PENERAPAN KEBIJAKAN REVITALISASI PERKERETAAPIAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA : PENDEKATAN PENGGANDA SOCIAL ACCOUNTING MATRIX (PERIODE 2005 – 2010)
Oleh YESIKA FITRIA ANGGURY SIHOMBING H14070041
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN YESIKA FITRIA ANGGURY SIHOMBING. Penerapan Kebijakan Revitalisasi Perkeretaapian dan Implikasinya Terhadap Perekonomian Indonesia: Pendekatan Pengganda Social Accounting Matrix (Periode 2005 - 2010). (dibimbing oleh TANTI NOVIANTI dan TONI IRAWAN).
Sektor transportasi adalah sektor yang berperan penting dalam pembangunan di Indonesia. Sektor ini termasuk dalam pembangunan infrastruktur yang berfungsi untuk mendukung seluruh aspek dan kegiatan pembangunan. Sektor transportasi juga merupakan
bagian
penting
dari
kegiatan
produksi
dan
berperan
dalam
mendistribusikan barang dan jasa. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dianalisis bagaimana jasa transportasi berpengaruh pada peningkatan perekonomian Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Kementerian Perhubungan, khususnya jasa transportasi dengan menggunakan metode Social Accounting Matrix. Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor produksi mengalami peningkatan pendapatan dengan presentase terbesar yaitu 0,28 persen dari kondisi awal atau meningkat sebanyak Rp. 196.441 milyar, pendapatan institusi terbesar diterima oleh institusi rumahtangga pertanian buruh dengan presentase 0,053 persen atau sebesar Rp. 94.318,17 milyar, dan dari 24 sektor yang ada sektor kereta api merupakan sektor terbesar yang mengalami peningkatan pendapatan sebesar 279,51 persen atau sebesar Rp. 19.299,67 milyar dari total pendapatan awal. Kata Kunci: Kereta api, Revitalisasi, Social Accounting Matrix
PENERAPAN KEBIJAKAN REVITALISASI PERKERETAAPIAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: PENDEKATAN PENGGANDA SOCIAL ACCOUNTING MATRIX (PERIODE 2005 – 2010)
Oleh YESIKA FITRIA ANGGURY SIHOMBING H14070041
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul Skripsi
: Penerapan Kebijakan Revitalisasi Perkeretaapian dan Implikasinya Terhadap Perekonomian Indonesia: Pendekatan Pengganda Social Accounting Matrix (Periode 2005 – 2010)
Nama Mahasiswa
: Yesika Fitria Anggury Sihombing
NIM
: H14070041
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Tanti Novianti, M.Si. NIP. 19721117 199802 2 005
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. NIP. 19641022 119890 31 003
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor,
Desember 2011
Yesika Fitria Anggury Sihombing H14070041
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Yesika Fitria Angguri Sihombing. Lahir di Sidikalang 08, Mei 1989, merupakan anak kedua dari enam bersaudara pasangan Bapak Hisar Aldiman Sihombing dan Dermawan Tampubolon, S.E. Penulis memulai pendidikan dari TK Pertiwi Sidikalang pada tahun 1994 dan lulus pada tahun 1995. Penulis melanjutkan pendidikannya di SD SW ST Yosef Sidikalang pada tahun 1995 dan lulus pada tahun 2001. Penulis kemudian melanjut ke pendidikan menengah pertama di SLTP SW ST. Paulus Sidikalang. Pada tahun 2004 penulis diterima di SMA 1 Sidikalang dan lulus pada tahun 2007. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor lewat jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi Mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi dan kepanitiaan, seperti Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK), Organisasi Mahasiswa Daerah (PERSADA), dan HIPOTESA (Himpunan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan) tahun 2009. Penulis juga aktif diberbagai kepanitiaan, yaitu koordinator tim Bina Harapan di KPA periode 2009-2010, sekretaris Retreat KPA tahun 2009, seksi publikasi dan dokumentasi (PDD) dalam acara Natal Civitas Akademika IPB tahun 2008, seksi dana dan usaha di Kebaktian Awal Tahun Ajaran IPB tahun 2008. Penulis juga ikut serta menjadi kontingen basket putri di FE UI CUP tahun 2011 dan kontingen basket putri Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) tahun 2011.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan campur tangan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penerapan Kebijakan Revitalisasi Perkeretaapian dan Implikasinya Terhadap Perekonomian Indonesia: Pendekatan Pengganda Social Accounting Matrix” (Periode 2005 – 2010). Penelitian ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulisan mengucapkan terimakasih kepada pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini, antara lain : 1. Tanti Novianti, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan masukan, arahan hingga penyelesaian skripsi ini. 2. Tony Irawan, M.App. Ec., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan masukan, arahan, dan sudah menyediakan waktu bagi penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini. 3. Orangtua penulis tercinta, Bapak Aldiman Sihombing dan Ibu Dermawan Tampubolon, S.E., atas segalanya, baik doa, dukungan, semangat, perhatian, nasehat, yang tiada hentinya diberikan kepada penulis. 4. Dr. Wiwiek Rindayati, M.Si. dan Dr. Muhammad Findi A selaku Dosen Penguji Utama dan Dosen Penguji Komisi Pendidikan yang telah memberikan saran dan masukan guna perbaikan skripsi ini.
iii
5. Kakak dan adik penulis tersayang, Mey Lenny, Herawaty, Lintong, Johannes, dan Novita yang telah memberikan perhatian, dukungan, semangat dan doa selama penulis dalam perkuliahan. 6. Teman dekat penulis Barto Hendricho Siburian yang telah memberikan doa, semangat, perhatian juga teman-teman seperjuangan, Ilmu Ekonomi 44 (terutama Renatalia, Retni, dan Dame Siregar) atas kebersamaan selama kuliah di Departemen Ilmu Ekonomi dan keluarga penulis di Komisi Pelayanan Anak IPB, terimakasih untuk kebersamaan, dukungan dan doanya. 7. Teman-teman Kelompok Kecil (Viva, Pheni, Lisbet), Adik Kelompok Kecil penulis (Elisabeth, Dewi, Novi dan Devi), teman seperjuangan di IPB (Jesika Monia, Etax Djowlie, Posma, Krisna, Esti, Herman, Hezron, Ribka, Desi, Jenita, Kila, Reni), serta anak kostn Griya Ananta. 8. Semua pihak yang telah membantu penulis sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Bogor,
Desember 2011
Yesika Fitria Anggury Sihombing H14070041
iv
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ........................................................................................................ vi DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. vii DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. viii I. PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 1.1. Latar Belakang.................................................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah ............................................................................................ 5 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................................ 7 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ................................. 8 2.1. Tinjauan Pustaka ................................................................................................ 8 2.1.1. Pembangunan Ekonomi ............................................................................... 8 2.1.2. Hubungan Investasi dengan Pertumbuhan Ekonomi ................................... 8 2.1.3. Infrastruktur ............................................................................................... 10 2.1.4. Defenisi Revitalisasi .................................................................................. 11 2.1.4.1. Kereta Api Penumpang ....................................................................... 12 2.1.4.2. Kereta Api Barang............................................................................... 13 2.1.5. Permasalahan Umum Perkeretaapian ........................................................ 15 2.1.5.1. Pelayanan ............................................................................................ 15 2.1.5.2. Tarif Relatif Kereta Api ...................................................................... 16 2.1.6. Peran Pemerintah Terhadap Perkeretaapian .............................................. 17 2.1.6.1. Pembagian Wewenang Pemerintah Pusat dan Daerah ........................ 17 2.1.6.2. Pendanaan Pemerintah ........................................................................ 20 2.1.7 Sistem Neraca Sosial Ekonomi ................................................................... 21 2.1.7.1. Kerangka Dasar Model SAM (Social Accounting Matrix) ................. 21 2.2. Tinjauan Empiris .............................................................................................. 23 2.3. Kerangka Pemikiran ......................................................................................... 26 III. METODE PENELITIAN ...................................................................................... 27 3.1. Jenis dan Sumber Data ..................................................................................... 27
iv
3.2. Metode Analisis ................................................................................................ 28 3.2.1. Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Indonesia 2008 ........................... 28 3.2.2. Tabel SNSE Indonesia 2008 ...................................................................... 29 3.2.3. Kerangka Dasar Social Accounting Matrix (SAM) ................................... 31 3.2.4. Perhitungan Matriks Pengganda dan dekomposisi .................................... 34 3.2.5. Analisis Efek Pengganda Neraca ............................................................... 35 3.2.6. Simulasi Kebijakan dan Justifikasinya ...................................................... 37 IV. GAMBARAN UMUM PERKERETAAPIAN INDONESIA .............................. 39 4.1. Perkeretaapian Indonesia .................................................................................. 39 4.2. Revitalisasi Perkeretaapian ............................................................................... 44 4.3. Rehabilitasi Sarana dan Prasarana Kereta Api ................................................. 46 4.3.1. Peningkatan & Pembangunan Sarana dan Prasarana. ................................ 47 4.4. Peningkatan Aksesibilitas Pelayanan Angkutan Perkeretaapian ...................... 48 4.4.1. Restrukturisasi dan Reformasi Kelembagaan Perkeretaapian ................... 48 4.5. Beberapa Negara Yang Telah Melakukan Restrukturisasi Perkeretaapian ...... 50 4.6. Permasalahan dan Tantangan Perkeretaapian .................................................. 64 4.7. Target Pertumbuhan dan Kebutuhan Investasi Sektor Transportasi 2010 ....... 67 4.7.1. Kondisi Sektor Transportasi Tahun 2005 sampai 2009 ............................. 67 V. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................. 68 5.1. Pengaruh Kebijakan Revitalisasi Perkeretaapian Terhadap Pendapatan Faktor Produksi, Institusi, dan Sektor Produksi. .......................................................... 68 5.1.1. Perubahan Pendapatan Faktor Produksi .................................................... 70 5.1.2. Perubahan Pendapatan Institusi ................................................................. 70 5.1.3. Perubahan Pendapatan Sektor Produksi .................................................... 72 5.2. Analisis Sederhana Mengenai Peran Sektor- Sektor Ekonomi (Kereta api dan Angkutan Darat) ............................................................................................... 73 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 79 6.1. Kesimpulan ....................................................................................................... 79 6.2. Saran ................................................................................................................. 81 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 82
vi
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Perbandingan Moda Kereta Api dengan Moda Lainnya Tahun 2009....................... 3 2. Jumlah Penumpang P.T. Kereta Api Tahun 2003 sampai 2007 ............................... 6 3. Produksi Kereta Api Penumpang di Jawa dan Sumatera, tahun 2005-2009 (Juta Km Penumpang) ............................................................................................................ 12 4. Jumlah Penumpang Kereta Api di Jawa dan Sumatera, Tahun 2005-2009 (Juta Orang) ..................................................................................................................... 13 5. Produksi Kereta Api Barang di Jawa dan Sumatera, Tahun 2005-2009 (Juta Km Ton) ........................................................................................................................ 14 6. Jumlah Barang Angkutan Kereta Api di Jawa dan Sumatera, tahun 2005-2009 (Ribu Ton) .............................................................................................................. 14 7. Perkembangan Aset Perkeretaapian Indonesia Tahun 1939 sampai 2000 .............. 16 8. Kerangka Dasar SNSE ............................................................................................ 22 9. Kebutuhan dan Realisasi Anggaran Dana Revitalisasi Perkeretaapian .................. 42 10. Program Revitalisasi Perkeretaapian Tahun 2008 sampai 2010 ........................... 44 11. Realisasi Program Rehabilitasi Prasarana dan Sarana Perkeretaapian ................. 55 12. Realisasi Program Restrukturisasi dan Reformasi Kelembagaan Perkeretaapian 56 13. Realisasi Program Peningkatan Aksesibilitas Pelayanan Angkutan Perkeretaapian ............................................................................................................................... 57 14. Kinerja Transportasi Perkeretaapian Tahun 2005-2009 ....................................... 60 15. Kecelakaan Transportasi Perkeretaapian Tahun 2005-2009 ................................. 62 16. Evaluasi Pembiayaan APBN Berdasarkan Renstra Kementrian Perhubungan Sub Sektor Perkeretaapian Tahun 2005-2009 ............................................................ 63 17. Realisasi Pertumbuhan Transportasi Terhadap Pembentukan Nilai Tambah Tahun 2005-2009 ............................................................................................................. 68 18. Target Pertumbuhan Pembiayaan Sektor Transportasi Tahun 2010-2014 (Triliun Rupiah) ................................................................................................................ 69 19. Dampak Perubahan Sektor Kereta Api terhadap Pendapatan Faktor Produksi, Institusi, dan Sektor Produksi di Indonesia ......................................................... 69 20. Dampak Perubahan Sektor Angkutan Darat dan Kereta Api terhadap Multiplier Nilai Tambah, Multiplier Pendapatan Rumahtangga, dan Multiplier Total ........ 74
vii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Kerangka Pemikiran Operasional……..……………………………..………23
2.
Progress Anggaran dan Realisasi Revitalisasi Perkeretaapian Tahun 2008 – 2010………………………………………………………………………….35
viii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Klasifikasi Sektor Produksi Berdasarkan Tabel SAM 2008 ................................... 84 2. Klasifikasi Institusi Tabel SAM 2008 ..................................................................... 85 3. Klasifikasi Aktivitas Produksi Tabel SAM 2008 (Sebelum Didisagregasi) ........... 86 4. Klasifikasi Aktivitas Produksi Tabel SAM 2008 (Setelah Didisagregasi) ............. 87 5. Matriks Multiplier SAM ......................................................................................... 88
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Permasalahan yang sering dihadapi dalam perencanaan pembangunan adalah adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah penyebaran investasi yang tidak merata baik dalam lingkup regional maupun sektoral. Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk mengurangi ketimpangan dan ketidakmerataan di dalam pembangunan ini adalah mengetahui setiap peran sektoral. Peran sektoral ini diharapkan mampu memberikan kontribusi pendapatan bagi pembangunan suatu wilayah. Sektor transportasi adalah sektor yang berperan penting dalam pembangunan di Indonesia. Sektor ini termasuk dalam pembangunan infrastruktur yang berfungsi untuk mendukung seluruh aspek dan kegiatan pembangunan. Suatu studi oleh World Bank (1994) menyatakan bahwa elastisitas Produk Domestik Bruto (PDB) terhadap infrastruktur di suatu negara berkisar antara 0,07 hingga 0,44. Artinya, peningkatan ketersediaan infrastruktur sebesar 1 persen akan berdampak terhadap pertumbuhan PDB sebesar 7 persen hingga 44 persen, sehingga dapat disimpulkan bahwa pembangunan infrastruktur berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Peran vital infrastruktur bagi Indonesia tercermin pada target pembangunan ekonomi nasional Indonesia yang dilakukan Bappenas dengan asumsi pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,6 persen per tahun diperlukan investasi untuk jalan, listrik, telepon dan air minum dalam 5 tahun (2005-2009) dengan total sebesar Rp. 690 triliun. Sektor transportasi juga merupakan bagian penting dari kegiatan produksi dan
2
berperan dalam mendistribusikan barang dan jasa. Untuk meningkatkan kinerja sektor transportasi ini diperlukan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian maupun pengawasan akan setiap program pembangunan, sehingga dapat terwujud jasa transportasi yang lancar, aman, handal, dengan tarif yang terjangkau oleh masyarakat umum (Dinas Infokom Jatim, 2008). Pengembangan
transportasi
sangat
penting
dalam
menunjang
dan
menggerakkan dinamika pembangunan, karena transportasi berfungsi sebagai katalisator dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan pengembangan wilayah. Keberhasilan pembangunan ini dipengaruhi oleh peran transportasi sebagai urat nadi kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Sistem jaringan transportasi dilihat dari segi efektivitas, aksesibilitas tinggi, terpadu, kapasitas mencukupi, teratur, lancar dan tepat mudah dicapai, tepat waktu, nyaman, tarif terjangkau, tertib, aman, rendah polusi serta dari segi efisiensi dalam arti beban publik rendah dan utilitas tinggi. Kereta api memiliki nilai lebih dari transportasi lain jika dilihat dari kapasitas angkutnya yang banyak, biaya polutan rendah, dan harga yang terjangkau. Tabel 1 menunjukkan bagaimana perbandingan transportasi kereta api dengan transportasi yang lain, dilihat dari sisi kapasitas angkut, konsumsi BBM, dan beban biaya polutan. Perbandingan kapasitas angkut kereta api cukup besar dengan alat transportasi lainnya, begitu juga dengan beban biaya polutan yang dikeluarkan.
3
Tabel 1. Perbandingan Moda Kereta Api dengan Moda Lainnya Tahun 2009 Moda Kapasitas Konsumsi Konsumsi Beban Biaya Transportasi Angkut BBM/KM BBM/KM/Orang Polutan (Orang) (Liter/KM) (L/KM/ORG) (US$ Juta) 1500 3 0,002 60 Kereta Api 40 0,5 0,0125 16300 Bus 500 40 0,05 900 Pesawat Terbang 1500 10 0,06 2600 Kapal Laut Sumber: Rencana Kerja Kementrian Perhubungan, Tahun 2009. Dalam meningkatkan pergerakan manusia dan barang sampai pelosok tanah air, maka diperlukan dukungan dengan ketersediaan sarana dan prasarana transportasi yang memadai. Transportasi perkeretaapian ini merupakan pilihan terbaik karena merupakan transportasi yang memiliki peranan penting dalam melayani pergerakan penumpang dan barang. Kereta api juga dikatakan sebagai instrumen vital bagi negara dalam meraih kemajuan perekonomian. Kereta api menjadi transportasi yang handal, yang dapat dikatakan sebagai urat nadi transportasi. Hal ini terlihat dari kondisi di banyak negara yang memperhatikan perkembangan dan terus membangun kereta api. Kereta api adalah sarana transportasi berupa kendaraan dengan tenaga gerak, yang umumnya terdiri dari lokomotif (kendaraan dengan tenaga gerak yang berjalan sendiri) dan rangkaian kereta atau gerbong. Rangkaian kereta atau gerbong tersebut relatif besar sehingga mampu memuat penumpang maupun barang dalam skala besar. Kereta api terbukti dapat memberikan manfaat yang besar dibandingkan transportasi yang lain, yang dilihat dari kemampuannya yaitu dalam menghemat biaya pemeliharaan, menghemat energi, dan mengurangi polusi (RIPN, 2010).
4
Indonesia telah memiliki landasan hukum yang baru untuk melakukan perubahan besar perkeretaapian nasional. Penggerak utama dari revitalisasi perkeretaapian nasional adalah terbitnya Undang-Undang Perkeretaapian Nomor 23 Tahun 2007 tentang perkeretaapian sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992. Undang-Undang ini ibarat gerbang masuk untuk memperbaiki pembangunan Indonesia melalui sektor transportasi khususnya kereta api. Pembangunan perkeretaapian ini tidak hanya dilakukan oleh pemerintah saja, akan tetapi dilakukan secara bersama oleh pemerintah daerah, BUMN, BUMD, dan sektor swasta. Tujuan akhir pembangunan perkeretaapian adalah meningkatkan pangsa pasar kereta api dalam mobilitas perekonomian nasional sehingga dapat berfungsi sebagai tulang punggung sistem logistik dan distribusi nasional di dalam perekonomian Indonesia ke depan. Perkeretaapian nasional berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992, bahwa perkeretaapian adalah ranah ekonomi yang harus diselenggarakan oleh para pelaku ekonomi secara efisien dan profesional. Peningkatan peran kereta api ini pada waktunya akan menciptakan sistem transportasi yang terintegrasi, yang merupakan keterpaduan dan integrasi kereta api dengan transportasi jalan raya, angkutan laut, dan udara. Untuk itu akses jalan kereta api ke pelabuhan untuk angkutan barang dan ke lapangan terbang untuk angkutan penumpang harus dibangun. Peningkatan peran kereta api dalam perekonomian juga dapat dilakukan dengan membangun interaksi jaringan kereta api dengan kawasan industri, sentra pertanian, wilayah pertambangan, dan kawasan ekonomi lainnya.
5
1.2. Perumusan Masalah Kereta api memiliki keunggulan dari alat transportasi lain, seperti kemampuannya dalam mengangkut penumpang dan barang dalam jumlah besar, hemat energi, hemat lahan, ramah lingkungan, tingkat keselamatan tinggi, dan adiktif terhadap perkembangan teknologi. Permasalahan perkeretaapian Indonesia menjadi latarbelakang pemerintah dalam melakukan revitalisasi perkeretaapian. Revitalisasi perkeretaapian adalah salah satu cara yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan perekonomian Indonesia. Hal ini dilakukan karena pemerintah mengetahui peran sektor kereta api dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 membuka peluang untuk membangun perkeretaapian nasional agar perkeretaapian lebih terbuka. Hal ini menjadi dasar bagi sektor transportasi untuk melakukan revitalisasi perkeretaapian. Hal ini tidak terlepas dari investasi untuk mewujudkan transportasi kereta api yang handal dan layak operasi diperlukan investasi yang relatif besar untuk meningkatkan daya saing dan daya dukung sarana dan prasarana perkeretaapian, baik melalui pembiayaan Pemerintah
(APBN)
maupun
swasta.
