ISSN: 1410-4369
EDISI JANUARI 2014
Widya Laksana
JURNAL PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MENUJU PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA
LEMBAGA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA 2014 i
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA Majalah Ilmiah Pengabdian Masyarakat WIDYA LAKSANA Penanggung Jawab
:
Rektor Universitas Pendidikan Ganesha Prof. Dr. I Nyoman Sudiana, M.Pd
Pengarah
:
Ketua Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat Prof. Dr. Ketut Suma, M.S
Redaktur
: 1. Prof. Dr. I Made Sutama, M.Pd 2. Prof. Dr. Ketut Suma, M.S 3. Dr. Wayan Mudana, M.Si 4. Drs. I. B. Putu Mardana, M.Si 5. Drs. I Nyoman Gita, M.Si 6. Prof. Dr. Naswan Suharsono, M.Pd
Penyunting
: 1. Prof. Dr. A.A. Istri Marhaeni, M.A 2. Drs. Gede Gunatama, M.Hum 3. Nyoman Dini Andini, S.St.Par., M.Par 4. Drs. I Putu Panca Adi, M.Pd 5. Drs. Gede Nurjaya, M.Pd
Desain Grafis
: 1. Nyoman Mudana, S.Sos 2. Ketut Bratha Semadi 3. I Gede Juliantara
Sekretariat
: 1. Made Diah Pradnya Paramita, SE 2. Ida Bagus Ngurah Sidharta Manuaba, SE 3. Ni Ketut Sri Artini 4. Ketut Nata
PENERBIT Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Jln. Udayana 14C Singaraja-Bali Telepon (0362) 26327 Fax. (0362) 25735 Kode Pos 81116 i
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan kemudahan yang diberikan-Nya, Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat “ Widya Laksana” Edisi Januari 2014 dapat diterbitkan sebagaimana mestinya. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Widya Laksana menyajikan tulisan tentang pelaksanaan dan hasil Pengabdian Kepada Masyarakat sivitas akademik Undiksha Tahun 2013/2014 dalam memberdayakan masyarakat menuju peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan karya tulis hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan oleh guru. Kami berharap agar jurnal ini dapat digunakan sebagai sarana informasi bagi para pembaca dan bermanfaat untuk meningkatkan kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat di lingkungan Undiksha pada umumnya. Selain itu, jurnal ini diharapkan dapat memberi inspirasi kepada para pelaksana kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat untuk melahirkan inovasi dan kreativitas baru. Mengingat Widya Laksana masih mencari bentuk dan jati dirinya, maka baik isi dan kemasannya tidak luput dari kekurangan dan kesalahan. Karena itu, kami mengharapkan sumbang saran dan kritik para pembaca untuk meningkatkan kualitas Widya Laksana pada masa yang akan datang. Salam
Redaksi
ii
DAFTAR ISI Pengantar………………………………………………………………………………ii Daftar Isi………………………………………………………………………………iii PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PELATIHAN SPIRITUAL TOUR GUIDE DI KAWASAN PURA PULAKI Oleh Putu Eka Dambayana Suputra………....……………………….......................1 PELATIHAN PENYUSUNAN FINANCIAL REPORT BERDASARKAN STANDAR AKUNTANSI ETAP PADA KOPERASI DI KABUPATEN BULELENG Oleh Ni Luh Gede Erni Sulindawati...........................................................................14 PELATIHAN PERWASITAN BOLA BASKET I Ketut Iwan Swadesi.......................……………......................................................21 PELATIHAN DAN PENDAMPINGAN PENULISAN ARTIKEL HASIL PENELITIAN BAGI GURU-GURU DI KABUPATEN KLUNGKUNG DAN KARANGASEM Oleh I Made Kirna.………….…………...………..…….........……………….…...29
PELATIHAN TEKNIK PENGGUNAAN BAHAN KIMIA UNTUK PENINGKATKAN KESELAMATAN KERJA DI LABORATORIUM KIMIA Oleh I Ketut Lasia, I Made Gunamantha, I Ketut Budiada.....................................44 PELATIHAN PENYUSUNAN RPP BERMUATAN PENDIDIKAN KARAKTER PADA GURU-GURU DI SEKOLAH DASAR NOMOR 1 KAPAL Oleh I Gede Nurjaya...............................………………………..…..….…...........57 . PELATIHAN MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA DAN KESEHATAN BERBASIS KARAKTER BAGI GURU PENJASORKES DI KECAMATAN BANJAR KABUPATEN BULELENG Oleh Made Agus Dharmadi................................………………………..….…..…67
iii
PELATIHAN PENYUSUNAN GUIDE BOOK POKDARWIS TUNJUNG MEKARDI DESA SAMBANGAN Oleh Dini Andiani.................................................…………….……...…...............76
PELATIHAN PENELITIAN TINDAKAN SEKOLAH MELALUI IMPLEMENTASI REFLECTIVE MODEL PADA PENGAWAS DAN KEPALA SEKOLAH SD DI KECAMATAN BULELENG Oleh Putu Kerti Nitiasih..........……………………………………….…….………87
PELATIHAN DAN PENDAMPINGAN PENYUSUNAN RPP BERMUATAN KEBUDAYAAN LOKAL DAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA UNTUK GURU-GURU SEKOLAH DASAR DI GUGUS II KECAMATAN TEJAKULA Oleh Putu Nanci Riastini……………..………………......………….……………98 DESA BINAAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL TRI HITA KARANA DI DESA PEMUTERAN KECAMATAN GEROKGAK KABUPATEN BULELENG Oleh I Wayan Mudana............................................................................................104 PELATIHAN PERMAINAN TONNIS BAGI GURU PENJASORKES SD DAN SMP SE-KABUPATEN JEMBRANA Oleh Made Agus Wijaya........................................................................................111
=======================
iv
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PELATIHAN SPIRITUAL TOUR GUIDE DI KAWASAN PURA PULAKI oleh, Putu Eka Dambayana Suputra Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Pendidikan Ganesha ABSTRAK Keberadaan masyarakat lokal di sekitar kawasan wisata merupakan potensi yang penting diberdayakan guna perbaikan taraf hidup masyarakat di sekitar kawasan dan meningkatkan kesadaran masyarakat setempat akan pentingnya menjaga kawasan wisata di daerah mereka. Pergeseran tujuan wisata dari wisata hiburan ke wisata spiritual membuka peluang besar bagi masyarakat lokal di Bali pada khususnya untuk menekuni usaha jasa pramuwisata spiritual atau Spiritual Tour Guide. Oleh karena hal tersebut, program Pemberdayaan Masyarakat melalui Pelatihan Spiritual Tour Guide di kawasan Pura Pulaki dijalankan. Mitra adalah pemuda desa Banyupoh di Kecamatan Gerokgak, kabupaten Buleleng, Bali. Metode yang digunakan adalah melalui simulasi (training and simulation = TS). Secara umum program berlangsung dengan baik, namun pengetahuan dan keterampilan mitra masih tergolong cukup. Kata-kata kunci: pramuwisata, spiritual tour guide ABSTRACT The existence of the local human resource in line with tourism in some tourist destinations is an important thing to be improved for a betterment of their economic life and improvement of awareness towards an attempt to preserve the destination itself. In addition, the change of tourist interest from tourism for entertainment to tourism for spiritual experience has opened a great opportunity for local people to be involved in a work of so called Spiritual Tour Guide. Because of these two concerns, a program of empowering local people through a workshop on Spiritual Tour Guide in Pulaki temple area (Pemberdayaan Masyarakat melalui Pelatihan Spiritual Tour Guide di kawasan Pura Pulaki) was held. The participants were young people of Banyupoh village of Gerokgak district, Buleleng regency, Bali. Within the workshop, simulation was used as the method. Generally, the program was held successfully, although the participants’ knowledge and skills still need to be improved. Keywords: tourism, guide, spiritual tour guide.
Edisi Januari 2014
1
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja 1. Pendahuluan Usaha wisata di kabupaten Buleleng berkembang dengan cukup baik. Terbukti dengan adanya kunjungan wisatawan lokal dan manca negara ke beberapa objek wisata, restauran, dan hotel-hotel yang ada di beberapa kawasan wisata di Buleleng setiap bulan Juli sampai Desember tiap tahunnya. Mereka datang dalam jumlah besar, baik individu maupun kelompok, terutama pada hari-hari besar atau libur dan perayaan-perayaan tertentu dengan motivasi berwisata yang beragam. Terkait dengan motivasi berwisata, telah terjadi pergeseran dari wisata refreshing atau hiburan menjadi wisata budaya dan bahkan wisata spiritual. Hal ini tidak bisa dipungkiri karena semakin banyak wisatawan yang mulai bosan dengan paket-paket wisata yang hanya menawarkan hingar-bingar, kemewahan, dan keindahan. Mereka, dewasa ini, cenderung mulai menikmati tawaran wisata yang menawarkan jenis-jenis terapi, meditasi, kunjungan ke situs-situs sejarah/purbakala, kunjungan ke daerahdaerah tempat penduduk asli bermukim, menyaksikan upacara-upacara keagamaan, kunjungan ke tempat-tempat suci guna memperoleh informasi yang akurat dan tepat, mempelajari sejarah dan budaya, memperoleh ketenangan, kenyamanan, dan keharmonisan pikiran, jiwa, dan raga. Wisata semacam ini dikenal dengan istilah Wisata Spiritual atau Spiritual Tour Guide yang bisa juga dilakukan di Buleleng. Namun sangat disayangkan, masyarakat lokal asli yang tahu seluk beluk tentang tempat tujuan wisata tertentu terkendala dalam memberikan informasi yang benar, lengkap, dan tepat kepada wisatawan. Di samping itu pula, mereka mengalami kendala berbahasa asing, utamanya Bahasa Inggris, ketika memandu wisman (wisatawan manca negara). Sering terjadi kesalahpahaman antara mereka dan wisman. Keterbatasan informasi yang mereka miliki karena terbatasnya pengetahuan mereka. Hal ini sangat terlihat ketika wisman mulai bertanya tentang mengapa dan bagaimana (asal-usul, fungsi, dan kegunaan) tempat itu di daerah mereka. Mereka lebih sering menggunakan common sense mereka dalam memberikan keterangan terkait pertanyaan tersebut. Hal ini berdampak pada ketidakpuasan yang dirasakan oleh para wisatawan. Sebagai akibatnya, uang jasa yang mereka terima dalam bentuk tip dirasa tidak sebanding dengan jerih payah mereka dalam melayani wisatawan.
Edisi Januari 2014
2
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Merujuk pada pentingnya pengembangan jasa pariwisata di wilayah kabupaten Buleleng,
khususnya
di
desa
Banyupoh,
kecamatan
Gerokgak;
pentingnya
pemberdayaan masyarakat lokal pada situs-situs pura yang menjadi objek wisata spiritual di masa kini dan pada masa mendatang; dan keterbatasan pengetahuan, pengalaman, keterampilan pemanduan wisata, serta keterbatasan keterampilan berbahasa asing masyarakat lokal di sekitar lokasi objek wisata spiritual, program Pengabdian Pada Masyarakat bertajuk Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pelatihan Spiritual Tour Guide di Kawasan Pura Pulaki dilaksanakan. Program serupa juga telah dilaksanakan pada tahun 2010 dan 2011 dengan tujuan yang sama. Pada periode pertama di tahun 2010, pelatihan diberikan terkait dengan Spiritual Tour Guiding (Pemanduan Wisata Spiritual) tentang pura-pura umum. Pada saat itu, mahasiswa Jurusan Agama Hindu STKIP Agama Hindu Singaraja di Kabupaten Buleleng memperoleh pelatihan guiding dan keterampilan berbahasa Inggris dalam menjelaskan pura-pura umum. Mereka juga mendiskusikan landasan filosofis dan emperis yang terkandung dalam memberikan penjelasan terkait keberadaan masingmasing pura bersama-sama narasumber terkait. Selanjutnya mereka menterjemahkan penjelasan dimaksud, mengemasnya secara singkat dan padat, serta melatihkannnya dalam bentuk simulasi (Nitiasih dkk, 2010). Merespon permintaan mahasiswa dan pihak pengelola STKIP Singaraja, pada periode ke dua tahun 2011, mahasiswa kembali memperoleh pelatihan spiritual tour guide dengan tema Upakara/ banten. Pada saat pelatihan, mahasiswa disertai narasumber terkait berdiskusi secara aktif dalam mengupas makna, fungsi, dan tata cara upakara/ banten sebagai sarana upacara. Mereka juga membuat berbagai jenis banten yang menjadi dasar upakara yang lebih besar. Setelah itu, mereka menterjemahkan segala penjelasan tentang upakara dimaksud ke dalam Bahasa Inggris serta mencoba menjelaskan makna, fungsi, dan tata cara pembuatan upakara/banten dimaksud pada tahap simulasi (Suputra dkk., 2011). Tiga bulan setelah pelaksanaan program P2M di STKIP Agama Hindu Singaraja, mahasiswa asal desa Banyupoh menghubungi salah satu tim kami secara personal dan mengajukan permintaan untuk mengadakan pelatihan serupa di desa mereka. Terkait kebermanfaatan yang mereka rasakan setelah pelaksanaan program P2M dimaksud dan Edisi Januari 2014
3
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja keinginan mahasiswa untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan serupa pada generasi muda yang tergabung di dalam Sekaha Teruna Teruni desa Banyupoh, maka kami bersama-sama mahasiswa dan anggota sekeha merancang sebuah program pelatihan dan pendampingan yang kemudian menjadi program Pengabdian Kepada Masyarakat. Program ini juga melibatkan keikutsertaan para pemandu wisata lokal di kawasan Pura Pulaki, khususnya mereka yang telah menjadi pemandu wisata secara otodidak di beberapa kawasan Pura Pulaki guna memantapkan pengetahuan dan keterampilan mereka sekaligus berbagi pengalaman pemanduan wisata kepada rekanrekan yang berkeinginan menekuni jasa pemanduan wisata spiritual atau Spiritual Tour Guide. Secara umum terdapat beberapa permasalahan yang muncul di lapangan meliputi: (1) Mitra memiliki keterbatasan jenis usaha yang bisa dikembangkan di wilayah tersebut. Perdagangan, nelayan atau perburuhan merupakan jenis usaha yang bisa dilakukan oleh masyarakat setempat dengan rata-rata pendapatan yang sangat minim, (2) Mitra memerlukan alternatif usaha guna memperbaiki taraf hidup mereka, (3) Mitra tidak memiliki pengetahuan dan pedoman informasi memadai dan praktis tentang kawasan yang berpotensi pariwisata di wilayah mereka, (4) Mitra memiliki keterbatasan keterampilan pemandu wisata (guiding), (5) Mitra memiliki keterbatasan keterampilan berbahasa asing aktif dan komunikatif dalam memberikan informasi kepada para wisman, (6) Pemandu wisata spiritual yang memadai dari segi bobot pengetahuan atau informasi yang benar dan tepat masih sangat kurang.
2. Metode Pelaksanaan Pengabdian Bentuk aktivitas menggunakan strategi
pelatihan dan pendampingan dengan
simulasi (training and simulation = TS). Tahapan-tahapan aktivitas secara umum yaitu: penyemaian informasi (encoding), pengintegrasian informasi menjadi suatu pemahaman (decoding), perekaman informasi (storing), pelatihan informasi melalui simulasi (rehearsal), dan pembelajaran informasi (learning). Strategi ini dilakukan agar mitra langsung melatihkan dan merasakan pengalaman pemanduan secara optimal. Pemberian penjelasan dasar-dasar pemanduan dan teori terkait serta keterampilan Bahasa Inggris diberikan sebesar 30%. Sisanya (70%) digunakan untuk latihan dan simulasi. Edisi Januari 2014
4
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Rancangan metode pelaksanaan kegiatan ini disusun berdasarkan pemetaan permasalahan yang ada di lapangan dan alternatif solusi yang dirancang bersama-sama pihak sekaha teruna- teruni dan kepala desa beserta jajarannya. Pemetaan permasalahan dan alternatif solusi sebagai berikut Tabel 1. Peta Masalah dan Pemecahan Permasalahan
Akar Masalah
Tidak mengetahui informasi dan keberadaan Pura Pulaki secara benar dan tepat Kurang keterampilan berbahasa asing (Bahasa Inggris) komunikatif dan fungsional
Keterbatasan pengetahuan (tatwa) tentang seluk beluk pura a. Jarang menggunakan
Kurang keterampilan Guiding yang baik dan benar
a. Otodidak
b. Pernah belajar tetapi tidak komunikatif dan fungsional
b. Tidak pernah belajar guiding secara khusus
3.
Pendekatan Pemecahan Masalah (Solusi) Diberikan informasi memadai tentang Pura Pulaki Pemantapan keterampilan berbahasa asing (Bahasa Inggris) komunikatif dan fungsional Pembekalan dan pendampingan keterampilan guiding yang baik dan benar
Hasil dan Pembahasan Secara Geografis, kawasan Pura Pulaki, desa Banyupoh, kecamatan Gerokgak
terletak di bagian barat Kabupaten Buleleng, sekitar 36 km dari pusat kota Singaraja. Kawasan Pura Pulaki meliputi Pura Pulaki, Pura Pabean, Pura Kerta Kawat, Pura Melanting, dan Pura Pucak. Pura-pura dimaksud tidak hanya menyimpan misteri sejarah pemerintahan jaman kerajaan masa lampau di wilayah Kabupaten Buleleng pada umumnya, tetapi juga mengandung misteri tentang keberadaan unsur-unsur magis yang dikaitkan dengan mitos dan legenda yang tentu saja mengundang keingintahuan para umat dan wisatawan untuk mengunjungi kawasan ini. Diyakini pula bahwa kawasan pura yang Nyegara Gunung (memiliki letak geografis yang mempertemukan wilayah pegunungan dan laut) ini kaya akan benda-benda suci nan sakral yang sewaktu-waktu bisa diperoleh oleh siapa saja, biasanya berupa batu permata dengan segala bentuk dan kegunaannya. Keberadaan kawasan pura Pulaki dengan segala keunikan fisik dan spiritual di atas merupakan potensi wisata alam dan spiritual yang cukup menjanjikan. Daerah sebelah selatan wilayah ini ditandai dengan bukit-bukit cadas dengan kawasan hutan vegetasi iklim tropis sedang yang masih asli. Kawasan hutan dihuni oleh Edisi Januari 2014
5
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja ratusan kera yang diyakini sebagai penjaga kawasan Pura Pulaki. Wilayah laut membatasi sepanjang garis sisi utara wilayah ini. Masyarakat di kawasan Pura Pulaki, desa Banyupoh tergolong heterogen, mereka terdiri dari masyarakat lokal dan pendatang. Rasio perbandingan masyarakat lokal dan pendatang rata-rata sebesar 3:1. Budaya masyarakat setempat juga dipengaruhi oleh kebudayaan yang dibawa oleh pendatang yang berasal dari luar kecamatan, kabupaten, bahkan luar Bali yang tinggal dan menetap di sekitar kawasan ini. Beberapa etnis budaya yang ada di sekitar masyarakat lokal meliputi Bali, Jawa, Madura, dan Cina. Hal ini terjadi karena posisi desa Banyupoh di kecamatan Gerokgak sangat dekat dengan Pelabuhan Gilmanuk, yang merupakan pelabuhan penyeberangan Jawa-Bali serta akses jalur laut yang begitu terbuka sepanjang bibir pantai. Pendatang dari luar kabupaten berasal dari beberapa kabupaten meliputi kabupaten Jembrana, Tabanan, Karangasem dan Kodya Denpasar. Sekitar 81,5% masyarakat sekitar Pura Pulaki di desa Banyupoh yang beragama Hindu mengandalkan mata pencaharian mereka sebagai petani anggur, peternak, wiraswasta, pedagang di warung atau pasar tradisional, nelayan dan buruh serabutan karena terkendala tingkat pendidikan dan keterampilan yang kurang memadai. Rata-rata pendapatan yang mereka peroleh tidak lebih dari Rp 17.500- Rp 20.000 setiap harinya. Hanya kurang dari 21% masyarakat berprofesi sebagai pegawai, baik di negeri maupun swasta. Rasio tingkat pendidikan mereka yang meliputi tingkat SD: SMP: SMA/SMK: Perguruan Tinggi sebanyak 52%: 30%: 12%: 6%. Bahkan ada yang sama sekali tidak pernah sekolah atau putus sekolah di tingkat SD. Secara sosial ekonomi, mereka tergolong masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi rata-rata menengah ke bawah. Kelompok sasaran program adalah pemuda Hindu anggota Sekaha Teruna Teruni Desa Banyupoh, Kecamatan Gerokgak di kawasan Pura Pulaki yang sedang dan atau telah mengenyam pendidikan di tingkat SMP dan SMA/SMK yang masih produktif, berumur 12 s/d 21 tahun. Mereka menjadi kelompok sasaran karena mereka memiliki dasar kemampuan rata-rata cukup untuk menerima materi program pelatihan dan pendampingan yang berupa pengayaan informasi Kawasan Pura Pulaki, keterampilan bahasa Inggris tingkat dasar/madya, dan keterampilan pemandu wisata. Disamping itu,
Edisi Januari 2014
6
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja mereka juga masih memilki peluang cukup besar untuk mengembangkan karir pada jasa pariwisata dan pemasaran, dalam hal ini produk wisata spiritual. Jumlah mitra yang diberdayakan sebanyak 40 orang dengan melibatkan 3 orang rekan mahasiswa Jurusan Bahasa Inggris DIII Undiksha yang telah memiliki keterampilan Bahasa Inggris dan pemanduan wisata yang cukup sebagai mitra pendamping. Tempat pelatihan adalah di aula desa Banyupoh yang tepat berada di sebelah kantor desa setempat. Kapasitas aula mencapai kurang lebih 500 orang. Namun pada saat kegiatan pengabdian, peserta berjumlah 40 orang. Tahap awal kegiatan dilaksanakan oleh tim melalui penjajagan awal ke lokasi mitra. Konsultasi dan koordinasi juga dilakukan dengan pihak desa Banyupoh, khususnya dengan bapak perbekel, sekretaris desa, koordinator bidang kesra dan rekan-rekan anggota Sekeha teruna teruni. Rapat-rapat persiapan administrasi dan perencanaan program kegiatan juga dilakukan oleh tim bersama-sama mitra. Setelah melakukan penjajagan dan koordinasi kepada pihak mitra, tim merencanakan dan menyusun materi kegiatan. Materi kegiatan meliputi pengetahuan umum dan praktis tentang aturan dan tata cara pemanduan wisata, beberapa fungsi dan ekpresi Bahasa Inggris yang sering digunakan di dalam pemanduan wisata, dan informasi tentang Pura Pulaki. Informasi-informasi yang terdapat di dalam materi di peroleh dari internet dan referensi-referensi terkait. Informasi tentang pura juga dimintakan klarifikasi kepada staf desa, pemangku, serta penegemong pura setempat sehingga diperoleh informasi dan data yang sahih atau akurat. Selain penyusunan materi, tim juga melaksanakan pembagian tugas untuk dapat memberikan pelatihan secara sistematis dan efektif sesuai dengan metode pelaksanaaan kegiatan yang telah dirancang. Tiga orang dosen memberikan materi masing-masing tata cara pemanduan wisata, fungsi dan ekspresi Bahasa Inggris, dan Wawasan tentang Pura Pulaki secara bergantian. Selanjutnya tim bersama-sama 3 orang mahasiswa Jurusan Bahasa Inggris DIII memberikan pendampingan kepada peserta pelatihan selama masa pelatihan berlangsung. Tahapan-tahapan aktivitas secara umum yaitu: penyemaian informasi (encoding), yakni tahap pemantapan pengetahuan konsep tentang keberadaan pura secara filosofis, empiris, dan geografis. Informasi tentang pura diperoleh dari beberapa situs di internet Edisi Januari 2014
7
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja dan didiskusikan kebenarannya lebih lanjut dengan pihak aparat desa, pemangku, dan pengempon pura setempat sehingga diperoleh informasi dan data yang akurat mengenai keberadaan pura. Informasi ini selanjutnya dijadikan bahan di dalam pelatihan dimaksud. Informasi akurat tentang Pura Pulaki juga diberikan kepada peserta pelatihan guna memberikan wawasan dan pengetahuan yang tepat tentang keberadaan pura terkait lokasi, fungsi, struktur, dan sejarah pura dimaksud. Hal ini sangat
berguna untuk
mereka dalam memberikan penjelasan kepada wisatawan yang ingin mengetahui seluk beluk pura secara detail, benar, dan tepat. Pada awal kegiatan, para peserta memberikan informasi yang bervariasi tentang Pura Pulaki kepada tim panitia. Hal ini mebuktikan bahwa mereka belum memiliki wawasan dan pengetahuan yang sama tentang keberadaan Pura Pulaki. Prosentase pengetahuan peserta tentang Pura Pulaki pada awal kegiatan adalah 56%. Ini menunjukkan prosentase yang cukup, namun beberapa informasi tentang Pura Pulaki yang sebelumnya salah perlu diluruskan guna memantapkan pengetahuan peserta tentang Pura Pulaki. Materi terkait keberadaan pura, yang sebelumnya telah mengalami penyesuaian dan pendalaman berdasarkan informasi pihak desa; pemangku; dan pangemong pura, kemudian dibagikan kepada setiap peserta. Selain itu, keterampilan pemanduan dengan bahasa asing, khususnya Bahasa Inggris dilatihkan dengan memberikan beberapa informasi praktis tentang jasa pemanduan guna memberikan wawasan tentang aturan dan tata cara pemanduan yang baik. Pemberian materi terkait disampaikan oleh ketua tim. Pembekalan diawali dengan menayangkan 3 buah video berisikan pemanduan wisata di Bali yang dilakukan oleh 2 orang asing, penutur asli Bahasa Inggris, dan 1 orang lokal Bali yang masing-masing berdurasi 7-8 menit. Kemudian peserta diminta untuk mendengarkan intisari informasi yang ada di dalam video, termasuk komponen-komponen penting yang perlu disampaikan ketika memberikan pemanduan wisata tentang tempat, acara, budaya tertentu. Kesempatan diskusi kemudian dibuka untuk menampung beberapa pertanyaan peserta pelatihan. Secara umum mereka mampu memahami inti informasi yang disampaikan di dalam 3 video yang ditayangkan.. setelah sesi diskusi, para pemandu lokal kawasan Pura Pulaki pada kesempatan itu juga diberikan waktu untuk Edisi Januari 2014
8
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja menyampaikan pengalaman mereka dalam guiding yang dapat memberikan gambaran nyata tentang pemanduan wisata khususnya wisata spiritual atau Spiritual Tour Guide di kawasan Pura Pulaki kepada rekan-rekan mereka. Dari penjelasan mereka, ada tiga hal yang disampaikan yakni pramuwisata harus memilki informasi lengkap tentang objek wisata, memiliki keterampilan bahasa yang memadai dan fungsional (dimengerti oleh kedua belah pihak walaupun terkadang struktur kalimat tidak sesuai dengan kaidah bahasa target), dan mampu mengetahui karakteristik wisman yang dipandu secara tepat yang nantinya berpengaruh pada teknis dan jenis pelayanan yang diberikan kepada mereka. Informasi tata cara pemanduan wisata ini penting diberikan kepada mitra karena sebelum menjadi seorang pemandu wisata, mereka seharusnya mengetahui beberapa tata cara yang baik dan benar untuk menjadi seorang pemandu wisata, khususnya pengetahuan tentang etika memandu wisatawan. Pembekalan tentang materi pemandu wisata juga menimbulkan kesadaran peserta pelatihan tentang peran penting jasa pemandu wisata dalam memberikan informasi yang tepat dan benar tentang suatu kawasan wisata, memasarkan potensi-potensi wisata yang ada di daerah mereka selain wisata spiritual, dan menjaga kelestarian dan kesakralan kawasan wisata terkait karena mereka memperoleh manfaat, khususnya manfaat ekonomi, dengan menjaga kelestarian situs pura, budaya, maupun potensi-potensi lainnya. Informasi pemandu wisata juga menggugah sebagian besar peserta untuk mencoba menekuni bisnis jasa pemandu wisata di kawasan wisata spiritual Pura Pulaki. Hal ini berarti bahwa, pembekalan pengetahuan dan informasi terkait telah dapat memberikan potensi alternatif usaha kepada peserta yang pada saat pelaksanaaan program berprofesi sebagai buruh, petani, nelayan, pedagang batu bertuah, dan distributor pangan. Rekan-rekan yang telah menekuni jasa pemanduan wisata juga memperoleh wawasan tentang tata cara yang benar dan etika terkait sehingga nantinya mereka mampu memberikan pelayanan terbaik kepada wisman yang memerlukan informasi dan arahan dari mereka. Informasi praktis tentang beberapa fungsi dan ekpresi Bahasa Inggris yang sering digunakan dalam berkomunikasi dengan wisman oleh para pemandu wisata juga diberikan kepada peserta pelatihan. Fungsi dan ekspresi bahasa yang dilatihkan meliputi: menyapa, memperkenalkan diri, bertanya, menawarkan bantuan, dan Edisi Januari 2014
9
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja menjelaskan. Fungsi dan ekspresi bahasa Inggris perlu diberikan karena bahasa adalah media utama yang digunakan dalam berkomunikasi (bertanya dan memberikan penjelasan) dengan wisatawan manca negara selama pemanduan wisata berlangsung. Pada saat awal pelatihan, pengetahuan dan keterampilan mereka tentang fungsi dan ekspresi Bahasa Inggris hanya 35%. Pengetahuan ini hanya dimiliki oleh 60% peserta; rekan-rekan guide lokal memiliki pengetahuan 80% dan keterampilan menggunakan 75% karena mereka sudah terbiasa menggunakannya di lapangan, dan sisa 40% menguasai Bahasa Inggris dalam kosakata terkait pariwisata yang masih terbatas. Pada awal kegiatan secara umum, kelemahan peserta terletak pada penguasaan kosakata terkait pariwisata 35%, ketepatan struktur bahasa 30%; pengucapan kata dan intonasi 40%, dan kelancaran berbahasa 40%. Kegiatan selanjutnya adalah pengintegrasian informasi menjadi suatu pemahaman (decoding), yakni penggabungan pengetahuan dasar, pengetahuan tambahan mereka tentang Pura Pulaki, dan keterampilan penyampaian informasi kepada wisatawan dalam Bahasa Inggris. Pada tahap ini mereka diberikan kesempatan untuk berdiskusi dengan sesama peserta pelatihan termasuk dengan para instruktur. Peserta pelatihan diberikan waktu masing-masing 7-8 menit untuk berdiskusi tentang 3 kelompok materi yang telah mereka peroleh. Setiap 7-8 menit kelompok mereka diwajibkan untuk menjawab pertanyaan dan atau memperagakan/ melatihkan beberapa instruksi langsung tentang materi-materi terkait. Dengan cara ini, tim mengidentifikasi tingkat pemahaman peserta tentang materi yang telah disampaikan. Pada tahap ini, 67% pertanyaan terkait informasi tentang guiding dan Pura Pulaki dapat dijawab oleh peserta, dan 60% instruksi tentang guiding dan penggunaan fungsi dan ekspresi Bahasa Inggris bisa diperagakan dengan baik dan tepat. Tahap dilanjutkan dengan perekaman informasi (storing), yakni pemberian kesempatan kepada mitra untuk merekam informasi yang telah diintegrasikan selama beberapa waktu tertentu (dalam waktu sekitar 20-30 menit) sesuai dengan kemampuan mereka dan melatihkan keterampilan guiding dan Bahasa Inggris. Pada tahap ini mereka di dalam kelompok, didampingi oleh 1 orang instruktur, secara bergantian bertanya dan menjawab/ menjelaskan informasi sederhana tentang Pura Pulaki. Kegiatan ini juga memberikan penguatan atau drilling informasi dan keterampilan berbahasa kepada para Edisi Januari 2014
10
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja peserta. Semakin sering dan lama mereka melatihkan ini di dalam kelompok mereka, semakin intensif pembelajaran yang mereka lakukan sehingga semakin kuat ekspos informasi dan pengalaman yang mereka peroleh dari kegiatan dimaksud. Pada gilirannya, penguatan informasi dan pengalaman ke dalam memori mereka semakin kuat. Pada tahap ini, keterampilan peserta untuk melakukan guiding tergolong cukup (61%). Kemampuan pemberian informasi tentang Pura Pulaki cukup (69,5%). Permasalahan yang masih ada meliputi ketidakmampuan peserta dalam menyampaikan sejarah Pura Pulaki terutama terkait peran kawasan Pulaki di masa lalu, tahun peristiwaperistiwa penting terkait, dan masa pemerintahan sejalan perubahan lokasi dan struktur pura. Sedangkan keterampilan penggunaan Bahasa Inggris juga tergolong cukup (60,5%). Permasalahan masih cukup banyak muncul pada penguasaan kosakata, struktur bahasa, dan pengucapan kata, termasuk kelancaran penggunaan Bahasa Inggris. Pelatihan kemudian dilanjutkan dengan simulasi (rehearsal), yakni pelatihan dan pendampingan terhadap mitra dalam menguji cobakan apa yang telah mereka terima dan pahami sebelumnya. Mereka diminta untuk bertanya dan memberikan informasi terkait Pura Pulaki dalam Bahasa Inggris melalui permainan peran (Role play), sebagian berperan sebagai wisman dan sisanya berperan sebagai pemandu wisata. Kemudian mereka bertukar peran. Prosedur pelaksanaanya sama dengan tahap sebelumnya namun mereka diminta secara berkelompok memperagakan keterampilan guiding di depan lokasi pelatihan dan ditonton oleh kelompok peserta lainnya. Dengan cara ini, antar individu dan kelompok dapat berbagi pengetahuan, keterampilan, pengalaman belajar dan berlatih. Disamping itu, mereka juga dapat melihat kelebihan dan kekurangan masing-masing individu dan kelompok untuk dijadikan refleksi demi perbaikan. Pada tahap ini, keterampilan peserta untuk melakukan guiding masih tergolong cukup (64,6%) dan kemampuan menjelaskan keberadaan Pura Pulaki cukup (71,3%). Sejarah dan seluk-beluk pura masih cukup sulit untuk dipahami oleh peserta sedangkan fungsi kawasan Pulaki di masa lalu dan sekarang sudah bisa dijelaskan dengan baik. Sementara itu, keterampilan berbahasa Inggris peserta tergolong cukup (67,5%). Mereka masih bermasalah pada penguasaan kosakata, struktur bahasa, dan pengucapan kata yang sebagian besar sangat berbeda dengan tulisannya. Tingkat kelancaran berbahasa Inggris juga masih perlu dilatih dan ditingkatkan. Edisi Januari 2014
11
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Tahap akhir adalah pembelajaran informasi (learning), yakni pemberian penguatanpenguatan dan konfirmasi terhadap pengetahuan dan keterampilan yang telah mereka terima dan uji cobakan. Pada tahap ini mereka diberi masukkan atau umpan balik terkait dengan beberapa hal yang sudah mereka lakukan dengan baik dan hal-hal yang masih dianggap perlu diperbaiki di masa yang akan datang. Tahap ini dilakukan secara informal guna menjaga kedekatan tim dengan mitra secara personal dan emosional. Tahap ini juga merupakan tahap pendampingan yang diberikan guna memantapkan pengetahuan dan pelatihan mereka. Secara umum, pengetahuan dan keterampilan Spiritual Tour Guide mitra tentang Pura Pulaki cukup dengan nilai rata-rata 67,8%. Kesan yang diberikan sangat baik. Hal ini terbukti dengan tingginya antusiasme warga desa, pemuda Desa Banyupoh, dalam mengikuti kegiatan pelatihan dilaksanakan. Bantuan dalam penyediaan sarana upacara terkait pelaksanaan pelatihan, dan berbagai jenis pertanyaan oleh mitra terkait materi dan keterampilan yang diberikan menunjukkan perhatian mereka yang cukup baik dan antusiame terhadap program yang dijalankan. Disamping itu pula, kepala desa dan peserta secara langsung memohon kepada Tim LPM Undiksha untuk memberikan pelatihan selanjutnya jika melaksanakan program P2M terkait. Secara khusus juga Bapak Kepala Desa memohon kesediaan tim untuk membantu menyusun konsep proposal kegiatan untuk diajukan kepada pemerintah daerah guna menunjang pelaksanaan kegiatan yang sama di desa Banyupoh untuk periode selanjutnya. Tim telah membantu penyiapan proposal dimaksud dan telah menyampaikannya langsung kepada Bapak Kepala Desa sehari setelah kegiatan pembukaan P2M berlangsung untuk segera ditindaklanjuti atau diajukan kepada pihak terkait di bawah Pemerintah Tingkat II Kabupaten Buleleng.
