THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
PENGARUH KONSELING FARMASIS TERHADAP KEPATUHAN PENGGUNAAN OBAT SERTA HASIL TERAPI PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS Husna Nadia1), Andayani Tri Murti1),Wiedyaningsih Chairun1) 1) Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada Email:
[email protected]
Abstrak Konseling merupakan suatu bentuk intervensi farmasis dalam penggunaan obat terbukti dapat meningkatkan kepatuhan penggunaan obat serta mengoptimalkan hasil terapi. Jumlah responden dalam penelitian ini berjumlah 150 orang terbagi menjadi 75 pasien kelompok kontrol dan 75 pasien kelompok intervensi. Penelitian dilakukan di Puskesmas Bambanglipuro dan Puskesmas Pundong selama bulan Agustus hingga November 2016. Karakteristik pasien didominasi umur diatas 45 tahun serta tingkat pendidikan rendah dan menengah (SD,SMP,dan SMA). Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pemberian konseling farmasis terhadap tingkat kepatuhan penggunaan obat serta hasil terapi pasien DM tipe 2 di puskesmas, terdapat hubungan antara tingkat kepatuhan dan hasil terapi, serta terdapat hubungan antara sosiodemografi yaitu umur dan tingkat kepatuhan dengan nilai p<0,05. Kata Kunci: Konseling, Kepatuhan, Diabetes Mellitus, Puskesmas
PENDAHULUAN Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya (American Diabetes Association, 2015). Prevalensi diabetes melitus yang paling banyak dijumpai adalah diabetes tipe 2 dengan jumlah sekitar 90% sampai 95% dari semua kasus diabetes di seluruh dunia dan hingga saat ini masih menjadi suatu keadaan epidemik di negaranegara maju dan berkembang (American Diabetes Association, 2012). Kepatuhan biasanya menjadi masalah pada pasien penyakit kronik yang membutuhkan modifikasi gaya hidup dan terapi jangka panjang. Ketidakpatuhan pada pasien secara potensial dapat meningkatkan morbiditas, mortalitas, dan biaya perawatan (Ogedegbe dkk., 2009; Fung dkk., 2007). Kepatuhan terhadap pengobatan merupakan faktor utama dari outcome terapi (Morello dkk., 2011). Menurut laporan WHO (2003)
THE 5TH URECOL PROCEEDING
kepatuhan rata-rata pasien pada terapi jangka panjang terhadap penyakit kronis di negara maju hanya sebesar 50% sedangkan di negara berkembang jumlah tersebut bahkan lebih rendah (Asti, 2006). Sosiodemografi menjadi salah satu faktor resiko yang dapat mempengaruhi kepatuhan pada rejimen pengobatan diabetes (Adisa dkk.,2009). Dalam penelitiannya dikatakan bahwa jenis kelamin, status perkawinan, dan pekerjaan memiliki hubungan dengan ketidakpatuhan pasien. Dimatteo (2004) mengatakan faktor demografi seperti umur, tingkat pendidikan, dan pendapatan dapat memberikan pengaruh terhadap tingkat kepatuhan. Salah satu bentuk interaksi langsung dalam standar pelayanan kefarmasian di puskesmas adalah pelayanan konseling. Konseling yang dilakukan farmasis kepada pasien merupakan komponen pelayanan kefarmasian yang memiliki tujuan meningkatkan luaran terapetik dengan memaksimalkan penggunaan obat dengan
623
ISBN 978-979-3812-42-7
THE 5TH URECOL PROCEEDING
tepat (American Society of Health System Pharmacist, 1997). Penelitian yang dilakukan Ramadona (2011) memperlihatkan bahwa konseling dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap pasien yang akan berpengaruh terhadap kepatuhan pasien terhadap pengobatannya. Dalam penelitian lain disebutkan untuk mencegah penggunaan obat yang salah yang akan berdampak pada kepatuhan pengobatan dan keberhasilan dalam proses penyembuhan maka sangat diperlukan pelayanan informasi obat untuk pasien dan keluarga melalui konseling (Pladevall dkk., 2004). KAJIAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS (JIKA ADA) Konseling yang dilakukan farmasis kepada pasien memiliki tujuan untuk meningkatkan luaran terapetik dengan memaksimalkan penggunaan obat dengan tepat (kepatuhan penggunaan obat). Konseling merupakan kegiatan bertemu dan berdiskusinya seseorang yang membutuhkan dan seseorang yang memberikan dukungan dan dorongan sehingga klien memperoleh keyakinan akan kemampuannya dalam pemecahan masalah. Penelitian yang dilakukan Ramadona (2011) memperlihatkan bahwa konseling dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap pasien yang akan berpengaruh terhadap kepatuhan pasien terhadap pengobatannya serta penelitian yang dilakukan Sesilia dkk (2013) menunjukkan bahwa edukasi yang dilakukan farmasis pada pasien penderita diabetes melitus tipe 2 terbukti meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan pengobatan serta menurunkan nilai A1C.
