XW t s r q p o n m l k j im l ~ } | { zy x w v u 8 :سورة الممتحنة
l È Ç Æ Å Ä ÃÂ Á À ¿ m 2 :سورة المائدة
Bismillahirrahmanirrahim Allah Swt. berfirman: “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku
adil
terhadap
orang-orang
yang
tidak
memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orangorang yang berlaku adil.” (q.s. Al-Mumtahanah:8). “…dan
tolong-menolonglah
kamu
dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah saling tolong-menolong dalam (berbuat) dosa dan pelanggaran!” (q.s. Al-Maaidah:2).
ﻣﻄﻠﻖ راﺷﺪ اﻟﻘﺮاوي.د
اﻹﺳﻼم ودورﻩ ﻓﻲ ﺗﻌﺰﻳﺰ اﻟﺴﻼم اﻟﻌﺎﻟﻤﻲ
DR. Muthlaq Rasyeed Al-Qarawy
Islam dan Peranannya dalam Mempromosikan Perdamaian Dunia (Renungan tentang Hubungan Aliansi Peradaban dan Koeksistensi Antar Bangsa)
Al-Islam Wa Dauruhu Fi Ta`zizis Salam Al-`Alami Islam dan Peranannya dalam Mempromosikan Perdamaian Dunia Judul asli : Al-Islam Wa Dauruhu Fi Ta`zizis Salam Al-`Alami Penulis
: DR. Muthlaq Rasyeed Al-Qarawy
Penerbit : International Moderation Centre and Ministry of Awqaf & Islamic Affairs State of Kuwait Penerjemah: Rozin Murtaqi Penyunting: Amir Hamzah, Lc. M. Shofwan Abbas, MA. Desain Cover: Amien Art. Penata Letak: Rozin Murtaqi
Yayasan Islah Bina Umat
Daftar Isi Daftar Isi .................................................................. 5 Pendahuluan ............................................................ 9 Bab I: Peran Islam dalam Mewujudkan Perdamaian Dunia ........................... 14 Kebutuhan Manusia terhadap Perdamaian ................ 14 Upaya-upaya Islam dalam Mewujudkan Perdamaian Dunia ............................... 17 Peran PBB dan Organisasi lain dalam Mewujudkan Perdamaian Dunia ............................... 24 Landasan-landasan Penting dalam Mewujudkan Perdamaian Dunia ............................... 25 Beberapa Usulan dalam Menyebarkan Nilai Perdamaian dan Mendorong Upaya Perkenalan Antar Bangsa dan Peradaban .................................... 29 Bab II: Koeksistensi Damai dalan Ajaran Islam . 34 Terminologi Koeksistensi Damai .............................. 34 Koeksistensi Damai dalam Islam .............................. 36 Fenomena Hidup Damai di Alam Semesta ............... 37 5
Hidup Damai bersama Diri Sendiri ........................... 40 Koeksistensi Damai bersama Orang Lain ................. 41 Koeksistensi Damai dalam Sejarah Kehidupan Nabi Saw. ................................................ 44 Koeksistensi Damai dalam Hubungan kenegaraan Pada Masa Nabi Saw. ................................................ 47 Bukti-bukti Sejarah ................................................... 52 Hubungan Sosial dengan Kaum Non Muslim ........... 53 Kemoderatan Islam dan Nilai Koeksistensi Damai ........................................................................ 56 Bab III: Peran Islam dalam Mempromosikan Aliansi Peradaban ..................... 60 Dialog Peradaban pada Masa Rasulullah Saw. ......... 60 Koeksistensi Peradaban ............................................. 62 Globalitas Islam dan Aliansi Peradaban ................... 67 Organisasi Internasional dan Dialog Peradaban ....... 70 “Hilful-Fudhul” Global dalam Mewujudkan Aliansi Peradaban ...................................................... 71 Metodologi Dialog Peradaban ................................... 74 Tujuan dan Maksud Dialog Peradaban ..................... 75 Asas dan Kaidah Dialog Peradaban .......................... 81 Syarat-syarat Dialog Peradaban ................................ 82 Batasan-batasan Dialog Peradaban dan 6
Perbedaan-perbedaan Agama .................................... 83 Etika Dialog Peradaban ............................................. 85 Bab IV: Pembaharuan Pemikiran Islam Tentang Interaksi dengan Bangsa Lain ................ 87 Pengertian Pembaharuan Pemikiran Islam ................ 87 Kaidah Interaksi dengan Umat Lain ......................... 89 Tata Cara Berinteraksi dengan Pemeluk Agama Lain ............................................................... 93 Syubhat Sekitar Interaksi dengan Umat Lain ............ 99 Memerangi Kaum Non Muslim ................................ 100 Jizyah (Upeti) dan Pemahaman yang Keliru ............. 104 Loyalitas, Anti Loyalitas dan Kewarganegaraan ...... 106 Mengucapkan Salam dan Mempersempit Ruang Gerak Non Muslim .................................................... 111 Keistimewaan Masalah Palestina .............................. 112 Para Wisatawan ......................................................... 114 Penutup .................................................................... 116 Daftar Pustaka ......................................................... 119
7
8
Pendahuluan
Pendahuluan Islam adalah agama yang berlandaskan pemikiran, akal dan ilmu. Rasulullah Saw. menyampaikan seluruh bukti kerasulannya berdasarkan akal, pengamatan dan pengkajian. Al-Quran memberikan perhatian besar terhadap akal pikiran. Al-Quran menjelaskan bahwa mengabaikan akal pikiran di dunia akan melahirkan siksa di akhirat. Bahkan, Al-Quran menjelaskan kisah yang memuat pernyataan orang-orang yang tersesat dan tidak mau menggunakan akal mereka untuk memahami kebenaran dan mengamalkannya. Allah Swt. berfirman: “…dan mereka berkata, ‘Sekiranya dahulu kami mau mendengar atau memikirkan (peringatan itu), pastilah kami tidak termasuk penghuni neraka yang menyalanyala.’” (q.s. Al-Mulku:10). Banyak sekali ayat-ayat Al-Quran yang mencelakan sikap taklid, pikiran yang kaku dan selalu mengekor
9
Pendahuluan
generasi terdahulu tanpa pengkajian dan bukti. Allah Swt. berfirman: “Dan apabila dikatakan kepada mereka, ‘Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah!’, mereka menjawab, ‘Tidak, tetapi kami akan mengikuti apa yang telah kami dapatkan dari (perbuatan) para nenek moyang kami.’” (q.s. Al-Baqarah: 170). Seseorang berhubungan dengan manusia lain dalam suatu negara melalui berbagai ikatan sosial. Putra satu bangsa berhubungan dengan putra-putra bangsa lain, begitu pula suatu negara dengan negara-negara yang lain melalui berbagai hubungan sosial, ekonomi dan politik. Oleh karena itu, Islam membangun seluruh bentuk hubungan ini --baik antara sesama anak satu bangsa ataupun antara satu negara dengan negara-negara lain-- di atas landasan nilai toleransi, keadilan dan kasih sayang yang ia tanamkan dalam jiwa seluruh makhluk. Maka, Islam mewajibkan berbuat baik dan saling tolong-menolong dalam kebaikan di atas keberagaman. Allah Swt. berfirman: “Saling tolong-menolonglah kamu dalam kebajikan dan ketakwaan; dan janganlah saling tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran!” (q.s. Al-Maaidah:2). 10
Pendahuluan
Allah Swt. juga berfirman: “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orangorang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (q.s. AlMumtahanah:8). Islam mendahului budaya hidup modern semenjak 14 abad silam. Islam menyerukan sikap toleransi dan saling tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan kepada seluruh manusia. Nilai inilah yang saat ini dikenal dengan istilah “peaceful coexistence”. Oleh
karena
itu,
sangatlah
penting
untuk
memperbaharui pemikiran Islami tentang dialog peradaban dan pola interaksi dengan bangsa lain. Karena manusia pada zaman ini sangat membutuhkan kerjasama dalam kebaikan yang mengandung kemaslahatan bagi seluruh umat manusia. Oleh
karena
itu
agenda
Moderation
Center
adalah
utama
melakukan
International pembaharuan
pemikiran Islam tentang dialog peradaban dan pola interaksi dengan bangsa lain, sesuai dengan tuntutan kemaslahatan syariat Islam yang mulia. 11
Pendahuluan
Buku ini memuat kumpulan hasil riset yang telah kami sampaikan pada beberapa konferensi internasional. Mengingat riset ini sangat urgen, maka kami kembali menyusunnya dalam satu buku agar manfaatnya semakin luas. Bab Pertama membahas tentang: Peran Islam dalam menanamkan pondasi perdamaian dunia. Karena manusia sangat membutuhkan keamanan dan ketenteraman, maka pada Bab Kedua dibahas tentang: Koeksistensi damai dalam Islam sepanjang zaman. Sedangkan Bab Ketiga berjudul: Peran Islam dalam memperkuat aliansi peradaban. Selanjutnya
Bab
Keempat
membahas
tema:
Pembaharuan Pemikiran Islam dalam berinteraksi dengan bangsa lain. Bab yang terakhir ini memberikan refleksi terhadap tuduhan-tuduhan miring yang dilontarkan terkait pola interaksi dengan kaum non muslim, baik hubungan individual, bilateral maupun multilateral. Bab ini juga menjelaskan tentang kaidah-kaidah interaksi dengan bangsa lain dalam pandangan Al-Quran, Hadits dan Siroh Nabawiyah yang murni. Selain itu, bab ini juga berusaha membantahan syubhat-syubhat (tuduhan kotor) yang dilontarkan oleh sebagian pihak terkait perang melawan 12
Pendahuluan
kaum non muslim, kewajiban jizyah (membayar upeti), loyalitas dan anti loyalitas, status kewarganegaraan, dan lain sebagainya. Buku ini diakhiri dengan penutup yang menjelaskan peranan Negara Kuwait dalam mempromosikan dialog peradaban agar menjadi wawasan dan pedoman hidup bagi seluruh masyarakat Sebagai penutup, tiada kata selain ucapan terima kasih kepada saudara kami, DR. Husain Al-Jara di atas jerih payahnya hingga terbit buku yang sangat cemerlang ini. Kami memohon kepada Allah Swt. agar penerbitan buku ini dapat memberikan manfaat bagi seluruh bangsa dan negara.
DR. Muthlaq Rasyeed Al-Qarawy Kuwait – Jumada Tsani 1431 H. / Mei 2010 M.
13
Peran Islam dalam Mewujudkan Perdamaian Dunia
Bab I Peran Islam dalam Mewujudkan Perdamaian Dunia Kebutuhan Manusia terhadap Perdamaian Pada era ini, tampak kebutuhan manusia terhadap Islam dan nilai-nilai yang ia anjurkan, berupa kehidupan yang penuh perdamaian dan rasa aman, termasuk larangan berlaku zalim. Setiap kali disebutkan kata perdamaian, maka dalam akal kita, harus muncul makna Islam. Karena perdamaian dalam Islam bukanlah ide yang muncul secara tiba-tiba untuk meredam peperangan dan mengakhiri pertumpahan darah. Dalam pandangan Islam, perdamaian bukanlah teori ideal yang tidak bisa direalisasikan dalam realita kehidupan. Akan tetapi, perdamaian merupakan gagasan murni yang melekat kuat dalam ajaran Islam; merupakan teori sekaligus aplikasi; dan merupakan idealisme sekaligus realitas pada waktu yang bersamaan.
14
Peran Islam dalam Mewujudkan Perdamaian Dunia
Perdamaian dalam Islam merupakan buah dari nilainilai keluhuran, etika dan ketakwaan yang ditanamkan oleh syariat Islam melalui akidah dan akhlak, kemudian diserap oleh setiap jiwa untuk membangun masyarakat dunia yang saling bekerjasama; masyarakat yang menjunjung nilai persaudaraan, keadilan dan kredibilitas; masyarakat yang dikendalikan oleh nilai-nilai kebebasan, harga diri dan sikap saling memelihara; masyarakat yang mengurung keburukan dalam area yang sangat sempit. Tidak sulit bagi seorang peneliti untuk mencari ayat-ayat yang menjelaskan bahwa perdamaian merupakan nilai dasar dalam Islam. Ucapan selamat dalam Islam adalah salam (yang mengandung doa perdamaian, pent.). “As-Salam” adalah salah satu asma (nama) Allah Swt.. Allah Swt. berfirman, “Dialah, Allah yang tiada Tuhan selain Dia; Raja Yang Maha Suci; Yang Maha Damai (As-Salam); Yang Memberikan keamanan; Yang Maha memelihara; Yang Maha Perkasa; Yang Maha memaksa; Yang (berhak) menyombongkan diri. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan (dengan-Nya).” (q.s. Al-Hasyr:32). Islam adalah perdamaian yang diperintahkan oleh Allah Swt. agar kaum mukminin bernaung di bawah 15
Peran Islam dalam Mewujudkan Perdamaian Dunia
naungannya. Allah Swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara totalitas; janganlah
kamu
mengikuti
langkah-langkah
setan!
Sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagimu.” (q.s. Al-Baqarah:208). Ajaran-ajaran Alquran menuntun kita menuju jalan perdamaian.
Allah
Swt.
berfirman,
“Telah
datang
kepadamu cahaya dari Allah dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah, Allah memberikan petunjuk kepada orang-orang yang mengikuti keridaan-Nya menuju jalan yang penuh keselamatan; mengeluarkan mereka dari kegelapan
menuju
cahaya
dengan
izin-Nya;
dan
memberikan mereka petunjuk menuju jalan yang lurus.” (q.s. Al-Maidah:15-16). Islam menyerukan perdamaian. Oleh karena itu, Islam menjadikan kehormatan manusia sebagai kehormatan yang terbesar. Bahkan, Islam menganggap pembunuhan terhadap satu jiwa manusia tanpa alasan yang dibenarkan, setara dengan pembunuhan terhadap seluruh umat manusia. Sebaliknya, menyelematkan satu jiwa sebanding dengan menyelamatkan manusia secara keseluruhan. Allah SWT berfirman, “…barangsiapa membunuh seorang
manusia,
bukan
karena
16
orang
itu
(telah
Peran Islam dalam Mewujudkan Perdamaian Dunia
membunuh) orang lain atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya….” (q.s. AlMaidah:32). Oleh karena itu, Islam mengharamkan peperangan dan pembunuhan, kecuali untuk membalas serangan atau untuk memerdekakan umat manusia agar dapat menentukan arah hidup mereka secara merdeka dan tanpa paksaan. Allah SWT berfirman, “Perangilah di jalan Allah orangorang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas! Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang
melampaui
batas.”
(q.s.
Al-
Baqarah:190). Upaya-upaya Islam dalam Mewujudkan Perdamaian Dunia. 1. Islam menjadikan dialog antar kelompok yang saling berbeda dan berselisih sebagai sebuah keharusan dan realitas
yang
perbincangan
berpijak yang
baik.
17
pada Allah
asas Swt.
dialog
dan
berfirman,
Peran Islam dalam Mewujudkan Perdamaian Dunia
“Janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, kecuali dengan cara yang terbaik!” (q.s. Al-Ankabut:46). 2. Islam menegaskan pengharaman menumpahkan darah, mengambil harta orang lain dan menodai kehormatan orang. Sebagaimana Islam juga menegaskan kewajiban menjaga bangsa dan negara. Hal ini merupakan perkara wajib dalam pandangan semua agama. Allah Swt. berfirman, “Barangsiapa membunuh manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seolah-olah dia telah membunuh manusia seluruhnya.” (q.s. Al-Maidah:32). 3. Islam menjadikan bentuk hubungan antarbangsa adalah saling melengkapi, saling memahami dan saling mengenal; bukan perseteruan dan peperangan. Allah Swt. berfirman, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan; dan Kami menjadikan kalian berbangsabangsa dan bersuku-suku, supaya kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian disisi Allah ialah orang yang paling taqwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (q.s. Al-Hujurat:13). 18
Peran Islam dalam Mewujudkan Perdamaian Dunia
4. Islam menekankan upaya menjaga stabilitas keamanan sosial dalam masyarakat. Karena stabilitas keamanan dalam
masyarakat
akan
mewujudkan
stabilitas
keamanan dunia. Allah Swt. telah menganugerahkan kemikmatan ini kepada bangsa Quraisy; sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya, “Karena kebiasaan orang-orang
Quraisy,
(yaitu)
kebiasaan
mereka
bepergian pada musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka'bah), Yang telah memberi makan mereka (sehingga tidak merasa lapar) dan mengamankan mereka dari rasa takut.” (q.s. Quraisy:1-4). 5. Islam menjamin kebebasan dalam memeluk suatu keyakinan. Tidak ada paksaan atas seseorang untuk memeluk sebuah kepercayaan atau mazhab. Allah Swt. berfirman, “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). Sungguh telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang sesat.” (q.s. Al-Baqarah:256). 6. Islam juga menegaskan bahwa dakwah harus dilakukan dengan penuh hikmah dan nasehat yang baik, jauh dari pernyataan yang kasar, tekanan dan kekerasan. Allah Swt. berfirman, “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan nasehat yang baik; serta 19
Peran Islam dalam Mewujudkan Perdamaian Dunia
bantahlah mereka dengan cara yang terbaik!” (q.s. AliImron:179). Allah Swt. juga berfirman, “Sekiranya kamu bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari seketarmu.”(q.s. Al-AliImron:159). 7. Islam menjadikan hubungan aman dan damai sebagai bentuk dasar hubungan antar bangsa, sedangkan perang hanyalah
pengecualian.
