ISSN: 1410-4369
EDISI JULI 2014
Widya Laksana
JURNAL PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MENUJU PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA
LEMBAGA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA 2014 i
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA Majalah Ilmiah Pengabdian Masyarakat WIDYA LAKSANA Penanggung Jawab
:
Rektor Universitas Pendidikan Ganesha Prof. Dr. I Nyoman Sudiana, M.Pd
Pengarah
:
Ketua Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat Prof. Dr. Ketut Suma, M.S
Redaktur
: 1. Prof. Dr. I Made Sutama, M.Pd 2. Prof. Dr. Ketut Suma, M.S 3. Dr. Wayan Mudana, M.Si 4. Drs. I. B. Putu Mardana, M.Si 5. Drs. I Nyoman Gita, M.Si 6. Prof. Dr. Naswan Suharsono, M.Pd
Penyunting
: 1. Prof. Dr. A.A. Istri Marhaeni, M.A 2. Drs. Gede Gunatama, M.Hum 3. Nyoman Dini Andini, S.St.Par., M.Par 4. Drs. I Putu Panca Adi, M.Pd 5. Drs. Gede Nurjaya, M.Pd
Desain Grafis
: 1. Nyoman Mudana, S.Sos 2. Ketut Bratha Semadi 3. I Gede Juliantara
Sekretariat
: 1. Made Diah Pradnya Paramita, SE 2. Ida Bagus Ngurah Sidharta Manuaba, SE 3. Ni Ketut Sri Artini 4. Ketut Nata
PENERBIT Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Jln. Udayana 14C Singaraja-Bali Telepon (0362) 26327 Fax. (0362) 25735 Kode Pos 81116 i
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan kemudahan yang diberikan-Nya, Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat “ Widya Laksana” Edisi Januari 2014 dapat diterbitkan sebagaimana mestinya. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Widya Laksana menyajikan tulisan tentang pelaksanaan dan hasil Pengabdian Kepada Masyarakat sivitas akademik Undiksha Tahun 2013/2014 dalam memberdayakan masyarakat menuju peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan karya tulis hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan oleh guru. Kami berharap agar jurnal ini dapat digunakan sebagai sarana informasi bagi para pembaca dan bermanfaat untuk meningkatkan kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat di lingkungan Undiksha pada umumnya. Selain itu, jurnal ini diharapkan dapat memberi inspirasi kepada para pelaksana kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat untuk melahirkan inovasi dan kreativitas baru. Mengingat Widya Laksana masih mencari bentuk dan jati dirinya, maka baik isi dan kemasannya tidak luput dari kekurangan dan kesalahan. Karena itu, kami mengharapkan sumbang saran dan kritik para pembaca untuk meningkatkan kualitas Widya Laksana pada masa yang akan datang. Salam
Redaksi
ii
DAFTAR ISI Pengantar………………………………………………………………………………ii Daftar Isi………………………………………………………………………………iii PENDAMPINGAN IMPLEMENTASI MEDIA PEMBELAJARAN INOVATIF PADA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN PENEBEL Oleh Ni Nyoman Parwati, I Nengah Suparta’ I Gusti Putu ...……….......................1 MINIMALISASI DAMPAK PERKAWINAN POLIGAMI MELALUI DISEMINASI UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT) PADA MASYARAKAT DESA SONGAN KECAMATAN KINTAMANI Oleh Ratna Artha Windari........................................................................................9 PELATIHAN PENULISAN ARTIKEL ILMIAH BAGI GURU-GURU KIMIA DI KABUPATEN BULELENG Oleh I Wayan Redhana, I Made Kirna, I Nyoman Suardana, dan I Wayan Subagia.....................................................................................20 PEMANFAATAN BARANG BEKAS LAYAK PAKAI SEBAGAI ALAT PERAGA BAHASA DI TK WISATA KUMARA DAN TK KUMARA KERTI Oleh Ni Luh Putu Sri Adnyani, I Made Suta Paramarta, Putu Suarcaya ….….....34 PELATIHAN PENYUSUNAN PERANGKAT PEMBELAJARAN SAINS KIMIA BERBASIS BUDAYA BALI BAGI GURU-GURU IPA SMP DI KECAMATAN SUKASADA Oleh I Nyoman Suardana, I Dewa Ketut Sastrawidana, dan Nyoman Retug......42 MEMBERDAYAKAN GURU UNTUK MELAKSANAKAN “PROJECT CITIZEN” DALAM RANGKA PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA Oleh Sukadi..........................................………………………..…..….…..........51
iii
SOSIALISASI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA SEKOLAH DI SEKOLAH DASAR GUGUS I DAN II KECAMATAN SAWAN KABUPATEN BULELENG Oleh Made Agus Dharmadi................................………………………..….…..…63 PELATIHAN MEMBUAT KOMPOS DARI LIMBAH PERTANIAN DI SUBAK TELAGA DESA MAS KECAMATAN UBUD Oleh Ni Made Wiratini, I Ketut Lasia, Siti Maryam, Nyoman Retug. ................70
PELATIHAN PEMANFAATAN SOFTWARE GEOGEBRA UNTUK MENUNJANG PENCAPAIAN STANDAR KOMPETENSI GURU MATEMATIKA SMP DI KECAMATAN ABANG KABUPATEN KARANGASEM Oleh I Putu Wisna Ariawan.................…………………………….…….……….89 . IBW DI KAWASAN GREENBELT KECAMATAN SUKASADA KABUPATEN BULELENG Oleh Ida Bagus Putu Mardana......................………......………….……………97 IBW KAWASAN INCLUSIVE DI KECAMATAN SAWAN KABUPATEN BULELENG Oleh I Made Sundayana....................................................................................111
=======================
iv
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja PENDAMPINGAN IMPLEMENTASI MEDIA PEMBELAJARAN INOVATIF PADA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN PENEBEL oleh, Ni Nyoman Parwati, I Nengah Suparta’ I Gusti Putu Suharta Fakultas Matematika dan IPA Universitas Pendidikan Ganesha
ABSTRAK Tujuan dari kegiatan Pengabdian pada Masyarakat (P2M) ini adalah Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para guru dalam mengimplementasikan media pembelajaran inovatif pada sekolah dasar di Kecamatan Penebel. Kegiatan P2M ini melibatkan 50 orang guru SD dan Kepala sekolah di Kecamatan Penebel yang dilaksanakan dalam bentuk pelatihan. Dari 50 orang guru yang ikut pelatihan, dipilih 3 orang yang didampingi dalam mengimplementasikan media inovatif pada kelas dan sekolah masing-masing. Pelaksanaan kegiatannya, sebagai berikut: (1) Melaksanakan pelatihan tentang cara mengimplementasikan media pembelajaran matematika inovatif dalam kegiatan pembelajaran selama satu hari. (2) Membimbing guru dalam mengimplementasikan media pembelajaran inovatif dalam kelas yang sesungguhnya selama dua bulan. (3) Melakukan penilaian terhadap kemampuan guru dalam menyusun RPP dan mengimplementasikan media pembelajaran inovatif dalam kelas. Hasil yang diperoleh dari seluruh kegiatan P2M ini adalah Terbentuk 7 kelompok kerja guru (KKG) dengan masing-masing anggota sebanyak 4 sampai 9 orang, berdasarkan distribusi lokasi sekolah. Rata-rata kemampuan mengajar guru menggunakan media inovatif, berkualitas “baik”. RPP yang disusun guru, berkualitas “baik”. Rata-rata hasil belajar matematika siswa mengalami peningkatan dari 6,2 sebelum pelaksanaan pembelajaran berbantuan media menjadi 7,4 setelah pelaksanaan pembelajaran berbantuan media. Berdasarkan hasil yang telah dicapai, para guru SD agar senantiasa berupaya secara terus menerus mengembangkan kemampuan profesionalisme guru melalui kegiatan KKG, sehingga masalah-masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas masing-masing dapat dicarikan solusinya secara bersama-sama Kata-kata kunci: media pembelajaran inovatif, pendampingan. ABSTRACT The purpose of the activity at the Dedication to Community (P2M) is improve the knowledge and skills of teachers in implementing innovative learning media in elementary school in district Penebel. This activity involves 50 elementary teachers and school heads in district Penebel implemented in the form of training. From 50 peoples who took training, choose 3 peoples who accompanied implements innovative media in respectively their class and schools. Implementation of activities, as follows: (1) training on how to implement innovative math learning media in a one-day. (2) To Edisi Juli 2014
1
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja mentoring teachers in implementing innovative learning media in real classes for two months. (3) Perform an assessment of the ability of teachers in RPP organize and implement innovative learning media in the classroom. The result from all activities P2M are formed 7 teacher working group (KKG) to each member of 4 to 9 peoples, based on the distribution of school location. The average of teacher ability to use innovative learning media is quality of "good". Teachers compiled RPP is quality of "good". The average student math learning outcomes increased from 6.2 to 7.4 after the implementation of the learning media. Based on the results achieved, the elementary school teachers that are constantly working to continuously expand teachers' professional ability through activities KKG, until the problems encountered in the implementation of learning in each class can be sought together solution. Keywords: innovative learning media, mentoring. 1. Pendahuluan Lokasi Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan, sekitar 80 km dari kota Singaraja, dengan medan yang cukup berat. Sekolah dasar yang ada di Kecamatan Penebel sebanyak 34 sekolah. Lokasi sekolah, sebagian besar terletak di daerah pedesaan sehingga kegiatan P2M di bidang pendidikan yang dilakukan oleh Universitas Pendidikan Ganesha sangat jarang sampai ke wilayah-wilayah tersebut. Lokasi-lokasi sekolah yang sebagian besar terletak pada daerah yang agak terpencil mengakibatkan para guru jarang terlibat dalam kegiatan-kegiatan ilmiah yang dilakukan oleh Perguruan Tinggi. Sebagai dampaknya pengetahuan dan pemahaman para guru di wilayah ini masih kurang terkait dengan desain pembelajaran yang salah satunya adalah pengembangan media pembelajaran ataupun inovasi-inovasi kegiatan pembelajaran lainnya. Informasi yang sama, juga diperoleh dari hasil wawancara yang dilakukan dengan beberapa guru SD dan kepala sekolah yang ada di Penebel. Wawancara dengan tiga kepala sekolah yang dipilih secara acak di Kecamatan Penebel, diperoleh informasi bahwa para guru hampir tidak pernah menggunakan media pembelajaran inovatif karena medianya tidak ada dan kemampuan para guru untuk mengembangkannya juga kurang. Hal ini berdampak pada pelaksanaan kegiatan pembelajaran berlangsung dengan kurang bermakna dan cenderung bersifat hafalan semata. Sebagai muaranya adalah prestasi belajar siswa masih rendah atau belum tercapai secara optimal. Berdasarkan wawancara tersebut juga diperoleh informasi, para kepala sekolah sangat mengharapkan kegiatan P2M seperti ini agar bisa dilakukan secara berkesinambungan karena menurut mereka para guru di daerah ini sangat Edisi Juli 2014
2
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja memerlukan penyegaran-penyegaran materi, baik terkait dengan konsep materi pelajaran maupun kemampuan pedagogiknya. SD yang ada di Kecamatan Penebel sebanyak 34 dengan guru sebanyak 290 orang. Mempertimbangkan jumlah guru yang cukup banyak, dengan pemahaman yang masih kurang dalam desain pembelajaran, khususnya dalam pengembangan media pembelajaran inovatif maka dipandang perlu untuk mengadakan kegiatan P2M yang melibatkan para guru di daerah ini. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memotivasi para guru dan siswa di sekolah tersebut agar mau melaksanakan kegiatan belajar dan mengajar secara lebih efektif dan inovatif. Di samping itu, agar para guru khususnya dalam mengajar mau melakukan inovasi-inovasi sebagai bagian dari tugas profesionalismenya. Media pembelajaran yang dikembangkan nantinya, diharapkan mampu memfasilitasi siswa untuk belajar dengan lebih mudah sehingga proses dan hasil belajar dapat dicapai dengan lebih berkualitas, sesuai dengan pendapat Parwati, dkk., 2007; 2008; dan Reigeluth, 1999). Beberapa masalah yang berhasil diidentifikasi yang terjadi pada sebagian besar sekolah dasar di kecamatan Penebel adalah sebagai berikut.
(1)
Pengetahuan dan
keterampilan para guru tentang prosedur pengembangan media pembelajaran masih sangat kurang.
(2)
Pelibatan para guru dalam kegiatan ilmiah masih kurang.
para guru dalam membuat media pembelajaran inovatif, masih kurang.
(4)
(3)
Kinerja
Penggunaan
media pembelajaran inovatif di kelas sangat kurang. Berdasarkan hal ini secara umum masalah yang dapat dirumuskan adalah “ Perlunya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para guru dalam mengimplementasikan media pembelajaran pada Sekolah Dasar di kecamatan Penebel”.
2. Metode Pelaksanaan Pengabdian P2M ini dilaksanakan dalam bentuk pendampingan yang terdiri dari dua tahap yaitu: tahap pelatihan (kegiatan peer teaching) dan tahap kedua, pendampingan implementasi media pembelajaran inovatif di sekolah masing-masing. Kegiatan yang dilakukan pada tahap pelatihan implementasi media pembelajaran (praktek peer teaching) adalah (a) merencanakan tempat pelatihan pada satu lokasi yang disepakati
Edisi Juli 2014
3
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja bersama para guru yang dijadikan khalayak sasaran; (b) melaksanakan kegiatan pelatihan selama satu hari. Kegiatan pada tahap pendampingan implementasi media pembelajaran inovatif di sekolah
masing-masing,
dilakukan
dengan
(a)
membimbing
guru
dalam
mengimplementasikan media pembelajaran di sekolah masing-masing selama dua bulan; (b) melakukan penilaian terhadap rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan pelaksanaan pembelajaran menggunakan media pembelajaran inovatif yang dihasilkan oleh para guru. Evaluasi dilakukan terkait dengan kemampuan guru dalam mengimplementasikan media pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran di kelas masing-masing. Sebagai instrumen evaluasi adalah lembar penilaian berupa alat penilaian kemampuan mengajar guru (APKG) termasuk rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang dibuat oleh guru. penilaian terhadap kualitas RPP dan kemampuan mengajar guru dilakukan menggunakan rubrik penskoran dengan skala Likert dengan rentangan skor 1 sampai 5.. Analisis data dilakukan secara deskriptif.
3. Hasil Dan Pembahasan Hasil yang dicapai melalui kegiatan P2M ini dituangkan dalam bentuk hasil kegiatan pada setiap tahap pelaksanaan, yaitu tahap: perencanaan, tindakan, observasi dan evaluasi, dan refleksi, sebagai berikut. Tahap perencanaan, kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan adalah sebagai berikut. (1) Pembentukan dan pembekalan kelompok kerja guru (KKG) matematika, Pelaksanaan tahap ini didahului dengan mengundang tim pelaksana untuk mengadakan pertemuan persiapan pelaksanaan dengan melibatkan LPM Undiksha. Kegiatan ini dilakukan pada bulan April sampai dengan bulan Mei 2013. Tim pelaksana diberikan pembekalan mengenai maksud, tujuan, rancangan mekanisme program P2M, dan beberapa hal teknis berkaitan dengan metode/teknik pelaksanaan. (2) Sosialisasi program P2M pada dua sekolah mitra (khalayak sasaran), sosialisasi dilakukan pada bulan Juni 2013 dalam bentuk rapat koordinasi dengan mengundang semua guru pada sekolah mitra yaitu SD 1 Penebel dan SD 3 Mengesta, Kepala Sekolah, dan Kepala UPTD Dinas Pendidikan Pemuda Dan Olah Raga Kecamatan Penebel, berkenaan dengan program yang Edisi Juli 2014
4
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja dilaksanakan. Kegiatan sosialisasi dilakukan oleh Tim Pelaksana didampingi oleh LPM Undiksha. (3) Penyusunan program pelatihan, berdasarkan hasil identifikasi, hasil analisis permasalahan yang ada, hasil analisis kebutuhan, dan hasil analisis potensi sekolah, selanjutnya disusun program pelatihan. Pelaksanaan pelatihan dilakukan selama 1 hari tatap muka, dengan mengundang 50 orang guru SD yang ada di kecamatan Penebel. Pelatihan yang diberikan berupa penyusunan RPP berdasarkan kurikulum 2013 dan prosedur pembuatan media pembelajaran matematika serta cara mengimplementasikannya dalam kegiatan pembelajaran. Tahap pelaksanaan tindakan, tindakan dalam kegiatan ini berupa implementasi Program. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam implementasi program adalah sebagai berikut. (a) Pembentukan kelompok-kelompok kerja guru, kegiatan ini dilaksanakan pada bulan September 2013. Berdasarkan distribusi lokasi sekolah, dibentuk 7 kelompok kerja guru dengan masing-masing anggota sebanyak 4 sampai 9 orang.
(b) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para guru tentang
implementasi media pembelajaran matematika di kelas. Kegiatan ini dilakukan melalui pemberian pelatihan, pelaksanaan dilakukan pada tanggal 21 September 2013 bertempat di SD 1 Penebel.
(c) pendampingan penggunaan media pembelajaran dalam
pembelajaran matematika di kelas. Kegiatan ini dilakukan sampai akhir bulan Oktober. Tahap Observasi dan Evaluasi, observasi dilakukan terhadap keterampilan guru dalam mengimplementasikan media pembelajaran matematika dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Instrumen yang digunakan berupa catatan lapangan. Beberapa hal yang diobservasi adalah kendala-kendala, kekurangan-kekurangan, dan kelemahankelemahan yang muncul dalam proses pembelajaran berbantuan media inovatif di kelas. Kendala yang dihadapi sebagian besar guru dalam pelaksanaan pembelajaran matematika berbantuan media inovatif adalah penguasaan terhadap materi matematika masih kurang. Media yang digunakan masih secara klasikal, penggunaannya belum bisa dimanipulasi langsung oleh siswa. Namun, melalui penggunaan media yang dipandu oleh guru siswa telah berhasil belajar dengan cara yang lebih bermakna karena mereka dipandu untuk bisa menemukan konsep dari simulasi media tersebut, hal ini didukung oleh pendapat Smaldino, dkk., 2008 dan Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003 yang
Edisi Juli 2014
5
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja mengatakan bahwa dengan melaksanakan pembelajaran berbantuan media inovatif siswa akan belajar secara bermakna. Evaluasi dilakukan terhadap kemampuan guru dalam mengimplementasikan media pembelajaran matematika dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Instrumen yang digunakan adalah alat penilaian kemampuan guru (APKG) yang diadopsi dari APKG sertifikasi guru rayon 21 Undiksha tahun 2013. Evaluasi dilakukan pada tiga orang guru yang dipilih, yaitu masing-masing pada sekolah: SD 1 Penebel, SD 2 Penebel, dan SD 3 Mengesta. Hasil evaluasi adalah rata-rata kemampuan mengajar guru menggunakan media pembelajaran matematika yang telah dikembangkan berkualitas “baik” dan RPP yang disusun guru, berkualitas “baik”. Rata-rata hasil belajar matematika siswa mengalami peningkatan dari 6,2 sebelum pelaksanaan pembelajaran berbantuan media menjadi 7,4 setelah pelaksanaan pembelajaran berbantuan media. Tahap refleksi, refleksi dilakukan terhadap kegiatan yang telah dilaksanakan. Hal ini dilakukan semata-mata untuk mengetahui kekurangan-kekurangan atau kelebihankelebihan terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan dalam rangka menetapkan rekomendasi
terhadap
keberlangsungan
atau
pengembangan
kegiatan-kegiatan
berikutnya. Hasil refleksi adalah perlu dilakukan suatu upaya untuk membantu meningkatkan penguasaan guru terhadap materi matematika SD. Perlu dilakukan pengembangan media yang memungkinkan untuk bisa dimanipulasi langsung oleh siswa secara mandiri. Kegiatan P2M yang dilaksanakan pada guru-guru SD di Kecamatan penebel telah berlangsung dengan baik. Hal ini terlihat dari animo guru untuk mengikuti kegiatan pelatihan sangat tinggi, terbukti dengan kehadiran para guru untuk mengikuti kegiatan mencapai 100%. Hal ini mengindikasikan bahwa para guru menyambut positif kegiatan yang telah dilakukan. Sesuai dengan harapan para sekolah, mereka sangat mengharapkan adanya kegitan-kegiatan yang sifatnya memberi penyegaran bagi para guru di daerah ini, baik terkait dengan pendalaman materi bidang studi ataupun terkait dengan metode mengajar, mengingat hampir 60% dari para guru sudah berumur di atas 40 tahun. Kepala sekolah, kepala UPTD, dan pengawas, menyambut antusias terkait pelaksanaan kegiatan P2M ini. Pengawas yang hadir, berharap agar dilakukan kegiatan Edisi Juli 2014
6
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja secara berkesinambungan dan disarankan untuk mengembangkan media yang disusun untuk materi-materi yang lain. Pengawas dan kepala UPTD juga berharap agar ada pembinaan dari perguruan tinggi di daerah ini untuk meteri olimpiade. Dalam kegiatan pelatihan, para guru sangat antusias dalam mempraktekkan alat-alat peraga (media) yang telah disusun dalam kegiatan peer teaching. Banyak masukan yang diberikan, baik oleh para guru ataupun oleh tim pelaksana P2M terkait dengan pelaksanaan pembelajaran berbantuan media inovatif. Masukan yang diberikan oleh tim pelaksana P2M lebih banyak terkait dengan pendalaman materi bidang studi terkait dengan media yang dikembangkan, misalnya materi tentang pengertian simetri putar dan cara mengajarkannya menggunakan media. Sebanyak tujuh alat peraga yang sempat disimulasikan dan kemampuan mereka berkualitas cukup dan baik. Dari 50 orang guru yang mengikuti pelatihan dipilih 3 orang yang didampingi untuk melaksanakan pembelajaran matematika berbantuan media inovatif pada kelas dan sekolah di masingmasing. Melalui kegiatan pendampingan, pelaksanaan pembelajaran berbantuan media inovatif dapat berlangsung dengan baik.
RPP yang disusun disesuaikan dengan
kurikulum 2013, dengan menyusun RPP tematik. RPP yang disusun berkualitas baik. Kemampuan guru yang dinilai menggunakan APKG, berkualitas baik. Rata-rata hasil belajar matematika siswa mengalami peningkatan dari sebelum pelaksanaan pembelajaran berbantuan media dengan setelah pelaksanaan pembelajaran berbantuan media. Kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan P2M ini adalah masalah waktu pelaksanaan sering terganggu dengan adanya hari-hari libur keagamaan dan kegiatankegiatan yang lain. Di samping itu masalah yang cukup mengganggu adalah keterlambatan pencairan dana, sehingga waktu pelaksanaan kegiatan menjadi mundur, tidak bisa berlangsung sesuai dengan rencana. Namun, semua kendala dan masalah yang muncul telah dicarikan solusinya, yaitu dengan melaksanakan kegiatan pelatihan pada hari sabtu dan lebih banyak kerja dalam kelompok kerja guru (KKG). Dengan demikian kegiatan P2M ini telah berlangsung dengan baik.
Edisi Juli 2014
7
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja 4. Penutup Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam pelaksanaan kegiatan P2M ini, dapat disimpulkan bahwa telah terbentuk 7 kelompok kerja guru (KKG) dengan masingmasing anggota sebanyak 4 sampai 9 orang, berdasarkan distribusi lokasi sekolah. Rata-rata kemampuan mengajar guru menggunakan media pembelajaran matematika yang telah dikembangkan, berkualitas “baik” demikian juga dengan RPP yang disusun guru, berkualitas “baik”. Setelah pelaksanaan pembelajaran berbantuan media, hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari rata-rata 6,2 menjadi 7,4. Oleh karena itu, para guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran khususnya untuk materi matematika, agar menggunakan media yang inovatif, karena siswa akan belajar dengan cara yang bermakna dan sesuai dengan perkembangan kognitif siswa SD. Disamping itu, para guru SD agar senantiasa berupaya secara terus menerus mengembangkan kemampuan profesionalisme guru melalui kegiatan KKG, agar masalah-masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas masing-masing dapat dicarikan solusinya secara bersama-sama.
DAFTAR PUSTAKA
Parwati, N.N., Mariawan, I. M., & Suarsana, I. M. 2007. Peningkatan Profesionalisme Guru Matematika Melalui Pelatihan Implementasi Model-model Pembelajaran Berbantuan Alat Peraga Bagi Guru-Guru Sekolah Dasar No 3 Mengesta. Laporan P2M. Tidak diterbitkan. Singaraja: Undiksha. Parwati, N.N. & Mariawan, I. M. 2008. Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru-guru SD di Kabupaten Tabanan. Laporan P2M. Tidak diterbitkan. Singaraja: Undiksha. Reigeluth, C. M. 1999. Instructioanl-design theories and models: A new paradigm of instructional theory. Volume II. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers. Smaldino, S.E. , Lowther, D.L. & Russell, J.D. 2008. Instructional Media and Technology for Learning. 9th Edition. Upper Saddle Rive NJ: Pearson Education, Inc. Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisem Pendidikan Nasional. 2003. (Online) tersedia dalam www.hukumonline.com. Edisi Juli 2014
8
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja MINIMALISASI DAMPAK PERKAWINAN POLIGAMI MELALUI DISEMINASI UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT) PADA MASYARAKAT DESA SONGAN KECAMATAN KINTAMANI oleh, Ratna Artha Windari Fakultas Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha ABSTRAK Tujuan kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan serta kesadaran hukum khususnya bagi ibu rumah tangga serta generasi muda Desa Songan terhadap ketentuan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). sehingga dikemudian hari jika terjadi KDRT akibat perkawinan poligami masyarakat Metode pengabdian adalah “RRA dan PRA” (rural rapid appraisal dan participant rapid appraisal). Hasil kegiatan menunjukkan bahwa setelah diberikan diseminasi oleh tim Pakar Hukum dari Undiksha Singaraja masyarakat Desa Songan menjadi memiliki pengetahuan yang jelas dan utuh mengenai: (1) hakekat kekerasan dalam rumah tangga, (2) para peserta desiminasi memahami bahwa setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, baik dengan cara kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, atau penelantaran rumah tangga, (3) upaya penanggulangan terhadap kekerasan dalam rumah tangga, (4) sanksi hukum bagi yang melakukan kekerasan rumah tangga, dan (5) implikasi perilaku KDRT yang dilakukan terhadap anak dan kaum perempuan. Kata-kata kunci: minimalisasi, poligami, kekerasan dalam rumah tangga, desa Songan.
ABSTRACT The purpose of community service activities are to develop the knowledge and awareness of the law, especially for housewives and young generation Rural Songan to the provisions of Act No. 23 of 2004 on the Elimination of Domestic Violence (domestic violence). until later in case of domestic violence due to polygamy society devoted method is "RRA and PRA" (rapid rural appraisal and rapid appraisal participant). The results showed that after a given activity by a team of Legal Experts dissemination of Singaraja Undiksha villagers Songan to have a clear and complete knowledge of: (1) the nature of domestic violence, (2) the dissemination of the participants understand that each person is prohibited from domestic violence stairs to the person within the scope of the household, either by means of physical violence, psychological violence, sexual abuse, or neglect of household, (3) prevention of Edisi Juli 2014
9
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja domestic violence, (4) penalties for those who commit domestic violence, and (5) the implications of the behavior of domestic violence committed against children and women. Keywords: minimization, polygamy, domestic violence, Songan village. 1. Pendahuluan Masyarakat Desa Songan merupakan masyarakat yang simbolik dengan poligami. Tradisi poligami bagi masyarakat Desa Songan merupakan sesuatu yang lumrah, bahkan dianggap sebagai bentuk “kejantanan” laki-laki yang memang dominan dalam berbagai aspek. Berdasarkan data statistik Desa Songan tercatat sebanyak 89 keluarga dari 423 kepala kelurga melakoni poligami (Data Statistik Desa Songan Kintamani Tahun 2010). Menurut staf desa Songan data ini merupakan data jumlah kepala keluarga yang melaporkan diri melakukan poligami pada kepala dusun atau pada kepala desa, sedangkan yang lebih banyak tidak melaporkan diri ke-kantor kepala desa alias kawin secara adat, sehingga tidak tercatat dalam data statistik desa. Hal ini berarti, secara realitas kepala keluarga yang melakoni poligami jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah yang terdapat di dalam data statistik desa. Jumlah ini disinyalir akan terus bertambah, seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan jumlah perkawinan
yang
dilangsungkan
oleh
kaum
muda
masyarakat Desa Songan. Secara sosial budaya, praktek poligami yang dilakukan oleh sebagian masyarakat Desa Songan diterima oleh masyarakat, khususnya masyarakat yang melakoni poligami. Di sisi lain salah satu dampak dari perkawinan poligami yang seringkali diabaikan dalam masyarakat adalah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga baik terhadap anak maupun istri Secara geografis dan sosiologis kelompok-kelompok masyarakat desa songan yang menganut kebiasaan berpoligami dapat dipetakan menjadi tiga kelompok, yaitu : (1) masyarakat yang tinggal didaerah pedalaman, seperti daerah kayuselem dan bubung. Masyarakat di daerah pedalaman yang cenderung terisolir ini mengangap poligami merupakan simbolisasi kemampuan dan keberhasilan laki-laki, serta memanfaatkan praktek poligami sebagai hiburan, karena memang daerah-daerah ini sangat minim sentuhan hiburan,
(2) kelompok masyarakat yang pendidikannya masih rendah.
Kelompok masyarakat ini cenderung mencoba melepaskan diri dari masalah dan beban hidup dengan cara berpoligami, (3) kelompok masyarakat yang masih sangat panatik Edisi Juli 2014
10
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja terhadap punduhan (satu keturunan). Kelompok masyarakat ini menjadikan hubungan kekerabatan harus terus dipertahankan sebagaimana ikatan ketela rambat yang terus terikat. Poligami merupakan praktek perkawinan seorang pria dengan dua atau lebih perempuan. Praktek poligami yang di beberapa daerah dianggap sebagai simbol kejantanan dan keperkasaan pria tidak terlepas dari pengaruh budaya patriarkhi yang memposisikan kaum pria lebih tinggi dibandingkan kaum perempuan. Salah satu dampak negatif yang sangat besar dari perkawinan poligami adalah terjadinya tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Bentuk-bentuk kekerasan terhadap istri-istri dan anak-anak mereka yang dipicu dari dijalankannya perkawinan poligami adalah mulai dari tekanan psikis, penganiayaan fisik, penelantaran istri dan anak-anak, ancaman dan teror serta pengabaian hak seksual istri. Meskipun hukum mengatur secara tegas sanksi yang dikenakan kepada pelaku KDRT namun dalam sebagian besar kasus KDRT di Indonesia, khususnya pada masyarakat Desa Songan seringkali tidak dilaporkan ke pihak berwajib atau aparat kepolisian. Hal ini menimbulkan berbagai pertanyaan yang berkaitan dengan pengetahuan dan pemahaman masyarakat Desa Songan tentang hak-hak korban KDRT dan perlindungan hukumnya, sebagaimana diatur dalam UU No. 23 Tahun 2004. Tujuan utama kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan serta kesadaran hukum khususnya bagi para ibu rumah tangga serta generasi muda (karang taruna) Desa Songan terhadap hukum penghapusan KDRT (UU No. 23 Tahun 2004), sehingga dikemudian hari jika terjadi KDRT akibat perkawinan poligami masyarakat sudah mengetahui tindakan hukum yang dapat dilakukan untuk melindungi kaum perempuan dan anak-anak yang mengalami hal tersebut. Mengingat sedemikian urgennya permasalahan KDRT akibat poligami pada masyarakat Desa Songan Kintamani dan implikasinya terhadap perlindungan perempuan, maka program ini disinyalir akan dapat memberikan manfaat bagi : (1) ibu rumah tangga dan karang taruna, program pengabdian masyarakat ini akan mampu meningkatkan pengetahuan dan wawasan mereka tentang hukum penghapusan KDRT (UU No. 23 Tahun 2004), dan Edisi Juli 2014
(2) kaum perempuan, program pengabdian 11
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja masyarakat ini akan mampu meningkatkan pengetahuan dan wawasan mereka tentang perlindungan hukum terhadap tindak KDRT.
2. Metode Pelaksanaan Pengabdian Program ini merupakan program yang bersifat terminal dalam rangka peningkatan pengetahuan dan wawasan para ibu rumah tangga dan karang taruna di Desa Songan Kecamatan Kintamani dalam memahami hukum penghapusan KDRT (UU No. 23 Tahun 2004) dengan sistem jemput bola. Untuk kepentingan pencapaian tujuan program ini, maka rancangan yang dipandang sesuai untuk dikembangkan adalah “RRA dan PRA” (rural rapid appraisal dan participant rapid appraisal). Di dalam pelaksanaannya, program ini akan mengacu pada pola sinergis antara tenaga pakar dan praktisi dari Universitas Pendidikan Ganesha. Di sisi lain, program ini juga diarahkan pada terciptanya iklim kerjasama yag kolaboratif dan demokratis dalam dimensi mutualis antara dunia perguruan tinggi dengan masyarakat secara luas di bawah koordinasi pemerintah Kabupaten setempat, khususnya dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan wawasan ibu rumah tangga dan generasi muda (karang taruna) Desa Songan Kecamatan Kintamani secara cepat namun berkualitas bagi kepentingan pembangunan masyarakat setempat Model pelaksanaan kegiatan ini akan dilakukan secara langsung (tatap muka) sebagaimana layaknya sistem pembelajaran yang dilakukan di sekolah atau perguruan tinggi. Lama pelaksanaan kegiatan adalah 8 (delapan) bulan
yang dimulai dari
tahap perencanaan, pelaksanaan sampai pada proses evaluasi dengan melibatkan ibuibu rumah tangga dan seluruh karang taruna yang ada di Desa Songan Kecamatan Kintamani, yang masing-masing banjar akan diwakili 10 orang dengan proporsi berimbang antara ibu rumah tangga dengan pemuda pemudi, sehingga jumlah pesertanya sebanyak 130 orang. Pada akhir program setiap peserta akan diberikan sertifikat sebagai
tanda bukti partisipasi
mereka dalam kegiatan ini. Melalui
program ini, diharapkan kaum ibu rumah tangga dan juga generasi muda Desa Songan mendapatkan pengetahuan dan pemahaman yang jelas tentang UU 23
Tahun
No.
