Warek I UNAIR Djoko Santoso, Amanah Ini Jalan untuk Beramal UNAIR NEWS – Tidak pernah terlintas di benak Prof. Djoko Santoso, dr., Sp.PD-KGH., Ph.D., FINASIM bahwa akan mengemban amanah sebagai Wakil Rektor I Universitas Airlangga. Di usianya yang ke-54 tahun ini, berbagai amanah telah berhasil ia rampungkan. Setelah mengemban tugas sebagai Wakil Dekan II Fakultas Kedokteran (FK) UNAIR, terhitung sejak 20 Agustus 2015 Prof. Djoko mendapatkan amanah baru sebagai Wakil Rektor yang membawahi bidang akademik dan kemahasiswaan. Baginya, jabatan adalah amanah. Jadi baginya, ini membuka kesempatannya untuk beramal. Jabatan sebagai Wakil Rektor I UNAIR ini merupakan tugas yang harus diselesaikan sesuai amanah yang telah disematkan kepadanya. “Ya, itu merupakan amanah. Bukan alhamdulillah, tapi bismillah saya bisa menjalankan amanah ini, karena sesungguhnya itu adalah beban yang cukup berat,” tutur Guru Besar Ahli Ilmu Penyakit Dalam FK UNAIR ini. Baginya, menjadi Wakil Rektor I merupakan tugas yang cukup berat. Apalagi saat ini UNAIR memiliki 14 fakultas dan satu sekolah Pascasarjana, 1.502 dosen tetap, 38.000 mahasiswa, dan 167 program studi. Modal sumberdaya itulah yang harus dipikirkan oleh Professor asal Jombang ini, sesuai dengan target Kemenristek Dikti bahwa UNAIR harus masuk peringkat 500 dunia pada tahun 2019. ”Kembali lagi kepada ranah keikhlasan dan ketulusan. Itu konsekuensinya. Ketika ketulusan dan keikhlasan untuk mengabdi sudah bulat, maka manajemen waktu menjadi relatif tidak masalah. Karena sesungguhnya dibelakang kita diselesaikan oleh Allah SWT,” paparnya mantap.
Bagi Prof. Djoko, ketika mengabdi dan menjalankan amanah sebagai wakil rektor dilaksanakan dengan niat tanpa mencari popularitas, maka tidak akan ada beban dalam menjalankan amanah itu. Warisan Semangat Ayah Djoko kecil sudah menjadi yatim sejak berumur lima tahun. Lika-liku kehidupan telah ia lalui. Almarhum ayahnya yang merupakan seorang kepala sekolah, menjadi penyemangat dalam menjalani hidup yang diakui tidak selalu berjalan mulus. ”Nilai-nilai itulah yang menjiwai, sehingga dengan kondisi yang tidak jelas, ekonomi, arah pendidikan tidak jelas, saya harus survive,” tutur Prof. Djoko Santoso mengenang. Sebagai anak yang aktif, sepulang sekolah Djoko remaja tidak mau kalau hanya berdiam diri di rumah. Bersama teman-teman sebayanya ia suka pergi bermain ke sawah, bermain pimpong, berinteraksi dengan teman-teman. Hal-hal itulah yang kemudian ia sadari justru sebagai softskill, bekal saat beranjak dewasa. Ia dibesarkan dalam lingkungan Jawa. Sehingga tak heran tuturan bahasa Jawanya melipis (halus). Sebelum pada akhirnya berkiprah dalam dunia kedokteran, tidak ada gambaran dalam pikirannya untuk menggeluti bidang yang terkenal “mahal” itu. Saat itu, ketika lulus SMA, ia mendaftar di dua perguruan tinggi, yaitu Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Malang dan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Ia diterima untuk kuliah bidang keguruan di Malang. Namun, langkah rupanya mengarahkan lain. Ia diterima juga untuk studi pendidikan dokter di UGM. Akhirnya ia memilih kedokteran untuk mendapatkan gelar sarjana sebagai dokter. “Tidak ada yang mendasari. Kalau diterima di IKIP, ya saya jadi guru. Ternyata Allah memberikan SK Kedokteran,” kenangnya. Ketika menempuh pendidikan di perguruan tinggi, buku-buku ajar