4.
Penutup Berdasarkan paparan di atas, program Pemberdayaan Masyarakat melalui Pelatihan
Spiritual Tour Guide di Kawasan Pura Pulaki telah memberikan pengalaman peserta pelatihan dalam memandu wisata spiritual, menggunakan Bahasa Inggris aktif dan fungsional dalam memandu wisata spiritual, dan memberikan pengetahuan dan wawasan yang memadai tentang keberadaan Pura Pulaki. Program juga telah Edisi Januari 2014
12
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja memberikan keterampilan pemanduan wisata spiritual peserta pelatihan dengan rata-rata kemampuan cukup.
DAFTAR PUSTAKA
Nitiasih, Putu Kerti, Putu Eka Dambayana Suputra, I Nyoman Adijaya Putra, dan Ni Nyoman Padmadewi. 2010. Pelatihan “Spiritual Tour Guide” bagi Mahasiswa Jurusan Agama Hindu STKIP Singaraja. Laporan P2M Undiksha. Tidak dipublikasikan. Suputra, Putu Eka Dambayana, Putu Kerti Nitiasih, I Nyoman Adijaya Putra, dan Ni Nyoman Padmadewi. 2011. IbM Spiritual Tour Guide: Pelatihan “Spiritual Tour Guide” bagi Mahasiswa Jurusan Agama Hindu STKIP Singaraja. Laporan P2M Undiksha
Edisi Januari 2014
13
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja PELATIHAN PENYUSUNAN FINANCIAL REPORT BERDASARKAN STANDAR AKUNTANSI ETAP PADA KOPERASI DI KABUPATEN BULELENG oleh, Ni Luh Gede Erni Sulindawati Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pendidikan Ganesha ABSTRAK Kegiatan pengabdian masyarakat ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan para pengurus atau pegawai koperasi dalam menyusun laporan keuangan berdasarkan SAK ETAP di Kabupaten Buleleng. Laporan keuangan meliputi Neraca, laporan sisa hasil usaha dan laporan arus kas. Untuk mencapai tujuan digunakan metode dalam bentuk pelatihan penyusunan laporan keuangan berdasarkan SAK ETAP bagi pengurus atau pegawai koperasi Adapun tahapan kegiatan yang dilaksanakan terdiri dari tahapan persiapan, tahap implementasi dan tahap monitoring. Dari hasil evaluasi terhadap 23 orang peserta yang mengikuti pelatihan, 83% sudah mampu menyusun laporan keuangan (financial report) berdasarkan SAK ETAP, dengan melihat kemampuan menghitung akun-akun laporan keuangan, kemampuan membuat format laporan keuangan, kemampuan mengkalsifikasikan akun-akun dalam laporan keuangan, kemampuan melakukan langkah-langkah dalam menyusun laporan keuangan, dan kemampuan menganalisis aktivitas-aktivitas yang ada dalam laporan arus kas. Kata-kata kunci : koperasi, laporan keuangan, SAK ETAP ABSTRACT Activities of community devotion is intended to improve the ability of the manager or officer of the koperasi in compiling financial reports based on the SAK ETAP in Buleleng regency. Financial report covering Balance, report the result of waste and statement of cash flows. To achieve the purpose of the method used in the form of training organization based SAK ETAP financial reports for managers or officers of cooperative activities undertaken as for stage consists of the stages of preparation, the level of implementation and monitoring stage. From the evaluation of 23 participants following the training, 83 % had managed to compile financial reports based on the SAK ETAP, to see accounts of calculating affordability financial reporting , the ability to make financial reporting formats, the ability mengkalsifikasikan these accounts in financial reporting, the ability to perform the steps of compiling financial reports, and the ability to analyze the activities of which is in the statement of cash flows. Keywords: koperasi, financial report, SAK ETAP Edisi Januari 2014
14
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja 1. Pendahuluan Koperasi merupakan badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum dengan melaksanakan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat berdasarkan asas kekeluargaan.
Koperasi bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan anggotanya dengan adanya pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) kepada para anggotanya yang berbeda dengan badan usaha lainnya bertujuan untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Pembangunan koperasi sebagai badan usaha ditujukan untuk penguatan dan perluasan basis usaha, serta peningkatan mutu sumber daya manusia. Untuk mencapai tujuan tersebut koperasi harus dikelola dengan baik agar dapat bertahan, berkembang, dan usahanya dapat berkelanjutan (going concern).
Agar usaha koperasi dapat
berkembang dan berkelanjutan maka perlu diperhatikan usaha dalam mempertinggi tingkat efisien yaitu koperasi harus dapat menangani bidang-bidang usahanya dengan biaya atau pengeluaran yang seminimal mungkin, koperasi harus dapat mencegah terjadinya pemborosan-pemborosan. Informasi akuntansi mengenai biaya atau pengeluaran, modal, kewajiban, suatu koperasi dapat dilihat dalam laporan keuangan (Financial Report). Informasi akuntansi dapat dipergunakan untuk menilai aktivitas manajemen dalam mengelola sumber daya yang dipercayakan kepadanya serta dipergunakan juga sebagai alat pengambilan keputusan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Pihak-pihak yang bekepentingan terhadap laporan keuangan meliputi investor sekarang dan investor potensial, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok dan kreditor usaha lainnya pelanggan, pemerintah serta lembaga-lembaganya dan masyarakat. Pihak-pihak yang menggunakan informasi akuntansi untuk dasar pengambilan keputusan mempunyai berbagai kepentingan yang berbeda-beda. Kepentingan ini harus dapat dipenuhi melalui pelaporan keuangan yang bersifat umum yang disusun melalui suatu standar yang baku. Financial report atau laporan keuangan pada koperasi berdasarkan undang-undang koperasi No. 17 tahun 2012 pasal 37 disebutkan bahwa laporan keuangan koperasi yang sekurang-kurangnya terdiri dari neraca akhir dan perhitungan hasil usaha tahun buku yang bersangkutan serta penjelasan atas dokumen tersebut, lebih lanjut dalam
Edisi Januari 2014
15
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja undang-uandang tersebut disebutkan bahwa
laporan keuangan sebagaimana
dimaksudkan tersebut dibuat berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku. Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku saat ini adalah Standar Akuntansi Keuangan untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) dimaksudkan untuk digunakan entitas tanpa akuntabilitas public, yang telah ditetapkan pada tanggal 19 Mei 2009 oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku efektif mulai 1 Januari 2011 dan dapat diterapkan lebih awal yaitu 1 Januari 2010. Entitas tanpa akuntabilitas publik adalah entitas yang: (a) tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan; dan (b) menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statement) bagi pengguna eksternal. Berdasarkan SAK ETAP laporan keuangan yang diwajibkan antara lain: Neraca, Laporan Laba Rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas; dan catatan atas laporan keuangan. Koperasi merupakan bagian dari entitas tanpa akuntanbilitas public sehingga sudah semestinya menerapkan SAK ETAP. Namun sampai saat ini penerapan SAK ETAP dalam penyusunan laporan keuangan di lapangan terutama pada koperasi belum sepenuhnya dapat dilaksanakan, hal ini disebabkan salah satunya karena kurang mengertinya sumber daya manusia
pengelola koperasi akan penyusunan laporan
keuangan berdasarkan SAK ETAP. Untuk itu pelatihan penyusunan laporan keuangan berdasarkan SAK ETAP sangat diperlukan sehingga laporan keuangan yang dibuat memenuhi berbagai pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan untuk pengambilan keputusan. Permasalahan yang ingin dipecahkan dalam kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat ini adalah apakah melalui pelatihan akan dapat meningkatkan kemampuan pengurus atau pegawai koperasi dalam menyusun laporan keuangan yang berdasarkan SAK ETAP. Tujuan yang ingin dicapai melalui pelatihan penyusunan financial report ini adalah untuk meningkatkan kemampuan para pengurus atau pegawai koperasi dalam menyusun laporan keuangan berdasarkan SAK ETAP.
2. Metode Pelaksanaan Pengabdian Metode kegiatan P2M ini dalam bentuk pelatihan penyusunan laporan keuangan berdasarkan SAK ETAP bagi pengurus atau pegawai koperasi.
Edisi Januari 2014
16
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Untuk dapat melaksanakan kegiatan ini dengan baik dan terarah maka metode kegiatan yang dilakukan adalah dirancang dengan sistematis dalam beberapa tahapan. yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap monitoring Dalam tahap persiapan ini yang dilakukan
meliputi
(1) penyiapan berbagai
adiministrasi yang mungkin
diperlukan; (2) koordinasi dengan Dinas Koperasi; (3) penyiapan materi pelatihan tentang penyusunan laporan keuangan; (4) penyiapan Nara Sumber yang kompeten dan relevan dengan materi yang disiapkan; (5) Penyiapan Jadwal pelatihan. Tahap Implementasi (pelaksanaan) meliputi pelatihan penyusunan kegiatan yang dilakukan adalah
laporan keuangan.
Tahap Monitoring
pengawasan/ monitoring terhadap implementasi
laporan keuangan yang telah disusun. 3. Hasil dan Pembahasan Sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelum kegiatan pelatihan dilaksanakan, kegiatan ini diawali dengan penyiapan berbagai adiministrasi diperlukan antara lain permohonan ijin melaksanakan pengabdian masyarakat, undangan peserta pelatihan, undangan kepada kepala dinas koperasi kebupaten buleleng, koordinasi dengan Dinas Koperasi untuk waktu dan tempat pelatihan, penyiapan materi pelatihan tentang penyusunan laporan keuangan serta penyiapan Jadwal pelatihan. Peserta yang hadir dalam pelatihan ini adalah sejumlah 23 orang peserta pegawai dan pengurus koperasi yang meliputi 20 unit usaha kopeasi atau sebesar 92% dari target peserta yang diharapkan, yang tersebar di seluruh kabupaten Buleleng. Kegiatan ini diawali dengan sambutan ketua LPM undiksha yang pada saat pelatihan dihadiri oleh Sekretaris LPM, dilanjutkan dengan penyampaian materi laporan keuangan atau financial report berdasarkan SAK ETAP dan dilanjutkan dengan pelatihan penyusunan financial report. Materi yang disiapkan pada pelatihan ini meliputi proses penyusunan laporan keuangan yaitu pembuatan jurnal, buku besar, laporan neraca, laporan Sisa Hasil Usaha, dan laporan arus kas. Materi tersebut disiapkan dalam bentuk Powerpoint, dan dalam bentuk soal-soal kasus pada koperasi. Kegiatan pelatihan ini dilaksanakan tgl 3 September 2013
bertempat di Ranggon Sunset
Jalan
Pura Penimbangan Barat
Pemaron, Singaraja Bali. Kegiatan pelatihan ini terdiri dari tiga tahapan yang meliputi pemberian materi, diskusi,
dan praktik
penyusunan laporan keuangan (Financial
Report). Edisi Januari 2014
17
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Pemberian materi pelatihan ini berlangsung
selama dua jam. Materi yang
disampaikan antara lain penyusunan jurnal, posting jurnal ke Buku Besar, Laporan Sisa Hasil Usaha, Neraca dan Laporan arus kas. Setelah penyampain materi diakhiri kemudian dilanjutkan dengan diskusi, diskusi ini berlangsung dengan tertib dan terarah. Pada saat diskusi peserta berperan aktif bertanya terkait dengan permasalahan yang mereka hadapi di usaha mereka masing-masing. Mengakhiri tahap diskusi perserta diberikan praktik penyusunan laporana keuangan dengan mengerjakan soal-soal kasus pada koperasi yang berlangsung sekitar dua jam. Peserta dengan tekun mengerjakan latihan yang diberikan dan langsung menanyakan apabila ada yang hal-hal yang belum mereka pahami. Kegiatan praktik penyusunan Financial report ini berlangsung dengan tertib dan peserta dengan serius mengerjakan latihan yang diberikan. Setelah dilakukan praktik pelatihan penyusunan laporan keuangan atau financial report dilanjutkan dengan
pengawasan/ monitoring terhadap implementasi laporan
keuangan yang telah disusun oleh koperasi yang hadir pada saat pelatihan, selanjutnya dievaluasi kemampuan pengurus atau pegawai koperasi dalam menyusun laporan keuangan dan kebermanfaatan kegiatan. Kemampuan ini diukur dengan skor penilaian atas produk laporan keuangan yang telah disusun yaitu neraca, laporan Hasil Usaha dan Laporan Arus Kas. Sedangkan kebermanfaatan kegiatan dinilai dari sikap
pengurus
atau pegawai koperasi terhadap kegiatan yang dilakukan. Rubrik penilaian kemampuan peserta dalam menyusun laporan keuangan terdiri dari Kemampuan menghitung akun-akun
laporan keuangan dengan tepat (K1),
kemampuan membuat format laporan keuangan dengan benar (k2),
kemampuan
mengkalsifikasikan akun-akun dalam laporan keuangan dengan tepat sesuai SAK ETAP (K3), kemampuan melakukan langkah-langkah dalam menyusun laporan keuangan dengan tepat (K4), dan kemampuan menganalisis aktivitas-aktivitas yang ada dalam laporan arus kas dengan benar (K5). Skor penilaian dihitung berdasarkan perbandingan skor perolehan dengan skor maksimal dikalikan 100%. Apabila skor penilaian yang dicapai lebih dari 80 dapat diartikan bahwa pengurus atau pegawai koperasi sudah dapat menyusun laporan keuangan dengan baik. Skor penilaian kemampuan peserta dalam hal ini pegawai dan pengurus koperasi mendapatkan skor Edisi Januari 2014
lebih
dari 80%,
dari 23 peserta, 19 peserta yang
4 orang peserta memperoleh skor 73-80%. 18
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja sehingga secara keseluruhan dapat dihitung bahwa 83% peserta sudah mampu dalam menyusun laporan keuangan (financial Report). Dari skor penilaian yang dicapai peserta
dapat diartikan bahwa
pengurus atau pegawai koperasi sudah mampu dan
dapat tmenyusun laporan keuangan dengan baik. Di samping dinilai dari kemampuan peserta dalam menyusun laporan keuangan, keberhasilan pelatihan
dilihat juga dari kebermanfaatan kegiatan. Evaluasi
kebermanfaatan kegiatan dilihat dari sikap pengurus atau pegawai koperasi dalam proses pelatihan. Ada empat aspek yang diukur yaitu aspek partisipasi (A1), aspek motivasi (A2), aspek kerjasama (A3), dan aspek inisiatif (A4). Nilai sikap dalam pelatihan ini yang dihitung melalui perbandingan antara jumlah skor yang diperoleh dengan jumlah skor maksimal dikalikan 100%, Skor nilai sikap berada di atas 80 yang berarti pelatihan penyusunan laporan keuangan bagi pengurus atau pegawai koperasi dapat diterima dengan baik. Skor penilaian proses kegiatan pelatihan dari 23 peserta, 3 orang peserta yang memperoleh nilai dibawah 80%, dan 20 Orang peserta memperoleh skor di atas 80%, sehingga secara keseluruhan dapat dihitung bahwa 87% peserta sudah berpartisipasi aktif, mempunyai motivasi, dapat bekerjsama dan berinisiatif
dalam
proses kegiatan pelatihan.
4. Penutup Dari
hasil
dan pembahasan kegiatan pelatihan penyusunan financial report
berdasarkan SAK ETAP pada koperasi di kabipaten Buleleng maka dapat disimpulkan bahwa dari 23 orang peserta yang mengikuti pelatihan, 83% sudah mampu menyusun laporan keuangan (financial report) berdasarkan SAK ETAP, dengan melihat kemampuan menghitung akun-akun laporan keuangan, kemampuan membuat format laporan keuangan, kemampuan mengkalsifikasikan akun-akun dalam laporan keuangan, kemampuan melakukan langkah-langkah dalam menyusun laporan keuangan, dan kemampuan menganalisis aktivitas-aktivitas yang ada dalam laporan arus kas. Berdasarkan hasil kegiatan
dapat disarankan hendaknya koperasi menyusun
laporan keuangan sesuai dengan SAK ETAP dan diterapkan secara konsisten dan berkesinambungan, sehingga laporan keuangan tersebut dapat dijadikan dasar yang tepat dalam menilai kinerja koperasi. Edisi Januari 2014
19
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja DAFTAR PUSTAKA Darminto, DP dan Aji Suryo. (2000) Analisis Laporan Keuangan Hotel, Yogyakarta: Andi Ikatan Akuntan Indonesia. (2009). Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik. Dewan Standar Akuntansi Keuangan Jakarta Ikatan Akuntan Indonesia. (2002). Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta :Salemba Empat Baridwan, Z. (2000). Akuntansi Intermediate. Yogyakarta: Penerbit BPFE Kieso, DE dan JJ Weygant. ( 2002). Akuntansi intermediate. Edisi Kesepuluh Jilid I ( Emil Salim Penerjemah ) Jakarta : Erlangga Kieso, DE dan JJ Weygant . (2002). Akuntansi intermediate. Edisi Kesepuluh Jilid 3 (Herman Wibowo Penerjemah ) Jakarta : Erlangga Undang-undang No. 25 Tahun 1992. Tentang Koperasi Undang-undang No. 17 Tahun 2012. Tentang Koperasi
Edisi Januari 2014
20
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja PELATIHAN PERWASITAN BOLA BASKET oleh, I Ketut Iwan Swadesi Fakultas Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Ganesha ABSTRAK Kegiatan Pelatihan Perwasitan Bolabasket Se-Kabupaten Buleleng dilakukan dalam upaya menyatukan persepsi dan interpretasi dari peraturan perwasitan yang terbaru yaitu tahun 2012. Pelaksanaan P2M ini dilaksanakan dalam bentuk pelatihan dengan menggunakan metode; 1) penyajian konsep, 2) diskusi dan 3) praktek lapangan. Hasil kegiatan pelatihan perwasitan bolabasket ini adalah terciptanya kesamaan pemahaman tentang peraturan perwasitan bolabasket tahun 2012, selain peningkatan kwalitas pertandingan bolabasket. Hal penting lainnya adalah karena IPTEK Keolahragaan bolabasket berkembang secara periodik, penyampaian tentang peraturan tersebut semestinya disampaikan kepada para wasit olahraga bolabasket secara periodik pula. Kata-kata kunci: pelatihan, perwasitan, bolabasket, ABSTRACT The basketball- refereeing training throughout Buleleng regency was conducted in order to uniformise the perception and interpretation towards the most recent 2012 coaching regulation. This social activity was in the form of training in which three methods were applied; 1) conceptual presentations, 2) discussions, 3) field work. At the end of the training, the same understanding about the 2012 basketball coaching regulation was created, apart from the improving quality of basketball matches. The other highlight was that since the sport technology and science of basketball develops periodically, the information regarding basketball-coaching regulation should be given to referees in the same way. Key worlds: training, refereeing, basketball. 1.
Pendahuluan Kabupaten Buleleng adalah bagian terbesar dari segi wilayah daerah yaitu 1/3 dari
pulau Bali. Ini membuktikan bahwasannya banyak potensi yang dapat dikembangkan baik dari segi Sumber Daya Alam (SDA) atau Sumber Daya Munusianya (SDM). Kabupaten buleleng memiliki luas 136. 568 hektar atau 24,25 % dari luas pulau Bali. Letak dan kondisi Kab Buleleng yaitu paling utara pulau Bali dengan daerah perbukitan Edisi Januari 2014
21
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja yang cukup jauh dari keramaian kalau dibandingkan dengan Kab Badung dan Kota Madya Denpasar, Pemerintah Kab Buleleng menjadikan Buleleng sebagai Kota Pendidikan (pelajar). Untuk mendukung program ini harus didukung oleh semua komponen masyarakat seperti; organisasi kemasyarakatan, akademisi, sekolah. UKM Bolabasket Universitas Pendidikan Ganesha (UNDIKSHA) sebagai salah satu masyarakat akdemik, sudah melaksanakan kiprahnya dengan mambangun Singaraja sebagai kota pendidikan dengan cara melaksanakan kejuaraan Bolabasket Rektor Cup dari tahun 1997 s/d sekarang. Dalam peneyelenggaraan kejuaraan yang sudah 16 tahun berjalan, ada cukup permasalahan yang perlu dicarikan solusi, seperti; pelatih, pemain, dan wasit, untuk mengangkat prestasi Bolabasket Kab Buleleng. Berdasarkan jumlah peserta kejuaraan Bolabasket Rektor Cup yang terakhir pada tahun 2011 yaitu; No 1
SEKOLAH/CLUB SMA/K Putri
-
√
3. SMA Kesehatan Karya Usadha Seririt
-
-
4. SMK Negeri 1 Singaraja
-
-
5. SMK Negeri 2 Seririt
-
-
6. SMA Lab Singaraja SMA/K Putra
-
1. SMA Negeri 4 Singaraja
√ -
√
2. SMA Negeri 1 Tejakula
-
-
3. SMA Negeri 1 Gerokgak
-
4. SMA Negeri 1 Busungbiu
√
-
√
5. SMA Negeri 3 Singaraja
-
-
6. SMA Lab Singaraja
-
√
7. SMA Negeri 1 Seririt
-
-
8. SMK Negeri 1 Singaraja
-
-
9. SMA PGRI Seririt
-
√
10. SMA Negeri 2 Singaraja
-
-
11. SMK Negeri 3 Singaraja
-
-
1. SMA Negeri 1 Seririt 2. SMA Negeri 1 Singaraja
2
Sertifikat Pelatih Wasit
12. SMA Negeri 1 Singaraja Edisi Januari 2014
√
√
√
√ -
√
22
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja
3
-
-
1. UNDIKSHA
√
√
2. Rajawali
-
√
3. Happy Four
-
-
4. JUNIOR
-
-
5. IKIP PGRI
-
-
6. Seririt
-
-
7. VEGASUS
-
-
13. SMKP Triatmajaya Singaraja Club
Data panitia Rektor Cup 2011
Kondisi pelatih dan wasit ini dapat dijadikan cerminan dalam kaitannya dengan prestasi Kab Buleleng. Kondisi dan permasalah ini harus cepat diatasi
guna
memperbaiki prestasi yang dicapai selama ini. Dengan minimnya wasit yang memiliki kewenangan untuk mewasiti
akan berdapak kepada kualitas pertandingan yang
dilasanakan
formal
dan
legalitas
pertandingan
itu,
dan
tidak
dapat
dipertanggungjawabkan keabsahannya. Kabupaten Buleleng hanya memiliki 1 orang wasit yang memiliki kewenangan mewasiti untuk tingkat Nasional dan tingkat Daerah. Kondisi ini sangatlah perlu mendapatkan perhatian. Kegiatan keolahragaan di Kabupaten khususnya kejuaraan cabang olahraga Bolabasket setiap tahunnya selalu ada seperti; Rektor Cup, PORSENIJAR, HUT Kota Singaraja dan PORPROV. Kualitas pelaksanaan kejuaraan/pertandingan Bolabasket perlu mendapat dukungan dari sumber daya manusia seperti; pemain, pelatih, offecial, panitia, dan wasit. Pertandingan tanpa dibantu oleh seorang wasit yang memiliki kewenangan yang baik, akan dapat menimbulkan efek yang negatif seperti; keputusan yang kurang/tidak tepat sehingga dapat memicu timbulnya keributan, pemain dengan pemain, pemain dengan offecial, offecial dengan official, serta dengan penonton/sporter/massa. Universitas Pendidikan Ganesha sebagai Perguruan Tinggi yang memiliki tugas Tri Darma Perguruan Tinggi yaitu; 1) pendidikan dan pengajaran, 2) penelitian, dan 3) pengabdian pada masyarakat, mempunyai kewajiban untuk membantu memecahkan beberapa permasalahan dimasyarakat melalui Tri Darma Perguruan Tinggi. Melalui program pengabdian pada masyarakat tahun 2012 ini, kami menyelenggarakan “Pelatihan Perwasitan Bola Basket Se-Kab Buleleng”.
Edisi Januari 2014
23
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja 2.
Metode Pelaksanaan Pengabdian Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja
untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Fungsi metode berarti sebagai alat untuk mencapai tujuan, atau bagaimana cara melakukan atau membuat sesuatu. Dalam kegiatan perwasitan karena bentunya adalah pelatihan, maka metode yang digunakan adalah; a) penyajian konsep tentang interpretasi peraturan, b) diskusi (kominukasi dua/ multi arah), dan c) praktek di lapangan.
3.
Hasil dan Pembahasan Peserta adalah seluruh pembina/pelatih olahraga bolabasket di SMU/SMK yang ada
di Kabupaten Buleleng, dan perwakilan dari atlet untuk masing-masing sekolah sejumlah 2 orang. Narasumber dalam pelatihan perwasitan ini adalah Gede Eka Budidarmawan, S.Pd., M.Or (yang memiliki lisensi wasit level Nasional). Materi pelatihan menggunakan peraturan resmi FIBA tahun 2012. Permainan bolabasket salah satu
media yang dipakai untuk meningkatkan
keterampilan gerak yang memiliki tujuan utama berkaitan dengan keterampilan gerak operan (passing), memantulkan bola (driblling), menembak (shooting), olah kaki (pivot/lay-up), perebutan bola (rebound) (Soebagio. 1993). Di samping tujuan pencapaian keterampilan gerak tersebut, kreatifitas dan kemampuan sama diantara
untuk bekerja
atlet, merupakan tujuan dampak pengiring yang dapat dicapai pula
melalui pelatihan bermain bolabasket. Sebagai bagian dari cabang olahraga terbuka, bolabasket merupakan jenis permainan yang tidak dapat diramalkan (unpredictable) (Werner, 1994). Implikasi dari adanya situasi yang
tidak dapat diramalkan
(unpredictable) tersebut “memaksa” pemain yang terlibat dalam permainan ini harus pandai-pandai memilih dan memutuskan suatu gerakan ketika berada dalam situasi bermain. Pembiasaan menilik pola gerak yang “paling efektif” diserasikan dengan kemampuan individunya, menjadi prasyarat memadai. Kemampuan untuk mengambil satu keputusan tersebut sungguh mungkin akan jadi pemicu keberhasilan, terutama jika didukung oleh kemampuan berpikir atlet. Pemberian kesempatan untuk “bereksplorasi’ bagi atlet dalam proses latihan gerak memungkinkan atlet lebih siap untuk mengantisipasi segala kemungkinan dalam situasi yang serba tak terduga (Nina Edisi Januari 2014
24
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Sutresna, 2003). Pelatih memegang peranan yang sangat penting dan merupakan elemen yang krusial dalam proses pelatihan. Pelatih adalah ujung tombak di lapangan yang bersentuhan langsung dengan para peserta latih yang dilakukan secara teratur dan terprogram. Dalam proses pelatihan, pelatih berperan sebagai tokoh sentral yang akan menjadi panutan, pengayom serta sebagai subjek yang dapat membentuk pemain agar memiliki daya cipta, rasa dan karsa yang dapat membentuk pemain agar memiliki daya cipta, rasa dan karsa sesuai dengan taksonomi pendidikan yang disebutkan oleh Benjamin S. Bloom (dalam Jalinus, 2003) meliputi usaha pengembangan pengetahuan (cognitive domain), pembentukan watak dan sikap (affective domain) serta melatih keterampilan (psychomotoric domain). Oleh karena itu pelatih selayaknya manyadari posisinya sebagai sosok yang mempunyai kapasitas dan kapbilitas untuk membentuk kamampuan mental dan kemampuan pemainnya agar mampu berbuat seperti yang dilakukan. Selain itu pelatih juga dapat dikatakan sebagai aktor utama sebuah tim atau kesebelasan yang berperan dalam proses pelatihan sehingga mampu melahirkan para pemain yang benar-benar berkualitas. Untuk menjadi seorang pelatih yang baik, paling tidak dimiliki beberapa kamampuan, antara lain: (a) Kemampun pisik. Ada tiga hal yang perlu diperhatikan yaitu; (1) physical fitness, (2) physical performance atau skill performance-nya, (3) proporsi pisik yang harmonis dan sesuai. (b) Kamampuan psikis. Ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian dalam kemampuan psikis ini di antaranya adalah; (1) memiliki pengetahuan yang luas tentang bidangnya baik secara teoritis maupun praktis, (2) memiliki IQ yang tinggi, (3) memiliki daya imaginasi serta daya kreasi yang mengagumkan, (4) memiliki keberanian bertindak dan kemampuan keras untuk menang dalam batas-batas sportifitas, (5) memiliki kecintaan dan dedikasi terhadap bidangnya. (c) Kamampuan pengendalian emosi. Yang termasuk di dalam kemampuan pengendalian emosi adalah; (1) memiliki mental health yang baik, (2) memiliki sense oh humor, (d) Kamampuan sosial. Yang penting bagi seorang pelatih adalah; (1) mudah bergaul dan dapat memfungsikan dirinya sesuai dengan situasi yang dihadapi, (2) memiliki tingkat laku serta tutur bahasa yang dapat dibenarkan dan dapat diterima oleh masyarakat. Kemampuan untuk dapat mewujudkan 1 s/d 4, yang dilandasi oleh rasa Edisi Januari 2014
25
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja tanggungjawab dan pengabdian demi peningkatan prestasi para atlet ataupun cabang olahraga yang dipimpinnya. Persoalan yang terakhir inilah yang merupakan kunci dari keberhasilan seorang pelatih. Sampai berapa jauh seorang pelatih dapat mewujudkan semua kemampuannya di dalam praktek melatih akan menentukan sampai berapa jauh seorang pelatih akan berhasil. Hal ini akan sangat tergantung pada banyak sedikitnya pengalaman yang telah dialami dan sampai berapa jauh dia telah mempelajari pengalaman-pengalaman tersebut. Pengalaman untuk menerapkan semua yang telah dimiliki yaitu berupa kemampuan-kemampuan baik berupa kemampuan pisik, psikis ataupu cara-cara pengendalian emosi dan approach sosial sangat besar manfaatnya. Juga bagaimana merangkumkan semuanya itu secara harmonis akan ikut memberi corak dan warna pada proses latihan yang diberikan. Mungkin seorang pelatih mempunyai kekurangankekurangan dalam salah satu kemampuan tetapi dapat mengimbanginya dengan kemampuan lain. Hal ini juga akan menjamin keberhasilannya dalam proses latihan. Yang paling baik adalah apabila seorang pelatih memiliki semua kemampuan yang dibutuhkan bagi seorang pelatih yang ideal. Bila hal ini tidak mungkin, maka harus tetap memikirkan dan berusaha bagaimana sebaiknya agar proses melatih dikerjakan itu tidak terhambat oleh karena adanya kekurangan-kekurangan dalam salah satu kemampuannya. Yang jelas jangan sampai kekurangan-kekurangan tersebut ditutuptutupi dengan usaha-usaha yang bersifat over kompensasi. Bagimanapun juga para atlet akhirnya akan tetap mengetahui kekkurangan dari pada pelatihnya. Labih baik kalau pelatih tersebut mengutarakan kekurangan-kekurangan yang ada pada dirinya secara terus terang kepada para atlet daripada menutup-nutupi dengan usaha-usaha yang bersifat over kompensasi. Atlet sering pula dieja sebagai atlit; dari bahasa Yunani: athlos yang berarti "kontes" adalah orang yang ikut serta dalam suatu kompetisi olahraga kompetitif. Para atlet harus mempunyai kemampuan fisik yang lebih tinggi dari rata-rata. Seringkali kata ini digunakan untuk merujuk secara spesifik kepada peserta atletik.
Wasit adalah
seorang yang memiliki wewenang untuk mengatur jalannya suatu pertandingan olahraga. Ada bermacam-macam istilah wasit. Dalam bahasa Inggris dikenal referee, umpire, judge atau linesman. Edisi Januari 2014
26
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Istilah wasit dalam bahasa Inggris Referee berasal dari sepak bola. Awalnya kapten dari setiap tim saling berkonsultasi untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi di lapangan. Kemudian peran ini didelegasikan kepada seorang umpire. Setiap tim membawa umpire-nya masing-masing sehingga masing-masing kapten tim dapat berkonsentrasi kepada permainan. Akhirnya, seorang yang dianggap netral dinamai referee (dari would be "referred to") bertindak sebagai orang yang akan menyelesaikan permasalahan jika umpire tidak bisa menyelesaikannya. Referee tidak berada di lapangan sampai tahun 1891, ketika umpire menjadi linesman (sekarang asisten wasit). 4.
Penutup Perkembangan olahraga tidak terlepas dari Ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam
kontek olahraga, ada beberapa komponen yang bisa kita lihat antara lain; pemain/atlet, pelatih,
manager,
wasit,
penonton,
lapangan/fasilitas,
panitia
penyelenggara
kejuaraan/pertandingan. Untuk mencapai suatu prestasi; baik prestasi dari segi penyelenggaraan dan prestasi dari kecabangan olahraga, harus memenuhi standar oprasional prosedur (SOP) dari sumber daya manusia (SDM) sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing dan sumber daya alam (SDA). Seperti misalnya dalam pembicaraan P2M ini adalah tentang perwasitan, mereka yang belum memiliki standar oprasional prosedur (SOP) tentang perwasitan sebaiknya jangan mencoba-coba untuk memimpin suatu pertandingan yang sifatnya resmi, yang mungkin menyebabkan kwalitas pertandingan itu tidak bagus bahkan yang lebih fatal lagi bisa memancing kekacauan/keributan. Dan sebagai seorang pengadil lapangan, sebaiknya bersifat seadiladilnya tanpa ada unsur kepentingan apapun demi untuk mencapai kwalitas olahraga secara keseluruhan. DAFTAR PUSTAKA Bidang III PERBASI, 2006, Bolabasket Untuk Semua (buku pegangan bagi pecinta bolabasket), Pengurus Besar Persatuan Bolabasket Indonesia, Jakarta. FIBA, 1994, Rules as adopted by the International Basketball Federation, Pengurus Besar Persatuan Bolabasket Seluruh Indonesia, Gelora Senayan Jakarta. ______,2010, Rules as adopted by the International Basketball Federation, Pengurus Besar Persatuan Bolabasket Seluruh Indonesia, Gelora Senayan Jakarta. Edisi Januari 2014
27
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Nina Sutresna, 2003, Pembelajaran Bolabasket Mini Siswa Kelas Unggulan, Jurnal IPTEK Olahraga, Volume 5 Nomor 2, Direktorat Jendral Olahraga, Jakarta. Official Basketball Rules, 2004, Refrees’ Manual Two-Person Officiating, FIBA Central Board, Paris. _______, 2004, Refrees’ Manual Three-Person Officiating, FIBA Central Board, Paris. _______, 2004, Offecial Basketball Rulers, FIBA Central Board, Paris. Soebagio Hartoko, 1992. Bolabasket I. Surakarta: UNS Press. Werner, Peter H, A, 1994 Movement Approach to Games For Chindren, ST Louis: The CV Mosby Company. Zsolt Hartyani, 2004, Basketball for Everyone Handbook for Basketball Lovers, FIBA, Switzerland.
