Minahasa terdiri atas 38 kecamatan, dengan batas-batas wilayah adalah : -
Sebelah Utara, dengan Laut Sulawesi dan Kabupaten Sangihe;
-
Sebelah Timur, dengan Laut Maluku dan Kota Bitung;
-
Sebelah Selatan, dengan Laut Maluku dan Kabupaten Bolaang Mongondow;
-
Sebelah Barat, dengan Laut Sulawesi dan Kota Manado. Topografi, Iklim dan Tanah Topografi.
Sebagian
besar
wilayah
Minahasa
memiliki
topografi
bergunung- gunung yang membentang dari utara ke selatan, dengan beberapa gunung api aktif. Bentang alam bervariasi mulai dari datar, bergelombang ringan sampai berat sampai berbukit terjal, kelerengan variasi 8–45% dan > 45%. Kisaran ketinggian 20–1800 meter dpl. Iklim. Keadaan iklim di Minahasa, menurut sistem klasifikasi Schmidr dan Ferguson, Minahasa termasuk dalam tipe A, B dan C. Untuk lokasi penelitian memiliki tipe iklim B (Q = 32%) dengan curah hujan rata-rata >3000 mm. Curah hujan umumnya tersebar merata sepanjang tahun dengan periode relatif basah antara November–Februari dan Maret–Mei. Menurut data yang tercatat pada BMG, arah angin terbanyak bertiup menuju arah selatan pada bulan AprilOktober, pada bulan Januari–April arah angin terbanyak menuju utara, dan November–Desember menuju arah barat. Kelembaban udara relatif tinggi antara 84–93 %, dengan suhu rata-rata 18,05–27,180 C. Banyaknya hari hujan 190 hari hujan, curah hujan tertinggi 540,1 mm dan terendah 59,2 mm.
38
Tanah. Menurut Peta Tanah Eksplorasi Sulawesi dan Atlas Sumber Daya Nasional Bakorsurtanal, jenis tanah yang terdapat di lokasi penelitian sebagian besar terdiri dari tana h podsolik merah kuning (Acrisol menurut FAO; Ultisol menurut Soil Taxonomy) dengan bahan induk batuan endapan fisiografi dataran. Sebagian besar tanah terutama berasal dari bahan vulkanis. Tanahnya berasal dari kapur dengan penyebaran hampir semua formasi geologi. Jenis tanah antara lain akdosol, latosol podsolik dan alluvial. Penggunaan Lahan dan Potensi Sumberdaya Alam Gambaran umum penggunaan lahan di Kabupaten Minahasa adalah sebagai berikut kawasan hutan lindung 22,45%, hutan alam dan konservasi 40,90%, hutan produksi 1,87%, hutan produksi tetap 8,60%, hutan produksi terbatas 26,17%, hutan alam dan konservasi 40,90% (BPS, 2004). Lahan menurut pemanfaatannya meliputi : lahan tegalan/kebun 84,237 ha, hutan rakyat 21,860 ha, perkebunan 112,235 ha dan lahan yang tidak/belum dimanfaatkan sekitar 14,880 ha. Luas lahan keseluruhan di Minahasa adalah 283,806 ha (BPS, 2003). Lampiran 1b menampilkan peta umum pola penggunaan lahan di kabupaten Minahasa. Menurut peruntukkannya lahan di lokasi penelitian di kelompokkan dalam beberapa katergori antara lain : 1) pekarangan dan halaman rumah; 2) lahan tegalan atau kebun tanaman palawija; 3) lahan kebun ladang (tanaman keras); 4) tambak; 6) hutan rakyat; dan 7) perkebunan (BPS, 2005). Potensi sumberdaya alam di kabupaten Minahasa seperti pertanian, perkebunan dan kehutanan di kabupaten Minahasa dan dilokasi penelitian, adalah: (1) Pertanian seperti padi ladang, jagung, kacang tanah dan sayuran; (2) Perkebunan seperti kelapa, cengkeh, vanili, kopi, aren dan pala; (3) Kehutanan jenis pohon yang sangat dominan di Minahasa baik yang tumbuh alami di hutan alam maupun yang di tanam oleh masyarakat di hutan rakyat adalah jenis cempaka, dan wasian. Jenis lainnya nantu, pakoba, mahoni, dan walantakan. Jenis-jenis pohon tersebut ditanam di berbagai tipe lahan termasuk pekarangan, mulai dari tujuan penanaman untuk penahan angin, konservasi lahan sebagai penyimpan air dan tujuan paling dominan adalah untuk mendapatkan hasil dari kayu tersebut baik untuk dijual maupun digunakan sendiri.
39
Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat Praktek hutan rakyat atau agroforestri di Minahasa telah berlangsung lama dan kenal luas oleh masyarakat. Hasil survei dalam penelitian ini dan membandingkannya dengan berbagai literatur maupun hasil- hasil penelitian tentang hutan rakyat atau agroforestri di berbagai tempat terutama Jawa dan Sumatera, maka dapatlah dikatakan bahwa praktek hutan rakyat di Minahasa tidak semaju atau sekompleks dengan hutan rakyat yang ada di Jawa dan Sumatera. Bandingkan agroforestri damar di Krui, agroforest Tembayang di Kalimantan, agroforest di Bali atau sistem agroforest di Jawa yang lebih maju di kelolah dalam kawasan hutan milik Perhutani. Praktek hutan rakyat atau agroforestri yang banyak dikenal oleh masyarakat Minahasa umumnya berlangsung di lahan jenis talun (kebun ladang), berada di sekitar kawasan hutan dengan lahan berciri kelerengan sangat curam dan jauh dari pemukiman. Umumnya praktek hutan rakyat yang banyak dilakukan oleh masyarakat sejak lama di Minahasa bersifat monokultur baik jenis tanaman kehutanan seperti cempaka dan wasian, atau perkebunan monokultur yang telah lama dikenal dan dikelolah untuk tujuan hasil, seperti perkebunan cengkeh dan kelapa. Seiring dengan berkurangnya kawasan hutan serta makin minimnya jenisjenis kayu khas Sulawesi seperti cempaka, wasian, na ntu, pakoba, linggua dan ebony sebagai akibat penebangan liar dan perusakan hutan, maka dalam kurun waktu sekitar tigapuluh tahun terakhir banyak dikembangkan beberapa jenis kayu unggul untuk ditanam di luar kawasan hutan serta dipelihara oleh masyarakat baik secara perorangan maupun adat. Secara umum sistem pengelolaan hutan rakyat di Minahasa, bercirikan tanaman pokok adalah jenis pohon berkayu seperti cempaka, wasian dan nantu dengan kombinasi tanaman semusim seperti jagung dan sayuran, tipe lainnya adalah cengkeh atau kelapa sebagai tanaman pokok dan pohon kayu sebagai tanaman sela. Kondisi ini terjadi
bila lahan bisa dijangkau dengan angkutan
tradisional, bila sulit dan lahan bertipe sangat curam maka ladang tersebut berbentuk kebun-campur dengan perawatan sangat minim, tetapi terdapat juga kebun-campur kombinasi pohon berkayu dan tanaman semusim yang dikelolah intensif.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Umum Hutan Rakyat dan Komposisi Jenis Praktek pengelolaan hutan rakyat umumnnya berlangsung di lahan- lahan bertipe kebun pekarangan (homegarden), tegalan dan talun. Lahan talun yaitu lahan kering dengan bentuk mulai dari datar, berbukit dan curam terbentang dari kaki sampai puncak perbukitan atau terletak dekat kawasan hutan lindung, ukuran lahan lebih luas dengan rata-rata kepemilikan minimum 0,5 ha dan penanaman pohon lebih rapat. Praktek lainnya berlangsung di kebun pekarangan terletak di lingkungan rumah tinggal dalam hamparan yang sempit, mempunyai pengaturan tanaman yang terang, dipagari berbagai jenis tanaman sayuran, rempah, hingga pohon yang berukuran sedang. Lahan tegalan berupa lahan kering berbentuk datar sampai berbukit, berlokasi masih dalam satu desa dengan tempat tinggal. Dalam penelitian ini praktek hutan rakyat di batasi pada pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan di lahan talun, dan tegakan penyusunnya ditanam oleh masyarakat. Data penyusun tegakan hutan rakyat dan praktek pengelolaannya diambil dari dua lokasi. Lokasi pertama yaitu di desa Masarang, bentuk lapangan, datar, berbukit hingga curam, terbentang luas dari kaki hingga punggung gunung yang berbatasan langsung dengan hutan lindung masarang. Laha n berstatus hak milik pada yayasan masarang. Tegakan di lokasi Masarang berpola hutan rakyat murni, (kemudian dalam penelitian ini di sebut Masarang). Lokasi kedua dengan pola kebun-campuran, mewakili hutan rakyat campuran, bentuk lapangan datar dan berbuk it sampai curam berlokasi di kecamatan Tareran, dengan hak kepemilikan lahan bersifat perorangan dengan luas lahan minimum 0,25 ha. Umumnya pohon dominan yang ditanam oleh masyarakat dari berbagai tipe penggunaan lahan baik pola tegakan murni dan campuran adalah pohon jenis cempaka dan wasian, yang merupakan pohon endemik Sulawesi (Lampiran 2). Komposisi jenis pohon penyusun tegakan hutan rakyat dengan pola tegakan murni di Masarang di dominasi jenis pohon cempaka (Elmerrillia ovalis) dan jenis wasian (Elmerrillia celebica) sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 4. Hasil sensus ditemukan sebanyak 17 jenis pohon yang menyusun tegakan hutan rakyat murni di Masarang dengan jenis dominan adalah cempaka dan wasian.
41
Tabel 4 Komposisi jenis pohon tegakan hutan rakyat di Masarang No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Total
Jenis Cempaka Wasian Aren Nantu Mahoni Kopi Cengkeh Kelapa Walantakan Lamtoro Kaliandra Pakoba Petai cina Durian Langsat Bambu Pisang
Nama Ilmiah Elmerrillia ovalis Elmerrillia celebica Arenga pinnata Palaquium obstusifolium Swietenia macrophylla Coffea robusta Eugenia aromaticum Cocos nucifera Leucaena glauca Calliandra calothyruss Knema tomentell Leucaena leucocephala Durio zibethinus Aglaia domestica Bamboo Musa paradisiaca
Hasil/manfaat kayu komersil kayu komersil nira, buah, kulit kayu komersil kayu komersil kayu, buah kayu, buah kayu, buah kayu kayu bakar kayu bakar kayu, buah buah, daun kayu, buah kayu, buah kayu, sayur batang, buah
KR (%) 42,0 38,0 3,2 2,4 2,3 2,2 2,1 2,0 0,9 0,9 0,8 0,7 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 100,00
FR (%) 41,00 37,10 5,10 3,10 3,00 1,50 1,45 1,40 1,30 1,20 1,15 0,60 0,60 0,60 0,50 0,30 0,20 100,00
Pada tegakan murni di Masarang, frekuensi relatif jenis wasian (E. celebica) dan cempaka (E. ovalis) mencapai 78,1% dari seluruh jenis pohon yang ditemukan. Jenis lain yang ditemukan adalah aren, nantu, cengkeh, mahoni, dan kelapa. Pada tegakan hutan rakyat murni jenis cempaka dan wasian adalah yang paling dominan, karena praktek hutan rakyatnya terutama berorientasi untuk menghasilkan kayu cempaka dan wasian. Pada pola kebun campuran di Tareran, frekuensi relatif (FR) jenis pohon lebih beragam dan tersebar ke dalam beberapa jenis, tetapi masih di dominasi terutama jenis wasian dengan frekue nsi relatif 25,30%, dan cempaka dengan frekuensi relatif 20,20%, kemudian diikuti jenis lainnya seperti nantu, mahoni, kopi, cengkeh serta kelapa. Jenis-jenis tersebut umumnya memiliki frekuensi relatif yang tidak jauh berbeda. Dibandingkan di Masarang, hutan rakyat kebun campuran di Tareran selain untuk menghasilkan kayu dengan jenis yang beragam, juga dikombinasikan dengan jenis penghasil buah atau hasil non kayu lain. Komposisi jenis yang ditemukan di kedua lokasi tersebut tergolong pohon berkayu, jenis pisang dan bambu belum termasuk jenis lain berbentuk herba atau tanaman semusim yang juga ditemukan di kedua lokasi penelitian. Pada bagian bawah tegakan dimana lahan talun tersebut masih terbuka, umumnya oleh petani ditanami dengan berbagai tanaman pangan seperti ubi kayu, jagung dan tumbuhan
42
rempah atau obat. Tabel 5 menyajikan komposisi jenis pohon penyusun tegakan hutan rakyat pola kebun-campuran di Tareran. Tabel 5 Komposisi jenis pohon tegakan hutan rakyat di Tareran No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 Total
Jenis Wasian Cempaka Nantu Mahoni Cengkeh Kopi Aren Pakoba Kelapa Langsat Pala Mangga Kayu manis Alpukat Durian Cokelat Sengon Pangi Kemiri Nangka Bambu Pisang Pepaya Jambu air Melinjo Jambu biji Petai cina Lamtoro Sirsak Walantakan Lemon Belimbing Matoa
Nama Ilmiah Elmerrillia celebica Elmerrillia ovalis Palaquium obstusifolium Swietenia macrophylla Eugenia aromaticum Coffea robusta Arenga pinnata Knema tomentell Cocos nucifera Aglaia domestica Myristica fragrans Mangifera indica Cinnamomum zeylanicum Persea americana Durio zibethinus Theobroma cacao Paraserianthes falcataria Pangium edula Aleurites molluccana Artocarpus heterophyllus Bambusa Sp. Musa paradisiaca Carica papaya Gnetum gnemon Psidiun guajava Leucaena leucocephala Leucaena glauca Anona muricana citrus lemon Averrhoa belimbi Pometia pinnata
Hasil/manfaat kayu komersil kayu komersil kayu komersil kayu komersil kayu, buah kayu, buah nira, buah buah, kayu kayu, buah kayu, buah kayu, buah, biji kayu, buah kayu, kulit buah kayu, buah buah kayu daun kayu, buah kayu buah kayu, tunas batang, buah buah, daun buah buah, daun kayu, buah kayu, buah kayu buah kayu buah, daun buah, daun buah
KR(%) 26,0 20,0 5,0 5,0 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,0 1,0 0,8 0,8 0,7 0,7 0,6 0,6 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 100
FR(%) 25,30 20,20 6,70 6,60 6,50 4,50 4,50 4,50 4,50 3,50 2,80 0,90 0,90 0,90 0,90 0,80 0,80 0,75 0,75 0,70 0,50 0,30 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 100
Namun demikian di beberapa tempat ditemukan hutan rakyat murni dengan jenis cempaka dan wasian yang cenderung monokultur, selain hutan rakyat murni yang telah lama dikenal masyarakat seperti perkebunan kelapa dan cengkeh. Frekuensi kehadiran jenis pohon cempaka, wasian, kelapa, cengkeh, dan kopi pada berbagai jenis lahan (diluar persawahan) di Minahasa berkisar 25–30% (BPS 2001). Kecenderungan masyarakat untuk menanam jenis-jenis pohon tersebut,
43
karena praktek hutan rakyatnya berorientasi pada kombinasi hasil kayu dan tanaman keras, dimana kayu jenis tersebut merupakan konsumsi terbesar industri rumah panggung juga merupakan pohon adat dimana setiap pemilik lahan wajib memiliki jenis wasian atau cempaka. Keragaman jenis pada setiap lokasi hutan rakyat bersifat khas dan berbeda satu dengan lainnya sebagaimana dilaporkan oleh beberapa penelitian lain. Ginoga et al (2002) melaporkan bahwa di Tasikmalaya dan Ciamis hanya ditemukan 11 jenis dan 28 jenis pohon penyusun tegakan hutan rakyat. Sedangkan Rusolono (2006) melaporkan pada praktek hutan rakyat pola agroforestri dengan basis pohon sengon di lahan tegalan, penyusun tegakan agroforestri murni di Pacekelan di temukan 25 jenis pohon, dan penyusun tegakan agroforestri kebun campur di Kertayasa ditemukan 62 jenis pohon, yang berarti lebih tinggi dari penelitian ini. Variasi pengelolaan ini menghasilkan keragaman tipologi dan komposisi hutan rakyat antar daerah berbeda, dengan ciri khasnya masing- masing. Tabel 6 Karakteristik umum pola hutan rakyat di Masarang dan Tareran. Parameter Komposisi jenis
Stratifikasi tajuk Pola tanam
Hasil utama
Karakteristik Tegakan Hutan rakyat Masarang Tareran Jenis lebih homogen, dominan jenis cempaka, wasian dan sedikit jenis lain Tajuk berlapis
Jenis campuran kombinasi berbagai tipe daur, pohon buah dan tanaman semusim Tajuk berlapis multi strata
Menyesuaikan dengan naungan cempaka dan wasian, permudaan buatan Kayu jenis wasian, cempaka dan aren serta jenis kain yang sudah tunbuh secara alami.
Tidak bergantung dengan jenis lain, permudaan buatan dan alami untuk jenis tertentu. Kayu jenis wasian dan cempaka, serta jenis kayu lain kombinasi daur pendek dan panjang, tanaman keras serta tanaman pangan. Kombinasi ada yang di olah secara intensif dan ada pula yang tidak di olah, tergantung pada topografi, jarak dan jenis tanahnya. Datar, hingga bergunung sampai curam (>45%).
Praktek pengelolaan
Lebih intensif, seperti olah tanah, penanaman dan pemeliharaan tetapi hanya jenis pohon dominan.
Topografi
Datar, berbukit dengan lereng (25 – 45% ), hingga curam dan berbatasan dengan hutan lindung. Rata-rata pemilikan lebih luas minimum 1 ha, dan untuk lokasi Masarang ini milik yayasan.
Kepemilikan lahan
Rata-rata pemilikan lebih sempit, minimum 0.25 ha.
Secara umum praktek hutan rakyat di kedua lokasi dilakukan pada bentang lahan yang relatif sama, tetapi secara prinsip berbeda terutama dalam cara-cara pengelolaannya. Perbedaan meliputi cara penyiapan lahan, pemilihan jenis, cara
44
penanaman dan intensitas pemeliharaan dan pemanfaatan hasil. Pada Tabel 6 di atas menunjukkan beberapa perbedaan praktek yang dilakukan di kedua lokasi. Adanya ciri khas yang tampak dari karakteristik praktek hutan rakyat yang dilakukan di kedua lokasi penelitian ini, maka pembahasan selanjutnya praktek hutan rakyat di Masarang mewakili praktek hutan rakyat murni dan hutan rakyat di Tareran mewaliki praktek hutan rakyat dengan pola kebun campuran.
