WACANA PERCERAIAN DAN SELEBRITI PEREMPUAN DALAM PROGRAM TALKSHOW HITAM PUTIH DI TRANS7 oleh: Indah Wati (071015013) - C email:
[email protected] ABSTRAK Fokus penelitian ini mengenai wacana perceraian dan selebriti perempuan yang ditayangkan talkshow Hitam Putih di Trans7. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplor nilai-nilai, ideologi, serta melihat posisi perempuan dalam kasus perceraian yang direpresentasikan dalam talkshow Hitam Putih. Signifikasi penelitian ini terletak pada representasi atas realitas kehidupan rumah tangga selebriti yang fokus pada selebriti perempuan, diskursus atas perceraian dan perempuan ini tak lepas dari relasi gender yang tidak lagi netral dalam pewacanaannya, perempuan digambarkan atas kontruksi yang diinginkan. Penelitian ini menggunakan metode analisis wacana kritis Sara Mills melalui karakter level makro dan mikro untuk melihat posisi selebriti perempuan dalam kasus perceraian serta posisi penonton program talkshow Hitam Putih. Perempuan ditampilkan sebagaimana kontruksi gender dalam masyarakat patriarki.. Selebriti perempuan dijadikan objek game playing audience yang paling menarik infotainment untuk dijadikan sebuah komoditas. Diskursus atas perceraian dan selebriti perempuan ini memperlihatkan secara jelas relasi gender yang asimetris antara peran laki-laki dan perempuan yang timpang. Kata kunci: wacana perceraian, perempuan, selebriti, talkshow, infotainment PENDAHULUAN Penelitian ini fokus pada wacana perceraian dan selebriti perempuan yang direpresentasikan dalam program talkshow Hitam Putih di Trans7. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi nilai-nilai, ideologi, dan untuk melihat posisi perempuan dalam kasus perceraian yang direpresentasikan dalam talkshow Hitam Putih. Topik ini menarik untuk diteliti karena infotainment sering mengekspos pemberitaan permasalahan hidup selebriti. Kawin-cerai artis adalah salah satu trending topik di infotainment karena perceraian dalam kehidupan selebriti atau artis acapkali terjadi, sehingga tayangan infotainment secara berurutan menyajikan perceraian artis Indonesia, mulai dari proses, hingga kondisi masingmasing pasangan pasca perceraian. Dalam hal ini Mursito (2011) menyatakan bahwa artis cenderung mudah melakukan perkawinan dan perceraian. Perceraian “dibeberkan” di publik, khususnya infotainment dalam menyelesaikan masalah, mereka menyewa pengacara diselesaikan di pengadilan melalui proses yang panjang (Mursito 2011, p. 9). Dunia infotainment adalah kehidupan pribadi selebriti, misalnya kasus perceraian yang menghadirkan salah satu pihak aktor atau artis (selebriti perempuan) sebagai pelaku perceraian menjadi narasumber dalam program talkshow. Hitam Putih dipilih karena merupakan talkshow yang sedang menduduki rating talkshow nomor dua di Indonesia setelah 707
COMMONLINE DEPARTEMEN KOMUNIKASI| VOL. 3/ NO. 3
Pas Mantap, release dari Daily Rating Television Indonesia per-Minggu Maret 2013 oleh (www.facebook.com/DailyRatingTelevisiIndonesia). Hitam Putih dipilih karena talkshow ini berbeda dengan program talkshow lainnya. Hitam Putih merupakan program dengan format Mind reading dimana bintang tamu akan dibuat tidak berdaya ketika “dicecar” pertanyaan oleh pembawa acaranya, yaitu Deddy Corbuzier. Melalui program talkshow yang berkonsep mind reading ini, Hitam putih juga pernah meraih penghargaan Panasonic Global Award di tahun 2011 dan 2012, memiliki pembawa acara yang merupakan seorang Magician dengan ciri khasnya tentu mampu mempengaruhi orang lain bahkan membaca pikiran mereka, hal ini membuat program talkshow ini berbeda dengan yang lain. Jam tayang program hitam putih tepat pada primer time atau waktu istirahat yakni di malam hari yang semula 18.00 menjadi 20.00 dan sekarang tayang pukul 22.00 yang bertujuan untuk memberi informasi dan hiburan bagi penonton. Selain itu peneliti memilih program ini karena merupakan program tanya jawab langsung dengan narasumber mengenai suatu kasus dalam hal ini perceraian. Selain dialog interaktif dengan narasumber, pada salah satu segmen dalam program ini juga memberikan tayangan berupa pertanyaan yang diberikan oleh pembawa acara dan dijawab secara instan oleh narasumber sehingga tanpa sadar narasumber akan mengungkapkan hal-hal pribadinya (www.mytrans.com). Perceraian merupakan masalah yang sangat pribadi dalam kehidupan rumah tangga setiap orang, namun kini perceraian dijadikan sebagai sebuah komoditas sosial. Kasus perceraian, di mata masyarakat merupakan sesuatu hal yang memalukan dan sedapat mungkin dihindari. Akan tetapi, dengan berbagai munculnya tayangan infotainment mengenai kasus perceraian seakan-akan menunjukkan bahwa perceraian kini menjadi fenomena umum di masyarakat. Walaupun tidak dapat pungkiri, dalam setiap rumah tangga di masyarakat akan selalu terjadi konflik yang mengakibatkan perceraian, namun tidak dibincangkan di media seperti halnya artis (public figure). Oktarian (2011) mengatakan ada pergeseran makna dari hubungan antara pernikahan dan perceraian. Jika dulu proses perceraian dalam pernikahan merupakan “momok” yang tabu dan aib untuk dilangsungkan, kini persepsi bahwa bercerai sudah menjadi suatu fenomena umum di masyarakat. Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti tertarik untuk melihat posisi perempuan dengan profesi selebriti yang diwacanakan di televisi. Pemberitan mengenai perceraian melibatkan selebriti perempuan sebagai pelaku perceraian dan objek komoditas media. Maladi (2012) berpendapat dari sajian acara infotaiment, sebagian besar menempatkan 708
COMMONLINE DEPARTEMEN KOMUNIKASI| VOL. 3/ NO. 3
perempuan sebagai objek yang dekat dengan “gosip” dan “desas-desus”. Menurut Maladi (2012) perempuan telah dikontruksi semata-mata demi mendongkrak keuntungan proses distribusi industri media itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut dapat kita pahami bahwa perempuan menjadi komoditi sosial dan budaya yang ditempatkan sebagai objek “kapitalisme” dalam proses transformasi sosial ekonomi politik media. Adakalanya masih terdapat bias gender dalam media dalam menggambarkan perempuan, dimana perempuan bisa pula dijadikan sebagai komoditas media dalam kasus perceraian atas rumah tangganya. Seperti yang dikatan Fank Jefkins dalam Yatim D (1993, p. 24) dalam penelitiannya tentang ‘Gender dan Media’ jarang sekali ada reportase yang sungguh-sungguh objektif di dalam media massa secara inheren dan selalu terdapat terdapat bias antara pemberitaan laki-laki dan perempuan dengan realitasnya. Bias itu boleh jadi berasal dari pengaruh-pengaruh politik, agama, etnik atau bahkan kepentingan kepemilikan pers itu sendiri, tetapi yang pasti, bias itu selalu hadir’. Bahkan menurut Jefkin perempuan selalu menjadi sebuah tontonan menarik media oleh karenanya selalu terdapat bias internal dari praktisi media. Pewacanaan perempuan dalam media baik dalam wilayah domestik dan ruang publik akan selalu terdapat bias gender (Jefki dalam Yatim 1993). Fenomena perceraian tersebut menarik jika dihubungan dengan perempuan, karena peneliti berasumsi terdapat eksploitasi perempuan dalam berbagai pemberitaannya, bukan tidak mungkin dalam pemberitaan perceraian akan terjadi marginalisasi pada perempuan. Asumsi sementara dari peneliti adalah ekploitasi pada perempuan secara fisik dan psikologis dalam wacana pemberitaan perceraian. Diskursus mengenai perceraian selebriti dalam infotainment Indonesia tidak sepenuhnya membela kaum perempuan namun sebaliknya terjadi penindasan terhadap kaum perempuan, penelitian yang dilakukan oleh Tanti Yunista (2010) tentang “Konstruksi Media Terhadap Kasus Perceraian Dikalangan Artis” menjelaskan bahwa media telah memojokkan perempuan dalam kasus percerain yakni lakilaki ditampilkan pihak yang benar dan perempuan dipihak yang salah, selain itu terdapat ketimpangan gender dalam kekerasan (violence) secara fisik dan psikologis yang diakibatkan relasi ketimpangan gender yakni ditandai dengan relasi yang lemah dan kuat. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode analisis discourse atau wacana Sara Mills yang memusatkan perhatian pada bagaimana posisi-posisi aktor ditampilkan dalam teks dan posisi subjek dan objek ditampilkan dalam teks. Penelitian ini menggunakan metode analisis wacana kritis (critical discourse analysis) dalam melihat persoalan fokus pembahasan yang berkaitan dengan teks dalam media dengan konteks yang 709
COMMONLINE DEPARTEMEN KOMUNIKASI| VOL. 3/ NO. 3
lebih luas, teks tidak hanya merepresentasikan realitas akan tetapi terdapat motivasi-motivasi dibalik suatu teks (hidden motivation) (Ida 2011). Titik perhatian Sara Mills terutama pada wacana mengenai feminisme yaitu bagaimana wanita ditampilkan dalam teks, baik dalam novel, gambar, foto, ataupun dalam berita. Sorotan utama dalam penelitian ini adalah gambaran mengenai perempuan dan perceraian dalam media massa khususnya talkshow. Titik perhatian Mills mengenai feminisme yakni pada perspektif wacana feminis bagaimana suatu teks bias dalam menampilkan perempuan (Mills dalam Eriyanto 2001).
