ISSN 1693-7562
Vol. 11, Nomor 2, Juli 2014
DAFTAR ISI Daftar Isi, i Intan Afriati
: Syukur: Eksistensi dan TUjuan Pendidikan Akhlak Mennurut AlQur'an, 107
Muhammad Thaib Muhammad
: Kisah Tenggelamnya Firaun di Laut Merah (Kajian Tafsir AlQur'an Surat Yunus ayat dalam al-Qur’an, 124
Suarni
: Ilmu Tajwid Dalam Nagham Al-Qur’an, 131
Maizuddin M. Nur: Menyoal Hubungan Hadis Dengan Alquran: Upaya Ke Arah Restrukturisasi, 143 Miskahuddin
: Menyoal Perumpamaan (Amtsal) Dalam Al-Qur’an, 155
Nuraini dan Zulihafnani:Studi
Klarifikasi Hadis-Hadis Dalam Buku Suara Khatib Baiturrahman Edisi 7 Tahun 2011, 164
Misnawati
: Pengumpulan Al-Qur`An, Suatu Keharusankah?, 183
Pedoman Penulisan, 199
Al-Mu‘ashirah Vol. 8, No. 2, Juli 2014 (i)
SYUKUR: EKSISTENSI DAN TUJUAN PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT AL-QURAN
Intan Afriati Fakultas Tarbiyah dan Pendidikan UIN Ar-Raniry Kopelma Darussalam Kota Banda Aceh
Email:
[email protected] ABSTRACT An interesting thing to note from the verses of the Koran are confronted with penance, promise more explicitly and directly sourced from Him, but because of unbelief signal just about punishment; it was not confirmed that it will surely come to the ungrateful. Torture is meant, among others hunger, anxiety, and fear. God has made a parable (a) a country that dwelt secure, its provision coming to it in abundance from every side, but it disbelieved (are not grateful or not working to expose) the bounties of Allah (latent). Therefore, God made them wear hunger and fear caused by the act (do) they always do. ABSTRAK Suatu hal yang menarik untuk disimak dari ayat al-Qur'an adalah kesyukuran dihadapkan dengan janji yang pasti lagi tegas dan bersumber dari-Nya langsung, tetapi akibat kekufuran hanya isyarat tentang siksa; itu pun tidak ditegaskan bahwa ia pasti akan menimpa yang tidak bersyukur. Siksa dimaksud antara lain adalah rasa lapar, cemas, dan takut. Allah telah membuat satu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap penjuru, tetapi penduduknya kufur (tidak bersyukur atau tidak bekerja untuk menampakkan) nikmat-nikmat Allah (yang terpendam). Oleh karena itu, Allah swt. menjadikan mereka mengenakan pakaian kelaparan dan ketakutan disebabkan oleh perbuatan (ulah) yang selalu mereka lakukan. Kata Kunci: Syukur, al-Qur'an, Pendidikan PENDAHULUAN Syukur merupakan salah satu materi yang harus ada dalam pendidikan akhlak. Allah swt. menciptakan manusia untuk bersyukur kepadaNya dengan memfungsikan segala karunia dan nikmat dari penciptaan manusia dengan kehendak Allah swt. Syukur dalam perspektif al-Quran adalah ungkapan terima kasih atas nikmat-nikmat yang telah diberikan, dengan jalan menggunakan nikmat-nikmat tersebut sebagai sarana beribadah kepada Allah swt. Manusia sering sekali lupa diri apabila sudah berada dalam puncak kesuksesan dalam hidupnya. Segala pemberian yang diberikan dari Allah swt. terlupakan yang pada akhirnya sifat egoisme itu timbul dalam dirinya, dalam aplikasi kehidupannya menjadi pengaruh besar terhadap cara dari mensyukuri maupun mengkufuri nikmat. Rumusan masalah dalam tulisan ini adalah (1) Bagaimanakah eksistensi Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
107
syukur menurut al-Quran?; (2) Bagaimanakah cara bersyukur dalam perspektif alQuran?; dan (3) Bagaimanakah hikmah syukur dan akibat kufur menurut alQuran?. Ketiga rumusan masalah ini akan diuraikan sesuai dengan sub pokok permasalahan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami tentang konsep syukur dalam perspektif al-Quran yang ditinjau dari kajian tafsir maudhu‘i. PEMBAHASAN Kata kunci yang penulis gunakan dalam mencari ayat-ayat al-Quran tentang syukur adalah ﺷﻜﺮ, ﺷﻜﻮرdan semua bentuk perubahan kata dari kata dasar
ﺷﻜﺮtersebut.
Eksistensi Syukur Menurut al-Quran Syukur berasal dari bahasa Arab yaitu berasal dari kata
ً و ُﺷﻜُﻮراً و ُﺷ ْﻜﺮا
ًَﺷ َﻜ َﺮ ﻳَ ْﺸ ُﻜ ُﺮ ُﺷ ْﻜﺮا
yang berarti menunjukkan kebajikan dan mengekspresikannya/
pujian karena adanya kebajikan yang diperoleh/berterima kasih.1 Kata syukur dalam al-Quran terdapat dalam beberapa bentuk kata, yaitu: 1. Kata syukur dalam bentuk kata kerja masa sekarang (اﻟﻤﻀﺎرع
)اﻟﻔﻌﻞseperti
kata ﺗﺸﻜﺮونdan أﺷﻜﺮ. Di antara kata syukur dalam al-Quran terdapat dalam Surat al-Baqarah ayat 52:
Artinya: "kemudian sesudah itu Kami maafkan kesalahanmu, agar kamu bersyukur." Kita harus bersyukur atas segala pemberian Allah swt. termasuk ampunan yang Allah swt. berikan kepada kita. Kita juga harus bersyukur atas ilmu yang Allah swt. berikan kepada kita. Bersyukur atas segala nikmat dan karuniaNya. Allah swt. telah menciptakan pendengaran, penglihatan dan hati kepada kita agar kita bersyukur. Sebagaimana firman Allah swt. dalam al-Quran yang terdapat pada Surat an-Nahl ayat 78: Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” _____________ 1
108
Ibnu Mandhur, Kamus Lisanul Arab, Daar Shaadir, Beirut, Cet. I, Juz 4, Hal.424. Intan Afriati: Syukur : Eksistensi dan Tujuan Pendidikan Akhlak …
Ayat di atas memiliki munasabah dengan Surat al-Ahqaf ayat 15 sebagai berikut:
Artinya: “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” Di antara wujud syukur yang dijelaskan oleh Rasulullah saw. terdapat dalam hadits berikut:2
ََﺣﺪﱠﺛَﻨَﺎ ُﻣ ْﺴ ِﻠ ُﻢ ﺑْﻦُ إِﺑْﺮَ اھِﯿ َﻢ َﺣﺪﱠﺛَﻨَﺎ اﻟﺮﱠ ﺑِﯿ ُﻊ ﺑْﻦُ ُﻣ ْﺴﻠِﻢٍ ﻋَﻦْ ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ِﺪ ﺑْﻦِ ِزﯾَﺎ ٍد ﻋَﻦْ أَﺑِﻲ ھُﺮَ ﯾْﺮَ ة
ﺳﻠﱠ َم ﻗَﺎ َل َﻻ ﯾَ ْﺷﻛُرُ ا ﱠ َ ﻣَنْ َﻻ ﯾَ ْﺷﻛُرُ اﻟﻧﱠﺎس َ َﻋﻠَ ْﯾ ِﮫ و َ ُ ﺻﻠﱠﻰ ا ﱠ َ ِﻲ ّ ِﻋَنْ اﻟﻧﱠﺑ Artinya: “...dari Abi Hurairah bahwa Nabi saw. bersabda: Seseorang tidak bersyukur kepada Allah jika dia tidak bersyukur kepada manusia.” Hadits yang sama pengertian terdapat dalam sunan al-Tarmizi sebagai berikut:3
ﻋ ْﺒﺪُ ا ﱠ ِ ﺑْﻦُ ا ْﻟ ُﻤﺒَﺎرَ كِ َﺣﺪﱠﺛَﻨَﺎ اﻟﺮﱠ ﺑِﯿ ُﻊ ﺑْﻦُ ُﻣ ْﺴﻠِﻢٍ َﺣﺪﱠﺛَﻨَﺎ َ َﺣﺪﱠﺛَﻨَﺎ أ َﺣْ َﻤﺪُ ﺑْﻦُ ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ٍﺪ أ َﺧْ ﺒَﺮَ ﻧَﺎ ُﻣ َﺤ ﱠﻤﺪ ُ ﺑْﻦُ ِزﯾَﺎ ٍد ﻋَﻦْ أَﺑِﻲ ھُﺮَ ﯾْﺮَ ة َ ﻗَﺎ َل َ ﱠﺎس َﻻ ﯾَ ْﺸﻜُﺮُ ا ﱠ َ ﺳﻠﱠ َﻢ ﻣَﻦْ َﻻ ﯾَ ْﺸﻜُﺮُ اﻟﻨ َ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ و َ ُ ﺻﻠﱠﻰ ا ﱠ َ ِ ﻗَﺎ َل رَ ﺳُﻮ ُل ا ﱠ
Artinya: “...dari Abi Hurairah bahwa Rasulullah saw. bersabda: Seseorang yang tidak berterima kasih kepada manusia berarti dia tidak bersyukur kepada Allah.” Maksud kedua hadits di atas adalah Allah tidak menerima syukur hambaNya atas kebajikannya terhadap Allah jika dia tidak berterimakasih atas kebajikan orang lain kepadanya dan dia mengingkari kebajikan mereka.
_____________ 2
Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, Maktabah Tijariyah Kubra, Mesir, 1980, Juz 12, Hal.
3
Al-Tirmizi, Sunan al-Tirmizi, Dar Ihya al-Turats al-‘Arabi, t.t., Juz 7, Hal. 210.
436.
Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
109
2. Kata syukur dalam bentuk kata kerja masa lampau (اﻟﻤﺎﺿﻲ
)اﻟﻔﻌﻞseperti kata
ﺷﻜﺮﺗﻢdalam Surat Annisa’ ayat 147: Artinya: Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman ? dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha mengetahui. Ayat Al-Quran yang memperhadapkan kata syukur dengan kata kufur, antara lain dalam Surat lbrahim ayat 7: Artinya: Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih. 3. Kata syukur dalam bentuk perintah ( )ﻓﻌﻞ اﻷﻣﺮseperti kata اﺷﻜﺮوا. Di antara perintah Allah swt. agar manusia bersyukur terdapat dalam Surat al-Baqarah ayat 172:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah. 4. Kata syukur dalam bentuk larangan ()اﻟﻨﮭﻲ. Perintah untuk bersyukur dalam diikuti dengan larangan berbuat kufur (mengingkari nikmat Allah) sebagaimana firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 152 berikut ini: Artinya: Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku. 5. Kata syukur dalam bentuk kata benda/ pelaku ()اﺳﻢ اﻟﻔﺎﻋﻞ. Walaupun manfaat syukur tidak sedikit pun tertuju kepada Allah, namun karena kemurahan-Nya, Dia menyatakan diri-Nya sebagai Syakirun 'Alim, sebagaimana terdapat dalam Surat Al-Baqarah ayat 158:
Artinya:
110
Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi'ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-'umrah, Maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. dan Intan Afriati: Syukur : Eksistensi dan Tujuan Pendidikan Akhlak …
barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, Maka Sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui. Ada beberapa riwayat tentang sebab turunnya ayat di atas. Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ‘Urwah bertanya kepada ‘Aisyah “ Bagaimana pendapatmu tentang Firman Allah, Innash shafa wal marwah... (Sesungguhnya Shafaa dan Marwah) hingga akhir ayat QS. Al-Baqarah: 158)? Menurut pendapatku, ayat ini menegaskan orang-orang yang tidak tawaf di kedua tempat itu tidak berdosa.” ‘Aisyah menjawab: “Sebenarnya takwilmu (interpretasimu) itu, hai anak saudariku, tidaklah benar. Akan tetapi ayat ini turun mengenai kaum Ansar. Mereka yang sebelum masuk Islam mengadakan upacara keagamaan kepada Manat (tuhan mereka) yang jahat, menolak bertawaf antara Shafa dan Marwah. Mereka bertanya kepada Rasulullah saw.: “Wahai Rasulullah, di zaman jahiliah kami keberatan untuk tawaf di Shafa dan Marwah”. Diriwayatkan oleh asy-Syaikhan (a-Bukhari dan Muslim) dan lain-lain, dari ‘Urwah, yang bersumber dari ‘Aisyah. Dalam riwayat lainnya dikemukakan bahwa ‘Aihim dan Sulaiman bertanya kepada Anas tentang Shafa dan Marwah. Anas berkata: ”Kami berpendapat bahwa tawaf anatara Shafa dan Marwah adalah upacara di zaman jahiliyah, dan ketika Islam dating, kami tidak melakukannya lagi.” Maka turunlah ayat tersebut di atas (Q.S. al-Baqarah: 158) yang mengaskan rukun sa’i dalam Islam. Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari “Ashimbin Sulaiman. Dalam Riwayat lainnya dikemukakan, Ibnu Abbas menerangkan bahwa setan-setan di zaman jahiliah berkeliaran pada malam hari antara Shafa dan Marwah, dan diantara kedua tempat itu terletak berhala-berhala mereka. Ketika Islam datang, berkatalah kaum muslimin kepada Rasulullah saw.: “Ya Rasulullah, kami tidak akan bertawaf antara Shafa dan Marwa, karena upacara itu biasa kami lakukan di zaman jahiliah.” Maka turunlah ayat tersebut di atas (Q.S. al-Baqarah: 158). Diriwayatkan oleh al-Hakim yang bersumber dari Ibnu Abbas.4 Senada dengan ayat di atas, kata syukur juga dalam bentuk kata benda (isim) dalam Surat An-Nisa’ ayat 147: Artinya: “Dan Allah swt. adalah Maha Mensyukuri lagi Maha mengetahui.” Allah mensyukuri hamba-Nya maksudnya adalah Allah memberi pahala terhadap amal-amal hamba-Nya, memaafkan kesalahannya, menambah nikmatNya dan sebagainya. Allah swt. Maha Mensyukuri lagi Maha mengetahui memiliki arti bahwa Allah swt. Maha Bersyukur lagi Maha Mengetahui. Maksudnya adalah Allah swt. akan menganugerahkan tambahan nikmat berlipat ganda kepada makhluk yang bersyukur. Kata syukur dalam bentuk terdapat dalam Surat Al-Isra' ayat 3:
Artinya: Anak cucu dari orang-orang yang kami bawa bersama-sama Nuh. Sesungguhnya dia adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur. _____________ 4
K.H.Q. Shaleh dkk., Asbābun Nuzul, Diponegoro, Bandung, Cet. IX, 2007, hal. 44.
Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
111
Surat al-Isra’ ayat 3 di atas menjelaskan bahwa Nabi Nuh a.s. merupakan hamba Allah swt. yang banyak bersyukur.Hal ini diperkuat oleh hadits Rasulullah saw. sebagai berikut:5
ِﻳﺚ إﱠِﻻ ﻣَﺎ ﻳَِﺰﻳ ُﺪ ِ َﺎق اﳊَْﺪ ِ َُﲑ وَاﺗﱠـ َﻔﻘَﺎ ِﰲ ِﺳﻴ ٍْ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ أَﺑُﻮ ﺑَ ْﻜ ِﺮ ﺑْ ُﻦ أَِﰊ َﺷْﻴـﺒَﺔَ وَﳏَُ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ َﻋْﺒ ِﺪ ا ﱠِ ﺑْ ِﻦ ﳕ َﺎﻻ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ﳏَُ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْ ُﻦ ﺑِ ْﺸ ٍﺮ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ أَﺑُﻮ َﺣﻴﱠﺎ َن َﻋ ْﻦ أَِﰊ زُْر َﻋﺔَ ﻋَ ْﻦ َ ْف ﻗ ِ ْف ﺑـَ ْﻌ َﺪ اﳊَْﺮ ِ أَ َﺣﺪُﳘَُﺎ ِﻣ ْﻦ اﳊَْﺮ ُﻮح ﻓَـﻴَﺄْﺗُﻮ َن ﻧُﻮﺣًﺎ ﻓَـﻴَـ ُﻘﻮﻟُﻮ َن ٍ ا ْذ َﻫﺒُﻮا إ َِﱃ ﻧ...ﺻﻠﱠﻰ ا ﱠُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻳـ َْﻮﻣًﺎ َ ُِﻮل ا ﱠ ُ َﺎل أُِﰐَ َرﺳ َ أَِﰊ ُﻫَﺮﻳْـَﺮةَ ﻗ ()رواﻩ ﻣﺴﻠﻢ.َﱠﺎك ا ﱠُ َﻋْﺒﺪًا َﺷﻜُﻮرًا َ ْض وَﲰ ِ ُﻞ إ َِﱃ ْاﻷَر ِ ﱠل اﻟﱡﺮﺳ ُ ْﺖ أَو َ َ ﻧُﻮ ُح أَﻧ Artinya: “Dari Abu Bakri bin Abi Syaibah...dari Abi Hurairah berkata bahwa pada suatu hari Rasulullah saw. mendatanginya dan bersabda... pergilah kepada Nuh, maka mereka mendatangi Nuh dan mereka berkata wahai Nuh, kamu merupakan di antara Rasul-Rasul pertama di bumi ini dan Allah swt. telah memberi nama kepada kamu hamba yang banyak bersyukur. (HR. Muslim). Cara Bersyukur dalam Perspektif al-Quran Ada tiga cara bersyukur, yaitu bersyukur dengan hati, lidah, dan anggota tubuh lainnya. Berikut akan dirinci penjelasan tentang masing-masing cara tersebut: 1. Syukur dengan Hati Al-Quran berulang kali mengingatkan manusia agar selalu bersyukur atas nikmat Allah dan melarang manusia mengingkari nikmat-Nya. Mensyukuri nikmat Allah dengan hati dengan cara meyakini bahwa segala nikmat berasal dari Allah swt.dan manusia dilarang mendustakannya. Nikmat Allah meliputi segala isi langit dan bumi, oleh karena itu manusia tidak akan sanggup menghitungnya. Hal ini sudah dijelaskan dalam al-Quran pada Surat Ibrahim ayat 34: Artinya: Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu, sangat dzalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah). Syukur dengan hati dilakukan dengan menyadari sepenuhnya bahwa nikmat yang diperoleh adalah semata-mata karena anugerah dan kemurahan Ilahi. Syukur dengan hati mengantar manusia untuk menerima anugerah dengan penuh kerelaan tanpa menggerutu dan keberatan betapapun kecilnya nikmat tersebut. Syukur ini juga mengharuskan yang bersyukur menyadari betapa besar kemurahan, dan kasih sayang Ilahi sehingga terlontar dari lidahnya pujian kepada-Nya. Qarun yang mengingkari keberhasilannya atas bantuan Ilahi, dan menegaskan bahwa itu diperolehnya semata-mata karena kemampuan_____________ 5
Muslim ibn al-Hajjaj Abu al-Husain al-Qusyairī, al-Naisaburi, Shahih Muslim, Juz 1, Dar Ihya al-Turats al-‘Arabi, Beirut, t.t., Hal. 448. 112
Intan Afriati: Syukur : Eksistensi dan Tujuan Pendidikan Akhlak …
nya, dinilai oleh al-Quran sebagai kafir atau tidak mensyukuri nikmat-Nya. Kisahnya terdapat dalam Surat al-Qashash (28) ayat 76-82 sebagaiberikut:
Artinya: “Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: "Janganlah kamu terlalu bangga; Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri" (ayat 76). “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan (ayat 77). “Qarun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu karena ilmu yang ada padaku". dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka
Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
113
(ayat 78). “Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam kemegahannya. berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: "Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun; Sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar" (ayat 79). “Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: "Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang- orang yang sabar"(ayat 80). “Maka Kami benamkanlah Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang menolongnya terhadap azab Allah. dan tiadalah ia termasuk orangorang (yang dapat) membela (dirinya) (ayat 81). “Dan jadilah orangorang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Qarun itu, berkata: "Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezki bagi siapa yang dia kehendaki dari hamba-hambanya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita benar-benar dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orangorang yang mengingkari (nikmat Allah)" (ayat 82). Seorang yang bersyukur dengan hatinya saat ditimpa malapetaka pun, boleh jadi dapat memuji Tuhan, bukan atas malapetaka itu, tetapi karena terbayang olehnya bahwa yang dialaminya pasti lebih kecil dari kemungkinan lain yang dapat terjadi. Dari sini syukur diartikan oleh orang yang bersyukur dengan "untung" (merasa lega, karena yang dialami lebih ringan dari yang dapat terjadi). Dari kesadaran tentang makna-makna di atas, seseorang akan tersungkur sujud untuk menyatakan perasaan syukurnya kepada Allah. Sujud syukur adalah perwujudan dari kesyukuran dengan hati, yang dilakukan saat hati dan pikiran menyadari betapa besar nikmat yang dianugrahkan Allah. Bahkan sujud syukur dapat dilakukan saat melihat penderitaan orang lain dengan membandingkan keadaannya dengan keadaan orang lain yang mengalami penderitaan.(Tentu saja sujud syukur tidak dilakukan di hadapan si penderita itu). Umat Islam harus meyakini bahwa semua nikmat berasal dari Allah swt. dan tidak ada yang perlu diragukan. Firman Allah swt. dalam Surat An-Najm ayat 55 sebagai berikut:
Artinya: Maka terhadap nikmat Tuhanmu yang manakah kamu ragu-ragu? Kata mengandung arti: kamu ragukan atau kamu dustakan.6 Maksud “kamu ragukan”, yakni kamu ingkar bahwa nikmat tersebut bukan dari Allah swt. Ayat di atas berulang kali diperingatkan kepada manusia agar bersyukur atas nikmat Allah dan agar manusia tidak mendustakannya.
_____________ 6
Al-Mahalli dan al-Suyuuthii, Tafsir Jalālayn, Juz 10,Daar al-Fikr, cet.II, t.tp., 1989, Hal.
337. 114
Intan Afriati: Syukur : Eksistensi dan Tujuan Pendidikan Akhlak …
Ayat di atas memiliki munasabah dengan surat Ar-Rahman ayat 13, 16, 18, 21, 23, 25, 28,30, 32, 34, 36, 38, 40, 42, 45, 47, 49, 51, 53, 55, 57, 59, 61, 63, 65, 67, 69, 71, 73, 75, dan 77 sebagai berikut:
Artinya: “Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” Surat Ar-Rahman tergolong ke dalam surat Makkiyyah (diturunkan di Makkah). Hal ini menunjukkan bahwa ayat di atas diturunkan untuk menguatkan iman manusia atas nikmat Allah swt, agar manusia selalu bersyukur atas nikmat Allah swt. dan tidak bersikap kufur atas nikmatNya. 2. Syukur dengan Lidah Syukur dengan lidah adalah mengakui dengan ucapan bahwa sumber nikmat adalah Allah sambil memuji-Nya. Menyebut nikmatAllah merupakan cara bersyukur dengan lidah. Al-Quran mengajarkan agar pujian kepada Allah disampaikan dengan redaksi "alhamdulillah." Firman Allah tentang alhamdulillah di antaranya terdapat dalam Surat al-Fatihah Ayat 2:
Artinya: Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
bermakna segala puji. Memuji orang adalah karena perbuatannya yang baik yang dikerjakannya dengan kemauan sendiri. Maka memuji Allah berarti: menyanjung-Nya karena perbuatannya yang baik. Kita menghadapkan segala puji bagi Allah ialah karena Allah sumber dari segala kebaikan yang patut dipuji. (tuhan) berarti: Tuhan yang ditaati yang memiliki, mendidik dan memelihara. Lafal tidak dapat dipakai selain untuk Tuhan, kecuali kalau ada sambungannya, seperti rabbul bait (tuan rumah). 'Alamiin (semesta alam): semua yang diciptakan Tuhan yang terdiri dari berbagai jenis dan macam, seperti: alam manusia, alam hewan, alam tumbuh-tumbuhan, benda-benda mati dan sebagainya. Allah Pencipta semua alam-alam itu. Kata "( "ﺣﻤﺪpujian) disampaikan secara lisan kepada yang dipuji, walaupun ia tidak memberi apa pun baik kepada si pemuji maupun kepada yang lain. Kata " "الpada " merupakan ﻟﻼﺳﺘﻐﺮاق, yakni mengandung arti "keseluruhan." Sehingga kata "" yang ditujukan kepada Allah swt. mengandung arti bahwa yang paling berhak menerima segala pujian adalah Allah swt., bahkan seluruh pujian harus tertuju dan bermuara kepada-Nya. Jika kita mengembalikan segala puji kepada Allah swt., maka itu berarti pada saat kita memuji seseorang karena kebaikan atau kecantikannya, maka pujian tersebut pada akhirnya harus dikembalikan kepada Allah swt., sebab kecantikan dan kebaikan itu bersumber dari Allah swt. Di sisi lain kalau pada 1ahirnya ada perbuatan atau ketetapan Tuhan yang mungkin oleh kacamata manusia dinilai "kurang baik", maka harus disadari bahwa penilaian tersebut adalah akibat keterbatasan manusia dalam menetapkan tolok ukur penilaiannya. Dengan demikian pasti ada sesuatu yang luput dari jangkauan Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
115
pandangannya sehingga penilaiannya menjadi demikian. Dari uraian di atas, syukur dengan lidah adalah " " (segala puji bagi Allah swt). Hakikat syukur adalah "menampakkan nikmat," dan hakikat kekufuran adalah menyembunyikannya. Menampakkan nikmat antara lain berarti menggunakannya pada tempat dan sesuai dengan yang dikehendaki oleh pemberinya, juga menyebut-nyebut nikmat dan pemberinya dengan lidah. Adapun terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah engkau menyebut-nyebut. Hal ini ditegaskan dalam Surat Adh-Dhuha ayat ll:
Artinya: Dan terhadap nikmat Tuhanmu, Maka hendaklah kamu bicarakan. Nabi Muhammad saw. bersabda:7
َْﺣﺪﱠﺛَﻨَﺎ َﻋﺒْﺪ ا ﱠ ِ َﺣﺪﱠﺛَﻨَﺎ َﻣ ْﻨﺼُﻮرُ ﺑْﻦُ أَﺑِﻲ ﻣُﺰَ اﺣِ ﻢٍ َﺣﺪﱠﺛَﻨَﺎ أَﺑُﻮ وَ ﻛِﯿﻊٍ ا ْﻟﺠَﺮﱠ ا ُح ﺑْﻦُ َﻣﻠِﯿﺢٍ ﻋَﻦ ﻋﻠَ ْﯾ ِﮫ َ ُ ﺻﻠﱠﻰ ا ﱠ َ ﻲ ِﯿﺮ ﻗَﺎ َل ﻗَﺎ َل اﻟﻧﱠﺑِ ﱡ ٍ ﻲ ِ ﻋَﻦِ اﻟﻨﱡ ْﻌﻤَﺎنِ ﺑْﻦِ ﺑَﺸ ّ ﺸ ْﻌ ِﺒ ﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟﺮﱠ ﺣْ ﻤَﻦِ ﻋَﻦِ اﻟ ﱠ َ أَﺑِﻲ ﱠﺎس ﻟَ ْم َ ﻋﻠَﻰ اﻟْﻣِ ْﻧﺑ َِر ﻣَنْ َﻟ ْم ﯾَ ْﺷﻛُرْ ا ْﻟﻘَﻠِﯾ َل ﻟَ ْم ﯾَ ْﺷﻛُرْ ا ْﻟ َﻛﺛِﯾرَ وَ ﻣَنْ ﻟَ ْم ﯾَ ْﺷﻛُرْ اﻟﻧ َ ﺳﻠﱠ َم َ َو .ﻋذَاب َ ُﻋﺔُ رَ ﺣْ َﻣﺔٌ وَ ا ْﻟﻔُرْ ﻗَﺔ َ ﺷﻛْرٌ وَ ﺗ َرْ ُﻛﮭَﺎ ُﻛﻔْرٌ وَ ا ْﻟ َﺟﻣَﺎ ُ ِ ﯾَ ْﺷﻛُرْ ا ﱠ َ اﻟﺗ ﱠ َﺣدﱡثُ ِﺑﻧِ ْﻌ َﻣ ِﺔ ا ﱠ Arti Hadits: “Nabi saw. bersabda di atas mimbar: Siapa yang tidak bersyukur atas (nikmat) sedikit maka dia tidak bersyukur atas (nikmat) yang banyak dan siapa yang tidak berterimakasih kepada manusia maka dia tidak bersyukur kepada Allah. Menyebut nikmat Allah merupakan bentuk syukur dan menyembunyikannya merupakan kufur dan berjamaah merupakan rahmat dan bercerai berai merupakan azab.” Hadits di atas menjelaskan bahwa menyebut nikmat Allah merupakan bentuk syukur dan menyembunyikannya merupakan kufur. 3. Syukur dengan Perbuatan Nabi Daud as. beserta putranya Nabi Sulaiman as. memperoleh aneka nikmat yang tiada taranya. Kepada mereka sekeluarga Allah swt. berpesan dengan firmanNya dalam al-Quran dalam Surat Saba (34) ayat 13:
Artinya: “Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakiNya dari gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah Hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang bersyukur.”
_____________ 7
116
Ibnu Hanbal , Musnad Ahmad ,Mu’asssah Qurthubah, Mesir,t.t., Juz 39, Hal.344. Intan Afriati: Syukur : Eksistensi dan Tujuan Pendidikan Akhlak …
Yang dimaksud dengan (bekerja) adalah menggunakan nikmat yang diperoleh itu sesuai dengan tujuan penciptaan atau penganugerahannya. Ini berarti, setiap nikmat yang diperoleh menuntut penerimanya agar merenungkan tujuan dianugerahkannya nikmat tersebut oleh Allah swt. Ambillah sebagai contoh lautan yang diciptakan oleh Allah swt. Ditemukan dalam Al-Quran penjelasan tentang tujuan penciptaannya melalui firman-Nya dalam Surat AnNahl ayat 14:
Artinya: Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur. Ayat di atas memiliki munasabah dengan Surat Fathir ayat 12:
.
Artinya: Dan tiada sama (antara) dua laut; yang ini tawar, segar, sedap diminum dan yang lain asin lagi pahit. dan dari masing-masing laut itu kamu dapat memakan daging yang segar dan kamu dapat mengeluarkan perhiasan yang dapat kamu memakainya, dan pada masing-masingnya kamu Lihat kapal-kapal berlayar membelah laut supaya kamu dapat mencari karunia-Nya dan supaya kamu bersyukur. Ayat-ayat di atas menjelaskan tujuan penciptaan laut, sehingga mensyukuri nikmat laut, menuntut dari yang bersyukur untuk mencari ikanikannya, mutiara dan perhiasan yang lain, serta menuntut pula untuk menciptakan kapal-kapal yang dapat mengarunginya, bahkan aneka pemanfaatan yang dicakup oleh kalimat "mencari karunia-Nya". Wujud syukur dapat dikonkritkan lewat perbuatan dengan memperbanyak ibadah, sebagaimana hadits berikut ini:8
_____________ 8
Al-Bukhari, Muhammad ibn Isma’il Abu ‘Abdullah, Shahih Bukhari, Beirut, Dar Ibn Katsir, 1987 M/1407 H,Juz 4, Hal. 292. Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
117
ُﻮل إِ ْن ُ ْﺖ اﻟْ ُﻤﻐِ َﲑةَ َر ِﺿ َﻲ ا ﱠُ َﻋْﻨﻪُ ﻳـَﻘ ُ َﺎل َِﲰﻌ َ َﺎل َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ِﻣ ْﺴ َﻌٌﺮ َﻋ ْﻦ زَِ ٍد ﻗ َ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ أَﺑُﻮ ﻧـُ َﻌْﻴ ٍﻢ ﻗ ﻮل ُ َﺎل ﻟَﻪُ ﻓَـﻴَـ ُﻘ ُ َﱴ ﺗَ ِﺮُم ﻗَ َﺪﻣَﺎﻩُ أ َْو ﺳَﺎﻗَﺎﻩُ ﻓَـﻴُـﻘ ﺼﻠِّ َﻲ ﺣ ﱠ َ ُﺻﻠﱠﻰ ا ﱠُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻟَﻴَـﻘُﻮُم ﻟِﻴ َ ﱠﱯ ﻛَﺎ َن اﻟﻨِ ﱡ ( )رواﻩ اﻟﺒﺨﺎرى.أَﻓ ََﻼ أَﻛُﻮ ُن َﻋْﺒﺪًا َﺷﻜُﻮرًا Artinya: Sungguh Nabi saw. melakukan shalat sampai bengkak kakinya. Maka dikatakan kepada Nabi saw. Beliau menjawab: bukankah aku merupakan hamba yang bersyukur. Dalam Kamus Lisanul Arab; kata " " ﺷﻛورartinya “orang yang banyak bersyukur.” Dalam hal ibadah, kata "" ﺷﻛورdiartikan dengan “orang yang bersungguh-sungguh dalam bersyukur kepada Tuhan dengan ketaatan dan perbuatannya.9 Hadits di atas menunjukkan bahwa Rasulullah saw. banyak melakukan ibadah sebagai wujud syukur beliau kepada Allah swt. Hikmah Bersyukur dan Akibat Kufur Menurut al-Quran Al-Quran menjelaskan hikmah bagi orang yang bersyukur dan akibat kufur atas nikmat Allah terdapat dalam Surat Ibrahim [14] ayat 7: . Artinya: Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih Allah menjanjikan kepada orang yang bersyukur akan ditambah nikmat Allah kepadanya. Betapa banyak anugerah Allah kepada makhlukNya. Kalau setiap jengkal tanah yang terhampar di bumi, setiap hembusan angin yang bertiup di udara, setiap tetes hujan yang tercurah dari langit dipelihara dan dimanfaatkan oleh manusia, maka Allah akan menambahkan nikmatNya kepada mereka.Di sisi lain, lanjutan ayat di atas menjelaskan bahwa "Kalau kamu kufur (tidak mensyukuri nikmat atau menutupinya tidak menampakkan nikmatnya yang masih terpendam di perut bumi, didasar laut atau di angkasa), maka sesungguhnya siksa-Ku amat pedih." Suatu hal yang menarik untuk disimak dari redaksi ayat ini adalah kesyukuran dihadapkan dengan janji yang pasti lagi tegas dan bersumber dari-Nya langsung, tetapi akibat kekufuran hanya isyarat tentang siksa; itu pun tidak ditegaskan bahwa ia pasti akan menimpa yang tidak bersyukur. Siksa dimaksud antara lain adalah rasa lapar, cemas, dan takut. Allah telah membuat satu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap penjuru, tetapi penduduknya kufur (tidak bersyukur atau tidak bekerja untuk menampakkan) nikmat-nikmat Allah (yang terpendam). Oleh karena itu, Allah swt. menjadikan mereka mengenakan pakaian kelaparan dan ketakutan disebabkan oleh perbuatan (ulah) yang selalu mereka lakukan. Hal ini terdapat dalam firman Allah swt. dalam surat An-Nahl ayat 112: _____________ 9
118
Ibnu Mandhur, Kamus Lisanul Arab..., Hal. 424. Intan Afriati: Syukur : Eksistensi dan Tujuan Pendidikan Akhlak …
Artinya:
“Dan Allah Telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; Karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.” Pengalaman pahit yang dilukiskan Allah diatas, telah terjadi terhadap sekian banyak masyarakat bangsa, antara lain, kaum Saba --satu suku bangsa yang hidup di Yaman dan yang pernah dipimpin oleh seorang Ratu yang amat bijaksana, yaitu Ratu Balqis. Al-Quran menguraikannya dalam Surat Saba (34): 15-19 sebagai berikut:
Artinya: “Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun”(ayat 15). “Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr” (ayat 16). “Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka. dan Kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir” (ayat 17). “Dan Kami jadikan antara mereka dan antara negeri-negeri yang kami limpahkan berkat kepadanya, beberapa negeri yang berdekatan dan kami tetapkan antara negeri-negeri itu (jarak-jarak) perjalanan. berjalanlah kamu di kota-kota itu pada malam hari dan siang hari dengan dengan aman” (ayat 18). “Maka mereka berkata: "Ya Tuhan kami jauhkanlah jarak perjalanan kami", dan mereka menganiaya diri mereka sendiri; Maka kami jadikan mereka buah mulut dan kami hancurkan mereka sehancur-hancurnya. Sesungguhnya pada yang Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
119
demikian itu benar-benar terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi setiap orang yang sabar lagi bersyukur” (ayat 19). Ayat-ayat di atas menguraikan kisah tentang satu masyarakat yang terjalin persatuan dan kesatuannya, melimpah ruah rezekinya dan subur tanah airnya. Negeri merekalah yang dilukiskan oleh Al-Quran dengan Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur. Mereka pulalah yang diperintah dalam ayatayat tersebut untuk bersyukur, tetapi mereka berpaling dan enggan sehingga akhirnya mereka berserak-serakkan, tanahnya berubah menjadi gersang, komunikasi dan transportasi antar kota-kotanya yang tadinya lancar menjadi terputus, yang tinggal hanya kenangan. Ayat-ayat di atas memiliki munasabah dengan Surat Az-Zumar ayat 7:
.
Artinya: “Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kembalimu lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Sesungguhnya Dia Maha mengetahui apa yang tersimpan dalam (dada) mu.” Setiap orang akan memperoleh akibat dari segala perbuatannya. Dalam pembahasan ini, setiap orang yang bersyukur akan memperoleh ridha Allah swt. dan bagi yang kufur akan mendapat murka Allah swt. Dari penjelasan di atas dapat disarikan ayat-ayat yang turun di Mekkah adalah sebagai berikut: Surat 1: Al-Fatihah, Surat 14: Ibrahim, Surat 16: an-Nahl, Surat 17: Al-Isra’, Surat 28: al-Qashas, Surat 34: as-Saba’, Surat 35: al-Fathir, Surat 39: az-Zumar, Surat 46: al-Ahqaf, Surat 53: an-Najm, Surat 55: Ar-Rahman dan Surat 93: ad-Dhuha. Surat-Surat tersebut dikenal dengan sebutan “Surat Makkiyyah” yaitu surat-surat yang diturunkan di Mekkah al-Mukarramah yang intinya berkenaan dengan keimanan kepada Allah swt. Jika dikaitkan antara tempat turun dengan kandungan surat/ayat maka dapat ditemukan benang merah diantara keduanya. Kaitan antara syukur dengan Iman sangatlah erat, satu sama lain tidak bisa dipisahkan. Syukur merupakan perwujudan dari keimanan kepada Allah swt. Orang beriman tentu saja banyak bersyukur kepada Allah swt dan orang bersyukur disebabkan oleh adanya iman dalam diri mereka. Jadi ayat-ayat syukur ini merupakan penegasan terhadap pembuktian dari seseorang yang memiliki iman dalam dirinya. Selanjutnya syukur juga terdapat dalam Surat Madaniyyah yaitu pada Surat 2: al-Baqarah dan Surat 4: an-Nisa’, yang intinya seruan kepada bermuamalah dan jangan ingkar akan nikmat dan karunia Allah swt. Dalam Surat Madaniyyah ini juga menegaskan tentang kebesaran dan keluasan nikmat Allah swt.
KESIMPULAN Syukur dalam perspektif al-Quran adalah ungkapan terima kasih atas nikmat-nikmat yang telah diberikan, dengan jalan menggunakan nikmat-nikmat 120
Intan Afriati: Syukur : Eksistensi dan Tujuan Pendidikan Akhlak …
tersebut sebagai sarana beribadah kepada Allah swt. Ada tiga cara bersyukur, yaitu bersyukur dengan hati, bersyukur dengan lidah dan bersyukur dengan perbuatan. Al-Quran secara tegas menyatakan bahwa manfaat syukur kembali kepada orang yang bersyukur, sedang Allah swt. sama sekali tidak memperoleh bahkan tidak membutuhkan sedikit pun dari syukur makhluk-Nya. Kita wajib bersyukur kepada Allah swt. atas segala nikmat Allah swt. dan kita dilarang untuk kufur atas nikmat-Nya.
DAFTAR PUSTAKA Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, Maktabah Tijariyah Kubra, Mesir, 1980, Juz 12. Al-Bukhari, Muhammad ibn Isma’il Abu ‘Abdullah, Shahih Bukhari, Beirut, Dar Ibn Katsir, 1987 M/1407 H,Juz 4. Al-Mahalli dan al-Suyuuthii, Tafsir Jalālayn, Juz 10, Dar al-Fikr, cet.II, t.tp., 1989. Al-Tirmizi, Sunan al-Tirmizi, Dar Ihya al-Turats al-‘Arabi, t.t., Juz 7. Ibnu Hanbal, Musnad Ahmad, Mu’asssah Qurthubah, Mesir,t.t., Juz 39. Ibnu Mandhur, Kamus Lisanul Arab, Dar Shadir, Beirut, Cet. I, Juz 4. K.H.Q. Shaleh dkk., Asbābun Nuzul, Diponegoro, Bandung, Cet. IX, 2007. Muslim ibn al-Hajjaj Abu al-Husain al-Qusyairī, al-Naisaburi, Shahih Muslim, Juz 1, Dar Ihya al-Turats al-‘Arabi, Beirut, t.t.
Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
121
SEJARAH TENGGELAM FIR’AUN DI LAUT MERAH (Kajian Tafsir Al Qur’an Pada Surat Yunus Ayat 90-93)
Muhammad Thaib Muhammad Fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Ranry Kopelma Darussalam Kota Banda Aceh
Email:
[email protected] ABSTRACT Pharaoh inform Allah through His revelation in the surah Yunus verse 90-93 real name is Walid ibn Mus'ab. He ruled Egypt in 1224-1214 BC. During the king he was too proud, arrogant and cruel to the children of Israel. He killed every male baby born of the children of Israel. Pharaoh also ungrateful to Allah and His Messenger, Prophet Musa as a way to declare himself as the most high god to be worshiped by the people. Therefore Allah revealed torment, by drowning in the Red Sea and saved his body from damage as evidence of God's omnipotence and arrogance of the Pharaoh as Halal for men of understanding. ABSTRAK Fir’aun yang Allah Swt informasikan melalui wahyuNya dalam surat Yunus ayat 90-93 nama aslinya adalah Walid ibnu Mush’ab. Dia berkuasa di Mesir pada tahun 1224-1214 SM.Selama menjadi raja dia bersikap angkuh, sombong dan kejam terhadap Bani Israil. Dia membunuh setiap bayi laki-laki yang lahir dari Bani Israil. Fir’aun juga sangat ingkar kepada Allah Swt dan RasulNya Nabi Musa a.s dengan cara mengaku dirinya sebagai tuhan yang maha tinggi harus disembah oleh rakyatnya. Oleh karena itu Allah Swt menurunkan azab yang sangat pedih, yaitu dengan menenggelamkannya dalam Laut Merah dan menyelamatkan tubuhnya dari kerusakan sebagai bukti kemahakuasaan Allah Swt terhadap keangkuhan Fir’aun dan sebagai i’tibar bagi orang yang berakal. Kata kunci: Sejarah – Fir’aun – Laut Merah PENDAHULUAN Sejarah telah mencatat bahwa Fir’aun adalah seorang raja Mesir yang sangat hebat pada masanya yang membuat Mesir menjadi sebuah kerajaan yang sangat jaya dan megah ketika itu.Dia telah mendirikan sebuah Piramida yang menjulang tinggi di kota Cairo. Bangunan yang sangat megah ini sekarang menjadi salah satu keajaiban dunia yang tetap dipelihara oleh pemerintah Mesir. Piramida menjadi ikon wisata Mesir yang dikunjungi oleh banyak witawan dunia. Kehebatan dan kemegahan Fir’aun didukung oleh kekuatan militernya yang hebat, dimana dengan kekuatan tentaranya dia bertindak semana-mena terhadap rakyatnya, terutama sekali terhadap Bani Israil.Mereka di siksa dan dianiaya dengan bermacam azab. Ketika kahin meramalkan ta’bir mimpinya bahwa akan lahir seorang laki-laki dari kalangan Bani Israil yang nantinya akan menggulingkan kekuasaannya. Setelah itu Fir’aun membunuh setiap bayi laki-laki yang lahir dari Bani Israil dibunuhnya. 122
Muhammad Thaib Muhammad: Sejarah Tenggelam Fir'aun di Laut Merah…
Pada waktu Nabi Musa diperintahkan oleh Allah Swt untuk mendakwahkan Fir’aun menyembah Tuhan yang Maha Esa,dia menolaknya.Kemudian Allah Swt menurunkan mu’jizat kepada nabi Musa a.s sebagai bukti kebenaran dakwahnya.Salah satu mu’jizat nabi Musa adalah tongkatnya menjadi ular besar yang dapat menelan semua ular kecil yang disihirkan oleh tukang-tukang sihir Fir’aun. Ketika tukang sihir Fir’aun dapat dikalahkan dengan mu’jizat nabi Musa a.s, kemarahan Fir’aun makin menjadi-jadi sehingga dia menampakkan keangkuhan dan kesombongannya terhadap Musa a.s dan Bani Israil. Dengan keangkuhan dan keingkarannya kepada Allah Yang Maha esa dan kerasulan Musa a.s Fir’aun mendawakan dirinya sebagai tuhan yang maha tinggi " " وأﻧﺎ رﺑﻜﻢ اﻷﻋﻠﻰ Dengan kecongkakan Fir’aun terhadap Allah Swt, Musa as dan kaumnya Bani Israil maka Allah Swt memerintahkan Musa as bersama kaunya yang jumlahnya 600 ribu orang untuk mmeninggalkan Mesir diwaktu malam hari menuju Teluk Sues di ujung utara Laut Merah. Ketika informasi sampai kepada Fir’aun,maka dia dan tentaranya mengikuti mereka dari belakang. Ketika sampai di tepi laut Merah dia melihat Musa dan rombonganya sudah mendekati pantai. Lalu dia bersama tentaranya ikut mengejar rombongan Musa a.s melalui laut yang sudah terbelah tersebut. Ketika berada ditengah laut Allah Swt menutup kembali laut seperti sebelumnya, lalu tenggelamlah Fir’aun berama tentaranya. Kemudian Allah Swt berfirman: “ “واﺗﺮك اﻟﺒﺤﺮ رھﻮا اﻧﮭﻢ ﺟﻨﺪ ﻣﻐﺮﻗﻮن. Berdasarkan uraian tadi maka dalam tulisan tafsir ayat 90-93 surat Yunus ini penulis akan mengkaji: Siapakah Fir’aun yang mengejar Musa dan Bani Israil?, Bagaimana akhir kehidupan Fir’aun menurut al-Qur’an dan Pelajaran (I’tibar) apa saja yang dapat diambil dari sejarah tenggelamnya Fir’aun ? BIOGRAFI FIR’AUN Fir’aun adalah musuh Allah Swt yang sangat terkenal ke -thaghiahan –nya dan dia mengaku dirinya sebagai Tuhan yang maha agung selain Allah Swt.Nama aslinya adalah Al-Walid ibnu Mush’ab yang digelar dengan Fir’aun. Fir’aun merupakan gelar bagi setiap raja Mesir ketika itu.1 Gelar tersebut sama dengan gelar “ kisra “ untuk setiap raja Persia dan “ kaisar “ untuk setiap raja Rumawi kuno. Fir’aun naik tahta setelah mangkat saudaranya (Qabus) yang pernah diajak nabi Yusuf a.s untuk beriman kepada Allah Swt. tetapi dia menolaknya dengan sikapnya yang angkuh dan sombong. Kitika Fir’aun ini berkuasa dia melakukan penekanan dan penindasan kepada Bani Israil dengan berbagai macam siksaan sehingga mereka hampir punah di Mesir2. Dia bertindak seperti itu karena terpengaruh dengan mimpinya dimana dia melihat dalam tidurnya akan lahir dari Bani Israil sorang laki-laki yang akan menggulingkan kerajannya. Oleh karena itu, dia memerintahkan pembantunya untuk membunuh setiap bayi laki-laki yang lahir dari Bani Israil kecuali nabi Musa a.s, karena Fir’aun mengangkatnya sebagai anak angkat3. _____________ 1
Muhammad Ali al-Shabuni, Al-Nubuwwah wa al-Ambiya’, (Damascus: Dar al Qalam, 1989), hal. 226-227. 2 Ibid. 3 Muhammad Ali al-Shabuni, Qabsun min Nur al Qur’an al Karim, (Damascus: Dar al Qalam, 1988 ), hal 178. Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
123
Maspero seorang pakar sejarah Mesir kuno yang berasal dari Perancis mengatakan bahwa Fir’aun yang tenggelam itu adalah Maneptah yang kemudian oleh sejarawan yang lain berpendapat bahwa dia memerintah antara 1224 SM hingga 1214 SM. Sedangkan Ibn Asyur mengatakan bahwa Fir’un itu berkuasa sekitar 1491 SM. TAFSIR AYAT 90-93 SURAT TENGGELAMNYA FIR’AUN 1. Allah Swt berfirman:
YUNUS
TENTANG
SEJARAH
Artinya: Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir'aun dan bala tentaranya, karena hendak Menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir'aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia: "Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya Termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". 91. Apakah sekarang (baru kamu percaya), Padahal Sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu Termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. 92. Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan Sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan kami. Dan Sesungguhnya Kami telah menempatkan Bani Israil di ternpat kediaman yang bagus dan Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik. Maka mereka tidak berselisih, kecuali setelah datang kepada mereka pengetahuan (yang tersebut dalam Taurat). Sesungguhnya Tuhan kamu akan memutuskan antara mereka di hari kiamat tentang apa yang mereka perselisihkan itu.4 2.Tafsir. Dalam ayat 90 ini Allah Swt memberitahukan kepada orang yang beriman bagaimana ketika Dia membelah laut Merah (teluk Suis) untuk dilalui Bani Israil dan nabi Musa a.s. Kemudian Fir’aun dan tentaranya yang sangat dhalim mengejar Bani Israil dari belakang dengan tujuan ingin membinasakan mereka. Akan tetapi ketika mereka berada ditengah laut Allah Swt menutup kembali _____________ 4
Alqur’an dan Terjemahannya, (Madinah: Mujamma’ Al Malik Fahd Li Thibaat al Mush-Haf Asy-Sharif, 1418 H) 124
Muhammad Thaib Muhammad: Sejarah Tenggelam Fir'aun di Laut Merah…
kawah laut itu sehingga Fir’aun pun tenggelam dalam gelombang laut tersebut. Pada saat dia yakin betul bahwa dia akan mati, maka rasa takut dia berkata: " ( " أﻣﻨﺖ أﻧﮫ ﻻإﻟﮫ إﻻ اﻟﺬى آﻣﻨﺖ ﺑﮫ ﺑﻨﻮ إﺳـﺮاﺋﻞaku beriman dan pecaya bahwa tadak ada Tuhan kecuali yang dipercayai Bani Israil ). Artinya tidak ada Tuhan yang harus dipeyai kecuali Tuhan seru sekalian alam yaitu tuhan yang disembah oleh bani Israil. Demi untuk menguat pengakuannya itu Fir’aun berkata “ " ( " وأﻧﺎ ﻣﻦ اﻟﻤﺴﻠﻤﯿﻦdan saya dari golongan kaum muslimin ). Pernyataan ini sebagai bukti bahwa Fir’aun betul-betul menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah Swt. dan menunjukkan keikhlasan atas keyakinannya tersebut.Dalam hal ini Ibnu Abbas berkata:” ketika itu Jibril a.s memasukkan tanah kedalam mulut Fir’aun karena dia takut diturunkan rahmat padanya.Adapun yang dimaksudkan rahmat disini menurut Ath-thabari adalah selamatnya Fir’aun dari tenggelam kedasar laut5. Pengakuan Fir’aun yang sedang akan keluar nyawanya itu tidak ada gunanya lagi, karena itu malaikat Jibril a.s atau malaikat maut atau entah siapa, bertanya kepadanya dalam nada kecaman dan ejekan “apakah engkau baru sekarang percaya? padahal engkau telah berbuat durhaka sejak dahulu, yakni jauh sebelum ini, ketika nabi Musa a.s datang mengajakmu percaya kepada Allah Swt tapi kamu enggan percaya, bahkan bukan sekedar enggan tetapi engkau termasuk orang-orang pembuat kerusakan yang benar telah mencapai puncak dalam perusakan dirimu dan orang lain. Jika keimanan yang terlambat yang enkau tampakkan itu bertujuan menyelamatkan dirimu dari ganasnya ombak dan gelombang pada hari ini maka kami matikan jiwamu. Namun demikian, kami selamatkan jasadmu setelah nyawamu kami cabut supaya engkau dengan badan yang selamat itu menjadi pelajaran bagi siapa yang datang sesudahmu, baik yang hidup pada masamu maupun generasi sesudahnya, bahwa betapapun kuat dan kuasanya manusia itu tidak mampu menghadapi Allah Swt. Selanjutnya Allah Swt memberitahukan bahwa kebanyakan manusia tidak mau memperhatikan tanda-tanda kekuasaanNya وإن ﻛﺜﯿﺮا ﻣﻦ اﻟﻨﺎس ﻋﻦ آﯾﺎﺗﻨﺎ " ( " ﻟﻐﻔﻠﻮنdan sesungguhnya kebanyakan dari manusia terhadap tanda-tanda kekuasaan Kami yang demikian jelas- sangat lengah- sehingga tidak memanfaatkannya untuk mengakui keesaan dan kekuasaan Kami, tidak juga untuk meraih kebahagiaan duniawi dan ukhrawi6 Kata ( “ ) ﻧﻨﺠﯿﻚkami selamatkan engkau” ada juga ulama yang membacanya “Nunjika” ini terambil dari kata ( “ )ﻧﺠﻮةnajwah” yaitu tempat yang tinggi. Sehingga dengan demikian potongan ayat ini mereka pahami dalam anrti kami menempatkan engkau setelah tenggelam di laut merah di tempat yang tinggi sehingga engkau tidak terbawa arus dan dapat dilihat oleh banyak orang termasuk mereka yang menggunakan kematianmu. Alasan penganut paham ini adalah kata “nunjika” atau” munjika” itu, yang mengandung makna keselamatan, dan itu menurut mereka mengandung konsekuensi pemahaman bahwa Fir’aun selamat dari kematian dan kehayatan di laut, pemahaman ini kata mereka dari jauh, jelas bertentangan dengan kenyataan kesepakatan para ulama.7 Nah jika demikian, kata _____________ 5
Abi Su’ud Muhammad Al- ‘Ammadiy, Tafsir Abi Su’ud,jilid IV,( Cairo: Dar alMushhaf, t.t ), hal 173. 6 M.Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah,jilid 13,( Jakarta:Penerbit Lentara Hati,2002), hal.146-147. 7 Ibid Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
125
tersebut tidak dapat dipahami kecuali bahwa dia ditempatkan di suatu tempat yang tinggi sehingga badannya tidak terbawa arus dan gelombang. Dalam ayat ini dapat dipahami, yang diselamatkan Allah pada Fir’aun adalah badannya, tetapi rohnya tidak akan selamat. Rohnya sejak kematian tinggal kini telah disiksa, dan pada hari kiamat nanti dia akan mendapat siksa lebih keras lagi. Sebagaimana Allah berfirman:
اﻟﻨﺎر ﻳﻌﺮﺿﻮن ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻏﺪوا وﻋﺸﻴﺎ وﻳﻮم ﺗﻘﻮم اﻟﺴﺎﻋﺔ أدﺧﻠﻮا آل ﻓﺮﻋﻮن أﺷـﺪ اﻟﻌﺬاب “kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang dan pada hari terjadinya kiamat. (dikatakan, kepada malaikat) “masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam sisksa yang sangat keras. (QS. Al-Mukmin 40: 46). Rupanya setelah tenggelam di laut merah, Fir’aun terbawa arus ke pantai, dan di sana dia ditemukan dan dikenal oleh masyarakat sekitarnya. Dia kemudian diawetkan sebagaimana kebiasaan bangsa mesir pada saat itu. Lalu ditempatkan di tempat tertentu. Allah SWT memelihara badannya melalui kekelibatan manusia. Sayyid Quthub dalam tafsirnya “Fi dhilali al-Qur’an” menjelaskan bahwa begitulah nasib dan akibat terakhir bagi penentang dan pendusta Allah SWT dan Rasulnya dan juga Allah SWT menjaga dan melindungi Aulianya. Dia menurunkan azab dan kerusakan kepada musuh-musuhnya. Karena mereka lalai terhadap tanda-tanda kiamat dan ayat-ayat diturunkan kepada para Rasulnya dan sebagai “ ” وﻋﯿـــﺪatau ancaman kepada mereka. Allah berfirman:
وﻳﻘﻮﻟﻮن ﻣﱴ.وﻟﻜﻞ أﻣﺔ رﺳ ــﻮل ﻓﺈذا ﺟﺎء رﺳـﻮﳍﻢ ﻗﻀﻰ ﺑﻴﻨﻬﻢ ﻟﻘﺴﻂ وﻫﻢ ﻻﻳﻀﻠﻤﻮن ﻫﺬا اﻟﻮﻋﺪ إن ﻛﻨﺘﻢ ﺻﺎدﻗﲔ
Artinya:” dan bagi setiap umat ada seorang rasul,maka apabila rasul meraka dating kepada mereka, dia akan menghakimi mereka secara adil, dan mereka tidak didhalimi. Dan mereka berkata: kapan datang janji ini jika kamu dari pihak yang benar. Jadi apa yang terjadi atas Fir’aun dan pengikutnya ketika Allah tenggelamkan mereka dalam laut Merah sebagai pembenarannya janji ancamannya kepada mereka yang angkuh dan sombong dan ingkar kepada Allah dan Rasulnya nabi Musa as.8 Abi Su’ud dalam tafsirnya ketika menjelaskan ayat 90 dan 91 dari surat Yunus, bahwa Allah Swt menyelamatkan bani Israil dari kejam Fir’aun dan tentaranya dengan cara Allah jadikan laut merah yang dilalui mereka jadi kering sehingga mereka sampai ke pantai dengan selamat. Sebelum bani Israil sampai keseberang laut tersebut, Fir’aun dan tentaranya mengikuti mereka sampai ke tengah laut maka terlihat di dalam laut itu dua kelompok yaitu kelompok Fir’aun dan kelompok bani Israil. Setelah rombongan nabi Musa as (Bani Israil) sampai ke pantai. Lalu air laut mencair kembali Fir’aun pun hampir tenggelam ketika itu dia membuat pengakuan beriman dengan Tuhan bani Israil sekaligus menyatakan dririnya dari kalangan muslimin. Akan tetapi Allah SWT, tidak mengabulkan _____________ 8
Sayyid Quthub, Fi Dhilali al Qur’an jilid 3 (Bairut: dan al-Syuruqi 1982), hal. 1817-
1817. 126
Muhammad Thaib Muhammad: Sejarah Tenggelam Fir'aun di Laut Merah…
pernyataan Fir’aun itu. Akan tetapi Allah Swt berkata kepadanya: “sekarang kamu beriman? Ketika kamu telah putus asa dari kehidupan ini, dan kamu tahu sebentar lagi akan mati, kamu telah membuat maksiat sebelumnya dan engkau berbanga dengan kesesatan dan sesat dari iman. Menurut Abu Saud9 kata-kata Allah Swt ini Seperti firmanNya dalam surat ai-Nahl ayat: 88
.اﻟﺬﻳﻦ ﻛﻔﺮوا وﺻﺪوا ﻋﻦ ﺳﺒﻴــﻞ ﷲ زد ﻫﻢ ﻋﺬا ﻓﻮق اﻟﻌﺬاب ﲟﺎ ﻛﺎﻧﻮا ﻳﻔﺴﺪون Artinya:” orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan disebabkan mereka selalu berbuat kerusakan”.(Al-Nahl: 88) Kemudian Allah Swt berkata kepada Fir’aun” “ ﻓﻠﯿﻮم ﻧﻨﺠﯿﻚMaka pada hari ini kami selamatkan tubuhmu dari kehilangan dan kehancuran sebagaimana tentara? Mu. Yaitu kami lemparkan tubuh ke pantai supaya bani Israil melihatnya " “ ﻟﺘﻜﻮن ﻟﻤﻦ ﺧﻠﻔﻚ آﯾﺔuntuk menjadi bukti kepada orang setelah kamu (Bani Irail). Karena sebagian mereka tidak percaya kepada nabi Musa as, ketika dia beritaukan kepada bani Israil tentang tenggelamnya Fir’aun, sehingga mereka menyaksikan sendiri di pantai. Kemudian juga menjadi bukti kepada manusia setelah masamasa selanjutnya.10 Selanjudnya Abi Saud menjelaskan tentang pernyataan Allah Swt pada akhir ayat 92 dari surat Yunus yaitu: “ “ وإن ﻛﺜﯿﺮا ﻣﻦ اﻟﻨﺎس ﻋﻦ آﯾﺎﺗﻨﺎ ﻟﻐﻔﻠﻮن Menurutnya pada akhir ayat ini Allah Swt menginformasikan bahwa kebanyakan manusia tidak memanfaatkan dan mengambil i’tibar ( pelajaran ) bahkan sebagian mereka berpaling dari sejarah tenggelamnya Fir’aun dan kaumnya.11 Dalam tafsir “ Al-Qur’an al-‘Adhim ” al-Imam al-Jalalain (Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad al-Mahalli dan Jalaluddin Abdurrahman Mahdan ibnu Abi Bakar al-Sayuthi) menjelaskan bahwa Allah mengeluarkan jasad Fir’aun dari laut merah dalam keadaan sudah mati untuk dijadikan bukti kepada orang-orang setelah kamu sebagai i’tibar (pelajaran), sehingga mereka tau penyembahanmu yang sebenarnya, yaitu tidak ada perbandingannya sama sekali: diriwayatkan dari Ibnu Abbas “sesungguhnya sebagian bani Israil ragu tentang kematian Fir’aun, maka Allah mengeluarkannya dari laut agar supaya mereka dapat melihat jasatnya, akan tetapi kebanyakan mereka tidak menjadikannya sebagai pelajaran.12 Dari paparan muffasir di atas dapat kita pahami dengan jelas bahwa kehidupan Fir’aun selama memimpin tanah Mesir sangat mendeskriminasikan bani Israil, apalagi setelah dia percaya tentang penafsiran mimpinya bahwa akan lahir seorang pemimpin dari keturunan Bani Israil yang akan menggulingkan kekuasaannya. Untuk menjaga jangan sampai mimpi benar-benar akan terjadi, maka mulai saat itu dia membunuh setiap bayi laki-laki yang dilahirkan Bani Israil di Mesir. Dengan kekuasaannya membuat Fir’aun angkuh dan sombong sehingga dia mengingkari adanya Allah dan Rasulnya nabi Musa as bahkan dengan keangkuhannya itu Fir’aun mengaku dirinya sebagai tuhan yaitu dengan ucapannya “ ( ” واﻧﺎ رﺑﻜﻢ اﻷﻋﻠﻰdan saya adalah tuhan kamu yang maha tinggi ). _____________ 9
Abi Saud, Tafsir Abi al-Su’ud, jilid 4, (Kairo: Dar al-Mushaf, t.t ), hal. 172-174 Ibid. 11 Ibid-, lihat Ali Syabuni, Qabsun min nur al-Qur’an al-Karim, jilid 4. (Damaskus: Dar al-Qalam t.t), hal. 178-179 12 Al-Imam al-Jalalain, Tafsir al-Quran al-‘Adhim (Bairut: Dar al-Fikri, 1987), hal. 179 10
Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
127
Maka oleh karena itu sangat wajarlah dia dan tentaranya di tenggelamkan di laut Merah oleh sang khaliq bagi semua makhluknya, termasuk Fir’aun itu sendiri. Allah SWT menjadikan kejadian yang sangat dahsyat itu sebagai balasanNya bagi orang-orang yang durhaka dan ingkar pada kekuasan Allah SWT. Kemudian Allah Swt jadikan azab tersebut sebagai sejarah dan situs arkiolgi yang tidak dapat dilupakan oleh setiap orang yang mempelari kandugna al-Qur’an dan melihat jasad Fir’aun dan menjadikannya sebagai i’tibar atau pelajaran. URGENSI YANG DAPAT DI AMBIL DARI TENGGELAM FIR’AUN DALAM LAUT MERAH Al-Quran, surat yunus ayat 90-92 telah menjelaskan dengan akurat tentang sejarah tengelam Fir’aun dalam laut merah atau teluk suris mesir. Jasad Fir’aun Allah SWT menjadikan sebagai bukti kejadian tersebut adapun pelajaran yang dapat di ambil dan catatan sejarah menurut al-Quran adalah sebagai berikut: 1. Dari Moris Bukay dalam bukunya “al-Quran dan ilmu model” mengungkapkan kesemain informasi al-Quran mengenai nasib Fir’aun setelah ia tenggelam dari laut dan realita dimana itu tercermin masih ekstrimnya jasad Fir’aun tersebut sehingga saat ini. Dan ini merupakan pertanda kekuasaan Allah SWT. 2. Moris Bukay juga menyebut bahwa sebuah penelitian ahli medis dengan mengambil sampel organ tertentu dari jasad mumi Fir’aun pada tahun 1975, ternyata sebagian organ tubuh itu masih terpelihara dengan sempurna. Terpelihara secara sempurna tidak mungkin terjadi andaikata jasad tersebut sampai tinggal beberapa didalam air bahkan sekalipun berada lama di dalam air sebelum terjadi proses pengawetan pertama. 3. Bukay akhirnya mengungkapkan bahwa semua penelitian itu sesuai dengan historis dengan kitab suci yang menyiratkan Fir’aun tewas ketika digulung gelombang. 4. Dengan hasil penelitian secara media akhirnya Moris Bukay masuk islam. Kemudian dia menyatakan: Di zaman dimana al-Quran sampai kepada manusia melalui Muhammad saw jasad Fir’aun yang diragukan orang dijaman kontemporer ini apakah benar apa tidak ada kaitannya dengan saat keduanya Musa, sudah lama terpendan diperkuburan raja -raja Lembah Thaba. 5. Tenggelamnya Fir’aun dalam laut merupakan balasan Allah terhadap manusia yang paling angkuh dan sombong di dunia ini karena dia sudah menamakan dirinya sebagai tuhan. Jadi balasan tuhan seperti ini akan diturunkan bagi siapa saja yang ingkar kepada Allah SWT. 6. Jasad Fir’aun yang Allah selamatkan sampai saat ini merupakan sebuah pelajaran bagi manusia yang memiliki matahati. Dan ini telah Allah buktikan melalui masuk islam seorang peneliti yang namanya Moris
128
Muhammad Thaib Muhammad: Sejarah Tenggelam Fir'aun di Laut Merah…
Bukay, dan peneliti-peneliti lain yang mau mengakui kebenaran al-Quran yang dating dari Allah SWT.13 KESIMPULAN Dari uraian dan penafsiran tentantang tenggelamnya Fir’aun diatas dapat dipahami bahwa Fir’aun adalah gelar raja Mesir kuno, sama seperti gelar “ Kisra “ kepada raja Persia dan gelar “ Kaisar” kepada raja Romawi. Fir’aun berkuasa pada tahun 1224 – 1214 SM.Dalam perjalanan pemerintahannya dia sangat kejam dan sombong,dengan ada rasa kasih sayang dia membunuh setiap bayi laki-laki yang lahir dari bani Israil, karena dia percaya pada mimpinya bahwa kekuasaannya akan dulingkan oleh Bani Israil. Fir’aun tidak percaya adanya Allah Swt dan utusanNya nabi Musa a.s. yang mendakwahnya untuk menyembah Allah Swt. Dengan sikapnya yang angkuh dan sombong dia mendustaiNya, bahkan mengaku dirinya sebagai tuhan yang harus disembah oleh rakyatnya. Oleh karena keangkuhan dan kesombongan Fir’aun tersebut, maka Allah Swt menegelamkannya bersama tentaranya dalam laut Merah ketika mengejar nabi Musa a.s dan kaumnya Bani Israil.Dalam azab tersebut,Allah Swt menyelamatkan tubunya sebagai bukti bahwa Dia maha kuasa atas makhlukNya, dan menjadi pelajaran( i’tibar ) bagi orang-orang yang berakal.
_____________ 13
Moris Bukay, Al-quran Wa al-‘Ilm al-Mua’ashir (terj. Kedalam bahasa Arab oleh Dr. Muhammad Bashal dan Dr. Muhammad al-Baqa’i. Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
129
DAFTAR PUSTAKA
Abi Su’ud Muhammad Al- ‘Ammadiy, Tafsir Abi Su’ud,jilid IV, Cairo: Dar alMushhaf, t.t. Al-Imam al-Jalalain, Tafsir al-Quran al-‘Adhim, Bairut: Dar al-Fikri, 1987. Alqur’an dan Terjemahannya, Madinah: Mujamma’ Al Malik Fahd Li Thibaat al Mush-Haf Asy-Sharif,1418 H. M.Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, jilid 13, Jakarta: Penerbit Lentara Hati, 2002. Moris Bukay, Al-quran Wa al-‘Ilm al-Mua’ashir, terj. Dr. Muhammad Bashal dan Dr. Muhammad al-Baqa’i. Muhammad Ali al-Shabuni, Al-Nubuwwah wa al-Ambiya’, Damascus: Dar al Qalam, 1989. Muhammad Ali al-Shabuni, Qabsun min Nur al Qur’an al Karim, Damascus: Dar al Qalam,1988. Sayyid Quthub, Fi Dhilali al Qur’an jilid 3, Bairut: Dar al-Syuruq, 1982.
130
Muhammad Thaib Muhammad: Sejarah Tenggelam Fir'aun di Laut Merah…
ILMU TAJWID DALAM NAGHAM AL-QUR’AN
Suarni Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry Kopelma Darussalam Kota Banda Aceh ABSTRACT The Qur'an is a book that has a perfection that does not exist in the other books. Among them are having a very beautiful art in reading it. The beauty of course, is inseparable from the rules of reading, known as the science of Tajweed. When reading the rules of entry and fused with letters reading the Qur'an, with its own beauty in reciting verses of the Qur'an, the better. Because whether or not reading the Qur'an is determined by the rules of reading. Because of this, the existence of tajwid in Nagham Qur'an really should not be abandoned. The art will be formed by the application of the rules of reading correctly. If the rules are not applied in pronouncing the letters of the Qur'an, then in addition to damaging the reading, also will damage the meaning of which is owned by the lafaz.
ABSTRAK Al-Qur’an merupakan sebuah kitab yang memiliki kesempurnaan yang tidak pernah ada pada kitab-kitab yang lain. Diantaranya adalah memiliki seni yang sangat indah dalam membacanya. Keindahan tersebut tentunya tidak terlepas dari kaidah-kaidah bacaan yang dikenal dengan ilmu Tajwid. Ketika kaidah-kaidah bacaan tersebut masuk dan menyatu dengan bacaan huruf Al-Qur’an, dengan sendirinya keindahan dalam melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an semakin bagus. Karena bagus tidaknya bacaan Al-Qur’an sangat ditentukan oleh kaidah-kaidah bacaan. Oleh karena demikian, keberadaan ilmu tajwid dalam Nagham Al-Qur’an benar-benar tidak boleh ditinggalkan. Seni tersebut akan terbentuk dengan penerapan kaidah-kaidah bacaan dengan benar. Jika kaidah-kaidah tersebut tidak diterapkan dalam melafalkan huruf-huruf Al-Qur’an, maka selain merusak bacaan, juga akan merusak makna yang dimiliki oleh lafaz tersebut. PENDAHULUAN Al-Qur’an merupakan Kalam Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai mukjizat abadi bagi umat Islam khususnya dan bagi seluruh umat pada umumnya. Al-Qur’an diturunkan berlafazkan bahasa arab tetapi berbeda dengan bahasa arab. Artinya bahasa arab Al-Qur’an bukan bahasa arab yang dimiliki oleh orang-orang arab. Bahasa arab Al-Qur’an memiliki gaya bahasanya yang tinggi, yang tidak seorangpun dapat menandinginya. Akan tetapi, sesuai dengan maknanya yaitu bacaan,1 maka Al-Qur’an itu harus dibaca. Untuk membacakan Al-Qur’an tentunya memiliki kaidah-kaidah tertentu yang dikenal dengan nama ilmu tajwid. Membaca Al-Qur’an secara tajwid merupakan sebuah _____________ 1
Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005) hal
1-2. Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
131
tuntutan sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an dalam surat Al-Muzammil ayat 4 yaitu:
ِﻴﻼ ً َوَرﺗّ ِِﻞ اﻟْﻘ ُْﺮآَ َن ﺗـ َْﺮﺗ Artinya: Bacalah Al-Qur’an itu secara Tartil. Tartil dalam ayat tersebut bermakna tajwid atau membaguskan huruf-hurufnya dan mengetahui tempattempat berhentinya. Berdasarkan perintah dalam ayat tersebut, dapat dipahami bahwa Al-Qur’an itu harus dibaca dengan bertajwid dan termasuk didalamnya membacakan dengan suara yang bagus dan bacaan yang indah. Kitab Al-Qur’an tidak dapat disamakan dengan kitab-kitab yang lain. Kitab Al-Qur’an memiliki kemukjizatan tersendiri, apabila dibaca selain mendapatkan pahala yang belipat ganda juga mendapatkan kedamaian dalam jiwa. Apalagi bila dibacakan dengan bacaan yang sempurna akan semakin indah bacaannya. Kemukjizatan Al-Qur’an tidak hanya dari segi lahiriyahnya saja yaitu memiliki susunan katanya yang indah, memiliki balaghah bahasanya yang tinggi, mendapatkan pahala bagi yang membacanya, dan lain sebagainya. Akan tetapi bacaan Al-Qur’an akan membawa pengaruh yang sangat besar bila dilantunkan dengan suara dan bacaannya yang sempurna. Melantunkan bacaan Al-Qur’an indah itu tidak dapat dilakukan, bila kaidah-kaidah bacaan (ilmu tajwid) tidak diterapkan dengan baik. Karena keindahan melantunkan suara dalam membaca Al-Qur’an sangat ditentukan oleh penerapan kaidah-kaidah bacaan tersebut. Kaidah-kaidah bacaan tersebut adalah mulai dari pengucapan huruf-huruf hijaiyah yang dikenal dengan Makharijul huruf, hukum Nun mati, Ahkamul Mad, dan lain sebagainya sampai ke cara pengaturan nafas. Dari penerapan kaidah-kaidah bacaan tersebut dan pengaturan nafas yang sempurna, akan terbentuk sebuah seni dalam membaca Al-Qur’an yang dikenal Nagham Al-Qur’an. Kaidah-kaidah bacaan (ilmu tajwid) memiliki peran yang sangat penting dalam Nagham Al-Qur’an. Keindahan dalam mengucapkan huruf-huruf hijaiyah dan kesempurnaan dalam membacakan ayat-ayat Al-Qur’an telah diatur dalam ilmu tajwid. Untuk memperindah mengucapkan huruf-huruf Hijaiyah misalnya, Makharijul huruf dan Shifatul huruf adalah sebagai rujukannya. Memanjangkan bacaan atau suara, berhenti atau memulainya bacaan juga telah ditentukan dalam ilmu tajwid. Apabila penerapan kaidah-kaidah tersebut kurang sempurna dalam membacakan ayat-ayat Al-Qur’an, maka keindahan bacaannya juga akan kurang sempurna. Oleh karena demikian, terapkan dahulu ilmu tajwid kemudian baru dilanjutkan dengan Nagham Al-Qur’an. Keterkaitan antara ilmu tajwid dengan seni dalam membaca Al-Qur’an sangat erat sekali. Membaca Al-Qur’an secara berseni dan indah harus di ikuti dengan bacaan bertajwid yang sempurna. Dengan bacaan bertajwid, secara tak langsung seni (keindahan) akan terbentuk dengan sendirinya. Oleh karena demikian, dalam membentuk seni (keindahan) dalam membaca Al-Qur’an harus di landasi oleh tajwid yang sempurna. PENGERTIAN ILMU TAJWID DAN NAGHAM AL-QUR’AN Ilmu tajwid adalah ilmu yang mempelajari tentang tata cara dalam membaca Al-Qur’an, sesuai dengan kaidah-kaidah yang telah ditentukan. Ilmu ini berguna untuk mengetahui bagaimana cara memenuhkan/memberikan hak huruf dan mustahaqnya. Baik yang berkaitan dengan sifat, mad dan sebagainya, seperti 132
Suarni: Ilmu Tajwid dalam Nagham Al-Qur'an…
tarqiq dan tafkhim dan lain sebagainya. Hak huruf maknanya sifat asli dari huruf sendiri seperti al-Hams, al-Jahr, al-Isti’ala, asy-Syiddah dan lain sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan Mustahaq Huruf adalah sifat yang tampak sewaktu-waktu seperti tafkhim, tarqiq, ikhfa dan lain sebagainya.2 Sedang Nagham Al-Qur’an adalah memperindah suara pada tilawatil Qur’an. Ilmu Nagham adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang cara/metode dalam menyenandungkan/ melagukan atau memperindah suara pada tilawatil AlQur’an.3 Merujuk pada definisi dari kedua ilmu tersebut, dapat dipahami bahwa antara ilmu tajwid dan Nagham Al-Qur’an benar-benar tidak dapat dipisahkan. Karena untuk membaca Al-Qur’an secara indah harus dilandasi dengan kaidahkaidah bacaanya yang sempurna. Kaidah-kaidah bacaan tersebut terkumpul dalam ilmu tajwid. Hal-hal yang harus dipelajari dalam ilmu Tajwid adalah: a. Makharijul Huruf Makharijul huruf adalah tempat-tempat keluarnya huruf. Makharijul huruf ini terbagi kedalam 5 bahagian dan 17 tempat yaitu;4 1. Maudhiul Jauf (rongga mulut)5. 2. Maudhiul Halqi,6 (kerongkongan) dalam kelompok Halqi ini ada tiga tempat keluarnya huruf yaitu Aqshal halqiy, Wasthul halqiy, dan Adnal halqiy. 3. Maudhiul Lisan,7 (huruf yang berhubungan dengan lidah) 1) Pangkal lidah dan langit-langit mulut bagian belakang, 2) Pangkal lidah bagian tengah dan langit_____________ 2
Ahmad Annuri, Panduan Tahsin Tilawah AL-Qur’an dan ilmu tajwid, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010), 17. 3 Ahmad Munir dan Sudarsono, Ilmu Tajwid dan Seni Baca Al-Qur’an, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994) hal 9. 4 Ismail Tekan, Tajwid Al-Qur’annul Karim pembahasan secara praktis, populer dan sistematis, (Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru, 2004) (Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru, 2004) hal 21-22. Lihat. Ahmad Annuri, Panduan Tahsin Tilawah Al-Qur’an ...... hal 45 . 5 Maudhiul Jauf (rongga mulut), huruf yang keluar dari rongga mulut ini berfungsi sebagai tanda Mad. Alif ( ) ا, wawu mati ( ْ )وdan ya’ mati ( ْ )يdengan penjelasan sebagai berikut: 1. Alif dan sebelumnya ada huruf yang difathah Contoh : َﺎﻻ ﻏَﻮَ ى َ ﻣ 2. Wawu mati dan sebelumnya ada huruf yang didhommah Contoh :ﻗُﻮْ ﻟُﻮْ ا 3. Ya’ mati dan sebelumnya ada huruf yang dikasrah Contoh : ﺣَﺎﻣِ ِﺪﯾْﻦHuruf-huruf tersebut juga keluar pada tempat yang lain sebagai tempat keluar huruf aslinya. Lihat. Ahmad Annuri, Panduan Tahsin Tilawah Al-Qur’an ... hal 45. 6 Maudhiul Halqi (kerongkongan), Yaitu tempat keluar bunyi huruf hijaiyah yang terletak pada kerongkongan / tenggorokan. Berdasarkan perbedaan teknis pelafalannya, hurufhuruf halqiyah (huruf-huruf yang keluar dari tenggorokan) dibagi menjadi tiga bagian yaitu ; 1) Aqshal halqiy (pangkal tenggorokan), yaitu huruf hamzah ( )ءdan ha’ ( ) ه, 2) Wasthul halqiy (pertengahan tenggorokan), yaitu huruf ha’ ( )حdan ’ain ( )ع, 3) Adnal halqiy (ujung tenggorokan), yaitu huruf ghoin ( )غdan kho’ ( )خ. Lihat. Ahmad Annuri, Panduan Tahsin Tilawah Al-Qur’an ... hal 45. 7 Maudhiul Lisan, (huruf yang berhubungan dengan lidah), Bunyi huruf hijaiyah dengan tempat keluarnya dari lidah ada 18 huruf, yaitu : Berdasarkan delapan belas huruf itu dapat dikelompokkan menjadi 10 makhraj, yaitu sebagai berikut : 1) Pangkal lidah dan langit-langit mulut bagian belakang, yaitu huruf Qof ()ق. Maksudnya bunyi huruf qof ini keluar dari pangkal lidah dekat dengan kerongkongan yang dihimpitkan ke langit-langit mulut bagian belakang. 2) Pangkal lidah bagian tengah dan langit-langit mulut bagian tengah, yaitu huruf Kaf ()ك. Maksudnya bunyi huruf kaf ini keluar dari pangkal lidah di depan makhraj huruf qof, yang dihimpitkan ke langit-langit bagian mulut bagian tengah. “Dua huruf tersebut ( ) قdan ( ) ك, lazimnya disebut huruf LAHAWIYAH ( ) ﻟﮭﻮﯾّﺔ, artinya huruf-huruf sebangsa anak mulut atau sebangsa telak lidah.” 3) Tengah lidah bertemu dengan langit-langit, yaitu huruf Jim ( )ج, Syin ( )شdan Ya’ ( )ي. Maksudnya bunyi huruf-huruf tersebut keluar dari tengah-tengah lidah tepat, serta menepati langit-langit mulut yang tepat di atasnya. “Tiga huruf ini lazimnya disebut huruf Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
133
langit mulut bagian tengah. 3) Tengah lidah dengan langit-langit, 4) Tepi lidah dengan geraham kiri atau kanan, 5) Ujung tepi lidah, 6) Ujung lidah, 7) Ujung lidah tepat, 8). Ujung lidah dengan gigi seri atas, 9) Ujung lidah dengan ujung gigi bawah, 10) Ujung lidah dengan ujung gigi seri atas. 4. Maudhiul Syafatain,8 ( huruf yang keluar dari bibir). Dalam kelompok Syafatain ini ada dua tempat keluarnya huruf yaitu; perut bibir bawah dirapatkan dengan ujung gigi atas dan diantara dua bibir. 5. Maudhiul Al-Khaisyum,9 artinya pangkal hidung. Dalam kelompok ini bukan huruf dan letak tempat keluarnya hururf sebagaimana yang dijelaskan diatas, tetapi dalam kelompok ini tempat keluarnya huruf hanya satu yaitu melalui rongga hidung. Disini yang keluar hanya bunyi guhnnahnya. Bunyi-bunyi tersebut ada pada Idgham Bi Ghunnah, Iqlab, Ikhfa, Ikhfa Syafawi, Idgham mimi, NUN dan MIM bertasydid dan lain sebagainya.
