APLIKASI TINDAKAN MOBILISASI PROGRESIF TERHADAP RESIKO DEKUBITUS PADA ASUHAN KEPERAWATAN NY. T DENGAN POST KRANIOTOMI DI RUANG HCU BEDAH RSUD. DR. MOEWARDI SURAKARTA
DISUSUN OLEH :
WAHYU FITRIYANA NIM. P.12057
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
APLIKASI TINDAKAN MOBILISASI PROGRESIF TERHADAP RESIKO DEKUBITUS PADA ASUHAN KEPERAWATAN NY. T DENGANPOST KRANIOTOMI DI RUANG HCU BEDAH RSUD. DR. MOEWARDI SURAKARTA
Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DI SUSUN OLEH : WAHYU FITRIYANA NIM.P.12057
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
i
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Aplikasi Tindakan Mobilisasi Progresif Terhadap Resiko Dekubitus Dengan Post Kraniotomi Pada Asuhan Keperawatan Ny. T Dengan Post Kraniotomi Di Ruang HCU Bedah Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta”. Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi – tingginya kepada yang terhormat : 1.
Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Ketua Program studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta.
2.
Meri Oktariani, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Sekertaris Ketua Program studi DII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta.
3.
Alfyana Nadya Rachmawati S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan – masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
v
4.
Aria Nurohman Hendra Kusuma, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku dosen penguji yang telah yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan – masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
5.
Noor Fitriyani, S.Kep.,Ns., selaku dosen penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
6.
Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat.
7.
Kedua orang tuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan.
8.
Teman– teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual. Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan. Amin
Surakarta,
Penulis
vi
April 2015
HALAMAN PERSEMBAHAN
Syukur Ahamdulillah atas segala rahmat dan hidayahnya dan dengan segala rendah hati saya dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dan saya persembahkan untuk orang yang kusayangi Ayah ku Hudiyono dan ibu ku tercinta sri wahyuni yang tiada henti-hentinya memberi doa restu, kasih sayang, perhatian dan dukungan untuk menjadikanku orang yang sukses. Dan saudaraku yang ku sayanggi linda febriyanti yang selalu memberikan motivasi dan support setiap langkahku. Serta tidak lupa orang-orang yang aku sayangi Ruben Eka Mulya, Anisa Perdinant, Oktavia Narrila Wati, Siti Nurhidayah, Lailatul Mubarokah, Antonius Rangga, Ahmad Abror, Arief Widiatmoko, Romhat Adi Saputra Rita puspitasari, Radetya Prima, Risky ramadan, Afif alfianto, Fajar jatmiko dan alm. Herdi setia Pratama dan juga teman-teman lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu, semoga perjalanan yang kita tempuh selama ini mampu menjadikan kita lebih baik, bijaksna dan dewasa. Teman-teman seperjuangan angkatan 2012 kelas 3A dan 3B. Alfyana Nadya, S. Kep., Ns., M. Kep. terimakasih atas bimbingannya selama ini. Almamaterku tercinta
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................
i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ......................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN ..........................................................................
iii
KATA PENGANTAR ...................................................................................
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................
vi
DAFTAR ISI ...................................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
x
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang..........................................................................
1
B. Tujuan Penulisan .....................................................................
5
C. Manfaat Penelitian ...................................................................
6
TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori .........................................................................
8
1.
Pengertian Kraniotomi .....................................................
8
2.
Asuhan Keperawatan Post Craniotomi .............................
13
3.
Dekubitus ..........................................................................
20
4.
Mobilisasi .........................................................................
27
B. Kerangka Teori ........................................................................
30
C. Kerangka Konsep ....................................................................
31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Subyek aplikasi riset .................................................................
32
B. Tempat dan waktu ....................................................................
32
C. Media dan alat yang digunakan ...............................................
32
D. Prosedur Tindakan ....................................................................
32
D. Alat Ukur .................................................................................
34
BAB IV LAPORAN KASUS A. Identitas Pasien ........................................................................
viii
35
BAB V
B. Pengkajian ...............................................................................
35
C. Perumusan Masalah Keperawatan ...........................................
43
D. Intervensi Keperawatan ...........................................................
44
E. Implementasi Keperawatan ....................................................
45
F. Evaluasi Keperawatan .............................................................
50
PEMBAHASAN A. Pengkajian ...............................................................................
54
B. Perumusan Masalah .................................................................
59
C. Intervensi .................................................................................
63
D. Implementasi ...........................................................................
66
E. Evaluasi ...................................................................................
68
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ..............................................................................
71
B. Saran ........................................................................................
73
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pathway .......................................................................................
12
Gambar 2.2 Kerangka Teori ..........................................................................
30
Gambar 2.3 Kerangka Konsep .......................................................................
31
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 2.
Usulan Judul
Lampiran 3.
Surat Pernyataan
Lampiran 4.
Lembar Konsultasi
Lampiran 5.
Lembar Look Book
Lampiran 6.
Format Pendelegasian
Lampiran 7.
Asuhan Keperawatan
Lampiran 8.
Jurnal Acuan
xi
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Pasien kritis adalah pasien yang memerlukan pemantauan yang canggih dan terapi yang intensif. Prioritas pasien yang dikatakan kritis pasien prioritas satu kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil, yang memerlukan perawatan yang intensif, dengan bantuan alat-alat ventilasi, monitoring, dan obat-obatan vasoakif kontinyu dan lain-lain. Misalnya pasien bedah kardiotorasik, atau pasien shock septik. Pertimbangkan juga derajat hipoksemia, hipotensi, dibawah tekanan darah tertentu. Pasien prioritas dua pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih dari ICU. Jenis pasien ini beresiko sehingga memerlukan terapi segera karena pemantauaan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arteri cateter sangat menolong, misalnya pada pasien penyakit jantung, paru, ginjal, yang telah mengalami pembedahan mayor. Pasien prioritas dua umumnya tidak terbatas macam terapi yang diterimannya. Pasien prioritas tiga pasien jenis ini sakit kritis dan tidak stabil, dimana status kesehatannya sebelumnnya penyakit yang mendasarinnya atau penyakit akutnnya, baik masing-masing atau kombinasinnya sangat mengurangi kemungkinan sembuh dan atau mendapat manfaat dari terapi ICU. Contoh-contoh pasien ini adalah pasien dengan keganasan metastasik
1
2
disertai penyakit infeksi pericardial tamponade, atau sumbatan jalan napas atau pasien menderita penyakit jantung atau par, penyakit jantung atau paru terminal disertai komplikasi penyakit akut berat. Pasien-pasien prioritas tiga mungkin mendapatkan terapi intensif untuk mengatasi penyakit akut, tetapi usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasi dan resusitasi kardio pulmoner (M Wiryana, 2007) Menurut WHO pada tahun 2004 terdapat 13 -20 juta orang setiap tahunnya terpasang ventilator. Selama 2005 - 2007 pasien kritis di ICU Amerika Serikat mencapai 5juta orang setiap tahunnya
dan 42%
diantarannya terpasang ventilator mekanik. Di 16 ICU Rumah sakit dinegaranegara asia termasuk indonesian terdapat 1285 pasien sepsis yang menggunakan ventilator dengan rata-rata lama penggunaan ventilator 3-10 hari dan 575 pasien diantarannya meninggal dunia. Di ICU dan HCU Rumah sakit Karyadi Semarang selama bulan februari 2010-februari 2012 terdapat 43 pasien end stage renal disease (ESRD) dimana hanya 23% menggunakan ventilator dan 64% dari total pasien meninggal dunia (Syifa Zakiyyah,2014) Pasien kritis terpasang ventilator dengan masa rawat yang lama akan menimbulkan banyak masalah kesehatan yang muncul diantarannya dampak komplikasi jangka pendek dan jangka panjang, munculnya pneumonia, kelemahan, nyeri akut, immobilisasi / bedrest hingga masalah semua funggsi organ tubuh karena pengaruh infeksi yang didapat saat dirawat di ICU (Syifa Zakiyyah,2014)
3
Pasien yang terpasang ventilator mekanik dalam waktu yang lama dan terbatas pada tempat tidur membutuhkan perawatan total. Disamping itu pasien kritis diberikan sedasi atau obat penenang yang dapat menurunkan kesadaran pasien dan mengakibatkan penurunan kemampuan secara aktif untuk merubah posisi sehingga mengalami tekanan yang lama (Syifa Zakiyyah,2014) Penelitiaan yang dilakukan Suriadi didalam jurnal Syifah Zakiyyah, 2014 tentang pengaruh mobilisasi progresif terhadap resiko dekubitus dan perubahan saturasi oksigen pada pasien kritis terpasang ventilator diruangan ICU disalah satu rumah sakit dipontianak menunjukan bahwa imobilitas merupakam faktor yang signifikan untuk perkembangan dekubitus dengan hasil menunjukan dalam waktu 24-72 jam,dekubitus sudah dapat terjadi pada pasien dengan tingkat ketergantungan mobilitas pasien merupakan faktor yang langsung mempengaruhi beresiko terjadinnya dekubitus. Dekubitus disebabkan oleh penekanan pada daerah tonjolan tulang dalam jangka waktu yang lama. Dekubitus merupakan injury terlokalisir pada kulit dan atau jaringan yang ada di bawahnya pada daerah tonjolan tulang, sebagai akibat dari pressure, atau combinasi pressure dan shear. Jadi kekuatan tekanan, gaya geser, dan kekuatan gesekan merupakan kunci dalam penyebab luka tekan atau dekubitus. (Syifah zakiyyah,2014) Pengaturan
posisi
merupakan
salah
satu
bentuk
intervensi
keperawatan yang sangat tidak asing dan ditetapkan dalam pencegahan dekubitus khususnya pada pasien-pasien dengan imobilisasi. Intervensi
4
berupa mobilisasi tiap dua jam sudah disarankan diberbagai rumah sakit guna meningkatkan kualitas hidup pasien kritis terpasang ventilator (Syifah zakiyyah,2014) Pada umumnya pasien yang menderita penyakit post kraniotomi, AMI, CKB, stroke, sepsis itu akan mengalami betres total karena ADL nya tergantung total. Oleh karena itu peneliti memberikan mobilisasi progresif karena pada pasien post kraniotomi jarang dilakukan mobilisasi. Di Inggris perawatan di ICU rata-rata perubahan posisi dilakukan setiap 4.85 jam bukan pada 2jam sekali . Ayello melakukan perubahan posisi miring kanan miring kiri setiap 2,3 dan 4 jam selama 12 jam diwaktu malam hari selam 3 hari karena rat-rata pasien terpasang ventilator selama 2-3 hari (Syifah Zakiyyah,2014). Saat ini luka dekubitus masih menjadi sebuah ancaman dalam pelayanan kesehatan karena insidennnya semakin hari semakin meningkat. Prevalensi dekubitus di Amerika dan Kanada sebesar 5-32 %. Di Korea hal ini merupakan masalah serius khususnya di ICU. Kejadian luka tekan meningkat dari 10,5% - 45%. Di Indonesia angka kejadian dekubitus di rumah sakit secara keseluruhan mencapai 33%. Penelitian yang dilakukan oleh Syifa Zakkiyah (2014) melibatkan 60 pasien yang dirawat di ICU yang belum menderita dekubitus, kemudian dikaji resikonya dengan menggunakan skala braden. Pasien diperiksa setiap 2 hari sekali secara sistematik. Hasil yang diperoleh yaitu 24 pasien mengalami dekubitus selama peneliti ini, dan pasien yang memperoleh score lebih dari
5
atau sama dengan 16 tidak ada yang menderita dekubitus, sesuai dengan yang diprediksi, di RSUD Moewardi angka kejadian dekubitus pada tahun 2009 sebannyak 26%, di ICU RSUD Dr. Moewardi sebanyak 15%, dan di HCU bedah RSUD Dr. Moewardi sebanyak 10%. Berdasarkan pengamatan penulis pada tanggal 10-12 Maret 2015 di ruang HCU Bedah RSUD Dr.Moewardi didapatkan pasien post craniotomi yang bedrest. Penulis tertarik untuk menyusun KTI (Karya Tulis Ilmiah) yang berjudul “Aplikasi Tindakan Mobilisasi Progresif Terhadap Resiko Dekubitus Pada Asuhan Keperawatan Ny.T Post Craniotomi Di Ruang HCU Bedah RSUDDr.Moewardi Surakarta.
B. Tujuan penulisan 1.
Tujuan umum Mengaplikasikan tindakan mobilisasi progresif terhadap resiko dekubitus pada Ny. T dengan Post kraniotomi di Ruang HCU bedah RSUD Dr. Moewardi
2.
Tujuan khusus a.
Penulis mampu melakukan pengkajiankeperawatan pada Ny. T dengan post kraniotomi
b.
Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada ny. T dengfan post kraniotomi
c.
Penulis mampu menyusun rencana keperawatan pada Ny. T dengan post kraniotomi
6
d.
Penulis mampu melakukan implementasi keperawatanpada Ny. T dengan post kraniotomi
e.
Penulis mampu melakukan evaluasi keperawatan pada Ny. T dengan post kraniotomi
f.
