POLA INTERAKSI MIGRASI INTERREGIONAL KABUPATEN/KOTA PROPINSI SUMA"fERA BARAT (APUKASI t-100EL INTERAKSI SPASIAL GRAVITY DAN MODEL FEENEY)
TESIS
:::>.aJ.LI'<~r.
.
Untuk .,~e:.1eo.<..Jh! ~>.::bao•c'"' ~er-svaiF'atun :-,iellrlyt!!:le.sa~arr 3&:16 Pcda !Vic~1st~r PereL~CatO!aa ~ dan Ke!Jijollat1 ~lb~· Fakuitas EP.G~r"fi ,;J:--: ~vers.tas Indonesia ~
OLEH:
WINARNO 660222038Y
MAGISTErt PERENCANAAU DAN KEfSUAKAN PUBLIK
FAKULTAS EKCtNOMI UNIVERSITAS INDONESIA
2004
POLA INTERAKSI MIGRASIINTERREGIONAL KABUPATEN/KOTA PROPINSI SUMATERA BARAT (APUKASI MODEL INTERAKSI SPASIAL GRAVITY DAN MODEL FEENEY)
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Menyelesaikan Studi Pada Magister Perencanaan dan Kebijakar1 Publik Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
OLEH:
WINARNO
660222038Y
MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA
2004
Lembar Pengesahan Tesis
Nama
Winarno
Tempat Tanggal Lahir
Padang/ 06-02-1974
NPM
660222038Y
Judul Tesis
Pola Interaksi Migrasi Interregionc! Kabupaten/Kota Propinsi Sumatera Barat (Aplikasi Model Interaksi Spasial Gravity dan f\.1Gdel Feeney)
Menyetujuf : Pembimbing
(DR. Nuzul Achjar)
~·1engetahui:
1'·1agister Perencanaan dan Kebijakan Publik . Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Ketua,
KATA PENGANTA.R
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Aliah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai karya yang paling berharga. Tesis
ini
bertujuan
U11tuk
mempelajari
dan
menganalis!s
Pola
Ir.teraksi Migrasi Interregional Kahupaten/Kota Propinsi Sumatera Barat (Aplikasi model Interaksi spasial gravity dan model Feeney) seh:ngga dapat diketahui bagaim3r.a interaksi antara kaburaten/kota dengan melihat day3 tariknya dengan menggunakan variabel jumlah penduduk, kesempatan kerja dan jarak.
Meskipun
de lam per.ulisan tesis ini penulis banya k
menemukan kendala dan hambatan, namun penulis mengucapkan syukur Alhamdulillah dapat menyelesaikan tesis ini sesuai dengan wakw yang telah ditentukan. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, masukan dan bimbingan mulai awal studi hingga selesainya tesis ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak
DR.
Nuzul
Achjar
selaku
dosen
pembimbing
yang
memberi
pengarahan, terima kasih untuk semuanya. Bapak DR. Robert Simanjuntak selaku ketua program studi MPKP sekaligus penguji yang telah memberikan masukan berharga dalam penulisan tesis ini. Bapak DR. Suahazil Nazara ~elaku
penguji dan ketua Program Magister Ilmu Ekonomi yang banyak
membantu
waktu
ujian,
dan
memberikan
masukan.
Penulis
juga
mengucapkan terima kasih kepada Pusbindiklatren Bappenas yang telah memberikan beasiswa kepada penulis, terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Walikota Padang Panjang yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melanjutkan studi. Harapan terbesar dari penulis bahwa tesis ini bermanfaat bagi )engembangan ilmu dan perencanaan pembangunan di Indonesia. Oleh ;ebab itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca. Jakarta, Agustus 2004 Penulis
Vc~p~n Tetim~
Kasih
Setel~h melew~ti petj~l~n~n p~nj~ng y~ng penuh t~ngis cl~n t~w~, kup~nj~tkan ctoa
ctan puji syukut kep~ct~ All~h SWT ~t~s katuniaNy~ cl~n t~hm~tNy:1. Tic\~k pem~h tetbayangkan olehku kalau akhimya tesis ini ctapat kuselesaikan tepat p~cla waktunya, walaupun aku hatus bel'"juang untuk itu sampai saat-saat tel'"akhil'" yang telah ~!tentukan. Alhamctulill~hil'"obbil'alamin. For My 0/ondetfl..'l R1mily, Ol'"ang tuaku, tel'"ima kasih un'luk se9al<mya, yang
penuh kesa.baran ctan keikhlasan, :;elalu be!'"qoa untukku. Kakak-kakakku, Mbak Neng ctan Mas Gun, Mbak. Ros dan fv'1as Dal'"min, Mbak Yayuk dan
V~~
Anton,
Mbak Tat"i dan Mas Pon, terima kasih atas bantuanny
suppo~tnya
.J
selama ini. Dan juga atas do'a semua ponakanku yang man:5 yan~ selalu
mengingatk;:mku mel<1lui sms, Viko, Viki, Vegi, Vega, Vedo, Verqi, tvbkti, Ayu, Teja, Bagus, Dedek, Ft:bi, Yosi, Wahyu, Panji, Sahio, ctan juga Rehan. K31ian semua adaiah kebahagiaanku . Ak~! juga mengucapkan terima ka?ih uni:uk
kal'"en~
selalu
membuat aku repot. Namun aku ikhlas dan senang membe!'"i sesuatu y:;ng berarti buat semua. Kalian sangat bel'"hal'"ga bagiku, kali
Vntuk teman-teman sepel'"juang<m angkatan XI MPKP yang penuh ce1r.da dan tawa deng.:m be!'"bag<1i macam gayanya, Huny, thanks ptintemy<1, Hatyati, Cody, Be1suki, Mbak Eta, Mbak Dwi, Mas D<1us, Fisko, dan yang lainnya tetima kasih ~'t<1 s petsahabatannya selama ini. Juga buat anak angkatan Y., Ani, A mel, Defla nota, ane1k eksekutif mas Dhimas Said, thanks ya job nya. Juga buat mbak Sisil atas bantuannya waktu aku ditawat. Sahabat-sahabatku sejak di Vnivetsitas Andalas yang selalu setia hingga saat ini masih betbagi cetita, Budi Sattia, tetima kasih atas ctatany~, Rony tetima kasih atas
bantuannya waktu aku ditawat di R..S, Witlan lin, Hendry, Yuni, Sony, Novy Elvina clan juga dukungan keluatg~ kalian buat aku. Kalian a~Cil~h saudataku, semoga petsahabatan kita tetap abadi sampai kapanpun. Vntuk sahabatku dan juga sauclataku dati dulu sampai sekatang, Aty, thanks atas komputemya yang telah menghasilkan tiga satjana, juga Budi Effencli, thanks atas semua petalatannya, maaf kalau acta yang tusak ya. Juga buat ternan gaul :;elama cti Jakarta, lnctti, Bucti, R.etno, Mas
lv~n,
Ar.ing, yang
selalu mengajakku betkumpu! ctan te:-tawa betsama. Teman-teman yang dulu sama-sama cti Tokyo yang selalu membeti ctukungan untukku, Wiwict, Chandtq, ctan bang Kamrus yang uctah selesai cluluarJ. Dan jug.:; teman-teman cti Pacta11g Panjang, Reni, Sonya, Puha. Buat Bapak ctan lbu Miskat, ctan juga semua teman-teman kos eli Kalibata, Pak Mat-ctiyat, Pak Patja, Mas Anton, Mas Tahyan, Mas Oni, Pak Sis, Vut. atas cancta dJ:-: tawanya serta hiburannya juga nonton batengnya, kapan lagi ya nonton bat-eng:. Buat selut"Uh pengajat cti MPKP, Bu lne, Bu Nining, Pak Bima, Pak Anton, Bu Bet.:;, Pak Sony, clan juga selutuh staf MPKP, Mbak Tanti, Mbak Aminah, Mas Wal"to, Mbak Hita, Mbak Siti, Mbak Dini, Rahmat, Mcts Faisal ctan lainnya. Dan semua pihak yang telah membantu aku ctalam pengetjaan tesis, buat lbu Suci. Mbak Wami, Mas Wahyu ctan Billy yang telah membetikan sectikit suctut tuangan d: petpustakaan untuk betcancta, belajat, nonton, ctan ngobtol. Juga buat teman-teman eli BPS Sum bat, Pusat Stuc:ii Kepenctuctukan Vnancl dan
jug~
Lembaga Demogtafi FEVI, dan Juga BPS Jakarta yang telah membet-ikan litet-atur clan clata untuk bahan tesis, Juga buat Pak Chotib atas konsultasinya sel"ta Ayu untuk ctukungannya. Semua pihak yang telah membantu aku clan acta ctalam kehictupanku yang ticlak clapat aku sebutkan namanya, maaf kalau aku lupa.
DAFTAR lSI Lembar Pengesahan Tesis KATA PENGANTAR DAFTAR lSI ....................................................................................... i DAFTAR TABEL ... ................................................................................ iii DAFTAR GAM BAR ............................................................................... iv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ v ABSTRAKSI
BABI
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ................................................................ 1 1.2. Tujuan Penelitian ............................................................. 9 1.3. Perumusan Masalah. _....................................................... 10 1.4. Hipotesis ........................................................................ 10 1.5. Metodologi ...................................................................... 11 A. Gravity Model ............................................................. 11 B. Feeney Model ............................................................. 19 C. Sumber Data .............................................................. 23 D. Kerangka Berpikir ....................................................... 24 1.6. Sistimatika Penulisan ....................................................... 26
BAB II
TINJAUAN LITERATUR KEPENDUDUKAN DAN MIGRASI
2.1. Kependudukan dan Demografi .......................................... 27 2.1.1. Pertumbuhan Penduduk dan Kualitas Kehidupan ........ 30 2.1.2. Struktur Kependudukan Dunia ................................. 32 2.1.3. Momentum Pertumbuhan Penduduk yang Tersembunyi .......................................................... 35 2.1.4. Transisi Demografi ................................................. 36 2.1.5. Peranan Penduduk Dalam Pembangunan Ekonomi ...... 37 2.2. Migrasi ........................................................................... 42 2.2.1. Konsep dan Definisi Migrasi ..................................... 42 2.2.2. Teori Migrasi Everett S. Lee ..................................... 46 2.2.3. Teori Lewis-Fei Ranis .............................................. 48
2.2.4. Model Migrasi Todaro .............................................. 49 2.2.5. Model Lowry ..................................•....................... 53 2.2.6. fvierantau Pola Migrasi Suku Minangkabau ................. 54 2.2.7. Beberapa Studi Migrasi ........................................... 60
BAB III GAMBARAN UMUM PROPINSI SUMATERA BARAT 3.1. Letak dan Keadaan Geografis ............................................ 64 3.2. Persebaran Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk ....... 69 3.3. Migrasi Internal Propinsi Sumatera Barat. ........................... 72 3.4.
Pemb;::}n~unGn
Ekonomr Daerah ......................................... 76
BAB IV AI\!ALISIS 4.1. Pola Interaksi Migrasi Interregional Kabupaten/Kota Dengan Menggunakan Varia bel Penduduk ...................................... 82 4.2. Pola Interaksi Migrasi Interregional Dengan Menggunakan Varia bel Kesempatan Kerja .............. .-............................... 95 4.3. Perkiraan Probabilitas Transisi ........................................... 104
BAB V
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 5.1. Kesimpulan .............................................................. ....... 112 5.2. Implikasi Kebijakan ......................................................... 116
DAFTAR PUSTAKA LAMPI RAN
11
DAFTAR TABEL
Sum~tera
TABEL 3.1
Luas Daerah Menurut Kabupaten/Kota
TABEL 3.2
Jumlah Penduduk Tahun 2000 dan Laju Pertumbuhan
Barat ........... 67
Tahun 1990-2000 Menu rut Kabupaten/Kota .......................... 70 TABEL 3.3
Persentase Luas Daerah, Distribusi dan Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota Propinsi Sumatera Barat Tahun 1990 dan 2000 ................................................ 71
TABEL 3.4
Penduduk Menurut Status Migrasi Seumur Hidup, Kabupaten/Kota Propinsi Sumatera Ba&at Tahun 2000 ............ 73
TABEL 3.5
Arus Migrasi Risen Antar Kabupaten/Kota Propinsi Sumatera Barat Tahun 2000 ................................................ 74
TABEL 3.6
Probabilitas Transisi Antar Kabupaten/Kota Propinsi Sumatera Barat ................................................................. 75
TABEL 3. 7
Distribusi PDRB Kabupaten/Kota Propinsi Sumatera Barat Tahun 2000-2002 Atas Dasar Harga Konstan 1993 ................. 77
TABEL 3.8
Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Kabupaten;Kota Atas Dasar Harga Konstan 1993 Tah:.m 2000-2002 (Persentase) ..... 78
TABEL 3.9
PDRB Perkapita Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2000-2002 (Jutaan Rupiah) ................ 80
TABEL 3.10
Jumlah Pekerja Berdasarkan Kabupaten/Kota Propinsi Sumatera Barat Tahun 2000 ................................................ 81
TABEL 4.1
Daya Tarik Kabupaten/Kota Terhadap Kabupaten/Kota Lainnya Dengan Menggunakan Varia bel Penduduk .................. 89
TABEL 4.2
Daya Tarik Kabupaten/Kota Terhadap Kabupaten/Kota Lainnya Dengan Menggunakan Varia bel Kesempatan Kerja ...... 98
TABEL 4.3
Perkiraan Pertumbuhan Penduduk Dengan Menggunakan Model Feeney dan Markov ................................................... 110
Ill
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 1.1
Kerangka Berpikir ................................ .............................. 25
GAMBAR 2.1
Model Migrasi Todaro ................................ .......................... 50
GAMBAR 3.1
Peta Propinsi
GAMBAR 4.1
Grafik Daya Tarik Kabupaten/Kota Dengan Menggunakan
Sumat~ra
Barat ............................... ............... 68
Varia bel Penduduk ................................ ............................ 90 GAMBAR 4.2
Grafik Daya Tarik Kabupaten/Kota Dengan Menggunakan Varia bel Kesernpatan Kerja ............................... .................. 99
DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 1
Variabel-variabe! yang diestimasi Dengan Gravity Model
LAMPIRAN 2
Estimasi Regresi Dengan Menggunakan Variabel Penduduk
LAMPIRAN 3
Estimasi Regresi Dengan Menggunakan Variabel Kesempatan Kerja
LAMPIRAN 4
Perkiraan Laju Pertumbuhan Penduduk 2001-2010 Dengan Menggunakan Model Markov dan Model Feeney
L'\MPIRAN 5
Perkiroan Probabilitas Trdnsisi Penduduk P:opinsi Sumatera Barat Tahun 2001-2010
v
ABSTRAKSI Winarno ( 660222038Y) POLA INTERAKSI MIGRASIINTERREGIONAL KABUPATEN/KOTA PROPINSI SUMATERA BARAT (APLIKASI MODEL INTERAKSI SPASIAL GRAVITY DAN MODEL FEENEY) V+ 118 halaman Salah satu tantangan yang dihadapi dalam pembangunan sosial ekonomi Indonesia berasal dari masalah kependudukan. Masalah tersebut terutama berkaitan dengan besarnya jumlah penduduk, pertun1buhan penduduk yang relatif masih tinggi dan persebaran penduduk yang tidak m~rata.
Propinsi Sumatera Barat mempunyai karakteristik khusus dalam hai budaya merantau juga menghadapi permasalahan kependudukan terutama karena fenomena mlgrasi tersebl.!t. Perpindahan penduduk itu akan menyebabkan tidak meratanya distribusi persebaran penduduk, dan juga akan mempengaruhi pertumbuhan jumlah penduduk di suatu daerah serta berpengaruh terhadap pembangunan daerah, karena penduduk hanya akan terkonsentrasi di daerah yang mempunyai daya tarik yang tinggi terutama Kota Padang sebagai ibukota Propinsi. Hal ini menyebabkan terjadinya kesenjangan antar daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Barat. Dengan melakukan analisis interaksi spasial dapat diperkirakan daya tarik suatu lckasi dibandingkan dengan lokasi lain di sekitarnya, sehingga dapat diketahui pola perpindahan penduduk yang cenderung ke daerah yang mempunyai daya tarik yang lebih tinggi. Hasil penelitian secara empiris dengan menggunakan gravity model menunjukkan bahwa faktor jumlah penduduk di daerah asal dan daerah tujuan serta jarak berpengaruh terhadap migrasi di Propinsi Sumatera Barat, dimana jarak mempunyai pengaruh yang negatif terhadap migrasi, sedangkan jumlah penduduk daerah asal dan daerah tujuan mempunyai pengaruh positif terhadap migrasi. Dan juga diketahui bahwa kesempatan kerja juga berpengaruh terhadap migrasi. Secara keseluruhan maka daerah yang daya tariknya paling tinggi dengan menggunakan variabel penduduk dan merupakan tujuan utama bagi penduduk Sumatera Barat untuk pindah adalah kota Padang, kabupaten Solok dan kabupaten Padang Pariaman. Sedangkan daerah yang daya tariknya paling rendah adalah kepulauan Mentawai dan kota Sawahlunto. Dengan menggunakan variabel kesempatan kerja memperlihatkan pola yang sama dengan menggunakan variabel jumlah penduduk, dimana tujuan utama penduduk utama untuk pindah adalah kota Padang, kabupater Solok. Dengan menggunakan model Feeney dapat diketahui bahwa sampai periode tahun 2010 daerah yang paling tinggi pertumbuhan penduduknya adalah kota Padang, kabupaten Sawahlunto Sijunjung dan kabupaten Agam, sedangkan daerah yang pertumbuhan penduduknya rendah adalah kepulauan Mentawai dan kota Sawahlunto.
BABI PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Seperti
diketahui
bah\A/a
masalah
penduduk
sudail
menjadi
perhatian manusic sejak dulu kala. Pada zaman kuno para negarawan maupun
kelompok
ahli
sudah
sering
memperbincangkan
dengan
besarnya jumlah penduduk yang d!kehendaki dan bagaimana usaha Uiltuk merangsang rnaupun pertimbangan
mempcrlambat pertumbuhan
tersebut banyak
dilandasi
oleh
penduduk,
pertimbangan
politik,
militer dan faktor sosial ekonomi. Tetapi adanya jangkauan spekulasi atau observasi yang bersifat insidental, adanya pikiran-pikiran yang diekspresikan
kemudian
ternyata
telah
menimbulkan
banyak
permasalahan sehingga membuka kesempatan untuk muncul kembali didalam teori kependudukan yang modern. Di lain pihck oerlu diakui juga bahwa sebelum periode modern pada hakekatnya tidak pernah disusun teori kependudukan yang konsisten. Perkembangan
penduduk
yang
cepat
(ledakan
penduduk)
merupakan fenomena yang muncul dalam abad-abad terakhir. Oengan tingkat perkembangan tahunan seperti pada masa sekarang (sekitar 1,7% pertahun) penduduk dunia akan menjadi dua kali lipat hanya dalam waktu
41
tahun.
berjalan lambat
Perkembangan
penduduk
dunia
yang
mula-mula
hingga zaman modern dan kemudian berjalan dengan
laju yang makin cepat sepanjang sejarah manusia. Kemajuan paralel
dengan
yang
pesat dalam
penemuan-penemuan
perkembangan jumlah besar yaitu
manusia
penemuan
sistim
pertanian, mulai kehidupan perkotaan dan perdagangan, pengendalian kekuatan-kekuatan non manusiawi, dan revolusi teknologi. Jika pada permulaan tahun masehi penduduk bumi ditaksir hanya sekitar 250 juta, dan pada tahun 1650 baru menjadi sek!tar 500 juta, pada tahun 1975 telah mencapai sekitar 4 milyar dan pada tahun 1987
menjadi 5 milyar. Ini berarti sejak permulaan tahun masehi telah terjadi 4 kali kelipatan dua penduduk dunia (Rusli, 1995: 23). Perkembangan penduduk yang cepat sedang terjadi dl Negaranegara
berkembang.
perkemban~an
kecuali
Namun
penduduk
kawasan
di
berkembang
Negara-negara
di
Afrika
laju secara
keseluruhan tampak agak menurun dalam periode 1980-an dibandingkan dengan dalam periode 1970-an. Laju perkembangan penduduk tahunan di Amerika Latin menu run dari 2, 7°/o pertahun pada r>eriode 1970-1975 menjdtii 2,3°/o pada tahun 1985, dan di Asia Selatan juga menjadi 2,3°/o pada tahun 1985 dari 2,5°/o pertahun pada periode 1970-1975 (Rusli, 1995: 24). Salah satu tantangan yang dihadapi dalam pembangunan sosial ekonomi
Indonesia
berac;al
tersebut
terutama
berkaitan
pertumbuhan
penduduk
dari
yang
masalah
dengan
besarnya
relatif masih
Masi?tlah
kependudukan. jumlah
penduduk,
dan
perseharan
tinggi
penduduk yang tidak merata. Pada tahun 1930 penduduk Indonesia baru berkisar 60,9 juta jiwa tetapi 40 tahun kemudian jumlahnya sudah hampir dua kali lipat, tahun 1990 menjadi 179,4 juta jiwa dan pada tahun 2000 jumlahnya menjadi 206,3 juta jiwa. Jumlah pendl.!du!< yang besar akan menguntungkan bagi pembangunan jika mereka produktif, namun diperlukan modal serta investasi yang sangat besar. Jika hal ini tidak dapat dipenuhi maka jumlah penduduk yang besar tersebut akan menjadi beban bagi pembangunan sosial ekonomi. Pertumbuhan
penduduk
yang
cukup
tinggi
salah
satunya
disebabkan oleh tingkat fertilitas yang tinggi, yang mengakibatkan struktur umur penduduk Indonesia menjadi muda, khususnya sebelum dicanangkan program Keluarga Berencana secara intensif. Masalah lain yaitu persebaran penduduk yang tidak merata, merupakan ciri yabg sangat tidak menguntungkan. Pulau Jawa yang merupakan pulau terkecil diantara 5 pulau utama mempunyai penduduk terbanyak, sehingga pulau ini menjadi daerah yang terpadat penduduknya. Dari tahun 1931 sampai tahun 1990 pulau Jawa dihuni oleh lebih dari 60°/o seluruh penduduk Indonesia, sedangkan pada tahun 2000 angka ini sedikit dibawah 60%.
2
Ketidakmerataan penduduk ini mengakibatkan ketidakmerataan pembangunan baik fisik maupun mental, yang selanjutnya keinginan untuk pindah menjadi tinggi. Arus perpindahan penduduk biasanya bergerak dari daerah yang agak terbelakang pembangunannya ke daerah yang lebih maju, sehingga daerah yang sudah padat menjadi semakin padat,
karena
biasanya
daerah
yang
maju
sudah
lebih
padat
penduduknya. Di samping itu ada juga daerah yang penduduknya mempunyai sifat atau kebiasaan pindah ke daerah lain atau sering disebut dt::ngan merantau. Daerah-daerah tersebut adalah Sumatera Barat
~engan
suku Minangkabau, Sulawesi selatan aengan suku
Bugisnya dan Sumatera Utara dengan suku Bataknya. Dampak
perpindahan
atau
mobilitas
penduduk,
baik
positif
maupun negatif, telah banyak dibicarakan, baik untuk daerah asal maupun daerah tujuan. Dampak ini sangat tergantung kepada jenis mobilitas
penduduk
yang
terjadi.
Untuk
mobilitas
penduduk yang
permanen, dampak ini terasa sekali di daerah tujuan. Dampak positif muncul pada kehidupan migran yang semakin baik dan muncul pada hasil-hasil pembangunan daerah tujuan. Sementara itu dampak negatif berupa munculnya kesenjangan, baik sosial maupun ekonomi antar pendatang atau migran dengan penduduk asli. Untuk mobilitas non permanent, dampak yang terjadi di daerah asal lebih banyak dikaji. Dampak positif muncul dari pengaruh besar dan penggunaan remiten yang umumnya masih bersifat konsumtif. Dampak negatif yang sangat terasa adalah .apa yang dialami oleh pelaku mobilitas sejak di aaerah asal, selama di perjalanan, selama bekerja di daerah tujuan, dan selama proses kembali ke daerah tujuan. Hal ini pun terjadi di Propinsi Sumatera Barat. Penduduk
dapat
dijadikan
peralatan
kebijaksanaan
untuk
menentukan perubahan (perbaikan) di bidang sosial ekonomi. Hal ini disebabkan karena penduduk merupakan penyebab terjadinya perubahan sosial ekonomi, sehingga sangat penting untuk mengetahui bagaimana kecenderungan perkembangan penduduk di masa depan. Perkembangan demografi di Indonesia juga tidak terlepas dari permasalahan pokok perkembangan penduduk di Indonesia, dan dunia 3
pada umumnya. Ditahun 1960-an, ketika itu dunia disibukkan oleh peledakan
penduduk
sehingga
menganggu
pembangunan
ekonomi.
Kondisi demikian dirasakan pula di Indonesia. Meledaknya penduduk ini tidak
lain
oleh
disebabkan
angka
kelahiran
yang
tinggi.
Tidak
mengherankan jika sebagian besar demographer ketika itu berspesialisasi pada analisis fertilitas dalam demografi. Perhatian yang amat besar ini memberikan
hasilnya
ketika
Indonesia
beihasil
menurunkan angka
kelahiran dengan relatif amat cepat, terutama sejak tahun 1980-an hingga sekarang. Di tahun 1980-an, k.:;;tika penurunan kelahiran masih terus periu ditingkatkan, para demografer mulai
melirik pada aspek
lain dari
demografi, yaitu perlunya peningkatan kesehatan di Indonesia maupun di dunia internasional. Implikasi dari perhatian ini adalah meningkatnya angka harapan hidup dan penurunan angka kematian bayi. Pada periode in1 para demographer banyak melakukan kerja sama dengan para pakar kesehatan. Seiring dengan peningkatan
berjalannya
kesehatan
waktu,
penduduk
penurunan
memberikan
kelahiran dan implikasi
pada
peningkatan surr.berdaya manusia. Ukuran keluarga yang makin kecil, tingkat pendidikan dan pendapatan yang meningkat, ditambah lcgi dengan adanya revolusi informasi, di tahun 1990-an terlihat adanya trend baru dalam aspek demografi mobilitas penduduk. Perlahan namun pasti, penduduk terlihat semakin mobil. Di era ini para demographer mulai beralih ke aspek mobilitas. Sementara analisis fertilitas dan mortalitas terkesan seperti ketinggalan jaman. Karena baru saja mendapatkan perhatian, sampai saat ini analisis mobilitas belum cukup banyak mendominasi literatur demografi. Data statistik demografi masih di dominasi oleh data fertilitas dan mortalitas. Dari data yang ada pun, misalnya dari BPS, informasi mengenai migrasi masih banyak yang belum terungkap. Studi mobilitas penduduk mencakup banyak aspek, dan tetap menarik untuk dikaji baik dari pandangan demografi maupun non demografi. Mobilitas penduduk atau migrasi dapat di definisikan sebagai
4
perpindahan seseorang dari satu tempat tinggal ke tempat lain, dan biasanya menetap di tempat tujuan. Karena ia menetap di daerah tujuan maka migrasi ini disebut migrasi permanen, istilah ini dipakai untuk membedakan perpindahan seseorang ke suatu tempat yang sifatnya sementara, dan pada saat tertentu kembali ke tempat tinggalnya yang tetap, migrasi semacam ini disebut migrasi sirkuler, dan bersifat migrasi non
permanen.
Migrasi
non
permanen
dapat
perpindahan atau kepergian secara teratur
d~ri
pula
berupa
suatu
dan ke suatu tempat
tinggal semula. Perpindahan scmacam ini merupakan kepergian ulang c!ik (commuting) ::3tall nglaju
menurut istil2h Mantra (2003), de""'
biasanya tiddk dianggap migrasi, mela!nkan salah satu bag ian lain de-; mobilitas. Meskipun aspek mobilitas atau migrasi dalam studi demografi terkesan seperti anak bungsu, namun aspek ini memperlihatkan sepert: anak bungsu
yang
cepat tumbuh
dalam
perkembangan
hidupny2.
Revolusi dalam analisis mobilitas di tandai dengan berkembangny2 analisis kotakkan
multiregional antara
perkembangan
demografi. Analisis
fertilitas,
analisis
mortalitas,
de:-nografi
ini tidak lagi dan
mengkotak-
mobilitas.
multiregiottal
boleh
Sehingg2 dikataka:--
merupakan bagian dari revolusi anal isis mobilitas dalam studi demografi. Metode
multiregional
untuk
proyeksi
penduduk
telar
dikembangkan oleh Willekens dan Rogers (1978) dan oleh Rogers(1985). Metode ini telah digunakan di beberapa negara Eropa. Di negara-negarc berk~mbang
metode ini belum digunakan, mengingat tidak tersedianya
data migrasi yang memadai terutama data migrasi menurut kelompok umur. Metode ini memerlukan estimasi dari angka migrasi khusus menurut umur disetiap wilayah dengan wilayah lainnya (Rogers, 1985 :
63). Istilah
migrasi
masuk dan
migras.i
neto dalam
multiregional
memang tidak ada. Migrasi menyangkut perilaku penduduk dari suatu daerah ke daerah lain dalam suatu wilayah. Penduduk yang melakukan migrasi masuk ke suatu tempat pada hakekatnya adalah bermigrasi keluar dari tempat lain. Karena itu pembagi dalam perhitungan migrasi
5
ini selalu merupakan jumlah penduduk dari tempat asal. Pembaginya adalah population at risk. Migrasi masuk sekedar cerminan dari migrasi keluar dari Kabupaten/Kota lain. Migran keluar dari wilayah A ke B merupakan migran masuk ke wilayah B dari A. Sehingga angka migrasi keluar dari wilayah A adalah jumlah migran keluar dari wilayah A dibagi dengan jumlah penduduk di wilayah A sebelum mereka pergi. Perpindahan penduduk dari satu daerah ke daerah lain tidak saja disebabkan oleh keberhasilan pembangunan ekonomi tetapi dapat pula disebabkan karena ke::3daan atau situasi y:mg tidak menguntungkan seperti
kemiskinan.
Seperti
salah
SC:ltu
sasaran
kebijaksanaan
transmigrasi di Indonesia adalah peningkatan taraf hidup pendudu!< di Indonesia. Dengan meningkatnya pendapatan perkapita Sumatera Barat dari tahun ke tahun berarti secara keseluruhan taraf hidup sudah mulai membaik. Tetapi bila diperhatikan arus migrasi yang terjadi masih terpusat di beberapa daerah tertentu saja. He:! ini dapat menunjukkan bahwa masih ada dae:i·ah-daerah yang mempunyai standar hidup rendah sehingga penduduknya melakukan migrasi keluar. Kegiatan ekonomi yang semakin maju akan mengambil tempat di suatu daerah yang menjadi pusat perdagangan, industri, serta prasara:;a yang
menunjang
pemasaran.
maju
Semakin
suatu
daerah
akan
membuka kesempatan bagi para pencari kerja karena majunya kegiatan perekonomian tersebut. Suatu daerah akan menjadi suatu perkotaan karena kemajuan-kemajuan terseuut di atas yang menjadi daya tarik bagi calon migran di daerah lainnya untuk memperoleh kesempatan kerja atau berusaha di daerah perkotaan tersebut. Propinsi Sumatera Barat sebagai suatu daerah yang memiliki jumlah
perpindahan
penduduk
keluar
relatif
tinggi
di
Indonesia,
mempunyai ciri-ciri demografis yang agak berbeda bila dibandingkan dengan propinsi-propinsi lainnya. Berdasarkan data Sensus Penduduk tahun 2000 migrasi netto Sumatera Barat adalah -692.799 ini berarti jumlah migran keluar lebih tinggi dari jumlah migran masuk, dari data sensus penduduk tersebut dapat dilihat bahwa migran masuk pada tahun
2000 adalah sebesar 245.000 dan migran keluar adalah sebesar 937.799. 6
Propinsi yang menjadi tujuan dari perpindahan tersebut meliputi hampir semua propinsi yang ada di Indonesia bahkan tidak sedikit pula yang pindah keluar negeri. Dilihat dari sejarahnya, perpindahan penduduk keluar daerah Sumatera Barat ini sudah lama terjadi. Perpindahan tersebut pada dasarnya dimulai dari perpindahan antar daerah dalam wilayah Propinsi Sumatera Barat sendiri, setelah itu baru dilanjutkan ke daerah daerah lainnya dl Indonesia (Bachtiar, 1990: 5) Perpindahan penduduk keluar daerah yang cukup besar ini tentu saja akan membawa dampak tidak hanya terhadap struktur umur dan komposisi penduduk, tetapi juga terhadap pembangunan daerah itu sendiri. Hal ini memungklnkan karena
sebagi~n
besar dari penduduk
yang pindah tersebut adalah tenaga kerja yang berusia produktif, sehingga optimaiisasi pemanfaatan sumber-sumber alarn yang tersedia belum tercapai sepenuhnya, meskipun tei·dapat hubungan yang erat r=~ntara
migran dengan daerah asal, yaitu berupa pengiriman uang,
barang dan
ide tentang
pembangunan, akan tetapi
manfaat yang
dirasakan belum begitu besar karena sebagian dari bantuan · tersebut mengalir kembali kelua1 seiring dengan semakin bertambahnya migranmigran baru yang keluar daerah. Bila diamati keadaan penduduk yang ada dalam wilayah Propinsi Sumatera Barat yang terdiri dari 9 Kabupaten dan 6 Kota terlihat bahwa pada periode 1990-2000 laju pertumbuhan penduduk yang paling tinggi adalah Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, yaitu sebesar 1,58°/o, kemudidn Kabupaten Pasaman, yaitu sebesar 1,33%, dan bila dilihat dari distribusi jumlah penduduk tahun 2000, maka penduduk yang
paling banyak
adalah di kota Padang, yaitu sebesar 16,82°/o dari penduduk Sumbar, dan jumlah penduduk yang paling sedikit adalah Kota Padang Panjang sebesar 0,95°/o dari seluruh penduduk di Sumatera Barat, dan bila di:ihat dari kepadatan penduduk maka Bukittingi merupakan daerah yang terpadat yaitu 3.617,32 jiwa/km 2 , kemudian Padang Panjang sebesar 1. 745,13 jiwa/km 2 • Kepadatan penduduk kedua daerah ini tinggi karena
wilayah yang kecil jika dibandingkan dengan daerah lainnya. Namun bila dilihat dari data jumlah migran dengan status migrasi seumur hidup pada 7
tahun 2000, kedua daerah ini juga memperlihatkan angka persentase migran yang tertinggi, dimana Bukittinggi persentase jumlah migrannya sebesar 39,43°/o, dan Padang Panjang persentase migrannya sebesar
37,74. Sedangkan Kota Padang yang merupakan ibukota Propinsi persentase migrannya sebesar 35,71 °/o. Sumatera Barat sebagai Propinsi yang mempunyai karakteristik khusus dalam hal budaya merantau juga menghadapi permasalahan kependudukan
terutama
karena
fenomena
migrasi
tersebut.
SP.bagaimana yang telah dijelaskan sebc!umnya bahwa oerpindahan penrluduk itu akan
menyelJabk~n
tidak meratanya distribusi persebaran
penduduk, dan juga akan mempengaruhi pertumbuhan jumlah penduduk si suatu daerah serta berpengaruh terhadap pP.mbangunan daerah, karena penduduk hanya akan terkonsentrasi di daerah yang mempunyai daya tarik yang tinggi, Hal
ini
terutama Kota Padang sebagai ibukota Propinsi.
menyebabkan
terjadinya
kesenjangan
antar
daerah
l~in
seringkali
Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Barat. Pola spasial arus migrasi dari satu daerah ke daerah mencerminkan
disparitas
pembangunan
regional
dan
saling
ketergantungan antar wilayah . Pola ini mencerminkan aliran sumber daya manusi dari satu wilayah ke wilayah lainnya (Chotib, 2003). Oleh karena itu, pemahaman terhadap penyebab, da11 akibatakibat dari migrasi internal merupakan bekal pokok bagi kit.a untuk memahami karakteristik dan hakikat proses pembangunan, serta untuk merumuskan kebijakan-kebtjakan yang sekiranya paling tepat untuk dapat mempengaruhi · proses tersebut dengan
cara-cara
yang
bisa
diterima secara sosial. Salah satu tahapan yang sederhana tetapi sangat penting dalam rangka memahami betapa pentingnya fenomena migrasi adalah memaklumi bahwa setiap kebijakan ekonomi atau sosial yang mempengaruhi pendapatan riil penduduk pedesaan dan perkotaan ?ecara langsung atau tidak langsung pada akhirnya juga akan mempengaruhi proses migrasi. Proses migrasi itu sendiri pada gilirannya cenderung akan mempengaruhi atau bahkan mengubah pola-pola kegiatan ekonomi, baik secara sektoral maupun secara geografis, mengubah pola distribusi pendapatan dan bahkan besar kecilnya tingkat pertumbuhan penduduk.
8
Karena semua kebijakan ekonomi pada hakekatnya selalu menimbulkan dampak
langsung
dan
tidak
langsung
terhadap
tingkat
dan
laju
pertumbuhan pendapatan di daerah perkotaan dan pedesaan, maka kebijakan-kebijakan tersebut juga mempengaruhi sifat dan besarnya arus migrasi. Analisis migrasi ini juga dapat dijadikan dasar untuk menyusun perencanaan pembangunan dan juga menyusun kebijak':m terutama yang berkaitan dengan keper.dudukan umumnya dan kebijakan yang berkaitan dengan aspek mobilitas khususnya. Berdasarkan
uraian
diatas
maka
penulis
mencoba
untuk
menganalisis pola interaksi migrasi interregional Kabupaten/Kota Propinsi Sumatera Barat. l<arena dengan menganalisis pola interaksi tersebut dapat diketahui kecenderungan
mobilitas penduduk yang terjadi di
Sumatera Barat. Dan dengan melakukan analisa interaksi spasial dapat diperkirakan daya tarik suatu lokasi dibandingkan dengan lokasi lain di sekitarnya, sehingga dapat diketahui pola perpindahan penduduk yang cenderung ke daerah yang mempunyai daya tarik yang lebih tinggl. Hal ini bisa dimanfaatkan untuk menganalisis banyak hal dari memperkirakan daya tarik sebuah fasilitas, besarnya fasilitas yang perlu dibangun pada lokasi tertentu sampai kepada perkiraan besarnya arus lalu lintas pada ruas jalan tertentu. Dari analisis tersebut juga dapat dibuat suat1J kebijakan yang nantinya dapat mempengaruhi day a tarik suatu lokasi, dan juga membuat suatu kebijakan untuk mengatasi fenomena migrasi yang terjadi di Sumatera Barat.
1.2 TUJUAN PENELITIAN Bertolak dari latar belakang sebagaimana telah
dikemukakan
terdahulu maka tujuan penulisan thesis ini adalah untuk mempelajari dan menganalisis pola interaksi migrasi interregional Kabupaten/Kota Propinsi Sumatera Barat.
9
1.3.
PERUMUSAN MASALAH
penduduk
Distribusi p~mbangunan
yang
mengakibatkan
merata
tidak
juga tidak merata, ada daerah yang bertambah maju dan
perekonomiannya semakin meningkat dan ada daerah yang semakin tertinggal perkembangannya, yang selanjutnya keinginan untuk pindah menjadi tinggi. Arus perpindahan penduduk biasanya bergerak dari daerah yang agak terbelakung pembangunannya ke daerah yang !ebih maju, sehingga daerah yang sudah padat menjadi semakin padat, karena biasanya daerah yang sudah maju lebih padat penduduknya. Disamping memang
berdasarkan
dari
kebiasaan
kultur
dan
masyarakat
Minangkabau yang memang suka merantau atau melakukan migrasi Migrasi atau
perpindahan penduduk ini akan rnempengaruhi
dampak pada persebaran penduduk dan komposisi penduduk. Sehingga migrasi juga akan mempengaruhi jumlah penduduk di daerah Sumatera Barat. Kecende1ungan mobilitas penduduk dari satu daerah ke daerah lainnya di Propinsi Sumatera Barat tersebut dapat dianalisis dengan melihat
pola interaksi dari migrasi interregional tersebut. Sehingga
dengan melihat pola interaksi tersebut dapat dilihat bagaimana interaksi antara satu daerah dengan daerah lainnya. Berdasarkan penjelasan di atas maka permasalahan yang akan di adalah
jawab
bagaimana
pola
interaksi
migrasi
interregional
Kabupaten/Kota Propinsi Sumatera Barat, dan bagaimana kaitannya dengan kebijakan Pemerintah Daerah Propinsi Sumatera Barat.
1.4.
HIPOTESIS
Berdasarkan latar belakang masalah dan tujuan penelitian, maka dapat dibuat hipotesis sebagai berikut: •
Jarak
mempengaruhi
kemungkinan
seseorang
untuk
melakukan
migrasi, jarak mempunyai hubungan yang negatif atau berbanding terbalik dengan migrasi, jumlah penduduk di daerah asal dan jumlah
10
penduduk
di
daerah
tujuan
mempunyai
pengaruh
yang
positif
terhadap migras!. •
Kemungkinan seseorang untuk pindah meninggalkan daerahnya lebih tinggi ke daerah yang mempunyai daya tarik yang tinggi.
•
Seiring
dengan
pertumbuhan
pembangunan daerah
maka
penduduk
akan terjadi
dan interaksi
perkembangan antar region
sehingga probabilita migrasi dari waktu ke waktu akan berubah, dan semakin
meningkat ke
daerah
yang
mempunyai
potensi
sosi2l
ekonomi yang relatif tinggi dan migrasi penduduk yang semakin meningkat ini akan berpengaruh pada persebaran penduduk, dan jumlah penduduk di suatu kabupaten/kota.
1.5.
METODOLOGI Sesuai dengan tujuan dan perumusan masalah yang telah di
uraikan terdahulu, ter~ebut
maka dalam
menganalisis pola interaksi spasial
maka akan digunakan dua pendekatan yaitu model gravity dan
model Feeney. Gravity model ini banyak digunakan dalam perencanaan wilayah karet1a model ini dapat membantu perenccna wilayah untuk memperkirakan daya tarik suatu lokasi dibandingkan dengan lokasi lain di sekitarnya (Tarigan,2004: 132), dan model Feeney digunakan untuk memperkirakan probabilitas transisi tahun 2001-2010. Jadi pendekatan yang digunakan dalam model interaksi spasial dan forecasting interregional migration adalah dengan
m~nggunakan
konsep
teori interaksi spasial gravity dan juga dengan menggunakan Kerangka interregional probabilitas transisi. Untuk !ebih jelasnya maka berikut akan diuraikan beberapa model yang digunakan dalam model migrasi.
