VIII. ANALISIS EKONOMI RUMAHTANGGA PESERTA KREDIT
8.1. Karakteristik Ekonomi Rumahtangga Peserta Kredit
Karakteristik ekonomi dalam ha1 ini mengacu pada karakteristik yang terkait dengan kegiatan akses kepada pelayanan pembiayaan kredit dan tabungan, kegiatan produksi dan kegiatan konsumsi. Karakteristik yang rnenyangkut akses pada pembiayaan mmahtangga adalah segala bentuk pembiayaan (kredit dan tabungan) yang diakses oleh mmahtangga responden. Karakteristik ini sangat penting untuk melihat sejauhmana peserta KUM akses pada sunqber kredit dan pelayanan tabungan. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, sebelum menjadi peserta KUM, lebih dari 90% responden tidak pernah akses pada sumber kredit lain. Hanya 6.35% responden yang pernah akses pada sumber kredit, yaitu dari koperasi simpan pinjarn pedesaan. Rendahnya akses masyarakat pada sumber kredit tersebut juga dapat dilihat dari persentase responden yang mengambil kredit dari sumber kredit lain selain KUM. Sebanyak 4.76% responden mengambil kredit dari sumber lain dan sisanya l~anyamengambil kredit dari KUM. Dari sini dapat dilihat bahwa KUM adalah sumber pembiayaan (kredit) utama bagi masyarakat miskin di wilayah penelitian. K-inerja menabung rumahtangga miskin menunjukkan bahwa 90.48% responden tidak memiliki tabungan uang selain tabungan yang ada di KUM. Sedangkan sisanya memiliki tabungan selain KUM, yaitu menabung di Simpedes (simpanan pedesaan) yang merupakan produk tabungan dari Bank Rakyat Indonesia Unit (BRI-Unit). Selain itu mereka rnenabung di perkumpulan pengajian dan tabungan koperasi. Hal ini menunjukkan hahwa KLUM berperan penting dalarn memberikan pelayanan tabungan bagi masyarakat miskin di wilayah penelitian. Skim KUM yang mewajibkan peserta menabung mempakan
modal awal bagi tumbuhnya kesadaran menabung di kalangan masyarakat miskin di pedesaan. Terkait dengan kebiasaan menabung rumahtangga miskin ini, menarik hasil kajian dari Rutherford (2000) bahwa meskipun rumahtangga miskin memiliki pendapatan yang terbatas, sebenarnya kebutuhan menabung bagi masyarakat miskin juga sangat tinggi. Selanjutnya Rutherford mengemukakan bahwa kebiasaan menabung masyarakat miskin terkait dengan kebutuhan-kebutuhan mendadak dimana pada suatu waktu rumahtangga miskin jugs memiliki pengeluaran yang besar dalam waktu yang pendek, misalnya biaya untuk pendidikan anak, biaya untuk berobat bilamana terdapat keluarga yang sakit dan lainlain. Hasil penelitian Rutherford (2000) yang dilakukan di India tersebut menjelaskan berbagai bentuk cara menabung rumahatangga miskin. Beberapa bentuk pelayanan pembiayaan mikro yang diakses oleh rumahtangga miskin dapat dikategorikan menjadi empat tipe, yaitu (1) tipe saving-up, (2) tipe saving down, (3) tipe saving through dan ( 4 ) tipe saving up and down. Tipe pertama adalah tipe palayanan tabungan dimana terdapat seorang tieposit collecfor yang datang secara rutin setiap hari untuk mengumpulkan uang tabungan dari rumahtangga miskin. Sampai pada periode tertentu uang yang telah terkumpul akan dikembalikan kepada rumahtangga miskin tersebut dalam bentuk lumpsum dan dikurangi sejumlah nilai tertentu sebagai biaya untuk penyimpanan yang dilakukan oleh deposit collector. Situasi demikian terjadi karena tidak adanya pilihan pelayanan tabungan bagi rumahtangga miskin, walaupun dalam kenyataannya secara efektif rumhatangga miskin tersebut hams mengalami negative interest rate on saving. Kondisi ini
tejadi karena tidak bertemunya (mismatch) permintaan pelayanan untuk menabung dengan penawaran pelayanan menabung. Tipe kedua adalah kondisi dimana rumahtangga miskin meminjam kredit dan mereka harus mengangsur secara rutin, baik harian ataupun mingguan. Rumahtangga miskin menerima sejumlah dana dimuka (in advancepqmenl) dalam bentuk kredit. Untuk itu mereka hams membayar biaya bunga yang hams dikeluarkan dimuka dan setelah itu mereka altan mengembalikan dana yang dipinjam secara reguler sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya. Sedangkan tipe ketiga adalah tipe pembiayaan yang mirip dengan sistem arisan di pedesaan Indonesia. Pada tipe ini sejumlah mmahtangga miskin bersepakat untuk mengadakan perkumpulan dengan mengangsur sejumlah uang yang nilainya telah ditentukan sebelumnya. Siapapun yang menjadi anggota perkumpulan tersebut pada saatnya akan menlperoleh uang berbentuk l~rmpsumsesuai dengan umtan dengan tanpa membayar