Penulis mampu menganalisa hasil aplikasi tindakanmobilisasi progresif terhadap resiko dekubitus pada Ny. T dengan post kraniotomi
C. Manfaat penulisan 1. Bagi rumah sakit Sebagai evaluasi dalam upaya peningkatan mutu pelayanan dalam memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif terutama pada pasien gangguan mobilisasi untuk mencegah dekubitus 2. Bagi profesi keperawatan Memberikan
kontribusi
dalam
pengembangan
profesi
keperawatan khususnya pada tindakan mobilisasi progresif untuk pasien yang mengalami betres di ruang ICU 3. Bagi pendidikan Sebagai referensi dan wacana dalam perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang keperawatan pada pasien dekubitus dimasa yang akan datang dan acuhan bagi pengembangan laporan kasus sejenis
7
4. Bagi penulis Menambah wawasan dengan pengalaman tentang konsep penyakit serta penatalaksanaannya dalam aplikasi tindakan mobilsasi progresif dengan pasien yang mengalami betres total.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. TINJAUAN TEORI 1.
Pengertian Kraniotomi Kraniotomi adalah operasi membuka tulang tengkorak untuk mengangkat tumor, mengurangi TIK, mengeluarkan bekuan darah atau menghentikan perdarahan (Hinchliff, 2005). a.
Indikasi 1) Pengangkatan jaringan abnormal baik tumor maupun kanker. 2) Mengurangi tekanan intrakranial 3) Mengevakuasi bekuan darah 4) Mengontrol bekuan darah dan pembean organ-organ intrakranial 5) Tomor otak 6) Perdarahan 7) Kelemahan dalam pembulu darah 8) Peradangan dalam otak 9) Trauma pada tengkorak
b.
Pemeriksaan diagnostik 1) MRI 2) Ct-Scan 3) EEG
8
9
4) Sinar X 5) Pemeriksaan brain auditory evoked respon (BAER) 6) Gas darah arteri (GDA) 7) Kimia / elektrolit darah c.
Etiologi 1) Adannya benturan kepala yang diam terhadap benda yang sedang bergerak. Misalnnya pukulan-pukulan benda tumpul, kena lemparan benda tumpul. 2) Kepala membentur benda atau objek yang secara relative tidak bergerak. Misalnnya membentur tanah atau mobil. 3) Faktor genetik 4) Kimia dan virus 5) Radiasi (Sjamsuhidajat, 2002).
d.
Tanda dan Gejala Nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri, berfikir lambat, kejang dan edema pupil (Sjamsuhidajat, 2002).
e.
Penatalkasanaan medis pada pra operasi Pada penatalksaan bedah intrakranial pra operasi pasien diterapi dengan medikasi fenitoin untuk mengurangi kejang pasca operasi. Sebelum pembedahan deksametason dapat diberikan untuk menguruangi edema selebral.
10
f.
Penatalaksanana keperawatan pada pra operasi Kaji dan catat vital sign, status neurologis, perbaiki dan jaga jalan nafas, yakinkan bahwa ventilasi dan oksigenasi, jelaskan segera tentang perawatan post operasi, support pasien, monitor intake dan output. Pasca oparasi jalur arteri dan jalur tekanan intrasentral (CVP) dapat dipasang untuk memantau tekanan darah dan mengukur CVP. Pasien mungkin / tidak diintubasi dan mendapat terapi oksigen
g.
Komplikasi pasca bedah 1) Peningkatan tekanan intrakranial 2) Perdarah dan syok hipovolemik 3) Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit 4) Infeksi 5) Kejang
h.
Patofisiologi Cedara memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologi dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan (akselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang sedang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah apabila kepala membentur obyek yang secara relatif tidak bergerak seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara
11
bersamaan bila terdapat gerakan tiba-tiba tanpa kontal langsung seperti yang terjadi bila posisi daban diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan perubahan posisi rotasi pada kepala yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak. Cedera primer yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi alba, cidera robekan atau hemorargi. Sebagai akibat cidera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cidera. Konsekunsinnya meliputi hiperremi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilites kapiler, serta vasedilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial dan akhirnnya peningkatan TIK (peningkatan
intrakranial).
Beberapa
kondisi
yang
dapat
mengakibatkan cidera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.
12
h. Pathway Trauma Kepala Ekstra Kranial
Tulang Kranial
Intra Kranial
Terputusnya Kontinuitas Jaringan Kulit Otak
Terputusnya Kontinuitas Jaringan Tulang
Jaringan Otak Rusak (Kontusio Laserasi)
- Perdarahan - Hematom
Resiko Infekasi
Nyeri
- Perubahan Autoregulasi - Odema serebral Kejang
Perubahan Sirkulasi CSS Peningkatan TIK
Gangguan neorologis fokal Defisit neurologis
Girus Medialis lobus Temporalis tergeser
Gangguan persepsi sensori
Hemiasi unkus Messenfulon tertekan
-
Bersihan jalan nafas Obstruksi jalan nafas Dispnea Henti nafas Perubahan pola nafas Resiko tidak efektif jalan nafas
Resiko injuri Resiko gangguan efektif jalan nafas
Gangguan kesadaran
Mobilitas Lemas Gambar 2.1 Pathway
Sumber : M Wiryana, 2008 Muttaqin, 2009 Sjamsuhidayat, 2010 Fransisca, 2008
Kurangnya perawatan diri
13
2.
Asuhan Keperawatan Post Craniotomi a.
Pengkajian 1) Biodata Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/ bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan nomor regestrasi . 2) Lingkungan Dengan adannya lingkungan yang bersih, maka daya tahan tubuh penderita akan lebih baik dari pada tinggal dilingkungan yang kotor. 3) Riwayat penyakit dahulu a) Keluhan utama b) Riwayat kesehatan dahulu c) Riwayat kesehatan sekarang 4) Premery survey (ABCDE) a) Airway. Tanda-tanda obyektif sumbatan airway Look (lihat) apakah penderita mengalami agitas atau kesadarannya menurun. Listen (dengar) adannya suarasuara abnormal. Pernafasan yang berbunyi (suara napas tambahan)
wezzing,
ronki,
adalah
pernafasan
yang
tersumbat. Feel tidak ada cuping hidung. b) Breathing. Tanda-tanda obyektif ventilasi yang tidak adekuat.
14
Look (lihat) naik turunnya dada yang simetris dan pergerakan dinding dada yang adekuat. Listen (dengar) adannya pergerakan udara pada kedua siss dada. Gunakan pulse oxymeter. Alat ini mampu memberikan informasi tentang saturasi oksigen dan perfusi perifer penderita, tetapi tidak memastikan adanya ventilasi yang adekuat. c) Circulasi dengan kontrol perdarahan Respon awal tubuh terhadap perdarahan adalah takikardi untuk mempertahankan cardiac output walaupun stroke volum menurun. Selanjutnnya akan diikuti oleh penurunan tekanan
nadi
(tekanan
sistolik,
tekanan
diastolik).
Perdarahan yang tampak dari luar harus segera dihentikan dengan balut tekan pada daerah tersebut ingat, khusus untuk otorrhagia yang tidak membeku, jangan sumpal MAE (Meatus akustikus eksternus), dengan kapas atau kain kasa, biarkan cairan atau darah mengalir keluar, karena hal ini membantu mengurangi TTIK (tekanan tinggi intrakaranial). Semua cairan yang diberikan harus dihangatkan untuk menghindari terjadinnya koagulopati dan gangguan irama jantung.
15
d) Disabilitiy GCS setelah resusitasi; bentuk ukuran dengan reflek cahaya pupil, nilai kuat motorik kiri dan kanan apakah ada parese atau tidak. e) Expossure dengan menghindari hipotermia. Semua pakaian yang menutupi tubuh penderita harus dilepas agar tidak ada cidera terlewatkan selama pemeriksaan. Pemeriksaan bagian punggung harus dilakukan secara log-rolling dengan harus menghindari terjadinnya hipotermi (america college of surgeons; ATLS). 5) Pemeriksaan fisik meliputi a) Keadaan
umum
:
umumnya
mengalami
penurunan
kesadaran, gangguan dalam bicara, bicara sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara, tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, nadi bervariasi b) BI (breating) : inspeksi didapatkan inspeksi didapatkan klien sesak nafas, menggunakan otot bantu nafas, dan mengingkatkan frekuesi pernafasan. Auskultasi terdengar ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampaun batuk menurun pada klien post craniotomi dengan penurunan tingkat kesadaran (koma). c) B2 (blood) : pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan hipovelemik yang sering terjadi pada klien post
16
craniotomi. Tekanan darah terjadi peningkatan dan bisa terjadi adannya hipertensi TD < 200 mmHg. d) B3 (brain) : tumor dapat menyebabkan defisit neurologi tergantung pada lokasi lesi (pembulu mana yang tersumbat) e) B5 (bowel) : didapatkan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, dan muntah pada fase akut. Pola defekasi mengalami konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. f)
B6 (bone) : kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik, karena gangguan pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukan kerusakanb pada neuron motor pada sisi yang berlawanan dari otak.
6) Diagnosa dan intervensi a) Resiko
ketidakefektifan
perfusi
jaringan
otak
yang
berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial sekunder terhadap tumor otak dengan kraniotomi Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan perfusi jaringan otak menjadi efektif. KH: Tidak terdapat sianosis, tidak pucat, tidak hipotermia, tanda vital stabil, tidak ada penurunan kesadaran, tidak tampak jaringan nekrosis dan rasa baal pada lokasi kraniotomi, GCS dalam batas normal (E4, V5, M6).
17
Intervensi: (1) Libatkan keluarga untuk mengawasi klien Rasional: dengan melibatkan keluarga dapat membantu proses penyembuhan (2) Kolaborasi pemberian terapi sesuai dengan program : oksigen, infus sesuai dengan instruksi, pasang dan beri makanan melalui sonde atau NGT. Rasional:
obat-obatan
diperlukan
sesuai
dengan
penyebab penyakit dan bertujuan untuk memperbaiki perfusi jaringan selebra . (3) Observasi tanda- tanda vital Rasional: untuk mengetahui keadaan umum klien (4) Kaji tingkat kesadaran Rasional: untuk mengetahui tingkat kesadaran klien (5) Kaji pupil Rasional: untuk mengetahui keadaan pupil klien (6) Kaji kekuatan otot Rasional: untuk mengetahui kekuatan otot klien b) Kerusakan membran mukosa mulut dan gigi yang berhubungan
dengan
ketidakmampuan
melakukan
perawatan gigi karena kelemahan. Tujuan
:
setelah
dilakukan
intervensi
keperawatan
kerusakan membran mukosa mulut dan gigi teratasi
18
KH: klien mengatakan mulutnya tidak sakit, membran mukosa mulut bersih, gusi berwarna merah jambu, lidah berwarna merah jambu. Intervensi: (1) Kaji membran mukosa dan catat seluruh lesi mulut. Perhatikan keluhan nyeri, bengkak, sulit mengunyah atau menelan. Rasional: edema lesi, membran mukosa mulut, dan tenggorokan yang kering menyebabkan rasa sakit dan sulit menelan. (2) Lakukan perawatan mulut setiap hari dan setelah makan, gunakan sikat gigi yang halus, pasta gigi non abrasif, obat pencuci mulut non alkohol dan pelembab bibir. Rasional: memberikan rasa nyaman, meningkatkan kesehatan, dan mencegah pembentukan asam yang dikaitkan dengan partikel makanan yang tertinggal. (3) Cuci lesi mukosa mulut dengan menggunakan, hidrogen peroksida. Rasional: mengurangi perluasan lesi dan krusta. (4) Rencanakan diet garam pedas makanan dan minuman asam, periksa toleransi makanan
19
Rasioanal: makanan yang pedas akan menyebabkan kekambuhan pada lesi yang telah sembuh. c) Kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama. Tujuan: setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 7x24 jam tidak terjadi kerusakan intergritas kulit KH:
warna
kulit
normal
(tidak
kemerahan,
lecet,
kehitaman), kulit yang tertekan utuh. Intervensi: (1) Kaji perubahan warna kulit pada daerah yang tertekan Rasional: tekanan yang lama akan menyebabkan aliran darah kejaringan tersebut terganggu sehingga suplai oksigen berkurang dan terjadi nekrosis (2) Ubah posisi klien setiap 2 jam sekali Rasional:
mengurangi
tekanan
pada
titik
tekan
meningkatkan sirkulasi ke jaringan dan meningkatkan proses penyembuhan (3) Lakukan perawatan kulit
secara teratur dengan
memberikan( lotion, bedak talc) Rasional: memberikan rasa nyaman (4) Lakukan massase punggung Rasional:
untuk
memperlancar
(Fransisca B. Batticaca, 2008)
peredarah
darah.
20
3.
Dekubitus a.
