Volume 2, Nomor 3, Juni 2015
JURNAL MANAJEMEN DAN BISNIS INDONESIA
VOL. 2
NO. 3
HAL.305-453
JUNI 2015
ISSN 2338-4557
Volume 2, Nomor 3, Juni 2015
Fax: 031 502 6288, E-mail:
[email protected]
Volume 2, Nomor 3, Juni 2015
305-324
GOOD CORPORATE GOVERNANCE DAN KINERJA PERUSAHAAN BUMN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2005-2013 Christian Meichael Renaldo Situmorang, I Made Sudana
325-343 344-363 364-373 374-381
REAKSI PASAR TERHADAP PERISTIWA POLITIK TERKAIT JOKOWI DI BURSA EFEK INDONESIA Anis Sundiyah, I Made Sudana
382-392
IMPLEMENTASI SISTEM INFORMASI POINT OF SALES DAN INVENTORY BERBASIS WEB UNTUK RETAIL (UD. MULIA JAYA) Hans Setiawan, Rinabi Tanamal, David B. Tonara
393-406
PENGARUH CELEBRITY ENDORSER, KUALITAS PRODUK DAN IKLAN TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN BEDAK PIXY Annisa Intan Lestari, Endang Ruswanti
407-421
UPAYA MENINGKATKAN KINERJA PENJUALAN COFFEE SHOP MELALUI ANALISIS VARIABEL STORE ATMOSPHERE, CITRA MEREK, PREFERENSI MEREK COFFEE SHOP DI MEDIA SOSIAL DAN PROMOSI (TEMUAN PADA J.CO PARAGON MALL, SEMARANG) Mudiantono, Lea Handayani Sudarmono, Kholidin
422-442
MENIMBANG DAYA SAING PARIWISATA INDONESIA DIBANDINGKAN DENGAN SINGAPURA, MALAYSIA, DAN THAILAND Vonny Setianda, Roos Kities Andadari
443-453
THE INFLUENCE OF CAPITAL, NUMBER OF WORKING HOURS, WORKS FORCE AND TIME TO RUN BUSINESS ON OPERATING INCOME OF ANGKRINGAN IN YOGYAKARTA Utik Bidayati, Salamatun Asakdiyah
ANALISIS PERENCANAAN STRATEGI PEMASARAN PADA PT. HAPEEL PHARMINDO Syaifuddin Fahmi ANALISIS KINERJA KOPERASI MINO SAROYO KABUPATEN CILACAP Dian Wijayanto ACCURATE SOFTWARE IMPLEMENTATION FOR ACCOUNTING INFORMATION SYSTEM CORPORATE (CASE STUDY YANATA) Ong Felycia Christiana, Rinabi Tanamal, Kartika Gianina Tileng
Fax: 031 502 6288 E-mail:
[email protected]
Christian Meichael Renaldo Situmorang I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
GOOD CORPORATE GOVERNANCE DAN KINERJA PERUSAHAAN BUMN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2005-2013 Christian Meichael Renaldo Situmorang Email:
[email protected] I Made Sudana, Email:
[email protected] DepartemenManajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga Abstract This study aims to determine the effect of good corporate governance on corporate’s financial performance and market value. Comprehensively, the influence of good corporate governance is proxied by corporate governance perception index and partially are proxied by the quality of information disclosure, independent commisioner, board size, remuneration and nomination committee, institutional ownership, and managerial ownership. The company's financial performance is proxied by the return on assets and market value is proxied by Tobins'q. The study also use other variables, they are firm size, economic conditions, and leverage. The sample used in this study is a non-financial state-owned enterprises that is listed on the Indonesia Stock Exchange in the year of 2005 to 2013The analysis technique used is multiple linear regression. Corporate governance perception index has an unsignificant positive effect on the firm’s financial performance and market value. The quality of information disclosure, institutional ownership, and managerial ownership have a significant positive effect on firm’s performane. Board size, remuneration and nomination committee, company size, and economi conditions have an unsignificant positive effect on the firm’s financial performance and market value, while independent commisioner and leverage have an unsignficant negative impact on the firm’s financial performance and market value. . Keywords: good corporate governance, corporate governance perception index, return on assets, Tobins’q LATAR BELAKANG Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997-1998 merupakan tonggak sejarah dalam ekonomi Indonesia. Menurut Mitton (2002) dan Komisi Nasional Kebijakan Governance (2006), salah satu penyebab terjadinya krisis ekonomi di Indonesia adalah lemahnya penerapan good corporate governance yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia. Sejak saat itu, praktik tata kelola perusahaan yang baik atau yang sering disebut sebagai good corporate governance menjadi perhatian kalangan pebisnis dan perusahaan-perusahaan di Indonesia. Pada tahun 1999 Komite Nasional Kebijakan Governance mengeluarkan pedoman corporate governance yang mengharapkan seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) mempraktikan prinsip ini. Pedoman tesebut berhasil meningkatkan penerapan GCG di kalangan dunia usaha secara bertahap (KNKG, 2006). Untuk menyeragamkan penerapan good corporate governance dan mengingatkan BUMN yang belum menjalankan praktik 305
Christian Meichael Renaldo Situmorang I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
tersebut, dan pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan Menteri (PERMEN) BUMN No. 01 pada tahun 2011 yang menegaskan PERMEN BUMN No. 117 pada tahun 2002, yang menyatakan BUMN wajib menerapkan GCG secara konsisten dan berkelanjutan. Di Indonesia, terdapat institusi independen yang sejak tahun 2001 telah rutin melakukan penilaian atas good corporate governance pada perusahaan-perusahaan BUMN maupun swasta, lembaga tersebut adalah The Indonesian Institute of Corporate Governance (IICG). Keluaran yang dihasilkan oleh IICG adalah Corporate Governance Perception Index (CGPI) dengan rentang skor 0 hingga 100. Corporate Governance Perception Index mengukur berbagai aspek, baik internal dan eksternal perusahaan yang mewakili komponen-kompenen good corporate governance. Beberapa komponen tersebut adalah ukuran dan komposisi dewan komisaris, komite-komite yang membantu dewan komisaris, dan komposisi kepemilikan saham perusahaan. Pada tahun 2001 hanya terdapat 4 BUMN terbuka yang mengikuti penilaian ini, namun lambat laun semakin banyak perusahaan BUMN yang mengikuti, hingga pada tahun 2013 menjadi 10 perusahaan BUMN. Meningkatnya BUMN peserta CGPI ini juga diikuti dengan meningkatanya skor rata-rata CGPI untuk perusahaan BUMN dengan skor 78.7 dan predikat terpercaya pada tahun 2005 menjadi 86.5 dan predikat sangat terpercaya pada tahun 2013. Tren lain yang terjadi adalah meningkatnya ukuran dewan komisaris dan jumlah komisaris independen, sedangkan kepemilikan manajerial mengalami tren penurunan. Indonesian Corporate Governance Banking Watch dalam artikelnya yang berjudul Jadikan GCG Bermakna (2010), menyatakan bahwa penerapan GCG pada perusahaan hampir semua didasari oleh kegunaan GCG bagi perusahaan dan pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Pernyataan tersebut berarti bahwa penerapan GCG akan meningkatkan nilai perusahaan dan apabila hal itu dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dalam suatu negara akan sangat baik dampaknya bagi perekonomian. Hubungan antara GCG dan kinerja perusahaan secara empiris juga telah diteliti oleh banyak peneliti dengan berbagai hasil. Gompers et al. (2003)dalam penelitiannya, menemukan bahwa penerapan good corporate governance berpengaruh positif terhadap tingkat pengembalian saham perusahaan-perusahaan pada tahun 90-an. Hal serupa ditemukan juga oleh Dahya (2006)dan Black et al. (2010)yang menyatakan beberapa aspek dari corporate governance berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Namun, dalam tahun yang sama di negara Brazil, Black et al. (2010) menemukan pengaruh negatif ukuran dewan komisaris dan komisaris independen sebgai proksi penerapan GCGterhadap kinerja perusahaan. Pengaruh negatif juga ditemukan oleh Arcot et al. (2006) dengan variabel ukuran dewan komisaris terhadap kinerja perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah good corporate governanceyang diproksikan corporate governance perception index berpengaruh terhadap kinerja akuntansi dan pasar?, serta apakah good corporate governanceyang diproksikan kualitas pengungkapan informasi, jumlah komisaris independen, ukuran dewan komisaris, komite remunerasi dan nominasi, konsentrasi kepemilikan institusi, dan kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap kinerja akuntansi dan pasar BUMN?
306
Christian Meichael Renaldo Situmorang I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Landasan Teori dan Pengembangan Hipotesis Kinerja Perusahaan Kinerja perusahaan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan ukuran kinerja akuntansi dan kinerja pasar. Ukuran kinerja akuntansi merupakan kinerja yang berbasis laporan akuntansi dalam hal ini adalah rasio profitabilitas.Rasio profitabilitas mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan menggunakan penjualan, aktiva atau modal. Pada penelitian ini kinerja akuntansi diukur dengan rasio return on assets (ROA). Rasio ini penting bagi pihak manajemen untuk mengevaluasi efektifitas dan efisiensi manajemen perusahaan dalam mengelola seluruh aktiva perusahaan untuk menghasilkan laba. Semakin besar ROA, berarti semakin efisien penggunakaan aktiva perusahaan atau dengan kata lain dengan jumlah aktiva yang sama bisa dihasilkan laba yang lebih besar, dan sebaliknya.Dalam penelitian ini, persamaan yang dipakai untuk mengukur ROA adalah:
=
Rasio yang digunakan untuk mengukur kinerja pasar perusahaan adalah rasio Tobin’s Q. Penggunaan Tobin’sQdalam mengukur nilai perusahaan diyakini dapat memberikan gambaran mengenai penilaian pasar terhadap perusahaan. Perusahaan dengan nilai Tobin’s Q yang tinggi menggambarkan bahwa perusahaan memiliki prospek yang baik di masa yang akan datang, sehingga investor bersedia membeli saham perusahaan dengan harga yang tinggi. Dalam penelitian ini, persamaan yang digunakan mengacu persamaan yang digunakan oleh dan Jung (2014), yaitu: =
+ N
Pengertian Corporate Governance Corporate governance dalam arti sempit berbicara tentang dua aspek yakni governance structure (board structure) dan governance process (governance mechanism) pada suatu perusahaan. Governance structure adalah struktur hubungan pertanggungjawaban dan pembagian peran diantara berbagai organ utama perusahaan yaitu (pemilik/ pemegang saham, pengawas/ komisaris, dan pengelola/direksi/manajemen). Governance processberkaitan dengan mekanisme kerja dan interaksi aktual diantara organ-organ tersebut. Meskipun pada dasarnya governance process dipengaruhi oleh governance structure, mekanisme kerja dan interaksi aktual diantara organ-organ korporasi dapat berjalan menyimpang dari struktur yang ada. Dalam PERMEN 2002 dan 2011, prinsip-prinsip GCG yang dimaksud dalam peraturan ini meliputi: 1. Transparansi (transparency), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan. 307
Christian Meichael Renaldo Situmorang I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
2. Akuntabilitas (accountability), yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. 3. Pertanggungjawaban (responsibility), yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. 4. Kemandirian (independency), yaitu keadaan di mana perusahaan dikelola secara professional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip korporasi yang sehat. 5. Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak pemangku kepentingan (stakeholders) yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundangundangan. Pengukuran dan PengaruhCorporate Governance Terhadap Kinerja Perusahaan Dalam penelitian ini, good corporate governance diukur menggunakan dua ukuran. Pertama adalah ukuran good corporate governanceperusahaan secara komprehensif, dan kedua pengukurangood corporate governance berdasarkan komponen corporate governance.Corporate governance perception index (CGPI) merupakan proksi yang mengukur penerapan GCG secara komprehensif. Corporate GovernancePerception Index Corporate Governance Perception Index (CGPI) merupakan pemeringkatanpenerapan corporate governance yang dilakukan oleh majalah SWA dan The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG). Ada tujuh kriteria yang digunakan untuk menilai corporate governance perusahaan, yaitu komitmen perseroan pada corporate governance, pelaksanaan RUPS dan perlakuan terhadap minority shareholder, dewan komisaris, struktur direksi, hubungan dengan stakeholder, transparansi dan akuntabilitas, dan tanggapan terhadap riset IICG.Penilaian CGPI meliputi empat tahap yakni: (1) self-assesment tentang penerapan konsep corporate governance (bobot nilai 15%), (2) pengumpulan dokumen perusahaan (bobot nilai 25%), (3) penyusunan makalah dan presentasi (bobot nilai 12%) dan observasi perusahaan (bobot nilai 48%). Nilai CGPI dihitung dengan menjumlahkan nilai akhir dari setiap tahapan tersebut dengan rentang 0 sampai dengan 100. Jika perusahaan mempunyai skor yang semakin tinggi, berarti penerapan goodcorporate governance yang dilakukan oleh perusahaan semakin baik.CGPI dapat mengukur kualitas aktual dari penerapan GCG dan aktivitas yang berhubungan secara relatif dengan corporate governance atau firm disclosuresseara komprehensif, yang menunjukkan apa yang sebenarnya diimplentasikan perusahaan dan kesesuaindengan prinsip tata kelola perusahaan yang diatur dalam PERMEN BUMN tahun 2002. Prinsip-prinsip tersebut adalah transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian, dan kewajaran. Semakin tingginya nilai CGPI suatu perusahaan berarti bahwa praktik tata kelola perusahaan tersebut semakin baik. Hal tersebut akan membantu tercapainya kinerja perusahaan yang semakin meningkat. Kinerja perusahaan yang semaikin meningkat dipandang baik oleh investor, sehingga akan meningkatkan harga pasar saham dan nilai perusahaan. H1: Corporate governance yang diproksikan corporate governance perception index (CGPI) berpengaruh positif terhadap kinerja akutansi dan pasar perusahaan BUMN.
308
Christian Meichael Renaldo Situmorang I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Selain menggunakan CGPI sebagai proksi dalam mengukur penerapan GCG, juga dapat digunakan proksi yang bersifat parsial yang meliputi: Kualitas pengungkapan informasi (KPI) Kualitas pengungkapan informasi berkaitan dengan prinsip transparansi yaitu keterbukaan pengungkapan informasi material dan relevan mengenai perusahaan, seperti laporan tahunan dan laporan keuangan, yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan.Laporan keuangan yang berkualitas dapat memberikan informasi yang akurat, tepat waktu, dan biasanya diumumkan oleh auditor yang berkualitas, yang masuk dalam kelompok the big four, yaitu Deloitte Touche Tohmatsu, Ernst and Young (EY), Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG) dan Price Waterhouse Coopers (PWC). Baik buruknya KPI diukur dengan menggunakan skala nominal (dummy), yaitu jika laporan keuangan perusahaan diaudit oleh The Big 4, diberi nilai 1; dan nilai 0 jika laporan keuangan perusahaan diaudit oleh auditor lainnya. Perusahaan dengan kualitas pengungkapan informasi yang baik akan selalu memberikan informasi yang dapat dipahami, relevan, dapat diandalkan, dan dapat dibandingkan, terutama yang berkaitan dengan informasi laporan keuangan secara cepat dan kredibel kepada para stakeholder perusahaan. Dengan demikian, keputusan dapat diambil dengan cepat dan tepat sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan. H2: Kualitas pengungkapan informasi berpengaruh positif terhadap kinerja akuntasi dan kinerja pasar perusahaan BUMN. Jumlah anggota komisaris independen (KI) Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyatakan bahwa komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang diangkat berdasarkan keputusan RUPS dari pihak yang tidak terafilisasi dengan pemegang saham utama, anggota direksi dan/atau anggota dewan komisaris lainnya. Keberadaan komisaris independen dimaksudkan untuk menciptakan iklim yang lebih objektif dan independen, untuk menjaga fairness, serta mampu memberikan keseimbangan antara kepentingan pemegang saham mayoritas dan kepentingan pemegang saham minoritas, serta kepentingan stakeholders lainnya (Alijoyo, 2004).Jumlah anggota komisaris independen dapat diukur dengan menggunakan rumus: KI =
Jumlah Anggota Komisaris Independen Jumlah Dewan Komisaris
Semakin banyak jumlah komisaris independen dalam struktur dewan komisaris perusahaan, maka semakin kecil benturan kepentingan yang terjadi di dewan komisaris maupun direksi, sehingga dewan komisaris perusahaan akan dapat lebih optimal dalam menjalankan tugasnya, yakni mengawasi jalannya pengelolaan perusahaan yang dilakukan oleh pihak manajemen, sehingga kinerja perusahaan diharapkan meningkat. H3: Jumlah anggota komisaris independen berpengaruh positif terhadap kinerja akuntasi dan kinerja pasar perusahaan BUMN.
309
Christian Meichael Renaldo Situmorang I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Ukuran dewan komisaris (UK) Ukuran dewan komisaris merepresentasikan jumlah anggota dewan komisaris dalam perusahaan. Menurut Peraturan Menteri BUMN No. 1 tahun 2011, dewan komisaris bertanggung jawab dan berwenang melakukan pengawasan atas kebijakan dewan direksi, jalannya manajemen pada umumnnya, dan memberikan nasihat kepada direksi. Tiga elemen penting yang memengaruhi tingkat efektifitas dewan komisaris, yaitu independensi, kompetensi, dan komitmen. Ukuran dewan komisaris dihitung dengan rumus sebagai berikut: UK = Jumlah anggota dewan komisaris Jumlah dewan komisaris yang besar berpengaruh positif terhadap kinerja dewan komisaris. Semakin banyak anggota dewan komisaris akan memunculkan bauran pemikiran kreatif dan alternatif yang lebih banyak. Bauran tersebut diperlukan untuk mengevaluasi keputusan-keputusan yang dipilih oleh dewan direksi maupun manajer lain. Jumlah anggota dewan komisaris yang banyak akan menambah kekayaan kompetensi yang dimiliki oleh organ tersebut yang berguna dalam mengawasi dewan direksi. Oleh karena itu, dengan ukuran yang semakin besar, dewan komisaris akan lebih teliti, detail, dan kritis dalam menjalankan tugasnya. Hal-hal tersebut berpengaruh terhadap peningkatan kinerja perusahaan karena perusahaan dijalankan lebih ketat dan terdapat sedikit celah yang dapat dimanfaatkan dewan direksi untuk menguntungkan diri atau golongannya sendiri. H4: Ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap kinerja akuntasi dan kinerja pasar perusahaan BUMN. Komite remunerasi dan nominasi (KRN) Berdasarkan PER 10 MBU 2012, komite remunerasi dan nominasi merupakan organ dari dewan komisaris yang independen dan profesional di bidang remunerasi dan nominasi perusahaan yang diketuai oleh salah satu anggota dewan komisaris perusahaan. Dalam pedoman GCG di negara anggota The Asean Capital Market Forum (2010), komite nominasi dan remunerasi bertugas membantu dewan komisaris dalam menetapkan kriteria pemilihan calon anggota dewan komisaris dan direksi serta sistem remunerasi. Komite tersebut juga membantu dewan komisaris mengusulkan besaran remunerasi dewan komisaris dan direksi. Hadirnya komite remunerasi dan nominasi dalam perusahaan bertujuan agar mekanisme remunerasi dan nominasi dijalankan dengan prinsip independensi, adil, dan transparan, sehingga dapat memotivasi manajemen dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Komite remunerasi dan nominasi diketuai oleh komisaris independen dimaksudkan agar mekanisme nominasi tidak berada dibawah tekanan dan pengaruh pihak manapun. Komite remunerasi dan nominasi (KRN) diukur menggunakan variabel dummy, yaitu bernilai satu (1) jika terdapat komite remunerasi dan nominasi, dan bernilai nol (0) jika tidak terdapat komite remunerasi dan nomiasi. H5: Komite remunerasi dan nominasi berpengaruh positif terhadap kinerja akuntansi dan kinerja pasar prusahaan BUMN.
310
Christian Meichael Renaldo Situmorang I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Konsentrasi kepemilikan institusi (KKI) Menurut Siregar (2005) dan Tarjo (2008), kepemilikan institusi adalah jumlah saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi, seperti perusahaan asuransi, bank, dana pensiun, dan perusahaan investasi dibandingkan dengan jumlah saham yang beredar, diukur dengan rumus: KKI =
Jumlah Saham yang dimiliki Institusi Jumlah Saham Beredar
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan institusi memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisir konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang saham, karena keberadaan investor institusi dianggap mampu menjadi mekanisme monitoring yang efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Hal ini karena institusi mememiliki beberapa kelebihan, yaitu lebih professional dalam menganalisis informasi, sehingga dapat menguji keandalan informasi, dan memiliki motivasi yang kuat untuk melaksanakan pengawasan lebih ketat atas aktivitas yang terjadi di dalam perusahaan. Kelebihan lain dinyatakan Lev (1988) yaitu investor institusi mempunyai lebih banyak informasi dibanding investor individu dan mempunyai sumber daya untuk melakukan riset terhadap informasi tersebut. H6: Kepemilikan institusi berpengaruh positif terhadap kinerja akuntansi dan kinerja psar perusahaan BUMN Kepemilikan manajerial (KM) Kepemilikan manajerial dalam penelitian ini adalah kepemilikan saham oleh dewan direksi. Besar kecilnya kepemilikan manajerial diukur dengan rumus: KM =
Jumlah Saham yang dimiliki Direksi Jumlah Saham yang Beredar
Selain investor institusi, Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial juga merupakan mekanisme corporate governance yang membantu mengendalikan masalah keagenan. Jensen (1993) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial membantu penyatuan kepentingan antara pemegang saham dan manajer, hal ini menjadi mekanisme utama untuk meminimalisir konflik keagenan, karena manajer juga sebagai pemilik perusahaan dengan demikian kepentingan dan kebijakan yang diambil oleh manajemen diharapkan sejalan dengan kepentingan pemilik perusahaan. Dengan demikian, semakin besar kepemilikan manajerial, konflik keagenan akan semakin berkurang dan pihak manajemen dapat fokus untuk meningkatkan kinerja perusahaan. H7: Kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap kinerka akuntasi dan kinerja pasar perusahaan BUMN. Selain faktor-faktor good corporate governance yang telah dijelaskan sebelumnya, kinerja perusahaan juga dipengaruhi oleh berbagai faktor yang lain, yaitu: 311
Christian Meichael Renaldo Situmorang I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Ukuran perusahaan (SIZE) Ukuran perusahaan merupakan cerminan besar kecilnya suatu perusahaan. Menurut Sudarmadji (2007), besar kecilnya perusahaan dapat diukur melalui total aktiva, kapitalisasi pasar, atau total penjualan suatu perusahaan. Penelitian ini menggunakan total aktiva sebagai proksi ukuran perusahaan, karena nilai aktiva relatif lebih stabil dibandingkan dengan nilai kapitalisasi pasar dan penjualan. SIZE = Logaritma Natural Total Aset Semakin besar total aktiva perusahaan, semakin besar pula ukuran perusahaan tersebut. Perusahaan yang besar lebih mudah dalam mengatur kapasitas untuk mencapai skala operasi yang ekonomis, sehingga dapat menekan biaya per satuan produk, dan menaikan kinerja perusahaan baik kinerja akuntansi maupun pasar. H8: Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kinerja akuntasi dan kinerja pasar perusahaan BUMN. Leverage (LEV) Leverage adalah penggunaan aset dan sumber dana oleh perusahaan yang memiliki biaya tetap (beban tetap) dengan tujuan meningkatkan keuntungan. Leverage yang digunakan dalam penelitian ini adalah leverage keuangan yang menunjukan seberapa besar sebuah perusahaan menggunakan pendanaan dengan utang. Besar kecilnya leverage keuangan diukur dengan rumus: 7 8 =
9 : ℎ <
9
=
>
?
Sudana (2011:207) menambahkan, financial leverage timbul karena perusahaan dibelanjai dengan dana yang menimbulkan beban tetap, yaitu berupa utang dengan beban tetap berupa bunga. Semakin banyak jumlah utang yang digunakan perusahaan akan meningkatkan risiko keuangan sehingga akan menurunkan kinerja perusahaan. H9: Leverage berpengaruh negatif terhadap kinerja akuntasi dan kinerja pasar perusahaan BUMN. Kondisi ekonomi (ECON) Kondisi ekonomi nasional adalah salah satu faktor yang memengaruhi kinerja perusahaan. Dalam penelitian ini, kondisi ekonomi diukur menggunakan rasio pertumbuhan ekonomi (Gross Domestic Product) tahunan nasional. Todaro (2006:50), GDP mengukur seluruh volume produksi yang dihasilkan oleh suatu negara pada tahun tertentu. Kondisi ekonomi (ECON) diukur menggunakan rasio pertumbuhan GDP tahunan nasional yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi mencerminkan kondisi ekonomi 312
Christian Meichael Renaldo Situmorang I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
nasional yang baik dan kondusif. Kondisi tersebut berarti bahwa lapangan pekerjaan dapat menyerap tenaga kerja lebih tinggi sehingga jumlah pengangguran berkurang. Dengan terserapnya lebih banyak tenaga kerja, pendapat per kapita akan meningkat, sehingga kesejahteraan meningkat. Kesejahteraan yang meningkat menaikan daya beli masyarakat terhadap produk dan jasa. Hal tersebut akan meningkatkan produktivitas penjualan perusahaan sehingga meningkatkan kinerja perusahaan. H10: Kondisi ekonomi berpengaruh positif terhadap kinerja akuntansi dan kinerja pasar perusahaan BUMN. Metode Penelitian Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2005 hingga 2013. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode cara purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan menggunakan batasan penelitian. Kriteria yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah sebagai berikut: 1. Perusahaan BUMN non keuangan yang terdaftar di BEI dari tahun 2005-2013 dan menerbitkan laporan perusahaan tahunan untuk periode 2005-2013. 2. Perusahaan BUMN non keuangan yang menerapkan GCG dan menerbitkan laporan GCG tahunan untuk periode 2005-2013. 3. Perusahaan BUMN non keuangan yang mempunyai laporan keuangan rupiah yang berakhir pada 31 Desember. Definisi Operasi dan Pengukuran Variabel Variabel Dependen 1. Return on assets (ROA) adalah rasio profitabilitas yang mengukur produktifitas aset dalam menghasilkan laba sebelum pajak. 2. Tobins’Q (TBN) adalah rasio antara nilai pasar ekuitas dan nilai buku utang perusahaan dengan nilai buku total aktiva perusahaan. Variabel Independen 1. Corporate governance perception index (CGPI) adalah skor good corporate governance yang diukur berdasarkan indeks dari The Indonesian Institute for Corporate Governance(IICG). Indeks ini bernilai 0 sampai dengan 100. 2. Kualitas pengungkapan informasi (KPI) merupakan keterbukaan dalam perngungkapan informasi material dan relevan mengenai perusahaan. Dalam penelitian ini, kualitas pengungkapan informasi dinilai berdasarkan kualitas auditor yang diukur dengan variabel dummy, yaitu satu (1) jika laporan keuangan perusahaan diaudit oleh auditor yang masuk dalam kategori big four auditor, dan nol (0) jila laporan keuangan perusahaan diaudit oleh kantor akuntan publik lainnya. 313
Christian Meichael Renaldo Situmorang I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
3. Jumlah anggota komisaris independen (KI) adalah rasio jumlah anggota dewan komisaris independen dibandingkan dengan jumlah anggota dewan komisaris. 4. Ukuran dewan komisaris (UK) adalah jumlah anggota dewan komisaris perusahaan. 5. Komite remunerasi dan nominasi (KRN) adalah eksistensi komisi remunerasi dan nominasi dalam perusahaan, yang diukur dengan variabel dummy, yaitu satu (1) jika terdapat komisi remunerasi dan nominasi dalam perusahaan, dan bernilai nol (0) jika tidak terdapat komite remunerasi dan nominasi. 6. Konsentrasi kepemilikan institusi (KKI) adalah persentase kepemilikan saham perusahaan oleh institusi dibandingkan jumlah saham beredar. 7. Kepemilikan manajerial (KM) adalah persentase kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen perusahaan dibandingkan dengan jumlah saham yang beredar. Variabel Kontrol 1. Ukuran perusahaan (SIZE) adalah cerminan besar kecilnya perusahaan yang nampak dalam nilai total aktiva perusahaan pada ahkir tahun. 2. Kondisi ekonomi (ECON) merupakan kondisi ekonomi negara yang tercermin pada pertumbunan GDP tahunan yang didapat dari Badan Pusat Statistik. 3. Leverage (LEV) adalah rasio total utang jangka panjang perusahaan dibandingkan dengan total aktiva perusahaan. Model Analisis Model analisis yang digunakan untuk melihat pengaruh corporate governance perception index, kualitas pengungkapan informasi, jumlah komisaris independen, ukuran dewan komisaris, komite remunerasi dan nominasi, konsentrasi kepemilikan institusi, kepemilikan manajerial, ukuran perusahaan, kondisi ekonomi, dan leverage terhadap kinerja akuntansi dan pasar menggunakan persamaan Multiple Regression Linier Analysis dapat dijelaskan dengan persamaan: ROAi,t = β01 + β11CGPIi,t + β21SIZEi,t + β31ECONi,t + β41LEVi,t + e ROAi,t= β02 + β12KPIi,t + β22KIi,t + β32UKi,t + β42KRNi,t + β52KKIi,t + β62KMi,t + β72SIZEi,t + β82ECONi,t + β92LEVi,t + e TOBINi,t = β03 + β13CGPIi,t + β23SIZEi,t + β33ECONi,t + β43LEVi,t + e TOBINi,t = β04 + β14KPIi,t + β24KIi,t + β34UKi,t + β44KRNi,t + β54KKIi,t + β64KMi,t + β74SIZEi,t + β84ECONi,t + β94LEVi,t + e Keterangan: ROAi,t = Return on Asset perusahaan i pada tahun t, TOBINi,t = Nilai pasar ekuitas + nilai buku utang terhadap nilai buku asetperusahaan i pada tahun t, β0 = intercept persamaan regeresi 1 sampai 4, β1 - β9 = koefisien regresi variabel 1 sampai 9 persamaan 1 sampai 4, CGPIi,t = Corporate governance perception index perusahaan i pada tahun t, KPIi,t = Kualitas pengungkapan informasi perusahaan i pada tahun t, = Jumlah komisaris independen perusahaan i pada tahun t, KIi,t 314
Christian Meichael Renaldo Situmorang I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
= Ukuran dewan komisaris perusahaan i pada tahun t, UKi,t KRNi,t = Komite remunerasi dan nominasi perusahaan i pada tahun t, KKIi,t = Konsentrasi kepemilikan institutional perusahaan i pada tahun t, KMi,t = Kepemilikan manajerial perusahaan i pada tahun t, SIZEi,t = Ukuran perusahaan i pada tahun t, ECONi,t = Kondisi ekonomi nasional pada tahun t, LEVi,t = Leverage perusahaan pada tahun t, e = residual atau kesalahan prediksi Hasil dan Pembahasan 4.1 Deksripsi Statistik Penelitian Pada bagian deskripsi hasil penelitian, dipaparkan data variabel-variabel penelitian perusahaan BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2005-2013. Untuk corporate governance perception index didapatkan 41 observasi dengan variabel dependen return on assets dan 38 observasi dengan variabel dependen Tobins’q. Berikut merupakan deskripsi statistik variabel penelitian. Untuk komponen-komponen corporate governance didapatkan 89 observasi dengan variabel dependen return on assets dan 83 observasi dengan variabel dependen Tobins’q, dan secara diskriptif data variabel perusahaan yang diteliti dipaparkan pada Tabel 1.
315
Christian Meichael Renaldo Situmorang I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Tabel 1. Deksripsi Statistik Pengujian Variabel Independen dan Dependen. Mean Std. Deviation Model Dependen Independen N Minimum Maximum CGPI 41 70.730 90.660 82.950 4.399 SIZE 41 28.765 32.483 30.225 1.051 ECON 41 0.046 0.065 0.059 0.006 ROA LEV 41 0.059 0.445 0.188 0.116 ROA 41 0.240 0.418 0.165 0.097 1 CGPI 38 70.730 90.660 83.329 4.653 SIZE 38 29.050 32.483 30.358 1.027 ECON 38 0.046 0.065 0.059 0.006 TOBIN LEV 38 0.059 0.445 0.199 0.117 TBN 38 0.860 4.885 1.930 0.935 KI 89 0.200 0.600 0.399 0.077 UK 89 3.000 7.000 5.190 0.864 KKI 89 0.645 0.998 0.928 0.065 KM 89 0.000 0.029 0.001 0.004 ROA SIZE 89 26.924 32.483 29.726 1.323 ECON 89 0.046 0.065 0059 0.005 LEV 89 0.019 0.515 0.155 0.125 ROA 89 -0.049 0.527 0.148 0.113 2 KI 83 0.250 0.600 0.397 0.076 UK 83 3.000 7.000 5.170 0.867 KKI 83 0.645 0.998 0.925 0.066 KM 83 0.000 0.024 0.001 0.003 TOBIN SIZE 83 26.975 32.483 29.768 1.200 ECON 83 0.046 0.065 0.059 0.005 LEV 83 0.019 0.555 0.153 0.127 TBN 83 0.559 4.885 1.877 1.016 Sumber: Lampiran, diolah Berdasarkan tabel 2, separuh BUMN mempunyai laporan yang telah diaudit oleh auditor yang dikelompokan sebagai the big four auditor. Kondisi tersebut menjelaskan bahwa separuh dari laporan keuangan yang diterbitkan BUMN diaudit oleh kantor akuntan public yang masuk dalam kelompok big four, dan lebih dari 75% BUMN telah memiliki komite remunerasi dan nominasi. Persentase yang besar tersebut berarti bahwa BUMN telah menyadari akan ungan adanya komite tersebut dalam menerapkan asas keadilan dalam perusahaan.
316
Christian Meichael Renaldo Situmorang I Made Sudana
Variabel ROA
TBN
Variabel ROA
TBN
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Tabel .2. Deksripsi Statistik KPI dan KRN KPI Frekuensi Bukan The Big Four Auditor 44 The Big Four Auditor 45
Persentase 49.4 50.6
89 41 42 83 Frekuensi 19 70 89 17 66 83
100 49.4 50.6 100 Persentase 21.3 78.7 100 20.5 79.5 100
Jumlah Bukan The Big Four Auditor The Big Four Auditor Jumlah KRN Tidak Ada Ada Jumlah Tidak Ada Ada Jumlah
Sumber: Data diolah Analisis dan Pengujian Hipotesis Hasil analisis pengaruh CGPI terhadap kinerja akuntansi (ROA) dan kinerja pasar (TOBIN) perusahaan BUMN dipaparkan pada Tabel 3 berikut: Tabel 3. Hasil Analisis Regersi Pengaruh Good Corporate Governance Perception Index terhadap Kinerja BUMN. Variabel Dependen Variabel Independen Koefisien Regresi Sig. Konstanta -0.667 0.193 CGPI 0.003 0.541 SIZE 0.017 0.464 ROA ECON 1.491 0.585 LEV -0.218 0.142 R-Square 0.110 Konstanta 0.093 0.986 CGPI 0.003 0.951 SIZE 0.039 0.871 TOBIN ECON 14.369 0.597 LEV -2.316 0.117 R-Square 0.084 Sumber: data hasil output SPSS Statistics 22
317
Christian Meichael Renaldo Situmorang I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Berdasarkan Tabel 3 tampak bahwa CGPI, Size, kondisi ekonomi (ECON) berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kinerja akuntansi dan kinerja pasar perusahaan BUMN, sedangkan leverage (LEV) memilki pengaruh negatif juga tidak signifikan terhadap kenerja perusahaan BUMN. Hasil analisis pengaruh komponen GCG terhadap kinerja akuntansi (ROA) dan kinerja pasar (TBN) perusahaan BUMN dipaparkan pada Tabel 4 berikut ini. Tabel 4. Hasil Analisis Regresi Pengaruh Komponen Good Corporate Governance terhadap Kinerja BUMN. Variabel Dependen Variabel Independen Koefisien Regresi Sig. Konstanta -0.686 0.024 KPI 0.125 0.000* KI -0.034 0.782 UK 0.015 0.151 KRN 0.005 0.839 ROA KKI 0.697 0.000* KM 4.348 0.046* SIZE 0.001 0.887 ECON 0.530 0.724 LEV -0.144 0.097 R-Square 0.596 Konstanta -7.343 0.021 KPI 0.708 0.001* KI -0.682 0.570 UK 0.121 0.258 KRN 0.145 0.507 TOBIN KKI 7.646 0.000* KM 91.651 0.001* SIZE 0.027 0.795 ECON 7.140 0.645 LEV -0.101 0.904 R-Square 0.526 Sumber: Data diolah *signifikan pada tingkat signifikansi 5% Berdasarkan pada Tabel 4, tampak bahwa hampir semua variabel kualitas pengungkapan informasi (KPI), ukuran komisaris (UK), komite remunerasi dan nominasi (KRN), konsenrasi kepemilikan institusi(KKI), kepemilikan manajemen (KM), ukuran perusahaan (SIZE), kondisi ekonomi (ECON) berpengaruh positif terhadap kinerja akuntansi (ROA) dan kinerja pasar (TBN), kecuali variabel komisaris independen (KI) dan leverage (LEV) berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan BUMN. Berdasarkan hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa, hanya variabel kulitas pengungkapan informasi, konsentrasi kepemilikan institusi, dan kepemilikan manajen yang berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan BUMN. 318
Christian Meichael Renaldo Situmorang I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Pembahasan Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Kinerja Perusahaan BUMN Hasil regresi menunjukan bahwa good corporate governance yang diproksikan corporate governance perception index berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kinerja akuntansi dan pasar perusahaan BUMN. Corporate governance perception index dapat mengukur kualitas tata kelola perusahaan secara komprehensif dan independen. Kualitas tersebut mencerminkan komitmen perusahaan dalam menerapkan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan, hal tersebut direspon positif juga oleh investor. Pengaruh tidak signifikan corporate governance perception index terjadi karena distribusi skor CGPI BUMN yang mengikuti pemeringkatan ini telah merata berada pada kategori terpecaya. Selain itu, BUMN juga telah diatur oleh pemerintah supaya memiliki standar tata kelola perusahaan yang baik. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Black (2010) di India yang menggunakan India corporate governance index yang menemukan pengaruh positif pemeringkatan corporate governance terhadap kinerja perusahaan. Kualitas pengungkapan informasi mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap kinerja akuntansi dan pasar perusahaan. Kualitas pengungkapan informasi yang dinilai berdasarkan auditor yang terafiliasi dengan kelompok The Big Four memberikan informasi keuangan perusahaan yang aktual dan akurat. Informasi yang aktual dan akurat tersebut merupakan dasar pengambilan keputusan yang penting yang dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Hasil penelitian ini mengkonfirmasi penelitian yang dilakukan oleh Lopes (2010) di Eropa tentang pengaruh positif signifikan kualitas laporan keuangan terhadap kinerja akuntansi perusahaan. Komisaris independen berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap kinerja akuntansi dan pasar perusahaan. Semakin besar persentase komisaris independen, semakin kecil kinerja perusahaan. Pengaruh negatif terjadi karena hadirnya komisaris independen membuat pengawasan terhadap kinerja BUMN semakin berlapis-lapis setelah sebelumnya ada komitekomite seperti komite audit dan satuan pengawas intern, kementerian BUMN, otoritas jasa keuangan, kemeneterian BUMN. Selain itu, berdasarkan data yang didapat, pihak-pihak yang menjabat sebagai komisaris independen tidak memiliki latar belakang yang relevan dan kemampuan yang cukup untuk melakukan pengawasan. Pengaruh tidak signifikan terjadi karena rata-rata persentase komisaris independen tidak jauh berbeda dengan nilai minimum dan maksimum sehingga persentase komisaris independen mempunyai pengaruh yang sama terhadap setiap perusahaan. Hasil dari penelitian sesuai dengan hasil penelitian Black (2010) di Brazil namum bertolak belakang dengan hasil penelitian Hermalin dan Weisbach (1998 dan 2003) yang menemukan pengaruh positif komisaris independen terhadap kinerja perusahaan. Ukuran dewan komisaris berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kinerja akuntansi dan pasar perusahaan. Semakin besar ukuran dewan komisaris, maka semakin banyak munculnya gagasan kreatif dan bauran kompentensi yang dibutuhkan untuk proses pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris terhadap kinerja dewan direksi perusahaan. Pengaruh tidak signifikan ukuran dewan komisaris terjadi karena pengawasan bukan hanya dilakukan oleh dewan komisaris saja, namun pemerintah yang diwakili kementerian BUMN dan rakyat yang diwakili DPR kekuatan lebih besar dari dewan komisaris dalam menentukan arah dan strategi perusahaan. Oleh karena itu, besar kecilnya ukuran dewan komisaris menghasilkan kualtias pengawasan yang sama. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Cooper di Malaysia 319
Christian Meichael Renaldo Situmorang I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
(2015) yang menemukan pengaruh positif signifikan ukuran dewan komisaris terhadap kinerja perusahaan. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Koufopoulos (2010) di Yunani dan Black (2010) di Brazil. Komite remunerasi dan nominasi mempunyai pengaruh positif tidak signifikan terhadap kinerja akuntansi dan pasar perusahaan. Adanya komite remunerasi dan nominasi membantu kinerja dewan komisaris dalam menentukan besaran paket remunerasi dewan komisaris dan direksi secara adil dan tanpa tekanan pihak manapun, sehingga dapat memotivasi karyawan untuk meningkatkan kinerjanya. Komite tersebut juga membantu menetapkan kriteria-kriteria calon anggota komisaris dan direksi secara adil dan transparan. Pengaruh tidak signifikan terjadi karena pihak-pihak yang menjabat dalam komite ini sebagian merupakan anggota dewan komisaris. Selain itu, terdapat kemungkinan bahwa adanya eksistensi komite ini bertujuan untuk memenuhi regulasi yang bukan untuk menegakan good corporate governance. Konsentrasi kepemilikan institusi berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja akuntansi dan pasar perusahaan. Hadirnya investor institusi dalam perusahaan menjadi mekanisme monitoring yang efektif untuk meminimalisir masalah keagenan yang dapat muncul dalam perusahaan. Kredibilitas dan keakuratan informasi yang dimiliki investor institusi juga menjadi bahan pertimbangan pengambilan keputusan yang tepat oleh pihak manajemen perusahaan. Oleh karena itu, semakin besar konsentrasi kepemilikan institusi makan semakin tinggi juga kinerja perusahaan. Kepemilikan manajerial berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja akutntansi dan pasar perusahaan. Kepemilikan saham oleh dewan direksi menjadi mekanisme yang efektif untuk meminimalisir masalah keagenan dalam perusahaan dengan cara penyatuan kepentingan antara pihak manajemen dan investor. Mekanisme ini membuat kepentingan pihak manajemen selaras dengan kepentingan investor dalam perusahaan sehingga akan selalu menjaga kinerja perusahaan supaya tidak menurun. Hal tersebut dipandang baik oleh investor karena kepentingannya juga terwakili dan terjaga. Hasil penelitian ini sesai dengan hasil penelitian Bhagat (2008) di India yang menemukan pengaruh positif signifikan kepemilikan manjerial terhadap return on assets dan Tobins’q. Simpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang sudah diuraikan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Good corporate governance yang diproksikan oleh corporate governance perception index mempunyai pengaruh positif tidak signifikan terhadap kinerja akuntansi yang diproksikan return on assets dan kinerja pasar yang di proksikan Tobins’q pada perusahaan BUMN. 2. Good corporate governance yang diproksikan oleh kualitas pengungkapan informasi, konsentrasi kepemilikan institusi, dan kepemilikan manajerial mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap kinerja akuntansi yang diproksikan return on assets dan kinerja pasar yang diproksikan Tobins’q pada perusahaan BUMN. 3. Variabel komisaris independen mempunyai pengaruh negatif tidak signifikan terhadap kinerja akuntansi yang diproksikan return on assets dan kinerja pasar yang di proksikan Tobins’q pada perusahaan BUMN. 4. Variabel ukuran dewan komisaris dan komite remunerasi dan nominasi mempunyai pengaruh positif tidak signifikan terhadap kinerja akuntansi yang diproksikan return on assets dan kinerja pasar yang di proksikan Tobins’q pada perusahaan BUMN. 320
Christian Meichael Renaldo Situmorang I Made Sudana 5.
6.
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Variabel kontrol ukuran perusahaan dan kondisi ekonomi mempunyai pengaruh positif tidak signifikan terhadap kinerja akuntansi yang diproksikan return on assets dan kinerja pasar yang di proksikan Tobins’q pada perusahaan BUMN. Variabel kontrol leverage mempunyai pengaruh negatif tidak signifikan terhadap kinerja akuntansi yang diproksikan return on assets dan kinerja pasar yang di proksikan Tobins’q pada perusahaan BUMN.
Saran Bagi manajemen perusahaan, sebaiknya menerapkan good corporate governance terlebih pada program kepemilikan saham oleh direksi karena hal tersebut berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan dan bagi perusahaan yang telah menerapkan good corporate governance agar menjaga konsistensi dengan melakukan evaluasi rutin. 2. Bagi investor, ketika membuat keputusan berinvestasi dapat mempertimbangkan kualitas laporan keuangan dan komposisi pemegang saham perusahaan (investor institusi dan kepemilikan manajerial) karena komponen-komponen tersebut mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. 3. Penelitian selanjutnya dapat mempertimbangkan faktor-faktor selain variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini
1.
DAFTAR PUSTAKA Alijoyo, Antonius dan Subarto Zaini. 2004. Komisaris Independen “Penggerak Praktik GCG di Perusahaan”. Jakarta: Indeks. Arcot, Sridhar R., Valentina G. Bruno. 2006. One Size Does Not Fit All, After All: Evidence from Corporate Governance. Working Paper. http://ssrn.com/abstract=887947. Badan Pusat Statistik. 2006. Indonesian Statistic 2006 - 2014. Jakarta. . Bhagat, Sanjai and Brian Bolton. 2008. Corporate Governance and Firm Performance. Journal of Corporate Finance 14, 257-273. Black, Bernard S., N. Balasubramanian, and Vikramaditya Khanna. 2010. The Relation between Firm-Level Corporate Governance and Market Value: A Study Of India. Working Paper. Http://Ssrn.Com/Abstract=992529. Black, Bernard S., Antonio G. de Carvalho, and Erica Gorga, 2010. Does One Size Fit All in Corporate Governance? Evidence from Brazil (and other BRIK Countries). Working paper. http://ssrn.com/abstract=1434116. Bruno, Valentina G. and Stijn Claessens. 2009. Corporate Governance and Regulation: Can There Be Too much of a Good Thing? Journal of Financial Intermediation. Working paper. http://ssrn.com/abstract=956329
321
Christian Meichael Renaldo Situmorang I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Bursa Efek Jakarta. 2004. Keputusan Direksi Nomor Kep-305/BEJ/07-2004. Tentang Peraturan Nomor I-A Tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham yang Diterbitkan oleh Perusahaan Tercatat. Connelly, Thomas J., Piman Limpaphayom, and Nandu J. Nagarajan. 2012. Form versus Substance: The Effect of Ownership Structure and Corporate Governance On Firm Value In Thailand. Journal of Banking & Finance 36, 1722-1743. Dahya, Jay, Orlin Dimitrov, and John J. McConnell. 2006. Dominant Shareholders, Corporate Boards, and Corporate Value: A Cross-Country Analysis. Journal of Financial Economics 87, 73–100. Gompers, Paul A., Joy L. Ishii, and Andrew Metrick. 2003. Corporate Governance and Equity Prices. Quarterly Journal of Economics 118 (1), 107–155. Hermalin, Benjamin E. and Michael S. Weisbach. 1998. Endogenously Chosen Boards of Directors And Their Monitoring ff The CEO. American Economic Review 88, 96-118 . Hermalin, Benjamin E. and Michael S. Weisbach. 2003. Boards of Directors as an Endogenously Determined Institution: A Survey Of The Economic Evidence. Economic Policy Review 9, 7-26. Indonesian Corporate Governance Banking Watch. 2010. Jadikan GCG Bermakna. https://m.facebook.com/notes/indonesian-corporate-governance-banking-watch/jadikanGCG-bermakna/130771096977738/ - 2010 Jensen, Michael C., 1993. The modern industrial revolution, exit, and the failure of internal control systems. Journal of Finance 48, 831–880. Jensen, Michael C. and Wilkiam H. Meckling. 1976. Theory of firm: Managerial behavior, agency cost and ownership structure. Journal of Financial Economics 4: 305 – 360. Jung, Dong Kwan and Taeyoung Yoo. 2014. Corporate Governance Change and Performance: The roles of traditional mechanisms in France and South Korea. Scandinavian Journal of Management (2014), http://dx.doi.org/10.1016/j.scaman.2014.08.005. Lev, Baruch. 1988. Toward a Theory of Equitable and Efficient Accounting Policy. The Accounting Review 63, 1-22. Lopes, Claudia M. F. P. 2010. The Financial Reporting Quality Effect on European Firm Performance. Instituto Superior de Contabilidade e Administracao do Porto. Kementerian Badan Usaha Milik Negara. 2002. Keputusan Nomor KEP-117/M-MB/2002. Tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Jakarta.