Allah
Swt.
berfirman,
“Janganlah kalian memerangi mereka di Masjidil haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka perangilah mereka!”(q.s. Al-Baqarah:191). 8. Islam mensyariatkan kesepakatan-kesepakatan dan perjanjian yang bisa mengatur hubungan antarbangsa; serta
mewajibkan
komitmen
terhadap
perjanjian
tersebut. Allah Swt. berfirman, “(Hai orang-orang yang beriman, penuhilah perjanjian-perjanjian itu!”(q.s. AlMaidah:1). 9. Islam menentukan hukuman terberat dan memberikan kecaman sangat keras bagi orang merusak perdamaian dan keamanan. Dalam hal ini, Islam mensyariatkan hukuman atas tindakan kriminalitas yang mengancam keamanan dan perdamaian, seperti: hukuman pencurian, 20
Peran Islam dalam Mewujudkan Perdamaian Dunia
perzinahan, penjarahan dan lainnya. Allah Swt. berfirman, “Sesungguhnya balasan (hukuman) orangorang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya, serta membuat kerusakan di muka bumi, adalah mereka dibunuh, atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dideportasi dari negeri (tempat kediaman mereka). Yang demikian itu, (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia; dan di akhirat, mereka akan mendapatkan siksa yang besar.” (q.s. Al-Maidah:33). Islam menyeru seluruh umat manusia untuk saling mengenal, karena mereka semua berasal dari satu nenek moyang. Islam menganggap seluruh manusia sebagai satu keluarga. Bahkan, Islam menjadikan tujuan penciptaan manusia adalah agar mereka saling mengenal dan saling hidup berdampingan. Allah Swt. berfirman, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan;
dan
Kami
menjadikan
kalian
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian disisi Allah ialah orang yang paling taqwa. 21
Peran Islam dalam Mewujudkan Perdamaian Dunia
Sesungguhnya
Allah
Maha
Mengetahui
lagi
Maha
Mengenal.” (q.s. Al-Hujurat:13). Ayat ini menjadi dalil bahwa Islam menolak segala bentuk konflik antar kelompok dan etnis. Islam tidak membeda-bedakan antara yang berkulit putih dengan yang berkulit hitam; antara satu etnis dengan etnis yang lain. Islam menentang sikap fanatisme golongan dan menolak sukuisme sebagai standar mengukur keutamaan dalam pandangan Islam. Sebab satu-satunya standar untuk menilai keutamaan dalam Islam hanyalah ketakwaan kepada Allah Swt.. Ayat ini juga mengandung dalil bahwa Islam menyeru untuk saling mengenal nilai peradaban dan agama; selanjutnya terbangun koalisi bersama dalam mewujudkan kebaikan dan melawan kejahatan. Allah Swt. berfirman, “Tolong-menolonglah
kalian
dalam
(mengerjakan)
kebajikan dan takwa; janganlah kalian tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran; dan bertakwalah kalian kepada Allah! Sesungguhnya Allah Maha Pedih siksaan-Nya.” (q.s. Al-Maidah:2). Koalisi seperti ini merupakan hal terpuji yang diserukan oleh Rasulullah Saw.; seperti yang Beliau sabdakan, “Aku pernah menghadiri sebuah perjanjian di 22
Peran Islam dalam Mewujudkan Perdamaian Dunia
rumah Abdullah bin Jad’an; perjanjian yang menurutku lebih baik dari pada unta merah (kekayaan terbaik). Seandainya hari ini, aku diundang untuk melakukannya pada masa Islam, aku pasti akan memenuhinya.”.(1) Dalam hadits ini, Rasulullah Saw. mengisyaratkan pada “hilful fudhul” yang terjadi sebelum masa beliau diutus menjadi nabi. Dalam perjanjian hilful fudhul, seluruh pihak mengikat perjanjian untuk menolong orang-orang yang terzalimi dan mengembalikan hak-hak yang terampas kepada pemiliknya. Islam adalah agama pertama yang berusaha membangun hubungan internasional dan menyerukan perdamaian global. Hal ini dipertegas oleh seorang pemikir yang sangat terkenal, Bernard Lois, ketika ia menyatakan bahwa peradaban Islam terbentang luas melintasi benua Asia, Afrika dan Eropa; peradaban yang memulai upaya membangun peradaban yang beraneka etnis, beragam budaya,
bahkan
beragam
benua.
Peradaban
Islam
terbentang luas melewati batas yang pernah dicapai oleh dua kebudayaan besar, kebudayaan Romawi dan Yunani. Dengan begitu, peradaban Islam mampu meminjam unsur (1)
Ar-Raudh Al-Anaf, 2/244; sumber aslinya terdapat dari Musnad AlBazzar.
23
Peran Islam dalam Mewujudkan Perdamaian Dunia
unsur istimewa dari berbagai peradaban yang lebih awal menyebar di wilayah Asia, kemudian mengadopsi dan membungkus unsur-unsur tersebut dengan nilai-nilainya. Oleh karena itu, kaum muslimin sangat giat menyerukan upaya saling mengenal antarperadaban dan dialog antaragama; untuk mewujudkan persatuan umat manusia “masyarakat global” yang diserukan oleh Islam. Karena koeksistensi antarbangsa bisa terwujud melalui sikap saling mengenal dan saling tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, bukan dalam kejahatan dan permusuhan. Peran PBB dan Organisasi lain dalam Mewujudkan Perdamaian Dunia Beberapa waktu terakhir, PBB telah melakukan upaya-upaya besar untuk memperkenalkan peradaban antarbangsa;
menghilangkan
konflik
antar
budaya;
mendekatkan peradaban antar bangsa; dan memperdalam upaya dialog antaragama. PBB mengeluarkan resolusi yang mendeklarasi tahun 2001 sebagai tahun dialog peradaban; tahun perang terhadap agresi kebencian dan konflik. PBB
juga
mengeluarkan
keputusan
yang
mendeklarasikan tahun 2010 sebagai tahun pendekatan 24
Peran Islam dalam Mewujudkan Perdamaian Dunia
budaya. Pada tahun 2005, membentuk forum “aliansi kebudayaan”. Kemudian pada tahun 2008, PBB mendirikan “pusat aliansi kebudayaan” sebagai wadah saling bertukar informasi melalui jaringan internet. Masyarakat dunia juga menyaksikan beberapa upaya besar untuk mewujudkan perdamaian antarbangsa dan aliansi peradaban, baik dalam skala global oleh organisasi internasional, dalam skala
regional oleh
lembaga masyarakat sipil, atau bahkan yang dilakukan oleh individu masyarakat. Dalam dunia Islam, lebih dari 400 organisasi dan yayasan Islam di Eropa mendeklarasikan “Perjanjian Masyarakat Muslim Eropa” di Brussel, Ibu kota negara Belgia. Perjanjian ini menyerukan dukungan terhadap nilai saling memahami dan interaksi hidup yang baik; juga menyerukan sikap adil dan upaya dialog peradaban. Landasan-landasan
Penting
dalam
Mewujudkan
Perdamaian Dunia Upaya-upaya
berikut
berperan
besar
dalam
mengukuhkan perdamaian dunia. Namun, menurut hemat kami, harus terpenuhi asas-asas dan batasan-batasan tertentu agar segala upaya yang dilakukan oleh PBB beserta 25
Peran Islam dalam Mewujudkan Perdamaian Dunia
organisasi
lainnya
membuahkan
hasil
yang
sudah
diharapkan. Di antara landasan dan aturan tersebut adalah: 1. Perlu ada penegasan tentang kesatuan keluarga manusia dan terjalinnya sikap saling mengenal antar umat manusia; demi mengaktifkan nilai-nilai kemanusiaan sebagai sumber asasi bagi jaminan martabat manusia, dan demi merealisasikan perdamaian manusia sesuai dengan yang dikehendaki oleh Allah Swt. 2. Perlu diperhatikan agar tidak terjadi politisasi dalam upaya pengenalan antaragama dan peradaban; agar upaya pendekatan ini tidak hanya menjadi alat para politikus untuk mewujudkan kepentingan politik sesaat dan
kemudian
meninggalkannya
sesaat
setelah
kepentingan mereka tercapai. 3. Penting pula adanya pengakuan dan keyakinan terhadap keberagaman budaya, peradaban, perundang-undangan, perpolitikan dan sistem sosial. Di sisi lain, harus ditolak adanya hegemoni satu kebudayaan atau peradaban tertentu yang memaksakan prinsip, pemikiran dan kebiasaannya kepada yang lain. 4. Harus terjalin sikap menghormati terhadap kekhususan nilai agama, kebudayaan dan peradaban suatu bangsa; 26
Peran Islam dalam Mewujudkan Perdamaian Dunia
selanjutnya sikap saling mendorong untuk menjalin interaksi positif antar setiap peradaban, kebudayaan dan agama. 5. Dialog antara peradaban harus berlangsung secara proporsional dan seimbang. Peradaban yang lebih kuat tidak boleh memanfaatkan perbedaan besar antara setiap peradaban sebaik secara moneter ataupun politik untuk memberikan tekanan kepada peradaban yang lain. Jika tidak begitu, maka dialog hanyalah sekedar dikte dari salah satu pihak dan selamanya tidak akan memberikan hasil yang diharapkan. 6. Harus menjadi perhatian bahwa tujuan dari setiap dialog antaragama bukan untuk menyatukan 3 agama samawi di dalam satu wadah, seperti yang dilakukan oleh sebagian orang yang menyeru untuk kembali kepada agama warisan Nabi Ibrahim. Karena dalam hal ini, terdapat upaya sekulerisasi terhadap ketiga agama tersebut; selanjutnya akan melahirkan kontradiksi dan perselisihan antar pemeluknya, bukan melahirkan perdamaian di antara mereka. 7. Harus terjalin solidaritas internasional untuk menumpas segala bentuk ekstrimisme dalam beragama, rasialisme, kekerasan terhadap bangsa lain, dan segala bentuk 27
Peran Islam dalam Mewujudkan Perdamaian Dunia
kebencian yang timbul akibat sikap-sikap tersebut. Sebab ektrimisme dan fanatisme sangat bertentangan dengan
resolusi
PBB
dalam
menyeru
untuk
mengerahkan upaya bersama dalam mengukuhkan hubungan damai antara umat manusia. 8. Berusaha untuk menjalin kerja sama untuk menghadapi arus penyesatan dan penyimpangan moralitas; dan untuk menghilangkan segala faktor yang memicu perpecahan keluarga dan masyarakat. 9. Memotivasi usaha individu dan lembaga-lembag sipil untuk melakukan dialog peradaban, agar tidak hanya diadakan oleh lembaga-lembaga resmi pemerintah yang bersifat formalitas dan tidak memberikan hasil apapun bagi kehidupan umat manusia. 10. Memberikan motivasi agar dilaksanakan dialog antar elemen-elemen yang berbeda dalam satu lingkup peradaban. Karena sebagian besar peradaban dalam suatu wilayah memiliki berbagai perbedaan mazhab, kepercayaan dan adat-istiadat. Sehingga, perlu terus dimotivasi adanya dialog tentang urusan mereka seperti dialog-dialog antar peradaban. 11. Para pemeran satu peradaban haruslah orang-orang yang
memiliki
komitmen
28
secara
pemikiran
dan
Peran Islam dalam Mewujudkan Perdamaian Dunia
wawasan terhadap peradaban tersebut. Karena hal inilah yang dapat melahirnya rasa percaya dan kredibilitas terhadap setiap dialog dan koalisi yang dilakukan. Beberapa
Usulan
dalam
Menyebarkan
Nilai
Perdamaian dan Mendorong Upaya Perkenalan Antar Agama dan Peradaban. Di
samping
landasan-landasan
di
atas
yang
mengandung motivasi untuk menyebarkan nilai perdamaian melalui
upaya
dialog
antar
agama
dan
saling
memperkenalkan peradaban, kami memberikan beberapa ide
aplikatif
mewujudkan
yang
menurut
koalisi
hakiki
kami antar
bisa
membantu
peradaban,
yang
terbangun di atas asas kebenaran dan keadilan, setelah terjadi perkenalan yang mendalam antar masing-masing peradaban. Gagasan-gagasan aplikatif tersebut adalah: 1. Menyusun sebuah ensiklopedi yang memuat secara lengkap pengertian semua agama; memuat seluruh nilai dan prinsip ajarannya; juga memuat penjelasan tentang para penganutnya, wawasan budaya, sejarah, jumlah, wilayah geografis mereka dan lain sebagainya. Setiap penjelasan yang termuat dalam ensiklopedia harus 29
Peran Islam dalam Mewujudkan Perdamaian Dunia
dijelaskan oleh pemeluk masing-masing agama atau peradaban; agar terwujud kredibilitas atau rasa percaya terhadap ensiklopedi yang disusun. 2. Terus memotivasi dan melatih para aktivis dan peneliti perkara teknis dan teoritis yang berkaitan dengan program dialog antar agama dan pengenalan antar peradaban. 3. Menyelenggarakan konferensi internasional di bawah pengawasan PBB. Hal ini untuk memberikan evaluasi terhadap dialog-dialog agama dan peradaban yang terdahulu, sekaligus untuk membahas metode untuk mengembangkannya. 4. Perlu dilakukan deklarasi dunia untuk koalisi peradaban seperti yang telah dilakukan untuk hak asasi manusia. Dalam deklarasi ini, nilai-nilai budaya yang universal harus dimunculkan; dan hal-hal yang menyebabkan penistaan terhadap suatu agama atau peradaban. Deklarasi New York pada konferensi dialog agama yang terakhir, bisa menjadi benih bagi deklarasi dunia untuk koalisi peradaban agama. 5. Perlu diterbitkan undang-undang internasional yang melarang penistaan agama; menghina para nabi, rasul dan simbol-simbol keagamaan. 30
Peran Islam dalam Mewujudkan Perdamaian Dunia
6. Perlu diadakan konferensi dunia untuk mendefinisikan terorisme dan menjelaskan perbedaannya dengan gerakan perjuangan membela tanah air atau agama. Karena hal ini merupakan permasalahan terpenting yang
memicu
perselisihan
antara
penganut
dua
peradaban, Islam dan Barat, pada khususnya. 7. Membentuk lembaga khusus untuk masing-masing agama dan peradaban. Selanjutnya lembaga ini secara resmi menangani program penyatuan misi untuk mewujudkan perdamaian dan dialog antar agama dan aliansi peradaban; seperti Organisasi Konferensi Islam (OKI) dalam peradaban Islam. 8. Mengadakan pertemuan rutin antara lembaga-lembaga sipil yang bekerja keras untuk menggiatkan program pengenalan lintas peradaban dan dialog antar agama di dunia.
Pertemuan
mengukuhkan
rutin
ini
bertujuan
untuk
kerja sama dan koordinasi antar
lembaga. 9. Mengkhususkan pengenalan
satu
antara
hari
setiap
peradaban.
tahun
Pada
hari
untuk ini,
dilaksanakan berbagai kegiatan positif yang dapat menguatkan
pengenalan
peradaban. 31
terhadap
masing-masing
Peran Islam dalam Mewujudkan Perdamaian Dunia
10. Perlu
dibuat
penghargaan
dunia
tahunan
yang
disediakan untuk segala aktifitas terbaik dalam bidang seni, pemikiran, kesusasteraan dan karya ilmiah, yang memberikan
kontribusi
besar
dalam
mendukung
program pengenalan antar peradaban dan agama. 11. Membuat dua strategi besar dalam hal ideologi dan jurnalistik,
untuk
mempromosikan
nilai-nilai
kemanusiaan antar bangsa yang universal; menjauhi titik-titik perbedaan dan mempersiapkan dunia untuk mewujudkan koalisi kebudayaan dan peradaban. 12. Membuat kurikulum pendidikan dan kebudayaan yang dapat mengukuhkan wawasan dialog dan perdamaian yang integral dengan bangsa lain dan terbangun di atas asas keadilan. Kurikulum ini harus disusun untuk seluruh peradaban, bukan hanya fokus pada satu peradaban saja. 13. Dilakukan
riset
untuk
mengevaluasi
dan
mengembangkan gerakan keagamaan sebagai bentuk gerakan sosial kebudayaan, bukan sebagai gerakan oposisi politik. Perlu pula dilakukan penelitian untuk menarik perhatian pergerakan-pergerakan ini dan mendorongnya agar mendukung program pengenalan dan aliansi antar agama dan peradaban. 32
Peran Islam dalam Mewujudkan Perdamaian Dunia
14. Melakukan analisis lapangan untuk mengetahui faktorfaktor
hakiki
permusuhan
yang
melahirkan
antarbangsa,
menghilangkannya
dan
untuk membuat
kebencian
dan
mengetahui
cara
langkah-langkah
teknis untuk menebarkan nilai-nilai perdamaian.
*****
33
Koeksistensi Damai dalam Islam
Bab II Koeksistensi Damai dalam Ajaran Islam Terminologi Koeksistensi Damai Sebelum kita menjabarkan sikap Islam terhadap prinsip koeksistensi damai (ta’ayusy silmi), kita harus menentukan definisi istilah ini terlebih dahulu. Bila merujuk kepada makna etimologi dari kata “ta’ayusy” sebagai kata dasar dari istilah “ta’ayusy silmi”, kita temukan dalam kamus “Al-Mu’jam al-Wasith” bahwa kata “ta’ayasyu” bermakna: mereka hidup dalam keakraban dan cinta kasih. Dari makna inilah, diambil istilah “at-ta’ayusu as-silmi”. Makna kata “al-aisyu” adalah kehidupan dan segala yang menjadi penopangnya, seperti: makanan, minuman dan penghasilan. (1) Istilah “koeksistensi damai (ta’ayusy silmi)” dalam dunia politik international, bermakna terjalinnya kerja sama antar bangsa-bangsa di dunia atas landasan saling (1)
Al-Mu`jam Al-Wasith. Majma` Al-Lughah Al-Arabiyah, Cairo Jilid 2 Hal. 629-640 Penerbit: Dar El-Fikr
34
Koeksistensi Damai dalam Islam
memahami dan saling bertukar kepentingan ekonomi dan perdagangan. Istilah ini muncul pasca perang dunia kedua, setelah dunia terbagi menjadi dua blok besar yang saling berseteru di atas landasan ideologi. Di antara pemicu munculnya seruan menerapkan politik koeksistensi, adalah kekawatiran terhadap dampak atom setelah kedua blok memiliki bom atom dan senjata pemusnah masal. Selanjutnya muncul blok ketiga yang terdiri dari negara-negara non blok yang menekankan koeksistensi damai sebagai jalan untuk membangun hubungan multilateral bangsa-bangsa di dunia.(2) Dalam ensiklopedia politik, dinyatakan bahwa orang yang pertama kali mendengungkan slogan “Peaceful Coexistence” adalah seorang pemikir komunis, Nikita Gourchuf.