Dekubitus Dekubitus adalah kerusakan atau kematian kulit samapai jaringan dibawah kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus menerus
sehingga
mengakibatkan
gangguan
sirkulasi
darah
setempat. Dekubitus/luka tekan adalah kerusakan jaringan yang terlokalisir yang disebabkan karena adanya kompresi jaringan yang lunak diatas tulang yang menonjol (bony prpminnence) dan adanya tekanan dari luar dalam jangka waktu yang lama. Kompresi jaringan akan menyebabkan gangguan pada suplai darah pada daerah yang tertekan apabila ini berlangsung lama hal ini dapat menyebabkan insufisiensi aliran darah, anoksia /iskemi jaringan dan akhirnya dapat mengakibatkan kematian sel. Luka tekan (pressure ulcer) atau dekubitus merupakan masalah serius yang sering terjadi pada pasien yang mengalami gangguan mobilitas, seperti pasien stroke. Istilah dekubitus sebenarnnya kurang tepat dipakai untuk menggambarkan luka tekan karena asal kata dekubitus adalah decumbere yang artinnya berbaring. Ini diartikan bahwa luka tekan hanya berkembang pada pasien yang dalam keadaan berbaring. Padahal sebenarnnya luka tekan tidak hanya berkembang pada pasien yang terbaring, tapi juga
21
dapat terjadi pasien yang menggunakan korsi roda atau prostesi. Oleh karena itu istilah dekubitus sekarang ini jarang digunakan di literatur untuk menggambar istilah luka tekan . b. Etiologi dekubitus 1) Faktor intrinsik : penuaan (regenerasi sel lemah), sejumlah penyakit yang menimbulkan seperti DM, status gizi, underwight atau
kebalikannya
overwight,
anemia,
hipoalbuminnemia
penyakit-penyakit neurologik dan penyakit-penyakit yang merusak pembulu darah, keadaan hidrasi/ cairan tubuh. 2) Faktor ekstrinsik : kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan kotor atau peralatan medik yang menyebabkan penderita terfiksasi pada suatu sikap tertenntu, duduk yang buruk, posisi yang tidak tepat, perubahan posisi yang kurang. 3) Stadium dekubitus a) Stadium satu Adannya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila dibandingkan dengan kulit yang normal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut: perubahan temperatur kulit (lebih dingin atau lebih hangat). Perubahan konsistensi jaringan (lebih keras lebih lunak). Perubahan sensasi (gatal atau nyeri). Pada orang yang berkulit putih, jika mungkin kelihatan sebagai kemerahan yang menetap.
22
Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan kelihatan sebagai warna merah yang menetap, biru atau ungu b) Stadium dua Hilangnya sebagai lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduannya. Cirinya adalah lukannya supervisial, abrasi, melempuh, atau membentuk lubang yang dakal c) Stadium tiga Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nikrosis dari jaringan supkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascial. Luka terlihat seperti lubang yang dalam. d) Stadium empat Hilangnnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosisjaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adannya lubang yang dalam serta saluran sinur juga termasuk dalam stadium IV dari luka tekan. 4) Faktor resiko a) mobilitas dan aktivitas b) penurunan sensori persepsi c) kelembapan d) tenaga yang merobek (shear) e) pergeseran (friction) f)
nutrisi
23
g) usia h) tekanan arteriolar yang rendah i)
stres emosional
j)
merokok
k) temperatus kulit d) Manisfestasi klinis dan komplikasi 1) Tanda cidera awal adalah kemerahan yang tidak menghilang apabila ditekan ibu jari 2) Pada cidera yang lebih berat dijumpai ulkus dikulit 3) Dapat timbul nyeri dan tanda-tanda sisitemik peradangan, termasuk demam dan peningkatan hitung sel darah putih 4) Dapat terjadi infeksi sebagai akibat dari kelemahan dan perawatan dirumah sakit yang berkepanjangan bahkan pada ulkus kecil e) Penatalaksanaan medis 1) Merubah posisi pasien yang sedang tirah baring 2) Menghilangkan tekanan pada kulit yang memerah dan penempatan pembalut yang bersih dan tipis apabila telah berbentuk ulkus dekubitus 3) Sistemik: antibiotik spektrum luas, seperti: i. amokilin,4x500mg selama 15-30 hari ii. siklosprem 1-2gram selama 3-10hari iii. tropikal : salep antibiotik seperti klorampenikel 2gram .
24
f)
Asuhan keperawatan dekubitus 1) Pengkajian (a) Aktivitas atau istirahat Tanda: penurunan kekuatan, ketahanan, keterbatasan rentang gerak, pada area yang
sakit gangguannya misalnya otot
perubahan tunas. (b) Sirkulasi Tanda: hipoksia, penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cidera, vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin, pembentukan edema jaringan. (c) Eliminasi Tanda: keluaran urin menurun adalah tidak adanya pada fase darurat, warna mungkin hitam kemerahan, bila terjadi, mengidentifiasi kerusakan otot. (d) Makanan atau cairan Tanda: edema jaringan umum, anoreksia, mual dan muntah. (e) Neurosensori Tanda: area kebas atau kesemutan (f) Pernapasan Tanda: menurunnya fungsi medulla spinalis, edema medulla, kerusakan pernafasan.
neurology,
paralysis
abdominal
dan
otot
25
(g) Keamanan Tanda: adanya fraktur akibat dilokasi (jatuh, kecelakaan, kontraksi otot tetanik, sampai dengan syok listrik). 2) Diagnosa keperawatan (a) Kerusakan
intergritas
jaringan
berhubungan
dengan
destruksi mekanis jaringan sekunder terhadap tekanan, gesekan atau fraksi. (b) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan pembatasan gerak yang diharuskan. (c) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan pemasukkan oral. 3) Intervensi dan implementasi (a) Kerusakan intergritas jaringan berhubungan dengan destruksi mekanis jaringan sekunder terhadap tekanan, gesekan atau fraksi. (1) Terapkan prinsip pencegahan luka dekubitus Rasional: prinsip pencegahan luka dekubitus, meliputi mengurangi atau merotasi tekanan dari jaringan lunak (2) Atur posisi pasien senyaman mungkin Rasinal: meminimalkan terjadinnya jaringan yang terkena dekubitus (3) Balut luka dengan balutan yang mempertahankan kelembapan lingkungan diatas dasar luka
26
Rasional:
luka
yang
lembab
dapat
mempercepat
kesembuhan (b) Kerusakn mobilitas fisik berhubungan dengan pembatas gerak yang diharuskan (1) Dukungan mobilisasi ketingkat yang lebih tinggi Rasional:
gerakan
teratur
menghilangkan
tekanan
konsisten diatas tonjolan tulang (2) Bantu atau dorong perawatan diri Rasional: meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi (3) Berikan perhatian khusus pada kulit Rasional: penelitian menunjukan bahwa kulit rentang mengalami kerusakan (c) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan pemasukan oral (1) Beri makan dalam jumlah sedikit tetapi sering Rasional: meningkatkan pemasukan dan menambah napsu makan (2) Bantu kebersihan oral sebelum makan Rasional: mulut atau peralatan bersih meningkatkan napsu makan meningkat (3) Pertahankan kalori yang ketat Rasional: pedoman yang tepat untuk pemasukan kalori yang tepat.
27
4) Evalusi (a) Pasien dapat menjegah dan mengidentifikasi faktor penyebab luka dekubitus menunjukan kemajuan penyembuhan (b) Pasien mempuyai kulit tanpa neritema dan tidak pucat (c) Pasien menunjukan peningkatan berat badan dan masa otot.
4.
Mobilisasi Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur yang bertujan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperluka untuk meningkatkan kemandirian diri meningkatkan kesehatan memperlambat proses penyakit pada pasien yang dirawat diICU diperlukan mobilisasi . Mobilisasi progresif adalah serangkai rencana yang dibuat untuk mempersiapkan pasien agar mampu bergerak atau berpindah tempat secara bersenjang dan berkelanjutan. Tujuan dilakukan mobilsasi progresif diruang ICU adalah untuk mengurangi resiko dekubitus menurunkan lama penggunaan ventilator, untuk mengurangi insedent ventilatet acute pnenomia(viape) mengurangi waktu
penggunaan
sedarsi,
menurunkan
delenium
meninggkat
kemampuan pasien untuk berpindah dan meninggkat kan fungsi organorgan tubuh. Pelaksanaan mobilisasi progresif dilaksanakan setiap 2jam sekali dan memiliki waktu jeda atau istirah untuk merubah posisi lainnya selama 5-10 menit ( Zakiyah,2014)
28
Jenis mobilisasi progresif menurut Zakiyah (2014) diantaranya adalah: a.
Head of bet (HOB) memposisikan tempat tidur pasien secara bertahap hinnga pasien posisi setengah duduk. Posisi ini dapat dimulai dari 30 ° kemudian bertingkat ke posisi 45°,65° hingga pasien dapat duduk tegak. Pada pasien di mulai mobilisasi progersif. Sebelumnya dikaji dilu kemampuan kardiovaskuler dan pernafasan pasien. Alat untuk mengukur kemringan head of bed bisa mengguanakan busur atau pun accu angle level. Alat ini dapat ditempelkan di posisi tempat tidur.
b.
Range of motion (ROM) Ketika otot mengalami imobilisasi akan terjadi pengurangan masa otot dan memngalami kelamahan. Kegiatan ROM dilakukan pada semua pasien kecuali pada pasien patah tulang dan tingkat ketergantungan yang tinggi. Kegiatan ROM dilakukan pada ekstermitas atas dan bawah,dengtan tujuan untuk menguatkan dan melatih otot agar kembali ke fungsi semual. Kegiatan ROM dialakukan dalam 2-3 kali sehari. Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan pada syifa zakkiyyah, 2014 peneliti melakukan uji hepotesis pada kelompok berpasangan resiko dekubitus pre dan post pada kelompok kontrol didapatkan hasil yang efektif ditandai dengan perubahan yang siknifikan hasil pre post intervensi (0,326 dan 0,273) dan pre post kontrol (0,117 dan 0,042).
29
B. KERANGKA TEORI `
AKSELERASI 1. Trauma kepala 2. Lemparan benda tumpul 3. Perdarahan Post kraniotomi
DESELERASI Apabila kepala membentur obyek yang secara relatif tidak bergerak seperti badan mobil atau tanah
Trauma terjadi robekan pada substansi batang otak Peningkatan permeabilitas kapiler
Peningkatan TIK
Hipoksia Hiperkarbia Hipotensi
Penurunan kesadaran
Bedrest
Resiko Dekubetus
Penatalaksanaan dengan mobilisasi progresif Hinchliff, Sue, 2005 Syifa Zakiyyah, 2014 Gambar 2.2 Kerangka Teori
30
C. KERANGKA KONSEP Pasien post kraniotomi
Resiko dekubitus
Pencegahan dekubitus: Mobilisasi progresif
Gambar 2.3 Kerangka Konsep
BAB III METODE PENELITIAN
A. Subjek Aplikasi Riset Subjek dari aplikasi riset ini adalah pada pasien kritis betres total di ICU/HCU post op craniotomi. B. Tempat dan Waktu Aplikasi riset ini direncanakan akan dilakukan di ruangan ICU/HCU RSUD Dr. Moewardi pada tanggal 10-12 Maret 2015, tindakan dilakukan selama 3 hari. C. Media dan Alat yang digunakan Lembar Observasi Skala Branden D. Prosedur Tindakan 1.
2.
Fase orientasi a.
Memberikan salam atau menyapa klien
b.
Memperkenalkan diri
c.
Menjelaskan tujuan tindakan
d.
Menjelaskan langkah prosedur
e.
Menjaga privacy klien
f.
Mencuci tangan
Fase kerja a.
Memakai sarung tangan
b.
Mempersiapakan alat
31
32
c.
Membebaskan daerah perut dan punggung pasien
d.
Melakukan tahap mobilisasi: 1) Sesudah 2-8 jam operasi, klien miring kanan dan kiri 2) Melakukan latian nafas dalam 3) Latian kaki ringan 4) Klien duduk tegak lurus ditempat tidur dengan posisi miring, klien membuat gerakan yang membuat dirinnya turun dari tempat tidur 5) Klien menggerakkan kakinya ke samping mengarah keluar tempat tidur dan kedua tangan sebagai alat untuk menumpu 6) Dengan suatu gerakan mengayun klien akhirnya dapat turun dari tempat tidur, pada gerakan ini kedua tangan klien sebagai penopang 7) Klien dapat mendorong badannya dengan kedua tangannya dari tempat tidur, maka klien dapat membawa badannya turun dari tempat tidur 8) Klien sekarang berdiri disamping tempat tidur dan tetap berpegangan pada tempat tidur untuk memperoleh rasa aman 9) Klien berjalan pelan-pelan
3.
Fase terminasi a.
Membereskan alat
b.
Mengevaluasi tindakan
c.
Mencuci tangan
d.
Berpamitan
33
E. Alat Ukur Alat ukurnya menggunakan skala branden yang mempuyai 6 sub skala yaitu persepsi sensori dengan nilai 1 sama sekali terbatas (nilai normal 4 tidak terganggu), kelembapan dengan nilai 3 kadang lembab (nilai normal 4 jarang lembab), aktivitas dengan nilai 1 baring total (nilai normal 4 sering jalan), mobilitas dengan nilai 1 imobilitas (nilai normal 4 tidak terbatas), nutrisi dengan nilai 4 sangat baik (nilai normal 4 sangat baik), gesekan dan robekan dengan nilai 3 tidak ada masalah (nilai normal 3 tidak ada masalah).