pun tak selalu Djoko miliki. Ia sering meminjam buku ke temantemannya ketika teman itu sedang tidur, lalu ia pakai untuk belajar. “Saat di perguruan tinggi, semua buku saya pinjam. Dia (teman – red) tidur, saya pinjam bukunya. Dia bangun saya tidur,” kisahnya. Sejak saat itulah arah menuju sebagai dokter semakin terbuka. Setelah lulus sebagai dokter (S1) lalu mengambil program Magister di Universitas Airlangga, dan Doktoral di JuntendoUniversity School of Medicine, Jepang. Kerjasama Internasional Setelah dilantik dan diresmikan sebagai Wakil Rektor I UNAIR, Prof. Djoko memulai langkahnya dengan melakukan identifikasi SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats). Ada tiga hal yang akan digerakkannya dalam menjalankan tugas yang telah ada di pundaknya. Untuk memenuhi target Kemenristek Dikti, langkah yang akan ditempuh meliputi empat hal, yakni academic excellence, research excellence, community service excellence, dan university holding excellence. Pada bagan yang disampaikan dalam Raker UNAIR, ada tiga komponen saling terintegrasi yang semua akan mengarah pada world class university. Pertama, abundant resources. Kedua, favorable governance. Ketiga, concentration of talent. Ia menargetkan kedepan UNAIR harus memperbanyak kerjasama internasional. Reputasi akademik yang bagus dibuktikan dengan hubungan internasional yang bagus. Hubungan internasional dibuktikan dengan persentase mahasiswa/dosen yang masuk dan keluar. Visiting professor dari luar dan juga sebaliknya. “Berbicara tentang exchange, bukan hanya SDM, tapi juga sistem pendidikan. Kredit transfer atau kredit mobility. Ambil studi enam bulan disini diakui pihak luar. Tidak hanya itu, bahkan juga research collaboration. Kemudian training internasional, seminar internasional, workshop internasional, semua masuk internasionalisasi program. Bisa ditransfer. Itu tentang
academic excellence,” katanya. Bidang akademik yang unggul salah satunya dibuktikan dengan pengakuan prodi di ranah internasional, sudah tersertifikasi ASEAN University Network (AUN). Selain itu didukung dengan prestasi sivitas di ranah internasonal, dan juga meratanya teknologi dan informasi yang masuk ke realisasi layanan perkuliahan di semua prodi di UNAIR. “Research excellence, ada transfer teknologi. Research yang dikembangkan hasilnya bisa mengalir ke community. Digodok, dicetak, digandakan, sehingga nanti dipasarkan dan didistribusi. Kemudian sebagian hasil penelitiannya dimasukkan dalam materi perkuliahan, sehingga yang didapat dosen ke mahasiswa menjadi ilmu yang update dan teraplikasi. Sehingga UNAIR bisa mengklaim bahwa keberadaannya bisa mensejahterakan bangsa dan umat dunia. Itu research excellence,” kata penulis buku “60 Menit Menuju Ginjal Sehat” ini. Ia juga mentarget tahun 2016 ini harus banyak visiting professor yang datang. Mereka bukan hanya memberikan perkuliahan, tetapi juga membahas pengenai “pohon” penelitian. Sebab kerjasama penelitian dan visiting professor baru bisa dilakukan ketika sudah ada profesor UNAIR yang jurnal penelitiannya sudah terpublikasi dan terindeks Scopus. Standar itu yang membuat mereka percaya. ”Kita kemarin kapasitasnya 100-an yang terindeks Scopus. Jumlah publikasi ilmiah harus ditingkatkan tiga kalinya. Seratus dosen harus menggeret 200 dosen lainnya. Kalau kita sekarang punya 40% Ph.D, berarti 600 doktor, kalau separuhnya 300. In shaa Allah. Kenapa tidak bisa? Innama amruhu idza arada syaian anyaqula lahu kun fayakun,” tegas peraih penghargaan The young Investigator’s Award Travel Grant tahun 2002 ini. Terus Mengabdi Prof. Djoko dikaruniai tiga orang putra, yang ketiganya
berkiprah dan mengambil studi di bidang kedokteran. Diantara semua kesibukannya, sebagai bagian dari sumpah dokter yang tak boleh dilupakan, ia masih membuka praktik di klinik pribadi miliknya: klinik cuci darah di daerah Mulyosari itu telah ia buka sejak tahun 2010 silam. Ada lima kekayaan yang selalu ia syukuri dalam hidupnya, yaitu kekayaan kesehatan, kekayaan mental, kekayaan spiritual, kekayaan networking social, dan kekayaan intelektual. “Saya sering merenung. Tidak usah terlalu muluk-muluk, tapi yang penuh manfaat, yang sangat membumi, dimana orang bisa merasakan kesejahteraan kita,” tambah Prof. Djoko. “Hidup hanya sekali, usahakan untuk penuh manfaat pada umat. Karena kalau tidak penuh makna, arti hidupmu akan gagal. Membuat buku, menulis gagasan yang bermanfaat, karya kita dirasakan untuk kebutuhan orang miskin. Itu hal-hal yang membuat hidup kita bermakna,” pungkasnya. (*) Penulis : Binti Quryatul Masruroh Editor : Bambang Bes
