What to do when you find a child with speech and language delay Hardiono D. Pusponegoro Tujuan
1. Mengetahui definisi keterlambatan bicara dan gangguan bahasa. 2. Mengetahui gangguan psikologis-neurologis yang sering disertai keterlambatan bicara dan gangguan bahasa. 3. Mampu melakukan deteksi dini dan pemeriksaan lanjutan yang diperlukan bekerjasama dalam tim interdisiplin. 4. Mampu merujuk ke terapis yang sesuai.
Pendahuluan Bagi dokter anak, keterlambatan bicara dan bahasa tentu bukan masalah yang asing lagi. Akan tetapi, gangguan ini melibatkan begitu banyak aspek perkembangan, mulai dari aspek kognitif hingga sosial, sehingga masih banyak hal yang dapat kita pelajari . Dalam membicarakan masalah bicara dan bahasa, kita harus membedakan antara delay atau keterlambatan dengan disorder atau gangguan. Bila kita berbicara tentang delay, berarti kita hanya mengetahui bahwa kemampuannya terlambat dibandingkan dengan anak seumurnya, sedangkan disorder atau gangguan berarti bahwa anak mengalami suatu gangguan spesifik. Selanjutnya, gangguan bicara berbeda dengan gangguan bahasa atau gangguan komunikasi. Berbagai disiplin ilmu sering menggunakan istilahnya sendiri; hal ini sering membingungkan. Untuk keseragaman, penulis menggunakan definisi dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders atau DSM-V yang baru dikeluarkan pada tahun 2013.1 Gangguan suara bicara (speech sound disorder) merupakan produksi suara bicara sehingga menjadi sulit dimengerti, mengganggu komunikasi verbal serta partisipasi sosial, akademik, dan okupasi. Gangguan suara bicara dapat berupa gangguan artikulasi, kefasihan, dan/ atau kualitas bicara.1,2 Gangguan artikulasi ditandai substitusi, penghilangan, penambahan atau distorsi suara sehingga bicara menjadi kurang jelas. Gangguan kefasihan bicara ditandai adanya stuttering atau gagap ditandai gangguan kecepatan, ritme, dan pengulangan suara, kata, kalimat. Gangguan suara meliputi gangguan kualitas, nada, dan kekerasan suara. Gangguan suara bicara tidak dibicarakan dalam makalah ini. 70
What to do when you find a child with speech and language delay
Gangguan bahasa (language disorder) merupakan gangguan penguasaan dan penggunaan bahasa baik bahasa yang diucapkan, bahasa tertulis, atau bahasa tubuh, yang disebabkan defisit produksi atau komprehensi.1 Gangguan bahasa dapat meliputi kurangnya perbendaharaan dan pengertian tentang kata, gangguan dalam pembentuan struktur kalimat, dan gangguan penggunaan kata dan kalimat sehari-hari.1,2 Gangguan komunikasi sosial atau pragmatik merupakan gangguan penggunaan secara sosial dari bahasa verbal dan non-verbal.1,2 Gangguan komunikasi sosial tidak dibahas dalam makalah ini. Bila semua gangguan tersebut tidak mendapat terapi yang tepat, akan terjadi gangguan perilaku, gangguan penyesuaian psikososial, dan kemampuan akademik yang buruk.3,4 Para ahli sepakat bahwa intervensi akan memperbaiki prognosis pada sebagian besar kasus.5 Intervensi harus dilakukan sedini mungkin, saat sinaps dan mielinasi otak masih berkembang. Intervensi yang dilakukan setelah anak berumur lebih dari 5 tahun tidak akan memberi hasil yang optimal. Dokter harus mampu mendeteksi keterlambatan bicara dan gangguan bahasa, membedakan antara keterlambatan dan gangguan spesifik, menentukan diagnosis, dan mengetahui intervensi apa yang sebaiknya dilakukan.3
Perkembangan bicara dan bahasa normal Perkembangan bicara normal melalui beberapa tahapan yaitu munculnya cooing, babbling, ekolalia, jargon, kata dan kombinasi kata, dan pembentukan kalimat.3,6 Penambahan perbendaharaan kata umumnya masih agak lambat pada umur 1-2 tahun. Setelah 2 tahun, perbendaharaan kata bertambah dengan cepat. Penggunaan kemampuan bahasa untuk proses adaptif dan sosialisasi berkembang dengan pesat setelah anak berumur 2 tahun. Pada anak berumur kurang dari 2 tahun lebih mudah mengenali keterlambatan bicara dibanding keterlambatan bahasa. Tahapan normal perkembangan bicara dapat di lihat pada Tabel 1.