fee. Sedangkan tipe keempat adalah tipe pembiayaan tabungan yang mirip dengan tipe ketiga. H.anya saja pada tipe keempat ini, kebutuhan untuk menarik dana dalam bentuk
lumpsum dapat dilakukan setiap waktu sesuai dengan kebutuhan anggota asalkan telah memperoleh persetujuan dari anggota lainnya. Mencermati keempat tipe pembiayaan tersebut diatas, tipe kedua dan keempat telah tercakup dalam skim KUM. KUM memberikan pinjaman dalam bentuk kredit dan dikembalikan secara reguler dengan basis pembayaran mingguan. Hanya saja pembayaran bunganya disebar merata bersamaan dengan pengembalian pokok pinjaman. Sedangkan pembayaran bunga pada tipe kedua dari penelitian Rutherford dilakukan langsung pada saat peminjam memperoleh pinjaman.
Tipe pembiayaan keempat diakomodasikan oleh KUM dalam bentuk produk tabungan wajib dan tabungan sukarela. Pada jenis produk tabungan wajib, penarikan tabungan hams memperoleh persetujuan dari anggota lainnya dalam kelompok. Sementara itu pada tabungan sukarela, penarikan tabungan tidak hams melalui persetujuan dari anggota lainnya. Tingkat partisipasi yang rendah dari responden pada sumber pembiayaan lain selain
KUM palla lokasi penelitian disebabkan oleh banyak faktor. Wilayah penelitian yang aksesibilitasnya rendah (remote area) diduga menjadi kendala bagi lembaga pembiayaan untuk melayani masyarakat miskin di daerah tersebut. Diantara faktor-faktor tersebut adalah besamya biaya transaksi untuk menyelenggarakan skim pembiayaan bagi rumahtangga miskin. Selain itu mereka tidak memiliki harta untuk dijadikan jaminan kredit, sehingga resiko usaha melayani masyarakat miskin juga tinggi. Kebiasaan masyarakat di lokasi penelitian yang belum terbiasa berhubungan dengan lembaga pembiayaan, baik formal m;aupun non formal, juga menjadi kendala tersendiri bagi lembaga pembiayaan untuk me~nulaisebagai frontier institution untuk melayani pembiayaan untuk rnasyarakat miskin. Dalam kondisi yang demikian adalah sangat dapat dimengerti mengapa umumnya masyarakict miskin tidak akses pada lembaga pembiayaan formal. Dari data yang dapat dihimpun pada penelitian ini, umumnya responden telah menjadi peserta KUM antara 1 tahun hingga 6 tahun dengan rata-rata lamanya keanggotaan adalah 3.3 tahun. Kisaran jumlah pinjaman kredit yang diterima responden adalah Rp 100 000 hingga Rp 2 800 000 dengan rata-rata jumlah pinjaman kredit adalah Rp 741 000. Dari jumlah krc:dit yang diterima tersebut hampir 70% digunakan untuk menambah modal usaha lama yang telah digeluti rumahtangga peserta kredit tersebut. Sementara itu terdapat 18%
responden yang menggunakan kredit KUM untuk membuka usaha barn. Sedangkan sisanya digunakan untuk konsumsi (rnembayar biaya sekolah anak, perbaikan rumah dan lain-lain). Namun !secara keseluruhan dapat dikemukakan bahwa hampir 90% kredit dari KUM digunakan untuk modal usaha. Hal ini sesuai dengan tujuan disalurkannya kredit KUM, yaitu untuk menambah modal usaha. Tingkat pengembalian kredit tepat waktu yang ditunjukkan peserta KUM relatif cukup tinggi. Rata-rata pengembalian kredit tepat waktu adalah 110% dengan kisaran yang cukup be.sar, yaitu berkisar antara 18% hingga 192%. Curahan waktu keja rumahtangga untuk bel~erjarata-rata adalah 299 HOK (hari orang kerja). Tingkat konsumsi rumahtangga (pangan dan non pangan) rata-rata sebesar Rp 5 061 918 per tahun. Sementara itu rata-rata untuk nilai konsumsi pangan adalah sebesar Rp 4 184 922 per tahun. Pengeluaran untuk kesehatan rata-rata sebesar Rp 90 587 per tahun. Sedangkzm rata-rata pengeluaran rumahtangga untuk pendidikan adalah sebesar Rp 262 039 per tahun. Persentase pengeluaran rumahtangga untuk pendidikan dan kesehatan masingmasing a,ialah 3.4% dan 1.7% terhadap pengeluaran rumahtangga, yang rata-rata nilainya adalah Rp 5 523 854 per tahun. R5ta-rata simpanan (tabungan) berupa uang yang dimiliki peserta KUM adalah sebesar R.p 122 276 dan rata-rata modal yang dimiliki adalah sebesar Rp 984 181. Dengan modal
dan
simpanan tersebut
tampaknya
rumahtangga
peserta
KUM
menggunakannya secara efektif untuk kegiatan usaha yang mendatangkan hasil.
