Jurnal Bahan Alam Indonesia ISSN 1412-2855 Vol. 5, No. 1, Januari 2006
BIOASAI IN VITRO ANTIKANKER TERHADAP SEL LEUKEMIA L1210 DARI BERBAGAI FRAKSI ESKTRAK DAGING BUAH DAN KULIT BIJI MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) (Cancer In Vitro Bioassay on L1210 Leukemia’s Cell of Many Fraction of Mahkota Dewa Extract)
1
2 3
Vivi Lisdawati1, Sumali Wiryowidagdo2, L.Broto S. Kardono3 Departemen Farmasi FMIPA UI, saat ini bekerja sebagai staff peneliti di Puslitbang Farmasi dan Obat Tradisional, Puslitbang Depkes Departemen Farmasi FMIPA - UI Pusat Penelitian Kimia, Puspiptek - LIPI
Abstract Plant secondary metabolites also show promise for cancer chemoprevention, which has been defined as the use of non cytotoxic nutrients or pharmacological agents to enhance intrinsic physiological mechanism that protect the organism against mutant clones of malignant cells. Non polar and polar extracts are then prepared of each plants part obtained, which are then evaluated in a broad range of cell-based in vitro bioassays. Cell-based assays are used to evaluate the cytotoxic potential of extracts against the growth of human tumor cells in culture. The in vitro bioassay has been studied for screening anticancer activity of chemical compounds from n-hexane, ethyl acetate and methanol extracts of mesocarp and seed from the fruit of Phaleria macrocarpa, fam. Thymelaeaceae. This method conducted by using leukemia L1210 cells and the data obtained analyzed by using Sumatra’s method. All of the crude extracts showed cytotoxic activity with IC50 values from 5 to 7.71µg/ml. These results clearly indicate that crude extracts of Phaleria macrocarpa showed high potential cancer chemopreventive activity. Keywords: Cell-based in vitro bioassays, fruit of Phaleria macrocarpa, leukemia L1210 cells, IC50 (inhibition concentration)
Naskah diterima tanggal 11 September 2005, disetujui dimuat tanggal 1 Desember 2005 Alamat koresponden: Departemen Farmasi FMIPA UI Depok PENDAHULUAN Bahan alam di bidang kesehatan memegang peranan sangat penting, baik sebagai bahan dasar obat maupun sebagai salah satu bahan pendukung. Tidak hanya dalam bentuk ekstrak maupun hasil isolat murni, tetapi juga dapat berperan sebagai komponen utama dalam proses sintesis obat. Oleh karena itu, penelitian di bidang bahan alam khususnya tanaman obat, saat ini telah menjadi salah satu penelitian utama (1) Pemanfaatan mahkota dewa, Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl., sinonim Phaleria papuana Warb. Var. Wichannii (Val.) Back., suku Thymelaeaceae (2,3,4), sebagai tanaman obat antikanker / sitostatika sampai sejauh ini belum didukung oleh data ilmiah yang mencukupi. Untuk dapat lebih mengoptimalkan fungsi tanaman, yang dikenal juga dengan nama makuta dewa, makuto rojo, atau simalakama, sebagai salah satu bentuk
pengobatan alternatif sitostatika maka masih dibutuhkan sejumlah data ilmiah lebih lanjut (5). Acuan pustaka taksonomi menjelaskan bahwa tanaman marga Phaleria umumnya memiliki aktivitas antimikroba (6). Faktor yang ikut menentukan aktivitas farmakologi tanaman antara lain kandungan senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam tanaman tersebut. Toksisitas metabolit sekunder tanaman berkaitan dengan kemampuan pertahanan diri tanaman tersebut terhadap predator seperti serangga, mikroorganisma, hewan ataupun tanaman predator lainnya. Semakin tinggi tingkat toksisitas metabolit sekunder tanaman, maka semakin potensial tanaman tersebut untuk digunakan dalam pengobatan karena memiliki mekanisme pertahanan diri atau kemampuan melindungi yang juga tinggi (7). Dari sejumlah pengalaman eksperimental terbukti bahwa sebagian besar tanaman yang memiliki aktivitas antimikroba pada umumnya juga menunjukkan
303
Bioasai in vitro … (Vivi Lisdawati dkk.)