Deteksi keterlambatan bicara dan bahasa Keterlambatan bicara dan bahasa dapat dideteksi secara klinis dengan mengacu pada milestone perkembangan bicara dan bahasa, dan menggunakan instrumen tertentu. Deteksi secara klinis ditujukan untuk mencari faktor predisposisi dan gejala penyakit atau gangguan lain yang dapat disertai keterlambatan bicara dan bahasa. Deteksi secara klinis memerlukan kerjasama interdisiplin antara dokter dari berbagai bidang ilmu, psikolog, dan terapis, karena selain faktor anak, diperlukan juga evaluasi faktor orang tua dan lingkungan anak.
What l Why l How
in Child Neurology
71
Hardiono D. Pusponegoro
Tabel 1. Pola normal pekembangan bahasa dan bicara3,6,7 Umur
Kemampuan reseptif
Kemampuan ekspresif
Lahir
Bereaksi terhadap suara
Menangis
2-4 bulan
Berminat terhadap wajah
Cooing: “oooo” Cooing bergantian dengan orang tua
6 bulan
Menoleh bila dipanggil namanya
Babbling: “bababa, dadada”
9 bulan
Mengerti bahasa verbal yang rutin diucapkan: “dadah”
Menunjuk Bicara: “mama, dada”
12 bulan
Mengikuti perintah verbal
Jargon: Kata-kata yang sering diucapkan Kata pertama
15 bulan
Menunjuk ke bagian tubuh
Belajar kata-kata baru perlahan-lahan
18-24 bulan
Mengerti kalimat
Belajar kata-kata baru lebih cepat Menggunakan kalimat terdiri dari dua kata
24-36 bulan
Menjawab pertanyaan Mengikuti perintah dua langkah
Kalimat dapat dimengerti 50% Kalimat terdiri dari 3 kata Bertanya “Apa?”
36-48 bulan
Mengerti apa yang dikatakan orang lain
Bertanya “Mengapa?” Kalimat dapat dimengerti 75%
Tahapan perkembangan bicara dan bahasa tentunya telah diketahui dengan baik oleh dokter anak. Beberapa instrumen khusus telah tersedia, misalnya The Early Language Milestone Scale (ELMS),8 The Clinical Adaptive Test/Clinical Linguistic and Auditory Milestone Scale (CAT/CLAMS),9 atau MacArthur-Bates Communicative Developmental Inventory.10 Sayangnya, semua instrumen tersebut dibuat dalam bahasa Inggris sehingga sulit menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia. Selain itu, dari hasil suatu meta-analisis, tidak satu pun instrumen dapat direkomendasikan sebagai instrumen skrining yang sempurna.11 Berdasarkan milestone perkembangan bicara dan bahasa, dikenal adanya red flags, yaitu tanda awal saat anak mulai terlihat mengalami keterlambatan bicara dan bahasa dan memerlukan evaluasi lebih lanjut. Dalam practice parameter yang diterbitkan oleh American Academy of Neurology,12 indikasi mutlak untuk evaluasi lebih lanjut adalah bila dijumpai anak dengan keadaan: yy Tidak menunjukkan babbling, menunjuk, atau mimik yang baik pada umur 12 bulan yy Tidak ada kata pada umur 16 bulan yy Tidak ada 2 kata spontan pada umur 2 tahun yy Hilangnya kemampuan bicara atau kemampuan sosial pada umur berapapun.