PEMBAHASAN Infotainment adalah salah satu konten media massa yang senantiasa mempersembahkan realitas kehidupan selebriti, dikenal dengan istilah “gosip” di Indonesia. Realitas atas perceraian selebriti ini mampu mempengaruhi (persepsi, pengetahun, perilaku, keyakinan). Kehidupan Selebriti sebagai icon publik menjadi “incaran” infotainment termasuk masalah perceraian rumah tangganya. Permasalahan rumah tangga yang tergolong privat menjadi sesuatu yang remeh-temeh untuk mengubah hal-hal yang dianggap tabu menjadi layak diperbincangkan di depan umum. Oleh karena itu, ada penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan media dalam merepresentasikan realitas kehidupan selebriti, yakni komoditas perceraian untuk mewujudkan keuntungan dan kesenangan (hiburan). Nilai-nilai perceraian kini tidak lagi bersifat privat akan tetapi menjadi suatu obrolan umum (read: gosip) yang remeh-temeh (trivial thing) karena infotainment mengedepankan entertainment dari pada information. Wacana seputar perceraian mulai dari akar penyebab, proses hingga kondisi pasca percerian selalu “dikupas” tuntas di media. Representasi permasalahan keluarga dalam hal ini perceraian selebriti dihadirkan talkshow dan dikemas dalam bentuk hiburan melahirkan transformasi nilai dan norma dari hakikat perceraian itu sendiri. Perceraian merupakan masalah yang sangat pribadi dalam kehidupan setiap orang, oleh karena itu tak perlu diumbar di publik. Sebagai manusia yang sama dengan yang lainnya. Ayu sebagai penghibur (penyanyi) akan memproteksi diri dan merahasiakan kehidupan pribadinya.
Industri hiburan memunculkan pemberitaan yang menguak kisah kehidupan pribadi yang dirumuskan dalam program infotainment. berita yang disajikan adalah berita mengenai kehidupan artis atau selebriti sebagi aktor di dunia entertainment. Berita mengenai selebiriti ini tergolong kategori soft news atau soft journalism yang dikenal dengan infotainment. Dalam infotainment mengutamakan kesenangan (pleisure) daripada nilai-nilai kualitas beritanya 710
COMMONLINE DEPARTEMEN KOMUNIKASI| VOL. 3/ NO. 3
untuk menghibur masyarakat sebagai konsumen. Infotainment adalah jenis jurnalisme yang menawarkan berita-berita sensasional, lebih personal, dengan para penghibur sebagai perhatian liputan sesuai denga namanya, infotainment yang berasal dari information dan entertainment (Mursito 2011).