Karakteristik Tempat Tumbuh Tegakan Hutan Rakyat Sebagian besar praktek hutan rakyat di Minahasa dilaksanakan dalam bentang alam yang relatif sama dengan penciri utama adalah hutan rakyat yang berada pada lahan kering yang dalam sistem tataguna lahan desa diklasifikasikan sebagai lahan talun (kebun ladang), jenis lahan ini menempati areal terluas hingga 75% dan 65% dari luas keseluruhan wilayah Masarang dan Tareran. Bahkan 70% ciri khas lahan di Minahasa adalah bergelombang hingga bergunung. Tipologi lapangan kedua areal penelitian ini umumnya permukaan lahannya datar, hingga landai sampai curam, dengan kemiringan 15 – 45%, pada beberapa lokasi lahan di Tareran kemiringan mencapai >45%. Kawasan hutan rakyat ini tumbuh pada ketinggian antara 750-1100 m dpl. Keadaan iklim di Minahasa termasuk di kedua lokasi dari klasifikasi iklim (menurut Schmidt & Ferguson) termasuk dalam tipe iklim B dan B, dengan 2-3 bulan kering dalam setahun, intensitas curah hujan di Masarang 31 mm/hari hujan, intensitas hujan ini lebih tinggi dibandingkan di Tareran yang hanya 23 mm/hari hujan, dengan rata-rata curah hujan lebih dari 3000 mm/tahun. Bentang alam Kabupaten Minahasa di dominasi kawasan pegunungan dengan beberapa gunung api aktif. Ciri utama tanahnya berasal dari bahan vulkanis. Jenis tanah yang menyusun tegakan di Masarang tumbuh di atas tanah andosol, sedangkan di Tareran tumbuh pada tanah andosol dan latosol (klasifikasi tanah menurut Puslittan 1983) dan hasil laboratorium. Tanah andosol adalah tanah yang terbentuk dari hasil letusan gunung api. Beberapa sifat dari tanah andosol memiliki kedalaman solum yang dalam, stratifikasi lapisan horison tidak nampak, tanah relatif sangat remah, memiliki bobot isi tanah yang sangat rendah, nilai permeabilitas yang tinggi, menyerap air banyak, kapasitas tukar kation yang tinggi
45
dan mengandung banyak bahan organik, serta memiliki kadar abu yang tinggi dengan persediaan unsur hara yang cukup. Tanah latosol terbentuk dari batuan asam menengah, berwarna kemerahmerahan atau kekuningan. Tanah didominasi oleh liat kaoliinit dan berbagai oksida besi serta oksida aluminium yang terhidrat sampai tingkat yang berbedabeda. Tanah latosol pada daerah dengan curah hujan tinggi, bila tercuci berlebihan dan bersifat asam menjadi oksisol, memiliki KTK yang agak rendah, keberadaan unsur hara yang tersimpan sangat tergantung pada keberadaan bahan organiknya. Pada Tabel 7 menyajikan informasi tentang ciri tapak dan sifat-sifat tanah dari lokasi penelitian di Masarang dan Tareran. Terdapat perbedaan sifat fisik dan kimia tanah di kedua lokasi penelitian atas dasar hasil analisis tanah. Tanah di Tareran memiliki kadar air 58,65 %, lebih tinggi dibandingkan dengan kadar air di Masarang sebesar 49,94 %, ini menunjukkan bahwa tanah di Tareran menyimpan air lebih banyak, dibandingkan dengan tanah di Masarang, sedangkan bulk density di Tareran lebih rendah. Kelas tekstur tanah di Tareran bertekstur lempung, yang umumnya didominasi oleh debu dan liat, dengan proporsi pasir debu liat yang hampir sama. Sedangkan tanah di Masarang di dominasi oleh liat dan debu yang masuk kedalam tekstur tanah liat sampai berdebu atau bertekstur liat karena lebih dari 41% tanahnya mengandung liat dengan sangat sedikit unsur pasir (<19%), yang menyebabkan tanahnya agak padat dan sedikit menahan air. Ciri tempat tumbuh ini bersifat khas pada suatu lokasi dan berbeda dengan lokasi lainnya. Perbedaan ini berkaitan dengan riwayat pengelolaan lahan sebelumnya. Tanah merupakan medium dari mana tanaman secara normal memperoleh nutriennya. Nutrien tanah tersebut berupa komposisi bahan organik seperti unsur– unsur dan senyawa-senyawa ion. Kadar pH tanah di Tareran cenderung lebih asam di bandingkan dengan tanah di Masarang. Secara umum bahan organik tanah di Tareran lebih baik dibandingkan dengan tanah di Masarang. Kadar Ntotal (nyata, p < 0,05), dan kandungan C (nyata, p > 0,05) berbeda nyata, kadar Ptersedia, dan C-Organik, (sangat nyata, p < 0,01). Sedangkan kandungan K-total, KTK, dan C/N (tidak nyata, p> 0,05). Perbedaan kadar N-total di kedua lokasi ini mungkin disebabkan variasi waktu pengelolaan yang telah berlangsung lama.
46
Tabel 7
Sifat-sifat Fisika, Kimia Tanah dan Ciri-ciri Tempat Tumbuh Tegakan hutan rakyat di Masarang dan Tareran Lokasi Masarang
Sifat Tanah dan Ciri Tapak Tumbuh
Kedalaman 0-10 cm
Kedalaman 10-20 cm
Lokasi Tareran Kedalaman 0-10 cm
Kedalaman 10-20 cm
Sifat Fisik Tanah* Kadar Air (%)**
49,94 (7,55)
49,00 (2,67)
58,65 (4,51)
59,00 (4,56)
0,85 (0,10)
0,80 (0,05)
0,72 (0,12)
0,70 (0,12)
Pasir (%)**
19,46 (7,31)
18,09 (8,71)
28,80 (1,78)
28,21 (1,51)
Debu (%)**
34,79 (7,19)
35,29 (7,80)
44,62 (6,86)
45,80 (1,36)
Liat (%)**
45,75 (8,71)
46,62 (6,50)
26,58 (7,00)
26,10 (1,50)
pH H2 O**
4,60 (0,31)
4,28 (0,55)
5,01 (0,51)
5,08 (0,18)
pH KCl**
3,75 (0,56)
3,66 (0,47)
4,01 (0,65)
4,19 (0,12)
C-Organik (%)**
2,91 (2,32)
2,05 (0,77)
3,42 (0,52)
2,58 (0,11)
N Total (%)*
0,26 (1,06)
0,24 (0,24)
0,31 (0,14)
0,27 (0,28)
10,50 (2,58)
10,00 (0,96)
12,24 (1,30)
11,30 (1,92)
0,40 (0,25)
0,30 (0,40)
0,64 (0,39)
0,49 (0,28)
4,66 (2,5)
3,90 (2,40)
7,8 (1,48)
6,90 (0,75)
KTK (me/100 g)
21,92 (5,69)
19,50 (4,36)
25,96 (6,57)
23,55 (5,33)
Kandungan C (ton/ha)*
61,5 (12,40)
48,7 (7,80)
70,1 (10,24)
52,8 (6,29)
Jenis Tanah (Puslittan 1983, FAO 1974)
Andosol / Andosol
Kemiringan lapang
15 – 45 % (landai – curam)
Elevasi (m/dpl)
930 - 1050
15 – 70 % (landai – sangat curam) 750 – 910
Curah hujan & hari hujan
4910 mm/tahun (190 hari)
3975 mm/tahun (186 hari)
Tipe Iklim (Scmidt & Ferguson)
B = ( Q = 32 %)
B = ( Q = 30%)
3
Bulk Density (g/cm )**
Sifat Kimia Tanah *
C/N Rasio
tn
K Total (ppm)
tn
P tersedia (Bray 1) (ppm)** tn
Andosol / Andosol
Data uji beda antar lokasi. Data 10 contoh lokasi pengambilan contoh tanah. Angka dalam tanda kurung menyatakan simpangan baku. ** = berbeda sangat nyata (p<0.01), * = berbada nyata (p<0.05), tn = tidak berbeda nyata (p>0.05).
Dengan memperhatikan karakteristik tempat tumbuh, sifat-sifat fisika dan kimia tanah yang dimiliki kedua lokasi penelitian di atas. Kualitas tempat tumbuh, tempat tumbuh hutan rakyat tegakan campuran di Tareran lebih baik daripada tempat tumbuh hutan rakyat murni di Masarang. Keadaan ini erat kaitannya dengan sejarah pengelolaan lahan hutan rakyat di kedua lokasi penelitian. Hutan rakyat Tareran telah berlangsung lebih dari 35 tahun yang lalu, sedangkan di Masarang baru berkembang kembali tetapi sudah berumur kurang lebih 10 tahun terakhir, setelah sekitar duapuluh tahun berupa lahan tidur. Kandungan karbon tanah yang cukup tinggi yang terdapat di kedua lokasi penelitian ini memberikan
47
indikasi telah berlangsungnya dekomposisi karbon yang cukup lama dari vegetasi pohon berkayu, yang akan berbeda dengan lahan yang tidak bervegetasi. Kondisi pengelolaan hutan rakyat di Masarang dapat dijadilan sebagai baseline untuk pengelolaan proyek aforestasi dan reforestasi, karena kondisi lahan dahulunya (berupa padang alang-alang tanpa vegetasi dan kualitas tempat tumbuh yang rendah) telah terdegradasi dan miskin hara, sebagai akibat aktifitas pembukaan lahan dan peladangan berpindah oleh petani. Selang waktu delapan tahun telah berhasil mengembalikan fungsi lahan, lewat kegiatan penanaman kembali pohon terutama jenis pohon endemik cempaka dan wasian.
Karakteristik Struktur Tegakan Hutan Rakyat Pengetahuan akan bentuk sebaran tegakan sangat diperlukan terutama untuk keperluan pendugaan dimensi tegakan. Struktur tegakan hutan menyatakan sebaran jumlah pohon pada berbagai kelas diameter, atau secara matematis dapat dituliskan sebagai hubungan fungsional antara diameter (D) dengan jumlah pohon per satuan luas atau sering dinamakan sebagai kerapatan pohon per hektar (N) atau di tulis dalam persamaan matematis : N = f (D) (Suhendang 1985). Secara umum setiap tipe hutan akan cenderung memiliki struktur tegakannya sendiri. Hutan rakyat dalam sejarahnya dibangun melalui penanaman buatan seperti dalam pengeloaan hutan tanaman, namun struktur tegakan yang dihasilkan sangatlah berbeda dengan hutan tanaman. Hutan tanaman yang dalam pengelolaannya dibangun dengan penetapan daur dan pengaturan penanaman dan pemanenan secara teratur umumnya membentuk tegakan seumur dengan struktur tegakan mendekati bentuk simetris (Husch et al. 2003; Davis et al. 2001 dalam Rusolono 2006). Hutan rakyat cenderung mendekati struktur tegakan tidak seumur, dimana sebaran pohonnya akan membentuk kurva menyerupai huruf Jterbalik (Meyer 1952 dalam Davis et al. 2001). Struktur tegakan semacam ini terjadi secara alami (hutan alam). Kecenderungan struktur tegakan hutan rakyat menyerupai kurva huruf Jterbalik erat kaitannya dengan praktek pengelolaan tegakan yang dilakukan petani. Dalam praktek pengelolan hutan rakyat baik di Masarang dan Tareran, walaupun tegakan dibangun lewat penanaman, tetapi petani tidak menerapkan
48
sistem tebang habis dalam pemanenan kayunya. Penebangan hanya dilakukan dalam periode tertentu bila ukuran pohon telah sesuai permintaan pasar, atau bila ada kebutuhan untuk membangun rumah, atau karena pohon tersebut telah menghalangi pohon lainnya. Sistem tebang habis biasanya dilakukan bila lahan tersebut akan diremajakan pohon untuk tanaman lain seperti cengkeh atau kopi atau jenis pohon tertentu. Biasanya pada tunggak sisa penebangan akan tumbuh tunas-tunas baru (trubusan) yang akan menggantikan pohon yang telah di tebang, atau dengan sengaja di lakukan penanaman kembali untuk mengoptimalkan areal yang kosong. Pada praktek demikian, persoalan konsep daur tunggal untuk tanaman menjadi tidak jelas, karena antara penanaman dan penebangan di lakukan dalam lahan yang sama dan dilakukan kapan saja sehingga setiap individu pohon memiliki daur tersendiri. Praktek pengelolaan hutan rakyat di kedua lokasi ini merupakan bentuk adaptasi yang di lakukan petani dalam mengatasi masalah keterbatasan kepemilikan lahan serta tekanan secara ekonomi untuk mendapatkan hasil dari kayu dalam waktu yang lebih pendek dari berbagai kombinasi jenis pohon dan tanaman yang ada tanpa harus menunggu pohon mencapai umur tebangnya. Tabel 8 Persamaan struktur tegakan jenis pohon dominan di hutan rakyat. Persamaan Jenis wasian di Masarang LogN = 3.32 - 1.44 LogD Jenis cempaka di Masarang LogN = 3.60 - 1.46 LogD Jenis cempaka di Tareran LogN = 4.56 - 2.04 LogD Jenis wasian di Tareran LogN = 4.83 - 2.22 LogD Jenis lain di Tareran LogN = 4.11 - 1.93 LogD
R2
s
PRESS
F
97,9
0,0840
0,1283
382,65
93,4
0,1583
0,5848
142,36
99,1
0,0581
0,0636
1449,62
98,1
0,0883
0,1262
687,84
99,5
0,0297
0,0142
1531,51
N adalah kerapatan pohon/hektar atau jumlah jenis pohon tertentu berdasar kelas diameter, D adalah diameter rata-rata.
49
Kerapatan Pohon di Masarang
Kerapatan Pohon (pohon/ha)
800
700
600
500
400
300
200
100
0 0-5
5 - 10
10 15
15 - 20
20 - 25
25 - 30
30 - 35
35 - 40
> 40
Diameter Wasian
Cempaka
(a) Kerapatan beberapa jenis pohon di Tareran 1200
1000
800
600
400
200
0 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
> 50
Diameter Was
Cem
Nan
Mah
Ceng
Pako
Kel
(b) Gambar 7 Sebaran diameter beberapa jenis pohon (a) di Masarang, dan (b) di Tareran. Pada Gambar 7 memperlihatkan bahwa struktur tegakan hutan rakyat di kedua lokasi untuk jenis pohon Elmerrillia sp dan jenis lain (kategori pohon kayu) membentuk hutuf J-terbalik. Secara umum pohon-poho n di Masarang lebih rapat, dibandingkan dengan pohon-pohon di Tareran ditanam lebih jarang. Tabel 8 menampilkan persamaan struktur tegakan jenis pohon dominan di kedua lokasi.
50
Keragaman Potensi Biomassa Tegakan Hutan Rakyat Biomassa tegakan diukur untuk menentukan berapa tingkat produktifitas hutan dari pohon jenis cempaka (E. ovalis) dan jenis wasian (E. celebica). Potensi biomassa ini diperkirakan berdasarkan jumlah bahan organik batang, cabang, ranting, akar, kulit, daun dan buah per hektar dari setiap pohon jenis dominan yang menyusun tegakan hutan rakyat tersebut. Besarnya biomassa pada tegakan hutan rakyat akan dipengaruhi oleh kerapatan pohon, rata-rata tinggi dan diameter dari jenis-jenis yang dominan, serta faktor lingkungan tempat tumbuh yang berkorelasi positif dengan potensi biomassa tegakan dari jenis dominan tersebut. Potensi Kandungan Biomassa Tegakan Jenis E. celebica dan E. ovalis. Besarnya potensi serapan karbon praktek hutan rakyat ditentukan melalui besarnya persediaan biomassa yang terdapat dalam tegakan penyusun hutan rakyat tersebut. Biomassa bisa bersumber dari pohon-pohon penyusun tegakan, tanaman atau tumbuhan di bawah tegakan, tumbuhan bawah, tunggak, serasah kasar dan bahan organik tanah. Dalam penelitian ini biomassa yang diperhitungkan meliputi biomassa yang berada di atas dan di bawah permukaan tanah. Sebanyak 30 pohon cempaka dan wasian dari berbagai ukuran dipilih sebagai pohon contoh untuk menyusun persamaan alometrik penduga biomassa pohon cempaka dan wasian. Jumlah pohon tersebut cukup memadai untuk syarat penyusunan sebuah persamaan biomassa jenis pohon tertentu, sebagaimana disarankan MacDikken (1997). Ketterings et al. (2001) menggunakan 29 pohon contoh dari berbagai jenis di hutan tropis sekunder untuk menyusun persamaan alometrik yang bisa berlaku lebih umum, menggunakan variabel berat jenis. Hilmi (2003) menggunakan 40 pohon contoh untuk membangun model penduga pohon di hutan mangrowe untuk 3 jenis pohon, dan Rusolono (2006) menggunakan 30 pohon contoh jenis sengon untuk tegakan agroforestri. Jumlah contoh yang relatif besar hingga >100 pohon dilakukan oleh Brown (1997) yang diperlukan untuk menyusun alometrik biomassa pohon yang berlaku secara umum untuk jenis-jenis hutan tropis. Tabel 9 dan 10 memperlihatkan sebaran dimensi dan biomassa dari 30 pohon contoh jenis cempaka dan wasian.
51
Tabel 9
Karakteristik 15 pohon contoh yang digunakan untuk menyusun persamaan alometrik biomassa jenis Wasian (E. celebica)
Diameter dbh (cm)
6,85 – 37,20
20,21
Simpangan Baku 9,55
Tinggi Total (m)
6,50 – 29,25
15,10
8,44
2,18
Tinggi bebas cabang (m)
2,60 – 16,30
10,15
4,96
1,28
5,5 – 130,0
59,0
48,3
12,5
2,00 – 15,00
6,87
3,5
0,904
0,0028 – 0,1964
0,0627
0,0630
0,0163
Biomassa batang (kg)
11,2 – 765,1
221,7
233,7
60,3
Biomassa cabang (kg)
2,5 – 209,1
46,5
56,6
14,6
Biomassa ranting (kg)
0,98 – 89,02
22,50
25,85
6,67
Biomassa daun (kg)
2,59 – 49,34
20,46
14,32
3,70
Biomassa buah (kg)
0,00 – 11,75
1,83
3,90
1,01
Biomassa kulit (kg)
0,86 – 83,20
22,04
23,96
6,19
Biomassa akar (kg)
2,6 – 165,3
44,1
53,0
13,7
Biomassa total (kg)
21,0 – 1362,0
379,1
403
104
Dimensi Pohon
2
Luas Tajuk (m ) Umur (tahun) 2
Basal Area (m )
Kisaran
Rata-rata
Simpangan Baku Rataan 2,47
Tabel 10 Karakteristik 15 pohon contoh yang digunakan untuk menyusun persamaan alometrik biomassa jenis Cempaka (E. ovalis)
Diameter dbh (cm)
7,50 – 50,00
21,00
Simpangan Baku 11,59
Tinggi Total (m)
6,50 – 28,55
12,05
7,65
1,97
3,0 – 16,01
9,82
3,99
1,03
4,10 – 132,0
51,22
36,11
9,32
2,0 – 25,0
10,05
4,74
1,22
0,0039 – 0,1994
0,0715
0,0716
0,0185
Biomassa batang (kg)
7,3 – 1330,7
280,5
355,8
91,9
Biomassa cabang (kg)
1,9 – 386,9
67,9
99,3
25,6
Biomassa ranting (kg)
0,9 – 273,0
39,6
68,5
17,7
Biomassa daun (kg)
1,89 – 85,69
23,54
21,03
5,43
Biomassa buah (kg)
0,00 – 16,42
2,83
5,90
1,52
Biomassa kulit (kg)
0,8 – 198,0
32,9
50,5
13,0
Biomassa akar (kg)
1,3 – 300,0
66,8
79,1
20,4
Biomassa total (kg)
14,0 – 2591,0
514,2
674,0
174
Dimensi Pohon
Tinggi bebas cabang (m) 2
Luas Tajuk (m ) Umur (tahun) 2
Basal Area (m )
Kisaran
Rata-rata
Simpangan Baku Rataan 2,99
Tabel 9 dan 10 memperlihatkan kisaran diameter jenis wasian 6,85–37,20 cm, sedangkan jenis cempaka kisaran diameter 7,50-50,00 cm. Kelas diameter
52
pohon contoh terbanyak berada dalam kelas diameter 10-25 cm dengan umur dominan diantara 3–8 tahun, yang merupakan ukuran pohon terbanyak di lokasi hutan rakyat. Dominannya umur dan kelas diameter kedua jenis pohon tersebut, disebabkan tegakan penyusun di kedua lokasi relatif memiliki periode tanam yang sama. Biomassa bagian-bagian pohon dinyatakan dalam bobot kering, yang dihitung dari hasil penimbangan bobot basah bagian pohon, sebagaimana tercantum dalam Lampiran 3. Bagian batang pohon merupakan komponen terbesar penyusun biomassa pohon, untuk jenis wasian (58,5%) adalah biomassa batang, diikuti dengan bagian cabang (13,5%), akar (10,5%), kulit (5,8%), ranting (5,9%), daun (5,3%) dan buah (0,5%), untuk jenis cempaka, bagian batang (54,8%), cabang (14,0%), akar (11,9%), kulit (6,4%), ranting (7,7%), daun (4,6%), dan buah (0,6%). Sedangkan Rusolono (2006), melaporkan bahwa rata-rata komponen biomassa terbesar pohon sengon dari bagian batang (76%), cabang (14%), ranting (7,2%) dan daun (6,6%). Beberapa penelitian yang telah dilakukan terhadap beberapa jenis pohon, secara konsisten menunjukkan bahwa lebih dari 75% biomassa pohon bagian atas berasal dari bagian batang, sedangkan yang terendah adalah pada bunga dan buah. Besarnya biomassa pada batang berkaitan erat dengan hasil produksi pohon yang didapat melalui proses fotosintesis yang umumnya disimpan pada batang. Deskripsi proporsi biomassa per bagian pohon dapat dilihat pada Gambar 9.
