PENGARUH PEMBERIAN ANTISEPTIK POVIDON IODIN SPRAY 10% TERLARUT ALKOHOL 50% DENGAN ALKOHOL SWAB 70% TERHADAP PENURUNAN JUMLAH KOLONI BAKTERI DAN KEJADIAN PLEBITIS DI RUMAH SAKIT ADVENT BANDUNG
OLEH : DWIYANTO S.Kp, Ners. M.Kep RISMA YUNIARLINA. RS. SKp, M.S Dr. Ir. WILHELMUS H, S, MM, IAI
PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SINT CAROLUS JAKARTA 2014
PERNYATAAN KEASLIAN
Saya, yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
:
Dwiyanto
NIM
:
2012 – 01 – 001
Program Studi
:
Magister Keperawatan
Menyatakan bahwa tesis ini adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan sepanjang pengetahuan dan keyakinan saya tidak mencantumkan tanpa pengakuan bahan-bahan yang telah dipublikasikan sebelumnya atau ditulis oleh orang lain, atau sebagian bahan yang pernah diajukan untuk gelar atau ijasah pada STIK Sint Carolus atau perguruan tinggi lainnya. Apabila pada masa yang akan datang diketahui bahwa pernyataan ini tidak benar adanya, saya bersedia menerima sanksi yang diberikan dengan segala konsekuensinya. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Jakarta, 06 Agustus 2014
Materai Rp. 6000
(Dwiyanto)
MAGISTER KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PROGRAM MAGISTER SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SINT CAROLUS
Tesis, Agustus 2014 Dwiyanto Efektifitas Povidon Iodine Spray 10% Terlarut Dalam Alkohol 50% Dengan Alkohol Swab 70% Terhadap Koloni Bakteri Dan Kejadian Plebitis Pada Area Pemasangan Infus Di Rumah Sakit Advent Bandung. 122 halaman + 26 tabel + 9 gambar + 6 skema + 17 lampiran ABSTRAK Infeksi pembuluh darah tepi termasuk infeksi nosokomial dapat terjadi di rumah sakit, terutama pasien dengan terapi cairan (65%), diakibatkan masuknya kuman seperti mikroorganisme Staphylococcus Aureus, ke area insersi jarum infus. Desinfeksi bertujuan untuk membunuh bakteri, sehingga mencegah terjadinya plebitis. Penelitian ini menggunakan design Pretest posttest kontrol group, di Rumah Sakit Advent Bandung selama Mei-Juli 2014, berjumlah 83 responden, dengan cara random sampling, responden kelompok intervensi (Povidon Iodin Spray=PIS) berjumlah 63(75%), dan responden kelompok kontrol (Alkohol Swab=AS) berjumlah 21(25%). Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui efektifitas povidon iodine 10% spray dengan alkohol swab 70% terhadap koloni bakteri dan plebitis. Pengambilan kultur dilakukan sebelum dan sesudah pemberian antiseptik di area pemasangan infus. Hasil penelitian dihitung jumlah rata-rata penurunan koloni sebelum dan sesudah. Uji paired t-test memiliki hasil 0.000 (p<0.05), artinya terdapat perbedaan mean yang signifikan rata-rata jumlah koloni bakteri sebelum dan sesudah pemberian antiseptik. Hasil Uji independent ttest adalah 0.973 (p>0.05), artinya tidak ada perbedaan penurunan yang signifikan dari rata-rata jumlah koloni bakteri pada pemberian antiseptik. Kontribusi kejadian plebitis dilihat dari Model Nagelkerke R Square dengan nilai 7,6 % hari kedua, dan 19,2 % hari ketiga untuk semua kelompok. Terdapat gejala plebitis 9,5% hari kedua, dan 23,8% hari ketiga pada kelompok kontrol sedangkan kelompok intervensi terdapat gejala plebitis 6,5% hari kedua, dan 4,8% hari ketiga. Hasil uji estimasi probabilitas kelompok intervensi P=0.95 (OR=19) kelompok kontrol P=0,76 (OR=3.1). Didapati nilai beta 1.614 yang menunjukkan PIS 1.614 lebih baik dibanding AS. Hasil uji Anova adalah 0.011 (p<0.05), menunjukkan antiseptik memiliki perbedaan efektifitas untuk menurunkan jumlah koloni bakteri. Jika dilihat dari nilai OR, PIS lebih efektif dibanding AS, sehingga antiseptik pada pemasangan infus di rumah sakit sebaiknya menggunakan PIS. Kata kunci: Antiseptik, Koloni Bakteri, Plebitis, Area Pemasangan Infus Daftar Pustaka: (2000-2014)
MASTER OF MEDICAL SURGICAL NURSING GRADUATE PROGRAM SINT CAROLUS SCHOOL SCIENCES Thesis, August 2014
OF
HEALTH
Dwiyanto Effectiveness of Povidone iodine spray 10% dissolved in 50% alcohol with 70% alcohol swab to bacteria colony and phlebitis incident in the area of intravenous insertion site in Bandung Adventis Hospital. 127 pages+ 26 table + 9 images + 6 scheme + 17 attachments ABSTRACT Infection of peripheral blood vessels, including nosocomial infections might occured in hospitals, especially for patients with IV therapy (65%), due to the entry of bacteria such as Staphylococcus aureus microorganisms, to the area of IV insertion.The insertion area disinfection was aimed to kill the bacteria, thus preventing the occurrence of phlebitis. This study used a pretest-posttest kontrol group design conducted in Bandung Adventist Hospital during May-July 2014. There were 83 respondents recruited through random sampling, where 75% (n=63) of respondents were in intervention group using Povidone Iodine Spray (PIS) while 25% (n=21) were in kontrol group using Alcohol Swab (AS).The purpose of this study was to determine the effectiveness of povidone iodine 10% spray with 70% alcohol swab to bacterial colony and phlebitis incident. The bacterial culture was taken before and after administration of antiseptiks in the insertion area. The results of the study showed the significant difference of the bacteria colony before and after the administration of antiseptik with paired t-test result of 0.000 (p value <0.05) while there was no significant difference in the reduction of the average number of bacterial colonies on the administration of antiseptik through the use of independent t-test (p value 0.973 > 0.05). The contribution of phlebitis using Nagelkerke R Square Model showed the value of 7.6% on the second day and 19.2% on the third day for both groups. The phlebitis incident was found in the kontrol group on the second day (9.5%) and third day (23.8%) while in the intervention group on the second day (6,5%) and on the third day (4,8%). The probability estimation test result showed that the intervention group P was 0.95 (OR=29) while kontrol group P was 0.76 (OR = 3.1). The beta value was 1.614 meant that PIS was 1,614 times better than the AS. The result of Anova test showed the significant difference between the antiseptiks to decrease the number of bacterial colony with p value of 0.011 (<0.05). It was then concluded based on the OR value that PIS is more effective than AS, so the recommendation for the hospital is to use the antiseptik of Povidone iodine spray 10% dissolved in 50% alcohol in the insertion area.. Keywords: Antiseptik, Bacteria Colonies, phlebitis, Infusion Installation area
