VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN S.l. Ringkasan 1. Guncangan tingkat harga dan kebijakan utang mampu menjelaskan variabilitas PDB dalam jangka pendek dan jangka panjang. Sedangkan nilai tukar hanya mempunyai peran dalam jangka panjang untuk
menjelaskan variabilitas POB. 2. Gap POB dalam jangka pendek dan jangka panjang akibat guncangan kebijakan fiskal dan kebijakan utang tidak besar, yaitu masing-masing 0.2%. Stabilitas POB akan dapat dieapai setelah tiga tahun guncangan defisit anggaran dan cicilan utang. 3. Guncangan kurs berperan besar dalam menjelaskan variabilitas tingkat barga baik dalam jangka pendek dan jangka panjang. Guncangan kurs akan dapat membuat inIlasi 0.6% dalam jangka pendek dan 2.0% dalam jangka panjang. 4. Peran guncangan kebijakan fiskal dan kebijakan utang tidak sebesar peran guncangan kurs dalam menjelaskan variabilitas tingkat barga. Peningkatan defisit anggaran dan cicilan utang menyebabkan infIasi baik dalam jangka pendek dan jangka panjang.
5. Gap inIlasi dalam jangka pendek dan jangka panjang akibat guncangan defisit anggaran dan cicilan utang tidak begitu besar, yaitu masing-masing 0.3% dan 0.2%. Stabilitas inflasi akan dapat dieapai setelah empat tahun guncangan defisit anggaran dan cicilan utang.
245
6. Variabilitas ekspor bersih dapat dijelaskan oleh guncangan tingkat harga dan kebijakan utang baik dalam jangka pendek dan jangka panjang. Peran guncangan kebijakan utang tidak sebesar guncangan kebijakan fiskal Dalam jangka panjang, guncangan penanaman modal juga memberikan kontribusi berarti dalam menjelaskan variabilitas ekspor bersih. 7. Peningkatan defisit anggaran akan meningkatkan ekspor bersih dalam jangka pendek dan jangka panjang.
Sebaliknya, peningkatan
pembayaran cicilan utang akan menurunkan ekspor bersih dalam jangka pendek dan jangka panjang. 8. Gap ekspor bersih dalam jangka pendek dan jangka panjang karena peningkatan defisit anggaran sebesar 1.8%, dan akibat peningkatan cicilan utang sebesar 0.8%. Stabilitas eksor bersih akan dapat dicapai setelah lima tahun guncangan kebijakan fiskal dan setelah tiga tahun guncangan kebijakan utang terjadi. 9. Variabilitas pengangguran dapat dijelaskan dengan baik oleh guncangan ouput dan tingkat harga dalam jangka pendek, Dalam jangka panjang, guncangan yang mempunyai peran cukup besar .
.
adalab guncangan investasi. output dan tingkat harga Peran guncangan fiskal dan kebijakan utang relatif kecil. 10. Peningkatan PDB akan menyebabkan penurunan pengangguran baik dalam jangka pendek dan jangka panjang. Inflasi akan menyebabkan pengangguran meningkat dalam jangka pendek dan jangka panjang.
246
Peningkatan defisit anggaran akan menurunkan pengangguran dalam jangka pendek dan jangka panjang. Sedangkan peningkatan cicilan utang akan meningkatkan pengangguran dalam jangka pendek dan jangka panjang. 11. Gap pengangguran dalam jangka pendek dan jangka panjang akibat guncangan defisit anggaran dan cicilan utang tidak begitu besar, yaitu masing-masing 0.3% dan 0.5%. Stabilitas pengangguran akan dapat dicapai setelah tiga tahun guncangan defisit anggaran dan cicilan utang terjadi. 12. Skenario tidak membayar utang dan dananya digunakan untuk membiayai pembangt11Ul11. maka kondisi makroekonomi menunjukkan kinerja yang Iebih baik dan Iebih stabil dibandingkan dengan jika tetap dilakukan pembayaran utang sebagaimana mestinya.
8.2. Kesimpulan 1. Utang Iuar negeri sudah dikenal sejak orde lama, walau nilainya masih Iebih keci1 dibandingkan dengan jumlah utang Iuar negeri pada masa pemerintahan berikutnya.