2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan
menyebarluaskannya pada masing-masing banjar yang ada di Desa Songan. Edisi Juli 2014
12
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja 3. Hasil dan Pembahasan Berdasarkan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat Desa Songan Kintamani dalam kaitannya dengan masalah kekerasan rumah tangga yang disebabkan karena perkawinan poligami yang tidak didasarkan pada syarat-syarat UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974, maka pelaksanaan program pengabdian masyarakat ini telah dilakukan dalam bentuk sosialisasi kepada keluarga yang mengalami
kekerasan
dalam rumah tangga dan keluarga yang melakukan poligami pada masyarakat Desa Songan. Dipilihnya sasaran keluarga yang rentan terhadap kekerasan pada rumah tangga, khususnya keluarga yang melakukan poligami, melakukan
poligami
selama ini
paling
karena keluarga
yang
sering mengalami berbagai persoalan,
termasuk kekerasan dalam rumah tangga. Di sisi lain, keluarga poligami diharapkan mampu menyebarluaskan kepada masyarakat lain yang ada di Desa Songan tentang akibat kekerasan rumah tangga, baik secara hukum maupun secara psikologis terhadap korban dan keluarga. Diseminasi UU No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Pada Masyarakat Desa Songan Kecamatan Kintamani ini dilaksanakan pada bulan September di Balai Banjar Toya Bungkah Kecamatan Kintamani dengan keterlibatan penuh seluruh
tim yang memiliki spesifikasi
kepakaran di bidang hukum. Adapun alur diseminasi UU No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Pada Masyarakat Desa Songan Kecamatan Kintamani, 1) Tahap persiapan, yang terdiri dari
tahap: (a)
penyiapan bahan administrasi sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan sosialisasi, (b) melakukan koordinasi dengan karang kepala Desa Songan dan peserta pelatihan, (c) menyiapkan materi pelatihan, (d) menyiapkan narasumber yang memiliki kompetensi sesuai dengan target dan tujuan pelatihan, dan (e) menyiapkan jadwal pelatihan selama 1 hari efektif, 2) tahap pelaksanaan, yang terdiri dari : (a) melakukan sosialisasi UU No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Pada Masyarakat Desa Songan Kecamatan Kintamani, (b) diskusi terbatas mengenai efek Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), dan 3) tahap evaluasi, yang terdiri dari (a) persentasi kesimpulan sosialisasi oleh peserta, (b) refleksi dan tes dari pakar, dan (c) memberikan penilaian terhadap tes yang diberikan pada peserta sosialisasi. Edisi Juli 2014
13
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Pada proses diseminasi para peserta sangat antusias mendengarkan dan memahami UU No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
yang menjadi dasar dalam menanggulangi kekerasan dalam
rumah tangga. Pada proses sosialisasi terungkap sebenarnya telah banyak terjadi kejadian kekerasan rumah tangga di Desa Songan Kintamani, namun tidak sampai diajukan ke ranah hukum, baik oleh korban maupun orang yang mengetahui kejadian tersebut. Berbagai persoalan yang terjadi di dalam rumah tangga dianggap sebagai pristiwa yang bersifat “kekeluargaan” dan tidak ada payung hukum yang dapat menyentuh “hakekat kekeluargaan tersebut”, sehingga mesti diselesaikan secara pribadi antar anggota keluarga. Apalagi yang melakukan kekerasan dalam rumah tangga adalah suami yang menjadi kepala keluarga, sudah dianggap sebagai sesuatu yang lazim berlaku dan tabu untuk diungkit-ungkit atau disampaikan pada orang lain. Kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi pada masyarakat Desa Songan Kintamani pada umumnya menimpa kaum perempuan dan anak-anak. Hal ini disebabkan karena kaum perempuan, khususnya
yang melakoni “memadu”
(dipoligami) menjalani “persaingan” diantara istri-istri untuk mendapatkan perhatian suami, sehingga cenderung menuruti apapun yang menjadi kemauan suami. Di sisi lain kaum perempuan secara fisik lebih lemah diabndingkan dengan kaum laki-laki. Kondisi ini dimanfaatkan oleh kaum laki-laki yang mempunyai istri lebih dari satu untuk melakukan tidakan yang semena-mena, yang pada dasarnya telah mengarah dan termasuk dalam kekerasan rumah tangga. Pada proses sosialisasi juga terekam, baik kaum perempuan, anak-anak dan laki-laki yang mengikuti proses sosialisasi tidak mengetahui adanya undang UU No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang menjadi jaminan perlindungan dan payung hukum terhadap kekerasan yang dilakukan oleh anggota keluarga. Mereka berasumsi persoalan rumah tangga merupakan persoalan yang bersifat kekeluargaan, sehingga tindakan apapun yang dilakukan oleh anggota keluarga terhadap anggota keluarga lainnya tidak dapat dikenakan sanksi. Asumsi ini juga melekat pada kaum perempuan dan anak-anak yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga, sehingga tidak berani menceritakan atau melaporkan kepada pihak yang berwajib berkaitan dengan kekerasan yang dilakukan oleh suami atau orang tuanya. Bahkan, Edisi Juli 2014
14
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja dianggap sebagai sesuatu yang wajar dan lumrah terjadi. Padahal dalam konsideran UU No.23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Disamping itu, segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga, merupakan pelanggaran asasi
manusia
dan
kejahatan
terhadap
martabat
hak
kemanusiaan serta bentuk
diskriminasi yang harus dihapus. Adanya konsideran dan aturan hukum ini tidak diketahui dan dipahami oleh masyarakat Desa Songan Kintamani. Adapun jenis kekerasan rumah tangga yang dialami adalah dalam bentuk kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual dan penelantaran rumah tangga. Dari proses sosialisasi terungkap kekerasan rumah tangga yang paling sering terjadi pada anggota keluarga yang melakoni poligami adalah kekerasan psikis dan penelataran rumah tangga. Hal ini disebabkan karena perkawinan poligami pada masyarakat Desa Songan yang hanya dilalui dengan proses adat, tidak mendapatkan pengakuan secara hukum nasional, kerana tidak tercatat dikantor catatan sipil. Kondisi ini menyebabkan secara hukum nasional perkawinannya dinggap tidak pernah terjadi dan anak yang terlahir dari hubungan poligami tidak mendapatkan pengakuan secara hukum nasional. Sehingga, anak yang terlahir dari poligami secara hukum nasional tidak mempunyai hak atas apa yang dimiliki oleh bapaknya.
Hal ini juga
berimplikasi pada perempuan yang dipoligami, dimana mereka tidak mempunyai dasar hukum yang kuat untuk menuntut suaminya, karena tidak tercatat di kantor catatan sipil. Kondisi ini menyebabkan laki-laki yang melakoni poligami merasa memiliki kekuasaan secara penuh atas istri-istri dan anak-anak yang terlahir dari proses perkawinan poligami yang dilakoni. Negara secara hukum melalui pasal 10 UU No.23 Tahun 2004 memberikan beberapa hak terhadap korban KDRT, yakni korban berhak mendapatkan: (a) perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, (b) advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun, (c) berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan; (d) pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis; (e) penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban; Edisi Juli 2014
15
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja (f) pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan (g) pelayanan bimbingan rohani. Disamping perlindungan tersebut, apabila terjadi kekerasan dalam rumah tangga maka pasal 26 dan pasal 27 juga mengatur sebagai berikut: (a) korban berhak melaporkan secara langsung kekerasan dalam rumah tangga kepada kepolisian baik di tempat korban berada maupun di tempat kejadian perkara, (b) korban dapat memberikan kuasa kepada keluarga atau orang lain untuk melaporkan kekerasan dalam rumah tangga kepada pihak kepolisian baik di tempat korban berada maupun di tempat kejadian perkara, dan (c) dalam hal korban adalah seorang anak, laporan dapat dilakukan oleh orang tua, wali, pengasuh, bersangkutan
atau anak
yang
yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Setelah Singaraja,
diberikan masyarakat
sosialisasi
oleh
tim
pakar
hukum
dari
Undiksha
di Desa Songan Kecamatan Kintamani dapat memahami
dengan jelas UU No.23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Bahkan para peserta dapat mengetahui bahwa undangundang tersebut akan mengikat semua masyarakat, termasuk anggota keluarga yang melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Para peserta juga mengetahui jenisjenis kekerasan dalam rumah tangga dan
akibat hukumnya, jika terjadi kekerasan
dalam rumah tangga, khususnya bagi para pelaku, walapun itu anggota keluarga. Hal ini dapat dilihat dari hasil diskusi dan evaluasi yang dilakukan oleh pakar Undiksha,
terhadap
pengetahuan
dan
keterampilan
hukum
peserta sosialisasi.
Berdasarkan evaluasi tindak lanjut yang dilakukan, ditemukan bahwa para peserta yang mengikuti desiminasi UU No.23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di memiliki pengetahuan yang konsisten mengenai hakekat kekerasan dalam rumah tangga, jenis-jenis kekerasan dalam rumah tangga dan penghapusan kekerasan dalam rumah tangga serta akibat hukumnya jika melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Dengan demikian, sesuai dengan kriteria keberhasilan program desiminasi ini, maka sosialisasi ini akan dinilai berhasil apabila mampu meningkatkan pengetahuan dan wawasan peserta sosialisasi tentang UU No.23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Edisi Juli 2014
16
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Berdasarkan hasil evaluasi tidak lanjut juga terekam, beberapa manfaat praktis yang diperoleh oleh peserta desiminasi Desa Songan Kecamatan Kintamani melalui sosialisasi UU No.23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), yaitu: (1) mereka mendapatkan informasi yang jelas dan utuh mengenai hakekat kekerasan dalam rumah tangga, (2)
para peserta desiminasi
memahami bahwa setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, baik dengan cara kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, atau penelantaran rumah tangga.Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Kekerasan seksual meliputi: pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut; pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu, (3) upaya penanggulangan terhadap kekerasan dalam rumah tangga, (4) sanksi hukum bagi yang melakukan kekerasan rumah tangga. Para peserta memahami sanksi pidana yang akan dikenakan kepada pelaku, sebagaimana tercantum dalam pasal 44 sampai dengan pasal 49 UU No.23 Tahun 2004 dengan hukuman penjara minimal 4 (empat) bulan dan maksimal 20 tahun, serta denda mulai dari Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah) hingga Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). Selain pidana sebagaimana tersebut diatas, hakim juga dapat menjatuhkan pidana tambahan berupa (pasal 50): (1) Pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak tertentu dari pelaku; dan (2) Penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan lembaga tertentu, dan (5) Implikasi perilaku KDRT yang dilakukan oleh sang suami kepada
dirinya
akan menimbulkan beberapa hal seperti: (1) rasa traumatis yang
dalam seperti munculnya perasaan takut dan cemas terus menerus, (2) hilangnya rasa percaya diri, (3) hilang kemampuan untuk bertindak dan menjadi tidak berdaya, (4) bisa mengakibatkan kematian akibat kekerasan fisik, pembunuhan, atau bunuh diri, (5) adanya trauma fisik berat, (6) trauma fisik dalam kehamilan yang beresiko Edisi Juli 2014
17
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja terhadap ibu dan janin, (7) kehilangan akal sehat atau gangguan jiwa, (8) paranoid atau perasaan curiga terus menerus kepada orang lain, (9) gangguan psikis berat seperti depresi, sulit tidur, disfungsi seksual, kurang nafsu makan, kelelahan kronis dan lain sebagainya 4. Penutup Berdasarkan hasil pelaksanaan pengabdian masyarakat pada masyarakat Desa Songan Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli dapat ditarik beberapa simpulan, yaitu : (1) Masyarakat Desa Songan Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli, belum memiliki pengetahuan yang jelas mengenai UU No.23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Selama ini prilaku atau tindakan kekerasan dalam rumah tangga dianggap sebagai dianggap sebagai pristiwa yang bersifat “kekeluargaan” dan tidak ada payung hukum yang dapat menyentuh “hakekat kekeluargaan tersebut”, sehingga mesti diselesaikan secara pribadi antar anggota keluarga. Apalagi yang melakukan kekerasan dalam rumah tangga adalah suami yang menjadi kepala keluarga, sudah dianggap sebagai sesuatu yang lazim berlaku dan tabu untuk diungkit-ungkit atau disampaikan pada orang lain; (2) Setelah
diberikan
diseminasi
oleh
tim, masyarakat Desa Songan
memiliki
pengetahuan yang jelas dan utuh mengenai (a) hakekat kekerasan dalam rumah tangga, (b)
para peserta desiminasi memahami bahwa setiap orang dilarang melakukan
kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, baik
dengan
cara
kekerasan
fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, atau
penelantaran rumah tangga, (c) upaya penanggulangan terhadap kekerasan dalam rumah tangga, (d) sanksi hukum bagi yang melakukan kekerasan rumah tangga, dan (e) implikasi perilaku KDRT yang dilakukan terhadap anak dan kaum perempuan;
(3)
Program ini berhasil meningkatkan pengetahuan dan wawasan masyarakat dalam memahami hakekat kekerasan dalam rumah tangga, jenis-jenis kekerasan dalam rumah tangga, cara penanggulangan kekerasan dalam rumah tangga, sanksi hukum bagi pelaku kekerasan dalam rumah tangga dan implikasi kekerasan dalam rumah tangga terhadap korban (perempuan, maupun anak-anak). Saran yang layak dipertimbangkan, antara lain: (1) Bagi laki-laki yang melakukan poligami, hendaknya dapat memberikan perlakukan yang adil terhadap Edisi Juli 2014
18
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja semua istri dan anak-anak. Penyelesaian persoalan di dalam keluarga semestinya dilakukan secara demokratis dan terbuka, sehingga tidak menyebabkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, yang pada akhirnya merugikan anak-anak dan kaum perempuan; (2) Bagi kaum perempuan yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga, hendaknya menyampaikan penindasan yang dilakukan oleh suaminya kepada pihak yang berwajib, sehingga dapat diproses dan menjadi pelajaran bagi laki-laki yang doyan melakukan kekerasan terhadap anak dan perempuan; (3) Bagi tokoh masyarakat, hendaknya memberikan sanksi yang tegas bagi para pelaku kekerasan dalam rumah tangga yang sering dilakukan oleh laki- laki yang melakoni poligami.
DAFTAR PUSTAKA Daweg, (1968). Babad Desa-desa di Bali. Bangli: Deppen Kabupaten Bangli Dina. (2008). Poligami Menurut Pandangan Islam dan Siswa-Siswi SMA 38 Jakarta. (Makalah). Jakarta Kaler, I.G.K. (1983) Butir-butir Tercecera tentang Adat Bali. Denpasar Bali Agung. Komnas Perempuan, (2002). Peta Kekerasan Pengalaman Perempuan Indonesia, Jakarta: Ameepro Ratna. (2007). Negara Wajib Mengatur Poligami. (Makalah). Disarikan dalam Harian Umum Warta Kota 12 Mei 2007 Panetje Gede, (1989) Aneka Catatan Tentang Hukum Adat Bali : Denpasar ; Guna Agung Sugiyono, 2006, Metode Penelitian Kuantitatif kualitatif dan R & D, Bandung: ALFABETA Yuarsi, Susi Eja, (2002). Tembok Tradisi dan Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan, Yogyakarta: Kerjasama Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM dengan Ford Foundation Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1 Undang-Undang N0.23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 95 Edisi Juli 2014
19
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja PELATIHAN PENULISAN ARTIKEL ILMIAH BAGI GURU-GURU KIMIA DI KABUPATEN BULELENG oleh, I Wayan Redhana, I Made Kirna, I Nyoman Suardana, dan I Wayan Subagia Fakultas Matematika dan IPA Universitas Pendidikan Ganesha ABSTRAK Tujuan kegiatan P2M ini adalah menghasilkan produk berupa artikel ilmiah yang siap diterbitkan dalam Jurnal Pendidikan Kimia Indonesia (JPKimIa) melalui pelatihan. Kegiatan pelatihan yang dilakukan meliputi berkoordinasi dengan MGMP Kimia Kabupaten Buleleng mengenai jadwal dan tempat pelaksanaan P2M, pelatihan pencarian informasi atau browsing internet, pembekalan penulisan artikel ilmiah, pelatihan menganalisis artikel jurnal yang telah dipublikasikan, dan pembuatan artikel ilmiah. Jumlah peserta kegiatan sebanyak 30 orang guru-guru kimia. Hasil kegiatan P2M adalah guru-guru kimia sangat antusias mengikuti pelatihan P2M. Kata-kata kunci: pelatihan, artikel ilmiah, guru kimia ABSTRACT The purpose of this activity is to produce a product P2M be prepared scientific articles published in the Journal of Chemical Education Indonesia (JPKimIa) through training. Training activities undertaken include coordination with Chemistry MGMPs Buleleng on schedule and place of P2M, training information search or browse the internet, debriefing writing scientific articles, analyzing training journal articles have been published, and the manufacture of scientific articles. The number of participants in as many as 30 teachers of chemistry. Results P2M activities are chemistry teachers are very enthusiastic about the training P2M. Key words: training, scientific articles, chemistry teacher 1. Pendahuluan Jabatan fungsional guru adalah jabatan fungsional yang mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melakukan kegiatan mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta Edisi Juli 2014
20
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Oleh karena itu, peranan guru dalam memajukan pendidikan dan dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas sangat penting dan strategi. Mengingat pentingnya peranan guru dalam memajukan pendidikan nasional dan menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, guru yang berkualitas di masa sekarang dan di masa yang akan datang mutlak diperlukan. Untuk itu, pemerintah melalui Menteri Negara Pendayaan Aparatur Negara mengeluarkan Permenegpan Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Angka Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Unsur dan subunsur kegiatan guru yang dinilai angka kreditnya meliputi pendidikan, pembelajaran/
pembimbingan,
pengembangan
keprofesian
berkelanjutan,
dan
penunjang. Pengembangan keprofesian berkelanjutan meliputi subunsur pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan karya inovatif. Publikasi ilmiah dapat meliputi publikasi ilmiah atas hasil penelitian atau gagasan inovatif pada bidang pendidikan formal dan publikasi buku teks pelajaran. Pada Pasal 16 Ayat (2) dinyatakan bahwa “Untuk kenaikan jabatan/pangkat setingkat lebih tinggi dari guru pertama, pangkat penata muda, golongan ruang IIIa sampai dengan guru utama, pangkat pembina utama, golongan
ruang
IVe
wajib
melakukan
kegiatan
pengembangan
keprofesian
berkelanjutan yang meliputi subunsur pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan/atau karya inovatif.” Peraturan ini mulai berlaku 1 Januari 2011. Ini mengisyaratkan kepada kita bahwa guru-guru harus melakukan pengembangan diri jika mengusulkan kenaikan jabatan/pangkat. Salah satu pengembangan diri yang dapat dilakukan oleh guru-guru adalah dengan membuat karya ilmiah yang dipublikasikan dalam jurnal ilmiah. Untuk membantu guru-guru kimia alumni Jurusan Pendidikan Kimia dalam mempublikasikan hasil-hasil penelitian atau gagasan pemikiran kritisnya, Ikatan Alumni Jurusan Pendidikan Kimia (IKA-Kim) FMIPA Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) membuat suatu wadah komunikasi ilmiah yang berupa jurnal ilmiah. Jurnal ini kemudian diberi nama Jurnal Pendidikan Kimia Indonesia (disingkat JPKimIa). Dalam perkembangannya, keberadaan jurnal ini tidak hanya untuk menampung hasilhasil penelitian dari guru-guru kimia alumni Jurusan Pendidikan Kimia Undiksha, tetapi juga untuk mempublikasikan karya dari seluruh peneliti, praktisi, pemerhati pendidikan, dan pengembang kurikulum, khususnya dalam bidang pendidikan kimia. Melalui media Edisi Juli 2014
21
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja komunikasi berupa JPKimIa ini, para peneliti dan praktisi dalam bidang pendidikan kimia dapat menyebarluaskan hasil-hasil penelitian dan gagasannya kepada masyarakat ilmiah sehingga masyarakat ilmiah dapat mengimplementasikan hasil-hasil penelitian atau gagasan kritis tersebut untuk meningkatkan kualitas pendidikan di negara kita. Selain oleh guru-guru kimia, hasil-hasil penelitian yang dipublikasikan dalam JPKimIa ini juga dapat dimanfaatkan oleh semua pemangku kepentingan, termasuk dinas pendidikan dan perguruan tinggi dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan. JPKimIa terbit dua kali setahun, yaitu periode April dan Oktober. Setiap terbitan memerlukan sekitar 10 artikel. Untuk memperoleh jumlah 10 artikel setiap terbitan atau nomor tentu bukan pekerjaan yang mudah. Memang ada kebijakan di Jurusan Pendidikan Kimia bahwa kekurangan artikel akan dipenuhi dari artikel skripsi mahasiswa S1. Selain itu, kekurangan artikel setiap terbitan akan di-back up oleh artikel dari dosen-dosen di Jurusan Pendidikan Kimia. Kenyataannya, jumlah artikel yang diharapkan dari guru-guru kimia alumni Jurusan Pendidikan Kimia sangat kurang. Apa yang menjadi harapan ketika JPKimIa di bentuk yaitu mewadahi hasil-hasil penelitian atau gagasan dari guru-guru kimia, tidak dapat terpenuhi. Dari dua nomor yang sudah terbit, kebanyakan tulisan berasal dari dosendosen dan mahasiswa Jurusan Pendidikan Kimia yang telah menyelesaikan skripsi. Jurusan Pendidikan Kimia memang mewajibkan kepada mahasiswa agar membuat artikel hasil penelitian dari skripsinya. Artikel inilah yang sementara menjadi penopang pemenuhan artikel JPKimIa. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Surat Edaran Nomor 152/E/T/2012 tentang Publikasi Karya Ilmiah. Isi surat edaran tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, untuk lulus program sarjana, mahasiswa harus telah menghasilkan makalah yang terbit pada jurnal ilmiah. Kedua, untuk lulus program magister, mahasiswa harus telah menghasilkan makalah yang terbit pada jurnal ilmiah nasional, diutamakan yang terakreditasi Dikti. Ketiga, untuk lulus program doktor, mahasiswa harus telah menghasilkan makalah yang terbit pada jurnal internasional. Ketentuan ini merupakan pemecahan atas masalah paceklik publikasi ilmiah. Pemerintah berasumsi bahwa pengejaran kuantitas publikasi ilmiah dapat dijadikan indikasi peningkatan kualitas karya ilmiah. Edisi Juli 2014
22
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Berkaitan dengan surat edaran tersebut, mahasiswa Jurusan Pendidikan Kimia telah memiliki wadah untuk menerbitkan artikel skripsinya dalam JPKimIa (Jurnal Pendidikan Kimia Indonesia). Oleh karena itu, kehadiran JPKimIa ini juga merupakan solusi bagi mahasiswa Jurusan Pendidikan Kimia yang mungkin sulit menerbitkan artikelnya hasil penelitian skripsinya. Ini berarti, JPKimIa tidak akan kekurangan artikel untuk setiap terbitan, paling tidak disuplai oleh artikel dari hasil penelitian skripsi mahasiswa di Jurusan Pendidikan Kimia. Namun, jurnal yang baik adalah jurnal yang mempublikasikan artikel yang berasal dari luar. Dengan kata lain, jurnal tidak hanya memuat artikel dari dalam atau kalangan sendri (Jurusan Pendidikan Kimia Undiksha), tetapi juga memuat artikel dari luar. Salah satu syarat jurnal agar bisa diakreditasi oleh Dikti adalah artikel yang dimuat paling tidak 60% berasal dari luar. Ini tentu pekerjaan yang tidak mudah. Untuk dapat memenuhi kebutuhan artikel yang berasal dari luar, pihak pengelola perlu melakukan sosialisasi JPKimIa kepada penulis luar. Untuk hal ini, sosialisasi telah dilakukan kepada guru-guru kimia yang ada di propinsi Bali, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur ketika rapat IKA-Kim. Pengelola juga telah melakukan sosialisasi JPKimIa ke universitas di luar Undiksha, seperti Universitas Pendidikan Indonesia, Universitas Negeri Semarang, Universitas Negeri Surabaya, dan Universitas Sriwijaya dengan cara mengirimkan contoh terbitan JPKimIa kepada salah satu dosen di universitas tersebut dan mengimbau dosen yang bersangkutan menulai artikel dan agar mengarahkan mahasiswanya menulis artikel di JPKimIa. Pengelola juga telah membuat web JPKimIa di web Undiksha. Namun, karena JPKimIa belum terakreditasi, para penulis masih enggan memasukkan artilkel atau tulisannya. Penulis luar yang paling layak disasar adalah guru-guru kimia alumni Jurusan Pendidikan Kimia Undiksha yang ada di propinsi Bali. Namun, secara umum kemampuan guru-guru kimia menulis artikel ilmiah masih sangat rendah. Untuk itu, melalui kegiatan Pengabdian pada Masyarakat (P2M) ini, pengelola memberikan pelatihan tentang penulisan artikel ilmiah bagi guru-guru kimia. Mengingat jangkauan dan jumlah guru-guru kimia yang sangat banyak, kegiatan pelatihan ini dilakukan secara bertahap, yaitu setiap tahunnya dilaksanakan pelatihan di satu kabupaten/kota. Pada tahun 2011, kegiatan pelatihan penulisan artikel bagi guru-guru kimia ini telah Edisi Juli 2014
23
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja dilakukan di kabupaten Gianyar. Dari kegiatan di kabupaten Gianyar ini telah dihasilkan dua artikel yang telah terbit di JPKimia. Untuk tahun 2012 ini, kegiatan P2M tentang pelatihan penulisan artikel ilmiah bagi guru-guru kimia dilaksanakan di kabupaten Karangasem. Sementara itu, kegiatan pelatihan penulisan artikel ilmiah bagi guru-guru kimia pada tahun 2013 ini akan dilaksanakan di kabupaten Buleleng. Kemampuan guru-guru kimia yang ada di kabupaten Buleleng dalam menulis karya ilmiah secara umum masih sangat rendah, walaupun diakui bahwa beberapa guru-guru kimia telah memiliki kemampuan menulis karya ilmiah yang cukup memadai. Dua orang guru di kabupaten Buleleng yang cukup aktif menulis adalah I Gede Putra Adnyana, S.Pd. M.Pd. (Guru SMAN 2 Busungbiu) dan Drs. I Wayan Soma (Guru SMAN 4 Singaraja). Mereka cukup intensif mengirim tulisan ke redaksi JPKimIa. Drs. I Wayan Soma juga merupakan guru teladan tingkat kabupaten Buleleng pada tahun 2009. Namun, keberhasilan beberapa orang guru kimia ini tidak diikuti oleh guru kimia lainnya. Beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi berkaitan dengan rendahnya kemampuan guru-guru kimia di kabupaten Buleleng menulis artikel ilmiah dapat diuraikan sebagai berikut. Pertama, guru-guru kimia kurang memiliki sumber-sumber informasi, seperti buku dan jurnal. Hal ini dikemukakan oleh beberapa orang guru kimia bahwa mereka tidak memiliki buku atau jurnal sehingga mereka tidak dapat mendukung tulisannya dengan teori-teori yang ada. Demikian juga perpustakaan yang ada di daerah di daerah tidak menyediakan jurnal ilmiah yang memadai untuk mendukung tulisan ilmiah yang dibuat oleh guru-guru. Walaupun mereka tidak memiliki sumber informasi yang memadai, mereka sesungguhnya dapat mengakses atau melakukan browsing informasi di internet. Asalkan mereka dapat menuliskan kata-kata kunci dengan tepat, mereka akan memperoleh informasi dimaksud dengan cepat. Beberapa sekolah terutama mantan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) telah memiliki jaringan internet di sekolahnya. Namun, mereka belum bisa memanfaatkan jaringan internet ini secara maksimal karena mereka kebingungan atau tidak mengetahui cara mengangkses informasi dengan cepat dan tepat. Akibatnya, mereka seperti ayam bertelur di padi, namun mati kelaparan. Artinya, fasilitas internet sudah tersedia, namun mereka belum bisa memanfaatkan fasilitas internet tersebut secara optimal. Edisi Juli 2014
24
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Kedua, guru-guru kimia umumnya tidak memiliki hasil penelitian atau gagasan untuk ditulis. Hal ini sangat berkaitan dengan masalah pertama, yaitu kurangnya tersedia sumber informasi berupa buku dan jurnal tentang pendidikan. Walaupun guruguru kimia tidak memiliki hasil penelitian untuk ditulis, mereka dapat menulis gagasan inovatifnya. Gagasan ini dapat diperoleh dari membaca hasil-hasil penelitian atau gagasan pemikiran orang lain. Masalah utama adalah mereka malas membaca materi yang berkaitan dengan pendidikan kimia. Ketiga, kemampuan guru-guru kimia dalam menulis atau menuangkan ide dalam tulisan secara umum masih sangat rendah. Guru-guru kimia umumnya tidak terbiasa menulis. Pekerjaan menulis, dalam hal ini artikel ilmiah, memerlukan latihan dan kebiasaan. Keterampilan menulis ini tidaklah dibawa sejak lahir, melainkan diperoleh melalui proses pembelajaran dan latihan. Orang memiliki keterampilan menulis artikel ilmiah karena mereka berlatih menulis artikel. Hasil tulisannya pasti kurang baik pada awal mereka belajar menulis. Seiring dengan waktu dan latihan yang keras dan sungguh-sungguh, mereka akan dapat melahirkan artikel berkualitas. Terakhir, guru-guru kimia tidak memahami aturan tata tulis ilmiah dalam jurnal ilmiah. Mereka membuat judul sangat panjang, bahkan mereka mengkopi judul penelitian menjadi judul artikel. Masalah lainnya adalah pembuatan abstrak. Mereka membuat abstrak lebih dari 200 kata, bahkan satu halaman dengan spasi tunggal. Demikian juga dengan jumlah kata-kata kunci. Mereka membuat lebih dari lima katakata kunci. Pada bagian pendahuluan, mereka menguraikan terlalu panjang lebar teori dan mereka sering mengambil kalimat atau paragraf dari buku atau tulisan orang lain tanpa menyebutkan sumbernya. Di samping itu, tulisan yang dibuat oleh guru-guru kimia sering tidak berkaitan antara paragraf yang satu dengan paragraf yang lain. Sementara itu pada metode penelitian, mereka menulis desain penelitian tidak jelas. Untuk bagian hasil dan pembahasan mereka tidak menyajikan hasil secara ringkas. Rata-rata tidak disertai dengan standar deviasi. Demikian juga sering terjadi penyajian ganda, data yang sama disajikan dalam berbagai bentuk. Artinya, data sudah disajikan dalam bentuk tabel, juga disajikan dalam bentuk grafik. Dalam hal pembahasan, guruguru tidak membahas temuan secara mendalam, melainkan menarasikan temuan atau
Edisi Juli 2014
25
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja hasil secara panjang lebar. Demikian juga guru-guru kurang membandingkan temuannya dengan temuan lain yang dihasilkan oleh peneliti lain. Kondisi di atas akan menjadikan guru-guru kimia sebagai konsumen ide, bukan sebagai produsen ide. Guru-guru kimia hendaknya dapat menghasilkan ide-ide atau gagasan inovatif yang dapat dibagi (di-sharing) kepada sesama profesi. Jika setiap orang guru kimia dapat menghasilkan ide-ide inovatif dan membaginya kepada guruguru kimia lain, maka ide-ide tersebut akan dapat dimiliki oleh guru-guru lain. Dengan kata lain, proses berbagi (memberi dan menerima) akan dapat berlangsung dengan baik. Inilah yang sesungguhnya disebut sebagai masyarakat ilmiah dan masyarakat belajar (learning community). Luaran yang diharapkan dari kegiatan P2M ini adalah artikel ilmiah yang siap dipublikasikan dalam JPKimIa. Dengan demikian, rumusan permasalahan yang akan dicari jawabannya setelah guru-guru kimia mengikuti kegiatan P2M ini adalah sebagai berikut. (1) Berapa jumlah produk artikel ilmiah yang dapat dihasilkan oleh guru-guru kimia di kabupaten Buleleng yang siap dipublikasikan dalam JPKimIa?, (2) Bagaimana kualitas artikel ilmiah yang dihasilkan oleh guru-guru kimia di kabupaten Buleleng? Manfaat dari kegiatan P2M dapat diuraikan sebagai berikut. (1) Guru-guru kimia khususnya di kabupaten Buleleng diharapkan memiliki pengetahuan dan keterampilan menulis artikel ilmiah. Pengetahuan dan keterampilan ini juga dapat dimanfaatkan oleh guru-guru untuk membimbing karya ilmiah siswa di sekolahnya masing-masing. (2) Dihasilkannya artikel ilmiah dalam bidang pendidikan kimia yang siap diterbitkan dalam JPKimIa sehingga keberlangsungan terbit dari JPKimIa ini dapat dipertahankan. Di samping itu, dengan tersedianya artikel dalam jumlah yang memadai, pengelola JPKimIa dapat menyeleksi artikel yang ada sehingga artikel yang dimuat atau diterbitkan memiliki kualitas yang baik.
2. Metode Pelaksanaan Pengabdian Kabupaten Buleleng terletak di bagian utara pulau Bali yang berjarak 80 km dari kota Denpasar. Lokasi kegiatan adalah di SMA Negeri 1 Singaraja yang berjarak sekitar 2 km dari Universitas Pendidikan Ganesha. Lokasi kegiatan dapat ditempuh dengan kendaraan pribadi atau kendaraan umum. Sasaran dari kegiatan P2M ini adalah guruEdisi Juli 2014
26
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja guru kimia yang tergabung dalam MGMP kabupaten Buleleng yang berjumlah sekitar 30 orang. Kemampuan guru-guru kimia dalam menulis artikel ilmiah masih sangat kurang. Masih sangat sedikit (empat orang) guru-guru kimia yang berasal dari Kabupaten Buleleng yang memasukkan artikelnya ke JPkimIa. Padahal, beberapa guru kimia di kabupaten Buleleng memiliki kemampuan melakukan penelitian dan mampu menulis artikel. Pemecahan masalah di atas didekati dengan menggunakan kerangka berpikir, seperti ditunjukkan di bawah. Masalah yang ada di lapangan diidentifikasi, kemudian dirumuskan alternatif pemecahan masalahnya. Kemudian, dari alternatif pemecahan masalah yang berhasil diidentifikasi, dipilih alternatif yang paling mungkin dan tepat sasaran untuk mengatasi masalah yang ada. Setelah memilih alternatif yang paling mungkin dan tepat sasaran, selanjutnya dirumuskan metode kegiatan/pelaksanaan pemecahan masalah. Metode pelaksanaan kegiatan berupa pelatihan. Waktu Pelaksanaan kegiatan P2M dari tanggal 2 Agustus 2013 sampai dengan 2 Oktober 2013. Kegiatan pelatihan penulisan artikel ilmiah dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut. Berkoordinasi dengan MGMP Kimia kabupaten Buleleng. Penulis berkoordinasi dengan pengurus MGMP Kimia kabupaten Buleleng berkaitan dengan kegiatan pelatihan, terutama mengenai tempat dan jadwal pelaksanaan. Kegiatan pelatihan ini akan dilaksanakan sekitar bulan Juli sampai Agustus 2013. Pengurus MGMP diharapkan dapat membantu penulis menyiapkan prasarana dan sarana penunjang pelaksanaan kegiatan pelatihan. Pengurus MGMP juga menyurati anggota MGMP untuk menjadi peserta dalam kegiatan pelatihan. Jumlah guru-guru kimia yang terlibat dalam kegiatan P2M ini sekitar 30 orang. Pelatihan pencarian informasi atau browsing internet. Kegiatan ini diawali dengan pemberian informasi atau pembekalan kepada seluruh peserta tentang cara-cara dan triktrik cepat pencarian informasi yang berkaitan dengan artikel jurnal, buku, makalah, materi bidang studi, animasi dan video pembelajaran, dan sebagainya di internet. Setelah pembekalan, seluruh peserta berlatih mengakses informasi di internet. Pembekalan penulisan artikel ilmiah. Pembekalan penulisan artikel ilmiah meliputi tentang pedoman penulisan pada JPKimIa. Untuk artikel hasil penelitian, cakupan Edisi Juli 2014
27
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja materinya meliputi kriteria judul, identitas penulis, abstrak, pendahuluan, metode penelitian, hasil dan pembahasan, penutup, dan daftar rujukan. Sementara itu, untuk artikel kajian putaka atau hasil gagasan, cakupan materinya meliputi kriteria judul, identitas penulis, abstrak, pendahuluan, pembahasan, penutup, dan daftar rujukan. Penulisan daftar rujukan menggunakan sistem American Phsychological Association (APA) meliputi antara lain: (1) penulisan buku cetakan dengan satu penulis, (2) buku cetakan dengan dua penulis, (3) buku cetakan dengan editor sebagai penulis, (4) buku review cetakan dengan dua orang penulis, (5) brosur cetakan tanpa tahun dan tanpa penulis, (6) bab dalam buku cetakan yang ada editornya, (7) bab dalam buku cetakan yang ada edisi dan editornya, (8) disertasi/tesis/skripsi yang tidak dipublikasikan yang ada dalam database, (9) laporan pemerintah/koorporasi yang dipublikasikan secara online, (10) artikel jurnal dengan dua orang penulis yang dipublikasikan secara online dan mengandung doi (digital object installer), (11) artikel jurnal cetakan dengan satu orang penulis, (12) artikel jurnal yang dipublikasikan secara online oleh dua orang penulis, tanpa doi, (13) artikel jurnal oleh tiga sampai enam orang penulis yang dipublikasikan secara online dengan doi, (14) artikel jurnal cetakan oleh tujuh atau lebih orang penulis, (15) karya individu di internet, (16) artikel jurnal di internet, (17) artikel majalah cetakan, (18) artikel majalah online yang ditemukan dalam database tanpa doi, (19) artikel jurnal dalam CD-ROM, (20) artikel koran online tanpa doi, (21) artikel koran cetakan dengan penulis, (22) artikel koran cetakan tanpa penulis, (23) makalah atau poster yang dipresentasikan dalam pertemuan, (24) dokumen resmi pemerintah yang diterbitkan oleh suatu penerbit tanpa penulis dan tanpa lembaga, (25) karya terjemahan, skripsi, tesis, dan disertasi, (26) makalah yang disajikan dalam seminar, penataran atau lokakarya, (27) bahan diskusi di internet, (28) email pribadi, (29) website tanpa penulis dan tanpa tahun, (30) makalah dipresentasikan dalam pertemuan, dan (31) abstrak diakses online tanpa doi. Materi berikutnya adalah cara pengutipan. Jenis kutipan terdiri atas: (1) satu pekerjaan oleh satu orang penulis, (2) satu pekerjaan oleh dua orang penulis, (3) satu pekerjaan oleh tiga orang penulis, (4) satu pekerjaan oleh empat orang penulis, (5) satu pekerjaan oleh lima orang penulis, (6) satu pekerjaan oleh enam orang penulis atau lebih, (7) kelompok (ada singkatan sebagai penulis), dan (8) kelompok (tanpa singkatan Edisi Juli 2014
28
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja sebagai penulis). Selain itu, juga dipaparkan materi tentang penggunaan “dan” versus “&,” cara pengutipan, dan penggunaan bahasa dan tanda baca. Pelatihan menganalisis artikel jurnal yang telah dipublikasikan. Setelah peserta diberi pembekalan tentang materi penulisan artikel ilmiah. Peserta selanjutnya berlatih menilai artikel jurnal yang telah dipublikasikan. Peserta diminta menerapkan pengetahuan yang dimiliki untuk menilai artikel jurnal. Pembuatan artikel ilmiah. Kegiatan selanjutnya adalah peserta menulis artikel ilmiah berdasarkan hasil-hasil penelitian atau gagasan ilmiahnya. Selama penulisan ini peserta dibimbing oleh pelatih (pelaksana P2M). Kegiatan penulisan ini dilanjutkan di rumah masing-masing peserta dan mereka diminta sudah membawa artikel akhir pada bulan berikutnya guna diberikan masukan-masukan untuk menyempurnakan artikel tersebut. Rancangan Evaluasi. Keberhasilan dari kegiatan pelatihan penulisan artikel ilmiah bagi guru-guru kimia di kabupaten Buleleng dilihat dari kuantitas dan kualitas produk artikel ilmiah yang dihasilkan dari kegiatan pelatihan tersebut. Tabel berikut menyajikan aspek yang dievaluasi dan kriteria indikator pencapaian tujuan. Tabel 1. Rancangan evaluasi Aspek yang dievaluasi Indikator pencapaian tujuan Artikel ilmiah yang dihasilkan Jumlah artikel yang siap dipublikasikan dalam oleh guru-guru kimia selama JPKimIa paling tidak 20% dari jumlah peserta kegiatan P2M pelatihan Rara-rata kualitas artikel yang dihasilkan dari kegiatan pelatihan minimum tergolong baik, dengan skor minimal 70. Jumlah peserta pelatihan sebanyak 30 orang guru kimia. Dengan asumsi setiap guru kimia membuat satu artikel ilmiah, dengan demikian minimal akan ada 6 artikel yang siap dipublikasikan dalam JPKimIa. Sementara itu, untuk penilaian artikel menggunakan rubrik. Rubrik ini dibuat dengan mengadaptasi rubrik
yang
dikembangkan oleh tim pengelola Jurnal Ilmu Pendidikan (Universitas Negeri Malang).
