BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Perkerasan kaku umumnya menjadi pilihan untuk perkerasan yang menahan
beban berat seperti perkerasan bandara. Salah satu isu penting pada perkerasan bandara saat ini adalah masalah rehabilitasi perkerasan. Pengembangan bandara berdasarkan masterlan bandara menuntut adanya peningkatan kapasitas perkerasan untuk pengoperasian pesawat-pesawat yang lebih besar atau peningkatan frekuensi kedatangannya. Kondisi ini akan mempercepat penurunan kekuatan perkerasan kaku, sehingga harus diperbaikan sebelum mencapai masa layannya (service life). Rehabilitasi perkerasan menjadi pilihan untuk meningkatkan kapasitas struktur perkerasan akibat peningkatan beban pesawat atau terdapat kerusakan perkerasan yang meluas. Metode pelapisan ulang (overlay) adalah cara yang paling banyak digunakan saat ini dibanding cara membongkar atau mendesain ulang perkerasan. Bandara Radin Inten II Lampung dilaporkan melakukan pekerjaan rehabilitasi perkerasan bandara berupa pekerjaan overlay perkerasan landas pacu (Gustiarini, 2011). Alexander (1996), melaporkan overlay perkerasan bandara menggunakan bahan interlayer geogrid dan aspal pada Bandara Tullamarine dan East Sale di Victoria Australia. Di Indonesia, cara pelapisan ulang (overlay) yang biasa dilakukan adalah dengan cara menghampar secara langsung campuran beton di atas perkerasan kaku eksisting yang disebut dengan bonded overlay. Namun metode overlay ini rentan terhadap retak refleksi seperti yang dilaporkan oleh (Bordelon, 2005; Zhang & Li, 2002). Retak refleksi yaitu retak di perkerasan lama yang segera menyebar naik ke lapis overlay akibat pembebanan. Harrington, (2008) menyatakan bahwa potensi retak refleksi pada perkerasan kaku semakin tinggi karena dirancang untuk melayani beban lalu lintas berat yang tinggi dan padat. Sebagai perbandingan jika jalan raya dirancang untuk kendaraan yang berbobot sekitar 4,5 ton maka perkerasan bandara dirancang untuk memikul beban pesawat yang rata-rata berbobot jauh lebih besar
1
yaitu sekitar 50 ton. Oleh karenanya struktur perkerasan kaku bandara yang di overlay secara langsung, rentan mengalami retak refleksi. Dampak retak refleksi dapat menyebabkan kekuatan perkerasan yang telah diperbaiki semakin menurun sehingga masa pelayanannya (service life) menjadi lebih pendek dan biaya perbaikan semakin tinggi karena harus diperbaiki sebelum waktunya (Vanelstraete & Bondt, 1997). Selain itu, dibagian yang retak, air akan mudah masuk dan membuat perlemahan tanah dasar, pumping, dan patahan arah melintang (Hardiyatmo, 2011). Beberapa cara untuk mengontrol retak refleksi telah diumum digunakan seperti mempertebal lapis overlay, cracking dan seating, sawing dan sealing, crack arresting granular layer, dan sistem interlayer (Mukhtar & Dempsey, 1997). Walaupun sejauh ini kontrol retak refleksi telah sukses digunakan namun belum ada teknik yang memberikan solusi sempurna dalam mencegah retak refleksi, kerena minimnya pengetahuan tentang mekanisme retak refleksi (Jongeun, 2010). Terlepas dari keterbatasan dari masing-masing metode, penggunaan lapis interlayer sebagai kontrol retak refleksi dalam sistem overlay, telah dianggap sebagai metode kontrol retak refleksi yang efisien baik dari segi kinerja dan biaya (Buttlar, 2000). Pada perkerasan kaku, penggunaan lapis interlayer dalam sistem overlay beton dikenal sebagai unbonded concrete overlay. Sistem overlay unbonded
dapat
dibangun lebih cepat dengan biaya kompetitif dan sedikit menimbulkan gangguan serta menjadi pilihan jika penanganan dengan teknik praoverlay sudah tidak efektif lagi (Hall & Banihatti, 2008). Bahan interlayer pada unbonded concrete overlay yang telah direkomendasikan berupa campuran aspal konvensional dengan ketebalan 2,5 - 5 cm (AASHTO, 1993; ICAO, 1983). Namun bebeapa kelemahan bahan aspal seperti masalah drainase (Torres et al., 2012) dan penuaan aspal (Ngii & Suparma, 2004), telah mendorong pengembangan bahan-bahan interlayer lainnya. Salah satu bahan interlayer yang pernah digunakan pada unbonded concrete overlay adalah Strees Absorbing Membrane Interlayer (SAMI). Bahan ini sukses digunakan pada overlay aspal. Suparma (2005) melaporkan bahwa SAMI-LDPE memiliki efisiensi dalam menahan retak refleksi di overlay perkerasan lentur mencapai 62%. Namun demikian, suatu hasil investigasi lapangan pada penggunaan 2
SAMI di unbonded concrete overlay memperlihatkan kinerja yang rendah dalam menahan refleksi (Von Quintus et al., 2010). Berdasarkan kelemahan SAMI saat ini, Ngii, et al. (2015) mengembangkan bahan interlayer SAMI berbasiskan beton karet (Rubbercret) yang dinamakan Stress Absorbing Membrane Interlayer-Rubbercret (SAMI-RC). Bahan karet yang digunakan adalah karet serutan hasil buangan industri vulkanisir ban sehingga akan menghasilkan bahan interlayer yang lebih murah dan ramah lingkungan. Namun penelitian ini masih perlu dikembangkan sebab dalam beberapa kasus, sistem interlayer menunjukkan sedikit atau bahkan tidak ada perbaikan terutama ketika mereka tidak tepat digunakan dan/atau dipasang. Beberapa produk interlayer dapat berfungsi sebagai bahan perkuatan, namun sebagiannya tidak demikian. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian terhadap sifat mekanis bahan interlayer SAMI-RC dalam sistem overlay perkerasan kaku perlu dilakukan untuk memperoleh informasi kinerja bahan interlayer tersebut dan kontribusinya dalam sistem overlay perkerasan kaku.