A. Gravity Model Teori gravitasi dalam migrasi dicetuskan oleh Ravenstein (1885), melalui "hukl!rn migrasi" (Plane dan Rogerson, 1994: 196). Ravenstein II
menguraikan pendapatnya tentang fenomena
migrasi yang disusun
dalam bentuk hukum migrasi tersebut, hukum Ravenstein itu dapat dinyatakan sebagai berikut : 1. Sebagian besar migrasi terjadi dalam jarak dekat, migrasi jarak jauh
pada umumnya menuju pusat-pusat perdagangan dan industri. 2. Migrr3si
berlangsung
bertahap
menuju
pusat
perdagangan
dan
industri. 3. Tiap arus migrasi yang terjadi akan menimbulkan arus balik sebagai penggantinya. 4. Penduduk kota bersifat kurang mob1l dibandingkan dengan penduduk pedesaan. 5. Wanita lebih banyak bermigrasi ke daerah-daerah yang ja:-aknya de kat. 6. Perluasan sarana transportasi dan perkembangan perdagangan serta industri akan meningkatkan arus migrasi. 7. Meskipun peraturan perundang-undangan yang buruk, pajak yang tiriggi, iklim yang buruk serta lingkungan yang tidak menyebangkdn besarnya
arus
migrasi
ditentukan
oleh
hasrat
manusia
untuk
memperbaiki keadaan ekonominya. Gravity model banyak di gunakan untuk model interaksi, dimana gravity model adalah formula matematis untuk melakukan analisa dan
forecast pola interaksi spasial (Haynes dan Fortheringham, 1988: 9). Model
ini
dapat
membantu
perencana
wilayah
untuk
memperkirakan daya tarik suatu lokasi dibandingkan dengan lokasi lain di sekitar:1ya. Hal ini bisa dimanfaatkan untuk menganalisis banyak hal dari memperkirakan daya tarik sebuah fasilitas, besarnya fasilitas yang perlu dibangun pada lokasi tertentu sampai kepada perkiraan besarnya arus lalu lintas pada ruas jalan tertentu.
Dengan demikian dapat
memperkitrakan perlu tidaknya fasilitas itu dibangun pada lokasi tersebut atau sebaiknya mencari lokasi lain yang lebih sesuai. Model ini juga dapat memperkirakan besarnya arus lalu lintas pada ruas jalan tertentu. Model ini juga banyak dipakai dalam perencanaan transportasi untuk melihat besarnya arus lalu lintas ke suatu lokasi sesuai dengan daya tarik lokasi 12
tersebut. Dengan demikian dapat diperkirakan volume arus lalu lintas dan Iebar jalan yang perlu dibangun sesuai
volurT:~~j_'jrsebut
(Tarigan,
2004 ). Dasar pemikiran untuk model gravity untuk fenomena interaksi spasial berdasarkan gravity model ilmu fisika, meskipun banyak alternatif yang ditawarkan termasuk entropy maximizing derivation (Wilson, 1970) dan
cost
efficiency
principle
(Smith,
1978).
Hukum
gravitasi
diker.1ukakan 0leh Isaac Newton dengan fo1mulc sebagai berikut :
( 1.1)
Kekuotan gravitasi F9 berbanding lurus dengan massa, m1 dan m2 dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak d 12 , dimana d12 adalah jarak antara daerah 1 dan daerah 2, dan G adalah konstanta gravitasi. Ketika diaplikasikan untuk migrasi, kekuatan tarik menarik antara dua region diukur dari perubahan jumlah migrasi antara keduanya. Secara sistimatis formulasi gravity model adalah sebagai berikut :
M .. == k. lj
PP. 1
d l..j
~
( 1.2)
Di mana Mij = perkiraan arus migrasi dari daerah asal i ke daerah tujuan j, dij adalah jarak antara daerah asal i dan daerah tujuan j, dan k adali=lh bilangan konstanta/rata-rata perjalanan perpenduduk, Pi adalah penduduk wilayah i, Pj adalah penduduk wilayah j, dan b adalah distance deterrence (Plane dan Rogerson, 1994: 196).
Haynes dan Fortheringham (1988) melakukan modifikasi dari model gravity menjadi :
13
~A-p_a.
M 'J..
-- '". ir
__ 1
1 ....;;./)_
d lJ..
(1.3)
Atau
(1.4) dimana
f3 . .-:
Ada empat
0 macC~m
modE::! gravitasi yaitu unconstrained gravity
model, production constrained gravity model, attraction constrained gravity model dan doubly constrained gravity model. Pada unconstrained gravity model tidak ada pembatasan baik dari sisi
ongm
maupun
dari
sisi
destination,
sedangkan
constrained gravity model melihat permasalahan
production
(faktor pembatas)
hanya dari sisi origin, dimana yang didistribusikan ditentukan jumlahnya sedangkan daerah tujuan tidak ditentukan batas daya tampungnya, model ini dapat digunakan dalam forecasting arus total di daerah tujuan yang tidak diketahui. Model Attraction constrained melihat permasalahan (pembatas) hanya dari sisi destination dan merupakan kebalikan dari model production constrained, attraction constrained gravity model dapat digunakan untuk forecast arus yang keluar dari daerah asal. Sedangkan pada doubly constrained gravity model, jumlah yang didistribusikan dari daerah asal ditentukan jumlahnya demikian juga dengan jumlah yang dapat ditampung di daerah tujuan juga tertentu jumi!=Jhnya. Bentuk umum dari gravity model yang ditransformasikan dalam bentuk logaritma merupakan operasional unconstrained gravity model, dimana persamaan 1.3 dan 1.4 diubah dalam bentuk persamaan regresi log linier (Plane dan Rogerson, 1994: 200).
Log (M ij) =Log (k) + :tLog (P;) + aLog (Pj) + f3Log (dij) ct.s) dimana
f3 <
0
14
Dengan metode least square maka akan dapat dicari persamaan regresi, sehingga nantinya akan dapat di tentukan parameter dari k, Pi, Pj, sehingga persamaan (1.5) dapat ditulis kembali menjadi:
di mana a0 =1og(k), A. dan a adalah parameter dari Pi dan Pj. Parameter a0 di transformasikan kembali ke bentuk aslinya dimana
k
= lOao Dalam anal:sis tesis ini terlehih dahulu digunakan unconstrained
gravity model karena dengan menggunakan model ini dapat dilihat seberapa besar pengaruh penduduk dan juga pengaruh jarak dari daerah asal dan daerah tujuan terhadap migrasi dan juga dengan model ini dapat ditentukan ni!ai koefisien dari jarak. Dan setelah koefisien tersebut didapat diaplikasikan da:am attraction constrained gravity model untuk menghitung daya tarik kabupaten/kota terhadap kabupaten/kota lainnya. Penentuan eksponen bagi variabel jarak adalah persoalan lain yang serius. Banyak studi yang mengabaikan e_ksponen ini, dengan demikian secara implisit mengasumsikan bahwa nilai dari eksponen-eksponen tersebut adalah satu. Berkenaan dengan eksponen yang harus sesuai dengan variabel jarak, Stewart dalam Richardson (2001) berpendapat bahwa
nilainya
haruslah
1 atau
2,
dan
hukum tentang
gravitasi
pengeceran yang dihubungkan dengan salah satu dari perintis-perintis model
gravitasi
terdahulu
(Reilly)
Richardson
dalam
(2001),
menggunakan eksponen 2. Hammer dan Ikle (1957) menggunakan eksponen-eksponen dalam lingkup 1,3-1,8 dalam penelitian mereka tentang
lalu
lintas telepon
dan
udara,
Carrol
dan
Bevis
( 1957)
menggunakan eksponen 1,63 untuk trip perjalanan di Detroit, sedangkan Isaard dan Peck menggunakan eksponen 1,7 dalam suatu studi mereka mengenai pengangkutan interregional dengan kereta api. Nilai eksponen satu tidak mempunyai landasan teoritis yang kuat, dan eksponeneksponen tentu saja berubah sesuai dengan lingkungan institusional dan sifat serta bentuk fungsi jarak yang dipilih.
Selanjutnya,
asumsi
eksponen bernilai satu juga tidak memperoleh pembenaran praktis, 15
karena persoalan teknik mengenai penaksiran nilainya mudah dipecahkan dengan jalan
merumuskan ·
d
b if-
menjadi
b logd!i dan
menaksir b
dengan menggunakan regresi linier metode least square (Richardson,
2001: 94). Berikut juga
dijelaskan
mengenai
bentuk dari
model
gravity
lainnya selain dari yang dijelaskan terdahulu.
Production constreint f}ravity model dapat diformulasikan sebagai berikut (Haynes dan Fotheringham, 1988)
M lj.. = A.O.w .a d .. P II) 1j
(1. 7)
Di mana Ai adalah balancing factor:
A. I
= [""'L..J\:' w _a d .. P j
lj
]-t
( 1.8)
j
oi
adalah jumlah trip yang berasal dari daerah i (origin i) atau
sesuatu yang di distribusikan dari daerah i, sedangkan wJ adalah volume kegiatan
menjadi
yang
daya
tarik
daerah
tujuan
(daerah
j
atau
destination) dalam nilai absolut. Sehingga model tersebut dapat direpresentasikan menjadi:
M lj..
O.w.ad .. P I J lj ( 1. 9) j
Attraction constraint gravity model dapat diformulasikan sebagai berikut:
fJ M lJ.. =v. l B.D.d .. 1 jlj l
(1.10)
di mana: BJ adalah balancing factor
16
(1.11)
V1 adalah volume/kegiatan yang menjadi daya tarik daerah asal (origin i), sedangkan D1 adalah total trip yang dapat ditampung di daerah tujuan j. Model tersebut dapat d:representasikan sebagai berikut:
M I)..
(1.12)
Doubly constraint gravity modei dapal diformulasikan sebagai
berikut:
M lj..
=
A.O.B .D .d.. P 11}}1}
(1.13)
dimana:
(1.14) dan
B. = }
[~ A.O.d .. P ]~ i
I
I
1
(1.15)
1j
Oi adalah total trip yang berasal dari daerah i , dan Di merupakan
total trip yang dapat ditampung daerah tujuan j Sebagaimana
yang
telah
dijelaskan
terdahulu
bahwa
model
gravitasi dapat digunakan untuk membantu perencana wilayah untuk memperkirakan daya tarik suatu lokasi dibandingkan dengan lokasi lain di sekitarnya. Dalam analsis tesis ini guna menjelaskan pola interaksi migrasi interregional tersebut maka digunakan implemetasi dari model gravity, di mana dengan mengubah daya tarik itu menjadi probabilitas. Diketahui 17
b~hwa
daya tarik daerah j bagi daerah i dapat diformulasikan sebagai
berikut (Tarigan, 2004: 138)
(1.16)
Persamaan 1.16 diatas adalah interaksi antara daerah asal i dengan daerah tujuan j. Pada intinya ineteraksi antara i dan j adalah rasio antara daya tarik daerah j bagi daerah i dengan daya tarik seluruh wilayah j bagi daerah i. Jumlah interaksi adalah probabilitas interaksi dikali total kegiatan yang beisumber di daerah i atau disingkat dengan Pj.
Seperti diketahui bahwa A=
[>:
Pjd/
j=l
]-I
( 1.17)
Maka persamaan 1.16 dapat dlsederhanakan menjadi:
.. 13 M lj.. == PA.P.d lljlj Dalam rangka penggunaan dengan
oi
(1.18) rumu~
yang lebih luas, P1 diganti
(origin), yaitu berupa kegiatan/volume yang berorigin di
daerah i yang akan didistribusikan ke daerah tujuan j. dengan demikian
01 bisa berisikan apa saja, demikian pula Pj sering diganti dengan D: (destination) yang menggambarkan volume/kegiatan yang menjadi daya tarik daerah tujuan dalam nilai absolut. Dj bisa juga dilihat sebagai daya tarik/magnet yang berada di daerah j yang memancing pihak luar untuk datang ke daerah j. Apabila nilai absolut dikalikan dengan A1 diperoleh daya tarik masing-masing daerah j dalam nilai relatif atau probabilitas (Lee, dalam Tarigan 2004: 140). Dan formula 1.18 sering dipakai dalam bentuk:
.d .. P M lj.. = O.A.D Jlj II
(1.19)
Di mana 18
A;D jd ijp =
Ukuran
daya
tarik
daerah
j
dalam
bentuk
probabi!itas. Dengan mengetahui daya tarik suatu daerah terdap daerah lain dapat diketahui bagaimana pola interaksi dari satu daerah dengan daerah lainnya.
Dan
dapat
dilihat
kecenderungan
perpindahan
renduduk
Sumatera Barat. Menurut Richardson (1978) model gravity memberikan kita suatu cara pendekatc.:n universal untuk menafsirkan daerah-daerah nodal. Akan tetapi per:u ditekankan bahwa model gravity tidaklah deterministik. Model ini tidaklah mengoptimumkan tetapi memprediksikan apa yang mungkin terjc.:di.
Model-model ini berkenaan dengan interaksi yang
diharapkan (expected interaction) dan mempunyai kaitan yang gamblang dengan teori probabilitas. Ini berarti bahwa model gravity ada!ah lebih merupakan tingkah laku daripada merupakan teori optimasi, yang kita perhatikan
adalah
kebaikannya,
bukan
keburukannya.
Dalam
studi
migrasi yang mempergunakan konsep gravity model, perhatian dapat dinyatakan
menurut
kesempatan
kerja
atau
pendapatan
perkapita
(Richardson, 1978: 194). Dalam model ini juga akan dilihat bagaimana daya tarik suatu daerah dengan menggunakan variabel kesempatan kerja seperti yang telah dijelaskan oleh Richardson (1978).
B. Feeney Model Plane dan Rogerson (1994) menggunakan model Feeney (1973) untuk
menghitung
probabilitas
migrasi
serta
forecasting
terhadap
probabilitas migrasi tersebut. Sebagaimana diketahui bahwa probabilitas migrasi interregional itu berubah dari waktu ke waktu. Forecasting tersebut
dilakukan
dengan
tujuan
untuk
mengetahui
bagaimana
perubahan probabilitas migrasi setiap tahun, sehingga dengan melakukan forecasting probabilitas migrasi tersebut dapat diketahui perubahan
jumlah penduduk di suatu daerah, dengan mengadopsi model Markov (dalam
Plane
dan
Rogerson,
1994:
215)
dapat
diperkirakan 19
kecenderungan pertumbuhan penduduk di suatu daerah. Namun model Feeney tidak memperhatikan pengaruh daya tarik daerah asal dan daerah tujuan serta jarak. Namun dengan menggunakan model Feeney ini dapat juga dilihat bagaimana perkiraan probabilitas transisi di Propinsi Sumatera Barat terutama untuk periode yang akan datang. Dan hasilnya dapat kita bandingkan dengan hasil perhitungan dari model gravity. Feeney model ini menggunakan probabilitas transisi dari model markov. Dimana analisis Markov (Markov chains) sebenarnya merupakan bentuk khusus dari model probabilitas yang lebih umum dan dikenal sebagai proses stochastic (stochastic process). Analisis Markov adalah suatu bentuk metode kuantitatif yang digunakan untuk menghitung probabilitas perubahan-perubahan yang berdasarkan
terjadi
probabilitas
perubahan
selama
periode
waktu
tertentu. Berdasarkan analisa markov ini, maka probabilitas suatu sistim mempunyai kondisi tertentu sesudah waktu tertentu akan tergantung pada kondisi saat ini. Metode ini banyak digunakan untuk pengambilan keputusan , namun bukan untuk memberi solusi, artinya bukan suatu keputusan, tetapi hanya memberikan informasi bagi pengambil keputusan untuk memperbaiki keputusannya, khususnya bidang tertentu seperti ekonomi, demografi, fisika, biologi, manajemen dan bisnis (Hasan, 2002). Dalam model Markov ini untuk sementara kita mengabaikan struktur umur dan memfokuskao pada redistribusi internal dari individu antar
region.
Dimana
sistim
menjadi
dibagi
n
region
dan
kita
melambangkan kemungkinan migrasi individu dari region i ke region j dengan Pii .
P;(t) menunjukkan penduduk di region i pada waktu t.
kelahiran dan kematian diabaikan untuk memfokuskan pada redistribusi merupakan penjumlahan
penduduk. penduduk penduduk
Penduduk
di
region
tinggal
di
region
yang yang
pindah
dari
pad a
waktu
i ditambah
region
lain
(j),
t+ 1
dengan dapat
diformulasikan sebagai berikut :
20
n
P;(t + 1) =
Lp
j
(t)Pji
(1.20)
}=1
Sebagai alternatif, gunakan notasi matriks, jika p adalah vektor baris yang berisi n penduduk regional pada waktu t, dan P adalah n x n matriks yang
merupakan
probabilitas transisi P1j, dapat dinotasikan
sebagai berikut :
P(t + 1) = p(t)P
(1.21)
Jika iterasi ini dilakukan terus, maka populasi regionol mendekatai
steady state atau equilibrium distribution Tetapi dengan catatan bahwa pendekatan Markov rnempunyai beberapa asumsi yaitu : 1. Kemungkinan pergerakan antar region tidak berubah. 2. Penduduk
homogen,
dalam
beberapa
hal
diatur sehingga
probabilitasnya sama. 3. Probabilitas
yang
digunakan
tetap
untuk
periode
waktu
tertentu. 4. Pilihan tujuan berikutnya tergantung pada daerah sekarang dan bukan atas lokasi tempat tinggal sebelumnya. Tentu saja banyak dari asumsi ini tidak realistis, kita mengetahui bahwa probabilitas perpindahan penduduk antar region itu berubah. Demikian juga kelompok orang berbeda dalam satu region, tentu saja mempunyai kemungkinan pindah ke berbagai tujuan, kita juga sadar bahwa tujuan yang dipilih oleh migran seringkali terikat pada daerah tempat mereka tinggal dulu. Untuk itu model Feeney digunakan untuk menjawab kritik dari model Markov tersebut, sehingga probabilitas migrasi interregional itu berubah setiap waktu. Namun walaupun berbagai asumsi tersebut ada yang tidak realistis namun model ini masih dapat digunakan untuk forecast jangka pendek jika dibandingkan dengan model yang lain. Dalam keadaan dimana data arus migrasi yang diamati tersedia untuk lebih dari satu periode, 21
biasanya dipakai arus yang terbaru untuk menghitung probabilitas migrasi (Plane dan Rogerson, 1994: 171). Feeney mengemukakan bahwa tujuan penduduk ada!ah karena kesempatan
ekonomi,
dengan
alasan
orang
lebih
membutuhkan
pelayanan yang lebih, kesempatan ini lebih lanjut meningkat dengan adanya aglomerasi ekonomi, membuat daerah yang lebih besar menjadi lebih menarik bagi pekerja untuk berlokasi di daerah tersebut karena adanya pekerjaan disana. Feeney menggunakan markovian transition probabilitas yang disesuaikan untuk menghitung perubahan distribusi dari tujuan penduduk. Model Feeney dapat diformulasikan sebagai berikut :
P.!lJ
P.?lJ
p_o (1.22)
1
Dimana
P;/
= Probabilita transisi
P ..o
= Probabilitas transisi pada tahun dasar
p~
= Penduduk daerah tujuan
IJ
1
p?1
pada tahun t
(j) pada tahun t
= Penduduk daerah tujuan (j) pada tahun dasar = Jumlah Penduduk pada tahun t tidak termasuk
penduduk daerah asal (i)
22
= Jumlah penduduk pada tahun dasar tidak termasuk
penduduk daerah asal (i)
Dengan
pendekatan
model
Feeney untuk
memperoleh
unsur
diagonal dari matriks transition probabilitis maka unsur diagonal tersebut dihitung sebagai pengurangan, setelah semua probabilitas lainnya di d3pat, analisis terscbut dapat diformulasikan sebagai berikut :
Pll.. =l-~P .. ~ lj
(1.23)
j:#i
C. Sumber Data Data migrasi yang digunakan adalah jenis migrasi lima tahun yang lalu
dari
hasil
sensus
penduduk
tahun
2000.
Yunus
dalam
Yosephine(1989) menggunakan data migrasi lima tahun yang lalu karena ia menganggap bahwa perpindahan yang terjadi lebih mewakili suatu periode
yang
penelitiannya
tertentu
dan
jelas.
Periode
mengenai faktor-faktor penentu
propinsi di Indonesia adalah periode dengan angka terdkhir,
yang
migrasi semasa
kedua jenis
migrasi
migrasi
dalam
masuk antar
1975-1980. Bila dibandingkan
hidup atau ini
digunakan
migrasi tempat tinggal
tidak dapat
menunjukkan
kapan
terjadinya perpindahan. Bisa satu tahun yang lalu, atau mungkin lima tahun yang lalu, atau mungkin tiga puluh tahun yang lalu. Ini mencakup periode yang panjang. Penelitian yang dilakukan sekarang juga mengambil jenis migrasi lima
tahun
yang
lalu,
dan
batas
perpindahan
adalah
batas
kabupaten/kota dengan dasar bahwa untuk persamaan regresi penelitian ini bersifat
cross section dan bukan time series sehingga hanya ditinjau
migrasi antar kabupaten/kota pada satu periode tertentu saja, yaitu pada tahun 2000. Dalam hal pengukuran jarak dilakukan dengan menggunakan pengukuran jarak geografis. Jarak perpindahan antara kabupaten/kota di
23
sini diambil jarak antara ibukota kabupaten/kota. Hal ini mengingat bahwa ibukota kabupaten/kota '1erupakan pintu masuk ke daerah lainnya. Untuk data kesempatan kerja dlpakai data jumlah tenaga kerja karena kesempatan kerja adalah jumlah tenaga kerja yang tersedia dalam pembangunan ekonomi
D. Kerangka Berpik2r Seperti yang telah diuraikan terdahulu bahwa Sumatera Barat sebagai Propinsi yang mempunyai karakteristik khusus dalam hal budaya merantau
juga
menghadapi
permasalahan
kependudukan
terutama
karena fenomena mlgrasi tersebut. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa perpindahan penduduk itu akan menyebabkan tidak meratanya
distribusi
persebaran
penduduk,
dan
juga
akan
mempengaruhi pertumbuhan jumlah penduduk si suatu daerah serta berpengaruh terhadap pembangunan daerah, karena penduduk hanya akan terkonsentrasi di daerah kota terutama
Kota Padang sebagai
ibukota Propinsi. Hal ini menyebabkan terjadinya kesenjangan antar daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Barat. Seiring
dengan
pertumbuhan
penduduk
dan
perkembangan
pembangunan dderah maka akan terjadi interaksi antar region sehingga probabilita migrasi dari waktu ke waktu akan berubah, dan semakin meningkat ke daerah yang mempunyai potensi sosial ekonomi yang relatif tinggi. Berdasarkan hal tersebut maka dalam thesis ini penulis mencoba untuk menganalisa pola interaksi migrasi interregional Kabupaten/Kota Propinsi Sumatera Barat. Karena dengan menganalisa pola interaksi tersebut dapat diketahui kecenderungan mobilitas penduduk yang terjadi di Sumatera Barat. Dan dengan melakukan analisa interaksi spasial dapat diperkirakan daya tarik suatu lokasi dibandingkan dengan lokasi lain di sekitarnya, sehingga dapat diketahui pola perpindahan penduduk yang cenderung ke daerah yang mempunyai daya tarik yang lebih tinggi. Hal ini bisa dimanfaatkan untuk menganalisis banyak hal dari memperkirakan daya tarik sebuah fasilitas, besarnya fasilitas yang perlu dibangun pada
24
lokasi tertentu sampai kepada perkiraan besarnya arus lalu lintas pada ruas jalan tertentu. Dari analisa tersebut juga dapat dibuat suatu kebijakan yang natinya dapat mempengaruhi daya tarik suatu lokasi, dan juga membuat suatu kebijakan untuk me.n gatasi fenomena migrasi yang terjadi di Sumatera Barat. Kerangka berpikir ini dapat dilihat pada gambar 1.1
Gambar 1.1 Kerangka Berpikir
Tidak Meratanya Distribusi Penduduk dan Pembangunan
Konsep dasar: Migrasi keluar dari satu wilayah ke wilayah lainnya merupakan migrasi masuk bagi wilayah tersebut
Migrasi Interregional Kabupaten/Kota Propinsi Sumatera Barat
1:'.
f,~
.. ·'
Adanya daya tarik menarik antara satu daerah dengan daerah lainnya
Aplikasi Model Gravity dan Model Feeney
Pola interaksi migrasi interregion di Propinsi Sumatera Barat
Analisis
~
~
~~~~~-~~.~ ~ ·~ ..
... :
. . ftrfj" .;·
1
Implikasi Kebijakan
25
1.6.
SISTIMATIKA PENULISAN Secara garis besar studi ini terdiri dari lima bab, sistimatika
penulisan thesis ini terdiri dari lima bab :
BAB I : Pendahuluan Merupakan bagian awal dari tulisan ini yang menguraikan latar belakang dari penulisan ya:1g dilakukan serta permasalahan yang muncul sehingga dilakukan penelitian ini. Tujuan penelitian ini yang merupakan jawaban dari permasalahan tersebut juga dicantumkan dalam bab ini dan juga metodologi yang digunakan dalam penulisan thesis ini.
BAB II : Tinjauan Literatur Kependudukan dan Migrasi Berisikan tinjaudn literatur mengenai kependudukan dan migrasi.
BAB Ill : Gambaran Umum Propinsi Sumatera Barat Mengemukakan geografis
daerah,
gambaran
umum
pembangunan
daerah
ekonomi
mengenai
daerah,
serta
kondisi keadaan
penduduk dan migrasi internal d! Propinsi Sumatera Barat
BAB IV : Analisis Merupakan pembahasan dari hasil yang diperoleh, antara lain mengenai aplikasi gravity model migrasi
interregional
Propinsi
dalam menganalisa pola interaksi
Sumatera
Barat
dan
forecasting
probabilitas transisi.
BAB V : Kesimpulan dan lmplikasi Kebijakan Merupakan bagian akhir dari thesis ini yang berisikan kesimpulan dan implikasi kebijakan dari hasil analisis yang telah dilakukan.
26
BAB II TINJAUAN LITERATUR KEPENDUDUKAN DAN MIGRASI
Pada
bagian
ini
akan
dikemukakan
tinjauan
pustaka
yang
berkaitan dengan thesis ini guna mendukung model yang dibentuk dimana
tinjauan
pustaka
pada
thesis
ini
dititik
beratkan
pada
kependudukan dan demografi, serta tinjauan literatur mengenai migrasi, dan juga akan diuraikan tentang merantau yang merupakan pola mlgrasi suku Minangkabau. Tinjauan literatur yang diuraikan disini dikutip dari berbagai sumber yang berkaitan dengan masalah kependudukan dan migrasi.
2.1.
Kependudukan dan Demografi Dalam
memegang
Perenca112an peranan
kependudukan
yang
pembangunan
itu
pendidikan,
penting.
Makin
tersedia
makin
dibuat.
diperluknn
pembangunan,
data
Sebagai
data
lengkap mudah contoh,
menqenai
data
kependudukan
dan dan
akurat tepat
dalam
data
rencana
perencanaan
penduduk dalam
usia
sekolah, banyak lagi contoh-contoh lain dimana data kependudukan sangat diperlukan dalam perencanaan pembangunan. Untuk dapat memahami keadaan kependudukan di suatu daerah atau negara maka perlu di dalami kajian demografi. Di negara-negara yang
sedang
membarigun
data
komponen
demografi
hakiki
pada
umumnya tidak lengkap. Untuk mengatasi kekurangn ini ahli demc:igrafi membuat perkiraan ( estimasi) komponen demografi berdasarkan data hasil sensus penduduk atau data sekunder. Studi kependudukan (population Studies) merupakan istilah lain bagi ilmu kependudukan yang digunakan disini. Studi kependudukan terdiri dari analisa-analisa yang bertujuan dan mencakup :
1. Informasi dasar tentang
distribusi penduduk,
karakteristik, dan
perubahan-perubahannya; 2. menerangkan sebab- sebab perubahan dari faktor dasar tersebut; 3. Menganalisa segala konsekwensi yang mungkin sekali terjadi di masa depan sebagai hasil perubahan-perubahan itu. lntroduksi istilah ilmu kependudtJkan sesungguhnya dimaksudka:t untuk memberi pengertian yang lebih luas dari demografi, karena sejumiah ahli telah menggunakan istilah demografi untuk menunjukkan pada demografi formal, demografi murni, atau kadang-kadang demografi teoritis. Demografi adalah
studi ilmiah terhadap penduduk,
manusia,
terutama mengenai jumlah, struktur dan perkembangannya. Sementara Bogue memberikan batasan sebagai berikut: Demografi adalah suatu studi matematik dan statistik terhadap jumlah, komposisi, dan distribusi spasial dari penduduk manusia, dan perubahan- perubahan dari aspek-aspek tersebut yang senantiasa terjadi sebagai akibat bekerjanya
lima
proses yaitu:
fertilitas,
mortalitas,
perkawinan, migrasi dan mobilitas sosial, (Bogue dalam Said Rusli, 1995:
2). Beradasarkan Multilingual Demographic Dictionary (IUSSP, 1982) definisi demografi adalah sebagai berikut: Demography is the scientific of human populations in primarily with the respect to their size,
their structure (composition) and their
development (change). Dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai berikut: Demografi mempelajari penduduk (suatu wilayah) terutama mengenai jumlah, struktur (komposisi
penduduk) dan perkembangannnya
(perubahan
lainnya). Philip M. Hauser dan Duddley Duncan (1959) mengusulkan definisi demografi sebagai berikut : Demography is the study of the size, territorial distribution and composition of population, change there ini and the component of such 28
change
which
maybe
identified as
natality,
territorial
movement
(migration), and social mobility (change of states). Dalam bahasa Indonesia kurang leblh sebagai berikut: Demografi mempelajari jumlah, persebaran, territorial dan komposisi penduduk serta perubahan-perubahannya dan sebab-sebab perubahan itu, yang biasanya timbul karena natalitas (fertilitas), mortalitas, gerak territorial (migrasi) dan mobilitas sosial (rerubahan status). Dari kedua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa demografi mempelajari struktur dan proses penduduk di suatu wilayah. Struktur penduduk
meliputi:
jumlah,
persebaran,
territorial
dan
komposisi
penduduk. Struktur penduduk ini selalu berubah-ubah, dan perubahan tersebut disebabkan karena proses demografi yaitu kelahiran, kematian dan migrasi penduduk. Demografi itu bersifat analitis matematis, yang berarti analisis demografi didasarkan atas analisis kuantitatif, dan karena sifatnya yang demikian maka demogr2fi sering juga disebut dengan statistik penduduk (Mantra, 2003 : 3). Studi
kependudukan
dapat
pula
dilihat
sebagai
penelitian makro demografi dan mikro demografi.
mencakup
Penelitian makro
demografi terdiri dari penelitian unit skala besar, agregat orang dengan keseluruhan sistim dengan kebudayaan dan masyarakat. Sasaran ruang lingkup daerah penelitian
makro demografi adalah
benua, bangsa,
Sedangkan penelitian mikro demografi merupakan penelitian unit skala kecil
yang
umumnya
bersifat
internal.
Penelitian
mikro
demografi
memusatkan diri atas individu, kesatuan-kesatuan keluarga autonomous, kelompok-kelompok kecil dan lingkungan ketetanggaan. Penelitian mikro demografi berlangsung pada tingkat luas wilayah yang relatif kecil seperti di suatu desa di Indonesia. Berikut akan menyangkut
dijelaskan
pertumbuhan
lebih
lanjut berbagai
penduduk
dan
masalah yang
kaitannya
dengan
pembangunan ekonomi.
29
2.1.1 Pertumbuhan Penduduk dan Kualitas Kehidupan Setiap tahunnya lebih dari 81 juta manusia baru lahir serta menambah jumlah penduduk yang dewasa ini sudah berjumlah miliaran jiwa. Kurang lebih 74 juta manusia baru dari pertumbuhan penduduk tersebut berasal dari Negara-negara dunia ketiga dimana Asia dan Afrika menyumbang lebih dari 93°/o (69 juta) dari lonjakan tersebut (Todaro, 2000:
248).
Lonjakan
penduduk sebesar itu belum pernah terjadi
sebelumnya sepanjang sejarah. Tetapi masalah pertumbuhan penduduk bukanlah sekedar masalah jumlah. Lebih dari itu, masalah tersebut juga menyangkut kepentingan pembangunan serta soai kesejahteraan umat manusia secara keseluruhan. Pertambahan penduduk yang sedemikian cepat menimbulkan aneka permasalahan yang serius bagi kesejahteraan umat
seluruh
di
manusia
yang
pembangunan
kini
dunia.
telah
Seandainya
dilaksanakan
saja
nantinya
usaha-usaha benar-benar
berhasil meningkatkan taraf hidup masyarakat yang meliputi perbaikan tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan umum, serta termasuk pula peningkatan harga diri dan kebebasan untuk memilih, maka pertanyaan penting yang timbul selanjutnya akibat masalah ledakan penduduk tersebut adalah: Sejauh di
kependudukan
banyak
dunia
negara-negara
manakah masalah Ketiga
akan
dapat
menunjang (atau sebaliknya justru menghambat) peluang mereka dalam meraih tujuan-tujuan pembangunan, tidak saja bagi generasi yang ada sekarang ini, akan tetapi juga bagi generasi yang akan datang, masalah yang sebaliknya tak kalah pentingnya apa dan sejauh mana pengaruhpengaruh
yang
akan
ditimbulkan
oleh
upaya-upaya
pembangunan
terhadap laju pertumbuhan penduduk tersebut. Dari sekian banyak masalah yang relevan, beberapa diantaranya yang paling penting dan mendasar adalah sebagai berikut :
1. Akan mampukah negara-negara dunia ketiga meningkatkan taraf hidup penduduknya ditengah semakin tingginya laju pertumbuhan penduduk, baik yang ada pada saat ini maupun proyeksinya untuk masa
mendatang,
lantas
sampai
seberapa
jauhkah
laju
pertumbuhan penduduk yang sangat cepat itu akan menyulitkan upaya-upaya pemerintahan negara-negara dunia ketiga dalam
30
mengadakan pelayanan dan berbagai macam fasilitas sosial yang mendasar bag! penduduknya, yakni seperti perumahan,
bersifc:
sanitasi, dan keamanan. 2. Apa yang harus dilakukan oleh negara-negara berkembang untuk mengatasi ledakan pertambahan angkatan kerjanya yang begitu besar dimasa mendatang, apakah akan tersedia cukup bayak lapangan pekerjaan, atau apakah pemerintahan negara-negara berkembang itu hanya akan. berusaha menjaga agar tingkat pengangguran tidak meningkat. 3. Apa sajakah implikasi dari lebih tingginya iaju pertumbuhan peluang
terhadap
miskin
dinegara
penduduk
untuk
mereka
meringankan penderitaan penduduknya yang diakibatkan oleh kemiskinan
apakah
absolut,
bukan
memadai,
cukup
sudah
distribusinya
pangan
persediaan
dunia
hanya
dan untuk
mengimbangi lonjakan pertumbuhan penduduk dalam dasawarsa mendatang, akan tetapi juga untuk memperbaiki kualitas dan kecukupan gizi bagi bagi seluruh umat manusia. 4. Beradasarkan perkiranan pertumbuhan penduduk diatas, apakah negara-negara
berkembang
mampu
memperluas
dan
meningkatkan kualitas kesehatan dan sistim pendidikan yang ada, sehingga
orang
akan
dapat
memperoleh
kesempatan
untuk
mendapatKan pelayanan kesehatan yang memadai, dan fasilitasfasilitas pendidikan paling tidak pada tingkat dasar. 5. Sampai seberapa jauh rendahnya taraf kehidupan masyarakat menjadi sebuah faktor pokok yang membatasi kebebasan·· para orang tua untuk menentukan besar atau kecilnya jumlah anggota keluarga mereka, apakah memang ada suatu hubungan yang nyata
dan
signifikan
antara
tingkat
kemiskinan
dan
begitu
besarnya jumlah anggota keluarga mereka. 6. Sampai sejauh manakah peningkatan kemakmuran lebih lanjut dari
negara-negara
maju
menjadi
faktor yang
menghambat
negara-negara miskin dalam upaya mereka dalam mengatasi lonjakan jumlah
penduduk,
apakah
usaha-usaha untuk lebih
31
memacu tingkat kemakmuran yang telah dilakukan oleh negaranegara kaya itu memang merupakan faktor penyebab kerusakan lingkungan
hidup
global,
serta
sekaligus
merupakan
suatu
kekuatan yang menghalangi upaya peningkatan taraf hidup yang tengah ditekuni oleh negara-negara miskin dalam mengimbangi ledakan penduduknya.
2.1.2 Struktur Kependudukan Dunia Distribusi penduduk dunia sangat tidak merata, baik menurut wilayah geografi , tingkat kelahiran dan kematian, maupun menurut struktur usia (Todaro, 2000:253).
A. Sebaran Per Wilayah Geografis. Penyebaran penduduk dunia ternyata sangat tidak merata, baik ditinjau secara geografis, tingkat kelahiran dan tingkat kematian, serta struktur usia. Pada tahun 1995, dari seluruh penduduk dunia, lebih dari tiga perempatnya bertempat tinggal di negara berkembang dan kurang dari seperempatnya bermukim di negara maju (Todaro, 2000: 253). Berdasarkan tingkat pertumbuhan penduduk yang ada dewasa ini di berbagai kawasan di dunia (angka pertumbuhan penduduk yang terdapat di negara berkembang jauh lebih tinggi), maka diperkirakan bahwa distribusi regional (menurut wilayah geografis) penduduk dunia akan mengalami perubahan yang tidak terelakkan menjelang tahun 2050 mendatang. Pada tahun itu jumlah total penduduk dunia sudah 7 miliar jiwa lebih banyak dibandingkan dengan jumlah yang ada pada tahun 1950, atau sekitar 3,5 miliar jiwa lebih banyak
dibandingkan
dengan jumlah manusia yang memenuhi planet ini pada tahun 1998. Meskipun negara- negara itu sendiri berasal dari semua benua, dan terdiri dari negara-negara maju maupun negara berkembang, ada sebagian diantaranya yang perlu mendapat perhatian khusus karena lonjakan jum!ah penduduknya sangat luar biasa, seperti India, Indonesia, Brasil,
Bangladesh,
Pakistan
dan
Nigeria
secara
bersama
sama
memberikan tambahan penduduk kepada dunia dalam jumlah yang lebih besar daripada yang diberikan oleh seluruh negara maju.
32
B. Kecenderungan Tingkat Kelahiran dan Kematian Secara
Kuantitatif,
tingkat
pertumbuhan
penduduk(rate
of
population increase) dihitung atas dasar persentase kenaikan relatif atas
jumlah penduduk neto pertahun (atau persentase penurunan, yakni dalam kasus pertambahan penduduk yang negatif) yang bersumber dari pertambahan alami (natural increase) dan migrasi internasional neto (net international
Adapun
migration).
yang
dimaksudkan
dengan
pertambahan alami adalah selisih antara jumlah kelahiran dan kematian di suatu negara, atau istilah yang teknis selisih antara fertilitas dan mortalitas. Sedangkan migrasi international neto adalah selisih antara jumlah
penduduk
yang
beremigrasi
dan
berimigrasi.
Dibandingkan
dengan pertambahan alami, faktor migrasi ini relatif terabalkan meskipun pengaruhnya semakin lama semakin penting. Perlu pula dicatat di sini bahwa selama abad kesembilan belas dan awal abad kedua puluh, migrasi internasional merupakan sumber pertambahan penduduk yang sangat penting bagi kawasan di Amerika Utara, Australia dan Selandia Baru, serta merupakan sumber penurunan penduduk yang bersifat sangat
positif
bagi
negara
Eropa
Barat,
dengan
demikian
laju
pertumbuhan penduduk negara dunia ketiga hampir sepenuhnya dihitung berdasarkan angka pertambahan alami, atau selisih antara tingkat kelahiran dan kematian. Perbedaan laju pertumbuhan penduduk di negara maju dan negara sedang berkembang dapat dijelask.:m semata-mata atas dasar kenyataan bahwasannya
tingkat
kelahiran
(fertilitas)
di
berbagai
negara
berkembang umumnya jauh lebih tinggi daripada yang ada di negara maju. Disamping itu tingkat kematian (mortalitas) negara dunia ketiga jauh lebih tinggi. Meskipun demikian, selisih tingkat kematian tersebut jauh lebih kecil dibandingkan dengan selisih tingkat kelahiran. Penyebab utama atas perbedaan iaju pertumbuhan penduduk antar negara maju dan negara berkembang bertumpu pada tingkat kelahiran.
Seiring
dengan
mulai
menurunnya
tingkat
kelahiran
di
sejumlah negara berkembang, kesenjangan tingkat kematian antara negara maju dan negara berkembang semakin lama semakin kecil. Penyebab utama adalah membaiknya kondisi kesehatan di seluruh
33
negara dunia ketiga. Rangkaian kampanya vaksinasi guna mencegah ~·-=-nyakit
berjangkitnya berbagai
seperti malaria, cacar, penyakit kuning
dan kolera serta peningkatan fasilitas kesehatan umum, penyediaan air bersih, perbaikan gizi serta pendidikan masyarakat yang telah dijalankan dalam kurun waktu 25 tahun atau 30 tahun terakhir ini berhasil menurunkan tingkat kematian sebesar 50% di kawasan Asia dan Amerika Latin, dan lebih dari 30°/o di Afrika dan Timur Tengah. Meskipun demikian, panjangnya usia harapan hidup dari rata-rata penduduk di negr~ra
maju
masih
lebih
unggul
13 tahun.
Namun
selisih
atau
kesenjangan antara kedua kelompok negara dalam usia harapan hidup itu telah mengalami penurunan tajam selama dasawarsa terakhir.
c.
Struktur Usia dan Beban Ketergantungan Dewasa ini, penduduk dunia pada umumnya terdiri dari manusia
berusia muda, khususnya negara dunia ketiga. Hampir 40°/o penduduk di negara dunia
ketiga
terdiri dari anak berusia
dibawah
15 tahun,
sedangkan dinegara maju jumlah generasi mudanya hanya 20% dari jumlah total
penduduknya.
Dengan struktur usia seperti ini, rasio
ketergantungan pemuda (youth dependency ratio) yakni, perbandingan antara pemuda berusia dibawah 15 tahun yang tentunya belum memiliki pendapatan
sendiri,
dengan
orang-orang
dewasa
yang
aktif atau
produktif secara ekonomis yang pada umunya berusia 15 hingga 64 tahun sangat tinggi. Hal itu berarti angkatan kerja di negara berkembang harus menanggung beban hidup anak-anak mereka hampir dua kali lipat lebih besar dibandingkan dengan angkatan kerja di negara kaya. Secara umum
dapat
dikatakan
bahwa
semakin
cepat
laju
pertumbuhan
penduduk, akan semakin besar pula proporsi penduduk berusia muda yang belum produktif dalam total populasi, dan semakin berat pula beban tanggungan
penduduk
yang
produktif.
Fenomena
ketergantungan
penduduk berusia muda ini selanjutnya menimbulkan konsep lain yang tidak kalah pentingnya, yakni apa yang disebut sebagai momentum pertumbuhan populasi/penduduk yang tersembunyi (hidden momentum
of population growth).