A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Terapi intravena bermanfaat untuk menyediakan cairan parenteral, elektrolit atau memberikan kalori kepada klien. Dapat juga untuk memberikan vitamin dan obat-obatan, memantau tekanan darah,
serta membuat jalur
penyelamatan guna memasukkan obat yang segera dibutuhkan. Sekitar 50% 65% klien yang dirawat di rumah sakit akan mendapatkan terapi intravena (Berman et al, 2009. Tienjen et al, 2005. deWit & Kumagai, 2013). Lewis et al (2011), dan Darmadi (2008) menyebutkan terapi intravena (IV) memiliki manfaat yang baik untuk klien dari segi pengobatan, namun ada risiko infeksi yang dapat ditimbulkan dari terapi IV ini yang disebut dengan plebitis. Plebitis adalah peradangan yang ditandai dengan adanya kemerahan, nyeri, hangat, dan edema ringan dari vena superfisial. Plebitis dapat terjadi sekitar 65% pada klien yang menerima terapi IV. Menurut DepKes RI (2006),
bahwa angka kejadian nosokomial yang berupa plebitis
adalah
17.11%, merupakan angka yang sangat tinggi dimana faktor-faktor penyebab dapat di atasi. Smaltzer and Bare (2002) menyebutkan bahwa salah satu infeksi yang terjadi dirumah sakit adalah infeksi pembuluh darah primer. Infeksi aliran darah primer terjadi oleh karena manipulasi mekanik, dimana alat-alat intravaskular yang menyebabkan infeksi. Sedangkan infeksi aliran darah sekunder terjadi bila pejamu mempunyai sisi lain dari infeksi yang merupakan sumber kontaminasi aliran darah itu sendiri. Kontaminasi dapat terjadi dari flora klien sendiri yang melewati sisi luar kateter atau kontaminasi karena manipulasi selang internal. Cairan IV yang terkontaminasi kuman
dapat
menjadi sumber infeksi. Black & Hawks (2012), Darmadi (2008) menyebutkan infeksi yang terkait kateter IV dan bakteremia biasanya disebabkan oleh mikroorganisme yang ditemukan pada kulit klien atau di tangan para pekerja kesehatan. Kolonisasi flora kulit juga dapat terjadi di sekitar pusat perangkat infus, sambungan
infus, atau konektor lain yang melekat pada system, demikian juga dengan cairan infus yang terkontaminasi. Akibat infeksi ini dapat menimbulkan syok yang dapat menimbulkan kematian antara 50-90%. Hal inilah yang tentunya sangat membahayakan dan merugikan klien. Prastika et al (2011) dalam penelitianya “Kejadian plebitis dirumah sakit umum daerah Majalaya” menyebutkan bakwa faktor tindakan pemasangan infus, status gisi, dan usia pasien mempunyai hubungan bermakna dengan angka kejadian plebitis. dari hasil tersebut maka prosedur tindakan pemasangan infus harus dilakukan susuai standar operasional prosedur (SOP) dan pemantauan pada kelompok khusus. Pentingnya menekan angka infeksi pada aliran darah perifer menjadi hal yang sangat penting, terutama isu patient safety atau keselamatan klien yang berhubungan dengan infeksi nosokomial. Angka kejadian infeksi telah dijadikan salah satu tolok ukur mutu pelayanan sebuah rumah sakit. Jika sebuah rumah sakit memiliki angka infeksi nosokomial yang tinggi maka izin operasional rumah sakit tersebut dapat dicabut atau dihentikan. Dampak lain yang akan terjadi adalah dimana pihak asuransi tidak menanggung biaya oleh akibat infeksi nosokomial, hal inilah yang akan semakin menyebabkan beban biaya klien akan bertambah tinggi dan klien semakin dirugikan (Darmadi, 2008). Fenomena yang terjadi di setiap rumah sakit dalam pemasangan infus adalah pengunaan antiseptik yang berbeda-beda. Antiseptik yang sering digunakan adalah alkohol dan jarang menggunakan campuran dengan antiseptik lain. Demikian juga dengan teknik menggunakan antiseptik yang terbiasa dengan swab, meskipun ada teknik lain dengan spray
tetapi masih jarang
penggunaanya. Kim, et al (2013) melakukan penelitian yang berjudul “Comparison of disinfective power according to application order of 70% isopropyl alcohol and 10% povidone-iodine”, penelitian ini membandingkan alkohol dan povidon bercampur alkohol. Hasil dari penelitian menyebutkan bahwa, kombinasi alkohol dan povidan iodine lebih efektif dibandingkan penggunaan alkohol saja.
Kurniati (2008) melakukan penelitian yang berjudul “Perbedaan desinfeksi antara povidon iodine dan alkohol 70 % dengan alkohol 70 % terhadap hasil kultur darah septikemia” , penelitian ini membandingkan alkohol 70% dengan povidon iodine yang bercampur alkohol 70%. Hasil dari penelitian itu menyebutkan bahwa penurunan jumlah koloni bakteri lebih banyak ditemukan
pada
penggunaan
Povidon
iodine
bercampur
alkolhol,
dibandingkan alkohol saja.
Adanya risiko infeksi plebitis pada area pemasangan infus, adanya berbagai jenis antiseptik yang digunakan serta teknik pemberian yang berbeda, mendorong peneliti untuk melakukan penelitian keefektifan dari kedua jenis antiseptik alkohol swab 70% (AS) dengan povidon iodin spray 10% terlarut dalam alkohol 50% (PIS) pada pemasangan infus yang dilakukan di Instalasi Gawat Darurat RS Advent Bandung.
2. Perumusan Masalah 1. Bagaimana efektifitas AS dan PIS dalam menurunkan jumlah koloni bakteri di area pemasangan infus? 2. Bagaimana efektifitas AS dan PIS terhadap tanda-tanda plebitis di area pemasangan infus? 3. Bagaimana penurunan jumlah koloni bakteri (KB) terhadap tanda-tanda plebitis di area pemasangan infus? 4. Bagaimana pengaruh usia dan jenis kelamin terhadap jumlah KB dan plebitis di area pemasangan infus? 5. Bagaimana pengaruh usia, jenis kelamin, AS, dan PIS terhadap KB dan tanda-tanda infeksi. 3. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui perbedaan jumlah KB sebelum dan sesudah pemberian AS dan PIS di area pemasangan infus. 2. Mengetahui perbedaan jumlah KB sebelum pemberian AS dan PIS di area pemasangan infus.