Pemerintah
bertanggungjawab
dalam
penyediaan transportasi baik melalui mekanisme pembiayaan APBN atau APBD, kerjasama Pemerintah dengan swasta maupun swasta sepenuhnya (RKDP, 2010). Penerapan kebijakan revitalisasi perkeretaapian bertujuan agar kinerja dari P.T. KA sebagai operator angkutan kereta api dapat lebih ditingkatkan, sehingga para produsen kereta api mendapat kepuasan yang lebih baik. Adanya revitalisasi perkeretaapian ini, maka diharapkan perhubungan antar satu tempat ke tempat lain dapat lebih maksimal, sehingga mobilisasi mengalami peningkatan. Hal ini akan
6
sangat membantu, baik dalam pemindahan barang, terpenuhinya kebutuhan konsumen kereta api, ini juga melihat semakin meningkatnya pengguna kereta api. Tabel 2. Jumlah Penumpang P.T. Kereta Api Tahun 2003 sampai 2007 Tahun Jumlah Penumpang (Orang) Jumlah barang (Ton) 9.872.414 171.236 2003 9.835.264 142.556 2004 9.283.116 151.934 2005 9.790.541 193.985 2006 9.360.510 406.191 2007 Sumber: Laporan laba rugi P.T. Kereta Api Indonesia, diolah. 2007 Kebijakan revitalisasi perkeretaapian ini akan terlaksana apabila pemerintah sudah terlebih dahulu mengupayakan penyelesaian ketidakseimbangan pasar angkutan. Kereta api adalah alternatif yang paling baik bagi angkutan darat jarak jauh baik penumpang maupun barang, dan untuk mobilisasi angkutan perkotaan maupun metropolitan. Pergerakan ekonomi di Indonesia yang belum efisien dapat terlihat pula dari sistem transportasi di Indonesia. Sampai saat ini Indonesia belum memiliki sistem transportasi yang efisien sehingga pergerakan orang dan barang sangat bergantung pada transportasi jalan. Investasi dari sektor pemerintah maupun swasta dalam meningkatkan pangsa pasar akan sangat membantu demi terciptanya transportasi yang baik dan efisien. Berdasarkan pemaparan diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana dampak dari penerapan kebijakan revitalisasi perkeretaapian terhadap perekonomian Indonesia, dilihat dari nilai tambah faktor produksi, distribusi pendapatan institusi, dan bagaimana keterkaitannya antar sektor produksi.
7
1.3. Tujuan Penelitian Kondisi
perkeretaapian
Indonesia
yang
menjanjikan
mengakibatkan
pemerintah mengeluarkan kebijakan perkeretaapian berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 melalui kebijakan revitalisasi perkeretaapian. Berdasarkan permasalahan diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak penerapan kebijakan revitalisasi perkeretaapian terhadap alokasi sumberdaya, pendapatan institusi, dan keterkaitannya antar sektor produksi.
1.4. Manfaat Penelitian Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pihak pemerintah, yang dapat dijadikan sebagai masukan sebagai pembuat kebijakan, juga mengkaji lebih jauh lagi setiap kebijakan yang telah dan akan diterapkan. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat membantu pemerintah untuk melihat kembali kinerja yang dilakukan, agar mengalami peningkatan khususnya bagi sektor perkeretaapian. Begitupun bagi pihak lain yang berkepentingan, berharap penelitian ini sedikit banyaknya membantu untuk mendapatkan informasi yang diperlukan terkait revitalisasi perkeretaapian.
II.
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pembangunan Ekonomi Menurut Todaro dan Smith (2006) pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping juga tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan serta pengentasan kemiskinan, sehingga dapat disimpulkan bahwa pembangunan merupakan suatu kenyataan fisik sekaligus tekad masyarakat untuk berupaya sekeras mungkin demi kehidupan yang lebih baik. Teori pembangunan ini juga menjelaskan bahwa industri yang tangguh tercipta dari proses peningkatan kemampuan dan kapasitas sektor yang menggunakan sumber daya yang ada, melalui akumulasi modal. Akumulasi modal terbentuk dari surplus yang diperoleh setiap pelaku dalam kegiatan ekonomi. Semakin tinggi kaitan antar sektor berarti semakin banyak mengikutsertakan pelaku sektor dalam kegiatan ekonomi. Peningkatan kaitan antar sektor yang saling mendukung ini pada gilirannya akan memberikan landasan yang kuat bagi pembangunan industri berikutnya. 2.1.2. Hubungan Investasi dengan Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses terjadinya peningkatan output atau produksi barang dan jasa per kapita pada suatu negara. Pertumbuhan ekonomi sangat erat kaitannya dengan output total negara yang bersangkutan. Gross Domestic
9
Product (GDP) digunakan untuk mengukur nilai pasar total dari output negara yang bersangkutan. Nilai pasar dari output nasional tersebut dapat dilihat melalui produk nasional dan pendapatan nasional. Kedua konsep ini memiliki total nilai yang sama, yaitu GDP. Produk nasional yang tercermin dalam GDP menekankan pada output nasional, sedangkan pendapatan nasional lebih menekankan pada pendapatan yang diperoleh dari hasil total output tersebut. Kegiatan investasi merupakan salah satu bagian dari kegiatan pembangunan karena investasi dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Harrod-Domar (1957) yang dikutip oleh Jhingan (1993) mengemukakan bahwa investasi merupakan kunci dari pertumbuhan ekonomi sebab investasi dapat menciptakan pendapatan dan dapat memperbesar kapasitas produksi perekonomian dengan cara meningkatkan stok modal. Investasi berdasarkan pemilik modal terdiri dari investasi swasta dan investasi pemerintah. Investasi pemerintah umumnya dalam bentuk infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, dan listrik yang dibutuhkan oleh masyarakat, termasuk dunia usaha untuk melakukan kegiatan produksi. Sedangkan investasi swasta pada umumnya terdiri dalam bentuk faktor produksi seperti mesin, bahan baku, dan bahan penolong untuk meningkatkan produksi barang dan jasa. Dalam suatu perekonomian, penanaman modal asing memiliki peran mikro maupun makro. Penanaman modal asing disini berperan dalam peningkatan kegiatan investasi nasional dan pertumbuhan ekonomi (BKPM, 2005). Dalam sudut pandang ekonomi makro, investasi memiliki peranan yang cukup tinggi dalam menentukan pertumbuhan ekonomi di suatu negara/ daerah disamping
10
konsumsi masyarakat pengeluaran pemerintah, dan ekspor bersih. Berdasarkan Sukirno (1981), besar kecilnya investasi yang dilakukan dalam suatu kegiatan ekonomi/ produksi ditentukan oleh tingkat suku bunga, tingkat pendapatan, kemajuan teknologi, ramalan kondisi ekonomi ke depan, dan faktor-faktor lainnya. 2.1.3. Infrastruktur Infrastruktur dibedakan menjadi dua jenis, yakni infrastruktur ekonomi dan infrastruktur sosial. Infrastruktur ekonomi adalah infrastruktur fisik, baik yang digunakan dalam proses produksi maupun yang dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Dalam pengertian ini semua prasarana umum, yang meliputi tenaga listrik, telekomunikasi, perhubungan, irigasi, air bersih, dan sanitasi serta pembuangan limbah. Sedangkan infrastruktur sosial antara lain meliputi prasarana kesehatan dan pendidikan (Ramelan, 1997). Ketersediaan infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, bandara dan sebagainya merupakan social overhead capital, yang memiliki keterkaitan yang kuat dengan tingkat perkembangan wilayah, yang dicirikan oleh laju pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari kenyataan bahwa daerah yang mempunyai kelengkapan sistem infrastruktur yang lebih baik, memiliki laju pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik pula. Maka dapat dikatakan bahwa penyediaan infrastruktur merupakan faktor kunci dalam mendukung pembangunan nasional (Bappenas, 2003). Infrastruktur jalan merupakan infrastruktur yang memiliki peran strategis terutama pada tahap awal pembangunan suatu negara atau daerah. Ketersediaannya tidak hanya berperan penting dalam mendorong aktivitas ekonomi, tetapi juga
11
mendorong penyediaan berbagai jenis infrastruktur lainnya. Pembangunan jaringan infrastruktur listrik, jaringan telepon, rel kereta api, pelabuhan, bandar udara, dan infrastruktur lainnya. Teori Wagner menyebutkan adanya keterkaitan positif antara pertumbuhan ekonomi dan besarnya pengeluaran pemerintah untuk pembangunan infrastruktur. Teori ini menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah akan tumbuh lebih cepat dari GDP. Dalam suatu perekonomian, apabila pendapatan perkapita meningkat secara relatif pengeluaran pemerintah juga akan meningkat. Dasar dari teori Wagner ini adalah pengamatan empiris dari negara-negara maju (Mangkoebroto, 2001). Pengeluaran pemerintah akan meningkat guna membiayai tuntutan masyarakat akan kemudahan mobilitas untuk mendukung kegiatan ekonomi. 2.1.4. Defenisi Revitalisasi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) revitalisasi merupakan suatu proses, cara, dan perbuatan menghidupkan kembali suatu hal sebelumnya kurang terberdaya. Target revitalisasi ini biasanya mencegah terjadinya penurunan produksi ekonomi melalui penciptaan usaha lapangan kerja dan pendapatan ekonomi daerah, meningkatkan stabilitas ekonomi kawasan dengan upaya mengembangkan daerah usaha dan pemasaran serta keterikatan dengan kegiatan lain. Menurut UndangUndang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, bahwa perkeretaapian adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas prasarana, sarana, dan sumberdaya manusia, serta norma, kriteria, persyaratan, dan prosedur untuk penyelenggaraan transportasi kereta api.
12
2.1.4.1. Kereta Api Penumpang Produksi angkutan kereta api penumpang pada tahun 2005 hingga 2009 cendrung mengalami kenaikan. Dari 14.345 juta kilometer penumpang pada tahun 2005, naik menjadi 19.779 juta kilometer penumpang pada tahun 2009. Ini menunjukkan bahwa jumlah penumpang pada tahun 2005 per kilometernya sebanyak 14.345 penumpang, dan pada tahun 2009 jumlah penumpang sebanyak 19.779 setiap kilometernya. Secara rataan terjadi kenaikan produksi sebesar 6,64 persen per tahun. Kenaikan produksi tersebut juga ditunjukkan oleh adanya kenaikan jumlah penumpang yang diangkut. Pada tahun 2005 realisasi penumpang yang diangkut adalah sebanyak 151,5 juta penumpang dan naik pada tahun 2009 menjadi 207,0 juta penumpang atau naik rata-rata 6,44 persen per tahun. Tabel 3. Produksi Kereta Api Penumpang di Jawa dan Sumatera, Tahun 2005 sampai 2009 (Juta Km Penumpang) Pertumbuhan Wilayah 2005 2006 2007 2008 2009 per tahun (%) 13 610 14 799 15 090 17 041 18 861 6,74 Jawa 735 780 782 896 918 4,55 Sumatera Jumlah 14 345 15 579 15 872 17 937 19 779 6,64 Sumber: BPS, 2009. Adanya peningkatan produksi angkutan penumpang ini terjadi pada wilayah Sumatera dan Jawa. Rata-rata kenaikan produksi kereta api di wilayah Jawa 6,74 persen per tahun, sedangkan untuk wilayah Sumatera 4,55 persen per tahun. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya pada tahun 2009 terjadi kenaikan produksi penumpang di wilayah Jawa maupun Sumatera masing-masing 10,68 persen dan 2,46 persen. Kenaikan tersebut mengakibatkan kenaikan produksi kereta api penumpang secara umum di Indonesia 10,27 persen.
13
Tabel 4. Jumlah Penumpang Kereta Api di Jawa dan Sumatera, Tahun 20052009 (Juta Orang) Wilayah 2005 2006 2007 2008 2009 Pertumbuhan per Tahun (%) 148,4 156,1 171,9 190,1 202,8 6,45 Jawa 3,1 3,3 3,4 3,9 4,2 6,26 Sumatera Jumlah 151,5 159,4 175,3 194,0 207,0 6,44 Sumber: BPS, 2009. Pada jumlah penumpang kereta api juga dapat dilihat bahwa di wilayah Jawa terjadi kenaikan yaitu naik dari 148,4 juta orang pada tahun 2005 menjadi 202,8 juta orang pada tahun 2009, atau naik rata-rata 6,45 persen per tahun. Untuk jumlah penumpang di wilayah Sumatera naik dari 3,1 juta penumpang pada tahun 2005 menjadi 4,2 juta penumpang pada tahun 2009 atau naik rata-rata 6,26 persen per tahun. Produksi angkutan penumpang tahun 2009 di wilayah Jawa lebih besar dari wilayah Sumatera yaitu 95,36 persen berbanding 4,64 persen. Hal ini disebabkan komposisi jumlah penumpang di wilayah Jawa lebih besar dibandingkan wilayah Sumatera dengan komposisi 97,97 persen banding 2,03 persen. 2.1.4.2. Kereta Api Barang Terlihat terjadi kenaikan produksi kereta api barang sebesar 5,19 persen per tahun. Kenaikan produksi kereta api barang terjadi di Sumatera dan Jawa masingmasing sebesar 5,20 persen dan 5,16 persen per tahun. Pada tahun 2009 terjadi kenaikan sebesar 8,06 persen. Di wilayah Sumatera dan Jawa terjadi kenaikan masing-masing sebesar 2,50 persen dan 35,75 persen.
14
Tabel 5. Produksi Kereta Api Barang di Jawa dan Sumatera, Tahun 2005 sampai 2009 (Juta Km - Ton) Pertumbuhan Wilayah 2005 2006 2007 2008 2009 per Tahun (%) 933 862 894 884 1 200 5,16 Jawa 3 499 3 612 3 532 4 399 4 509 5,20 Sumatera Jumlah 4 432 4 474 4 426 5 283 5 709 5,19 Sumber: BPS, 2009. Jumlah barang angkutan kereta api di wilayah Jawa turun dari 4.459 ribu ton barang pada tahun 2005 menjadi 3.975 ribu ton barang pada tahun 2009 atau turun rata-rata 2,27 persen per tahun. Untuk jumlah barang di Sumatera naik dari 12.882 ribu ton barang pada tahun 2005 menjadi 14.948 ribu ton barang pada tahun 2009, atau naik rata-rata 3,02 persen per tahun. Tabel 6. Jumlah Barang Angkutan Kereta Api di Jawa dan Sumatera, tahun 2005 sampai 2009 (Ribu Ton) Wilayah
2005
4 459 Jawa 12 882 Sumatera Jumlah 17 341 Sumber: BPS, 2009.
2006
2007
2008
3 900 13 373 17 273
3 922 13 155 17 077
3 963 15 480 19 443
2009
Pertumbuhan per Tahun (%) 3 975 -2,27 14 948 3,02 18 923 1,76
Berbeda dengan kereta api penumpang, pada jenis angkutan kereta api barang wilayah Sumatera memberikan proporsi yang lebih besar terhadap produksi kereta api barang nasional sebesar 78,98 persen, sedangkan produksi kereta api barang wilayah Jawa sebesar 21,02 persen.
15
2.1.5. Permasalahan Umum Perkeretaapian 2.1.5.1. Pelayanan Kualitas pelayananan kereta api masih harus ditingkatkan, jika dilihat dari berbagai tolak ukur pelayanan, seperti keselamatan, kenyamanan, ketepatan, kecepatan angkutan, kemudahan untuk mengakses, dan kemudahan pelayanan. Kualitas pelayanan dan sistem penjualan tiket belum transparan dan optimal. Sistem informasi dan sistem pelayanan tiket terpadu baik dengan angkutan lain yang dapat memberi kemudahan bagi semua konsumen serta sistem pelayanan yang sama yang dapat diakses dari berbagai lokasi belum dikembangkan. Sistem komputerisasi secara online masih mengalami banyak kendala dan belum optimal, diantaranya sistem pembelian tiket pulang pergi, serta pelayanan penjualan tiket melalui internet, telpon dan agen perjalanan secara terbuka. Masalah kenyamanan, ketepatan, dan kebersihan masih perlu diperhatikan pada saat sebelum perjalanan, didalam kereta, dan setelah perjalanan. Untuk mendukung kinerja pelayanan tersebut diperlukan dukungan berbagai fasilitas, antara lain adalah fasilitas tunggu di stasiun, fasilitas penunjang di kereta. Selain itu akibat dari kondisi sarana dan prasarana kereta yang semakin menurun menyebabkan aspek kepuasan pelanggan menurun. Bagi masyarakat pelanggan atau pemakai jasa kereta api, ada hal yang penting yang mendasar yang perlu dipenuhi oleh P.T. Kereta Api Indonesia dalam melayani masyarakat. Fasilitas dasar itu, seperti penerangan, ketersediaan air dan kamar kecil, tempat duduk yang memadai, dan pintu masuk yang memadai.
16
Keamanan juga menjadi masalah dan tuntutan bagi penumpangnya dan angkutan barang. Keamanan yang memprihatinkan dengan banyaknya pencurian yang terjadi, juga keamanan dalam perjalanan yang kemungkinan terjadinya kereta api anjlok atau tabrakan. Dibawah ini dapat dilihat adaya perkembangan aset perkeretaapian Indonesia. Tabel 7. Perkembangan Aset Perkeretaapian Indonesia Tahun 1939 sampai 2000 1955/1956 1939 2000 6.096 Turun 40 % dalam 61 Panjang jalan kereta api 6.811 km km tahun 571 Turun 62 % dalam 45 Jumlah stasiun dan pemberhentian 1.516 km buah tahun 530 Turun 60 % dalam 61 Jumlah lokomotif 1.314 buah buah tahun 191.9 Naik 30 % dalam 45 Jumlah penumpang 146.9 juta juta tahun 114.9 Tahun 1955 kereta api Jumlah penduduk 54.5 juta juta mengangkut 248 %, 69.2 sementara tahun 2000 Jumlah penumpang kereta api 132.5 juta juta hanya mengangkut 60 % Sumber: BPS, 2009. 2.1.5.2. Tarif Relatif Kereta Api Sistem pasar dalam perkeretaapian nasional masih monopoli dilihat dari jumlah operatornya. Disisi lain terdapat kompetisi dari pelayanan angkutan lain, seperti angkutan udara dan jalan. Penetapan kenaikan tarif angkutan kereta api semula tidak sensitif terhadap apresiasi valuta asing, walaupun masih tergantung pada produk impor. Pada tahun 2002, peningkatan kompetisi antar angkutan udara dengan adanya perang tarif, serta adanya tuntutan penyesuaian tarif kereta api sesuai dengan kebutuhan biaya pokoknya.
17
Pada sistem angkutan barang, meskipun jasa kereta api merupakan monopoli, namun belum dapat memanfaatkan peluang secara professional dan mandiri, terutama dalam melakukan negosiasi pelanggan, kurangnya fleksibilitas operator dalam penerapan tarif komersial yang seimbang dengan biaya operasi dan pemeliharaan, serta belum dapat sepenuhnya memperhitungkan penggantian nilai investasi secara efisien, sehingga masih banyak tarif yang ditetapkan dibawah tarif ekonomis atau tidak mampu mencapai tingkat cost recovery. Masih kurangnya sistem manajemen dan pemasaran angkutan, serta kurangnya dukungan fasilitas bongkar muat barang juga merupakan suatu permasalahan. 2.1.6. Peran Pemerintah Terhadap Perkeretaapian 2.1.6.1. Pembagian Wewenang Pemerintah Pusat dan Daerah Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah, maka akan berpengaruh terhadap Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian, disamping perlu adanya penyesuaian mengenai pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan. Ini disebabkan karena adanya perubahan kewenangan, dari yang tadinya kewenangan pemerintah pusat, menjadi kewenangan pemerintah daerah dalam rangka otonomi daerah. Dengan adanya otonomi daerah ini, maka Pemerintah Daerah masing-masing punya kewenangan untuk membangun daerahnya masing-masing, yang dalam hal ini diperlukan adanya koordinasi dan kerjasama yang baik antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, P.T. Kereta Api, dan pengguna jasa kereta api.
18
1.
Dalam Pasal 13 Undang- Undang Nomor 13 Tahun 1992 dinyatakan bahwa “Untuk kelancaran dan keselamatan pengoperasian kereta api, pemerintah menetapkan pengaturan mengenai jalur kereta api, pemerintah menetapkan pengaturan mengenai jalur kereta api yang meliputi daerah manfaat jalan, daerah milik jalan, dan daerah pengawasan jalan termasuk bagian bawahnya serta bagian atasnya”. Pemerintah dalam hal ini adalah pemerintah pusat dan pemerintah daerah, sehingga diperlukan adanya perubahan perumusan tentang pasal tersebut. Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Bab IV, yang menentukan kewenangan-kewenangan apa saja yang dilimpahkan kepada daerah dan apa saja yang masih tetap dalam campur tangan pemerintah pusat, dan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 25 yang merupakan tindak lanjutnya tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonom. Yang merupakan kewenangan pemerintah daerah tersebut, berkaitan dengan perkeretaapian, baik untuk sebagian maupun secara keseluruhan, yaitu bidang perhubungan, pekerjaan umum, ketenaga kerjaan, penataan ruang, pertanahan, dan perimbangan keuangan.
2.
Pergantian status perusahaan menjadi persero, mengakibatkan perlu diadakannya peninjauan ulang yang sebelumnya telah diatur dalam pasal 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 yang berisi bahwa “Perkeretaapian dikuasai Negara dan pembinaannya dilakukan oleh pemerintah”. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (persero), kedudukan pemerintah sebagai pemegang saham dalam persero,
19
maka hak dan kewajibannya sama dengan pemegang saham lainnya dalam perusahaan. Tentang pemilikan saham oleh Negara baik seluruhnya, maupun 51 persen dari saham yang dikeluarkan, dilakukan peninjauan kembali apakah dari ketentuan tersebut termasuk yang dimiliki oleh pemerintah daerah. 3.
Dalam penyelenggaraan perkeretaapian, yang dilihat dalam pasal 6 UndangUndang Nomor 13 tahun 1992 sepenuhnya diselenggarakan oleh pemerintah dan pelaksanaannya oleh penyelenggara. Setelah badan penyelenggara berubah menjadi P.T. Kereta Api maka pengelolaan dan mekanisme organisasi dilaksanakan sesuai dengan prinsip perseroan terbatas dengan memberikan peluang seluas-luasnya untuk mengembangkan usahanya sehingga P.T. Kereta Api (persero) dapat menjadi badan udaha yang lebih maju dan mandiri.