72
What l Why l How
in Child Neurology
What to do when you find a child with speech and language delay
Tabel 2. Tanda adanya masalah dalam perkembangan bicara7 Usia
Kemampuan
Saat lahir dan seterusnya
Tidak memberi respons terhadap suara Tidak ada minat berinteraksi dengan orang lain
4 bulan
Tidak mempunyai keinginan berkomunikasi
6 bulan
Mata tidak melirik dan kepala tidak menoleh pada sumber suara yang datang dari belakang atau samping Tidak respons terhadap panggilan namanya Kehilangan kemampuan mengeluarkan suara
12 bulan
Tidak ada jargon atau kata-kata rutin Tidak mengatakan “ma-ma, pa-pa” Kehilangan kemampuan bicara yang sudah pernah ada
15 bulan – 18 bulan
Tidak ada kata-kata Tidak mengerti bila diajak berbicara
18 bulan
Tidak dapat mengucapkan 10 kata
21 bulan
Tidak respons terhadap perintah: duduk, berdiri, kemari
24 bulan
Perbendaharaan kata kurang dari 50 Tidak ada kalimat terdiri dari 2 kata Bicaranya sulit dimengerti orang lain Tidak dapat menunjuk dan menyebutkan bagian tubuh: mulut, hidung, mata dan kuping
Keterlambatan bicara Sebagian besar keterlambatan bicara merupakan keterlambatan bicara ekspresif, yang disebut juga sebagai late talkers, developmental language delay, atau maturational delay.3,13 Sebanyak 95% di antara anak-anak ini merupakan late bloomers yang menunjukkan catch-up pada masa prasekolah.2 Sebagian lain berlanjut dan merupakan awal dari gangguan bahasa. Anak dikatakan mengalami keterlambatan bicara bila kemampuannya kurang dari 1 simpang baku (standard deviation, SD) dibandingkan anak seumurnya.2 Anakanak ini tidak mengalami gangguan kognitif. Fungsi reseptif, dapat normal atau terlambat, yang relatif lebih sulit dideteksi. Faktor predisposisi adalah kemiskinan, kurangnya pendidikan orang tua, prematuritas atau berat lahir rendah, depresi pada ibu, dan jenis kelamin lelaki. Dalam keluarga sering ditemukan riwayat keterlambatan bicara, gangguan bahasa, dan kesulitan belajar. Tidak ditemukan penyebab neurologis lain. Dalam praktiknya, keterlambatan bicara ekspresif tanpa disertai keterlambatan bidang lain mudah dideteksi namun sulit didiagnosis dan merupakan diagnosis pereksklusionam. Berbagai penyebab keterlambatan bicara yang lain harus disingkirkan terlebih dahulu. Mungkin pula gejala gangguan lain baru terlihat seiring perjalanan waktu.
What l Why l How
in Child Neurology
73
Hardiono D. Pusponegoro
Gangguan bicara dan bahasa Gangguan bicara dan bahasa dapat disebabkan:7 1. Gangguan pendengaran 2. Retardasi mental 3. Autisme 4. Sebagai bagian dari gangguan perkembangan menyeluruh (global developmental delay), gangguan neurologis misalnya palsi serebral, atau deprivasi psikososial 5. Developmental language disorder atau gangguan bahasa dalam masa perkembangan a. Reseptif b. Ekspresif c. Campuran reseptif-ekspresif d. Gangguan fonologik-sintaktik e. Gangguan semantik-pragmatik 6. Gangguan bicara a. Gangguan artikulasi i. Apraksia ii. Disartria iii. Gangguan fonologi b. Gangguan suara i. Resonansi ii. Fonasi c. Gangguan kelancaran bicara/ fluency i. Gagap/ stuttering
Gangguan pendengaran Gangguan pendengaran ditemukan pada 1/1000 bayi baru lahir dan 1,6/1000 remaja,14 dan merupakan penyebab keterlambatan bicara yang sering ditemukan. American Academy of Pediatrics menganjurkan agar dilakukan skrining pendengaran terhadap semua bayi baru lahir sebelum berumur 1 bulan. Terhadap bayi yang tidak lulus skrining, dilakukan ulangan dan pemeriksaan pendengaran lengkap sebelum bayi berumur 3 bulan. Intervensi harus dilakukan sebelum bayi berumur 6 bulan. Walaupun bayi lolos skrining, tetap harus dilakukan surveilans gangguan pendengaran dan kemampuan komunikasi secara periodik.15 Bila alat skrining tidak tersedia, dapat digunakan uji pendengaran sederhana dengan bisikan,16 gesekan jari,17 suara bel, atau remasan kertas pada setiap kunjungan bayi ke dokter. Bila ada keraguan, pemeriksaan lanjutan dilakukan menggunakan brainstem evoked response audiometry (BERA) atau oto-acoustic emission (OAE). Ambang dengar normal adalah 20dB.
