○
○
○
○
Volume 19 No. 1, Februari, 2011 zzz 1
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Warta Konservasi Lahan Basah
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Warta Konservasi Lahan Basah (WKLB) diterbitkan atas kerjasama antara Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen. PHKA), Departemen Kehutanan RI dengan Wetlands International - Indonesia Programme (WI-IP), dalam rangka mendukung pengelolaan dan pelestarian sumberdaya lahan basah di Indonesia.
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
WKLB diterbitkan untuk mewadahi informasi-informasi seputar perlahanbasahan Indonesia yang datang dari berbagai kalangan baik secara individu maupun kolektif. Diharapkan media WKLB ini dapat berperan dalam meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan kepedulian seluruh lapisan masyarakat untuk memanfaatkan dan mengelola lahan basah secara bijak dan berkesinambungan.
○
○
○
○
Ucapan Terima Kasih dan Undangan
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Secara khusus redaksi menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada seluruh penulis yang telah berperan aktif dalam terselenggaranya majalah ini. Sumbangsih tulisan berharga tersebut, sangat mendukung bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pelestarian lingkungan khususnya lahan basah di republik tercinta ini.
Foto sampul muka: Penanaman mangrove oleh siswasiswi SMA Badamussalam, Serang (Foto: Hidayat Sunarsyah)
Semua bahan-bahan tersebut termasuk kritik/saran dapat dikirimkan kepada: Triana - Divisi Publikasi dan Informasi Wetlands International - Indonesia Programme Jl. A. Yani No. 53 Bogor 16161, PO Box 254/BOO Bogor 16002 tel: (0251) 831-2189; fax./tel.: (0251) 832-5755 e-mail:
[email protected]
DEWAN REDAKSI: Pimpinan Redaksi: Direktur Program WI-IP Anggota Redaksi: I Nyoman N. Suryadiputra dan Triana
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Kami juga mengundang pihak-pihak lain atau siapapun yang berminat untuk menyumbangkan bahan-bahan berupa artikel, hasil pengamatan, kliping, gambar dan foto, untuk dimuat pada majalah ini. Tulisan diharapkan sudah dalam bentuk soft copy, diketik dengan huruf Arial 10 spasi 1,5 dan hendaknya tidak lebih dari 4 halaman A4 (sudah berikut foto-foto).
○
○
○
○
2 zzz Wart a Konserv asi L ahan Basah arta Konservasi Lahan
“Artikel yang ditulis oleh para penulis, sepenuhnya merupakan opini yang bersangkutan dan Redaksi tidak bertanggung jawab terhadap isinya”
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
Dari Redaksi
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Pernak-pernik informasi dan kegiatan yang dapat kami sajikan pada edisi kali ini, mudah-mudahan turut andil bagi terselenggaranya pengelolaan lahan basah secara bijak dan berkesinambungan.
○
○
○
Ekosistem lahan basah yang baik yang dicirikan dengan masih baiknya tegakan pohon-pohon atau hutan di atasnya, akan menjaga keseimbangan alam di sekitarnya. Sumber air bersih, sumber mata pencaharian masyarakat, habitat tumbuhan dan hewan, penyerap panas bumi dsb. tentu saja masih akan dapat dirasakan selama ekosistem lahan basah dapat terjaga.
○
○
Tema Hari Lahan Basah tahun 2011 ini adalah “Forests for Water dan Wetlands”. Sarat makna dan pesan yang terkandung dalam tema tersebut. Lahan basah, hutan dan air adalah tiga komponen sumberdaya alam yang terangkum dalam satu kesatuan ekosistem utuh, sehingga pemanfaatan dan pengelolaannya haruslah terpadu dan utuh pula. Hutan khususnya hutan lahan basah tentu tidaklah akan tumbuh baik bila habitat lahan basahnya tercemar dan terdegradasi, begitu sebaliknya lahan basah menjadi terancam bila tegakan hutan di atasnya rusak atau hilang.
○
○
Tidak terasa, tahun demi tahun telah kita lewati, tahun demi tahun pula gaung dan gema Hari Lahan Basah Sedunia membahana diseantero dunia. Lalu, apakah gelegar gema itu sudah berdampak pada perbaikan kondisi ekosistem lahan basah kita??
○
○
○
Selamat Hari Lahan Basah Sedunia, 2 Februari 2011.
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
Daftar Isi
○
○
○
○
○
○
○
Selamat membaca
○
4
○
Rehabilitasi Ekosistem Pesisir di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur
○
○
○
Fokus Lahan Basah
○
6
○
MANGROVE: Peredam Gelombang Laut dan Abrasi Pantai, Mengurangi Resiko Bencana
○
○
○
Konservasi Lahan Basah
○
○
Berita Kegiatan 8
Laporan Kegiatan Peringatan Hari Lahan Basah Sedunia, 2 Februari 2011 diselenggarakan di Ds. Sawah Luhur, Kec. Kasemen, Serang-Banten, 19 Februari 2011
10
Aksi Penanaman Mangrove oleh Peserta Lokakarya Nasional
12
SUSCLAM Raih Penghargaan ADIBAKTI MINA BAHARI Bidang Pesisir Tingkat Provinsi GORONTALO Tahun 2010
13
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Pelatihan dan Lokakarya: Adaptasi Perubahan Iklim Berbasis Ekosistem dan Masyarakat Bogor, 1 – 4 November 2010
14
○
○
Sejarah Pengelolaan Kawasan Konservasi
○
○
○
Berita dari Lapang
16
Dokumentasi Perpustakaan
22
○
○
○
○
○
TRISIK, Kantung Keanekaragaman Hayati YOGYA yang Terlupakan
○
○
○
Flora dan Fauna Lahan Basah
○
22
○
○
○
○
○
○
○
Plankton melindungi diri dari sinar ultraviolet dengan membentuk gumpalan awan
○
○
○
Tahukah Kita
○
○
○
○
Volume 19 No. 1, Februari, 2011 zzz 3
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
Fokus Lahan Basah
○
○
○
○
○
○
○
Rehabilitasi Ekosistem Pesisir di Kabupaten Sikka, NTT
○
○
○
○
○
○
○
○
Upaya Pengurangan Resiko Bencana, melalui kegiatan rehabilitasi pesisir dipadukan dengan pemberdayaan ekonomi masyarakat
SEKILAS KABUPATEN SIKKA
K
abupaten Sikka dengan ibukota Maumere terletak di daratan Flores, Prop. Nusa Tenggara Timur dengan total luas daratan 1731.91 km². Kab. Sikka merupakan daerah kepulauan yang terdiri dari 18 pulau, dimana 9 pulau diantaranya berpenghuni sedangkan 9 pulau lainnya tidak berpenghuni. Pulau terbesar adalah Pulau Besar dan Pulau Palue, sedangkan pulau terkecil adalah Pulau Kambing. Wilayah administratif Kabupaten Sikka terbagi dalam 21 kecamatan dan 160 desa/kelurahan dengan jumlah penduduk sebanyak 301.936 jiwa (Kab. Sikka, 2009), terdiri atas laki-laki sebanyak 143.158 jiwa dan perempuan 158.805 jiwa. Umumnya matapencaharian masyarakat adalah: Pertanian (Padi, Jagung, Ubi Kayu, Ubi jalar, Sayur-sayuran, Buahbuahan), Perkebunan (kelapa, kakao, cengkeh, kopi, jambu mete, kapuk, pala, lada, vanili, pinang, tembakau, dan tanaman jarak), Kehutanan (asam dan kemiri serta produksi rotan), Peternakan (sapi, kerbau, sapi, kuda, ayam, babi, domba, kambing dan itik). Kondisi topografi Kabupaten Sikka yang berbukit dan bergunung serta berhadapan langsung dengan Laut Flores di sebelah utara dan Laut Sawu di sebelah selatan sangat potensial diterpa badai topan terutama pada musim hujan yang biasa terjadi pada bulan Pebruari dan Maret.