Dengan
ini
menjadi
jelas,
dunia
barat
menegaskan bahwa yang dimaksud dengan koeksistensi damai, adalah slogan yang selalu mereka ucapkan, “ Hiduplah dan biarkan orang lain, pasti mereka juga bisa hidup!”. (3) (2)
Ahmad `Athiyatullah, Al-Qamus As-Siyasi, Hal: 310, cet. ketiga penerbit: Dar AnNahdhah Al-`Arabiyah, Cairo 1968. (3) Al-Mausu`ah As-Siyasiyah Hal: 108. Al-Mu`assasah Al-`Arabiyah Lid-Dirasat wanNashr, Beirut: 1974 M.
35
Koeksistensi Damai dalam Islam
Koeksistensi Damai dalam Islam. Islam menjadikan prinsip “koeksistensi damai” sebagai salah satu kebutuhan hidup di muka bumi; sebagai salah satu kewajiban yang harus ditegakkan agar manusia dapat membangun dan memakmurkan bumi ini. Allah Swt. berfirman, “Dia (Allah) telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan meminta kamu untuk memakmurkannya.” (q.s. Hud:61). Selain itu, koeksistensi damai adalah penerapan terhadap seruan kaidah fikih “Jalbul-Manaafi` wa Dar-ul Mafaasid” (menarik manfaat dan menolak kerusakan), agar manusia
dapat
melaksanakan
kewajibannya
sebagai
khalifah di atas muka bumi. Allah Swt. menciptakan segala yang ada di alam semesta
ini
saling
berdampingan
satu
sama
lain;
menjadikan seluruh isi alam semesta ini tunduk kepada manusia, agar mereka dapat hidup damai dan toleran terhadap lingkungan sekitarnya, terhadap dirinya sendiri, terhadap sesama warga negara, dan terhadap warga negara negara yang lain.
36
Koeksistensi Damai dalam Islam
Fenomena Hidup Damai di Alam Semesta: Allah Swt. menjadikan “hidup damai” sebagai salah satu
ciri
penciptaan
alam
semesta.
Masing-masing
diciptakan untuk memberikan pelayanan; semuanya hidup saling
berdampingan
sesuai
dengan
ketentuan
dan
kekuasaan Allah Swt., sebagaimana dalam firman-Nya, “Segala yang ada di langit dan di bumi selalu bertasbih kepada Allah, Sang Maharaja, Yang Maha Kudus, Yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana.” (q.s. Al-Jumu’ah:1) “Langit yang tujuh, bumi dan seluruh isinya bertasbih kepada-Nya (Allah). Segala sesuatu bertasbih memuji-Nya, tetapi kalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” (q.s. Al-Isra’:44). “Tidakkah kalian perhatikan bagaimana Allah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat?; bagaimana Dia menciptakan di dalamnya bulan sebagai cahaya dan matahari sebagai pelita? Allah telah menumbuhkan (menciptakan) kalian dari tanah dengan sebaik-baiknya; kemudian Dia mengembalikan kalian ke dalamnya; kemudian mengeluarkan kalian (darinya pada hari kiamat) dengan sebenar-benarnya. Allah telah menjadikan bumi 37
Koeksistensi Damai dalam Islam
sebagai hamparan untuk kalian, agar kalian menapaki jalan-jalan yang luas di bumi itu.”(q.s. Nuh:15-20). “Matahari
berjalan
di
tempat
peredarannya.
Demikianlah ketetapan yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui. Sedangkan bulan, Kami telah menetapkan baginya manzilah-manzilah, sehingga ia (setelah mencapai manzilah terakhir) kembali seperti bentuk tandan yang tua. Tidaklah mungkin matahari bertemu dengan bulan; dan tidak mungkin malam mendahului siang. Masing-masing beredar pada garis rotasinya.” (q.s. Yaasin:38-40). Allah Swt. menundukkan seluruh isi alam semesta kepada manusia, supaya manusia dapat beradaptasi dengannya secara aman dan damai; mengekploitasinya untuk kemanfaatan, kebaikan manusia, negara dan alam semesta. Allah Swt. berfirman, “Dia (Allah) telah menundukkan bagimu segala apa yang ada di langit dan di bumi (sebagai rahmat) dari-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu, terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.” (q.s. Al-Jatsiyah:13). “Tidakkah kalian memperhatikan bahwa Allah telah menundukkan kepadamu segala apa yang ada di langit dan di bumi; serta menyempurnakan nikmat-Nya, lahir dan batin, bagi kalian? Di antara manusia, terdapat orang 38
Koeksistensi Damai dalam Islam
yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan, petunjuk dan tanpa kitab yang memberikan penerangan.” (q.s. Lukman:20). Allah Swt. juga menjadikan segala binatang yang merayap di atas muka bumi atau terbang dengan dua sayap, sebagai bagian umat yang wajib bagi manusia untuk hidup berdampingan dengan mereka. Allah Swt. berfirman, “Tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung
yang
terbang
dengan
kedua
sayap,
melainkan mereka adalah umat (juga) seperti kalian. Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.” (q.s. Al-An’am:38). Oleh karena itu, Allah Swt. melarang manusia untuk membunuh hewan yang memberikan manfaat. Kita dilarang membunuh burung pipit; sebagaimana dalam sabda Rasulullah Saw., “Setiap muslim yang membunuh seekor burung pipit atau binatang lain yang lebih besar tanpa memberikan haknya, ia akan ditanya oleh Allah Swt..” Sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah haknya itu?” Rasulullah Saw. menjawab, “Hendaklah kamu menyembelihnya kemudian memakannya; tidak hanya 39
Koeksistensi Damai dalam Islam
memotong kepalanya kemudian membuangnya.”. (h.r. Ahmad: 6551). Rasulullah Saw. juga bersabda, “Seandainya anjing itu tidak termasuk umat, pasti saya sudah memerintahkan untuk membunuhnya. Tapi, bunuhlah anjing yang hitam legam!” (h.r. Abu Daud: 2845). Hidup Damai bersama Diri Sendiri. Agar seseorang dapat hidup damai dan bertoleran terhadap sesama, terlebih dahulu jiwanya harus menjadi tentram. Terlebih dahulu, ia harus bersikap toleran terhadap jiwanya sendiri. Oleh karena itu, Alquran memberikan perhatian terhadap upaya penyucian jiwa. Allah Swt. berfirman, “Ketahuilah, hanya dengan berzikir (mengingat) kepada Allah, hati akan menjadi tenteram!” (q.s. Ar-Ra’du:28). “Barangsiapa beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya.” (q.s. AtTaghabun:11). “Sungguh beruntung orang yang mensucikan jiwa itu; dan sungguh merugi orang yang mengotorinya.” (q.s. As-Syamsu:9-10). 40
Koeksistensi Damai dalam Islam
Islam menjadikan upaya memperbaiki jiwa manusia sebagai jalan untuk melakukan perbaikan secara umum. Allah Swt. berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum hingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (q.s. Ar-Ra’du:11). Alquran menjelaskan bahwa jalan menggapai kedamaian, adalah dengan mengikuti jalan keridhaan Allah Swt.; sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya, “Sungguh telah datang kepada kalian (wahai ahli kitab) cahaya dari Allah dan kitab yang menjelaskan. Dengan kitab itu, Allah memberikan
petunjuk
orang-orang
yang
mengikuti
keridhaan-Nya menuju jalan keselamatan; (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan mereka dari gelap gulita menuju cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya; dan menunjuki mereka menuju jalan yang lurus.” (q.s. AlMaidah:15-16). Koeksistensi damai bersama orang lain. Dalam Islam, koeksistensi damai bertolak dari landasan iman. Islam adalah satu-satunya agama yang mengakui eksistensi para penentangnya; menjaga hak-hak mereka; menyeru untuk bekerjasama dan berinteraksi damai bersama mereka. 41
Koeksistensi Damai dalam Islam
Allah Swt. berfirman, “Katakanlah, ‘Hai ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada satu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kalian; yaitu kita tidak
menyembah
kepada
selain
Allah,
tidak
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun; dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah!’. Jika mereka berpaling (dari seruanmu), maka katakan kepada mereka, “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)!” (q.s. Ali Imron:64). “Saling
tolong-menolonglah
kamu
dalam
(mengerjakan) kebajikan dan ketakwaan; janganlah saling tolong-menolong dalam (berbuat) dosa dan pelanggaran!” (q.s. Al-Maidah:2). “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku
adil
terhadap
orang-orang
yang
tidak
memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orangorang yang berlaku adil.” (q.s. Al-Mumtahanah:8). Di antara prinsip pokok Islam, ialah menegaskan pemuliaan harga diri manusia. Allah Swt. berfirman, “Sesungguhnya Kami telah memuliakan anak keturunan Adam; mengangkut mereka di daratan dan di lautan; 42
Koeksistensi Damai dalam Islam
memberi
mereka
rezeki
dari
yang
baik-baik;
dan
memberikan mereka kelebihan-kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (q.s. Al-Isra’:70). Untuk memberikan bukti konkrit bahwasanya manusia senantiasa dimuliakan oleh Allah Swt., hendaknya manusia hidup secara damai di jagad raya ini; hendaklah semuanya menisbahkan diri kepada satu ayah, Adam as., dan satu ibu, Siti Hawa. Hubungan kekeluargaan dan kekerabatan akan mengikat seluruh manusia menjadi satu keluarga dalam lingkup jaringan yang sangat luas. Oleh karena itu, Islam berupaya keras untuk membangun hubungan sosial antar seluruh manusia; menjadikan keluarga manusia semakin meluas dan menebar di seluruh penjuru bumi, agar mereka saling mengenal satu sama
lain.
Allah
Swt.
berfirman,
“Hai
manusia,
sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu terdiri dari jenis laki-laki dan jenis perempuan; menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah, ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.” (q.s. Al-Hujurat:13). 43
Koeksistensi Damai dalam Islam
Koeksistensi Damai dalam Sejarah Kehidupan Nabi Saw. Rsulullah Saw. telah memberikan teladan besar bagi kita dalam menerapkan nilai koeksistensi damai. Di atas nilai perdamaian inilah, negara Islam berdiri dengan bentuk yang
merangkul
seluruh
hak-hak
penduduknya;
menyebarkan prinsip saling tolong-menolong dan saling memahami antar semua rakyatnya, yang muslim dengan yang non muslim. Ketika Rasulullah Saw. memasuki kota Madinah, beliau menjumpai sebuah komunitas masyarakat yang sangat heterogen; meliputi kaum Muhajirin dari suku Quraisy, generasi Islam pertama, kaum Anshar yang terdiri dari Suku Aus dan Khazraj, kaum Yahudi yang terdiri dari 3 suku, yaitu Bani Qainuqa`, Bani Nadhir dan Bani Quraidhah, juga para sahaya dan lain sebagainya. Inilah masyarakat majemuk yang dipimpin oleh Rasulullah Saw. melalui undang-undang pertama di Madinah, yang dikenal dengan sebutan “As-Shahifah” atau “Al-Watsiqah” (piagam Madinah), piagam yang menyertai deklarasi berdirinya negara Islam di Madinah Al-Munawwarah. Piagam ini memuat batasan hak-hak dan kewajiban kaum minoritas, non muslim, yaitu kaum Yahudi. Piagam 44
Koeksistensi Damai dalam Islam
ini juga memuat jaminan perlindungan terhadap hak-hak seluruh masyarakat Madinah dengan segala perbedaan agama, suku dan kebangsaan mereka. Piagam ini terdiri dari 69 pasal yang mengatur hak-hak semua lapisan masyarakat. Di antara pasal-pasal yang terpenting adalah: 1. Pasal yang menyatakan bahwa “Kaum Yahudi memiliki hak yang sama dengan hak kaum Muslimin”. Karena pada saat itu, kaum Nasrani belum memiliki eksistensi di Madinah. Piagam ini tidak melupakan hak-hak kaum musyrik yang tidak memiliki agama, yaitu para penyembah berhala. Maka, disebutkan pada pasal ke-23 bahwa
“Kaum
musyrik
tidak
diperkenankan
memberikan penjaminan harta atau jiwa untuk kaum Quraisy (penduduk Makkah yang memerangi kaum muslimin. pent.)”. Pasal ini menganggap mereka (kaum musyrikin) sebagai penduduk Madinah yang dapat menikmati hak-hak dan kewajiban seperti yang lain. 2. Piagam Madinah tidak menggunakan istilah “minoritas” untuk menyebutkan kaum non muslim, walaupun mereka memang minoritas; melainkan menggunakan istilah “umat” untuk semuanya, seperti dinyatakan: “Kaum Yahudi adalah satu umat yang berdampingan dengan kaum Mukminin.” 45
Koeksistensi Damai dalam Islam
3. Piagam Madinah juga menyatakan bahwa setiap pemeluk agama berhak menjalankan apapun yang berkaitan dengan ajaran agama mereka. Hal ini berimplikasi pada kewajiban menjaga segala yang dianggap sebagai benda berharga oleh kaum non muslim; kewajiban memberikan ganti rugi kepada mereka ketika seorang muslim merusaknya, meskipun benda tersebut tidak berharga dalam pandangan syariat Islam; seperti arak atau babi. Hal ini juga berimplikasi pada larangan membatalkan tradisi pernikahan mereka, meskipun pernikahan seperti itu tidak sah dalam syariat Islam. 4. Piagam ini juga menyatakan bahwa “kaum muslimin terdiri dari berbagai lapisan; dan kaum Yahudi bersama dengan kaum Mukminin juga terdiri dari berbagai lapisan; masing-masing memiliki agama kepercayaan; semuanya adalah satu umat yang harus menjalin sikap saling menanggung, menolong dan memberikan nasihat dalam kebajikan, bukan perbuatan dosa; dan apabila terjadi perbedaan dan perselisihan, maka yang menjadi rujukan adalah Allah Swt. dan Muhammad Saw., yakni Al-Qur`an dan Sunnah.”. 46
Koeksistensi Damai dalam Islam
Koeksistensi Damai dalam Hubungan Kenegaraan pada Masa Nabi Saw. Jika kita merujuk kepada sejarah hidup Rasulullah Saw., kita menemukan bahwa Beliau setelah diberikan kekuasan dan kekuatan oleh Allah Swt., beliau berinteraksi dengan negara dan kerajaan yang ada pada masa itu dengan baik dan penuh saling berkasih sayang. Setelah terjadi gencatan senjata dengan kaum kafir Makkah, Rasulullah Saw. mengirimkan surat kepada para pemimpin dan raja, untuk
menyeru
mereka
ke
dalam
Islam.
Ini
menggambarkan pola interaksi Rasulullah Saw. dengan bangsa lain yang menjalin perdamaian dengan kaum muslimin. Di antara surat yang Beliau kirimkan adalah: 1. Surat kepada Kisra, Raja Persia. Dengan menyebut nama Allah Swt. yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad, utusan Allah, kepada Kisra, Pemimpin Persia. Keselamatan bagi orang yang mengikuti hidayah; beriman kepada Allah dan Rasul-Nya; bersaksi bahwa 47
Koeksistensi Damai dalam Islam
tiada Tuhan Yang hak disembah selain Allah Swt., tiada sekutu bagi-Nya, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Saya menyeru anda dengan seruan Allah Swt.. Sesungguhnya saya adalah utusan Allah Swt. kepada seluruh umat manusia, untuk memberikan peringatan bagi orang yang hidup; dan ketentuan (siksa Allah) pasti menimpa orang-orang yang kafir. Maka masuklah ke dalam Islam, anda pasti selamat! Jika engkau menolak, maka seluruh dosa kaum majusi menjadi tanggunganmu.” Dalam surat ini, tidak dinyatakan, “Jika anda tidak mau memeluk Islam, maka bayarlah jizyah (upeti) atau kami perangi!”. Karena opsi membayar jizyah dan diperangi hanya disamapikan kepada orang-orang kafir yang bersifat memerangi. Hal ini pula yang terlihat jelas pada surat kedua Rasulullah Saw. kepada Kaisar Romawi; dimana Beliau tidak menawarkan opsi memeluk Islam, membayar jizyah atau perang.
48
Koeksistensi Damai dalam Islam
2. Surat Rasulullah SAW kepada Kaisar Romawi: Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang… Dari Muhammad bin Abdullah kepada Heraklius, Kaisar Romawi… Keselamatan bagi orang yang mengikuti petunjuk Allah… Saya menyeru anda dengan seruan Islam. Masuklah ke dalam Islam, niscaya anda akan selamat dan Allah akan memberikan pahala dua kali lipat kepada anda! Jika anda berpaling dari seruan ini, maka dosa seluruh kaum Arisiyin(4) akan menjadi tanggunganmu. Allah Swt. berfirman, “Katakanlah, ‘Hai ahli Kitab, Marilah (berpegang) pada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan di antara kami dan kalian; bahwa kita tidak menyembah kecuali kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun; dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah.’. Jika mereka berpaling, maka katakanlah kepada mereka, ‘Saksikanlah bahwa kami adalah (4)
Arisiyin adalah julukan bagi para petani yang berada di bawah kekuasaan Kaisar Romawi
49
Koeksistensi Damai dalam Islam
orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)!’” (q.s. Ali-Imron:64). Ungkapan
serupa
juga
terdapat
dalam
surat
Rasulullah Saw. kepada Muqauqis, Pemimpin kaum Koptik di Mesir. Beginilah sikap politik Nabi Saw. terhadap negara-negara yang tidak menjadikan perang sebagai pola interaksi
dengan
kaum
Muslimin.