Media dalam hal ini infotainment (talkshow Hitam Putih)mempunyai kekuatan yang mampu mempengaruhi cara kita berpikir dan bertindak. Wacana perceraian di infotainment ini menjadi sumber utama yang membentuk opini publik atas fenomena kawin-cerai selebriti, sehingga mengubah nilai-nilai atas perceraian yang dulunya tabu dan aib untuk dilangsungkan saat ini menjadi fenomena umum dilakukan masyarakat Indonesia. Diungkapkan oleh Grame Burton (2008, p. 2) ‘kekuatan utama media terletak pada fakta bahwa media dapat membentuk apa yang kita ketahui tentang dunia dan dapat menjadi sumber utama dari pelbagai ide dan opini’. Dalam produksi dan representasi mengenai realitas kehidupan manusia, media mampu mengkonstruk bahkan mempengaruhi dan mengubah sistem sosial budaya dan politik termasuk di dalamnya ideologi – ideologi. Hal yang perlu didiskusikan adalah diskursus atas perceraian apakah merupakan murni realitas media atau realitas palsu (semu). Bagi Mursito (2011, p. 16) disisi lain yang lebih penting, televisi adalah realitas konversasi karena realitas televisi ‘peristiwa yang dikonstruksi oleh teknologi, komodifikasi, kepentingan politik, dan konteks-konteks lain’ sehingga pada tampilan terakhir realitas televisi tampak sangat berbeda dengan realitas empirik, wajah realitas yang tampak akhirnya menjadi kabur atau semu. Dimana realitas media sulit dikontrol publik karena media yang punya kekuatan lebih besar maka media mengoprasikan ideologi-ideologi dalam konten produksinya. Hal inilah yang menjadi sebuah perdebatan mengenai konstruksi atas realitas perceraian yang dikomodifikasi sehingga mengubah nilai dan norma serta membangun sebuah ideologi-ideologi berdasarkan kelompok dominan yang mempunyai kepentingan politik dan ekonomi. Perceraian yang dulunya dianggap tabu diperbicangkan didepan umum, kini
menjadi fenomena yang tidak asing lagi di masyarakat. Pemberitaan mengenai selebriti dalam hal ini perempuan lebih menarik perhatian media untuk di komodifikasi sebagai sebuah komoditas, tak terkecuali akar permasalahan rumah
tangganya menjadi pilihan berita yang laku dipasarkan. Gagasan tentang perempuan tidak lepas dari kaitan gender, dalam pewacanaan ini, Hitam Putih menampilkan perempuan sebagaimana kontruksi gender dalam konteks sosial budaya masyarakat Indonesia yaitu patriarki. Berdasarkan Sara Mills yang menfokuskan pada posisi perempuan dalam teks, Mills dalam eriyanto (2001) menyatakan bahwa media tidak pernah netral dalam 711
COMMONLINE DEPARTEMEN KOMUNIKASI| VOL. 3/ NO. 3
menampilkan pemberitaan mengenai laki-laki dan perempuan. Pada level mikro peneliti membongkar posisi selebriti perempuan
yang menjadi narasumber dalam kasus
perceraiannya dalam teks talkshow Hitam Putih. Pada karakteristik level mikro diketahui dengan cara melihat posisi subjek-objek. Subjek yang dimaksud dalam talkshow Hitam Putih adalah yaitu Deddy Courbuzier sebagai pencerita atau pemandu acara (host), sedangkan narasumber yang dihadirkan (Nia Daniati dan Ayu Ting Ting) adalah sebagai objek dalam teks talkshow ini. Hitam Putih menampilkan host sebagai subjek atau pencerita sedangkan narasumber sebagai objek yang diceritakan, dalam hal ini adalah selebriti perempuan Pada lingkup konteks sosio-kultural Indonesia terdapat representasi perempuan yang tersubbordinat dan termarginalkan dalam kasus perceraian. Ekspoitasi terhadap perempuan yang dianggap lemah dan emosional serta ruang gerak yang hanya pada wilayah domestik semakin memperkuat bahwa laki-laki lebih berkuasa. Representasi ini menciptakan stereotipe tentang gagasan perempuan yang pada akhirnya mengkontruksi peran perempuan dalam budaya patriarki terdapat bias gender. Talkshow ini mengaburkan kesalahan laki-laki dan memojokkan perempuan sebagai objek yang salah dan lemah (powerless) sedangkan laki-laki ditampilkan sebagai subjek yang benar dan kuat (powerfull). Image perempuan bercerai selalu