PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK PESERTA DIDIK MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) (PENELITIAN TERHADAP PESERTA DIDIK KELAS X AKUNTANSI SMK SINGAPARNA TAHUN PELAJARAN 2012/ 2013) WIWIT WITASARI e-mail:
[email protected] Program Studi Pendidikan Matematika Fakkultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi Jl. Siliwangi No. 24 Kota Tasikmalaya ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik yang lebih baik antara yang menggunakan model problem based learning dengan model pembelajaran langsung. Selain itu, bertujuan untuk mengetahui pada langkah mana peserta didik mengalami kesulitan terbesar dalam memecahkan permasalahan matematik dengan langkah-langkah pemecahan masalah IDEAL. Data dalam penelitian ini diperoleh dari hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematik berupa soal uraian yang diberikan pada saat pretes dan postes. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas X Akuntansi SMK Singaparna tahun pelajaran 2012/2013 sebanyak 5 kelas. Sedangkan sampel diambil secara acak (random) sebanyak 2 kelas, kelas yang menjadi sampel yaitu kelas X Akuntansi 2 sebagai kelas eksperimen yang menggunkaan model problem based learning dan kelas X Akuntansi 1 sebagai kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran langsung. Hasil penelitian dan analisis data menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik yang pembelajarannya menggunakan model problem based learning lebih baik daripada peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik yang menggunakan model pembelajaran langsung. Kesulitan terbesar peserta didik dalam memecahkan permasalahan matematik dengan langkah pemecahan masalah IDEAL di kelas eksperimen dan di kelas kontrol yaitu pada langkah memeriksa kembali hasil yang diperoleh.
ABSTRACT
WIWIT WITASARI. 2013. Improvement of Mathematical Problem Solving Ability of Students Through Problem Based Learning Mode (PBL) (Research on Class X Students Singaparna SMK Accounting Academic Year 2012/2013). Mathematics Education Study Program. Faculty of Teacher Training and Education Siliwangi University. This study aims to determine the increase in mathematical problem-solving abilities are better learners between problem-based learning model with the direct learning model. In addition, it aims to find out the steps which learners experienced the greatest difficulty in solving mathematical problems with step-by-step IDEAL problem solving. The data in this study were obtained from the test results in the form of mathematical problem solving ability about the description given at pretest and posttest. The method used in this study is an experimental method. The population in this study were all students of class X Accounting SMK Singaparna school year 2012/2013 as much as 5 classes. While the sample is taken at random according to the class by 2 class, a sample of the class X Accounting 2 as a class experiment that uses the model problem based learning and class X Accounting 1 as a control class that uses direct learning models. The results and analysis of the data showed that the increase in mathematical problem-solving skills learners learning problem-based learning model is better than an increase in mathematical problem-solving skills of students using handson learning models. The results and analysis of the data showed that the increase in mathematical problem-solving skills learners learning problem-based learning model is better than an increase in mathematical problem-solving skills of students using direct learning models. The biggest difficulty learners in solving mathematical problems with IDEAL troubleshooting steps in the experimental class and the control class is on pace to re-examine the results.