BAB IV LAPORAN KASUS
Pada bab ini penulis menjelaskan tentang aplikasi jurnal Pemberian Mobilisasi Progresif Terhadap Resiko Dekubitus Pada Asuhan Keperawatan Ny. T Dengan Post Op kraniotomi Di Ruang HCU Bedah RSUD Dr. Moewardi Surakarta Asuhan keperawatan pada Ny. T meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi sesuai masalah keperawatan, implementasi yang telah dilakukan dan evaluasi. Pengkajian dilakukan pada tanggal 10 Maret 2015 pukul 08.30 WIB dengan menggunakan metode autoanamnesa. A. Identitas Pasien Hasil pengkajian diperoleh data antara lain, nama klien Ny. T, usia 54 tahun, beragama Islam, pendidikan terakhir Sekolah Dasar (SD), pekerjaan sebagai wiraswasta, beralamat di Wonogiri, dirawat di RSUD Dr. Moewardi dengan diagnosa medis post op craniotomi, dan nomor registrasi xxxxxx. Identitas penanggung jawabnya adalah Tn. D berusia 24tahun, pendidikan terakhir Sekolah Menengah atas (SMA), bekerja sebagai buruh pabrik, alamat di Wonogiri, hubungan dengan klien adalah Anak . B. Pengkajian Keluhan utama Penurunan Kesadaran paien koma. Riwayat penyakit sekarang Keluarga klien mengatakan jatuh di kamar mandi lalu dari keluarga dibawa ke Rumah Sakit RSUD Wonogiri di Rumah Sakit Wonogiri pasien di
34
35
CT Scan dan hasilnya ada penggumpalan darah di otak, tidak terjadi perdarahan di otak dari Wonogiri pasien dirujuk ke RSUD Dr. Moewardi . di IGD Moewardi mendapatkan infus RL 20 tpm dan kemudian klien mendapatkan anjuran rawat inap di Mawar selama 18 hari kemudian dianjurkan operasi craniotomi kemudian setelah operasi klien di pindah di ICU karena mengalami penurunan kesadaran GCS 5 di ICU selama 11 hari setalah kondisi pasien membaik klien dipindah di HCU Riwayat penyakit dahulu, Keluarga pasien mengatakan pasien pernah dirawat di rumah sakit karena mengalami hipertensi selama 1 minggu. Klien tidak mempunyai alergi terhadap makanan maupun obat-obatan. Pengkajian riwayat kesehatan keluarga
Ny.T (usia 54 tahun)
Gambar 3.1 Genogram Keterangan : : laki-laki : perempuan : pasien
36
: meninggal : tinggal satu rumah Riwayat kesehatan keluarga, anak klien mengatakan klien pernah jatuh di kamar mandi, sebelumnya pasien pernah dirawat di rumah sakit karena mengalami hipertensi. Riwayat kesehatan lingkungan, anak klien mengatakan lingkungan rumahnya bersih, terdapat ventilasi, ada tempat pembuangan sampah, jauh dari sungai atau pabrik. Pengkajian primer 1.
Airway : tidak ada sumbatan tidak ada suara nafas tambahan
2.
Breating : menggunakan alat bantu nafas kanul 3 lpm RR : 22 kali per menit
3.
Circulation : TD:140/80mmHg, N:86 kali per menit
4.
Disability : koma E:2, V:1, M:2, reflek pupil terhadap cahaya positif, isokor kanan kiri ± 2/2
5.
Exposure : S 36,5°C, tidak ada resiko jatuh, kulit tampak lembab, tidak kemerahan
Hasil pengkajian menurut pola Gordon, pada pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan keluarga klien mengatakan bahwa sehat itu penting dan berharga, menurut keluarga klien sakit merupakan sesuatu yang tidak nyaman, apabila ada anggota keluarga yang sakit segera diperiksakan ke puskesmas atau dokter.
37
Pola nutrisi dan metabolisme sebelum sakit klien makan 3x sehari dengan nasi, sayur, lauk, teh atau air putih, klien tidak memiliki keluhan dan makan satu porsi habis. A: TB: 150 cm, BB:65kg IMT: 65/(1,5)2 = 65/2,25 = 28,89 (gemuk) B: Hb: klien normal 14,8 g/dl C: Konjungtiva tidak anemis, tugor kulit cukup, tidak ada petting oedema D: keluarga mengatakan pasien makan 3x sehari 1 porsi habis sayur, lauk pauk,minun air putih Selama sakit klien terpasang NGT, dengan jenis susu sonde, dan porsi 200cc/3jam A: TB: 150 cm, BB: 63 kg IMT: 63/(1,5)2 = 63/2,25 = 28 (gemuk) B: Hb pasien normal 13,5 g/dl, eritrosit 4,08 juts/ul, hematokrit 35 % C: Konjungtiva tidak anemis D : Diberikan diet susu 200cc/3 jam
Pola eliminasi BAB, baik sebelum sakit maupun selama sakit klien tidak memiliki keluhan. Klien BAB 1x sehari dengan konsistensi lunak, bau khas, dan warna kuning kecokelatan. Pada pola eliminasi BAK, sebelum sakit klien mengatakan BAK 4-6x sehari ± 150cc sekali BAK dengan warna kuning jernih, bau amoniak, dan tidak ada keluhan. Selama sakit, klien
38
terpasang DC dalam serhari jumplahnya mampu ± 1200 cc /24 jam dengan warna kuning kecoklatan, bau amoniak, dan tidak ada keluhan. Pola aktivitas dan latihan, sebelum sakit klien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri (score 0). Selama sakit untuk makan/minum, berpakaian, mobilitas di tempat tidur, berpindah, ambulasi/ROM, toileting klien tergantung total dengan score (4) Pola istirahat tidur, sebelum sakit klien mengatakan dapat tidur dengan nyenyak baik malam maupun siang hari, tidur malam ± 6 jam dari jam 22.00 WIB – jam 05.00 WIB. Selama sakit pasien tidak sadar pola istirahat tidur tidak terkaji Pola kognitif – perseptual sebelum sakit klien mampu berbicara dengan normal, pendengaran dan penglihatan baik, klien juga mampu berjalan dengan normal. Selama sakit klien tidak sadar pola kognitif perseptual tidak terkaji GCS E:2, V:1, M:2 . Pola persepsi konsep diri, sebelum sakit pasien seorang ibu rumah tangga, pasien mempumyai satu orang anak, pasien menyukai seluruh anggota badannya . selama sakit pasien seorang ibu rumah tangga, pasien mempuyai satu orang anak, pengkajian citra tubuh tidak terkaji karena klien tidak sadar. Pola hubungan peran, klien mengatakan sebelum sakit maupun selama sakit hubungannya dengan keluarga, saudara, tetangga-tetangganya baik dan tidak ada masalah.
39
Pola seksual reproduksi, klien berusia 54 tahun sudah menikah dan mempunyai 1 orang anak. Pola mekanisme koping, klien mengatakan untuk menghilangkan kepenatannya dengan beristirahat dan berkumpul bersama keluarga atau tetangga, apabila ada masalah selalu dibicarakan dengan keluarga, jika ada anggota keluarga yang sakit selalu diperiksakan ke puskesmas atau dokter. Pola nilai dan keyakinan, klien beragama Islam selalu menjalankan sholat 5 waktu, tetapi selama sakit klien tidak sadar pola nila dan keyakinan tidak terkaji. Pengkajian pemeriksaan fisik didapatkan keadaan klien lemas dengan kesadaran koma, tekanan darah 140/80 mmHg, nadi 86x/menit teraba kuat dan irama teratur, respirasi 22x/menit irama teratur, dan suhu 36,5°C. Bentuk kepala mesochepal, kulit kepala terdapat luka post op craniotomi, luka sudah kering, tidak ada pus, ada jahitan. Rambut bersih, sedikit beruban, dan tidak berketombe. Pada pemeriksaan mata, didapatkan data mata simetris kanankiri, fungsi penglihatan baik, konjungtiva tidak anemis, dan sklera tidak ikterik. Pada pemeriksaan hidung, bersih, tidak ada polip, dan tidak terdapat sekret. Mulut simetris, bersih, dan mukosa bibir kering. Gigi sejajar dan bersih. Telinga simetris, tidak ada serumen, dan tidak mengalami gangguan pendengaran. Pada pemeriksaan leher, tidak terdapat pembesaran tyroid. Pada pemeriksaan fisik paru, didapatkam hasil Inspeksi : bentuk dada simetris, Palpasi : vocal fremitus kanan dan kiri sama, Perkusi : sonor, Auskultasi : suara vesikuler seluruh lapang paru dan irama teratur.
40
Pada pemeriksaan fisik jantung, didapatkan hasil Inspeksi : ictus cordis tidak tampak, Palpasi : ictus cordis teraba kuat di SIC V mid clavicula, Perkusi : pekak, Auskultasi : Bunyi jantung I dan Bunyi jantung II sama, tidak ada suara tambahan, irama reguler. Pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan hasil Inspeksi : perut simetris dan tidak ada jejas, Auskultasi : bising usus 10x/menit, Perkusi : redup di kuadran 1 dan tympani di kuadran 2, 3, 4, Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan. Pada pemeriksaan genetalia, didapatkan hasil genetalia bersih dan tidak ada jejas. Pemeriksaan rektum bersih dan terpasang DC. Pada pemeriksaan ekstremitas bagian atas didapatkan hasil kekuatan otot tangan kanan 1 ( ada sedikit gerakan terdapat tekanan) dan kiri 0 (tidak bisa bergerak) , tangan kiri kekuatan otot 0 ( tidak bisa bergerak) dan tangan kanan 1 ( ada sedikit gerakan terdapat tekanan), perabaan akral hangat, tidak ada oedema, dan capilary refill< 2 detik. Pada pemeriksaan ekstremitas bagian bawah diperoleh hasil kekuatan otot kaki kanan 1 (ada sedikit gerakan terhadap ak bebas digerakkan, kekuatan kaki kiri 0 ( tidak bisa bergerak ), perabaan akral hangat, tidak ada oedema, dan capilary refill< 2 detik. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 27 Februari 2015 diperoleh hasil: hemoglobin 13.5 g/dl (nilai normal 13.5-17.5), hematokrit 35% (nilai normal 33-45), leukosit 11.7 ribu/ul (nilai normal 4.5-11.0), trombosit 182 ribu/ul (nilai normal 150-450), eritrosit 4.08 juta/ul (nilai normal 4.50-5.90), GDS 150 mg/dl (nilai normal 60-140), creatinine 0.5 mg/dl (nilai normal 0.6-
41
1.1), ureum 30 mg/dl (nilai normal 250), natrium darah 141 mmol/l (nilai normal 136-145), kalium darah 3.3 mmol/l (nilai normal 3.3-5.1), eholorida darah 106 mmol/l (nilai normal 98-106), PH 7.444 (nilai normal 7.3507.450), BE -0.3 mmol/l (nilai normal -2-+3), PcO2 35.0 mmHg (nilai normal 27.0-41.0), CO2 98.6 mmHg (nilai normal 83.0-108.0), hematokrit 32 % (nilai normal 37-50), HCO3 24.1 mmol/l (nilai normal 21.0-28.0), total CO2 21.5 mmol/l (nilai normal 19.0-24.0), O2 saturasi 98.0 % (niali normal 94.098.0) Hasil CT Scan pada tanggal 27 Februari 2015-03-29 CT Scan kepala kontrol (post craniotomi) potongan axial, jarak itisan 5/10 mm, tanpa kontras. Ada area hypodeus/densitas cairan disepanjang calvaria fronto per istalis kanan (slince 07 s/d 10). Ada lesi hypodeus dengan perifocal odema dilobus perietalis kaman ( slince 11 s/d 13). Stuktura linea mediana terdorong ke kiri kesan – SDE regio fronto – parietalis dextra dan ada ICH dengan perifocal odema dilobus parientalis dextra serta ada space occupaying. Selama dirawat di HCU bedah pasien mendapatkan therapy ceftriaxone 2 gr antibiotik, ranitidin 50 mg antiematik, asam tranexamat 500mg perdarah ab normal pasca operasi, manitol 100cc air dalam otak yang mengalami injuri, ketopain 100mg analgesik, cyprofloksasin 400gr antibiotik, infus RL 20tpm cairan elektrolit.