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimental dengan desain pretest posttest design with control group.Teknik pengambilan sampel menggunakan non random dengan cara consecutive sampling.
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
Subyek penelitian ini adalah pasien diabetes melitus tipe 2 berjumlah 150 orang yang terbagi menjadi 75 pasien kelompok intervensi (kelompok yang diberi konseling) dan 75 pasien kelompok kontrol (kelompok yang tidak mendapat konseling). Penelitian dilakukan di Puskesmas Bambanglipuro dan Puskesmas Pundong Kabupaten Bantul. Penelitian dilakukan selama bulan Agustus hingga November 2016. Kuisioner MMAS-8 (Morisky Modification Adherence Scale-8) digunakan sebagai alat untuk mengukur tingkat kepatuhan penggunaan obat pasien diabetes melitus tipe 2. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Pasien Karakteristik pasien dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, lama penyakit, Indeks Masa Tubuh (IMT), merokok, diagnosa, dan jenis terapi obat. Karakteristik pasien antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi dalam penelitian ini dijabarkan secara deskriptif dan dianalisis menggunakan uji Chi-Square. Tabel 1. Distribusi Karakteristik Pasien Kelompo k Inte Ko Karakteristik rve ntr nsi ol n n (%) (%) P 25 25 (16, (16 1, Laki-laki 7) ,7) Jenis 00 kelamin 50 50 0 Perempu (33, (33 an 3) ,3) 18-44 3 9 tahun (2) (6) 0, Umur 43 29 03 45-59 (28, (19 2* tahun 7) ,3)
624
ISBN 978-979-3812-42-7
THE 5TH URECOL PROCEEDING
60-74 tahun 75-90 tahun Tidak lulus SD/SD
Pendidikan
SLTP/S MP SLTA/S MA/SM K Diploma /Sarjana Tidak Bekerja Wiraswa sta
Pekerjaan
PNS Pensiuna n Berjuala n
Pendapata n
Buruh/p etani Tidak berpeng hasilan < 1.000.00 0 1.000.00 02.000.00 0
26 (17, 3) 3(2) 44 (29, 3) 9 (6) 12 (8) 10 (6,7 )
18 February 2017
28 (18 ,7) 9 (6) 29 (19 ,3) 23 (15 ,3) 17 (11 ,3)
9 (6)
6 (4) 32 (21 ,3) 2 (1, 3) 4 (2, 7) 2 (1, 3) 7 (4, 7) 28 (18 ,7) 35 (23 ,3) 20 (13 ,3)
21 (14, 3)
15 (10 )
39 (26) 1 (0,7 ) 3 (2) 2 (1,3 ) 8 (5,3 ) 22 (14, 7) 40 (26, 7)
Lama penyakit 0, 01 1*
Indeks masa tubuh(kg/ m2)
0, 85 6
Merokok
UAD, Yogyakarta
> 2.000.00 0
5 (3,3 )
<1 tahun
13 (8) 29 (19, 3)
1-5 tahun >5 tahun < 18,4 (underw eight) 18,524,9 (normal) 25-29,9 (over weight) ≥ 30 (obese)
Ya
Tidak
DM Diagnosa
0, 13 8
33 (22) 7 (4,7 ) 55 (36, 7) 13 (8,7 ) 0 (0) 8 (5,3 ) 67 (44, 7) 38 (25, 3)
12 DM+HT (8) 25 DM+Lai (16, nnya 7) 20 (13, 3) Jenis terapi Tunggal obat 55 Kombin (36, asi 7) *uji Chi-square sig p<0,05.