Edisi Januari 2014
28
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja PELATIHAN DAN PENDAMPINGAN PENULISAN ARTIKEL HASIL PENELITIAN BAGI GURU-GURU DI KABUPATEN KLUNGKUNG DAN KARANGASEM oleh, I Made Kirna Fakultas Matematika dan IPA Universitas Pendidikan Ganesha ABSTRAK Kegiatan pengabdian pada masyarakat ini bertujuan untuk (1) meningkatkan kemampuan guru-guru SMP dan SMA di Kabupaten Klungkung dan Karangasem menulis artikel hasil penelitiannya sesuai dengan gaya selingkung jurnal nasional terakreditasi, dan (2) membantu guru-guru di Kabupaten Klungkung dan Karangasem mempublikasikan artikel hasil penelitiannya jurnal ilmiah, khususnya Jurnal Pendidikan dan Pengajaran (JPP) Undiksha. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan kegiatan pelatihan dan pendampingan yang dilakukan secara tatap muka dan online. Kegiatan pelatihan dan pendampingan ini dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 2013. Peserta yang terlibat dalam kegiatan ini adalah guru-guru SMAN di Kabupaten Klungkung dan Karangasem sebanyak 20 orang. Hasil kegiatan menunjukkan bahwa (1) peserta memiliki wawasan tentang jurnal dan cara penulisan artikel hasil penelitian sesuai dengan standar kualitas artikel; (2) empat peserta memiliki naskah yang siap diproses lebih lanjut di JPP Undiksha. Kata-kata kunci: pelatihan, penulisan artikel ilmiah, pengabdian masyarakat ABSTRACT This society services activities aimed at (1) improving teacher konwlege and skill in writing scientifict article based on their research result, and (2) helping teachers from Klungkung and Karangasem Regencies to publish their research in the journal, especialy Jurnal Pendidikan dan Pengajaran (JPP) Undiksha. Trainning and mentoring was held to achieve those goals via face to face and online activities. Face to face training and mentoring was held on 30th of August 2013 and then continued to online mentoring. The 20 participants of senior high school (SMAN) teachers from Klungkung and Karangasem Regencies were included. The result revealed that (1) this activities can improve the knowledge and skills of the participants related to the journal and writing scientifict article, and (2) four draft of articles created by participants has good qualities which are ready to further mentored and proccessed in JPP Undiksha Keywords: training, scientifict article writing, society services Edisi Januari 2014
29
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja 1. Pendahuluan Guru sebagai jabatan fungsional dituntut tidak hanya kompeten dalam mengelola pembelajaran, tetapi juga didorong mampu mengembangkan kompetensi lain yang gayut dengan kompetensi pokok tersebut sebagai bagian dari professionalnya. Seiring dengan tuntutan profesional ini, mulai tahun 2009, Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mengeluarkan Permen 16 Tahun 2009 yang mengatur tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Permen ini menuntut guru untuk mampu menghasilkan karya tulis ilmiah, seperti menulis artikel dalam jurnal ilmiah. Sekarang ini, kemampuan dalam publikasi ilmiah semakin dipandang penting dalam dunia pendidikan nasional. Hal ini dapat dilihat dari adanya
persyaratan
mempublikasi artikel sebagai syarat kelulusan S1, S2, dan S3, dan juga persyaratan kenaikan pangkat guru. Kemampuan dan keterampilan dalam menulis artikel ilmiah tidak bisa dilepaskan dari kegiatan penelitian. Penggalakan penelitian tindakan kelas di kalangan guru telah mampu mendorong sebagian guru untuk melakukan penelitian. Demikian pula, kesadaran akan pengembangan diri telah mendorong guru studi lanjut ke jenjang S2. Dengan kata lain, beberapa guru telah melakukan penelitian, tetapi sebagian besar dari hasil penelitiannya tersebut hanya terhenti pada laporan penelitian. Hanya sedikit saja guru yang aktif menulis dan mempublikasikan hasil penelitiannya. Hal ini disebabkan oleh kemampuan menulis artikel ilmiah di kalangan guru masih rendah. Dengan demikian, peningkatan kemampuan dan keterampilan menulis artikel hasil penelitian menjadi kebutuhan guru yang mendesak. Pada sisi yang lain, jurnal berkala ilmiah sebagai wadah dokumentasi dan penyebarluasan informasi ilmiah sangat membutuhkan sumbangan artikel. Sampai sekarang ini, pengelola jurnal kebanyakan mengalami kendala kurangnya sumbangan artikel yang kualitasnya memadai. Dilema pengelola jurnal selalu berkisar di antara mempertahankan kontinyuitas terbitan dan menjaga kualitas atikel yang diterbitkan. Sebagian besar pengelola jurnal, termasuk Jurnal Pendidikan dan pengajaran (JPP) yang dinaungi oleh Undiksha, mengalami kendala sumbangan artikel yang kualitasnya memadai. Pekerjaan dewan penyunting jurnal menjadi sangat berat untuk menyunting satu sumbagan artikel sampai menjadi memadai untuk diterbitkan. Edisi Januari 2014
30
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Dalam rangka mengembangkan status jurnal menjadi jurnal berkala ilmiah terakreditasi, jurnal menstandarkan kualitas artikel yang dimuatnya sesuai dengan kriteria jurnal nasional terkareditasi. Oleh sebab itu pengelola jurnal membutuhkan sumbangan artikel yang berkualitas. Selain dari aspek kualitas, salah satu tuntutan yang menjadi tantangan terberat pengelola jurnal nasional menuju terakreditasi adalah persentase penulis luar sebanyak minimal 60% (Peraturan Dikti No 29 tahun 2011). Tantangan ini akan menjadi lebih mudah dipecahkan apabila sudah terbentuk budaya menulis artikel hasil penelitian di kalangan guru di propinsi Bali karena artikel hasil penelitian dari guru termasuk salah satu kategori artikel luar dilihat dari sudut pandang Undiksha. Dari paparan di atas sangat jelas dilihat bahwa kebutuhan guru dan kebutuhan pengelola jurnal sesungguhnya gayut satu sama lain, sehingga kerjasama keduanya perlu diigiatkan secara berkesinambungan. Dalam rangka menjaring artikel dari guru-guru, JPP, slah satu jurnal yang dikelola oleh Undiksha, telah berupaya melakukan sosialisasi dan mengundang guru-guru untuk menyumbangkan artikel hasil penelitiannya. Sebagian besar guru menyatakan akan menyumbangkan artikelnya, tetapi realisasinya sangat rendah. Hanya beberapa guru yang telah menyumbangkan artikelnya. Guru yang menyumbangkan artikelnya ke JPP adalah guru-guru yang termasuk memiliki motivasi berprestasi tinggi. Pencermatan terhadap artikel yang masuk menunjukkan bahwa kemampuan guru-guru ini dalam menulis artikel masih kurang, apalagi guru-guru yang lain. Usaha keras dari penyunting dan penulis sebagai perpaduan dari tanggung jawab penyunting dan motivasi belajar dari penulis diperlukan untuk menjadikan artikel tersebut layak diterbitkan. Dibalik kelangkaan calon penulis artikel di jurnal ilmiah, sesungguhnya di Bali calon penulis potensial sudah cukup banyak. Seiring dengan tuntutan menjadi guru profesional dan kesadaran akan meningkatkan kompetensi profesional melalui studi lanjut, beberapa guru sekolah menengah di Bali telah pernah melaksanakan penelitian tindakan kelas dan telah menyelesaikan studinya di program pasca sarjana. Demikian pula, beberapa di antara mereka sudah menyelesaikan studi di tingkat pascasarjana bidang pendidikan. Mereka ini adalah calon penulis artikel yang sangat memerlukan bantuan dalam melanjutkan produk ilmiahnya sampai pada muara akhir suatu karya ilmiah, yaitu publikasi. Edisi Januari 2014
31
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Hal yang sama terjadi di Kabupaten Klungkung dan Karangasem (daerah sasaran P2M ini). Beberapa guru di dua kabupaten ini telah aktif melakukan penelitian tindakan kelas dan menyelesaikan studinya di tingkat pascasarjana. Beberapa di antaranya ada yang berprestasi sampai tingkat nasional terkait dengan karya-karya inovatifnya, termasuk hasil penelitiannya. Namun, publikasi ilmiah khususnya di Jurnal Pendidikan dan Pengajaran dari dua kabupaten ini masih sangat kurang. Guru-guru ini adalah caloncalon penulis artikel potensial untuk ditingkatkan kemampuannya dalam menulis artikel ilmiah dari hasil penelitiannya, baik PTK maupun dari laporan tesisnya. Menulis artikel ilmiah adalah sesuatu yang baru bagi kalangan guru. Hampir semua guru di Bali, termasuk Kabupaten Klungkung dan Karangasem mengalami permasalahan dalam menulis artikel ilmiah, baik artikel dari hasil penelitian, apalagi artikel tentang pemikiran ilmiah. Sebagai suatu keterampilan, menulis artikel tidak bisa dilakukan hanya melalui anjuran atau dorongan untuk menulis. Keterampilan menulis memerlukan pemahaman tentang hakikat artikel, tata tulis ilmiah, dan akan terbentuk melalui banyak latihan. Berdasarkan permasalahan yang dipaparkan di atas, maka tujuan kegiatan ini adalah (1) meningkatkan kemampuan guru-guru SMP dan SMA di Kabupaten Klungkung dan Karangasem menulis artikel hasil penelitiannya sesuai dengan gaya selingkung jurnal nasional terakreditasi, dan (2) membantu guru-guru di Kabupaten Klungkung dan Karangasem mempublikasikan artikel hasil penelitiannya Jurnal ilmiah. Kegiatan ini diharapkan dapat membantu kelemahan guru dalam menulis artikel ilmiah dan membantu guru mempublikasikan naskah artikel hasil penelitiannya. Jurnal Berkala ilmiah adalah wadah dokumentasi dan penyebarluasan hasil penelitian dan hasil pemikiran Ilmuwan. Melalui Jurnal berkala ilmiah, temuan penelitian diarsip sekaligus diakui kelayakan keilmuan yang dihasilkan oleh ilmuwan. Semua temuan penelitian direkam dan diorganisasi dalam jurnal-jurnal ilmiah untuk memperoleh pengakuan secara legal sebagai karya dari ilmuwan. Sebagai salah satu wadah/media publikasi, hasil-hasil penelitian maupu pemikiran baru dinyatakan terpublikasikan apabila dimuat dalam wadah publikasi seperti jurnal berkala ilmiah. Berdasarkan lingkup artikel yang dimuat dan keluasan penyebarannya, jurnal berkala ilmiah dibedakan menjadi jurnal ilmiah lokal, jurnal ilmiah nasional, jurnal Edisi Januari 2014
32
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja ilmiah internasional, dan jurnal luar negeri (Saukah, 2011). Berdasarkan status terakreditasi, jurnal dibedakan menjadi jurnal nasional tidak terakreditasi dan jurnal nasional terakreditasi. Semua jurnal yang artikelnya diakui angka kreditnya harus tercatat secara internasional sebagai nomor jurnal yang disebut dengan Internasional Standard Serial Number (ISSN). Jurnal ilmiah lokal memiliki ciri-ciri: (1) artikelnya memuat karya ilmiah berupa artikel hasil penelitian dan hasil pemikiran; (2) penulisnya adalah dari kalangan unit kerja sendiri; (3) pengelola dan penyntingnya berasal dari unit kerja sendiri; dan (4) distribusi jurnalnya lebih banyak terbatas pada pada kalangan sendiri. Jurnal ilmiah nasional tidak terakreditasi memiliki ciri-ciri: (1) Keterlibatan pakar nasional berasal dari lingkungannya sebagai mitra bebestari; (2) penulisnya banyak dari luar lingkungan sendiri; (3)distribusi jurnal secara nasional; dan (4) tampilan dan dan kualitas isinya belum memenuhi kriteria akreditasi. Jurnal ilmiah nasional terakreditasi memiliki ciriciri: (1) Keterlibatan pakar nasional berasal dari lingkungannya sebagai mitra bebestari; (2) penulisnya banyak dari luar lingkungan sendiri; (3)distribusi jurnal secara nasional; dan (4) tampilan dan dan kualitas isinya telah memenuhi kriteria akreditasi. Jurnal ilmiah luar negeri adalah jurnal yang diterbitkan di luar negeri. Jurnal ini bisa dikategorikan menjadi dua, yaitu Jurnal internasional dan jurnal bukan internasional. Jurnal ilmiah internasional memiliki ciri-ciri: (1) adanyany keterlibatan beberapa pakar yang bereputasi dalam bidangnya dari berbagai negara sebagai mitra bebestari; (2) penulis artikelnya berasal dari berbagai negara; (3) distribusi jurnal telah menjangkau berbagai negara; dan (4) menggunakan salah satu bahasa internasional. Artikel ilmiah adalah penulisan secara ringkas dan padat bentuk esai dari temuan penelitian atau pemikiran ilmiah. Artikel ilmiah bukan ringkasan dari hasil penelitian, melainkan suatu formulasi penyampaian hasil penelitian yang memiliki ciri-ciri: (1) mempunyai bentuk, struktur, dan isi dengan sifat tertentu; (2) penulisannya mengikuti kaidah, pola dan teknik tertentu; dan (3) kaidah, pola dan teknik penulisannya dipengaruhi oleh gaya selingkung yang ditetapkan (Suhadi, 2011). Sebagai artikel ilmiah, isinya harus menjunjung tinggi ciri-ciri ilmiah seperti objektif, rasional, kritis, dan pembaharu. Terkait dengan ciri-ciri ini, artikel ilmiah, sebagaimana karya ilmiah yang lain harus bebas dari duplikasi atau flagiasi. Aspek Edisi Januari 2014
33
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja flagiasi ini menjadi penekanan penting dalam dunia publikasi. (Permendiknas No 17, 2010) Ada beberapa bentuk artikel ilmiah sesuai dengan rekomendasi DP2M Kemendiknas (Suhadi, 2011), yaitu artikel hasil penelitian, artikel pemikiran ilmiah atau artikel konseptual, Review buku, dan obituari. Artikel Hasil penelitian memuat tentang uraian secara ringkas dan padat tentang penelitian. Tata tulis artikel hasil penelitian sedikit bervariasi tergantung pada jenis penelitian, apakah penelitian dasar, penelitian terapan, penelitian pengembangan, atau penelitian kualitatif.
Artikel konseptual
memuat hasil analisis dan pikiran kritis penulis. Artikel ini bukan sekedar tempelan (kolase) bagian dari tulisan-tulisan yang lain melainkan hasil analisis kritis penulis. Bagian paling vital dari artikel konseptual adalah pendapat atau pendirian penulis. Selain harus memenuhi kaidah bahasa, tata tulis artikel juga memiliki bentuk, struktur, dan isi yang tertentu. Menurut Peraturan DIKTI No 49 Tahun 2011 tentang Pedoman Akreditasi Jurnal Berkala Ilmiah, tata tulis artikel dan kualitas isi merupakan aspek yang sangat besar bobotnya dalam penilaian kualitas jurnal, dan juga penilaian dari artikel itu sendiri. Setiap jurnal memiliki tata penulisan artikel yang sedikit berbeda dari sisi bentuk dan struktur, namun memiliki standar substansi yang sama. Jurnal yang sudah terakreditasi atau sedang didorong untuk mencapai akreditasi memiliki standar substansi yang sama mengacu pada pedoman akreditasi dari DIKTI. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran (JPP) yang dinaungi oleh Undiksha adalah salah satu jurnal nasional yang didorong untuk meraih status akreditasi. Oleh sebab itu tata tulis (gaya selingkung) JPP Undiksha sudah disesuaikan dengan standar penulisan artikel di jurnal nasional terakreditasi. Standar mutu/kualitas artikel dari jurnal berkala ilmiah nasional sesuai dengan Pedoman Akreditasi Peraturan Dikti 49 2011 dapat disarikan ke dalam rumusan praktis dari substansi pokok artikel ilmiah, yaitu Judul, Abstrak (bahasa Inggris dan Indonesia), Pendahuluan, Metode (artikel hasil penelitian), Hasil dan Pembahasan (hanya Pembahasan untuk artikel hasil pemikiran), Simpulan, dan Daftar Rujukan. Secara lebih rinci acuan praktis standar mutu artikel ilmiah hasil penelitian dan hasil pemikiran adalah sebagai berikut. (1) Judul diharapkan bernuansa nasional atau global, maksimum 12 kata
(lokasi
penelitian tidak disebut di judul, tetapi ada di metode). Edisi Januari 2014
34
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja (2) Abstrak bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia memuat tiga hal pokok (a) tujuan, (b) ringkasan metode, dan (3) hasil/temuan penelitian. (3) Pendahuluan memuat (a) paparan perkembangan terkini bidang ilmu yang diteliti yang argumentasinya didukung oleh hasil kajian pustaka primer dan mutakhir untuk memdukung masalah, (b) paparan kesenjangan, (c) argumentasi peneliti dalam menutup kesenjangan tersebut sebagai janji kontribusi penelitian ini bagi perkembangan ilmu, dan (d) paparan tujuan penelitian (4) Metode memuat paparan tentang segala sesuatu yang memang dilakukan oleh peneliti dalam melakukan penelitian secara jelas seolah-olah memberi peluang peneliti lain untuk melakukan replikasi atau verifikasi terhadap penelitiannya. Hindari definisi-definisi yang dikutip dari buku dalam paparan di bagian Metode. Desain penelitian yang sudah menjadi pengetahuan umum tidak perlu ada sumber yang dirujuk. (5) Hasil dan Pembahasan dipaparkan secara berurutan atau terpadu dalam bagian “Hasil dan Pembahasan” tergantung pada jenis penelitian. a. Paparan
bagian
hasil
berisi
hasil
analisis
data,
sebaiknya
berupa
tabel/bagan/gambar berisi paparan hasil analisis yang sudah bermakna dan mudah dipahami maknanya secara cepat. Tabel/bagan/gambar tidak berisi data mentah yang masih dapat diolah. b. Paparan bagian pembahasan berisi pemberian makna secara substansial terhadap hasil analisis dan perbandingan dengan temuan-temuan sebelumnya berdasarkan hasil kajian pustaka yang relevan, mutakhir dan primer. Perbandingan tersebut sebaiknya mengarah pada adanya perbedaan dengan temuan penelitian sebelumnya sehingga berpotensi untuk menyatakan adanya kontribusi bagi perkembangan ilmu (delta). (6) Simpulan (maksimal 1 halaman) a. dalam bentuk alinea (bukan numerik) b. berisi temuan penelitian sebagai sintesis antara hasil analisis data dan hasil pembahasan, c. lebih menonjolkan hal-hal yang baru yang memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu (delta). Edisi Januari 2014
35
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja d. Hindari penggunaan istilah teknis statistik dan metodologi penelitian. (7) Daftar rujukan berisi semua yang dirujuk dalam teks yang berasal dari sumber yang (a) relevan, (b) minimal 80% mutakhir (10 tahun terakhir), dan (c) minimal 80% primer, terutama dari artikel jurnal. Artikel harus dilengkapi dengan abstrak berbahasa Inggris yang merupakan terjemahan dari abstrak dalam bahasa Indonesia. Kata kunci tidak perlu diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, cukup dalam bahasa Indonesia dan dicantumkan setelah abstrak dalam bahasa Inggris. Abstrak artikel hasil penelitian setidaknya memuat tiga hal pokok, yaitu: (a) tujuan penelitian, (b) metode penelitian, dan (c) hasil penelitian. Abstrak diketik menggunakan spasi tunggal. Abstrak dilengkapi dengan kata kunci (3 sampai 5 kata kunci) yang berfungsi untuk memudahkan pencarian artikel ini secara elektronik. Pendahuluan memuat tiga hal pokok, yaitu: latar belakang, rangkuman teoritik, dan tujuan penelitian. Tinjauan pustaka diintegrasikan dalam paparan pendahuluan. Semua referensi yang dirujuk dalam paparan, (Nama, tahun) untuk kutipan tidak langsung atau (Nama, tahun: hlm) untuk kutipan langsung, dicantumkan di dalam Daftar Rujukan. Pendahuluan diharapkan maksimum 30 persen dari keseluruhan artikel. Alenia berikutnya dari paparan pendahuluan dibuat menjorok ke dalam sesuai dengan penulisan alenia baru pada umumnya. Metode penelitian disesuaikan dengan jenis penelitian. Penelitian kualitatif memiliki langkah metodologi yang berbeda dengan penelitian kuatitatif, seperti eksperimen. Walaupun demikian, pada bagian METODE diharapkan cukup jelas paparan tentang: rancangan penelitian, subjek/populasi-sampel/fokus dan objek penelitian, teknik pengumpulan data dan isntrumen penelitian, dan teknik analisis data. Bagian hasil penelitian dibuat dalam satu subjudul yang terpisah dengan bagian pembahasan. Untuk penelitian kualitatif, bagian hasil dan pembahasan dapat dibuat secara terintegrasi. Data yang disajikan dalam hasil penelitian bukan berupa data ’mentah’, melainkan data yang sudah diolah. Hasil disajikan dalam bentuk tabel, grafik, atau bagan yang dilengkapi dengan penjelasan. Penjelasan tabel/grafik/bagan tidak menyebutkan ulang
Edisi Januari 2014
36
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja isi tabel, melainkan mendeskripsikan/memformulasikan maknanya. Tabel, grafik, atau bagan masing-masing diberikan nomor dan judul. Paparan pada pembahasan memuat hal-hal pokok berikut, yaitu: (a) menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian, (b) memaparkan logika diperolehnya temuan, (c) menginterpretasi temuan, dan (d) mengaitkan temuan dengan teori atau kajian empiris lain yang relevan. Semua referensi yang dirujuk dalam paparan, (Nama, tahun) untuk kutipan tidak langsung atau (Nama, tahun: hlm) untuk kutipan langsung, dicantumkan di dalam Daftar Rujukan. Simpulan dibuat dalam paragraf pendek yang memuat tentang esensi dari hasil penelitian yang tertuang dalam tujuan penelitian. Simpulan harus relevan dengan temuan dan hindari generalisasi yang berlebihan. Semua rujukan yang dimuat dalam paparan artikel harus dicantumkan pada daftar rujukan, atau sebaliknya. Sumber yang dirujuk sedapat mungkin (minimal 80%) merupakan pustaka-pustaka terbitan 10 tahun terakhir. Rujukan yang diutamakan adalah sumber-sumber primer berupa laporan penelitian (termasuk skripsi, tesis, disertasi) atau artikel-artikel penelitian dalam jurnal atau majalah ilmiah. Daftar rujukan disusun dengan tata cara seperti sudah diuraikan di atas. Untuk Artikel Konseptual, pedoman penulisannya di JPP sedikit mengalami modifikasi dari artikel hasil penelitian. Abstrak berupa komentar atau pengantar dari penulis. Abstrak memuat: (a) tujuan penelitian, (b) isu-isu pokok, dan (c) alternatif pemecahan. Pendahuluan memuat hal pokok, yaitu: latar belakang atau acuan permasalahan, hal-hal menarik yang belum tuntas, perkembangan baru, dan tujuan penelitian. Semua referensi yang dirujuk dalam paparan, (Nama, tahun) untuk kutipan tidak langsung atau (Nama, tahun: hlm) untuk kutipan langsung, dicantumkan di dalam Daftar Rujukan. Pendahuluan diharapkan maksimum 20 persen dari keseluruhan artikel. Paparan pada pembahasan dapat dibagi menjadi beberapa subjudul. Pembahasan berupa kupasan yang sifatnya analitik, argumentatif, logis, dan kritis. Isi pembahasan adalah cermin dari pendirian/sikap penulis terhadap permasalahan yang menjadi fokus tulisan. Semua referensi yang dirujuk dalam paparan, (Nama, tahun) untuk kutipan tidak langsung atau (Nama, tahun: hlm) untuk kutipan langsung, dicantumkan di dalam Daftar Rujukan. Simpulan dibuat dalam paragraf pendek yang memuat tentang Edisi Januari 2014
37
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja penegasan pendirian penulis dan saran-saran. Simpulan ditulis maksimum 10% dari keseluruhan isi artikel. 2. Metode Pelaksanaan Kegiatan Khalayak sasaran strategis dari kegiatan P2M ini adalah guru-guru di Kabupaten Klungkung dan Karangasem yang telah memiliki penelitian yang belum dipublikasikan. Kegiatan pelatihan dan pendampingan penulisan karya ilmiah hasil penelitian terhadap khalayak sasaran di atas dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut. Penulis berkoordinasi dengan pengurus MGMP berbagai bidang studi di kabupaten Klungkung dan Karangasem tentang kegiatan P2M yang dilaksanakan, seperti: Jenis kegiatan, sasaran kegiatan, waktu pelaksanaan. Koordinasi ini dilakukan untuk memperoleh informasi tentang guru-guru yang aktif meneliti dalam bidang pendidikan dan pembelajaran dan belum mempublikasikan hasil penelitiannya. Guru-guru ini selanjutnya menjadi khalayak sasaran dari kegiatan P2M ini. Melalui MGMP masingmasing, beberapa anggota yang aktif meneliti ditunjuk sebagai peserta. Pada kegiatan koordinasi ini juga dijajagi tempat kegiatan pelatihan dan pendampingan. Pengurus dari salah satu MGMP bidang studi diharapkan dapat membantu pelaksana menyiapkan prasarana dan sarana penunjang pelaksanaan kegiatan pelatihan. Kegiatan awal yang dilakukan adalah seminar lokakarya untuk memberikan wawasan secara komprehensif tentang artikel hasil penelitian dan penulisan artikel sesuai gaya selingkung JPP (salah satu jurnal nasional). Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari seminar lokakarya yang bertujuan untuk lebih memperdalam pemahaman peserta tentang penulisan artikel sesuai dengan gaya selingkung JPP sekaligus membedah tata tulis sesuai dengan kaidah bahasa tulis artikel. Bedah artikel ini diharapkan menjadi sarana belajar peserta untuk meningkatkan pemahaman tentang tata tulis dan juga substansi artikel yang diharapkan. Dari dua kegiatan sebelumnya, peserta dipandang sudah memiliki pemahaman yang memadai tentang penulisan artikel hasil penelitian yang berkualitas. Kegiatan pendampingan dilakukan untuk membantu peserta menyelesaikan artikel hasil penelitiannya sampai siap diproses dan layak diterbitkan di Jurnal Pendidikan dan pengajaran Undiksha (JPP), salah satu jurnal yang sedang mengebangkan statusnya menjadi jurnal nasional terakreditasi. Teknis pendampingan dilakukan secara online. Edisi Januari 2014
38
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Evaluasi kegiatan P2M ini dilihat dari dua aspek, yaitu (1) keterlibatan peserta dan (2) output kegiatan. Indikator keberhasilan kegiatan dilihat dari dua komponen evaluasi tersebut. Kegiatan P2M ini mentargetkan keterlibatan peserta minimal 10 orang guru yang berpartisipasi aktif dalam mengikuti seluruh rangkaian kegiatan. Output yang ditargetkan adalah dihasilkannya minimal 4 artikel yang memenuhi gaya selingkung JPP dan siap diproses untuk diterbitkan di JPP 3. Hasil dan Pembahasan Kegiatan pokok yang dilakukan dimulai dari (1) persiapan materi seminar dan pelatihan; (2) Koordinasi tentang peserta seminar dan pelatihan serta waktu dan tampat pelaksanaan kegiatan; dan (3) kegiatan pelatihan. Persiapan materi seminar dilakukan di Bulan Mei dan Juni 2013. Pada persiapan materi dibuat makalah tentang penulisan artikel hasil penelitian sesuai dengan gaya selingkung JPP Undiksha yang dilengkapi dengan instrumen untuk membedah artikel, pembuatan Power Point, dan pemilihan artikel yang baik untuk dibedah peserta. Kegiatan koordinasi dengan calon peserta dan penetepan peserta, waktu dan tempat dilakukan pada bulan Juli dan Agustus 2013. Kegiatan Seminar dan pelatihan serta bedah artikel dilakukan pada Tanggal 30 Agustus 2013 yang dilaksanakan di SMAN 2 Semarapura. Jumlah peserta seminar dan pelatihan adalah 20 orang. Susunan acara dan daftar peserta terlampir pada Lampiran 1. Kegiatan pendampingan terhadap naskah artikel yang sudah cukup memadai diproses di JPP dilakukan setelah seminar dan pelatihan secara online. Walaupun sudah diberikan penekanan pada saat koordinasi, tidak semua peserta membawa naskah artikel yang lengkap. Ada 6 peserta yang hanya membawa abstrak dan naskah artikel yang belum selesai dibuat dan 2 peserta malahan ada yang membawa ide penelitiannya untuk didiskusikan. Secara umum peserta antusias mengikuti seminar tentang cara penulisan artikel hasil penelitian di JPP Undiksha. Materi tentang penulisan artikel ilmiah yang diberikan mengacu pada standar kualitas artikel ilmiah menurut Peraturan Dikti n0 49 tahun 2011. Pada kegiatan seminar juga disampaikan wawasan jurnal ilmiah lokal, nasional, nasional terakreditasi, internasil dan jurnal luar negeri (Saukah, 2011). Kegiatan seminar ini dilanjutkan dengan bedah artikel dengan instrumen yang sudah disiapkan. Para peserta mendiskusikan /mengevaluasi substansi naskah artikel yang diberikan mengacu pada instrumen yang diberikan. Edisi Januari 2014
39
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Pada kegiatan pelatihan, tidak semua peserta fokus untuk menyempurnakan naskah artikel. Peserta yang naskahnya belum selesai dibuat ditempat pelatihan. Karena keterbatasan waktu, naskah-naska artikel peserta ini belum selesai dikerjakan selama pelatihan. Peserta yang tidak membawa naskah artikel hanya mendampingi temannya bekerja menyempurnakan naskah artikelnya. Peserta yang belum selesai naskah artikelnya, termasuk yang sudah selesai (lengkap komponen pokok artikel) diharapkan untuk melanjutkan penyempurnaannya di rumah masing-masing, selanjutnya diemail ke tim pelaksana. Beberapa foto kegiatan Seminar, bedah artikel, dan pelatihan. Pada akhir dari kegiatan seminar dan pelatihan, terkumpul 14 naskah artikel sebagai produk pelatihan. Secara umum produk pelatihan belum sesuai dengan harapan karena keterbatasan waktu dalam pendampingan saat tatap muka. Di samping itu, untuk menghasilkan suatu artikel dengan kualitas baik diperlukan waktu yang cukup walaupun peserta sudah memahami tentang tata tulis dan substansi artikel yang baik. Dari 14 naskah artikel yang dihasilkan, ada empat naskah yang kualitasnya memadai yang siap diproses (didampingi) lebih lanjut di JPP Undiksha. Kegiatan pelatihan dan pendampingan penulisan artikel ilmiah bagi guru-guru sekolah menengah sangat relevan dengan kebutuhan guru seiring dengan tuntutan guru profesional. Guru sekarang ini dituntut untuk mampu menulis karya ilmiah sekaligus mempublikasikannya, sementara kemampuan guru dalam menulis, khususnya artikel ilmiah masih kurang. Secara umum, animo guru untuk mengikuti kegiatan ini tinggi. Namun karena keterbatasan dana, Sebagian dari guru yang berminat sebagai peserta tidak bisa dilibatkan. Walaupun peserta dikenai persyaratan sudah memiliki draft artikel hasil penelitian. Tetapi sebagian guru ternyata belum siap dengan draf artikelnya. Guru-guru yang sudah menyelesaikan studi lanjut S2 sudah memiliki draf artikel. Sementara guru yang belum studi atau yang sedang studi naskahnya masih sangat kurang lengkap. Walaupun belum mempunyai draft naskah, beberapa guru ini
memiliki motivasi yang tinggi untuk
menambah kemampuannya dalam menulis artikel sehingga mereka tetap ingin menjadi peserta. Dari naskah yang masuk terlihat bahwa kemampuan menulis artikel ilmiah peserta relatif masih kurang. Walaupun peserta sudah menyelesaikan studi di S2, kemampuan Edisi Januari 2014
40
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja mereka dalam menulis artikel masih termasuk kurang. Guru-guru sepertinya belum pernah mendapat pelatihan atau bimbingan secara inten terkait dengan menulis artikel sehingga kemampuan mereka relatif sama. Banyak peserta belum memahami sistematika penulisan artikel ilmiah hasil penelitian, lebih-lebih, substansi dari masingmasing bagian dari artikel. Draf artikel yang dibuat peserta masih cenderung berbentuk ringkasan hasil penelitian. Padahal, artikel ilmiah bukan ringkasan dari hasil penelitian, melainkan suatu formulasi penyampaian hasil penelitian yang memiliki ciri-ciri: (1) mempunyai bentuk, struktur, dan isi dengan sifat tertentu; (2) penulisannya mengikuti kaidah, pola dan teknik tertentu; dan (3) kaidah, pola dan teknik penulisannya dipengaruhi oleh gaya selingkung yang ditetapkan (Suhadi, 2011). Pada kegiatan seminar, peserta diberikan informasi secara rinci tentang sistematika dan isi dari masing-masing bagian artikel. Informasi tentang apa yang ditulis pada setiap bagian artikel sangat membantu guru memahami cara menulis artikel yang baik. Guru juga diberikan wawasan bahwa menulis artikel tidak lepas dari kemampuan dalam bahasa tulis. Oleh sebab itu, penulis artikel ilmiah juga harus meningkatkan kemampuan dalam bahasa tulis. Secara umum, pengetahuan peserta tentang artikel dan cara menulis artikel ilmiah meningkat. Di samping itu, wawasan peserta tentang jurnal dan artikel juga meningkat. Meningkatnya pengetahuan peserta dalam menulis artikel yang baik tidak serta merta tercermin dari produk kegiaatan seminar dan pelatihan. Terbatasnya waktu pendampingan tatap muka menyebabkan peserta belum rampung dalam menyempurnakan naskahnya sesuai dengan pengetahuan yang diperoleh. Walaupun demikian, beberapa artikel peserta seminar dan pelatihan cukup bagus. Ada empat naskah artikel produk seminar dan pelatihan yang tergolong memadai untuk diproses lebih lanjut di JPP Undiksha. Naskah ini masih perlu diproses melalui pendampingan secara online oleh tim pelaksana yang kebetulan adalah tim penyunting pelaksana di JPP Undiksha. Sesuai dengan indikator pencapaian kegiatan (evaluasi kegiatan), hasil yang dicapai dari kegiatan pengabdian masyarakat ini termasuk kategori baik. Indikator keberhasilan dari sisi jumlah pesertaa sudah terlampui, yaitu lebih dari 10 orang. Demikian pula, produk artikel dengan kualitas memadai untuk diproses lebih lanjut di JPP sebanyak
Edisi Januari 2014
41
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja empat. Indikator pencapaian kegiatan dari aspek produk ini adalah 4 naskah artikel dengan kualitas memadai. 3. Penutup Kegiatan pengabdian masyarakat ini dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan guru peserta dalam menulis artikel hasil penelitian sesuai dengan gaya selingkung JPP, jurnal yang menuntut standar kualitas artikel sesuai dengan Peraturan DIKTI No 49 Tahun 2011. Ada empat artikel hasil produk pelatihan yang akan terus didampingi untuk diproses dan berpotensi
dipublikasi di JPP Undiksha . Dengan
demikian, kegiatan ini secara real dapat membantu guru peserta untuk mempublikasi artikel hasil penelitiannya. Kemampuan dalam menulis artikel di kalangan guru masih perlu ditingkatkan. Tuntutan propfesionalisme guru telah menciptakan kebutuhan bagi guru untuk meningkatkan kemampuan menulis artikel ilmiah. Oleh sebab itu kegiatan pengabdian seperti yang dilakukan ini akan terus relevan dan dibutuhkan oleh guru-guru. Di sisi lain, rendahnya publikasi ilmiah di Indonesia disebabkan oleh rendahnya kualitas naskah yang disumbangkan oleh penulis. Dengan demikian, kegiatan pengabdian masyarakat terkait dengan penulisan artikel ilmiah ini perlu diperhatikan dan dipertimbangkan oleh LPM untuk didanai. DAFTAR PUSTAKA Pedoman Penulisan Artikel Ilmiah . 2012. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran (JPP). (Online), (http://www.undiksha.ac.id/jpp, diakses 20 Agustus 2012). Peraturan Diknas No 17. 2010. Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi. Jakarta: Mendiknas. Peraturan Dikti No 11. 2011. Pedoman Akreditasi Jurnal Berkala Ilmiah Nasional. Jakarta: Dikti. Peraturan Menpan No. 16. 2009. Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Jakarta: Menpan. Saukah, A. 2011. Kebijakan Pengembangan Berkala Ilmiah dan Pelajaran Terpetik dari Kegagalan Terakreditasi. Materi Pelatihan Nasional Penulisan Artikel Ilmiah. Malang: JIP Malang.