Racik Kue Tradisional Penuh Gizi, Oskar Karyantono Lulus Terbaik S-2 FKM UNAIR UNAIR NEWS – Kue Lepa adalah makanan tradisional Rote, Nusa Tenggara Timur. Makanan itu banyak dikonsumsi oleh semua kalangan, terutama anak sekolah. Karena itu kue lepa dapat dengan mudah ditemukan di kantin-kantin sekolah. Namun, kue ini masih memiliki kekurangan, yaitu miskin zat gizi karena
bahannya hanya terdiri gula air, kelapa parut dan tepung jagung. Formulasi dengan menambahkan tepung daun kelor, tepung ikan teri, wijen, dan kacang tanah akan membuat kue kaya akan zat gizi, terutama energi, protein dan zink. Hal inilah yang mengilhami Oskar Karyantono, S.Gz., M.Kes, melakukan penelitian tesis bertajuk “Kue Lepa Dengan Berbagai Formulasi Sebagai Alternatif Makanan Tambahan untuk Anak Sekolah Dasar”. Tesis tersebut menunjang kelulusan Oskar menjadi wisudawan terbaik jenjang S-2 Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UNAIR, dengan IPK 3,94. ”Kami diwanti-wanti dosen dan pembimbing, agar jangan membuat tesis atau penelitian hanya untuk mendapatkan gelar. Jadi penelitian saya harus bermanfaat untuk masyarakat Rote Ndao, sederhana, dan mudah diaplikasikan masyarakat,” kata pria kelahiran Dompu, NTB, 13 Januari 1974 ini. Dalam memulai penelitian, Oskar belajar membuat kue lepa yang baik dan benar. Ia belajar ke beberapa orang ahli membuat kue. Lalu menyiapkan bahan di Laboratorium Gizi FKM sebelum diuji organoleptik ke panelis terbatas untuk memilih beberapa formula terbaik. “Secara
umum
tidak
ada
kendala
berarti,
karena
selama
penelitian saya selalu mendapat bantuan dari teman-teman, dosen dan pembimbing saya di FKM UNAIR,” ujarnya. Oskar berharap, kue lepa itu dapat dijadikan alternatif makanan tambahan atau camilan sehat untuk memenuhi gizi anakanak. Oskar juga berencana menemui bupati dan Ketua PKK Kabupaten Rote Ndao untuk mengadvokasi hasil penelitiannya ini. Ia berharap diberi izin dan mendapat fasilitas untuk mensosialisasikan ke anggota PKK dan masyarakat. “Untuk meraih keberhasilan itu tidak bisa hanya dengan berandai-andai. Lakukan kerja nyata! Ilmu itu simpanan, kuncinya adalah pertanyaan, maka bertanyalah. Kemudian Allah memberikan pahala kepada empat orang, orang yang bertanya,
yang menjawab, yang mendengar dan orang yang mencintai mereka,” katanya memberikan motivasi. (*) Penulis : Lovita Marta Fabella Editor : Dilan Salsabila
Hanik Endang Kembangkan Psikospiritual untuk Penderita Kanker Payudara UNAIR NEWS – Aktivitas ibadah yang dilakukan sungguh-sungguh diyakini mampu menyeimbangkan gejolak stress dan emosi seseorang. Karena itu ketika seseorang usai beribadah, pikiran, hati, dan emosi menjadi lebih tenang dan stabil. Pengobatan dengan pendekatan psikospiritual inilah yang sedang dan terus diteliti oleh Hanik Endang Nihayati. Hasil penelitian yang ditulis sebagai Disertasinya itulah termasuk yang menunjang Hanik meraih predikat wisudawan terbaik jenjang doktoral Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga periode Maret 2016. Ia memilih kasus penyakit kanker payudara sebagai contoh. Mengapa? Karena kanker payudara merupakan penyebab kematian tertinggi perempuan antara usia 18 – 54 tahun. Kemudian kunjungan di Poli Onkologi Satu Atap (POSA) RSUD Dr. Soetomo menunjukkan kasus kanker payudara menjadi kasus tertinggi juga setelah kanker serviks. Data lain juga menunjukkan bahwa jumlah pasien baru kanker payudara setiap tahun cenderung mengalami peningkatan. Hanik berfikir keras untuk mengembangkan keilmuan tentang keperawatan jiwa yang mengantisipasi persoalan psikososialnya.