potensi sebagai suatu antikanker. Hal ini terjadi karena toksisitas yang dimilikinya tersebut dapat pula bekerja terhadap fase tertentu dari siklus sel tumor (8). Penelitian pendahuluan terhadap toksisitas ekstrak daging buah dan kulit biji mahkota dewa dari fraksi polar, semi polar dan non polar menggunakan metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) dari Meyer terhadap larva udang Artemia salina Leach. memberikan hasil berupa nilai LC50 yang sangat kecil, berkisar antara 0.16 – 11.83µg/ml (Lisdawati, 2002). Uji ini menggambarkan tingginya aktivitas biologi yang dimiliki oleh metabolit sekunder di dalam ekstrak tanaman, dimana dengan konsentrasi dosis sebesar 0.16 – 11.83 µg/ml telah dapat menyebabkan kematian 50% larva udang Artemia salina Leach. Seperti dinyatakan oleh Cassady, dengan tingginya tingkat toksisitas ekstrak tanaman mahkota dewa, semakin potensial senyawa metabolit sekunder di dalam tanaman untuk bekerja menghambat fase tertentu pada siklus sel tumor. Metabolit sekunder tanaman yang berkaitan dengan aktivitas antikanker antara lain adalah golongan alkaloid (contoh: senyawa alkaloid indol dan alkaloid dihidroindol dari spesies Vinca rosea), senyawa terpenoid (contoh: senyawa taksol dari spesies Taxus brevolia Nutt.), senyawa polifenol (contoh: asam elagat dan isotiosianat dari spesies Brassica Sp.; lignan dari spesies Podophyllum peltatum L.), dan senyawa-senyawa resin (contoh: kukurbitasin dari spesies Bryonia cretica subsp. dioica) (10,11). Penelitian awal terhadap tanaman mahkota dewa mengidentifikasi golongan metabolit sekunder alkaloid, terpenoid, saponin dan senyawa polifenol terdapat di dalam daun dan buah tanaman (12). Semua golongan metabolit yang ditemukan tersebut termasuk ke dalam golongan senyawa metabolit yang memang telah terbukti memiliki aktivitas anti kanker sebagaimana dinyatakan di atas. Meskipun demikian, tanpa adanya acuan informasi ilmiah yang mendukung secara nyata mengenai aktivitas anti kanker dari ekstrak tanaman maka penggunaan tanaman mahkota dewa sebagai suatu tanaman alternatif dalam pengobatan antikanker (sitostatika) tetap akan mengalami hambatan. Kanker merupakan penyakit degeneratif dengan ciri berupa terjadinya pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal dan terkendali. Hingga saat ini belum ditemukan obat penyembuh kanker meski penyakit masih berada dalam tahap dini atau stadium operabel. Prevalensi kanker di Indonesia dari tahun ke tahun semakin berkembang dengan perkiraan 100 per 100.000 penduduk per tahun atau sekitar 200.000 penduduk per tahun berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Badan Litbangkes tahun 1986 (13).
