What a Satgas!!
Nglimut, Gonoharjo, Kendal Senin-Rabu, 19-21 Januari 2008
Day #1: Cram attack Diawali dengan kebingungan Divisi Dimas dalam mencari anggota untuk diberangkatkan dalam Tim Satgas Teknik Geologi Undip, berangkatlah 5 orang personil KSR Undip yang cantik rupawan: Mela Maini,
11
Firman Fahrudi (D.11), Allaely Hardhiani, Neysa Amelia (D.10) dan Saya sendiri. Berangkat dari Tembalang dengan dua buah truk, peserta diturunkan di Taman Kanak-Kanak Mekar Kuncup atau Kuncup Mekar? Saya lupa. Pokoknya sekitar 5 km dari Nglimut untuk melakukan longmarch sampai tempat mereka tidur. Untuk efektivitas, tim dibagi dua, Neysa dan Saya mengikuti rombongan longmarch, sementara Firman dan Mela berangkat duluan bareng truk barang untuk mendirikan tenda di sana, Alle nyusul sorenya. Setelah push-up beberapa kali, peserta langsung jalan dengan beban bawaannya tanpa melakukan pemanasan terlebih dahulu. Sambil diselingi lari-lari dikit dan langkah jongkok dengan jalan yang menanjak. Alhasil, banyak peserta yang mengalami kram, baik kaki maupun perut. Saat sedang menangani satu peserta, sudah dipanggil oleh panitia untuk menangani peserta lain. Berlari-larianlah kami berdua jadinya. Eh, pake motor. Sibuk.
12
Ada satu kasus dimana korban mengaku kram perut, pas ditangani penanganan kram perut kok malah tambah sakit, dan korban minta perut sebelah kanan dipijet-pijet. Karena curiga bukan kasus kram perut, usut punya usut, ternyata korban mempunyai sakit usus buntu yang dianggapnya selama ini sebagai kram perut. Setelah sampai di lokasi kemah, sakitnya makin parah walau sudah diberi obat penghilang rasa nyeri, sehingga dengan terpaksa korban dibawa ke bidan (ga ada dokter) terdekat. Setelah diperiksa oleh Bu Bidan, dugaan kami ternyata benar: usus buntu. Maka setelah mempertimbangkan beberapa hal, peserta tersebut dipulangkan ke rumah.
Day #2: Rain, broken strecther, and something ridiculous Hari kedua, langit seperti ngambek minta permen. Hujan sepanjang hari. Padahal hari kedua merupakan puncak acara kegiatan para calon geolog itu, yakni “pengenalan lapangan” mengelilingi sekitar kawasan bumi perkemahan. 13
Kami membagi diri menjadi tiga kelompok : Firman dan Alle bertugas di pos 1, Saya dan Mela kebagian di pos 4, sementara Neysa karena bertugas sebagai koordinator tetap tinggal di basecamp. Sesampai di pos masing-masing, ternyata tidak disediakan tenda oleh panitia untuk tim kesehatan. Mengingat cuaca hari itu dan berhubung kami berdua hanya membawa mantel individu, dengan terpaksa deh ambil tenda di basecamp. Sementara tim di pos 1 mendirikan bivak dari ponco dan daun pisang. Setengah hari itu hujan turun dengan lebatnya dan untungnya tidak banyak kasus yang terjadi, cuma asma dan beberapa alergi. Malahan, teman satgas Saya yang “perlu disatgas”. Pipi sebelah kanannya bengkak tanpa sebab yang jelas hehehe, jadi mirip Gajah Lampung. Menjelang sore hari, hujan sudah reda. Kelompok terakhir pun datang, kamipun bergegas packing tuk pulang. Sesampai di pos 5, semua masih beres-beres saja, sampai ada seorang anak yang terpeleset dan pada bagian punggungnya terantuk batu. 14
Awalnya seh dia bisa berjalan biasa, tetapi setelah melakukan salam senior (posisi jongkok seperti hendak mengangkat tandu dengan tangan kanan menyentuh tanah) baru dia merasa kesakitan. Terasa sakit untuk telentang, berdiri, bahkan bergerak. Setelah diperiksa, diduga tulang belakangnya mengalami sedikit gangguan. Segera
menghubungi
rekan
di
basecamp
untuk
membantu proses evakuasi. Dengan asumsi terburuk dan beberapa pertimbangan lainnya, tandu KSR Undip pun beraksi. *** SULIT. Medan yang berupa jalan setapak, turunan tajam, sempit, licin karena habis diguyur ujan dan tubuh si korban yang cukup buat dikorbanin warga se-RT hehehe. Butuh 6 orang untuk mengangkat tubuh korban. Korban dibawa dengan posisi tengkurap. Baru berjalan sekitar 20 meter, tandu patah. Ya, pipa besi itu patah jadi dua, bukan bengkok atau retak, tapi patah. Untung 15
dibawa oleh 6 orang sehingga bagian tengah ada yang meng-cover. Fuihh. Untuk medan yang terjal, kami membawa dengan sistem estafet, jadi tandu yang berjalan, evakuatornya tetap. Butuh waktu lama untuk menandu si korban, dari pukul tiga sore hingga maghrib, kami baru sampai di parkiran Wanawisata Gonoharjo. Setelah disana, korban sekali lagi diperiksa secra menyeluruh, terutama GSS. Korban mengalami hipotermia ringan, langsung kami ganti bajunya yang basah dengan jaket entah punya siapa, diselimutin dan digosok-gosok tangannya. Situasi saat itu sangat ramai, dengan banyak orang dan tentu saja, banyak komentar. Disinilah kualitas seorang rescuer ditentukan. Melihat kondisi korban yang seperti itu, diputuskan untuk langsung membawanya ke RS. Karena tidak ingin mengubah posisi korban, terpaksa pintu mobil kijang yang digunakan untuk membawa ke RS tetap dibuka sepanjang jalan. Korban dibawa tetap dengan posisi tengkurap.