4.
Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 pasal 8 dinyatakan bahwa pemerintah menyediakan dan merawat prasarana kereta api. Terkait dengan adanya perubahan yang sekarang menjadi persero, maka ketentuan tersebut perlu dikaji ulang. Adapun tugas dari P.T. Kereta Api (persero), disamping harus memupuk keuntungan dan menyediakan jasa yang bermutu tinggi, P.T. Kereta Api ini juga bertugas untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum. Jadi perlu adanya pemberian tanggungjawab antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan P.T. Kereta Api.
5.
Kebijakan pentarifan yang tertulis dalam pasal 30 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 ditetapkan oleh pemerintah, perlu dikaji ulang dengan melihat
20
apakah pemerintah daerah perlu dilibatkan melihat kondisi/ keadaan ekonomi masyarakat masing-masing daerah tidak sama. 2.1.6.2. Pendanaan Pemerintah Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tertulis bahwa pemerintah berkewajiban terhadap investasi dan pemeliharaan prasarana kereta api, sedangkan untuk sarana sendiri merupakan kewajiban dari operator/ badan penyelenggara perkeretaapian. Dalam pelaksanaannya masalah pendanaan prasarana dan sarana perkeretaapian belum mendapat dukungan dari sistem regulasi, kelembagaan dan kebijakan pemerintah yang kondusif, efisien dan akuntabel. Sumber pendanaan pemerintah semakin terbatas untuk pemeliharaan dan investasi prasarana, maupun pengembangan prasarana baru, sedangkan sumber pendanaan lain maupun peran dari sektor swasta belum berkembang. Koordinasi perencanaan dan kebijakan antara pemerintah dan badan penyelenggara masih belum terpadu dengan baik dalam mengoptimalkan sumber daya yang ada. Sistem penajaman prioritas pendanaan untuk rencana investasi dan pemeliharaan prasarana belum dilaksananakan secara optimal dalam tahapan yang jelas sehingga sering terjadi ketidaksesuaian antara rencana pembangunan pemerintah dengan rencana sistem pengoperasian dalam jangka panjang. Alokasi pendanaan pemerintah terhadap pengembangan perkeretaapian dilaksanakan melalui alokasi dana pembangunan APBN sektor transportasi di departemen keuangan. Penerapan kebijakan oleh pemerintah tersebut merupakan upaya paling penting untuk mengoperasikan kereta api yang lebih aman. Kejadian yang terjadi di lapangan diakibatkan kurang ditaatinya regulasi yang mengatur operasional kereta
21
api. Disamping itu masyarakat juga berperan penting dalam menjaga fasilitas yang ada di kereta api. Kebijakan pemerintah dalam penetapan tarif penumpang kelas ekonomi umumnya masih diregulasi. Tarif angkutan penumpang kelas ekonomi masih ditetapkan oleh pemerintah, sedangkan tarif angkutan barang bersifat komersial, yang didalamnya tidak ada campur tangan pemerintah. Tarif angkutan barang ini masih dapat dinegosiasikan antara operator dengan pengguna jasa. Pada kenyatannya penetapan tarif angkutan barang ini tidak fleksibel, karena masih banyak tarif angkutan barang yang harganya masih jauh dibawah biaya operasi, dan pada akhirnya menyebabkan kerugian. Pada tahun 2002, sebagian wilayah operasi kereta api di Sumatera Utara mengalami kerugian hingga mencapai Rp. 32 miliar/ tahun untuk seluruh angkutan barang dan penumpang, Sumatera Barat mengalami kerugian Rp. 29 miliar/ tahun. Produktivitas yang semakin rendah dan pada akhirnya mengalami kerugian ini disebabkan karena kurangnya profesionalitas manajemen pemasaran dan pentarifan, inefisiensi operasi dan manajemen, dan sistem insentif pegawai perekerataapian. 2.1.7. Sistem Neraca Sosial Ekonomi 2.1.7.1. Kerangka Dasar Model SAM (Social Accounting Matrix) SAM atau SNSE merupakan sebuah matriks yang merangkum neraca sosial dan ekonomi secara menyeluruh. Neraca-neraca tersebut dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok neraca-neraca endogen dan kelompok neraca-neraca eksogen. Kelompok neraca endogen tersebut dibagi dalam tiga blok, yaitu: (1) blok neraca faktor produksi; (2) blok neraca institusi; dan (3) blok neraca aktivitas
22
produksi. Dan ketiga blok tersebut disebut sebagai blok faktor produksi, blok institusi, dan blok kegiatan produksi. Secara sederhana kerangka SNSE dapat dilihat dalam Tabel 8. Tabel 8. Kerangka Dasar SNSE
PENGELUARAN NERACA ENDOGEN FAKTOR PRODUKSI NERACA ENDOGEN
KEGIATAN PRODUKSI
NERACA EKSOGEN
T
FAKTOR PRODUKSI
0 T 21
INSTITUSI PENE RIMA AN
INSTITUSI
0 T
13
22 0 T
NERACA EKSOGEN
41 1
TOTAL
33
42
2 T
34 T
43 y'
2
1
24
T
T
y'
14 0
32
T T
T
KEGIATAN PRODUKSI
3 T
44 y'
3
4 y'
4
Sumber : Badan Pusat Statistik, 1996 Baris
dalam
Tabel
8
menunjukkan
T O T A L
penerimaan,
sedangkan
kolom
menunjukkan pengeluaran. Pada Tabel 8 submatriks Tij digunakan untuk menunjukkan penerimaan neraca baris ke-i dari neraca kolom ke-j. Vektor yi menunjukkan total penerimaan neraca baris ke-i, sebaliknya vector y’j menunjukkan total pengeluaran neraca kolom ke-j. Sesuai dengan ketentuan pada SNSE, bahwa vector yi sama dengan vector y’j, dan dengan kata lain vector y’j merupakan vector transpose dari y’i untuk setiap i = j. Untuk dapat mengerti dengan mudah transaksitransaksi ekonomi dalam SNSE, maka dapat diperhatikan Tabel 8.
23
2.2. Tinjauan Empiris Pada penelitian Triastuti (2010) yang berjudul Analisis Dampak Revitalisasi di Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Indonesia dengan Analisis Input Output, menunjukkan bahwa pada konsumsi rumahtangga, sektor agroindustri memiliki kontribusi terbesar terhadap permintaan akhir dibandingkan dengan investasi, ekspor, dan impor. Analisis keterkaitan dan dampak penyebaran memperlihatkan
bahwa
sektor
agroindustri
lebih
mampu
mempengaruhi
pembentukan output dan pendapatan terhadap sektor hulunya dibandingkan sektor hilirnya. Untuk analisis multiplier output dan pendapatan memperlihatkan bahwa kemampuan sektor agroindustri untuk mempengaruhi pembentukan output dan pendapatan adalah kuat, tetapi jauh lebih kuat kemampuan sektor agroindustri untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja di dalam perekonomian. Mengingat pentingnya peran sektor agroindustri didalam perekonomian Indonesia sebaiknya diikuti oleh semakin besarnya perhatian pemerintah dengan mempermudah investor lain bergabung. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Malandow (2001) mengenai “Investasi Publik Untuk Infrastruktur Terhadap Perilaku Investasi di Tingkat Regional” disimpulkan bahwa pengeluaran pembangunan pemerintah memiliki pengaruh bagi investasi swasta. Pengaruh tersebut terdiri dari dua hal, yaitu: pertama pemerintah masih mempunyai variabel kebijakan untuk membantu perkembangan daerah dan variabel tersebut berpengaruh signifikan terhadap investasi swasta. Kedua adalah kemungkinan besar pengeluaran pembangunan diatur oleh pemerintah daerah itu sendiri melalui APBD, khususnya untuk pembangunan jalan tidak mempunyai
24
hubungan yang signifikan dengan investasi swasta. Selain itu, variabel yang menggambarkan aktivitas masyarakat swasta memiliki pengaruh langsung yang besar terhadap investasi swasta. Penelitian yang dilakukan oleh Ucup pada tahun 2010 dengan judul “analisis pengaruh yang ditimbulkan oleh perubahan yang terjadi dalam industri baja dari adanya China ASEAN Free Trade terhadap pendapatan sektor-sektor perekonomian dan distribusi pendapatan di Indonesia”. Adapun metode analisis yang digunakan adalah Social Accounting Matrix, dimana penelitian ini melihat bagaimana perubahan ekspor industri besi dan baja terhadap pendapatan faktor produksi, institusi dan sektor perekonomian. Hasil penelitian menunjukkan dampak terhadap pendapatan faktor produksi terlihat bahwa penurunan nett export sektor besi dan baja dasar sebesar 98,92 persen dan sektor barang dari besi dan baja dasar sebesar 2,43 persen mengakibatkan penurunan pendapatan terbesar pada blok faktor produksi terjadi pada faktor produksi bukan tenaga kerja dengan penurunan mencapai 0,1124 persen atau Rp 1.513,39 milyar dari pendapatan awalnya sebesar Rp 1.346.454,27 milyar. Penurunan pendapatan faktor produksi bukan tenaga kerja ini mencapai 52,74 persen dari total penurunan pendapatan faktor produksi. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor industri besi dan baja adalah suatu jenis industri yang bersifat padat modal. Peringkat kedua dengan penurunan terbesar ditempati oleh faktor produksi produksi, operator alat angkutan, manual dan buruh kasar di kota sebesar 0,109 persen, atau berkurang sebanyak Rp 244.666 milyar dari pendapatan awalnya sebesar Rp 244.459,37 milyar. Melalui perubahan jumlah nett export industri besi dan baja dapat diketahui perbedaan peningkatan dan penurunan pendapatan faktor produksi
25
nasional dalam skenario kemungkinan dampak yang ditimbulkan oleh ASEAN Cina Free Trade Agreement (ACFTA) pada saat diberlakukan di Indonesia. Untuk analisis kemungkinan negatif yang ditimbulkan oleh ACFTA (melalui trend perubahan nett export 2009-2010) terhadap sektor industri besi dan baja. Dampak terhadap pendapatan institusi dapat disimpulkan peningkatan pendapatan terbesar akibat peningkatan nett export industri besi dan baja adalah peningkatan pendapatan yang berasal dari peningkatan nett export industri barang dari besi dan baja dasar. Total peningkatan pendapatan institusi akibat adanya peningkatan nett export industri barang dari besi dan baja dasar adalah sebesar 0,343 persen atau sebesar Rp 140,6 milyar. Sedangkan total peningkatan pendapatan institusi akibat adanya peningkatan nett export industri besi dan baja dasar adalah sebesar 0,077 persen atau sebesar Rp 33,33 milyar. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor industri barang dari besi dan baja lebih peka dalam peningkatan pendapatan institusi nasional. Perubahan nett export yang dilakukan pada sektor industri besi dan baja dasar, yang memberikan pengaruh terbesar bagi perubahan pendapatan sektorsektor produksi nasional adalah perubahan nett export sektor industri barang dari besi dan baja dasar, yang dapat diartikan bahwa sektor industri barang dari besi dan baja lebih peka dalam peningkatan pendapatan sektor produksi nasional. Penelitian yang dilakukan oleh Susiliwati pada tahun 2007 dengan judul “Dampak Kebijakan Ekonomi di Sektor Agroindustri Terhadap Kemiskinan dan Distribusi Pendapatan Rumahtangga di Indonesia”. Adapun metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan model Sistem Neraca Sosial Ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak kebijakan
26
ekonomi di sektor agroindustri terhadap kemiskinan dan distribusi pendapatan rumahtangga. Data yang digunakan adalah data dari Susenas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan peningkatan ekspor, investasi, dan insentif pajak di sektor agroindustri berdampak menurunkan tingkat kemiskinan dan memperbaiki distribusi pendapatan rumahtangga, sedangkan kebijakan peningkatan pengeluaran pembangunan pemerintah di sektor agroindustri kurang memberikan dampak positif. Kebijakan ekonomi di sektor agroindustri non makanan berdampak lebih besar untuk memperbaiki distribusi pendapatan rumahtangga. Kebijakan ekonomi di sektor agroindustri prioritas merupakan kebijakan yang paling efektif menurunkan tingkat kemiskinan dan memperbaiki distribusi pendapatan rumahtangga. Penelitian yang berjudul “Analisis Kebijakan Revitalisasi Perkeretaapian dan Implikasinya Terhadap Perekonomian Indonesia: Pendekatan Social Accounting Matrix (Periode 2005 – 2010)” berbeda dengan penelitian sebelumnya dalam hal metode yang digunakan. Metode Social Accounting Matrix ini lebih detail karena dapat melihat bagaimana pengaruh suatu kebijakan hingga sektor terkecil. 2.3. Kerangka Pemikiran Berdasarkan latar belakang, tujuan dan manfaat yang dipaparkan sebelumnya dapat dilihat bagaimana kerangka pemikiran penelitian, dimana pembangunan perekonomian Indonesia didukung oleh sektor perhubungan, khususnya transportasi kereta api. Hal ini karena kereta api memiliki peluang untuk meningkatkan perekonomian Indonesia. Revitalisasi perkeretaapian nasional yang didukung oleh Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2007 ini menjadi dasar dilakukannya revitalisasi perkeretaapian. Dampak revitalisasi tersebut akan ditinjau dengan menggunakan
27
model Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE), yang pada akhirnya dapat melihat apa dampak dari kebijakan revitalisasi terhadap perekonomian Indonesia dan apa implikasi kebijakan yang tepat dari kebijakan revitalisasi perkeretaapian tersebut.
Pembangunan Perekonomian Indonesia
Sektor Perhubungan
UU No 23 Tahun 2007
Revitalisasi Perkeretaapian Nasional
Pengaruh Terhadap Sektor-Sektor Perekonomian dan Distribusi Pendapatan
Perkembangan Perkeretaapian Indonesia
Model SNSE Revitalisasi Perkeretaapian Nasional
Potensinya Terhadap Perkembangan Perekonomian Indonesia
Implikasi Kebijakan
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional
III.
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data Menurut Sugiyono (2005:129) pengumpulan data dilakukan dengan berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Berdasarkan sumbernya, data dibedakan menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain atau lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data. Sedangkan data primer adalah data yang diperoleh dari responden secara langsung yang dikumpulkan melalui survey lapangan dengan menggunakan alat pengumpulan data tertentu yang dibuat secara khusus. Adapun sumber data dalam penelitian ini terdiri dari: 1.
Sumber data primer, yaitu pelaku yang terlibat langsung dengan objek penelitian.
2.
Sumber data sekunder, yaitu pelaku yang tidak langsung berhubungan dengan objek penelitian, tetapi bersifat membantu dan memberikan informasi bagi penelitian. Data sekunder dari pihak lain yang berasal dari buku-buku, majalah, literatur, artikel, internet, dan tulisan-tulisan ilmiah.
Penelitian ini menggunakan data tabel SNSE dan data sekunder dari beberapa instansi terkait, seperti Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat Jakarta, Kementrian Perhubungan khususnya Perkeretaapian bagian perencanaan, data-data dari internet, perpustakaan perhubungan Jakarta, dan literatur lain yang terkait dengan permasalahan ini. Data yang digunakan sebagai bahan analisis adalah Tabel SNSE
28
2008 dengan mendisagregasi sektor perhubungan sehingga memungkinkan sektor perhubungan kereta api ini dapat dianalisis. Penulis juga mendisagregasi sektor perhubungan menjadi angkutan darat dan kereta api.
3.2. Metode Analisis 3.2.1. Sistem Neraca Social Ekonomi (SNSE) Indonesia 2008 Social Accounting Matrix (SAM) atau Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) adalah suatu sistem data yang memuat data-data sosial dan ekonomi dalam sebuah perekonomian (Thorbecke, 1988). SAM adalah salah satu sistem pendataan dan juga alat analisis penting yang dikembangkan untuk memantau dan menganalisa berbagai hal, diantaranya: untuk mengamati apakah sebuah kebijakan ekonomi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan membuat distribusi pendapatan semakin merata di suatu negara. SNSE adalah sebuah neraca ekonomi masukan ganda tradisional berbentuk matriks partisi yang mencatat segala transaksi ekonomi antar agen, terutama sekali antar sektor-sektor di dalam blok produksi, sektor-sektor di dalam blok institusi (termasuk di dalamnya rumahtangga), dan sektor-sektor di dalam blok faktor produksi, di suatu perekonomian (Pyatt dan Round, 1979; Hartono dan Resosudarmo, 1998). Selain itu SNSE merupakan suatu sistem pendataan yang baik karena: (1) SNSE merangkum seluruh kegiatan transaksi ekonomi yang terjadi di suatu perekonomian untuk sebuah kurun waktu tertentu, dengan demikian SNSE dapat dengan mudah memberikan gambaran umum mengenai perekonomian suatu wilayah;
29
dan (2) SNSE memotret struktur sosial-ekonomi di suatu perekonomian, dengan demikian SNSE diantaranya dapat memberikan gambaran tentang kemiskinan dan distribusi pendapatan di perekonomian tersebut. SNSE juga merupakan suatu sistem kerangka data yang disajikan dalam bentuk matriks, yang memberikan gambaran mengenai kondisi ekonomi dan sosial masyarakat dan keterkaitan antara keduanya secara komprehensif, konsisten dan terintegrasi. Sebagai suatu sistem kerangka data yang komprehensif dan terintegrasi, SNSE mencakup berbagai data ekonomi dan social secara konsisten karena menjamin keseimbangan transaksi dalam setiap neraca yang terdapat didalamnya. SNSE juga bersifat modular karena dapat menghubungkan berbagai variabel ekonomi dan social di dalamnya, sehingga keterkaitan antar variabel-variabel tersebut dapat diperlihatkan dan diperjelas. SNSE yang merupakan alat analisis penting, karena: (1) analisa dengan menggunakan SNSE dapat menunjukkan dengan baik dampak dari suatu kebijakan ekonomi terhadap pendapatan masyarakat, dengan demikian dengan Social Accounting Matrix (SAM) dapat diketahui dampak dari suatu kebijakan ekonomi terhadap masalah kemiskinan dan distribusi pendapatan; dan (2) analisa dengan SNSE relatif sederhana, maka penerapannya dapat dilakukan dengan mudah diberbagai negara. 3.2.2. Tabel SNSE Indonesia 2008 Tabel SNSE 2008 terdiri atas empat neraca utama yaitu neraca faktor produksi, neraca institusi, aktivitas/sektor produksi, dan neraca eksogen. Neraca faktor produksi terdiri atas 17 neraca, neraca institusi terdiri atas 10 neraca, yaitu 8 neraca rumahtangga, 1 neraca perusahaan, dan 1 neraca pemerintah. Neraca aktivitas
30
atau sektor produksi terdiri atas 24 neraca, juga terdiri dari 1 neraca margin perdagangan, 1 neraca margin pengangkutan, dan 24 neraca komoditas domestik. Neraca eksogen sendiri terdiri dari 24 neraca komoditi impor, neraca kapital, pajak tidak langsung, subsidi, dan luar negeri. Total neraca keseluruhan adalah 105 neraca. Langkah Konstruksi dan Disagregasi Tabel SNSE Indonesia 2008 adalah: Pengolahan data dilakukan dengan cara agregasi dan disagregasi Tabel SNSE Indonesia 2008 hingga menyerupai kerangka dasar Social Accounting Matrix dengan matrix 56 x 56. Ini bermanfaat dalam proses analisis. Tahapan dari agregasi Tabel SNSE adalah: 1. Masukkan baris dan kolom baru di neraca eksogen SNSE Indonesia 2008 yang akan disebut sebagai ROW (Rest Of the World) 2. Jumlahkan baris dan kolom dari komoditi impor agar mendapat nilai ROW (Rest Of the World) 3. Hapus baris dan kolom dari komoditi impor 4. Hapus nilai matrix diagonal yang menghubungkan sektor produksi dan komoditi domestik 5. Jumlahkan kolom dari sektor produksi dan komoditi domestik untuk membuat blok aktivitas produksi pada SAM (Social Accounting Matrix), demikian pula pada barisnya 6. Masukkan nilai pada baris margin perdagangan ke baris sektor perdagangan 7. Hapus baris dan kolom margin perdagangan 8. Masukkan nilai baris margin pengangkutan ke baris sektor angkutan darat, sektor angkutan udara, air, dan komunikasi, dan sektor penunjang angkutan
31
dan pergudangan sesuai dengan proporsi pengeluaran kolom margin pengangkutan ke setiap sektor tersebut 9. Hapus baris dan kolom margin pengangkutan. Neraca sektor produksi dalam SNSE Indonesia 2008 ini terdiri dari 24 sektor, dimana kereta api dan angkutan darat merupakan sub sektor yang termasuk dalam sektor angkutan darat. Dengan demikian dilakukan disagregasi pada sektor angkutan darat agar sub sektor kereta api ini dapat diteliti. Data yang digunakan untuk melengkapi neraca sub sektor yang didisagregasi diambil dari data Tabel Input-Output 2008 yang terdiri dari 66 sektor. 3.2.3. Kerangka Dasar Social Accounting Matrix (SAM) Salah satu tujuan menyusun SAM adalah untuk memperluas gambaran sistem pendapatan nasional, dimana SAM lebih terfokus kepada pembahasan mengenai tingkat kesejahteraan dari kelompok-kelompok sosial ekonomi yang berbeda (MaGrath, 1987). Menurut Wagner (1999) ada beberapa keuntungan yang didapatkan dengan menggunakan model SAM dalam suatu perencanaan ekonomi. Pertama, SAM mampu menggambarkan struktur perekonomian, keterkaitan antara aktivitas produksi, distribusi pendapatan, konsumsi barang dan jasa, tabungan investasi, serta perdagangan luar negeri. Hal ini menunjukkan bahwa SAM dapat menjelaskan keterkaitan antara permintaan, produksi, dan pendapatan di dalam suatu kawasan perekonomian. Kedua, SAM dapat memberikan suatu kerangka kerja yang dapat menyatukan dan menyajikan seluruh data perekonomian wilayah. Ketiga, dengan SAM dapat dihitung multiplier perekonomian wilayah yang berguna untuk mengukur dampak dari suatu aktivitas terhadap produksi, distribusi pendapatan, dan permintaan,
32
yang menggambarkan struktur perekonomian. Sementara BPS (2003) mengemukakan bahwa perangkat SAM dapat digunakan sebagai data sosial ekonomi yang menjelaskan mengenai : 1. Kinerja pembangunan ekonomi suatu negara, seperti distribusi Produk Domestik Bruto (PDB), konsumsi, tabungan, dan sebagainya. 2. Distribusi pendapatan faktorial, yaitu distribusi pendapatan yang dirinci menurut faktor-faktor produksi diantaranya tenaga kerja dan modal. 3. Distribusi pendapatan rumahtangga yang dirinci menurut berbagai golongan. 4. Pola pengeluaran rumahtangga. 5. Distribusi tenaga kerja menurut sektor atau lapangan usaha dimana mereka bekerja, termasuk distribusi pendapatan tenaga kerja yang mereka peroleh sebagai kompensasi atas keterlibatannya dalam proses produksi. Ada enam tipe neraca dalam sebuah Matrix SAM yang lengkap yaitu. 1. aktivitas, 2. Komoditas, 3. faktor-faktor produksi (tenaga kerja dan modal), 4. Institusi domestic yang terdiri dari rumahtangga, perusahaan dan pemerintah, 5. Modal, 6. Rest of the world. Lima neraca pertama dikelompokkan sebagai neraca endogen, sedangkan neraca keenam menjadi neraca eksogen yang dapat mempengaruhi besar kecilnya perubahan neraca endogen ketika dilakukan injeksi pada neraca. Dalam kerangka dasar SAM Indonesia terdapat 4 neraca utama, yaitu: 1. neraca faktor produksi, 2. neraca institusi, 3. neraca sektor produksi, 4. neraca eksogen yang terdiri neraca modal dan rest of the world (ROW) (Daryanto, 2001b). Masing-masing neraca tersebut menempati lajur baris dan kolom. Neraca faktorfaktor produksi, termasuk didalamnya tenaga kerja dan modal. Dalam baris neraca ini
33
menunjukkan penerimaan-penerimaan yang berasal dari upah dan sewa, selain itu menunjukkan pendapatan modal, sedangkan kolom menunjukkan adanya revenue yang didistribusikan ke rumahtangga sebagai pendapatan tenaga kerja, distribusi ke perusahaan, dan keuntungan yang bukan dari perusahaan, serta keuntungan perusahaan setelah dikurangi pembayaran pemerintah. Neraca institusi mencakup rumahtangga, perusahaan, dan pemerintah. Rumahtangga didisagregasikan kedalam kelompok-kelompok sosial ekonomi yang berbeda tingkatnya. penerimaan rumahtangga antara lain datang dari pendapatan faktor-faktor produksi, berbagai macam bentuk transfer seperti transfer pendapatan, diantara rumahtangga, transfer pendapatan dari pemerintah, dari perusahaan atau dari luar negeri. Sementara pengeluaran rumahtangga ditujukan untuk konsumsi barangbarang dan pajak pendapatan, serta sebagian dimasukkan untuk saving dalam neraca modal. Pada perusahaannya, penerimaannya berasal dari keuntungan yang diperoleh dan sebagian dari transfer, sedangkan pengeluarannya kepada pembayaran pajak dan transfer. Untuk pemerintah, pengeluarannya berupa subsidi, konsumsi barang dan jasa, transfer ke rumahtangga dan perumahan. Sebagian ada yang berupa saving. Penerimaannya sendiri berasal dari pajak dan transfer pendapatan dari luar negeri. Neraca aktivitas atau sektor produksi merupakan neraca yang menjelaskan tentang transaksi pembelian bahan-bahan mentah, barang-barang antara dan sewa untuk memproduksi suatu komoditas. Kolom terdiri dari semua transaksi pengeluaran yang meliputi permintaan antara, upah, sewa, dan value added dari pajak. Baris menunjukkan semua transaksi penerimaan yang meliputi penjualan domestik, subsidi ekspor, dan penerimaan.