34
2.1.3 Momentum Pertumbuhan Penduduk yang Tersembunyi Agaknya salah satu aspek pertumbuhan penduduk yang paling sulit
dipahami
mengalami
yang
peningkatan
kelahiran telah
untuk
kecenderungannya
adalah
tidak
terhentikan
terus sekalipun
mengalami penurunan secara drastis.
penduduk mempunyai
kecenderungan inheren
menerus tingkat
Pertambahan
untuk terus melaju,
seolah-olah laju pertumbuhan penduduk tersebut mengandung suatu daya gerak (momentum) internal yang kuat dan tersembunyi seperti pada mobil yang masih bisa berjalan terus meskipun rem diinjak maksimal, sebelum mobil itu akhirnya benar-benar berhenti. Dalam kasus pertumbuhan penduduk ini, daya gerak tersebut agaknya akan dapat berlangsung terus sampai beberapa dasawarasa kemudian setelah angka kelahiran mengalami penurunan yang cukup berarti. Ada dua alasan pokok yang melatar belakangi keberadaan daya gerak tersembunyi itu. Yang pertama, tingkat kelahiran itu sendiri tidak mungkin diturunkan hanya dalam waktu sa.tu malam saja. Kekuatankekuatan soslal, ekonomi, dan institusional yang mempengaruhi tingkat fertilitas yang telah ada dan bertahan selama berabad-abad tidak mudah hilang begitu saja hanya karena himbauan-himbauan dari para pemimpin nasional. Berdasarkan pengalaman di negara-negara Eropa di masa lampau, penurunan tingkat kelahiran secara berarti memerlukan waktu selama berpuluh-puluh tahun. Itulah sebabnya meskipun negara-negara berkembang
menetapkan
upaya-upaya
untuk
meredakan
laju
pertumbuhan penduduk sebagai prioi·itas utama, mereka tidak akan memperoleh hasilnya dengan segera. Selain usaha yang gigih dan berkesinambungan, untuk menurunkan fertilitas sampai pada tingkat yang diinginkan, prosesnya sendiri memang memerlukan waktu yang cukup lama. Sedangkan tersembunyi
alasan
tersebut
erat
kedua sekali
atas
adanya
kaitannya
momentum
dengan
yang
struktur usia
penduduk di negara-negara berkembang. Negara-negara dunia ketiga tidak bisa menghindari lonjakan penduduk yang begitu besar, dan apa yang akan terjadi terhadap tingkat fertilitasnya. Bertolak dari adanya momentum yang tersembunyi itu, maka setelah menetapkan target-
35
target kependudukan, negara-negara berkembang harus mengantisipasi lonjakan penduduk antara 60 persen sampai 125 persen da . jumlah yang ada pada saat ini, terlepas dari strategi atau program kebijakan kepandudukan
yang
mereka
terapkan.
Namun,
kenyataan
yang
memprihatinkan ini hendaknya tidak mengurangi komitmen mereka dalam rangka
menetapkan program perlambatan laju pertumbuhan
penduduk sebagai kepentingan nasional mereka yang utama. Sebaliknya, hal itu harus memacu mereka untuk lebih giat lagi dalam mengatasi iedakan penduduknya, oleh karena pesan terpenting yang terkandung da!am konsep momentum tersembunyi itu adalah bahwa kelengahan penurunan fertilitas yang sekecil apapun harus dibayar sangat mahal berupa pelipat gandaan jumlah penduduk tanpa dapat dicegah. Setiap negara berkembang harus berupaya lebih gigih sampai akhirnya tingkat populasi yang stabil berhasil dicapai.
2.1.4 Transisi Demografi Proses penurunan tingkat fertilitas sampai terciptanya tingkat populasi yang stabil telah diulas oleh sebuah konsep yang amat popular dalam ilmu ekonomi demografi, yakni konsep transisi demografi. Pada dasarnya konsep ini mencoba menerangkan mengapa hampir semua negara yang kini tergolong sebagai negara maju sama-sama melewatl sejarah populasi melangsungkan
modern yang terdiri dari tiga tahapan besar. Sebelum modernisasi
ekonomi
negara-negara
ini
selama
berabad-abad mempunyai laju pertambahan penduduk yang stabil atau sangat lambat. Penyebabnya meskipun angka kelahiran mereka sangat tinggi, angka kematian mereka juga sangat tinggi, bahkan hampir sama tingginya dengan angka kelahiran, ini adalah tahapan yang pertama. Tahapan yang kedua segera berlangsung setelah adanya modernisasi yang kemudian menghasilkan berbagai metode penyediaan pelayanan kesehatan masyarakat yang lebih baik, makanan yang lebih bergizi, pendapatan yang lebih tinggi, dan berbagai bentuk perbaikan hidup lainnya, sehingga secara perlahan-lahan usia harapan hidup penduduk di negara-negara yang kini maju itu meningkat dari rata-rata 40 tahun menjadi
lebih
dari
60
tahun.
Dengan
demikian,
angka
kematian
mengalami penurunan yang cukup berarti. Akan tetapi, penurunan
36
angka mortalitas tersebut tidak segera diimbangi oleh turunnya tingkat fertilitas. Sebagai akibatnya maka laju pertumbuhan penduduk justru mengalami peningkatan tajam bila dibandingkan dengan abad-abad sebelumnya. Jumlah total penduduk melonjak secara drastis akibat meningkatnya selisih antara angka kelahiran yang tinggi dan angka mulai rendah, cenderung menurun. Dengan demikian,
kematian yang
tahapan kedua ini menandai awal dari suatu proses transisi demografi, yaitu masa transisi dari keadaan stabil atau laju pertambahan penduduk yang rendah ke laju pertumbuhan penduduk yang terus meningkat, sebelum pada akhirnya kembali ke laju pertumbuhan penduduk yang kecil. Akhirnya tahapan ketiga segera berlangsung dengan munculnya berbagai macam dorongan dan pengaruh positif yang bersumber dari upaya-upaya
modernisasi
serta
pembangunan
yang
menyebabkan
turunnya tingkat fertilitas. Di ujung tahapan ketiga tersebut, tingkat kelahiran berhasil diturunkan cukup tajam sampai sama rendahnya dengan tingkat kematian,
neto laju pertumbuhan
sehingga secara
penduduk menjadi sangat rendah atau bahkan nol.
2.1.5 Peranan Penduduk Dalam Pembar.gunan Ekonomi Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa pembangunan ekonoml
adalah
bertujuan
meningkatkan
kesejahteraan
penduduk
melalui peningkatan pendapatan perkapita dengan jalan meningkatkan pendapatan nasional riil serta membatasi jumlah penduduk. Ahli-ahli ekonomi pada umumnya berpendapat bahwa penduduk memiliki dua peranan dalam pembangunan ekonomi, satu dari segi permintaan
dan
dari
segi
penawaran.
Segi
permintaan,
penduduk
bertindak sebagai konsumen dan dari segi penawaran bertindak sebagai produsen. Atau dengan kata lain penduduk dalam pembangunan ekonomi berperan sebagai faktor penghambat disatu pihak, dan di pihak lain berperan sebagai faktor pendorong/modal pembangunan ekonomi. Oleh karena itu perkembangan penduduk yang cepat tidaklah selalu merupakan penghambat bagi jalannya pembangunan ekonomi jika penduduk ini mempunyai kapasitas yang tinggi untuk menghasilkan dan menyerap hasil produksi yang dihasilkan. Akan tetapi ternyata penduduk di negara-negara berkembang selain jumlahnya banyak juga daya beli
37
rendah akibat tingkat pendapatan perkapita yang rendah. Sehingga penduduk di negar3-negata berkembang lebih banyak mempersulit pelaksanaan pembangunan ekonomi. A. Penduduk
Sebagai
Faktor
Penghambat
atau
be ban
pembangunan ekonomi Salah satu perintang pembangunan ekonomi di negara-negara berkembang dan sekaligus merupakan ciri-ciri negara tersebut adalah adanya ledakan penduduk (population expiation dan population pressure) yang tinggi sementara tingkat perkembangan output adalah rendah. Kaum klasik seperti Adam Smith, David Ricardo dan Thomas Robert Malthus berpendapat bahwa tingkat perkembangan penduduk dengan tingkat perkembangan output selalu ada perlombaan, yang pada akhirnya
dimenangkan
oleh
perkembangan
penduduk.
Jadi
karena
penduduk juga berfungsi sebagai tenaga kerja, maka paling tidak akan terdapat kesulitan dalam penyediaan lapangan pekerjaan, maka hal ini dapat meningkatkan kesejahteraan bangsanya. Tapi kalau mereka tidak memperoleh pekerjaan, yang berarti mereka menganggur, maka justru akan menekan standar hidup bangsanya menjadi lebih rendah. Oleh karena
itu
penduduk
perkembangan
yang
ekonomi
selalu
yang
berkembang
terus
menerus
menuntut pula.
adanya
Semua
in1
memerlukan lebih banyak investasi yang biasanya berasal dari tabungan. Namun usaha-usaha untuk mengadakan tabungan dirasa sangat susah dan memerlukan banyak pengorbanan. Menurut
Coale
bahwa
akibat
buruk
yang
ditimbulkan
dari
pertambahan penduduk yang cepat terhadap tubungan masyarakat ada dua yaitu: pertama akan mengurangi jumlah tabungan yang diciptakan oleh tiap-tiap masyarakat dan akan menambah proporsi pendapatan nasional yang akan diterima oleh penduduk yang sama sekali tidak menabung. Hal yang kedua terjadi karena pertambahan penduduk lebih cepat berlakunya dikalangan penduduk yang berpendapatan rendah (Ahmad, 1990: 8). Pertambahan
penduduk
yang
pesat
berpengaruh
terhadap
penanaman modal, karena proporsi penduduk usia muda lebih besar, dan
38
keadaan ini mengharuskan pemerintah untuk melaksankan penanaman modal yang lebih banyak untuk pendidikan, kesehatan, perumahan dan fasilitas-fasilitas sosial lainnya, sehingga menyebabkan proporsi
dana
penanaman modal yang dapat digunakan untuk membangun kegiatankegiatan yang lebih produktif menjadi berkurang. Pertambahan penduduk yang pesat selanjutnya menimbulkan pula kesukaran kepada negara-negara berkembang untuk mencapai salah satu
tujuan
penting
pembangunan
ekonomi,
yaitu
pemeralaan
pendapatan. Pertamb<Jhan penduduk yang pesat akan menimbulkan keadaan
yang
masyarakat
mengakibatkan
menjadi
pengangguran
yang
jurang
bertambah terlalu
diant<Jra
Iebar.
besar
beberapa
Pertama
jumlahnya
golongan
disatu
pihak
cenderung
untuk
mempertahankan tingkat upah pekerja tidak terdidik pada tingkat upah yang sangat rendah. Kedua, pertambahan penduduk di daerah pertanian menimbulkan pengangguran tersembunyi yang lebih serius dan keadaan ini akan menyebabkan pendapatan rata-rata petani miskin menjadi semakin rendah. Pada waktu yang sama, karena perbandingan diantara tanah dan penduduk telah menjadi bertambah kecil, maka sewa tanah akan
mengalami
kenaikan.
Ini
akan
menimbulkan
pertambahan
pendapatan yang lebih banyak kepada para petani kaya. Dan ketiga, kekurangan kesempatan kerja di desa-desa menimbulkan arus urbanisasi yang semakin deras ke kota-kota besar dan hal ini menimbulkan pertumbuhan kota yang terlalu cepat. Oleh karenanya harga tanah, rumah
dan
sewa
berkembang
dengan
cepat
dan
menimbulkan
pertambahan nilai kekayaan yang tinggi kepada para pemiliknya. Satu aspek lainnya yang kurang menguntungkan dari pertambahan penduduk
yang
pesat adalah
pemilikan
teknologi
yang
sebaiknya
digunakan dalam pembangunan. Secara umum dikatakan bahwa salah satu langkah untuk membangun perekonomian adalah menggunakan teknologi
yang
memperbesar
modern, tingkat
karena
produksi
dengan dan
teknologi
mempercepat
modern
dapat
pembangunan
ekonomi. Tapi sayang sekali, teknologi yang tinggi pada dasarnya bersifat
intensif modal
menciptakan
kesempatan
(padat kerja
modal),
berarti
terbatas bila
kemampuan
dibandingkan
untuk dengan
39
teknologi yang lebih rendah. Akibatnya timbul suatu konflik. Pada perencanan pembangunan dipaksa untuk melakukan plllh:. . diantara memaksimumkan tingkat pertumbuhan ekoncmi, yang antara lain dapat dicapai dengan menggunakan teknologi yang sangat modern, atau memaksimumkan penciptaan kerja dengan penggunaan teknologi yang sederhana. Sehubungan dengan hal ini banyak ahli-ahli ekonomi yang mengusulkan
penggunaan
pengembangan
dan
teknologi
menengah
(intermediate teknologi), yaitu teknologi yang mempunyai kesanggupan untuk
menaikkan
produksi
dengan
cepat
maupun
menciptakan
kesempate:m kerja yang cukup besar. Jumlah
penduduk yang
besar juga
mempercepat dipakainya
sumber daya alam yang diperbaruinya. Bila pemakaiannya lebih cepat daripada proses pembaharuan sumber daya alam tersebut, maka sumber daya alam yang diperbaharuipun akan segera habis. Hal ini akan merugikan pembangunan ekonomi. Lebih jauh, jumlah penduduk yang besar juga menyebabkan meningkatnya kegiatan produksi dengan segala macam limbahnya. Polusi udara dan air serta penebangan hutan adalah tiga contoh akibat jumlah penduduk yang besar. SP.bagian besar penduduk di negara berkembang bekerja di sektor pertanian. Jumlah tanah yang tidak banyak berubah menyebabkan terjadinya penghasilan yang makin kurang (deminishing return). Oleh sebab itu, kenaikan jumlah penduduk tidak akan mampu diimbangi oleh kenaikan jumlah produksi.
B. Penduduk Sebagai Faktor Pendorong atau Modal Pembangunan Ekonomi Berlainan dengan pandangan sebelumnya, pandangan ini melihat pengalaman sejarah di Eropa Barat pada abad 18 dan 19 pertambahan penduduk
yang
pesat
justru
menyumbang
terhadap
kenaikan
penghasilan riil perkapita. Ini disebabkan karena negara-negara yang sudah maju tersebut telah siap dengan tabungan yang akan melayani kebutuhan
investasi.
Tambahan
penduduk justru
akan
menambah
potensi masyarakat untuk menghasilkan dan juga sebagai sumber
40
permintaan yang baru. Keadaan ini dapat kita hubungkan dengan teori Prof. A. Hansen mengenai stagnasi Secular (Secular stagnation), yang rr.engatakan
bahwa
bertambahnya
jumlah
penduduk
justru
akan
menciptakan/memperbesar permintaan agregatif, terutama investasi. Para pengikut Keynes tidak melihat tambahan penduduk sekedar sebagai tambahan penduduk saja, tetapi juga melihat adanya suatu kenaikan dalam daya beli. Disamping itu para pengikut Keynes juga menganggap kemajuan,
bahwa
meningkatnya
produktivitas
tenaga
kerja
dan
permintaan tenaga kerja ini akan selalu megiringi kenaikan jumlah penduduk. Kalau seandainya terjadi penurunan jumlah penduduk, maka akan terjadi pula pcnurunan dalam rangsangan untuk mengadakan investasi dan permintaan agregatif juga akan turun. Jika perkembangan penduduk tertunda
maka
akumulasi
kapital juga akan
menjadi lesu karena
beberapa alasan yaitu wiraswasta akan mengira bahwa pasar menjadi semakin sempit. Sedangkan karena tingkat keuntungan merupakan fungsi dari luasnya pasar, maka investasi, yang tergantung pada tingkat keuntungan akan menjadi berbahaya dan akibatnya akan menurun. Disamping alasan itu pertambahan penduduk juga mendorong adanya perluasan investasi karena dana kebutuhan perumahan yang semakin besar dan juga kebutuhan-kebutuhan yang bersifat umum seperti jalan raya, angkutan umum, persediaan air minum, kesehatan, pendidikan dan fasilitas-fasilitas lainnya. Kebutuhan akan kapital dalam bidang ini relatif -lebih besar daripada bidang-bidang lain sehingga penurunan tingkat perkembangan
penduduk
akan
mengakibatkan
turunnya
akumulasi
kapital. Pandangan ini juga menolak anggapano bahwa jumlah penduduk yang besar menyebabkan habisnya sumber daya alam, baik yang dapat diperbarui maupun yang tidak. Dikatakan bahwa yang menyebabkan merosotnya persediaan sumber daya alam bukanlah jumlah penduduk, tetapi pendapatan yang meningkat. Pendapatan perkapita yang tinggi bila dibarengi dengan jumlah penduduk yang tinggi, akan mengakibatkan pendapatan yang sangat tinggi. Namun yang menjadi penyebab utama merosotnya sumber daya alam adalah pola konsumsi masyarakat yang 41
diakibatkan oleh pendapatan yang tinggi, dan bukan karena jumlah penduduk yang besar. Pandangan ini juga rnenganggap bahwa penduduk merupakan unsur penting dalam pembangunan ekonomi, karena ia menyediakan tenaga kerja, tenaga ahli, pimpinan perusahaan dan tenaga usahawan. Sebagai akibat dari beberapa fungsi ini maka penduduk bukan saja merupakan salah satu faktor produksi , akan tetapi yang lebih penting lagi
penduduk
mengembangkan
merupakan teknologi,
unsur 2)
yang
1)
yang
menciptakan
mengorganisasi
dan
penggunaan
berbagai faktor produksi. Sejak lama telah disadari bahwa kemampuan suatu masyarakat dalam mengembangkan teknologi dan menggunakan faktor-faktor produksi lainnya dengan efislen tergantung kepada taraf kemahiran dan pengetahuan penduduk tersebut. Oleh sebab itu dalam menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan masalah penduduk bukan saja telaah mengenai jumlahnya, tetapi perlu diperhatikan mengenai kwalitasnya. Penduduk di negara sedang berkembang selain jumlahnya besar juga kwalitasnya rendah. Oleh sebab itu masalah peningkatan mutu modal manusia perlu mendapat perhatian yang serlus dalam melaksanakan pembangunan.
2.2.
Migrasi Pada bagian ini akan dikemukakan pendapat beberapa ahli yang
menyangkut hukum migrasi, juga dijelaskan beberapa studi migrasi serta tidak lupa di kemukakan tentang konsep dan definisi migrasi dan pada bagian
ini
juga
di
ulas
mengenai
merantau
pola
migrasi
suku
Minangkabau.
2.2.1.Konsep dan definisi migrasi Migrasi adalah perpindahan seseorang dari satu tempat tinggal ke tempat lain, dan biasanya menetap di tempat tujuan. Karena ia menetap di daerah tujuan maka migrasi ini disebut migrasi permanen, istilah ini dipakai untuk membedakan perpindahan seseorang ke suatu tempat yang sifat!'lya sementara, dan pada saat tertentu kembali ke tempat
42
tinggalnya yang tetap, migrasi semacam ini disebut migrasi sirkuler, dan bersifat migrasi non permanen. Migrasi non permanen dapat pula berupa suatu perpindahan atau kepergian secara teratur dari dan ke suatu tempat tinggal semula. Perpindahan semacam ini merupakan kepergian ulang alik (commuting) atau nglaju menurut istilah Mantra (2003) , dan biasanya tidak dianggap migrasi, melainkan salah satu bagian lain dari mobilitas. Secara umum definisi tentang migrasi belum ada · satupun yang diterima atau disepakati
sekal!pun ukuran yang dipakai oleh berbagai
penulis secara umum tumpang tindih, (Nairn, 1984: 4). United
Nations (1980)
mendefinisikan
migrasi
secara
umum
sebagai perubahan tcmpat tinggal secara permanen dari suatu unit geografis tertentu ke unit geografis yang lain (Lembaga Demografi FEUI, 1981) Migrasi sebagai suatu gerakan (movement) melalui ruang dapat kita artikan si migran tersebut dalam usahanya untuk merobah tempat tinggal telah melalui satu bentuk yang telah ditentukan. Dapat saja seseorang hanya pindah menyeberang jalan digolongkan migran, bila jalan
tersebut
menjadi
batas
dari
wilayah
kesatuan
yang
sudah
ditentukan itu. Selanjutnya untuk definisi migrasi yang mengacu pada dimensi waktu dapat dilihat definisi yang digunakan oleh BPS, dalam pelaksanaan sensus tahun 1961 batasan waktu penentuan migrasi adalah 3 bulan sedangkan untuk sensus penduduk tahun 1971 dan 1980 batasan waktu yang digunakan adalah enam bulan. Seseorang dapat disebut sebagai migran apabila orang tersebut melintasi batas wilayah propinsi dan lamanya bertempat tinggal di daerah tuj.uan minimal enam bulan. Konsep migrasi yang dipergunakan dalam sensus penduduk dapat dilihat dari pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner. Tiga dari empat pertanyaan tersebut sama
hanya
susunannya
yang
berbeda.
Dari pertanyaan
tersebut dapat ditetapkan dari beberapa konsep migrasi sebagai berikut :
43
a) Migrasi semasa hidup (Life time migration) Seseorang yang dicacah di suatu propinsi yang bukan tempat kelahirannya. mencerminkan
Angka
migrasi
mobilitas
ini
sebenarnya antar
penduduk
belum
propinsi
sepenuhnya sebab
tidak
memperhitungkan migran kembali ke prop1ns1 tempat lahir, dan tidak memperhitungkan perpindahan yang terjadi sebelum penduduk yang bersangkutan tinggal di Propinsi sekarang. b) Migrasi Total (Total Migration) Perpindahan seseorang yang propinsi tempat tinggal terakhirnya berbeda dari propinsi tempat ia dicacah. Konsep migrasi total inl sudah memperhitungkan
migrasi
terakhir bias merupakan
kembali
karena
propinsi
tempat tinggal
propinsi tempat kelahiran dan
bisa juga
propinsi-propinsi lain. c) Migrasi Lima Tahun yang lalu (Recen_t Migration) Perpindahan sesorang dimana propinsi tempat tinggal sesorang berbeda dari propinsi tempat tinggal lima tahun yang lalu sebelum wawancara dilakukan. Konsep yang digunakan dalam studi ini adalah konsep migrasi lima tahun yang lalu, dimana sesorang propinsi tempat tinggal sekarang berbeda dengan propinsi tempat tinggal lima tahun yang lalu. Mobilitas penduduk dapat dibedakan antara mobilitas penduduk vertikal dan mobilitas penduduk horizontal. Mobilitas penduduk vertikal sering disebut dengan perubahan status, dan salah satu contohnya adalah perubahan status pekerjaan. Seseorang yang mula-mula bekerja dalam sektor pertanian sekarar.g bekerja dalam sektor non pertanian. Mobilitas
penduduk
horizontal,
atau
sering
disebut
dengan
mobilitas penduduk geografis, adalah gerak (movement) penduduk yang melintas batas wilayah menuju ke wilayah yang lain dalam periode waktu tertentu. Penggunaan batas wilayah dan waktu untuk indikator mobilitas
44
penduduk
horizontal
ini
mengikuti
paradigma
ilmu
geografi
yang
mendasarkan konsepnya atas wilayah dan waktu (space and time concept), (Mantra, 2003: 172).
Batas wilayah umumnya digunakan batas administratif, misalnya: Propinsi, Kabupaten, Kecamatan, Kelurahan, Pedukuhan (dusun). Nairn (1979)
dalam
penelitiannya
mengenai
mobilitas
penduduk
suku
Minangkabau menggunakan batas budaya Minang sebagai batas wilayah. Kalau dilihat dari ada atau tidaknya niatan untuk menetap di daerah tujuan, mobilitas penduduk dapat pula dibagi menjadi dua! yaitu mobilitas penduduk permanen atau migrasi dan mobilitas penduduk non permanen. Jadi migrasi adalah gerak penduduk yang melintas batas wilayah asal menuju ke wi!ayah lain dengan ada niatan menetap di daerah tujuan. Sebaliknya mobilitas penduduk nonpermanen ialah gerak penduduk dari suatu wilayah ke wilayah lain dengan tidak ada niatan menetap di daerah tujuan. Apabila seseorang menuju kedaerah lain dan sejak semula sudah bermaksud tidak menetap di daerah tujuan, orang tersebut digolongkan sebagai pelaku mobilitas non permanen, walalupun bertempat tinggal di daerah tujuan dalam jangka waktu lama (Steele, 1983). Contoh yang baik dalam hal ini adalah mobilitas penduduk orang Minang yang melintas batas budaya Minangkabau menuju ke daerah lain. Walaupun berada di daerah tujuan selama puluhan tahun, mereka dikategorikan sebagai migran nonpermanen karena tidak ada niatan menetap di daerah tujuan. Gerak penduduk orang Minang ini disebut dengan merantau. Sayangnya, banyak para migran tidak memberikan ketegasan apakah mereka ada niatan menetap di daerah tujuan atau tidak pada saat melakukan mobilitas yang pertama kali. Sering niatan tersebut berubah setelah pelaku mobililas tinggal di daerah tujuan dalam jangka waktu relatif lama, (Mantra,2003: 174 ). Menurut
Goldscheider
(1971)
migrasi
didefinisikan
sebagai
perubahan tempat tinggal secara permanen, ini melibatkan aktifitas organisasi pada suatu tempat dan perpindahan aktifitas tersebut pada yang lainnya.
45
Migrasi mungkin atau tidak mungkin terjadi. Lebih lanjut mungkin atau tidak mungkin terulang dan jika terulang mungkin kermbali ke titik asal atau pindah ke tempat baru. Sebagai tambahan pada situasi lebih lanjut migrasi melibatkan lebih dari satu individu, kampong atau bahkan seluruh desa, contohnya adalah ghost town, tidak perlu tanda untuk mengakhiri komunitas. Orang mungkin pindah ke tempat yang dekat atau jarak jauh (Weeks, 1994: 194). Migrasi mempunyai dampak jangka pendek pada masyarakat pada proses demografi, lebih penting ketika migrasi terjadi akan menimbulkan dampak pada sosial, kebudayaan dan struktur ekonomi antara daerah tujuan dan daerah asal, karena itu pola migrasi menandakan perubahan sosial dalam masyarakat (Weeks, 1994: 206). Migrasi/mobilitas
penduduk
akan
mempengaruhi
kondisi
kependudukan suatu daerah, dimana akan menyebabkan fenomena kependudukan
yang
timpang,
salah
satu
indikator
yang
dapat
menggambarkan persebaran penduduk adalah kepadatan penduduk, dan indikator lain adalah jumlah atau persentase jumlah penduduk yang tinggal di daerah perkotaan (Kasto, 2004: 100) Seperti yang dijelaskan diatas bahvva migrasi merupakan model yang sulit dalam membuat model serta forecastingnya. Namun ada beberapa
pendekatan
untuk
model
dan
forecasting
interregional
migration. Ada beberapa teori yang dikemukakan oleh beberapa ahli tentang migrasi seperti dijelaskan berikut.
2.2.2.
Teori Migrasi Everett S.Lee Lee (1976) dalam tulisannya berjudul A theory of migration
mengungkapkan bahwa volume migrasi di suatu wilayah berkembang sesuai dengan tingkat keaneka ragaman daerah di wilayah tersebut. Di daerah asal dan daerah tujuan ada faktor-faktor positif ( +) dan negatif (), ada pula faktor-faktor netral (0). Faktor positif adalah faktor yang memberikan nilai menguntungkan kalau bertempat tinggal di daerah itu, misalnya di daerah tersebut terdapat sekolah, kesempatan kerja atau
46
iklim yang baik. Faktor negatif adalah faktor yang memberikan nilai negatif pada daerah bersangkutan sehingga seseorang ingin pindah dari tempat tersebut karena Perbedaan
kumulatif
kebutuhan tertentu tidak dapat teipenuhi.
antara
kedua
tempat
tersebut
cenderung
menimbulkan arus migrasl penduduk. Selanjutnya Lee menambahkan bahwa besar kecilnya arus mlgiasi yang dipengaruhi oleh rintangan antara, misalnya berupa ongkos pindah yang tinggi, topografi antara daerah asal dengan daerah tujuan berbukitbukit, dan terbatasnya sarana transportasi atau pajak masuk ke daerah tujuan tinggi. Faktor yang tidak kalah pentingnya adaiah faktor individu karena dialah yang menilai positif dan negatifnya suatu daerah, dia pulalah yang memutuskan apakah akan pindah dari daerah ini atau tidak. Kalau pindah daerah mana yang akan dituju. Menurut Lee proses migrasi itu dipengaruhi oleh empat faktor:
1. Faktnr individu. 2. Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal. 3. Faktor-faktor yang terdapat di daerah tujuan. 4. Rintangan antara daerah asal dengan daerah tujuan .. Menurut Norris (1972), diagram Lee perlu ditambah dengan tiga komponen yaitu
migrasi
kembali, kesempatan antara, dan migrasi
paksaan. Kalau Lee menekankan bahwa faktor individu adalah faktor terpenting di antara empat faktor tersebut. Norris berpendapat lain bahwa faktor daerah asal merupakan faktor terpenting. Di daerah asal seseorang lahir, dan sebelum sekolah orang itu hidup di daerah tersebut. Dia tahu benar tentang kondisi lingkungan daerah asal, penuh nostalgia ketika hidup dan berdomisili di daerah asal dan bermain dengan ternan sebaya, itulah sebabnya seseorang sangat terikat dengan daerah asal (daerah tempat mereka dilahirkan) merupakan rumah pertama, dan daerah tempat mereka berdomisili sekarang merupakan rumah kedua. Dapatlah dikatakan bahwa penduduk migran adalah penduduk yang bersifat bi local population. Dimanapun mereka bertempat tinggal, pasti mengadakan hubungan dengan daerah asal.
47
Jadi hubungan migran dengan daerah asal di negara berkembang dikenal sangat erat (Connel, 1976) dan menjadi salah satu ciri fenomena migrasi di negara-negara sedang berkembang. Hubungan tersebut antara lain
diwujudkan
dengan
peng1nman
uang,
barang,
bahkan
ide
pembangunan ke daerah asal, secara langsung atau tidak langsung. Intensitas hubungan ini antara lain ditentukan oleh jarak, fasilitas transportasi, lama merantau, status perkawinan atau jarak hubungan kekeluargaan. Mantra (1979) melihat adanya hubungan terba!!k antara jarak dengan intensitas hubungan. Semakin dekat tempat tinggal migran, semakin tinggi frekuensi kunjungan ke daerah asal, dalam migrasi kaidah ini disebut distance decay. Intensitas hubungan ini sudah tentu akan mempengaruhi pula intensitas dampak mobilitas di pedesaan atau daerah asal tersebut.
2.2.3.
Teori Lewis- Fei- Ranis Lewis yang mengembangkan model dua sektor dalam proses
perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian tradisional di daerah pedesaan ke sektor industri modern di daerah perkotaan, yang kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Fei dan Ranis, karena itu teori ini lebih dikenal teori Lewis-Fei-Ranis. Teori ir.l didasarkan pada anggapan bahwa perekonomian terdiri dari dua sektor, sektor pertanian tradisional yang ada di pedesaan, yang ditandai dengan produktivitas pekerja yang sangat rendah dan sektor industri modern yang ada di kota dengan rroduktivitas yang tinggi. Terjadinya perpindahan tenaga kerja dari desa ke kota karena sektor modern yang ada di kota senantiasa memerlukan tenaga kerja yang
dipenuhi
oleh tenaga
kerja yang ada di pedesaan. Jumlah
perpindahan tenaga kerja dan pertumbuhan lapangan kerja berkaitan erat dengan perluasan industri. Cepatnya perpindahan tenaga kerja dan tingkat pertumbuhan lapangan kerja ini bergantung pada besarnya investasi. Diasumsikan bahwa semua keuntungan yang diperoleh akan diinvestasikan kembali, sementara itu upah buruh di sektor industri lebih tinggi dari pada rata-rata upah buruh di sektor pertanian. Dalam keadaan
48
seperti ini permintaan tenaga kerja yang berasal dari desa akan sangat elastis sempurna
(Jhin~
hdn, 1999: 156).
Model Migrasi Todaro
2.2.4.
Model ini bertolak dari asumsi bahwa migrasi dari desa ke kota tersebut pada dasarnya merupakan suatu fenomena ekonomi. Oleh karena itu keputusan untuk melakukan migrasi juga merupakan suatu keputusan yang telah dlrumuskc:n rasional, para migran tetap saja pergi, meskipun mereka tahu betapa tingginya tingkat pengangguran yang ada di kota. Tindakan tersebut sebenarnya tidak mencerminkan irrasionalitas atau kebodohan mereka, melainkan sebaliknya karena mereka memiliki lebih
yang
alasan
sejumlah
kuat.
model
Selanjutnya
Todaro
mendasarkan diri pada pemikiran bahwa arus migrasi itu berlangsung sebagai tanggapan terhadap adanya perbedaan pendapatan antara kota dengan desa. Namun pendapatan yang dipersoalkan disini bukanlah penghasilan
yang
aktual,
melainkan
penghasilan
yang
diharapkan
(expected income). Adapun premis dasar yang dianut dalam model ini bahwa
adalah
para
migran
senantiasa
mempertimbangkan
dan
membandingkan pasar tenaga kerja yang tersedia bagi mereka di sektor pedesaan dan perkotaan, serta kemudian memilih salah satu diantaranya sekiranya
yang
dapat
akan
memaksimumkan
yang
keuntungan
diharapkan. Besar atau kecilnya keuntungan yang mereka harapkan itu diukur berdasarkan (identik dengan) besar kecilnya angka selisih antara pendapatan riil dari pekerjaan di kota dan dari pekerjaan di desa, angka selisih tersebut juga senantiasa diperhitungkan terhadap besar kecilnya peluang si migran yang bersangkutan untuk mendapatkan pekerjaan di kota (Todaro, 2000: 361). Pada
dasarnya
model
Todaro
tersebut
beranggapan
bahwa
segenap angl
baru
akan
memutuskan
untuk
melakukan
migrasi
jika
49
penghasilan bersih di kota melebihi penghasilan bersih yang tersedia di de sa. Berikut akan dijelaskan penjelasan modei migrasi Todaro dengan menggunakan diagram seperti terlihat pada gambar 2.1
Gambar 2.1 Model Migrasi Todaro
M
Tingkat upah di sektor pertanian
Tingkat upah di sektor industri dan manufaktur
WA** ............................ M .......... .
· · · · · · · · · ·: · · · · · · · . r
A'
Lus
Asumsikanlah bahwa dalam suatu perekonomian (atau negara) hanya ada dua sector, yakni sektor pertanian di pedesaan dan sektor industri di perkotaan. Tingkat permintaan tenaga kerja (kurva produk marjinal tenaga kerja) di di dalam sektor pertanian dilambangkan oleh garis yang melengkung ke bawah,
AA'. Adapun tingkat permintaan
tenaga kerja di sektor industri ditunjukkan oleh garis lengkung ( dari 50
kanan ke kiri) MM'. Total angkatan kerja yang tersedia disimbolkan oleh Dalam
OAOM.
perekonomian
pasar neoklasik(upah
ditentukar.
oleh
mekanisme pasar dan segenap tenaga kerja akan dapat terserap), tingkat
upah
ekuilibrium
akan
tercipta
pembagian tenaga kerja sebanyak
W *A = W *M,
bila
dengan
OAL *A untuk sektor pertanian, dan
OML *M untuk sektor industri. Sesuai dengan asumsi full employment,
segenap tenaga kerja yang tersedia akan terserap habis oleh kedua sektor ekonomi tersebut. Namun apa yang akan terjadi jika tingkat upah ditentukan oleh pemerintah
(bukannya oleh
mekanisme pasar lagi,
sehingga garis
lengkungan tidak lagi fleksibel), sebagaimana telah diasumsikan oleh model Todaro, katakanlah sebesar W M, yang terletak di atas
W *A, jika
kita juga berasumsi bahwa dalam perekonomian tersebut tidak ada pengangguran, maka tenaga kerja sebanyak
OMLM akan bekerja di
sektor industri manufaktur di perkotaan, sedangkan sisanya sebanyak OALM
akan berkecimpung dalam sektor pertanian di pedesaan dengan
tingkat upah sebanyak
OAW **A (ini lebih kecil daripada tingkat upah
pasar yang mencapai OAW *A). Maka tercipta suatu kesenjangan atau selisih tingkat upah antara kota dan desa sebanyak W
M
-
W **A ( W M
adalah tingkat upah yang ditentukan oleh pihak pemerintah). Jika para pekerja
di pedesaan
bebas
melakukan
migrasi
(ada
negara yar.g
melarang migrasi, misalnya Cina), maka meskipun di desa tersedia lapangan kerja sebanyak OMLM mereka akan pergi ke kota-kota guna memburu tingkat upah yang lebih tinggi. Jika peluang (probabilitas) bagi mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang diinginkan kita nyatakan sebagai
rasio
antara
penyerapan
tenaga
kerja
di
sektor industri
manufaktur, atau LM, dan total angkatan kerja desa, atau Lus, maka nilai peluang itu bisa kita hitung berdasarkan rumus berikut:
51
Nilai peluang perolehan pekerjaan itulah yang selanjutnya akan menyarnakan tingkat upah di pedesaan 1 yakni pendapatan
yang
diharapkan di perkotaan
WA 1 dengan tingkat
sebesar:
(LM I Lus )(W M) .
Adanya selisih tingkat upah desa kota tersebut kemudian mendorong terjadinya arus migrasi dari desa ke kota. Tempat kedudukan (lokus) titik-titiknya
diperimatkan
:;ebagai
kurva
qq'.
Titik
ekuilibrium
pengangguran yang baru kini berada di titik Z 1 dimana selisih pendapatan aktual antara desa dan kota sama dengan W . r- W:. 1 • jumlah tenaga kerja yang masih ada di sektor pertdnian adalah OAL" 1 sedangkan tenaga kerja sebanyak
OM LA/ ada
di
sektor
upah WAf. Sisanya yakni
Lus
mdustri
manufaktur dengan
= OMLA- OMLM
I
tingkat
ckan menganggur atau
memasuki kegiatan sektor informal yang berpendapatan rendah. Ini menjelaskan adanya pengangguran di daerah pE:tkotaan dan logika atau rasionalitas ekonomi atas terus berlangsungnya migrasi dari desa ke kota 1 meskipun angka pengangguran di perkotaan cukup tinggi. Namun secara ekonomi rasional 1 kecenderungan itu sangat merugikan jika dilihat dari perspektif sosial. Selain itu model ini sendiri masih diliputi banyak kelemahan. Di sini kita menyamaratakan selera, tingkat pendidikan 1 tingkat penalaran dan tingkat keterampilan dari semua tenaga kerja (tentu sajc: ini adalah asumsi yang tidak realistis). Namun logika yang terkandung di dalam model ini ternyata mampu menjelaskan mengapa tenaga kerja pedesaan yang berpendidikan lebih tinggi lebih terdorong untuk melakukan migrasi (itu karena peluang mereka
memperoleh
pekerjaan dengan upah lebih tinggi di kota memang cukup besar). Dorongan bagi mereka untuk bermigrasi jauh lebih besar daripada yang dirasakan oleh mereka yang kurang berpendidikan. Singkatnya
1
model migrasi Todaro memiliki empat pemikiran
dasar sebaga( berikut : 1. Migrasi
desa-kota
dirangsang 1 terutama
sekali
oleh
berbagai
pertimbangan ekonomi yang rasional dan yang langsung berkaitan dengan keuntungan atau manfaat dan biaya-biaya relatif migrasi itu sendiri
(sebagian
besar terwujud
dalam satuan
moneter1 52
namun ada pula yang terwujud dalam bentuk-bentuk atau ukuranukuran lain, misalnya saja kepuasan psikologis). 2. Keputusan untuk bermigrasi tergantung pada selisih antara tingkat pendapatan yang diharapkan di kota dan tingkat pendapatan aktual di pedesaan (pendapatan yang d!harapkan adalah sejumlah pendapatan yang secara rasional biasa diharapkan akan tercapai di masa-masa mendatang). Besar kecilnya selisih
pendap~tan
itu
sendiri c:tent•,..1kan oleh dua variabel pokok, yClitu selisih besaran upah aktual di kota dan di desa, serta besar atau kecilnya kemungkinan
mendapatkan
di
pekerjaan
perkotaan
yang
menawarkan tingkat pendapatan sesuai dengan yang diharapkan. 3. Kcmungkinan mendapatkdn pekerjaan berbanding terbalik dengan tingkat pengangguran di perkotaan. 4. Migrasi
desa-kota
bisa
saja
terus
berlangsung
meskipun
pengangguran di perkotaan sudah cukup tinggi (asalkan masih dibawah selisish pendapatan tersebut). Kenyataan ini memiliki landasan yang rasional; yakni para migran pergi ke kota untuk meraih tingkat upah lebih tinggi yang nyata (memang tersedia). Dengan demikian, lonjakan pengangguran diperkotaan merupakan akibat yang tidak terhindarkan dari adanya ketidak seimbangan kesempatan ekonomi yang sangat parah antara daer ah perkotaan dan daerah pedesaan (antara lain berupa kesenjangan tingkat upah tadi) dan ketimpangan-ketimpangan seperti itu amat mudah ditemui di kebanyakan negara-negara dunia ketiya.
2.2.5.
Model Lowry Model ini adalah per!uasan dari gravity model yang dikemukakan
oleh Lowry (1966). Sebagian dari hasil empirisnya yaitu tentang peranan relatif daerah tujuan versus kondisi ekonomi daerah asal. Model ini telah mengestimasi data sensus untuk pergerakan antara daerah metropolitan. Model Lowry dapat diformulasikan sebagai berikut:
( Ic1 / u.Jc2)( w.}c3 / w.Ic4)£c5£c6 M lJ.. =au. . ] . /dblJ.. I 53
Dimana M1J adalah estimasi migran yang pindah dari daerah asal i ke daerah tujuan j, dan diJ adalah jarak antara kedua region, pengganti jumlah penduduk adalah tenaga kerja Lt dan LJ, variable u1 dan uJ adalah persentase pengangguran dari angkatan kerja daerah asal dan daerah tujuan, wi dan wj adalah tingkat upah dan a, b dan cl sampai c6 adalh koefisien
regresi
dari
model
data
migrasi.
Lowry
menggunakan
transformasi log linier dari persamaan diatas, sehingga dapat diestimasi parC:lme~er
a,
~'
dan Vc sampai y 6 dengan persamaan:
Loglvfu =a+ y 1Logui + y 2 Loguj + y3 Logwj + y 4 Logwi + y 5 LogLi + y 6 LogLj + f3Logdu Dasar pemikiran ekonomi untuk model yang baik adalah dengan menggunakan intuisi, dalam rnodel ini ada dua asumsi yaitu: 1. Individu mendapatkan incentive untuk pindah dari daerah dengan
upah rendah ke daerah dengan upah tinggi. 2. Orang yang menganggur dalam area surplus labor dimana tingkat pengangguran konsekwensinya
tinggi tingkat
harus
mencari
pengangguran
kesempatan rendah.
(Plane
dan dan
Rogerson, 1994: 220).
2.2.6 Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau Nairn (1984: 2) memberikan definisi tentang isti!ah merantau. Merantau untuk jelasnya berarti migrasi, tetapi merantau adalah tipe khusus dari migrasi dengan konotasi budaya tersendiri yang tidak mudah diterjemahkan dalam bahasa Inggris atau bahasa manapun. Merantau adalah istilah Melayu, Indonesia dan Minangkabau yang sama arti dan pemakaiannya dengan akar kata rantau. Dari sudut sosiologi istilah ini sedikitnya mengandung enam unsur pokok berikut: 1. Meninggalkan kampung halaman.