3. Mengetahui pengaruh pemberian AS dan PIS terhadap plebitis di area pemasangan infus pada hari pertama, hari kedua dan hari ketiga. 4. Mengetahui pengaruh usia terhadap jumlah KB setelah pemberian AS dan PIS terhadap gejala plebitis di area pemasangan infus pada hari pertama, hari kedua, dan hari ketiga. 5. Mengetahui pengaruh jenis kelamin terhadap KB setelah pemberian AS dan PIS terhadap gejala plebitis di area pemasangan infus pada hari pertama, hari kedua, dan hari ketiga. 6. Mengetahui pengaruh pemberian PIS dan AS terhadap penurunan KB dan gejala plebitis. 7. Mengetahui pengaruh pemberian AS, PIS, usia, dan jenis kelamin terhadap gejala plebitis.
B. METODE PENELITIAN 1. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan
design Pretest posttest kontrol group.
Kelompok kontrol dalam penelitian ini adalah semua yang menggunakan alkohol swab 70% (AS) dan kelompok intervensi menggunakan Povidon Iodin spray 10% terlarut dalam alkohol 50% (PIS) yang akan digunakan dalam setiap pemasangan infus untuk menekan jumlah koloni bakteri pada area pemasangan infus. 2. Populasi dan Sampel Populasi pada penelitan ini adalah semua klien yang akan dilakukan pemasangan infus di ruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Advent Bandung. Metode sampling dengan simple random sampling. Jumlah sampel berdasarkan tabel Krejie 83 klien yang dipasang infus terdiri dari 62 pasien (75%) adalah kelompok Intervensi PIS, dan 21 pasien (25%) adalah kelompok kontrol. Kriteria inklusi pada penelitian ini meliputi, pasien laki-laki dan perempuan usia 20-60 tahun, dirawat minimal 3 hari perawatan, menggunakan cairan isotonis pada pemberian infus, bersedia menjadi responden. Sedangkan kriteria eklusi adalah : klien yang dirawat di ruang intensive, klien yang memiliki penyakit kronis seperti DM, klien
yang memiliki gangguan penyakti kulit, klien sepsis dan penurunan imunitas, klien dengan terapi heparin dan gangguan vaskuler, dan klien yang tidak bersedia untuk dilakukan penelitian.
3. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Unit Gawat Daruran Rumah Sakit Advent Bandung selama Mei – Juni 2014.
4. Prosedur Pengumpulan Data a. Minggu pertama peneliti mengumpulkan data khusus kelompok kontrol. Semua klien yang memiliki kriteria dilakukan kultur sebelum dan sesudah pemberian antiseptik AS, setelah 48 jam dilihat hasil kultur oleh petugas Laboratorium. Kemudian peneliti mengevaluasi setiap hari tanda-tanda plebitis selama tiga hari. b. Minggu berikutnya peneliti mengumpulkan data kelompok intervensi. Semua klien yang memiliki kriteria dilakukan kultur sebelum dan sesudah pemberian PIS, setelah 48 dilihat hasil kultur oleh petugas Laboratorium. Kemudian peneliti mengobservasi setiap hari tandatanda plebitis selama tiga hari.
5. Intrumen Pemgumpulan Data Instrumen pengumpulan data meliputi : Lembar observasi terdiri dari lembar observasi pretes - postes jumlah koloni bakteri, lembar observasi harian tanda-tanda plebitis dan Lembar catatan harian untuk mencatat kondisi pasien mengenai catatan cairan dan obat-obatan yang diberikan melalui infus.
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian a. Karakteristik Responden
A. Distribusi Jenis Kelamin 49/59%
50 40
34/41%
30
25
20 10
Kontrol Intervensi F
37
12
9
0 Laki-laki
Perempuan
Sumber : Data primer, 2014 Gambar 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
36.1 40 30 30
26.5
20.4 16.9
17
20
22
14 10 0 20-30
31-40
41-50
F
51-60
%
Sumber : Data primer, 2014 Gambar 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Hari 1
Hari 2
Hari 3
19.2
7.6 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Negelkerke R Square
Sumber : Data primer, 2014 Gambar 3. Kontribusi Kejadian Plebitis
Kejadian Plebitis Dari Jenis Antiseptik 8 6 5 4 3 2 0
0 AS
0 PIS Hari 1
Sumber : Data primer, 2014 Gambar 4. Kejadian Plebitis
AS dan PIS Hari 2
Hari 3
b. Paired t-Test Tujuan
paired t-test pada penelitian ini adalah uji statistik untuk
mengetahui perbedaan mean kelompok data berpasangan. Uji paired t-test dapat dilihat pada tabel 1, sebagai berikut. Tabel 1. Uji Beda Paired t-Test Pair 1
Prekol-Postkol
T
Df
Sig.(2-tailed)
6.327
61
.000
(Sumber : Data Primer Diolah berdasarkan data yang diperoleh)
Hasil uji beda Paired t- Test yang telah dilakukan menunjukkan Sig (2tailed) 0.000 (p<0.05) untuk menilai Signifikan perbedaan rata-rata jumlah koloni.
c. Independent t-Test Analisa Independent t-test dalam penelitian ini dilakukan untuk menguji Signifikansi beda rata-rata penurunan koloni bakteri pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Independen t-test dapat dilihat pada tabel 2, sebagai berikut: Tabel 2. Uji Beda Independent t Test Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means F
Sig.
T
Df
Sig. (2-tailed)
PREKOL
Equal variances assumed Equal variances not assumed POSTKOL Equal variances assumed Equal variances not assumed
27.132
.000
2.533
81
.013
1.910 24.069
.004
.949
-.034
81
.973
-.037 39.480
.971
(Sumber : Data Primer Diolah berdasarkan data yang diperoleh)
Hasil uji beda Independen t-test pada tabel di atas yang menjadi acuan penilaian adalah nilai Sig (2-tailed) PosKOL dengan nilai 0.973 dimana nilai ini untuk menentukan perbedaan rata-rata jumlah koloni. Nilai P value > 0.05 menunjukkan tidak signifikan, artinya tidak ada perbedaan efektifitas dari kedua antiseptik dalam menurunkan jumlah koloni. PIS dan AS sama efektif dalam menurunkan jumlah koloni bakteri.
