perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN KERJA DI PT GE LIGHTING INDONESIA DENGAN METODE FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA)
Skripsi
FEBRI KUSTIYANINGSIH I 1307038
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2011
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN KERJA DI PT GE LIGHTING INDONESIA DENGAN METODE FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA)
Skripsi Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
FEBRI KUSTIYANINGSIH I 1307038
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Febri Kustiyaningsih, I1307038, PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN KERJA DI PT GE LIGHTING INDONESIA DENGAN METODE FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA). Skripsi. Surakarta : Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, July 2011. PT GE Lighting Indonesia merupakan salah satu industri manufaktur yang telah memiliki divisi EHS (Environment, Health and Safety) semenjak 1996, meskipun begitu masih saja terjadi kecelakaan kerja. Faktanya bahwa telah terjadi 151 kecelakaan kerja di PT GE Lighting Indonesia semenjak tahun 2004 sampai dengan 2010. Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan kasus tersebut bukan untuk di semua departemen kerja sehingga kasus kecelakaan kerja serupa akan muncul kembali cukup besar. Selain itu adanya kekurangan dalam laporan investigasi yakni belum memiliki tingkat keparahan atau dampak dari kecelakaan kerja serta belum diketahui sejauh apa tingkat alat kontrol yang sudah dimiliki perusahaan dalam mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prioritas penanganan kecelakaan kerja yang terjadi di PT GE Lighting Indonesia. Metodologi penelitian ini diawali dengan mengidentifikasi kejadian kecelakaan kerja berdasarkan kasus, penyebab dan akibat kemudian mengkategorikan kasus kecelakaan tersebut. Ada 12 kategori kecelakaan kerja, yang kemudian digunakan sebagai failure mode. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) untuk menentukan prioritas penanganan. FMEA berfungsi untuk mengetahui nilai Risk Prioruty Number (RPN) tertinggi dari failure mode yang ada. Hasil dari penelitian diketahui bahwa 1 kategori kecelakaan kerja dengan nilai RPN tertinggi adalah kategori terpeleset, tersandung, dan jatuh pada lantai datar dengan penyebab utama kontrol manajemen yang tidak maksimal. Nilai RPNnya sebesar 540. Dengan demikian dapat menjadi target penanganan oleh manajemen K3 di PT GE Lighting Indonesia. Kata Kunci : kategori kecelakaan kerja, failure mode and effect analysis, risk priority number xv + 70 halaman; 12 tabel; 10 gambar; 5 lampiran; daftar pustaka: 15 (1990-2010)
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Febri Kustiyaningsih, I1307038, DETERMINING THE PRIORITY IN HANDLING WORK ACCIDENTS AT PT GE LIGHTING INDONESIA BY USING FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA) METHOD. Thesis. Surakarta : Department of Industrial Technology, Faculty of Engineering, Sebelas Maret University, June 2011. PT GE Lighting Indonesia is one of manufacture industry that had EHS (Environment, Health and Safety) division since 1996, but the work incident still happen. In fact, there are 151 work accidents in PT GE Lighting Indonesia from 2004 until 2010. The weakness of the system is in the investigation that refers to the previous cases. Every improvement that appear from the investigation is only done for that case and it is not done for the whole departments with the result that the case of work incident will possible happen again. In addition, the lack of investigation report, including no report of seriousness of conditions and the effect of work incident and no equipment to avoid work incident in the company. The purpose of this research is to know the priority of handling the work incident that happens in PT GE Lighting Indonesia. The methodology of this research was started by identified the work incident according to the case, the reason, and the effect then made categorization of the case by focusing on the same accidents. There are 12 accident categorizes that using as failure mode. The method of this research is Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) to get the priority of handling work accidents. The aim of FMEA is to know the highest value of Risk Priority Number (RPN) for handling the work incident in the company. The result of the research shows that the categorization of slips, trips and falls on the same level with the cause of failure is management control’s of the company in the minimum level reaches the highest mark of RPN. It is noted 504. From the result, it can be concluded that the improvement of the management control’s is the target for PT GE Lighting Indonesia. Key words : work incident categorize, failure mode and effect analysis, risk priority number xv + 70 halaman; 12 tabel; 10 gambar; 5 lampiran; daftar pustaka: 15 (1990-2010)
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, pembatasan masalah, asumsi, dan sistematika penulisan laporan. 1.1
Latar Belakang Masalah Umumnya di semua tempat kerja selalu terdapat sumber bahaya yang dapat
mengancam keselamatan maupun kesehatan tenaga kerja. Keselamatan kerja adalah sarana utama untuk pencegahan kecelakaan, cacat, kematian sebagai akibat kecelakaan kerja (Suma’mur,1996). Hampir tidak ada perusahaan yang bebas dari potensi bahaya ataupun kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja merupakan suatu kejadian yang tidak direncanakan dan tidak terkontrol atau terkendali yang disebabkan oleh faktor manusia, situasi lingkungan, mesin atau gabungan dari ketiganya yang terjadi pada saat proses kerja yang memungkinkan menghasilkan luka, kesakitan, kematian, dan kerusakan properti atau kejadian yang tidak diinginkan (David,1990). PT GE Lighting Indonesia merupakan industri manufaktur yang memproduksi lampu 2 jenis, yaitu lampu pijar dan lampu neon fluorescent (FL). Meskipun PT GE Lighting Indonesia telah memiliki divisi EHS (Environment, Health, and Safety) semenjak tahun 1996, kecelakaan kerja masih sering terjadi. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah kecelakaan kerja yang terjadi pada tahun 2004 hingga 2010, dimana telah terjadi 151 kecelakaan kerja di hampir semua departemen perusahaan diantaranya bagian produksi, keamanan, kebersihan, bahkan EHS sendiri. Penyebabnya tidak hanya akibat kesalahan manusia, tetapi juga karena kondisi kerja yang tidak ergonomis, perawatan mesin tidak maksimal, permesinan tidak berjalan dengan lancar serta penerapan prosedur dan aturan yang belum maksimal. Prosedur penanganan kecelakaan kerja saat ini menjadi tanggung jawab Departemen EHS. Setelah adanya laporan kecelakaan kerja ke Departemen EHS, kemudian dalam waktu 1x 24 jamcommit diinvestigasi to user oleh tim investigator yang terdiri I-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
oleh kepala bagian lokasi kejadian, engineering, EHS, Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3), dan staf ahli pada bagian terkait. Setelah melakukan investigasi serta analisis mengenai kecelakaan kerja yang terjadi maka didapatkan masukan perbaikan. Tiap akhir bulan hasil investigasi ini dilaporkan kepada pihak GE Global berupa matrix report. Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah investigasi yang dilakukan, mengacu untuk kasus yang telah terjadi sebelumnya saja. Jadi setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan kasus tersebut bukan untuk di semua departemen kerja sehingga dengan begitu kemungkinan kasus kecelakaan kerja serupa akan muncul kembali cukup besar. Hasil laporan investigasi yang dikirimkan ke pihak GE Global juga tidak mengindahkan kejadian yang mungkin mirip pada bulan-bulan sebelumnya sehingga apabila terjadi kejadian kecelakaan kerja yang serupa selama 2004 hingga 2010 akan sulit diketahui, diprioritaskan dan diperbaiki untuk area yang lebih luas. Selain itu kekurangan dalam laporan investigasi adalah perusahaan belum memiliki sistem penskalaan mengenai tingkat keparahan atau dampak dari kecelakaan kerja di perusahaan. Perusahaan juga belum memiliki sistem penskalaan alat pendeteksi yang dimiliki untuk mengetahui dan mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Nantinya metode yang dipakai dalam penelitian ini diharapkan dapat mengintegrasikan beberapa faktor yakni tingkat keparahan, jumlah kejadian dan sejauh apa sistem pendeteksian yang sudah dilakukan oleh perusahaan untuk mengetahui prioritas kecelakaan kerja yang harus ditangani di PT GE Lighting Indonesia. Demi mendukung pencapaian target PT GE Lighting Indonesia diantaranya tidak ada kasus fatal, tidak ada kecelakaan kerja yang menyebabkan kehilangan jam kerja, tidak ada kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat kerja dan tidak ada kecelakaan kerja kategori recordable serta mendukung kelancaran audit kesehatan dan keselamatan kerja yang akan dilaksanakan pada akhir tahun 2011, perusahaan perlu mengetahui kecelakaan kerja yang sering terjadi di perusahaan dengan mengidentifikasi penyebab terjadinya kecelakaan kerja sehingga commit to user I-2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perbaikan yang dilakukan dapat tepat sasaran dan memberikan efek yang lebih luas bagi perusahaan. Berdasarkan fakta-fakta di atas perlu segera diselesaikan permasalahan kecelakaan kerja di PT GE Lighting Indonesia yakni dengan mencari prioritas penanganan terhadap jenis kecelakaan kerja yang ada, salah satu caranya dengan menggunakan FMEA (Failure Mode and Effect Analysis). Penggunaan pendekatan FMEA didasarkan pada alasan bahwa metode ini merupakan suatu teknik yang dapat digunakan untuk melakukan analisis penyebab potensial timbulnya suatu gangguan, probabilitas kemunculannya dan bagaimana cara mencegah atau menanganinya (Nord dan Johansson, 1997; Christopher, 2003). Untuk mengidentifikasi risiko yang timbul serta menganalisis dampak risiko dan penyebab masing-masing risiko tersebut dilakukan melalui diskusi atau wawancara dengan berbagai pihak yang berperan dalam terjadinya kecelakaan kerja di perusahaan. Penelitian-penelitian yang terkait mengenai kecelakaan kerja di industri manufaktur tidak terlalu banyak, sehingga yang mendasari pemilihan penelitian sebelumnya lebih kepada kesamaan dari metode yang digunakan yakni Metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA). Hasil akhir FMEA berupa nilai Risk Priority Number yang didapatkan dari perkalian antara severity, occurance dan detection yang kemudian hasilnya diurutkan dari nilai RPN tertinggi untuk bisa segera dilakukan ditangani oleh PT GE Lighting Indonesia. 1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan pokok
permasalahan dari penelitian ini yaitu bagaimana urutan prioritas penanganan kecelakaan kerja yang terjadi di PT GE Lighting Indonesia ? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prioritas penanganan kecelakaan kerja yang terjadi di PT GE Lighting Indonesia. 1.4 Manfaat Penelitian Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat berupa masukan perbaikan yang perlu dilakukan perusahaan untuk meminimalkan atau commit to user I-3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang terjadi di PT GE Lighting Indonesia dan memberikan kenyamanan kepada karyawan karena dapat menghindarkan mereka dari risiko kecelakaan kerja saat bekerja. 1.5 Sistematika Penulisan Penulisan laporan hasil penelitian, diberikan uraian bab demi bab yang berurutan untuk mempermudah pembahasan. Sistematikanya adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Bab I menguraikan berbagai hal mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, asumsi-asumsi dan sistematika penulisan. Uraian bab ini dimaksudkan untuk menjelaskan latar belakang penelitian ini dilakukan sehingga dapat memberi masukan sesuai dengan tujuan penelitian dengan batasan-batasan dan asumsi yang digunakan. BAB II STUDI PUSTAKA Bab ini berisi mengenai landasan teori yang mendukung dan terkait langsung dengan penelitian yang akan dilakukan dari buku, sumber literatur lain, dan studi terhadap penelitian terdahulu. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini berisi tentang uraian langkah-langkah penelitian yang dilakukan, selain juga merupakan gambaran kerangka berpikir penulis dalam melakukan penelitian dari awal sampai penelitian selesai. BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Bab ini menyajikan pelaksanaan pengumpulan data, pengolahan data berdasarkan teori dan data yang didapat dari penellitian. BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Bab ini membahas tentang analisis dari output yang didapatkan dan interpretasi hasil penelitian. commit to user I-4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini menguraikan target pencapaian dari tujuan penelitian dan simpulan-simpulan yang diperoleh dari pembahasan bab-bab sebelumnya. Bab ini juga menguraikan saran dan masukan bagi kelanjutan penelitian yang telah dilakukan dan masukan bagi penanggung jawab dari tempat penelitian.
commit to user I-5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dijelaskan mengenai tinjauan umum perusahaan dari mulai sejarah berdirinya perusahaan sampai dengan orientasi keselamatan kerja di perusahaan, proses produksi, dan landasan teori terkait masalah yang ditinjau dan pemecahannya. 2.1
Gambaran Umum Perusahaan
2.1.1 Sejarah Berdirinya PT Sibalec PT Sinar Baru Elektric (Sibalec) adalah perusahaan lampu pijar dan lampu TL (neon) yang berdiri di Yogyakarta sejak tahun 1976 tepatnya di Jalan Magelang KM 9,6 Denggung, Kelurahan Tridadi, Kabupaten Sleman Yogyakarta. Adapun ide pendirian PT Sibalec pada saat itu karena terinspirasi oleh adanya kebutuhan akan peralatan-peralatan listrik khususnya lampu untuk penerangan yang semakin besar. Kebutuhan lampu semakin besar, karena hampir semua tempat dan semua lapisan masyarakat membutuhkan lampu sebagai alat penerangan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan sekitar tahun 1976, sebagian besar lampu yang dibutuhkan masyarakat masih merupakan barang impor dan harganya mahal. Dengan kondisi seperti itu, kemudian muncul suatu pemikiran untuk mendirikan pabrik lampu yang memproduksi lampu-lampu untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri. PT Sibalec didirikan dengan nomor akte pendirian pabrik No. 50 tanggal 29/04/1976 yang diurus di notaris The Eng Gie Yogyakarta. Sedangkan para perintis pendirian pabrik ini adalah: 1. Bapak Toto S, Bsc 2. Bapak Soepono 3. Bapak Bambang Soekotjo PT Sibalec mulai menerima karyawan pada tanggal 1 April 1977, dan mulai berproduksi pada tanggal 17 April 1977. Pada saat itu, produksi dilakukan dengan menggunakan ijin daerah dan hanya memproduksi lampu pijar dan lampu TL. Ijin produksi berasal dari pusat baru diperoleh pada tahun 1979 dengan dukungan dari para pejabat teras Daerah Istimewa Yogyakarta seperti Sri Sultan Hamengku commit to user Buwono IX, Sri Paduka KGPAA Pakualam VIII dan lain-lain. II-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PT Sibalec awalnya menggunakan modal 100% swasta, tetapi kemudian pemerintah memberikan modal berupa PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri). Pada tahun 1989 didirikan cabang di Jakarta dan melakukan joint venture dengan PT GE Lighting Indonesia pada bulan November 1996, dan dalam perkembangannya akhirnya nama dan manajemen PT Sibalec dilebur menjadi satu dengan PT GE Lighting Indonesia yang kemudian sampai sekarang mampu melakukan ekspor produk sampai ke 20 negara besar di berbagai belahan dunia, antara lain: UEA, Saudi Arabia, Selandia Baru, Ghana, Inggris, Singapura, Australia, Belanda, Nigeria, Papua Nugini, Kuwait, Liberia, Hongkong, Qatar, Jepang, Malaysia, Srilanka, Fiji, USA, Eden. 2.1.2 Sejarah Singkat Berdirinya PT GE Lighting Indonesia GE (General Electric) merupakan salah satu perusahaan yang paling dikagumi dan dihargai di dunia. Salah satu kunci keberhasilan GE adalah penekanan produksi pada konsep manajemen kualitas yang dikenal dengan nama Six Sigma, dimana dalam konsep six sigma setiap operasi (produksi dan transaksi) tidak boleh melakukan kesalahan lebih dari 3,4 dalam setiap juta operasinya. Perusahaan GE Lighting merupakan salah satu dari 12 cabang usaha yang dikembangkan oleh perusahaan GE, yang berkantor pusat di Nela Park, Cleveland, Ohio, Amerika Serikat, yang didirikan pada tahun 1913. Pendirian GE Lighting tidak lepas dari sebuah penemuan besar tentang bola lampu oleh Thomas Alva Edison, yang kemudian menjadi salah satu direktur perusahaan General Electric itu sendiri. Jenis produk dari GE Lighting sangat beragam, meliputi lampu pijar (incandescent), high intensity discharge, halogen, lampu otomotif, dan lampu-lampu khusus yang lain. PT General Electric Lighting Indonesia mulai beroperasi pada bulan Juni 1994 di Surabaya. Selanjutnya, perusahaan melakukan pengembangan usaha dengan mengambil alih sebagian besar aset-aset manufaktur lampu dari PT Sibalec di Yogyakarta pada tahun 1996. Akhirnya pada tanggal 20 Juli 1998 kantor pusat PT. GE Lighting Indonesia dipindahkan dari kota Surabaya ke kota Yogyakarta. commit to user
II-2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Secara umum, kegiatan utama dari PT GE Lighting Indonesia adalah sebagai berikut: a.
Membangun dan mengoperasikan fasilitas manufaktur lampu untuk memproduksi lampu Incandescent dan Fluorescent dengan merk “GE” dan lampu dengan merk lain serta produk-produk yang terkait baik untuk mencukupi kebutuhan domestik maupun mancanegara.
b.
Membeli dan menjual Ballast untuk lampu Fluorescent serta lampu Compact Fluorescent.
c.
