Efektifitas Pelaksanaan Musyawarah Perencanaa Pembangunan (Musrenbang) Dalam Penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kota Administrasi Jakarta Timur Wiyasti Dwiandini dan Roy Valiant Salomo Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia
[email protected];
[email protected]
Abstrak Musyawarah Perencanan Pembangunan (Musrenbang) merupakan suatu program pemerintah dimana masyarakat dapat memberikan aspirasinya secara langsung untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk melihat tingkat efektifitas dari musyawarah perencanaan pembangunan di Kota Administrasi Jakarta Timur dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. Pada penelitian ini untuk melihat efektifitas Musrenbang menggunakan metode post positivist. Tingkat efektifitas Musrenbang dilihat dari berapa banyak usulan masyarakat yang dapat diakomodir dalam Pagu aspirasi masyarakat yang telah dianggarkan dari alokasi APBD DKI Jakarta. Hasil penelitian ditemukan partisipasi masyaraat dalam perencanaan (Rembuk RW dan Musrenbang) masih terbilang rendah. Selain itu dari hasil penelitian ini terlihat bahwa tidak semua usulan masyarakat dapat diakomodir dalam Pagu aspirasi masyarakat baik di tingkat Kelurahan, Kecamatan maupun Kota dan Suku Dinas terkait. Berdasarkan hasil penelitian yang ada dapat dikatakan bahwa Musrenbang belum cukup efektif karena usulan masyarakat dari hasil Rembuk RW tidak semuanya dapat terakomodir dan terealisasikan. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan anggaran, kewenangan yang dimiliki dan kendala yang dihadapi oleh Kelurahan, Kecamatan, Kota dan Suku Dinas terkait. Kata Kunci: Anggaran; APBD; Efektifitas; Musyawarah; Partisipasi; Pagu Aspirasi Masyaraka; Perencanaan Pembangunan.
Abstract The Development Planning Discussion (Musrenbang) is a government program where people can give their aspirations directly to meet the needs of the community. This study aims to examine the effectiveness of development planning in East Jakarta Municipality in the local budget. This study to see the effectiveness of planning forums uses the post-positivist method. Musrenbang see the effectiveness of how many proposals that can be accommodated in the ceiling that have been budgeted aspirations of DKI Jakarta local budget allocations. The research found that participation in planning (Rembuk RW andMusrenbang) is relatively low. In addition, It shows not all of the people can be accommodated in the proposed ceiling aspirations whether they from the village, district or city and related department. Base on the results of existing research, it can be said that it has not been sufficiently effective planning forums for the community hence the results of the proposed Rembuk RW can not be accommodated and realized. This is due to budget constraints, competencies and constraints faced by the Village, District, City and related department. Keyword: Planning; Development; Effectiveness; Partisipation Budgeting; Plafon.
Pendahuluan Pembangunan Daerah merupakan suatu proses dimana Pemerintah Daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta dan masyarakat untuk menciptakan suatu lapangan 1 Efektifitas pelaksanaan..., Wiyasti Dwiandini, FISIP UI, 2013
kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. Perencanaan pembangunan daerah menggunakan 4 (empat) pendekatan yakni teknokratis; partisipatif; politis; bottom-up dan top-down. Dalam penelitian ini perencanaan pembangunan difokuskan pada pendekatan bottom-up, yakni perencanaan pembangunan yang bersumber dari bawah yakni masyarakat kemudian ke atas yakni pemerintah. Di Indonesia perencanaan pembangunan secara bottom-up diaplikasikan dalam program Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang). Penyusunan perencanaan pembangunan daerah perlu disinergikan dengan tahapan penganggaran yang kemudian disusun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dalam rangka pembangunan daerah, APBD merupakan medan kritik yang harus diperhatikan. (Prijanto, 2009 : 28). Dalam penyusunannya, partisipasi masyarakat sangatlah penting agar menciptakan suatu penganggaran yang partisipatif. Dalam penganggaran partisipatif, penganggaran tidak diputuskan oleh segelintir elit politik, pemerintah dan ahli di belakang pintu, melainkan oleh rakyat secara keseluruhan. Melalui proses pendiskusian, perdebatan dan konsultasi, rakyat terlibat langsung dalam menentukan jumlah anggaran dan pengeluarannya. Sehingga anggaran partisipatif memungkinkan proses pendistribusian atau alokasi anggaran publik bisa menyentuh rakyat (Berdikari Online, 2012). Anggaran partisipatif pertama kali dipraktikan oleh Partai Buruh di Porto Alegre, Brazil pada tahun 1989, dimana Porto Alegre menjadi kota pertama di dunia yang menerapkan partisipasi warganya dalam pengelolaan pembangunan kotanya. Dalam mendukung pembangunan di Ibu Kota Negara membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana pembangunan yang disusun oleh Pemerintah Daerah dalam APBD merupakan sumber pendanaan pembangunan yang berasal dari rakyat baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penyusunan RAPBD perlu partisipasi dari seluruh masyarakat DKI Jakarta, yang diselenggarakan melalui Rembuk RW dan Musrenbang Pembangunan di Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara dan destinasi internasional merupakan suatu hal yang krusial agar terciptanya Pembangunan Nasional. DKI Jakarta yang semakin kompleks menuntut pertumbuhan dan pembangunan untuk dapat terus memenuhi kebutuhan masyarakat. Luasnya cakupan Provinsi DKI Jakarta, maka dalam penelitian ini akan diambil sampel dari salah satu Kota Administrasi DKI Jakarta yakni Kota Administrasi Jakarta Timur. Staf Bappeda DKI Jakarta Kusmoyo (2013) menyatakan bahwa permasalahan yang dihadapi dalam proses perencanaan pembangunan adalah kurangnya pasrtisipasi masyarakat dalam Musrenbang, masyarakat sudah apatis terhadap perencanaan pembangunan Hal ini 2 Efektifitas pelaksanaan..., Wiyasti Dwiandini, FISIP UI, 2013