c. Analisis Regresi Logistik Binary Hari Kedua Untuk mengetahui koofisien regresi dapat dilihat nilai Sig Variables in the Equation hari ke dua, pada tabel 3, sebagai berikut; Tabel 3 Variables in the Equation hari kedua
Step 0
Constant
Variables in the Equation B S.E. Wald Df -2.552 .424 36.253 1
Sig. Exp(B) .000 .078
(Sumber : Data Primer Diolah berdasarkan data yang diperoleh)
Tabel diatas menunjukkan nilai Sig 0.000 (p<0.05), dimana tidak ada pengaruh yang signifikan dalam penggunaan antiseptik PIS dan AS terhadap plebitis. Tabel 4 Variables in the Equation hari kedua Variables not in the Equation Score Df Step 0 Variables STERIL .221 1 USIA 2.017 1 JK .156 1 SELKOL .119 1 Overall Statistiks 2.648 4
Sig. .638 .156 .693 .731 .618
Variables in the Equation Step 1a STERIL USIA JK SELKOL Constant
B Df -.457 1 .046 1 .336 1 -.001 1 -4.125 1
Sig. .625 .168 .724 .708 .159
Exp(B) .633 1.047 1.399 .999 .016
95% C.I.for EXP(B) Lower Upper .101 3.959 .981 1.117 .217 9.027 .992 1.005
(Sumber : Data Primer Diolah berdasarkan data yang diperoleh)
Dari tabel diatas menunjukkan nilai Sig 0.168 untuk usia, Sig 0.724 untuk JK dengan p > 0.05, artinya tidak memiliki Signifikan untuk penurunan
jumlah koloni bakteri yang berhubungan dengan usia dan jenis kelamin pada pemberian antiseptik PIS maupun AS hari kedua.
Untuk mengetahui pengaruh pemberian AS, PIS, Usia, dan JK terhadap plebitis, dapat dilihat pada nilai Negelkerke R Square pada tabel 4, sebagai berikut; Tabel 5, Model Nagelkerke R Square hari kedua
Step 1
-2 Log likelihood 40.477a
Model Summary Cox & Snell R Square .031
Nagelkerke R Square .076
(Sumber : Data Primer Diolah berdasarkan data yang diperoleh)
Dari tabel diatas dapat dilihat dalam Nagelkerke R Square memiliki nilai 7.6%, artinya pada hari ke 2 seluruh variabel independen baik PIS dan AS hanya 7.6% berkontribusi pada kejadian plebitis.
e. Analisis Regresi Logistik Binary Hari ketiga Untuk mengetahui pengaruh pemberian AS, PIS, Usia, dan JK terhadap plebitis, dapat dilihat pada nilai Negelkerke R Square pada tabel 6, sebagai berikut; Tabel 6, Negelkerke R Square. Hari ketiga
Step 1
-2 Log likelihood 44.779a
Model Summary Cox & Snell R Square .090
Nagelkerke R Square .192
(Sumber : Data Primer Diolah berdasarkan data yang diperoleh)
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa nilai Nagelkerke R Square 19.2%. Data ini menunjukkan bahwa ada peningkatan kontribusi kejadian plebitis di hari ketiga sebesar 19.2%.
Untuk menguji koefisien regresi logistik hubungan pemberian antiseptik dan penurunan jumlah koloni bakteri terhadap usia dan jenis kelamin hari ketiga dapat dilihat pada variabel in the equation step 0 dan step 1 pada tabel 7, sebagai berikut; Tabel 7. Variabel In The Equation Variables not in the Equation Step 0
Step 0 Variables
STERIL USIA JK SELKOL Overall Statistics
Score 6.482 .869 .044 3.205 8.680
Df 1 1 1 1 4
Sig. .011 .351 .834 .073 .070
Variables in the Equation Step 1
Step STERIL USIA 1a JK SELKOL Constant
B S.E. Wald -1.614 .824 3.836 .029 .030 .918 .720 .931 .598 .003 .002 1.426 -2.442 2.628 .864
D f 1 1 1 1 1
Sig. Exp(B) .050 .199 .338 1.029 .439 2.054 .232 1.003 .353 .087
90% C.I.for EXP(B) Lower Upper .051 .772 .980 1.081 .444 9.493 .999 1.007
(Sumber : Data Primer Diolah berdasarkan data yang diperoleh)
Dari tabel diatas nilai Sig step 0 (0.011), dan step 1 nilai Sig (0.050) dengan p < 0.05. Nilai ini menunjukkan
signifikan terhadap penurunan
jumlah koloni bakteri hari ketiga yang berhubungan dengan usia dan jenis kelamin.
f. Estimasi Kejadian Plebitis Tabel 8, Data Uji Estimasi Iteration History Variables in the Equation Step 1
Step 1a
STERIL USIA
B S.E. Wald df -1.614 .824 3.836 1 .029 .030 .918 1
90% C.I.for EXP(B) Sig. Exp(B) Lower Upper .050 .199 .051 .772 .338 1.029 .980 1.081
JK SELKOL Constant
.720 .931 .598 .003 .002 1.426 -2.442 2.628 .864
1 1 1
.439 .232 .353
2.054 1.003 .087
.444 .999
9.493 1.007
(Sumber : Data Primer Diolah berdasarkan data yang diperoleh)
Probabilitas of an even digunakan untuk menentukan antiseptik yang paling efektif digunakan. Dari tabel 7 menunjukkan faktor yang berkontribusi menimbulkan kejadian plebitis adalah : jenis Steril (-1.614), Usia (0.029), JK (0.720), SelKol (0.003) dan Constantas (-2.442). Untuk menentukan
nilai probabilitas dari kejadian setiap respondent dapat
ditemukan dengan menggunakan rumus munroe sebagai berikut: 𝐏=
𝟏 𝟏 + 𝐄ˉᶻ
P= Probabilitas E= Base of the Natural Logarithm Z= C+b1.X1+C2.X2+b3.X3…..+bn.Xn
1). Uji Estimasi Kelompok Intervensi Karakteristik pasien intervensi dibawah ini yang diambil untuk penghitungan ini adalah berjenis kelamin perempuan (2), usia 29 tahun (29), intervensi (2) selisih koloni pre dan post 123 koloni (123). Pasien dengan diagnosa Gastrik Enteritis. 𝑍 = 𝐶 −2.442 + (−1.164 𝑥 𝑃𝐼𝑆 2 + 0.029 𝑥 𝑈𝑠𝑖𝑎 29 + (0.720𝑥 𝐽𝐾 2 + (0.003) 𝑥 𝑆𝐾 (123) 𝑍 = −2.442 + −1.614𝑥2 + 0.029𝑥29 + 0.720𝑥2 + 0.003𝑥123 𝑍 = −2.442 + −3.22 + 0.841 + 1.44 + 0.369 𝑍 = −5.662 + 2.650 𝑍 = 3.012 (𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 log 𝑙𝑖𝑛𝑒𝑎𝑟 = 𝟎. 𝟎𝟒𝟗) 𝑷=
𝟏 𝟏 + 𝑬ˉᶻ
𝑷=
𝟏 = 𝟎. 𝟗𝟓 𝟏 + 𝟎. 𝟎𝟒𝟗
Nilai 0.95 adalah nilai probabilitas kejadian plebitis kelompok intervensi yang akan dipakai untuk menentukan nilai odds rasio. 𝑶𝑹 =
𝑷 𝟏−𝑷
𝑶𝑹 =
𝟎. 𝟗𝟓 = 𝟏𝟗 𝟏 − 𝟎. 𝟗𝟓
Kesimpulan dari nilai odds rasio penurunan plebitis sebesar 19, memberikan arti bahwa
antiseptik PIS mampu sebanyak 19 kali
menurunkan kejadian plebitis.