54%
58%
11%
12%
6% 1% 5% Batang
Cabang
Ranting
6%
13%
6% Daun
Buah
Kulit
14% 5%
8%
Akar
Batang
(a)
1%
Cabang
Ranting
Daun
Buah
Kulit
Akar
(b)
Gambar 8 Perbandingan proporsi rata-rata biomassa bagian pohon contoh terhadap total biomassa bagian atas dan akar untuk (a) pohon jenis wasian dan (b) pohon jenis cempaka.
53
Tabel 11 berisi rangkuman beberapa hasil riset tentang sebaran biomassa bagian atas menurut jaringan pohon pada beberapa jenis pohon di hutan tanaman, sebagaimana yang dirangkum oleh Rusolono (2006). Tabel 11 Sebaran biomassa pohon menurut bagian-bagian jaringan pohon pada beberapa jenis pohon hutan tanaman* (Rusolono 2006) Jenis, Lokasi Tectona grandis, Brazil Tectona grandis, Jawa Tengah Swietenia macrophylla, Jawa Barat Acacia mangium, Sumatera Selatan Pinus merkusii, Jawa Barat Paraserianthes falcataria, Jawa Barat
Batang 75,3
Persentase biomassa (%) pada Cabang Ranting Daun 19,3 1,5 3,8
Sumber Kraenzel et al. (2003) Hendri (2001)
78,9
14,5
5,9
0,6
78,0
16,9
2,5
2,6
79,9
10,7
4,7
5,0
82,7
11,5
3,8
2,0
Adinugroho (2002) Wicaksono (2004) Hendra (2002)
76,4
13,7
5,7
4,2
-
Karakteristik lainnya yang diamati dalam penelitian ini adalah sifat fisik berat jenis dan kadar air. Kadar air merupakan berat air yang dinyatakan dalam persen air terhadap berat kayu atau berat kering tanur (BKT). Variasi kadar air ini ditentukan oleh kemampuan kayu dan masa kayu untuk menyimpan air. Berat jenis kayu adalah salah satu sifat fisika kayu yang paling penting. Berat jenis adalah perbandingan berat jenis bahan dengan berat jenis air. Tabel 11 menunjukkan rata-rata berat jenis dan kadar air dari pohon contoh. Terjadinya variasi sifat fisik pohon, baik berat jenis, dan kadar air ini disebabkan adanya perbedaan jenis, umur, kela s diameter, bagian tanaman dan tahapan pertumbuhan. Komponen jaringan batang umumnya memiliki potensi berat jenis yang lebih tinggi dibandingkan dengan bagian pohon lainnya, sebaliknya kadar air pada bagian batang adalah yang paling kecil bila dibandingan dengan bagian pohon lainnya. Jenis E. celebica memiliki berat jenis dan kadar air bagian batang (0,676) dan (36,3%), cabang BJ (0,641) KA (37,01%), ranting BJ (0,611) dan KA (38,2%), daun BJ (0,492) dan KA (41,8%), buah BJ (0,481) dan KA (40,1%), kulit BJ (0,615) dan KA (39,5%) dan akar BJ (0,620) dan KA (40,1%). Untuk jenis E. ovalis BJ batang terbesar, yaitu (0,432), BJ daun (0,381) sedangkan KA terbesar pada daun (68,4%) dan paling rendah adalah bagian batang (58,5%).
54
Tabel 12 memperlihatkan bahwa pada kelas diameter yang lebih besar, berat jenis pohon akan semakin besar dibandingkan dengan kelas diameter yang rendah, tetapi kadar air pohon akan memiliki kecenderungan yang berbeda dimana semakin besar kelas diameter maka nilai kadar air akan semakin berkurang. Kecenderungan tersebut erat kaitannya dengan produktifitas pohon seiring dengan bertambahnya umur pohon, sehingga variasi umur dan diameter dapat mempengaruhi produksi kayu (Rozalen, 1987, Tsoumis 1991). Tabel 12 Berat jenis dan kadar air rata-rata untuk jenis pohon contoh Jenis Pohon Cempaka (E. ovalis)
Wasian (E. celebica)
Bagian pohon Batang Cabang Ranting Daun Kulit Akar Batang Cabang Ranting Daun Kulit Akar
Berat jenis 0.432 0.381 0.368 0.381 0.353 0.368 0.676 0.641 0.611 0.492 0.615 0.620
Kadar air (%) 58.532 62.624 63.046 68.425 63.021 65.149 36.337 37.011 38.225 41.775 39.505 40.114
Model Penduga Biomassa Tegakan Jenis Elmerrillia sp. Model penduga biomassa yang digunakan dalam pembentukan model ini didasari pada model persamaan alometrik, yang dikembangkan dari model persamaan regresi Y = f (ς ,θ ) + ε , Draper & Smith (1991). Model penduga yang di dapat dari penelitian adalah model intrinsik linier (intrinsically liniear) yang berbentuk geometrik yang dapat dilinierkan melalui transformasi logaritmik. ^
Bentuk umum model geometrik : Y = α X
β
.
Secara umum biomassa pohon ditentukan secara tidak langsung melalui persamaan alometrik yang disusun untuk menduga biomassa pohon. Beberapa persamaan alometrik yang telah dikembangkan oleh Brown (1987); Brown et al. (1989); Ketterings et al. (2001) untuk jenis-jenis pohon di hutan tropis. Sebanyak 30 pohon contoh dipilih yang mewakili jenis pohon penyusun tegakan hutan rakyat, model alometrik penduga biomassa pohon untuk jenis Elmerrillia sp, disusun secara khusus, karena jenis tersebut adalah jenis pohon dominan yang
55
ditanam di kedua lokasi hutan rakyat, dan di Minahasa umumnya serta belum tersedia persamaan alometriknya. Jenis lain yang dilihat persamaan alometriknya adalah Palaquium sp dan Eugenia aromaticum. Model persamaan alometrik dibangun dari asumsi adanya hubungan fungsional yang signifikan antara biomassa pohon atau bagian jaringan pohon dengan dimensi pohon. Hubungan ini diperiksa dengan menggunakan modelmodel persamaan yang di cobakan. Dimensi pohon yang digunakan mencakup alometrik yang menggunakan satu peubah dimensi, dan dua peubah dimensi. Model persamaan yang diperoleh : ^
1. Log Y = log α + β log Di + ε i ...........................................
(1)
^
2. Log Y = log α + β log Di + γ log H i + ε i
.........................
(2)
^
3. Y = α + βD + γ D 2ε i ......................................................... (3) dimana : Y = taksiran biomassa (ton/hektar); α , β , γ = parameter regresi; D = diameter pohon (Dbh) (cm); H = tinggi pohon (m); ε i = galat ke-i. Persamaan (1) merupakan persamaan yang banyak digunakan oleh peneliti (Zianis & Menccucini 2004; Brown 1997; Milena & Markku 2005; Jenkis et al 2003; Rusolono 2006), dan memenuhi persyaratan ketelitian serta kepraktisan, persamaan (2) adalah perluasan dari persamaan (1) dengan menambahkan peubah tinggi pohon. Persamaan (3) adalah persamaan polinom ordo dua sebagaimana diusulkan Brown (1997) untuk alometrik biomassa pohon di hutan tropis. Tabel 13 menyajikan model persamaan alometrik terpilih, dan deskripsi pengujian kriteria statistik untuk dasar pemilihan persamaan regresi yang terbaik. Model persamaan regresi terbaik secara statistik ditunjukkan oleh koefisien determinasi R2 , kesalahan baku nilai dugaan (s), statistik PRESS dan statistik F serta kriteria seleksi pemilihan model validasi CVd , dan MSPE. Model terbaik harus memenuhi kriteria yaitu, memiliki nilai R2 dan statistik F paling tinggi dan nilai s, PRESS statistik, CVd dan MSPE paling rendah. Tingginya nilai korelasi (r) persamaan (1) yang diperoleh diantara biomassa total pohon dan batang pohon dengan Dbh, baik jenis wasian maupun jenis cempaka. Koefisien korelasi (r) diantara logaritma dari Dbh (log D) dan logaritma dari biomassa total (Log Y) adalah 99,2 (P < 0,05) untuk jenis wasian, 99,7 (P <
56
0,05) untuk jenis cempaka, dan diantara logaritma dari Dbh dan logaritma dari biomassa batang (Log Biobtg) adalah 98,4 (P < 0,05) untuk wasian, dan 99,8 (P < 0,05) untuk cempaka. Tabel 13 memperlihatkan bahwa berdasarkan parameter pemilihan model regresi terbaik untuk pendugaan biomassa total pohon dan biomassa bagian batang pohon serta bagian jaringan pohon lainnya menunjukkan bahwa persamaan dengan satu peubah bebas yaitu diameter pohon (Dbh) secara statistik sangat signifikan. Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi (R2 ) sebesar 99,2% dan 98,4% (P < 0,05) untuk jenis wasian, sedangkan untuk jenis cempaka nilai koefisien determinasi (R2 ) 99,7% dan 99,8% (P < 0,05). Begitu juga indikator statistik lainnya seperti simpangan baku (s), statistik PRESS, MSPE dan CVd sangat kecil, serta nilai R2 dan statistik F paling tinggi. Tabel 13 Model penduga biomassa terpilih jenis pohon contoh Elmerrillia sp Bagian
Persamaan
Batang Cabang Ranting Daun Buah Kulit Akar Total
Y = 0,0871D2,49 Y = 0,0240D2,39 Y = 0,0096D2,47 Y = 0,137D1,63 Y = 0,0013D2,49 Y = 0,0081D2,51 Y = 0,0302D2,29 Y = 0,1991D2,40
Batang Cabang Ranting Daun Buah Kulit Akar Total
Y = 0,0263D2,79 Y = 0,0091D2,49 Y = 0,0023D2,89 Y = 0,0631D1,83 Y = 0,7112D0,624 Y = 0,0021D2,88 Y = 0,01D2,67 Y = 0,0646D2,71
R2
s PRESS Jenis Wasian 98,4 0,0703 0,08935 97,5 0,0853 0,12890 96,4 0,1055 0,18737 89,3 0,1245 0,29183 74,1 0,0547 0,05679 95,6 0,1187 0,23706 95,3 0,1123 0,22407 99,2 0,0479 0,04115 Jenis Cempaka 99,8 0,0269 0,01181 98,1 0,0835 0,12363 98,1 0,0901 0,15164 93,6 0,1077 0,21321 77,2 0,0280 0,01698 98,3 0,0849 0,12203 96,9 0,1084 0,25823 99,7 0,0331 0,01998
F
MSPE
CV
862,86 543,44 376,66 117,86 6,71** 308,1 287,57 1730,72
0,124 0,667 0,766 2,044 2,124 0,881 0,662 0,225
0,0012 0,0654 0,0466 1,0668 3,2001 0,6241 0,3210 0,0126
8256,96 730,05 736,63 206,39 7,76** 825,02 432,75 4795,74
0,027 0,212 0,679 1,674 4,88 0,114 2,680 0,013
0,0012 0,2011 0,3144 1,0960 6,09 0,0124 1,2442 0,0012
Y = biomassa batang, cabang, ranting, daun, buah, kulit, dan akar (kg); D = diameter pohon (cm); R2 = koefisien determinasi (%); s = simpangan baku; PRESS = predicted residual sum of square. F = statistic F uji koefisien regresi; MSPE = mean square predicdicted error; CV = coefisien variation. ** tidak nyata
Berdasarlan kriteria pemilihan model, untuk pendugaan biomassa pohon jenis wasian dan cempaka menghasilkan persamaan dengan satu peubah bebas diameter pohon (Dbh), menjadi persamaan alometrik yang terbaik dari modelmodel lain yang dicobakan. Kriteria statistik pemilihan model dan validasi model persamaan satu peubah bebas diameter pohon (Dbh), secara konsisten merupakan model penduga terbaik bukan hanya untuk pendugaan biomassa total dan bagian batang pohon, tetapi juga untuk pendugaan biomassa bagian jaringan pohon
57
lainnya seperti (cabang, ranting daun, buah kulit, dan akar) untuk pohon cempaka dan wasian. Asumsi lain yang dipenuhi dari model persamaan terpilih adalah memenuhi syarat asumsi kenormalan sisaan, ragam sisaan yang konstan dan terdistribusi normal. Persamaan pendugaan biomassa pohon yang menggunakan satu peubah diameter pohon sudah cukup terandalkan untuk menduga biomassa pohon. Persamaan 1 dengan hanya satu peubah penduga diameter pohon memberikan ketelitian yang tinggi dibandingkan persamaan 2 yang menyertakan dua peubah penduga (diameter dan tinggi pohon). Penambahan peubah tinggi pohon srcata statistik hanya memberikan sumbangan keragaman yang kecil dan cenderung tidak nyata (p >0,05) untuk peningkatan ketelitian pendugaan biomassa pohon, yang dicerminkan oleh nilai R2 yang cenderung tetap atau hanya sedikit meningkat, bahkan cenderung turun. Pada persamaan 3 model polinom ordo 2 dengan kombinasi D dan D2 sebagai peubah bebas, walaupun secara statistik cukup baik dengan nilai R2 yang sangat tinggi, tetapi nilai s, PRESS, MSPE dan CV sangat besar, sedangkan statistik F (P > 0,05) cenderung tidak berbeda nyata atau tidak signifikan dan model persamaan (3) tidak konsisten sebagai penduga biomassa untuk bagian jaringan pohon lainnya. Deskripsi pemilihan model persamaan alometrik (persamaan 1, 2 dan 3) disajikan dalam Lampiran 4. Bagaimanapun untuk keperluan kepraktisan dalam penelitian, pembentukan dan penerapan model di lapangan, serta syarat statistik yang dipenuhi maka persamaan model 1 untuk selanjutnya akan digunakan untuk menduga biomassa pohon cempaka dan wasian yang terdapat di kedua lokasi penelitian. Persamaan Ketterings et al. (2001) yang menyertakan peubah berat jenis digunakan untuk menduga biomassa total pohon jenis lain (bukan jenis dominan) yang terdapat di lokasi Tareran, dimana jenis pohon tersebut belum memiliki persamaan alometrik. Dua model dari literatur yang dikembangkan ole h Brown et al. (1989) (persamaan 4), dan Brown & Iverson (1992) (persamaan 5), cenderung besarnya biomassa yang diperoleh dari persamaan (4 dan 5) underestimated, terutama pada pohon ukuran besar. Model persamaan terpilih Tabel 13 akan dibandingkan dengan dua model dari literatur (model Brown et al. 1989 dan Brown&Iverson(1992). Lampiran 12 menyajikan perbandingan model tersebut.
Tabel 14 Pendugaan Biomassa di atas Permukaan Tanah dari Tiap Blok di Hutan Rakyat Blok Jenis Kerapatan Biomassa tegakan (kg/ha) (phn/ha) Lokasi Masarang Batang Cabang Ranting Daun Buah 1 Cempaka 417 74608,6 23864,4 10824,6 15155,7 208,9 Rataan 178,9 57,2 25,9 36,3 0,50 Wasian 310 59668,6 16610,2 6980,3 11431,1 110,7 Rataan 192,4 53,5 22,2 36,8 0,35 2 Cempaka 482 76024,5 26064,6 12648,9 17114,2 191,3 Rataan 157,7 54,0 26,2 35,5 0,39 Wasian 305 56667,7 13605,5 6740,4 10242,2 105,3 Rataan 185,7 44,6 22,1 33,5 0,34 Lokasi Tareran 1 Wasian 164 23266,2 9266,4 3221,3 2024,4 97,3 Rataan 219,4 56,5 19,6 12,3 0,59 Cempaka 98 13862,4 4686,8 2211,5 1620,7 71,7 Rataan 141,4 47,8 22,5 16,6 0,73 Jenis lain 38 9921,4 3206,1 1422,7 786,7 56,4 Rataan 261,1 84,3 37,4 20,7 1,4 2 Wasian 124 15282,6 6964,7 1221,1 1005,3 62,9 Rataan 123,2 56,1 9,8 8,1 0,5 Cempaka 80 12062,3 4065,6 998,8 894,4 56,7 Rataan 150,7 50,8 12,4 11,1 0,71 Jenis lain 30 7921,2 1845,5 1067,3 448,8 41,4 Rataan 264,0 61,5 35,5 14,9 1,4
Kulit 2637,5 6,3 1620,9 5,2 3011,7 6,2 1587,9 5,2
Akar 15186,8 36,4 13106,9 42,2 16372,7 33,9 14407,7 47,2
Total 142486,5 341,6 109528,7 353,3 151427,9 314,6 103356,7 338,8
1533,9 9,4 938,8 9,6 202,7 5,3 998,7 8,1 579,9 7,2 116,4 3,9
2812,7 17,2 1245,5 12,71 1086,9 28,6 1996,6 16,1 1098,8 13,7 719,5 23,98
42222,2 257,5 24637,4 251,4 16682,9 439,1 27531,9 222,0 19756,5 245,9 12160,1 405,3
* Blok 1 adalah areal penelitian dan pengambilan sampel (1 ha); Blok 2 adalah areal pendugaan (1 ha). Jadi total luas areal untuk tiap lokasi sebesar 2 ha. *Rataan = rata-rata perpohon.
59
Pendugaan Kandungan Biomassa di Hutan Rakyat Pendugaan Biomassa Jenis (Elmerrillia sp). Model persamaan alometrik terpilih (Tabel 13), untuk menduga potensi biomassa per unit area (hektar), dapat dihitung dengan memasukan nilai diameter setinggi dada (Dbh) dari tiap petak ukur ke dalam persamaan alometrik terpilih (Tabel 13), sehingga dapat diduga potensi biomassa di atas tanah tegakan penyusun hutan rakyat untuk pohon berdiameter = 5 cm. Besarnya biomassa pada masing- masing petak ukur maupun antar lokasi hutan rakyat akan dipengaruhi oleh jenis pohon, kerapatan pohon, rata-rata tinggi dan diameter dari jenis-jenis yang dominan penyusun tegakan hutan rakyat. Hasil pendugaan biomassa diatas tanah dari tegakan penyusun hutan rakyat di kedua lokasi disajikan dalam Tabel 14 dan Gambar 9. Pada lokasi Masarang yang mewakili hutan rakyat murni berat biomassa total pohon jenis cempaka (E. ovalis) hasil pendugaan adalah yang paling besar dengan kerapatan pohon 417 pohon/ha (blok 1), dan 482 pohon/ha (blok 2) dengan nilai dugaan bio massa 142.486,5 kg/ha atau rata-rata biomassa per pohon 341,6 kg, dan 151.427,9 kg/ha atau rata-rata biomassa per pohon 314,6 kg. Untuk jenis wasian (E. celebica) kerapatan 310 pohon/ha (blok 1) dan 305 pohon/ha (blok 2) dengan nilai dugaan biomassa 109.528,4 kg/ha atau rata-rata biomassa per pohon 353,3 kg dan 103.356,7 kg/ha atau rata-rata biomassa 338,8 kg. Untuk lokasi Tareran jenis dominan yang di tanam adalah jenis wasian (E. celebica) dengan kerapatan pohon/ha pada masing- masing blok adalah 164 dan 124 pohon/ha, jenis cempaka (E. ovalis) 98 dan 80 pohon/ha dan jenis lain 38 dan 30 pohon/ha. Walaupun jumlah pohon untuk jenis pohon berkayu di lokasi Tareran ≤ 164 pohon namun di dominasi pohon-pohon berdiameter besar 25 ≤ Dbh ≤ 75 cm dengan variasi umur 7 – 30 tahun, sehingga nilai dugaan total biomassa pohon untuk semua jenis pohon adalah 124.991,1 kg/ha, sedangkan di lokasi Masarang potensi biomassa total pohon untuk kedua jenis di duga 504.799,8 kg/ha. Model penduga biomassa lebih efektif bila digunakan pada pohon dengan kelas diameter 5 – 40 cm untuk E. celebica, dan 5 – 50 cm untuk (E. ovalis). Hasil pendugaan menunjukkan bahwa simpangan antara nilai aktual dengan dugaan dari plot data aktual-dugaan memberikan hasil yang tidak berbeda nyata (P < 0,05).