SYAJARIYAH ( ) ﺷﺠﺮﯾّﺔ, artinya huruf-huruf sebangsa tengah lidah.” 4) Tepi lidah bertemu dengan geraham kiri atau kanan, yaitu huruf Dlod ( )ض. Maksudnya bunyi huruf Dlod ( )ضkeluar dari tepi lidah (tepi lidah kanan atau kiri) hingga sambung dengan makhrojnya huruf lam, serta menepati graham. “Huruf Dlod ( ) ضini lazimnya disebut huruf JAMBIYAH (ҒNJ ƾҳ), artinya huruf sebangsa tepi lidah.” 5) Ujung tepi lidah, yaitu huruf Lam ()ل. Maksudnya bunyi huruf Lam ()ل keluar dari tepi lidah (sebelah kiri/kanan) hingga penghabisan ujung lidah, serta menepati dengan langit-langit mulut atas. 6) Ujung lidah, yaitu huruf Nun ()ن. Maksudnya bunyi huruf Nun ()ن keluar dari ujung lidah (setelah makhrojnya Lam ()ل, lebih masuk sedikit ke dasar lidah dari pada Lam ())ل, serta menepati dengan langit-langit mulut atas. 7) Ujung lidah tepat, yaitu huruf Ro’ ()ر. Maksudnya bunyi huruf Ro’ ( )رkeluar dari ujung lidah tepat (setelah makhrojnya Nun dan lebih masuk ke dasar lidah dari pda Nun), serta menepati dengan langit-langit mulut atas. “Tiga huruf tersebut di atas (Lam, Nun dan Ro’), lazimnya disebut huruf DZALQIYAH (ҒNJ ƬƵө), artinya hurufhuruf sebangsa ujung lidah.” 8) ujung lidah bertemu dengan pangkal gigi seri atas, atau berhubungan dengan kulit gusi atas, yaitu Dal ()د, Ta’ ( )تdan Tho’ ()ط. Maksudnya bunyi hurufhuruf tersebut keluar dari ujung lidah, serta menepat i dengan pangkal dua gigi seri yang atas. “Tiga huruf tersebut lazimnya disebut NATH’IYAH (ҒNJ ƤƖ ƽ), artinya huruf-huruf sebangsa kulit gusi atas.“ 9) Runcing lidah, yaitu huruf Shod ()ص, Sin ( )سdan Za’ ()ز. Maksudnya bunyi huruf-huruf tersebut keluar dari ujung lidah, serta menepati ujung dua gigi seri yang bawah. “Tiga huruf tersebut lazimnya disebut huruf ASALIYAH (ҒNJ ƶƃǐ), artinya huruf-huruf sebangsa runcing lidah.” 10) Gusi, yaitu huruf Dho’ ()ظ, Tsa’ ( )ثdan Dzal ()ذ. Maksudnya huruf-huruf tersebut keluar dari ujung lidah, serta menepati dengan ujung dua gigi seri yang atas. “Tiga huruf ini lazimnya disebut huruf LITSAWIYAH (ҒljDŽ ҢƵ), artinyahuruf sebangsa gusi”. Lihat. Ahmad Annuri, Panduan Tahsin Tilawah Al-Qur’an ... hal 45. 8 Maudhiul Syafatain, ( huruf yang keluar dari bibir) Yaitu tempat keluarnya huruf hijaiyah yang terletak pada kedua bibir.Yang termasuk huruf-huruf syafatain ialah wawu ()و, fa’ ()ف, mim ( )مdan ba’ ( )بdengan perincian sebagai berikut : 1) Fa’ ( )فkeluar dari dalamnya bibir yang bawah, serta menepati dengan ujung dua gigi seri yang atas. 2) Wawu, Ba, Mim ( م، ب، )و keluar dari antara dua bibir (antara bibir atas dan bawah). Hanya saja untuk Wawu bibir membuka, sedangkan untuk Ba dan Mim bibir membungkam. “Empat huruf tersebut di atas lazimnya disebut huruf SYAFAWIYAH, artinya huruf-huruf sebangsa bibir.” Lihat. Ahmad Annuri, Panduan Tahsin Tilawah Al-Qur’an ... hal 45 . 9 Maudhiul Al-Khaisyum, artinya pangkal hidung. Yaitu tempat keluarnya huruf hijaiyah yang terletak pada janur hidung. Dan jika kita menutup hidung ketika membunyikan huruf tersebut, maka tidak dapat terdengar. Adapun huruf-hurufnya yaitu huruf-huruf ghunnah mim dan nun dengan ketentuan sebagai berikut: Nun bertasydid ( ّ)ن, Mim bertasydid () ّم, Nun sukun yang dibaca idghom bigunnah, iqlab dan ikhfa’ haqiqiy, Mim sukun yang bertemu dengan mim ( )مatau ba ( )ب. Lihat. Ahmad Annuri, Panduan Tahsin Tilawah Al-Qur’an ... hal 45
134
Suarni: Ilmu Tajwid dalam Nagham Al-Qur'an…
b. Shifatul Huruf Shifatul huruf adalah cara pengucapan terhadap huruf-huruf hijaiyah secara benar dan sesuai. Shifatul huruf secara garis besar dibagi kepada dua yaitu shifat lazimah dan shifat 'aridhah. Sifat-sifat huruf terbagi menjadi dua bagian10: 1. Shifat Lazimah ()ﻻزﻣﮫ, Sifat Yang Memiliki Lawan a. Segi nafas: Al Hams ( ُ )ا ْﻟ َﮭ ْﻤﺲx Al Jahr ( ُ)ا ْﻟ َﺠﮭْﺮ b. Segi suara: Asy Siddyah (ُ ﺸﺪﱠة ّ ِ )اﻟx Ar Rakhwah (ٌ = )رَ ﺧَﺎوَ ةTawassuth c. Segi pangkal lidah: Al Isti’la’ ( )اِ ْﺳﺘِ ْﻌﻼَ ٌءx Al Istifal ()اِ ْﺳﺘِﻔَﺎ ٌل d. Segi lidah dengan rongga mulut: Al Ithbaq ( ٌطﺒَﺎق ْ ِ )اx Al Infitah ()اِ ْﻧ ِﻔﺘَﺎ ٌح e. Segi mudah & tidaknya mengeluarkan huruf: Al Idzlaq ( ٌ )اِذْﻻَقx Al Ishmat ( ٌﺻﻤَﺎت ْ ِ)ا 2. Shifat 'Aridhah ()ﻋﺎرﻀﮫ, Sifat Yang Tidak Memiliki Lawan Sifat ‘Aridhah : Ciri yang berubah-ubah bagi suatu huruf, seperti tarqiq (tipis), tafkhim (tebal), ghunnah(dengung), idgham(meleburkan huruf), atau ikhfa'(menyamarkan huruf)’, panjang atau pendek dan seumpamanya. Diantaranya: a. Safir ( )ﺻﻔﺮ- Suara dari hujung mulut seakan-akan bersimpul b. Qalqalah ( )ﻗﻠﻘﻠﮫ- memantulkan c. Lin ( )ﻟﯿﻦ- lembut d. Inhiraf ( )إﻧﺤﺮاف- miring e. Takrir ( ) ﺗﻜﺮﯾﺮ- berulang f. Tafasysyi ( ) ﺗﻔﺸﻰ- menyebar g. Istitolah ( ) إﺳﺘﻂﺎﻟﮫ- memanjang Dalam membaca Al-Qur’an, Makharijul Huruf dan Shifatul Huruf merupakan suatu hal yang tidak boleh ditinggalkan. Karena untuk memproleh bacaan yang sempurna, tentunya harus menerapkan cara pengucapan huruf-huruf hijaiyah sebagaimana aturan yang telah dijelaskan dalam Makharijul huruf dan shifatul huruf. Apabila aturan-aturan tersebut tidak diterapkan, maka suatu bacaan akan sangat jauh dari kebenaran dan kefasihan. Sementara untuk memperoleh bacaan indah dan berseni sangat ditentukan oleh kebenaran dan kefasihan dalam mengucapkan huruf-huruf hijaiyah tersebut. Cara mendapatkan kefasihan yang sempurna telah diatur dalam Makharijul huruf dan shifatul huruf. c. Hukum Bacaan Nun Mati/Tanwin dan Hukum Mim mati Hukum bacaan Nun Mati atau Tanwin ini terbagi kedalam beberapa macam yaitu;11 1. Idzhar Halqi Idzhar halqi yaitu apabila huruf nun mati/tanwin bertemu huruf halqi. Huruf halqi adalah ھﺎ، غ، ع، خ، ح، ا. Cara membacanya harus jelas, tidak boleh mendengung, Contoh: ﻋﺬاب ﻋﻈﯿﻢ ﻣﻦ ﻋﻠﻖ ان ھﻮ, ﺳﻠﻢ ھﻲ ان اﻧﺘﻢ درة ﺧﯿﺮا
_____________ 10
Lihat. Ismail Tekan, Tajwid Al-Qur’annul Karim pembahasan secara praktis, populer dan sistematis, (Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru, 2004) hal 42-64 11 Ahmad Soenarto, Pelajaran Tajwid Praktis dan Lengkap, (Jakarta: bintang Terang, tt) hal 7-16. Imam Jalaluddin As-Suyuthi, Studi Al-Qur’an Komprehensif membahas Al-Qur’an secara lengkap dan mendalam, Terj. Tim Editor Indiva, (Solo: Indiva Pustaka, 2008) hal-381. Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
135
2. Idhgham Bighunnah Idhgham Bighunnah adalah apabila ada nun mati/tanwin bertemu dengan salah satu dari empat huruf, yaitu و، م، ب، ي. Adapun cara membacanya suara nun mati/tanwin dimasukkan kedalam suara huruf tersebut dengan mendengung. Contoh : ﻣﺎء ﻣﮭﯿﻦ ﻣﻦ ﯾﻌﻤﻞ ھﺪى وﺑﺸﺮى ﻣﻦ ﻧﺼﺮﯾﻦ 3. Idhgham Bilaghunnah Idhgham Bilaghunnah adalah apabils ada nun mati/tanwin bertemu dengan salah satu dari huruf dua, yaitu لdanر. Cara membacanya suara nun mati/tanwin dimasukkan kedalam huruf tersebut tanpa mendengung. Contoh: ﺧﯿﺮ ﻣﻦ ﻟﺪﻧﮫ ﻟﻚ 4. Iqlab Iqlab adalah apabila ada nun mati/tanwin bertemu dengan ba’ ()ب. Cara membacanya yaitu suara nun mati/tanwin diganti dengan suara mim mati ( )م dengan merapatkan bibir dan mendengung. Contoh : ﺿﻠﻼ ﺑﻌﯿﺪا ﻟﯿﻨﺒﺬ ن 5. Ikhfa’ Ikhfa’ adalah apabila ada nun mati/tanwin bertemu dengan salah satu dari 15 huruf, yaitu ك، ق، ف، ظ، ط، ض، ص، ش، س، ز، ذ، د، ج، ث، ت. cara membacanya suara nun mati/tanwin dibaca samar-samar dengan sengau dihidung. Contoh :ﺷﻲء ﺷﮭﯿﺪا ﻋﻨﺪه ﻧﺎرا ﺗﻠﻈﻰ ﻓﺎ ﻧﺼﺐ ﻣﻦ ﻗﺒﻠﻚ Hukum Bacaan Mim Sukun Mim sukun apabila bertemu dengan huruf-huruf hijaiyah akan menciptakan beberapa hukum bacaan, yaitu; Ikhfa’ Syafawi, apabila ada mim sukun (mati) bertemu dengan huruf ba’ () ب. Cara membacanya yaitu merapatkan bibir dan mendengung. Contah, اﻋﺘﺼﻢ ﺑﺎ ام ﺑﮫ Idzhar syafawi yaitu apabila ada mim sukun (mati) bertemu dengan huruf hijaiyah yang selain بdan م, yaitu : ، ض، ط، ظ، ع، غ، ف، ق، ك، ل، ن، و، ه،ي ء، ث، ت، خ، ح، ج، د، ذ، ر، ز، س، ش،ص. Adapun cara membacanya yaitu harus jelas, tidak mendengung dan juga tidak samar-samar. Contoh : اﻧﮭﻢ اﻟﻰ رﺑﮭﻢ ﻟﮭﻢ ﻓﯿﮭﺎ ﻋﻠﯿﮭﻢ وﻻdan lain sebagainya. Idhghom mimi yaitu apabila ada mim mati bertemu dengan huruf mim ()م. Cara membacanya yaitu dengan cara merapatkan bibir dan mendengung. Contoh :ﻛﻢ ﻣﻦ Dalam memciptakan bacaan yang indah, hukum-hukum bacaan ini merupakan suatu hal yang sangat penting. Hukum-hukum bacaan tersebut, mulai dari Nun sukun/tanwin dan Mim sukun, akan dapat terbentuknya suara yang lebih indah yaitu dengan cara mendengungkan suara pada tempat yang harus berdengung, seperti pada tempat Idgham ma’a Ghunnah, Idham Mimi, Nun dan Mim bertasydid dan lain sebagainya. Pada Idgham ma’a Ghunnah misalnya, ketika Nun mati bertemu dengan Nun, Waw, Mim,dan juga ya. Dalam membaca seperti kalimat tersebut ada dua macam yang harus diperhatikan oleh pembaca AlQur’an (Qari) yaitu yang pertama harus memperhatikan hukum Idgham yaitu memasukkan bunyi huruf Nun yang pertama kedalam huruf yang selanjutnya. Kemudian guhnnah, yaitu mendengungkan bacaan ketika mengucapkan lafazlafaz tersebut. Melalui dengung-dengung itulah ketika mengucapkan lafaz-lafaz Al-Qur’an, suara dapat dibentuk menjadi indah dan berseni. Selain hukum-hukum yang berdengung, ada pula hukum yang tidak boleh berdengung seperti Idzhar hakiki, Idzhar Syafawi, dan juga pada lafaz-lafaz 136
Suarni: Ilmu Tajwid dalam Nagham Al-Qur'an…
pengucualian pada hukum Idgham ma’a ghunnah seperti; دﻧﯿﺎ ﺑﻨﯿﺎ ﺻﻨﻮان ﻗﻨﻮان pada kata tersebut tidak dapat dibaca dengung, karena Nun mati pada kata tersebut terdapat dalam satu suku kata. Oleh karena demikian cara membaca katakata tersebut sama dengan hukum Idzhar yaitu tidak boleh berdengung. Selain beberapa hal yang telah dijelaskan diatas, Qolqolah12 merupakan Suatu hal yang sangat penting dan harus diperhatikan dalam membaca Al-Qur’an secara indah. Karena Qolqolah sangat mempengaruhi kefasihan dalam mengucapkan lafaz-lafaz Al-Qur’an. Kefasihan dalam mengucapkan lafaz-lafaz Al-Qur’an juga dipengaruhi oleh hukum bacaan Tafkhim dan Tarqiq13 yaitu huruf Ra, Lam, dan Nun serta Mim bertasydid. d. Ahkamul Mad Kata mad berasal dari bahasa arab ﻣﺪ – ﯾﻤﺪ – ﻣﺪاyang berarti memanjangkan. Sedangkan menurut istilah, mad berarti memanjangkan bacaan huruf hijaiyah sesuai dengan sifat dan syaratnya masing-masing. Ahkamul Mad tersebut terbagi kedalam beberapa macam yaitu; Mad Ashli dan Mad Far’i. Mad ashli adalah Mad yang terlepas dari berbagai macam tambahan. Tanda dari Mad ashli tersebut adalah alif ( ) ا, wawu mati ( ْ )وdan ya’ mati ( ي ْ ). Sedangkan Mad Far’i adalah Mad yang ada tambahan dengan huruf-huruf yang lain. Mad ini terbagi kedalam beberapa jenis14 yaitu; _____________ 12
Qalqalah secara bahasa berarti getaran suara. Adapun secara istilah qalqalah berarti menyembunyikan huruf yang bertanda sukun (mati) dengan suara yang lebih ditekan lagi dari makhraj hurufnya. Jumlah huruf qalqalah ada 5, yaitu د, ج، ب، ط، قyang bisa disingkat dengan ﻗﻄﺐ ﺟﺪ. Qolqolah terbagi kepada 2 macam yaitu Qalqalah Kubra berarti salah satu huruf qalqalah berharakat mati/sukun tidak asli yang disebabkan adanya waqaf. Cara membacanya harus lebih jelas dan memantul. Contoh : ﺑﺎﻟﻘﺴﻂ اﻟﯿﮫ ﻣﺮﯾﺐ ﻣﻠﺢ اﺟﺎج ﺑﺨﻠﻖ ﺟﺪﯾﺪ ﻋﺬاب اﻟﺤﺮيdan Qolqolah sughra berarti apabila salah satu huruf qalqalah berharakat sukun (mati) asli bukan karena waqaf. Cara membacanya juga harus jelas dan memantul. Contoh : ﻣﻦ ﻗﺒﻞ وﻻ ﺗﻘﺮب . Lihat. Ahmad Annuri, Panduan Tahsin Tilawah Al-Qur’an ... hal 193. 13 Lihat. Ahmad Annuri, Panduan Tahsin Tilawah Al-Qur’an ... hal 174. 14 1. Mad Wajib Muttashil. Artinya bacaan mad thabi’i yang bertemu dengan huruf hamzah dalam satu kata. Panjang bacaaanya yaitu 3 alif (6 harakat). Contoh : ، وﺟﻲء، واﻟﺴﻤﺎء ﺣﻨﻔﺎء، ﺳﻮء. 2. Mad Jaiz Munfashil. Artinya bacaan mad thabi’i yang bertemu dengan huruf hamzah tetapi tidak dalam satu kata. Adapun panjang bacaanya yaitu 2½ alif (5 harakat). Contoh : ﯾﺎﯾﮭﺎ اﻧﺎ اﻋﻄﯿﻨﺎ ك وﻣﺎ ادراك اﻟﺬﯾﻦ3. Mad Layyin. Artinya apabila ada salah satu huruf hijaiyyah yang berharakat fathah sebelum wawu sukun atau ya’ sukun. Contoh : ﻣﻦ ﺧﺬف ﻻرﯾﺐ4. Mad ‘Aridl Lis Sukun yaitu; jika ada bacaan mad thabi’i bertemu dengan huruf hijaiyah hidup yang dibaca mati/tanda waqaf. Panjang bacaanya yaitu : 1 alif (2 harakat) atau 2 alif (4 harakat) atau 3 alif (6 harakat). Contoh : ﯾﻨﺼﺮون ﻧﺴﺘﻌﯿﻦ5. Mad ‘iwadl adalah apabila ada huruf hijaiyah yang berharakat fathah tanwin yang dibaca waqaf diakhir kalimat. Panjang bacaanya 1 alif (2 harakat). Contoh; ﻏﻔﻮرا رﺣﯿﻤﺎ6. Mad badal adalah apabila ada 2 buah huruf hamzah dan huruf hamzah yang pertama berharakat sedangakan huruf hamzah yang ke-2 disukun (mati), maka hamzah yang ke-2 diganti dengan; اjika hamzah yang pertama berharakat fathah, وjika hamzah yang pertama berharakat kasrah, يjika hamzah yang pertama berharakat dlommah, Adapun panjang bacaanya yaitu 1 alif (2 harakat), Contoh : ﺄﺄدم menjadi اﺋﻤﺎن ﺄدم menjadi اﯾﻤﺎن7. Mad Lazim Mutsaqqal Kilmi adalah apabila ada mad thabi’i bertemu dengan huruf hijaiyah yang bertasydid dalam satu kata. Panjang bacaanya yaitu 3 alif (6 harakat). Contoh : وﻻاﻟﻀﺎﻟﯿﻦ اﻟﺼﺎﺧﮫ اﻟﻄﺎﻣﺔ8. Mad Lazim Mukhaffaf Kilmi adalah apabila ada mad Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
137
1. Mad Wajib Muttashil. 2. Mad Jaiz Munfashil. 3. Mad Layyin. 4. Mad ‘Aridl Lis Sukun 5. Mad ‘iwadl 6. Mad badal 7. Mad Lazim Mutsaqqal Kilmi 8. Mad Lazim Mukhaffaf Kilmi 9. Mad Lazim Mutsaqqal Harfi 10. Mad Lazim Mukhaffaf Harfi 11. Mad shilah. 12. Mad thamkin 13. Mad farqi Sesuai dengan makna dari Mad dan Ahkamul Mad yaitu memanjangkan bacaan pada lafaz-lafaz yang memiliki huruf Mad (Mad Asli) yaitu; ا و ي, maka ahkamul Mad ini juga merupakan salah satu unsur atau poin yang sangat penting dalam seni baca Al-Qur’an. Ahkamul Mad adalah memanjangkan suara atau bacaan, sementara seni bacaan Al-Qur’an adalah membaca Al-Qur’an secara berseni, berirama dan indah. Keindahan dalam membaca Al-Qur’an sangat tergantung pada seni dan iramanya. Seni dan irama sangat ditentukan pula oleh panjang pendeknya suara, sebagaimana yang telah diatur dalam Ahkamul Mad. Apabila Ahkamul Mad ini tidak diterapkan dalam membaca Al-Qur’an atau pun dalam seni membaca Al-Qur’an, maka selain dapat merubah makna dari isi Al-Qur’an, merusak lafaz-lafaz ayat Al-Qur’an, bacaannyapun juga tidak indah. Karena alunan suara akan terbentuk sesuai dengan ketentuan panjang pendeknya suara. Seperti dalam membaca Mad Wajib, oleh pembaca Al-Qur’an (Qari) dapat memangjangkan suaranya sampai 6 harakat dan suaranya dapat dibentuk seindah mungkin. Demikian juga dengan Mad-mad yang lain memiliki
thabi’i bertemu dengan huruf hijaiyah yang bersukun. Panjang bacaanya yaitu 3 alif (6 harakat). Contoh : آﻻن9. Mad Lazim Mutsaqqal Harfi adalah permulaan surat dalam Al-Qur’an yang terdapat salah satu/lebih dari huruf : م، ك، ي، ل، ع، ص، ق، نyang bisa disingkat dengan lafal ﻧﻘﺺ ﻋﻠﯿﻜﻢ. Adapun panjang bacaanya yaitu 3 alif (6 harakat). Mad ini juga bisa disebut dengan ( ) ﻣﺪ ﻻزم ﺣﺮﻓﻲ ﻣﺸﺒﻊ. Contoh : اﻟﻢ ن ق ص10. Mad Lazim Mukhaffaf Harfi adalah permulaan surat dalam AlQur’an yang terdapat satu/lebih dari huruf : ﺣﻲ طﮭﺮyaitu ر، ه، ط، ي، ح. Adapun panjang bacaanya yaitu 1 alif (2 harakat). Contoh : اﻟﺮ ﯾﺲ ﺣﻢ طﮫ11. Mad shilah. Mad ini terbagi kepada 2 macam yaitu shilah Qashirah dan shilah thawilah. Mad Shilah Qashirah adalah apabila ada kata ganti (ha’ dlomir) yang didahului dengan huruf yang berharakat Adapun panjang bacaanya yaitu 1 alif (2 harakat). Contoh : ﻟﮫ ﻣﺎ ﻓﻲ اﻟﺴﻤﻮات اﻧﮫ ﻛﺎنsedangkan Mad Shilah Thawilah adalah apabila ada mad shilah qashirah yang bertemu dengan hamzah. Adapun panjang bacaanya yaitu 2½ alif (5 harakat). Contoh : ﻟﮫ اﻻ ﺑﻤﺎﺷﺎء ﻣﺎﻟﮫ أﺧﻠﺪه12. Mad thamkin adalah apabila ada huruf yang bertasydid dan berharakat kasrah bertemu dengan sukun. Panjang bacaanya yaitu 1 alif (2 harakat) dan penempatan bacaanya pada tasydid serta mad thabi’inya. Contoh : ﻋﻠﯿﯿﻦ ﻣﻦ اﻟﻨﺒﯿﯿﻦ ﺣﯿﯿﺘﻢ13. Mad farqi adalah bacaan panjang yang membedakan antara pertanyaan atau bukan. Contoh : اﻟﺬﻛﺮﯾﻦ ﺣﺮم ام اﻻﻧﺜﯿﯿﻦ ﻗﻞ ﷲ اذن ﻟﻜﻢ Lihat. Ahmad Annuri, Panduan Tahsin Tilawah Al-Qur’an ... hal 45. Ahmad Soenarto, Pelajaran Tajwid Praktis dan lengkap, (Jakarta: Bintang terang, tt) hal 40-50. Lihat. Imam Jalaluddin As-Suyuthi, Studi AlQur’an Komprehensif membahas Al-Qur’an secara lengkap dan mendalam, ... hal 385-390. Lihat. Ahmad Munir dan Sudarsono, Ilmu Tajwid dan Seni Baca Al-Qur’an, ... 48-58. 138
Suarni: Ilmu Tajwid dalam Nagham Al-Qur'an…
ukuran pajangnya tersendiri. Oleh pembaca Al-Qur’an harus menerapkan dalam bacaannya. e. Ahkamul Waqaf wa Ibtida’ Ahkamul Waqaf adalah menahan. Secara istilah waqaf berarti memutuskan suara pada suatu kalimat dalam waktu tertentu. Waqaf ini sangat berguna bagi pembaca Al-Qur’an (Qori). Diantaranya adalah sebagai pemanis bacaan, perhiasan Qori, atau sebagai cara penyampai yang tepat bagi pembaca AlQur’an.15 Waqaf ini ada beberapa macam yaitu16; Waqaf intizhari, yang berlaku tatkala pembaca Al-Qur’an mengumpulkan atau membaca beberapa riwayat dari sepuluh Qiraat yang mutawatir, dengan cara mewaqaf pada suatu kata tertentu untuk selanjutnya kembali mengulangi macam-macam Qiraat pada ayat tersebut. Waqaf ikhtibari, waqaf ini berlaku tatkala seorang penguji mengajukan pertanyaan kepada peserta uji. Waqaf indhthirari, waqaf ini berlaku tatkala terpaksa seperti tidak cukup nafas, atau ada gangguan seperti bersin atau yang lainnya, waqaf ini boleh pada kata manapun dengan syarat mengulang kembali pada kata sebelumnya. Waqaf ikhtiari, waqaf ini merupakan waqaf yang sengaja dilakukan, bukan karena disebabkan oleh sesuatu sebab. Waqaf ini ada beberapa jenis17 yaitu; waqaf Tamm, waqaf Kafi, waqaf hasan, dan waqaf Qabih. Dalam seni baca Al-Qur’an, ahkamul waqaf merupakan unsur yang tidak boleh ditinggalkan. Indahnya sebuah bacaan juga sangat dipengaruhi oleh tempattempat waqaf. Jika ahkamul waqaf tidak diperhatikan dalam membaca Al-Qur’an, maka selain dapat merusak makna isi yang terkandung dalam lafaz ayat, juga membuat bacaan yang tidak indah dan sempurna. Karena dalam ahkamul waqaf telah dijelaskan tempat-tempat yang harus waqaf, baik untuk diwaqaf dan juga tempat-tempat yang dilarang untuk diwaqaf. Dengan menerapkan ahkamul waqaf tersebut dalam melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an, maka orang-orang yang mendengar bacaan ayat-ayat tersebut akan dengan mudah dapat memahami makna yang terkandung dalam lantunan ayat tersebut dan keindahan bacaannyapun akan lebih sempurna. PENTINGNYA ILMU TAJWID DALAM NAGHAM AL-QUR’AN Ilmu tajwid merupakan suatu ilmu yang sangat penting diamalkan dalam membaca Al-Qur’an. Sesuai dengan hukum mempelajarinya adalah sebagai fardhu kifayah bagi seluruh umat dan fardhu ain bagi setiap penbaca Al-Qur’an (Qari). Dengan demikian setiap kaum muslimin yang membaca Al-Qur’an wajib mempelajari ilmu tajwid. Sebagai kaidah-kaidah atau sebagai pedoman dalam membaca Al-Qur’an, ilmu tajwid memiliki fungsi yang sangat penting dalam memperindah bacaan Al-Qur’an. Jika pedoman tersebut tidak diamalkan dalam membaca Al-Qur’an, maka dalam membaca Al-Qur’an akan jauh dari kebenaran. Kesalahan dalam melafazkan ayat-ayat Al-Qur’an, salah pula makna yang terkandung dalam bacaan tersebut. Artinya jika dalam mengucapkan ayat-ayat AlQur’an mulai dari pengucapan (makharijul huruf) hurufnya dan sampai ke hukum_____________ 15
Lihat. Muhammad Makki Nash, Nihayatu Al-Qaul Al-Mufid, (Mesir: tp, tt), 164. Lihat. Ahmad Annuri, Panduan Tahsin Tilawah Al-Qur’an ... hal 166-175. Ahmad Soenarto, Pelajaran Tajwid Praktis dan lengkap, ... 69. 17 Lihat. Ahmad Annuri, Panduan Tahsin Tilawah Al-Qur’an ... 166-170. Lihat. Ahmad Soenarto, Pelajaran Tajwid Praktis dan lengkap, ... hal 69. 16
Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
139
hukum bacaannya tidak sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu tajwid, maka bacaan tersebut akan melahirkan makna yang lain. Sebagai akibat dari kesalahan pengucapan huruf-huruf dalam melafazkan ayat-ayat Al-Qur’an, maka bukan nilai ibadah yang didapatkan oleh pembaca Al-Qur’an tersebut, tetapi dosa. Karena itu, kewajiban menerapkan ilmu tajwid dalam membaca AlQur’an merupakan suatu keharusan yang tidak dapat ditinggalkan. Membaca AlQur’an dengan bertajwid, selain memproleh nilai ibadah disisi AllAh SWT juga akan dapat memperindah bacaannya dengan sempurna. Keindahan dalam membaca Al-Qur’an bukan tergantung pada iramanya tetapi sangat ditentukan oleh ilmu tajwidnya. Karena seni itu muncul dalam bacaan jika penerapan tajwidnya sudah sempurna. Dalam ilmu tajwid itu semua kaidah bacaan telah ditentukan. Membaca dengan bacaan berdengung, karena adanya hukum ghunnah seperti Idgham bi ghunnah, Idgham mimi, Nun atau Mim bertasydid. Memanjangkan bacaan pada suatu kalimat, karena terdapatnya tanda Mad seperti Mad Wajib atau Mad-mad yang lain yang dapat memanjangkan suaranya. Di tempat-tempat berdengung dan Mad-mad tersebut suara dapat dibentuk dengan alunan-alunan yang indah, tentunya sesuai dengan ukuran panjangnya sendiri. Demikian juga pada tempat-tempat yang tidak boleh dipanjangkan. Hal itu akan merusak bacaannya, baik merusak makna, keindahan maupun susah dalam mengucapkannya. Seperti dalam membaca hukum Idgham (selain Idgham mimi dan Idgham bi Ghunnah), ketika melafazkan ayat-ayat tersebut sangat susah. Dalam membaca Idgham Mutaqaribain misalnya, اﻟﻢ ﻧﺨﻠﻘﻜﻢ, dalam kalimat tersebut terdapat huruf yang berdekatan tempat keluar hurufnya yaitu huruf Qaf dan huruf Kaf. Maka ketika mengucapkan kalimat tersebut tidak dapat dibaca sebagaimana tulisannya, tetapi harus dibaca dengan memasukkan bunyi huruf Qaf kedalam huruf Kaf. Sehingga bunyi huruf tersebut seakan menjadi satu bunyi atau seakan memiliki tasydid. Demikian juga dalam membaca Izhar dan Idgham bila Ghunnah tidak boleh dipanjangkan. Demikianlah indahnya lafaz-lafaz Al-Qur’an. Seni itu tidak bisa diatur oleh pembaca tetapi seni keindahan itu telah diatur sendiri dengan penerapan kaidah-kaidah bacaannya. Sedangkan iramanya itu akan datang kemudian dengan tetap berpedoman pada kaidah-kaidah bacaan (ilmu tajwid). Keterkaitan antara ilmu Tajwid dengan Nagham Al-Qur’an benar-benar tidak dapat dipisahkan, antara kedua ilmu tersebut saling mendukung. Ketika ilmu tajwid diterapkan dalam membaca Al-Qur’an, secara tidak langsung kefasihan dan alunan suara akan terbentuk sendiri. Jika kafasihan dan alunan suara sudah terbentuk, maka seni atau irama dalam membaca Al-Qur’an juga akan mengikuti alunan suara tersebut. Irama dalam seni membaca Al-Qur’an ada beberapa macam yaitu irama (lagu) pokok dan irama cabang dengan macam-macam fariasi. Menurut sebagian ahli Qurra, irama pokok dalam seni membaca Al-Qur’an terbagi kedalam 8 macam yaitu18; Lagu Baiyati, Lagu Shoba, Lagu Hijaz, lagu Nahawan, Lagu Sika, Lagu Rost, Lagu Jiharkah dan Lagu Banjaka. Akan tetapi di Indonesia umumnya yang berkembang 7 macam yaitu; Lagu Baiyati, Lagu Shoba, Lagu Hijazi, Lagu _____________ 18
M. Misbachul Munir, Pedoman Lagu-Lagu Tilawatil Qur’an dilengkapi dengan tajwid dan Qasidah, (Surabaya: Apollo, 1997) hal 26. Lihat. Mariya Ulfah, Bunga Rampai, (Jakarta: Pimpinan Pusat Jam’iyyatul Qurra Wal Huffazh, 2006) hal 35. 140
Suarni: Ilmu Tajwid dalam Nagham Al-Qur'an…
Nahawan, Lagu Rast, Lagu Sika, dan Lagu Jiharkah. Sedangkan lagu-lagu cabang dalam seni baca Al-Qur’an adalah Syuri, Ajam, Mahur, Bastanjar, Kard, KardKurd, Nakriz, kur, Nuqrosy, Murokhab, Misri, Turki, Roml, Uraq, Usy Syaq, Zanjiran, Syabir, alarros dan Kurdi. Lagu-lagu cabang tersebut merupakan sebagai selingan untuk lagu pokok. Lagu-lagu itu tidak harus dibawa semua dalam membaca ayat-ayat AlQur’an. Tetapi boleh dipilih sesuai dengan ayat yang dibaca. Dalam perkembangannya sekarang ini fariasi lagu-lagu tersebut sering digabung. Antara nada pertama dengan nada kedua atau nada kedua dengan nada selanjutnya. Sehingga dapat menciptakan sebuah fariasi yang lebih indah. Lagu-lagu seni bacaan Al-Qur’an tersebut dapat juga diterapkan dalam bacaan yang lain seperti Azan, berdo’a, atau syair-syair Qasidah. Khususnya untuk Qosidah irama tersebut lebih bebas dilantunkan. Karena tidak terikat dengan kaidah-kaidah tajwid sebagaimana dalam membaca Al-Qur’an. Dalam membaca Al-Qur’an, fariasi irama tersebut harus mengikuti aturan tajwid, tidak boleh tajwid mengikuti lagu. KESIMPULAN Ilmu tajwid merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang tata cara mambaca Al-Qur’an dengan baik. Bagi pembaca Al-Qur’an, Ilmu tajwid merupakan sebuah tuntutan untuk dipelajari. Ilmu tajwid sebagai alat atau berupa cara untuk menciptakan keindahan dalam melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an. Dengan ilmu tajwid dapat menciptakan irama dalam membaca Al-Qur’an. Irama tersebut melahirkan sebuah seni yang dikenal dengan seni bacaan Al-Qur’an. Ilmu tajwid dengan seni baca Al-Qur’an memiliki kaitan yang sangat erat. Seni baca Al-Qur’an tidak bisa dijalan jika ilmu tajwid belum terapkan dalam bacaan secara sempurna. Menerapkan ilmu tajwid dalam bacaan, akan membuat bacaan lebih indah dan sempurna. Keindahan dalam mengucapkan lafaz-lafaz AlQur’an akan melahirkan seni yang berbentuk irama. Dalam membaca Al-Qur’an berirama tersebut harus mengikuti aturan ilmu tajwid. Karena jika salah kaidah ilmu tajwid dalam membaca Al-Qur’an, maka mengakibatkan kesalahan pula dalam membaca Al-Qur’an. Oleh karena demikian, ilmu tajwid merupakan salah satu ilmu yang sangat penting dipelajari dalam membaca Al-Qur’an. Terlebih lagi dalam membaca Al-Qur’an secara berseni (Nagham).
Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
141
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Annuri, Panduan Tahsin Tilawah AL-Qur’an dan ilmu tajwid, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010 Ahmad Munir dan Sudarsono, Ilmu Tajwid dan Seni Baca Al-Qur’an, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994 Ahmad Soenarto, Pelajaran Tajwid Praktis dan Lengkap, Jakarta: bintang Terang, tt Imam Jalaluddin As-Suyuthi, Studi Al-Qur’an Komprehensif membahas AlQur’an secara lengkap dan mendalam, Terj. Tim Editor Indiva, Solo: Indiva Pustaka, 2008 Ismail Tekan, Tajwid Al-Qur’annul Karim pembahasan secara praktis, populer dan sistematis, Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru, 2004 M. Misbachul Munir, Pedoman Lagu-Lagu Tilawatil Qur’an dilengkapi dengan tajwid dan Qasidah, Surabaya: Apollo, 1997 Mariya Ulfah, Bunga Rampai, Jakarta: Pimpinan Pusat Jam’iyyatul Qurra Wal Huffazh, 2006 Muhammad Makki Nash, Nihayatu Al-Qaul Al-Mufid, Mesir: tp, tt. Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu tafsir, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005
142
Suarni: Ilmu Tajwid dalam Nagham Al-Qur'an…
MENYOAL HUBUNGAN HADIS DENGAN ALQURAN: UPAYA KE ARAH RESTRUKTURISASI Maizuddin M. Nur Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry Jl. LIngkar Kampus, Kopelma Darussalam Kota Banda Aceh Email:
[email protected] ABTRACT Hadith ranks second as a source of law after the Koran. In addition, it also has its own function to the Qur'an, namely as explanatory passages from the Koran. However, both of these sources has its own distinct character. For the purposes of legal istimbath, parrots function hadith further elaborated into several theories mainly by priests schools. An elaboration of this course is an absolute ijtihad is not true. Shafi is a priest theory in this case be big and strong currents. This theory has been used as the basis to deliver some legal rulings. But, also seen emerging critique of partial products of the law, both in terms of material law and the law of the image itself. This shows that the theory of the relationship with the Qur'an Hadith partly still leaves irregularities. In addition, a review of the characteristics of tradition more clearly shown by scholars. On this basis, efforts towards restructuring the relationship with the Qur'an Hadith gets a foothold to be developed. ABSTRAK Hadis menempati posisi kedua sebagai sumber hukum setelah Alquran. Di samping itu, ia juga memiliki fungsi tersendiri terhadap Alquran, yakni sebagai penjelas ayat-ayat Alquran. Namun kedua sumber ini memiliki karakter tersendiri yang berbeda. Untuk kepentingan istimbath hukum, fungsi bayan hadis dielaborasi lebih jauh ke dalam beberapa teori terutama oleh imam mazhab. Elaborasi ini tentu saja adalah sebuah ijtihad yang tidak mutlak benar. Adalah teori imam Syafi’i dalam hal ini menjadi arus besar dan kuat. Teori ini telah dijadikan dasar untuk melahirkan beberapa hukum fiqh. Tetapi, juga terlihat bermunculan kritik terhadap sebagian produk-produk hukum, baik dari segi materi hukum maupun citra hukum itu sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa teori hubungan hadis dengan Alquran sebagiannya masih menyisakan kejanggalan. Di samping itu, kajian atas karakteristik hadis semakin jelas ditunjukkan oleh para sarjana. Atas dasar ini, upaya ke arah restrukturisasi hubungan hadis dengan Alquran mendapat pijakan untuk dikembangkan. Kata Kunci: Hubungan, Alquran, hadis, restrukturisasi, subordinasi, mubayyin, nasakh
Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
143
PENDAHULUAN Adalah sebuah konsensus umat Islam bahwa hadis dipandang sebagai salah satu sumber (mashadir) hukum di samping Alquran.1 Ia diyakini sebagai sumber otoritatifhukum Islam bersama Alquran. Konsensus ini dibangun berdasarkan fakta bahwa Alquran, ketika berbicara otoritas,seperti dinyatakan Rahman, sering mempersandingkan Nabi dengan Allah dan dalam sejumlah besar ayat kaum beriman diperintahkan untuk taat kepada Allah dan utusannya.2 Sebagai dua sumber hukum, Alquran telah menyatakan hubungan kedua sumber ini, yakni bahwa pada pokoknya hadis sebagai penjelas (mubayyin) petunjuk-petunjuk Alquran. Dengan bentuk hubungan ini, maka posisi hadis sebagai sumber hukum adalah suborniasi terhadap Alquran. Tetapi untuk kepentingan-kepentingan teknis hukum,posisi subordinasi ini diijtihadkan oleh para mujtahid,baik pada tingkat tokoh-tokoh sahabat maupun imam mazhab ke dalam bentuk dan model yang beragam. Demikian pula fungsi mubayyin ini dielaborasi lebih jauh ke dalam model-model juga yang beragam. Model-model tersebut telah mendasari munculnya produk-produk hukum fiqh. Tak terkecuali hukum-hukum kewarisan, sebagiannya juga dibangun berdasarkan model penerapan hubungan hadis dengan Alquran. Adalah model tertentu hubungan hadis dengan Alquran telah menjadi arus besar dan melandasi produk hukum kewarisan. Namun demikian, posisinya sebagai arus besar tak menutup kemungkinandilakukannya restrukturisasi hubungan hadis dengan hadis dengan Alquran. Rekonstruksi ini tentu saja akan berujung pada perubahan batang tubuh fiqh. Artikel ini membahas bagaimana pemikiran hubungan hadis dengan Alquran dan kemungkinan untuk restrukturisasi hubungan tersebut. Untuk kepentingan itu, maka beberapa sudut pandang yang menjadi fokus artikel ini adalah dasar pemikiran hubungan hadis dengan Alquran, bagaimana pola hubungan hadis dengan Alquran terutama dalam pandangan imam mazhab dan bagaimana kemungkinan restrukturisasi hubungan hadis dengan Alquran.