2). Uji Estimasi Kelompok Kontrol Karakteristik pasien kontrol dibawah ini yang diambil untuk penghitungan ini adalah berjenis kelamin laki-laki (2), usia 27 tahun (27), selisih koloni pre dan post 460 koloni (460). Pasien dengan diagnose Apendicitis. 𝑍 = 𝐶 −2.442 + (−1.164 𝑥 𝐴𝑆 1 + 0.029 𝑥 𝑈𝑠𝑖𝑎 27 + (0.720𝑥 𝐽𝐾 1 + (0.003) 𝑥 𝑆𝐾 (460) 𝑍 = −2.442 + −1.614𝑥1 + 0.029𝑥27 + 0.720𝑥1 + 0.003𝑥123 𝑍 = −2.442 + −1.614 + 0.783 + 0.720 + 1.38 𝑍 = −4.056 + 2.883 𝑍 = −1.173 (𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 log 𝑙𝑖𝑛𝑒𝑎𝑟 = 𝟎. 𝟑𝟎𝟗)
𝑷=
𝟏 𝟏 + 𝑬ˉᶻ
𝑷=
𝟏 = 𝟎. 𝟕𝟔 𝟏 + 𝟎. 𝟑𝟎𝟗
Nilai 0.76 adalah nilai probabilitas kejadian infeksi pada kelompok kontrol yang akan dipakai untuk menentukan nilai odds rasio.
𝑶𝑹 =
𝟎. 𝟕𝟔 = 𝟑. 𝟏 𝟏 − 𝟎. 𝟕𝟔
Kesimpulan dari nilai odds rasio
penurunan plebitis sebesar 3.1,
memberikan arti bahwa odds rasio menunjukkan antiseptik AS mampu sebanyak 3.1 kali menurunkan kejadian plebitis.
g. Uji Anova Uji anova pada penelitian ini untuk mengetahui tingkat perbedaan yang Signifikan antara rata-rata hitung pada kelompok data hasil observasi. Data uji anova dapat dilihat pada tabel 6, sebagai berikut; Tabel 6. Anova. Descriptives SELKOL 95% Confidence Interval for Mean Lower
Upper
Bound
Bound
N
Mean
AS
21
182.5238
86.3960
278.6517
2.00
500.00
PIS
62
88.9677
60.8849
117.0506
2.00
492.00
Total
83
112.6386
80.5108
144.7663
2.00
500.00
81.5826
143.6945
-530.8599
756.1370
Model Fixed Effects Random Effects
Min
Max
Test of Homogeneity of Variances SELKOL Levene Statistik 29.619
df1 1
df2 81
Sig. .000
ANOVA SELKOL Between Groups
Sum of Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
137301.983
1
137301.983
6.790
.011
Within Groups
1637883.174
81
20220.780
Total 1775185.157 82 (Sumber : Data Primer Diolah berdasarkan data yang diperoleh)
Dari tabel diskriptif diatas menunjukkan bahwa nilai rata-rata (mean) AS (182.5238), dan PIS (88.9677). Jumlah koloni bakteri minimum AS (2.00), dan masimum (500.00). Jumlah koloni bakteri minimum PIS (2.00), dan maksimum (492.00). Dari tabel Test of Homogeneity of Variances disebutkan selisih koloni antara AS dan PIS adalah Sig 0.000 (p<0.05). Dari tabel Anova disebutkan nilai Sig dari kedua antiseptik AS dan PIS adalah 0.011 (p<0.05), menunjukkan ada perbedaan efektifitas dalam menurunkan jumlah koloni bakteri.
2. Pembahasan Hasil Penelitian a. Pembahasan Distribusi Responden Penelitian Karakteristik berdasarkan jenis kelamin dalam penelitian ini adalah responden yang berjenis kelamin laki-laki 41% dan yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 59%. Hal ini menunjukkan responden perempuan lebih banyak dalam penelitian ini, dan dari data Rumah Sakit Advent pada saat penelitian 66% pasien yang dirawat berjenis kelamin perempuan.
Kelompok usia yang paling banyak pada penelitian ini berusia 20-30 tahun berjumlah 36.1%, dimana kelompok ini adalah kelompok usia produktif. Kemungkinan usia produktif banyak mengalami gangguan kesehatan adalah kurangnya istirahat, beban kerja dan stress yang menimbulkan menurunya daya tahan tubuh terhadap penyakit.
Berdasarkan pengolahan statistik peneliti mendapatkan bahwa 7.6% antiseptik berkontribusi dalam menimbulkan plebitis pada area pemasangan infus dihari kedua, sedangkan 92.4% disebabkan oleh faktor yang lain diantaranya faktor kimia dan mekanis. Sedangkan pada hari ketiga antiseptik berkontribusi menimbulkan plebitis pada area pemasangan infus sebanyak 19.2%, sedangkan plebitis yang
disebabkan
faktor lainya sebanyak 81.8%. Dari data statistic ini
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kontribusi kejadian plebitis di hari ketiga. Dan hasil ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Patola et al (2013) yang berjudul “ Gambaran kejadian plebitis akibat pemasangan infus pada pasien di rumah sakit umum daerah Majene” menyimpulkan bahwa; kejadian plebitis paling banyak terjadi pada hari ketiga (36,7%). Data ini menunjukkan bahwa hari ketiga pada pemasangan infus memiliki risiko tinggi untuk terjadi infeksi, apa lagi pemberian obat-obatan melalui infus akan lebih meningkatkan risiko plebitis.
Infusion Nursing Standartds of Practice (INSP, 2006), menyebutkan plebitis hari pertama sampai hari ketiga dapat dicegah dengan merotasi lokasi pemasangan infus, dan diganti ke lokasi yang lain setiap 72 jam bila dicurigai adanya kemungkinan komplikasi setelah pemberian terapi. Sedangkan Center for Desease Kontrol(CDC) Guidelines (2002) dan RCN (2005) merekomendasikan pemindahan lokasi area pemasangan infus adalah 27 sampai 96 jam meskipun ada beberapa literature yang mendukung untuk tidak mengganti sampai dengan 144 jam. Tetapi jika sudah ada gejala infeksi, maka harus segera diganti meskipun belum 72 jam.