Menjual secara tidak langsung Fixtures dengan merk “GE”. PT GE Lighting Indonesia hanya memproduksi dua jenis lampu yaitu lampu
pijar (incandescent) dan lampu neon (fluorescent) dan saat ini memproduksi sekitar 100.000.000 lampu tiap tahunnya yang terdiri dari lampu pijar umum (GLS), lampu decorative, lampu Linear Fluorescent (TL) dan lampu Circular Fluorescent (neon cincin). Sedangkan merk yang digunakan adalah GE, DOP, dan Sibalec. 2.1.3 Struktur Organisasi PT GE Lighting Indonesia Struktur organisasi sangatlah penting dalam suatu perusahaan, dimana di dalamnya memperlihatkan hubunga staff satu dengan yang lainnya, siapa saja yang bertanggung jawab di departemen yang telah ditentukan. Hal ini tentunya mempermudah perusahaan dalam mencapai tujuannya. Adapun struktur organisasi dari PT GE Lighting Indonesia adalah sebagai berikut:
commit to user
II-3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
President Director
Management Representative
Internal Auditor
Finance Manager Operation Manager
GM Commercial
Legal Secretary
Sensor Secreta
Factory Manager
Quality & Six Sigma Manager
Commercial ISO BB
HR manager
Sourcing Manager
Supply Chain Manager
Consumer Sales Manager
Product Manager
Technology Manager
C & I Sales Manager
Marketing Manager
Sales Admin Manager
Gambar 2.1 Struktur Organisasi di PT GE Lighting Indonesia Sumber: PT GE Lighting Indonesia, 2011
2.2
Proses Produksi Produksi lampu di PT GE Lighting Indonesia dilakukan dalam suatu
lintasan produksi yang terdiri atas mesin-mesin yang dikelompokkan menurut produk lampu yang akan dibuat. Proses produksi di PT GE Lighting Indonesia dibagi menurut produk yang dihasilkan, yaitu proses produksi lampu neon (fluorescent) dan proses produksi lampu pijar (incandescent). Pada dasarnya bahan yang digunakan pada kedua jenis produk ini hampir sama, hanya saja ada perbedaan pada jenis glass penutup yang digunakan. Pada produk fluorescent menggunakan glass berbentuk tube panjang (glass tube), sedangkan pada produk incandescent menggunakan glass berbentuk bohlam (glass bulb). Sedang untuk prosesnya, pada prinsipnya untuk kedua produk tersebut sama, hanya bentuk mesinnya saja yang agak berbeda untuk menyesuaikan jenis lampu yang diproduksi.
commit to user
II-4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.2.1 Proses Pembuatan Lampu Pijar (Incandescent Lamp) Jenis lampu yang digunakan adalah lampu clear, lampu coating, lampu froted dan lampu colour (warna). Langkah-langkah proses pembuatannya yaitu : a. Flare process Bahan
: flare tube
Urutan proses
:
1.
Bahan baku flare tube dipasangkan pada masing-masing head mesin flare
2.
Flare tube dipanaskan pada bagian yang akan dibentuk
3.
Flare tube dipanaskan pada sisi bagian dalam dengan komposisi pengapian ditambah uap CS2
4.
Flare tube dibentuk menjadi bersudut dengan diameter tertentu dengan berdasarkan MPC (Manufacturing Control Process)
5.
Flare tube yang telah dibentuk didinginkan agar tidak mengalami strength dan strain
6.
Flare tube diturunkan untuk mendapatkan potongan atau panjang flare yang distandarkan dalam MPC
7.
Flare tube didinginkan pada sisi yang akan digores dengan pisau
8.
Flare tube digores dengan pisau agar rata
9.
Flare tube dipotong dengan teknik api tajam (thermo shock)
10. Ujung hasil potongan yang masuk standar memasuki proses glassing dan annealing 11. Hasil flare tersebut langsung dilanjutkan ke proses steam b. Steam Process Bahan
: flare, exhaust tube, LIW (Leat in Wire)
Urutan proses
:
1.
Flare yang telah dinyatakan sesuai dengan MPC dimasukkan ke dalam bejana bervibrator
2.
Flare secara otomastis masuk pada head steam
3.
LIW secara otomatis masuk pada lubang yang tersedia sebanyakbanyaknya commit to user
II-5
perpustakaan.uns.ac.id
4.
digilib.uns.ac.id
Exhaust tube secara otomatis melalui loading exhaust tube diterima oleh exhaust tube
5.
Pada ujung flare dipanaskan sampai mencapai suhu leleh (melting) supaya pada penjepit satu (pinching I) tidak retak atau pecah
6.
Proses selanjutnya melalui penjepit satu (pinching I) dimana material flare dan exhaust tube dijadikan satu
7.
Pada bagian yang telah di pinching dipanaskan kembali untuk dilakukan proses selanjutnya
8.
Untuk mendapatkan ketebalan jepitan yang sesuai dilanjutkan dengan proses pinching II
9.
Dipanaskan kembali untuk persiapan proses blow dimana flare akan dibentuk lebih menggembung
10. Material dipanaskan kembali untuk kemudian dibuat lubang dengan cara meniupkan udara panas melalui lubang exhaust tube 11. Sebagai penyemburan dilakukan proses pinching III 12. Hasil proses steam diambil dari head steam dengan mount c. Mounting process Bahan
: steam, cairan emiter sluri
Urutan proses
:
1.
Stem dimasukkan ke dalam conveyor
2.
Steam dipindahkan dari conveyor ke head mounting
3.
Kawat Ni direnggangkan, kemudian kawat tersebut dicetak
4.
Kawat Ni dibentuk sesuai dengan standar lebar filamen dengan MPC
5.
Kawat Ni dipotong sehingga panjang sama
6.
Pada ujung Ni diproses (geping) sehingga mempunyai permukaan rata, yang berfungsi sebagai penjepit filamen
7.
Kedua ujung Ni ditekuk 45o
8.
Kemudian ditekuk kembali sehingga membentuk sudut 90o
9.
Kedua ujung Ni disempurnakan posisinya agar filamen dapat masuk dengan tepat dan benar commit to user
II-6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10. Filamen dilakukan secara otomatis dan conveyor filamen ke ujung kawat Ni yang telah ditekuk dan kemudian melalui proses penjepitan dengan kawat Ni 11. Filamen yang dijepit direnggangkan untuk kemudian diberikan oxide atau emix 12. Untuk menjaga kerataan oxide atau emix pada filamen diberikan hisapan angin dengan tekanan udara 13. Filamen dirapatkan kembali untuk mendapatkan lebar LIW sesuai dengan MPC 14. Mounting dikeluarkan dari head mounting dengan menarik unloading ke conveyor output untuk disortir sebelum digunakan pada proses sealing d. Sealing process Bahan
: coated glass tube, mounting E,mounting D
Urutan proses
:
1.
Mounting E atau proses mounting E dimasukkan pada spindel sealing dengan otomatis
2.
Glass tube masuk pada cakram head sealing secara otomatis
3.
Antara glass tube dan mounting E dirapatkan dengan menurunkan posisi glass tube
4.
Antena mounting E dan glass tube digabung menjadi satu dengan proses sealing
5.
Dilakukan pencetakan dengan model E
6.
Proses pemutaran glass tube sebesar 180o, sehingga posisi E berada di atas, bersamaan itu juga dimasukkan mounting D
7.
Antara glass tube dan mounting D dirapatkan dengan menurunkan posisi glass tube
8.
Antara glass tube dan mounting D digabung menjadi sealing
9.
Dilakukan pencetakan dengan mounting D
10. Hasil proses sealing dipindahkan ke conveyor D 11. LIW pada exhaust E diposisikan supaya 90o dengan exhaust tube E 12. Exhaust tube E dipanasicommit lalu di to bending user
II-7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13. Pada conveyor II dilakukan pengecetan lampu dan pemotongan exhaust tube D e. Exhaust Process Bahan
: gas argon, merkuri, glass, dan proses sealing
Urutan proses
:
1.
Memasukkan glass proses sealing yang terdapat pada rak conveyor output sealing ke head bendex
2.
Glass melalui proses vakum dan pemanasan di oven sehingga mencapai di atas melting point dan penipuan nitrogen pada akhir pemanasan
3.
Setelah keluar dari oven glass di roll dan ditiup dengan angin compresor menjadi lampu lingkaran
4.
Lampu melalui exhaust atau pemvakuman dan proses activiting current untuk mentreatment filamen hingga proses pengisian argon
5.
Memasukkan gas argon ke dalam lampu (untuk sistem argon washing) ditujukan untuk mengeluarkan impuriti yang terdapat dalam lampu
6.
Memasukkan merkuri ke dalam lampu sebagai pengisian merkuri akhir (argon filling)
7.
Memasukkan argon ke dalam lampu sebagai pengisian argon (argon filling)
8.
Lampu melalui proses pemotongsn exhaust tube (tipping off)
9.
Lampu diambil dari head dan diletakkan pada conveyor output
f. Bassing procesess Peralatan
: mesin, mesin gerinda
Urutan proses
:
1.
Lampu hasil proses exhaust, socket procesess cement filter
2.
Untuk mempermudah dalam pemasangan socket lampu didinginkan oleh blower pendinginan
3.
Tes lacoli sebagai alat untuk mendeteksi apakah lampu dalam keadaan baik yang siap untuk diproses berikutnya atau lampu jelek yang harus dipisahkan
4.
Memasang socket crimping dimasukkan ke dalam mecanic crimping commit to user
II-8
perpustakaan.uns.ac.id
5.
digilib.uns.ac.id
Untuk lampu yang menggunakan socket crimping dimasukkan ke dalam mechanic crimping
6.
Memasukkan lampu ke head bassing dengan menggunakan loading mechanic
7.
Untuk menyempurnakan proses burner sehingga socket dan lampu dapat melekat
8.
Memasukkan lampu dalam conveyor gerinda proses pemotongan kawat LIW dan mencapai dimensi panjang lampu
9.
Lampu selanjutnya diproses ageing
g. Ageing Processes Peralatan
: mesin ageing
Bahan
: lampu output basing
Urutan proses
:
1.
Lampu output basing dimasukkan ke dalam head ageing
2.
Lampu melalui proses ageing
3.
Lampu dikeluarkan dari head ageing dan disortir melalui proses base hasil pemotongan gerinda
4.
Kedua ujung pin diberi timah solder untuk produk non crimping
5.
Lampu dimasukkan ke dalam conveyor final test untuk proses akhir
6.
Lampu dites di dimensi panjang lampu
7.
Lampu dites menyala
8.
Lampu dites ke dalam filamen
9.
Lampu yang akan disortir akan memisah secara otomatis
10. Lampu yang disortir akan dites ulang dengan menggunakan tes manual 11. Lampu yang baik akan dilanjutkan ke proses pengepakan 2.2.2 Proses Pembuatan Lampu FL (Fluorescent Lamp) Dalam proses pembuatan lampu FL (Fluorescent Lamp) terdiri dari beberapa proses yakni : a. Flare process b. Steam process c. Mounting process d. Washing coating process
commit to user
II-9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
e. Baking process f. Sealing process g. Exhaust process h. Basing process i. Ageing process Adapun yang membedakan dari proses pembuatan lampu pijar yaitu pada proses pembuatan lampu FL menggunakan glass tube, sedangkan pada lampu pijar menggunakan glass bulb. Perbedaan lainnya yaitu : a. Washing coating process Bahan
: glass tube
Urutan proses : 1.
Glass tube dari dimasukkan dalam proses washing coating
2.
Loading adalah pemasukan glass tube ke mesin washing atau coating
3.
Washing adalah proses pencucian sisi pada glass tube
4.
Drying I adalah proses pengeringan air pada glass tube setelah dicuci (washing) Coating adalah proses pemberian sejumlah campuran phospor pada sisi dalam glass tube
5.
Drying II adalah proses pengeringan phospor yang lekat pada sisi glass tube
6.
Unloading adalah pengambilan glass tube dari mesin washing/coating
7.
Dari hasil wahing dan coating ini dapat diajukan ke proses berikutnya apabila dari hasil belum oke disebut dengan kegagalan proses (reject)
8.
Reject adalah gelas yang tidak sesuai dengan standar yang tidak disepakati dapat digunakan kembali dengan sebelumnya diproses ulang
9.
Rewashing yaitu proses menghilangkan coating yang sebelumnya dipanasi terlebih dahulu kemudian disekat sehingga coating benarbenar hilang, selanjutnya dapat dimasukkan dalam proses coating.
b. Baking process Peralatan
: mesin baking
Bahan
: coating glass
Urutan proses : commit to user
II-10
perpustakaan.uns.ac.id
1.
digilib.uns.ac.id
Glass hasil proses washing coating dimasukkan ke dalam conveyor input baking
2.
Glass dipanasi pada kedua ujung sebagai proses pengeringan
3.
Kedua ujung glass dikerok bagian coating dengan ukuran MPC
4.
Salah satu ujung gelas diberi cap atau monogram
5.
Glass dipanaskan pada posisi cap sebagai pengeringan asal tinta cap
6.
Glass
dimasukkan
ke
dalam
baking
untuk
menyempurnakan
pengeringan coating 7.
Glass dikeluarkan dari baking kemudian masuk ke conveyor output untuk pendinginan dan siap digunakan dalam proses sealing
2.2.3 Proses Pembuatan Lampu FCL (Fluorescent Circle Lamp) a. Flare process b. Steam process c. Mounting process d. Washing coating process e. Baking process f. Sealing process g. Bendex (bending exhaust) process h. Capping process Pada dasarnya proses pembuatan FCL dengan FL sama, adapun yang membedakan yaitu proses pembuatan FL dengan basing dan ageing process, sedangkan FCL menggunakan capping process, yaitu : Peralatan
: gunting
Bahan
: lampu bending, socket per pin, isolator
Urutan proses
:
1. Mengecek lampu bending untuk mengetahui hidup dan mati 2. Lampu mati dipisahkan dari lampu hidup 3. LIW dari lamu hasil proses bending yang hidup dimasuki isolator 4. Memasang socket pada lampu tersebut 5. Menarik LIW dan gunting LIW rata dengan pin socket 6. Meletakkan lampu ke conveyor untuk di ageing commit to user
II-11
perpustakaan.uns.ac.id
2.3
digilib.uns.ac.id
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Kebijakan K3 merupakan komitmen dari pimpinan tertinggi perusahaan
untuk menerapkan K3 yang dilaksanakan perusahaan dalam upaya mencegah dan mengurangi terjadinya kecelakaan kerja. Kegiatan K3 di PT GE Lighting Indonesia dikoordinir oleh departement Environment, Health, and Safety (EHS) dengan persetujuan dari manager operasional untuk setiap eventnya. Dalam pelaksanaannya departemen EHS dibantu oleh komisi Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) dan didukung oleh seluruh lapisan tenaga kerja di PT GE Lighting Indonesia itu sendiri serta pihak lain yang terkait 1. Visi Telah menjadi tujuan PT GE Lighting Indonesia untuk menjadi pemimpin dunia tentang mutu tanpa terkecuali. Kami dapat meraih tujuan tersebut dengan memproduksi dan menyediakan produk serta jasa-jasa yang secara taat mematuhi semua spesifikasi kami, serta memuaskan keinginan dan harapan pelanggan kami. Berkaitan dengan itu maka kami bertekad pada diri kami sendiri untuk hanya mencapai dan menerima hal tersebut yang kami laksanakan dengan sempurna. 2. Misi Memproduksi, menjual dan mengembangkan mutu produksi dan jasa dengan kelas dunia untuk pasar produksi serta mancanegara melalui suatu kombinasi antara teknologi PT GE Lighting Indonesia dengan keunggulan Indonesia yang akan memberikan manfaat kembali pada stake holder. 3. Target dan Sasaran PT GE Lighting Indonesia menetapkan target yang sangat tinggi untuk meningkatkan performansi perusahaan di bidang kesehatan, keselamatan, dan lingkungan. Untuk itu semua manager, semua pimpinan dan semua tenaga kerja yang terkait harus bertanggung jawab terhadap performansi K3 di areanya. Target ini ditinjau ulang tiap tahunnya oleh manajemen, tenaga kerja dan EHS. 2.3.1 Orientasi Keselamatan Kerja PT GE Lighting Indonesia melakukan pengawasan yang ketat terhadap kondisi pabrik. Adapun tujuan dari program ini adalah untuk memastikan keselamatan selama dalam pabrik.commit Program ini di bawah pengawasan departemen to user
II-12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Environment, Health, and Safety (EHS). Beberapa petunjuk dasar yang harus diikuti dalam pabrik, yaitu: a. Dilarang merokok kecuali di tempat yang sudah ditentukan. b. Selalu mengenakan peralatan pelindung diri. c. Name tag / badge harus dipakai selama dalam lokasi pabrik. d. Mengkoordinasikan semua pekerjaan dengan supervisor bagian operasi. e. Bila terjadi kecelakaan segera dilaporkan ke poliklinik dan departemen EHS. f. Untuk dapat bekerja di dalam pabrik, surat ijin kerja harus terpasang di lokasi kerja. g. Dilarang menyentuh tombol peralatan kecuali dengan ijin dan kehadiran bagian produksi. h. Kecepatan maksimal di dalam pabrik maksimal 5 km/jam. i. Menjaga kebersihan dan mematuhi aturan pembuangan sampah yang berlaku. j. Dilarang menulis atau menggambat pada peralatan. k. Dilarang bercanda di pabrik. l. Mengenal suara alarm dan tempat berkumpul darurat. m. Selama keadaan darurat dilarang berlari. 2.3.2 Faktor Bahaya Beberapa bahaya yang terdapat di PT GE Lighting Indonesia berasal dari tidak hanya hasil wawancara dengan manager beserta staf EHS tapi juga penelitian yang telah dilakukan sebelumnya pada tahun 2009. Beberapa faktor bahaya tersebut adalah sebagai berikut : 1. Faktor Bahaya Fisik a. Kebisingan Bunyi didengar sebagai rangsangan pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis, dan manakala bunyi-bunyi tersebut tidak dikehendaki, maka dinyatakan sebagai kebisingan (Suma’mur, 1996). Kebisingan yang terjadi di area produksi PT GE Lighting Indonesia berasal dari mekanik-mekanik yang beroperasi commit toselama user proses produksi berlangsung,
II-13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
disamping itu pula sumber bising berasal dari kipas. Waktu pemaparan 8 jam per hari, hal ini didasarkan dari lama kerja tiap shift perusahaan. Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : KEP-51/MEN/1999 mengenai Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja maka intensitas kebisingan yang dianjurkan adalah 85 dBA. Jenis kebisingan adalah kontinu dengan spektrum frekuensi yang luas. Menurut Sugeng dkk. (1992), kebisingan akan berpengaruh terhadap tenaga kerja, diantaranya adalah 1) Mengurangi kenyamanan saat bekerja 2) Mengganggu komunikasi atau percakapan pekerja 3) Mengurangi konsentrasi 4) Menurunkan daya dengar, baik yang bersifat sementara atau permanen 5) Tuli akibat kebisingan. b. Radiasi Radiasi yang ada di tempat kerja mempunyai pengaruh terhadap tenaga kerja di PT GE Lighting Indonesia terdapat banyak sumber yang bisa menimbulkan radiasi seperti pemancar untuk internet atau komputer, generator yang menghasikan frekuensi tinggi dan ultra tinggi dengan dasar pemanasan logam dan dielektrika, dan terdapat pula dari sinar ultraviolet. Tabel 2.1 di bawah ini menunjukkan nilai ambang batas untuk gelombang mikro dan tabel 2.2 menunjukkan nilai ambang batas untuk sinar ultraviolet. Keduanya ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: KEP-51/MEN/1999, sebagai berikut : Tabel 2.1 Nilai Ambang Batas Frekuensi Radio/Gelombang Mikro Power Density Kekuatan Medan (nW/cm2) Listrik (V/m) 30 kHz-100 kHz 614 100 kHz - 3 MHz 614 3 MHz - 30 MHz 1842/f 30 MHz - 100 Mhz 61,4 100 MHz - 300 MHz 1 61,4 300 MHz - 3 GHz 300 3 GHz - 15 GHz 10 15 GHz - 300 GHz 10 Frekuensi
Kekuatan Medan Magnet (A/m) 163 16,3/f 16,3/f 16,3/f 0,163
Sumber : Sugeng dkk., 1992
commit to user
II-14
Rata-Rata Waktu Pemaparan (menit) 6 6 6 6 6 6 6 616.000/f 1.2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 2.2 Nilai Ambang Batas untuk Pemaparan Sinar Ultraviolet Lama pemaparan Radiasi Efektif (E.eff) per Hari W/cm3 8 jam 0,1 4 jam 0,2 2 jam 0,4 1 jam 0,8 30 menit 1,7 15 menit 3,3 8 menit 5 5menit 10 1 menit 50 30 detik 100 10 detik 300 1 detik 3000 0,5 detik 6000 0,1 detik 30000 Sumber : Sugeng dkk., 1992
c. Getaran Mekanis Getaran adalah gerakan yang teratur dari benda atau media dengan arah bolak-balik dari kedudukan setimbang (Sugeng dkk.,1992). Proses industrialisasi dan modernisasi teknologi selalu disertai mesin-mesin atau alat-alat mekanis lainnya yang dijalankan dengan suatu motor. Sebagian dari kekuatan mekanis ini disalurkan kepada tubuh tenaga kerja atau lainnya dalam bentuk getaran mekanis. Getaran mekanis yang ada di PT GE Lighting Indonesia tidak terlalu terasa mengganggu tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya.