322
Christian Meichael Renaldo Situmorang I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Kementerian Badan Usaha Milik Negara. 2011. Peraturan Nomor PER-01/MBU/2011. Tentang Penerapan Tata kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara. Jakarta. Kementerian Badan Usaha Milik Negara. 2012. Peraturan Nomor PER-10/MBU/2012. Tentang Organ Pendukung Dewan Komisaris/Dewan Pengawas Badan Usaha Milik Negara. Jakarta. Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. 2010. Kajian Tentang Pedoman Good Corpoate Governance di NegaraNegara Anggota The Asean Capital Market Forum. Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. 2012. Keputusan Bapepam-LK Nomor 643/BL/2012. Tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit. Jakarta Komite Nasional Kebijakan Governance. 2006. Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia. Jakarta Koufopoulos, Dimitrios N., et al. 2010. Corporate governance and board practices by Greek shipping management companies. Corporate Governance: The International Journal of Business in Society 10, 261-278. Mallin, C.A. (2004). Corporate Governance, Oxford: Oxford University Press. Margaritis, Dimitris and Maria Psillaki. 2008. Capital Structure, Equity Ownershipm and Firm Performance. New Zealand. Mitton, Todd. 2002. A Cross-Firm Analysis of The Impact of Corporate Governance on The East Asian Financial Crisis. Journal of Financial Economics, 64, 251-241. Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007. Tentang Perseroan Terbatas. Jakarta Ross, Stephen A., Westerfield R. W. and Jordan. 2013. Corporate Finance. Tenth Edition. McGraw-Hill International edition. Siregar, Sylvia Veronica dan Siddharta Utama. 2005. Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Praktek Corporate Governance terhadap Pengelolaan Laba (Earnings Management). Simposium Nasional Akuntansi 8, Solo. Solo. Sudana, I Made. 2011. Manajemen Keuangan Perusahaan Teori & Praktik. Erlangga: Jakarta. Sudarmadji, Ardi M. dan Lana Sularto. 2007. Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Leverage, dan Tipe Kepemilikan Perusahaan Terhadap Luas Voluntary Disclosure Laporan Keuangan Tahunan. Proceeding PESAT, Volume 2. Jakarta 323
Christian Meichael Renaldo Situmorang I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Tarjo. 2008. “Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan Institusiona dan Leverage Terhadap Manajemen Laba, Nilai Pemegang saham serta Cost of Equity Capital”. Simposium Nasioanal Akuntansi XI. Pontianak. Todaro, Michael P. and Stephen Smith. 2006. Economic Development. Ninth Edition. Pearson Education Limited.
324
Anis Sundiyah I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
REAKSI PASAR TERHADAP PERISTIWA POLITIK TERKAIT JOKOWI DI BURSA EFEK INDONESIA Anis Sundiyah Email :
[email protected] I Made Sudana Email:
[email protected] Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Abstract This research examines stock market reaction to the political events related of Jokowi in the Indonesia Stock Exchange. Variables used in this research are average abnormal return (AAR) and cumulative average abnormal return (CAAR) which measured using a statistical test one sample t-test. In this research, there are 230 sampel in the announcement Jokowi as a presidential candidate, 316 sampelin the announcement of results of presidential election quick count and 339 sampel in the announcement of work cabinet. Analysis model in this research is event study during the test period of 11 days exchange trading. Consistency of the stock market reaction was compared descriptively based on the analysis of AAR and CAAR. Testresults of AAR and CAAR showed that stock market consistently reacted positively to the announcement Jokowi as a presidential candidate and the announcement of the work cabinet and inconsistent with the announcement of the results of quick count because stock market reacted negatively. keywords: event study, political events of Jokowi, AAR, CAAR, consistency reaction. Pendahuluan Latar Belakang Pasar modal merupakan pasar berbagai instrumen keuangan jangka panjang dapat diperjualbelikan, baik surat utang, saham, reksa dana, instrumen derivatif dan instrumen keuangan lainnya. Pasar modal berfungsi sebagai sarana pendanaan bagi perusahaan dan sarana berinvestasi bagi investor. Pasar modal memiliki peranan penting bagi suatu negara karena dengan adanya pasar modal kelebihan dana dapat disalurkan kepada perusahaan-perusahaan agar dapat terus berkembang, sehingga terjadi alokasi sumber daya yang efisien (Madura,2009:5). Keputusan investasi di pasar modal dipengaruhi oleh pendapatan yang diharapkan dapat diterima investor atas pilihan investasinya, artinya berbeda alternatif investasi, berbeda pula pendapatan yang akan diterima, misalnya keputusan dalam bentuk tabungan atau obligasi akan memeroleh bunga, sedangkan keputusan investasi dalam bentuk saham akan memeroleh pendapatan berupa capital gain dan atau dividen. Keputusan investasi dalam bentuk saham tidak terlepas dari informasi yang ada disekitar pasar modal. Informasi ini dapat berasal dari faktor internal yang berkaitan dengan corporate action dan dari faktor eksternal. Faktor internal yang berkaitan dengan corporate action misalnya kebijakan merger, akuisisi, pengumuman dividen, stock split, dan segala sesuatu yang terkait dengan peristiwa dari dalam perusahaan, sedangkan faktor eksternal berkaitan dengan kondisi ekonomi, politik, sosial dan segala peristiwa di luar perusahaan. Pengaruh faktor-faktor eksternal
325
Anis Sundiyah I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
perusahaan dapat secara langsung memengaruhi harga saham dan akan berdampak pada pendapatan yang diharapkan investor. Hal ini karena setiap investor akan memiliki ekspektasi yang berbeda pada setiap informasi yang dianggap dapat memengaruhi investasinya. Salah satu faktor eksternal yang diperhatikan pasar pada tahun 2014 adalah peristiwa politik yang terjadi di Indonesia. Terdapat tiga peristiwa politik penting di Indonesia terkait Joko Widodo atau lebih dikenal dengan nama Jokowi yaitu pengumuman Jokowi sebagai calon presiden, pengumuman hasil quick count pemilihan umum presiden dan pengumuman kabinet kerja. Reaksi pasar saham terhadap setiap peristiwa politik terkait Jokowi didasarkan pada ekspektasi pasar terhadap kandungan informasi yang diperoleh. Pasar saham akan bereaksi positif jika kandungan informasi dianggap dapat memberikan keuntungan atas investasinya di masa yang akan datang, hal ini akan mendorong pembelian saham sehingga memicu kenaikan harga pasar saham. Sebaliknya, pasar saham akan bereaksi negatif jika kandungan informasi dianggap tidak menguntungkan investasinya di masa yang akan datang, sehingga akan mendorong penjualan saham dan memicu penurunan harga pasar saham. Pasar saham tidak akan bereaksi ketika kandungan informasi yang diperoleh dianggap tidak berarti dan tidak akan memengaruhi investasinya di masa yang akan datang. Konsistensi reaksi pasar saham terhadap ketiga peristiwa politik terkait Jokowi tergantung dari reaksi yang diberikan pasar saham pada setiap peristiwa politik terkait Jokowi. Reaksi pasar saham terhadap peristiwa politik terkait Jokowi dapat tercermin dari perubahan harga pasar pada saham yang bersangkutan dan dapat diukur dengan menggunakan return sebagai nilai perubahan harga pasar saham atau dengan menggunakan abnormal return. Jika setiap peristiwa politik terkait Jokowi memiliki kandungan informasi, maka pasar akan terjadi abnormal return yang signifikan, begitu juga sebaliknya jika tidak memiliki kandungan informasi, maka tidak terjadi abnormal return. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah apakah terdapat reaksi pasar saham terhadap pengumuman Jokowi sebagai calon presiden, pengumuman hasil quick count pemilihan umum presiden dan pengumuman kabinet kerja ? Landasan Teori dan Pengembangan Hipotesis Pasar Modal dan Investasi Saham Pasar modal merupakan pasar berbagai instrumen keuangan jangka panjang dapat diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang maupun modal. Pasar modal menjadi tempat bagi perusahaan untuk mendapatkan dana tambahan dengan menerbitkan saham atau surat berharga jangka panjang dan sebagai tempat alternatif investasi. Investasi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh investor untuk menempatkan dananya pada aset produktif selama periode tertentu dengan harapan akan memeroleh keuntungan atas investasinya. Investasi pada aset produktif dapat berbentuk aset nyata misalnya rumah, tanah dan emas dan dalam bentuk surat berharga misalnya obligasi dan saham (Jogiyanto, 2013:7). Secara umum ada dua bentuk investasi yaitu investasi di sektor riil dan investasi di sektor keungan. Investasi di sektor riil adalah investasi pada aset berwujud misalnya membeli rumah, tanah dan membangun pabrik, sedangkan investasi dalam sektor keuangan adalah investasi dalam bentuk surat berharga, misalnya dengan membeli saham dengan tujuan untuk mendapatkan pendapatan atas investasi saham yang telah dilakukan.
326
Anis Sundiyah I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Pendapatan yang akan diterima investor ketika berinvestasi dalam bentuk saham berupa dividen dan atau capital gain. Pendapatan saham Pendapatan saham merupakan tingkat pengembalian yang diperoleh investor. Pendapatan saham memiliki karateristik high risk-high return, artinya semakin tinggi risiko yang dihadapi semakin banyak pula pendapatan yang diterima. Tujuan investor membeli saham adalah memeroleh pendapatan atas investasi tersebut, baik dalam bentuk dividen dan atau capital gain. Dividen merupakan aliran kas yang diterima investor dari pembagian laba secara periodik, sementara Capital gain merupakan selisih dari harga saham sekarang dengan harga saham periode lalu. Capital gain terjadi ketika harga saham sekarang lebih tinggi dari harga saham periode lalu. Pendapatan saham dibedakan menjadi tiga, yakni pendapatan yang sebenarnya (realized return), pendapatan yang diharapkan (expected return) dan pendapatan yang tidak normal (abnormal return). Realized return adalah pendapatan yang telah terjadi, sementara expected return merupakan pendapatan yang diharapkan akan diperoleh investor di masa yang akan datang. Abnormal return merupakan selisih antara realized return dengan expected return. 1. Realized Return Realized return merupakan pendapatan yang diterima investor atas investasinya. Realized return merupakan pendapatan yang telah terjadi dan dihitung menggunakan data historis (Jogiyanto, 2013:235). Realized return memiliki dua komponen, yaitu pendapatan dividen (deviden yield) dan capital gain (loss). Realized return dapat dihitung menggunakan persamaan: Ri,t
=
, –
,
,
....................................................................................................................(1) Keterangan : Ri,t = Pendapatan yang diterima saham i pada periode t Pi,t = Harga saham i pada periode t = Harga saham i pada periode t-1 P, Jika harga saham sekarang (Pi,t) lebih tinggi dari harga saham periode lalu (Pi(t-1)) berarti terjadi capital gain, atau sebaliknya harga saham sekarang Pi,t lebih rendah dari harga saham periode lalu (Pi(t-1)) berarti terjadi capital loss. 2. Expected return Expected return merupakan pendapatan yang diharapkan diperoleh investor di masa yang akan datang dimana sifatnya belum terjadi. Expected return merupakan besarnya hasil yang diperoleh dari suatu investasi pada berbagai kemungkinan kondisi yang terjadi selama investasi dilakukan (Sudana, 2009:42). Expected return merupakan return yang diharapkan dari investasi yang akan dilakukan (Jogiyanto, 2013:252). Expected return dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan market adjustedmodel. Model ini beranggapan bahwa penduga yang terbaik untuk mengestimasi pendapatan
327
Anis Sundiyah I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
suatu sekuritas adalah pendapatan indeks pasar pada saat tersebut. Berikut ini merupakan cara perhitungan expected return dengan menggunakan market-adjusted model : E[ R,] R , ............................................................................................................................(2) Keterangan: E [Ri,t] = Expected return saham i pada periode t R , = Pendapatan pasar pada periode t
=
Pendapatan pasar dalam penelitian ini dihitung menggunakan IHSG. IHSG merupakan representasi dari kondisi pasar saham di Indonesia. Besarnya R , dihitung dengan persamaan : = R ,
...........................................................................................(3)
Keterangan : R , = Pendapatan pasar pada periode t IHSG = IHSG pada periode t IHSG = IHSG pada periode (t-1) 3. Abnormal return Abnormal return merupakan selisih antara pendapatan yang diperoleh dengan pendapatan yang diharapkan. Abnormal return merupakan kelebihan dari pendapatan yang sebenarnya terjadi terhadap pendapatan yang diharapakan dari suatu pengumuman suatu peristiwa (Jogiyanto, 2013:609). Abnormal return dapat dihitung menggunakan persamaan : R ARi,t = ...............................................................................................................(4) Keterangan : ARi,t = Abnormal return saham i pada periode t Ri,t = Pendapatan yang diterima saham i pada periode t E R , = Expected return saham i pada periode t
,
− E R
,
Pembuktian adanya abnormal return tidak dilakukan untuk setiap sekuritas tetapi dilakukan secara agregat dengan menguji rata-rata pendapatan abnormal (AAR) dan rata-rata pendapatan abnormal kumulatif (CAAR) seluruh sekuritas untuk tiap harinya. Rata-rata pendapatan abnormal (AAR) dihitung menggunakan persamaan : AARt = .....................................................................................................................(5)
∑ " ARi,t
Keterangan : AARt = Average abnormal return pada periode t N = Jumlah saham yang dijadikan sampel ARi,t = Abnormal return saham i pada periode t
328
Anis Sundiyah I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Selain menguji ada tidaknya AAR, maka perlu juga menghitung cumulative average abnormal return (CAAR) yang merupakan akumulasi dari AAR seluruh sampel untuk menguji ada tidaknya abnormal return secara kumulatif selama periode uji. Untuk menghitung rata-rata pendapatan abnormal kumulatif (CAAR) digunakan persamaan : CAARt = ...................................................................................................................(6) Keterangan CAARt = Cumulative average abnormal return pada periode t AARt = Average abnormal return saham pada periode t t = Periode pengujian
∑%" ##$ t
Bentuk efisiensi pasar modal Pasar modal dikatakan efisien ketika harga sekuritas segera mencerminkan informasi yang relevan. Keputusan investasi yang dilakukan oleh para pemodal merupakan reaksi atas informasi yang mereka terima. Semakin cepat informasi baru tercermin pada harga sekuritas, semakin efisien pasar modal tersebut. Harga-harga sekuritas akan cepat menyesuaikan bila ada informasi baru yang muncul, sehingga para investor tidak akan mampu untuk mendapatkan abnormal return karena penyesuaian harga yang cepat terhadap informasi baru menyebabkan terciptanya keseimbangan harga sekuritas saham yang baru pula. Fama (1970) dalam Jogiyanto (2013:548) membagi efisensi pasar modal menjadi tiga bentuk utama berdasarkan tiga informasi, yakni informasi masa lalu, informasi yang sedang dipublikasikan dan informasi privat sebagai berikut : 1. Efisiensi pasar bentuk lemah (weak form), menunjukkan bahwa harga sekuritas saat ini secara penuh mencerminkan semua informasi yang terjadi di masa lalu, Informasi masa lalu ini merupakan informasi yang sudah terjadi, misalnya harga pasar saham historis dan volume perdangangan saham. Harga pasar saham historis tidak mengandung informasi yang bisa dimanfaatkan untuk mendapatkan abnormal return. Efisiensi pasar bentuk lemah berkaitan dengan random walk theory yang menyatakan bahwa data masa lalu tidak berhubungan dengan nilai sekarang. Investor yang hanya mengandalkan harga saham dan data pasar di masa lalu tidak akan mampu memeroleh abnormal return karena harga bergerak secara acak, sehingga tidak dapat digunakan untuk memprediksi harga sekarang. 2. Efisiensi pasar bentuk setengah kuat (semi-strong form), yaitu harga-harga saham menyesuaikan dengan cepat terhadap munculnya semua informasi baru yang dipublikasikan, sehingga harga merefleksikan secara penuh semua informasi publik. Pada efisiensi pasar bentuk setengah kuat, setelah informasi dipublikasikan, investor tidak akan mendapat abnormal return karena harga sekuritas telah mencerminkan seluruh informasi yang dipublikasikan. Bentuk efisiensi setengah kuat diuji dengan melihat apakah terjadi penyesuaian harga saat informasi diumumkan. Apabila pasar telah efisien dalam bentuk setengah kuat, harga saham akan bereaksi dengan cepat begitu informasi dipublikasikan. Jika harga saham tidak berubah setelah informasi publik diumumkan, maka informasi tersebut bukan merupakan informasi yang relevan.
329
Anis Sundiyah I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
3. Efisiensi pasar bentuk kuat (strong form), menyatakan bahwa harga sekuritas sepenuhnya mencerminkan semua informasi, baik informasi masa lalu, informasi publik maupun informasi yang tidak dipublikasikan, sehingga tidak ada investor yang memonopoli akses terhadap informasi yang relevan bagi pembentukan harga saham. Pada efisiensi pasar bentuk kuat, tidak ada informasi yang dapat digunakan investor untuk secara konsisten memeroleh abnormal return. Hubungan antara ketiga bentuk pasar modal yang efisien tersebut disajikan dalam Gambar 1. Strong form Semi-strong form weak form Market data Public information
All information
Gambar 1: Hubungan Antara Ketiga Bentuk Pasar Modal Yang Efisien Sumber : Jones. Charles P. 2002. Investment Analysis and Management. Eight edition. John Wiley & Sons., New York.Pp 320. Gambar 1 menunjukkan efisiensi bentuk lemah berada ditengah dan berisi informasi historis pasar modal. Pasar bentuk setengah kuat terletak di luar pasar bentuk lemah, artinya berisi semua informasi historis pasar modal dan informasi yang dipublikasikan. Efisiensi pasar bentuk kuat terletak di luar pasar bentuk semi kuat, hal ini menunjukkan jika pasar berisi informasi historis, informasi yang dipublikasikan dan informasi yang tidak dipublikasikan. Event study Event study merupakan suatu studi yang mempelajari reaksi pasar saham terhadap suatu peristiwa atau informasi yang dipublikasikan sebagai suatu pengumuman. Event study merupakan salah satu metode penelitian yang menggunakan data pasar keuangan untuk mengukur dampak dari suatu peristiwa spesifik terhadap nilai perusahaan yang tercermin dari harga saham. Event study menggambarkan sebuah teknik riset keuangan empiris yang memungkinkan seseorang menilai dampak dari suatu peristiwa terhadap harga saham perusahaan (Bodie et al, 2006). Event study dapat digunakan untuk menguji kandungan informasi dari suatu pengumuman dan dapat juga digunakan untuk menguji efisiensi pasar bentuk setengah kuat (Jogiyanto, 2013:585). Pengujian kandungan informasi dimaksudkan untuk melihat reaksi dari suatu pengumuman. Jika pengumuman tersebut mengandung informasi, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar. Reaksi pasar saham ditunjukkan dengan adanya perubahan harga dari sekuritas bersangkutan. Reaksi ini dapat diukur dengan
330
Anis Sundiyah I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
menggunakan return sebagai nilai perubahan harga atau dengan menggunakan abnormal return. Jika digunakan abnormal return maka dapat dikatakan bahwa suatu pengumuman yang mempunyai kandungan informasi akan memberikan abnormal return kepada pasar. Sebaliknya yang tidak mengandung informasi maka tidak akan terjadi abnormal return kepada pasar (Jogiyanto, 2013:586). Reaksi pasar saham terhadap faktor eksternal perusahaan Keputusan investasi yang dilakukan oleh para investor sangat dipengaruhi oleh adanya suatu informasi dan saat yang tepat untuk berinvestasi. Informasi tersebut akan mendorong investor untuk membeli atau menjual saham. Keputusan investor untuk membeli dan menjual saham bergantung pada ekspektasi mereka terhadap suatu informasi. Investor akan mengambil keputusan membeli jika dianggap terdapat isyarat positif yang terkandung dalam informasi tersebut, begitu juga sebaliknya, investor akan mengambil keputusan menjual jika terdapat isyarat negatif yang terkandung dalam informasi tersebut. Informasi yang menjadi pertimbangan investor dalam melakukan keputusan investasi berasal dari faktor internal yang berkaitan dengan corporate action dan faktor eksternal perusahaan. Faktor internal yang berkaitan dengan corporate action misalnya kebijakan merger dan akuisisi, pengumuman dividen, stock split, dan segala sesuatu yang terkait dengan peristiwa dari dalam perusahaan, sedangkan faktor eksternal berkaitan dengan kondisi ekonomi, politik, sosial dan segala peristiwa di luar perusahaan. Pengaruh dari peristiwa yang berasal dari faktor eksternal dapat berdampak langsung terhadap nilai perusahaan yang tercermin dari harga pasar sahamnya sehingga dapat memengaruhi pendapatan yang diharapkan investor. Sudana (2011:9) menyatakan “Pengaruh faktor-faktor eksternal tersebut dapat melalui internal yang dapat memengaruhi keputusan investasi dan pendanaan, dan selanjutnya dapat berdampak pada pendapatan yang diharapkan atau langsung memengaruhi harga pasar saham perusahaan di pasar modal”. Setiap peristiwa yang terjadi akan memiliki kandungan informasi yang nantinya akan dijadikan pertimbangan dalam membuat keputusan investasi. Informasi ini akan memberikan isyarat positif atau isyarat negatif tergantung ekspektasi pasar terhadap informasi yang diperoleh dari sebuah peristiwa. Jika kandugan informasi dianggap akan menguntungkan, pasar akan memberikan reaksi positif dengan melakukan pembelian saham, sehingga harga pasar saham dapat mengalami kenaikan, sebaliknya pasar akan bereaksi negatif jika informasi yang terkandung dalam sebuah peristiwa dirasa tidak menguntungkan, sehingga pasar akan lebih tertarik menjual sahamnya dan harga pasar saham akan mengalami penurunan. Pasar juga tidak bereaksi apabila kandungan informasi pada sebuah peristiwa dianggap tidak bernilai. Perbedaan reaksi pasar saham menyababkan harga saham berubah-ubah seiring ekspektasi pasar terhadap informasi yang dianggap relevan. Perubahan harga saham akan berdampak pada pendapatan yang akan diperoleh investor. Dengan kata lain investor mengharapkan memeroleh abnormal return dari investasinya ketika dapat memanfaatkan kandungan informasi yang ada pada sebuah peristiwa. Idealnya abnormal return terjadi pada saat event (t0), namun bisa saja terjadi abnormal return sebelum dan sesudah tanggal diumumkannya suatu informasi baru. Elton dan Gruber (1995:430-431) menyatakan bahwa terjadinya abnormal return pada waktu sebelum t0 disebabkan oleh: (1) new release tentang akan adanya pengumuman penting telah dilepas ke pasar sebelum tanggal pengumuman itu sendiri dan pesan yang timbul akan ada pengumuman penting dapat memberi informasi adanya kejutan, (2) terjadi kebocoran informasi. Abnormal return yang terjadi setelah t0 dapat disebabkan oleh: (1)
331
Anis Sundiyah I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
informasi datang terlambat kepasar pada hari pengumuman, (2) informasi memerlukan waktu untuk direfleksikan pada harga. Penelitian Terdahulu Peneltian terdahulu yang dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Luhur (2009) tentang reaksi pasar modal Indonesia seputar pemilihan umum 2009 pada saham LQ-45 dengan menggunakan uji statistik one sampel t-test menunjukkan hasil adanya abnormal return signifikan di sekitar tanggal pemilihan umum. Serupa dengan penelitian Suprati (2010 ) tentang pengaruh pergantian menteri keuangan terhadap abnormal return saham LQ 45 pada tanggal 10 juli. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat abnormal return yang signifikan selama periode uji. Penelitian lain tentang peristiwa politik dilakukan oleh Pantzalis, et al (2000) yang bertujuan untuk meneliti abnormal return pada 33 negara disekitar tanggal pemilihan jabatan politik selama periode 1974-1975. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat abnormal return positif yang signifikan pada periode dua minggu setelah pemilihan umum dilaksanakan. Penelitian lainnya dilakukan oleh Yulong et al (2003) yang bertujuan untuk menguji dampak dari peristiwa politik pada perusahaan Amerika yang melakukan join venture dengan perusahaan Cina terhadap pendapatan sahamnya. Penelitian ini memilih peristiwa Tiananmen square sebagai peristiwa politiknya dengan sampel berjumlah 94 perusahaan Amerika yang melakukan join venture dengan perusahaan Cina. Hasil penelitian menunjukkan adanya abnormal return negative signifikan pada saat peristiwa. Penelitian terhadap dampak peristiwa politik juga dilakukan oleh Chen, et al (2005) yang menguji sembilan peristiwa politik selama tahun 1996-2002 terhadap institusi investor asing di Taiwan, yakni Qualified Foreign Institution Investor (QFII) terhadap pendapatan sahamnya. Sampel yang digunakan berjumlah 100 perusahaan dan dibagi menjadi dua subgroup (50 perusahaan dengan high–QFII portofolio dan 50 perusahaan dengan low–QFII portofolio). Hasil penelitian menunjukkan terdapat abnormal return yang signifikan selama periode uji dari sembilan peristiwa politik di kedua subgroup penelitian. Hipotesis Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka, hipotesis yang diajukan adalah terdapat reaksi pasar saham terhadap pengumuman Jokowi sebagai calon presiden, pengumuman hasil quick count pemilihan umum presiden dan pengumuman kabinet kerja. Metode Penelitian Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif karena menggunakan data statistik untuk mengetahui reaksi pasar saham terhadap pengumuman Jokowi sebagai calon presiden, pengumuman hasil quick count pemilihan umum presiden dan pengumuman kabinet kerja yang diukur dengan average abnormal return (AAR) dan cumulative average abnormal return (CAAR) dengan menggunakan model analasis event study dengan periode uji selama 11 hari perdagangan bursa. Pengujian terhadap hipotesis menggunakan one
332
Anis Sundiyah I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
sample t-test terhadap average abnormal return (AAR) dan cumulative average abnormal return (CAAR) untuk mengetahui reaksi pasar saham pada setiap peristiwa politik terkait Jokowi Definisi Operasional Untuk memudahkan pemahaman dan memberikan gambaran yang lebih jelas dari variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini, maka berikut ini definisi operasional masing-masing variabel beserta cara pengukurannya : 1. Rata-rata pendapatan abnormal (AAR), merupakan rata-rata abnormal return harian dari seluruh sampel selama periode uji, diukur dengan persamaan (5) 2. Rata-rata pendapatan abnormal kumulatif (CAAR), merupakan akumulasi dari AAR seluruh sampel untuk menguji ada tidaknya abnormal return secara kumulatif selama periode uji, diukur dengan persamaan (6) Prosedur Penentuan Sampel Populasi dan penelitian ini adalah perusahaan yang telah go public di Bursa Efek Indonesia tahun 2014. Sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling dengan kriteria sebagai berikut : 1. Perusahaan yang menjadi sampel penelitian tidak mengeluarkan pengumuman berupa corporate action seperti pengumuman merger, akuisisi, stock split, pembagian dividen, dan pengumuman penting lainnya selama periode uji. 2. Saham tersebut aktif diperdagangkan selama periode uji. Menurut surat edaran Bursa Efek Jakarta No. SE-03/BEJ/II-1/1994, kriteria saham aktif yang diperdagangkan adalah saham yang mempunyai frekuensi perdagangan minimal 75 kali atau lebih dalam tiga bulan atau 300 kali atau lebih setiap tahunnya. 3. Data perusahaan yang dibutuhkan dalam penelitian ini tersedia selama periode pengujian. Teknik Analisis
1.
2.
3. 4. 5. 6.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut : Menentukan tanggal terjadinya peristiwa (t0), yakni pada saat pengumuman Jokowi sebagai calon presiden tanggal 14 Maret 2014, pada saat pengumuman hasil quick count pemilihan umum presiden tanggal 10 Juli 2014 dan pada saat pengumuman kabinet kerja tanggal 27 Oktober 2014. Menentukan periode uji, yaitu selama 11 hari perdangan bursa saham di sekitar pengumuman (5 hari sebelum pengumuman, saat pengumuman, 5 hari setelah pengumuman) Menghitung realized return saham yaitu pendapatan yang diterima investor berupa capital gain (loss) selama periode uji dengan menggunakan persamaan (1) Menghitung expected return menggunakan market adjusted model selama priode uji dengan menggunakan persamaan (3) Menghitung abnormal return yaitu selisih realized return dengan expected return dengan menggunakan persamaan (4) Menghitung average abnormal return selama periode uji dengan menggunakan persamaan (5)
333
Anis Sundiyah I Made Sudana
Jurnal Manaje ajemen Bisnis Indonesia Vol. l. 2, Nomor 3, Juni 2015
7. Melakukan uji hipotesis AAR A menggunakan uji t: a. Merumuskan uji hipote tesis statistik sebagai berikut : H0 : AARt = 0, tidak terdapat te reaksi pasar saham terhadap pengum umuman Jokowi sebagai calon presiden, n, pengumuman hasil quick count pemilihan n umum presiden dan pengumuman kabinet ka kerja. H1 : AARt ≠ 0, terdapa pat reaksi pasar saham terhadap pengumuman an Jokowi sebagai calon presiden, pengu gumuman hasil quick count pemilihan umum um presiden dan pengumuman kabinet ka kerja. b. Menetapkan besarnyaa tingkat t signifikan sebesar = 5% c. Menetapkan kriteriaa dditerima atau ditolaknya hipotesis nol (H0) dalam pengambilan keputusan dengan bant ntuan program SPSS sebagai berikut : H0 diterima bila signifi ifikansi nilai t ≥ 0,05, yang berarti tidak terdap dapat reaksi pasar saham terhadap pengumuman an Jokowi sebagai calon presiden pengumum uman hasil quick count pemilihan umum presid siden dan pengumuman kabinet kerja. H0 ditolak bila signif nifikansi nilai t < 0,05, yang berarti terdapa pat reaksi pasar saham terhadap pengumuman an Jokowi sebagai calon presiden, pengumum uman hasil quick count pemilihan umum presid siden dan pengumuman kabinet kerja. 8. Menghitung cumulativee average a abnormal return (CAAR) seluruh sampel s selama periode uji dengan menggunakan n persamaan (6) 9. Melakukan uji hipotesis CAAR C menggunakan uji t a. Merumuskan uji hipot otesis statistik sebagai berikut : H0 : CAARt = 0, tidak tid terdapat reaksi pasar saham terhadapp pengumuman Jokowi sebagai calon ppresiden, pengumuman hasil quick count pem emilihan umum presiden dan pengumum man kabinet kerja. H1 : CAARt ≠ 0, terd erdapat reaksi pasar saham terhadap pengum muman Jokowi sebagai calon presiden, en, pengumuman hasil quick count pemilihan an umum presiden dan pengumuman kabinet k kerja. b. Menetapkan besarnya ya tingkat signifikan sebesar = 5% c. Menetapkan kriteria ia diterima atau ditolaknya hipotesis nol (H0) dalam pengambilan keputusan dengan ban antuan program SPSS sebagai berikut : H0 diterima bila signi nifikansi nilai t ≥ 0,05 yang berarti tidak terdap dapat reaksi pasar saham terhadap pengumumaan Jokowi sebagai calon presiden, pengumum uman hasil quick count pemilihan presiden dan da pengumuman kabinet kerja. H0 ditolak bila signi nifikansi nilai t < 0,05 yang berarti terdapa pat reaksi pasar saham terhadap pengumumaan Jokowi sebagai calon presiden, pengumum uman hasil quick count pemilihan umum pres esiden dan pengumuman kabinet kerja. 10. Membandingkan secaraa diskriptif d hasil reaksi pasar saham terhadap ap pengumuman Jokowi sebagai calon presiden,, pengumuman hasil quick count pemilihan an umum presiden dan pengumuman kabinet ker erja untuk melihat konsistensi reaksi secara kes eseluruhan. Hasil dan Pembahasan Deskripsi Hasil Penelitian Penelitian ini dilakuk ukan terhadap perusahaan yang telah go public p di Bursa Efek Indonesia tahun 2014 Sesuaii prosedur p penentuan sampel diperoleh sampel el sebanyak :
334
Anis Sundiyah I Made Sudana
Jurnal Manaje ajemen Bisnis Indonesia Vol. l. 2, Nomor 3, Juni 2015
1. Pada saat pengumuman Jokowi Jo sebagai calon presiden tanggal 14 Mar aret 2014 sebanyak 230 perusahaan. en tanggal 10 Juli 2014 2. Pada saat pengumuman hhasil quick count pemilihan umum presiden sebanyak 316 perusahaan 3. Pada saat pengumuman ka kabinet kerja tanggal 27 Oktober 2014 sebanya yak 339 perusahaan. Tabel 1 memperlihatka tkan nilai average actual return, expected retu turn, average abnormal return dan cumulative avera erage abnormal return saham perusahaan yyang menjadi sampel penelitian pada peristiwa polit litik terkait Jokowi selama periode uji. Tabel 1 Average Actual Return,, E Expected Return, Average Abnormal Return rn dan Cumulative Avera rage Abnormal Return Selama Periode Uji
Pada pengumuman Jo Jokowi sebagai calon presiden, mayoritas average a actual return bernilai positif dengan nilaii tertinggi t terdapat pada t0 sebesar 0,0386 sed sedangkan nilai average actual return terendah terdap apat pada t+2 sebesar -0,0170. Nilai tertinggi gi expected return juga terdapat pada t0 sebesar 0,03 0323 dan nilai expected return terendah terdap apat pada t+4 sebesar 0,0254. Mayoritas AAR berni nilai positif dengan nilai tertinggi terdapat pada pa t+1 sebesar 0,0287 sedangkan nilai terendah terdapat te pada t-1 sebesar -0,0066. Semu ua nilai CAAR pada pengumuman Jokowi sebagai ai calon presiden benilai positif dengan nilaii ttertinggi terdapat pada t+5 sebesar 0,0495 dan nilai ai terendah terdapat pada t-1 sebesar 0,0006.. Nilai AAR dan CAAR yang didominasi oleh nilaii positif p menunjukkan bahwa pengumuman n Jokowi sebagai calon peresiden merupakan good new ews bagi pasar sehingga pasar saham akan ber ereaksi positif. Pada pengumuman Jo Jokowi sebagai calon presiden, mayoritas average a actual return bernilai positif dengan nilaii tertinggi t terdapat pada t0 sebesar 0,0386 sedangkan sed nilai average actual return terendah terdapa pat pada t+2 sebesar -0,0170. Mayoritas AAR bernilai positif dengan
335
Anis Sundiyah I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
nilai tertinggi terdapat pada t+1 sebesar 0,0287 sedangkan nilai terendah terdapat pada t-1 sebesar -0,0066. Semua nilai CAAR pada pengumuman Jokowi sebagai calon presiden benilai positif dengan nilai tertinggi terdapat pada t+5 sebesar 0,0495 dan nilai terendah terdapat pada t1 sebesar 0,0006. Nilai AAR dan CAAR yang didominasi oleh nilai positif menunjukkan bahwa pengumuman Jokowi sebagai calon peresiden merupakan good news bagi pasar sehingga pasar saham akan bereaksi positif. Pada pengumuman hasil quick count, mayoritas nilai average actual return dan nilai expected return bernilai positif. Nilai average actual return tertinggi terdapat pada t+4 sebesar 0,0087 sedangkan nilai terendah terdapat pada t+1 sebesar -0,0052. Terdapat enam AAR bernilai positif dan lima AAR bernilai negatif. Nilai AAR tertinggi terdapat pada t-4 sebesar 0,0095 dan nilai terendah terdapat t-2 sebesar -0,0123. Mayoritas nilai CAAR bernilai negatif karena hanya terdapat dua CAAR yang bernilai positif dengan nilai tertinggi pada t-4 sebesar 0,0080 sedangkan nilai CAAR terendah terdapat pada t0 sebesar -0,0175. Banyaknya nilai AAR positif dan AAR negatif yang cukup seimbang sementara CAAR didominasi oleh angka negatif menunjukkan bahwa pasar menganggap pengumuman tersebut sebagai bad news sehingga pasar akan bereaksi negatif. Pada pengumuman kabinet kerja, nilai average actual return tertinggi terdapat pada t+2 sebesar 0,0136 sedangkan nilai terendah terdapat pada t0 sebesar -0,0040. Nilai expected return tertinggi terdapat pada t+2 sebesar 0,0145 sedangkan nilai terendah terdapat pada t0 sebesar 0,0096. Terdapat enam nilai AAR positif dan lima nilai AAR negatif dengan nilai AAR tertinggi tedapat pada t0 sebesar 0,0057 sedangkan nilai terendah terdapat pada t+4 sebesar -0,0041. Mayoritas CAAR bernilai positif dengan nilai tertinggi terdapat pada t+3 sebesar 0,0158 sedangkan nilai terendah terdapat pada t-2 sebesar -0,0006, dengan kata lain pasar menganggap pengumuman tersebut sebagai good news sehingga pasar saham akan bereaksi positif. Analisis Average Abnormal Return (AAR) Hasil analisis reaksi pasar saham terhadap peristiwa politik terkait Jokowi yang diukur dengan menggunakan AAR dipaparkan pada Tabel 2.
336
Anis Sundiyah I Made Sudana
Jurnal Manaje ajemen Bisnis Indonesia Vol. l. 2, Nomor 3, Juni 2015 Tabel 2 AAR dan Hasil Uji Signifikansi
* sig ignifikan pada tingkat α= 5%
pa tingkat α= 5% * signifikan pada Pada pengumuman Jokowi Jo sebagai calon presiden terdapat empa pat AAR bernilai positif signifikan pada t-5, t0, t+3 dan an t+4 dan satu AAR bernilai negatif signifika ikan pada t-1, sementara pada pengumuman hasil quickk count pemilihan umum presiden, terdapat tiga tig AAR bernilai positif signifikan pada t-4, t+1, t+55 dan tiga AAR bernilai negatif signifikan pada p t-2, t0, t+3. Pada pengumuman kabinet kerja,, terdapat t tiga AAR bernilai positif signifikann pada t-1, t0, t+1, dan satu AAR bernilai negatif signi nifikan terdapat pada t+4. Nilai AAR positif signifikan sig menunjukkan bahwa pasar memb mberikan reaksi positif terhadap peristiwa politik ter erkait Jokowi. Sebaliknya, nilai AAR negatif tif menunjukkan bahwa pasar memberikan reaksi yan ang negatif terhadap peristiwa politik terka kait Jokowi. Gambar 2 memperlihatkan pergerakan nilai ni AAR pada peristiwa politik terkait Jokowi wi.
Gamba bar 2 : Pergerakan AAR selama periode uji Berdasarkan pergeraka kan nilai AAR pada Gambar 2 tampak bahwa pasar p memeroleh AAR tertinggi pada t+1 setelah peng ngumuman Jokowi sebagai calon presiden dan an memeroleh AAR
337
Anis Sundiyah I Made Sudana
Jurnal Manaje ajemen Bisnis Indonesia Vol. l. 2, Nomor 3, Juni 2015
terendah pada t-2 sebelum pen engumuman hasil quick count pemilihan umum um presiden. Pada pengumuman kabinet kerja nil nilai AAR relatif lebih stabil dibandingkan duaa pengumuman p lainnya. Analisis Cumulative Averagee Abnormal Return (CAAR) Hasil analisis reaksii pasar p saham terhadap peristiwa politik terka kait Jokowi yang dukur dengan menggunakan CAAR terdapat t pada Tabel 3. Tabel 3 CAAR dan Hasil Uji Signifikansi
ikan pada tingkat α= 5% * signifik
* signifikan pada pa tingkat α= 5% Tabel 3 memperlihat atkan bahwa pada pengumuman Jokowi sebagai se calon presiden terdapat lima nilai CAAR positif signifikan pada t-5, t–3, t–2 dan an t0, sementara pada pengumuman hasil quick coun unt pemilihan umum presiden terdapat dua CAAR C bernilai positif signifikan pada t-4 dan t-3 dan an satu CAAR bernilai negatif signifikan pada da t0. Pada pengumuman kabinet kerja terdapat enam nilai n CAAR positif signifikan, yakni pada t-4 4, t0, t+1, t+2, t+3 dan t+4. CAAR bernilai positif signifikan sig dikarenakan terdapat kandungan informasi inf yang dianggap sebagai isyarat positif oleh pasar p sehingga pasar bereaksi positif, sedan angkan CAAR bernilai negatif signifikan dikarenaka kan terdapat kandungan informasi yang dian ianggap sebagai isyarat negatif oleh pasar sehingga pasar pa bereaksi negatif. CAAR bernilai positiff signifikan s dikarenakan terdapat kandungan informasi asi yang dianggap sebagai isyarat positif olehh pasar sehingga pasar bereaksi positif, sedangkan CAAR C bernilai negatif signifikan dikarenaka kan terdapat kandungan informasi yang dianggap sebag bagai isyarat negatif oleh pasar sehingga pasarr bbereaksi negatif Gambar 3 memperlihatkan per ergerakan nilai CAAR pada peristiwa politik terkait te Jokowi.
338
Anis Sundiyah I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
0.06 0.05 CAAR Pengumuman Jokowi Sebagai Calon Presiden
0.04 0.03 0.02
CAAR Pengumuman Hasil Quick Count Pemilu Presiden
0.01 0.00 -0.01
t-5 t-4 t-3 t-2 t-1 t+0 t+1 t+2 t+3 t+4 t+5
CAAR pengumuman Kabinet Kerja
-0.02 -0.03
Gambar 3 : Pergerakan CAAR selama periode uji Tampak pada Gambar 3 bahwa pergerakan nilai CAAR pengumuman Jokowi sebagai calon presiden sama dengan pergerakan nilai CAAR pada pengumuman kabinet kerja, yakni nilai CAAR cenderung mengalami peningkatan dan bernilai positif. Sebaliknya, pergerakan nilai CAAR pada pengumuman hasil quick count pemilihan umum presiden cenderung mengalami penurunan dan bernilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa pengumuman Jokowi sebagai calon presiden dan pangumuman kabinet kerja konsisten direaksi positif oleh pasar dan tidak konsiten dengan reaksi pada pengumuman hasil quick count pemilihan umum presiden karena pasar bereaksi negatif terhadap pengumuman tersebut. Reaksi pasar saham terhadap pengumuman Jokowi sebagai calon presiden Hasil analisis pada Tabel 2 menunjukkan bahwa terdapat nilai AAR positif signifikan pada t-5 sebelum pengumuman Jokowi sebagai calon presiden. AAR positif signifikan pada t-5 sebelum pengumuman menunjukkan bahwa informasi kepastian pencalonan Jokowi telah diketahui publik beberapa hari sebelumnya. Nilai AAR negatif signifikan terdapat pada t-1 sebelum pengumuman dikarenakan pasar mulai ragu dengan informasi yang mereka peroleh karena belum juga ada pengumuman secara resmi dari PDI-P terkait pencalonan Jokowi sebagai presiden. Akhirnya pada tanggal 14 maret 2014 pukul 14.40 WIB, Puan Maharani selaku ketua Bappilu PDI-P secara resmi mengumumkan Jokowi sebagai calon presiden mewakili PDI-P dan sesaat setelah pengumuman, pasar langsung memberikan reaksi positif hingga membuat IHSG naik sebesar 3,23%. Reaksi positif yang terjadi pada t0 atau pada saat pengumuman terjadi ditunjukkan dengan AAR yang bernilai positif signifikan. Pasar sangat menyambut baik pencalonan Jokowi sebagai presiden mengingat Jokowi dinilai memiliki program kerja dan etos kerja yang bagus, jejak rekam yang bersih, pro rakyat, pekerja keras dan tegas sehingga membuat pasar optimis terhadap kondisi perekonomian Indonesia di masa mendatang akan semakin lebih baik dan menguntungkan apabila dipimpin oleh Jokowi. Hal ini didukung oleh hasil beberapa lembaga survei yang menunjukkan bahwa popularitas dan elektabilitas Jokowi selalu menempati urutan teratas sebagai calon presiden 2014 pilihan rakyat serta dengan adanya publikasi yang masif tentang hal-hal positif terkait Jokowi membuat figur Jokowi mendapat tempat tersendiri di hati rakyat. AAR juga bernilai positif signifikan pada t+3, t+4 setelah pengumuman Jokowi sebagai calon presiden karena pasar masih
339
Anis Sundiyah I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
merasakan euforia atas pencalonan Jokowi sebagai presiden. Akan tetapi euforia tersebut tidak berlangsung lama karena pada t+5, nilai AAR menunjukan hasil yang tidak signifikan, hal ini menunjukkan bahwa kandungan informasi yang diperoleh pasar dari pengumuman Jokowi sebagai calon presiden diterima pasar dengan cepat. Berdasarkan nilai CAAR, menujukkan bahwa investor yang melakukan transaksi selama periode uji akan memeroleh CAAR positif dan signifikan pada t-5, t-3, t-2 sebelum pengumuman dan pada t0 atau pada saat pengumuman terjadi Hal ini menandakan pasar menganggap pencalonan Jokowi sebagai presiden dinilai sudah tepat serta mendukung pencalonan tersebut. Hal ini didukung oleh pernyataan Fadjar Adrianto selaku peneliti ekonomi dan pasar modal Bank Danamon dalam wartaekonomi.com tanggal 15 maret 2014, bahwa pencalonan Jokowi sebagai presiden akan berdampak positif bagi pertumbuhan prekenomian Indonesia, khususnya dalam pemberantasan korupsi, pembenahan sektor ekonomi dan perbaikan infrastruktur yang lebih baik. Reaksi pasar saham terhadap pengumuman hasil quick count pemilihan umum presiden. Dari analisis Tabel 2, nilai AAR positif signifikan dan nilai AAR negatif signifikan terjadi secara bergantian selama periode uji menunjukkan bahwa pengumuman hasil quick count pemilihan umum presiden direaksi tidak konsisten oleh pasar. Hal ini dikarenakan terdapat banyak informasi yang membingungkan pasar sehingga membuat pasar tidak yakin terhadap hasil prediksi pemenang quick count pemilihan umum presiden. Informasi yang membingungankan pasar diakibatkan oleh perbedaan prediksi pemenang hasil quick count pemilihan presiden dimana dari 12 lembaga survei, delapan lembaga survei memenangkan pasangan Jokowi-Jusuf Kalla, sementara empat lembaga survei lainnya memenangkan pasangan Prabowo-Hatta. Quick count pemilihan umum presiden tanggal 10 juli 2014 menimbulkan polemik tersendiri bagi pasar karena banyaknya informasi yang tidak konsisten dan membingungan. Adanya perbedaan hasil quick count antara dua pasangan calon presiden membuat masingmasing pasangan mengklaim kemenangannya dalam hasil quick count dan membuat pasar semakin bingung dalam menentukan keputusan investasi yang tepat mengingat belum adanya kepastian pemenang hasil real count pemilihan umum presiden. Hal ini didukung oleh pernyataan Satrio Utomo selaku Kepala Riset PT Universal Broker dalam tempo.com tanggal 11 Juli 2014 bahwa dua calon presiden yang mengklaim kemenangan dapat menimbulkan konflik, sehingga pelaku pasar cenderung berhati-hati. Berdasarkan nilai CAAR pada pengumuman hasil quick count pemilihan umum presiden menunjukkan bahwa investor yang melakukan transaksi sampai dengan t-4 dan t-3 akan memeroleh CAAR positif dan signifikan, selebihnya investor akan memeroleh CAAR negatif hingga akhir periode uji. Tren menurun dimulai pada t-2 hingga akhir periode dikarenakan banyaknya informasi asimetris yang diperoleh dari pengumuman hasil quick count pemilhan umum presiden dan dianggap sebagai isyarat negatif sehingga pasar bereaksi negatif. Reaksi pasar saham terhadap pengumuman kabinet kerja Berdasarkan analisis pada Tabel 2, AAR bernilai positif signifikan pada t-1 dikarenakan publik sudah mengetahui nama-nama yang akan dipilih Jokowi dalam kabinet kerja dan pada t0 serta t+1 setelah pengumuman kabinet kerja, AAR bernilai positif signifikan karena pasar menilai
340
Anis Sundiyah I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
nama-nama dalam kabinet kerja telah sesuai dengan jabatannya. Pada t+4, AAR bernilai negatif signifkan karena setelah Jokowi resmi mengumumkan struktur dan nama-nama dalam kabinet kerja, terjadi polemik akibat adanya sedikit keraguan atas komitmen Jokowi untuk membentuk kabinet yang bersih dianggap tidak terealisasi dengan baik karena masih terdapat beberapa nama yang dianggap bermasalah dalam rekam jejak jabatan sebelumnya maupun dari aspek kapabilitasnya. Mayoritas CAAR bernilai positif dan signifikan pada t-4, t0, t+1, t+2, t+3 dan t+4 dan hanya terdapat satu CAAR yang bernilai negatif, yakni pada t-2. Secara akumulasi, investor yang melakukan transaksi selama periode uji akan mendapatkan keuntungan. Hal ini dikarenakan pasar menganggap nama-nama yang terdapat dalam kabinet kerja dinilai memiliki kredibilitas yang baik, berpengalaman dan profesional sehingga membuat pasar optimis jika kabinet kerja yang dibentuk Jokowi dapat membuat perekonomian Indonesia lebih baik untuk kedepannya meskipun terdapat beberapa nama yang dianggap bermasalah dalam rekam jejak jabatan sebelumnya, hal ini didukung dengan pernyatan Hariyadi Sukamdani selaku wakil ketua umum Kadin dalam Bidang Fiskal dalam jurnalasia.com tanggal 26 Oktober 2014 bahwa nama-nama menteri, khususnya di bidang ekonomi telah diisi oleh orang-orang yang profesional di bidangnya. Konsistensi reaksi pasar saham terhadap peristiwa politik terkait Jokowi Dari hasil analisis AAR pada Tabel 2 dan analisis CAAR pada tabel 3, memperlihatkan bahwa mayoritas nilai AAR dan nilai CAAR pada pengumuman Jokowi sebagai calon presiden dan pada pengumuman kabinet kerja bernilai positif, sementara pada pengumuman hasil quick count pemilihan umum presiden terdapat enam AAR bernilai positif dan lima AAR bernilai negatif dengan mayoritas CAAR bernilai negatif. Berdasarkan analisis nilai AAR dan nilai CAAR, terdapat konsistensi reaksi positif pada pengumuman Jokowi sebagai calon presiden dan pada pengumuman kabinet kerja dan tidak konsisten dengan reaksi pasar saham terhadap pengumuman hasil quick count pemilihan umum presiden karena pasar memberikan reaksi negatif. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dipaparkan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Terdapat reaksi pasar saham terhadap pengumuman Jokowi sebagai calon presiden tanggal 14 Maret 2014, yakni mayoritas AAR dan CAAR bernilai positif signifikan menunjukkan bahwa kandungan informasi yang diperoleh dianggap good news sehingga pasar bereaksi positif. 2. Terdapat reaksi pasar saham terhadap pengumuman hasil quick count pemilihan umum presiden tanggal 10 Juli 2014, yakni tiga hari AAR bernilai positif signifikan dan tiga hari AAR bernilai negatif signifikan dengan mayoritas CAAR bernilai negatif menunjukkan bahwa kandungan informasi yang diperoleh dianggap bad news sehingga pasar bereaksi negatif. 3. Terdapat reaksi pasar saham pada saat pengumuman kabinet kerja tanggal 27 Oktober 2014, yakni mayoritas AAR dan CAAR yang bernilai positif signifikan menunjukkan bahwa kandungan informasi yang diperoleh dianggap good news sehingga pasar bereaksi positif.