42
C. Perumusan Diagnosa Keperawatan Dari data pengkajian dan observasi di atas, penulis melakukan analisa data dan merumuskan diagnosa keperawatan pada tanggal 10 Maret 2015 jam 10.00 WIB. Data subyektif pasien tidak sadar . Data obyektiftekanan darah 140/80 mmHg, nadi: 86 kali per menit, pernafasan 22 kali per menit, suhu: 36,5oC, saturasi oksigen 90%, klien tampak lemah, kesadaran koma GCS: E2, V1, M2,. Berdasarkan data di atas maka penulis merumuskan masalah keperawatan yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan selebral b.d hipertensi Pada tanggal 10 Mare 2015 jam 10.00 WIB di dapatkan data subyektif klien tidak sadar. Data obyektif pasien tampak tidak bisa memiringkan badanya, tamapak tidak bisa menggerakkan badannya sebelah kiri atau hemiparase, aktivitas tergantung total, kekuatan otot kanan atas dan bawah 2 dan ekstermitas kiri atas dan bawah nilai 0Berdasarkan data di atas maka penulis merumuskan masalah keperawatan yaitu hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot.. Pada tanggal 10 Maret 2015 jam 10.00 WIB di dapatkan hasil data subyektif pasien tidak sadar, kesadaran koma, kulit tampak lembab, tidak ada kemerahan, pasien tampak berbaring, scocre branden 13 (mempuyai resiko sedang). Berdasarkan data diatas maka penulis merumuskan masalah keperawatan resiko kerusakan intergritas kulit b.d faktor mekanik (tekanan).
43
D. Intervensi Keperawatan Rencana keperawatan yang dilakukan untuk diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan selebra berhubungan dengan hipertensi dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam perfusi jaringan selebra efektif dengan kriteria hasilGCS meningkat E3, V2, M3, tanda-tanda vital dalam batas normal tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 kali per menit, pernafasan 20 kali per menit, suhu 36,5oC, tidak ada peningkatan tekanan intra kranial (Tekanan darah tidak naik, tidak terjadi penurunan kesadaran). Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan adalah observasi status neurologis, dengan rasional untuk mengetahui tingkat kesadaran, observasi TTV, dengan rasional untuk mengetahui keadaan umum klien, posisikan kepala ditinggikan 300, dengan rasional untuk menurunkan tekanan arteri dan mencegah peningkatan tekanan intra kranial, ciptakan lingkungan yang nyaman dan batasi pengunjung, dengan rasional untuk memberikan kenyamana kepada klien, kolaborasi dengan dokter pemberian obatmanitol 100 cc/6 jam, dengan rasional untuk meningkatkan keefektifan sirkulasi sirkulasi ke serebral dan mengurangi tekanan intra kranial. Rencana keperawatan untuk diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam mobilitas fisik dapat teratasi dengan kriteria hasilkekuatan otot bertambah tiga, mampu bergerak secara bertahap, tidak terjadi kontraktur sendi. .
44
Intervensi atau rencana keperawatan yang dilakukan adalah observasi keadaan klien dalam mobilitas, dengan rasional untuk mengetahui kelemahan dan perkembangan dalam mobilitas. Memberikan posisi alih baring setiap dua jam miring kanan, miring kiri, dengan rasional untuk mencegah luka tekan atau dekubitus, kolaborasi dengan ahli fisioterapi, dengan rasional untuk memberikan progam khusus dalam melatih kekuatan otot. Renvana keperawatan yang dilakukan pada Ny. T untuk diagnosa resiko kerusakn intergritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik (tekanan) dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi tanda-tanda kerusakan intergritas kulit dengan kriteria hasil intergritas jaringan kulit tidak mengalami kerusakan tidak ada kemerahan, kulit elastis. Intervensi atau rencana keperawatan yang dilakukan adalah observasi tanda-tanda dekubitus, dengan rasional untuk mengetahui keadaan kulit pasien, berikan posisi miring setiap dua jam sekali, dengan rasional untuk mencegah terjadinya dekubitus, ajarkan kepada keluarga untuk memberikan loution pada daerah yang tertekan, dengan rasional untuk menjaga kelembaban dan luka tekan, kolaborasi dengan dokter perawat dan keluarga.
E. Implementasi Keperawatan Tindakan yang dilakukan untuk diagnosa keridakefektifan perfusi jaringan serebral b.d hipertensi pada tanggal 10 Maret 2015 pada jam 09.15 mengobservasi status neurologis data subyektif klien tidak terkaji karena
45
pasien tidak sadar, data obyektif klien tampak lemah, kesadaran koma, GCS: E2, V1, M2, pupil isokor ±2 mm. Jam 08.30 WIB mengkolaborasikan pemberian obat sesuai advis dokter yaitu manitol 100 cc/6 jam, ceftriaxone 1 gram/12 jam respon klien tidak terkaji karena klien tidak sadar, respon obyektif obat masuk lewat selang infus IV. Jam 09.20 WIB mengobservasi TTV respon subyektif tidak terkaji karena klien tidak sadar, respon obyektif tekanan darah 140/80 mmHg, nadi : 86 kali per menit, pernafasan : 22 kali per menit, suhu : 36,5 0C Jam 13.00 WIB menciptakan lingkungan yang tenang respon obyektif tidak terkaji karena klien tidak sadar, respon subyektif klien tampak tenang berada diruang High Care Unit (HCU). Tindakan keperawatan yang dilakukan pada 11 Maret 2015 pada jam 09.15 mengobservasi status neurologis data subyektif klien tidak terkaji karena pasien tidak sadar, data obyektif klien tampak lemah, kesadaran koma, GCS: E2, V1, M2, pupil isokor ±2 mm. Jam 08.30 WIB mengkolaborasikan pemberian obat sesuai advis dokter yaitu manitol 100 cc/6 jam, ceftriaxone 1 gram/12 jam respon klien tidak terkaji karena klien tidak sadar, respon obyektif obat masuk lewat selang infus IV. Jam 09.20 WIB mengobservasi TTV respon subyektif tidak terkaji karena klien tidak sadar, respon obyektif tekanan darah 140/90 mmHg, nadi : 86 kali per menit, pernafasan : 22 kali per menit, suhu : 36,5 0C Jam 13.00 WIB menciptakan lingkungan yang tenang respon obyektif tidak terkaji karena klien tidak sadar, respon subyektif klien tampak tenang berada diruang High Care Unit (HCU).
46
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 12 Maret 2015 pada jam 09.15 mengobservasi status neurologis data subyektif klien tidak terkaji karena pasien tidak sadar, data obyektif klien tampak lemah, kesadaran koma, GCS: E3, V2, M3, pupil isokor ±2 mm. Jam 08.30 WIB mengkolaborasikan pemberian obat sesuai advis dokter yaitu manitol 100 cc/6 jam, ceftriaxone 1 gram/12 jam respon klien tidak terkaji karena klien tidak sadar, respon obyektif obat masuk lewat selang infus IV. Jam 09.20 WIB mengobservasi TTV respon subyektif tidak terkaji karena klien tidak sadar, respon obyektif tekanan darah 130/80 mmHg, nadi : 86 kali per menit, pernafasan : 22 kali per menit, suhu : 36,5 0C Jam 13.00 WIB menciptakan lingkungan yang tenang respon obyektif tidak terkaji karena klien tidak sadar, respon subyektif klien tampak tenang berada diruang High Care Unit (HCU). Tindakan keperawatan untuk diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot pada tanggal 10 Maret 2015 pada jam 09.35 WIB mengobservasi keadaan umum klien dalam mobilitas respon subyektif tidak terkaji karena klien tidak sadar, respon obyektif klien tampak tidak bisa menggerakan badanya sebelah kiri, aktivitas dibantu oleh keluaraga, kekuatan otot kanan atas dan bawah 1, kekuatan otot kiri atas dan bawah 0. Jam 11.30 WIB memberikan mobilisasi miring kanan, miring kiri respon obyektif pasien tampak lebih nyaman, kulit tidak kemerahan. Jam 13.00 WIB mengkolaborasi dengan ahli fisioterapi respon subyektif ahli terapi mengatakan bersedia, respon obyektif ahli fisioterapi tampak melatih kekuatan otot klien.
47
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 11 Maret 2015 pada jam 09.35 WIB mengobservasi keadaan umum klien dalam mobilitas respon subyektif tidak terkaji karena klien tidak sadar, respon obyektif klien tampak tidak bisa menggerakan badanya sebelah kiri, aktivitas dibantu oleh keluaraga, kekuatan otot kanan atas dan bawah 1, kekuatan otot kiri atas dan bawah 0. Jam 11.30 WIB memberikan mobilisasi miring kanan, miring kiri respon obyektif pasien tampak lebih nyaman, kulit tidak kemerahan. Jam 13.00 WIB mengkolaborasi dengan ahli fisioterapi respon subyektif ahli terapi mengatakan bersedia, respon obyektif ahli fisioterapi tampak melatih kekuatan otot klien. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 12 Maret 2015 pada jam 09.35 WIB mengobservasi keadaan umum klien dalam mobilitas respon subyektif tidak terkaji karena klien tidak sadar, respon obyektif klien tampak tidak bisa menggerakan badanya sebelah kiri, aktivitas dibantu oleh keluaraga, kekuatan otot kanan atas dan bawah 1, kekuatan otot kiri atas dan bawah 0. Jam 11.30 WIB memberikan mobilisasi miring kanan, miring kiri respon obyektif pasien tampak lebih nyaman, kulit tidak kemerahan. Jam 13.00 WIB mengkolaborasi dengan ahli fisioterapi respon subyektif ahli terapi mengatakan bersedia, respon obyektif ahli fisioterapi tampak melatih kekuatan otot klien. Tindakan yang dilakukan untuk diagnosa risiko kerusakan intergitas kulit b.d faktor mekanik (tekanan) tanggal 10 Maret 2015 pada jam 10.15 WIB mengobservasi keadaan kulit respon subyektif tidak terkaji karena klien
48
tidak sadar, respon obyektif kulit sedikit lembab, tidak kemerahan, score dekubitus 13 (mempuyai resiko sedang).. Jam 10.20 WIB memberikan posisi alih baring miring kanan, miring kiri respon subyektif tidak terkaji karena klien tidak sadar, respon obyektif klien tampak dimiringkan kekiri dan dibantu oleh keluarga dan perawat, tampak bantal diletakan disebelah kanan klien. Jam 10.30 WIB mengajarkan kepada keluarga untuk memberikan loution respon subyektif keluarga mengatakan bersedia, respon obyektif keluarga tampak mengoleskan loution pada daerah yang tertekan. Jam 11.00 WIB mempertahankan tmpa tidur yang bersih dan bebas kerutan respon subyektif tidak terkaji karena klien tidak sadar, respon obyektif tempat tidur klien tampak bersih, terpasang perlak, sprei bersih dan kering. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 11 Maret 2015 pada jam 10.15 WIB mengobservasi keadaan kulit respon subyektif tidak terkaji karena klien tidak sadar, respon obyektif kulit sedikit lembab, tidak kemerahan, score dekubitus 13 (mempuyai resiko sedang).. Jam 10.20 WIB memberikan posisi alih baring miring kanan, miring kiri respon subyektif tidak terkaji karena klien tidak sadar, respon obyektif klien tampak dimiringkan kekiri dan dibantu oleh keluarga dan perawat, tampak bantal diletakan disebelah kanan klien. Jam 10.30 WIB mengajarkan kepada keluarga untuk memberikan loution respon subyektif keluarga mengatakan bersedia, respon obyektif keluarga tampak mengoleskan loution pada daerah yang tertekan. Jam 11.00 WIB mempertahankan tmpa tidur yang bersih dan bebas kerutan respon subyektif tidak terkaji karena klien tidak sadar, respon
49
obyektif tempat tidur klien tampak bersih, terpasang perlak, sprei bersih dan kering. Tindakan yang dilakukan pada tanggal 12 Maret 2015 pada jam 10.15 WIB mengobservasi keadaan kulit respon subyektif tidak terkaji karena klien tidak sadar, respon obyektif kulit sedikit lembab, tidak kemerahan, score dekubitus 13 (mempuyai resiko sedang).. Jam 10.20 WIB memberikan posisi alih baring miring kanan, miring kiri respon subyektif tidak terkaji karena klien tidak sadar, respon obyektif klien tampak dimiringkan kekiri dan dibantu oleh keluarga dan perawat, tampak bantal diletakan disebelah kanan klien. Jam 10.30 WIB mengajarkan kepada keluarga untuk memberikan loution respon subyektif keluarga mengatakan bersedia, respon obyektif keluarga tampak mengoleskan loution pada daerah yang tertekan. Jam 11.00 WIB mempertahankan tmpa tidur yang bersih dan bebas kerutan respon subyektif tidak terkaji karena klien tidak sadar, respon obyektif tempat tidur klien tampak bersih, terpasang perlak, sprei bersih dan kering.