304
Leukemia merupakan salah satu jenis penyakit kanker yang disebabkan oleh neoplasma ganas pada sel darah putih. Penyakit ini termasuk bentuk kelainan degeneratif pada sumsum tulang belakang, yang dengan sendirinya mempengaruhi kinerja stem cells. Akibat yang ditimbulkan adalah kanker leukemia dengan cepat menyebar ke seluruh organ tubuh untuk mencapai stadium akut. Saat ini, penyakit leukemia menduduki peringkat ketiga di dunia sebagai penyebab kematian akibat kanker yang terutama menyerang anak-anak dan remaja berusia antara 3 – 14 tahun (14). Bioasai terhadap aktivitas anti kanker dalam ekstrak tanaman dapat dilakukan melalui dua cara. Cara pertama yaitu bioasai terhadap potensi sitotoksik ekstrak tanaman dalam menghambat proliferasi sel kanker pada kultur jaringan dan cara kedua yaitu bioasai terhadap mekanisme sitotoksik ekstrak tanaman berdasarkan perbedaan inhibisi oleh enzim ataupun ikatan reseptor yang menginduksi sel kanker (7). Cara yang paling sering dilakukan sebagai salah satu langkah penapisan aktivitas antikanker pada ekstrak tanaman adalah bioasai cara pertama, yaitu dengan menggunakan kultur jaringan terhadap salah satu dari jenis tertentu sel kanker. Berdasarkan gambaran di atas yang menyangkut kenyataan bahwa masih dibutuhkannya obat anti kanker jenis baru, termasuk obat anti kanker untuk leukemia, dan bioesei menggunakan kultur sel merupakan pilihan pertama dalam penapisan aktivitas sitostatika ekstrak tanaman, maka kemudian dilakukan suatu penelitian penapisan anti kanker menurut metode Sumatra (15,16,17). Penelitian bertujuan untuk mengetahui aktivitas anti kanker dari ekstrak kasar daging buah dan kulit biji mahkota dewa fraksi non polar, semi polar serta polar secara in vitro menggunakan sel leukemia L1210. Penelitian dapat bermanfaat sebagai tambahan data ilmiah bagi potensi anti kanker tanaman mahkota dewa. Ekstrak kasar yang akan diuji sebelumnya telah diuji terlebih dulu secara BSLT dan menghasilkan nilai LC50 antara 0,16 – 11,83µg/ml (9). METODE Sampel Buah dari tanaman hasil budidaya yang telah dideterminasi di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi, LIPI, Bogor. Buah dipilih yang sudah tua, berwarna merah marun dengan diameter rata-rata 4-5 cm. Daging buah dan kulit biji dikeringkan dengan cara diangin-anginkan pada suhu kamar hingga bobot menyusut sekitar 80 90% dari bobot semula, dihaluskan dengan jalan diiris tipis untuk daging buah dan ditumbuk halus untuk kulit biji.
Jurnal Bahan Alam Indonesia ISSN 1412-2855 Vol. 5, No. 1, Januari 2006
Bahan Sel leukemia L1210 yang merupakan koleksi Laboratorium Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR) – BATAN. Bioasai anti kanker Metode bioasai anti kanker yang digunakan pada percobaan ini merupakan metode Sumatra (17), yang terdiri dari beberapa tahapan: Pembuatan medium biakan sel Sel persediaan dibiakkan dalam formula medium Eaglel’s MEM. Formula dibuat dengan cara berikut: 4.7 g medium Eagle’s MEM dilarutkan dalam 475 ml air (Larutan A). Kemudian 1.3 g NaHCO3 (E Merck) dilarutkan dalam 50 ml air, lalu 0.3 glutamin (Nissui) ditambahkan ke dalam larutan tersebut (Larutan B). Sebanyak 25 ml larutan B ditambahkan ke dalam larutan A, maka diperoleh 500 ml medium. Medium disaring dengan kertas saring milipore dan disimpan di lemari es. Untuk keperluan bioasai, 15 ml serum foetal (Flow Laboratories) ditambahkan ke dalam 85 ml medium. Medium yang telah mengandung serum digunakan untuk membiakkan sel leukemia L1210. Pembiakan sel Satu tabung sel direndam dalam air hangat (37ºC). Sel lalu dipindahkan ke dalam tabung volume 5 ml dan ditambahkan 4 ml medium, kocok selama 30 detik. Sel lalu disentrifus pada kecepatan 1000 rpm selama 1menit. Medium dibuang dan diganti dengan 4 ml medium baru. Kocok kembali. Pencucuian sel sampai 3 kali. Sel leukemia L1210 dipindahkan ke dalam botol inkubasi. Volume sel dijadikan 10 ml dengan penambahan medium. Sel kemudian diinkubasi pada suhu 37ºC dalam metanol – CO2 selama 48 jam. Kadar CO2 dalam metanol harus 5 %. Setelah 48 jam, keadaan dan pertumbuhan sel diperiksa di bawah mikroskop guna melihat terjadinya pencemaran. Perhitungan sel dilakukan menggunakan haecytometer Fuch Rosental (0.200 mm, 0.0625 mm2). Pada tahap ini jumlah sel sekitar 40 – 50 x 104 sel/ml. Sebanyak 10 ml medium kemudian ditambahkan ke dalam sel dalam botol inkubasi, dilanjutkan dengan ikubasi yang berlangsung selama 48 jam. Sel kemudian diencerkan dengan medium dan diamati hingga jumlah sel menjadi 20 x 104 sel/ml untuk bioasai. Bioasai kemudian dilakukan dalam multiwell plate tissue culture. Sel dipipet dan dimasukkan ke dalam lubang multiwell plate. Ke dalam sel kemudian dimasukkan 10 µl larutan ekstrak kasar mahkota dewa dalam metanol dengan variasi dosis 12,10, dan 5 µl/ml medium. Kontrol yang dipakai adalah 10 ml metanol. Sel lalu diinkubsasi selama 48 jam dalam metanol – CO2 pada suhu 37ºC.
