I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah Perbankan Indonesia memiliki peranan penting dalam membawa Indonesia keluar dari krisis ekonomi dewasa ini. Hal ini karena peran perbankan yang berfungsi sangat penting sebagai lembaga perantara untuk menyalurkan dana dari masyarakat yang kelebihan dana kepada masyarakat yang kekurangan dana dalam bentuk pembiayaan bagi investasi sektor riil. Untuk itu pemulihan fbngsi intermediary perbankan
melalui
restrukturisasi diharapkan akan meningkatkan kembali mobilisasi dana, merealokasi sumber keuangan secara efisien dan mendorong penurunan tingkat bunga sehingga kepercayaan masyarakat dan investor secara berangsur-angsur pulih dan pada akhirnya akan memacu kembali pertumbuhan ekonomi. Secara umum restrukturisasi perbankan menyangkut upaya untuk mempercepat penyelesaian masalah solvabilitas dan pemulihan profitabilitas perbankan. Penyelesaian solvabilitas berkaitan dengan perbaikan shuktur neraca suatu bank, yakni sisi aktiva yang terkait terutama dengan penyelesaian kredit bermasalah, sedangkan di sisi pasiva akan lebih berkaitan dengan upaya rekapitalisasi perbankan. Menurut Joyosumarto (1998 : halaman 2-6) pada dasarnya strategi untuk melakukan restrukturisasi perbankan dimaksud, dapat dibedakan kedalam 2 tahapan kegiatan yang memiliki karakteristik yang berbeda yaitu :
1. Tahap pemulihan kepercayaan kepada perbankan
Tahap ini bertujuan untuk mengembalikan kembali kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dengan cara Pemerintah dan bank sentral bertindak melindungi kepentingan para penyimpan. Kebijakan yang ditempuh adalah dengan memberikan jaminan penuh kepada deposan dan kreditur dalam dan luar negeri, karena apabila terjadi penurunan kepercayaan terhadap lembaga perbankan, maka akan terjadi capitalflight sehingga menyebabkan krisis perbankan semakin dalam.
2. Tahap penyelesaian masalah solvabilitas bank
Secara lebih spesifik ditentukan melalui dua pendekatan. Disisi asset dilakukan penyehatan kualitas asset bank melalui program restrukturisasi pinjaman (debt restructuring) maupun melalui penyerahan
"bad assei' kepada Asset Management Unit (AMU).Dengan penyelesaian seperti diatas diharapkan kualitas asset bank akan membaik. Sementara itu secara bersamaan disisi liability dilakukan restrukturisasi liability bank melalui program rekapitalisasi. Dengan program dimaksud diharapkan bank yang bersangkutan akan menjadi lebih solven dan memenuhi ketentuan permodalan yang diharapkan. Selanjutnya bank tersebut dapat memiliki keleluasaan untuk tumbuh dan berkembang. Pengalihan bad asset ke AMU akan memperbaiki kualitas aktiva produktif bank, Peningkatan kualitas ini akan memberikan keleluasaan kepada bank untuk melakukan ekspansi karena kondisi permodalan bank
menjadi lebih baik. Mengingat penyerahan diatas dilakukan dengan nilai buku sebesar nihil, maka sebagai akibatnya ekuitas bank &an menjadi negatif. Untuk itu dengan program rekapitalisasi, ekuitas negatif tersebut hams ditutupi dengan setoran modal dari pemilik dengan harapan bank dapat meluaskan kegiatan usahanya dan akan memperbaiki kinerjanya . Pada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) persiapan untuk melakukan proses rekapitalisasi ini sudah dimulai sejak tahun 1999. Hal ini ditandai dengan dimulainya pelimpahan aktiva produktif buruk yakni untuk kualitas aktiva produktif diragukan dan macet kepada Asset