Beliau
cukup
menyampaikan seruannya yang penuh kedamaian kepada mereka. Penolakan mereka terhadap seruan ini tidak melahirkan dampak apapun. Namun, ketika Heraklius menyiapkan tentara untuk menyerang Madinah; kemudian mereka membunuh Harits bin Amr Al-Azdi, utusan Nabi Saw. kepada Raja Bishra, di Mu`tah, maka Rasulullah Saw. mengirimkan pasukan untuk melawan tentara Romawi dalam sebuah ekspedisi yang kemudian dikenal dengan nama “perang Mu`tah”. Heraklius tetap bersikeras dengan permusuhannya. Ia mengumpulkan pasukan di wilayah Balqa`, dekat Damaskus, untuk menyerang kota Madinah. Maka, Rasulullah Saw. keluar memimpin pasukan yang dikenal dengan pasukan “Al-`Usrah”. Setelah tiba di Tabuk, Beliau 50
Koeksistensi Damai dalam Islam
mengirimkan
surat
kepada
Kaisar
Romawi,
surat
pernyataan perang yang berbunyi: Dari Muhammad, utusan Allah Swt., kepada Penguasa Romawi… Saya mengajakmu untuk memeluk Islam. Jika engkau tunduk dan memeluk Islam, maka bagimu apa yang menjadi hak kaum Muslimin, dan atasmu apa yang menjadi kewajiban mereka. Jika engkau tidak mau memeluk Islam, maka bayarlah jizyah (upeti)! Karena Allah Swt. berfirman, “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah; tidak (pula beriman) kepada hari Kemudian; tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan RasulNya; tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah); yaitu orang-orang yang telah diberikan AlKitab kepada mereka; hingga mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.” (q.s. At-Taubah:29). Ayat ini turun setelah Heraklius berbuat curang. Ia mengaku telah masuk Islam, namun kemudian dia menyiapkan pasukan untuk menyerang kota Madinah sebanyak kedua kali. Maka, Allah Swt. memerintahkan kaum Muslimin untuk memerangi mereka. 51
Koeksistensi Damai dalam Islam
Bukti-bukti Sejarah Banyak bukti-bukti sejarah yang menegaskan prinsip koeksistensi damai dalam Islam; menegaskan bahwa nilai toleransi adalah ajaran Islam yang murni; serta menekankan
sikap
memberikan
maaf
ketika
ada
kemampuan. Di antaranya adalah peristiwa ketika Khalifah Umar bin Khatthab ra. memasuki Baitul Maqdis. Kejadian ini adalah gambaran indah tentang koeksistensi damai yang mengukuhkan kaidah hidup damai, toleransi keagamaan, peradaban dan kebudayaan. Khalifah Umar bin Khatthab ra. memasuki Baitul Maqdis. Beliau disambut oleh Patrick dan mengajaknya berkeliling mengitari seluruh penjuru kota hingga masuk ke dalam gereja Al-Qiyamah. Ketika waktu sholat tiba, Beliau berkata kepada Patrick, “Aku ingin melaksanakan sholat.” Patrick menjawab, “Sholatlah di tempatmu!” Pada saat itu, Beliau berada di tengah-tengah gereja. Khalifah Umar ra. menolak karena khawatir kaum Muslimin akan mengikutinya dan mengatakan, “Di sinilah, Umar bin Khatthab ra. melaksanakan sholat. Maka, kita dibenarkan untuk sholat di dalam gereja ini.” Bahkan, hal ini bisa menggiring mereka untuk menguasai gereja, menyalahi teks keputusan Khalifah Umar ra. untuk 52
Koeksistensi Damai dalam Islam
menghormati gereja-gereja mereka dan membiarkannya tetap berada dikuasai oleh mereka, dengan anggapan bahwa apa yang telah dilakukan oleh Khalifah Umar ra. atas persetujuan Patrick sebagai revisi terhadap teks perjanjian yang telah dibuatnya. Khalifah Umar bin Khattab ra. kemudian keluar dan melaksanakan sholat di tangga pintu gereja. Selesai melaksanakan sholat, beliau memerintahkan agar tidak didirikan sholat jama`ah di tempat itu dan tidak boleh ada dikumandangkan azan di dalamnya. Kemudian Beliau menuju As-Sakhrah dan membangun masjid Ash-Shakhrah di sana. (5) Hubungan Sosial dengan Kaum Non Muslim Islam mewajibkan hidup damai dengan seluruh umat manusia. Karena Allah Swt. Sang Maha Pencipta telah menetapkan bahwa perbedaan keyakinan, syarita dan bahasa adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan dunia. Oleh karena itu, Islam tidak mengingkari hak-hak kaum non muslim, meskipun mereka mengingkari syariat Islam. Karena yang melandasi koeksistensi damai (5)
Al-Mustasyar Ali Manshur, Asy-Syari`ah Al-Islamiyah wal-Qaanun Ad-dauly Al`Aam, Hal: 379 Dar El-Qalam, Cairo.
53
Koeksistensi Damai dalam Islam
adalah firman Allah Swt., “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (q.s. AlMumtahanah:8) Islam tidak hanya memberikan pengakuan akan hak-hak kaum non muslim dan tidak memaksa mereka untuk memeluk Islam. Namun, Islam juga memberikan kesempatan kepada mereka untuk memilih antara menerima hukum-hukum
Islam
atau
menggunakan
perundang-
undangan khusus mereka, baik yang berkaitan dengan hukum perdata sosial maupun yang lainnya. Kebebasan seperti ini yang tidak dapat kita jumpai dalam mayoritas negara-negara adikuasa saat ini. Sebagian perundangundangan modern mengambil pola otonomi undang-undang dan mengecualikan hal-hal yang berkaitan dengan masalah hukum perdata, meliputi hukum pernikahan, perceraian dan warisan; selanjutnya diserahkan kepada undang-undang yang berlaku dalam agama si istri atau si suami jika mereka berbeda agama. Syariat Islam sangat memuliakan agama lain; tidak hanya pada masalah perdata, melainkan pula seluruh hal 54
Koeksistensi Damai dalam Islam
yang berkaitan dengan keyakinan agama-agama tersebut. Islam tidak memaksa kaum non muslim untuk tunduk pada hukum Islam berkaitan dengan masalah hukum perdata sosial maupun kegiatan transaksi bisnis. Namun, Islam memberikan kebebasan memilih kepada kaum non muslim; jika mereka ingin bersandar pada hukum-hukum mereka; itu adalah hak mereka yang diboleh dihalang-halangi. Allah Swt. berfirman, “Bagi tiap-tiap umat diantara kamu, Kami telah menjadikan buat mereka aturan dan petunjuk hidup yang terang.” (q.s. Al-Maidah:48); juga berfirman, “dan hendaklah para pengikut Injil berhukum dengan apa yang telah diturunkan oleh Allah di dalamnya!” (q.s. Al-Maidah:47) Namun, apabila mereka memilih
hukum
memberikan
Islam,
ketentuan
maka
Islam
berhak
untuk
hukum
buat
mereka
atau
menolaknya. Di antara interaksi sosial yang diperkenankan oleh Islam adalah menjenguk kaum non muslim yang menderita sakit. Hal ini terkandung dalam firman Allah Swt., “…untuk berbuat baik dan berlaku adil kepada mereka…” (q.s. Al-Mumtahanah:8). Di antaranya pula yang diperkenankan adalah melayat jenazah mereka; menggunakan perabotan rumah 55
Koeksistensi Damai dalam Islam
tangga mereka; memakan hewan sembelihan para ahli kitab selama mereka tidak termasuk kelompok non muslim yang memerangi kaum muslim; membeli pakaian buatan mereka; menerima kesaksian mereka ketika seorang muslim melakukan
perjalanan
bersama
kaum
non
muslim,
kemudian ia berwasiat atau meminta dua orang dari mereka untuk menjadi saksi atas wasiatnya, menurut imam Ahmad dan lainnya. Selain itu, Islam juga membolehkan untuk meminta bantuan mereka dalam melakukan pekerjaan yang menjadi keahlian mereka; untuk menerima dan saling bertukar hadiah dengan mereka. Kemoderatan Islam dan Nilai Koeksistensi Damai. Islam datang dengan nilai kemoderatan yang seimbang dan mencakup seluruh aspek kehidupan. Allah Swt. berfirman, “Demikianlah, Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) sebagai umat yang adil (moderat) agar kamu menjadi saksi atas seluruh (perbuatan) manusia, dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.” (q.s. Al-Baqarah:143) Kemoderatan ini mencakup kemoderatan dalam syiar, hukum peradilan, kebajikan, tempat dan masa. 56
Koeksistensi Damai dalam Islam
Terdapat beberapa ayat yang menjelaskan tentang hal ini, di antaranya adalah: 1. Al-wasathiyah (kemoderatan) bermakna sikap yang adil; sebagaimana dalam firman Allah Swt., “…maka damaikanlah antara keduanya dengan tindakan yang adil dan hendaklah kamu berlaku adil!” (q.s. AlHujurat:9). Sikap adil adalah perkara yang dituntut dalam kehidupan seluruh umat manusia, apapun agama, keyakinan dan kebudayaan mereka. 2. Kemoderatan berarti kebebasan memeluk sebuah keyakinan. Allah Swt. berfirman, “Dia-lah yang telah menciptakan kamu, kemudian di antara kamu ada yang kafir dan ada pula yang beriman.” (q.s. At-Taghabun: 2); juga firman-Nya, “Maka, barangsiapa berkenan (untuk beriman), hendaklah dia
beriman; dan
barangsiapa berkehendak (untuk kafir), maka biiarlah ia bersikap kafir.” (q.s. Al-Kahfi:29). Semua ini merupakan isyarat agar terwujud sikap hidup damai antara sesama masyarakat dan bangsa. 3. Kemoderatan
juga
bermakna
kesatuan
nilai
kemanusiaan. Allah Swt. berfirman, ”(Hai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu berasal dari seorang laki-laki dan seorang perempuan; 57
Koeksistensi Damai dalam Islam
kemudian menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan berkabilah-kabilah, supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu dan di sisi Allah, adalah orang yang paling taqwa di antara kamu.” (q.s. Al-Hujurat:13). Dalam suatu riwayat, Rasulullah Saw. bersabda, “…dan aku bersaksi bahwasa seluruh manusia adalah bersaudara.” (h.r. Abu Daud: 2/8) Persaudaraan dan sikap saling mengenal ini merupakan sebuah keharusan dalam sebuah koalisi dan kebersamaan
dalam
satu
wilayah,
negara
dan
persaudaraan sesama manusia. Hal inilah yang menegaskan urgensi hidup damai antara kelompokkelompok yang berserikat; di mana kehidupan mereka tidak akan terwujud dengan baik tanpa nilai toleransi dalam bertransaksi jual-beli, memberi atau meminta keputusan,
saling
bertukar
manfaat,
hak-hak
bertetangga dan bersatu untuk melakukan perkara yang mengandung kebaikan sosial. Hal ini juga menyeru kita untuk melakukan kajian guna
mencari
titik-titik
persamaan
dan
saling
bekerjasama untuk mewujudkannya; seperti: nilai keadilan, kesetaraan dan kebebasan. 58
Koeksistensi Damai dalam Islam
Rasulullah Saw. bersabda, “Jikalau aku diundang untuk menghadiri perjanjian “hilful-fudhul” pada masa Islam, aku pasti mendatanginya.” Perjanjian yang beliau maksudkan adalah perjanjian yang dideklarasikan oleh kaum jahiliyah --sebelum masa Islam-- untuk membantu orang-orang yang terzalimi, menyelamatkan
orang-orang
yang
mengalami
penderitaan dan memberikan suka bagi orang yang memerlukannya. 4.
Kemoderatan Islam dalam hidup damai menuntut kita untuk tidak melakukan generalisasi dengan menjadikan seluruh elemen menjadi satu corak. Karena tiap-tiap bangsa dan negara memiliki perbedaan. Satu pihak bukan satu corak yang pihak yang lain. Namun, kita berinteraksi dengan mereka sebagai sebuah wilayah atau komunitas besar yang mungkin berkomunikasi secara objektif dengan mereka, untuk menjaga kemaslahatan dan manfaat bersama, jauh dari sikap memihak atau zalim guna terwujudnya keamanan dan perdamaian dunia.
***** 59
Peran Islam dalam Mempromosikan Aliansi Peradaban
Bab III Peran Islam dalam Mempromosikan Aliansi Peradaban Dialog Peradaban pada Masa Rasulullah Saw. Allah Swt. mengutus Rasulullah Saw. dengan risalah terakhir yang sempurna; membekalinya dengan piagam ketuhanan (kitab suci) yang tinggal satu-satunya di muka bumi, yang membenarkan seluruh syariat risalah nabi-nabi terdahulu. Kitab suci (Alquran) ini menjelaskan pokok-pokok kepemimpinan guna meletakkan asas-asas keamanan,
pilar-pilar
ketenteraman
dan
titik
tolak
perdamaian; untuk mengembalikan seluruh manusia pada satu asal yang sama. Di samping itu, Alquran juga menggariskan tugas-tugas bersama bagi manusia dalam melakukan pembangunan. Allah
Swt.
berfirman,
“Dia
(Allah)
telah
menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu sebagai pemakmurnya.” (q.s. Hud:61) 60
Peran Islam dalam Mempromosikan Aliansi Peradaban
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka mengabdi (menyembah) kepada-Ku.” (q.s. Ad-Dzariyat:56). Piagam Tuhan yang terakhir ini, yang penjagaannya dijamin langsung oleh Allah Swt., menjelaskan bahwasanya bumi adalah rumah bagi seluruh umat manusia dengan martabatnya sebagai manusia, bukan sebagai hal yang lain. Terdapat keanekaragaman rakyat dalam negara Islam pertama pada masa Rasulullah Saw.. Piagam Madinah, undang-undang negara Islam pertama yang berdiri di kota Madinah pasca peristiwa hijrah, mencakup hak-hak dan kewajiban seluruh rakyatnya yang majemuk, serta mencakup pola hubungan dan rujukan utama mereka. Di antara pasal piagam ini berbunyi: “Kabilah-kabilah kaum muslimin terdiri dari berbagai lapisan yang berbeda; kaum yahudi bersama kaum Mukminin juga lapisan masyarakat yang
berbeda. Masing-masing memiliki
agama. Namun, semuanya adalah satu umat yang harus terjalin sikap saling menanggung, menolong, berbuat kebaikan serta jauh dari tindakan dosa. Manakala terjadi perselisihan dan perdebatan, maka rujukan utama (untuk menyelesaikannya) adalah kembali kepada Allah Swt. dan Nabi Muhammad Saw.”; yakni: Al-quran dan Sunnah. 61
Peran Islam dalam Mempromosikan Aliansi Peradaban
Koeksistensi Peradaban. Solusi yang diberikan Islam terhadap keberagaman peradaban, budaya dan agama adalah menerapkan prinsip koeksistensi damai antar semua elemen, hingga Allah Swt. mengumpulkan seluruh manusia kelak pada hari kiamat kemudian memutuskan perkara yang mereka perselisihkan. Allah Swt. berfirman, “Jikalau Tuhanmu menghendaki, pastilah seluruh manusia di muka bumi ini beriman (kepada Allah). Maka, apakah kamu (hendak) memaksa manusia agar mereka semua beriman?” (q.s. Yunus:99); “Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami telah membuat (bagi mereka) aturan dan petunjuk hidup. Seandainya Allah berhendak, pasti Dia menjadikan kamu semua sebagai satu umat (saja); tetapi Dia hendak menguji kamu dalam hal-hal yang Dia anugerahkan kepadamu. Maka,
berlomba-lombalah
untuk
berbuat
kebajikan!
Hanyalah kepada Allah kamu semua akan kembali; kemudian Dia akan memberitahukan kepadamu seluruh perkara
yang
telah
kamu
perselisihkan.”(q.s.
Al-
Maidah:48). “Jika mereka membantahmu, maka katakanlah, ‘Allah lebih mengetahui terhadap apapun yang kamu 62
Peran Islam dalam Mempromosikan Aliansi Peradaban
kerjakan. Pada hari kiamat, Allah akan memutuskan perkara-perkara yang kalian perselisihkan.” (q.s. AlHajj:68-69). Bahkan, Islam mengajarkan seluruh kaum Muslimin tentang etika berdialog dengan pihak-pihak yang berbeda keyakinan (akidah) dan menuduh Islam serta kaum muslimin telah bertindak jahat karena meninggalkan penyembahan berhala dan menyeru beriman kepada Allah Swt. Yang Maha Esa. Islam juga mengajarkan kaum muslimin agar tidak membantah tuduhan ini dengan hal (tuduhan) yang serupa, melainkan dengan jawaban atau bantahan
yang
lebih
baik.