diidentikkan dengan stereotipe negatif seperti perempuan materialistik, selingkuh, tidak bertanggung jawab, sampai membangkang suami (Hitam Putih 2013). Representasi perempuan matre dalam hal ini Ayu Ting Ting melahirkan sebuah konstruksi bias gender yang memposisikan perempuan dipihak marginal. Diskursus “perempuan materialistik” menguak tentang perempuan secara finansial masih bergantung kepada laki-laki, memposisikan perempuan dalam hal ini Ayu dan Nia direpresentasikan sebagai perempuan materialistik yang berada pada posisi subbordinat. Perempuan yang lemah dan masih bergantung pada laki-laki oleh karenanya mereka akan memilih laki-laki yang mapan. Media dalam hal ini Hitam Putih turut berperan serta dalam mengkontruksi perempuan sebagai sosok yang tidak mandiri atau butuh bantuan laki-laki. Sebagaimana keluarga Enji dan khalayak menganggap ayu dan keluarganya matre. Selebriti perempuan bercerai dalam teks ini ditampilkan subbordinat dan marginal dalam kasus perceraian ini, dapat ditemukan dari pertanyaan yang diajukan Deddy mengarah pada sindiran-sindiran yang memposisikan perempuan di posisi subbordinat dan memarginalkan perempuan seakan semakin meneguhkan realitas perempuan dalam budaya patriarki yang tersisihkan. Dengan kemampuan mind reading-nya Deddy mampu mengendalikan perasaan narasumbernya mengarah pada posisi perempuan subbordinat dan 712
COMMONLINE DEPARTEMEN KOMUNIKASI| VOL. 3/ NO. 3
marginal baik secara terang-terangan atau sindiran yang berupa candaan, terdapat pula pertanyaan yang secara tidak langsung memposisikan perempuan dalam wilayah domestik. Pengaruh ideologi Patriarki terlihat sangat kuat dalam menentukan relasi gender dimana lakilaki ditampilkan dengan posisi superior dan perempuan (selebriti) ditampilkan lebih inferior serta penggambaran peran gender pada selebriti perempuan dengan stereotipe negatif dan kiprahnya dalam aktivitas ranah domestik dan tokoh laki-laki dengan berkiprah di ruang publik (Sunarto 2009). Pada talkshow Hitam Putih pada saat pertanyaan Deddy memojokkan Ayu bukan istri yang baik karena tidak ada di rumah, “Istri macam apa tidak ada di rumah” ungkap Deddy. Ayu sendiri pergi dari rumah karena suaminya telah menjatuhkan thalaq padanya, Namun Deddy masih memancing Ayu untuk menjawab pertanyaannya mengenai niat baik Enji untuk kembali bersatu dengan Ayu. Sebagaimana perkataan Ayu pergi dari rumah karena alasan suaminya telah menthalaq dirinya, ayu juga menjelaskan posisinya yang sedang hamil di thalaq suaminya, “nggak mungkinlah, perempuan kayak saya sedang hamil mau keadaan seperti ini kan nggak mungkin kalau nggak ada sebabnya”. Dalam keadaan hamil 4 bulan tanpa perayaan resepsi pernikahan tetapi justru ditinggalkan Ayu merasa tertipu oleh laki-laki yang pernah bersamanya. “siapa yang mau ada di posisi saya, tapi kalau misalnya kalian merasakan di posisi saya ini pasti juga bakal sama gitu”. Kalimat ini menunjukkan bahwa Ayu mengalami posisi yang tidak menyenangkan saat ini, Ayu mencoba menjelaskan bagaimana posisinya dengan mengajak bicara penonton untuk mengetahui dan merasakan posisi Ayu. Reresentasi mengenai istri yang baik dan benar adalah istri yang mampu melaksanakan tugasnya sebagai ibu rumah tangga termasuk salah satunya mengurusi anak. Perempuan yang ditampilkan dalam talkshow ini-pun menggambarkan seorang ibu yang baik adalah mereka yang mampu memelihara dan menyayangi anak-anaknya. Hitam putih menonjolkan sifat seorang perempuan yang feminin dengan menjadi ibu yang baik mengasuh anak anaknya, menjadi contoh yang baik untuk anaknya sedangkan anak perempuan yang memperoleh pelajaran dari ibunya, membantu ibu dan mendengarkan curhat ibunya. Seorang anak perempuan akan mendapatkan prestise yang baik ketika ia membantu seperti Olivia disini, sehingga ia bisa menjadi seperti ibunya, sedangkan ibu yang baik disini diposisikan sebagai ibu rumah tangga yang berkiprah di wilayah domestik kemudian mengkontruksi peran gender dalam keluarga, seperti halnya Nia dan Ayu. Perempuan yang bercerai-pun demikian justru akan mempunyai peran ganda paska perceraian itu. Wood 713