60
Pendugaan Biomassa Pohon Jenis Lain. Pendugaan biomassa untuk jenis pohon lain dilakukan dengan menggunakan persamaan Ketterings sebagaimana yang di kemukakan dalam Metode Penelitian. Penggunaan persamaan di tentukan berdasarkan jenis pohon yang terdapat di lokasi hutan rakyat. Untuk menduga jenis pohon cengkeh dan nantu menggunakan persamaan alometrik pohon jenis Nantu (Palaquium sp) dan Cengkeh (Eugenia aromatikum) sebagaimana yang disajikan pada Tabel 3 dalam Metode Penelitian. Pendugaan potensi bio massa di hutan rakyat dalam penelitian ini hanya dilakukan untuk pohon-pohon jenis tertentu yang di tanam oleh petani di lahan hutan rakyat, sebagaimana yang di batasi dalam Kerangka Pemikiran. Jenis pohon lain dengan kategori (pohon berkayu dbh =5 cm dan tinggi =2) hanya di jumpai di lokasi Tareran. Hal ini disebabkan karena minimnya lahan kepemilikan sehingga petani melakukan diversifikasi tanaman termasuk jenis pohon berkayu dengan kombinasi berbagai tipe daur. Tabel 14 memperlihatkan kerapatan pohon untuk pohon jenis lain di hutan rakyat campuran pada (blok 1) 38 pohon/ha dengan nilai dugaan biomassa 16.682,9 kg/ha, dan pada (blok 2) nilai dugaan potensi biomassa 12.160,2 kg/ha. Rendahnya potensi biomassa disebabkan jumlah pohonnya sedikit dan variasi diameter (15–30 cm), dengan umur (5–15 tahun). Total biomassa jenis pohon lain di duga sebesar 28.843,1 kg/ha atau sekitar 20,2 % dari total dugaan biomassa jenis Elmerrillia sp. Jenis pohon tersebut bukanlah jenis dominan atau tanaman pokok yang banyak di kembangkan oleh masyarakat di lahan milik dan tidak bertumbuh baik di lokasi hutan rakyat campuran, sehingga jenis tersebut hanya sebagai tanaman selingan. Pendugaan Biomassa Tumbuhan Bawah. Tabel 15 memperlihatkan potensi biomassa yang bersumber dari tumbuhan bawah dan kayu mati (nekromassa) relatif sangat kecil bila dibandingkan dengan biomassa dari sumber lainnya. Potensi rata-rata biomassa tumbuhan bawah hanya sekitar 1,3 % dan 11,1 % dari total biomassa untuk tegakan hutan rakyat murni dan kebun campur. Selain jumlahnya kecil keberadaan tumbuhan bawah di lahan milik sangat dinamis. Hal ini disebabkan pengelolaan yang dilakukan oleh petani pada beberapa jenis lahan cukup
intensif
sehingga
keberadaan
tumbuhan
bawah
sangat
dinamis.
Pendugaan biomassa serasah kasar. Serasah kasar berasal dari guguran daun pohon, daun kering dan potongan kayu kecil dari hasil pemangkasan pohon utama, atau dapat berupa bahan organik kasar sisa-sisa pembersihan lahan. Tabel 15 menunjukkan potensi biomassa ya ng bersumber dari serasah kasar di duga sekitar 15.760,7 kg/ha pada tegakan hutan rakyat murni dan 2467,5 kg/ha pada tegakan kebun campur, Tabel 15 dan Gambar 9 menunjukkan proporsi biomassa serasah di kedua lokasi. Terdapat kecenderungan peningkatan akumulasi serasah di hutan rakyat murni seiring dengan semakin bertambahnya umur tegakan. Faktor lainnya adalah kerapatan pohon di Masarang yang sangat dominan. Bila dibandingkan dengan keberadaan serasah kasar di Tareran lebih bersifat dinamis ini disebabkan pada areal ini intensitas pengambilan kayu bakar dan perawatan lebih banyak, walaupun tegakan dominan penyusun hutan rakyat di Tareran jenis Elmerrillia sp berdiameter besar. Pendugaan biomassa total tegakan.
Potensi biomassa total tegakan
adalah jumlah seluruh potensi biomassa yang berasal dari sumbernya yaitu biomassa pohon hidup, biomassa tumbuhan bawah (semak, herba tanaman semusim), serasah kasar (daun kering dan potongan ranting kayu kering), dan nekromassa (tunggak dan pohon/batang kayu mati) dinamakan biomassa total bagian atas permukaam tanah (above ground biomass). Tabel 15 memperlihatkan bahwa secara umum ketersediaan potensi biomassa total diatas tanah kedua pola hutan rakyat tidak terdapat perbedaan yang nyata. Gambar 9 menunjukkan terjadinya trend peningkatan potensi biomassa menurut umur tegakan di kedua pola pengelolaan hutan rakyat di kedua lokasi tersebut dan perbandingan potensi karbon menurut sumber biomasamya. Hasil pendugaan menunjukkan bahwa potensi biomassa total di atas permukaan tanah pada tegakan hutan rakyat sebagian besar 87,5% berasal dari biomassa pohon hidup, kemudian biomassa tumbuhan bawah dan nekromassa 11,0% dan biomassa serasah kasar 2,9%. Praktek pengelolaan hutan rakyat di kedua lokasi baik tegakan murni dan kebun campuran memiliki karakteristik sumber biomassa yang sama. Potensi total biomassa di atas tanah pada tegakan hutan rakyat murni dan kebun campuran sebesar 163.508,5 kg/ha atau 163,5 ton/ha dan 527.507,3 kg/ha atau 527,3 ton/ha.
62
Tabel 15 Potensi Biomassa di atas permukaan tanah menurut sumber biomassanya pada tegakan hutan rakyat Sumber Biomassa
Masarang kg/ha %
Pohon Utama : Wasian Cempaka Jenis lain Total Tumbuhan bawah Serasah & nekromassa Jumlah
210885,4 293914,4 0 504799,8 6946,8 15760,7 527507,3
Tareran kg/ha 41,8 58,2
69754,1 44393,9 28843,2 142991,2 18049,8 2467,5 163508,5
95,7 1,32 2,98
Potensi Kandungan Biomassa di Hutan Rakyat murni
% 48,8 31,1 20,2 87,5 11,04 1,51
Potensi Kandungan Biomassa di Hutan Rakyat Campuran
140000
140000 Total Biomassa diatas permukaan tanah (Kg/ha)
Total biomassa di atas permukaan tanah (Kg/ha)
160000
120000 100000 80000 60000 40000 20000
120000 100000 80000 60000 40000 20000 0
0 2
4
6
8
10 12
14 16 18 20 > 20
2
4
6
Pohon utama
Gambar 9.
Tumbuhan bawah
Serasah&nekromassa
8
10
12
14
16
18
20 > 20
Umur (tahun)
Umur (tahun)
Pohon utama
Tumbuhan bawah
Serasah&nekromassa
Trend perkembangan potensi biomassa total di atas permukaan tanah menurut variasi umur tegakan pada hutan rakyat murni (a) dan kebun campuran (b).
Potensi total biomassa di atas permukaan tanah di kedua lokasi ini cukup besar dibandingkan dengan potensi biomassa total tegakan pada pola agroforestri sebagaimana yang di laporkan oleh Ginoga et al. (2002) bahwa pada praktek agroforestri di Ciamis total biomassa tegakan mencapai 41,6 – 85,3 tonC/ha. Dalam kasus yang hampir sama dengan penelitian ini yaitu pada hutan mangrove dengan jenis dominan penyusun tegakan adalah Rhizophora spp dan Bruguisra spp sebagaimana yang dilaporkan Hilmi (2002) dimana total biomassa mencapai 649.724,3 kg/ha. Begitu juga yang dilaporkan oleh Siregar (1995) pada tegakan jenis pohon ramin di Riau untuk 57 pohon ramin dengan selang diameter 10-75 cm diperoleh total biomassa diatas permukaan tanah sebesar 25.442,2 ton/ha. Dibandingkan dengan praktek agroforestri di pulau Jawa dan Sumatera potensi persediaan biomassa total tegakan di kedua lokasi cukup potensial.
63
Umumnya potensi biomassa tegakan dari pohon hidup sangat ditentukan oleh jenis pohon penyusun tegakan, kerapatan pohon/ha, sebaran umur dan diameter tegakan. Bentuk hutan rakyat atau agroforestri yang di dominasi tegakan pohon berkayu dalam komposisi jenisnya, cenderung memiliki kandungan biomassa yang cukup besar. Tabel 16 menampilkan perbandingan potensi biomassa tegakan di beberapa lokasi penelitian pada berbagai tipe hutan dan jenis tegakan. Tabel 16 Perbandingan potensi biomassa tegakan di beberapa lokasi. Lokasi dan Jenis Pohon Hutan rakyat (Jenis utama Sengon) * 1.Tegakan Murni di Pacekelen 2. Tegakan Campuran di Kertayasa Hutan Mangrove 1. Rhizophora apiculata 2. Rhizopora muconata 3. Bruguiera cpp Damar Agroforest di Krui Lampung Hutan Kerangas di Kalimantan Tegakan Acacia PT MHP-HTI Hutan Rakyat Sengon di Pacekelen Hutan Rakyat Cempaka dan wasian 1. Tegakan Murni di Masarang 2. Tegakan campuran di Tareran Tegakan Pohon Ramin di HPH Riau Tegakan Pinus di RPH Cianten Hutan Rakyat (Kayu Afrika) # Kebun Campuran di Karacak 15thn#
(N/ha)
Diameter (cm) 6,2-43,8
-
Biomassa (ton/ha)
Sumber Rusolono (2006)
162,4 147,6 Hilmi (2003)
643 67 162 651 670 1233 912
11,3-38,1 12,5-24,6 13,7-32,7
727 304 57 1667 1234 986
6,85-70,8 6,50-83,5 10-75.1 3,5-38,2 4,6-25,4 10,1 -42,2
2,4-35,7 5,6 -13,1 5,1-43,9
926,2 23,56 71,26 689,4 874,9 14,86 166,2 504,5 142,5 25442.2 178,1Mg /ha 288Mg /ha 21,3Mg /ha
Salim (2005) Onrizal (2004) Ismail (2005) Sianturi (2004) Studi ini
Siregar (1995) Siahaan (2003) Asyisanti (2004) Yuli (2003)
*Data dasar tidak ada; # Kandungan biomassa dalam (Mg/ha)
Hairiah et al. (1999) mengemukakan bahwa terdapat kecenderungan nilai koefisien b dari total biomassa pada berbagai persamaan alometrik Y = aDb di hutan tropis atau pada pohon tropis nilai koefisien b dari total biomassa pohon berkisar antara 2 < b < 3, dengan D ? 0. Pada Lampiran 9 memperlihatkan perbandingan beberapa nilai koefisien a dan b dari model Y = aDb pada persamaan alometrik biomassa bagian batang, cabang dan bagian total pohon di berbagai tipe hutan dan jenis pohon. Sedangkan dalam Lampiran 10 menampilkan beberapa nilai kandungan biomassa tegakan bagian total pohon pada berbagai tipe hutan dan jenis pohon yang di rangkum dari berbagai sumber.
64
Keragaman Potensi Karbon Tegakan Hutan Rakyat Kandungan Karbon Jenis Pohon Elmerrillia Sp. Kandungan karbon, arang, kadar zat terbang dan kadar abu dari bagian jaringan pohon jenis (Elmerrillia sp) disajikan dalam Tabel 17 dan Lampiran 5. Tabel 17 Rata-rata Kandungan Karbon Pohon Contoh Jenis Elmerrillia Sp Diameter (cm)
Bagian Pohon
5 - 10
Batang Cabang Ranting Daun Kulit Akar Batang Cabang Ranting Daun Kulit Akar Batang Cabang Ranting Daun Buah Kulit Akar Batang Cabang Ranting Daun Kulit Akar Batang Cabang Ranting Daun Kulit Akar
10 - 15
15 - 20
20 - 25
25 - 30
Kandungan Karbon (%) Wasian Cempaka 33,2 30,6 23,7 22,4 21,1 20,3 22,1 21,4 19,6 19,4 20,1 20,6 36,7 36,6 25,9 24,4 21,5 20,4 23,2 21,6 20,2 20,4 21,3 21,6 38,8 35,8 23,8 23,3 21,9 20,9 23,3 23,8 0 0 20,7 20,4 21,8 22,1 39,9 37,5 26,8 26,1 21,9 21,5 24,6 25,7 25,6 25,9 22,2 22,3 40,3 37,7 25,4 24,1 22,2 21,3 25,3 25,9 21,1 22,3 22,3 22,9
Diameter (cm)
Bagian Pohon
Kandungan Karbon (%) Wasian Cempaka 30 - 35 Batang 43,4 40,3 Cabang 25,7 25,1 Ranting 22,5 22,3 Daun 25,6 25,3 Buah 27,3 27,6 Kulit 25,2 25,9 Akar 22,7 23,5 35 – 40 Batang 45,2 42,3 Cabang 29,6 25,6 Ranting 21,7 22,6 Daun 22,6 26,3 Buah 32,6 29,6 Kulit 26,1 26,2 Akar 22,6 23,9 > 40 Batang 46,3 Cabang 30,1 Ranting 24,7 Daun 27,6 Buah 33,5 Kulit 23,6 Akar 24,7 Kisaran Karbon jenis cempaka dan wasian Wasian Cempaka Batang 33,2 – 45,2 30,6 – 46,3 Cabang 23,1 – 25,6 22,4 – 30,1 Ranting 20,5 – 24,7 20,3 – 24,7 Daun 22,1 – 27,6 21,4 – 27,6 Buah 27,3 – 32,6 27,6 – 33,5 Kulit 19,6 – 26,1 19,4 – 23,6 Akar 20,1 – 22,7 20,6 – 24,7
Hasil analisis laboratorium kadar karbon pohon contoh jenis wasian (E. celebica) dan cempaka (E. ovalis). (Kadar karbon = 100 % - kadar zat terbang – kadar abu).
Bagian batang pohon merupakan komponen terbanyak ditemukannya kandungan karbon, untuk jenis wasian di temukan sekitar 33,2–45,2 % karbon, untuk jenis cempaka kandungan karbon pada batang 30,6–46,3 %. Potensi karbon yang besar pada batang pohon disebabkan, pada bagian kayu terdiri dari sel-sel
65
yang tersusun oleh bahan-bahan organik dimana komposisi 50 % adalah karbon. Kadar karbon bagian batang pohon (Dbh) penting dalam menduga potensi karbon tegakan, dan banyak digunakan sebagai dasar perhitungan dalam pendugaan karbon. Ini erat hubungannya dengan dimensi diameter (Dbh) sebagai indikator penting dalam kegiatan pengukuran dan perencanaan hutan. Bagian akar pohon merupakan gudang karbon penting lainnya, pada pohon jenis wasian kandungan karbon sebesar 20,1–22,7%, jenis cempaka 20,6–24,7 %. Sedangkan kandungan karbon pada bagian akar terhadap total karbon pohon untuk jenis wasian dan cempaka 8,2% dan 9,2%. MacDicken (1997) mengasumsikan dugaan biomassa akar sekitar 10–15 % dari biomassa bagian atas. Kisaran rata-rata kandungan karbon hasil analisis karbon pada Tabel 17 berada dalam kisaran nilai dari pohon contoh pada selang diameter 5–50 cm dengan kisaran umur 2–25 tahun. Tabel 16 memperlihatkan variasi kandungan karbon berdasarkan variasi diameter dan umur tanaman, adanya korelasi positif antara pertambahan diameter dan umur dengan pertambahan karbon. Demikian juga terdapat variasi kandungan karbon pohon dimana bagian batang pangkal memiliki kandungan karbon yang paling besar dan semakin keatas bagian ujung batang dan bagian pohon lainnya seperti cabang, ranting, daun dan buah kadar karbon semakin kecil. Fenomena ini cenderung sama dengan kandungan bahan organik dan produksi biomassa pohon, variasi ini sangat dipengaruhi oleh berat jenis, kerapatan kayu dan kadar air pada setiap bagian jaringan pohon. Besarnya kandungan karbon ditentukan oleh besarnya nilai- nilai kadar arang, kadar abu dan kadar zat terbang, Lampiran 4 menyajikan kadar zat terbang, kadar abu dan kadar arang bagian-bagian pohon jenis (Elmerrilia sp). Zat terbang menunjukkan kandungan zar- zar yang mudah menguap dan hilang pada pemanasan 950 0 C yang tersusun dari senyawa alifatik, terpena dan fenolik. Kadar abu adalah kadar oksida logam yang tersisa pada pemanasan tinggi, yang terdiri dari mineral- mineral terikat kuat pada arang seperti kalsium, kalium dan magnesium. Jenis wasian memiliki kandungan arang batang antara 60,12–69,1 %, kadar zat terbang 16,01 – 16,9 % dan kadar abu 0,905–1,9 %, sedangkan untuk jenis cempaka kandungan arang batang 50,4 – 59,0 %, zat terbang 20,1 – 20,9 % dan kadar abu 1,1 – 2,1 %.
66
Kandungan karbon pada bagian jaringan pohon lainnya seperti cabang, ranting, daun, buah, kulit dan akar lebih rendah dibandingkan kandungan karbon pada batang, karena pada bagian-bagian ini kadar zat terbang dan kadar abu yang relatif lebih tinggi dibandingkan pada batang pohon. Jumlah karbon dari seluruh pohon adalah jumlah karbon dari setiap bagian pohon, dimana terdapat hubungan yang signifikan antara kandungan karbon dengan diameter pohon. Total jumlah karbon di dalam plot dapat dinyatakan sebagai jumlah nilai karbon yang di duga oleh diameter (Dbh), dengan cara memasukkan peubah diameter (Dbh) kedalam model persamaan alometrik Sato et al. (2002). Persediaan karbon dalam tegakan hutan rakyat ditentukan dengan mengkonversi persediaan biomassa yang berasal dari bagian pohon dengan nilai kadar kandungan karbon hasil analisis laboratorium seperti pada Tabel 16. Sedangkan untuk penentuan potensi karbon untuk tumbuhan bawah, serasah dan nekromassa menggunakan faktor konversi 0,4 sebagaimana yang telah diterima dan dipakai oleh banyak peneliti Hairiah et al. (1999). Potensi karbon pada praktek hutan rakyat dibedakan atas karbon yang berasal dari biomassa pohon hidup, biomassa tumbuhan bawah (semak, herba, tanaman semusim), serasah (daun kering dan potongan kayu kering), dan nekromassa (tunggak dan pohon/batang kayu mati). Total seluruh kandungan karbon disebut karbon dari biomassa total bagian atas permukaan tanah, atau karbon total. Beberapa peneliti menggunakan faktor konversi 0,5 yang telah di terima secara umum untuk menghitung persediaan karbon yang terdapat dalam tegakan dengan mengkonversi biomassa dari bagian pohon, sebab di duga 50 % dari bobot kering biomassa bagian atas pohon mengandung karbon (Brown 1996, MacDicken 1997, IPCC 2000). Kandungan karbon bervariasi berdasarkan variasi tingkat diameter dan umur tegakan. Potensi kandungan karbon dinyatakan dalam satuan luas yang diperoleh dari penjumlahan seluruh karbon biomassa dalam luasan satu hektar. Keragaman potensi karbon di tiap-tiap lokasi hutan rakyat akan dideskripsikan dengan membedakannya menurut jenis pohon, diameter dan umur pohon serta total karbon keseluruhan di tiap lokasi penelitian dengan membedakannya menurut karbon diatas permukaan tanah, karbon dibawah permukaan tanah dan karbon tanah.