F. Evaluasi Tindakan Evaluasi keperawatan pada hari selasa, 10 maret 2015 jam 13.30 WIB diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan selebral berhubungan dengan hipertensi dilakukan evaluasi dengan metode SOAP, didapatkan pasien tampak lemah, kesadaran koma, GCS E2, M1, V2, TTV: TD: 140/80 mmHg, N: 86x/menit, RR: 22x/menit, S: 36,5, masalah belum teratasi kesadaran koma, GCS E2, V1, M2, TD 140/80 mmHg, planning lanjutkan intervensi: monitor tanda-tanda vital, monitor keadaan umum, kesadaran, monitor tanda-
50
tanda vital, kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat manitol 100 cc. Selasa, 10 maret 2015 jam 13.35 WIB diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot dilakukan evaluasi dengan metode SOAP, didapatkan pasien tampak belum bisa menggerakan ekstermitasnya bagian kiri, klien tampak lemah, aktivitas terganggu total, kekuatan otot kanan atas dan bawah 1, kekuatan otot kiri atas dan bawah 0 masalah belum teratasi aktivitas tergantung total kekuatan otot kanan atas bawah 1, dan kekuatan otot kiri atas bawah 0, planning lanjutkan intervensi: observasi keadaan umum klien dalam mobilitas, ajarkan keluaraga untuk alih baring, kolaborasi dengan ahli fisioterapi. Selasa 10 Maret 2015 jam 13.50 WIB
diagnosa resiko kerusakan
intergritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik dilakukan evaluasi dengan metode SOAP pasien tidak sadar, kesadaran koma kulit tampak lembab, score branden 13 (beresiko sedang), tidak ada kemerahan, masalah belum teratasiscore branden 13 planning lanjutkan intervensi observasi tandatanda dekubitus, lakukan mobilisasi pasif per 2 jam (miring kanan, miring kiri). Rabu 11 Maret 2015 Jam 13.45 WIB diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan selebra berhubungan dengan hipertensi dilakukan evalusi dengan metode SOAP pasien tampak lemah, kesadaran koma, GCS E2, M1, V2, TTV: TD: 140/90 mmHg, N: 86x/menit, RR: 22x/menit, S: 36,5, masalah belum teratasi kesadaran koma, TD 140/90 mmHg, GCS E2, V1, M2, planning
51
lanjutkan intervensi: monitor tanda-tanda vital, monitor keadaan umum, kesadaran, monitor tanda-tanda vital, kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat manitol 100 cc. Rabu 11 Maret 2015 jam 13.50 WIB diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot dilakukan evaluasi dengan metode SOAP, didapatkan pasien tampak belum bisa menggerakan ekstermitasnya bagian kiri, klien tampak lemah, aktivitas terganggu total, kekuatan otot kanan atas dan bawah 1, kekuatan otot kiri atas dan bawah 0 masalah belum teratasi aktivitas tergantunbg total, kekuatan otot kanan atas bawah 1, kekuatan otot kiri atas bawah 0, planning lanjutkan intervensi: observasi keadaan umum klien dalam mobilitas, ajarkan keluaraga untuk alih baring, kolaborasi dengan ahli fisioterapi. Rabu 11 Maret 2015 jam 13.55 WIB diagnosa resiko kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik dilakukan evaluasi dengan metode SOAP pasien tidak sadar, kesadaran koma kulit tampak lembab, score branden 13 (mempuyai resiko sedang), tidak ada kemerahan, masalah belum teratasi score branden 13, planning lanjutkan intervensi observasi tanda-tanda dekubitus, lakukan mobilisasi pasif per 2 jam (miring kanan, miring kiri). Kamis 12 Maret 2015 jam 14.00 WIB diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan selebra berhubungan dengan hipertensi dilakukan evalusi dengan metode SOAP pasien tampak lemah, kesadaran koma, GCS E3, M3, V2, TTV: TD: 130/80 mmHg, N: 86x/menit, RR: 22x/menit, S: 36,5, masalah
52
teratasi kesadran sopor, GCS E3, M3, V2, planning lanjutkan intervensi: monitor tanda-tanda vital, monitor keadaan umum, kesadaran, monitor tandatanda vital, kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat manitol 100 cc. Kamis 12 Maret 2015 jam 14.05 WIB diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot dilakukan evaluasi dengan metode SOAP, didapatkan pasien tampak belum bisa menggerakan ekstermitasnya bagian kiri, klien tampak lemah, aktivitas terganggu total, kekuatan otot kanan atas dan bawah 1, kekuatan otot kiri atas dan bawah 0 masalah belum teratasi aktivitas tergantung total, kekuatan otot kanan atas, bawah 1, kekuatan otot kiri atas, bawah 0, planning lanjutkan intervensi: observasi keadaan umum klien dalam mobilitas, ajarkan keluarga untuk alih baring, kolaborasi dengan ahli fisioterapi. Kamis 12 Maret 2015 jam 14.15 WIB diagnosa resiko kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik dilakukan evaluasi dengan metode SOAP pasien tidak sadar, kesadaran koma kulit tampak lembab, score branden 13 (mempuyai resiko sedang), tidak ada kemerahan, masalah teratasi tidak ada tanda – tanda dekubitus, planning lanjutkan intervensi observasi tanda-tanda dekubitus, lakukan mobilisasi pasif per 2 jam (miring kanan, miring kiri).
BAB V PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis akan membahas tentang aplikasi tindakan mobilisasi progresif terhadap resiko dekubitus pada asuhan keperawatan Ny. T dengan post kraniotomi di ruang HCU RSUD Dr. Moewardi Surakarta.Disamping itu penulis akan membahas tentang adanya kesesuaian dan kesenjanga yang terjadi antara teori dengan kenyataan. Asuhan keperawatan meliputi tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi. A. Pengkajian Tahap pengkajian adalah tahap proses pengumpulan data yang relevan dan kontinyu tentang respon manusia, status kesehatan, kekuatan, dan masalah klien. Tujuan pengkajian adalah untuk memperoleh informasi tentang keadaan kesehatan klien. Metode pengkajian yang dilakukan dengan metode autoanamnesa dan alloanamnesametode pengkajian autoanamesa adalah jenis data yang dikumpulkan antara data berdasarkan data fokus. Metode pengkajian alloanamnesa adalah wawancara dengan keluarga atau orang terdekat. Hasil pengkajian dilakukan pada tanggal 10 Maret 2015 pada Ny. T mengalami penurunan kesadaran, kesadaran koma, GCS E2, V1, M2. Penurunan kesadaran adalah tidak ada respon motorik atau verbal terhadap
53
54
stimulus eksternal.GCS E2: mata terbuka dengan respon nyeri, V1: tidak berespon, M2: dengan rangsangan nyeri (Weinstock, 2013). Hasil pengkajian pada Ny. T yang dilakukan tanggal 10 maret 2015 jam 08.00 WIB. Dokter mendiagnosa post craniotomi. Post craniotomi adalah operasi membuka tulang tengkorak untuk mengangkat tumor, mengurangi TIK, mengeluarkan bekuan darah atau menghentikan perdarahan. (Hinchliff, sue. 2005). Etiologi kraniotomi adalah adannya benturan kepala yang diam terhadap benda yang sedang bergerak misalnya: pukulan-pukulan benda tumpul, kena lemparan benda tumpul. Kepala membentur benda atau objek yang secara relative tidak bergerak misalnnya; membentur tanah atau mobil (sjamsuhidajat, 2002). Penyebab pada Ny.T yaitu perdarahan pada otak. Tanda dan gejala kraniotomi adalah nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri, berfikir lambat, kejang dan edema pupil (Sjamsuhidajat, 2002). Pola pengkajian primer airway tidak ada sumbatan tidak ada suara nafas tambahan, Breathing menggunakan alat bantu nafas nasal kanul 3 liter per menit RR: 22 x/menit karena untuk memenuhi suplai O2 dalam otak (Potter & Perry, 2005), Circulation tekanan darah 140/80 mmHg, nadi 86 kali x/menit, capillary refile kurang dari 3 detik, akral hangat. Disability, Glascow Coma Skale (GCS) adalah E2, V1, M2, kesadaran koma, reflek pupil terhadap cahaya positif, isokor kanan kiri ± 2 mm, Exposure suhu 36,5oC, kulit lembab, tidak ada kemerahan, tidak ada resiko jatuh. Hasil pengkajian pemeriksaan fisik mendapatkan data tekanan darah 140/80 mmHg. Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
55
peningkatan tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian. Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa yaitu tahap pertama (ringan) sistolik 140-159 mmHg dan diastolik 85-89 mmHg, tahap kedua (sedang) sistolik 160-179 mmHg dan diastolik 100-109 mmHg, tahap ketiga (berat) sistolik 180-209 mmHg dan diastolik 110-119 mmHg, tahap keempat (maligna)sistolik 210 mmHg atau lebih dan diastolik 120 mmHg atau lebih (Triyanto, 2014). Menurut teori diatas, hipertensi yang diderita Ny. T termasuk dalam tahap pertama (ringan). Hasil pengkajian pola aktivitas didapatkan hasil selama sakit pasien makan, toileting, berpakaian, mobilitas ditempat tidur, berpindah, dan ambulasi ROM masih tergantung total. Sesuai dengan teori, adanya gangguan mobilitas fisik biasa terjadi karena adanya keterbatasan gerak, paralisis, dan adanya kehilangan kekuatan otot (Potter& perry, 2006). Kasus yang dialami Ny. T sesuai dengan teori. Dimana pada Ny. T mengalami penurunan kesadaran, ADL tergantung total dan adanya keterbatasan gerak. Sehingga sesuai teori diatas Ny. T mengalami gangguan mobilitas fisik. Hasil pengkajian fisik bagian ekstremitas, Ekstremitas kanan atas kekuatan otot kanan atas dengan nilai 1, kekuatan otot kiri atas dengan nilai 0, kekuatan ektremitas kiri bawah nilai 0, kekuatan ekstremitas kanan bawah nilainya 1. Kekuatan otot ekstremitas kiri menunjukkan nilai 0 dalam teori, pengukuran
kekuatan
otot
dilakukan
ROMmerupakan
istilahuntuk
menyatakan gerakan sendi yang normal dan untuk menetapkan adanya
56
kelainan ataupun untuk menyatakan batas gerakan sendi yang abnormal. Adapun penilaianya yaitu derajat 0:paralisis total atau tidak ditemukan kontraksi otot, 1: kontraksi otot yangterjadi hanya berupa perubahan tonus otot yang dapat diketahui denganpalpasi dan tidak dapat menggerakan sendi, 2: otot hanya mampumenggerakan persendian, tetapi kekuatanya tidak dapat melawan pengaruhgravitasi, 3: Di samping dapat menggerakan sendi, otot juga dapatmelawan pengaruh gravitasi, tetapi tidak kuat terhadap tahanan yangdiberikan oleh pemeriksa, 4: kekuatan otot seperti pada derajat 3 disertaidengan kemampuan otot terhadap tahanan yang ringan, 5: kekuatan ototnormal (Muttaqin, 2008). Sesuai dengan teori diatas, maka dapat disimpulkan kekuatan otot pada Ny. T pada ekstremitas kanan atas dan ekstremitas kanan bawah Ny. T dengan nilai 1 yang berarti kontraksi otot yang terjadi hanya berupa perubahan tonus otot yang dapat diketahui dengan palpasi dan tidak dapat menggerakkan sendi. Sedangkan pada ekstremitas atas kiri dan ekstremitas bawah kiri Ny. T dengan nilai 0 yaitu paralisis total atau tidak ditemukan kontraksi otot. Hasil pemeriksaan fisik integumen dengan inspeksi didapatkan hasil kulit teraba hangat, kulit tampak lembab. Faktor resiko luka tekanpada Ny. Tdidapatkan pada persepsi sensori dengan nilai 1 (sama sekali terbatas), faktor kelembaban nilai 3 (kadang lembab), faktor aktivitas nilai 1 (total di tempat tidur atau baring total), faktor mobilitas nilai 1 (tidak dapat bergerak sama sekali), faktor nutrisi nilai 4 (sangat baik), faktor pergesekan dan
57
pergerakan nilai 3 (tidak ada masalah), jumlah score branden : 13 berarti mempuyai resiko sedang. Penghitungan skala branden berdasarkan faktor resiko, terdiri dari 6 yaitu persepsi sensori, kelembaban, aktivitas, mobilitas, nutrisi, friksi dan gerakan. Nilai total berada pada rentan dari 6 sampai 23. Kriteria atau nilai skala branden,<18 (tidak berisiko), 15 – 18 (risiko ringan), 13 – 14 (risiko sedang), 10 -12 (risiko tinggi), <9 (risiko sangat tinggi) (Potter & Perry, 2005). Menurut Zakiyah (2014), pada stadium satu dekubitus terjadi adannya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila dibandingkan dengan kulit yang normal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut: perubahan temperatur kulit (lebih dingin atau lebih hangat). Perubahan konsistensi jaringan (lebih keras lebih lunak). Perubahan sensasi (gatal atau nyeri). Pada orang yang berkulit putih, jika mungkin kelihatan sebagai kemerahan yang menetap. Berdasarkan teori diatas, maka dapat disimpulkan Ny. T mengalami dekubitus stadium satu dengan tanda-tanda yang dialami Ny. T yaitu perubahan temperatur kulit (lebih hangat). Terapi cairan intravena Natrium clorida 0,9% dengan dosis 20 tetes per menit untuk indikasi mengembalikan keseimbangan elektrolit pada dehidrasi, cefriaxone dengan dosis 1 gram/12 jam untuk indikasi infeksi yang disebabkan bakteri pathogen pada saluran nafas,THT, tulang sendi dan jaringan lunak, manitol 500 ml 100cc/6 jam untuk indikasi memperlancar diuresis, ekskresi, material toksik dalam urin dan mengurangi TIK, ambroxol dengan dosis 30 mg 3x1/12 jam sebagai sektertolik yang dapat
58
mempermudah pengeluaran sekret yang kental dan lengket didalam saluran pernafasan, furosemide 40 mg/24 jam untuk gangguan hipertensi, edema gangguan jantung, penyakit ginjal dan sirosis hati (ISO, 2010).