341
Anis Sundiyah I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
4. Reaksi positif pasar saham terhadap pengumuman Jokowi sebagai calon presiden konsisten dengan reaksi pasar saham terhadap pengumuman kabinet kerja dan tidak konsisten dengan reaksi pasar saham terhadap pengumuman hasil quick count pemilihan umum karena pasar bereaksi negatif.
Daftar Pustaka Bodie, Zvi et al.2006. tanpa tahun. Investasi. Terjemahan oleh Zuliani Dalimunte dan Budi Wibowo. 2006. Jakarta : Salemba Empat Brown, Stephen J. Dan Warner, Jerold B. (1980). Measuring Security Price Performance. Journal of Financial Economics. No. 8: 205-258. ______________. (1985). Using Daily Stock Returns: The Case of Event Studies.Journal of Financial Economics. No. 14: 3-31 Charles, Jones P. 2002. Investment Analysis and Management. 8th edition. United States of America: Jhon Willeyend Sons.Inc Elton, Edwn J. and Martin J. Gruber. 1995. Modern Portofolio Theory and Investment Analysis. Fifth edition. United States of America : John Willey & Sons.Inc Fama, Eugene F. 1970. Efficient Capital; Markets : A review of theory and empirical work . The Journal of Finance. Vol 25 (2). 383-487 Hartono, Jogiyanto. 2013. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. BPFE Yogyakarta. Edisi Kedelapan. Yogyakarta. Hirt, Geoffrey A and Stanley B. Block. 2003. Fundamentals of Investment Management. 7th edition. New York : The McGraw-Hill Company inc Kritzman, Mark P. 1994. What Practitioners Need to Know Abaut Event Studies. Financial analysis Journal. 17-21 MacKinlay, A. Craig, 1997,Event Studies in Economics and Finance, Journal of Economic Literature, Vol.XXXV (March), h.13-39. Madura, Jeff. 2006. Financial institusions and markets. 7th edition. Thomson South-Western Paharizal, 2014. Jokowi calon Presiden Blusukan, Yogyakarta : Cakrawala Pantzalis, Christos et a.,2000. Political elections and the resolution of incertanty : the international evidence. Journal of banking and finance. 1575-1604
342
Anis Sundiyah I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Reilly, Frank K and Keith C Brown, 2012. Analysis of Investment and Management of Portofolios. 10th edition. South-Western: Cengage learning Sudana, I Made. 2011. Manajemen Keuangan Perusahaan Teori dan Praktik. Jakarta : Airlangga
343
Syaifuddin Fahmi
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
ANALISIS PERENCANAAN STRATEGI PEMASARAN PADA PT. HAPEEL PHARMINDO Oleh Syaifuddin Fahmi STIE Kertanegara Malang Email:
[email protected] Abstrak PT. Hapeel Pharmindo adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang pemasaran produk farmasi dan obat-obatan dengan cakupan pemasaran wilayah kabupaten dan kota di jawa timur, jawa tengah, pulau bali, kalimantan dan NTT. Hadirnya banyak pesaing baru khususnya yang bergerak dalam bidang pemasaran produk farmasi membuat perusahaan melakukan banyak cara untuk meningkatkan volume penjualan, diantaranya adalah dengan merumuskan strategi pemasaran yang tepat. Hasil analisis keuangan yang dilakukan oleh peneliti pada periode dua tahun terakhir menunjukkan adanya penurunan volume penjualan, hal ini yang kemudian dianggap penting untuk diketahui terkait dengan dimanakah posisi perusahaan dalam persaingan usaha melalui beberapa tahapan analisis lingkungan baik internal maupun eksternal. Hasil analisis SAP (Strategy Advantage Profile) menunjukkan bahwa posisi persaingan PT. Hapeel Pharmindo ada pada posisi Favorable (aman), dengan nilai tertimbang sebesar 3,63. Posisi ini berarti perusahaan memiliki kekuatan tertentu yang tidak di miliki oleh pesaing, yang dapat dimaksimalkan sehingga menjadi keunggulan kompetitif. Matriks ETOP (Environmental Threat and Opportunity Profile) menjelaskan bahwa posisi perusahaan berada pada posisi usaha ideal dengan nilai tertimbang 3,94, yang artinya PT. Hapeel Pharmindo masih memiliki peluang untuk dapat mengembangkan bisnis secara maksimal, dikarenakan potensi bisnis masih terbuka lebar. Hal yang serupa juga ditunjukkan dari hasil mapping menggunakan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity dan Threet). Posisi PT. Hapeel Pharmindo berada pada kuadran II, yang artinya bahwa meskipun perusahaan menghadapi berbagai ancaman dari lingkungan eksternal, namun masih memiliki kekuatan dari segi internal yang bisa dikembangkan dan dimaksimalkan. Strategi yang tepat untuk digunakan oleh perusahaan adalah dengan melakukan diversifikasi melalui inovasi dan pengembangan strategi pemasaran Keyword : Perencanaan strategi, marketing, ETOP, SWOT, SAP. I.
Pendahuluan
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan telah mendorong penemuan obat-obatan baru yang lebih baik dan berkualitas guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Pelayanan kesehatan yang optimal menjadi suatu keharusan, dimana obat harus ditangani secara ketat dalam pembuatan sampai pada proses distribusi ke konsumen. Industri farmasi sebagai produsen obat, mempunyai kewajiban moral dan tanggung jawab sosial untuk senantiasa menghasilkan obat yang bermutu serta menjamin obat-obatan tersebut sampai ke tangan mesyarakat dengan tepat. Berdasarkan akan adanya kebutuhan yang cukup besar akan jalur distribusi produk farmasi di Indonesia, maka bermunculan usaha-usah yang bergerak dibidang distribusi produk farmasi yang menjadi penghubung antara produsen obat dengan konsumen yaitu toko obat, klinik dan rumah sakit. PT. Hapeel Pharmindo adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang pemasaran produk farmasi dan obat-obatan, wilayah pemasaran produk meliputi kota Malang, dan beberapa kota disekitarnya. Perusahaan memiliki banyak kendala dalam pemasaran produk farmasi khususnya terkait dengan hadirnya kompetitor di bisnis ini, sehingga lingkungan 344
Syaifuddin Fahmi
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
usaha menjadi sangat kompetitif. Dengan demikian perlu adanya strategi pemasaran di dalam mengantisipasi hadirnya pesaing yang berpotensi menurunkan volume penjualan dan merugikan perusahan. Permasalahan yang dihadapi PT. Hapeel Pharmindo, adalah pada perencanaan strategi atas penjualan produk farmasi sebagai bisnis utama perusahaan, karena selama ini pelaksanaanya tanpa didahului dengan perencanaan yang matang dalam perhitungannya. Penjualan hanya melanjutkan kebijakan dan tradisi lama tanpa terlebih dahulu mengevaluasi apa yang menjadi kelemahan dan kelebihan dari strategi yang telah ditarapkan. Pertumbuhan industri yang demikian pesat, ditambah dengan lingkungan eksternal yang cenderung berubah-ubah memaksa perusahaan untuk menganalisa strategi apa yang paling tepat dalam meningkatkan volume penjualan. Analisis lingkungan adalah salah satu tahapan dalam perencanaan strategis yang sangat penting perananya didalam mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan perusahaan. Lingkungan Internal berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh perusahaan, sedangkan lingkungan eksternal adalah lingkungan umum di luar internal perusahaan yang memiliki pengaruh langsung ataupun tidak langsung pada kinerja perusahaan. Keberhasilan dalam mengkaji lingkungan strategis yang meliputi lingkungan internal dan eksternal perusahaan dapat memberikan informasi penting pada perusahaan terkait dengan keunggulan kompetitif perusahaan di tengah persaingan. Metode analisis yang dipergunakan adalah analisis SAP (Strategy Advantage Profile), analisis ETOP (Environmental Threat and Opportunity Profile), dan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity dan Threet). Analisis keuangan dipergunakan untuk melengkapi informasi terkait dengan volume penjualan produk dan posisi likuiditas perusahaan. Berdasarkan pada identifikasi masalah diatas, maka yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah : 1. Apa saja faktor-faktor internal yang berpengaruh terhadap perusahaan?, 2. Apa saja faktor-faktor faktor-faktor eksternal yang berpengaruh terhadap perusahaan?, dan 3. Bagaimana menentukan strategi pemasaran berdaya saing pada PT. Hapeel Pharmindo dengan pendekatan analisis SWOT?. Sedangkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasikan faktor-faktor lingkungan internal dan eksternal yang mempengaruhi perusahaan serta posisi perusahaan sesuai dengan kondisi lingkungan perusahaan. II.
Landasan Teori
A. Perencanaan Strategi Menurut Thomas L Wheelen dan J. David Hunger (2008:3), manajemen strategis adalah serangkaian keputusan manajerial dan tindakan yang menentukan kinerja jangka panjang dari perusahaan.Ini mencakup pemindaian lingkungan (baik eksternal dan internal) perumusan strategi (strategy atau perencanaan jangka panjang) pelaksanaan dan evaluasi pengendalian strategy. Menurut Aime Heene dan Sebastian (2010:9-10), manajemen strategi adalah kesatuan proses manajemen pada suatu organisasi yang berulang-ulang dalam menciptakan nilai serta kemampuan untuk menghantar dan memperluas distribusinya kepada pemangku kepentingan ataupun pihak lain yang berkepentingan. Terdapat 5 tugas dalam manajemen strategi: (1) Mengembangkan visi dan misi, (2) Menetapkan tujuan dan sasaran, (3) Menciptakan suatu strategi mencapai sasaran, (4) Mengimplementasikan dan melaksanakan strategi, dan (5) Mengevaluasi strategi dan pengarahan Sedangkan menurut Peter Drucker (2002), Langkah-langkah atau proses perencanaan strategi yang dapat dilakukan oleh manajer puncak untuk menunjang berfungsinya suatu sistem adalah : Menetapkan sasaran, merencanakan strategi, merencanakan tujuan akhir, mengembangkan falsafah perusahaan, menggariskan kebijaksanaan, merencanakan struktur organisasi, 345
Syaifuddin Fahmi
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
mempersiapkan personalia, menetapkan prosedur, menyediakan sarana-sarana, menyediakan modal, menetapkan standar-standar, menetapkan program-program manajemen dan perencanaan operasional, memperoleh informasi untuk pengawasan, dan menggerakkan orang-orang. B. Analisa Lingkungan Perusahaan 1. Analisis Lingkungan Internal Jauch dan Glueck (2008) menjelaskan bahwa Analisa intern proses dengan nama perencanaan strategi mengkaji pemasaran dan distribusi perusahaan. Peneliti dan pengembangan, produksi dan operasi, sumber daya dan karyawan perusahaan serta faktor keuangan dan akuntansi untuk menentukan dimana perusahaan mempunyai kemampuan yang penting, sistem perusahaan dapat memanfaatkan peluang dengan cara efektif dan dapat menangani ancaman di dalam lingkungan. Sedangkan Wahyudi (2006) mendefinisikan, menganalisa intern adalah analisa intern perusahaan dalam rangka menilai atau mengidentifikasikan kekuatan dan kelemahan dari tiap-tiap divisi antara lain divisi pemasaran, divisi keuangan, produksi atau operasi dan sumber daya manusia. Dimana analisis yang dipergunakan dalam menganalisis lingkungan internal adalah analisis SAP (Strategy Advantage Profile) 2. Analisis Lingkungan Eksternal Menurut Suwarsono (2006) mengemukakan bahwa faktor eksternal merupakan lingkungan bisnis yang melingkupi operasi perusahaan yang dari padanya muncul peluang (oppportunities)dan ancaman (threats) terhadap bisnis. Penulis membagi enam faktor lingkungan ekstern yang berpengaruh terhadap perusahaan, yaitu : Ekonomi, politik, termasuk pemerintah dan aturannya, pasar dan persaingan, teknologi, demografi, dan pelanggan. Analisis yang dipergunakan dalam menganalisis lingkungan eksternal adalah analisis ETOP (Environmental Threat and Opportunity Profile). Dimana analisa ini digunakan untuk menyediakan gambaran tentang daerah-daerah kritis yang mempunyai sikap strategi di masa depan.
3. Analisis SWOT Analisa SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat) digunakan untuk menganalisa lingkungan yang mengandung peluang, ancaman, kekuatan, dan kelemahan yang ada di dalam perusahaan.
346
Syaifuddin Fahmi
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Gambar 1 SWOT Analysis Matrik Numerous Enviroment Opportunities Cell 3 : support aturnaround Oriented Critical Internal Weakness
Cell 1 : support an aggressive strategy Substansial Internal Strenghts
Cell 4 : support defensive Cell 2 : support an strategy diversification strategy Mayor Enviroment Threats
Sumber : John. A Pearce II and Richard B. Robinson, Jr. Strategy formulation and implementation, Third Edition, Illinois, 2008 Cell 1 : Perusahaan mendapatkan beberapa peluang lingkungan dan mempunyai banyak kekuatan sehingga mendorong untuk memanfaatkan peluang tersebut, penerapan strategi organisasi pertumbuhan. Cell 2 : Perusahaan menghadapi lingkungan eksternal yang kurang menguntungkan, namun di lain sisi ada beberapa keunggulan internal yang dimiliki. Sehingga strategi perusahaan akan menggunakan kekuatan itu untuk membuat peluang jangka panjang pada produk atau pasar lain melalui diversifikasi. Cell 3 : Terdapat peluang besar namun perusahaan menghadapi beberapa kelemahan intern. Strategi yang harus diterapkan adalah mengejar peluang besar secara efektif dan mengurangi kelemahan intern. Cell 4 : Merupakan situasi yang paling tidak menguntungkan. Perusahaan menghadapi ancaman lingkungan yang kuat dengan posisi yang lemah. Strategi dialihkan dengan memeriksa posisi pasar dan produk dengan menggunakan analisa SWOT.
347
Syaifuddin Fahmi
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
4. Analisa Keuangan a) Ratio Likuiditas Ratio likuiditas yaitu digunakan sebagai petunjuk kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya dalam waktu jangka pendek. b) Ratio Keuntungan Menunjukkan kemampuan laba seberapa efektif dalam menggunakannya dan merupakan hasil bersih dari sejumlah besar kebijakan dan keputusan yang dipilih oleh manajemen c) Ration Leverage Ratio leverage merupakan ukuran prosentase jumlah dana yang disediakan oleh hutang dibagi dengan jumlah aktiva / harta. III.
Metode Penelitian
Peneliti ini menggunakan analisis SWOT (Strength, Weakness, Oppurtunity, Threat) guna mengetahui letak posisi persaingan perusahaan. Dimana untuk mengetahuinya, ada beberapa langkah yang harus peneliti lakukan, yaitu penggunaan analisis faktor internal (SAP), analisis faktor eksternal (ETOP) dan analisis keuangan. SAP (Stratetegic Advantage Profile) merupakan analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi seberapa besar kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan dengan mengukur faktor-faktor internal perusahaan yang mempengaruhi kekuatan dan kelemahan perusahaan tersebut, guna mengetahui kunci sukses internal yang dimilikinya. ETOP (Environmental Threat and Oppurtunity Profile) adalah analisis lingkungan luar atau eksternal perusahaan, guna mengetahui ancaman dan peluang yang dimiliki oleh perusahaan. Sedangkan analisis keuangan dipergunakan untuk mengetahui keunggulan internal dalam bidang keuangan. 1. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data sekunder penelitian ini menggunakan observasi dan dokumentasi, yaitu dengan melakukan pengamatan, mengumpulkan data berupa dokumen, catatan-catatan dan buku-buku yang berasal dari data perusahaan. Sedangkan instrumen yang dipergunakan untuk memperoleh data primer menggunakan kuesioner dan wawancara, yaitu mengadakan wawancara secara langsung dengan pihak manajemen pada PT. Hapeel Pharmindo yang berjumlah tiga orang, serta kemudian mengajak mereka berpartisipasi dalam menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan melalui kuesioner.
2. Teknik Analisis Data a) Analisa Internal (SAP) Penentuan analisis SAP (Strategic Advantage Profile), perusahaan dapat menempati salah satu posisi persaingan strategik dalam bisnis mereka. Langkah-langkah yang dilakukan dalam melakukan analisis SAP yaitu : (1). Menentukan variabel internal penentu kekuatan dan kelemahan perusahaan, (2). Memberi bobot pada masing-masing elemen dengan skala sebagai berikut : 1 = Sangat tidak penting, 2 = Tidak penting 3 = Cukup penting, 4 = Penting, dan 5= Sangat penting. (3). Memberikan rating pada masing-masing elemen dengan skala sebagai berikut : 1= Sangat tidak baik, 2 =Tidak baik, 3 = Cukup baik, 4 = Baik, 5 = Sangat baik. (4). Menghitung skor dengan mengalikan bobot dengan rating dan pada akhirnya Menjumlah skor untuk mendapatkan hasil analisis posisi perusahaan. 348
Syaifuddin Fahmi
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
b) Analisis faktor eksternal (ETOP) Analisis ETOP ( Enviromental Threat Opportunity Profile ) dipergunakan untuk menganalisis faktor-faktor eksternal perusahaan yang meliputi peluang dan ancaman yang dihadapi perusahaan. Analisis ETOP terdiri dari analisis EOE (Enviromental Opportunity Element) dan analisis ETE (Enviromental Threat Element). Langkah-langkah dalam melakukan analisis EOE, yaitu : (1). Identifikasi elemen-elemen yang merupakan peluang bagi perusahaan (2). Memberi bobot untuk masing-masing elemen dengan skala lingkungan itu sendiri dari skala, sebagai berikut : 1 = Sangat tidak penting 2= Tidak penting 3 = Cukup penting 4 = Penting 5 = Sangat penting. (3). Memberi rating pada tiap elemen dengan skala, sebagai berikut : 1 = Sangat tidak menarik 2 = Tidak menarik 3 = Cukup menarik 4 = Menarik 5 = Sangat menarik.(4). Menghitung skor dengan cara = Bobot x Rating dan (5). Menjumlah skor untuk mendapatkan hasil analisis posisi perusahaan. Adapun langkah-langkah dalam melakukan analisis ETE, yaitu : (1). Identifikasi elemen-elemen yang merupakan ancaman perusahaan. (2). Memberi bobot untuk masingmasing elemen dengan skala sebagai berikut : 1 = Sangat tidak penting 2= Tidak penting 3= Cukup penting 4= Penting 5= Sangat penting. (3). Memberi rating pada tiap elemen dengan skala, sebagai berikut : 1 = Sangat tidak gawat 2 = Tidak gawat 3 = Cukup gawat 4 = Gawat 5 = Sangat Gawat. (4). Menghitung skor dengan cara = Bobot x Rating. (5). Menjumlah skor untuk mendapatkan hasil analisis posisi perusahaan. Dari EOE dan ETE, perusahaan dapat mengetahui posisinya dalam persaingan dengan menggunakan matriks ETOP
c) Analisa SWOT Analisis SWOT menggambarkan peluang dan ancaman yang dihadapi oleh perusahaan sesuai dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Analisis SWOT merupakan penggabungan dari analisis SAP dan ETOP. Dalam analisis SWOT dapat diketahui dimana posisi perusahaan dengan lebih jelas melalui penggabungan kondisi internal dan eksternal yang dihadapi perusahaan. 1. Invest and Harvest (Investasi dan Menuai Hasil) Bila perusahaan mempunyai keunggulan stretegik yang dinyatakan profil keunggulan yang positif, sementara lingkungan dunia usaha yang dimasuki memberikan peluang yang besar dan baik, maka pilihan strategik yang baik adalah melakukan invest kemudian harvesting (meningkatkan aliran masuk kas secara jangka pendek, berdasarkan dari proses jangka panjang dalam menginvestasi). 2. Divest (Divestasi) Bila perusahaan tidak punya keunggulan yang menguntungkan sementara lingkungan dunia usaha yang dimasuki sangat berisiko, maka pilihan terbaik adalah divest atau memikirkan arah bisnis yang dialami saat ini.
349
Syaifuddin Fahmi
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
d) Analisis Keuangan Analisa ini membantu untuk menganalisa keunggulan internal dalam bidang keuangan. Dalam hal ini ada beberapa analisa yang dapat digunakan, yaitu : 1) Ratio Likuiditas :
=
Aktiva Lancar x 100% Hutang Lancar
Yaitu kemampuan perusahaan untuk membayar hutang yang harus dipenuhi dengan aktiva lancar. ℎ
Kas + Efek x 100% Hutang Lancar
=
Yaitu kemampuan perusahaan untuk membayar hutang yang harus segera dilunasi dengan kas yang tersedia dalam perusahaan dan efek yang segera diuangkan. &
' ( ) *
+ + Aktiva Lancar − Hutang Lancar = x 100% Jumlah Aktiva
Yaitu ratio untuk mengukur likuiditas dari total aktiva dan posisi modal kerja.
2) Ratio Keuntungan 1 2
3 4
(
=
Keuntungan netto setelah pajak x 100% Penjualan netto
Yaitu ratio untuk mengukur keuntungan netto per rupiah penjualan
+
=
Laba Sebelum Pajak x 100% Total Aktiva
Yaitu ratio untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk mengembalikan semua investasi
<=
>=
Laba Sebelum Pajak x 100% Modal Sendiri
Yaitu kemampuan dari modal sendiri untuk menghasilkan keuntungan bagi pemegang saham Laba Bersih x 100% 1 2 3 <= > = Modal Sendiri Yaitu untuk mengatur maksimal tidaknya dalam memperoleh laba 350
Syaifuddin Fahmi
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
3) Ratio Laverage B
+ C D <=
>=
Total Hutang x 100% Modal Sendiri
Yaitu menghitung kemampuan modal sendiri terhadap hutang. B
+ C D
+
=
Total Hutang x 100% Total Aktiva
Yaitu menghitung kemampuan total aktiva terhadap hutang
IV.
Hasil dan Pembahasan
1. Deskripsi Objek Penelitian PT. Hapeel Pharmindo adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha pemasaran di bidang farmasi. Perusahaan ini didirikan pada tahun 2007 dan terus berkembang dengan semakin luasnya daerah pemasaran sampai ke luar pulau jawa. Nomor surat ijin yang dimiliki perusahaan adalah PBFHK.07.01/V/195/14. PT. Hapeel Pharmindo mengalami kemajuan yang pesat, sehingga menuntut keadaan pabrik yang luas dan lebih besar. Badan hukum perusahaan PT. Hapeel Pharmindo adalah berbentuk perusahaan perseorangan, dimana pemilik perusahaan sekaligus sebagai pimpinan perusahaan. Dengan adanya peningkatan kapasitas produksi maka PT. Hapeel Pharmindo melakukan berbagai perkembangan, diantaranya dengan melakukan ekspansi pasar dengan menambah berbagai fasilitas yang memadai untuk memberikan nilai tambah perusahaan. 2. Hasil Analisis Data A. Analisis SAP Identifikasi Variabel Internal Pemasaran Menggunakan Analisis SAP (Strategic Advantages Profile). Identifikasi variabel internal pemasaran meliputi faktor-faktor kekuatan dan kelemahan industri didasarkan pada hasil analisis menggunakan SAP (Strategic Advantages Profile). Analisis SAP ini digunakan untuk mendapatkan gambaran posisi strategis PT. Hapeel Pharmindo dilihat dari sudut pandang persaingan dengan faktor-faktor internal yang meliputi kekuatan dan kelemahan. Hasil pembobotan dan penilaian variabel internal pemasaran dapat dijelaskan pada tabel berikut:
351
Syaifuddin Fahmi
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Tabel 1. Analisis SAP Hasil Tabulasi data Responden PT. Hapeel Pharmindo Faktor Lingkungan Internal No Bobot Pemasaran 1 Jenis dan variasi produk 0.12 2 Kualitas Produk 0.15 3 Harga 0.14 4 Tenaga Penjual 0.13 5 Proses distribusi 0.11 6 Tempat/lokasi 0.11 7 Pangsa pasar 0.12 8 Teknologi 0.12 Jumlah 1,00 Sumber : data primer yang diolah
Rating
Score
4.33 4.33 4.33 3.67 3.00 3.67 2.33 3.00
0.52 0.65 0.61 0.48 0.33 0.40 0.28 0.36 3,63
Hasil perhitungan pada Tabel. 1 diperoleh nilai tertimbang (bobot x nilai) sebesar 3,63. Nilai tersebut berarti bahwa PT. Hapeel Pharmindo memiliki keunggulan yang cukup baik, keunggulan utama yang dimiliki oleh perusahaan dilihat dari angka bobot dan rating yang diperoleh adalah pada sisi kualitas produk dan harga. Sedangkan untuk faktor internal lain seperti proses distribusi dan penggunaan teknologi dinilai masih kurang, terlebih lagi pangsa pasar yang dimiliki oleh perusahaan dinilai masih kecil dibandingkan dengan potensi pertumbuhan yang ada. Penentuan kelompok posisi persaingan dapat dijelaskan sebagai berikut: Nilai 1,00 – 1,66 1,67 – 2,33 2,34 – 3,00 3,01 – 3,67 3,68 – 4,34 4,35 – 5,00
Posisi persaingan Avoid Weak Tenable Favorable Strong Dominant
3,63
Posisi persaingan PT. Hapeel Pharmindo ada pada posisi Favorable (aman). Posisi ini berarti perusahaan memiliki kekuatan tertentu yang tidak di miliki oleh pesaing, yang dapat dimaksimalkan sehingga menjadi keunggulan kompetitif. Dengan keunggulan yang dimilki perusahaan dapat menggunakan strategi tertentu agar bisa kuat berada dalam persaingan dan meningkatkan kinerja penjualan. B. Analisis ETOP Identifikasi Faktor-Faktor Peluang dan Ancaman Industri Menggunakan Analisis ETOP (Environmental Threat & Opportunity Profile). Identifikasi faktor-faktor peluang dan ancaman perusahaan didasarkan pada hasil analisis lingkungan eksternal yang dilakukan terhadap perusahaan. Berdasarkan analisis tersebut, didapatkan beberapa faktor strategi eksternal perusahaan yang merupakan peluang dan ancaman perusahaan.
352
Syaifuddin Fahmi
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
1) Analisis Peluang Hasil perhitungan pembobotan dan penilaian lingkungan eksternal yang merupakan peluang dapat diringkas seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Analisis ETOP PT. Hapeel Pharmindo Elemen Peluang No Bobot Menggunakan Analisis EOE 1 Potensi pasar produk farmasi 0.18 2 Hubungan dengan pemasok 0.15 3 Ketersediaan produk 0.14 4 Permintaan pasar 0.16 5 Perkembangan teknologi informasi 0.11 6 Loyal consumer 0.14 7 Regulasi pemerintah 0.12 Jumlah 1,00 Sumber : data primer yang diolah
Rating
Score
4.67 4.33 4.00 4.33 3.33 3.67 2.67
0.84 0.65 0.56 0.69 0.37 0.51 0.32 3.94
Hasil analisis identifikasi peluang pada Tabel 2, menunjukkan bahwa PT. Hapeel Pharmindo mempunyai peluang yang sangat besar untuk dapat tumbuh dan berkembang ditengah persaingan pemasaran produk farmasi. Potensi terbesar dapat dilihat dari besarnya permintaan pasar atas produk yang ditunjukkan dengan nilai score 0,69 dan potensi pertumbuhan pangsa pasar yang masih terbuka lebar dengan nilai score peluang tertinggi yaitu 0,84. Terlebih lagi perusahaan memiliki hubungan yang sangat baik dengan pemasok dan juga memiliki pembeli atau konsumen yang loyal terhadap produk yang dimiliki. Dari hasil perhitungan diperoleh hasil nilai tertimbang (bobot x nilai) diperoleh angka 3,94 yang berarti perusahaan atau PT. Hapeel Pharmindo memiliki peluang bisnis yang cukup tinggi. 2) Analisis Ancaman Hasil perhitungan pembobotan dan penilaian lingkungan eksternal yang merupakan peluang dapat diringkas seperti pada Tabel 3. Tabel 3. Analisis ETOP PT. Hapeel Pharmindo Elemen Ancaman Analisis ETE 1 Masuknya pesaing baru 2 Kondisi perekonomian yang tidak menentu 3 Persaingan harga 4 Banyak produk farmasi baru 5 Perubahan selera konsumen 6 Biaya transportasi pengiriman Jumlah Sumber : data primer yang diolah No
Bobot
Rating
Score
0.22 0.15 0.19 0.17 0.15
3.00 2.33 3.33 2.33 2.67
0.66 0.35 0.63 0.40 0.40
1,00
2.72
353
Syaifuddin Fahmi
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Hasil analisis identifikasi elemen ancaman pada Tabel 3, menunjukkan bahwa terdapat tantangan yang sangat besar bagi PT. Hapeel Pharmindo khususnya datang dari para pendatang baru atau pesaing di bidang pemasaran produk farmasi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai score tertinggi yaitu 0,66 dan diikuti oleh ancaman yang datang dari persaingan harga sebagai konsekuensi ligis dari adanya persaingan. Ancaman lain juga datang dari banyaknya produk farmasi baru dan perubahan selera konsumen. Dari hasil perhitungan diperoleh hasil nilai tertimbang (bobot x nilai) diperoleh angka 2,72 yang berarti perusahaan atau PT. Hapeel Pharmindo harus memiliki langkah-langkah dan strategi dalam menghadapi persaingan sehingga nilai ancaman dapat ditekan. Maktriks ETOP (Environmental Threat and Opportunity Profile) Dari penilaian elemen ancaman dan peluang yang telah di analisis pada analisis ETOP di atas. perusahaan dapat mengetahui posisinya dalam persaingan dengan menggunakan matriks ETOP yang dapat dilihat seperti digambarkan oleh pada Gambar 1 berikut. Gambar 2. Matriks ETOP PT. Hapeel Pharmindo
Matriks ETOP menjelaskan bahwa posisi perusahaan PT. Hapeel Pharmindo berada pada posisi usaha ideal. Posisi ini berarti usaha yang memiliki peluang untuk sukses yang sangat tinggi dengan resiko yang harus dihadapi cukup tinggi sebanding dengan sukses yang dicapai. Perusahaan akan berhasil mengembangkan usahanya apabila perusahaan mampu memanfaatkan peluang sebaik-baiknya, sementara itu perusahaan juga harus mempersiapkan langkah atau strategi mengatasi ancaman yang ada khususnya yang datang dari kompetitor. Posisi ini menjelaskan pula pentingnya sebuah kebijakan strategi yang tepat dan terencana untuk mencapai keberhasilan. C. Analisis SWOT Hasil analisis SAP dan ETOP menjelaskan posisi PT. Hapeel Pharmindo dalam matriks analisis SWOT berada pada posisi I atau Investasi. Posisi Investasi dilihat bila perusahaan mempunyai keunggulan strategi yang dinyatakan dalam keunggulan yang positif. Sementara usaha yang dimasuki mempunyai peluang yang besar dan potensial, maka pilihan strategi yang baik yang bisa dilaksanakan oleh perusahaan adalah melakukan investasi yaitu 354
Syaifuddin Fahmi
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
dengan menanamkan sejumlah modal untuk kepentingan pengembangan usaha, serta melakukan upaya-upaya peningkatan kinerja penjualan perusahaan. Tabel 4. Matrix Posisi SWOT PT. Hapeel Pharmindo ETOP Bisnis Bisnis Bisnis SAP Ideal Dewasa Spekulatif Dominant I I I I I I Strong Favorable I*) I I Tenable D D D Weak D D D Avoid D D D Ket : *) PT. Hapeel Pharmindo I = Investasi D = Divestasi
Bisnis Gawat I I D D D D
Matriks SWOT menjelaskan bahwa posisi PT. Hapeel Pharmindo berada pada posisi usaha yang ideal untuk melakukan investasi. Posisi ini berarti usaha masih berada pada posisi aman dan berpotensi untuk tumbuh dan menjadi besar, dengan ditunjang oleh perencanaan strategi pemasaran yang tepat. Berdasarkan hasil mapping menggunakan analisis SWOT posisi PT. Hapeel Pharmindo berada pada kuadran II, yang artinya bahwa perusahaan menghadapi berbagai ancaman dari lingkungan eksternal, salah satunya adalah dengan masuknya pendatang baru dalam persaingan, meski demikian perusahaan masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi, yaitu membuat beberapa terobosan kreatif yang mempu meningkatkan kinerja penjualan produk.
355
Syaifuddin Fahmi
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Gambar 3. Posisi Kuadran analisis SWOT PT. Hapeel Parmindho Banyak Peluang lingkungan
Kelemahan Internal yang Kritis
Kekuatan Internal yang Penting
Kuadran II Diversification strategy
Ancaman Lingkungan Yang besar Sumber data : Diolah Penulis
D. Analisa Keuangan Kondisi keuangan perusahaan dapat diketahui melalui alternatif analisa keuangan yang meliputi : 1) Rasio Likuiditas Untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban finansial dalam jangka pendek. E F
=
Aktiva Lancar x 100% Hutang Lancar
8.060.803.610 x 100% 6.061.790.628 = 133%
Tahun 2013 =
9.208.749.168 x 100% 6.520.931.956 = 141%
Tahun 2014 =
356
Syaifuddin Fahmi
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
EDF P) Q B
=
Aktiva Lancar − Persediaan x 100% Hutang Lancar
8.060.803.610 − 1.753.673.120 x 100% 6.061.790.628 = 104,0%
Tahun 2013 =
9.208.749.168 − 3.047.275.539 x 100% 6.520.931.956 = 94,5% Tahun 2014 =
E)F
ℎ
=
Kas + Efek x 100% Hutang Lancar
86.701.060 x 100% 6.061.790.628 = 1,43%
Tahun 2013 =
53.051.121 x 100% 6.520.931.956 = 0,86% Tahun 2014 =
EQF&
' (
* + BS B + P Aktiva Lancar − Hutang Lancar = x 100% Jumlah Aktiva
8.060.803.610 − 6.061.790.628 x 100% 13.425.831.953 = 14,9% Tahun 2013 =
9.208.749.168 − 6.520.931.956 x 100% 14.381.455.867 = 18,7% Tahun 2014 =
2) Rasio Keuntungan Untuk mengatur efektivitas manajemen secara keseluruhan sebagaimana ditunjukkan dari keuntungan yang diperoleh dari penghasilan yang diterima. E F 1 2
3 4
(
=
Keuntungan Netto Setelah Pajak x 100% Penjualan Netto
501.401.420 x 100% 24.823.400.070 = 2,02%
Tahun 2013 =
580.422.041 x 100% 33.427.162.690 = 1,72% Tahun 2014 =
357
Syaifuddin Fahmi
EDF
S B
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
+ P
=
Laba Sebelum Pajak x 100% Total Aktiva
703.787.482 x 100% 13.425.831.953 = 5,24%
Tahun 2013 =
816.674.344 x 100% 14.381.455.867 = 5,68% Tahun 2014 =
E)F
S <=
>=
Laba Sebelum Pajak x 100% Modal Sendiri
703.786.874 x 100% 7.364.041.325 = 9,55%
Tahun 2013 =
816.674.244 x 100% 7.905.323.628 = 10,33% Laba Bersih EQF1 2 3 S <= > = x 100% Modal Sendiri Tahun 2014 =
501.400.812 x 100% 7.364.041.325 = 6,82%
Tahun 2013 =
580.422.041 x 100% 7.905.323.628 = 7,34% Tahun 2014 =
3) Rasio Leverage Merupakan alat yang digunakan untuk mengukur seberapa efektif dalam menggunakan sumberdaya yang dimiliki E F B
+ C D B <= > =
Total Hitung x 100% Modal Sendiri
6.061.790.628 x 100% 7.364.041.325 = 82,32%
Tahun 2013 =
6.520.931.956 x 100% 7.905.523.628 = 82,40% Tahun 2014 =
EDFB
+ C D B B
+ P
=
Total Hitung x 100% Total Aktiva 358
Syaifuddin Fahmi
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
6.061.796.628 x 100% 13.425.831.958 = 45,15%
Tahun 2013 =
6.520.931.956 x 100% 14.381.455.867 = 45,34% Berdasarkan pada perhitungan dalam rasio finansial di atas maka hasil analisa tersebut dapat dirangkum sebagai berikut : Tahun 2014 =
Tabel 4. Analisa Keuangan PT. Hapeel Parmindho Periode 2013 – 2014 2013
2014
133 104,0 1,43 14,9
141 94,5 0,83 18,7
2,02 5,24 9,55 6,82
1,74 5,68 10,33 7,34
82,32 45,15
82,49 45,34
Keterangan Ratio Likuiditas Current Ratio % Acid Tes Ratio / Quick Ratio % Cash Ratio % Working Capital To Total Assets Ratio % Ratio Profitabilitas Net Profit Margin % Return On Total Assets % Return On Equity % Net Profit On Equity % Ratio Laverage Total Debt Equity % Total Debt to Total Assets % Sumber data : Diolah
Berdasarkan pada data hasil analisa keuangan tahun 2013 dan 2014 dapat dijelaskan beberapa hal sebagai berikut : 1) Ratio Likuiditas Ratio likuiditas dipergunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban finansial dalam jangka pendek. Dari hasil analisa keuangan yang terdiri dari current ratio, acid test ratio / quick ratio, working capital to total assets ratio dari tahun 2013 sampai dengan 2014 tampak mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan mampu untuk membayar kewajiban hutang-hutangnya dengan baik melalui penggunaan aktiva lancar ataupun melalui kas yang tersedia dalam perusahaan. Dengan demikian nampak bahwa perusahaan berada pada posisi likuid sehingga mampu membayar kewajiban-kewajiban jangka pendeknya yang telah jatuh tempo.
359
Syaifuddin Fahmi
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
2) Ratio Profitabilitas Ratio ini untuk mengukur efektivitas manajemen secara keseluruhan yang sebagaimana ditunjukkan dari keuntungan yang diperoleh dari penjualan produk. Dan secara keseluruhan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan profit cenderung semakin menurun. Hal ini ditandai dengan perkembangan tingkat laba yang diraih perusahaan cenderung mengalami penurunan. Dimana terlihat dari hasil perhitungan ratio profitabilitas yang mencakup Net Profit Margin, dalam hal ini dari tahun 2013 sampai dengan 2014 mengalami penurunan, sedangkan Return On Total Assets, Return On Equity, dan Net Profit On Equity untuk tahun 2013 mengalami kenaikan dan pada tahun 2014 mengalami penurunan. 3) Ratio Laverage Analisa ini digunakan untuk mengukur seberapa jauh perusahaan dibelanjai oleh hutang. Dari hasil total debt to equity dikatakan relatif baik. Hal ini seperti yang ditunjukkan dari tingkat ratio yang cenderung mengalami penurunan pada tahun 2013 tingkat total debt to equity sebesar 82,32%. Kemudian tahun 2014 naik menjadi 82,49%. Demikian halnya tingkat total debt to total assets tahun 2013 sebesar 45,15%, kemudian naik menjadi 45,34% tahun 2014. Berdasarkan kondisi tingkat likuiditas, profitabilitas, dan laverage yang dicapai dikatakan bahwa kondisi keuangan perusahaan hingga tahun yang terakhir (2014) secara umum dalam kondisi yang semakin baik, kecuali dalam hal kemampuan untuk menghasilkan laba hal ini dikarenakan belum stabilnya kondisi perekonomian nasional yang dialami oleh bangsa Indonesia. Secara langsun maupun tidak langsung jelas berpengaruh bagi dunia usaha. Namun demikian meskipun tingkat profitabilitas mengalami penurunan, ternyata dalam kondisi tersebut di atas perusahaan masih mampu menghasilkan laba walaupun sedikit sehingga kondisi perusahaan masih dianggap lebih baik dibandingkan mengalami kerugian. V. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat dirumuskan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Hasil identifikasi faktor internal melalui analisis SAP diperoleh nilai tertimbang sebesar 3,63. Nilai tersebut berarti bahwa PT. Hapeel Pharmindo memiliki keunggulan yang cukup baik, keunggulan utama yang dimiliki oleh perusahaan dilihat dari angka bobot dan rating yang diperoleh adalah pada kualitas produk dan harga. 2. Hasil penentuan kelompok posisi persaingan melalui analisis SAP menunjukkan bahwa Posisi persaingan PT. Hapeel Pharmindo ada pada posisi Favorable (aman). Posisi ini berarti perusahaan memiliki kekuatan tertentu yang tidak di miliki oleh pesaing, yang dapat dimaksimalkan sehingga menjadi keunggulan kompetitif. 3. Hasil identifikasi peluang melalui analisis EOE menunjukkan bahwa PT. Hapeel Pharmindo mempunyai peluang yang sangat besar untuk dapat tumbuh dan berkembang ditengah persaingan pemasaran produk farmasi. Potensi terbesar dapat dilihat dari besarnya permintaan pasar atas produk yang ditunjukkan dengan nilai score 0,69 dan potensi pertumbuhan pangsa pasar yang masih terbuka lebar dengan nilai score peluang tertinggi yaitu 0,84. Terlebih lagi perusahaan memiliki hubungan yang sangat baik dengan pemasok dan juga memiliki pembeli atau konsumen yang loyal terhadap produk yang dimiliki. Dari hasil perhitungan diperoleh hasil nilai tertimbang (bobot x nilai) 360
Syaifuddin Fahmi
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
diperoleh angka 3,94 yang berarti perusahaan atau PT. Hapeel Pharmindo memiliki peluang bisnis yang cukup tinggi. 4. Hasil identifikasi ancaman melalui analisis ETE menunjukkan bahwa terdapat tantangan yang sangat besar bagi PT. Hapeel Pharmindo khususnya datang dari para pendatang baru atau pesaing di bidang pemasaran produk farmasi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai score tertinggi yaitu 0,66 dan diikuti oleh ancaman yang datang dari persaingan harga sebagai konsekuensi ligis dari adanya persaingan. Ancaman lain juga datang dari banyaknya produk farmasi baru dan perubahan selera konsumen. Dari hasil perhitungan diperoleh hasil nilai tertimbang 2,72 yang berarti perusahaan atau PT. Hapeel Pharmindo harus memiliki langkah-langkah dan strategi dalam menghadapi persaingan sehingga nilai ancaman dapat ditekan 5. Matriks ETOP menjelaskan bahwa posisi perusahaan PT. Hapeel Pharmindo berada pada posisi usaha ideal. Posisi ini berarti perusahaan memiliki peluang untuk sukses yang sangat tinggi dengan memaksimalkan potensi yang ada, terlebih lagi potensi pertumbuhan pasar masih sangat besar. 6. Matriks SWOT menjelaskan bahwa posisi PT. Hapeel Pharmindo berada pada posisi usaha yang ideal untuk melakukan investasi. Posisi ini berarti usaha masih berada pada posisi aman dan berpotensi untuk tumbuh dan menjadi besar, dengan ditunjang oleh perencanaan strategi pemasaran yang tepat. 7. Berdasarkan hasil mapping menggunakan analisis SWOT posisi PT. Hapeel Pharmindo berada pada kuadran II, yang artinya bahwa perusahaan menghadapi berbagai ancaman dari lingkungan eksternal, salah satunya adalah dengan masuknya pendatang baru dalam persaingan, meski demikian perusahaan masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi, yaitu membuat beberapa terobosan kreatif yang mempu meningkatkan kinerja penjualan produk. VI. Saran 1. Perusahaan perlu menyesuaikan diri dengan lingkungan bisnisnya agar dapat meningkatkan kinerja dan memperoleh laba maksimal 2. Perusahaan sebaiknya melakukan beberapa inovasi dan terobosan dalam strategi pemasaran, hal ini dikarenakan persaingan yang semakin ketat akibat masuknya beberapa perusahaan sejenis dan adanya beberapa produsen baru dengan produk yang lebih bersaing. 3. Perusahaan hendaknya menjaga kepuasan konsumen atas produk yang dipasarkan, dan memberikan beberapa layanan atau fasilitas tambahan sehingga mereka menjadi loyal dan tidak berpindah ke distributor lain.