disebabkan karena banyak aspirasi masyarakat yang diusulkan dalam Musrenbang tidak ditindaklanjuti atau bahkan usulan dari masyarakat banyak yang tidak dianggarkan. Seorang akademisi, Waluyo Iman Isworo (2013), juga mengemukakan hal yang sama yakni bahwa partisipasi masyarakat dalam pembangunan sangat kurang sekali, karena banyak masyarakat yang tidak berfikir panjang yakni dengan memilih jalan apatis. Kemungkinan yang bisa diambil dengan ketidakefektifan dari hasil Musrenbang adalah karena adanya kepentingan-kepentingan dari pihak politis dan secara top down dalam APBD. Mantan Wakil Gubernur DKI, Prijanto (2009) mengemukakan bahwa dalam APBD terkadang ada istilah yang disebut dengan Anggaran Titipan, dengan adanya istilah tersebut menurutnya ada program kegiatan yang tidak beres dan dapat merugikan Negara. Kalaupun tidak sampai pada kerugian negara, akan tampak bahwa kegiatan yang dibiayai dari APBD tersebut hasilnya tidak efektif, tidak ada manfaatnya, tidak prioritas dan pemborosan. Sehingga dari permasalahan-permasalahan yang timbul dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil Musrenbang dalam RAPBD tidaklah efektif karena banyak perencanaan pembangunan yang merupakan usulan dari rakyat melalui pelaksanaan Musrenbang yang tidak dapat diakomodir dan tidak tercantum dalam RAPBD atau tidak masuk dalam anggaran pembangunan. Permasalahan Berdasarkan latar belakang permasalahan yang ada, maka pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana efektifitas pelaksanaan Musrenbang dalam penyusunan RAPBD di Kota Administrasi Jakarta Timur? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi Musrenbang sehingga menjadi efektif dan/atau tidak efektif dalam penyusunan RAPBD? Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas pelaksanaan Musrenbang dalam penyusunan RAPBD di Kota Administrasi Jakarta Timur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Selain itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor apa saja yang membuat Musrenbang efektif dan/atau tidak efektif. Tinjauan Teoritis Teori yang digunakan sebagai dasar peneliian ini terdiri dari teori Perencanaan Pembangunan, Efektifitas dan Penganggaran Partisipasi. Adapun acuan yang digunakan
3 Efektifitas pelaksanaan..., Wiyasti Dwiandini, FISIP UI, 2013
dalam konsep Perencanaan Pembangunan adalah teori yang dikemukakan oleh Lewis (1965, Sjafrizal (2009) dan Riyadi dan Deddy (2005). Acuan yang digunakan dalam konsep Penganggaran Partisipatif adalah teori yang dikemukakan oleh Brian Wampler (Anwar Shah 2007) dan Abdul Halim dan Muhammad Iqbal (2012). Acuan yang digunakan dalam konsep Efektifitas menggunakan teori dari Miles (1980) dan Hari Lubis dan Martani Husein (2009). Teori Perencanaan Pembangunan Lewis (1965) (Sjafrizal, 2009 : 15) menyatakan bahwa perencanaan pembangunan adalah suatu kumpulan kebijaksanaan dan program pembangunan untuk merangsang masyarakat dan swasta untuk menggunakan sumber daya yang tersedia secara lebih produktif. Sedangkan Riyadi dan Deddy (2005 : 7) mengemukakan bahwa perencanaan pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses perumusan alternatif-alternatif atau keputusan-keputusan yang didasarkan pada data-data dan fakta-fakta yang akan digunakan sebagai bahan untuk melaksanakan suatu rangkaian kegiatan atau aktivitas kemasyarakatan, baik yang bersifat fisik (material) maupun nonfisik (mental dan spiritual), dalam rangka mencapai tujuan yang lebih baik. Dalam penelitian ini proses perumusan kegiatan perencanan pembangunan melalui pelaksanaan Musrenbang untuk merangsang masyarakat dalam memberikan ide dan masukannya dalam pembangunan di lingkungan mereka Teori Penganggaran Partisipatif Brian Wampler (Anwar Shah 2007: 21) menyatakan bahwa penganggaran partisipatif adalah proses pengambilan keputusan melalui perundingan dan bernegosiasi oleh masyarakat atas distribusi sumber daya publik. Program penganggaran partisipatif yang dilaksanakan atas perintah dari pemerintah, warga, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan organisasi masyarakat sipil (OMS) untuk memungkinkan warga untuk memainkan peranan langsung dalam menentukan bagaimana dan di mana sumber daya yang harus dikeluarkan. Pendekatan dalam proses penganggaran terdiri dari Top Down Approach, Bottom-up Approach dan Mixture Approach (Abdul Halim dan Muhammad Iqbal, 2012 : 145). Top down Approach adalah rencana, program maupun anggaran ditentukan sepenuhnya oleh unit kerja yang tertinggi tingkatnya, tanpa pertimbangan usulan dari unit kerja di bawahnya. Sedangkan unit-unit kerja dibawahnya hanya sekedar melaksanakan. Bottom-up Approach adalah rencana mempersiapkan, merencanakan dan merumuskan anggaran dimulai dari tingkat atau jenjang organisasi terbawah mengarah secara hirarki ke tingkat atau jenjang yang lebih tinggi. Mixture Approach, pendekatan ini merupakan penggabungan antara pendekatan top down dan
4 Efektifitas pelaksanaan..., Wiyasti Dwiandini, FISIP UI, 2013
pendekatan bottom-up yang dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua level dalam organisasi dalam penyusunan dan perumusan yang sejelas-jelasnya. Dalam pelaksanaan Rembuk RW dan Musrenbang dihadiri oleh baik dari pemerintah, masyarakat maupun lembaga bukan pemerintahan, sehingga proses perencanaan pengaggaran dan pembangunan menggunakan pendekatan Miixture Approach. Selain itu sebagai bahan acuan penelitian, adalah dengan melihat keberhasilan program penganggaran partisipatif yang diterapkan di Porto Alegere, Brazil. Teori Efektifitas S.B. Hari Lubis dan Martani Husein (2009 : 98) menyatakan bahwa efektifitas merupakan suatu konsep yang sangat penting, karena mampu memberikan gambaran menyeluruh mengenai keseluruhan dalam usaha mencapai sasarannya. Pengukuran dalam efektifitas dapat dilihat dari tiga pendekatan yakni Pendekatan Sasaran (goal approach), Pendekatan Sumber (system resources approach) dan pendekatan yang terakhir adalah Pendekatan Proses (internal process approach). Robert H. Mils dalam bukunya Macro Organizational Behavior (1980 : 358) terdapat beberapa ukuran efektifitas, Mils mengemukakan salah satu ukuran ekfektifitas adalah Partticipation and shared influence, yakni melihat sejauh mana masyarakat berpartisipasi dalam membuat satu keputusan atau kebijakan yang secara langsung mempengaruhi mereka atau berdampak langsung bagi mereka. Metode Penelitian Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode Post Positivist. Penggunaan pendekatan ini dikarenakan dalam pendekatannya menggunakan pendekatan kuantitatif sedangkan dalam teknik pengumpulan datanya menggunakan metode kualitatif. Jenis Penelitian Berdasarkan tujuannya, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, di mana dalam penelitian ini mencoba menggambarkan efekifitas Musrenbang dalam RAPBD. Dilihat dari manfaat penelitian, penelitian ini adalah penelitian terapan. Berdasarkan waktu penelitian, penelitian ini menggunakan penelitian cross-sectional, karena penelitian ini hanya dilakukan dalam satu waktu dan tidak dilakukan perbandingan.
5 Efektifitas pelaksanaan..., Wiyasti Dwiandini, FISIP UI, 2013
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan wawancara mendalam dan studi dokumen karena data bersumber dari hasil notulen Rembuk RW dan Musrenbang Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini terdapat keterbatasan penelitian yakni masih adanya kekurangan pada tingkat Suku Dinas Pekerjaan Umum. Selain itu keterbatasan dalam penelitian ini yakni data di Kecamatan Duren Sawit menggunakan data Musrenbang Tahun 2013 untuk perencanaan 2014 sehingga berbeda dengan studi lainnya. Keterbatasan waktu yang dimiliki oleh peneliti dalam studi lapangan menyebabkan dalam penelitian ini belum mencantumkan realisasi dari kesesuaian apa yang telah diakomodir oleh Kelurahan, Kecamatan dan Kota dengan apa yang diberikan. Selain itu, keterbatasan waktu penelitian menyebabkan kurangnya informasi yang bersumber dari masyarakat secara langsung.
Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai Efektifitas pelaksanaan Musrenbang dalam penyusunan RAPBD pada Kota Administrasi Jakarta Timur dilihat dari proses Rembuk RW lalu kemudian proses Musrenbang Kelurahan, Kecamatan dan Kota juga pada Suku Dinas Terkait pembangunan. Proses penelitian tersebut dilakukan berjenjang karena dalam menentukan perencanaan pembangunan di Kota Administrasi Jakarta Timur diawali dari Rembuk RW yang merupakan tingkatan awal dari proses perencanaan pembangunan. Dalam penelitian ini Rembuk RW yang dijadikan studi adalah Rembuk RW pada RW 09 Kelurahan Duren Sawit. Sedangkan Kelurahan dan Kecamatan yang dijadikan studi adalah Kelurahan dan Kecamatan Duren Sawit. Suku Dinas terkait pembangunan yang dijadikan studi penelitian adalah Suku Dinas Pekerjaan Umum Kota Administrasi Jakarta Timur. 1.
Pelaksanaan Rembuk RW Pada Kelurahan Duren Sawit Pelaksanaan Rembuk RW pada dasarnya merupakan suatu bentuk aspirasi masyarakat
dalam pembangunan. Dalam Rembuk RW masyarakat diberikan kebebasan dalam memberikan usulan, apapun bentuk dan jenis usulannya tanpa batasan tertentu, seluruhnya di tampung dalam Rembuk RW. Pada hakikatnya pelaksanaan Rembuk RW dihadiri oleh masyarakat secara langsung, akan tetapi pada penelitian di RW 09 Kelurahan Duren Sawit, pelaksanaan Rembuk RW tidak dihadiri oleh masyarakat secara langsung melainkan
6 Efektifitas pelaksanaan..., Wiyasti Dwiandini, FISIP UI, 2013
partisipasi masyarakat hanya diwakili oleh Ketua RT di RW 09 saja. Kurangnya partisipasi dari masyarakat RW 09 dalam pelaksanaan Rembuk RW dikarenakan kurangnya sosialisasi yang diberikan oleh para Ketua RT dan RW di RW 09. Skema. 1. Proses Pelaksanaan Rembuk RW 09 Kelurahan Duren Sawit. Mengumpulkan Warga RW 09 (nyatanya hanyaa para Ketua RT yang hadir sebagai perwakilan dari Warga RW 09)
Menyerahkan seluruh usulan ke Kelurahan (yang seharusnya menyiapkan 18 usulan, 10 untuk Kelurahan, 5 untuk kecamatan dan 3 untuk Kota.
Memilih Prioritas pembangunan
Pelaksanaan Rembuk RW
Usulan kegiatan pembangunan oleh para peserta Rembuk RW
Sumber : Hasil olahan peneliti dari analisis penelitian
Agar berjalan efektif maka dalam proses Rembuk tersebut didampingi oleh Lembaga Musyawarah Kelurahan yang diberi tugas oleh Lurah untuk melakukan pendampingan pada pelaksanaan Rembuk RW. Akan tetapi pada pelaksanaannya terkadang LMK tidak pernah peduli dengan Rembuk RW karena sering kali LMK dan Para Ketua RW terjadi selisih paham sehingga hubungan komunikasi diantara LMK dan Ketua RW tidak cukup baik. Sebagai akibatnya, pada pelaksanaan Rembuk RW, LMK tidak diundang oleh para ketua RW. Selain kurangnya partisipasi masyarakat secara langsung, kontrol dan dampingan dari Pemerintah Daerah cenderung lemah. Hal ini dikarenakan keterbatasan sumber daya manusia yang dimiliki oleh Bappeda DKI Jakarta. Kurangnya kontrol tersebut juga menjadi faktor utama ketidaksesuaian pelaksanaan Rembuk RW dengan panduan yang telah ditetapkan. Dalam panduan Rembuk RW, pada saat pengklasifikasian usulan Rembuk RW, menyiapkan 18 usulan pembangunan yang menjadi prioritas. Dari 18 usulan pembangunan tersebut kemudian 10 (sepuluh) usulan diberikan ke Kelurahan, 5 (lima) usulan diberikan ke Kecamatan dan 3 (tiga) usulan menjadi rencana kerja SKPD/UKPD untuk Kabupaten/Kota dan Provinsi. Usulan masyarakat yang tidak dipilih untuk diakomodir menjadi bank data untuk program tahun berikutnya. Sedangkan usulan diluar 18 usulan perencanaan pembangunan yang tidak teralokasikan akan dilaksanakan melalui program PPMK, PNPM, PEMK, CSR dan Swadaya. Seperti yang terlihat pada Skema. 1., pada pelaksanaannya hasil Rembuk RW tidak menyiapkan pengklasifikasian sistem 10 usulan Kelurahan, 5 usulan Kecamatan dan 3 usulan Kota. Usulan yang masuk dan diterima dalam hasil Rembuk RW
7 Efektifitas pelaksanaan..., Wiyasti Dwiandini, FISIP UI, 2013
seluruhnya diserahkan kepada Kelurahan yang kemudian Kelurahan mengklasifikasikan usulan pembangunan yang dijadikan prioritas. 2. Pelaksanaan Musrenbang Kelurahan Duren Sawit Pada dasarnya pelaksanaan Musrenbang Kelurahan adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dengan melihat prioritas-priositas kebutuhan. Pelaksanaan Musrenbang Kelurahan Duren Sawit adalah membahas usulan-usulan dari hasil Rembuk RW yang merupakan bagian dari kewenangan Kelurahan. Setiap Kelurahan telah memiliki Pagu yang khusus dialokasikan untuk mengakomodir usulan masyarakat yakni Pagu Aspriasi Masyarakat (Asmas). Grafik. 1. Komponen Pemberian Pagu Musrenbang Kelurahan
Jumlah RT 20%
Luas Wilayah 20%
RW Kumuh 10%
Rumah Tangga Sasarn (RTS) 30%
Jumlah Penduduk 20%
Sumber : Bappeda DKI Jakarta, 2013