34
Neraca terakhir adalah neraca eksogen yang memuat neraca modal, dan transaksi luar negeri atau rest of world (ROW). Dalam neraca modal, penerimaan berupa pemasukan dalam bentuk tabungan rumahtangga, swasta, dan pemerintah. Sementara dari sisi pengeluaran, pada neraca komoditas berupa investasi. Transaksi antara domestik dengan luar negeri juga dicatat dalam neraca terakhir yang memuat segala penerimaan yang berhubungan dengan luar negeri yang datang dari ekspor, transfer pendapatan institusi dari luar negeri, transfer pendapatan dari faktor-faktor produksi, dan pemasukan modal dari luar negeri. Sedangkan pengeluaran berupa impor, pembayaran faktor-faktor produksi dan transfer ke luar negeri. Jumlah pengeluaran dan penerimaan pada masing-masing neraca harus sama. Hal ini untuk menunjukkan bahwa dalam tabel SAM selalu terdapat keseimbangan dari masingmasing neraca. 3.2.4. Perhitungan Matriks Pengganda dan dekomposisi Dalam melakukan analisis dengan menggunakan SNSE, perhitungan matriks pengganda (analisis multiplier) dan dekomposisi matriks pengganda merupakan suatu teknik atau langkah penting. Dengan mendapatkan matriks pengganda dari suatu SNSE dapat dilihat dampak dari suatu kebijakan terhadap berbagai sektor di dalam suatu perekonomian , termasuk di dalamnya dampak suatu kebijakan terhadap distribusi pendapatan. Dekomposisi matriks pengganda tersebut dilakukan untuk memperjelas proses pengganda dalam suatu perekonomian, dengan kata lain dekomposisi matriks pengganda dapat menunjukkan tahapan dampak yang terjadi akibat penerapan sebuah kebijakan terhadap berbagai sektor dalam suatu perekonomian. Dari beberapa macam matriks pengganda, dekomposisi matriks
35
pengganda yang dikembangkan oleh Pyatt (1979) yang relatif banyak digunakan. Pada dekomposisi pengganda tersebut, Pyatt dan Round memecah matriks pengganda menjadi tiga buah matriks pengganda closed loop. Secara umum matriks pengganda transfer, matriks pengganda open loop, dan matriks pengganda closed loop. Secara umum matriks pengganda transfer menunjukkan dampak langsung aktivitas sebuah sektor terhadap sektor lainnya di dalam blok yang sama. Matriks pengganda open loop menunjukkan dampak aktivitas sebuah sektor terhadap sektor-sektor di blok lainnya. Sedangkan matriks closed loop menunjukkan dampak aktivitas sebuah sektor terhadap sektor lainnya di dalam blok yang sama setelah terlebih dahulu mempengaruhi sektor-sektor di blok lain. 3.2.5. Analisis Efek Pengganda Neraca Aliran penerimaan dan pengeluaran yang dinyatakan dalam satuan moneter di tabel SNSE ditunjukkan oleh matriks transaksi T. Jika setiap sel dalam matriks T dibagi dalam jumlah kolomnya, maka akan didapat sebuah matriks baru yang menunjukkan besarnya kecenderungan pengeluaran rata-rata yang dinyatakan dalam proporsi (perbandingan). Matriks baru tersebut disebut matriks A, unsur-unsurnya adalah Aij yang merupakan hasil pembagian nilai T pada baris ke I dan kolom j (Tij) oleh jumlah kolom j, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut : 1.
Matrix A
Dimana :
𝐴𝑖𝑗 = 𝑇𝑖𝑗 𝑌�𝑗−1
A ij : kecenderungan pengeluaran rata-rata baris ke-i dan kolom ke-j,
36
T ij : nilai neraca baris ke-i dan kolom ke-j 𝑌�𝑗−1:total kolom ke j atau total pengeluaran kolom ke j
Dalam hal ini 𝑌�𝑗−1 adalah matriks diagonal dari nilai-nilai jumlah kolom,
sehingga :
0 𝐴 = �𝐴21 0
0 𝐴22 𝐴32
2. Matrix Identitas (I)
𝐴13 0 � 𝐴33
3. Multiplier SAM maka : 𝑌 = 𝐴𝑌 + 𝑋, atau 𝑌 = (𝐼 − 𝐴)−1 𝑋
Jika 𝑀𝑎 = (𝐼 − 𝐴)−1, maka : 𝑌 = 𝑀𝑎 𝑋 Dimana : Ma
: pengganda neraca total (Multiplier SAM)
Y
: Neraca endogen (faktor produksi, institusi, dan aktivitas produksi)
X
: Neraca eksogen
Model ini menunjukkan bahwa dalam perubahan neraca eksogen (X) akan menyebabkan atau berpengaruh terhadap neraca endogen (Y) sebesar Ma.
37
3.2.6. Simulasi Kebijakan dan Justifikasinya Social Accounting Matrix dapat mengkaji serta menganalisis bagaimana pengaruh dari penerapan revitalisasi perkeretaapian terhadap perekonomian Indonesia, dengan melakukan beberapa simulasi sehingga nantinya dapat terlihat bagaimana pengaruhnya terhadap pengalokasian sumberdaya (modal dan tenaga kerja), pendapatan institusi, serta hubungan antar sektor produksi (aktivitas produksi). Adapun skenario dari penelitian ini adalah: Simulasi Penerapan Kebijakan Revitalisasi Perkeretaapian. Justifikasi dari kebijakan revitalisasi perkeretaapian sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, dimana Pemerintah berkewajiban untuk menyediakan biaya pembangunan dan pemeliharaan prasarana perkeretaapian. Sebaliknya untuk pengadaan sarana merupakan kewajiban operator sebagai
penyelenggara
sarana
perkeretaapian.
Revitalisasi
perkeretaapian
membutuhan dana sebesar Rp 19,3 triliun, sebagai bagian dari implementasi UndangUndang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Revitalisasi digunakan dengan cara meningkatkan kualitas sarana dan prasarana perkeretaapian serta penyehatan P.T. Kereta Api. Penyehatan tersebut dilakukan dengan menginventrisasi aset, audit kinerja, dan audit keuangan dengan batas waktu hingga tiga tahun ke depan.
IV.
GAMBARAN UMUM PERKERETAAPIAN INDONESIA
4.1. Perkeretaapian Indonesia Perkeretaapian Indonesia dimulai tanggal 17 Juni 1864 dengan pemasangan rel kereta api pertama di Semarang. Proyek tersebut dilaksanakan oleh NISM (Nederlands Indische Spoorweg Maatschappij) dan peresmiannya dilakukan oleh Gubernur Jenderal Sloet Van Beele. Pemasangan lintas pertama bermotif komersial, karena hasil bumi dari daerah Surakarta dan Yogyakarta yang merupakan bahan ekspor, memerlukan angkutan cepat untuk sampai di pelabuhan Semarang. Pada tahun 1868 mulai beroperasi Semarang-Tanggung sepanjang 26 km. Pada tahun 1870 selesai dipasang dan dibuka untuk umum lintas Semarang-Gundih-Surakarta. Tahun 1871-1873 dilakukan pemasangan rel Surakarta-Yogyakarta-Lempuyangan. Tanggal 10 April 1869 juga dipasang oleh NISM lintas Jakarta-Bogor selesai tahun 1873. Lintas ini kemudian diambil oleh pemerintah yang mendirikan perusahaan kereta api, yaitu SS (Staaatsspoor Wegen). Kemudian dilanjutkan pemasangan lintas BogorSukabumi-Bandung-Kroya-Yogyakarta-Surabaya. Pada lintas Yogyakarta-Surakarta terdapat rel triganda (jalur dengan tiga batang rel) karena NISM menggunakan rel lebar sedang SS sendiri menggunakanh rel normal. Tahun 1903 mulai dipasang oleh NISM lintas Kedungjati-Ambarawa-Magelang-Yogyakarta. Tahun 1907 lintas Sacang-Temanggung-Parakan. Tahun 1899-1903 dipasang oleh NISM SemarangCepu-Surabaya. Kemudian tertarik oleh keuntungan yang diperoleh NISM menyusul
40
berdirinya perusahaan-perusahaan kereta api swasta lainnya yang berjumlah sepuluh perusahaan SCS (Semarang Cirebon Stoomtram Maatschapij), SJS (Semarang Juwana Stomtram Maatschappij). Pemasangan rel kereta api di Sumatera terjadi tanggal 12 November 1876, mulai dipasang lintas Ulele-Kota Raja (Banda Aceh). Kereta api ini dipasang oleh Departemen Peperangan (DVO) untuk keperluan perang Aceh. Tanggal 1 Juni 1891 mulai dipasang lintas Pulu Aer-Padang untuk kepentingan tambang batubara. Tahun 1912 mulai dipasang lintas Teluk Betung-Perabumulih, Juli 1886 oleh perusahaan DSM (Deli Spoorweg My) dipasang lintas Labuhan-Medan. Sulawesi mulai tanggal 1 Juli 1923 telah dipasang oleh SS lintas Makassar-Takalar dan beberapa tahun kemudian operasinya dihentikan karena terlalu berat biaya eksploitasinya. Setelah Republik Indonesia berdiri, perkeretaapian Indonesia diambil alih oleh pemerintah Republik Indonesia. Tanggal 28 September 1945 secara resmi lahirlah Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI) berpusat tetap di Bandung yang meliputi perusahaan kereta api di Jawa dan Madura. Pada waktu itu di Sumatera masih dibawah pendudukan Belanda dibawah SS/VS (Staatspoor-weg En Verenigde Spoorweg Bedrijr). Setelah Negara RI menjadi Negara kesatuan pada Januari 1950, DKARI berubah menjadi DKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1963 terhitung 22 Mei 1963 status perusahaan kereta api di Indonesia berubah menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA). Sedangkan di Sumatera, Deli Spoorweg My terhitung 1957 dinasionalisasi
41
dan masuk dibawah perusahaan api pemerintah pada saat itu kemudian bergabung menjadi PNKA. Penetapan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 01 Tahun 1971 status pekeretaapian berubah menjadi Perusahaan Djawatan Kereta Api (PJKA). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 1990, yang berlaku elektif mulai tanggal 1 Januari 1991 berubah menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka). Pada tahun 1992, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun
1992
tentang
Perkeretaapian.
Keluarnya
Undang-Undang
tersebut
mengakibatkan banyak peraturan perkeretaapian sejak jaman Belanda dinyatakan tidak berlaku lagi. Status kereta api sekarang P.T. Kereta Api (Persero). UndangUndang kereta api yang terbaru adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007, dengan adanya Undang-Undang tersebut maka Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 sudah dinyatakan tidak berlaku lagi. Pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 disebutkan bahwa pemerintah telah membuka kesempatan bagi pihak swasta untuk ikut mengembangkan bisnis perkeretaapian di Indonesia. Jadi P.T. Kereta Api (Persero) harus menyiapkan diri agar mampu menghadapi persaingan bisnis kereta api di Indonesia yang sebelumnya menjadi hak monopoli mereka. Perusahaan tersebut telah melakukan banyak pembenahan agar tetap eksis di bisnis kereta api dan mampu memanfaatkan segala potensi yang dimiliki. Kereta api ini memiliki potensi bisnis yang belum tergali dengan maksimal. Masih banyak jasa angkutan barang maupun penumpang yang belum mampu di tangani oleh perusahaan tersebut.
42
Perjalanan panjang kereta api di Indonesia dimulai dari zaman penjajahan Belanda Tahun 1840 sampai dengan saat ini 2010, yang sampai saat ini belum berhasil dengan baik. Infrastruktur yang beroperasi semakin lama semakin turun jumlah maupun kualitasnya dan belum pernah ada upaya untuk melakukan modernisasi. Dari sisi efisiensi energi dan rendahnya polutan yang dihasilkan, moda kereta api sangat unggul dibandingkan moda lain. Moda ini mampu menjadi leading transportation mode khususnya sebagai lintas utama transportasi nasional. Penentuan kebutuhan anggaran dana yang diperlukan dalam melakukan revitalisasi perkeretaapian memerlukan perhitungan yang baik agar kebutuhan dan realisasi anggaran dana yang diperlukan dalam revitalisasi tidak jauh berbeda. Dari enam tahun terakhir dapat dilihat bahwa dana yang dianggarkan diawal dan realisasinya di lapangan memiliki perbandingan yang jauh. Kebutuhan anggaran untuk revitalisasi perkeretaapian paling kecil terlihat pada tahun 2005 sebesar 1,52 triliun, namun pada tahun berikutnya anggaran dana yang dibutuhkan jauh lebih besar, hingga mencapai 10,39 triliun. Realisasi anggaran dana tahun 2011 sebesar 4,64 triliun, dan ini merupakan anggaran realisasi dana terbesar dibanding tahun sebelumnya. Tabel 9 menunjukkan kebutuhan dan realisasi anggaran ditjen perkeretaapian dalam hal revitalisasi perkeretaapian, yaitu: Tabel 9. Kebutuhan dan Realisasi Anggaran Dana Revitalisasi Perkeretaapian Keterangan 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Jumlah 1.52 6.67 7.27 9.55 10.39 9.2 9.59 54.19 Kebutuhan (triliun) 1.38 2.79 3.05 3.21 3.69 3.92 4.64 22.68 Realisasi (triliun) 90.7 41.83 41.9 33.6 35.51 42.61 48.3 41.85 Realisasi (%) Sumber : Ditjend Perkeretaapian Kemenhub, 2009.
43
Kebutuhan
Usulan
Realisasi
9 8
8,600
7
7,500
(Triliun)
6
(60,0%)
5 4 3
7,556
7,154
(49,4%)
(73,6) 4,600 4,655
4,294
3.729
3.428
2 1 0 2008
2009
2010
Sumber : Ditjend Perkeretaapian Kemenhub, 2009. Gambar 2. Progress Anggaran dan Realisasi Revitalisasi Perkeretaapian Tahun 20082010 Dari Gambar 2 dapat kita lihat sebagai berikut: 1.
Total kebutuhan Anggaran Revitalisasi Perkeretaapian sebesar Rp. 19,36 Triliun.
2.
Pada tahun 2009 terdapat alokasi Program Stimulus TA.2009 sebesar Rp.601,9 Milyar.
3.
Pagu Definitif TA.2010 sebasar Rp.3.729,46 Milyar (Usulan sebesar Rp.8.672 Milyar).
4.
Realisasi program revitalisasi (3 tahun) total sebesar Rp.11,451 Triliun.
Program revitalisasi perkeretaapian yang sudah dimulai tahun 2008 hingga saat ini mengalami peningkatan, jika dilihat dari program yang akan dilakukan. Pada Tabel 10 dapat dilihat bagaimana progres pembangunan prasarana dan sarana dalam revitalisasi perkeretaapian.
44
Tabel 10. Program Revitalisasi Perkeretaapian Tahun 2008 sampai 2010 Program Revitalisasi Realisasi s.d Kegiatan Sisa 2008 – 2010 2010 PRASARANA a. Rehab / Peningkatan Jalan KA 1.369 km b. Pembukaan Lintas yang Tidak Beroperasi 187 km c. Pembuatan Jalur KA Baru/ Jalur Ganda 388 km d. Listrik Aliran Atas 132 km e. Persinyalan 85 Pkt f. Rehab / Peningkatan Jembatan 150 Pkt SARANA a. KRL 176 Unit b. Kereta Ekonomi 180 Unit c. KRDI / KRDE 48 Unit d. Lokomotif 87 Unit e. Gerbong Barang 500 Unit Sumber : Ditjend Perkeretaapian Kemenhub, 2009.
826 km
543 km
119 km
68 km
232 km 43 km 36 Pkt
156 km 89 km 49 Pkt
118 Pkt
32 Pkt
92 Unit 82 Unit 57 Unit 3 Unit 20 Unit
84 Unit 98 Unit 0 Unit 84 Unit 480 Unit
4.2. Revitalisasi Perkeretaapian Menurut Forum Perkeretaapian Indonesia (2009), revitalisasi perkeretaapiaan adalah pekerjaan besar yang mencakup perubahan struktural dan kultural. Revitalisasi juga mengandung pengertian keterbukaan, akuntabilitas publik, dan dialog dengan seluruh pemangku kepentingan. Program revitalisasi perkeretaapian Indonesia ini merupakan upaya meningkatkan keamanan dan pelayanan moda massal. Penggerak utama dari revitalisasi perkeretaapian nasional adalah terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian sebagai pengganti dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992. Undang-Undang ini melepas monopoli pemerintah dan membuka kesempatan bagi masuknya investasi sektor swasta
45
maupun pemerintah daerah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian mendorong peran pemerintah daerah dalam turut serta menyelenggarakan layanan transportasi di daerahnya. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 mempunyai tujuan dan latar belakang. Adapun tujuannya yaitu: 1. Perlunya pengembangan potensi dan peningkatan peran kereta api sebagai alat transportasi, 2. Peningkatan share kereta api dalam angkutan orang dan barang, 3. Peningkatan kualitas pelayanan kereta api, 4. Menghilangkan monopoli dalam usaha penyelenggaraan perkeretaapian. Latar balakangnya yaitu: 1. Memperlancar perpindahan orang dan atau barang secara massal, 2. Dengan selamat, aman, nyaman, cepat dan lancer, tepat waktu, tertib dan efisien, 3. Menunjang pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas, 4. Menjadi pendorong dan penggerak pembangunan nasional. Pemerintah daerah pun harus secara tepat dan cermat memanfaatkan layanan kereta api, dengan semaksimal mungkin untuk tercapainya pembangunan wilayah masing-masing. Undang-undang ini menjadi dasar untuk diadakannya revitalisasi perkeretaapian nasional. Banyak pasal dalam Undang-Undang tersebut yang mengamanatkan
perlunya
pemerintah
melakukan
upaya
revitalisasi
dan
restrukturisasi untuk menyelamatkan perkeretaapian dari ancaman keterpurukan berkepanjangan yang dapat membahayakan kelangsungan pelayanan publik dan untuk memperbaiki sistem transportasi nasional. Salah satunya pada pasal 23 dan pasal
31
Undang-Undang
Nomor
23
Tahun
2007
menegaskan
bahwa
penyelenggaraan prasarana dan sarana perkeretaapian umum dilakukan oleh badan usaha sebagai penyelenggara, baik secara bersama maupun sendiri-sendiri.