16
Selama perjalanan, kami pikir situasi sudah terkendali. Sampai di tengah jalan: motor di depan yang memandu kami, tiba-tiba hilang dari pandangan. Ya, hilang. Jatuh ke jurang. Awalnya saya tidak sadar apa yang terjadi, karena kebetulan saat itu perhatian Saya terfokus pada korban. Setelah diberi tahu Neysa kalau motornya masuk jurang, sontak Saya dan Firman keluar untuk menolong. Waktu melihat kondisi lapangan, langsung terbersit “parah neh…, mati neh..”. Gimana tidak, kepalanya tidak
terlihat,
tertindih
motor.
Langsung
kami
mengangkat Megapro itu bersama-sama. Alhamdulillah, setelah diperiksa korban hanya mengeluh kram di kaki kanan. Saat diperiksa lagi, teraba ada cairan di badan sebelah kiri korban. Awalnya, Saya kira itu darah, ternyata: kotoran manusia. Untung saja tidak ada luka yang serius, padahal jatuh ke jurang sedalam 2 meter dan tertindih Megapro. Luar biasa. Karena masih ada satu korban yang harus diurus, kami pun meninggalkan Harvin, panitia yang jatuh tadi, ke RS Tugu. Meninggalkan Megapro yang masih di 17
bawah, tidak tahu bagaimana menaikkan ke jalan nantinya. Padahal, di depannya ada sungai, sedangkan kanan-kiri buntu tidak ada jalan. Hanya bisa diangkat ke atas. Sekitar pukul 8.30 WIB, kami baru sampai di RS Tugu. Pelayanannya lama sekali, padahal sudah dibantu oleh Saudara salah satu Panitia yang kebetulan bekerja di sana. Setelah urus sana-sini, anter sana-anter sini, beres sudah urusan di rumah sakit. Si korban di-opname dulu semalam menunggu hasil rontgen diperiksa dokter ahli. Dan, Saya: LAPAR. Pukul 22.30 WIB kami makan malam plus siang yang tertunda. Baru pukul 00.00 WIB malem kami sampai kembali di Gonoharjo. Cuapek. Dan apat kabar dari panitia: acara malam ditiadakan. Untunglah. Fuih, what a satgas.
Day #3: Free oh Duty Pada hari ketiga, gara-gara semua kejadian hari kemarin, semua acara dibatalkan atau diganti dengan acara sederhana yang tidak ada pressing-nya. 18
Karena menganggur dan ada api unggun yang menganggur pula, kami sempatkan untuk memanggang sepatu dan kaos kaki yang basah gara-gara kegiatan kemarin. Enaknya “bakar sate kaos kaki”, andai ada kecap, lengkaplah menu sarapan kami. Diiringi main poker untuk mengisi waktu luang. Memang, ada 3 item satgas yang ga boleh pe kelupaan: bendera KSR Undip, kamera digital, dan kartu remi. Sekitar pukul 10.00 WIB kami mulai berkemas untuk persiapan pulang. Hampir tidak ada kasus yang terjadi pada hari ketiga, aman terkendali. Sekitar pukul 12.00 WIB kami dah sampai di Posko KSR Undip tercinta yang tengah menggelar donor darah rutin. Karena sudah lebih dari 3 bulan belum mendonorkan darah, langsung saja Saya dan Firman turut serta. [DM]
19