Mengapa masalah psikososial begitu penting? Menurut Hanik, perempuan penderita kanker itu selalu dihantui rasa takut terus-menerus. Penderita sering mengalami ketidaknyamanan hidup dan berimbas pada aspek kehidupannya, seperti ekonomi, keluarga, fisik, dan kepercayaan diri yang berangsur-angsur meredup. Dalam situasi sulit begini, pasien memerlukan tindakan intervensi berupa pendekatan asuhan psikospiritual SEHAT (Syukur Selalu Hati dan Tubuh). Pendekatan SEHAT ini merupakan cara untuk meningkatkan hubungan dengan Tuhan agar emosi terkendali. Harapannya, penderita kanker dapat menghadapi rasa sakitnya dengan sikap bersyukur. “Penanganan distress pada penderita kanker payudara tidak selalu sama. Penderita memerlukan suatu pemahaman dan diagnosis yang tepat agar pemilihan terapi adekuat kualitas hidupnya bisa diperbaiki. Kompleksitas masalah yang dialami penderita kanker menyebabkan munculnya kebutuhan spiritual,” imbuh Hanik. Psikospiritual SEHAT menitikkberatkan pada ritual ibadah salat Dhuha, membaca Alquran, dzikir dan motivasi spiritual dengan menuliskan nikmat Allah SWT. Strategi ini diharapkan dapat mengubah mekanisme koping, mengubah persepsi stress dari distress menjadi eustress yang akan berpengaruh pada respon tubuh. Mekanisme demikian sejalan dengan konsep psikologis yang menyatakan bahwa perubahan kognitif dapat menurunkan intensitas stress. Perjuangan menuntaskan studi yang dilalui oleh pengajar pada Departemen Keperawatan Jiwa, Fakultas Keperawatan UNAIR ini, tidaklah mudah. Hanik harus melalui pengalaman dramatis saat menjelang semester III. Saat itu Hanik, yang juga wisudawan terbaik magister Keperawatan UNAIR tahun 2011, tengah mengandung anak kembar. Namun, kehamilannya saat ini disertai dengan berbagai macam komplikasi, salah satunya pre-eklampsia berat dan kelainan jantung.
“Sungguh luar biasa. Saya harus bedrest total. Mau tidak mau, saya harus mengesampingkan semua kewajiban sekolah. Jadi, inilah yang terus memotivasi saya selama saya sehat,” tandas penggerak Lingkungan Terbaik Kota Surabaya tahun 2015 ini. (*) Penulis : Sefya H. Istighfaricha Editor : Defrina Sukma S.
Sembuh dari Kanker, Rahma ’Berhadiah’ Lulus Terbaik S-2 FEB UNAIR NEWS – Rahma Nuryanti,S.Si., MA., tidak henti-hentinya mengungkapkan rasa syukur kepada Allah yang Maha Kuasa. Pasalnya, dalam perjalanan menempuh studi magister di UNAIR, wisudawan kelahiran Surabaya 14 Maret 1985 ini harus menjalani perawatan kemoterapi di Graha Amerta RSUD Dr. Soetomo karena kanker yang dideritanya. Tidak ada yang bisa mengalahkan kehendak-NYA, karena itu ia terus berusaha dan rajin kontrol. Tahun 2015 Rahma dinyatakan sembuh, bahkan di semester III itu juga dinyatakan hamil. “Pada masa kehamilan saya mengalami hyperemesis, namun saya bersyukur karena bisa menyelesaikan semester III dengan IPK yang baik pula. Kemudian pada masa kehamilan 8-9 bulan saya menyusun proposal tesis, supaya bisa menyelesaikan studi sesuai waktu yang kami jadwalkan,” jelasnya. Meski sempat divonis kanker, ia tak lantas berdiam diri. Selama kuliah ia aktif menyibukkan diri dengan menjalani tugas di Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur. Bungsu dari dua bersaudara ini juga memiliki tips dan trik untuk
merampungkan kuliahnya dengan baik. Mulai dari mengatur waktu dan memanfaatkan fasilitas kampus dengan maksimal. ”Jangan pernah membuang waktu dengan percuma,” pesannya. Perihal karya ilmiah, perempuan hobi membaca ini selalu mengutamakan orisinalitas dan keunikan ide. Itulah yang menjadi salah satu alasan tesisnya yang berjudul “Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern: Aspek Formal dan Aspek Informal (Studi Kasus BPS Provinsi Jawa Timur)” yang bisa menunjang menyabet gelar wisudawan terbaik dengan IPK 3.90. Alasan Rahma memilih judul tersebut dilandasi kondisi di lapangan yang masih sedikit sektor publik dalam penyelenggaraan sistem pengendalian intern. “Penelitian ini saya ambil mengenai sistem pengendalian intern di sektor publik, karena masih sedikit dan hanya membahas mengenai aspek pengendalian formal saja. Tetapi belum menyentuh mengenai peranan manusia sebagai individu yang memiliki peranan penting dalam pelaksanaan SPI,” demikian Rahma. (*) Penulis: Nuri Hermawan Editor: Faridah Hariani
Teliti Pemilukada, Surya Darma Jadi Wisudawan Terbaik S2 FH UNAIR NEWS – Surya Darma Kardeli ditetapkan sebagai wisudawan terbaik S-2 Fakultas Hukum Universitas Airlangga, karena ia meraih IPK tertinggi, 3,89. Tesis yang ikut menunjang prestasinya itu pun cukup aktual, yakni “Perlindungan Hukum
Terhadap Profesi Pegawai Negeri Sipil Pemilukada Melalui Calon Independen”.