46
Maksudnya tidak ada badan usaha yang menyelenggarakan prasarana dan sarana perkeretaapian umum. Pemerintah dan pemerintah daerah dapat menyelenggarakan prasarana dan sarana perkeretaapian. Berbagai rencana strategis oleh departemen perhubungan pada tahun 2005 hingga 2009 dalam hal revitalisasi perkeretaapian, yang terdiri dari beberapa program dan sasaran, yaitu: 4.3. Rehabilitasi Sarana dan Prasarana Kereta Api Sasaran rehabilitasi sarana dan prasarana kereta api adalah pemulihan fungsi sarana dan prasarana perhubungan. Adapun beberapa kegiatan yang dilakukan adalah perbaikan terhadap prasarana kereta api, antara lain: rehabilitasi jalan kereta api, rehabilitasi jembatan, rehabilitasi sinyal, rehabilitasi telekomunikasi, rehabilitasi listrik, dan perbaikan pintu perlintasan, sedangkan untuk sarananya sendiri antara lain: kereta (K3), kereta rel listrik (KRL), kereta rel diesel (KRD). Pada tahun 2005, biaya yang dianggarkan adalah Rp. 71,5 miliar dan realisasinya di lapangan adalah Rp. 25.5 miliar. Pada tahun 2006, biaya yang dianggarkan adalah Rp. 41,4 miliar dan realisasinya adalah Rp. 39,9 miliar. Pada tahun 2007, biaya yang dianggarkan adalah Rp. 57,3 miliar, dan realisasinya adalah Rp. 30,7 miliar. Pada tahun 2008, biaya yang dianggarkan adalah Rp. 64,6 miliar, dan realisasinya adalah Rp. 24,01 miliar. Untuk tahun 2009, dana yang dianggarkan adalah Rp. 67,1 miliar, dan realisasinya adalah Rp. 52,0 miliar. Jadi dari program pertama, dari keseluruhan yang dianggarkan sebesar Rp. 301,81 miliar, dihitung realisasinya sebesar Rp. 172,14 miliar. Terlihat perbandingan yang cukup jauh antara anggaran yang direncanakan dan apa yang teralisasi di lapangan. Selisihnya sekitar Rp. 129,67 miliar.
47
4.3.1. Peningkatan & Pembangunan Sarana dan Prasarana. Sarana dan prasarana merupakan komponen penting tersedianya pelayanan perhubungan yang berkualitas. Kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan dan membangun sarana dan prasarana perkeretaapian adalah: a. peningkatan dan pembangunan jalan kereta api, yang terdiri dari: peningkatan kapasitas jalan kereta api, peningkatan jembatan, pembangunan jalan kereta api, pengadaan rel, plat sambung, pengadaan wesel, tanah, dan pembangunan jembatan, b. modernisasi dan rehabilitasi sintelis, yang terdiri dari: persinyalan, jaringan telekomunikasi, listrik aliran atas, warning device, dan pintu perlintasan, c. pengadaan/penggantian sarana, yang terdiri dari: kereta rel listrik, KRDE, dan lokomotif, 4. Revitalisasi dan pengembangan angkutan massal perkeretaapian di wilayah Jabodetabek, 5. Pembangunan perkeretaapian Kalimantan Timur. Pada tahun 2005, dana yang dianggarkan adalah Rp. 1.098,9 miliar, sedangkan realisasinya adalah Rp. 1.087,2 miliar. Pada tahun 2006, dana yang dianggarkan adalah Rp. 6.210,9 miliar, sedangkan realisasi di lapangan adalah Rp. 2.108,03 miliar. Untuk tahun 2007, dana yang dianggarkan adalah Rp. 6.860,8 miliar, dan realisasinya adalah Rp. 2.536,2 miliar. Pada tahun 2008, dana yang dianggarkan adalah Rp. 9.091,6 miliar, dan realisasinya adalah Rp. 3.044,9 miliar. Dan untuk tahun 2009, anggaran dananya adalah Rp. 9.915,6 miliar, sedangkan realisasinya adalah Rp. 2.983,8 miliar. Dari total anggaran sebesar Rp. 33.177,76 miliar, yang terjadi di lapangan adalah Rp. 11.760,09 miliar. Terlihat selisih yang cukup jauh antara dana yang dianggarkan dan realisasinya di lapangan. Adapun selisihnya sebesar Rp. 21.417,67 miliar.
48
4.4. Peningkatan Aksesibilitas Pelayanan Angkutan Perkeretaapian Sasaran dari program ini adalah terciptanya aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan jasa perhubungan. Adapun kegiatan yang dilakukan adalah pengadaan kereta dan subsidi angkutan kereta api ekonomi. Dapat dilihat pada tahun 2005, dana yang dianggarkan adalah Rp. 225,1 miliar, sedangkan realisasi di lapangan sebesar Rp. 25,13 miliar. Pada tahun 2006 dana yang dianggarkan adalah sebesar Rp. 270,0 miliar, sedangkan realisasinya adalah Rp. 54,0 miliar. Pada tahun 2007 dana yang dianggarkan sebesar Rp. 302,0 miliar, dan realisasinya adalah Rp. 121,7 miliar. Tahun 2008 dianggarkan sebesar Rp. 338,2 miliar, realisasi di lapangan adalah Rp. 70,2 miliar. Lalu tahun 2009 dianggarkan dana sebesar 379,2 miliar dan dana yang terrealisasi adalah Rp. 81,1 miliar. Anggaran dana total yang di miliki sebesar Rp. 1.514,55 miliar, yang terealisasi adalah sebesar Rp 352,08 miliar. Selisih antara anggaran dan realisasi adalah sebesar Rp. 1.162,47 miliar. 4.4.1. Restrukturisasi dan Reformasi Kelembagaan Perkeretaapian Sasaran dari program ini adalah melanjutkan reformasi dan restrukturisasi di bidang perhubungan. Kegiatan
yang dilakukan pada program ini adalah
pengembangan data dan SIM, serta administrasi. Jika dilihat dari realisasi dan anggaran dananya, maka pada tahun 2005 dana yang dianggarkan adalah sebesar Rp. 134,3 miliar, sedangkan realisasi di lapangan hanya sebesar Rp. 127,89 miliar. Di tahun 2006 realisasi dana sebesar Rp. 66,19 miliar dari dana yang dianggarkan sebesar Rp. 150,5 miliar. Tahun 2007 dana yang direalisasikan sebesar Rp. 162,7 miliar dari dana yang dianggarkan sebesar Rp. 52,2 miliar. Pada tahun 2008 dana yang direalisasikan adalah sebesar Rp. 40,1 miliar dari dana yang dianggarkan
49
sebesar Rp. 54,5 miliar. Tahun 2009 terlihat dana yang dianggarkan sebesar Rp. 26,7 miliar, sementara realisasinya adalah sebesar Rp. 41,9 miliar. Dan didapat total anggaran untuk program ini sebesar Rp. 418,16 miliar dan realisasinya sebesar Rp. 438,70 miliar. Terlihat selisih antara anggaran dan realisasi dananya sebesar Rp. 20,54 miliar. Untuk investasi prasarana dan operasional sendiri juga disediakan anggaran, dimana pada tahun 2005 dana yang dianggarkan sebesar Rp. 1.128,5 miliar dan dana yang direalisasikan sebesar Rp. 1.070,8 miliar. Pada tahun 2006 dana yang dianggarkan sebesar 4.526,8 miliar dan dana yang terrealisasi sebesar Rp. 1.860,3 miliar. Dapat pula kita lihat dana yang dianggarkan pada tahun 2007 sebesar Rp. 6.751,9 miliar dan realisasinya sebesar Rp. 2.290,9 miliar. Pada tahun 2008 dana yang terrealisasi sebesar Rp. 2.997,6 miliar dari yang dianggarkan sejumlah Rp. 8.986,7 miliar. Tahun 2009 kita lihat bahwa dana yang dianggarkan sebesar Rp. 9.959,3 miliar dan dana realisasinya di lapangan sebesar Rp. 3.035,8 miliar. Maka total realisasi dana untuk program ini adalah sebesar Rp. 11.687,33 miliar, sementara yang dianggarkan sebesar Rp. 32.615,8 miliar. Program investasi sarana, yang mana pada tahun 2005 dana yang dianggarkan untuk program ini adalah sebesar Rp. 67,1 miliar, dan terdapat keseimbangan antara realisasi dan anggarannya, yang mana realisasinya pada tahun 2005 ini juga sebesar Rp 67,1 miliar. Pada tahun 2006 dapat dilihat anggaran dananya sebesar Rp. 1.775,5 miliar dan dana yang direalisasikan sebesar Rp. 341,6 miliar. Pada tahun 2007 terlihat anggaran dana sebesar Rp. 226,2 miliar dari dana yang direalisasikan sebesar Rp. 397,7 miliar. Pada tahun 2008 terjadi penurunan anggaran, dimana dana yang
50
dianggarkan sebesar Rp. 241,4 miliar, sementara dana yang direalisasikan adalah sebesar Rp. 141,5 miliar. Dan tahun 2009 dana yang dianggarkan adalah sebesar Rp. 109,7 miliar dan realisasinya sebesar Rp. 81,1 miliar. Maka total anggaran untuk investasi sarana tersebut adalah sebesar Rp. 2.419,9 miliar, sementara total realisasinya sebesar Rp. 1.028,96 miliar. Terdapat selisih anggaran dan realisasi sebesar Rp. 1.390,94 miliar. Revitalisasi ini sendiri tidak hanya mengandalkan pihak pemerintah, tetapi juga pihak swasta. Dana tersebut di dapat dari APBN, BUMN dan SWASTA. Keterbukaan untuk pasar industri dan pelayanan perkeretaapian bagi investasi swasta tidak menyebabkan campur tangan dari pihak pemerintah berkurang. Pada kondisi krisis keuangan global saat ini, investasi swasta diperkirakan tidak terjadi dalam waktu yang cepat, investasi swasta dalam skala besar ini menunggu waktu yang tepat terutama terkait dengan kepastian regulasi, jaminan pemerintah dan kejelasan akan kemana revitalisasi tersebut diadakan pada jangka panjang. 4.5. Beberapa Negara Yang Telah Melakukan Restrukturisasi Perkeretaapian Negara yang telah melakukan restrukturisasi atau reformasi perkeretaapian adalah: 1.
Argentina Bermula dari perekonomian Argentina yang pada tahun1980-an berada pada
kondisi hiperinflasi sampai tiga digit. Lalu pada tahun 1989, pemerintah Argentina mencanangkan strategi perbaikan perekonomian lewat privatisasi berbagai BUMN, termasuk BUMN perkeretaapian FA (Ferrocarriles Argentinos). Pemerintah memilih pendekatan dengan member konsesi, dengan cara membagi FA ke dalam entitas operasi yang berbeda-beda. Keputusan pertama yang dilakukan pemerintah Argentina
51
disini adalah dengan memisahkan manajemen pengoperasian kereta barang dengan kereta penumpang. Operasi kereta api barang FA dipandang sebagai entitas yang sangat potensial, profitable, dan memiliki prospek besar bagi kesuksesan privatisasi. Pengoperasian tersebut dibagi ke dalam beberapa hal, yakni pemegang konsesi pemelihara infrastruktur dan rooling stock, kontor trafik, pengoperasian kereta api, dan pelayanan pasar. Masing-masing perusahaan pemegang konsesi menerima lokomotif dan rel kereta listrik dari FA yang cukup memadai dalam menjalankan konsesi dan pemerintah tetap bertindak sebagai pemilik infrastruktur. Untuk konsesi kereta api barang dilakukan evaluasi, yang didasari beberapa parameter, yaitu pengalaman operator, investasi yang diajukan, biaya yang harus dibayarkan kepada pemerintah atas penggunaan track dan peralatan yang tersedia sebagai bagian dari konsesi, dan jumlah tenaga kerja FA yang akan dialihkan kepada manajemen/ operator baru. FA sendiri harus memiliki minimal 15 persen saham dari masing-masing konsesi dan para pekerja memiliki paling kurang 4 persen saham. Pada Oktober 1993 terdapat lima konsesi yang sudah berada di tangan swasta. Sektor swasta Argentina pun kemudian menguasai pelayanan kereta api barang. Operasi kereta api barang yang berorientasi pasar berhasil berkompetisi. Efek secara keseluruhan berhasil menurunkan tarif angkutan barang. Jumlah subsidi yang diberikan oleh pemerintah terhadap perkeretaapian juga berkurang 25 persen dari subsidi sebelum privatisasi dimulai.
52
2.
Jepang Sebelum
dimulainya
privatisasi,
JNR
(Japanese
Nation
Railways)
mengoperasikan sekitar 12.500 route miles jaringan rel kereta api, dimana 3.500 miles diantaranya dioperasikan oleh perusahaan swasta. JNR merupakan suatu sistem perkeretaapian yang didominasi oleh kereta api penumpang, sedangkan kereta api barang merupakan komponen yang relatif kecil terhadap bisnis, yang diakibatkan adanya kompetisi yang ketat dengan moda perkapalan dan truk. JNR merupakan suatu sistem perpanjangan tangan pemerintah Jepang di bidang perkeretaapian. Tenaga kerja JNR adalah pegawai negeri dengan filosofi operasi yang merefleksikan kepentingan publik sekaligus adanya motif untuk mengambil keuntungan. Yang menentukan keputusan dalam pendanaan dan alokasi sumber daya sangat dipengaruhi oleh parlemen. Motivasi utama dibalik keputusan privatisasi JNR tersebut adalah karena eskalasi krisis finansial. JNR mengalami penurunan pangsa pasar selama decade 1960 an, dimulai dengan peningkatan defisit yang sangat besar pada tahun 1964. Solusi jangka pendek yang ditempuh adalah melalui kenaikan tarif, penurunan pelayanan dan peningkatan subsidi. Pada
tahun
1986
pemerintah
mengeluarkan
legislasi
menyangkut
perkeretaapian dan melakukan reorganisasi JNR pada April 1987. Tindak nyata yang ditempuh adalah pemerintah Jepang melakukan merestrukturisasi perkeretaapian nasional menjadi perusahaan-perusahaan terpisah kemudian menjualnya kepada pihak swasta. Secara nasional JNR membagi tugasnya dalam enam perusahaan kereta api penumpang regional yang melayani kawasan geografis tertentu dan satu operator kereta api barang nasional, yang disebut sebagai Japan Railways/ JR.
53
Transisi menuju privatisasi tertumpu pada tiga strategi. Pertama, reorganisasi sistem perkeretaapian untuk diprivatisasi. Aset JNR yang diperlukan untuk operasi masing-masing perusahaan dialihkan, begitu pula tenaga kerja yang diperlukan bagi pengoperasian perkeretaapian yang efektif dan efisien. Kedua, periode pemulihan ekonomi yang diperlukan untuk menstabilkan kemampuan ekonomi JNR dan sekaligus memperkuat nilai masing-masing perusahaan. Ketiga, dilakukan public offering atas saham bersama dalam perusahaan JR. Tahapan setelah restrukturisasi adalah privatisasi, JR mampu menggunakan jaringan kereta api secara intensif dan efisien. Maka yang dihasilkan adalah meski panjang rel kereta api di Jepang hanya 7 persen dibandingkan dengan total jaringan kereta api Amerika Serikat, ternyata mampu memberikan pendapatan yang sama dengan seluruh pendapatan perkeretaapian di Amerika Serikat. 3.
Inggris British Rail (BR) menyelenggarkan semua fungsi yang berkaitan dengan
perkeretaapian dan bertanggungjawab terhadap tiga divisi yang berbeda, yakni angkutan kereta api barang, pelayanan penumpang kereta api komuter dan kereta api antar-kota. Sistem kereta api BR dido minasi oleh pelayanan kereta api penumpang. BR beroperasi sebagai suatu perusahaan tunggal, yang bisnisnya terintegrasi dan menguasai
infrastruktur,
pemilik
pealatan
dan
pelaksana
pemeliharaan,
mengoperasaika kereta api, sekaligus pemasaran bagi pelayanan kereta api penumpang dan kereta api barang. BR diorganisasi bagi pasar angkutan penumpang dan barang serta divisinya didukung oleh fungsi-fungsi yang bersifat sentralistik, seperti personal, aspek legal, dan sistem akuntansi.
54
Bagian yang penting dari strategi BR adalah keputusan untuk memisahkan operator-operator pelayanan kereta api dari kepemilikan dan pemeliharaan infrastruktur. Pemeliharaan atas infrastruktur dipisah dari Railtrack kedalam beberapa entitas terpisah yang menciptakan pasar komersial yang kompetitif bagi pemeliharaan track. Restrukturisasi perkeretaapian yang telah berlangsung di sejumlah Negara didunia, tidak hanya di bidang prasarana yang modern, tetapi juga menghadirkan beragam kereta modern yang handal dan nyaman serta memberikan tingkat keselamatan dan pelayanan berkualitas tinggi. Dalam jangka waktu tahun 2005-2009 telah dilaksanakan kegiatan pembangunan berdasarkan program-program yang strategis untuk mencapai misi dan sasaran pembangunan transportasi perkeretaapian. Kegiatan tersebut diantaranya adalah peningkatan/ pembangunan prasaran (jalan rel, jembatan, persinyalan telekomunikasi dan listrik) serta peningkatan aksesibilitas angkutan perkeretaapian melalui pengadaan sarana perkeretaapian serta restrukturisasi dan reformasi kelembagaan. a. Program Rehabilitasi Prasarana dan Sarana Kereta Api Program rehabilitasi terdiri dari rehabilitasi prasarana dan sarana kereta api, untuk kegiatan rehabilitasi sarana telah dilaksanakan sebanyak 47 unit kereta ekonomi dari target 100 unit atau realisasi mencapai 47 persen, 18 unit KRL dari target 5 unit atau realisasi mencapai 360 persen dan 26 unit KRD dari target 34 unit atau mencapai 76,47 persen. Dalam beberapa tahun terakhir dalam kegiatan rehabilitasi sarana tersebut pemerintah lebih berorientasi pada pengadaan sarana baru sedangkan kegiatan rehabilitasi sarana kereta api telah menjadi kewajiban operator
55
kereta api. Rehabilitasi prasarana kereta api diantaranya rehabilitasi persinyalan yang telah dilaksanakan sebanyak 1 paket dari target 7 paket atau realisasi mencapai 14,29 persen serta rehabilitasi pintu perlintasan yang telah dilaksanakan sebanyak 7 paket dari target 95 paket atau realisasi mencapai 7,37 persen. Rehabilitasi pintu perlintasan masih minim karena lebih disebabkan belum terealisasinya rencana kegiatan rehabilitasi seluruh pintu perlintasan resmi yang ada di pulau Jawa melalui pembiayaan pinjaman luar negeri, sedangkan untuk rehabilitasi persinyalan lebih disebabkan karena kecendrungan penanganan persinyalan dengan peningkatan persinyalan melalui penggantian penggunaan kabel tanah menjadi kabel udara. Tabel 11. Realisasi Program Rehabilitasi Prasarana dan Sarana Perkeretaapian No
Kegiatan
Satu an
Tahun 2005
Target Prasarana Kereta Api Rehabilitasi 1 Jalan KA Rehabilitasi 2 Sinyal Rehabilitasi Telekomunik 3 asi Rehabilitasi 4 Listrik Perbaikan Pintu 5 Perlintasan
Tahun 2007
Tahun 2006
Real isasi
Km
Tahun 2008 Real isasi
Tahun 2009 Rea lisa Target si
0
2,09
0
26, 8
0
1
1
1
0
5
0
7
0
5
0
Target
Real isasi
Real isasi
0
14,2
0
4,00
2
0
1
Target
Target
Pkt
2
0
Pkt
2
0
Pkt
2
0
1
0
2
0
Lks / Pkt
0
7
19
0
18
0
29
0
29
0
0
7
25
20
25
20
25
0
25
0
5
16
0
2
9
2
6
0
6
16
6
0
Sarana Kereta Api 6 7 8
Kereta Kereta Rel Listrik Kereta Rel Diesel
Un It Un It Un It
7
8
Sumber : Ditjend Perkeretaapian Kemenhub, 2009.
56
b.
Program Restrukturisasi dan Reformasi Kelembagaan Perkeretaapian Program restruktirisasi dan reformasi kelembagaan diantaranya terdiri dari
kegiatan survey teknik dan desain serta pengembangan data dan sistem informasi manajemen. Untuk kegiatan STD dalam kurun waktu 2005-2009 telah dilaksanakan sebanyak 215 paket dari target 110 paket atau realisasi mencapai 195,45 persen, sedangkan kegiatan pengembangan data dan SIM untuk mendukung pelaksanaan tupoksi Ditjen Perkeretaapian telah dilaksanakan sebanyak 7 paket dari target 45 paket atau hanya mencapai 15,56 persen. Khusus untuk pengembangan data dan SIM beberapa kegiatan telah dilaksanakan dalam tingkatan Kementrian Perhubungan di bawah koordinasi oleh Pusat Data dan Informasi Kementrian Perhubungan. Tabel 12. Realisasi Program Restrukturisasi dan Reformasi Kelembagaan Perkeretaapian Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun No Kegiatan Satuan 2005 2006 2007 2008 2009 1 STD Paket 27 23 20 20 20 Pengembangan 2 data dan SIM Paket 9 8 8 10 10 3 Administrasi Paket 1 1 1 1 1 Sumber : Ditjend Perkeretaapian Kemenhub, 2009. c.