COMMONLINE DEPARTEMEN KOMUNIKASI| VOL. 3/ NO. 3
dalam Budisantoso (2014, p. 31) menjelaskan bahwa dalam perkembangan di lingkungan keluarga, seorang anak perempuan melihat ibu sebagai role model, anak perempuan akan mendapatkan reward ketika ia membantu ibunya, anak perempuan yang berinteraksi atau dekat dengan ibu disini dilihat dari ibu sebagai role model dari sikap feminin. Adapun sikapa feminin dari seorang perempuan yang ditanamkan dari keluarga adalah patuh, suka menolong, pengasuh dan menghormati orang tua (Wood dalam Budisantoso 2014). Kontruksi ideologi gender yang ditampilkan secara natural yang kita konsumsi dalam kehidupan kita sehari-hari mempengaruhi alam bawah sadar kita untuk mengamini wacana tersebut. Burton (2000, p. 54) menyatakan terkait cara televisi berbicara tentang perempuan dalam wacana gender membawa posisi ideologis terhadap perempuan, posisi perempuan dalam masyarakat berdasarkan adanya kekuasaan dan tidak adanya kekuasaan. Wacana di televisi sebagai praktik sosial terkait gagasan perempuan gagasan tentang perempuan yang halus, emosional, penuh bahasa dan bagaimana mereka bertindak dalam suatu situasi memposisikan perempuan di posisi subbordinat dan marginal. Pemandu acara sebagai pencerita atau pengarah cerita yang dalam Hitam Putih ini adalah laki-laki yaitu Deddy Courbuzier, mengenai percerain dan selebriti perempuan dirancang (disekenariokan) melalui pandangannya (laki-laki), penyanyi tampaknya dalam pandangan pencerita (penulis skenario) dekat dengan sosok perempuan yang berada di ruang domestik yang kemudian melahirkan bias gender dalam budaya patriarkhi. Posisi penonton ditempatkan dalam posisi penting yang menginterpretasi teks dan bergantung dari konteks dan arenanya. (Mills dalam Eriyanto 2004). Bagaimana penonton diposisikan dalam teks mengenai diskursus perceraian dan perempuan dalam konteks dan arena yang melingkarinya melalui karakteristik level mikro. Pada level ini diketahui dengan cara melihat posisi pembuat teks dan penonton. Posisi penonton yang dimaksud dalam teks ini adalah penonton yang hadir dalam studio Trans7 dan penonton dirumah yang dilibatkan sebagai bagian dari program talkshow ini via-twitter dan posisi penulis naskah atau teks yakni host, narasumber, produser dan tim Hitam Putih. Gaya percakapan monolog dilakukan oleh host dan narasumber menceritakan permasalahan rumah tangga dalam melibatkan penonton. Pada talkshow Hitam Putih host atau pemandu acara membuka acara dengan bercerita tentang dirinya kepada penonton. Posisi penonton menjadi bagian penting dalam talkshow tersebut, pemandu acara (Deddy Cuorbuzier) melibatkan penonton dalam dialognya dengan narasumber melalui sapaan kepada penonton. Deddy menceritakan tentang kisahnya dengan gaya percakapan monolog 714
COMMONLINE DEPARTEMEN KOMUNIKASI| VOL. 3/ NO. 3
layaknya ia bercerita kepada teman dekatnya. Namun, karena tuturan aktor dalam teks bersifat monolog maka penonton menjadi pasif dalam acara ini,ia melibatkan penonton untuk bertanya langsung melalui twitter Hitam Putih sehingga dapat diartikan posisi penonton sangat penting bagi Hitam Putih untuk kelangsungan acara tetap bertahan dalam rating yang tinggi. Gaya percakapan monolog juga dilakukan oleh para narasumber perempuan dalam talkshow tersebut menunjukkan bahwa audiens menjadi bagian dari cerita atau wacana yang ditampilkan di dalam acara talkshow. Posisi Ayu yang menghadap kamera seakan berbicara kepada penonton di rumah, apalagi ditambah dengan tulisan “curahan hati Ayu Ting Ting” dari Hitam Putih memberi penguat bahwa Ayu sedang bercerita tentang masalahnya kepada penonton. Dapat dilihat dari cara Ayu dalam menyapa penonton. “Siapa yang mau ada di posisi saya, tapi