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Oleh: Abu Bakar Bachrudin*
○
○
○
○
4 zzz Wart a Konserv asi L ahan Basah arta Konservasi Lahan
Hasil survey menunjukkan bahwa ancaman bahaya utama yang dihadapi oleh semua desa di pinggir pantai adalah abrasi. Abrasi pantai telah menyebabkan hilang/ rusaknya rumah dan mata pencaharian para penduduk yang tinggal di pinggir pantai (terutama nelayan). Pembangunan tambak (dengan pengalihan fungsi hutan bakau) sebagai jawaban pemerintah lokal untuk mendorong produksi ikan/ udang, ternyata gagal dikarenakan ombak besar yang menghancurkan sebagian tambak tersebut. Beberapa tambak ditinggalkan begitu saja karena rusak parah dan tidak berfungsi. Masyarakat desa menyatakan bahwa keadaan menjadi lebih parah saat bencana tsunami yang menerjang desadesa tersebut pada tahun 1992. Bencana tsunami yang dipicu gempa bumi tektonik berkekuatan 6,8 skala Richter tersebut menyebabkan gelombang setinggi 36 meter dan menghancurkan rumah serta sarana prasarana di pesisir pantai Flores, menewaskan setidaknya 1.952 jiwa, 492 orang luka berat dan 1.518 luka ringan. Rusaknya terumbu karang dan hutan Mangrove mengakibatkan terpaan badai laut dan ancaman abrasi sulit dibendung. Disamping itu pemanfaatan/ tata guna lahan yang kurang mentaati
Salah satu kondisi pesisir di Kab. Sikka
aturan tata ruang khususnya dalam hal pembangunan pemukiman warga ikut memperparah rusaknya lingkungan pesisir pantai. KEGIATAN REHABILITASI PESISIR DAN PENGEMBANGAN MATAPENCAHARIAN Desa Nangahale Desa Nangahale adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan Talibura, Kabupaten Sikka. Luas wilayahnya ± 16 km2, dengan jarak tempuh 36 km dari ibukota Kabupaten Sikka. Desa Nangahale terbagi menjadi 4 Dusun, 8 RW (Rukun Warga) dan 29 RT (Rukun Tetangga). Masyarakat Desa Nangahale pada umumnya merupakan penduduk asli Suku Tana Ai, Bajo dan Tidung, yang secara kultural dan struktural sangat dihormati dan disegani. Umumnya mereka bermatapencaharian sebagai nelayan dan petani. Desa Nangahale merupakan salah satu desa relokasi bagi pengungsi pasca
Fokus Lahan Basah ○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
Ketapang, Wukak, Angsana, Asam, Reo dan Jambu Mete). Penanaman tanaman pantai dan mangrove akan dilakukan di pesisir Desa Reroroja Beberapa catatan mengenai bencana sepanjang kurang lebih 3 km. alam yang pernah melanda Desa Reroroja adalah kebakaran (1989 Untuk mendukung kegiatan ekonomi dan 2009), gempa bumi (1992), kelompok, sebagai imbalan dari abrasi (1993), kekeringan (2001), kegiatan rehabilitasi di atas, kepada angin puting beliung (2003), tsunami anggota kelompok telah diberikan (2005) dan banjir (2007). modal usaha yang dialokasikan berdasarkan kemampuan anggota WI-IP melalui proyek Dipecho telah dalam pengelolaan usaha. Beberapa memfasilitasi pembentukan 2 (dua) usaha produktif yang dikembangkan kelompok masyarakat penghijauan antara lain: beternak kambing dan dalam rangka upaya pengurangan babi, usaha warung, membuat kue, resiko bencana melalui rehabilitasi pukat (jaring ikan) dan tenun kain. pesisir di Desa Reroroja. Kelompok Diharapkan kegiatan tersebut dapat tersebut adalah Kelompok menunjang perekonomian anggota Penghijauan Maju Bersama kelompok sehingga upaya pelestarian beranggotakan 18 orang dan ekosistem pesisir dapat terus terjaga Kelompok Penghijauan Ana Kalo dan berkesinambungan. zz beranggotakan 21 Orang. Hingga kini telah dibibitkan 75.000 * Project Coordinator of “Linking and tanaman, yang terdiri dari 30.000 Learning to Strengthen Capacity and tanaman mangrove dan 45.000 Collaboration on DRR in NTT, Indonesia” Email:
[email protected] tanaman campuran (Waru,
○
○
○
Kegiatan pembibitan dan persemaian oleh kelompok masyarakat di Desa Reroroja
○
Masyarakat Desa Reroroja pada umumnya merupakan penduduk asli Suku Mego (Lio), sebagain besar mereka bermatapencaharian sebagai petani dan nelayan, selebihnya memiliki profesi sebagai pegawai negeri dan wiraswasta.
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Desa Reroroja adalah salah satu desa yang ada di Kec. Magepanda. Luas wilayah Desa Reroroja ± 41,09 km2. Terbagi menjadi 3 dusun, 7 RW (Rukun Warga) dan 24 RT (Rukun Tetangga). Jumlah penduduk 3.691 jiwa terbagi dalam 779 KK.
Volume 19 No. 1, Februari, 2011 zzz 5 ○
Kegiatan pembibitan dan persemaian tanaman bakau oleh kelompok masyarakat di Desa Nangahale
Desa Reroroja
○
Bulan Oktober 2010 Wetlands International - Indonesia Programme (WI-IP) bersama masyarakat Desa Nangahale membentuk Kelompok Penghijauan Nangahale Lestari yang beranggotakan 34 orang. Kelompok ini (atas pendanaan Dipecho) akan merehabilitasi 10 ha lahan pesisir dengan menanam tidak kurang dari 30.000 tanaman mangrove dan 45.000 tanaman campuran (Ketapang, Waru, Asam, Reo dan Angsana).
Kondisi pesisir Desa Reroroja
○
bencana gempa bumi dan tsunami Flores pada tahun 1992. Bencana ini telah memporak-porandakan harta benda, lingkungan dan fasilitas umum di sekitarnya sehingga aktivitas masyarakat terhambat bahkan sampai menimbulkan korban jiwa. Bencana lain yang pernah melanda Desa Nangahale adalah banjir (pada tahun 1997 dan 2002), abrasi (2003 dan 2007), dan angin kencang/badai (2008).
Selain kegiatan rehabilitasi, juga dilakukan kegiatan pengembangan ekonomi kelompok melalui pemberian bantuan modal usaha kepada kelompok masyarakat untuk mengembangkan alternatif matapencaharian, sehingga diharapkan masyarakat tidak lagi merusak ekosistem mangrove.
○
Kondisi pesisir Desa Nangahale
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Penanaman bibit mangrove akan dilakukan di sepanjang muara sungai atau lagun dan bibit campuran ditanam di pantai berpasir serta di sekitar pemukiman masyarakat.
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
Konservasi Lahan Basah
○
○
○
○
Mangrove
○
○
○
○
○
○
○
○
Peredam gelombang laut dan abrasi pantai, mengurangi Resiko Bencana
I
ndonesia merupakan negara kepulauan dan memiliki garis pantai dan wilayah pesisir yang sangat luas. Wilayah pesisir merupakan wilayah interaksi antara darat dan laut. Wilayah ini memiliki peran yang sangat penting tidak hanya sebagai benteng pelindung daratan, akan tetapi juga sebagai tempat produktif bagi perdagangan dan transportasi, perikanan, budidaya perairan, pertambangan serta pariwisata.
gelombang tersebut, hingga saatnya nanti mangrove tumbuh besar dan kokoh. Secara umum, sangat dianjurkan agar hutan mangrove menjadi solusi utama dari permasalahan wilayah pesisir saat ini. Perbandingan kelebihan dan kekurangan dari penerapan masing-masing sistem hard engineering dan soft engineering dapat dilihat pada Gambar 2.
Saat ini beberapa kawasan pesisir di Indonesia mengalami kerusakan. Hempasan gelombang laut, angin, pasang surut dan arus serta sedimentasi daerah delta sungai, menyebabkan berubahnya garis pantai serta menurunnya kualitas pesisir sebagai suatu ekosistem lahan basah. Hal itu terjadi karena kemampuan dan daya dukung pesisir terus berkurang dan melemah akibat kegiatan-kegiatan manusia yang merusak serta pengelolaan yang tidak bijak dan tepat. Konversi lahan menjadi pertambakan, hunian dan industri, pencemaran, dan pemanfaatan sumber daya pesisir yang berlebihan memberikan pengaruh negatif pada kestabilan kawasan pantai.
(a)
(b)
Untuk melindungi pantai dari terjangan gelombang laut dan abrasi serta mengembalikan peran dan fungsi ekosistem pesisir yang telah rusak, setidaknya ada dua sistem perlakuan yang umum dilakukan dalam mereduksi dan memperlemah energi gelombang laut yaitu dengan membangun sarana pemecah ombak seperti sea-wall, break-water dll. (hard engineering) dan penanaman mangrove (soft engineering). (c)
Jenis mana yang paling tepat dan efektif dari kedua sistem tersebut haruslah disesuaikan dengan kondisi alam, besar kecilnya hempasan ombak, jenis material tanah atau pasir, tersedianya dana serta kondisi sosial budaya daerah setempat. Untuk kondisi pantai bersubstrat pasir dengan deburan ombak kencang dapat dibangun pemecah ombak (hard engineering), namun bila kondisi pantai berlumpur/tanah mineral (biasanya disekitar muara) yang paling tepat adalah membangun benteng alami yaitu dengan menanam tanaman pantai diantaranya MANGROVE. Dalam kondisi tertentu seperti pantai mengandung lumpur namun ombak lautnya besar, dapat dilakukan perpaduan dari kedua sistem tersebut. Breakwater dipasang sejajar pantai di lepas pantai dan mangrove ditanam di belakang pemecah
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Oleh: Triana
○
○
○
○
6 zzz Wart a Konserv asi L ahan Basah arta Konservasi Lahan
Gambar 1. (a) pemecah gelombang dari bebatuan; (b) hutan mangrove benteng pesisir alami; (c) pemasangan breakwater di depan hutan mangrove (Foto: Wetlands International - IP)
Konservasi Lahan Basah
○
○
○
○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Pemecah gelombang buatan (hard engineering) 1. cocok untuk pesisir berombak besar 2. kekuatan ombak akan ditahan dan dipecahkan sebelum menerpa areal di belakangnya 3. melindungi areal pantai dari abrasi 4. menahan partikel-partikel (pasir/tanah) di belakangnya hingga terbentuk sedimentasi 5. biaya cukup mahal 6. menganggu pemandangan dan aktivitas nelayan 7. angin besar dari arah laut masih bisa menerpa areal di belakangnya 8. tidak nyaman bagi kehidupan biota laut/pesisir (tidak mendukung keanekaragaman hayati)
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
○
Gambar 2. Ilustrasi sistem pemecah gelombang (breakwater) buatan dan alami, dengan masing-masing keunggulan dan kelemahannya.
○
○
○
C. Perpaduan sistem pelindung pantai/pesisir antara breakwater beton dengan hutan mangrove. Kiri: breakwater dipasang sejajar di lepas pantai, dibelakangnya ditumbuhi hutan mangrove; Kanan: sedimen yang terperangkap di sela-sela atau belakang breakwater dapat ditanami mangrove di atasnya.