3. Hasil dan Pembahasan Jumlah guru-guru kimia di kabupaten Buleleng Bali yang berpartisipasi dalam kegiatan ini sebanyak 30 orang. Peserta sangat antusias mengikuti kegiatan P2M ini. Edisi Juli 2014
29
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Hal ini disebabkan oleh mereka belum pernah memperoleh materi atau pelatihan tentang penulisan artikel ilmiah sebelumnya. Mereka aktif bertanya tentang kaedah penulisan artikel ilmiah. Beberapa guru yang pernah mengikuti pendidikan S2, sekarang ini mereka menyadari kekurangannya dalam menulis tulis karya ilmiah. Misalnya, mereka sering membuat judul artikel ilmiah sama dengan judul penelitian (thesis) sehingga judul tulisan sangat panjang, lebih dari 20 kata. Demikian juga ketika mereka menulis abstrak. Mereka membuat abstrak satu halaman dengan jumlah kata lebih dari 200 kata dan dibuat dalam tiga paragraf. Untuk kata kunci, mereka membuatnya lebih dari lima kata kunci dan banyak kata yang tidak penting dijadikan kata kunci, seperti kata pembelajaran. Apalagi pendahuluan, mereka sering membuat pendahuluan dengan mengutip terlalu banyak dari buku-buku atau tulisan orang lain sehingga pendahuluan yang dibuat kurang menggambarkan masalah yang dipecahkan. Permasalahan lainnya adalah ketika mereka membuat pembahasan, mereka sering mengulangi pernyataan hasil yang dibuat dalam bentuk deskripsi. Tidak ada ide penulis yang ditampilkan dalam pembahasan dan juga hasil-hasil yang diperoleh tidak dikomparasikan dengan temuantemuan oleh penulis lain. Terakhir, permasalahan yang ditemukan adalah tidak konsistennya penulisan daftar rujukan. Dengan pelatihan ini mereka merasa lebih percaya diri menulis artikel ilmiah untuk diterbitkan dalam JPKimIa. Mereka berusaha memperbaiki kekurangan yang dimiliki. Bagi guru-guru kimia yang memang senang menulis, mereka merasa memperoleh manfaat yang sangat besar dengan dilatihnya mereka tentang penulisan artikel ilmiah. Mereka menjadi lebih bersemangat menulis dan sekarang mengetahui trik mencari sumber-sumber informasi di internet. Mereka merasa tidak ada kendala dalam mencari informasi di internet. Di lain pihak juga ditemukan bahwa bagi guru-guru yang tidak pernah menulis, baik berupa artikel ilmiah, laporan penelitian, dan sebagainya, mereka mengalami kesulitan mengikuti materi pelatihan ini. Beberapa dari mereka menyatakan bahwa materi yang diberikan cukup tinggi dan sulit. Hal ini beralasan karena mereka tidak pernah membaca buku-buku atau jurnal ilmiah, bahkan mereka tidak pernah melakukan penelitian. Pelatihan ini selain dapat memberikan wawasan dan keterampilan kepada mereka dalam menulis artikel ilmiah, mereka juga merasa lebih percaya diri dalam Edisi Juli 2014
30
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja membimbing siswa dalam pembuatan karya tulis ilmiah. Biasanya setiap tahun diadakan lomba karya tulis ilmiah bagi siswa SMA, baik di tingkat kabupaten, provinsi, nasional, maupun internasional. Siswa-siswa SMA dari kabupaten Buleleng sudah ada yang lolos dalam ajang lomba karya tulis ilmiah di tingkat nasional, dan bahkan internasional. Para guru berharap agar mereka dapat meningkatkan prestasi siswanya dalam lomba karya tulis. Selain itu, juga ada lomba karya tulis untuk guru. Beberapa dari guru kimia memiliki semangat yang tinggi untuk mengikuti lomba karya tulis di tingkat kabupaten, provinsi, dan bahkan nasional. Hasil evaluasi terhadap kuantitas dan kualitas artikel dari kegiatan P2M ini adalah sebagai berikut. Tidak ada guru yang mengumpulkan artikel ilmiah yang akan diterbitkan dalam JPKimia. Salah satu alasan guru-guru kimia adalah mereka belum sempat menulis artikel karena mereka sibuk mengajar. Alasan yang lainnya adalah mereka baru memulai penelitian sehingga belum ada bahan hasil penelitian yang akan ditulis menjadi artikel. Alasan berikutnya adalah mereka baru saja naik pangkat/jabatan sehingga mereka belum membutuhkan kredit point dari artikel saat ini. Walaupun demikian, mereka merasa memiliki wawasan tentang penulisan karya ilmiah, baik dalam penulisan proposal penelitian, laporan penelitian, maupun artikel ilmiah. Mereka akan bersusaha melakukan penelitian untuk dapat ditulis menjadi artikel di kemudian hari, apalagi dengan diberlakukannya Permenegpan Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Angka Fungsional Guru dan Angka Kreditnya bahwa guru wajib membuat pengembangan profesi untuk dapat diangkat pada jabatan yang lebih tinggi, tidak terkecuali golongannya. Secara jujur diakui bahwa kegiatan P2M ini belum mencapai target yang ditetapkan. Seperti telah diuraikan di atas, kegiatan ini tidak sepenuhnya gagal karena guru-guru kimi telah memiliki wawasan, pengetahuan dan keterampilan dalam penulisan karya ilmiah. Tidak saja menulis artikel, guru-guru kimia juga memiliki wawasan dalam membuat proposal penelitian dan laporan penelitian. Peningkatan pemahaman guru-guru kimia tentang kaedah penulisan ilmiah merupakan suatu keberhasilan juga, walaupun bukan menjadi target utama. Demikian juga, mereka merasa lebih percaya diri dalam membimbing siswa dalam lomba karya tulis ilmiah.
Edisi Juli 2014
31
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja 4. Penutup Kegiatan P2M tentang penulisan artikel ilmiah telah dilaksanakan dengan jumlah peserta sebanyak 30 orang guru-guru kimia di kabupaten Buleleng. Tidak ada guru-guru kimia yang mengumpulkan artikel sampai kegiatan P2M ini berakhir. Beberapa alasan yang dikemukakan oleh guru-guru kimia adalah mereka sibuk mengajar, mereka belum memiliki penelitian untuk ditulis menjadi artikel, dan mereka baru saja naik pangkat atau jabatan sehingga mereka tidak membutuhkan kredit point saat ini. Walaupun demikian, guru-guru kimia sangat antusias mengikuti kegiatan pelatihan dan mereka merasa memperoleh pengetahuan dan keterampilan tetang penulisan karya ilmiah. Mereka juga merasa lebih siap membimbing siswanya dalam lomba penulisan karya ilmiah. DAFTAR PUSTAKA Anonim (2010). Cara efektif mencari informasi di Google. Tersedia pada: http:http://internet-marketing-gratis.blogspot.com/2010/06/cara-efektif-mencariinformasi-di.html. Diakses pada tanggal 20 februari 2011. Anonim. (2010). EYD terbaru (Permendiknas Nomor 46 Tahun 2009). Yogyakarta: Pustaka Timur. Chaer, A. (2011). Ragam bahasa ilmiah. Jakarta: Rineka Cipta. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Surat Edaran Nomor 152/E/T/2012 tentang Publikasi Karya Ilmiah. Jurnal Pendidikan Kimia Indonesia (2001). Alumni Jurusan Pendidikan Kimia Undiksha. Keduax (2011). Teknik Mencari Informasi di Google. Tersedia pada: http: http://keduax.wordpress.com/2011/02/20/teknik-mencari-informasi-di-google. Diakses pada tanggal 20 februari 2011. Lima Adi Sekawan. (2009). EYD Pus. Jakarta: Limas. Peraturan Menteri Negara Pendayaan Aparatur Negara Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Angka Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Santoso, U. (2010). Kiat-kiat pemulisan artikel ilmiah dalam jurnal ilmiah internasional. tersedia pada: http://uripsantoso.wordpress.com/2008/06/04. Diakses tanggal 20 februari 2012. Edisi Juli 2014
32
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Sugihastuti. (2000). Bahasa laporan penelitian. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Surat Edaran Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan No. 152/E/T/2012 Tanggal 27 Januari 2012 tentang Publikasi Karya Ilmiah. Tanjung, H. B. N. & Ardial, H. (2010). Pedoman penulisan karya ilmiah dan mempersiapkan diri menjadi penulis artikel ilmiah. Jakarta: Prenada Media Group.
Edisi Juli 2014
33
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja PEMANFAATAN BARANG BEKAS LAYAK PAKAI SEBAGAI ALAT PERAGA BAHASA DI TK WISATA KUMARA DAN TK KUMARA KERTI oleh, Ni Luh Putu Sri Adnyani, I Made Suta Paramarta, Putu Suarcaya Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Ganesha ABSTRAK Kegiatan pengabdian pada masyarakat yang berjudul “Pemanfaatan Barang Bekas Layak Pakai sebagai Alat Peraga Bahasa di TK Wisata Kumara dan TK Kumara Kerti” merupakan sebuah kegiatan pelatihan yang diberikan kepada guru-guru TK yang bertujuan untuk Adapun tujuan darai pelaksanaan kegiatan P2M ini adalah: 1)Untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas alat peraga bahasa kelompok Taman Kanak-Kanak Wisata Kumara dana Kumara Kerti, 2) untuk meningkatkan variasi atau keberagaman alat peraga bahasa yang dimiliki TK-TK tersebut, dan 3) untuk membantu guru dalam upaya pencapaian standar perkembangan bahasa anak melalui alat peraga bahasa yang memadai. Kegiatan telah dilaksanakan pada bulan September 2013. Pada kegiatan tersebut alat peraga yang dihasilkan adalah buku berbincang dan kartu memori. Kata-kata kunci: barang bekas, alat peraga bahasa, TK ABSTRACT Community service activities, entitled "Utilization of Used Goods in circulation as a Tool for Language Modeling in TK and TK Kumara Kumara Travel Kerti" is a training activities provided to kindergarten teachers who aim to darai The purpose of conducting the P2M are: 1) to improve the quantity and quality of language groups props Kindergarten Kerti Travel Kumara Kumara funds, 2) to increase the variation or diversity props language is owned kindergartens, and 3) to assist teachers in achieving the standards of language development of children through props adequate language. Activities have been carried out in September 2013. In the event, the props are produced book talk and memory card. Keywords: thrift, props language, TK 1. Pendahuluan Di Desa Kalibukbuk dan Desa Anturan yang secara geografis letaknya bersebelahan terdapat masing-masing satu buah Penyelenggara PAUD jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak Kanak (TK) yang dikelola oleh ibu –ibu PKK desa setempat. Kedua TK tersebut, yaitu TK Wisata Kumara dan TK Kumara Kerti. Edisi Juli 2014
34
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Berdasarkan informasi yang diperoleh dari kepala sekolah kedua TK tersebut, mereka mengalami kekurangan sarana dan prasarana yang mendukung proses pendidikan dan bermain anak. Mereka mengandalkan sumbangan yang dipungut dari orang tua siswa, yang rata-rata berjumlah Rp 120.000,- pertahun peranak. Pada tahun ajaran 2011/2012, setiap TK memiliki rata-rata 70 orang anak didik dengan sebaran 10% penitipan anak, 30% TK A dan 60% TK B. Dengan jumlah anak yang cukup banyak, setiap TK hanya memiliki dana alat pertahun rata-rata sebesar Rp 8.400.000,- dari sumbangan orang tua anak. Jumlah ini, sangat minim dibandingkan dengan kebutuhan anak akan alat-alat yang dapat membantu mereka dalam mengenyam proses pendidikan usia dini. Observasi di lapangan menunjukkan bahwa ruang kelas TK belum dilengkapai dengan alat-alat peraga yang memadai begitu juga dengan alat peraga yang menunjang keterampilan berbahasa anak. TK Wisata Kumara memiliki dua buah ruang kelas dan TK Kumara Kerti memiliki tiga buah ruang kelas. Setiap ruang kelas hanya dilengkapi dengan beberapa buah meja dan kursi, sebuah lemari, sebuah meja guru, sebuah papan tulis dan poster-poster dari kertas yang ditempel di dinding kelas. Ironisnya, Desa Kalibukbuk dan Desa Anturan adalah desa-desa yang terkenal dengan daerah pariwisata pantainya yang cukup terkenal, yaitu kawasan wisata Lovina. Di daerah wisata ini terdapat berbagai hotel dan restoran yang memiliki berbagai limbah pariwisata, misalnya berupa majalah-majalah bekas yang sering ditinggalkan wisatawan setelah selesai dibaca, brosur-brosur yang sudah tidak terpakai, koran-koran baik yang internasional maupun lokal serta barang-barang bekas lain baik berupa botol plastik yang berwarna warni, kaleng-kaleng dari berbagai merek serta kardus-kardus bekas pembungkus barang bahkan pakaian bekas yang begitu saja dionggokkan oleh para wisatawan di tong sampah dengan alasan sudah aus atau karena para wisatawan tersebut ingin mengurangi beban kopernya yang sering sudah dipenuhi dengan barang-barang souvenir yang telah dibeli di daerah wisata. Tragisnya, barang-barang bekas tersebut masih layak pakai dan sering memiliki kualitas yang baik namun dibuang begitu saja. Barang-barang bekas layak pakai tersebut sebenarnya bisa dimanfaatkan sebagai bahan dasar untuk membuat alat alat peraga bahasa yang dapat membantu anak dalam meningkatkan keterampilan berbahasa mereka. Berbagai majalah bekas yang ditinggalkan oleh para wisatawan sangat Edisi Juli 2014
35
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja bervariasi dan sering dipenuhi dengan foto-foto objek yang sangat menarik. Ambillah satu contoh majalah yang berhubungan dengan olah raga air seperti menyelam. Jenis majalah ini memuat berbagai foto kekayaan flora dan fauna alam bawah laut. Majalah lain, misalnya yang berhubungan dengan budaya yang sering memuat temapat-tempat bersejarah atau foto-foto warisan sebuah budaya, sangat disayangkan jika nasib dari majalah-majalah bekas tersebut terangkut bersama mobil dinas pekerjaan umum pengangkut sampah. Selama ini belum disadari oleh pihak pengelola TK desa setempat untuk memanfaatkan barang bekas layak pakai yang dihasilkan pelaku pariwisata sebagai alat peraga atau media pembelajaran yang menunjang proses pendidikan dan bermain anak. Memang saat ini seiring dengan berkembangnya pendidikan anak usia dini berbagai alat peraga dan media pembelajaran yang dapat membantu proses pendidikan di TK sudah banyak yang diproduksi produsen apalagi di kota-kota besar. Namun untuk sebuah TK yang hanya dikelola oleh sekumpulan ibu-ibu PKK di desa Kalibukbuk dan desa Anturan dengan dana yang dialokasikan untuk alat dengan jumlah yang sangat terbatas, alat-alat peraga tersebut cucup mahal untuk mereka jangkau. Di samping itu, lokasi TK tersebut berada dengan jarak 10 km dari kota terdekat, yaitu Singaraja. Sementara di kota Singaraja hanya terdapat dua buah toko buku yang lebih mengutamakan untuk menjual buku-buku pelajaran untuk anak SD, SMP, dan SMA. Toko-toko buku tersebut jarang menyediakan alat-alat peraga yang dapat digunakan anak usia dini dalam mengembangkan kreatifitas mereka. Untuk mendapatkan alat-alat peraga yang beraneka ragam, guru-guru TK harus mencarinya di pusat kota Denpasar yang berjarak sekitar 80 km dari Singaraja. Selain itu, pun jika para guru berkeinginan untuk ke Denpasar untuk membeli alat-alat peraga tersebut, dana yang mereka miliki sebagian besar akan habis untuk transportasi yang juga jatuhnya cukup mahal. Dengan kenyataan itu, alat-alat peraga bisa dibuat sendiri oleh para guru dengan memanfaatkan limbah pariwisata yang sering masih memiliki kualitas yang baik dan layak pakai. Adapun tujuan darai pelaksanaan kegiatan P2M ini adalah: 1)Untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas alat peraga bahasa kelompok Taman Kanak-Kanak Wisata Kumara dana Kumara Kerti, 2) untuk meningkatkan variasi atau keberagaman alat peraga bahasa yang dimiliki TK-TK tersebut, dan 3) untuk membantu guru dalam upaya Edisi Juli 2014
36
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja pencapaian standar perkembangan bahasa anak melalui alat peraga bahasa yang memadai. 2. Metode Pelaksanaan Pengabdian Dalam kegiatan pengabdian ini, masalah yang akan ditangani adalah kurangnya alat peraga bahasa/media pembelajaran dengan membuat/menciptakan alat peraga dengan memanfaatkan barang bekas dari sisa kegiatan pariwisata. Masalah ini dapat diatasi dengan memberikan pelatihan bagi guru-guru TK yang seluruhnya berjumlah 12 orang. Alat-alat peraga yang dapat dibuat dari barang bekas yang terkumpul adalah Panel Teksipel, flash cards, kartu memori, ‘buku berbincang’ dan poster-poster pembelajaran. Pelatihan ini sangat mungkin untuk dilakukan karena: (1) bahan baku berupa barang bekas dengan kualitas yang masih baik sangat berkelimpahan dan mudah didapat, hanya diperlukan pendekatan dan kerjasama dengan pihak pelaku pariwisata seperti hotel, restoran, dive center dll., (2) pelatih/instruktur adalah dosen-dosen dari fakultas bahasa dan seni Universitas pendidikan Ganesha, (3) pembuatan alat peraga bahasa/media pembelajaran ini bukan termasuk kegiatan yang padat modal karena sebagaian besar memanfaatkan barang-barang bekas yang mudah didapat, (4) Alat peraga/media pembelajaran yang dihasilkan sangat menunjang pendidikan anak usia dini dan mengingkatkan kreativitas para guru dalam membimbing anak. Rencana pemecahan masalah yang dibuat dalam pelatihan ini secara rinci adalah: (a) Instruktur bersamasama dengan guru TK menghubungi pihak pelaku pariwisata pemilik hotel, restoran, dive center, SPA untuk mendapatkan barang bekas yang masih memiliki kualitas yang baik seperti majalah, koran brosur bekas, botol, dan kardus, (b) Barang-barang yang terkumpul diklasifikasikan, gambar-gambar yang terdapat dalam koran, brosur dan majalah dikumpulkan berdasarkan empat tema besar, yaitu flora, fauna, alam benda, dan manusia, (c) Pelatihan membuat Panel Teksipel (flanel board). Untuk membuat panel teksipel diperlukan papan dari triplek. Papan dibungkus dengan kain flanel. Gambargambar yang telah digunting di belakangnya diperkuat dengan guntingan kardus yang dilekati dengan guntingan kertas amplas. Kertas amplas ini berfungsi untuk merekatkan gambar ke papan yang telah dibungkus dengan kain flannel sehingga berbagai gambar bisa dipasang dan dibuka lagi, (d) Pelatihan pembuatan Flash cards (kartu bergambar) dibuat dengan berbagai ukuran sesuai dengan gambar yang diperoleh dari majalah atau Edisi Juli 2014
37
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Koran bekas. Misalnya satu set kartu dibuat dengan topik alat-alat transportasi. Setiap alat transportasi yang ditemukan digunting, ditempel ke kertas kardus lalu dibungkus dengan plastik bening. Berbagai kartu dengan bergaia topik bisa dibuat, (e) Pelatihan pembuatan Kartu memori. Kartu memori dibuat dengan membuat sepasang kartu yang memiliki gambar yang mirip atau identis. Kartu juga dibuat dari gambar yang diperkuat belakangnya dengan kertas kardus bekas. Dengan kartu ini anak bisa memasangkan kartu atau mencari pasangan kartu untuk melatih daya ingat serta kemampuan kognitif mereka, (f) Pelatihan membuat ‘buku berbincang’. Disebut ‘buku berbincang’ karena dengan buku ini anak-anak bisa diajak bercakap-cakap oleh guru. Buku ini dibuat dengan bahan dasar kertas manila berwarna putih yang gigunting dan dibentuk seperti buku dengan ukuran 25 cm x 20 cm. Setiap halaman ditempel berbagai macam gambar dengan karakteristik tertentu. Misalnya dalam satu halaman ada enam buah gambar. Beberapa dari gambar tersebut sengaja ditempel dengan posisi terbalik. Dengan halaman tersebut guru bisa bertanya kepada murid “Coba sebutkan gambar apa yang terbalik?” Dihalaman lain bisa disusun gambar-gambar dari yang berukuran kecil sampai besar. Dengan halaman ini, guru bisa bertanya kepada murid “ Benda apa yang paling kecil atau yang paling besar?” Anak juga bisa menggunakan buku tersebut secara berpasangan, saling bertanya dan menjawab, dan (g) Pelatihan membuat poster-poster dengan topik tertentu. Misalnya poster tentang anggota keluarga, yaitu membuat pohon keluarga, peta sebuah desa atau kota dengan bangunan-bangunan yang ada. Dengan peta tersebut anak bisa diajarkan tentang arah dan bagaimana caranya pergi ke suatu tempat. Metode/pendekatan yang ditawarkan untuk membantu guru-guru TK dalam meningkatkan keterampilan berbahasa anak adalah dengan memberikan pelatihan untuk membuat/menciptakan alat peraga bahasa/media pembelajaran secara mandiri. Dalam membuat alat-alat peraga tersebut yang terbuat dari barang bekas, instruktur terdiri dari dosen-dosen dari fakultas bahasa dan seni serta. Proses pembuatan alat peraga tersebut diharapkan juga dapat meningkatkan kreativitas guru dan wawasan bahwa alat peraga tidak selalu harus dibeli namun juga dapat memanfaatkan barang bekas yang sering terdapat di lingkungan tempat tinggal terlebih lagi di lingkungan pariwisata seperti lingkungan tempat kedudukan TK Wisata Kumara dan TK Kumara Kerti.
Edisi Juli 2014
38
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja 3. Hasil Dan Pembahasan Kegiatan pengabdian pada masyarakat yang dikemas dalam bentuk pelatihan pembuatan alat peraga bahasa dengan memanfaatkan barang bekas layak pakai di TK Wisata Kumara yang berkedudukan di Desa Kalibukbuk dan TK Kumara Kerti di Desa Anturan, Kecamatan Buleleng telah dilaksanakan pada Bulan September 2013. Pada pelaksanaan kegiatan tersebut, jumlah peserta yang hadir adalah 14 orang yang terdiri dari kepala Taman Kanak-kanak beserta guru-guru di kedua TK tersebut.
Dalam
pelaksanaan P2M, panitia juga dibantu oleh 4 (empat) orang mahasiswa Jurusan Bahasa inggris Diploma-3. Kegiatan diawali dengan pemaparan tujuan kegiatan serta manfaat kegiatan dilaksanakan baik untuk Tk, guru-guru maupun anak-anak yang belajar di TK-Tk tersebut. Paparan kegiatan disampaikan oleh ketua panitia. Pelatihan pertama yang dilakukan adalah pelatihan pembuatan alat peraga bahasa berupa pembuatan “Buku Berbincang”. Buku berbincang adalah buku yang disusun dengan menggunakan gambar-gambar yang diperoleh dari guntingan koran atau majalah yang diklasifikasi menjadi tema-tema tau topik-topik tertentu. Setiap gambar dilengkapi dengan teks-teks singkat yang bertujuan untuk menggali informasi dari para siswa TK. Misalnya, dalam topik “ Cita-Cita” ada gambar-gambar yang berisi jenis-jenis pekerjaan. Dalam setiap gambar pekerjaan ada teks yang berisi kalimat-kalimat sederhana, misalnya “Siapa ingin jadi Pilot?” atau “Kalau sudah besar, kalian ingin jadi apa?” Teks-teks tersebut ditujukan untuk membantu guru untuk mengembangkan komunikasi dengan siswa melalui media gambar. Gambar dan teks dicetak dan ditempel dalam kerta ukuran F4 yang kemudian dimasukkan ke dalam map yang memiliki folder plastik. Map ini sangat praktis untuk digunakan karena berbentuk seperti buku. Bungkus plastik didalamnya dapat melindungi kertas sehingga tidak mudah rusak dan tahan lama. Beberapa tema yang dibuat dalam buku berbincang adalah “Cita-Citaku”, “Alat Transportasi”, “Ayo Berlibur”, “Olah raga” dan “makanan Kesukaan”. Tema-tema yang dipilih adalah tematema yang lekat dengan kehidupan dan lingkungan anak . Hal ini bertujuan agar anak dapat memahami isi buku dengan mudah. Buku yang dihasilkan tidak dirancang agar anak bisa membaca buku tersebut, namun dirancang untuk menjalin komunikasi yang interaktif antara guru dan anak dan sesama anak. Edisi Juli 2014
39
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Pelatihan kedua yang dilaksanakan adalah pelatihan pembuatan kartu memori. Kartu memori merupakan salah satu alat peraga yang dapat digunakan baik untuk mengasah memori anak maupun keterampilan berbahasa. Kartu memori yang dibuat terdiri dari pasangan-pasangan gambar yang berukuran bujur sangkar dibuat dengan ukuran 4 x 4 cm. Dengan kartu memori anak bisa bermain dan belajar. Pelatih juga menjelaskan cara penggunaan kartu memori. Kartu-kartu yang telah dibuat disebarkan di atas meja dengan posisi terbalik atau posisi gambar mengarah ke meja sehingga gambar tidak kelihatan oleh anak-anak yang bermain. Anak-anak duduk melingkar dan masing-masing anak mendapatkan kesempatan untuk mencari pasangan kartu secara bergiliran dengan cara mencoba membuka satu pasang kartu. Jika mereka tidak menemukan pasangan gambar yang sama, maka mereka harus meletakkan kartu tersebut kembali ke posisi semula. Juika mereka berhasil menemukan pasangan kartu, mereka berhak untuk mengambil pasangan kartu tersebut. Pemenangnya adalah anak yang berhasil mendapatkan pasangan kartu paling banyak. Kartu-kartu memori yang dibuat juga dilaminating. Hal ini bertujuan agar kart-kartu yang dihasilkan bisa bertahan lama dapat digunakan berulang-ulang tanpa khawatir kartu tersebut akan rusak dengan cepat. Dalam pelaksanaan P2M ini, instruktur atau pelatih juga memberikan materi-materi tambahan yang dapat digunakan oleh guru sebagai bahan ajar dalam pembelajaran bahasa. Para guru TK sangat antusias mengikuti pelatihan dan semua guru mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir. Pelaksanaan P2M ini juga melibatkan beberapa orang mahasiswa. Beberapa mahasiswa yang dilibatkan dalam pelaksanaan P2M ini merupakan mahasiswa yang berasal dari Jurusan Bahasa Inggris Diploma 3. Pelibatan mahasiswa bertujuan untuk memperkenalkan kepada mahasiswa tentang salah satu jenis kegiatan pengabdian pada masyarakat yang dapat dilaksanakan di luar kampus. Hal ini diharapkan untuk memberikan ide-ide segar kepada mahasiswa untuk mendorong mahasiswa memiliki kreativitas dalam menulis khususnya dalam penulisan sebuah kegiatan ilmiah. Di samping memperkenalkan kepada mahasiswa tentang kegiatan-kegiatan ilmiah yang dapat dilaksanakan di luar kampus, pelibatan mahasiswa juga dapat mengurangi beban pelatih dalam pelaksanaan kegiatan. Kontribusi mahasiswa sangat besar karena Edisi Juli 2014
40
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja mereka sangat membantu baik dalam persiapan pelaksanaan kegiatan maupun dalam pelksanaan kegiatan atau selama kegiatan berlangsung. Salah satu contoh, mereka mendampingi guru ketika pelatihan berlangsung serta mempersiapkan konsumsi baik bagi panitia maupun peserta pelatihan. Dalam kegiatan pengabdian pada masyarakat ini, alat peraga yang dihasilkan baru berupa buku berbincang dan kartu memori. Sementara panek teksibel, flash cards dan poster belum terealisasi. Alat peraga bahasa yang belum sempat terselesaikan dalam kegiatan ini diharapkan akan bisa terlaksana pada program pengabdian pada masyarakat yang akan datang.
4. Kesimpulan Kegiatan P2M yang dilaksanakan di TK Kumara Kerti dan TK Wisata Kumara yang masing-masing berkedudukan di Desa Anturan dan Desa Kalibukbuk merupakan sebuah kegiatan yang berusaha memanfaatkan penggunaan barang bekas sebagai alat peraga bahasa. Kegiatan telah dilaksanakan pada bulan September 2013 dengan format pelaksanaan menggunakan format pelatihan. Dalam kegiatan tersebut, alat peraga bahasa yang dihasilkan, yaitu “Buku Berbincang” dan kartu-kartu memori. Masingmasing TK menghasilkan satu buah produk buku berbincang dan satu set kartu memori yang terdiri dari 40 pasang kartu. DAFTAR PUSTAKA Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Felicia, Nadia. 2011. Mengapa Pendidikan Anak http://female.kompas.com. Diunduh (25 Agustus 2012)
Usia
Dini
Penting?
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2009 Taylor, Insup. 1990. Psycholinguistiks: Learning and Using Language. Englewood Cliffts: Prentice-Hall.Inc.
Edisi Juli 2014
41
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja PELATIHAN PENYUSUNAN PERANGKAT PEMBELAJARAN SAINS KIMIA BERBASIS BUDAYA BALI BAGI GURU-GURU IPA SMP DI KECAMATAN SUKASADA I Nyoman Suardana, I Dewa Ketut Sastrawidana, dan Nyoman Retug Fakultas Matematika dan IPA Universitas Pendidikan Ganesha ABSTRAK Guru sebagai pendidik profesional seharusnya memiliki kemampuan merancang dan melaksanakan pembelajaran yang menarik dan bermakna sehingga protensi diri peserta didik dapat dikembangkan secara optimal. Pengembangan pembelajaran berbasis budaya Bali merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan. Namun, guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada belum memiliki pemahaman tentang pembelajaran berbasis budaya Bali. Dengan demikian, kegiatan P2M ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada tentang pembelajaran berbasis budaya Bali. Kegiatan P2M ini dilakukan melalui seminar dan pelatihan penyusunan perangkat pembelajaran sains kimia berbasis budaya Bali. Sasaran kegiatan ini adalah guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada. Seminar dan pelatihan dilaksanakan pada Rabu, 6 Nopember 2013 bertempat di Ruang Sidang FMIPA UNDIKSHA. Guru IPA SMP yang hadir dalam kegiatan tersebut sebanyak 8 orang dari jumlah keseluruhan undangan 24 guru. Hasil dari kegiatan tersebut adalah sebagai berikut. 1) Kegiatan P2M dapat meningkatkan pemahaman guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada tentang budaya Bali yang relevan dengan sains kimia SMP dan pembelajaran berbasis budaya Bali. 2) Kegiatan P2M dapat meningkatkan pemahaman dan keterampilan guru-guru IPA SMP dalam penyusunan perangkat pembelajaran sains kimia berbasis budaya Bali. 3) Kegiatan P2M mendapat respon positif dari guru-guru yang terlibat dalam seminar dan pelatihan penyusunan perangkat pembelajaran sains kimia berbasis budaya Bali. Kata-kata kunci: pembelajaran sains kimia, budaya Bali, guru IPA SMP, Sukasada ABSTRACT Teacher as professional educator should have ability to design and conduct interesting and meaningful teaching and learning so student’s pontensial can be developed optimally. Developing of teaching and learning based on Baliness culture is an alternative can be conducted. However, science teachers of secondary school in Sukasada sub-dictrict not have understanding about it. Thereby, this devotion to sosiety aimed to improve science teachers of secondary school in Sukasada sub-dictrict about teaching and learning based on Baliness culture. This devotion to sosiety activities was conducted by seminar and training about designing of teaching and learning based on Baliness culture tools of chemistry science. The target of this activity was science teachers of secondary school in Sukasada sub-dictrict. Seminar and training were conducted on Wednesday, November 6th 2013 in Assembly Room of FMIPA Edisi Juli 2014
42
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja UNDIKSHA. There were eight science teachers of secondary school that attend in this activity from 24 teachers that were invited. The results of these activities were as follows. 1) Devotion to sosiety activities could improve understanding of science teachers of secondary school in Sukasada sub-dictrict about Baliness culture that have relevance to chemistry science and teaching and learning based on Baliness culture. 2) Devotion to sosiety activities could improve understanding and skills of science teachers of secondary school in Sukasada sub-dictrict in designing of teaching and learning based on Baliness culture tools of chemistry science. 3) Devotion to sosiety activities got positive respons from teachers who participated in seminar and training about designing of teaching and learning based on Baliness culture tools of chemistry science. Keywords: teaching and learning of chemistry science, Baliness culture, science teachers of secondary school, sukasada 1. Pendahuluan Kecamatan Sukasada merupakan salah satu kecamatan dari sembilan kecamatan yang terdapat di Kabupaten Buleleng. Kecamatan Sukasada terdiri atas dua belas desa pekraman, yaitu: Desa Kayu Putih, Desa Padang Bulia, Desa Pancasari, Desa Panji Anom, Desa Panji, Desa Sambangan, Desa Selat, Desa Silangjana, Desa Tegal Linggah, Desa Wanagiri, Desa Pegadungan, dan Desa Pegayaman. Di Kecamatan Sukasada terdapat delapan Sekolah Menengah Pertama (SMP/Mts.), yaitu SMP Negeri 1 Sukasada, SMP Negeri 2 Sukasada, SMP Negeri 3 Sukasada, SMP Negeri 4 Sukasada, SMP TP 45 Sukasada, SMP Maulana Pegayaman, MTs. Al-Iman Pegayaman dan Mts. Tegal Linggah. Guru-guru IPA yang mengajar di SMP ini berlatar belakang pendidikan Fisika dan Biologi. Pembelajaran yang dilakukan oleh guru-guru IPA SMP lebih mengarah pada pembelajaran langsung yang berpusat pada guru (teacher centered). Mereka kurang memiliki pemahaman yang mendalam terhadap pembelajaran inovatif yang berkembang saat ini sehingga mereka kurang mampu untuk menerapkan pembelajaran yang interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Mereka kurang memiliki pemahaman dalam menerapkan atau mengembangkan model-model pembelajaran inovatif, misalnya model pembelajaran berbasis budaya lokal (Bali). Pembelajaran atau praktikum berbasis budaya lokal (Bali) Edisi Juli 2014
43
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja telah banyak dilakukan dan terbukti efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa (Suja, et al., 2007; Suastra, el al., 2011 ) dan keterampilan berpikir kritis siswa/ mahasiswa (Selamat, et al., 2009; Suardana, 2010). Perangkat pembelajaran yang dibuat oleh guru-guru IPA cenderung menonton dan tidak memasukkan aspek budaya lokal. Rencana pelaksaaan pembelajaran yang dibuat sudah mengacu pada Permen RI No. 41 tahun 2007 tentang standar proses, tetapi rumusan tujuan belum menunjukkan proses yang jelas untuk pencapaian hasil belajar serta tahapan pembelajaran tidak runut dan kurang jelas. Hal senada juga ditemukan Suastra (2010) bahwa 90% guru menyatakan berkeinginan untuk mengembangkan model pembelajaran sains berbasis budaya lokal, namun hanya 20% guru yang memiliki wawasan/pengetahuan
dan
ke-mampuan
untuk
mengembangkannya.