Program Peningkatan Aksesibilitas Pelayanan Angkutan Perkeretaapian Dalam rangka peningkatan aksesibilitas pelayanan angkutan perkeretaapian,
telah dilaksanakan kegiatan pengadaan sarana perkeretaapian khususnya untuk menunjang angkutan kereta api ekonomi jarak menengah dan jauh. Dalam kurun waktu 2005-2009 jumlah pengadaan kereta ekonomi yang telah dilaksanakan adalah sebanyak 152 unit dari target 90 unit atau realisasi mencapai 168,89 persen. Selain itu, untuk mendukung pelayanan kereta api komuter/ perkotaan telah dilaksanakan
57
pengadaan sejumlah 63 unit dari target 15 unit dan realisasi mencapai 420 persen, serta pengadaan KRL sejumlah 68 unit dari target 10 unit atau realisasi mencapai 680 persen. Tabel 13. Realisasi Program Peningkatan Aksesibilitas Pelayanan Angkutan Perkeretaapian Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun No Kegiatan Satuan 2005 2006 2007 2008 2009 Pengadaan kereta 1 ekonomi Unit 10 26 39 25 52 Subsidi angkutan 2 kereta ekonomi Paket 1 1 1 1 1 Sumber : Ditjend Perkeretaapian Kemenhub, 2009. d.
Program peningkatan dan pembangunan prasarana dan sarana transportasi perkeretaapian Kegiatan pembangunan prasarana kereta api dalam kurun waktu 2005-2009
diantaranya berupa peningkatan keselamatan perjalanan kereta api yang telah dilaksanakan total sepanjang 1.549,13 km dari target 1145,52 km atau realisasi mencapai 135,23 persen serta kegiatan pembangunan jalur ganda untuk menambah kapasitas dan mengatasi lintas yang telah padat dilaksanakan sepanjang 244,80 km dari target 643 km atau realisasi mencapai 38,06 persen. Kegiatan pembangunan jalur kereta api secara program belum memenuhi target renstra kementrian perhubungan 2005-2009 diantaranya karena dalam kurun waktu tersebut kebijakan Ditjen Perkeretaapian lebih memprioritaskan kegiatan peningkatan jalur kereta api dalam rangka peningkatan keselamatan perjalanan kereta api. Kegiatan peningkatan dan pembangunan jembatan secara keseluruhan telah memenuhi target. Untuk kegiatan peningkatan jembatan kereta api telah dilaksanakan sebanyak 89 unit dari target 34 unit atau realisasi mencapai 261,76 persen serta
58
kegiatan pembangunan jembatan kereta api yang telah dilaksanakan sebanyak 111 unit dari target 55 unit atau realisasi mencapai 201,82 persen. Sedangkan untuk kegiatan modernisasi dan peningkatan persinyalan, telekomunikasi dan listrik yang dilaksanakan dalam rangka kelancaran operasi perjalanan kereta api dan mendukung peningkatan keselamatan serta peningkatan pelayanan diantaranya terdiri dari pekerjaan persinyalan sebanyak 71 paket atau realisasi mencapai 244,83 persen dan pekerjaan listrik aliran atas sebanyak 14 paket dari target 14 paket atau realisasi mencapai 100 persen. Dalam pelaksanaan pembangunan dan peningkatan jalur kereta api dibutuhkan ketersediaan material/ logistik utama seperti rel dan wesel. Adapun pengadaan material/ wesel yang telah dilaksanakan dalam kurun waktu lima tahun terakhir berupa pengadaan rel sebanyak 142.311 ton dari target 60.489 ton atau realisasi mencapai 235,27 persen dan pengadaan wesel sebanyak 105 unit dari target 245 unit atau realisasi mencapai 42,86 persen. Untuk kegiatan pengadaan wesel masih minim realisasi terhadap target, karena adanya keterbatasan dana APBN. Hasil pembangunan prasarana perkeretaapian tahun 2005-2009 diantaranya pembangunan jalan kereta api di NAD antara Simpang Mane – Blangpulo – Cunda sepanjang 30,3 km (2007-2008), peningkatan persinyalan dan telekomunikasi di Sumatera Utara (2006-2007), pembangunan jalan kereta api antara stasiun Payakabung
Simpang
menuju
Indralaya
sepanjang
4,3
km
(2006-2007),
pembangunan partial double track Tulungbuyut – Blambangan umpu sepanjang 2,6 km (2007-2008), pembangunan jalur ganda Tanah Abang – Serpong sepanjang 23 km (2006-2007), rehabilitasi jalan kereta api lintas Bogor – Sukabumi sepanjang 57 km
59
(2008), elektrifikasi jalur kereta api antara Serpong – Parung Panjang tahap 1 sepanjang 20 km termasuk rehab track eksisting sepanjang 11,52 km (2008), pembangunan jalur ganda Cikampek – Cirebon sepanjang 135 km (2004-2007), pembangunan jalur ganda Yogyakarta – Kutoarjo sepanjang 64 km (2004-2007), pembangunan jalur ganda antara Petarukan – Pemalang – Larangan lintas Tegal – Pekalongan sepanjang 33,37 km (2007-2008), pembangunan jalur ganda antara Patuguran – Purwakerto tahap I linta Cirebon – Kroya sepanjang 24,48 km (2008), serta relokasi jalan kereta api antara Sidoarjo – Gununggangsir lintas Surabaya – Bangil segmen I sepanjang 3,8 km (2008). Pembangunan jalur kereta api di Kalimantan Timur yang terdapat dalam target Rencana Strategis Kementriamn Perhubungan 2005-2009 masih belum dapat terlaksana karena masih menunggu peran serta swasta dan pemerintah daerah. Pembangunan Depo Depok juga merupakan salah satu hasil pembangunan prasarana perkeretaapian yang utama. Pembangunan Depo Depok tersebut bertujuan untuk meningkatkan pelayanan perawatan dan inspeksi serta penyimpanan inap kereta api. Pelekasanaan konstruksi dilaksanakan dalam kurun waktu 2004-2007 melalui pembiayaan pinjaman luar negeri. Kegiatan–kegiatan pembangunan diatas secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kinerja transportasi perkeretaapian. Kinerja tersebut diantaranya berupa produktivitas angkutan baik angkutan penumpang maupun angkutan barang sebagai berikut:
60
Tabel 14. Kinerja Transportasi Perkeretaapian Tahun 2005-2009 Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Uraian Satuan 2005 2006 2007 2008 2009 Produktivitas angkutan Angkutan penumpang juta pnp – 1. Penumpang - km km 14.344 15.438 15.871 18.509 20.791 2. Penumpang juta orang 151,49 161,29 175,46 197,77 220,07 3. Penumpang Jabodetabek juta orang 100,97 104,42 116,66 126,70 151,26 4. Penumpang non jabodetabek juta orang 50,52 56,87 58,80 71,07 68,81 Angkutan barang 1. Barang - km juta ton – km 4.390 4.390 4.404 5.451 5.353 2. Barang juta ton 17,33 17,33 17,03 19,55 18,95 3. Barang nego juta ton 16,53 16,53 16,43 17,49 18,46 4. Barang non nego juta ton 0,80 0,80 0,60 2,06 0,49 Net PSO -IMO – Milyar 270,0 TAC Rupiah 0 270,00 425,00 544,67 535,00 Realisasi kereta api ekonomi Relasi 77 77 72 76 76 Sumber : Ditjend Perkeretaapian Kemenhub, 2009. Dari Tabel 14 dapat diketahui bahwa volume angkutan penumpang kereta api dalam kurun waktu 5 tahun terakhir termasuk prediksi untuk tahun 2009, secara umum mengalami kenaikan rata-rata sebesar 9,81 persen setiap tahunnya. Pada tahun 2008, volume angkutan penumpang terbesar adalah pada angkutan kereta api komuter Jabodetabek yaitu sebanyak 126,70 juta penumpang. Penambahan jumlah penumpang tahun 2008 dibandingkan tahun sebelumnya diantaranya disebabkan karena adanya penambahan jenis pelayanan untuk angkutan komuter yaitu ekonomi AC Jabodetabek.
61
Volume angkutan kereta api barang dalam periode tahun 2005-2008 tidak mengalami perubahan yang cukup signifikan. Hal ini diakibatkan oleh dominannya angkutan barang yang terikat kontrak jangka menengah dan panjang sedangkan untuk angkutan barang yang kontrak jangka pendek memiliki volume yang relatif kecil. Pada tahun 2008 terjadi kenaikan volume angkutan barang cukup signifikan dimana untuk barang jangka pendek maupun jangka panjang mengalami kenaikan dengan total sebesar 14,80 persen. Reformasi dan restrukturisasi terhadap perkeretaapian tidak ada hentinya. Untuk melanjutkan reformasi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan pendanaan perkeretaapian, telah dilaksanakan skema pendanaan Public Service Obligation (PSO). PSO merupakan upaya pemerintah untuk memenuhi kewajiban atas pelayanan umum di bidang transportasi perkeretaapian berupa subsidi operasi angkutan kereta api kelas ekonomi. Upaya ini dilakukan untuk membantu kemampuan daya beli masyarakat melalui subsidi yang ditentukan oleh Pemerintah atas selisih harga jasa perjalanan dengan biaya pokok produksi dari setiap penumpang kereta ekonomi. Selain itu juga terdapat skema pendanaan Infrastructure Maintenance and Operation dan penerapan Track Access Charges untuk pendanaan prasarana perkeretaapian baik oleh pemerintah maupun operator sebagai pengguna prasarana. Skema pendanaan yang dilakukan akan sangat membantu pemerintah untuk meningkatkan peran kereta api sebagai jasa transportasi yang baik dan handal.
62
Tabel 15. Kecelakaan Transportasi Perkeretaapian Tahun 2005-2009 Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun No Uraian 2005 2006 2007 2008 2009 A Jenis kejadian Tabrakan Kereta api 1 Kereta api 10 5 3 3 5 Tabrakan kereta api – 2 Ranmor 15 24 20 21 21 3 Anjlog / Terguling 66 73 117 107 48 Jumlah 91 102 140 131 74 B Korban kecelakaan 1 Meninggal 36 50 45 45 57 2 Luka berat 85 76 78 78 122 3 Luka ringan 111 52 73 73 76 Jumlah 232 178 196 196 255 Sumber : Ditjend Perkeretaapian Kemenhub, 2009. Jumlah kecelakaan jika dilihat dari aspek keselamatan, transportasi perkeretaapian masih mengalami fluktuatif. Jumlah kecelakaan tertinggi pada kurun waktu 2005-2009 terjadi pada tahun 2007 yaitu 140 kejadian dan untuk jenis kejadian didominasi oleh kejadian oleh kejadian terguling pada tahun 2007 sebanyak 117 kejadian. Pada tahun 2008 jumlah kecelakaan menurun menjadi 131 kejadian yang terdiri dari 3 kejadian tabrakan kereta api-kendaraan bermotor dan 107 kejadian terguling. Kecelakaan kereta api sangat beresiko tinggi pada pihak ketiga yaitu penumpang ataupun orang-orang disekitar daerah operasi kereta api (stasiun, rel, maupun perlintasan). Jumlah korban kecelakaan dari tahun 2005 sampai akhir tahun 2008 terdiri dari luka ringan 400 orang, luka berat 367 orang dan meninggal 165 orang. Hal ini disebabkan karena kondisi prasarana kereta api baik dari sisi prasarana yang tidak terawat maupun aplikasi teknologi persinyalan yang ketinggalan zaman.
63
Hal ini juga disebabkan karena kondisi sarana kereta api yang tidak memadai serta faktor SDM perkeretaapian. Dalam hal realisasi pembiayaan APBN berdasarkan Rencana Strategis Kementrian Perhubungan tahun 2005 sampai 2009, dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Evaluasi Pembiayaan APBN Berdasarkan Renstra Kementrian Perhubungan Sub Sektor Perkeretaapian Tahun 2005 sampai 2009 Target pembiayaan Realisasi APBN (Milyar Pembiayaan APBN Program Rupiah) (Milyar Rupiah) % Rehabilitasi prasarana dan sarana kereta api 301,81 274,57 90,97 Peningkatan dan pembangunan sarana dan prasarana 33.177,76 12.065,11 36,37 Peningkatan aksesibilitas pelayanan angkutan perkeretaapian 1.514,55 2.477,58 163,5 Restrukturisasi dan reformasi pembangunan 418,16 445,73 106,5 Jumlah 35.412,29 15.262,99 43,10 Investasi prasarana (APBN) 31.353,16 11.413,56 36,40 Investasi sarana (APBN) 2.419,95 1.279,03 52,85 Sumber : Ditjend Perkeretaapian Kemenhub, 2009. Dari Tabel 16 secara keseluruhan dapat diketahui bahwa realisasi pembiayaan hanya sebesar Rp. 15,26 triliun atu hanya 43,10 persen dari target pembiayaan Renstra Kementrian Perhubungan tahun 2005-2009 yang mencapai Rp. 35,41 persen triliun. Dalam hal realisasi pembiayaan untuk kegiatan pembangunan prasaran dan sarana perkeretaapian masih minim, dimana realisasi investasi prasarana hanya mencapai 36,40 persen dan investasi sarana sebesar 52,85 persen. Berdasarkan pembiayaan masing-masing program terdapat program yang tidak memenuhi target pembiayaan yaitu program rehabilitasi prasarana dan sarana kereta api (90,97%) serta
64
peningkatan dan pembangunan prasarana dan sarana kereta api (36,37%). Pembiayaan yang tidak terpenuhi tersebut disebabkan karena keterbatasan alokasi anggaran dana dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Program lain yang melampaui target pembiayaan yaitu program peningkatan aksesibilitas
pelayanan
angkutan
perkeretaapian
(163,58%)
dan
program
restrukturisasi dan reformasi kelembagaan (106,59%). Untuk realisasi pembiayaan program peningkatan aksesibilitas pelayanan angkutan perkeretaapian didominasi oleh subsidi kereta ekonomi selama lima tahun terakhir mengalami peningkatan ratarata 19,3 persen dimana pada tahun 2005 sebesar Rp. 270 Milyar dan pada tahun 2009 dialokasikan sebesar Rp. 535 Milyar. 4.6. Permasalahan dan Tantangan Perkeretaapian Secara umum yang menjadi kendala utama angkutan kereta api adalah terbatasnya jumlah armada, kondisi sarana dan prasarana perkeretaapian yang tidak handal karena backlog perawatan, peran dan share angkutan kereta api yang masih rendah, kurangnya keterpaduan dengan moda transportasi serta masih minimnya peran swasta maupun pemda dalam hal pembangunan perkeretaapian Indonesia. Secara rinci berikut uraian permasalahan dan tantangan yang masih akan dihadapi dalam pembangunan perkeretaapian: a.
Masih banyak kondisi prasarana (rel, jembatan kereta api, dan sistem persinyalan dan telekomunikasi kereta api) yang telah melampaui batas umur teknis serta terjadi backlog pemeliharaan prasarana.
b.
Semakin menurunnya kualitas sarana angkutan perkeretaapian karena sebagian besar telah melampaui umur teknis serta kondisi perawatan tidak
65
memadai, sehingga banyak sarana yang tidak siap operasi. Kondisi perawatan sarana sangat terbatas, disebabkan oleh keterbatasan pendanaan, sistem perawbatan yang kurang efisien, dukungan struktur organisasi/ kelembagaan sebagai unit perawatan masih minim, peralatan dan teknologi serta SDM masih terbatas, sistem pengoperasian dan pemeliharaan yang kurang terpadu, penggunaan berbagai teknologi yang kurang didukung sistem pendidikan, pelatihan dan industri perkeretaapian maupun penyediaan materialnya. c.
Bottleneck terjadi di beberapa lintas utama akibat tidak seimbangnya penambahan kapasitas lintas terhadap peningkatan frekuensi pelayanan kereta api. Sebagian lintas kereta api sudah tidak dioperasikan, namun di sisi lain sebagian lintas perkeretaapian sudah mulai jenuh kapasitasnya, sehingga berdampak terhadap kelancaran dan keterlambatan operasi kereta api.
d.
Sumber pendanaan pemerintah untuk pengembangan dan investasi prasarana masih terbatas, sedangkan peran serta swasta dan Pemdan masih belum optimal.
e.
Tingginya
tingkat
kecelakaan
kereta
api
terutama
akibat
backlog
pemeliharaan sarana dan prasarana serta masih banyaknya perlintasan sebidang dan rendahnya disiplin pengguna jalan pada perlintasan tersebut. f.
Masih rendahnya keamanan dan ketertiban serta banyaknya gangguan si stasiun sepanjang jalur jalan kereta api akibat banyak munculnya bangunan liar dan kegiatan masyarakat disepanjang jalur. Di sisi lain masih rendahnya disiplin dan tindak penertiban dalam pengamanan daerah milik jalan dan
66
pengguna angkutan tersebut juga dapat membahayakan keselamatan operasi angkutabn. g.
Rendahnya mobilitas angkutan akibat belum optimalnya keterpaduan pelayanan antar moda, terbatasnya pengembangan lintas jaringan pelayanan.
h.
Belum efektifnya kebijakan penerapan skema pendanaan serta masih lemahnya fungsi dan mekanisme perencanaan, monitoring, dan evaluasi serta kelembagaan dan sistem data dan informasi untuk mendukung pelaksanaan skema pendanaan tersebut.
i.
Belum berkembangnya teknologi perkeretaapian dan industri penunjang perkeretaapian nasional yang berdaya saing.
j.
Belum optimalnya peran regulator dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah yang telah ada di bidang penyelenggaraan perkeretaapian serta lalu lintas dan angkutan kereta api.
k.
Kurang efektifnya sistem kelembagaan perkeretaapian.
l.
Masih rendahnya peran BUMN perkeretaapian dan partisipasi swasta, karena : 1. Belum adanya kejelasan arah restrukturisasi internal BUMN dan pemisahan peran BUMN sebagai operator prasarana dan sarana, 2. Masih rendahnya kualitas SDM perkeretaapian terutama dalam budaya organisasi, manajemen dan penguasaan teknologi, 3. Sistem kerjasama antar swasta, BUMN dan pemerintah belum berkembang,
67
4. Risk Management dalam investasi swasta dan BUMN di bidang perkeretaapian perlu direncanakan secara menyeluruh dan detail untuk mempercepat dan meningkatkan iklim investasi di bidang perkeretaapian. Untuk mengatasi permasalah tersebut, maka program pembangunan diarahkan untuk pengembangan sistem kelembagaan, peningkatan peran Pemerintah Daerah dan Swasta, peningkatan keselamatan dan tingkat pelayanan seperti peningkatan serta pemeriksaan kelalaian sarana dan prasarana. 4.7. Target Pertumbuhan dan Kebutuhan Investasi Sektor Transportasi Tahun 2010-2014 4.7.1. Kondisi Sektor Transportasi Tahun 2005 sampai 2009 Pertumbuhan konsumsi masyarakat dalam sektor transportasi dan komunikasi dalam kurun waktu 2005-2009 secara umum mengalami peningkatan, yaitu Rp. 81,383 triliun pada tahun 2005; Rp.88,174 triliun pada tahun 2006; Rp. 92,4 triliun pada tahun 2007; Rp. 91,43 triliun pada tahun 2008 dan Rp. 97,9 triliun pada tahun 2009. Terlihat bahwa terdapat lonjakan pada tahun 2009, namun tingkat pelayanan yang dinikmati masyarakat belum memuaskan, yang tercermin dari rendahnya investasi sarana dan prasarana di sektor transportasi dan komunikasi, baik yang berasal dari investasi masyarakat maupun dari belanja modal yang dilakukan oleh pemerintah melalui APBN. Pada kurun waktu 2005 sampai 2009 dengan harga konstan tahun 2000 pertumbuhan sektor transportasi masing-masing sebesar 6,32 persen, 6,63 persen, 2,78 persen, 2,71 persen, 7,6 persen, sedangkan PDB Nasional tumbuh masingmasing 5,69 persen, 5,5 persen, 6,28 persen, 6,06 persen, dan 4,2 persen. Berdasarkan
68
harga konstan tahun 2000 pertumbuhan sektor transportasi tahun 2009 adalah 5,38 persen, sedangkan pertumbuhan PDB Nasional sebesar 4,2 persen. Pengeluaran konsumsi masyarakat lebih besar daripada PDB sektor transportasi, karena terdapat defisit neraca jasa (net impor) transportasi dengan kontribusi terhadap PDB sektor transportasi. Kontribusi sektor transportasi dalam pembentukan Produk Domestik Bruto Nasional dalam kurun waktu 2005 sampai 2009 masing-masing sebesar 41,28 persen pada tahun 2005, 38,98 persen pada tahun 2006, 45,21 persen pada tahun 2007, 45,28 persen pada tahun 2008 dan 45,01 persen pada tahun 2009. Realisasi pertumbuhan masing-masing sub sektor transportasi berdasarkan harga konstan 2000 secara umum mengalami pertumbuhan positif, kecuali angkutan kereta api dan angkutan laut yang mengalami pertumbuhan negatif. Tabel 17. Realisasi Pertumbuhan Transportasi Terhadap Pembentukan Nilai Tambah Tahun 2005 sampai 2009 (%) Uraian 2005 2006 2007 2008 2009 PDB Transportasi 6,32 6,82 2,57 7,45 5,38 Angkutan Jalan 4,84 4,93 3,71 4,93 5,12 Angkutan SDP 3,94 3,81 3,33 3,94 5,93 Angkutan Kereta Api 2,98 6,44 1,28 3,98 3,35 Angkutan Laut 8,75 7,24 2,3 5,05 8,06 Angkutan Udara 10,42 10,65 8,02 5,32 14,47 Jasa Penunjang Angkutan 5,56 7,06 0,60 0,41 8,40 Kontribusi Terhadap PDB Nasional 5,60 5,51 6,32 6,06 5,10 Sumber : Diolah dari data BPS 2009 Dibandingkan dengan nilai tambah moda transportasi lainnya sejak tahun 2005 hingga tahun 2009 nilai tambah angkutan udara masing-masing 10,42 persen, 10,65 persen, 8,02 persen, 5,32 persen dan 14,47 persen pada tahun 2009. Pada tahun
69
2009 nilai tambah angkutan kereta api mengalami pertumbuhan negatif sebesar 3,35 persen karena operasional yang sering terganggu akibat seringnya terjadi musibah atau bencana. Perkiraan nilai tambah (PDB) sektor transportasi pada tahun 2010-2014 jika dikaitkan dengan sasaran pertumbuhan dan pembiayaan dapat dilihat sebagai pada Tabel 18. Tabel 18. Target Pertumbuhan Pembiayaan Sektor Transportasi Tahun 2010 sampai 2014 (Triliun Rupiah) RataUraian 2010 2011 2012 2013 2014 rata PDB Transportasi 89,23 97,26 106,60 117,31 129,63 108,00 Pertumbuhan PDB Transportasi 8,25 9,00 9,60 10,05 10,50 9,48 Pertumbuhan PDB Nasional 5,50 6,00 6,40 6,70 7,00 6,30 ICOR 3,3 3,3 3,3 3,3 3,3 3,3 Pembiayaan Transportasi 272,02 294,46 320,96 351,77 387,12 325,26 Belanja Pemerintah 15,83 35,82 42,00 49,87 55,97 39,90 1. Belanja Pegawai 1,24 2,14 2,58 3,19 3,83 2,60 2. Belanja Barang 2,94 5,84 6,79 8,13 9,37 6,61 3. Belanja Modal 11,66 27,86 32,65 38,58 42,81 30,71 Investasi BUMN 2,03 2,21 2,50 2,96 3,72 2,68 Investasi Swasta 258,83 264,39 285,81 310,24 340,60 291,87 Share Pembiayaan : APBN 4,29 9,46 10,17 10,97 11,06 9,19 BUMN 0,74 0,75 0,78 0,84 0,96 0,81 Swasta 94,97 89,79 89,05 88,19 87,98 90,00 Sumber : Diolah dari data BPS dan Bappenas 2009 *Harga konstan tahun 2000 Dari Tabel 18 terlihat bahwa tingkat pertumbuhan sektor transportasi yang berkelanjutan dari 8,25 persen pada tahun 2010 menjadi 10,50 persen pada tahun 2014. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat investasi memiliki kecendrungan semakin produktif dan efisien, yaitu dengan input yang sama akan dihasilkan output yang lebih besar, atau dengan tingkat output yang sama dihasilkan input yang lebih kecil.