B. Perumusan Masalah Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinis tentang respon individu, atau komunitas terhadap masalah kesehatan yang aktual dan potensial. Tujuannya adalah mengarahkan rencana asuhan keperawatan untuk membantu klien dan keluarga terhadap penyakit dan menghilangkan masalah keperawatan (Dermawan, 2012). Menentukan prioritas masalah keperawatan adalah kegiatan untuk menentukan masalah yang menjadi prioritas untuk diatasi terlebih dahulu, adapun cara membuat skala prioritas pada Ny. T menggunakan hierarki maslow yang meliputi kebutuhan (fisiologis, rasa aman nyaman, cinta dan kasih sayang, harga diri, aktualisasi diri) karena dengan memahami konsep dasar manusia Maslow, maka akan diperoleh persepsi yang sama bahwa untuk beralih ke tingkat kebutuhan manusia yang lebih tinggi, kebutuhan dasar harus terpenuhi dahulu. Artinya terdapat kebutuhan yang lebih tinggi yang harus dipenuhi sebelum kebutuhan lain terpenuhi (Rohmah dan Walid, 2012). Berdasarkan data yang diambil penulis, ditegakkan diagnosa yang utama adalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipertensi. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral adalah penurunan
59
sirkulasi jaringan ke otak (Wilkinson, 2012). Batasan karakteristik untuk diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan serebral yaitu perubahan status mental, perubahan perilaku, perubahan respon motorik, ketidaknormalan dalam bicara, perubahan tekanan darah, perubahan reaksi pupil, kesulitan menelan, dan kelemahan pada ekstermitas (Wilkinson, 2012). Pada Ny. T ditegakkan diagnosa ini ditandai dengan adanya data subyektif kesadaran pasien koma, GCS E2, V1, M2, sedangkan data obyektif tekanan darah 140/80 mmHg, nadi: 86 kali per menit, pernafasan 22 kali per menit, suhu: 36,5oC, saturasi oksigen 90%, klien tampak lemah, kesadaran koma GCS: E2, V1, M2, tampak hasil foto CT scan :ICH dengan perifocal odema dilobus parientalis dextra serta ada space occupaying. Pemeriksaan CT scan adalah pemeriksaan yang digunakan untuk mendapatkan gambaran dari berbagai sudut kecil dari tulang tengkorak dan otak (Mathub, 2003). Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral ini bisa terjadi karena arteri yang mensuplai darah ke otak pecah, sehingga mengakibatkan perdarahan yang menyebabkan infrak serebral yang menghambat masuknya darah ke jaringan serebral. Perdarahan pada otak akan menghambat suplai oksigen ke otak yang akan mengakibatkan terjadi penurunan kesadaran. Pada klien yang mempunyai riwayat hipertensi akan mengakibatkan terjadinya penebalan pembuluh darah yang akan menyebabkan rupturnya arteri serebral sehingga perdarahan akan menyebar (Batticaca, 2008). Pada diagnosa keperawatan yang kedua yang diambil penulis adalah hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.
60
Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh baik satu atau lebih pada ekstremitas secara mandiri dan terarah (Nanda, 2012). Batasan karakteristik untuk diagnosa hambatan mobilitas fisik yaitu pergerakan lambat, kesulitan membolak balik posisi, keterbatasan untuk melakukan keterampilan motorik halus dan kasar, pergerakan tidak terkoordinasi, keterbatasan rentang pergerakan sendi (Wilkinson, 2012). Pada Ny. T ditegakkan diagnosa ini ditandai dengan adanya data subyektif kesadaran pasien koma data obyektif pasien tampak tidak bisa memiringkan badanya, tamapak tidak bisa menggerakkan badannya sebelah kiri atau hemiparase, aktivitas tergantung total, kekuatan otot kanan atas dan bawah 1 dan ekstermitas kiri atas dan bawah nilai 0, Motoriknya 2. Hambatan mobilitas fisik biasa terjadi karena adanya keterbatasan gerak, paralisis, adanya kehilangan kekuatan otot, penyakit sistematik, adanya alat pengimobilisasi atau keterbatasan yang ditentukan untuk meningkatkan penyembuhan. Bagi klien yang mengalami keterbatasan mobilisasi karena penyakit, ketidakmampuan atau trauma membutuhkan latihan sendi untuk mengurangi bahaya imobilisasi (Potter dan Perry, 2006) Pada diagnosa keperawatan yang ketiga adalah risiko kerusakan intergitas kulit berhubungan dengan imobilitas fisik. Risiko kerusakan intergitas kulit adalah beresiko mengalami perubahan kulit yang memburuk (Nanda, 2012). Batasan karakteristik untuk diagnosa risiko kerusakan intergitas kulit yaitu lembab, imobilisasi fisik, gangguan sirkulasi, usia yang ekstrem, penonjolan tulang (Wilkinson, 2012). Pada Ny. T ditegakkan
61
diagnosa ini ditandai dengan adanya data subyektif kesadaran pasien koma. Data obyektif pasien tidak sadar, kesadaran koma, GCS E2, V1, M2, kulit tampak lembab, tidak ada kemerahan, pasien tampak berbaring, scocre branden 13 (mempuyai resiko sedang). Risiko kerusakan intergitas kulit ini diambil karena pasien mengalami hemiparasis sehingga dalam imobilitas terganggu dan pasien mengalami tirah baring di tempat tidur, sehingga pasien tersebut bagian tubuhnya bertumpu pada tempat tidur dan akibat dari penekan tersebut aliran darah pada bagian tubuh akan menjadi terhambat akhirnya akan muncul kemerahan dan jika tekanan tidak dihilangkan akan menimbulkan beresiko terkena dekubitus (Aini, 2013).Ada faktor-faktor tambahan yang dapat meningkatkan resiko terjadi kerusakan kulit lebih lanjut pada klien diantaranya adalah gaya gesek dan fiksi, kelembaban, nutrisi buruk, anemia, infeksi, demam,gangguan sirkulasi perifer, obesitas, dan usia (Potter dan Perry, 2006). Penulis memprioritaskan diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan selebral berhubungan dengan hipertensi. Sebagai prioritas utamadidasarkan pada teori Hirarki Maslow: (fisiologis, aman – nyaman, mencintai dan memiliki, harga diri dan aktualisasi diri) (Dermawan, 2012). Penurunan oksigen yang mengakibatkan kegagalan pengantaran nutrisi kejaringan pada tingkat kapiler sehingga oksigen ke otak bisa berkurang dan dapat mengakibatkan kematian jaringan otok sampai dengan kematian.
62
C. Rencana Keperawatan Perencanaan adalah suatu proses di dalam pemecahan masalah yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu yang akan dilakukan, bagaimana dilakukan, kapan akan dilakukan, dan siapa yang akan melakukan semua tindakan keperawatan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi fokus keperawatan kepada kelompok atau klien, untuk membedakan tanggun jawab perawat dengan profesi kesehatan lain, untuk menyediakan suatu kriteria guna pengulangan dan evaluasi keperawatan, untuk menyediakan kriteria dan klasifikasi klien (Dermawan, 2012). Berdasarkan diagnosa yang muncul pada pasien maka pada diagnosa pertama maka penulis merumuskan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 kali 24 jam dengan kriterian hasil GCS meningkat E3, V2, M3, tanda-tanda vital dalam batas normal tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 kali per menit, pernafasan 20 kali per menit, suhu 36,5oC, tidak ada peningkatan tekanan intra kranial (Tekanan darah tidak naik, tidak terjadi penurunan kesadaran). Intervensi dilakukan untuk Ny. T yang pertama yaitu observasi status neurologis,karena perubahan tingkat kesadaran meliputi penurunan orientasi dan respon terhadap stimulus, perubahan ukuran pupil : bilateral atau unilateral dilatasi merupakan tanda dan gejala peningkatan TIK yang dapat menyebabkan kematian mendadak (Padila, 2012). Intervensi yang kedua observasi tanda-tanda vital, karena hipertensi biasanya tidak mengalami gejala dan tanda, dengan hal tersebut mengapa sangat penting untuk melakukan pemeriksaan tekanan darah secara rutin. Tekanan darah
63
tinggi akan merusak pembuluh – pembuluh darah karena tekanan yang tinggi pada pembuluh darah, dan akan menaikan resiko serangan stroke (Darmawan, 2012). Intervensi yang ketiga yaitu ciptakan lingkungan yang nyaman dan batasi pengunjung untuk memberikan kenyamanan kepada klien. Intervensi yang keenam yaitu kolaborasi dengan dokter pemberian obat manitol 100 cc/6 jam, untuk meningkatkan keefektifan sirkulasi sirkulasi ke serebral dan mengurangi tekanan intra kranial (ISO, 2010). Berdasarkan diagnosa yang muncul pada pasien maka pada diagnosa kedua maka penulis merumuskan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 kali 24 jam dengan kriterian hasil kekuatan otot kiri atas dan bawah bertambah tiga, mampu bergerak secara bertahap, tidak terjadi kontraktur sendi. Intervensi dilakukan untuk Ny. T yang pertama yaitu observasi keadaan umum klien dalam mobilitas, karena mobilisasi mengacu pada kemampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas dan immobilisasi mengacu pada ketidakmampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas (Potter dan Perry, 2006). Intervensi yang kedua berikan mobilisasi per 2 jam (miring kanan, miring kiri), keterbatasan mobilisasi sendi karena penyakit, keidakmampuan, atau trauma membutuhkan latihan sendi untuk mengurangi bahaya imobilisasi, dimana penggunaan pergerakan tubuh aktif atau pasif untuk mempertahankan atau memperbaiki fleksibilitas sendi (Potter dan Perry, 2006). Intervensi yang ketiga berikan posisi 30° untuk mengurangi penekanan intrakranial. Intervensi yang keempat kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk memberikan progam khusus melatih kekuatan otot.
64
Berdasarkan diagnosa yang muncul pada pasien maka pada diagnosa kedua maka penulis merumuskan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 kali 24 jam dengan kriterian hasil intergritas jaringan kulit tidak mengalami kerusakan. Intervensi dilakukan untuk Ny. T yang pertama yaitu observasi tanda-tanda dekubitus untuk mengetahui keadaan kulit klien. Dalam teori ini harus dilakukannya intervensi aktif, preventif dan pengkajian berkelanjutan adalah penting. Adapun rencana pembelajaran klien mencakup instruksi tentang strategi untuk mengurangi risiko terjadinya ulkus dekubitus dan metode untuk mendeteksi, menginspeksi dan meminimalkan area bertekanan. Pengenalan dini dan intervensi adalah kunci penatalaksanaan jangka panjang potensial kerusakan integritas kulit (Potter dan Perry, 2006). Intervensi yang kedua yaitu berikan posisi alih baring setiap dua jam,alih baring dapat mencegah dekubitus pada tulang yang menonjol yang bertujuan untuk mengurangi penekanan akibat tertahannya klien pada satu posisi tidur yang dapat menyebabkan lesi (Perry dan Potter, 2005). Intervensi yang ketiga yaitu melakukan perawatan kulit dengan mengoleskan lotion pada daerah yang tertekan,sebagai pelumas atau pelembab kulit, dan bersifat melembutkan kulit, meningkatkan hidrasi kulit, memepercepat penyembuhan luka pada kulit (Amin, 2009). Intervensi keempat yaitu kolaborasi dengan perawat dan keluarga.
65
D. Tindakan Keperawatan Tindakan
keperawatan
atau
implementasi
adalah
serangkaian
pelaksanaan rencana tindakan keperawatan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil dalam rentang yang diharapkan (Dermawan, 2012). Tindakan yang dilakukan oleh Ny. T untuk diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipertensi selama 3 kali 24 jam tindakan
yang pertamayaitu mengobservasi status neurologis, dilakukan
tindakan tersebut karena perubahan tingkat kesadaran meliputi penurunan orientasi dan respon terhadap stimulus, perubahan ukuran pupil : bilateral atau unilateral dilatasi merupakan tanda dan gejala peningkatan TIK yang dapat menyebabkan kematian mendadak (Padila, 2012). Tindakan yang kedua yaitu mengobservasi tanda tanda vital, karena hipertensi biasanya tidak mengalami gejala dan tanda, dengan hal tersebut mengapa sangat penting untuk melakukan pemeriksaan tekanan darah secara rutin. Tekanan darah tinggi akan merusak pembuluh – pembuluh darah karena tekanan yang tinggi pada pembuluh darah, dan akan menaikan resiko serangan stroke (Darmawan, 2012). Tindakan yang ketiga yaitu menciptakan lingkungan yang nyaman dan batasi pengunjung dengan tujuan untuk memberikan kenyamanan kepada pasien (Padila, 2012). Mengkolaborasidengan dokter pemberian obat manitol 100cc/6 jam dengan tujuan untuk meningkatkan keefektifan sirkulasi sirkulasi ke serebral dan mengurangi tekanan intra kranial (ISO, 2010).