Ini
mengindikasikan bahwa model pembelajaran berbasis budaya lokal dapat diterima dengan baik, meskipun wawasan dan pengetahuan mereka masih minim. Minimnya wawasan/pengetahuan guru terhadap model pembelajaran sains berbasis budaya terletak pada kurangnya kemampuan guru dalam mencari contoh-contoh kejadian/peristiwa yang mengandung nilai kearifan lokal untuk dapat diintegrasikan ke dalam silabus atau rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Temuan penelitian lainnya menunjukkan bahwa guru-guru IPA SMP masih mengalami kesulitan dalam mengajarkan sains kimia dan mengganggap materi sains kimia terlalu luas dan tidak sistematis (Suja, et al., 2007). Selain itu, guru-guru IPA SMP juga belum memahami sains asli (budaya lokal) yang dapat diintegrasikan ke dalam
pembelajaran,
walaupun
sesungguhnya
tanpa
disadari
mereka
telah
menyinggungnya dalam pembelajaran aspek kimia yang sedang diajarkannya. Misalnya, penggunaan garam dapur untuk pengawetan ikan sering dilakukan dalam pembelajaran, tetapi mereka tidak secara eksplisit memasukkan dalam RPP. Lebih lanjut, hasil diskusi penulis dengan beberapa guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada terungkap bahwa mereka belum memiliki pemahaman berkaitan dengan budaya Bali yang dapat diintegrasikan dalam pembelajaran IPA. Dalam pembelajaran IPA, mereka berpedoman pada buku-buku dan LKS yang ada. Mereka belum mengaitkan pembelajaran yang dilakukan dengan budaya lokal yang berkembang di masyarakat. Di samping itu, guru-gusu IPA SMPA ini juga belum memahami Edisi Juli 2014
44
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja pembelajaran berbasis budaya lokal, khususnya budaya Bali dan bagaimana penyususnan perangkat pembelajarannya. Mereka belum menyadari bahwa adanya keterkaitan antara budaya Bali dengan pembelajaran IPA. Mereka juga menyatakan bahwa untuk praktikum IPA, khususnya sains kimia, sangat jarang bisa dilakukan karena keterbatasan waktu yang tersedia dan tidak adanya tenaga laboran. Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah yang dicarikan solusinya melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah sebagai berikut. (1) Apakah kegiatan P2M ini dapat meningkatkan pemahaman guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada tentang budaya Bali yang relevan dengan sains kimia SMP? (2) Apakah kegiatan P2M ini dapat meningkatkan pemahaman guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada tentang pembelajaran berbasis budaya Bali? (3) Apakah kegiatan P2M ini dapat meningkatkan pemahaman dan keterampilan guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada dalam menyusun perangkat pembelajaran berbasis budaya Bali?, dan (4) Bagaimanakah respon guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada terhadap kegiatan P2M ini? 2. Metode Pelaksanaan Pengabdian Sasaran kegiatan P2M ini adalah guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada. Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan di depan adalah metode ceramah, diskusi, dan pelatihan yang dilaksanakan dalam bentuk seminar dan pelatihan. Keterkaitan antara tujuan, metode, dan bentuk kegiatan P2M ini disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Keterkaitan Tujuan, Metode, dan Bentuk Kegiatan P2M No.
Tujuan
1.
Meningkatkan pemahaman guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada tentang budaya Bali yang relevan dengan sains kimia. Meningkatkan pemahaman guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada tentang pembelajaran berbasis budaya Bali Meningkatkan pemahaman dan keterampilan guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada dalam menyusun perangkat pembelajaran sains kimia berbasis budaya Bali.
2.
3.
Edisi Juli 2014
Metode Ceramah dan diskusi
Bentuk Kegiatan Seminar
Ceramah dan diskusi
Seminar
Diskusi dan Pelatihan
Seminar dan pelatihan
45
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Seminar dan pelatihan penyusunan perangkat perangkat pembelajaran sains kimia berbasis budaya Bali diselenggarakan di Ruang Sidang FMIPA Universitas Pendidikan Ganesha dengan melibatkan guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada. Untuk mengetahui keberhasilan kegiatan P2M ini dilakukan evaluasi terhadap proses dan produk kegiatan serta respon guru-guru yang terlibat dalam seminar dan pelatihan. Evaluasi proses berkaitan dengan partisipasi guru-guru dalam diskusi (mengajukan atau menjawab pertanyaan), semangat mengikuti kegiatan, dan kerja sama. Evaluasi proses dilakukan selama kegiatan berlangsung. Evaluasi produk dilakukan terhadap kualitas perangkat pembejaran berbasis budaya Bali yang dihasilkan sebagai produk lokakarya. Perangkat pembelajaran yang dibuat meliputi: Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS). Sementara itu, respon guru-guru dijaring melalui angket. 3. Hasil dan Pembahasan Kegiatan P2M ini dilakukan melalui seminar dan pelatihan pembuatan perangkat pembelajaran sains kimia berbasis budaya Bali bagi guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada. Seminar dan pelatihan dilaksanakan pada hari Rabu, 6 Nopember 2013 bertempat di Ruang Sidang FMIPA UNDIKSHA. Seminar dan pelatihan dibuka oleh Sekretaris Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat (LPM) Dr. I Wayan Mudana, M.Si., selaku perwakilan dari Ketua LPM. Nara sumber dalam kegiatan ini adalah Dr. I Nyoman Suardana, M.Si. dari Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNDIKSHA. Dalam kegiatan pelatihan penyusunan perangkat pembelajaran nara sumber dibantu oleh dua tenaga pembimbing, yaitu: Dr. I Dewa Ketut Sastrawidana, S.Si., M.Si. dan Drs. Nyoman Retug, M.Si. Seminar dan pelatihan ini dihadiri oleh 11 peserta, yang terdiri atas 8 guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada dan 3 mahasiswa Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNDIKSHA. Jumlah keseluruhan undangan sebanyak 24 orang. Peserta kegiatan seminar dan pelatihan ini disajikan pada Tabel 1 Tabel 1 Peserta yang Hadir dalam Seminar dan Pelatihan No 1 2 3
Nama Made Astrini Ketut Masah Nyoman Sri Ardana, S.Pd.
Edisi Juli 2014
Lembaga SMP TP 45 Sukasada SMP Negeri 2 Sukasada SMP Negeri 2 Sukasada
46
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja 4 5 6 7 8 9 10 11
Ni Made Widiastini, S.Pd. Gede Sucita, S.Pd. Bio. I Made Budiyasa I Nengah Rapet, S.Pd. Hafifah I G Agung Sandy Satriawan Vicky Enggy Caudea Indra E Putu Sista Dharmika
SMP Negeri 4 Sukasada SMP Negeri 4 Sukasada SMP Negeri 4 Sukasada SMP Maulana Pegayaman MTs. Al-Iman Pegayaman Universitas Pendidikan Ganesha Universitas Pendidikan Ganesha Universitas Pendidikan Ganesha
Guru-guru IPA SMP yang hadir dalam kegiatan seminar dan pelatihan sebagian besar berlatar belakang Pendidikan Fisika dan Biologi, tidak ada yang berlatar belakang Pendidikan Kimia. Hal ini menunjukkan bahwa guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada tidak memiliki latar belakang pendidikan yang berimbang antara Pendidikan Kimia, Fisika, dan Biologi. Di samping itu, guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada
tidak ada yang berpendidikan IPA. Kegiatan seminar dan pelatihan
berlangsung dari jam 08.00 Wita s/d 16.00 WITA Seminar dan pelatihan berlangsung baik dan lancar. Kegiatan seminar dan pelatihan mendapat sambutan positif dari guru dan mahasiswa yang hadir. Guru-guru IPA SMP dan mahasiswa sangat antosias mengikuti kegiatan seminar dan pelatihan. Mereka banyak yang bertanya tentang budaya Bali, misalnya apakah budaya Bali yang tidak dikenali oleh siswa akan dapat berpengaruh positif terhadap pembelajaran yang dilakukan? Mereka juga menanyakan bagaimana usaha kita untuk memendung budaya Barat agar budaya Bali tidak punah? Pada bagian mana dari silabus atau RPP, budaya Bali dapat diintegrasikan? Pertanyaan yang dijukan ini menunjukkan bahwa guru-guru secara sungguh-sungguh mengikuti kegiatan seminar dan pelatihan agar mereka memperoleh manfaat dari kegiatan ini. Dalam kegiatan pelatihan, mereka juga dapat bekerja sama dengan baik dalam menysusun perangkat pembelajaran. Perangkat pembelajaran yang disusun berupa Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS) berbasis budaya Bali. Secara umum perangkat yang susun oleh guru-guru sudah baik. Perangkat yang dibuat oleh guru tersebut sudah menunjukkan adanya relevansi antara budaya Bali dan kompetensi dasar atau indikator pencapaian kompetensi. Namun, rumusan idikator dan tujuan tidak relevan, disamping itu tujuan yang dirumuskan hanya menyatakan hasil dan tidak disertai proses untuk pencapaian hasil tersebut. Misalnya, Edisi Juli 2014
47
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja rumusan tujuan: siswa dapat menjelaskan prinsip pemisahan campuran. Kegiatan pembelajaran juga masih ditemukan belum adanya kesesuaian antara model yang digunakan dengan langkah-langkah pembelajaran dan kegiatan pada langkah eksplorasi guru menjelaskan materi pelajaran. Di samping itu, penilaian juga belum semuanya sesuai dengan indikator pencapaian kompetensi. Walaupun masih terdapat kelemahan dalam perangkat pembelajaran yang dibuat oleh guru-guru sains SMP, tetapi secara umum perangkat yang dibuat sudah baik. Hal ini menunjukan terjadi peningkatan pemahaman dan keterampilan guru-guru IPA dalam membuat perangkat pembelajaran sains kimia berbasis budaya Bali. Secara ringkas hasil kegiatan seminar dan pelatihan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil Kegiatan Seminar dan Pelatihan No
Kegiatan
Sasaran
Hasil
1
Seminar
Guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada
Meningkatkan pemahaman guru-guru IPA SMP tentang budaya Bali yang relevan dengan sains kimia SMP, pembelajaran berbasis budaya lokal Bali, dan perangkat pembelajaran sains kimia berbasis budaya Bali
2
Pelatihan
Guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada
Meningkatkan pemahaman dan keterampilan guru-guru IPA SMP dalam menyusun perangkat pembelajaran sains kimia berbasis budaya Bali
Seminar dan pelatihan ini mendapat respon positif dari guru-guru IPA SMP yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Respon guru-guru terhadap seminar dan pelatihan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Respon Guru terhadap Seminar dan Pelatihan No 1
2
3 4
Pertanyaan Setelah saya mengikuti seminar dan pelatihan, saya lebih memahami budaya Bali yang dapat diintegrasikan dalam pembelajaran sains kimia Setelah mengikuti seminar dan pelatihan, pengetahuan dan keterampilan saya bertambah tentang penyusunan perangkat pembelajaran berbasis budaya Bali Setelah mengikuti seminar dan pelatihan, kepercayaan diri saya bertambah dalam menyusun perangkat pembelajaran berbasis budaya Bali Setelah mengikuti pelatihan, saya termotivasi untuk
Edisi Juli 2014
SS
Respon (%) S TS STS
50,0 50,0
-
-
62,5 37,5
-
-
25,0 75,0
-
-
62,5 37,5
-
-
48
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja
5 6 7
menerapkan pembelajaran berbasis budaya Bali Seminar dan pelatihan yang saya ikuti telah menyadarkan saya akan kekurangan/kelebihan saya dalam penyusunan perangkat pembelajaran Seminar dan pelatihan yang saya ikuti telah menginspirasi saya untuk menjadi guru yang lebih kreatif dan inovatif Seminar dan pelatihan yang saya ikuti telah meningkatkan motivasi saya untuk meningkatkan kompetensi saya Rerata
87,5 12,5
-
-
37,5 62,5
-
-
37,5 62,5
-
-
51,8 48,2
-
-
Dari angket terbuka, guru menyatakan bahwa pelaksanaan seminar dan pelatihan sudah berlangsung sangat baik dan sangat bermanfaat untuk meningkatkan kompetensi mereka, tetapi mereka menyayangkan banyak guru-guru tidak dapat hadir mengikuti kegiatan ini. Guru berharap agar program ini dilakukan secara berkesinambungan dan dilanjutkan sampai praktek pembelajarannya sehingga pengetahuan dan keterampilan mereka lebih mendalam. Di samping itu, guru-guru juga menyarankan agar dapat dilakukan seminar dan pelatihan tentang: 1) Kurikulum 2013, dan 2) pembuatan media pembelajaran. Dengan kegiatan pelatihan ini, guru lebih memahami pembelajaran berbasis budaya lokal dan dapat meningkatkan motivasi mereka untuk menjadi guru yang lebih kreatif dan inovatif. Berdasarkan kegiatan seminar dan pelatihan yang telah diuraikan di atas, nampak bahwa terjadi peningkatan wawasan dan pemahaman guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada tentang budaya Bali yang relevan dengan sains kimia SMP dan pembelajaran berbasis budaya lokal Bali serta peningkatan pemhaman dan keterampilan guru-guru IPA dalam pembuatan perangkat pembelajaran sains kimia berbasis budaya Bali, khususnya silabus, RPP, dan LKS berbasis budaya Bali. 4. Penutup Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut. 1) Kegiatan P2M dapat meningkatkan pemahaman guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada tentang budaya Bali yang relevan dengan sains kimia SMP. 2) Kegiatan P2M dapat meningkatkan pemahaman guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada tentang pembelajaran berbasis budaya lokal. 3) Kegiatan P2M dapat meningkatkan pemahaman dan keterampilan guru-guru IPA SMP dalam penyusunan perangkat pembelajaran sains
Edisi Juli 2014
49
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja kimia berbasis budaya Bali. 4) Guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada memberikan respon positif terhadap pelaksanaan P2M ini. Guru-guru IPA SMP diharapkan dapat menyempurnakan perangkat pembelajaran yang telah dibuat dalam pelatihan dan menerapkannya dalam pembelajaran serta dikembangkan lebih lanjut untuk topik-topik yang lain. Bagi para pelaksana kegiatan P2M, model seminar dan pelatihan seperti ini perlu dilakukan juga dilakukan terhadap guru-guru IPA SMP di kecamatan atau daerah lain sehingga pembelajaran berbasis budaya lokal menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa dan dapat memperkuat atau melestarikan budaya lokal.
DAFTAR PUSTAKA Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP. Selamat, I N., Redhana, I W., & Suardana, I N. (2009). Pengembangan Buku Kerja Kimia Berbasis Peta Argumen Menggunakan Konteks Budaya Lokal untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA. Laporan Penelitian Undiksha Tidak Dipublikasikan. Suardana, I N. (2010). Pengembangan Model Praktikum Kimia Dasar Berbasis Budaya Bali untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Mahasiswa Calon Guru Kimia. Disertasi SPs UPI Tidak Dipublikasikan. Suastra, I W. (2010). Model Pembelajaran Sains Berbasis Budaya Lokal untuk Mengembangkan Kompetensi Dasar Sains dan Nilai Kearifan Lokal di SMP. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran. 43(2). 8-16. Suastra, I W., Tika, K., & Kariasa, N. (2011). Efektivitas Model Pembelajaran Sains Berbasis Budaya Lokal untuk Mengembangkan Kompetensi Dasar Sains dan Nilai Kearifan Lokal Di SMP. Jurnal Penelitian dan Pengembangan. 5(3), 258-273. Suja, I W., Sudria IBN., & Muderawan, I W. (2007). Integrasi Sains Asli (Indigeneous Science) ke dalam Kurikulum Sains Sekolah sebagai Upaya Pengembangan Pendidikan Sains Berbasis Content dan Context Budaya Bali. Laporan Penelitian. Tidak Diterbitkan.
Edisi Juli 2014
50
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja MEMBERDAYAKAN GURU UNTUK MELAKSANAKAN “PROJECT CITIZEN” DALAM RANGKA PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA oleh, Sukadi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha ABSTRAK Kegiatan P2M ini bertujuan memberdayakan guru-guru IPS dan PKn pada SMP dan SMA/SMK di Kota Singaraja untuk dapat mengimplementasikan model pembelajaran Project Citizen dalam pembelajaran di kelas sebagai wahana pendidikan karakter bangsa. Untuk tujuan ini guru-guru diberikan diklat model pembelajaran Project Citizen selama 20 jam, mengimplementasikan di kelas, dan mengikuti kegiatan showcase hasil portofolio siswa. Hasilnya, guru-guru dapat menerapkan model pembelajaran Project Citizen ini dalam pembelajaran IPS dan PKn di kelas sebagai wahana pendidikan karakter siswa dengan baik. Siswa juga dapat meningkatkan hasil belajarnya yang berorientasi pendidikan karakter, antara lain meliputi: pemahaman konseptual; kemampuan pemecahan masalah-masalah sosial kewarganegaraan; kepekaan dan komitmen terhadap lingkungan sosial kewarganegaraan; orientasi nilai dan sikap kewarganegaraan; serta beberapa keterampilan sosial kewarganegaraan siswa, seperti: komunikasi, presentasi, kerja sama, sharing tanggung jawab kepemimpinan, kemampuan mendistribusi tugas, mengatasi konflik, dan keterampilan berkompetisi. Kata-kata kunci: project citizen, pendidikan karakter, hasil belajar siswa ABSTRACT This community service activity was aimed at empowering the Social Studies and Civic Education teachers at SMP and SMA/SMK in Singaraja in order to conduct the Project Citizen model in their teaching in the class as a vihicle of national character education. For this objective, the teachers were trained in using the Project Citizen model for 20 hours long, applied this model of teaching in their class, and then conducted students portfolio showcase. The results, the teachers could practice the Project Citizen model in their Social Studies and Civic Education teaching as a vehicle of character education propoundly. Besides, the students could improve their learning output on the basis of character education, namely: in their conceptual comprehension, problem solving capacity, commitment to social and civic environment, civic attitude and values orientation, and in their civic skills such as: in communicating, presenting, working together, sharing in leadership responsibility, distributing tasks, solving conflict, as well as in doing competition. Key words: project citizen, character education, student learning output 1. Pendahuluan Sejak tahun 2010 Pemerintah Indonesia merevitalisasi pendidikan karakter bangsa dalam rangka kemandirian bangsa. Betapa pentingnya pendidikan karakter bangsa Edisi Juli 2014
51
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja direvitalisasi bagi generasi muda di era globalisasi ini. Ini berkaitan dengan makin mendegradasinya karakter generasi muda dari identitas nasional bangsa Indonesia, yakni Pancasila. Kenyataannya, di era globalisasi ini karakter bangsa Indonesia yang berkepribadian Pancasila ternyata hanyalah utopia belaka. Dalam realitanya, karakter bangsa Indonesia dewasa ini, terutama generasi mudanya, ternyata dinilai jauh dari nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Pemeritah Republik Indonesia (2010:16-19) menilai bahwa dewasa ini bangsa Indonesia memiliki masalah besar dalam pembangunan karakter bangsa. Begitu akutnya masalah ini, seorang dalang di Bali (dikenal sebagai dalang Ceng Blong) dengan cerita humornya memberi penilaian bahwa masyarakat Indonesia dewasa ini sudah kurang menerapkan Pancasila melainkan lebih menerapkan Pancasala (panca = lima, sala = keanehan karena kebodohan), yaitu: keuangan yang maha kuasa, kemanusiaan yang rakus dan biadab, perseteruan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh nikmat kemaksiatan dalam persekongkolan (KKN: korupsi, kolusi, dan nepotisme) dan perwakilan, serta kemelaratan sosial bagi seluruh masyarakat kecil Indonesia. Pendidikan di sekolah ditengarai berkontribusi pada degradasi karakter bangsa di kalangan generasi muda dewasa ini. Pendidikan nasional yang semestinya bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan membangun karakter manusia Indonesia seutuhnya, malah menjadi program pendidikan yang lepas dari nilai-nilai karakter dan budaya bangsa Indonesia. Widja (2009) menyatakan telah terjadi proses reduksionis dalam pelaksanaan program pendidikan di Indonesia dari pendidikan yang semestinya berorientasi dan bertujuan mengembangkan karakter dan budaya bangsa Indonesia menuju program pendidikan kapitalis, pendidikan berorientasi sertifikat/diploma, pendidikan yang lepas dari akar budaya bangsa Indonesia. Ciri program pendidikan seperti itu antara lain adalah: tujuan pembelajaran cenderung hanya untuk penguasaan konsep-konsep keilmuan; materi pembelajaran hanya dikembangkan sesuai isi buku teks keilmuan ilmiah yang hanya bermuatan konseptual dan kurang menekankan materi nilai, moral, dan pemecahan masalahmasalah secara kontekstual; proses pembelajaran gaya bank yang bersifat konvensional yang hanya menekankan kegiatan ekspositori konsep; sumber belajar yang berbasis keilmuan tingkat rendah yang kurang bermakna; kering dari media pembelajaran yang mendidik; evaluasi hasil belajar yang cenderung berorientasi pemerolehan skor ranah kognisi tingkat rendah saja; serta tidak berbasis refleksi dan evaluasi diri (Sukadi, 2010: Landrawan dan Sukadi, 2009). Praktik pembelajaran di kelas-kelas pembelajaran IPS dan PKn di sekolah pada umumnya dan di kota Singaraja pada khususnya tidak luput dari praktik pendidikan Edisi Juli 2014
52
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja reduksionis tersebut. Praktik Pendidikan IPS dan PKn yang sesungguhnya memiliki visi, misi, dan tujuan nation and character building ternyata tak lebih dari pengajaran konsep-konsep ilmu-ilmu sosial dan ilmu negara tingkat rendah dengan sasaran dan tujuan pembelajaran berorientasi penguasaan konsep tingkat C1 (kemampuan to recall) dan C2 (kemampuan to understand) saja. Pembelajaran aspek-aspek afeksi (seperti: keyakinan, nilai-nilai, komitmen, rasa percaya diri/self esteem, konsep diri/self-concept, dan sikap) dan keterampilan sosial kewarganegaraan yang bermakna cenderung terabaikan. Akibatnya, mata pelajaran IPS dan PKn menjadi sangat terkenal menjadi mata pelajaran hafalan konsep-konsep sosial dan kewarganegaraan yang cenderung memberatkan dan membosankan siswa. Maka tak mungkinlah diharapkan pembelajaran IPS dan PKn seperti ini membawa misi pendidikan karakter bangsa. Tim peneliti jurusan PPKN Undiksha telah melakukan penelitian tentang pembelajaran IPS dan PKn yang memungkinkan guru mengintegrasikan pendidikan karakter bangsa. Sukadi (2005), misalnya, telah melakukan penelitian yang mengadopsi dan mengadaptasi model “project citizen” di Amerika untuk diterapkan dalam pembelajaran PKn pada siswa SMA di kota Singaraja. Sukadi (2006; 2010) juga pernah menerapkan model yang sama dalam pembelajaran Pendidikan Pancasila dan PKn pada mahasiswa jurusan Geografi dan PPKn IKIP Negeri Singaraja serta mahasiswa Jurusan Pendidikan Biologi dan D3 Akuntansi Undiksha. Tim CCEI Provinsi Bali (2002) juga pernah menerapkan model pembelajaran ini pada pembelajaran PKn di tingkat SMP. Hasilnya, di samping meningkatkan hasil belajar pemahaman konseptual para peserta didik, pembelajaran dengan model “project citizen” yang diadaptasi dengan nama Praktik Belajar Kewarganegaraan-Kami Bangsa Indonesia ... (PBK-KBI) antara lain juga dapat meningkatkan: antusiasme siswa dalam belajar PKn; sikap positif siswa dalam pembelajaran PKn; motivasi belajarnya; rasa percaya diri dan konsep dirinya (self-confidence dan self-concept); kreativitas siswa; kemampuan berpikir tinggi (berpikir kritis dan pemecahan masalah); kepekaan dan komitmen terhadap lingkungan sosial kewarganegaraan; dan beberapa keterampilan sosial siswa, seperti: komunikasi, presentasi, kerja sama, sharing tanggung jawab kepemimpinan, kemampuan mendistribusi tugas, mengatasi konflik, dan keterampilan berkompetisi. Atas dasar keberhasilan inilah tim mengajukan proposal untuk melakukan kegiatan P2M dalam rangka memberdayakan guru-guru IPS dan PKn pada tingkat SMP dan SMA/SMK di kota Singaraja dalam melakukan project citizen dalam rangka pendidikan karakter bangsa. Dalam kegiatan P2M ini tim akan memberikan kegiatan diklat kepada guru-guru PKn dan kelompok IPS dari tingkat SMP hingga SMA/SMK tentang pelaksanaan model project citizen dalam pembelajaran IPS dan PKn di kelas, Edisi Juli 2014
53
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja melakukan pembinaan kepada guru-guru di lapangan, dan memberikan kesempatan kepada semua guru untuk mengikuti kegiatan showcase project citizen bagi para siswanya dalam sebuah kompetisi tingkat SMP dan SMA/SMK di kota Singaraja. Dengan kegiatan P2M ini paling tidak diharapkan guru-guru IPS dan PKn dapat meningkatkan kemampuan profesionalnya dalam melakukan pendidikan karakter bangsa melalui kegiatan pembelajaran di kelas yang bermuatan misi pendidikan karakter bangsa. Atas dasar permasalahan di atas dapatlah dirumuskan permasalahan utama dalam kegiatan P2M ini sebagai berikut. (1) Apakah pemberdayaan dan pembinaan kepada guru-guru untuk melaksanakan model project citizen dalam pembelajaran IPS dan PKn dapat dijadikan wahana untuk integrasi pendidikan karakter bangsa di kelas?. dan (2) Bagaimana output penerapan model project citizen sebagai wahana pendidikan karakter bangsa terhadap hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS dan PKn pada tingkat SMP dan SMA/SMK secara terintegrasi dalam ranah-ranah: pemahaman konseptual, kemampuan pemecahan masalah-masalah sosial kewarganegaraan, kepekaan dan komitmen terhadap lingkungan sosial kewarganegaraan; orientasi nilai dan sikap kewarganegaraan, serta beberapa keterampilan sosial kewarganegaraan siswa, seperti: keterampilan berkomunikasi, presentasi, kerja sama, sharing tanggung jawab kepemimpinan, kemampuan mendistribusi tugas, mengatasi konflik, dan keterampilan berkompetisi? Secara umum kegiatan P2M ini bertujuan memberdayakan guru-guru IPS dan PKn tingkat SMP dan SMA/SMK di kota Singaraja untuk dapat menerapkan model pembelajaran project citizen di kelasnya masing-masing dalam upaya integrasi pendidikan karakter bangsa. Secara khusus tujuan P2M ini adalah sebagai berikut. (1) Memberdayakan dan membina guru-guru IPS dan PKn tingkat SMP dan SMA/SMK di kota Singaraja untuk melaksanakan model project citizen dalam pembelajaran IPS dan PKn untuk dapat dijadikan wahana integrasi pendidikan karakter bangsa di kelas, dan (2) Membantu guru-guru mencapai dampak penerapan model project citizen sebagai wahana pendidikan karakter bangsa terhadap hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS dan PKn pada tingkat SMP dan SMA/SMK secara terintegrasi dalam ranah-ranah: pemahaman konseptual, kemampuan pemecahan masalah-masalah sosial kewarganegaraan, kepekaan dan komitmen terhadap lingkungan sosial kewarganegaraan; orientasi nilai dan sikap kewarganegaraan, serta beberapa keterampilan sosial kewarganegaraan siswa, seperti: komunikasi, presentasi, kerja sama, sharing tanggung jawab kepemimpinan, kemampuan mendistribusi tugas, mengatasi konflik, dan keterampilan berkompetisi. Edisi Juli 2014
54
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Project citizen awalnya dikembangkan oleh Center For Civic Education (CCE) Calabasas California di Amerika Serikat sebagai model kurikulum for Civic Education dalam rangka meningkatkan kesadaran berdemokrasi peserta didik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Model ini kemudian disebarluaskan dan dikembangkan ke berbagai negara termasuk di Indonesia.
Model Project Citizen
mulanya dikembangkan di Amerika adalah sebagai a curricular program at the middle school through adult levels promoting competent and responsible participation with government at all levels. The program helps participants learn how to monitor and influence public policy while developing support for democratic values and principles, tolerance, and feelings of political efficacy (http://new.civiced.org/pc-program). Jelaslah dari penjelasan tersebut bahwa project citizen adalah sebuah program kurikuler Pendidikan Kewarganegaraan untuk siswa remaja dan orang dewasa yang mendorong mereka belajar berbasis projek dalam rangka studi isu-isu kebijakan publik. Dalam program ini siswa belajar secara kooperatif pada level kelas untuk mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi, dan merumuskan usul-usul kebijakan publik yang diajukan kepada pejabat pemerintahan di berbagai level (lokal, kabupaten, propinsi, nasional, dan internasional). Hasil belajar mereka umumnya didokumentasikan dalam bentuk portofolio. Portofolio ini kemudian dipresentasikan dihadapan kelas lain, atau diajukan kepada pejabat pemerintahan terkait. Dalam portofolio terdokumentasi: masalah-masalah sosial kewarganegaraan atau isu-isu kebijakan publik yang dapat diidentifikasi, usul strategi pemecahan masalah, usulan rumusan kebijakan publik, dan rencana aksi. Untuk mendapatkan produk portofolio ini proses belajar yang dilakukan para siswa umumnya meliputi: mengidentifikasi masalah-masalah kebijakan publik; mengumpulkan, menganalisis, dan mengevaluasi informasi; mengkaji dan mengevaluasi berbagai alternatif pemecahan masalah kebijakan publik; mengevaluasi dan merumuskan usulan kebijakan publik yang terbaik; merumuskan action plan; mendokumentasikan produk belajar ke dalam portofolio; mempresentasikan portofolio dalam suatu showcase; dan melaksanakan tindakan partisipatif untuk mewujudkan lebijakan publik (CCEI, 2003, 2004). Model pembelajaran project citizen diyakini dapat dijadikan model integrasi pendidikan karakter bangsa dalam pembelajaran IPS dan PKn di kelas. Hal ini mengingat model pembelajaran ini melibatkan aktivitas belajar siswa secara multidimensi. Siswa tidak hanya terlibat dalam aktivitas studi secara akademis melainkan juga terlibat dalam aktivitas-aktivitas: fisik dan emosional, intelektual, sosial, Edisi Juli 2014
55
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja moral, dan spiritual. Belajar yang melibatkan aktivitas secara multidimensi ini diyakini dan dibuktikan oleh Devries dan Zan (1994) dapat membangun karakter peserta didik secara utuh. Belajar seperti inilah yang dinyatakan oleh tim Kementerian Pendidikan Nasional (2011) sebagai belajar yang melibatkan aktivitas olah raga, olah rasa, olah pikir, olah hati, dan olah iman. Menjelaskan bahwa penerapan model pembelajaran project citizen dapat mengintegrasikan misi pendidikan karakter bangsa bukanlah hanya utopia belaka. Beberapa hasil penelitian dan pelaksanaan P2M telah menunjukkan harapan-harapan di atas. Sukadi (2007:755; 2010) dalam penelitiannya pada mahasiswa jurusan PPKn dan Pendidikan geografi menunjukkan bahwa penerapan model PBK-KBI dapat meningkatkan pemahaman konseptual mahasiswa, kemampuan berpikir akademis, meningkatkan rasa percaya diri dan konsep diri, meningkatkan kepekaan dan komitmen sosial kewarganegaraan, dan meningkatkan beberapa aspek keterampilan sosial mahasiswa. Begitu pula Penelitian Sukadi (2005: 8-10) melaporkan bahwa penerapan PBK-KBI pada siswa kelas X di SMA Lab. IKIP Negeri Singaraja dapat meningkatkan kecakapan personal dan sosial siswa secara terbatas yang meliputi aspek-aspek: rasa percaya diri dan konsep diri, kemampuan presentasi, kesediaan mendengarkan pendapat orang lain, sharing tanggung jawab kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, dan kemampuan bekerja sama. Tim CCEI Provinsi Bali (2002) melaporkan kegiatan P2Mnya dalam bentuk pelatihan dan pembinaan model PBK-KBI kepada guru-guru IPS dan PKn di Bali yang menunjukkan bahwa pembelajaran dengan model “project citizen” yang diadaptasi dengan nama Praktik Belajar Kewarganegaraan-Kami Bangsa Indonesia ... (PBK-KBI) antara lain dapat meningkatkan: hasil belajar pemahaman konseptual para peserta didik; antusiasme siswa dalam belajar; sikap positif siswa dalam pembelajaran; motivasi belajarnya; rasa percaya diri dan konsep dirinya (self-confidence dan selfconcept); kreativitas siswa; kemampuan berpikir tinggi (berpikir kritis dan pemecahan masalah); kepekaan dan komitmen terhadap lingkungan sosial kewarganegaraan; dan beberapa keterampilan sosial siswa, seperti: komunikasi, presentasi, kerja sama, sharing tanggung jawab kepemimpinan, kemampuan mendistribusi tugas, mengatasi konflik, dan keterampilan berkompetisi.