1.2.
Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka penelitian
terhadap sifat mekanis beton karet sebagai bahan SAMI (Stress
Absorbing
Membrane Interlayer) pada overlay perkerasan kaku bandara, dirancang dengan beberapa tujuan sebagai berikut: a. Mengevaluasi nilai modulus of interlayer reaction (nilai-kvi) SAMI-Rubbercret terhadap nilai modulus of subgrade reaction (nilai-kvs) untuk lapangan terbang, b. Mengevaluasi tegangan (bending stress) pada balok lentur sebelum dan sesudah perbaikan balok eksisting, c. Mengevaluasi prilaku regangan di lapis overlay dan eksisting pada struktur balok overlay dengan sistem interlayer SAMI-Rubbercret, d. Membuat model numerik untuk mendapatkan perbandingan nilai lendutan dan regangan antara hasil pengujian dengan model.
3
1.3.
Hipotesis Penelitian Hipotesis yang dikembangkan dalam penelitian SAMI-Rubbercret sebagai
interlayer pada overlay perkerasan kaku disusun sebagai berikut: a. Nilai modulus of interlayer reaction (nilai-kvi) SAMI-Rubbercret dipengaruhi oleh jumlah karet dan tebal lapisan interlayer. Semakin banyak
karet yang
digunakan semakin rendah nilai-kvi yang diperoleh dan semakin tebal lapisan SAMI-Rubbercret semakin tinggi nilai-kvi bahan interlayer, b. Perbaikan balok eksisting dengan cara mendesain ulang perkerasan baru (full depth) atau overlay (bonded dan unbonded) dapat memperkecil tegangan (stress) yang terjadi pada balok lentur, c. Prilaku regangan tarik serat bawah lapis overlay dan regangan tekan di serat atas lapis eksisting dipengaruhi oleh jumlah karet dan tebal SAMI-Rubbercret, d. Model shell dengan SAP2000 ver.18 dapat digunakan untuk memprediksi nilai lendutan dan regangan pada struktur balok overlay dengan sistem interlayer SAMI-Rubbercret. 1.4.
Batasan Penelitian Batasan masalah dalam penelitian ini meliputi:
a. Karet serutan (ukuran 5 mm) berasal dari hasil vulkanisir ban di daerah Wates tanpa meninjau sifat kimiawi bahan, b. Konstruksi beton pada struktur balok overlay adalah konstruksi beton tanpa tulangan kaku atau tipe JPCP (Jointed Plain Concrete Pavement) yang biasa digunakan pada perkerasan apron bandara, c. Model
pembebanan
yang
menimbulkan
efek
penyebaran
retak
(crack
propagation) masih merupakan pembebanan statis tanpa simulasi efek getaran mesin dan roda pesawat udara, d. Efek pembebanan siklik dari beton karet belum ditinjau dalam penelitian ini, e. Penyebaran retak (crack propagation) dari balok eksisting ke overlay hanya berasal dari satu simulasi retakan pada balok eksisting, f. Pengaruh thermal pada lapis beton eksisting dan overlay tidak ditinjau dalam penelitian,
4
g. Model numerik balok overlay menggunakan elemen shell pada program SAP2000 v.18. 1.5.
Manfaat Penelitian Metode overlay beton yang banyak dilakukan di Indonesia saat ini yaitu
dengan memberikan lapis tambah (overlay) beton secara langsung di atas perkerasan beton yang lama. Metode seperti ini akan berhasil jika lapis beton lama masih dalam keadaan stabil, tidak terdapat kerusakan struktural seperti retak atau patah (Harrigton, 2008; Kimpraswil 2004). Jika ditemukan kerusakan struktural maka sebelum overlay, bagian tersebut harus diperbaiki dengan cara dibongkar atau ditambal agar retak atau patah tidak terefleksi di lapis overlay. Namun jika kerusakan struktural telah meluas, proses perbaikan praoverlay akan membutuhkan biaya yang cukup tinggi, waktu pelaksanaan yang panjang serta masalah kemacetan lalu lintas yang lama. Penggunaan lapis interlayer
akan memberikan keuntungan dalam
pelaksanaan sebab dapat dihampar langsung di atas beton lama yang retak atau patah sehingga proses perbaikan praoverlay yang membutuhkan biaya tinggi dan menimbulkan kemacetan dapat ditekan. Penelitian ini akan menghasilkan komposisi campuran beton yang cepat mengeras untuk pengecoran di lapis overlay sehingga memperpendek waktu pembukaan arus lalu lintas udara. Teknologi ini dapat menjadi kontribusi bagi ilmu pengetahun sebab komposisi bahan yang ditemukan dapat diaplikasikan untuk perbaikan-perbaikan setempat, seperti mengganti pelat beton yang rusak tanpa menimbulkan masalah lalu lintas yang berarti. Bahan karet berasal hasil buangan industri vulkanisir ban sehingga lapis interlayer ini cukup murah dalam produksinya. Selain itu dapat mereduksi dampak lingkungan, sebab karet ban tidak dapat terurai dengan mudah apabila hanya dibiarkan begitu saja. Oleh karena itu, diperlukan usaha untuk memperoses buangan ban bekas tersebut sebagai material di bahan konstruksi salah satunya dengan menggunakannya sebagai bahan interlayer .
5