Jumlah kejadian plebitis kelompok kontrol terdapat 2 responden di hari kedua dan 5 responden dihari ketiga. Sedangkan kejadian plebitis kelompok intervensi terdapat 4 responden di hari kedua dan 3 responden di hari ketiga. Dari data ini menunjukkan bahwa kejadian plebitis pada kelompok kontrol mengalami peningkatan pada hari ketiga, sedangkan pada kelompok intervensi mengalami penurunan dihari ketiga.
Hal ini menunjukkan perbedaan efektifitas antisetik
dimana alkohol swab 70% mampu untuk membunuh bakteri tetapi tidak dapat membunuh spora, sedangkan PIS mampu membunuh bakteri sekaligus membunuh spora, sehingga kejadian plebitis dihari
ketiga mengalami penurunan, dan dapat di simpulkan bahwa kombinasi antisetik lebih efektif dan saling melengkapi (Tietjen et al, 2004. Darmadi, 2008). b. Pembahasan Pairet t – Test Perbedaan rata-rata jumlah koloni bakteri pada tabel 1, menunjukkan bahwa, nilai Signifikan hasil uji paired t-test adalah 0.000 (p<0.05), yang artinya terdapat perbedaan yang Signifikan rata-rata jumlah koloni bakteri sebelum dan sesudah pemberian antiseptik di area pemasangan infus. Kim, et al (2013), dalam penelitian yang berjudul “Comparison of disinfective power according to application order of 70% isopropyl alcohol and 10% povidone-iodine”. Menyebutkan terjadi penurunan koloni bakteri yang Signifikan setelah pemberian antiseptik, baik alkohol 70% maupun Povidon iodine 10%, dimana antiseptik ini dapat mencegah terjadinya infeksi. Dari penelitian ini menunjukkan kedua antiseptik dapat menurunkan jumlah koloni bakteri, dan untuk itulah tujuan digunakan antiseptik terutama didaerah permukaan yaitu mengurangi atau menghilangkan bakteri yang ada sehingga infeksi dapat dicegah. c. Pembahasan Independent t – Test Pada tabel 2, menunjukkan bahwa nilai singnifikan hasil uji independent t-test dengan nilai Sig 0.973 (p>0.05), yang menunjukkan tidak ada perbedaan yang Signifikan dari rata-rata jumlah koloni bakteri pada pemberian antiseptik AS dan PIS. Artinya adalah penggunaan AS dan PIS memiliki efektifitas untuk menurunkan koloni bakteri, karena sama-sama menurunkan jumlah koloni, sehingga untuk melihat perbedaan rata-rata dari kedua antiseptik tidak Signifikan perbedaanya.
Penggunaan antiseptik alkohol dan povidon diodin, tergantung dari masing-masing intitusi. Penggunaan antiseptik AS dan PIS memiliki cara yang berbeda, perbedaan prosedur dan komposisi antiseptik ini menjadi penentu efektifitas antiseptik dapat optimal. Sehingga sangat penting bagi petugas kesehatan mengetahui cara kerja dari masingmasing antiseptik, sehingga diperoleh efektifitas kerja antiseptik yang optimal. Kim et al (2013), dalam penelitian yang berjudul “Comparison of disinfective power according to application order of 70% isopropyl alcohol and 10% povidone-iodine”. Menyebutkan bahwa Tidak ada perbedaan yang Signifikan dalam kekuatan disinfektan untuk menurunkan jumlah bakteri menurut urutan sterilisasi dengan Alkohol lalu Povidon iodine (AP) atau Povidon iodine lalu Alkohol (PA) pada sukarelawan sehat. Dalam hal ini merujuk pada hasil yang sama dimana tidak terdapat perbedaan yang Signifikan dalam penurunan jumlah koloni bakteri pada pemberian antiseptik PIS ataupun AS.
d. Pembahasan Regresi Logistik Binary Hari Kedua. Nilai Sig 0.000 (<0.05) pada hari kedua di tabel 4; Variebles in the Equation,
menunjukkan koofesien regresi pada kejadian plebitis,
dimana tidak ada pengaruh yang Signifikan terhadap kejadian plebitis dihari kedua. Konstribusi kejadian plebitis hari kedua dapat dilihat pada tabel 5. Model Nagelkerke R Square hari kedua,
dimana
memiliki nilai 7.6%, nilai ini menunjukkan pada hari kedua seluruh variabel independen berkonstribusi pada kejadian plebitis 7,6%, dan 92.3% plebitis desebabkan oleh faktor yang lain. Hal ini terbukti dengan jumlah plebitis hari kedua kelompok Intervensi 4 (6.5), Kontrol 2 (9,5%).
Untuk mencari hubungan pemberian antiseptik dan penurunan jumlah koloni bakteri terhadap usia dan jenis kelamin dapat dilihat di tabel 5. Variables in the Equation. Dimana Sig usia 0.168, jenis kelamin Sig
0.724 (p>0.05), dimana tidak Signifikan penurunan jumlah koloni bakteri yang berhubungan dengan usia dan jenis kelamin pada pemberian antiseptik. Pada nilai Exp(B) JK memiliki nilai tertinggi yaitu 1.399 dan nilai Beta 0.336. Hal ini menunjukkan ada perbedaan jumlah koloni bakteri antara responden laki-laki dan responden perempuan, dimana laki-laki dibandingkan perempuan 0.336 kalinya lebih banyak terdapat bakterinya dibandingkan perempuan
e. Pembahasan Regresi Logistik Binary Hari Ketiga Kontribusi kejadian plebitis untuk penggunaan antiseptik dihari ketiga dapat dilihat pada tabel 6, Negelkerke R Square dengan nilai 19.2%. Hal ini menunjukkan peningkatan kejadian plebitis dihari ketiga sebanyak 19.2% dan 81.8% disebabkan oleh faktor yang lain. Peningkatan ini terbukti dengan jumlah plebitis
hari ketiga dari
7.29% hari kedua menjadi 9.60% untuk semua kelompok.
Nilai Beta (-1.610) sama dengan 1.610 menggambarkan, efektifitas antiseptik PIS bila pemberianyan dilakukan dengan benar akan memiliki 1.6 kali lebih efektif dari AS, yang akan berdampak pada penurunan jumlah plebitis. Nilai Beta
menggambarkan efektifitas
antiseptik yang digunakan, semakin tinggi nilai Beta, semakin baik efektifitas dari antiseptik. Dalam penelitian ini kecenderungan meningkatnya plebitis terjadi di hari kedua dan ketiga. Untuk itu perlu observasi akan tanda-tanda plebitis dihari ketiga, atau perlu dilakukan pemindahan lokasi area pemasangan infus setelah 72 jam sesuai rekomendasi Infusion Nursing Standards of Practice (2006).