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Sabuk hijau pesisir - HUTAN MANGROVE (soft engineering) 1. tumbuh di areal pantai berlumpur 2. akar dan tegakan pohon yang kokoh dapat menahan abrasi dan gelombang/badai laut 3. melindungi areal di belakangnya dari badai laut 4. akar-akarnya mengikat dan membentuk sedimentasi 5. biaya tidak mahal 6. indah dilihat dan meneduhkan 7. disenangi biota laut/pesisir (mendukung keanekaragaman hayati) 8. ramah lingkungan, diantaranya dapat mengikat CO2 dari udara (mitigasi perubahan iklim)
○
○
○
○
Volume 19 No. 1, Februari, 2011 zzz 7
Berita Kegiatan ○
○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Pelatihan dan Lokakarya Adaptasi Perubahan Iklim Berbasis Ekosistem dan Masyarakat ○
○
○
○
○
Bogor, 1 – 4 November 2010
S
ebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki sekitar 40 juta ha berbagai tipe ekosistem lahan basah alami (terutama lahan gambut 20 juta ha dan mangrove 3,1 juta ha). Namun potensi sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang disediakan oleh kedua ekosistem lahan basah tersebut terancam dampak perubahan iklim seperti kekeringan dan curah hujan yang ekstrim. Padahal dalam konteks perubahan iklim keberadaan ekosistem lahan basah berperan untuk mereduksi (mitigasi) emisi gas rumah kaca dengan cara menyerap karbondioksida dan dari sisi adaptasi perubahan iklim, ekosistem lahan basah dapat melindungi pasokan air saat musim kering dan menyimpan pasokan air saat terjadi curah hujan yang ekstrim.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, dan dikarenakan sebagian besar penduduk atau sekitar 65% penduduk Indonesia (dari 235 juta) tinggal di wilayah pesisir maka sangat penting untuk menginformasikan dan meningkatkan penyadartahuan (awareness) para pemangku kepentingan mengenai kemungkinan dampak-dampak yang diakibatkan oleh perubahan iklim khususnya dampak di wilayah pesisir.
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Oleh: Ita Sualia dkk
○
○
○
○
8 zzz Wart a Konserv asi L ahan Basah arta Konservasi Lahan
Wetlands International Indonesia Programme (WIIP) sebagai salah satu lembaga swadaya (NGO) yang bergerak di bidang konservasi lingkungan lahan basah memandang perlunya upayaupaya sistematis, konsisten, dan serius untuk mempersiapkan masyarakat/ekosistem lahan basah agar mampu beradaptasi dengan perubahan iklim. Sehubungan dengan hal tersebut, WI-IP melalui dukungan pendanaan dari Dutch Ministry of Foreign Affairs (DGIS) telah menyelenggarakan suatu Pelatihan Lokakarya Adaptasi terhadap Perubahan Iklim berbasis Masyarakat dan Ekosistem pada 1-4 November 2010 bagi para pihak-pihak yang terlibat langsung dalam pengelolaan ekosistem lahan basah pesisir.
TUJUAN PELATIHAN LOKAKARYA • Meningkatkan kemampuan dan
pengetahuan peserta akan peran ekosistem-ekosistem lahan basah pesisir (mangrove khusunya) dalam mendukung berbagai kehidupan serta dalam adaptasi terhadap perubahan iklim
• Mengenalkan beberapa alternatif
adaptasi perubahan iklim dan metode yang dapat diterapkan untuk menilai tingkat kerentanan dan bahaya di wilayah pesisir • Meningkatkan pengetahuan
peserta mengenai pendanaan global untuk adaptasi perubahan iklim dan mekanisme pengelolaan dana global di tingkat masyarakat
PESERTA KEGIATAN Jumlah keseluruhan peserta pelatihan 30 orang terdiri dari 9 orang berasal dari institusi pemerintah dan 21 orang merupakan perwakilan dari LSM. Peserta dipilih dari berbagai wilayah pesisir Indonesia yang rawan terjadi bencana alam. Hasil pemilihan tersebut didapatkan peserta yang berasal dari Provinsi NAD, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Selatan.
Berita Kegiatan ○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
peserta untuk memberikan peluang lebih besar dalam berinteraksi dan membangun kerja sama tim.
○
• Meningkatkan latihan kelompok
○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
lebih diperbanyak dan ditingkatkan.
○
• Pelatihan-pelatihan sejenis harus
○
komunikasi seluruh alumni peserta pelatihan untuk saling berbagi informasi dan pengalaman.
○
○
• Pengembangan jaringan
○
• Penguatan jaringan dan
○ ○ ○ ○ ○
○
tingkat daerah dengan, seperti pantai utara Jawa, Sulawesi, pulau-pulau kecil di bagian timur Indonesia dan pantai barat
○
koordinasi antar peserta (lembaga) dalam mengurangi dampak Perubahan Iklim.
• Melakukan pelatihan serupa di
* Staff Teknis WI-IP
○
○
○
Pelatihan dan Lokakarya fokus membahas upaya-upaya adaptasi perubahan iklim dengan pendekatan ekosistem dan partisipasi
waktu lagi bagi para peserta untuk menyajikan pengalaman seharihari mereka dalam menangani isu perubahan iklim.
○
FOKUS DAN PELAKSANAAN KEGIATAN
Beberapa rekomendasi dan tindak lanjut yang diharapkan para peserta adalah sebagai berikut:
• Mengalokasikan lebih banyak
○
Kunjungan lapangan ke SM. Muara Angke
Sumatera.
○
Diskusi kelompok
masyarakat. Pengetahuan ilmiah dasar (basic science) mengenai perubahan iklim dan terminologi yang sering digunakan dalam issue perubahan iklim disampaikan pada awal pelatihan guna menyeragamkan pemahaman peserta terlebih dahulu. Pada hari pertama dan kedua peserta mendapatkan materi di kelas, dilanjutkan dengan fieldtrip ke Muara Angke pada hari ketiga. Lokasi yang dikunjungi yaitu Suaka Margasatwa Muara Angke, Taman Wisata Alam Angke Kapuk, dan lokasi reklamasi di Pantai Indaj Kapuk. Hari terakhir peserta mengikuti lokakarya nasional pengelolaan ekosistem lahan basah pesisir.
○
○
DIPECHO PROJECT - Linking and Learning to Strengthen Capacity and Collaboration on
○
○
○
DRR in NTT, Indonesia
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
• Kabupaten Timur Tengah Selatan (TTS) – desa Linammutu dan desa Oekiu, Kec. Amanuban Selatan (CARE), desa Nakfunu dan desa Noebesa, Kec. Amanuban Tengah (INSIST dan FIRD dengan mitra lokal Bina Swadaya)
○
○
○
○
○
• Kabupaten Kupang – desa Tolnaku, Kec. Fatuleu dan desa Nunkurus, Kec. Kupang Timur (CARE serta koordinasi proyek dan manajemen)
Kegiatan rehabilitasi diatas bertujuan untuk mengembalikan nilai, fungsi dan manfaat ekosistem lahan basah termasuk untuk mengurangi resiko bencana (diantaranya mencegah abrasi, memberikan perlindungan kepada pemukiman masyarakat), serta memperbaiki habitat bagi satwa akuatik (sebagai tempat pemijahan dan berlindung dari predator), pendukung mata pencaharian, maupun sebagai penyangga kehidupan teresterial. ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Dibiayai oleh:
○ ○ ○ ○ ○
○
Volume 19 No. 1, Februari, 2011 zzz 9 ○
○
○
○
○
○
• Kabupaten Sikka – desa Reroroja, Kec. Magepanda dan desa Nangahale, Kec. Talibura (Wetlands International di dalam wilayah kerja PMI / NLRC)
○
○
Anggota konsorsium bersama dengan PMI (Palang Merah Indonesia) dan NLRC (Netherlands Red Cross) yang beroperasi di NTT saat ini, mempunyai sasaran kerja di kabupaten-kabupaten yang mempunyai resiko tinggi terhadap bencana alam. Proyek ini diimplementasikan di 10 desa di 4 Kabupaten di Propinsi NTT, yaitu:
○
○
Bagian kegiatan proyek Dipecho yang dikelola oleh Wetlands International, diimplementasikan dalam bentuk gabungan antara kegiatan rehabilitasi ekosistem pesisir dengan penguatan dan pemberdayaan masyarakat termasuk upaya-upaya penciptaan matapencaharian alternatif.
• Kabupaten Ende – desa Paupanda dan desa Tanjung, Kec. Ende Selatan (INSIST dan FIRD dengan mitra lokal Bina Swadaya)
○
Tujuan utama proyek DIPECHO adalah Pembelajaran dan Penghubungan dalam Memperkuat Kapasitas dan Kerjasama Bidang Pengurangan Resiko Bencana (PRB) di Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Proyek ini dikelola oleh sebuah wadah konsorsium yang anggota-anggotanya terdiri atas CARE, Wetlands International, INSIST dan FIRD.
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
Berita Kegiatan
○
○
○
Laporan Kegiatan ○
○
○
○
Peringatan Hari Lahan Basah Sedunia, 2 Februari 2011
○
○
○
○
○
diselenggarakan di Ds. Sawah Luhur, Kec. Kasemen, Serang-Banten, 19 Februari 2011
○
○
○
○
○
○
“Forests for Water and Wetlands”
LATAR BELAKANG Konvensi Ramsar
L
ahan basah merupakan sumber kehidupan yang sangat vital bagi seluruh mahluk hidup. Menyadari begitu besar manfaat dan fungsi lahan basah, beberapa perwakilan negara-negara di dunia telah menandatangani suatu kesepakatan untuk melestarikan lahan basah yang ada di bumi ini. Kesepakatan yang dikenal dengan Konvensi Ramsar ini tepatnya terjadi pada tanggal 2 Februari 1971 di kota Ramsar, Iran. Indonesia masuk menjadi anggota Konvensi Ramsar pada tahun 1991 dengan diterbitkannya Keppres 48 th 1991 yang merupakan Ratifikasi Konvensi Ramsar di Indonesia. Setiap anggota Ramsar berhak mendaftarkan lokasi-lokasi lahan basahnya yang diakui memiliki kepentingan intenasional. Indonesia, hingga saat ini telah mendaftarkan tiga lokasi lahan basah penting dan sudah menjadi situs Ramsar, yaitu TN. Berbak, Prov. Jambi (tahun 1992), TN. Danau Sentarum, Prov. Kalimantan Barat (tahun 1994), dan terakhir TN.Wasur, Prov. Papua yang juga telah diakui sebagai lahan basah penting internasional dibawah Konvensi Ramsar pada tahun 2006.