Setelah 48 jam, jumlah sel dihitung dan ditentukan persentase inhibisi ekstrak berdasarkan rumus 1. % inhibisi = ( 1 -
) X 100% ……(1) !"#
! = =
jumlah sel hidup dalam medium yang mengandung zat uji jumlah sel hidup dalam kontrol
Data persentase inhibisi kemudian dianalisis untuk memperoleh nilai IC50 ekstrak, yaitu konsentrasi ekstrak dalam µg/ml medium yang dapat menghambat perkembang biakan sel sebanyak 50% setelah masa inkubasi 48 jam. Ekstrak kasar yang memiliki nilai IC50 lebih kecil dari 10 µg/ml dinyatakan sangat potensial sebagai suatu senyawa anti kanker (8). Analisis data menggunakan rumus matematika y = a + bx. Nilai y pada rumus dimasukkan 50 untuk menunjukkan jumlah sel kanker yang mengalami hambatan perkembangbiakan sejumlah 50% setelah masa inkubasi 48 jam. Nilai a dan b diperoleh dari perhitungan menggunakan rumus regresi linear berdasarkan data dari tiga titik konsentrasi yang digunakan. Nilai x yang kemudian muncul merupakan nilai konsentrasi ekstrak tanaman yang dapat menyebabkan hambatan terhadap perkembangbiakan 50% sel kanker. HASIL DAN PEMBAHASAN Salah satu prioritas jenis tanaman yang laik untuk diteliti dan dikembangkan dalam pengembangan tanaman obat terutama adalah tanaman yang bermanfaat bagi pengobatan penyakitpenyakit degeneratif ataupun bagi penyakit yang belum memiliki obat yang dapat menyembuhkan secara menyeluruh, salah satunya adalah tanaman untuk penyakit kanker. Uji potensi daya hambat ekstrak kasar fraksi non polar, semi polar dan polar dari tanaman mahkota dewa terhadap perkembangbiakan sel leukemia L1210 dengan metode Sumatra (15,16,17) merupakan salah satu pengujian penapisan farmakologik eksperimental in vitro. Pengujian ini merupakan pengujian aktivitas antikanker ekstrak tanaman pada kultur jaringan terhadap jenis sel kanker darah /leukemia. Sel leukimia L1210 merupakan salah satu galur sel leukemia yang berasal dari inokulasi limpa tikus. Metode ini dipilih karena merupaka salah satu jenis metode bioasai kultur jaringan yang menggunakan jenis sel tertentu. Metode bioasai kultur jaringan merupakan metode penapisan awal yang tepat untuk mengetahui secara cepat potensi inhibisi ekstrak tanaman dengan menggunakan jumlah zat uji yang relatif sedikit. Metode ini dapat digunakan
305
Bioasai in vitro … (Vivi Lisdawati dkk.)