361
Syaifuddin Fahmi VII.
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Daftar Pustaka
Akdon H, Wahyudi, 2006. Manajemen Konflik dan Organisasi. Bandung: Alfabeta, Anggota Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) Drucker, Peter.F, 2002. Manajemen: Tugas, Tanggung jawab dan Praktek, Terjemahan, Jakarta: Penerbit PT Gramedia. George Steiber dan John B. Meiner, 2008, Kebijaksanaan Manajemen dan Strategi, Terjemahan: T. Hani Handoko, Edisi Kedua, BPFE, Yogyakarta. Glueck F. William dan Jauch R. Lawrence, 2007, Manajemen Strategi dan Kebijakan Perusahaan, Edisi Ketiga, Cetakan Kelima, Erlangga, Jakarta. Hunger, J. David dan Wheelen, Thomas L. 2003. Manajemen Strategis. Andi. Yogyakarta. James A.F. Steiner, 2006, Manajemen, Terjemahan oleh Gunawan Hutahuruk, Jilid I, Edisi Kedua, BPFE, Yogyakarta. Jauch, Lawrence R dan William F. Glueck.2008. Manajemen Strategis dan Kebijakan Perusahaan. Jakarta : Erlangga. John A. Pearce II dan Richard B. Robinson, 2007, Manajemen Strategi, Jilid Satu, Binarupa Aksara, Jakarta. Pearce and Robinson, 2007, Manajemen Strategi Formulasi Implementasi dan Pengendalian, Alih Bahasa: Agus Maulana, Jilid Satu, Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta. Philip Kotler dan Garry Amstrong, 2005, Dasar-dasar Pemasaran, Terjemahan : Wilhelmus Bakowatun, Edisi Keenam, Jakarta. Sebastian, Desmidt & Aime Heene., 2010. Manajemen Strategik Keorganisasian Publik, dialihbahasakan oleh Faisal Afiff. Bandung: PT Refika Aditama. Solusu, 2006, Pengambilan Keputusan Strategik Untuk Organisasi Publik dan Organisasi Non Profit, Penerbit PT. Grasindo Anggota IKAPI, Jakarta. Sondang P. Siagin, 2008, Manajemen Strategi, Cetakan Kedua, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta. Sukanto Reksohadiprojo, 1996, Manajemen Strategi, BPFE, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
362
Syaifuddin Fahmi
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Sunarto, 2004, Manajemen Strategi Suatu Pengantar, Harvanindo, Jakarta. Supriyono, 2006, Manajemen Strategi dan Kebijaksanaan Bisnis, Edisi Kedua, Erlangga, Jakarta. Suwarsono, 2006, Manajemen Strategi, Edisi Revisi, Penerbit Akademi Manajemen Perusahaan, YKPN, Yogyakarta. T. Hani Handoko, 2004, Dasar-dasar Manajemen, Edisi Kedua, Cetakan Kesebelas, BPFE, UGM, Yogyakarta. Weston J. Fred dan Thomas E. Copeland, 2005, Manajemen Keuangan, Edisi Kedelapan, Jilid Satu, Erlangga, Jakarta.
363
Dian Wijayanto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Analisis Kinerja Koperasi Mino Saroyo Kabupaten Cilacap Oleh Dian Wijayanto Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro Telepon: 0815 9542717; Email:
[email protected]
Abstrak Koperasi merupakan salah satu ‘tulang punggung’ perekonomian nasional, termasuk koperasi perikanan. Pada era otonomi daerah, sebagian koperasi perikanan mengalami penurunan kinerja, karena sudah tidak lagi diberi kewenangan mengelola tempat pelelangan ikan. KUD Mino Saroyo Kabupaten Cilacap termasuk salah satu KUD mina yang tetap berkembang pasca otonomi daerah. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis kinerja KUD Mino Saroyo, serta menyusun rekomendasi pengembangannya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan metode analisis finansial, baik rentabilitas, solvabilitas maupun likuiditas. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, wawancara dan studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi keuangan KUD Mino Saroyo relatif baik, baik dari rentabilitas, solvabilitas, likuiditas, perkembangan omset usaha dan SHU. Namun, pengelola KUD Mino Saroyo perlu mengantisipasi penurunan kinerja beberapa unit usahanya yang mengalami pertumbuhan negatif dan penurunan jumlah anggota koperasi. Kata Kunci: KUD Mino Saroyo, likuiditas, rentabilitas, SHU, dan solvabilitas Abstract Cooperative is one of the 'backbone' of the national economy in Indonesia, including the fisheries cooperative. In regional autonomy era, several cooperative of fisheries have decreased performance, because their authority to manage the fish auction place were taken over by regency government. KUD Mino Saroyo Cilacap including one of fisheries cooperative in Central Java province that is still growing in regional autonomy era. The research purpose was to analyze the performance of KUD Mino Saroyo, and make recommendation of KUD Mino Saroyo development. This study used descriptive method and financial analysis, both profitability, solvency and liquidity. The collecting data used observation, interviews, and literature study method. This research proved that KUD Mino Saroyo had relatively a good financial performance, both profitability, solvency, liquidity, revenue progress and net profit. However, KUD Mino Saroyo management should anticipate the reduction of certain business performance. Keywords: KUD Mino Saroyo, liquidity, rentability, net profit, and solvability Pendahuluan Koperasi merupakan salah satu ‘tulang punggung’ perekonomian nasional. Bahkan untuk memperbaiki struktur perekonomian nasional, maka koperasi, beserta usaha skala mikro, kecil dan menengah perlu diperkuat. Secara umum, jumlah koperasi di Provinsi Jawa Tengah terus mengalami peningkatan. Jumlah koperasi di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 27.215 unit per akhir 2013, lalu meningkat menjadi 22.784 unit (jumlah koperasi aktif 22.563 unit) pada tahun 2014. Seiring dengan peningkatan jumlah koperasi, maka anggota koperasi 364
Dian Wijayanto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
di Provinsi Jawa Tengah juga cenderung meningkat. Pada tahun 2010, jumlah anggota koperasi di Jawa Tengah adalah 4,5 juta orang dan berkembang menjadi 7,0 juta orang pada tahun 2014. Pada tahun 2010, tenaga kerja koperasi di Jawa Tengah mencapai 70.513 orang dan menjadi 135.856 orang pada tahun 2014. Omset dan aset koperasi di Jawa Tengah juga terus mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan jumlah koperasi. Pada tahun 2010, omset koperasi di Jawa Tengah mencapai Rp. 16,16 trilyun dan berkembang menjadi Rp. 42,28 trilyun. Sedangkan aset dari koperasi di Jawa Tengah pada tahun 2010 sebesar Rp 17,78 trilyun dan berkembang menjadi Rp 41,45 trilyun pada tahun 2014 (BPS Provinsi Jawa Tengah, 2015). Uraian di atas menunjukkan bahwa koperasi, termasuk di Propinsi Jawa Tengah, memiliki peranan stratejik dan tetap perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah agar dapat tetap berkembang, termasuk koperasi perikanan. Jumlah koperasi perikanan di Indonesia adalah sebanyak 581 koperasi perikanan, dan sebagian besar berada di Pulau Jawa. Pada level nasional, koperasi unit desa (KUD) perikanan berinduk di bawah IKPI (Induk Koperasi Perikanan Indonesia) yang berkantor pusat di Jakarta. Sedangkan di level sekunder (provinsi), terdapat Puskud (Pusat Koperasi Unit Desa) Mina, dimana Puskud (Pusat KUD) Mina di Indonesia berjumlah 15 Puskud, termasuk Puskud Provinsi Jawa Tengah yang memiliki anggota 23 KUD Mina. Namun sayangnya, kinerja koperasi perikanan di Indonesia, termasuk di Provinsi Jawa Tengah justru kecenderungannya mengalami penurunan kinerja. Pada Era Reformasi, terdapat euforia otonomi daerah, dimana berkembang opini untuk mengubah paradigma sentralistik menjadi desentralisasi. Pembangunan pun diharapkan banyak melibatkan pemerintah daerah, bukan top down oriented. Selanjutnya, diterbitkan UU No 22 Tahun 1999 mengenai Pemerintahan Daerah. Dalam UU tersebut kewenangan pemerintah daerah, termasuk pengelolaan sumberdaya laut di daerah. Otonomi daerah memiliki dampak positif dan negatif. Percepatan pembangunan di daerah merupakan salah satu contoh dampak positif otonomi daerah. Selain itu, isu sinergisitas pembangunan antar daerah yang cenderung melemah pada beberapa kasus menjadi salah satu dampak negatif otonomi daerah. Otonomi daerah rentan menyebabkan masing-masing daerah bersaing dalam memajukan daerahnya masing-masing, namun beresiko saling melemahkan. Demikian pula koperasi perikanan, pada beberapa kasus mengalami penurunan kinerja karena dukungan pemerintah daerah yang berkurang terhadap pengembangan koperasi perikanan, karena pemerintah daerah mengutamakan penghasilan asli daerah (PAD). Bidang-bidang usaha tertentu yang sebelumnya menjadi andalan koperasi perikanan untuk memperoleh pendapatan diambil alih oleh pemerintah daerah, diantaranya pengelolaan TPI (dengan membentuk unit pelaksana teknis), dan penjualan BBM bagi nelayan (dengan membentuk badan usaha milik daerah). Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, maka pengelolaan dan penyelenggaraan TPI memang menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota. Pemerintah daerah menetapkan target PAD kepada UPT tersebut, dan KUD mina kehilangan sumber pendapatan secara signifikan. Dampaknya, sebagian besar KUD mina mengalami penurunan kinerja secara signifikan, bahkan ada yang “mati suri”. KUD Mino Saroyo Kabupaten Cilacap termasuk salah satu KUD mina yang tetap berkembang pasca otonomi daerah. Pemerintah Kabupaten Cilacap tetap memberikan kewenangan bagi KUD Mino Saroyo untuk mengelola TPI, bahkan KUD Mino Saroyo tidak diberi beban untuk berkontribusi pada PAD, sehingga hasil usaha koperasi dapat diperuntukkan untuk kesejahteraan anggota serta pengembangan usaha koperasi. Oleh karena itu, KUD Mino Saroyo dapat dijadikan sebagai salah satu model pengembangan koperasi di Indonesia. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis kinerja KUD Mino Saroyo, serta menyusun rekomendasi pengembangannya. 365
Dian Wijayanto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan kasus yang dikaji adalah kinerja KUD Mino Saroyo. Penelitian ini juga menggunakan metode analisis finansial. 1.
Metode observasi, wawancara dan studi pustaka. Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan mengkombinasikan metode observasi, wawancara dan studi pustaka. Observasi dilakukan di lokasi kantor dan lokasi usaha dari KUD Mino Saroyo. Wawancara (indepth interview) dilakukan dengan pengurus dan manajer KUD Mino Saroyo (purposive sampling). Studi pustaka dilakukan dengan mengkaji referensi dan dokumen yang relevan dengan kajian, termasuk laporan kinerja keuangan koperasi, dan dokumen profil koperasi. 2.
Analisis Keuangan Dalam penelitian ini dilakukan analisis kinerja keuangan KUD Mino Saroyo, dengan menggunakan rasio likuiditas, rasio solvabilitas dan rasio rentabilitas. Rasio likuiditas merupakan indikator kemampuan koperasi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek yang harus segera dipenuhi dengan menggunakan kas dan jenis aktiva lancar lainnya. Rasio solvabilitas atau leverage merupakan indikator kemampuan koperasi untuk memenuhi kewajiban keuangannya apabila koperasi dilikuidasi, baik kewajiban jangka pendek maupun jangka panjang. Sedangkan rasio rentabilitas atau profitabilitas menunjukkan kemampuan koperasi untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Tabel 1. Formula Rasio Likuiditas, Solvabilitas dan Rentabilitas Ratio Formula Liquidity Ratio Current Ratio Current assets / current liability Quick Ratio /Acid Test Ratio (Current assets - inventory) / current liabilities Cash Ratio (Cash equivalent + marketable securities) / current liabilities Solvency Ratio Total Assets to Total Liabilities Ratio Total assets / total liabilities Debt to Total Asset Ratio (Debt Total liabilities / total assets Ratio) Debt to Equity Ratio Total liabilities / total stockholders’ equity Profitability Ratio Return on Asset (ROA) Net profit after tax / total assets Return on Investment (ROI) Net profit / total stockholders’ equity Gross Profit Margin (After Tax) Gross profit / total revenue Net Profit Margin (After Tax) Net profit / total revenue Operating Margin Ratio Operating profit / net sales Sumber: Ryu and Jang (2004), Schmidgall, and DeFranco (2004), Kalayci, et al (2005), Bajkowski (2009), Paramasivan and Subramanian (2009), Saleem and Rehman (2011), Kirkham (2012), Tugas (2012), Sukiennik (2012), Donkor and Tweneboa-Kodua (2013), Nyabwanga, et al (2013), Atieh (2014), Khidmat, and Rehman (2014), Yadav (2014), dan Umobong (2015)
366
Dian Wijayanto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Hasil dan Pembahasan 1. Gambaran Umum KUD Mino Saroyo Kab. Cilacap berdiri sejak 1942 dengan nama awal “Gyo-gyo Kumai”. KUD Mino Saroyo beberapa kali mengalami perubahan kelembagaan menyesuaikan regulasi dari pemerintah. Kepengurusan KUD Mino Saroyo Kab. Cilacap dipimpin oleh 1 orang ketua umum, dibantu oleh 3 orang ketua, 2 orang sekertaris dan 1 orang bendahara. Kinerja pengurus dipantau oleh pengawas, yang terdiri dari 1 orang ketua dan 2 orang anggota pengawas. KUD Mino Saroyo Kab. Cilacap memiliki 99 orang karyawan yang dipimpin oleh 1 orang manajer. KUD Mino Saroyo Kab. Cilacap memiliki beberapa unit usaha. Unit usaha yang dimiliki antara lain: mengelola 9 unit TPI, 1 unit SPBB (stasiun pengisian bahan bakar), 2 unit SPDN (solar packed dealer nelayan), 2 unit PPDN (premium packed dealer nelayan), 1 unit freezing center / cold storage, 2 unit waserda (warung serba ada), 500 unit fish basket, 1 unit mobil ambulance, 1 unit mobil jenazah, 1 unit pelayanan air bersih (air bersih isi ulang), 1 unit pelayanan pembayaran listrik, 1 unit jasa kontraktor, 1 unit jasa fotocopy dan 1 unit jasa penyewaan gedung olahraga futsal. Terkait pengelolaan TPI, KUD Mino Saroyo Kab. Cilacap menarik retribusi sebesar 3% raman kotor untuk nelayan dan 2% raman kotor untuk bakul ikan. Adapun alokasi penggunaan retribusi tersebut, yaitu: 1,50% untuk biaya penyelenggaraan lelang; 0,5% untuk dana sosial, 0,20% untuk operasional produksi, 0,30% untuk bantuan kematian nelayan, 0,25% untuk perawatan TPI; 0,50% untuk pengembangan KUD; 0,50% untuk dana paceklik; 1,00% untuk tabungan nelayan dan 0,25% untuk tabungan bakul. Dana paceklik dibagikan kepada saat musim paceklik, yaitu berupa beras. Dana bantuan kematian diberikan untuk membantu nelayan yang meninggal dunia. Dana sosial dipergunakan untuk sumbangan kematian, perobatan, kecelakaan di laut, bantuan kegiatan bersama nelayan, sumbangan tempat ibadah, perayaan adat nelayan, olahraga, kesenian, peningkatan peranan wanita, kegiatan hari besar dan pembinaan nelayan. PPSC: 979 orang (12%)
Kemiren: 335 orang (4%)
Sentolokawat:
2.509 orang (30%)
B Donan: 834 orang (10%)
Lengkong: 890 orang (11%)
Tegalkatilayu:
Pandanarang:
739 orang (9%)
1.058 orang (13%)
Sidakaya: 930 orang (11%)
Gambar 1. Proporsi Anggota Berdasarkan Daerah Tahun 2015 Jumlah keanggotaan KUD Mino Saroyo berasal dari beberapa daerah di Kabupaten Cilacap, dengan jumlah terbesar dari Sentolokawat (30%), Pandanarang (13%) dan PPSC atau Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap (12%). Namun, perkembangan jumlah anggota KUD Mino Saroyo justru mengalami penurunan. Pada tahun 2013, jumlah anggota KUD 367
Dian Wijayanto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Mino Saroyo adalah 8.278 orang, lalu naik menjadi 8.304 orang pada tahun 2014, dan menurun menjadi 8.274 orang pada tahun 2015. Dengan jumlah nelayan di Kabupaten Cilacap yang cenderung mengalami peningkatan, namun jumlah anggotanya justru menurun (rata-rata -0,02% per tahun), maka pengelola KUD Mino Saroyo perlu melakukan evaluasi diri. Prinsip koperasi adalah dari “anggota, oleh anggota dan untuk anggota”, sehingga kepercayaan dan kepuasan anggota harus diprioritaskan untuk ditingkatkan. Peningkatan kepuasan pelayanan koperasi kepada anggota dapat mendorong peningkatan jumlah anggota dan lebih keberlanjutan usaha koperasi. 2. Perkembangan Kinerja Keuangan Kinerja KUD Mino Saroyo mengalami fluktuasi, namun kecenderungannya mengalami pertumbuhan skala usaha. Pada tahun 2009, total aktiva yang dimiliki KUD Mino Saroyo sebesar Rp. 9,1 Miliyar dan berkembang menjadi Rp 12,0 Miliyar pada tahun 2014. Tabel 1. Neraca KUD Mino Saroyo, Kab. Cilacap Tahun 2009-2014 Dalam Rp Juta (pembulatan) Keterangan Aktiva Lancar Aktiva Tetap Aktiva Lain Total Aktiva Kewajiban Lancar Kewajiban Jangka Panjang Ekuitas Total Kewajiban dan Ekuitas
2009 5.144 3.655 331 9.131 2.776 1.804 4.550 9.131
2010 5.161 3.534 312 9.007 2.624 1.797 4.587 9.007
Tahun 2011 2012 5.927 6.354 3.476 3.268 291 1.015 9.693 10.637 3.178 3.801 1.793 1.793 4.722 5.042 9.693 10.637
2013 2014 8.364 7.533 3.229 3.601 948 898 12.542 12.032 5.458 4.787 1.793 1.793 5.292 5.452 12.542 12.032
Tabel 2. Perkembangan Omset dan SHU KUD Mino Saroyo Dalam Rp Juta Jenis Usaha Produksi Ikan Waserda BBM Air (Isi Ulang) Apotik Simpan Pinjam (Rp. Juta) Jasa Sewa Fish Basket Jasa Sewa Mobil Jenasah Jasa Fotocopy Jasa Cold Storage Jasa Sewa Lapangan Futsal Jasa Kontraktor Jumlah Omset Total Sisa Hasil Usaha
Tahun 2013 56.501 1.748 97.399 76 79 4.421 22 12 16 144 155 274 160.849 122
2014 54.239 1.840 112.707 64 5.025 16 10 16 120 133 159 174.330 146 368
Dian Wijayanto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Omset usaha KUD Mino Saroyo cenderung mengalami peningkatan, dan diikuti dengan peningkatan SHU. Meskipun demikian, beberapa unit usaha justru mengalami penurunan kinerja, diantaranya Apotik, produksi air isi ulang, cold storage, jasa pengewaan lapangan futsal dan jasa kontraktor. Sedangkan usaha yang mengalami tren positif antara lain pengelolaan TPI (produksi ikan), waserda, BBM dan simpan-pinjam. Pengelolaan TPI (31%39%), dan BBM (57%-65%) menjadi tulang punggung dari usaha yang dimiliki KUD Mino Saroyo. Oleh karena itu, kedua jenis usaha tersebut harus menjadi prioritas untuk menjaga kualitas layanan agar kinerja usaha dari KUD Mino Saroyo dapat dipertahankan dan diperbaiki secara berkelanjutan. Beberapa usaha yang mengalami penurunan omset perlu dikaji akar permasalahannya, agar penurunan kinerja dari aspek omset dapat diperbaiki. Tabel 3. Kinerja Keuangan KUD Mino Saroyo Tahun Variabel 2009 2010 2011 2012 Likuiditas Current ratio Quick ratio atau acid test ratio Cash ratio Solvabilitas Total assets to total liabilities ratio Debt to total assets ratio Debt to equity ratio Rentabilitas Return on assets Return on investment Gross profit margin (after tax) Net profit margin (after tax) SHU (Rp Juta)
2013
2014
1,8531 1,9671 1,8647 1,6714 1,5325 1,5735 1,2004 1,3209 1,2381 1,0906 1,1222 1,0918 0,1802 0,1254 0,2511 0,1500 0,3974 0,2920 1,9934 2,0376 1,9498 1,9014 1,7298 1,8285 0,5017 0,4908 0,5129 0,5259 0,5781 0,5469 1,0067 0,9637 1,0528 1,1094 1,3702 1,2070 0,0116 0,0233 0,0359 0,0016 106
0,0056 0,0110 0,0366 0,0007 51
0,0097 0,0199 0,0423 0,0013 94
0,0099 0,0209 0,0376 0,0012 106
0,0097 0,0231 0,0324 0,0012 122
0,0121 0,0268 0,0308 0,0013 146
Berdasarkan analisis likuiditas, KUD Mino Saroyo dapat dikategorikan “liquid” atau mampu memenuhi kewajiban jangka pendek. Hal ini sangat penting untuk menjaga keberlangsungan operasional koperasi dalam jangka pendek. Rata-rata current ratio KUD Mino Saroyo dalam kisaran tahun 2009-2014 adalah 1,7437 atau 174,37%, sedangkan ratarata nilai quick ratio 1,1773 atau 117,73%. Berdasarkan current ratio dan quick ratio, kondisi keuangan KUD Mino Saroyo yang paling “likuid” adalah pada tahun 2010, namun nilai cash ratio-nya paling kecil (0,1254). Artinya pada tahun 2010, proporsi aset lancar dari KUD Mino Saroyo dalam bentuk kas dan setara kas relatif paling kecil dalam kisaran waktu 20092014. Menurut Paramasivan and Subramanian (2009), Nyabwanga, et al (2013), serta Yadav (2014), nilai current ratio yang memuaskan adalah 200%, dan nilai quick ratio yang memuaskan adalah 100%. Apabila mengacu pada kriteria tersebut, maka KUD Mino Sarayo perlu meningkatkan nilai current ratio-nya. Menurut Kirkham (2012) dan Atieh (2014), beberapa rasio cash flow lebih efektif untuk mengukur likuiditas dibanding rasio-rasio tradisional (termasuk current ratio, quick ratio dan cash ratio), karena rasio cash flow memberikan informasi yang lebih lengkap mengenai komitmen pimpinan organisasi bisnis. Beberapa rasio cash flow tersebut antara lain: cash flow ratio (yaitu net operating cash flows / total current liabilities), critical need cash coverage (yaitu net operating cash flows + interest paid / total current liabilities + interset paid), cash interest coverage (yaitu net operating cash flows + interest + tax / 369
Dian Wijayanto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
annual interest), dan operating cash margin (yaitu net operating cash flows / net sales). Meskipun demikian, kombinasi beberapa rasio dapat memberikan gambaran komprehensif mengenai kondisi kinerja organisasi bisnis. Rasio-rasio terkait solvabilitas bersifat fluktuasi, namun kisarannya tidak terlalu besar. Pada tahun 2010, memiliki nilai total assets to total liabilities ratio yang terbesar, sedangkan debt to total assets ratio dan debt to equity ratio memiliki nilai terkecil. Sebaliknya, pada tahun 2013 memiliki nilai total assets to total liabilities ratio yang terkecil, sedangkan debt to total assets ratio dan debt to equity ratio memiliki nilai terbesar. Dari aspek solvabilitas (total assets to total liabilities ratio, debt to total assets ratio dan debt to equity ratio), kinerja KUD Mino Saroyo relatif aman, karena nilai kewajibannya masih lebih kecil dari pada nilai aset yang dimiliki. Berdasarkan nilai-nilai rasio rentabilitas, terlihat bahwa KUD Mino Saroyo dapat menghasilkan keuntungan atau sisa hasil usaha (SHU), walaupun nilainya masih relatif kecil. Profit margin (baik gross profit margin maupun net profit margin) dari KUD Mino Saroyo perlu ditingkatkan, sebaiknya di atas 10%. Meskipun demikian, kinerja KUD Mino Saroyo berada di atas rata-rata koperasi perikanan di Provinsi Jawa Tengah. Meskipun nilai aset yang dimiliki KUD Mino Saroyo (Kabupaten Cilacap) lebih kecil dibandingkan dengan KUD Makaryo Mino (Kota Pekalongan), namun nilai SHU yang diperoleh lebih besar. Di bandingkan dengan KUD Usaha Mina (Kota Semarang) dan KUD Mina Jaya (Kab. Kendal) yang nilai asetnya lebih kecil, return on asset (ROA) dari KUD Mino Saroyo juga masih lebih besar. Menurut Khidmat and Rehman (2014), likuiditas (current ratio dan quick ratio) dan solvabilitas (debt ratio dan debt/equity ratio) akan mempengaruhi rentabilitas (ROA dan ROI). Dalam penelitian tersebut, rasio likuiditas memiliki hubungan positif dengan rentabilitas, sedangkan rasio solvabilitas memiliki hubungan negatif dengan rentabilitas. Hal itu juga diperkuat dengan hasil kajian dari Saleem and Rehman (2011). Meskipun demikian, nilai likuiditas yang terlalu tinggi dan nilai solvabilitas yang terlalu rendah tidak selalu mengindikasikan kinerja yang optimal. Oleh karena itu, diperlukan pembanding dengan unit bisnis sejenis, yaitu KUD mina yang lain. Tabel 4. Perbandingan Kinerja Keuangan Koperasi Perikanan Tahun 2014 KUD Makaryo KUD Mino KUD Usaha KUD Mina Mino, Saroyo, Mina, Jaya, Kota Kota Kab. Kab. Kendal Pekalongan Semarang Cilacap Likuiditas 24,7816 1,1846 12,0466 1,5735 Current ratio 1,0918 25,0171 1,1316 1,1316 Quick ratio 0,2920 2,4534 0,2726 0,2726 Cash ratio Solvabilitas Total assets to total 1,8285 1,0944 1,2986 47,4816 liabilities ratio Debt to total assets 0,5469 0,9137 0,7700 0,0211 ratio 1,2070 10,5877 3,3486 3,3486 Debt to equity ratio Rentabilitas 0,0114 0,0342 0,0009 0,0121 Return on assets 0,1317 0,1487 0,1487 0,0268 Return on investment 370
Dian Wijayanto
SHU (Rp) Jumlah karyawan (orang) Rasio SHU/karyawan Rasio aktiva tetap / karyawan Rasio aktiva lancar / karyawan
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015 KUD Mino Saroyo, Kab. Cilacap 146.041.983 99 1.475.172
KUD Usaha KUD Mina Mina, Jaya, Kota Kab. Kendal Semarang 15.395.710 20.887.741 26 31 592.143 673.798
KUD Makaryo Mino, Kota Pekalongan 20.887.741 71 294.194
36.374.228
21.872.330
1.564.240
236.682.750
76.086.656
27.870.538
17.525.076
77.815.378
Berdasarkan rasio SHU/karyawan terlihat bahwa KUD Mino Saroyo memiliki produktivitas karyawan yang lebih tinggi dibandingkan ketiga KUD lainnya. Menurut Nyabwanga, et al (2013), nilai ROA sebaiknya adalah 10%-12%, sedangkan nilai ROA dari KUD Mino Saroyo berada pada kisaran 0,5% hingga 1,2% pada kurun waktu 2009-2014. Oleh karena itu, dengan aset yang dimiliki saat ini, KUD Mino Saroyo perlu meningkatkan penerimaannya agar lebih mendekati nilai 10%. Hal itu perlu dijadikan bahan evaluasi bagi pengurus KUD Makaryo Mino untuk meningkatkan kinerjanya. Sedangkan KUD Usaha Mina Kota Semarang terlalu “liquid”, sehingga memerlukan manajemen modal kerja yang lebih optimal. Keberhasilan pencapaian kinerja dari KUD Mino Saroyo tidak terlepas dari dukungan Pemerintah Kabupaten Cilacap. Pemerintah Kabupaten Cilacap tetap memberikan kewenangan pengelolaan TPI kepada KUD Mino Saroyo, bahkan tidak memungut (0%) retribusi dari raman kotor hasil pelelangan ikan untuk penghasilan asli daerah (PAD). Manajemen administrasi KUD Mino Saroyo relatif tertib administrasi, dimana RAT (rapat anggota tahunan) dilaksanakan secara rutin dan tidak terlambat dari jadwal. Pengurus KUD Mino Saroyo juga melakukan diversifikasi usaha, tidak hanya mengandalkan pengelolaan TPI. Transparansi pengelolaan koperasi, kepercayaan anggota, kesesuaian jenis layanan koperasi dengan kebutuhan anggota, dan kompetensi pengurus dan manajer koperasi memang termasuk sebagian faktor kunci sukses keberhasilan pengelolaan koperasi. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, secara umum kondisi keuangan KUD Mino Saroyo relatif baik, baik dari rentabilitas, solvabilitas, likuiditas, maupun perkembangan omset usaha dan SHU. Namun, pengelola KUD Mino Saroyo perlu mengantisipasi penurunan kinerja beberapa unit usahanya yang mengalami pertumbuhan negatif dan penurunan jumlah anggota koperasi. Saran KUD Mino Saroyo perlu memberikan prioritas perhatian bagi pengelolaan kinerja pada unit usaha BBM dan pengelolaan TPI yang menjadi tulang punggung dari usaha KUD Mino Saroyo. Efisiensi usaha penyediaan BBM perlu dievaluasi mengingat rendahnya margin keuntungan dari usaha tersebut. Selain itu, KUD Mino Saroyo juga perlu menganalisis lebih lanjut penyebab utama dari penurunan kinerja beberapa jenis usaha, agar dapat dicarikan solusi untuk perbaikan kinerjanya. Opini dari anggota koperasi juga perlu diperhatikan dan diperkuat dengan komunikasi yang baik agar kepuasan dan kepercayaan 371
Dian Wijayanto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
anggota dapat dipertahankan dan ditingkatkan, sehingga jumlah anggota dan kinerja usaha KUD Mino Saroyo dapat semakin ditingkatkan. Ucapan Terima Kasih Terima kasih kepada Dinas Koperasi dan UMKM provinsi Jawa Tengah, Puskud Mina Baruna Jawa Tengah, KUD Mino Saroyo Kabupaten Cilacap, KUD Usaha Mina Kota Semarang, KUD Mina Jaya Kab. Kendal, dan KUD Makaryo Mino Kota Pekalongan atas data-data yang diberikan dalam penelitian ini. Terima kasih kepada Bapak Faik Kurohman, SPi, Msi yang telah terlibat dalam proses pengumpulan data. Daftar Pustaka Atieh, S.H. 2014. Liquidity Analysis Using Cash Flow Ratios as Compared to Traditional Ratios in the Pharmaceutical Sector in Jordan. International Journal of Financial Research. 5(3): 146-158. Bajkowski, J. 2009. Financial Ratio Analysis: Putting The Numbers to Work. AAII Journal. August 1999: 3-7. BPS Provinsi Jawa Tengah. 2015. Jawa Tengah Dalam Angka 2015. BPS Provinsi Jawa Tengah. page 419. Donkor, J. and Tweneboa-Kodua, K. 2013. Profitability, Liquidity and Efficiency of Rural Banks: Evidence from Ghana. British Journal of Economics, Finance and Management Sciences. 8(1):1-11. Kalayci, S., Karatas, A., Coskun, A., Kirtas, A. 2005. Financial Ratio Classification and Subsector Discrimination of Manufacturing Firms Evidence from an Emerging Market. The Journal of Entrepreneurial Finance. 10(1): 103-125. Khidmat, W.B. and Rehman, M.U. 2014. Impact of Liquidity and Solvency on Profitability Chemical Sector of Pakistan. Ekonomika, Management and Innovance (EMI). 6(3): 313. Kirkham, R. 2012. Liquidity Analysis Using Cash Flow Ratios and Traditional Ratios: The Telecommunications Sector in Australia. Journal of New Business Ideas and Trends. 10(1):1-13. Nyabwanga, R.S., Ojera, P., Simeyo, O. and Nyanyuki, N.F. 2013. An Empirical Analysis of the Liquidity, Solvency and Financial Health of Small and Medium Sized Enterprises in Kisii Municipality, Kenya. European Journal of Business and Management. 5(8): 115. Paramasivan, C. and Subramanian, T. 2009. Financial Management. New Age International Publisher: New Delhi. page 264 Ryu, K. and Jang, S. 2004. Performance Measurement Through Cash Flow Ratios and Traditional Ratios: A Comparison of Commercial and Casino Hotel Companies. Journal of Hospitality Financial Management. 12(1): 15-25. 372
Dian Wijayanto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Saleem, Q. and Rehman, R.U. 2011. Impacts of Liquidity Ratios on Profitability (Case of Oil and Gas Companies of Pakistan). Interdisciplinary Journal of Research in Business. 1(7): 95-98 Schmidgall, R.S. and DeFranco, A.L. 2004. Ratio Analysis: Financial Benchmarks for the Club Industry. Journal of Hospitality Financial Management. 12(1): 1-14. Sukiennik, M. 2012. The Analysis of Mining Company Liquidity Indicators. AGH Journal of Mining and Geoengineering. 36(3):339-344. Tugas, F.C. 2012. A Comparative Analysis of the Financial Ratios of Listed Firms Belonging to the Education Subsector in the Philippines for the Years 2009-2011. International Journal of Business and Social Science. 3(21): 173-190. Umobong, A.A. 2015. Assessing The Impact Of Liquidity And Profitability Ratios On Growth of Profits in Pharmaceutical Firms in Nigeria. European Journal of Accounting, Auditing and Finance Research. 3(10): 97-114. Yadav, P. 2014. Liquidity Analysis of Selected Pharmaceutical Companies: A Comparative Study. International Journal of Advance Research in Computer Science and Management Studies. 2(8): 271-274.
373
Ong Felycia Christiana Rinabi Tanamal Kartika Gianina Tileng
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Accurate Software Implementation For Accounting Information System Corporate (Case Study Yanata) Ong Felycia Christiana1,*, Rinabi Tanamal 2, and Kartika Gianina Tileng3 1 Creative Industries Faculty of Ciputra University 2 Creative Industries Faculty of Ciputra University 3 Creative Industries Faculty of Ciputra University Abstract. Financial bookkeeping is the most important thing in any company. Bookkeeping manually using books and calculator, often make a lot of mistakes in calculations and accuracy. Digital bookkeeping make easier for companies to store data and evidence for each record that will be used in the books of each company. "Yanata" is a AC distributor company (Air Conditioner) that located in Surabaya. Mrs. Ribkah Soerjani as the owner of "Yanata" has some problems that add jobs and spend more time. One problem is the problem of accounting "Yanata". To obtain accurate data is not very easy. The purpose of the author to make final project is to provide solutions to design the flow of information systems to provide and teach accounting software for "Yanata". By interviewing the owner of "Yanata" to find out what are the needs for company, the author can implement Accurate software. At the end of the implementation, the author hope that the Accurate software has answered what "Yanata" needs. Keywords: company, software, Accurate, accounting, training 1. Introduction Along with the times, Indonesia was also followed by rapid technological developments. Many large companies have a long-standing challenge to follow the direction of technological development. Usually companies do offline trading processes such as direct selling. However, with the development new ways of online, it makes company could only sell directly. Based on the results of a survey conducted by pcplus.co.id declared in 2014, Indonesia is the largest Internet user at 8th in the world and the largest social network users at 4th in the world when Internet penetration is not high. With 100Gbps traffic for the past year, and 55 million Internet users by the record in 2012, Internet penetration in Indonesia is only 22%. But in Internet traffic, the growth is very high as two million percent, with access speeds go up 817%. Accounting systems in every company is very important in process of monitoring and internal control by a company. By making changes and development in the accounting system, in particular the public more buyers can assess the company well. From the book of Joseph Haryono. "Fundamentals of Accounting". STIE YKPN. Yogyakarta., 1997. Said that the accounting system is the method and procedures for recording and reporting financial information provided to the company. The accounting system consists of documentary evidence of transactions, recording tools, reports, and procedures that companies use to record transactions and report the results.
374
Ong Felycia Christiana Rinabi Tanamal Kartika Gianina Tileng
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
2. Theoritical Basis 2.1 Information, Information System, and Information Technology Information is the result of data processing in principle have more value than the raw data so that more useful and meaningful to the user. While the data is the fact that states an event or physical environment that have not been managed into a form that is meaningful and useful for the humans (Work, 2004). An example application of information systems in software Accurate Yanata are: inventory data 'Panasonic Air Conditioner' is as follows: Table 1. Inventory Data of Panasonic Air Conditioner from March 20th 2014 – March 23rd 2014 Date
Qty
March 20th 2014
15
March 21st 2014
10
March 22nd 2014
5
March 23rd 2014
20
2.2 Accounting "Accounting is identifying, measuring, and communicating the financial information about economic entities to interested users." Kieso and Weygant (2002:2). Based on the above understanding it can be concluded that accounting has several steps: a. Identification In regulating the accounting of a company, selection and identification process is required to choose which information is appropriate and necessary for economic reporting. b. Measurement of economic information From the information that has been identified in the previous phase, the calculation of various aspects of information acquired is necessary. c. Information economy reporting After perform measurements valid information from the identification and measurement, then recording is done to keep a history of financial activities. d. Judgment and decision making From the results of the economic report, then company can make decisions for the next financial activities. For example: reduction of inventory taking on one supplier.
2.3 Accurate Software Accurate software was first invented by CPSSoft in PT. Cipta Piranti Sejahtera located in Jakarta. First launched to the public in November 1999, using the largest computer exhibition in Indonesia every year held in JHCC Indocomtech 1999, Jakarta. That time, 375
Ong Felycia Christiana Rinabi Tanamal Kartika Gianina Tileng
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
version 1.0 is launched named Accurate2000 Accounting Software. At that exhibition, CPSSoft got a lot of valuable feedbacks from users or prospective users. Thanks to feedback from users and keep tracking the business progress in Indonesia, Accurate always improving themselves and adjust to these developments. Up until now, Accurate has released version 4. Appearances version 4 is certainly provide some convenience for the user in applying the new accounting system into Accurate. Some modules are packaged in a single package consists of: • Sales / Accounts Receivable: Sales Order, Delivery Order, Sales Invoice, Sales Return, Buyer Receipts. • Purchase / Accounts Payable: Purchase Order, Receive Item, Purchase Invoice, Purchase Return, Vendor Payment. • Item & Inventory: Item, Warehouse, Inventory Adjustment, Item Price Adjustment, Grouping, Item Transfer, and Job Costing. • General Ledger: Company Information, Company Preferences, Journal Voucher, General Ledger. • Cash & Bank: Other Deposits, Other Payments, Bank Transfer, Reconcile, Bank Book. • Fixed Assets: Fixed Assets Fiscal Type, Types Fixed Assets, Fixed Asset List. • Manufacturing (for ACCURATE 3 Enterprise Edition): Item Standard Cost, Standard Cost Convention, Bill Of Materials, Work Order, Work Order Execution, Material Release, Adjustment Materials, Product And Result Materials, Production Cancel. 2.4 Client Server Client - server is a network model that clearly separates which can provide network services (servers) and where the relationship between computers in a system that only receives service (client). Client Server works to allow access of data between Personal Computer (PC). 2.5 Point of Sales Definition of Point of Sales or commonly abbreviated as POS is a sales-oriented activities as well as a system that helps transaction processing. Each POS hardware and software consists of two components which are used to process each transaction. 2.6 Information Quality Jogiyanto said in book Analysis and Design of Information Systems (2005:10) that the quality of information depends on three things: a. Accurate: the information given must be clear and reflect the intent and purposes. b. Just in time: information related should not be out of date so the information presented is not obsolete. c. Relevant: information provided must be in accordance with the needs of its users. 3. Analysis Needs and System Designs 3.1 Analysis Needs Based on the interviews that have been conducted, Yanata do sales and purchases air conditioners and administrative activities in it. The execution of administrative activities 376
Ong Felycia Christiana Rinabi Tanamal Kartika Gianina Tileng
Jurnal Manajemen en Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor N 3, Juni 2015
Yanata still manual. Bookkeep eping returns, accounts payable - accounts receivable, rec inventory cards are still using simple document do storage and manual so as to monito itor _ goods returns, accounts payable and receivab able is still difficult to be noticed. System off ppurchases and sales using a simple memorandum and an documents that make Yanata workers and nd owners spend a lot of time in transaction processin sing activity, search for important documents, ts, as well as making the financial statements that will w be read by the owner. By doing implemen entation of Accurate software on Yanata, will greatl atly assist the process of recording, storage, an and retrieval of data. Reports and important documeents will be stored in the software. 3.2 Data Flow Diagram of Yan anata Data Flow Diagram of Yanata is used to show the data flow proc rocess in the system. Each worker has a department nt where the department determines that the location loc and what the workers do. Workers do saless to t the buyer and do purchases to supplier wh where it is concerned with goods.
Image 1. 1 Data Flow Diagram Level 0 of Yanata 3.3 Activity Diagram Activity Diagram forme med to understand the software implementation on on each feature in Accurate software software. In this section will explain the Activity Diagram ram for some features in Accurate software that th used by the company.
377
Ong Felycia Christiana Rinabi Tanamal Kartika Gianina Tileng a)
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
b)
Image 2. Activity Diagram Image 2a shows that to make new user in Accurate software, user needs to access Accurate software. User do login, choose “Setup User Profile”. User fills identity form for new user. Image 2b shows that to make new supplier in Accurate software, user choose feature “Lists”, “Supplier”, “New” from Accurate software. User fills identity form for new supplier. 4. System Implementation 4.1 Users Training This training aims to train users in using Accurate software. With practice and explanation of this software, the user is expected to be able to operate the software properly. Below here is a description of the training methods and constraints experienced during the training process. 4.1.1 Training Plan Accurate software training sessions conducted over 3 Yanata each employee. The sessions lasted approximately 2 hours. The following the schedule of training that has been done: 1. February 3rd, 2014: provides an explanation and overview of Accurate software for users purchasing department. Interviews were conducted for find out what is involved in the purchasing process. 2. February 4th, 2014: a training data input purchases some form of data suppliers and purchases transaction data. 3. February 10th, 2014: answer the questions and problems faced by the user when entering data purchases. 4. February 12th, 2014: provides an explanation and overview for users Accurate software inventory section. 378
Ong Felycia Christiana Rinabi Tanamal Kartika Gianina Tileng
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
5. February 17th, 2014: provide a training to input inventory data. 6. February 24th, 2014: answer the questions and problems encountered by users during inputing inventory data. 7. March 3rd, 2014: provides an explanation and overview of the software for users Accurate software sales. 8. March 5th, 2014: provide a training to input sales data in the form of buyer data, inventory data items being sold, and some of the sales transaction data. 9. March 13th, 2014: answer the questions and problems encountered by users when entering sales transaction data. 10. March 17th, 2014: giving an explanation to purchase returns and sales returns to the user. 11. March 24th, 2014: deliver information to users of financial accounting statements on purchases, sales and inventory reports. 12. April 2nd 2014: training the owner to access and using the software Accurate software monitoring employees activities in Accurate software. 4.1.2 Issues Experienced by Users By the time morning job, Yanata employees is preparing for goods carried by couriers. So that all employees participate in preparing for goods. Before using computer for access Accurate software, users always use manual typewriter for write a sales invoice so that when the training Accurate software, users are still not used to use computer. Differences in age also have been a factor because of the size of the problems facing the writing on a computer screen is too small and learning new things that exist in the Accurate software. Users in the purchasing department to get issues during the user wants to inputing purchase invoice is not paid off and calculating debt held by Yanata. Having described and given an idea that has Accurate software tricks in the amount of inventory that the goods are not reduced or increased, the user is able for resolve this issues. Similarly, the users in the sales department. Users get a similar issues during want to calculate receivables owned by Yanata. After being given the same solution with purchases, users are now able for resolve the issue. In contrast to the user on the inventory. Users find that the stock of existing inventory with the inventory data in the database there is a difference, a bit of confusion in the user change the amount of the inventory. Having described and given the impression that has a feature Accurate software inventory taking, then end user understands and is able to resolve the problem users. Another problem occurs during second computer is still in a state of repair, so that the initial training is done on a computer. But the issue is resolved after a second computer condition has been repaired and is ready for use by the user. 4.1.3 Success Criteria Success criteria in implementing Accurate software is when: 1. Users were able to enter data of suppliers, buyers, inventory, purchase and sales transaction processing without having to read and open the user's manual Accurate software book. 2. Data stored and displayed reports Accurate software data is accurate and correct. 3. Writer has conducted training on the use of Accurate software for Yanata. 4. Accurate software proven allows users to work on enterprise information systems Yanata (viewed from the aspect of comfort, ease of access to the database from the user). 379
Ong Felycia Christiana Rinabi Tanamal Kartika Gianina Tileng
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
4.2 Entrepreneur Ascpects In this final project, the author has the entrepreneurial aspectsis: Market Sensitivity. By realizing that the development of information technology in Indonesia is not good, then need for a new opportunity in a business in Indonesia. Based on the number of companies who do not use digital information systems, the authors provide a solution for improve and repair the company's information systems in companies. 4.3 Final Exam Results After this final run, there are several results obtained, is: 1. Data of supplier, buyer data, inventory data, transaction data purchases, sales transaction data, the data purchase returns, sales returns the data, the data purchases payments, payment data sales, and financial statement data has been recorded into the database Accurate software . 2. Data that is already stored in the database that can be printed in the form of a report. 3. After applying and giving instruction Accurate software on the user (employee or owner) Yanata for 3 months, the user is able to access and use Accurate software properly. 4. Yanata has a system of accounting information in the record, store, and report data procurement transactions in a business. 5. Conclusion and Feedback 5.1 Conclusion Based on the results of the implementation and testing of software on the system Accurate Yanata information, it was concluded that: 1. Usage Accurate software on Yanata company managed to improve the efficiency of time and effort in working Yanata information systems. 2. Yanata’s financial statement needs will be easily met after applying Accurate software as a means to enter datas that associated with the purchase, sale or supply of goods is complete and correct. 3. Upon authors implement training on enterprise Accurate software to Yanata, Yanata especially the employees are able to use it well. 4. Based on testing, the success criteria that author expected also deadline that author expected in implementing Accurate software on the user held properly, based from the implementation process is completed within the agreed deadlines and to enhance the demand for accounting information systems are expected clients. 5.2 Feedback There are some suggestions of Accurate software implementation for the future: 1. To perform Accurate software implementation in the future, provided the intended user's manual for new employees who will use Accurate software for client companies. 2. For the future, it would be better if the maintenance operation after the implementation process will be concerned by the authors as well. 380
Ong Felycia Christiana Rinabi Tanamal Kartika Gianina Tileng
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
6. References About.com (2014). Entity Relationship Diagrams. Retrieved January 5, 2014, from http://databases.about.com/od/specificproducts/l/blentity-relationship-diagrams.htm CollabNet (2009). Chapter 22: Activity Diagram Model Element Reference. Retrieved April 15, 2014, from http://argouml-stats.tigris.org/documentation/manual0.32/ch22.html#d0e29782 CPSSoft Accurate 4 Tutorial. 2014. Tentang Accurate. Retrieved December 10, 2014, from http://accurate4tutorial.wordpress.com/about/ CPSSoft News Update (2014). Akses Remote Database Via Internet. Retrieved April 15, 2014, from http://blog.cpssoft.com/akses-remote-database-via-Internet/ Hall. James A. 2011. Introduction to Accounting Information Systems, International Edition, 7th Edition, ISBN-10:1439078785. IBM (2014). Lesson 1.2: Model Use Case Scenarios. Retrieved April 10, 2014, from http://pic.dhe.ibm.com/infocenter/rsysarch/v11/index.jsp?topic=%2Fcom.ibm.sa.tutori al.doc%2Ftopics%2FLess1.2_ModelUseCaseScenarios.html Jogiyanto, HM (2005). Analisis dan Desain Sistem Informasi : Pendekatan Terstruktur, Teori dan Praktik Aplikasi Bisnis. Penerbit Andi, Yogyakarta. Karya, R. (2004). Pengembangan Model Audit Sistem Informasi Berbasis Kendali, Integral, Vol. 9 No. 1 Maret. Kieso, Weygandt (2002). Akuntansi Intermediate, Edisi Kesepuluh, Jilid Satu, Erlangga, Jakarta. Logizian11 (2012). Data Flow Diagram (DFD) Tutorial. Retrieved April 1, 2014, from http://www.visual-paradigm.com/product/lz/tutorials/dfd.jsp Software Accurate Accounting (2010). http://softwareaccurate4.blogspot.com
Retrieved
December
22,
2014,
from
Tutorialspoint (2014). UML Use Case Diagram. Retrieved March 29, 2014, from http://www.tutorialspoint.com/uml/uml_use_case_diagram.htm Yusuf Haryono (1997). Dasar-dasar Akuntansi. STIE YKPN. Yogyakarta.