dalam
Mengikuti
Alasan Surya memilih topik tesis itu tidak lain adalah perlindungan hukum terhadap hak-hak profesi PNS yang mengikuti pemilukada melalui calon independen. Dalam UU Nomor 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) Pasal 119 dan Pasal 123 Ayat (3), mewajibkan PNS yang mengikuti pemilukada untuk mengundurkan diri secara tertulis pada saat mengikuti pemilihan. Selain itu, ketentuan pasal tersebut merupakan penjabaran dari ketentuan pasal yang menyatakan bahwa PNS diberhentikan dengan tidak hormat apabila menjadi anggota atau pengurus partai politik. Saat studi S-2 itu, Surya mengaku tak banyak mengikuti kegiatan lain diluar kegiatan akademik. Kegiatan diluar perkuliahan yang sering diikuti antara lain seminar, FGD, advocacy class, dan kegiatan yang ada kaitannya dengan studi Ilmu Hukum. Laki-laki kelahiran Padang 19 April 1990 ini saat S-1 pernah Juara I lomba karya tulis ilmiah dalam acara Recht Partij Ilmu Hukum yang diadakan UIN Sunan Gunung Djati, Bandung, tempatnya menempuh studi. Kini, menjadi wisudawan terbaik S-2 FH UNAIR, bagi Suerya ini sangat membanggakan. “Pada Prodi Magister Ilmu Hukum FH UNAIR sistem pembelajarannya terstruktur baik. Yang tak kalah penting yaitu sikap ramah dan tidak pelit ilmu para civitas akademika FH UNAIR yang selalu memotivasi dan mengayomi semua peserta didik,” ujarnya. Kelancaran studi S-2-nya ini pun, katanya, tak terlepas dari peran dosen pembimbing tesisnya, Dr. Lanny Ramli, S.H., M.Hum. Setelah lulus ini Surya akan kembali Padang untuk mewujudkan cita-citanya menjadi dosen. “Sejak awal hendaknya sudah dipersiapkan target yang akan dicapai, dan harus konsisten dalam melaksanakannya,” ujar laki-laki yang kini menjadi anggota Lembaga Pembinaan dan Pengawas Keuangan, PW Muhammadiyah Sumatera Barat ini. (*)
Penulis: Binti Quryatul Masruroh Editor: Nuri Hermawan.
Pintar Berbisnis, Mahasiswa Jadi Penata Rias Hingga Kelola “Rawon Nguling” UNAIR NEWS – Menyadari masih memiliki usia produktif, Raiza Aulia mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Airlangga gemar mengasah kemampuannya dengan belajar hal-hal baru. Saat ini, selain menjalankan bisnis Make-up Artist (MUA), Raiza ikut mengelola usaha rawon milik kedua orangtuanya. Sejak duduk di bangku kuliah, Raiza sudah memiliki jiwa bisnis yang kuat. Sedikit demi sedikit ia kumpulkan uang saku yang didapat untuk kursus make-up dan membeli beberapa peralatan make-up. Dari belajar make-up itulah ia sering mengaplikasikan ilmu ke beberapa teman dekat. Hasilnya, ia jadikan portofolio dan dipamerkan di media sosial. Tak ayal, dari portofolio tersebut kini Raiza sering menerima job make-up untuk wisuda hingga prewedding. Setelah beberapa kali mendapat upah dari jasa make-up, mahasiswa semester tujuh itu memutar otak untuk mencoba bisnis lain. Ia menggunakan upah dari hasil jasa make-up untuk menjajal peruntungan dengan berjualan kerudung dan kaos kaki. “Awalnya kalau promosi ya dari mulut ke mulut, pokoknya teman dekat dulu, lalu media sosial. Yang paling penting adalah niat dan kemauan untuk usaha,” jelasnya.
