WARISAN BUDAYA BANTEN
A. Tradisi Budaya Banten
Budaya masyarakat Banten sejatinya adalah budaya Sunda, sebagaimana budaya yang berlaku di wilayah-wilayah Provinsi Jawa Barat. Kesamaan budaya tersebut antara lain dalam penggunaan Bahasa Sunda dalam komunikasi di masyarakat yang begitu dominan, walaupun pada wilayah tertentu ada kekhususan bahasa komunikasi antar masyarakat asli, seperti di wilayah Serang dengan bahasa yang terpengaruh oleh bahasa Jawa Cirebonan, wilayah Tangerang dengan pengaruh dialek Betawi pinggiran yang campur aduk dengan bahasa sunda sehari-hari atau Bahasa Sunda dengan logat yang sangat khas pada masyarakat Badui.
Penggunaan bahasa Jawa sendiri akibat pengaruh kedatangan Sultan Cirebon Syarif Hidayatullah di Banten yang membawa serta rombongan prajurit dan pegawai tata praja lainnya, yang berasal dari Cirebon dan sebagian Demak, maka bahasa yang dipergunakan adalah bahasa Jawa.
Selain secara lisan, juga dalam tulisan yang menggunakan tulisan Arab (Pegon), namun pengucapannya tetap dalam bahasa Jawa.Maraknya penggunaan aksara Pegon ini seiring gencarnya siar Islam dengan Al Quran sebagai Kitab Suci orang Islam yang menggunakan aksara Arab atau Pegon.
Selain unsur bahasa dan tulisan yang menjadi ciri adanya bangun kebudayaan asli masyarakat, sebagai suatu komunitas budaya, Banten dapat dipahami dari unsur-unsur perilaku
manusianya,
yang
mengangkut
pada
kebiasaan
–
kebiasaan
yang
berlaku.Penguatan atas penilaian tersebut dapat dilakukan melalui pengamatan pada kehidupan dan aktifitas tradisi serta peninggalan-peninggalan situs dan artefak purbakala di Banten.
1. Adat Istiadat Masyarakat Banten Adat Istiadat masyarakat Banten sebagaimana menjadi gambaran adat istiadat masyarakat Sunda, merupakan perpaduan yang menggambarkan adanya akulturasi antara budaya warisan leluhur dengan pengaruh yang bernuansa Islam.
Dalam konteks ini Banten masih memiliki peninggalan budaya inheren dengan keyakinan atau kepercayaan yang bersifat transedental, yaitu masih terpeliharanya komunitas masyarakat Badui di sekitar Kabupaten Lebak, Banten.Orang Badui atau kerap disebut Urang Kanekes merupakan kelompok masyarakat adat yang dalam aktifitas sosialnya cenderung meng-isolasi diri dari dunia luar.
Komunitas Urang Kanekes dapat digolongkan dalam 3 (tiga) kelompok, yakni:
Sumber:http://www.bantenprov.go.id/read/berita/876/Pemerintah-Provinsi-Banten-Akan-Sambut-KedatanganSuku-Baduy.html#.Vgiqz5f3TGM
a. Kelompok Tangtu atau Urang Kanekes Dalam Kelompok ini berdiam di kampung Cibeo; kampung Cikertawana; dan kampung Cikeusik yang masih memegang adat tradisi leluhur.Secara fisik mudah dikenali melalui tampilan pakaiannya berwarna putih atau biru tua dengan ikat kepala putih.Secara adat mereka umumnya tidak diperbolehkan bertemu dengan orang di luar komunitas mereka sendiri.
b. Kelompok Panamping atau Urang Kanekes Luar Umunya mereka tinggal di berbagai kampung yang mengelilingi wilayah Kanekes dalam.Urang Kanekesluar mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna hitam. Adapun yang menjadi ciri masyarakat atau komunitas Urang Kanekes Luar, antara lain: telah menggunakan atau menyimpan produk-produk modern; dalam pengerjaan rumah, menggunakan bahan dan peralatan modern yang tetap tabu bagi Urang Kanekes Dalam; beberapa diantarannya telah meninggalkan kepercayaan Sunda Wiwitan; dan harus tinggal diluar wilayah Kanekes Dalam namun masih diperbolehkan di wilayah Kanekes.
c. Kelompok Dangka atau Urang Kanekes Dangka Pemukiman Kelompok Urang Kanekes Dangka ini sejatinya berfungsi sebagai filter bahkan pelindung untuk pemukiman Urang Kanekes Dalam dan Urang Kanekes Luar dari pengaruh luar yang tabu dan pamali tersebut.