PENDAHULUAN Indonesia memiliki berbagai permasalahan terutama dibidang pendidikan, diantaranya yaitu masalah lemahnya proses pembelajaran yang mengakibatkan pembangunan pendidikan Indonesia masih belum berkembang bila dibandingkan dengan negara lain. (Anonim, 2012) menyatakan bahwa Indeks pembangunan pendidikan untuk semua atau education for all di Indonesia belum juga beranjak dari kategori medium atau sedang. Berdasarkan laporan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) tahun 2012, Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 120 negara. Tahun lalu, Indonesia berada di peringkat ke-69 dari 127 negara. Berdasarkan fakta tersebut, dalam proses pembelajaran perlu adanya motivasi terutama dalam menerapkan model-model pembelajaran yang dapat meningkatkan peran aktif peserta didik. Penemuan fakta dilapangan peneliti bahwa pada saat kegiatan pembelajaran matematika di kelas, proses pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher centered) dimana guru menjadi satu-satunya sumber pengetahuan bagi peserta didik. Pembelajaran yang dilakukan oleh guru pada umumnya meliputi fase menyampaikan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan
peserta didik, fase
mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan, fase membimbing pelatihan, fase mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik serta fase memberikan latihan. Dilihat dari fase-fasenya, pembelajaran tersebut merupakan pembelajaran langsung. Fakta lain yaitu jarangnya guru memberikan soal-soal pemecahan masalah matematik yang berhubungan dengan kehidupan nyata peserta didik,. Hal ini mengakibatkan peserta didik seringkali mengalami kesulitan dalam menerapkan keterampilan yang mereka dapatkan di sekolah kedalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan, pada dasarnya proses pembelajaran tidak hanya diharapkan untuk meningkatkan pengetahuan peserta didik saja, tetapi peserta didik juga dapat mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam kehidupan nyata untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan mata pelajaran matematika maupun mata pelajaran lain. Masih rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik didukung dengan adanya bukti hasil penelitian yang dilakukan Sulistyio Indahwarni mengenai kemampuan memecahkan masalah matematika bentuk soal cerita pada sub
materi pokok keliling luas persegi panjang dan persegi menunjukan bahwa dari 30 peserta didik yang diberi tes terdapat 18 siswa 60% yang kemampuan pemecahan masalahnya tergolong rendah atau kurang. (Isroil, Ahmad, 2011:3) Berdasarkan fakta yang ada, kemampuan pemecahan masalah perlu ditingkatkan dan paradigma teacher centered perlu dihilangkan. Salah satu caranya yaitu guru harus memiliki inovasi dalam mengembangkan strategi dan model pembelajaran yang tepat untuk diterapkan supaya dapat meningkatkan peran aktif peserta didik dalam proses pembelajaran dan menuntut peserta didik untuk dapat menerapkan pengetahuan yang dimilikinya dalam menyelesaikan masalah dalam kehidupan nyata. Model pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan peran aktif peserta didik dan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik adalah model Problem Based Learning atau sering digunakan akronim PBL. Amir, M. Taufiq (2008:12) menyatakan, “Salah satu metode yang banyak diadopsi untuk menunjang pendekatan pembelajaran Learner centered dan yang memberdayakan pemelajar adalah Problem Based Learning (PBL)”. Kemudian, Yamin, Martinis (2011:147) mengemukakan bahwa PBL dapat menciptakan pembelajaran yang bermakna, dimana peserta didik dapat memecahkan masalah yang mereka hadapi dengan cara mereka sendiri sesuai dengan pengetahuan dan pengalamannya kemmudian dapat menerapkan dalam kehidupan nyata.
Metodologi Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Populasi pada penelitian ini adalah semua peserta didik kelas X Akuntansi SMK Singaparna Tahun 2012/2013 sebanyak 5 kelas dan akan diambil sampel sebanyak 2 kelas secara acak menurut kelas, yaitu kelas X Akuntansi 2 sebagai kelas eksperimen dan kelas X Akuntansi 1 sebagai kelas kontrol. Agar diperoleh data yang sesuai dengan tujuan penelitian, maka harus menggunakan teknik pengumpulan data yang tepat. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan memberikan tes tertulis atau tes kemampuan pemecahan masalah matematik yang dilakukan 2 kali yaitu pretes dan postes pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Sebelum kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning dan model pembelajaran langsung dilaksanakan, terlebih dahulu akan dilakukan pretes di kelas eksperimen maupun di kelas kontrol. Tujuannya untuk
mengetahui sejauh mana kemampuan awal yang dimiliki peserta didik dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah pada materi program linear. Setelah dilaksanakan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning pada kelas eksperimen dan kegitan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajarn langsung pada kelas kontrol, akan diadakan postes pada kelas kontrol maupun kelas eksperimen, untuk mengetahui sejauh mana peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik yang diperoleh peserta didik pada kedua kelas tersebut. Soal-soal yang akan digunakan untuk pretes dan postes adalah soal-soal pemecahan masalah pada materi program linear. Tipe soal pretes dan postes berbentuk soal urain sebanyak 4 soal dengan skor maksimum 48.