Dari bisnis jasa make-up dan berjualan kerudung yang ia rintis, Raiza mulai bisa mengatur keuangan sendiri tanpa bergantung pada orang tua. “Meskipun hasilnya ngga banyak, tapi alhamdulillah bisa beli buat kebutuhan sendiri,” ujarnya. Ikut kelola “Rawon Nguling” Selain bisnis jasa MUA dan berjualan, cucu dari pendiri usaha kuliner ternama “Rawon Nguling” ini ikut menjalankan usaha yang kini dijalankan kedua orangtuanya. Meskipun ada kemungkinan ia bakal mewarisi bisnis orangtua, namun tak semata-mata bisnis itu ia jadikan sebagai “sandaran jati” akan kehidupannya mendatang. “Saya tidak mau hanya karena saya cucu pemilik ‘Rawon Nguling’ lalu saya bisa bermalas-malasan nunggu warisan,” ujarnya sambil tertawa. Ditanya mengenai keikutsertaan Raiza dalam mengelola bisnis “Rawon Nguling”, ia mengaku bahwa kini dirinya sudah mulai menjajaki proses pengelolaan restoran untuk membuka cabang di Surabaya dan Jawa Timur. Kedua orang tuanya pun mulai mempercayakan beberapa kepentingan restoran kepadanya, mulai marketing, pembayaran pajak restoran, hingga urusan sumber daya manusia. “Ibu dan ayah saya juga semakin tua, usaha ini pasti menurun untuk saya ataupun kakak saya. Jadi saya harus mulai belajar dari sekarang,” ujar gadis yang lahir di Surabaya 22 tahun yang lalu itu. Kendati demikian, Raiza tidak menganggap kepercayaan yang diberikan orang tuanya sebagai “warisan”, tetapi lebih kepada bagaimana ia harus bekerja menjaga kualitas dan kepercayaan pelanggan restorannya. “Saya di sini bukan sebagai cucu sang pemilik, tetapi di sini
saya bekerja, saya pesuruh, saya pergi ke pasar membeli bahanbahan, saya juga ikut masak,” tuturnya. Ilmu dari perkuliahan Menjalankan usaha secara bersamaan tak lantas membuat Raiza meninggalkan perkuliahan. Menurut gadis yang juga memiliki hobi bermain piano dan menyanyi itu, ia banyak belajar dan mengaplikasikan ilmu psikologi yang ia dapat di bangku perkuliahan kepada pelanggan. Dari pelanggan inilah ia bisa mengerti karakter-karakter orang dan cara menghadapinya. Kepada UNAIR News Raiza menuturkan, mengelola beberapa bisnis secara bersamaan tak selalu berjalan mulus. Dari bisnis yang ia jalani, Raiza juga sering mengalami hal-hal buruk seperti merugi dan ditipu oleh pelanggan. Namun hal tersebut tak membuatnya patah semangat untuk melanjutkan usahanya. “Rugi pernah, ditipu orang juga pernah, dikomplain pelanggan juga sering. Namanya usaha nggak mungkin mulus terus. Tapi dari sana saya bisa belajar untuk lebih baik,” ungkapnya. Raiza menyadari bahwa apa yang ia lakukan belum sepenuhnya sempurna. Ia masih terus belajar dari orang tua, saudara, dan lingkungan sekitarnya untuk merintis bisnis yang lebih baik. Ia juga berpesan kepada teman-temannya untuk menggunakan waktu muda secara produktif dan mencoba hal baru yang sesuai minat. Sebab menurutnya, passion yang ditekuni dapat menjadi bekal dikemudian hari. “Meskipun nyoba jualan lalu hasilnya dikit, nggak apa-apa. Selagi masih muda jangan takut gagal, coba aja terus. Gagal coba lagi, gagal coba lagi, pokoknya sampai banyak yang bisa dipelajari nanti dibuat bekal keberhasilan,” ujarnya. (*) Penulis : Faridah hari Editor : Binti Q. Masruroh
Ikuti Puluhan Kompetisi, Mahasiswa Ini Terus Berprestasi Tanpa Henti UNAIR NEWS – Mahasiswa S-1 program studi Ekonomi Pembangunan Zeqi Mohammad Yasin ini telah menorehkan berbagai prestasi melalui banyak sekali kompetisi. Kompetisi yang sering digeluti ialah kategori akademis seperti lomba karya tulis ilmiah dan debat. Bagi mahasiswa yang akrab disapa Zeqi, keikutsertaannya di berbagai kompetisi memiliki banyak manfaat. Manfaatnya, bisa menjadi bekal kehidupan setelah lulus kuliah, pengalaman berharga, dan menjalin relasi baru. Zeqi menganggap lomba merupakan mood booster bagi pribadinya. Dalam mengikuti lomba, Zeqi tak pernah menargetkan diri untuk menjadi juara. Ia berusaha untuk bersikap realistis dan tidak banyak berharap. Yang penting, adalah memaksimalkan kemampuan diri dengan berusaha yang terbaik. Namun, ia secara rutin melakukan evaluasi diri usai mengikuti kompetisi. “Setiap lomba tidak ada rasa optimis, justru ada ketakutan ketika terlalu optimis. Jatuhnya nanti kecewa. Intinya, terus berusaha mempersiapkan kekalahan terlebih dahulu,” tutur Zeqi yang juga Mahasiswa Berprestasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis tahun 2015. Dari sekitar 56 kompetisi yang telah diikuti, lebih dari separuhnya berbuah kemenangan. Pencapaian terbarunya adalah Best Presenter di International Conference Islamic and Financial Inclusion 2017, juara I National Paper Iqtishoduna 2016, dan juara III International Development Student