terhadap ekstrak tanaman maupun terhadap senyawa kimia murni dalam ekstrak tanaman (7,8,17). Waktu yang cepat untuk mengetahui potensi sitostatika suatu ekstrak pada bioasai ini diperlihatkan pada pengamatan yang dapat dilakukan setelah masa inkubasi hanya 48 jam. Penghematan dari segi waktu sangat berarti untuk memutuskan secara cepat apakah suatu ekstrak tanaman memang berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut atau tidak. Sedangkan jumlah zat uji yang digunakan relatif sedikit karena dengan hitungan persejuta (ppm) dari ekstrak sudah dapat memberikan nilai potensi inhibisinya. Hal ini akan menghemat jumlah ekstrak yang diperoleh dalam penelitian untuk dimanfaatkan pada berbagai biosai. Sedangkan metode penapisan yang dapat ditujukan baik terhadap ekstrak maupun terhadap senyawa murni merupakan suatu keuntungan tersendiri pula. Ini mengingat karena untuk memperoleh suatu senyawa murni dalam ekstrak tanaman memerlukan proses yang cukup panjang. Pengujian dilakukan terhadap sampel ekstrak fraksi non polar, semi polar dan polar dari ekstrak
tanaman mahkota dewa yang secara BSLT sudah menunjukkan toksisitas yang sangat tinggi, dilihat dari kecilnya nilai BSLT yang diperoleh (0,16 – 11,83 µg/ml) (9). Ekstrak dengan nilai BSLT kecil berpotensi untuk digunakan dalam pengobatan sitostatika karena dengan toksisitas yang tinggi dari ekstrak diharapkan maka ekstrak dapat bekerja menghentikan proses poliferasi sel kanker yang mengalami mutasi (18). Dengan probilitas yang cukup tinggi terhadap potensi sitostatika ekstrak tanaman maka bioasai antikanker kemudian dilakukan. Bioasai in vitro antikanker menggunakan sel leukimia L1210 yang telah diinokulasi pada kultur jaringan dan diamati perkembangbiakannya setelah ditambahkan ekstrak kasar tanaman dari masingmasing fraksi. Percobaan menggunakan tiga konsentrasi yang diambil berdasarkan deret hitung Frederer. Hasil bioasai antikanker ekstrak kasar nheksan, etil asetat, dan metanol dari daging buah dan kulit biji mahkota dewa secara lengkap dapat dilihat pada tabel 1 dan 2.
Tabel 1. Hasil bioasai in vitro antikanker dari ekstrak kasar daging buah mahkota dewa terhadap sel leukemia L1210 Jenis Esktrak
Dosis (µg/ml)
n-heksan
12 10 5 0 12 10 5 0 12 10 5 0
etil asetat
metanol
Hasil Pengamatan Jumlah sel (x104) % Inhibisi
Cassady menyatakan bahwa suatu senyawa kimia murni akan dinyatakan sebagai senyawa yang berpotensi antikanker bila memiliki nilai IC50 lebih kecil dari 5 µg/ml, sedangkan Sumatra menyatakan bahwa untuk ekstrak kasar yang mengandung senyawa kimia berpotensi sebagai antikanker
306
16,0 20,0 68,0 88,5 3,0 29,0 47,0 88,5 19,0 35,0 46,0 88,5
IC50 (µg/ml)
81,9 77,4 23,2
7,47
96,6 67,2 46,9
5,76
78,5 60,5 48,0
5,80
terhadap sel leukemia L1210 harus memiliki nilai IC50 yang lebih kecil dari 10 µg/ml (8,16,17). Hasil dari percobaan menunjukkan, ekstrak kasar daging buah dan kulit biji mahkota dewa memberikan nilai IC50 lebih kecil dari nilai batas IC50 yang ditetapkan Sumatra, yaitu berkisar antara < 5,0 – 7,71 µg/m seperti dapat dilihat pada tabel 3.