Berdasarkan grafik. 1. dapat dilihat besaran komponen pemberian Pagu Musrenbang untuk kelurahan. Dari besaranya Pagu Musrenbang yang dialokasikan untuk usulan masyarakat 20 persen berdasarkan luas wilayah di suatu kelurahan. Kelurahan yang memiliki wilayah yang lebih besar diberikan anggaran yang lebih besar. Komponen kedua dari pemberian Pagu Musrenbang dilihat dari jumlah penduduk dengan bobot sebesar 20 persen. Komponen yang ketiga dilihat dari Rumah Tangga Sasaran (RTS) dengan bobot sebesar 30 persen. Pada umumnya RTS diutamakan dari masayarat miskin di suatu wilayah. Komponen yang keempat adalah melihat jumlah RW kumuh yang ada di suatu kelurahan. Bobot komponen jumlah RW kumuh adalah sebesar 10 persen, peresentase tersebut merupakan komponen terkecil dari keempat komponen lainnya, hal ini dikarenakan persebaran RW kumuh tidak merata. Selain itu permasalahan yang ada dilingkungan RW kumuh merupakan bagian dari program tingkat kota sehingga tanggung jawab kelurahan dalam membuat perencanaan pembangunan bagi RW kumuh tidak besar. Komponen yang terakhir sebagai
8 Efektifitas pelaksanaan..., Wiyasti Dwiandini, FISIP UI, 2013
pemberian besaran pagu musrenbang dilihat dari jumlah RT yang ada di suatu Kelurahan. Komponen jumlah RT memiliki bobot sama dengan luas wilayah, dan jumlah penduduk di suatu kelurahan yakni sebesar 20 persen. Pada Tahun 2012 dari hasil pelaksanaan Rembuk RW, Kelurahan Duren Sawit menerima 180 usulan pembangunan, 180 usulan tersebut berasal dari 17 RW. Musrenbang Kelurahan Duren Sawit menetapkan dari 180 usulan yang diajukan hanya 11 (sebelas) usulan warga yang dapat dianggarkan. Hal ini dikarenakan anggaran yang terbatas dan kewenangan yang terbatas sehingga keterbatasan usulan yang diakomodir oleh Kelurahan merupakan pilihan dari pembangunan yang sifatnya prioritas. Tahun 2012, pada Kelurahan Duren Sawit terdapat 16 usulan yang diakomodir dan ditampung oleh program-program yang diselenggarakan di kelurahan antara lain PPMK, PNPM, KJK PEMK, CSR dan Swadaya. Dari ke 16 usulan tersebut, sebanyak 13 usulan diakomodir oleh PPMK, sedangkan PNPM hanya menampung 3 usulan saja dan sisanya diakomodir oleh Swadaya masyarakat. Tabel 1. Hasil Rembuk RW Tingkat Kelurahaan Duren Sawit 2012 Perencanaan 2013 No . 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Kegiatan Latihan keterampilan bagi anggota hansip dalam menangani kejahatan Pemberian makanan tambahan Penertiban Pengadaan alat kebersihan Pengadaan alat penunjang kebersihan Peningkatan Sumber Daya Manusia Penyediaan operasional Jumantik Penyediaan operasional balita dan lansia (Honorarium Kader) Penyediaan perlegkapan keamanan Penyediaan sarana dan prasarana posyandu Sosialisasi penanganan bencana
Jumlah Masalah dan Usulan yang Diserap
Status Kegiatan
7.500.000
1
Disetujui
Posyandu Paket Unit Unit Paket Orang
32.400.000 15.000.000 96.250.000 98.000.000 112.270.000 165.480.000
17 2 17 17 4 17
Disetujui Disetujui Disetujui Disetujui Disetujui Disetujui
Nilai Target Kelurahan
Satuan Target Kelurahan
15
Paket
18 2 275 49 3 198
Target Masukan
18
Posyandu
43.200.000
17
Disetujui
170
Stel
59.500.000
17
Disetujui
18
Posyandu
36.000.000
17
Disetujui
1
Paket
5.000.000
1
Disetujui
Sumber : Kelurahan Duren Sawit, 2013
Pada tahun 2012, usulan-usulan yang menjadi prioritas Kelurahan Duren Sawit yang ditetapkan dalam Musrenbang dibagi dalam dua kategori yakni fisik dan non fisik. Pada Tabel 1. dapat dilihat prioritas pembangunan kategori fisik Kelurahan Duren Sawit adalah pada bidang kebersihan yakni pengadaan alat kebersihan, pada bidang kesehatan meningkatkan pengadaan pada posyandu dengan meningkatkan sarana dan prasarana posyandu, penyediaan operasional balita dan lansia juga pemberian makanan tambahan. Sedangkan dalam kategori non fisik pada bidang kesehatan yakni penyediaan operasional jumantik, bidang keamanan dan ketertiban mengadakan pelatihan keterampilan bagi keamanan di sekitar kelurahan, selain itu juga melakukam peningkatan sumber daya manusia dan sosialisasi penangan bencana.
9 Efektifitas pelaksanaan..., Wiyasti Dwiandini, FISIP UI, 2013
Dari usulan yang ada, masalah yang paling banyak diusulkan oleh masyarakat kepada Kelurahan Duren Sawit adalah mengenai poskamling yang sudah mulai rusak dan tidak efektif lagi difungsikan. Perbaikan poskamling yang merupakan prioritas utama ini mendapat peran 31.25 persen dari usulan kegiatan yang direncanakan oleh program-program Kelurahan dengan menekan biaya sebesar Rp102.000.000 (seratus dua juta rupiah). Guna meningkatkan pemberdayaan masyarakat dan mendukung Usaha Kecil Menengah masyarakat, maka dalam program kegiatan yang diakomodir oleh perwakilan masyarakat tersebut menganggarkan penambahan modal bagi pengrajin lemari yang kekurangan modal. Modal yang diberikan cukup besar yakni mencapai Rp100.000.000 (seratus juta rupiah). Terbatasnya usulan masyarakat yang dianggarkan dalam pagu Musrenbang Kelurahan Duren Sawit tidak terlepas dari terbatasnya anggaran yang ada. Akan tetapi selain keterbatasan anggaran, usulan masyarakat yang tidak dapat diakomodir oleh Kelurahan dikarenakan usulan pembangunan yang sampai di tingkat kelurahan bukanlah kewenangan Kelurahan dalam melakukan pembangunan. Kewenangan kelurahan dibatasi dalam Peraturan Gubernur No. 46 Tahun 2006 tentang Pelimpahan Kewenangan Sebagian Urusan Pemerintahan
Daerah
Dari
Gubernur
Kepada
Walikotamadya/Bupati
Kabupaten
Administrasi, Camat dan Lurah. Meururt Pergub Nomor 46 Tahun 2006 urusan pemerintahan yang menjadi wewenang Dinas yang dilimpahkan kepada lurah, meliputi urusan pemerintahan dalam skala kelurahan, yakni bidang ketentraman, ketertiban dan perlindungan masyarakat; bidang kebersihan; dan bidang kesehatan masyarakat. 3.