Allah
Swt.
berfirman,
“Katakanlah (wahai Muhammad), ‘Kamu tidak akan ditanya (bertanggung jawab) tentang dosa yang telah kami lakukan; dan Kami juga tidak akan ditanya tentang apa yang kalian lakukan.’” Katakanlah (pula), “Tuhan kita akan
mengumpulkan
kita
semua,
kemudian
Dia
memberikan keputusan di antara kita dengan benar; Dialah
Sang
Maha
pemberi
keputusan
lagi
Maha
Mengetahui.” (q.s. Saba’: 25-26) Islam bahkan memerintahkan kaum Muslimin untuk menjalin kerjasama dalam perkara yang mengandung 63
Peran Islam dalam Mempromosikan Aliansi Peradaban
kebaikan dan manfaat bagi umat manusia, termasuk ketika terjadi tindakan penganiayaan. Ketika kaum Quraisy mencegah kaum Muslimin untuk menunaikan umrah ke Baitullah, turunlah firman Allah Swt., “Janganlah sekalikali kebencian kepada suatu kaum yang telah menghalangi kalian untuk memasuki Masjidil haram, mendorongmu untuk berbuat aniaya (terhadap mereka)! Saling tolongmenolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan ketakwaan; dan janganlah saling tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan!” (Al-Maidah: 2). Setelah Allah Swt. memberikan kekuasaan kepada Nabi Muhammad Saw., beliau berinteraksi damai dengan negara-negara yang sudah berdiri pada masa itu. Pasca kesepakatan gencatan senjata dengan kaum Musyrikin Makkah, beliau mengirimkan surat kepada para raja dan pemimpin, sebagai gambaran dan contoh berinteraksi dengan kelompok yang tidak memusuhi. Allah Swt. berfirman,
“Katakanlah,
‘Hai
Ahli
Kitab,
marilah
(berpegang trguh) pada satu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara Kami dan kalian, yaitu kita tidak menyembah kecuali kepada Allah, tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain 64
Peran Islam dalam Mempromosikan Aliansi Peradaban
Allah!’ Jika mereka berpaling, maka Katakanlah kepada mereka, "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)!’” (Ali Imron: 64) Di antara mereka adalah Raja Muqauqis, pemimpin Kaum Kristen koptik di Mesir. Sebagai jawaban, Maqauqis mengirimkan berbagai macam hadiah berupa: pakaian mewah, hewan tunggangan untuk Rasulullah Saw. Di samping itu, Muqaiqis juga memberikan dua orang wanita muda yang memiliki kedudukan penting di kalangan Kristen koptik untuk melayani beliau. Nabi Saw. menerima hadiah tersebut sebagai penghormatan atas kecintaan ini. Islam memberikan pengakuan terhadap agamaagama lain dan hak-hak kaum non muslim. Islam menjalin hubungan
dengan
mereka
di
atas
landasan
hidup
berdampingan secara damai, baik di negeri dan wilayah yang berhasil ditaklukkan oleh kaum muslimin maupun negara-negara tetangga. Allah Swt. berfirman, “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama, dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah mencintai
orang-orang
yang
Mumtahanah:8) 65
berlaku
adil.”
(Al-
Peran Islam dalam Mempromosikan Aliansi Peradaban
Islam menjadikan sikap ridha dan kepuasan sebagai jalan untuk memasuki Islam. Oleh karena itu, Allah Swt. melarang sikap pemaksaan dan tekanan. Allah Swt. berfirman, “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); karena sesungguhnya jalan kebenaran telah menjadi nyata (sehingga bisa dibedakan) dari jalan kesesatan.” (Al-Baqarah:256) Allah Swt. juga berfirman, “Serulah (manusia) menuju jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik; bantahlah mereka dengan cara yang terbaik! Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya; dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (An-Nahl:125) Islam memberikan jaminan terhadap hak-hak kaum minoritas yang hidup dalam masyarakat muslim, “Hak mereka adalah apa yang menjadi hak kita; kewajiban mereka adalah kewajiban kita.” Bahkan, Dinasti (khilafah) Utsmaniyah kewarganegaraan
mengeluarkan pada
19
Januari
undang-undang 1869
M.
yang
membatalkan pemisahan antara kaum Muslimin dan kaum kafir dzimmi, yang menetap di negara Islam dan tunduk di 66
Peran Islam dalam Mempromosikan Aliansi Peradaban
bawah peraturan Islam); sehingga semuanya menjadi satu warga negara. Globalitas Islam dan Aliansi Peradaban Islam mampu untuk memasuki bangsa-bangsa menyembah berhala melalui gerakan penaklukkan dan dakwah yang luas. Sedangkan kaum ahli kitab, Islam memasuki mereka melalui perjanjian perlindungan dan hidup damai beserta kaum muslimin. Islam eksistensi kebangsaan
mereka,
ritual-ritual
keagamaan
dan
kebudayaan mereka. Kaum muslimin mampu merangkum nilai pluralitas agama, budaya dan peradaban dalam bingkai “globalitas ajaran Islam”. Nilai globalitas Islam terus aktif dan bekerja di atas nilai pluralitas. Setelah mengakui adanya nilai pluralitas, Islam kemudian mendorongnya menuju prinsip globalitas, agar berubah menjadi faktor pemicu dalam mengikat keberagaman manusia yang positif di bawah naungan hidayah Allah dan agama yang benar. Islam datang untuk memerdekakan bangsa-bangsa. Sejarah tidak pernah mencatat satu peristiwa pun di mana kaum muslimin membunuhi penduduk wilayah yang telah ditaklukkannya. Justeru sebaliknya, penduduk wilayah yang berhasil ditaklukkan turut bergabung bersama kaum 67
Peran Islam dalam Mempromosikan Aliansi Peradaban
Muslimin untuk melawan para penguasa mereka. Karena Islam telah membebaskan mereka dari para penguasa mereka yang zalim. Dengan begitu, Islam telah membangun koalisi peradaban pertama yang berskala global untuk melawan kezaliman dan para penguasa yang diktator, koalisi perbadaban yang berlandaskan asas keadilan dan komitmen dengan ajaran kitab samawi. Kekhalifahan Islam menjadi pemahaman baru bagi umat manusia; tampil sebagai sebuah kepemimpinan yang menjalankan peran kesultanan dan dalam bentuk sebuah pemerintahan.
Kendati
begitu,
kekhalifahan
Islam
melampaui kekurangan sistem kesultanan, mengungguli batas teritorial kekuasaannya, mengalahkan kekuatan dan ajarannya. Selanjutnya kekhalifahan Islam menjadi model pemerintahan alternatif yang menggantikan sikap egoistis dan dominasi penguasa. Allah Swt. berfirman, “Kamu sekali- kali bukanlah seorang pemaksa terhadap mereka.” (q.s. Qaaf:45); juga berfirman, “Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka.” (q.s. Al-Ghasiyah:22) Maka
kemudian,
pemerintah
Islam
menjalin
keserasian peradaban global yang di dalamnya, dibagikan zakat bagi orang-orang non muslim yang hati-hati mereka terjalin baik dengan kaum muslimin. Entitas Islam 68
Peran Islam dalam Mempromosikan Aliansi Peradaban
merupakan entitas pertama yang berhasil merangkul seluruh lapisan bangsa, setelah kehidupan manusia terceraiberai oleh hegemoni peradaban Yunani dan Romawi. Pernah terjadi dialog peradaban terbesar antara peradaban Islam dengan peradaban masa lalu; yang dilakukan oleh kaum Kristen Arab di Syam, berpusat di kota Raha dan Nisisbis; juga di kota Baghdad, di “Diwan Al-Hikmah” yang didirikan oleh Khalifah Al-Ma`mun sebagai pusat terjemah terbesar yang pernah dicatat oleh sejarah. Para penerjemah “Diwan Al-Hikmah” pada masa itu berbicara dengan bahasa Arab, beragama Kristen, tetapi memiliki wawasan kebudayaan Islam. Pada akhir masa keemasan peradaban Islam, pada abad 7 H. / 13 M., dimulailah kegiatan penerjemahan kitabkitab berbahasa Arab ke bahasa latin, di kota Qalaiqilah, Badou, Marmu dan Konstantinopel. Bahkan, bahasa Arab menjadi bahasa resmi kenegaraan pada masa Frederick II yang pernah dituliskan sebuah buku oleh seorang pemikir Islam terkemuka, Ibnu Sab`in, yang berjudul “Al-Masail As-Shaqliyah” sebagai jawaban atas beberapa pertanyaan dalam bidang filsafat. Hal ini berdampak pada berkembangannya ilmu barat modern, seperti: ilmu matematika, teknik, astronomi, 69
Peran Islam dalam Mempromosikan Aliansi Peradaban
ilmu alam, fisika, kimia, farmasi, ilmu tentang tumbuhan dan binatang. Pada masa ini pulalah, berhasil diterjemahkan kitab “Al-Jabr wal-Muqaabalah” karya Al-Khawarizmi; “Al-Munaadzir” karya Hasan bin Haitsam dan catatancatatan Ibnu Hayan dalam bidang kimia; dan lain sebagainya. Organisasi Internasional dan Dialog Peradaban Pada tahun 2001, mantan Presiden Iran, Muhammad Al-Khatami, mengusulkan agar PBB segera melaksanakan langkah pertama dengan menyebut tahun 2001 sebagai “tahun dialog peradaban”, dengan harapan dialog ini dapat mewujudkan mewujudkan
langkah-langkah keadilan,
terpenting
kebebasan
global;
dalam dalam
mengukuhkan proses koordinasi dan kerjasama dalam bidang budaya, ekonomi, politik, asas kebebasan, keadilan dan hak asasi manusia. Usulan ini mendapatkan sambutan besar
oleh
dunia
internasional.
Setelah
itu,
diselenggarakanlah berbagai macam konferensi untuk menyerukan dialog peradaban. Pada tahun 2007, PBB membuat program-program strategis untuk membangun aliansi peradaban. Kebijakan ini lahir karena PBB menemukan hal terburuk yang dialami oleh peradaban 70
Peran Islam dalam Mempromosikan Aliansi Peradaban
dunia adalah kesalahan sikap politisasi terhadapnya; di mana yang seharusnya peradaban menjadikan faktor pemersatu dan pertemuan bangsa-bangsa dalam aspek budaya dan peradaban, namun kemudian menjadi objek politisasi dan masuk ke dalam wilayah pembuatan sebuah kebijakan politik. Sebagai contoh, teori “Clash of civilization” yang dilontarkan oleh Samuel Huntington dan teori
“End
of
Civilization”
yang
dilontarkan
oleh
Fukuyama. Pada bulan November 2001, Liga Arab menyerukan untuk diadakan konferensi dan dialog peradaban dengan tema “Menjalin Komunikasi, bukan Berseteru”. Ada beberapa upaya dilakukan untuk melakukan dialog, seperti: “Dialog
Arab
Jerman”
yang
diselenggarakan
oleh
Sekretariat Jenderal Liga Arab pada bulan Februari 2002. Sebagaimana pula, dialog peradaban dijadikan sebagai salah satu agenda konferensi Liga Arab ke-119 yang dilaksanakan pada bulan Maret 2003. “Hilful-Fudhul” Global dalam Mewujudkan Aliansi Peradaban Kita
mungkin
bertanya,
mungkinkah
terjalin
“Hilful-Fudhul” Global yang baru sebagai reinkarnasi 71
Peran Islam dalam Mempromosikan Aliansi Peradaban
Hilful-Fudhul yang pernah terjalin pada masa jahiliyah dulu? Mungkinkah terwujud kembali Hilful Fudhul yang Rasulullah Saw bersabda tentangnya, “Andaikata aku diundang untuk menghadiri “hilful-fudhul”, pastilah aku menghadirinya.”? Jawaban pertanyaan ini tidaklah sulit. Jikalau seluruh
umat
manusia
menyepakati
beberapa
nilai
kemudian saling tolong-menolong dalam mewujudkannya, hal ini bisa menjadi prolog bagi program aliansi peradaban baru. Kami mengusulkan langkah-langkah berikut sebagai bentuk strategi global yang berlandaskan nilai: 1. Menegakkan nilai keadilan. 2. Menghormati hak asasi manusia (kebebasan berfikir, mengemukakan
pendapat,
menganut
keyakinan,
demokrasi dan lain sebagainya). 3. Menghormati ekslusifitas budaya suatu bangsa. 4. Menghormati hak kemerdekaan suatu bangsa. 5. Menghapuskan penjajahan dan saling tolong-menolong dalam memusnahkannya. 6. Membela hak suatu bangsa dalam menentukan langkah masa depannya.
72
Peran Islam dalam Mempromosikan Aliansi Peradaban
7. Membela hak-hak manusia berkaitan dengan pangan, sandang, tempat tinggal, pendidikan, kesehatan dan hak hidup yang terhormat. Dalam mewujudkan dan mengukuhkan nilai-nilai di atas dalam kehidupan global, menuntut beberapa program dan agenda, di antaranya menurut kami: 1. Memurnikan kurikulum pendidikan dari hal-hal yang melahirkan pandangan buruk tentang bangsa lain, meluruskan kesalahan-kesalahan yang berkaitan dengan sejarah
dan
pemahaman-pemahaman
yang
keliru
tentang kurikulum tersebut. 2. Membuat strategi budaya global yang mengukuhkan kesamaan nilai-nilai kemanusiaan antar bangsa dan menjauhkan
hal-hal
yang
dapat
menimbulkan
perselisihan. 3. Membuat
strategi
media
global
yang
dapat
mempersiapkan dunia untuk mengukuhkan aliansi peradaban membangun,
antar
sesama
bukan
yang
bangsa
(strategi
yang
menghancurkan;
yang
menyatukan, bukan yang memecah belah).