Sistem pemerintahan dalam masyarakat Kanekes, khususnya yang berada di luar maupun di lingkungan Dangka, tetap mengikuti ketentuan hukum positif pemerintah secara nasional serta sistem adat yang mengikuti adat istiadat yang dipercaya masyarakat.Sementara untuk Urang Kanekes Dalam hanya mengikuti sistem adat saja. Dalam sistem nasional, masyarakat Kanekes Luar dan Dangka
dipimpin oleh seorang Kepala Desa yang disebut jaro pamarentah, sedangkan secara adat tunduk pada pimpinan adat, yakni “Pu’un”.
Selain itu masyarakat Kanekes seluruhnya masih tetap secara rutin melakukan Seba sebagai tanda bukti kepada pemerintah yang dianggapnya sebagai penerus kekuasaan kerajaan masa lalu.Dalam hal ini Seba disampaikan kepada Bupati Kabupaten Lebak.
2. Seni Tradisional Seni atau kesenian merupakan wujud keahlian manusia dalam menciptakan dan melahirkan sesuatu yang memiliki abstraktif. Sebagai hasil akulturasi, maka budaya Banten memiliki beberapa ciri tertentu yang dapat dijumpai dalam beragam bentuk tampilan. Arsitektur bangunan masjid tentunya sudah tersentuh budaya Islam, misalnya dalam pembangunan atap menggunakan tiga tingkat yang merupakan simbol dari: Iman; Islam; dan Ihsan atau bisa juga pengertian akan Syari’at; Tharekat; dan Hakekat, bahkan tidak sedikit yang bertingkat susun lima.
Beberpa tampilan seni tradisional asli Banten yang masih hidup dan dapat disaksikan sekarang ini, antara lain: a. Seni Debus Surosowan dan Debus Pusaka Banten
SumberFoto: http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/943/debus-banten
b. Seni Rudat
Sumber Foto: http://bpbdserang01.page4.me/64.html
c. Seni Terbang Gede
Sumber Foto: http://www.kidnesia.com/Kidnesia2014/Indonesiaku/Teropong-Daerah/Banten/SeniBudaya/Kesenian-Terbang-Gede#s
d. Seni Wayang Golek
Sumber Foto: https://humaspdg.wordpress.com/2010/04/09/tiga-dalang-wayang-golek-pentaskan-lakonsanghyang-purba-alam-secara-estafet/
e. Seni Saman
Sumber Foto: https://humaspdg.wordpress.com/2010/04/07/pekan-seni-dan-budaya-pandeglangpentaskan-seni-saman/
f. Seni Sulap-Kebatinan g. Seni Angklung Buhun
Sumber Foto: http://budaya-indonesia.org/Angklung-Buhun-1/
h. Seni Beluk i. Seni Wawacan Syekh
Sumber Foto: https://humaspdg.wordpress.com/2010/04/17/mengenal-tradisi-maca-syekh-bagian-i/
j. Seni Mawalan k. Seni Kasidahan
Sumber Foto: http://wisatadanbudaya.blogspot.co.id/2009/11/kesenian-qasidah.html
l. Seni Gambus
r. Seni Terbang Genjring
m. Seni Reog
s. Seni Bendrong Lesung
n. Seni Calung
t. Seni Gacle
o. Seni Marhaban
u. Seni Buka Pintu
p. Seni Dzikir Mulud
v. Seni Adu Bedug,
q. Seni Wayang Kulit
w. Dan lain sebagainya.
Bentuk-bentuk kesenian tersebut hingga kini masih hidup di tengah masyarakat, namun perlu mendapat perhatian serius adalah pelestarian dari bentuk-bentuk kesenian tersebut, yang dalam perkembangannya mulai tertinggal akibat tuntutan zaman serta makin sedikitnya pelaku seni yang menguasai kesenian-kesenian tradisional tersebut.