381
Hans Setiawan Rinabi Tanamal David B. Tonara
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
IMPLEMENTASI SISTEM INFORMASI POINT OF SALES DAN INVENTORY BERBASIS WEB UNTUK RETAIL (UD. MULIA JAYA) Hans Setiawan1,*, Rinabi Tanamal2, and David B. Tonara3 1 Fakultas Industri Kreatif Universitas Ciputra, Surabaya 2 Fakultas Industri Kreatif Universitas Ciputra, Surabaya 3 Fakultas Industri Kreatif Universitas Ciputra, Surabaya Abstrak. Pencatatan data adalah hal yang penting dalam sebuah usaha, khususnya usaha yang bergerak dalam usaha retail. Pencatatan data untuk usaha retail akan lebih mudah apabila dibantu dengan sistem informasi POS. UD. Mulia Jaya adalah salah satu usaha yang bergerak dalam industri retail yang menjual peralatan rumah tangga berbahan baku plastik. Pembuatan tugas akhir ini dilakukan agar dapat mempermudah UD. Mulia Jaya menjalankan bisnisnya, khususnya dalam proses pencatatan dan pembuatan laporan, serta pencatatan stok barang yang dimiliki oleh UD. Mulia Jaya. Untuk mencapai tujuan tersebut, diimplementasikan aplikasi POS berbasis web application yang mudah diakses dari operating system apapun, Aplikasi yang diimplementasikan adalah aplikasi berbasis PHP dengan MySQL sebagai back end storage. Aplikasi POS juga dilengkapi dengan fitur inventory control untuk UD. Mulia Jaya. Kata Kunci: inventory control, PHP, POS, retail, web application. 1. Pendahuluan 1.1
Latar Belakang
Implementasi sistem informasi untuk perusahaan pada era digital seperti sekarang ini sangatlah diperlukan. Kebutuhan perusahaan untuk memproses informasi secara cepat,tepat, dan akurat membuat perusahaan mencoba untuk mengimplementasikan sistem informasi yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan sehingga perusahaan akan memiliki keunggulan kompetitif dan mampu bersaing dengan perusahaan yang lain. Dengan dukungan sistem informasi yang baik, perusahaan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas, efektivitas diukur dari berjalannya proses bisnis yang semestinya, namun dengan efisiensi yang lebih tinggi dalam menjalankan proses bisnis mereka, dan efisiensi dapat diukur dari waktu yang lebih singkat yang dibutuhkan perusahaan dalam mencatat stok, atau memproses checkout ke customer. Dengan sistem yang baik pula perusahaan akan memperoleh informasi yang akurat tentang flow bisnis yang terjadi, karena dengan rekapitulasi dari semua transaksi yang terjadi dalam usaha, pemilik usaha dapat menghasilkan laporan keuangan dan laporan laba rugi yang akurat, dan perusahaan bisa mengolah data-data tersebut lebih lanjut untuk mengetahui strategi pemasaran lebih lanjut dan membantu dalam permasalahan proses bisnis mereka. Contohnya permasalahan inventori, perusahaan dapat menentukan kapan harus melakukan re-order pembelian pada supplier, memutuskan untuk menghapus suatu barang dari inventori, dan mengetahui pola pembelian konsumen. UD. Mulia Jaya adalah perusahaan/toko yang bergerak di bidang penjualan peralatan houseware plastik (ember,piring,alat-makan,dsb). UD. Mulia Jaya memiliki 4 karyawan yang setiap harinya bertugas menjaga toko dan melayani customer. Setiap harinya, UD. Mulia Jaya 382
Hans Setiawan Rinabi Tanamal David B. Tonara
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
melakukan diatas 10 transaksi. Perusahaan ini memiliki omzet Rp. 300.000.000,- tiap bulannya.). Perusahaan ini belum mengimplementasikan sistem informasi pada proses bisnisnya. Segala pencatatan penjualan dan pencatatan stok, proses penjualan, dan pembuatan laporan bulanan saat ini masih dilakukan secara manual oleh UD.Mulia Jaya sehingga memakan waktu yang lama. 2. Landasan Teori 2.1 POS (Point Of Sales) “POS bisa diterjemahkan secara bebas menjadi sistem kasir, namun sistem POS juga mengatur dan menyimpan data-data inventory dan penjualan. “ (Aberle, 2010). Menurut PC Magazine, Point Of Sales mengacu pada penyimpanan data pada waktu dan tempat saat transaksi terjadi. 2.2 PHP “PHP umumnya digunakan sebagai server-side scripting language. Pengertian dari PHP (akronim dari PHP:Hypertext Preprocessor) adalah adalah bahasa pemrograman web yang digunakan pada pemrograman web dinamis”. (Lengstorf, 2009). Aplikasi-aplikasi yang dibangun oleh PHP pada umumnya akan memberikan hasil pada web browser, tetapi prosesnya secara keseluruhan dijalankan di server. Pada prinsipnya server akan bekerja apabila ada permintaan dari client. Dalam hal ini client menggunakan kode-kode PHP untuk mengirimkan permintaan ke server. 2.3 MySQL “Mysql adalah sistem manajemen database untuk database relasional. Sebuah database adalah sekumpulan koleksi data, bisa berupa text, angka, atau file binary yang disimpan dan diatur oleh sistem manajemen database” (Ullman, 2006) 2.4 Inventory Management Manajemen persediaan menentukan jumlah persediaan yang optimal dengan biaya total yang minimal. Persediaan atau inventory meliputi bahan mentah atau bahan baku, bahan pembantu, bahan dalam proses atau work in process, suku cadang, dan barang jadi atau finished good. Manajemen persediaan menentukan jumlah persediaan yang optimal dengan biaya total yang minimal. Persediaan atau inventory meliputi bahan mentah atau bahan baku, bahan pembantu, bahan dalam proses atau work in process, suku cadang, dan barang jadi atau finished good. 3. Analisis dan Desain Sistem 3.1 Wawancara Kegiatan wawancara dilakukan untuk mengetahui kebutuhan sistem informasi dari UD. Mulia Jaya secara umum. Dengan menggali kebutuhan dasar secara umum, data yang didapatkan bisa dikembangkan untuk mengetahui kebutuhan sistem informasi yang lebih detil untuk perusahaan. 383
Hans Setiawan Rinabi Tanamal David B. Tonara
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
3.2 Analisa Sistem Kegiatan utama yang dilakukan dalam bisnis milik UD. Mulia Jaya adalah penjualan dan pembelian houseware plastik dalam kuantitas grosir. Setiap kegiatan yang dilakukan masih dikerjakan secara manual. Pencatatan transaksi yang terjadi setiap hari dan pemotongan stok yang dilakukan berdasarkan penjualan dan pembelian masih dilakukan secara manual. Datadata penjualan yang diolah masih dalam bentuk hardcopy karena itu beberapa proses seperti pencatatan stok tiap harinya membutuhkan waktu yang lama dan seringkali mengalami kesulitan dalam pencarian data penjualan dan pencatatan stok barang berdasarkan transaksi tiap harinya. Dengan sistem pembukuan sederhana yang sudah ada di toko saat ini, UD. Mulia Jaya agak kesulitan khususnya dalam hal pencatatan stok barang, karena seiring berkembangnya bisnis, jumlah stok dan jenis barang yang ada semakin bertambah. Pencatatan yang ada saat ini masih belum berjalan secara efisien ditinjau dari segi waktu dan sumber daya manusia yang dibutuhkan setiap harinya dalam melakukan pencatatan stok dan penjualan. Berdasarkan hal ini, maka dibuat sebuah sistem point-of-sale berbasis web yang akan membantu UD. Mulia Jaya dalam pencatatan data/stok barang serta laporan-laporan yang dibutuhkan oleh UD. Mulia Jaya. Dengan adanya sistem ini, diharapkan UD. Mulia Jaya dapat mempermudah kegiatan bisnis yang dilakukan sehari-harinya. 3.2.1 Analisa Permasalahan UD. Mulia Jaya sudah memiliki sistem penjualan dan pembelian yang mencakup transaksi jual beli, pencatatan stok, dan catatan hutang namun sistem tersebut masih berjalan secara manual. Semua pencatatan transaksi dan stok masih dalam bentuk hardcopy, mulai dari pencatatan transaksi jual beli, pemotongan stok, pencatatan hutang ke supplier, dan pencatatan retur barang. Data stok barang disimpan dalam sebuah buku, dan setiap hari owner UD. Mulia Jaya harus melakukan pencatatan/pemotongan stok berdasarkan transaksi yang terjadi pada hari itu secara manual tanpa campur tangan sistem informasi, tentunya hal ini akan memakan tenaga dan waktu dilihat dari kuantitas barang yang dimiliki UD. Mulia Jaya sangat besar. 3.2.2 Analisa Kebutuhan UD. Mulia Jaya membutuhkan sistem baru yang terkomputerisasi dan dapat membantu dalam pencarian dan pencatatan data seperti data penjualan/pembelian, data stok barang, data pelanggan, data supplier, dan laporan transaksi yang terjadi di toko setiap harinya. Sistem penjualan baru akan melakukan pencatatan transaksi yang terjadi dan akan melakukan update stok barang berdasarkan transaksi yang terjadi. Pencatatan transaksi ini akan memudahkan dalam pencatatan stok dan pengevaluasian transaksi yang terjadi di toko. Sistem ini juga akan membantu menghasilkan laporan berupa evaluasi dari transaksi-transaksi yang terjadi di toko. Dengan implementasi sistem yang baru ini, diharapkan dapat membantu UD. Mulia Jaya menjalankan bisnisnya dengan lebih baik. 3.3 Desain Sistem Untuk pembuatan tugas akhir ini, sistem point of sale yang baru akan diimplementasikan agar dapat membantu UD. Mulia Jaya dalam melakukan kegiatan transaksi jual beli. Setiap transaksi penjualan, pembelian, pemotongan stok, dan retur masih dicatat secara manual, dengan sistem yang baru ini, segala transaksi akan tercatat dalam sistem yang terkomputerisasi dan diharapkan dapat membantu kinerja UD. Mulia Jaya. 384
Hans Setiawan Rinabi Tanamal David B. Tonara
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Aplikasi yang akan diimplementasikan pada UD. Mulia Jaya adalah Open Source Point Of Sales (OSPOS). Aplikasi dipilih karena fitur-fitur yang ditawarkan sesuai dengan kebutuhan UD. Mulia Jaya, yaitu aplikasi POS yang juga memiliki fitur Inventory Control. Selain itu, fitur pelaporan pada OSPOS cukup lengkap (Graphical Reports, Low Inventory Reports, Inventory Summary, dll) laporan dan diharapkan dapat membantu UD. Mulia Jaya dalam melakukan proses bisnisnya. 3.3.1 Use Case Diagram
Gambar 1. Use Case Diagram Admin Gambar 1 adalah use case diagram untuk user admin. User admin memiliki control penuh atas aplikasi dan dapat mengganti data-data serta mengakses setiap modul yang ada.
Gambar 2. Use Case Diagram Employee Gambar 2 menunjukan use case diagram dari user employee/pegawai. User employee hanya dapat mengganti data penjualan dan pembelian dan tidak memiliki hak akses untuk modul lain. 3.3.2 Sequence Diagram Sequence diagram digunakan untuk menjelaskan alur kerja dari sistem dan elemenelemen apa saja yang terlibat di dalam alur tersebut. 385
Hans Setiawan Rinabi Tanamal David B. Tonara
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
3.3.2.1 Add Item
Gambar 3 Sequence Diagram Add Item 3.3.2.2 Edit Item
Gambar 4 Sequence Diagram Edit Item
386
Hans Setiawan Rinabi Tanamal David B. Tonara
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
3.3.2.3 Delete Item
Gambar 5 Sequence Diagram Delete Item 3.3.2.4 View Report
Gambar 6 Sequence Diagram View Report
387
Hans Setiawan Rinabi Tanamal David B. Tonara
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
3.3.2.5 Inventory Summary
Gambar 7 Sequence Diagram Inventory Summary 3.4 ER Diagram
Gambar 8 ER Diagram Open Source Point Of Sales
388
Hans Setiawan Rinabi Tanamal David B. Tonara
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
3.5 Activity Diagram Bagian ini menjelaskan Activity Diagram dari aplikasi Open Source Point Of Sales 3.5.1 Add Receiving
Gambar 9 Activity Diagram Add Receiving
389
Hans Setiawan Rinabi Tanamal David B. Tonara
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
3.5.2 Add Sales
Gambar 10 Activity Diagram Add Sales
390
Hans Setiawan Rinabi Tanamal David B. Tonara
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
4. Implementasi dan Pengujian Sistem 4.1 Implementasi Sistem Local host server dan database harus di konfigurasi agar aplikasi dapat berjalan. Setelah aplikasi dapat berjalan dengan sempurna di sistem, pelatihan akan dilakukan agar pegawai UD. Mulia Jaya dapat menggunakan aplikasi yang telah diimplementasikan 4.2 Pengujian Sistem Pengujian sistem dilakukan berdasarkan use case scenario. Pengujian akan dinyatakan berhasil apabila hasil yang didapatkan dari pengujian sesuai dengan hasil yang diharapkan. 4.3 Hasil Pengujian 1. Tampilan user friendly 2. Aplikasi mudah digunakan 3. Kemudahan dalam akses data 4. Fitur Detailed Reports dapat membantu UD. Mulia Jaya dalam menentukan stok minimum dan maksimum dalam suatu periode dengan menggunakan teori safety stok. UD. Mulia Jaya juga dapat menentukan barang apa saja yang harus di stok dengan melihat barang apa saja yang paling laku dari fitur laporan yang ada. 5. Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pencatatan stok dapat dikurangi, sebelumnya perusahaan membutuhkan 60-90 menit, setelah implementasi sistem, perusahaan hanya membutuhkan beberapa menit. 5. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari implementasi sistem di UD. Mulia Jaya adalah: 1. Web based application dapat dijalankan di operating system manapun 2. Implementasi sistem dapat membantu UD. Mulia Jaya mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pencatatan stok 3. Implementasi sistem membantu UD. Mulia Jaya mengurangi biaya karena tidak perlu membayar overtime untuk pegawai 4. Open source software dipilih untuk implementasi sistem karena lebih mudah dikembangkan untuk ke depannya. 6.
Bibliography
Aberle, Craig. (2010). How To Computerize Your Business. Diakses 1 Juni 2014.
391
Hans Setiawan Rinabi Tanamal David B. Tonara
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Biediger, Shari L. (2012). Profile in Point-Of-Sale Technology. Diakses 30 Mei 2014. < http://www.bizjournals.com/sanantonio/print-edition/2012/07/06/profile-in-point-ofsale-technology.html?page=all>
Evans,
Keith.
(n.d.).
Point
Of
Sales
Processes.
Diakses
1
Juni
2014.
Khurana. (2010). Information Technology in Retailing. Tata-Mcgraw Hill Education, India.
Laurie, Ben.
Laurie, Peter. (2003). Apache: The Definitive Guide. O’Reilly Media Inc.,
Sebastopol.
Lengstorf, Jason. (2009). PHP For Absolute Beginners. Apress, New York.
Piasecki,
Dave
(n.d.).
Optimizing
Safety
Stock.
Diakses
10
Juni
2014.
http://www.inventoryops.com/safety_stock.htm
Ray, Linda.
(2014). How do POS Systems Work?. Diakses 9 November 2013.
<www.ehow.com/how-does_4922753_pos- sistems-work.html>.
392
Annisa Intan Lestari Endang Ruswanti
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Pengaruh Celebrity Endorser, Kualitas Produk Dan Iklan Terhadap Keputusan Pembelian Bedak Pixy Annisa Intan Lestari, Endang Ruswanti [email protected], [email protected] Universitas Esa Unggul Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruhi Celebrity Endorser, Kualitas Produk dan Iklan Terhadap Keputusan Pembelian Bedak Pixy di Wilayah Jakarta Barat. Variabel independen terdiri atas Celebrity Endorser, Kualitas Produk dan Iklan, sedangkan variabel dependent adalah Keputusan Pembelian. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 100 orang responden. Responden penelitian ini adalah konsumen yang membeli dan menggunakan bedak Pixy yang berada di Wilayah Jakarta Barat. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukan bahwa Celebrity Endorser, Kualitas Produk dan Iklan secara parsial memiliki pengaruh terhadap Keputusan Pembelian. Selain itu hasil penelitian menunjukan bahwa secara bersama-sama Celebrity Endorser, Kualitas Produk dan Iklan memiliki pengaruh signifikan terhadap Keputusan Pembelian. Kata Kunci : Celebrity Endorser, Kualitas Produk, Iklan dan Keputusan Pembelian Abstract This study aims to determine the influence Celebrity Endorser, Product Quality and Advertising Buying Decision Against Pixy Powder in West Jakarta area. The independent variables consist of Celebrity Endorser, Product Quality and Advertising, while the dependent variable is the purchase decision. The samples used in this study was 100 respondents. Respondents are consumers who buy and use the powder Pixy located in the County of West Jakarta. The analytical method used in this research is multiple linear regression. The results showed that the Celebrity Endorser, Product Quality and Advertising partially have an influence on the purchase decision. Also, results showed that the jointly Celebrity Endorser, Product Quality and Advertising have significant influence on the purchase decision. Keywords: Celebrity Endorser, Quality Products, Advertising and Purchasing Decision Pendahuluan Latar Belakang Persaingan antar pasar industri perawatan pribadi dan kosmetik semakin kompetitif. Terbukti dengan banyaknya jenis kosmetika yang beredar baik produksi dalam negeri maupun produksi luar negeri. Banyaknya produk kosmetika di pasaran mempengaruhi sikap seseorang terhadap pembelian dan pemakaian barang. Pembelian suatu produk bukan lagi untuk memenuhi kebutuhan, melainkan karena keinginan. Kosmetik merupakan salah satu produk yang ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan keinginan konsumen, agar tampil lebih cantik dan menarik. 393
Annisa Intan Lestari Endang Ruswanti
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Adapun merek-merek kosmetik yang saat ini beredar di Indonesia diantaranya Wardah, Inez, Make Over, Viva, Sari Ayu, Loreal, Pixy, Ponds, Mustika Ratu, Nivea, La Tulipe, Revlon, Maybeline, Oriflame, Putri, Avon, dan lain-lain. Perusahaan-perusahaan kosmetik tersebut berasal baik dari dalam dan luar negeri memberikan tawaran yang menarik dan beraneka ragam untuk menarik minat konsumen sehingga menimbulkan persaingan yang ketat. Masing-masing perusahaan berusaha menjadi pemimpin dalam pasar kosmetik yang berarti produknya diterima dengan baik di pasar salah satunya dengan meningkatkan kualitas produk. Konsumen melihat suatu produk dari kemampuannya untuk melakukan fungsi-fungsi tertentu yang tercermin dalam kualitas yang melekat pada suatu produk. Perusahaan yang mengetahui hal tersebut, tentu tidak hanya menjual produk itu sendiri, tetapi juga manfaat dari produk tersebut dimana pada akhirnya hal tersebut membantu perusahaan untuk meningkatkan penjualan karena akan berpengaruh pada keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen. Penjualan produk dengan kualitas yang bagus, orisinil, resmi akan meningkatkan kepercayaan konsumen dalam hal keandalan produk. PT Mandom Indonesia Tbk adalah salah satu perusahaan yang memproduksi kosmetik. Bedak Pixy merupakan salah satu produk PT Mandom Indonesia Tbk. Berikut ini terdapat data-data hasil penelitian menurut survey dari Top Brand Award Indonesia katagori bedak wajah pada tahun 2012-2016. Tabel 1 Top Brand index Katagori Bedak Wajah Tahun 2012-2016 Merek 2012 2013 2014 2015 2016 Pixy 18,8% 20,1% 17,3% 15,6% 14,9% Viva 11,9% 9,5% 9,1% 8,0% 7,1% Sariayu 11,2% 8,9% 8,9% 9,0% 7,5% La Tulipe 7,6% 7,8% 8,4% 8,9% 6,9% Maybeline 3,2% 6,3% 4,5% 4,5% 5,9% Wardah 5,7% 12,4% 17,2% 25% Sumber : Top Brand Award, 2016 Berdasarkan tabel 1 di atas dapat dilihat bahwa produk bedak wajah Pixy mengalami peningkatan pada tahun 2013 sebesar 1,3% menjadi 20,1%, lalu mengalami penurunan yang signifikan pada tahun 2014 sebesar 2,8% menjadi 17,3%, kemudian pada tahun 2015 dan 2016 mengalami penurunan kembali sebesar 1,7% dan 0,7% menjadi 15,6% dan 14,9%. Perlu bagi Pixy menyadari hal ini, persaingan produk bedak wajah semakin ketat. Perusahaan berlomba-lomba memperluas pangsa pasarnya, mencoba menarik pelanggan dengan cara mempengaruhi sikap konsumen agar ingin membeli produk-produk mereka. Tuntutan konsumen terhadap suatu produk, baik berbentuk barang maupun jasa yang ditawarkan perusahaan semakin hari semakin meningkat karena pada dasarnya konsumen tidak akan merasa puas dalam pemenuhan kebutuhan maupun keinginanya. Perusahaan diharapkan mempunyai strategi-strategi untuk dapat menarik konsumen dengan keputusan pembelian. Strategi yang harus dilakukan adalah dengan memperkenalkan produk tersebut kepada konsumen, sehingga konsumen dapat mengetahui keberadaan produk tersebut dengan baik yang akhirnya melekat dibenak konsumen. Iklan ditujukan untuk memperkenalkan kemudian meyakinkan calon konsumen dan memberikan suatu stimulus yang positif kepada konsumen yang berkaitan dengan produk dan merek. Iklan sendiri dipandang sebagai suatu media penyedia informasi tentang kemampuan, harga, fungsi produk, maupun atribut lainnya yang berkaitan dengan suatu produk dari sisi konsumen. 394
Annisa Intan Lestari Endang Ruswanti
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Penggunaan selebriti sebagai bintang iklan diyakini memiliki daya tarik tersendiri. Selain memiliki keuntungan publisitas dan kekuatan memperoleh perhatian dari konsumen, selebriti juga mempunyai kekuatan untuk dijadikan sebagai alat untuk membujuk, merayu, serta mempengaruhi konsumen sasaran, yaitu dengan ketenaran yang dimilikinya. Selebriti dapat menjadi alat pemasaran suatu produk yang sangat penting, daya tariknya yang luar biasa dan memiliki penggemar yang banyak bisa menjadi hal yang tidak dimiliki orang lain Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Celebrity Endorser, Kualitas Produk dan Iklan Terhadap Keputusan Pembelian Bedak Pixy”. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah celebrity endorser berpengaruh terhadap keputusan pembelian bedak Pixy? 2. Apakah kualitas produk berpengaruh terhadap keputusan pembelian bedak Pixy? 3. Apakah iklan berpengaruh terhadap keputusan pembelian bedak Pixy? 4. Apakah celebrity endorser, kualitas produk dan iklan secara bersama-sama berpengaruh terhadap keputusan pembelian bedak Pixy? 5. Faktor manakah yang paling dominan antara celebrity endorser, kualitas produk dan iklan terhadap keputusan pembelian bedak Pixy? Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui apakah celebrity endorser berpengaruh terhadap keputusan pembelian bedak Pixy. 2. Untuk mengetahui apakah kualitas produk berpengaruh terhadap keputusan pembelian bedak Pixy. 3. Untuk mengetahui apakah iklan berpengaruh terhadap keputusan pembelian bedak Pixy. 4. Untuk mengetahui apakah celebrity endorser, kualitas produk dan iklan secara bersamasama berpengaruh terhadap keputusan pembelian bedak Pixy. 5. Untuk mengetahui faktor manakah yang paling dominan antara celebrity endorser, kualitas produk dan iklan terhadap keputusan pembelian bedak Pixy? Landasan Teori Celebrity Endorser Celebrity adalah tokoh (aktor, penghibur, atau atlet) yang dikenal masyarakat karena prestasinya di dalam bidang-bidang yang berbeda dari golongan produk yang didukung (Shimp, 2010). Celebrity endorser merupakan penggunaan nara sumber (source) sebagai figur yang menarik atau popular dalam iklan, hal ini merupakan salah satu cara kreatif untuk menyampaikan pesan agar pesan yang disampaikan dapat mencapai perhatian yang lebih tinggi dan dapat diingat (Kotler dan Keller, 2012). Pemilihan celebrity yang sesuai dengan citra sebuah merek harus sangat diperhatikan agar penyampaian pesan dapat diterima konsumen dengan mudah dan tidak menimbulkan kesan negatif dari citra merek tersebut (Nuraini dan Maftukhah, 2015).
395
Annisa Intan Lestari Endang Ruswanti
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Dimensi Celebrity Endorser Dimensi celebrity endorser menurut Shimp (2010) terdiri dari : 1. Trustworthiness (Dapat Dipercaya) Trustworthiness (dapat dipercaya) mengacu pada kejujuran, integritas, dan kepercayaan diri dari seorang sumber pesan. 2. Expertise (Keahlian) Expertise (keahlian) mengacu pada pengetahuan, pengalaman atau keahlian yang dimiliki oleh seorang endorser yang dihubungkan dengan merek yang didukung. Seorang endorser yang diterima sebagai seorang ahli pada merek yang 3. Attractiveness (Daya Tarik Fisik) Attractiveness (daya tarik) mengacu pada diri yang dianggap sebagai hal yang menarik untuk dilihat dalam kaitannya dengan konsep kelompok tertentu dengan daya tarik fisik. Kualitas Produk Kualitas produk adalah kemampuan sebuah produk dalam memperagakan fungsinya, hal itu termasuk keseluruhan daya tahan, keandalan, ketepatan, kemudahan pengoperasian dan reparasi produk juga atribut lainnya (Kotler dan Armstrong, 2012). Kualitas produk merupakan kemampuan produk didalam menjalankan fungsinya dan kualitas produk dapat diukur melalui pendapat konsumen tentang kualitas itu sendiri, sehingga selera pribadi sangat mempengaruhi. Kualitas itu sendiri sering di anggap sebagai ukuran relatif kebaikan suatu produk atau jasa. Nilai subyektifitas dari seseorang menyebabkan adanya perbedaan dalam memberikan pengertian kualitas. Dimensi Kualitas Produk Garpersz (2011) mengemukakan delapan dimensi kualitas yang dapat digunakan sebagai kerangka perencanaan, yaitu : 1. Performance (Kinerja), berkaitan dengan aspek fungsional suatu barang, dan juga merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan dalam membeli barang tersebut. 2. Reliability (Kehandalan), berkaitan dengan probabilitas atau kemungkinan suatu barang berhasil menjalankan fungsinya setiap kali digunakan dalam periode waktu tertentu. 3. Conformance (Kesesuaian), berkaitan dengan tingkat kesesuaian terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan. 4. Durability (Daya tahan), yaitu refleksi umur ekonomis berupa daya tahan atau masa pakai barang atau dapat juga diartikan suatu ukuran kemungkinan usia operasi produk yang diharapkan dalam kondisi normal. 5. Service ability (Daya Guna), berkaitan dengan kecepatan, kompetisi, kemudahan, dan akurasi dalam memberikan layanan serta dalam berbaikan barang. 6. Aesthethics (Estetika), merupakan karakteristik mengenai keindahan yang bersifat subjektif sehingga berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi atau pilihan individual. Keindahan menyangkut tampilan produk yang dapat membuat konsumen
396
Annisa Intan Lestari Endang Ruswanti
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
suka. Ini seringkali dilakukan dalam bentuk desain produk atau kemasannya. Beberapa merek diperbarui “wajahnya” agar lebih cantik di mata konsumen. 7. Perceived quality (Kualitas yang dipersepsikan), ini menyangkut penilaian konsumen terhadap citra, merek, atau iklan. Produk-produk yang bermerek terkenal biasanya dipresepsikan lebih berkualitas dibanting dengan merek-merek yang tidak didengar. Iklan Iklan merupakan bentuk komunikasi non personal berbayar dalam menunjukkan atau mempromosikan ide, produk dan jasa melalui media massa seperti media cetak, majalah, televisi atau radio oleh perusahaan sponsor tertentu (Kotler dan Keller, 2012). Periklanan sebagai suatu bentuk dari komunikasi masa yang bersifat non personal dan di danai oleh perusahaan bisnis, organisasi nirlaba, atau individu yang diidentifikasikan dengan berbagai cara dalam pesan iklan. Pihak pemberi dana tersebut berharap untuk menginformasikan atau membujuk para anggota dari khalayak tertentu untuk melakukan beberapa tindakan, sekarang atau dimasa depan (Shimp,2010). Dimensi Iklan Dimensi iklan menurut Kasali (2007) dapat dibagi menjadi sebagai berikut : 1. Attention (Perhatian) Iklan harus menarik perhatian khalayak banyak, sasarannya baik pembaca, pendengar, atau pemirsa. 2. Interest (Minat) Iklan harus dapat membuat orang yang sudah memperhatikan menjadi berminat dan ingin tahu lebih lanjut. 3. Desire (Keinginan) Iklan harus berhasil merangsang keinginan orang untuk memiliki atau menikmati produk yang diiklankan, kebutuhan atau keinginan mereka untuk memiliki, memakai, atau melakukan sesuatu dibangkitkan. 4. Action (Tindakan) Tindakan adalah upaya terakhir untuk membujuk calon pembeli agar segera mungkin melakukan tindakan pembelian atau bagian dari proses itu. Keputusan Pembelian Keputusan pembelian adalah keputusan yang diambil konsumen untuk melakukan pembelian suatu produk melalui tahapan-tahapan yang dilalui konsumen sebelum melakukan pembelian yang meliputi kebutuhan yang dirasakan, kegiatan sebelum membeli, perilaku waktu memakai, dan perasaan setelah membeli (Kotler dan Keller, 2012).
397
Annisa Intan Lestari Endang Ruswanti
Jurnal Manajemen Bis isnis Indonesia Vol. 2, Nomoor 3, Juni 2015
Sumber : Data di olahh oleh penulis, 2016 Gambar 2 Model Penelitian Berdasarkan uraian hu hubungan antar variabel dan hasil penelitian ian terdahulu, maka hipotesis penelitian ini adalahh sebagai berikut : H1 : Diduga celebrity endors orser berpengaruh terhadap keputusan pembeli elian bedak Pixy. H2 : Diduga kualitas produk uk berpengaruh terhadap keputusan pembelian an bedak Pixy. H3 : Diduga iklan berpenga garuh terhadap keputusan pembelian bedak Pix Pixy. H4 : Diduga celebrityy endorser, kualitas produkdan iklan seca ecara bersama-sama berpengaruh terhadap ap keputusan pembelian bedak Pixy. H5 : Diduga kualitas pro roduk yang paling dominan dalam mempen pengaruhi keputusan pembelian bedak Pixy xy Metode Penelitian Populasi eluruhan unsur yang mencakup semua angg ggota yang di teliti. Populasi adalah kesel Unsur tersebut dapat berupaa oorang, benda, perusahaan, atribut, atau unit--unit apa saja yang terkandung dalam objek pen enelitian (Istijanto, 2005). Populasi pada penelitian pen ini adalah seluruh konsumen yang perna nah membeli dan menggunakan produk bedak ak Pixy yang ditemui di Wilayah Jakarta Barat. Jum mlahnya tidak diketahui secara pasti. Sampel Sampel adalah sebagia ian dari populasi yang karakteristiknya hendak ak diteliti, dan dapat dianggap mewakili keseluruha han populasi (Sunyoto, 2009). Karena populas lasi dalam penelitian tidak diketahui jumlahnya ma maka untuk menentukan jumlah sampel yang ng diteliti digunakan Quota Sampling. Quota sampl pling adalah teknik untuk menentukan sampel el dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentuu sampai jumlah atau kuota yang diinginkann (Sugiyono, 2008). Ukuran sampel minimum dala alam penelitian adalah sebanyak 100 responden en (Hair et al, 2010). Oleh karena itu, penulis memi milih sampel sebanyak 100 responden. Teknik Pengambilan Sampeel Teknik pengambilan ssampel yang digunakan dalam penelitian ini in adalah purposive sampling yaitu pengambilann ssampel berdasarkan kriteria tertentu (Sugiyo iyono, 2008). Teknik pengambilan sampel yang dilakukan d berdasarkan karakteristik yang dditetapkan terhadap
398
Annisa Intan Lestari Endang Ruswanti
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
elemen populasi target yang disesuaikan dengan tujuan atau masalah penelitian. Berdasarkan uraian tersebut kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Pernah melihat iklan Pixy minimal 3 kali 2. Pernah membeli dan menggunakan bedak Pixy minimal 2 kali 3. Berusia minimal 17 tahun. Teknik Analisis Data Uji Validitas Uji validitas adalah uji yang digunakan untuk mengukur sah atau tidaknya suatu kuesioner. Kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan atau pernyataaan pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut (Sunyoto, 2009). Uji validitas dilakukan dengan membandingkan nilai r hitung dengan nilai r tabel. Dinyatakan valid apabila r hitung > r tabel atau r > 0,361 dan dinyatakan tidak valid apabila r hitung < r tabel atau r < 0,361. Uji validitas dilakukan 30 responden, dikatakan valid apabila nilai r > 0,361. Uji Reliabilitas Uji reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur didalam mengukur gejala yang sama (Umar, 2003). Setiap alat pengukur seharusnya memiliki kemampuan untuk memberikan hasil pengukuran yang konsisten. Secara konsep, pertanyaan dianggap konsisten jika menghasilkan jawaban yang sama atau hampis sama dengan kelompok responden yang berbeda. Butiran kuesioner dikatakan reliable atau andal apabila jawaban seseorang terhadap kuesioner adalah konsisten. Untuk menentukan reliable atau tidak reliable dalam penelitian ini menggunakan Cronbach Alpha > 0,60 dan tidak reliable juga sama dengan atau di bawah 0,60. Analisis Regresi Linier Berganda Analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh antara dua atau lebih variabel independen dengan satu variabel dependen Persamaan garis regresi untuk regresi berganda dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e Dimana : Y = Keputusan pembelian A = Konstanta b1 = Koefisien regresi celebrity endorser b2 = Koefisien regresi kualitas produk b3 = Koefisien regresi iklan X1 = Celebrity endorser X2 = Kualitas produk X3 = Iklan e = Standard error
399
Annisa Intan Lestari Endang Ruswanti
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Hasil Penelitian dan Pembahasan Analisis Regresi Linier Berganda Analisis ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara variabel independent yaitu celebrity endorser (X1), kualitas produk (X2), iklan (X3) terhadap variabel dependen yaitu keputusan pembelian (Y). Tabel 3 Hasil Uji Regresi Unstandardized Standardize Coeficients d Coeficients B Std. Beta Error (Constant) 32.15 10.290 .124 .370 Celebrity 2 1 Endorser .462 .194 .046 Kualitas Produk .093 .147 .118 .174 Iklan a. Dependent Variable: Keputusan Pembelian Sumber : Hasil Output Software Statistik, 2017 Model
t
3.125 3.718 .480 1.188
Sig
.002 .000 .033 .038
Berdasarkan tabel 4.8 diatas didapatkan persamaan regresi sebagai berikut : Y = 32.152 + 0.462(X1) + 0.093(X2) + 0.174(X3) + e Dari hasil analisa diatas, diperoleh sebagai berikut : 1. Nilai konstanta (a) adalah 32.152 yang artinya jika variabel celebrity endorser, kualitas produk dan iklan bernilai nol (0), maka keputusan pembelian bernilai 32.152. 2. Nilai koefisien regresi berganda variabel X1 bernilai positif yaitu 0.462 yang artinya, setiap terjadi peningkatan variabel celebrity endorser sebesar satu satuan akan meningkatkan keputusan pembelian sebesar 0.462 dengan asumsi variabel lain bernilai tetap.. 3. Nilai koefisien regresi berganda variabel X2 berbilai positif yaitu 0.093 yang artinya, setiap terjadi peningkatan variabel kualitas produk sebesar satu satuan akan meningkatkan keputusan pembelian sebesar 0.093 dengan asumsi variabel lain bernilai tetap.. 4. Nilai koefisien regresi berganda variabel X3 bernilai positif yaitu 0.174 yang artinya, setiap terjadi peningkatan variabel iklan sebesar satu satuan akan meningkatkan keputusan pembelian sebesar 0.174 dengan asumsi variabel lain bernilai tetap. Uji t Uji t digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen yaitu celebrity endorser, kualitas produk dan iklan mempengaruhi variabel dependen yaitu keputusan pembelian secara sendiri-sendiri.
400
Annisa Intan Lestari Endang Ruswanti
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Tabel 4 Hasil Uji t Model Unstandardized Standardize Coeficients d Coeficients B Std. Beta Error (Constant) 32.15 10.290 .124 .370 Celebrity 2 1 Endorser .462 .194 .046 Kualitas Produk .093 .147 .118 .174 Iklan a. Dependent Variable: Keputusan Pembelian Sumber : Hasil Output Software Statistik, 2017
t
3.125 3.718 .480 1.188
Sig
.002 .000 .033 .038
Berdasarkan tabel 4.9 hasil yang didapatkan dari analisis Uji t adalah sebagai berikut : 1. Variabel Celebrity Endorser (X1) memiliki nilai signifikan 0.000 yang berarti < 0.05 dengan demikian, maka H0 ditolak. Kesimpulannya adalah variabel Celebrity endorser (X1) secara parsial (sendiri-sendiri) berpengaruh signifikan dan positif terhadap variabel Keputusan Pembelian (Y). Variabel Celebrity Endorser diukur dengan 3 dimensi yaitu Trustworthiness (Dapat Dipercaya), Expertise (Keahlian) dan Attractiveness (Daya Tarik Fisik). Maka dari hasil menunjukan bahwa Celebrity Endorser menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi Keputusan Pembelian. 2. Variabel Kualitas Produk (X2) memiliki nilai signifikan 0.033 yang berarti < 0.05 dengan demikian, maka H0 ditolak. Kesimpulannya adalah variabel Kualitas Produk (X2) secara parsial (sendiri-sendiri) berpengaruh signifikan dan positif terhadap variabel Keputusan Pembelian (Y). Variabel Kualitas Produk (X2) diukur dengan 7 dimensi yaitu Performance (Kinerja), Reliability (Kehandalan), Conformance (Kesesuaian), Durability (Daya tahan), Service ability (Daya Guna), Aesthethics (Estetika), Perceived quality (Kualitas yang dipersepsikan). Maka dari hasil menunjukan bahwa Kualitas Produk menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi Keputusan Pembelian. 3. Variabel Iklan (X3) memiliki nilai signifikan 0.038 yang berarti < 0.05 dengan demikian, maka H0 ditolak. Kesimpulannya adalah variabel Iklan (X3) secara parsial (sendirisendiri) berpengaruh signifikan dan positif terhadap variabel Keputusan Pembelian (Y). Variabel Iklan (X3) diukur dengan 4 dimensi yaitu Attention (Perhatian), Interest (Minat), Desire (Keinginan), dan Action (Tindakan). Maka dari hasil menunjukan bahwa Iklan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi Keputusan Pembelian. 4. Dari ketiga variabel tersebut, yang paling dominan berpengaruh terhadap Keputusan Pembelian bedak Pixy adalah Celebrity Endorser hal ini dapat dilihat dari nilai B paling besar yaitu 0.462. Diantara ketiga variabel tersebut bahwa Celebrity Endorser yang paling dilihat dalam memutuskan pembelian bedak Pixy. Uji F Uji F digunakan untuk menguji pengaruh variabel Celebrity Endorser, Kualitas Produk dan Iklan sebagai variabel Independent terhadap Keputusan Pembelian sebagai variabel dependent secara simultan atau bersama-sama.
401
Annisa Intan Lestari Endang Ruswanti
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Tabel 5 Hasil Uji F Model Sum of df Mean F Squares Square Regression 50.785 3 16.928 4.868 1 Residual 333.805 96 3.477 Total 384.590 99 a. Dependent Variable: Keputusan Pembelian b. Predictors: (Constant), Iklan, Kualitas Produk, Celebrity Endorser Sumber : Hasil Output Software Statistik, 2017
Sig. .003b
Berdasarkan tabel 4.10 diatas hasil perhitungan tabel dengan menggunakan uji F diperoleh F hitung sebesar 4.868 dengan tingkat signifikan 0.003. karena nilai probabilitas < 0.05 yaitu (0.003 < 0.005), dengan demikian H0 ditolak dan Ha diterima. Dari hasil uji F ini variabel independen yaitu Celebrity Endorser (X1), Kualitas Produk (X2) dan Iklan (X3) secara simulyan atau bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependent yaitu Keputusan Pembelian (Y). Koefisien Determinasi (R2) Koefisien Determinasi (R2) dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar nilai variabel Celebrity Endorser, Kualitas Produk dan Iklan mempengaruhi Keputusan Pembelian. Nilai Koefisien Determinasi (R2) dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 6 Hasil Koefisien Determinasi Model R R Square Adjusted R Std. Error of the Square Estimate a 1 .663 .632 .605 1.86471 a. Predictors: (Constant), Iklan, Kualitas Produk, Celebrity Endorser Sumber : Hasil Output Software Statistik, 2017 Pada tabel 4.11 koefisien determinasi diatas, besarnya nilai Adjusterd R square adalah 0.605 hal ini menyatakan bahwa variabel independen yaitu Celebrity Endorser, Kualitas Produk dan Iklan memberi kontribusi pengaruh kepada variabel dependen yaitu keputusan pembelian sebesar 60,5% sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lain yang tidak ada dipenelitian ini. Pembahasan Hasil Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Celebrity Endorser, Kualitas Produk dan Iklan terhadap Keputusan Pembelian bedak Pixy di Wilayah Jakarta Barat. 1. Pengaruh celebrity endorser terhadap keputusan pembelian bedak Pixy. Variabel Celebrity Endorser berpengaruh terhadap keputusan pembelian bedak Pixy di Wilayah Jakarta Barat artinya semakin popular Celebrity Endorser dari bedak Pixy maka semakin kuat daya tarik konsumen untuk mengambil keputusan pembelian bedak Pixy. Sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa “Diduga celebrity endorser berpengaruh terhadap keputusan pembelian bedak Pixy” diterima. Hasil penelitian ini mendukung dan memperkuat penelitian Nuraini dan Maftikhah (2015), dimana penelitian
402
Annisa Intan Lestari Endang Ruswanti
2.
3.
4.
5.