Edisi Juli 2014
56
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja 2. Metode Pelaksanaan Pengabdian P2M ini dilaksanakan dalam tiga tahap kegiatan, yaitu: tahap diklat 20 jam, tahap implementasi di kelas oleh guru-guru, dan tahap siswa mengikuti kegiatan showcase portofolio sebagai hasil belajarnya yang berorientasi pendidikan karakter. Subjek sasaran P2M ini adalah kepala sekolah dan guru-guru IPS/PPKn pada tingkat SMP dan SMA/SMK di kota Singaraja. Jumlah subjek adalah 25 orang. Evaluasi kegiatan dilakukan baik menggunakan pendekatan formatif maupun sumatif dengan penilaian secara kualitatif (Popham, 1974). Indikator keberhasilan P2M ini adalah guru-guru dapat menerapkan model project citizen dalam pembelajaran IPS/PPKn di kelas dengan baik sebagai wahana pendidikan karakter bangsa. Kedua, hasil belajar siswa yang berorientasi pendidikan karakter juga meningkat. 3. Hasil dan Pembahasan Pelaksanaan P2M ini sudah dapat dilakukan dengan baik. Ini terbukti dari guruguru IPS dan PPKn SMP dan SMA/SMK di kota Singaraja sudah dapat menerapkan model pembelajaran project citizen dalam pembelajarannya di kelas dengan baik. Dari segi proses dapat diketahui bahwa penerapan model project citizen dalam pembelajaran IPS / PPKn baik di tingkat SMP maupun SMA/SMK di kota Singaraja dapat digunakan sebagai wahana belajar pendidikan karakter bangsa. Dari segi hasil pelaksanaan, penerapan model project citizen dapat membantu meningkatkan hasil belajar siswa yang berorientasi pendidikan karakter secara utuh, antara lain dapat meningkatkan: pemahaman konseptual, kemampuan pemecahan masalah-masalah sosial kewarganegaraan, kepekaan dan komitmen terhadap lingkungan sosial kewarganegaraan; orientasi nilai dan sikap kewarganegaraan, serta beberapa keterampilan sosial kewarganegaraan siswa, seperti: komunikasi, presentasi, kerja sama, sharing tanggung jawab kepemimpinan, kemampuan mendistribusi tugas, mengatasi konflik, dan keterampilan berkompetisi. Hasil P2M ini, dengan demikian, relevan dengan teori dan temuan yang mendasari pengembangan model pembelajaran project citizen, yang dapat diargumentasikan sebagai berikut. Pertama, model pembelajaran project citizen diyakini dapat dijadikan model integrasi pendidikan karakter bangsa dalam pembelajaran IPS dan PKn di kelas. Hal ini mengingat model pembelajaran ini melibatkan aktivitas belajar siswa secara Edisi Juli 2014
57
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja multidimensi. Siswa tidak hanya terlibat dalam aktivitas studi secara akademis melainkan juga terlibat dalam aktivitas-aktivitas: fisik dan emosional, intelektual, sosial, moral, dan spiritual. Belajar yang melibatkan aktivitas secara multidimensi ini diyakini dan dibuktikan oleh Devries dan Zan (1994) dapat membangun karakter peserta didik secara utuh. Belajar seperti inilah yang dinyatakan oleh tim Kementerian Pendidikan Nasional (2011) sebagai belajar yang melibatkan aktivitas olah raga, olah rasa, olah pikir, olah hati, dan olah iman. Aktivitas fisik dan emosional dilakukan oleh siswa dalam model pembelajaran project citizen ketika mereka harus melakukan pengumpulan data dan informasi dari berbagai sumber baik di sekolah maupun di masyarakat. Pengalaman belajar secara nyata ini memberikan pengalaman yang menyenangkan kepada siswa. Begitu pula aktivitas belajar lainnya yang dilakukan secara bebas, mandiri, berkelompok, adanya kompetisi atau showcase, kegiatan curah pendapat dengan para pejabat terkait, dan pemberian penghargaan membuat pembelajaran ini menarik, menantang, dan menyenangkan. Pengalaman belajar yang menarik, menantang, tetapi juga menyenangkan tentu akan memberikan energi dan semangat belajar yang lebih bagi siswa. Siswa akan sangat antusias, peduli dan peka, dan tentu dapat mengembangkan komitmen dan rasa percaya dirinya. Aktivitas intelektual secara akademis dilakukan siswa dengan melibatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan kreativitas dalam model pembelajaran project citizen terjadi ketika para siswa belajar melakukan inkuiri, mengumpulkan dan menganalisis data, membuat alternatif pemecahan masalah, membuat usulan kebijakan publik, mengembangkan rancana aksi, dan melakukan presentasi. Kegiatan-kegiatan belajar seperti ini tentu akan dapat menumbuhkan kebiasaan siswa untuk gemar membaca, meningkatkan rasa ingin tahu, mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif serta inovatif, belajar berorientasi produk, mengembangkan karakter diri yang ulet, teliti atau cermat, antusias, tangguh, disiplin, dan tentu jujur. Aktivitas sosial terjadi dalam model pembelajaran project citizen ketika siswa belajar berkelompok secara kooperatif, belajar berkomunikasi dengan masyarakat dan dengan para pejabat pemerintahan terkait, belajar mempresentasikan dan mengkomunikasikan gagasan dan produk belajar kepada orang lain, belajar mendengarkan dan menghargai pendapat orang lain, belajar sharing tanggung jawab kepemimpinan, belajar mendistribusikan tugas kepada orang lain, belajar memecahkan konflik bersama, dsb. Kegiatan-kegiatan belajar yang dibiasakan seperti ini tentu akan dapat membentuk karakter kepedulian dan kepekaan kepada orang lain dan kepada masyarakat, karakter kepemimpinan, bersikap toleran, rendah hati, bersikap demokratis, Edisi Juli 2014
58
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja bekerja sama dan gotong royong, kemampuan berkompetisi secara sehat, dan mengembangkan dasar-dasar jiwa patritisme dan ansionalisme. Aktivitas moral terjadi, selanjutnya, ketika para siswa belajar mengidentifikasi konflik nilai dan kepentingan dalam isu kebijakan publik, belajar membuat pertimbangan-pertimbangan nilai dan moral dalam proses klarifikasi nilai dan moral, belajar membuat keputusan moral sebagai landasan usul kebijakan publik, belajar menyakinkan orang lain atas usul kebijakan yang ditawarkan siswa, dan belajar melakukan tindakan moral yang relevan dalam upaya mewujudkan usul kebijakan publik. Belajar secara moral seperti ini menuntun siswa memadukan pikiran, ucapan, dan tindakan yang baik dan bijaksana yang dapat membantu siswa meningkatkan rasa percaya diri dan konsep diri, membangun komitmen yang kuat, meningkatkan kepedulian dan kepekaan kepada orang lain dan masyarakat, meningkatkan wawasan dan orientasi nilai kebangsaan, lebih jujur, rendah hati, taat kepada norma-norma, menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, dsb. Terakhir, aktivitas religius atau spiritual juga dapat terjadi dalam model pembelajaran project citizen. Ini dimulai dengan mengembangkan tujuan belajar yang berbasis ibadah kepada masyarakat, bangsa, negara, dan ibadah kepada Tuhan Yang maha Esa (Sukadi, 2009, 2010b, 2011); mengambil keputusan nilai dan moral atas landasan nilai-nilai moral dan spiritual yang diyakini: mengambil keputusan atas dasar nilai-nilai kebenaran, keadilan, dan kebijaksanaan; belajar berorientasi produk yang dapat diibadahkan kepada kepentingan orang banyak (masyarakat, bangsa, dan negara); dan belajar mengembangkan kebudayaan sendiri berbasis nilai-nilai kearifan lokal. Landasan nilai-nilai moral dan spiritual seperti ini tentu akan dapat menuntun siswa untuk mengembangkan karakter religius secara bermakna. Kedua, menjelaskan bahwa penerapan model pembelajaran project citizen dapat mengintegrasikan misi pendidikan karakter bangsa bukanlah hanya utopia belaka. Beberapa hasil penelitian dan pelaksanaan P2M telah menunjukkan harapan-harapan di atas. Sukadi (2007:755; 2010) dalam penelitiannya pada mahasiswa jurusan PPKn dan Pendidikan Geografi menunjukkan bahwa penerapan model PBK-KBI dapat meningkatkan pemahaman konseptual mahasiswa, kemampuan berpikir akademis, meningkatkan rasa percaya diri dan konsep diri, meningkatkan kepekaan dan komitmen sosial kewarganegaraan, dan meningkatkan beberapa aspek keterampilan sosial mahasiswa. Begitu pula Penelitian Sukadi (2005: 8-10) melaporkan bahwa penerapan PBK-KBI pada siswa kelas X di SMA Lab. IKIP Negeri Singaraja dapat meningkatkan kecakapan personal dan sosial siswa secara terbatas yang meliputi aspek-aspek: rasa percaya diri Edisi Juli 2014
59
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja dan konsep diri, kemampuan presentasi, kesediaan mendengarkan pendapat orang lain, sharing tanggung jawab kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, dan kemampuan bekerja sama. Tim CCEI Provinsi Bali (2002) melaporkan kegiatan P2Mnya dalam bentuk pelatihan dan pembinaan model PBK-KBI kepada guru-guru IPS dan PKn di Bali yang menunjukkan bahwa pembelajaran dengan model “project citizen” yang diadaptasi dengan nama Praktik Belajar Kewarganegaraan-Kami Bangsa Indonesia ... (PBK-KBI) antara lain dapat meningkatkan: hasil belajar pemahaman konseptual para peserta didik; antusiasme siswa dalam belajar; sikap positif siswa dalam pembelajaran; motivasi belajarnya; rasa percaya diri dan konsep dirinya (self-confidence dan self-concept); kreativitas siswa; kemampuan berpikir tinggi (berpikir kritis dan pemecahan masalah); kepekaan dan komitmen terhadap lingkungan sosial kewarganegaraan; dan beberapa keterampilan sosial siswa, seperti: komunikasi, presentasi, kerja sama, sharing tanggung jawab kepemimpinan, kemampuan mendistribusi tugas, mengatasi konflik, dan keterampilan berkompetisi . Demikianlah dapat diterima bahwa penerapan model pembelajaran project citizen dalam pembelajaran IPS dan PPKn pada tingkat SMP dan SMA/SMK di Kota Singaraja dapat dijadikan wahana pendidikan karakter bangsa. Model pembelajaran ini jika dapat diterapkan dengan baik akan meningkatkan hasil belajar siswa yang berorientasi pendidikan karakter secara utuh, antara lain dapat meningkatkan: pemahaman konseptual, kemampuan pemecahan masalah-masalah sosial kewarganegaraan, kepekaan dan komitmen terhadap lingkungan sosial kewarganegaraan; orientasi nilai dan sikap kewarganegaraan, serta beberapa keterampilan sosial kewarganegaraan siswa, seperti: komunikasi, presentasi, kerja sama, sharing tanggung jawab kepemimpinan, kemampuan mendistribusi tugas, mengatasi konflik, dan keterampilan berkompetisi. 4. Penutup Sesuai dengan pelaksanaan P2M yang telah dilakukan sebelumnya dapatlah disimpulkan hasilnya sebagai berikut. Pertama, penerapan model pembelajaran project citizen dalam pembelajaran IPS dan PPKn pada tingkat SMP dan SMA/SMK di Kota Singaraja dapat dijadikan wahana pendidikan karakter bangsa. Kedua, model pembelajaran ini jika dapat diterapkan dengan baik akan meningkatkan hasil belajar siswa yang berorientasi pendidikan karakter secara utuh, antara lain dapat meningkatkan: pemahaman konseptual, kemampuan pemecahan masalah-masalah sosial kewarganegaraan, kepekaan dan komitmen terhadap lingkungan sosial kewarganegaraan; orientasi nilai dan sikap kewarganegaraan, serta beberapa Edisi Juli 2014
60
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja keterampilan sosial kewarganegaraan siswa, seperti: komunikasi, presentasi, kerja sama, sharing tanggung jawab kepemimpinan, kemampuan mendistribusi tugas, mengatasi konflik, dan keterampilan berkompetisi. DAFTAR PUSTAKA DeVries, Rheta and Betty Zan. 1994. Moral Classrooms, Moral Children: Creating a Constructivist Atmosphere in Early Education. New York and London: Teachers College Press. Doni Koesoema. 2007. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Modern. Jakarta: PT Grasindo. Kementerian Pendidikan Nasional. 2011. Naskah Akademik Pendidikan karakter di Perguruan Tinggi. Jakarta: Dirjen Dikti. Landrawan, I W. Dan Sukadi. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan dalam Dilema Ujian Akhir Nasional pada SMA di Kota Singaraja (Studi tentang Belajar, Pembelajaran, dan Penilaian di Kelas). Laporan Penelitian (Tidak dipublikasikan). Singaraja: Undiksha. Pemerintah Republik Indonesia. 2010. Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 20102025: Desain Induk. Jakarta: Tanpa Penerbit. Popham, W.J. 1974. Evaluation in Education: Current Applications. California: MrGutrhau Publishing Corporation. Sukadi. 2011. Rekonstruksi Pemikiran Belajar dan Pembelajaran PKn SD sebagai Yadnya dalam rangka Perwujudan Dharma Agama dan Dharma Negara Berbasis Konstruktivisme. Laporan Penelitian Tahun Ketiga (Tidak dipublikasikan). Singaraja: Undiksha. ............ 2010. Pembelajaran PKn yang Demokratis dan Powerful melalui Model Proyek Kewarganegaraan pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Ganesha. Laporan Teaching Grant (Tidak dipublikasikan). Singaraja: Undiksha. ............ 2010b. Rekonstruksi Pemikiran Belajar dan Pembelajaran PKn SD sebagai Yadnya dalam rangka Perwujudan Dharma Agama dan Dharma Negara Berbasis Konstruktivisme. Laporan Penelitian Tahun Kedua (Tidak dipublikasikan). Singaraja: Undiksha. ............ 2009. Rekonstruksi Pemikiran Belajar dan Pembelajaran PKn SD sebagai Yadnya dalam rangka Perwujudan Dharma Agama dan Dharma Negara Berbasis Konstruktivisme. Laporan Penelitian Tahun Pertama (Tidak dipublikasikan). Singaraja: Undiksha. ............ 2007. Praktik Belajar Kewarganegaraan – Kami Bangsa Indonesia. Singaraja: Undiksha. ............. 2006. Praktik Belajar Kewarganegaraan Berbasis Kebijakan Publik dan Peningkatan Kecakapan Kewarganegaraan Mahasiswa dalam rangka Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi di IKIP Negeri Singaraja. Laporan Teaching Grant (Tidak dipublikasikan). Singaraja: Undiksha. ............. 2005. Implementasi Model Praktik Belajar Kewarganegaraan dan Peningkatan Penguasaan Life Skills Siswa (Studi Reflektif pada Siswa Kelas X SMA Laboratorium IKIP Negeri Singaraja). Laporan Penelitian (Tidak dipublikasikan). Singaraja: Undiksha. Edisi Juli 2014
61
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Tim
CCEI Provinsi Bali. (2002). Implementasi Praktik Belajar Kewarganegaraan pada SLTP di Bali. Laporan Hasil Observasi (Tidak dipublikasikan). Singaraja: CCEI. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas RI. Widja, I G. 2009. Pendidikan sebagai Ideologi Budaya: Suatu Pengantar ke Arah Pendidikan Kritis. Denpasar: Kajian Budaya Universitas Udayana.
Edisi Juli 2014
62
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja SOSIALISASI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA SEKOLAH DI SEKOLAH DASAR GUGUS I DAN II KECAMATAN SAWAN KABUPATEN BULELENG oleh, Nyoman Wijana, Sanusi M Fakultas Matematika dan IPA Universitas Pendidikan Ganesha ABSTRAK Tujuan dari pengabdian masyarakat ini adalah (1) Agar guru dan siswa memahami faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam proses belajar mengajar dilihat dari sisi ergonomi sehingga kesehatan dan keselamatan kerja di sekolah dasar dapat diwujudkan; (2) Memberikan solusi dalam pelaksanaan proses belajar mengajar untuk mewujudkan keselamatan dan kesehatan kerja di sekolah dasar dilihat dari sisi ergonomi; dan (3) Memberikan pemodelan keselamatan dan kesehatan kerja yang berorientasi ergonomi. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan ergonomi total. Hasil penelitian ini menunjukkan (1) Pemahaman para peserta pengabdian masyarakat tentang keselamatan dan kesehatan kerja sekolah pada awalnya adalah sangat rendah, dan tidak pernah berpikir bahwa instrumen sekolah dan lingkungan kerja sekolah sebagai sumber yang dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan bagi siswa itu sendiri, namun setelah kegiatan ini berlangsung pemahaman para peserta menjadi bertambah; (2) Dengan melakukan praktek langsung tentang aktivitas penataan ruang, pemberian contoh nyata di kelas, menambah daya tarik peserta untuk memahami tentang keselamatan dan kesehatan kerja sekolah; dan (3) Masih ada pemikiran yang perlu dihilangkan pada diri peserta pengabdian masyarakat yakni bahwa implementasi ergonomi khususnya tentang keselamatan dan kesehatan sekolah itu memerlukan biaya yang cukup tinggi. Kata-kata kunci : keselamatan dan kesehatan kerja, ergonomi, ergonomi total ABSTRACT The purpose of this is community service (1) In order for teachers and students to understand the factors that must be considered in the teaching-learning process in terms of ergonomics so that health and safety can be realized in elementary school , (2) Providing solutions in the implementation of the learning process for achieve safety and health in elementary schools in terms of ergonomics , and (3) Provide safety and health modeling oriented ergonomics . The approach used is the total ergonomics approach . The results showed (1) Understanding of community service participants about occupational safety and health school in the beginning is very low, and never thought that the instrument school and school work environment as a source that can cause things that are not desirable for the students themselves, but after this work to increase understanding of the participants, (2) the direct practice of spatial planning activities, Edisi Juli 2014
63
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja providing concrete examples in class, increase the attractiveness of the participants to understand the safety and health of the school, and (3) there thought which need to be eliminated on the community service participants themselves that the implementation of ergonomics in particular about the safety and health of the school requires a fairly high cost. Keywords:occupational health and Safet, ergonomics, ergonomics total 1. Pendahuluan Sekolah memiliki berbagai aktivitas, baik aktivitas fisik maupun aktivitas psikologis. Aktivitas belajar adalah melibatkan aktivitas fisik dan aktivitas psikologis. Bagi seorang guru, hendaknya memperhatikan semua aktivitas yang dilakukan baik oleh dirinya sendiri maupun aktivitas yang dilakukan oleh siswa itu sendiri. Seorang guru dalam melakukan aktivitasnya itu dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti faktor internal yaitu faktor dari dirinya sendiri, dan faktor eksternal, yaitu dari lingkungan fisik itu sendiri. Demikian pula aktivitas yang dilakukan oleh siswa, yang dipengaruhi oleh faktor inbternal dan faktor eksternal. Dari aktivitas yang dilakukan oleh guru dan oleh siswa itu sendiri, akan dapat menimbulkan sesuatu yang tidak diinginkan seperti masalah keselamatan kerja dan kesehatan kerja. Masalah keselamatan dan kesehatan kerja ini belum menjadi perhatian yang serius bagi guru maupun bagi siswa itu sendiri. Mereka seakan akan melakukan aktivitas pada situasi yang selalu dalam keadaan normal yang tidak menimbulkan gangguan pada dirinya sendiri. Suatu contoh yang dilakukan oleh guru pada saat mereka mengajar, guru tidak pernah memperhatikan posisi duduk siswanya. Bagaimana seorang siswa duduk dengan benar agar tidak menimbulkan gangguan pada tulang punggung siswa. Contoh lainnya adalah seberapa tinggi papan tulis yang terpasang pada dinding sekolah, seberapa besar huruf yang digunakan agar mata siswa tidak terganggu, berapa jarak duduk antar siswa, dan lain-lainnya. Hal lain yang cukup menarik adalah buku-buku yang dibawa oleh anak yang dimasukkan dalam tas punggungnya sangat jelas terlihat beban tas punggung tersebut melebihi kemampuan tubuh untuk menggendongnya. Perhatian terhadap stasiun kerja, dalam hal ini ruang belajar, antara guru dan siswa tidak pernah memperhatikan kondisi lingkungan fisiknya. Pada hal lingkungan fisik sangat berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Seandainya mikroklimat di ruang Edisi Juli 2014
64
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja belajar tidak diperhatikan, sehingga ruang tersebut menjadi panas, akan timbul respon fisiologis sebagai berikut. (1) Rasa lelah yang diikuti dengan hilangnya efisiensi kerja mental dan fisik meningkat. (2) Denyut jantung meningkat. meningkat. (4) Aktivitas alat pencernaan menurun.
(3) Tekanan darah
(5) Suhu inti tubuh meningkat.
(6) Aliran darah ke kulit juga meningkat. (7) Produksi keringat meningkat. Lingkungan kerja atau dapat juga disebut lingkungan perantara, dapat berpengaruh terhadap kondisi manusia itu sendiri, seperti temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau-bauan, warna dan lain-lain. Hal yang tidak bisa dilepaskan dari lingkungan perantara ini adalah mengenai tata letak fasilitas. Keselamatan dan kesehatan kerja, sementara ini oleh pengambil kebijakan di bidang pendidikan kurang mendapatkan perhatian. Mereka senantiasa berorientasi terhadap kurikulum, materi ajar, pendekatan dan metode pembelajaran dan lain-lain yang senantiasa berorientasi peningkatan akademik. Dari sisi kebosanan belajar, keselamatan fisik dan psikologis, kesehatan dalam proses belajar mengajar kurang menjadi perhatian, sehingga bidang keilmuan ergonomi dianggap sebagai sesuatu yang mubazir di bidang kependidikan. Pada hal, dasar untuk menjadi pebelajar yang berprestasi tidak lepas dari kebolehan, keterbatasan, kemampuan, dan kesehatan itu sendiri. Keselamatan dan kesehatan kerja (belajar) dilandasi oleh keilmuan di bidang ergonomi. Manusia itu bukan robot, manusia itu bukan benda mati, dan manusia itu bukan diatur oleh alat, tetapi semua pekerjaan diatur oleh manusia. Hal ini sesuai dengan batasan ergonomi yakni Ergonomi adalah ilmu, teknologi, dan seni untuk menyerasikan alat, cara kerja, dan lingkungan pada kemampuan, kebolehan, dan batasan manusia, sehingga diperoleh kondisi kerja dan lingkungan yang sehat, aman, nyaman, efektif dan efisien demi tercapainya produktivitas yang setinggi-tingginya.
2. Metode Pelaksanaan Pengabdian Untuk memecahkan masalah yang ada seperti yang sudah diuraikan di atas digunakan pendekatan ergonomi (Manuaba, 2003a, 2004 b, 2004c dan 2004 d) dengan kerangka pemecahan masalah seperti tampak pada Gambar 1. Khalayak sasaran dari kegiatan P2M ini adalah guru-guru yang ada di SD Kecamatan Sawan Gugus I dan II. Gugus I dan Gugus II masing-masing terdiri atas 6 dan 5 sekolah. Dalam tiap sekolah Edisi Juli 2014
65
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja terdiri atas 6-8 guru. Dengan demikian dalam pelaksanaan P2M ini akan melibatkan sekitar 36-48 guru.
ERGONOMI TOTAL
Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja
S
T
H T I G
P
SOLUSI DALAM PEMECAHAN MASALAH YANG BERORIENTASI ERGONOMI
PRODUKTIVITAS/PRESTASI BELAJAR MENINGKAT
Gambar 1. Kerangka Konsep Pemecahan Masalah Berbasis Ergonomi Total
Edisi Juli 2014
66
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Kegiatan pengabdian ini pada dasarnya melakukan kegiatan sosialisasi dan pelihan pemodelan. Dengan demikian metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah metode diskusi-informasi dan metode drill. Tahap Persiapan: Dalam tahap persiapan ini dilakukan kegiatan : (1) Pengurusan ijin kegiatan ke Dinas Pendidikan Kabupaten, UPP Kecamatan Sawan dan sekolah, dan (2) Mengadakan koordinasi pelaksanaan kegiatan ini dengan Ketua-Ketua Gugus dan Kepala Sekolah Dasar Gugus I dan II. Tahap Pelaksanaan, meliputi: (1) Melakukan diskusi informasi atau ceramah tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang berorientasi ergonomi dan aplikasinya dalam dunia pendidikan, (2) Melakukan pelatihan pemodelan keselamatan dan kesehatan kerja di tempat pelatihan (sekolah) dengan menggunakan siswa dan fasilitas sekolah setempat sebagai simulasi. Dilanjutkan dengan analisis data dengan menggunakan komputer, (3) Melakukan monitoring untuk melihat secara langsung ke kelas yang telah diperbaiki atau ditata sesuai dengan kaidah-kaidah ergonomi.
3. Hasil dan Pembahasan Jumlah peserta dari kegiatan ini sesuai dengan yang direncanakan yakni sejumlah 15 orang yang berasal dari gugus I dan II.
Dengan keikutsertaan guru-guru ini
memberikan manfaat yang sangat tinggi karena dengan kegiatan ini penyebarluasan informasi tentang keselamatan dan kesehatan kerja sekolah semakin dipahami dan dengan harapan dapat diaplikasikan oleh peserta di sekolahnya masing-masing. Pada awalnya, masalah keselamatan dan kesehatan kerja sekolah, bagi guru-guru hanya dipandang sebagai hal yang biasa, seperti yang telah mereka pahami sebelumnya. Mereka memandang bahwa keselamatan dan kesehatan kerja sekolah hanya menyangkut tentang sanitasi dan higiene semata. Di samping itu, keselamatan dan kesehatan kerja sekolah diasumsikan terkait dengan penyakit dan cara mengatasinya. Para guru tidak pernah berpikir dan menaruh perhatian tentang instrumen sekolah yang mereka miliki dan mereka gunakan sehari-hari dapat menimbulkan sakit dan cacat bagi siswa. Demikian halnya terhadap lingkungan kerja, seperti suhu, kelembaban, sirkulasi udara dan lain-lain, dipandang sebagai hal yang biasa-biasa ja. Mereka tidak berpikir bahwa lingkungan kerja di sekolah dapat berpengaruh terhadap proses belajar mengajar. Dengan keikutsertaan guru dalam kegiatan ini akan dapat menyebarkan konsep-konsep Edisi Juli 2014
67
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja keselamatan dan kesehatan kerja sekolah kepada sekolahnya sendiri dan sekolah lainnya, sehingga lebih lanjut informasi tentang keselamatan dan kesehatan kerja sekolah dapat disebarluaskan kepada masyarakat umum. Keterlibatan Kepala Unit Penyelenggara Pendidikan (UPP) Kecamatan Sawan sebagai peserta adalah untuk ikut dilibatkan di dalam mengambil keputusan yang berorientasi kebijakan. Sering terjadi bahwa dalam melaksanakan sesuatu yang dianggap baru di dalam dunia pendidikan, guru-guru sering ragu-ragu dalam melaksanakannya karena takut lepas dari kebijakan awal yang telah digariskan oleh para pengambil kebijakan di atasnya. Mengacu pada partisipasi dari sisi ergonomi, maka dengan melihat jumlah peserta yang terlibat langsung dengan objek dan subjek sasaran maka hal ini sudah memenuhi kriteria dari partisipasi itu yakni involvement artinya ikut sertanya peserta secara langsung dalam melibatkan diri dalam suatu kegiatan. Hasil pengabdian masyarakat ini dilihat dari aktivitas kegiatan yang dilaksanakan, nampaknya memberikan hasil yang sangat memuaskan. Indikator yang dapat digunakan adalah : (1) Peserta secara antusias mengikuti kegiatan ini dari awal sampai dengan akhir kegiatan, (2) Ada sejumlah pertanyaan yang diajukan oleh peserta yang berkaitan dengan topik yang disampaikan, (3) Adanya interaksi aktif antara peserta-peserta, peserta-penyelenggara; (4) Pada saat pelatihan penataan ruang, para peserta ikut terlibat secara penuh, menjiwai dan merasakan manfaat kegiatan yang dilaksanakan ini. Kondisi di atas sangat didukung oleh pengertian dari partisipasi. Partisipasi merupakan terlibatnya orang secara mental dan emosional di dalam satu kelompok yang merangsang mereka untuk berkontribusi kepada tujuan kelompok dan berbagi tanggung jawab untuk apa yang dihasilkannya (Manuaba, 1999 a dan 1999 b; Adiputra, dkk; 1977). Ada 3 ide penting di dalam definisi ini ialah adanya keterlibatan (involvement), kontribusi (contribution) dan tanggung jawab (responsibility). Partisipasi berarti adanya keterlibatan mental dan emosional daripada hanya aktivitas otot. Keterlibatan tidak hanya karena keterampilannya, tetapi lebih kepada orang tersebut sendiri secara utuh. Keterlibatan ini merupakan proses psikologis dan tidak karena sekedar ikut dalam tugas. Sibuk dengan pekerjaan dari mereka yang terlibat tidak selalu bisa disebut sebagai partisipasi.
Edisi Juli 2014
68
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja 4. Penutup Simpulan yang dapat ditarik dari kegiatan ini adalah (1) Pemahaman para peserta pengabdian masyarakat tentang keselamatan dan kesehatan kerja sekolah pada awalnya adalah sangat rendah, dan tidak pernah berpikir bahwa instrumen sekolah dan lingkungan kerja sekolah sebagai sumber yang dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan bagi siswa itu sendiri, namun setelah kegiatan ini berlangsung pemahaman para peserta menjadi bertambah, (2) Dengan melakukan praktek langsung tentang aktivitas penataan ruang, pemberian contoh nyata di kelas, menambah daya tarik peserta untuk memahami tentang keselamatan dan kesehatan kerja sekolah, dan (3) Masih ada pemikiran yang perlu dihilangkan pada diri peserta pengabdian masyarakat yakni bahwa implementasi ergonomi khususnya tentang keselamatan dan kesehatan sekolah itu memerlukan biaya yang cukup tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Adiputra. N. Sutjana, D.P. Widana K, Manuaba A, O Neill. 1977. Participatory Ergonomics in Agriculture. Case Study in Batunya Village Bali, Indonesia. In Khalid, H.M. editor. Proceeding of 5th SEAES Confrence, 6-7 Nov. Kualalumpur : IEA Press : IEA Press. p. 463-467. Grandjean, E. 1988 Fitting the Task to the Man. London : Taylor & Farncis. Manuaba, A. 1999. Ergonomi Pertumbuhan dan Penerapannya dalam pembangunan. Makalah disampaikan pada Munas III dan seminar nasional ikatan profesi keahlian Hiperkes dan keselamatan kerja tanggal 24-26 februari 1999 di Batu, Malang, Jawa Timur. Manuaba, A. 2006. Total Approach in Evaluating Comfort Work Place. Makalah disampaikan pada simposium 25 th UOEH International Symposium on Confort at The Work Place Kitakyushu, Japan 23-25 Oct 2006. Tarwaka, Solichul H A.B; Lilik S. 2004. Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Surakarta : UNIBA Press. Wijana. N. 2007. Pembelajaran Sains Melalui Pendekatan Ergonomi Total untuk Mengurangi Keluhan Muskuloskeletal, Kebosanan dan Peningkatan Prestasi Belajar Siswa SD 1 Sangsit Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng. Laporan Hasil Penelitian. Tidak Diterbitkan. Edisi Juli 2014
69
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja PELATIHAN MEMBUAT KOMPOS DARI LIMBAH PERTANIAN DI SUBAK TELAGA DESA MAS KECAMATAN UBUD Oleh Ni Made Wiratini, I Ketut Lasia, Siti Maryam, Nyoman Retug Fakultas Matematika dan IPA Universitas Pendidikan Ganesha ABSTRAK Pelatihan ini bertujuan: mengurangi ketergantungan para petani padi terhadap pupuk urea, mengenalkan pupuk kompos sebagai pengganti pupuk urea, melatih para petani padi membuat kompos dari jerami padi dan kotoran sapi, dan melatih cara menggunakan kompos jerami padi. Subyek pelatihan ini adalah para petani di Subak Telaga Desa Mas Ubud. Sedangkan obyek pelatihan adalah kompos, menyangkut cara pembuatan, cara penggunaan, dan keunggulannya. Untuk mencapai tujuan pelatihan digunakan metode diskusi dan praktek. Hasil pelatihan dianalisis secara deskriptif. Hasil pelatihan menunjukkan bahwa peetani padi di subak telaga desa mas mulai mengurangi penggunaan urea dengan mengganti dengan kompos, dapat membuat kompos jerami dengan menggunakan kotoran sapi, jerami, dan EM4, dan dapat menggunakan kompos padi untuk tanaman padi secara benar. Kata-kata kunci: kompos, limbah pertanian ABSTRACT This training aims to: reduced dependence on rice farmers against urea fertilizer, compost introduced as a replacement for urea fertilizer, train rice farmers to make compost from rice straw and cow dung, and trained how to use rice straw compost. The subjects of the training were farmers in Subak Telaga Mas Village of Ubud. While the object of the training was compost, regarding how to make, how to use, and its superiority. Method of the training was discussed and practiced. Training results were analyzed descriptively. Training results indicate that famers at Subak Telaga Mas Village Of Ubud was started to reduce the use of urea by replacing with compost, straw can be made compost using cow dung and EM4, and rice compost can be used correctly. Key words: compost, agricultural wastes 1. Pendahuluan Indonesia merupakan negara pengimpor beras terbesar di dunia (14% dari beras yang diperdagangkan di dunia), diikuti Banggladesh (4%), dan Brazil (3%). Produksi padi Indonesia 54 juta ton tahun 2006, 57 juta ton tahun 2007. Produksi padi tahun 2007 Edisi Juli 2014
70
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja lebih kecil dari yang ditargetkan yaitu 60 juta ton. Ketidakberhasilan target tersebut, disebabkan oleh kekurangan pupuk urea dan terjadi kekeringan (Kompas, 2010). Kekurangan pupuk urea menyebabkan unsur hara yang diperlukan oleh padi menjadi berkurang. Untuk itu diperlukan tambahan pupuk untuk menambah kesuburan tanah. Tambahan pupuk yang diperlukan oleh tanah pertanaian padi dalam bentuk pupuk urea, SP-36, dan KCl masing-masing 110 kg urea/Ha, 25 kg SP-36/Ha, dan 60 kg KCl/Ha. Tambahan tersebut diperlukan, karena sumbangan hara N, P, dan K dari tanah sawah beririgasi mampu mensuplai kebutuhan hara N 60%, P 80%, dan K 80% dari hasil gabah 6 ton/hektar. Besar sumbangan N, P, dan K dari tanah masing-masing 90 kg/Ha, 16 kg/Ha, dan 90 kg/Ha. (Daniel Suryoputro, 2009). Hal tersebut juga terjadi di daerah pertanian padi di Subak Telaga Desa Mas Kecamatan Ubud. Kebutuhan pupuk urea sangat meningkat dimusim pemupukan, yaitu katika padi berusia 14-20 hari dan 40-50 hari. Ketika musim pemupukan tiba, suplai pupuk urea sering tersendat dan langka di pasaran. Ditengah kelangkaan dan kebutuhan pupuk urea yang mendesak, harga pupuk mencapai Rp.140.000-150.000 per 50 kg yang seharusya Rp. 70.000-80.000 per 50 kg pada bulan Januari 2012 kata pekaseh Subak Telaga Desa Mas Ubud. Kenaikan harga pupuk urea tidak sebanding dengan kenaikan harga gabah petani. Disamping itu, pemakaian pupuk urea secara terus menerus mengakibatkan tanah menjadi memadat, harga mahal, dan tekstur tanah menjadi rusak.Untuk itu diperlukan alternatif untuk memecahkan kelangkaan dan kekurangan pupuk di Subak Telaga Desa Mas Kecamatan Ubud Kabupaten Gianyar. Upaya untuk mengatasi kekakurangan dan kelangkaan pupuk pada petani padi di Subak Telaga Desa Mas Kecamatan Ubud adalah dengan mencari sumber lain sebagai pupuk. Sumber tersebut adalah mengganti pupuk urea dengan pupuk kompos. Salah satu bahan yang dapat dijadikan kompos adalah limbah pertanian jerami padi. Menurut Kim and Dale (2004) potensi jerami padi kurang lebih adalah 1.4 kali dari hasil panennya. Data Deptan produktivitas padi secara nasional adalah 48,95 ku/ha dan produksi padi nasional pada tahun 2008 adalah sebesar 57,157 juta ton. Jumlah jerami secara nasional yaitu sebesar 80,02 juta ton (Isroi, 2009). Jumlah jerami yang besar tersebut belum diolah secara maksimal oleh petani padahal jerami banyak mengandung
Edisi Juli 2014
71
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja unsur hara yang diperlukan oleh tanaman padi. Salah satunya adalah jerami diolah menjadi kompos. Jerami padi mengasilkan ½ ton sampai 2/3 ton kompos setiap 1 ton. Kandungan beberapa unsur hara untuk 1 ton kompos jerami padi adalah : unsur makro Nitrogen (N) 2,11 %, Fosfor (P2O5) 0,64%, Kalium (K2O) 7,7%, Kalsium (Ca) 4,2%, serta unsur mikro Magnesium (Mg) 0,5%, Cu 20 ppm, Mn 684 ppm dan Zn 144ppm (Sri Suryani, 2009)g. Kompos jerami yang dibuat dengan promi dengan waktu pengomposan 3 minggu memiliki rasio C/N 18,88; C 35,11%; N 1,86%; P2O5 0,21%; K2O 5,35%; dan Air 55%. Berdasarkan data tersebut, kompos jerami memiliki kandungan hara setera dengan 41,3kg urea, 5,8 kg SP36, dan 89,17kg KCl per ton kompos atau total 136,27 kg NPK per ton kompos kering (Isroi, 2009). Pemakaian kompos memiliki keunggulan, antara lain: menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah, mengurangi volume/ukuran limbah, memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya, mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di tempat pembuangan sampah, mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan, meningkatkan kesuburan tanah, memperbaiki struktur dan karakteristik tanah, meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah, meningkatkan aktivitas mikroba tanah, meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen),
menyediakan
hormon
dan
vitamin
bagi
tanaman,
menekan
pertumbuhan/serangan penyakit tanaman, meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah. Berdasarkan uraian di atas pelatihan bertujuan mengurangi ketergantungan para petani padi terhadap pupuk urea, mengenalkan pupuk kompos sebagai pengganti pupuk urea, melatih para petani padi membuat kompos dari jerami padi dan kotoran sapi, dan melatih cara menggunakan kompos jerami padi di Subak Telaga Desa Mas. Secara alami bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di alam dengan bantuan mikroba maupun biota tanah lainnya. Namun proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung lama dan lambat. Untuk mempercepat proses pengomposan ini telah banyak dikembangkan teknologi-teknologi pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi sederhana, sedang, maupun teknologi tinggi. Pada prinsipnya pengembangan teknologi pengomposan didasarkan pada proses penguraian bahan Edisi Juli 2014
72
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja organik yang terjadi secara alami. Proses penguraian dioptimalkan sedemikian rupa sehingga pengomposan dapat berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi pengomposan saat ini menjadi sangat penting artinya terutama untuk mengatasi permasalahan limbah organik, seperti untuk mengatasi masalah sampah di kota-kota besar, limbah organik industry, serta limbah pertanian dan perkebunan. Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah dan murah untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit. Dekomposisi bahan dilakukan oleh mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri dengan bantuan
udara.