B. Peninggalan Sejarah Banten Sesuatu menjadi disebut peninggalan sejarah karena benda atau sesuatu tersebut memiliki nilai-nilai berharga dalam bentuk wujud atau materi yang mampu bercerita tentang kejadian-kejadian atau peristiwa yang terjadi terkait dengan keberadaan benda tersebut.
1. Bangunan Purbakala Di Banten Lama khususnya maupun di beberapa lokasi lain disekitar wilayah Provinsi Banten kini, masih terdapat beberapa situs purbakala yang berasal dari masa Kesultanan Banten. Beberapa peninggalan tersebut hanya tersisa reruntuhannya saja, namun tak sedikit yang masih utuh. Berikut ini beberapa situs, bangunan dan peninggalan sejarah lainnya yang dapat dikunjungi dan diteliti bagi para peminat dan masyarakat umum. a. Komplek Kraton Suroowan
Sumber: https://humaspdg.wordpress.com/2010/04/28/kajian-arkeologi-keraton-surosowan/
Bangunan ini kerap disebut Kraton namun tidak sedikit yang menamainya Benteng. Pada tulisan ini kita sebut sebagai Kraton Surosowan, mengingat dari awal pembangunannya oleh Sultan Maulana Hasanuddin tahun 1526 M memang diperuntukan sebagai Istana atau Kraton Kesultanan Banten dan pembangunan berikutnya, kemudian dilanjutkan oleh Sultan Maulana Yusuf tahun 1570 M, pada bagian dinding dalam dan gerbang menggunakan batu karang. Kraton Surosowan ketika masih megah berdiri memiliki corak bangunan Eropa yang terkesan kokoh dengan dinding yang tebal dan tinggi serta memiliki pintu serta jendela yang besar-besar.
b. Komplek Masjid Agung
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Mesjid-agung-banten.jpg
Pertama kali dibangun pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570 M), di Desa Banten Lama. Bangunan ini memiliki ciri khas yang belum ditemui pada bangunan masjid tua di tempat lain, yakni bangunan atapnya yang bersusun 5 (lima). Masjid Agung Banten juga terkenal dengan bangunan menara yang berada di sebelah timur masjid. Menara tersebut terbuat dari batu bata dengan tinggi sekitar 24 meter dan diameter bagian bawahnya sekitar 10 meter. Dahulu menara ini berfungsi untuk mengumandangkan adzan, dimana muazin untuk mencapai puncak menara harus menaiki 83 buah anak tangga melalui lorong yang hanya cukup untuk satu orang lewat. Di halaman masjid terdapat kompleks pemakaman Sultan-Sultan Banten beserta keluarganya, antara lain: makam Sultan Maulana Hasanuddin dan istrinya, makam Sultan Ageng Tirtayasa dan makam Sultan Abu Nasir Abdul Qohhar atau Sultan Haji. Pada sisi lain halaman masjid juga terdapat makam Sultan Maulana Muhammad dan Sultan Zainul Abidin serta makam-makam kerabat kraton lainnya.
c. Meriam Ki Amuk
Sumber: http://warisanbudayaindonesia.com/2014/10/19/meriam-ki-amuk/
Awalnya meriam ini berada di Pelabuhan Karangantu sebagai bagian dari senjata pertahanan oleh Kesultanan Banten untuk perlindungan dan perlawanan dari serangan musuh di lautan.Kini meriam tersebut berada di kawasan Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama.
Terbuat dari tembaga dengan panjang 2,5 meter serta terdapat dua buah prasasti bertulisan Arab berbentuk lingkaran, yang bertuliskan “Akibatulkhoir Salamatan Iman”, atau “Puncak Kesuksesan adalah Keselamatan Iman” serta “La Fataa ila ‘Ali, La Sifaa ila Zulfikar, Asbir ala Taqwa Dahran”, artinya “Tiada Jawara kecuali ‘Ali, tiada Golok kecuali Zulfikar (pedangnya Sayidina Ali), ber-sabarlah dalam Taqwa Sepanjang Masa”.