Hasil dan Pembahasaan Penelitian peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik melalui model Problem Based Learning pada materi program linear. Penelitian ini telah dilaksanakan oleh peneliti dengan berbagai persiapan dan langkah-langkah yang ditempuh. Pelaksanaan penelitian ini dimulai dengan penyusunan perangkat pembelajaran terdiri dari bahan ajar, Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD), tugas individu dan pembuatan soal tes kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik. Pembelajaran yang dilaksanakan pada kelas eksperimen yaitu pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning. Ada lima tahap dalam problem based learning atau pembelajaran berbasis masalah, yaitu tahap orientasi peserta didik pada masalah, mengorganisasikan peserta didik untuk belajar, membimbing pengalaman indibidual/ kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan. Seperti halnya peserta didik kelas eksperimen, peserta didik kelas kontrol juga diberi pretes pada awal pembelajaran dan postes pada akhir pembelajaran dengan menggunakan soal yang sama. Akan tetapi, pembelajaran yang digunakan pada kelas kontrol menggunakan model pembelajaran langsung. Ada lima fase pada pembelajaran langsung, yaitu fase persiapan, fase demonstrasi, fase pelatihan terbimbing, fase umpan balik, dan fase latihan dan aplikasi.
Data yang diperoleh dalam hasil penelitian untuk menganalisis peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik yang terjadi baik di kelas eksperimen maupun kelas kontrol diperoleh dari hasil pretes dan postes kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik. Data yang diolah merupakan gain ternormalisasi yang diperoleh dari hasil pretes dan postes kemampuan pemecahan masalah matematik. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik yang pembelajarannya menggunakan model Problem Based Learning lebih baik daripada peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik yang menggunakan model pembelajaran langsung. Hal itu terlihat dari data gain ternormalisasi kelas eksperimen memiliki rata-rata nilai gain yaitu 0,73 sedangkan rata-rata skor gain kelas kontrol 0,61. Bila digambarkan dalam diagram seperti tampak pada diagram berikut ini :
0.8
0.73
0.7 0.61 0.6 0.5 Kelas Eksperimen
0.4
Kelas Kontrol
0.3 0.2 0.1 0 Rata-rata Gain Ternormalisasi
Hal ini terjadi karena dalam proses pembelajarannya model Problem based Learning lebih menekankan pada peran aktif peserta didik untuk menemukan sendiri konsep dan membangun pemahamannya sendiri sesuai dengan teori penemuan yang dikemukakan oleh Dahar (Rusman, 2012: 244). Kemampuan pemecahan masalah matematik yaitu kemampuan peserta didik dalam memecahkan permasalah matematik dengan langkah-langkah pemecahan masalah IDEAL yaitu mengidentifikasi masalah, menentukan tujuan, menggali strategi yang mungkin, melaksanakan strategi dan memeriksa kembali hasil yang diperoleh. Hal
ini sejalan dengan pendapat Bransford dan Stein (Wardani, Sri, 2009: 30) mengemukakan bahwa lima tahapan dalam pemecahan masalah yang disebut IDEAL yaitu: identify (identifikasi) masalah; define (mendefiinisikan) masalah; eksplore (menggali) strategi-strategi yang memungkinkan; act (menjalankan) strategi; look back (melihat kembali) dan evaluasi. Untuk melihat kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik yang diukur merupakan kemampuan pemecahan masalah matematik, yaitu melihat kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik yang mampu memberikan penyelesaian yang sesuai/ tepat dalam tiap langkah penyelesaian masalah IDEAL. Persentase kemampuan pemecahan masalah peserta didik dapat terlihat pada tabel berikut: Analisis Data
Langkah Ideal 1. Mengidentifikasi masalah 2. Menentukan tujuan
Peserta didik yang mengalami kesulitan
3. Menggali strategi yang mungkin 4. Melaksanakan strategi
Kelas Eksperimen
Kontrol
99,17%
96,67%
95%
92,5%
80,83%
77,5%
84,16%
76,67%
22,5%
10,83%
5. Memeriksa kembali hasil yang diperoleh
Dari lima langkah tersebut aspek-aspek kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik dapat dikembangkan dengan baik. Namun pada kenyataan di lapangan kegiatan pemecahan masalah dalam proses pembelajaran matematika belum dijadikan sebagai kegiatan utama. Sehingga banyak peserta didik yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah IDEAL yaitu: Analisis Data Peserta didik yang
Langkah Ideal 1. Mengidentifikasi masalah
Kelas Eksperimen
Kontrol
0,83%
3,33%
Analisis Data mengalami kesulitan