Berdasarkan
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : KEP-51/MEN/1999 mengenai Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja maka untuk pemaparan 4 jam dan kurang dari 8 jam diketahui bahwa nilai percepatan maksimalnya 4m/det2 dan frekuensi dominannya 0,4. d. Cuaca kerja Suhu tubuh manusia dipertahankan hampir menetap oleh suatu sistem pengatur suhu. Cuaca kerja adalah kombinasi antara suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan, dan suhu radiasi. Di PT GE Lighting Indonesia sumber panas berasal dari mesin-mesin atau peralatan produksi. Akibat dari suhu tinggi ini antara lain heat cramps, heat exhaustion, dan heat stroke. Pencegahan sakit akibat suhu tinggi ini dengan cara aklitimasi (Sugeng dkk.,1992). commit to user
II-15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
e. Penerangan Penerangan yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat obyek-obyek yang dikerjakannya secara jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya yang tidak perlu. Penerangan berasal dari lampu yang dipasang di langit-langit ruangan. Untuk siang hari penerangan dibantu oleh cahaya matahari yang masuk melalui ventilasi. Khusus untuk ruang produksi dan packing, matahari bisa masuk melalui atap atau ducting. Sedangkan pada malam hari penerangan berasal dari lampu di langitlangit ruang ditambah dengan lampu pijar atau neon yang diletakkan dekat dengan operator yang pekerjaannya memerlukan ketelitian seperti memasang filamen, membengkokkan LIW, memasang sistem lain-lain. Waktu pemaparan adalah selama 8 jam per hari. Para ahli berpendapat bahwa penerangan yang buruk dapat berakibat : 1) Kelelahan mata akibat berkurangnya daya dan efisiensi kerja 2) Memperpanjang waktu kerja 3) Keluhan pegal di daerah mata dan sakit di sekitar mata 4) Kerusakan indera mata 5) Kelelahan mental 6) Menimbulkan kecelakaan (Sugeng dkk., 1992). Peraturan Pemerintah dalam PMP No.& tahun 1964, mengatur tentang syarat-syarat kesehatan, kebersihan serta penerangan dalam tempat kerja, sebagai contoh penerangan untuk jalan atau halaman dalam lingkungan perusahaan minimal 20 lux, pekerjaa yang hanya membedakan barang kasar membutuhkan 50 lux, dan untuk membedakan barang kecil membutuhkan 100 lux. 2. Faktor Bahaya Kimia PT GE Lighting Indonesia telah menyusun Material Safety Data Sheet (MSDS) dan prosedur kerja untuk mencegah dan menanggulangi kebocoran atau tumpahan bahan kimia, dimana penyusunannya MSDS telah sesuai dengan Kepmenaker No. 187/MEN/1999 tentang pengendalian bahan kimia di tempat kerja (Depnaker RI,1999).
commit to user
II-16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Merkuri Merkuri merupakan salah satu unsur yang bersifat logam dan berbentuk cair. Dalam sistem periodik unsur terletak pada golongan 1b dengan nomer atom 80 dan berat 200,59. Sifat-sifat logam merkuri : 1) Berwujud cair pada suhu kamar 2) Tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa 3) Mudah menguap 4) Penghantar listrik yang sangat baik 5) Unsur yang sangat berbahaya bagi makhluk hidup baik dalam bentuk tunggal maupun perseyawaan. Penggunaan merkuri di PT GE Lighting Indonesia dapat dijumpai pada proses produksi lampu FL dan FCL. Untuk melindungi tenaga kerja dari dampak bahaya pemaparan merkuri ditetapkan nilai ambang batas pemaparan di lingkungan kerja dan dalam tubuh tenaga kerja melalui sampling urin yang dilaksanakan tiap bulan. Nilai ambang batas tersebut adalah 25 μg/m3 di udara dan dalam air seni sebesar 50 μg/g Cr. Cara pemaparan bisa melalui kontak langsung, terhisap, dan tertelan. Keracunan akut
dapat terjadi akibat tertelan merkuri, atau menghirup uap
merkuri. Gejala yang biasa muncul adalah depresi, iritasi, respon berlebihan terhadap stimulasi, malu yang berlebihan, insomnia, ketidakstabilan emosional, pelupa, bingung, dan gemetar yang tidak terkontrol. b. Asam sulfat (H2SO4) Sifat-sifat asam sulfat antara lain : 1) Bersifat oksidator 2) Tidak mudah terbakar 3) Sangat korosif 4) Bersifat racun pada tubuh manusia 5) Dapat menimbulkan luka bakar Penggunaan H2SO4 di PT GE Lighting Indonesia dijumpai pada pembuatan filamen untuk lampu pijar di laboratorium Quality Control. Asam sulfat digunakan sebagai campuran pada pemurnian commit to userred phospore. Asam sulfat yang
II-17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
digunakan adalah larutan asam sulfat yang berasal dari 30,418 ml asam sulfat pekat yang kemudian diencerkan dengan aquades sampai volume 500 ml. Tenaga kerja yang terpapar asam sulfat adalah tenaga kerja yang bekerja di laboratorium QC saja sehingga tenaga kerja wajib memakai sarung tangan, masker dan appron khusus. 2.3.3 Potensi Bahaya Potensi bahaya yang terdapat di lingkungan kerja PT GE Lighting Indonesia didapatkan dari hasil diskusi dengan manajer dan staf Enviroment, Health and Safety (EHS), hasilnya adalah sebagai berikut : 1. Kebakaran Pengelasan atau pemotongan dekat bahan kimia yang mudah terbakar dan juga meninggalkan kran hydrogen atau oksigen dalam keadaan terbuka dapat menimbulkan potensi bahaya berupa kebakaran. Bila terjadi kebakaran perusahaan telah menyediakan alat-alat pemadam kebakaran berupa alat pemadam api ringan (APAR), alarm, hydrant box di setiap unti dan ruangan-ruangan. 2. Peledakan Peledakan dapat saja terjadi di tiap-tiap unit, khususnya spuyer gas pada deretan lampu. Bahn-bahan kimia yang dihasilkan juga dapat menimbulkan terjadinya peledakan. Karena adanya bahaya peledakan ini, perusahaan memasang safety valve dan melatih operator agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. 3. Mesin dan tempat kerja Perusahaan menggunakan mesin-mesin dan peralatan kerja yang dalam pengoperasiannya memiliki bahaya seperti terpeleset, tersengat listrik atau tersentuh benda panas, terjatuh dari ketinggian tertentu, kejatuhan benda, tertarik mesin berputar, tergores, terkena pecahan kaca, terjepit dan terbentur benda. 2.3.4 Sistem Investigasi PT GE Lighting Indonesia Investigasi kecelakaan kerja dilakukan dengan melalui tahapan yang efektif meliputi pemberitahuan kecelakaan kerja, pengumpulan data, analisis kecelakaan, rekomendasi dan tindakan lanjut penyebab dari suatu kecelakaan kerja. Investigasi dilakukan setelah terjadinya suatu kecelakaan kerja. Prosedur penanganan commit to user kecelakaan kerja saat ini dipegang oleh departemen EHS dimana tim investigasi
II-18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terdiri dari kepala bagian lokasi kejadian, engineering, EHS, P2K3, staf ahli pada bagian terkait. Dibawah ini ditunjukkan prosedur pelaporan kecelakaan kerja. 5.0 Korban/saksi 1. Memberi tahu Group leader/ foreman/section manager
Ya
Mulai Mulai
Near miss? Tidak
5.1 Pengantar Korban 1. Membawa korban ke poliklinik 2. Memberitahukan grup leader, foreman atau section manager. Ya 5.2 Perawat 1. Merawat korban
Meninggal ? Meninggal ?
5.9 Perawat 5.9 Perawat 1. Menghubungi dokter perusahaan 1. Menghubungi dokter perusahaan 2. Memberitahu EHS manajer, HR 2. Memberitahu EHS manajer, HR manajer, dan functional leader korban manajer, dan functional leader korban 3. Membuat laporan kecelakaan dan 3. Membuat laporan kecelakaan dan membagikan salinannya. membagikan salinannya.
5.11 HR Manajer 5.11 HR Manajer 1. Memberitahukan ke presiden direktur 1. Memberitahukan ke presiden direktur 2. Melaporkan kejadian kematian ke polisi 2. Melaporkan kejadian kematian ke polisi resort dan dinas tenaga kerja Sleman resort dan dinas tenaga kerja Sleman 3. Memberitahukan keluarga korban 3. Memberitahukan keluarga korban
5.10 Dokter perusahaan 5.10 Dokter perusahaan 1. Memeriksa korban 1. Memeriksa korban 2. Membuat laporan kematian 2. Membuat laporan kematian 3. Mengirim korban ke rumah sakit 3. Mengirim korban ke rumah sakit untuk visum untuk visum
5.12 EHS Manajer 5.12 EHS Manajer 1. Melaporkan kejadian kematian ke EHS 1. Melaporkan kejadian kematian ke EHS tingkat bisnis di Nela Park tingkat bisnis di Nela Park 2. Menunjuk dan memimpin tim penyelidik 2. Menunjuk dan memimpin tim penyelidik kecelakaan kecelakaan
Tidak Ke RS ? Ke RS ?
5. 18 Foremen/Section Manajer 5. 18 Foremen/Section Manajer 1. Membuat laporan nearmiss dan 1. Membuat laporan nearmiss dan membagikan salinannya membagikan salinannya
Tidak
5.13 Perawat 5.13 Perawat 1. Membuat laporan kecelakaan dan membagikan salinannya. 1. Membuat laporan kecelakaan dan membagikan salinannya.
Ya
Ya
5. 20 EHS Engineer dan Foreman, GL/ 5. 20 EHS Engineer dan Foreman, GL/ Karyawan Karyawan 1. Melakukan penyelidikan kecelakaan kerja 1. Melakukan penyelidikan kecelakaan kerja 2. Mendistribusikan laporan penyelidikan 2. Mendistribusikan laporan penyelidikan 3. Melakukan corrective action 3. Melakukan corrective action 4. Mengevaluasi efektivitas corrective action 4. Mengevaluasi efektivitas corrective action
5.15 EHS Engineer/Foreman/GL/korban 5.15 EHS Engineer/Foreman/GL/korban 1. Melakukan penyelidikan kecelakaan kerja 1. Melakukan penyelidikan kecelakaan kerja 2. Mendistribusikan laporan penyelidikan termasuk kepada 2. Mendistribusikan laporan penyelidikan termasuk kepada seluruh karyawan seluruh karyawan 3. Melakukan tindakan perbaikan 3. Melakukan tindakan perbaikan 4. Melakukan evaluasi efektif tindakan tersebut. 4. Melakukan evaluasi efektif tindakan tersebut.
5.3 Perawat 5.3 Perawat 1. Membuat surat rujukan ke RS dan 1. Membuat surat rujukan ke RS dan menyimpan salinannya menyimpan salinannya 2. Membuat laporan kecelakaan dan 2. Membuat laporan kecelakaan dan memberikan salinannya memberikan salinannya
5. 4 HR Officer 5. 4 HR Officer 1. Membawa korban ke RS 1. Membawa korban ke RS 2. Memantau perawatan korban 2. Memantau perawatan korban 3. Meminta diagnosa dari RS untuk diberikan ke 3. Meminta diagnosa dari RS untuk diberikan ke dokter perusahaan dokter perusahaan 4. Meminta hasil laboratorium atau hasil pengujian 4. Meminta hasil laboratorium atau hasil pengujian lain dari RS untuk diberikan ke dokter perusahaan lain dari RS untuk diberikan ke dokter perusahaan
5. 16 HR Officer 5. 16 HR Officer 1. Melaporkan ke Depnaker 1. Melaporkan ke Depnaker
Perlu tempat kerja sementara? Perlu tempat kerja sementara?
5. 5 Dokter Perusahaan 5. 5 Dokter Perusahaan 1. Menganalisis diagnosa dari RS untuk 1. Menganalisis diagnosa dari RS untuk keperluan selanjutnya. keperluan selanjutnya.
