PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT
Vol. 5 No. 2 MEI 2016 ISSN 2302 - 2493
WAWANCARA MOTIVASI APOTEKER UNTUK KEPATUHAN TERHADAP PENGOBATAN DIABETES MELITUS TIPE 2 Retno Wahyuningrum1), Djoko Wahyono2), Mustofa3), Yayi Suryo Prabandari4) 1)
Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Bagian Farmakologi dan Farmasi Klinik, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 3) Bagian Farmakologi dan Terapi, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 4) Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
2)
E-mail :
[email protected]
ABSTRACT The review’s objective is to initiate pharmacists with motivational interviewing as an approach to involve patients in discussions about medication adherence. Motivational interviewing has established as an intervention strategy for addiction management, change in lifestyle behaviors, and adherence to prescribed medications and other treatments (Petrova et al., 2015). Pharmacist-led motivational interviewing can investigate factors associated with poor adherence to treatment, assess patient ambivalence and/or resistance, and educate patients to encourage treatment-adherent behaviors (Salvo and Cannon-Breland, 2015). Pharmacists can held motivational interviewing to improve patient’s problem solving skill in type 2 diabetes management, mostly self-management of patients with poor long-term glycemic control (Li et al., 2014). Keywords : Type 2 diabetes, Adherence, Pharmacist, Motivational interviewing ABSTRAK Ulasan ini bertujuan untuk mengenalkan kepada para apoteker mengenai wawancara motivasi, yang merupakan salah satu cara untuk melibatkan pasien dalam diskusi tentang kepatuhan terhadap pengobatan. Wawancara motivasi merupakan salah satu strategi intervensi untuk penatalaksanaan kecanduan, perubahan perilaku gaya hidup, dan kepatuhan terhadap obat yang diresepkan dan perawatan lainnya (Petrova dkk., 2015). Wawancara motivasi dapat digunakan apoteker untuk menyelidiki faktor yang terkait dengan ketidakpatuhan terhadap pengobatan, menilai ambivalensi (keraguan) pasien dan/atau resistensi, dan mendidik pasien untuk mempromosikan perilaku patuh terhadap pengobatan (Salvo dan Cannon-Breland, 2015). Apoteker dapat menggunakan wawancara motivasi untuk membantu pasien mengatasi masalah terkait pengelolaan diabetes melitus (DM) tipe 2, terutama pasien dengan kontrol glikemik jangka panjang yang buruk (Li dkk., 2014). Kata kunci : Diabetes melitus tipe 2, Kepatuhan, Apoteker, Wawancara motivasi
191
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT PENDAHULUAN Diabetes melitus (DM) tipe 2 pada umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien dan keluarga. Profesional kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Edukasi yang disampaikan mengenai perilaku manajemen diri pasien dengan DM tipe 2, meliputi pengaturan makan yang tepat, penggunaan obat yang konsisten, pemantauan rutin kadar glukosa darah untuk pengambilan keputusan, aktivitas fisik teratur, pemecahan masalah dan kemampuan berkomunikasi yang mudah dilaksanakan, kemampuan penyesuaian kondisi psikososial (American Diabetes Association, 2016; Welch dkk., 2011). Apoteker, terutama yang bekerja di sektor kefarmasian komunitas-klinik, merupakan salah satu tim kesehatan dan memiliki peran dalam keberhasilan penatalaksanaan DM. Mereka mendampingi, memberikan konseling, dan bekerja sama dengan penderita dalam pengelolaan DM, khususnya dalam terapi obat. Apoteker dapat memberikan edukasi, baik dari segi farmakologi maupun non farmakologi. Pada aspek farmakologi, apoteker memberikan informasi lengkap kepada pasien mengenai obat, seperti : nama dagang dan nama generik, manfaat dan cara kerja obat, onset kerja obat, rute pemberian, bentuk sediaan obat, aturan dan cara pakai obat, hal-hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan obat, efek samping obat, interaksi obat dan cara penyimpanan obat. Dari aspek non farmakologi, apoteker dapat memberikan