Pemanfaatan utang Iuar negeri tersebut
tidak berguna secara ekonomis karena kapasitas perekonomian masih rendah.
Sedangkan utang
dalam
negeri sebagai
pembiayaan
pembangungan barn dikenal sejak krisis ekonomi tahun 1998. Pada mulanya, obligasi sebagai instrumen utang dalam negeri digunakan untuk menyelamatkan dunia perbankan agar fungsi intermediasi bank
247
dapat tetap berjalan.
Program restrukturisasi perbankan pada
akhirnya menjadi beban APBN karena terkait kewajiban pemerintah membayar bunganya. Dengan demikian. sejak krisis tahun 1998 maka pembiayaan defisit dilakukan dari pembiayaan luar negeri dan dalam negeri.
2. Beban
utang
pemerintah dalam kaitannya
dengan
kapasitas
perekonomian dan penerimaan ekspor menunjukkan bahwa beban terberat dirasakan dalam kurun waktu 1986-1989. Sedangkan beban defisit terhadap kapasitas perekonomian yang paling besar dialami pada tahun 2000. Pada saat ini beban utang dalam negeri dan luar negeri menunjukkan komposisi yang hampir berimbang. 3. Kondisi anggaran dalam jangka panjang sustainable dengan tingkat defisit terhadap PDB sebesar 4.35%. Total utang berkorelasi positif dengan PDB, dengan rasio utang terhadap PDB yang sustainable adalah 75% dalam jangka panjang.
Dengan demikian. masih ada roang
dirnana defisit dapat mencapai 4.35% terhadap PDB.
Peningkatan
defisit dan cicilan utang pemerintah akan menurunkan output nasional dan meningkatkan tingkat inflasi dalam jangka pendek dan jangka panjang .. Peningkatan defisit akan meningkatkan ekspor bersih dan menurunkan pengangguran, sebaliknya peningkatan cicilan utang akan menurunkan ekspor bersih dan meningkatkan pengangguran.
Kinerja ekspor bersih lebih ditentukan oleh inflasi dibandingkan oleh nilai tukar. Nilai tukar tidak memberikan dampak yang kuat pada
248
stabilisasi ekspor bersih. Stabilitas makroekonomi akan dapat dicapai setelah tiga tahun guncangan terjadi. 4. Dalam kaitan dengan strategi pembangunan untuk menjaga stabilitas makroekonomi. maka peningkatan pembayaran ciciIan utang tidak mendesak dan tidak beraIasan dilakukan. karena dalam jangka panjang akan dapat menurunkan output nasional 0.8%, memicu inflasi 0.4%,
menurunkan
ekspor
bersih
13%
dan
meningkatkan
pengangguran 1.4%. Strategi pembangunan sebaiknya diarahkan pada upaya peningkatan output dengan kebijakan fiskal yang dapat mengurangi defisit anggaran.
8.3. Implikasi Kebijakan
1. Kebijakan di sisi moneter seperti kebijakan suku bunga akan memberikan pengaruh berarti bagi kebijakan fiskal. Hal itu terkait dengan obligasi sebagai instrumen utang dalam negeri untuk pembiayaan defisit. 2. WaJaupun kebijakan moneter secara Jangsung kurang mampu memberikan sentimen positif bagi perekonomian, tetapi mengingat beban utang dalam negeri yang bampir berimbang dengan utang dalam negeri maka kebijakan Bank Indonesia akan memberikan dampak terhadap defisit anggaran, karena terkait dengan bunga obligasi yang hams ditanggung oleh APBN.
249
3. Walaupun liskal menunjukkan sustainable dalam jangka panjang dengan tingkat delisit terhadap PDB 4.35%, tetapi di masa mendatang kurang beralasan memprioritaskan kebijakan delisit anggaran atau
bahkan meningkatkan delisit, karena tidak memberikan dampak yang positif bagi stabilitas makroekonomi. Inflasi memberikan andil besar dalam menjelaskan kinerja makroekonomi, oleh karena itu upaya menjaga stabilitas inflasi merupakan prasyarat dalam menjaga stabilitas makroekonomi secara keseluruhan.
