BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Anak usia sekolah (7-9 tahun) merupakan salah satu kelompok yang rentan mengalami masalah gizi yaitu kekurangan protein dan energi. Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan bahwa secara nasional prevalensi kurus (menurut IMT/U) pada anak umur 5-12 tahun adalah 11,2%, terdiri dari 4,0% sangat kurus dan 7,2% kurus. Permasalahan kurang energi dan protein akan mengakibatkan status gizi anak kurang dan hal ini akan mengganggu keseimbangan zat gizi yang nantinya akan mempengaruhi masa pertumbuhan anak. Oleh karena itu perlu dilakukan penanganan untuk mengatasi masalah gizi agar tercipta generasi penerus bangsa dengan kualitas yang baik. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan menyelenggarakan program makanan tambahan anak sekolah (PMT-AS). Makanan tambahan ini ditujukan untuk anak usia sekolah (7-9 tahun) yang berfungsi sebagai makanan selingan. Salah satu makanan tambahan yang dapat mengurangi permasalahan gizi adalah Bahan Makanan Campuran (BMC). BMC merupakan campuran beberapa bahan makanan dalam perbandingan tertentu yang dapat meningkatkan kadar dan nilai gizi masingmasing bahan dalam campuran tersebut, sehingga jika dimakan dalam jumlah yang cukup maka BMC dapat melengkapi kekurangan zat gizi yang terdapat dalam hidangan sehari-hari (Direktorat Gizi,1977). Bahan-bahan makanan yang akan digunakan dalam menyusun BMC ini adalah bahan makanan yang
mengandung tinggi energi dan protein. Hal ini ditujukan untuk mengatasi permasalahan kekurangan energi dan protein pada anak sekolah usia 7-9 tahun. Selain menggunakan bahan tinggi energi dan protein, dalam penyusunan BMC akan memanfaatkan bahan pangan lokal. Hasil pertanian yang melimpah dapat dimanfaatkan sebagai produksi pangan dengan cara memberikan perlakuan yang baik pada saat pascapanen. Tujuan perlakuan ini adalah untuk menyiapkan hasil panen agar dapat disimpan untuk jangka waktu yang relatif lama tanpa mengalami kerusakan. Namun kenyataannya perlakuan pascapanen di Indonesia belum bisa dikatakan maksimal. Banyak bahan hasil pertanian terbuang sebelum diproses. Namun di sisi lain, kekurangan produksi pangan ditutup dengan melakukan impor bahan pangan. Salah satu kebijakan pemerintah adalah dengan melakukan impor tepung gandum. Hal ini menyebabkan warga Indonesia menjadi tergantung dengan penggunaan tepung gandum. Hal ini terbukti pada data statistik konsumsi gandum di Indonesia pada tahun 2010 dan 2011 sebanyak 4 juta ton dan 4,7 juta ton (Sekretariat Jendral Kementerian Pangan, 2012). Di sisi lain gandum yang merupakan bahan utama pembuatan tepung terigu tidak dapat di tanam di Indonesia, karena cuaca yang tidak cocok untuk ditanami gandum. Sebagai salah satu solusi dari impor tepung gandum adalah melalui diversifikasi pangan dengan memanfaatkan hasil pertanian lokal, mengingat melimpahnya hasil pertanian lokal. Pemanfaatan pangan lokal dapat dilakukan dengan cara pengembangan produk pangan lokal yang ada. Berbagai macam upaya untuk memenuhi bahan baku tepung yang berasal dari bahan lokal sebagai pengganti tepung terigu merupakan tantangan untuk
menurunkan nilai impor tepung terigu. Banyak bahan yang dapat dijadikan tepung, salah satunya adalah ubi jalar cilembu. Ubi jalar cilembu merupakan salah satu bahan makanan sumber karbohidrat. Ubi jalar cilembu merupakan kelompok ubi jalar yang memiliki potensi industri. Namun kenyataannya pengolahan ubi yang ada di pasaran masih sangat terbatas. Ubi jalar masih diolah secara tradisional, seperti keripik, kue dan makanan tradisional lainnya (Juanda dan Cahyono, 2000). Karena kandungan karbohidrat pada ubi jalar cilembu cukup banyak, maka ubi jenis ini dapat diolah dengan dijadikan tepung. Menurut Aini (2004) dalam Arief (2012), ubi jalar sangat cocok digunakan sebagai bahan baku tepung karena tanaman ubi jalar berumur pendek serta produksi per hektarnya relatif tinggi. Pengolahan ubi jalar cilembu menjadi tepung dimaksutkan agar masyarakat tidak tergantung dengan penggunaan tepung terigu. Selain ubi cilembu merupakan sumber karbohidrat, ubi cilembu juga merupakan bahan makanan sumber beta karoten yang tinggi sehingga bermanfaat untuk mencegah rabun senja. Selain ubi cilembu, penyusunan BMC juga menggunakan wortel. Wortel dipilih karena kandungan vitamin dan mineral yang dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan anak. Dengan adanya kandungan antioksidan karoten dapat memerangi radikal bebas karena polusi. Karoten merupakan provitamin A yang dapat dirubah menjadi vitamin A yang berfungsi mencegah terjadinya rabun senja. Bahan terakhir sebagai penyusun BMC adalah daging ayam. Daging ayam dipilih sebagai sumber protein hewani karena daging ayam memiliki tekstur yang halus dan lembut dibandingkan dengan daging yang lain, sehingga mudah untuk dicerna (Muchtadi dkk 2010).