67
Model Penduga Kandungan Karbon Jenis Elmerrillia sp. Model penduga kandungan karbon jenis wasian (Elmerrillia celebica) dan cempaka (Elmerrillia ovalis) diturunkan dari jumlah kandungan karbon total pohon dan bagian pohon sebagai peubah terikat (Y) dengan satuan kilogram dengan peubah bebas diameter sebagai peubah (X1 ) satuan (cm) dan peubah tinggi sebagai peubah (X2 ) satuan (m). Model penduga persamaan alometrik yang diperoleh untuk menduga kandungan karbon pohon dalam pene litian ini sama dengan model penduga biomassa yaitu model intrinsik linier (intrinsically liniear) yang berbentuk geometrik yang dapat dilinierkan melalui transformasi logaritmik. Model persamaan alometrik yang diperoleh adalah : ^
1. Log Y = log α + β log Di + ε i ...........................................
(1)
^
2. Log Y = log α + β log Di + γ log H i + ε i
.........................
(2)
dimana : Y = taksiran biomassa (ton/hektar); α , β , γ = parameter regresi; D = diameter pohon (Dbh) (cm); H = tinggi pohon (m); ε i = galat ke-i. Tabel 17 dan 18 menyajikan model persamaan alometrik terpilih, dan kriteria uji statistik untuk pemilihan persamaan regresi yang terbaik. Model persamaan regresi terbaik secara statistik ditunjukkan oleh koefisien determinasi R2 (adj), simpangan baku (s), statistik PRESS dan statistik F serta pengujian validasi dengan prosedur Jacknife dengan mengamati nilai MSPE dan CVd . Model terbaik memenuhi kriteria, nilai R2 dan statistik F paling tinggi dan nilai s, PRESS statistik, CVd dan MSPE paling rendah (Lampiran 6). Tingginya nilai koefisien determinasi R2 persamaan (1) yang diperoleh diantara karbon total pohon dan karbon bagian pohon dengan Dbh, untuk jenis wasian (74,0 – 99,2 %) (P < 0,05), dan jenis cempaka (75,7 – 99,8 %) (P < 0,05). Koefisien determinasi diantara logaritma dari Dbh (logD) dan logaritma dari karbon total pohon dan bagian pohon (LogY) sangat signifikan, begitu pula indikator lainnya sangat signifikan. Dimana statistik F koefisien penduga (P < 0,05) sangat signifikan dan statistik s, PRESS, MSPE dan CVd sangat kecil. Untuk keperluan kepraktisan dalam penelitian dan penerapan model di lapangan, maka model persamaan dengan satu peubah bebas diameter pohon (Dbh) dipilih untuk menduga karbon pohon cempaka dan wasian di kedua lokasi penelitian.
68
Tabel 17 Model Penduga Karbon pohon jenis wasian (E. celebica) R2 s Karbon total pohon Log Y = - 1,21 + 2,55 LogD 99,2 0,0516 Karbon batang Log Y = - 1,57 + 2,63 LogD 98,4 0,0735 Karbon cabang Log Y = - 2,20 + 2,38 LogD 97,5 0,0841 Karbon ranting Log Y = - 2,74 + 2,50 LogD 96,4 0,1065 Karbon daun Log Y =-0,961+ 0,127 D-0,00209D2 94,8 0,0875 Karbon buah Log Y = - 3,48 + 2,49 LogD 74,0 0,0548 Karbon kulit Log Y = - 2,77 + 2,59 LogD 94,4 0,1401 Persamaan
Log Y = - 2,28 + 2,37 LogD
Karbon akar 95,7 0,1109
PRESS
F
MSPE
CVd
0,0454
1676,3
0,2468
0,0846
0,0952
883,2
0,2246
0,0628
0,1237
549,1
0,8820
0,4066
0,1908
379,6
0,1244
0,8401
0,1869
127,5
0,2902
0,0460
0,0570
6,69 *
4,6621
6,4420
0,3481
235,7
0,1245
0,6640
0,2173
315,3
0,8675
0,0122
Y = karbon batang, cabang, ranting, daun, buah, kulit, dan akar (kg); D = diameter pohon (cm); R2 = koefisien determinasi (%); s = simpangan baku; PRESS = predicted residual sum of square. F = statistik F uji koefisien regresi; MSPE = mean square predicdicted error; CV = coefisien variation.
Tabel 18 Model Penduga Karbon pohon jenis cempaka (E. ovalis) Persamaan Log Y = - 1,66 + 2,80 LogD Log Y = - 2,05 + 2,88 LogD Log Y = - 2,51 + 2,55 LogD Log Y = - 3,48 + 3,00 LogD Log Y = - 1,85 + 1,84 LogD Log Y = - 0,255 + 0,491 LogD Log Y = - 3,28 + 2,85 LogD Log Y = - 2.70 + 2.69 LogD
R2
s
Karbon total pohon 99,6 0,0383 Karbon batang 99,8 0,0295 Karbon cabang 98,1 0,0811 Karbon ranting 98,0 0,0974 Karbon daun 92,8 0,1154 Karbon buah 75,5 0,0229 Karbon kulit 98,2 0,0879 Karbon akar 97,3 0,1009
PRESS
F
MSPE
CVd
0,0257
3810,3
0,0124
0,0020
0,0149
6815,6
0,0067
0,0028
0,1194
709,1
0,6782
0,0468
0,1773
678,8
0,2460
0,0120
0,2362
182,2
0,9981
0,2441
0,0114
7,16*
4,2680
2,2411
0,1335
754,2
0,7721
0,3201
0,2242
507,9
0,2210
0,4462
Y = karbon batang, cabang, ranting, daun, buah, kulit, dan akar (kg); D = diameter pohon (cm); R2 = koefisien determinasi (%); s = simpangan baku; PRESS = predicted residual sum of square. F = statistic F uji koefisien regresi; MSPE = mean square predicdicted error; CV = coefisien variation.
69
Pendugaan Potensi Kandungan Karbon Model pendugaan untuk melihat potensi kandungan karbon pohon untuk jenis Elmerrillia celebica dan Elmerrlilia ovalis, disusun berdasarkan nilai- nilai kandungan karbon dari jenis-jenis tersebut melalui persamaam alometrik terpilih Tabel 18 dan Tabel 19. Nilai dugaan kandungan karbon pohon diperoleh dengar cara memasukkan peubah diameter (Dbh) kedalam persamaan alometrik terpilih. Nilai kandungan karbon akan dipengaruhi oleh berat jenis, dan kadar air. Kandungan karbon tegakan jenis E. ovalis di lokasi tegakan murni (blok 1) nilai total karbon tegakan di duga sebesar 42.384,6 kg/ha, untuk jenis E. celebica di duga sebesar 33.449,9 kg/ha. Pada blok 2 nilai total kandungan karbon jenis cempaka di duga 45.292,7 kg/ha, dan untuk jenis wasian di duga 37.262,1 kg/ha. Untuk tegakan hutan rakyat pola kebun-campuran, nilai total kandungan karbon pada (blok 1) adalah sebagai berikut, jenis wasian di duga 12.995,7 kg/ha, jenis cempaka 10521,7 kg/ha dan untuk pohon jenis lain sebesar 8341,4 kg/ha. Begitu juga pada (blok 2) jenis wasian merupakan jenis paling dominan dengan nilai total kandungan karbon sebesar 8498,6 kg/ha, kemudian jenis cempaka dan kandungan terkecil adalah jenis pohon lain hanya sekitar 6079,9 kg/ha. Tabel 20 memperlihatkan nilai total kandungan karbon di kedua lokasi penelitian. Tabel 20 Kandungan Karbon Tegakan Jenis Elmerrillia sp dan Jenis Lain. Blok
1 2
1
2
Jenis
Cempaka Wasian Cempaka Wasian
Batang 27306.7 22435.3 28585.1 27427.1
Cabang 5632 3903.4 6151.2 3197.2
Wasian Cempaka Jenis lain Wasian Cempaka Jenis lain
8748.1 5073.6 4960.7 5746.2 4414.8 3960.5
2177.5 1106.1 1603.1 1636.7 959.4 922.7
Karbon tegakan (kg/ha) Lokasi Masarang Ranting Daun Buah Kulit 2316.4 3364.5 64.7 556.5 1430.9 2629.1 35.4 354.9 2706.8 3765.1 59.4 635.3 1381.7 2355.7 33.6 347.7 Lokasi Tareran 660.3 471.7 31.1 335.9 473.2 356.5 22.2 198.1 711.3 393.3 28.2 101.3 250.3 221.1 20.1 218.7 213.7 208.3 17.6 122.2 533.6 224.4 20.7 58.2
Akar 3143.6 2660.6 3389.1 2518.7
Total 42384.6 33449.9 45292.3 37262.1
570.9 257.8 543.4 405.3 227.4 359.7
12995.7 10521.7 8341.4 8498.6 6163.8 6079.9
* Blok 1 adalah areal penelitian dan pengambilan sampel (1 ha); Blok 2 adalah areal pendugaan (1 ha).
Lampiran 11 menampilkan perbandingan proporsi kandungan karbon terikat pada beberapa jenis pohon dari berbagai penelitian sebelumnya.
70
Potensi Karbon Total di atas Permukaan Tanah Potensi karbon pohon. Potensi karbon dari suatu pohon banyak ditemukan di dalam kayu terutama pada batang dengan komposisi 50% merupakan unsur karbon. Sumber karbon terbesar dalam praktek hutan rakyat berasal dari semua pohon yang menyusun hutan rakyat tersebut. Potensi karbon pohon hidup jenis cempaka dan wasian di duga mencapai 87.676,9 kg/ha dan 70.712,2 kg/ha untuk hutan rakyat tegakan murni. Sedangkan potensi karbon pohon di hutan rakyat kebun campuran untuk jenis wasian di duga sekitar 21.494,3 kg/ha, jenis cempaka 16.685,5 kg/ha, dan untuk jenis pohon lain, sebesar 14.421,4 kg/ha. Potensi karbon tegakan hutan rakyat sangat ditentukan oleh jenis pohon penyusun tegakan, kerapatan pohon, sebaran diameter dan tinggi pohon serta umur tegakan disamping faktor lingkungan tempat tumbuh. Perbedaan persediaan karbon pohon pada tegakan murni dan kebun campur dipengaruhi oleh jenis pohon penyusun tegakan, variasi umur dan diameter serta kerapatan pohon. Pada tegakan murni kerapatan pohon lebih besar dibandingkan pada tegakan campuran. Potensi karbon dari praktek di kedua pola hutan rakyat ini relatif berbeda bila dibandingkan dengan praktek agroforestri di berbagai tempat sebagaimana yang dilaporlan oleh beberapa peneliti. Beer et al. (1990) melaporkan agroforestri dengan pohon penaung jenis Theobroma cacao-Erythrin poeppigiana di Costa Rica berumur 10 tahun mampu menghasilkan cadangan karbon hingga 60 tonC/ha. Rusolono (2006) melaporkan bahwa dari praktek agroforestri murni dan kebun-campuran dengan pohon sengon sebagai jenis dominan penyusun tegakan, mampu menyimpan karbon sebesar 15,4-80,2 tonC/ha untuk tegakan murni dan 10,4-73,8 tonC/ha untuk tegakan kebun-campuran. Deskripsi mengenai nilai dugaan karbon poho n dapat dilihat pada Tabel 20. Potensi karbon serasah. Serasah yang berada di atas permukaan tanah di bawah tegakan merupakan merupakan salah satu sumber cadangan karbon yang penting dalam paraktek hutan rakyat. Potensi karbon yang berasal dari serasah kasar diperkirakan mencapai 0,6-1,42% dari biomassa total. Tabel 21 dan Gambar 10 menggambarkan keberadaan serasah diantara sumber karbon lainnya di atas permukaan tanah dan dinamikanya menurut perkembangan umur tegakan.
71
Hutan rakyat dengan pola tegakan murni memiliki potensi karbon dari serasah yang lebih besar, karena pemeliharaan terhadap pohon jenis dominan dan pengolahan tanah relatif lebih sering dilakukan. Perawatan secara serius dilakukan oleh petani terutama pemangkasan pohon penaung/herba dan pohon jenis dominan tersebut sebagian besar berumur 3 – 7 tahun, dimana pada umur tersebut jenis cempaka dan wasian sedang mengalami perubahan dari pancang menjadi tiang. Namun demikian potensi serasah di kedua lokasi tidak terdapat perbedaan yang nyata. Huran rakyat dengan tegakan murni memiliki potensi kandungan karbon sebesar 1,42% dari total karbon di atas permukaan tanah, sedangkan pada hutan rakyat kebun-campuran potensi simpanan karbon sebesar 0,6% dari total karbon keseluruhan. Terdapat kecenderungan meningkatnya potensi kandungan karbon serasah dengan bertambahnya umur dan diameter tegakan. Total nilai dugaan potensi kandungan karbon serasah di kedua lokasi dalam penelitian ini masih lebih tinggil, bila dibandingkan dengan agroforestri kebun-pekarangan di Pakuan Ratu Lampung yang mencapai 2,0 tonC/ha, Roshetko et al. (2002). Tabel 21 Kandungan karbon diatas permukaan tanah menurut sumbernya. Sumber Karbon Pohon Utama : Wasian Cempaka Jenis lain Total Tumbuhan bawah Serasah & nekromassa Jumlah Karbon organik tanah
HR Murni Kg/ha 87.676,9 70.712,2 0 158.389,1 1987,7 2304,3 162.672,1 65.50
% 55,4 44,6 0 97.3 1,2 1,5 100
HR Campuran kg/ha % 21.494,3 16.685,5 14.421,4 52.601,2 1698,5 297,5 54.597,3 66.4
40,9 31,7 27,4 96.3 3.1 0,6 100
Potensi karbon tumbuhan bawah. Potensi karbon yang berasal dari tumbuhan bawah dan kayu mati (nekromassa) relatif kecil bila dibandingkan dengan karbon dari sumber yang lain, pada Tabel 21 menunjukkan proporsi kandungan karbon tumbuhan bawah terhadap total kandungan karbon secara keseluruhan. Potensi karbon tumbuhan bawah untuk hutan rakyat dengan tegakan murni dan kebun-campuran hanya 1,2 % dan 3,1 % dari jumlah keseluruhan kandungan karbon di atas permukaan tanah. Secara umum keberadaan tumbuhan bawah sangat dinamis dimana jumlah dan luas dapat berubah dengan cepat dalam waktu yang pendek serta variasi sangat tinggi sehingga tidak stabil bila diukur.
72
Potensi karbon total tegakan. Tabel 21 memperlihatkan proporsi potensi karbon tegakan menurut sumber biomassanya untuk karbon di atas permukaan tanah (above ground biomass) atau sering dinamakan karbon total tegakan. Gambar 10 memperlihatkan trend persediaan karbon menurut umur tegakan. Trend Perkembangan Cadangan Karbon Menurut Umur Tegakan di Hutan Rakyat Murni
80000
permukaan Tanah (Kg/ha)
Total Kandungan Karbon di atas
90000
70000 60000 50000 40000 30000 20000 10000 0 2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
> 22
Umur (tahun) Pohon Utama
Tumbuhan Bawah
Serasah
(a)
80000 permukaan tanah (Kg/ha)
Total Kandungan Karbon di atas
Trend Perkembangan Cadangan Karbon Menurut Umur Tegakan di Hutan Rakyat Campuran 90000
70000 60000 50000 40000 30000 20000 10000 0 2
4
6
8
Pohon Utama
10 12 14 Umur (tahun) Series2
16
18
20
> 20
Serasah
(b) Gambar 10
Trend perkembangan potensi karbon menurut umur tegakan pola hutan rakyat tegakan murni (a) dan kebun campuran (b).
73
Potensi serapan karbon total tegakan menurut sumber biomassanya, untuk tegakan hutan rakyat murni jenis pohon utama di duga sebesar 158.389,1 kg/ha atau 158 tonC/ha, potensi karbon untuk tumbuhan bawah sebesar 1978,7 kg/ha, dan potensi karbon untuk serasah dan nekromassa adalah 2304,3 kg/ha. Pada hutan rakyat dengan tegakan pola kebun-campur potensi masing- masing karbon menurut sumbernya adalah 52.601,2 kg/ha atau 52,6 tonC/ha untuk jenis pohon utama, 1698,5 kg/ha jenis tumbuhan bawah dan 297,5 kg/ha untuk jenis karbon dari serasah dan nekromassa. Berdasarkan sumber biomassanya, karbon total yang terdapat pada tegakan hutan rakyat sebagian besar = 96 % berasal dari biomassa pohon, kemudian biomassa tumbuhan bawah 0,6-3,1%, dan serasah 1,2-1,4%. Kedua praktek hutan rakyat baik tegakan murni maupun tegakan kebun-campuran memiliki karakteristik sumber karbon yang sama. Pada Gambar 12 menggambarkan trend peningkatan potensi persediaan karbon menurut umur tegakan di kedua lokasi, dan perbandingan potensi cadangan karbon menurut sumber biomassanya. Potensi karbon organik tanah. Kadar karbon organik tanah ditentukan dari kadar C-organik dari hasil analisis tanah, perhitungan sampai kedalaman 30 cm. Tidak terdapat perbedaan yang nyata potensi karbon tanah di hutan rakyat dengan tegakan murni dan kebun-campuran yang diambil pada berbagai perkembangan umur tegakan. Hasil analisis karbon tanah dengan kedalaman 0-30 cm pada kontrol plot sebesar 65,5 ton/ha, dan 66,4 ton/ha, sedangkan pada kedalaman 10–30 cm pada plot kontrol sebesar 80,5 ton/ha, dan 85,5 ton/ha. Pada lapisan bagian atas tanah 0 – 10 cm, memiliki karbon yang lebih besar, semakin dalam lapisan tanah maka kadar karbon semakin berkurang. Potensi karbon organik tanah yang cukup tinggi di kedua lokasi ini menunjukkan bahwa pengelolaan hutan rakyat telah berlangsung cukup lama, sehingga telah terjadi akumulasi karbon yang tinggi di dalam tanah. Potensi kandungan karbon tanah di kedua pola hutan rakyat relatif tidak berbeda. Sebagaimana yang dilaporkan Rusolono (2006) karbon tanah pada agroforestri pola tegakan murni dan kebuncampuran di Pacekelan dan Kertayasa sekitar 61,6 tonC/ha dan 59,8 tonC/ha.