Management Unit pada bulan Maret 1999. Sampai dengan akhir tahun 1999 pelimpahan tersebut sudah mencapai lebih dari Rp23 triliun. Setelah proses penyerahan "bad asset" kepada Asset Management
Unit selesai, maka selanjutnya dilaksanakan tahapan due diligence dengan tujuan untuk meyakinkan bahwa struktur keuangan BRI telah dapat dipercaya dan bebas dari adanya potential loss dan uji atas kebenaran saldo ekuitas yang negatif untuk menentukan besarnya tambahan ekuitas yang dibutuhkan, tahapan selanjutnya adalah penyusunan business plan,
stress test dan penggantian jajaran manajemen, sehingga pada bulan Juli 2000 BRI telah menerima rekapitalisasi tahap I yakni sebesar 70% dari estimasi kebutuhan modal yang diperlukan atau Rp20,4 triliun dan tahap 11 sebesar Rp8,7 triliun dilaksanakan pada bulan Oktober 2000 sehingga seluruhnya menjadi Rp29,l triliun. Tujuan dilakukannya rekapitalisasi
dengan aktiva produktifnya yang akan mengganggu kelangsungan usaha. Untuk itu, pada bulan Juli dan Oktober 2000, Pemerintah melakukan rekapitalisasi yakni melalui proses penyetoran modal dari Pemerintah yang dilaksanakan dengan cara seakan-akan terdapat arus kas masuk untuk tambahan modal sebesar Rp29,l trilun, namun pada saat yang sama kas tersebut harus dibelikan obligasi Pemerintah Dalam struktur neraca BRI setelah rekapitalisasi yakni posisi bulan Oktober 2000, walaupun saldo ekuitas telah positif narnun akan terlihat seakan-akan penempatan pada obligasi Pemerintah sebesar Rp29,l triliun dibiayai oleh dana masyarakat mengingat dana tidak berbiaya dan ekuitas digunakan untuk penempatan pada aktiva yang tidak menghasilkan. Mengingat obligasi Pemerintah tersebut berbunga hanya sekitar 12% padahal cost of money BRI mencapai 18%, dimasa yang akan datang akan terdapat kemungkinan kerugian sebesar Rp1.449 miliar (perhitungan lihat lampiran 1) yang akan berpengaruh terhadap ekuitas BRI pada masa yang akan datang. Dengan latar belakang seperti diatas agar BRI tetap bisa going
concern, maka sangat diperlukan suatu strategi untuk menempatkan aktiva produktif selain obligasi Pemerintah yang berasal dari rekapitalisasi secara optimal yakni yang mempunyai tingkat keuntungan portofolio minimal 6% agar bisa menutup potensial loss yang ada sehingga persyaratan
Capital Adequacy Ratio (CAR) sesuai ketentuan dapat tercapai.
Sebenarnya dalam mengoperasikan sebuah bank, masih ada indikator-indikator lain selain CAR yang masih perlu diperhatikan, seperti besarnya persentase aktiva produktif yang diklasifikasikan dibanding total aktiva produktif, kualitas manajemen, besarnya earning yang diperoleh yang diukur dari return on assets (ROA) dan return on equity (ROE) serta likuiditas yang dimiliki dimana indikator-indikator ini biasanya disebut dengan CAMEL. Namun demikian dari ke 5 indikator diatas, ratio CAR biasanya menjadi fokus perhatian mengingat indikator ini dianggap dapat mewakili indikator-indikator lainnya seperti misalnya apabila ratio CAR suatu bank baik, maka indikator-indikator yang lainnyapun relatif baik pula sebab ratio CAR yang baik tentu akan ditunjang oleh ekuitas dan perolehan laba yang tercermin dalam ROA dan ROE yang tinggi. Dan untuk mendapat laba yang optimum tadi tentu saja aktiva produktif bank yang bersangkutan hams mempunyai kualitas yang bagus dengan ditunjang oleh manajemen yang handal.