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
tersebut menemukan bahwa Celebrity Endorser memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Keputusan Pembelian. Pengaruh kualitas produk terhadap keputusan pembelian bedak Pixy. Variabel Kualitas Produk Kualitas Produk berpengaruh terhadap Keputusan Pembelian bedak Pixy di Wilayah Jakarta Barat artinya semakin meningkat dan sesuai kualitas produk yang ditawarkan untuk dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen melalui kinerja, keandalan, kesesuaian dan kehandalan akan meningkatkan konsumen dalam melakukan pembelian. Sehingga hipotesis “Diduga kualitas produk yang paling dominan dalam mempengaruhi keputusan pembelian bedak Pixy” diterima. Hasil penelitian ini mendukung dan memperkuat penelitian Sulistyawati (2010), dimana penelitian tersebut menemukan bahwa Kualitas Produk memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Keputusan Pembelian. Pengaruh iklan terhadap keputusan pembelian bedak Pixy. Variabel Iklan berpengaruh positif terhadap Keputusan Pembelian bedak Pixy di Wilayah Jakarta Barat artinya semakin sering iklan yang ditayangkan akan meningkatkan daya ingat konsumen dalam mengambil Keputusan Pembelian bedak Pixy. Sehingga hipotesis “Diduga iklan berpengaruh terhadap keputusan pembelian bedak Pixy” diterima. Hasil penelitian ini mendukung dan memperkuat penelitian dari Noerchoidah (2013), dimana penelitian tersebut menemukan bahwa Iklan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Keputusan Pembelian. Pengaruh celebrity endorser, kualitas produk dan iklan terhadap keputusan pembelian bedak Pixy. Hasil dari penelitian yang didapat dari variabel Celebrity Endorser, Kualitas Produk dan Iklan secara simultan atau bersama-sama berpengaruh terhadap Keputusan Pembelian pada bedak Pixy di Wilayah Jakarta Barat. Dapat disimpulakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dari Celebrity Endorser, Kualitas Produk dan Iklan terhadap Keputusan Pembelian. Sehingga hipotesis “Diduga celebrity endorser, kualitas produk dan iklan secara bersama-sama berpengaruh terhadap keputusan pembelian bedak Pixy” diterima. Pengaruh kualitas produk sebagai variabel dominan dalam mempengaruhi keputusan pembelian bedak Pixy Berdasarkan koefisien regresi di atas menunjukan bahwa variabel Celebrity Endorser paling berpengaruh dominan terhadap Keputusan pembelian bedak Poxy di Wilayah Jakarta Barat. Hal ini menunjukan bahwa yang paling utama akan mempengaruhi Keputusan Pembelian bedak Pixy di Wilayah Jakarta Barat adalah variabel Celebrity Endorser. Sehingga hipotesis “Diduga kualitas produk yang paling dominan dalam mempengaruhi keputusan pembelian bedak Pixy” ditolak.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya mengenai pengaruh Celebrity Endorser, Kualitas Produk dan Iklan terhadap Keputusan Pembelian bedak Pixy di Wilayah Jakarta Barat, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Celebrity Endorser bedak Pixy berpengaruh terhadap Keputusan Pembelian, semakin memikat Celebrity Endorser maka semakin banyak konsumen melakukan pembelian. Hal ini menunjukan Celebrity Endorser yang dilakukan bedak Pixy mampu membuat konsumen untuk melakukan pembelian. 2. Kualitas Produk berpengaruh terhadap Keputusan Pembelian, semakin meningkat Kualitas Produk dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen maka semakin 403
Annisa Intan Lestari Endang Ruswanti
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
banyak konsumen melakukan pembelian. Hal ini menunjukan bahwa Kualitas Produk bedak Pixy dapat membuat konsumen melakukan Keputusan Pembelian. 3. Iklan bedak Pixy berpengaruh terhadap Keputusan Pembelian. Hal ini menunjukan iklan yang dilakukan bedak Pixy mampu meyakinkan konsumen untuk melakukan pembelian, semakin tinggi daya tarik iklan maka semakin banyak konsumen melakukan pembelian. 4. Secara bersama-sama Celebrity Endorser, Kualitas Produk dan Iklan memiliki pengaruh terhadap Keputusan Pembelian bedak Pixy karena adanya keterkaitan antara variabel independent terhadap variabel dependent. 5. Variabel yang paling dominan mempengaruhi Keputusan Pembelian pada bedak Pixy adalah Celebrity Endorser, karena Celebrity Endorser mampu memikat dan meyakinkan konsumen untuk melakukan pembelian. 5.2 Saran Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini, maka peneliti dapat mengajukan berupa saran kepada perusahaan PT Mandom Indonesia Tbk sebagai masukan untuk mempertahankan konsumen yang sudah ada dan untuk menarik perhatian konsumen agar melakukan Keputusan Pembelian bedak Pixy, yaitu sebagai berikut : 1. Perusahaan perlu lebih memperhatikan dan meningkatkan penggunaan Celebrity Endorser pada produk bedak Pixy agar Keputusan Pembelian semakin meningkat, hal ini dikarenakan konsumen lebih melihat kepada Celebrity Endorser yang popular, memiliki kepribadian yang baik, perilaku yang baik, keahlian dalam mengkomunikasikan, memiliki pengetahuan, dapat dipercaya, daya tarik, dapat menginspirasi serta patut diikuti pada suatu produk. 2. Perusahaan harus lebih meningkatkan kualitas produk yag ditawarkan sehingga dapat meni ngkatkan Keputusan Pembelian terhadap bedak Pixy. Dengan cara perusahaan harus lebih memperbanyak keistimewaan-keistimewaan di dalam produk bedak Pixy yang bisa membedakan dengan produk lainnya. 3. Sebuah iklan yang selalu ditayangkan di televisi dalam kurun waktu yang sangat lama akan menimbukan kebosanan pada konsumen terhadap iklan tersebut, sebaiknya perusahaan PT Mandom Indonesia Tbk membuat ide-ide yang inovatif seperti meningkatkan daya tarik iklan berupa jingle iklan yang mudak diingat dan tema iklan yang baru dan Celebrity Endorser dari produk dapat diganti dengan tetap mementingkan kredibilitas selebriti tersebut dan menyesuaikan kecocokan selebriti dengan segmentasi produk. Daftar Pustaka Alfred, Owusu. 2013. Influences of Price and Quality on Custumer Purchase of Mobile Phone In The Kumasi Metropolis In Ghana A Comparative Study, European journal of Business and Management. Vol.5 No.1: 1-21. Asiani, Windi dan Endang Ruswanti. 2014. Pengaruh Celebrity Endorser Dalam Iklan Freshcare Aromatherapy Terhadap Keputusan Pembelian. DeReMa Jurnal Manajemen. Vol.9 No.1: 69-75. Fatima, Samar dan Samreen Lodhi. 2015. Impact of Advertisement on Buying Behaviours of the consumers: Study of Cosmetic Industry in Karachi City. International Journal of Management Sciences and Business Research. Vol.4. No.10, Pp 4-5. 404
Annisa Intan Lestari Endang Ruswanti
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Garpersz, Vincent. 2011. Total Quality Managemen. Jakarta Gramedia Pustaka Utama. Istijanto, 2005. Aplikasi Praktis Riset Pemasaran. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Kasali, Rhenald. 2007. Manajemen Periklanan: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Jakarta : Pustaka Utama Grafiti. Kotler, Philip dan Gary Armstrong. 2012. Prinsip-Prinsi Pemasaran. Edisi13. Jilid 1. Jakarta : Erlangga. Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller. 2012. Marketing Management. Edisi 13. Jilis 2. Jakarta : Erlangga. Kountur, Ronny. 2008. Menguasai Riset Pemasaran. Jakarta : PT Mitra Kerjaya. Majeed, Sohail dan Sana Razzak. 2011. The Impact of Television Advertisement Repetition, Celebrity Endorsement and Perceived Quality on Consumer Purchase Decision. Australian Journal of Basic and Applied Sciences. Vol.5. No.12, Pp 7-8. Nelson, Okorei, Oyedepo Tunji dan Akhidenor Gloria. 2012. The Dysfunctional and Functional Effect of Celebrity Endorsement on Brand Patronage. Online Journal of Communication and Media Technologies. Vol.2. No.2: 1-12. Noerchoidah. 2013. Analisis Pengaruh Harga, Kualitas Produk Dan Iklan Terhadap Brand Image Dan Keputusan Pembelian Sepeda Motor Merek Kawasaki. Jurnal WIGA. Vol. 3 No.1, Pp 10-11. Nuraini, Alfiyah dan Ida Maftukhah. 2015. Pengaruh Celebrity Endorser dan Kualitas Produk Terhadap Keputusan Pembelian Melalui citra merek Pada Kosmetik Wardah Di Kota Semarang. Manajemen Analysis Journal. Vol.4. No.2, Pp 2-5. Parengkuan, Valentine, Altje Tumbel dan Rudy Wenes. 2014. Analisis Pengaruh Brand Image Dan Celebrity Endorsment Terhadap Keputusan Pembelian Produk Shampo Head And Shoulders Di 24 Mart Manado. Jurnal EMBA. Vol.2. No.3. Pp 11 Priyanto, Duwi. 2013. Mandiri Belajar Analisis Data Dengan SPSS. Jogyakarta: Mediakom. Rangkuti, Freddy. 2005. Marketing Analysis Made Easy. Jakarta: PT Gramedia. Ruswanti, Endang. 2015. Panduan Penulisan Laporan Ilmiah “Atensi Kredibilitas Perusahaan Iklan Dua Sisi”. Yogyakarta: CV Andi Offset. ISBN: 978-979-29-54203. Shimp, Terence. 2010. Advertising, Promotion & Other Aspects of Integrated Marketing Communications, 8th edition. Diterjemahkan oleh : Revyani Sahrial. Jakarta : Erlangga. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
405
Annisa Intan Lestari Endang Ruswanti
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Sulistyawati, Praba. 2010. Analisis Pengaruh Citra Merek dan Kualitas Produk Terhadap Keputusan Pembelian Laptop Merek Acer di Kota Semarang. Jurnal Fakultas Ekonomi Manajemen Universitas Diponegoro Semarang. Pp 23. Sunyoto, Danang. 2009. Analisis Regresi dan Uji Hipotesis. Edisi pertama. Jogyakarta : Media Pressindo. Umar, Husein. 2003. Metode Riset Bisnis. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama Yulianda, Siska dan Tati Handayani. 2015. The Effect of Two Aspects-Quality Products and Consumers Psychology - Toward the Purchase Decisions of Samsung Mobile Phone. Mediterranean Journal of Social Sciences.Vol.6. No.5, Pp 5. Zipporah, Mwendwa Mildred dan Dr. Hellen K. Mberia. 2014.The Effects OF Celebrity Endorsement in Advertisements. International Journal of Academic Research in Economics and Management Sciences. Vol.3. No.5. Pp 3. Fronster Consulting Group. 2016. Top Brand Award. www.topbrand_award.com, di akses 15 November 2016. Pukul 19:30 WIB. PT Citra Cendekia Indonesia. 2016. Perkembangan Pasar Industri Kosmetik Di Indonesia, 2010 – 2015. http://cci-indonesia.com/2016/06/17/perkembangan-pasar-industrikosmetik-di-indonesia-2010-2015/, diakses 15 November 2016. Pukul 20:00 WIB.
406
Mudiantono Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Lea Handayani Sudarmono Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015 Kholidin UPAYA MENINGKATKAN KINERJA PENJUALAN COFFEE SHOP MELALUI ANALISIS VARIABEL STORE ATMOSPHERE, CITRA MEREK, PREFERENSI MEREK COFFEE SHOP DI MEDIA SOSIAL DAN PROMOSI (Temuan pada J.CO Paragon Mall, Semarang) Mudiantono, Lea Handayani Sudarmono, Kholidin Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Diponegoro [email protected]., [email protected]., [email protected]. Abstraks Bersantai di Coffee Shop saat ini menjadi gaya hidup bagi masyarakat Indonesia. Coffee Shop banyak bermunculan. J.CO sebagai salah satu Coffee Shop saat ini telah mengalami sedikit ketinggalan dibandingkan dengan para pesaingnya. Studi ini bertujuan untuk mencari cara meningkatkan kinerja penjualannya melalui peningkatan keputusan pembelian konsumen dengan menganalisis variabel-variabel yang menentukannya seperti suasana toko (Store Atmosphere), Citra Merek, Preferensi Merek di Sosial Media dan Promosi. Dari variabel-variabel yang ada ini 8 hipotesis diformulasikan. Dengan menggunakan data dari 200 responden, data diolah dengan menggunakan AMOS 22.0 melalui Structural Equation Model (SEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang paling besar berpengaruh terhadap Keputusan Pembelian konsumen adalah Preferensi Merek di Media Sosial. Variabel ini akan bisa meningkat apabila Store Atmosphere meningkat juga. Kata Kunci : Store Atmosphere, Citra Merek, Preferensi Merek di Media Sosial, Promosi, Keputusan Pembelian Abstract Relax for killing the time in Coffee Shop nowdays tends to be lifestyle in Indonesia. The coffee shops now are growing in numbers. Based on business phenomena occured, consumers visit a coffee shop are influenced by the preference of the brand in social media. J.CO as one of the branded coffee shop seems to be less superior compared with its competitors. This study aims to determine how to improve purchasing decisions as one indicator of sales performance through analysis of influencing variables such as store atmosphere, brand image, brand preference on social media and promotion. Eight hypothesis are formulated in this study. By using 200 respondents, the Structural Equation Model (SEM) which is processed by AMOS 22.0 is emplyed to analyse data. The result of this study is the highest regression weight of variables that influences purchasing decision is Brand Image. So, if J.CO wants to increase the purchasing decision of the customer it must increase its brand preference in social media.. This brand preference in social media can be increased if store atmosphere variable can be increased. Keywords: Store Atmosphere, Brand Image, Brand Preference in Social Media, Promotion, Purchasing Decisions.
407
Mudiantono Lea Handayani Sudarmono Kholidin Pendahuluan
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Nilai kebarat – baratan (westernized) yang telah masuk ke dalam lapisan masyarakat telah menjadi sumbangsih awal budaya menikmati kopi di cafe modern. Maka tidak heran apabila hobi minum kopi sekarang sudah menjadi life style tersendiri bagi semua kalangan mulai usia remaja sampai dewasa. Selain itu gaya hidup konsumen yang cenderung konsumtif dan menginginkan kepraktisan, juga menyebabkan berbagai jenis kedai kopi baik berskala kecil maupun bertaraf global mulai bermunculan. Berdasarkan fenomena bisnis yang terjadi, konsumen saat ini lebih memilih berkunjung ke kedai kopi berdasarkan preferensi merek di media sosial (Cahyo, 2015) Pendapat serupa dikemukakan oleh Wulansari (2014) yang menyatakan bahwa masyarakat pengguna social media dapat menjadi sumber preferensi dan mempengaruhi segmen konsumen lainnya untuk mengunjungi cafe yang direviu melalui pengunggahan foto cafe, produk makanan maupun minumannya di berbagai aplikasi media sosial seperti instagram, path, tumblr, facebook, twitter, dsb. J.CO sebagai salah satu kedai kopi bermerek belum unggul dibanding dengan sesama pemain bisnisnya. Hal tersebut terlihat dari penurunan citra merek yang akan ditampilkan pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1 Top Brand Index Cafe Kopi (2012-2014)
Sumber: www.topbrand-award.com Berdasarkan Tabel 1, dari berbagai merek coffee shop yang ada telah menunjukkan adanya peringkat J.CO yang terus menerus mengalami penurunan selama 3 tahun terakhir. Pada tahun 2012 J.CO menempati posisi 3 teratas sebagai brand cafe kopi terbaik di Indonesia dengan nilai index sebesar 4,7%. Kemudian Brand index J.CO terus menerus mengalami penurunan pada tahun 2013 dan 2014 berturut – turut sebesar 3,6% dan 2,9%. Berdasarkan hasil survai tersebut, dapat diindikasikan bahwa ada permasalahan pada brand image J.CO. yang berarti bahwa citra mereknya sudah mulai menurun di benak konsumen. Selain turunnya presentase TBI (Top Brand Index) yang dapat dikaitkan dengan citra merek, J.CO juga mengalami penurunan penjualan pada salah satu gerai cabangnya di JCO Donuts and Coffee Paragon Mall, Semarang, yang akan ditunjukkan tabel berikut
408
Mudiantono Lea Handayani Sudarmono Kholidin
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Tabel 2 Data Penjualan JCO Donuts and Coffee Paragon Mall, Semarang Tahunn 2014 -2015
Sumber : J.CO Donuts and Coffee Paragon Mall Semarang, 2016
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa penjualan berfluktuatif seiring dengan naik turunnya jumlah konsumen yang melakukan pembelian. Namun bila diamati secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2015, jumlah konsumen yang melakukan pembelian pada gerai cabang J.CO di Paragon Mall Semarang mengalami penurunan yang cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Pada Bulan November tahun 2014, jumlah konsumen terbanyak yang melakukan pembelian di gerai J.CO sempat mencetak angka 25.560 orang. Sedangkan pada tahun 2015, di Bulan Desember, jumlah konsumen tertinggi yang melakukan pembelian hanya berkisar pada angka 20.160 orang. Selain itu, jika dilihat dari jumlah terendah konsumen yang melakukan pembelian di tahun 2014 yaitu sebanyak 15.060 orang, lebih besar dibandingkan pada titik terndah pada Bulan Oktober 2015 yang hanya berjumlah 10.140 orang. Dari sisi penjualan, menunjukkan bahwa angka penjualan tertinggi yang mampu diraih oleh J.CO Paragon Mall, Semarang pada tahun 2014 menembus jumlah Rp 982.782.000,- . Sedangkan pada tahun berikutnya penjualan tertinggi yang dihasilkan terjadi pada Bulan Desember hanya mampu mencapai jumlah nominal sebesar Rp.777.168.000,-. Hal itu berarti hasil realisasi target penjualan yang dicapai J.CO di tahun 2015 mengalami penurunan yang nantinya juga dapat berpengaruh pada penurunan revenue yang didapatnya. Kekalahan J.CO dibanding merek sesama pemain bisnis coffee shop lainnya tercermin pada penurunan brand index J.CO sebagai salah satu kedai kopi terbaik, berkesinambungan dengan bukti penurunan jumlah penjualan dan konsumen yang melakukan pembelian di salah satu gerai cabang J.CO di Paragon Mall, Semarang. Sehingga dapat menjadi dugaan awal bahwa mulai menurunnya keputusan konsumen untuk melakukan pembelian di gerai J.CO dapat disebabkan salah satunya oleh turunnya citra merek J.CO dimata konsumen. Seluruh elemen citra merek yang sudah tertanam di benak konsumen dapat mempengaruhi keputusannya apakah akan melakukan pembelian atau tidak (Prastiwi, 2013). Maka dapat didefinisikan pula bila citra mereknya turun, keputusan pembelian produk merek tersebut juga ikut menurun (Prasetyani, 2014). Selain itu, penggunaan store atmosphere yang tepat akan menimbulkan kesan estetik dan membantu memperbaiki citra sebuah toko di persepsi pelanggan, yang tentunya akan mendorong keputusan pembelian yang besar. Hal tersebut merupakan salah satu cara dalam 409
Mudiantono Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Lea Handayani Sudarmono Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015 Kholidin menstimulasi konsumen melalui panca indera untuk melakukan pembelian, selain untuk menarik perhatian konsumen (Erna, 2008). Kemudian dengan maraknya aplikasi media sosial sekarang ini, dapat djadikan pemasar nantinya sebagai media kegiatan promosi yang efektif. Schultz dan Martin (2014) menyatakan bahwa penggunaan sosial media oleh pihak pemasar pada usaha retail, memungkinkan keberhasilan kegiatan promosi yang memberi dampak bagi konsumen untuk saling berbagi preferensi maupun mengumpulkan informasi sebagai bahan pertimbangan memutuskan pembelian suatu produk. Mengingat bahwa promosi dapat berfungsi merangsang respon konsumen berupa perilaku (behavioral response) yaitu membeli produk. Maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana upaya meningkatkan keputusan pembelian melalui faktor – faktor yang membentuk preferensi merek coffee shop di media sosial yang ditemukan pada J.CO Paragon Mall, Semarang.
Tinjauan Pustaka dan Pengembangan Hipotesis Pengaruh Store Atmosphere terhadap Keputusan Pembelian Bloom dan Louise (2006) mengatakan bahwa sistem retail yang efektif memberikan perhatian lebih kepada konsumennya. Salah satu motif utama konsumen saat hendak melakukan pembelian adalah menginginkan adanya kenyamanan yang berasal dari suasana toko itu sendiri, ditambah dengan daya tarik dari desain toko. Maka konsumen dapat membuat penilaian akan citra toko tersebut termasuk produk yang dijualnya, yang akan membuatnya memutuskan untuk melakukan pembelian. Penelitian yang dilakukan Jorgi (2015) membuktikan bahwa Store atmosphere berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen di coffee shop Kopi Progo, Bandung. Adanya inovasi dalam mendekorasi suasana toko coffee shop dapat menarik perhatian konsumen dan membuat konsumen merasa nyaman. H1: Store Atmosphere berpengaruh positp terhadap Keputusan Pembelian Pengaruh Store Atmosphere Terhadap Preferensi Merek Coffee Shop di Social Media Kotler dan Keller (2013) menjelaskan bahwa store atmosphere atau yang disebut dengan atmosfer toko didefinisikan sebagai elemen lain dalam melengkapi toko yang harus diperhatikan oleh retailer dengan mempertimbangkan semua indra dalam membentuk pengalaman pelanggan. Hal tersebut sangat berkaitan karena konsumen akan cenderung menyukai kafe yang tidak hanya menawarkan merek dan produknya saja, melainkan juga suasana interior, eksterior, dan sisi kenyamanan yang dominan sebagai karateristik suatu coffee shop tertentu. Hal tersebut didukung oleh penelitian Poniman dan Sentoso (2015) yang membuktikan bahwa salah satu faktor terbesar yang mempengaruhi preferensi konsumen dalam memilih merek coffee shop di Kota Surabaya adalah atmosfer cafe, kemudian diikuti faktor lainnya seperti kualitas layanan, harga, produk, lokasi, dan promosi. Maka dapat dihipotesiskan bahwa: H2: Store Atmosphere berpengaruh positif terhadap Preferensi Merek Coffee Shop di media sosial
410
Mudiantono Lea Handayani Sudarmono Kholidin Pengaruh Store Atmosphere terhadap Citra Merek
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Utami (2010) menjelaskan suasana toko sebagai karateristik fisik toko seperti arsitektur, tata letak, pencahayaan, pemajangan, warna, temperatur, musik, dan aroma secara menyeluruh akan menciptakan citra dalam benak konsumen. Merek yang kuat akan terbangun apabila kafe tersebut dapat membuat suasana toko yang unik dan berbeda dari merek toko lainnya. Hal tersebut didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Levi dan Weitz, (2001), yang membuktikan bahwa store atmosphere memiliki pengaruh yang positif dan signifikan mempengaruhi brand image. Adanya studi kasus pada suasana cafe Giggle Box di Bandung membuktikan bahwa persepsi positif terhadap merek cafe Giggle Box akan muncul dari konsumen, apabila konsumen menyukai store atmosphere yang disediakan oleh kafe tersebut (Lusch et al, 1990). Maka dari penelitian yang mendukung dapat dihipotesiskan bahwa H3: Store atmosphere berpengaruh positif terhadap citra merek coffee shop Pengaruh Citra Merek Terhadap Preferensi Merek Coffee Shop di Media Sosial Adanya persepsi dan penilaian tentang suatu merek di benak konsumen dapat mempengaruhi pilihan konsumen akan suatu merek yang diyakini saat akan melakukan pembelian (Hasan, 2013). Antonio dkk (2012) dan Erna (2008) membuktikan bahwa variabel brand image dan word of mouth berpengaruh positif terhadap brand preference dalam meningkatkan loyalitas pemakaian produk. Adanya brand image yang baik pada produk menjadikan konsumen semakin yakin untuk memilih merek tersebut saat akan melakukan pembelian. Maka berdasarkan pernyataan yang mendukung tersebut, dapat dihipotesiskan pula bahwa: H4: Citra merek berpengaruh positif terhadap preferensi merek coffee shop di media sosial Pengaruh Citra Merek terhadap Keputusan Pembelian Merek pada awalnya merupakan sebuah tanda agar konsumen dapat membedakan satu produk dengan lainnya. Namun di sisi lain, merek juga membantu konsumen dalam mengingat suatu produk dan juga mempermudah pengambilan keputusannya ketika melakukan pembelian. Menurut Wijanarko dan Susanto (2004:9) merek adalah nama yang dianggap mewakili sebuah obyek yang dianggap sebagai simbol dan berkembang sebagai citra. Citra merek dianggap sebagai apa yang ada dalam benak konsumen dan citra merek dapat memberikan manfaat ekpresi diri, dimana merek produk yang dipilih untuk dibeli dapat meningkatkan citra pemakainya berupa prestis, kepuasan, kemewahan, unik, dan lainnya. Pradiastiwi (2012) dalam penelitiannya tentang Starbuck Coffee Shop membuktikan bahwa variabel merek yaitu brand image (citra merek) merupakan variabel yang paling dominan mempengaruhi keputusan pembelian konsumen, dimana hal tersebut menunjukkan bahwa citra merek Starbucks sebagai gerai kopi dengan brand name dan citarasa yang mengglobal masih menjadi pertimbangan kuat dalam keputusannya untuk melakukan pembelian selain variabel kualitas layanan dan variabel garansi. H5: Citra Merek berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian
411
Mudiantono Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Lea Handayani Sudarmono Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015 Kholidin Pengaruh promosi terhadap preferensi merek coffee shop di social media Kotler dan Keller (2013) mengatakan bahwa kegiatan promosi memiliki tujuan yang dapat meningkatkan preferensi brand pada target pasar yang nantinya akan menimbulkan kesadaran pada konsumen akan suatu merek dan produk, yang juga dapat mempengaruhi keputusan seseorang dalam melakukan pembelian.Penelitian yang dilakukan oleh Schultz dan Martin (2014) tentang “ Sales Promotion influencing consumer brand preferences/ purchases” telah menghasilkan bahwa sarana promosi seperti menggunakan kupon, memberi sample product, dan menggunakan retail shopper cards dapat membangun brand preference dan penjualan. H6: Promosi berpengaruh positif terhadap preferensi merek coffee shop di media sosial Pengaruh Promosi Terhadap Keputusan Pembelian Chandra (2005) mengajukan argumen bahwa promosi bermanfaat penting dalam merangsang respon konsumen berupa perilaku (behavioral response), yang nantinya juga dapat mendorong konsumen dalam mencoba produk baru. Selanjutnya dikatakan bahwa promosi adalah bagian utama dari strategi perusahaan sekaligus merupakan metoda–metoda penyampaian informasi dan pesan persuasif yang tepat kepada calon pembeli. Hal tersebut didukung oleh Hasan (2013) telah membuktikan bahwa program promosi telah terbukti berfungsi meningkatkan penjualan terutama melalui penggunaan sampel produk, diskon dan kupon, maka dapat dihipotesiskan pula bahwa: H7 : Promosi berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian Pengaruh preferensi merek coffee shop di Media Sosial terhadap keputusan pembelian Salah satu tolok ukur untuk mengetahui kemantapan keputusan konsumen saat membeli suatu produk adalah melalui preferensi konsumen terhadap pilihan merek produk. Sutisna (2011) mendefinisikan preferensi merek sebagai keyakinan atau informasi yang diperoleh konsumen yang akan mempengaruhi perilakunya untuk memilih suatu merek tertentu untuk dibeli atau tidak. Proses pembelian konsumen melewati tahap penyeleksian sumber informasi yang ada. Pengevaluasian informasi tersebut akan menjadi suatu pilihan alternatif dan berakhir pada suatu sikap keputusan membeli (Peter dan Olson, 1996). H8: Preferensi merek coffee shop di media sosial berpengaruh positif terhadap Keputusan Pembelian
412
Mudiantono Lea Handayani Sudarmono Kholidin
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015 Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Sumber : Utami (2006); Fuad dkk (2006); Rangkuti (2009); Kotler dan Keller (2013). Metode Penelitian Variabel Penelitian Store Atmosphere didefinisikan dengan penciptaan suasana dan desain toko melalui komunikasi visual, warna, musik, aroma, desain interior, dsb untuk mempengaruhi konsumen dalam membeli barang (Utami, 2006). Faktor Store atmosphere dicerminkan maknanya melalui 3 indikator yaitu desain interior yang menarik (SA1), kenyamanan ruang (SA2), dan display produk yang menarik (SA3).Citra Merek merupakan informasi terhadap merek yang diberikan oleh konsumen yang ada dalam ingatan mereka (Rangkuti, 2009). Citra merek dijelaskan maknanya oleh indikator – indikator berikut: merek populer (CM1), merek memberi kesan baik (CM2), dan merek terpercaya (CM3). Faktor Promosi sebagai faktor lain yang dapat berperan dalam meningkatkan keputusan pembelian. Promosi didefinisikan sebagai kegiatan – kegiatan yang secara aktif dilakukan perusahaan untuk mendorong konsumen membeli produk yang ditawarkan (Fuad, 206). Kegiatan promosi dicerminkan melalui 3 indikator yaitu dengan pemberian potongan harga yang menarik (PR1), paket produk yang menarik (PR2), dan iklan yang menarik (PR3). Preferensi merek di Media Sosial didefinisikan sebagai keyakinan konsumen akan merek tertentu lebih menarik dari merek lain melalui content, intensity, dan opinion di situs jejaring sosial (Kotler dan keller, 2013). Preferensi merek di Media Sosial dicerminkan melalui indikator – indikator lebih tertarik pada merek (PM1), mengikuti atau (mem- follow) akun fan page coffee shop (PM2), serta merekomendasikam merek di social media (PM3). Keputusan pembelian merupakan hasil dari proses dalam mewujudkan pilihan ke dalam tindakan nyata yaitu membeli produk (Kotler dan Keller 2013). Keputusan pembelian dicerminkan maknanya dengan 3 indikator yaitu: mantap memutuskan (KP1), beli secara spontan (KP2), dan selalu membeli (KP3).
413
Mudiantono Lea Handayani Sudarmono Kholidin Penentuan Sampel
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Populasi pada penelitian ini adalah konsumen yang sedang melakukan pembelian pada gerai cabang J.CO Donuts and Coffee Paragon Mall di Kota Semarang serta memiliki akun di sosial media seperti (Facebook, Twitter, Instagram, Path,dsb). Ukuran sampel dihitung berdasarkan pedoman dari Hair,et al. (2010) yang menyatakan bahwa model SEM sensitif terhadap jumlah sampel. Salah satu asumsi SEM yang berlaku, menyebutkan bahwa ukuran sampel yang harus dipenuhi minimum berjumlah 100, selanjutnya menggunakan perbandingan 5 observasi untuk setiap estimated parameter. Pedoman ukuran sampel adalah 5 – 10 kali jumlah parameter yang diestimasi; tergantung jumlah parameter yang diestimasi (Ferdinand, 2000). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 200 responden menggunakan kuesioner penelitian. Skala pegukur data menggunakan skala interval dengan rentang skor 1 sampai dengan 10. Angka 1 menunjukkan bahwa responden sangat tidak setuju terhadap pernyataan kuesioner, sedangkan angka 10 menunjukkan bahwa responden sangat setuju terhadap pernyataan kuesioner. Metode Analisis Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Structural Equation Model (SEM) yang dioperasikan melalui program AMOS 22.0. Permodelan penelitian melalui SEM memungkinkan seseorang peneliti dapat menjawab pertanyaan penelitian yang bersifat regresif maupun dimensional (Ghozali, 2005). Hasil Penelitian dan Pembahasan Deskripsi Sampel Penelitian Deskripsi sampel pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
414
Mudiantono Lea Handayani Sudarmono Kholidin
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015 Tabel 1 Deskripsi Sampel Penelitian
No 1.
Karakteristik Demografi Jenis Kelamin
2.
Tingkat Pendidikan
3.
Usia
4.
Pekerjaan
Kategori a. Pria b. Wanita a. SMA b. D3 c. Sarjana
Frekuensi (orang) 83 117 27 55 118
a. ≤ 20 thn b. 21 thn - 30 thn c. 31 thn - 40 thn
27 138 35
a. Pelajar/ Mahasiswa b. Wiraswasta c. Pegawai Swasta maupun non Swasta 5. Jenis Social Media yang a.Facebook b.Twitter sering digunakan c. Instagram reponden d. Path e. Lainnya Sumber : Data Primer yang diolah, 2016
60 68 72 53 20 85 37 5
Tabel 1 menunjukkan bahwa responden adalah konsumen yang berpendidikan dengan usia antara 20-30 tahun dengan pekerjaan swasta yang sering menggunakan media sosial paling banyak instagram. Meskipun tidak dianalisis selanjutnya namun ciri-ciri responden demikian akan mendukung terhadap hasil penelitian yang akan diperoleh. Pembahasan Hasil Penelitian Berdasarkan analisis SEM pada tahap full model yang dilakukan diketahui bahwa model analisis adalah model recursive. Nilai Chi-Square = 86.705 dengan nilai probabilitas 0.063. Nilai chi square yang rendah dengan tingkat signifikansi yang lebih besar dari 0.05 akan mengindikasikan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara matriks kovarian data dan matriks kovarians yang diestimasi; dan berarti model tersebut sesuai atau fit dengan data (Ferdinand, 2000). Pengujian Asumsi SEM pada penelitian ini 1. Evaluasi normalitas data dilakukan dengan menggunakan critical ratio skewness value dan critical ratio multivariate dengan batas sebesar ± 2,58 pada tingkat signifikansi 0.01. Maka data dapat disimpulkan mempunyai distribusi normal jika critical ratio skewness value di bawah harga mutlak 2,58 (Ferdinand, 2000). 2. Uji Goodness of Fit Index Adanya fit index yang digunakan untuk mengukur derajad kesesuaian antara model yang dihipotesakan dengan data yang disajikan. Nilai GFI, AGFI, RMSEA, TLI, dan CFI dalam penelitian ini sudah menunjukkan indeks yang better fit dengan memenuhi kriteria batas nilai yang ada.
415
Mudiantono Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Lea Handayani Sudarmono Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015 Kholidin 3. Evaluasi Multikolinieritas. Multikolinieritas dapat dilihat melalui determinan matriks kovarians. Nilai determinan yang sangat kecil atau mendekati nol, menunjukkan indikasi terdapatnya masalah multikolinieritas atau singularitas, sehingga data itu tidak dapat digunakan untuk penelitian (Ferdinand, 2000). Berdasarkan hasil analisis AMOS 22.0 untuk penelitian ini memberikan nilai Determinant of Sample Covariance Matrix = 1.204. Nilai tersebut jauh dari angka nol sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat masalah multikolinieritas dan singularitas pada data yang dianalisis. 4. Evaluasi Reliabilitas. Ukuran sebuah konstruk yang menunjukkan derajad sampai di mana masing – masing indikator itu mengindikasikan sebuah konstruk atau faktor laten yang umum. 5. Interpretasi dan Modifikasi Model Model yang baik mempunyai Standardized Residual Covariances yang kecil. Evaluasi terhadap besarnya nilai residual diamati pada nilai standardized residual covariance matrix. Nilai kovarians matriks yang jauh di atas ± 2.58 mengindikasikan adanya gangguan pada kesesuaian model yang dibentuk dengan data penelitian. Dalam penelitian ini, tidak ada standardized residual yang lebih besar dari 2.58. Oleh karena itu model yang dikembangkan dapat diterima dengan baik sehingga tidak perlu dimodifikasi. Berikut gambar diagram alur pada tahap full model SEM setelah melakukan analisis konfirmatori dan diperoleh model yang fit akan indikator dalam mendefinisikan makna masing – masing variabel. Gambar 2 Full Structural Equation Model
Sumber: Data primer yang diolah, 2016
416
Mudiantono Lea Handayani Sudarmono Kholidin Pengujian Hipotesis dan Implikasi Teoritis
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini didasarkan pada nilai Critical Ratio (CR) dari suatu hubungan kausalitas adalah sebagai berikut : Tabel 2 Pengujian Hipotesis
Sumber: data primer yang diolah, 2016 H1 : Store Atmosphere Berpengaruh Positif terhadap Keputusan Pembelian Tabel 2 menunjukkan nilai signifikan pada CR 3.494 yang berada di atas persyaratan CR ≥ 2.00 dengan taraf signifikan 0.01 (1%) sehingga hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Maka H1 diterima dan terbukti bahwa store atmosphere berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Bloom dan Louise (2006) dan Jorgi (2015) H2 : Store Atmosphere Berpengaruh Positif terhadap Preferensi Merek di Media Sosial Tabel 2 menunjukkan nilai signifikan pada CR 4.730 yang berada di atas persyaratan CR ≥ 2.00 dengan taraf signifikan 0.01 (1%) sehingga hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Maka H2 diterima dan terbukti bahwa store atmosphere berpengaruh positif terhadap preferensi merek coffee shop di Media Sosial. Temuan ini mengkonfirmasi teori yang dikemukakan oleh Kotler dan Keller (2013) serta penelitian yang dilakukan oleh Poniman dan Sentosa (2015). H3 : Store Atmosphere Berpengaruh Positf terhadap Citra Merek Nilai signifikan pada CR 4.338 yang berada di atas persyaratan CR ≥ 2.00 dengan taraf signifikan 0.001 sehingga hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Maka H3 diterima dan terbukti bahwa store atmosphere berpengaruh positif terhadap citra merek coffee shop. Penelitian yang dilakukan oleh Utami (2010), Levi dan Weitz (2001) serta Lusch dkk (1990) telah didukung oleh penelitian ini. H4 : Citra Merek Berpengaruh Positf terhadap Preferensi Merek di Media Sosial Nilai signifikan pada CR 3.312 yang berada di atas persyaratan CR ≥ 2.00 dengan taraf signifikan 0.001 sehingga hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Maka H4 diterima dan terbukti bahwa citra merek berpengaruh positif terhadap preferensi 417
Mudiantono Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Lea Handayani Sudarmono Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015 Kholidin merek coffee shop di media sosial. Hasil temuan ini bisa dikatakan mendukung penelitian yang dilakukan oleh Hasan (2013), Antonio dkk (2012) dan Erna (2008) H5 : Citra Merek Berpengaruh Positif terhadap Keputusan Pembelian Nilai signifikan pada CR 3.293 yang berada di atas persyaratan CR ≥ 2.00 dengan taraf signifikan 0.001 sehingga hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Maka H5 diterima dan terbukti bahwa citra merek berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wijanarko dan Susanto (2004) dan Pradiastiwi (2012). H6 : Promosi Berpengaruh Positf terhadap Preferensi Merek di Media Sosial Nilai signifikan pada CR 2.008 yang berada di atas persyaratan CR ≥ 2.00 dengan taraf signifikan 0.045 (5%), sehingga hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Maka H6 diterima dan terbukti bahwa promosi berpengaruh positif terhadap preferensi merek coffee shop di media sosial. Teori yang dikemukakan oleh Kotler dan Keller (2013) dan hasil penelitian yang dilakukan oleh Schultz dan Martin (2014) didukung oleh hasil penelitian ini. H7 : Promosi Berpengaruh Positif terhadap Keputusan Pembelian Nilai signifikan pada CR 2.573 yang berada di atas persyaratan CR ≥ 2.00 dengan taraf signifikan 0.001 sehingga hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Maka H4 diterima dan terbukti bahwa citra merek berpengaruh positif terhadap preferensi merek coffee shop di media sosial. Hasil penelitian ini tidaklah berlebihan kalau dikatakan mendukung penelitian yang dilakukan oleh Chandra (2005) dan Hasan (2013). H8 : Preferensi Merek di Media Sosial Berpengaruh Positf terhadap Keputusan Pembelian Nilai signifikan pada CR 4.788 yang berada di atas persyaratan CR ≥ 2.00 dengan taraf signifikan 0.001 sehingga hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Maka H4 diterima dan terbukti bahwa preferensi merek coffee shop di media sosial berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian. Penelitian yang dilakukan oleh Sutisna (2011) dan Peter dan Olson (1996) telah didukung oleh hasil penelitian ini. Kesimpulan dan Implikasi Kebijakan Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis upaya untuk meningkatkan kinerja penjualan Coffee Shop di J.CO Paragon Mall, Semarang melalui analisis variabel Store Atmosphere, Citra Merek, Preferensi Merek di Media Sosial dan Promosi. Meningkatnya kinerja penjualan ini bisa terjadi apabila keputusan pembelian pelanggan di J.CO Paragon Mall, Semarang juga meningkat. Hasil analisis menunjukkan bahwa semua hipotesis dapat diterima secara signifikan. Namun demikian, variabel yang paling dominan mempengaruhi keputusan pembelian pelanggan adalah Preferensi Merek di Media Sosial. Variabel Preferensi Merek di Media Sosial ini meningkat apabila Store Atmosphere ditingkatkan. Oleh karena itu upaya meningkatkan kinerja penjualan dapat dilakukan melalui upaya
418
Mudiantono Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Lea Handayani Sudarmono Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015 Kholidin meningkatkan store atmosphere yang akan berdampak pada meningkatnya preferensi merek pada media sosial sehingga akhirnya akan meningkatkan kinerja penjualan. Variabel Store Atmosphere mempunyai 3 indikator yaitu Desain Interior yang Menarik, Kenyamanan Ruang dan Display Produk yang Menarik. Dari ketiga indikator ini, Kenyamanan Ruang yang mempunyai nilai paling tinggi. Oleh karenanya, pihak Coffee Shop dalam hal ini J.CO Paragon Mall, Semarang harus selalu menatanya agar pelanggan selalu nyaman berada di kedainya karena konsep Coffee Shop saat ini adalah tempat bersantai untuk melakukan pertemuan. Dengan mereka betah berada di tempat diharapkan akan mengkonsumsi lebih banyak produk yang dijual. Variabel Preferensi Marek di Media Sosial mempunyai tiga indikator juga yaitu Tertarik kepada Merek, Mengikuti Akun fanpage Coffee Shop dan Merekomendasikan Merek di Media Sosial. Indikator Tertarik kepada Merek merupakan indikator yang paling tinggi nilainya. Mereka sudah mengenal merek J.CO terlebih dahulu sehingga bisa tertarik kepada merek Coffee Shop tersebut. Pihak J.CO harus selalu menjaga merek agar tetap dikenal oleh pelanggannya sebagai Coffee Shop yang baik dan bermutu. Dengan demikian bisa diharapkan para pelanggan akan tetap memutuskan memilih nongkrong di J.CO Paragon Mall, Semarang di saat mereka santai atau melakukan pertemuan dengan teman dan rekan bisnis. Daftar Pustaka Antonio, N., Syarifah, H., dan Muhammad, W.2012.”Brand Image terhadap Loyalitas Pelanggan J.CO Donuts and Coffeedi Plaza Mulia Samarinda.” h. 5-6, http://download.portalgaruda.org/article.php?article+63315&val=4591. Diakses tanggal 5 Oktober 2015. Bloom, N.P. dan Louise, N.B. 2006.Strategi Pemasaran Produk:18 Langkah Membangun Jaring Pemasaran Produk yang Kokoh. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher Cahyo, R.D. 2015. ”Pengaruh Penggunaan Social Media Twitter terhadap Proses Keputusan Pembelian Pada Kafe dan Restoran di Kota Bandung.” Jurnal Market Research Telkom University, h.n.p, hhtp://www.repository.telkomuniversity.ac.id/pustaka/100098/pengaruh-penggunaansocial-media-twitter-terhadap-proses-keputusan-pembelian-pada-kafe-dan-restorandi-kota-bandung.html. Chandra, G. 2005. Strategi dan Program Pemasaran. Yogyakarta: Penerbit ANDI Erna, F.D. 2008. Merek dan Psikologi Konsumen.Yogyakarta: Graha Ilmu . Ferdinand, A.T. 2000. Stuctural Equation Modeling dalam Penelitian Manajemen. Semarang: Badan Penerbit UNDIP. Fuad, M., dkk. 2006. Pengantar Bisnis. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama Ghozali, I. 2005. Structural Equation Modeling Edisi 2. Semarang: Badan Penerbit UNDIP. Hair,J.F.,et al. 2010. Multivariate Data Analysis. Seventh edition. New Jersey: Pearson Prentice Hall
419
Mudiantono Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Lea Handayani Sudarmono Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015 Kholidin Hasan, A. 2013. Marketing dan Kasus-Kasus Pilihan. Yogyakarta: Center for Academics Publishing Service. Jorgi, G.D. 2015. “Pengaruh Store Atmosphere Terhadap Keputusan Pembelian pada Vens Coffee Shop Kopi Progo (Studi Kasus Kopi Progo Cabang Jalan Sumatera, Bandung).” https://repository.telkomuniversity.ac.id/pustaka/102884/pengaruh-storeatmosphere-terhadap-keputusan-pembelian-pada-coffee-shop-kopi-progo-studi-kasuskopi-progo-cabang-jalan-sumatera-bandung-tahun-2015-.html, diakses tanggal 8 Oktober 2015. Kottler, P. dan K.L.Keller. 2013. Manajemen Pemasaran Jilid I. 13 ed. Jakarta : Penerbit Erlangga Levy, M., dan Barton, W. 2001. Retailing Management – Interational Edisi 4. New York: McGraw-Hill. Lusch, R.F., Dunne, P.M., Myron, G. 1990. Retail Management. Ohio: South Western Publishing, Co. Peter, J.P. dan Olson, J.C. 1996. Consumer Behavior.Jakarta: Penerbit Erlangga Poniman, A.S. dan Sentoso, S. 2015. “Analisa Faktor yang Menjadi Preferensi Konsumen dalam Memilih Coffee Shop di Surabaya.”Jurnal Hospitality dan Manajemen Jasa, Vol. 1, h. 4-5. Diakses tanggal 11 Desember 2015, dari Student Journal Petra. Pradiastiwi, F. 2012. “Pengaruh Atribut Produk Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen di Starbucks Coffee Rest Area Kilometer 19.” Repository University Gunadarma, h.n.phttp://publication.gunadarma.ac.id/handle/123456789/4097. Diakses 11 Juli 2015. Prasetyani, W.I. 2014.“Pengaruh Kualitas Pelayanan, Citra Merek Dan Kualitas Produk Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Sepeda Motor Honda Beat Di Pt. Nusantara Sakti Semarang.”Jurnal Ilmu Administrasi dan Bisnis, Vol.3, No.2, h. 1-7. Prastiwi, S.A. 2013.“Pengaruh Citra Merek dan Harga Pasta Gigi Close UP Terhadap Keputusan Pembelian Ulang Mahasiswa Universitas Negeri Padang.”Jurnal Manajemen UNP, Vol. 2, No. 2, h. 1-10. Diakses tanggal 9 Agustus 2015, dari EJournal UNP Rangkuti, F.2009. Strategi Promosi Yang Kreatif dan Analisis Kasus Integrated Marketing Communication. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama. Schultz, D.E. dan Martin, P.B.2014. "Sales Promotion Influencing Consumer Brand Preferences/ Purchases." Journal of Consumer Marketing, Vol. 31, Issue. 3, h. 212217. Sutisna. 2011.Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran. Bandung: Remaja. Utami, C.W. 2006. Manajemen Ritel: Strategi dan Implementasi Ritel Modern. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. 420
Mudiantono Lea Handayani Sudarmono Kholidin
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Utami, C.W. 2010. Strategi dan Implementasi Operasional Bisnis Ritel Modern di Indonesia. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Utami, S.P. 2012. “Pengaruh Store Atmosphere Terhadap Brand Image Giggle Box Cafe and Resto Bandung ( Studi Kasus Giggle Box Cafe and Resto Pusat Jalan Progo).” Skripsi S1 Manajemen Pemasaran Telkom University. Diakses 12 Desember 2015, dari Telkom University Essay Repository. Wijanarko dan Susanto. 2004. Power Branding: Membangun Merek Unggul dan Organisasi Pendukungnya. Jakarta Selatan: Penerbit Quantum Bisnis dan Manajemen (PT.Mizan Publika). Wulansari,E. 2014. “Pengaruh Cafe Atmosphere Dan Harga Terhadap Keputusan Pembelian Coffee Toffee Simpang.”Jurnal Pendidikan Tata Niaga, Vol.2, No.3, h.n.p, http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/jptn/article/view/9498/12566. Diakses tanggal 30 Januari 2016.