Jurnal Bahan Alam Indonesia ISSN 1412-2855 Vol. 5, No. 1, Januari 2006
Tabel 2. Hasil bioasai in vitro antikanker dari ekstrak kasar kulit biji mahkota dewa terhadap sel leukemia L1210 Hasil Pengamatan
IC50 (µg/ml)
Jenis Esktrak
Dosis (µg/ml)
Jumlah sel (x10 )
% Inhibisi
n-heksan
12 10 5 0 12 10 5 0 12 10 5 0
6,0 21,0 46,0 88,5 4,0 11,0 34,0 88,5 16,0 30,0 61,0 88,5
93,2 76,3 48,0
5,35
95,5 87,6 46,6
< 5,00
81,9 77,4 23,2
7,47
etil asetat
metanol
4
Tabel 3. Potensi inhibisi fraksi non polar, semi polar dan polar dari ekstak kasar daging buah dan kulit biji mahkota dewa Ekstrak kasar
IC50 (µg/ml)
Keterangan
Daging buah (n-heksana)
7,47
Potensial
Daging buah (etilasetat )
5,76
Potensial
Daging buah (metanol)
5,80
Potensial
Kulit biji (n-heksana)
5,35
Potensial
Kulit biji (etilasetat)
< 5,00
Potensial
Kulit biji (metanol)
7,47
Potensial
Tabel 3 menunjukkan bahwa masing-masing fraksi dari ekstrak mahkota dewa dapat menghambat perkembang biakan sel leukemia L1210 sebanyak 50% setelah masa inkubasi 48 jam dengan konsentrasi yang kurang dari 10 µg/ml. Konsentrasi yang rendah ini akan sangat bermanfaat secara farmakalogi karena berarti dengan dosis yang kecil maka efek yang diharapkan sudah dapat tercapai. Diketahui bahwa setiap senyawa yang memiliki aktivitas biologi tinggi pada umumnya juga memiliki toksisitas yang tinggi. Semakin kecil dosis yang digunakan untuk pengobatan maka semakin rendah pula jumlah senyawa toksik yang dimasukkan ke dalam tubuh. Metabolisme obat juga menyatakan bahwa setiap senyawa yang mengalami proses metabolisme maka akan memberikan pula suatu efek ikutan / efek samping selain efek utamanya. Efek ikutan tersebut dapat memberikan dampak positif maupun negatif. Oleh karena itu untuk meminimalisasi efek ikutan yang dapat timbul maka
setiap senyawa obat diharapkan memiliki dosis yang tidak terlalu besar dalam memberikan efek utamanya (19,20,21). Khusus untuk senyawa sitostatika, jumlah dosis yang sangat kecil ini berkaitan pula dengan penggunaan obat-obat jenis sitostatika yang biasanya diberikan dalam jangka waktu yang lama. Sehingga diharapkan dengan dosis yang kecil maka efek ikutan yang mengiringi dapat dikurangi resikonya. Pada percobaan bioasai antikanker ini, potensi inhibisi paling tinggi baik dari ekstrak daging buah maupun dari ekstrak kulit biji masing-masing ditunjukkan oleh fraksi etil asetat. Nilai IC50 dari fraksi daging buah adalah 5.76 µg/ml sedangkan dari fraksi kulit biji adalah < 5.0 µg/ml. Potensi inhibisi yang tinggi ini menunjukkan bahwa golongan senyawa-kimia yang terdapat dalam fraksi semi polar dari daging buah dan kulit biji tanaman mahkota dewa merupakan golongan senyawa kimia yang dapat memberikan aktivitas inhibisi tertinggi pada perkembangbiakan sel kanker leukemia jenis L1210.
307
Bioasai in vitro … (Vivi Lisdawati dkk.)
Golongan senyawa kimia yang bersifat semi polar antara lain adalah senyawa kimia alkaloid, senyawa fenol, dan sebagian senyawa asam lemak. Semua golongan senyawa kimia ini telah terbukti memberikan beberapa jenis senyawa kimia murni yang memiliki aktivitas antikanker (10,11). Untuk potensi inhibisi terendah dari ekstrak kasar pada percobaan ini ditunjukkan oleh fraksi yang berbeda dari masing-masing bagian. Pada daging buah, fraksi n-heksan menunjukan nilai IC50 terendah sebesar 7.47 µg/ml, sedangkan pada kulit biji ditunjukkan oleh fraksi metanol dengan nilai IC50 juga sebesar 7.47 µg/ml. Perbedaan potensi inhibisi menunjukan bahwa pada bagian daging buah, aktivitas antikanker yang tinggi diberikan oleh golongan senyawa semi polar dan polar. Sedangkan untuk kulit biji maka