Sedangkan
pengomposan
secara
anaerobik
memanfaatkan
mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara dalam mendegradasi bahan organik. Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang sangat dibutuhkan untuk kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai upaya untuk memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah, sehingga produksi tanaman menjadi lebih tinggi. Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah dapat digunakan untuk menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan kembali tanah pertanian, menggemburkan kembali tanah petamanan, sebagai bahan penutup sampah di TPA, eklamasi pantai pasca penambangan, dan sebagai media tanaman. Bahan baku pengomposan adalah semua material organik mengandung karbon dan nitrogen, seperti kotoran hewan, sampah hijauan, sampah kota, lumpur cair dan limbah industri pertanian. Berikut disajikan bahan-bahan yang umum dijadikan bahan baku pengomposan. Tabel 1. Asal dan bahan kompos Asal
Bahan
1. Pertanian Limbah dan residu tanaman Limbah & residu ternak Tanaman air
Jerami dan sekam padi, gulma, batang dan tongkol jagung, semua bagian vegetatif tanaman, batang pisang dan sabut kelapa Kotoran padat, limbah ternak cair, limbah pakan ternak, cairan biogas Azola, ganggang biru, enceng gondok, gulma air
2. Industri Limbah padat
Edisi Juli 2014
Serbuk gergaji kayu, blotong, kertas, ampas tebu, limbah kelapa sawit, limbah pengalengan makanan dan pemotongan hewan
73
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Limbah cair
Alkohol, limbah pengolahan kertas, ajinomoto, limbah pengolahan minyak kelapa sawit
3. Limbah rumah tangga Sampah
Tinja, urin, sampah rumah tangga dan sampah kota
(Sumber: Abdorohin dan Oim, 2008) Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit. Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, misal: hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak. Kompos memiliki banyak manfaat, antara lain: menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah, mengurangi volume/ukuran limbah, memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya, mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di tempat pembuangan sampah, mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan, meningkatkan kesuburan tanah, memperbaiki struktur dan karakteristik tanah, meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah, meningkatkan aktivitas mikroba tanah, meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen), menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman, menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman, dan meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah. Pupuk kompos sebagai bahan organik sangat berperan terhadap sifat fisik tanah, antara lain: merangsang granulasi, memperbaiki aerasi tanah, dan meningkatkan kemampuan menahan air. Peran bahan organik terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu seperti N, P, dan S. Peran bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga mempengaruhi serapan hara oleh tanaman (Gaur, 1980). Edisi Juli 2014
74
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Beberapa studi telah dilakukan terkait manfaat kompos bagi tanah dan pertumbuhan tanaman. Penelitian Abdurohim (2008) menunjukkan bahwa kompos memberikan peningkatan kadar Kalium pada tanah lebih tinggi dari pada kalium yang disediakan pupuk NPK, namun kadar fosfor tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan NPK. Hal ini menyebabkan pertumbuhan tanaman yang ditelitinya ketika itu, caisin (Brassica oleracea), menjadi lebih baik dibandingkan dengan NPK. Hasil penelitian Handayani (2009) berdasarkan hasil uji Duncan, pupuk cacing (vermicompost) memberikan hasil pertumbuhan yang terbaik pada pertumbuhan bibit Salam (Eugenia polyantha Wight) pada media tanam subsoil. Indikatornya terdapat pada diameter batang, dan sebagainya. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penambahan pupuk anorganik tidak memberikan efek apapun pada pertumbuhan bibit, mengingat media tanam subsoil merupakan media tanam dengan pH yang rendah sehingga penyerapan hara tidak optimal. Pemberian kompos akan menambah bahan organik tanah sehingga meningkatkan kapasitas tukar kation tanah dan mempengaruhi serapan hara oleh tanah, walau tanah dalam keadaan masam. Dalam sebuah artikel yang diterbitkan Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor menyebutkan bahwa kompos bagase (kompos yang dibuat dari ampas tebu) yang diaplikasikan pada tanaman tebu (Saccharum officinarum L) meningkatkan penyerapan nitrogen secara signifikan setelah tiga bulan pengaplikasian dibandingkan degan yang tanpa kompos, namun tidak ada peningkatan yang berarti terhadap penyerapan fosfor, kalium, dan sulfur. Penggunaan kompos bagase dengan pupuk anorganik secara bersamaan tidak meningkatkan laju pertumbuhan, tinggi, dan diameter dari batang, namun diperkirakan dapat meningkatkan rendemen gula dalam tebu. Pada dasarnya semua bahan-bahan organik padat dapat dikomposkan, misalnya: limbah
organik
rumah
tangga,
sampah-sampah
organik
pasar/kota,
kertas,
kotoran/limbah peternakan, limbah-limbah pertanian, limbah-limbah agroindustri, limbah pabrik kertas, limbah pabrik gula, limbah pabrik kelapa sawit, dan lain-lainya. Proses pengomposan akan segera berlansung setelah bahan-bahan mentah dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu Edisi Juli 2014
75
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas 50o - 70o C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekomposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30 – 40% dari volume/bobot awal bahan.
Gambar 1. Skema Proses Pengomposan Aerobik (Sumber: Rohendi, 2005) Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen). Proses yang dijelaskan sebelumnya adalah proses aerobik, dimana mikroba menggunakan oksigen dalam proses dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga terjadi tanpa menggunakan oksigen yang disebut proses anaerobik. Namun, proses ini tidak diinginkan, karena selama proses pengomposan akan dihasilkan bau yang tidak sedap. Proses anaerobik akan menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tidak sedap, seperti: asam-asam organik (asam asetat, asam butirat, asam valerat, puttrecine), amonia, dan H2S.
Edisi Juli 2014
76
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja
Gambar 2. Profil suhu dan populasi mikroba selama proses pengomposan (Sumber: Guntoro, dkk.,2003) Tabel 2. Organisme yang terlibat dalam proses pengomposan Kelompok Organisme
Organisme
Jumlah/gr kompos 9
Mikroflora
Bakteri; Aktinomicetes; Kapang
10 - 109; 105 108; 104 - 106
Mikrofanuna
Protozoa
104 - 105
Makroflora
Jamur tingkat tinggi
Makrofauna Cacing tanah, rayap, semut, kutu, dll (Sumber: Toharisman, 1991) Setiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi lingkungan dan bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka dekomposer tersebut akan bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat organik. Apabila kondisinya kurang sesuai atau tidak sesuai, maka organisme tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan kondisi yang optimum untuk proses pengomposan sangat menentukan keberhasilan proses pengomposan itu sendiri. Faktor-faktor yang memperngaruhi proses pengomposan antara lain: 1.
Rasio C/N Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30: 1 hingga
40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat. Umumnya, masalah utama pengomposan adalah pada rasio C/N yang tinggi, terutama jika bahan utamanya adalah bahan yang mengandung kadar kayu tinggi (sisa gergajian Edisi Juli 2014
77
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja kayu, ranting, ampas tebu, dsb). Untuk menurunkan rasio C/N diperlukan perlakuan khusus, misalnya menambahkan mikroorganisme selulotik (Toharisman, 1991) atau dengan menambahkan kotoran hewan karena kotoran hewan mengandung banyak senyawa nitrogen. 2. Ukuran Partikel Aktivitas mikroba berada diantara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut. 3.
Aerasi Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen(aerob).
Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh posiritas dan kandungan air bahan(kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos. 4. Porositas Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay Oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu. 5. Kelembaban (Moisture content) Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen. Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40 - 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, Edisi Juli 2014
78
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap. 6. Temperatur/suhu Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 - 60oC menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60oC akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma. 7. pH Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral. 8.
Kandungan Hara Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan bisanya terdapat
di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan. 9. Kandungan Bahan Berbahaya Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.
Edisi Juli 2014
79
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja 10. Lama pengomposan Lama
waktu
pengomposan
tergantung
pada
karakteristik
bahan
yang
dikomposakan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa penambahan aktivator pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-benar matang. Tabel 3. Kondisi yang optimal untuk mempercepat proses pengomposan Kondisi
Konsisi yang bisa diterima
Ideal
Rasio C/N
20:1 s/d 40:1
25-35:1
Kelembaban
40 – 65 %
45 – 62 % berat
Konsentrasi oksigen tersedia > 5%
> 10%
Ukuran partikel
1 inchi
Bervariasi
Bulk Density
1000 lbs/cu yd
1000 lbs/cu yd
pH
5.5 – 9.0
6.5 – 8.0
Suhu (Sumber: Gaur, 1980)
43 – 66oC
54 -60oC
Strategi pengomposan banyak dilakukan di awal-awal berkembangnya teknologi pengomposan. Kondisi atau faktor-faktor pengomposan dibuat seoptimum mungkin. Sebagai contoh, rasio C/N yang optimum adalah 25-35:1. Untuk membuat kondisi ini bahan-bahan yang mengandung rasio C/N tinggi dicampur dengan bahan yang mengandung rasio C/N rendah, seperti kotoran ternak. Ukuran bahan yang besar-besar dicacah sehingga ukurannya cukup kecil dan ideal untuk proses pengomposan. Bahan yang terlalu kering diberi tambahan air atau bahan yang terlalu basah dikeringkan terlebih dahulu sebelum proses pengomposan. Pengomposan secara aerobik Peralatan yang dibutuhkan dalam pengomposan secara aerobik terdiri dari peralatan untuk penanganan bahan dan peralatan perlindungan keselamatan dan kesehatan bagi pekerja. Berikut disajikan peralatan yang digunakan. 1. Terowongan udara (Saluran Udara) o
Digunakan sebagai dasar tumpukan dan saluran udara
o
Terbuat dari bambu dan rangka penguat dari kayu
o
Dimensi : panjang 2m, lebar ¼ - ½ m, tinggi ½ m
Edisi Juli 2014
80
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja o
Sudut : 45o
o
Dapat dipakai menahan bahan 2 – 3 ton
2. Sekop o
Alat bantu dalam pengayakan dan tugas-tugas lainnya
3. Garpu/cangkrang o
Digunakan untuk membantu proses pembalikan tumpukan bahan dan pemilahan sampah
4. Saringan/ayakan o
Digunakan untuk mengayak kompos yang sudah matang agar diperoleh ukuran yang sesuai
o
Ukuran lubang saringan disesuaikan dengan ukuran kompos yang diinginkan
o
Saringan bisa berbentuk papan saring yang dimiringkan atau saringan putar
5. Termometer o
Digunakan untuk mengukur suhu tumpukan
o
Pada bagian ujungnya dipasang tali untuk mengulur termometer ke bagian dalam tumpukan dan menariknya kembali dengan cepat
o
Sebaiknya digunakan termometer alkohol (bukan air raksa) agar tidak mencemari kompos jika termometer pecah
6. Timbangan o
Digunakan untuk mengukur kompos yang akan dikemas sesuai berat yang diinginkan
o
Jenis timbangan dapat disesuaikan dengan kebutuhan penimbangan dan pengemasan
7. Sepatu boot o
Digunakan oleh pekerja untuk melindungi kaki selama bekerja agar terhindar dari bahan-bahan berbahaya
8. Sarung tangan
Edisi Juli 2014
81
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja o
Digunakan oleh pekerja untuk melindungi tangan selama melakukan pemilahan bahan dan untuk kegiatan lain yang memerlukan perlindungan tangan
9. Masker o
Digunakan oleh pekerja untuk melindungi pernafasan dari debu dan gas bahan terbang lainnya
Tahapan pengomposan 1. Pemilahan Sampah o
Pada tahap ini dilakukan pemisahan sampah organik dari sampah anorganik (barang lapak dan barang berbahaya). Pemilahan harus dilakukan dengan teliti karena akan menentukan kelancaran proses dan mutu kompos yang dihasilkan
2. Pengecil Ukuran o
Pengecil ukuran dilakukan untuk memperluas permukaan sampah, sehingga sampah dapat dengan mudah dan cepat didekomposisi menjadi kompos
3. Penyusunan Tumpukan o
Bahan organik yang telah melewati tahap pemilahan dan pengecil ukuran kemudian disusun menjadi tumpukan.
o
Desain penumpukan yang biasa digunakan adalah desain memanjang dengan dimensi panjang x lebar x tinggi = 2m x 12m x 1,75m.
o
Pada tiap tumpukan dapat diberi terowongan bambu (windrow) yang berfungsi mengalirkan udara di dalam tumpukan.
4. Pembalikan o
Pembalikan dilakuan untuk membuang panas yang berlebihan, memasukkan udara segar ke dalam tumpukan bahan, meratakan proses pelapukan di setiap bagian tumpukan, meratakan pemberian air, serta membantu penghancuran bahan menjadi partikel kecil-kecil.
5. Penyiraman o
Pembalikan dilakukan terhadap bahan baku dan tumpukan yang terlalu kering (kelembaban kurang dari 50%).
Edisi Juli 2014
82
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja o
Secara manual perlu tidaknya penyiraman dapat dilakukan dengan memeras segenggam bahan dari bagian dalam tumpukan.
o
Apabila pada saat digenggam kemudian diperas tidak keluar air, maka tumpukan sampah harus ditambahkan air. sedangkan jika sebelum diperas sudah keluar air, maka tumpukan terlalu basah oleh karena itu perlu dilakukan pembalikan.
6. Pematangan o
Setelah pengomposan berjalan 30 – 40 hari, suhu tumpukan akan semakin menurun hingga mendekati suhu ruangan.
o
Pada saat itu tumpukan telah lapuk, berwarna coklat tua atau kehitaman. Kompos masuk pada tahap pematangan selama 14 hari.
7. Penyaringan o
Penyaringan dilakukan untuk memperoleh ukuran partikel kompos sesuai dengan kebutuhan serta untuk memisahkan bahan-bahan yang tidak dapat dikomposkan yang lolos dari proses pemilahan di awal proses.
o
Bahan yang belum terkomposkan dikembalikan ke dalam tumpukan yang baru, sedangkan bahan yang tidak terkomposkan dibuang sebagai residu.
8. Pengemasan dan Penyimpanan o
Kompos yang telah disaring dikemas dalam kantung sesuai dengan kebutuhan pemasaran.
o
Kompos yang telah dikemas disimpan dalam gudang yang aman dan terlindung dari kemungkinan tumbuhnya jamur dan tercemari oleh bibit jamur dan benih gulma dan benih lain yang tidak diinginkan yang mungkin terbawa oleh angin.
Mutu kompos Komposyang baik adalah. 1. Kompos yang bermutu adalah kompos yang telah terdekomposisi dengan sempurna serta tidak menimbulkan efek-efek merugikan bagi pertumbuhan tanaman.
Edisi Juli 2014
83
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja 2. Penggunaan kompos yang belum matang akan menyebabkan terjadinya persaingan bahan nutrien antara tanaman dengan mikroorganisme tanah yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan tanaman 3. Kompos yang baik memiliki beberapa ciri sebagai berikut : o
Berwarna coklat tua hingga hitam mirip dengan warna tanah,
o
Tidak larut dalam air, meski sebagian kompos dapat membentuk suspensi,
o
Nisbah C/N sebesar 10 – 20, tergantung dari bahan baku dan derajat humifikasinya,
o
Berefek baik jika diaplikasikan pada tanah,
o
Suhunya kurang lebih sama dengan suhu lingkungan, dan
Tidak berbau.
2. Metode Pelaksanaan Pengabdian Metode yang digunakan untuk memecahkan masalah di atas adalah metode diskusi dan praktek. Gabungan dari kedua metode tersebut diharapkan meningkatkan keterampilan membuat pupuk kompos dari limbah pertanian serta menerapkannya dan meningkatkan pemahaman terhadap penggunaan pupuk kompos dari limbah pertanian. Dengan demikian dapat mengurangi ketergantukan para petani padi di Subak Telaga Desa Mas terhadap pupuk urea sehingga tidak terpengaruh terhadap harga pupuk yang mahal dan produksi padi.
3. Hasil dan Pembahasan Para petani di Subak Telaga Desa Mas Ubud telah mengenal pupuk kompos, tetapi cara membuat, waktu penggunaan, dan takaran penggunaan kompos belum dipahami untuk tanaman padi. Para petani sangat antusias untuk mengetahui cara membuat kompos dari jerami. Berdasarkan cara pembuatan kompos, para petani lebih tertarik menggunakan cara ke-3, yaitu menebar jerami dipematang sawah kemudian dibasahi dan disemprotkan bakteri pengurai. Cara ini dipilih oleh petani didasari pada kepraktisannya, karena para petani di subak telaga memiliki ketrampilan lain, yaitu sebagai tukang bangunan, pematung, dan pegawai negeri. Edisi Juli 2014
84
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Antosiasme para petani mengikuti kegiatan, terlihat dari banyak pertanyaan yang diajukan oleh para petani. Jenis pertanyaan yang muncul adalah: selain jerami, bahan apa yang bisa digunakan sebagai kompos?, syarat-syarat agar kompos dapat bekerja maksimal?, tindakan yang dapat dilakukan untuk memepercepat pengomposan? Pertanyaan-pertanyaan tersebut mengindikasikan bahwa ketertarikan petani untuk membuat kompos dan memakainya. Indikasi lain yang menunjukkan ketertarikan petani terhadap pelatihan ini adalah jumlah pesanan mikrobia yang digunakan untuk membuat kompos. Semua peserta memesan mikrobia untuk digunakan membuat kompos, dan sebagai pupuk cair. Pengetahuan para peserta tentang keunggulan kompos dibandingkan
pupuk
anorganik (urea) telah mulai berkembang. Indikasi tersebut terlihat dari rencana mereka untuk mengurangi pemakaian pupuk urea. Bahkan para petani sudah mulai menggunakan pupuk kompos dengan memesan kompos pada nara sumber rata-rata 40 Kg. Untuk mencapai hasil yang maksimal, maka pemakaian kompos dengan menggunakan probiotik harus mengurangi penggunaan herbisida, fungisida, dan bahan kimia yang lainnya. Keunggulan penggunaan pupuk kompos telah dirasakan oleh para petani. Keunggulan tersebut dilihat dari kegemburan tanah, kemudahan mencanggkul, mulai ditemukan kehidupan di sawah (belut, cacing, dan sebagainya). Penampakan kehidupan hewan tersebut menambah semangat para petani untuk membuat kompos dan menggunakannya. Ketercapaian kegiatan, indicator dan cara pengukuran dapat dilihat dalam Tabel 4.
Tabel 4 Ketercapaian kegiatan dan indikator Indikator
Ketercapaian
Petani mengetahui dampak buruk pemakaian pupuk urea secara terus menerus Petani dapat memanfaatkan jerami Petani memakai pupuk kompos Petani dapat membuat kompos dari jerami padi dan
Petani mengetahui keunggulan kompos dan kelemahan pupuk anorganik (urea dsb)
No 1
2 3 4
Edisi Juli 2014
Jerami mulai tidak dibakar tapi ditempatkan pada lahan lain Petani mulai memakai kompos maksimal 40 kg per garapan sawah Petani dapat membuat pupuk kompos dari jerami 85
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja 5
6
kotoran sapi Dapat menggunakan kompos jerami padi dengan benar Dapat membandingkan, tanah, jenis binatang yang hidup di sawah, dan tanamam padi yang diberi pupuk urea dengan kompos
Petani telah mengetahui cara penggunaan pupuk kompos berprobiotik dengan mengurangi penggunaan herbisida, insektisida Petani telah dapat membedakan kualitas tanah dengan menggunakan kompos dengan indikasi: tanah tidak liat (gampang dicangkul), mulai ada belut dan ikan hidup di sawah
Pengetahuan para petani di Subak Telaga tentang kompos sangat beragam. Akan tetapi ketertarikan mereka sangat tinggi untuk menggunakan kompos. Hal ini merupakan suatu langkah bagus untuk merubah ketergantungan para petani terhadap pupuk anorganik, seperti urea, TSP dan lain-lain. Pelatihan pembuatan kompos adalah salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan petani agar tidak tergantung pada pupuk urea, tsp dan sejenisnya. Pengurangan penggunaan urea dan sejenisnya oleh petani dengan memproduksi kompos sendiri merupakan suatu langkah penghematan biaya produksi. Penghematan biaya produksi tersebut akan dapat menambah pendapat para petani di Subak Telaga dan pada akhirnya dapat lebih mensejahterakannya. Pelatihan pembuatan kompos di Subak Telaga merupakan suatu langkah awal untuk membangun pertanian, khususnya padi menuju pertanian organik yang ramah lingkungan. Hal tersebut telah dirasakan oleh para petani di Subak Telaga. Indikasi yang telah dirasakan adalah cacing tanah di tanah mulai bermunculan, tanah gampang dicangkul, tanah mulai gembur, mulai ada berudu diperaian sawah, dan terdapat kehidupan hewan lainnya. Dampak positip kompos yang telah dirasakan para petani di Subak Telaga tentu sangat bermanfaat agar tanah sawah tidah dialihfungsikan menjadi bangunan beton yang mendesak daerah pertanian di Subak Telaga. Disisi lain, kebutuhan akan beras sebagai makanan pokok masih sebagai andalan. Pelatihan pembuatan kompos merupakan salah satu upaya secara tidak langsung untuk mempertahankan sawah-sawah yang mulai terdesak di Desa Mas.
Edisi Juli 2014
86
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja 4. Penutup Berdasarkan uraian pembahasan, dapat disimpulkan para petani padi Subak Telaga Desa Mas Ubud: a)semakin mengurangi penggunaan pupuk urea dan perlahan-lahan mengganti dengan kompos, b)semakin
mengerti terhadap dampak negative akibat
pemakaian pupuk urea secara terus-menerus, c) telah mampu mebuat pupuk kompos dari limbah pertanian, dan d) telah mengetahui cara menggunakan kompos yang benar. Pelatihan ini sangat dirasakan oleh para petani, untuk itu petani sangat mengharapkan terus diadakan pelatihan yang dapat meningkatkan hasil pertanian dan teknik pengolahannya. Petani sangat mengharapkan pelatihan yang dapat memasarkan produkproduk pertanian yang layak.
DAFTAR PUSTAKA Abdurohim, Oim. 2008. Pengaruh Kompos Terhadap Ketersediaan Hara Dan Produksi Tanaman Caisin Pada Tanah Latosol Dari Gunung Sindur, sebuah skripsi. Dalam IPB Information Resource Center, diunduh 13 Juni 2010. Budi Hartoyo, 2010. Pengelolaan Unsur Hara P Dan K Padi Sawah Di Lahan Irigasi. Jawa Tengah: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah Daniel Suryoputro. 2009. Pemberian Pupuk Berimbang untuk Mengoptimalkan Hasil Gabah pada Pertanaman Padi. http://perpadi.or.id/index.php? option=com_ content&view=article&id=53:pemberian-pupuk-berimbang-untukmengoptimalkan -hasil-gabah-pada-pertanam. Dikunjungi 7 Desember 2010. Gaur, D. C. 1980. Present Status of Composting and Agricultural Aspect, in: Hesse, P. R. (ed). Improvig Soil Fertility Through Organic Recycling, Compost Technology. FAO of United Nation. New Delhi. Guntoro Dwi, Purwono, dan Sarwono. 2003. Pengaruh Pemberian Kompos Bagase Terhadap Serapan Hara Dan Pertumbuhan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.). Dalam Buletin Agronomi, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Handayani, Mutia. 2009. Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan Kompos Terhadap Pertumbuhan Bibit Salam, sebuah skripsi. Dalam IPB Information Resource Center diunduh 13 Juni 2010. Isroi. 2008. KOMPOS. Makalah. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor. Isroi. 2009. Hasil Analisa Kompos Jerami dan Nilai Haranya. http://isroi. wordpress. com/tag/promi/. Dikunjungi 2 Desember 2010. Rohendi, E. 2005. Lokakarya Sehari Pengelolaan Sampah Pasar DKI Jakarta, sebuah prosiding. Bogor, 17 Februari 2005. Edisi Juli 2014
87
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Sonson Garsoni. 2010. Pupuk Padi, Pupuk Organik, Komposter Olah Limbah. http://undangjaya.indonetwork.co.id. Dikunjungi 20 Desember 2010 Toharisman, A. 1991. Potensi Dan Pemanfaatan Limbah Industri Gula Sebagai Sumber Bahan Organik Tanah. Peter Tandisau dan Idaryani. 2010. Efektivitas penggunaan pupuk SP-36 dan KCL pada tanaman padi dan jagung. Sulawesi Selatan : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ( BPTP ).
Edisi Juli 2014
88
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja PELATIHAN PEMANFAATAN SOFTWARE GEOGEBRA UNTUK MENUNJANG PENCAPAIAN STANDAR KOMPETENSI GURU MATEMATIKA SMP DI KECAMATAN ABANG KABUPATEN KARANGASEM oleh, I Putu Wisna Ariawan Fakultas Matematika dan IPA Universitas Pendidikan Ganesha ABSTRAK Kegiatan pengabdian pada masyarakat ini bertujuan untuk: (1) meningkatkan pengetahuan dan kemampuan guru matematika tingkat SMP/MTs di kecamatan Abang dalam memanfaatkan Geogebra pada pembelajaran matematika, dan (2) memberi kesempatan kepada guru matematika tingkat SMP/MTs di kecamatan Abang untuk mengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan guna meningkatkan kompetensi pedagogik maupun kompetensi profesionalnya. Kegiatan pengabdian menggunakan metode pendidikan dan pelatihan keterampilan berupa kegiatan ceramah, tanya jawab dan simulasi. Subyek sasaran adalah guru matematika tingkat SMP/MTs se kecamatan Abang sebanyak 16 orang. Dari hasil kegiatan dapat disimpulkan bahwa (1) Berdasarkan respon peserta pelatihan yang tertuang dalam isian angket, diketahui bahwa seluruh peserta menyatakan bahwa kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang ingin disasar yakni meningkatkan pengetahuan dan kemampuan guru matematika tingkat SMP/MTs di kecamatan Abang dalam memanfaatkan Geogebra pada pembelajaran matematika, (2) Seluruh peserta terlihat sangat antusias dalam mengikuti program pelatihan. Hal ini bisa dilihat dari kehadiran seluruh peserta mulai dari awal kegiatan sampai akhir kegiatan. (3) Seluruh peserta mampu membuat sebuah proyek dengan benar berupa visualisasi suatu materi pembelajaran berbasis software Geogebra yang dapat diimplementasikan di kelas. Kata-kata kunci: geogebra, kompetensi guru matematika SMP ABSTRACT Community service activities aims to: (1) improving the knowledge and ability of mathematics teachers SMP / MTs in Abang subdistrict in using GeoGebra on mathematics learning, and (2) provide opportunities for mathematics teachers SMP / MTs in the district to participate in Abang education and training to improve pedagogical competence and professional competence. Service activities using methods such as education and skills training activities of lectures, discussion and simulation. Target subjects are math teacher SMP / MTs se Abang subdistrict many as 16 people. Edisi Juli 2014
89
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja From the results it can be concluded that the activities (1) Based on the response trainee questionnaire contained in the field, it is known that all participants stated that the activities carried out in accordance with the targeted objectives to improve the knowledge and ability of mathematics teachers SMP / MTs in Abang subdistrict in harness GeoGebra on mathematics learning, (2) All participants were very enthusiastic in participating in the training program. This can be seen from the presence of all the participants from the beginning of the event until the end of the activity. (3) All of the participants were able to make a project with the correct form of visualization a GeoGebra software-based learning materials that can be implemented in the classroom. Key words: geogebra, junior high school math teacher competence 1. Pendahuluan Dalam Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 telah ditegaskan bahwa salah satu kompetensi pedagogik yang harus dimiliki guru mata pelajaran matematika SMP/MTs adalah mampu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran. Sementara untuk kompetensi profesional, guru mata pelajaran matematika SMP/MTs harus mampu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri. Ini menunjukkan bahwa kemampuan memanfaatkan TIK bukanlah hanya menjadi monopoli bagi guru bidang TIK saja, tetapi guru mata pelajaran matematika SMP/MTs juga wajib untuk mampu memanfaatkan TIK. Kemajuan TIK yang begitu pesat telah membawa dampak besar dalam pembelajaran matematika. Pengaplikasian utama dari teknologi dalam pembelajaran matematika adalah adanya pengintegrasian perangkat lunak dalam pembelajaran matematika. Saat ini, penggunaan program aplikasi matematika telah memberi warna tersendiri dalam pembelajaran matematika karena telah banyak perangkat lunak yang telah dikembangkan dan dimanfaatkan dalam pembelajaran matematika. Menurut Preiner (2008,31), Computer algebra systems, dynamic geometry software, and spreadsheets are the main types of educational software currently used for mathematics teaching and learning. Each of the programs has its own advantages and is especially useful for treating a certain selection of mathematical topics or supports certain instructional approaches”.
Edisi Juli 2014
90
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Perangkat lunak Geogebra merupakan salah satu produk kemajuan teknologi yang saat ini banyak dimanfaatkan dalam pembelajaran matematika. Dengan berbagai keunggulan yang dimilikinya, saat ini Geogebra banyak dimanfaatkan sebagai alat bantu untuk mengkonstruksi, mendemonstrasikan atau memvisualisasikan konsepkonsep abstrak yang ada pada matematika khususnya pada bidang geometri. Perangkat lunak Geogebra sangat mudah diperoleh karena dapat diunduh secara gratis. Di samping itu, perangkat lunak Geogebra juga sangat mudah dioperasikan karena menggunakan sintaks atau perintah yang sangat sederhana. Melihat kemudahan dalam memperoleh maupun dalam pengoperasiannya, sudah selayaknya guru-guru matematika SMP/MTs mempertimbangkan untuk menggunakan perangkat lunak Geogebra dalam mengajarkan materi-materi geometri yang memang dirasakan abstrak dan sulit bagi sebagian besar siswa di tingkat SMP/MTs. Berdasarkan pengalaman pengusul selama menjadi tutor dalam PLPG Rayon 121 Undiksha pada tahun 2012 ini, dari tahap I hingga tahap V, mayoritas peserta PLPG guru mata pelajaran matematika tingkat SMP/MTs dan bahkan di tingkat SMA/MA, dan SMK/MAK belum banyak yang mampu menguasai Geogebra dan bahkan masih banyak yang baru tahu perangkat lunak Geogebra itu, belum tahu bahwa perangkat lunak Geogebra itu adalah perangkat lunak yang gratis. Berdasarkan hasil wawancara pengusul dengan sekretaris MGMP Kecamatan Abang, I Made Bawa Mulana, MPd pada saat pelaksanaan PLPG Tahap III terungkap bahwa guru matematika tingkat SMP/MTs di kecamatan Abang, (a) sama sekali belum pernah menggunakan perangkat lunak Geogebra dalam pembelajaran matematika, (b) belum pernah mendapat kesempatan untuk menggunakan perangkat lunak Geogebra secara intensif melalui workshop maupun pelatihan, (c) melihat kemudahan dalam memperoleh maupun dalam pengoperasiannya merasa tertarik dan sangat perlu untuk memperoleh pelatihan menggunakan perangkat lunak Geogebra, dan (d) memohon kepada pengusul untuk bersedia memberikan pelatihan menggunakan perangkat lunak Geogebra. Berdasarkan analisis situasi yang telah diuraikan di depan dapat disimpulkan bahwa guru mata pelajaran matematika tingkat SMP/MTs di kecamatan Abang belum banyak yang mampu menguasai Geogebra. Permasalahan tersebut muncul disebabkan karena minimnya pengetahuan guru tentang perangkat lunak Geogebra. Oleh karena itu, Edisi Juli 2014
91
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja permasalahan yang akan ditangani melalui kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah : (a) rendahnya pengetahuan guru matematika tingkat SMP/MTs di kecamatan Abang dalam memanfaatkan Geogebra pada pembelajaran matematika, (b) rendahnya kemampuan guru matematika tingkat SMP/MTs di kecamatan Abang dalam memanfaatkan Geogebra pada pembelajaran matematika. Tujuan dari kegiatan pengabdian masyarakat ini secara operasional diuraikan seperti berikut. (a) Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan guru matematika tingkat SMP/MTs di kecamatan Abang dalam memanfaatkan Geogebra pada pembelajaran matematika, (b) Memberi kesempatan kepada guru matematika tingkat SMP/MTs di kecamatan Abang untuk mengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan guna meningkatkan kompetensi pedagogik maupun kompetensi profesionalnya.
2. Metode Pelaksanaan Pengabdian Kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan sebagai bentuk realisasi pemecahan masalah dapat diuraikan seperti berikut. (a) Penyajian teori dalam bentuk makalah tentang berbagai potensi pemanfaatan geogebra dalam pembelajaran matematika. (b) Mengerjakan tugas/proyek membuat perangkat pembelajaran berbasis geogebra. (c) Mensimulasikan tugas/proyek yang telah dihasilkan, dan (d) Mengisi angket. Kegiatan Pengabdian Masyarakat (P2M) yang dilakukan menggunakan metode berbentuk pendidikan dan pelatihan keterampilan melalui ceramah dan demonstrasi (simulasi). Untuk melihat keberhasilan pelaksanaan kegiatan perlu diadakan evaluasi. Evaluasi yang dilaksanakan dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut. (a) Evaluasi program, dilakukan sebelum dan setelah kegiatan dilaksanakan. Evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui apakah program kegiatan sudah sesuai dengan tujuan yang akan dilaksanakan. (b) Evaluasi proses, dilakukan pada saat kegiatan dilaksanakan. Aspek yang dievaluasi adalah kehadiran dan aktivitas peserta dalam mengikuti pelatihan. Keberhasilan dapat dilihat dari kehadiran peserta yang mencapai lebih dari 85% dan aktivitasnya selama kegiatan tinggi. (c) Evaluasi hasil, dilaksanakan pada akhir kegiatan. Aspek yang dievaluasi adalah pengetahuan dan kemampuan peserta dalam merancang perangkat pembelajaran termasuk instrumennya.
Edisi Juli 2014
92
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja 3. Hasil dan Pembahasan Pada awal kegiatan, narasumber menyajikan materi pelatihan berupa pengetahuan memanfaatkan Geogebra pada pembelajaran matematika dalam sebuah makalah yang berjudul “Berbagai Potensi Pemanfaatan Perangkat Lunak Geogebra dalam Pembelajaran Matematika”. Dalam makalah ini disajikan berbagai contoh tentang pemanfaatan Geogebra dalam pembelajaran matematika. Peserta juga diberikan buku petunjuk penggunaan Geogebra untuk mempermudah peserta dalam menggunakan software Geogebra.
a. Kemudian kegiatan dilanjutkan dengan memberikan kesempatan kepada peserta untuk berlatih atau melakukan praktek secara individu membuat proyek mengembangkan perangkat pembelajaran yang dapat diimplementasikan di kelas dengan memanfaatkan software Geogebra. Salah satu hasil karya peserta disajikan pada gambar berikut.