DASAR PEMIKIRAN HUBUNGAN HADIS DENGAN ALQURAN Sebagai salah satu sumber hukum di samping Alquran, hadis memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan Alquran. Pertama, hadis merupakan sabda Rasul, sedangkan Alquran adalah kalam Allah. Kedua, hadis pada umumnya bersifat zhani al-wurud (kemunculannya dari Nabi bersifat dugaan kuat), sebab pada umumnya ia datang tidak dalam bentuk mutawatir.3 Sedangkan _____________ 1
Meskipun terdapat sebagian kecil umat Islam pada masa klasik dan kemudian juga muncul di dunia Islam modern yang menyatakan hadis tidak menjadi penting dan perlu diperhatikan dalam mengamalkan ajaran Islam. Mereka dikenal dengan ingkar sunnah. Namun pandangan ini tanpaknya tak diterima di kalangan umat Islam secara luas, sehingga pandangan ini tenggalam dalam arus sejarah. Dengan demikian, pandangan ini tentu dapat dikesampingkan dalam melihat pandangan umat Islam terhadap hadis Nabi. 2 Fazlur Rahman, Islam, terj. Ahsin Mohammad, judul asli: Islam, Pustaka, Bandung, 1984, hal. 62 3 Istilah mutawatir adalah istilah yang digunakan dalam ilmu hadis yang menunjukkan pada pada periwayatan yang dilakukan oleh orang banyak yang menurut adat kebiasaan mustahil mereka bersepakat untuk berdusta, di mana periwayatan oleh orang banyak tersebut terjadi pada setiap thabaqat (generasi). 144
Maizuddin: Menyoal Hubungan Hadis dengan Al-Qur'an …
Alquran bersifat qath’i al-wurud (pasti keberadaannya) karena ia datang dalam bentuk mutawatir, Ketiga, Alquran merupakan ajaran pokok, sedangkan hadis berfungsi sebagai penjelas (mubayyin) ajaran-ajaran Alquran.4 Perbedaan karakter dua sumber hukum ini membawa konsekuensi logis tersendiri berkenaan dengan hubungan di antara keduanya, baik dari sisi posisi maupun fungsinya. Dari sudut posisinya, kedudukan hadis merupakan subordinasi terhadap Alquran, yakni hadis sebagai sumber hukum kedua. Hadis Mu’adz ibn Jabal yang mengisyaratkan kronologis penggunaan sumber hukum dalam memutuskan perkara sering dijadikan sebagai sandaran pemikiran ini. Sebagai sumber hukum kedua, maka penetapan hukum tidak didasarkan terlebih dahulu pada hadis, tetapi pada Alquran. Selama kebutuhan penetapan hukum dapat dijawab oleh Alquran, maka tidak boleh mencari jawaban di luar Alquran, termasuk hadis. Di samping itu, sebagai sumber kedua, maka hadis harus sejalan dengan ajaran Alquran, tidak boleh bertentangan dengan Alquran. Posisi subordinasi hadis terhadap Alquran dapat ditemukan dalam pemikiran ushul fiqh semua mazhab—Sunni: Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hanbali, Zahiri dan Syi’i: Ja’fari dan Zaidi. Dari segi fungsinya, hadis menjadi penjelas (mubayyin) ajaran-ajaran Alquran. Hal ini ditegaskan sendiri oleh Alquran berkenaan dengan tugas Nabi menjelaskan Alquran: Dan Kami turunkan kepadamu Alquran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan (QS. Al-Nahl: 44) Dalam kajian ushul fiqh, ditemukan bahwa funqsi penjelas ajaran Alquran itu dalam beberapa bentuk: Pertama, fungsi bayanta’kid. Dalam hal ini hadis berfungsi sebagai penegas apa yang telah disebutkan Alquran. Kedua, fungsi (bayan tafsir). Dalam hal ini hadis berfungsi memberi penjelasan terhadap ayat-ayat Alquran, baik menjelskan arti yang samar, merinci ketentuan global, membatasi ketentuan yang umum maupun memperluas maksud dari suatu ketentuan yang disebut Alquran, atau bahkan menjelaskan nasakhnya suatu ayat Alquran. Ketiga, fungsi bayan itsbat/insya’. Dalam hal ini, hadis berfungsi menetapkan suatu hukum yang secara jelas tidak disebutkan Alquran.5 Untuk kepentingan mempertahankan strukturnya sebagai sumber hukum dan menerapkanfungsinya terhadap Alquran, hubungan hadis dengan Alquran terlihat dalam beberapa teori yang berbeda. Perbedaan teori ini disebabkan sudut pandang yang berbeda, yakni mempertahankan struktur hadis sebagai sumber ajaran kedua setelah Alquran atau menguatkan fungsi hadis sebagai penjelas Alquran meskipun dengan mengkaburkan struktur hadis sebagai sumber kedua yang bersifat zhanni al-tsubut. BEBERAPA TEORI HUBUNGAN HADIS DENGAN AL-QURAN Pada masa sahabat, disebabkan pengetahuan-pengetahuan keagamaan mereka bersifat internalisasi dan praktis maka pandangan mereka tentang hubungan hadis dengan Alquran tidak tersistematisasi dengan baik. Pemikiran _____________ 4
Al-Hajawi, Said Muhammad ibn al-Hasan, al-Fikr al-Sami fi Tarikh al-Fiqh al-Islami, Mathba’ah al-Nahdhah, Juz I, hal. 29 5 Muhammad Abu Zahrah, Ushul al-Fiqh, Dar al-Fikri, Al-Arabi, t.t, hal. 112; Wahbah al-Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islami, Dar al-Fikri, Damsyiq, 1986, hal. 461-463; ‘Abd al-Karim Zaidan, al-Wajiz fi Ushul al-Fiqh, Muassasah Qurthubah, t.t., hal. 177 Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
145
mereka bersifat praktis dan tersebar dalam berbagai contoh-contoh praktis. Tetapi kelahiran tokoh-tokoh imam mazhab telah memberikan gambaran yang sistematis kepada kita berkenaan dengan pandangan-pandangan mereka tentang hubungan hadis dan Alquran. Dalam amatan penulis, pembicaraan ulama mazhab berkenaan dengan hubungan hadis dengan Alquran, terpusat pada tiga sudut, yakni: Pertama, berkenaan posisi hadis terhadap Alquran sebagai dua sumber hukum. Fokus pembicaraan tentang hal ini adalah mana di antara kedua sumber ini yang lebih diutamakan dan diperhatikan, dan mana pula di antara kedua sumber ini yang paling menentukan.Kedua, persyaratan hadis sebagai bayan Alquran. Pembicaraan ini mengarah kepada apa saja syarat-syarat yang harus dipenuhi sebuah hadis agar dapat melakukan fungsinya sebagai bayan Alquran. Ketiga, persoalan kelayakan Alquran me-nasakh hadis dan hadis me-nasakh Alquran. Persoalan yang dibicarakan adalah sejauh mana Alquran dapat me-nasakh hadis dan demikian pula sejauh mana kemungkinan hadis dapat me-nasakh Alquran. Subordinasi Hadis terhadap Alquran Posisi subordinasi hadis terhadap Alquran ditegaskan terutama oleh Rasul sendiri. Hadis Mu’az ibn Jabal yang menyatakan urutan sumber hukum memutuskan perkara merupakan salah satu riwayat yang sering dikutip menjadi argumen subordinasi hadis terhadap Alquran. Begitu pula praktek para sahabat seperti surat Umar ibn Khaththab kepada Syuraih yang bertindak sebagai qadhi, yang mengingatkan agar memperhatikan kitabullah baru kemudian hadis, atau pernyataan Ibnu Mas’ud agar memperhatikan Alquran yang menunjukkan kesadaran sahabat akan subordinasi hadis terhadap Alquran.6 Itu sebabnya mengapa posisi subordinasi diterima secara luas di kalangan Imam mazhab, tidak terdapat perbedaan pendapat. Sebagai subordinasi terhadap Alquran, hadis tidak lebih didahulukan dari pada Alquran. Hal ini, baik disebabkan karena hadis adalah sabda Rasul sebagai utusan Tuhan, sementara Alquran merupakan kalam Tuhan yang mengutus Rasul, dan ibadah membacanya. Di sisi lain status hadis pada umumnya bersifat zhanni al-tsubut dibanding Alquran yang seluruhnya qath’i al-tsubut, karena penyampaiannya secara mutawatir.7Demikian pula bila dipandang dari sudut fungsinya sebagai bayan terhadap ayat-ayat Alquran. Sesuatu yang qath’i didahulukan dari pada sesuatu yang zhanni. Demikian pula sebagai bayan, hadis mengikuti mubayyan (yang dijelaskan) dan karenanya mubayyan lebih didahulukan.8 Itu sebabnya pemikiran ushul fiqh semua mazhab—Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hanbali dan Syi’i—berkenaan dengan sumber dan dalil hukum, hadis ditempatkan sebagai sumber atau dalil hukum kedua setelah Alquran. Imam mazhab yang lebih awal seperti Abu Hanifah tampak lebih ketat mempertahankan subordinasi hadis terhadap Alquran. Baginya hadis yang datang dalam bentukkhabar ahadtidak digunakan sebagai takhsish keumumannya dan _____________ 6
Tentang surat Umar ibn Khathab dan pernyataan Ibn Mas’ud, lihat misalnya kutipan Wahbah al-Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islami, Dar al-Fikri, Damsyiq, 1986, hal. 461. Selanjutnya disebut Wahbah al-Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islami. 7 Al-Hajawi, Said Muhammad ibn al-Hasan, al-Fikr al-Sami fi Tarikh al-Fiqh al-Islami, Mathba’ah al-Nahdhah, Juz I, hal. 29 8 Wahbah al-Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islami, hal. 461 146
Maizuddin: Menyoal Hubungan Hadis dengan Al-Qur'an …
perinci ke-muthlaq-an al-Qur’an.9Imam Malik sedikit lebih longgar ketimbang Imam Abu Hanifah menerapkan subordinasi hadis terhadap Alquran. Imam Syafi’i yang datang kemudian tampak menolak secara ketat subordinasi hadis terhadap Alquran yang berujung pada pengebawahan hadis dibawah prinsipprinsip Alquran. Ia sedemikian gigih membela khabar wahid sehingga tidak boleh ditinggalkan karena bertolak bekalang dengan lahiriah Alquran. Baginya tidak ada hadis-hadis yang bertolak belakang, malah memperjelas arti Alquran. Karena itu, ia tidak menerima Alquran sebagai kriteria keotentikan sebuah hadis ahad. Hadis ahad bila telah sahih mesti diamalkan.10 Untuk kepentingan ini, maka ia seringkali tanpak memalingkan makna lahir Alquran untuk menghindari pertentangannya dengan makna lahir hadis yang lebih ia pertahankan. Oleh praktek pengikut-pengikutnya di kemudian hari subordinasi hadis terhadap Alquran semakin kabur. Pernyatan al-sunnah qadhiyatun ‘ala al-kitab merupakan sebuah pernyataanyang dapat dipahami kuatnya posisi hadis terhadap Alquran. Pernyataan ini telah menjadikan pandangan sebagian orang pada pengutamaan hadis dibanding Alquran. Tidak sampai di situ hadis juga dipandang dapat me-nasakh ayat-ayat Alquran, bahkan sebagian tidak membedakan hadis mutawatir, masyhur, bahkan hadis ahad dapat me-nasakh Alquran.11 Paling tidak ada dua alasan menguatnya posisi hadis dalam produk-produk hukum, seperti yang diungkap Mustafa al-Sibai, yaitu: pertama, keumuman lafaz membutuhkan kejelasan sunnah, sehingga sunnah merupakan penentu. Kedua, terdapatnya ayat-ayat yang memiliki makna alternatif di mana sunnah menentukan alternatif-alternatif tersebut.12Kemunculan imam al-Syafi’i dan seiring dengan mazhabnya yang diterima secara luas menjadikan pola hubungan hadis dan Alquran dalam model ini telah menjadi arus besar yang menelorkan produkproduk hukum yang sangat banyak. Persyaratan Berlakunya Fungsi Mubayyin Hadis Jelas sekali dan telah diterima oleh semua pihak bahwa hadis memiliki fungsi sebagai bayan Alquran. Ini berarti bahwa hadis dapat merinci, mengkhususkan dan membatasi aturan-aturan Alquran. Tetapi, sebagai bayan Alquran, hadis mestilah memenuhi dua persyaratan utama. Pertama, dari segi kebenaran materinya, bahwa hadistersebut bersumber dari Nabi. Kedua, dari segi kekuatan penunjukkannya terhadap hukum, yaitu bahwa hadis tersebut secara pasti memberikan penjelasan terhadap hukum dalam Alquran.Sampai di sini para imam mazhab tampaknya memiliki kesepakatan. Tetapi, terdapat juga persyaratan lain yang ditegaskan secara berbeda oleh imam-imam mazhab. Abu Hanifah menegaskan bahwa hadis yang digunakan sebagai mubayyin Alquran haruslah hadis yang memiliki status keberadaanya yang kuat. Hal ini disebabkan keumuman lafazh Alquran yang mencakup seluruh _____________ 9
Rif’at Fauzi Abdul Muthalib, Taustiq al-Sunnah fi al-Qarni al-Tsani al-Hijriy: Asasuhu wa Itijahatuhu, Maktabah al-Khanatiji, 1981, hal. 290. Selanjutnya disebut Rif’at Fauzi Abdul Muthalib, Taustiq al-Sunnah. 10 Pendapatnya ini dapat dirujuk pada karyanya al-Risalah ketika membicarakan tentang hadis. Lihat al-Syafi’i, al-Risalah, hal. 11 Musfir Azhmillah al-Damini, Maqayis Naqdi Mutun al-Sunnah, Riyadh, 1984, hal. 322323. Selanjutnya disebut Musfir Azhmillah al-Damini, Maqayis Naqdi Mutun al-Sunnah. 12 Musthafa al-Siba’i, al-Sunnah wa Makanatuha fi Tasyri’ al-Islami, Dar al-Waraq, 20٠٠, hal. 413 Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
147
afradnya bersifat qath’i al-dilalah. Demikian juga berlaku dalam hal kemutlakannya. Atas dasar ini, maka hadis yang memiliki status di bawah hadis mutawatir dan masyhur seperti hadis ahad13 tidak memenuhi persyaratan untuk menjadi mubayyin Alquran. Pertentangannya dengan Alquran harus dianggap sebagai sesuatu yang tidak mungkin terjadi. Terlarang mendahulukan khabar wahidatas lahiriah Alquran. Karena hal itu berarti meninggalkan hukum yang lebih kuat dan mengamalkan yang lebih lemah.14 Imam Malik dalam contoh-contoh fiqhnya terkadang tidak menggunakan khabarwahid sebagai bayan Alquran dalam beberapa persoalan, tetapi menggunakannya sebagai bayan Alquran dalam kaitannya dengan persoalan lain. Imam Malik misalnya tidak menggunakan hadis larangan Nabi memakan burung yang memiliki cakar sebagai bayantakhsish surat al-An’am ayat 145 yang membolehkan semua burung, termasuk yang memiliki cakar. Tetapi, ia menggunakan hadis yang menunjukkan keharaman mengumpulkan seorang perempuan bersama bibinya sebagai isteri sebagai bayantakhshish ayat Alquran surat al-Nisa’ ayat 24 yang membolehkannya secara umum. Dari sini muncul analisis bahwa Imam Malik menerapkan fungsi bayankhabar ahad bila didukung oleh amal ahli Madinah. 15 Hal ini dikarenakan Imam Malik berpendapat bahwa praktek penduduk Madinah dalam urusan agama berdasarkan periwayatan masyhur dan tersebar luas. Tetapi bila hadis tersebut bertolak bekalang dengan amal ahli Madinah, maka hadis ahad dimaksud akan kehilangan fungsi bayan-nya terhadap Alquran. Imam Syafi’i yang datang kemudian, mengkritik semua persyaratan yang dimajukan oleh imam mazhab sebelumnya, termasuk juga contoh-contoh yang dimajukan.Baginya bila hadis telah sahih, sekali pun ia dalam bentuk khabarahad, hadis tersebut dapat menjadi bayanAlquran. Tampaknya tidak ada persyaratan lain yang dimajukan oleh Imam Syafi’i selain persyaratan kebenaran materi hadis sebagai berasal dari Rasulullah dari sudut ilmu hadis.16 Ia menolak sama sekali persyaratan yang diajukan imam mazhab sebelumnya. Hal ini disebabkan alSyafi’i mempersepsi keumuman dan kemutlakan pernyataan Alquran bersifat zhanni al-dilalah. Atas dasar ini, maka khabar wahid yang juga bersifat zhanni _____________ 13
Dari segi jumlahperawi, ulama membagi hadis menjadi tiga jenis, yaitu mutawatir, masyhur dan ahad. Hadis mutawatir adalah hadis yang diriwayatkan oleh orang banyak yang menurut adat kebiasaan mustahil mereka bersepakat untuk berdusta, dari awal sanad sampai akhir sanad. Sedangkan hadis masyhur adalah hadis yang diriwayatkan oleh orang banyak tetapi tidak mencampai jumlah mutawatir pada tingkat sahabat, meskipun mencapai jumlah mutawatir pada rawi setelahnya. Atau sebagian juga memandang bahwa dimaksudkan dengan hadis masyhur adalah masyhur di kalangan tertentu. Dan untuk kepentingan istinbath hukum, sebagian orang mensyaratkan masuk dalam pengertian masyhurtersebut adalah masyhur di kalangan para sahabat. Sedangkan hadis ahad adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorang rawi atau lebih tetapi tidak mencapai jumlah rawi pada masyhur dan mutawatir. Lihat Muhammad ‘Ajjaj al-Khathib, Ushul al-Hadits, Ulumuhu wa Musthalahuhu, Dar al-Fikri, Beirut, 1989, hal. 301-302 14 Musfir Azhmillah al-Damini, Maqayis Naqdi Mutun al-Sunnah, hal. 308 15 Rif’at Fauzi Abdul Muthalib, Taustiq al-Sunnah hal. 298 16 Imam Syafi’i menulis syarat keabsahan bagi khabar wahid sebagai berikut: 1) harus terpercaya dalam agamanya, 2) dikenal senantiasa benar dalam penyampaian berita, 3) memahami makna dari adanya perubahan lafaz, 4) meyampaikan hadis secara lafzi, bukan maknawi, 5) memiliki daya ingat yang tinggi ketika meriwayatkannya secara lisan, dan dapat menjaga catatannya bila meriwayatkan secara tertulis, 6) redaksinya sesuai dengan riwayat para dhabit, dan 7) tidak menyatakan meriwayatkan hadis dari orang yang tidak dia dengar (tadlis). Lihat Muhammad ibn Idris al-Syafi’i, al-Risalah, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, hal. 370. 148
Maizuddin: Menyoal Hubungan Hadis dengan Al-Qur'an …
bila sudah dapat dipastikan kebenaran materinya berasal dari Rasulullah dapat menjadi bayan Alquran. Dalam hal hadis tersebut menyalahi lahir Alquran, al-Syafi’i berusaha menggiring makna Alquran sedemikian rupa meskipun dengan mentakwilkannya sehingga hadis tersebut dapat berfungsi sebagai bayanAlquran. Dalam kasushadis riwayat Abu Hurairah menyatakan peradilan dapat diputuskan dengan satu saksi dan sumpah.17 Imam al-Syafi’i menggiring makna lahiriah Alquran yang menyatakan keharusan dua saksi:Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridai ... (QS. Al-Baqarah: 282), dengan memahami bahwa dua orang saksi itu adalah untuk kesempurnaan sebuah kesaksian, bukan sebagai keharusan tegaknya sebuah kesaksian.18 Melihat hubungan hadis dengan Alquran di mana teori Imam Syafi’i menjadi populer, maka dalam prakteknya terlihat hadis sebagai bayan Alquran tidak lagi harus memenuhi kriteria tertentu. Imam al-Syafi’i tampak mengabaikan teori kritik matan hadis yang sudah dibangun oleh imam mazhab sebelumnya. Satu-satunya kriteria yang tampak adalah bahwa hadis yang menjadi bayan Alquran haruslah dapat dipastikan kebenarannya materinya terutama dari rangkaian sanad-nya. Persoalan Nasakh Hadis dengan Alquran dan Sebaliknya Persoalan lain yang berkaitan dengan hubungan hadis dengan wahyu adalah kemungkinan Alquran menasakh hadis dan sebaliknya hadis menasakh Alquran. Seperti pada dua poin sebelumnya, pembicaran tentang hal ini juga memunculkan keragaman pendapat di antara imam dan tokoh mazhab. Ini berarti bahwa peran ijtihad sangat kuat dalam persoalan ini. Berkenaan dengan nasakh hadis dengan Alquran, mazhab Hanafi mengadopsinya. Seperti yang telah dijelaskan bahwa hadis yang berfungsi sebagai bayan terhadap Alquran mestilah memiliki kekuatan status dan sebanding. Bila tidak sebanding, maka hadis tidak dapat menjadi bayan Alquran, bahkan dapat dipandang sebagai nasakh terhadap hadis ketika lahiriahnya bertentangan dengan lahiriah Alquran. Al-Syafi’i menyetujui kemungkinan nasakh hadis dengan Alquran. Tetapi ia membuat persyaratan bahwa harus ada hadis lain yang menjelaskan nasakhnya.19Dengan demikian, Alquran tidak dapat secara mandiri menasakhhadis. Bila persyaratan bahwa harus terdapat hadis lain yang memberi penjelasan, maka sesungguhnya dengan demikian, dapat dipahami bahwa hadislah syarat ini adalah bahwa nasakh hadis bukan dengan Alquran, tetapi nasakh hadis dengan hadis lainnya. Dengan demikian, dapat saja disimpulkan bahwa pada dasarnya Imam al-Syafi’i tidak membenar nasakh hadis dengan Alquran. _____________ 17
Kutipan terjemahan hadis sebagai berikut: (Hadis riwayat dari) Abu Hurairah bahwa Nabi memutuskan (perkara) dengan sumpah dan satu orang saksi. HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad. Lihat Abu Daud Sulaiman ibn al-‘Asy’ats al-Sijistani, Sunan Abi Daud, Dar al-Kitab al‘Arabi, Beirut, t.t, Juz III, hal. 342 18 Rif’at Fauzi Abdul Muthalib, Taustiq al-Sunnah hal. 308. Imam Abu Hanifah dan pengikutnya mengikuti lahiriah Alquran, dan tidak menjadikan 292-294. 19 Musfir Azhmillah al-Damini, Maqayis Naqdi Mutun al-Sunnah, hal 326 Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
149
Apa yang disyaratkan Syafi’i berkenaan dengan nasakh Alquran terhadap hadis tampak bahwa ia memberi penguatan yang luar biasa terhadap hadis; bahwa nasakh hadis dengan Alquran pun harus memiliki penjelasan dari hadis. Sikap ini tentu sejalan dengan upaya al-Syafi’i dalam meneguhkan kedudukan hadis bila telah sahih dan upaya preventif terhadap penolakan terhadap hadis berdasarkan ayat-ayat Alquran yang bertentangan dengannya, Karena dalam pandangan mazhab awal, bahwa pertentangan sebagian hadis ahad dengan Alquran merupakan petunjuk bahwa hadis itu telah dinasakh oleh ayat Alquran itu sendiri. Berkenaan dengan nasakh Alquran dengan hadis, Al-Syafi’i menyatakan bahwa hadis tidaklah me-nasakh Alquran. Dalam hal ini tidak ada pembedaan kategori hadis, baik hadis mutawatir maupun ahad, dipandang tidak dapat menasakh Alquran. Nasakh Alquran hanya dapat terjadi dengan yang semisalnya, yakni Alquran juga. Hal ini disebabkan karena ia merupakan kalam Tuhan yang tidak seorang pun dapat me-nasakh-nya. Tetapi, di sisi lain, ia juga menunjukkan bahwa hadis menjelaskan nasakh Alquran oleh Alquran sendiri. Dalam konteks ini, pemikiran al-Syafi’i berkenaan dengan kemungkinan nasakh Alquran dengan hadis, tidaklah menjadi arus besar. Tetapi yang menjadi arus besar adalah pemikiran bahwa Alquran boleh di-nasakh oleh hadismutawatir dan hadis masyhur.Pemikiran ini sepeti yang diungkap oleh Musfir Azmillah alDamini, dianut oleh jumhur fuqaha, mutakallimin dari mazhab Asy’ari dan Mu’tazili dan juga sebagian mujtahid-mujtahid dari mazahab Syafi’i.20 Tetapi, terlihat juga dalam prakteknya terjadi perbedaan dalam kepastian nasakh-nya hukum-hukum yang telah ditetapkan Alquran dengan sebagian hadis. Berkenaan dengan ayat wasiat yang memerintahkan orang mukmin yang ditimpa sakit berat agarberwasiat untuk ibu-bapa dan karib kerabatnya secara makruf sebagai suatu kewajiban, jika ia meninggalkan harta yang banyak (Al-Baqarah: 180), sebagian mereka yang membolehkan nasakh Alquran dengan hadis menyatakan ayat ini sudah dinasakh oleh hadis yang menyatakan tidak ada wasiat bagi ahli waris. Sedangkan sebagian lagi menyatakan bahwa ayat Alquran tersebut tidak di-nasakh oleh hadis, tetapi di-nasakh oleh ayat Alquran sendiri tentang mawaris. Kesimpulan ini mendapat penguatan dari riwayat Ibnu Abbas yang menyatakan ketika membacakan ayat tersebut: Begitulah (aturan tentang wasiat) sehingga di-nasakh oleh ayat-ayat mawarits.21 Ibnu Hazmin dari mazhab zahiri bahkan memperluas nasakh Alquran oleh hadis hingga khabarwahid sekalipun. Baginya hadis yang datang dalam bentuk mutawatir atau khabar ahad sama saja, memiliki kekutan status yang sama, yaitu qath’i al-tsubut. Karena itu, sebagiannya dapat me-nasakh yang lain, hadis dengan hadis, hadis dengan Alquran atau Alquran dengan hadis. KE ARAH RESTRUKTURISASI HUBUNGAN HADIS DENGAN ALQURAN Teori hubungan hadis dengan Alquran yang dimunculkan kemudian oleh Imam Syafi’i telah menjadi arus besar dan tampak sangat kuat. Dalam kaitan ini Al Yasa Abubakar menulis: _____________ 20
Musfir Azhmillah al-Damini, Maqayis Naqdi Mutun al-Sunnah, hal 322-323 Musfir Azhmillah al-Damini, Maqayis Naqdi Mutun al-Sunnah, hal 324
21
150
Maizuddin: Menyoal Hubungan Hadis dengan Al-Qur'an …
Dengan perjalanan waktu, pendapat Imam Syafi`i ini diterima secara luas, sehingga dapat dianggap telah menjadi paradigma umum yang terus diikuti; menjadi yang paling berpengaruh, bahkan mungkin yang dianggap paling benar di kalangan umat Islam sampai sekarang. Sepanjang bacaan penulis tidak ada ulama yang membantah tesis ini sampai dengan awal zaman modern. Baru di zaman modern muncul beberapa ulama yang berusaha meninjau ulang kebenaran tesis Imam Syafi`i ini, dan itupun boleh dikatakan baru terjadi pada tataran teoritis. Sedang pada tataran praktis, perspektif bahkan paradigma yang berkembang dan diamalkan masyarakat luas masih paradigma Imam Syafi`i, bahwa hadis tidak boleh dinasakh oleh Alquran, kesahihan hadis dinilai hanya berdasarkan sanadnya (tidak ada kritik matan), dengan demikian hadis yang sahih sanad sudah boleh men-takhshish, mentakwil, menambah atau membuat ketentuan baru yang tidak ada dalam Alquran.22 Teori Imam Syafi’i ini telah banyak dipergunakan dalam melahirkan produk-produk fiqh. Tetapi, meskipun demikian, model hubungan hadis dengan Alquran seperti yang telah digagas oleh para imam mazhab tersebut adalah sebuah ijtihad, dan karena itu tentu saja tidak bersifat mutlak benar, baik dipahami dalam pengertian keseluruahan maupun maupun bagian-bagiannya. Atas dasar ini, masih terbuka ruang restrukturisasi terhadap hubungan hadis dengan Alquran untuk ditawarkan. Beberapa kritik terhadap hukum fiqh yang dibangun berdasarkan hubungan hadis dengan Alquran telah dimunculkan oleh para pengkaji hukum Islam. Amir Syarifuddin misalnya ketika mencermati pengertian walad yang sharih di dalam Alquran sebagai anak laki-laki dan perempuan,23 dibatasi maknanya oleh jumhur ulama kepada anak laki-laki saja berdasarkan indikasi sebuah hadis,24 menulis sebagai berikut: Seandainya jumhur ulama konsisten dengan arti walad sebagaimana terdapat pada tempat lain yang semuanya berarti anak laki-laki dan perempuan, tentunya walad di sini pun akan berarti demikian. ... Tetapi ternyata mereka memahami walad di sini hanya dengan anak laki-laki. Artinya, juhmur ulama tidak konsisten dalam pendapatnya memahami kata walad itu.25 Apa yang dinyatakan Amir Syarifuddin di atas menunjukkan bahwa penggunaan model tertentu hubungan hadis dengan Alquran yang telah melahirkan hukum fiqh dipandang masih menyisakan persoalan. Pertama, _____________ 22
Al Yasa Abubakar, Mencari Paradigma Fiqh Baru dalam Konteks Kekinian dan Keindonesiaan: Belajar dari Pengalaman Aceh, www.alyasaabubakar.com, diakses tgl 15 Oktober 2013 23 Kata walad ditemukan dalam Alquran sebanyak 33 kali dan 23 kali dalam bentuk jamak. Khusus dalam ayat-ayat warisan yang menyebut hak anak-anak terdapat 8 kali kata walad dan satu kata aulad. Keseluruhan kata ini berarti anak laki-laki dan perempuan. Jumhur ulama juga memandang demikian, sebab dalam. Hal ini disebabkan kata walad secara bahasa sendiri berkaitan maknanya dengan yang dilahirkan yakni anak laki-laki dan perempuan. Di samping itu, kata walad dalam salah satu ayat Alquran diikuti dengan kata min dzakarin aw untsa (berupa jenis laki-laki dan perempuan). 24 Hadis yang digunakan oleh jumhur ini Huzail ibn Syurahbil yang menyatakan bahwa Ibnu Mas’ud mengemukakan sebuah keputusan Rasulullah yang memberikan hak warisan kepada anak perempuan, saudara perempuan dan cucu perempuan. 25 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, hal. 161-162 Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
151
penggunaan hadis tersebut untuk membatasi makna kata walad memperlihat ketidakkonsistentenan memahami kata walad. Kedua, dengan pembatasan makna kata tersebut maka kelihatan bahwa jumhur merendahkan posisi perempuan di mana ia dipandang tidak memiliki kekuatan menghjiab garis, sehingga saudara tetap mewarisi bersama-sama anak perempuan, berbeda dengan keberadaan anak lak-laki yang keberadaannya dapat menutup garis sisi. Dalam kasus di atas, sebagian orang cenderung membandingkannya dengan pandangan kaum Syi’i yang terlihat konsisten dalam memahami kata walad sebagai anak laki-laki dan perempuan dalam seluruh ayat Alquran. Pemakanaan lurusini disebabkan mereka tidak menggunakan hadis ini, ketika Alquran sendiri telah menunjukkan makna kata yang digunakannya secara sharih. Dengan demikian, terlihat bahwa pemahaman kata walad menjadi lurus dalam semua ayat Alquran dan kedudukan perempuan dalam hukum warisan menjadi kuat, sama kuatnya dengan anak laki-laki yang dapat menghijab garis sisi. Di sisi lain, berkembangnya studi tentang karakteristik hadis telah menujukkan dan menegaskan kembali beberapa identitas hadis. Di antara identitas tersebut adalah bahwa sebagian hadis-hadis Nabi bersifat muaqqat (temporal), yakni petunjuk hadis dimaksudkan mengikat dalam situasi atau kondisi tertentu. Muhammad Abu Zahrah misalnya, ketika menganalisis hadis Nabi tentang memelihara jengot, mengukuhkan pendapat yang menyatakan bahwa hadis tersebut merupakan perintah yang dimaksudkan sebagai adat kaum Nabi, bukan sebagai ketetapan syariat. Karena ‘illat perintah tersebut adalah untuk membedakan dengan kebiasaan Yahudi dan Majusi yang pada waktu itu mencukur jenggot.26 Dengan pandangan ini, dapat dilihat bahwa hadis tersebut bersifat muaqqat. Yusufal-Qaradhawi ketika mencermati hadis-hadis perintah melihat hilal untuk memastikan masuknya bulan Ramadhan menyatakan bahwa perintah tersebut sesuai dengan keadaan pada masa itu.27 Ini berarti bahwa hadis tersebut tidak dimaksudkan untuk menetapkan garis hukum yang bersifat tetap (muabbad). M. Quraish Shihab, Muhammad Amin Suma, Syuhudi Ismail, Syamsul Anwar dan lain-lain juga menegaskan adanya sifat temporal (muaqqat) dan sifat juz’i sebuah hadis.28 Hadis-hadis yang bersifat muaqqat dan juz’i dapat memunculkan persoalan tereduksinya sifat muabbad dan kulli ajaran Alquran ketika ia digunakan sebagai bayan. Berangkat dari kenyataan di atas, maka upaya restrukturisakusi hubungan hadis dengan Alquran menjadi sebuah peluang dimana tuntutan ke arah itu dapat dipandang mendesak. Teori-teori hubungan hadis yang dimunculkan oleh Imam Syafi’i belakangan yang telah menjadi arus besar masih menimbulkan beberapa kejanggalan ketika digunakan untuk melahirkan produk-produk hukum fiqh, baik dari segi materi hukum itu sendiri maupun citra hukum itu sendiri. Restrukturisasi ini tidaklah dalam pengertian menggantikan seluruh teori-teori yang telah dibangun oleh Imam al-Syafi’i, tetapi memperbaharui pada sudut-sudut tertentu _____________ 26
Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, Dar al-Fikri al-‘Arabi, t.t., hal. 115 Yusuf al-Qardhawi, Kajian Kritis Pemahaman Hadis, Antara Pemahaman Tekstual dan Kontekstual, Terj. A. Najiyullah, Judul Asli: al-Madkhal li Dirasâh al-Sunnah al-Nabawiyah, (Jakarta: Islamuna Press, 1994), hal. 213. Komentar yang sama 28 Yunahar Ilyas (ed), Pengembangan Pemikiran terhadap Hadis, Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Islam (LPPI) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta, 1996, hal. 53-90 27
152
Maizuddin: Menyoal Hubungan Hadis dengan Al-Qur'an …
dalam tiga ranah seperti yang telah digambarkan di atas, yakni subordinasi hadis terhadap Alquran, persyaratan berlakunya fungsi mubayyin hadis dan menyangkut nasakh mansukh antara hadis dengan Alquran. Berkenaan dengan subordinasi hadis terhadap Alquran, bagaimana posisi hadis sebagai sumber kedua setelah Alquran dapat diperjelas, mengingat bahwa Alquran adalah wahyu Tuhan, bersifat qath’i al-tsubut, dan bersifat unversal. Berkenaan dengan persyaratan berlakungya fungsi hadis sebagai bayan Alquran, hendaknya dipertimbangkan kembali kritik matan, sifat temporal hadis, serta pengetahuan tentang waktu munculnya hadis sehingga hadis yang muncul lebih awal tidak digunakan sebagai penjelas ayat yang muncul belakangan. Sementara berkenaan dengan nasakh hadis dengan Alquran perlu dipertimbangkan kembali keberlakuannya. Dapat saja misalnya ayat yang muncul kemudian tidak dijelaskan oleh hadis yang muncul lebih awal, tetapi ayat tersebut menaskh hadis yang muncul lebih awal. Demikian pula sebaliknya nasakh Alquran dengan hadis dipertimbangkan untuk tidak dapat diterapkan, karena bagaimana pun Alquran adalah wahyu Allah yang tidak setara dengan ucapan manusia dan juga disebabkan Alquran seluruh ayatnya bersifat pasti keberadaannya sebagai wayhu Allah (qath’i al-tsubut) sementara hadis pada umumnya bersifat dugaan kuat keberadaannya dari Nabi (zhanni al-tsubut). KESIMPULAN Dalam merumuskan produk-produk hukum fiqh, hubungan hadis dengan Alquran telah mengambil peranan yang sangat luas. Ia telah mendasari banyak produk-produk hukum. Ada beberapa teori yang muncul dalam kaitan hubungan hadis dengan Alquran. Tetapi, teori yang ditawarkan oleh Imam Syafi’i belakangan dan telah menjadi arus besar mengalahkan teori-teori imam mazhab sebelumnya. Teori hubungan hadis dengan Alquran yang ditawarkan oleh Syafi’i tampak memberikan penekanan yang sangat kuat atas fungsi hadis sehingga terkadang kelihatan mengaburkan posisi dan kedudukan hadis sebagai sumber kedua setelah Alquran. Di sisi lain, ia tampak mengabaikan kritik matan sehingga persyaratan satu-satunya beralakunya fungsi hadis adalah bahwa kebenaran materi hadis tersebut dari sisi sandarannya (sanad) dapat dipertanggungjawabkan. Restrukturisasi terhadap hubungan hadis dengan Alquran masih memiliki perluang yang terbuka. Hal ini didasarkan atas pandangan bahwa: pertama, model hubungan hadis dengan Alquran yang diterapkan untuk melahirkan produkproduk hukum adalah hasil ijtihad, dan karena itu ia tidak bersifat mutlak benar. Kedua, bermunculannya kritik-kritik terhadap beberapa produk fiqh yang dibangun berdasarkan hubungan hadis dengan Alquran menunjukkan bahwa teori hubungan hadis dengan Alquran tersebut masih menyisakan persoalan.Ketiga, semakin intensnya kajian menengai karakteristik hadis akan menegaskan identitas hadis yang berbeda dengan Alquran, seperti sifat muaqqat dan juz’i-nya. Hadishadis yang bersifat muaqqat dan juz’i dapat memunculkan persoalan tereduksinya sifat muabbad dan kulli ajaran Alquran ketika ia digunakan sebagai bayan.
Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
153
DAFTAR PUSTAKA Abubakar, Al Yasa, Rekonstruksi Fiqih Kewarisan, Reposisi Hak-Hak Perempuan, LKAS, Banda Aceh, 2012 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, Kencana, Jakarta, 2004 Anwar, Syamsul, Peradaban Tanpa Kalender Unifikatif: Inikah Pilihan Kita? Al-Bukhari, Muhammad ibn Ismail Abu Abd Allah, Shahĩh al-Bukhâri, (Beirut: Dar ibn Katsir al-Yamamah, 1987), Juz IV, V dan VIMuslim ibn al-Hajjaj, Abu al-Husain , Shahĩh Muslim, (Beirut: Dar al-Jail, Beirut, t.t), Juz VI Al-Damini, Musfir Azhmillah, Maqayis Naqdi Mutun al-Sunnah, Riyadh, 1984 Fauzi Abdul Muthalib, Rif’at, Taustiq al-Sunnah fi al-Qarni al-Tsani al-Hijriy: Asasuhu wa Itijahatuhu, Maktabah al-Khanatiji, 1981 Al-Hajawi, Said Muhammad ibn al-Hasan, al-Fikr al-Sami fi Tarikh al-Fiqh alIslami, Mathba’ah al-Nahdhah, Juz I Ilyas Yunahar (ed), Pengembangan Pemikiran terhadap Hadis, Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Islam (LPPI) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta, 1996 Al-Khathib, Muhammad ‘Ajjaj, Ushul al-Hadits, Ulumuhu wa Musthalahuhu, Dar al-Fikri, Beirut, 1989 Al-Nasa’i, Ahmad ibn Syuaib Abu Abd al-Rahman, Sunan al-Nasâ’i, (Halb: Maktabah al-Mathbu’at al-Islamiyah, 1986), Juz IV Al-Qardhawi Yusuf, Kajian Kritis Pemahaman Hadis, Antara Pemahaman Tekstual dan Kontekstual, Terj. A. Najiyullah, Judul Asli: al-Madkhal li Dirasâh al-Sunnah al-Nabawiyah, (Jakarta: Islamuna Press, 1994) Al-Qazwini, Muhammad ibn Yazid Abu Abdullah, Sunan Ibn Mâjah, (Beirut: Dar al-Fikr, t.t.), Juz II Rahman, Fazlur, Islam, terj. Ahsin Mohammad, judul asli: Islam, Pustaka, Bandung, 1984 Al-Siba’i, Musthafa, al-Sunnah wa Makanatuha fi Tasyri’ al-Islami, Dar alWaraq, 20٠٠ Al-Sijistani, Abu Daud Sulaiman ibn al-Asy’ats, Sunan Abĩ Dâud, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Arabi, , t.t), Juz III Al-Syafi’i, Muhammad ibn Idris, al-Risalah, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, hal. 370. Al-Syaibani, Ahmad ibn Hanbal Abu Abd Allah, Musnad al-Imâm Ahmad ibn Hanbal, (al-Qahirah: Muassasah Qurthubah, t.t), Juz III Al-Tirmidzi, Muhammad ibn ‘Isa Abu ‘Isa, Sunan al-Tirmidzi, (Beirut: Dar alIhya al-Turats al-‘Arabi, t.t.), Juz IV Al-Zuhaili, Wahbah, Ushul al-Fiqh al-Islami, Dar al-Fikri, Damsyiq, 1986. 154
Maizuddin: Menyoal Hubungan Hadis dengan Al-Qur'an …
MENYOAL PERUMPAMAAN (AMTSAL) DALAM AL-QUR’AN
MISKAHUDDIN Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry Jl. Lingkar Kampus Kopelma Darussalam Kota Banda Aceh Email:
[email protected]
ABSTRACT Proverbs Qur'an is one of the discussion in the 'Ulum al-Qur'an is no less important to the discussion of the other. In this case the Qur'an is believed to accommodate issues proverbs contained in the verses. Quite a lot of lessons and benefits that can be gleaned from the discussion of proverbs Qur'an. However not all the lessons and the benefits can be felt by all humans. Perhaps the reviewer Qur'an itself to find things that are different from each other depending on one's own perspective. ABSTRAK Amsal al-Qur’an merupakan salah satu pembahasan dalam ‘Ulum alQur’an yang tidak kalah pentingnya dengan pembahasan yang lain. Dalam hal ini al-Qur’an diyakini mengakomodir persoalan amsal yang terkandung dalam ayatayatnya. Cukup banyak pelajaran dan manfaat yang dapat dipetik dari pembahasan mengenai amsal al-Qur’an. Meskipun demikian tidak semua pelajaran dan manfaat tersebut dapat dirasakan oleh seluruh manusia. Boleh jadi para pengkaji al-Qur’an sendiri menemukan hal-hal yang saling berbeda satu sama lain tergantung pada perspektif yang dimiliki seseorang.