Conference. Lantas, siapa yang menjadi motivasi bagi dirinya dalam mengikuti puluhan kompetisi itu? Zeqi menjawab, rekan-rekan seorganisasinya di Association of Sharia Economic Studies (AcSES) FEB UNAIR dan ibu adalah sosok yang berarti di balik pencapaiannya. Di sela-sela waktu senggang, pria kelahiran 29 September 1995 ini gemar menonton drama Korea. Mulai dari Goblin hingga Descendant of The Sun. Selain itu, Zeqi juga suka bermain badminton. “Niatkan saja semua untuk belajar. Dunia kampus itu gila, pascacampus lebih gila. Meskipun teman-teman sudah sidang, bahkan menikah saya masih menikmati kompetisi. Semua untuk persiapan setelah lulus nanti,” jelas Zeqi yang saat ini sibuk menyelesaikan skripsi.
Penulis : Siti Nur Umami Editor: Defrina Sukma S
Atik Qurrota A’yunin, Wakil Sekjen ISMKMI Itu Lulus Terbaik FKM UNAIR UNAIR NEWS – Persoalan masalah gizi balita di Jawa Timur masih banyak. Secara statistik telah mendekati angka cut off point sebagai masalah kesehatan masyarakat yang dianggap serius. Padahal status gizi merupakan salah satu faktor penentu
kualitas sumber daya manusia (SDM). Di beberapa kota besar, diantaranya Surabaya, masalah gizi yang terkait dengan status ketahanan pangan, banyak ditemui di kantong-kantong pemukiman kumuh. Pemicunya, perilaku hidup sehat belum menjadi budaya. Topik itulah yang diangkat Atik Qurrota A’yunin Al Isyrofi dalam skripsinya. yang kemudian menunjang dirinya menjadi wisudawan terbaik S-1 Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga pada wisuda Desember 2016. Peraih IPK 3,84 ini menulis skripsi bertajuk “Hubungan Antara Pola Asuh dan Status Ketahanan Pangan Rumah Tangga dengan Status Gizi Balita (2-5 Tahun) pada Permukiman Kumuh di Kecamatan Bulak, Kota Surabaya.” Aktivis organisasi setingkat nasional yang padat kegiatan ini, dara kelahiran Gresik 18 Desember 1995, ini mampu menyelesaikan penelitiannya tepat waktu. Sebagai Wakil Sekjen Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (ISMKMI), cewek yang karib disapa Atik ini, harus pandai mengatur waktu antara tanggungjawab organisasi dengan penelitian. Saat itu ia harus “blusukan” di tengah terik matahari di bulan puasa yang cukup menguras tenaga. Keberhasilan Atik menyelesaikan penelitiannya itu, tentu saja tidak luput dari dukungan orang tua. Menurut penggemar traveling ini, orang tuanya merupakan sosok pekerja keras, jadi ia pun tidak ingin hanya duduk manis menikmati hasil kerja orang tua. “Saya juga harus bekerja lebih keras untuk mengatur dan menyesuaikan waktu. Namun, semua itu tidak saya rasakan berat, karena dukungan dari keluarga terutama orang tua, adik, dan dosen pembimbing yang begitu telaten, sabar dan perhatian, bahkan para sahabat ada yang ikut membantu turun ke lapangan,” ujar gadis gemar membaca ini. Kedepan, Atik berharap rekomendasi yang ia berikan berdasarkan
hasil penelitiannya ini dapat diterapkan oleh stakeholder dan pemerintah daerah setempat. “Saya sangat berharap agar penelitian ini juga dapat dikembangkan dengan spektrum yang lebih luas dan lebih rinci,” katanya berharap. Pesannya kepada adik kelas mahasiswa UNAIR, bahwa kampus merupakan tempat untuk berlatih menuju medan tempur di lingkungan masyarakat. “Jadi jangan sampai Anda membesar di kampus, tetapi mengecil di masyarakat. Atau menjadi jagoan di kampus, tetapi jadi sandera di masyarakat. Kampus adalah tempat berlatih, dan masyarakat adalah medan tempurnya. Manfaatkan itu!,” katanya tegas. (*) Penulis: Lovita Marta Fabella Editor: Dilan Salsabila.