Gambar 1. Hasil Karya Proyek Salah Satu Peserta Pelatihan Untuk menilai keberhasilan program yang dilaksanakan maka perlu dilakukan evaluasi. Berdasarkan hasil evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan pelatihan yang dilaksanakan diperoleh hasil sebagai berikut. (1) Berdasarkan respon peserta pelatihan yang tertuang dalam isian angket, diketahui bahwa seluruh peserta menyatakan bahwa kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang ingin disasar yakni meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan guru matematika tingkat SMP/MTs di kecamatan Abang Edisi Juli 2014
93
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja dalam memanfaatkan Geogebra pada pembelajaran matematika. (2) Seluruh peserta terlihat sangat antusias dalam mengikuti program pelatihan. Hal ini bisa dilihat dari kehadiran seluruh peserta mulai dari awal kegiatan sampai akhir kegiatan. (3) Seluruh peserta mampu membuat sebuah proyek dengan benar berupa visualisasi suatu materi pembelajaran berbasis software Geogebra yang dapat diimplementasikan di kelas. Pada saat peserta berlatih atau melakukan praktek secara individu membuat proyek mengembangkan perangkat pembelajaran berbasis software Geogebra, hampir seluruh peserta mengalami kesulitan dalam membuat sintaks atau perintah pada Geogebra. Hal ini dapat dimaklumi karena seluruh peserta belum terbiasa menggunakan software Geogebra. Untuk mengatasi masalah ini peserta diarahkan untuk melihat petunjuk pemanfaatan Geogebra yang sudah diberikan. Dengan arahan dari narasumber maka secara perlahan seluruh peserta sudah mulai bisa membuat sintaks pada Geogebra dengan baik. Dengan adanya buku petunjuk pemanfaatan Geogebra yang diberikan dan dengan diberikannya pendampingan secara intensif maka seluruh peserta telah mampu membuat sebuah proyek sederhana yang bisa diimplementasikan di kelas pada saat pelaksanaan pembelajaran matematika. Kemampuan peserta dalam merancang perangkat pembelajaran berbasis Geogebra akan meningkat jika para guru terus berupaya berlatih menggunakan software Geogebra. 4. Penutup Beberapa kesimpulan yang dapat disampaikan terkait dengan hasil pelaksanaan kegiatan dapat diuraikan seperti berikut. (a) Berdasarkan hasil evaluasi program yang dilakukan sebelum dan setelah kegiatan dilaksanakan, program kegiatan yang dirancang ternyata sudah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. (b) Berdasarkan hasil evaluasi proses, kehadiran peserta dalam kegiatan pelatihan mencapai 100% dan aktivitasnya selama kegiatan sangat tinggi. (c) Berdasarkan evaluasi hasil yang dilaksanakan pada akhir kegiatan, semua peserta dapat menyelesaikan tugas-tugas proyek yang diberikan dengan sangat baik. Berdasarkan hasil pelaksanaan kegiatan yang telah dilakukan maka dapat disarankan hal-hal sebagai berikut. (1) Perlu ada kegiatan pelatihan lanjutan dengan materi Edisi Juli 2014
94
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja lain yang lebih luas, dan (2) Perlu ada kegiatan pengabdian sejenis misalnya dengan
menyasar guru matematika SMP di tingkat kabupaten DAFTAR PUSTAKA Antohe, V. 2009. Limits of Educational Soft “GeoGebra” in a Criticall Constructive Review. Annals. Computer Science Series. 7th Tome 1st Fasc 2009, pp. 47-54 Aksoy, Y., Bayazit, İ. & Soybaş, D. 2010. The Effects of GeoGebra in Conjectures and Proofs, First North American GeoGebra Conference, 27 - 28 July 2010, pp. 190195, Ithaca, New York, USA. Arranz, M. J., Losada, R., Mora, A. J., and Sada, M. 2009. Realities from GeoGebra. MSOR Connections Vol 9 No 2 May – July 2009, pp. 17-23. CadwalladerOlsker, T. 2011. What Do We Mean by Mathematical Proof? Journal of Humanistic Mathematics Vol 1, No 1, January 2011, pp. 33-60. Chrysanthou, I. 2008. The Use of ICT in Primary Mathematics in Cyprus: The Case of GeoGebra. Unpublished Doctoral Thesis. London: Universitat of Cambridge. Duval, R. 1998. Geometry from a cognitive point of view, in C. Mammana & V., Villani (Eds.). Perspective on the Teaching of Geometry for the 21st Centuy (pp. 3751). Dordrecht, The Netherlands: Kluwer Academic Publishers. Forsythe, S. 2010. A Study of The Effectiveness of a Dynamic Geometry Program to Support the Learning of Geometrical Concepts of 2D Shapes. Journal of The British Society for Research into Learning Mathematics Vol. 30, Number 2, June 2010 pp. 12-17. Godwin, S. and Sutherland, R. (2004) Whole class technology for learning mathematics: the case of functions and graphs, Education, Communication and Information, 4 (1), 131-152. Herrera, M., Preiss, R. and Riera, G. 2008. Intellectual Amplification And Other Effects “With”, “Of” And “Through” Technology In Teaching And Learning Mathematics. In Proceedings of The 11th International Congress on Mathematical Education, DG 27, 13 - 16 July 2008, pp. 1-8. Monterrey, Mexico. Hohenwarter, J., Hohenwarter, M., and Lavicza, Z. 2008. Introducing Dynamic Mathematics Software to Secondary School Teachers: The Case of GeoGebra. Journal. of Computers in Mathematics and Science Teaching Vol. 28, No. 2, pp.135-146. Hohenwarter, M. and Lavicza, Z. 2008. The strength of The Community: How GeoGebra Can Inspire Technology Integration in Mathematics Teaching. MSOR Connections Vol 9 No 2 May – July 2009, pp. 3 – 5. Edisi Juli 2014
95
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Hohenwarter, J., Hohenwarter, M., and Lavicza, Z. 2008. Introducing Dynamic Mathematics Software to Secondary School Teachers: The Case of GeoGebra. Journal. of Computers in Mathematics and Science Teaching (2008) 28(2), 135146. Hohenwarter, J. and Hohenwarter, M. 2011. Introduction to GeoGebra 4. Online. http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/3.0/. Diakses tanggal 1 Desember 2011. Iranzo, N. 2009. Influence of Dynamic Geometry Software on Plane Geometry Problem Solving Strategies, Unpublished Doctoral Thesis. Bellaterra Spain: Universitat Autònoma de Barcelona. Karadag, Z. and McDougall, D. 2009. Dynamic Worksheets: Visual Learning with The Guidance of Polya. MSOR Connections Vol 9 No 2 May – July 2009 pp. 13-16 Lu, Y.W. A. 2008. Linking Geometry and Algebra: A Multiple-Case Study of UpperSecondary Mathematics Teachers' Conceptions and Practices of GeoGebra in England and Taiwan, Unpublished Master's thesis, Cambridge: University of Cambridge, UK Manizade, A.G and Mason, M. 2011. Choosing Geogebra Applications Most Appropriate For Teacher’s Current Geometry Classroom: Pedagogical Perspective. International Journal of Educational Studies in Mathematics, 76(1), 214-218. Pederson, J. 1983. Why We Still Need to Teach Geometry.‟ In Proceedings of the Fourth International Congress on Mathematical Education (Boston: Birkhauser Boston), pp. 158-159. Preiner, J. 2008. Introducing Dynamic Mathematics Software to Mathematics Teachers: the Case of GeoGebra. Unpublished Doctoral dissertation in Mathematics Education. Faculty of Natural Sciences, Salzburg: University of Salzburg, Austria Wisna Ariawan. 2011. Pengembangan Model dan Perangkat Pembelajaran Mata Kuliah Geometri Bidang Berbasis Open Software Geogebra untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa. Laporan Penelitian. Singaraja: Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Undiksha
Edisi Juli 2014
96
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja IBW DI KAWASAN GREENBELT KECAMATAN SUKASADA KABUPATEN BULELENG oleh, Ida Bagus Putu Mardana Fakultas Matematika dan IPA Universitas Pendidikan Ganesha ABSTRAK Kawasan greenbelt merupakan wilayah konservasi air dan vegetasi hijau (greenbelt zone) yang membentang dari dataran rendah ke perbukitan bedugul berpotensi bagi pengembangan wisata desa, agrowisata, kerajinan kreatif-inovatif, pertanian dan peternakan sebagai sumber kehidupan masyarakat di kecamatan Sukasada. Kegiatan IbW kawasan greenbelt di kecamatan Sukasada kabupaten Buleleng Provinsi Bali, menyasar pada 4(tempat) desa, yakni desa Ambengan, desa Gitgit, desa Wanagiri, dan desa Pancasari bertujuan untuk melakukan pemetaan aset wilayah dan pemberdayaan masyarakat dalam melaksanakan program ipteks peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam pertanian-peternakan-perikanan, pendidikan life skill, kewirausahaan, pembinaan adat-istiadat, keagamaan, lembaga sosial, sanitasi, dan kepariwisataan. Metode pelaksanaan IBW dalam pemberdayaan masyarakat menggunakan pendekatan SLA (Sustainable Livelihoods Approach). Kegiatan IbW selama tiga tahun diharapkan menghasilkan luaran : (1) Rencana strategis (Renstra) dan pemetaan wilayah, (2) Terwujudnya demplot industri kecil pengolahan kelapa, (3) terwujudnya sentra industri kecil/skala rumah tangga, (4) Terwujudnya demplot peternakan-pertanian ramah lingkungan, (5) terwujudnya produk wisata ruralagrotourism culture, (7) Terwujudnya kelompok belajar kelas kecil tingkat SD, tingkat SMP dan mekanisme pengelolaanya berbasis desa pekraman, (8) Peningkatan kesehatan sanitasi lingkungan, (9) Terwujudnya managemen mitigasi bencana alam berbasis masyarakat, dan (10) publikasi ilmiah hasil program IbW pada jurnal nasional. Kata-kata kunci: pemberdayaan masyarakat, kawasan greenbelt, SLA, potensi wilayah, Ipteks bagi Wilayah (IbW) ABSTRACT Greenbelt region is an area of water conservation and green vegetation (greenbelt zone) that extends from the low plains to the hills bedugul potential for the development of village tourism, ecotourism, creative-innovative craft, agriculture and livestock as a source of community life in the district Sukasada. IBW activity greenbelt area in the district Sukasada Buleleng regency of Bali Province, targeting at 4 (a) of the village, the village Ambengan, Gitgit, Wanagiri village, and the village Pancasari aims to undertake asset mapping and community development region in implementing science and technology program increased knowledge and skills in agriculture-livestock-fishery, life skill education, entrepreneurship, development of customs, religious, social institutions, sanitation, and tourism. IBW method implementation in community empowerment Edisi Juli 2014
97
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja approach SLA (Sustainable Livelihoods Approach). IBW activity for three years is expected to produce outcomes: (1) strategic plan (Plan) and the mapping of the area, (2) Realization of small plots coconut processing industry, (3) the establishment of small industries / household scale, (4) farm demonstration plots realization of environmentally friendly farming, (5) the establishment of rural tourism product-agrotourism culture, (7) realization of a small group classroom learning elementary, junior high and its management mechanism based pekraman village, (8) Improved environmental sanitation health, (9) the realization of the management of community-based natural disaster mitigation, and (10) the results of scientific publications in national journals of IBW program. Key words: community development, greenbelt area, SLA, the potential of the region, science and technology for the region (IBW) 1. Pendahuluan Kabupaten Buleleng terletak dibagian utara pulau Bali memanjang ke barat dan ke timur. secara geografis kabupaten Buleleng terletak pada posisi 80 03'40" – 80 23'00" lintang selatan dan 1140 25'55"– 1150 27'28" bujur timur. Kabupaten Buleleng memiliki pantai dibagian utara yang panjangnya 157,05 km. Secara luas wilayah, kabupaten Buleleng adalah 136.588 hektar atau 24,25% dari luas Provinsi Bali. Kabupaten Buleleng memiliki batas-batas wilayah seperti ditunjukkan pada gambar 1A: Utara: Laut Bali, Timur: kabupaten Karangasem, Selatan: Kabupaten Jemberana, kabupaten Tabanan, kabupaten Badung, kabupaten Bangli, Barat: Selat Bali. Kecamatan Sukasada terletak di kabupaten Buleleng, provinsi Bali yang terdiri dari 15 Desa, dengan luas wilayah 172,93 km. jumlah penduduk 71.459 jiwa. Kecamatan Sukasada merupakan daerah hutan, perkebunan serta pertanian. Kecamatan ini terletak di sebelah utara pulau Bali. Keadaan tanahnya sebagian besar hutan dan tegalan yang hanya dapat ditanami tanaman hortkultura, palawija, perkebunan, dan vegetasi hutan, beberapa diantaranya persawahan. Penggunaan lahan di kecamatan Sukasada adalah sebagai berikut: (1) lahan sawah 1943 ha, (2) lahan tegalan : 4543 ha; (3) lahan perkebunan 5846 ha; (4) pekarangan: 507 ha; (5) hutan 2966 ha; (6) tanah negara 27.135 ha; lain-lain 318.61 ha. Kecamatan Sukasada beriklim tropis dengan curah hujan rata-rata 1651 mm dan hari hujan 65 hari (Buku Pola Pengembangan Wilayah Kecamatan (PPWK) Kecamatan Sukasada, kabupaten Buleleng, tahun 2011). Iptek bagi wilayah (IBW) di kecamatan Sukasada akan meliputi kawasan 4(empat) desa yang saling berdekatan, yaitu: desa Pancasari, desa Wanagiri, desa Gitgit, dan desa Edisi Juli 2014
98
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Ambengan. Empat desa ini mempunyai batas wilayah utara (Laut Bali), Timur (kecamatan Sawan), Barat (kecamatan Banjar), Selatan (kabupaten Tabanan). Berdasarkan RTRW kabupaten Buleleng 2004-2012 dan pola pengembangan wilayah kecamatan Sukasada, kecamatan Sukasada dibagi menjadi 4 wilayah, yaitu (1) wilayah pengembangan kawasan wisata desa, wisata desa, dan hutan lindung, yakni desa Pancasari, Wanagiri, Kayu putih, Gitgit, Selat dan Tegalinggah;
(2) wilayah
pengembangan ibu kota kecamatan, yakni desa Sukasada, Panji , desa Sambangan; dan (3) Wilayah pengembangan industri pertanian dan kerajinan, yakni desa Ambengan, Bulian, dan Panji Anom, (4) Wilayah penyangga, yakni desa Pegayaman, Silangjana, Pegadungan. Wilayah yang dipilih untuk program IbW sesuai dengan pemikiran kritis pengusul, Bappeda buleleng, dan tokoh-tokoh masyarakat di kecamatan Sukasada adalah wilayah pengembangan kawasan wisata dan hutan lindung, karena kawasan ini merupakan greenbelt zone yang sangat strategis dan memegang peranan penting bagi pengembangan wisata desa, agrowisata, kerajinan kreatif-inovatif, pertanian dan peternakan sebagai sumber kehidupan masyarakat. Jadi desa-desa yang dilibatkan dalam program
IbW
ini adalah desa Pancasari, desa Wanagiri, desa Gitgit, dan desa
Ambengan. Keempat desa-desa sasaran IBW merupakan kawasan yang sangat vital, karena kawasan ini akan dipersiapkan sebagai kawasan wisata dan konservasi hutan di kecamatan Sukasada (RTRW Buleleng 2004-2014). Walupun terletak pada posisi yang vital dan strategis (trans Bali utara-Jawa), ternyata empat desa ini menyumbangkan jumlah angka kemiskinan, kebodohan,
angka pengangguran, buta aksara, putus
sekolah, rawan bencana yang cukup besar, derajat kesehatan masyarakat yang rendah bagi kabupaten Buleleng, dan kualitas pendidikan yang rendah, yang nampaknya perlu mendapat penanganan segera dalam upaya mewujudkan kawasan desa wisata mandiri (Rencana Strategis Kecamatan Sukasada, 2008-2013). Secara umum, kondisi eksisting kawasan IBW yang meliputi desa Pancasari, desa Wanagiri, desa Gitgit, dan desa Anbengan merupakan kawasan yang diproyeksikan menjadi zonasi wisata, sumber air, pertanian, perkebuanan, peternakan dan konservasi hutan (PKWK, 2007), sehingga pada kawasan ini dicanangkan berbagai fasilitas wisata dan konservasi hutan, yang didukung aktivitas pertanian, peternakan dan industri kerajinan kreatif terpadu sebagai penyangga aktivitas pengembangan kawasan hutan Edisi Juli 2014
99
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja (Green belt), kawasan pariwisata, dan kawasan industri pertanian dalam arti luas. Di kawasan ini juga diperuntukan sebagai areal konservasi hutan, pertanian dan peternakan, wisata untuk menunjang ekonomi masyarakat, sekaligus sebagai pusat pengembangan industri pariwisata yang dapat mengintegrasikan aktivitas masyarakat pedesaan, pertanian, peternakan dan keindahan potensi alam. Secara umum, kecamatan Sukasada merupakan kecamatan dengan heterogenitas penduduk yang sangat variatif berjumlah 71.459 orang terdiri dari 35.905 penduduk perempuan dan 35.554 penduduk laki-laki. Dengan balutan budaya dan kearifan lokal, seperti, menyama-braya, gotongroyong, nyama bali-nyama selam, nyama kristen dan nyama china masyarakat di wilayah Sukasada dapat hidup berdampingan secara harmonis. Keempat desa ini merupakan wilayah perbukitan dan pegunungan, yakni beriklim tropis, dengan curah hujan yang relative cukup tinggi. Keadaan tanahnya sebagian besar subur dan basah yang ditanami vegetasi hutan, tanaman hortikultura, palawija, perkebunan, dan persawahan. Lapisan top soil tanah relatif tebal dengan tingkat kesuburan yang tinggi (BPPT, 2010). Pada musim hujan, maupun musim kemarau wilayah keempat desa ini nampak subur dan menghijau, sehingga perbukitan dan pegunungan ini merupakan bagian dari kawasan Green-belt yang memisahkan bagian utara dan selatan pulau Bali. Kondisi SDM penduduk wilayah IbW mengacu pada profil kecamatan dan potensi desa (Monographi desa, 2008) banyak pendudukan yang tidak bersekolah, dan warga yang menamatkan pendidikan SMP, dan SMA dalam jumlah yang relatif kecil, hanya sebagian kecil dari jumlah penduduk yang bisa menamatkan pendidikan tinggi. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan pendidikan yang sangat tajam. Sebagian besar pancaharian penduduk sebagai petani sekaligus peternak (65%), 15% PNS, dan 5% wiraswasta/pedagang, 5% pelayan, dan sisanya 10% pengganguran. Pada musim hujan, penduduk berkonsentrasi pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari melalui pertanian, dan peternakan. Budidaya pertanian dan peternakan masih bersifat tradisional, yang miskin dengan sentuhan ipteks. Di samping itu, kurangnya kesadaran penduduk dalam kesehatan dan sanitasi lingkungan, serta rendahnya daya dukung dan pelayanan lembaga kesehatan, menyebabkan wilayah kecamatan Sukasada ini sangat rentan terhadap wabah penyakit Edisi Juli 2014
100
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja baik di musim hujan maupun di musim kemarau. Pengembangan peternakan tradisional yang tidak ramah lingkungan, sering menimbukan persoalan sanitasi lingkungan dan sumber wabah penyakit. Padahal limbah pertanian dan peternakan, melalui penerapan ipteks dapat dirubah menjadi sumber pakan ternak, pupuk organik dan sumber energi bakar alternatif sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup dan kemandirian masyarakat. Posyandu yang ada masih ditangani secara linier dan mekanistik dengan kebergantungan tinggi dengan program kesehatan kabupaten. Dengan daya dukung luas wilayah yang cukup memadai dan panorama alam yang indah, dengan kuantitas jumlah petani dan peternak yang cukup signifikan, wilayah kecamatan
ini
sangat
berpotensi
untuk
jadi
zona
wisata
desa,
sentra
pertanian/peternakan yang bisa memenuhi kebutuhan pangan dan meningkatkan kondisi ekonomi masyarakat menuju wilayah desa-desa wisata yang mandiri pangan-energi. Sebenarnya upaya-upaya peningkatan aktivitas wisata dan produksi pertanian dan peternakan sudah dilakukan, melalui program sadar wisata dan penelitian dan pendapingan dari BPPT Propinsi Bali (Laporan BBPPT provinsi Bali, 2007) dalam program Primatani, namun nilai ekonomi sektor pariwisata dan produksi pertanian, peternakan dan perikanan masih relatif sangat kecil, sehingga belum mampu mendongkrak kualitas hidup masyarakat. Hal ini disebabkan (1) kurangnya pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam peningkatan nilai ekonomis produk wisata, (2) rendahnya intensitas masyarakat yang bergerak dalam bidang wirausaha/perdagangan, kurangnya
diversifikasi
produk
wisata
yang
masih
tersegmentasi
dengan
pertanian/peternakan, dan budaya masyarakat, (3) sistem mekanisme pasar yang belum berpihak pada masyarakat desa, serta (4) tingginya potensi bencana longsor yang selalu mengancam runtuhnya pilar-pilar sosio-ekonomi, keamanan dan kenyamanan hidup masyarakat. Berdasarkan uraian potensi dan propek wilayah 4 desa, yakni desa Ambengan, Gitgit, Wanagiri, dan Pancasarit di kecamatan Sukasada dapat dirumuskan permasalahan utama yang potensial untuk dipecahkan, baik yang berhasil diidentifikasi melalui survey awal pengusul, wawancara intensif dengan tokoh masyarakat, pejabat permerintahan kecamatan/desa maupun permasalahan aspek sosial ekonomi dalam
Edisi Juli 2014
101
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja RPJMD desa Ambengan, desa Gitgit, desa Wanagiri, dan desa Pancasari adalah sebagai berikut: (1) Rendahnya kesadaran, pengetahuan, keterampilan, dan keterlibatan
elemen
masyarakat dalam praksis kepariwisataan secara holistik berbasis pada wisata alam, budaya masyarakat, dan pertanian/peternakan. Pariwisata yang hanya tersegmentasi dan terbelenggu
pada keindahan panorama alam kurang dapat mengagetasi dinamika
aktivitas sosio-ekonomi masyarakat menuju peningkatan kualitas hidup dan kenyamanan masyarakat, (2) Rendahnya budaya kerja dan produktivitas ekonomi masyarakat menyebabkan rendahnya pendapatan perkapita dan pendapatan keluarga. Pedahal potensi alam dan dukungan program dan komitmen pemerintah dan institusi lain relatif cukup tinggi. Selain itu, belum terberdayanya lembaga-lembaga ekonomi masyarakat, UKM dan industri kerajinan kreatif-inovatif rumah tangga karena terbatasnya akses kepada sumber daya produktif, terutama permodalan, pasar, dan informasi dan teknologi, dan tumbuh suburnya rentenir telah mengurangi dinamika ekonomi masyarakat, (3) Masih rendahnya kualitas kesehatan masyarakat, kondisi kesehatan lingkungan, terutama yang menyangkut sanitasi dasar, dan perilaku masyarakat yang kurang mendukung pola hidup bersih dan sehat
telah memberi
kontribusi pada rendahnya status penduduk miskin dan kesehatan masyarakat. Peluang terjangkitnya penyakit demam berdarah dan penyakit endemik lainnya di wilayah Wanagiri, Ambengan, Gitgit sangat tinggi, karena aktivitas produktif masyarakat tidak ramah lingkungan, (4) Dari sisi kewilayahan, desa Ambengan, desa Gitgit, desa Wanagiri, dan desa Pancasari merupakan daerah pegunungan konservasi hutan yang sangat berpotansi terjadinya rawan bencana longsor setiap tahun. Kepedulian masyarakat dalam menjaga kelestarian konservasi hutas di kawasan Greenbelt relative masih kurang, terbukti intensitas perambasan hutan masih tinggi, yang berpotensi mendatangkan malapetaka longsor. Di sisi yang lain, rendahnya budaya dan kemampuan masyarakat dalam mekanisme mitigasi bencana alam sering meimbulkan kerusakan pada simpul-simpul produktivitas sosio-ekonomi masyarakat, yang berujung pada keterpurukan kualitas dan kenyamanan hidup masyarakat, (5) Masih rendahnya akses masyarakat terhadap pendidikan yang berkualitas, kurangnya pemerataan pendidikan dan penyediaan tenaga terampil, Edisi Juli 2014
menyebabkan terjadinya kesenjangan 102
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja pendidikan yang cukup tajam. Penyebab utama yang teridentifikasi berkontribusi pada rendahnya kualitas
pendidikan di wilayah kecamatan Sukasada ini adalah (a)
ketersediaan tenaga pendidik yang belum memadai baik secara kuantitatif maupun kualitatif, (b) fasilitas belajar belum tersedia secara mencukupi, (c) biaya operasional pendidikan belum disediakan secara memadai, (d) kekurangan tenaga pendidik, (e) ekonomi masyarakat yang rendah, dan (e) faktor geografis dan budaya masyarakat, dan (6) Minimnya terapan teknologi tepat guna di masyarakat dalam pengolahan hasil pertanian, peternakan, dan perikanan yang dapat mengantarkan desa-desa di kawasan ini sebagai desa mandiri pangan dan energi. Budi daya pariwisata, pertanian, peternakan, dan perikanan
yang ada saat ini masih bersifat tradisional, monokultur, dengan
pengagarapan yang parsial, dan kurang profesional yang dapat meningkatkan ketahanan pangan
masyarakat
dan
berpotensi
untuk
menumbuhkembangkan
dinamika
perekonomian masyarakat. (RPJMD dan Renstrades,2008-2013).
2. Metode Pelaksanaan Pengabdian Berdasarkan paparan potensi-potensi daerah, kearifan lokal dan permasalahan yang dimiliki desa-desa dalam cakupan wilayah IBW maka perlu disusun strategi sebagai solusi pemecahan masalah dalam mewujudkan desa mandiri dengan mensinergiskan potensi masyarakat, yaitu SDM produktif, kelompok pariwisata, kelompok petani, kelompok ternak, kelompok nelayan, kelompok pengerajin, berbagai organisasi adat, lembaga ekonomi masyarakat, koperasi, arisan, dan Bank, industri kecil, UKM), dan optimalisasi pemanfaatan lahan dan potensi alam yang luas dan beragam (areal pariwisata, pertanian lahan kering/basah, peternakan, perikanan laut/tawar, kehutanan). Potensi unggulan pokok yang menjadi prioritas penerapan
program ipteks dalam
program IbW ini adalah (1) potensi pariwisata yang diarahkan pada pengembangan rural-agrotourism culture yang didukung oleh fanorama alam, pertanian, peternakan, dan perikanan (1) potensi pertanian dalam arti luas, (2) potensi peternakan yang ramah lingkungan, (3) perikanan dengan perbaikan segmen jejaring pasar, (4) pendidikan kelompok kelas kecil dan kesehatan terpadu berbasis desa adat/masyarakat, (5) UKM/Industri rumah tangga dan lembaga ekonomi masyarakat, (6) industri kerajinan handycraft dan diversifikasi produk kreatif olahan hasil pertanian, peternakan, dan Edisi Juli 2014
103
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja perikanan, dan (7) program reboisasasi dengan vegetasi lokal tradisional Bali dan mitigasi bencana alam. Metode yang akan digunakan untuk pelaksanaan IBW adalah metode SLA (Sustainable Livelihoods Approach ). Pemberdayaan masyarakat dengan the Sustainable Livelihoods Approach (SLA) pada dasarnya upaya pelibatan (partisipasi) masyarakat untuk belajar dan beraktivitas secara berkelanjutan dengan cara unik mereka menjalani hidup dalam rangka meningkatkan kualitas hidup mereka. Menurut Ellis (1998), the sustainable livelihoods approach (SLA) is the process by which rural families construct a diverse portfolio of activities and social support capabilities in their struggle for survival and in order to improve their standards of livings. Hal ini didukung oleh Olivier Serrat (2008), yang menyatakan bahwa “ The sustainable livelihoods approach is a way of thinking about the objectives, scope, and priorities for development activities. It is based on evolving thinking about the way the poor and vulnerable live their lives and the importance of policies and institutions. Kodisi exciting masyarakat di wilayah IbW, yang bertautan dengan potensi wilayah, SDA, SDM, dan kearifan-kearifan lokal masyarakat dijadikan starting point dalam memetakan program-program pemberdayaan masyarakat, yang sudah tentu melibatkan usulan dan tuntutan kebutuhan masyarakat dari bawah (internal) dan mensinergiskan dengan program-proram kebijakan pemerintah daerah yang muncul dari analisis kritis Undikasha, Unipas dan Pemkab Buleleng (eksternal) sehingga dapat dirumuskan proram-program aksi yang dapat mengantarkan masyarakat pada kondisi expeting yang diinginkan dan disepakati bersama. Program aksi pemberdayaan masyarakat yang menempatkan masyarakat secara aktif berpartisipasi dalam perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi melalui proses pembelajaran dan pendampingan akan
dapat meningkatan intensitas partisipasi, self-belonging , dan
responsibility sehingga dapat menjamin dukungan material, finansial , dan pemikiran tepat sasaran dalam pemberdayaan masyarakat untuk mengantarkan masyarakat hidup lebih mandiri, aman, sejahtera, sehat dan harmonis. Motivasi dan kontribusi Pemkab Buleleng dalam melaksanakan pemberdayaan masyarakat di kecamatan Sukasada sangat tinggi. Hal ini disampaikan oleh Sekda Buleleng saat audiensi draft pengusulan program IBW dan kerjasama Undiksha dan Edisi Juli 2014
104
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja Pemkab Buleleng. Pemkab Buleleng sangat konsent dengan peningkatan pendapatan asli daerah sebagai upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat Buleleng dan pengurangan kemiskinan. Dalam audensi tersebut, melalui Sekda, Pemkab Buleleng sangat membutuhkan kerjasama semua pihak terutama Undiksha dalam turut menyukseskan program-program pengentasan kemiskinan dan peningkatan PAD Buleleng disamping program-program pendidikan, kesehatan dan partisipasi gender. . 3. Hasil dan Pembahasan Sosialisasi rencana pelaksanaan program IbW-kawasan Greenbelt pada tahun 2014 dipusatkan di desa Gitgit yang dihadiri oleh Camat, perbekel desa Ambengan, desa Gitgit, desa Wanagiri, desa Pancasari, perwakilan kelian dusun, poktan, pordarwis, dosen pelaksana IbW/dosen partisipan, mahasiswa dan masyarakat. Jumlah peserta yang hadir sebanyak 40 orang. Fokus sosialisasi adalah (1) prioritas pelaksanaan program, (2) model pedampingan, (3) teknik pengelolaan keuangan, dan (4) evaluasi keberhasilan program. Kegiatan pokok pada tahun kedua difokuskan di desa Gitgit, penanganan kawasan rural-agrowisata, dan desa Wanagiri, pengkapasitasan/pendampingan program pertanian-peternakan terpadu (simantri). Di sisi lain, di desa Pancasari akan diproyeksikan pada wisata agro dengan komoditas jagung dan strawbery, dan di desa Ambengan akan diorientasikan pada pengembangan kerajinan kreanova-handycraft untuk mendukung sektor wisata. `
Hasil pelaksanaan kegiatan IbW pada tahun pelaksanaan 2014 (tahun-2) adalah
pelatihan kompetensi kepariwisataan di desa Gitgit meliputi: (a) pengkapasitasan pokdarwis dalam penguasaan ICT dan kerajinan sablon-handycraft, serta pelatihan bahasa Inggris, (b) penataan lintasan tracking wisata rural-agrotourism di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) air terjun Gitgit, (2) revitalisasi tani-ternak terpadu, (d) pembuatan EM4 dan biofertilizer, (3) pengkapasitas dalam kerajinan kreanova dan sablon kreatif, dan (4) pengobatan gratis. Lemahnya penguasaan kompetensi ICT dan bahasa Inggris telah diakui oleh pengelola wisata air terjun di desa Gitgit. Kunjungan wisata baik lokal maupun manca negara ke DTW air terjun Gigit sebagian besar masih dihegemoni oleh vendor wisata dan biro perjalanan wisata. Pelaku wisata (pordarwis) di air terjun Gitgit hanya menikmati sebagian kecil segmen keuntungan paket wisata Gitgit yang dijual Edisi Juli 2014
105
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja vendor/travel. Atas dasar ini, pengkapasitasan praktisi wisata Gitgit dalam penguasaan ICT merupakan langkah strategis untuk meningkatkan kemampuan akses pordarwis dalam mempromosikan wisata Gitgit, menjual paket wisata secara langsung ke traveler melalui close contact menggunakan teknologi ICT, dan layanan informasi yang up to date. Keterampilan ICT yang dilatihkan adalah (1) pemanfaatan kemampuan mikrosoft office, internet, email, facekbook, dan blog. Pelatihan secara sistemik dilakukan dalam durasi tatap muka selama 10 kali pertemuan, @ 2 jam, dimulai dari awal Juni 2014 setiap hari sabtu. Drs. IB. Mardana, M.Si sebagai nara sumber yang ditugaskan dalam memberikan pealtihan komputer untuk meningkatkan literasi ICT anggota pordarwis. Setelah mendapat pelatihan ICT, kemudian kelompok pordarwis diberikan pelatihan bahasa Inggris dan managemen pariwisata modern. Staf dosen Undiksha yang ditugaskan untuk melatih dan mengkapasitasi pordarwis air terjun Gitgit adalah Nyoman Dini Andiani, S.St.Par.,M.Par. Kegiatan pelatihan dilaksanakan mulai 19 Juni 2014. Cakupan materi pelatihan meliputi: (1) penguasan English dan teknik quiding, (2) managemen dan promosi wisata, dan (3) etika dan cross culture understanding. Pada saat pelatihan, semua anggota pordarwis juga diberikan bantuan kamus bahasa InggrisIndonesia, dan Indonesia-Inggris dari tim IbW. Pelatihan bahasa Inggris dan managemen wisata dilakukan sebanyak 10 kali pertemuan dengan lama tatap muka selama 2 jam. Upaya pemberdayaan pordarwis air terjun Gitgit merupakan proses edukasi masyarakat Gitgit untuk terlibat aktif dalam geliat wisata di kawasan wisata air terjun Gitgit, sehingga revitalisasi dan diversifikasi produk wisata terinisiasi dari eskalasi perkawinan obyek alami wisata dengan dinamika keunikan budaya hidup masyarakat setempat, sehingga tidak ada pertautan utuh antara subyek dan obyek wisata secara simultan dalam rangka pengembangan kepariwisataan air terjun Gitgit berbasiskan kerifan lokal yang melekat dalam statuta hidup dan kehidupan masyarakat Gitgit. Hasil pemetaan potensi wisata air terjun Gitgit yang telah dilakukan pada tahun 2013, kemudian dijadikan dasar dalam meng-create diversifikasi produk wisata air terjun Gigit, yakni wisata trecking rural-agrotouris di sepanjang daerah aliran sungai(DAS) air terjun Gitgit. Pada awalnya, daerah tujuan wisata Gitgit hanya mempertontonkan keindahan air terjun Gigit dan panorama di sekitarnya, yang hanya Edisi Juli 2014
106
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja mampu menghasilkan spend time dan spend money yang relatif kecil dari pelancong wisata. Atas dasar itu, kreasi tracking wisata rural-agrotourism di kawasan wisata air terjun Gitgit merupakan solusi yang prospektif dalam merevitalisasi wisata air terjun Gitgit untuk mendatangkan pendapatan yang lebih memadai bagi pordarwis, pemkab dan masyarakat sekitarnya. Hasil focus group disccussion (FGD) semua elemen wisata di kawasan air terjun Gigit disepakati untuk mengkreasi 3(tiga) item jalur tracking wisata, yakni (1) shortterm tracking (durasi waktu 30-60 menit), dengan jalur area parking atas - air terjun kembar atas - perumahan penduduk, dan kembali ke area parking atas, (2) medium-term tracking (durasi waktu 45-60 menit), meliputi jalur area parkir atas – air terjun kembar atas – perumahan penduduk- air terjun tunggal tengah – perumahan penduduk- balai pertemuan masyarakat, dan (3) long-term tracking (durasi waktu 60-90 menit) meliputi jalur area parkir atas – air terjun kembar atas –perumahan penduduk – air terjun tunggal tengah – perumahan penduduk- DAS air terjun Gigit bawah-perumahan penduduk- area parkir bawah (durasi waktu 90-120 menit). Pertanian dan peternakan merupakan aktivitas perekonomin sebagian besar masyarakat di pedesaan. Kekeliruan dalam pengelolaan aktivitas tani-ternak dapat berdampak pada rentannya ekonomi masyarakat, terutama terhadap ketahanan pangan, stabilitas keuangan, kenyamanan, keamanan, dan kesejahteraan masyarakat. Atas dasar itu, maka program IbW Greenbelt di kawasan Sukasada juga mengusung program aksi tani-ternak terpadu (sistem pertanian-peternakan terpadu/simantri) sebagai mayor driven yang dapat mengkomplemen sektor pariwisata. Aktivitas yang dilakukan adalah (1) menginstal kandang ternak babi pada poktan Wanagiri di desa Wanagiri, dan (2) penanaman bibit pakan ternak /pohon buah tradisional bali di sepanjang DAS air tejun di desa Gitgit dan di
desa Wanagiri, yang telah berkomitmen mengembangkan
pertanian organik, seperti terdokumentasi pada gambar 3. Tim IbW Greenbelt Sukasada berusaha mentransformasi budaya tani-ternak tradisional menuju tani-ternak modern dan terintegrasi. Dalam aspek pertanian, masyarakat dikapasitas untuk bertanam pakan ternak, tanam pangan, buah tradisional Bali, dan tanaman hias dengan sistem multi-kultur. Di sisi yang lain, dalam buda daya ternak, masyarakat binaan dibudayakan untuk bisa Edisi Juli 2014
107
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja beternak sistem koloni pada ternak sapi, babi, dan ayam secara terpadu, sehingga secara fungsional dapat menjadi sumber penghasilan harian, bulanan, triwulan, enam bulan, dan tahunan. Pada tahun 2014, IbW Greenbelt Sukasada menginstalasi 1(satu) kandang koloni sapi dan 1(satu) kandang babi, dengan menghibahkan 1(satu) ekor sapi, dan 2(dua) ekor babi. Tingginya
kebutuhan
masyarakat
terhadap
pupuk
organik
sebagai
implikasi pengembangan kawasan pertanian organik di kawasan IbW Greenbelt Sukasada telah mendorong kelompok tani yang tergabung dalam poktan untuk bisa memproduksi pupuk organik (biofertilizer) secara mandiri dan keberlanjuan.