74
What l Why l How
in Child Neurology
What to do when you find a child with speech and language delay
Disabilitas intelektual Istilah retardasi mental saat ini telah digantikan dengan intellectual disability (ID) atau disabilitas intelektual (DI).1 Kriteria DI adalah: 1. Defisit fungsi intelektual, meliputi pengertian sebab-akibat, pemecahan masalah, perencanaan, pemikiran abstrak, pengambilan keputusan, kemampuan akademik, dan kemampuan belajar dari pengalaman yang dibuktikan dengan pemeriksaan klinis dan uji standar. 2. Defisit fungsi adaptif, sehingga anak tidak dapat memenuhi standar perkembangan dan sosio-kultural untuk kemandirian dan kewajiban sosial, ditandai oleh kurangnya komunikasi, partisipasi sosial, dan hidup mandiri di rumah, sekolah, pekerjaan, dan komunitas. 3. Awitan pada masa perkembangan. Dari definisi tersebut terlihat bahwa kriteria IQ tidak digunakan lagi. Namun demikian, DI berhubungan dengan IQ dalam kisaran 65-75. Prevalensi DI adalah 1%. Deteksi anak dengan DI ringan pada umur prasekolah seringkali sulit. Anak yang mengalami DI sedang sering memperlihatkan keterlambatan perkembangan bahasa ekspresif-reseptif dan kemampuan praakademik.1
Autisme Autisme merupakan gangguan perkembangan pervasif yang ditandai dengan gangguan komunikasi dan interaksi sosial disertai perilaku, minat, dan aktivitas yang terbatas dan repetitif.1 Gangguan bahasa pada autisme sangat bervariasi, mulai dari gangguan bahasa non-verbal yang sangat mencolok, ekolalia, bicara dengan bahasa yang aneh, sampai tidak dapat mempertahankan komunikasi untuk waktu yang lama.
Sebagai bagian dari keterlambatan perkembangan menyeluruh (global developmental delay) atau palsi serebral Pada global developmental delay, selain keterlambatan bicara ditemukan keterlambatan pada bidang lain, misalnya keterlambatan gerak atau keterlambatan kemampuan adaptif.13,18 Palsi serebral sering disertai gangguan fungsi oral-motor, gangguan artikulasi, dan disabilitas intelektual.13 Adanya gangguan oral-motor dapat diketahui sejak dini dengan adanya kesulitan makan makanan padat, mengiler berlebihan, tidak mampu menggunakan sedotan, dan berbagai ciri lain.
What l Why l How
in Child Neurology
75
Hardiono D. Pusponegoro
Deprivasi psikososial Kemampuan bicara dan bahasa sangat ditentukan oleh seringnya orang tua berinteraksi dan berbicara dengan anak. Menonton televisi yang tidak interaktif kurang menstimulasi perkembangan bicara dan bahasa pada bayi, berbeda dengan anak yang agak besar. Bayi yang mengalami deprivasi psikososial akan menunjukkan keterlambatan bicara dan bahasa, namun biasanya menunjukkan respons yang sangat cepat bila dilakukan intervensi. Mutisme selektif sangat jarang dijumpai. Pada mutisme selektif, anak mengalami kesulitan bicara di lingkungan tertentu saja, misalnya di sekolah.