Ya
Ya
Korban mampu bekerja ? Korban mampu bekerja ? Tidak
5.7 Dokter Perusahaan 5.7 Dokter Perusahaan 1. Menganalisis tempat kerja yang 1. Menganalisis tempat kerja yang tepat untuk korban sebagai tempat tepat untuk korban sebagai tempat kerja sementara kerja sementara 5. 16 HR Officer 5. 16 HR Officer 1. Mendiskusikan dengan departemen 1. Mendiskusikan dengan departemen yang bersangkutan atau departemen yang bersangkutan atau departemen lain untuk penempatan korban lain untuk penempatan korban 2. Melaporkan ke Depnaker 2. Melaporkan ke Depnaker
5. 6 HR Officer 5. 6 HR Officer 1. Memantau perawatan korban 1. Memantau perawatan korban Selesai Selesai
Gambar 2.2 Prosedur Sistem EHS Sumber : PT GE Lighting Indonesia,2002
commit to user
II-19
Tidak
perpustakaan.uns.ac.id
2.4
digilib.uns.ac.id
Landasan Teori
2.4.1 Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja Keselamatan kerja adalah merupakan segala sarana dan upaya untuk mencegah terjadinya suatu kecelakaan kerja (Silalahi, 1991). Menurut Simanjuntak (1994) keselamatan adalah suatu kondisi yang bebas dari risiko kecelakaan atau kerusakan dengan risiko yang relatif sangat kecil di bawah tingkat tertentu. ILO atau WHO Joint Safety and Helath Committee menyatakan bahwa kesehatan dan keselamatan kerja adalah : a. Promosi dan ememlihara derajat tertinggi semua pekerja baik secara fisik, mental, dan kesejahteraan sosial di semua jenis pekerjaan b. Untuk mencegah penurunan kersehatan dan terjadinya kecelakaan atau cidera yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan mereka c. Melindungi pekerja pada setiap pekerjaan dan risiko yang timbul dari faktor-faktor yang dapat mengganggu keselamatan dan kesehatan pekerja d. Penempatan dan memelihara pekerja di lingkungan kerja yang sesuai dengan kondisi fisiologis dan psikologis pekerja dan untuk menciptakan kesesusaian anatar pekerjaan dengan pekerja dan setiap orang dengan tugasnya. Tujuan dari keselamatan kerja menurut Suma’mur (1996) yaitu : a. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional b. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja c. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien. 2.4.2 Definisi dan Macam-Macam Kecelakaan Kerja Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses. Juga kecelakaan ini biasanya terjadi akibat kontak dengan zat atau sumber energi (Sugeng dkk., 1992). Berdasarkan selang waktu akibatnya, kecelakaan terbagi menjadi dua yaitu commit to user kecelakaan langsung dan kecelakaan tidak langsung. Kecelakaan langsung
II-20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
merupakan kecelakaan yang akibatnya langsung tampak atau terasa. Sedangkan kecelakaan tidak langsung adalah kecelakaan yang akibatnya baru tampak atau terasa setelah ada selang waktu dari saat kejadiannya (Suma’mur, 1996). Berdasarkan dari sisi korbannya, kecelakaan juga terbagi menjadi dua yaitu kecelakaan dengan korban manusia dan kecelakaan tanpa korban manusia. Kecelakaan dengan korban manusia juga terbagi lagi menjadi tiga bagian yaitu kecelakaan diukur berdasarkan besar-kecilnya kerugian material, kekacauan organisasi kerja, maupun dampak negatif yang diakibatkannya (Suma’mur, 1996). Manusia juga merupakan salah satu penyebab kecelakaan kerja atau tingkah laku tidak aman. Adapun faktor penyebab tingkah laku tidak aman yaitu faktor kebiasaan, emosi atau psikologi dan kurang terampil. (Suma’mur, 1996), menyimpulkan bahwa kurang lebih 80 % kecelakaan kerja disebabkan oleh tingkah laku dan kelalaian manusia yang tidak aman. Mesin atau alat produksi juga merupakan penyebab kecelakaan kerja. Hal ini dapat disebabkan karena bagian-bagian mesin selalu bergerak dan berputar. Dan pergeseran pada mesin atau alat produksi dapat menimbulkan suhu yang tinggi sehingga bila kontak bahan yang mudah terbakar dapat menimbulkan kebakaran. Selain manusia dan mesin, lingkungan kerja juga dapat mempengaruhi kecelakaan kerja. Hubungan mesin dengan operator atau manusia sangat berpengaruh sekali karena mesin dapat menimbulkan suatu kecelakaan apabila seorang operator mengalami keteledoran dalam menjalankan mesin atau alat produksi. Di bawah ini merupakan gambar klasifikasi kecelakaan kerja menurut ILO tahun 1962, adalah sebagai berikut :
commit to user
II-21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Klasifikasi KlasifikasiKerja KerjaMenurut Menurut Tipe Tipe
Klasifikasi KlasifikasiKerja KerjaMenurut Menurut Penyebabnya Penyebabnya
1.1.Orang Orangjatuh jatuh 2.2.Terpukul Terpukulbenda bendajatuh jatuh 3.3.Tersentuh/terpukul Tersentuh/terpukul benda yang tidak bergerak benda yang tidak bergerak 4.4.Terjepit Terjepitantara antaradua dua benda benda 5.5.Gerakan yang dipaksa Gerakan yang dipaksa 6.6.Terkena Terkenasuhu suhuyang yang ekstern ekstern 7.7.Tersengat Tersengatarus aruslistrik listrik 8.8.Terkena Terkenabenda-benda benda-benda atau atauradiasi radiasi 9.9.Dan Danlain-lain lain-lain
1.1.Mesin Mesin - -Penggerak Penggerakutama utama kecuali kecualimotor motorlistrik listrik - -Gigi Gigitransmisi transmisimesin mesin - -Mesin Mesinkayu kayu - -Mesin Mesinpertanian pertanian 2.2.Alat-alat Alat-alatpengangkut pengangkutdan dan sarana angkutan sarana angkutan - -Mesin dan perlengkapan Mesin dan perlengkapan pengangkat pengangkat - -Pengangkut Pengangkutdidiatas atasrel rel - -Pengangkut Pengangkutlainnya lainnya selain di atas rel selain di atas rel 3.3.Perlengkapan Perlengkapanlainnya lainnya - -Bejana Bejanabertekanan bertekanan - -Dapur oven pembakaran Dapur oven pembakaran - -Pusat-pusat Pusat-pusatpendinginan pendinginan - -Instalasi Instalasilistrik listriktermasuk termasuk motor motorlistrik listriktetapi tetapi dikecualikan dikecualikanalat-alat alat-alatlistrik listrik atau atautangan tangan - -Alat-alat kerja dan Alat-alat kerja dan perlengkapanya perlengkapanyakecuali kecuali alat-alat alat-alatlistrik, listrik,tangga, tangga, perancah, atau steget perancah, atau steget - -Bahan-bahan Bahan-bahanseperti seperti zat-zat zat-zatdan danradiasi radiasi(bahan (bahan peledak, debu, gas, peledak, debu, gas,cairan, cairan, zat-zat lain yang belum zat-zat lain yang belum termasuk golongan termasuk golongan tersebut tersebut(hewan, (hewan,penyebab penyebab lain) lain) - -Penyebab-penyebab Penyebab-penyebab yang yangbelum belumtermasuk termasuk golongan golongantersebut tersebutatau atau data tidak memadai data tidak memadai
Klasifikasi KlasifikasiKerja KerjaMenurut Menurut Jenis Jenis
1.1.Fraktur Frakturretak retak 2.2.Dislokasi Dislokasi 3.3.Terkilir Terkilir 4.4.Gegar Gegarotak otak 5.5.Amputasi Amputasidan danenuklensi enuklensi 6.6.Luka-luka Luka-lukalainnya lainnya 7.7.Luka-luka Luka-lukaringan ringan 8.8.Memar Memardan danremuk remuk 9.9.Keracunan Keracunanakut akut 10. Terbakar 10. Terbakar 11. 11.Pengaruh Pengaruhcuaca cuaca 12. 12.Sesak Sesaknafas nafas 13. Akibat arus 13. Akibat aruslistrik listrik 14. 14.Akibat Akibatradiasi radiasi 15. Lain-lain luka 15. Lain-lain luka
Klasifikasi KlasifikasiKerja Kerja Menurut MenurutLokasi Lokasiluka luka
1.1.Kepala Kepala 2.2.Leher Leher 3.3.Badan Badan 4.4.Anggota Anggotaatas atas 5.5.Aneka Anekalokasi lokasi 6.6.Luka-luka Luka-lukaumum umum
Gambar 2.3 Klasifikasi Kecelakaan Sumber : ILO, 1962
Dari klasifikasi diatas dapat disimpulkan bahwa kecelakaan kerja jarang disebabkan oleh suatu faktor tertentu melainkan berbagai faktor sekaligus. Dimana terjadi interaksi di berbagai unsur yang terlihat dalam kecelakaan itu sendiri. Sebagaimana telah disinggung, faktor manusia merupakan faktor utama kecelakaan kerja. Suma’mur (1996), mengungkapkan bahwa perubahan manusia setiap waktu menimbulkan atau mengurai kecelakaan kerja. Akibat kecelakaan kerja juga dapat dibagi atas dua kategori besar yakni kerugian bersifat ekonomis dan kerugian bersifat non ekonomis. Maksud utama dari analisa adalah untuk memberikan jawaban mengapa kecelakaan dapat terjadi, sehingga dapat ditentukan bagaimana agar kecelakaan sejenis tidak terjadi lagi (Suma’mur,1996). commit to user
II-22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.4.3 Potensi Bahaya dan Risiko Potensi bahaya atau hazard merupakan segala hal atau sesuatu yang mempunyai kemungkinan mengakibatkan kerugian baik pada harta benda, lingkungan maupun manusia (Sugeng dkk., 1992). Menurut Sugeng dkk. (1992), potensi bahaya sebagai sumber risiko khusunya terhadap keselamatan atau kesehatan di perusahaan akan selalu dijumpai, antara lain : a. Faktor fisik
: kebisingan, cahaya, radiasi, vibrasi, suhu, debu.
b. Faktor kimia
: solven, gas, asap, uap, logam berat.
c. Faktor biologik : tumbuhan, hewan, bakteri, virus. d. Aspek ergonomik: desain, sikap, dan cara kerja. e. Stresor : tekanan produksi/beban kerja, monotomi, kejemuan f. Listrik dan sumber energi lain. g. Mesin, peralatan kerja, pesawat. h. Kebakajaran, peledakan, kebocoran. i. Tata rumah tangga (housekeeping). j. Sistem manajemen perusahaan k. Pelaksanaan manusia: perilaku,kondisi fisik, interaksi. Ada beberapa definisi mengenai risiko diantaranya menurut Alijoyo dalam Laudin (2007) memberikan definisi risiko berdasarkan dua sudut pandang: Sudut pandang hasil atau output, risiko adalah “sebuah hasil atau output yang tidak dapat diprediksikan dengan pasti, yang tidak disukai karena akan menjadi kontra produktif”. Sudut
pandang
proses,
risiko
adalah
“faktor-faktor
yang
dapat
mempengaruhi pencapaian tujuan, sehingga terjadi konsekuensi yang tidak diinginkan”. Sedangkan menurut Sugeng dkk. (1992), risiko adalah menifestasi atau perwujudan potensi bahaya yang mengakibatkan kemungkinan kerugian menjadi lebih besar, tergantung dari cara pengelolaannya, tingkat risiko mungkin berbeda dari yang paling ringan sampai yang paling berat. Menurut Silalahi (1991), kecelakaan dapat terjadi tanpa disangka-sangka dalam waktu sekejap mata. Di dalam setiap empat faktor bergerak dalam commit to kejadian, user
II-23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
satu kesatuan berantai, yakni faktor lingkungan, bahaya, peralatan dan perlengkapan dan manusia. Digambarkan dengan gambar 2.4 di bawah ini. Bahaya
Peralatan
Manusia
Lingkungan Gambar 2.4 Hubungan kecelakaan dan empat faktor berantai Sumber : Sugeng dkk., 1992.
2.5
Kategori Kecelakaan Kerja Kategori kecelakaan kerja digunakan untuk mengelompokkan kasus-kasus
kecelakaan kerja yang serupa. Menurut Hughes (2001), ada beberapa kategori dasar kecelakan kerja. Kategori dasar tersebut adalah 1. Kontak dengan mesin yang sedang bergerak atau material yang berada dalam mesin 2. Terbentur benda yang bergerak, terbang, atau benda yang jatuh 3. Terkena kendaraan yang sedang bergerak 4. Terkena benda yang berada dalam kondisi tetap atau stasioner 5. Terluka pada waktu menangani pekerjaan, mengangkat barang, ataupun membawanya 6. Terpeleset, tersandung, dan jatuh pada ketinggian yang sama 7. Terjatuh dari ketinggian 8. Terjebak dalam reruntuhan 9. Tenggelam atau sesak nafas 10. Terkena atau kontak dengan bahan/benda berbahaya 11. Terkena api atau benda panas commit to user 12. Terkena ledakan
II-24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13. Kontak dengan alat-alat listrik 14. Cedera karena binatang 15. Terluka karena serangan orang lain 16. Dan jenis-jenis kecelakaan kerja yang lain Kategori di atas merupakan kategori yang umum digunakan untuk pengkategorian kasus kecelakaan kerja. Dalam penelitian ini nantinya akan dilakukan penyesuaian terhadap kategori yang sudah ada dengan kondisi PT GE Lighting Indonesia. Penyesuaian dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi industri manufaktur, gambaran kejadian kecelakaan kerja serta job task perusahaan.
2.6
Failure Modes and Effects Analysis (FMEA) Failure modes and Effects Analysis (FMEA) merupakan metode yang
digunakan untuk mengidentifikasi risiko yang berpotensi untuk timbul, menentukan pengaruh risiko kecelakaan kerja, dan mengidentifikasi tindakan untuk me-mitigasi risiko tersebut (Crow, 2002). Oleh karena tidak mungkin untuk mengantisipasi semua bentuk risiko, maka tim pengembang FMEA harus memformulasikan daftar berisi risiko yang berpotensi untuk timbul dengan seluas mungkin. Penggunaan pendekatan FMEA didasarkan pada alasan bahwa metode ini merupakan suatu teknik yang dapat digunakan untuk melakukan analisa penyebab potensial timbulnya suatu gangguan, probabilitas kemunculannya dan bagaimana cara mencegah atau menanganinya (Nord dan Johansson, 1997; Christopher, 2003). 2.6.1 Definisi Failure Modes and Effects Analysis (FMEA)
Para ahli memiliki beberapa defenisi mengenai failure modes and effect analysis, definisi tersebut tersebut memiliki arti yang cukup luas dan apabila dievaluasi lebih dalam memiliki arti yang serupa. Definisi akan failure modes and effect analysis tersebut disampaikan oleh : 1. Menurut Roger D. Leitch, definisi dari failure modes and effect analysis adalah analisa teknik yang apabila dilakukan dengan tepat dan waktu yang tepat akan memberikan nilai yang besar dalam membantu proses pembuatan
keputusan
dari
engineer
selama
perancangan
dan
pengembangan. Analisa tersebut bisa disebut analisa “bottom up”, seperti dilakukan pemeriksaan commit pada proses to userproduksi dan mempertimbangkan
II-25
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kegagalan sistem yang merupakan hasil dari seluruh bentuk kegagalan yang berbeda. 2. Menurut John Moubray, definisi dari failure modes and effect analysis adalah metode yang digunakan untuk mengidentifikasi bentuk kegagalan yang mungkin menyebabkan setiap kegagalan fungsi dan untuk memastikan pengaruh kegagalan berhubungan dengan setiap bentuk kegagalan. 2.6.2 Penggunaan Failure Modes and Effect Analysis (FMEA)
Penggunaan FMEA awalnya pada desain proses yang memungkinkan teknisi untuk mengetahui kegagalan dan menghasilkan keandalan, keamanan, dan produk yang sesuai keinginan konsumen. Tipe-tipe dari FMEA adalah sebagai berikut: 1.
Sistem yang berfokus pada fungsi sistem secara global.
2.
Desain, yang berfokus pada pada komponen dan subsistem
3.
Proses, yang berfokus pada proses manufaktur dan perakitan
4.
Service, yang berfokus pada fungsi pelayanan
5.
Software, yang berfokus pada fungsi software. FMEA adalah suatu dokumen hidup, sepanjang siklus hidup pengembangan
produk selalu berubah dan diperbaharui. Perubahan ini dapat dan sering juga memperkenalkan gaya kegagalan baru. Oleh karena itu penting untuk meninjau ulang dan memperbaharui FMEA ketika: 1.
Suatu produksi baru atau proses sedang diaktifkan (pada awal siklus)
2.
Perubahan dibuat kepada kondisi operasi proses atau produk diharapkan untuk berfungsi.
3.
Suatu perubahan dibuat baik untuk produk maupun proses mendesain
4.
Peraturan baru dibuat
5.
Umpan balik pelanggan menandai permasalahan dalam produk atau proses.
2.6.3 Prosedur FMEA
Langkah-langkah pembuatan FMEA adalah sebagai berikut: 1.
Penjabaran produk atau proses beserta fungsinya commit to user
II-26
perpustakaan.uns.ac.id
2.
digilib.uns.ac.id
Membuat block diagram, yaitu diagram yang menunjukkan komponen atau langkah proses sebagai blok yang terhubung oleh garis yang menunjukkan bagaimana komponen atau langkah tersebut berhubungan.
3.
Membuat
formulir
FMEA,
yang
berisi
produk/sistem,
subsistem,
subsistem/subproses, komponen, pemimpin desain, pembuat FMEA, revisi serta tanggal revisi, Formulir ini dapat dimodifikasi sesuai kebutuhan. 4.
Mendaftar item atau fungsi menggunakan diagram FMEA.
5.
Mengidentifikasi potensi kegagalan, yaitu kondisi dimana komponen, sub sistem, sistem, ataupun proses tidak sesuai dengan desain yang telah ditetapkan.
6.
Mendaftar setiap kegagalan secara teknis, untuk fungsi dari setiap komponen atau langkah-langkah proses.
7.
Mendeskripsikan efek penyebab dari setiap kegagalan, sesuai dengan persepsi konsumen.
8.
Mengidentifikasi penyebab dari setiap kegagalan.
9.
Menentukan faktor probabilitas, yaitu pembobotan numerik pada setiap penyebab yang menunjukkan setiap keseringan penyebab tersebut terjadi. Skala yang biasanya digunakan adalah 1 untuk menunjukkan tidak sering dan 10 untuk menunjukkan sering terjadi.
10. Identifikasi kontrol yang ada, yaitu mekanisme yang mencegah penyebab kegagalan terjadi atau mekanisme yang mampu mendeteksi kegagalan sebelum sampai kekonsumen. 11. Menentukan kemungkinan dari deteksi. 12. Review Risk Priority Number (RPN), yaitu hasil perkalian antara: o Keseringan terjadi kesalahan (occurance) o Alat kontrol akibat penyebab yang potensial (detection) o Keseriusan akibat kesalahan terhadap proses (severity) 13. Menentukan rekomendasi untuk kegagalan potensial yang memiliki RPN tinggi. 14. Menentukan tanggung jawab dan batas pelaksanaan rekomendasi. 15. Mengidentifikasi rekomendasi yang telah dilakukan. 16. Update FMEA apabila ada perubahan commit to desain user atau proses.
