1. FMEA (Failure Mode Effect Analysis) 1.1. Kenapa FMEA Mengacu pada sistem evolusi mutu yang terfokus pada sistem pencegahan (mengatasi masalah sebelum masalah tersebut terjadi), maka Teknologi mutu yang berkembang saat ini lebih difokuskan untuk bisa membantu perusahaan melakukan analisa terhadap “POTENSI MASALAH”. Untuk itulah kemudian dikembangkan alat analisa pencegahan yaitu FMEA. •
FMEA dilakukan pada tahap awal perancangan design dan proses produksi o
Review design untuk melihat “Potensi kegagalan” dari hasil rancangan, sehingga bisa dilakukan tindakan antisipasi sebelum design produk direalisasikan
o
Review “Potensi Kegagalan” pada tiap tahapan proses produksi, sehingga bisa dilakukan tindakan antisipasi sebelum proses produksi dan pembuatan alat bantu produksi (cetakan, alat produksi) dibuat.
Berpindah dari tindakan setelah kejadian ke tindakan sebelum kejadian Pengendalian penyebab untuk mencegah Problem
Corrective Action
Preventive
WAKTU “Potensi” Problem •
Problem
Output dari FMEA o
Perbaikan rancangan produk atau rancangan proses termasuk rancangan cetakan dan alat bantu untuk mengantisipasi “Potensi Problem” yang mungkin terjadi
o
Sistem pengendalian produksi yang difokuskan untuk mengendalikan “Penyebab Kegagalan”. Catatan : Konsep Zero Defect baru bisa dicapai jika perusahaan melakukan control terhadap “Penyebab Defect
Prevention (Pencegahan) Pengendalian terhadap penyebab. Penyebab tidak terjadi Zero Defect
Kontrol output sudah terlambat Part defect inspection menemukan Corrective action
1.2. Konsep FMEA FMEA adalah FONDASI dalam menyusun sistem manajemen mutu berbasis pencegahan. Pra‐ FMEA 1. Identifikasi input permasalahan dari produk similar sebelumnya 2. Buat tahapan proses produksi Penerapan FMEA Step 1 : Evaluasi kondisi sekarang berdasarkan produk similar atau pengalaman Engineer 1. Identifikasi potensi kegagalan pada tiap tahapan proses dan evaluasi resiko jika kegagalan tersebut terjadi o
Analisa potensi kegagalan. Misalnya proses pengelasan, potensi kegagalan penetrasi hasil pengelasan tidak sempurna
o
Evaluasi resiko atau akibat dari kegagalan tersebut, untuk mengetahui seberapa kritikal karakteristik tersebut. Misalnya jika hasil pengelasan tidak sempurna, produk mudah patah. Jika produk patah akan berdampak pada kecelakaan. Karena berdampak pada kecelakaan maka Karakteristik pengelasan merupakan KARAKTERISTIK PENTING YANG PERLU PERHATIAN KHUSUS.
o
Nilai tingkat keseriusan efek (severity).
Nilai 1 – 10, semakin tinggi nilainya, resiko semakin besar
Nilai 1 : hampir tidak efek, Nilai 10: bisa berakibat pada kecelakaan
2. Analisa penyebab kegagalan. o
Misalnya penyebab kegagalan dari hasil penetrasi yang tidak sempurna : ampere yang kurang, part yang berminyak, dan penyebab kegagalan lainnya
o
Evaluasi seberapa sering penyebab kegagalan tersebut muncul, Misalnya ampere dibawah standard masih sering terjadi karena tegangan listrik pada perusahaan kurang stabil. Part yang berminyak jarang terjadi.
o
Nilai seberapa sering penyebab kegagalan tersebut muncul (occurrence).