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Oleh: Triana
○
○
○
○
10 zzz Wart a Konserv asi L ahan Basah arta Konservasi Lahan
Konvensi, awalnya fokus pada burung air dan burung migran, selanjutnya berkembang kepada kesadaran keutuhan lingkungan dan konservasi, termasuk keanekaragaman hayatinya, bahkan kesadaran tersebut saat ini lebih bermulti fokus menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia. Dari pertemuan para anggota Konvensi Ramsar, tahun 1996, telah menetapkan bahwa tanggal 2 Februari adalah Hari Lahan Basah Sedunia, yang diharapkan para anggota memperingatinya di negara masing-masing.
PERINGATAN HARI LAHAN BASAH SEDUNIA, 2011 DI CA. PULAU DUA DAN WILAYAH TAMBAK DESA SAWAH LUHUR, BANTEN Tema “FORESTS FOR WATER AND WERLANDS” “Hutan untuk Ketersediaan Air dan Lahan Basah” Hari Lahan Basah Sedunia tahun 2011 ini tepat menginjak usia 40 tahun sejak dicetuskannya pada 1971 silam di kota Ramsar, Iran. Pelaksanaan kegiatan peringatan yang dilaksanakan di setiap negaranegara anggota Ramsar, tentunya lebih meriah dan semarak. Tidak
terkecuali bagi negara Indonesia yang terus berkomitmen menjaga dan melestarikan lahan basah untuk kepentingan generasi saat ini dan yang akan datang. Berbagai kegiatan peringatan Hari Lahan Basah Sedunia tahun 2011 dilaporkan telah terlaksana di beberapa wilayah yang diselenggarakan baik oleh institusi Pemerintah, institusi Pendidikan, LSM, Kelompok Masyarakat, swasta, dll. Seperti yang telah dilakukan oleh SMP 1 Porong, Jawa Timur, peringatan berupa kegiatan penanaman sayur di sekitar lingkungan sekolah, pada 28 Januari 2011. Sementara Universitas Tanjungpura Pontianak yang diwakili Program Studi Agroteknologi dan Pusat Penelitian Kehati dan Masyarakat Lahan Basah (PPKMLB), telah sukses melaksanakan seminar sehari yang diselenggarakan pada tanggal 4 Februari 2011 di R. Sidang Rektorat. Wetlands International – IP (WIIP) yang juga sebagai focal point Konvensi Ramsar di Indonesia bersama-sama dengan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Dep. Kehutanan telah menyelenggarakan peringatan Hari Lahan Basah Sedunia yang difokuskan di CA. Pulau Dua, Banten dan sekitar wilayah penyangganya.
Berita Kegiatan
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
.....bersambung ke hal 18
○
○
○
○
○
○
○
Harapan besar dari lapisan masyarakat di atas, mendapat sambutan positif dari para pelabat perwakilan insitusi yang hadir. Tanggapan dan arahan diantaranya disampaikan oleh Direktur Kawasan dan Konservasi Hutan Ditjen. PHKA, Kepala Seksi BKSDA Serang, perwakilan Loka PSPL Ditjen Kelautan, Pesisir dan PulauPulau Kecil, Aparat Pemerintahan Desa, dan Direktur Program WIIP. Intinya bahwa penghijauan tambak di pesisir Desa Sawah Luhur yang juga merupakan kawasan penyangga CA. Pulau Dua, tidak hanya akan bermanfaat bagi masyarakat sekitar, tetapi juga akan berdampak bagi kelestarian CA. Pulau Dua khususnya keanekaragaman hayati burungburung air yang menjadi salah satu kekayaan alam CAPD sejak dahulu.
○
Volume 19 No. 1, Februari, 2011 zzz 11 ○
Kegiatan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pengamatan burung, simulasi survey bagi siswa-siswi sekolah tingkat atas, serta penanaman bakau. Sasaran yang ingin dicapai dari seluruh kegiatan adalah seluruh stake holders yang terlibat dapat lebih memahami betapa kerusakan yang menimpa ekosistem pesisir lingkungan mereka merupakan ancaman serius bagi seluruh kehidupan disana, termasuk kelestarian
Antusias siswa-siswi SMA Badamussalam yang notabenenya adalah generasi muda penerus tongkat estafet pengelolaan pesisir di Teluk Banten, patutlah diberi apresiasi. Pelibatan mereka pada pengamatan burung air di CA. Pulau Dua, simulasi inventarisasi florafauna pada ekosistem mangrove, simulasi kondisi sosial ekonomi masyarakat pesisir Desa Sawah Luhur, serta penanaman bakau, menjadi pengalaman berharga bagi mereka. Dari waktu yang cukup singkat tersebut, siswa-siswi sangat dengan cepat memahami dan mengerti akan fungsi dan peran hutan mangrove. Hal itu terlihat jelas dari presentasi yang mereka sampaikan. Mereka sangat berharap agar orang tua, sanak famili mereka, serta para pemangku kebijakan di wilayahnya, untuk bergandeng bersama mendukung program penghijauan tambak pesisir mereka. Mereka meyakinkan bahwa pengelolaan tambak ramah lingkungan yaitu dengan disertai penghijauan tanaman bakau di sepanjang pematang atau di tengah tambak akan lebih menguntungkan baik secara ekologi maupun
ekonomi. Banyak manfaat yang akan diberikan hutan mangrove, seperti tambak menjadi rindang dan sejuk, akar-akar mangrove mengokohkan pematang, ikan tangkapan meningkat, mencegah intrusi air laut yang lebih parah, dan dapat membentuk sabuk hijau pesisir yang akan melindungi pemukiman dari terjangan badai laut.
○
Peringatan kali ini dilaksanakan pada tanggal 19 Februari 2011 di kawasan CA. Pulau Dua yang lebih dikenal oleh masyarakat sekitar dengan nama Pulau Burung, juga di sekitar wilayah tambak Desa Sawah Luhur, Kec. Kasemen, Kota Serang, Banten. Peringatan melibatkan tidak kurang dari 130 peserta yang mewakili unsur-unsur Kelompok Masyarakat Petani Tambak, siswa-siswi SMA Badamussalam Serang, MAPALA Tirta Yasa Banten, Sahabat Burung Indonesia, Seksi Konservasi Wilayah I Serang, Bidang KSDA, Ditjen. PHKA, Loka PSPL Serang Ditjen. Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, serta WIIP.
ekosistem di kawasan CA. Pulau Dua. Dari pemahaman yang ada, diharapkan timbul kesadaran dan kepedulian bersama untuk menjaga dan memperbaiki kondisi lingkungan.
○
PERINGATAN HARI LAHAN BASAH SEDUNIA TAHUN 2011, OLEH WETLANDS INTERNATIONAL – IP
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Berita Kegiatan ○
○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Aksi Penanaman Mangrove oleh Peserta Lokakarya Nasional
○
○
○
○
○
○
Desa Sawah Luhur, Propinsi Banten, 15 Desember 2010
LATAR BELAKANG
S
ebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki sekitar 15 juta ha ekosistem lahan basah pesisir dimana sekitar 3,2 juta nya adalah ekosistem mangrove. Berdasarkan catatan World Atlas of Mangrove (Spalding et.al, 2010), mangrove Indonesia adalah terluas di dunia, atau sekitar 21% dari luas mangrove yang ada di seluruh dunia. Sifatnya yang dapat menyerap CO2 menyebabkan mangrove berperan meredam laju perubahan iklim global sekaligus dapat memperkecil dampak kenaikan muka air laut terhadap pemukiman. Namun besarnya potensi jasa lingkungan ekosistem mangrove yang dimiliki oleh Indonesia tersebut, tidak lantas menyebabkan upaya pengelolaannya menjadi lebih baik. Pertumbuhan ekonomi, antara lain perkembangan pemukiman dan industri perikanan merupakan salah satu pemicu terbesar kerusakan ekosistem mangrove Indonesia. Kelompok Kerja Mangrove Nasional (KKMN) resmi berdiri pada tahun 2006, merupakan kelompok kerja lintas sektor/instansi (Kementerian Kehutanan, Lingkungan Hidup, Dalam Negeri, Pembangunan Daerah Tertinggal, Pekerjaan Umum, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Badan
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Oleh: Ita Sualia
○
○
○
○
12 zzz Wart a Konserv asi L ahan Basah arta Konservasi Lahan
Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional, Badan Pertahanan Nasional, Badan Reserse Kriminal Polisi Republik Indonesia), pakar dan praktisi mangrove, serta lembaga swadaya masyarakat yang terkait Penanaman 200 bibit mangrove di areal pertambakan pengelolaan mangrove. Desa Sawah Luhur (atas); para peserta lokakarya nasional Wetlands International berfoto bersama (bawah) Indonesia - Programme (WI-IP) sebagai organisasi yang dari 86 peserta, 51 peserta dari peserta bergerak pada upaya-upaya lokakarya nasional dan 35 peserta pelestarian lahan basah merupakan mewakili unsur-unsur Pemerintah Kota salah satu anggota KKMN. Serang, Pemerintah Desa Sawah KKMN memandang bahwa diperlukan upaya yang sistematis, konsisten, dan serius untuk menyebarluasan informasi, meningkatan pemahaman masyarakat pada upaya-upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di ekosistem mangrove yang berkelanjutan. Salah satu upaya yang dilakukan oleh KKMN adalah menyelenggarakan suatu Lokakarya Nasional “Peran Mangrove dalam Mitigasi Bancana dan Perubahan Iklim”, dilanjutkan dengan aksi penanaman mangrove.