Bilingualisme Penggunaan dua bahasa atau lebih di rumah pada anak normal tidak menimbulkan masalah. Anak dengan kemampuan bilingual dapat menguasai kedua bahasa tersebut sebelum berusia 6 tahun.19 Lingkungan rumah yang bilingual baik untuk anak normal, tetapi sebaliknya dapat menghambat kemajuan anak yang memang sudah mengalami keterlambatan bicara. Secara klinis, bila ada keterlambatan bicara, strategi bilingualisme harus didiskusikan dengan orangtua. Tentukan bahasa yang paling diperlukan dan tentukan kemampuan serta minat anak dalam bahasa.
Developmental language disorder Beberapa istilah sering digunakan untuk maksud yang sama misalnya developmental language delay, developmental aphasia, dysphasia, specific language impairment (SLI). Istilah yang paling sering digunakan adalah developmental language disorder (DLD) atau specific language impairment.20 Istilah menurut DSM-V adalah language disorder atau gangguan bahasa,1 yang merupakan kesulitan menetap dalam bertambahnya kemampuan bahasa dan penggunaan bahasa (bicara, tulisan, bahasa tubuh) karena defisit produksi (ekspresif) dan pengertian (reseptif) bahasa. Ciri dari language disorder adalah kurangnya perbendaharaan kata, keterbatasan struktur kalimat, dan gangguan penggunaan bahasa yang tepat. Kemampuan bahasa anak kurang dibandingkan anak seumurnya. Language disorder dapat dibagi menjadi gangguan ekspresif, reseptif, atau kombinasi dengan derajat berbeda-beda, mulai dari ringan sampai berat. Berbagai komponen bahasa dapat terganggu, misalnya pragmatik, semantik atau sintaks. Pada gangguan bahasa ekspresif, anak biasanya mempunyai inteligensi normal, pendengaran normal, hubungan emosi yang baik, dan kemampuan artikulasi normal. Gangguan utama berupa disfungsi otak yang menyebabkan ketidak mampuan untuk
76
What l Why l How
in Child Neurology
What to do when you find a child with speech and language delay
mengubah ide yang ada ke dalam bentuk perkataan. Anak dapat menggunakan mimik untuk menambah terbatasnya ekspresi verbalnya. Keadaan ini sering sulit dibedakan dengan keterlambatan bicara ekspresif. Anak dengan keterlambatan bicara ekspresif akan berkembang dengan sendirinya, sedangkan anak dengan gangguan bicara ekspresif tidak akan membaik tanpa intervensi. Adanya gangguan fungsi reseptif mempersulit diagnosis banding dengan disabilitas intelektual dan dapat menjadi petunjuk bahwa anak akan mengalami kesulitan yang lebih besar di kemudian hari.
Tata laksana Tata laksana gangguan bahasa bergantung pada diagnosis dan penyebabnya. Terapi pada anak dengan keterlambatan bicara melibatkan tim yang terdiri dari dokter, psikolog, terapis, dan orang tua. Sayangnya, sedikit sekali penelitian randomized controlled trial (RCT) tentang terapi intervensi untuk gangguan bahasa. Bila keterlambatan bicara disebabkan gangguan pendengaran, dapat dipasang alat bantu dengar atau implan koklea sesuai kerusakan organ yang terjadi. Bila disebabkan disabilitas intelektual, diberikan terapi remedial. Pada autisme dapat dilakukan terapi sensori integrasi, terapi floor time, terapi okupasi, terapi perilaku, terapi wicara, dan lain-lain, bergantung pada kebutuhan anak. Obat-obatan hanya diberikan bila diperlukan. Anak yang menunjukkan perilaku agresif, tantrum berlebihan, dan menyakiti diri sendiri memerlukan obat untuk menekan perilaku tersebut. Bila anak sudah mulai berinteraksi cukup baik barulah diberikan terapi wicara. Pemakaian bahasa di rumah sebaiknya diseragamkan sehingga dapat membantu anak menguasai satu bahasa terlebih dahulu. Pengalaman menunjukkan bahwa mengajarkan orang tua untuk bermain dan berinteraksi dengan anak sangat membantu pada kasus keterlambatan bahasa ekspresif. Hasil terapi biasanya baru terlihat setelah beberapa bulan. Perlu dilakukan evaluasi setiap 3-6 bulan untuk melihat hasil terapi yang telah diberikan; apakah program terapi perlu ditambah, dikurangi, atau diubah sesuai dengan keadaan dan kebutuhan anak saat itu.