Edisi Januari 2014
42
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Saukah, A. & Waseso, M. G. 2006. Menulis Artikel untuk Jurnal Ilmiah. Malang: Universitas Negeri Malang. Suhadi, Ibnu. 2011. Isi dan Format Jurnal Ilmiah. Materi Pelatihan Nasional Penulisan Artikel Ilmiah. Malang: JIP Malang.
Edisi Januari 2014
43
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja PELATIHAN TEKNIK PENGGUNAAN BAHAN KIMIA UNTUK PENINGKATKAN KESELAMATAN KERJA DI LABORATORIUM KIMIA Oleh I Ketut Lasia, I Made Gunamantha, I Ketut Budiada Fakultas Matematika dan IPA Universitas Pendidikan Ganesha
ABSTRAK Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan penggunaan bahan kimia, menambah pengetahuan sifat dan karakter bahan kimia yang memiliki potensi dapat menimbulkan bahaya baik terhadap kesehatan maupun bahaya kecelakaan, dan dapat meningkatkan budaya keselamatan dan keamanan. Sasaran kegiatan ini adalah mahasiswa semester awal Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Undiksha. Untuk mencapai tujuan tersebut maka digunakan metode pendampingan dengan praktek dan diskusi. Data hasil kegiatan dideskripsikan secara aktual dan sistematis dalam kontek analisis deskriptif. Hasil yang diperoleh terjadi peningkatan keterampilan penggunaan bahan kimia, penambahan pengetahuan tentang sifat dan karakter bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan, dan mulai tercipta budaya keselamatan dan keamanan dalam praktikum kimia. Kata-kata kunci: teknik penggunaan bahan kimia, keselamatan kerja ABSTRACT This training aims to improve the skills of the use of chemicals, the nature and character of knowledge adding chemicals that have the potential to pose a hazard to both health and accident hazards, and to improve the culture of safety and security. Object of the training was student at first semester of Chemistry Education Department Natural and Scient Faculty Ganesha University of Education.To achieve these objectives, we were used the method of practice and discussion. Results obtained that was increased skills in using chemical, it was increased knowledge about the nature and character of chemicals that are harmful to health, and it was began to create a culture of safety and security in the chemistry laboratory. Key words: techniques of chemical use, safety 1. Pendahuluan Laboratorium adalah suatu tempat mahasiswa, dosen, dan peneliti melakukan percobaan. Percobaan yang dilakukan menggunakan berbagai bahan kimia, peralatan gelas dan instrumentasi khusus yang dapat menyebabkan kecelakaan bila dilakukan Edisi Januari 2014
44
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja dengan cara yang tidak tepat. Kecelakaan terjadi karena kelalaian atau kecerobohan dalam bekerja. Kecelakaan tidak hanya dapat terjadi terhadap praktikan saja, tetapi dapat berimbas bagi orang disekitarnya. Keselamatan kerja di laboratorium merupakan dambaan bagi setiap individu yang sadar akan kepentingan kesehatan, keamanan, dan kenyamanan kerja. Bekerja dengan selamat dan aman berarti menurunkan resiko kecelakaan (Muhtaridi, 2011). Sumber kecelakaan terbesar bekerja di laboratorium kimia berasal dari bahan-bahan kimia. Pemahaman jenis, sifat, dan cara menanggulangi bahan kimia sangat diperlukan oleh praktikan di laboratorium (Muhtaridi, 2011). Kekurangpahaman tentang bahan kimia berpotensi merusak kesehatan praktikan dan lingkungan di sekitar laboratorium (Lisa Moran dan Tina Masciangioli, 2010). Kecelakaan akibat bahan-bahan kimia dapat terjadi jika bahan-bahan masuk ke dalam tubuh praktikan melalui mulut, kulit, dan pernafasan. Bahan kimia yang masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan dapat berakibat sebagai: a) asphyxiant: bahan kimia yang menyebabkan kehilangan kesadaran karena kekurangan oksigen dalam darah, misalnya nitrogen, hidrogen, dan karbon monoksida. b) Irritant: bahan kimia yang melukai jaringan sistem pernafasan dan paruparu, misalnya hidrogen khlorida yang merupakan bahan korosif. Bahan kimia yang bersifat toksik dapat merusak jaringan di lokasi kontaknya (efek lokal) atau berpengaruh negatif dengan jalan lain, dan mengakibatkan efek sistemis. Sebagai contoh, bila merkuri terserap oleh kulit maka akan dapat merusak ginjal atau pusat sistem syaraf (Enri Damanhuri, 2008). Pengaruh racun bahan kimia dapat diklasifikasikan berdasarkan waktu yang dibutuhkan terjadinya penyakit atau gangguan, yaitu: a) bersifat akut : kerusakan yang terjadi biasanya akibat sejenis bahan dengan pemaparan singkat, seperti terhisapnya gas HCl beberapa detik yang akan menyebabkan kerusakan langsung pada paru-paru; bisa saja keterpaparan ini terjadi secara berulang-ulang sampai menimbulkan kerusakan. b) bersifat kronis: suatu pengaruh atau keadaan sakit yang muncul sedikit demi sedikit dalam waktu yang agak lama setelah pemaparan pertama, misalnya timbulnya kanker liver angiosarcoma yang muncul beberapa tahun setelah menghirup vinyl khlorida. c) bersifat laten: suatu pengaruh atau keadaan sakit yang baru berkembang setelah
Edisi Januari 2014
45
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja masa inkubasi terlampaui, misalnya benzene akan mengakibatkan aplastic anemia setelah sekitar 10 tahun sejak pertama kali terjadinya pemaparan (Enri Damanhuri, 2008). Dampak negatif bahan kimia sangat tidak diharapkan terjadi terhadap mahasiswa Jurusan Pendidikan Kimia, walupun bahan kimia sangat sering digunakan oleh mahasiswa. Bahan kimia digunakan dalam kuliah praktikum, micro teaching, ppl real, PKM, dan penelitian. Penggunaan bahan kimia di laboratorium dapat berwujud cair, padat, dan gas, mulai dari yang sangat beracun sampai tidak beracun. Berdasarkan hasil pendampingan terhadap mahasiswa Jurusan Pendidikan Kimia selama 11 tahun, keterampilan mahasiswa dalam menggunakan bahan kimia masih perlu ditingkatkatkan. Kekurangtrampilan mahasiswa tersebut antara lain mereaksikan HCl pekat tidak diruang asam, menempatkan bahan kimia konsentrasi tinggi yang mudah menguap (HCl, HNO3, H2SO4, Amonia) tidak ditempat tertutup, membuat air brom seharusnya mengambil pelarut dulu baru ditambahkan gas brom dalam tempat tertutup, yang dilakukan mengambil brom ditempatkan dalam tempat tertutup kemudian baru ditambahkan pelarut. Dampaknya adalah HCl, HNO3, H2SO4, Amonia, dan brom menyebar di ruang laboratorium dan memabukkan praktikan. Mahasiswa belum memahami bahwa semua bahan tersebut sangat berbahaya bagi kesehatan mereka. Kekurangterampilan mahasiswa ketika menggunakan bahan kimia sangat kelihatan ketika mahasiswa kimia masih duduk disemester tingkat awal (semester I dan II). Mahasiswa kimia yang duduk di semester tingkat awal mengatakan ketika masih SMA sangat jarang bahkan tidak pernah praktikum kimia. Pembinaan keterampilan penggunaan bahan dan sifat-sifatnya dalam kuliah hanya secara global dan kurang mendetail. Dengan demikian, sangat diperlukan pelatihan ketrampilan tentang penggunaan bahan kimia dalam praktikum sehingga kecelakaan di laboratorium dapat diminimalkan. Pelatihan keterampilan penggunaan bahan kimia sangat bermanfaat juga untuk melatih psikomotorik mahasiswa. Berdasarkan uraian di atas, maka akan dilakukan Pelatihan Teknik Penggunaan Bahan Kimia Untuk Mahasiswa Tingkat Awal Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNDIKSHA Sebagai Upaya Meningkatkan Keselamatan Kerja di Laboratorium (Safety Laboratory Worker). Pelatihan ini penting didasari beberapa faktor: dapat meningkatkan Edisi Januari 2014
46
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja keterampilan penggunaan bahan kimia, menambah pengetahuan sifat dan karakter bahan kimia yang memiliki potensi dapat menimbulkan bahaya baik terhadap kesehatan maupun bahaya kecelakaan, dan dapat meningkatkan budaya keselamatan dan keamanan, serta menghasilkan laboratorium yang aman dan sehat bagi lingkungan tempat mengajar, belajar, dan bekerja. Keselamatan kerja laboratorium merupakan salah satu aspek penting yang harus diperhatikan. Ibarat seseorang yang tengah berjalan di jalan raya, bekerja di laboratorium juga memerlukan rambu-rambu sehingga selama dalam perjalanan dapat sampai tujuan dengan selamat. Kecelakaan dapat terjadi bukan hanya karena tidak memperhatikan etika berkendara dan rambu-rambu lalu lintas, tetapi juga dapat terjadi ketika ada orang lain yang lalai. Sama halnya dengan kecelakaan kerja di laboratorium, tentu bukanlah kejadian yang disengaja, tetapi bisa terjadi apabila ada kelalaian dari diri sendiri dan orang lain. Artinya, semua pihak sangat berperan dalam menerapkan budaya keselamatan kerja. Bekerja di laboratorium dengan nyaman akan mempengaruhi kelancaran aktivitas kerja dan kecelakaan kerja dapat dihindari. Kecelakaan kerja di laboratorium bisa menimbulkan kerugian materi serta adanya korban manusia. Kecelakaan kerja dapat menyebabkan korban mengalami luka, cacat fisik, gangguan kesehatan, trauma, bahkan dapat mengancam nyawa seseorang. Semua kemungkinan ini dapat dicegah dengan memperhatikan pedoman keselamatan kerja. Kecelakaan kerja yang terjadi di laboratorium bisa saja terjadi setiap saat. Banyak alasan terjadinya kecelakaan kerja, diantaranya adalah : (1) Faktor manusia; Kelalaian manusia yang kurang memperhatikan aspek keselamatan kerja sehingga dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Kelalaian manusia juga dapat terjadi karena belum memahami panduan keselamatan kerja dengan benar. Perilaku baik akan terbawa setiap saat jika telah menjadi kebiasaan dalam kehidupan seseorang. Begitu pula budaya keselamatan kerja akan terbangun apabila selalu ada pembiasaan dalam setiap aktivitas di laboratorium. Kelalaian kecil yang dibiarkan akan membuat seseorang merasakan bahwa tidak lagi tampak ada kelalaian yang telah ditinggalkan. Jika kebiasaan kecil saja mudah diabaikan maka untuk melakukan kebiasaan besar pasti dengan mudah dilupakan. Kebiasaan bekerja sesuai dengan prosedur yang benar akan terbawa jika Edisi Januari 2014
47
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja kebiasaan kecil dalam memperhatikan aspek keselamatan kerja selalu dibiasaan dari hal-hal yang paling sederhana. Mengenakan sepatu tertutup saat bekerja di laboratorium merupakan kebiasaan kecil. Jika sekali dua kali bekerja dengan sepatu terbuka tetap aman, biasanya akan merasa sama saja mengenakan sepatu terbuka atau tertutup sehingga tidak ada kekhawatiran lagi jika tumpahan atau percikan bahan kimia setiap saat bisa terjadi. (2). Bahan kimia; Penanganan bahan kimia yang tidak sesuai menjadi salah satu faktor terjadinya kecelakaan kerja. Penyimpanan bahan kimia harus mempertimbangkan kualifikasi dan sifat bahan. Bahan kimia tidak harus disimpan sesuai dengan urutan abjad. Penyimpanan bahan cair dan padat harus terpisah dan harus disesuaikan dengan sifatnya. Bahan cair yang telah diencerkan dan bahan padat yang telah dibuat dalam larutan harus disimpan dalam wadah yang sesuai dan diberi label. Label bahan kimia minimal menyertakan nama, konsentrasi, dan tanggal pembuatan. Bahan kimia yang tidak mempunyai label harus disingkirkan dan tidak diperbolehkan untuk digunakan, jika perlu ditelusur identitasnya. Mereaksikan bahan kimia harus sesuai dengan prosedur kerja dengan memperhatikan sifat bahan kimia yang digunakan. Sebelum mereaksikan atau mencampurkan bahan kimia, paling tidak jumlah yang digunakan telah diketahui dengan pasti dan tersedia petunjuk teknik mereaksikan atau pencampurannya. Mengenal sifat bahan kimia menjadi suatu keharusan sebelum berinteraksi dengan bahan kimia. Pemindahan atau pengambilan bahan kimia dilakukan sesuai dengan prosedur yang benar. Penanganan tumpahan atau percikan bahan kimia perlu diketahui sebelum bekerja di laboratorium. Tumpahan atau percikan bahan yang mengenai meja atau lantai perlu ditangani secara tepat. Apabila mengenai kulit atau mata harus mengetahui tindakan atau pertolongan pertama yang dapat dilakukan (Suwahono. 2012). 3. Alat dan instrumentasi; Penggunaan alat-alat gelas laboratorium yang tidak sesuai dengan fungsi dan cara pemakaian yang benar dapat menimbulkan resiko kecelakaan kerja. Menuangkan larutan asam ke dalam buret tanpa bantuan corong gelas atau dengan menaiki meja kerja dapat menyebabkan resiko percikan bahan kimia di wajah atau tangan. Alat gelas yang telah berkurang fungsi dan kegunaannya, seperti ada bagian yang telah hilang, retak atau pecah sebaiknya tidak lagi digunakan. Instrumentasi Edisi Januari 2014
48
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja yang tidak layak pakai juga tidak digunakan, seperti necara yang telah rusak sehingga menimbulkan kesalahan penimbangan, dapat berakibat kesalahan dalam pembuatan bahan atau campuran reaksi. Sentrifuge yang rusak sebaiknya tidak digunakan. 4. Sarana dan prasarana penunjang ; Saluran air bersih di laboratorium harus tersedia dengan baik untuk keperluan kebersihan, penanganan kecelakaan, sebagai pendingin proses distilasi, ekstraksi, atau refluks serta berbagai keperluan lainnya. Saluran listrik yang digunakan selalu diperiksa secara rutin dan harus dilengkapi pengontrol otomatis apabila terjadi hubungan arus pendek. Idealnya setiap laboratorium mempunyai program pelatihan teknik laboratorium atau kesehatan dan keselamatan kerja kimia. Paling tidak sebelum bekerja di laboratorium, telah dibekali dengan beberapa hal penting yang harus dipahami, diantaranya adalah : a) memahami tata tertib atau aturan mendasar bekerja di laboratorium termasuk kekhususan untuk setiap laboratorium, b) memahami prosedur kerja yang akan dilakukan selama bekerja di laboratorium, c) mempersiapkan perlengkapan keselamatan kerja sesuai dengan kebutuhan, d) memahami hal-hal yang berkaitan dengan pertolongan pertama pada kecelakaan kerja di laboratorium 5. Mempersiapkan kertas kerja yang diperlukan; Bahan kimia jenis B3 (berbau, berbahaya, beracun) dapat diklasifikasikan sebagai berikut: mudah meledak (explosive), pengoksidasi (oxidizing), sangat mudah sekali menyala (highly flammable), mudah menyala (flammable), amat sangat beracun (extremely toxic), sangat beracun (highly toxic), beracun (moderately toxic), berbahaya (harmful), korosif (corrosive), bersifat iritasi (irritant), berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment), karsinogenik (carcinogenic), teratogenik (teratogenic), dan mutagenik (mutagenic) (Soemanto Imamkhasani, 2007). Secara konvensional, terdapat 7 kelas bahan berbahaya, yaitu : a). Materi mudah terbakar (flammable material): padat, cair, uap,atau gas yang menyala dengan mudah dan terbakar secara cepat bila dipaparkan pada sumber nyala, misalnya pelarut (solvent) seperti benzene, ethanol, debu aluminum, gas hidrogen dan metan. b). Materi yang spontan terbakar (spontaneously ignitable material) : padat atau cair yang dapat menyala secara spontan tanpa sumber nyala, misalnya karena perubahan panas, tekanan atau kegiatan oksidasi atau kegiatan lain seperti aktivitas mikrobiologis. Contoh materi ini Edisi Januari 2014
49
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja misalnya fosfor putih. c). Peledak (explosive): materi kimia ini dapat meledak, biasanya karena adanya kejutan (shock), panas, atau mekanisme lainnya. Contoh materi ini misalnya dinamit dan trinitrotoluene (TNT). d). Pengoksidasi (oxidizer) : Materi yang menghasilkan oksigen, baik dalam kondisi biasa atau bila terpapar dengan panas. Contoh materi ini adalah amonium nitrat dan benzoyl peroksida. e). Materi korosif: padat atau cair seperti asam kuat atau basa kuat, yang dapat membakar dan merusak jaringan kulit bila berkontak dengannya. f). Materi toksik : racun yang dalam dosis kecil dapat membunuh atau mengganggu kesehatan, seperti karbon monoksida dan hidrogen sianida. g). Materi radioakti: dicirikan dengan transformasi yang berlangsung dalam inti atom, misalnya uranium heksafluorida. Materi tersebut kadangkala menjadi lebih berbahaya bila berada dalam kondisi tercampur dengan bahan lain. Kadangkala secara tidak sengaja terjadi pencampuran antara 2 materi yang asalnya tidak berbahaya. Pencampuran bahan berbahaya dapat menyebabkan: Timbulnya bahan toksik Timbulnya gas bakar yang dapat menimbulkan kebakaran atau ledakan, atau Panas akibat reaksi kimia yang terjadi akan dapat membakar bahan mudajh terbakar di sekitarnya. Beberapa ilustrasi di bawah ini akan menggambarkan hal tersebut: Interaksi bahan membentuk bahan toksik: Bila kita mencampur larutan asam yang banyak digunakan secara komersial untuk menghilangkan karat atau untuk membersihkan wastavel atau WC dengan pemutih cucian atau disinfektan yang digunakan dalam kolam (Mayer Siagian, 1981). 2. Metode Pelaksanaan Pengabdian Metode yang digunakan untuk pelaksanaan pengabdian masayarakat adalah melalui pendampingan dengan metode praktek dan diskusi. Gabungan dari kedua metode tersebut diharapkan meningkatkan pemahaman dan keterampilan mahasiswa dalam penggunaan bahan kimia. Dengan demikian resiko kecelakaan di laboratorium dapat dikurangi dan keterampilan penggunaan bahan kimia laboratorium dapat ditanamkan sejak awal, serta dapat meningkatkan kompetensi mahasiswa Jurusan Pendidikan Kimia dan keselamatan kerja bagi mahasiwa dan lingkungan. Untuk mengetahui keberhasilan program pengabdian pada masyarakat, para peserta diberi tes dan diobservasi. Tes diberikan diawal (pre tes) dan diakhir kegiatan (pos tes) yang mencakup kepemahaman label pada botol reagen, teknik penggunaan bahan kimia, Edisi Januari 2014
50
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja resiko bahan kimia terhadap kesehatan manusia, dan cara memberi pertolongan pertama jika terkontaminasi bahan kimia. Pre tes diberikan dengan maksud mengetahui pengetahuan awal peserta program P2M dan pos tes diberikan untuk mengetahui peningkatan pengetahuan dan keterampilan para peserta P2M. Observasi pelaksanaan program dilakukan terhadap para peserta dengan menggunakan lembar observasi. Observasi dilakukan ketika kegiatan berlangsung dan setelah kegiatan berlangsung. Observasi ketika kegiatan berlangsung bertujuan mengetahui aktivitas dan keseriusan peserta dalam mengikuti kegiatan. Sedangkan observasi setelah kegiatan berlangsung bertujuan mengetahui implementasi program yang telah diberikan ketika praktek di lapangan (praktikum di laboratorium). Aspekaspek yang diobservasi meliputi keseriusan dan aktivitas para peserta dalam mengikuti program dan kemampuan penerapan program setelah pelatihan.
4. Hasil dan Pembahasan Pemahaman mahasiswa terhadap makna label pada botol reagen, tidak terlepas dari intensitas mahasiswa tingkat awal dalam melakukan praktikum. Berdasarkan pre tes yang diberikan ternyata hanya 1-3 kali, mahasiswa menyatakan pernah praktikum kimia ketika masih di SMA. Pemahaman mereka terhadap makna label yang tertera dalam botol reagen berdasarkan hasil pre tes 60% tahu konsentrasi yang tertera, 25% tahu makna gambar dalam botol, 5% menyatakan tahu cara menangani apabila terjadi kecelakaan. Peningkatan pemahaman mahasiswa tingkat awal terhadap makna label pada botol reagen terjadi setelah diberi pelatihan tentang cara mengenali dan memaknai, dan cara menanggulangi bahaya yang ditimbulkan. Berdasarkan hasil pos tes yang disebarkan diperoleh 85% mengetahui makna konsentrasi, 75% mengetahui makna gambar, dan 80% mengetahui cara menanggulangi kecelakaan terhadap pemakaian bahan yang digunakan. Pemahaman mahasiswa terhadap dampak penggunaan bahan kimia terhadap kesehatan 90% masih sangat umum. Mereka hanya mengetahui bahwa bahan kimia semua berbahaya bagi kesehatan. Padahal terdapat bahan kimia praktikum yang tidak berbahaya, seperti: NaCl, MgCl2, NaHCO3, sukrosa, glukosa, dan karbohidrat lainnya. Edisi Januari 2014
51
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Keterkaitan antara konsentrasi dan dampaknya terhadap kesehatan, mahasiswa menyatakan 80% belum mengetahui. Setelah diberi pelatihan, pemahaman mahasiswa terhadap dampak penggunaan bahan kimia terhadap kesehatan semakin mengkhusus. Seperti: dampak iodium, bromide sebagai oksidator kuat yang sangat berbahaya jika terhirup dapat menyebabkan sesak nafas dan keracunan pada tubuh, asam klorida dapat menyebabkan iritasi, dan sebagainya. Berdasarkan hasil pos tes 80% telah mengetahui secara khusus dampak bahan yang digunakan terhadap kesehatan, dan 75% telah mengetahui bahwa konsentrasi yang tertera dalam botol berbanding lurus terhadap dampak yang ditimbulkan terhadap kesehatan manusia. Pemahaman mahasiswa tentang cara pertolongan pertama terhadap kecelakaan penggunaan bahan kimia, 100% belum mengetahui, dan 5% minum susu setelah praktikum. Pengetahuan mereka menjadi meningkat 60% setelah diberi pelatihan tentang cara memberi pertolongan pertama pada kecelakaan, seperti melaporkan secepat mungkin apabila terkontaminasi bahan tertentu kepada dosen atau laboran, mencuci bagian tubuh dengan air mengalir apabila terkontaminasi bahan, dan yang lainnya. Untuk mengindari akumulasi keracunan dalam tubuh, 70% menyatakan minum susu setelah praktikum. Praktik penggunaan bahan kimia merupakan kegiatan yang sering dilakukan oleh mahasiswa. Keterampilan penggunaan bahan kimia, sangat berkaitan dengan pengetahuan dan jumlah praktikum yang dilakukan. Berdasarkan uji keterampilan awal, 95% mahasiswa belum terampil menggunakan bahan kimia yang aman bagi kesehatan mereka. Seperti: cara memipet, tempat bekerja apabila menggunakan asam pekat, pengambilan bahan berbahaya, seperti I2 dan Br2 wadah sudah harus siap dan yakin tidak terjadi kebocoran dan sebagainya. Keterampilan cara membuat larutan yang aman, cara mereaksikan,dan tempat yang sesuai agar aman bagi kesehatan dilatihkan. Keterampilan mahasiswa terjadi peningkatan menjadi 40%. Aplikasi keterampilan tersebut terus dipantau ketika melakukan praktikum. Para peserta memang terus diingatkan ketika mereka melakukan kegiatan praktik agar terbiasa bekerja secara aman dan nyaman dalam penggunaan bahan kimia. Edisi Januari 2014
52
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Pertolongan pertama pada kecelakaan akibat terkontaminasi bahan kimia di laboratorium sangat diperlukan. Keterampilan ini diperlukan untuk melatih kereflekan praktikan apabila terkontaminasi bahan kimia. Pemahaman mahasiswa tentang tindakan awal yang harus dilakukan apabila terkontaminasi bahan kimia 10% menyatakan mencuci bagian tubuh dengan air mengalir. Mereka belum mengetahui tindakan lain yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi kecelakaan lebih lanjut. Sabagai contoh: apabila terkontaminasi asam sulfat pekat pada bagian tangan, selain mencuci dengan air mengalir, tindakan apa yang dapat dilakukan? Mahasiswa tidak dapat menjawab. Untuk itu dilatihkan cara memberi pertolongan apabila terkontaminasi asam dengan mencuci tangan pada air mengalir dan dicuci dengan sabun atau larutan soda kue untuk menetralkan bagian yang terkontaminasi. Apabila terkena basa maka yang harus dilakukan selain mencuci dengan air mengalir, adalah mencuci dengan asam cuka encer atau asam oksalat encer. Apabila terlalu parah, maka dianjurkan pergi ke dokter. Praktik pertolongan pertama pada kecelakaan telah melatih keterampilan mahasiswa apabila terkena bahan kimia. Implementasi keterampilan tersebut dalam praktikum kimia dasar dan dasar-dasar pemisahan tidak terlaksana, karena dalam kegiatan praktikum tersebut tidak terjadi kecelakaan akibat kontaminasi dengan bahan kimia. Kebermanfaatan kegiatan p2m ini sangat dirasakan oleh para peserta. Hal tersebut ditunjukkan dari respon peserta berdasarkan angket yang disebarkan. seperti pada Table 1 Tabel 1.Respon peserta terhadap pelaksanaan P2M No Pernyataan 1 Wawasan saya bertambah tentang bahan kimia 2 Saya semakin mengerti makna label pada botol reagen 3 Saya akan selalu mencari sifat bahan yang akan digunakan dalam praktikum 4 Saya dapat menggunakan bahan kimia secara lebih aman bagi kesehatan saya 5 Saya lebih percaya diri dalam menggunakan bahan kimia ketika praktikum 6 Saya dapat memberi pertolongan pertama pada kecelakaan ketika terkontaminasi bahan kimia dalam praktikum
Edisi Januari 2014
Kadar (%) Ya (85%), tidak (15%) Ya (90%), tidak (10%) Ya (85%), tidak (15%) Ya (85%), tidak (15%) Ya (75%), tidak (15%) Ya (65%), tidak (35%)
53
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Pemahaman dan keterampilan mahasiswa semester awal dalam menggunakan bahan-bahan kimia sangatlah variatif. Pemahaman dan ketrampilan tersebut harus terus ditingkatkan untuk menghindari adanya kecelakaan di laboratorium kimia. Beberapa pemahaman tentang penggunaan bahan kimia yang harus ditingkatkan adalah tentang cara mengencerkan larutan asam (asam sulfat, asam klorida, asam nitrat). Hal ini penting, karena hampir setiap praktikum, mahasiswa menggunakan bahan-bahan tersebut. Disamping cara mengencerkan asam pekat, mahasiswa harus dilatih untuk mencari sifat-sifat bahan yang akan digunakan untuk praktikum, terutama yang berkaitan dengan kesehatan dan cara menanganinya. Pengetahuan terhadap sifat-sifat bahan yang digunakan sangat bermanfaat untuk menghindari kecelakaan akibat penggunaan bahan kimia. Salah satu contoh yang sering terjadi adalah pembuatan larutan brom dengan menggunakan pelarut CHCl3 atau CCl4 dan penggunaan I2. Larutan brom yang digunakan mahasiswa sering tidak ditutup dengan rapat sehingga brom tersebut menguap. Indikasi tersebut dari terciummnya bau dan asap yang ditimbulkan dalam ruang laborattorium. Ketidaktahuan tersebut berakibat fatal terhadap kesehatan praktikan, karena brom merupakan oksidator kuat yang dapat meracuni tubuh. Kejadian tersebut juga terjadi dalam penggunaan yodium (I2). Yodium yang digunakan tidak tertutup atau dibawa kemana-mana, sehingga menyublim dan terisap oleh praktikan. Seharusnya pengambilan yodium harus segera digunakan dan dalam keadaan tertutup. Penggunaan bahan kimia merupakan suatau keharusan dalam praktikum kimia. Untuk itu, keterampilan dalam penggunaannya juga harus ditingkatkan. Berdasarkan hasil pengamatan selama kegiatan p2m dan pendampingan selama praktikum, mahasiswa semester awal sangatlah kurang terampil dalam penggunaan bahan kimia. Mereka kurang terampil dalam cara memipet, tempat seharusnya bekerja (di kamar asam atau bukan), cara memanaskan, penempatan bahan di meja agar tidak tumpah, dan cara menuangkan bahan. Keterampilan-keterampilan dasar tersebut merupakan modal dasar dalam mencegah terjadinya kecelakaan di laboratorium. Hal ini penting, karena beberapa kasus kecelakaan akibat kekurangterampilan tersebut bahan sering tersenggol dan tumpah sehingga mengenai kaki atau tangan praktikan, posisi pipet dengan karet dibawah sehingga larutan mengenai karet dan merusak serta mengenai tangan praktikan. Edisi Januari 2014
54
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Kejadian-kejadian tersebut tidak hanya terjadi pada semester awal saja, tetapi juga terjadi di semester 5. Hal ini menunjukkan sangat diperlukan perhatian khusus agar keterampilan para mahasiswa menggunakan bahan kimia semakin meningkat. Pelatihan penggunan bahan kimia dirasakan sangat bermanfaat oleh mahasiswa semester awal. Indikasi tersebut berdasarkan komentar dan hasil survey. Mereka menyatakan pengetahuan dan pelatihan seperti ini jarang ditekankan dalam praktikum. Dampaknya adalah mereka
merasa kebingunan dan kurang percaya diri ketika
menggunakan bahan-bahan kimia. Dipikiran mereka, bahan-bahan kimia yang digunakan sangat berbahaya dan kurang tahu cara menggunakan dengan aman. Melalui pelatihan ini mereka mendapat pengetahuan dan keterampilan yang dirasakan sangat bermanfaat ketika praktikum. 3. Penutup Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa: a) mahasiswa semester awal Jurusan Pendidikan Kimia semakin mengetahui makna label yang terdapat dalam botol reagen terutama yang berkaitan dengan kesehatan dengan menunjukkan secara langsung botol-botol reaggen yang sering digunakan dalam praktikum, b) keterampilan penggunaan bahan-bahan kimia semakin meningkat dengan melatihkan cara mengambil, cara mereaksikan, cara menggunakan alat, cara memanaskan, cara menempatkan bahan, dan ketepatan penggunaan alat yang aman untuk kesehatan, c) pengetahauan tentang cara pemberian pertolongan pertama apabila terkontaminasi bahan dala praktikum semakin meningkat, dan d) respon mahasiswa sangat positip terhadap pelaksanaan p2m.
DAFTAR PUSTAKA
Enri Damanhuri, 2008. Diktat Pengelolaan B3. Jakarta. Dikti. Emel Seran, 2011. Keselamatan Kerja Di Laboratorium Kimia. http://wanibesak. wordpress.com. Diunduh tanggal 20 Juli 2012 . Mayer Siagian, 1982. Pedoman Pengelolaan Lab. Jakarta: Karya utama.
Edisi Januari 2014
55
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Muhtaridi, 2011. Keselamatan Kerja Di Laboratorium. Makalah dalam pelatihan laboran di Makasar. Khasani, Soinanto Imam, 2001. Material Safety Data Sheet (MSDS) Vol. III. Bandung: LIPI. Lisa Moran dan Tina Masciangioli, 2010. Keamanan Dan Keselamatan Laboratorium Kimia: Panduan Pengelolaan Bahan Kimia Dengan Bijak. Washington: The National AcademiPress. Rohyami. 2011. Keselamatan Kerja Laboratorium (Safety Lab). http://rohyami. staff.uii.ac.id.Diunduh 12 Desember 2011. Suwahono. 2012. Keselamatan Kerja Laboratorium. http://www.chem-is-try.org. Diunduh 20 Agustus 2012. Soemanto Imamkhasani, 2007. Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam Laboratorium Kimia. Yogyakarta:UNY. Widiarto, 2005. Bahan Praktikum dan Penyimpanannya. Yogyakarta: UNY.