Vol. 5 No. 2 MEI 2016 ISSN 2302 - 2493
informasi mengenai gambaran penyakit secara garis besar, komplikasi dan risiko komplikasi, self-care yang harus dilakukan, jenis pemeriksaan yang harus dilakukan secara rutin, pengendalian stres, pengaturan nutrisi, diet, olahraga dan aktivitas fisik terhadap kadar gula darah (Palaian dkk., 2006). Apoteker yang memberikan edukasi pada pasien DM tipe 2, yang tidak tergantung insulin, dapat mempengaruhi frekuensi pemantauan glukosa darah sendiri menggunakan strip test (Mansell dkk., 2012). Berdasarkan systematic review, edukasi dapat meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit, sikap, dan penerapan manajemen penyakit, serta menurunkan HbA1c 0,3% sampai 0,76% (Ghimirey dkk., 2013; Ferreira Grillo dkk., 2013). Konseling/edukasi diabetes dapat meningkatkan kontrol glikemik meskipun dengan sedikit peningkatan risiko hipoglikemia, mengurangi biaya pengobatan secara umum dan biaya yang terkait dengan pengobatan diabetes, serta meningkatkan pemanfaatan sumber daya kesehatan yang terkait dengan diabetes (Sullivan dkk., 2013). Keterlibatan apoteker dalam program pengelolaan terapi obat diabetes dapat memperbaiki outcome klinik secara signifikan (McCord, 2006). Konseling yang dilakukan apoteker dapat berefek positif pada self-efficacy, kualitas hidup dan indeks massa tubuh pasien dengan diabetes (Nishita dkk., 2013). Intervensi farmasis juga dapat mengurangi risiko komplikasi penyakit kardiovaskuler pada pasien rawat jalan dengan diabetes (Santschi dkk., 2012). Berdasarkan hasil penelitian, konseling pengelolaan DM dengan teknik wawancara motivasi dapat meningkatkan 192
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT kontrol glikemik secara signifikan (HbA1c turun 0.8%) (Rubak, 2005). Kepatuhan terhadap pengobatan Kepatuhan merupakan hal yang sangat penting bagi pasien dengan penyakit kronik dan pasien yang mendapatkan berbagai jenis obat. Dengan melakukan intervensi secara komprehensif yang dilakukan oleh apoteker yang berupa edukasi pasien dan tindak lanjut, pasien akan menjadi lebih patuh dan lebih bertanggung jawab terhadap kesehatan mereka sendiri (Keban dkk., 2013). Sebuah penelitian menunjukkan bahwa rata-rata angka kepatuhan pasien terhadap pengobatan yang dicapai dengan konseling yang diberikan oleh farmasis adalah 6070% dibandingkan dengan tanpa konseling yang hanya 40% (Lee dkk., 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Whitley dkk. (2006) membuktikan berbagai macam alasan penyebab ketidakpatuhan, yaitu : karena lupa (34%), pasien sudah merasa lebih baik (11%), harga obat terlalu mahal (14%), sengaja tidak minum obat (8%), pasien merasa lebih buruk (5%), pengobatan terlalu rumit (3%), jumlah obat yang digunakan terlalu banyak (7%), pasien merasa obat tidak dibutuhkan (2%), dan karena alasan yang lainnya (13%). Kesulitan dalam kepatuhan menggunakan insulin sering berkaitan dengan dosis dan cara pemberian yang sesuai dengan kebutuhan. Sekitar 83% penderita DM menggunakan insulin sesuai dengan kebutuhan, dan kurang dari 40% pasien dapat menjaga konsistensi dalam diet dan olah raga. Sayangnya, kurang dari 30% penderita DM tidak melakukan pemeriksaan gula darah mandiri atau bertemu dengan tenaga kesehatan sesuai dengan yang dianjurkan. Hal ini berakibat menurunnya kepatuhan (Throm, 2006).