Hubungan pemberian antiseptik dan penurunan jumlah koloni bakteri dan plebitis dihari ketiga terhadap usai dan jenis kelamin dapat melihat tabel 7, Variebles in the Equation dimana nilai Sig 0.011 di step 0 dan nilai Sig 0.050 di step 1. Hal ini menunjukkan (p <0.05), sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian antiseptik AS dan PIS
terhadap penurunan koloni bakteri yang berhubungan dengan usia dan jenis kelamin memiliki hubungan yang signifikan. Semakin tinggi koloni bakteri akan bertambah tinggi kejadian plebitis, sebaliknya bila koloni bakteri berkurang kejadian plebitis akan berkurang. Hal ini menunjukkan bahwa di hari ketiga pada penelitian ini, jumlah koloni bakteri cenderung meningkat, berhubungan dengan kontaminasi dengan bakteri dari luar lingkungan area pemasangan infus, atau spora yang tidak mati akan berkembang menjadi bakteri yang menyebabkan plebitis dan terbukti terjadi peningkatan jumlah plebitis di hari ketiga.
f. Uji Estimasi . Dari uji estimasi yang dipaparkan menunjukkan bahwa kelompok intervensi PIS, Odds Rasio (OR) dengan nilai 19. Hal ini memiliki arti PIS mampu menurunkan plebitis sebesar 19 kali. Sedangkan nilai OR kelompok kontrol AS adalah 3.1, ini memiliki arti AS mampu menurunkan kejadian plebitis sebesar 3.1 kali. Dari perbandingan ini maka dapat disimpulkan bahwa : 𝑷𝑰𝑺 ∶ 𝑨𝑺 = 𝑿 𝟏𝟗: 𝟑. 𝟏 = 𝟔. 𝟏 Hasil ini menunjukkan bahwa PIS lebih baik 6 kali menurunkan kejadian plebitis dibandingkan AS.
Dari literature disebutkan bahwa PIS kemasan 250 cc memiliki kemampuan 1260 kali semprotan, jadi bila setiap pemasangan infus memerlukan 2 kali penyemprotan, maka dapat dipakai untuk memasang infus sebanyak 630 pasien. Untuk pasien yang sama AS membutuhkan 1260 biji, sementara 1 box AS berisi 100 biji, sehingga untuk 630 pasien memerlukan maksimal 13 box AS. Untuk harga AS 1 box adalah Rp. 47.500. Jadi dibutuhkan biaya Rp. 617.500. Sementara
250cc
PIS
hanya
kisaran
Rp.
120.000,
dengan
perbandingan ini menunjukkan PIS lebih murah dibandingakan AS, selain itu PIS tidak menghasilkan pruduk sampah seperti AS. g. Pembahasan Uji Anova Hasil analisi pada uji Anova dapat dilihat pada
tabel Test of
Homogeneity of Variances disebutkan selisih koloni antara AS dan PIS adalah Sig 0.000 (p<0.05). Ho diterima jika nilai p>0.05, jadi Ho ditolok. Karena Ho ditolak maka dapat disimpulkan bahwa jumlah koloni dari kedua antiseptik AS dan PIS adalah berbeda. Jadi ada perbedaan jumlah koloni dari penggunaan kedua antiseptik dimana nilai mean untuk antiseptik AS adalah 182.5 dan nilai mean PIS adalah 88.9. Dari nilai menunjukkan bahwa PIS memiliki efektifitas untuk menurunkan jumlah koloni bakteri lebih baik dibandingikan AS.
Dari tabel Anova disebutkan nilai Sig dari kedua antiseptik AS dan PIS adalah 0.011 (p<0.05). Ho diterima bila nilai p>0.05, jadi Ho ditolak maka dapat disimpulkan bahwa efektifitas untuk menurunkan koloni bakteri dari kedua antiseptik AS dan PIS adalah berbeda. Untuk melihat
sejauh mana tingkat perbedaan tersebut, maka
dilakukan Post Hoc Test. Tetapi dalam uji Anova pada penelitian ini, Post Hoc Test tidak dapat ditampilkan oleh karena hanya memiliki dua grup. Untuk memunculkan Post Hoc Test minimal menggunakan tiga varian grup.
D. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Berdasarkan teori, hasil penelitian dan pembahasan maka dibuat simpulan sebagai berikut: a.
Terdapat perbedaan yang signifikan jumlah koloni bakteri sebelum dan sesudah pemberian AS dan PIS di area pemasangan infus dengan nilai 0.000 (P<0.05)
b.
Tidak ada perbedaan penurunan yang signifikan dari rata-rata jumlah koloni bakteri pada pemberian antiseptik AS dan PIS, dengan nilai sig 0.973 (p.>0.05)
c.
Terdapat gejala plebitis 9,5% hari kedua, dan 23,8% hari ketiga di area pemasangan infus pada pemberian antiseptik AS.
d.
Terdapat gejala plebitis 6,5% hari kedua, dan 4,8% hari ketiga di area pemasangan pada pemberian antiseptik PIS.
e.
Tidak didapati pengaruh yang signifikan antara usia terhadap koloni bakteri setelah diberikan antiseptik AS dan PIS dengan nilai sig 0.168 dan sig 0.338 (p >0.05) hari kedua dan ketiga.
f.
Tidak didapati
pengaruh yang signifikan antara jenis kelamin
terhadap koloni bakteri setelah diberikan antiseptik AS dan PIS dengan nilai sig 0.724 dan sig 0.439 (p >0.05) hari kedua dan ketiga. g.
Didapatkan PIS 1.6 kali dibanding AS dalam menurunkan kejadian plebitis, dan PIS lebih baik dibanding AS untuk pemasangan infus.
h.
Didapati ada pengaruh pemberian antiseptik dengan Usia dan JK terhadap gejala plebitis hari kedua dengan nilai Nagelkerke R Square 7,6%
i.
Didapati ada pengaruh Usia, dan JK terhadap gejala plebitis hari ketiga dengan nilai Nagelkerke R Square 19.2%.