PENDAHULUAN Amtsal al-Qur’an merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembahasan ‘Ulum al-Qur’an. Aspek-aspek kajian amtsal al-Qur’an lebih ditekankan pada sudut teks al-Qur’an sendiri, baik dari segi bentuk maupun makna dan kandungannya. Al-Qur’an yang diyakini berasal dari Allah SWT memang memiliki sejumlah kelebihan, khusunya dalam dua dimensi ini. Bahkan ia cenderung dianggap sebagai mukjizat oleh karena kelebihannya tersebut. Apabila al-Qur’an ditelaah secara mendalam maka dimensi amtsal alQur’an pasti ditemukan di dalamnya. Menurut hadis yang diriwayatkan oleh alBaihaqy dari Abu Hurairah, sebagaimana yang dikutip oleh al-Suyuthi, bahwa alQur’an diturunkan dalam lima bentuk: halal, haram, muhkam, mutasyabih, dan amtsal. Selanjutnya diperintahkan agar yang halal dilaksanakan, yang haram ditinggalkan, yang muhkam diikuti, yang mutasyabih dipercaya, dan mengambil amtsal (perumpamaan) sebagai i’tibar.1 Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa tujuan utama dari amtsal adalah untuk dijadikan sebagai i’tibar. Sebagai i’tibar tentunya cukup banyak _____________ 1
Al-Suyuthi, al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an, Juz II (Cet. III; Mesir: Syirkah Maktabah Wa Mathba’ah al-Mustafil al-Nafi al-Halaby, tt), h. 131 Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
155
pelajaran yang dapat dipetik dari keberadaan amtsal dalam al-Qur’an. Meskipun demikian, boleh jadi para pengkaji al-Qur’an menemukan hal-hal yang saling berbeda satu sama lain terhadap rahasia yang dikandung amtsal al-Qur’an. Hal tersebut disebabkan perbedaan perspektif mereka dalam mengkaji ayat-ayat yang mengandung amtsal. Berangkat dari masalah di atas, tulisan ini mencoba membahas tentang wujud-wujud perumpamaan (amtsal) di dalam al-Qur’an. Pembahasan dilakukan secara deskrptif analisis dengan berpijak pada sumber-sumber relevan yang jumlahnya cukup terbatas. Tujuannya ialah untuk menganalisa lebih lanjut tentang rahasia dibalik adanya amtsal al-Qur’an. PENGERTIAN AMSAL Secara etimologi, lafaz amtsal ( )أﻣﺜﺎلmerupakan bentuk jama’ yang diambil dari akar kata matsala ( )ﻣﺜﻞyang terdiri dari tiga huruf ( ) م ث لyang secara bahasa mempunyai makna yang sama dengan syabaha ( )ﺷﺒﮫyang diartikan dengan perumpamaan atau bandingan.2 Kebanyakan ulama mengatakan bahwa ﻣﺜﻞdan ﺷﺒﮫmempunyai pengertian yang sama, bahkan Ahmad Jamal al-‘Umry menegaskan bahwa kedua lafaz tersebut sama, baik ditinjau dari segi lafaz maupun makna.3 Namun demikian, alJurjany sebagaimana yang dikutip Muhammad bakar Ismail, justru membedakannya dengan mengatakan bahwa ﺗﺸﺒﯿﮫsifatnya lebih umum daripada ﺗﻤﺜﯿﻞ.4 Al-Ragib al-Asfahani mengartikan bahwa amtsal adalah suatu ungkapan yang menggambarkan sesuatu yang lain yang mempenyuai persamaan. 5 Ahmad Jamal al-‘Umry mengatakan bahwa amtsal adalah mengungkapkan makna dengan gaya yang sangat indah sehingga mudah ditangkap dan diresapi dalam hati baik langsung maupun tidak langsung. Tujuan dari adanya amtsal dalam al-Qur’an adalah untuk menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain menurut hukum. Untuk itu, amtsal pada hakekatnya adalah bertujuan membuat lafaz yang sulit dapahami menjadi mudah.6 Manna’ al-Qaththan mengatakan bahwa ﻣﺜﻞdalam konteks sastra adalah suatu ungkapan perkataan yang dihikayatkan dan sudah popular dengan maksud menyerupakan keadaan yang terdapat dalam perkataan itu dengan keadaan sesuatu yang menyebabkan perkataan itu diucapkan. Misalnya ungkapan رب رﻣﯿﺔ ﻣﻦ ﻏﯿﺮ رام (Betapa banyak lemparan yang mengena tanpa sengaja). Selanjutnya dikatakan bahwa kata ﻣﺜﻞdigunakan untuk menggambarkan arti keadaan dan kisah yang menakjubkan. Dengan pengertian inilah kata ﻣﺜﻞditafsirkan pada kebanyakan ayat.7 _____________ 2
Zakariya ibn Husain Ahmad ibn Faris, Maqayis al-Lugah, Juz V (Cet. II; Mesir: Mustafa al-Bab al-Halaby, tt), h. 296 3 Ahmad Jamal al-‘Umry, Dirasat fi al-Qur’an wa al-Sunnah (Cet. I; Kairo: Dar alMa’arif, 1982), h. 111 4 Muhammad Bakar Ismail, Dirasat fi ‘Ulum al-Qur’an (Cet. I; Beirut: Dar al-Fikr, tt), h. 343 5 Al-Ragib al-Asfahany, Mu’jam Mufradat Alfaz al-Qur’an (Beirut: Dar al-Fikr, tt), h. 481-482 6 Ahmad Jamal al-‘Umry, Dirasat fi al-Qur’an wa al-Sunnah, h. 112 7 Manna’ al-Qaththan, Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an (t,tp: Mansyurat al-‘Ashr,tt), h. 282 156
Miskahuddin: Menyoal Perumpamaan (Amtsal) dalam Al-Qur'an …
Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa amtsal al-Qur’an adalah ungkapan-ungkapan dengan gaya bahasa yang indah yang berbentuk persamaan yang terdapat dalam ayat-ayat al-Qur’an, baik yang persamaannya jelas maupun tidak, sehingga kita dapat lebih mudah diresapi dan dijadikan sebagai pelajaran. Demikian pentingnya pengetahuan tentang amsal ini, maka Imam alSyafi’i sebagaimana yang dikutip oleh al-Suyuti dalam kitabnya al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an berpendapat bahwa mengetahui amstal al-Qur’an adalah wajib bagi orang yang ingin menggeluti ilmu-ilmu al-Qur’an sebagaimana halnya dengan alMawardy mengatakan bahwa salah satu ilmu yang paling penting dari ilmu alQur’an adalah pengetahuan tentang amtsal al-Qur’an.8 MACAM-MACAM AMTSAL Menurut al-Suyuthi, amstal terbagi atas dua macam yaitu: 1) Zahir Musarrah bih dan 2) al-Kaminah.9 Sedangkan menurut Manna’ al-Qaththan amtsal terbagi atas tiga macam yaitu: 1) Amtsal Musarrahah; 2) Amtsal alKaminah; dan 3) Amtsal al-Mursalah.10 Sementara al-‘Umry juga membaginya kepada tiga: 1) Amtsal Musarrahah; 2) Amtsal al-Makmunah; dan 3) Amtsal alMursalah.11 Ketiga macam pembagian ini meskipun terdapat sedikit perbedaan, namun terdapat juga persamaan dari segi jumlah dan jenisnya. 1. Amtsal al-Musarrahah Amtsal al-Musarrahah adalah amtsal yang diperjelas di dalamnya dengan kata ﻣﺜﻞatau yang menunjukkan adanya ﺗﺸﺒﯿﮫ. Ada beberapa ayat di dalam alQur’an yang memuat amtsal al-musarrahah, di antaranya pada Q.S. al-Baqarah (2):17-19.
َﺐ ا ﱠُ ﺑِﻨُﻮِرِﻫ ْﻢ َوﺗَـَﺮَﻛ ُﻬ ْﻢ ِﰲ َ َت ﻣَﺎ ﺣ َْﻮﻟَﻪُ ذَﻫ ْ َﻣﺜَـﻠُ ُﻬ ْﻢ َﻛ َﻤﺜ َِﻞ اﻟﱠﺬِي ا ْﺳﺘـ َْﻮﻗَ َﺪ َ رًا ﻓَـﻠَﻤﱠﺎ أَﺿَﺎء ِﺐ ِﻣ َﻦ اﻟ ﱠﺴﻤَﺎ ِء ٍ ّﺼﻴ َ ( أ َْو َﻛ١٨) ﺻ ﱞﻢ ﺑُ ْﻜ ٌﻢ ﻋُ ْﻤ ٌﻲ ﻓَـ ُﻬ ْﻢ َﻻ ﻳـَﺮِْﺟﻌُﻮ َن ُ (١٧) ﺼﺮُو َن ِ َﺎت َﻻ ﻳـُْﺒ ٍ ﻇُﻠُﻤ ﻂ ٌ ْت وَا ﱠُ ﳏُِﻴ ِ ﺼﻮَاﻋ ِِﻖ َﺣ َﺬ َر اﻟْﻤَﻮ ْق َْﳚ َﻌﻠُﻮ َن أَﺻَﺎﺑِ َﻌ ُﻬ ْﻢ ِﰲ آَذَاِِ ْﻢ ِﻣ َﻦ اﻟ ﱠ ٌ َﺎت َوَر ْﻋ ٌﺪ َوﺑـَﺮ ٌ ﻓِﻴ ِﻪ ﻇُﻠُﻤ ِ ﻟْﻜَﺎﻓِﺮِﻳ َﻦ Artinya: “Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, Maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat Melihat. Mereka tuli, bisu dan buta, Maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar), Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, Karena (mendengar suara) petir,sebab takut akan mati. dan Allah meliputi orang-orang yang kafir”. Dalam ayat-ayat di atas Allah menggambarkan orang-orang munafik dengan matsal yang berkenaan dengan api ( )ﻧﺎراyang mana di dalam api terdapat unsur cahaya. Persamaan api dengan wahyu yang turun dari langit adalah “api _____________ 8
Al-Suyuthi, al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an, h.131 Ibid., h. 132 10 Manna’ al-Qaththan, Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an, h. 284 11 Ahmad Jamal al-‘Umry, Dirasat fi al-Qur’an wa al-Sunnah, h. 113 9
Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
157
memberikan cahaya dan menerangi mereka”, demikian pula dengan wahyu. Wahyu yang turun dari langit bermaksud untuk menerangi hati mereka. Di satu sisi mereka bagaikan orang yang menyalakan api untuk penerangan dan kemanfaatan dari segi materi sebab mereka masuk Islam, namun demikian cahaya tersebut tidak berbekas (tidak memberi pengaruh) di hati mereka. Allah menghilangkan cahaya yang menyinari dan yang tinggal adalah sifat membakar dari api tersebut.12 Sedangkan matsal yang berkenaan dengan air ( )ﻣﺎءkarena di dalam air juga terdapat unsur kehidupan. Allah menyerupakan mereka dengan keadaan orang yang ditimpa hujan lebat dalam keadaan gelap gulita yang disertai guruh dan petir yang menyambar. Mereka meletakkan tangan mereka di telinga untuk menyumbatnya serta memejamkan mata karena takut petir menyambarnya. Keadaan ini tidaklah membuat mereka membuka mata terhadap peringatan tersebut. Al-Qur’an yang mengandung peringatan, perintah dan larangan, namun mereka sama sekali tidak membuka mata dan pintu hati mereka untuk menerimanya dan mengikutinya. Ayat-ayat lain yang di dalamnya terdapat amtsal al-Musarrahah di antaranya adalah sebagai berikut: (١٧ : )اﻟﺮﻋﺪ ﻣﺜﻞ اﻟﺠﻨﺔ اﻟﺘﻲ وﻋﺪ اﻟﻤﺘﻘﻮن(٣٥: )اﻟﻨﻮر ﻣﺜﻞ ﻧﻮره ﻛﻤﺸﻜﺎة ﻓﯿﮭﺎ ﻣﺼﺒﺎح(٣٩: )اﻟﻨﻮر واﻟﺬﯾﻦ ﻛﻔﺮوا أﻋﻤﺎﻟﮭﻢ ﻛﺴﺮاب ﺑﻘﯿﻌﺔ(٤٠: )اﻟﻨﻮر أو ﻛﻈﻠﻤﺖ ﻓﻲ ﺑﺤﺮ ﻟﺠﻲ2. Amtsal Kaminah Amtsal Kaminah adalah amstal yang di dalamnya tidak disebutkan lafaz ﺗﻤﺜﯿﻞ, tetapi menunjukkan makna-makna yang indah dan menarik dalam kepadatan redaksinya serta mempunyai pengaruh tersendiri bila dipindahkan kepada yang serupa dengannya.13 Ayat-ayat yang termasuk dalam kelompok amsal model ini di antaranya adalah:14 a. Ayat yang senada dengan perkataan: ( ﺧﯿﺮ اﻷﻣﻮر أوﺳﺎطﮭﺎsebaik-baik perbuatan adalah pertengahan) Ayat yang mengandung makna senada dengan ungkapan “sebaik-baik perbuatan adalah pertengahan” di antaranya: Artinya: Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. Ayat-ayat lain yang di dalamnya terdapat amsal model ini di antaranya adalah sebagai berikut: (٦٨ : )اﻟﺒﻘﺮة اﻧﮭﺎ ﺑﻘﺮة ﻻﻓﺎرد وﻻﺑﻜﺮ ﻋﻮان ﺑﯿﻦ ذاﻟﻚ_____________ 12
Manna’ al-Qaththan, Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an, h. 284 Ibid., 14 Ibid., Al-Suyuthi, al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an, h.132-133 13
158
Miskahuddin: Menyoal Perumpamaan (Amtsal) dalam Al-Qur'an …
(١١٠ : )اﻻﺳﺮاء (٢٩ : )اﻻﺳﺮاء
وﻻ ﺗﺠﮭﺮ ﺑﺼﻼﺗﻚ وﻻ ﺗﺨﺎﻓﺖ ﺑﮭﺎ وﺑﺘﻎ ﺑﯿﻦ ذﻟﻚ ﺳﺒﯿﻼ وﻻ ﺑﺠﻌﻞ ﯾﺪك ﻣﻐﻠﻮﻟﺔ ﻋﻠﻲ ﻋﻨﻘﻚ وﻻ ﺗﺒﺴﻄﮭﺎ ﻛﻞ اﻟﺒﺴﻂ
b. Ayat-ayat yang semakna dengan : ( ﻟﯿﺲ اﻟﺨﺒﺮ ﻛﺎ اﻟﻤﻌﺎﯾﻨﺔinformasi/berita tidak sama dengan menyaksikan sendiri)
Ayat yang semakna dengan ungkapan “informasi/berita tidak sama dengan menyaksikan sendiri” dapat dijumpai pada dialog Allah dengan Nabi Ibrahim sebagai berikut: Artinya: Dan (Ingatlah) ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati." Allah berfirman: "Belum yakinkah kamu ?" Ibrahim menjawab: "Aku Telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku) c. Ayat yang senada dengan : ( ﺗﺪان ﻛﻤﺎ ﺗﺪﯾﻦkamu akan dibayar sebesar yang kamu pinjamkan) Ayat yang mempunyai makna senada dengan ungkapan “kamu akan dibayar sebesar yang kamu pinjamkan” dapat dijumpai pada ayat berikut: Artinya: Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah. d. Ayat yang semakna dengan : ( ﻻ ﯾﻠﺪغ اﻟﻤﺆﻣﻦ ﻣﻦ ﺣﺠﺮ ﻣﺮﺗﯿﻦorang mukmin tidak akan jatuh dilobang yang sama dua kali) Ayat yang bermakna bahwa “ orang mukmin tidak akan jatuh dilobang yang sama dua kali” dapat ditemukan pada firman Allah: Artinya: Berkata Ya'qub: "Bagaimana Aku akan mempercayakannya (Bunyamin) kepadamu, kecuali seperti Aku Telah mempercayakan saudaranya (Yusuf) kepada kamu dahulu?". Maka Allah adalah sebaik-baik Penjaga dan dia adalah Maha Penyanyang diantara para penyanyang. Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang memuat amtsal al-kaminah yang disebutkan oleh al-Suyuthi yang belum disebutkan dalam tulisan ini.15
_____________ 15
Selengkapnya lihat dalam Al-Suyuthi, al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an, h.133
Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
159
3. Amsal al-Mursalah Amsal al-mursalah adalah kalimat-kalimat bebas yang tidak menggunakan lafaz ﺗﺸﺒﯿﮫsecara jelas. Tetapi kalimat-kalimat itu berlaku sebagai masal.16 Adapun ayat-ayat yang diitentifikasi memuat amsal jenis ini adalah: 17 (٥١ : )ﯾﻮﺳﻖ اﻻن ﺣﺼﺤﺺ اﻟﺤﻖ(٥٨ : )اﻟﻨﺠﻢ ﻟﯿﺲ ﻟﮭﺎ ﻣﻦ دون ﷲ ﻛﺎﺷﻔﺔ(٥٨ : )ھﻮد اﻟﯿﺲ اﻟﺼﺒﺢ ﺑﻘﺮﯾﺐ(٤١ : )ﯾﻮﺳﻒ ﻗﻀﻲ اﻷﻣﺮ اﻟﺬي ﻓﻲ ﺳﺘﻔﺘﯿﺎن(٤٨ : )اﻻﺳﺮاء ﻗﻞ ﻛﻞ ﯾﻌﻤﻞ ﻋﻠﻲ ﺷﺎﻛﻠﺘﮫDan masih banyak lagi ayat-ayat yang diidentifikasi memuat amsal almursalah yang tidak disebutkan. FAEDAH AMSAL AL-QUR’AN Faedah dari amsal al-Qur’an dapat ditemukan di berbagai ayat al-Qur’an, di antaranya adalah: Q.S. al-Hasyr (59):21 yang mengandung makna supaya manusia berfikir; Q.S. al-‘Ankabut (29):43 yang mengandung makna supaya orang-orang berilmu mau menganalisisnya; dan Q.S. al-Zumar: (39):27 supaya manusia mau mengambil pelajaran. Manna’ al-Qaththan merinci lebih jelas lagi faedah amsal dalam al-Qur’an sebagai berikut: 1. Menonjolkan sesuatu yang ma’qul (abstrak) dalam bentuk yang kongkrit yang dapat dirasakan indera manusia sehingga akal akan mudah menerimanya. Misalnya firman Allah dalam Q.S. al-Baqarah (2):264 sebagai berikut:
Artinya: Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, Kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (Tidak bertanah). mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan 2. Menyingkap hakekat-hakekat dan menggunakan sesuatu yang tidak Nampak seolah-olah sesuatu yang tampak. Misalnya Q.S. al-Baqarah (2):275 sebagai berikut:
_____________ 16
Manna’ al-Qaththan, Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an, h. 284 Ibid., h. 286-287
17
160
Miskahuddin: Menyoal Perumpamaan (Amtsal) dalam Al-Qur'an …
Artinya: Orang-orang yang makan (mengambil) ribatidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. 3. Mengumpulkan makna yang menarik lagi indah dalam ungkapan yang padat, seperti pada ayat-ayat yang termasuk dalam amsal al-kaminah dan al-mursalah di atas. 4. Mendorong orang yang diberi masal untuk berbuat sesuai dengan isi masal. Misalnya Q.S. al-Baqarah (2):261 sebagai berikut: Artinya: Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. 5. Menghalangi orang untuk berbuat hal-hal yang dibenci. Misalnya Q.S. alHujarat (49):12 sebagai berikut: Artinya: Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. 6. ntuk memuji orang yang diberi masal. Misalnya Q.S. al-Fath (48):29 sebagai berikut: Artinya: Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu Kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanampenanamnya Karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orangorang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. 7. Untuk menggambarkan sesuatu yang mempunyai sifat yang dipandang buruk oleh orang banyak. Misalnya Q.S. al-A’raf (7):175-176 sebagai berikut:
Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
161
Artinya: Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), Kemudian dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda), Maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau kami menghendaki, Sesungguhnya kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. 8. Amsal lebih berpengaruh di jiwa, lebih efektif dalam memberikan nasehat, lebih kuat dalam meberikan peringatan, dan lebih dapat memuaskan hati. KESIMPULAN Al-Qur’an yang merupakan bukti kebenaran Nabi Muhammad SAW diturunkan Allah agar menjadi petunjuk bagi umat manusia. Sebagai petunjuk maka kandungan al-Qur’an perlu digali sehingga petunjuk yang ada di dalamnya dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menggali kandungan alQur’an diperlukan seperangkat pengetahuan yang memadai. Pengetahuan dimaksud mencakup dari segi bahasa (semantic) dengan segala perangkat dan metodologinya, kehalusan rasa (zauq) sastera, serta pengetahuan tentang kultur budaya dan bahasa masyarakat Arab pada masa pewahyuan al-Qur’an. Apabila ditelaah secaras mendalam maka akan didapati bahwa al-Qur’an memiliki pelbagai macam keistimewaan. Keistimewaan tersebut antara lain terdapat pada susunan bahasanya yang unik mempesonakan, di mana pada saat yang sama mengandung makna-makna yang dapat dipahami oleh siapapun yang memahami bahasanya meskipun tingkat pemahaman mereka akan berbeda-beda akibat berbagai faktor.
162
Miskahuddin: Menyoal Perumpamaan (Amtsal) dalam Al-Qur'an …
DAFTAR PUSTAKA Al-Qur’an al-Karim Ahmad Jamal al-‘Umry, Dirasat fi al-Qur’an wa al-Sunnah (Cet. I; Kairo: Dar alMa’arif, 1982) Manna’ al-Qaththan, Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an (t,tp: Mansyurat al-‘Ashr,tt), Muhammad Bakar Ismail, Dirasat fi ‘Ulum al-Qur’an (Cet. I; Beirut: Dar al-Fikr, tt) Al-Ragib al-Asfahany, Mu’jam Mufradat Alfaz al-Qur’an (Beirut: Dar al-Fikr, tt) Al-Suyuthi, al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an, Juz II (Cet. III; Mesir: Syirkah Maktabah Wa Mathba’ah al-Mustafil al-Nafi al-Halaby, tt) Zakariya ibn Husain Ahmad ibn Faris, Maqayis al-Lugah, Juz V (Cet. II; Mesir: Mustafa al-Bab al-Halaby, tt)
Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
163
STUDI KLARIFIKASI HADIS-HADIS DALAM BUKU SUARA KHATIB BAITURRAHMAN EDISI 7 TAHUN 2011 Nuraini dan Zulihafnani Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry Jl. Lingkar Kampus Kopelma Darussalam Kota Banda Aceh ABTRACT Book of Suara Khatib Baiturrahman to guide the people, for it should be the data in this book can really be justified, especially verses of the Koran and the hadith of the Prophet. Especially with regard to the hadith of the Prophet should be appointed traditions clearly maqbul or not. However, most of these traditions there is no source, and in some places it is not clear whether the hadith mentioned marfu ', mauquf, and maqthu'. Research on quality hadith contained in the 7th edition of 2011, from 8 hadith sampled, it is known that 6 maqbul quality hadith hadith found on p.15, 138, 140, 209, 213 and 215. While the two traditions again that the hal.142 and 192 contained in the hadith mauquf status. ABSTRAK Buku Suara Khatib Baiturrahman dapat menjadi pedoman bagi umat, untuk itu hendaknya data-data dalam buku ini benar-benar dapat dipertanggung jawabkan terutama ayat al-Qur’an dan hadis Nabi Saw.Khusus mengenai hadis Nabi Saw seharusnya diangkat hadis-hadis yang jelas kemaqbulannya. Akan tetapi kebanyakan hadis-hadis tersebut tidak ada sumbernya dan dalam beberapa tempat tidak jelas disebutkan apakah itu hadis marfu’, mauquf, maupun maqthu’. Penelitian terhadap kualitas hadis yang terdapat pada edisi 7 tahun 2011, dari 8 hadis yang diambil sampelnya, maka diketahui 6 hadis berkualitas maqbul yaitu hadis yang terdapat pada hal.15, 138, 140, 209, 213 dan 215. Sedangkan 2 hadis lagi yaitu yang terdapat pada hal.142 dan 192 berstatus hadis mauquf.
Kata kunci: Hadis, Klarifikasi, kualitas PENDAHULUAN Hadis merupakan kumpulan teks sunnah Rasulullah yang memberitakan prinsip dan doktrin ajaran Islam. Meyakini hadis sebagai sumber ajaran Islam, mempengaruhi umat Islam untuk turut melestarikan dan menyelamatkan khazanah hadis. Pelestarian dan penyelamatan terhadap hadis telah dilakukan sejak masa Rasulullah masih hidup sampai sekarang, hanya saja metode dan pendekatannya berbeda sesuai dengan kondisi dan tujuan yang hendak dicapai. Sempurnanya pengkodifikasian hadisbukan berarti terhentinya usaha pelestarian dan penyelamatan hadis. Hal ini lebih disebabkan oleh faktor banyaknya kajian hadis yang dilakukan oleh orang-orang dari berbagai disiplin ilmu yang berbeda, juga pendekatan yang berbeda yang tidak hanya dilakukan oleh orang-orang yang bergelut dalam disiplin ilmu hadis, kondisi ini melahirkan karya-karya yang beragam dan mutu yang berbeda pula.
164
Nuraini dan Zulihafnani: Studi Klarifikasi Hadis-Hadis …
Usaha pelestarian dan penyelamatan hadis dalam berbagai karya (buku/kitab) dalam ilmu hadis dikenal dengan Ilmu Tahqiq al-Hadis. Tahqiq alHadis merupakan salah satu usaha pelestarian dan penyelamatan khazanah hadis baik dari aspek terjaminnya pengutipan hadis sesuai dengan kitab hadis maupun dalam hal memberikan informasi tentang kualitas hadis tertentu. Dengan demikian, usaha tahqiq merupakan sebuah usaha yang pada dasarnya wajib dilakukan sebelum sebuah karya disebarkan kepada masyarakat umum agar datadata yang ada tidak salah apalagi jika karya tersebut merupakan pedoman ummat dalam beramal seperti buku Suara Khatib Baiturrahman. Buku Suara Khatib Baiturrahman adalah buku kumpulan teks khutbah Jum’at yang disampaikan oleh para khatib di mimbar Masjid Raya Baiturrahman.1Isi khutbah tersebut tidak hanya diketahui oleh masyarakat yang shalat Jum’at di Masjid Raya Baiturrahman, tetapi juga hampir seluruh masyarakat Aceh.Hal ini karena buku Suara Khatib Baiturrahman pada setiap edisinya dicetak sebanyak 1000 examplar untuk disebarkan ke Kabupatenkabupaten dan ke berbagai perpustakaan yang ada di Aceh. Bahkan buku tersebut juga dihadiahkan sebagai cendramata bagi tamu resmi yang datang berkunjung ke Masjid Raya Baiturrahman baik yang datang dari daerah, luar Aceh maupun tamu dari luar negeri.2 Mengingat begitu pentingnya buku tersebut maka perlu dilakukan penelitian ulang terhadap hadis-hadis yang disebutkan, pada penelitian iniedisi yang diteliti adalah edisi 7 tahun 2011. LATAR BELAKANG PENERBITAN BUKU SUARA KHATIB BAITURRAHMAN Ada dua hal yang melatarbelakangi terpublikasinya naskah teks khutbah Jum’at dalam bentuk buku. Pertama, dokumen khutbah lebih terjaga dan terpelihara. Kedua, pesan-pesan yang disampaikan dapat disebarluaskan pada objek yang lebih luas, tidak hanya untuk skala daerah dan nasional, tetapi juga dapat dibaca oleh para tamu yang datang dari luar negeri, khususnya dari Malaysia.Para tamu dari Malaysia termasuk yang paling sering berkunjung ke Masjid Raya Baiturrahman. Sebelumnya, naskah teks khutbah Jum’at hanya dipublikasikan melalui Tabloid Gema Baiturrahman, biasanya tabloid tersebut sering tidak diarsipkan setelah dibaca oleh jamaah. Atas dasar pemikiran tersebut, maka direncanakan untuk dicetak naskah teks khutbah tersebut dalam bentuk buku. Proposal penerbitan buku diajukan ke pemerintah daerah dan mendapat sambutan positif dari pemerintah, yaitu dengan diberikan alokasi dana setiap tahunnya. Cetakan perdana adalah pada tahun 2005 terhitung edisi pertama pada masa Abdullah Puteh menjabat sebagai gubernur Aceh. Hingga pada tahun 2012 telah dicetak edisi 8. Setiap tahun dicetak berkisar 800 s/d 1500 eksemplar dan didistribusikan ke seluruh kabupaten kota yang ada di Aceh. Buku cetakan Masjid Raya Baiturrahman tidak diperjualbelikan karena tidak bersifat provit oriented.3 _____________ 1
Pengurus Masjid Raya Baiturrahman, Suara Khatib Baiturrahman, edisi 7, (Banda Aceh: Masjid Raya Baiturrahman, 2011), h. ix. 2 Hasil wawancara dengan Sekretaris Tim Editing buku Suara Khatib Baiturrahman, tanggal 20 Maret 2012. 3 Hasil wawancara dengan M. Nur AR, Staf Sekretariat Masjid Raya Baiturrahman, tanggal 17 Oktober 2012. Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
165
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa materi yang terdapat dalam buku Suara Khatib Baiturrahman berawal dari teks khutbah Jum’at yang telah disampaikan dimimbar Jum’at, sebelum naskah teks khutbah tersebut dicetak terlebih dahulu dipublikasikan dalam tabloid Gema Baiturrahman untuk dibagikan kepada jama’ah Jum’at yang datang shalat Jum’at di Masjid Raya Baiturrahman. Menurut sekretaris tim editing,4 setiap khatib diminta untuk menyerahkan soft copy kepada tim editing buku Suara Khatib Baiturrahman untuk disimpan dan naskah tersebut akan diproses pada tahun selanjutnya. Misalnya naskah khutbah Jum’at tahun 2010 akan diproses pada bulan Juni tahun 2011 dan target selesai pada bulan November 2011. Sebelum naskah-naskah tersebut dicetak terlebih dahulu di lay out lalu diprint sementara untuk dinilai kembali oleh tim editing. Khusus materi khutbah Jum’at tahun 2011 prosesnya lebih cepat sudah selesai cetak April 2012, menurut sekretaris tim editing hal ini karena fasilitas yang tersedia sudah sangat lengkap hanya saja program hadis yang belum ada.5 Dalam hal ini, tim editing tidak bertanggung jawab terhadap substansi khutbah, masalah substansi masih tanggung jawab penuh para khatib. Tim editing hanya menyempurnakan sebagian dari ayat-ayat al-Qur’an dan hadis yang belum lengkap atau yang belum jelas sumbernya, setelah terlebih dahulu mengkonfirmasikannya kepada para khatib. Jika tim editing kesulitan melacak hadis yang disebutkan, maka tim editing mengambil hadis lain yang senada atau yang berdekatan maknanya. Untuk sementara ini, tim editing memang sangat kesulitan dalam melacak hadis-hadis yang disebutkan karena belum tersedianya program hadis6, menurut penulis hal inilah yang membuat hadis-hadis dalam buku Suara Khatib Baiturrahman masih banyak yang belum tercantumkan sumber hadisnya. Menurut sekretaris tim editing buku Suara Khatib Baiturrahman, pada awalnya hadis-hadis tersebut ada sanadnya akan tetapi untuk memudahkan pembaca maka sanad-sanad tersebut sengaja dipotong. Sedangkan menyangkut dengan ayat-ayat al-Qur’an yang terjemahnya tidak sesuai dengan lafadh yang dicantumkan, maka itu diakui sebagai kekeliruan tim editing. Menurut sekretaris editing seharusnya dicantumkan titik 3 kali sebagai tanda adanya kalimat yang tidak dicantumkan sebelum atau setelah kalimat tertentu.7 Pengurus Masjid Raya Baiturrahman untuk sementara ini belum menekankan kepada para khatib untuk memperhatikan kebenaran data-data yang akan disampaikan, hal ini terlihat dari surat undangan untuk menjadi khatib Baiturrahman. Dalam undangan tersebut hanya ditentukan tanggal, materi khutbah dan penekanan untuk tidak membahas masalah yang bernuansa politik.8 Menurut tim editing untuk sementara ini masih tahapan publikasi belum menyentuh sepenuhnya masalah kualitas isi baik dari aspek tekhnik dan substansi, untuk cetakan kedepan akan diperhatikan tanggung jawab akademik baik dalam bentuk foot note, maupun kebenaran semua data yang ada dalam naskah tersebut. Dengan demikian, kekeliruan yang terdapat dalam buku Suara Khatib Baiturrahman baik edisi 7 maupun 8, baik dari aspek tekhnik maupun substansi _____________ 4
Hasil wawancara dengan Lukmanul Hakim, tanggal 14 Oktober 2012. Hasil wawancara dengan Lukmanul Hakim, tanggal 14 Oktober 2012. 6 Hasil wawancara dengan Lukmanul Hakim, tanggal 14 Oktober 2012. 7 Hasil wawancara dengan Lukmanul Hakim, tanggal 14 Oktober 2012. 8 Hasil wawancara dengan Lukmanul Hakim, tanggal 14 Oktober 2012. 5
166
Nuraini dan Zulihafnani: Studi Klarifikasi Hadis-Hadis …
masih dapat difahami, karena materi-materi buku tersebut berasal dari naskah teks khutbah Jum’at asli yang secara otomatis langsung dipergunakan untuk diterbitkan dalam bentuk buku, tanpa ada perubahan atau perbaikan dari naskah yang disampaikan di mimbar. Karena itu, ketika sedang membaca buku Suara Khatib Baiturrahman seakan-akan sedang mendengar langsung khutbah Jum’at, bila dilihat dari bentuk isi buku tersebut lebih tepat jika buku tersebut disebut sebagai kumpulan khutbah Jum’at. Dengan demikian, sebaiknya ada timpentahqiq yang akan mentahqiq materi khutbah tersebut sebelum dibukukan. Mengingat, para khatib berasal dari berbagai latar belakang ilmu dan profesi yang kemungkinan tidak cukup waktu untuk menulis dengan seksama.Apalagi mengingat sebagian khatib tidak terbiasa menulis. Menurut Azman Ismail, ada sebagian dari para khatib tersebut tidak terbiasa menulis tetapi bisa langsung khutbah.9 Melihat dari eksistensi dan moment yang dipergunakan, sudah seharusnya buku tersebut hadir dengan tampilan yang menarik dengan keunggulan kualitas isi yang baik.Mengingat buku tersebut tersebar tidak hanya di Indonesia tetapi juga luar Indonesia, ketika ada tamu luar yang datang dan dihadiahkan sebagai cendramata berupa buku tersebut. SISTEMATIKA BUKU SUARA KHATIB BAITURRAHMAN EDISI 7 TAHUN 2011 Buku Suara Khatib Baiturrahman edisi 7 tahun 2011 merupakan kumpulan teks naskah khutbah Jum’at yang disampaikan selama tahun 2010. Dalam daftar isi tertulis penomoran materi pembahasan sejumlah 39 materi, namun setelah penulis melihat dengan seksama buku tersebut ternyata berisi 38 naskah tulisan.Ternyata ada lompatan nomor dari urutan nomor 19 ke urutan nomor 21.Jika dibandingkan dengan jumlah hari Jum’at dalam satu tahun sebanyak 53 kali, maka jumlah materi dalam buku tersebut seharusnya juga sebanyak 53 buah materi.Dengan demikian, jumlah materi Jum’at tersebut masih kurang sebanyak 15 naskah. Menurut sekretaris tim editing buku Suara Khatib Baiturrahman,ternyata hal ini disebabkan oleh adanya sebagian dari para khatib yang terdiri dari para tamu luar atau pejabat yang bersifat transidental sehingga tidak sempat mempersiapkan naskah teks khutbah jumat. Setiap khutbah Jum’at yang telah terencana, naskah teks khutbah tersebut dimuat dalam buku Suara Khatib Baiturrahman.Dengandemikian, jumlah materi buku Suara Khatib Baiturrahman tergantung pada naskah teks yang diterima oleh tim editing bukan disebabkan oleh adanya seleksi naskah. Karena materi buku tersebut didasarkan pada teks khutbah Jum’at, maka isinya sangat singkat dan dengan materi yang beragam pula. Buku Suara khatib Baiturrahman mulai edisi 1 tahun 2005 sampai edisi 8 tahun 2012 materi kajiannya terfokus pada kajian Islam, dengan kata lain yang dijadikan rujukan utama adalah berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an dan hadis, bahkan secara kuantitas lebih banyak merujuk kepada ayat-ayat al-Qur’an dibandingkan dengan hadis. Menurut penulis, ini lebih disebabkan oleh pembahasannya yang relative sangat singkat dan fokus kajiannya adalah al_____________ 9
Hasil diskusi pada seminar proposal penelitian di Lemlit pada tanggal 25 Juni 2012.
Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
167
Qur’an, hal ini dapat dilihat pada contoh pembahasan yang terdapat pada hal.1, 2, 4, 6, dan lain-lain. Buku Suara Khatib Baiturrahman edisi 7 tidak berdasarkan bab-bab akan tetapi dikategorikan pada bidang-bidang tertentu yaitu mencakup bidang akidah, syari’ah/ibadah, akhlak dan mu’amalah/tarikh. Menurut Imam Besar Masjid Raya Baiturrahman10 materi-materi tersebut terdiri dari topik-topik yang menarik perhatian para jamaah. Dalam bidang akidah berisi materi tentang Sekilas tentang Mukjizatul Qur’an, Memahami Ayat-ayat Allah di Alam Semesta, Karakteristik Umat Muhammad Saw, Kemajemukan dalam Islam, Mengikis Mitos Bulan Safar, Menentang Ajaran yang Menyalahi Aqidah Islam, Tauhid: Jalan Menuju Kebahagiaan Ummat dan Allah Tempat Bergantung. Bidang syariah/ibadah mencakup materi tentang Aktualisasi dan Implementasi Syari’at Islam, Peluang dan Tantangan Syari’at Islam, Ciri Shalat yang Khusyu’, Puasa Membentuk Muslim yang Taqwa, Menerapkan Syari’at Islam dalam Kehidupan untuk Semua, Merajut Nilai-Nilai Ibadah dalam Kehidupan, Menggapai haji yang Mabrur, Menanam Sifat Ikhlas pada Masyarakat Aceh, Mari Berwakaf, dan Memahami Ayat-ayat Hukum dalam alQur’an. Bidang akhlak mencakup Bersyukur dan Beriman untuk Mencapai Kebahagiaan, Ikhlas sebagai Modal Membangun Bangsa dan Negara, Bagaimana Cara Menanam Akhlakul Karimah dalam Masyarakat, Mengatasi Penyelewengan dalam Masyarakat, Persatuan Umat Syarat bagi Kemajuan, Menjadi Muslim yang Menghargai Waktu, Kemandirian dalam Pandangan Islam, Membina Anak yang Shaleh, Misi Rasulullah Sawdan Mawas Diri terhadap Diri dan Keluarga. Bidang muamalah/tarikh mencakup materi tentangSikap Umat terhadap Perbedaan dalam Masyarakat, Peranan Ulama dalam Pembinaan Umat, Membangun Kehidupan Muslim yang Kuat dan Harmonis, Iman: Kerja Keras dan Kerja Cerdas (Prasyarat Keberhasilan Umat Islam, Mensyukuri Nikmat Kemerdekaan, Menciptakan Pemuda yang Berkualitas, Kekerasan dalam Rumah Tangga dalam Pandangan Islam, Menerapkan Syariat Islam dalam Kehidupan, Haji Memperkokoh Ketauhidan dan Refleksi Musibah. KLARIFIKASI ISI BUKU SUARA KHATIB BAITURRAHMANEDISI 7 TAHUN 2011 Klarifikasi merupakan sinonim dari kata penjernihan, penjelasan, dan pengembalian kepada apa adanya.11 Klarifikasi yang dimaksudkan dalam sub bab ini adalah sebuah usaha untuk meneliti secara seksama semua hal yang berhubungan dengan kebenaran data-data yang terdapat dalam buku Suara Khatib Baiturrahman edisi 7 tahun 2011, untuk dikembalikan kepada data yang sebenarnya. Terutama menyangkut masalah kebenaran pengutipan dan terjemah ayat-ayat al-Qur’an, pengutipan hadis baik matan maupun sumbernya serta terjemah dan data lainnya, sedangkan masalah kualitas hadisakan dibahas pada sub bab E,Kualitas Hadis dalam Buku Suara Khatib Baiturrahman.Dalam _____________ 10
Pengurus Masjid Raya Baiturrahman, Suara Khatib Baiturrahman, (Banda Aceh: Pengurus Masjid Raya Baiturrahman, 2011), h. ix. 11 Hatim Fatanah, “Konsep Syubhat dalam Perspektif Hadis” Skripsi, (Banda Aceh: Fakultas Ushuluddin, 2012), h. 23. 168
Nuraini dan Zulihafnani: Studi Klarifikasi Hadis-Hadis …
pengklarifikasian data untuk setiap edisi bukudibagi ke kategori.Pertama; kekeliruan tekhnik.Kedua; kekeliruan substansi.
dalam
dua
Kekeliruan tekhnik Kekeliruan tekhnik yang penulis maksudkan di sini adalah kekeliruan dalam sistem pengetikan. Kekeliruan-kekeliruan secara tekhnik ini seharusnya tidak boleh terjadi karena dapat membingungkan, mengaburkan bahkan menghilangkan data sejarah.Konsisten dalam penulisan dianggap sangat penting agar pembaca tidak salah dalam memahami maksud tulisan, apalagi jika karya tersebut dibaca oleh non muslim. Misalnya dalam penulisan Rasulullah dengan Nabi Muhammad dalam halaman yang sama tapi ditulis dengan kata yang berbeda. Satu sisi bisa dipahami bahwa yang dimaksud adalah orang sama, akan tetapi bisa juga pembaca memahami dua orang yang berbeda mengingat Rasulullah itu tidaklah satu orang. Ketidakkonsisten dalam penulisan terdapat juga dalam penulisan al-Qur’an.Terkadang menggunakan kata Al-Qur’an, alQur’an dan Al-qur’an seperti yang terdapat di hal.1-3. Demikian juga dengan penulisan nama surat dan ayat dalam isi tulisan terdapat 9 bentuk tulisan, seperti yang terdapat pada hal. 5, (Q, al-Maidah: 38), hal.5 al-Isra’ ayat, 44, hal.8 al-Rahman(37), hal. 79 (QS at-Thalaq ayat : 2), hal. 80 (al-Anbiya: 107), hal. 81 surat al-Zariat, ayat ke 56, hal. 83 (lihat, QS. AlAnkabut:45), hal. 86 (QS. Ali Imran 97), hal.125 Al Qalam ayat 4. Penulisan nama surat dan ayat setelah teks terdapat 16 bentuk tulisan. Seperti yang terdapat pada hal. 4 (Q.S Luqman: 10), hal. 7 (Q.S. Al-Rum:41), hal. 11, 14, (Al-Fath: 29), hal. 17, 18, (Q.S Al-Anbiya (21): 107), hal. 21, (QS AlAlaq: 6-7), hal. 33 (Q.S. Al Baqarah ayat 255), hal.35 (QS.Al Anbiya ayat 30), hal.35 (QS : Al Anbiya 104), hal. 78 (QS Al A’raaf ayat 96), hal.125 Al Ahzab ayat 21, hal.130 (Q.S. Ar-ra’du: 28), hal. 136 (Q.S Ash-Shaf:4), hal. 228 QS. AshSaffat: 102. Ketidakkonsisten penulisan pada keterangan perawi hadis hanya terdapat pada 4 bentuk, seperti pada hal. 11, (H.R. Muslim); hal.25 (HR.Bukhari dari Abu Hurairah), hal.62 (HR. Muslim), dan hal.232 (HR Muslim).Ketidakkonsisten dalam buku ini juga terlihat pada sejumlah hadis yang dicantumkan, sebagian hadis disebutkan perawi yang meriwayatkan atau sumber hadist seperti pada hal.11, dan sebagian hadis yang lain tidak disebutkan rujukannya, contohnya dapat dilihat pada hal. 142. Di samping itu, terdapat juga kekeliruan dalam penulisan seperti kesalahan penulisan nama orang dan tempat yang terdapat pada hal. 181, tertulis “Sanuk Hukruyu”mungkin yang dimaksudkan adalah Snock Hurgronje, hal. 182 tertulis “sardina, asilla” mungkin yang dimaksudkan adalah Saidina Aisyah,hal. 183, tertulis “shaihk maghribi” mungkin yang dimaksudkan adalah syaikh, hal. 184, tertulis“semarang”, namun jika dilihat dari kalimat lebih tepat “sekarang”, kekeliruan tekhnik pengetikan ini masih terdapat pada beberapa halaman lainnya. Selanjutnya terdapat ketidaksesuaian judul dalam daftar isi dengan judul yang dibahas, seperti pada hal.76, pada halaman ini disebutkan judul khutbah Menerapkan Syariat Islam dalam Kehidupan, sedangkan dalam daftar isi Menerapkan Syariat Islam dalam kehidupanuntuk Semua.Ketidaksesuaian judul atau tema dengan pembahasan, seperti yang terdapat pada hal. 31, judul tentang
Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
169
tauhid sebagai jalan menuju kebahagiaan umat, namun pembahasan lebih fokus pada kehancuran alam semesta dan peristiwa hari kiamat. Kekeliruan Substansi Kekeliruan substansi yang dimaksudkan di sini adalah kekeliruan data, baik ayat-ayat al-Qur’an, hadis maupun data lainnya.Kekeliruan ini dianggap fatal karena bisa merusak otentisitas data baik ayat, hadis maupun data lainnya.Kekeliruan dalam penulisan nama surah dan penomoran ayat al-Qur’an terdapat pada hal. 8, tertulis al-Ma’arij (S), tidak jelas kode S yang dimaksud, dari kata-kata yang tertulis sebelumnya dapat diketahui bahwa dalam kurung adalah nomor ayat, setelah ditelusuri pembahasan yang berhubungan dengan tema tersebut terdapat pada ayat 8, jadi yang dimaksudkan adalah surah al-Ma’arij ayat 8. Pada hal.19, ayat yang berhubungan dengan tema disebut terdapat dalam surah al-Hujarat ayat 40, namun yang dicantumkan adalah ayat 13, ayat inilah yang sesuai dengan tema yang dibicarakan.Di sini terjadi kesalahan dalam pencantuman nomor ayat karena surah al-Hujarat hanya terdiri dari 18 ayat saja.Pada hal. 99, terjadi kesalahan penulisan nama surah al-Qur’an, untuk surah al-Ma’arij tertulis al-Ma’arif dan pada hal. 105, surah al-Isra` tertulis Ai-Isra. Pada edisi ini terdapat 131 ayat yang dicantumkan.Dari jumlah tersebut, terdapat satu ayat yang keliru terjemahnya, yaitu ayat yang terdapat pada hal.14 surah al-Jum’ah ayat 9-10,terjemah yang tertulis“dan umat Muhammad Saw diperintahkan untuk bergegas mengerjakannya disela-sela beribadah”.Sedangkan terjemah yang sesuai dengan teks yang dicantumkan adalah “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”Terjemah ayat yang tertulis pada halaman tersebut lebih tepatnya adalah kesimpulan ayat, bukan terjemahnya. Di samping itu, terdapat 16 ayat al-Qur’an dicantumkan tidak lengkap terjemahnya, atau dengan kata lain, tidak sesuai terjemah dengan teks ayat alQur’an yang dicantumkan.Seperti yang terdapat pada hal.21, tertulis “Sesungguhnya manusia berlaku sewenang-wenang, bila ia merasa tidak butuh”.Terjemah yang sesuai dengan teks yang dicantumkan adalah“ Ketahuilah! Sesungguhnya manusia berlaku sewenang-wenang (melampaui batas), karena dia melihat dirinya serba cukup.” Hal.24, tertulis “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu”.Terjemah yang sesuai dengan teks yang dicantumkan adalah“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram.Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orangorang yang bertakwa.”
170
Nuraini dan Zulihafnani: Studi Klarifikasi Hadis-Hadis …
Hal.56, tertulis “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.Terjemah yang sesuai dengan teks yang dicantumkan adalah“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” Hal.73, tertulis “Dan ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”.Terjemah yang sesuai dengan teks yang dicantumkan adalah“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi" Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." Hal.99, tertulis “Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah.Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan)”. Terjemah yang sesuai dengan teks yang dicantumkan adalah “Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah.Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan)”. Hal.121, tertulis“Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas di antara mereka”. Terjemahan yang sesuai dengan teks yang dicantumkan adalah “Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hambahamba-Mu yang ikhlas di antara mereka”. Hal.133,tertulis “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara”. Terjemahan yang sesuai dengan teks yang dicantumkan adalah“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”. Hal.138,tertulis“Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing)”.Terjemah yang sesuai dengan teks yang Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
171
dicantumkan adalah“ Kemudian mereka (pengikut-pengikut rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masingmasing)”. Hal.148,tertulis“ Apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: "Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah" kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu?”.Terjemah yang sesuai dengan teks yang dicantumkan adalah“Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: "Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah" kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat?Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit”. Hal.151, tertulis “Orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya”. Terjemah yang sesuai dengan teks yang dicantumkan adalah“(Orang-orang munafik itu) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka.Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih.” Hal.154,tertulis“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”.Terjemah yang sesuai dengan teks yang dicantumkan adalah“Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa” Hal.156, tertulis“Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan”.Terjemahan yang sesuai dengan teks yang dicantumkan adalah“Katakanlah Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan”. Hal.168, tertulis “Sesungguhnya orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara.Terjemah yang sesuai dengan teks yang dicantumkan adalah“Sesunguhnya orang-orang beriman itu bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat”. Hal.172, tertulis “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)”. Terjemah yang sesuai dengan teks yang dicantumkan adalah“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. Hal.193, tertulis “Berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah dan sepenuh jiwa”. Terjemah yang sesuai dengan teks yang dicantumkan adalah “Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui”. 172
Nuraini dan Zulihafnani: Studi Klarifikasi Hadis-Hadis …
Hal.208, tertulis “maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja”.Terjemah yang sesuai dengan teks yang dicantumkan adalah “maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Pada halaman ini, juga disebutkan terjemahnya, tapi tidak dicantumkan teks ayatnya. Selanjutnyaterdapat ketidaksesuaian cantuman hadis dengan kalimat atau paragraf sebelumnya seperti yang terdapat pada hal.25, terjemah hadis kurang sesuai dengan teks hadis yang disebutkan sebelumnya yaitu laa ‘adwaa wa laa thiyarata wa laa shafara wa laa haamata, karena teks hadis yang dicantumkan adalah: ١٢ ﻗﺎل اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ و ﺳﻠﻢ ﻻ ﻋﺪوى وﻻ ﺻﻔﺮ وﻻ ھﺎﻣﺔ: ﻋﻦ أﺑﻲ ھﺮﯾﺮة رﺿﻲ ﷲ ﻋﻨﮫ ﻗﺎل Sedangkan terjemah yang tertulis “tidak ada penyakit yang menular sendiri, tidak ada undian nasib dengan menggunakan burung, tidak ada hantu-hantuan dan tidak ada kesialan bulan Safar”. Padahal teks hadis tidak menyebutkan lafadh yang berhubungan dengan makna tersebut (َ)وَ ﻻَ طِ ﯿَﺮَ ة. Teks hadis yang sesuai dengan terjemah yang ditampilkan adalah ١٣ َﺻﻔَﺮَ وَ ﻻَ ھَﺎ َﻣﺔ َ َﻻَ َﻋﺪْوَ ى وَ ﻻَ طِ ﯿَﺮَ ةَ وَ ﻻ Atau terjemahan yang sesuai dengan teks hadis yang ditampilkan adalah “Dari Abu Hurairah ra, Nabi Saw bersabda: tidak ada penyakit yang menular sendiri, tidak ada hantu-hantuan dan tidak ada kesialan bulan safar”. Pada hal. 57, terdapat sebuah paragraf yang membahas tentang perintah Rasul kepada setiap orangtua untuk memerintahkan anak shalat pada usia 7 tahun dan menghukumnya pada usia 10 tahun, namun hadis yang dicantumkan untuk me-nguatkan penjelasan tersebut kurang tepat. Hadisyang dicantumkan tertulis: ١٤ ﺸﺔَ ﻗَﺎﻟَﺖْ ﻗَﺎ َل رَ ﺳُﻮ ُل ا ﱠ ِ ﷺ َﺧﯿْﺮُ ُﻛ ْﻢ َﺧﯿْﺮُ ُﻛ ْﻢ ﻷ َ ْھ ِﻠ ِﮫ وَ أَﻧَﺎ َﺧﯿْﺮُ ُﻛ ْﻢ ﻷ َ ْھﻠِﻰ َ ِﻋَﻦْ ﻋَﺎﺋ Sedangkan hadis yang tepat untuk penjelasan tersebut adalah: ١٥ ﺳ ْﺒ َﻊ ِﺳﻨِﯿﻦَ وَ إِذَا ﺑَﻠَ َﻎ َﻋﺸْﺮَ ِﺳﻨِﯿﻦَ ﻓَﺎﺿْﺮِ ﺑُﻮهُ َﻋﻠَ ْﯿﮭَﺎ َ ﺼﻼَةِ إِذَا ﺑَﻠَ َﻎ ﻰ ﺑِﺎﻟ ﱠ ﺼﺒِ ﱠ ﻰ ﷺ ﻣُﺮُ وا اﻟ ﱠ ﻗَﺎ َل اﻟﻨﱠﺒِ ﱡ Selanjutnya, terdapat kekeliruan terjemah hadis pada hal. 138, terjemah dari hadis yang dicantumkan lebih tepat disebut kesimpulan hadis. Terjemahan yang tertulis adalah “Janganlah kalian berselisih, karena umat sebelum kalian, mereka berselisih dan menjadi hancur”. Sedangkan teks hadis yang dicantumkan adalah: ١٦ إِﻧﱠﻤَﺎ َھﻠَﻚَ ﻣَﻦْ ﻛَﺎنَ ﻗَ ْﺒﻠَ ُﻜ ْﻢ ﺣِ ﯿﻦَ ﺗَﻨَﺎزَ ﻋُﻮا ﻓِﻰ َھﺬَا اﻷ َ ْﻣﺮِ ﻋَﺰَ ﻣْﺖُ َﻋﻠَ ْﯿ ُﻜ ْﻢ أَﻻﱠ ﺗَﺘَﻨَﺎزَ ﻋُﻮا ﻓِﯿ ِﮫ Terjemahan yang sesuai dengan teks di atas adalah “Bahwasanya umat sebelum kalian binasa karena mereka berselisih dalam urusan ini (taqdir), aku menasehati kalian untuk tidak berselisih dalam urusan ini”. _____________ 12
Hadis yang sesuai dengan redaksi yang di atas terdapat dalam al-Bukhari, Shahih alBukhari, kitab al-thib, bab la hamata, hadis nomor 5770, al-Bukhari meriwayatkan hadis ini 4 kali dengan redaksi sanad dan matan yang berbeda. Hadis ini juga diriwayatkan oleh imam hadis lain, seperti Muslim, Abu Daud, al-Turmudzi, dan Ibnu Majah. 13 Terdapat dalam Shahih al-Bukhari, hadis nomor 5757. 14 Ibnu Hibban, Shahih Ibnu Hibban, kitab al-nikah, hadis nomor 4177. 15 Abu Daud, Sunan Abi Daud, kitab al-shalah, bab mata yukmaru al-ghulam bi al-shalah, hadis nomor 494. 16 al-Turmudzi, Sunan Turmudzi, kitab al-qadr, bab ma ja`a fi al-tasydidi fi al-khaudhi fi al-qadri, hadis nomor 2280. Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
173
Hadis yang terdapat dalam buku edisi 7 baik dengan mencantumkan teks Arab, terjemah maupun latin semuanya berjumlah 62hadis. Dari 62 hadis terdapat 32hadis yang tidak disebutkan perawi dan sumber kitabnya sedikitpun seperti yang terdapat pada hal.15, 46, 65, 75, 83, 89 (pada halaman ini terdapat 4 buah hadis), 91, 92, 118, 123, 142, 144, 147 (pada halaman ini terdapat 2 buah hadis), 151, 160, 170, 180, 185, 186, 192, 211 (pada halaman ini terdapat 3 buah hadis), 212 (pada halaman ini terdapat 2 buah hadis), 219, 221, 222. Setelah diteliti hadis yang terdapat pada hal. 15 diriwayatkan oleh alBukhari, Muslim, Abu Daud, al-Nasa’i, al-Turmuzi, Ahmad, al-Darimi, dan Malik. Pada hal. 46 diriwayatkan oleh Abu Daud dan al-Nasa’I, pada hal. 65 diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, al-Nasa’i, al-Turmudzi, Ibnu Majah, dan Ahmad. Hadis pada hal. 75 adalah perkataan sahabat Rasul Jabir bin Abdullah, bukan sabda Rasul sebagaimana yang dicantumkan pada halaman tersebut. Hadis ini diriwayatkan oleh al-Baihaqi. Hadis pada hal. 83 diriwayatkan oleh al-Tabrani, pada hal. 89 terdapat 4 hadis, hadis pertama diriwayatkan oleh Abu Daud, al-Turmudzi, Ibnu Majah, dan Ahmad, hadis kedua diriwayatkan oleh Muslim dan al-Nasa’i, dan hadis ketiga diriwayatkan juga oleh Muslim dan al-Nasa’i, hadis keempat diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim. Hadis pada hal. 91 diriwayatkan oleh al-Turmudzi, pada hal. 92 diriwayatkan oleh al-Nasa’i dan Ahmad. Hadis pada hal. 118 diriwayatkan oleh al-Bukhari, Abu Daud, alTurmudzi, Ibnu Majah, Ahmad, dan al-Darimi, pada hal. 123 diriwayatkan oleh Ahmad dan al-Hakim, pada hal. 142 adalah perkataan sahabat Rasul, Abdullah bin Amr bin Ash, diriwayatkan oleh al-Harits dan al-Haitsami. Hadis pada hal. 144 diriwayatkan oleh al-Baihaqi dan Ibnu Hibban. Hadis pada hal. 147, terdapat 2 hadis, hadis pertama diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim, dan Ahmad dan hadis kedua juga diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim. Hadis yang terdapat pada hal. 151 diriwayatkan oleh al-Daruquthni, pada hal. 160 diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ahmad, pada hal. 170 diriwayatkan oleh Muslim, Abu Daud, al-Nasa’i, dan Ahmad. Hadis yang terdapat pada hal. 180 diriwayatkan oleh al-Bukhari, Abu Daud, al-Turmudzi, Ibnu Majah, Ahmad, al-Darimi. Pada hal. 185, tidak ditemukan hadis ini, namun imam Ahmad, mengatakan hadis ini dha’if, karena salah seorang rawi hadis dikenal pendusta. Demikian juga dengan al-Daruquthni dan al-Albani. Hadis pada hal. 186 diriwayatkan oleh Abu Daud, al-Turmudzi, Ibnu Majah, Ahmad, al-Darimi. Hadis pada hal. 192 adalah perkataan Ibnu Abbas. Pada hal. 211 terdiri dari 3 hadis, hadis pertama diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim, dan Ahmad, hadis kedua diriwayatkan oleh al-Turmudzi dan Ibnu Majah, dan hadis ketiga diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim. Hadis pada hal. 212 terdapat 2 hadis, yang keduanya diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim. Hadis pada hal. 219 diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim, al-Nasa’i, al-Turmudzi, dan Ibnu Majah, hadis pada hal. 221 diriwayatkan oleh al-Bukhari, pada hal. 222 diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim. Ada 30 hadis yang hanya disebutkan perawinya tetapi tidak disebutkan sumber kitabnya seperti yang terdapat pada hal.11 (hadis senada juga terdapat pada hal. 62), 25, 38 (pada halaman ini terdapat 2 buah hadis),40, 42, 57, 72 (hadis senada juga terdapat pada hal. 57, 157, 214), 78, 87, 92, 100, 101, 119, 120, 136, 138, 140, 149, 165, 172, 182, 198, 209, 213, (terdapat 2 hadis), 215, 219, 174
Nuraini dan Zulihafnani: Studi Klarifikasi Hadis-Hadis …
220, 232.Sementara itu, pada hal.181 ada paragraf seperti arti hadis atau ayat alQur’an dengan kode rujukan (al-Shawie: III-456), tanpa penjelasan lebih lanjut. Selanjutnyajuga kekeliruan pada penyebutan perawihadis dan sumber kitab hadis, seperti yang terdapat pada hal. 25, bahwa hadis yang ditampilkan pada pembahasan tersebut diriwayatkan oleh beberapa ulama hadis, seperti alBukhari, Muslim, Abu Daud, al-Turmudzi, al-Nasa’i, Ibnu Majah, dan Ahmad bin Hanbal. Namun setelah ditelusuri kembali, imam Nasa’i tidak meriwayatkan hadis tersebut. Pada hal. 120, disebutkan bahwa hadis yang dicantumkan pada halaman ini diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim. Setelah ditelusuri kembali, alBukhari memang meriwayatkan hadis tersebut tetapi dengan sanad dan matan yang berbeda dengan redaksi yang dicantumkan. Hadis yang dicantumkan pada halaman ini adalah: ْﺴﻤﱠﺎنِ ﻋَﻦ ﻰ ﻣَﻮْ ﻟَﻰ أَﺑِﻰ َﺑﻜْﺮٍ ﻋَﻦْ أَﺑِﻰ ﺻَﺎ ِﻟﺢٍ اﻟ ﱠ ٍّ ﺳ َﻤ ُ ْئ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ ﻋَﻦ َ ِﺳﻌِﯿ ٍﺪ ﻋَﻦْ ﻣَﺎﻟِﻚِ ﺑْﻦِ أَﻧ ٍَﺲ ﻓِﯿﻤَﺎ ﻗُﺮ َ َُﺣﺪﱠﺛَﻨَﺎ ﻗُﺘَ ْﯿﺒَﺔُ ﺑْﻦ ﻖ ا ْﺷﺘَﺪﱠ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ ا ْﻟﻌَﻄَﺶُ ﻓَﻮَ َﺟﺪَ ﺑِﺌْﺮً ا ﻓَﻨَﺰَ َل ﻓِﯿﮭَﺎ ﻓَﺸَﺮِ بَ ﺛ ُ ﱠﻢ ٍ أَﺑِﻰ ھُﺮَ ﯾْﺮَ ةَ أَنﱠ رَ ﺳُﻮ َل ا ﱠ ِ ﷺ ﻗَﺎ َل ﺑَ ْﯿ َﻨﻤَﺎ رَ ُﺟ ٌﻞ ﯾَ ْﻤﺸِﻰ ِﺑﻄَﺮِ ﯾ ﺧَﺮَ َج ﻓَﺈِذَا َﻛﻠْﺐٌ ﯾَ ْﻠﮭَﺚُ ﯾَﺄْ ُﻛ ُﻞ اﻟﺜﱠﺮَ ى ﻣِ ﻦَ ا ْﻟﻌَﻄ َِﺶ ﻓَﻘَﺎ َل اﻟﺮﱠ ُﺟ ُﻞ ﻟَﻘَﺪْ ﺑَﻠَ َﻎ َھﺬَا ا ْﻟ َﻜﻠْﺐَ ﻣِ ﻦَ ا ْﻟﻌَﻄ َِﺶ ﻣِ ﺜْ ُﻞ اﻟﱠﺬِى ﻛَﺎنَ ﺑَﻠَ َﻎ ِ ﻗَﺎﻟُﻮا ﯾَﺎ رَ ﺳُﻮ َل ا ﱠ.ُﺸﻜَﺮَ ا ﱠ ُ ﻟَﮫُ ﻓَﻐَﻔَﺮَ ﻟَﮫ َ َﺴﻘَﻰ ا ْﻟ َﻜﻠْﺐَ ﻓ َ َﻰ ﻓ َ ِﺴ َﻜﮫُ ﺑِﻔِﯿ ِﮫ َﺣﺘﱠﻰ رَ ﻗ َ ﻓَﻨَﺰَ َل ا ْﻟﺒِﺌْﺮَ ﻓَ َﻤﻸ َ ُﺧﻔﱠﮫُ ﻣَﺎ ًء ﺛ ُ ﱠﻢ أَ ْﻣ.ﻣِ ﻨِّﻰ ١٧ . ٌطﺒَ ٍﺔ أَﺟْ ﺮ ْ َوَ إِنﱠ ﻟَﻨَﺎ ﻓِﻰ َھ ِﺬ ِه ا ْﻟﺒَﮭَﺎﺋِﻢِ ﻷ َﺟْ ﺮً ا ﻓَﻘَﺎ َل ﻓِﻰ ُﻛ ِّﻞ َﻛﺒِ ٍﺪ ر Sementara hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari adalah: أن رﺳﻮل ﷲ: ﺣ ﺪﺛﻨﺎ ﻋﺒﺪ ﷲ ﺑﻦ ﯾﻮﺳﻒ أﺧﺒﺮﻧﺎ ﻣﺎﻟﻚ ﻋﻦ ﺳﻤﻲ ﻋﻦ أﺑﻲ ﺻﺎﻟﺢ ﻋﻦ أﺑﻲ ھﺮﯾﺮة رﺿﻲ ﷲ ﻋﻨﮫ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ و ﺳﻠﻢ ﻗﺎل ﺑﯿﻨﺎ رﺟﻞ ﯾﻤﺸﻲ ﻓﺎﺷﺘﺪ ﻋﻠﯿﮫ اﻟﻌﻄﺶ ﻓﻨﺰل ﺑﺌﺮا ﻓﺸﺮب ﻣﻨﮭﺎ ﺛﻢ ﺧﺮج ﻓﺈذا ھﻮ ﺑﻜﻠﺐ ﯾﻠﮭﺚ ﯾﺄﻛﻞ اﻟﺜﺮى ﻣﻦ اﻟﻌﻄﺶ ﻓﻘﺎل ﻟﻘﺪ ﺑﻠﻎ ھﺬا ﻣﺜﻞ اﻟﺬي ﺑﻠﻎ ﺑﻲ ﻓﻤﻸ ﺧﻔﮫ ﺛﻢ أﻣﺴﻜﮫ ﺑﻔﯿﮫ ﺛﻢ رﻗﻲ ﻓﺴﻘﻰ اﻟﻜﻠﺐ ١٨ ﻗﺎﻟﻮا ﯾﺎ رﺳﻮل ﷲ وإن ﻟﻨﺎ ﻓﻲ اﻟﺒﮭﺎﺋﻢ أﺟﺮا ؟ ﻗﺎل ﻓﻲ ﻛﻞ ﻛﺒﺪ رطﺒﺔ أﺟﺮ. ﻓﺸﻜﺮ ﷲ ﻟﮫ ﻓﻐﻔﺮ ﻟﮫ Pada hal. 220, hadis ini disebutkan keterangannya bahwa diriwayatkan oleh al-Bukhari, namun setelah ditelusuri redaksi seperti yang dicantumkan dalam pembahasan, hadis tersebut tidak diriwayatkan oleh al-Bukhari, demikian juga yang terdapat dalam kutub al-tis’ah19 tidak terdapat hadis dengan redaksi tersebut. Mayoritas redaksi hadis yang terdapat dalam kutub al-tis’ah adalah: ﺳﻤﻌﺖ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ و ﺳﻠﻢ ﯾﻘﻮل ﻣﻦ ﺣﺞ ﻓﻠﻢ ﯾﺮﻓﺚ وﻟﻢ ﯾﻔﺴﻖ:ﻋﻦ أﺑﻲ ھﺮﯾﺮة رﺿﻲ ﷲ ﻋﻨﮫ ﻗﺎل ٢٠ رﺟﻊ ﻛﯿﻮم وﻟﺪﺗﮫ أﻣﮫ Sedangkan teks hadis yang tercantum dalam buku adalah: (وﻣﻦ ﺣﺞ وﻟﻢ ﯾﺮﻓﺚ وﻟﻢ ﯾﻔﺴﻖ ﺧﺮج ﻣﻦ ذﻧﻮﺑﮫ ﻛﯿﻮم وﻟﺪﺗﮫ أﻣﮫ )رواه اﻟﺒﺨﺎرى Pada hal. 222, hadis ini tidak disebutkan perawi atau sumber rujukan hadis, setelah diteliti, hadis ini diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim, tetapi dengan redaksi matan yang berbeda, dan tidak ditemukan sumber rujukan hadis seperti redaksi matanhadis yang tertera pada halaman ini. Hadisyang dicantumkan dalam buku tersebut adalah: ﻗﺎل رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ و ﺳﻠﻢ إﻧﻤﺎ ﻣﺜﻞ اﻟﻤﺆﻣﻨﯿﻦ ﻓﻲ ﺗﻮادھﻢ وﺗﺮاﺣﻤﮭﻢ: ﻋﻦ اﻟﻨﻌﻤﺎن ﺑﻦ ﺑﺸﯿﺮ ﻗﺎل ﻛﺎﻟﺠﺴﺪ إذا اﺷﺘﻜﻰ ﻣﻨﮫ ﺷﯿﺌﺎ ﺗﺪاﻋﻰ ﻟﮫ ﺳﺎﺋﺮ اﻟﺠﺴﺪ ﺑﺎﻟﺴﮭﺮ واﻟﺤﻤﻰ _____________ 17
Muslim bin Hajjaj, Shahih Muslim, kitab al-salam, bab fadhl saqi al-baha`im almuhtaramati wa ith’amiha, hadis nomor 5996. 18 Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, kitab al-masaqah, bab fadhl saqi al-ma`i, hadis nomor 2403, 2506, dan 5663. Al-Bukhari meriwayatkan 3 kali dengan redaksi sanad dan matan yang berbeda. 19 Kutub al-tis’ah yang dimaksud adalah Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abi Daud, Sunan Turmudzi, Sunan Ibnu Majah, Sunan al-Nasa’i, Muwaththa’ Imam Malik, Musnad Ahmad, dan Sunan al-Darimi. 20 Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, kitab al-hajj, bab fadhl al-hajj al-mabrur, hadis nomor 1546. Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
175
Sedangkan hadis yang diriwayatkan oleh Muslim adalah: ﻗﺎل رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ و ﺳﻠﻢ ﻣﺜﻞ اﻟﻤﺆﻣﻨﯿﻦ ﻓﻲ ﺗﻮادھﻢ وﺗﺮاﺣﻤﮭﻢ: ﻋﻦ اﻟﻨﻌﻤﺎن ﺑﻦ ﺑﺸﯿﺮ ﻗﺎل ٢١ وﺗﻌﺎطﻔﮭﻢ ﻣﺜﻞ اﻟﺠﺴﺪ إذا اﺷﺘﻜﻰ ﻣﻨﮫ ﻋﻀﻮ ﺗﺪاﻋﻰ ﻟﮫ ﺳﺎﺋﺮ اﻟﺠﺴﺪ ﺑﺎﻟﺴﮭﺮ واﻟﺤﻤﻰ Demikian beberapa kekeliruan yang terdapat pada buku Suara Khatib Baiturrahman edisi 7 tahun 2011, dan telah diklarifikasi baik dari sisi kekeliruan tekhnik maupun kekeliruan substansi. Ada juga ayat dan hadis ditulis dengan bahasa latin, dan ada yang disebutkan terjemah saja. Hal ini tidak jadi masalah sejauh ada pedoman transliterasinya, jika tidak maka akan terjadi kesalahan dalam lafadh-lafadh ayat-ayat al-Qur’an dan hadis. Namun, dalam penulisan buku ini tidak diterapkan pedoman transliterasinya. KUALITAS HADIS DALAM BUKU SUARA KHATIB BAITURRAHMAN EDISI 7 TAHUN 2011 Pada buku Suara Khatib Baiturrahman edisi ini, jumlah hadis yang menjadi rujukan materi khutbah, yang dicantumkan matanhadis dengan teks Arab berjumlah 25 hadis. Sedangkan yang ditulis dengan latin hanya satu hadis saja, yaitu tentang akhlak, innama bu’itstu liutammima makarimal akhlaq. Hadis ini sudah terhitung dalam hadis kategori yang ada disebutkan sumbernya.Sementarahadis yang disebutkan terjemahnya saja berjumlah 37 buahhadis sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya. Sebagian besar hadisyang ada teks Arabnya dalam edisi ini diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim, yaitu berjumlah 17 hadis. Sedangkan hadis yang diriwayatkan oleh selain al-Bukhari dan Muslim berjumlah 8 hadis, dan hanya hadis-hadis ini yang akan diteliti. Dalam penelitian inihanya meneliti hadishadisyang dicantumkan teks Arabnya saja yang diriwayatkan oleh selain alBukhari al-Muslim,.Hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim, tidak akan diteliti lagi karena hadis-hadis tersebut sudah masyhur keshahihannya dan terdapat dalam 2 kitab hadis shahih, yaitu Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim. Hadis-hadis yang akan diteliti pada edisi ini adalah hadis-hadis yang terdapat pada: 1. Hal. 57, hadisyang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban. ﺣﺪﺛﻨﺎ ھﺸﺎم ﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﻤﻠﻚ وﯾﺤﯿﻰ ﺑﻦ ﻋﺜﻤﺎن ﻗﺎﻻ ﺣﺪﺛﻨﺎ ﷴ ﺑﻦ ﯾﻮﺳﻒ ﻋﻦ اﻟﺜﻮري ﻋﻦ ھﺸﺎم ﺑﻦ ﻋﺮوة ﻋﻦ أﺑﯿﮫ ﻋﻦ ٢٢ ﻋﺎﺋﺸﺔ ﻗﺎﻟﺖ ﻗﺎل رﺳﻮل ﷲ ﷺ ﺧﯿﺮﻛﻢ ﺧﯿﺮﻛﻢ ﻷھﻠﮫ وأﻧﺎ ﺧﯿﺮﻛﻢ ﻷھﻠﻲ وإذا ﻣﺎت ﺻﺎﺣﺒﻜﻢ ﻓﺪﻋﻮه
“…Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarga (istri)nya. Dan aku adalah orang yang paling baik di antara kalian terhadap keluarga (istri)ku.”. Selain diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, hadis ini juga diriwayatkan oleh ashab al-sunan dan ulama hadis lainnya, seperti al-Turmudzi,23 Ibnu Majah,24 Abu Ya’la,25al-Baihaqi26 dan al-Bazzar. Imam Suyuthi menjelaskan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh imam al-Turmudzi sebagai hadishasan shahih gharib, dan hadis ini juga telah dishahihkan oleh al-Albani.27 _____________ 21
Muslim, Shahih Muslim, kitab al-birr al-shilah wa al-adab, bab tarahumi al-mukminina, hadis nomor 6751. Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, kitab al-adab, bab rahmati al-nas wa al-bahaim, hadis no. 6011. 22 Ibnu Hibban, Shahih Ibnu Hibban, kitab al-nikah, hadis nomor 4177. 23 Al-Turmudzi, Sunan al-Turmudzi, hadis nomor 3895. 24 Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, hadis nomor 2053. 25 Abu Ya’la, Musnad Abi Ya’la,hadis nomor 5924 26 Al-Baihaqi, Syu’abu al-Iman, hadis nomor 8718. 27 Muh. Nashiruddin al-Albani, Silsilah al-Ahadis al-Shahihah, hadis nomor 285. 176
Nuraini dan Zulihafnani: Studi Klarifikasi Hadis-Hadis …
2. Hal. 138, hadisyang diriwayatkan oleh al-Turmudzi.
ِﯿﺮﯾﻦَ ﻋَﻦْ أَﺑِﻰ ِ ى ﻋَﻦْ ِھﺸَﺎمِ ﺑْﻦِ َﺣﺴﱠﺎنَ ﻋَﻦْ ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ِﺪ ﺑْﻦِ ﺳ ى َﺣﺪﱠﺛَﻨَﺎ ﺻَﺎ ِﻟ ٌﺢ ا ْﻟﻤ ِ ُّﺮ ﱡ ﻰ ا ْﻟﺒَﺼ ِْﺮ ﱡ ﻋ ْﺒﺪُ ا ﱠ ِ ﺑْﻦُ ُﻣﻌَﺎ ِوﯾَﺔَ ا ْﻟ ُﺠﻤَﺤِ ﱡ َ َﺣﺪﱠﺛَﻨَﺎ ﺊ ﻓِﻰ وَ ﺟْ ﻨَﺘ َ ْﯿ ِﮫ َ َﻀﺐَ َﺣﺘ ﱠﻰ اﺣْ ﻤَﺮﱠ وَ ﺟْ ُﮭﮫُ َﺣﺘ ﱠﻰ َﻛﺄَﻧﱠﻤَﺎ ﻓُ ِﻘ ِ ع ﻓِﻰ ا ْﻟﻘَﺪ َِر ﻓَﻐ ُ َ وَ ﻧَﺤْ ﻦُ ﻧَﺘَﻨَﺎز- ﷺ- ِ ﻋﻠَ ْﯿﻨَﺎ رَ ﺳُﻮ ُل ا ﱠ َ ھُﺮَ ﯾْﺮَ ة َ ﻗَﺎ َل ﺧَﺮَ َج ﻋﻠَ ْﯿ ُﻜ ْﻢ أَﻻﱠ َ ُاﻟﺮﱡ ﻣﱠﺎنُ ﻓَﻘَﺎ َل أَﺑِ َﮭﺬَا أ ُﻣِ ﺮْ ﺗ ُ ْﻢ أ َ ْم ﺑِ َﮭﺬَا أ ُرْ ِﺳﻠْﺖُ إِﻟَ ْﯿ ُﻜ ْﻢ إِﻧﱠﻤَﺎ َھﻠَﻚَ ﻣَﻦْ ﻛَﺎنَ ﻗَ ْﺒﻠَ ُﻜ ْﻢ ﺣِ ﯿﻦَ ﺗَﻨَﺎزَ ﻋُﻮا ﻓِﻰ َھﺬَا اﻷَﻣْﺮِ ﻋَﺰَ ﻣْﺖ ٢٨ ﺗَﺘَﻨَﺎزَ ﻋُﻮا ﻓِﯿ ِﮫ
“…Abu Hurairah berkata: Suatu hari Rasulullah mendatangi kami yang sedang berselisih dalam masalah takdir, lalu Rasulullah marah sampai mukanya merah seolah-olah dikeluarkan dari pipinya biji delima seraya bersabda: “Apakah yang seperti ini kalian diperintahkan, atau yang seperti ini aku diutus kepada kalian?Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian hancur ketika mereka berselisih dalam masalah ini (takdir).Aku tegaskan pada kalian untuk tidak berselisih dalam masalah takdir.” Hadis ini hanya diriwayatkan oleh al-Turmudzi, dari penelusuran yang dilakukan tidak ada ulama lain yang meriwayatkan hadis ini, dan hadis ini telah dihasankan oleh al-Albani. 3. Hal. 140, hadis yang diriwayatkan oleh al-Nasa’i. ﻋﻦ، ﻋﻦ أﺑﯿﮫ، أﻧﺒﺄ ﻋﺒﺪ ﷲ ﺑﻦ أﺑﻲ ھﻨﺪ، أﻧﺒﺄ ﻋﺒﺪ ان، أﻧﺒﺄ أﺑﻮ اﻟﻤﻮﺟﮫ، أﺧﺒﺮﻧﻲ اﻟﺤﺴﻦ ﺑﻦ ﺣﻠﯿﻢ اﻟﻤﺮوزي ﺷﺒﺎﺑﻚ ﻗﺒﻞ: اﻏﺘﻨﻢ ﺧﻤﺴﺎ ﻗﺒﻞ ﺧﻤﺲ: ﻗﺎل رﺳﻮل ﷲ ﷺ ﻟﺮﺟﻞ وھﻮ ﯾﻌﻈﮫ: رﺿﻲ ﷲ ﻋﻨﮭﻤﺎ ﻗﺎل، اﺑﻦ ﻋﺒﺎس ٢٩ وﺣﯿﺎﺗﻚ ﻗﺒﻞ ﻣﻮﺗﻚ، وﻓﺮاﻏﻚ ﻗﺒﻞ ﺷﻐﻠﻚ، وﻏﻨﺎءك ﻗﺒﻞ ﻓﻘﺮك، وﺻﺤﺘﻚ ﻗﺒﻞ ﺳﻘﻤﻚ،ھﺮﻣﻚ “…Manfaatkan olehmu 5 perkara sebelum datangnya 5 perkara: masa mudamu sebelum datang masa tuamu, masa sehatmu sebelum masa sakitmu, masa kayamu sebelum masa fakirmu, masa hidupmu sebelum masa matimu, masa senggangmu sebelum masa sibukmu)”. Selain al-Nasa’i, hadis ini juga diriwayatkan oleh al-Hakim dengan redaksi sanad dan matan yang berbeda. Menurut al-Hakim, sebagaimana disebutkan dalam kitabnya, bahwa hadis ini shahih karena sesuai syarat al-Bukhari dan Muslim, walaupun kedua imam tersebut tidak meriwayatkannya. Pendapat ini juga dibenarkan oleh al-Zahabi. Hadis ini juga diriwayatkan oleh al-Turmudzi, al-Baihaqi, Ahmad, yang bersumber dari ‘Amr bin Maimun, hadis dengan sanad ini adalah dha’if, yaitu mursal. Hanya saja dha’ifnya ringan karena sanadnya tidak bersambung. Sedangkan sanad yang dari Ibnu Abbas adalah shahih, sehingga hadisdha’if yang diriwayatkan al-Turmudzi, al-Baihaqi dan Ahmad tersebut berubah kualitasnya menjadi hadishasan. 4. Hal. 142, hadis ini tidak disebutkan perawinya.