5 (3, 3) 12 (8, 7) 36 (24 ) 27 (18 ) 11 (7, 3) 56 (37 ,3) 8 (5, 3) 0 (0) 4 (2, 7) 71 (47 ,3) 45 (30 ) 13 (8, 7) 17 (11 ,3) 17 (11 ,3) 58 (38 ,7)
0, 49 8
0, 35 2
0, 22 9
0, 34 1
0, 57 0
Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan proporsi
THE 5TH URECOL PROCEEDING
625
ISBN 978-979-3812-42-7
THE 5TH URECOL PROCEEDING
karakteristik pasien DM tipe 2 di puskesmas antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi kecuali karakteristik umur dan pendidikan. Kelompok umur diatas 45 tahun serta tingkat pendidikan rendah dan sedang mendominasi dalam penelitian ini. Data menunjukkan bahwa penderita diabetes melitus banyak terjadi pada usia 45 tahun hingga 70 tahun keatas. Menurut PERKENI batasan umur yang berisiko terhadap diabetes melitus tipe 2 di Indonesia adalah 45 tahun keatas (Perkumpulan Endokronologi Indonesia, 2011). Dalam penelitian lain disimpulkan bahwa dengan perhitungan risk estimate diperoleh hasil pasien dengan umur lebih dari 40 tahun memiliki risiko 2,781 kali lebih besar terkena diabetes melitus dibandingkan pasien dengan umur kurang dari 40 tahun (Fatmawati, 2010). Jenis pendidikan memiliki pengaruh terhadap tingkat pengetahuan dan tingkat kesadaran akan kesehatan dan diabetes melitus. Kondoy dkk., (2014) mengatakan pendidikan rendah seperti tidak tamat SD, SD, dan SMP mempunyai tingkat kepatuhan yang rendah disebabkan karena kurangnya pengetahuan akan pentingnya pengobatan yang dijalani. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh Angga (2015) yang mengatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditempuh terdapat kecenderungan peningkatan tingkat kepatuhan. Adanya perbedaan pada karakteristik umur dan tingkat pendidikan pasien antara kelompok kontrol dengan kelompok intervensi akan dianalisis lanjut melalui regresi logistik untuk melihat apakah terdapat pengaruh umur dan tingkat pendidikan terhadap ketercapaian hasil terapi pasien DM tipe 2 di puskesmas. B. Karakteristik Obat yang Digunakan Pasien Pada Tabel 2 dapat dilihat macam obat antidiabetes yang digunakan pasien, dimana penggunaan kombinasi dari dua obat paling banyak digunakan. Kombinasi ADO
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
yang digunakan pada kedua kelompok lebih banyak menggunakan kombinasi glimepirid dan metformin. Tabel 2. Macam obat antidiabetes yang digunakan pasien dalam penelitian Obat antidiabetes Kelomp Kelomp yang digunakan ok ok kontrol interve nsi n (%) n (%) Metformin 12 (8) 16 (10,7) Glimepirid 5 (3,3) 4 (2,7) Total 17 20 (11,3) (13,3) Glibenklamid+Met 18 (12) 7 (4,7) formin Glimepirid+Metfor 40 48 (32) min (26,7) Total 58 55 (38,7) (36,7)
C. Kebutuhan Informasi dan Konseling Pasien DM Tipe 2 di Puskesmas Ketidakpatuhan pasien diabetes melitus tipe 2 di puskesmas dapat disebabkan karena berbagai alasan. Alasan ketidakpatuhan pasien dalam penelitian ini dilihat dalam kuisioner MMAS-8Alasan ketidakpatuhan pasien pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi dapat dilihat pada Tabel 3. Alasan terbanyak pasien adalah dikarenakan aktifitas pasien, diikuti oleh alasan sengaja karena merasa membaik, kurang nyaman, dan takut akan efek samping.