Nilai 1 ‐ 10, semakin tinggi nilainya, penyebab kegagalan semakin sering muncul
Nilai 1 : penyebab hampir tidak pernah muncul, Nilai 10 : penyebab selalu terjadi
3. IDENTIFIKASI sistem control yang saat ini sudah diterapkan oleh perusahaan untuk mengontrol penyebab kegagalan. o
Misalnya : untuk mengontrol ampere yang kurang, dilakukan pengecekan ampere di awal proses dan setiap 2 jam. Untuk mengontrol minyak pada produk, dilakukan cek secara visual sebelum mulai proses pengelasan
o
Evaluasi efekfifitas sistem control. Kemampuan sistem control dalam mengendalikan penyebab kegagalan.
o
Pengontrolan dengan sistem Pokayoke (Anti salah) adalah sistem pengontrolan paling efektif
Pengontrolan dengan alat ukur (baik alat ukur variable maupun attribute) cukup efektif
Pengontrolan dengan visual (diraba, dilihat, dicium), kurang efektif Pengukuran dengan menggunakan ampere meter Æ menggunakan alat jadi relatif efektif Nilai seberapa efektif sistem control yang sudah ada sekarang ini (detection).
Nilai 1 ‐ 10, semakin tinggi nilainya, semakin efektif sistem kontrolnya
Nilai 1 : sistem control bisa mencegah penyebab muncul, Nilai 10 : sistem control tidak bisa mendeteksi atau belum ada sistem kontrol
4. Kalkulasi total nilai resiko (Risk Priority Number/ RPN). Perkalian dari tingkat resiko (Severity) x tingkat keseringan penyebab muncul (occurrence) x tingkat keefektifan sistem control dalam mendeteksi penyebab kegagalan (Detection) Step 2 : Lakukan perbaikan untuk mengurangi resiko kegagalan 1. Perbaikan untuk menekan nilai resiko (severity) •
Nilai severity tidak ada hubungannya dengan tingkat kejadian. Walaupun sistem di perbaiki sehingga tingkat kejadiannya bisa ditekan, namun jika sampai terjadi dan resikonya tetap mengakibatkan kecelakaan, maka nilai resiko tidak berubah. Misalnya : engine pesawat mati, walaupun sistem sudah dibuat canggih, sehingga tidak pernah ada kejadian engine pesawat mati, tetap saja nilai resikonya 10
2. Perbaikan untuk menekan tingkat munculnya penyebab •
LAKUKAN TINDAKAN PERBAIKAN UNTUK MENGURANGI MUNCULNYA PENYEBAB KEGAGALAN TERSEBUT. Misalnya untuk mengurangi tingkat kejadian ampere dibawah standard, perusahaan menggunakan stabilizer sehingga kasus ampere dibawah standard menjadi lebih jarang terjadi.
3. Perbaikan untuk meningkatkan efektifitas sistem control •
LAKUKAN TINDAKAN PERBAIKAN UNTUK MENINGKATKAN EFEKTIFITAS SISTEM KONTROL PENYEBAB DEFECT. Misalnya : sistem control ampere setiap 2 jam, menggunakan alat ukur diperbaiki dengan menggunakan sistem automatic ampere control (pokayoke). Ketika ampere keluar standard, akan ada alarm yang mengingatkan.
PERBAIKAN HARUS DILAKUKAN SEBELUM PROSES PRODUKSI MASAL DILAKUKAN
Evaluasi potensi kegagalan
Step 1 Penilaian Sistem Sekarang
Evaluasi penyebab kegagalan
Evaluasi efektifitas sistem kontrol
1) Potensi kegagalan Penetrasi hasil Pengelasan tidak sempurna
1) Penyebab kegagalan Ampere tidak stabil
1) Sistem kontrol yang sekarang diterapkan untuk mengontrol penyebab Cek Ampere pada awal proses dan setiap 2 jam
2) Efek : Part mudah patah
2) Tingkat kejadian (occurrence) Seberapa sering kasus Kejadian Ampere tidak stabil??