Edisi Januari 2014
56
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja PELATIHAN PENYUSUNAN RPP BERMUATAN PENDIDIKAN KARAKTER PADA GURU-GURU DI SEKOLAH DASAR NOMOR 1 KAPAL oleh, I Gede Nurjaya Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Ganesha
ABSTRAK Kegiatan pengabdian masyarakat ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan guruguru di SD Nomor 1 Kapal Badung dalam menyusun RPP bermuatan karakter yang terarah dan sistematis, melalui pelatihan. Pelaksanaan pelatihan dibagi menjadi 3 sesi yaitu sesi pertama pemaparan tentang hakikat RPP dan pendidikan karakter, dilanjutkan tanya jawab, dan kedua pendampingan latihan menyusun RPP, dan sesi ketiga berupa implementasi RPP pada pembelajaran di kelas. Hasil yang ditemukan adalah (1) peserta pelatihan sangat antusias mengikuti pelatihan, (2) rata-rata skor penyusunan RPP oleh guru SDN 1 Kapal adalah 32,5 (ƩN = 40) setara dengan nilai 81 pada skala 100, (3) sebagian besar peserta pelatihan (80%) berhasil menyusun sebuah RPP bermuatan pendidikan karakter. Kata-kata kunci : RPP, standar proses, pendidikan karakter
ABSTRACT The community service aimed to improve the ability of teachers in elementary No. 1 Kapal Badung in preparing lesson plans based on character education systematically, through training. The training was divided into three sessions: the first session presentation on the nature and character education lesson plans, followed a question and answer, and both mentoring practice in preparing lesson plans, and the third session in the form of implementation of the RPP on learning in the classroom. The results were (1) participants were keen to follow the training, (2) the average score of the preparation of lesson plans by the teacher SDN 1 ship is 32.5 (ΣN = 40) is equivalent to the value of 81 on a scale of 100, (3) most of the trainees (80%) managed to put together a lesson plan based on character education. Keywords: lesson plan, standard processes, character education 1. Pendahuluan Sampai saat ini, perencanaan dan implementasi pembelajaran di sekolah tampaknya belum mengarah pada pembentukan kompetensi siswa secara utuh. Hal ini Edisi Januari 2014
57
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja dapat dilihat dari hasil studi yang dilakukan Pusat Kurikulum Depdiknas yang menyatakan bahwa (1) sebagian besar siswa tidak mampu mengaplikaksikan konsepkonsep sains dalam kehidupan nyata dan (2) pengajaran tidak menitikberatkan pada prinsip bahwa sains mencakup pemahaman konsep, dan menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Hal senada juga ditemukan pada studi Suastra, dkk (2006) yang menyatakan bahwa metode ceramah masih mendominasi kegiatan belajar dalam pembelajaran di sekolah, sedangkan metode demonstrasi dan eksperimen hampir tidak mendapat perhatian serius. Kualitas metode ceramahpun juga mengalami kemerosotan, siswa tidak lagi mendengarkan dengan seksama penjelasan guru, banyak siswa tidak mencatat, dan sangat jarang siswa bertanya. Dalam kondisi seperti ini, tidak akan terjadi pemrosesan informasi dalam otak siswa. Lebih lanjut, Zamroni (2001:1) menyatakan bahwa dewasa ini pendidikan cenderung menjadi sarana stratifikasi sosial dan sistem persekolahan yang hanya mentransfer kepada peserta didik apa yang disebut sebagai the dead knowledge, yaitu pengetahuan yang terlalu bersifat teksbookish, sehingga bagaikan sudah diceraikan dari akar sumbernya dan aplikasinya. Dengan kata lain, pembelajaran di sekolah menjadi tidak bermakna bagi siswa dan bermuara pada rendahnya prestasi belajar siswa. Melihat kenyataan seperti ini, tampaknya perlu dilakukan reformasi pendidikan ke arah yang lebih baik. Reformasi tersebut perlu difokuskan pada: perubahan proses belajar—bukan sekedar—perubahan kurikulum, perubahan dari sistem pembelajaran yang mengutamakan mengingat dan menghafal ke arah pemahaman secara mendalam, perubahan proses yang cenderung memberi tahu ke arah pembelajaran yang mencari, mengolah, dan menemukan sendiri (inquiry), perubahan dari proses pembelajaran dari guru aktif ke siswa aktif, perubahan dari tanggung jawab guru menuju pada tanggung jawab siswa terhadap hasil belajarnya sendiri, serta dari penilaian yang berdasarkan paper and pencil test menuju pada penilaian yang sebenarnya (authentic assessment) (Suastra,
2006).
Dalam
rangka
menyikapi
permasalahan
pembelajaran
dan
pengimlementasian pendidikan karakter pada pembelajaran, para guru sebagai pelaku utama dalam implementasi kurikulum di sekolah perlu merancang rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) agar sesuai dengan tujuan pendidikan. Landasan penyusunan RPP adalah Standar Proses Pendidikan. Edisi Januari 2014
58
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Keadaan yang terjadi pada kalangan guru di Bali belum seperti harapan yang dicanangkan. Sebagian besar RPP para guru belum memenuhi standar yang ditetapkan. Sering juga mereka membuat RPP hanya sebatas ‘asal buat’ untuk kelengkapan administrasi belaka. Padahal, RPP adalah tonggak awal untuk menghasilkan pembelajaran yang bermutu. Sesuai dengan prosedur standar seorang akademik, maka membuat perencanaan pembelajaran adalah langkah permulaan yang menentukan langkah-langkah berikutnya. Menilik kondisi pendidikan dan juga harapan dari pembina pendidikan di wilayah ini, maka penyuluhan, terlebih lagi pelatihan dan pendampingan yang mengarah kepada usaha peningkatan kualitas pembelajaran berupa persiapan awal pembelajaran (RPP) sangat tepat untuk dilaksanakan. Tujuan kegiatan ini adalah memberikan bekal kepada guru-guru di SD Nomor 1 Kapal dalam menyusun RPP bermuatan pendidikan karakter sesuai harapan dari Standar Proses Pendidikan.
2. Metode Pelaksanaan Pengabdian Untuk mencapai tujuan yang disebutkan di atas, kegiatan ini menggunakan model pelatihan disertai pendampingan untuk menangani permasalahan yang dihadapi. Kegiatan ini dilaksanakan di SD nomor 1 Kapal, dengan pesertanya adalah guru-guru yang mengajar di sekolah tersebut sebanyak 13 orang, dengan rincian 10 orang guru PNS, dan 3 orang guru honorer. Secara sederhana, pelaksanaan kegiatan ini dapat uraikan sebagai berikut. Pertama, mereka diberikan terlebih dahulu pemahaman pentingnya menyusun RPP dalam kerangka pelaskanaan kurikulum dan juga pemahaman tentang pendidikan karakter dan dilanjutkan dengan tanya jawab terkait dengan seluk beluk penyusunan RPP yang bermuatan pendidikan kartakter. Sesi Kedua, peserta diajak praktik membuat rencana pembelajaran atau RPP. Dalam kegiatan ini, peserta diajak berlatih membuat RPP tahap demi tahap. Pada saat menyusun RPP dilakukan pendampingan oleh instruktur. Setelah itu, pada tahap ketiga, mereka mengimplementasikan RPP yang dibuat pada pembelajaran di kelas. Setelah itu mereka diajak melakukan refleksi tentang kegiatan yang telah dilakukan. Evaluasi dalam pelatihan ini menggunakan model evaluasi dalam proses dan produk. Evaluasi proses berupa observasi selama kegiatan pelatihan. Edisi Januari 2014
59
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Sementara untuk evaluasi produk, berupa penilaian terhadap unjuk kerja peserta berupa RPP yang telah dibuat. Untuk penilaian produk RPP menggunakan format penilaian yang digunakan dalam penilaian RPP untuk sertifikasi guru. Kegiatan ini memiliki keterkaitan dengan lembaga formal yang menangani masalah kependidikan. Untuk tingkat dasar dan menengah, penanganan masalah pendidikan secara formal adalah wewenang dan tanggung jawab Departemen Pendidikan Nasional, yang dalam hal ini UPT terkait dan Diknas tingkat Kabupaten Badung, kepala sekolah, dan pengawas. Selain instansi tersebut, Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja juga merupakan lembaga yang terkait dengan kegiatan ini. Bantuan dari lembaga ini akan memuluskan jalannya kegiatan ini. 3. Hasil dan Pembahasan Pelatihan ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 12 Oktoberr 2013 sampai dengan 3 November 2013. Tempat pelatihan ini dilaksanakan adalah di SD No. 1 Kapal. Secara rinci, tempat pelatihan dapat disebutkan sebagai berikut (1) untuk pelatihan dan pendampingan penyusunan RPP dilaksanakan di Perpustakaan SD No 1 Kapal, (2) pendampingan dalam implementasi RPP dilaksanakan di kelas tempat guru tersebut mengajar. Pelaksanaan pelatihan ini diikuti oleh 13 orang guru. Pada sesi pertama, kegiatannya berupa pembukaan berlangsung dari pukul 08.00 Wita sampai pukul 08.30 Wita. Pembukaan pelatihan diisi pengarahan singkat dari Kepala Sekolah SD Nomor 1 Kapal. Setelah pembukaan, kegiatan pelatihan dilanjutkan dengan pemaparan tentang pendidikan karakter dilanjutkan dengan pemaparan tentang konsep penyusunan RPP sesuai dengan Standar Proses Pendidikan (Permendikbuk). Penjelasan dimulai dengan pentingnya RPP dalam pembelajaran, substansi yang seharusnya tertuang dalam RPP, prosedur penyusunan RPP, dan format penilaian RPP yang digunakan sekarang. Pada penjelasan tentang substansi RPP juga dijelaskan keberadaan ekslporasi, elaborasi, dan konfirmasi. Setelah itu dilanjutkan dengan hakikat pendidikan karakter yang sekarang ini diharuskan dimuatkan dalam RPP buatan guru. Pada sesi ini, tampaknya peserta cukup antusias mengikuti pemaparan materi ini. Hal ini tampak dari pertanyaan yang muncul dari peserta dan juga keaktifannya selama penjelasan. Ada beberapa pertanyaan yang muncul diantaranya berikut ini. Seperti anggapan RPP hanya untuk kelengkapan administrasi bagi seorang guru, karena ketika Edisi Januari 2014
60
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja mengajar di kelas, biasanya guru akan bebas berimprovisasi. Pertanyaan ini tampaknya cukup serius. Buktinya banyak guru yang setuju dengan ungkapan itu. Para guru mengatakan mereka justru merasa terkungkung dengan adanya RPP. Kreatifitasnya juga dipasung. Pendapat guru yang demikian tentu merupakan angin segar untuk menjelaskan lebih jauh tentang hakikat dan pentingnya RPP. RPP adalah langkah awal untuk memulai pembelajaran yang terarah karena di dalam RPP tercantum indikator maupun tujuan pembelajaran. Mengajar tentu saja harus memiliki arah yang jelas. Tanpa arah maka besar kemungkinan pelaksanaan pembelajaran akan berjalan sekehendak hati. Ada guru yang suka dengan topik tertentu dalam mata pelajarannya maka setiap mengajar dia akan mengajar topik yang disukainya saja. RPP mencegah hal seperti ini. RPP tidaklah memasung kreatifitas guru, kreatifitas guru sebaiknya sudah terlihat dari RPP yang disusun. Misalnya bagaimana merencanakan pelaksanaan pembelajaran yang inovatif dan kreatif, tentu dapat dituangkan dalam butir pelaksanaan pembelajaran mulai dari kegiatan pembuka, inti, sampai pada penutup. Pertanyaan lain yang juga muncul adalah komponen yang harus ada dalam RPP dan bagaimana susunannya yang benar? Apakah perlu lagi komponen tujuan pembelajaran kalau sudah ada indikator? Untuk pertanyaan ini kembali dijelaskan tentang komponen RPP sesuai dengan Standar Proses Pendidikan (Permendikbud 41 tahun 2007 maupun 65 tahun 2013. Secara jelas pada Permen itu sudah tercantum komponen RPP, yaitu (1) iIdentitas mata pelajaran, (2) standar kompetensi atau kompetensi inti untuk Kurikulum 2013, (3) kompetensi dasar, (4) indikator pencapaian kompetensi, (5) tujuan pembelajaran, (6) materi ajar, (7) alokasi waktu, (8) metode pembelajaran, (9) kegiatan pembelajaran, yang mencakup kegitan pendahuluan, inti, penutup, (10) penilaian hasil belajar, (11) sumber belajar. Dengan keberadaan tujuan pada Permendikbud tersebut, maka tujuan pembelajaran wajib ada dalam RPP. Namun, penjelasan tentang komponen RPP di atas kembali mengundang pertanyaan dari guru. Banyak guru yang masih belum paham dan juga bingung dengan istilah eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Padahal, tiga hal ini dituntut keberadaannya secara eksplisit oleh Permendikbud. Untuk itu, dikemukakan kembali penjelasan tentang ketiga hal tersebut. Pemaparan yang berlangsung masih banyak mendatangkan pertanyaan. Misalnya pertanyaan tentang keberadaan model Edisi Januari 2014
61
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja pembelajaran sesuai Permendikbud 41 tahun 2007 dan Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013. Dalam hal ini narasumber menyampaikan bahwa dalam kegiatan pembelajaran di RPP menurut Permen 41 tahun 2007 harus mencantumkan model/metode/ pendekatan/strategi. Dalam Kurikulum 2013, model pembelajaran yang disarankan adalah pendekatan saintifik. Nara sumber juga menekankan perbedaan antara alat, media, dan sumber belajar. Diskusi kemudian berlanjut ke prosedur pembuatan RPP. Pada diskusi ini tampak muncul beberapa pertanyaan. Misalnya keberadaan materi pembelajaran. Apakah cukup dibuat judul-judulnya. Untuk ini, penyaji menjelaskan indikator penilaian RPP untuk sertifikasi guru. Kalau merperhatikan rambu-rambu penilaian RPP, maka materi pembelajaran
dalam
RPP
perlu
terlihat
sistematikanya,
keruntutannya,
dan
kesesuaiannya dengan alokasi waktu yang ada. Materi pelajaran cukup dibuat poinponnya saja, apalagi jika menggunakan Kurikulum 2013. Pada Kurikulum 2013 sudah ada buku siswa dan buku guru yang berikan materi yang lengkap dan juga prosedur pembelajarannya. Jawaban ini cukup memuaskan peserta. Ketika praktik penyusunan RPP, kembali muncul beberapa pertanyaan, seperti tentang evaluasi. Namun secara umum, praktik berjalan dengan lancar. Para guru dapat menyusun RPP dengan lancar karena memang sebelum pelaksanaan pelatihan sudah diberitahukan agar mempersiapkan bahan untuk menyusun sebuah RPP. Setelah mereka selesai menyusun RPP, maka dilakukan “peer corection” terhadap RPP yang telah dibuat. Pedoman koreksi sejawat ini adalah pedoman yang digunakan dalam penilaian RPP pada sertifikasi guru. Dari praktik menyusun RPP ini dihasilkan 11 RPP. Dari kesebelas RPP tersebut rata-rata skor yang didapat setelah dinilai berdasarkan pedoman penilaian RPP dengan ƩN = 40 adalah seperti tabel berikut.
Tabel 1. Pedoman Penilaian NO ASPEK YANG DINILAI 1 Kejelasan perumusan tujuan pembelajaran (tidak menimbulkan penafsiran ganda dan mengandung perilaku hasil belajar) 2 Pemilihan materi ajar (sesuai dengan tujuan dan karakteristik peserta didik) Edisi Januari 2014
Rata-rata 4
4,4
62
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja 3 4 5 6
7 8
Pengorganisasian materi ajar (keruntutan, sistematika materi, dan kesesuaian dengan alokasi waktu) Pemilihan sumber/media pembelajaran (sesuai dengan tujuan, materi, dan karakteristik peserta didik) Kejelasan skenario pembelajaran (langkah-langkah pembelajaran : awal, inti, penutup) Kerincian skenario pembelajaran (setiap langkah tercermin strategi/metode dan alokasi waktu pada setiap tahap) Kesesuaian teknik dengan tujuan pembelajaran Kelengkapan instrumen (soal, kunci, pedoman penskoran Skor Total
4,1 3,7 4,1 4
4,1 4,1 32,5
Rata-rata sebesar 32,5 menunjukkan bahwa rata-rata tingkat keterampilan guru menyusun RPP bermuatan karakter adalah 81 pada skala 100. Nilai ini tentu perlu ditingkatkan lagi. Ada beberapa hal yang patut dibahas dari hasil pelatihan yang telah dilaksanakan. Pertama berkaitan dengan antusias guru untuk mengikuti pelatihan ini. Keantusiasan ini tentu saja sesuatu yang dapat kita sebut sebagai fantastis, walaupun pelaksana agak curiga juga apakah mereka benar-benar ingin mencari ilmu atau sekadar untuk mendapatkan sertifikat pelatihan. Kecurigaan itu akhirnya sirna karena setelah pelatihan berlangsung ternyata para guru cukup antusias mengikutinya. Tidak ada guru yang minta ijin tidak masuk apalagi bolos. Motivasi yang tinggi dari guru saat mengikuti pelatihan ini tampaknya menjadi sebuah temuan yang pantas untuk dibahas. Mengapa guru begitu antusias dan memiliki motivasi yang tinggi? Hal ini tampaknya didorong oleh beberapa hal. Pertama, mungkin pelatihan yang mengarah kepada keterampilan semacam ini sangat jarang dilakukan. Jika benar demikian, maka ini membuktikan bahwa guru kita bukanlah sosok yang pasif dan ortodok yang selama ini sering terdengar. Mereka bukannya tidak senang dengan perubahan yang inovatif hanya mungkin strategi yang kita gunakan perlu dipikirkan. Model pengajaran anak kecil (pedagogi) jelas sangat tidak cocok dengan mereka yang sudah pada tua-tua. Oleh karena itu, pelatih yang akan memberikan bekal kepada para guru seharusnya paham dengan andragogi (pengajaran untuk orang dewasa). Dari minat dan motivasi yang diperlihatkan tampaknya para guru juga merupakan sosok yang gelisah mencari pengetahuan dan keterampilan baru. Rasa ingin tahu dan keinginan untuk berkembang yang tinggi dari guru sangat tampak. Hal ini sebenarnya merupakan Edisi Januari 2014
63
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja potensi yang sangat mungkin dikembangkan menjadi sesuatu yang berhasil guna. Kalau ada yang mengatakan bahwa guru kurang aktif, loyo, malas dan lain-lainnya, tampaknya tidaklah selalu benar. Mereka selalu ingin berkembang. Mereka juga ingin menghasilkan sesuatu yang fundamental. Mereka menjadi kurang aktif karena kurangnya rangsangan untuk berkarya secara nyata, kurangnya kepraktisan dalam pelaksanaan tugas-tugasnya. Mungkin cara-cara pelatihan, penataran dan sebagainya yang selama ini lebih banyak menanamkan pemahaman terhadap teori yang verbalistik, tanpa adanya realisasi dalam kehidupan guru di sekolah. Kedua, guru tampaknya merasa bahwa segala yang mereka dapatkan dalam pelatihan ini bermanfaat langsung untuk kehidupannya profesinya. Ini berarti prinsip kebermaknaan dan keterkaitan sangat menopang antusias dan motivasi guru untuk mengikuti kegiatan sejenis ini. Pelatihan ini yang meruapakan salah satu bentuk pembelajaran ini perlu dibuat sealamiah mungkin sehingga mereka merasakan kebermaknaan dan kepraktisannya. Guru akan senang jika mereka langsung dapat melihat hasil karyanya. Ini adalah teori yang sudah cukup lama, tetapi sering dilupakan dalam pembelajaran. Dalam pelatihan ini, kebenaran konsep ini tampaknya muncul. Dengan langsung dapat melihat hasil kerjanya berupa RPP, dan perangkat pembelajaran lainnya, tampak lebih menantang dan menggairahkan mereka lebih giat meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya atau keprofesionalannya. Dari rata-rata kemampuan guru sebesar 32,5 atau 81pada skala 100, dapat dijelaskan bahwa nilai tersebut masih dapat ditingkatkan lagi. Alasannya, jika perencanaan pembelajaran belum maksimal maka dapat diduga pelaksanaan pembelajaran tidak akan berjalan dengan baik. 4. Penutup Dari pelaksanaan pelatihan ini, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut. (1) Rata-rata skor yang diperoleh oleh guru SD N 1 Kapal dalam penyusunan RPP bermuatan karakter adalah 32,5. Skor ini setara dengan nilai 81 pada skala 100, (2) Sebagaian besar guru, khususnya peserta pelatihan sangat memerlukan adanya pelatihan semacam ini. Hal ini dapat dilihat dari keantusiasan mereka saat mengikuti pelatihan. Mereka sangat menikmati pelatihan ini sehingga semua tugas yang diberikan dikerjakan dengan motivasi yang tinggi, (3) Sebagian besar guru yang menjadi peserta pelatihan membawa pengetahuan awal mengenai pelatihan sebagai sesuatu yang hanya sekadar Edisi Januari 2014
64
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja formalitas belaka dan verbalistik sehingga tidak dapat diterapkan secara nyata dalam kesehariannya sebagai guru, (4) Pelaksanaan pelatihan dapat meningkatkan kemampuan para peserta dalam hal menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang sesuai Kurikulum (KTSP dan Kurikulum 2013) , (5) Pelaksanaan pelatihan juga dapat meningkatkan apresiasi guru tentang pentingnya teori-teori baru untuk meningkatkan kualitas pembelajaranan yang dilaksanakan di sekolahnya.
DAFTAR PUSTAKA Depdiknas. 2006. Penjelasan Instrumen Penilaian Kinerja Guru 1 (Kemampuan Merencanakan Pembelajaran). Jakarta: Direktorat Profesi Pendidik, Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga kependidikan dan Direktorat Ketenagaan Dirjen Dikti. Dit PSMP Kemdiknas. 2010. Pendidikan Karakter Terintegrasi dalam Pembelajaran di Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Direktorat PSMP Kemdiknas. Djoko Sasongko. 2010. Pendidikan Karakter dan Budaya Bangsa dalam Rangka Membangun Peradaban Manusia. Makalah disampaikan dalam Kegiatan Workshop Pendidikan Karakter dan Budaya Bangsa pada tanggal 30 Mei s.d 2 Juni 2010. Doni Koesoema A. 2007. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo. Cet. I. Kemdiknas. 2010. Desain Induk Pendidikan Karakter. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2012. Dokumen Kurikulum 2013 Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Kurikulum 2013 : Kompetensi Dasar Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI). Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Lickona, Thomas. 1991. Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility. New York, Toronto, London, Sydney, Aucland: Bantam books. Munir, Abdullah. 2010. Pendidikan Karakter Membangun Karakter Anak Sejak dari Rumah. Yogyakarta: Pedagogia.
Edisi Januari 2014
65
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Nucci, Larry P. dan Narvaez, Darcia. 2008. Handbook of Moral and Character Education. Routledge taylor & francis group. New York and London. Pemerintah Republik Indonesia. 2010. Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025. Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Kemdiknas. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pusat Kurikulum Balitbang Kementerian Pendidikan Nasional. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, Pedoman Sekolah. Pusat Kurikulum Kemdiknas. 2009. Pengembangan dan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa: Pedoman Sekolah. Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Kemdiknas. Suastra, I,W. 2006. Peningkatan Kualitas Proses dan Hasil Belajar Siswa Melalui Pembelajaran Inovatif. Makalah Disajikan pada Pelatihan ”Pakem” bagi Guruguru di Kabupaten Bangli. Tanggal 4 s.d 22 Desember 2006. Suastra, I.W. 2006. Pengembangan Sistem Asesmen Otentik dalam Pembelajaran Fisika di SMA. Hasil Penelitian. Tidak Dipublikasikan. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Edisi Januari 2014
66
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja PELATIHAN MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA DAN KESEHATAN BERBASIS KARAKTER BAGI GURU PENJASORKES DI KECAMATAN BANJAR KABUPATEN BULELENG oleh, Made Agus Dharmadi Fakultas Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Ganesha ABSTRAK Pengabdian ini bertujuan untuk memberikan 1) pengetahuan dan pemahaman para guru penjasorkes terhadap model pembelajaran penjasorkes yang berbasis karakter, 2) perasaan dan tindakan yang berkarakter bagi siswa di sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas melalui penerapan pembelajaran penjasorkes berbasis karakter oleh guru. Adapun sasaran dalam penelitian ini adalah para guru penjasorkes yang ada di Kecamatan Buleleng yang berjumlah 60 orang, yang dilaksanakan di SD 6 Banjar. Metode yang digunakan adalah metode pelatihan. Dari hasil pelasanaan P2M ini dapat disimpulkan 1) adanya peningkatan pengetahuan dan pemahaman para guru penjasorkes terhadap model pembelajaran penjasorkes yang berbasis karakter, 2) perasaan dan tindakan yang berkarakter dapat terwujud melalui penerapannya secara berkelanjutan. Kata-kata kunci: model pembelajaran penjasorkes, karakter ABSTRACT This devotion aims to provide 1) knowledge and understanding of teachers' learning model Penjasorkes against character-based, 2) feelings and actions of character for students in elementary schools, junior high schools and high schools through the implementation of learning-based character Penjasorkes by teachers. The goal of this research is Penjasorkes teachers in the District Buleleng who was 60, which was held in SD 6 Banjar. The method used is the method of training. From the results it can be concluded the implementation P2M 1) an increase in teachers' knowledge and understanding of the learning model Penjasorkes-based character, 2) feelings and actions that character can be realized through implementation on an ongoing basis. Keywords: learning model penjasorkes, character 1. Pendahuluan Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003, tujuan pendidikan nasional Edisi Januari 2014
yaitu berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta 67
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (Sisdiknas: 2003). Di sisi lain, pembangunan karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang berkembang saat ini, seperti: disorientasi dan belum dihayatinya nilainilai Pancasila; keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai Pancasila; bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa; ancaman disintegrasi bangsa; dan melemahnya kemandirian bangsa. Untuk mendukung perwujudan cita-cita pembangunan karakter sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 serta mengatasi permasalahan kebangsaan saat ini, maka Pemerintah menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional, di mana pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu “mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila.” Di dalam pembelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan (penjasorkes) dipandang sebagai upaya sadar seorang individu untuk memperoleh perubahan perilaku secara keseluruhan, baik aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Namun hingga saat ini dalam praktiknya, proses pembelajaran penjasorkes di sekolah tampaknya lebih cenderung menekankan pada pencapaian perubahan aspek kognitif (intelektual) dan psikomotor semata yang dilaksanakan melalui berbagai bentuk pendekatan, strategi dan model
pembelajaran
tertentu.
Sementara,
pembelajaran
yang
secara
khusus
mengembangkan kemampuan afektif (atau karakter) tampaknya masih kurang mendapat perhatian. Kalaupun dilakukan mungkin hanya dijadikan sebagai efek pengiring (nurturant effect) atau menjadi hidden curriculum yang disisipkan dalam kegiatan pembelajaran yang utama. Secara konseptual maupun emprik, diyakini bahwa aspek afektif memegang peranan yang sangat penting terhadap tingkat kesuksesan seseorang dalam belajar dan bekerja maupun kehidupan secara keseluruhan Edisi Januari 2014
68
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Seringkali aspek afektif yang sudah diterapkan dalam pembelajaran tidak dilakukan secara proporsional. Hal ini membuat metode pengajaran yang
digunakan
terasa
monoton dan tidak berkembang. Pembelajaran seperti ini akan menjadi kurang berkualitas dan cendrung membuat bosan, frustasi, dan bahkan akan membahayakan siswa. Oleh karena itu, diperlukan metode-metode pengajaran yang juga memperhatikan perkembangan afektif siswa dan mengkombinasikannya dengan perkembangan kognitif dan psikomotorik. Menurut Popham (1995) dalam (http://amalia07.files.wordpress.com/), ranah afektif menentukan keberhasilan belajar seseorang. Orang yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit untuk mencapai keberhasilan belajar secara optimal. Seseorang yang berminat dalam suatu mata pelajaran diharapkan akan mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Oleh karena itu semua pendidik harus mampu membangkitkan minat semua peserta didik untuk mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Selain itu ikatan emosional sering diperlukan untuk membangun semangat kebersamaan, semangat persatuan, semangat nasionalisme, rasa sosial, dan sebagainya. Untuk itu, dalam merancang program pembelajaran, satuan pendidikan harus memperhatikan ranah afektif. Keberhasilan pembelajaran penjasorkes pada ranah kognitif dan psikomotor dipengaruhi oleh kondisi afektif siswa. Siswa yang memiliki minat belajar dan sikap positif terhadap pelajaran akan merasa senang mempelajari mata pelajaran pendidikan jasmani, sehingga dapat mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Walaupun para pendidik sadar akan hal ini, namun belum banyak tindakan yang dilakukan pendidik secara sistematik untuk meningkatkan minat siswa. Oleh karena itu untuk mencapai hasil belajar yang optimal, dalam merancang program dan kegiatan pembelajaran penjasorkes bagi siswa, pendidik harus memperhatikan karakteristik afektif siswa, dalam hal ini pembelajaran penjasorkes yang dilakukan dengan berbasis karakter sehingga secara ekplisit dapat membantu siswa untuk mengembangkan karakter yang baik pada siswa dalam berpikir, berucap dan berprilaku di dalam kehidupannya. Di dalam program pengabdian ini, pembelajaran penjasorkes menjadi sarana untuk mewakili pembelajaran lainnya untuk di gayutkan dengan pendidikan karakter yang dimungkinkan menjadi salah solusi yang dapat ditempuh, karena di dalam pembelajaran Edisi Januari 2014
69
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja penjaaskes telah termaktub unsur-unsur karakter seperti misalnya jujur, sportivitas dan saling menghargai dan lain sebagainya. Berdasarkan beberapa informasi baik dari media cetak maupun media TV/ Radio Kecamatan Banjar yang diantaranya terdiri dari Desa Sidetapa, Cempaga, Tigawasa dan Pedawa, merupakan kelompok daerah yang cukup sering terjadi adanya persoalanpersoalan yang memicu timbulnya kekerasan dan juga kriminalitas, seperti misalnya pemberitaan yang telah terjadi akhir-ahir ini yaitu (Balipost, 8/9/2009) yang berjudul’ Anak Berkelahi, Ortu Ikut Main Keroyok Di Desa Sidetapa. Lain lagi berita yang ada di Berita Bali (10/8/2011) yang berjudul Pasangan suami istri asal Desa Cempaga, Kecamatan Banjar, Buleleng menjadi korban aksi penganiayaan yang dilakukan oleh tetangganya. Ditambah lagi berita Bali Post (13/8/2011) terjadi perkelahian antar pemuda di Desa Tigewasa sehingga menyebabkan harta benda rusak parah, serta beritaberita lainya yang terdahulu menambah kesan ke-empatt daerah ini cukup menjadi perhatian pihak keamanan. Sekelumit pemberitaan di atas, sesungguhnya tidak bisa digeneralisasi, namun hasil dari beberapa informasi, pemberitaan, kejadian-kejadian yang terdahulu maupun akhir-akhir ini membuat kondisi ini telah membuat persepsi publik yang mengarah kepada karakteristik masyarakat di Kecamatan Banjar menjadi masyarakat yang berwatak sedikit ‘keras’. Berdasarkan kondisi di atas, maka melalui pembelajaran penjasorkes, program pengabdian yang berjudul ‘Pelatihan Model Pembelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesahatan Berbasis Karakter Bagi Guru-Guru Penjasorkes di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng’, menjadi sangat urgent untuk dilakukan guna membantu memperbaiki dan mempercepat
serta meningkatkan proses pembenahan karakter
masyarakat di Kecamatan Banjar menjadi lebih baik. Adapun rumusan masalah yang ingin dicarikan solusinya adalah: 1) Pengetahuan dan pemahaman para guru penjasorkes terhadap model pembelajaran penjasorkes yang berbasis karakter. 2) Perasaan dan tindakan yang berkarakter bagi siswa di sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas melalui penerapan pembelajaran penjasorkes berbasis karakter oleh guru. 3) Kesadaran moral dan etika para siswa dalam aktivitas yang dilakukan di sekolah dan di masyarakat.
Edisi Januari 2014
70
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja 2. Metode Pelaksanaan Pengabdian Di dalam program pengabdian ini, kerangka pemecahan masalah dapat dijelaskan pada gambar dibawah ini: PELATIHAN PENJASORKES BERBASIS KARAKTER
a. Situasi awal Masyarakat b.
SEKOLAH (GURU)
SISWA
KESADARAN ‘KARAKTER’ SISWA DAN GURU DI SEKOLAH Berdasarkan bagan di atas, dapat dijelaskan bahwa program pelatihan ini secara umum memiliki tujuan utama untuk meningkatkan kesadaran moral, etika serta menumbuhkan perasaan dan prilaku yang berkarakter bagi siswa pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Program pengabdian ini diawali dengan pemberian pelatihan kepada guru-guru penjasorkes tentang model pembelajaran penjasorkes yang berbasis karakter, dan selanjutnya guru-guru tersebut berdasarkan hasil pelatihan kemudian menerapkannya kepada para siswa untuk secara terpadu dan kontinyu mengajarkan, membimbing dan membentuk karakter siswa dari yang jelek ke yang lebih baik, dari yang baik ke yang sangat baik. Setelah penerapan dilakukan maka selanjutnya pemahaman yang dimilik siswa diharapkan dapat menjelma menjadi sebuah kesadaran dirinya, dan juga lingkungan keluarga dan sekitarnya untuk memperbaiki Edisi Januari 2014
71
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja pola-pola berpikir, berbicara dan berprilaku yang jelek menjadi yang lebih baik, sehingga dengan hal tersebut dimungkinkan nantinya masyarakatKecamatan Banjar menjadi masyarakat yang aman. Damai dan tentram sesuai dengan visi dan misi masing-masing daerah yang telah dimiliki. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pelatihan, bagi guru-guru penjasorkes SD, SMP dan SMA yang ada di Kecamatan Banjar . 3. Hasil dan Pembahasan Berdasarkan rencana yang telah disusun, maka sebelum pelaksanaan dilakukan, maka ada beberapa hal yang harus dipersiapkan dalam pelaksanaan kegiatan nantinya, melalui rapat-rapat tim pengabdian dan juga melibatkan mahasiswa. Adapun hal-hal yang dilakukan adalah; Pertama, mempersiapkan administrasi kegiatan seperti menyiapkan surat-menyurat, melakukan observasi ke lapangan dengan menjajagi tempat pelaksanaan, menjajagi orang yang bertanggungjawab sekaligus melakukan penilaian kelayakan terhadap tempat tersebut. setelah hal tersebut kita sepakati, maka selanjutnya ditindak lanjuti dengan mengirimkan surat resmi, yang ditujukan kepada kepala sekolah guna peminjaman tempat dan fasilitas lainnya untuk penyelenggaraan pengabdian pada masyarakat. Kedua, mengirim surat undangan kepada peserta pengabdian, yaitu guru-guru SD, SMP dan SMA yang ada di kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng. Ketiga, menghubungi narasumber yang akan digunakan dalam pelatihan tersebut. keempat, menghubungi pihak lembaga P2M Undiksha, untuk berkenan membuka kegiatan. Serta persiapan-persiapan lainnya seperti, konsumsi, transportasi, sound system, dan yang lainnya.
1.