66
Implementasi selanjutnya untuk Ny. T diagnosa hambatan mobilitas berhubungan dengan penurunan kekuatan otot selama 3 kali 24 jam tindakan yang pertama yaitu mengobservasi keadaan klien dalam mobilitas, karena mobilisasi mengacu pada kemampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas dan immobilisasi mengacu pada ketidakmampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas (Potter dan Perry, 2006). Tindakan yang kedua yaitu memberikan posisi alih baring setiap 2 jam, miring kanan dengan posisi 30° miring kiri dengan posisi 30°. penulis melibatkan keluarga atau perawat yang jaga dalam posisi alih baring karena keterbatasan waktu penulis, alih baring dapat mencegah dekubitus pada tulang yang menonjol yang bertujuan untuk mengurangi penekanan akibat tertahannya pasien pada satu posisi tidur yang dapat menyebabkan lesi kegunannya posisi 30° untuk mencegah terjadinnya dekubitus, dimana luka tekan pada area trokanter dan sakral dapat dieliminasi dengan memriringkan pasien posisi miring 30° secara teratur dan menyangganya dengan matras yang sangat lembut, posisi ini munggunakan bantal, unutuk daerah trokanter dan sakral (Perry dan Potter, 2005). Tindakan keempat yaitu mengkolaborasikan dengan ahli fisioterapi dengan tujuan untuk memberikan progam khusus dalam melatih kekuatan otot. Implementasi selanjutnya untuk Ny. T diagnosa risiko kerusakan intergitas kulit berhubungan dengan imobilitas fisik selama 3 kali 24 jam tindakan yang pertama yaitu mengobervasi keadaan kulit, untuk mencegah terjadinya dekubitus dilakukannya intervensi aktif, preventif dan pengkajian berkelanjutan adalah penting. Adapun rencana pembelajaran klien mencakup
67
instruksi tentang strategi untuk mengurangi risiko terjadinya ulkus dekubitus dan metode untuk mendeteksi, menginspeksi dan meminimalkan area bertekanan. Pengenalan dini dan intervensi adalah kunci penatalaksanaan jangka panjang potensial kerusakan integritas kulit (Potter dan perry, 2006). Tindakan yang kedua yaitu memberikan posisi alih baring setiap 2 jam, karena pengaturan posisi diberikan untuk mengurangi tekanan dan gaya gesek pada kulit. Pasien yang mengalami imobilitas harus di ubah posisi setiap 2 jam sekali sesuai tingkat aktivitas, kemampuan dan ritunitas, melakukan ubah posisi harus menggunakan alat bantu untuk menghindari daerah tonjolan (Potter dan Perry, 2005). Tindakan yang ketiga yaitu mengajarkan kepada keluarga untuk memberikan lotion pada daerah yang tertekan,sebagai pelumas atau pelembab kulit, dan yang bersifat melembutkan kulit, meningkatkan hidrasi kulit, mempercepat penyembuhan luka pada kulit (Amin, 2009). Tindakan kelima yaitu mengkolaborasikan dengan dokter pemberian antibiotik, untuk mencegah terjadinya infeksi.
E. Evaluasi Evaluasi adalah keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan antara dasar dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon perilaku klien yang tampil. Tujuan dari evaluasi antara lain untuk menentukan perkembangan kesehatan klien, menilai efektifitas dan efisiensi tindakan keperawatan, mendapatkan umpan balik dari klien, dan sebagai tanggung jawab dalam pelaksanaaan pelayanan kesehatan (Dermawan, 2012).
68
Evaluasi dilakukan pada hari tanggal 10-12 Maret 2015 dengan menggunakan metode SOAP (Subyektif, Obyektif, Analisa, Planning). Untuk diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d hipertensi didapatkan data subyektif tidak terkaji karena pasien tidak sadar, data obyektif klien tampak lemah, kesadaran koma, GCS E3, V2, M3, TD: 130/80, mmHg, nadi: 86x/menit, pernafasan 22x/menit, suhu: 36.5oC,SpO2: 90%, analisa masalah teratasi kesadaran sopor, GCS E3, V2, M3,planning intervensi dilanjutkan, observasi status neurologis, observasi TTV, posisikan kepala ditinggikan 30o, kolaborasi dengan dokter pemberian obat manitol 100cc/6 jam. Hasil evaluasi pada Ny. T untuk diagnosa hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot didapatkan data subyektif tidak terkaji karena pasien tidak sadar, data obyektif pasien tampak belum bisa menggerakan ekstermitasnya bagian kiri, pasien tamapak lemah, aktivitas tergantung total, kekuatan otot kanan atas dan bawah 1, kekuatan otot kiri atas dan bawah 0, analisa masalah belum teratasi karena semua aktivitas masih bergantung total, kekuatan otot kanan atas, kanan bawah 2, kekuatan otot kiri atas, kiri bawah 0, planning intervensi dilanjutkan, observasi keadaan umum klien dalam mobilitas, ajarkan keluaraga untuk alih baring miring kanan, miring kiri, kolaborasi dengan ahli fisioterapi. Tindakan keperawatan yang telah dilakukan penulis belum sepenuhnya mengatasi masalah hambatan mobilitas fisik Ny. T, hal ini disebabkan karena keterbatasan penulis dimana pemberian intervensi hanya berlangsung selama 3 hari dan pasien kurang kooperatif.
69
Hasil evaluasi pada Ny. T untuk diagnosa risiko kerusakan intergitas kulit b.d faktor imobilitas fisik data subyektif tidak terkaji karena pasien tidak sadar, data obyektif pasien kesadarannya koma, kulit tampak lembab, tidak ada kemerahan braden skore 13, kulit lembab, analisa masalah teratasi tidak ditemukan tanda-tanda dekubitus, planning intervensi dilanjutkan observasi keadaan kulit, berikan posisi alih baring setiap 2 jam, ajarkan kepada keluarga untuk mengolesakan loution pada area yang tertekan.Tindakan keperawatan yang telah dilakukan penulis belum sepenuhnya mengatasi masalah kerusakan integritas kulit Ny. T hal ini disebabkan karena keterbatasan penulis dimana pemberian intervensi hanya berlangsung selama 3 hari dan klien kurang kooperatif.
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Dalam proses keperawatan penulis melakukan pengkajian, penentuan diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi pada asuhan keperawatan pada Ny. T dengan post kraniotomi di ruang HCU bedah rumah sakit Dr. Moewardi Surakarta selama tiga hari keloloan dengan menerapkan aplikasi riset keperawatan aplikasi tindakan mobilisasi progresif terhadap pencegahan dekubitus, maka ditarik kesimpulan: 1.
Hasil pengkajian yang dilakukan penulis pada tanggal 10 Maret 2015. Pasien mengalami penurunan kesadaran , GCS E2, V1, M2. Data obyektif yang didapatka penulis dari Ny.T, tingkat kesadaran koma, kulit tampak lembab, tidak ada kemerahan, score branden 13 (mempuyai resiko sedang), kekuatan otot kanan atas, kanan bawah 2, kekuatan otot kiri atas, kiri bawah 0, aktivitas dan latian tergantung total.
2.
Diagnosa keperawatan yang pertama ketidakefektifan perfusi jaringan selebral berhubungan dengan hipertensi, diagnosa keperawatan yang kedua hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekeutan otot, diagnosa keperawatan yang ketiga resiko kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan imobilitas fisik.
70
71
3.
Intervensi pada diagnosa keperawatan yang pertama yaitu dilakukan observasi status neurologis, observasi TTV, memberikan posisi 30°, kolaborasi dengan pemberian obat. Intervensi pada diagnosa keperawatan yang kedua yaitu dilakuakan observasi keadaan umum pasien, memberikan posisi 30° kolaborasi dengan fisioterapi. Intervensi pada diagnosa keperawatan yang ketiga dilakukan observasi tanda-tanda dekubitus, berikan posisi alih baring miring kanan, miring kiri, memberikan lotion pada kulit yang tertekan, kolaborasi dengan dokter.
4.
Implementasi keperawatan dalam asuhan keperawatan Ny. T dengan post kraniotomi diruang HCU bedah RSUD Dr. Moewardi yang dilakukan untuk diagnosa pertama observasi status neurologis, observasi TTV, memberikan posisi 300, diagnosa kedua keadaan umum pasien dalam mobilisasi, memberikan mobilisasi miring kanan, miring kiri per 2 jam, memberikan posisi miring 30°, kolaborasi dengan ahli fisioterapi. Diagnosa ketiga observasi tanda-tanda dekubitus memberikan posisi alih baring miring kanan miring kiri, memberikan lotion pada kulit yang tertekan.
5.
Evaluasi Hasil evaluasi keperawatan pada diagnosa pertama kesadaran sopor GCS E3, V2, M3, masalah teratasi lanjutkan intervensi observasi status neurologis, observasi TTV
72
Hasil evaluasi keperawatan pada diagnosa keperawatan kedua aktivitas tergantung total, kekuatan otot kanan atas, kanan bawah 2, kekuatan otot kiri atas, kiri bawah 0, masalah belum tertasi, lanjutkan intervensi ajarkan keluarga untuk alih baring miring kanan, miring kiri, kolaborasi dengan ahli fisioterapi. Hasil evaluasi keperawatan
pada diagnosa keperawatan ketiga kulit
tampak lembab, tidak kemerahan score branden 13 (mempuytai resiko sedang), masalah teratsi tidak ada tanda-tanda dekubitus, lanjutkan intervensi ajarkan kepada keluarga tentang alih baring miring kanan, miring kiri, dan mengoleskan lotion. 6.
Analisa hasil aplikasi tindakan mobilisasi progresif terhadap resiko dekubitus pada Ny. T dengan post kraniotomi yang dilakukan selama tiga hari hasilnya efektif hal ini dapat ditandai dengan lembar observasi score branen persepsi sensori dengan nilai 1, kelembapan dengan nilai 3 kadang lembab, aktivitas dengan nilai 1 imobilitas, nutrisi dengan nilai 4 sangat baik, friksi atau gesekan dengan nilai 3 tidak ada masalah total nilai 13 (mempuyai resiko sedang).
B. Saran Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan post kraniotomi, penulis akan memberikan usulan dan masukan yang positif khusunya dibidang kesehatan antara lain:
73
1.
Bagi Rumah Sakit Diharapkan rumah sakit khususnya RSUD Dr. Moewardi dapat memberikan pelayanan kesehatan dan mempertahankan hubungan kerjasama baik antara tim kesehatan maupun pasien serta keluarga pasien. Khususnya dalam penanganan pasien post kraniotomi dengan mobilisasi progresif keluarga pasien untuk berperan aktif sehingga pasien dan keluarga mengerti perawatan lanjutan dirumah.
2.
Bagi Profesi Keperawatan Hendaknya perawat memiliki tanggung jawab dan ketrampilan yang lebih dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya dalam pemberian mobilisasi progresif untuk mencegah dekubitus pada pasien post kraniotomi. Perawat melibatkan keluarga pasien dalam pemberian asuhan keperawatan.
3.
Bagi Institusi Pendidikan Dapat meninggkatkan mutu pelayanan pendidikan yang berkualitas dengan mengupayan aplikasi riset dalam setiap tindakan keperawatan yang
dilakukan
sehingga
mampu
menghasilkan
perawat
yang
profesional, trampil, inovatif dan bermutu dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif berdasarkan ilmu dan kode etik keperawatan.
74
4.
Bagi penulis Memberikan ilmu dan menambah wawasan penulis mengenai konsep aplikasi tindakan mobilisasi progresif untuk mencegah dekubitus dan penetalaksanaan dalam asuhan keperawatan yang komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA
Doris Weistock. 2007. Rujukan Cepat Diruang ICU. Jakarta: EGC. Ed. Herman T.H and Komitsuru. S. 2014. Nanda Internasional Nursing Diagnosis, Definition and Clasification 2015-2017. EGC. Jakarta. Fransisca B. Batticaca. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jagakarsa. Jakarta 12610. Hinchliff, Sue. 2008.. . Kamus Keperawatan. Jakarta : EGC http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19218/7/Cover.pdf di akses 15 Februari 2015 https://andriansetyo.files.wordpress.com/.../post-operas... Di akses 28 April 2015 Lyer (1996). Nursalam. 2008. Buku Ajaran Fundamental Keperawatan. Mosby. EGC. Jakarta. Mubarak & Chayatin. 2008. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : EGC Muttaqin, Kumala Sari. 2009. Asuhan Keperawatan Perioperatif Konsep, proses, dan aplikasi. Jakarta: Salemba Medika M. Wiryana, 2008. Buku Ajaran Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC. Nanda. 2011. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi Nanda. 2012. Nanda Nic-Noc. Jakarta : EGC Sjamsuhidajat, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC Syifa, Zakiyyah. 2014. Pengaruh Mobilisasi Progresif Level 1 Terhadap Resiko Dekubitus Dan Pengaruh Saturasi Oksigen. Wilkinson, M. Judith. 2007. Nursing Diagnosa Handbook With NIC Interquentions and NOC Outcomec. 7.Ed. EGC: Jakarta. Zakiyah. 2014. Pengaruh Mobilisasi Progrsif Level 1 Terhadap Resiko Dekubitus Dan Pengaruh Saturasi Oksigen.
75