ﺣﺪﺛﻨﺎ أﺑﻮ ﻋﺒﺪ اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﻤﻘﺮىء ﺛﻨﺎ أﺑﻮ ﻋﻤﺮواﻟﺼﻔﺎر ﻋﻦ ﻋﺒﺪ ﷲ ﺑﻦ اﻟﻌﯿﺰار ﻗﺎل ﻟﻘﯿﺖ ﺷﯿﺨﺎ ﺑﺎﻟﺮﻣﻞ ﻣﻦ اﻷﻋﺮاب ﻛﺒﯿﺮا ﻓﻘﻠﺘﻠﮫ ﻟﻘﯿﺖ أﺣﺪا ﻣﻦ أﺻﺤﺎب رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ و ﺳﻠﻢ ﻗﺎل ﻧﻌﻢ ﻓﻘﻠﺖ ﻣﻨﻔﻘﺎل ﻋﺒﺪ ﷲ ﺑﻦ ﻋﻤﺮو ﺑﻦ اﻟﻌﺎص ٣٠ اﺣﺮز ﻟﺪﻧﯿﺎك ﻛﺄﻧﻚ ﺗﻌﯿﺶ أﺑﺪا واﻋﻤﻞ ﻵﺧﺮﺗﻚ ﻛﺄﻧﻚ ﺗﻤﻮت ﻏﺪا: ﻓﻘﻠﺖ ﻟﮫ ﻓﻤﺎ ﺳﻤﻌﺘﮫ ﯾﻘﻮل ﻗﺎل ﺳﻤﻌﺘﮫ ﯾﻘﻮل
“…Bekerjalah kamu untuk kepentingan duniamu seolah-olah kamu akan hidup selamanya, dan bekerjalah kamu untuk kepentingan akhiratmu seolah-olah kamu akan mati besok.” _____________ 28
Al-Turmudzi, Sunan al-Turmudzi, kitab al-qadr, bab ma ja`a fi al-tasydidi fi al-khaudhi fi al-qadri, hadis nomor 2280. 29 Al-Hakim, al-Mustadrak ‘ala al-Shahihain, kitab al-riqaq, bab ightanim khamsan qabla khamsin, hadis nomor 7957. 30 Al-Harits, Musnad al-Harits, kitab al-zuhud, bab kaifa al-‘amal lial-dunya wa alakhirah, hadis nomor 1093. Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
177
Hadis ini sangat populer dikalangan masyarakat. Namun redaksinya sedikit berbeda dengan hadis di atas. Sebenarnya ini adalah perkataan Abdullah bin Amr bin Ash, bukan sabda Nabi, hanya saja redaksi dari sahabat tersebut adalah seperti pada hadis di atas atau diawali dengan ( )اﺣﺮث, namun redaksi matan yang sering didengar adalah
اﻋﻤﻞ ﻟﺪﻧﯿﺎك ﻛﺄﻧﻚ ﺗﻌﯿﺶ أﺑﺪا واﻋﻤﻞ ﻵﺧﺮﺗﻚ ﻛﺄﻧﻚ ﺗﻤﻮت ﻏﺪا
Al-Albani mengatakan bahwa yang terakhir ini tidak ada sumber yang menjadikannya marfu’, walaupun populer di kalangan umat.31 Muhammad Fuad Syakir dalam bukunya Laisa min Qaulin Nabi, mencantumkan hadis ini sebagai salah satu perkataan dari sahabat, bukan sabda Nabi.32 Demikian juga Ali Mustafa Ya’qub dalam bukunya Hadis-hadis Bermasalah, mencantumkan hadis ini. Dalam beberapa sumber, sebagaimana yang dijelaskan dalam bukunya, ada beberapa kitab misalnya Kitab Gharib aI-Hadis karya Ibnu Qutaibah, kitab Zawaid Musnadal-Harits karya al-Haitsami, kitab Tsiqat Atba' al-Tabi'in karya Ibnu Hibban, dan kitab al-Zuhd karya Ibnu al-Mubarak, hadis tersebut ditemukan dengan sanadnya, hanya saja tidak bersumber dari Nabi Saw, melainkan dari seorang sahabat yang bernama Abdullah bin Amr bin al-Ash.33Mungkin hal ini pula yang membuat penulis (khatib) tidak menyebutkan perawinya.Dalam buku tersebut penulis (khatib) menyebutkan sebuah hadis tidak jelas hadis yang dimaksud apakah marfu’ atau mauquf. Hadis yang hanya bersumber dari sahabat Nabi disebut hadismauquf, bukan hadismarfu', dan nilainya juga tidak sama dengan hadis yang bersumber dari Nabi. Karenanya, secara umum ia tidak dapat disebut hadis, sebab secara umum, yang disebut hadis adalah sesuatu yang bersumber dari Nabi, baik berupa ucapan, perbuatan, penetapan, maupun sifat-sifat beliau. Hadis tersebut adalah ungkapan Abdullah bin Amr, hanyalah berkaitan dengan pemikiran beliau sendiri tentang masalah keduniaan. Oleh karena itu, ia tidak dapat memperoleh status sebagai hadismarfu', dan pada gilirannya gugurlah sebagai hujjah (argumen). 5. Hal. 192, hadis initidak disebutkan perawinya.
ﯾَﺄَﯾﱡﮭَﺎ اﻟﱠﺬِﯾﻦَ آ َﻣﻨُﻮا ِﻟ َﻢ ﺗَﻘُﻮﻟُﻮنَ ﻣَﺎ ﻻ: " ﻓِﻲ ﻗَﻮْ ِﻟ ِﮫ،ﱠﺎس ٍ ﻋﺒ َ ِﻋﻨِﺎﺑْﻦ َ ،ٍ ﻲ ّ ﻋ ْﻨﻌَ ِﻠ َ ،ُ ﺛﻨﯿ ُﻤﻌَﺎ ِوﯾَﺔ: ﻗَﺎ َل،ٍ ﺛﻨﺎأَﺑُﻮ ﺻَﺎ ِﻟﺢ: ﻗَﺎ َل،َﺣﺪﱠﺛَﻨِﯿﻌَ ِﻠﻲﱞ ﻋﻠَﻰ َ ﻟَﻮَ ِد ْدﻧَﺎ أ َنﱠ ا ﱠ َ دَﻟﱠﻨَﺎ: َ ﻛَﺎنَ ﻧَﺎسٌ ﻣِ ﻦَ ا ْﻟﻤُﺆْ ﻣِ ﻨِﯿﻦَ ﻗَ ْﺒ َﻞ أ َنْ ﯾُﻔْﺮَ ﺿَﺎﻟْﺠِ ﮭَﺎدُ ﯾَﻘُﻮﻟُﻮن: ﻗَﺎ َل،٢ ﺗ َ ْﻔﻌَﻠُﻮنَ ﺳﻮرة اﻟﺼﻒ آﯾﺔ َْﺼﯿَﺘِ ِﮫ اﻟﱠﺬِﯾﻦ ِ وَ ﺟِ ﮭَﺎدُ أ َ ْھ ِﻞ َﻣﻌ، إِﯾﻤَﺎنٌ ﺑِﺎ ﱠ ِ ﻻ ﺷَﻚﱠ ﻓِﯿ ِﮫ: ﻓَﺄ َﺧْ ﺒَﺮَ ا ﱠ ُ ﻧَﺒِﯿﱠ ُﮭﺄ َنﱠ أَﺣَﺐﱠ اﻷ َ ْﻋﻤَﺎ ِل إِﻟَ ْﯿ ِﮫ، أ َ َﺣﺒِّﺎﻷ َ ْﻋﻤَﺎ ِل إِﻟَ ْﯿ ِﮫ ﻓَﻨَ ْﻌ َﻤ َﻞ ﺑِ ِﮫ َ ﯾَﺄَﯾﱡﮭَﺎ اﻟﱠﺬِﯾﻦ: ُ ﻓَﻘَﺎ َل ا ﱠ، ُﻋﻠَ ْﯿ ِﮭ ْﻢ أَﻣْﺮُ ه َ وَ ﺷَﻖﱠ، َ ﻛ َِﺮهَ ذَﻟِﻚَ أُﻧَﺎسٌ ﻣِ ﻨَﺎ ْﻟﻤُﺆْ ﻣِ ﻨِﯿﻦ، ُﺧَﺎﻟَﻔُﻮا اﻹِ ﯾﻤَﺎنَ وَ ﻟَ ْﻤﯿُﻘِﺮﱡ وا ﺑِ ِﮫ ؛ ﻓَﻠَﻤﱠﺎ ﻧَﺰَ َل اﻟْﺠِ ﮭَﺎد .2 ﺳﻮرة اﻟﺼﻒ آﯾﺔ. َآ َﻣﻨُﻮا ِﻟ َﻢ ﺗَﻘُﻮﻟُﻮنَ ﻣَﺎ ﻻ ﺗَ ْﻔﻌَﻠُﻮن
Penulis tidak mendapatkan hadis tersebut dalam beberapa kitab hadis. Namun, hasil analisa dari sanad hadis ini terlihat hadis ini mauquf, yakni perkataan seorang sahabat Nabi yaitu Ibnu Abbas. Dengan demikian, status hadis ini sama dengan hadis yang terdapat pada halaman 142 di atas. 6. Hal. 209, hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud _____________ 31
Muh. Nashir al-Din al-Albani, al-Silsilah al-Ahadis al-Dhaifah wa al-Maudhu’ah, Jil.1,
(Riyadh: Maktabah al-Ma'rif, 1412 H/1992 M, 1/63), h. 20. 32
Muhammad Fuad Syakir,Laisa min Qaulin Nabi, terj. M. Zacky Mubarak, (Jakarta: Pustaka Kautsar, 2006), h. 88. 33 Ali Mustafa Ya’qub, Hadis-hadis Bermasalah, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003), h. 5556. 178
Nuraini dan Zulihafnani: Studi Klarifikasi Hadis-Hadis …
ﯾَ ْﻌﻨِﻰ- ُﻮر ٍ ﻮر ﺑْﻦِ زَ اذَانَ ﻋَﻦْ َﻣ ْﻨﺼ ِ ﺼ ُ ﺖ َﻣ ْﻨ ِ ْﺳﻌِﯿ ِﺪ اﺑْﻦُ أ ُﺧ َ َُﺣﺪﱠﺛَﻨَﺎ أ َﺣْ َﻤﺪُ ﺑْﻦُ ِإﺑْﺮَ اھِﯿ َﻢ َﺣﺪﱠﺛَﻨَﺎ ﯾ َِﺰﯾﺪُ ﺑْﻦُ ھَﺎرُ ونَ أ َﺧْ ﺒَﺮَ ﻧَﺎ ُﻣ ْﺴﺘ َ ِﻠ ُﻢ ﺑْﻦ ﺐ ٍ ﺴ َ ﺻﺒْﺖُ اﻣْﺮَ أَة ً ذَاتَ َﺣ َ َ ﻓَﻘَﺎ َل إِﻧِّﻰ أ- ﷺ- ﻰ ِّ َِﺎر ﻗَﺎ َل ﺟَﺎ َء رَ ُﺟ ٌﻞ إِﻟَﻰ اﻟﻨﱠﺒ ٍ ﻋَﻦْ ُﻣﻌَﺎ ِوﯾَﺔَ ﺑْﻦِ ﻗُﺮﱠ ة َ ﻋَﻦْ َﻣ ْﻌ ِﻘ ِﻞ ﺑْﻦِ ﯾَﺴ- َاﺑْﻦَ زَ اذَان ﺛ ُ ﱠﻢ أَﺗ َﺎهُ اﻟﺜ ﱠﺎﻧِﯿَﺔَ ﻓَﻨَﮭَﺎهُ ﺛ ُ ﱠﻢ أَﺗ َﺎهُ اﻟﺜ ﱠﺎ ِﻟﺜَﺔَ ﻓَﻘَﺎ َل ﺗ َﺰَ وﱠ ﺟُﻮا اﻟْﻮَ د ُودَ اﻟْﻮَ ﻟُﻮدَ ﻓَﺈِﻧِّﻰ ُﻣﻜَﺎﺛِﺮٌ ﺑِ ُﻜ ُﻢ.َوَ َﺟﻤَﺎ ٍل وَ إِﻧﱠﮭَﺎ ﻻَ ﺗ َ ِﻠﺪُ أَﻓَﺄَﺗ َﺰَ وﱠ ُﺟﮭَﺎ ﻗَﺎ َل ﻻ ٣٤ اﻷُﻣَﻢ
“…Nikahilah perempuan yang dicintai dan banyak anak, karena aku bangga dengan kamu pada hari kiamat”. Selain diriwayatkan oleh Abu Daud, hadis ini juga diriwayatkan oleh al35 Nasa’i dan Ahmad,36 dengan redaksi sanad dan matanhadis yang berbeda.AlHakim yang juga meriwayatkan hadis ini menjelaskan bahwa hadis ini shahih, sesuai dengan persyaratan al-Bukhari dan Muslim, pendapat ini dikuatkan oleh penilaian al-Zahabi. 7. Hal. 213, hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah.
ُﻛ ﱡﻞ ﺑَﻨِﻰ آدَ َم: ﻰ ﺑْﻦُ َﻣ ْﺴﻌَﺪَة َ ﻋَﻦْ ﻗَﺘ َﺎدَة َ ﻋَﻦْ أَﻧَ ٍﺲ ﻗَﺎ َل ﻗَﺎ َل رَ ﺳُﻮ ُل ا ﱠ ِ ﷺ ﻋ ِﻠ ﱡ َ ب َﺣﺪﱠﺛَﻨَﺎ ِ َﺣﺪﱠﺛَﻨَﺎ أ َﺣْ َﻤﺪُ ﺑْﻦُ َﻣﻨِﯿﻊٍ َﺣﺪﱠﺛَﻨَﺎ زَ ْﯾﺪُ ﺑْﻦُ ا ْﻟ ُﺤﺒَﺎ ٣٧ ََﺧﻄﱠﺎ ٌء وَ َﺧﯿْﺮُ ا ْﻟ َﺨﻄﱠﺎﺋِﯿﻦَ اﻟﺘ ﱠﻮﱠ اﺑُﻮن
“…Setiap bani Adam pernah berbuat salah, sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang bertaubat”. Abu Daud dan al-Turmudzi juga meriwayatkan dengan redaksi hadis yang berbeda. Al-Hakim memberi penilaian pada hadis ini, ia berpendapat bahwa hadis ini shahih. Pada hadis ini, al-Zahabi berpendapat bahwa salah seorang perawi bernama Ali bin Mas’adah bersifat lunak ()ﻟﯿﻦ, salah satu sifat rawi yang menunjukkan kelemahannya, namun sifat ini masih dekat dengan sifat adil. Dan perawi yang disifati dengan sifat ini masih bisa dipergunakan hadisnya sebagai i’tibar. 8. Hal. 215, hadis yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi
ِﻆ َﺣﺪﱠﺛَﻨَﺎ ﯾُﻮﺳُﻒُ ﺑْﻦُ ﯾَ ْﻌﻘُﻮبَ ﺑْﻦِ ِإ ْﺳﺤَﺎقَ ﺑْﻦ ُ ِﻋﻤَﺮَ ا ْﻟﺤَﺎﻓ ُ ُﻰ ﺑْﻦ ﻋ ِﻠ ﱡ َ ث ا ْﻟﻔَﻘِﯿﮫُ أ َﺧْ ﺒَﺮَ ﻧَﺎ ِ َﺎر ِ أ َﺣْ َﻤﺪُ ﺑْﻦُ ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ِﺪ ﺑْﻦِ ا ْﻟﺤ: أ َﺧْ ﺒَﺮَ ﻧَﺎ أَﺑُﻮ ﺑَﻜ ٍْﺮ ْﺐ ﻋَﻦْ أَﺑِﯿ ِﮫ ﻋَﻦ ٍ ﺷﻌَ ْﯿ ُ ِﻋﻤ ِْﺮو ﺑْﻦ َ ْﻋ ْﺒﺪُ ا ﱠ ِ ﺑْﻦُ ﺑَﻜ ٍْﺮ َﺣﺪﱠﺛَﻨَﺎ ﺳَﻮﱠ ارٌ أَﺑُﻮ َﺣﻤْﺰَ ة َ ﻋَﻦ َ ﻰ َﺣﺪﱠﺛَﻨَﺎ ﺸ ْﯿﻠَﻤَﺎ ِﻧ ﱡ ﺐ اﻟ ﱠ ٍ ﺑُ ْﮭﻠُﻮ َل َﺣﺪﱠﺛَﻨَﺎ ُﻣ َﺤ ﱠﻤﺪُ ﺑْﻦِ َﺣﺒِﯿ وَ ﻓ ِ َّﺮﻗُﻮا ﺑَ ْﯿﻨَ ُﮭ ْﻢ ﻓِﻰ، ﻋﺸ ٍَﺮ َ ﻋﻠَ ْﯿﮭَﺎ ﻓِﻰ َ وَ اﺿ ِْﺮﺑُﻮ ُھ ْﻢ، َﺳ ْﺒﻊِ ِﺳﻨِﯿﻦ َ ﺼﻼَةِ ﻓِﻰ ﺻ ْﺒﯿَﺎﻧَ ُﻜ ْﻢ ﺑِﺎﻟ ﱠ ِ ﻣُﺮُ وا: َﺟ ِﺪّ ِه ﻗَﺎ َل ﻗَﺎ َل رَ ﺳُﻮ ُل ا ﱠ ِ ﷺ ْ ﻓَﺈ ِنﱠ ﻣَﺎ ﺑَﯿْﻦَ ﺳُﺮﱠ ﺗِ ِﮫ وَ رُ ْﻛﺒَﺘِ ِﮫ ﻣِﻦ، ﻋ ْﺒﺪَهُ أ َوْ أ َﺟِ ﯿﺮَ هُ ﻓَﻼَ ﯾَﺮَ ﯾَﻦﱠ ﻣَﺎ ﺑَﯿْﻦَ ﺳُﺮﱠ ﺗِ ِﮫ وَ رُ ْﻛﺒَﺘِ ِﮫ َ وَ إِذَا زَ وﱠ َج اﻟﺮﱠ ُﺟ ُﻞ ﻣِ ْﻨ ُﻜ ْﻢ، ِا ْﻟ َﻤﻀَﺎﺟِ ﻊ ٣٨ ﻋَﻮْ رَ ﺗِ ِﮫ
“…Perintahkanlah anak-anakmu mendirikan shalat, bila mereka telah berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka kalau meninggalkan shalat apabila mereka sudah berumur sepuluh tahun, dan pisahkan tempat tidur mereka”. Selain al-Baihaqi, hadis ini juga diriwayatkan oleh Abu Daud, alTurmudzi, Ahmad bin Hanbal dan al-Darimi. Dari teks hadis secara lengkap di atas terdapat perbedaan teks hadis tapi memiliki makna yang sama sehingga tidak mempengaruhi kualitas matn hadis dari satu sisi, dan hadis ini shahih. Dari 8 hadis yang diteliti di atas,ada 6 hadis yang dicantumkan perawinya oleh penulis (khatib), ke 6 hadis ini setelah diteliti berstatus hadismaqbul yaitu hadis yang terdapat pada hal.15, 138, 140, 209, 213, dan 215.Sedangkan 2 hadis lagi yakni hadis yang terdapat pada hal.142 dan 192 penulis (khatib) tidak mencantumkan perawinya, setelah diteliti ternyata hadis ini tidak terdapat dalam _____________ 34
Abu Daud, Sunan Abi Daud, no. 2052. Al-Nasa’i, Sunan al-Nasa’i, hadis nomor 3227. 36 Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, hadis nomor 12948. 37 Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, no. 4392. 38 Baihaqi, Sunan al-Baihaqi, kitab al-shalah, bab aurah al-rajul, hadis nomor 3358. 35
Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
179
kitab hadis sebagai hadis yang marfu’, hadis ini merupakan hadismauquf karena merupakan perkataan shahabat. KESIMPULAN Hasil penelitian terhadap pengutipan ayat-ayat al-Qur’an, diketahui ada 4 kali penyebutan ayat al-Qur’an yang keliru dalam penulisan surah dan penomoran ayat al-Qur’an, yaitu yang terdapat pada hal.8, 19, 99, dan 105.Ada 1 ayat yang keliru diterjemahnya yaitu yang terdapat pada hal.14. Terdapat juga 16 kali penyebutan ayat al-Qur’an yang tidak lengkap terjemahnya yaitu yang terdapat pada hal. 21, 24, 56, 73, 99, 121, 133, 138, 148, 151, 154, 156, 168, 172, 193, dan 208. Terdapat 62 hadisyang dicantumkan teks Arabnya maupun terjemahnya saja.Dari 62hadis tersebut terdapat 32 hadis yang tidak disebutkan perawi dan sumber kitabnya, yaitu hadis yang terdapat pada hal.15, 46, 65, 75, 83, 89 (pada halaman ini terdapat 4 buah hadis), 91, 92, 118, 123, 142, 144, 147 (pada halaman ini terdapat 2 buah hadis), 151, 160, 170, 180, 185, 186, 192, 211 (pada halaman ini terdapat 3 buah hadis), 212 (pada halaman ini terdapat 2 buah hadis), 219, 221, 222. Setelah diteliti sumber kitab hadis tersebut dari 32hadis tersebut terdapat 1 hadis yang dinilai dhaif, yaitu hadis yang terdapat pada hal.185, dan 2 hadis merupakan perkataan sahabat (mauquf). Sedangkan 30 hadis lagi disebutkan perawinya akan tetapi tidak disebutkan sumber kitabnya, yaitu terdapat pada hal. 11 (hadis senada juga terdapat pada hal. 62), 25, 38 (pada halaman ini terdapat 2 buah hadis),40, 42, 57, 72 (hadis senada juga terdapat pada hal. 57, 157, 214), 78, 87, 92, 100, 101, 119, 120, 136, 138, 140, 149, 165, 172, 182, 198, 209, 213, (terdapat 2 hadis), 215, 219, 220, 232. Sementara itu, pada hal. 181 ada paragraf seperti arti hadis atau ayat al-Qur’an dengan kode rujukan (al-Shawie: III-456), tanpa penjelasan lebih lanjut. Ada 2 hadis yang tidak sesuai pencantumannya dengan kalimat atau paragraf sebelumnya, yaitu hadis yang terdapat pada hal.25 dan 57.Terdapat juga 1 hadis terjemahnya yang keliru, yaitu yang terdapat pada hal.138. Dari 8 hadis yang diambil sampelnya, diketahui 6 hadis berkualitas maqbul yaitu hadis yang terdapat pada hal. 15, 138, 140, 209, 213 dan 215.Sedangkan 2 hadis lagi yaitu yang terdapat pada hal.142 dan 192 berstatus hadismauquf. Hasil wawancara mengenai usaha pengurus penerbitan buku Suara Khatib Baiturrahman tentangmenjaga kualitas isi buku, maka diketahui bahwa untuk sementara belum sepenuhnya pada tahap menjaga kualitas, untuk kedepan telah direncanakan dalam bentuk tanggung jawab akademik baik masalah foot note maupun kebenaran semua data yang ada dalam buku tersebut. Dari pihak pengurus Masjid Raya Baiturrahman juga belum menegaskan kearah tersebut hal ini terlihat dari undangan yang disampaikan kepada para calon khatib yang hanya ditentukan tanggal, materi dan menekankan untuk tidak membahas masalah yang bernuansa politik.
180
Nuraini dan Zulihafnani: Studi Klarifikasi Hadis-Hadis …
DAFTAR PUSTAKA Ali Mustafa Ya’qub, 2003, Hadis-hadis Bermasalah, Jakarta: Pustaka Firdaus. Atar Semi, Kritik Sastra, Bandung: Angkasa, 1987. Bustamin dan M. Isa H. A. Salam, 2004. Metodologi Kritik Hadis, Jakarta; Raja Grafindo Persada. Depdikbud, 1988. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka Hans Wehr, 1970.A Dictionary of Modern Written Arabic, London: George Allen &Unwa Ltd. Hasjim Abbas, 2004. Kritik Matan Hadis, Yogyakarta: Teras. Ibnu Hajar al-Asqalani, 1348 H. Fath al-Bari bi Syarah Shahih al-Bukhari, Mesir: Maktabah al-Bahiyah. , 1992. Tahzib al-Tahzib, Beirut: Dar al-Fikr. , 1995. Taqrib al-Tahzib, Beirut: Dar al-Fikr Muktabah al-Tijariyah. Ibnu Shalah, 1999. Muqaddimah fi Ulum al-Hadis, Beirut: Muassasah al-Kitab alTsaqafiyah. Kamaruddin Amin, 2009. Menguji Kembali Keakuratan Metode Kritik Hadis, Jakarta: Hikmah. Kanwil Kemenag, 2009.Masjid Bersejarah Di Nanggroe Aceh, jilid I, Aceh: Penamas. Khatib Syarbaini, 2003. Muqni al-Muhtaj, Beirut: Dar al-Fikr. Manna’ al Qattan, 2005. Pengantar Studi Ilmu Hadis, Jakarta: Pustaka al Kautsar. Moh. Anwar, 1981. Ilmu Musthalah Hadis, Surabaya: al Ikhlas. Muhammad Fuad Syakir, 2006.Laisa min Qaulin Nabi, terj. M. Zacky Mubarak, Jakarta: Pustaka Kautsar. Muhammad Mustafa al-A’zami, 1982. Manhaj al-Naqd ‘inda al-Muhadditstsin, Riyadh: Al-Munawiyah. Muh. Nashir al-Din al-Albani, 1992. al-Silsilah al-Ahadis al-Dhaifah wa alMaudhu’ah, Jilid 1, Riyadh: Maktabah al-Ma'rif. , 2004. Silsilah al-Ahadis al-Shahihah, Riyadh: Maktabah al-Ma’arif. Muhammad Syuhudi Ismail, 1992. Metodologi Penelitian Hadis, Jakarta: Bulan Bintang. , 1995. Kaedah Kesahihan Sanad Hadis, Jakarta: BulanBintang. , 1999. Cara Praktis Mencari Hadis, Jakarta: Bulan Bintang. Nuruddin Itr, 1979. Manhaj an-Naqd, Damaskus: Dar al-Fikr. Pengurus Masjid Baiturrahman, Suara Khatib Baiturrahman, edisi 7, Banda Aceh: Masjid Raya Baiturrahman, 2011. Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
181
Salahuddin bin Ahmad al-Adlabi, 2004. Metodologi Kritik Matan Hadis, terj. H.M.Qodirun Nur, Ahmad Musyafiq, Jakarta: Gaya Media Pratama. Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia, Indonesia,edisi III, Jakarta: Balai Pustaka.
2005. Kamus Besar Bahasa
Widodo, dkk, Kamus llmiah Populer, Yogyakarta: Absolut, 2002.
Zainuddin, t. th. Tarich Atjeh dan Nusantara, Medan: Pustaka Iskandar Muda.
182
Nuraini dan Zulihafnani: Studi Klarifikasi Hadis-Hadis …
PENGUMPULAN AL-QUR`AN, SUATU KEHARUSANKAH?
Misnawati Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry Kopelma Darussalam Kota Banda Provinsi Aceh ABSTRACT This paper describes the collection of al-Qur'an at the time of the Prophet, Abu Bakr al-Siddiq, and Uthman bin 'Affan, the difference accumulation al-Qur'an at the time of Abu Bakr al-Siddiq and' Uthman bin 'Affan, and refinement Mushhaf at the time after 'Uthman bin' Affan. God has guaranteed the authenticity and purity of the Koran so that God may open the way toward this effort through the companions of the Prophet. Collecting al-Qur'an that occurred at the time of the Prophet. form of memorization and writing in which every time al-Qur'an down immediately ordered clerk Allah's revelation to write and direct his companions also memorized. Collecting al-Qur'an at the time of Abu Bakr a collection of writings scattered on the tools that are used to write to a Mushhaf. Collecting alQur'an at the time of 'Uthman bin' Affan be copied back al-Qur'an that have accumulated at the time of Abu Bakr al-Siddiq into some Mushhaf to be sent to various Islamic regions with uniform reading. After a period of 'Uthman bin' Affan al-Qur'an began to experience improvement, including the award of points and syakal, writing, and other matters related to the beauty of the Qur'an itself to al-Qur'an to be like now Here you are. Because the accumulation of al-Qur'an is a matter that must be done and it is important to remember that al-Qur'an remains a way of life that Muslims and al-Qur'an preserved until doomsday. ABSTRAK Tulisan ini menjelaskan tentang pengumpulan al-Qur`an pada masa Rasulullah SAW, Abu Bakar al-shiddiq, dan Utsman bin ‘Affan, perbedaan pengumpulan alQur`an pada masa Abu Bakar al-Shiddiq dan ‘Utsman bin ‘Affan, dan penyempurnaan mushhaf pada masa setelah ‘Utsman bin ‘Affan. Allah telah menjamin keaslian dan kemurnian al-Qur`an sehingga Allah membuka jalan terhadap usaha ini melalui para sahabat Rasulullah Saw. Pengumpulan al-Qur`an yang terjadi pada masa Rasulullah Saw. berupa i penghafalan dan penulisan di mana setiap kali al-Qur`an turun Rasulullah langsung menyuruh juru tulis wahyu untuk menulisnya dan para sahabat juga langsung menghafanya.. Pengumpulan alQur`an pada masa Abu Bakar berupa pengumpulan tulisan-tulisan yang berserakan di alat-alat yang dipakai untuk menulis menjadi satu mushhaf. Pengumpulan al-Qur`an pada masa ‘Utsman bin ‘Affan berupa menyalin kembali al-Qur`an yang telah terkumpul pada masa Abu Bakar al-Shiddiq ke dalam beberapa mushhaf untuk dikirimkan ke berbagai wilayah Islam dengan menyeragamkan bacaannya. Setelah masa ‘Utsman bin ‘Affan al-Qur`an mulai mengalami perbaikan termasuk dalam pemberian titik dan syakal, bentuk tulisan, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan keindahan al-qur`an itu sendiri sehingga al-Qur`an menjadi seperti sekarang ini. Karena itu pengumpulan al-Qur`an merupakan suatu hal yang harus dan penting untuk dilakukan mengingat supaya Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
183
al-Qur`an tetap menjadi pedoman hidup ummat Islam dan agar al-Qur`an tetap terjaga keasliaannya sampai hari kiamat. Kata kunci: Pengumpulan al-Qur`an, Signifikansi Pendahuluan Mushaf al-Qur`an yang ada di tangan kita sekarang ternyata telah mengalami perjalanan yang panjang. Sebagai kitab suci ummat Islam dan sumber hukum Islam yang pertama, al-Qur`an telah dijamin penjagaannya oleh Allah SWT. Jaminan tentang keotentikan al-Qur`an Allah ungkapkan dalam surat alHijr: 9 yang berbunyi:
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya.
Kaum liberal tidak henti-hentinya berusaha untuk menghambat kaum muslimin untuk menerapkan syari`at Islam. Salah satu caranya adalah dengan membuat kaum muslimin ragu-ragu akan keotentikan al-Qur`an sebagai wahyu Allah SWT. Jika kaum muslimin telah ragu terhadap orisinilitas al-Qur`an sebagai wahyu Allah SWT, maka syari'at Islam semakin bisa dihambat penerapannya. Mereka memanfaatkan ketidaktahuan kaum muslimin tentang sejarah pengumpulan al- Qur`an. Untuk itu pengumpulan al-Qur`an perlu dilakukan mengingat agar alQur`an terjaga keasliannya sepanjang masa seperti jaminan Allah SWT dalam surat al- Hijr di atas. Karena itu makalah ini berusaha mengkaji pengertian pengumpulan al-Qur`an, pengumpulan al-Qur`an pada masa Rasulullah SAW, Abu Bakar dan 'Utsman, perbedaan pengumpulan al-Qur`an pada masa Abu Bakar dan 'Utsman, dan penyempurnaan mushhaf pada masa setelah 'Utsman. Hal- hal inilah yang akan dikaji dalam makalah ini. Pengertian Pengumpulan al-Qur`an Upaya pengumpulan al-Qur`an mempunyai tiga pengertian, yaitu: 1. Pengumpulan dalam arti menghafal al-Qur`an secara hati-hati; 2. Pengumpulan dalam arti penulisan dan pembukuan seluruh isi al-Qur`an baik huruf, kalimat, ayat, maupun suratnya; 3. Pengumpulan dalam arti merekam suara bacaan al- Qur`an.1 1. Pengumpulan al-Qur`an dalam arti menghafal. Al-Qur`an diturunkan lewat metode pendengaran, karena itu al-Qur`an banyak dihafal pada awal penyiaran Islam. Hal ini mempunyai dasar yang kuat, antara lain surat al- Qiyāmah: 16-19 yang berbunyi:
_____________ 1
Fahd bin Abdurrahman Ar-Rumi, Ulumul Qur`an: Studi Kompleksitas al-Qur`an, terj. Amirul Hasan dan Muhammad Halabi,( Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997), hal. 99. 184
Misnawati: Pengumpulan al-Qur'an suatu Keharusan kah?
16. Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. 17. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.18. Apabila kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu.19. Kemudian, Sesungguhnya atas tanggungan kamilah penjelasannya. Menurut Ibnu Abbas: Rasulullah SAW sangat ingin segera menguasai alQur`an yang diturunkan. Beliau menggerakkan lidah dan kedua bibirnya karena takut apa yang turun itu akan terlewatkan dan ingin segera menghafalnya. Sehingga Allah menurunkan ayat tersebut. Maksud dari: Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran Karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.adalah,' Kami yang mengumpulkan di dadamu, kemudian Kami membacakannya; dan maksud dari,' Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu adalah,' dengarkan dan perhatikan ia, dan maksud dari,' Kemudian, Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya, yaitu menjelaskannya dengan lidahmu. Maka setelah ayat ini turun bila Jibril datang, Rasulullah diam mendengarkannya dan ketika Jibril pergi barulah beliau membacakannya sama persis dengan yang dibaca Jibril.2 Sebagaimana kita ketahui bahwa Rasulullah hafal seluruh isi al-Qur`an, demikian juga para sahabatnya. Hafalan Rasulullah setiap tahun, tepatnya bulan Ramadhan diuji oleh Jibril. Namun menjelang wafat, malaikat Jibril mengujinya dua kali. Hal ini sesuai dengan bunyi hadits:
ا ّن ﺟﱪﻳﻞ: "ﲰﻌﻨﺎ رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﻴﻪ و ﺳﻠّﻢ ﻳﻘﻮل:ﻗﺎﻟﺖ ﻋﺎﺋﺸﺔ و ﻓﺎﻃﻤﺔ رﺿﻲ ﷲ ﻋﻨﻬﻤﺎ وﻻ أراﻩ اﻻّ ﺣﻀﺮ أﺟﻠﻲ"رواﻩ، و اﻧّﻪ ﻋﺎرﺿﲏ اﻟﻌﺎم ﻣﺮّﺗﲔ،ﻛﺎن ﻳﻌﺎرﺿﲏ اﻟﻘﺮان ﰲ ﻛﻞ ﺳﻨﺔ ﻣﺮّة ٣ .اﻟﺒﺨﺎري Rasulullah juga selalu beramal dengan al-Qur`an, yaitu selalu membacanya sehingga kedua kakinya lecet-lecet. Pengumpulan al-qur`an dalam bentuk yang pertama ini telah berlangsung dengan sangat baik, mengingat orang Arab pada saat al-Qur`an diturunkan masih ummi (tidak bisa membaca dan menulis). Mereka mengandalkan hafalan dalam mengumpulkan informasi. Redaksi al-Qur`an yang sangat indah ditambah kecintaan sahabat terhadap ajaran Islam dan Nabi Muhammad SAW. dan adanya nash yang mendorong untuk menghafal al-Qur`an menyebabkan mereka berlomba dalam menghafal al-Qur`an. Kalangan Muhajirin yang hafal al-Qur`an seluruhnya diantaranya adalah Abu Bakar al-Shiddiq, 'Umar ibn Khatthab, 'Utsman ibn 'Affan, 'Ali ibn Abi Thalib, Thalhah, Sa'ad, ibnu Mas'ud, Huzaifah, Salim pelayan Abu Huzaifah, Abu Hurairah, 'Abdullah ibn ;Umar, Ibnu 'Abbas, Amr ibn 'Ash, Ibnu 'Abdullah, Muawiyah, 'Abdullah ibn Zubair, 'Abdullah ibn Ash-Saib, Aisyah, Hafsah, dan Ummu Salamah. Sedangkan dari kalangan Anshar diantaranya adalah Ubadah ibn alShamit, Ubay ibn Ka'ab, Mu'az ibn Jabal, Zaid ibn Tsabit, Fudhalah ibn Ubaid, _____________ 2
Manna’ Al-Qaththân, Mabâhits fî ‘Ulûm Al-Qur`ân,Cet. 3, (Al-Riyâdh:Maktabah AlMa’ârif li al-Nasyr wa al-Tauzî’, 2000), hal. 119. 3 Muhammad ‘Abd. Al-‘Adhîm al-Zarqâni, Manâhil al-‘Irfân fi ‘Ulûm Al-Qur`ân,jilid 1, ( Beirut: Dâr al-Ihyâ` al-Turâts al-‘Arabiy, tt), hal. 218. Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
185
Musalamah ibn Mukhallid, Abu Darda`, Anas ibn Malik, dan Abu Zaid ibn alSakan.4 Para sahabat menyebar ke seluruh wilayah Islam atau negeri-negeri yang ditaklukkan. Mereka mengajari penduduk negeri tersebut berbagai kegiatan melalui lembaga-lembaga pengajaran yang dikelola secara profesional seperti Madrasah Ibnu Mas'ud di Kufah, Madrasah Ubay ibn Ka'ab di Madinah, Madrasah Ibn 'Abbas di Mekkah dan madrasah-madrasah milik para sahabat lainnya. Melalui madrasah-madrasah ini pula para sahabat mengajarkan al-Qur`an dan menganjurkan untuk menghafalnya. Para tabi'in menyambut baik dengan menuntut ilmu di lembaga-lembaga tersebut sehingga banyak dari mereka yang hafal al-Qur`an. Mereka mempunyai peran tersendiri dalam hal pemeliharaan alQur`an dengan memberi baris pada bacaan al-Qur`an secara sempurna. Mereka juga membuat kaidah-kaidah dan dasar-dasar bacaan sehingga mereka menjadi imam bacaan al-Qur`an yang diikuti oleh ummat Islam sampai sekarang. Upaya penghafalan al-Qur`an ini berlangsung terus menerus tanpa henti sampai sekarang ini. Ummat Islam yang menghafal al-Qur`an selalu banyak meskipun mengalami tantangan hidup yang semakin kompleks. Upaya ummat Islam ini dalam hal menghafal al- Qur`an tidak pernah terjadi pada kitab-kitab sebelumnya. 2. Pengumpulan dalam arti penulisan dan pembukuan. Pengumpulan al-Qur`an dengan cara ini memiliki tiga tahap yaitu pengumpulan pada masa Rasulullah SAW, Abu Bakar, dan Utsman ibn 'Affan. Muncul pertanyaan, bagaimana mungkin satu kitab dikumpulkan dalam tenggang waktu tiga kepemimpinan? Jawabannya bahwa pengumpulan pada masa Rasulullah SAW adalah upaya penulisan dan pembukuan ( penyusunan surat dan ayat secara sistematis). Pengumpulan al-Qur`an pada masa Abu Bakar dengan mengumpulkan tulisan-tulisan al-Qur`an yang tersebar dan ditulis kembali menjadi satu mushhaf. Sedangkan pengumpulan pada masa 'Utsman ibn "Affan adalah menulis beberapa mushhaf dan disebarkan kepada para sahabat yang menjadi Gubernur di provinsi-provinsi tertentu, mushaf ini harus dijadikan contoh penulisan mushaf-mushaf berikutnya. 3. Pengumpulan dalam arti merekam suara bacaan al-Qur`an. Pengumpulan al-Qur`an lewat rekaman adalah pelestarian al-Qur`an dengan cara merekam yang memperdengarkan al-Qur`an dengan peralatannya berupa pita suara dan perangkat rekaman modern lainnya. Para ulama menetapkan bahwa tidak sah berpegang kepada yang tertulis saja tetapi harus menerima dari seorang yang hafal al-Qur`an yang dipercaya. Bahkan ulama penghafal al-Qur`an mengistimewakan hafalan yang langsung yakni dari Ibnu Mas'ud yang berkata: Saya telah menghafalkan (al-Qur`an dari Rasulullah SAW sebanyak 70 bagian. 5 Pengetahuan Ibnu Mas'ud terhadap kedudukan penerimaan al-Qur`an adalah secara lisan, bukan tertulis. Sehingga pernah ketika ditanya tentang surat yang belum beliau terima dari Rasulullah, Ibnu Mas'ud menunjukkan orang yang telah menerimanya dari Rasul. Apa yang dikatakan oleh Ibnu Mas'ud dan ulama-ulama yang lain tentang wajibnya menerima al-Qur`an secara lisan, bukanlah dibuat-buat oleh pribadi mereka. _____________ 4 5
186
Fahd bin Abdurrahman Ar-Rumi, Ulumul Qur`an…, hal.103-104. Fahd bin Abdurrahman Ar-Rumi, Ulumul Qur`an…, hal.135. Misnawati: Pengumpulan al-Qur'an suatu Keharusan kah?
Justru hal tersebut mereka ambil dari Rasulullah saw. karena Rasulullah mempelajari al-Qur`an dari Jibril dan mengucapkannya secara lisan di hadapan Jibril. Tidak diragukan lagi bahwa hukum-hukum bacaan al-Qur`an tidak mungkin kuat kecuali lewat penerimaan lisan secara langsung. Sementara pada masa sekarang media dan alat perekam suara telah ditemukan dengan berbagai model dan bacaan bisa diulang kembali misalnya al-Qur`an digital dan model lainnya. Dalam rangka menyebarkan al-Qur`an dan mengembangkannya di dunia Islam terutama di negara-negara yang kekurangan pakar qira`at al-Qur`an terpercaya, alat tersebut dapat dipakai sebagai media terbaik untuk memelihara dan mempelajari al-Qur`an. Pengumpulan tersebut melahirkan Organisasi Pelestarian Al-Qur`an yang berdiri di Mesir pada tahun 1379 H atas prakarsa ketuanya Ustāz Labīb al-Sa'id. Mereka sepakat untuk memberi nama produk mereka dengan nama atau
اﳉﻤﻴﻊ اﻟﺼﻮﰐ.6
اﳌﺼﺤﻒ اﳌﺮﺗّﻞ
Rekaman tersebut menggunakan bacaan Syaikh Mahmud
Khalil al-Husheri, riwayat Hafash dari Imam 'Ashim. Kemudian pada tahun 1382 H diiringi rekaman bacaan Abu 'Amir dengan riwayat al-Dauri. Pemikiran-pemikiran yang mendasari pengumpulan al-Qur`an dalam bentuk rekaman ini antara lain; 1. Tuntutan pelestarian al-Qur`an dengan cara-cara koreksi terhadap penerimaan al-Qur`an lewat lisan yang tidak terhitung oleh para pelajar alQur`an, sementara yang lainnya tidak aman dalam mushhaf, pelestarian terhadap bacaan-bacaan yang telah disepakati oleh kaum muslimin serta tuntutan periwayatannya yang kokoh, dan menghindari bacaan yang lemah yang berkiblat kepada salah seorang ahli qira`at saja. 2. Memudahkan memahami al-Qur`an serta menghafalnya terutama di negara-negara yang kekurangan pakar qira`at al-Qur`an terpwercaya. 3. Pentingnya mempertahankan al-Qur`an dalam menghadapi para pencela al-Qur`an serta dalam menghadapi setiap usaha untuk menyelewengkan alQur`an. 4. Menolong اﻟﻌﺜﻤﺎﱐ
اﳌﺼﺤﻒyang telah mempersatukan ummat Isla.