Tahap Pelaksanaan Kegiatan Pelaksanaan kegiatan pengabdian ini delakukan selama 2 hari dari persiapan hingga
pelaksanaan, persiapan dilaksanakan tanggal 21 Agustus 2013, dan pelaksanaannya tanggal 22 Agustus 2013 di Desa Banjar. Kegiatan ini dilaksanakan di Aula SD 1 Kecamatan Banjar yang berkapasitas kurang lebih 150 orang. Kegiatan ini mengundang seluruh guru-guru Penjasorkes yang ada di Kecamatan Banjar dari SD hingga SMA yang berdasarkan data berjumlah 60 orang guru. Narasumber dalam Pelatihan yang bertema ‘ Model Pembelajaran Penjasorkes Berbasis Karakter” adalah I Ketut Yoda Edisi Januari 2014
72
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja S.Pd, M.Or. Pelaksanaan pengabdian ini dimuali dari pukul 09.00 wita s/d 13.00 wita, yang dibuka oleh Sekretaris Lembaga Pengabdian Masyrakat UNDIKSHA Singaraja. Kehadiran peserta pelatihan pada saat pembukaan berlangsung hampir 100% guru yang diundang hadir, hal ini menandakan bahwa antusias guru dalam mengikuti pelatihan ini sangatlah besar. Selanjutnya setelah pembukaan, maka dilanjutkan dengan pemaparan materi pelatihan oleh narasumber, dengan dimoderatori oleh I Kadek Happy Kardiawan, S.Pd, M.Pd. pemaparan tentang Model pembelajaran Penjasorkes Berbasis Karakter, secara gamblang disertai contoh-contoh nyata dalam kehidupan, membuat suasana pemaparan cukup terkonsentrasi dengan apa yang dipaparkan, peserta dengan seksama menyimak dan mendengarkan pemaparan dan terlihat keseriusan peserta sehingga situasi pada saat pemapaarn cukup serius, namun dengan diselingi humor-humor segar oleh narasumber, menjadikan pemaparan berlangsung seperti sangat singkat, padahal telah membutuhkan waktu kurang lebih 2,5 jam. Setelah pemaparan berakhir tiba saatnya diskusi, berdasarkan jumlah pertanyaan yang ada dapat disimpulkan bahwa diskusi yang dilakukan sangat dinamis, seorang guru dari SMA 1 Banjar (Puja Arsana), menanyakan tentang apakah pengembangan karakter dapat dituangkan kepada siswa, sedangkan RPP yang saya buat apa bisa dikembangkan pada siswa. Dari pertanyaan ini kemudian memperoleh tanggapan bahwa pengembangan karakter dalam RPP menjadi keharusan, dan dapat dituangkan pada siswa, yang perlu dilakukan guru adalah mencari metode yang baik agar maksud pengembangan karakter yang dituangkan di RPP bisa ditransfer ke siswa tanpa mengalami hambatan. Selanjutnya pertanyaan kedua datang dari guru SMP N 3 Banjar (Mariani) menanyakan tentang bagaimana karakter itu bisa dikembangkan melalui ungkapan saling menyapa antar siswa, guru dan yang lainnya, pertanyaan ini kemudian ditanggapi bahwa konsep saling menyapa merupakan konsep universal yang harus kita lakukan, dan orang yang bisa harmonis secara pikiran , perbuatan adalah orang yang jujur, dan senantiasa kita harus melakukan swadarma kita, dan guru harus menjadi teladan bagi siswanya. Pertanyaan ketiga diajukan oleh guru SD 3 Kalianget (Ketut Mangku), yang menanyakan tentang pengembangan karakter ini sangat
dibutuhkan
oleh
guru,
namun
kepala
sekolah
juga
harus
mampu
mengembangkannya, sehingga disarankan agar kepala sekolah dan guru-guru lainnya Edisi Januari 2014
73
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja juga dilibatkan dalam pelatiahn karakter ini, karena guru penjasorkes tidak bisa berjalan sendiri, harus juga dibarengi dengan guru-guru lainnya dan juga kepala sekolah. Sehingga dari pertanyaan dan juga saran yang ada, dari seluruh wakil guru, yakni guru SD, SMP dan SMA, maka seluruh komponen telah terwakili sehingga pelatihan ini diharapkan nantinya dapat diterapkan oleh guru-guru tersebut dalam memberikan pembelajaran penjasorkes di sekolah. Akhirnya diskusi yang cukup dinamis dan ramai ini berakhir kurang lebih 1,5 jam lamanya dan terlihat dengan raut muka guru-guru yang terlihat senang dan gembira serta menyatakan pemahamannya terhadap pelatihan yang dilakukan. 2.
Tahap Penutupan Kegiatan Akhirnya, setelah kurang lebih 4 jam pelatihan ini dilaksanakan, maka kegiatan
diakhiri dengan penutupan, dalam penutuapan ini terlihat bahwa antusiasme guru sangat tinggi, dengan bertahannya guru-guru mengikuti pelatihan ini hingga penutupan berlangsung. Penutupan ini ditutup oleh Ketua Tim P2M, yang pada intinya dalam pengarahannya mengucapkan terima kasih atas antusiame guru dalam mengikuti pelatihan, memberikan pandangan-pandangan terhadap pentingnya membangun karakter pada siswa, dan tidak luput pula menghaturkan permohonan maaf, jika di dalam pellaksanaan terdapat hal-hal yang kurang berkenan. Setelah acara ditutup, kemudian seluruh peserta dan panitia penyelenggara melakukan makan bersama, dan bersalam-salaman dengan para guru, sehingga saat itu sangat terasa rasa kekeluargaan antara guru-guru penjasorkes dan panitia (dosen, mahasiswa FOK UNDIKSHA), jalinan ini merupakan intisari dari tugas dan kewajiban kita dalam mengabdi, sehingga UNDIKSHA dapat menanamkan simpul-simpul keluarga baik itu dengan guru dan juga masyrakat pada umumnya.
4. Penutup Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa (1) Kegiatan pelatihan ini dapat terlaksana dengan baik, aman dan lancer, (2) Terjadinya peningkatan pemahaman antara sebelum diberikan pelatihan dengan sesudah pelatihan, (3) Model Pembelajaran penjasorkes berbasis karakter merupakan salah satu pilar yang harus dilakukan
oleh
Edisi Januari 2014
guru-guru
penjasorkes
melalui
RPP
nya
sehingga
siswa 74
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja implementasinya kepada siswa dapat terwujud, (4) Kegiatan ini sangat bermanfaat bagi guru-guru penjasorkes khususunya di kecamatan Banjar, (5) Disarankan agar guru-guru lainnya dan juga kepala sekolah diberikan pelatihan tentang pengembangan karakter seperti ini juga, dan (6) Pendanaan yang terbatas mengakibatkan kegiatan ini tidak bisa mencakup lebih luas dan mendalam, sehingga disarankan agar pendanaan kegiatan P2M untuk ditingkatkan. DAFTAR PUSTAKA Balipost. 2009. Anak Berkelahi, Ortu Ikut Main Keroyok Di Desa Sidetapa.Tersedia pada www.balipost.co.id: diakses pada tanggal 19 Februari 2012 Balipost. 2011.Perkelahian Antar Pemuda di Tigewasa. www.balipost.co.id: diakses pada tanggal 19 Februari 2012
Tersedia
pada
Berita Bali. 2011. Pasangan Suami Istri Dianiaya Di Desa Cempaga. Tersedia pada www.beritabali.co.id: Tdiakses pada tanggal 19 Februari 2012 BNSP.2009. Standar Isi Kurikulum Penjasorkes. Tersedia pada http://www.bnsp.go.id: Diakses tanggal 18 Februari 2012 Moston and Ashworth. 1994. Teaching Physical Education. San Fransisco: Pearson Education Inc Pedoman Pendidikan Karakter.2010. Pedoman Pendidikan Karater. Tersedia pada http://pendikar.dikti.go.id/gdp/wp-content/: diakses pada tanggal 19 Februari 2012 Pemda Buleleng. 2009. Selayang Pandang Desa Sidetapa, Cempaga, Tigewasa dan Pedawa. Tersedia pada www.bulelengkab.go.id: diakses pada tanggal 18 Februari 2012 Popham,1995. Model Pembelajaran Afektif . Tersedia http://amalia07.files.wordpress.com: diakses pada tanggal 19 Februari 2012
pada
Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional: UU RI No. 3 Tahun 2005. Jakarta: Sinar Grafika
Edisi Januari 2014
75
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja PELATIHAN PENYUSUNAN GUIDE BOOK POKDARWIS TUNJUNG MEKARDI DESA SAMBANGAN oleh, Dini Andiani Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pendidikan Ganesha ABSTRAK Kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat (P2M) yang dilaksanakan ini bertujuan untuk memberikan pelatihan pembuatan guide book yang akan mampu memudahkan para anggota POKDARWIS untuk menjadi pemandu wisata yang bisa memberikan informasi yang tepat mengenai kondisi jalur trekking dalam bahasa inggris. Melalui kegiatan ini, anggota POKDARWIS memiliki acuan untuk menjadi guide lokal yang profesional. Metode yang digunakan dalam Program Pengabdian pada Masyarakat ini adalah metode kerja kolaborasi antara dosen, dan masyarakat sasaran (dalam hal ini adalah anggota POKDARWIS Tunjung Mekar). Di samping itu, dalam melaksanakan Program Pengabdian pada Masyarakat ini, pada awalnya dilakukan analisis situasi melalui beberapa kali observasi dan wawancara dengan pihak mitra, beberapa metode yang digunakan dalam melaksanakan proram ini seperti metode penyuluhan dan pelatihan, metode wawancara Kata-kata kunci: pengabdian, quide book
ABSTRACT The community service activities are implemented aims to provide training on making guide book that will be able to facilitate the members Pokdarwis to be a tour guide who can provide precise information about the condition of trekking in English. Through these activities, members Pokdarwis has become a benchmark for professional local guide. The method used in this Community Service Program is a collaboration between lecturers working methods, and audience (in this case was a member of Pokdarwis Alas Bloom). In addition, in carrying out this Community Service Program, initially conducted analysis of the situation through several times of observation and interviews with the partners, some of the methods used in carrying out this proram such as counseling and training methods, the method of interview. Keywords: service, quide book
Edisi Januari 2014
76
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja I. Pendahuluan Pengembangan potensi wisata sambangan telah ditindak lanjuti dengan memaksimalkan partisipasi berbagai stakeholders yang ada seperti ; Adat, BPD, dan LPM. Realisasi dari pelembagaan itu, disepakati dengan menugaskan Made Widana sebagai Ketua POKDARWIS (Kelompok Sadar Wisata, yang di bentuk pada tahun 2004) untuk melakukan berbagai upaya memajukan dan mengembangkan potensi wisata yang ada. POKDARWIS di Desa Sambangan yang beranggotakan 30 orang termasuk pihak penanggung jawab dan penasehat di dalamnnya, rata rata memiliki jenjang pendididikan sampai tingkat SMU. Pada hakikatnya dengan tingkat pendidikan yang baik, kepengurusan Kelompok Sadar Wisata yang di beri nama POKDARWIS Tunjung Mekar memiliki SDM yang baik harus mampu mengelola potensi. Namun pengelolaan tidaklah cukup hanya pada penataan objek wisata di lapangan, akan tetapi harus ada kemampuan di tingkat keterampilan dalam mendesign produk wisata dengan konsep pemetaan yang jelas, sehingga mampu menghasilkan peta paket wisata trekking yang lain dari pada yang lain, dan mampu menarik minat wisatawan untuk menyaksikan keunikan potensi alam yang dimiliki Desa Sambangan melalui penyelenggaraan kerjasama dengan beberapa travel agent yang bisa mendatangkan wisatawan. Kedua program pelatihan dan pembinaan pembuatan peta paket wisata dan pembuatan surat kerjasama dengan pihak BPW telah dilakukan di tahun 2011 dan tahun 2012. Dengan pelatihan pembuatan media promosi berupa peta design paket wisata yang unik dan tepat yang telah termuat dalam brosur pada saat program P2M 2011, yang memaparkan secara jelas kegiatan apa saja yang bisa dilakukan oleh wisatawan dan jangka waktu yang diperlukan wisatawan jika melakukan kegiatan tersebut. Serta melalui pelatihan pembuatan MOU saat program DIPA 2012 yang telah mampu menyaring kunjungan wisatawan dengan melakukan kerjasama dengan pihak Badan Penyelenggara Wisata atau BPW. Maka untuk peningkatan pengetahuan dan peningkatan kesiapan POKDARWIS Tunjung Mekar saat menerima kedatangan tamu, Kelompok POKDARWIS merasa perlu mendapatkan pelatihan bahasa inggris serta pembinaan pembuatan guiding book dan penyempurnaan kembali video treking yang sempat dibuat pada tahun 2011. Hal ini dirasa sangat perlu dalam rangka meningkatkan kesiapan para pemandu wisatawan yang masih memiliki Edisi Januari 2014
77
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja kekurangan dalam melayani wisatawan terutama saat berkomunikasi dengan menggunakan bahasa inggris secara lebih profesional sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dan wisatawan tidak merasa dirugikan nantinya. Pentingnya kelembagaan POKDARWIS Tunjung Mekar ini sangat dirasakan oleh masyarakat Desa Sambangan, karena melalui kegiatan yang dilakukan dalam mengembangkan potensi alam desa yang ada, memberikan peluang kepada masyarakat untuk bertindak sebagai aktor dalam pengelolaan objek daya tarik wisata yang ada di desanya, baik itu untuk tempat trekking ataupun wisata spiritual melalui meditasi. Eksistensi pokdarwis Tunjung Mekar terhadap lingkungan wisata alam di Desa Sambangan. Secara struktural jumlah anggota POKDARWIS berjumlah 30 orang, namun yang aktif dalam berbagai kegiatan pelaksanaan secara teknis dilapangan hanya 20 orang saja. Dapat diketahui pada tabel 1.2 hanya 4 orang yang mampu menguasai bahasa asing (bahasa inggris) dan hanya 2 orang yang memiliki keterampilan dalam menggunakan media elektronik yaitu computer. Tabel 1.1 Daftar nama-nama anggota POKDARWIS Yang memiliki kemampuan khusus Nama Nama Keahlian Komputer
No
Bahasa Inggris 1
Darmada
Komputer dan Bahasa Inggris
2
Komang Roy
Komputer dan Bahasa Inggris
3
Putu Bayu Prasetya
Bahasa Inggris
4
Kadek Adi Sucipta
Bahasa Inggris
Adapun tingkat jumlah kunjungan wisatawan ke Desa Sambangan yang ditangani langsung oleh anggota POKDARWIS Tunjung Mekar dapat dilihat pada tabel 1.2 Tabel 1.2 Rekapitulasi Perkembangan Kunjungan Wisman dan Wisdom Pada Objek dan Daya Tarik Air Terjun di Desa Sambangan Tahun 2008-2012 No Tahun Jumlah Kunjungan Wisatawan Wisatawan Jumlah Mancanegara Domestik 1 2008 178 509 687 Edisi Januari 2014
78
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja 2 2009 177 489 3 2010 222 107 4 2011 256 73 5 2012 278 793 Sumber : Data Olahan Dari POKDARWIS Tunjung Mekar, 2013
666 329 359 1071
Tabel 1.3 menunjukan bahwa tingkat kunjungan wisatawan mengalami tingkat fluktuasi, pada tahun 2008 menunjukan tingkat kunjungan dari wisatawan domestik yang memiliki perbandingan signifikan dengan kedatangan tamu mancanegara, karena wisatawan domestik yang kebanyakan datang berkunjung adalah berasal dari sekolahsekolah serta dari aktivis pencinta alam. Kondisi tersebut menunjukan bahwa pihak pengelola belum mampu melakukan kegiatan promosi baik itu dalam rangka meningkatkan tingkat kunjungan wisatawan domestik ataupun wisatawan mancanegara. Tingkat kunjungan yang rendah yang dialami oleh kelompok POKDARWIS Tunjung Mekar disebabkan oleh (1) tingkat pengetahuan dan kemampuan dalam melakukan kerjasam dengan pihak BPW belum pernah dilakukan, (2) Kurangnya media promosi visual seperti video dan website, (3) tidak memiliki buku panduan (guiding book) dalam bahasa inggris, (4) belum memiliki pengetahuan tentang pengemasan produk paket wisata alternative. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka jenis pelatihan yang mendasar yang di berikan adalah pelatihan pembuatan buku panduan atau guiding book yang mampu mengarahkan wisatawan asing dengan baik saat mereka mengikuti kegiatan treking dan di ikuti dengan pembinaan dalam pembuatan media audio visual berupa video potensi, sehingga nantinya mampu menghasilkan peningkatan kunjungan melalui kerjasama dan media promosi yang profesional. Berdasarkan analisis situasi pada POKDARWIS di Desa Sambangan ada beberapa hal yang dianggap masih menjadi masalah dalam memajukan daya tarik wisata yang ada seperti; (a) Kemampuan melakukan promosi baik itu melalui kerjasama dengan industri industri pariwisata lainnya masih sangat rendah. Oleh karena dengan pelatihan pembuatan surat kontrak yang telah dilaksanakan, pelatihan lebih lanjut mengenai strategi promosi pada masing masing instansi terkait bisa di lakukan lagi, (b) Terkait dengan memberikan kepuasan terhadap wisatawan dan pihak BPW, POKDARWIS merasa perlu mendapat pembinaan dalam membuat video objek dan atraksi, sehingga mampu memberikan informasi yang objektif terhadap wisatawan dan pihak BPW pada Edisi Januari 2014
79
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja saat melakukan perjanjian kerjasama, (c) Terkait dengan memberikan kepuasan terhadap wisatawan, POKDARWIS merasa kesulitan dalam memandu wisatawan, hal ini disebabkan karena anggota POKDARWIS merasa belum mampu dalam memberikan informasi terhadap wisatawan, sehingga mereka berharap bisa memiliki buku panduan (guiding book) dalam bahasa inggrisyang berisikan tahapan yang harus dijelaskan kepada wisatawan serta informasi detail tentang objek atau daya tarik yang ada di Desa Sambangan. Permasalahan mitra ini memerlukan tindak lanjut agar segera penyusunan buku panduan wisata ini bisa dipergunakan bagi para guide lokal. Justifikasi permasalahan prioritas yang di hadapi oleh mitra (POKDARWIS Tunjung Mekar) Berdasarkan kondisi empiris yang telah disebutkan, maka permasalahan pokok yang menjadi
prioritas utama yang hendak diurai melalui program ini adalah: (a)
Meningkatkan kualitas pelayanan wisata dengan memberikan pelatihan dalam penyusunan buku panduan wisata ini bisa dipergunakan bagi para guide lokal di lingkungan POKDARWIS Tunjung Mekar. Guide book tersebut berisikan tahapan yang harus dijelaskan kepada wisatawan serta informasi detail tentang objek atau daya tarik yang ada di Desa Sambangan, (b) Permasalahan lainnya karena keterbatasan dana pada program P2M 2012 realisasi penyempurnaan pembuatan video belum bisa diselesaikan, hanya sebatas perancangan konsep video yang akan disajikan, sehingga dengan kegiatan P2M tahun 2013 pembuatan video potensi treking bisa diselesaikan. Adapun tujuan kegiatan yang dimaksud adalah (1). Dengan kegiatan pelatihan yang diberikan, anggota POKDARWIS Tunjung Mekar bisa menghasilkan suatu buku panduan wisata atau guide book dalam bahasa indonesia dan bahasa Inggris. Guide book ataupun buku panduan yang dihasilkan akan memberikan kemudahan bagi para guide lokal di lingkungan POKDARWIS Tujung Mekar, selain itu pula penjelasan yang di sampaikan pada wisatawan akan lebih terarah dan mencerminkan tingkat profesionalitas anggota POKDARWIS dalam memberikan informasi pada wisatawan yang mengikuti kegiatan treking, (2). Dengan pendampingan pembuatan video singkat sebagai media audio visual, dapat menunjang sarana komunikasi dan informasi baik untuk wisatawan dan pihak agen, sehingga kita menjual produk wisata yang nyata. Melalui pembinaan dan pendampingan ini akan menghasilkan kepingan cd yang berisikan video paket wisata yang menarik. Edisi Januari 2014
80
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja 2. Metode Pelaksanaan Pengabdian Adapun beberapa metode kegiatan yang telah dipakai dalam pelaksanaan realisasi kegiatan P2M peningkatan kemampuan penggunaan ilmu bahsa komunikasi oleh kelompok POKDARWIS di Desa Sambangan Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng, maka metode yang telah tepat untuk merealisasikannya adalah dengan (1) memberikan pemahaman lebih dalam tentang pentingnyal dan manfaat adanya buku panduan wisata atau guide book baik bagi para guide local dan wisatawan, (2) memberikan pengenalan tentang penyusunan guide book, (3) pelatihan aplikasi pembuatan guide book, (4) pendampingan implementasi pembuatan sesuai dengan aspek yang akan dimasukan dalam buku panduan wisata tersebut, (5) melakukan pembinaan mengenai pentingnya bahasa inggris dan realisasi pembuatan video sebagai media
pendukung kegiatan
promosi,
(6) melakukan refleksi kembali serta
penyempurnaan terhadap program yang telah dibuat yang akan ditindak lanjuti dengan menyeleksi beberapa anggota yang selama pelatihan memiliki kemampuan maksimal untuk mampu bertindak menangani perjanjian dan mengelola media promosi berupa video yang akan digabungkan dalam sales kit promotion. Berdasarkan analisis situasi yang dipaparkan dan permasalahan yang dihadapi oleh pihak POKDARWIS, maka program ini telah difokuskan pada upaya peningkatan keterampilan pengelola POKDARWIS Tunjung Mekar yang beranggotakan 30 orang yang telah terbagi dalam dua kelompok utama yaitu Kelompok pengelola objek air terjun aling aling dan Kelompok pengelola objek air terjun Cemare di dalam membuat guide book sehingga berguna untuk kepentingan kelompoknya dalam memenuhi kebutuhan informasi wisatawan. Pemberian pelatihan ini hanya akan di ikuti oleh 17 orang anggota POKDARWIS saja, adapun beberapa jumlah anggota yang akan mendapat pelatihan tersebut telah tampak pada table 3.1. Tabel 2.1. Nama Anggota POKDARWIS Tunjung Mekar Peserta P2M No 1 2 3 4 5 Edisi Januari 2014
Nama Komang Roy Prismayudi Putu Bayu Prasetya Putu Puspa Ketut Reksadana Made Sutama
Pendidikan Terakhir SMU SMP SMP SMU SMU 81
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Mudiasta Kadek Pancadana Ketut Sugiarta Dedy Sastrawan Ketut Redana Ketut Sui Eka Budi I Gede Egy Yudha Pratama Putu Alit Juliarta Gede Putrawan Kadek Susila Putu Sony Suryanata Putu Darmawan Sumber: POKDARWIS Tunjung Mekar, 2013.
SMU SMU SMU SMU SMU SMU SMU SMU SMU SMU SMU SMU
3. Hasil dan Pembahasan Lokasi mitra yaitu Kelompok Sadar Wisata POKDARWIS Tunjung Mekar berlokasi di Desa Sambangan terletak di Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng. Desa ini dapat ditempuh dari Denpasar melalui jalur jurusan Bedugul terus melewati Sambangan, terminal Sukasada (terminal Sangket) masuk menuju kebarat menuju ke arah Desa Sambangan, yang ditempuh dalam waktu sekitar 2,5 jam. Program kegiatan pelatihan yang dilakukan merupakan realisasi dari hasil diskusi awal dengan rekan mitra yaitu ketua kelompok POKDARWIS Komang Roy Prismayudi dan wakil ketua Putu Doglas, maka realisasi pada kegiatan awal tim penyelengara datang kelokasi dan berdikusi mengenai aspek aspek yang akan dituangkan dalam buku guide book. Penyelenggaraan kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat melalui pemberian pelatihan\ keterampilan pembuatan guide book pada POKDARWIS di Desa Sambangan telah diselenggrakan oleh ketua beserta tim, yang berasal dari Jurusan Perhotelan jurusan dengan kosentrasi dibidang pariwisata khususnya bagian perencanaan pengembangan ODTW (Nyoman Dini Andiani M.PAR), bersama dua orang anggota pelaksana yaitu Master Linguistik Bahasa Inggris
AA. Ngrh Yudha Martin dan
Prabawati M.Hum. Anggota tim pengusul yang berasal dari disiplin ilmu pariwisata dan ilmu bahasa Inggris telah sangat bersinergi dalam melakukan pelatihan keterampilan penyusunan guide book. Adapun kelengkapan biodata tim pengusul dapat dilihat pada lampiran. Edisi Januari 2014
82
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Pelaksanaan Kegiatan dari awal sosialisasi program, diberikan pada bulan pertama dan bulan kedua, melalui cara awal terlebih dahulu yaitu pemberian pentingnya pemahamann terhadap peningkatan kemampuan dan pemberian informasi yang benar dengan bahasa yang tepat. Serta secara bersama sama terjun ke lokasi untuk melakukan pendataan secara terperinci mengenai data-data yang bisa mendukung pembuatan guide book tersebut. Sedangkan pemberian pembekalan mengenai beberapa hal yang bisa digunakan sebagai bahan dalam penyusunan guide book dari data yang diperoleh telah dilakukan pada bulan ketiga. Penerapan program pelatihan yang telah dirancang telah dilakukan di base camp ataupun kantor POKDARWIS Tunjung Mekar Sendiri, selama penerapan program pelatihan baik yang dilakukan secara bersama sama dalam suatu ruangan, ataupun pada saat observasi di lapangan dalam pengumpulan data yang nantinya akan dimasukan dalam guide book. Pelatihan dalam pembuatan guide book yang sesuai dengan ketentuannya akan didampingi dan diberikan langsung oleh Tim Dosen. Penerapan program pelatihan ini, dilakukan berdasarkan analisis situasi yang dipaparkan dan permasalahan yang dihadapi oleh pihak POKDARWIS, maka program telah difokuskan pada upaya peningkatan kemampuan anggota dan pengelola POKDARWIS Tunjung Mekar yang beranggotakan 30 orang yang telah terbagi dalam dua kelompok utama yaitu Kelompok pengelola objek air terjun aling aling dan Kelompok pengelola objek air terjun Cemare di dalam menggunakan bahasa inggris saat memandu wisatawan dengan adanya guide book yang dihasilkan saat pelatihan. Pemberian pelatihan pembuatan guide book ini hanya dihadiri oleh 15 orang anggota, dan kurang dari rancangan awal sebelumnya yang dirancang akan bisa diikuti oleh 17 orang anggota POKDARWIS. Beberapa penerapan program kerja yang telah dilakukan sesuai dengan rancangan awal pada kegiatan awal tim penyelengara telah datang ke lokasi dan melakukan pengamatan objek, sebagai bahan pembuatan media promosi. Upaya untuk memperkenalkan berbagai objek dan atraksi yang dapat dinikmati oleh wisatawan dan dapat dilakukan di objek akan dituangkan dalam pemetaan yang akan telah di rancang. Selanjutnya ceramah ataupun pembekalan berupa pemahaman mengenai pentingnya teknologi sebagai penunjang pembuatan media promosi telah pula dilakukan, namun Edisi Januari 2014
83
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja tidak sesuai dengan rancangan awal sebelumnya yaitu dilakukan dalam ruang kelas, akan tetapi kegiatan ceramah ini dilakukan di pelataran start area jalur trekking bersama seluruh keanggotaan yang hadir saat itu, alas an pemilihan di ruang terbuka merupakan saran dari ketua POKDARWIS yang baru menjabat, guna meningkatkan rasa kebersamaan, dan menciptakan suasana yang yang lebih santai dan lebih kekeluargaan. Partisipasi mitra yaitu anggota POKDARWIS dalam pelatihan dengan jumlah peserta pelatihan yang menyusut lagi 5 orang, sehingga bukan lagi peserta pelatihan 17 orang, akan tetapi menjadi 15 orang. Tingkat evaluasi keberhasilan kegiatan pelatihan pembuatan guide book yang dilakukan pada kelompok sadar wisata Tunjung Mekar di Desa Sambangan, dari tim pelaksana, telah menganggap bahwa dari proses awal sosialisasi sampai pada tahap penerapan pelatihan, dari anggota POKDARWIS memiliki antusias yang cukup tinggi dalam menyimak serta melakukan tahapan-tahapan pelatihan yang diberikan. Sesuai dengan target luaran yang diharapkan, telah tersususn suatu buku panduan dalam bahasa inggris yang fungsinya untuk memandu wisatawan asing yang di dalamnya berisi tahapan-tahapan percakapan yang mungkin ditanyakan oleh para wisatawan asing, dari percakapan di short treking, medium treking dan long treking, adapun target luaran yang telah dihasilkan tersebut dapat dilihat pada lampiran Pemberian pelatihan penyusunan guide book bagi Kelompok Sadar Wisata Tunjung Mekar,
memerlukan
perhatian
lebih
lanjut.
Adapaun
beberapa
identifikasi
permasalahan yang masih dihadapi mitra, terlepas dari penyusunan guide book antara lain: (a) Kemampuan melakukan promosi baik itu melalui kerjasama dengan industri industri pariwisata lainnya seperti travel agent dan hotel hotel baik itu di kawasan Bali Utara pada khususnya dan Bali pada umumnya masih sangat rendah. Oleh karena hal itu diperlukan pelatihan lebih lanjut mengenai strategi promosi pada masing masing instansi terkait, (b) Belum memiliki pengetahuan tentang pengemasan produk paket wisata alternative. Permasalahan ini muncul karena tingkat kreativitas pihak pengelola belum banyak tertuang dalam menciptakan paket wisata yang menarik, sehingga diperlukan pelatihan mengenai cara menciptakan paket wisata alternative, yang di sesuaikan dengan target market yang akan dituju, (c) Tidak memiliki produk asli daerah yang bisa di gunakan sebagai cendramata. Potensi yang dimiliki berupa hasil bambu ataupun hasil pangan yang ada di Desa Sambangan bisa menghasilkan sesuatu yang Edisi Januari 2014
84
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja bernilai, namun tanpa adanya pelatihan pengembangan usaha dalam menciptakan souvenir bagi desanya, masyarakat Desa Sambangan belum memunculkan jiwa wirausaha dan kreativitasnya, (d) untuk peningkatan jumlah kunjungan wisata, maka POKDARWIS Tunjung Mekar memandang perlu untuk mendapatkan pendampingan dalam penyusunan website, produk website yang dihasilkan nantinya merupakan bagian dari promosi sehingga mampu diakses dari manapun, (e) Manajemen pengelolaan oleh pihak POKDARWIS dalam mengelola sistem pemasukan keuangan dan pengelolaan SDM sama sekali masih belum optimal, sehingga sering terjadi gesekan gesekan dan menyebabkan perselisihan antara anggota, sehingga dalam hal ini untuk kelanjutan program pelu dilakukan pelatihan manejemen keuangan dan manajemen sumber daya manusia. 4. Penutup Penerapan program pelatihan ini, dilakukan berdasarkan analisis situasi yang dipaparkan dan permasalahan yang dihadapi oleh pihak POKDARWIS, maka program telah difokuskan pada upaya peningkatan kemampuan anggota dan pengelola POKDARWIS Tunjung Mekar di dalam menggunakan bahasa inggris saat memandu wisatawan dengan adanya guide book yang dihasilkan saat pelatihan. Tingkat evaluasi keberhasilan kegiatan pelatihan pembuatan guide book, telah menganggap bahwa dari proses awal sosialisasi sampai pada tahap penerapan pelatihan, dari anggota POKDARWIS memiliki antusias yang cukup tinggi dalam menyimak serta melakukan tahapan-tahapan pelatihan yang diberikan. Sesuai dengan target luaran yang diharapkan, telah tersususn suatu buku panduan dalam bahasa inggris yang fungsinya untuk memandu wisatawan asing yang di dalamnya berisi tahapan-tahapan percakapan yang mungkin ditanyakan oleh para wisatawan asing, dari percakapan di short treking, medium treking dan long treking.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2006. Data Monografi Desa dan Kelurahan Sambangan, Kabupaten Buleleng. Dalem, A. A. G. R. 2004a. Merumuskan prinsip-prinsip dan kriteria ekowisata daerah Bali. Jurnal Lingkungan Hidup Bumi Lestari 4 (2) : 86 – 90 Edisi Januari 2014
85
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Dalem, A. A. G. R. 2004b. Ekowisata dan agrowisata. Makalah disampaikan pada penataran Kelompok Sadar Wiasata Denpasar tanggal 25-31 Juli 2004. Sebagian besar isi makalah ini pernah disampaikan dalam seminar ”Dengan Ekowisata Menuju Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan” di Auditorium Universitas Udayana Denpasar, 29 Juni 2002. Kartajaya, Hermawan. 2003. Marketing in Venus. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Kotler, P & Bowen, J.T. & Makens J.C. 2006. Marketing for hospitality and tourism, Pearson Education, Inc., New Jersey. Pendit, Nyoman. 1999. Ilmu Pariwisata sebuah pengantar perdana. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. STP Bali. 2000. Evaluasi Produk Wisata Air Terjun Sambangan Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng Propinsi Bali. STP: Nusa Dua Bali Sudibya, Bagus, 2003, Prospektif Agrowisata dan Ekowisata di Kabupaten Buleleng Propinsi Bali (Makalah ini disampaikan pada Seminar menjadikan Buleleng sebagai Daerah Tujuan Wisata Agrotourisme dan Ekotourisme pada tanggal 25 Agustus 2003).