Tabel 3. Alasan Ketidakpatuhan Pasien DM tipe 2 di Puskesmas Berdasarkan Kuisioner MMAS-8 Alasan ketidakpatuhan Kelompo pasien k Kontrol Intervensi n (%) n (%)
626
ISBN 978-979-3812-42-7
THE 5TH URECOL PROCEEDING
Aktifitas (lupa/ tidak dibawa ketika bepergian) Sengaja karena merasa membaik Kurang nyaman Takut akan efek samping
18 February 2017
43 (57,33)
38 (50,67)
21 (28)
28 (37,33) 10 (13,33) 5 (6,67)
8 (10,67) 3 (4)
Pada awal penelitian disamping dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas terhadap kuisioner MMAS-8, peneliti juga melakukan need assessment yang bertujuan untuk mencari informasi kebutuhan konseling obat pasien dan mengoptimalkan pemberian konseling. Hasil need assessment pasien DM tipe 2 di puskesmas dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Masalah yang belum dipahami pasien berdasarkan need assessment pasien DM tipe 2 di Puskesmas Need Assessment n (%) Tanda dan gejala 30 (100) hipoglikemia Penanganan hipoglikemia 30 (100) Efek samping obat diabetes 23 (77) yang digunakan Apa saja komplikasi dari 17 (57) diabetes yang mungkin terjadi Dosis dan cara minum obat 15 (50) diabetes yang digunakan Faktor resiko yang harus 10 (33,3) dihindari Perawatan kaki 9 (30) Pengaturan pola makan 8 (26,70 Tips apabila berpuasa 8 (26,7) Jenis obat diabetes yang 7 (23) digunakan Pasien DM membutuhkan 7 (23) obat Riwayat keluarga 6 (20) Latihan/olahraga/jalan 6 (20) kaki/aktifitas harian Standar nilai GDP dan GDPP 5 (16,67)
THE 5TH URECOL PROCEEDING
UAD, Yogyakarta
Berdasarkan hasil survei pada 30 pasien DM tipe di puskesmas, peneliti memberikan konseling mengenai tanda dan gejala hipoglikemia serta penanganannya, informasi mengenai efek samping obat diabetes, komplikasi yang dapat terjadi dari diabetes, dan dosis serta cara minum obat diabetes yang benar. Konseling ini diberikan karena berdasarkan need assessment 5 besar hal yang masih belum dipahami pasien tentang diabetes melitus dan pengobatannya sehingga membutuhkan konseling dari peneliti. D. Pengaruh Konseling Farmasis Terhadap Kepatuhan Pasien Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu pengobatan adalah kepatuhan pasien. Intervensi yang bersifat kompehensif menjadi salah satu yang direkomendasikan untuk meningkatkan kepatuhan penggunaan obat yang meliputi edukasi pasien, motivasi, dukungan sosial, dan terapi individu berdasarkan kebutuhan pasien (Case Management Society of America, 2006). Tabel 5. Perbedaan Peningkatan Skor Kepatuhan Pada Pasien DM Tipe 2 di Puskesmas Kelo Rerat Rerata Perub P mpok a Skor ahan Skor Akhir Skor Awal Penelit (∆)±S Peneli ian D tian (Post) (Pre)± ±SD SD Kontr 6,107 6,560± 0,500 0,0 ol ±1,89 1,30 ±1,49 08a Interv 6,023 7,420± 1,000 0,0 ensi ±1,92 o,986 ±1,65 00a b b P 0,924 0,000 0,002b Keterangan: a. Uji berpasangan mengguan Uji Wilcoxon b. Uji tidak berpasangan menggunakan Uji Mann Whitney
627
ISBN 978-979-3812-42-7
THE 5TH URECOL PROCEEDING
Pada Tabel 5 diketahui bahwa skor baseline kepatuhan kelompok kontrol dan kelompok intervensi tidak berbeda bermakna atau kepatuhan kedua kelompok memiliki kepatuhan awal yang sama (p=0,92) sedangkan skor kepatuhan akhir serta ∆ skor antara kedua kelompok terdapat perbedaan bermakna dengan nilai p berturutturut adalah p=0,00 dan p=0,02. Pada uji beda antara kepatuhan awal dan kepatuhan akhir menunjukkan perbedaan yang bermakna pada kelompok intervensi dengan nilai p=0,00. Hasil ini menunjukkan bahwa konseling farmasis memberikan pengaruh terhadap tingkat kepatuhan pasien DM tipe 2 di puskesmas. Penelitian oleh Morgado (2011) menyebutkan bahwa intervensi yang dilakukan oleh farmasis dapat memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan dan meningkatkan kepatuhannya. Penelitian dengan kesimpulan yang sama juga ditunjukkan oleh Novita (2015) menyebutkan bahwa terdapat pengaruh pemberian konseling farmasis terhadap tingkat kepatuhan pasien DM tipe 2. E. Pengaruh Konseling Farmasis Terhadap Hasil Terapi Pengaruh konseling farmasis terhadap hasil terapi dapat dilihat dari perubahan nilai GDP (∆ GDP) antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Pada Tabel 6 dapat dilihat terdapat perbedaan bermakna pada penurunan GDP antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi yang dianalisis menggunakan uji t-tidak berpasangan dengan nilai p=0,029. Tabel 6. Perbedaan Penurunan GDP (∆GDP) Antara Kelompok Kontrol dan Kelompok Intervensi Kelo Rerata Rerata Perub P mpok GDP GDP ahan awal akhir nilai (pre)± (post) GDP SD ±SD (∆GD P) ±SD