II-27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.6.4 Menentukan Nilai Severity (S), Occorence (O), Detection (D), Dan Risk Priority Number (RPN)
Pendefinisian dari nilai severity , occurence, dan detection harus ditentukan terlebih dahulu untuk mendapatkan nilai risk priority number. Berikut merupakan langkah-langkah dalam pendefenisian nilai-nilai tersebut : 2.6.4.1 Severity Severity merupakan penilaian seberapa buruk atau serius dari pengaruh bentuk kegagalan yang ada. Severity menggunakan penilaian dari skala 1 sampai dengan 10. Proses penilaian dari tingkat keparahan tersebut dijelaskan pada tabel 2.1 sesuai standar Incident Severity Scale (Priest, 1996) disesuaikan dengan level yang dimiliki perusahaan. Tabel 2.3 Incident Severity Scale Impact
Injury
Minor/Short Term Impact (on individual/s that Splinters, insect doesn't have large bites, stings effect on participation in Minor/Short Term Impact (on individual/s that doesn't have large effect on participation in activity/programme
Illness
Social/psychological damage
Equipment Damage
Severity Ranking
Minor irritant
Temporary stress or embarrassment
Littering
1
Minor cold, Sunburn, scrapes, infection, mild bruises, minor cuts allergy
Temporary stress or embarrassment with peers
minor damage to environment that will quickly recover
2
blisters, minor sprain,minor dislocation cold.heat stress
minor asthma, stressed, beyond comfort scorched campsite, plant cold, upset level, shown up in front of damage stomach, etc group
Lacerations, frostnip, minor mild flu, burns, mild Medium impact (on migraine concussion mild individual/s that may hypo/hyperthermia prevent participation in the activity/programme flu, for a day or two sprains & food/hygiene hyperextensions, related minor fracture diarrhoea/vomt ing
3
stresses, wants to leave activity, a lot of work to bring back in
burnt shhubs, cut live branches, washed group dishes in stream, etc
4
distresed, freezes on actovity, requires emotiona; rescue, does not want to participate again
walked though sensitive ecological area destroyinh some plant life, toileting close to water course
5
commit to user
II-28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 2.3 Incident Severity Scale (lanjutan) Impact
Injury
hospital stay <12 hours fractures, dislocations, frostbite, major burn, concussion, Major Impact (on surgery, breathing individual/s that difficulties moderate means they can not hypo/hyperthermia continue waith large parts of the activity/trip/program e hospital stay < 12 hours eg, arterial bleeding, severe hypo/hyperthermia, loss of conciousness major injury requiring hospitalisation eg, spinal damage, head injury
Life Changing (effect on individual/s or single death death)
multiple fatality
Illness medical treatment required, hospital stay <12 hours eg, serious asthma attack, serious infection, anaphylactic reaction hospital stay>12 hours eg, infection or illness causing loss of consciousness, serious medical emergency
Social/psychological damage
very distressed, leaves activity and requires on Desroted/killed some site counselling, unwilling example of flora/fauna to participate in activity ever again
therapy/counselling required by professional
major illness requiring long term counselling hospitalisation required by professional eg, heart attack
single death
Equipment Damage
post-traumatic stress disorder,changed profession because of incident
Severity Ranking
6
killed, destroyed or polluted small area of environment
7
killed example of protected species
8
fire or pollution etc resulting in area of wilderness being destroyed
9
major fire or pollution multiple fatality suicide because of incident causing serious loss of environment or life
10
Sumber : Priest, 1996.
2.6.4.2 Occurance Occurence merupakan frekuansi dari penyebab kegagalan secara spesifik dari suatu proyek tersebut terjadi dan menghasilkan bentuk kegagalan. Occurence menggunakan bentuk penilaian dengan skala dari 1 (hampir tidak pernah) sampai dengan 10 (hampir sering). Tingkat keterjadian (occurence) tersebut dijelaskan pada tabel 2.2 sesuai dengan tabel Crisp ratings for occurance of a failure di Y.M. Wang, et al (2009). Tabel 2.4 Occurence Rating Probability of Occurance Occurance Sangat tinggi : kegagalan hampir tidak bisa dihindari
Rating
1 in 2
10
1 in 3 Tinggi : umumnya berkaitan 1 in 8 commit to user dengan proses terdahulu yang 1 in 20
9 8 7
II-29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 2.4 Occurence Rating (lanjutan) Probability of Occurance Occurance Rating Sedang : Umumnya berkaitan dengan proses terdahulu yang kadang mengalamu kegagalan tetapi tidak dalam jumlah besar Rendah : kegagalan terisolasi yang berkaitan dengan proses hampir identik Sangat rendah : hanya kegagalan terisolasi yang berkaitan dengan proses hampir identik Remote : kegagalan mustahil, tak pernah ada kegagalan terjadi dalam proses yang identik
1 in 80
6
1 in 400 1 in 2.000
5 4
1 in 15.000
3
1 in 150.000
2
1 in 1.500.000
1
Sumber : Y.M Wang et al, 2009
2.6.4.3 Detection Detection merupakan pengukuran terhadap kemampuan mendeteksi atau mengontrol kegagalan yang dapat terjadi. Detection menggunakan penilaian dengan skala dari 1 sampai 10. Tingkat kemampuan untuk dideteksi dijelaskan pada tabel 2.3 sesuai standar Crisp ratings for detection of a failure di Y.M. Wang, et al (2009).
Detection Hampir tidak mungkin Sangat jarang Jarang Sangat rendah
Tabel 2.5 Detection Ranking Likelhood of Detection Tidak ada alat pengontrol yang mampu mendeteksi Alat pengontrol saat ini sangat sulit mendeteksi bentuk dan penyebab kegagalan Alat pengontrol saat ini sangat sulit mendeteksi bentuk dan penyebab kegagalan Kemampuan alat kontrol untuk mendeteksi bentuk dan penyebab sangat rendah
commit to user
II-30
Ranking 10 9 8 7
perpustakaan.uns.ac.id
Detection Rendah Sedang Agak tinggi Tinggi Sangat tinggi Hampir pasti
digilib.uns.ac.id
Tabel 2.5 Detection Ranking (lanjutan) Likelhood of Detection Kemampuan alat kontrol untuk mendeteksi bentuk dan penyebab rendah Kemampuan alat kontrol untuk mendeteksi bentuk dan penyebab sedang Kemampuan alat kontrol untuk mendeteksi bentuk dan penyebab sedang sampa tinggi Kemampuan alat kontrol untuk mendeteksi bentuk dan penyebab tinggi Kemampuan alat kontrol untuk mendeteksi bentuk dan penyebab sangat tinggi Kemampuan alat kontrol untuk mendeteksi bentuk dan penyebab hampir pasti
Ranking 6 5 4 3 2 1
Sumber : Sumber : Y.M Wang et al, 2009
2.6.4.4 Risk Priority Number
Risk Priority Number merupakan produk matematis dari tingkat keparahan, tingkat keseringan atau kemungkinan terjadinya penyebab akan menimbulkan kegagalan yang berhubungan dengan pengaruh, dan kemampuan untuk mendeteksi kegagalan sebelum terjadi. Untuk mendapatkan nilai RPN, dapat ditunjukkan dengan persamaan dibawa ini : RPN = S x O x D
.... (1.1)
Dimana, S
= Severity.
O
= Occurance.
D
= Detectable.
Melalui nilai RPN ini akan memberikan informasi bentu kegagalan kecelakaan kerja yang mendapatkan prioritas penanganan.
2.7
Penelitian Sebelumnya
Penelitian-penelitian
sebelumnya
yang digunakan
sebagai
referensi
penelitian ini yaitu jurnal yang disusun ole Zeng et al. (2010). Dalam penelitian ini, Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) digunakan untuk menganalisis risiko manajemen OHS, lingkungan dan manajemen kualitas di bawah skema IMS di Cina. FMEA dikenal sebagai prosedur sistematis untuk menganalisis sistem, commit to user mengidentidikasi potensial failure mode, penyebab dan efek terhadap performansi
II-31
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sistem dalam manajemen rancang-bangun. Analisis dilakukan di tahap awal sehingga dapat menghapus atau memitigasi dari failure mode yang paling tepat untuk penghematan biaya. Dasar penghitungan risk priority number didapat dari occurance, severity dan detection dari risiko-risiko potensial. Dua puluh faktor risiko potensial dihasilkan dan level acceptability. Penelitian ini memberi masukan kepada kontraktor yang menerapkan sistem manajemen untuk mengintegrasikan manajemen risiko yang berkelanjutan dalam manajemen proyek. Untuk mewujudkannya, manajemen risiko dihubungkan dengan siklus Deming (Plan-Do-Check-Action), yang penting dalam audit dana manajemen untuk kemajuan yang berkelanjutan. Jurnal yang disusun oleh Juniani (2002) dalam penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi Manajemen Risiko dan mengukur risiko kegagalan dari pembangkit listrik Paiton. Penyebab dan dampaknya dianalisi dengan FMEA (Failure Mode and Effect Analysis), dan pengembangan mekanisme kegagalan dianalisis dengan FTA (Fault Tree Analysis). Penilaian terhadap frekuensi kegagalan didapat dari pembagian waktu operasi peralatan tiap tahun dengan nilai MTTF (Mean Time to Failure). Nilai konsekuensi merupakan biaya dari risiko kegagalan untuk tiap komponen tunggak, nilai ini diperoleh dari biaya perbaikan (CR) dan nilai MTTF (Mean Time to Failure). Hilangnya waktu saat waktu kegagalan dan kesulitan juga digunakan sebagai konsekuensi di penelitian ini. Nilai risiko kemudian diranking untuk mendapatkan komponen yang paling tinggi nilai risikonya. Skripsi yang disusun oleh Carel (2005). Penelitian ini menggunakan FTA dan FMEA, tahap FTA digunakan untuk menggambarkan permasalaham Jarlokat yang berupa kejadian-kejadian penyebab munculnya gangguan, sedangkan tahap FMEA digunakan untuk mencari prioritas penyelesaian permasalahn gangguan Jarlokat berdasarkan nilai Risk Priority Number (RPN) setiap penyebab gangguan. Nilai RPN diperoleh dengan mempertimbangkan severity, frekuensi, dan kemungkinan pengendalian untuk setiap penyebab gangguan. Hasil pengolahan data pada tahap FTA memberikan informasi adanya tiga belas kejadian dasar penyebab kejadian gangguan Jarlokat, sedangkan hasil pengolahan data pada tahap FMEA menghasilkan commit to user prioritas penyelesaian masalah
II-32
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
gangguan Jarlokat berturut-turut yaitu munculnya gangguan alam, aktivitas pihak ke-3, aktivitas manusia, aktivitas binatang, kualitas instalasi tidak baik, kondisi material tidak baik, kerusakan komponen pesawat, kerusakan remote pairgain, kerusakan utas telepon, adanya tegangan liar, sentral terganggu, rusaknya sekering/aristor, catuan tidak stabil.
commit to user
II-33
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian merupakan landasan berpijak agar proses penelitian berjalan secara sistematis, terstruktur dan terarah terdiri dari urutan langkah yang harus dilakukan oleh peneliti dalam menjalankan penelitiannya. Permasalahan yang dibahas mengenai kecelakaan kerja di PT GE Lighting Indonesia Mulai
Identifikasi Masalah
Penetapan Tujuan dan Manfaat
Studi Pustaka
Studi Lapangan
Mengidentifikasi Kecelakaan Kerja Mengidentifikasi Kecelakaan Kerja
Pengkategorian Kecelakaan Kerja Pengkategorian Kecelakaan Kerja
Mengidentifikasi Failure Mode and Effect Mengidentifikasi Failure Mode and Effect Analysis Analysis
Menghitung Risk Priority Number Menghitung Risk Priority Number
Analisi dan Intepretasi Hasil Analisi dan Intepretasi Hasil
Kesimpulan dan Saran Kesimpulan dan Saran
Selesai Selesai
Gambar 3.1 Metodologi Masalah commit toPenyelesaian user
III-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Secara umum diagram flowchart di atas menunjukkan dalam tahapan penyusunan laporan tugas akhir. Tahapan-tahapan tersebut dapat diuraikan menjadi beberapa bagian, adapun bagian-bagian ini dapat dijelaskan pada sub bab berikut ini. 3.1
Identifikasi Masalah Pada tahap ini merupakan awal dalam melakukan penelitian, dimana ruang
lingkup masalah yang diuraikan adalah permasalahan kesehatan dan keselamatan kerja di PT GE Lighting Indonesia khususnya masalah kecelakaan kerja yang terjadi dalam perusahaan manufaktur. Kecelakaan kerja ini dianalisis menurut prioritas utama yang harus ditangani terlebih dahulu. Identifikasi awal dilakukan berdasarkan data kecelakaan kerja PT GE Lighting Indonesia mulai tahun 2004 sampai dengan 2010, yang diberikan secara bertahap mulai tanggal 20 Januari hingga 4 Februari 2011. Dimana kasus kecelakaan kerja yang tidak sesuai dengan definisi kecelakaan kerja menurut David (1990) tidak diperhatikan sehingga data tereduksi dari 162 kasus kecelakaan kerja hanya menjadi 151 kasus kecelakaan kerja saja. 3.2
Penetapan Tujuan dan Manfaat Penelitian Setelah melakukan indentifikasi awal, perumusan masalah, langkah
selanjutnya adalah penetapan tujuan dan manfaat penelitian. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prioritas penanganan kecelakaan kerja yang terjadi di PT GE Lighting Indonesia. Sedangkan manfaat penelitian ini berupa masukan perbaikan yang perlu dilakukan perusahaan untuk meminimalkan atau mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang terjadi di PT GE Lighting Indonesia dan memberikan kenyamanan kepada karyawan karena dapat menghindarkan mereka dari risiko kecelakaan kerja saat bekerja. 3.3
Studi Pustaka Studi pustaka merupakan tahap pemahaman teori-teori yang mendasari
penelitian. Studi kepustakaan dilakukan untuk mencari ide-ide, rumusan-rumusan dan konsep-konsep teoritis dari berbagai literatur seperti buku, jurnal, penelitianpenelitian sebelumnya berkaitan mengenai kesehatan dan kecelakaan dengan commit to user
III-2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
metode failure mode and effect analysis (FMEA) yang dapat dipakai sebagai landasan teoritis untuk melakukan penelitian. 3.4
Studi Lapangan Studi Lapangan dilakukan sebagai observasi untuk mengetahui lebih jelas
permasalahan yang diangkat dalam penelitian. Observasi dilakukan melalui pengamatan pada area produksi, area limbah, area kantor dan area umum di PT GE Lighting Indonesia serta diskusi dan wawancara dengan staf EHS, operator dan manajer yang bertanggung jawab pada departemen tertentu di perusahaan. Saat melakukan observasi lapangan didampingi oleh staf EHS sehingga observasi yang dilakukan bisa mendapatkan informasi yang maksimal. Observasi dilakukan selama tiga kali selama satu bulan penelitian yakni minggu kedua, ketiga dan keempat. 3.5
Identifikasi Kecelakaan Kerja Data penelitian diperoleh dari Departemen Environment, Health and Safety
(EHS) yaitu berupa data kecelakaan kerja yang terjadi di PT GE Lighting Indonesia selama tahun 2004 sampai dengan 2010. Proses identifikasi kecelakaan kerja yang terjadi PT GE Lighting Indonesia dilakukan dengan membagi sesuai dengan kolom yang terdapat pada data record perusahaan yakni waktu terjadinya kecelakaan, shift kerja, jenis penanganan, letak luka dan departemen kerja. Untuk selanjutnya dilakukan karakterisasi kecelakaan kerja yang terjadi. 3.6
Pengkategorian Kecelakaan Kerja Tahap
melakukan
pengkategorian
ini
adalah
dengan
melakukan
pengelompokkan kejadian kecelakaan kerja selama tahun 2004 sampai dengan 2010 yang memiliki kemiripan kejadiannya. Gambaran kejadian didapat dari data awal yang diberikan oleh departemen EHS PT GE Lighting Indonesia. Pengkategorian berdasarkan Hughes (2001) dengan penyesuain kondisi nyata PT GE Lighting Indonesia. Dari hasil tersebut didapatkan kategori kecelakaan kerja yang nantinya digunakan sebagai failure mode penelitian ini. 3.7
Tahap Failure Mode and Effect Analysis Output yang diperoleh setelah langkah-langkah failure mode and effect
commit to userkepentingan penanganan setiap analysis adalah dapat mengetahui tingkat
III-3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
permasalahan yang ada dengan mempertimbangkan faktor severity, occurance, dan detection. Untuk skala severity dilakukan penilaian berdasarkan Priest (1996), untuk occurance dan detection dilakukan berdasarkan Y.-M. Wang, et al. (2009). Adapun langkah-langkah failure mode and effect analysis sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi sistem Sistem yang diamati dalam penelitian adalah sistem kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di PT GE Lighting Indonesia. Salah satu penilaian apakah sistem K3 perusahaan berjalan dengan baik adalah mengacu kepada kejadian kecelakaan kerja yang terjadi di perusahaan. 2. Mengidentifikasi failure mode Pada langkah ini akan dicari penyebab kegagalan kejadian hingga timbul kasus kecelakaan kerja. Failure mode didapatkan dari hasil pengkategorian kejadian kecelakaan kerja di PT GE Lighting Indonesia. 3. Mengidentifikasi failure effect Seteleh didapatkan failure mode, maka diidentifikasi failure effect. Failure effect didefinisikan sebagai akibat yang ditimbulkan oleh failure mode. 4. Mengidentifikasi sebab-sebab kegagalan (causes) Mengidentifikasi sebab-sebab dari terjadinya failure mode yang menyebabkan kejadian kecelakaan kerja di PT GE Lighting Indonesia. 5. Menganalisis tingkat keseriusan akibat yang terjadi (severity) Severity failure mode menunjukkan tingkat keseriusan akibat yang ditimbulkan suatu failure mode ditunjukkan dalam ranking 1 sampai 10 yang menunjukkan tingkat keseriusan atau bahaya yang ditimbulkan. Penentuan skala berdasarkan standar Incident Severity Scale (Priest, 1996). Dalam skala ini terdefinisi secara jelas mengenai luka yang terjadi, penyakit, bahaya sosial dan psychological, serta bahaya terhadap peralatan atau mesin. Penentuan skala ini didapatkan dari hasil diskusi dan wawancara dengan staf EHS, operator dan manajer yang bertanggung jawab pada departemen tertentu di perusahaan. 6. Menganalisis frekuensi terjadinya kegagalan (occurance) Occurrance merupakan frekuansi dari penyebab kegagalan secara spesifik dari suatu proyek tersebut terjadi dan menghasilkan bentuk kegagalan. Occurance menggunakan bentuk penilaian commit dengan skala dari 1 (hampir tidak pernah) sampai to user
III-4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan 10 (hampir sering). Tingkat keterjadian (occurence) berdasarkan Y.M. Wang, et al (2009). 7. Menganalisis kesulitan pengendalian yang dilakukan (detection) Detection merupakan pengukuran terhadap kemampuan mendeteksi atau mengontrol kegagalan yang dapat terjadi. Detection menggunakan penilaian dengan skala dari 1 sampai 10. Penilaian tingkat kemampuan untuk dideteksi berdasarkan Y.M. Wang, et al (2009). 8. Perhitungan Risk Priority Number (RPN)
Langkah ini bertujuan untuk memperoleh urutan tingkat kepentingan failure mode dalam metode FMEA, analisis tingkat kepentingan dihitung dengan menggunakan Risk Priority Number (RPN). Nilai RPN (Risk Priority Number) diperoleh dari perkalian nilai SOD (Severity, Occurrence, Detection). Cause of failure mode yang memiliki nilai RPN tinggi mempunyai prioritas penyelesaian yang lebih tinggi. RPN = (severity) x (occurence) x (detection) 3.8
ANALISIS DAN INTEPRETASI HASIL Data-data
penelitian
yang
telah
diolah,
kemudian
dianalisis,
diintrepretasikan dan dijadikan pedoman dalam melakukan perbaikan. Usulan perbaikan merupakan usulan umum yang dapat diterapkan dalam semua jenis kecelakaan yang terjadi. 3.9
KESIMPULAN DAN SARAN Pada tahap ini akan disimpulkan hasil dari penulisan. Kesimpulan ini
mencakup dari tujuan yang dicapai dalam penulisan laporan. Selain itu pada bagian ini akan dibahas juga rekomendasi sebagai saran implementasi lebih lanjut.