Langkah Ideal 2. Menentukan tujuan 3. Menggali strategi yang mungkin 4. Melaksanakan strategi
Kelas Eksperimen
Kontrol
5%
7,5%
19,17%
27,5%
15,83%
23,33%
77,5%
91,67%
5. Memeriksa kembali hasil yang diperoleh
Berdasarkan data tersebut, secara umum dapat ditafsirkan bahwa peserta didik mengalami kesulitan terbesar pada langkah kelima yaitu memeriksa kembali hasil yang diperoleh dengan persentase kesulitan untuk kelas eksperimen sebesar 77,5% dan 91,67 untuk kelas kontrol. Dengan demikian dapat ditafsirkan bahwa pada langkah memeriksa kembali hasil peserta didik pada umumnya mengalami kesulitan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakuakan oleh Nurdiansyah, Agung (2008: 89) bahwa peserta didik yang mengalami kesulitan di kelas eksperimen dan di kelas kontro, adalah 86,67% dan 87,56%, berdasarkan hasil tanya jawab dan pengamatan faktor penyebab terjadinya kesulitan yang dialami peserta didik adalah karena peserta didik tidak pernah memeriksa atau mengeek ulang setiap langkah penyelesaian soal dan merasa kebingungan harus memeriksa dengan cara bagaimana. Hasil temuan peneliti juga tidak jauh berbeda dengan pendapat tersebut, kesulitan peserta didik disebabkan oleh faktor keterbatasan waktu yang tersedia. Selain itu, Peserta didik juga hanya terbiasa dalam menyelesaikan perhitungan dan berakhir pada hasil yang diperoleh, sehingga sebagian besar peserta didik mengosongkan jawaban pada langkah memeriksa kembali hasil. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi dan mencegah kesulitan tersebut diantaranya yaitu, dalam memberikan soal-soal latihan, sebaiknya guru membangun pengetahuan tentang penyelesaian soal yang benar, tepat dan sistematis sehingga peserta didik menjadi terbiasa, salah satunya yaitu dengan langkah pemecahan masalah IDEAL, bahasa yang digunakan dalam soal harus jelas dan mudah dimengerti oleh peserta didik, sehingga tidak membingungkan peserta didik. Selain itu, dalam memberikan materi
pelajaran harus lugas dan jelas agar peserta didik dapat memahami konsep yang telah dipelajarinya sehingga dapat menerapkan konsep tersebut dalam kehidupan sehari-hari Simpulan 1. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta diidk yang pembelajarannya menggunakan model Problem Based Learning lebih baik daripada peningkatan kemapuan pemecahan masalah matematik peserta didik yang menggunakan model pembelajaran langsung. 2. Kesulitan terbesar peserta didik dalam memecahkan masalah matematik dengan menggunakan langkah pemecahan masalah IDEAL di kelas eksperimen dan di kelas kontrol yaitu terdapat pada langkah memeriksa kembali hasil yang diperoleh. Saran Berdasarkan hasil simpulan dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan, penelitian memberikan saran-saran sebagai berikut : 1. Bagi kepala sekolah dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran hendaknya lebih memberika arahan dan motivasi kepada guru-guru untuk lebih inovatif dalam menerapkan model pembelajaran. 2. Bagi guru dan calon guru diharapkan model Problem Based Learning dapat menjadi salah satu alternatif model pembelajaran yang diterapkan dalam menyampaikan materi pembelajaran, demi tercapainya tujuan pembelajaran matematika terutama kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah. 3. Bagi peneliti selanjtunya, diharapkan dapat mengungkap lebih dalam lagi mengenai efektifitas model Problem Based Learning dalam pembelajaran matematika untuk menggali kemampuan berpikir tingkat tinggi yang lain. Daftar Pustaka Amir, M. Taufiq. (2010). Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning. Jakarta: Prenada Media Group. Anonim. (2012). Indeks Pendidikan untuk Semua Masih Stagnan. [online]. Tersedia: http://cetak.kompas.com/read/2012/10/20/04385981/indeks.pendidikan.untuk.sem ua.masih.stagnan. [20 Desember 2012]
Isroil,
Ahmad.
(2011).
Bab
I.
[online].
Tersedia:
http://ahmadisroil.blogspot.com/2011/04/bab-1.html. [25 Januari 2013] Martinis, Yamin. (2011). Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada Press. Nurdiansyah, Agung. (2012). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Peserta Didik Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah(Penelitian terhadap Peserta Didik Kelas X SMA Negeri 8 Tasikmalaya). Skripsi Universitas Siliwangi. Tasikmalaya: Tidak diterbitkan. Rusman. (2012). Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Wardani, Sri. (2009). Pembelajaran Inkuiri Model Silver untuk Mengembangkan Kreativitas dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi UPI. Bandung : Tidak diterbitkan.