73
Peran Islam dalam Mempromosikan Aliansi Peradaban
4. Membuat kurikulum-kurikulum tentang kebudayaan, pendidikan dan media yang dapat mengukuhkan budaya dialog dan perdamaian dengan bangsa lain. 5. Menebarkan wawasan perdamaian dan nilai toleransi di antara seluruh umat manusia. Metodologi Dialog Peradaban Pergerakan semua risalah (agama) samawi penuh dengan dialog peradaban antara para Nabi dan kaum mereka yang tidak beriman. Alquran memuat beberapa contoh dialog tersebut yang selanjutnya menjadi landasan dan acuan dialog peradaban. Di antara dialog terpenting yang diabadikan oleh Alquran adalah: dialog Nabi Nuh a.s. dengan kaumnya, dialog Nabi Ibrahim a.s. dengan kaumnya dan Raja Namrudz, dialog Nabi Musa a.s. dengan Fir`aun dan Kaum Bani Israil, dialog Nabi Isa a.s. dengan kaumnya dan dengan kaum Hawariyun(1), dialog Nabi Musa a.s. dengan seorang hamba Allah yang soleh, Khidhir a.s.. Selain itu, Alquran juga menceritakan tentang dialog Nabi Muhammad Saw. dengan kaumnya dan beberapa individu lainnya. Sejarah hidup (siroh) Nabi Saw. (1)
Kaum Hawariyun adalah kaum yang beriman kepada Nabi Isa. a.s., mengikuti ajarannya dan mendukung dakwahnya
74
Peran Islam dalam Mempromosikan Aliansi Peradaban
banyak memberikan gambaran dan contoh dialog Nabi Saw. dengan para penganut keyakinan lain, seperti dialog Beliau dengan kaum Kristen Najran, kaum Kristen Ethiopia, komunitas Yahudi Madinah, kaum musyrik Suku Quraisy dan kabilah-kabilah Arab yang lain. Bahkan, Rasulullah Saw. berkoalisi dengan kaum Yahudi Madinah untuk membela masyarakat Madinah yang baru. Beliau membuat kontrak perjanjian dan piagam perdamaian bersama
mereka,
untuk
memberikan
contoh
menghargai kesamaan peradaban, kendati agama
dalam dan
keyakinan berbeda-beda. Tujuan dan Maksud Dialog Peradaban 1. Merealisasikan Misi Kemakmuran. Lingkup pembicaraan dalam dialog peradaban terbatas pada masalah-masalah bersama umat manusia, seperti kerjasama dalam mewujudkan kehidupan yang mulia bagi seluruh umat manusia, yaitu hal yang diungkapkan
oleh
Alquran
dengan
sebutan
misi
kemakmuran. Allah Swt. berfirman melalui lisan Nabi Shalih a.s. ketika berkata kepada kaumnya, “Dialah (Allah) telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu sebagai pemakmurnya.” (Hud:61). 75
Peran Islam dalam Mempromosikan Aliansi Peradaban
Mencari kemakmuran dan kehidupan yang mulia adalah misi utama yang mungkin bagi seluruh umat manusia untuk bersatu, dengan segala yang bermakna kebersamaan dan saling tolong-menolong di atas tapak kesetaraan umat manusia, tanpa memperhatikan hegemoni kekuasaan atau pandangan tertentu terkait dengan kekuatan militer, politik dan ekonomi. Sebab hegemoni kekuasaan dan upaya dialog peradaban tidak akan pernah bertemu; masing-masing mempunyai ruang lingkup tersendiri. 2. Menegakkan Keadilan dan Menumpas Kezaliman. Mewujudkan keadilan dan menumpas kezaliman merupakan
tujuan
terpenting
dalam
setiap
dialog
peradaban. Karena tersebarnya kezaliman adalah faktor utama bagi hilangnya keadilan, perdamaian dan rasa aman umat manusia. Bahkan, kezaliman bisa memicu lahirnya kebencian, permusuhan dan tindakan keji terhadap orang lain. 3. Melahirkan
Rasa
Kesepahaman
antar
Penganut
Peradaban. Pemahaman setiap peradaban termasuk tujuan terpenting dari dialog peradaban. Pemahaman ini dapat 76
Peran Islam dalam Mempromosikan Aliansi Peradaban
dihasilkan melalui beberapa mekanisme tertentu dalam lingkup metodologi yang disampaikan oleh DR. Saad bin Ali Asy-Syahrani dalam studi ilmiahnya tentang “AlHiwaar Fil-Qur`an was-Sunnah wa Ahdafuhu” (Dialog dalam Alquran dan Sunnah, berserta tujuannya), yaitu: Pertama: melakukan kajian kritis terhadap setiap peradaban melalui sumber-sumbernya yang asli, tanpa ada pihak mediator. Sebab mediator terkadang memiliki ambisi politik atau kepentingan ekonomi. Sepanjang sejarah, mediator menjadi penghalang untuk memahami bangsa lain, disebabkan oleh ambisi dan kepentingan pihak mediator. Kedua: kajian harus berlandaskan pada pandangan dan hasil penelitian pihak mayoritas; bukan berdasarkan pendapat-pendapat yang lemah dan menyimpang. Sebab pendapat yang lemah atau menyimpang, tidak bisa dijadikan standar untuk menyatakan maksud secara keseluruhan. Hal ini telah digambarkan oleh Imam AsySyathibi, “Kaidah Kulliyah (kaidah-kaidah pokok yang utama)
tidak
dapat
dirusak
oleh
permasalahan-
permasalahan personal dan hal-hal yang bersifat langka (tidak umum).” 77
Peran Islam dalam Mempromosikan Aliansi Peradaban
Ketiga:
membandingkan
permasalahan-
permasalahan yang sejenis dan setara saja. Hal pokok dalam sebuah peradaban tidak boleh dibandingkan dengan perkara cabang dalam peradaban yang lain. Keempat: masalah-masalah yang didialogkan harus memiliki jenis dan karakter yang sama; hal-hal yang bersifat teoritis tidak bisa dibandingkan dengan masalah yang bersifat aplikatif, atau sebaliknya. 4. Bekerjsama
dalam
merealisasikan
kemaslahatan
bersama dan membela nilai-nilai yang mulia. Di
antara
tujuan
dialog
peradaban
adalah
merealisasikan kemaslahatan bersama antar pemeluk agama atau peradaban. Prinsip ini telah dilaksanakan oleh Rasulullah Saw. bersama kaum Yahudi di kota Madinah. Beliau menjalin kesepakatan dengan mereka untuk saling membantu dalam melakukan kebajikan, menjaga nilai kehormatan, mencegah tindakan kezaliman, menetapkan kesetaraan hak dan kewajiban seluruh penduduk Madinah. Beliau juga menjalin koalisi dengan kabilah-kabilah Arab untuk
mewujudkan
kerjasama
perdamaian
dan
kemanusiaan, yang saat ini dikenal dengan istilah “koeksistensi damai”. 78
Peran Islam dalam Mempromosikan Aliansi Peradaban
Selain itu, di antara faktor yang menuntut kerja sama ini adalah kepentingan untuk menolak segala kemudaratan, kemiskinan
seperti dan
menuntaskan
kebodohan;
pengangguran,
menghilangkan
fitnah
perpecahan etnis; menolak peperangan; dan menentang hegemoni global. Prof. DR. Umar Jaidal, salah satu guru besar pemikiran Islam di Universitas Al-Jazair, menyatakan, “Realita
menuntut
para
pemikir
humanisme
untuk
menentukan batasan minimal bagi unsur-unsur yang harus disepakati oleh seluruh manusia, sebagai komunalisme peradaban. Hal ini bukanlah hal yang mustahil; khususnya dalam iklim yang diselimuti oleh tekad kuat untuk menekankan nilai globalisasi yang bersifat membentur dan bersaing,
sebagai
tahapan terpenting
dalam sejarah
kemanusiaan.” Ketika kita, sebagai kaum muslimin, menyeru untuk melakukan dialog dan aliansi peradaban, pada hakikatnya kita menghormati ekslusifitas keyakinan setiap agama. Adapun yang saat ini dikenal dengan istilah “konvergensi agama”, maksudnya adalah menjalin kerja sama antar agama dalam menerapkan nilai-nilai kebersamaan, seperti nilai-nilai humanisme yang universal dan perilaku-perilaku 79
Peran Islam dalam Mempromosikan Aliansi Peradaban
bersama yang dapat membantu terwujudnya koalisi antar bangsa dan peradaban. Sebagai
kaum
Muslimin,
kita
menghormati
perbedaan dan meyakini prinsip kebebasan beragama. Namun, kita tidak berpendapat bahwa seluruh agama yang ada saat ini adalah satu, atau berada dalam wadah yang sama, selaras dengan karakter perbedaan umat manusia. Kita percaya bahwa alam semesta ini diciptakan dalam keberagaman; yakin bahwa seruan menyatukan semua agama adalah jalan menuju konflik peradaban (clash of civilization). Oleh karena itu, hendaklah setiap pemeluk agama beriman
dengan
keyakinan
yang
ia
miliki,
tanpa
menjadikan hal itu sebagai upaya konvergensi agama. Karena setiap pemeluk agama memiliki ajaran-ajaran dogmatis yang tidak bisa ditinggalkan. Jika hal-hal dogmatis dihilangkan, ini termasuk pengkhianatan terhadap keyakinan mereka. Hendaklah setiap orang mukmin tetap berpegang teguh dengan keyakinannya! Karena dialog yang terjadi bukan antar agama, melainkan antar pemeluk agama dan penganut peradaban. 80
Peran Islam dalam Mempromosikan Aliansi Peradaban
Asas dan Kaidah Dialog Peradaban Agar dapat memberikan hasil dan mencapai tujuan yang diinginkan, maka dialog harus terbangun di atas asas dan kaidah-kaidah berikut ini: 1. Berdialog dengan hati terbuka. 2. Tidak menuduh lawan dialog memiliki tujuan negatif. 3. Memahami pihak lain dengan baik sesuai dengan apa yang ingin ia sampaikan. 4. Menjauhi tindakan merendahkan dan bersikap tidak baik. 5. Tidak berlebih-lebihan. 6. Berterus terung dengan sikap yang bijaksana. 7. Waspada terhadap intrik musuh dan para mediator. 8. Mengakui hak kebebasan berpikir bagi seluruh pihak yang berdialog. 9. Kedua belah pihak mempunyai hak kebebasan berfikir. 10. Konsentrasi untuk mendiskusikan metode berfikir sebelum mendiskusi hal-hal yang bersifat cabang. 11. Menjauhi iklim dan sikap emosional; senantiasa berdialog dengan penuh hikmah dan ungkapanungkapan yang baik. 12. Fokus pada poin-poin yang disepakati dan bertukar pendapat tentang hal-hal yang diperselisihkan. 81
Peran Islam dalam Mempromosikan Aliansi Peradaban
13. Konsisten dengan kaidah objektifitas dalam membahas poin-poin yang diperselisihkan. 14. Menekankan independensi pihak-pihak yang berdialog dan rasa tanggung jawab terhadap ide masing-masing. 15. Tidak mencari-cari kesalahan yang lahir dari sikap emosi selama dialog berlangsung. Syarat-syarat Dialog Peradaban Seorang pemikir muslim, DR. Muhammad Salim Al-`Awa, meletakkan 4 syarat untuk sebuah dialog peradaban, yaitu: Pertama:
mengakui
eksistensi
lawan
dialog.
Maksudnya bukan hanya sekedar meyakini keberadaannya dalam kehidupan ini, melainkan menerima keberadaan dirinya; menghargai segala urusannya yang bersifat eksklusif
dan
tidak
boleh
bagi
orang
lain
untuk
merubahnya; mengakui aspek-aspek yang menjadi pilar penunjang kehidupannya; dan mengakui haknya untuk menjaga pilar-pilar tersebut kemudian mewariskannya kepada generasi-generasi berikutnya. Kedua: Saling bertukar peradaban. Maksudnya adalah
masing-masing
menyampaikan
pihak
pendapat
dan
82
memiliki sikapnya
hak
untuk
terhadap
Peran Islam dalam Mempromosikan Aliansi Peradaban
permasalahan pendapat
yang
atau
keyakinan
sikap
atau
sedang
didiskusikan;
tersebut
kebiasaan
meskipun
bertentangan
pihak
yang
dengan
lain,
atau
bertentangan dengan apa yang ia serukan dan ditentang oleh pihak yang lain. Ketiga: dialog
tentang
berkesinambungan; masalah
maksudnya
peradaban
tidak
adalah mungkin
memberikan manfaat hanya dalam satu pertemuan yang sangat singkat. Oleh karena itu, dialog harus terus berkesinambungan sehingga satu pihak mempu memahami peradaban lain dengan lebih mendalam dan lebih baik. Keempat: lingkup pembahasan dialog harus seputar wawasan yang diungkapkan oleh peradaban-peradaban yang berbeda-beda, dan seputar aktivitas dan perilaku manusia yang memiliki wawasan tersebut. Batasan-batasan Dialog Peradaban dan Perbedaanperbedaan Agama Dialog peradaban memiliki batasan-batasan yang harus dipatuhi dan dijalani; di antaranya yang terpenting adalah: 1. Melepaskan diri dari arus kepentingan politik 83
Peran Islam dalam Mempromosikan Aliansi Peradaban
Di antara batasan-batasan dialog peradaban adalah terbebas dari arus kepentingan-kepentingan politik dan terlepas dari kendali dan kekangan penguasa. Sebagaimana pula, sibuk dengan perbedaan-perbedaan beragama dapat menjadi penghalang terwujudnya dialog peradaban. Seluruh manusia tidak mungkin tergabung dalam satu agama; karena Allah Swt. menciptakan mereka memiliki keyakinan yang berbeda-beda. Maka, perbedaan agama tidak boleh menjadi tema pembahasan dialog, kecuali jika dimaksudkan untuk sekedar bertukar pengetahuan. 2. Memusatkan
pikiran
dan
fokus
pada
upaya
penyelesaian konflik pemikiran. 3. Fokus untuk mencapai tujuan dialog dan diskusi ilmiah; dengan tidak menjadikan dialog hanya sebagai retorika di atas mimbar atau adu kemahiran bermain kata-kata. 4. Jika terdapat perbedaan pendapat dalam berdialog, hendaklah tidak memicu perpecahan dan hendaklah disandarkan pada prinsip dan pemikiran, bukan pada figur atau lembaga. 5. Berpegang teguh dengan hal-hal pokok yang tidak bisa berubah dan memahami tujuan dialog antar agama. Karena di balik dialog terdapat maksud-maksud yang 84
Peran Islam dalam Mempromosikan Aliansi Peradaban
tersembunyi. Dialog dengan penganut agama lain bukanlah tujuan. Di samping itu, dalam dialog harus tersedia kesempatan yang sama dalam berdialog. Etika Dialog Peradaban 1. Bersikap sabar dan berlapang dada. 2. Memahami martabat orang yang menjadi teman dialog, baik martabat ilmiah maupun etika; seperti yang terlihat dalam dialog Nabi Musa a.s. dengan Hidhir a.s. 3. Dialog harus terbebas dari pengaruh-pengaruh subjektif dan emosi; seperti dalam dialog Nabi yusuf a.s. dengan kerabat istri Aziz, Perdana Menteri Kerajaan Mesir; dimana akal dan bukti yang menjadi hakim, bukan faktor subjektif terhadap kerabat. 4. Jujur dan ikhlas. 5. Tunduk pada kebenaran dan mau menerimanya. 6. Menjauhi sikap yang sengit dan bersikap secara santun. Nabi Saw. bersabda, “Orang yang paling dimurkai Allah Swt. adalah orang yang paling sengit dalam perseteruan.” (h.r. Bukhari) 7. Mendengarkan perkataan orang lain dengan baik. 8. Tidak menjelek-jelekan atau menganggap bodoh orang lain. 85
Peran Islam dalam Mempromosikan Aliansi Peradaban
9. Menjauhi perdebatan dan perseteruan.
*****
86
Pembaharuan Pemikiran Islam tentang Interaksi dengan Bangsa Lain
Bab IV Pembaharuan Pemikiran Islam Tentang Interaksi dengan Bangsa Lain Pengertian Pembaharuan Pemikiran Islam Pemikiran Islam adalah kumpulan ijtihad (pendapat) para pemikir Islam dalam berbagai permasalahan ber landaskan kaidah-kaidah pokok Islam, selaras dengan tuntutan Alquran untuk berfikir, mengkaji dan mencari hakikat dalam urusan-urusan agama, ilmu pemikiran dan kehidupan. (1) Makna pembaharuan akan semakin jelas setelah kita memahami makna ijtihad. Ijtihad menurut istilah para ahli ushul fikih adalah: “upaya keras seorang ahli fikih dalam menggunakan
segenap
kemampuan
akalnya
untuk
menyimpulkan hukum syariat dari dalil-dalilnya, hingga ia merasa tidak mampu lagi mencari kesimpulan yang lain”. Begitu pula, makna pembaharuan menjadi semakin jelas (1)
Prof. DR. Hasan Asy-Syafi`i; fi Fikrina Al-Hadits Al-Mu`ashir, Cairo 1994 Hal: 65
87
Pembaharuan Pemikiran Islam tentang Interaksi dengan Bangsa Lain
setelah memahami hadits yang menjelaskan tentang “mujaddid”, yakni pembaharu Islam. Rasulullah Saw. Bersabda, “Setiap seratus tahun, Allah mengutus kepada umat
ini
seorang
pembaharu
yang
melakukan
pembaharuan terhadap urusan agama mereka.” (h.r. Abu Daud) Para ulama menganggap pembaharuan pemikiran Islam sebagai sebuah keharusan sekaligus realita yang bersifat aplikatif. Maka para ulama membuat kaidah-kaidah dalam
masalah
matematika.
ini
Mereka
yang
menyerupai
berkata,
“Syariat
rumus-rumus Islam
layak
diterapkan pada setiap masa dan tempat. Teks-teks Alquran dan Hadits adalah terbatas; sementara peristiwa yang dialami manusia dan sarana mereka untuk mencapai tujuan hidup mereka senantiasa berubah dan tiada terbatas. Tidaklah mungkin teks-teks syariat yang terbatas dapat menjelaskan hukum seluruh peristiwa dan sarana yang senantiasa berubah dan tidak terbatas kecuali melalui ijtihad.”. (2) Hadits riwayat Muadz bin Jabbal r.a. merupakan bukti aplikatif yang terbaik. Semasa wahyu masih turun (sebelum
Rasulullah
Saw.
Wafat)
dan
masa-masa
(2)
Syaikh Ali Hasbullah, Ushul Tasyri` Al-Islami Hal: 83 Dar El-Ma`arif, Cairo 1985
88
Pembaharuan Pemikiran Islam tentang Interaksi dengan Bangsa Lain
setelahnya, para sahabat, tabiin dan para pengikut tabiin, mereka selalu berpegang teguh pada metode ini, hingga pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, Imam Syafi`i, Ibnu Taimiyah, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Syekh Hasan Al-Banna, Syekh AlMaraghi, Syekh Syaltut, Syekh Al-Ghazali, Yusuf AlQardhawi dan lainnya. Pada awal abad ke-21, seruan untuk melakukan pembaharuan pemikiran Islam dan pembaharuan wacana keagamaan semakin gencar, sehingga umat ini menemukan buah simalakama. Mereka terjebak di antara tekanan kelompok kaku yang hidup di abad 21 dengan pemikiran kolot, yang menjadikan kebiasaan dan tradisi leluhur sebagai agama; yang keterbatasan pemahaman mereka mengalahkan teks-teks Alquran dan Hadits; dan tekanan kelompok-kelompok yang lalai, yang tidak menginginkan kebaikan terwujud untuk umat ini dengan melakukan westernisasi pemikiran Islam, menghilangkan subtansi ajarannya dan mengeringkan sumber-sumbernya. Kaidah Interaksi dengan Umat Lain Bagaimana kita memperbaharui pemikiran Islam melalui kaidah-kaidah berinteraksi dengan umat lain, baik 89
Pembaharuan Pemikiran Islam tentang Interaksi dengan Bangsa Lain
mereka adalah ahli kitab ataupun bukan? Pertama sekali, kita harus menegaskan bahwa Islam telah menetapkan kaidah-kaidah moral yang sangat asasi dalam hal ini, di antaranya: Pertama:
Allah
Swt.
memuliakan
manusia,
siapapun dia, apapun warna kulit, jenis dan keyakianannya. Allah
Swt.
berfirman,
“Sesungguhnya
Kami
telah
memuliakan anak keturunan Adam; Kami angkut mereka di daratan dan di lautan; Kami telah memberikan mereka rezki dari yang baik-baik; dan Kami telah melebihkan mereka dengan keutamaan-keutamaan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (AlIsra’:70) Kedua: Islam mewajibkan untuk berbuat baik dan saling membantu dalam kebaikan. Allah Swt. berfirman, “…dan
saling
tolong-menolonglah
kamu
dalam
(mengerjakan) kebajikan dan ketakwaan; dan jangan saling
tolong-menolong
dalam
berbuat
dosa
dan
pelanggaran!” (Al-Maidah:2) Ketiga: Islam mewajibkan untuk berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak berbuat zalim, apapun kebangsaan dan agama mereka. Allah Swt. berfirman, “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan 90
Pembaharuan Pemikiran Islam tentang Interaksi dengan Bangsa Lain
berlaku
adil
terhadap
orang-orang
yang
tiada
memerangimu karena agama, dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orangorang yang berlaku adil.” (Al-Mumtahanah:8) Keempat: Islam menerima keberagaman. Bahkan, Islam adalah satu-satunya agama yang mengakui eksistensi seterunya dan memelihara hak-hak mereka, betapa pun keingkaran mereka terhadap Islam. Hal ini, karena Allah Swt.
menciptakan alam semesta
ini
di
atas
asas
keberagaman. Keberagaman ini merupakan sunnatullah dan tandatanda kebesaran-Nya pada seluruh cipataan-Nya. Allah Swt. berfirman, “Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia sebagai umat yang satu; akan tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat.” (Hud:118) “Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah penciptaan langit dan bumi, juga perbedaan jenis bahasa dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu, terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.” (Ar-Rum:22) “Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami telah membuat aturan dan pedoman jalan hidup. Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kalian sebagai umat 91
Pembaharuan Pemikiran Islam tentang Interaksi dengan Bangsa Lain
yang satu; tetapi Allah hendak menguji kalian dalam setiap hal yang telah Dia berikan kepada kalian. Maka, berlomba-lombalah untuk melakukan kebajikan! Hanyalah kepada Allah, tempat kembali buat kalian semua, kemudian Dia akan memberitahukan kepada kalian semua apa yang kalian perselisihkan.” (Al-Maidah:48) Kelima: Islam menetapkan hak persaudaraan untuk seluruh manusia; karena semua manusia berasal dari satu ayah dan satu ibu. Allah Swt. berfirman, “Hai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu berasal dari seorang
laki-laki
dan
seorang
perempuan
serta
menjadikanmu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah, ialah seorang di antaramu yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Al-Hujurat:13) Rasulullah Saw. bersabda, “Kalian semua berasal dari Adam; dan Adam diciptakan dari tanah.” Dengan nilai-nilai moralitas yang mulia ini, yang telah memberikan kontribusi besar dalam mewujudkan kehidupan yang damai dan komunikasi yang baik antar sesama umat manusia, Islam membangun seluruh hubungan manusia berdasarkan asas keadilan dan kasih sayang. 92
Pembaharuan Pemikiran Islam tentang Interaksi dengan Bangsa Lain
Tata Cara Berinteraksi dengan Pemeluk Agama Lain Bisa jadi pemeluk agama lain ini adalah salah seorang penduduk negeri Islam. Islam telah menetapkan beberapa kaidah emas dalam berinteraksi dengan mereka; sebagaimana tertera dalam Piagam Madinah, “Hak mereka adalah apa yang menjadi hak kami; kewajiban mereka adalah apa yang menjadi kewajiban kami.”. Rasulullah Saw. juga memerintahkan umat Islam untuk berbuat baik kepada mereka. Beliau bersabda, “Barang siapa yang menyakiti seorang kafir dzimmi(3), berarti dia telah menyakitiku.” Sejarah Islam penuh dengan gambaran indah dan contoh-contoh interaksi yang baik dengan penduduk negeri Islam yang non muslim. Kisah putra Amr bin Ash r.a. dengan putra seorang Kristen Koptik sangatlah terkenal. Amr bin Ash menjabat menjadi gubernur Mesir pada masa Khalifah Umar bin Khattab. Putra Amr bin Ash mengikuti perlombaan balap kuda melawan pemuda dari bangsa Koptik. Kemudian putra Amr bin Ash memukul pemuda tersebut, karena merasa dirinya adalah anak penguasa Mesir. (3)
Kafir Dzimmi adalah seorang non muslim yang tidak memerangi Islam dan berada dalam lindungan negeri Islam.