Disamping itu, daging ayam memiliki harga yang lebih murah dibandingkan dengan daging ternak lain dan daging ayam ini akan memberikan rasa yang gurih. Campuran tepung ubi cilembu, wortel dan daging ayam akan memiliki kandungan gizi yang tinggi sehingga sesuai untuk mengurangi permasalahan kurang energi dan protein pada anak usia 7-9 tahun. Pencampuran ketiga bahan ini berupa tepung yang nantinya diolah menjadi produk olahan. Tepung BMC akan lebih cocok diolah menjadi biskuit, karena kandungan gluten dalam campuran tepung ubi cilembu, wortel dan daging ayam sangat kecil. Pada pembuatan biskuit kering tidak perlu banyak membutuhkan pengembang (Edward, 2007). Biskuit merupakan makanan ringan yang sudah dikenal dan digemari oleh masyarakat terutama di kalangan anak usia sekolah. Biskuit BMC ini nantinya akan dianalisa zat gizinya melalui uji proksimat, yang terdiri dari uji protein, uji lemak, uji karbohidrat, uji air dan abu (Hui, 2006). Analisa proksimat menjadi penting karena dalam pengujian ini akan memberikan informasi mengenai kandungan utama dari makanan yang diuji. Pengujian proksimat juga akan memberikan informasi mengenai nilai gizi yang ada dalam makanan karena nilai gizi merupakan salah satu parameter untuk mengetahui kualitas makanan. Selain dilakukan pengujian proksimat, dalam penelitian ini juga akan dilakukan uji daya terima konsumen. Hal ini dikarenakan untuk mengetahui daya terima sasaran terhadap produk BMC. Biskuit yang akan dibuat dengan menggunakan campuran tepung ubi jalar cilembu, wortel dan daging ayam diharapkan dapat memiliki kualitas
yang lebih baik dibandingkan dengan biskuit pada umumnya serta lebih memiliki rasa, kenampakan, aroma yang lebih baik. Berdasarkan latar belakang, maka akan dilakukan penelitian tentang kadar proksimat dan daya terima pada biskuit BMC. Selain itu belum pernah dilakukan penelitian ini sebelumnya , oleh karena itu, peneliti akan melakukan penelitian dengan judul “Daya Terima dan Nilai Gizi Biskuit BMC Berbahan Dasar Ubi Cilembu, Wortel dan Daging Ayam untuk Anak Usia Sekolah”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah terdapat perbedaan daya terima pada olahan biskuit dengan variasi tepung BMC 2. Berapa besar kadar karbohidrat, protein, lemak, air dan abu pada olahan biskuit BMC yang terpilih pada uji daya terima
C. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan uji daya terima dan nilai gizi pada biskuit yang terpilih pada uji daya terima. Tujuan Khusus penelitian ini adalah : 1. Mengetahui perbedaan daya terima pada olahan biskuit dengan variasi tepung BMC 2. Mengetahui kadar karbohidrat, protein, lemak, air dan abu pada olahan biskuit BMC yang terpilih pada uji daya terima.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti a. Meningkatkan pemahaman mengenali analisi zat gizi pada makanan dan kaitannya terhadap kemampuan penerapan ilmu gizi b. Meningkatkan kemampuan untuk melakukan uji organoleptik terhadap produk makanan c. Meningkatkan
kemampuan
untuk
melakukan
pengembangan
sumberdaya pangan lokal. 2. Bagi Masyarakat a. Menambah wawasan mengenai pengembangan pangan lokal. 3. Bagi Pemerintah a. Mendukung upaya peningkatan penganekaragaman pangan berbasis pangan lokal. b. Memberikan
pertimbangan
untuk
mengambil
kebijkan
dalam
pengembangan sumberdaya pangan lokal.