Terapkan Model “Studying Technique”, Raih Predikat Wisudawan Terbaik UNAIR NEWS – “Studying Technique” adalah teknik belajar yang diciptakan sendiri oleh Vita Kartika Cahyani selama kuliah di Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga. Teknik itu diterapkan dengan belajar selama 25 menit dan istirahat selama 5 hingga 10 menit. “Umumnya, ketika belajar sering kali kita gampang terdistraksi oleh handphone, TV, dan belum lagi rasa malas dan menundanunda untuk memulai. Sehingga waktu belajar 25 menit benarbenar harus fokuskan diri pada apa yang akan dikerjakan dan ketika istirahat kita bisa melakukan apa saja,” jelas Vita.
Dari cara dan teknik belajar itu, Vita mampu menyabet gelar wisudawan terbaik S-1 FISIP UNAIR dengan IPK 3.77. Tidak hanya itu, usahanya tersebut juga mengantarkan Vita meraih juara 1 kompetisi Mahasiswa Berprestasi FISIP dan juara III tingkat UNAIR pada semester tujuh. Mengenai skripsi, Vita mengambil judul skripsi “Persepsi Pembaca Muda Zetizen tentang Kualitas Rubrik Zetizen”. Skripsi tersebut merupakan studi kasus persepsi pembaca muda Jawa Pos mengenai kualitas rubrik Zetizen pascarebranding dari rubrik Deteksi. Vita juga mengaku bahwa dalam mengerjakan skripsinya tersebut tidak banyak kendala yang dia temui. “Proses pencarian informan dan wawancara berlangsung lancar serta saat mengerjakan pasti ada waktu-waktu buntu dan jenuh tapi alhamdulillah bisa terlewati,” terang Vita. Selama studi, anak kedua dari dua bersaudara ini berkali-kali menyabet berbagai gelar kejuaraan dalam beberapa kompetisi, diantaranya adalah Juara I Indonesian Naval Academy English Debate Competition 2013, Juara I Public Relations Competition di Universitas Widya Mandala 2015, Juara I Public Relations Competition Universitas sebagainya. (*)
Widya
Mandala
2016
dan
lain
Penulis : Akhmad Janni Editor : Nuri Hermawan
Skripsinya Sempat Ditolak Lima Kali, Esti Putri Jadi
Wisudawan Terbaik FISIP UNAIR NEWS – Maju terus pantang mundur. Setidaknya ungkapan itulah yang melandasi Esti Putri Anugrah ketika mengerjakan penelitian skripsi. Ia mengajukan judul skripsi untuk kali kelima. Akhirnya, skripsi berjudul ”Analisis Wacana tentang Citra Perpustakaan di Kalangan Masyarakat” yang berhasil diterima oleh dosen pembimbingnya, dan akhirnya juga mengantarkannya lulus dengan predikat wisudawan terbaik. Dara kelahiran Tulungagung 2 Maret 1994
ini berhasil lulus
dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,94 dari program studi S-1 Ilmu Informasi dan Perpustakaan (IIP) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (UNAIR). “Awalnya, saya nggak yakin mau membahas masalah citra perpustakaan dengan menggunakan metode analisis wacana. Namun dengan modal nekat, saya yakin kalau kita banyak membaca dan belajar, skripsi ini pasti bisa diselesaikan,” katanya. Menurutnya, informasi yang tersebar di internet tentang perpustakaan cukup sering dikonsumsi kalangan masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat harus mempunyai kemampuan literasi media dalam menyerap informasi-informasi yang tersebar di internet. Selain itu, untuk meng-counter citra buruk yang beredar, pihak perpustakaan harus melakukan upaya-upaya untuk memperbaiki citra. Selama menjalani kuliah, Esti juga menghabiskan waktunya dengan berbagai kegiatan kemahasiswaan. Ia tercatat sebagai anggota pada Himpunan Mahasiswa IIP, Sie Kerohanian Islam FISIP UNAIR, dan pernah juga menjadi tim editor jurnal Palimpsest pada Departemen IIP FISIP UNAIR. Selain berorganisasi, ia juga pernah meraih prestasi sebagai juara I pada lomba yang diadakan oleh Forum Komunitas Masyarakat Sadar Arsip (FKMSA). Semasa kuliah ia juga pernah bergabung dengan tim penelitian dosen.
“Dalam wawancara untuk penelitian itu saya bertugas mewawancarai informan dari anak-anak sampai dewasa tentang minat baca di masyarakat,” kata Esti. (*) Penulis : Defrina Sukma S Editor : Binti Q. Masroroh