2. Dengan kemauan sendiri.
54
3. Untuk jangka waktu lama atau tidak 4. Dengan tujuan mencari penghidupan, menuntut ilmu atau mencari pengalaman. 5. Biasanya dengan maksud kembali pulang. 6. Merantau ialah lembaga sosial yang membudaya. Dari segi
sosiolog~
r11igras1, belum pernah ada satupun dcfinisi
tentang mig;-asi yang secara universal diterima atau disepakati sekalipun ukuran yang dipakai oleh berbagai penulis secar3 umllrr. tumpa:,g tindill Ringkasnya mengingat banyaknya aneka ragam konsepsi dan definisi tentang migrasi,
kita cenderung mempunyai asumsi bahwa
migrasi lebih merupakan isti!ah umum, untuk segala jenis perpindahan tempat tinggal, dekat atau jauh, dengan kemauan sendiri atau tidak, untuk sementara atau selamanya, dengan atau tanpa tujuan yang pasti, dengan atau tanpa maksud untuk kembali pulang, melembaga secara sosial dan kultural atau tidak. Akan tetapi merantau
sebC~gaimana
telah
kita lihat di bagian ini, adalah suatu jenis migrasi yang dibatasi oleh keenam kriteria yang disebutkan diatas.
A. Merantau sebagai mobilitas regional Pokok pemikiran dalam semua definisi tentang migrasi ialah bahwa ia
berhubungan
dengan
peralihan
tempat
tinggal.
Se~agaimana
ditekankan oleh Mabogunje dalam Nairn (1984 ), semua studi tentang migrasi berfokus pada aspek perpindahan tempat tinggal dan secara sepintas atau mendetail menyoroti apa yang dilakukan oleh perantau di tempat tinggalnya yang baru. The Encyclopedia of the social sciences; umpamanya memberikan definisi migrasi sebagai the movement of
people over considerable distance and on a large scale with the intention of abaodoning their former homes for some more or Jess permanent new domicile (gerakan perpindahan penduduk melintasi jarak yang cukup jauh dengan ukuran besar dengan maksud meninggalkan tempat tinggal semula menuju tempat tinggal yang baru yang kira-kira permanent). Hagerstrand dalam Nairn ( 1984) berbicara tentang perobahan tern pat tinggal dari satu komune ke komune yang lain. Petersen dalam Nairn
55
(1984) tentang gerakan yang relatif permanen dari orang-orang yang melintasi jarak yang cukup jauh, dan Winherg dalam Nairn (1984) Lentang perobahan kediaman untuk selama-lamanya. Kita tahu bahwa definisi-definisi demikian tidaklah cukup memberi peluang dan mewadahi akan maksud-mask!::ud
merantau, sebab bukanlah suatu keharusan
bahwa tujuan merantau adalah untuk pindah secara permanen atau meninggalkan
kampona
asal
untuk
selamanya,
dengan memakoi ucapan Mabogunje, maksud
malah
merantr~u
sebenarnya
adalah membuat
kampung halaman yang semula sebagai tempat yang lebih baik untuk kembali. Jelaslah konsep ini kira-kira seJaJar dengan pengertian yang dipakai oleh
Mabogunje dalam
studinya
tenatang
migrasi
lokal
di
bPrbagai bahagian Afrika Barat. Mobilitas Regional ini mencakup gerakan perorangan dan kelompok-kelompok individu melintasi batas-batas etnis atau batas nasional. Sekaligus konsep ini juga memberikan wadah kepada pengertian step migration (migrasi bertahap) dan repeated migration (migrasi berulang) yang keduanya adalah bagian dari pola merantau, dan oleh karena arahnya adalah ke pusat-pusat perkotaan, konsep ini juga mengandung pengertian gerakan ke kota.
B. Merantau seb.agai mobilitas ekonomi dan sosial. Dimensi yang disebutkan diatas yang pada dasarnya menekankan pada aspek mobilitas geografi juga membukakan jalan pada timbulnya konsep merantau sebagai mobilitas ekonomi dan sosial, baik secara horizontal maupun vertikal sebagaimana dengan migrasi pada umumnya · terdapat motivasi ekonomi yang intrinsik melekat pada merantau.
Biasanya
kecenderungan
untuk berpindah
pengertian
menjadi lebih
terasa apabila keadaan ekonomi di kampung tidak lagi sanggup menahan mereka disebabkan oleh efck Malthus yaitu pertambahan penduduk yang terus
menerus dengan
sedangkan
dari
pembangunan
luar, dan
ekonomi
subsistensi
faktor-faktor
pemusatan
penarik
kegiatan
pertanian yang
ekonomi
yang statis,
diakibatkan di
oleh
pusat-pusat
perkotaan juga bertambah kuat. Salah satu ciri dari determinasi ekonomi yang harus ditekankan disini ialah bahwa mobilitas merantau dewasa ini
56
sifatnya adalah inovatif. Sekalipun kebanyakan dari mereka berasal dari kampung, dimana keluarga-keluarga di kampung bekerja di bidang pertanian, namun praktis tidak ada diantara mereka yang mengulang pekerjaan seperti itu di rantau. Namun, sistim ekonomi lama dalam bentuk pertanian subsistensi selalu tersedia untuk menerima mereka kembali bila mereka gaoal di rantau atau mengalami nasib kurang baik. Dimensi merantau yi'lr,g lebih kompleks tampil apabila orang juga memanda11gnya sebagai ekspresi mob11itas sosial. Seperti migrasi pada umumnya, merantau bukanlah tingkah laku yang acak sifatnya yang hanya dimiliki oleh individu tertentu atau bahkan strata sosial tertentu saja. Merantau merupakan bentuk tingkah laku sosial yang sifatnya kolektif dan berulang, yang dapat diramalkan dan melembaga. Selaku bahagian dari sistim sosial ia timbul dari dalam (sekalipun sebagian juga dirangsang dari luar), dan sebab itu sebagian dari motivasinya harus dicari dalam sistim sosial itu sendiri.
C. Merantau sebagai agent of cultural transmission Studi klasik tentang the polish peasant (petani Polandia) oleh Znaniecki(1927) dengan jelas memperlihatkan fungsi
Thumas dan
migrasi sebagai cultural transmitter (penyalur arus budaya). Sekalipun sebagian besar komunikasi yang dilakukan oleh para migran dengan keluarganya
di
kampun£
halaman
adalah
melalui
surat-surat,
hal
tersebut dengan jelas membuktikan pengaruh yang kuat sekali yang dibawakan
oleh
migrasi,
teristimewa
dari
sudut
pandangan
sosial
psikologi. Dalam hal merantau, pengaruh ini teiasa lebih kuat lagi. Oleh karena ia bukanlah perpindahan secara permanen, tetapi suatu gejala sementara yang tujuannya adalah untuk membuat tempat asal menjadi tempat yang lebih baik untuk kembali. Selain suplai-suplai materi yang lebih nyata, nilai-nilai budaya juga di transmit melalui saluran ini. Tetapi transmisi budaya jelas bekerja secara dua arah, melalui perbuatan merantau maka budaya tempat asal di suplai, di perkuat dan di tantang oleh budaya baru dan melalui merantau pula setiap perantau sedikit banyaknya juga bertindak sebagai penyalur budaya dari budaya asal, sambil menyesuaikan dirinya dan berorientasi dengan budaya yang ada
57
di rantau. Oleh sebab itu pemahaman tentang peranan budaya dari merantau ini, selring dengan fungsi-fungsi lainnya.
D. Struktur Sosial di Minangkabau Orang Minangkabau yang merupakan satu dari antara kelompok etnis utama bangsa Indonesia menempati bagian tengah pulau Sumatera ka~pung
sebagai
halamannya,
yang
sebagian
besarnya
sekarang
merupakan propinsi sumatera Bdrat. Suku,
atau
matriclan:
ialah
unit utama
dari
struktur sosial
Minangkabau, dan seseorang tidak dapat di pandang sebagai orang Minangkabau kalau ia tidak mempunyai suku. Suku sifatnya excgamis, kecuali bila tidak dapat ditelusuri lagi hubungan keluarga antarn due buah suku yang senama tetapi terdapat di kampung yang berlainan. Oleh karena orang dari suku yang sama biasanya menempati lokasi yang sama,
suku
kampung
bisa
tanpa
berarti
genealogis
dikaitkan
ke
salah
maupun satu
territorial,
suku
sedangkan
tertentu
mengandung arti territorial semata-mata. Orang Minangkabau
hanyalah memak~i
sistim keturunan matrilineal. Dalam sistim keturunan matrilineal ini, ayah bukanlah anggota dari garis keturunan anak-anaknya. Dia di pandang tamu dan diperlakukan sebagai tamu dalam keluarga, yang tujuannya terutama untuk memberi . keturunan. Dia disebut semando atau urang sumando. Tempatnya yang sah adalah dalam garis keturunan ibunya dimana dia berfungsi sebagai anggota keluarga laki-laki dalam garis keturunan itu. Secara tradisi setidak-tidaknya tanggung jawabnya berada disitu. Dia adalah wali dari garis keturunannya dan pelindung atas harta benda garis keturunan itu sekalipun dia harus menahan dirinya dari menikmati hasil tanah kaumnya oleh karena. dia tidak dapat menuntut bagian apa-apa untuk dirinya. Tidak pula dia di beri tempat di rumah orang tuanya (garis ibu) oleh karena
semua
bilik
hanya
diperuntukkan
bagi
anggota
keluarga
perempuan, yakni untuk menerima suami-suami mereka di malam hari. Posisi kaum laki-laki·yang goyah ini adalah krusial sekali sifatnya.
58
Orang laki-laki biasanya mencari nafkah dengan cara pergi ke pasar menjadi pedagang, atau bekerja sebagal tukang kC:Iyu, tukang bajak di sawah, penjahit, pemiiik kedai, pegawai kantor, dan sebagainya. Dia bekerja di sawah ladang milik garis keturunannya atau milik garis keturunan isterinya hanyalah sambil lalu, jika tidak ada dikerjakan yang lain. Kalau dia memutuskan hendak mengolah tanah dari garis keturunan ibunya untuk mendapatkan sebagian hasilnya dia biasanya berbuat begitu sebagai seorang pekerja bagi hasil, dimana dia hanya menerima sebagian dari hasii sf'dangkan bagian yang lain diperuntukkan kepada anggcta
gr~ris
keturunan wanita yang sebenarnya menjadi pemilik dari
tcnah tersebut.
E. Peran Surau dan Lepau Calam Masyarakat Minal"'!gkabau Pada Bagian ini Pellly (1994: 27) mencoba mengungkapkan peran surau dan warung-warung, dimar.a warung dan surau merupakan arena untuk pendewasaan serta periode turun tanah anak-anak muda yaitu transisi
dari
anak-anak
menjadi
dewasa.
Menurut
Naim
dalam
Pelly( 1994) anak-anak laki-laki an tara usia 7 sampai 10 tahun di dorong keluar dari rumah ibunya umuk. berdiam di surau-surau. Mereka tidur dan bermain di sekitar surau, atau tidur bersama teman-teman mereka di lepau. Ketika mereka mencapai usia 11 sampai 12 tahun, mereka menjadi pengunjung tetap lepau-lepau tersebut, dalam surau diajarkan membaca AI Qur'an. Mereka menghabiskan masa kecil di sekitar dua tempat berkumpul tersebut.
Biasanya
terdapat
beberapa
warung
nasi
dan
surau
di
kampung. Sebab itu mereka dapat berpindah-pindah tempat berkumpul, tergantung keadaan atau anjuran mamak (Paman dari garis ibu). Mamak ini mengawasi perilaku dan kemajuan mereka di surau. Suarau adalah pusat-pusat pendidikan agama dalam pengert·ian yang luas, warung nasi adalah lembaga bisnis. Para pria di Minangkabau yang matrilineal itu terpaksa terpaksa berdiam di surau atau lepau karena rumah-rumah mereka bukanlah milik mereka, tetapi milik istri mereka. Menurut adat tidaklah pantas lelaki
59
tinggal sepanjang hari di rumah ibunya atau di rumah isterinya, kecuali diperlukan bantuannya. Karena
kehidupan
laki-laki
Minangkabau
ltu
kebanyakan
dihabiskan di luar rumah, mereka menjadi peka terhadap masalahmasalah komunitasnya. Keadaan dan kondisi adat demikian membuat orang Minangkabau cendei-ung untuk keuar darl daerah asalnya. Untuk mencari kehidupan yang baru. 2.2.7 Beberapa Studi Migrasi
Seperti pengerti~n
y~ng
telah
dikemukaan
perpindahan tempat
tingg~l
terdahulu,
migrasi
dalam
penduduk secara permanen
merupakan suatu fenomena yang bersifat kompleks dan interdisipliner. Meskipun banyak disiplin ilmu yang tercakup di dalamnya, namun fenomena migrasi ini dapat dilihat dari perspektif makro (agregat) dan perspektif mikro (individu). Sebagai fenomena makro dapat dilihat dari pola dan trend migrasi, dapat diterangkan. karakteristik umum dari perplndahan mlgran, serta dapat pula di analisa hubungan antara faktor sosial ekonomi dan migrasi itu sendiri. Sedangkan dari perspektif mikro dapat dijelaskan oleh pilihan individu untuk pindah pada beberapa lokasi alternatif berdasarkan sumber daya yang terbatas. Chotib (2001) melakukan analisis migrasi antar propinsi dengan menggunakan interaksi spasial untuk data SUPAS (Survey Penduduk Antar Sensus) 1995. Analisis tersebut memperlihatkan bahwa besarnya arus migrasi dipengaruhi secara positif oleh jumlah penduduk di kedua tempat (baik daerah asal maupun daerah tujuan) dan dipengaruhi secara negatif oleh oleh jarak (diukur dengan panjangnya garis lurus antara dua ibukota Propinsi) dan dummy variabel : berbatasan langsung dan tidak berbatasan langsung (Chotib, 2003: 29). Menurut Chotib pola migrasi menggambarkan pola pembangunan daerah
di Indonesia,
seimbangan
pola
pembangunan
migrasi
dapat menggambarkan
interregion
di
Indonesia.
ketidak Program
pembangunan di Indonesia masih terpusat di Jawa dibandingkan dengan
60
pulau lainnya, ini menyebabkan ketimpangan pembangunan antara bagian barat dan bagian timur Indonesia.
Disamping itu orientasi
penduduk untuk pindah adalah ke daerah perkotaan, ini menunjukkan adanya
urban
bias dalam
pembangunan
perkotaan
dan
pedesaan
(Chotib, 2001 : 60). Dalam p2nelitian lainnya Chotib (2003) mjenjelaskan bahwa PDRB yang tinggi di suatu daerah cenderung meningkatkan jumlah migrant yar.g keluar dari daerah tersebut dan
m~nurunkan
jumlah migrant
masuk, sementara itu angka urbanisasi yang tinggi di suatu daerah cenderung
menahan orang untuk keluar dari daerah tersebut dan
menarik orang untuk datang ke daerah yang bersangkutan, sedangkan industrialisasi di suatu daerah cenderung meningkatkan interaksl antara kedua daerah yang sama-sama memiliki tingkat industrialisasi yang tinggi pula. Migrasi juga cenderung mengalir pada daerah-daerah yang saling berbatdsan langsung dengan dibanding dengan daerah-daerah lain yang lokasinya lebih jauh dari daerah asal (Chotib, 2003: 32). Dalam mengkaji hubungan antara migrasi dan pembangunan di Lean
Malaysia,
(1983)
telah
mengidentifikasi
aspek-aspek
makro
tersebut atas beberapa bagian utama, yaitu yang berkaitan dengan tempat
(daerah),
struktur sosial
ekonomi,
faktor demografi serta
kelembagaan (kebijakan). Sedangkan yang berkaitan dengan aspek mikro terutama berhubungan dengan model-model yang digunakan, seperti model modal manusia dan model motivasi atau pengambilan keputusan untuk pindah. Hugo (1978) berdasarkan penelitian yang dilakukannya di daerah Jawa Barat mengemukakan bahwa perpindahan penduduk, baik yang bersifat permanen maupun tidak permanen merupakan suatu respon terhadap tekanan dari lingkungan, baik dalam bentuk ekonomi, sosia1 maupun demografi. Menurutnya tekanan-tekanan tersebut mempunyai pengaruh
secara
khusus
terhadap
seseorang
tergantung
kepada
tanggapan orang terhadap tekanan-tekanan tersebut. Disimpulkan bahwa penilaian seseorang akan berbeda antara yang satu dengan yang lainnya tergantung kepada kecakapan atau kecerdasan orang tersebut. 61
Lowry (1966) dalam sintesanya mengemukakan bahwa migrasi sebagai interaksi sosial merupakan suatu ltel
d~erah
tujuan yang
dihubungkan oleh jarak. Sintesa Lowry yang berdasarkan kepada analisa ilmu hukum alam yang dikembangkan oleh Newton ini dikenal sebagai model
Gravity,
suatu
yaitu
model
yang
sering
digunakan
untuk
memperkirak"'ln pola dan trend migrasi untuk arus mig:-asi yang besar. Logika dari model gravity ini berlaku atas dasar prinsip probability yang sering dijumpai pada teori statistik, dimana kemungkinan perpindahan penduduk
dltentukan
oleh
jumlah
penduduk
daerah
asal,
jumlah
penduduk daerah tujuan dan jarak yang menghubungkan kedua dat::rah terse but. Mueller (1982) meilgemukakan bahwa meskipun secara makro model gravity mampu menjelaskan pola dan trend migrasi, namun model ini menurutnya mempunyai kelemahan karena tidak bisa memberikan penjelasan
tentang
kepindahan
migran
secara
individu.
Meskipur,
demikian, migrasi penduduk dan jarak menurut pendapatnya dapat dianggap sebagai proksi untuk mengukur variabel-variabel perilaku, saingan pasar dan biaya transportasi. Selanjutnya Mueller menyimpulkan bahwa
migrasi
adalah
sebagai
penghubung
antara
pertumbuhan
penduduk dan pertumbuhan ekonomi antar (jaerah yang terjadi sebagai akibat respon variabel perilaku terhadap kesempatan ekonomi. Speare (1971) mencoba mengkaji faktor-faktor moneter sebagai elemen-elemen yang menerangkan keputusan seorang individu untuk pindah. Sedangkan Da Vanzo (1976) menggunakan analisis longitudinal untuk mengkaji faktor-faktor yang moneter dan non moneter dalam pengambilan keputusan individu untuk pindah. Dengan menggunakan data pada tingkat individu, rumah tangga dan daerah, kedua peneliti tersebut menemukan hasil yang konsisten dengan teori modal manusia yang dikemukakan oleh Sjastad dan Schultsz. Selanjutnya Da Vanzo menyimpulkan bahwa manfaat dari seseorang migran untuk memutuskan pindah dapat dilihat dari kenaikan upah nyata dan keuntungan moneter lainnya yang diterima di tempat tujuan, seperti kesejahteraan, iklim dan 62
keamanan. Sedangkan kerugian yang diderita dengan adanya migrasi adalah biaya transportasi, informasi yang berkurang serta aspek-aspek psikologis dan penghasilan yang hilang selama mencari kerja di tempat tujuan. Weeks (1994), salah seorang yang banyak melakukan penelitian perpinduhan penduduk dari desa ke kota mengajukan hipotcsa bahwc migrasi akan menaikkan jumlah pengangguran di kota. Memburui
i:etapi, yang terjadi ternyata sebaliknya d1mana arus migran
berjalan terus bahkan meningkat seiring dengan semakin meningkatnya pengangguran di kota. Dari gambaran yang dikemukakan oleh studi Weeks
ini
dapat
disimpulkan
bahwa
ada
sebab
sebab
lain
yang
mendorong terjadinya arus migrasi desa ke kota.
63
BAB Ill GAMBARAN UMUM PROPINS! SUMATERA BARAT
3.1 Letak dan Keadaan Georafis Daerah Sumatera Barat sebagai sal3h satu propinsi
ya~g
ada di
Pulau Sumatera, terletak di pantai Barat dengan daerah yang meliputi daratan yang merupa!(an SPbJgian pulau Surnatera dan umum dlsebut sebagal tanah Minangkabau. Di samping itu Propinsi Sumatera Barat mempunyai daerah kepulauan yaitu Kepulauan Mentawai yang terletak lebih kurang 100 mil jauhnya dari pantai barat pulau Sumatera, didiami oleh suku terasing dengan tingkc:t kehidupan sosial, ekonomi dan budaya yang relatif masih terbelakang. Dari keseluruhan luas wilayah propinsi Sumatra Barat, hanya
13,9% yang dapat diusahakan sebagai daerah pertanian, selebihnya berupa hutan lindung, sungai-sungai, danau-danau dan tanah tandus. Sebagian besar daerah Sumatera Barat diliputi oleh bukit-bukit dan gunung-gunung yang merupakan suatu rantai dari pegunungan Bukit Barisan Gunung
yang
memanjang
melintang
yang
disepanjang tepi terdapat
pada
barat pulau
perbatasan
Sumatera.
sebelah
utara
merupakan batas alam, seperti halnya juga gunung Pasaman atau gunung Talaman yang menjadi batas alam antara Kabupaten Agam. Gunung Merapi dan gunung Singgalang yang dianggap sebagai semarak Minangkabau sekaligus sebagai batas alam antara kabupaten Agam dengan
kabupeten Tanah
Datar dan
kabupaten
Padang
Pariaman.
Gunun.g Talang yang terletak di kabupaten Solak adalah juga sebuah gunung berapi yang tidak begitu aktif seperti gunung merapi, tapi gunung ini mengingatkan orang pada peristiwa kota Padang Panjang akibat gempa bumi yang dahsyat pada tahun 1926. Gunung Kerinci di sebelah selatan sebagai gunung tertinggi di pulau Sumatera merupakan pula batas alam antara Sumatra Barat dengan Kabupaten Kerinci yang termasuk propinsi Jambi dan merupakan sebuah gunung berapi yang masih tetap aktif sampai saat ini. Selain itu masih banyak lagi gunung-
gunung yang belum dikenal karena tidak begitu tinggi yang tersebar pada hampir s •mua kabupatcn di daerah ini. Sebagai suatu daerah yang berbukit-berbukit dan bergununggunung, di Sumatera Barat banyak terdapat sungai-sungai, baik yang mengalir kearah
barat
maupun
kearah
timur
Bukit Barisan.
Pada
umumnya sungai yang terdapat di daerah ini tidak dapat dimanfaatkan unttJk lalu lintas air atau kepentingan pelayaran, karena daerah di sebelah barat bukit barisan tidak seberapa luasnya sehingga sungaisungai itu r:epat mencapai muaranya di Samudera Indonesia. Hanya sungai Batang Arau yang bermuara di Kota Padang dipergunakai1 sebagai pelabuhan kapal-kapal kecil antar pulau (antar insuler), sedangkan sungai-sungai lain pada umumnya dangkai dan berarus deras sehingga tidak dapat dilayari. Walaupun demikian, sebagai salah satu s~ngai-sungai
alam,
yang
ada, sebagian telah
sumbe~
dimanfaatkan untuk
kepentingan pembangunan seperti Batang Agam dan Batang Antokan, alirannya digunakan untuk pembangkit tenaga listrik yang keduanya telah selesai d:kerjakan. Juga air sungai Batang Kuranji yang berada di Kota Padang dimanfaatkan
sebagai sumber air bersih untuk konsumsi
p2nduduk di Kota padang sendiri. Selain itu di Sumatera Barat terdapat pula beberapa
buah danau
yaitu danau S!ngkarak di Kabupaten Tanah Datar, danau Maninjau di kabupaten
Agam, Danau Diatas dan Danau Dibawah yang keduanya
terletak di kabupaten Solak. Hutan yang menutupi sebagian besar daerah Sumatera Barat termasuk jenis hutan tropis (tropical rain forest) yang timbul secara alami, terdiri dari hutan payau/bakau hutan rawa dan hutan daratan tinggi. Hutan payau/bakau umumnya tersebar dibeberapa daerah pinggir pantai di muara-muara sungai dan teluk seperti di kabupaten Pasaman, daerah Tiku (kabupaten Agam), dan kepulauan Mentawai dan kabupaten Pesisir Selatan. Hutan rawa pada umumnya terdapat di belakang hutan payau,
terutama
terdapat
kecamatan Tanjung Mutiara
di
bagian
darat
kabupaten
Pasaman,
(kabupaten Agam) dan kecamatan
Pancung Soal di kabupaten Pesisir Selatan, sedangkan hutan dataran tinggi yang merupakar. bagian terbesar dari hutan-hutan Sumatera
65
Barat, berada didaerah pegunungan disepanjang bukut barisan. Hutanhutan ini disamping berfungsi hutan lindung, juga berfungsi sebagai hutan produksi yang menghasilkan kayu sebagai produksi hasil hutan dan sebagai hutan wisata dan suaka alam yang didasarkan atas segi estetis botanis, founistris, dan geologis. Di daerah ini wisata suaka alam oleh ca~ar
al~m
dan taman wisatC'I yang tersebar di berbagai kabupaten
seperti gunung Indrapura di kabupaten Pesisir Selatan, Lembah Arau di kabupaten 50 kota, Rimbo Pantai dan Satang Palupuh di kabupater. Pasaman, Beringin Sati, Lembah Anai dan Mega Mendung di kaiJupaten Tanah Oatar. Keadaan alam yang terdapat di Sumatera Barat seperti gunung, bukit, lembah, sungai, dailau dc:m hutan yang sang2t alami seperti ini merupakan pariwisata
daya yang
tarik sangat
yang
besar untuk dijadikan
potensial
untuk
sebagai
dikembangkan.
obyek
Gambaran
tentang wilayah Sumatera Barat dapat dilihat pdda gambar 3.1 Pengaruh daerah Sumatera Barat yang sebagian besar terdiri dari hutan dan pegunungan terhadap perbedaan curah hujan rata-rata untuk seluruh daerah tidaklah begitu besar, dimana seluruh daerah meragami hujan rata-rata tahunan yang hampir sama. Curah hujan dapat dikatakan merata sepanjang tahun, hanya dibagian sebelah barat bukit barisan yang senantiasa dipengaruhi iklim pantai mempunyai curah hujan yang lebih banyak, sedangkan daerah yang dikelilingi bukit-bukit dan gununggunung mempunyai iklim pegunungan dengan hawa yang sejuk. Daerah Sumatera Barat berstatus sebagai sebuah daerah Propinsi Daerah Tingkat I, dibentuk berdasarkan Undang-undang darurat No. 19 tahun 1957 tertanggal 9 Agustus 1957 yang berisi tentang pembentukan daerah-daerah swatantra Tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan Riau, sedangkan
realisasi
pembentukan dilakukan
pada
bulan Mei
1958.
Wilayah daerahnya merupakan wilayah daerah keresidenan Sumatera Barat yang tergabung dalam Propinsi Sumatera Tengah lama, dikurangi dengan Kecamatan Kerinci Hilir, Kerinci Tengah dan Kerinci Hulu. Jadi berdasarkan Undang-undang No. 19 tahun 1957, wilayah daerah
Kabupaten
Pesisir
Selatan
dan
Kerinci
diciutkan
menjadi
Kabupaten Pesisir Selatan, sedangkan daerah Kerinci masuk ke dalam
66
Propinsi
Jambi.
Menurut
Undang-undang
pembentukannya
Ibukota
Daerah Tingkat I Sumatera Barat berkedudukan di Bukittinggi, namun kenyatannya sejak realisasi pembentukan Pemerintah Daerah Tahun 1958, kegiatan Pemerintah dipusatkan di Padang. Saat ini Pemerintah Propinsi Sumatera Barat dibagi menjadi 15 daerdh kabupaten/kota yang terdiri dari 9 Kabupaten dan 5 Kota. Kabupaten yang terluas adalah kabupaten Pasaman, dan Kota yang paling luas adalch Kota Padang. Untuk lebih jelasnya :-naka luas daerah Sumatera Barat dapat rlilihat pada tabel 3.1. Tabel 3.1 Luas Daerah Menurut Kabupaten/Kota Sa.~matera
Kabupai.en/ Kota Kabupaten 1. Kepulauan Mentawai 2. Pesisir Selatan 3. Solak 1 4. Swi/Sijunjung I 5. Tanah Datar 6. Padang Pariaman 7. Agam 8. 50 Kota 9. Pasaman Kota 1. Padang 2. Solak 3. Sawahlunto 4. Padang Panjang 5. Bukittinggi 6. Payakumbuh Sumatera Barat
Barat
Luas (Km 2
)
Luas lahan Budidaya '
6.014,32 5.723,91 7.84,20 6.091,93 1.336,00 1.402,05 2.232,30 3.354,30 7.835,40
4.167,70 2.395,51 2.940,68 4.169,44 785,00 866,25 1.501,56 1.655, 70 3.930,80 '
694,96 57,64 273,45 23,00 25,24 80,43
430,66 51,00 190,35 20,37 20,90 80,10
42.229,13
23.206,02
Sumber : Bappeda Propinsi Sumatera Barat, Sumatera Barat Dalam Angka Tahun 2002
67
Gambar 3.1 Peta Propinsi Sumatera Barat
....
PropiM• ... f.. " -':.: .. ,
":' ii l.ll.j l!' ~ll. ~
,....
~
\/"'
_,··
,·
.·
./··---.........______________
SENGKULU
68
3.2 Persebaran Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk Pertumbuhan penduduk dalam arti peningkatan jumlah penduduk sebagai salah satu sumber daya ekonomi, merupakan potensi ekonomi yang kontradiktif. Disatu pihak sumber daya manusia (human resource) dapat dianggap sebagai modal (kekuatan) tetapi di lain pihak dapat merupakan
beban
yang
justru
bisa
mcnjadi
hambatan
terhadap
keberhasilan dalam pembangul'lan nasional. Khususnya dilihc?t dari segi pembangunan ekonomi. Sumber daya manusiJ atau penduduk tersebut, dalam GBHN ciisebutkan bahwa jumlah penduduk yang sangat besar apabiia dapat di bina dun dipekerjakan sebagai tenaga kerja '(eng efektif akan
merupakan
modal
pembangunan
yang
besar
dan
sangat
menguntungkan bagi usaha pembanyunan di segala bidang, tetapi di lain pihak agar pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat dapat terlaksanan pertumbuhan
dengan
penduduk
cepat,
melalui
haiUs diikuti
program
dengan
Keluarga
pengaturan
Berencana yang
mutlak harus dilaksanakan dengan baik, karena kegagalan pelaksanaan keluarga berencana akan
mengakibatkan hasil
usaha pembangunan
rnenjadi tidak berarti dan dapat membahayakan generasi yang akan datang. Penduduk merupakan modal atau potensi besar untuk peningkatan produksi nasional apabila tersedia lapangan kerja yang cukup, di lain pihak jika penduduk sebagai angkatan kerja banyak yang menganggur akibat darl tidak tersedianya
lapangan
kerja
yang
cukup,
hal
ini
mengakibatkan semakin merosotnya tingkat hidup manusia. Sehingga terjadi peningkatan kemiskinan. Jumlah penduduk Sumatera Barat menurut sensus penduduk 2000 mencapai 4.240.153 jiwa yang terdiri dari 2.077.886 orang penduduk laki-laki dan 2.162.267 penduduk perempuan. Persentase penduduk Sumatera Barat yang tinggal di daerah Kota mencapai 24,57 persen, dengan luas wilayah yang hanya 2,74 persen dari
wilayah
Sumatera
Barat
maka
kepadatan
penduduk
yang
terkonsentrasi di daerah kota terlihat lebih tinggi, sebaliknya kabupaten akan memiliki kepadatan penduduk yang rendah.
69
Dari hasil Sensus penduduk 2000 di informasikan bahwa laju pertumbuhan penduduk Sumatera Barat dibanding penduduk SP 1990 terlihat sedikit peningkatan yaitu 0,60°/o. Laju pertumbuhan penduduk tertinggi yaitu 1,58 persen pertahun di Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, sedangkan Kabupaten Tanah Ddtar me:-upakan daPrah dengan laju pertumbuhan penduduk terendah yaitu 0,47
persen.
pertumbuha11
Selain
itu
add
neqatif yaitu
dua
daerah
Kabupaten
I<Jinnya
Padang
dengan
Pariaman
tiilgkat
dan
Kota
Sawahlunto. Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Tahun 2000 dan Laju Pertumbuhan Tahun 1990-2000 Menurut Kabupaten/Kota Kabupaten/ Kota
Jumlah Penduduk tahun 2000 Laki-laki Perempuan Total
KABUPATEN 1. Kep. Metawai 2. Pesisir Selatan 3. Solok 4. Swi/Sijunjung 5. Tanah D8tar 6. Padang Pariaman 7. Agam 8. 50 Koia 9. Pasaman
31.083 192.093 214.566 155.161 157.055 207.367 198.933 152.598 255.110
29.904 199.254 224.156 152.643 169.739 225.423 216.039 159.175 258.012
60.987 391.347 438.722 307.804 326.794 432.790 414.972 311.773 513.122
KOTA 10. Padang 11. Solok 12. Sawahlunto 13. Padang Panjang 14. Bukittinggi 15. Payakumbuh Jumlah
351.570 23.702 24.952 19.588 45.148 48.240 2.077.166
36 1 .672 24.418 25.916 20.550 46.515 49.661 2.163.077
713.242 48.120 50.868 40.138 91.663 97.901 4.240.243
%
LajuPertumbuh 1990-2000
1.! 4 9.23 10.35 7.26 7.71 10.21 9.79 7.35 12,10
1'11 0,51 0,38 1,58 (0,47) (0,34) 0,18 0,49 1,33
16,82 1 '13 1,20 0,95 2.16 2.31 . 100.00
1,27 1,24 (0,36) 0,41 0,93 0,77 0,60
Sumber : BPS, Sensus Penduduk Sumatera Barat 2000 Dari tabel 3.2 dapat dilihat bahwa jumlah penduduk terbesar adalah
Kota
Padang yaitu sebesar 16,82°/o d2ri seluruh
penduduk
Sumatera Barat. Dan jumlah penduduk yang paling sedikit adalah Kota Padang Panjang yang hanya 0,95% dari jumlah penduduk Sumatera Barat.
70
Dari hasil sensus penduduk tahun 2000 juga dapat dilihat, sekitar 24,57 persen penduduk terkon.3t!ntrasi di daerah kota. Dari jumlah tersebut, sekitar 16,82 persen penduduk tinggal di Kota Padang. 2,31 persen di Kota Payakumbuh dan 2,16 persen di Kota Bukuttinggi. Sementara itu luas di daerah kota secara keseluruhan hanya sekitar 2,74 persen dari selurL!h wilayah Sumatera Barat. ini
Gambaran
menunjukkan day~
penrluduk, juga menunjukkan
tidak
meratanya
penyebaran
dukung lingkungan yang kurang
seimbang di wilayah Sumatera Barat. Ironisnya kepulauan Mentawai yang memiliki luas sekitar 14,24 persen dari luas total Sumatera Barat hanya dihuni oleh sekitar 1,44 persen penduduk. Sepertl dapat dilihat pada tabel 3.3
Tabel 3.3 Persentase Luas Daerah, Distribusi dan Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota Propinsi Sumatera Barat Tahun 1990 dan 2000 Luas Daerah(%)
Kabupaten!Kota
2000
1990 Distribusi (%)
Kepadatan (Km\
KABUPATEN 1. Kep. Metawai . . Pesisir Selatan 3. Solok 4. Swi/Sijunjung 5. Tanah Datar 6. Padang Pariarnan 7. Agam B. 50 Kota 9. Pasarnan
14.24 13.55 1.86 14.43 3.16 3.32 5.29 7.94 18.55
1.37 9.32 10.57 6.61 8.55 11 .18 10.19 7.43 11 .28
9.1 65.05 59.67 43.39 256.09 318.97 182.69 88.61 57.58
KOTA 10. Padang 11 . Solok 12. Sawahlunto 13. Padang Panjang 14. Bukittinggi 15. Payakumbuh Uumlah
1.65 0.14 0.65 0.05 0.06 0.19 100
15.78 1.07 1.32 0.96 2.09 2.27 100
908.25 744.72 192.7 1676.96 3305.17 1129.4
Distribusi (%)
.•
Kepadatan (Km)
1.44 9.23 10.35 7.26 7.71 10.21 9.79 7.35 12.1
10.13 68.32 61 .93 50.53 244.61 308.58 185.92 92.94 65.49
16.82 1.13 1.2 0.95 2.16 2.31 100
1026.2 839.2 186.02 1745.13 3617.32 1217.22
Sumber: BPS, Sensus Penduduk Sumatera Barat tahun 2000 Sedangkan Kota Padang yang hanya memiliki luas 1,65 persen dari seluruh luas wilayah Sumatera Barat dihuni oleh sekitar 16,82 per:sen 71
penduduk dari seluruh penduduk Sumatera Barat. Gambaran yang menarik dari data diatas adalah ternyata kepadatan penduduk Kabupaten sangat kecil dibandingkan dengan daerah Kota. Hal ini disebabkan karena wilayah Kabupaten lebih luas dari wilayah Kota. Kota Padang sebagai ibukota Propinsi menempati urutan teratas dari distribusi penduduk yaitu 16,82 persen, sedangkan yang menernpati urutan terbawah yaitu Kota Padang Panj3ng yaitu 0,95 persen, namun Kota Pad::mg Panjang mempunyai i<epadatan yang sangat tinggi karena luas wilayah yang kecil, hanya 0,05 dari se!uruh wilayah Sumatera Barat. Bila dilihat dari kepadatan penduduk, maka daer"'h yang paling parlat penduduknya adalah Kota Bukittinggi yaitu 3617,32 jiwa/km. Daerah yang terjarang penduduknya adalah Kepulauan Mentawai hanya
10,13 jiwa/km
yang
merupakan
pecahan
dari
Kabupaten
Padang
Pariaman.
3.3
Migrasi Internal Propinsi Sumatera Barat Gambaran dari perpindahan penduduk antar daerah di Propinsi
Sumatera
Barat
akan
dilihat
lebih
jelas
dari
berdasarkan tempat tinggal lima tahun yang lalu
arus
migrasi
risen
dan tempat tinggal
pada waktu sensus. Bila dilihat dari jumlah penduduk berdasarkan arus migrasi risen antar Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Barat, terlihat bahwa sebagia besar jumlah migran yang masuk ke Kota berasal dari Kabupaten. Sebaliknya jumlah migran yang pindah dari Kota ke Kabupaten relatif sedikit, seperti yang terlihat pada tabel 3.5. Dari data arus migrasi risen antar Kabupaten/Kota juga dapat diketahui Probabilitas transisi antar Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Barat seperti yang terllihat pada table 3.6. Gambaran dari perpindahan penduduk ini akan lebih jelas terlihat dari pola perpindahan antar daerah dalam wilayah Sumatera Barat, berdasarkan jumlah penduduk menurut status migrasi seumur hidup Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Barat dapat dilihat bahwa daerah yang paling banyak menerima migran masuk adalah Kota Padang yaitu sebesar 199.326 orang dari jumlah penduduk sebesar 713.242 0rang,
72
atau
persentase
migran
masuk
adalah
27,95,
sebesar
tapi
dari
persentase migran yang masuk maka Kota Bukittinggi adalah daen. ~ yang mempunyai persentase migran yang paling tinggi yaitu 39,43 persen
migran
persentase
masuk,
migran
kemudian
Kota
Padang
masuk sebesar 37,74 persen.
Panjang Kota
dengan
Solok juga
merupakr1n Kota yang persentase migran masuknya relatif besar yaitu
35,71 persen mig ran yang masuk. Sedangkan daerah yar.g jumlah miqran masuKnya paling kecil adalah Kepulaucn Mentawai yaitu sebesa1 4. 730
ora:-~g.
Persentase migrcn masuk yang paling rendah adalah
Kabupaten Pesisir Sclatan yaitu sebesar 4,98 persen. Secara keseluruhan dapat kita lihat bahwa migran masuk lebih cenderung ke daerah Kota yang jika di bandingkan dengan migran masuk ke Kabupaten. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.4.
Tabel 3.4 Penduduk Menurut Status Migrasi Seumur Hidup, Kabupaten/Kota Propinsi Su.matera Barat Tahun 2000
Kabupaten/Kota
Non Mig ran
Mig ran Masuk
KABUPATEN 1. Kep. Mentawai 56,167 4,730 2. Pesisir Selatan 371,843 19,504 3. Solak 414,982 23,993 4. Swi/Sijunjung 244,104 63,706 5. Tanah Dat2r 308,323 18,791 6. Padang Pariaman 406,994 25,796 7. Agam 370,031 44,941 8. 50 Kota 293,490 18,283 9. Pasaman 467,222 46,452 KOTA 10. Padang 513,916 199,326 11. Solak 30,937 17,183 12. Sawahlunto 41,805 9,063 13. Padang Panjang 24,992 15,147 14. Bukittinggi 55,716 36,267 73,756 15. Payakumbuh 24,145 3,674,278 Jumlah 567,327 Sumber: BPS, Penduduk Sumatera Barat Tahun 2000
Jumlah
% Migran
60,897 391,347 438,975 307,810 327,114 432,790 414,972 311,773 513,674
7.77 4.98 5.47 20.7 5.74 5.96 10.83 5.86 9.04
713,242 48,120 50,868 40,139 91,983 97,901 4,241,605
27.95 35.71 17.82 37.74 39.43 24.66 13.38
73
Tabel 3.5 Arus Migrasi Risen An tar Kabupaten/ Kota Propinsi Sumatera Barat Tahun 200U Kabupaten/Kota Pesisir Kab. ITempat tlnggallima: Kep. Mentaw Selatan Solok ltahun vana lalu
Swi/Sijur Tanah jung Datar
Kabupaten/Kota tempat Tinggal Sekarang Lima pu Pas a Padang Kota Padang IAgam Pariaman luh kota man Solok
137 63 328 51,623 257 308 141 459 287 549 53 339,200 831 926 568 290 375,931 10 424 192 382 256,407 64 9 1,281 282,080 472 282 44 3 614 364,133 460 140 281 204 269 409 288 305 514 8 120 158 205 1 "170 66 14 170 256 107 434 242 1,104 299 1,092 2,934 843 988 199 245 0 126 242 87 145 984 0 66 166 29 45 444 29 181 3 138 12 105 406 62 187 270 11 257 150 238 58 30 818 11,433 7,246 6,252 4,757 8,662 53,004 346,779 386,883 271,376 293,726 382,744 Sumber: BPS Penduduk Sumatera Barat Tahun 2000(diolah)
1. Kep. Metawai ~- Pesisir Selatan 3. Solok 14. Swi/Sijunjung 5. Tanah Datar ~- Padang Pariaman 7. Agam 8. 50 Kota 9. Pasaman 10. Padang 11. Solok 12. Sawahlunto 13. Padang Panjang 14. Bukittinggi 15. Payakumbuh Lainnya Jumlah/Total
74
2,512 35 189 120 327 519 188 102 373 359 651 388 346,446 300 326 267,244 583 854 1,667 652 207 53 49 87 207 52 2,368 205 409 608 12,993 5,918 369,804 277,187
Sawah Padang Bukit Iunto Panjang tinggi
154 9 673 2 238 122 3,905 29 1,133 1,966 3,051 181 384 1,452 413 908 408 195 2,669 230 4,165 70 497 76 485 22 1,873 39 1,157 21 646 18 430,635 49 2,983 40 459 933 577,008 605 61 2,0.19 26,964 99 41 873 137 42,388 1,613 29 50 66 299 198 4,736 81 110 2,678 49 151 8,789 28,557 1,557 1,360 445,939 638,901 42,481 45,487
13 80 163 200 1,201 367 260 76 259 810 115 38 28,758 275 142 2,867 ~5.624
37 175 226 187 503 502 3,292 198 858 1,326 212 117 298 69,005 592 4,288 81,816
Pc.ya Jumlah kumbuh Total
7 115 111 77 422 144 227 2,249 119 908 54 64 87 606 78,283 3,697 87,170
56,158 345,662 386,233 261,389 290,522 372,692 354,737 272,655 437,603 591,628 40,683 45,184 32,000 78,815 83,766 109,194 3,758,921
Tabel 3.6 Probabilitas Transisi antar Kabupaten/Kota Propinsi Sumatera Barat . . .upa~~~ota ~ ...,awtngg•t lima ~. ~~~a4l'1~
1. Kep. Metawai 2. Pesisir Selatan 3. Solok ~· Swi/Sijunjung 5. Tanah Datar 6. Padang Pariaman 7. Agam 8. 50 Kota 9. Pasaman 10. Padang 11. Solo'< 12. Sawahlunto 13. Padang Panjang 14. Bukittinggi 15. Payakumbuh
--
Kep. Pesisir Kab Mentaw .Selatari Solok
0.9193 0.0002 3E-05 3E-05 1E-05 0.0004 2E-05 -0 3E-05 0.0005
9E-05 0.0002 0.0001
0.0055 0.9813 0.0008 0.0002 0.0002 0.0006 0.0015 0.0002 0.0002 0.0017. 0.0021 0.0006 0.0009 0.0008 0.0004
0.0024 0.0016 0.9733 0.0015 0.001 0.0008 0.0008 0.0006 0.0004 0.0014 0.006 0.0037 0.0014 0.0013 0.0007
Swi/Sijll Tanah jung .Datar
0.0058 0.0013 0.0024 0.9809 0.0016 0.0012 0.0008 0.0004 0.001 0.0019 0.006 0.0218 0.0057 0.0024 0.0018
0.0011 0.0004 0.0022 0.0016 0.9709 0.0017 O.::JOOU 0.0008 0.0006 0.0019 0.0049 0.0032 0.0139 0.0052 0.0031
Kabupaten/Kota tempat tinggal sekarang Padang Agam Lima Pu Pas a Padang Kota Prman luh Kota man Solok
0.00458 0.0008:'1 0.00147 0.00073 0.00441 0.97703 0.00115 0.00062 0.00055 0.00496
0.003A 0.00146 0.00431 0.00343 0.00284
Sumber: BPS, Sensus Penduduk Sumatera Barat Tahun 2000 (diolah)
75
0.0447 0.0006 0.0009 0.0007 0.0013 0.0018 0.9766 0.0012 0.002 0.0028 0.0051 0.0019 0.0065 0.0301 0.0049
0.00062 0.00035 0.00134 0.00039 0.00124 0.00104 0.00085 0.98015 0.00133 0.0011 0.0013 0.00108 0.00163 0.0026 0.00726
0.0027 0.0007 0.0029 0.0035 0.0014 0.0013 0.0014 0.0042 0.9841 0.0016 0.0015 0.0009 0.0016 0.0038 0.0018
0.01198 0.0113 0.0079 0.00555 0.00919 0.01118 0.00528 0.00237 0.00682 0.97529 0.04963 C.01932 0.05041 0.06009 0.03197
0.00016 0.00035 0.00509 0.00147 0.00067 0.0002 0.00006 0.00008 0.00011 0.00102 ::1.90859 0.00303 0.00206 0.00251 0.00131
..