Edisi Januari 2014
86
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja PELATIHAN PENELITIAN TINDAKAN SEKOLAH MELALUI IMPLEMENTASI REFLECTIVE MODEL PADA PENGAWAS DAN KEPALA SEKOLAH SD DI KECAMATAN BULELENG oleh, Putu Kerti Nitiasih Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Ganesha ABSTRAK Pengabdian Kepada Masyarakat ini bertujuan untuk memberikan pelatihan kepada Pengawas dan Kepala Sekolah di kecamatan Buleleng tentang Penelitian Tindakan Kelas dengan menggunakan model pelatihan Reflektif. Hasil pelatihan ini dapat meningkatkan kemampuan Pengawas dan Kepala Sekolah dalam : (1) menentukan permasalahan- permasalahan sekolah, (2) menemukan cara memperbaiki (treatment) terhadap masalah-masalah yang dihadapi sekolah, (3) menyusun usulan Penelitian Tindakan Sekolah dan melaksanakannya sebagai kegiatan pengembangan profesinya sebagai pengawas dan kepala sekolah. Hasil pengabdian ini dapat Meningkatkan kemampuan Pengawas dan Kepala Sekolah dalam memberikan informasi yang benar dan memotivasi guru untuk mampu melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas sebagai kegiatan pengembangan profesi guru Kata-kata kunci: PTK, reflective model, pengabdian masyarakat ABSTRACT This community Services aimed at giving training to school principals and supervisor of elementary school in Singaraja about Action Research by implementing reflective model. The result of the training could improve the ability of supervisors and school principles in: (1) determining the school problem under their supervision, (2) determining the treatment for the identified problems,(3) designing an action research proposal and implementing the proposal as a part of their proffesionalism as school principals and school supervisors. The result of this cummunity services could also increase the ability of school principals and school supervisors to give appropriate information about action research that finally could motivate them to do a classroom action research for their teaching as a part of their teaching proffesionalism. Key words : action research, reflective model, community services Edisi Januari 2014
87
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja 1. Pendahuluan Salah
satu
peran
dari
seorang pengawas dan kepala sekolah adalah
sebagai agent of change bagi kemajuan sekolah. Untuk melaksanakan
peran
tersebut seorang pengawas harus
untuk
melakukan
penelitian,
memiliki kemampuan
metodologi
sekaligus mengupayakan tindakan untuk memperbaiki
keadaan. Disamping sebagai agent of change, tuntutan sertifikasi menuntut kepala sekolah melakukan Penelitian Tindakan Sekolah. Hasil wawancara dengan peserta pelatihan Kepala Sekolah Madrasah menyatakan bahwa hampir 95 % Kepala Sekolah tidak bisa membuat Penelitian yang cocok untuk seorang Kepala Sekolah serta menulis karya ilmiah. Hasil wawancara ini juga diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Nitiasih (2009) bahwa 85% guru dan 90% kepala sekolah tidak mampu menemukan masalah yang dapat dijadikan penelitian tindakan kelas untuk guru-guru dan penelitian tindakan sekolah untuk Kepala Sekolah dan Pengawas. Kenyataan tersebut disupport oleh hasil dari FGD (Focused group discussion) yang dilakukan oleh Rinjin dkk (2008) dengan para guru, yang mana diperoleh informasi bahwa Guru sesungguhnya sering dikirim oleh pihak sekolah untuk mengikuti pelatihan-pelatihan atau seminar tentang PTK atau topik-topik yang lain demikian juga dengan kepala sekolah sering mengikuti pelatihan PTK, tetapi para guru mengakui bahwa model pelatihan lebih banyak memfokuskan pada kajian teoritis dan kurang penyajian contoh-contoh kongkret sehingga ketika selesai mengikuti pelatihan mereka tidak memahami dengan baik konsep yang telah diajarkan dan ketika kembali ke sekolah
mereka kembali tidak mampu melakukan penelitian. Sejalan dengan hal
tersebut, hasil dari tracer study (Padmadewi, Artini dan Heri Santosa, 2010) juga menyebutkan bahwa para guru memerlukan pelatihan-pelatihan yang menyangkut halhal yang lebih inovatif yang bisa dipakai guru di kelas. Dalam diskusi dengan responden saat itu, juga didapat informasi bahwa model pelatihan yang sering diberikan kepada mereka lebih banyak teoretis dan kurang penyajian contoh kongkret yang aplikatif. Berdasarkan hasil penelitain di atas, kepala sekolah dan pengawas sebagai orang yang HARUS tahu penelitian terutama PTK dan PTS perlu diberikan pelatihan tentang PTS dengan cara yang lebih praktis sehingga mereka mampu menganalisis dan menemukan masalah-masalah yang cocok dipergunakan sebagai masalah penelitian di Edisi Januari 2014
88
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Sekolah. Tujuan utama Penelitian Tindakan Sekolah adalah untuk memecahkan permasalahan nyata yang terjadi di dalam sekolah-sekolah yang berada dalam binaan pengawas sekolah. Kegiatan penelitian ini tidak saja bertujuan untuk memecahkan masalah, tetapi sekaligus mencari jawaban
ilmiah
mengapa
hal
tersebut dapat dipecahkan dengan tindakan yang dilakukan. Secara lebih rinci, tujuan Penelitian Tindakan Sekolah antara lain : (1) meningkatkan mutu isi, masukan, proses, dan hasil pendidikan, manajemen dan pembelajaran, termasuk mutu guru, kepala sekolah, khususnya yang berkaitan dengan tugas
profesional kepengawasan, di sekolah-sekolah yang menjadi
binaannya; (2) meningkatkan kemampuan dan sikap profesional sebagai pengawas sekolah; (3) menumbuhkembangkan
budaya
akademik
di
lingkungan
sekolah
sehingga tercipta sikap proaktif di dalam melakukan perbaikan mutu pendidikan. Ciri khusus dari Penelitian Tindakan Sekolah adalah adanya tindakan (action) yang nyata. Tindakan itu dilakukan pada situasi alami (pada keadaan sebenarnya)
dan
ditujukan
untuk
yang
memecahkan permasalahan-permasalahan
praktis dalam peningkatan mutu proses dan hasil kepengawasan. Dengan melihat hasil penelitian Nitiasih (2010) bahwa model pelatihan ‘Reflective’ mampu meningkatkan kemampuan peserta pelatihan dalam membuat proposal PTK maka merupakan suatu keharusan bila para pengawas dan kepala sekolah SD di kecamatan Banjar diberikan pelatihan Penelitian Tindakan Sekolah dengan cara yang lebih kongkrit yaitu dengan ‘reflective model’ sehingga profesionalisme pengawas dan kepala sekolah tidak TETAP rendah. Reflective model adalah model pelatihan Penelitian Tindakan kelas yang merupakan hasil penelitian Strategis Nasional (Nitiasih, 2009). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa model ini sangat membantu Guru-Guru dalam menganalisis permasalahan permasalahan pembelajaran yang dapat diangkat sebagai masalah dalam PTK serta meningkatkan kemampuan Guru-Guru dalam membuat proposal penelitian dan melaksanakan PTK dalam pembelajaran. Mengingat permasalahan utama dari Pengawas dan Kepala Sekolah adalah rendahnya kemampuan mereka dalam menemukan masalah yang dapat dipergunakan sebagai topik penelitian terutama Penelitian Tindakan Sekolah, perlu dilakukan Pelatihan Penelitian Tindakan Sekolah Edisi Januari 2014
89
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja yang mengimplementasikan ‘Model Reflective’ yang sudah terbukti mampu meningkatkan kemampuan Guru dalam PTK. Dari beberapa model pelatihan yang ada, Model Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas Reflectif ini adalah model yang paling lengkap, karena dalam model pelatihan ini ada proses pemberian received knowledge sehingga guru memiliki pengetahuan yang lengkap tentang Penelitian Tindakan Kelas.Di samping proses tersebut ada juga proses pemberian previous experiential knowledge dimana guru secara langsung diberi kesempatan untuk merefleksi kualitas proses belajar mengajar yang dilakukan seharihari. Dengan menggabungkan kedua pengetahuan tersebut guru mampu mendeteksi masalah pembelajarannya, mendeteksi factor-faktor yang menjadi penyebab masalah tersebut dan selanjutnya guru mampu memilih metode yang tepat untuk menanggulangi permasalahan pembelajaran yang ditemukan Pada akhirnya setelah mengikuti pelatihan dengan model ini, guru mampu membuat proposal Penelitian Tindakan Kelas sendiri tanpa mencontoh yang sudah ada. Dengan kata lain, dengan menggunakan model ini peserta akan mampu mengembangkan dua pengetahuan sekaligus yaitu yang diterima oleh peserta dari instruktur dan pengetahuan praktis yang sudah dimiliki oleh peserta yang berhubungan dengan pekerjaan mereka sendiri. Berdasarkan kedua pengetahuan tersebut, peserta dapat melakukan refleksi dengan baik tentang permasalahan-permasalahan yang dihadapi pada pembelajarannya, mencari faktor-faktor yang menjadi penyebab masalah tersebut melalui refleksi tentang
dan mencari
solusi dari permasalahan.
Model
pelatihan ini dapat digambarkan sebagai berikut : Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kamis 23 Agustus) ditemukan bahwa dari 84 Kepala Sekolah dan 23 Pengawas SD hanya 12 % yang melakukan PTK dengan benar. Sebanyak 52 % membuat PTS sebagai persyaratan kenaikan pangkat dari menyuruhkan dan 36 % menyatakan tidak pernah mengerti apa itu PTS. Berdasarka kenyataan tersebut maslah-masalah yang dihadapi pengawas dan kepala sekolah dapat diidentifikasi sbg berikut : (1) Rendahnya kemampuan Pengawas dan Kepala Sekolah dalam menemukan dan menentukan permasalahan- permasalahn sekolah yang dapat dipergunakan sebagai masalah PTS, (2) Rendahnya kemampuan Pengawas dan Kepala Sekolah dalam menemukan cara Edisi Januari 2014
90
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja memperbaiki (treatment) terhadap masalah-masalah yang dihadapi sekolah, (3) Rendahnya kemampuan Pengawas dan Kepala Sekolah dalam menyusun Penelitian
Tindakan
Sekolah
dan
melaksanakannya
sebagai
usulan kegiatan
pengembangan profesinya sebagai pengawas dan kepala sekolah. Berdasarkan permasalahan diatas Rumusan Masalah Pengabdian Masyarakat ini adalah : Apakah Kemampuan Pengawas dan Kepala Sekolah dalam menyusun
usulan
Penelitian
Tindakan Sekolah dapat ditingkatkan melalui Pelatihan PTS dengan ‘Reflective Model’? Berdasarkan permasalahan yang dihadadapi oleh Pengawas dan Kepala Sekolah seperti yang disampaikan di atas, maka tujuan kegiatan ini adalah Memberikan Pelatihan Penelitian Tindakan Sekolah yang dapat : (1) Meningkatkan kemampuan Pengawas dan Kepala Sekolah dalam menemukan dan menentukan permasalahanpermasalahan sekolah yang dapat dipergunakan sebagai masalah PTS,
(2)
Meningkatkan kemampuan Pengawas dan Kepala Sekolah dalam menemukan cara memperbaiki (treatment) terhadap masalah-masalah yang dihadapi sekolah, (3) Meningkatkan kemampuan Pengawas dan Kepala Sekolah dalam menyusun Penelitian
Tindakan
Sekolah
dan
melaksanakannya
sebagai
usulan kegiatan
pengembangan profesinya sebagai pengawas dan kepala sekolah, (4) Meningkatkan kemampuan Pengawas dan Kepala Sekolah dalam melaksanakan dan melaporkan hasil penelitiannya, dan (5) Meningkatkan kemampuan Pengawas dan Kepala Sekolah dalam
memberikan informasi yang benar dan memotivasi guru untuk mampu
melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas sebagai kegiatan pengembangan profesi guru. Hasil Kegiatan pengabdian pada masyarakat ini akan memberikan kontribusi positif dalam meningkatkan profesionalisme Pengawas dan Kepala sekolah di kecamatan Banjar. Secara lebih eksplisit manfaat kegiatan ini adalah sebagai berikut: (a) Pengawas dan Kepala Sekolah yang terlibat dalam kegiatan pelatihan ini memperoleh wawasan tentang : (1) bagaimana menemukan dan menentukan masalah-masalah sekolah yang dapat dipergunakan sebagai masalah PTS; (2) bagaimana menemukan cara memperbaiki (treatment) terhadap masalah-masalah yang dihadapi sekolah; (3) bagaimana menyusun
usulan Penelitian Tindakan Sekolah dan melaksanakannya
sebagai kegiatan pengembangan profesinya sebagai pengawas dan kepala sekolah, Edisi Januari 2014
91
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja (c) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan memperoleh peluang untuk memiliki SDM (pengawas dan Kepala sekolah) yang berkualitas dan profesional, dan (d) Staf Dosen Universitas Pendidikan Ganesha dapat mengimplementasikan hasil penelitian yang dilakukan. Secara umum
Staf Dosen Universitas Pendidikan Ganesha dapat
melaksanakan salah satu darma dari tri dharma Perguruan Tinggi yaitu Pengabdian Pada Masyarakat. Secara umum, tujuan pengabdian pada masyarakat (P2M) ini adalah untuk meningkatkan profesionalisme Pengawas dan Kepala Sekolah dalam merancang dan melaksanakan Penelitian Tindakan Sekolah. Sehubungan dengan hal tersebut, khalayak sasaran strategis dan tepat dilibatkan adalah seluruh pengawas SD dan kepala Sekolah SD di Kecamatan Buleleng yang berjumlah 40 orang. Pemilihan kecamatan Banjar sebagai sasaran mengingat kecamatan Buleleng
dipergunakan sebagai model bagi
kecamatan-kecamatan lainnya.
2. Metode Pelaksanaan Pengabdian Bentuk aktivitas menggunakan strategi
pelatihan (training). Tahapan-tahapan
aktivitas secara umum yaitu: penyemaian informasi (encoding), pengintegrasian informasi menjadi suatu pemahaman (decoding), perekaman informasi (storing), dan pembelajaran informasi (learning). Seluruh aktivitas tersebut dirancang bersama-sama dan dilakukan dalam situasi informal dengan melakukan pelatihan dan pendampingan terhadap pengawas dan kepala sekolah SD di kecamatan Banjar. Secara lebih spesifik sintaks pelatihan dengan model reflektif ini dapat dilihat dalam bagain berikut: Fase 1. Receive knowledge (pemberian informasi)
1.
2.
3. 2. Previous 1. experiencial knowledge (refleksi)
Edisi Januari 2014
Aktivitas Trainer Menyampaikan materi dengan 1. gabungan metode ceramah, dan jig saw Ada beberapa materi yang diberikan 2. dengan jig-saw yang mengharuskan pembentukan kelompok Pemberian model PTS
Trainee Mendengarkan dan memperhatikan materi yang disampaikan Membentuk kelompok dan mengerjakan pelatihan sesuai dengan instruksi untuk pelaksanaan jig-saw
Meminta peserta untuk merefleksi pembelajarannya terutama pada aspek-aspek : permasalahan, sumber
Melakukan refleksi terhadap masalah pembelajaran yang dihadapi di kelasnya, penyebab
1.
92
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja 2.
3. Practice a. Praktik penyusunan proposal b.Presentasi proposal c. Presentasi cara pemecahan masalah
4. Reflect (refleksi)
5. Proffesional Competence Perbaikan proposal yg menunjukkan kompetensi profesional guru
masalah dan cara pemecahan masalah Meminta peserta pelatihan menuliskannya dalam pendahuluan
1. Melatih menyusun bagian perbagian dari sebuah proposal 2. Meminta peserta untuk mempresentasikan hanya bagian penting dari proposal: masalah, latar belakang masalah dan cara pemecahan masalah. 3. Meminta peserta untuk melakukan simulasi tentang metode, strategi pembelajaran atau cara evaluasi yang dipergunakan sebagai cara pemecahan masalah 1. Meminta peserta melakukan refleksi terhadap proposal yang sudah dibuat 2. Meminta peserta melakukan refleksi terhadap kemungkinan dampak dari cara pemecahan masalah yang disimulasikan Menilai proposal yang sudah dihasilkan oleh guru
masalah tersebut dan cara pemecahan masalahnya 2. Menuliskan dalam pendahuluan dari proposal masing-masing 1. Melatih menyusun bagian perbagian dari sebuah proposal 2. Mempresentasikan hanya bagian penting dari proposal: masalah, latar belakang masalah dan cara pemecahan masalah. 3. Melakukan simulasi tentang metode, strategi pembelajaran atau cara evaluasi yang dipergunakan sebagai cara pemecahan masalah 1. Melakukan refleksi terhadap proposal yang sudah dibuat 2. Melakukan refleksi terhadap kemungkinan dampak dari cara pemecahan masalah yang disimulasikan Mencermati hasil penilaian, merefleksi dan melakukan perbaikan
Gambar 3. Sintaks pelaksanaan pelatihan dengan model ‘Reflective’ 3. Hasil dan Pembahasan Hasil evaluasi yang dilakukan oleh Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah menunjukkan bahwa sosialisasi dan pelatihan yang selama ini biasa dilaksanakan belum mampu meningkatkan kemampuan para pengawas dan kepala sekolah dalam penelitian dan pengembangan. Hal tersebut ternyata benar karena dari hasil pre test yang dilaksanakan pada kegiatan P2M ini menunjukkan 55 % peserta mengatakan pernah melakukan penelitian namun 97 dari 55% tersebut mengatakan tidak tau jenis penelitian apa yang dilakukan, dan 100 % peserta yang pernah melakukan penelitian menyatakan penelitian yang dilakukan hanya untuk persyaratan kenaikan pangkat, 20 % peserta mengatakan pernah mendengar tentang penelitian tindakan sekolah dan 80%
Edisi Januari 2014
93
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja mengatakan tidak pernah mendengar ttg PTS, 100% mengatakan belum pernah melakukan PTS. Dari permasalahan tersebut selanjutnya dilaksanakan Pelatihan Penelitian Tindakan Sekolah dengan menggunakan model Reflective. Dalam pelaksanaan pelatihan dilaksanakan observasi yang menunjukkan bahwa ketekunan mendengarkan ceramah dari peserta atas materi yang disampaikan ada pada kategori 5 (sangat serius), Dalam melaksanakan kegiatan dilakukan pula beberapa teknik pelatihan yaitu jig saw. Keseriusan dalam melakukan jig saw yang diminta dilakukan oleh peserta juga menunjukkan angka 5 yaitu sangat serius.
Keseriusan dalam melakukan refleksi
terhadap permasalahan yang dialami di sekolah menunjukkan angka 4 (serius). Hal ini ditunjukkan dgn banyaknya jumlah permasalahan yang dapat diidentifikasi dalam diskusi yang dilakukan. Selanjutnya kejujuran dalam mengemukakan permasalahan yang dialami di sekolah masing-masing ada dalam kategori 3 yaitu cukup serius. Hal ini ditunjukkan berdasarkan permasalahan yang dibuat yang lebih banyak menunjukan permasalahan yang disebabkan oleh guru dan bukan permasalahan peserta sebagai pengawas dan kepala sekolah. Kegiatan memilih masalah yang urgen untuk dilaksanakan menunjukkan angka 4 yaitu ada pada kategori serius. Dalam hal ini peserta sudah mampu mengidentifikasi mana masalah yang urgen dan bisa dipergunakan sebagai penelitian tindakan sekolah dan mana yang tidak bisa dipergunakan untuk PTS. Tanggung jawab dalam melakukan diskusi untuk memilih metode yang sesuai untuk memecahkan masalah yang dialami oleh kepala sekolah dan pengawas menunjukan angka 5 yang ada pada kategori sangat serius. Hasil observasi dalam tahapan ini dilihat dari keseriusan peserta dalam mencari cara pemecahan masalah terhadap masalah yang diidentifikasi. Tanggungjawab untuk menyelesaikan proposal penelitian menunjukan angka 4 (serius) dan keseriusan dalam menulis proposal penelitian ada pada kategori sangat serius. Hasil diatas disebabkan karena para guru merasa sangat perlu dengan pengetahuan tentang PTS. Mereka diberikan pengertian bahwa tujuan utama Penelitian Tindakan Sekolah adalah untuk memecahkan permasalahan nyata yang terjadi di dalam sekolah-sekolah yang berada dalam binaan pengawas sekolah. Kegiatan penelitian ini tidak saja bertujuan untuk
Edisi Januari 2014
94
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja memecahkan masalah, tetapi sekaligus mencari jawaban
ilmiah
mengapa
hal
tersebut dapat dipecahkan dengan tindakan yang dilakukan. Secara lebih rinci, tujuan Penelitian Tindakan Sekolah antara lain : (1) meningkatkan mutu isi, masukan, proses, dan hasil pendidikan, manajemen dan pembelajaran, termasuk mutu guru, kepala sekolah, khususnya yang berkaitan dengan tugas
profesional kepengawasan, di sekolah-sekolah yang menjadi
binaannya; (2) meningkatkan kemampuan dan sikap profesional sebagai pengawas sekolah; (3) menumbuhkembangkan
budaya
akademik
di
lingkungan
sekolah
sehingga tercipta sikap proaktif di dalam melakukan perbaikan mutu pendidikan. Keseriusan tersebut juga disebabkan oleh pengertian yang diperoleh bahwa Penelitian Tindakan Sekolah memerlukan adanya tindakan (action) yang nyata. Tindakan itu dilakukan pada situasi alami (pada keadaan yang sebenarnya) dan ditujukan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan praktis dalam peningkatan mutu proses dan hasil kepengawasan. Hasil dari kesriusan mereka dapat dilihat dari penilaian atas produk pelatihan berupa proposal Penelitian Tindakan Sekolah sebagai berikut : 1) dalam mengidentifikasi kemampuan rata rata peserta adalah 87, 2) dalam menentukan masalah penelitian rerata kemampuan peserta adalah 92. Hal ini merupakan kemajuan luar biasa karena peserta mengetahui mana masalah – masalah yang bisa dipergunakan untuk penelitian. Kemampuan yang lebih baik juga ditunjukkan oleh peserta dalam menentukan sumber masalah yang ada, kebanyakan dari mereka lebih banyak menyalahkan guru dibandingkan menilai diri sendiri. Kemampuan yang paling rendah dari peserta adalah dalam menentukan bukti pendukung untuk masalah penelitian. Penentuan cara pemecahan masalah menunjukkan kemampuan yang baik yaitu 80. Karena kurangnya informasi terhadap teori-teori pembelajaran dan management, kemampuan peserta menulis teori-teori yang relevan juga tidak terlalu baik. Namun pembuatan metode peneltian (termasuk penentuan setting penelitian, subyek penelitian, prosedur penelitian) menunjukkan kemampuan yang sangat baik yaitu 90.Kemampuan dalam metodologi ini jelas sangat mendukung pelaksanaan penelitian nantinya.
Edisi Januari 2014
95
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja 4. Penutup Berdasarkan hasil kegiatan dapat disimpulkan bahwa : (1) Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas dengan menggunakan reflective model dapat meningkatkan kemampuan Pengawas dan Kepala Sekolah dalam menemukan dan menentukan permasalahan- permasalahan sekolah yang dapat dipergunakan sebagai masalah PTS, (2) Pelatihan Penelitian Tindakan Sekolah dengan menggunakan ‘Reflective Model’ dapat meningkatkan kemampuan Pengawas dan Kepala Sekolah dalam menemukan cara memperbaiki (treatment) terhadap masalah-masalah yang dihadapi sekolah, (3) Pelatihan Penelitian Tindakan Sekolah dengan menggunakan ‘Reflective Model’ dapat meningkatkan kemampuan Pengawas dan Kepala Sekolah dalam menyusun Penelitian
Tindakan
Sekolah
dan
melaksanakannya
sebagai
usulan kegiatan
pengembangan profesinya sebagai pengawas dan kepala sekolah, (4) Pelatihan Penelitian Tindakan Sekolah dengan menggunakan ‘Reflective Model’ dapat meningkatkan kemampuan Pengawas dan Kepala Sekolah dalam melaksanakan dan melaporkan hasil penelitiannya, (5) Pelatihan Penelitian Tindakan Sekolah dengan menggunakan reflective model dapat meningkatkan kemampuan Pengawas dan Kepala Sekolah dalam
memberikan informasi yang benar dan memotivasi guru untuk
mampu melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas sebagai kegiatan pengembangan profesi guru. DAFTAR PUSTAKA Killen, Roy. 1998. Effective Teaching Strategies. Katoomba NSW: Social Science Press Nitiasih, Putu Kerti, 2010. Model Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas Reflektif Berbasis Kompetensi (PTK-RBK) Untuk Meningkatkan Profesionalisme Guru di Provinsi Bali. Hasil Penelitian yang tidak dipublikasikan. Padmadewi, Ni Nyoman; Artini, Luh Putu; Heri santosa, Made.2008. Studi Penelusuran Alumni tentang Relevansi Kurikulum dengan Kebutuhan Pekerjaan Guru di Sekolah. Hasil penelitian yang tidak dipublikasikan. Rindjin, Sarna, Padmadewi. 2006. Diagnosis Masalah Pembelajaran (Makalah disampaikan dalam Focused Group Discussion antar Guru-Guru SD, SMP se Kabupaten Banjar tanggal 21 Oktober 2006.
Edisi Januari 2014
96
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Rinjin, Nitiasih, Permasalahan-permasalahan dalam pembelajaran (Makalah disampaikan dalam Focused Group Discussion antar Guru-Guru SD, SMP seKabupaten Banjar tahun 2006. Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung, Alfabetha Bandung Tantra, Dewa Komang. 2005. Penelitian Tindakan Kelas (Makalah disampaikan dalam Workshop Menumbuhkan Komitmen Guru dan Pegawai SMA Negeri 4 Denpasar tanggal 3 Januari 2005). Tantra, D.K. 2005. Peningkatan Profesionalisme Guru dengan Paradigma Baru ( makalah disampaikan dalam workshop menumbuhkan komitmen guru dan pegawai SMA Negeri 3 Denpasar, pada tanggal 3 Januari 2005).
Edisi Januari 2014
97
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja PELATIHAN DAN PENDAMPINGAN PENYUSUNAN RPP BERMUATAN KEBUDAYAAN LOKAL DAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA UNTUK GURU-GURU SEKOLAH DASAR DI GUGUS II KECAMATAN TEJAKULA oleh, Putu Nanci Riastini Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha ABSTRAK Tujuan pengabdian kepada masyarakat ini adalah untuk meningkatkan kemampuan guru-guru sekolah dasar di Gugus II Kecamatan Tejakula dalam penyusunan perangkat pembelajaran bermuatan kebudayaan lokal untuk pendidikan karakter bangsa melalui kegiatan pelatihan dan pendampingan dan untuk meningkatkan keterampilan guru-guru sekolah dasar di Gugus II Kecamatan Tejakula dalam mengimplementasikan perangkat pembelajaran bermuatan kebudayaan lokal untuk pendidikan karakter bangsa melalui kegiatan pendampingan. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah pelatihan penyusunan perangkat pembelajaran berbasis kebudayaan lokal untuk pendidikan karakter bangsa bagi guru-guru Gugus II Kecamatan Tejakula, dan pendampingan yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan. Metode-metode yang digunakan adalah metode pelatihan dan metode pembinaan serta pendampingan. Hasil kegiatan ini adalah 1) terjadinya peningkatan kemampuan guru-guru sekolah dasar di Gugus II Kecamatan Tejakula dalam penyusunan perangkat pembelajaran bermuatan kebudayaan lokal untuk pendidikan karakter bangsa setelah diberikan pelatihan dan pendampingan. Persentase keberhasilan kegiatan adalah 90%, dan 2) terjadinya peningkatan keterampilan guruguru sekolah dasar di Gugus II Kecamatan Tejakula dalam mengimplementasikan perangkat pembelajaran bermuatan kebudayaan lokal untuk pendidikan karakter bangsa setelah diberikan pendampingan. Persentase keberhasilan kegiatan adalah 90%. Kata-kata kunci: kebudayaan lokal, karakter bangsa ABSTRACT The aims of the community services were to increase the ability of teacher in Gugus II Kecamatan Tejakula to arrange lesson plan with local culture for character education through drill and peer teaching and to increase the skill of teacher in Gugus II Kecamatan Tejakula to do the lesson plan through peer teaching. All kinds of works Edisi Januari 2014
98
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja were drill of lesson plan arrangement with local culture for character education and peer teaching step by step and continue. The methods were drill method and peer teaching. The results are 1) there is 90% raising ability of teacher of Gugus II Kecamatan Tejakula to arrange lesson plan with local culture for character education and 2) there is 90% raising skill to do the lesson plan. Keywords: local culture, nationality character 1. Pendahuluan Pembelajaran berbasis kearifan lokal menjadi salah satu ciri-ciri paradigma baru pendidikan nasional yang telah diamanatkan dalam UU RI No. 20 Tahun 2003. Pada BAB X pasal 36 ayat 2 dituliskan bahwa “Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik”. Dukungan terhadap pembelajaran berbasis kearifan lokal juga tampak pada pasal 37 ayat 1 butir j, yang menyatakan bahwa “kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat muatan lokal”. Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut, mengisyaratkan bahwa pembelajaran memang sangat perlu dikaitkan dengan kearifan lokal sebagai bentuk amanat desentralisasi pendidikan. Pendidikan merupakan sebuah proses penanaman nilai-nilai luhur, yang salah satunya bersumber dari kearifan lokal. Nilai-nilai yang telah diwariskan secara turun temurun tersebut sangat sarat dengan nilai-nilai luhur. Nilainilai inilah yang berfungsi untuk membentuk karakter anak bangsa yang berahlak mulia. Jika anak telah berkarakter mulia maka mereka akan berprilaku sesuai norma dan mampu menyaring kebudayaan asing yang masuk ke Indonesia. Namun sayangnya, generasi muda bangsa Indonesia saat ini tidak memiliki kemampuan menyaring kebudayaan asing yang masuk ke Indonesia. Perkembangan peradaban menyeret mereka untuk tidak lagi mengenal budaya nenek moyangnya, bahkan mengalami kebanjiran budaya asing pada dirinya, Akibatnya, mereka mengalami kebingungan dengan budayanya sendiri maupun budaya baru yang membanjirinya. Hal inilah yang menjadi penyebab lunturnya karakter bangsa pada generasi muda, seperti budaya gotong royong, ramah, sopan santun, berbudi pekerti luhur, dan religius.
Edisi Januari 2014
99
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Berdasarkan kenyataan tersebut, pembentukan karakter anak harus dilakukan sejak dini melalui pendidikan karakter, baik di lingkungan keluarga, masyarakat, maupun lingkungan sekolah. Di lingkungan sekolah, guru menjadi pelaku penting di sekolah dalam pembentukan karakter anak didiknya. Begitu pentingnya tugas yang diemban guru untuk membentuk karakter anak didiknya, maka guru harus meningkatkan kompetensi yang dimilikinya. Kompetensi yang dimaksud tidak hanya kompetensi kepribadian, sosial, maupun professional yang harus menjadi panutan bagi anak didik, tetapi kompetensi pedagogiknya
pula
dalam
mengelola
pembelajaran
untuk
pembentukan karakter. Guru harus mampu menggali dan menggunakan potensi-potensi lokal untuk pendidikan karakter bangsa dalam pembelajaran di sekolah. Jika kompetensi guru ini telah dikuasai, maka pembentukan karakter bangsa pada anak didik yang bersumber dari kearifan lokal akan dapat tercapai. Kecamatan Tejakula memiliki beberapa gugus sekolah dasar, yang salah satunya adalah gugus II Kecamatan Tejakula. Gugus II Kecamatan Tejakula terdiri dari 9 sekolah yang ada di daerah Penuktukan dan Les, 4 sekolah ada di desa Penuktukan dan 5 sekolah ada di desa Les. Jumlah guru yang sudah PNS di gugus tersebut adalah 45 orang, yang mana 90% dari guru-guru di sekolah tersebut telah berpendidikan S1. Mereka berusia sekitar 20-50 tahun dengan tempat tinggal di daerah Les dan Penuktukan (Data Gugus II Kecamatan Tejakula). Jauhnya tempat tinggal dari pusat kabupaten menyebabkan arus informasi tidak terlalu cepat sampai di sekolah. Beberapa ketertinggalan yang disampaikan oleh guru-guru, diantaranya kemajuan komputer dan internet, perkembangan-perkembangan informasi pembelajaran, termasuk perangkat pembelajaran bermuatan kearifan lokal ataupun pendidikan karakter bangsa. Mereka mengakui hanya menulis karakter bangsa dalam perangkat pembelajaran, namun belum dapat merealisasikannya. Mereka juga kebingungan untuk memilih, menggunakan, dan mengimplementasikan hal-hal di daerah sekitar siswa untuk menanamkan nilai-nilai karakter yang ditulis, padahal banyak potensi kebudayaan lokal yang ada di Tejakula. Kecamatan Tejakula berada di wilayah timur kabupaten Buleleng, sekitar 45 km dari pusat kota Buleleng. Daerah ini memiliki banyak potensi daerah yang sangat cocok untuk diintegrasikan dalam pembelajaran untuk pendidikan karakter bangsa. Sebagai contoh, di desa Sembiran masih mempertahankan sisi kehidupan upacara dan tatanan Edisi Januari 2014
100
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja perkampungan tertua abad Megalithic walaupun arus perkembangan teknologi telah membanjiri wilayah tersebut. Berdasarkan hal tersebut, terlihat bahwa masih tampak jelas pengamalan karakter bangsa yang berupa nilai religius, disiplin, tanggung jawab, dan cinta terhadap lingkungan. Kearifan lokal yang memuat karakter bangsa seperti itu patut dikembangkan dalam pembelajaran, terutama di sekolah dasar. Rendahnya pemahaman para guru tentang perangkat pembelajaran bermuatan kearifan lokal untuk pendidikan karakter bangsa tidak sepenuhnya kesalahan para guru. Faktor lain yang juga menjadi penyebab adalah kegiatan pengarahan yang diberikan belum ada yang berkaitan dengan kesulitan yang dialami. Pelatihan-pelatihan yang pernah diberikan terbatas pada strategi pembelajaran IPA, strategi pembelajaran Matematika, dan pembelajaran tematik. Akibatnya, mereka merasa tidak mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tentang perangkat pembelajaran bermuatan kearifan lokal untuk pendidikan karakter bangsa. Permasalahan-permasalahan tersebut membuat mereka berharap begitu besar untuk mendapatkan kegiatan pembekalan atau sejenisnya untuk mengatasi ketidakpahamannya (hasil wawancara terhadap beberapa guru, Agustus 2012). Berdasarkan uraian di atas, para guru sekolah dasar di gugus II Kecamatan Tejakula memerlukan sebuah pelatihan dan pendampingan secara berkesinambungan untuk mengatasi permasalahan mereka. Hal ini sangat perlu dilakukan agar para guru dapat memenuhi tugas dan tanggungjawabnya untuk mencerdaskan anak bangsa sesuai tuntutan yang ada pada UU No. 20 Tahun 2003. Kegiatan pelatihan dan pendampingan dalam penyusunan dan implementasi ini juga bertujuan agar guru-guru gugus II Tejakula dapat memahami, menyusun, dan mengimplementasikannya secara mandiri. Dengan demikian, kegiatan pelatihan dan pendampingan ini akan dapat meningkatkan kompetensi seorang guru dan terbentuknya karakter bangsa pada diri siswa.
2. Metode Pelaksanaan Kegiatan Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi, maka dilakukan beberapa kegiatan. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah pelatihan penyusunan perangkat pembelajaran berbasis kebudayaan lokal untuk pendidikan karakter bangsa bagi guru-guru Gugus II Kecamatan Tejakula, dan pendampingan yang dilakukan secara bertahap dan Edisi Januari 2014
101
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja berkelanjutan. Metode pelatihan digunakan untuk melatih mitra dalam menyusun perangkat pembelajaran berbasis kebudayaan lokal untuk pendidikan karakter bangsa. Selanjutnya, pendampingan digunakan sebagai langkah monitoring pasca pelatihan dan mendampingi kegiatan agar dapat berlanjut. Peningkatan pemahaman, kemampuan, dan keterampilan guru-guru sekolah dasar Gugus II Kecamatan Tejakula untuk menyusun dan mengimplementasikan perangkat pembelajaran bermuatan kebudayaan lokal untuk pendidikan karakter bangsa dilakukan dengan metode-metode berikut. (1) Metode ceramah, diskusi, tanya jawab, dan praktik digunakan dalam kegiatan pelatihan penyusunan perangkat pembelajaran bermuatan kebudayaan lokal untuk pendidikan karakter bangsa. Metode-metode ini digunakan untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan para guru tentang penyusunan perangkat pembelajaran bermuatan kebudayaan lokal untuk pendidikan karakter bangsa. (2) Metode drill digunakan dalam proses pendampingan penyusunan dan implementasi perangkat pembelajaran bermuatan kebudayaan lokal untuk pendidikan karakter bangsa.