93
Pembaharuan Pemikiran Islam tentang Interaksi dengan Bangsa Lain
Maka, si pemuda ditemani sang ayah pergi menuju ke Madinah dan mengadukan kejadian mereka alami kepada Khalifah Umar ra. Seketika Khalifah Umar ra. menulis surat kepada Amr bin Ash, memintanya untuk datang ke Madinah bersama putranya. Setelah
semuanya
hadir,
Khalifah
Umar
memberikan cambuk kepada si pemuda Koptik untuk membalas perbuatan putra Amr bin Ash atas dirinya. Ia pun memukulnya hingga merasa cukup dan rasa sakit dalam hatinya sirna. Khalifah Umar berkata kepadanya, “Kalau kamu mau memukul Amr bin Ash, aku tidak akan melarangmu. Sebab putranya memukulmu dengan alasan kekuasaan ayahnya.” Kemudian Beliau berpaling kepada Amr bin Ash dan berkata, “Sejak kapan kamu menjadikan manusia sebagai budak, padahal ibu mereka telah melahirkan mereka dalam keadaan merdeka?(4) Begitu pula dengan kisah seorang wanita Koptik yang
ayamnya
dimakan
serigala.
Seseorang
(4)
Lihat: Tarikh Al-Wilayah `alal-Buldan, disebutkan juga oleh Ibnul-Jauzi dalam Tarikh Umar, dinyatakan dalam kitab Kanzul Amal dalam bab: Sunanul-Aqwal walAf`aal `an Anas ra
94
Pembaharuan Pemikiran Islam tentang Interaksi dengan Bangsa Lain
menyarankannya untuk mengirimkan surat kepada Khalifah Umar bin Khatthab ra. dan mengadukan perkaranya. Maka, Umar bin Khatthab ra. mengirimkan mandat kepada
Amr
bin
Ash,
memerintahkannya
untuk
meninggikan pagar rumah si wanita Koptik agar serigala tidak dapat melompatinya dan mengganti ayamnya yang telah dimangsa oleh serigala. Inilah bentuk keadilan Islam terhadap penduduknya yang berbeda keyakinan. Adapun syariat Islam berkaitan dengan perbedaan agama antar seluruh umat manusia, ialah berinteraksi dengan baik di dunia hingga kelak Allah Swt. mengumpulkan mereka pada hari Kiamat dan memutuskan perkara yang mereka perselisihkan. Allah Swt. berfirman, “Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah seluruh manusia yang ada di bumi beriman (kepada-Nya). Maka, apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman?” (Yunus:99) “Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami telah membuat aturan dan pedoman jalan hidup. Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kalian sebagai umat yang satu; tetapi Allah hendak menguji kalian dalam setiap hal yang telah Dia berikan kepada kalian. Maka, berlomba-lombalah untuk melakukan kebajikan! Hanyalah 95
Pembaharuan Pemikiran Islam tentang Interaksi dengan Bangsa Lain
kepada Allah, tempat kembali buat kalian semua, kemudian Dia akan memberitahukan kepada kalian semua apa yang kalian perselisihkan.” (Al-Maidah:48) “Janganlah kalian berdebat dengan Ahli Kitab, kecuali dengan cara yang paling baik; kecuali (kalian berdebat) dengan orang-orang zalim di antara mereka! Katakanlah, ‘Kami beriman kepada (kitab-kitab) yang telah diturunkan kepada Kami dan yang telah diturunkan kepada kalian; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan Kami hanya kepada-Nya berserah diri.’” (Al-Ankabut:46) Islam
memerintahkan
kaum
muslimin
untuk
berdialog dan bekerjasama dalam semua hal yang mengandung kebaikan bagi umat manusia, bahkan ketika terjadi
kezaliman.
Allah
Swt.
berfirman,
“Serulah
(manusia) menuju jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan nasehat yang baik; bantahlah mereka dengan cara yang terbaik! Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang tersesat dari jalan-Nya; dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (An-Nahl: 125) “Janganlah
sekali-kali
kebencian(mu)
kepada
sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu untuk (memasuki) Masjidil Haram, mendorongmu untuk 96
Pembaharuan Pemikiran Islam tentang Interaksi dengan Bangsa Lain
berbuat
aniaya
(kepada
mereka)!
Saling
tolong-
menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan ketakwaan; dan jangan saling tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran!” (Al-Maidah: 2) Rasulullah Saw. telah menentukan cara untuk bekerja sama dengan kaum non muslim melalui surat-surat yang beliau kirimkan. Setelah Allah Swt. memberikan ketenangan dan kemenangan, beliau berinteraksi dengan negara-negara yang sudah berdiri pada masanya dengan penuh kasih sayang. Setelah terjadi gencatan senjata dengan kaum kafir Makkah, beliau mengirimkan surat kepada para pemimpin dan raja-raja, menyeru mereka untuk memeluk Islam. Surat ini mencerminkan cara Rasulullah SAW berinteraksi dengan kaum non muslim yang tidak membuat permusuhan. Berikut adalah salah satu surat Rasulullah Saw. kepada Muqauqis, pemimpin kaum Kristen Koptik di Mesir: Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad bin Abdullah, kepada Muqauqis, pemimpin kaum Koptik. 97
Pembaharuan Pemikiran Islam tentang Interaksi dengan Bangsa Lain
Keselamatan bagi orang yang mengikuti jalan petunjuk… Saya menyerumu kepada seruan Islam. Masuklah ke dalam Islam, maka engkau akan selamat! Masuklah ke dalam Islam, maka Allah akan memberikan pahala dua kali lipat kepadamu! Tapi, jika engkau berpaling dari seruan ini, kamu akan menanggung dosa kaum Koptik. Allah Swt. berfirman, “Katakanlah, ‘Hai ahli Kitab, marilah (berpegang teguh) kepada satu kalimat yang tidak ada perselisihan antara Kami dan kamu, ‘Kita tidak menyembah selain Allah; tidak menyekutukan Dia dengan sesuatu apapun; dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah.’’ Jika mereka berpaling, maka katakanlah, ‘Saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).’” (Ali-Imron: 64) Begitu pula surat Rasulullah Saw. kepada Kisra Pesia dan Kaisar Romawi. Dalam surat-surat tersebut, Rasulullah Saw. tidak menyatakan, “Jika engkau tidak memeluk Islam, maka bayarlah jizyah (upeti) atau kami perangi!”. Karena pernyataan ini mengandung pilihan antara membayar jizyah atau diperangi 98
yang hanya
Pembaharuan Pemikiran Islam tentang Interaksi dengan Bangsa Lain
ditujukan kepada kaum non muslim yang memerangi kaum muslimin. Syubhat Sekitar Interaksi dengan Umat Lain Islam diuji dengan keberadaan individu-individu yang mengaggap diri mereka sebagai orang yang paling memperhatikan Islam dan kaum muslimin. Mereka memperdagangkan perbedaan-perbedaan mengaku bahwa pendapat mereka adalah yang paling benar, sedangkan pendapat yang adalah sesat. Mereka mengatakan bahwa darah dan harta orang-orang yang berbeda keyakinan (non muslim) adalah halal. Selanjutnya pemahaman keliru terhadap hakikat loyalitas, anti loyalitas dan perang, melahirkan sikap mengharamkan interaksi dengan kaum non muslim. Andaikata mereka menjadikan pendapat ini khusus untuk mereka sendiri, masalah akan lebih sederhana, meskipun kami tetap tidak dapat membernarkannya. Namun, mereka menganggap bahwa pendapat ini adalah pendapat yang benar dalam Islam; dan mengabaikan pendapat ini berarti mengabaikan akidah Islam. Oleh karena itu, mereka menolak keberagaman; tidak mau menerima keberadaan umat lain dan menyalahkan para 99
Pembaharuan Pemikiran Islam tentang Interaksi dengan Bangsa Lain
ulama.
Bahkan,
sebagian
dari
mereka
–setelah
mendapatkan suaka, makan dan tempat tinggal dari negaranegara Eropa-- berani menyatakan perang bagi negaranegara tersebut dan menuntut mereka membayar jizyah (upeti) kepada mereka. Memerangi Kaum Non Muslim Para
ulama
berpendapat
bahwa
faktor
yang
memboleh perang terhadap kaum non muslim adalah penyerangan yang mereka lakukan terlebih dahulu. Sehingga,
seorang
kekufurannya;
kafir
diperangi
melainkan
karena
bukan
karena
permusuhan
dan
penyerangan yang mereka lakukan. Oleh karena itu, Rasulullah Saw. melarang untuk membunuh orang yang tidak ikut berperang. Beliau bersabda, “Janganlah kalian membunuh orang tua renta, anak-anak dan kaum wanita!” (Sunan Baihaqi: 9/90) Syekh Ibnu Taimiyah berkata, “Bolehnya kaum muslimin
memerangi
non
muslim
karena
mereka
memerangi kaum muslimin.” (5) Sedangkan
muridnya,
Ibnul-Qayyim,
ia
mengatakan, “Kewajiban perang bagi kaum muslimin (5)
Ibnu Taimiyah, Risalatul-Qital Hal: 118
100
Pembaharuan Pemikiran Islam tentang Interaksi dengan Bangsa Lain
adalah terhadap orang (non muslim) yang memerangi mereka, bukan orang-orang yang tidak memeranginya.” (6) Allah Swt. berfirman, “Perangilah di jalan Allah orangorang yang memerangi kamu; (tetapi) janganlah kamu melampaui batas! Karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (AlBaqarah:190) Para ulama juga menyatakan bahwa perang yang dilakukan oleh kaum muslimin terhadap bangsa Romawi, terjadi setelah turunnya keputusan Allah untuk memerangi mereka, “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari Kemudian; tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya; dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah); (yaitu orang-orang) yang telah diberikan Kitab kepada mereka, hingga mereka membayar jizyah dengan segala kepatuhan dan mereka dalam keadaan tertunduk malu.” (Taubah:29) Sebagaimana telah kita ketahui bahwa penyebab perang Mu`tah adalah karena mereka (orang Romawi) membunuh utusan Rasulullah Saw., Harits bin Amr AlAzdi. (6)
Zaadul-Ma`aad, Ibnul-Qayyim Juz: 2 Hal: 58
101
Pembaharuan Pemikiran Islam tentang Interaksi dengan Bangsa Lain
Perang Tabuk terjadi karena Hiraklius, kaisar Romawi
mengumpulkan
pasukannya
di
dekat
kota
Damaskus untuk menyerang kota Madinah. Terdapat dalil yang jelas dalam Al-Qur`an; Allah Swt. berfirman, “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang sesat.” (Al-Baqarah: 256) Ayat ini adalah teks dalil yang sangat jelas, bahwa tidak boleh memaksa seseorang untuk memeluk Islam. Ketentuan ini adalah hal yang telah dimaklumi dalam agama Islam. Hukum bersifat umum ini tidak bertentangan dengan ayat-ayat yang menyatakan perang terhadap kaum non muslim. Karena ayat-ayat tentang perang tidak bersifat umum. Begitu pula dengan hadits-hadits Nabi Saw. yang berisi
perintah
memerangi
manusia
hingga
mereka
memeluk Islam. Firman Allah Swt., “Apabila bulan-bulan Haram(7) sudah habis, maka bunuhlah orang-orang musyrikin dimana pun kamu menjumpai mereka; tangkaplah mereka; kepunglah mereka dan duduklah ditempat pengintaian untuk
mengintai
mereka!
Jika
mereka
bertaubat;
mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka berilah (7)
Yaitu bulan-bulan yang diharamkan terjadi peperangan didalamnya.
102
Pembaharuan Pemikiran Islam tentang Interaksi dengan Bangsa Lain
kebebasan kepada mereka! Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (At-Taubah:5) Ketentuan hukum ini diturunkan kepada penduduk Jazirah Arab yang telah dipilih oleh Allah Swt. untuk mengemban risalah Islam. Hukum ini hanya khusus untuk penduduk Arab yang tinggal di Semenanjung Arabia, tidak bersifat umum bagi seluruh umat manusia. Hal ini berdasarkan hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim, “Keluarkan kaum musyrikin dari Jazirah Arab!”; juga berdasarkan hadits riwayat imam Ahmad dan Muslim, “Sungguh aku akan mengusir kaum yahudi dan nasrani dari Semenanjung Arab, hingga tidak bersisa kecuali orang muslim.” Imam Ibnu Hajar berkata dalam kitab Fathul Bari, bab Jihad; menukil pendapat “ulama jumhur” bahwa larangan ini hanya berlaku untuk wilayah Hijaz, khususnya kota Makkah, Madinah dan Yamamah. Hadits yang pertama, menyebutkan kata “musyrikin”, bukan “Ahli Kitab”. (8) Dengan begini, maka menjadi jelas bagi kita betapa besar kejahatan yang dilakukan sekelompok kecil orang (8)
Al-Mustasyar Salim Al-Bahnasaawi, Qawa`idut-Ta`amul ma`a Gharil-Muslimin, Hal: 21 Dar El-Wafa, Cairo.
103
Pembaharuan Pemikiran Islam tentang Interaksi dengan Bangsa Lain
yang telah menyebarkan pemahaman yang keliru tentang jihad kepada seluruh penjuru dunia. Mereka mengambil pendapat ulama penghuni goa (baca: tidak berinteraksi dengan manusia); maka mereka pun berbuat buruk terhadap Islam dan kaum muslimin. Jizyah (Upeti) dan Pemahaman Yang Keliru Orang-orang yang memiliki pemahaman sempit, tidakkah mereka berhenti untuk memperburuk citra Islam? Tidakkah mereka mengetahui bahwa jizyah dalam Islam dibayarkan sebagai kompensasi atas gugurnya kewajiban penduduk negeri yang ditaklukkan oleh kaum muslimin untuk bergabung dengan pasukan tentara Islam dan berperang untuk kemenangan Islam dan kaum muslimin. Sedangkan orang-orang yang secara sukarela bergabung dan turut berperang bersama kaum muslimin,
mereka
dibebaskan dari kewajiban membayar jizyah. Hal inilah yang dilakukan oleh Abu Ubaidah terhadap penduduk Palestina;
dan
oleh
Mu`awiyah
terhadap
penduduk
Armenia. Bahkan, setelah penetapan undang-undang kewarganegaraan pada tanggal 19/1/1869 M., Dinasti (Khilafah)
Utsmaniyah
menghapuskan
kewajiban
membayar jizyah. Undang-undang kewarganegaraan ini 104
Pembaharuan Pemikiran Islam tentang Interaksi dengan Bangsa Lain
telah menghapus perbedaan antara kaum muslimin dan kafir dzimmi; kemudian mereka semua menjadi warga negara yang sama. Maka, jizyah pun dihapuskan; karena semua penduduk (muslim dan non muslim) turut bergabung dalam militer. Islam juga membebaskan orang-orang yang tidak mampu membayar jizyah, seperti: anak-anak dan orang yang sudah tua renta. Karena jizyah hanya diberikan oleh orang
yang
mampu.