...
Sa wah Junto
0.00004 0.00008 0.00047 0.00158 0.00079 0.00019 0.00011 O.C0007 0.00009 0 00078 0.0024~;
0.9:)812 0.00091 0.00103 0.00058
Pdg Pjg
0.00023 0.00023 0.00042 0.00077 0.00413 0.00098 0.00073 0.00028 0.00059 0.00137 0.00283 0.00084 0.89869 0.00349 0.0017
Bukitggi . Paykmbu
:i . ..:• '.
:
~
0 00066 0.00051 0.00059 0.00072 0.00173 0.00135 0.00928 O.OO'J73 0.00196 0.00224 0.00521 0.00259 0.009:31 0.87553 0.00707
'
..
0.00012 0.00033 0.00029 0.00029 0.00145 0.00039 0.00064 0.00825 0.00027 0.00153 0.00133 0.00142 0.00272 0.00769 0.93454
3.4
Pembangunan Ekonomi Daerah Krisis ekonomi tahun 1997 mengakibatkan pertumbuhan ekonoml
di Sumatera Barat menurun secara drastis. Keadaan ini diikuti pula oieh tingkat inflasi yang sangat tinggi sehingga sektor produksi barang dan jasa mengalami kemunduran. Jumlah usaha kecil dan menengah yang terhenti kegiatannnya te:ah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Sampai
saat
ini
pemulihan
ekonomi
belum
tercapai
seperti
yang
diharapkan . Namun demikian jika dibandingkan dengan laju pertumbuhar. ekonomi nasional, pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat masih lebih baik. Keada21n ini disebabkan kurena kekuatan ekonomi Sumatera Barac didominasi oleh usaha skala kecil dan menengah yang bergerak di sektor pertanlan dan industri kecil/ rumah tangga yang sebagian besar didukung oleh potensi sumber daya lokal. Walaupun dampak krisis tidak terlalu besar dilihat dari pertumbuhan ekonomi tetapi dampaknya terhadap tingkat
kesejahteraan
rakyat · terutama
di
pedesaan
sangat
memprihatinkan. Jumlah penduduk miskin meningkat demikian pula kasus kekurangan
gizi semakin meluas sehingga
menjadi
masalah
nasional. Semuanya itu menunjukkan bahwa ketahanan ekonomi daerah Sumatera Barat pada tingkat mikro sangat lemah. Disamping
itu,
kurang
meratanya
penyebaran
pembangunan
menimbulkan kesenjangan pertumbuhan antar daerah maupun antar golongan masyarakat sehingga memudahkan terjadinya gejolak sosial. Pembangunan ekonomi yang menguntungkan kelompok tertentu karena adanya kolusi dan nepotisme mengakibatkan timbulnya ketidak adilan dalam mendapatkan kesempatan berusaha. Praktik KKN yang
melua~
dan mengakar di berbagai bidang menimbulkan ekonomi biaya tinggi. Pengelolaan
pemerintahan
demikian
telah
menyebabkan
hilangnya
kepercayaan para pelaku ekonomi terhadap pemerintah. sedangkan kepercayaan dari seluruh lapisan mayarakat adalah kunci utama. Dari data PDRB menurut Kabupaten/Kota tahun 2000 dapat dilihat bahwa daerah Kota telah meberikan kontribusinya sebesar 40.59 persen, sedangkan Kabupaten sebesar 59,41 persen. Ini memperlihatkan bahwa
76
Kota mempunyai perkembangan yang lebih cepat jika dibandingkan dengan Kabupaten, karena Kota yang hanya 6 daerah memberikan kontribusi yang besar jika dibandingkan dengan Kabupaten yang terdiri dari 9 Kabupaten. Seperti yang terlihat pada tabel 3.7. Tabel 3.7 Distribusi PDRB Kabupaten/Kota Propinsi Sumatera Barat Tahun 2000-2002 atas Dasar Harga Konstan 1993
Kabupeten/Kota 1. Kep. Mentawai 2. Pesisir Selatan 3. Solok 4. Sawahlunto/sijunjung 5. Tanah Datar 6. Padang Pariaman 7. Agam 8. 50 Kota 9. Pasaman
2000 1,76 5,6 7,45 6,83 6,51 8,39 8,44 7,24 7,19
2001 1,77 5,59 7,45 6,83 6,5 8,39 8,43 7,24 7,15
2002
Kota 10. Padang 11. Solok 12. Sawahlunto 13. Padang Panjang 14. Bukittinggi 15. Payakumbuh
30,75 1,38 2,43 1,13 2,63 2,27
30,94 1,38 2,29 1,13 2,64 2,28
31,05 1,38 2,18 1,13 2,65 2,28
100
100
100
Jumlah
1, 791 5,57 7,45 6,82 6,48 8,4 8,44 7,24 7,15
Sumber: BPS, PDRB Sumatera Barat 2000-2002 Pada tahun 2000 distribusi PDRB yang terbesar adalah Kota Padang sebesar 30,75 persen dari total PDRB Propinsi Sumatera Barat. Kemudian PDRB Kabupaten Agam sebesar 8,44 persen. Dan distribusi PDRB yang paling rendah adalah daerah Padang Panjang 1,13 persen, karena
Padang Panjang
merupakan daerah yang
kecil dan jumian
penduduknya juga sedikit sehingga PDRB nya juga relatif kecil. Distribusi PDRB ini relatif konstan periode 2000-2002. Jika diperhatikan perkembangan PDRB Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Barat tahun 2000, maka pertumbuhan PDRB yang paling tinggi
77
adalah Kota Padang dimana pertumbuhannya adalah 4,47 persen, dan yang paling rendah pertumbuhan PDRB nya adalah Kota Sawahlunto yaitu - 6,27. laju pertumbuhan PDRB yang paling tinggi di Kabupaten adalah Kepualauan Mentawai yaitu sebesar 4,37 persen sedangkan laju pertumbuhan yang paling rendah adalah Kabupeten Pesisir Selatan.Tapi secara kese!uruhan pertumbuhan PDRB Kabupaten memang lebih rendah jika dibandingkan denga11 pertumbuhan PDRB Kota. Pada tahun 2002 terlihat bahwa laju pertumbuhan PDRB di Semua daeran r.1engalami peningkatan, laju pertumbuhan yang paling tinggi masih tetap Kota Padang,
dan
laju
pertumbuhan
y~ng
iendah
paling
adalah
Kota
Sawahlunto. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.8.
Tabel 3.8 Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Konstan 1993 Tahun 2000-2002 (Persentase) Kabupeten/ Kota Kabupaten 1. Kep. Mentawai 2. Pesisir Selatan 3. Solok 4. Sawahlunto/sijunjling 5. Tanah Datar 6. Padang Pariaman 7. Agam 8. 50 Kota 9. Pasaman
2000 4,3/ 2,3 2,43 3,65 3,25 4,35 3,55 3,751 3,34
2001 4,08 3,26 3,49 3,51 3,39 3,63 3,4 3,55 3,01
2002 5,44 4,06 4,39 4,12 4,07 4,32 4,38 4,21 4,26
Kota 4,67 4,2 4,47 10. Padang 4,32 3,74 3,59 11. Solok -2,49 -0,79 -6,27 12. Sawahlunto 4,05 3,42 3,56 13. Padang Panjang 4,65 3,96 3,92 14. Bukittinggi 4,56 3,83 3,41 15. Payakumbuh 4,3 3,55 3,49 Jumlah 4,29 3,63 3,84 Propinsi x) Sumber : BPS, PDRB Sumatera Barat 2000-2002 x) Dihitung secara terpisah dari perhituogan PDRB Kab/Kota
Jika dilihat PDRB Perkapita Atas Dasar Harga Berlaku menururt Kabupaten/Kota, maka rata-rata daerah Kota memiliki PDRB perkapita yang lebih tinggi dari PDRB perkapita Propinsi, PDRB perkapita yang paling tinggi adalah Kota Padang sebesar 9,91 juta rupiah, kemudian
78
Kota Sawahlunto sebesar 9,40 juta rupiah, demikian juga dengan Kota lainnya yang PDRB perkapitanya lebih tinggi dari PDRB perkapita Propinsi sebesar
5,29
juta
rupiah,
kecuali
Kota
Sawahlunto
yang
PDRB
perkapitanya hanya sebesar 5,09 juta rupiah. Sedangkan PDRB perkapita daerah Kabupaten rata-rata berada di bawah
PDRB
perkapita
Propinsi,
hampir
semua
Kabupaten
PDRB
perkapitanya dibawah PDRB perkapita Propinsi. Kabupaten yang PDRB perkapita diatas Propinsi adalah Kepulauan Mentawai yaitu sebesar 5,59 juta rupiah, sedangkan Kabupaten lainnya PDRB perkapita di bawah PDRB perkapita Propinsi, dan Kabupaten yang PDRB perkapitanya paling rendah adalah Kabupaten Pasaman sebesar 3,15 juta rupiah, kemudian Pesisir Selatan sebesar 3,36 juta rupiah. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.9. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa daerah perkotaan tingkat pendapatan dibandingkan.
perkapita
dengan
masyarakatnya jauh lebih tinggi jika
pendapatan
perkapita
masyarakat
daerah
Kabupaten. Perbedaan pendapatan perkapita antara daerah Kota dengan daerah Kabupaten terlihat sangat jauh. Jika dilihat dari jumlah tenaga kerja pada tahun 2000 maka kabupaten Pasaman mempunyai jumlah tenaga kerja yang paling tinggi, yaitu sebesar 246.589 orang, kemudian kota Padang sebesar 229.031 orang, kemudian kabupaten Solok yang berjumlah 213.046, sedangkan jumlah tenaga kerja yang paling sedikit adalah kota Padang Panjang sebesar 14.736, karen a jumlah penduduk kota Padang Panjang yang sedikit dan luas wilayah yang kecil. Data jumlah tenaga kerja ini dapat dilihat pada tabel 3.10.
79
Tabel 3.9 PDRB Perkapita Atas
Da~~-
: Jarga Berlaku Menu rut
Kabupaten/Kota Tahun 2000-2002 (Jutaan Rupiah)
Kabupeten/Kota Kabupaten 1. Kep. Mentawai 2. Pesisir Selatan 3. Solok 4. Sawahlunto/sijunjung 5. Tanah Datar 6. Padang Pariaman 7. Agam 8. 50 Kota 9. Pasaman
2000
2001
2002
7.241
5.59 3.36 3.74 4.72 4,64 4.34 4.3 5.31 3.15
6.38 3.71 4.13 5.21 5.12 4.89 4.82 5.94 3.47
4.05 4.58 5.68 5.7 5.53 5.38 6.59 3.81
Kota 10. Padang 11. Solok 12. Sawahlunto 13. Padang Panjang 14. Bukittinggi 15. Payakumbuh
9.91 6.47 9.4 6.02 6.48 5.09
11.19 7.05 9.71 6.7 7.25 5.65
12.61 7.97 10.48 7.47 8.2 6.33
Jumlah Propinsi x)
5.28 5.29
5.9 5.96
6.58 6.65
Sumber : BPS, PDRB Sumatera Barat 2000-2002 x) Dihitung secara terpisah dari perhitungan PDRB Kabupaten/Kota
80
Tabel 3.10 lumlah Pekerja Berdasarkan Kabupaten/Kota Propinsi Sumaterta Barat Tahun 2000 Kabupaten/Kota Kep. Mentawai Pesisir Selatan Solak Sawahlunto Sijunjung Tanah Datar IPadang Pariaman Agam Limapuluh Kota
Pasaman Padang Solak Sawahlunto Padang Panjang Bukittinggi Payakumbuh
Pekerja
29.795 152.425 213.046 158.178 139.803 160.402 173.759 150.331
246.589 229.031 17.001 19.540 14.736 36.389 38.342
Sumber: BPS, Sensus Penduduk Sumatera Barat Tahun
2000
8i
BABIV ANALISIS
Analisis yang dilakukan dalam thesis ini bertolak dari uraian tPrdahulu yaitu untuk mempelajari pola interaksi migrasi interregional Propinsi Sumatera Barat, di mana dengan mengetahui pola interaksi migrasi
interregional
tersebut
dapat
diketahui
pola
perpindahan
per.duduk dari satu daerah ke daerah lainnya, dan dengan melihat pola interaksi migrasi interregional tersebut dapat juga dilihat bagaimana daya tar:k suatu daerah terhadap daerah lainnya yang menyebabkan orang pindah ke daerah yang mempunyai daya tarik yang lebih tinggi, dan dengan begitu dapat dilihat ke mana arah atau tujuan perpindahar. penduduk yang terjadi di Sumatera Barat. Dalam analisis ini juga diperkirakan
probabilitas transisi
orang
pindah
dari kabupaten/kota
sampai tahun 2010, serta rerkiraan laju pertumbuhan penduduk sampai tahun 2010 dengan melihat karakteristik migrasi.
4.1.
Pola
Interaksi
migrasi
Interregional
Kabupaten/Kota
Dengan Menggunakan Variabel Penduduk Untuk melihat bagaimana pola interaksi migrasi Propinsi Sumatera Barat, maka di sini digunakan gravity model sebagai alat untuk melihat pola interaksi tersebut. Dimana dari hasil regresi dengan menggunakan c(1)~
variable jumlah penduduk dapat ditafsirkan sebagai berikut: nilai c(2), c(3) dan c( 4) merupakan nilai dari parameter ao, A 1 a
I
dan
dimana a0 =1og k dan A, a adalah parameter dari Pi, dan Pj, dan
f3
I
f3
adalah parameter dari diJ , sehingga persamaan regresi tersebut dapat ditulis sebagai berikut:
Log (M ij) = -6,632 + 0,635 Log (P;) + 0,823 Log (P1 ) -1,243 Log (d lj) (-5,118) Adjusted menunjukkan
R2
(8,930) dari
proporsi
fungsi
(11,655) di
variasi total
atas
adalah
variabel
(-111238) sebesar
dependen
57 165°/o
yang
dapat
diterangkan oleh variabel bebas, dengan kata lain merupakan suatu
ukuran kesesuaian garis regresi terhadap data. Hasil regresi tersebut dapat dili.1at pada lampiran 2. Dari hasil yang diperkirakan, ternyata jumlah penduduk daerah asal (P,) dan penduduk daerah tujuan (P1) berpengaruh positif terhadap migrasi, artinya jika penduduk daerah asal dan penduduk daerah tujuan meningkat, maka migrasi juga akan meningkat, sedangkan vaiiabel jarak mempunyai
negatif terhadap
hubungan
migrasi,
artinya jika jarak
bertambah maka akan menguiangi jumlah migrasi. Nilai t kritis untuk tingkat keberartian 1°/o dan degree of freedom co adalah 2,58. Dari hasil regresi tersebut dapat diketahui bahwa t hitung
dari konstanta Pi= 8,93>2,58 berarti bahwa Jumlah penduduk daerah asal sign1fikan berpengaruh terhadap migrasi, dan t hitung dari konstanta Pj=11,65>2,58
berarti
bahwa
jumlah
daerah
penduduk
tujuan
berpengaruh terhadap migrasi, sedangkan t hitung dari konstanta dij= -11,24>-2,58 berarti bahwa jarak berpengaruh terhadap migrasi. Parameter yang diperoleh dari persamaan regresi tersebut sesuai dengan hasil temuan empiris, bahwa nilai A. dan a antara 0,5 dan 2,0, dan nilai
f3
antara -0,5 dan -2,0 (Haynes dan Fotheringham, 1988:22).
Dalam pola interaksi migrasi interregional kabupaten/Kota Propinsi Sumatera Barat dapat diketahui eksponen dari variabel jarak yaitu sebesar -1,2429, seperti yang telah dijelaskan terdahulu bahwa ada beberapa studi empirik tentang eksponen dari variabel jarak ini, Stewart berpendapat bahwa nilainya haruslah 1 atau 2, dan hukum tentang gravitasi pengeceran yang dihubungkan dengan salah satu dari perintisperintis model gravitasi terdahulu (Reilly) menggunakan eksponeneksponen dalam lingkup 1,3-1,8 dalam penelitian mereka tentang lalu lintas telepon
dan
udara,
Carrol dan
Bevis (1957)
menggunakan
eksponen 1,63 untuk perjalanan trip di Detroit, sedangkan Isaard dan Peck
menggunakan
eksponen
1,7
dalam
studi
mereka
tentang
pengangkutan interregional dengan kereta api (Richardson, 2001:94). Dengan menggunakan gravity model dalam analisa pola interaksi migrasi interregional ini dapat diketahui trend dan arah atau tujuan perpindahan penduduk, sehingga dapat diketahui daerah-daerah yang
83
dominan. Untuk lebih jelasnya maka pada bagian ini akan dicoba untuk menganalisis daya tarik suatu daerah terhadap daerah lainnya ·untuk menganalisis pola interaksi tersebut. Propinsi Sumatera Barat yang yang terdiri dari 9 kabupaten dan 6 kota mempunyai karakter dan kebiasaan pindah ke daerah lain yang disebut dengan merantau. Bagaimana pola migrasi interregional itu terjadi akan uijelaskan
sesuai dengan hasil pengoiahan data dai"i
metoriologi yang telah dibuat. Kepulauan Mentawai sebagai kabupaten yang termuda di Propinsi Sumatera Barat, tujuan perpindahan penduduk yang paling tinggi adalah ke kota Padang, ini karena kota Padang mempunyai daya tarik yang paling tinggi diantara daerah lainnya, dimana daya tarik kota Padang adalah sebesar 0,2686. Tingginya angka perpindahan penduduk ke kota Padang ini sangat dimaklumi karena kota Padang merupakan ibukota Propinsi, dan juga karena kota Padang merupakan pintu masuk bagi kepulauan Mentawai, karena Kepulauan Mentawai sarana transportasinya sangat terbatas, dengan menggunakan kapal yang tujuannya hanya ke Padang. Tujuan pindah bagi penduduk Kepulauan Mentawai berikutnya setelah Padang adalah kabupaten Solok, dimana daya tarik kabupaten Solok adalah sebesar 0,1279. Solok juga menjadi tujuan pindah bagi penduduk Kepulauan Mentawai karena kabupaten Solok jaraknya relatif dekat dari kota Padang, dan juga karena Kabupaten Solok tingkat pertumbuhan ekonominya tinggi, ini dapat dilihat dari data PDRB selama periode 2000-2002. Sedangkan daerah yang mempunyai daya tarik yang paling rendah bagi Kepulauan Mentawai adalah Kota Padang Panjang yaitu sebesar 0,0094. Ini karena Kota Padang Panjang merupakan kota yang paling kecil di Sumatera Barat baik dari segi jumlah penduduk dan juga luas wilayahnya. Sedangkan
bagi
kabupaten
Pesisir
Selatan
daerah
yang
mempunyai daya tarik yang paling tinggi juga kota Padang yaitu sebesar 0,3726, seperti yang telah dijelaskan di atas ini karena Kota Padang memang mempunyai daya tarik yang tinggi, baik dari jumlah penduduk maupun dari segi perekonomian, kemudian kecenderungan pindah bagi penduduk
kabupaten
Pesisir
Selatan
setelah
kota
Padang
adalah
84
Kabupaten Solok dengan daya tarik sebesar 0,1439, dan daya tarik yang pal!ng rend2h
bag! kabupaten Pesisir Selatan adalah Kota Padang
Panjang dimana daya tariknya sebesar 0,0092. Bagi Kabupaten Solok daerah yang mempunyai daya tarik yang paling tinggi adalah kota Padang sebesar 0,4752, kemudian kabupaten Padang Pariaman dengan daya tarik sebesar 0,0986, karena kabupaten Padang Pariaman ini jaraknya relatif dekat dengan kabupaten Solok, dan juga karena perekonomlan kabupaten Padang Pariaman yang cukup tinggi, ditunjukkan dengan PDRB yang tinggi. Sedangkan daerah yang mempunyai daya tarik yang paling rendah adalah Kepulauan Mentawai, dengan daya tarik sebesar 0,0050. Kota Padang masih menjadi daerah tujuan utama untuk pindah bagi
penduduk Kabupaten Sawahlunto Sijunjung dengan daya tarik
sebesar 0,2154, diikuti oleh Kabupaten Solok dengan daya tarik sebesar
0,1978, dan daerah yang mempunyai daya tarik yang paling rendah juga kepulauan Mentawai dengan daya tarik sebesar 0,0069. Untuk Kabupaten Tanah Datar, kota Padang juga mempunyai daya tarik
yang
paling
tinggi
yaitu
sebesar 0,1801,
kemudian
daerah
kabupaten Solok juga mempunyai daya tarik yang tinggi bagi kabupaten Tanah Datar yaitu sebesar 0,1243, dan daya tarik yang paling rendah masih kepulauan Mentawai yaitu sebesar 0,0049. Sedangkan bagi Kabupaten Padang pariaman, Kota Padang juga mempunyai daya tarik yang paling tinggi yaitu sebesar 0,3044, dan daerah yang menjadi tujuan pindah berikutnya adalah kabupaten Agam dengan daya tarik sebesar 0,2091, dan daerah yang paling rendah daya tariknya bagi kabupaten Padang Pariaman adalah Mentawai dengan daya tarik sebesar 0,0051. Tujuan utama pindah bagi penduduk Kabupaten Agam agak berbediJ dengan daerah lain dimana daerah yang paling tinggi daya tariknya
bagi
kabupaten
Agam
bukanlah
kota
Padang
melainkan
kabupaten Padang Pariaman dengan daya tarik sebesar 0,3265, karena jarak antara kabupaten Padang Pariaman dengan kabupaten Agam sangat dekat, kemudian baru kota Padang dengan daya tarik sebesar
85
0,2087,
daerah
Kabupaten
~
yang
menjadi
tujuan
pindah
berikutnya
adalah
)k dengan daya tarlk sebesar 0,0966.
Daerah yang paling tinggi daya tariknya dan menjadi tujuan bagi penduduk daerah kabupaten 50 kota adalah kota Payakumbuh, dan bukan kota Padang dimana daya tarik kota Payakumbuh adalah sebesar 0,3477, hal ini karena kota Payakumbuh itu masih berada dalam wilayah kabupaten 50 kota sehingga jaraknya sangat dekat sekali. Dan setelah kota Payakumbuh adalah kota Padang dengan daya tarik sebesar 0,1108. Oan tujuan pindah berikutnya adalah kabupaten Pasaman dengan daya tarlk sebesar 0,0925, dan daerah yang daya tariknya paling rendah adalah kepulauan Mentawai. Bagi kabupaten Pasaman daerah yang daya tariknya paling tinggi adalah
kota
Padang dengan daya tarik sebesar 0,1742, kemudian
kabupaten Padang Pariaman dengan daya tarik sebesar 0,1178. Untuk kota Padang sendiri yang merupakan tujuan bagi daerah lain untuk pindah karena kota Padang adalah ibukota Propinsi, dar. merupakan
pusat
dari
semua
kegiatan
baik
itu
pemerintahan,
perekonomian, dan daerah yang paling tinggi daya tariknya bagi kota Padang adalah Kabupaten Solok dengan daya tarik sebesar 0,3291, kemudian
kabupaten
Padang
Pariaman dengan
daya tarik sebesar
0,1810, hal ini karena kota Padang memang berbatasan langsung dengan kedua daerah ini. Kota Solok yang letaknya berada pada daerah kabupaten Solok, daya tarik yang paling tinggi adalah Kabupaten Solok yaitu sebesar 0,3179, kemudian baru kota Padang dengan daya tarik sebesar 0,1932. Daya tarik yang
paling tinggi
bagi
kota
Sawahlunto adalah
kabupaten Solok dengan daya tarik sebesar 0,2169,
setelah itu kota
Padang dengan daya tarik sebesar 0,1991. Kota Padang Panjang yang jumlah penduduknya paling sedikit dan luas wilayahnya juga paling kecil, daerah yang memiliki daya tarik paling tinggi adalah kota Padang dengan daya tarik sebesar 0,1480, kemudian daerah kabupaten Padang Pariaman yang jaraknya dekat dengan kota
86
Padang Panjang. Daya
tC~rik
yang paling rendah bagi kota Padang
Panjang adalah kepulauan Mentawai. Untuk kota Bukittinggi daya tarik yang paling besar adalah kota Padang sebesar 0,1261,
kemudian daerah kabupaten Tanah Datar
dengan daya tarik sebesar 0,1247. Sedangkan bagi kota Payakumbuh daerah yang memiliki daya tarik paling tinggi adalah kota Padang dengan day a tarik sebesar 0,0657, kemudian kota Bukittingi dengan daya tarik sebesar 0,0617. Daya tarik yang paling rendah adalah kepulauan Mentawai. Secara keseluruhan untuk daerah Sumatera Barat, maka dapat dilihat bahwa kota Padang mempunyai daya tarik yang paling tinggi, dimana total daya tarik untuk kota Padang adalah sebesar 3,0422. Ini memang sangat wajar karena kota Padang adalah ibukota Propinsi Sumatera Barat, yang merupakan pusat dari kegiatan perekonomian, pemerintahan dan juga tujuan untuk melanjutkan pendidikan, serta .menjadi tujuan bagi masyarakat untuk mencari pekerjaan, karena kota Padang juga menjadi pusat dari perdagangan dan industri. Seteiah kota Padang adalah Kabupaten Solok dengan daya tarik sebesar 2,0091, kemudian
kabupaten
Padang
Pariaman
dengan
daya tarik sebesar
1,6359, setelah itu kabupaten 50 kota dengan daya tarik sebesar 1,5860, daerah Kabupaten Tanah Datar dengan daya tarik sebesar 1,2574, Kabupaten Pasaman dengan daya tarik sebesar 1,0083. Berikutnya adalah kabupaten Agam dengan daya tarik sebesar 0,9887, kemudian kabupaten Pesisir Selatan dengan daya tarik sebesar 0,7580, setelah itu kota
Payakumbuh
dengan
daya
tarik
sebesar
0,7282,
kabupaten
Sawahlunto Sijunjung dengan daya tarik sebesar 0,6843, kemudian kota Bukittinggi dengan daya tarik sebesar 0,5435, kota Padang Panjang sebesar 0,2545, kota Sawahlunto dengan day a tarik sebesar 0,1714, dan yang paling rendah daya tariknya adalah kepulauan Mentawai sebesar 0,1439, memang jika dilihat dari kondisi geografis serta sarana dan prasarana yang ada memang jarang orang yang berkeinginan untuk pindah ke kepulauan Mentawai, karena sarana transportasi yang sangat jarang dan juga karena masih terbatasnya infrastruktur yang ada di daerah kepulauan Mentawai.
87
Jika dilihat dari uraian tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa daerah yang dominan di Propinsl Sumatera Barat adalah kota Padang, kabupaten Solok, kabupaten Padang Pariaman. Sedangkan daerah yang daya tariknya rendah bagi orang untuk pindah adalah kepulauan Mentawai, dan juga kota Sawahlunto, rendahnya daya tarik kota Sawahlunto karena ada kecenderungan bahwa kota Sawahlunto akan
menjadi ghost iown
karena saat ini
kegiatan
penambangan
batubara juga semakin berkurang, sehingga orang akan meninggalkan daerah tersebut. Untuk leblh jelasnya bagaimana daya tarik suatu daerah terhadap daerah lainnya dapat dilihat pada tabel 4.1, dan supaya gambaran mengenai pola interaksi tersebut lebih je!as dapat dilihat grafiknya dalam gambar 4.1.
88
Tabel 4.1
Daya Tarik Kabupaten/ko ta Terhadap Kabupaten/ko ta Lainnya Dengan Menggunakan Variabel Penduduk Daya Tarik kabupaten/kota (j) Terhadap KablKota( I Kep.Ment Pessel Kab.Solol Swi/Sjj Tnh.Dtr Pdg.Pann Agam SOKota Pasaman Padang KtSik Sawahlur Pdg.Pjg 1. Kep. Metawai 0.0888 0.1279 0.0547 0.0652 0.1106 0.0816 0.0561 0.0769 0.2686 0.0117 0.0105 0.0094 2. Pesisir Selatan 0."0818 0.1439 0.0479 0.0598 0.1146 0.0744 0.0494 0.0636 0.3726 0.0119 0.0098 0.0092
-
3. Solok 4. Swi/Sijunjung 5. -.·anah Datar 6. Padang Pariaman 7. Agam 8. 50 Kota 9. Pasaman 10. Padang 11. Solok 12. Sawahlunto 13. Padang Panjang 14. Bukittinggi 15. Payakumbuh
0.0050 0.0069 0.0049 0.0051 0.0058 0.0035 0.0067 0.0073 0.0036 0.0052 0.0031 0.0032 0.0020
0.0614 0.0656 0.0491 0.0570 0.0578 0.0333 0.0598 0.1102 0.0397 0.0511 0.0329 0.0323 0.0190
Jumlah
0.1439
0.7580
Data diolah
89
-
-
0.0617 0.1978 0.1243 0.1148 0.0966 0.0613 0.0990 0.3291 0.3179 0.2169 0.0763 0.0673 0.0360 2.0091
0.0592 0.0319 0.0351 0.0325 0.0560 0.0465 0.0850 0.0871 0.0349 0.0330 0.0188 0.6843
0.0646 0.0987
0.0795 0.0687 0.0836 0.1141 0.0649 0.0885 0.0912 0.2013 0.1247 0.0524 1.2574
0.0986 0.0878 0.1313
0.3265 0.0780 0.1178 0.1810 0.0585 0.0727 0.1175 0.0942 0.0469 1.6359
0.0531 0.0619 0.0726 0.2091
0.0485 0.0943 0.0795 0.0357 0.0483 0.0526 0.0490 0.0281 0.9887
0.0388 0.0660 0.1017 0.0575 0.0558
0.0450 0.0815 0.0996 0.0623 0.0779 0.0925
0.1289 0.0485 0.0451 0.0552 0.0969 0.1945 0.5914 1.5860
0.4752 0.2154 0.1801 0.3044 0.2087 0.1108 0.1742
0.0548 0.0482 0.0643 0.0744 0.1116 0.0556 1.0083
0.0405 0.0347 0.0217 0.0007 0.0083 0.0091 0.0135 0.0170
0.1932 0.1991 0.1480 0.1261 0.0657 3.0422
0.0173 0.0223 0.0140 0.0068 0.0070 0.0070 0.0113 0.0110 0.0339
0.0541 0.0143 0.0112 0.0055 0.2621
0.1:714
0.0193 0.0182 0.0162 0.02E4 0.0576 0.0263 0.0214 0.0738 0.0590 0.0210 0.0211 0.0223 0.0996
0.0091 0.0134 0.0464 0.0164 0.0115 0.0184 0.0197 0.0123 0.0134 0.0129
0.0086 0.0076 0.0041
Bkttinggi Paykmbh
0.0497 0.0128 0.2545
0.0185 0.0165 0.0134 0.0224 0.0375 0.0203 0.0190
o.34n 0.0456 0.0169 0.0160 0.0191 0.0397 0.0957
0.0617 0.5435
0.7282
Gambar 4.1 Grafik Detya Tarik Kabupaten/i
·.: 0.2000 cu cu 0.1500 >cu 0 .1000
1-
c
0.0500 -"" 0
Cii u. Cl) Cl>
Q.
.0
co
~
0
,,. 0>
(/)
!!?
.ci
(/)
co
~
j
5 J:
c:
1-:
.0
.0
~
~
co
co
0> "0
E co
E .ci co 0::
<( .0
0 . c: ~
0>
co
;.::
.!!! 0
:.: 0
It)
c: co .ci E co ~
.ci
co Cl) co
Q.
co
c:
co co Q.
.>« 0
"0
(/)
.!!!
~
0>
0
~
~
0
~
0
~ ~
c::>
:E
~ co
(/)
0>
o='
0> "0 Q.
·c;, 0> .!!! c: 0
~
.!!! 0
~
E
:;< ::> Ill
J:
::>
.0
E
::> 0"' -""
~
~
co
Q.
Kabupaten/Kota --
------- - - - - - - ----- - - -- ... - -- ---- --
Daya Tarik Kabupaten/Kota Bagi Kabupaten Pesisir Selatan 0.4000 0.3500 ~
0.3000
'i:
0.2500
1-
0.2000
cu cu >o cu
c
0.1500 0.1000 0.0500 -~
""00
5rc
c
<Jl
:;:
.,;
f
:::!
.,;
~
:::!
:::!
.. ci.
~
<Jl
.,;
c:
.,;~ :::!~ n.
.
c:
E
:t .,;
~
.~
n.
."' c:
-g
n.
~
Kabupaten/Kota
90
Lanjutan Gambar 4.1
- - -- -- ·- - - -
- -- - - -- -- - - -
Daya Tarik Kabupaten/Kota Bagi Kabupaten Solok 0.5000 0.4500 0.4000 ~ ·.:::: 0.3500 cv t- 0.3000 cv 0.2500 >. 0.2000 cv 0.1500 c 0.1000 0.0500
...
' :
,. .-.
,.,..
. r-
'...:
,''
,
"'
,..
.
j
I
.~
'
,)'-
,,..
I
I ·~· · ,.-
....·
r
~ -,
1.. c
~
.,
ci.
"'
r
1
~.,
,....,.
Q.
f
(/)
6.c
.<:i
.<:i
.<:i
.. "'
.. "'
,_c
I
-1 I c ..e
I I
.."' ...; E
..
a,
.. "'
-
,
I I
0
"'.0
c E
..
..
....
,"'
""~
(/)
s0
Q.
s0
Q.
"'"'
fl
c
::
0
"'
..
.<:i
"'
..
'!')
D
C'>
Q.
r1
.<:i
"'"'
"'
""
.......,
·a.
.. .. , .. "' ..
0>
a:-
c ::0 0 E 3:
D
t..
s
Q.
0
(f)
.c
"' ~ c
d>
m
Q.
"'
"'
s0
"'
0
Kabupaten/Kota
- ·- - ----- ···- - - - - ----- - - - - -- ------------ - - - -- - - - - - · - - -- - - · - -- -
-
-
,.._,
g
- ----
Daya Tarik Kabupaten/Kota Bagi Kab. Sawahlunto Sijunjung 0.2500 ~
'i:
- - - - - - - - - - - --------------------- ·-·--·-
-
-·
- · --
i
0.2000
cv t- 0.1500 cv 0.1000 >. cv
c
0.0500
l
E
!..
::li
.0
.. .. "'
ci.
Q.
"'"'
~ 0
..
(f)
D
"'
!>
.. ..
c
•E
Q.
~
..e
q
.c c
,_
..
"'
"'
~
Q.
a,
s0
D
"'
g c
c
E
"' .<:i "'
"'
..
Q.
.."' "..
c
0
D
".0"'
.<:i
... .. ..
~
Q
"'
"'
"'
~
J!! E::0 0
".."'
"' .."'
Q.
3:
0
(f)
"'
.c
·c;,
D
"' ::: c
i..
"'
..
m
ll.
s0
0
"'
"'
Kabupaten/Kota
Daya Tarik Kabupaten/Kota Bagi Kab. Tanah Datar
----
0.2000 0.1800 0.1600 0.1400 0.1200 0.1000 0.0800 0.0600 0.0400 0.0200
... ,;;,-,:;_:.._ ,•
.
co~~
-=""'
1 !! .,c ~ .,ci.
"'
n=
·'
"'0
12
.
(/)
.<:i
"'
-..
"-~- .
~
f
..
"! D
"'
.
~.~
ll. Q
Q.
.0
.. '.·.
.
1----
E
!!
Q
"'"'
• .<:i • <(
"'
0
0
..
.0
"'
. ~.~
- 1 :~ -
-
. f--
-
..e " .. "'
"
·r~: -::- t'
,..,_r- •. - -=: ~: f-- ,: c
·- ·
,._
~}
~
H ~1=
r;t,. · ""
----- -- -- -~ -- -
-
""'~
-
..• "... . "' "' c
E
Q
c
Q.
Q.
.0
·'•
---
!! 0
I I "".S!0
(/)
!!I 0
"'
n g
c
r1
.2! Q. 0
a. Q
ll.
..~ "..
~ m
0
J!!
"'
"'
!!J.2 0 .c
"'
.--.
:·R -Hh
·":.
(f)
0
.c D
!.. ·
ll.
"
0
"'
Kabupaten/Kota
91
·- -- . . .
-..
Daya Tarik c,:.....:.....;...,;...,c.,c.,~
Kep.Mentawai
Kab Passel
cC»
.
~
Kab.Solok
I ' l
-t C»
.., - · "
Kab.Tnh.Dtr
!
c:
~
Kab.Agam
C»
-S'
~
Kab.Pasaman
~
Kot. Padang
Kot. Solok
Kot. Sawahlunto
Kola PdQ PjQ
Kot. Bkttinggl
Kot. Paykmbh
\0 N
! ~
i2.
; ~
O
:
m
i
I
~
f
m C»
i
cc -·
I
~
0
C»
;. ~
CT
0
0
o
w
U! W
01
CT • 00'1 ~
,...... 0 AT
I I I 'I I I I
I
l1 .
,
·
'. ·
;'Nf~;}. •: ...;,; .;;.:;.. '~,~
'
c
~
S»
0
01
0
0
O !
w
p :... p ;., p '"""
CJI
"-> CJI W
i
a.
i
C ,...
:
CJI
'
"•
; ,;
.
•
~
I
j' '
.>
,:\c.l :N· ••. ·
J ['•,
;I
~..
"
\N
C»
'£. "
C»
·I
,
'.} :.\ :J . : ~:\
t;.
~tJ_ • ~·_·_l__ ~ 1 ~.:,., £1i: .:-·)
''·_.,:
~
:''.·~.
r.-:,:
·~~
1,/
N
ij.'f
ft. ,.-; ~·;
'·<>
/:.- •··
~' ,
1
CD
::!,
1 'I
I
I 1
'?
.,• •
~: ,>
,:{(' ,_,; )j;
~
S' :::S ......,
S
or tu I»
CQ - · ;:111;
I»
Kab.Pasamal
!" ,
.-+ I»
'g
Kola Padang
1»
Kola Solok
CQ
a. I»
::s
., I»
'I'
I
i
::!.
Kola Sawahlunto
~
K~ta Pdg.P)g
~
1
Kola Bkttlnggl
I
Pay:k~~buh mI ~=,1 I;· I l :-l_j
, · . ,,
'
Kab. ~O Kot.
~
l
1
1
:
'~
i
~
.. ;)·'
Kab.Agam
,.
I»
CC
- · .•_' ._· J
, ,, .'
....
:J )>
•lo
"' :• :•-
!
C1>
~··
' "' . _, ' .. I -~·· -
r: o0
...
r ' .•,
~
i
i
·
g" .., !L
I. )
.
~,
;:I\
;:I\ 1» CC"
~-·
•
~ .
!r)
;; ;, . 1', ,·
,,·r -:~t
h
.
' .,,_, ~)- :.
i2_
"'
~
'.-
;I
C1)
Do)
)' :i· :~
!:
~·
:,,;_ ".:, ', I . .-r. ,,.;- ·~: ·
a
c ' :
Oi
~
-t
r~ .,
-
1
~
';~, ~;":
f.:,.'(·<( "
Kola Bkttlnggl
,' •
'' \1
•
Kola Pdg P)g
.
:
'
'._
, ~-
'
Kob.Tnh.Dtr
. ·-
~l!?t;-;;,~;1;~,1 ~'
Kola Sawahlunlo
!: I
[
I
;i, •·,: tf ·
.:-'
, . ,.
i
Kab.Solok
II
•I . ·:!$ •-~~
\:f.- _ ;.
Kola Solok
-f
Kab. SwiiSll
!
r. .
I. I . I .. I
., 'ti.
~
'.f.
~·
f : _,. ~ ••t,
~.
C»
::t:" "'P
;~~,t;'~)..~~~-l,'<'lfii~-i'!j. I ! •
I
. ~ t-l -, .
'<
&'
'
I I
,.,. ~·;· ~_f', ~_ :·
0 m
,• l 't
!'.'
1
•:
I
Kep.Mentawai
,
!
Kab.Peseman
Kola Padang
I
I
~
j
i
,
"
'
Cl)
I'
.
--:-- ,,, _J, ·,'-'
C»
,..
I i2,. I ~ ~
1
Kab.50 Kot.
'
J.
1
Kab.Pdg.Pannn
II
··~~.