74
Model Hubungan antara Kandungan Karbon dengan Biomassa Bila kandungan karbon yang terdapat dalam setiap bagian pohon di turunkan dari biomassa bagian pohon, dan bila setiap kandungan karbon merupakan akumulasi dari bahan organik pohon. Maka setiap penambahan dimensi pohon akan meningkat pula laju bahan organik/biomassa sehingga kandungan karbon meningkat pula. Adanya hubungan fungsional ini dapat dinyatakan bahwa karbon (Y) adalah fungsi dari biomassa (X), Y = f (biomassa ) . Model hubungan antara kandungan karbon pohon dengan biomassa pohon akan di periksa dengan menggunakan analisis regresi sederhana, dimana (Y) adalah karbon (kg) dan (X1 ) adalah biomassa (kg). Hasil analisis dideskripsikan dalam Tabel 22. Tabel 22 Model hubungan antara Kandungan Karbon dengan Biomassa. Bagian Pohon Batang Cabang Ranting Daun Kulit Akar Total
Persamaan Cbtg = - 1,98 + 0,506 Biobtg Cbtg = - 7,38 + 0,501 Biobtg Ccab = 0,355 + 0,237 Biocab Ccab = 0,381 + 0,219 Biocab Crant = - 0,0122 + 0,217 Biorant Crant = - 0,285 + 0,227 Biorant Cdaun = - 0,0269 + 0,249 Biodaun Cdaun = - 0,010 + 0,240 Biodaun Ckulit = 0,207 + 0,252 Biokulit Ckulit = - 0,168 + 0,234 Biokulit Cakar = - 0,162 + 0,228 Bioakar Cakar = - 0,362 + 0,220 Bioakar Ctotal = - 0,72 + 0,391 Biototal Ctotal = - 13,7 + 0,501 Biototal
R2 100,0 99,9 99,9 99,9 100,0 100,0 99,8 99,6 99,9 99,9 100,0 99,8 99,8 99,9
Jenis Wasian Cempaka Wasian Cempaka Wasian Cempaka Wasian Cempaka Wasian Cempaka Wasian Cempaka Wasian Cempaka
Hasil analisis regresi sederhana menunjukkan bahwa hubungan antara kandungan karbon dan biomassa pada setiap bagian pohon adalah linier dengan koefisian determinasi sekitar 99,6 – 100% (P < 0,05) dengan statisrik F (**sangat nyata, hasil analisis dalam Tabel 22). Kuatnya hubungan antara kandungan setiap bagian karbon pohon dengan biomassanya, mengukuhkan asumsi adanya hubungan alometrik antara karbon dengan biomassa yang dapat di prediksikan dengan dimensi diameter pohon (Furnival 1961; Noble et al. 2000). Dengan demikian kandungan karbon setiap bagian pohon dapat diprediksikan dari nilai
75
biomassa bagian pohon. Sehingga untuk kepraktisan penentuan kandungan karbon pohon, maka pemakaian biomassa sebagai peubah penduga sangatlah tepat. Model Hubungan antara Kandungan Karbon Pohon dengan Dimensi Pohon dan Faktor Lingkungan Model hubungan antara kandungan karbon tegakan dengan peubah dimensi tegakan dan peubah faktor lingkungan diperiksa dengan menggunakan analisis regresi berganda denga n metode regresi bertatar (Stepwise Regression) (Draper & Smith 1991). Pendekatan model ini dikembangkan dari model regresi berganda : ^
y = β 0 + β1 X 1 + ... + β p X p ^
dimana: y = Dugaan potensi cadangan karbon tegakan (ton C/ha); X1 =Umur rata-rata tegakan (tahun); X2 = Diameter rata-rata (cm); X3 =Kerapatan tegakan diameter tertentu (pohon/ha); X4 = Luas bidang dasar tegakan (m2 /ha); X5 = Tinggi rata-rata tegakan (m); X6 ... Xp = Peubah lingkungan (Karbon tanah, pH tanah, kedalaman solum dan tekstur tanah); β 1 ... β p = Parameter regresi. Model hubungan antara kandungan karbon pohon dengan peubah dimensi pohon dan faktor lingkungan beserta persamaan regresi yang diajukan dan statistik yang diperlukan untuk pemilihan persamaan regresi terbaik dengan berbagai peubah bebas yang disertakan dalam persamaan di atas disajikan dalam lampiran 7. Persamaan regresi terbaik secara statistik ditunjukkan oleh nilai R2 , dan statistik F yang besar. Dengan menggunakan semua kombinasi persamaan regresi yang mungkin dihasilkan, persamaan regresi yang menggunakan dua peubah bebas, yaitu umur dan luas bidang dasar tegakan merupakan persamaan yang paling efisien. Persamaan dengan dua peubah bebas tersebut secara konsisten memiliki nilai R2 dan F hitung ya ng besar. Model yang ditunjukkan oleh persamaan tersebut untuk pendugaan kandungan karbon total pohon hidup di kedua lokasi mampu menjelaskan keragaman karbon total hingga 98,3% dan 96,7%. Keterandalan persamaan ini relatif sama apabila pendugaan kandungan karbon pohon hidup menggunakan seluruh peubah tegakan.
76
Model persamaan regresi berganda di Masarang adalah sebagai berikut : Clive = 152 + 50.5 Umur - 41.9 pH tanah + 0.0470 N - 1.07 Dbh + 2.50 BA - 2.40 Solum - 0.51 C tanah, dengan nilai R2 = 99.7; F =241.8. Sedangkan untuk model persamaan regresi berganda di Tareran adalah : Clive = - 35 + 21.7 Umur - 4.88 Solum + 4.83 Tekstur - 30.9 pH tanah + 35.1 Dbh - 26.9 H + 0.103 BA. R2 = 99.6; dan F = 229.35. Dari model hubungan antara kandungan karbon pohon hidup dengan peubah dimensi pohon di kedua lokasi menunjukkan peubah umur pohon dan luas bidang dasar memiliki korelasi yang sangat kuat terhadap kandungan karbon total pohon
hidup.
Sedangkan
untuk
peubah
faktor- faktor
lingkungan
yang
memberikan korelasi yang sangat kuat terhadap kandungan karbon adalah pH tanah, kedalaman solum dan tekstur tanah. Pendugaan kandungan karbon dengan pendekatan peubah dimensi tegakan mampu menerangkan keragaman cadangan karbon pohon hidup penyusun tegakan hutan rakyat yang lebih baik apabila dibandingkan dengan peubah lingkungan. Peubah yang paling berperan dalam pendugaan kandungan karbon tegakan dari model regresi berganda yang dihasilkan adalah peubah umur dan luas bidang dasar tegakan.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Model persamaan alometrik dengan satu peubah bebas yaitu diameter pohon (Dbh) merupakan model terbaik dan cukup terandalkan serta konsisten dalam menduga potensi biomassa dan serapan karbon pohon jenis cempaka dan wasian pada tegakan hutan rakyat. Model persamaan alometrik terpilih untuk menduga biomassa total pohon jenis cempaka adalah Y = 0,0646D2,71 dengan koefisien determinasi (R2 ) = 99.7%, dan jenis wasian adalah Y = 0,1991D2,40 dengan koefisien determinasi (R2 ) = 99,2%. Sedangkan model persamaan alometrik untuk menduga potensi serapan karbon total pohon jenis cempaka adalah LogY = - 1,66 + 2,80LogD dengan nilai R2 = 99.6%. Untuk jenis wasian persamaan alometriknya adalah LogY = -1,21 + 2,55LogD dengan nilai R2 = 99,2%. Potensi sumber kandungan karbon di atas permukaan tanah terbesar pada tegakan hutan rakyat umumnya di dominasi oleh kandungan karbon pohon hidup. Pada tegakan hutan rakyat murni dan tegakan pola kebun-campur, total kandungan karbon pohon hidup sebesar 95,7% dan 87,5% dari total keseluruhan karbon di atas permukaan tanah. Model hubungan antara kandungan karbon pohon dengan biomassa pohon adalah berbanding lurus dan membentuk kurva trend linier, dengan nilai koefisien determinasi diatas 90%. Secara simultan peubah dimensi umur pohon dan luas bidang dasar serta peubah pH tanah dan solum, memiliki korelasi yang kuat dalam menduga kandungan karbon pohon hidup. Dimana peubah-peubah tersebut cukup dominan dibandingkan dengan peubah lainnya.
Saran Untuk keperluan pendugaan biomassa dan karbon untuk jenis pohon Elmerrillia sp, model persamaan alometrik ini cukup valid bila digunakan pada kondisi kisaran data diameter dan umur yang sama. Perlunya kajian yang lebih dalam serta penentuan metode yang lebih akurat unt uk mendapatkan data yang akurat untuk menduga biomassa pada bagian akar, kulit, buah dan bunga.
DAFTAR PUSTAKA Adinugroho WC. 2002. Model Peneksiran Biomassa Pohon Mahoni (Swietenia macrophylla) Di KPH Cianjur PT. Perhutani Unit III Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor: Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Asyisanti. 2004. Potensi karbon Di Atas Permukaan Tanah pada Hutan Rakyat: Studi Kasus di Desa Karyasari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor: Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Minahasa. 2000. Minahasa dalam Angka. BPS Minahasa. [BPS]. 2003. Minahasa dalam Angka. BPS. Minahasa. [BPS]. 2005. Minahasa dalam Angka. BPS. Minahasa. Beer J et al. 1990. Modelling agroforestry systems of cacao (Theobroma cacao) with laurel (Cordia alliadora) or poro (Erythrina poeppigiana) in Costa Rica. V. Productivity indices, organic material models and sustainability over ten years. Agroforestry System 12:229-249. Brown S, Gaston G. 1996. Estimates of Biomass Density for Tropical Forests. Brown S, Iverson LV. 1992. Biomass Estimates for Tropical Forests. World Resources. Rev 4(3): 366 -383. Brown S, Gillespie AJR, Lugo AE. 1989. Biomass Estimation Methods for Tropical Forests with Application to Forest Inventory Data. Forest Science 35(4):881-902. Brown S, Iverson LV. 1992. Biomass Estimates for Tropical Forests. World Resources. Rev 4(3): 366 -383. Brown S, Lugo AE. 1992. Aboveground Biomass Estimates for Tropical Moist Forests of the Brazilian Amazon. Intercencia 17:8-18. Brown S. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forest.A Primer. FAO. Forestry Paper No. 134. USA: FAO. Hlm 10-13. Brown S. 1999a. Guidelines for Inventory and Monitoring Carbon Offsets in Forest-Based Projects. Winrock International, Arlington, VA. Brown S. 1999b. Opportunities for Mitigating carbon Emissions throught Forestry- Activities. Winrock International, Arlington, VA.
79
Cacho JO, Marshall GR, Milne M. 2003. Smallholder Agroforestry Project : Potential For Carbon and Poverty Allevation. FAO. Esa Working Paper N0. 03 – 06. Chapman VJ. 1976. Mangrove Vegetation. Vaduz, Cramer J. pp: 197. Davis LS, Johnson KN, Bettinger PS, Howard TE. 2001. Forest Management: To Sustain Ecological, Economic and Social Value. 4th Boston: McGraw Hill. [Dephut & FAO]. Departemen Kehutanan dan Food and Agricultural Organization. 2002. Situation and Outlook of The Foreastry Sector In Indonesia. Vol 2: Forest Resource Base. Dephut dan FAO. Jakarta. [Dephut]. 1999. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Jakarta: Dephut. Dixon RK. 1995. Agroforestry Systems: sources or sinks of greenhouse gases? Agroforestry Systems 31:99-116. Draper N, Smith H. 1991. Applied Regression Analysis. Second Edition. New York: John Wiley and Sons. Furnival GM. 1961. An Index for Comparing Equation Used In Constructing Volume Tables. Forest Science 7(4): 337-341. Ginoga K, Wulan YC, Djaenudin D. 2002. Potential of Indonesian Smallholder Agroforestry in The CDM: A case study in The Upper Citanduy Watershed Area. Working Paper CC12, 2004. ACIAR Project ASEM 2002/2006. Hairiah K, Sitompul SM, van Noorwijk M, Palm CA. 2001a. Methods for Sampling Carbon Stocks above and below ground. Bogor. Indonesia: ICRAF Hairiah K, Sitompul SM, van Noorwijk M, Palm CA. 2001b. Carbon Stocks of Tropical Land Use System as part Of The Global C Balance: Effects of Forest Conversion and Option for Clean Development Activities. Bogor. Indonesia: ICRAF Hairiah K, van Noorwijk M, Palm CA. 2001b. Methods for Sampling Above and Below Ground Organic Pools. Di dalam: Murdiyarso D, Noordwijk Mv, Suyamto DA, editor. Modelling Global Change Impact on The Soil Enviroment.. Bogor. Indonesia: ICRAF Hamburg SP. 2000. Simple Rules for Measuring Changes in Ecosystem Carbon in Forestry-Offset Projects. Mitigation and Adatation Strategies for Global Change. 5:25-3.
80
Handayani K. 2003. Model Pendugaan Biomassa Shorea leprosula Mig di Kebun Percobaan Carita. [Skripsi]. Bogor: Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Haygreen JG, Bowyer JL. 1993. Hasil Hutan dan Ilmu kayu. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hendra S. 2002. Model Pendugaan Biomassa Pohon Pinus (Pinus merkusii Jung et de Vriese) di KPH Cianjur, PT Perhutani Unit III. [Skripsi]. Bogor: Jurusan Mana jemen Hutan Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Heryanto NM, Heriansyah I, Siregar CA, Kiyoshi M. 2002. Measurement of Biomass in Forests. JICA/FORDA. Bogor. Hilmi E. 2003. Model Penduga Kandungan Karbon Pada Pohon Kelompok Jenis Rhizophora spp dan Bruguiera spp. dalam Tegakan Hutan Mangrove: Studi Kasus di Indragiri Hilir Riau. [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Hoover CM, Richards A, Birdsey, Heat LS, Stout SL. 2000. Estimate Carbon Sequestration on Small Forest Tracts. USA-SAF. Journal of Forestry 98(9) :13 – 17. Husch B, Beers TW, Kershaw JA. 2003. Forest Mensuration. Fourth Edition. New Jersey: John Wiley & Sons. [IPCC] International Panel on Climate Change. 1995. Greenhouse Gas InventoryI. Reference Manual. IPCC WGI Technical Support Unit. Hardley Centre. Meteorologi Office, London Road, Braknell, RG 12 2SY. United Kingdom. [IPCC]. 2003. Good Practice Guidance for Land Use, Land-use Change and Forestry. Penman J, et al. Editor. IPCC National Greenhouse Gas Inventories Programme. Ismail AY. 2005. Model Penduga Kandungan Karbon pada Tegakan Acacia (Acacia magium Wild) di Areal Bekas Terbakar: Studi Kasus di HTI PT Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan.[Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. [JICA] Japan International of Carbon Agency. 2002. Demonstration Study On Carbon Fixing Forest Management Project. Progress Report of The Project. Bogor: 2001-2002. [JIPRO] Japan International Forestry Promotion and Cooperation Centre. 2001. Manual of Biomass Measurements, in Plantation and Regenerate Vegetation. Japan International Forestry Promotion and Cooperation Center & Japan Overseas Plantation Center of Pulpwood.
81
Jenkins et al. 2003. National-Scale Bimass Estimation for United State Tree Species. USA. Forest Science 49(1) : 12 – 35. Johnsen K, Samuelson L, Teskey R, McNulty S, Fox T. 2001. Process Models as Tools in Forestry Research and Management. Forest Science 47(1):2-8 Ketterings QM, Coe R, Noordjwik MV, Ambagau Y, Palm CA. 2001. Reducing Uncertainty in the Use of Allometric Biomass Equations for Predicting Above-Ground Tree Biomass in Mixed Secondary Forest. Forest Ecology and Management 146: 199-209. Kyrklund B. 1990. The Potential of Forest and Forest Industry in Reducing Excess Atmospheric Carbon Dioxide. Rome, Italy: Unasylva Vol.41 163:12-14. FAO-UN. Lugo AE, Snedaker SC. 1974. The Ecology Mangrove. Annual Review of Ecology an Systematic 5: 39-64. Martawijaya A, Kartasjana I, Madang YI, Prawira SA, Kadir K. 1989. Atlas Kayu Indonesia, jilid 2. Departemen Kehutanan. Jakarta. MacDicken KG. 1997. A Guide to Monitoring Carbon Storage in Forestry and Agroforestry Projects. USA: Winrock International, 1611 N Kent St. Suite 600, Arlington, VA 22209, USA. McMutrie RE. 1995. Modelling of Canopy Carbon and Water Balance Photosynthesis and Production in a Changing Environment: A Field an Laboratory Manual. Chapman and Hall. P:220-231 Milena S, Markku K. 2005. Allometrics Models for Tree Volume and Total Aboveground Biomass in A Tropical Humid Forest in Costa Rica. Biotropica 37(1) 2 – 8. [MoE] Ministry of Environment Republic of Indonesia. 2003. National Strategy Study on DCM in Forestry Sector, Final Report. Jakarta. Molnar S, Takaes T, Palvolgy T, Farago T, Tajthy T. 1996. Greenhouse Gas Emission and Removals in Hungary. Greenhouse Gas Emission Inventories. Interim Results from the US. Country Studies Program. Environmental Science and Tecnology Library. P: 275-278. Kluwer Academic Publisher. Netherlands. Murdiyarso D, Baharsyah JS. 1996. Inventory of Asian Greenhouse Gas Emissions and Sinks in 1990. Greenhouse Gas Emission Inventories, Interim Results from the U.S. Country Studies Program. Environmetal Science and Technology Library. Kluwer Academic Publisher. Netherlands. P: 147 – 160.
82
Murdiyarso D, Herawati H, Editor. 2005. carbon Forestry: Who will Benefit? Proceeding of Workshop on Carbon Sequestration an Sustainable Livelihoods. Bogor. Indonesia: CIFOR Nabuurs GJ, Mohren GMJ. 1995. Modelling Analysis of Potential Carbon Sequestration in Selected Forest Type. Can. J. For. Res vo 25: 1157-1172 Nair PKR, Editor. 1989. Agroforestry System in Tropics. Dordrecht, The Netherlands: Kluwer Academic Publishers, 245 p. Nair PKR, Latt Cr, Muschler R, Huettl R, Editor. 1995. Agroforestry in Industrialized Nations. Agroforestry System. Special Issue, 31: 97-198. Nair PKR, Nair DV. 2002. Carbon Sequestration in Agroforestry System . http://www.Idd.go.th./Wcss2002/papers/0989.pdf. [17 Maret 2005]. Onrizal. 2004. Model Penduga Biomassa dan Karbon Tegakan Hutan Kerangas di Taman Nasional Danau Sentarum, Kalimantan Barat. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Pandey DN. 2002. Carbon Sequestration in Agroforestry Systems. London. Publisher Elsevier Science Ltd. Climate Policy (2) 367-377. Rizon M. 2005. Profil Kandungan Karbon pada Setiap Fase Pengelolaan Lahan Hutan oleh Masyarakat Menjadi Repong Damar. Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Rozalen S. 1997. Pangaruh Sifat Fisis dan Anatomis Menurut Variasi Ketinggian dalam Satu Pohon Terhadap Sifat Mekanis Kayu Acacia mangium Wild. [Skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutana n Institut Pertanian Bogor. Roshetko JM, Delaney M, Hairiah K, Purnomosidhi P. 2001. Carbon Stocks in Indonesian Homegarden Systems: Can Smallholder Systems be Targeted for Increased Carbon Storage? American Journal of Alternative Agriculture 17(2): 1-11. Ruark GA, Schoeneberger MM, Nair PKR. 2003. Roles for Agroforestry in Helping to Achieve Sustainable Forest Management. Rusolono T. 2006. Model Pendugaan Persediaan karbon Tegakan Agroforestri untuk Pengelolaan Hutan Milik Melalui Skema Perdagangan Karbon. [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Siahaan H. 2003. Pendugaan Kandungan Biomassa dan Karbon Pada Tanaman Pinus mercusii di RPH Cianten, BKPH Leuwiliang, Jawa Barat. [Skrispsi]. Bogor: Jurusan Geofisika dan Meteorologi Fakultas matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor.
83
Salim. 2005. Profil Kandungan Karbon Pada Tegakan Puspa (Schima waliichi Korth). [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Sato K, Teteishi R, Tateda Y, Sugito. 2002. Fieldwork in Mangrove Forest on Stand Parameter and Carbon Amount Fixed as Carbon-diokside for Remote Sensing Data. Forest Ecology Management. Sato T, Madgwick HAI. 1982. Forest Biomass. Martinus Publisher. Schmidt FH, Ferguson FH. 1951. Rainfall Type Based on Wet and Dry Periode for Indonessian wiyh Western New Guinea. Siringoringo HH, Ginting N. 1997. Peran hutan Jati dalam Menyerap Karbondioksida. Buletin Kehutanan No. 608/1997. P: 1-19. Balitbang. Departemen Kehutanan. Bogor. Siregar CA, Kiyoshi M. 2003. Early Growth of Acacia mangium, Pinus merkusii, and Shorea leprosula Plantation as Affeced by Charcoal Application. Buletin Penelitian Hutan No. 634: 41-58 Siregar SMTE. 1995. Penentuan Biomassa Di Atas Tanah Jenis Ramin (Gonystylus bancaruss (Miq) Kurz) Di HPH PT Diamond Raya Timber Propinsi Riau. [Skripsi]. Bogor: Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Snowdown P et al. 2002. Protocol for Sampling Tree and Stand Biomass. National Carbon Accounting System. Technical Report no. 31. Australian Greenhouse Office. Suhendang E. 1985. Studi Model Struktur Tegakan Hutan Alam hujan Tropika dataran Rendah di Bengkunat Propinsi Daerah Tingkat I Lampung. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bo gor. Suhendang E. 2002. Pengantar Kehutanan. Bogor: Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Tsoumis G. 1991. Science and Technology of Wood. Van Nostrand Reinhold. New York. Watson TR, et al. 2000. Land Use, Land Use Change and Forestry, IPCC Special Report. Cambridge: Cambridge University Press, 388 p. White LP, Plaskett LG. 1981. Biomass as Fuel. A Subsidary of Harcourt Brace Jovanovich. New York: Publisher. Whitten AJ, Anwar DJ, Hisyam N. 1984. The Ecological of Sumatra. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
84
Whitmore TC. 1985. Tropical Rain Forest of The Far East. Oxford University Press. New York. Wicaksono D. 2004. Penafsiran Potensi Biomassa pada Hutan Tanaman Mangium (Acacia mangium Wild): Studi Kasus di PT Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan. [Skripsi]. Bogor: Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Zianis D, Menccucini M. 2004. On Simpliying Analyses of Forest Biomass. Forest Ecology and Management 187: 311-332.