kalau misalnya kalian merasakan di posisi saya ini pasti juga bakal sama gitu” atau pada saat Ayu mengajak bicara penonton karena kesal dengan pertanyaan Deddy yang pedas, “yaa.. huh.. eh.. gantiin saya duduk sini mau nggak”. Adanya monolog yang dilakukan oleh para narasumber perempuan dalam talkshow tersebut menunjukkan bahwa audiens menjadi bagian dari cerita atau wacana yang ditampilkan di dalam acara talkshow. Hal tersebut pada akhirnya akan menunjukkan kekuatan-kekuatan yang dominan di kalangan masyarakat dalam rangka mendukung wacana yang ditampilkan dalam teks. Pada penelitian ini, level makro melihat dari posisi audiens sebagai konsumen program talkshow Hitam Putih. Dalam masyarakat informasi seperti saat ini dimana informasi dapat diakses dengan mudah hingga bisnis ekonomi media. Dalam perspektif ekonomi media khalayak/pemirsa menjadi target pasar (konsumen media) yang menyumbang pada bisnis media. Henry Faizal (2010) memaparkan karakteristik ekonomi media yaitu, mengelola dua kelompok pasar yang berbeda dalam waktu yang sama yaitu pasar produk yang dihasilkan (khalayak sebagai konsumen) dan pasar pemasang iklan. Analisis atas iklan yang ditampilkan di Hitam Putih, dengan pengambilan ukuran close up dan medium close up untuk menunjukkan secara jelas make up yang digunakan artis atau tokoh dalam teks tersebut. Didukung dengan sponsor pada tulisan bagian bawah “ make up and hair do by Wardah Cosmetic” sebagai promosi iklan dari kosmetik kecantikan Wardah dalam acara talkshow ini, serta busana Deddy Corbuzier “ By Philip Formal Wear”. Pada konteks analisis makro dimana media dalam hal ini mempunyai kontrol yang kuat dalam mempengaruhi pikiran penonton agar tertanam program Hitam Putih dalam benak penonton sehingga bisa menjadi penonton setia Hitam Putih. Pada pojok bahwa dan 715
COMMONLINE DEPARTEMEN KOMUNIKASI| VOL. 3/ NO. 3
dibelakang panggung sebagai background dari program ini, terdapat tulisan Hitam Putih dan twitter
@trans7,
@Hitamputih,
@Corbuzier
dan
narasumber
@NiaDaniati,
yang
menunjukkan sebuah bentuk komoditas melalui komodifikasi (tulisan akun) yang tertera dibagian pojok kanan bawah pada setiap scene dalam acara tersebut untuk menambah follower
masyarakat
dengan
begitu
mampu
mempertahankan
produktifitas
dan
pendistribusian ekonomi dan budaya. Gagasan komodifikasi Burton bertolak dari pemikirian marxis dalam Burton (2000) tentang produksi massal dan cara-cara dimana relasi sosial kekuasaan dikendalikan kepentingan komersial atau determinisme ekonomi, hal ini dilihat dari iklan yang ditampilkan di sela-sela tayangan televisi. Dalam proses pendistribusian budaya menggunakan artefak dan interaksi sosial masyarakat meliputi makna, nilai dan ideologi. Televisi sebagai bagian dari masyarakat, mengoprasikan sistem televisi (yang dimaknai sebagai pengelola dan pelaku yang mempunyai akses produksi) dan memposisikan “khusus” dari masyarakat. Maka kita mengasumsikan bahwa televisi memisahkan diri secara ekslusif karena media mengutamakan nilai-nilai komersialnya, padahal, televisi adalah bagian yang tidak bisa berdiri sendiri/terpisah dari sistem yang melingkarinya.
William dalam Burton (2000, p. 29 )
merangkum terkait peran dan fungsi media dan masyarakat yang menekankan nilai-nilai komersial pada segala sesuatu dan memandang khalayak sebagai konsumen melalui kekuatannya. Masyarakat menjadi target pasar kepentingan pemilik modal dan kekuatan ekonomi dari sistem kapitalis.
KESIMPULAN Media dalam menjalankan operasi kekuasaan, mampu mempengaruhi dan mengubah sistem sosial budaya dan politik termasuk di dalamnya ideologi-ideologi yang tertanam dibalik konten yang ditayangkan. Wacana yang ditampilkan televisi pada akhirnya tampak menjadi tampilan realitas semu karena pada dasarnya media tidak murni menampilkan realitas tetapi media mempunyai kepentingan politik ekonomi dalam proses melanggengkan kekuasaan
kaum
dominan.