I
"'C Kab.Pdg.Pannn
"->
'""" 01
.
c: ~
SwiiS' Kab. ll
::t:"
~
C»
Daya Tarik
0
p :... _o 'i-.l _o
01
: I» I
Kep.Mentawal
Kab.SwiiSll
0
o
0
g§g§g§g§
Kab.Solok
.. -------- - --- ..
Daya Tarik 0
00000000
Kab.Peaael
--
!
Pa~~~bh J.,;;..-L,--...Jc.;_,..i. ...:..L..::::.O.~~..:. .J .
~· - ·-·- ·-- ------- --- ---
-----
1
. I
DJ :::S
~
Dl
3: C" m .., ~
._.
Lanjutan Gambar 4.1 Daya Tarik Kabupaten/Kota Bagi Kab. Pasaman 0.2000 0.1800 0.1600 0.1400 0.1200 0.1000 0.0800 0.0600 0.0400 0.0200
---·
·,
.
_.,_.. :
.. ,,
.. ,
r7 ·.. f - ,y. ..... f - " f ~ 1-- r-~- 1--
?"I= '~ ==fl== ·' : '':
.....-.
I I I
1 .!!
!..
..
.ri ><:
.. c
::!;
..
0..
... !il 0
..
<JJ
.ri ><:
=o
j
..
<JJ D
><:
><:
r-
f-
....ri
..
><:
"7-
~
~
. '. -
.. .. ~
0..
..,c. 0..
.. :! .. E
!I
D
.ri "'
><:
.ri ><:
~~
r--:- "-'~ -'- rt{ I - - '.'\ -
Y
c
i
~
- j; ~ tt ----"' ~-~- r r- ~ r- r -
~
0 s:: c
.''
r--
..(!;
I~ ..,...."' c
0
><: 0
..
0..
!! 0 ><:
><:
,, ··-. ,.. ' ........ ~
'·'
-':-"-~ · ··,~~ ,.-~
~
...9.
r-1
<JJ
~~
~
0
•2
.. t· I
"' ~
..,0.....
.. ..
!! 0 ><:
rn
0
><:
:.···
::-rn .
r·· Q
..."' = .. c
Ill
0
><:
~
D
.. E
~ 0..
~
><:
Kabupaten/Kota -
··- --- ---------- - - - - - - - - - -·· ------- ----
- - - - - - - - -·
- - - - ------- · -
Daya Tarik Kabupaten/Kota Bagi Kota Padang 0.3500
- - - - - - - - - - - - - - - - -- -- - - -·-- ------------ - -
0.3000 ~
'i:
ca 1ca >o ca
c
0.2500 0.2000 0.1500 0.1000 0.0500 -~
ii
-"' 0
..
<JJ
.,::
..
0..
ci
:.::
c
:::;; ~
.ri
0
..
.ri ><:
"'' !!? "j
5s::
.ri
I=
:.::
~
..
<JJ
.ri
"' e
.., c
o..
~0..
.."' "'.. E
D
><:
~
ill .ri
~
...... c
E
0..
.ri
~
-"'
.!2
.. 0
~
~
~~
.. :.::
ID.2
<JJ
~
<JJ
..,a
·c.
"'c
~
0..
Ill
0
.!! 0 :.::
.s::;
!!~ 0.><
.,
><: ... 0..
Kabupaten/Kota -
- - - - · · - - - - - - - - - - - - - - - -- - - - - -
- - - - - - - -- - - - -- - - -
Daya Tarik Kabupaten/Kota Bagi Kota Solok 0.3500 0.3000 ~ 'i: 0.2500 ca 0.2000 ca 0.1500 >. ca c 0.1000 0.0500
....
• ;r:
!I c
•
::!;
•
><:
•...
.
0..
.ri ><:
... !il 0
~ D
~
f
~ D
•
><:
l> 0
s:: c
1-: D
~
c ~
• a, ..,0.."'
.
.ri ><:
E
!!. <
.ri
~
!I 0
><:
:i! .ri
~
c
•E : • 0..
.ri
~
S ·
c ..,•"'
c
!J-2
•
0~
0..
><:!
!I
~
<JJ
~
Q
~
"' ~
~
Ill
0..
0..
"'
...
!I
!I
"0 0
><:
~
D
E
•
!I 0
><:
Kabupaten/Kota - ----
.
--- - - -
93
~
0
I
Kab.Pessel 1 ~!¢1
.....
0
80
Ul
0 0
-80
I
I
I
' I
I
0
N
0 ~ 0
Kep.Menlawai
9 .....
0
I
Ul
I
0 0
I
.
0
i
cD)
Kab.Tnh.Dlr
::,;:
1-:"' i>e _'..f\>;·::1';1<1 I . .~ ~ ~.,·;:~d
I
0" 1: "C
D)
OJ
D)
"S' ::::J
D)
(Q
S'
Kola Padang l .''1~,~~:m~l
Kola Solok
Kola Sawahlunlo
Kola Pdg.Pjg
-.a ~
Kola Paykmbh
II
I
I ·•
I ,
m· __
~I
.I I
I
I I
II II I I
l i~~iti ~'Ji.· l
n I I I .':!'.,1 :- I Htli! I
I.
r·/__.j _
-
~; ;}>~ II
S' m ·c ~
... .
I i
~ i ::::J cc II cc
I I
9.....
Ul
80
0
I
0 0
9 .....
~
0
0
N
80
I
~
I
~-
0" 1: "C
--
I
,0:
Kab.Pdg.Parmn
-·.:'1
D)
0" 1: "C
~A-~< '
Kab.Agam
,:
,;:.,_.~:
~-.
D)
"
I
II
,-
. ·;~~r:
· .~..-~ ~ ~ ~
Kab.Pasam1n
' ;
I
~
'
Kola Solok
'
I .. ,'.L ' 'I
!
Kola Bkttinggi 1
I .r.
I
Kola Paykmbh
I ~
."I
I
~
~\
.l
'
I . I
::::!.
'JI:'
I
0" ..."
Kab.Swi/Sjj
I»
·"-
Kab.Tnh.Dlr
0
A
D)
I»
Kab.Pdg.Parmn
c
'0
D)
::::J ...... D)
I
(Q
::::J
Kab.Agam
OJ
I»
-·
CQ
CD
::::J
I
D)
~
0"
I I
0
r• ~
::;,
'" -.," I -"...
D) (Q
~
-f
I»
-"
I
1. j____l __,___l
....
.,
I»
Kab.Solok
~
.,
I I
c
'<
I»
I
Kab.50 Kota
"S'en 0
0
I»
Kab.Pasaman
I»
I
~
I»
Kola Padang
3:
c
I II ! I I I
I
::::J
Kola Solok
0
Kola Pdg Pjy
I
Kola Bkllinggi
I
Kola Pa_ykmbh
I I I i
C» ::I (i) C» .
CT C»
::::J
::::J
I
'
..... ,...c 3
Kab.Pessel
(Q
,.
I
0
Kep.Menlawai
i
i I I
D) I o. D)
-~
:·.:.:'~~\~::lt{~
Kola Padang
,. :-:;. ,.
i
N
-6 Ill
OJ
[ I
·:tr;.~
Kab.SO Kola
0
D)
-.·
.,.
~
::::J
•.
'
0
D)
I
Kola Sawahlunlo
'~ ! -~--- U ~
::,;:
Kab.Tnh.Dir
'
I
... D)
0
D)
I
0
Kab.Pasaman
I
~
I
I
0
,:
cD)
I .. ·..
Kab.Swi/Sjj
I
I
'< D)
·'
I
-· I I ::,;:
Kab.SO Kola
N
0 0
~
Kab.Solok
- -
Kab.Agam
Ul
N
·~~"' '
I I
D)
0
80
0 0
Kab.Pessel
I
D)
::,;:
Ul
:...
i
0" 1: "C
-
Kab.Pdg.Parmn
D)
0
Kep.Menlawai
I
::,;:
S' ::::J
.....
0
I
'< D)
~
I ,'?1 "' -:1
0
80
;
0
I
:::::!. I,
0
0 0
D)
I _"'· I I
0
0 ~
I
N
-t
Kab. Swt/Sjj
Daya Tarik
Daya Tarik
Daya Tarik
C» ::I
I I I '-'< 11; ;.< I -';·;,
l ~l•/..
I
I
Lanjutan Gambar 4.1 Daya Tarik Kabupaten/Kota Bagi Kota Payakumbuh
~
"i:
.....C'll C'll
>-
C'll
c
0.7000 0.6000 0.5000 0.4000 0.3000 0.2000 0.1000
----·
;;;
·~
~
.,::l a.
c.,"'
(/)
.0
.0
,;
..,
"'
"'
~
~
"
><:
5
~
.r.:
...,c
(/)
.0
n
"'
"'
~
~
..
c
E "' 0.,
E
!'l
0>
"' ~
D
0>
"'
u
..
.0
:Jl a. "'
"'
.0
~
(/)
~
~
2c
"' " 01ij
~
"'
~
"'
"'
~
".."'
a.
..
.0
~
a.
go
c
E
0
..;
Pola
Interaksi
Migrasi
~5 I
I
"'
I
~
I
"'
I --- --------~_j
Kabupaten/Kota
4.2.
~
(/)
Interregional
Kabupaten/Kota
Dengan Menggunakan Variabel Kesempatan Kerja Dar hasil regresi dengan menggunakan variabel kesempatan kerja dapat ditafsirkan
sebagai
berikut:
nilai c(1) 1 c(2) 1
merupakan nilai dari parameter a0 1 A 1 a
1
A 1 a adalah parameter dari Pj 1 da PJ 1 dan
dan
f3
f3
1
c(3) dan c(4)
dimana a0 =1og k dan
adalah parameter dari diJ
1
sehingga persamaan regresi tersebut dapat ditulis sebagai berikut:
Log (M if ) = -3,908 + 0,601 Log (LJ + 0,755 Log (L 1 ) - 1,303 Log (d if ) ( -31235) Adjusted menunjukkan
R2
(81345) dari
fungsi
(101607) di
proporsi variasi total
atas
(-111192) adalah
sebesar
variabel dependen
53 132%
yang
dapat
diterangkan oleh variabel bebas 1 dengan kata lain merupakan suatu ukuran kesesuaian garis regresi terhadap data. Hasil regresi tersebut dapat dilihat pada lampiran 3. Dari pengolahan data tersebut 1 ternyata hasil regresi dengan menggunakan variabel jumlah penduduk dengan variabel kesempatan · kerja
tidak
terlalu
jauh
berbeda 1
dimana
koefisien
jarak dengan
meng'g unakan variabel kesempatan kerja adalah sebesar 1 1 30.
95
Ini dapat dikatakan bahwa jumlah pekerja daerah asal (Li) dan jumlah pekerja di daerah tujuan (Lj) berpengaruh positif terhadap migrasi, artinya jika jumlah pekerja daerah tujuan
meningkat,
asa~
maka migrasi juga akan
dan
pe~erja
daerah
meningkat, sedangkan
variabel jarak mempunyai hubungan negatif terhadap migrasi, artinya jika jarak bertambah maka akan mengurangi jumlah migrasi. Nilai t kritis untuk tingkat keberartian 1 °/o dan degree of freedom oo
adalah 2,58. Dari hasil regresi tersebut dapat diketahui bahwa t hitung
dari konstanta Li= 8,34>2,58 berarti bahwa Jumlah pekerja daerah asal signifikan berpengaruh terhadap migrasi, dan t hitung dari konstanta Lj= 10,61 >2,58 berarti bahwa jumlah pekerja daerah tujuan berpengaruh terhadap migrasi, sedangkan t hitung dari konstanta dij= -11,19>-2,58 berarti bahwa jarak berpengaruh terhadap migrasi. Dengan menggunakan variabel kesempatan kerja dapat dilihat bahwa pola interaksi antar kabupaten dan kota mempunyai pola yang sama dengan menggunakan variabel penduduk dimana daya tarik yang paling tinggi adalah kota Padang yaitu sebesar yaitu 2,4363, kemudian kabupaten Solak sebesar 2,3619, kabupaten 50 Kota sebesar 1,8184, kemudian kabupaten Padang Pariaman sebesar 1,4733. Sedangkan daerah yang rendah daya tariknya juga kepulauan Mentawai yaitu sebesar 0,0788, serta kota Sawahlunto sebesar 0,1593. Jadi dengan menggunakan variabel penduduk dan kesempatan kerja memperlihatkan
pola
yang
sama,
hanya terjadi sedikit perbedaan,
dimana dengan menggunakan variable penduduk daya tarik kabupaten Padang Pariaman lebih tinggi dari kabupaten 50 Kota, sedangkan dengan menggunakan variabel kesempatan kerja daya tarik kabupaten 50 Kota lebih tinggi dari kabupaten Padang Pariaman, meskipun perbedaan tersebut sangat kecil sekali. Pola interaksi dengan menggunakan variabel kesempatan kerja memperlihatkan bahwa tujuan penduduk Prop:nsi Sumatera Barat untuk pindah adalah kota Padang, kabupaten 50 Kota dan kabupaten Padang Pariaman. Sedangkan daerah yang bukan merupakan tujuan penduduk untuk pindah adalah kepulauan Mentawai dan kota Sawahlunto.
96
Untuk lebih jelasnya bagaimana pola interaksi interregional di Propinsi Sumatera Barat dapat dilihat daya tarik kabupaten/kota dengan menggunakan variabel kesempatan kerja seperti terlihat pada tabel 4.2, dan juga dapat dilihat melalui grafik pada gambar 4.2
97
Tabel 4.2 Daya Tarik Kabupaten/kota Terhadap Kabupaten/kota Lainnya Dengan Menggunakan Variabel Kesempatan Kerja
Terhadap Kab/Kota( I Kep.Mer 1. Kep. Metawai 2. Pesisir Selatan 0,0097 3. Solak 0,0062 4. Swi/Sijunjung 0,0079 5. Tanah Datar 0,0055 6. Padang Pariaman 0,0058 7. Agam 0,0068 8. 50 Kota 0,0038 9. Pasaman 0,0076 10. Padang 0,0077 11. Solak 0,0038 12. Sawahlunto 0,0057 13. Padang Panjang 0,0033 14. Bukittinggi 0,0033 15. Payakumbuh 0,0018 Jumlah Data diolah
98
0,0788
Swi/Sjj Tnh.Dtr Pdg.Parr Pessel Solok 0,0852 0,1549 0,0684 0,0683 0,1016 0,1775 0,0603 0,0632 0,1068 0,0831 0,0724 0,0963 0,0619 0,0607 0,2396 0,1033 0,0780 0,0445 0,1460 0,0719 0,1181 0,0532 0,1374 0,0386 0,0835 0,0547 0,1161 0,0433 0,0726 0,3179 0,0294 0,0690 0,0382 0,0853 0,0678 0,0550 0,1156 0,0684 0,1199 0,1059 0,0969 0,3784 0,0524 0,0616 0,1544 0,0341 0,3737 0, i010 0,0874 0,0484 0,0456 0,2574 0,1065 0,0928 0,0625 0,0291 0,0871 0,0413 0,2152 0,1046 0,0278 0,0746 0,0381 0,1272 0,0810 0,0143 0,0348 0,0189 0,0460 0,0350 0,6924
2,3619
0,8303
1,2987
1,4783
Daya Tarik Kabupaten/Kota (j) Agam 50 Kota Pasama1 Padang Solok Sawahlu IPdQ.Pjg Bkttingg Paykmbh 0,0836 0,0659 0,0893 0,2177 0,0103 0,0099 0,0084 0,0188 0,0176 0,0769 0,0585 0,0741 0,3109 0,0105 0,0083 0,0085 0,0179 0,0159 0,0570 0,0479 0,0544 0,4237 0,0402 0,0179 0,0088 0,0167 0.0135 0,0613 0,0765 0,0929 0,1692 0,0313 0,0214 0,0121 0,0246 0.0211 0,0719 0,1195 0,1137 0,1391 0,0190 0,0130 0,0441 0,0575 0,0360 0,2227 0,0672 0,0711 0,2466 0,0074 0,0062 0,0152 0,0259 0,0194 0,0659 0,0910 0,1682 0,0072 0,0065 0,0106 0,0211 0.0183 0,0466 0,1042 0,0828 0,0075 0,0062 0,0165 0,0739 0,3687 0,0950 0,1539 0,1350 0,0116 0,0105 0,0180 0,0593 0,0444 0,0737 0,0514 0,0567 0,0138 0,0094 0,0102 0,0186 0,0146 0,0327 0,0487 0,0508 0,1432 0,0314 0,0115 0,0192 0,0141 0,0461 0,0619 0,0707 0,1520 0,0486 0,0113 0,0215 0,0174 0,0510 0,1130 0,0834 0,1126 0,0122 0,0077 0,1015 0,0381 0,0462 0,2289 0,1245 0,0930 0,0092 0,0067 0,0461 0,0935 0,0232 0,6592 0,0538 0,0421 0,0039 0,0031 0,0100 0,0539 0,9878 1 1,8184
1,1306
2,4363
0,2325
0,1593
0,2313
0,5302
0,7328
Gambar 4.2 Grafik Daya Tarik Kabupaten/K ota Dengan Menggunakan Variabel Kesempatan Kerja
.. . . ·-. ----- ---·----·· . - ·-· · -----·--·l
.
Daya Tarik Kab/Kota Bagi Kep. Mentawai
i
0.2500 0.2000
.:.:. 'i: cu Icu >. cu
c
0.1500 0.1000 0.0500
a;
.,::l · n. .0
"'
~
-"' 0
"' '"'
'0
(JJ
~
.0
s:. c 1.0
~
~
"'
~ (JJ
"'
E
"'
5
0 .0
(JJ
"' Jf
n. c ~ .0 E .,n.
~
~
c .0 E
0
~
g>
"' "' ::! "' n.
"'.0
.0
"'
~"'
"'
-"' 0
0
"' "' n. '0
0"'
"'
~
~
0
~
0"'
(JJ
.9 c ::>
"'
"'~ "'
s:.
::>
"' "' E ::> ~~ .0
c 0"' :~
'0
n.
~~
"'
C)
0
(JJ
~
·a.
~
:c
,._
n. "'
~
Kabupaten/Kota ..
-------- - ·-
- - - .-
--·-·---,
I
Daya Tarik Kab/Kota Bagi Kab. Pesisir Selatan
II I
-- - ·- -
0.3500 0.3000 ..:..::: 'i:
0.2500
I-
0.2000
cu >. cu
0.1500
cu
0
0 . 1000
0.0500 'iii ~
!!! c
"'
::; ci
"'
~
-"'
(JJ
~
~
~
.0
"'
~
'"'
..
~ .0 ~
.b
0
.cc
1-
.0
"'
~
c
·E .g~ ~"' '0 0..
..
.."' E
~
<(
.
~ .0
.0 ~
c .0 E
'0
~
0..
.. ...,"' .."'"' "'
0
0..
"'
c
~
~
~
:Q0
(JJ
"'
0
~
.9 c "'
::>
~
~
0~
en "'
a;"'
"'
'0
0..
!!! 0
~
Kabupaten/Kota -
. -·
--- - - - - - ----
-··
--
I
- - - _ _ _ . __ __.J
99
- ·- ----. -----l 0 -0
000
oooo:.=>·-"·. . .
~
Q(J1
01\.l~O')OJ.....II.f\JJ:).(J)
Kep.Menlawai
Kep.Mentawai
Kab.Pessel
Kab.Pessel
c
'<
Kab.Solok
IIJ
Kab.Tnh.Dir
::::!.
.........
~
IIJ
-"
Kab.Pdg.Parmn
C"
"
IIJ
Kab.Agam
IIJ
C"
r::
--"
"'C IIJ CD ::I
OJ
Kab. 50 Kola
IIJ
(Q
"
Kab.Pasaman
IIJ
C"
0
IIJ
-f
Kota Padang
IIJ
=r
c
-... IIJ IIJ
Sawahlunlo
0
o
1
-
CJ1W
" c:
'0
Kab.SO Kola
Ill ..... <1)
::s ~
0 ..... Ill
Kab.Pasaman
i
Kota Paykmbh
-·-I
Ql
:::J G) Ql
Kep.Mentawai
3
Kab. Pessel
c
0"
I "
Ql
~
c IIJ
~
~
Kab.Tnh.Dir
"~
-f ::::!.
IIJ Kab.Pdg.Parmn
a
~
" IIJ
OJ
"
Ill
Kota Padang
Kola Solok
C"
Kab.Agam
~
IIJ
C"
"!'" en
r::
Ill
"'C IIJ
s-::::s
-s-"
Ill
~
~
Kab.SO Kola
lli IIJ
(Q
Kab.Pasaman
0
c: ::s
0 .....en
I
::s
Kolo BkHinggi
Kol.l Paykmbh
I
I
I
~I
(/)
0
.....::sc: (Q
I
1
0
Kola Solak
~
c:
Kota Sawahlunto
"!'" IIJ
Kola Padang
I r r.
!
Kola Sawahlunlo
K~la
Pdg.Pjg
Kola Buliltinggi
.""
~
Kab.Swi/Sli
....j
Ill ':1'
Kolo Pdg.Pjg
Kota Bkttinggi
,...r:::
0
I
I
Kota Pdg. Pjg
0
f'V
Wo
0 0 -o ....... o- _o-"-~ -o-Vl -o -"" 0 01 ...... 01 N01 Vl01-"'01
(Q
Ill C"
IIJ
Kota
.......
Kab.Agam
::I Kota Solak
-o -1\.)
0
Ill
0
1--....,--.,----,--'
CJ1
:::J
Daya Tarik 0
Ill C"
"
Kab.Pdg.Parmn
-.
0
::::!.
IIJ '---~--
0 -o ---"'
Ill
-f
Kab.SwVSli
QI
Ill
IIJ
Kab.Solok
r-
- -·
Daya Tarik
Daya Tarik 0000
- --
0
~-~~
N
Daya Tarik
Daya Tarik 0
00
00
-0 _0-_..f=J~.O (,.)_O (Jl - " (Jl 1\J (Jl Vl (Jl A
0
0
0
1\J
(Jl
Vl
0
0
'
O _a -_. 0
I
(Jl
QI
a.
Daya Tarik
i
0 0 0 _o -_.f=J "N.OW
(Jl - " (Jl
r-
--
-
- - ---
(Jl
(Jl
-"
_0
0 jv _0
1\J
(Jl
c,... Ql
Vl
::::J Kep.Menlawal
I I
j
;
I I I I I
;
Kep.Menlawai
I I .I I .. I. I I I
I
Kep.Menlawai
I I I
~
Kab.Pessel
I I I i 'l l' I ' I I
i
Kab.Pessel
I
I
I
I I
I I
I
I
I ' 'I
II I
.~
'3 Kab.Pessel I' I I
I i I I
I
cr
c
Ql .,
Ill Kab.Solok
1
1
1; 1 1
I
l
C Ill
Kab.SwVSli
I II ' I I ! I I I
Kab.Tnh.Dtr
I
'< ~ Ill ..,
I' I I i
I 1
'
A
A
MD.I'ag.l'armn
U
1
r::r
.§
~» .... ....
Ill
Kol a Solok
Kola Sawahlunlo
Kola Pdg.Pjg
Kola Bkltinggi
o
....
1/. !~': l<-·Tf!:'~ -:·~- t I I
I .-,
l
!
!j
II. .
I.
-..
~» ....
A
...
Ill
0A
:::::_
....
Ill
Kab.Pasaman
.,
Kola Padang ,,-;-. - -
Kola Sawahlunlo
'
' :
D)
;:J\
A
1),)
~
~
" g A 0 !it m
Ill
#.
'
•
.
-
'i-'
,
- · '
.... (l)
::J _
;
.... 1),)
" 1),)
r::r
• ,,
.
·''
Kab.Pasaman
" 0
1),) c.
..
Ill
·,,o>.~ ..•
.·,,:;-·:;\:
Kola Padang
"'0 ::J
)>
Co
~ ~.:;
; · '·,
(Q
(Q D)
·•
I
;,.:
:
3
j
'
:' •.
Kola Solok
l ~~-
'
-'
!
,
!
Kola Sawahlunlo
"tJ
~
:'0
••' ·' •
. . -t <":· •
I
I .· 1
~ Kab.SO Kota
1),)
:
-~
Kab.Agam
C"
.g
r::r
-
:'l;
i '··
r.~
-·
1
•
•. '
C)
3
1),)
::::1
;_;,
I
1
Kola Pdc.Pjg
. •,
::
II
Kola Bkttinggi
1 -~ .
~I
1
A g
A Ill
,
Kola Solok
J
'
~
N
-i
Kab.Tnh.Dtr
;Ill:"
(.Q
"
I
~
,- '
';} ..,
-
....
.I
.l ··
·J
Kab. SwVSli
Ill
Jit m ...
°T
0
~
0
Kab.SO Kola
Cl>
- ·
l
'"'"'"""'" I"W'f'i'f'T111
Kab.Pdg.Parmn
r::r
.§
01 0
I I ' 1'<'1 ;..'I 'HWI-~tl · il
I
'·
'
Kab.Solok
c
Q)
A
,... ..,
Kola Padang
'· · ;
-·
~»
(.Q
0A
Kab.Tnh.Dtr
j I
I
m Ill
Ka::J.Pasaman
·:ot ~ .
I
I
Ill
Kab.Agam
Kab.SwVSli
I
0 ....
Cl>
... :::::_
I
!
~
: -
I .•~--
Kab.Solok
I
;Ill:"
Q)
~»
I
1
i
I
I
Kola Pdg.Pjg
Kola Bkttinggi
1-J I
t,
I .. I
I I
I
I I
p.,:.:~.. ~JJI:~n. IJ
I
p,~:::'" PI:I~,1 IL_____ ------
W
1
_j
r-
QI
Daya Tarik
Daya Tarik 0
0
0
0
0
00 00
~I Kab.Pessel
Kab.Pessel
'-.,......,......,,..-,....;..,.--,-J
cD)
Kab.SwVSli
..... D)
Kab.SwVSli
::::!.
Kab.Tnh .Dtr
"
" D)
Kab.Pdg .Parmn
S'
0"
c:
...
'tl
Kab .Agam
~
Kab.50 Kola
"...
:::s
a Kab.50 Kola
D)
0
(J)
S'
0
0
S'
Kab.Pasaman ,••
0"
r::
...
c.c
CD
"
0
'tl D)
CD
~
Kab.Pasaman
"
I I
~-
.,
•
Kola Solok(
~
:._
~
"}' --
'
..
~;
·t
•
·•.
;•
Kola
Sawahlunto
Kola Pdg .Pjg
Kola Pdg.Pjg
<
Kola Bkttinggi
Kola Paykmbh
0 N
I ____ _ L
0
D)
Kola Bkltinggi
Kola Paykmbh
0
'
CD
co
'< D)
..... D) ::::!.
-·
"...
·'
I I
!
D)
·, J
'
;:ll\ Kab.Pdg.Pannn
I
a.
'
"
D)
...
Kab.Agam
.
-"... D)
CD D)
.•1
co
II
CD
:::s
0
S'
-,
0"
r::
Kab.50 Kola
.
'<eta Padang
~
"
l
D)
0"
I.
0
I
D)
.,
"'C D)
t/1
D)
D)
.
'
:::s
co
I
I
!
Kola Solok
b
I
,.-_. ;
•
~
!
'
Kola Sawahlunto
I Kola Pdg.Pjg
II
'
I I
•-1·
--
-----
IL ____
~-
Kola BkHinggl
Kola Paykmbh
D
'
/
I
II-
&
'
-
3D) :::s
"ll,.
I
.,
.
I
0
"'C
0"
I
I
~
'. ,
"
"~ D)
D)
:'·'
0
cD)
Kab.SwVSli
'tl
, I• .
trr
Kab.Tnh.Dir
D)
•
, 'I
:·
..,Ql
f--.!--.l.-,
0"
'
;..
,
"-..."
"
'
Kola Sawahlunto
3
C"
D)
i
y
I
"
J
f.~ ~;- ,:;~
~
0
::::!.
1..•
11-
Kab.Solok
..... D)
.. ,,
::l (;) Ql
'< D)
I
:
~
c D)
l
•.
1
0
Kola Padang ~I
Kab.Pessel
II
9
Kab.Pdg Prmn
D)
Kab.Agam
CD D)
D)
:::s
~
0
'
Kep.Mentawai
R nb .. l'I
Kab.Tnh.Dtr
0"
D)
rr
Ql
.ooooooo o o
II
I--'-
lk Kab.Solok
'< D)
="'
~
Kep.Mentawaai
l"t
2~8g~~~~~
000000 0 00
. o o oo o o oo
Kep.Mentawai
c
0000000 0 0
U1 0U10U10U10 0 0 0 00 0 00
U1 0 U1 0 U10 U10 00 0000 00 100 0 0 00 00
Kab.Solok
00 0000
0
c, :.....:.....~~i:..vi:..v::..
c, :.....:.....~~t.v i:..v ::..
::l '-'•
Daya Tarik
-,
'
. c.!, I
.1\J ~
~ ---
- --- - -
- -··-
. . ···--
~ --
Daya Tarik
I
0
0 (.11 0
o
0
0
0
r·- ---- - -
o
0
0
o ·o
Daya Tarik
0
0
0 . 0 (.11
0
-
_.
0 . ~ (.11
0
-
N
0
:::s Kep.Mentawai
I
I
c AI
I I
'<
Kab.Solok
AI
Kab .Swt/Sli
:::::!.
I
AI
,:;; Kab.Pdg.Parmn
OJ
AI
Kab.50 Kola
(Q
-·
Kab.Agam
....
"..... .,
...."
0
(I)
::I
AI
AI
Kab.50 Kota
AI
0
OJ
c
Kab.Pasaman
AI
AI
0
AI
c.
Kab.Pasaman
AI ::I
~
~
C)
I
QJ
3
(Q (Q
Kola Solok
.,
I
I
I I
1
Kab.Agam
it
" ::I
I I'
I
Kota Padang
AI
"S' AI
en ~
AI ':1' Kota Padang
::1
Kota Solok
.
.,
f
I
Kota Bkttinggi
Kota Bkttinggi
Kota Paykmbh
I
I
I
I
Kota Paykmbh
... --I
AI
Kab.Pasaman
Kola Pdg .Pjg
i I t___________ ---· •.
""str
0
AI ::I AI
(Q
::r;"
Kab.50 Kota
...... Kota Solok
..,
AI
co
0
s-
AI
-f
OJ t
I
AI
'<
0
I
I l
tr
c
"'0
Kota Pdg.Pjg
'- -
I
Kab.Tnh.Dtr
Kota Sawahlunto
Kola Paykmbh
.,
c AI
I
Sawahlunlo
Kola
c:r QJ
(Q
::I
Kola Padang
·w
c
"'0
"....
(I)
J
I
t
AI
C"
OJ AI co i
Kab.Agam
'
AI
0
0
tr
Kab.Solok
,:; Kab.Pdg .Pannn
C"
AI
AI
'
"..... "
Kab.Tnh.Dtr
tr
,:; Kab.Pdg.Parmn
Kab.Pessel
AI
".... "
Kab.Tnh.Dir
0
I
Kab.Swt/Sli
~
::r;"
i I --· ---- ---------
I
..,
I
AI
Kab.Swt/Sjj
......
I
AI
AI
0 .... AI
I
-f
-f
-"
II
I
'<
::I
,... QJ
0
a.o·_._or,_o 0(.11-"(Jl N(JlW
0
cAI
....AI
0
o
Kep.Menlawai
"'0
.....:::sc
Daya Tarik 0 . N (.11
Kep.Mentawai
c
,..
---
---·
-··
QJ
~ (.11 ~ N N 0 (.11
0 0
·-- -·
r .J
c ::I ..... 0
I _;' -- -····----·
.N
~
Lanjutan Gambar 4.2 Daya Tarik Kab/Kota Bagi Kota Payakumbuh 0.7000 0.6000 ..=.::: ·.:: 0.5000 cu 0.4000 cu 0.3000 >. cu 0.2000 c 0.1000
r i j
~----~~--=____:_:.=....;--'-----,-----'·I
....
1---...:=...----,-----:--=---------i:
~~--~~~~---------! ·
-~ IU
c
"'
::2 0. :..:
"'
$
-""
.9. 0
"'"' a.
(f)
IU
:..:
.0
:..:
.0 IU
,.,. (f)
~ (f) .0 0)
:..:
5.c. c f.0 IU
:..:
c
E
E
IU Ol
a.
< .0
'0
:..:
0)
0>
a.
IU
D" 0)
:..:
l'l 0
:..: 0
"' .0 0)
:..:
c
Ol
c
IU
-"" (f)
"' a.
a.
0)
.0 0)
0
IU
:..:
IU
.!!!
:..:
.9. c
0
0
'0
IU
0 :..:
.!!! 0 :..:
:::>
:c
0)
~
0)
(f)
Ol
a:'
0>
'0
a.
~ :..:
·a, Ol
c E
-""
ID
.!!! 0
:..:
Kabu paten/Kota ----- -· -~
4.3
-~
--~- ~ ~ ---------·------------· ·--
Perkiraan Probabilitas Transisi Dengan menggunakan model Feeney, dapat dihitung perubahan
probabilitas migrasi dari tahun ke tahun berdasarkan data dasar migrasi risen tahun 2000. Forecasting tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana perubahan probabilitas migrasi setiap tahun, sehingga dengan melakukan
forecasting probabilitas migrasi tersebut
dapat diketahui perubahan jumlah penduduk di suatu daerah, sehingga dapat diperkirakan kecenderungan pertumbuhan penduduk di suatu daerah. Dan juga dengan menggunakan model Feeney dapat diperkirakan jumlah penduduk Propinsi Sumatera Barat tiap kabupaten/kota tahun 2001-2010 dengan melihat karakteristik migrasi serta mengabaikan tingkat kelahiran dan kematian seperti yang telah dijelaskan pada bagian metodologi. Dari hasil perhitungan dapat dilihat bahwa selama tahun 20012010 akan terjadi perubahan jumlah penduduk karena adanya migrasi penduduk interregion kabupaten/kota Propinsi Sumatera Barat. Dengan adanya migrasi maka ada daerah yang pertumbuhan penduduknya negatif dan ada daerah yang pertumbuhan penduduknya positif. Dengan model Feeney maka dapat dilihat bahwa kota Padang pertumbuhan
104
I
I
I I
penduduknya selama periode tahun 2001-2010 adalah sebesar 2,37 dan tingkat pertumbuhan penduduk kota Padang adalah paling tinggi diantara kabupaten/kota lainnya. Sedangkan daerah yang paling renclah pertumbuhan penduduknya bahkan nilainya negatif adalah kepulauan Mentawai yaitu sebesar -6,56, dan juga kota Sawahlunto sebesar -2,10. Ini berarti bahwa penduduk kedua daerah tersebut semakin berkurang karena perpindahan penduduk menuju ke daerah yang dominan dan mempunyai daya tarik tinggi. Dari uraian terdahulu pada pola migrasi telah dijelaskan bahwa daerah yang paling rendah daya tariknya adalah daerah kepulauan Mentawai dan kota Sawahlunto, sehingga orang tidak akan tertarik untuk pindah
ke daerah tersebut, dan juga bagi penduduk di kepulauan
Mentawai dan kota Sawahlunto akan mempunyai keinginan untuk pindah keluar guna mencari peluang terutama peluang ekonomi. Dampak yang ditimbulkan dari hal tersebut yaitu perpindahan penduduk karena adailya daya tarik dari suatu daerah terhadap daerah lainnya adalah tidak meratanya persebaran penduduk, dimana daerah yang mempunyai daya tarik yang tinggi akan menjadi tujuan bagi semua penduduk daerah lainnya, sehingga akan terjadi penumpukkan penduduk di satu daerah. Sedangkan daerah yang daya tariknya rendah akan cenderung untuk pindah ke luar, dan juga bagi daerah lain tidak ada yang tertarik untuk pindah tersebut.
Sehingga
daerah
ke daerah yang tersebut
daya tariknya
semakin
sedikit
rendah jumlah
penduduknya, dan ini akan menyebabkan terjadinya ketimpangan dalam persebaran jumlah penduduk. Seperti yang telah dijelaskan pada Feeney ini
digunakan
hanya
bagian
metodologi model
untuk melihat bagaimana
probabilitas
transisi itu berubah setiap tahunnya dengan mengadopsi model markov dan tidai< memperhatikan pengaruh daya tarik daerah asal dan daerah tujuan serta jarak. Namun dengan menggunakan model Feeney ini dapat juga dilihat bagaimana kecenderu11gan migrasi di Propinsi Sumatera Barat.
105
dilihat
Jika
kembali
dari
hasil
perhitungan
maka
dengan
menggunakan model Feeney dapat diketahui perkiraan jumlah penduduk kepulauan Mentawai pada tahun 2001, jumlah penduduk kepulauan Mentawai adalah sebesar 49.317 jiwa dan pada tahun 2010 menjadi 25.582 jiwa, laju pertumbuhan perlahun adalah sebesar -5,56. Kabupaten Pesisir Selatan pada tah.un 2001 jumlah penduduknya adalah 343.225 jiwa, sedangkan pada tahun 2010 menjadi 309.675 dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar -1,03. Kabupaten Solak yang mempunyai daya tarik yang tinggi, pertumbuhan penduduknya juga negatif, hal ini karena dalam model Feeney, perkiraan dilakukan dengan menggunakan data migrasi risen tahun 2000, serta dilakukan perkiraan dengan menggunakan teori markovian transition probabilitas, jadi dalam model Feeney ini tidak diperhatikan jumlah penduduk daerah asal dan daerah tujuan serta jarak. Jadi dengan menggunakan model Feeney ini tidak
dapat dijelaskan
bagaimara
perpindahan
arah
penduduk
itu
menurut daya tarik suatu daerah, tapi hanya dengan melihat perubahan probabilitas
transisi
saja.
Sehingga
ada
daerah
yang
dengan
menggunakan model interaksi spasial gravity mempunyai daya tarik yang tinggi, tetapi jumlah penduduknya malahan semakin berkurang. Sedangkan Kabupaten Sawahlunto Sijunjung pada tahun 2001 jumlah penduduknya adalah sebesar 272.673 jiwa dan pada tahun 2010 menjadi 282.429 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,35. Kabupaten Tanah Datar pada tahun 2001 jumlah penduduknya sebesar 290.811 jiwa dan pada tahur. 2010 dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar -0,96. Dan kemudian kabupaten Padang Pariaman pada tahun 2001 jumlah penduduknya sebesar 381.442 jiwa dan pada tahun 2010 jumlah penduduknya menjadi 368.794 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar -0,34. Kabupaten Agam pada tahun 2001 jumlah penduduknya sebesar 371.710 jiwa, dan pada tahun 2010 menjadi 383.808
jlwa
dengon
laju
pertumbuhan
penduduk
sebesar
0,32.
Kabupaten 50 Kota pada tahun 2001 berjumlah 275.846 jiwa dan pada tahun 2010 menjadi 264.295 jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar -0,43. Sedangkan kabupaten Pasaman pada tahun 2001 jumlah penduduknya adalah 445.540 jiwa, dan pada tahun 2010 menjadi
106
438.628 dengan laju pertumbuhan sebesar -0,16. Kota Padang yang juga r,empunyai daya tarik paling tirggi ternyata tingkat pertumbuhan pendu:luknya
periode
tahun
2001-2010
paling
tinggi
dibandingkan
dengcl daerah lainnya cimana laju Jertumbuhan penduduknya adalah sebes::: 2,37. Sedangkan kota Solok juga mempunyai pertumbuhan pendLJuk yang juga bernilai negatif yc:itu sebesar -0,41. ~ota
Sawahlunto yang juga daya tariknya rendah selain kepulauan
Mente: .vai menunjukkan laju pertumbuhan penduduk yang sang at rendah yaitu sebesar -2, 10. Dim ana pad a :a hun 2001 jumlah pendudui
dan
pada
tchun
2010
menjadi
36.041.
Ir.i
:nent.J-jukkan bahwa banyak pendudJk kota Sawahlunto tersebut yang :Jindc:;...
ke
daerah
lain,
sehinggc:
jumlah
penduduknya
semakin
:Jerk~.:-ang.
Berbeda dengan kota Padang P::njang yang ternyata tidak memiliki daya :arik yang tinggi sebagai tem:at tujuan pir.c!ah, namun dengan 'llen~;unakan
model
Feeney
i::ju
pertumbuhan
penduduknya
menL -jukkan nilai positif, ini berart kota Padang Panjang merupakan daerc:- tempat tujuan orang pindah, ;al ini karena kota Padang Panjang yang etaknya berada di persimpan;an, sehingga memungkinkan bagi oran; untuk pindah ke kota Padang .=>anjang karena berada di tengahtengc:: Propinsi Sumatera Barat. Kota Bukittinggi yang dikena sebagai kota wisata ternyata laju 1
pertL 1buhan
penduduV.nya
juga
sangat
rendah,
dimana
laju
oert:...lbuhan penduduknya sebesar -J,25, hal ini karena karakter orang Buki __ nggi
yang
memang
men- _ngkinkan sekali bagi
rata-r::ta penduc~k
pedagang,
sehingga
sangat
kota Bukittinggi untuk pindah,
kare-.3 pekerjaan mereka yang terwtama adalah pedagang. Demikian juga jengan kota Payakumbuh ya;-g laju pertumbuhan penduduknya juga :ernilai negatif yaitu sebesar
-J,67.
Untuk lebih jelasnya bagaim21a perkiraan jumlah pertumbuhan pend:..duk serta laju pertumbuhan penduduk setiap daerah dengan menggunakan model Feeney dapat ki:a lihat pada tabel 4.3.
107
Secara keseluruhan dari laju pertumbuhan
penduduk dengan
menggunakan model Feeney dapat kita lihat bahwa daerah yang laJ.u pertumbuhan penduduknya bernilai positif dan berarti daerah terseb..Jt tujuan
menjadi
bagi
penduduk
untuk
pindah
yaitu
kota
Padang,
Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, kabupaten Agam, dan kota Padar:.g Panjang. Sedangkan daerah yang laju pertumbuhannya. paling yang
renda~
berarti banyak penduduk daerah tersebut melakukan migrasi
keluar, dan juga daerah tersebut tidak menjad1 tujuan bagi orang untUJk pindah adalah kepulauan Mentawai, kota Sawahlunto. Untuk dapat mengetahui bagaimana perkiraan probabilitas trans:si Propinsi Sumatera Barat periode 2001-2010, maka dapat kita lihat paca lampiran. Dimana
dengan menggunakan
model
gravity dapat diketah ..Ji
daerah yang dominan dan mempunyai day a tarik yang tinggi bagi daerc:;, lain untuk pindah ke daerah tersebut. Adapun daerah yang mempuny:i daya tarik yang tinggi yaitu kota Padang, kabupaten Solok, Kabupate:1 Padang Pariaman, sedangkan dengan menggunakan model Feeney yar.·g menggunakan probabilitas transisi diketahui bahwa daerah yang menjc:ji tujuan pindah bagi penduduk adalah kota Padang, kabupaten Sawahlun:::> Sijunjung dan kabupaten Agam, memang dari hasil tersebut terjc:::i perbedaan namun setidaknya dapat memberikan gambaran kepada ki:::a bagaimana pola migrasi interregional kabupaten/kota Propinsi Sumate.--a . Barat. Sedangkan daerah yang mempunyai day a tarik yang rend a., dengan menggunakan gravity model adalah kepulauan Mentawai dc:1 juga kota Sawahlunto, dan dengan menggunakan model Feeney jus,a dapat dilihat bahwa probailitas transisi yang paling rendah bagi pendudLk untuk pindah adalah kepulauan Mentawai dan kota Sawahlunto, dan ini menunjukkan hasil yang sama ciengan menggunakan gravity model dan model
Feeney.