Simpulan Agar dapat tercapai hasil yang optimal dalam menangani anak dengan keterlambatan bicara dan gangguan bahasa, perlu diperhatikan hal-hal berikut: 1. Deteksi keterlambatan bicara dan gangguan bahasa sedini mungkin 2. Carilah etiologi keterlambatan bicara dan gangguan bahasa, termasuk faktor orang tua dan lingkungan What l Why l How
in Child Neurology
77
Hardiono D. Pusponegoro
3. Jangan menunggu 4. Tentukan terapi pada anak sesuai kebutuhan 5. Berikan penjelasan dan latihan kepada orangtua agar mereka dapat membantu anak di rumah 6. Lakukan evaluasi terapi setiap 2-3 bulan dalam tim bersama orangtua.
Daftar pustaka 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10. 11. 12.
13. 14. 15.
78
American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of mental disorders: DSM-V. Washington, DC: Amer Psychiatric Publishing; 2013. Carter J, Musher K. Etiology of speech and language disorders in children. In: Basow DS, penyunting. UpToDate. Waltham, MA: UpToDate;2013. Leung AK, Kao CP. Evaluation and management of the child with speech delay. Am Fam Physician. 1999;59:3121-8. Carter J, Musher K. Evaluation and treatment of speech and language disorders in children. Dalam: Basow DS, penyunting. UpToDate. Waltham, MA: UpToDate; 2014. Law J, Garrett Z, Nye C. Speech and language therapy interventions for children with primary speech and language delay or disorder. Cochrane Database Syst Rev. 2003:CD004110. Duryea TK. Emergent literacy including language development. In: Basow DS, editors. Waltham, MA: UpToDate;2014. Feldman M. Evaluation and management of language and speech disorders in preschool children. Pediatr Rev. 2005;26:131-42. Walker D, Gugenheim S, Downs MP, Northern JL. Early language milestone scale and language screening of young children. Pediatrics. 1989;83:284-8. Wachtel RC, Shapiro BK, Palmer FB, Allen MC, Capute AJ. CAT/CLAMS. A tool for the pediatric evaluation of infants and young children with developmental delay. Clinical adaptive test/clinical linguistic and auditory milestone scale. Clin Pediatr (Phila). 1994;33:410-5. Ellawadi AB, Ellis Weismer S. Assessing gestures in young children with autism spectrum disorders. J Speech Lang Hear Res. 2013 US Preventive Services Task Force. Screening for speech and language delay in preschool children: Recommendation statement. Pediatrics. 2006;117:497-501. Filipek PA, Accardo PJ, Ashwal S, Baranek GT, Cook EH, Dawson G, dkk. Practice parameter: Screening and diagnosis of autism: Report of the quality standards subcommittee of the american academy of neurology and the child neurology society. Neurology. 2000;55:468-79. Sices L. Overview of expressive language delay (“late talking”) in young children. Dalam: Basow DS, penyunting. UpToDate. Waltham, MA: UpToDate;2014. Smeijers AS, Ens-Dokkum MH, van den Bogaerde B, Oudesluys-Murphy AM. Clinical practice: The approach to the deaf or hard-of-hearing paediatric patient. Eur J Pediatr 2011;170:1359-63. American Academy of Pediatrics, Joint Committee on Infant Hearing. Year 2007 position statement: Principles and guidelines for early hearing detection and intervention programs. Pediatrics. 2007;120:898-921.