Pelaksanaan Musrenbang Kecamatan Duren Sawit Sama seperti halnya Kelurahan, Kecamatan dalam pelaksanaan musrenbang adalah
dengan membahas usulan masyarakat dari hasil Rembuk RW. Pelaksanaan Musrenbang pada Kecamatan Duren Sawit partisipasi masyarakat secara langsung masih terbilang rendah, karena kehadiran masyarakat hanya diwakilkan oleh beberapa Ketua RT dan ketua RW saja. Pada Musrenbang Kecamatan membahas usulan-usulan masyarakat yang tidak dapat tertampung di tingkat RW dan kelurahan. Pada tingkat Kecamatan usulan-usulan yang diakomodir biasanya berupa usulan fisik yang ringan seperti penutupan lubang jalan, normalisasi saluran air dan lain-lain. Kecamatan Duren Sawit pada tahun 2013, menerima 172 usulan permasalahan masyarakat yang dihasilkan dari Rembuk RW. Dari 172 usulan tersebut yang dapat ditampung dan diakomodir sebesar 72 persen atau sebanyak 125 usulan. Hal ini dikarenakan usulan lainnya bukan merupakan kewenangan Kecamatan sehingga 15 persen atau sebanyak
10 Efektifitas pelaksanaan..., Wiyasti Dwiandini, FISIP UI, 2013
26 usulan diserahkan tanggungjawabnya ke Sudin terkait, seperti Sudin PU Jalan, PU Air, Sudin Perumahan, Sudin Pertamanan dan Sudin Trantib. Grafik. 2. Persentase Hasil Musrenbang Kecamatan Tahun 2013 Digabungkan dengan Kegiatan lain 5%
Lain-lain 5%
Swadaya 3% Ditolak (diserahkan ke Sudin) 15%
Diterima 72%
Sumber : Kecamatan Duren Sawit, 2013 (olahan peneliti)
Selain usulan yang ditolak dan diberikan kepada Sudin-Sudin terkait, berdasarkan Grafik. 2. dapat dilihat pula bahwa usulan yang tidak dapat diakomodir oleh Kecamatan ditampung oleh Swadaya Masyarakat sebesar tiga persen atau sebanyak lima usulan, seluruhnya merupakan permasalahan di bidang saluran air seperti perbaikan saluran air, pemeliharaan saluran air dan pembuatan gorong-gorong, pengurasan saluran air dan pengerukan saluran air. Adanya kesamaan permasalahan dan pengusulan yang diajukan dengan lokasi yang sama maka sebesar lima persen atau sebanyak delapan usulan digabungkan dengan kegiatan yang sama. Seperti halnya yang terjadi pada Jalan Narada, Kresna dan Yudistira, usulan pemeliharaan saluran dengan pengerukan lumpur saluran air di lokasi tersebut digabungan dengan usulan pemeliharaan saluran dengan pengerukan lumpur saluran air di RT.003 sampai dengan RT.008 RW.01. Usulan yang tidak diakomodir baik oleh Kecamatan, Sudin dan Swadaya dan juga usulan yang tidak digabungkan dengan kegiatan lain, dimasukkan dalam kategori lain-lain yang memiliki persentase sebesar lima persen atau sebanyak delapan usulan. Hasil Musrenbang Kecamatan yang tidak diakomodir dan masuk kategori lain-lain tersebut terdiri dari usulan yang ditolak, usulan yang diajukan sama dengan usulan kegiatan lainnya sehingga ada duplikatisasi pada usulan. Selain duplikatisasi usulan, aspirasi masyarakat yang tidak dapat diakomodir dikarenakan lokasi yang belum dibebaskan, seperti halnya dengan usulan pelebaran saluran air yang berlokasi di RT.002, 004, 005 RW.09 dan RT 002 RW 016 Kelurahan Klender. Karena lokasi yang belum dibebaskan tersebut maka permaslahan yang terjadi pada usulan tersebut diserahan kepada Dinas Propinsi.
11 Efektifitas pelaksanaan..., Wiyasti Dwiandini, FISIP UI, 2013
Dari 125 usulan yang diterima hanya 47.25 persen atau sebanyak 61 usulan yang dapat diaomodir oleh Kecamatan Duren Sawit. Hal ini dikarena keterbatasan Pagu Musrenbang yang ada di Kecamatn sehingga diseleksi dan dievaluasi kembali yang menjadi prioritas. Pagu Musrenbang yang dimiliki oleh Kecamatan Duren Sawit sebesar Rp3.692.800.000 sedangkan jika
mengakomodir
125
usulan
yang
diterima
biaya
yang
dibutuhkan
sebesar
Rp4.507.850.000. Dari 47.25 persen yang dipilih menjadi prioritas utama pembangunan oleh masyarakat adalah penanganan masalah saluran air untuk menanggulangi banjir di daerahnya. Masalah dari saluran air tersebut antara lain ada daerah yang belum memiliki saluran air sehingga mengakibatkan banjir dilingkungannya. Sampah yang menumpuk di saluran air juga merupakan masalah yang dihadapi di beberapa daerah Kecamatan Duren Sawit, sampah yang menumpuk menyebabkan saluran air tidak lancar, yang pada akhirnya akan menyebabkan banjir. Selain itu prioritas pembangunan di daerah Kecamatan Duren Sawit adalah pengaspalan jalan yang berlubang, pemeliharaan jalan dan pembuatan trotoar. 4.
Pelaksanaan Musrenbang Kota Administratif Jakarta Timur Setelah dilaksanakan Rembuk RW, Musrenbang Kelurahan, dan Musrenbang
Kecamatan, proses selanjutnya adalah Pra Musrenbang Kota. Pra Musrenbang Kota dimaksudkan untuk menyepakati dan menetapkan UKPD yang mengakomodir hasil Rembuk RW serta melakukan penajaman program prioritas wilayah. Setelah Pra Musrenbang Kota selanjutnya adalah Musrenbang Kota, pada forum ini dimaksudkan untuk penajaman, penyelarasan, klarifikasi dan kesepakatan terhadap usulan Rencana Kerja (Renja) Kelurahan, Kecamatan dan UKPD yang diintegrasikan dengan prioritas pembangunandaerah diwilayah kota administratsi. Pada tahun 2012, Kota Administratif Jakarta Timur memiliki 2.377 permasalahan yang bersumber dari aspirasi masyarakat maupun dari Kelurahan dan Kecamatan. Dilihat dari tabel 2, banyaknya usulan kegiatan yang ditampung oleh Kota Administratif Jakarta Timur sebanyak 575 usulan dapat ditindaklanjuti oleh Kota. Dari 575 usulan yang ditindaklanjuti sebanyak 189 kegiatan diakomodir dalam anggaran APBD sedangkan 396 kegiatan diterima namun tidak diakomodir dalam anggaran APBD. Sedangkan sisanya tidak dapat diakomodir karena selain adanya hasil reses, dikarenakan pula keterbatasan anggaran dan kewenangan Pemerintah tingkat kota. Selain itu alasan perencanaan pembangunan yang diusulkan tidak jelas sehingga usulan tidak dapat diakomodir.
12 Efektifitas pelaksanaan..., Wiyasti Dwiandini, FISIP UI, 2013
Tabel. 2 Usulan Masyarakat ke UKPD Jakarta Timur dalam Musrenbang 2012 untuk APBD 2013 Diterima Diusulkan No
Menjadi APBD
Kecamatan
Ditolak
Tidak Menjadi APBD
Keg
Masalah
Keg
Masalah
Keg
Masalah
Keg
Masalah
182 294
12 12
24 160
14 7
36 66
9 7
22 15
1 2
Pasar Rebo Cirascas
77 34
3 4 5 6 7 8
Cipayung Kramat Jati Makasar Jatinegara Duren Sawit Matraman
132
276
33
111
48
74
4
4
110 19 218 42 30
120 23 319 329 166
21 6 37 15 9
29 10 56 111 61
59 9 71 5 8
61 9 117 32 15
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
9 10
Pulo Gadung Cakung
259
259
27
27
161
161
5
5
58
409
17
150
14
125
0
0
Total
979
2377
189
739
396
696
25
46
Sumber : Bappeda DKI Jakarta, 2013 (olahan peneliti)
Pada tahun 2012 untuk perencanaan 2013, Dari hasil Rembuk RW mayoritas usulan masyarakat yang ditampung Kota Administrtatif Jakarta Timur adalah pemeliharaan jalan, peningkatan taman, perbaikan dan pengadaan TPS, peningkatan sarana Penerangan Jalan Uumum (PJU), Penyediaan sarana posyandu dan pemberian makanan tambahan, penyediaan alat pemadam api dini otomatis, penopingan pohon, pengadaan alat kebersihan, pengadaan peralatan fogging dan pengadaan seragam para kader jumantik. Dari usulan tersebut, dapat dilihat bahwa sebagian besar usulan yang diakomodir oleh tingkat kota lebih ke bidang fisik. Usulan yang diakomodir tersebut dipilih sesuai dengan prioritas utama yang dibutuhkan masyarakat dan termasuk dalam Indikator Kerja Utama (IKU). yakni: Penataan RW kumuh; Peningkatan Pelayanan Masyarakat atau Pelayanan Terpadu; Gerakan Jumat Bersih dan Sehat; dan Penataan Kawasan Unggulan. Prioritas penuntasan penanganan RW kumuh di Kota Jakarta Timur terdapat pada 31 RW kumuh yang tersebar di 10 Kecamatan di wilayah Jakarta Timur. Untuk perbaikan setiap RW kumuh rata-rata dianggarkan sebesar Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah). Prioritas peningkatan seperti pelayanan terpadu kerap sudah mulai dilaksanakan dengan baik. Dalam layanan terpadu, Pemerintah Jakarta Timur memberikan pelayanan kepada masyarakat terkait dengan perizinan. Terdapat 47 jenis perizinan yang diberikan pelayanannya oleh Pemerintah kota, baik perizinan dalam tata kota, kesehatan yakni dengan membangun klinik dan lain sebagainya.