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
Kontr 156,36 138,79 17,57± ol ±16,29 ±23,19 20,08 Interv 153,80 143,19 10,61± ensi ±16,93 ±20,05 18,62 P 0,347b 0,216b 0,029b Keterangan: a. uji t-tidak berpasangan b. uji t-berpasangan
0,0 00a 0,0 00a
Pada hasil uji beda antara nilai Gula Darah Puasa (GDP) pada awal dan akhir penelitian menunjukkan hasil terdapat perbedaan bermakna baik pada kelompok kontrol maupun kelompok intervensi dengan nilai p=0,00. Pada Tabel 16 dapat dilihat bahwa perubahan nilai Gula Darah Puasa (GDP) pada kelompok kontrol (17,57) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok intervensi (10,61). Hal ini dapat disimpulkan bahwa konseling farmasis memiliki pengaruh secara statistika akan tetapi belum tentu memiliki pengaruh secara klinis terhadap nilai Gula Darah Puasa (GDP). Chrisholm-Burns dkk., (2010) melakukan penelitian pada 244 studi pengaruh intervensi langsung farmasis terhadap pengobatan dan menyimpulkan bahwa terdapat peningkatan yang signifikan terhadap hasil terapi seperti HbA1c, LDL kolesterol, dan tekanan darah. Palaian dkk., (2006) dalam penelitiannya mengatakan bahwa farmasis yang melakukan konseling terhadap pasien menghasilkan kadar gula darah yang terkontrol dengan lebih baik, hasil terapi yang diteliti termasuk kadar HbA1c dan nilai Gula Darah Puasa (GDP) yang lebih baik. Penelitian yang sama juga dinyatakan oleh Suppapitiporn dkk., (2005) bahwa terdapat pengaruh konseling obat oleh farmasis terhadap kontrol glikemik yang lebih baik pada pasien DM tipe 2 di puskesmas. F. Hubungan Kepatuhan Pasien Terhadap Hasil Terapi Tabel 7. Hubungan Tingkat Kepatuhan dengan Ketercapaian Target Terapi Pasien DM Tipe 2 di Puskesmas
628
ISBN 978-979-3812-42-7
THE 5TH URECOL PROCEEDING
Ketercapaian Target P* GDP Tercapai Tidak Tercapai n (%) n (%) Tinggi 25 34 0,003 (16,7) (22,7) Sedang 26 29 (17,3) (19,3) Rendah 5 (3,3) 31 (20,7) *uji Chi-square sig p<0,05
18 February 2017
Tingkat Kepatuhan
Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa terdapat hubungan tingkat kepatuhan terhadap ketercapaian target GDP. Hal ini ditunjukkan dengan nilai p=0,003 (p<0,05). Dari data dapat dilihat bahwa sebagian besar GDP pasien tidak tercapai baik pada kelompok kontrol maupun kelompok intervensi. Whitley dkk., (2006) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara tingkat kepatuhan terhadap ketercapaian nilai HbA1c. Penelitian dengan hasil yang sama juga ditunjukkan oleh Pladevall dkk., (2004) yaitu pasien yang tidak patuh memiliki hasil terapi yang yang buruk baik secara statistic dan klinis dibandingkan pasien yang patuh menggunakan obatnya. Setiap kenaikan 10% terhadap ketidakpatuhan akan menyebabkan peningkatan 0,14% pada nilai HbA1c. G. Hubungan Faktor Sosiodemografi terhadap Kepatuhan Tabel 1. Hubungan Faktor Sosiodemografi dan Tingkat Kepatuhan Faktor Kepatuhan P Sosiodemografi Re Sed Ti nda ang ng h gi Jenis Laki14 18 18 0,1 Kela laki 42 min Peremp 19 34 47 uan Umur 18-44 1 5 6 tahun
THE 5TH URECOL PROCEEDING
Pendi dikan
Peng hasila n
Jenis Peker jaan
UAD, Yogyakarta
45-59 15 20 tahun 60-74 11 25 tahun 75-90 6 2 tahun Tidak 17 27 lulus SD/SD SMP 6 13 SMA 6 8 Diplom 4 4 a/Sarjan a Tidak 19 27 berpeng hasilan < 2 10 1.000.0 00 1.000.0 10 13 002.000.0 00 >2.000. 2 2 000 Tidak 19 25 bekerja Wirasw 1 1 asta PNS 1 1 Pensiun 1 1 an Berjuala 3 3 n Buruh/ 8 21 Petani *uji Somers’ sig p<0,05
37 18
0,0 28 *
4 29
0,3 94
13 15 8
29
0,4 84
17
13
6 27
0,2 56
1 5 2 9 21
Faktor sosiodemografi yang dianalisis adalah jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan. Hubungan faktor sosiodemografi terhadap kepatuhan dianalisis menggunakan uji Somers’. Hasil menunjukkan ada hubungan faktor sosiodemografi yaitu umur terhadap kepatuhan dengan nilai p < 0,05.