PELAKSANAAN KEGIATAN Aksi penanaman mangrove dilakukan pada hari Rabu, 15 Desember 2010 bertempat di areal pertambakan Desa Sawah Luhur, Kecamatan Kasemen Kota Serang, Provinsi Banten. Penanaman melibatkan tidak kurang
Luhur, Karang Taruna, Kelompok Petambak, Perwakilan siswa-siswi SMU berserta guru, Seksi Konservasi Wilayah I Serang dan staff WIIP. Acara dimulai dengan sambutan selamat datang oleh Bapak Rd. Rifky Sirodjan Kepala Seksi Konservasi Wilayah I Serang dan Bapak M. Falati, Perwakilan Pemerintah Desa Sawah Luhur. Acara dialnjutkan dengan penanaman 200 bibit mangrove jebis Rhizophora stylosa dan Rhizophora mucronata di areal tambak dan penjelasan teknis penghitungan karbon mangrove oleh Ragil Satriyo dan Ita Sualia, staff WIIP. Acara ditutup dengan dari Bapak Nyoman Suryadiputra dan Bapak Fairuz perwakilan tim pakar KKMN. Dalam penutup disampaikan bahwa KKMN berharap kedepan dapat memeiliki kegiatan rutin tahunan di Desa Sawah Luhur tersebut. zz
Berita Kegiatan
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
SUSCLAM Raih Penghargaan ADIBAKTI MINA BAHARI Bidang Pesisir Tingkat Provinsi GORONTALO Tahun 2010
○
○
○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
G
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
○
○
Program Teluk Tomini - SUSCLAM Jl. Makasar No. 40 Dulalowo, Kota Gorontalo, Prop. Gorontalo 96128 Tel/Fax: +62 435 830 945; E-mail:
[email protected] www.teluktomini.org
○
○
○
Program Teluk Tomini atau disebut juga SUSCLAM (Sustainable Coastal Livelihoods and Management) adalah program pengelolaan pesisir di Sulawesi Utara, Gorontalo dan Sulawesi Tengah dengan masa lima tahun (2007-2012). Program ini dibiayai dana hibah pemerintah Kanada yang disalurkan melalui CIDA (Canadian International Development Agency). Pelaksana Program adalah IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) Kantor Regional Asia yang bekerjasama dengan mitra Canada (Lestari Sustainable Development Consultant Inc.) dan mitra administratif di Indonesia yaitu Wetlands International - Indonesia Programme. SUSCLAM juga bermitra dengan organisasi nir-laba lokal, Perkumpulan Japesda di Gorontalo dan Yayasan Uwelutu di Perigi Moutong. Sasaran utama Program Teluk Tomini adalah meningkatkan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut Teluk Tomini untuk memperbaiki penghidupan masyarakat pesisir.
○
○
○
SEKILAS TENTANG PROGRAM TELUK TOMINI
○
○
Volume 19 No. 1, Februari, 2011 zzz 13 ○
Penganugerahan penghargaan Adibakti Mina Bahari bidang Pesisir tingkat provinsi Gorontalo tahun 2010 dilaksanakan dalam rangkaian upacara memperingati hari Nusantara ke-XI tahun 2010 yang diselenggarakan di halaman PT. Pelindo Gorontalo (pelabuhan Kota Gorontalo) dan yang mewakili program SUSCLAM untuk menerima penghargaan tersebut adalah bapak Rahman Dako selaku koordinator program.
Koordinator Program SUSCLAM saat menerima penghargaan Adibakti Mina Bahari dari Bapak Gubernur Gorontalo.
○
Program teluk Tomini atau Sustainable Coastal Livelihoods and Management (SUSCLAM) bertujuan memfasilitasi para pihak di Teluk Tomini untuk meningkatkan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut yang dapat membantu miningkatkan pendapatan masyarakat pesisir di tiga provinsi yakni Sulawesi Utara, Gorontalo, dan Sulawesi Tengah dianggap memenuhi kriteria-kriteria di atas sehingga berdasarkan surat keputusan kepala dinas Perikanan dan Kelautan provinsi Gorontalo nomor : 523/ DPK/668/XII/2010 tentang PENETAPAN PENERIMA PENGHARGAAN ADIBAKTI MINA BAHARI DI BIDANG PESISIR TINGKAT PROVINSI GORONTALO TAHUN 2010 dengan nilai 88, 10.
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
orontalo- Dalam rangka memperingati hari nusantara ke XI tahun 2010, dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Gorontalo telah melaksanakan penilaian terhadap individu-individu baik dalam lingkup pemerintahan, lembaga non pemerintah serta masyarakat. Dasar penilaian ini sendiri adalah indivindu-individu maupun kegiatankegiatan yang dianggap mampu mendorong dan memotivasi pembangunan pengelolaan dan pengembangan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
Berita dari Lapang
○
○
○
○
○
Sejarah Pengelolaan Kawasan Konservasi*
MASA PENDUDUKAN BELANDA
JAMAN SETELAH KEMERDEKAAN
• Pada tanggal 22 Juli 1912, Dr.
• 1947, penunjukkan Bali Barat
SH Koorders mendirikan Perkumpulan Perlindungan Alam bernama “Netherlandsch Indische Vereeniging Tot Natuur Bescherming” untuk “melindungi alam Indonesia dari kerusakan”.
• Mengusulkan kepada pemerintah
untuk melindungi kawasankawasan dan jenis-jenis tertentu.
• Mempelopori pembuatan
peraturan-peraturan dan tulisantulisan serta penelitian-penelitian tentang perlindungan alam.
• Mengusulkan 12 lokasi agar
dipertahankan sebagai Cagar Alam: beberapa danau di Banten, Pulau Krakatau, dan Pulau Panaitan, laut Pasir Bromo, Pulau Nusa Barung, Semenanjung Purwo dan Kawah Ijen.
• 1930, dibentuknya Natuur
Bescherming Ordonantie, yang dalam bahasa Indonesia berarti Undang-undang perlindungan alam.
• 1937, dibentuknya badan: Natuur
Bescherming Afdeling Ven’s Lands Flantatuin” untuk mengawasi cagar alam dan suaka margasatwa yang telah ditunjuk.
• 1940, dibentuknya Peraturan
Perburuan Jawa-Madura. Sejak itu, pengelolaan kawasan Ujung Kulon berada di bawah Kantor Besar Kehutanan di Bogor, sedangkan Kawasan Cagar Alam dan Suaka Margasatwa lainnya diserahkan kepada Inspektur Kehutanan Provinsi.
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Oleh: Ir. Cherryta Yunia, MMA**
○
○
○
○
14 zzz Wart a Konserv asi L ahan Basah arta Konservasi Lahan
sebagai Suaka Alam baru atas prakarsa dari Raja-raja Bali.
• 1952, terbitnya PP 20 tahun 1952.
Mendukung PP tersebut dibentuklah Urusan Perlindungan Alam di bawah Jawatan Kehutanan RI, dengan menempatkan pegawai khusus yang bertugas menyusun kembali urusan-urusan perlindungan alam.
• 1952, dibentuk suatu badan
bernama Lembaga Pengawetan Alam (LPA) yang merupakan bagian dari Pusat Penyelidikan Alam Kebun Raya Bogor, bertugas menangani usaha-usaha pelestarian alam
• 1971, dibentuk Direktorat PPA
dibawah Ditjen Kehutanan
• 1980, Taman Nasional ditangani
oleh PPA (Di bawah Departemen Pertanian-Dirjen Kehutanan).
• 1982, diadakan Konggres Taman
Nasional sedunia di Bali
• 1990, terbitnya UU No. 5 tahun
1990. Pada saat itu dibentuk KPA dan KSA baik di darat maupun di PERAIRAN.
• Kawasan baik di daratan maupun
perairan: CA, SM, TN, TWA, TAHURA
• IUCN → “an area of land and/or
sea especially dedicated to the protection and maintenance of biological diversity, and of natural and associated cultural resources, and managed through legal or other effective means”
• CBD (1992): “Geographically defined
area, which is designated or regulated and managed to achieve specific conservation objective”
SEJARAH PENGELOLAAN KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM PERAIRAN DI INDONESIA (TERMASUK LAUT) Pada masa sebelum kemerdekaan, konservasi di Indonesia menganut ketentuan yang dibuat oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, diantaranya Ordonansi Perlindungan Binatang-binatang Liar tahun 1931, Ordonansi Perburuan tahun 1931, Ordonansi Perburuan Jawa dan Madura tahun 1940 dan Ordonansi Perlindungan Alam tahun 1941. Bahkan pada akhir abad ke 19 Pemerintah Hindia Belanda telah menetapkan beberapa kawasan konservasi seperti Cagar Alam Cibodas pada tahun 1885. Mayoritas kawasan konservasi yang berbentuk Cagar Alam dan Suaka Margasatwa ditetapkan oleh Pemerintah Belanda pada awal abad ke 20. Selain itu banyak jenis-jenis yang pada masa itu telah menunjukkan kecenderungan terancam punah telah ditetapkan sebagai jenis yang dilindungi mutlak, antara lain Badak Jawa, Orangutan, Owa, Gajah, Tapir, Komodo, Cenderawasih. Hal ini menunjukkan bahwa jauh sebelum kemerdekaan, masalah konservasi telah menjadi bagian yang penting dalam pengelolaan sumberdaya alam. Setelah masa kemerdekaan, urusan konservasi pada awalnya ditangani oleh Pusat Penyelidikan Alam dibawah Lembaga Biologi Nasional. Pada tahun 1964, Pusat Penyelidikan Alam tersebut digabung dengan Bagian Perlindungan Alam, Jawatan Kehutanan menjadi Bagian Perlindungan dan Pengawetan Alam (PPA) dibawah Jawatan Kehutanan. Pada tahun 1967 dengan keluarnya Undang-undang
Berita dari Lapang
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;
○
• Peraturan Presiden No. 47 Tahun
○
○
Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan;
○
• Peraturan Pemerintah No. 10
• Peraturan Pemerintah No 68
Tahun 1998 tentang Kawasan Pelestarian Alam dan Kawasan Suaka Alam;
• Peraturan Pemerintah No 7
Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa;
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
102/IV/Set-3/2005 tentang Juknis Pengamanan Kawasan Konservasi di Wilayah Laut;
○
• Peraturan Dirjen PHKA No. SK
○
Tahun 1999 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan TN, Tahura, dan TWA;
2002 tentang Pedoman Rehabilitasi di Kawasan Taman Nasional;
○
• Peraturan Pemerintah No. 18
• SK Menhut No. 8205/Kpts-II/
○
2008 tentang Kementerian Negara;
tentang Pembinaan dan Pengawasan Pengusahaan Pariwisata Alam;
○
• Undang-undang No. 39 Tahun
• SK Menhut No. 447/Kpts-II/1996
• SK Dirjen PHKA No. 15A/Kpts/Dj-
V/2000 tentang Pedoman Pengamanan Terumbu Karang dan Ekosistemnya.