Maka dari itu, program aksi pengkapasitasan kelompok
tani-ternak dalam pengolahan limbah tani ternak menjadi pupuk organik menjadi program prioritas di desa Wanagiri dan desa Gitgit. Bersenergi dengan Fakultas
pertanian dari Universitas Panji Sakti (Unipas), Dinas Pertanian, Dinas
Peternakan pemerintah kabupaten Buleleng, maka Tim IbW Undiksha (Universitas Pendidikan Ganesha) menyelenggarakan pelatihan/pedampingan secara sistemik proses produksi pupuk organik (biofertilizer) melalui tahapan mulai dari (1) penampungan sampah pertanian, (2) pengecilan ukuran sampah dilakukan dengan mesin peranjang sampah, (3) Pencampuran bahan organik dengan suplemen (kotoran ternak sapi), (4) penyiapan dan
pemberian mikroba mengurai sampah (aktivator), dan
penambahan air, (5) pembalikan dan aerasi reaktor kompos, (4) kompos organik warna coklat kehitaman akan terbentuk setelah 14-18 hari, (5) penghalusan kompos dan penyaringan, (6) pengepakan, dan (7) pemanfaatan/pemasaran. Kegiatan dilaksanakan selama 2 minggu, mulai tanggal 1 Agustus 2014 dengan narasumber: Ir. Putu Suardika, M.P
(Reviewer Naisonal dari Universitas Panji Sakti),
untuk melatih dan
mendampingi masyarakat. Program aksi kerajinan kreanova dan sablon adalah pemberdayaan pordarwis
dan
masyarakat
sekitarnya
untuk
menguasai
kompetensi
keterampilan sablon dalam menghasilkan produk cendramata/handycraft guna mendukung pengembangan wisata desa di desa Gitgit dan desa Ambengan. Keindahan panorama air terjun Gigit yang dinikmati pelancong wisata yang telah terabadikan dalam foto digital, dapat disablon Edisi Juli 2014
pada baju kaos dan 108
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja produk kerajinan lain sehingga menjadi karya seni yang menperkaya kashanah dan daya tarik kepariwisataan di kawasan Gitgit dan Ambengan. Kegiatan pada tahun 2014 ini dilaksanakan program pengkapasitasan kelompok
masyarakat
dalam
menguasai
teknik
sablon.
Pelatihan/Pendampingan diberikan oleh Budiarta, S.Si, M.Pd dari jurusan seni rupa (Universitas Pendidikan Ganesha) selama 10 kali pertemuan mulai dari tanggal 22 Agustus 2014 bertempat di balai pertemuan masyarakat di desa Gitgit. Materi pelatihan yang diberikan adalah (1) pemantapan penguasaan aplikasi komputer coreldraw dan photoshop, (2) teknik foto, (3) preparasi screen/film sablon, dan (4) teknik sablon. Sampai laporan kemajuan ini dibuat, peserta pelatihan baru bisa menguasai teknik-teknik dasar menyablon. Kendalanya adalah lambatnya meng-upgrade kemampuan editing foto dan pembuatan sreen sablon. Dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat maka dilakukan penyuluhan kesehatan dan pengobatan gratis. Kegiatan pengobatan gratis dilakukan di desa wanagiri dalam membantu meningkatkan kesehatan anggota kelompok tani-ternak dan masyarakat sekitarnya, bekerjasama dengan puskemas Sukasada dan Stikes Majapahit Singaraja. Jenis penyakit yang dominan diderita dan dikeluhkan masyarakat adalah: infeksi tenggorokan, infeksi kulit, batuk, demam dan tensi darah yang tinggi/rendah, serta kekurangan gizi dan vitamin.
4. Penutup Dari paparan hasil pelaksanaan IbW Sukasada, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut. Kegiatan IbW pada tahun 2014 telah mampu menghasilkan : (1) terwujudnya demplot peternakan-pertanian ramah lingkungan, (5) terwujudnya produk wisata rural-agrotourism culture, (7) terwujudnya kelompok pengrajin kreanova dan mekanisme pengelolaanya berbasis desa pekraman, (8) peningkatan kesehatan sanitasi lingkungan.
Edisi Juli 2014
109
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2012. RPJM Desa Ambengan. Kecamatan Sukasada. Kabupaten Buleleng:Bali Anonim. 2012. RPJM Desa Gitgit. Kecamatan Sukasada. Kabupaten Buleleng:Bali Anonim. 2012. RPJM Desa Wanagiri. Kecamatan Sukasada. Kabupaten Buleleng:Bali Anonim. 2012. RPJM Desa Pancasari. Kecamatan Sukasada. Kabupaten Buleleng:Bali Anonin. 2010. Profil Kecamatan Sukasada, kabupaten Buleleng:Bali BPS, 1998. Crisis Poverty and Human Development in Indonesia. BPS. UNDP, Jakarta Emil Salim. 1980. Perencanaan Pembangunan dan Pemerataan Pendapatan. Jakarta Yayasan Idayu. Ernan Rustiadi, Sunsun Saefulhakim Dyah R. Panuju. 2009. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Crestpen Press dan Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Irawan, P.B. dan Romdiati. H, 2000. The Impact of Economic Crisis on Povertyand its Implication for Development Strategies, Paper Presented at National Workshop on Food and Nutrition VII. LIPI, 29 Febuari – 2 Maret 2000, Jakarta Kartasasmita, Ginandjar. 1995. Pemberdayaan Masyarakat: Sebuah Tinjauan Administrasi; Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Administrasi pada Fakultas Ilmu Administrasi Pemangunan Universitas Brawijaya; Malang. 1995. Michael Sherraden. 2006. Aset untuk Orang Miskin: Perspektif Baru Usaha Pengentasan Kemiskinan. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta. Millind B Bhujbal. 2012. Agro-tourism A Specialized Rural Tourism: Innovative Product of Rural Market. International Journal of Bussiness & Management Tomorrow. Vol. 2 No:1 Olivier Serrat. 2008. The Sustainable Livelihoods Approach. Asean Development Bank Shadi Hamadeh. 2009. The Sustainable Livelihoods Approach (SLA) In Mena:A Bitter Sweet Experience. Environment and Sustainable Development Unit Faculty of Agricultural and Food Sciences American University of Beirut Sumodiningrat, Gunawan, Gramedia,Jakarta
Edisi Juli 2014
1999,
Pemberdayaan
Masyarakat
Dan
JPS,
PT
110
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja IBW KAWASAN INCLUSIVE DI KECAMATAN SAWAN KABUPATEN BULELENG oleh, I Made Sundayana Fakultas Keperawatan STIKES Majapahit-Singaraja ABSTRAK Kawasan Inklusif merupakan wilayah dimana komunitas masyarakat tinggal dan berinteraksi secara harmoni dengan cluster masyarakat kolok, cluster masyarakat ODHA, dan cluster masyarakat pemulung, yang bergulat dengan kemiskinan dan permasalah sanitasi, kebersihan-kesehatan, pengolahan sampah, tingginya buta aksara, pendidikan inklusif, rendahnya produktivitas ekonomi, dan kurang terintegrasinya aspek pertanian-peternakan, rumah tidak layak huni, dan terbelenggunya pariwisata budaya masyarakat. Kegiatan IbW kawasan inklusif di kecamatan Sawan kabupaten Buleleng Provinsi Bali, menyasar pada 3(tiga) desa, yakni desa Bengkala, desa Jagaraga dan desa Bungkulan. Metode pelaksanaan IBW dalam pemberdayaan masyarakat menggunakan pendekatan SLA (Sustainable Livelihoods Approach). Hasil Kegiatan IbW pada tahu 2014 adalah terwujudnya (1) Data dokumen potensi Pelaksanaan program IbW yang sudah dilaksanakan adalah (1) sosialisasi dan pemetaan potensi kawasan dan (2) Pelaksanaan program aksi inisiasi, meliputi: (1) penyuluhan kesehatan, sanitasi lingkungan, dan pelayanan pengobatan gratis, (2) instalasi rumah sederhana dan WC di KK miskin Pemulung dan KK miskin kolok, (3) penanaman pakan ternak rumput gajah di kawasan ternak poktan kolok Bengkala, (4) pembudidayaan ternak ayam upakara di kelompok pemulung, (5) penyuluhan HIV/AIDS dan pengobatan gratis di kelompok masyarakat ODHA HV/AIDS di Bungkulan. Kata-kata kunci: pemberdayaan masyarakat, kawasan inklusif, SLA, potensi wilayah, Ipteks bagi Wilayah (IbW) ABSTRACT Inclusive region is a region where communities live and interact in harmony with society kolok cluster, cluster PLHIV community, and the community cluster scavengers, which is grappling with poverty and the problems of sanitation, hygiene-health, waste management, high illiteracy, inclusive education, low productivity economy, and the lack of integration of aspects of agriculture-livestock, home uninhabitable, and terbelenggunya cultural tourism. IBW activity in the sub region inclusive Sawan Buleleng regency of Bali Province, targeting the 3 (three) villages, the village Bengkala, villages and rural Jagaraga Bungkulan. IBW method implementation in community empowerment approach SLA (Sustainable Livelihoods Approach). IBW activity results in the know 2014 is the realization of (1) data document the potential implementation of a program that has been implemented is the IBW (1) socialization and mapping Edisi Juli 2014
111
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja potential of the region and (2) implementation of the action program initiation, include: (1) health education, environmental sanitation, and free medical care, (2) a simple home installation and WC in poor families and poor families kolok scavenger, (3) planting fodder grass in the livestock area poktan kolok Bengkala, (4) breeding chickens in group upakara scavengers, (5) HIV / AIDS education and free medical care in communities of PLHIV HV / AIDS in Bungkulan. Key words: community empowerment, inclusive region, SLA, the potential of the region, science and technology for the region (IBW) 1. Pendahuluan Secara geografis Kabupaten Buleleng terletak pada posisi 80 03'40" – 80 23'00" lintang selatan dan 1140 25'55" – 1150 27'28" bujur timur, yang memanjang kebarat dan ketimur di belahan utara Pulau Bali. Kabupaten Buleleng memiliki sembilan kecamatan yaitu: (1) Gerokgak, (2) Busungbiu, (3) Seririt, (4) Banjar, (5) Buleleng, (6) Sukasada, (7) Sawan, (8) Kubutambahan, (9) Tejakula. Wilayah yang akan menjadi binaan IbW adalah zonasi inklusif yang terletak di area triangulasi desa Bengkala, desa Jagaraga, dan desa Bungkulan. Penciri dari zonasi inklusif ini adalah wilayah dimana komunitas masyarakat tinggal dan berinteraksi secara harmoni antara cluster masyarakat kolok, cluster masyarakat ODHA, dan cluster masyarakat pemulung-miskin. Kecamatan Sawan merupakan salah satu dari 9 kecamatan yang ada di Kabupaten Buleleng yang mempunyai luas wilayah ± 92,52 km2, terdiri dari 14 Desa Dinas dan 18 Desa Pakraman. Dilihat dari topografi, wilayah kecamatan Sawan sebagian besar merupakan daerah pegunungan dan perbukitan dengan ketinggian 0 - 950 meter di atas permukaan laut dan sebagian kecil merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian 0-15 meter di atas permukaan laut. Jumlah penduduk di wilayah Kecamatan Sawan adalah sebanyak 67.525 jiwa, 34.085 jiwa penduduk laki-laki dan 33.440 jiwa penduduk perempuan dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 19.099 KK. Ditinjau dari mata pencaharian, sebagian besar penduduk bergerak pada sektor pertanian, perkebunan dan perikanan. Berdasarkan RPJMD Pemerintah Kabupaten Buleleng 2004-2012 dan pola pengembangan wilayah Kecamatan Sawan, program pemkab. Buleleng kawasan ini, adalah (1) pengembangan wilayah penanggulangan kebersihan dan kesehatan yakni Desa Bungkulan dan Bengkala, (2) pengembangan wilayah bebas buta aksara dan kemiskinan
yakni
Edisi Juli 2014
Desa
Jagaraga,
Bengkala,
Lemukih,
dan
Galungan,
(3) 112
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja pengembangan wilayah pertanian lahan kering (perkebunan) yakni Desa Sinabun, Suwug, Sudaji dan Bengkala, (4) pengembangan wilayah aneka industri rumah tangga yakni Desa Sawan dan Bungkulan, (5) pengembangan wilayah agrowisata dan ekowisata yakni Desa Kerobokan, Sekumpul, Menyali, dan Bebetin (6) pengembangan wilayah wisata budaya dan sejarah yakni Desa Sangsit, Jagaraga, dan Sawan, (7) wilayah penyangga yakni Desa Lemukih dan Galungan, (8) pengembangan kawasan pendidikan inklusif (desa Bengkala, Jagaraga dan Bungkulan). Bertolak dari program pemkab Buleleng dan pemikiran kritis pengusul, Bapeda Kabupaten Buleleng, dan tokoh-tokoh masyarakat di kecamatan Sawan, prioritas persoalan yang ditangani dalam program IbW adalah perumahan sehat, penanggulangan kebersihan-kesehatan, buta-aksara dan kemiskinan, pendidikan inklusif, aneka industri rumah tangga, pertanian-peternakan terpadu, dan pariwisata budaya. Keterbelakangan masyarakat di wilayah IbW, khususnya pada aspek kesehatan fisik, jenis pekerjaan, rendahnya derajat pendidikan dan kemiskinan, seringkali membelenggu masyarakat dalam kehidupan sosial yang termarginalisasi. Eksklusivitas adat yang berlabel empati telah memprofanisasi hak, kewajiban dan keberdayaan masyarakat inklusif sebagai mahkluk individu dan sosial. Secara umum, kondisi eksisting kawasan IbW yang meliputi Desa Jagaraga, Bungkulan dan Bengkala merupakan daerah yang diproyeksikan sebagai kawasan pendidikan inklusif, pengentasan masalah kebersihan, kesehatan, buta aksara, pertanianpeternakan terpadu dan kemiskinan (PKWK Sawan, 2012). Masalah kebersihan muncul terkait dengan keberadaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bengkala yang sering menimbulkan tricle down effect negatif bagi masyarakat sekitar TPA. Pada musim hujan, sampah-sampah di TPA akan mengeluarkan bau busuk yang menyengat, dan berpotensi sebagai medium untuk tumbuh-kembangnya kuman penyakit, sedangkan di musim kemarau, sampah-sampah di TPA berpotensi sebagai sumber kebakaran dengan asap yang sangat mengganggu respirasi pernafasan. Sampah TPA sangat berpotensi memicu timbulnya konflik horisontal antara ketiga desa di kawasan IbW ini. Masalah kesehatan juga menjadi prioritas utama Pemkab Buleleng di wilayah IbW terkait dengan keberadaan kelompok masyarakat kolok (tuli-bisu) dan kelompok masyarakat pemulung di desa Bengkala serta kelompok Pekerja Sek Komersial (PSK) Edisi Juli 2014
113
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja di desa Bungkulan. Keberadaan kelompok masyarakat ini masih terstigmatisasi dari masyarakat sekitar, khususnya kelompok PSK dan ODHA, terkait dengan isu HIV/AIDS di Kabupaten Buleleng yang menembus angka 689 (Depkes RI, 2012). Kelompok masyarakat kolok di Desa Bengkala juga tidak terlepas dari ekslusivitas masyarakat sekitar. Karena keterbatasan fisiknya, mereka dibebaskan dari segala bentuk kewajiban adat. Keringanan atas segala kewajiban yang mereka dapatkan berdampak pada keterbatasan hak-hak yang mereka miliki di forum desa. Selain itu, 90 % warga kolok di desa Bengkala tinggal di tegalan bersama dengan hewan ternak mereka yang jauh dari pusat desa. Proses pemeliharaan hewan ternak yang dilakukan secara tradisional (liar), miskin akan sentuhan iptek serta sanitasi lingkungan rumah yang tidak baik, berdampak negatif terhadap kesehatan warga kolok. Di sisi yang lain, kemiskinan merupakan salah satu permasalahan ekonomi di wilayah IbW ini. Berdasarkan data dari masing-masing desa jumlah RTM di Desa Jagaraga adalah 320 KK atau 24,21% dari total RT di desa ini, jumlah RTM di Desa Bungkulan adalah 382 KK atau 12,47 % dari total RT di desa ini, dan jumlah RTM di Desa Bengkala adalah 257 KK atau 20,61 % dari total RT di desa ini. Penyumbang utama angka kemiskinan di ketiga desa ini adalah kelompok masyarakat kolok, pemulung, dan penggarap. Lahan tegalan yang dimiliki oleh KK miskin, hanya digarap pada musim hujan, sedangkan pada musim kemarau lahan ini dibiarkan begitu saja. Pekerjaan sampingan yang mereka geluti adalah beternak, yang masih dilakukan secara tradisional dan monokultur. Buta aksara dan rendahnya tingkat pendidikan ditengarai sebagai pemicu akar dari kemiskinan. Berdasarkan data profil desa di wilayah IbW, 25,36 % penduduk hanya berpendidikan SD ke bawah, bahkan terungkap dari observasi lapangan masih ada anak-anak usia sekolah yang tidak bersekolah. Berbagai keterbatasan dan permasalahan tersebut di atas, membuat kelompok masyarakat kolok, pemulung, PSK, dan miskin terpolarisasi dalam kesenjangan sosial dengan masyarakat pada umumnya. Eklusivitas yang mereka alami selama ini menjadi perhatian khusus Pemkab Buleleng, untuk melakukan pembangunan di berbagai bidang, guna mengangkat harkat dan martabat mereka. Dari hasil observasi dan studi pendahuluan, wilayah IbW memiliki potensi SDA dan SDM yang sangat prospektif untuk dikembangkan. Potensi wilayah yang prospektif untuk dikembangkan adalah (1) Edisi Juli 2014
114
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja pengolahan hasil perkebunan rambutan, mangga, jambu mete, pisang, kunyit, kelapa, dan bambu menjadi makanan tradisional khas daerah IbW serta kerajinan tangan. (2) Intensifikasi peternakan (sapi, babi, ayam) yang selama ini masih dilakukan secara tradisional (liar). (3) Pengembangan wisata alam (tracking atau outbond) dan budaya seperti pentas seni janger kolok kontemporer, gong kebyar, dan kunjungan ke pura-pura atau situs budaya lainnya. (4) pengembangan produk ekonomi kreanova dengan berbahan baku hasil perkebunan seperti kerajinan ingka dari lidi daun kelapa, kerajinan bambu, seni ukir kayu dan produk kreatif-inovatif berbasis sampah plastik.
(5)
Pendidikan non-formal bagi Rumah Tangga Miskin (RTM) di wilayah IbW. Berdasarkan pemikiran kritis pengusul, hasil dialog interaktif dengan pihak desa wilayah IbW, Pemkab Buleleng, dan Perguruan Tinggi (PT) mitra (Universitas Pendidikan Ganesha), permasalahan-permasalahan prioritas yang disepakati untuk ditangani melalui program IbW adalah sebagai berikut. (1) Jumlah Rumah Tangga Miskin (RTM) di Desa Jagaraga, Bungkulan dan Bengkala masih cukup tinggi, yaitu 959 RTM. Penduduk yang miskin tidak mampu menyediakan rumah yang layak huni, serta sarana sanitasi lingkungan sehingga berpotensi melakukan pencemaran lingkungan, seperti melakukan Mandi Cuci Kakus (MCK) di daerah sungai. Penduduk miskin juga potensial merusak lingkungan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti pencarian kayu bakar untuk keperluan perapian di dapur.
(2)
Sebanyak 2.455 orang masyarakat di wilayah IbW bekerja sebagai petani dan/atau peternak. Akan tetapi karena rendahnya pengetahuan dan kurangnya sentuhan iptek, membuat sistem pertanian yang mereka lakukan kurang ramah lingkungan. Kotoran ternak dan sisa hasil pertanian dibuang begitu saja di sembarang tempat. Hal ini menyebabkan pemandangan yang kurang asri dan berpotensi sebagai tempat berkembangnya bibit penyakit. (3) Masih minimnya sarana dan prasarana kebersihan serta sanitasi lingkungan yang tersedia di masing-masing desa. Selain itu, ketiadaan teknologi tepat guna dalam mengolah sampah organik dan anorganik, membuat sistem pengolahan sampah masih bersifat konvensional. Hanya sampah organik seperti kotoran ternak dalam kapasitas kecil saja yang dimanfaatkan kembali oleh para petani sebagai pupuk alami. Sampah anorganik dan organik lainya (dedaunan), dibuang secara sembarangan di bantaran sungai, tegalan dan/atau dibakar. Hal ini bermuara pada Edisi Juli 2014
115
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja buruknya sanitasi lingkungan dan kesehatan masyarakat. Peluang terjangkitnya penyakit diare, demam berdarah dan penyakit endemik lainya di wilayah Jagaraga, Bungkulan dan Bengkala. (4) Desa Jagaraga, Bungkulan dan Bengkala masing-masing telah memiliki posyandu dan bahkan pukesmas pembantu. Akan tetapi, terkait dengan keberadaan fasilitas kesehatan tersebut permasalahan yang dihadapi oleh pihak desa adalah kurangnya jumlah petugas kesehatan dan anggaran kegiatan posyandu yang terbatas. Padahal jika keberadaan sarana kesehatan tersebut dioptimalkan, maka permasalahan kesehatan masyarakat akan dapat diminimalisir dengan efektif dan efisien. (5) Permasalahan kesehatan khususnya penyebaran virus HIV juga masih menjadi momok masyarakat di wilayah ini. Desa Bungkulan misalnya, walaupun masyarakat dan pihak desa telah melakukan berbagai upaya untuk memberantas keberadaan lokalisasi di tempat tersebut, akan tetapi belum memberikan hasil yang optimal. Keberadaan tempat maksiat tersebut sangat meresahkan warga khususnya terhadap kemungkinan penularan penyakit sipilis dan HIV/AIDS. (6) Masih rendahnya akses masyarakat terhadap pendidikan yang berkualitas, kurangnya pemerataan pendidikan dan penyediaan tenaga terampil, menyebabkan terjadinya kesenjangan pendidikan yang cukup tajam. Penyebab utama yang teridentifikasi berkontribusi pada rendahnya kualitas
pendidikan adalah (a) kurangnya tenaga pendidik, (b) fasilitas
belajar belum tersedia secara mencukupi, (c) biaya operasional pendidikan belum memadai, (d) ekonomi masyarakat yang rendah, dan (e) budaya masyarakat. Akar permasalahan wilayah dapat diuraikan sebagai berikut: (a) Belum adanya analisis yang mendalam terhadap kekuatan, kelemahan, tantangan dan ancaman (indepth SWOT analysis) dengan dukungan data yang akurat dan valid sehingga pemetaan masalah dan solusinya belum tepat mengena sasaran (well-matching), (b) belum adanya pemetaan areal yang jelas dengan batas-batas toleransi yang tegas terutama untuk areal pemukiman, areal usaha dan areal pertanian. (c) belum adanya alternatif-alternatif industri kerajinan kreatif-inovatif skala kecil/rumah tangga untuk memanfaatkan potensi unggul yang ada dengan penerapan IPTEKS berkelanjutan dan manajemen wirausaha yang memadai, serta pemberdayaan lembaga-lembaga perekonomian yang berbasis masyarakat, (d) belum adanya arah kebijakan pengembangan prospektif sesuai potensi unggul daerah seperti pertanian, peternakan, dan perikanan terpadu yang ramah Edisi Juli 2014
116
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja lingkungan (zero waste) di tingkat Desa Dinas maupun Desa Adat/Desa Pekraman, (e) belum adanya arah kebijakan pengembangan pendidikan keterampilan/kejuruan, life skill, dan penanganan buta aksara dalam mendukung pengembangan kawasan industri di kecamatan Sawan, dan (f) belum adanya arah kebijakan pengembangan pelayanan kesehatan terpadu dan pembinaan sanitasi lingkungan berbasis masyarakat.
2. Metode Pelaksanaan Pengabdian Metode yang akan digunakan untuk pelaksanaan IBW adalah metode SLA (Sustainable Livelihoods Approach). Pemberdayaan masyarakat dengan the Sustainable Livelihoods Approach (SLA) pada dasarnya upaya pelibatan masyarakat untuk belajar dan beraktivitas secara berkelanjutan dengan cara unik mereka menjalani hidup dalam rangka meningkatkan kualitas hidup mereka (Shadi Hamadeh, 2009). Pendekatan SLA (Sustainable Livelihoods Approach) bersendikan pada 3 (tiga) tahapan kegiatan, yakni (1)
tahap
penyadaran
(Awareness),
(2)
tahap
pengkapasitasan/pendampingan
(participating/scaffolding), dan (3) tahapan pelembagaan(institutionalization). Kondisi exciting masyarakat di wilayah IbW, yang bertautan dengan potensi wilayah, SDA, SDM, dan kearifan-kearifan lokal masyarakat dijadikan starting point dalam memetakan program-program pemberdayaan masyarakat, yang sudah tentu melibatkan usulan dan tuntutan kebutuhan masyarakat dan mensinergiskan dengan programprogram
kebijakan
pemerintah
daerah Stikes dan
Undiksha.
Program
aksi
pemberdayaan yang menempatkan masyarakat secara aktif berpartisipasi dalam perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi akan dapat meningkatan intensitas partisipasi, self-belonging, dan responsibility sehingga dapat menjamin dukungan material, finansial , dan pemikiran tepat sasaran dalam pemberdayaan masyarakat untuk mengantarkan masyarakat hidup lebih mandiri, aman, sejahtera, sehat dan harmonis.
3. Hasil dan Pembahasan Kegiatan IbW di kawasan inklusif Kubutambahan tahun 2014, diawali dengan sosialisasi secara vertikal dengan menghaturkan upacara permohonan ijin/permakluman (piuning) kehadapan Tuhan Yang Maha Esa yang berstana di Pura Desa masing-masing di desa Bengkala, Bungkulan, dan Jagaraga. Selanjutnya, sosialisasi juga dilakukan Edisi Juli 2014
117
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja secara horizontal dengan masyarakat yang menghadirkan aparat pemerintah di tingkat kecamatan, desa, adat, tokoh masyarakat dan ketua kelompok produktif-ekonomis masyarakat di kawasan inklusif kecamatan Sawan Pendataan potensi wilayah di desa Bengkala, desa Bungkulan, dan desa Jagaraga difokuskan pada pendataan aset yang dimiliki masyarakat, baik secara personal dalam keluarga, maupun aset secara komunal dalam kelompok tani-ternak, yang berpotensi untuk diberdayakan sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Hasil pemetaan potensi kawasan menunjukkan bahwa sebagian besar aktivitas ekonomi masyarakat kawasan inklusif bersandarkan pada kegiatan pertanian/peternakan dan perikanan. Di sisi yang lain, kelompok komunitas miskin paling banyak dijumpai di desa Bengkala, khususnya komunitas pemulung, kolok, dan masyarakat lainnya. Sebagian kelompok masyarakat miskin ini menempati rumah-rumah yang tidak layak huni dengan kondisi MCK yang tidak memadai. Atas dasar itu, sesuai dengan rencana kegiatan program aksi IbW tahun 2014, program aksi diprioritaskan pada membantu komunitas miskin dalam aspek kesehatan, rumah layak huni, MCK, dan sanitasi lingkungan. Rapat koordinasi dan fokus group discussion (FGD) dengan Bappeda dan kepala Dinas terkait di lingkungan Pemerintah kabupaten Buleleng menghasilkan sebuah kebijakan untuk membantu komunitas miskin di kawasan inklusif Bengkala-BungkulanJagaraga melalui bantuan rumah sederhana, memperbaiki sistem pengairan irigasi guna mendukung aktivitas pertanian-peternakan-perikanan terpadu, bantuan MCK, dan program sanitasi lingkungan. Di samping itu, kawasan IbW Inklusif yang meliputi desa Bengkala, Bungkulan, dan Jagaraga dapat diproyeksikan sebagai kawasan buffer yang dapat menyokong Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KCST) Agropolitan Depehe di kecamatan Kubutambahan, yang diprogram pemerintah kabupaten Buleleng. Komunitas miskin kolok merupakan target masyarakat sasaran dalam program IbW ini. Program aksi inisiasi pada tahun-1 diawali dengan sosialisasi, penyuluhan kesehatan dan pengobatan gratis. Hadir saat sosialisasi tim IbW, Camat, Perbekel, kelian dusun, Prof. Sundani, Ketua LPM Stikes, Ketua LPM Undiksha. Pada kesempatan ini didiskusikan tentang program IbW dan harapan masyarakat dan pejabat formal dan
Edisi Juli 2014
118
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja informal dalam konteks memberdayakan masyarakat menuju kesejahteraan dan kemaslahat masyarakat inklusif untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Program IbW-Inklusif Stikes pada tahun-1 adalah menginstalasi 1(satu) unit rumah sederhana, 1(unit) WC, dan 1(satu) unit kandang koloni sapi/babi bagi komunitas miskin kolok, dengan progres pekerjaan mencapai sekitar 100%. Berdasarkan hasil survey dan layout yang telah disusun tim, maka bangunan rumah sederhana kolok diinstalasi di lahan milik kolok Sandi.. Arsitektur bangunan rumah sederhana bantuan IbW disesuaikan dengan design rumah kolok yang telah diwariskan turun termurun warga kolok dan masyarakat tradisional Bengkala. Di sisi yang lain, WC dan kandang koloni dibangun dekat dengan area tegalan sehingga harmoni Tri Hita Karana tetap bisa terjaga dalam budaya masyarakat kolok. Progres pekerjaan sudah mencapai 100%. Di sisi yang lain, dalam rangka diversifikasi vegetasi di area tegalan komunitas kolok juga diberikan bantuan bibit sekaligus penanaman vegetasi buah-buahan, seperti buluan, jeruk, dan pisang. Program IbW Inklusif bagi masyarakat miskin pemulung di desa Bengkala, pada tahap inisisasi ini dilaksanakan penyuluhan kesehatan dan pengobatan gratis. Sebanyak 38 warga pemulung yang tergabung dalam kelompok pemulung Bengkala Shanti hadir dalam kegiatan ini. Acara dibuka secara resmi oleh Ketua Stikes Majapahit, Drs. Made Sundayana, SE, M.Kes. Hadir dalam kegiatan ini ketua LPM Undiksha, dosen, dan mahasiswa Stikes. Dalam sambutannya Ketua Stikes berkomitmen mengawal dan memberikan layanan pengobatan gratis bagi kelompok miskin pemulung secara berkesinambungan. Jenis penyakit yang dominan diderita oleh kelompok pemulung adalah batuk, infeksi saluran pernafasan, gatal kulit, mata dan mulut. Polusi dan sanitasi kesehatan lingkungan di sekitar area Tempat Pembuangan Sampah (TPA) pemukiman kelompok pemulung ditengerai menjadi penyebab munculnya berbagai jenis penyakit tersebut. Upaya solutif yang dikedepankan kelompok pemulung, saat koordinasi dan sosialisasi adalah mengembangkan program sipantri, yakni pengolahan limbah sampah organik menjadi pakan ternak, pupuk dan produk olahan lainnya. Pada tahun 2014 ini juga, program IbW-Inklusif membangun 1(satu) unit WC dan 1(unit) kandang koloni babi komunitas miskin pemulung. Kandang koloni babi yang Edisi Juli 2014
119
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja dibangun mampu menampung 12 babi, yang terbagi menjadi 4 slot berukuran 2x2,5 meter. Progress pekerjaan instalasi kandang koloni dan WC di kelompok pemulung sudah mencapai 100%. Usaha produktif tani-ternak sapi/babi yang disemai di masyarakat miskin pemulung akan diproyeksikan menjadi sistem persampahanpertanian-peternakan terintegrasi (sipantri) sebagai tulang punggung perekonomian masyarakat pemulung dalam jangka waktu yang panjang. Program IbW Inklusif di desa Bungkulan adalah sosialisasi dan penyuluhan HIV/AIDS bagi masyarakat ODHA. Hasil penelusuran pemahaman HIV/AIDS untuk menjaring miskonsepsi berkaitan dengan penyakit HIV/AIDS terhadap 20 ODHA di desa Bungkulan diperoleh hasil hampir 55% masih mengalami miskonsepsi terhadap penyakit AIDS dan penyebarannya. Menurut komunitas ODHA, potensi penyebaran HIV/AIDS dapat terjadi melalui (1) transfusi darah, air liur, cairan vagina; yang dapat terjadi akibat penggunaan jarum suntik yang tidak higienis, transeksual, dan sentuhan atau gesekan yang memungkinkan terjadi kontak cairan darah, cairan tubuh dan vagina (2) pewarisan dari ibu penderita ke bayi yang dilahirkannya, dan (3) transmutasi sel dalam tubuh akibat aktivitas seksual. Namun, kesadaran untuk mencegah potensi penyebaran dan mitigasi bencana HIV/AIDS melalui pembudayakan hidup sehat (bebas narkoba), perilaku seksual normal dan sehat, menghindari transfusi cairan yang beresiko medis di kalangan ODHA masih relatif rendah. 4. Penutup Dari paparan hasil pelaksanaan IbW Sawan, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut. Kegiatan IbW pada tahun 2013 telah mampu menghasilkan : adalah (1) sosialisasi dan pemetaan potensi kawasan dan (2) pelaksanaan program aksi inisiasi, meliputi: (1) penyuluhan kesehatan, sanitasi lingkungan, dan pelayanan pengobatan gratis, (2) instalasi rumah sederhana dan WC di KK miskin Pemulung dan KK miskin kolok, (3) penanaman pakan ternak rumput gajah di kawasan ternak poktan kolok Bengkala, (4) pembudidayaan ternak ayam upakara di kelompok pemulung, (5) penyuluhan HIV/AIDS dan pengobatan gratis di kelompok masyarakat ODHA HV/AIDS di Bungkulan.
Edisi Juli 2014
120
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2012. RPJM Desa Bungkulan. Kecamatan Sawan. Kabupaten Buleleng:Bali Anonim. 2012. RPJM Desa Jagaraga. Kecamatan Sawan. Kabupaten Buleleng:Bali Anonim. 2012. RPJM Desa Bengkala Kecamatan Sawan. Kabupaten Buleleng:Bali Anonim. 2012. Buleleng Dalam Angka. Pemkab. Buleleng: Bali Anonin. 2010. Profil Kecamatan Sawan, kabupaten Buleleng:Bali BPS, 1998. Crisis Poverty and Human Development in Indonesia. BPS. UNDP, Jakarta Emil Salim. 1980. Perencanaan Pembangunan dan Pemerataan Pendapatan. Jakarta Yayasan Idayu. Ernan Rustiadi, Sunsun Saefulhakim Dyah R. Panuju. 2009. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Crestpen Press dan Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Friedman, John, 1992, Empowerment : The Politics of Alternative Development. Blackwell Publishers, Cambridge, USA Irawan, P.B. dan Romdiati. H, 2000. The Impact of Economic Crisis on Povertyand its Implication for Development Strategies, Paper Presented at National Workshop on Food and Nutrition VII. LIPI, 29 Febuari – 2 Maret 2000, Jakarta Kartasasmita, Ginandjar. 1995. Pemberdayaan Masyarakat: Sebuah Tinjauan Administrasi; Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Administrasi pada Fakultas Ilmu Administrasi Pemangunan Universitas Brawijaya; Malang. 1995. Michael Sherraden. 2006. Aset untuk Orang Miskin: Perspektif Baru Usaha Pengentasan Kemiskinan. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta. Olivier Serrat. 2008. The Sustainable Livelihoods Approach. Asean Development Bank Shadi Hamadeh. 2009. The Sustainable Livelihoods Approach (SLA) In Mena:A Bitter Sweet Experience. Environment and Sustainable Development Unit Faculty of Agricultural and Food Sciences American University of Beirut Sumodiningrat, Gunawan,, Gramedia,Jakarta
1999,
Pemberdayaan
Masyarakat
Dan
JPS,
PT
Supriatna, Tjahya, 2000, Strategi Pembangunan Dan Kemiskinan, Rineka Cipta, Jakarta
Edisi Juli 2014
121
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha Singaraja
Edisi Juli 2014
122