2) Kemampuan sistem kontrol dalam mendeteksi penyebab (detection) POKAYOKE (anti salah) = paling efektif Pakai Alat = Cukup Efektif Visual = Kurang Efektif
3) Nilai keseringan penyebab muncul (Occurence)
3) Nilai efektifitas sistem kontrol (detection)
Resiko : Kecelakaan
3) Nilai keseriusan dari resiko (severity) 1 Hampir Tidak ada efek
s/d
10
1
Bisa mengakibatkan kecelakaan
Hampir Tidak pernah terjadi
Studi kasus : Severity = 10
s/d
10
1
Selalu terjadi
Sangat efektif, penyebab terkendali sehingga tidak muncul
Studi kasus : Occurrence = 7
s/d
10
Sistem kontrol tidak bisa mendeteksi /belum dikontrol
Studi kasus : Detection = 5
Total Nilai Resiko (Risk Priority Number/ RPN) = Severity x Occurrence x Detection = 10 x 7 x 5 = 350 Step 2 Perbaikan Sistem Sebelum produksi masal
Revisi design untuk mengurangi resiko (Agak Sulit) Sistem welding dirubah ke sistem tanpa sambungan (tidak pakai welding)
Usulan perbaikan untuk mengurangi tingkat kejadian Memasang stabilizer untuk menjaga kestabilan Ampere
Usulan perbaikan untuk meningkatkan efektifitas sistem kontrol Menggunakan Automatic Ampere meter (dari pengukuran pakai alat di tingkatkan ke Pokayoke)
Efek kegagalan : Part patah Resiko : kecelakaan (severity : 10)
RPN = 7 x 8 x 5 = 280
Sistem kontrol terhadap penyebab Cek ampere awal proses dan setiap 2 jam (detection : 5) Tindakan yang direkomendasikan : - Untuk mengurangi kejadian ampere kurang : menggunakan stabilizer -Untuk meningkatkan kemampuan deteksi : pakai automatic ampere meter
Step 3 : Penyusunan sistem pengendalian terhadap penyebab kegagalan
1. Dari FMEA kita mengetahui penyebab kegagalan, sehingga kita bisa mengarahkan kontrol yang terfokus untuk mengendalikan penyebab kegagalan Æ Konsep prevention Step 4 : Validasi FMEA 1. Selama proses trial dan proses produksi, FMEA dijadikan salah satu referensi. 2. Update FMEA ketika ada •
Kegagalan yang terlewat dari antisipasi
•
Penyebab kegagalan yang belum terdeteksi
•
Nilai tingkat kejadian penyebab yang salah. Awalnya kita berpikir kejadian ampere kurang jarang, ternyata kejadian tersebut sering
•
Ditemukan sistem control yang lebih baik
•
Atau hal lain terkait dengan permasalahan dalam produksi
Step 5 : Updating FMEA 1. Setelah produksi masal, ketika ditemukan problem a. Review FMEA apakah masalah tersebut sudah terantisipasi pada FMEA Æ Jika belum update FMEA untuk bahan pembelajaran generasi kita berikutnya. Catatan : Sistem Manajemen Mutu difokuskan untuk MENGONTROL FAKTOR PENYEBAB DEFECT. Kendalikan factor penyebab defect tersebut. Ketika faktor penyebab defect bisa dikendalikan sehingga faktor PENYEBAB DEFECT TERSEBUT TIDAK MUNCUL, maka akan tercipta produk dengan TANPA DEFECT. 1.3. Point penting dalam FMEA Point penting dalam FMEA adalah •
PERUBAHAN PARADIGMA (POLA PIKIR) dalam pengendalian proses perancangan design produk dan proses produksi. o
Paradigma lama : Jalan dulu, ketemu masalah baru perbaikan
o
Paradigma baru : Antisipasi masalah, lakukan tindakan pencegahan Sebelum perancangan direalisasikan, perusahaan perlu melakukan analisa ”POTENSI MASALAH”, sehingga masalah bisa dicegah. Oleh karena itu FMEA dan usulan perbaikan dari hasil FMEA harus dibuat sebelum hasil rancangan direalisasikan.
•
PERUBAHAN PARADIGMA (POLA PIKIR) dalam mengendalikan proses produksi. o
Paradigma lama : fokus kontrol di produk
o
Paradigma baru : fokus kontrol di penyebab defect. FMEA membantu perusahaan melakukan identifikasi penyebab defect. Oleh karena itu, sebelum membuat cetakan, alat produksi, instruksi kerja, control plan, check sheet, standard packaging, dsbnya, perusahaan perlu membuat FMEA terlebih dahulu untuk mengetahui apa saja penyebab defect pada proses, baru kemudian semua alat dioptimalkan untuk mengendalikan faktor penyebab defect tersebut.
Mudah‐mudahan bisa memberikan pencerahan Regards Imanuel Iman Sentral Sistem Consulting