Jadi
dengan
mempelajari
pola
interaksi
migrasi
interregional Propinsi Sumatera Barat dapat diketahui mana daerah yang dominan dan mempunyai daya tarik yang tinggi sehingga probabilitas transisi bagi penduduk juga tinggi ke daerah tersebut, serta dapat diketahui mana daerah yang mempunyai daya tarik yang rendah sert:a
HA
daerah yang probabilitas transisi penduduk untuk pindah ke daerah tersebut rendah. Implikasinya terhadap
daerah
adalah yang
bagaimana daya
kebijakan
tariknya
rendah
yang
akan
tersebut
diambil sehingga
probabilitas transisi bagi penduduk untuk pindah ke daerah tersebut juga rendah dan bagaimana kebijakan yang harus diambil sehubu;,gan dengan terjadinya pemusatan penduduk ke satu daerah.
109
Tabel 4.3 Perkiraan Pertumbuhan Penduduk Dengan Menggunakan Model Feeney dan Markov
'\
.--· Kab/Kota I
Kep. Mentawal
Tlhun
Markov
Foonoy
Kab.Pesisir.Selatan Markov
Foonoy
Kab. Solok Markov
Kab. Sawahlunto/Sjjg Kab. Tanah Datar
Foonoy
Markov
Foonoy
Markov
381.442
Kab. Lima Puluh kota
Foonoy
Markov
373.947
273.910
335.986
367.961
367.563
275.091
332.994
332.311
361.999
361.249
276.219
276.300
282.638
281.995
377.987
377.371
376.251
376.630
271.973
271.868
36.895
329.725
328.604
356.204
355.008
277.299
277.419
280.093
279.028
376.977
375.973
377.441
378.033
270.733
270.565
34.997
34.298
326.525
324.867
350.569
348.846
278.332
278.498
277.635
276.056
376.033
374.560
378.500
379.357
269.516
269.278
2007
32.807
31.880
323.392
321.104
345.091
342.763
279.322
279
~3G
275.258
?73 075
375.153
373.133
379.441
380.588
268.324
268.006
2008
30.801
29.628
320.327
317.314
339.766
336.764
280.271
280.536
272.962
270.088
374.333
371.695
380.278
381.734
267.156
266.750
2009
28.964
27.532
317.327
313.503
334.589
330.848
281.182
281.500
270.744
267.099
373.573
370.247
381.023
382.805
266.012
265.513
2010
27.280
25.582
314.392
309.6'/t>
329.556
325.020
282.058
282.429
268.600
264.109
372.869
368.794
381.686
383.808
264.890
264.295
!:a_iul:>E!rtumb
-5,9212
-6,5638 -0,877456 -1,0286285 ·1 ,434718] -1,5733135
0,338394
0,3515392
-0,794503
2002
45.935
45.879
339.743
2003
42.835
42.672
336.333
2004
39.992
39.681
2005
37.385
2006
Data diolah
I Ill
343.225 339.625.
273.929 275.137
287.994
287.889
380.217
285.270
21\4.949
379.066
380.109 378.751
371.710
371.710
275.846
373.404
373.4 79
274.530
374.911
375.115
273.239
Feeney
374.092
343.225
381.4
Markov
272.673
49.317
290.811
Foonoy
380.398
49.317
290.811
Markov
380.398
2001
272.673
Foonoy
Kab. Padang Pariamar Kab. Agam
275.846 274.510 273.18tl
-0,963117 -0,227317 -0,3372059 0,264843 0,3202845 -0,405281 -0,4277684
Tabcl 4.3 ( lanjutan) Kab/Kota/ Tahun
' ...-·
Kab.Paaaman Feeney Markov
Ko~~
Padang
Markov
Feeney
Kota Solak Markov Feeney
Kota Sawahlunto Markov Feeney
Kota Pd! .Panjang Kota Bukittinggi Markov Feeney Markov Feeney
Kota Pay_akumbuh Markov Feeney
2001
445,540
445,540
2002
44!i, 1:m
44r•. on1
2003
444,726
2004
444,313
443,887
708,619
714,163
42,951
42,714
41,887
41,552
37,444
37,545
77,733
76,233
85,921
85,423
2005
443,896
443,184
724,469
733,544
42,995
42,590
41,143
40,599
37,800
37,952
77,097
74,687
85,663
84,843
2006
443,477
442,411
739,746
753,165
43,016
42,397
40,454
39,660
38,124
38,330
76,573
72,987
85,425
84,214
2007
443,056
441,567
754,4'12
772,947
43,017
42,133
39,U1G
3U,734
38,420
38,677
76,146
71,243
85,206
83,532
2008
442,633
440,654
768,673
792,870
43,001
41,801
39,224
37,822
38,690
38,990
75,800
69,478
85,004
82,799
2009
442,210
439,674
782,371
812,910
42,969
41,403
38,677
36,924
38,937
39,271
75,524
67,677
84,820
82,016
2010
4-41,787
438,628
705,585
fJ3,045
42,925
40,942
38,171
36,041
39,163
39,519
75,308
65,850
84,C51
81,186
Laju Portumbuh1 ·0.084592 -0.156354 1.908763 2.3688627 0.064037 -0.40894 -1.53054 -2.10472 0.80111 Data diolah
0.8916
111
444,515
657,340 o
n•. lm4
692,167
657,340 lllll,04:1
694,990
42,651 4;..o,fll:l
42,882
42,651 4 ... ,14!.
42,766
44,484 4:1,!.!,:1
42,688
44,484 4 :1,41!!.
42,517
36,148 :1n.n:.o:1
37,053
36,148 :lO,Il4/.
37,108
80,514 /0,4111
78,499
80,514 /0,1 !,()
77,722
86,823
86,823
IHl, !,()()
U0,414
86,200
85,947
-0.66845 -2.01052 -0.25335 -0.67129
BABV KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
Bab V yang merupakan bagian akhir dari penulisan thesis ini berisikan kesimpulan yang diambil dari hasil analisis yang telah dilakukan dan juga implikasi kebijakan sehubungan dengan kesimpulan dari hasil analisis.
5.1 Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan menganalisis pola migrasi
interregional
kabupaten/kota
Sumatera
Propinsi
Barat,
mengingat studi yang dilakukan ini terbatas hanya untuk perpindahan antar daerah
di
Propinsi
Sumatera
Barat, maka
kesimpulan
yang
dikemukakan disini mungkin tidak berlaku untuk daerah lainnya di Indonesia, terutama mengenai besarnya koefisien jarak. Hasil penelitian secara empiris menunjukkan bahwa faktor jumlah penduduk di daerah asal dan daerah tujuan serta jarak berpengaruh terhadap migrasi di Propinsi Sumatera Barat, ci mana jarak mempunya: pengaruh yang negatif terhadap migrasi, sedangkan jumlah penduduk daerah asal dan daerah tujuan mempunyai pengaruh positif terhadap migrasi. Artinya adalah semakin jauh jarak dcri satu daerah ke daerah lainnya akan mengurangi angka migrasi
sedan~
bila jaraknya semakin
dekat maka akan menyeb-abkan kecenderunga1 orang untuk melakukcn migrasi semakin tinggi. Dan juga
di~etahu!
bahNa kesempatan kerja jugc
berpengaruh terhadap migrasi. Pola migrasi itu cenderung terjadi ke daerah yang mempunyai daya tarik yang tinggi, yang dapat dilihat dari faktor jumlah penduduk di daerah tujuan dan juga jarak yang akan mempengaruhi orang untuk pindah ke daerah tersebut. Karena dengal"1 tingginya jurr.iah penduduk di daerah tujuan maka akan menjadi daya tarik sendiri bagi orang untuk pindah ke daerah tersebut dan dengan tingginya jumlah penduduk di daerah tujuan berarti juga banyak peluang baik itu dari peluang ekonomi maupun dengan alasan mendapatkan pelayanar yang lebih.
Dengan melihat pola migrasi tersebut dapat diketahui daerah kabupaten/kota di Sumatera Barat yang mempunyai daya tarik yang tinggi sehingga menjadi dapat diketahui
tujuan bagi penduduk untuk pindah, dan juga
daerah ya!'lg
mempunyai
daya tarik yang
rendah
sehingga orang tidak mempunyai keinginan untuk pindah ke daerah tersebut, dan penduduk yang ada di daerah yang mempunyai daya tarik yang rendah tersebut akan cenderung untuk pindah ke daerah lain terutama ke daerah yang mempunyai daya tarik yang tinggi. Namun ada beberapa permasalahan yang muncul akibat adanya mobilitas
perilaku
perpindahan
penduduk
penduduk,
ini
sehingga
yaitu
akan
tujuan
orang
pemusatan
terjadi
untuk pindall akan
mengarah pada satu daerah yang memang secara kebetulan mer11punyai daya tarik yang tinggi bagi semua daerah, sehingga pertumbuhan penduduk daerah yang menjadi tujuan orang untuk pindah akan semakin tinggi, sedangkan daerah yang daya tariknya rendah akan cenderung untuk
melakukan
penduduknya
migrasi
mejadi
ke
rendah
daerah
lain,
bahkan
sehingga
nilainya
pertumbuhan
negatif,
hal
ini
menyebabkan ketimpangan dan tidak meratanya distribusi penduduk, sehingga
daerah
yang
semakin
tinggi
daya
tariknya
dari
segi
pembangunan akan semakin bertambah maju sedangkan daerah yang daya tariknya rendah, penduduk di daerah tersebut akan cenderung untuk pindah sehingga daerah tersebut akan semakin terbelakang dan hal ini juga akan menyebabkan ketimpangan dalam perekonomian antara daerah yang menjadi tujuan b3gi penduduk untuk pindah dengan daerah yang cenderung ditinggalkan oleh penduduknya. Untuk melihat pola
interaksi migrasi interregional di Propinsi
Sumatera Barat dalam thesis ini digunakan model gravity, sehingga bisa dilihat kemana tujuan penduduk kabupaten/kota untuk pindah, hal ini karena adanya daya tarik dari suatu daerah terhadap daerah lainnya. Dengan menggunakan gravity model dilihat faktor penduduk daerah asal dan daerah cujuan serta jarak yang menghubungkan antara keduanya, sehingga dapat dihitung daya tarik suatu daerah terhadap daerah lainnya. Dan juga digunakan variabel kesempatan kerja untuk melihat pola interaksi migrasi tersebut. 113
Sebagai
pembanding dari gravity model ini digunakan model
Feeney untuk menghitung perubahan probabilitas transisi dari ·.vaktu ke waktu, sehingga dengan model Feeney dapat diketahui jumlah penduduk sampai tahur 2010, dan juga dapat diperkirakan probabilitas transisi sampai
t~h:..Jr
2010.
Dengar
menggunakan variabel jumlah penduduk dapat dilihat
bahwa kecenderungan pindah atau tujuan utama penduduk Sumatera Barat untuk :::>indah adalah kota Padang, walaupun tidak bagi semua daerah kota Fadang adalah kota yang mempunyai daya tarik yang tinggi. Tingginya daya tarik kota Padang disebabkan karena kota Padang adalah ibukota Propirsi. Bagi ke:::>ulauan Mentawai tujuan utama untuk pindah ac:::lah kota Padang, kabL :>a ten Solok dan yang day a tariknya paling rendc:h adalah kota Padang =>anjang. Tujuan utama kabupaten Pesisir Selat21 adalah kota Padang can kabupaten Solok, sementara daerah yang dayc: tariknya paling rendar adalah kepulauan Mentawai. Sedangkan Kabupa:en Solak tujuan
utam:
untuk pindah adalah
ke kota
Padang,
kem:Jdian
ke
kabupaten Pc: jang Pariaman, dan day a tarik yang paling rerdah bagi kabupaten Sc ok juga kepulauan Mentawai. Bagi kabupaten Sc: .vahlunto Sijunjung tujL an utama untuk pindah adalah kota Padang dan kabupaten Solak, dan deya tarik yang paling rendah adalah kepulauan t•1entawai. Untuk kabupc::en Tanah Datar daerah yang daya tariknya
pal'~g
tinggi
adalah kota Fauang dan kabupaten Solak, can daya tarik y219 paling rendah juga k2pulauan Mentawai. Kabupc::en Padang Pariaman mempunyai kecenderung21 pindah yang utama
~ ..Jga
ke kota Padang, dan ke kabupaten Agam, dan day a
tarik yang pa -ng rendah adalah kepulauan Mentawai. Sedangkan untuk kabupaten Agam tujuan utama bagi penduduknya untuk pindc:h adalah ke kabupaten Padang Pari:3man, kemudian tujuan berikutnya baru kota Padang, dan daya tarik yang paling rendah juga kepulauan t-1entawai. Daerah yang mempunyai daya tarik yang paling tinggi bagi Kabupaten 50 Kota juga bukan kota Padang melainkan kota Payakumbuh, tujuan berikutnya baru kota Padang, dan daya tarik yang paling rendah adalah kepulauan Mentawai. Dan untuk kabupaten Pasaman daerah tujuan bagi
.
1 1 .,.A
penduduknya untuk pindah adalah ke kota Padang dan ke kabupaten Padang Pariaman, dan daya tarik yang paling rendah adalah kepulauan Mentawai. Bagi kota Padang sendiri daerah yang menjadi tujuan utama bagi penduduknya untuk pindah adalah ke kabupaten Solok dan ke kabupaten Padang Pariaman, dan daya tarik yang paling rendah juga kepulauan ivientawai. Bagi kota Solok daya tarik yang paling tinggi juga bukan kota Padang melainkan ke kabupaten Solok dan kemudian baru ke kota Padang, dan daya tarik yang paling rendah juga kepulauan Mentawai. Dan untuk kota Sawahlunto tujuan utama bagi penduduknya untuk pindah juga bukan ke kota Padang melainkan ke kabupaten Solok kemudian baru ke kota Padang sedangkan daya tarik yang paling rendah adalah kepulauan Mentawai. Sedangkan bagi kota Padang Panjang daerah yang menjadi tujuan utama bagi penduduknya l.int 1Jk pindah adalah ke kota Padang dan ke kabupaten Padang Pariaman. Penduduk Kota Bukittinggi mempunyai kecenderungan pindah ke kota Padang dan ke kabupaten Tanah Datar. Sedangkan bagi kota Payakumbuh daya tarik yang paling tinggi adalah ke kota Padang dan ke kota Bukittinggi. Secara keseluruhan maka daerah yang daya tariknya paling tinggi dengan menggunakan· variabel penduduk adalah kota Padang, kabupaten Solok dan kabupaten Padang Pariaman, dan ini adalah daerah yang c0minan di Sumatera Barat. Sedangkan daerah yang daya tariknya paling rendah adalah kepulauan Mentawai dan kota Sawahlunto. Dengan menggunakan variabel kesempatan kerja memperlihatkan pola yang sama dengan menggunakan variabel jumlah penduduk, dimana tujuan utama penduduk untuk pindah adalah kota Padang, kabupaten Sawahlunto, dan terjadi sedikit perbedaan dimana dengan menggunakan variabel kesempatan kerja tujuan berikutnya adalah kabupaten SO Kota, sedangkan dengan menggunakan variabel jumlah
penduduk adalah
kabupaten Padang Pariaman, namun perbedaan itu kecil sekali. Dengan
menggunakan model
Feeney dapat diketahui bahwa
sampai periode tahun 2010 daerah yang paling tinggi pertumbuhan
115
penduduknya adalah kota Padang, kabupaten Sawahlunto Sijunjung dan kabupaten Agam, sedangkan daerah yang pertumbuhan penduduknya rendah adalah kepulauan Mentawai dan kota Sawahlunto. Dari penjelasan tersebut dapat kita ketahui bahwa daerah yang dominan di Propinsi Sumatera Barat adalah kota Padang, kabupaten Solak dan kabupaten Padang Pariaman, sedangkan daerah yang daya tariknya rendah dan cenderung untuk ditinggalkan oleh peilduduknya adalah kepulauan Mentawai dan kota Sawahlunto, hal ini disebabkan karena letak Mentawai yang sangat jauh
dan juga karena
sarana
transportasi yang sangat terbatas, dimana untuk menuju ke Mentawai itu hanya dengan menggunakan kapal yang frek11.rensi perjalanannya hanya satu kali seminggu, dan juga karena sarana infrastruktur di daerah kepulauan Mentawai itu sangat terbatas sekali, demikian juga dengan kota Sawahlunto. Pola spasial arus migrasi tersebut juga merupakan suatu ir.dikasi adanya kesenjangan pembangunan antara kota Padang dan Kabupaten Solak dengan kepulauan Mentawai dan kota Sawahlunto. 5.2 Implikasi Kebijakan Kebijaksanaan pemerintah dalam mengatasi atau menurunkan dampak dari migrasi terhadap pembangunan di daerah Sumatera Barat telah dilakukan semenjak tahun 1960-an (Bachtiar, 1990: 128). Diantara kebijaksanaan
tersebut
adalah
melalui
program
transmigrasi
dan
pembangunan wi!3yah terpadu dengan pusat-pusat pengembangc:nnya. Selama periode 1961-1971 telah ditempatkan sebanyak 1.867 ke;uarga di tiga daerah yang potensial untuk dikembangkan, yaitu kabL.paten Pesisir Selatan, Pasaman dan Sawahlunto Sijunjung. Jumlah ini terus meningkat dan pada periode 1971-1980 telah mencapai 6.638 ketuarga dengan 28.157 orang anggota keluarga. Kebijaksanaan
pemerintah
ini
ditujukan
bukan
hanya
untuk
meningkatkan produksi sektor pertanian tetapi juga untuk meningkatkan pemerataan. Dengan adanya peningkatan peranan se:ktor pertanian di daerah pedesaan diharapkan dapat mendorong peningkatan pendapatan,
116
penyerapan tenaga kerja dan pada gilirannya akan mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat di daerah pedesaan. Namun pada saat ini program pemerintah di bidang transmigrasi ini
lagi
tidak
karena
dilaksanakan
Program
dalam
tidak tertuang
Pembangunan Daerah Propinsi Sumatera Barat. Untuk itu pemerintah perlu kembali melaksanakan beberapa kebijakan yang dapat mengatasi masalah kependudukan ini karena dengan kebijakan dari pemerintah daerah ini setidaknya dapat mengatasi permasalahan yang akan dihadapi oleh Propinsi Sumatera barat berkaitan dengan permasalahan penduduk terutama masalah migrasi. Rekomendasi yang diajukan sesuai dengan hasil penelitian ini yang migrasi dan masalah
lonjakan
dapat mengatasi masalah
sekiranya
keterbatasan kesempatan kerja antara lain:
1. Penciptaan keseimbangan ekonomi yang memadai antara daerah yang
mempunyai
daya
tarik yang
daya
tarik
yang
mempunyai
rendah,
daerah
dengan
tinggi
tujuannya
yang untuk
adalah
mengurangi migrasi yang terkonsentrasi ke d2erah yang mempunyai daya tarik yang tinggi. Titik berat dari usah2 tersebut harus diletakkan pada pembangunan pada daerah yang mempunyai daya tarik yang rendah, perluasan industri kecil ke seluruh daerah dan peninjauan kembali
orientasi
kegiatan
ekonomi
se~a
investasi
social
yang
ditujukan bagi daerah yang memiliki daya tcrik yang rendah.
2. Pengurangan laju pertumbuhan penduduk melalui upaya pengentasan kemiskinan absolut dan perbc::kan cistribus: pendapatan, yang disertai dengan penggalakan program keluarga berencana dan penyediaan pelayanan kesehatan terutama untuk daerah yang mempunyai daya tarik yang rendah. 3. Pelaksanaan terpadu
yang
program
transmigrasi
mempunyai
kaitan
dan
pengembangan
sektoral
dan
regional,
wilayah artinya
penempatan lokasi transmigrasi perlu dikaiti
pemerataan
baik
wilayah terpadu ini diharapkan
dari segi jumlah
penduduk
dan juga
117
pembangunan antara daerah yang daya tariknya tinggi dengan daerah yang daya tariknya rendah. 4. Tesis ini
merupakan langkah awal
untuk penelitian
lebih lanjut
sehubung2 n dengan aplikasi gravity model, untuk itu dalam penelitian lebih lanju: perlu lebih dikembangkan dengan menggunakan variabelvariabel
lcinnya
yang
relevan
seperti
infrastruktur untuk melihat konsistensi
variabel
industri,
kondisi
dengan daya t:arik suatu
daerah, dimana dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah dengan n-enggunakan variabel jumlah penduduk dan kesempatan kerja. Dar juga untuk penelitian lebih lanjut dengan menggunakan model Mar-
118 /
\
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Sabir:
Penduduk dan
Pembangunan Ekonomi,
Makalah,
Lembaga Demografi UI, Jakarta, 1990
Ali, Azril Saidina: Profil Kependudukan Sumatera Barat, Lembaga Der11~rafi
UI, Jakarta, 1986
BPS: Penduduk Sumatera Barat, Hasil Sensus Penduduk Tahun 2000, Jakarta, 2001
BPS: PDRB KabupatenjKota di Indonesia 1997-2000, Jakarta, 2000
BPS: Laporan perekonomian Sumatera Barat 2000
BPS:
Estimasi Fertilitas, Mortalitas dan Migrasi,
Hasil Sensus
Penduduk Tahun 2000
Bappeda Propinsi Sumatera Barat: Sumatera Barat Dalam Angka 2000
Bachtiar, Nasri: Migrasi Internal di Sumatera Barat Suatu Ana/isis Faktor-Faktor
yang
mempengaruhi
Kemungkinan
Orang Pindah Dari Kabupaten ke Kotamadya, Thesis
Magister
Kependudu kan
dan
Tenaga
Kerja,
Universitas
Indonesia, Jakarta, 1990
Chotib:
Inter
Provincial
Migration
in
Indonesia
1990-1995:
Aplication of Spatial Interaction Model Using the 1995 Interc~nsal
Population,
Population
Volume
7
Survey
Number
1,
Data,
2001,
Jounal
Of
Demographic
Institute, Faculty of Economics, University of Indonesia, Jakarta
Chotib: Tinjauan Ekonometrika Model Migrasi dan Pembangunan Regional di Indonesia, Warta Demografi, Tahun ke 33 No. 4, 2003, LD-FEUI, Jakarta
E.Haynes, Kingsley, Forthe:-ingham, A. stewart: Gravity and Spatial Interaction
Models,
Third
Printing,
Sage
Publication,
Califorina, 1988
Faturochman dkk (Editor): Dinamika Kependudukan dan Kebijakan, Pusat
Studi
Kependudukan
dan
Kebijakan
Universit:::s
Gadjah Mada, Jogjakarta, 2004
Hasan, M.Iqbal: Pokok-pokok Materi Teori Pengambilan Keputusan, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002
Jhingan, M.L: Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan,
(Cetak:::~
ketujuh), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999
Mantra, Ida Bagoes: Demografi Umum, (Edisi kedua), Pustaka
Pela~:::r
Offset, Jogjakarta, 2003
Nairn, Mochtar: Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau, (Cetak:::1 Kedua), Gadjah Mada University Press, Jogjakarta, 1984
Pelly,
Us man:
Urbanisasi dan Adaptasi, Peranan
Minangkabau
dan
Mandailing,
Penerbit
Misi Budaya PT.
Pustc:
LP3ES Indonesia, Jakarta, 1994
Plane, David. A, Rogerson, Peter. A: The Geographical Analysis of Population With Aplication to Planning and Business, John Wiley and Sons, Inc, New York, 1994
Richardson, Harry.W: Regional Economics, University of Illinois Press, Los Angeles, 1978
Dasar-dasar
Harry.W:
Richardson,
Terjemahan
Ilmu
Ekonomi
Paul Sitohang, Edisi Revisi
Regional,
2001, Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2001
Rogers,
Andrei:
Regional
Population
Projection
Models,
Sage
Publication, California, 1985
Tarigan, Robinson: Perencanaan Pembangunan Wilayah, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta, 2004
Todaro, Michaei.P: Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, (Edisi ketujuh), Penerbit Erlangga, Jakarta, 2000
Weeks, John.
R:
Population An Introduction to
Issues,
Wadsworth
Publishing
Concepts and
Company,
Belmont,
California, 1994
Yosephine, Susanne: Faktor-Faktor Penentu Migrasi Masuk dan Migrasi Keluar an tar Propinsi di Indonesia, Skripsi Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta, 1989
Lampiran 1 Variabel-variabel yang di Estimasi Dengan Gravity Model No
Asal
1 Mentawai 2 Mentawai 3 Mentawai 4 Mentawai 5 Mentawai 6 Mentawai 7 Mentawai 8 Mentaw::.~i 9 Mentawai 10 Mentawai 11 Mentawai 12 Mentawai 13 Mentawai 14 Mentawai 15 Pessel 16 Pessel 17 Pessel 18 Pessel 19 Pes~el 20 Pessel 21 Pessel 22 Pessel -23 Pessel 24 Pessel 25 Pessel 26 Pessel 27 Pessel 28 Pessel 29 Kab.Solok 30 Kab.Solok 31 Kab.Solok 32 Kab.Solok 33 Kab.Solok 34 Kab.Solok 35 Kab.Solok 36 Kab.Solok 37 Kab.Solok 38 Kab.Solok 39 Kab.Solok 40 Kab.Solok 41 Kab.Solok 42 Kab.Solok 43 Swi!Sijunjung 44 Swi!Sijunjung 45 Swi/Sijunjung 46 Swi/Sijunjung 47 Swi!Sijunjung 48 Swi!Sijunjung 49 Swi!Sijunjung 50 Swi!Sijunjung 51 Swi/Sijunjung 52 Swi/Sijunjung 53 Swi!Sijunjung 54 Swi/Sijunjung 55 Swi!Sijunjung 56 Swi/Sijunjung 57 Tanah Datar 58 Tanah Datar 59 Tanah Datar 60 Tanah Datar 61 Tanah Datar 62 Tanah Datar
308 137 328 63 257 2512 35 154 673 9 2 13 37 7 53 549 459 141 287 189 120 238 3905 122 29 80 175 115 10 290 926 831 568 327 519 1133 3051 1966 181 163 226 111 9 64 382 424 192 188 102 908 1452 384 413 200 187 77 3
Swi/S~uniung
Tanah Datar Pdg Pariaman A gam 50 Kota Pasaman Padang Solok Sawahlunto Pdg Pjg Bukittinggi Payakumbuh Mentawai Kab.Solok Swi/Sij_unjung Tanah Datar Pdg Pariaman Agam 50 Kota Pasaman Padang Solok Sawahlunto Pdg Pjg Bukittinggi Payakumbuh Mentawai Pessel Swi!Sijunjung Tanah Datar Pdg Pariaman Agam 50 Kota Pasaman Padang Solok Sawahlunto Pdg Pjg Bukittinggi Payakumbuh ~At:a1~3Wai
Pessel Kab.Solok Tanah Datar Pdg Pariaman Agam 50 Kota Pasaman Padang Solok Sawahlunto Pdg Pjg Bukittinggi Payakumbuh Mentawai Pessel kab.Solok Swi/Sijunjung Pdg Pariaman A gam
/
44
282 472 1281 373
\
Pj
Pi
Mij
Tujuan Pessel Kab. Solok
60987 60987 60987 60987 60987 60987 60987 60987 60987 60987 60987 60987 60987 60987 391347 391347 391347 391347 391347 391347 391347 391347 391347 391347 391347 391347 391347 391347 438722 438722 438722 438722 438722 438722 438722 438722 438722 438722 438722 438722 438722 438722 307804 307804 307804 307804 307804 307804 307804 307804 307804 307804 307804 307804 307804 307804 326794 326794 326794 326794 326794 326794
dij
391347 438722 307804 326794 432790 414972 311773 513122 713242 48120 50868 40138 91663 97901 60987 438722 307804 326794 432790 414972 311773 513122 713242 48120 50868 40138 91663 97901 60987 391347 307b04 326794 432790 414972 311773 513122 713242 48120 50868 40138 91663 97901 60987 391347 438722 326794 432790 414972 311773 513122 713242 48120 50868 40138 91663 97901 60987 391347 438722 307804 432790 414972
Lj
Li
230 188 280 255 209 258 277 321 153 217 248 225 244 267 230 112 204 179 133 182 201 245 77 141 172 149 168 191 188 112 92 93 83 132 135 179 35 29 60 83 102 125 280 204 92 127 175 224 169 213 127 63 94 117 136 159 255 179 93 127 88 137
29795 29795 29795 29795 29795 29795 29795 29795 29795 29795 29795 29795 29795 29795 152245 152245 152245 152245 152245 152245 152245 152245 152245 152245 152245 152245 152245 152245 :?.13046 213046 213046 213046 213046 213046 213046 213046 213046 213046 213046 213046 213046 213046 158178 158178 158na 158178 158178 158178 158178 158178 158178 158178 158178 158178 158178 158178 139803 139803 139803 139803 139803 139803
152425 213046 158178 139803 160402 173759 150331 246589 229031 17001 19540 14736 36389 38342 29795 213046 158178 139803 160402 173759 150331 246589 229031 17001 19540 14736 36389 38342 29795 152425 158178 139803 160402 173759 150331 246589 229031 17001 19540 14736 36389 38342 29795 1524?5 213046 139803 160402 173759 150331 246589 229031 17001 19540 14736 36389 38342 29795 152425 213046 158178 160402 173759
63 64 65 66 67 68 69 70 71
Tanah Datar Tanah Datar Tanah Datar Tanah Datar Tanah Datar Tanah Datar Tanah Datar Tanah Datar Pdg Pariaman 72 Pdg Pariaman 73 Pdg Pariaman 74 Pdg Pariaman 75 Pdg Pariaman 76 Pdg Pariaman 77 Pdg Pariaman 78 Pdg Pariaman 79 Pdg Pariaman 80 Pdg Pariaman 81 Pdg Pariaman 82 Pdg Pariaman 83 Pdg Pariaman 84 Pdg Pariaman 85 Agam 86 Agam 87 Agam 88 Agam 89 Agam 90 Agam 91 Agam 92 Agam 93 Agam 94 Agam 95 Agam 96 Aoam 97 Agam 98 Agam 99 50 Kota 100 50 Kota 101 50 Kota 102 50 Kota 103 50 Kota 104 50 Kota 105 50 Kota 106 50 Kota 107 50 Kota 108 50 Kota 109 50 Kota 110 50 Kota 111 50 Kota 112 50 Kota 113 Pasaman 114 Pasaman 115 Pasaman 116 Pasaman 117 Pasaman 118 Pasaman 119 Pasaman 120 Pasaman 121 Pasaman 122 Pasaman 123 Pasaman 124 Pasaman 125 Pasaman 126 Pasaman 127 Padang 128 Padang
50 Kota Pasaman Padang Solak Sawahlunto Pdg Pjg Bukittinggi Payakumbuh Mentawai Pessel Kab.Solok Swi/Sijunjung Tanah Datar Agam 50 Kota Pasaman Padang Solak Sawahlunto Pdg Pjg Bukittinggi Payakumbuh Mentawa; Pessel Kab.Solok Swi/Sijunjung Tanah Datar Pdg Pariaman 50 Kota Pasaman Padang Solok Sawahlunto Pdg Pjg Bukittinggi Payakumbuh Mentawai Pessel Kab.Solok Swi/Sijunjung Tanah Datar Pdg Pariaman Agam Pasaman Padang Solak Sawahlunto Pdg Pjg Bukittinggi Payakumbuh Mentawai Pessel Kab.Solok Swi/Sijunjung Tanah Datar Pdg Pariaman Agam 50 Kota Padang Solak Sawahlunto Pdg Pig Bukittinggi Payakumbuh Mentawai Pessel
359 408 2669 195 230 1201 503 422 140 204 281 460 614 651 388 497 4165 76 70 367 502 144 8 514 288 269 305 409 300 485 • 873 22 39 260 3292 227 1 66 158 120 205 170 326 • 157 646 21 18 76 198 2249 14 107 170 434 256 242 854 583 2983 49 40 259 858 119 299 988
326794 326794 326794 326794 326794 326794 326794 326794 432790 432790 432790 432790 432790 432790 432790 432790 432790 432790 432790 432790 432790 432790 414972 t.i4972 t.~4972
414972 4i4972 4i4972 414972 414972 414972 4~4972
t.i4972 4i4972 4i4972 t.:4972 3' 1773 3~ 1773 3~ 1773 :;·1773 3~ 1773 :;·1773 3i 1773 3i 1773 311773 311773 311773 3 ~ 1773 3! 1773 3i 1773 5i3122 5i3122 513122 513122 513122 513122 513122 513122 513122 513122 513122 513122 513122 513122 713242 713242
311773 513122 713242 48120 50868 40138 91663 97901 60987 391347 438722 307804 326794 414972 311773 513122 713242 48120 50868 40138 91663 97901 60987 391347 438722 307804 326794 432790 311773 513122 713242 48120 50868 40138 91663 97901 60987 391347 438722 307804 326794 432790 414972 513122 713242 48120 50868 40138 91663 97901 60987 391347 438722 307804 326794 432790 414972 311773 713242 48120 50868 40138 91663 97901 60987 391347
83 126 102 64 95 30 49 73 209 133 83 175 88 49 110 154 56 112 143 58 77 100 258 182 132 224 137 49 156 178 105 161 192 107 126 146 277 201 135 169 83 110 156 110 124 106 137 52 33 10 321 245 179 213 126 154 178 110 168 150 181 96
77 100 153 77
139803 139803 139803 139803 139803 139803 139803 139803 160402 160402 160402 180402 160402 160402 160402 160402 160402 160402 160402 160402 160402 160402 173759 173759 173759 173759 173759 173759 173759 173759 173759 173759 173759 173759 173759 173759 150331 150331 150331 150331 15G331 15C331 150331 150331 150331 150331 150331 15C331 15G3.31 150331 246~89 246~89 246~89
246589 246589 246539 246589 246589 246539 246539 246539 246539 246539 246539 229031 22SC31
150331 246589 229031 17001 19540 14736 36389 38342 29795 152425 213046 158178 139803 173759 150331 246589 229031 17001 19540 14736 36389 38342 29795 152425 213046 158178 139803 160402 150331 246589 229031 17001 19540 14736 36389 38342 29795 152425 213046 158178 139803 160402 173759 246589 229031 17001
1%40 14736 36389 38342 29795 152425 213046 158178 139803 160402 173759 150331 229031 17001 19540 14736 36389 38342 29795 152425
I
L
I I
!
I
: I
I
I
129 Padang 130 Padang 131 Padang 132 Padang 133 Padang 134 Padang 135 Padang 136 Padang 137 Padang 138 Padang 139 Padang 140 Padang 141 Solok 142 Solok 143 Solok 144 Solok 145 Solok 146 Solok 147 Solok 148 Solok 149 Solok 150 Solok 151 Solok 152 Solak 153 Solak 154 Solak 155 Sawahlunto 156 Sawahlunto 157 Sawahlunto 158 Sawahlunto 159 Sawahlunto 160 Sawahlunto 161 Sawahlunto 162 Sawahlunto 163 Sawahlunto 164 Sawahlunto 165 Sawahlunto 166 Sawahlunto 167 Sawahlunto 168 Sawahlunto 169 Pdg Pjg 170 Pdg.Pjg 1.71 Pdg Pjg 172 Pdg Pjg 173 Pdg Pjg 174 Pdg Pjg 175 Pdg Pjg 176 Pdg Pjg 177 Pdg Pjg 178 Pdg Pjg 179 Pdg Pjg 180 Pdg Pjg 181 Pdg Pjg 182 Pdg Pjg 183 Bukittinggi 184 Bukittinggi 185 Bukittinggi 186 Bukittinggi 187 Bukittinggi 186 Bukittinggi 189 Bukittinggi 190 Bukittinggi 191 Bukittinggi 192 Bukittinggi 193 Bukittinggi 19<4 Bukittinggi
Kab.Solok Swi/Sijunjung Tanah Datar Pdg Pariaman Agam 50 Kota Pasaman Solok Sawahlunto Pdg Pjg Bukittinggi Payakumbuh Mentawai Pessel Kab.Solok Swi/Sij_unjung Tanah Datar Pdg Pariaman Agam 50 Kota Pasaman Padang Sawahlunto Pdg Pjg Bukirtmggi Payakumbuh Mentawai Pessel Kab.Solok Swi!Sijunjuno Tanah Datar Pdg Pariaman Agarn 50 Kota Pasaman Padang Solo" Pdg Pjg Bukit:inggi Payakumbuh Mentawai Pessel Kab.Solok Swi!Sijunjunc Tanah Datar Pdg Pariaman Agam 50 K::ta Pasaman Padang Solak Sawahlunto Buki:tinggi Payakumbuh Men:awai Pessel Kab.Solok Swi/Sijunjung Tanah Datar Pdg Pariaman Agam 50 Kota Pasaman Padang Sol~
Sawahlunto
843 1092 1104 2934 1667 652 933 605 45S 8101 1326 908
c
0 242 245 199 125 207
48~20
48-:20 48~20
53
6'
201 Sl ~S!
1' :I 2~ 2i 5LI :I 2SI 1651 9ELi 1.!5 i 651 E7! 4S!
..
~
8""::1 1::
j
:::1 1· "'I 5LI
-
/-
--·=
1:.
~
;;: 2:"' :2 I
:.:!
16'3 ~
2S 2;.:
Et '2 52 1:-5 157 4:"3 270 2358 2:-5 2:-'9 4736
1S8 51
713242 713242 713242 713242 713242 713242 713242 713242 713242 713242 713242 713242 48120 48120 48120 48120
45'20 45'20 45'20 45'20 .!5'20 .:.5·2o .:.5·2o ::.358 ==·358 :::-358 ::.358 ==·358 ::.358 ::.358 ::.358 =·=·358 ::.358 : =·358 : =·358 : =·358 ::.368 ..:.:'38 ..:.:·38 ..:.: '38 ..:.: . 38 ..:.: ·,38 -..:.: '.38 ..:.: . 38 ..:.: . 38 ~: ~ 38 ..:..:138 ·-: 138 ..:.: i38 ..:..: 138 ..:..:138 '563 '563 •563 ·553 ·553 •663 •663 •663 •663 "663 "663 "663
438722 307804 326794 .!32790 .!.14972 311773 513122 48120 50868 40138 91663 9/901 60987 391347 438722 307804 326794 .!32790 414972 311773 513122 -13242 50868 40138 91663 97901 50987 391347 438722 307804 326794 432790 414972 311773 513122 -13242 48120 40138 91663 97901 60987 391347 438722 307804 3:26794 .!32790 .!14972 311773 513122 713242 48120 50868 91663 97901 60987 391347 438722 307804 326794 432790 414972 311773 513122 713242 48120 50868
35 127 102 56 105 124 168 64 95 72 91 114 217 141 29 63 64
112 161 106 150 64
31 54 73 c~
vO
248 175 60 94 95 143 192 137 181 cv::J
31 85 1C4 127 225 149 83 117 30 58 107 52 95 72 54
85 19 42 244 168 102 136 49 77 126 33 77 91 73 104
229031 229031 229031 229031 229031 229031 229031 229031 229031 229031 229031 229031 17001 17001 17001 17001 17001 17001 17001 17001 17001 '17001 17001 17001 17001 17001 19540 19540 19540 19540 19540 19540 19540 19540 19540 19540 19540 '19540 19540 19540 14736 14736 14736 14736 14736 14736 14736 14736 14736! 14736 14736 14736 14736 14736 36389 36389 36389 36389 313389 36389 36389 36389 36389 36389 36389 36389
213046 158178 139803 160402 173759 150331 246589 17001 19540 14736 36389 38342 29795 152425 213046 158178 139803 160402 173759 150331 246589 229031 19540 14736 36389 38342 29795 152425 213046 158178 139803 160402 173759 150331 246589 229031 17001 14736 36389 38342 29795 152425 213046 158178 139803 160402 173759 150331 246589 229031 17001 19540 36389 38342 29795 152425 213046 15R178
,3§803
160402 173759 150331 246589 229031 17001 19540
195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210
Bukittinggi Bukittinggi Payakumbuh Payakumbuh Payakumbuh Payakumbuh Payakumbuh Payakumbuh Payakumbuh Payakumbuh Payakumbuh Payakumbuh Payakumbuh Payakumbuh Payakumbuh Payakumbuh
Pdg Pjg Payakumbuh Mentawai Pessel Kab.Solok Swi/Sijunjung Tanah Datar Pdg Pariaman Agam 50 Kota Pasaman Padang Solok Sawahlunto Pdg Pjg Bukittinggi
-
91663 91663 97901 97901 97901 97901 97901 97901 97901 97901 97901 97901 97901 97901 97901 97901
275 606 11 30 58 150 257 238 409 608 151 2678 110 49 142 592
/
\
40138 97901 60987 391347 438722 307804 326794 432790 414972 311773 513122 713242 48120 50868 40138 91663
19 23 267 191 125 159 73 100 146 10 100 114 96 127 42 23
36389 36389 38342 38342 38342 38342 38342 38342 38342 38342 38342 38342 38342 38342 38342 38342
14736 38342 29795 152425 213046 158178 139803 160402 173759 150331 246589 229031 17001 18540 14736 36389
Lampiran 2 Estimasi Regresi Dengan Menggunakan Variabel Penduduk
Dependent Variable: LOG(MIJ) Method: Least Squares Date: 07/05/04 Time: 21:27 SamtJie(adjusted): 5 214 Included observations: 207 Excluded observations: 3 after adjusting endpoints LOG(MIJ)=C( 1) +C(2)*LOG(PI)+C(3 )*LOG(Pj)+C( 4 )*LOG(DIJ) Coefficient
Std. Error
t-Statistic
F-:>b.
C(1) C(2) C(3) C{4}
-6.632014 0.635475 0.823246 -1.242918
1.295800 0.071158 0.070635 'J.110601
-5.118086 8.930462 11.65499 -11.23788
),(1:100
R-squared Adjusted Rsquared S.E. of regression Sum squared resiJ Log likelihood Durbin-Watsor. stat
0.576488 0.570229
Mean depE;"'dent var S.D. depencent var
5.20E...!..J5 1 ..!95...!..80
0.980390 195.1166
Akaike info criterion Schwarz c-i"Lerion
2.Sl7.:!..J3 2.581 ~:03
F-statistic Prob( F-st2::stic)
g;_ 1(: 32 0. :oc ::>JO
-287.6012 1.555375
Estimation Command:
===================== LS LOG(MIJ)=C( 1)-C(2)*LOG(PI)+C(3)*LOG(PJ)+C( 4 )*LOG( ::>IJ) Estimation Eql.!atior:
===================== LOG(MIJ)=C( 1 ~ +C(2)*LOG(PI)~C(3 ~'*LOG(PJ)+C( 4 )*LOG(DU) Substituted Coefficients:
=====================
LOG(MIJ)=6.632013697+'J.6354754959*LOG(?I)+0.823 2460221 *LOG(FJ)1.242917827"" :...OG(DIJ)
J.C·:•OO J.c·:~oo
J.C:•JO
Lampiran 3 Estimasi Regresi Dengan Menggunakan Variabel Kesempatan Kerja
Depencent Variable: LOG(MIJ) Methoc: Least Squares Date: 07/17/04 Time: 21:13 Sample: 1 210 Included observa:ions: 207 Excluded observc::ions: 3 LOGU·EJ)=C(1)+C(2)*LOG( LI)+C(3)*LOG( U)+C(4)*LOG( DIJ) C(1) C(2) C(3)
C(42 R-squc=-ed Adjus:ed Rsquarej S.E. o: ~egressior Sum s.::uared resid Log li'<elihood Durbi:---Watson stat
Coefficient
Std. Error t-Statistic
Pro b.