○
2004 tentang Pemerintahan Daerah;
○
• Undang-undang No 32 Tahun
tentang Tata Cara Permohonan, Pembinaan, Pencabutan Ijin Pengusahaan Pariwisata Alam;
○
1999 tentang Kehutanan;
• SK Menhut No. 446/Kpts-II/1996
○
• Undang-undang No 41 Tahun
tentang Sarana dan Prasarana;
○
1994 tentang Ratifikasi Ramsar;
• SK Menhut No. 167/Kpts-II/1994
○
• Undang-undang No 5 Tahun
Kpts-II/1977 tentang Pedoman Pengukuhan KSA dan KPA Perairan (Penataan Batas Perairan Laut);
○
1990 tentang Konservasi SDAH dan Ekosistemnya;
• SK Menteri Kehutanan No. 613/
○
• Undang-undang No 5 tahun
P.19/Menhut-II/2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan KSA dan KPA;
○
Landasan hukum pengelolaan kawasan hutan dan kawasan konservasi, termasuk kawasan konservasi perairan, adalah sebagai berikut:
• Peraturan Menteri Kehutanan No.
.....bersambung ke hal 20
○
PERATURAN PERUNDANGAN
○
○
Konservasi Laut dan Ekosistem Esensial, Dit. KK, Ditjen. PHKA
Tahun 2007 tentang Perencanaan Hutan;
○
Perairan, Dit. Bina Kawasan Suaka Alam dan Konservasi Flora Fauna, Ditjen PHPA
• 2005 Subdit. Lahan Basah,
• Peraturan Pemerintah No 6
○
• 1997 Subdit. Suaka Alam dan
Kawasan Lahan Basah, Dit. KK, Ditjen. Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA)
Tahun 2000 tentang Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi;
○
Konservasi Laut, Dit. Pelestarian Alam, Ditjen Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA)
• 2002 Subdit. Konservasi
• Peraturan Pemerintah No 25
○
• 1983 Subdit Kawasan
Penyangga Kehidupan dan Lahan Basah, Dit. KK, Ditjen PKA
Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar;
Volume 19 No. 1, Februari, 2011 zzz 15 ○
Saat ini dasar hukum pengelolaan konservasi adalah mengacu kepada Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya serta UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Di Kementerian Kehutanan, unit pengelola kawasan konservasi perairan dan laut, memiliki beberapa perubahan nama sebagai berikut :
• 2000 Subdit. Konservasi Sistem
• Peraturan Pemerintah No 8
○
Berdasarkan UU No. 39 Tahun 2008, nama Departemen Kehutanan diubah menjadi Kementerian Kehutanan, sedangkan nomenklatur Ditjen PHKA tidak diubah. Struktur organisasi Kementerian Kehutanan mengacu kepada Perpres No. 47 Tahun 2009.
Basah dan Laut, Dit. Konservasi Kawasan (KK), Ditjen Perlindungan dan Konservasi Alam (PKA)
○
Sejak tahun 1975 urusan konservasi ditangani oleh Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam, Ditjen Kehutanan Departemen Pertanian sampai dengan tahun 1983. Sejak berdirinya Departemen Kehutanan tahun 1983, terpisah dari Departemen Pertanian, masalah konservasi ditangani oleh Direktorat Jenderal tersendiri, yang saat itu bernama Ditjen Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA). Kemudian pada tahun 1999 berubah menjadi Ditjen Perlindungan dan Konservasi Alam (PKA). Selanjutnya sejak tahun 2002 hingga saat ini bernama Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA).
• 1999 Subdit. Konservasi Lahan
○
Nomor 5 tahun 1967 tentang Pokok-pokok Kehutanan masalah konservasi diatur di dalam kerangka pengelolaan hutan.
○
○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
Flora & Fauna Lahan Basah
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
TRISIK, Kantung Keanekaragaman Hayati YOGYA yang Terlupakan
Y
ogyakarta merupakan suatu kawasan di pulau Jawa yang memiliki keunikan tersendiri dibandingkan kawasan lain di Indonesia. Letaknya yang langsung berbatasan dengan Samudra Hindia di sebelah selatan, pegunungan menoreh di sebelah barat, kawasan pegunungan gunung kidul di sebelah timur dan juga merapi di sebelah utara membuat Yogyakarta memiliki habitat bagi berbagai flora dan fauna yang cukup beranekaragam. Inilah salah satu keistimewaan Yogya ditinjau dari letak geografisnya. Khusus di bagian selatan Yogyakarta terdapat satu kawasan yang menyimpan keanekaragaman hayati tinggi terutama satwa burung yaitu pantai Trisik. Pantai Trisik terletak di Kabupaten Kulon Progo. Jarak dari kota pusat kota Yogyakarta berkisar antara 35-40 km. Saat ini pantai Trisik dimanfaatkan sebagai obyek wisata bagi masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya. Keberadaan pantai ini sebagai obyek wisata cenderung kurang diminati warga, karena lokasinya yang kotor dan ombaknya yang cukup besar. Terlebih lagi pantai ini merupakan muara dari sungai Progo sehingga warna dan bau airnya pun tidak menarik. Akan tetapi bagi sebagian orang yang aktif dalam kegiatan konservasi burung, pantai ini sangat menarik untuk dikunjungi. Pasalnya di setiap tahun, pantai
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Oleh: Shaim Basyari*
○
○
○
○
16 zzz Wart a Konserv asi L ahan Basah arta Konservasi Lahan
yang terletak di perbatasan kabupaten Bantul dan kulon Progo ini dikunjungi oleh ribuan burung migran. Yaitu kelompok burung yang selalu berpindah tempat untuk mempertahankan hidupnya. Jenis burung ini mampu terbang hingga ribuan mil jaraknya. Kondisi pasir berlumpur yang terdapat di pantai Trisik, memungkinkan tersedianya sumber makanan bagi burung pantai yang singgah di pantai ini dan mungkin ini merupakan salah satu alasan mengapa pantai Trisik dijadikan tempat favorit bagi ribuan makhluk berbulu itu. Setidaknya ada 5 tipe habitat di Trisik meliputi tepi pantai, laguna, delta sungai (meliputi sungai dan muara sungai), persawahan dan kebun campuran. Setiap tipe habitat menyimpan keanekaragaman jenis burung yang khas dengan karakteristik masing-masing. Sebagian kecil spesies burung yang tercatat di pantai ini diantaranya adalah Biru laut ekor blorok (Limosa lapponica), Kedidi putih (Calidris alba), Kedidi besar (Calidris tenuirostris), Cerek Pasir besar (Charadrius leschenaultii) dan Trinil pantai (Actitis hypoleucos). Burung-burung ini adalah pengembara ulung yang datang setiap tahunnya pada bulan-bulan September-Januari. Mereka datang dari bumi bagian utara yang sedang mengalami musim dingin. Selain beberapa burung di atas, masih banyak jenis yang singgah di pantai ini.
Walaupun demikian, pantai yang memiliki keanekaragaman burung dan habitatnya ini kini sedang dalam ancaman. Aktivitas tambang pasir yang berada di kawasan pantai dari hari kehari makin marak. Kondisi ini sangat membahayakan bagi keberlangsungan habitat di pantai ini. Puluhan truk tiap hari memadati kawasan muara. Bukan tidak mungkin jika pasir di pantai ini habis dan tak ada lagi tempat bagi ribuan burung itu. Terlebih lagi dengan adanya rancangan dibangunnya bandara di sekitar kawasan pantai Trisik dan Bugel. Jika rencana pembangunan bandara ini terlaksana maka tidak bisa dipungkiri lagi bahwa keberadaan burung-burung itu akan terusik dengan hiruk pikuk manusia dan juga aktivitas lepas landas pesawat di bandara. Untuk itu perlu dilakukan tindakan yang tegas serta pemikiran yang cerdas dari Pemerintah sebagai wujud kepedulian terhadap lingkungan agar sumber plasma nutfah di pantai ini tidak punah. Pengembangan pantai pun harus memperhatikan keselamatan dan keselestarian alam pantai agar salah satu kantung keanekaragaman hayati di Yogya ini tak terlupakan. zz
*) Mahasiswa Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas MIPA, Univ. Negeri Yogyakarta Kelompok Pengamat Burung BIONIC UNY Jl. Colombo, Karang Malang Yogyakarta 55281 Email:
[email protected]
Flora & Fauna Lahan Basah ○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Kedidi putih, Calidris alba
Cerek Pasir besar, Charadrius leschenaulti
Trinil ekor kelabu, Tringa brevipes
Trinil pantai, Tringa hypoleucos
○
Biru Laut Ekor Blorok, Limosa lapponica
○ ○ ○
○
○
○
○
2 ekor biru laut ekor blorok, Limosa lapponica dengan latar belakang tambang pasir yang semakin meresahkan bagi keberlangsungan habitat burung pantai ini
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Kedidi besar, Calidris tenuirostris
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Dokumentasi Foto (oleh: Shaim Basyari)
○
○
○
○
Volume 19 No. 1, Februari, 2011 zzz 17
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
Berita Kegiatan
○
○
○
..... Sambungan dari halaman 11
CAGAR ALAM PULAU DUA Pulau Dua yang juga dikenal dengan sebutan Pulau Burung, ditetapkan sebagai Cagar Alam berdasarkan GB tanggal 30-7-1937 Nomor 21 Stbl 49 seluas 8 Ha. Karena ada tanah timbul, cagar alam ini luasnya bertambah dan pada tahun 1978 menyatu dengan dataran pulau Jawa. Untuk menjamin kelestarian ekosistem Pulau Dua, telah diterbitkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 253/Kpts/II/1984 yang menetapkan bahwa tanah timbul di selatan pulau menjadi tanah cagar alam, sehingga luas cagar alam ini menjadi 30 Ha. Cagar alam ini terletak di Teluk Banten, masuk ke wilayah administrasi Desa Sawah Luhur, Kec. Kasemen, Kab. Serang. (Sumber: Balai Besar KSDA Jawa Barat)
Dadap (Erythrina variegata), Cangkring (Erythrina fusca), dan Pace (Morinda sitripolia). Keberadaan CAPD sangat penting selain sebagai habitat burung dan ikan, juga sebagai benteng pelindung bagi tambak dan pemukiman yang berada di belakangnya. Agar manfaat dan fungsi CAPD dapat terus terjaga, maka peran aktif dan kesadaran masyarakat di sekitarnya perlu untuk terus ditingkatkan. Berbagai upaya menjaga keberadaan CAPD dan penghijauan Desa Sawah Luhur telah dilakukan oleh WIIP bersama kelompok masyarakat Desa Sawah Luhur, seperti rehabilitasi ekosistem pesisir, perbaikan fasilitas CAPD dan Pendidikan Lingkungan.