13 Efektifitas pelaksanaan..., Wiyasti Dwiandini, FISIP UI, 2013
Kendala yang dihadapi oleh Kota Administrasi Jakarta Timur pada saat Musrenbang adalah terkait dengan usulan masyarakat yang tidak dapat dipenuhi oleh tingkat kota sehingga perencanaan yang diajukan masyarakat ke tingkat kota diajukan kembali ke tingkat Provinsi. Kendala usulan masyarakat yang tidak dapat terakomodir tersebut karena diluar kewenangan dan kemampuan kota, hal ini dilatar belakangi oleh masih rendahnya pendidikan masyarakat mengenai hal-hal teknis sehingga dalam pengambilan keputusan sering kali tidak selaras dengan kewenangan dan kemampuan kota. Selain itu, kurangnya SDM dari tingkat kelurahan yang merupakan pihak yang paling dekat dengan masyarakat menyebabkan transfer perencanaan dari bawah ke kota tidak berjalan efektif. Alokasi anggaran pada tingkat Kota bukan merupakan hal wajib untuk menanggung usulan masyarakat dari hasil Rembuk RW. Karena Pagu yang ada menggunakan Pagu Sudin sendiri, tidak ada anggaran khusus dari pemerintah Daerah kepada tingkat Kota dan Suku Dinas untuk mengakomodir usulan masyarakat sehingga terkadang banyak usulan masyarakat yang diajukan ke Kota tidak diakomodir karena pengakomodiran dari usulan masyaraakat tergantung dari diskresi Sudin masing-masing. 5.
Usulan Hasil Musrenbang Tingkat Kota Sebagai Kewenangan Sudin PU Jalan Permasalahan yang diajukan pada tingkat kota dalam bidang fisik terutama pembangunan
jalan dan jembatan, dialokasikan kepada Suku Dinas Pekerjaan Umum Jalan untuk diakomodir. Pada Suku Dinas PU Jalan di Kota Administrasi Jakarta Timur, merupakan Suku Dinas yang paling banyak menerima usulan masyarakat dari hasil Musrenbang dibandingkan dengan Suku Dinas lainnya. Akan tetapi usulan pembangunan dari masyarakat yang diajukan kepada Suku Dinas PU Jalan tidak hanya bersumber dari hasil Rembuk RW dan Musrenbang melainkan dari masyarakat secara langsung dengan mengirimkan usulan pembangunan melalui surat yang dikirim langsung ke Sudin yang berwenang atau melalui media elektronik seperti email dan bahkan melalui media social seperti twitter. Pada pelaksanaannya Suku Dinas PU Jalan Jakarta Timur tidak hanya menampung hasil Musrenbang Kota dan Rembuk RW yang diajukan ke tingkat Kota saja melainkan juga mengakomodir hasil Musrenbang Kecamatan dan usulan Rembuk RW pada tingkat Kecamatan. Hal ini dikarenakan kewenangan pada tingkat Kecamatan usulan dengan standar kewenangannya membutuhkan program atau pembangunan yang dilakukan dari Suku Dinas. Dengan prioritasnya membangun jalan, jembatan dan trotoar, pada tahun 2012 perencanaan APBD 2013, Suku Dinas PU Jalan mendapat 203 usulan yang bersumber dari 10 Kecamatan yang ada di Kota Administrasi Jakarta Timur. Jika dilihat dengan kemampuan
14 Efektifitas pelaksanaan..., Wiyasti Dwiandini, FISIP UI, 2013
Suku Dinas PU Jalan Jakarta Timur, dari total Pagu yang dimiliki sebesar 30 persen dari anggarannya digunakan untuk mengakomodir kebutuhan masyarakat yang bersumber dari aspriasi langsung masyarakat yakni Rembuk RW dan Musrenbang. Dari 30 persen anggaran Suku Dinas PU Jalan Jakarta Timur yang dialokasikan untuk mengakomodir usulan, pembangunan fisik yang dilakukan oleh Suku Dinas 100 persen merupakan usulan dari hasil Rembuk RW dan Musrenbang.
Grafik. 3. Usulan Masyarakat ke UKPD Jakarta Timur Musrenbang 2012 Untuk APBD 2013 Belum Dapat Ditindaklanjuti 14%
Usulan yang Diterima 7%
Usulan Ditolak 1%
Usulan Diterima tidak APBD 78%
Sumber : Bappeda DKI Jakarta, 2013
Berdasarkan grafik 3. dapat dilihat dari 203 usulan yang masuk, 7 persen atau sebanyak 14 usulan diterima dan dianggarkan dalam Pagu Asmas dan APBD untuk diajukan menjadi program pembangunan Suku Dinas PU Jalan Jakarta Timur. Usulan masyarakat yang diterima dan dianggarkan dalam Pagu Asmas namun tidak dalam APBD adalah sebesar 78 persen atau sebanyak 159 usulan. Sedangkan usulan yang ditolak untuk diprogramkan dalam kegiatan Sudin PU Jalan sebanyak dua usulan atau sekitar satu persen dari total usulan. Sisa usulan yakni sebanyak 28 usulan yang masuk, sampai saat ini belum dapat ditindaklanjuti. Alasan tidak dapat ditindaklanjuti yakni dikarenakan usulan yang diajukan sudah masuk dalam Dinas lainnya, usulan yang diajukan bukan Tupoksi dari dinas PU Jalan, atau dapat pula telah dijalankan oleh dinas lain atau disatukan pada dinas lainnya. Dalam upaya merealisasikan perencanaan yang telah diakomodir, terkadang terjadi kendala yang menyebabkan pembangunan dibatalkan atau ditunda yakni karena jalan yang diusulkan untuk dilakukan perbaikan bukanlah jalan pemerintah melainkan pihak swasta. Selain pembatalan pembangunan dalam rangka merealisasikan perencanaan aspirasi masyaraat yang dilatarbelakangi oleh kepemilikan lokasi pembangunan, pembatalan pembangunan yang direncanaakn juga disebabkan karena kekurangan Pagu yang disetujui oleh Bappeda.