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Pengaruh Kebijakan Revitalisasi Perkeretaapian Terhadap Pendapatan Faktor Produksi, Institusi, dan Sektor Produksi. Sub bab ini akan membahas tentang analisis hasil terhadap hasil simulasi penerapan kebijakan revitalisasi perkeretaapian. Simulasi dalam penelitian ini berasal dari skenario yang mungkin timbul dengan adanya revitalisasi perkeretaapian nasional. Simulasi pertama adalah dampak kebijakan revitalisasi perkeretaapian setelah dilakukan injeksi sebesar 19,3 triliun pada neraca eksogen subsektor perkeretaapian. Simulasi kedua adalah dampak revitalisasi perkeretaapian dari target diawal yang ditentukan bila dibandingkan dengan realisasi anggaran yang digunakan di lapangan, dan dari hal tersebut kita akan melihat seberapa besar anggaran yang terealisasi di lapangan dan bagaimana implikasinya terhadap perekonomian Indonesia jika dilihat pengaruhnya terhadap pendapatan faktor produksi, pendapatan institusi, dan pendapatan sektor produksi. Analisis terhadap revitalisasi perkeretaapian dengan menginjeksi dana sebesar 19,3 triliun pada sektor kereta api akan berdampak terhadap 24 sektor yang lain. Dapat dilihat bagaimana dampak dari kebijakan tersebut terhadap sektor lain, baik sektor yang mengalami peningkatan pendapatan maupun sektor yang mengalami penurunan pendapatan. Dampak kebijakan revitalisasi perkeretaapian ini juga berdampak hingga sektor yang paling kecil, seperti buruh masyarakat desa.
69
Tabel 19. Dampak Perubahan Sektor Kereta Api terhadap Pendapatan Faktor Produksi, Institusi, dan Sektor Produksi di Indonesia Baseline 131127.8398 35006.16652 387957.5402 40419.46662 220335.4638 413958.3825 132047.4536 120263.7592 92286.62912 435131.7425 150447.1727 226526.3859 70180.93656 192172.9159 13012.014 33451.07043 2470974.963 176756.6849 731562.8381 494234.217 173151.8667 468454.52 710495.4682 243905.4868 827883.4876 1916701.697 1264033.395 578028.083 222204.639 353117.378 63838.693 246262.456 639241.01 100344.984 1207352.965 336299.774 212728.613 1499127.343 1354098.559 208397.218 1243975.535 999122.745 337099.241 6904.781932 267245.9931 336669.629 50969.634 270696.096 295933.468
Kode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49
Shock 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 19300 0 0 0 0 0
Delta Y -8.74988144 -3.72684687 -8.11047353 -1.60457995 72.23347531 20.93309828 14.56905197 32.07787023 0.120787008 -87.3055912 -238.212461 -319.890745 196.4418609 302.4684555 8.175119427 14.28922802 -17.746751 94.31817622 108.7625198 23.62578238 45.41553159 -11.7810645 -32.6760255 -40.8039447 -193.056271 -21.8759722 332.4136071 4.113925836 -18.1500185 -10.1291199 17.4050705 -40.9887716 147.0197156 64.44936369 -64.7071272 -49.5283011 26.03513898 -176.523134 103.6741666 2.727074813 82.83097795 -267.069089 -48.4649814 19299.67285 -104.008304 -104.755241 -11.1578882 -222.916634 -180.14188
% Perubahan -0.01% -0.01% 0.00% 0.00% 0.03% 0.01% 0.01% 0.03% 0.00% -0.02% -0.16% -0.14% 0.28% 0.16% 0.06% 0.04% 0.00% 0.05% 0.01% 0.00% 0.03% 0.00% 0.00% -0.02% -0.02% 0.00% 0.03% 0.00% -0.01% 0.00% 0.03% -0.02% 0.02% 0.06% -0.01% -0.01% 0.01% -0.01% 0.01% 0.00% 0.01% -0.03% -0.01% 279.51% -0.04% -0.03% -0.02% -0.08% -0.06%
496757.8038 286239.8242
50 51
0 0
446.1101552 -85.109429
0.09% -0.03%
70
5.1.1. Perubahan Pendapatan Faktor Produksi
Penerapan kebijakan revitalisasi perkeretaapian berdampak positif bagi perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peningkatan pendapatan yang terjadi pada faktor produksi, setelah dilakukannya injeksi sebesar 19,3 triliun. Pada simulasi tersebut kebijakan yang dilakukan berdampak terhadap peningkatan pendapatan dengan presentase terbesar terjadi pada faktor produksi tenaga kerja. Faktor produksi ini mengalami peningkatan pendapatan dengan persentase terbesar yaitu 0,28 persen dari kondisi awal atau meningkat sebanyak Rp. 196.441 milyar. Untuk faktor produksi tenaga kerja, persentase pendapatan terbesar diterima oleh tenaga kerja dengan klasifikasi kepemimpinan, ketatalaksanaan, militer, profesional dan teknisi penerima upah dan gaji yang berada di desa. Tenaga kerja klasifikasi tersebut mengalami peningkatan pendapatan sebesar 0,28 persen. Faktor produksi tenaga kerja yang lain juga memiliki dampak, dimana presentase yang paling kecil diterima oleh tenaga kerja dengan klasifikasi tata usaha, penjualan, dan jasa di desa dengan presentase -0,158 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa transportasi kereta api ini padat karya. 5.1.2. Perubahan Pendapatan Institusi Secara garis besar, neraca institusi pada tabel SNSE dibagi menjadi tiga bagian, yaitu rumahtangga perusahaan dan pemerintah. Rumahtangga pada blok institusi pada tabel SNSE terbagi menjadi dua golongan, yaitu pertanian dan bukan pertanian. Blok pertanian terbagi menjadi dua, yaitu buruh dan pengusaha pertanian. Untuk rumahtangga tenaga kerja bukan pertanian terbagi menjadi dua, yaitu pedesaan
71
dan perkotaan. Untuk rumahtangga bukan pertanian yang di pedesaan terbagi menjadi tiga, yaitu pengusaha bebas golongan rendah, pedagang keliling, pekerja bebas sektor angkutan, jasa; bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas; serta pengusaha bebas golongan atas, pengusaha bukan pertanian, manager dan militer. Untuk rumahtangga bukan pertanian di perkotaan terbagi menjadi tiga, yaitu pengusaha bebas golongan rendah, tenaga TU, pedagang keliling, pekerja bebas sektor; bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas; dan pengusaha bebas golongan atas, pengusaha bukan pertanian, manager dan militer. Multiplier pendapatan pada dasarnya hendak menyatakan bahwa injeksi pada suatu sektor tertentu sebesar satu rupiah akan meningkatkan pendapatan institusi (rumahtangga, perusahaan, dan pemerintah) dengan kelipatan sebesar multipliernya. Observasi secara menyeluruh terhadap kenaikan pendapatan institusi, setelah dilakukan injeksi sebesar 19,3 triliun pada sektor kereta api berdampak terhadap pendapatan institusi. Jika dilihat dari antara rumahtangga, perusahaan, dan pemerintah maka sektor rumahtangga adalah sektor dengan peningkatan institusi terbesar. Pada simulasi ini peningkatan pendapatan institusi terbesar diterima oleh institusi rumahtangga pertanian buruh dengan presentase 0,053 persen atau sebesar Rp. 94.318,17 Miliar. Sedangkan untuk institusi yang memiliki presentase terkecil adalah institusi bukan pertanian di perkotaan dengan klasifikasi pengusaha bebas golongan atas, pengusaha bukan pertanian, manager, dengan presentase -0,023 persen atau sebesar Rp. 19.305 milyar. Perubahan pendapatan institusi pada sektor rumahtangga pertanian khususnya buruh memiliki perubahan yang lebih besar dari sektor lainnya, berarti sektor kereta
72
api member pengaruh terhadap pendapatan pertanian buruh. Dalam hal ini para petani menggunakan sektor kereta api untuk memasarkan produk pertaniannya ke pasar, atau menggunakan jasa kereta api untuk memperoleh input-input yang digunakan buruh untuk melengkapi kebutuhan pertaniannya. Faktor produksi bukan tenaga kerja yang didefenisikan sebagai modal dan lahan dimiliki oleh institusi perusahaan, sedangkan tenaga kerja berasal dari rumahtangga. Peningkatan nilai tambah pendapatan yang diterima oleh faktor produksi bukan tenaga kerja tentunya akan mengalirkan peningkatan pendapatan pada institusi perusahaan. Maka pada penelitian ini peningkatan pendapatan terbesar yang didapat oleh institusi rumahtangga tersebut dipengaruhi oleh peningkatan pendapatan institusi perusahaan. 5.1.3. Perubahan Pendapatan Sektor Produksi Pada tabel SNSE blok sektor produksi terdiri dari 25 sektor produksi. Dalam penelitian ini pada beberapa sektor akan dilakukan disagregasi, sehingga pada akhirnya akan menghasilkan 24 sektor. Pada sub bab ini akan dibahas mengenai seberapa besar pengaruh dari penerapan kebijakan revitalisasi perkeretaapian terhadap pendapatan sektor produksi. Setelah dilakukannya injeksi maka terdapat perubahan pendapatan pada sektor-sektor produksi, dimana dari 24 sektor yang ada, sektor kereta api merupakan sektor yang mengalami peningkatan pendapatan sebesar 279,51 persen atau sebesar Rp. 19299,67 milyar dari total pendapatan awal. Dari jumlah tersebut maka persentase peningkatan pendapatan terbesar secara umum diterima oleh sektor kereta api itu sendiri. Disagregasi yang dilakukan terhadap sektor perhubungan tersebut,
73
yaitu sektor angkutan darat dan sektor kereta api mengalami peningkatan yang sangat jauh, dimana untuk sektor angkutan darat mengalami peningkatan pendapatan sebesar -0,04 persen atau sebesar Rp. 104.008 milyar. Peningkatan pendapatan pada sektor yang lain tidak seperti sektor kereta api, yang sangatlah besar. Adapun sektor kedua yang mengalami peningkatan terbesar adalah sektor produksi pemerintah dan pertahanan, pendidikan, kesehatan, film dan jasa, dimana sektor ini mengalami peningkatan pendapatan sebesar 0,09 persen atau sebesar Rp. 446.110 milyar. Sementara sektor yang memiliki pengaruh yang sangat kecil adalah sektor bank dan asuransi, dimana persentase yang didapat sebesar -0,082 persen atau sebesar Rp. 222.91 milyar. 5.2. Analisis Sederhana Mengenai Peran Sektor- Sektor Ekonomi (Kereta api dan Angkutan Darat), yang ditelaah peranannya terhadap penciptaan nilai tambah, pendapatan rumahtangga, penerimaan pemerintah, penerimaan sektor-sektor produksi, dan total perekonomian wilayah. Pada saat nilai Matriks Multiplier SAM sudah didapatkan, maka sudah dapat dilakukan analisis yang sederhana mengenai peranan sektor-sektor ekonomi dalam suatu perekonomian, melalui bagaimana peranannya terhadap penciptaan nilai tambah, pendapatan rumahtangga, penerimaan pemerintah, penerimaan sektor-sektor produksi, dan total perekonomian secara menyeluruh. Untuk mengukur besarnya peranan tersebut dilakukan dengan cara melihat nilai sel multiplier serta menjumlahkan beberapa isi sel multiplier sesuai dengan kelompok indikator yang akan dilihat. Penelitian ini akan melihat seberapa besar sektor perhubungan khususnya kereta api berpengaruh terhadap nilai tambah, pendapatan rumahtangga, penerimaan
74
pemerintah, penerimaan produksi sendiri, keterkaitan dengan sektor lain, penerimaan produksi
hingga
pengaruhnya
terhadap
pertambahan
pendapatan
seluruh
perekonomian. Tabel 20. Dampak Perubahan Sektor Angkutan Darat dan Kereta Api terhadap Multiplier Nilai Tambah, Multiplier Pendapatan Rumahtangga dan Multiplier Total. Penerima Upah dan Gaji Pertanian
Faktor Produksi
Bukan Penerima Upah dan Gaji
Tenaga kerja
Produksi, Operator Alat Angkutan, Manual dan buruh kasar Tata Usaha, Penjualan, JasaJasa
Kepemimpinan, Ketatalaksanaan, Militer, Profesional dan Teknisi Bukan tenaga kerja Pertanian
Penerima Upah dan Gaji Bukan Penerima Upah dan Gaji Penerima Upah dan Gaji Bukan Penerima Upah dan Gaji Penerima Upah dan Gaji Bukan Penerima Upah dan Gaji
Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota
Buruh Pengusaha Pertanian Pengusaha bebas golongan rendah, tenaga TU, pedagang keliling, pekerja bebas sektor angkutan, jasa perorangan, buruh kasar
Institusi
Pede saan Rumahtang ga
Bukan Pertanian
Per kota an
Perusahaan Pemerintah Kereta api Angkutan darat Multiplier nilai tambah Multiplier pendapatan rumahtangga Multiplier penerimaan pemerintah Multiplier penerimaan produksi sendiri Multiplier keterkaitan dengan sektor lain Multiplier penerimaan produksi Multiplier total
Bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas Pengusaha bebas golongan atas, pengusaha bukan pertanian, manajer, militer, profesional, teknisi, guru, pekerja TU dan penjualan golongan atas Pengusaha bebas golongan rendah, tenaga TU, pedagang keliling, pekerja bebas sektor angkutan, jasa perorangan, buruh kasar Bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas Pengusaha bebas golongan atas, pengusaha bukan pertanian, manajer, militer, profesional, teknisi, guru, pekerja TU dan penjualan golongan atas
kode 1 2 3 4 5 6 7
44 -0.0005 -0.0002 -0.0004 -0.0001 0.0037 0.0011 0.0008
45 -0.091 -0.023 -0.384 -0.038 0.0535 0.0607 0.0287
8 9 10
0.0017 0.0000 -0.0045
0.0938 0.0491 0.0596
11 12 13 14 15
-0.0123 -0.0166 0.0102 0.0157 0.0004
-0.451 -0.584 0.4353 0.6980 0.0150
16 17 18 19
0.0007 -0.0009 0.0049 0.0056
0.0392 -0.036 0.1968 -0.381
20
0.0012
-0.075
21
0.0024
-0.008
22
-0.0006
-0.236
23
-0.0017
0.2402
24
-0.0021
0.0578
25 26 27 44 45
-0.0100 -0.0011 0.0172 -0.0034 -0.0066 -0.0012 -0.0003 0.0172 -0.0034 0.9999 0.9965 0.0045
0.1560 -0.054 0.6983 1.0000 -0.005 -0.077 -0.050 0.6983 -0.005 -0.006 -0.012 1.5110
75
Multiplier nilai tambah didapat dari faktor-faktor produksi tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Multiplier nilai tambah sektor angkutan darat -0.0012, dan multiplier nilai tambah sektor kereta api -0.0772. Berdasarkan angka multiplier diatas dapat dilihat bahwa sektor ekonomi yang paling besar menciptakan nilai tambah adalah sektor angkutan darat yang memiliki multiplier sebesar -0,0012. Nilai ini mempunyai makna jika stimulus ekonomi pada neraca eksogen sektor kereta api sebesar 1 milyar, akan memberi dampak terhadap penurunan penerimaan nilai tambah sebesar 0,0012 milyar. Untuk multiplier pandapatan rumahtangga, bersumber dari beberapa kelompok rumahtangga, yaitu rumahtangga pertanian dan rumahtangga bukan pertanian. Rumahtangga pertanian terbagi menjadi rumahtangga pertanian buruh dan rumahtangga pertanian pengusaha pertanian, serta rumahtangga bukan pertanian terdiri dari rumahtangga bukan pertanian pedesaan dan perkotaan. Rumahtangga bukan pertanian pedesaan terdiri dari tiga, yaitu pengusaha bebas golongan rendah, tenaga TU, bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas, serta pengusaha bebas golongan atas, pengusaha bukan pertanian, manager. Rumahtangga bukan pertanian perkotaan terdiri dari tiga, yaitu pengusaha bebas golongan rendah, tenaga TU, pedagang keliling, bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas, dan pengusaha bebas golongan atas, pengusaha bukan pertanian, manager. Nilai multiplier rumahtangga didapat dari penjumlahan seluruh disagregasi sektor rumahtangga, dimana nilai untuk sektor angkutan darat dan rumahtangga masing-masing adalah -0,0003 dan -0,0506. Nilai multiplier rumahtangga pada sektor angkutan darat lebih besar, yaitu sebesar -0,0003. Hal ini dapat diartikan, jika nilai
76
injeksi sebesar 1 milyar pada neraca eksogen sektor angkutan darat akan membawa dampak terhadap penurunan pendapatan rumahtangga sebesar 0,0003 milyar. Nilai multiplier penerimaan pemerintah yang lebih besar pada sektor kereta api menunjukkan bahwa sektor kereta api menjadi sektor ekonomi yang paling banyak memberikan kontribusi terhadap kenaikan penerimaan pemerintah. Situasi tersebut ditandai dengan nilai multiplier sektor ini yang paling tinggi diantara sektor yang ada, yaitu sebesar 0,6983. Nilai ini menggambarkan jika neraca eksogen sektor kereta api diinjeksi sebesar 1 milyar mampu memberikan dampak terhadap pertambahan penerimaan pemerintah sebanyak 0,6983 milyar. Multiplier penerimaan produksi, dimana dalam penelitian ini didisagregasi berdasarkan sektor perhubungan, yang terbagi menjadi sektor angkutan darat dan kereta api. Multiplier penerimaan produksi dibagi menjadi dua komponen multiplier, yaitu multiplier keterkaitan dengan sektor lain dan multiplier penerimaan sendiri. Penjumlahan diantara kedua multiplier tersebut akan menghasilkan penerimaan produksi. Multiplier penerimaan sendiri untuk sektor angkutan darat dan kereta api masing-masing adalah -0.00341 dan -0,00539. Untuk multiplier keterkaitan dengan sektor lain diperoleh dari penjumlahan antara kedua sektor multiplier penerimaan sendiri. Multiplier yang paling akhir dibahas adalah multiplier total yang merupakan penjumlahan dari seluruh isi sel multiplier. Multiplier total ini menggambarkan peranan dari suatu sektor ekonomi terhadap pertambahan pendapatan seluruh perekonomian, yang terdiri atas pendapatan nilai tambah, institusi, dan sektor-sektor produksi. Dalam penelitian ini sektor kereta api merupakan sektor ekonomi yang
77
paling besar menciptakan pertambahan pendapatan dengan nilai multipliernya sebesar 1.5110, yang menunjukkan apabila neraca eksogen sektor tersebut diberi stimulus ekonomi sebesar 1 milyar mampu menciptakan pertambahan pendapatan secara keseluruhan sebesar 1.5110 milyar.