commit to user
III-5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Pada bab ini dilakukan proses pengumpulan data dan langkah-langkah dalam pengolahan data penelitian untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja serta penentuan tingkat kepentingan failure mode untuk prioritas penanganan dengan metode Failure Mode and Effect Analysis di PT GE Lighting Indonesia. 4.1
Pengumpulan Data Pada tahap pengumpulan data, data-data yang dikumpulkan meliputi semua
informasi data yang diperoleh berupa record data kecelakaan kerja mulai tahun 2004 sampai dengan tahun 2010. Selain menggunakan data kecelakaan kerja yang merupakan data primer juga mengumpulkan data sekunder yakni berupa hasil wawancara, diskusi, brainstorming dengan pihak manajerial, staf EHS, karyawan serta engineer control masing-masing departemen yang terkait dengan kecelakaan kerja yang telah terjadi pada tahun tersebut. Dari data kecelakaan kerja di perusahaan diketahui bahwa terjadi 162 kecelakaan tapi hanya 151 kecelakaan kerja yang masuk dalam pengolahan data Sortir ini dilakukan dengan bantuan microsoft excell 2010 untuk memisahkan kondisi kejadian kecelakaan kerja sesuai dengan definisi yang ditetapkan di latar belakang. Rekapitulasi jumlah kecelakaan kerja tiap tahun di PT GE Lighting Indonesia dapat dilihat pada tabel 4.1 dan untuk grafik kejadian kecelakaan kerja tiap bulan selama tujuh tahun ditunjukkan gambar 4.2. Tabel 4.1 Rekapitulasi Kecelakaan Kerja PT GE Lighting Indonesia tahun 2004 sampai dengan 2010 Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Jumlah Kecelakaan Kerja 61 35 12 21 8 6 8
commit to user
IV-1
Gambar 4.1 Grafik Kecelakaan Kerja tahun 2004-2010
IV-2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4.1.1 Identifikasi Kecelakaan Kerja Tahun 2004-2010 Latar belakang permasalahan kecelakaan kerja di PT GE Lighting Indonesia yaitu banyaknya kejadian kecelakaan kerja yang terjadi sehingga mengakibatkan terganggunya proses kerja. Kejadian kecelakaan kerja ini dapat mengakibatkan kehilangannya jam kerja karyawan, terhambatnya proses kerja bahkan meningkatnya biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk memulihkan kondisi karyawan. Kasus kecelakaan kerja tersebut akan dianalisis kecelakaan kerja apa yang sering terjadi, dan diprioritaskan untuk diperbaiki terlebih dahulu dan dicari penyelesaiannya. Identifikasi kecelakaan kerja yang terjadi PT GE Lighting Indonesia dibagi sesuai dengan kolom yang terdapat pada record perusahaan yakni waktu terjadinya kecelakaan sesuai shift kerja, jenis penanganan, letak luka dan departemen dimana operator yang mengalami kerja berada. Hasil identifikasi kecelakaan sesuai shift kerja ditunjukkan oleh gambar 4.2, sedangkan untuk jenis penanganan gambar 4.3 , identifikasi berdasarkan letak luka gambar 4.4, dan berdasarkan departemen kerja ditunjukkan gambar 4.5.
Gambar 4.2 Kecelakaan kerja tahun 2004-2010 berdasarkan shift kerja Dalam sehari PT GE Lighting Indonesia membagi shift menjadi tiga bagian yaitu : a. Shift I
: 06.00 – 15.00
b. Shift II
: 15.00 – 22.00
c. Shift III
: 22.00 – 06.00 commit to user
IV-3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 4.3 Kecelakaan kerja tahun 2004-2010 berdasarkan jenis penanganan Pada dasarnya kecelakaan kerja di PT GE Lighting Indonesia digolongkan menjadi 4 yaitu : a. Near miss Suatu kejadian yang tidak diinginkan yang tidak menyebabkan luka atau kerusakan tetapi dapat menyebabkan atau memulai bahaya. b. First aid Kasus kecelakaan yang hanya membutuhkan perawatan pertolongan pertama. c. Recordable Kasus kecelakaan atau sakit akibat kerja yang harus diperhitungkan sebagai kecelakaan serius d. Fatality Kejadian yang mengakibatkan hilangnya nyawa. Sedangkan incident merupakan kejadian yang bukan berdampak terhadap diri atau tubuh seseorang tetapi terhadap mesin, peralatan atau lingkungan sekitar.
commit to user
IV-4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 4.4 Kecelakaan kerja tahun 2004-2010 berdasar letak luka Gambar 4.4 menunjukkan letak luka dari kejadian kecelakaan yang terjadi selama tahun 2004 sampai dengan 2010 dilihat dari bagian tubuh atau diluar tubuh (mesin).
Gambar 4.5 Kecelakaan kerja tahun 2004-2010 berdasar letak kejadian Gambar 4.5 menunjukkan letak kejadian kecelakaan kerja selama tahun 2004-2010. Diketahui bahwa departemen FL 456 yang memproduksi lampu Flouresence menduduki peringkat tertinggi jumlah kejadian kecelakaan kerja. commit to user
IV-5
perpustakaan.uns.ac.id
4.2
digilib.uns.ac.id
PENGOLAHAN DATA Pada pengolahan data ini merupakan tahapan dari metode failure mode and
effect analysis yang kemudian akan dicari failure mode yang diprioritaskan untuk segera ditangani oleh PT GE Lighting Indonesia. 4.2.1 Kategori Kejadian Kecelakaan Kerja Kategori kejadian kecelakaan kerja ini dibuat berdasarkan Hughes (2001) yang disesuaikan dengan kondisi nyata perusahaan. Penyesuaian dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi industri manufaktur, gambaran kejadian kecelakaan kerja serta job task perusahaan. Tabel 4.2 menunjukkan nama kategori dan penjelasannya. Nantinya kategori ini menjadi failure mode dari penelitian.
Tabel 4.2 Penjelasan Kategori Kecelakaan Kerja NO.
1
2
3
4
5
6
KATEGORI KECELAKAAN KERJA
PENJELASAN Kategori ini merupakan kecelakaan kerja yang Kontak dengan mesin yang sedang terjadi karena adanya kontak atau interaksi bergerak atau material yang berada terhadap mesin-mesin produksi saat bekerja atau dalam mesin kontak dengan material yang sedang diproses (berada dalam mesin). Kategori ini merupakan kategori kecelakaan kerja yang terjadi karena adanya benturan antara Terbentur benda yang bergerak, korban dengan benda yang berada pada posisi terbang, atau benda yang jatuh tidak stabil/rata sehingga benda tersebut jatuh dan mengenai korban atau bisa juga benda yang sedang bergerak. Kategori ini merupakan kecelakaan kerja yang terjadi tidak hanya karena tertabrak kendaraan Terkena kendaraan yang sedang dalam pabrik seperti kereta muat limbah atau bergerak forklift, tapi juga terkena bagian dari kereta seperti tertindas roda kereta dll Kategori ini merupakan kecelakaan kerja yang terjadi karena adanya kontak antara korban Terkena benda yang berada dalam dengan peralatan sekitarnya yang bersifat statis. kondisi tetap ataupun stasioner Contoh kasusnya adalah korban terbentur dengan pintu almari, dinding pembatas, atau penyangga peralatan Kategori ini merupakan kategori umum Terluka pada waktu menangani kecelakaan kerja yang sering terjadi perusahaan. pekerjaan, mengangkat barang, ataupun Terutama pada saat korban sedang menangani membawanya pekerjaan yang ia lakukan. Kategori ini merupakan kategori kecelakaan kerja yang terjadi karena korban terpeleset, Terpeleset, tersandung, dan jatuh pada tersandung, terjatuh. Bisa terjadi karena kondisi ketinggian yang sama lantai yang tidak rata, basah, licin ataupun berlubang
commit to user
IV-6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.2 Penjelasan Kategori Kecelakaan Kerja (lanjutan) NO.
KATEGORI KECELAKAAN KERJA
7
Terjatuh dari ketinggian
8
Terkena atau kontak dengan bahan/benda berbahaya
9
10
11
12
PENJELASAN Kategori ini merupakan kategori kecelakaan kerja yang terjadi karena korban jatuh dari ketinggian tertentu, seperti jatuh dari tangga Kategori ini merupakan kategori kecelakaan kerja yang terjadi karena korban berinteraksi dengan zat kimia yang berbahaya seperti (thenor, medic seven). Kecelakaan kerja seperti ini akan banyak terjadi apabila kelengkapan pemakaian APD tidak diperhatikan dengan baik.
Terkena api atau benda panas
Kategori ini merupakan kategori kecelakaan kerja karena korban berinteraksi dengan benda-benda panas terlebih lagi proses produksi pembuatan lampu menggunakan api sehingga benda panas sangat banyak di area produksi pabrik
Terkena ledakan
Kategori ini merupakan kategori kecelakaan kerja karena adanya ledakan di mesin, atau lampu yang sedang diproduksi sehingga mengenai korban
Terluka karena kecerobohan orang lain
Kategori ini merupakan hasil penyesuaian dari kategori yang dipaparkan oleh Hughes. Kecelakaan kerja yang terjadi tidak hanya akibat adanya serangan dari orang lain tapi lebih pada kecerobohan yang dilakukan orang lain.
Jenis-jenis lain dari kecelakaan kerja
Kategori ini merupakan kategori kecelakaan kerja yang tidak dapat dimasukkan ke dalam kategorikategori sebelumnya. Seperti contohnya adalah kecelakaan kerja yang diakibatkan kondisi tubuh yang melemah dari korban.
4.2.2 Tahap Failure Mode and Effect Analysis 4.2.2.1 Mengidentifikasi failure mode Failure mode yang didapatkan merupakan kategori kecelakaan kerja yang telah dijelaskan diatas, yaitu sebagai berikut : 1.
2.
3.
Kontak dengan mesin yang
4.
Terkena benda yang berada
sedang bergerak atau material
dalam kondisi tetap ataupun
yang berada dalam mesin.
stasioner.
Terbentur benda yang bergerak,
5.
Terluka pada waktu menangani
terbang, atau benda yang jatuh.
pekerjaan, mengangkat barang,
Terkena kendaraan yang sedang
ataupun membawanya.
bergerak.
commit to user
IV-7
perpustakaan.uns.ac.id
6.
Terpeleset,
digilib.uns.ac.id
tersandung,
dan
9.
Terkena api atau benda panas.
jatuh pada ketinggian yang
10. Terkena ledakan.
sama.
11. Terluka
7.
Terjatuh dari ketinggian.
8.
Terkena atau kontak dengan
karena
kecerobohan
orang lain. 12. Jenis-jenis lain dari kecelakaan
bahan/benda berbahaya.
kerja
4.2.2.2 Mengidentifikasi Keseriusan Akibat Yang Terjadi Severity failure mode menunjukkan tingkat keseriusan akibat atau efek munculnya suatu failure mode dalam jaringan. Adapun skala severity yang digunakan adalah skala 1-10 seperti dalam Priest (1996) yang ditunjukkan oleh tabel 2.3. Seberapa
serius
dampak
yang
ditimbulkan
oleh
kegagalan
yang
menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja ditentukan oleh seberapa serius pengaruh yang ditimbulkan. Dengan kata lain, skala severity failure mode ditentukan oleh nilai severity failure effectnya. Skala severity failure effect yang tertinggi dijadikan sebagai skala severity failure mode seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.3. Tabel 4.3 Hasil Penilaian Failure Mode terhadap Keseriusan Dampak yang Diakibatkan NO.
1
2
3
4
FAILURE MODE
EFEK FAILURE MODE
tergores kaca; tergores (RC); terkena pecahan kaca; tersayat terjepit (RC) terkena pecahan gerinda Kontak dengan mesin yang terkilir sedang bergerak atau material kuku terlepas karena yang berada dalam mesin terpukul hidrolis (RC) terjepit dan tergores kulit memerah terkena benda panas tertusuk kaca (RC) luka memar luka memar Terbentur benda yang luka robek RC bergerak, terbang, atau benda tergores RC yang jatuh luka bakar Terkena kendaraan yang luka memar sedang bergerak Patah tulang ibu jari luka bakar Terkena benda yang berada terkilir dalam kondisi tetap ataupun tersayat stasioner luka memar commit to luka userrobek berat RC
IV-8
SEVERITY
6
6
6
6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.3 Hasil Penilaian Failure Mode terhadap Keseriusan Dampak yang Diakibatkan (lanjutan) NO.
FAILURE MODE
5
Terluka pada waktu menangani pekerjaan, mengangkat barang, ataupun membawanya
6
Terpeleset, tersandung, dan jatuh pada ketinggian yang sama
7
Terjatuh dari ketinggian
8
Terkena atau kontak dengan bahan/benda berbahaya
9
Terkena api atau benda panas
10
Terkena ledakan
11
Terluka karena kecerobohan
12
Jenis-jenis lain dari kecelakaan kerja
EFEK FAILURE MODE tergores luka memar terkena air panas (iritasi terkilir tertusuk benda tajam luka memar terkilir gegar otak ringan terkilir memar di bagian iga kiri iritasi kulit karena bahan kimia iritasi mata iritasi kulit karena debu luka bakar iritasi kulit karena terkena microsent mesin rusak kulit memerah terkena kulit melepuh tersayat; tergores (RC) luka bakar luka memar pegal pingsan terkilir tergores
SEVERITY
4
8 5
6
4 6 3 3
4.2.2.3 Mengidentifikasi Occurance yang Terjadi Occurrance merupakan frekuensi dari penyebab kegagalan terjadinya kecelakaan kerja. Occurance menggunakan bentuk penilaian dengan skala dari 1 (hampir tidak pernah) sampai dengan 10 (hampir sering). Skala ini ditentukan berdasarkan occurance scale pada Y.M. Wang et al (2009) ditunjukkan tabel 2.4. Hasil penilaian untuk occurance atau frekuensi dapat dilihat pada tabel 4.4 dimana hasil penilaian berdasarkan pengamatan, wawancara dan diskusi dengan manajer dan staf EHS, operator,dan manajer yang bertanggung jawab pada
departemen yang terkait.
commit to user
IV-9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.4 Hasil Penilaian Occurance NO.
FAILURE MODE
PENYEBAB FAILURE MODE APD yang dipakai tidak lengkap / tidak layak Permesinan tidak berjalan dengan lancar Lampu yang tiba-tiba pecah
1
Kontak dengan mesin yang sedang bergerak atau material Kesalahan manusia yang berada dalam mesin
Kontrol Manajemen Perusahaan kurang maksimal Penerapan ergonomi dalam perusahaan yang kurang maksimal APD yang dipakai tidak
Kesalahan manusia
2
3
4
Terbentur benda yang bergerak, terbang, atau benda Ketidaksesuaian alat yang jatuh Kontrol Manajemen Perusahaan kurang maksimal Belum adanya rancangan guarding yang sesuai Permesinan tidak berjalan
Terkena kendaraan yang sedang bergerak
OCCURANCE 7 4 5
8
7
6 7
8
4 7 3 4
Kesalahan manusia
8
Kontrol Manajemen Perusahaan kurang maksimal
7
Ketidaksesuaian mesin/alat
4
Terkena benda yang berada Penerapan ergonomi dalam kondisi tetap ataupun dalam perusahaan yang stasioner kurang maksimal
6
Kontrol Manajemen
7
Kesalahan manusia
8
commit to user
IV-10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.4 Hasil Penilaian Occurance (lanjutan) NO.