-3.908483 0.601434 0.754975 -1.303015
1.208057 -3.235346 0.072068 8.345394 0.071175 10.60729 0.116422 -11.19212
0.0014 0.0000 =.0000 c .0000
0.539945 0.533146
Mean dependent var S.D. deJendent var
5. 3 J6405
1.021812 211.9522
Akaike :nfo critericn Schwarz criterion
2.SJ0167 2.S54567
F- stat is:· c P-ob( F-s:atistic)
79.-+171E O.C JOOOO
-296.1672 1.573429
1.~95480
Estimc::·on Commend:
=====================
LS LOG ~MIJ)=C(l;+C(2)*LOG( LI)-C(3YLOG(· U)+C(4)*LOG( DIJ) Estimc: on Equati.:n:
===================== LOG(fv' :J )=C( 1)+C(2)*LOG( LI)+C( 3)*LOG( U)+C( 4 )*LOG( DIJ) Substi:....;ted Coefficients:
===================== LOG(rv':J)=-3. 90S482882+0.6014343409xLOG( LI)+O. 7549746441 *LC·::;( U)-1.3J3014736xLOG( DIJ)
/
\
Lampiran 4
Perkiraan Laju Pertumbuhan Penduduk 2001-2010 D engan M engguna k an M 0 dIM ark ov d an M 0 d e IF eeney e
Kab/Kota 1. Kep. Metawai 2. Pesisir Selatan 3. Solok 4. Swi/Sijunjung 5. Tanah Datar 6. Padang Pariaman 7. Agam 8. 50 Kota 9. Pasaman 10. Padang 11. Solok 12. Sawahlunto 13. Padang Panjang 14. Bukittinggi 15. Payakumbuh
/
\
Model Markov
-5.92 -0.88 -1.43 0.34 -0.79 -0.23 0.26 -0.41 -0.08 1.91 0.06 -1.53 0.80 -0.67 -0.25
Model Feeney
-6.56 -1.03 -1.57 0.35 -0.96 -0.34 0.32 -0.43 -0.16 2.37 -0.41 -2.10 0.89 -2.01 -0.67
Lamplran 5 Perklraan Probabilitas Transisi Penduduk Propinsi Sumatera Barat Tahun 2001-2010
Probabllltlll
Tran1isl Tahun 2000
Kab/Kota asal 1. Kap. Metawai 2. Pealsir Selalan 3. Solak 4. SwUSijunjung 5. Tanah Datar 6. Padang Pariaman 7.Agam 8. 50Kata 9. Paaaman 10. Padang 11. Solak 12. Sawahlunta 13. Padang Panjang 14. Bukittinggi 15. Pavakumbuh
Kep.Mentawai Pesisir Seiatan 0.9192457 0.0054845 O.C.001533 0.9813054 0.0000259 0.0007508 0.0000344 0.0002448 0.0000103 0.0001515 0.0003756 0.0005474 0.0000226 0.0014490 0.0000037 0.0002421 0.0000320 0 0002445 0.0005054 0.0016700 0.0021385 0.0006418 0.0000938 0.0009063 0.0001523 0.0007867 0.0001313 0.0003581
\ Solok 0.0024395 0.0015883 0.9733270 0.0014614 0.0009707 0.0007540 0.0008119 0.0005795 0.0003885 0.0014249 0.0059484 0.0036739 0.0014063 0.0013322 0.0006924
Swi/Sii 0.0058407 0.0013279 0.0023975 0.9809403 0.0016247 0.0012343 0.0007583 0.0004401 0.0009918 0.0018458 0.0060222 0.0217776 0.0056563 0.0023726 0.0017907
Tanah Datar Pda.Pariaman 0.0011218 0.0045764 0.0004079 0.0008303 0.0021516 0.0014706 0.0016221 0.0007345 0.9709420 0.0044093 0.0016475 0.9770347 0.0011530 0.0008598 0.0007519 0.0006235 0.0005850 0.0005530 0.0018660 0.0049592 0.0048915 0.0030971 0.0032091 0.0014607 0.0138750 0.0043125 0.0051513 0.0034257 0.0030681 . 0.0028412
Kabuoaten Kota tu uan Aaam 50 Kola Passman 0.0447309 0.0027423 0.0006232 0.0005468 0.0003472 0.0006885 0.0013437 0.0029335 0.0008466 0.0007192 0.0034737 0.0003902 0.0014044 0.0012839 0.0012357 0.0017468 0.0010411 0.0013335 0.9766278 0.0008457 0.0013672 0.0042435 0.0011957 0.9801544 0.0013323 0.9840769 0.0019515 0.0028176 0 0011020 0 0015770 0.0014994 0.0050881 0.0013028 0.0019255 0 0010845 0.0009074 0.0064688 0.0016250 0.0015625 0.0037937 0.0300450 0.0026010 0.0048826 0.0072583 0.0018026
Padano 0.011984il 0.01129:'2 0.0078994 0.0055549 0.0091869 0.0111754 0.0052800 0.0023693 0.0068167 0.9752885 0.0496276 0.0193210 0.0504063 0.0600901 0.0319700
Solak 0.0001603 0.00035:29 0.0050902 0.0014691 0.0006712 0.0002039 0.0000620 0.0000770 0.0001120 0.0010226 0.9085859 0.0030320 0.0020625 0.0025122 0.0013132
Sawahlunla Padang P.ni8nl: 0.0000356 0.0002315 0.000231.4 0.0000839 0.0004686 0.0004220 0.0007851 0.0015800 0.0007917 0.0041339 0.0001878 0.0009847 0.0007329 0.0001099 0.0000660 0.0002787 00005919 0.0000914 0.0007758 0 0013891 0.0024334 0.0028267 0.0008410 0.9381197 0.0009063 0.8986875 0.0010277 0.0034892 0.001695<' 0.0005850
Bukitlinaai 0.0008588 0.0005083 0.0005851 0.0007154 0.0017314 0.0013470 0.0092801 0.0007282 0.0018807 0.0022413 0.0052110 0.0025894 00093125 0.8755313 0.0070673
p 0.00012. 0.0003327 0.0002874 0.0002848 0.0014528 0.0003854 0.0008381
OOOC486 0.00027111 0.0015347 0.0013273 0.00141841 0.0027111 0.0078889 0.9345438
Probabllltas Translsl Tahun 2001 Kab/Kata asal 1. Kep. Melawai 2. Pesisir Selalan 3. Solak 4. SwUSijunjung 5. Tanah Dalar 6. Padang Pariaman 7. Agam 8. 50 Kola 9. Passman 10.Padang 11. Solak 12. Sawahlunto 13. Padang Panjang 14. Bukittinggi 15. Pavakumbuh
Kep.Mentawai Pesisir Selatan 0.9188736 0.0054184 0.0001394 0.9810371 0.0000279 0.0007423 0.0000279 0.0002376 0.0000093 0.0001485 0.0003534 0.0005442 0.0000186 0.0014360 0.0000034 0.0002374 0.0000279 0.0002375 0.0004773 0.0016627 0.0021182 0.0006333 0.0000838 0.0009008 0.0001395 0.0007816 0.0001209 0.0003563
Solak 0.0023967 0.0015617 0.9731157 0.0014361 0.0009541 0.0007371 0.0007969 0.0005701 0.0003834 0.0014045 0.0058505 0.0036075 0.0013866 0.0013072 0.0006784
Swi/Sjj 0.0058621 0.0013350 0.0024115 0.9808718 0.0016284 0.0012354 0.0007641 0.0004419 0.0009946 0.0018699 0.0060490 0.0218782 0.0056879 0.0023805 0.0017984
Tanah Dalar 0.0011078 0.0004055 0.0021287 0.0016045 0.9706976 0.0016330 0.0008519 0.0007423 0.0005841 0.00'8624 0.0048417 0.0031773 0.0137442 0.0050971 0.0030392
Pdg.Pariaman 0.0045599 0.0008263 0.0014650 0.0007278 0.0043966 0.9767807 0.0011467 0.0006177 0.0005481 0.0049725 0.0030896 0.0014546 0.0042959 0.0034171 0.0028301
Kabupaten/Kota tujuan Passman Agam I 50 Kola 0.0006164 0.0027348 0.04491581 0.0003479 0.0006887 0.0005523 0.0029274 0.0008544 0.0013335 0.0007240 0.0003883 0.0034682 0.0012871 0.0013993 0.0012345 0.0017583 0.0010346 0.0013283 0.9766502 0.0008464 0.0013695 0.0012057 0.9801446 0.0042346 0.0019598 0.9839307 0.0013234 0.0028514 0.0011012 0.0015880 0.0051165 0.0012938 0.0014987 0.0019394 0.0010745 0.0009089 0.0065043 0.0016223 0.0015588 0.0301942 0.0037853 0.0025865 0.0017982 00049047 0.0072242
Padang 0.0123135 0.0116140 0.0081280 0.0057123 0.0094587 0.0114982 0.0054354 0.0024375 0.0070160 0.9752637 0.0510647 0.0198722 0.0518721 0.0618023 0.0328896
Solak 0.0001605 0.0003510 0.0051104 0.0014764 0.0006729 0.0002007 0.0000603 0.0000803 0.0001104 0.0010302 0.9073770 0.0030413 0.0020685 0.0025192 0.0013151
Sawahlunto Padano Panianc 0.0000391 0.0002332 0.0000782 0.0002331 0.0004596 0.0004262 0.0015457 0.0007816 0.0007729 0.0041923 0.0001857 0.0009940 0.0007412 0.0001076 0.0002840 0.0000684 0.0000880 0.0005986 0.0013984 0.0007673 0.0028718 0.0023765 0.0008521 0.9375986 0.0008901 0.8975121 0.0035401 0.0010069 0.0005672 0.0017248
Bukittinaai 0.0006489 0.0005014 0.0005806 0.0007088 0.0017031 0.0013280 0.0091375 0.0007181 0.0019286 0.0022175 0.0051273 0.002!481 0.00916::.1 0.8737858 0.0069568
PavakUI'IItUI 0.0001194 00003283 0.0002889 0.0002890 0.0014448 0.0003883 0.0006378 0.00821<40 0.0002689 0.0015330 0.0013248 0.00141<40 0.00270118 0.0078587 0.9337981
Solak 0.0023539 0.0015336 0.9729710 0.0014122 0.0009360 0.0007244 0.0007838 0.0005602 0.0003769 0.0013891 0.0057515 0.0035454 0.0013632 0.0012846 0.0006668
Swi!Sii 0.0058836 0.0013397 0.0024180 0.9807857 0.0016325 0.0012406 0.0007680 0.0004438 0.0009991 0.0018899 0.0060771 0.0219731 0.0057148 0.0023906 0.0018065
Tanah Datar 0.0010956 0.0004010 0.0021033 0.0015890 0.9705108 0.0016159 0.0008438 0.0007345 0.0005781 0.0018549 0.0047932 0.0031445 0.0136079 0.0050440 0.0030084
Pdg.Pariaman 0.0045397 0.0008226 0.0014571 0.0007255 0.0043723 0.9765288 0.0011433 0.0006153 0.0005461 0.0049852 0.0030789 0.0014492 0.0042815 0.0034039 0.0028199
Kabupaten/Kota tujuan Agam Pasaman 50 Kola 0.0450878 0.0006128 0.0027294 0.0005543 0.0003459 0.0006872 0.0013245 0.0029187 0.0008568 0.0007277 0.0003865 0.0034658 0.0012906 0.0012260 0.0013949 0.0017660 0.0010292 0.0013264 0.9766777 0.0008427 0.0013688 0.0012110 0.9801499 0.0042285 0.0019689 J.0013168 0.9837721 0.0011025 0.0015959 0.0028823 0.0051409 0.0012875 0.0014972 0.0019481 0.0010690 0.0009077 0.0065361 0.0016147 0.0015574 0.0037798 0.0303266 0.0025730 0.0049275 0.0071884 0.0017961
Padang 0.0126521 0.0119319 0.0083433 0.0058769 0.0097079 0.0118207 0.0055930 0.0025059 0.0072146 0.9752504 0.0525189 0.0204322 0.0533551 0.0635372 0.0338216
Solak 0.0001607 0.0003514 0.0051119 0.0014802 0.0006730 0.0002011 0.0000604 0.0000804 0.0001107 0.0010387 0.9061649 0.0030472 0.0020734 0.0025238 0.0013179
Sawahlunto Padang Panja"' 0.0000382 0.0002361 0.0002361 0.0000763 0.0004312 0.0004486 0.0015119 0.0007926 0.0007541 0.0042409 0.0010072 0.0001815 0.0001053 0.0007517 0.0000669 0.0002878 0.0000860 0.0006067 0.0007548 0.0014261 0.0029111 0.0023237 0.9370824 0.0008635 0.0008704 0.8963499 0.0009842 0.0035871 0.0017482 0.0005545
Bukittinggi 0.0006373 0.0004923 0.0005697 0.0006971 0.0016708 0.0013050 0.0089874 0.0007057 0.0018956 0.0021931 0.0050406 0.0025043 0.0090091 0.8720445 0.0068382
PavakUI'IItUI 0.0001187 0.0003285 0.0002889 0.0002877 0.0014350 0.0003883 0.0006351 0.0081722 0.0002678 0.0015350 0.0013186 0.0014069 0.0026972 0.0076178 0.9330412
Probabilitas Translsi Tahun 2002 Kab/Kota asal 1. Kep. Melawai 2. Pesisir Selatan 3. Salak 4. SwVSijunjung 5. Tanah Datar 6. Padang Pariaman 7.Agam 8. 50 Kola 9. Pasaman 10.Padang 11. Solak 12. Sawahlunto 13. Padang Panjang 14. Bukittinggi 15. Payakumbuh
Kep.Mentawai Pesisir Selatan 0.9184973 0.0053566 0.0001296 0.9807716 0.0000259 0.0007331 0.0000260 0.0002352 0.0000086 0.0001467 0.0003287 0.0005382 0.0000173 0.0014216 0.0000032 0.0002349 0.0000260 0.0002350 0.0004468 0.0016553 0.0020960 0.0006265 0.0000779 0.0008915 0.0001297 0.0007731 0.0001125 0.0003525
,hun 2003 K~Mentawai
0.9181312 0.0001204 0.0000241 0.0000242 0.0000060 0.0003056 0.0000161 0.0000030 0.0000241 0.0004181 0.0000000 0.0000000 0.0000725 0.0001206 0.0001046
Pesisir Selatan
0 0052947 0 9005036 0.0007239 0.0002326 0.0001450 0.0005323 0.0014071 0.0002323 0.0002324 0.0016476 00020736 0.0006196 0.0008820 0.0007646 0.0003487
Solak
00023117 0.0016058 0.9728343 0.0013666 0.0009192 0.0007117 0.0007706 0.0005504 0.0003704 0.0013738 0.0056533 0.0034839 0.0013401 0.0012622 0.0006553
0.0069045
0 001003~
0 004~1(1(,
0.001344~
0
()(K)~!~i!o
0110111111111
Kabunaten/Kota tujuan 50 Kota Pasaman ()()()7/711 Ollllll!o!o!;l IJ IJIIINill!~; IIIIIJ0~4JII
0.0020719 0.0015733 0 9702930 0.0015980 0.0006356 0.0007266 0.0005721 0.0018473 0.0047442 0.0031116 0.0134706 0 0049906 0 0029773
0 0014492 0.0007232 0.0043530 0.9762749 0.0011398 0.0006126 0.0005440 0.0049981 0.0030679 0.0014436 0.0042667 0 0033904 0.0028094
0 0000509 0.0007311 0 0012951 0 0017730 0.9767130 0.0012158 0.0019772 0.0029129 0 0051635 0.0019562 0.0065655 0 0304477 0.0049484
Swi/Sjj
0.0024241 0.9607019 0.0016363 0.0012456 0.0007717 0.0004456 0.0010033 0.0019100 0.0061039 0.0220642 0.0057407 0.0024002 0.0016142
Tanah Datar
Pdo.Panaman
Aoam
0 04~74f.~
oooooom
0 0013156 00003646 0 0012190 0.0010230 0.0006390 0.9801619 0.0013102 0.0011040 00012813 0.0010636 0.0016071 0 0025596 00071528
0.0029096 0.0034627 0 0013920 0.0013242 0.0013676 0.0042216 0.9836144 0.0016036 0.0014953 0.0009064 0.0015556 0 0037737 0.0017937
Padang
Sotak
0.9177742 0.0001118 0.0000223 0.0000225 0.0000075 0.0002840 0.0000150 0.0000028 0.0000225 0.0003913 0.0000674 0.0001121 0.0000973
Pesisir Selatan
0.0052326 0.9602334 0.0007147 0.0002303 0.0001433 0.0005262 0.0013923 0.0002296 0.0002298 0.0016399 0.0020509 0.0006127 0.0006725 0.0007559 0.0003446
Solok
0.0022702 0.0014784 0.9727055 0.0013652 0.0009027 0.0006992 0.0007579 0.0005407 0.0003639 0.0013587 0.0055561 0.0034232 0.0013173 0.0012400 0.0006440
SwiiSjj
0.0059247 0.0013484 0.0024298 0.9806203 0.0016436 0.0012503 0.0007754 0.0004473 0.0010073 0.0019301 0.0061296 0.0221517 0.0057657 0.0024094 0.0016216
Tanah Datar
0.0010714 0.0003920 0 0020525 0.0015575 0.9700800 0.0015816 0.0006273 0.0007190 0.0005661 0.0016397 0.0048950 0.0030765 00133325 0.0049366 0.0029460
Pdg. Pariaman
0.0044995 0.0006149 0.0014412 0.0007208 0.0043334 0.9760191 0.0011362 0.0006104 0.0005419 0.0050113 0.0030567 0.001431l0 0.0042517 0.0033767 0.0027966
Agam
Kabupatcn Kota tujuan 50 Kola Pasaman
0.0453924 0.0005578 0.0006608 0.0007343 0.0012992 0.0017795 0.9767556 0.0012203 0.0019846 0.0029430 0.0051843 0.0019635 0.0065926 0.0305563 0.0049677
0.0006059 0.0003418 0.0013069 0.0003831 0.0012121 0.0010184 0.0006354 0.9601605 0.0013037 0.0011056 0.0012751 0.0010562 0.001!>996 0.0025462 0.0071173
0.0027176 0.0006839 0.0029001 0.0034569 0.0013869 0.0013216 0.0013665 0.0042141 0.9634576 0.0016116 0.0014932 0.0009049 0.0015536 0.0037666 OJ1017909
Padano
Pa~ianc
Bukitlinooo
Pav8kumbuh
0{)()()10011
0 0000373
OOOM380
00008,52
00001180
II 0 I /~'~•:t:l
IJ IHKJ:I!ol.'
0 IKKKJ/4(1
OIMMJ;':IIItt
0 IKK141l:MJ
000113:1~3
0 0005610 0 0060437 0 0099715 0.0121411 0.0057525 0.0025751 0.0074155 0.9752402 0.0539911 0.0209993 0.0546573 0 0652925 0.0347650
0.0051040 0.0014615 0 000672fl 0 000201 I 0.0000605 0.0000804 0.0001107 0.0010456 0.9049451 0.0030479 0.0020747 0 0025240 0.0013184
0.0004377 0.00147&4 0.0007366 0.0001774 0.0001030 0.0000654 0.0000841 0.0007424 0.0022715 0.9365721 0.0006509 0 0009617 0.0005420
0.0004358 0.0006029 0 0042912 0.0010196 0.0007616 0.0002913 0.0006143 0.0014532 0.0029481 0.0006743 0.6951856 0.0036313 0.0017702
n 0005584 0.0006&47 0 001(.393 0.001:>809 00066295 0.0006927 IJ.0016611 0.0021669 0.0049497 0.0024584 0.0088476 0 6703072 00067l4Q
0.0002&48 0.0002862 0 0014260 00003841 0.0006320 0.0061249 0.0002661 0.0015361 0.0013114 0.0013990 0.0026829 0 0075737
'hun 2004 Kep.Menlawai
Sawahlunto
o 017!Jor.r,
L_
~322861
-Padang
0.0133433 . 0.0125778 0.0087808 0 0062126 0.0102379 0.0124771 0.0059139 0.0026451 0.0076167 0.9752331 0.0554796 0.0215730 0.0563773 0.0670667 - 0.()3_57190 -
Solok
Sawahlunto
0.0001603 0.0003504 0.0050691 0.0014602 0.0006714 0.0002006 o.ixlooso5 0.0000603 0.0001105 0.0010510 0.9037184 0.0030434 0.0020724 0.0025200 0.0013166 ----
Padan Pan·a
0.0000364 0.0000728 0.0004269 0.0014454 0.00071'!2 O.OOJ1733 0.0001007 0.0000639 0.0000622 0.0007301 0.0022199 0.9360676 0.0006317 0.0009395 0.0005296 - -
0.0002415 0.0002414 0.0004402 0.0006127 0.0043360 0.00103'2 0.0007109 0.000:.!947 0.0006214 0.0014796 0.0029826 0.0008844 0.8940196 0.0036726 Q.QQ17906
Bukitti
i
Pa akumbuh
0.0006128 0.0001172 0.0004732 0.0003220 00005466 0.0002828 0.0006718 0.0002848 0.0016065 0.0014161 0.0012559 0.0003616 0.0066642 0.00062&4 0.0006792 0.0060723 0.0016251 0.0002644 0.0021367 0.0015364 0.0048548 0.0013034 O.J024107 0.0013901 0.0086792 0.0026669 0.1!685746 0.0075244 0.0065844 ___Q.!l315313
hun 2005 Kep.Mentawai
-
0.9174256 0.0001039 0.0000207 0.0000209 0.0000069 0.0002640 0.0000140 0.0000026 0.0000209 0.0003661 0.0000627 0.0001053 0.0000904
Pesisir Selatan
0.0051703 0.9799613 0.0007054 0.0002276 0.0001415 0.0005201 0.0013774 0.0002270 0.0002272 0.0016320 0.0020279 0.0006057 0.0006626 0.0007547 0.0003409
Solak
0.0022293 0.0014513 0.9725847 0.0013420 0.0006863 0.0006866 0.0007451 0.0005312 0.0003576 0.0013436 0.0054600 0.0033632 0.0012946 0.0012304 0.0006328
Swi/Sii
0.0059442 0.0013524 0.0024351 0.9605410 0.0016491 0.0012549 0.0007766 0.0004469 0.0010112 0.0019504 0.0061542 0.0222357 0.0057697 0.0024426 0.0016267
Tanah Datar
0.0010594 0.0003674 0.0020272 0.0015416 0.9698716 0.0015643 0.0006190 0.0007111 0.0005600 0.0016320 0 0046455 0.0030454 0.0131937 0.0049322 0.0029145
Pdo.Pariaman
0.0044795 0.0006110 0.0014332 0.0007163 0.0043137 0.9757616 0.0011324 0.0006079 0.0005396 0.0050247 C'.0030452 0.0014323 0.0042364 0.0033966 0.0027660
Aoam
Kabuoaten Kota tu·uan 50 Kola Pasaman
0.0455274 0.0005593 0.0006624 0.0007373 0.0013(130 0.0017£54 0.9766053 0.0012244 0.0019917 0.0029729 0.0052034 0.0019704 0.006616i 0.0309693 0.0049654
0.0006026 0.0003396 0.0012SB2 0.0003613 0.0012053 0.0010131 0.0006317 0.9602055 0.0012972 0.0011073 0.0012690 0.0010526 0.0015921 0.0025586 0.0070621
0.0027113 0.0006621 0.0026902 0.0034546 0.0013655 0.0013191 0.0013649 0.0042056 0.9633019 0 0016194 0.0014906 0.0009032 0.0015513 0.0037973 0.0017676
Padang
0.0136951 0.0129052 0.0090026 0.0063632 0.0105066 0.012&104 0.0060769 0.0027159 0.0076236 0 97f.?293 0.0569635 0.0221526 0.0579136 0.0695543 0.0366826
Solak
0.0001597 0.0003490 0.0050650 0.0014763 0.0006689 0.0002001 0.0000603 0.0000801 0.0001102 0.0010546 0.9024659 0.0030336 0.0020666 0.0025370 0.0013125
Sawahlunto
0.0000355 0.0000710 0.0004164 0.0014127 0.0007021 0.0001692 0.0000984 0.0000624 0.0000603 0.0007180 0.0021689 0.9355697 0.0006127 0.0009268 0.0005173
Padano Pan·an
0.0002440 0.0002437 0.0004441 0.0006217 0.0043613 0.0010419 0.0007796 0.0002977 0.0006260 0.0015052 0.0030150 0.0006937 0.8926526 0.0037484 0.0016099
Bukittinoai
0.0005999 0.0004631 0.0005346 0.0006584 0.0015726 0.0012299 0.0084920 0.0006651 0.0017877 0.0021088 0.0047562 0.0023612 0.0065041 0.6655005 0.0064498
Pavakumbuh
0.0001163 0.0003195 0.0002602 0.0002828 0.0014053 0.0003788 0.0006244 0.0060145 0.0002626 0.0015357 0.0012945 0.0013803 0.0026490 0.0075458 0.9307772
hun 2006 Kep.Mentawar Pesisir Selatan
0.9170814 0 0000964 0 0000192 0.0000195 0.0000064 0.0002453 0.0000130 0.0000024 0 0000194 0.0003426
0.0000583 0.0000977 0.0000841
hun 2007
0.0051080 0 9796872 0 0000001 0 0002253 0.0001398 0 0005140 0 0013622 0.0002243 0 0002246 0.0016240 0.0020047 0.0005986 0.0008531 0.0007452 0.0003370
0.0000542 0.0000907 0.0000781
0.0021890 0.0014245 0 9724714 0.0013192 0.0008702 0.0006746 0.0007324 0.0005218 0.0003513 0.0013291 0.0053649 0.0033040 0.0012723 0.0012076 0.0006217
Swi/S
0.0059630 00013562 0.002440/ 0.9804642 0.0016541 0.0012592 0.0007821 0.0004505 0.0010149 0.0019707 0.0061778 0.0223166 0.0058128 0.0024492 0.0018355
Tanah Datar
0 0010470 0 0003029 OOW00/0 0.0015257 0.9696693 0 0015470 0.0008105 0.0007033 0 0005539 0 0016243 0.0045957 0.0030122 0.0130545 0.0048739 0.0028830
Pdg.Pariaman
0 0044600 0 0000071 () 0014/!.:l 0 0007159 0.0042938 0 9755037 0.0011286 0.0006054 0 0005377 0 0050305 0.0030336 0.0014265 0.0042209 0.0033801 0.0027770
Agam
0.0050455 0.9794027 0.0006868 0.0002228 0.0001381 0.0005078 0.0013469 0.0002216 0.0002219 0.0016158 0.0019814 0.0005915 0.0008433 0.0007358 0.0003330
Solok
0.0021495 0.0013988 0.9723659 0.0012965 0.0008543 0.0006626 0.0007199 0.0005125 0.0003451 0.0013145 0.0052710 0.0032456 0.0012502 0.0011852 0.0006107
Swi!Sii
0.0059815 0.0013604 0.0024449 0.9803898 0.0016588 0.0012634 0.0007854 0.0004520 0.0010184 0.0019912 0.0062004 0.0223942 0.0058350 0.0024555 0.0018420
Tanah Datar
0.0010354 0 0003785 0.0019768 0.0015096 0.9694719 0.0015~36
0.0008021 0.0006954 0.0005478 0.0018166 0.0045458 0.0029789 0.0129147 0.0048158 0.0028513
Pdg. Pariaman
0.0044397 0 0006035 0.0014173 0.0007133 0.0042738 0.9752445 0.0011247 0.0006028 0.0005355 0.00505:'5 0.0030219 0.0014208 0.0042052 0.0033634 0.0027659
Kabupaten/Kota tu·uan 50 Kola Pasaman
0 0456550 0 000~>600 OlXXllll;)!l 0 0007401 0.0013064 0.0017909 0.9768722 0.0012282 0 0019982 0 0030020 0.0052214 0.0019768 0.0066420 0.0310413 0.0050020
-
Kep.Mentawai Pesisir Selatan
0.9167441 0.0000896 0.0000178 0.0000181 0.0000060 0.0002279 0.0000121 0.0000022 0.0000180 0.0003205
Solok
A gam
0.0005990 0 0003370 0 !J012UU/ 0.0003796 0 0011985 0 0010079 0.0008281 0.9802366 0 0012907 0 0011092 0.0012629 0.0010475 0.0015846 0.0025434 0.0070472
0.0005961 0.0003360 0.0012813 0.0003780 0.0011918 0.0010027 0.0008245 0.9802738 0.0012843 0.0011113 0.0012568 0.0010423 0.0015773 0.0025285 0.0070126
Solok
0 0140520 o 01.1:;>3r,g
0 0001590! 0 0003471
()()/(1/llll
o wunut
uuow);•u
0 0034496 0.0013819 0 0013163 0.0013630 0.0041969 0 'l831468 0 0016271 0.0014881 0.0009014 0.0015488 0.0037862 0.0017843
0 0065560 0.0107786 0 0131'-76 00062419 0.0027875 0 0080312 0 9752305 00585047 0.0227396 0.0594687 0 0713308 0.0376573
0.0014701 0.0006653 0 0001991 00000600 0.0000797 0 0001097 0 OJ10567 0 9012500 0.0030192 0.0020574 0.0025225 0.0013063
(I
Kabupaten/Kota tujuan 50 Kola Pasaman
0.0457734 0 0005621 0.0008651 0.0007427 0.0013095 0.0017959 0.9769441 0.0012317 0.0020042 0.0030325 0.0052379 0.0019827 0.0066641 0.0311066 0.0050173
Padang
0 0027050 OOOOiillO:;>
0.0026978 0.0006784 0.0028693 0.0034440 0.0013781 0.0013132 0.0013609 0.0041874 0.9829966 0.0016347 0.0014852 0.0008994 0.0015460 0.0037747 0.0017806
Padang
0.0144113 0 0135748 0.0094522 0.0067302 0.0110522 0.0134872 0.0064082 0.0028597 0.0082400 0.9752349 0.0600370 0.0233310 0.0610364 0.0731211 0.0388392
Solok
0.0001578 0 0003447 0.0049927 0.0014614 0.0006606 0.0001978 0.0000597 0.0000791 0.0001090 0.0010571 0.9000103 0.0029997 0.0020448 0.0025039 0.0012980
Sawahlunto
0.0000350 00000693 00004000 0.0013804 0.0006853 0.0001653 0.0000962 0.0000609 0.0000784 0.0007059 0.0021186 0.9350787 0.0007940 0.0009043 0.0005053
Sawahlunto
0.0000339 00000676 0.0003958 0.0013486 0.0006687 0.0001613 0.0000940 0.0000595 0.0000765 0.0006940 0.0020690 0.9345939 0.0007755 0.0008822 0.0004934
Padang Paniant;
00002460 0000:?459 () 00044// 00008302 0.0044212 0 0010519 0.0007877 0.0003006 0.0006341 0.0015301 00030449 0.0009024 0.8916916 0.0037813 0.0018277
Padang Paniant
0.0002483 00002400 0.0004510 0.0008379 0.0044573 0.0010610 0.0007951 0.0003032 0.0006397 0.0015542 0.0030722 0.0009103 0.8905304 0.0038111 0.0018438
BIAtininlllli
0.00051160 0 ooo.l571 00005215 00006436 0.0015355 00012014 0.0083020 0.0006497 0.0017466 0.0020742 0.0046477 0.0023069 0.0083114 0.8638554 0.0063020
Bukittinggi
0.0005715 Oooo.l410 0.0005081 0.0006285 0.0014976 0.0011723 0.0081073 0.0006340 0.0017048 0.0020383 0.0045367 0.0022514 0.0081143 0.8622134 0.0061:Xl8
Peyelwmbuh 00001150 00003188 00002778 0.0002807 0.0013937 00003759 0.0006200 0.0079522 00002606 0 001SJ.I3 0 0012849 0.0013697 0.0026297 0.0074810 0.9300297
Pavakumbuh
0.0001143 00003140 00002748 0.0002785 0.0013813 0.0003727 0.0006152 0.0078849 0.0002584 0.0015320 0.0012744 0.0013583 0.0026086 0.0074120 0.9292832
hun 2006 Kep.Mentawai Pesisir Selatan
0.9164130 0.0000832 0.0000166 0.0000168 0.0000056 0.0002117 0.0000112 0.0000021 0.0000167 0.0002999
0.0000503 0.0000842 0.0000726
0.0049829 0.9791263 0.0006775 0.0002202 0.0001363 0.0005016 0.0013315 0.0002190 0.0002193 0.0016074 0.0019578 0.0005844 0.0008332 0.0007263 0.0003290
Solok
0.0021106 0.0013728 0.9722680 0.0012742 0.0008386 0.0006507 0.0007076 0.0005034 0.0003389 0.0013002 0.0051782 0.0031880 0.0012280 0.0011632 0.0005999
Swi!Sii
0.0059993 0.0013637 0.0024494 0.9803178 0.0016633 0.0012674 0.0007884 0.0004535 0.0010218 0.0020117 0.0062221 0.0224688 0.0058544 0.0024616 0.0018482
Tanah Datar
0.0010234 0.0003739 0.0019518 0.0014936 0.9692795 0.0015123 0 0007936 0.0006876 0 0005417 0.0018088 0.0044957 0.0029456 0.0127703 0 0047579 0 0028196
Pdg. Pariaman
0.0044199 0.0007995 0.0014094 0.0007108 0.0042537 0.9749846 0.0011207 0.0006003 0.0005333 0.0050668 0.0030100 0.0014149 0.0041880 0 0033467 0.0027547
Agam
Kabu_Qaten/Kota tujuan 50 Kola Pasaman
0.0458836 0.0005631 0.0008662 0.0007452 0.0013123 0.0018006 0.9770207 0.0012350 0.0020097 0.0030621 0.0052532 O.OC'19882 0.0066826 0 0311660 0 0050314
0.0005929 0.0003341 0.0012731 0.0003763 0.0011852 0.0009976 0.0008209 0.9803167 0.0012779 0.0011135 0.0012508 0.0010372 0.0015695 0.0025139 0.0069783
0.0026906 0.0006763 0.0028584 0.0034379 0.0013740 0.0013100 0.0013585 0.0041772 0.9828454 0.0016423 0.0014820 0.0008974 0.0015424 0.0037628 0.0017766
Padang
0.0147739 0.0139093 0.0096788 0.0069056 0.0113274 0.0138290 0.0065756 0.0029324 0.0084501 0.9752423 0.0615790 0.0239265 0.0625943 0.0749234 0.0396273
Solok
0.0001565 0.0003416 0.0049446 0.0014503 0.0006548 0.0001962 0.0000592 0.0000785 0.0001081 0.0010558 0.8987677 0.0029753 0.0020282 0.0024815 0.0012875
Sawahlunto
0.0000331 0.0000660 0.0003858 0.0013172 0.0006524 0.0001575 0.0000918 0.0000580 0.0000747 0.0006822 0.0020201 0.9341153 0.0007571 0.0008605 0.0004817
Padang Panjan,
0.0002502 0.0002497 0.0004538 0.0008450 0.0044896 0.0010691 0.0008018 0.0003055 0.0006447 0.0015773 0.0030968 0.0009175 0.8894060 00038378 0.0018584
BukiHlnggr
0.0005570 0.0004:<.96 0.0004946 0.0006130 0.0014592 0.0011427 0.0079084 0.0006181 0.0018618 0.0020009 0.0044235 0.0021949 0.0079106 0.8605754 0.0059967
Pavakumbuh
0.0001133 0.0003109 0.0002719 0.0002762 0.0013680 0.0003692 0.0006101 0.0078129 0.0002531 0.0015:<87 0.00126::.1 0.0013460 0.0025851 0.0073389 0.9285381
\
hun 2009 Kep.Mentawai Pesisir Setatan
0.9160876 0.0000772 0.0000154 0.0000156 0.0000052 0.0001967 0.0000104 0.0000019 0.0000156 0.0002806
0 0000468 0.0000782 0.0000674
0.0049203 0.9788493 0.0006682 0.0002176 0.0001346 0.0004954 0.0013159 0.0002162 0.0002166 0.0015989 0.0019341 0.0005773 0 0008232 0.0007168 0.0003250
Sotok
0.0020724 0.0013472 0.9721777 0.0012522 0.0008232 0.0006390 0.0006953 0.0004943 0.0003329 0.0012861 0.0050867 0.0031312 0.0012066 0.0011415 0.0005892
Swt/Su
0.0060165 0.0013669 0.0024536 0.9802480 0.0016676 0.0012712 0.0007914 0.0004549 0.0010250 0.0020324 0.0062428 0.0225405 0.0058750 0.0024674 0.0018542
Tanah Datar
0.0010115 0 0003694 0.0019268 0.0014774 0.9690923 0.0014949 0.0007851 0.0006N7 0.0005355 0.0018009 0.0044454 0.0029123 0.0126300 0.0047003 0.0027878
Pdg.Panaman
0 0044002 0 0007%~ 0.0014015 0 0007082 0.0042335 0.9747242 0.0011167 0.0005978 0.0005310 0 0050815 0.0029979 0.0014091 0 0041720 0.0033301 0.0027434
Agam
Kabuoaten/Kota tu'uan 50 Kola Pasaman
0.0459865 0 0005641 0.0008672 0.0007475 0.0013149 0.0018048 0.9771015 0.0012380 0.0020147 0.0030916 0.0052674 0.0019933 0.0067018 0.0312202 0.0050445
0.0005898 0 0003322 0.0012650 0.0003747 0.0011787 0.0009925 0.0008173 0.9803652 0.0012716 0.0011159 0.0012449 0.0010321 0.0015624 0.0024996 0.0069445
0 0026831 0 0006740 00028471 0.0034312 0.0013698 0.0013065 0.0013560 0.0041665 0.9826952 0 0016498 0.0014785 00008952 0 0015391 0.0037504 ____OOQ1llli
Padang
0 0151388 0 0142451 00099063 0.0070821 0.0116038 0.0141725 0.0067439 0.0030054 0.0086611 0 9752527 0.0631287 0.0245254 0 0641812 0 0767354 0.0406202
Solok
Sawahlunto
0 0001549 0 00033110 0 00118891 0 00143J9 0.0006480 0 0001942 0.0000587 0.0000777 0.0001070 00010528 0.8975234 0 0029463 000200!JO 00024552 00012750
00000322 00000643 0 0003760 0 0012863 0.0006364 0.0001537 0.0000896 0.0000566 0.0000729 0 0006706 0.0019720 0.9336431 0 0007392 0.0008392 0.0004702
Padang Pafl18111:
00002518 00002512 00004563 0.0008513 0.0045181 0.0010763 0.0008078 0.0003076 0.0006492 0.0015995 0.0031188 0.0009239 0.8882470 0.0038614 0.0018714
,hun 2010 Kep.Mentawai
0.9157673 0.0000716 0.0000142 0.0000145 0.0000040 0.0001827 0.0000097 0.0000018 0.0000144 0.0002625
0.0000435 0.0000726 0.0000626
Pesisir Selatan
0.0048577 0.9785720 0.0006590 0.0002150 0 0001320 0.0004891 0.0013002 0.0002135 0.0002138 0.0015903 0.0019102 0.0005701 0.0008132 0.0007073 0.0003210
Solok
0.0020348 0.0013220 0.9720945 0.0012304 0.0008000 0.0006275 0.0006833 0.0004855 0.0003269 0.0012721 0.0049965 O.J030753 0.0011854 0.0011203 0.0005787
Swi/Sjj
0.0060332 0.0013699 0.0024575 0.9801807 0.0016717 0.0012748 0.0007942 0.0004562 0.0010281 0.0020531 0.0062626 0.0226095 0.0058947 0.0024730 0.0::>18599
Tanah Datar
0.0009997 0.0003649 0.0019020 0.0014613 () 960!J1o:l 0.0014775 0.0007765 0.0006719 0.0005293 0.0017930 0.0043951 0.0028790 0.0124894 0.0046429 0.0027560
Pdg.Pariaman
0.0043807 0.0007915 0.0013936 0.0007056 () 004~13:1 0.9744636 0.0011127 0.0005952 0.0005288 0.0050963 0.0029858 0.0014032 0.0041559 0.0033137 0 0027320
Agam
Kabupaten/Kota tujuan 50 Kola Pasaman
0.0460829 0.0005649 0.0008680 0.0007496 0 00!3112 0.0018088 0.9771861 0.0012408 0.0020194 0.0031210 0.0052806 0.0019980 0.0067198 0.0312697 0.0050566
Bukillinolli
00005422 00004180 0.0004810 00005973 0.0014201 0.0011126 0.0077058 0.0006018 0.00111182 0.0019623 0.0043084 0.0021375 0.0077061 v.8589426 O.IJ05'1400
Peyekumbuh
0 0001121 00003078 00002688 0.0002738 0.0013539 0.000365e 0.0006045 0.0077362 0.0002538 0.0015246 0.0012510 0.0013330 0002S808 0.0072617 0.8277951
Padang
Solok
Sawahlunto
0.0005868 0.0026753 0.0155056 0.0001531 0 0006717 0.0145818 0.0003303 0 0003338 0.0012571 0.0101345 0.0028355 0 0048265 0.0003730 0 0034240 0 0072595 0 0014212 0 ()()()(j40J 00011/23 0 00136~4 0 011UU1U 0.0009876 0.0013028 0.0145173 0.0<.01920 0 00005(.1 0.0008138 0.0013531 0.0069130 0.9804190. 0.0041551 0.0030788 0.0000768 0.0001053 0.0012653 0.9825461 0.0088728 0.0011184 0.0016572 0.9752661 0.0010483 0.8962786 0.0012390 0.0014748 0.0646843 0.0010272 0.0008928 0.0251269 0.0029128 0.0015553 0.0015355 0.06577:i3 0.0019868 0.0785551 0.0024856 0.0037376 0.0024254 0.0069111 .. - 0.0017§7§. __ _j)Q416!69 . __ 0.001260~ --
0.0000315 0.0000627 0.0003664 0 0012559 0 0006206 0.0001499 0.0000875 0.0000553 0.0000712 0.0006590 0.0019246 0.9331773 0.0007215 0.0008182 0.0004588
Padang Panillll!:
0.0002533 0.0002525 0.0004584 00008569 0.0045421 0.0010827 0.0008132 0.00030S5 0.0006531 0.0016206 0.0031381 0.0009295 0.8870899 0.0038817 0.0018828
Bukitlinggi
0.0005273 0.0004062 0.0004672 00005813 0.0013806 0.0010821 0.0075000 0.0005854 O.C015740 0.0019225 0.0041916 0.0020793 0.0074986 0.8573161 0.0056811
Peyekumbuh
0.000110S 0.0003042 0.0002657 00002708 0.0013380 0.0003617 0.0005985 0.0076553 0.0002509 0.0015195 0.0012382 0.0013192 0.0025351 0.0071808 0.9270545