d. Masjid Pacinan Tinggi
Sumber : http://www.backpackerkoprol.com/2012/11/situs-sejarah-banten-lama.html
Masjid tersebut kini hanya tersisa bagian mihrabnya saja, yakni bagian berongga tempat imam memimpin sholat.Masjid tersebut berlokasi di Kampung Pecinan, dalam komplek Banten Lama. Di halaman masjid terdapat dua nisan makam di sudut sebelah barat daya dan di sudut timur laut terdapat sebuah makam cina. Tulisan pada nisan tersebut adalah “makam pasangan suami istri Tio Mo Sheng dan Chou Kong Chian yang berasal dari desa Yin Shao” dengan angka tahun pada nisan adalah tahun 1843 M.
e. Komplek Kraton Kaibon
Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Kuno_Banten
Kraton Kaibon dibangun tahun 1815 M sebagai kediaman Ibu Ratu Aisyah, Ibunda Sultan Syafiuddin yang menjadi Sultan Banten ketika Banten telah total berada dibawah kendali Belanda. Kaibon juga berarti “Ibu”, karena dari kraton inilah, pemerintahan dijalankan oleh Ibu Ratu Aisyah. Pada tahun 1832 M kraton tersebut dihancurkan oleh Belanda, hingga yang tersisa hanyalah sebagian pintu-pintu dan deretan candi Bentar khas Banten.Bangunan ini berada di kelurahan Kasunyatan, kecamatan Kasemen, Kabupaten Serang.
f. Klenteng atau Vihara Avalokitesvara
Sumber: http://www.panoramio.com/photo/37727337
Masa pembangunan Klenteng atau Vihara ini di duga bersamaaan masanya dengan masa-masa awal pembentukan Kesultanan Banten, mengingat keberadaan bangunan ini yang dekat dengan pelabuhan yang saat itu sangat ramai dengan aktifitas dagang, khususnya perdagangan rempah-rempah. Bangunan ini sangat khas dengan corak dan ornament China. Hingga kini klenteng atau Vihara ini masih berfungsi sebagai rumah ibadah dan terawatt dengan baik.
g. Benteng Speelwijk
Sumber: ceritariyanti.wordpress.com
Benteng ini dibangun pada masa pemerintahan Sultan Abu Nasr Abdul Qohhar (1672-1684 M) atau Sultan Haji, yang menandai dimulainya kekuasaan mutlak Belanda atas Kesultanan Banten. Nama Speelwijk berasal dari nama Gubernur Jendral Hindia Belanda yang ke-14, Cornelis Janszoon Speelman.Benteng ini berada di kampong Pamarican, Banten Lama, hanya berjarak setengah kilometer dari Masjid Agung Banten.
h. Pemakaman Belanda atau Kerkhof
Sumber : twwiter.com
Berada dalam kompleks dengan Benteng Speelwijk di luar tembok sebelah timur benteng, terdapat kompleks pemakaman Belanda atau Kerkhof.Ditempat inilah para pegawai VOC dimakamkan.
2. Artefak dan Prasasti
Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Kuno_Banten
Bangunan museum ini didirikan sekitar tahun 1985 diatas lahan seluas 1 hektar dengan luas bangunan sekitar 800 meter persegi. Koleksi museum kepurbakalaan tersebut berupa hasil-hasil temuan peninggalan arkeologi dalam bentuk artefakartefak kecil dalam jumlah yang banyak dan beragam bentuk serta bahan pembuatan yang beraneka macam, seperti: periuk, jembangan dan berbagai barang gerabah tanah liat buatan masyarakat banten maupun keramik asing dari China, Campa bahkan dari Eropa. Ada juga jenis mata uang yang pernah beredar di Banten, baik yang berasal dari Negara Asing maupun mata uang lokal yang dikeluarkan oleh Kesultanan Banten, yang dikenal dengan istilah “picis”.
Tulisan ini diambil dari buku dengan judul “Banten Dari Masa Ke Masa” Cetakan Pertama Tahun 2014: Tim Penyusun
: Dr. Taufiqurokhman Hari Widodo, SH, MH Muhammad Gunawan Sulaeman Lambe
Kata Pengantar
:Prof. Dr. HMA. Tihami, MA. MM
Penerbit
: Biro Humas & Protokol Setda Prov. Banten Kawasan Pusat Pemerintah Provinsi Banten. Jln. Syech Nawawi, Palima Kota Serang
Website
: www.humasprotokol.bantenprov.go.id