Fluktuasi nilai tukar
rupiah berperan besar dalam menjaga stabilitas inflasi baik dalam jangka pendek dan jangka panjang.
Oleh karena itu, upaya Bank
Indonesia menjaga inflasi dapat dilakukan dengan menjaga stabiInya
nilai tukar. Untuk mengatasi pengangguran harus diupayakan lewat peningkatan output. Upaya menurunkan delisit anggaran dan atau mengurangi cicilan utang akan mampu meningkatkan output. 4. Kebijakan moneter secara langsung kurang mampu memberikan sentimen positif bagi perekonomian. Oleh karena itu upaya ekspansi moneter oleh Bank Indonesia tidak mendesak dilakukan jika targelnya adalah untuk meningkatkan output Dalam pengeJoJaan utang maka pemerintah diharapkan berusaha membayar utang sesuai jadwalnya. Bahkari jika pemerintah sanggup meyakinkan negara kreditur untuk dapat mengurangi ciciJan utang seliap tahunnya maka dalam jangka panjang akan berdampak positif bagi perekonomian.
250
8.4. Saran Penelitian Lanjutan 1. Dalam kaitan dengan keterbatasan penelitian ini yang tidak membahas aspek keIembagaan (institusi) dalam pengelo1aan utang pemerintah, maka untuk penelitian lanjutan perlu kiranya dikaji secara mendalam aspek keIembagaan dalam pengelolaan utang pemerintah. Hal itu pedu dilakukan mengingat aspek kelembagaan erat kaitannya dengan efektifitas dalam pengelo1aan dan pemanfaatan utang pemerintah. 2. Mengingat keterbatasan penelitian yang tidak membuat restriksi over
identifiying pada pendekatan VECM, maka pada penelitian berikutnya kiranya hal tersebut menjadi bahan pertimbangan untuk menunjukkan adanya driving force pergerakan jangka panjang variabel-variabel yang masuk ke dalam model. 3. Hasil analisis kointegrasi bi-variate menunjukkan adanya kointegrasi dan korelasi positif antara total utang dan PDB. Namun demikian, untuk penelitian berikutnya kiranya dapat dianalisis secara mendalam sampai seberapa besar utang pemerintah tersebut dapat tetap mempunyai korelasi positif terhadap PDB. 4. Pada penelitian berikutnya kiranya dapat dianalisis secara mendalam dampak utang dalam negeri dan luar negeri secara terpisah. Hal itu dapat dilakukan dengan melakukan disagregasi utang pemerintah pada analisis regresi. Selain itu pula, fenomena utang sebelum dan sesudah krisis menunjukkan perilaku yang sepenuhnya tidak begitu
251
sarna.
Oleh karenanya, perlu dilakukan analisis utang pemerintah
secara terpisah antara sebelum dan sesudah krisis. 5. Utang dalam negeri yang jumlahnya hampir berimbang dengan utang luar negeri walau keberadaannya baru sejak krisis tahun 1998, ditengarai mempunyai dampak yang serius dalam menangani perekonomian nasionai, khususnya mengatasi krisis. Oleh karena itu, kajian yang lebih bersifat kualitatif dan mendalam tentang utang dalam negeri perlu dilakukan, sehingga dapat melengkapi kajian utang Indonesia yang seIama ini lebih ditekankan pada utang luar negeri.
6. Besarnya utang swasta diindikasikan mempunyai pengaruh yang berarti bagi perekonomian nasional. Oleh karena itu, penelitian yang mengkaji dampak utang swasta terhadap kinerja perekonomian perlu dilakukan. 7. Aspek human development dalam kebijakan utang perlu. mendapat perhatian mengingat isu human development sekarang menjadi krusial akibat krisis tahun 1998. Oleh karena itu, pada penelitian berikutuya aspek ini kiranya dapat menjadi faktor yang lebih dominan, sehingga dampak utang terhadap variabel non ekonomi dapal tergambarkan lebih jelas. bersinergi
A1ternatif lain adalah kajian tersebut dapat saling dengan
kajian
institusi
dikemnkakan pada saran pertama.
utang
sebagaimana
yang