aktivitas antikanker yang tinggi diberikan oleh golongan senyawa semi polar dan non polar. Perbedaan potensi inhibisi ini sekaligus menunjukkan terdapatnya perbedaaan jenis senyawa yang ada dalam bagian daging buah dan kulit biji tanaman mahkota dewa. Oleh karena itu, melihat adanya perbedaan jenis senyawa metabolit sekunder yang ada dalam tanaman maka prospek pemanfaatan terhadap masing-masing bagian memiliki probabilitas yang lebih luas. Kemungkinan dengan adanya perbedaan jenis senyawa kimia dari masing-masing bagian, maka akan terbuka berbagai kemungkinan efek farmakologi yang berbeda sehingga masih dibutuhkan berbagai penelitian lanjutan untuk menentukan efek paling maksimal yang dapat diberikan oleh masing-masing bagian tersebut. Potensi inhibisi perkembangbiakan sel kanker dalam kultur jaringan sendiri dapat terjadi dengan berbagai mekanisme. Mekanisme ini sesuai dengan fenomena terjadinya sel kanker, yaitu suatu sel yang seharusnya mengalami deferensiasi tetapi tidak terdeferensiasi, atau seharusnya sudah berhenti membelah tetapi tetap terus membelah dengan tidak terkontrol. Siklus sel memiliki beberapa tahapan dimana pada setiap tahapan terkait protein-protein tertentu yang memiliki fungsinya masing-masing. Bila terjadi suatu mutasi pada protein-protein tersebut maka tahapan dalam siklus sel akan berubah dan sel yang dihasilkan pun akan beubah dari semestinya. Sel kanker juga dapat terjadi bila ‘oncogenes’ mengalami mutasi. Misalnya mutasi pada gene supresi p53 (gene yang seharusnya mengatasi mutasi saat M-phase) ataupun mutasi pada gene opoptopsis (gene yang berfungsi memberikan sinyal untuk dilakukannya reparasi pada sel) dan mutasi pada gene metastatis (gene yang seharusnya mengikat sel untuk tetap berada di lingkungannya). Berbagai mekanisme inhibisi antara lain adalah melalui jalan memutus rantai proses pembelahan sel yang telah mengalami mutasi tadi dengan merangsang enzim ligase bekerja
308
terhadap sel mutan ataupun dengan jalan merangsang sel mutan untuk melakukan pemusnahan diri sendiri / opoptopsis (MAD) (19,20). Mekanisme-mekanisme ini terjadi disesuaikan dengan jenis sel kanker yang ada. Untuk setiap mutasi yang berbeda maka mekanisme kerja inhibisi juga pasti akan berbeda. Oleh karena itu, untuk lebih memaksimalkan aktivitas antikanker tanaman maka bioasai antikanker harus terus dilakukan terhadap berbagai jenis sel kanker yang lain karena melihat mekanisme kerja senyawa sitostatika, maka nilai IC50 akan selalu berbeda bila dilakukan terhadap jenis sel yang berbeda. Hal ini berkaitan dengan berbagai mekanisme yang mengiringi proses inhibisi tersebut. KESIMPULAN Bioasai in vitro antikanker terhadap fraksi nheksan, etil asetat, dan metanol dari ekstrak kasar daging buah dan kulit biji mahkota dewa menunjukkan bahwa: 1. Setiap fraksi memiliki potensi inhibisi yang sangat tinggi dan terbukti secara signifikan menghambat laju petumbuhan sel leukemia L1210 setelah masa inkubasi 48 jam, dengan dosis kurang dari 10 µg/ml. 2. Fraksi etil asetat merupakan fraksi yang memiliki aktivitas inhibisi paling tinggi terhadap perkembangbiakan sel leukemia L1210 dengan nilai IC50 5.76 µg/ml untuk bagian daging buah dan < 5.0 µg/ml untuk bagian kulit biji. 3. Ekstrak daging buah dan kulit biji mahkota dewa memiliki potensi tinggi digunakan dalam pengobatan alternatif sitostatika, terutama untuk kanker leukemia. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Prof. Dr. Sumali Wiryowidagdo atas pemilihan jenis tanaman yang terbukti memiliki prospek ini; Dr. L. Broto S. Kardono dari P2K Puspiptek LIPI – Serpong atas sarana dan prasarana yang telah disediakan; Dr. Made Sumatra, MSi., APU., dari Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi – BATAN, Jakarta atas bimbingan dan arahannya seputar proses pelaksanaan bioasai invitro antikanker ini; rekan-rekan dari P2K Puspiptek LIPI – Serpong untuk proses persiapan ekstrak tanaman. Terima kasih. DAFTAR RUJUKAN 1. Departemen Kesehatan RI, 2000. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Obat Asli Indonesia, Jakarta, Dirjen POM. hal. 4 – 6. 2. Balakrisnand, N.P. & M.K. Rao Vasudeva, 1983. The Dwindling Plant Spesies of Andaman and Nicobar Island: An assessment of threatened
Jurnal Bahan Alam Indonesia ISSN 1412-2855 Vol. 5, No. 1, Januari 2006
plants of India, Calcutta, Naba Mudran Private Limited, hal. 186-202. 3. Becker,C.A., 1968. Flora of Java, Vol.I., Netherlands, Wotelnoordhoffn.v.Groningen, hal.268. 4. Heyne, K., 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid III, Jakarta, Yayasan Sarana Wana Jaya, hal. 1470. 5. Harmanto, N., 2001, Mahkota Dewa: Obat Pusaka Para Dewa, Jakarta, AgroMedia Pustaka, hal. 4, 22-25. 6. Katzung, B.G. & A.J. Trevor, 1995. Examination Board Review Pharmacology, London, a Lange Medical Book, Prentice Hall Inc., hal. 294-296. 7. Cutler, S.J. & H. Cutler, 2000. Biologically Active Natural Products: Pharmaceuticals, Boca Raton USA, CRC Press. A, hal.1-13, 1722, 73-92. 8. Cassady, JM, & J.D. Douros, 980. Anticancer agent Based on Natural product Models, New York – USA, Academic Press, hal. Xiii + 484 pp. 9. Lisdawati, V., 2002. Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), Bioasai Antikanker invitro dengan Sel Leukemia L1210, dan Isolasi serta Penentuan Struktur Molekul Senyawa Kimia dari Buah Mahkota Dewa [Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl.], Jakarta, Tesis Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Kefarmasian, Departemen Farmasi – FMIPA UI. Hal. 6 – 27. 10. Mills, S., & K. Bone, 2000. Principles and Practice of Phytotherapy: Modern Herbal Medicine, Edinburgh, Churcill Livingstone Ltd., hal.3, 80-85, 157-160. 11. Wiryowidagdo, S., 2000. Kimia dan Farmakologi Bahan Alam, Jakarta, Dirjen Dikti – Univesitas Indonesia, hal. Viii + 399 hlm.
12. Hutapea, J.R., 1999. Inventais Tanaman Obat Indonesia, Jilid V, Jakarta, Departemen Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, hal. 147-148. 13. Dalimartha, S., 2000. Ramuan Obat Tradisnal untuk Pengobatan Kanker: Jakarta, Swadaya. hal.1-28. 14. Lorenzo, J., 2000. Interaction Between Immune and Bone Cells: New Insights with Many Remaining Questions, The Journal of Clinical Investigation.106: 6, 749-752. 15. Fujimoto, Y & M. Satoh, 1986. Studies var aureum II: Synthesis and cytotoxic activity of trihydrocytetralones, Chem.Pharm.Bull. 34: 4540 – 4544. 16. Fujimoto, Y. etal., 1996. Phluroglucinols from Baeckea frutescens, Phytochemistry. 41: 923 – 925. 16. Fujimoto, Y. et al., 1996. Phluroglucinols from Baeckea frutescens, Phytochemistry. 41: 923 – 925. 17. Sumatra, M., 1998. Bioasai invitro dengan Sel Leukemia L1210. Sebuah Metode Skrining Zat Anti Tumor dari Bahan Alam, Jakarta, Prosidings Seminar Bioteknologi Kelautan Indonesia I ’98. hal. 183 – 188. 18. Meyer, H.N., 1982. Brine Shrimp Lethality Test: Med. Plant Research, Vol. 45, Amsterdam, Hipokrates Verlag Gmbrl., hal.31-34. 19. Murray, K etal., 1997. Biokimia Harper, Edisi 24, Jakarta, Buku Kedokteran EGC. hal. 793. 20. Mueller, RF. & Ian DY, 2001. Emery’s Elements of Medical genetics, Eleventh ed., Edinburg, Churcill Livingstone Ltd. hal. 189202. 21. Pai, AC., 1987. Terjemahan: Dasar-dasar Genetika, Jakarta, Erlangga. hal. 175–206.
309