15 Efektifitas pelaksanaan..., Wiyasti Dwiandini, FISIP UI, 2013
Pembahasan Pembahasan dalam penelitian menggunakan tiga teori, yakni Perencanaan Pembangunan, Penganggaran Partisipatif, dan Efektifitas. Ketiga teori tersebut akan menjelaskan efektif atau tidak pelaksanaan Musrenbang dalam Rancangan Penganggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Perencanaan Pembangunan Pelaksanaan Rembuk RW dan Musrenbang baik di tingkat Kelurahan, Kecamatan dan Kota pada dasarnya merupakan suatu bentuk aspirasi masyarakat dalam pembangunan. Aspirasi masyarakat yang ada merupakan sumber informasi bagi pemerintah mengenai apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh masyarakat agar kebutuhan masyarakat dapat ditindaklanjuti oleh pemerintah. Musrenbang merupakan forum komunikasi dan pelibatan antara masyarakat dengan pemerintah yang memiliki tujuan untuk memadukan perencanaan pembangunan yang bersifat bottom up dan top down agar menjadi masukan pemerintah daerah dalam menyusun perencanaan untuk tahun yang akan datang. Seperti teori Perencanaan Pembangunan yang dikemukaan oleh Lewis bahwa dalam pelaksanaannya Rembuk RW dan Musrenbang adalah membahas program-program pembangunan dimana masyarakat dituntut agar mandiri dalam mengatur wilayahnya, mengajak warga menyelesaikan permasalahannya sendiri dengan dana yang sudah dialokasikan. Adanya Rembuk RW dan Musrenbang masyarakat diberikan kebebasan dalam memberikan usulan, apapun bentuk dan jenis usulannya, seluruhnya di tampung dalam Rembuk RW. Selain itu Rembuk RW dan Musrenbang dalam pelaksanaannya adalah membuat suatu perumusan alternatif-alternatif solusi dari masalah pembangunan seperti teori yang diungkapkan oleh Riyadi dan Dedy. Alternatif solusi tersebut bersumber dari usulan masyarakat yang kemudian diklasifikasikan dengan prioritas utama. Prioritas pembangunan dengan terlebih dahulu melihat fakta di lapangan dengan melakukan tinjau lapangan. Sehingga perumusan pembangungan melalui rembuk RW dan Musrenbang tepat sasaran. Penganggaran Partisipatif Rembuk RW dan Musrenbang merupakan suatu wadah untuk menampung aspirasi masyarakat secara langsung dalam memberikan ide pembangunan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Oleh sebab itu dalam pelaksanaan Rembuk RW dan Musrenbang wajib dihadiri oleh masyarakat secara langsung. Dalam pelaksanaan Rembuk RW dan Musrenbang masyarakat dapat dengan bebas menyuarakan pendapatnya tanpa batasan tertentu. Akan tetapi pada penelitian di RW 09 Kelurahan Duren Sawit, pelaksanaan Rembuk 16 Efektifitas pelaksanaan..., Wiyasti Dwiandini, FISIP UI, 2013
RW tidak dihadiri oleh masyarakat secara langsung melainkan partisipasi masyarakat hanya diwakili oleh Ketua RT di RW 09 saja. Kurangnya partisipasi dari masyarakat RW 09 dalam pelaksanaan Rembuk RW dikarenakan kurangnya sosialisasi yang diberikan oleh para Ketua RT dan RW di RW 09. Sama halnya dengan Kelurahan, Kecamatan, dan Kota yang menjadi studi penelitian, bahwa partisipasi masyarakat secara langsung dalam pelaksanaan Rembuk RW dan Musrenbang masih sangat rendah. Sesuai dengan Teori Peganggaran Partisipatif yang dikemukakan oleh Brian Wampler, dimana pengambilan keputusan melalui perundingan dan bernegoisasi dengan masyarakat, pemerintah, lembaga swadaya, lembaga non pemerintah dan juga perwakilan masyarakat lainnya. Pada pelaksanaan Rembuk RW 09 dan Musrenbang Kelurahan Duren Sawit, Kecamatan Duren Sawit, dan Kota Administratif Jakarta Timur, pesertanya terdiri dari perwakilan pemerintah, warga, LSM, perwakilan masyarakat lainnya sehingga pendekatan pengaggaran partisipatif menggunakan pendekatan Mixture Approach. Walaupun kehadiran para peserta cukup berpartisipasi namun dalam menentukan besaran anggaran yang akan membiayai setiap usulan pembangunan, jika dibandingkan dengan teori penganggaran partisipatif ternyata penganggaran partisipatif yang dilakukan masyarakat sama sekali belum terwujud. Hal ini dikarenakan pada saat menentukan biaya dengan melihat langsung di lapangan, baik masyarakat maupun perwakilan masyarakat tidak dilibatkan, hanya para ahli dibidang teknisnya dan perwakilan dari Kanppeko saja. Dapat dilihat bahwa semakin tinggi tingkatan Musrenbang semakin kecil pula tingkat partisipasi masyaraat secara langsung. Sistem pelaksanaan ini sangat berbeda pada pelaksanaan partisipasi perencanaan dan partisipasi anggaran di Porto Alegere, Brazil. Partisipasi yang dilaksanakan di Kota Porto Alegre dalam perencanaan pembangunan juga perencanaan anggaran awalnya memilih langsung delegasi mereka untuk menjadi dewan rakyat yang merupakan perwakilan dari asosiasi-asosiasi masyarakat dan kelompok lokal lainnya. Akan tetapi keberadaan dewan rakyat tersebut sama sekali tidak membatasi partisipasi langsung warga dalam diskusi-diskusi terkait penyusunan perencanaan dan penganggaran, bahkan pada tahun 2002, masyarakat yang berpartisipasi langsung di Porto Alegre berjumlah 28.907 orang. Berbeda sekali dengan partisipasi masyarakat yang terjadi di Jakarta khususnya Kota Administrasi Jakarta Timur, partisipasi masyarakat secara langsung hanya dilibatkan sampai batas Rembuk RW, tidak sampai tingkat kota apalagi tingkat Provinsi dan nasional. Pada tingkat Rembuk RW pun partisipasi masyarakat secara langsung masih terbilang rendah.