.
85
Lampiran 1a. Peta Umum Wilayah Administrasi Kabupaten Minahasa
Lampiran 1b. Peta Umum Penggunaan Lahan di Kabupaten Minahasa
Tomohon Tondano Tareran
86
Lampiran 2 Jenis Pohon Endemik Sulawesi Utara: (a) Cempaka (E. ovalis) (b) Pohon Wasian (E.celebica)
(a)
(b)
87
Lampiran 3a. Data berat basah pohon contoh jenis Elmerrillia sp. No Phn
DBH (cm)
H (m)
Batang
Cabang
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
6.85 8.2 11.5 13 14 15 16.1 18 20 22.3 26 29 31 35 37.2
6.5 7 7.46 7.8 8.25 9.36 11.2 12 13 13.8 22.6 23.3 26.7 28.4 29.3
17.9 35.4 60.5 71 79.5 88.5 114.5 178 248 338.9 500.9 700.9 780.6 855.5 1196
7.7 11 33.7 31.1 37 39.7 58.9 66 74 80.5 123.2 171.1 222.2 311.1 402.2
16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 28 30
7.5 10.6 11.6 15 16 17 19 21 24.7 26.7 28.76 31.6 33.6 37.95 50
6.5 7.1 8.73 9.46 10.9 11.2 12.1 12 15 17 21.9 24 25.2 28.6 27.5
10.8 30 38.5 80.7 90.3 100.5 134.8 208.2 330.7 405 500.3 660 770.5 1091 1957
4 13.3 21.8 23.7 30 39 79.7 80 120 152 177.6 211.1 291.3 344 957.7
Berat Basah pohon contoh (Kg) Ranting Daun Buah Kulit Jenis wasian (Elmerrillia celebica) 3.7 10.8 0 3.2 5.3 13.7 0 4.78 22.2 30.3 0 21.9 13.7 33.8 0 12 25.6 41 0 23.9 21 40 0 18.5 37.4 45.9 0 35 35 52 0 36.2 33 60 0 37 39.5 99.7 0 38.5 69.7 95.8 0 67.8 81 125 0 80 93.4 96 19 93 131 101 24 127 171.2 192 33 160 Jenis cempaka (Elmerrilia ovalis) 3.1 7.5 0 2.75 7.7 21 0 6.2 13.2 23 0 12 14.5 30 0 12.9 17.1 38.7 0 16 23.7 33.3 0 22.2 39.6 45.2 0 38.1 33.9 54 0 33 51.5 73.3 0 44.6 60.15 87.2 0 57.8 77.3 111 0 70 111.1 92.2 0 101 127.8 70.3 33 120 153.3 69.8 36 140 537.4 193 46 490
Akar
Total
8.1 13.3 25.2 28 31 33.3 50 57 63 67 78.1 139 300 401 475
51.4 83.5 194 190 238 241 342 424 515 664 936 1297 1604 1950 2629
3.65 23.6 25.7 30 44 53.3 81 111 131 150 160 205 315 373 798
31.8 102 134 192 236 272 418 520 751 912 1096 1380 1728 2273 4979
88
Lampiran 3b. Data berat biomassa (kg) pohon contoh jenis Elmerrillie sp. No Phn
DBH (cm)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
6.85 8.2 11.5 13 14 15 16.1 18 20 22.3 26 29 31 35 37.2
16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
7.5 10.6 11.6 15 16 17 19 21 24.7 26.7 28.76 31.6 33.6 37.95 50
H (m)
Batang
Cabang
6.5 7 7.46 7.8 8.25 9.36 11.2 12 13 13.8 22.6 23.3 26.7 28.4 29.3
11.17 22.66 37.99 45.44 50.24 55.93 73.28 112.5 156.7 215.5 324.6 420.5 493.3 540.7 765.1
2.53 3.61 11.593 10.574 12.58 12.704 21.675 25.344 28.416 30.912 47.802 67.756 89.769 123.2 209.14
6.5 7.1 8.73 9.46 10.9 11.2 12.1 12 15 17 21.9 24 25.2 28.6 27.5
7.26 20.16 25.56 51.65 58.48 64.29 88.94 133.2 214.3 264.1 324.2 422.4 496.2 706.7 1331
1.92 6.384 8.6328 9.2904 12.12 15.444 27.736 27.84 43.2 54.72 64.646 76.84 129.34 154.11 386.91
Berat Kering pohon contoh (kg) Ranting Daun Buah Kulit Jenis wasian Elmerrillia celebica 0.98 2.592 0 0.858 1.44 3.343 0 1.292 6.13 7.999 0 6.482 4.11 8.518 0 3.648 7.78 11.64 0 8.586 7.31 11.68 0 6.882 12.4 12.85 0 11.9 13.4 16.64 0 14.46 12.9 19.2 0 15.1 14.2 31.9 0 13.07 27.6 34.87 0 27.91 29.2 49.34 0 32.96 41.8 35.71 7.22 42.78 69.2 22.18 8.53 61.47 89 38.4 11.8 83.2 Jenis cempaka Elmerrillia ovalis 0.86 1.89 0 0.759 2.13 5.376 0 1.686 3.85 5.612 0 3.312 4.47 7.2 0 3.598 5.54 11.61 0 5.44 7.68 10.39 0 7.708 15.2 15.73 0 14.46 13.4 19.01 0 13.07 22.7 26.39 0 17.86 26.9 32.09 0 23.1 31.2 40 0 30.52 49.3 35.77 0 44.62 61.9 28.4 13.1 57.6 75.4 27.92 12.9 71.68 273 85.69 16.4 198
Akar
Total
2.88 4.79 9.17 10.3 11.2 11.6 20.2 23.7 26.2 29.8 33.4 53.9 115 144 165
21.01 37.13 79.36 82.59 102 106.1 152.3 206.1 258.6 335.4 496.2 653.7 825.9 969.6 1362
1.26 7.65 9.25 10.9 16 20.9 32.1 45.7 54.5 61.2 64 90.2 141 146 300
13.94 43.38 56.22 87.12 109.2 126.4 194.1 252.3 378.9 462.1 554.6 719.2 927.7 1195 2591
89
Lampiran 3c.Data berat Biomassa jenis Elmerrillia sp pohon contoh, menurut kelas diameter Kelas diameter (cm) 5 - 10
10 - 15
15 - 20
20 - 25
25 - 30
30 - 35
Bagian pohon Batang Cabang Ranting Daun Kulit Akar Total Batang Cabang Ranting Daun Kulit Akar Total Batang Cabang Ranting Daun Kulit Akar Total Batang Cabang Ranting Daun Kulit Akar Total Batang Cabang Ranting Daun Kulit Akar Total Batang Cabang Ranting Daun Buah Kulit Akar Total
Wasian 33.83 6.14 2.42 5.94 2.15 7.67 58.15 133.67 34.75 18.02 28.16 18.72 30.67 263.99 241.71 59.72 33.11 41.17 33.24 55.5 464.45 372.2 59.33 27.1 51.1 28.17 56 593.9 745.1 155.56 56.8 84.21 60.87 87.3 1189.84 1034 212.97 111 57.89 15.75 104.25 259 1794.86
Berat Biomassa (kg) % Cempaka 58.2 7.26 11.1 1.92 4.2 0.86 10.1 1.89 3.4 0.759 13.0 1.26 100.0 13.949 50.6 45.72 13.2 15.02 6.8 5.98 10.7 10.99 7.1 5 11.6 16.9 100 99.61 52.0 263.36 12.9 64.59 7.1 32.89 8.9 44.93 7.2 31.21 11.9 79.9 100 516.88 62.8 347.5 10.1 71.04 4.6 36.1 8.6 45.4 4.7 39.93 9.4 100.2 100 640.17 62.63 588.3 13.07 119.37 4.77 58.1 7.08 72.09 5.12 53.62 7.34 125.2 100 1016.68 57.61 918.6 11.87 206.18 6.18 111.2 3.23 64.17 0.88 13.1 5.81 102.22 14.43 231.2 100 1646.67
% 52.1 13.8 6.2 13.6 5.4 9.0 100 45.9 15.1 6.0 11.0 5.0 16.9 100 51.0 12.5 6.4 8.7 6.0 15.5 100 54.3 11.1 5.6 7.1 6.3 15.6 100 57.9 11.7 5.7 7.1 5.3 12.0 100 55.8 12.5 6.8 3.9 0.79 6.21 14.04 100
90
Lampiran 3c. (Sambungan) Kelas diameter (cm) > 35
Bagian pohon Batang Cabang Ranting Daun Buah Kulit Akar Total
Wasian 765.1 209.14 89 38.4 11.8 83.2 165 1361.64
Berat Biomassa (kg) % Cempaka 56.19 2037.7 15.36 541.02 6.54 384.4 2.82 113.61 0.87 29.3 6.11 269.68 12.12 446 100 3821.71
% 53.32 14.16 10.06 2.97 0.77 7.06 11.67 100
91
Lampiran 4a Model alometrik untuk pendugaan biomassa pohon dan biomassa bagian jaringan pohon wasian (E. celebica). Model
Persamaan
1 2 3
LogY = - 0.701 + 2.40 LogD LogY = - 0.634 + 2.00 LogD + 0.386 LogH Y = 132 - 22.6 D + 1.43 D2
1 2 3
LogY = - 1.06 + 2.49 LogD LogY = - 0.952 + 1.86 LogD + 0.614 LogH Y = 27.3 - 7.70 D + 0.709 D2
1 2 3
LogY = - 1.62 + 2.39 LogD LogY = - 1.59 + 2.22 LogD + 0.166 LogH Y = 48.4 - 6.76 D + 0.273 D2
1 2 3
LogY = - 2.02 + 2.47 LogD LogY = - 2.06 + 2.67 LogD - 0.195 LogH Y = 19.3 - 2.71 D + 0.117 D2
1 2 3
LogY = - 0.863 + 1.63 LogD LogY = - 0.976 + 2.29 LogD - 0.644 LogH Y = - 22.4 + 3.16 D - 0.0426 D2
1
LogY = - 2.86 + 2.49 LogD
1 2 3
LogY = - 2.09 + 2.51 LogD LogY = - 2.15 + 2.89 LogD - 0.368 LogH Y = - 24.4 + 2.16 D - 0.0536 D2
R2
s
PRESS
Biomassa total pohon 99.2 0.04790 0.041148 99.4 0.04089 0.035040 98.6 46.85 74644.4 Biomassa batang 98.4 0.07027 0.089346 98.9 0.05733 0.072609 98.3 30.59 26098.5 Biomassa cabang 97.5 0.08525 0.128896 97.3 0.08788 0.136944 93.0 15.2 7814.54 Biomassa ranting 96.4 0.1055 0.187373 96.2 0.1088 0.203880 95.7 5.386 713.355 Biomassa daun 89.3 0.1245 0.291829 90.0 0.1205 0.267204 75.1 7.141 1038.15 Biomassa buah 74.1 0.05471 0.056788 Biomassa kulit 95.6 0.1187 0.237057 95.5 0.1206 0.254559 85.0 8.241 1148.15
F
MSPE
CVd
1730.72 1190.11 512.22
0.22460 0.08122 6.12
0.01260 0.00224 8.02
862.86 651.84 402.62
0.12420 0.62211 6.48
0.0012 0.0866 8.01
543.44 255.84 93.40
0.6670 0.3220 4.21
0.0654 0.0112 6.20
376.66 176.99 155.21
0.7660 0.6689 3.67
0.0466 0.1223 1.23
117.86 63.4* 22.14*
2.0441 1.8660 10.678
1.0668 1.0021 8.2241
2.1240
3.2001
0.8811 0.9860 8.160
0.6241 0.6622 6.6220
6.71** 308.10 149.73 32.04*
92
LogY = - 1.52 + 2.29 LogD LogY = - 1.42 + 1.71 LogD + 0.569 LogH Y = - 12.4 + 3.61 D - 0.0396 D2
1 2 3
95.3 95.6 72.1
Biomassa akar 0.1123 0.1090 9.141
0.224072 0.216856 1098.15
287.57 153.36 20.14*
0.6620 0.8221 12.68
0.3210 0.4211 10.11
Lampiran 4b Model alometrik untuk pendugaan biomassa pohon dan biomassa bagian jaringan pohon jenis cempaka (E. ovalis). . Model
Persamaan
R2
s
PRESS
F
MSPE
CVd
Biomassa total pohon 1 2 3
LogY = - 1.19 + 2.71 LogD LogY = - 1.19 + 2.74 LogD - 0.038 LogH Y = 231 - 34.5 D_7 + 1.62 D2
1 2 3
LogY = LogY = - 1.58 + 2.79 LogD LogY = - 1.57 + 2.64 LogD + 0.164 LogH Y = 64.4 - 12.7 D + 0.764 D2
1 2 3
LogY = - 2.04 + 2.67 LogD LogY = - 2.04 + 2.61 LogD + 0.068 LogH Y = 58.1 - 7.64 D + 0.281 D2
1 2 3
LogY = - 2.64 + 2.89 LogD LogY = - 2.65 + 2.94 LogD - 0.056 LogH Y = 59.6 - 7.37 D + 0.226 D2
1 2 3
LogY = - 1.20 + 1.83 LogD LogY = - 1.26 + 2.70 LogD_3 - 0.941 LogH_3 Y = 0.94 + 0.186 D + 0.0271 D2
99.7 99.7 99.8
0.03305 0.03433 32.82 Biomassa batang 99.8 0.02598 99.8 0.02547 99.9 9.116 Biomassa cabang 98.1 0.08350 98.0 0.08683 98.7 11.15 Biomassa ranting 98.1 0.09013 98.0 0.09376 96.5 12.82 Biomassa daun 93.6 0.1077 94.6 0.9928 86.2 7.809
0.019979 0.022361 77270.5
4795.74 2221.91 2946.98
0.01246 0.02411 0.12680
0.00122 0.00266 0.24660
0.011805 0.012062 4543.84
8256.96 4296.06 10654.98
0.02667 0.02645 0.10224
0.00118 0.00120 0.22111
0.123633 0.142414 7577.82
730.05 337.58 548.67
0.21160 0.35411 0.89221
0.20114 0.21022 0.91120
0.151639 0.181941 16814.1
736.63 340.37 193.85
0.67881 0.73911 1.22112
0.31440 0.42201 2.11056
0.213210 0.193687 4271.15
206.39 123.01 44.76*
1.6740 1.4651 4.26
1.0960 1.0022 6.22
93
1
LogY = 0.285 + 0.541 LogD
77.2
1 2 3
LogY = - 2.68 + 2.88 LogD_5 LogY = - 2.66 + 2.64 LogD + 0.260 LogH Y = 32.6 - 4.26 D + 0.149 D2
98.3 98.2 98.5
1 2 3
LogY = - 2.00 + 2.67 LogD LogY = - 2.05 + 3.45 LogD - 0.844 LogH Y = 13.5 - 2.35 D + 0.161 D2
96.9 97.2 98.4
Biomassa buah 0.02801 Biomassa kulit 0.08491 0.08720 6.085 Biomassa akar 0.1084 0.1028 10.14
0.016975
7.76**
4.88
6.09
0.122031 0.135138 3204.18
825.02 391.26 475.85
0.11401 0.12260 1.68
0.01244 0.02181 0.86
0.258231 0.271826 1876.96
432.75 242.05 420..12
2.680 1.820 1.286
1.2442 1.0224 0.896
94
Lampiran 5a. Kandungan karbon, kadar zat terbang, kadar abu dan kadar arang, akar, cabang, ranting, kulit dan buah pohon jenis Elmerrillia sp. Jenis Pohon Wasian
Diameter (cm) < 10
10 - 20
20 - 30
30 - 40
Cempaka
< 10
10 - 20
20 - 30
30 - 40
Bagian Pohon akar cabang ranting daun kulit akar cabang ranting daun kulit akar cabang ranting daun kulit akar cabang ranting daun buah kulit akar cabang ranting daun kulit akar cabang ranting daun kulit akar cabang ranting daun kulit akar cabang ranting daun buah kulit
Kandungan (%) Zat Terbang Abu 78.101 1.899 73.565 2.011 76.111 3.309 64.881 11.019 77.906 1.321 76.819 1.921 72.982 2.009 75.788 3.211 62.751 11.544 60.573 12.113 76.818 1.342 71.765 1.401 75.911 2.103 63.087 13.101 69.901 1.333 76.371 0.999 74.793 1.241 75.198 3.333 64.486 10.511 66.008 9.682 73.001 1.545 71.079 7.324 70.467 3.121 74.004 6.611 65.118 10.001 71.232 5.567 75.896 3.323 71.497 3.262 74.888 6.009 65.019 12.736 64.998 10.637 75.849 4.814 74.123 3.749 73.817 6.178 65.975 10.329 75.149 4.007 76.173 0.919 74.747 1.252 75.231 3.737 64.977 9.101 66.112 9.287 76 0.901
Karbon 20 24.424 20.58 24.1 20.773 21.26 25.009 21.001 25.705 27.314 21.84 26.834 21.986 23.812 28.766 22.63 23.966 21.469 25.003 24.31 25.454 21.597 26.412 19.385 24.881 23.201 20.781 25.241 19.103 22.245 24.365 19.337 22.128 20.005 23.696 20.844 22.908 24.001 21.032 25.922 24.601 23.099
95
Lampiran 5a. (Sambungan) Jenis Pohon Cempaka
Diameter (cm) > 40
Bagian Pohon akar cabang ranting daun buah kulit
Kandungan (%) Zat Terbang Abu 77 1.009 76.505 1.677 73.133 3.389 67.131 9.671 69.486 7.099 76.903 1.077
Karbon 21.991 21.818 23.478 23.198 23.415 22.02
Lampiran 5b. Kandungan karbon, kadar arang, kadar zat terbang, dan kadar abu batang jenis Elmerrillia sp. Jenis
Wasian
Cempaka
Diameter (cm) < 10 10 - 20 20 - 30 30 - 40 < 10 10 - 20 20 - 30 30 - 40 > 40
Arang 58.191 61.231 66.98 69.101 60.455 61.212 62.233 63.331 66.762
Abu 0.905 1.111 1.121 1.923 1.1 1.567 1.777 1.901 2.606
Kandungan (%) Zat Karbon Terbang 16.324 40.962 16.421 43.699 16.001 49.858 16.801 50.377 16.788 42.567 16.835 42.81 16.991 43.465 16.122 45.308 16.311 47.845
C.Arang 82.771 82.468 82.878 81.276 82.112 81.598 81.232 81.977 81.083
96
Lampiran 6a Model Penduga Karbon pohon jenis wasian (E. celebica) Model
Persamaan
1 2
Log Y = - 1.21 + 2.55 LogD Log Y = - 1.15 + 2.17 LogD + 0.369 LogH
1 2
Log Y = - 1.57 + 2.63 LogD Log Y = - 1.46 + 2.02 LogD + 0.597 LogH
1 2
Log Y = - 2.20 + 2.38 LogD Log Y = - 2.20 + 2.40 LogD - 0.020 LogH
1 2
Log Y = - 2.74 + 2.50 LogD Log Y = - 2.78 + 2.74 LogD - 0.237 LogH
1 2 3
Log Y = - 0.961 + 0.127 D - 0.00209 D2 Log Y = - 1.60 + 2.34 LogD - 0.687 LogH Log Y = - 1.48 + 1.64 LogD
1
Log Y = - 3.48 + 2.49 LogD
1 2
Log Y = - 2.77 + 2.59 LogD Log Y = - 2.93 + 3.54 LogD – 0.920 LogH
1 2
Log Y = - 2.28 + 2.37 LogD Log Y = - 2.18 + 1.80 LogD + 0.555 LogH
R2 s PRESS F Karbon total pohon 99.2 0.0516 0.0454 1676.29 99.3 0.0463 0.0408 1044.81 Karbon batang 98.4 0.0735 0.0952 883.15 98.9 0.0625 0.0819 614.55 Karbon cabang 97.5 0.0841 0.1237 549.05 97.3 0.0876 0.1343 253.48 Karbon ranting 96.4 0.1065 0.1908 379.62 96.2 0.1094 0.2046 179.86 Karbon daun 94.8 0.0875 0.1869 127.46 90.2 0.1195 0.2630 65.5* 89.3 0.1248 0.2951 118.38 Karbon buah 74.0 0.0548 0.0570 6.69 * Karbon kulit 94.4 0.1401 0.348094 235.69 95.2 0.129 0.288235 140.74 Karbon akar 95.7 0.1109 0.217331 315.33 96.0 0.1079 0.211238 167.44
MSPE
CVd
0.2468 0.8641
0.0846 0.0212
0.2246 0.4522
0.0628 0.0122
0.8820 0.1246
0.4066 0.078
0.1244 1.2046
0.8401 0.9454
0.2902 3.460 4.0124
0.0460 1.4682 2.0481
4.6621
6.4420
0.1245 0.2240
0.6640 0.0245
0.8675 0.4110
0.0122 0.1220
97
Lampiran 6b Model Penduga Karbon pohon jenis cempaka (E. ovalis) Model
Persamaan
1 2