Vol. 5 No. 2 MEI 2016 ISSN 2302 - 2493
Faktor-faktor yang menyebabkan ketidakpatuhan dikategorikan menurut karakteristik penyakit dan rejimen pengobatan, sosio-demografi, pengetahuan pasien, kualitas interaksi antara pasien dan praktisi pelayanan kesehatan, kepercayaan pasien, dan efek tidak dikehendaki. Tingkat kepatuhan pada penyakit kronik lebih rendah dibandingkan dengan pada penyakit akut. Banyaknya obat yang diresepkan (semakin banyak jumlah obat yang diresepkan, semakin kecil kemungkinan pasien mau menjalani pengobatannya secara penuh), frekuensi minum obat pada interval waktu tertentu (semakin sering harus diberikan, semakin kecil tingkat kepatuhan pasien), dan kesulitan penggunaan obat, merupakan beberapa sumber kompleksitas rejimen (Grahame-Smith dan Aronson, 2002; Taylor dan Harding, 2003). a. Karakteristik sosio-demografi Tidak terdapat hubungan yang jelas antara ras, jenis kelamin, kecerdasan, status pernikahan, status pekerjaan, pendapatan dengan perilaku kepatuhan. Pasien lanjut usia kurang patuh daripada usia muda. b. Pengetahuan pasien Pasien tidak selalu memahami instruksi yang diberikan dan dapat melupakan informasi yang diberikan oleh profesional kesehatan. Banyak pasien tidak mengerti terminologi yang sering dikatakan dokter untuk menjelaskan penyakitnya. Hubungan antara pengetahuan dan kepatuhan seringkali tidak konsisten, dan peningkatan tingkat pengetahuan tidak selalu akan meningkatkan kepatuhan. c. Kualitas interaksi antara pasien dan praktisi pelayanan kesehatan Antusiasme dan keterpercayaan pasien atas obat yang diresepkan dan cara 193
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT penyampaiannya kepada pasien tidak hanya mempengaruhi kepatuhan tetapi juga respon pengobatan (GrahameSmith dan Aronson, 2002). d. Kepercayaan pasien Rendahnya kepercayaan pasien akan kemampuan klinisi dapat menyebabkan ketidakpatuhan (Lee dkk., 2009). Kepercayaan merupakan elemen penting dalam membangun hubungan terapeutik. Berdasarkan penelitian, pasien memunculkan kepercayaan terhadap farmasis melalui kualitas kemampuan meracik dibandingkan dengan penyediaan asuhan kefarmasian. Dalam menilai farmasis dapat dipercaya atau tidak saat mendapatkan layanan asuhan kefarmasian, pasien lebih fokus pada keterampilan berkomunikasi dan informasi yang diberikan dan bukan pada tampilan fisik apotek atau farmasis. Pasien menginginkan perhatian penuh farmasis dan dialog dua arah yang dilengkapi dengan informasi obat yang lengkap. Secara umum, pasien menginginkan farmasis yang cerdas, berwawasan luas, jujur, dan penuh perhatian (Rantucci, 2007). e. Efek tidak dikehendaki (adverse drug reaction) Efek yang tidak dikehendaki merupakan efek dari bagian terapi obat yang harus dijalani pasien, namun hal tersebut tidak disukai pasien (GrahameSmith dan Aronson, 2002; Lee dkk., 2009). Wawancara memotivasi Wawancara motivasi bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengurangi ambivalensi (keraguan) pasien mengenai perubahan perilaku kesehatan, serta untuk meningkatkan persepsi pasien tentang pentingnya perubahan perilaku dan keyakinan akan diri sendiri (self-efficacy)
Vol. 5 No. 2 MEI 2016 ISSN 2302 - 2493
(Welch dkk., 2011). Pasien yang tidak patuh dikatakan berada dalam keadaan ambivalen. Wawancara motivasi tidak hanya memanfaatkan kemampuan mendengar dengan penuh rasa empati dan bijaksana, disertai dengan pengajuan pertanyaan-pertanyaan kunci yang berorientasi pada pasien, tetapi juga bersifat mengarahkan (Rantucci, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Wishah, dkk. (2014) menyimpulkan bahwa pasien yang mendapatkan pendidikan dan konseling terstruktur dengan farmasis lebih meningkat kontrol glikemiknya disertai dengan peningkatan pengetahuannya tentang diabetes dan lebih patuh terhadap pengobatannya. Intervensi farmasis berupa konseling tatap muka dengan menggunakan teknik saran singkat (brief) dan pendekatan motivasional juga membantu pasien dalam melakukan rutinitas pengelolaan diri sehari-hari, serta berpotensi meningkatkan outcome klinik jangka panjang mereka (Sacco dkk., 2012; Li dkk., 2014). DAFTAR PUSTAKA American Diabetes Association, 2016. Standards of Medical Care in Diabetes—2016: Summary of Revisions. Diabetes Care, 39: S4– S5. Ferreira Grillo, M. de F., Neumann, C.R., Scain, S.F., Rozeno, R.F., Gross, J.L., dan Leitão, C.B., 2013. Effect of different types of selfmanagement education in patients with diabetes. Revista da Associação Médica Brasileira (English Edition), 59: 400–405. Ghimirey, A., Sapkota, B., Shrestha, S., Basnet, N., Shankar, P.R., dan 194
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Sapkota, S., 2013. Evaluation of pharmacist counseling in improving knowledge, attitude, and practice in chronic kidney disease patients. SAGE Open Medicine, 1: 2050312113516111. Grahame-Smith, D.G. dan Aronson, J.K., 2002. Oxford Textbook of Clinical Pharmacology and Drug Therapy. Oxford University Press. Keban, S.A., Purnomo, L.B., dan Mustofa, 2013. Evaluasi Hasil Edukasi Farmasis Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, 11 (1): 45– 52. Lee, S.S.C., Cheung, P.-Y.P., dan Chow, M.S.S., 2004. Benefits of individualized counseling by the pharmacist on the treatment outcomes of hyperlipidemia in Hong Kong. Journal of clinical pharmacology, 44: 632–639. Lee, V., Fan, C., Li, A., dan Chau, A., 2009. Clinical impact of a pharmacist-physician co-managed programme on hyperlipidaemia management in Hong Kong. Journal of Clinical Pharmacy & Therapeutics, 34: 407–414. Li, M., Li, T., Shi, B.-Y., dan Gao, C.-X., 2014a. Impact of motivational interviewing on the quality of life and its related factors in type 2 diabetes mellitus patients with poor long-term glycemic control. International Journal of Nursing Sciences, 1: 250–254.