421
Vonny Setianda Roos Kities Andadari
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vo. 2, Nomor 3, Juni 2015
MENIMBANG DAYA SAING PARIWISATA INDONESIA (dibandingkan SINGAPURA, MALAYSIA, dan THAILAND) Vonny Setianda [email protected] Roos Kities Andadari ([email protected]) Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana Abstract Experience from many countries shows that tourism contributes greatly to the economic growth that can improve the welfare and quality of citizens’ lives. To enhance the role of the tourism sector to improve the economy, increasing the competitiveness of this sector is the key. For Indonesia, which has great potential in the tourism sector, tourism development strategies are needed to improve the competitiveness of the tourism industry. The purpose of this study is to determine the position of competitiveness in Indonesia’s tourism sector, especially compared to some major ASEAN countries, and propose appropriate tourism development strategies. After mapping the condition of Indonesia’s tourism competitiveness compared to some other major ASEAN countries, this study uses STP (segmenting, targeting, and positioning) to find appropriate tourism development strategies. This research utilizes secondary data. The results show that compared to some other major ASEAN countries (Singapore, Malaysia and Thailand), Indonesia's tourism competitiveness in some aspects is low, although this condition has improved in recent years. However, given the demands of the dynamic tourism market, the competitiveness needs to be improved continuously. This necessitates special strategies, so that the efforts match with the target. Keywords: Indonesian tourism, competitiveness of the tourism industry, tourism development strategies Abstrak Dari pengalaman di banyak negara, sektor pariwisata berkontribusi besar pada pertumbuhan ekonomi sehingga akan dapat memperbaiki kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat. Untuk meningkatkan peran sektor pariwisata bagi perekonomian, peningkatan daya saing sektor ini menjadi kuncinya. Bagi Indonesia yang mempunyai potensi besar dalam bidang pariwisata, dibutuhkan strategi pengembangan pariwisata yang tepat agar dapat meningkatkan daya saing pariwisatanya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui posisi daya saing sektor pariwisata Indonesia khususnya dibandingkan beberapa Negara ASEAN utama serta mengusulkan strategi pengembangan pariwisata yang sesuai. Setelah memetakan kondisi daya saing pariwisata Indonesia dibanding beberapa Negara ASEAN utama, penelitian ini menggunakan STP (Segmenting, Targeting, dan Positioning) untuk menemukan strategi pengembangan pariwisata yang tepat. Penelitian ini memanfaatkan data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan dibandingkan beberapa Negara ASEAN utama (Singapore, Malaysia dan Thailand), daya saing pariwisata Indonesia dalam beberapa aspek masih rendah walaupun kondisi ini sudah mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir. Namun mengingat tuntutan pasar yang dinamis daya saing perlu terus ditingkatkan. Untuk itu diperlukan strategi khusus agar upaya yang dilakukan tepat sasaran. Kata kunci: Pariwisata Indonesia, Daya Saing Pariwisata, Strategi Pengembangan Pariwisata 422
Vonny Setianda Roos Kities Andadari
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vo. 2, Nomor 3, Juni 2015
Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan sektor yang berkontribusi besar pada pertumbuhan ekonomi di sebuah negara (Travel Kompas, 2014). Dari sudut ekonomi sedikitnya ada delapan keuntungan jika Negara mengembangkan pariwisata: Pertama, peningkatan kesempatan berusaha. Kedua, peningkatan kesempatan kerja. Ketiga, peningkatan penerimaan pajak. Keempat, peningkatan pendapatan nasional. Kelima, percepatan proses pemerataan pendapatan. Keenam, meningkatkan nilai tambah produk hasil kebudayaan. Ketujuh, memperluas pasar produk dalam negeri. Dan kedelapan, memberikan dampak multiplier effect dalam perekonomian akibat transaksi yang dilakukan wisatawan maupun para investor (Yoeti, 2008). Indonesia merupakan negara berkembang berbentuk kepulauan terbesar di dunia dengan keindahan alam, warisan adat istiadat serta kebudayaan yang melimpah. Berbagai potensi tersebut apabila dikelola dengan tepat dapat mendorong meningkatnya daya saing pariwisata Indonesia secara global (Sufika, 2015). Untuk periode tahun 2014/2015, daya saing pariwisata Indonesia di kawasan ASEAN berada pada peringkat ke-4 dibawah Singapura, Malaysia dan Thailand, sedangkan untuk daya saing pariwisata secara global, Indonesia berada pada peringkat ke-50 (WEF, 2015). Meskipun telah mengalami peningkatan yang cukup baik dibandingkan periode sebelumnya dimana daya saing pariwisata global Indonesia berada pada peringkat ke-70, masih diperlukan pengembangan lebih lanjut karena potensi pariwisata Indonesia yang begitu besar belum maksimal pengembangannya. Untuk itu penting mengetahui terlebih dahulu tentang kondisi daya saing pariwisata Indonesia, sehingga dapat ditentukan langkah-langkah yang tepat. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik melakukan penelitian tentang kondisi daya saing pariwisata Indonesia khususnya di kawasan ASEAN khususnya dibandingkan dengan Negara ASEAN utama. Persoalan penelitian yang diangkat adalah (1) Bagaimana kondisi daya saing pariwisata negara Indonesia dibandingkan dengan tiga negara ASEAN utama (Singapura, Malaysia dan Thailand)? (2) Bagaimana strategi pengembangan pariwisata yang tepat guna meningkatkan daya saing pariwisata Indonesia secara global? Kajian Pustaka Konsep Pariwisata UNWTO menggambarkan pariwisata sebagai fenomena sosial, ekonomi dan budaya yang menyebabkan seseorang/kelompok melakukan perpindahan sementara ke negara atau wilayah diluar lingkungan asalnya selama kurang dari 12 bulan, dan pariwisata juga menyebabkan aktivitas yang melibatkan pengeluaran (UNWTO, 2007). Di ASEAN, berdasarkan kawasan regionalnya, wisatawan antar Negara (wisman) dapat dikelompokkan menjadi wisman Intra-ASEAN yaitu wisman yang berasal dari negara anggota ASEAN dan wisman Extra-ASEAN yaitu wisman yang berasal dari negara bukan anggota ASEAN (Asean Tourism Forum, 2007). Daya tarik pariwisata merupakan segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran kunjungan wisatawan (UUD, 2009). Menurut Yoeti (2008), terdapat 4 motif perjalanan wisata oleh wisatawan: (1) motif fisik, berhubungan dengan kebutuhan fisik seperti olahraga, istirahat, kesehatan, ingin mencari suasana baru, dan sebagainya, (2) motif budaya yang merupakan sifat dari wisatawan yaitu ingin mempelajari atau memahami tata cara dan kebudayaan bangsa atau daerah lain seperti kebiasaan, kehidupan sehari-hari, musik, 423
Vonny Setianda Roos Kities Andadari
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vo. 2, Nomor 3, Juni 2015
tarian, dan sebagainya, (3) motif interpersonal yang terlahir dari keinginan wisatawan untuk bertemu dengan keluarga, teman, tetangga, atau orang-orang tertentu seperti artis atau tokoh politik, (4) motif status atau prestise, didasari atas anggapan bahwa orang yang pernah mengunjungi tempat/daerah lain melebihi sesamanya yang tidak pernah bepergian akan menaikkan gengsi bahkan statusnya. Namun ada pula faktor penghambat minat wisatawan untuk mengunjungi suatu destinasi pariwisata antara lain kurangnya keramah-tamahan masyarakat tuan rumah terhadap wisatawan, jarak yang jauh dari domisili asal wisatawan, unsur dan biaya wisata serta waktu pelaksanaannya yang kurang sesuai dengan keadaan wisatawan, sulitnya pencapaian ke destinasi tujuan serta strategi pemasaran suatu destinasi pariwisata yang kurang tepat (Wahab, 1997). Menurut Yulia (2008) dan Wibowo (2008), pariwisata dapat digolongkan menjadi beberapa jenis: (1) Berdasarkan waktu berkunjungnya dibagi menjadi Seasonal Tourism atau pariwisata berdasarkan musim dan Occasional Tourism atau pariwisata berdasarkan event. (2) Berdasarkan alat angkut yang digunakan dibagi menjadi Air Tourism, Land Tourism dan Sea or River Tourism. (3) Berdasarkan letak geografisnya dibagi menjadi Local, Regional, National, Regional-International, dan International Tourism. (4) Berdasarkan pengaruhnya terhadap neraca pembayaran, digolongkan menjadi Inbound Tourism dan Outbound Tourism. (5) Berdasarkan jumlah orang yang melakukan perjalanan dibagi menjadi Individual Tourism dan Group Tourism. (6) Berdasarkan jenis kelamin wisatawan yang melakukan kegiatan pariwisata dibagi menjadi Masculine Tourism dan Feminime Tourism. (7) Berdasarkan harga dan kelas sosialnya dibagi menjadi Delux Tourism, Middle Class Tourism, dan Social Tourism. (8) Berdasarkan usia wisatawan, dibagi menjadi Youth Tourism dan Adult Tourism. (9) Berdasarkan tujuan perjalanan dibagi menjadi Bussines Tourism, Leissure Tourism, dan Education Tourism. (10) Berdasarkan objeknya dibagi menjadi Cultural Tourism, Recurrentional Tourism atau disebut juga pariwisata kesehatan, Sport Tourism, Commercial Tourism serta Religion Tourism. Tabel 1 menjelaskan jenis pariwisata berdasarkan tujuan dan objeknya. Dewasa ini hampir seluruh negara di dunia telah menjadikan sektor pariwisata sebagai salah satu sektor prioritas untuk dikembangkan di negara masing-masing karena manfaatnya yang besar terhadap perekonomian negara (DPR, 2014). Adapun manfaat ekonomi, sosial dan budaya dari pariwisata adalah: (1) meningkatkan hubungan yang baik antar bangsa dan negara, (2) membuka kesempatan kerja serta perluasan lapangan pekerjaan, (3) merangsang dan menumbuhkan aktivitas ekonomi masyarakat, (4) meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat, pendapatan daerah, dan devisa negara, (5) memperkenalkan dan mendayagunakan keindahan alam serta kebudayaan (6) membantu dan menunjang gerak pembangunan ekonomi seperti penyediaan sarana dan prasarana yang diperlukan, serta (7) menjaga kelestarian flora, fauna, dan lingkungan (Tinambunan, 2014). Daya Saing Pariwisata Daya saing merupakan sebuah faktor yang dibutuhkan oleh sebuah negara untuk mempertahankan pangsa pasar dan mengembangkannya (Rahmana, 2009). Porter dalam Nurhaita (2013) mendefinisikan daya saing sebagai kemampuan atau keunggulan yang digunakan untuk bersaing pada pasar tertentu dimana yang menjadi indikator daya saing yakni harga yang bersaing, kualitas produk yang lebih baik, dan keunggulan produk daripada produk sejenis lainnya. Guna meningkatkan daya saing, kreativitas dan inovasi sangat penting dan harus diperhatikan (Nurhaita, 2013). Suatu industri dikatakan berdaya saing tinggi (kompetitif) jika memiliki tingkat produktivitas faktor keseluruhan sama atau lebih tinggi dibandingkan dengan pesaingnya (RMOL, 2015).
424
Vonny Setianda Roos Kities Andadari
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vo. 2, Nomor 3, Juni 2015
Daya saing pariwisata adalah kemampuan suatu daerah/negara dalam mengoptimalkan daya tarik destinasi wisata yang dimilikinya, digambarkan dengan memberikan kualitas, inovasi, dan pelayanan pariwisata yang menarik bagi wisatawan (OECD, 2013). Tujuan dari penciptaan daya saing pariwisata adalah untuk mendapatkan dan memperluas pangsa pasar baik domestik maupun global dengan turut memastikan bahwa sumber daya yang tersedia dalam mendukung kepariwisataan digunakan dengan efisien dan berkelanjutan (OECD, 2013). Meningkatnya daya saing pariwisata yang dimiliki oleh sebuah negara ditandai dengan meningkatnya minat wisman dalam melakukan kunjungan pariwisata di negara tersebut (Sufika, 2015). WEF didalam TTCI Report 2007-2015, yang meneliti 141 negara, melakukan pengukuran daya saing pariwisata pada negara-negara di dunia dengan menggunakan indikator yang dikelompokkan ke dalam beberapa subindex (WEF, 2015). Indikator penilaian daya saing pariwisata yang digunakan dalam laporan TTCI tersebut cukup baik untuk digunakan dalam pengukuran daya saing pariwisata pada sebuah negara, namun ada beberapa kelemahan yang menyebabkan perlunya pendekatan lain, antara lain pada kesahihan komparasi yang dilakukan, yaitu membandingkan negara kecil dengan negara besar serta secara metodologis pengukuran daya saing pariwisata. Dalam laporan TTCI tidak cukup jelas tentang hal yang diukur yaitu apakah mengukur daya saing untuk meningkatkan kunjungan wisatawan (attractiveness) ataukah daya saing untuk meningkatkan minat investasi bidang pariwisata di sebuah negara (Antara News, 2011). Untuk melengkapi kelemahan tersebut, dapat digunakan pengukuran daya saing dengan pendekatan Tourist Arrival. Pendekatan Tourist Arrival menilai daya saing pariwisata dengan menggunakan data statistik berkaitan dengan jumlah kedatangan wisman/Inbound Tourist (BPS, 2014). Semakin tinggi jumlah kunjungan wisman kedalam sebuah negara (inbound tourist) dibandingkan negara lainnya dengan luas dan potensi pariwisata yang sebanding, menggambarkan semakin tinggi daya saing pariwisata negara tersebut. Pengembangan Pariwisata Pengembangan pariwisata merupakan suatu rangkaian usaha mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai sumber daya pariwisata dengan mengintegrasikan segala bentuk aspek di luar pariwisata yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung pada keberlangsungan sektor pariwisata (Swarbrooke, 1999). Menurut The Globalization of The World’s Largest Industry, sektor pariwisata global akan menjadi industri terbesar di dunia dengan pengembangan secara terpadu (Yoeti, 2008). Dalam keberhasilan pengembangan pariwisata, terdapat beberapa komponen penting antara lain tersedianya Tourist Attraction yaitu obyek dan daya tarik wisata, Accessibility Facility yaitu sarana dan prasarana yang memungkinkan wisatawan mengunjungi suatu daerah atau kawasan wisata, serta Amenities Facility yaitu sarana dan prasarana kepariwisataan yang memberikan pelayanan kepada wisatawan selama berada di destinasi pariwisata (Yoeti, 1996). Motif dan jenis pariwisata yang dapat dikembangkan oleh sebuah negara sangat beragam, karena pada dasarnya suatu negara dapat menyajikan berbagai jenis atraksi wisata yang menarik sesuai dengan sumber daya yang dimiliki yang dikelola dengan maksimal (Spillane, 1991). Pasar dalam industri pariwisata juga memiliki segmen (karakteristik konsumen) yang sangat beragam dimana organisasi/industri yang bergerak dalam melayani kebutuhan pasar tersebut tidak dapat memilih untuk melayani seluruh jenis segmen yang ada dengan maksimal (Yoeti, 2005). Oleh karena itu dibutuhkan pemasaran strategis modern yang sesuai dengan pasar yang hendak dikembangkan dalam rangka memaksimalkan pengembangan pariwisata di sebuah negara (Yoeti, 2005).
425
Vonny Setianda Roos Kities Andadari
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vo. 2, Nomor 3, Juni 2015
Pemasaran Pariwisata Pemasaran adalah sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang bertujuan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang, jasa, dan ide kepada pasar sasaran agar dapat mencapai tujuan organisasi (Swastha, 2000). Tujuan utama dilakukannya pemasaran yaitu untuk memperoleh kepuasan pelanggan (Utama, 2008). Sedangkan pemasaran pariwisata merupakan implementasi dari peningkatan mutu produk pariwisata guna mencapai tujuan dari industri pariwisata yaitu memperoleh kepuasan wisatawan sehingga mampu menarik pasar yang lebih besar dan berkelanjutan (Siahaan, 2008). Oleh karena itu, pemasaran pariwisata memiliki peranan penting dalam meningkatkan daya saing pariwisata sebuah negara sebagai destinasi pariwisata. Untuk memperoleh kepuasan wisatawan, sebuah destinasi dalam melakukan pemasaran pariwisata harus memahami basic wants & needs serta travel behaviors target pasar (Yoon & Uysal, 2005). Ada 3 jenis pemasaran yang dapat digunakan dalam pengembangan produk yaitu pemasaran massal (mass marketing), pemasaran aneka produk, dan pemasaran sasaran (differentiated marketing). Dalam pengembangan pariwisata, pemasaran sasaran merupakan pemasaran yang tepat untuk dilakukan guna menganalisis segmentasi yang paling relevan untuk dikembangkan yang didasarkan pada tingginya permintaan wisman terhadap jenis pariwisata tertentu. Dalam menerapkan pemasaran sasaran, ada tiga tahap khusus yang harus diperhatikan, yaitu STP atau segmentasi pasar/Segmenting, penetapan pasar sasaran/Targeting, dan penempatan produk/Positioning (Lubis, 2004). Segmentasi adalah suatu pengetahuan guna memahami struktur pasar, dilakukan dengan membagi-bagi pasar yang heterogen ke dalam kelompok-kelompok yang lebih homogen, yang responsif terhadap produk yang ingin ditawarkan pemasar (Kasali, 2007). Segmentasi pasar dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yakni segmentasi geografis dan segmentasi demografi (Kotler et al, 2002). Dalam industri pariwisata, segmentasi pasar adalah membagi pasar pariwisata ke dalam kelompok-kelompok wisatawan secara tegas sehingga mampu diperoleh pasar yang potensial untuk dikembangkan (Yoeti, 2005). Targeting adalah suatu tindakan tentang bagaimana memilih, menyeleksi, dan menjangkau pasar (Kasali, 2007). Dalam industri pariwisata, targetting dilakukan dengan menetapkan pasar wisatawan yang akan dilayani dengan maksimal dan bagaimana memenuhi kebutuhan dari wisatawan berdasarkan pasar tersebut (Yoeti, 2005). Sedangkan Positioning adalah tindakan yang dilakukan pemasar untuk membuat citra produk dan hal-hal yang ingin ditawarkan pemasar kepada pasarnya agar berhasil memperoleh posisi yang jelas dan mengandung arti dalam benak sasaran konsumennya (Kotler & Armstrong, 2001). Dalam melakukan positioning produk pariwisata dilakukan dengan menanamkan keunggulan produk pariwisata tertentu di benak wisatawan sebagai konsumen, berdasarkan persepsi manajemen/ pengelola objek wisata (Yoeti, 2005). Dalam memperoleh keberhasilan dalam positioning pada produk pariwisata, strategi yang telah ada harus terus menerus dievaluasi, dikembangkan, dipelihara dan dibesarkan (Yoeti, 2005). Pariwisata ASEAN Dalam kawasan ASEAN, terdapat berbagai perjanjian yang mengatur tentang hubungan kerjasama antar anggota yang dibuat agar dapat memberi kemudahan dalam berbagai bidang dengan menghilangkan hambatan antar negara. Tujuan utamanya yakni untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi negara anggota (Asean Up, 2012). Dalam bidang pariwisata, berbagai kerjasama yang dilakukan oleh negara-negara anggota ASEAN bertujuan untuk menjadikan ASEAN sebagai tujuan pariwisata tunggal di dunia (single destination). Berbagai strategi dan perjanjian antar anggota ASEAN dilakukan 426
Vonny Setianda Roos Kities Andadari
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vo. 2, Nomor 3, Juni 2015
guna menarik lebih banyak wisman agar melakukan kunjungan pariwisata ke negara-negara ASEAN, khususnya dengan mengutamakan upaya pengembangan wisata budaya dan sejarah sebagai produk unggulan dalam menarik kunjungan wisman baik intra maupun ekstraASEAN, pembebasan visa, pembentukan kawasan MEA dengan berbagai kesepakatan yang saling menguntungkan, kemudahan arus tenaga kerja profesional dalam bidang pariwisata (Asean Tourism Forum, 2007). Kehadiran MEA tidak hanya memberikan peluang bagi sektor pariwisata di kawasan ASEAN untuk berkembang dan menarik lebih banyak kunjungan wisman bagi masingmasing negara anggota ASEAN, akan tetapi juga dapat memunculkan tantangan berupa persaingan yang semakin ketat antar anggota ASEAN. Apabila tidak mampu meningkatkan daya saingnya, negara yang satu dapat tertinggal dengan negara yang lain dan dapat berpengaruh terhadap rendahnya kondisi perekonomian negara mengingat sektor pariwisata merupakan salah satu sektor dengan kontribusi yang besar terhadap perekonomian. Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu studi literatur dengan metode analisis deskriptif yang menganalisis pengukuran daya saing pariwisata negara Singapura, Malaysia, Thailand dan Indonesia. Jenis data yang digunakan berupa data sekunder yang diperoleh dari jurnal, artikel media massa, laporan statistik dari organisasi bidang pariwisata dan ekonomi dunia. Data yang menjadi sumber utama pada penelitian ini adalah data statistik kepariwisataan negara Singapura, Malaysia, Thailand, dan Indonesia tahun 2014. Pemilihan data tahun 2014 sebagai data utama disebabkan karena data terbaru yakni data tahun 2015 belum tersedia dengan lengkap (Januari-Desember). Pengukuran daya saing dilakukan dengan menggunakan indikator daya saing pariwisata TTCI Report dan pendekatan Tourist Arrival digunakan untuk melengkapi kelemahan yang ada. Hasil penelitian berupa kondisi daya saing pariwisata negara Indonesia dibandingkan dengan negara Singapura, Malaysia, dan Thailand serta strategi pengembangan pariwisata yang tepat dalam meningkatkan daya saing pariwisata negara Indonesia. Hasil Penelitian dan Pembahasan Pariwisata Indonesia dalam konteks ASEAN Sektor pariwisata ASEAN berpotensi meningkatkan perekonomian anggotanya (UNWTO, 2015). Pada tahun 2009, sektor pariwisata Indonesia menempati urutan ketiga dalam hal penerimaan devisa setelah komoditas minyak dan gas bumi serta minyak kelapa sawit (Kemenparekraf, 2014). Berdasarkan pengukuran tingkat daya saing pariwisata dengan jumlah kunjungan wisman (International Tourist Arrivals), Indonesia menempati posisi ke-4 di ASEAN berada dibawah Malaysia, Thailand dan Singapura. Jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia pada tahun 2014 didominasi oleh wisman Ekstra-ASEAN sebanyak 5.751.600 dan sisanya sebanyak 3.683.800 merupakan wisman Intra-ASEAN (Asean Tourism Statistics Database, 2015). Berdasarkan pengukuran tingkat daya saing pariwisata dengan indikator pada TTCI Report, Indonesia juga menempati posisi ke-4 di ASEAN berada dibawah negara Singapura, Malaysia, dan Thailand.
427
Vonny Setianda Roos Kities Andadari
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vo. 2, Nomor 3, Juni 2015
Kondisi Daya Saing Pariwisata Indonesia 1. Pendekatan International Tourist Arrival Dari table 1 nampak bahwa diantara 10 negara anggota ASEAN, Indonesia menduduki posisi ke-4 dalam perolehan International Tourist Arrival terbesar berada dibawah Malaysia, Thailand, dan Singapura. Jumlah kunjungan wisman ke Indonesia masih kecil berada pada posisi ke-4. Singapura dengan luas wilayah dan potensi pariwisata yang lebih kecil mampu memperoleh total kunjungan wisman 1,6 kali dari Indonesia. Sementara itu Thailand dan Malaysia dengan luas wilayah yang lebih kecil, memiliki potensi pariwisata yang mirip dengan Indonesia, mampu mendatangkan kunjungan wisman 2,6 dan 2,9 kali lebih besar. Tabel 1. International Tourist Arrival to ASEAN Country, 2014 2014
Country 1/
Brunei Darussalam
Intra-ASEAN
Extra-ASEAN
3.662,2
223,4
Cambodia
1.991,9
2.510,9
Indonesia
3.683,8
5.751,6 934,6
Lao PDR
3.224,1
Malaysia
20.372,8
7.064,5
Myanmar
1.598,3
1.483,2
461,5
4.371,9
Singapore
6.113,0
8.982,1
Thailand
6.620,2
18.159,5
Viet Nam
1.495,1
6.379,2
49.223,0
55.860,8
The Philippines
ASEAN
Total
Rank
3.885,5 9 4.502,8 7 9.435,4 4 4.158,7 8 27.437,3 1 3.081,4 10 4.833,4 6 15.095,2 3 24.779,8 2 7.874,3 5 105.083,8
Sumber : (Asean Tourism Statistics Database, 2015) Dari Tabel 1, nampak bahwa kemampuan Indonesia dalam menarik kunjungan wisman secara global masih rendah dibandingkan Singapura, Malaysia dan Thailand. Table tersebut juga memperlihatkan bahwa Malaysia sangat berhasil dalam menarik wisman IntraASEAN, sedangkan Thailand sangat berhasil dalam menarik wisman Extra-ASEAN. Strategi Pengembangan dan Pemasaran Pariwisata Malaysia Pada tahun 2014, sebanyak 27.437.300 wisman melakukan kunjungan ke Malaysia (Tourism Malaysia, 2014), dimana 74,25 persen-nya merupakan wisman Intra-ASEAN. Sumber wisman utama Malaysia berasal dari Singapura dengan jumlah delapan kali lebih besar dari wisatawan Singapura yang berkunjung ke Indonesia pada periode yang sama. Jarak antar negara dan mudahnya akses masuk ke Malaysia bagi wisatawan Singapura merupakan keunggulan utama Malaysia. Kemudahan akses bagi wisman Singapura yang hendak berkunjung ke Malaysia diwujudkan dengan penyediaan beragam transportasi yang terjangkau, aman dan nyaman. Namun kedua faktor tersebut tidak terlepas dari dukungan penuh dari sektor kepariwisataan Malaysia terhadap pengembangan pariwisatanya.
428
Vonny Setianda Roos Kities Andadari
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vo. 2, Nomor 3, Juni 2015
Tabel 2. Perbandingan International Tourist Arrivals – Malaysia vs Indonesia (juta wisman) Country of Residence Singapura China Australia Japan Korea Filipina USA UK Taiwan
Int'l Tourist Arrivals Malaysia Indonesia 13,93 1,74 1,62 0,93 0,58 1,13 0,55 0,53 0,39 0,37 0,62 0,26 0,26 0,25 0,45 0,25 0,28 0,25
Sumber : BPS, 2014; Tourism Malaysia, 2014 Selain itu, dibandingkan Indonesia, Malaysia juga unggul dalam menarik wisman dari pasar yang sama. Satu-satunya pasar wisman yang lebih banyak memilih melakukan kunjungan pariwisata ke Indonesia daripada Malaysia adalah Australia. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat daya saing pariwisata Indonesia masih rendah dibandingkan dengan tingkat daya saing pariwisata yang dimiliki Malaysia. Itu berarti pengembangan pariwisata di Indonesia masih perlu diperbaiki guna meningkatkan daya tarik pariwisatanya agar memperoleh angka kunjungan wisman yang lebih besar. Tingginya daya saing pariwisata Malaysia dalam menarik kunjungan wisman tersebut disebabkan oleh beberapa faktor berikut: a. Infrastruktur yang baik yang mampu mendukung kenyamanan dan kemudahan wisman dalam melakukan kunjungan pariwisata (Okezone, 2014). b. Pengembangan Tourist Attraction yang baik serta gencarnya promosi pariwisata yang didukung dengan anggaran promosi pariwisata yang besar (ETN, 2015). c. Dukungan pajak yang besar dari pemerintah bagi sektor pariwisata di Malaysia (Harian Nasional, 2015). Strategi Pengembangan dan Pemasaran Pariwisata Thailand Pada tahun 2014, jumlah International Tourist Arrivals di Thailand sebanyak 24.779.800 orang, 73,3 persen-nya merupakan wisman Ekstra-ASEAN, sisanya 26,3 persen merupakan wisman Intra-ASEAN. Wisman yang paling banyak mengunjungi Thailand adalah wisatawan China. China merupakan pasar yang penting bagi pariwisata dan perekonomian di Thailand, untuk itu Thailand menaruh perhatian yang besar pada wisatawan asal China tersebut. Guna menarik kunjungan dari pasar China, negara Thailand melakukan promosi pariwisata yang bertemakan “Thailand’s Lifestyle” yang dikemas dalam bentuk film, dan strategi tersebut berhasil membuat kunjungan wisman dari China melonjak sebesar 68% pada tahun 2013 (China.org.cn, 2015). Kementrian Pariwisata di Thailand menggaris bawahi beberapa tindakan dibawah ini sebagai strategi penting dalam kesuksesan pariwisata Thailand pada tahun 2013 (Muqbil, 2012) : a. Pemerintah Thailand memiliki perhatian yang besar pada sektor pariwisatanya karena sektor pariwisata merupakan sektor utama penggerak perekonomian Thailand (WEF, 2015). Pengembangan pariwisata diutamakan pada infrastruktur dan fasilitas pariwisata, situs pariwisata, produk dan pelayanan pariwisata, serta pada promosi pariwisata (Melanie, 2013). 429
Vonny Setianda Roos Kities Andadari
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vo. 2, Nomor 3, Juni 2015
b. Mengembangkan pemasaran pariwisata yang menekankan pada Creative Tourism, dimana wisatawan yang datang diajak untuk turut berpartisipasi (Thai boxing, Thai massage, Thai cooking, Thai classical dancing, dan sebagainya). Selain itu, juga dilakukan promosi pariwisata dengan menggunakan media digital sebagai fokus perhatian khusus (Melanie, 2013). c. Meningkatkan jumlah first-time visitors dan high spenders (luxury product). Untuk jenis niche product ditawarkan aktivitas pada jenis pariwisata Golf, Health & Wellness, Wedding & Honeymoon, and Green Tourism sebagai daya tarik (TAT statistic, 2014). d. Mengembangkan akses penerbangan direct flights ke berbagai negara guna mendukung kenyamanan wisman dan penekanan biaya perjalanan (Yahya, 2015). e. Menggunakan seluruh sarana media global yang dimiliki untuk mempromosikan pariwisata Thailand, terutama TV Channels bidang olahraga dan minat khusus, dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh perhatian eksekutif bisnis di dunia. Celebrity Marketing juga merupakan strategi yang dilakukan dalam menarik perhatian wisman (Melanie, 2013). Pendekatan TTCI Report Kondisi pariwisata Indonesia juga dapat dilihat melalui laporan TTCI nampak dalam Table 4: Tabel 3. Ranking Summary of Singapore, Malaysia, Thailand, and Indonesia, TTCI Report 2007-2014 (World Ranks) YEAR 2007/2008 2008/2009 2009/2010 2010/2011 2011/2012 2012/2013 2013/2014 2014/2015
Singapura 8 16 10 10 10 10 10 11
RANKING Malaysia Thailand 31 43 32 42 32 39 35 39 35 41 35 41 35 43 25 35
Indonesia 54 80 81 81 74 74 70 50
Sumber : TTCI Report 2007-2015 (WEF) Pada periode tahun 2014-2015, Indonesia mengalami peningkatan peringkat DSP yang cukup baik dari yang sebelumnya berada pada peringkat ke-70, naik 20 peringkat menjadi peringkat ke-50. Ini merupakan peningkatan terbesar yang pernah dialami Indonesia, dan memberikan bukti bahwa usaha pemerintah dalam meningkatkan daya saing pariwisata Indonesia mulai membuahkan hasil. Upaya untuk meningkatkan daya saing pariwisata Indonesia masih sangat dibutuhkan mengingat posisi pariwisata Indonesia masih terendah diantara ketiga negara lainnya, serta terdapat beberapa potensi pariwisata Indonesia yang belum memperoleh pengembangan dengan maksimal. Meningkatnya daya saing pariwisata Indonesia dipengaruhi oleh membaiknya daya saing pada pilar Price Competitiveness (3rd), Prioritazion of T&T (15th), dan Natural Resources (19th). Sementara itu kelemahan daya saing pariwisata Indonesia ditampilkan pada Tabel 4.
430
Vonny Setianda Roos Kities Andadari
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vo. 2, Nomor 3, Juni 2015
Tabel 4. Indonesia’s Weakness on TTCI (Compare to Singapore, Malaysia, & Thailand) Pillar no Weakness Value 12 Tourist Service Infrastructure 3,07 9 Environmental Sustainability 3,11 11 Ground & Port Infrastructure 3,27 Sumber : TTCI Report (WEF, 2015) Terkait dengan pilar Tourist Service Infrastructure, kualitas dan ketersediaan hotel dan jasa transportasi dirasa masih rendah. Untuk itu perlu dilakukan perbaikan kualitas dan ketersediaan hotel dan jasa transportasi bagi wisman di Indonesia sebagaimana yang dimiliki oleh Singapura, serta melakukan pengembangan pada perjalanan bisnis yang direkomendasikan serta ATM yang menerima kartu Visa di Indonesia seperti yang telah dilakukan oleh Thailand. Buruknya daya saing Environmental Sustainability Indonesia terutama dipengaruhi oleh buruknya penanganan terhadap jumlah spesies langka yang terancam punah dan serta buruknya tingkat pengelolaan air limbah. Indonesia perlu melakukan pengembangan pada kedua indikator tersebut. Lemahnya daya saing pilar Ground & Port Infrastructure Indonesia terutama disebabkan oleh buruknya kualitas infrastruktur pelabuhan dan pengelolaan kepadatan transportasi berbasis kereta. Pemasaran Sasaran Pariwisata Indonesia Mengingat banyak sekali factor yang mempengaruhi kedatangan wisman di Indonesia, upaya pemasaran perlu terfokus dengan menetapkan Negara sasaran. Terkait dengan pemasaran sasaran pariwisata Indonesia, ada 3 tahapan yang disebut STP (Segmenting, Targeting dan Positioning) yang perlu dilakukan. (1)Segmenting Menurut data kedatangan wisman, jika diambil sepuluh Negara dengan angka kedatangan tertinggi, sepuluh Negara yang perlu mendapat perhatian adalah Negara berikut ( table 5). Tabel 5. Pertumbuhan Kunjungan Wisman ke Indonesia Country Singapore Malaysia Australia China Japan Korea Filipina USA UK Taiwan
Tourist Arrivals (000) 2013 2014 1643 1431 998 807 492 344 246 234 229 245
Change (%)
1740 1486 1129 927 525 370 253 251 249 244
5,90 3,84 13,13 14,87 6,71 7,56 2,85 7,26 8,73 -0,52
Sumber : BPS, 2014
431
Vonny Setianda Roos Kities Andadari
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vo. 2, Nomor 3, Juni 2015
Berdasarkan Pertumbuhan Terbesar Pasar China merupakan pasar dengan pertumbuhan terbesar di Indonesia. Pertumbuhan pasar China dalam pariwisata Indonesia pada tahun 2014 yaitu sebesar 14,87 persen. Pada tahun 2014, diketahui jumlah Chinese Outbound Tourist mencapai 117 juta wisman dimana 77,7 persennya memilih untuk melakukan kegiatan pariwisata di Asia (WTCF, 2014). Namun dari 117 juta wisatawan China yang melakukan perjalanan pariwisata internasional pada tahun 2014, hanya 0,8 persen (927.000 wisatawan) yang memilih Indonesia sebagai tujuan pariwisatanya (BPS, 2014). Jumlah tersebut merupakan angka yang sangat kecil, oleh karena itu, Indonesia perlu mengembankgan pariwisata berkelanjutan dengan menyasar pasar China. (2)Segmenting Berdasarkan Kelayakan Memperoleh Pengembangan Khusus Apabila menggunakan dasar 10 negara dengan tourist arrival terbesar di Indonesia, pasar Taiwan merupakan negara ke-10 yang termasuk dalam pasar prioritas dalam pariwisata Indonesia. Namun pengamatan juga perlu diberikan pada Negara diluar Negara daftar sepuluh besar tourist arrival, yaitu India. Dari tahun ke tahun, angka pertumbuhan pasar India lebih besar daripada angka pertumbuhan pasar Taiwan, meskipun pasar India belum memperoleh pengembangan khusus dalam pariwisata Indonesia dan pasar Taiwan telah memperoleh pengembangan khusus (BPS, 2014). Kunjungan dari pasar India juga selalu mengalami pertumbuhan yang positif, sedangkan kunjungan dari pasar Taiwan setiap tahunnya tidak selalu mengalami pertumbuhan yang positif (The Economic Times, 2013). Selain itu, wisatawan India rata-rata melakukan kunjungan pariwisata ke Indonesia dalam jangka waktu yang lama, yaitu selama 7-8 hari (BPS, 2014). Tabel 1. Pertumbuhan Pasar Taiwan vs India (2010-2014)
Year
Taiwan Number of Change Tourist Arrival (%)
India Number of Tourist Arrival
Change (%)
2009
203239
-
110 658
-
2010
213442
5,02
137 027
23,83 12,56
2011
221877
3,95
154 237
2012
216535
-2,41
168 187
9,04
2013
245288
13,28
201 009
19,52
2014
244003
-0,52
223 607
11,24
Sumber : BPS, 2014 Oleh karena itu, pasar India merupakan pasar yang lebih layak untuk memperoleh prioritas dalam pengembangan 10 pasar pariwisata khusus di Indonesia dibandingkan dengan pasar Taiwan. Dengan memperoleh pengembangan khusus, pasar India berpotensi dapat menyaingi jumlah kunjungan dari pasar Taiwan dan mengalami pertumbuhan yang besar.
432
Vonny Setianda Roos Kities Andadari
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vo. 2, Nomor 3, Juni 2015
Berdasarkan Sumbangan Devisa & Lama Tinggal : Hal lain lagi yang perlu mendapat perhatian dalam pemasaran pariwisata Indonesia adalah sumbangan devisa dan lama tinggal (Tabel 7). Tabel 2. Pasar Australia vs Pasar Singapura
Negara Australia Singapura
Jumlah Wisman yang berkunjung ke Indonesia 1.129.000 1.740.000
Rata-rata Rata-rata Sumbangan Devisa lama Pengeluaran per 1 tahun wisman tinggal 1.802 juta USD 1.596 USD 9 hari 1.145 juta USD 658 USD 4 hari
Sumber : BPS, 2014 Meskipun wisatawan Singapura merupakan wisman yang tertinggi dalam jumlah International Tourist Arrivals di Indonesia, wisatawan Australia merupakan pasar yang memberikan pemasukkan devisa terbesar. Karena pasar Australia merupakan pasar dengan potensi yang besar dalam sumbangan devisa maka pasar ini layak untuk mendapat perhatian lebih dalam pengembangan pasar pariwisata Indonesia. Sementara itu beberapa factor lain yang perlu mendapat perhatian Berdasarkan Pertumbuhan Terbesar Tabel 3. Pertumbuhan Kunjungan Wisman ke Indonesia Country Singapore Malaysia Australia China Japan Korea Filipina USA UK Taiwan
Tourist Arrivals (000) 2013 2014 1643 1431 998 807 492 344 246 234 229 245
Change (%)
1740 1486 1129 927 525 370 253 251 249 244
5,90 3,84 13,13 14,87 6,71 7,56 2,85 7,26 8,73 -0,52
Sumber : BPS, 2014 Pasar China merupakan pasar dengan pertumbuhan terbesar di Indonesia. Pertumbuhan pasar China dalam pariwisata Indonesia pada tahun 2014 yaitu sebesar 14,87 persen. Pada tahun 2014, diketahui jumlah Chinese Outbound Tourist mencapai 117 juta wisman dimana 77,7 persennya memilih untuk melakukan kegiatan pariwisata di Asia (WTCF, 2014). Namun dari 117 juta wisatawan China yang melakukan perjalanan pariwisata internasional pada tahun 2014, hanya 0,8 persen yang memilih Indonesia sebagai tujuan pariwisatanya, yaitu sebanyak 927.000 wisatawan China yang berkunjung ke Indonesia pada tahun 2014 (BPS, 2014). Jumlah tersebut merupakan angka yang sangat kecil, oleh karena itu, Indonesia memerlukan pengembangan pariwisata yang berkelanjutan pada pasar China yang begitu berpotensi.
433
Vonny Setianda Roos Kities Andadari
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vo. 2, Nomor 3, Juni 2015
Berdasarkan Moda Angkutan Hal penting yang harus mendapat perhatian adalah moda angkutan (lihat Tabel 9). Tabel 4. Kedatangan Wisman Menurut Moda Angkutan Year 2012 2013 2014
Mode of Transport Air (%) Sea (%) Land (%) 71,54 27,87 0,6 73,04 26,41 0,55 73,95 25,42 0,63
Sumber : BPS, 2014 Moda angkutan udara merupakan yang paling banyak digunakan oleh wisman ketika melakukan kunjungan ke Indonesia. Hambatan yang perlu diatasi terkait dengan moda angkutan udara dalam mendorong daya saing pariwisata Indonesia yakni masalah konektivitas, terutama direct flight (Yahya, 2015). Pengembangan pariwisata melalui moda angkutan laut juga layak dilakukan melihat jumlah kunjungan menggunakan jalur laut cukup banyak yaitu sebesar 25,42 persen dari total wisman yang datang. Pengembangan pada moda angkutan laut dapat dilakukan dengan penambahan armada sehingga dapat mengangkut lebih banyak wisman, juga perlu dilakukan pengembangan dalam penyediaan fasilitas untuk tujuan wisata kapal pesiar di Indonesia. Berdasarkan Pengeluaran Harian Terbesar Wisman menurut pengeluaran rata-rata. Tabel 5. Rata-rata Pengeluaran Wisman Top 10 Pasar Pariwisata Indonesia (USD) N0
Negara
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Australia Singapura Malaysia China Jepang Korea AS Inggris Taiwan Filipina
Rata-Rata Pengeluaran wisman per hari 177 165 142 176 163 190 147 161 174 140
Sumber : BPS 2014, diolah Wisman asal Korea merupakan wisman dengan pengeluaran per hari terbesar diantara 10 pasar utama pariwisata Indonesia, yaitu sebesar US$190 per hari tinggal. Jumlah wisatawan Korea yang melakukan kegiatan pariwisata internasional pada tahun 2014 yaitu sebanyak 16.080.700, namun dari 16 juta wisatawan Korea tersebut sangat disayangkan bahwa yang memilih untuk berkunjung ke Indonesia sebagai destinasi pariwisata hanya sebesar 2,2 persen (KTO, 2015). Wisatawan Korea yang datang ke Indonesia pada tahun 2014 berjumlah sebanyak 352.004 orang wisman. Angka kunjungan wisman dari pasar tersebut perlu ditingkatkan. 434
Vonny Setianda Roos Kities Andadari
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vo. 2, Nomor 3, Juni 2015
Berdasarkan Pintu Masuk utama Wisman Wisman yang berkunjung ke Indonesia sebagian besar hanya mengetahui Bali sebagai destinasi pariwisata yang menarik. Oleh karena itu Great Bali merupakan pintu masuk utama bagi wisman yang berkunjung ke Indonesia (BPS, 2014). Great Jakarta, Great Batam, dan Great Medan merupakan pintu masuk wisman lainnya yang berpotensi dan perlu diberi pengembangan agar mampu menarik lebih banyak kunjungan wisman yang terdistribusi (BPS, 2014). Dengan begitu, destinasi pariwisata Indonesia di daerah-daerah lainnya dapat dikenal dan diminati oleh wisman. Guna mendorong meningkatnya kunjungan wisman melalui pintu masuk lainnya dapat dilakukan dengan menekankan pemberian visa bagi wisman pada pintu masuk tertentu di Indonesia. Dapat juga dilakukan dengan memberikan insentif (dapat berupa pembebasan pajak dan sebagainya) kepada perusahaan penerbangan yang menggunakan pintu masuk tertentu di Indonesia pada penerbangan internasional menuju Indonesia. Berdasarkan Usia Wisman Wisman dengan karakteristik umur 25-34 tahun/ wisman kategori dewasa merupakan yang paling banyak datang di Indonesia, jumlahnya mencapai 2 kali dari wisman remaja (BPS, 2014). Sehingga pengembangan pariwisata yang diperlukan yaitu dengan lebih fokus dalam melakukan promosi pada jenis pariwisata Adult dengan konsep Middle Class hingga Deluxe Tourism. Berdasarkan Bulan High Season Kunjungan Wisman Kunjungan wisman paling tinggi ke Indonesia periode tahun 2010-2014 tercatat paling besar yaitu pada bulan Juni, Juli dan Desember serta paling kecil terjadi pada bulan Januari dan Februari (BPS, 2014). Mendorong wisman untuk berkunjung ke Indonesia di luar high season merupakan suatu hal yang penting. Dengan strategi tersebut, pariwisata Indonesia akan mampu memberikan pelayanan dengan maksimal dan memuaskan kepada wisman yang berkunjung, karena wisman yang datang akan terdistribusi pada periode kunjungan yang berbeda-beda sehingga tidak membuat para pelaku pariwisata di Indonesia merasa kerepotan dalam melayani wisman yang datang berbondong-bondong pada waktu yang bersamaan. Dengan meningkatkan kualitas pariwisata Indonesia serta pelayanannya secara maksimal dapat menciptakan citra positif terhadap pariwisata di Indonesia dan pada akhirnya mampu meningkatkan daya saing dan jumlah kunjungan pariwisata di Indonesia. (3)Targeting Berdasarkan segmentasi yang telah dilakukan, pasar India, Australia, China dan Korea merupakan pasar yang layak mendapatkan fokus utama dalam pengembangan pariwisata Indonesia. Pasar India Wisata alam seperti pantai, wisata budaya dan wisata belanja baik modern maupun tradisional merupakan yang digemari oleh wisatawan India ketika berkunjung ke Indonesia (Kompas Travel, 2015). Wisatawan India dewasa berumur 25-34 tahun dan dengan karakteristik pekerjaan profesional merupakan wisman yang paling banyak datang ke Indonesia, dan dari 223.607 wisatawan India yang melakukan kunjungan ke Indonesia pada tahun 2014, sebanyak 71,9 persen menggunakan mode angkutan udara, sebanyak 28,1 persen menggunakan mode angkutan laut, dan sebanyak 0,09 persen menggunakan mode angkutan 435
Vonny Setianda Roos Kities Andadari
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vo. 2, Nomor 3, Juni 2015
darat (BPS, 2014). Hambatan utama dalam mengembangkan potensi pasar India di Indonesia yaitu tidak adanya direct flight Indonesia-India yang meningkatkan kenyamanan wisman dan mampu menekan biaya perjalanan wisman (Yahya, 2014). Pasar Australia Wisatawan Australia sangat menggemari eksplorasi dan adventure serta jenis wisata pure relaxation (spa) dan wisata bahari seperti yang ditawarkan oleh destinasi pariwisata di Bali (Allianz-Australia, 2012). Wisatawan Australia yang datang ke Indonesia sebagian besar merupakan wisatawan dengan usia dewasa dan karakteristik pekerjaan sebagai profesional, dan dari 1.128.533 wisatawan Australia yang datang ke Indonesia, paling banyak menggunakan angkutan udara yaitu sebanyak 94,6 persen dari total wisatawan Australia yang datang (BPS, 2014). Hambatan utama yang muncul dalam menarik wisatawan Australia yaitu berkaitan dengan kualitas keamanan dan kenyamanan pariwisata Indonesia yang menurun di dalam persepsi wisatawan Australia sehingga berdampak pada menurunnya jumlah kunjungan dari pasar Australia ke Indonesia (Jawa Pos, 2015). Pasar China Family Tour merupakan paket wisata yang kini popular di China (WTCF, 2014). Wisata budaya merupakan tujuan kebanyakan wisatawan China ketika mengunjungi suatu negara (Tawil dan Tamimi, 2013). Wisatawan China juga merupakan wisatawan yang gemar melakukan kegiatan belanja ketika sedang berlibur di luar negeri (SCMP, 2014). Wisatawan China dengan jenis pekerjaan profesional merupakan yang paling banyak datang ke Indonesia, dan wisatawan tersebut paling banyak memilih untuk menggunakan hotel dengan fasilitas high-end daripada mid-range hotel (WTCF, 2014). Dari 926.750 wisman China yang melakukan kunjungan pariwisata ke Indonesia, sebagian besar menggunakan moda angkutan udara (84,2 persen), kemudian diikuti dengan menggunakan moda angkutan laut (15,7 persen), dan menggunakan angkutan darat (0,15 persen) (BPS, 2014). Hambatan berbahasa merupakan hambatan utama yang perlu diperhatikan oleh sektor pariwisata Indonesia dalam mengembangkan kualitas pariwisatanya bagi pasar China. Wisatawan China merupakan wisatawan yang kebanyakan tidak aktif dalam menggunakan Bahasa Inggris (WTCF, 2014). Pasar Korea Wisatawan Korea merupakan wisatawan yang menyukai jenis wisata sightseiing, shopping, mengunjungi pantai dan mengunjungi cultural/historical sites (Sangpikul, 2008). Paket Honeymoon Tourism di Bali merupakan salah satu yang paling digemari oleh wisman asal Korea karena keindahan dan kebudayaan Bali (Yahya, 2015). Wisatawan Korea yang datang ke Indonesia sebagian besar merupakan wisatawan berusia dewasa dengan jenis pekerjaan sebagai sales/karyawan. Mode angkutan yang paling banyak digunakan wisatawan Korea untuk berkunjung ke Indonesia pada tahun 2014 yaitu moda angkutan udara sebanyak 76,5 persen sedangkan dengan menggunakan angkutan laut sebanyak 23,5 persen dan menggunakan angkutan darat sebanyak 0,02 persen (BPS, 2014). Ada beberapa hambatan yang perlu diatasi berkaitan dengan pengembangan pariwisata Indonesia bagi pasar Korea yaitu terkait connectivity and capacity (direct flight), dan terbatasnya promosi pariwisata Indonesia ke Korea (Yahya, 2015). (4)Positioning Positioning yang dapat dilakukan dalam pengembangan pariwisata pada keempat pasar pariwisata potensial Indonesia sbb. 436
Vonny Setianda Roos Kities Andadari
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vo. 2, Nomor 3, Juni 2015
Pasar India Dalam melakukan promosi destinasi pariwisata Indonesia bagi pasar India, jenis pariwisata yang tepat diposisikan sebagai pariwisata unggulan yaitu Wisata Bahari, Wisata Kapal Pesiar, Wisata Budaya, dan Wisata Belanja. Sedangkan konsep pariwisata yang tepat diposisikan sebagai konsep pariwisata dalam memasarkan pariwisata Indonesia bagi pasar India yaitu Deluxe Tourism. Pasar Australia Dalam melakukan promosi destinasi pariwisata Indonesia selain Bali bagi pasar Australia, jenis pariwisata yang tepat diposisikan sebagai pariwisata unggulan yang perlu dikembangkan di berbagai destinasi parwisata di Indonesia yaitu Wisata Adventure, Wisata Relaxation, dan Wisata Bahari. Sedangkan konsep pariwisata yang tepat diposisikan sebagai konsep pariwisata dalam memasarkan pariwisata Indonesia bagi pasar Australia yaitu Pariwisata Middle Class dan Deluxe Tourism. Pasar China Jenis pariwisata yang tepat diposisikan sebagai pariwisata unggulan dalam memasarkan pariwisata Indonesia bagi pasar China yaitu Wisata Keluarga, Wisata Belanja dan Wisata Kebudayaan. Sedangkan konsep pariwisata yang tepat diposisikan sebagai konsep pariwisata dalam memasarkan pariwisata Indonesia bagi pasar China yaitu Adult & Family Tourism dan Deluxe Tourism. Pasar Korea Jenis pariwisata yang tepat diposisikan sebagai pariwisata unggulan dalam memasarkan pariwisata Indonesia bagi pasar Korea yaitu Wisata Bulan Madu, Wisata Kapal Pesiar, Wisata Belanja, dan Wisata Budaya dan Sejarah. Sedangkan konsep pariwisata yang tepat diposisikan sebagai konsep pariwisata dalam memasarkan pariwisata Indonesia bagi pasar Korea yaitu Pariwisata Middle Class. Dari penjelasan diatas, upaya untuk melakukan positioning diperlukan agar pengembangan wisata dan pemasaran yang dibuat dapat menyasar secara pasar secara tepat. Penutup Kesimpulan 1.