FAILURE MODE
PENYEBAB FAILURE MODE Penerapan ergonomi dalam perusahaan yang kurang maksimal Lampu yang tiba-tiba pecah APD yang dipakai tidak
5
6
7
Terluka pada waktu menangani pekerjaan, mengangkat barang, ataupun Kesalahan manusia membawanya
5 7
8
7
Penerapan ergonomi dalam perusahaan yang kurang maksimal
6
7
Kesalahan Manusia
8
Kesalahan manusia Kontrol Manajemen Perusahaan kurang maksimal
8
APD yang dipakai tidak lengkap / tidak layak
8
6
Kontrol Manajemen Perusahaan kurang maksimal
Terpeleset, tersandung, dan Kontrol Manajemen jatuh pada ketinggian yang Perusahaan kurang sama
Terjatuh dari ketinggian
OCCURANCE
Kebersihan ruangan kurang Terkena atau kontak dengan Ketidaksesuaian bahan/benda berbahaya mesin/alat Kontrol Manajemen Perusahaan kurang Kesalahan manusia
commit to user
IV-11
7
7 3 4 7 8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.4 Hasil Penilaian Occurance (lanjutan) NO.
FAILURE MODE
PENYEBAB FAILURE MODE Kesalahan Manusia
9
Ketidaksesuaian mesin/alat Penerapan ergonomi dalam perusahaan yang Terkena api atau benda panas APD yang dipakai tidak lengkap / tidak layak Kontrol Manajemen Perusahaan kurang maksimal
10
11
12
Terkena ledakan
lampu tiba-tiba meledak Kontrol Manajemen Perusahaan kurang Permesinan tidak berjalan dengan lancar Belum adanya rancangan guarding yang sesuai diterapkan di mesin lampu tiba-tiba meledak
Terluka karena kecerobohan Kesalahan Manusia orang lain
Jenis-jenis lain dari kecelakaan kerja
OCCURANCE 8 4 6 7
7 5 7 4
3 5 8
Penerapan ergonomi dalam perusahaan yang kurang maksimal
6
Kesalahan manusia
8
4.2.2.4 Mengidentifikasi Alat Pendeteksi Penyebab Terjadinya Failure Mode Pada langkah identifikasi alat atau cara untuk mendeteksi penyebab terjadinya failure mode (detection), yang dilakukan adalah mengumpulkan informasi untuk mengendalikan keberadaan cause of failure yang menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. Adapun skala detection yang digunakan berdasarkan Y.M. Wang et al (2009) ditunjukkan tabel 2.5. Hasil penilaian untuk alat atau cara pengendalian penyebab terjadinya failure mode dapat dilihat pada tabel 4.5. Penilian ini didapatkan selain dari pengamatan lapangan juga dari hasil diskusi dan wawancara dengan manajer dan staf EHS, operator,dan manajer yang bertanggung jawab pada departemen yang terkait.
commit to user
IV-12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.5 Hasil Penilaian Detection NO.
1
FAILURE MODE
APD yang dipakai tidak lengkap / tidak layak
PENDETEKSIAN YANG SUDAH DILAKUKAN PERUSAHAAN Insepksi rutin yang dilakukan dari EHS dan manajemen perusahaan
Permesinan tidak berjalan dengan lancar Lampu yang tiba-tiba pecah
Pengecekan mesin secara berkala dari engineer masing-masing departemen Belum ada alat pendeteksi yang dimiliki perusahaan
PENYEBAB FAILURE MODE
Kontak dengan mesin yang sedang bergerak atau material Kesalahan manusia yang berada dalam mesin
Kontrol Manajemen Perusahaan kurang maksimal Penerapan ergonomi dalam perusahaan yang kurang maksimal APD yang dipakai tidak lengkap / tidak layak
Kesalahan manusia
2
3
4
4 8 10
Inspeksi dari kepala masing-masing departemen terhadap karyawan yang dibawahi
6
Perusahaan memiliki divisi-divisi khusus EHS yang bertanggung jawab pada permasalahan seperti JSA, LOTO, Ergonomi
9
Adanya masukan dari karyawan mengenai ketidaknyamanan saat bekerja
5
Insepksi rutin yang dilakukan dari EHS dan manajemen perusahaan
4
Inspeksi dari kepala masing-masing departemen terhadap karyawan yang dibawahi
6
Terbentur benda yang bergerak, terbang, atau benda Ketidaksesuaian alat yang jatuh
Penyeleksian penggunaan peralatan oleh manajemen sebelum disosialisasikan kepada operator Kontrol Manajemen Perusahaan memiliki divisi-divisi khusus EHS Perusahaan kurang yang bertanggung jawab pada permasalahan maksimal seperti JSA, LOTO, Ergonomi Belum adanya rancangan Belum ada alat pendeteksi yang dimiliki guarding yang sesuai perusahaan Permesinan tidak berjalan Pengecekan mesin secara berkala dari engineer
Terkena kendaraan yang sedang bergerak
DETECTION
5
9 10 8
Kesalahan manusia
Inspeksi dari kepala masing-masing departemen terhadap karyawan yang dibawahi
6
Kontrol Manajemen Perusahaan kurang maksimal
Melalui masukan dari para karyawan
9
Ketidaksesuaian mesin/alat
Penyeleksian penggunaan peralatan oleh manajemen sebelum disosialisasikan kepada operator
5
Adanya masukan dari karyawan mengenai ketidaknyamanan saat bekerja
5
Terkena benda yang berada Penerapan ergonomi dalam kondisi tetap ataupun dalam perusahaan yang stasioner kurang maksimal Kontrol Manajemen Kesalahan manusia
Melalui masukan dari para karyawan Inspeksi dari kepala masing-masing departemen terhadap karyawan yang dibawahi
commit to user
IV-13
9 6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.5 Hasil Penilaian Detection (lanjutan) NO.
5
6
FAILURE MODE
PENYEBAB FAILURE MODE Penerapan ergonomi dalam perusahaan yang kurang maksimal
Adanya masukan dari karyawan mengenai ketidaknyamanan saat bekerja
Lampu yang tiba-tiba pecah APD yang dipakai tidak lengkap / tidak layak
Belum ada alat pendeteksi yang dimiliki perusahaan Insepksi rutin yang dilakukan dari EHS dan manajemen perusahaan
Terluka pada waktu menangani pekerjaan, mengangkat barang, ataupun Kesalahan manusia membawanya
10 4
Kontrol Manajemen Perusahaan kurang maksimal
Melalui masukan dari para karyawan
9
Penerapan ergonomi dalam perusahaan yang kurang maksimal
Adanya masukan dari karyawan mengenai ketidaknyamanan saat bekerja
5
Mengandalkan pengamatan manajemen
9
Inspeksi dari kepala masing-masing departemen terhadap karyawan yang dibawahi
6
Kesalahan manusia
8
5
6
Terpeleset, tersandung, dan Kontrol Manajemen jatuh pada ketinggian yang Perusahaan kurang sama
Terjatuh dari ketinggian
DETECTION
Inspeksi dari kepala masing-masing departemen terhadap karyawan yang dibawahi
Kesalahan Manusia
7
PENDETEKSIAN YANG SUDAH DILAKUKAN
Kontrol Manajemen Perusahaan kurang maksimal
Inspeksi dari kepala masing-masing departemen terhadap karyawan yang dibawahi Perusahaan memiliki divisi-divisi khusus EHS yang bertanggung jawab pada permasalahan seperti JSA, LOTO, Ergonomi
APD yang dipakai tidak lengkap / tidak layak
Insepksi rutin yang dilakukan dari EHS dan manajemen perusahaan
4
Adanya housekeeper di perusahaan
5
Kebersihan ruangan kurang Terkena atau kontak dengan Ketidaksesuaian bahan/benda berbahaya mesin/alat Kontrol Manajemen Perusahaan kurang Kesalahan manusia
Penyeleksian penggunaan peralatan oleh manajemen sebelum disosialisasikan kepada Perusahaan memiliki divisi-divisi khusus EHS yang bertanggung jawab pada permasalahan Inspeksi dari kepala masing-masing departemen terhadap karyawan yang dibawahi
commit to user
IV-14
6
9
5 9 6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.5 Hasil Penilaian Detection (lanjutan) NO.
FAILURE MODE
PENYEBAB FAILURE MODE Kesalahan Manusia Ketidaksesuaian mesin/alat
9
10
11
12
Penerapan ergonomi dalam perusahaan yang Terkena api atau benda panas APD yang dipakai tidak lengkap / tidak layak
Terkena ledakan
departemen terhadap karyawan yang dibawahi Penyeleksian penggunaan peralatan oleh manajemen sebelum disosialisasikan kepada operator Adanya masukan dari karyawan mengenai ketidaknyamanan saat bekerja Insepksi rutin yang dilakukan dari EHS dan manajemen perusahaan
Kontrol Manajemen Perusahaan kurang maksimal
Belum ada alat deteksi mengenai pembenahan WI atau pembuatan jadwal training ; inspeksi rutin staf EHS ke seluruh bagian produksi
lampu tiba-tiba meledak Kontrol Manajemen Perusahaan kurang Permesinan tidak berjalan dengan lancar Belum adanya rancangan guarding yang sesuai diterapkan di mesin lampu tiba-tiba meledak
Belum ada alat pendeteksi yang dimiliki perusahaan Belum ada alat deteksi mengenai pembenahan WI atau pembuatan jadwal training Pengecekan mesin secara berkala dari engineer masing-masing departemen
DETECTION 6 5 5 4 9 10 9 8
Belum ada alat pendeteksi yang dimiliki perusahaan
10
Belum ada alat pendeteksi yang dimiliki perusahaan
10
Inspeksi dari kepala masing-masing departemen terhadap karyawan yang dibawahi
8
Penerapan ergonomi dalam perusahaan yang kurang maksimal
Adanya masukan dari karyawan mengenai ketidaknyamanan saat bekerja
5
Kesalahan manusia
Inspeksi dari kepala masing-masing departemen terhadap karyawan yang dibawahi
8
Terluka karena kecerobohan Kesalahan Manusia orang lain
Jenis-jenis lain dari kecelakaan kerja
PENDETEKSIAN YANG SUDAH DILAKUKAN PERUSAHAAN Inspeksi dari kepala masing-masing
4.2.3 Perhitungan Risk Priority Number Nilai RPN (Risk Priority Number) diperoleh dari perkalian nilai SOD (Severity, Occurrence, Detection). Dimana tujuan dilakukan perhitungan nilai RPN adalah untuk mengetahui urutan failure mode yang harus diprioritaskan untuk ditangani terlebih dahulu. Hasil perhitungan RPN dapat dilihat pada tabel 4.6 sebagai berikut.
commit to user
IV-15
Tabel 4.6 Hasil Perhitungan RPN NO.
FAILURE MODE
EFEK FAILURE MODE
SEVERITY
tergores kaca; tergores (RC); terkena pecahan kaca; tersayat
1
OCCURANCE
APD yang dipakai tidak lengkap / tidak layak
7
Permesinan tidak berjalan dengan lancar Lampu yang tiba-tiba pecah
terjepit (RC) terkena pecahan gerinda terkilir kuku terlepas karena terpukul hidrolis (RC) Kontak dengan mesin yang terjepit dan tergores sedang bergerak atau material kulit memerah terkena yang berada dalam mesin benda panas
PENYEBAB FAILURE MODE
4 5
PENDETEKSIAN YANG SUDAH DILAKUKAN PERUSAHAAN Insepksi rutin yang dilakukan dari EHS dan manajemen perusahaan Pengecekan mesin secara berkala dari engineer masingmasing departemen Belum ada alat pendeteksi yang dimiliki perusahaan
DETECTION
RPN
4
168
8
192
10
300
Kesalahan manusia
8
Inspeksi dari kepala masing-masing departemen terhadap karyawan yang dibawahi
6
288
Kontrol Manajemen Perusahaan kurang maksimal
7
Perusahaan memiliki divisi-divisi khusus EHS yang bertanggung jawab pada permasalahan seperti JSA, LOTO, Ergonomi
9
378
Penerapan ergonomi dalam perusahaan yang kurang maksimal
6
Adanya masukan dari karyawan mengenai ketidaknyamanan saat bekerja
5
180
APD yang dipakai tidak lengkap / tidak layak
7
Insepksi rutin yang dilakukan dari EHS dan manajemen perusahaan
4
Kesalahan manusia
8
Inspeksi dari kepala masing-masing departemen terhadap karyawan yang dibawahi
6
288
Ketidaksesuaian alat
4
Penyeleksian penggunaan peralatan oleh manajemen sebelum disosialisasikan kepada operator
5
120
Kontrol Manajemen Perusahaan kurang maksimal
7
Perusahaan memiliki divisi-divisi khusus EHS yang bertanggung jawab pada permasalahan seperti JSA, LOTO, Ergonomi
9
378
Belum adanya rancangan guarding yang sesuai diterapkan di mesin
3
Belum ada alat pendeteksi yang dimiliki perusahaan
10
180
Permesinan tidak berjalan dengan lancar
4
Pengecekan mesin secara berkala dari engineer masingmasing departemen
8
192
6
tertusuk kaca (RC)
luka memar
168
luka memar
2
luka robek RC Terbentur benda yang bergerak, terbang, atau benda yang jatuh
6
tergores RC
luka bakar
IV-16
Tabel 4.6 Hasil Perhitungan RPN (lanjutan) NO.
FAILURE MODE
3
Terkena kendaraan yang sedang bergerak
EFEK FAILURE MODE
SEVERITY
luka memar
PENYEBAB FAILURE MODE
OCCURANCE
luka bakar
DETECTION
RPN
Kesalahan manusia
8
Inspeksi dari kepala masing-masing departemen terhadap karyawan yang dibawahi
6
288
Kontrol Manajemen Perusahaan kurang maksimal
7
Melalui masukan dari para karyawan
9
378
Ketidaksesuaian mesin/alat
4
Penyeleksian penggunaan peralatan oleh manajemen sebelum disosialisasikan kepada operator
5
120
Penerapan ergonomi dalam perusahaan yang kurang maksimal
6
Adanya masukan dari karyawan mengenai ketidaknyamanan saat bekerja
5
180
Kontrol Manajemen Perusahaan kurang maksimal
7
Melalui masukan dari para karyawan
9
378
Kesalahan manusia
8
Inspeksi dari kepala masing-masing departemen terhadap karyawan yang dibawahi
6
288
Penerapan ergonomi dalam perusahaan yang kurang maksimal
6
Adanya masukan dari karyawan mengenai ketidaknyamanan saat bekerja
5
120
10
200
4
112
6 Patah tulang ibu jari
PENDETEKSIAN YANG SUDAH DILAKUKAN PERUSAHAAN
terkilir
4
Terkena benda yang berada tersayat dalam kondisi tetap ataupun stasioner
6
luka memar luka robek berat RC
tergores
5
Terluka pada waktu menangani luka memar pekerjaan, mengangkat barang, ataupun membawanya
4
Lampu yang tiba-tiba pecah APD yang dipakai tidak lengkap / tidak layak
5
Kesalahan manusia
8
Inspeksi dari kepala masing-masing departemen terhadap karyawan yang dibawahi
6
192
Kontrol Manajemen Perusahaan kurang maksimal
7
Melalui masukan dari para karyawan
9
252
7
Belum ada alat pendeteksi yang dimiliki perusahaan Insepksi rutin yang dilakukan dari EHS dan manajemen perusahaan
terkena air panas (iritasi kulit) terkilir tertusuk benda tajam
IV-17
Tabel 4.6 Hasil Perhitungan RPN (lanjutan) NO.
FAILURE MODE
EFEK FAILURE MODE
SEVERITY
OCCURANCE
PENDETEKSIAN YANG SUDAH DILAKUKAN PERUSAHAAN
DETECTION
RPN
Penerapan ergonomi dalam perusahaan yang kurang maksimal
6
Adanya masukan dari karyawan mengenai ketidaknyamanan saat bekerja
5
240
Kontrol Manajemen Perusahaan kurang maksimal
7
Mengandalkan pengamatan manajemen
9
504
Kesalahan Manusia
8
Inspeksi dari kepala masing-masing departemen terhadap karyawan yang dibawahi
6
384
Kesalahan manusia
8
6
240
Kontrol Manajemen Perusahaan kurang maksimal
7
9
315
APD yang dipakai tidak lengkap / tidak layak
7
Insepksi rutin yang dilakukan dari EHS dan manajemen perusahaan
4
168
Kebersihan ruangan kurang
3
Adanya housekeeper di perusahaan
5
90
Ketidaksesuaian mesin/alat
4
Penyeleksian penggunaan peralatan oleh manajemen sebelum disosialisasikan kepada operator
5
120
luka bakar
Kontrol Manajemen Perusahaan kurang maksimal
7
Perusahaan memiliki divisi-divisi khusus EHS yang bertanggung jawab pada permasalahan seperti JSA, LOTO, Ergonomi
9
378
iritasi kulit karena terkena benda panas
Kesalahan manusia
8
Inspeksi dari kepala masing-masing departemen terhadap karyawan yang dibawahi
6
288
Kesalahan Manusia
8
6
192
Ketidaksesuaian mesin/alat
4
5
80
Penerapan ergonomi dalam perusahaan yang kurang maksimal
6
5
120
APD yang dipakai tidak lengkap / tidak layak
7
Insepksi rutin yang dilakukan dari EHS dan manajemen perusahaan
4
112
Kontrol Manajemen Perusahaan kurang maksimal
7
Belum ada alat deteksi mengenai pembenahan WI atau pembuatan jadwal training ; inspeksi rutin staf EHS ke seluruh bagian produksi
9
252
lampu tiba-tiba meledak
5
Belum ada alat pendeteksi yang dimiliki perusahaan
10
200
luka memar
6
Terpeleset, tersandung, dan jatuh pada ketinggian yang sama terkilir
8
PENYEBAB FAILURE MODE
gegar otak ringan terkilir 7
Terjatuh dari ketinggian
5 memar di bagian iga kiri iritasi kulit karena bahan kimia iritasi mata
8
Terkena atau kontak dengan iritasi kulit karena debu kaca bahan/benda berbahaya
6
microsent mesin rusak
9
Terkena api atau benda panas kulit memerah terkena benda panas
4
Inspeksi dari kepala masing-masing departemen terhadap karyawan yang dibawahi Perusahaan memiliki divisi-divisi khusus EHS yang bertanggung jawab pada permasalahan seperti JSA, LOTO, Ergonomi
Inspeksi dari kepala masing-masing departemen terhadap karyawan yang dibawahi Penyeleksian penggunaan peralatan oleh manajemen sebelum disosialisasikan kepada operator Adanya masukan dari karyawan mengenai ketidaknyamanan saat bekerja
kulit melepuh
IV-18
Tabel 4.6 Hasil Perhitungan RPN (lanjutan) NO.