Kasus
perceraian
yang
dialami
selebriti
menjadi
“incaran”inftotainment sebagai konten yang paling laku dipasarkan, karena itu para pelaku dominan ini tidak mengutamakan kualitas konten tetapi pada komoditas. Nilai-nilai dan norma atas perceraian, kini tidak lagi bersifat privat akan tetapi menjadi suatu obrolan umum yang remeh-temeh (trivial thing) karena infotainment mengedepankan entertainment daripada information, perceraian yang dulunya dianggap tabu, kini menjadi fenomena umum. 716
COMMONLINE DEPARTEMEN KOMUNIKASI| VOL. 3/ NO. 3
Selebriti perempuan bercerai (Read: janda) senantiasa digambarkan sebagai objek yang dikomodifikasi melalui game playing audience untuk dijadikan komoditas sosial, budaya, ekonomi dan politik media. Hitam Putih merepresentasikan perempuan bercerai sebagaimana ideologi Patriarki yang tertanam dalam masyarakat Indonesia untuk menguatkan relasi peran gender dalam ranah sosial. Realitas yang ditampilkan, yakni memapankan laki-laki sebagai kepala rumah tangga yang bertugas menafkahi keluarga, sedangkan perempuan bertugas sebagai ibu rumah tangga yang bertugas mengurusi rumah. Perempuan diposisikan sebagai objek (pihak yang salah), inferior dengan label negatif seperti perempuan materialistik, emosional. Akibatnya perempuan mengalami marginalisasi dan subbordinasi pada domestikasi dalam perannya. DAFTAR PUSTAKA Budisantoso, T. (2014). Konstruksi Identitas Balita Dalam Iklan Susu. Skirpsi. Universitas Airlangga: Tidak Diterbitkan. Burton, Graeme. (2000). Membincangkan Televisi: Sebuah Pengantar pada Studi Televisi. Jalasutra: Yogyakarta. Burton Graeme. (2008). Yang Tersembunyi Di Balik Media. pengantar kepada kajian media. JalaSutra IKAPI: Yogyakarta. Eriyanto. (2007). Analisis Wacana: Pengantar Analisis teks Media. LKiS: Yogyakarta. Faizal H. (2010). Ekonomi Media. Raja Grafindo Persada: Jakarta. Hobart M, Fox R. (2013). Entertainment media In Indonesia. Routledge: London Husein M, Kodir F. (2001). Fiqh perempuan: refleksi kiai atas wacana agama dan gender’. PT LKiS Pelangi Aksara: Yogyakarta. Ida R. (2011). Metode Penelitian Kajian Media dan Budaya. Pusat penerbitan dan Percetakan Unair (AUP): Surabaya. Kusmarwanti. (2007). Karena Engkau Perempuan. Gema Insani FLP: Yogyakarta Timberg, Bernard. (2002). Television Talk, A history of the TV Talk Show. University of Texas Press. Lestari P. (2009). Perempuan VS Perempuan. Nuansa: Jakarta. Masduki. (2013). Nikah Sirri Dan Istbat Nikah Dalam Pandangan Lembaga Bahtsul Masail Pwnu.LKIS:Yogyakarta. Muhammad, H. Abdul, F. (2001). Fiqh perempuan: refleksi kiai atas wacana agama dan gender. PT LKiS Pelangi Aksara: Yogyakarta. Mills, S. (2004). Discourse. Routledge: London Sunarto. (2009). Televisi, Kekerasan dan Perempuan. Kompas Media Nusantara: Jakarta. Sadli, Saparinah. (2010). Berbeda Tapi Setara: Pemikiran tentang Kajian Perempuan. PT Kompas Media Nusantara: Jakarta . Saadawi N. (2001). Perempuan Dalam Budaya Patriaki. Pustaka pelajar anggota IKAPI: Yogyakarta. Utaryo C. (1993). Dinamika Gerakan Perempuan Indonesia: Permasalahan Perempuan di Negara-negara Berkembang. Tiara Wacana: Yogyakarta. Yatim, Debra H. (1993). Dinamika Gerakan Perempuan Indonesia: Gender dan Media. Tiara Wacana: Yogyakarta. Ismail, Nurjannah. (2003). Perempuan dalam Pasungan : Bias Laki-Laki dalam Penafsiran. 717
COMMONLINE DEPARTEMEN KOMUNIKASI| VOL. 3/ NO. 3
Muristo BM. (2011). Realitas Infotainment di Televisi Indonesia. Jurnal Komunikasi Massa Vol 4 No 2 Juli 2011 Yusnita T. (2010). Konstruksi Media Terhadap Kasus Perceraian Dikalangan Artis Skripsi Thesis, Universitas Muhammadiyah Malang: Tidak Diterbitkan. Iera Sipahutar 2013 diakses pada tanggal 27 Nopember 2013 dari http://www.fimela.com/read/2013/04/30/perceraian-venna-melinda-antara-hak-asuhanak-dan-woman-empowerment _______diakses tanggal 29 Juni 2014 dari http://nasional.kompas.com/read/2010/01/12/20353129/.quot.Infotainment.quot..Picu. Perceraian ____ diakses tanggal 20 Nopember 2013 dari www.mytrans.com
718
COMMONLINE DEPARTEMEN KOMUNIKASI| VOL. 3/ NO. 3