2. Saran a. Untuk menurunkan jumlah kejadian plebitis, sebaiknya Rumah Sakit menggunakan antiseptik yang dicampur dengan antiseptik yang lain seperti PIS. b. Untuk menurunkan jumlah plebitis sebaiknya Rumah Sakit membuat prosedur penggantian lokasi pemasangan infus setiap hari ketiga. Atau dilakukan penggantian lokasi pemasangan kapanpun bila ada tanda plebitis.
c. PIS lebih murah dibandingkan AS, serta tidak menghasilkan sampah, sehingga PIS dapat dijadikan pilihan antiseptik setiap pemasangan infus. d. Dilakukan penelitian lebih mendalam, dengan jumlah sampel dan variabel penelitian yang lebih banyak.
E. DAFTAR PUSTAKA
Anabela. S. Oliveira and Pedro. P. (2010).” Incidence of phlebitis in patients with peripheral intravenous catheters: The influence of some risk factors” http://www.ajan.com.au/Vol30/Issue2/4SalgueiroOliveira.pdf. Diakses tanggal 20 Januari 2014. Berman, A., Snayder, s., Kozier, B,. Erg, G. (2009). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Edisi 5. EGC. Jakarta. Burn, N dan Grove, S.K. (2009). The practice of nursing research: Appraisal,synthesis, and generation of evidence, 6th. Edn, St.Louis: Saunders,an Imprint of Elsavier, Inc Darmadi. (2008). Infeksi Nosokomial, Problematika dan Pengendalianya. Salemba Medika. Jakarta DepKes RI. (2008). Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. De Wit, S. C, And Kumagai, C.K. (2013). Medical Surgical Nursing Concepts and Practice. Second Edition. Elsevier Inc. Dougherty, L., Bravery, K., Gabriel, J., Scales, K., Inwood, S. (2010). Srandard for infusion therapy (3rd). London : Royal Collage of Nursing. Hadi, M dan Pranaka, K. (2011). Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: Balai penerbit Fakutlas Kedokteran Universitas Indonesia. p.453-454. Ince M. & E. Kurnia. (2010). Kepatuhan Perawat Dalam Melaksanakan Standar Prosedur Operasional Pemasangan Infus Terhadap Plebitis. https://www.google. com/#q=standar+depkes ++ infeksi . +plebitis+yang+masih+bisa+diterima.Diakses tanggal 3 Pebruari 2014. Infustion Nurses Sociaty. (2011). Infusion Nursing Standards of Practice. http://infusionnurse.org/2011/ 02/21/the-phlebitis-scale-does-meansomething/. Diakses tanggal 25 Pebruari 2014.
Young, J., Tample, J., Care, P., (2005). Nurses’ Guide To Home Health . Prosedures. Jakarta. EGC. Kurniati R., (2008), Perbedaan desinfeksi antara povidon iodine dan alkohol 70 % dengan alkohol 70 % terhadap hasil kultur darah septikemia. http://eprints.undip.ac.id/24482/ Di akses tanggal 26 Juli 2014. Lewis et al. (2011). Medical Surgical Nursing, Assessment and Management of Clinical Problem, Elsevier. Mosby. Linda Tietje et al. (2004). Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan Sumber Daya Terbatas. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. Murti, Bhisma. (2012). Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif di Bidang Kesehatan. Gadjah Mada University. Murti Press, Yogyakarta. Nursewian. (2012). http://buletinkesehatan.com/pemasangan-infus-intravena/. Diakses tanggal 16 Januari 2014. Patola et al (2013), Gambaran kejadian plebitis akibat pemasangan infus pada pasien di rumah sakit umum daerah Majene. http://library.stikesnh.ac.id/files/disk1/5/e-library%20stikes%20nani% 20 hasanuddin--pattolaabd-239-1-artikel4.pdf. Polit, D.F., & Hagler, B.P. (1999). Nursing Reseach: Principle and Method. Philadelphia; Lippincott Williams & Wilkins. Polit, D.F., & Beck, C.T. (2012). Nursing Reseach: Generating and Assessing Evidance For Nursing Practice. 9 th edition. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins Prastika et al (2011) Kejadian phlebitis dirumah sakit umum daerah Majalaya portalgaruda.org/download_article.php?article...val. Di unduh tanggal 20 Maret 2014.
Purnomo, Wahyu. (2009). Perbandingan Efektifitas Kombinasi Chlorhexidine Gluconate Cetrimede- Alkohol 70%-Povidone Iondine 10% dengan Chlorhexidine Gluconate Cetrimide-Povidone Iodine 10% Sebagai Aniseptik Terhadap Penurunan Kepadatan Kuman Pada Operasi Fraktur Tertutup Elektif Simple di IBS RSO. Prof. DR. R. Soeharso Surakarta. PhD thesis, Universitas Sebelas Maret Surakarta. http://eprints.uns.ac.id/2823/.Diakses tanggal 10 Januari 2014. Sohir, M et al (2011). The Effect of Chlorhexidine versus Alcohol Povidone-
Iodine on Occurrence of Central Venous Catheter Infection among Critically Ill Patients . Microbiology department, Faculty of Medicine, university of Menofia, Egypt. http://www.sciencepub.net/nature/ns0909/006_5565ns0909_39_48.pdf. Diakses tanggal 18 Maret 2014. Sang Su Kim (2013), Comparison of disinfective power according to application order of 70% isopropyl alcohol and 10% povidone-iodine. http://synapse.koreamed.org/search.php?where=aview&id=10.4097/kjae.2 013.65.6.519&code=0011KJAE&vmode=FULL. Diakses tanggal 13 Juli 2014. Susilo. W.H., Aima H., Suprapti. F (2014) Biostatistika Lanjut Dan Aplikasi Riset. CV. Trans Info Media. Jakarta. Sutedja, R. (2013). Rumah Sakit Rentan Penyebaran Infeksi Nosokomial. http://www.perempuan.com/read/rumah-sakit-rentan-penyebaran-infeksinosokomial. Diakses tanggal 21 Januari 2014 Tabene, L. (2004) Sample size Determinantion in Clinical Trial. HRM -733 Class Note. Hamilton: Mc Master University. Tamher, S. (2008). Mikrobiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: Tran Info Media. Tomey & Alligood. (2010). Nursing Theorists and Their Work Seventh Edition. Mosby Elsecier, Maryland Heights Misouri, United States of America Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta. EGC. Tabane, L. (2004). Sample Size Determination in Clinical Trial. Departement of Clinikal Epidemiology and Biostatistics Faculty of Health Sciences. Hamilton. USA. Véronique Goudet et al. (2013). Comparison of four skin preparation strategies to prevent catheter- related infection in intensive care unit (CLEAN trial): a study protocol for a randomized controlled trial. http://www.trialsjournal.com/content/14/1/114. Di akses tanggal 5 Januari 2014. Wiyono G (2011) Merancang Penelitian Bisnis Dengan Alat Analisis SPSS Dan Smart PLS. Cetakan pertama. STIM YKPN. Yogyakarta.