Kelompok fauna yang umum terdapat di kawasan ini bahkan dominan adalah burung-air, yang sebagian diantaranya menggunakan kawasan ini sebagai areal berbiak, antara lain: Blekok (Ardeola speciosa), Cangak Abu (Ardea cinerea), Cangak Merah (Ardea pupurea), Kuntul besar (Egretta alba), Kuntul karang (Egretta sacra), Kuntulperak kecil (Egretta garzetta), Kuntul Kerbau (Bubulcus ibis), Pecuk Padi (Phalacrocorax niger), Ibis roko-roko (Plegadis falcinellus), Kowak-malam kelabu (Nycticorax nycticorax). Dari kelompok reptilia, Biawak (Varanus salvator) dan Ular lumpur (Cerberus rhynchops), merupakan jenis-jenis yang cukup umum ditemukan. Sementara, dari kelompok mammalia yang masih dapat ditemui di kawasan ini adalah Garangan (Herpectes javanicus), dan keberadaan Berang-berang (Aonix cinerea) kadang ditemukan mengunjungi pertambakan disekitarnya. Jenis flora yang terdapat di kawasan ini di antaranya adalah : Kepuh (Sterculia foetida), Ketapang (Terminalia catappa), Bangka (Bruguiera sp). Api-api (Avicennia sp),
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Laporan Kegiatan Peringatan hari Lahan Basah ...........
○
○
○
○
18 zzz Wart a Konserv asi L ahan Basah arta Konservasi Lahan
KEGIATAN WETLANDS INTERNATIONAL – IP (WIIP) DI PESISIR TELUK BANTEN WIIP memiliki sejarah sangat dekat dengan Teluk Banten khususnya Desa Sawah Luhur. Sejak tahun 1997, WI-IP telah melakukan kegiatan penelitian burung air dan ekosistem pesisir Teluk Banten. Pada tahun 2001 hingga saat ini, kegiatan dilanjutkan melalui sensus burung air di CAPD, rehabilitasi kawasan pesisir, pemberdayaan masyarakat serta pendidikan lingkungan bagi siswa-siswi sekolah dasar dan menengah. Hingga akhir Desember 2010 WIIP telah menanam sekitar 126.000 bibit mangrove di sekitar daerah penyangga dan di dalam tambaktambak. Untuk penghijauan desa telah ditanam sekitar 1000 batang pohon angsana dan kedongdong di sepanjang jalan Desa Sawah Luhur. Langkah penting lain dalam mendukung keberlanjutan kegiatan adalah pendidikan lingkungan bagi para pelajar sekolah.
“FORESTS FOR WATER AND WETLANDS” Tema tahun ini adalah “Forests for Water and Wetlands - Hutan untuk Ketersediaan Air dan Lahan Basah”, bertepatan dengan ditetapkannya tahun 2011 sebagai “Year of Forests” oleh PBB. Hutan mulai dari hulu sampai ke hilir, hutan darat atau lahan basah berhutan, memegang peranan penting dalam menjaga kesinambungan siklus air. Lahan basah berhutan, akan memberikan manfaat dan jasa-jasa lingkungan yang baik bagi kehidupan, seperti menyediakan air bersih maupun tata kelola air secara alamiah. Lahan basah, hutan dan air adalah tiga komponen sumberdaya alam yang terangkum dalam satu kesatuan ekosistem utuh, sehingga pemanfaatan dan pengelolaannya haruslah terpadu dan utuh pula. Hutan khususnya hutan lahan basah tentu tidaklah akan tumbuh baik bila habitat lahan basahnya tercemar dan terdegradasi, begitu sebaliknya lahan basah menjadi terancam bila tegakan hutan di atasnya rusak atau hilang. Semua kondisi yang saling kait mengkait tersebut, tentu saja akan memberikan dampak bagi seluruh kehidupan di muka bumi ini. Tinggal kita memilih, dampak yang seperti apa yang kita harapkan, BAIK-kah atau BURUK-kah?? Ekosistem lahan basah yang baik yang dicirikan dengan masih baiknya tegakan pohon-pohon atau hutan di atasnya, akan menjaga keseimbangan alam di sekitarnya. Sumber air bersih, sumber mata pencaharian masyarakat, habitat tumbuhan dan hewan, penyerap panas bumi dsb. tentu saja masih akan dapat dirasakan selama ekosistem lahan basah dapat terjaga. Mari bergandeng bersama demi menggapai dan mewujudkan anganangan dan mimpi kita semua. zz
Berita Kegiatan
○ ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Dokumentasi Foto-foto peringatan Hari Lahan Basah Sedunia 2011
○
○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
Volume 19 No. 1, Februari, 2011 zzz 19
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
Berita dari Lapang
○
○
○
..... Sambungan dari halaman 15
DASAR PENGELOLAAN KSA DAN KPA PERAIRAN OLEH KEMENTERIAN KEHUTANAN 1. Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (KSA dan KPA) yang dimaksud oleh UU No.5 Tahun 1990 mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta pemanfaatan secara lestari SDAH dan ekosistemnya (ps.1 angka 9; ps 1 angka 13), yang mencakup pula wilayah perairan Indonesia 2. Yang dimaksud perairan adalah perairan Indonesia yang meliputi perairan pedalaman (sungai, danau, waduk, rawa dan genangan air lainnya), laut wilayah Indonesia dan zona ekonomi eksklusif (penjelasan Ps 9 ayat (1)). 3. Berdasarkan PP No.68 Tahun 1998 tentang KSA dan KPA, penunjukan, penetapan, ketentuan tentang rencana pengelolaan, kegiatan pengawetan dalam kawasan serta pemanfaatan KSA dan KPA ditetapkan dan diatur oleh Menteri (Ps 10 ayat (1); Ps 10 ayat (2); Ps 10 ayat (3), Ps 14 ayat (3); Ps 18; Ps 21 ayat (2); Ps 23 ayat (1); Ps 25 ayat (2); Ps 27 ayat (2); Ps 36; Ps 42; Ps 45 ayat (3); Ps 50 ayat (3); Ps 51 ayat (2) 4. Yang dimaksud dengan Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab melaksanakan tugas pokok urusan kehutanan dan perkebunan (PP No.68 tahun 1998; Ps 1 angka 9). 5. Oleh sebab itu, pelaksanaan penyelenggaraan pengelolaan KSA dan KPA Perairan berada di bawah Kementerian Kehutanan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Sejarah Pengelolaan Kawasan Konservasi ....
○
○
○
○
20 zzz Wart a Konserv asi L ahan Basah arta Konservasi Lahan
6. Pelaksana pengelolaan KPA dan KSA oleh Pemerintah cq. Kementerian Kehutanan adalah Unit Pelaksana Teknis yang berada di daerah, yaitu : a. Balai Besar/Balai Konservasi Sumber Daya Alam untuk mengelola Cagar Alam, Suaka Margasatwa dan Wisata Alam. b. Balai Besar/Balai Taman Nasional, untuk mengelola kawasan Taman Nasional. c. Khusus untuk Taman Nasional daratan dengan perairan laut, seperti TN Ujung Kulon, TN Komodo, TN Bukit Barisan Selatan dan TN Bali Barat, pengelolaannya melekat pada UPT Taman Nasional bersangkutan. 7. Pelaksanaan Pembinaan dan pengawasan terhadap UPT-UPT dilakukan oleh Ditjen PHKA, didukung oleh Eselon I terkait lainnya lingkup Kementerian Kehutanan. 8. Kegiatan yang berkaitan dengan upaya konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya di KSA/ KPA perairan laut telah dilakukan oleh berbagai instansi terkait, antara lain LIPI, Perguruan Tinggi, LSM, Kementerian Lingkungan Hidup, serta Kementerian tekhnis lainnya, yang pelaksanaannya dikoordinasikan oleh atau bersama-sama UPT-UPT tersebut di atas. 9. Dalam operasional pengelolaan yang menyangkut kegiatan pengamanan, penelitian, maupun pengembangan pariwisata alam, upaya kerjasama dan koordinasi dilakukan dengan instansi terkait lainnya, seperti TNI-AL, Puslit Oseanologi (P2O) LIPI, Dinas Perikanan dan Dinas Pariwisata setempat.