5. Menghindari berbagai penyimpangan terhadap al-Qur`an. 6. Penyebaran bahasa al-Qur`an dan memperkokoh persatuan ummat Islam. Pada masa sekarang rekaman al-Qur`an sudah berjalan begitu pesat. Telah muncul berbagai model rekaman, apakah itu al-Qur`an digital ataukah modelmodel rekaman lainnya yang begitu canggih dan bisa dibawa kemana saja. Pengumpulan al-Qur`an pada masa Rasulullah SAW. Pengumpulan al-Qur`an masa Rasulullah meliputi pengumpulan lewat hafalan dan tulisan. Rasulullah tidak pernah lalai menganjurkan kepada para sahabatnya untuk selalu menghafal al-Qur`an. Rasulullah amat menyukai wahyu dan senantiasa menunggu turunnya wahyu dengan rasa rindu, lalu menghafal dan memahaminya. Nabi Muhammad adalah hafidh al-Qur`an yang pertama dan _____________ 6
Ibid., hal.137
Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
187
merupakan contoh yang paling baik bagi para sahabat dalam menghafalnya, sebagai realisasi kecintaan mereka kepada pokok agama dan sumber risalah. Rasulullah SAW. tidak pernah lalai menganjurkan para sahabat untuk selalu menghafal al-Qur`an, sehingga sikap beliau terhadap mereka adalah lebih mengutamakan yang paling hafal al-Qur`an. Apabila beliau mengutus suatu rombongan ke suatu tempat, yang harus menjadi imam shalat adalah orang yang paling banyak hafal al-Qur`an. Beliau juga mendahulukan orang yang banyak membaca al-Qur`an untuk masuk ke liang lahad. Bahkan Beliau pernah menikahkan seorang laki-laki dengan seorang perempuan dengan mas kawin berupa bacaan al-Qur`an. Begitu besarnya perhatian Rasulullah terhadap usaha untuk menghafal alQur`an sehingga Beliau dalam menyampaikan al-Qur`an harus sama dengan lafadh yang didengar (dari malaikat jibril),tidak boleh ada pengurangan dan penambahan. Hal inilah yang membuat hati Rasulullah dihantui perasaan khawatir dan sedih berlebihan, sehingga ketika turun al-Qur`an , beliau berusaha mengikuti bacaan wahyu dan berusaha menghafalnya. Kejadian seperti ini berlangsung berkali-kali sehingga turun ayat 16-19 dari surat al-Qiyāmah. Setelah turun ayat tersebut, apabila wahyu turun kepada Rasulullah SAW, Beliau diam dan hanya menyimaknya. Setelah jibril pergi, Beliau merasakan bahwa al-Qur`an telah terkumpul di dalam dadanya, sebagaimana yang telah dijanjikan Allah SWT. Pada masa Nabi Muhammad SAW. al-Qur`an sebenarnya telah ditulis, karena setiap kali Nabi mendapatkan al-Qur`an dari Jibril, beliau menyuruh para sahabatnya untuk menuliskan wahyu tersebut di benda-benda yang dapat ditulis. Para penulis wahyu. Setiap kali Nabi Muhammad SAW. menerima wahyu, beliau secara rutin memanggil beberapa sahabat dan memerintahkan salah seorang dari mereka untuk menulis wahyu. Mereka itu disebut sebagai ( ﻛﺘّﺎب اﻟﻮﺣﻲpara penulis wahyu ), diantaranya adalah khalifah yang empat ( Abu Bakar al-Shiddiq, Umar ibn Khaththab, Utsman ibn 'Affan, dan 'Ali ibn Abi Thalib ), Zaid ibn Tsabit, Ubay ibn Ka'ab, Mu'awiyah ibn Abi Sufyan, Yazid ibn Abi Sufyan, Khalid ibn Sa'id ibn al- 'Ash, Hanzhalah ibn al- Rabi', Zubair ibn al- Awwam, Mughirah ibn Syu'bah, 'Abdullah ibn Rawahah, Khalid ibn al- Walid, Tsabit ibn Qais, dan lain-lain.7 Rasulullah SAW. memerintahkan mereka untuk menulisnya dan menunjukkan mereka tempat ayat tersebut dalam surat. Sehingga penulisan pada lembaran itu membantu penghafalan dalam hati. Di samping itu sebahagian sahabatpun menuliskan al-Qur`an yang turun itu atas kemauan mereka sendiri, tanpa diperintah oleh Nabi. Zaid bin Tsabit seringkali dipanggil oleh Rasulullah dan diberi tugas penulisan saat wahyu turun. Sewaktu ayat al-Jihad turun, Nabi Muhammad memanggil Zaid bin Tsabit membawa tinta dan alat tulis dan kemudian mendiktekannya. Tampaknya tak ada bukti pengecekan ulang setelah mendiktekan. Saat tugas penulisan selesai, Zaid membaca ulang di depan Nabi Muhammad agar yakin tak ada sisipan kata lain yang masuk ke dalam teks. Praktik yang biasa berlaku di kalangan para sahabat tentang penulisan alQuran, menyebabkan Nabi Muhammad melarang orang-orang menulis sesuatu _____________ 7
188
Ibid., hal. 110. Misnawati: Pengumpulan al-Qur'an suatu Keharusan kah?
darinya kecuali al-Quran: “Dan siapa yang telah menulis sesuatu dariku selain alQuran, maka ia harus menghapusnya.” Beliau ingin agar al-Quran dan hadits tidak ditulis pada halaman kertas yang sama agar tidak terjadi campur aduk serta kekeliruan. Sebenarnya bagi mereka yang tak dapat menulis selalu hadir juga di masjid memegang kertas kulit dan minta orang lain secara suka rela mau menuliskan ayat al-Quran. Berdasarkan kebiasaan Nabi Muhammad memanggil juru tulis ayat-ayat yang baru turun, kita dapat menarik anggapan bahwa pada masa kehidupan beliau seluruh al-Quran sudah tersedia dalam bentuk tulisan. 1. Alat tulis Alat tulis yang dipergunakan para sahabat pada masa Rasulullah
( اﻟﺮﻗﺎعpotongan dari kulit kayu atau dedaunan), ( اﻟﻠﺨﺎفbatu-batu yang tipis), ( اﻟﻌُﺴُﺐpelepah kurma), ( اﻷﻛﺘﺎفtulang kambing atau tulang unta yang lebar), ( اﻷﻗﺘﺎبkayu yang diletakkan di punggung unta bermacam-macam, di antaranya:
sebagai alas untuk ditunggangi), dan اﻷدﱘ
( ﻗﻄﻊkulit).8 Para penulis wahyu di atas
menulis wahyu di alat-alat yang telah disebutkan di atas dan meletakkan hasil tulisannya di rumah Rasulullah Saw., dan masing-masing dari mereka menyimpan satu naskah. 2. Keistimewaa pengumpulan pada masa Rasulullah Pengumpulan al-Qur`an pada masa Rasulullah mempunyai beberapa keistimewaan, di antaranya: a. Dalam hadits Nabi ditetapkan bahwa al-Qur`an diturunkan atas tujuh dialek. Hadits yang menjelaskan hal tersebut di antaranya diriwayatkan oleh 'Umar ibn Khaththab. b. Para ulama sepakat bahwa pengumpulan al-Qur`an pada masa Rasulullah berdasarkan ayat-ayat, sedangkan susunan suratnya terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. c. Al-Qur`an pada masa Rasulullah Saw. belum terkumpul menjadi satu mushhaf. Alasannya karena: a) Allah selalu menjaga Nabi dari sifat lupa. b) Masih menunggu datangnya ayat yang me-nasikh sebahagian hukum yang terdapat di dalamnya atau yang me-nasikh bacaannya. c) Al-Qur`an tidak diturunkan sekaligus tetapi diturunkan secara berangsur-angsur selama tenggang waktu 23 tahun. d) Urutan ayat dan surat dalam al-Qur`an tidak menurut urutan turunnya. Seandainya al-Qur`an dikumpulkan dalam satu mushhaf pada saat itu, tentu saja akan terjadi masalah bila perlu adanya perubahan urutan yang berhubungan dengan turunnya ayat-ayat lain. d. Sebahagian yang ditulis pada masa Rasulullah Saw. di-mansukh bacaannya, tetapi masih tertulis sampai Rasulullah wafat. _____________ 8
Shubhi al- Shâlih, Mabâhits fî ‘Ulûm Al-Qur`ân,Cet. 26, (Libanon: Dâr al-Ilm li alMalâyîn, 2005), hal. 69-70. Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
189
Jika terjadi perbedaan pendapat tentang bacaan al-Qur`an, para sahabat tidak merujuk kepada apa yang ditulis. Mereka bertanya langsung kepada Rasulullah saw. dan menunjukkan bacaan yang mereka perselisihkan. Namun setelah Rasulullah Saw. wafat dan para sahabat ahli baca al-Qur`an banyah yang syahid, maka muncul pemikiran bahwa al-Qur`an harus dikumpulkan dalam satu mushhaf. Hal ini terjadi pada masa pemerintahan Abu Bakar al-Shiddiq. Pengumpulan al-Qur`an pada masa Abu Bakar Al-Shiddiq Setelah Rasulullah wafat, sebahagian bangsa Arab ada yang murtad. Melihat situasi semacam ini, Abu Bakar-sebagai khalifah pertama-segera menyiapkan pasukan dan mengirimkannya untuk memerangi orang-orang yang murtad itu. Para sahabat yang bergabung dalam pasukan ini, sebahagian besar hafal al-Qur`an. Peperangan yamamah terhadap kaum murtad ini banyak memakan korban di antaranya 70 ahli baca dan hafal al-Qur`an. Kejadian ini membuat sahabat khususnya Umar Ibn Khaththab merasa khawatir akan hilangnya sesuatu dari al-qur`an bersamaan dengan meninggalnya para huffadz. Beliau menghadap Abu Bakar dan mengusulkan agar mengumpulkan dan membukukan al-Qur`an karena dikhawatirkan akan musnah. Selain itu Umar juga merasa khawatir jikalau peperangan di tempat lain akan membunuh banyak qari` pula sehingga al-Qur`an akan hilang dan musnah. Pada awalnya Abu Bakar merasa keberatan dengan usulan tersebut karena Rasulullah tidak pernah melakukan hal tersebut, namun setelah berdiskusi panjang akhirnya Allah Swt, membukakan hati Abu Bakar dan menerima usulan tersebut.9 Kemudian Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk melakukan pekerjaan tersebut. Abu Bakar menceritakan kepadanya kekhawatiran dan usulan Umar. Pada awalnya Zaid menolak seperti halnya Abu Bakar sebelum itu. Keduanya lalu bertukar pendapat sampai akhirnya Zaid dapat menerima dengan lapang dada perintah penulisan al-Qur`an ini. Sebab-sebab dipilihnya Zaid kembali dalam tugas pengumpulan al-Qur`an karena: 1. Zaid termasuk penghafal al-Qur`an; 2. Zaid menyaksikan pertemuan terakhir terhadap al-Qur`an, Zaid bin Tsabit membaca al-Qur`an dua kali di hadapan Rasulullah Saw. Pada tahun wafatnya Rasul; 3. Zaid termasuk penulis wahyu untuk Rasulullah; 4. Zaid adalah seorang yang cerdas, wara’, berakhlaq mulia, teguh pada agama, menjunjung tinggi amanah.10 Lalu Zaidpun mulai mengerjakan tugas tersebut dengan sangat hati-hati dan teliti. a. Metode yang Zaid gunakan dalam pengumpulan al-Qur`an Sebagaimana kita ketahui Zaid adalah seorang yang hafal al-Qur`an seluruhnya, serta seorang penulis wahyu. Zaid mulai mengumpulkan al-Qur`an dari benda-benda yang pernah dipakai untuk menulis wahyu dan dari hafalan para sahabat serta tulisan yang ada pada mereka. Zaid tidak hanya bergantung pada hafalan maupun tulisannya, karena kerja beliau bukan sekedar mengumpulkan, _____________ 9
Mûsâ Syâhain Lâhain, Al Âli’u Al Hisân fî `Ulûm Al-Qur’ân,Cet.I,(Al Qâhirah: Dâr AlSyurûq,2002), hal.51-52. 10 Fahd bin Abdurrahman Ar-Rumi, Ulumul Qur`an…, hal. 115. 190
Misnawati: Pengumpulan al-Qur'an suatu Keharusan kah?
namun juga melalui tausiq (penguatan),dan tatsabbut (pengokohan), pada apa yang ditulis. Zaid tidak akan menuliskan kecuali hal tersebut betul-betul ayat alQur`an yang dahulu pernah diajarkan oleh Rasulullah kepada para sahabatnya. Bahkan Abu Bakar membentuk metode pengumpulan untuk Umar dan Zaid dengan mengatakan agar keduanya duduk di pintu masjid, lalu siapa yang datang kepada keduanya dengan membawa saksi terhadp sesuatu dari al-Qur`an maka keduanya menulisnya.Kehati-hatian dan ketelitian Zaid dalam mengumpulkan alQur`an membuahkan hasil hingga beliau mendapatkan akhir surat al-Taubah berada pada Khuzaimah al-Anshari, yang tidak beliau dapatkan pada sahabat lainnya.11Lembaran-lembaran tersebut kemudian disimpan di tangan Abu Bakar hingga wafatnya. Sesudah itu berpindah ke tangan Umar sewaktu masih hidup, dan selanjutnya berada di tangan Hafsah binti Umar. Dengan demikian, Metode Zaid dalam pengumpulan al-Qur`an pada masa Abu Bakar, terdiri empat prinsip: Pertama,apa yang ditulis dihadapan Rasulullah; Kedua,apa yang dihafal oleh para sahabat; Ketiga,tidak menerima sesuatu dari yang ditulis sebelum disaksikan oleh dua orang saksi, bahwa ia pernah ditulis dihadapan Rasul. Keempat,hendaknya tidak menerima dari hafalan para sahabat kecuali apa yang telah mereka terima dari Rasuluyllah Saw.12 b. Keistimewaan pengumpulan al-Qur`an pada masa Abu Bakar Keistimewaan pengumpulan al-Qur`an pada priode Abu Bakar antara lain: a). Pengumpulan al-Qur`an pada masa ini dilakukan atas cara-cara pembahasan dan penelitian yang mendalam dan kokoh; b). Nasikh(penghapusan) terhadap bacaan ayat-ayat tertentu dihilangkan; c). Dialek Arab yang dipakai dalam pengumpulan ini berjumlah7 dialek; d). Urutan ayat-ayat al-Qur`an dalam pengumpulan ini telah disepakati, sementara mengenai surat-suratnya terdapat perbedaan di kalangan ulama; e). Al-Qur`an ditulis satu naskah dalam pengumpulan ini dan disimpan oleh Abu Bakar, karena kedudukannya sebagai pemimpin kaum muslimin; f). Suksesnya pengumpulan pada masa ini berkat adanya kesepakatan umat dan kemutawatirannya. Pengumpulan al-Qur`an pada masa khalifah Abu Bakar berhasil dengan kesepakatan para sahabat terhadap keshahihan dan penelitiannya, serta mereka sepakat atas tidak adanya tambahan dan pengurangan. Mereka menerimanya secara dengan sungguh-sungguh dan berperan aktif terhadap apa yang mereka butuhkan. c. Pemberian nama mushhaf Sebelum pengumpulan pada masa Abu Bakar, kata al-Mushaf tidak identik dengan al-Qur`an. Penyebutan itu didefinisikan setelah Zaid menyelesaikan pengumpulan al-Qur`an. Kemudian Abu Bakar menerima dan menyimpannya hingga wafat. Mushhaf ini kemudian berpindah ke tangan Umar. Setelah Umar wafat mushhaf tersebut beralih ke tangan Hafsah. Sehingga mushhaf tersebut tetap ada pada Hafsah sampai diminta ‘Utsman untuk disalin dan dikembalikan lagi. Ketika Hafsah wafat, ‘Utsman mengutus Marwan bin al_____________ 11 12
Shubhi al- Shâlih, Mabâhits…,hal. 76. Mûsâ Syâhain Lâhain, Al Âli’u Al Hisân…,hal.53.
Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
191
Hakam untuk menemani ‘Abdullah bin Umar sepulang dari mengantar jenazahnya. Hal itu dimaksudkan agar mushhaf diserahkan. Lalu ‘Abdullah menyerahkannya kepada Marwan, kemudian disobek, karena khawatir ada yang berbeda dengan apa yang telah dikoreksi ‘Utsman. Pengumplan al-Qur`an pada masa ‘Utsman bin ‘Affan Ketika wilayah Islam mulai tersebar luas dan para qaripun sudah banyak di berbagai wilayah Islam, mereka mengajarkan al-Qur`an kepada para penduduk di samping ilmu agama lainnya. Mereka mengajarkan al-Qur`an dengan tujuh dialek yang diterima dari Rasul. Penduduk Syam membaca dengan bacaan Ubay bin Ka’ab, Penduduk Kufah memperoleh bacaan mereka dari Ibnu Mas’ud. Sementara penduduk Syiria memperoleh bacaannya dari Abu Darda`. Penduduk Basrah dari Abu Musa al- Asy’ari. Penduduk lainnya dari sahabat yang lain. Pada saat pasukan muslim mulai mengarahkan konsentrasi kepada penaklukan Armenia dan Azarbaijan, di mana pasukan ini terdiri dari penduduk Syam dan Irak, terjadilah perselisihan antara keduanya dalam hal bacaan al-qur`an sebagaimana yang terjadi pada masa Nabi Saw. Perselisihan ini kian meruncing sehingga Huzaifah al-Yaman melihat bahwa sebab terjadinya perselisihan ini karena adanya perbedaan bacaan/dialek disertai keyakinan dan kebiasaan bahwa masing-masing mereka merasa benar sedangkan yang lainnya dianggap salah dan tersesat, sampai-sampai saling mengkafirkan satu sama lain. Hal ini membuatnya merasa khawatir dan segera melaporkan keadaan tersebut kepada ‘Utsman bin ‘Affan. Sementara itu di Madinah, ‘Utsmanpun mengalami hal yang sama. Di sana para guru al-Qur`an mengajarkan dengan bacaan masing-masing, sehingga mereka bertengkar dan mengingkari bacaan yang lain. Inilah yang menyebabkan ‘Utsman mempunyai prakarsa untuk menulis kembali naskah al-Qur`an dengan tujuan untuk membuat mushhaf induk. Tujuannya adalah untuk mempersatukan mushhaf ( ) ﺗﻮﺣﯿﺪ اﻟﻤﺼﺎﺣﻒ. Setelah ‘Utsman mendengar informasi dari Huzaifah tentang apa yang dia lihat, lalu ‘Utsman meminta pertimbangan para sahabat tentang hal yang harus dikerjakan. Kemudian ‘Utsman mengirim utusan kepada Hafsah ( untuk meminjamkan mushhaf Abu Bakar yang ada padanya) dan Hafsahpun mengirimkan lembaran-lembaran itu kepadanya. Lalu ‘Utsman membentuk lajnah atau tim penulis mushhaf sekitar akhir tahun 24 H – 25 H. Tim tersebut berjumlah empat orang. Tiga di antaranya dari kalangan Muhajirin, yaitu Abdullah bin Zubair, Sa’id bin ‘Ash, dan Abdurrahman bin Harits bin Hisyam. Sedangkan satu orang lagi dari kalangan Anshar yaitu Zaid bin Tsabit. 13 ‘Utsman menanyakan kepada para sahabat: “ siapakah yang paling pantas menulis?” Mereka menjawab: Penulis Rasul adalah Zaid bin Tsabit.” ‘Utsman bertanya lagi: “ Siapakah yang paling Arab( paling fasih)?” Mereka menjawab: Sa’id bin ‘Ash. ‘Utsman berkata: Hendaklah Sa’id mendiktekan dan Zaid yang menulis.”14 ‘Utsman juga memberikan pengarahan kepada tim penulis mushhaf khususnya dari kalangan Muhajirin dengan berkata: “ Jika kamu berbeda dalam menulis sesuatu ayat al-Qur`an dengan Zaid bin Tsabit, Maka tulislah dengan
_____________ 13
Muhammad ‘Abd. Al-‘Adhîm al-Zarqâni, Manâhil al-‘Irfân fi ‘Ulûm Al-Qur`ân,jilid 1, ( Beirut: Dâr al-Ihyâ` al-Turâts al-‘Arabiy, tt), hal.231. 14 Fahd bin Abdurrahman Ar-Rumi, Ulumul Qur`an…, hal.121-122. 192
Misnawati: Pengumpulan al-Qur'an suatu Keharusan kah?
bacaan yang sesuai dengan bacaan kaum Quraisy, karena al-Qur`an pertama sekali turun dalam bahasa Arab Quraisy.”15 Merekapun melaksanakan perintah tersebut. Mereka membuat beberapa ketentuan di antaranya: 1. Jika dalam satu ayat berturut-turut mengandung lebih dari satu bacaan, maka ayat tersebut ditulis bersih dari tanda-tanda apapun yang memotong(memendekkan) ucapan atas satu bacaan, lalu ditulis dengan satu bentuk yang mengandung dua bacaan atau beberapa bacaan seluruhnya. Seperti: ( ﻓ ﺒ ّ ﻮاal-Hujarāt ayat: 6) dibaca juga dengan
ﻧ ﻫﺎ
bacaan ﻓ ﺜ ّ ﻮا, ini adalah qira`at Hamzah dan al- Kisai.
(Al- Baqarah ayat: 259) merupakan qira`at ibn ‘Amir, ‘Ashim, Hamzah, dan
al-Kisai dibaca juga dengan ﻧ ﴩﻫﺎ. 2. Jika rasamnya tidak mungkin diakomodasikan ke dalam beberapa bacaan di dalam al-Qur`an maka pada sebagian mushhaf ditulis dengan rasam yang menunjukkan bacaan tertentu dan pada mushhaf yang lain dengan bentuk bacaan tertentu juga seperti: اﺑﺮاﻫﻴﻢ
ﺎ
(al-Baqarah ayat 132) seperti itu ditulis pada
ووﺻّﻰ
واوﺻﻰyakni qira`at Nafi' dan 'Imran ayat 133) dengan huruf و
sebagian mushhaf, pada sebagian yang lain ditulis
` ( وﺳﺎرﻋﻮا اﱃ ﻣﻐﻔﺮة ﻣﻦ رﺑّﻜﻢAli sebelum huruf سpada sebagian mushhaf, dan pada sebagian mushhaf yang lain Ibnu 'Amir.
tidak pakai ( وmenurut qira`at Nafi' dan Ibnu 'Amir.16 Zaid berkata: Ketika kami menyalin mushhaf saya teringat akan satu ayat dari surat al-Ahzāb yaitu ayat 23 yang pernah aku dengar dibacakan oleh Rasulullah Saw. maka kami mencarinya dan kami dapatkan pada Khuzaimah bin Tsabit al- Anshari, lalu kami tempatkan ayat tersebut dalam mushhaf. 17 Dengan selesainya al-Quran ditulis kembali, kaum muslimin mempunyai mushhaf induk (master) atau yang disebut Mushhhaf al- Imām. Mushhaf yang telah ditulis disebarkan ke beberapa negeri, beserta seorang pendamping mushhaf, yaitu orang yang bacaannya valid. Utsman meminta Zaid untuk membaca di Madinah, ‘Abdullah bin Sa’id di Mekkah, Mughirah bin Syihab di Syam, Abu Abdirrahmanal- Sulami di Kufah, Amr bin ‘Abd. Al- Qais di Basrah.18’Utsman juga mempunyai mushhaf sendiri, sehingga jumlah mushhaf yang ditulis pada masa itu sebanyak 6 buah. Tentang jumlah mushhaf yang dikirim ‘Utsman ke berbagai wilayah terjadi perbedaan pendapat ulama. Ibnu Abu Daud mengatakan bahwa jumlahnya 7 buah yang dikirimkan ke Makkah, Syam, Basrah, Kufah, Yaman, Bahrain dan Madinah. Abu ‘Amir al-Dani dalam al-Muqni mengatakan bahwa ada 4 mushhaf, masing-masing dikirim Irak, Syam, Mesir dan Mushhaf _____________ 15
Departemen Agama RI, Mukaddimah al-qur`andan Tafsirnya, ( Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), hal. 13 16 Fahd bin Abdurrahman Ar-Rumi, Ulumul Qur`an…, hal.123. Lihat juga Muhammad ‘Abd. Al-‘Adhîm al-Zarqâni, Manâhil.., hal. 232-233. 17 Manna’ Al-Qaththân, Mabâhits..,hal.130. 18 Fahd bin Abdurrahman Ar-Rumi, Ulumul Qur`an…, hal.127. Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
193
Imam. Ada juga yang mengatakan jumlahnya ada 5 buah.19 Setelah mereka selesai menyalinnya menjadi beberapa mushhaf, ‘Utsman mengembalikan lembaranlembaran asli itu kepada Hafsah. Selanjutnya mengirimkan setiap wilayah mushhaf baru tersebut dan memerintahkan agar mushhaf lainnya dibakar. Mushhaf yang ditulis oleh ‘Utsman itu sekarang hampir tidak ditemukan lagi. Ibnu Katsir mengatakan bahwa ia menemukan satu buah di antaranya di masjid Damsyik di Syam. Mushhaf itu ditulis pada lembaran yang- menurutnya- terbuat dari kulit unta. Lalu mushhaf tersebut dibawa ke Inggris setelah beberapa lama berada di tangan kaisar Rusia di perpustakaan Leningrad. Juga dikatakan bahwa mushhaf tersebut terbakar dalam masjid Damsyik pada tahun 1310 H.20 Keistimewaan pengumpulan al-Qur`an pada masa 'Utsman. Ada beberapa keistimewaan pengumpulan al-Qur`an pada masa 'Utsman Ibn Affan antara lain: a. Adanya penyederhanaan dialek menjadi satu dialek. b. Mengembalikan bacaan yang telah dihapus. c. Peringkasan terhadap apa yang ditetapkan pada "pemeriksaan terakhir" dan membuang selain hal tersebut. d. Peringkasan terhadap bacaan-bacaan yang telah kuat dan dikenal dari Rasulullah Saw. dan pembatalan hal-hal yang belum kuat. e. Susunan ayat dan surat sama seperti yang dikenal saat ini. Perbedaan Pengumpulan al-Qur`an pada masa Abu Bakar dan 'Utsman Pengumpulan al-Qur`an pada masa Abu Bakar berbeda dengan pengumpulan al-Qur`an yang dilakukan 'Utsman dalam motif dan caranya. Pengumpulan al-Qur`an pada masa Abu Bakar disebabkan oleh kekhawatiran akan hilangnya sebagian al-Qur`an karena meninggalnya para penghafalnya, sebab ketika itu al-Qur`an belum terkumpul di satu tempat. Lalu dikumpulkan dalam mushhaf dengan menertibkan ayat-ayat dan suratnya, sesuai dengan petunjuk Rasulullah kepada mereka. Sedangkan pengumpulan pada masa 'Utsman lebih karena banyaknya perbedaan cara membaca al-Qur`an, sehingga mereka membacanya menurut dialek mereka masing-masing dengan bebas dan ini menimbulkan sikap saling menyalahkan. Karena khawatir akan timbul bencana maka 'Utsman segera memerintahkan menyalin lembaran-lembaran itu ke dalam satu mushhaf dengan menertibkan surat-suratnya dan membatasinya hanya pada bahasa Quraisy saja dengan alasan al-Qur`an diturunkan dalam bahasa Arab Quraisy. Bila dilihat dari caranya, maka pengumpulan al-Qur`an pada masa Abu Bakar dengan memindahkan semua tulisan atau catatan al-Qur`an yang semula bertebaran di alat-alat yang dipakai untuk menulis kemudian dikumpulkan dalam satu mushhaf. Ayat-ayat dan surat-suratnya tersusun serta terbatas pada bacaan yang tidak dimansukh dan mencakup ketujuh huruf sebagaimana ketika al-Qur`an diturunkan. Sedangkan pengumpulan pada masa 'Utsman menyalinnya dalam satu huruf di antara ke tujuh huruf itu, untuk mempersatukan kaum muslimin dalam satu mushhaf . Sehingga pengumpulan al-Qur`an pada masa Abu Bakar memiliki keberagaman bacaan sedangkan pada masa 'Utsman memiliki keseragaman bacaan. _____________ 19
20
Manna’ Al-Qaththân, Mabâhits..,hal.134-135. Ibid., hal.135.
194
Misnawati: Pengumpulan al-Qur'an suatu Keharusan kah?
Penyempurnaan Mushhaf setelah masa 'Utsman Mushhaf yang ditulis pada masa 'Utsman tidak bertitik dan tidak ada tanda baca. Hal ini semata-mata didasarkan pada watak pembawaan orang-orang Arab yang masih murni sehingga mereka tidak memerlukan syakal dengan harakat dan pemberian titik. Ketika bahasa Arab mengalami kerusakan karena banyak nya percampuran dengan bahasa non Arab, maka para penguasa merasa penting ada perbaikan penulisan mushhaf dengan syakal, titik dan lainnya yang dapat membantu bacaan yang benar. Para ulama berbeda pendapat tentang usaha pertama yang dicurahkan untuk hal itu. Umumnya ulama berpendapat bahwa orang pertama yang melakukan hal ini adalah Abū al-Aswad al-Dualī, peletak pertama dasar-dasar kaidah bahasa Arab, atas permintaan Ali bin Abi Thalib.21 Abū al-Aswad al-Dualī pernah mendengar seorang qari membaca firman Allah dalam surat al-Taubah ayat 3: ٔن ﷲ ﺮيء ﻣﻦ اﳌﴩﻛﲔ ورﺳﻮ. Kesalahan qari itu
pada pembacaan kasrah “lam”dalam kata رﺳﻮ. Hal ini membuat terkejut Abū alAswad al-Dualī lalu ia menghadap Gubernur Basrah, Ziyad untuk memenuhi permintaannya dahulu untuk membuat tanda-tanda baca supaya orang dapat memahami al-Qur`an dengan mudah. Ia segera memenuhi permintaannya terdahulu karena dikejutkan dengan peristiwa tersebut. Dia mulai bekerja keras dan hasilnya sampai pada tanda fathah berupa satu titik di atas huruf, tanda kasrah berupa satu titik di bawah huruf, tanda dhammah berupa satu titik di antara huruf dan tanda sukun berupa dua titik.22 Tinta yang digunakan untuk member titik berbeda dengan warna untuk menulis mushhaf. Dalam hal ini Abū al-Aswad alDualī belum memberikan syakal untuk semua huruf, Beliau hanya memberi syakal pada huruf akhirnya saja dari setiap kata. Karena itu kesalahan yang sama dalam membaca al-Qur`an terjadi lagi. Keadaan ini mendorong Hujjaj memilih Nashr bin ‘Ashīm al- Laisi sekitar tahun 80 H untuk menyempurnakan syakal yang sudah pernah dibuat oleh Abū al-Aswad al-Dualī untuk semua huruf dalam kata baik di awal, tengah, maupun akhir, namun masih tetap dalam bentuk titik. Namun al-Suyuthi mengatakan bahwa Abū al-Aswad al-Dualī adalah orang yang pertama melakukan usaha itu atas perintah Abdul Malik bin Marwan, bukan atas perintah Ziyad. Dalam beberapa riwayat yang lain menisbahkan pekerjaan ini kepada orang lain, di antaranya kepada Hasan al-Basri, Yahya bin Ya’mar, dan Nashr bin ‘Ashīm al- Laisi. Tetapi Abū al-Aswad al-Dualīlah yang terkenal dalam hal ini.23 Pada priode selanjutnya Imam khalil bin Ahmad al-Farahidi(w.177 H) guru imam Sibawaihi( ahli Nahwu), menyempurnakan titik yang pernah ditulis Abū al-Aswad al-Dualī menjadi harakat yang ada sekarang ini, yaitu harakat fathah dengan alif miring, dhammah dengan waw kecil, kasrah dengan yā` kecil yang dipangkas kepalanya, tasydīd dengan kepala huruf sīn, sukūn dengan kepala huruf khā` kecil, dan seterusnya. 24 Selanjutnya mushhaf terus mengalami perubahan seperti penomoran ayat, pemberian nama surat, jumlah ayat pada satu surat dan urutan turunnya, tanda _____________ 21
Manna’ Al-Qaththân, Mabâhits..,hal.150. Muhammad ‘Abd. Al-‘Adhîm al-Zarqâni, Manâhil.., hal.151. Lihat juga Mûsâ Syâhain Lâhain, Al Âli’u Al Hisân...,hal.67. 23 Manna’ Al-Qaththân, Mabâhits.., hal.151. 24 Departemen Agama RI, Mukaddimah…, hal. 14-15 22
Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
195
waqaf, tanda ayat sajadah, pembagian al-Qur`an menjadi 30 juz, dan setiap juz dibagi menjadi dua bagian yang sebahagian dinamakan dengan hizb. Setiap hizb menjadi 4 bagian lagi, sehingga setiap juz terdapat 8 bagian. Dengan begitu alQur`an mempunyai 60 hizb dan 240 rub' yaitu 30 juz dikalikan 8. Pembagian semacam ini untuk memudahkan bagi pembaca atau penghafal al-Qur`an. Cara penulisan al-Qur`an juga mengalami perbaikan seperti al-Qur`an ayat pojok atau disebut juga dengan al-Qur`an untuk para penghafal al-Qur`an. Mushhaf ini untuk setiap sudutnya berupa akhir ayat. Mushhaf dengan model ini mempunyai 300 lembar dan 600 halaman. Setiap halaman terdiri dari 15 baris. Bentuk khath juga mengalami perkembangan. Pada mulanya memakai khath kūfī yang kelihatan kaku. Lalu muncul khath tsulutsī dan naskhī. Dengan khath naskhī inilah akhirnya hampr seluruh mushhaf yang ada sekarang ini ditulis. KESIMPULAN Dari pembahasan di atas dapat kita simpulkan bahwa: 1. Pengumpulan al-Qur`an adalah usaha penghimpunan dan pemeliharaan alQur`an melalui penghafalan dan penulisan ayat-ayat dan surat-surat alqur`an. 2. Pengumpulan al-Qur`an dilakukan dalam beberapa periode yaitu: a. Periode Rasulullah Saw., pengumpulan melalui hafalan dan tulisan dimana penulisan al-Qur`an pada masa Nabi Muhammad dengan mencatat semua wahyu yang diturunkan selama lebih kurang 23 tahun yang diturunkan secara berangsur-angsur. Penulisan ini dilakukan untuk memperkuat hafalan para sahabat terhadap al-qur`an tersebut. b. Periode Abu Bakar al-Shiddiq, pengumpulan al-Qur`an ini terjadi karena banyaknya para penghafal al-Qur`an yang wafat pada perang Yamamah yang dikhawatirkan akan hilangnya al-Qur`an. Pengumpulan ini dilakukan oleh Zaid bin Tsabit atas inisiatif dari Umar bin Khaththab dengan cara mengumpulkan semua tulisan-tulisan yang tersebar di berbagai alat tulis yang dipakai pada masa Nabi untuk menjadi satu mushhaf dengan beraneka ragam bacaan. c. Periode ‘Utsman bin Affan, pengumpulan al-qur`an dilakukan karena terjadinya perbedaan bacaan al-Qur`an di berbagai wilayah yang dikhawatirkan terjadinya pertumpahan darah. Pengumpulan al-Qur`an pada masa ini juga dipercayakan kepada Zaid bin Tsabit dengan dibantu oleh 3 orang anggota lainnya yaitu ‘Abdullah bin Zubair, Sa’id bin ‘Ash, dan Abdurrahman bin Harits bin Hisyam. Mereka menyalinnya ke dalam beberapa mushhaf dengan menyeragamkan bacaannya dengan menggunakan bahasa Arab Quraisy untuk dikirim ke beberapa wilayah Islam. Sedangkan yang tinggal pada ‘Utsman sendiri disebut dengan mushhaf al-Imam yang lebih dikenal dengan mushhaf ‘Utsmani. Pengumpulan al-Qur`an pada periode ini diurut berdasarkan tertib ayat dan surat seperti sekarang ini. d. Periode sesudah ‘Utsman bin Affan lebih focus kepada perbaikan untuk mempermudah dalam membaca al-Qur`an. Abū al-Aswad alDualī adalah orang yang pertama meletakkan dasar kaidah-kaidah bahasa Arab termasuk pemberian titik dan syakal dengan warna tinta yang berbeda dengan tulisan mushhaf. 196
Misnawati: Pengumpulan al-Qur'an suatu Keharusan kah?
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI, Mukaddimah al-Qur`an dan Tafsirnya, Departemen Agama RI, 2009.
Jakarta:
Fahd bin Abdurrahman al-Rûmi, Ulumul Qur`an: Studi Komplesitas al-Qur`an, terj. Amirul Hasan dan Muhammad Halabi, Yogyakarta: Titian Ilahi,1996. Mannâ’ al Qaththân, Mabâhits fi ‘Ulûm al-Qur`ân, Riyâdh: Maktabah alMa’ârif li al-Nasyr wa al-Tauzî’, 2000. Muhammad Abd. al-‘Adhîm al-Zarqâniy, Manâhil al-‘Irfân fi ‘Ulûm al-Qur`ân, jilid I, Beirut: Dâr Ihyâ` al-Turâts al-‘Arabiy, t.t. Muhammad ‘Ali al-Shâbûniy, al-Tibyãn fi ‘Ulûm al-Qur`ân, Mesir: Dâr alShâbûniy: 1999. Mûsâ Syâhain Lâhain, Al Âli’u Al Hisân fî `Ulûm Al-Qur’ân,Cet.I, Al Qâhirah: Dâr Al- Syurûq,2002. Shubhi al- Shâlih, Mabâhits fî ‘Ulûm Al-Qur`ân,Cet. 26, Libanon: Dâr al-Ilm li al-Malâyîn, 2005.
Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
197
PEDOMAN PENULISAN 1. Artikel dapat ditulis dalam bahasa Indonesia, Arab atau Inggeris, dengan mengikuti kaidah kebahasaan yang baku dan berlaku dalam dunia ilmiah. 2. Artikel diketik 1,5 spasi pada kertas ukuran A4 dan dikirim dalam bentuk cetak (print out) sebanyak 1 eksemplar beserta CD, atau dikirim melalui email ke alamat:
[email protected] atau
[email protected]. Panjang tulisan 12-20 halaman. Tulisan diserahkan paling lambat 2 (dua) bulan sebelum jurnal diterbitkan setiap edisinya. 3. Artikel konsepsional meliputi judul, nama penulis, Abstrak yang berkisar 100 – 150 kata, kata kunci, pendahuluan, isi atau pembahasan, penutup, catatan kaki dan daftar rujukan. 4. Abstrak ditulis dalam bahasa Inggris, kecuali untuk tulisan yang berbahasa Inggris dan Arab, abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia. 5. Artikel merupakan tulisan konsepsional atau hasil penelitian berkaitan dengan alQur’an atau hadits dalam berbagai perspektif. 6. Nama penulis artikel (tanpa gelar akademik, jabatan atau kepangkatan) dicantumkan disertai alamat korespondensi, alamat e-mail, dan/atau nomor telepon kantor, rumah atau telepon seluler. 7. Artikel hasil penelitian memuat judul, nama dan indentitas peneliti, abstrak (100150 kata), kata kunci, pendahuluan (masalah, tujuan dan manfaat penelitian), metode penelitian, hasil penelitian, pembahasan, kesimpulan dan saran, catatan akhir, dan daftar rujukan. 8. Kutipan ayat al-Qur'an harus menuliskan ayat dan terjemahnya serta mencantumkan nama surat dan nomor ayat. 9. Kutipan Hadits ditulis secara lengkap teks dan terjemahnya serta sumbernya. 10. Artikel yang memenuhi syarat diseleksi dan diedit penyunting untuk penyeragaman format dan gaya penulisan tanpa mengubah isinya. 11. Penulisan catatan kaki/footnote dan daftar rujukan berbeda. Perbedaannya dapat diketahui pada contoh berikut: a. Catatan kaki/footnote 1
2
3
4
198
Philip K. Hitti, History of The Arabs (London: the Macmillan Press Ltd, 1970), 87 Mohammad Arkoun, Islam al-Akhlaq wa al-Siyasiyah (Beirut: Markaz alInna al- Qawmi, 1990), 172-173 Crane Brinton, “Eglightement”, dalam Encyclopedia of Philosopy, vol. 2 (New York: Macmillan and the Free Press, 1967), 521 M. Syamsul Huda, “Rasionalisme Telaah Pemikiran Imre Lakatos”, dalam www. Geocities. Com/HotSprings/6774/j-40
Petunjuk Penulisan
5
M. Amin Abdullah, “Dialektika Agama antara Profanitas dan Sakralitas”, dalam Moh. Shofan, Jalan Ketiga Pemikiran Islam Mencari Solusi Perdebatan Tradisionalisme dan Liberalisme (Yogyakarta: IRCiSoD, 2006)
b. Daftar Pustaka Abdullah, M.Amin, “Dialektika Agama antara Profanitas dan Sakralitas”, dalam Moh.Shofan, Jalan Ketiga Pemikiran Islam Mencari Solusi Perdebatan Tradisionalisme dan Liberalisme. Yogyakarta: IRCiSoD, 2006 Arkoun, Mohammad. Islam al-Akhlaq wa Siyasah. Beirut: Markaz al-Inma’ al-Qawmi, Macmillan and the Free Press, 1967. Hitti, Philip K. History of the Arabs. London: the Macmillan Press Ltd., 1970 Huda, M.Syamsul. “Rasionalisme Telaah Pemikiran Imre Lakatos”, dalam www.geocities.com/6774/j-40.
Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 2, Juli 2014
199