3. Hasil dan Pembahasan Kegiatan
pengabdian
kepada
masyarakat
dalam
bentuk
Pelatihan
dan
Pendampingan Penyusunan RPP Bermuatan Kebudayaan Lokal dan Pendidikan Karakter Bangsa Untuk Guru-Guru Sekolah Dasar di Gugus II Kecamatan Tejakula dilaksanakan dalam 2 jenis kegiatan. Berdasarkan hasil observasi penyusunan rancangan RPP, 90% peserta memahami langkah-langkah penyusunan RPP bermuatan kebudayaan lokal untuk pendidikan karakter bangsa. Peserta juga menyatakan bahwa penyajian materi dari tim pelaksana sangat baik dan jelas. Mengacu pada kegiatan pendampingan, 90% peserta telah menghasilkan RPP bermuatan kebudayaan lokal untuk pendidikan karakter bangsa. Berdasarkan keberhasilan kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang telah dicapai, namun masih terdapat beberapa hal yang masih perlu mendapat perhatian. Beberapa hal tersebut adalah kesadaran dan motivasi para guru untuk menyelesaikan tugas dengan baik, keterampilan penggunaan Microsoft Word, dan kemampuan menyusun instrumen penilaian. Upaya perbaikan yang dapat dilakukan adalah pelatihan keterampilan pengunaan Microsoft Word, pelatihan penyusunan instrumen penilaian, Edisi Januari 2014
102
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja dan mendatangkan motivator untuk memberikan arahan pada para guru agar motivasi kerja mereka meningkat, 4. Penutup Kesimpulan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah 1) terjadinya peningkatan kemampuan guru-guru sekolah dasar di Gugus II Kecamatan Tejakula dalam penyusunan perangkat pembelajaran bermuatan kebudayaan lokal untuk pendidikan karakter bangsa setelah diberikan pelatihan dan pendampingan. Persentase keberhasilan kegiatan adalah 90%, dan 2) terjadinya peningkatan keterampilan guruguru sekolah dasar di Gugus II Kecamatan Tejakula dalam mengimplementasikan perangkat pembelajaran bermuatan kebudayaan lokal untuk pendidikan karakter bangsa setelah diberikan pendampingan. Persentase keberhasilan kegiatan adalah 90%. . DAFTAR PUSTAKA Buku Data Personalia Gugus II Kecamatan Tejakula UU No. 20 Tahun 2003. www.mandikdasmen.depdiknas.go.id (diakses tanggal 20 Agustus 2012)
Edisi Januari 2014
103
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja DESA BINAAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL TRI HITA KARANA DI DESA PEMUTERAN KECAMATAN GEROKGAK KABUPATEN BULELENG oleh, I Wayan Mudana Fakultas Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha ABSTRAK Pengabdian Kepada masyarakat ini bertujuan untuk (1) meningkatkan wawasan aparat desa dalam berkolaborasi dengan kelompok masyarakat ekonomi, politik dan sipil, (2) meningkatkan pengetahaun dan keterampilan ibu-ibu PKK di Desa Pemuteran dalam mengolah ikan hasil tangkapan, (3) meningkatkan pengetahaun dan keterampilan ibuibu PKK di Desa Pemuteran dalam mengolah ubi ketela pohon dalam membuat beraneka kue kukus, dan (4) meningkatkan wawasan aparat desa, ibu-ibu PKK dan anggota masyarakat tentang pariwisata dan pelestarian lingkungan. Kegiatan ini dilaksanakan dengan metode ceramah, diskusi dan pelatihan. Melalui kegiatan ini dihasilkan peningkatan pengetahuan aparat desa dalam mengembangkan kolaborasi dengan kelompok masyarakat lainnya seperti masyarakat politik, ekonomi dan sipil, peningkatan pengetahuan dan keterampilan aparat desa dan Ibu-Ibu PKK dalam pengembangan pariwisata dan kelestarian lingkungan, peningkatan wawasan dan keterampilan ibu-ibu PKK pembuatan bakso, nugget dan bolu kukus pelangi. Kata-kata kunci: desa binaan, kearifan lokal, desa pemuteran ABSTRACT The social service society aims to (1) improve the knowledge of village officials in collaboration with community groups economic, political and civic, (2) increase knowledge and skills of the PKK in the village of Pemuteran in processing the fish, (3) improve skills and knowledge of PKK group in the village of Pemuteran in processing cassava tubers in making various steamed cake, and (4) improve the knowledge of village officials, the PKK group and members of the public about tourism and environmental preservation. This activity is carried out by the method of lecture, discussion and training. Through these activities produced an increase in knowledge of village officials in developing collaboration with other community groups such as political society, economy and civil, increased knowledge and skills of village officials and PKK group in tourism development and environmental sustainability, increase knowledge and skills PKK manufacture meatballs, nuggets and steamed sponge rainbow. Key words: guided village, local wisdom, pemuteran village Edisi Januari 2014
104
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja 1. Pendahuluan Desa Pemuteran merupakan salah satu Desa tua yang berada di daerah pesisir Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng. Penduduk di Desa Pemuteran berjumlah 9.697 orang, yang terdiri atas 4.753 laki-laki dan 4.944 perempuan dengan jumlah kepala keluarga 2.603 KK. Mata pencaharian penduduk sebagian besar sebagai petani termasuk nelayan (58%), buruh (6 %), PNS (0,86%), TNI (0, 14%), Polri (1,20%), pegawai swasta (13,26), pedagang (4,02 %), pertukangan ( 2,52%), belum bekerja (14 %). Di Desa Pemuteran
terdapat 2 kelompok nelayan, 5 kelompok peternakan, 1
kelompok wisata bahari, 1 LSM karang Lestari, dan 1 Yayasan Anak Pemuteran. Dalam sepuluh terakhir, Desa Pemuteran di samping sebagai desa pertanian, dan nelayan juga terus berkembang menjadi desa wisata, hal ini
dilihat dari semakin
berkembangnya pasilitas kepariwisataan. Pengembangan kepariwisataan, di Desa ini tentu akan berdampak terhadap kehidupan sosial dan kelestarian lingkungan. Sehubungan dengan hal itu perlu diupayakan pengembangan wawasan pelestarian lingkungan dan keperiwisataan. Sehingga pengembangan usaha produktif masyarakat selalu memperhatikan keseimbangan lingkungan sehingga terbina keharmonisan hubungan manusia dengan tuhan dan manusia dengan lingkungan. Menjaga keharmonisan hubungan ini sebagai salah satu aplikasi dari konsep Tri Hita Karana yang merupakan kearifan lokal Bali yang perlu terus dipelihara dan lestarikan. Di samping itu dengan keberadaan Desa Pemuteran yang sebagian masyarakatnya sebagai nelayan perlu kiranya diupayakan kegiatan pelatihan pengolahan ikan bagi anggota PKK Desa Pemuteran. Pentingnya upaya-upaya tersebut juga terkait dengan hasil observasi dan wawancara dengan aparat desa, dan tokoh masyarakat setempat, yang pada prinsipnya menyatakan perlunya upaya pendalaman penguatan kelembagaan desa, khususnya
terkait
dengan
berkolaborasi
dengan
berbagai
pihak,
wawasan
kepariwisataan, lingkungan dan pengembangan kuliner berbasis potensi lokal. Berdasarkan uraian di atas, maka pada kegiatan pengabdian masyarakat pada tahun ini akan difokuskan pada penanganan permasalahan pariwisata, lingkungan, penguatan kelembagaan desa, dan pelatihan pengolahan ikan dan ubi ketela pohon.
Edisi Januari 2014
105
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja 2. Metoda Pelaksanaan Pengabdian Khalayak yang dijadikan sasaran pada kegiatan P2M ini adalah aparat desa, masyarakat desa, khususnya Ibu-ibu PKK di Desa Pemuteran . Masalah pokok yang akan dipecahkan dalam P2M ini berkaitan dengan kekurang pahaman aparat desa terhadap pentingnya kolaborasi dengan masyarakat ekonomi, politik, dan sipil, kekurang pahaman terhadap pengembangan kepariwisataan dan pelestarian lingkungan. Demikian juga dengan ibu-ibu PKK di Desa Pemuteran
yang kurang memiliki
pengetahuan dan keterampilan dalam membuat bakso, nugget, dan bolu kukus pelang, serta kekurang pahaman terhadap pengembangan kepariwisataan dan pelestarian lingkungan. Berbagai alternatif untuk memecahkan permasalahan tersebut disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Alternatif Pemecahan Masalah No.
Permasalahan
Akar Masalah
1.
Aparat Desa kurang memahami pentingnya Pemuteran kurang memahami berkolaborasi dengan klp masyarakat eko, pol, dan sipil, serta pengembangan pariwisata dan pentingnya pelestarian lingkungan Ibu-ibu PKK di Desa Pemuteran kurang memahami pembuatan bakso dan nugget Ibu-ibu PKK di Desa Pemuteran kurang memahami pembuatan bolu kukus pelangi dari ubi ketela pohon
Kurangnya informasi dan pengetahuan tentang berkolaborasi dengan klp masyarakat eko, pol, dan sipil, serta pengembangan pariwisata dan pentingnya pelestarian
2.
3.
Kurangnya informasi dan keterampilan tentang pembuatan bakso dan nugget Kurangnya informasi dan keterampilan tentang pembuatan bolu kukus pelangi
Aternatif Pemecahan Masalah 1. Penyebaran informasi 2. Pemberian ceramah dan diskusi
1. Penyebaran informasi 2. Pemberian ceramah dan diskusi 3. Pemberian pelatihan 1. Penyebaran informasi 2. Pemberian ceramah dan diskusi 3. Pemberian pelatihan
Berdasarkan rumusan alternatif pemecahan masalah dalam tabel di atas, solusi yang dipilih untuk memecahkan permasalahan tersebut adalah: pemberian ceramah, diskusi, dan pelatihan. Edisi Januari 2014
106
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja 3. Hasil dan Pembahasan Kegiatan P2M ini dilaksanakan dalam dua tahap yaitu: 1) dialog dan pelatihan pengembangan wawasan tentang peningkatan wawasan aparat desa pemuteran tentang pentingnya berkolaborasi dengan masyarakat ekonomi, politik dan sipil dalam pembangunan desa, peningkatan wawasan kepariwisataan dan lingkungan, dan 2) dialog dan pelatihan pengembangan wawasan dan keterampilan ibu-ibu PKK desa Pemuteran dalam membuat bakso, nugget, dan bolu pelang, serta wawasan pariwisata dan pelestarian lingkungan. Kegiatan ini ditujukan kepada aparat desa Pemuteran Kecamatan Gerokgak yang dilaksanakan pada hari Sabtu 23 November 2013 di Bali Desa setempat. Kegiatan ini dihadiri oleh 11 orang aparat desa setempat dari 20 orang yang diundang. Adapun aparat desa yang hadir dalam kegiatan ini disajikan dalam table berikut. Tabel 4.1 Aparat Desa yang Hadir dalam Kegiatan Dialog dan Pelatihan No 5. 6. 7. 8. 9. 6. 7 8. 9. 10. 11.
Nama I Made Sulandra I Ketut Mahardika Ni Ketut Ari Setiawati Ni Luh Sumartini I Wayan Suarta M.Zainal.A I Wayan Ladra I Kadek Wenten Made Gunaksa Ketut Ari Setiawati Nurhaeti
Jabatan Sekretaris Desa Kaur Pembangunan Kaur Kesra Kaur Umum Kaur Pemerintahan Kaur Keuangan Staf Desa Staf Desa Pecalang Segara PKK PKK
Kegitana ini berlangsung sangat interaktif dan lancar. Peserta menunjukkan antusianisme yang cukup tinggi, hal ini dapat dilihat dari perhatian dan adanya beberapa pertanyaan yang diajukan oleh peserta. Pertanyaan peserta meliputi permasalahan yang diadapi dalam kaitannya dengan kondisi kualitas sumber daya manusia dan upaya untuk peningkatannya, permasalahan yang terkait dengan mekanisme pengembangan kolaborasi, upaya kelembagaan yang bersiofat sistemik dan terstruktur dalam berkolaborasi, upaya-upaya terstruktur dalam mempertahankan kepercayaan dan kesadaran masyarakat dalam mendukung program pembangunan pariwisata dan Edisi Januari 2014
107
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja pelestarian lingkungan. Berpijak dari pertanyaan dan tanggapan-tanggapan yang disampiakan diindikasikan peserta pelatihan ini telah mengalami peningkatan wawasan dalam kaitannya dengan pentingnya berkolaborasi, pengembangan pariwisata dan pelestarian lingkungan. Dari wawancara yang dilakukan terhadap beberapa orang peserta kegiatan ini dapat diungkapkan bahwa responnya sangat positif, bahkan tokoh aparat desa mengharapkan agar kegitan ini terus dilajutkan pada tahun-tahun berikutnya.
Kegiatan ini
dilaksanakan pada hari sabtu, 30 November 2013 di balai Desa Pemuteran. Peserta yang hadir dalam kegiatan ini sebanyak 21 orang dari 20 orang yang diundang. Ibu-ibu PKK yang hadir dalam kegiatan ini sebagaimana terlihat dalam tabel 4.3 berikut: Tabel 4.3 Ibu-ibu PKK yang Hadil dalam Dialog dan Pelatihan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Nama Km Mahayoni Kd Dresti Putu Artini Ni Made Narwi Ni Luh Ayu Km Ayu Armini Kt Yeni Luh Swastini Luh Sumartini Km Yuni Km Darmini
No. 12. 13. 14. 15. 16 17. 18. 19. 20. 21. 22.
Nama Kd. Ariani Ni Luh Putu Indrayani Kt. Sudarmi I Gst Kt Sutarini Luh Budiasmini Ni Kd Yoni Asih Km Yuni Asih Febriana Nurhaeti Ni Km Eliantini Ni Kt Arisetiawati I Ketut Mahardika
Ibu-ibu PKK di Desa Pemuteran merasa sangat senang mendapatkan ceramah dan pelatihan tentang pariwisata, pelestarian lingkungan dan pembuatan Bakso, Nugget, dan Bolu Kukus Pelangi. Karena kegiatan ini tidak saja memeperluas luas wawasannya tentang kepariwisataan, pelestarian lingkungan, tetapi juga telah mengembangkan keterampilannya dalam memanfaatkan berbagai potensi lokal untuk pemertahanan pangan dalam bentuk olahan yang sangat bervariasi. Di samping itu kegiatan ini juga memebrikan keberikan kontribusi bagi peningkatan kehidupan ekonomi keluarga, paling tidak mengurangi beban ekonomi keluarga. Karena produk dari kegiatan ini seperti bakso, nugget, dan bolu kukus pelangi, merupakan makanan-makanan yang sangat disukai oleh anggota keluarga terutama bagi anak-anak dan remaja. Di samping itu keterampilan yang diperoleh juga akan dapat dikontribusikan secara tidak langsung Edisi Januari 2014
108
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja untuk meningkatkan gizi dan kesehatan keluarga. Karena produk yang dihasilakan terbuat dari bahan-bahan dan alat-alat yang memenuhi standar gizi dan kesehatan. Keunggulan lainnya dari produk ini adalah bahan yang digunakan sesuai dengan potensi lokal baik yang berasal dari lingkungan pesisir ( ikan) maupun yang berasal dari hasil perkebunan setempat ( ketela pohon). 4. Penutup Berdasarkan atas hasil dan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Kegiatan P2M desa binaan dapat meningkatkan pengetahuan aparat desa dalam mengembangkan kolaborasi dengan kelompok masyarakat lainnya seperti masyarakat politik, ekonomi dan sipil, (2) Kegiatan P2M desa binaan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan aparat desa dan Ibu-Ibu PKK dalam pengembangan pariwisata dan kelestarian lingkungan, dan (3) Kegiatan P2M desa binaan dapat meningkatkan wawasan dan keterampilan ibu-ibu PKK pembuatan bakso, nugget dan bolu kukus pelangi.
DAFTAR PUSTAKA Althuser, Louis. 2006. Tentang Ideologi, Marxisme,strukturalis,Psikoanalisis, Cultural Studiies. Yogyakarta: Jalasutra. dalam Pariwisata Berkelanjutan dalam Pusaran Krisis Global (Penyunting, I Putu Anom, dkk).
Anom,I Putu.2010. Pembangunan Kepariwisataan Berkelanjutan, dalam
Ardika, I Wayan, 2011. Gastronomi dalam Pariwisata Budaya, dalam Pemberdayaan dan Hiperdemokrasi dalam Pembangunan Pariwisata. (Penyunting I Nyoman Darma Putra dan I Gde Pitana), Denpasar: Pustaka Larasan. Bocok, Robert. 2007. Pengenatar Komprehensif Untuk Memahami Hegemoni. Yogyakarta: Jalasutra. Budiman, Arief,l996, Teori Pembangunan Dunia Ketiga, Jakarta: Gramedia. Covarrubias,Miguel. 2013. Pulau Bali Temuan Yang Menakjubkan. Denpasar: Universitas Udayana. Effendy,Muhadjir. 2002. Masyarakat Equilibrium. Yogyakarta: Bentang Budaya. Fakih,Mansour,2003,Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi,Yogyakarta: Imssit Press
Edisi Januari 2014
109
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Gidden, Anthony, 2002, Masyarakat Post-Tradisional (Penterjemah: Ali Noer Zaman), Yogyakarta: IRCiSod. Korten, David C., l993, Menuju Abad Ke 21: Tindakan Sukarela dan Agenda Global, Jakarta: Sinar Harapan. Kusnadi, 2003. Akar Kemiskinan Nelayan. Yogyakarta: LkiS. Mudana, I Wayan,2012..Kuasi Kolaborasi Masyarakat Ekonomi, Politik dan Sipil dalam Menginvestasikan Modal Sosial Untuk Kelestaraian Lingkungan Laut dan Pesisir di Desa pemuteran,Gerokgak, Buleleng, Bali, (Desertasi). Denpasar: Universitas Udayana. Sanderson, Stephen K., l993, Sosiologi Makro, Jakarta: Rajawali. Setiawan, Bonnie. 1996. ”Masyarakat Sipil dan Organisasi NonPemerintah” dalam Prisma. No.7/1996. Jakarta: LP3ES. Sugiono,Muhadi. 1999. Kritik Antonio Gramsci Terhadap pembangunan Dunia Ketiga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Suwena, I Ketut. 2010, Format Pariwisata Masa Depan, dalam Pariwisata Berkelanjutan dalam Pusaran Krisis Global (Penyunting, I Putu Anom, dkk). Turner,Bryan S. 2006. Runtuhnya Universalisme Sosiologi Barat. Jogjakarta: Ar-Ruzz . Vickers, Adrian. 2012. Bali Tempo Doeloe. Jakarta: Komunitas Bambu
Edisi Januari 2014
110
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja PELATIHAN PERMAINAN TONNIS BAGI GURU PENJASORKES SD DAN SMP SE-KABUPATEN JEMBRANA oleh,
Fakultas Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Ganesha ABSTRAK Tujuan kegiatan pengabdian ini adalah memberikan pengetahuan, pemahaman dan keterampilan kepada guru penjasorkes SD dan SMP se-Kabupaten Jembrana tentang permainan tonnis melalui pelatihan. Pelatihan dilaksanakan tepatnya pada Jumat, 26 Juli 2013 di SMP Negeri 4 Mendoyo-Jembrana, mulai pukul 08.30 sampai dengan 16.00 wita. Peserta yang berpartisipasi aktif pada pengabdian kepada masyarakat (P2M) ini berjumlah 61 orang, berasal dari Guru Penjasorkes SD dan SMP se-Kabupaten Jembrana. Metode yang digunakan dalam kegiatan P2M ini adalah metode praktek yang disertai dengan ceramah dan diskusi. Pelaksanaan kegiatan berlangsung dengan lancar.. Peserta nampak semangat dan antusias selama kegiatan pemaparan materi dan praktek permainan tonnis. Kata-kata kunci: pelatihan, permainan tonni ABSTRACT The objectives of this service is to provide the knowledge, understanding and skills to elementary and junior high school teachers penjasorkes se-Jembrana about the game tonnis through training. Training is conducted precisely on Friday, July 26th, 2013 at SMP Negeri 4 Mendoyo-Jembrana, starting at 08:30 until 16:00 pm. Participants who participate actively in community service (P2M) numbering 61 people, derived from primary and secondary school teachers Penjasorkes se-Jembrana. The method used in this P2M activity the practice of method and discussion. Implementation of activities went on smoothly .. The participants seem passion and enthusiasm for the activities and practice material exposure tonnis game. Keywords: training, tonni game
Edisi Januari 2014
111
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja 1. Pendahuluan Pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan (penjasorkes) merupakan salah satu mata pelajaran (mapel) wajib yang harus diberikan pada pada siswa jenjang pendidikan dasar dan Menengah. Hal tersebut tertuang dengan jelas pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 37 Ayat 1. Tertuangnya mapel penjasorkes tersebut menandakan pemerintah menaruh perhatian yang besar bahwa melalui mapel penjasorkes siswa mampu mencapai tujuan pendidikan nasional yaitu berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Penjasorkes yang diberikan di sekolah memiliki peranan sangat penting, yaitu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk terlibat langsung dalam berbagai pengalaman belajar melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan yang terpilih yang dilakukan secara sistematis. Pembekalan pengalaman belajar itu diarahkan untuk membina pertumbuhan fisik dan pengembangan psikis yang lebih baik, sekaligus membentuk pola hidup sehat dan bugar sepanjang hayat. Pendidikan memiliki sasaran pedagogis, oleh karena itu pendidikan kurang lengkap tanpa adanya penjasorkes, karena gerak sebagai aktivitas jasmani adalah dasar bagi manusia untuk mengenal dunia dan dirinya sendiri yang secara alami berkembang searah dengan perkembangan zaman. Namun kenyataan di lapangan terjadi khususnya pada pelaksanaan pembelajaran penjasorkes bahwa siswa seringkali terbatas geraknya. Keterbatasan gerak siswa ini apabila tidak segera diberikan solusi akan berdampak pada rendahnya derajat kebugaran jasmani siswa. Berdasarkan pengamatan pengusul dan dikuatkan dengan informasi dari Ketua Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Penjasorkes SMP se-Kabupaten Jembrana, pada umumnya sekolah hanya memiliki lahan bermain seluas lapangan bulutangkis. Keterbatasan lapangan ini harus dimanfaatkan secara optimal oleh guru penjasorkes dalam membelajarkan siswa sehingga siswa mampu mencapai tujuan belajar yang optimal
pula.
Gerak
dalam
pembelajaran
penjasorkes
di
sekolah
dasar
diimplementasikan melalui kegiatan bermain. Untuk itu guru penjasorkes dituntut Edisi Januari 2014
112
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja inovasi dan kreativitasnya membelajarkan permainan pada siswa yang dapat dilakukan pada lapangan seluas lapangan bulutangkis. Hal tersebut disikapi dengan cermat, sehingga dikembangkanlah permainan tonnis oleh Bapak Triharsono dan Sri Haryono dari Universitas Negeri Semarang. Tonnis merupakan permainan yang memadukan unsur bulutangkis (badminton) dan tenis lapangan karena dimainkan dalam lapangan seukuran lapangan bulutangkis dan teknik bermain seperti tenis lapangan. Dalam permainan tonnis dibutuhkan komponen pengembangan pribadi individu yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Disisi lain permainan tonnis memiliki nilai praktis, ekonomis atau murah dan memberikan kesenangan dan kepuasan bagi semua tingkat usia yang memainkannya. Permainan tonnis dapat dilakukan oleh semua tingkatan usia baik laki-laki maupun perempuan. Peralatan yang digunakan adalah alat pemukul (selanjutnya disebut paddle) dan bola tenis yang gembos. Paddle terbuat dari bahan kayu yang ringan tetapi kuat atau tidak mudah patah seperti papan multipleks dengan ketebalan 8-12 mm. Pegangan paddle diisi dengan tali dengan tujuan menjaga paddle tetap pada genggaman tangan sehingga pemain merasa aman dan nyaman tidak takut apabila paddle terlepas dari genggaman. Peraturan permainan tonnis hampir sama dengan tenis lapangan yang menyangkut tentang servis, point dan game, bola masuk dan bola keluar. Biaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan permainan tonnis lebih murah dibandingkan dengan permainan bulu tangkis ataupun futsal. Ditinjau dari segi lapangan, antara permainan bulu tangkis, futsal dan tonnis dapat dimainkan dalam lapangan seukuran 13,10 meter x 6,10 meter. Permainan futsal membutuhkan biaya yang mahal untuk dapat memainkannnya misalnya memberi bola futsal kulit dan sepatu futsal, belum lagi apabila ingin bermain pada lapangan futsal yang berumput sintetis dengan biaya sewa rata-rata Rp. 100.000 per jam. Demikian halnya dengan permainan bulu tangkis, membutuhkan biaya yang mahal untuk membeli raket bulu tangkis berbahan titanium dan shuttlecock yang banyak dan cepat rusak bila bandingkan dengan bola pada permainan tonnis. Dalam permainan tonnis biaya yang dibutuhkan lebih murah, paddle dibuat dengan papan multipleks lebih murah dibandingkan dengan raket bulutangkis berbahan titanium. Sedangkan bola yang digunakan dalam permainan tonnis dapat menggunakan bola tenis setengah pakai yang sudah gembos dan gundul. Edisi Januari 2014
113
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Permainan tonnis ini belum banyak dikenal oleh guru penjasorkes khususnya di Kabupaten Jembrana. Melalui program pengabdian pada masyarakat ini, kami bermaksud menyelenggarakan pelatihan permainan dan peraturan Tonnis bagi Guru Penjasorkes SD dan SMP se-Kabupaten Jembrana. 2. Metode Kegiatan Pengabdian. Ciri keberhasilan suatu hasil karya ilmiah dapat dilihat dari cara/metode penyelesaian suatu permasalahan. Seberapa besar pemecahan masalah yang dapat dilakukan dapat dilihat dari manfaat yang ditimbulkan untuk dapat dinikmati oleh orang lain (guru penjasorkes dan siswa). Semakin besar manfaat yang diberikan semakin berhasil pula hasil solusi yang diberikan atau yang telah diciptakan. Begitu pula dengan karya tulis Pengabdian pada Masyarakat (P2M) ini, solusi yang ditawarkan berdasarkan permasalahan mitra dapat diidentifikasi seperti Tabel 01 berikut. Tabel 01. Identifikasi Permasalahan Mitra dan Solusi yang ditawarkan Permasalahan Mitra 1. Terbatasnya lapangan bermain yang dimiliki sekolah khususnya sekolah dasar yang pada umumnya hanya memiliki lapangan seukuran lapangan bulutangkis
2. Terbatasnya pemahaman dan pengetahuan guru penjasorkes terhadap permainan-permainan yang dapat dilakukan pada lapangan seukuran lapangan bulutangkis
1.
2.
1.
2.
Edisi Januari 2014
Solusi yang Ditawarkan Memanfaatkan fasilitas umum terutama lapangan terdekat dengan sekolah sebagai tempat pelaksanaan pembelajaran penjasorkes. Mengoptimalkan lapangan yang ada dengan mengelola pembelajaran secara berkelompok dan bergantian melakukan tugas gerak. Mengikuti kegiatan ilmiah dalam bentuk seminar, lokakarya dan atau workshop tentang pembelajaran penjasorkes. Melalui forum ini dapat disampaikan permasalahanpermasalahan yang dihadapi terkait pembelajaran penjasorkes sehingga memperoleh alternatif solusinya. Mencari dan mengidentifikasi jenisjenis permainan permainan yang dapat dilakukan pada lapangan seukuran lapangan bulutangkis melalui buku 114
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Permasalahan Mitra
Solusi yang Ditawarkan sumber, perpustakaan dan internet. Permainan yang dapat dilakukan pada lapangan seukuran lapangan bulutangkis antara lain permainan hadang (gobak slodor), permainan kejar-kejaran (magoak-goakan) dan permainan tonnis.
Oleh karena itu, permasalahan yang hendak dijawab melalui program pengabdian pada masyarakat khususnya bagi Guru Penjasorkes SD dan SMP se-Kabupaten Jembrana ini adalah: (1) Bagaimanakah proses pelatihan permainan tonnis bagi Guru Penjasorkes SD dan SMP se-Kabupaten Jembrana?, (2) Bagaimanakah aplikasi peraturan permainan tonnis melalui simulasi pertandingan Guru Penjasorkes SD dan SMP se-Kabupaten Jembrana? Untuk menjawab permasalahan di atas, maka metode yang dipergunakan dalam kegiatan Pengabdian pada Masyarakat ini adalah : (1) Metode ceramah yaitu menyampaikan materi permainan tonnis yang mencakup hakikat bermain tonnis, fasilitas dan alat bermain tonnis, peraturan permainan tonnis, teknik dasar tonnis serta metode latihan tonnis, (2) Metode pelatihan yaitu guru berlatih untuk berlatih teknik dasar tonnis, bermain tonnis, dan berlatih membelajarkan tonnis kepada siswa, dan (3) Metode diskusi yaitu melakukan diskusi pada saat penyampaian materi, praktek lapangan maupun simulasi permainan tonnis.
3. Hasil dan Pembahasan. Berlandaskan rencana dan jadwal kerja P2M pelatihan permainan tonnis bersama ini dapat kami paparkan hasil dan pembahasan kegiatan sebagai berikut: Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini secara garis besar meliputi 4 (empat) kegiatan yaitu:1) mengadakan observasi, 2) penyusunan proposal P2M,
3) mengikuti seminar proposal
dan 4) melaksanakan revisi proposal. Setelah mengadakan observasi dan penyusunan proposal P2M,
ketua pelaksana mengikuti seminar proposal dengan reviewer Dr.
rer.nat. I Wayan Karyasa, S.Pd., M.Sc. dan Drs. Nyoman Subrata, M.Si. Kedua reviewer memberikan saran, masukan serta pertanyaan untuk selanjutnya menjadi Edisi Januari 2014
115
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja pertimbangan ketua pelaksana dalam melakukan revisi proposal. Berdasarkan hasil seleksi seminar proposal P2M, LPM Undiksha menentukan proposal P2M dengan judul Pelatihan Permainan Tonnis bagi Guru Penjasorkes SD dan SMP se-Kabupaten Jembrana menjadi salah satu proposal P2M yang didanai dari dana PNBP Undiksha Tahun 2013. Setelah pengumuman hasil seminar proposal P2M, ketua pelaksana kegitan bersama ketiga anggota pelaksana selanjutnya melaksanakan
tahapan pelaksanaan kegiatan.
Pada tahap ini, kegiatan yang dilaksanakan terdiri atas 6 (enam) kegiatan utama yaitu: 1) melakukan penjajagan ke SD dan SMP se-Kabupaten Jembrana, 2) pengurusan izin melaksanakan P2M ke Bupati Jembrana, Dinas Pendidikan Kabupaten. Jembrana, Kepala UPP Kabupaten Jembrana dan Unit P2M Undiksha, 3) penyebaran undangan sebagai peserta pelatihan, 4) menyiapkan materi pelatihan, alat, gedung dan lapangan, 5) melaksanakan kegiatan dan 6) monitoring dan evaluasi. Berikut ini disajikan data pelaksananaan ke enam kegiatan pada tahap pelaksanaan kegiatan. Tabel 02. Waktu dan Tempat Tahap Pelaksanaan Kegiatan P2M Kegiatan No 1. Melakukan penjajagan ke SD dan SMP se-Kabupaten Jembrana
Waktu 1 – 5 Juli 2013
Tempat SD dan SMP di Jembrana
2.
Pengurusan izin melaksanakan P2M ke Bupati Jembrana, Dinas Pendidikan Kabupaten. Jembrana, Kepala UPP Kabupaten Jembrana dan Unit P2M Undiksha
5 - 10 Juli 2013
3.
Penyebaran undangan sebagai peserta pelatihan kepada Kepala Sekolah SD dan SMP se-Kabupaten Jembrana Menyiapkan materi pelatihan, alat, gedung dan lapangan
12 – 25 Juli 2013
Bupati Jembrana, Dinas Dikporaparbud Kabupaten Jembrana, LPM Undiksha SD dan SMP se Kabupaten Jembrana
Melaksanakan kegiatan
26 Juli 2013
4.
5.
Edisi Januari 2014
12 – 25 Juli 2013
FOK Undiksha dan GOR SMP Negeri 4 MendoyoJembrana GOR SMP Negeri 4 Mendoyo116
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja No 6.
Kegiatan Monitoring dan evaluasi
Waktu 26 Juli 2013
Tempat Jembrana GOR SMP Negeri 4 MendoyoJembrana
Pelaksanaan pelatihan permainan Tonnis bagi Guru Penjasorkes SD dan SMP se-Kabupaten Jembrana dilaksanakan pada Jumat, 26 Juli 2013 pukul 08.30 sampai dengan 16.00 wita di GOR SMP Negeri 4 Mendoyo-Jembrana. Adapun jadwal kegiatannya adalah sebagai berikut: Tabel 03. Jadwal Kegiatan Pelatihan Tonnis bagi Guru Penjasorkes SD dan SMP seKabupaten Jembrana Waktu(Wita)
Kegiatan
08.30 – 09.30
Registrasi Peserta dan Snack
09.30 – 10.00
Sambutan Kepala Dikporaparbud Kab. Jembrana Pembukaan Pelatihan oleh Ketua LPM Undiksha Penyampaian Materi Sejarah, Fasilitas, Sarana dan Prasarana Permainan Tonnis Praktek Permainan Tonnis 1: Teknik Dasar Permainan Tonnis Makan Siang dan Istirahat
10.00 – 11.00
11.00 – 12.30 12.30 – 13.30 13.30 – 15.30
15.30 – 16.00
Praktek Permainan Tonnis 2: Peraturan Permainan Tonnis dan Bermain Tonnis Penutupan dan Pembagian Piagam Peserta Aktif
Keterangan Sie. Kesekretariatan dan Konsumsi Sie. Acara
Pemakalah
Pemakalah Sie Konsumsi Pemakalah
Sie. Acara
Peserta pelatihan berasal dari Guru Penjasorkes SD dan SMP se-Kabupaten Jembrana yang dirancang sebanyak 80 orang. Namun, sampai dengan waktu registrasi selesai tercatat sebanyak 61 orang terdaftar sebagai peserta, terdiri dari 40 orang guru penjasorkes SD dan 21 orang guru penjasorkes SMP/MTs. Dalam perencanaan Edisi Januari 2014
117
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja kegiatan sesuai dengan jadwal kegiatan, pelatihan akan dibuka oleh Ketua LPM Undiksha, namun karena adanya kegiatan yang tidak boleh diwakilkan di Undiksha maka pembukaan kegiatan dilakukan oleh Kepala Bidang Olahraga mewakili Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, Olahraga, Pariwisata dan Kebudayaan Kabupeten Jembrana. Setelah kegiatan pembukaan langsung dilanjutkan dengan penyampaian materi oleh narasumber Made Agus Wijaya, S.Pd., M.Pd. Selama pelaksanaan kegiatan, komunikasi yang hangat terjalin antara narasumber dan peserta pelatihan. Peserta sangat semangat dan antusias selama kegiatan pemaparan materi dan praktek permainan tonnis. Setelah praktek permainan tonnis dilaksanakan simulasi pertandingan tonnis antar peserta dan sebagai juaranya adalah sebagai berikut:
Juara I
: I Gst.Ngr. Km. Mahardika + I Nyoman Artono (dari SD N 3 Dangin Tukadaya dan SD N 1 Dangin Tukadaya)
Juara II
: I Ketut Winada +I Gusti Ketut Yudhi Suwastika Yasa, S.Pd (dari SD N 2 Pulukan dan SMP Negeri 5 Mendoyo)
Juara III
: I Nyoman Diatmika, S.Pd. + I Ketut Ariana, S.Pd (dari SD N 5 Berangbang + SD N 6 Dauh Waru)
Juara IV
: I Made Winarta + I Ketut Udiana (dari SD N 1 Pergung + SD N 4 Penyaringan)
Pada bagian akhir kegiatan, dilaksanakan kegiatan penutupan pelatihan yang dirangkaikan dengan acara penyerahan hadiah bagi pemenang dan peserta terpilih. Hadiah yang diserahkan berupa perlengkapan permainan tonnis yang terdiri dari 4 (empat) paddle dan bola tonnis. Kegiatan pada tahap penutup dari P2M ini adalah membuat laporan akhir pelaksanaan P2M dan pengumpulan laporan akhir pelaksanaan P2M kepada Unit P2M Undiksha.
4. Penutup. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa: (a) Kegiatan-kegitan yang dirancang dalam P2M ini dapat dilaksanakan dengan baik, lancar dan sukses berkat kolaborasi, sinergi dan komunikasi yang efektif antara pihak pelaksana kegiatan (Jurusan Penjaskesrek FOK Undiksha), LPM Undiksha, Pemerintah Kabupaten Edisi Januari 2014
118
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Jembrana, Dikporaparbud Jembrana dan guru penjasorkes SD dan SMP se-Kabupaten Jembrana, (b) Guru Penjasorkes SD dan SMP se-Kabupaten Jembrana memiliki pengetahuan, pemahaman dan keterampilan pelaksanaan permainan tonnis, (c) Guru Penjasorkes SD dan SMP se-Kabupaten Jembrana memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai peraturan permainan tonnis, (d) Kemitraan antara guru Penjasorkes SD dan SMP se-Kabupaten Jembrana, Dinas Pendidikan Kabupaten Jembrana, Kantor Unit Pelaksana Pendidikan se-Kabupaten Jembrana dan Jurusan Penjaskesrek Fakultas Olahraga dan Kesehatan Undiksha dapat terjalin dengan baik dan harmonis.
DAFTAR PUSTAKA Lutan, Rusli. 2002a. Asas-Asas Pendidikan Jasmani Pendekatan gerak di SD. Jakarta: Depdiknas-Ditjora. -------.2002b. Asas-Asas Pendidikan Jasmani Pendekatan gerak di SD. Jakarta: Depdiknas-Ditjora Nurharsono, Tri dan Sri Haryono. 2006. Permainan Tonnis. Semarang: Universitas Negeri Semarang. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Kurikulum. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Edisi Januari 2014
119