2.
Daya saing pariwisata Indonesia telah mengalami peningkatan secara signifikan dalam beberapa tahun terkahir, namun secara umum dapat dikatakan bahwa daya saing itu masih rendah bila dibandingkan Negara pesaing utama seperti Singapura, Malaysia dan Thailand. Pasar India, Australia, China dan Korea merupakan target pasar potensial yang layak diberi perhatian dalam pengembangan pariwisata Indonesia. Masing-masing pasar tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda sehingga positioning yang dilakukan juga perlu dibedakan. Hambatan yang utama dalam meningkatkan daya saing pariwisata Indonesia yaitu pada konektivitas penerbangan khususnya masalah direct flight dari Indonesia ke sebagian besar pasar potensial Indonesia serta kurangnya promosi destinasi pariwisata di Indonesia selain Bali. Selain itu, beberapa pengembangan lainnya yang 437
Vonny Setianda Roos Kities Andadari
3.
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vo. 2, Nomor 3, Juni 2015
perlu dilakukan dalam meningkatkan daya saing pariwisata Indonesia yakni pengembangan pada: infrastruktur dan fasilitas angkutan laut di Indonesia khususnya guna mendukung pengembangan wisata kapal pesiar; pintu masuk wisman di Jakarta, Batam dan Medan; jenis pariwisata Adult dengan konsep Deluxe Tourism dan mendorong kunjungan wisman pada non-high season month. Pertumbuhan sektor pariwisata di ASEAN yang tinggi memiliki pengaruh positif dalam mempercepat pertumbuhan perekonomian anggota. Berbagai perjanjian dan hubungan kerjasama antar anggota ASEAN khususnya dalam bidang pariwisata guna mewujudkan ASEAN sebagai tujuan pariwisata tunggal di dunia merupakan faktor utama yang telah mendorong tingginya pertumbuhan pariwisata di kawasan tersebut. Salah satu peluang yang dapat dimanfaatkan dengan berlakunya MEA di Indonesia yaitu dalam meningkatkan standar pekerja pariwisata profesional sehingga dapat meningkatkan kualitas pariwisata serta daya saing pariwisata Indonesia, dimana dengan berlakunya MEA akan membawa kemudahan dalam arus tenaga kerja profesional.
Saran Untuk meningkatkan daya saing pariwisata dalam menarik wisman Intra-ASEAN, Indonesia dapat melakukan benchmarking pada strategi pariwisata yang telah dilakukan oleh negara Malaysia yang memiliki daya saing tertinggi dalam menarik wisman Intra-ASEAN. Sedangkan untuk meningkatkan daya saing dalam menarik wisman Ekstra-ASEAN, Indonesia dapat melakukan benchmarking pada strategi pariwisata yang telah dilakukan oleh negara Thailand yang memiliki daya saing tertinggi dalam menarik wisman Ekstra-ASEAN. Selain itu, daya saing Indonesia dalam pilar Tourist Service Infrastructure, Environmental Sustainability, dan Ground & Port Infrastructure merupakan kelemahan utama yang perlu mendapat perhatian dalam pengembangan pariwisata Indonesia. Keterbatasan Penelitian dan Agenda Penelitian Mendatang Penelitian ini hanya memanfaatkan informasi dari Tourist Arrivals dan laporan TTCI. Hasil penelitian mungkin akan lebih komprehensif jika menggunakan lebih banyak pendekatan guna mengukur daya saing pariwisata. Selain itu, penelitian dilakukan hanya terbatas pada kawasan ASEAN sehingga hasil penelitian yang didapatkan cenderung mengarah pada pola pariwisata di kawasan Asia. Hasil penelitian berupa strategi pengembangan mungkin akan lebih akurat apabila penelitian selanjutnya menggunakan data dan informasi yang berasal tidak hanya pada kawasan ASEAN dan sekitarnya saja. Daftar Pustaka A. Sufika. 2015. Potensi Wisata Arung Jeram Sei Bingei Dalam Pengembangan Ekowisata di Kabupaten Langkat. Universitas Sumatera Utara. Asean
Tourism Statistics Database. 2015. ASEAN http://www.aseantourism.travel/downloaddoc/doc/2486. 13 Januari 2016
Tourism.
Allianz-Australia. 2012. Australia's Favorite International Destination. https://www.allianz.com.au/travel-insurance/news/our-favourite-internationaldestinations. 7 Januri 2016.
438
Vonny Setianda Roos Kities Andadari
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vo. 2, Nomor 3, Juni 2015
Antara News. 2011. Daya Saing Pariwisata RI Naik, WEF Akan Revisi Indikator Penilaian. http://www.antaranews.com/print/249341/daya-saing-pariwisata-ri-naik-wef-akanrevisi-indikator-penilaian. 3 Desember 2015. Antara News. 7 Desember 2014. Digitalisasi promosi pariwisata menuju 20 juta wisman. http://www.antaranews.com/berita/467999/digitalisasi-promosi-pariwisata-menuju20-juta-wisman. 4 Februari 2016. Asean Tourism Forum. 2007. Second Asean Tourism Investment Forum. Asean Tourism Kompas. Bali. Kompas. ASEAN Up. 2012. The Asean Population. http://aseanup.com/asean-infographics-population market-economy/. 2 Januari 2016. BPS. 2014. Badan Pusat Statistik. Statistik Kunjungan Wisatawan Mancanegara (International Visitor Arrival Statistics 2014). Katalog BPS 8401011. http://www.bps.go.id/website/pdf_publikasi/Statistik-Kunjungan-WisatawanMancanegara-2014.pdf. 22 September 2015. China.org.cn. 2015. Chinese films, TV Shows Boost Travel Destinations. http://www.china.org.cn/arts/2015-09/30/content_36722570.htm. 15 Januari 2016. DPR. 2014. Menjadikan Pariwisata Sebagai Sektor Unggulan Penghasil Devisa. http://www.dpr.go.id/doksetjen/dokumen/biro-apbn-apbn-MENJADIKANPARIWISATA-SEBAGAI-SEKTOR-UNGGULAN-PENGHASIL-DEVISA1433409452.pdf. 20 November 2015. ETN. 24 Oktober 2015. E-Turbo News. Malaysia's Tourism Industry Receives Big Boost From 2016 Budget. http://www.eturbonews.com/65203/malaysias-tourism-industryreceives-big-boost-2016-budget. 4 Januari 2016. Harian Nasional. 3 September 2015. Malaysia Bebaskan Pajak Komponen Pesawat. http://www.harnas.co/2015/03/11/malaysia-bebaskan-pajak-komponen-pesawat. 5 Januari 2016. Jawa Pos. 2 September 2015. Wisman Australia dan Singapura Melorot, Ada Apa Ya? dari http://www.jawapos.com/read/2015/09/02/2501/wisman-australia-dan-singapuramelorot-ada-apa-ya. 7 Januari 2016. Kasali, Rhenald. 2007. Membidik Pasar Indonesia : Segmenting, Targeting, dan Positioning. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Kemenparekraf. 11 April 2014. Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Siaran Pers. Pertumbuhan Pariwisata di Atas Target. http://www.kemenpar.go.id/asp/detil.asp?c=16&id=2780 20 Oktober 2015. Kompas Travel. 21 November 2015. Inilah Aktivitas Wisata di Indonesia yang digemari Turis India. http://travel.kompas.com/read/2015/11/21/100200427/Inilah.Aktivitas.Wisata.di.Indo nesia.yang.Digemari.Turis.India. 10 Januari 2016. 439
Vonny Setianda Roos Kities Andadari KTO.
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vo. 2, Nomor 3, Juni 2015
2014. Departures of Koreans. Korea Tourism Organization. http://kto.visitkorea.or.kr/eng/tourismStatics/keyFacts/KoreaMonthlyStatistics/eng/in out/inout.kto?func_name=3. 6 Januari 2016.
Kotler, P., & Armstrong, G. 2001. Prinsip-Prinsip Pemasaran. Jilid 1. Erlangga . Kotler, P., Bowen, J., & Makens, J. 2002. Pemasaran Perhotelan dan Kepariwisataan versi Bahasa Indonesia. Edisi Kedua, Jilid 1. Jakarta. Prenhallindo. Lestari, R. 2013. Potensi Objek Wisata Penangkaran Taman Buaya Asam Kumbang Sebagai Salah Satu Upaya Pengembangan Pariwisata di Kota Medan. Medan: Universitas Sumatera Utara. Lubis, A. N. 2004. Strategi Pemasaran Dalam Persaingan Bisnis. Universitas Sumatera utara. Program Studi Ilmu Manajemen. Fakultas Ekonomi. Marketeers. 11 November 2015. Tarik Hati Wisatawan dengan Wisata Tematik. http://marketeers.com/article/tarik-hati-wisatawan-dengan-wisata-tematik.html. 3 Februari 2016. Margi, I. K., Ariani, R. P., Widiastini, N. M., & N, S. 2013. Identifikasi Potensi Wisata Kuliner. Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora. Vol. 2, No. 2, Oktober 2013 ISSN: 23022898. Melanie, G. 5 Juni 2015. Thailand: Benchmark of Success in Tourism. The Freeman: http://www.philstar.com/cebu-business/2013/07/05/961935/thailand-benchmarksuccess-tourism. 15 Januari 2016. Muqbil, I. 17 Juli 2012. Full Details: Thailand’s Tourism Marketing Action Plan 2013. Dipetik. https://www.travel-impact-newswire.com/2012/07/full-details-thailandstourism-marketing-action-plan-2013/. 17 Januari 2016. Nurhaita, Tia. 2013. Pengaruh Kreativitas Dan Inovasi Produk Terhadap Daya Saing Usaha Cake Yo & Yo Bandung. Unikom. Bandung. OECD. 2013. OECD Tourism Paper. Indicators for Measuring Competitiveness in Tourism. http://www.oecd.org/cfe/tourism/Indicators%20for%20Measuring%20Competitivenes s%20in%20Tourism.pdf. 5 November 2015. Okezone. 19 Oktober 2015. Warga Australia Beberkan Alasan Negeri Kangguru Suka ke Bali. http://lifestyle.okezone.com/read/2015/10/18/406/1233683/warga-australiabeberkan-alasan-negeri-kangguru-suka-ke-bali. 7 Januari 2016. Pendit, N. S. 1994. Ilmu Pariwisata : Sebuah Pengantar Perdana. Pradnya Paramita. Jakarta. Rahmana, A. 2009. Peranan Teknologi Informasi Dalam Peningkatan Daya Saing Usaha Kecil Menengah. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi. RMOL. 24 Juli 2015. Kantor Berita Politik RMOL. Beginilah Definisi Daya Saing Di Dunia Industri. http://www.rmol.co/read/2015/07/24/211920/Beginilah-Definisi-DayaSaing-di-Dunia-Industri-. 8 November 2015. 440
Vonny Setianda Roos Kities Andadari
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vo. 2, Nomor 3, Juni 2015
Sangpikul, A. 2008. Travel Motivations and Tourist Behaviors : A Case of Korean Travelers to Thailand. Dhurakij Pundit University. Bangkok. SCMP. 31 Desember 2014. South China Morning Post. Rude Awakening: Chinese Tourists Have the Money, But not the Manners. http://www.scmp.com/news/china/article/1671504/rude-awakening-chinese-touristshave-means-not-manners?page=all. 10 Januari 2016. Siahaan, S. L. 2008. Visit Indonesia Year 2008 : Suatu Tinjauan Dari Perspektif Pemasaran Destinasi Pariwisata. Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi IV, Januari-Juni 2008. Spillane, J. J. 1991. Ekonomi Pariwisata : Sejarah dan Prosepeknya. Jakarta: Kanisius. Swarbrooke, J. 1999. Sustainable Tourism Development. New York. CABI Publishing. Swastha, Basu. 2000. Azas-Azas Marketing. Edisi Ketiga. Liberty. Yogyakarta. TAT statistic. 2014. Thailand Welcomed 26.7 Million Visitor Arrivals in 2013, Exceeding Target. http://www.tatnews.org/thailand-welcomed-26-7-million-visitor-arrivals-in2013-exceeding-target/. 16 Januari 2016. Tawil, R. F., & Tamimi, A. M. (2013). Understanding Chinese Tourists' Travel Motivations: Investigating the Perceptions of Jordan Held by Chinese Tourists. Jordan: Philadelphia University. Faculty of Administrative and Financial Series, Department Hotel and Tourism Management. The Economic Times. 2013. Outbound Tourism Market From India Grows : Four Emerging Trends. http://articles.economictimes.indiatimes.com/2013-0414/news/38529310_1_direct-flights-indians-thai-airways. 29 Januari 2016. Tinambunan H. S. 2014. Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Wisata Iman (Studi Deskriptif Taman Wisata Iman Dairi). Universitas Sumatera Utara. Tourism Malaysia. 2014. Malaysia Tourism Statistics http://corporate.tourism.gov.my/statistics. 30 Desember 2015.
in
Brief.
Travel Kompas. 18 Maret 2014. Kompas.com. Menparekraf : Peran Pariwisata Semakin Penting. http://travel.kompas.com/read/2014/03/18/1128595/Menparekraf.Peran.Pariwisata.Se makin.Penting. 23 Juni 2015. UNWTO. 2007. World Tourism Organization UNWTO. http://media.unwto.org/en/content/understanding-tourism-basic-glossary. 18 Agustus 2015 UNWTO. 2015. UNWTO Tourism Highlights 2015 Edition. unwto.org/doi/pdf/10.18111/978928441689910. 10 Desember 2015.
http://www.e-
Utama, I. G. 2008. Extended Marketing Mix Sebagai Strategi Memenangkan Ceruk Pasar Wisatawan Senior Bagi Destinasi Pariwisata Bali. Bali. Program S3 Pariwisata. Universitas Udayana. 441
Vonny Setianda Roos Kities Andadari
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vo. 2, Nomor 3, Juni 2015
UUD. 2009. Undang-Undang Indonesia : Pariwisata. Paten Daya Tarik wisata : UUD no 10 Tahun 2009. Indonesia. Wahab, S. 1997. Tourism, Development and Growth: The Challenge of Sustainability. London, New York : Routledge, 1997. WEF. 2015. The Global Travel and Tourism Competitiveness Report 2015 (TTCI Report). http://reports.WEForum.org/travel-and-tourism-competitiveness-report2015/economy-rankings/. 2 Juli 2015. Wibowo, L. A. 2008. Usaha Jasa Pariwisata. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung. WTCF. 2013. World Tourism Cities Federation. Market Research Report on Chinese Outbound Tourist (City) Consumption (2014-2015). http://en.wtcf.travel/download/report201409en.pdf. 14 Januari 2016. WTCF. 2014 Oktober. World Tourism Cites Federation. Market Research Report on Chinese Outbound Tourist (City) Consumption (2014-2015). World Tourism Cities Federation: www.wtcf.travel Oct 2015. 12 Januari 2016. Yahya, A. 20 Oktober 2015. Meeting with Korean TO/ TA. Meeting with Korean Tour Operators, Travel Agents, and Airline at Busan Indonesia Center, Busan. Busan: Media Indonesia. Yahya, A. 2014. Gerakan Akselerasi Sertifikasi Tenaga Kerja Pariwisata dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. MEA Peluang Memajukan Sektor Pariwisata. Jakarta. Pos Kota News. . http://poskotanews.com/2014/12/06/menteriarief-mea-peluang-memajukan-sektor-pariwisata/. 27 Desember 2015. Yoeti, O. A. 1996. Pengantar Ilmu Pariwisata. Edisi Revisi. Angkasa. Bandung. Yoeti, O. A. 2005. Perencanaan Strategis Pemasaran Daerah Tujuan Wisata. Jakarta. Pradnya Paramita. Yoeti, O. A. 2008. Ekonomi Pariwisata. Introduksi, Informasi, dan Implementasi. Kompas. Jakarta. Yoon, Y., & Uysal, M. 2005. An Examination of the Effects of Motivational and Satisfaction on Destinaion Loyalty : A Structural Model. Tourism Management. Yulia,
C. 2008. Wisata, Pariwisata, Kepariwisataan Dan Wisatawan. http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._KESEJAHTERAAN_KELUARGA/ 198007012005012CICA_YULIA/WISATA,_PARIWISATA,_KEPARIWISATAAN_DAN_WISATA WAN.pdf. 18 November 2015.
442
Utik Bidayati Salamatun Asakdiyah
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol 2, Nomor 3, Juni 2015
The Influence of Capital, Number of Working Hours, Works Force and Time to Run Business on Operating Income of Angkringan in Yogyakarta Utik Bidayati & Salamatun Asakdiyah Departement of Management, Faculty of Economics Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta ([email protected]) Abstract Informal business sector is the largest economic activity unit in Indonesia. Most informal businesses have earned no more than five million rupias per year. One form of informal business sector is angkringan. Angkringan is one of informal business forms that sales foods and drink to lower-middle-class consumers . This type of business is mostly done in Jogjakarta. This business is the main source of income some communities in Jogjakarta. This research is aimed to analyze the influence of capital, number of working hours, work force, and time to run the business on operating income of angkringan. The sample was collected by using purposive sampling method. The respondents are 70 angkringan owners in Jetis, Yogyakarta. Data collection was carried out by distributing questionnaire to respondents about their operating income, amount of their capital, working hours, and work force. Analysis instrument used in this research is multiple regression analysis, while the hypothesis is tested by using t test and F test. Data on this research is cross sectional. To obtained better result better, the amount of business capital and operating income are transformed into a logarithm. Model of multiple regression is formulated as a log y = 4,113 + 0,283 Log x1 + 0,006x2 + 0,093x3 + 0,012x4. The result of the study showed that income level of angkringan sellers in Jetis, Yogyakarta, is influenced by the amount of business capital, working hours, work force and time to run their business. Number of working hours is the greatest influencing factor on angkringan income. The result of testing the regression coefficient in partial and unison shows that all variables significantly impact the income level angkringan sellers in Jetis, Yogyakarta. The coefficients determination (r2) result reaches 32.5%. While the remaining 67.5% described by other variables is not included in the model research. Key word: Influence of capital, number of working hours, works force and time to run business, bboperating income
Introduction Informal sector is the largest part of business unit in Indonesia. Based on 1996 economy census, there are 16.4 million economic activity units in Indonesia and 95% of them are informal economic activities. Most of the economic activity units are business units that receive turnover less than five million rupiahs annually. Percentage of this particular business group is 59%, equal to 9.7 million business units. In contrast, there are only 5.400 economic activity units (equal to 0.03%) that receive more than 50 billion rupiahs annually (Republika, 443
Utik Bidayati Salamatun Asakdiyah
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol 2, Nomor 3, Juni 2015
21 July 1997). Term of informal economic sector will be easier to recognize from its phenomenon and activities than from its limitations or definition because there is no obvious limitation on the definition of informal sector. Sethuraman (1987: 17) stated that informal sector is: It consist of small-scale units engaged in the production and distribution of goods and services with the primary objective of generating employment and incomes to their participants notwithstanding the constraints on capital, both physical and human, and know how. Sethuraman's formulation limit contains 3 main criteria for informal business sector: (1) Business scale (small-scale business unit), (2) Production orientation (generating income and job opportunity for themself), and (3) Business atmosphere (several difficulties in generating capital and required skills). Applying business scale criteria as a reference to define informal business sector is also conducted by other authors, such as Hans-Dieter Evers and Bryan Roberts. According to Fivers' perspective, "Informal sector is an activity of shadow economy. It works in serviceand market-oriented small units, thus they offer service efficiency." However, "shadow economy is the entire economic activities which are not covered by government's official statistics, thus they are beyond the reach of state regulations and taxes" (Evers, 1991: 22). Meanwhile, Bryan Roberts defines informal sectors as “the set of economic activities often, but not exclusively, carried out in small firms or by the self-employed, which elude government requirements such as registration, tax and social security obligations, and health and safety rules” (Robert, 1989 : 41) In addition of using business scale criteria, Evers and Roberts use government regulation reachability as a criteria for informal business sector. As a matter of fact, there is a correlation between business scale and government regulation reachability. Informal business sector is not registered in official institution due to their small scale. In this way, they are not subject to government's positive regulation, permit, and policy on loan, protection, and other conveniences (Sumodiningrat: 1988). Therefore, government regulation reachability aspect is commonly used as a discriminating criteria between informal and formal sector by using certain terminologies, such as "protection" or "economic support". Another researcher defines that informal sector is "a business unit that receive no or minimum official economic protection of government" (Hidayat, 1978: 418). In terms of protection or economic support, Hidayat (1988) considers that the main issue is not the presence of government's economic support, but the accessibility to the available support. In this context, Hidayat (1988) proposes additional definitions of informal sector in Indonesia that emphasize the accessibility and quality of support as follow: (1) Informal sector is a business sector that DOES NOT receive government's economic support or protection. (2) It is a business sector that HAS NOT BEEN ABLE to use the support provided by the government due inaccessibility. (3) It is a business sector that HAS received the support but the support does not sufficient enough to make the business unit independent (remain as a small-scale business). Although the definition of informal business sector has not been clearly formulated, the main characteristics of informal economic activity has been identified. Soetjipto 444
Utik Bidayati Salamatun Asakdiyah
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol 2, Nomor 3, Juni 2015
Wirosardjono (1985: 5-6) suggests several characteristics of informal economic activity in Indonesia: Irregular activity pattern, in terms of time, capital, and revenue. Does not subject to government's rules and regulations. Its capital, instruments, equipment, and turnover are usually low and generated in daily basis. Does not have permanent business area and it is usually located separately from their residence. Does not have any linkage with large-scale business. Usually done by and serve people of low-income community. Does not require specific skill and expertise, so it can be done by anyone of any education level. Each business unit usually employs few employees and they are friends, come from the same hometown, or have family relationship. Does not use banking, accounting, loan systems, etc. Hidayat also identify informal economic activities. Based on his research in several cities of Indonesia, he found 11 characteristics of informal economic activities (Hidayat, 1978: 426): 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Its business activities are not well-organized because this business unit was started without using facilities available in formal sector. They usually do not have business permit. Their business activities are irregular, in terms of their workplace and working hour. Government policies that help people of weak economy group do not reach this sector. It is easy for the business unit to move from one subsector to another subsector. They apply very basic technology. Their capital and cash flow are relatively small and, thus, their operational scale is also relatively small. They do not require formal educational background to run this business since they will learn from hands on experiences. Informal business units are one-man enterprises and, if they have employees, they are recruited from their family members. Sources of their capital are their own saving or from unofficial financial institutions. Their products/services are mainly used by low- and medium-income people who life in urban/rural areas.
Informal trading business, as a matter of fact, includes various types of business unit. There are several useful perspectives to classify types of informal trading business, as follow: 1. Based on its location and selling method (Hidayat: 1981, Soto: 1992). 2. Based on its products (Rochbini and Hamid: 1994, Hugo: 1985). 3. Based on its linkage with formal sector (Bromley: 1985; Asakdiyah et al: 1995). Syahruddin (1987) propose more comprehensive classification of informal trading business. It is classified based on some aspects at once that include: (1) its relationship with their workplace, (2) types of products, and (3) linkage with formal sector. 445
Utik Bidayati Salamatun Asakdiyah
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol 2, Nomor 3, Juni 2015
Quantity of its business unit and high level of its dissemination are the competitive advantage of informal trading as a distributor. Informal trading also has access to their customers' place of activity, such as, house, school, or office (Hidayat, 1981: 13; Forbes, 1985: 372). Function and role of informal trading in urban distribution system can be considered from two perspectives. From horizontal perspective, informal trading business is a mediator between producers and consumers that belong to the same level of income. Meanwhile, from vertical perspective, informal trading business connects producers and consumers that belong to the different level of income. Informal trading businesses that work as distributors in vertical marketing are usually more advance than those businesses that work in horizontal marketing (Hidayat, 1981: 14). Distribution cost of informal trading business can be minimized since they work efficiently. This advantage allows informal trading network to be effectively utilized as a marketing channel for products of formal sector (Swasono, et al. 1986: 87; Nasuton, 1986). Result of LP3ES survey that was conducted in Jakarta found 213 items that were sold by informal trading business and 40.1% of them were manufactured products. In Surabaya, percentage of manufactured merchandises was 38.8% (Rachbini and Hamid, 1994: 102-103). Meanwhile, percentage of formal sector products distributed in informal book trading business is even higher. Research that was conducted by Salamatun Asakdiyah et al (1995: 29) shows that more than 75% of books sold in informal book trade center of Yogyakarta Shopping Center were new books or books made by formal sector. In addition, by means of efficient operational management, merchants of informal market are allowed to sell books 5 40 % cheaper than price set by bookstores (Asakdiyah, 1992: 55). Level of informal trading business income is influenced by many factors. Identification of these factors can be done by analyzing result of previous researches. Several factors that were studied in academic researches influence income level of informal trading business and they are described as follows:
a.
Capital
Capital is a motive power of economic activity. It is directly correspond with level of income. Bigger capital allows an economic activity unit to increase their product varieties. b. Working Hour Operational duration of informal trading businesses is directly related to their level of income. Longer duration gives more opportunity to have relatively higher turnover. Moreover, higher turnover leads to higher income, and it is proven in previous researches conducted by Jafar (1994) and Tjiptoroso (1996). c.
Number of Manpower
Hidayat (1978: 426) propose that informal economic activity units are, in general, one-man enterprises and their employees, if any, are their family members. Previous studies conducted by Santayani (1996) and Syahruddin (1987) prove that manpower utilization by informal trading business influences their level of income.
446
Utik Bidayati Salamatun Asakdiyah
d.
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol 2, Nomor 3, Juni 2015
Term of Business Establishment
Duration of the business establishment influences the business player's professionalism. The longer their business duration, the more knowledge of consumer behavior and preferences they gain. Result of a study conducted by Swasono, et. al. (1986) propose that term of business establishment influences income level of informal trading business. Prominence of informal trading role is mainly supported by the contribution of retail trading business activities. Among other small-scale retail trading businesses, angkringan business is a type of business that plays an important position and function in providing daily meals and drinks for its surrounding communities. A study carried out by Soeratno (2000) proposed that angkringan is categorized as sidewalk vendors and most of the vendors are at productive age. In addition, Marfai (2005) showed that angkringan is a kind of business that develops well although it does not require large amount of capital. Thereby, it is possible for low-class people to start angkringan business (Santoso, 2006). Thus, it is important to analyze angkringan business further since it is a rational and reliable alternative source of income. The problem is finding a way for those informal business player, particularly angkringan vendors, to gain more revenue that support their social and economic life. For that reason, it is necessary to identify any factors that influence income level of informal economic business player, particularly angkringan vendors in Yogyakarta. Hypotheses H 1. Amount of capital, working hours, number of manpower, and term of business establishment partially influence angkringan vendor's income. H 2. Amount of capital, working hours, number of manpower, and term of business establishment simultaneously influence angkringan vendor's income. Methodology 1. Population and Sample Population of this research was informal trading business, that is angkringan vendors, in Jetis District of Yogyakarta City. Respondents of this research were determined by means of purposive sampling. The sample were obtained using three criteria: (a) Sidewalk angkringan vendors, (b) Operating on a sedentary place, and (c) Selling food and drinks. 2. Data Collection Method This research used both primary and secondary data. It’s primary data was collected by means of face-to-face interview with the business player and by distributing questionnaire. Meanwhile, the secondary data was obtained through literary studies on books, scientific journals, and research papers. This secondary data was used to formulate the research background, hypotheses, theoretic basis, and analysis instrument selection.
447
Utik Bidayati Salamatun Asakdiyah
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol 2, Nomor 3, Juni 2015
3. Analysis Method Statistical analysis method was used to prove the research hypotheses. The test was conducted by using Multiple Regression model with ordinary least square method. Meanwhile, the hypotheses were tested using t-test and F-test methods. Findings and Discussion 1. Population and Sampling Technique Population of this research was informal trading business, that is angkringan vendors, in Jetis District of Yogyakarta City. The respondent of this research were 70 angkringan vendors which were selected by means of purposive sampling method. 2. Development of Instruments, Validity Test, and Reliability Test There were one dependent variable in this study, that is level of income, and four independent variables, which are capital, working hours, number of manpower, and term of establishment. Each variable has several questions. 3. Execution of Research The questionnaires were distributed from May 2015 until August 2015. By August 2015, 70 of 100 distributed questionnaires had been collected by the researchers. The researchers conducted descriptive analysis on the respondents, that is the angkringan vendors, to give a description about them. 4. Descriptive Analysis on the Respondents A descriptive analysis was conducted as a preliminary analysis. Its result described the respondents in some criteria, such as: age group, sex, educational background, level of income, marital status, term of business establishment. The youngest respondent was 21 years old and the oldest was 68 years old. There were 2 respondents (3%) whose age under 25 years old, 38 respondents (54%) whose age between 25 and 40 years old, and 30 respondents (43%) whose age above 40 years old. In terms of sexes, most of angkringan vendors in Jetis are male. There were 57 males (81%) and 13 females (19%) respondents. In terms of educational level, 18 respondents (26%) have elementary education or uneducated, 21 respondents (30%) have junior-high education, 29 respondents (41%) have senior-high education, while only 2 of them (3%) have graduated from university. From marital status perspective, 2 respondents (3%) are unmarried, 66 of them (94%) are married, while the remaining 2 respondents (3%) are divorced. In terms of establishment duration, there was a respondent who has established his/her vendor for 2 months, while another person has been working as angkringan vendor for 54 years. There are 27 respondents (39%) who have been doing this business for 5 years, 21 respondents (30%) have been doing it for 6 - 10 years, and the other 22 respondents (31%) have been working in angkringan business for more than 10 years. The lowest daily income of those angkringan vendors was Rp 50,000 and the highest income was Rp 700,000. The 448
Utik Bidayati Salamatun Asakdiyah
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol 2, Nomor 3, Juni 2015
number of respondents who earned less than Rp 100,000 per day were 20 people (29%) and there were 49 respondents (70%) who earned between Rp 100,000 to Rp 500,000 per day. Meanwhile, only one person (3%) who earned more than Rp 500,000 on daily basis. Some of the angkringan vendors also did other activities to earn for living. The questionnaire survey shows that 27% (19 people) of them had additional source of income beside angkringan. The remaining 73% of the respondents (51 people) had angkringan as their sole source of income. In running their business, 33 angkringan vendors are assisted by more than 1 employees, while the other 37 vendors are assisted by no more than 1 person. 5. Testing the Influence of Capital, Working Hours, Number of Manpower, and Term of Establishment on Income of Angkringan Vendors in Jetis District of Yogyakarta City The influence of capital, working hours, number of manpower, and term of establishment on angkringan revenue in Jetis District of Yogyakarta City can be analyzed using double linear regression analysis. The respondent of this study were 70 angkringan vendors in Jetis District. Since this research used cross-sectional data, the researchers transformed the amount of capital and revenue into logarithms to obtain better result (Gujarati, 1995). Logarithms used in this research were formulated as follows: Log y = β0 + β1 Log x1 + β2 x2 + β3 x3 + β4 x4, whereas: Log y = Amount of angkringan vendors' income. Log x1 = Amount of capital = Working hour Log x2 Log x3 = Number of manpower Log x4 = Term of business establishment Log β0 = Intercept (Constant) β1, β2, β3, β4 = Regression coefficient of x1, x2, x3, and x4. To partially test the influence of independent variables on dependent variable, the researchers partially tested regression coefficient using t-test. However, the simultaneous influence of the independent variables on dependent variable is tested by simultaneously testing the regression coefficient using F-test. Result of multiple linear regression analysis is shown in the following table: Table 4.10. Result of Double Regression Analysis Variables Coefficient Value of t Intercept (Constant) 4.113 4.692 Amount of Capital (Log x1) 0.283 2.012 Working Hour (Log x2) 0.006 3.355 Number of Manpower (Log x3) 0.093 2.144 Term of Business Establishment (Log 0.012 2.624 x4 ) R = 0.570; R2 = 32.5 %; F Calculated = 7.817; Sig. F = 0.000 Source: Processed Primary Data, 2015
Probability 0.000 0.048 0.001 0.036 0.011
449
Utik Bidayati Salamatun Asakdiyah
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol 2, Nomor 3, Juni 2015
Based on the table above, multiple regression model can be formulated as follows: Log y = 4.113 + 0.283 Log x1 + 0.006x2 + + 0.093x3 + 0.012x4 According to the multiple regression model above, it is stated that the intercept (constant) reached 4.113. It means that average income level of angkringan vendors will increase Rp 12,971.79 (anti log 4.113) if the amount of capital, working hour, number of manpower, and term of establishment variables are zero (if those variables were not included in this regression equation). Regression coefficient of capital variable was 0.283 and it showed that, in case of increasing business capital as much as Rp 1.00 cateris paribus, income of angkringan vendors will increase as much as Rp 1.92. Regression coefficient of working hour variable was 0.005 and it showed that, in case of increasing working hour as much as 1 hour cateris paribus, income of angkringan vendors will increase as much as Rp 1.01. Regression coefficient of manpower variable was 0.093 and it showed that, in case of increasing number of manpower as much as 1 person cateris paribus, income of angkringan vendors will increase as much as Rp 1.03. The result of regression coefficient test with α = 5 % can be explained as follows: 6. Result of Partially Testing the Regression Coefficients a. Influence of x1 on y with p < 0.05 showed that capital variable was significantly and partially influencing angkringan vendors' income. b. Influence of x2 on y with p < 0.05 showed that working hour variable was significantly and partially influencing angkringan vendors' income. c. Influence of x3 on y with p < 0.05 showed that manpower variable was significantly and partially influencing angkringan vendors' income. d. Influence of x4 on y with p < 0.05 showed that establishment term variable was significantly and partially influencing angkringan vendors' income. 7. Result of Simultaneously Testing the Regression Coefficients Result of F-test with α = 5 % showed the significance of F = 0.0000 with P < 0.05. It means that the independent variables simultaneously and significantly influenced the dependent variable. In such a way, variables of capital, working hour, number of manpower, and term of establishment all together significantly influenced angkringan vendors' income level. This result supports the hypotheses mentioned earlier. 8. Determination Coefficient (R2) R2 value of 32.5 % showed that the variables of capital, working hour, number of manpower, and term of establishment accounted for angkringan vendors' income variable of 32.5 %. The remaining 67.5 % were accounted by other variables which were not included in this research model.
450
Utik Bidayati Salamatun Asakdiyah
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol 2, Nomor 3, Juni 2015
Conclusion and Suggestion Conclusion 1. The result showed that the income level of angkringan vendors in Jetis District of Yogyakarta City was influenced by amount of their capital, working hour, manpower, and term of establishment. Working hour had the biggest influence on angkringan vendors' income. 2. The result of partial regression coefficient test showed that variables of capital, working hour, number of manpower, and term of establishment had significant influence on income level of angkringan vendors in Jetis District of Yogyakarta City. 3. The result of simultaneous regression coefficient test showed that independent variables (capital, working hour, number of manpower, and term of establishment) had simultaneous and significant influence on income level of angkringan vendors in Jetis District of Yogyakarta City. 4. Meanwhile, the result of determination coefficient test (R2) proposed that those four variables showed income level of angkringan vendors of 32.5 %. The remaining 67.5 % were accounted by other variables which were not included in this research model. Suggestions 1. Angkringan vendors in Jetis Disctrict of Yogyakarta City should increase the amount of their capital, working hours, number of manpower, and term of their business establishment in order to improve their prosperity. 2. It is necessary that further researches are focused on deeper analysis of other factors that influence income of angkringan vendors in Jetis District of Yogyakarta City, such as: location of their establishment since it also influences their business income (Setyawan, 2007).
References Arjana, IG.B. (1997), Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Peningkatan Pendapatan Rumah Tangga. Disertasi Program Pasca Sarjana IKIP Jakarta (tidak dipublikasikan). Asakdiyah, S. (1992), Peranan Sektor Informal dalam Sistem Distribusi Produk, Yogyakarta : kantor Kopertis Wilayah V. __________ , et al (1995) Analisis Hubungan antar Sektor Formal dengan Sektor Informal. Yogyakarta : kantor Kopertis Wilayah V. Babbie, E. (1995) The Practice of Social Research, 7 th. Ed. Belmonth : Wadsworth Publishing Company. Bromley, R. (1985) “Organisasi, Peraturan, dan Pengusahaan Sektor Informal di Kota : pedagang Kaki Lima di Cali, Colombia”, dalam C. Manning dan T.N. Effendi (ed.), Urbanisasi, Pengangguran, dan Sektor di Kota. Jakarta : Gramedia. 451
Utik Bidayati Salamatun Asakdiyah
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol 2, Nomor 3, Juni 2015
Cooper, D.R. dan C.W. Emory (1995) Business Research Methodes, 5 th. ed. Chicago : Irwin. Effendi, T.N. (1995) Sumber Daya Manusia, Peluang Kerja, dan Kemiskinan. Yogyakarta : Tiara Wacana. Evers, H.D. (1991) “Ekonomi Bayangan, Produksi Subsistens dan Sektor Informal”, Prisma, No. 5, Mei, h.21-30. Forbes, D. (1985) “Penjaja di Ujung Pandang”, dalam C. Manning dan T.N. Effendi (ed.), Urbanisasi, Pengangguran, dan Sektor Informal di Kota. Jakarta : Gramedia. Gujarati, D. (1995) Ekonometrika Dasar, a.b. Sumarno Zain, Jakarta : Erlangga. Hidayat (1978) “ Peranan Sektor Informal dalam Perekonomian Indonesia”, Ekonomi dan Keuangan Indonesia, No. 4, desember, h. 415-445. _____________ (1998), “Peranan dan Fungsi Pedagang Pengusaha Kecil dalam Perekonomian Kota”, Widya Pura, No. 6, Th. III, h.11-17. _____________ (1987), “Peranan dan Profil serta Prospek Perdagangan Eceran”, Prisma, No. 7, Th. XVI, Juli, h. 3-18. _____________ (1998), “Pembinaan Sektor Informal dan Keterkaitannya dengan Sektor Formal : Sub Sektor Perdagangan Eceran”, Makalah Diskusi Pembinaan Sektor Informal, Yogyakarta, 23 Desember. Hugo, G.J. (1985), “Partisipasi Kaum Migran dalam Ekonomi Kota di Jawa Barat”, dalam C. Manning dan T.N. effendi (ed), Urbanisasi Pengangguran, dan Sektor Informal di Kota. Jakarta : Gramedia. Rachbini, D. dan A. Hamid (1994), Ekonomi Informal Perkotaan, Jakarta : LP3ES. Robert, B.R. (1989), “Employment Structure, Life Circle, and Life Chanches : Formal and Informal Sectors in Guadalajara”, dalam A. Portes, et al, (eds.), The Informal Economy : Studies In Advanced and Less Developed Countries. Baltimore : The John Hopkins University Press. Santayani, (1996), Peranan Pendidikan dan Pengalaman Berusaha Pada Sektor Informal : Studi Kasus PKL Makanan dan Minuman di Kotamadya Yogyakarta. Skripsi Fakultas Ekonomi UGM Yogyakarta (tidak dipublikasikan). Santoso, S. (2006), Kemampuan Bertahan Pedagang Warung HIK di Kota Ponorogo, Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 7, No. 2, hal. 188-201. Sethuraman, S.V. (1981), The Urban Informal Sector in Developing Countries, Geneva : ILO. 452
Utik Bidayati Salamatun Asakdiyah
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol 2, Nomor 3, Juni 2015
Sigit, H. (1989), “Transformasi Tenaga Kerja di Indonesia Selama Pelita”, Prisma, No. 5, Th. XVIII, h.3-14. Sinungan, J.A. (1987), “Kelemahan dan Kekuatan Retail Business”, Prisma, No. 7, Th. XVI, Juli, h. 19-22. Soeratno (2000), Analisis Sektor Informal : Studi Kasus Pedagang Angkringan di Gondokusuman Yogyakarta, Jurnal Optimum, Vol. 1, No. 1, September. Sumodiningrat, G. (19950, Ekonometrika Pengantar, Yogyakarta : Erlangga. Swasono, S.E., et al. (1987), Pengembangan Sektor Informal, Padang : PSK Universitas Andalas.
453
AAR Accounting Accurate Bboperating income CAAR Celebrity Endorser Citra Merek Company Consistency reaction Corporate governance perception index Daya Saing Pariwisata ETOP Event study Good corporate governance Iklan Influence of capital Inventory control Keputusan Pembelian
: : : : : : : : : : : : : : : : : :
Kualitas Produk KUD Mino Saroyo Likuiditas Marketing Number of working hours Pariwisata Indonesia Perencanaan strategi PHP political events of Jokowi POS Preferensi Merek di Media Sosial Promosi Rentabilitas Retail Return on assets SAP SHU Software Solvabilitas Store Atmosphere Strategi Pengembangan Pariwisata SWOT Tobins’q Training Web application Works force and time to run business
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
325, 328, 329, 332, 333, 334, 335, 336, 337, 338, 339, 340, 341 374, 375, 376, 379, 380, 381 374, 375, 376, 377, 378, 379, 380, 381 443 325, 328, 329, 332, 333, 334, 335, 336, 338, 339, 340, 341 393, 395, 396, 398, 399, 400, 401, 402, 403, 404, 405 407, 408, 409, 411, 413, 417, 418, 420 374, 375, 376, 377, 380 325 305, 306, 308, 313, 314, 315, 317, 319, 320 422, 423, 424, 425, 426, 427, 428, 429, 430, 434, 437, 438, 439 344, 345, 346, 348, 349, 352, 353, 354, 355, 361 325, 330, 332, 305, 306, 308, 311, 313, 317, 318, 319, 320, 321, 322, 323 393, 394, 395, 397, 398, 399, 400, 401, 402, 403, 404, 405 443, 449, 382, 385 393, 394, 395, 397, 398, 399, 400, 401, 402, 403, 404, 405, 406 407, 409, 410, 411, 412, 413, 417, 418, 419, 420, 421 393, 394, 395, 396, 398, 399, 400, 401, 402, 403, 404, 405, 406 364, 365, 366, 367, 368, 369, 370, 371, 372 364, 366, 369, 370, 371 344 443 422, 423, 427, 428, 429, 430, 431, 432, 433, 434, 435, 436, 437, 438 344, 345, 346, 355, 361, 382, 383, 392 325 382, 383, 385, 392 407, 408, 413, 417, 418 407, 410, 412, 413, 418, 420 364, 366, 369, 370, 371 382, 392 305, 307, 313, 315, 320, 321, 344, 345, 346, 348, 349, 351, 352, 354, 355, 360 364, 368, 369, 370, 371 374, 375, 376, 377, 378, 379, 380, 381 364, 366, 369, 370, 371 407, 409, 410, 411, 413, 417, 418, 419, 420, 421 422, 423, 427 344, 345, 346, 347, 348, 349, 354, 355, 356, 361 305, 313, 315, 320, 321, 374, 378, 379, 380 382 443
Christian Meichael Renaldo Situmorang, I Made Sudana GOOD CORPORATE GOVERNANCE DAN KINERJA PERUSAHAAN BUMN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2005-2013
305
Anis Sundiyah, I Made Sudana REAKSI PASAR TERHADAP PERISTIWA POLITIK TERKAIT JOKOWI DI BURSA EFEK INDONESIA
325
Syaifuddin Fahmi ANALISIS PERENCANAAN STRATEGI PEMASARAN PADA PT. HAPEEL PHARMINDO
344
Dian Wijayanto ANALISIS KINERJA KOPERASI MINO SAROYO KABUPATEN CILACAP
364
Ong Felycia Christiana, Rinabi Tanamal, Kartika Gianina Tileng ACCURATE SOFTWARE IMPLEMENTATION FOR ACCOUNTING INFORMATION SYSTEM CORPORATE (CASE STUDY YANATA)
374
Hans Setiawan, Rinabi Tanamal, David B. Tonara IMPLEMENTASI SISTEM INFORMASI POINT OF SALES DAN INVENTORY BERBASIS WEB UNTUK RETAIL (UD. MULIA JAYA)
382
Annisa Intan Lestari, Endang Ruswanti PENGARUH CELEBRITY ENDORSER, KUALITAS PRODUK DAN IKLAN TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN BEDAK PIXY
393
Mudiantono, Lea Handayani Sudarmono, Kholidin UPAYA MENINGKATKAN KINERJA PENJUALAN COFFEE SHOP MELALUI ANALISIS VARIABEL STORE ATMOSPHERE, CITRA MEREK, PREFERENSI MEREK COFFEE SHOP DI MEDIA SOSIAL DAN PROMOSI (TEMUAN PADA J.CO PARAGON MALL, SEMARANG)
407
Vonny Setianda, Roos Kities Andadari MENIMBANG DAYA SAING PARIWISATA INDONESIA DIBANDINGKAN DENGAN SINGAPURA, MALAYSIA, DAN THAILAND
422
Utik Bidayati , Salamatun Asakdiyah THE INFLUENCE OF CAPITAL, NUMBER OF WORKING HOURS, WORKS FORCE AND TIME TO RUN BUSINESS ON OPERATING INCOME OF ANGKRINGAN IN YOGYAKARTA
443
@ Rp. 400.000 @ Rp. 1.000.000 @ Rp. 200.000
Fax: 031 502 6288 E-mail: [email protected]
Fax: 031 502 6288 E-mail: [email protected]