What l Why l How
in Child Neurology
What to do when you find a child with speech and language delay
16. Kubba H. Whispered voice test for screening hearing impairment in adults and children: Systematic review. J Pediatr. 2004;144:684. 17. Torres-Russotto D, Landau WM, Harding GW, Bohne BA, Sun K, Sinatra PM. Calibrated finger rub auditory screening test (CALFRAST). Neurology. 2009;72:1595600. 18. Shevell M. Global developmental delay and mental retardation or intellectual disability: Conceptualization, evaluation, and etiology. Pediatr Clin North Am. 2008;55:1071-84. 19. Barac R, Bialystok E. Bilingual effects on cognitive and linguistic development: Role of language, cultural background, and education. Child Dev. 2012;83:413-22. 20. Webster RI, Erdos C, Evans K, Majnemer A, Kehayia E, Thordardottir E, dkk. The clinical spectrum of developmental language impairment in school-aged children: Language, cognitive, and motor findings. Pediatrics. 2006;118:e1541-9.
What l Why l How
in Child Neurology
79
CABANG DKI JAKARTA
UKK NEUROLOGI IDAI IDAI CABANG DKI JAKARTA
What l Why l How in Child Neurology
Penyunting: Hardiono D. Pusponegoro Dwi Putro Widodo Irawan Mangunatmadja Setyo Handryastuti Amanda Soebadi
Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang DKI Jakarta 2014
Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang memperbanyak, mencetak dan menerbitkan sebagian atau seluruh buku dengan cara dan dalam bentuk apapun juga tanpa seizin penulis dan penerbit
Diterbitkan oleh: Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang DKI Jakarta Tahun 2014
ISBN 978-602-98137-9-1
Daftar Penulis
Dr. Amanda Soebadi, SpA IDAI Cabang DKI Jakarta Divisi Neurologi - Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia - RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta DR. Dr. Dwi Putro Widodo, SpA(K), MMed(ClinNeuroscie) IDAI Cabang DKI Jakarta Divisi Neurologi - Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia - RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta DR. Dr. Setyo Handryastuti, SpA(K) IDAI Cabang DKI Jakarta Divisi Neurologi - Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia - RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta DR. Dr. Erny, SpA(K) IDAI Cabang Jawa Timur Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya DR. Dr. Irawan Mangunatmadja, SpA(K) IDAI Cabang DKI Jakarta Divisi Neurologi - Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia - RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta DR. Dr. Hardiono D. Pusponegoro,Sp.A(K) IDAI Cabang DKI Jakarta Divisi Neurologi - Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia - RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta What l Why l How
in Child Neurology
ix
Daftar Isi
Kata Sambutan Ketua IDAI Cabang DKI Jakarta.......................................... iii Kata Sambutan Ketua Panitia Pelaksana ....................................................... v Kata Pengantar............................................................................................. vii Susunan Panitia.......................................................................................... viii Daftar Penulis............................................................................................... ix
Brain development: A natural journey with challenges along the way................ 1 Amanda Soebadi Diagnosis dan tata laksana ensefalopati hipoksik-iskemik pada neonatus..... 15 Dwi Putro Widodo Prematurity: It doesn’t end when the baby is discharged.................................. 23 Setyo Handryastuti Neonatal seizures: When to suspect epilepsy................................................... 37 Setyo Handryastuti Febrile seizure trilogy: Not always as easy as it seems..................................... 48 Erny First unprovoked seizure dan epilepsi anak yang mudah diobati..................... 56 Irawan Mangunatmadja What to do when you find a child with speech and language delay.................. 70 Hardiono D. Pusponegoro Nutrition in golden period: Focus on micronutrients........................................ 80 Aryono Hendarto
What l Why l How
in Child Neurology
xi
Vision: An often neglected window into the child’s brain ................................ 87 Rita S Sitorus Masalah neurologi pada leukemia anak ....................................................... 93 Elisabeth Siti Herini, Eddy Supriyadi Ensefalopati uremik dan ensefalopati hipertensif........................................ 102 Partini Pudjiastuti Trihono Ensefalopati sepsis................................................................................ 110 Msy Rita Dewi A Infant sensory problems............................................................................... 117 Hardiono Pusponegoro How to recognize dyslexia and writing problems .......................................... 128 Purboyo Solek
xii
What l Why l How
in Child Neurology