17 Efektifitas pelaksanaan..., Wiyasti Dwiandini, FISIP UI, 2013
Efektifitas Dari hasil penelitian, usulan masyarakat dari hasil Rembuk RW dan Musrenbang tidak banyak yang diakomodir. Hal ini disebabkan karena keterbatasan kewenangan dan keterbatasan anggaran yang dimiliki oleh masing-masing tingkatan daerah (Kelurahan, Kecamatan dan Kota). Selain faktor mekanisme, penolakan pengakomodiran usulan masyarakat juga terdapat faktor teknis. Faktor teknis sering kali bersumber pada saat pencatat Rembuk RW yang dimasukkan ke dalam sistem online. Kesalahan teknis yang terjadi seperti kesalahan dalam perhitungan pengukuran volume, lokasi bahkan masalah pertanahan. Hal tersebut yang terkadang yang menjadi penyebab utama usulan masyarakat tidak diakomodir. Kurangnya bimbingan, pembelajaran dan juga pengetahuna masyarakat merupakan factor terjadinya kesalahan kecil atau teknis seperti ukuran yang kurang tepat yang diajukan ke Kelurahan, Kecamatan atau Kota. Oleh sebab itu pendampingan masyarakat oleh Suku Dinas dan pihak yang ahli dalam bidang permasalahan sangatlah penting sehingga dapat meminimalisir penolakan usulan dan usulan masyarakat yang diaspirasikan tepat sasaran. Jika dilihat dari teori Efektifitas yang dikemukakan oleh S.B. Hari Lubis dan Martani Husein dengan menggunakan Pendekatan Sasaran (goal approach), maka dapat diatakan bahwa pelaksanaan Rembuk RW dan Musrenbang tidak efektif. Dikatakan tidak efektif karena Rembuk RW dan Musrenbang tidak mencapai tujuan dan sasaran awal dari fungsi Rembuk RW dan Musrenbang yakni mengakomodir usulan pembangunan dari masyarakat. Menurut Mils, efektifitas dapat diukur dari tingkat partisipasi namun pada pelaksanaan Rembuk RW dan Musrenbang partisipasi masyarakat sangatlah rendah sehingga pelaksanaan Rembuk Rwdan Musrenbang tidak efektif. Semakin tinggi jenjang pelaksanaan Musrenbang maka semakin rendah pula tingkat partisipasi masyarakat. Pada Musrenbang tingkat Kota Administratif Jakarta Timur, partisipasi masyarakat secara langsung pun semakin menurun. Kehadiran atau partisipasi masyarakat secara langsung pada tingkat Kota dinilai sudah tidak efektif lagi untuk diikutseertakan dalam Musrenbang Kota. Hal ini diarenakan, pada Musrenbang di tingkat Kota sudah ditangani oleh Sudin-Sudin, Perguruan Tinggi, perwakilan masyarakat dan Anggota Dewan terpilih dari semua fraksi. Aspirasi masyarakat pada tingkat kota Jakarta Timur sudah di plot atau dibatasi dari setiap usulannya. Hal ini dikarena pada tingkat kota, prioritas pembangunan datang dari berbagai sumber, yakni masyarakat, usulan yang merupakan prioritas Suku Dinas, prioritas kota, prioritas walikota.
18 Efektifitas pelaksanaan..., Wiyasti Dwiandini, FISIP UI, 2013
Simpulan Berdasarkan hasil yang ditemukan dari penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Usulan hasil dari Rembuk RW dan Musrenbang belum dapat sepenuhnya diakomodir dalam masing-masing Pagu Aspirasi Masyarakat yang dialokasikan dari APBD baik itu Pagu Kelurahan, Kecamatan, Kota maupun Suku Dinas terkait. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa Musrenbang belum dapat terbilang Efektif karena tidak seluruhnya usulan masyarakat dapat diakomodir dalam Pagu Aspirasi Masyarakat. 2. Dari hasil penelitian, faktor yang menyebabkan Rembuk RW dan Musrenbang tidak efektif adalah tidak semua usulan masyarakat yang diaspirasikan dapat terpenuhi seluruhnya. Hal tersebut dikarenakan adanya keterbatasan anggaran dan keterbatasan kewenangan pada setiap tingkatan baik Kelurahan, Kecamatan maupun Kota dan Suku Dinas terkait. Tidak terakomodirnya usulan masyarakat menyebabkan kurangnya tingkat partisipasi masyarakat dalam Rembuk RW maupun Musrenbang. 7.2. Rekomendasi Sebagai poin akhir dari penelitian ini, berdasarkan permasalahan yang ada, disampaikan beberapa saran yang mungkin dapat menjadi masukan dan perbaikan bagi Pemerintah Daerah khususnta Kota Administrati Jakarta timur dan umumnya Provinsi DKI Jakarta, Suku Dinas terkait, dan juga masyarakat, yaitu sebagai berikut: 1. Ketidaksesuaian pelaksanan Rembuk RW dan Musrenbang Kelurahan, Kecamatan dan Tingkat Kota disebabkan karena kurangnya pendampingan dan pengawasan oleh Pemerintah Daerah, hendaknya Pemerintah Daerah meningkatkan pendampingan dan pengawasan dalam pelaksanaan Rembuk RW dan Musrenbang sehingga usulan yang diajukan masyarakat bisa langsung diklasifikasikan untuk diserahkan 10 ke Kelurahan, 5 ke Kecamatan dan 3 ke tingkat Kota. Sehingga tidak ada alasan bagi Kelurahan tidak mengakomodir usulan masyarakat karena keterbatasan kewenangan. 2. Keterbatasan kewenangan yang dimiliki oleh Kelurahan, Kecamatan, dan Kota hendaknya dapat ditambahkan. Terutama pada tingkat Kelurahan dierikan tambahan kewenangan yang dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat dalam klasifikasi umum, agar kebutuhan masyarakat dapat cepat terpenuhi. 3. Berdasarkan faktor-faktor yang menyebabkan usulan masyarakat tidak dapat diakomodir hendaknya Bappeda melakukan perbaikan mekanisme Rembuk RW maupun Musrenbang sehingga proses dari bawah merupakan proses yang perlu
19 Efektifitas pelaksanaan..., Wiyasti Dwiandini, FISIP UI, 2013
dihargai dan merupakan suatu hal yang penting. Sebagai suatu mekanisme walaupun masyarakat tidak hadir masih ada pertanggungjawaban usulan masyarakat sehingga jika usulan sampai di tingkat atas merupakan suatu penghargaan yang patut direspon. Walaupun pada akhirnya tidak semua usulan dapat diakomodir.
Daftar Referensi Buku Abdul Halim, & Muhammad Iqbal (2012). Pengelola Keuangan Daerah. Yogyakarta : Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN. Marion Gret, & Yves Sintomer. 2002. The Porto Alegre Experiment. Learnin Lesson for Better Democracy. London & New York :Zed Books. Miles, H. Robert. 1980. Macro Organizational Behavior. Santa Monica, Calofornia : Goodyear. Prijanto .2009. Mengintip APBD dan Pembangunan Jakarta. Jakarta : Timpani Publishing. Riyadi, & Deddy S. B. 2003. Perencanaan Pembangunan Daerah, Strategi Menggali Potensi Dalam Mewujudkan Otonomi Daerah. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. S.B. Hari Lubis, & Martani Husein 2009. Pengantar Teori Organisasi. Suatu Pendekatan Makro. Jakarta-Depok : Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Shah, Anwar. 2007. Participatory Budgeting. Washington : The World Bank. Sjafrizal. 2009. Teknik Praktis Penyusunan Rencana Pembangunan Daerah. Baduose Media. Undang-Undang, Perda, Permen, Pergub Peraturan Gubernur Nomor 46 Tahun 2006 tentang Pelimpahan Kewenangan Sebagian Urusan Pemerintahan Daerah Dari Gubernur Kepada Walikotamadya/Bupati Kabupaten Administrasi, Camat dan Lurah. Artikel Jurnal Wampler, Brian (tidak ada tahun). Sebuah Panduan : Penganggaran Partisipatif. Sumber Website http://www.berdikarionline.com/editorial/20121201/politik-anggaran-di-dkijakarta.html#ixzz2Oecq5qZJ (diunduh 26 Maret 2013)
20 Efektifitas pelaksanaan..., Wiyasti Dwiandini, FISIP UI, 2013