10.Untuk melaksanakan tugas dan fungsinya yang berkaitan dengan pengelolaan KSA/ KPA Perairan Laut, UPT KSDA dan TN telah dilengkapi dengan sumber daya manusia, baik tenaga struktural, non struktural, maupun fungsional (Polisi Kehutanan, Penyidik PNS, Penyuluh Kehutanan dan Pengendali Ekosistem Hutan) yang memiliki keahlian khusus bidang kelautan, seperti penguasaan scuba diving, pengelolaan sumberdaya alam laut, penegakan hukum di laut dan pemanduan wisata bahari.
PENGELOLAAN KOLABORASI Pengelolaan bersama/kolaborasi merupakan salah satu cara mengatasi permasalahan dalam pengelolaan kawasan konservasi. Pengelolaan Bersama merujuk pada proses dan alat pemecahan masalah, penanganan peluang atau pengelolaan kepentingan bersama dalam pengelolaan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Setiap pihak (yang sepakat) bersama-sama menentukan perjanjian pengelolaan, termasuk cakupan, mandat dan fungsi pengaturan. Wadah aspirasi dan kolaborasi dapat melalui FORUM kolaborasi. Dasar hukum atas kolaborasi adalah Peraturan Menteri Kehutanan No.P.19/Menhut-II/2004 tanggal 19 Oktober 2004 tentang Pengelolaan Kolaboratif. Tujuan Pengelolaan Kolaborasi • Mewadahi/menampung aspirasi
para pihak (utamanya masyarakat setempat) dalam konservasi sumber daya alam
Fokus Lahan Basah
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
Review Working Group (1999)
• Versi 3.1: IUCN (2001)
○ ○ ○ ○ ○
• Versi 3.0: IUCN/SSC Criteria
○
IUCN Red List merupakan kategori yang digunakan oleh IUCN (International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources) dalam melakukan klasifikasi terhadap berbagai spesies makhluk hidup yang terancam kepunahan. Dari
○
• Versi 2.3: IUCN (1994)
○
IUCN - BIODIVERSITY
○
○
(1994)
○
• Versi 2.2: Mace and Stuart
○
○
• Versi 2.1: IUCN (1993)
○
TNC WWF CI Operation Wallacea Wildlife Conservation Society Wetland International Perhimpunan Burung Indonesia, dll.
Revisi besar terhadap versi 1.0
○
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
• Versi 2.0: Mace et al. (1992).
○
Dalam mendukung pengelolaan KSA dan KPA perairan laut, Kementerian Kehutanan Cq. Ditjen PHKA bermitra dengan LSM international dan nasional seperti :
(1991). Dokumen pertama yang mendiskusikan aturan baru untuk klasifikasi
* Sumber: Dephut RI ** Kasubdit Lahan Basah, Ditjen. PHKA, Dep. Kehutanan RI
○
Dewan Mitra Pengelolaan Taman Nasional (Dalam Proses)
Keterwakilan Keaslian dan kealamian Keunikan Kelangkaan Laju kepunahan Keutuhan ekosistem Keutuhan sumberdaya/ kawasan Luasan kawasan
○
• Taman Nasional Komodo:
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
• Versi 1.0: Mace and Lande
○
Mitra Taman Nasional Ujungkulon
Suaka Margasatwa:
○
• Taman Nasional Ujungkulon:
○
Masyarakat Reef Check
○
• Taman Nasional Bali Barat:
○
Dewan Pengelolaan Taman Nasional
IUCN akan memperbaiki dan mengevaluasi status setiap spesies lima tahun sekali jika memungkinkan, atau setidaknya sepuluh tahun sekali. Dan sejak pertama kali dikeluarkan status konservasi IUCN telah mengalami beberapa kali revisi, yaitu:
○
• Taman Nasional Bunaken:
1. Keterwakilan 2. Keaslian dan kealamian 3. Keunikan 4. Kelangkaan 5. Laju kepunahan 6. Keutuhan ekosistem 7. Keutuhan sumberdaya/ kawasan
○
Beberapa Contoh Pelaksanaan Manajemen Kolaborasi
Kawasan Cagar Alam
IUCN Red List menetapkan kriteria untuk mengevaluasi status kelangkaan suatu spesies. Kriteria ini relevan untuk semua spesies di seluruh dunia. Tujuannya adalah untuk mempublikasikan pentingnya masalah konservasi kepada publik dan pembuat kebijakan untuk menolong komunitas internasional dalam memperbaiki status kelangkaan spesies.
○
pengelolaan kolaborasi, termasuk memberikan kemungkinan para pihak melakukan kontrol (pengawasan) terhadap pelaksanaan kolaborasi dalam pengelolaan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Kategori status konservasi dalam IUCN Red List pertama kali dikeluarkan pada tahun 1984. Sampai kini daftar ini merupakan panduan paling berpengaruh mengenai status konservasi keanekaragaman hayati.
Keterwakilan Keaslian dan kealamian Keunikan Kelangkaan Laju kepunahan Keutuhan ekosistem Keutuhan sumberdaya/ kawasan 8. Luasan kawasan 9. Keindahan alam 10. Kenyamanan 11. Kemudahan pencapaian 12. Nilai sejarah 13. Ancaman Manusia 14. Kehendak politik 15. Aspirasi masyarakat
Volume 19 No. 1, Februari, 2011 zzz 21 ○
• Mengembangkan kelembagaan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
○
akses kepada para pihak, yaitu akses untuk berperan serta dalam pengelolaan kawasan konservasi, khususnya taman nasional, dan akses untuk mendapatkan manfaat dari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya (taman nasional) secara adil.
klasifikasi ini, IUCN mengeluarkan IUCN Red List of Threatened Species atau disingkat IUCN Red List, yaitu daftar status kelangkaan suatu spesies.
○
• Memberikan atau menyediakan
KRITERIA PENENTUAN KAWASAN TAMAN NASIONAL DAN TAMAN WISATA ALAM (International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources, 1994)
○
hayati dan ekosistem pada umumnya dan pengelolaan taman nasional pada khususnya.
○
○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Dokumentasi Perpustakaan
Anonim. 2007. Disaster Management Law Number 24, 2007. Indonesian Society for Disaster Management, 45. Anonim. 2010. Laporan Akhir Hasil Kegiatan KKMN Tahun 2010. Direktorat Pesisir dan Lautan, various. Anonim. 2010. Responding to Global Changes: The Water Quality Challenge-Prevention, Wise use and Abatement. s.n, 39.
Anonim. 2010. Training of Standards for Responsible Shrimp Aquaculture (ShaD) & Global GAP Shrimp Standard. Banten, December 12 - 15 2010. s.n, various. Anonim. s.a. Greening Earth Canopy for Bluer Sky: Indonesia’s Strategy for Reducing Emission from Deforestation and Degradation+(REDD+). Kementrian Kehutanan, 30. Anonim. s.a. Jalan Panjang Penataan Kembali Kebijakan Kehutanan di Indonesia: Catatan Proses Penyusunan Rancangan Stranas REDD + Indonesia. Kementrian Kehutanan, xvii + 69.
Anonim. s.a. Conservation and Wise Use of Rich and Diverse Wetlands RAMSAR SITES in Japan. Ministry of the Environment Japan, 43. Kaban, M.S., F. Seymour, A.W. Klassen and L. Hariyanto. Pembalakan Ramah Lingkungan Konsep dan Implementasi di Indonesia. Wisma Aksara, xxxii + 249. Suhariyanto. 2005. Mengalir Tanpa Batas. s.n, 126. Unesco Jakarta. 2006. Rangkuman Istilah Tsunami. Unesco, 38.
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Tahukah Kita Plankton melindungi diri dari sinar ultraviolet dengan membentuk gumpalan awan Plankton adalah organisme (tumbuhan atau hewan) yang hidupnya, mengapung, mengambang, atau melayang didalam air. Ukurannya sangat kecil dan tidak mempunyai kekuatan melawan arus, sehingga dia mudah hanyut mengikuti arus, air pasang atau angin yang menghanyutkannya. Plankton dianggap salah satu organisme terpenting di dunia, karena menjadi bekal makanan utama bagi kehidupan akuatik. Plankton berperan juga sebagai organisme penyumbang oksigen (sekitar 80%) di muka bumi. Dengan kemampuannya berespirasi menghasilkan gelembunggelembung oksigen di dalam laut, lalu oksigen tersebut terlepas ke udara dan menjadi gas yang dapat dinikmati manusia dan mahluk hidup lainnya. Plankton hidup di lapisan atas laut sementara nutrisi yang dibutuhkannya lebih banyak terdapat di lapisan bawah, menyebabkan plankton mengalami malnutrisi. Dengan kondisi tersebut, plankton menjadi sangat rentan terhadap sinar ulraviolet. Untuk melindungi diri dari sinar ultraviolet tersebut, plankton menghasilkan zat dimethylsulfoniopropionate (DMSP) sebagai penguat dinding sel mereka. Zat ini lalu terurai ke air menjadi zat dimethylsulfide (DMS) dan kemudian terlepas ke udara. Di atmosfer, DMS bereaksi dengan oksigen membentuk sejenis komponen sulfur. Komponen sulfur DMS kemudian saling mengikat membentuk partikelpartikel kecil yang memudahkan uap air dari laut untuk berkondensasi dan membentuk awan. Awan yang terbentuk menyebabkan sinar ultraviolet semakin sedikit yang mencapai permukaan laut, sehingga plankton pun terbebas dari gangguan sinar ultraviolet. zz (Sumber: disarikan dari berbagai sumber)
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
22 zzz Wart a Konserv asi L ahan Basah arta Konservasi Lahan