B. Identifikasi Masalah Dengan gambaran di atas tampak bahwa di BRI saat ini telah terjadi kemungkinan kerugian walaupun telah diterima obligasi Pemerintah untuk tambahan modal dalam program rekapitalisasi. Untuk mencari jalan keluar atas permasalahan diatas, setidaknya terdapat beberapa alternatif yang dapat dilakukan yakni :
1. Melakukan efisiensi dengan tujuan menekan biaya overhead supaya lebih
rendah 2. Menaikkanfee base income dengan tujuan untuk menutup kerugianpada
net interest income sehingga bottom line tetap terjaga 3. Menjual obligasi pemerintah kepasar dengan harapan BRI dapat
menempatkan dana yang diterima dari penjualan tersebut kepada aktiva produktif yang menghasilkan return yang tinggi. 4. Mengoptimalkan penempatan aktiva produktif selain obligasi Pemerintah
yang berasal dari rekapitalisasi kedalam suatu komposisi tertentu sehingga menghasilkan return yang optimal. Dari beberapa alternatif di atas, nampaknya
alternatif ke 4 yakni
mengoptimalkan penempatan aktiva produktif lebih realistis untuk dipilih dengan alasan sebagai berikut : 1. Melakukan efisiensi dan menaikkan fee base income nampaknya bisa
kurang berhasil mengingat pilihan diatas selalu terkait dengan teknologi. Memilih alternatif 1 ataupun 2 selalu membutuhkan waktu yang lama yakni sejak pemilihan sofnyare sampai dengan tahap implementasi, padahal disisi lain potential loss dari dari obligasi Pemerintah hams segera ditutup. 2. Apabila obligasi Pemerintah tersebut dijual tampaknya pasar belum bisa
menyerap sebagai akibat masih berlangsungnya krisis moneter. Disisi lain besarnya obligasi yang dapat diperjualbelikan dipasar tersebut juga ditentukan
oleh
Bank
Indonesia
bersama
Pemerintah
dengan
memperhatikan kondisi pasar dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pemilihan alternatif ke 4 dapat dilaksanakan dengan cara menempatkan semua aktiva produktif selain obligasi Pemerintah pada suatu portofolio yang menghasilkan keuntungan yang optimal dengan resiko seminimal mungkin agar target CAR sesuai ketentuan dapat dicapai.
C . Batasan Masalah Pada dasamya faktor-faktor yang berpengamh terhadap CAR adalah besmya ekuitas dan aktiva tertimbang menurut resiko (ATMR). Mengingat besmya ekuitas sangat dipengamhi bukan saja dari pendapatan yang berasal dari aktiva produktif yang ditempatkan tetapi juga dipengamhi oleh fee base income yang diperoleh dan besarnya biaya dana serta overhead, maka untuk memudahkan analisis yang akan dikaji hanya sisi penempatan aktiva produktif diluar penyertaan dan rekening administratif karena kedua aktiva produktif tersebut jumlahnya relatif kecil, sedangkan sisi yang lainnya dianggap tetap. Alasan utama dari asumsi diatas adalah karena untuk ukuran perbankan Indonesia umumnya pendapatan utama bank masih didominasi oleh pendapatan yang berasal dari penempatan aktiva produktif, walaupun sekarang ini ada beberapa bank yang sudah mencoba untuk memaksimalkan fee base income-nya.
D. Rumusan Masalah Dari rangkaian pembahasan diatas, maka rumusan masalah untuk penulisan ini adalah : Bagaimana mendapatkan susunan portofolio aktiva produktif yang tepat pada Bank BRI agar dapat mendukung tercapainya standar CAR yang ditentukan.
E. Tujuan dan Kegunaan Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengkaji sampai sejauh mana pengaruh dari adanya obligasi Pemerintah yang berasal dari rekapitalisasi terhadap kelangsungan hidup perusahaan dimasa yang akan datang, termasuk menelaah kualitas masing-masing aktiva produktif dan mengalisis portofolio dari aktiva produktif tersebut sehingga didapatkan portofolio yang optimal. Dari analisis diatas diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak manajemen dalam pengambilan keputusan terutama yang menyangkut penempatan aktiva produktif sehingga CAR sesuai ketentuan dapat tercapai.
P. Ruang Lingkup Analisis atas strategi penempatan aktiva produktif ini akan dilaksanakan di Kantor Pusat BRI mengingat hal-ha1 yang bersifat kebijakan adalah merupakan wewenang Direksi. Sedangkan portofolio yang menjadi dasar analisis akan diambil dari data historis dan business plan. Dari hasil analisis ini diharapkan dapat dipakai sebagai dasar untuk mengalokasikan besarnya aktiva produktif yang harus ditempatkan ke setiap unit kerja.