629
ISBN 978-979-3812-42-7
THE 5TH URECOL PROCEEDING
KESIMPULAN 1. Terdapat pengaruh pemberian konseling farmasis terhadap tingkat kepatuhan penggunaan obat serta hasil terapi pasien DM tipe 2 di puskesmas dengan nilai p < 0,05. 2. Terdapat hubungan antara kondisi sosiodemografi yaitu umur dengan tingkat kepatuhan penggunaan obat pasien DM tipe 2 di puskesmas dengan nilai p<0,05. 3. Terdapat hubungan tingkat kepatuhan penggunaan obat terhadap ketercapaian target terapi pada pasien DM tipe 2 di puskesmas dengan nilai p<0,05. REFERENSI Angga, P.I., 2015. Hubungan Karakteristik Pasien dengan Tingkat Kepatuhan Dalam Menjalani Pengobatan Pada Penderita Diabetes Melitus di Puskesmas. ISM, 8:. Case Management Society of America, 2006. Case Management Adherence Guidelines version 2.0. Chisholm-Burns, M.A., Lee, J.K., Spivey, C.A., Slack, M., Herrier, R.N., Hall-Lipsy, E., dkk., 2010. US pharmacists’ Effect as Team Members on Patient Care: Systematic Review and MetaAnalyses. Medical care, 48: 923– 933. Fatmawati, A., 2010. Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 Pasien Rawat Jalan (Studi Kasus di Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak). Kondoy, P.P.H., Rombot, D.V., Palandeng, H.M.F., dan Pakasi, T.A., 2014. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Berobat Pasien Tuberkulosis Paru di Lima
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
Puskesmas di Kota Manado. JURNAL KEDOKTERAN KOMUNITAS DAN TROPIK, 2: Morgado, M., Rolo, S., dan Castelo-Branco, M., 2011. Pharmacist Intervention Program to Enhance Hypertension Control: a Randomised Controlled Trial. International Journal of Clinical Pharmacy, 33: 132–140. Novita, D., 2015. 'Pengaruh Pemberian Konseling Farmasis Terhadap Kepatuhan dan Outcome Klinik Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Anggota Prolanis Pada Dokter Keluarga', . Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Palaian, S., Prabhu, M., dan Shankar, P.R., 2006. Patient Counseling by Pharmacist – A Focus on Chronic Illness. ResearchGate, 19: 65–72. Perkumpulan Endokronologi Indonesia, 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Pladevall, M., Williams, L.K., Potts, L.A., Divine, G., Xi, H., dan Lafata, J.E., 2004. Clinical Outcomes and Adherence to Medications Measured by Claims Data in Patients With Diabetes. Diabetes care, 27: 2800–2805. Suppapitiporn, S., Chindavijak, B., dan Onsanit, S., 2005. Effect of Diabetes Drug Counseling by Pharmacist, Diabetic Disease Booklet and Special Medication Containers on Glycemic Control of Type 2 Diabetes Mellitus: A Randomized Controlled Trial. Journal of the Medical Association of Thailand = Chotmaihet Thangphaet, 88 Suppl 4: S134-141.
630
ISBN 978-979-3812-42-7