Log Y = - 1.66 + 2.80 LogD Log Y = - 1.65 + 2.71 LogD + 0.088 LogH
1 2
Log Y = - 2.05 + 2.88 LogD Log Y = - 2.03 + 2.61 LogD + 0.291 LogH
1 2
Log Y = - 2.51 + 2.55 LogD Log Y = - 2.50 + 2.38 LogD + 0.185 LogH
1 2
Log Y = - 3.48 + 3.00 LogD Log Y = - 3.47 + 2.87 LogD + 0.137 LogH
1 2
Log Y = - 1.85 + 1.84 LogD Log Y = - 1.90 + 2.55 LogD – 0.765 LogH
1
Log Y = - 0.255 + 0.491 LogD
1 2
Log Y = - 3.28 + 2.85 LogD Log Y = - 3.26 + 2.47 LogD + 0.412 LogH
1 2
Log Y = - 2.70 + 2.69 LogD Log Y = - 2.74 + 3.15 LogD - 0.498 LogH
R2 s Karbon total pohon 99.6 0.0383 99.6 0.0396 Karbon batang 99.8 0.0295 99.8 0.0262 Karbon cabang 98.1 0.0811 97.9 0.0836 Karbon ranting 98.0 0.0974 97.8 0.1011 Karbon daun 92.8 0.1154 93.2 0.1124 Karbon buah 75.5 0.0229 Karbon kulit 98.2 0.0879 98.1 0.0886 Karbon akar 97.3 0.1009 97.3 0.1014
PRESS
F
MSPE
CVd
0.02574 0.02892
3810.29 0.0124 1785.22 0.0245
0.0020 0.0021
0.01494 0.01147
6815.58 0.0067 4331.67 0.0088
0.0028 0.2100
0.11939 0.14061
709.09 0.6782 332.26 0.4210
0.0468 0.0124
0.17725 0.21481
678.82 0.2460 315.09 0.8100
0.0120 0.0422
0.23619 0.24379
182.23 0.9981 96.82 0.7781
0.2441 0.3320
0.01139
7.16* 4.2680
2.2411
0.13346 0.15698
754.16 0.7721 37.52 0.6421
0.3201 0.2601
0.22415 0.26229
507.92 0.2210 252.15 0.2266
0.4462 0.3211
98
Lampiran 7 Model Hubungan antara Kandungan Karbon Pohon dengan Peubah Dimensi Pohon dan Faktor Lingkungan Peubah bebas 7 6 5 4 3 2 1 1 1 7 6 5 4 3 2 1 1 1
Model Lokasi Masarang Clive = 152 + 50.5 Umur - 41.9 pH tanah + 0.0470 N - 1.07 Dbh + 2.50 BA - 2.40 Solum - 0.51 C tanah Clive = - 295 + 34.1 Umur - 44.0 pH tanah + 0.112 N + 8.97 Dbh + 2.57 BA + 1.68 Tekstur Clive = - 247 + 34.2 Umur - 39.7 pH tanah + 0.120 N + 9.29 Dbh + 2.30 BA Clive = - 215 + 33.9 Umur - 42.7 pH tanah + 0.117 N + 10.4 Dbh Clive = 65 + 55.1 Umur - 78.4 pH tanah + 0.0365 BA Clive = 202 + 51.5 Umur - 97.9 pH tanah Clive = - 167 + 43.3 Umur Clive = - 168 + 19.8 BA Clive = - 154 + 14.0 Dbh Lokasi Tareran Clive = - 35 + 21.7 Umur - 4.88 Solum + 4.83 Tekstur - 30.9 pH tanah + 35.1 Dbh - 26.9 H + 0.103 BA Clive = 632 + 34.5 Umur - 10.0 Solum + 10.5 Tekstur - 50.8 pH tanah + 20.4 Dbh - 21.3 BA Clive = 493 + 44.8 Umur - 9.57 Solum + 10.7 BA - 30.5 pH tanah + 2.65 Dbh Clive = 430 + 50.9 Umur - 8.47 Solum + 11.2 BA - 39.3 pH tanah Clive = 327 + 50.5 Umur - 9.03 Solum + 10.5 BA Clive = 496 + 53.5 Umur - 7.97 Solum Clive = - 243 + 51.8 Umur Clive = - 284 + 19.0 BA Clive = - 167 + 19.2 Dbh
R2 (%)
F
99.7
241.8
99.6
292.38
99.5 99.2 98.8 98.3 96.9 95.5 89.2
346.12 312.46 295.97 344.35 401.82 277.97 107.89
99.6
229.35
99.1
139.7
98.2 98.1 97.6 96.7 93.3 79.6 79.1
90.19 119.66 152.01 188.34 182.48 50.59 49.3
99
Lampiran 8a. Contoh analisis data untuk model penduga biomassa Biomassa batang jenis wasian : Regression Analysis: LogY versus LogD The regression equation is LogY = - 1.06 + 2.49 LogD Predictor Constant LogD
Coef SE Coef -1.0589 0.1079 2.48721 0.08467
T P -9.81 0.000 29.37 0.000
S = 0.07027 R-Sq = 98.5% R-Sq(adj) = 98.4% PRESS = 0.089346 R-Sq(pred) = 97.93% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 4.2604 4.2604 862.86 0.000 Residual Error 13 0.0642 0.0049 Total 14 4.3245
Biomassa batang jenis cempaka Regression Anal ysis: LogY versus LogD Batang cempaka The regression equation is LogY = - 1.58 + 2.79 LogD Predictor Constant LogD
Coef SE Coef -1.57758 0.04102 2.79152 0.03072
T P -38.46 0.000 90.87 0.000
S = 0.02598 R-Sq = 99.8% R-Sq(adj) = 99.8% PRESS = 0.011805 R-Sq(pred) = 99.79% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 5.5751 5.5751 8256.96 0.000 Residual Error 13 0.0088 0.0007 Total 14 5.5838
100
Lampiran 8b. Contoh analisis data untuk model penduga karbon Regression Analysis: Log Y versus LogD
Karbon Batang jenis Cempaka The regression equation is Log Y = - 2.05 + 2.88 LogD Predictor Constant LogD
Coef -2.04721 2.88115
S = 0.02952 PRESS = 0.014936
SE Coef 0.04660 0.03490
T -43.93 82.56
R-Sq = 99.8% R-Sq(pred) = 99.75%
P 0.000 0.000
R-Sq(adj) = 99.8%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 13 14
SS 5.9388 0.0113 5.9501
MS 5.9388 0.0009
F 6815.58
T -13.90 29.72
P 0.000 0.000
P 0.000
Karbon batang wasian Regression Analysis: Log Y versus LogD The regression equation is Log Y = - 1.57 + 2.63 LogD Predictor Constant LogD
Coef -1.5685 2.63210
S = 0.07350 PRESS = 0.095201
SE Coef 0.1129 0.08857
R-Sq = 98.5% R-Sq(pred) = 98.03%
R-Sq(adj) = 98.4%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 13 14
SS 4.7712 0.0702 4.8414
MS 4.7712 0.0054
F 883.15
P 0.000
101
Lampiran 8c. Contoh analisis data model hubungan antara karbon dengan biomassa KARBON VS BIOMASSA,
bagian batang jenis wasian.
Regression Analysis: Cbtg versus Biobtg The regression equation is Cbtg = - 1.98 + 0.506 Biobtg Predictor Constant Biobtg
Coef -1.9778 0.506360
S = 1.143 PRESS = 24.9834
SE Coef 0.4135 0.001307
T -4.78 387.49
R-Sq = 100.0% R-Sq(pred) = 99.99%
P 0.000 0.000
R-Sq(adj) = 100.0%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 13 14
SS 196096 17 196113
MS F 196096 150147.63 1
P 0.000
Karbon versus biomassa bagian batang jenis cempaka. Regression Analysis: Cbtg_1 versus Biobtg_1 The regression equation is Cbtg_1 = - 7.38 + 0.501 Biobtg_1 Predictor Constant Biobtg_1
Coef -7.384 0.500518
S = 6.876 PRESS = 1074.53
SE Coef 2.292 0.005166
T -3.22 96.89
R-Sq = 99.9% R-Sq(pred) = 99.76%
P 0.007 0.000
R-Sq(adj) = 99.9%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 13 14
SS 443896 615 444510
MS 443896 47
F 9388.50
P 0.000
102
Lampiran 9a Perbandingan model yang di hasilkan berdasarkan koefisien a dan b dari berbagai jenis pohon di daerah tropis dan sub tropis pada bagaian batang dan cabang. (Sumber Laclau, 2003 dalam Salim 2005). Jenis dan bagian pohon Koefisien allometrik R2 Pustaka a b (%) Jenis pohon sub-tropis Batang Red maple 0,103 2,383 98,5 Pastor et al. (1984) Sugar maple 0,162 2,350 99,9 Pastor et al. (1984) Yellow birch 0,132 2,351 99,7 Pastor et al. (1984) Aspen 0,076 2,423 98,6 Pastor et al. (1984) White pine 0,090 2,287 98,5 Pastor et al. (1984) Red oak 0,158 2,323 99,9 Pastor et al. (1984) Metasequoia glyptostroboides** 0,070 2,407 98,8 Williams et al. (2003) Pinus poinderosa** 0,094 2,189 98,0 Laclau (2003) Austrocecedrus chilensis 0,081 2,451 99,0 Laclau (2003) Jenis pohon hutan tropis Hutan keramgas 0,068 2,829 98,9 Onrizal (2004) Pohon Puspa 0,262 2,104 98,9 Salim (2005) Poho karet 0,0003 0,765 99,2 Yuliana (2005) Cabang Jenis pohon sub-tropis Red maple 0,022 2,239 93,1 Pastor et al. (1984) Sugar maple 0,021 2,457 94,9 Pastor et al. (1984) Yellow birch 0,020 2,522 95,5 Pastor et al. (1984) Aspen 0.013 2,349 97,5 Pastor et al. (1984) White pine 0,012 2,241 96,3 Pastor et al. (1984) Red oak 0,010 2,807 98,9 Pastor et al. (1984) Metasequoia glyptostroboides** 0,004 2,562 95,2 Williams et al. (2003) Pinus poinderosa** 0,060 1,182 90,0 Laclau (2003) Austrocecedrus chilensis 0,057 2,014 99,0 Laclau (2003) Jenis pohon hutan tropis Hutan kerangas 0,001 3,541 96,1 Onrizal (2004) Pohon Puspa 0,038 2,088 98,9 Salim (2005) Pohon karet 0,0001 3,277 98,4 Yuliana (2005)
* Koefisien alometrik dihitung berdasarkan persamaan W x = aDb ; ** jenis hutan tanaman; *** kawasan dengan curah hujan 1500-4000 mm. * Sumber data Laclau (2003) dan Salim (2005) yang telah di olah kembali oleh penulis dari berbagai pustaka dengan menambahkan hasil beberapa penelitian untuk berbagai jenis tipe hutan dan pohon di Indonesia
103
Lampiran 9b Perbandingan model yang di hasilkan berdasarkan koefisien a dan b dari berbagai jenis pohon di daerah tropis dan sub tropis pada biomassa total pohon. Jenis dan bagian pohon Koefisien allometrik R2 Pustaka a b (%) Jenis pohon sub-tropis BioTotal Red maple 0,108 2,430 99,7 Pastor et al. (1984) Sugar maple 0,168 2,429 99,8 Pastor et al. (1984) Yellow birch 0,189 2,373 99,8 Pastor et al. (1984) Aspen 0,098 2,449 99,2 Pastor et al. (1984) White pine 0,218 2,037 95,3 Pastor et al. (1984) Red oak 0,163 2,394 99,4 Pastor et al. (1984) Metasequoia glyptostroboides** 0,045 2,336 99,0 Williams et al. (2003) Pinus pinaster** 0,079 2,409 99,2 Ritson&Sochacki (2002) Jenis pohon Tropis Hutan Mangrove (Rh. apiculata) 0,029 2,52 98,3 Hilmi (2003) Hutan Kerangas 0,255 2,528 99,7 Onrizal (2004) Tegakan Puspa 0,459 1,998 99,7 Salim (2005) Pohon Karet 0,012 2,444 99,8 Yuliana (2005) Selain Pohon Karet 0,091 2,590 99,6 Pamoengkas et al. (2000) Pinus mercusii 0,206 2,260 96,4 Siahaan (2003) Ramin 0,086 2,440 98,7 Siregar (1995) Acacia 0,1255 2,298 96,7 Agus Yadi (2005) Hutan Rakyat Damar Agroforest 0,11 2,620 Rizon (2003) Pohon Afrika (Desa Karyasari) 0,11 2,620 Asyisanti (2004) Kebun campuran 0,11 2,620 Yuli (2003) Pinus KPH Cianjur 0,206 2,26 97.1 Hendra (2002) Akasia HTI PT.MHP 0,070 2,580 98,6 Wicaksono (2004) Mahoni KPH Cianjur 0,048 2,68 98,1 Adinugroho (2002) Sengon Jabar 0,0576 2,561 98,0 Rusolono (2006) Pohon pada iklim basah*** 0,091 2,590 97,0 Brown (1997) Cempaka 0,0647 2,715 99,7 Studi ini (2006) Wasian 0,0991 2,496 99,2 Studi ini (2006) Meranti merah PT.MHP Sumsel 0,058 2,62 97,7 Handayani (2003) * Sumber data Laclau (2003) dan Salim (2005) yang telah di olah kembali oleh penulis dari berbagai pustaka dengan menambahkan hasil beberapa penelitian untuk berbagai jenis tipe hutan dan pohon di Indonesia
104
Lampiran 10 Total biomassa bagian pohon di atas tana h (TBAT) di berbagai tipe hutan (Sato et al. 2002; Salim, 2005)) Lokasi dan Tipe Hutan
Ch (mm/th)
TBAT (t/ha)
3878 1625 2621 2517 Td 1697 1697 2700
292.6 170.2 215.7 160.8 277.4 265.5 150.1 356.2
Soerianegara (1965) Soerianegara (1965) Soerianegara (1965) Hanum et al. (1999) DeWait & Chave (2004) Fearside at al. (1999) Fearside at al. (1999) Nascimento & Laurace (2002)
2300 2300
376.6 312.8
Cumming at al.(2002) Cumming at al.(2002)
1700 1700 1700 3644
640 305 209 305
11. Hutan tanaman Bombacopsis qiunata, Costa Rica
1659
17.5
12. Hutan tanaman campuran, Costa Rica e 13. Hutan tanaman monokultur, Costa Rica e 14. Hutan Kerangas, Kalimantan Barat 15. Hutan tanaman campuran Shores javanica, Krui a. Repong damar tanpa pembersihan b. Repong damar dengan pembersihan 16. Tegakan puspa, Sumsel 17. Hutan rakyat Cempaka & Wasian Minahasa, Sulut a. Tegakan murni b. Tegakan campuran
4000 4000 3932
93.2 61.2 874.9
Gerwing & Farias (2002) Gerwing & Farias (2002) Gerwing & Farias (2002) Cordero & Kanninen (2002) Cordero & Kanninen (2002 Shepherd et al. (2001) Shepherd et al. (2001) Onrizal (2004)
3500 3500 2900
472.5 689.4 89.25
4910 3975
299.85 243.19
2495 Td Td
156.2 199.8 91.7
Teteno et al. (2004) Giese et al. (2003) Haripriya (2002)
2375 1400 1400
449.6 357.5 176.4
William et al. (2003) William et al. (2003) William et al. (2003)
690 690 690
121.3 42.2 11.2
Helmisari et al. (2002) Helmisari et al. (2002) Helmisari et al. (2002)
A. Daerah tropis 1. Hutan hujan dataran rendah, Kaltim a a. Nunukan b. Sangkuriang 2. Hutan Agathis, Sampit, Kalteng a *) 3. Hutan sekunder Dipterokarpa b *0 4. Hutan hujan dataran rendah, Costa Rica 5. Hutan dataran rendah, Amazon c 6. Hutan dataran rendah, Amazon d 7. Hutan hujan dataran rendah, Amazon 8. Hutan hujan dataran rendah, Amazon barat daya a. Kerapatan tinggi b. Kerapatan sedang 9. Hutan hujan dataran rendah, Amazon timur a. Kerapatan tinggi b. Kerapatan sedang c. Kerapatan rendah 10. Hutan tanaman Bombacopsis qiunata, Costa Rica
B. Daerah Sub-tropis Hutan gugur daun Hutan riparian Rata-rata berbagai tipe hutan di India Hutan tanaman M.glypstrobodies, Jepang a. Lbds : 114.7 m2/ha; 1630 ind/ha b. Lbds : 81 m2/ha; 816 ind/ha c. Lbda : 48.7 m2 /ha; 2767 ind/ha 5. Pinus sylvestris umur 100 th a. Umur 100 th b. Umur 35 th c. Umur 15 th 1. 2. 3. 4.
Pustaka
Rizon (2005) Rizon (2005) Salim (2005) Studi ini
Hanya biomassa batang dari pohon yang berdiameter ≥35 cm; b 15 tahun setelah tebang; Sebelum terbakar; d setelah terbakar; e umur 9 tahun; td = tidak ada data * Data dalam Lampiran 10 untuk jenis hutan sub tropis dan hutan tropis di luar negeri bersumber dari Sato et al. (2002) yang telah di olah kembali oleh penulis lewat studi pustaka dengan memasukkan beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan di Indonesia. a c
105
Lampiran 11 Proporsi karbon terhadap biomassa bagian pohon pada berbagai jenis dan tipe hutan No
Jenis Pohon/Tipe Hutan
1. 2.
Karet, Rantau Pandan-Jambi Jati a. Pangkal batang b. Batang bagian tengah c. Batang bagian atas d. Cabang e. Ranting f. Daun Umum Jenis-jenis pohon tropis Pohon daun lebar, AS Hutan Mangrove, Riau Hutan Kerangas, Kalbar Karet, Bengkulu a. Umur 5 tahun b. Umur 10 tahun c. Umur 15 tahun Acacia mangium, Sumsel a. Areal bekas terbakar b. Areal tidak terbakar Pohon puspa, Sumsel a. Kelas diameter 2 – 10 cm b. Kelas diameter 10 – 20 cm c. Kelas diameter >20 cm Hutan rakyat Minahasa, Sulut a. Cempaka (batang) b. Wasian (batang)
3. 4. 5. 6. 7. 8.
9. 10.
11. ∗
karbon terikat
Karbon % 45 50.4 50.2 49.6 48.7 47.2 46.5 41-54 50 50 19-47* 19-27*
Pustaka Murdiyarso & Wasrin (2000) Kraenzel et al. (2003)
IPCC (1996) Brown & Gaston (1996) Brown et al. (1999) Hilmi (2003) Onrizal (2004) Yuliana (2005)
20.96* 17.58* 16.63* Ismail (2005) 14.7-28.8* 14.4-28.4* Salim (2005) 31.53* 28.51* 33.84* Studi ini 42.5-50.3* 42.8-50.2*