VI.
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis Social Accounting Matrix tentang penerapan kebijakan revitalisasi perkeretaapian dan implikasinya terhadap perekonomian Indonesia, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1.
Faktor produksi mengalami peningkatan pendapatan dengan presentase terbesar yaitu 0,28 persen dari kondisi awal atau meningkat sebanyak Rp. 196.441 milyar, pendapatan institusi terbesar diterima oleh institusi rumahtangga pertanian buruh dengan presentase 0,053 persen atau sebesar Rp. 94.318,17 milyar dan dari 24 sektor yang ada sektor kereta api merupakan sektor yang mengalami peningkatan pendapatan sebesar 279,51 persen atau sebesar Rp. 19299,67 milyar dari total pendapatan awal. Dari jumlah tersebut maka persentase peningkatan pendapatan terbesar secara umum diterima oleh sektor kereta api.
2.
Multiplier nilai tambah sektor angkutan darat -0.0012, dan multiplier nilai tambah sektor kereta api -0.0772. Nilai ini mempunyai makna jika stimulus ekonomi pada neraca eksogen sektor angkutan darat sebesar 1 milyar, akan memberi dampak terhadap penurunan penerimaan nilai tambah sebesar 0,0012 milyar. Nilai multiplier rumahtangga pada sektor angkutan darat lebih besar, yaitu sebesar -0,0003. Hal ini dapat diartikan jika nilai injeksi sebesar 1 milyar pada neraca eksogen sektor angkutan darat akan membawa dampak terhadap penurunan pendapatan rumahtangga sebesar 0,0003 milyar. Situasi tersebut ditandai dengan nilai multiplier sektor ini yang paling tinggi diantara
80
sektor yang ada, yaitu sebesar 0,6983. Penjumlahan diantara kedua multiplier tersebut akan menghasilkan penerimaan produksi. Multiplier penerimaan sendiri untuk sektor angkutan darat dan kereta api masing-masing adalah 0.00341 dan -0,00539. Untuk multiplier keterkaitan dengan sektor lain diperoleh dari penjumlahan antara kedua sektor multiplier penerimaan. Dalam penelitian ini sektor kereta api merupakan sektor ekonomi yang paling besar menciptakan pertambahan pendapatan dengan nilai multipliernya sebesar 1.5110, yang menunjukkan apabila neraca eksogen sektor tersebut diberi nstimulus ekonomi sebesar 1 milyar mampu menciptakan pertambahan pendapatan secara keseluruhan sebesar 1.5110 milyar. 3.
Sektor perhubungan khususnya perkeretaapian di Indonesia memiliki potensi yang baik untuk meningkatkan perekonomian Indonesia.
81
6.2. Saran 1. Perlu perhatian yang lebih lagi kepada sektor kereta api untuk meningkatkan kinerja kereta api agar peran sektor ini lebih baik lagi terhadap masyarakat kecil. 2. Kesenjangan pendapatan antara institusi rumahtangga di perkotaan dengan rumahtangga di pedesaan harus dikurangi yang diantaranya dapat dilakukan dengan cara memperbaiki infrastruktur di pedesaan dan mengalokasikan dana pembangunan lebih besar untuk daerah pedesaan sehingga pada akhirnya dapat memperbaiki distribusi pendapatan nasional. 3. Perlu adanya perhitungan anggaran dana yang lebih baik dalam menjalankan suatu kebijakan agar tidak terjadi ketimpangan yang besar antara anggaran awal dan realisasi dana. 4. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai dampak kebijakan revitalisasi perkeretaapian tersebut setelah dilakukan perhitungan anggaran realisasi dana. 5. Pengguna jasa kereta api membayar kewajiban sebagai penumpang dengan membeli tiket kereta api sesuai harga yang ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2008. Sistem Neraca Sosial Ekonomi Tahun 2005. BPS, Jakarta. Dornbusch dan Fischer. 2003. Macroeconomics. Singapore: MC Graw Hill International Co. Mankiw, N. G. 2000. Teori Makroekonomi Edisi Keempat. Penerbit Erlangga, Jakarta. Undang-Undang Republik Perkeretaapian.
Indonesia
Nomor
23
Tahun
2007
tentang
Badan Koordinasi Penanaman Modal. 2005. Biro Perencanaan dan Informasi Badan Koordinasi Penanaman Modal, Jakarta. Sukirno, Sadano. 1981. Pengantar Teori Makroekonomi. Bima Grafika. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Thorbeche, E.1988. “The Social Accounting Matrix and Consistency-Type.” Dalam G. Pyatt and J.I Round (eds.). Social Accounting Matrices : A Basic for Planning, The World Bank, Washington, D.C. Daryanto, A dan Y.Hafizrianda. 2010. Analisis Input-Output dan Social Accounting Matrix untuk Pembangunan Ekonomi Daerah. IPB Press, Bogor.
LAMPIRAN
84
LAMPIRAN
Lampiran 1. Klasifikasi Sektor Produksi Berdasarkan Tabel SAM 2008 Desa Penerima Upah dan Gaji Kota Pertanian Desa Bukan Penerima Upah dan Gaji Kota Produksi, Desa Penerima Upah dan Gaji Operator Alat Kota Angkutan, Desa Manual dan Bukan Penerima Upah dan Gaji Kota buruh kasar Tenaga kerja Desa Penerima Upah dan Gaji Tata Usaha, Kota Penjualan, JasaDesa Jasa Bukan Penerima Upah dan Gaji Kota Kepemimpinan, Desa Penerima Upah dan Gaji Ketatalaksanaan, Kota Militer, Desa Profesional dan Bukan Penerima Upah dan Gaji Kota Teknisi Bukan tenaga kerja
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
85
Lampiran 2. Klasifikasi Institusi Tabel SAM 2008 Buruh Pertanian Pengusaha Pertanian Pengusaha bebas golongan rendah, tenaga TU, pedagang keliling, pekerja bebas sektor angkutan, jasa perorangan, buruh kasar Bukan angkatan kerja dan golongan Pedesaan tidak jelas Pengusaha bebas golongan atas, pengusaha bukan pertanian, manajer, militer, profesional, teknisi, guru, pekerja TU dan penjualan golongan Rumahtangga atas Bukan Pertanian Pengusaha bebas golongan rendah, tenaga TU, pedagang keliling, pekerja bebas sektor angkutan, jasa perorangan, buruh kasar Bukan angkatan kerja dan golongan Perkotaan tidak jelas Pengusaha bebas golongan atas, pengusaha bukan pertanian, manajer, militer, profesional, teknisi, guru, pekerja TU dan penjualan golongan atas Perusahaan Pemerintah
18 19
20 21
22
23 24
25 26 27
86
Lampiran 3. Klasifikasi Aktivitas Produksi Tabel SAM 2008 (Sebelum Didisagregasi)
Aktivitas Produksi
Pertanian Tanaman Pangan Pertanian Tanaman Lainnya Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan dan Perburuan Perikanan Pertambangan Batubara, Biji Logam dan Minyak Bumi Pertambangan dan Penggalian Lainnya Industri Makanan, Minuman dan Tembakau Industri Pemintalan, Tekstil, Pakaian dan Kulit Industri Kayu & Barang Dari Kayu Industri Kertas, Percetakan, Alat Angkutan dan Barang Dari Logam dan Industri Industri Kimia, Pupuk, Hasil Dari Tanah Liat, Semen Listrik, Gas Dan Air Minum Konstruksi perdagangan+margin restoran+perhotelan angkutan darat+margin angkutan udara air dan komunikasi+margin jasa penunjang angkutan dan pergudangan+margin Bank dan Asuransi Real Estate dan Jasa Perusahaan Pemerintahan dan Pertahanan, Pendidikan, Kesehatan, Film dan Jasa Sosial Lainnya Jasa Perseorangan, Rumahtangga dan Jasa Lainnya
28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 45 46 47 48 49 50 51
87
Lampiran 4. Klasifikasi Aktivitas Produksi Tabel SAM 2008 (Setelah didisagregasi) Pertanian Tanaman Pangan 28 Pertanian Tanaman Lainnya 29 Peternakan dan Hasil-hasilnya 30 Kehutanan dan Perburuan 31 Perikanan 32 Pertambangan Batubara, Biji Logam dan Minyak Bumi 33 Pertambangan dan Penggalian Lainnya 34 Industri Makanan, Minuman dan Tembakau 35 Industri Pemintalan, Tekstil, Pakaian dan Kulit 36 Industri Kayu & Barang Dari Kayu 37 Industri Kertas, Percetakan, Alat Angkutan dan Barang Dari Logam dan Industri 38 Industri Kimia, Pupuk, Hasil Dari Tanah Liat, Semen 39 Aktivitas Listrik, Gas Dan Air Minum 40 Produksi Konstruksi 41 perdagangan+margin 42 restoran+perhotelan 43 angkutan darat+margin 44 kereta api 45 angkutan darat 45 angkutan udara air dan komunikasi+margin 46 jasa penunjang angkutan dan pergudangan+margin 47 Bank dan Asuransi 48 Real Estate dan Jasa Perusahaan 49 Pemerintahan dan Pertahanan, Pendidikan, Kesehatan, Film dan Jasa Sosial Lainnya 50 Jasa Perseorangan, Rumahtangga dan Jasa Lainnya 51
88
Lampiran 5. Matriks Multiplier SAM Kode
22
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.1 97 0.4 39 0.1 57 0.0 89 0.1 18
23
0
24
0
25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.15 5 0.01 5 0 0 0 0.02 3 0.01 0 0.06 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.06 8 1.81 6 0.18 1 0.25 6 0.63 7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.05 8 0.13 0 0 0 0 0.03 5 0.02 9 0.05 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.07 3 0.22 3 1.09 3 0.15 5 0.13 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.08 3 0.27 6 0 0 0 2.05 6 0.49 9 0.23 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 8 0.28 3 0.14 3 0.20 8 0.36 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 3 0.02 8 0 0 0 0.53 2 0.03 3 0.32 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.02 1 0.03 8 0.23 4 0.02 8 0.38 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.09 1 0.32 0 0 0 0 0.91 1 0.44 9 1.53 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
11 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 8 0.11 7 0.64 1 0.03 6 0.34 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
12 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.01 5 0.03 8 0 0 0 0.26 9 0.18 4 1.22 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
13 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 5 0.03 7 0.04 5 0.07 5 0.37 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
14 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.01 8 0.17 1 0 0 0 0.06 7 0.08 5 1.10 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
89
Lanjutan Lampiran 5. Matrix Multiplier SAM Kode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51
15 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.1 0.0 0.0 0.0 0.0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
16 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0 0 0 0.05 0.01 0.18 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
17 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.0 1.00 0.69 0.28 1.08 0.99 0.40 1.46 12.13 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
18 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.02 0.18 0.00 0.08 0.00 0.06 0 0.00 0.37 0.03 0.01 0.06 0.04 0.00 0 0 0.02 0.00 0.03 0.00 0.00 0.00 0.02 0.14 0.03
19 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.06 0.09 0.57 0.02 0.27 0.01 0.23 0 0.00 1.16 0.14 0.05 0.36 0.16 0.04 0 0 0.26 0.00 0.12 0.17 0.00 0.07 0.09 0.39 0.12
20 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.02 0.07 0.32 0.02 0.22 0.00 0.20 0 0.00 0.71 0.13 0.05 0.26 0.25 0.03 0 0 0.18 0.00 0.07 0.1 0.00 0.05 0.12 0.32 0.12
21 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.02 0.09 0.00 0.06 0.00 0.05 0 0.00 0.21 0.04 0.00 0.09 0.09 0.01 0 0 0.10 0.00 0.03 0.02 0.00 0.00 0.02 0.10 0.02
22 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.04 0.10 0.17 0.01 0.15 0.00 0.14 0 0.00 0.54 0.08 0.04 0.28 0.22 0.03 0 0 0.24 0.00 0.05 0.14 0.00 0.06 0.08 0.16 0.09
23 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.02 0.01 0.01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.04 0.14 0.36 0.02 0.28 0.00 0.20 0 0.00 1.01 0.14 0.05 0.54 0.28 0.06 0 0 0.41 0.00 0.10 0.17 0.00 0.07 0.20 0.46 0.20
24 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.04 0.10 0.00 0.08 0.00 0.07 0 0.00 0.32 0.04 0.00 0.19 0.12 0.01 0 0 0.12 0.00 0.02 0.05 0.00 0.01 0.03 0.08 0.04
25 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.04 0.02 0.02 0.01 0.00 0.02 0.00 0.00 0.05 0.14 0.23 0.01 0.22 0.01 0.20 0 0.00 0.90 0.12 0.06 0.62 0.27 0.08 0 0 0.41 0.00 0.08 0.23 0.00 0.12 0.16 0.35 0.23
26 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.01 0.03 0.02 0.00 0.05 0.07 0.03 0.08 1.34 4.95 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
27 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.32 0.39 0.32 0.10 0.02 0.22 0.08 0.02 0.68 1.38 0 0.00 0 0 0 0 0 0 0.01 0.00 0.12 0.05 0.02 0.13 0 0.12 0.00 0.04 0.06 0.01 0.04 0.02 1.34 0.11
28 0.40 0.08 2.00 0.19 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.16 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.14 0.09 0.12 0.00 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00 0.17 0.00 0.00 0.71 0.00 0.00 0.06 0.02 0.00 0.00 0.00 0 0.00
90
Lanjutan Lampiran 5. Matrix Multiplier SAM kode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41
29 0.236 0.045 0.460 0.026 0.012 0.006 0.002 0.001 0.010 0.004 0.002 0.001 0.002 0.001 0.003 0.001 0.171 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.003 0.098 0.032 0.001 7.9E-05 0 2.0E-07 3.7E-03 1.7E-03 5.8E-04 1.7E-02 2.0E-01 3.5E-04 4.1E-02
30 0.218 0.053 0.323 0.039 0.014 0.012 0.001 0.001 0.012 0.010 0.001 0.001 0.006 0.008 0.000 0.000 0.292 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.056 0.016 0.394 0.000 0 0 2E-05 5E-01 6E-05 1E-04 6E-04 2E-02 3E-03 9E-04
31 0.033 0.014 0.037 0.006 0.008 0.001 0.002 0.001 0.004 0.005 0.000 0.000 0.000 0.001 0.002 0.001 0.189 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.016 0 0.009 0 0 0 0 0.001 0 0.025 0.006 0.000 0.008
32 0.110 0.072 0.131 0.041 0.003 0.006 0.001 0.000 0.003 0.006 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.645 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.005 0.005 0.001 0.001 0.177 0 0 0.063 0.000 0.001 0.014 0.057 0.002 0.004
34 0 0 0 0 0.08 0.07 0.09 0.05 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.00 0.12 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0 0 0.00 0 0.00 0.00 0.01 0.05 0.00 0.03
35 0 0 0 0 0.17 0.31 0.13 0.11 0.02 0.08 0.00 0.01 0.00 0.03 0.00 0.00 1.27 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1.78 0.78 0.08 0.00 0.40 0.00 0.00 1.28 0.00 0.00 0.05 0.10 0.01 0.00
36 0 0 0 0 0.05 0.17 0.03 0.03 0.00 0.03 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.48 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.02 0.08 0.01 0.00 0.00 0.00 0.01 0.60 0.00 0.04 0.19 0.04 0.00
37 0 0 0 0 0.06 0.07 0.06 0.04 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.27 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.18 0 0.00 0 0.00 0.00 0.29 0.03 0.08 0.01 0.00
38 0 0 0 0 0.15 0.62 0.15 0.09 0.02 0.20 0.00 0.00 0.00 0.05 0.00 0.04 1.92 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00 0.01 0.00 0.43 0.00 0.00 0.02 0.05 1.90 0.75 0.11 0.01
39 0 0 0 0 0.19 0.47 0.17 0.05 0.02 0.19 0.01 0.00 0.00 0.08 0.01 0.02 2.85 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.34 0.00 0.00 0.00 1.36 0.05 0.03 0.01 0.00 0.08 0.86 0.05 0.00
40 0 0 0 0 0.01 0.02 0.00 0.00 0.00 0.03 0.00 0.00 0.00 0.02 0.00 0.00 0.84 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0 0.16 0 0 0.00 0 0.02 0.22 0.09 0.00
41 0 0 0 0 0.56 0.55 0.09 0.08 0.00 0.08 0.00 0.02 0.00 0.05 0.01 0.04 1.72 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.18 0 0.00 0.67 0 0.00 0.51 1.66 1.33 0.00 0.00
42 0 0 0 0 0.03 0.12 0.02 0.08 0.16 0.74 0.88 1.19 0.00 0.07 0.00 0.01 0.44 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0 0.00 0 0 0.00 0.01 0.06 0.03 0.22 0.41 0.18 0.21
0.438 0.002 0.000 0.024 0.012
33 0 0 0 0 0.08 0.14 0 0 0.02 0.12 0 0 0.00 0.07 0 0 3.24 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0 0.48 0 0 0.00 0 0.10 0.05 0.00 0.02 0.03 6 0.01 0.00 0.01 0.01
42 43 44 45 46
1.1E-01 1.0E-03 1.2E-04 2.3E-02 7.8E-03
6E-01 1E-04 3E-04 5E-02 2E-02
0.064 0.000 0.000 0.009 0.007
0.07 0.00 0.00 0.03 0.01
1.43 0.01 0.00 0.09 0.04
0.25 0.01 0.00 0.04 0.02
0.22 0.00 0.00 0.06 0.02
1.47 0.03 0.00 0.29 0.14
0 0.11 0.00 0.33 0.29
0.004
0.00
0.00
0.01
0.00
0.01
0.05
0
0.01
5E-03
0.004
0.007
0.01
0.00
0.06
0.03
0.02
0.10
0.09
0.47
4.0E-03
2E-03
0.003
0.000
0.01
0.00
0.02
0.01
0.00
0.12
0.20
0.62
50
0
0
0
0
0
0
0.03
0.00
0.00
0.02
0
0.00
51
0.021
0.004
0.00
0.000
0.02
0.01
0.02
0.00
0.01
0.06
0 0.00 0.00 0.00 0.00 5E05 8E03 1E02 2E04 1E03
0 0.06 0.00 0.02 0.04
0.002
1.00 0.02 0.00 0.25 0.13 0.04 4 0.06 5 0.02 5 0.02 6 0.02 7
47
2.9E-03
7E-03
48
5.1E-02
49
0.04
0.19
91
Lanjutan Lampiran 5. Matrix Multiplier SAM Kode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51
43 0 0 0 0 0.002 0.016 0.008 0.012 0.070 0.302 0.147 0.283 0.002 0.017 0.001 0.005 0.199 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.192 0.010 0.546 0.001 0.092 0.000 0.000 0.492 0.017 0.000 0.002 0.013 0.005 0.001 0 0.002 0.000 0.001 0.003 0.000 0.007 0.007 0.003 0.001
44 0 0 0 0 0.002 0.003 0.002 0.004 0.001 0.001 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.003 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5E-05 0 0.001 0 0.001 0.000 0 0.005 0.010 0.004 0.006 0 0.000 0.000 0.000 0.001 0.000 0.001 0.001 0.000 0.001
45 0 0 0 0 0.102 0.152 0.091 0.185 0.024 0.062 0.008 0.013 0.001 0.010 0.001 0.003 0.139 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1.2E-05 5.7E-04 0 0 0 0 0.000 0.004 0.000 0.048 0.444 0.005 0.005 0 0.006 0.000 0.017 0.028 0.018 0.044 0.029 0.000 0.381
46 0 0 0 0 0.021 0.080 0.069 0.043 0.033 0.192 0.015 0.018 0.003 0.041 0.001 0.003 0.891 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.001 4.9E-05 1.3E-03 0 0.000442515 0 0 0.026 0.003 0.000 0.085 0.217 0.022 0.032 0 0.027 0.000 0.003 0.132 0.085 0.063 0.046 0.015 0.032
47 0 0 0 0 0.005 0.019 0.017 0.026 0.008 0.047 0.009 0.014 0.001 0.008 0.001 0.003 0.046 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.001 0.001 0.000 0.007 0.006 0.010 0.038 0 0.000 0.000 0.001 0.023 0.019 0.003 0.015 0.002 0.013
48 0 0 0 0 0.003 0.011 0.000 0.001 0.052 0.252 0.002 0.003 0.006 0.070 0.001 0.003 0.929 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6E-07 0 0 0 0 0 0.002 0.000 0.000 0.049 0.017 0.011 0.013 0 0.010 0.000 0.011 0.035 0.001 0.400 0.050 0.014 0.043
49 0 0 0 0 0.009 0.037 0.001 0.002 0.014 0.125 0.005 0.055 0.004 0.066 0.001 0.026 1.163 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1.5E-05 1.5E-04 2.4E-03 0 0 0.007 0.006 0.000 0.050 0.031 0.013 0.120 0 0.016 0.000 0.011 0.049 0.002 0.074 0.039 0.024 0.111
50 0 0 0 0 0.023 0.110 0.011 0.029 0.139 0.509 0.014 0.055 0.448 0.767 0.021 0.057 0.339 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.231 0.004 0.091 0.000 0.025 0 0.009 0.183 0.010 0.002 0.172 0.174 0.013 0.026 0 0.010 0.000 0.009 0.024 0.001 0.020 0.052 0.075 0.023
51 0 0 0 0 0.041 0.115 0.021 0.039 0.050 0.266 0.013 0.030 0.009 0.052 0.003 0.017 0.426 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.006 0 0.002 0 0 0 0.004 0.021 0.001 0.326 0.228 0.025 0.007 0.000 0.011 0.000 0.005 0.015 0.000 0.013 0.047 0.013 0.013