Adapaun
teks
Alquran
yang
mengharuskan membayar jizyah adalah khusus untuk sekelompok Ahli Kitab yang memilih berperang dan memusuhi Islam dan kaum muslimin. Di samping itu, Rasulullah Saw. juga memperkecil jumlah nominal jizyah yang harus dibayarkan, yaitu menjadi 1 dinar bagi setiap orang yang sudah baligh. Jizyah bukanlah salah satu kewajiban dalam Islam dan bukan pula salah satu dari kaidah-kaidahnya. Jizyah merupakan kesepakatan sukarela yang dapat dirundingkan. Jikalau mereka tidak mau mempergunakan istilah jizyah, tetapi mau membayarkan zakat seperti kaum muslimin, maka hakim boleh menerimanya setelah memberikan penjelasan kepada mereka bahwa zakat tidak wajib atas mereka, dan bahwa nilai nomimal jizyah lebih rendah 105
Pembaharuan Pemikiran Islam tentang Interaksi dengan Bangsa Lain
dibandingkan dengan jumlah nominal zakat. Hal inilah yang telah dilakukan oleh Umar bin Khatthab ra. terhadap kaum Nashrani Arab ketika mereka menolak istilah jizyah. Dalam undang-undang international, di mana negara-negara Islam komitmen terhadap piagam PBB, kita menilai bahwa sistem jizyah tidaklah diperlukan saat ini, meskipun negara Islam berhasil menaklukkan negaranegara non muslim. Yang menghalangi penerapan sistem jizyah adalah kesetaraan hak dan kewajiban seluruh anak bangsa dalam membayarkan pajak, wajib militer dan hakhak duniawi lainnya. Semua ini tidak bertentangan dengan aturan Islam. Loyalitas, Anti Loyalitas dan Kewarganegaraan Di antara syubhat yang dilontarkan oleh sebagian orang yang mengaku ahli fikih pada era modern ini, adalah penghalalan terhadap darah dan harta ahli kitab yang tinggal di negara Islam. Syubhat ini muncul dengan alasan mereka (ahli kitab) bukanlah ahli dzimmah, sebab mereka tidak pernah membayar jizyah dan tidak ada hakim (penguasa) yang menegakkan hukum syariat Islam. Para penebar syubhat ini menganggap bahwa pemahaman mereka ini adalah ajaran Islam yang benar. Bahkan dengan 106
Pembaharuan Pemikiran Islam tentang Interaksi dengan Bangsa Lain
sikap ini, mereka mengira telah berbuat baik untuk Islam. Pada sebaliknya, mereka justeru telah memperburuk citra Islam dan membuat manusia lari meninggalkan Islam. Perkara yang sebenarnya adalah mereka salah memahami akidah wala` dan bara` (loyalitas dan anti loyalitas). Mereka memahami bahwa akidah wala` dan bara` menuntut setiap muslim untuk tidak memberikan loyalitas kepada musuh-musuh Allah dan musuh-musuh kaum Muslimin dalam semua interaksi dan sikap yang membahayakan kaum Muslimin dan membantu musuhmusuh mereka. Terlebih lagi bahwa memberikan loyalitas terhadap musuh Islam dapat menyebabkan seorang muslim menjadi murtad dari Islam; sebagaimana firman Allah Swt, “Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, mereka saling cinta-mencintai dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang tersebut adalah bapak-bapak mereka, anak-anak mereka, saudara-saudara mereka ataupun keluarga mereka. Meraka itulah orang-orang yang telah Allah tanamkan keimanan dalam hati mereka; memperkuat mereka dengan pertolongan yang datang dariNya; dan memasukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai dibawahnya, dan mereka kekal di 107
Pembaharuan Pemikiran Islam tentang Interaksi dengan Bangsa Lain
dalamnya. Allah ridha terhadap mereka; dan merekapun ridha terhadap-Nya. Mereka adalah hizbullah (golongan Allah). Ketahuilah bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.” (Al-Mujadilah: 22) Sebagian
orang
memahami
ayat
ini
dengan
pemahaman yang keliru; sehingga mereka mengharamkan interaksi dengan kaum non muslim dalam banyak hal yang terkadang tidak termasuk ke dalam masalah loyalitas dan anti loyalitas, seperti memberikan ucapan selamat kepada mereka dalam beberapa momentum dan mengantarkan jenazah mereka. Padahal yang benar adalah anti loyalitas terhadap
orang
kafir
tidak
berarti
harus
memutus
berinteraksi dengan mereka; mengucilkan mereka atau menyatakan
perang
terhadap
mereka.
Namun
yang
dimaksud dengan anti loyalitas di sini adalah membebaskan diri dari akidah dan syariat mereka yang bertentangan dengan syariat dan hukum Allah Swt. Allah Swt. berfirman, “Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? Dan (hukum) siapakah yang lebih baik dari pada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (q.s. Al-Maidah:50) Jadi yang dimaksud dengan loyalitas terhadap non muslim adalah menolong mereka untuk memerangi kaum 108
Pembaharuan Pemikiran Islam tentang Interaksi dengan Bangsa Lain
muslimin; menerima (membenarkan) akidah dan syariat mereka yang bertentangan dengan Islam. Dalam kitab “mahasin at-ta`wil”, Imam Al-Qasimi berkata, “Ketahuilah bahwa memberikan loyalitas di sini adalah saling berteman intim, saling bermusyawarah dan membocorkan rahasia kepada orang kafir yang tidak diperbolehkan. Jika dikatakan bagaimana dengan pendapat mayoritas ulama yang memperbolehkan menikah dengan wanita kafir, padahal menikahi wanita kafir berarti menggauli dan bergaul intim dengannya? Jawabannya adalah bahwa yang dimaksud dengan loyalitas terhadap kaum mon muslim adalah loyalitas dalam urusan agama dan hal-hal yang mengandung unsur mengagungkan mereka.” (9) Kementrian Wakaf dan Urusan Islam Kuwait telah mengeluarkan beberapa fatwa, di antaranya: 1. Fatwa nomor 7/1978 yang dengan nomor pokok keputusan
642.
Fatwa
ini
berisi
tentang
diperbolehkannya berempati terhadap ahli kitab (non muslim) dengan turut berduka dan mengantarkan jenazah mereka ke kuburan, dengan tanpa mengikuti upacara ritual keagamaan mereka yang mengandung (9)
Mahasin at-Ta`wil, Al-Qasimi: 4/80-81
109
Pembaharuan Pemikiran Islam tentang Interaksi dengan Bangsa Lain
akidah trinitas dan sebagainya. Sebagaimana juga dikeluarkan fatwa serupa fatwa nomor 9/62/1988, dengan nomor pokok keputusan 140. 2. Fatwa nomor 1/7/1986 yang diputus dengan nomor pokok keputusan 699. Fatwa ini berisi tentang bolehnya mengucapkan selamat kepada kaum non muslim dalam momen-momen
bahagia,
kelahiran,
keselamatan,
kedatangan dari bepergian dan perayaan tahun baru masehi. Hal ini diperkenankan dengan syarat tidak mengandung hal-hal yang diharamkan oleh syariat Islam, seperti keyakinan trinitas dalam perayaan ritual hari raya keagamaan mereka. 3. Fatwa nomor 1/425/1987 dengan nomor pokok keputusan 1166. Fatwa ini berisi tentang bolehnya bertransaksi jual beli dengan kaum non muslim, meskipun harta mereka adalah haram atau mengandung syubhat.
Hal
kepemilikan,
ini dan
karena
penilaian
kepemilikan
pada
melalui
jual
status beli
dibenarkan oleh syariat Islam. Dosa menghasilkan harta haram ditanggung oleh pelakunya, bukan oleh orang yang kepadanya status kepemilikan harta berpindah dengan cara yang dibenarkan, yaitu transaksi jual beli. 110
Pembaharuan Pemikiran Islam tentang Interaksi dengan Bangsa Lain
4. Berkaitan dengan tenaga kerja asing non muslim, termaktub dalam fatwa nomor 3/445/1987 dengan nomor pokok keputusan 1160, yang dikeluarkan oleh dewan fatwa Kementrian Wakaf dan Urusan Islam negara Kuwait, bahwa memperkerjakan tehaga kerja non muslim adalah diperbolehkan. Karena Rasulullah Saw. pernah memperkerjakan kaum Yahudi dan Nasrani untuk melakukan transaksi jual-beli. Hal ini meliputi bolehnya menyerahkan beberapa pekerjaan kepada
kaum
non
muslim.
Namun
dalam
memperkerjakan mereka, disyaratkan tidak melahirkan tindakan kriminal dan kerusakan. Mengucapkan Salam dan Mempersempit Ruang Gerak Non Muslim Sebagian orang memahami teks dalil yang tidak membolehkan memulai salam kepada kaum non muslim; di antaranya sabda Rasulullah Saw., “Janganlah kalian memulai ucapan salam kepada kaum Yahudi dan Nasrani! Jika kalian berpapasan dengan mereka di jalan, maka pojokkanlah mereka ke jalan yang sempit!” (h.r. Muslim: 4/1707) 111
Pembaharuan Pemikiran Islam tentang Interaksi dengan Bangsa Lain
Ditemukan oleh para ulama bahwa penerapan hadits ini pada zaman Nabi Saw. disebabkan adanya konspirasi jahat yang dilakukan oleh kaum Yahudi. Oleh karena itu, sebagian pengikut madzhab Imam Syafi`i mengatakan makruh, bukan haram. Bahkan,
terdapat
beberapa
hadits
yang
membolehkan untuk mengucapkan salam kepada non muslim. Oleh karena itu, sebagian ulama membolehkannya dengan dalil firman Allah Swt. melalui ucapan Nabi Ibrahim as. kepada ayahnya,
“Semoga keselamatan
dilimpahkan kepadamu!” (Maryam: 47); juga firman-Nya, “Maka maafkanlah (hai Muhammad) mereka dan katakan, ‘Salam (selamat tinggal).’; kelak mereka akan mengetahui (nasib mereka yang buruk).” (Az-Zukhruf:89) Mereka juga berdalil dengan hadits shahih bahwa Nabi Saw. melewati sebuah majlis yang terdiri dari kaum Muslimin, Yahudi dan orang-orang musyrik. Beliau mengucapkan salam kepada mereka. (10) Keistimewaan Masalah Palestina Semua interaksi yang diperbolehkan di atas tidak berlaku bagi kaum Yahudi yang merampas tanah warga (10)
Nailul-Authar, Syaukani 8/17; Zaadul-Ma`aad, Ibnu Qayyim Al-Jauazi 2/425
112
Pembaharuan Pemikiran Islam tentang Interaksi dengan Bangsa Lain
Palestina. Karena mereka memerangi dan merampas tempat-tempat suci kaum muslimin, kiblat pertama kaum muslimin, masjid ketiga yang diharamkan dan dimuliakan (sejelah Masjidil Haram dan Masjid Nabawi), dan tempat isra` Rasulullah Saw. Maka, tidak boleh berinteraksi dengan mereka; mengadakan
pertemuan
dengan
mereka;
menjalin
kerjasama dan normalisasi hubungan dengan mereka. Fatwa-fatwa yang dikeluarkan ulama dalam masalah ini sangatlah jelas dan tidak ada kesamaran sedikitpun. Karena masalah Palestina adalah permasalahan akidah. Tidak boleh untuk memberikan pengakuan bagi musuh untuk menguasai sejengkal tanah bahkan sebutir pasir saja dari tanah Palestina. Karena tanah Palestina adalah wakaf untuk seluruh generasi kaum muslimin. Kaum muslimin telah mewarisinya dari satu generasi ke generasi yang lain. Palestina bukanlah milik seorang penguasa, raja atau suatu organisasi
tertentu.
Dilarang
melakukan
normalisasi
hubungan dan menjalin kerjasa dengan musuh (orang Yahudi) dalam bentuk apapaun, baik bidang politik, ekonomi, sosial, kebudayaan dan pendidikan. Karena tidak boleh membuat pertemuan dengan kaum penjajah Zionis, kecuali dalam medan pertempuran dan peperangan. 113
Pembaharuan Pemikiran Islam tentang Interaksi dengan Bangsa Lain
Para Wisatawan Para Wisatawan dan tenaga kerja asing non muslim yang berada di negara-negara Islam berada di bawah suaka hukum Pemerintah. Maka harta, darah dan kehormatan mereka haram untuk dizalimi dan wajib bagi seluruh kaum muslimin untuk menjaganya. Karena mereka memasuki negeri kaum muslimin dengan perjanjian damai, yaitu melalui visa yang legal. Dalam buku Majmu` Fatawa (8/207), Imam Ibnu Baz berfatwa, “Tidak boleh membunuh orang kafir yang menetap (sebagai warga negara) di negari Islam. Tidak boleh
pula
membunuh
orang
non
muslim
yang
diperbolehkan masuk secara aman oleh Pemerintah. Tidak boleh membunuh mereka yang bermaksiat atau menzalimi mereka. Jika mereka melakukan kemungkaran atau tindakan kriminal, maka perkara mereka diserahkan kepada badan hukum negara; selanjutnya apapun hukuman yang diputuskan oleh pengadilan negara adalah dianggap cukup.” ( q.s. Al-Baqarah:256) Maksudnya adalah jika seorang dari mereka melakukan perbuatan yang bertentangan dengan syariat, maka
negara
berhak
menyerahkan
perkaranya
ke
pengadilan. Tidak diperkenankan bagi seseorang pun untuk 114
Pembaharuan Pemikiran Islam tentang Interaksi dengan Bangsa Lain
mengangkat dirinya sebagai hakim dan menjatuhkan hukuman kepada manusia.
*****
115
Penutup
Penutup Negara Kuwait turut memberikan peran besar dalam mewujudkan perdamaian, mendorong upaya dialog antar agama, saling mengenal antar peradaban, serta menebarkan sikap moderat dan nilai keadilan di dunia. Kuwait telah mendirikan International Moderation Centre (IMC) yang telah mampu --dalam tempo yang cukup singkat-- untuk menyelenggarakan diskusi besar tentang pemahaman nilai “moderat”. Lembaga ini telah melaksanakan berbagai kegiatan
untuk
menyebarkan
nilai
moderat
dan
IMC
telah
keseimbangan. Dalam
skala
internasional,
menyelenggarakan dua konferensi besar yang membahas nilai moderat. Konferensi pertama diselenggarakan di London pada 26-28 Mei 2006; dan konferensi kedua terselenggara di Washington pada tanggal 17-19 November 2006. Di samping itu, IMC juga ikut serta dalam berbagai konferensi tentang nilai moderat; seperti konferensi yang diadakan di Bako, Azerbeijan dan konferensi yang diadakan di Moskow. 116
Penutup
Kementrian Wakaf negara Kuwait juga mengadakan konferensi dengan tema “Nilai Moderat sebagai Pedoman Hidup” dan konferensi dnegan tema “Kita dan Bangsa Lain”. Sebagai
bentuk
perhatian
Kuwait
dalam
menebarkan dan mengukuhkan wawasan ini, Kementrian Wakaf dan Urusan Islam menetapkan “nilai moderat” sebagai salah satu rencana strategis Kementerian. Disamping itu, agenda dan kegiatan yang dilakukan oleh International Moderation Centre ini semakin meluas. Semuanya bertujuan untuk mendukung terwujudnya nilai moderat dan keseimbangan di dalam Negeri Kuwait dan dunia Islam secara umum. Di antara agenda dan kegiatan tersebut adalah: 1. Mentraining 725 imam dan khatib untuk memahami nilai moderat dan keseimbangan. 2. Meluluskan 110 dai berkebangsaan Kuwait untuk menyebarkan nilai moderat dan keseimbangan di pusatpusat pengkaderan para dai. 3. Memberikan pelatihan kepada 447 dosen, dekan dan guru pendidikan Islam dan ilmu agama. 4. Memberikan pelatihan kepada 350 orang dai di Perancis, Balkan, Rusia, Azerbeijan dan Tajikiztan. 117
Penutup
5. Bekerjasama dengan Dinas Urusan Agama di kota Saratov, Rusia untuk melatih dan memberikan wawasan kepada 64 orang siswa dan dai. 6. Menerbitkan 20 karya ilmiah yang menyerukan sikap moderat dan seimbang, dalam edisi berbahasa Arab dan berbahasa Inggris. 7. Menerbitkan
piagam
dialog
dan
komunikasi
kemanusiaan. 8. Membuat website resmi International Moderation Centre yang fokus membahas tentang nilai moderat dan tata cara penerapannya di dunia internasional. Selain itu, Kuwait juga turut berperan aktif dalam berbagai upaya yang dilakukan oleh negara-negara di dunia untuk mengukuhkan program pengenalan kebudayaan, menyebarkan wawasan perdamaian dan menyelenggarakan dialog-dialog keagamaan. Peran aktif ini dilakukan dalam lingkup pemerintahan, organisasi masyarakat sipil dan masyarakat.
**** 118
Daftar Pustaka 1. Al-Qur`an Al-Karim. 2. Shahih Muslim. 3. Nailul-Authar, Imam Syaukani. 4. Zaadul-Ma`aad, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. 5. Mahaasinut-Ta`wiil, Al-Qasimi. 6. Fathul-Baari, Syarah Shahih Bukhari, Ibnu Hajar Al-Asqalani. 7. Qawa`idut-Ta`amuul
ma`a
Gharil-Muslimin,
Saalim Al-Bahnasawi, Daar El-Wafa, Cairo, 2004. 8. Fi Fikrinal-Hadits wal-Mu`ashir, DR. Hasan AsSyafi`i, Cairo, 1994. 9. Ushul Tasyri` Al-Islami, Ali Hasbullah, Daar ElMa`arif, Cairo, 1985. 10. Hiwaarul-Hadhaaraat, Muhammad Khatami, Terj. Sumer Al-Fani, Daar El-Fikr Al-Mu`ashir, Beirut, 2002. 11. Hiwaarul-Hadharaat –Khitaabaat `Arabiyah wa Gharbiyah-, Silsilah Hiwaarul-Hadharaat, Daar ElSalam, Cairo, 2004. 119
12. Hurriyatur-Ra`yu … Al-Waaqi` wa Dhawabith, Saalim Al-Bahnasawi, Daar El-Wafa, Cairo. 13. Al-Qaamus As-Siyasi, Ahmad `Athiyatullah, Daar El-Nahdhah Al-Arabiyah, Cet. 3, Cairo, 1968. 14. Al-Mausu`ah
As-Siyasiyah,
Al-Mu`assasah
Al-
`Arabiyah Liddirasaat wan-Nasyr, Cet. 1, Beirut. 15. Asy-Syari`ah Al-Islamiyah wal-Qaanun Ad-Dauli Al-`Aam, Ali Manshur, Daar, El-Ilm, Cairo. 16. Fataaawa Lajnah Al-Ifta` Wizarah Al-Auqaaf WasSyu`uun Al-Islamiyah Daulah Kuwait, jilid 1-10. 17. Fataawa Ibnu Baaz.
****
120
121