FAILURE MODE
EFEK FAILURE MODE
SEVERITY
Kontrol Manajemen Perusahaan kurang maksimal
tersayat; tergores (RC) 10
Terkena ledakan
6
luka bakar
11
Terluka karena kecerobohan luka memar orang lain
3
pegal pingsan 12
Jenis-jenis lain dari kecelakaan kerja terkilir
PENYEBAB FAILURE MODE
Permesinan tidak berjalan dengan lancar Belum adanya rancangan guarding yang sesuai diterapkan di mesin lampu tiba-tiba meledak
OCCURANCE
PENDETEKSIAN YANG SUDAH DILAKUKAN PERUSAHAAN
DETECTION
RPN
7
Belum ada alat deteksi mengenai pembenahan WI atau pembuatan jadwal training
9
378
4
Pengecekan mesin secara berkala dari engineer masingmasing departemen
8
192
Belum ada alat pendeteksi yang dimiliki perusahaan
10
180
Belum ada alat pendeteksi yang dimiliki perusahaan
10
300
3 5
Kesalahan Manusia
8
Inspeksi dari kepala masing-masing departemen terhadap karyawan yang dibawahi
8
192
Penerapan ergonomi dalam perusahaan yang kurang maksimal
6
Adanya masukan dari karyawan mengenai ketidaknyamanan saat bekerja
5
90
Kesalahan manusia
8
Inspeksi dari kepala masing-masing departemen terhadap karyawan yang dibawahi
8
192
3
tergores
IV-19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Contoh perhitungan failure mode kontak dengan mesin yang sedang bergerak atau material yang berada dalam mesin a. Severity
: nilai 6.
Keterangan : surgery b. Occurance : nilai 7 ( 1 in 20 ) untuk penyebab APD tidak lengkap atau tidal layak. Keterangan Tinggi
:
umumnya berkaitan dengan proses terdahulu yang kadang
dialami c. Detection
: nilai 4
Keterangan : alat deteksi berupa insepksi rutin yang dilakukan dari EHS dan manajemen perusahaan d. Risk Priority Number (RPN) : severity x occurance x detection =6x7x4 = 168 4.2.4 Hasil Urutan Prioritas Berdasarkan Risk Priority Number (RPN) Tujuan akhir dari FMEA ini adalah mendapatkan urutan prioritas penanganan kecelakaan kerja yang terjadi di PT GE Lighting Indonesia. Tabel 4.7 menunjukkan urutan prioritas penanganan delapan teratas. Tabel 4.7 Urutan Prioritas Penanganan Kecelakaan Kerja di PT GE Lighting Indonesia NO. 1 2
FAILURE MODE SEVERITY PENYEBAB FAILURE MODE OCCURANCE PENDETEKSIAN YANG SUDAH DILAKUKAN Terpeleset, tersandung, dan jatuh Kontrol Manajemen Perusahaan 8 7 Mengandalkan pengamatan manajemen pada ketinggian yang sama kurang maksimal Kontak dengan mesin yang sedang Inspeksi dari kepala masing-masing bergerak atau material yang berada 8 Kesalahan Manusia 8 departemen terhadap karyawan yang dalam mesin dibawahi
DETECTION
RPN
9
504
6
384
3
Kontak dengan mesin yang sedang bergerak atau material yang berada dalam mesin
6
Kontrol Manajemen Perusahaan kurang maksimal
7
Perusahaan memiliki divisi-divisi khusus EHS yang bertanggung jawab pada permasalahan seperti JSA, LOTO, Ergonomi
9
378
4
Terbentur benda yang bergerak, terbang, atau benda yang jatuh
6
Kontrol Manajemen Perusahaan kurang maksimal
7
Perusahaan memiliki divisi-divisi khusus EHS yang bertanggung jawab pada permasalahan seperti JSA, LOTO, Ergonomi
9
378
7
Melalui masukan dari para karyawan
9
378
7
Melalui masukan dari para karyawan
9
378
5 6
Terkena kendaraan yang sedang bergerak Terkena benda yang berada dalam kondisi tetap ataupun stasioner
6 6
Kontrol Manajemen Perusahaan kurang maksimal Kontrol Manajemen Perusahaan kurang maksimal
7
Terkena atau kontak dengan bahan/benda berbahaya
6
Kontrol Manajemen Perusahaan kurang maksimal
7
Perusahaan memiliki divisi-divisi khusus EHS yang bertanggung jawab pada permasalahan seperti JSA, LOTO, Ergonomi
9
378
8
Terkena ledakan
6
Kontrol Manajemen Perusahaan kurang maksimal
7
Belum ada alat deteksi mengenai pembenahan WI atau pembuatan jadwal training
9
378
commit to user
IV-20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini memberikan pemaparan analisis dari hasil penelitian yang diperoleh berdasarkan data yang telah diolah pada bab IV. 5.1
Analisis Kejadian Kecelakaan Kerja Selama Tahun 2004 - 2010 Gambar grafik kecelakaan kerja tahun 2004 sampai dengan 2010 secara
umum menunjukkan penurunan jumlah kecelakaan kerja. Salah satu penyebabnya adalah adanya pemutusan hubungan kerja karyawan yang mulai dilakukan pada tahun 2003. Namun pada tahun 2007 dan 2010 terjadi kenaikan jumlah tenaga kerja baik karyawan kontrak atau karyawan lama yang direkrut kembali. Dengan adanya penambahan tersebut banyak dari mereka yang belum terbiasa dengan prosedur dan mesin kerja yang baru sehingga jumlah kecelakaan kerjanya pun bertambah. Hasil identifikasi berdasarkan shift kerja menunjukkan bahwa kejadian kecelakaan kerja terjadi paling banyak pada shift I yakni pukul 06.00 sampai dengan 15.00 yakni sebanyak 84 kecelakaan kerja. Dari hasil analisis yang dilakukan di perusahaan diketahui bahwa, shift I merupakan shift paling aktif karena hampir semua produksi dilakukan pada shift I. Alasan perusahaan memilih produksi terbesar dilakukan pada shift I adalah adanya kemudahan dari pihak manajerial dalam melakukan pemantauan produksi atau pemantauan kesehatan karena staf kerja keseluruhan masuk pada shift ini, selain itu untuk penghematan pengeluaran biaya listrik. Sedangkan hasil identifikasi berdasarkan jenis penanganan diketahui bahwa kecelakaan kerja terbesar di kondisi first aid. Perbedaan jenis penanganan first aid dan jenis penanganan lain adalah jenis obat yang diberikan dan luka yang diakibatkan. Untuk hasil identifikasi letak luka terbesar berada di tangan dapat dikatakan bahwa kecelakaan kerja terbesar ada pada anggota tubuh utama yang digunakan saat bekerja, yaitu tangan. Jika dijabarkan lebih detail letak luka ini berada pada pergelangan tangan, jari tangan, telapak tangan, lengan tangan, siku, dan bahu, dimana jari tangan menduduki tingkat teratas untuk luka di tangan. commitsering to userterjadi kecelakaan kerja adalah Sedangkan departemen yang paling V-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Departemen FL 456 paling sering terjadi kecelakaan kerja dimana jenis kecelakaan terbanyak adalah terluka pada waktu menangani pekerjaan, mengangkat barang, ataupun membawanya. 5.2
Analisis Hasil Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
5.2.1 Analisis Mengenai Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) Failure modes and Effects Analysis (FMEA) merupakan metode yang digunakan untuk mengidentifikasi risiko yang berpotensi untuk timbul, menentukan pengaruh risiko kecelakaan kerja, dan mengidentifikasi tindakan untuk me-mitigasi
risiko tersebut (Crow, 2002). Definisi Failure Modes And Effects Analysis (FMEA) menurut John Moubray adalah metode yang digunakan untuk mengidentifikasi
bentuk kegagalan yang mungkin menyebabkan setiap kegagalan fungsi dan untuk memastikan pengaruh kegagalan berhubungan dengan setiap bentuk kegagalan. Kelebihan dari penggunaan Failure modes and Effects Analysis (FMEA) adalah sifat FMEA yang objektif karena menggunakan penilaian yang merupakan hasil brainstorming dari para anggota tim FMEA dimana terdiri dari manajer EHS,
staff EHS, supervisor masing-masing departemen produksi, operator, dan kepala masing-masing departemen yang berkaitan. Dengan hasil FMEA ini dapat diketahui prioritas penanganan suatu jenis failure mode dengan mempertimbangkan tiga aspek yakni severity, occurance serta detection. FMEA merupakan dokumen hidup yang dapat diperbaharui sesuai dengan kebutuhan perusahaan karena adanya jenis kegagalan-kegagalan baru yang muncul atau perubahan aturan, jika dalam kasus ini maka aturan yang dimaksud adalah aturan mengenai kesehatan dan keselamatan kerja PT GE Lighting Indonesia. Kesulitan dari penggunaan Failure Mode and Effect Analysis hanyalah
jadwal atau waktu diskusi dari tim FMEA, jadi jika nantinya metode FMEA diterima
perusahaan
maka
perusahaan
perlu
membuat
jadwal
untuk
mendiskusikan permasalahan kecelakaan kerja oleh seluruh tim FMEA yakni dari manajer EHS, staff EHS, supervisor masing-masing departemen produksi, operator, dan kepala masing-masing departemen yang berkaitan. 5.2.2 Analisis Severity Failure Mode and Effect Analysis Dalam memberikan penilaian mengenai severity, tim penilai yang terdiri commit to user dari manajer EHS, staff EHS, supervisor di masing-masing departemen produksi, V-2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
operator, dan kepala masing-masing departemen mempertimbangkan jenis penanganan yang dimiliki perusahaan yaitu first aid, recordable. Untuk penjelasan keduanya dapat dilihat pada sub bab 4.1.1. Berdasarkan hasil penentuan skala severity failure mode pada table 4.3, terpeleset, tersandung, dan jatuh pada ketinggian yang sama memiliki nilai severity tertinggi yaitu 8. Hal ini karena failure mode terpeleset, tersandung, dan jatuh pada ketinggian yang sama memiliki dampak tingkat luka yang cukup parah karena korban terbentur di kepala dan menderita gegar otak serta membutuhkan penangana serius. Dalam tabel Priest (1996), nilai severity untuk gagar otak adalah 8. Sedangkan untuk failure mode terluka karena kecerobohan orang lain dan jenis-jenis lain dari kecelakaan kerja memiliki nilai severity yang rendah yaitu 3. Hal ini disebabkan karena luka yang terjadi pada korban seperti memar ringan dan tergores hanya membutuhkan penanganan first aid atau ringan. Skala penilaian yang digunakan adalah berdasarakan Priest (1996). Skala penilaian Priest sangat jelas pemaparannya, karena tidak hanya menjabarkan bentuk luka saja, tetapi juga penyakit, bahaya sosial dan psikologi, serta bahaya terhadap alat atau mesin yang digunakan. 5.2.3 Analisis Occurance Failure Mode and Effect Analysis Berdasarkan hasil penentuan ranking occurance dari cause of failure kesalahan manusia menduduki tingkat occurance yang tertinggi yaitu 8. Hal ini didasarkan pada prosentase jumlah kecelakaaan kerja yang terjadi karena kesalahan manusia selama 7 tahun terakhir (2004-2010) sebanyak 40%. Beberapa cause of failure yang termasuk dalam kesalahan manusia antara lain ketidakpedulian karyawan terhadap kondisi di sekitarnya, kepanikan karyawan saat berada dalam situasi bahaya, sikap karyawan yang tidak berhati-hati saat bekerja, sikap karyawan tidak menjalankan prosedur kerja dengan benar, sikap karyawan tidak menaati peraturan tata tertib perusahaan, dan bercanda saat bekerja. Selain dari data kecelakaan kerja di perusahaan hasil penilaian juga berasal dari wawancara langsung, dan pengamatan di lapangan khusunya area produksi. Sedangkan, cause of failure mode belum adanya guarding yang tepat untuk to user diterapkan di mesin, kebersihancommit ruangan yang kurang memiliki nilai rendah V-3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dibandingkan yang lain yakni bernilai 3. Hal ini disebabkan untuk cause of failure mode belum adanya guarding yang tepat untuk diterapkan di mesin terjadi empat kali dalam tujuh tahun, dan cause of failure mode kebersihan ruangan yang kurang terjadi tiga kali dalam tujuh tahun. 5.2.4 Analisis Detection Failure Mode and Effect Analysis Untuk hasil analisis FMEA mengenai detection failure mode, pada cause of failure lampu yang pecah dengan tiba-tiba dan belum adanya guarding yang tepat untuk dipasang pada mesin memiliki nilai detection tertinggi yaitu 10. Hal ini disebabkan memang belum adanya alat pendeteksi untuk mencegah penyebab tersebut terjadi. Contoh gambaran kejadian untuk lampu yang meledak tiba-tiba adalah output dari mesin aging incandecent saling berkumpul dalam wadah besar dan saling bertabrakan satu sama lain. Namun kejadian lampu meledak tidak pada semua lampu. Selain itu dari hasil wawancara dengan operator di bagian aging incandecent, kejadian lampu meledak bisa jadi akibat bahan lampu yang kurang bagus sehingga diperlukan pengetatan Quality Control lampu. Sampling yang dilakukan oleh karyawan QC pun tidak dilakukan untuk mengetahui ciri-ciri lampu akan meledak, tetapi lebih kepada produk akhir apakah lampu dapat menyala atau tidak. Untuk cause of failure mode belum adanya rancangan guarding yang sesuai nilai deteksinya juga 10. Hal ini disebabkan tidak diketahuinya penyebab ini oleh perusahaan sebelum kecelakaan kerja terjadi atau bisa dikatakan tidak ada alat pendeteksinya. Nilai detection yang paling rendah adalah 4. Penilaian ini dimiliki oleh cause of failure mode APD yang dipakai tidak lengkap / tidak layak. Hal ini disebabkan perusahaan memiliki divisi-divisi khusus EHS yang bertanggung jawab pada permasalahan seperti JSA, LOTO, Ergonomi sehingga dengan begitu sudah adanya mengatur aktivitas karyawan untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan, prosedur kerja masing-masing karyawan, media pendukung kesehatan dan keselamatan kerja seperti poster, gambar, pengumuman yang sudah ada di perusahaan meskipun belum bisa maksimal untuk dilakukan oleh para karyawan PT GE Lighting Indonesia. commit to user V-4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisikan kesimpulan dari pengolahan data dan analisis yang dilakukan pada bab sebelumnya. Kesimpulan ini diharapkan mampu menjawab apa yang menjadi tujuan pada penelitian yang dilakukan seperti yang telah dipaparkan pada bab 1. Pada bab ini juga diberikan saran yang membangun bagi PT. GE Lighting Indonesia. 6.1
KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengamatan, pengolahan data dan analisa, dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut : 1.
Dari hasil perhitungan Risk Priority Number diketahui bahwa failure mode yang harus diutamakan untuk ditangani perusahaan adalah kategori terpeleset, tersandung, dan jatuh pada lantai datar. Satu kategori ini memiliki penyebab utama yakni kontrol manajemen perusahaan yang kurang maksimal. Perincian nilai RPN adalah sebagai berikut :
2.
a. Nilai Severity
:8
b. Nilai Occurance
:7
c. Nilai Detection
:9
d. RPN
: 504
Beberapa penyebab terjadinya kecelakaan kerja yang termasuk ke dalam kontrol manajemen perusahaan yang kurang maksimal diantaranya adalah a. Perusahaan belum melakukan revisi JSA b. Perusahaan belum membuat JSA untuk pekerjaan bersifat non-routine c. Karyawan memerlukan refresh training untuk LOTO, work instruction, d. Perusahaan belum membuat work instruction untuk penataan limbah kaca, muat dus, penataan barang yang benar dan mensosialisasikannya e. Pengadaan lampu emergency yang kurang. f. Inspeksi perusahaan terhadap lingkungan sekitar yang masih kurang. g. Beberapa tangga yang ada di perusahaan bersifat tidak permanen dan tidak aman digunakan h. Tanda pada mesin dan peralatan belum semuanya terpasang commit to user VI-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
i. Beberapa sistem produksi perusahaan masih menggunakan sistem lama yang cukup berbahaya dan menimbulkan ledakan 6.2
SARAN Berikut ini adalah saran-saran yang dapat diberikan berkaitan dengan
tindakan lanjutan yang diambil perusahaan dan juga kemungkinan studi di masa mendatang: 1.
Departemen EHS segera melakukan penjadwalan ulang semua training (work instruction, pemakaian APD, Job Safety Analysis, ergonomi, dan aturan keselamatan kerja) kepada karyawan untuk mengurangi kejadian kecelakaan kerja yang terjadi akibat kesalahan manusia.
2.
Perbaikan materi training dan cara penyampaian materi oleh departemen EHS, sehingga karyawan lebih bisa menerima dan menyerap materi training yang diberikan. Dengan begitu karyawan tidak menganggap training hanyalah sebagai formalitas semata. Namun, dengan training karyawan mampu bekerja sesuai dengan prosedur kerja yang ada dan dapat dilakukan dengan maksimal.
commit to user VI-2