Vol. 5 No. 2 MEI 2016 ISSN 2302 - 2493
Mansell, K., Blackburn, D., Taylor, J., dan Jiricka, K., 2012. Pharmacists Providing Education to Help Optimize Frequency of SelfMonitoring of Blood Glucose in Non-Insulin Dependent Type 2 Diabetes Mellitus. Canadian Journal of Diabetes, 36: 332–336. McCord, A.D., 2006. Clinical Impact of a Pharmacist-Managed Diabetes Mellitus Drug Therapy Management Service. Pharmacotherapy: The Journal of Human Pharmacology and Drug Therapy, 26: 248–253. Nishita, C., Cardazone, G., Uehara, D.L., dan Tom, T., 2013. Empowered Diabetes Management Life Coaching and Pharmacist Counseling for Employed Adults With Diabetes. Health Education & Behavior, 40: 581–591. Palaian, S., Prabhu, M., dan Shankar, P.R., 2006. Patient counseling by pharmacist - a focus on chronic illness. Pakistan Journal of Pharmaceutical Sciences, 19: 65–72. Petrova, T., Kavookjian, J., Madson, M.B., Dagley, J., Shannon, D., dan McDonough, S.K., 2015. Motivational Interviewing Skills in Health Care Encounters (MISHCE): Development and psychometric testing of an assessment tool. Research in Social and Administrative Pharmacy, 11: 696– 707. Rantucci, M.J., 2007a. Pharmacists Talking with Patients: A Guide to Patient Counseling. Lippincott Williams & Wilkins. 195
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT
Vol. 5 No. 2 MEI 2016 ISSN 2302 - 2493
Rubak, S., 2005. Motivational interviewing in intensive treatment of type 2 diabetes detected by screening in general practice. Danish Medical Bulletin, 52: 32.
educators: Does it improve blood glucose control among poorly controlled type 2 diabetes patients? Diabetes Research and Clinical Practice, 91: 54–60.
Sacco, W.P., Bykowski, C.A., Mayhew, L.L., dan White, K.E., 2012. Educational attainment moderates the effect of a brief diabetes self-care intervention. Diabetes Research and Clinical Practice, 95: 62–67.
Whitley, H.P., Fermo, J.D., Ragucci, K., dan Chumney, E.C., 2006. Assessment of patient knowledge of diabetic goals, self-reported medication adherence, and goal attainment. Pharmacy Practice, 4 No. 4: 183–190.
Salvo, M.C. dan Cannon-Breland, M.L., 2015. Motivational interviewing for medication adherence. Journal of the American Pharmacists Association, 55: e354–e363. Santschi, V., Chiolero, A., Paradis, G., Colosimo, A.L., dan Burnand, B., 2012. Pharmacist Interventions to Improve Cardiovascular Disease Risk Factors in Diabetes. Diabetes Care, 35: 2706–2717.
Wishah, R.A., Al-Khawaldeh, O.A., dan Albsoul, A.M., 2014. Impact of pharmaceutical care interventions on glycemic control and other healthrelated clinical outcomes in patients with type 2 diabetes: Randomized controlled trial. Diabetes & Metabolic Syndrome, .
Sullivan, S.D., Dalal, M.R., dan Burke, J.P., 2013. The Impact of Diabetes Counseling and Education: Clinical and Cost Outcomes From a Large Population of US Managed Care Patients With Type 2 Diabetes. The Diabetes Educator, 39: 523–531. Taylor, K.M.G. dan Harding, G., 2003. Pharmacy Practice. CRC Press. Throm, L.E., 2006. 'Diabetes Care: Adherence to Regimens'. Pharmacy Times, http://www.pharmacytimes.com/p2p/ 2006–10–5973. Welch, G., Zagarins, S.E., Feinberg, R.G., dan Garb, J.L., 2011. Motivational interviewing delivered by diabetes 196