E. Keaslian Penelitian 1. Rustanti dkk. (2012), meneliti mengenai daya terima dan kandungan zat gizi biskuit sebagai makanan pendamping ASI dengan substitusi tepung labu kuning (Cucurbita moshchata) dan tepung ikan patin (Pangasus spp). Perbandingan substitusi tepung labu kuning dan tepung ikan patin (1:3, 1:1, 3:1) dengan 3 ulangan. Hasil dari penelitian ini adalah perbandingan tepung labu kuning dan tepung ikan patin yang disubstitusikan pada biskuit bayi berpengaruh nyata pada kadar lemak, protein, air, karbohidrat dan
betakaroten, tetapi tidak berpengaruh nyata pada daya terima yang meliputi warna, rasa, tekstur, aroma, kadar abu dan serta total. Persamaan dengan penelitian adalah sama-sama meneliti proksimat dan daya terima dari biskuit. Sedangkan perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian ini juga meneliti mengenai kadar beta karoten dan serat total. 2. Winoko (2014), meneliti mengenai perbedaan daya terima dan komposisi zat gizi pada biskuit yang terbuat dari campuran tepung tempe, tepung terigu, dan tepung ubi kuning dengan perbandingan yang bervariasi. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan daya terima antara biskuit biasa dengan biskuit yang terbuat dari campuran tepung tempe, tepung terigu dan tepung ubi kuning. Namun pada penelitian ini hanya diukur nilai gizi pada biskuit yang terbuat dari campuran tepung tempe, tepung terigu dan tepung ubi kuning. Sehingga tidak diketahui perbedaannya dengan biskuit biasa. Persamaan dengan penelitian ini adalah produk olahan dan bahan produk yaitu dibuat menjadi biskuit dan dibuat dari beberapa campuran bahan makanan yang dibuat menjadi tepung. Selain itu penelitian ini meneliti mengenai kadar protein, lemak, karbohidrat, air, abu dan daya terima. Perbedaan dari penelitian ini adalah penelitian ini menguji kadar beta karoten dan panelis yang digunakan adalah panelis agak terlatih. 3. Romlah(2011), meneliti mengenai pengendalian mutu cake mocaf ubi jalar ungu. Cake mocaf ubi jalar ungu akan dibagi menjadi tiga variasi, dimana ketiga cake ini akan diuji daya terima terlebih dahulu kemudian cake yang
disukai akan diuji proksimat dan akan dilakukan Hazard Analysis Critical Point (HACCP). Hasil dari penelitian ini adalah dari uji kesukaan dengan menggunakan panelis tidak terlatih cake A merupakan variasi yang paling disukai. Persamaan dengan penelitian ini adalah produk yang diuji proksimat hanya satu buah variasi. Sedangkan perbedaan dari penelitian ini adalah penelitian ini menyertakan pengujian proksimat pada tepung ubi ungu dan menyertakan pengujian terhadap pengendalian mutu. 4. Khasanah(2007) mengkaji mengenai produk kue semprit dengan substitusi tepung ubi jalar putih. Hasil dari penelitian ini adalah tidak terdapat perbedaan tingkat kesukaan kue semprit, sehingga dipilih semprit dengan substitusi ubi jalar 100% untuk diuji serat dan proksimat. Pemilihan vasriasi tersebut dikarenakan kue semprit dengan substitusi 100% mengandung serat kasar yang paling tinggi. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama menguji proksimat pada satu produk yang telah diuji daya terima. Sedangkan perbedaannya adalah penelitian ini menguji kandungan serat pada kue semprit.