dapat
8.2. Hasil Dugaan Model Ekonomi Rumahtangga 8.2.1. Pendapatan Rumahtangga Pendapatan rumahtangga diduga dipengamhi oleh modal kerja, curahan waktu kerja, umur pestrta dan pilihan bidang usaha. Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa keempat peubah penjelas yang diduga berpengamh pada pendapatan rumahtangga peserta KUM berpengamh positif terhadap pendapatan rumahtangga. Hal ini sesuai dengan harapan. Modal berpengaruh positif dan nyata pada taraf a = 0.15 (nilai t a = 0.1089) dengan koefisien dugaan sebesar 0.6475. Sementara itu respon pendapatan terhadap modal adalah inelastis. Nilai elastisitas modal terhadap pendapatan rumahtangga adalah sebesar 0.1437. Ini berarti bahwa setiap kenaikan :modal sebesar 1% akan meningkatkan pendapatan rumahtangga sebesar 0.1437%. Kecilnya nilai elastisitas pendapatan ini diduga karena terbatasnya kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh peserta KUM. Oleh karena itu akses modal perlu diikuti dengan peningkatan akses ketmmpilan, teknologi dan akses pasar.
:
Tabel 12. Nilai Koefisien Regresi Persamaan Pendapatan Rumahtangga
Peubah
Koefisien
t,
Elastisitas
Intersep Modal Curahan Waktu Kej a Lmur Peubah Boneka Bidang Usaha * R~ = 0.3247 Fx = 0.0001
-1 287 960 0.6745 12 036 35 806 781 261
0.4793 0.1089 0.0718 0.2196 0.23 15
0.1437 0.7814 0.2678 0.0859
Ke.terangan : * Nilai 1 = dagang, Nilai = 0 untuk lainnya.
K'mdisi ini sejalan dengan fenomena umum yang sering ditemui, dimana modal usaha memberikm pengamh positif terhadap produktivitas usaha. Dalam kondisi terjadi efisiensi penggunaan modal (biaya dapat dipertahankan) dan harga-harga output konstan, maka secara tidak langsung meningkatknya produktivitas akan diikuti oleh peningkatan keuntungan usaha, yang padii gilirannya akan dapat meningkatkan pendapatan usaha dari rumahtangga pelaku usaha tersebut. Mengingat sebagian besar modal usaha peserta KUM berasal dari kredit KUM, maka sec;ua tidak langsung dapat dinyatakan bahwa kredit yang disalurkan KUM memiliki peranan yang nyata dalam meningkatkan pendapatan pesertanya. Curahan waktu keja berpengamh positif dan nyata pada taraf a = 0.10 (nilai t a
=
0.0718). Fenomena ini banyak dijumpai pada rumahtangga tangga miskin Mangkuprawira, 1985). Rumahtangga miskin hams bekerja keras untuk dapat mencukupi kebutuhan hidupnya. Karena
ihl
rnereka harus lebih banyak mencurahkan wakhlnya untuk mendapatkan sejumlah
pendapatan tertentu. Dalam kasus peserta KUM, yang urnurnnya bekerja sebagai penjual jasa
dan pedagang, pengamh positif curahan waktu terhadap pendapatan rumahtangga adalah sesuai dengan harapan. Artinya, sebagian besar peserta KUM masih tergolong pada rumahtangga yang mengandalkan pendapatannya dari jenis-jenis usaha yang memerlukan curahan waktu yang banyak. Dilihat dari nilai elastisitasnya, respon pendapatan rumahtangga terhadap curahan waktu kecia adalah inelastis. Nilai elastisitas curahan waktu kerja adalah 0.7814. Ini berarti bahwa setiap kenaikan curahan waktu kerja sebanyak 1% akan meningkatkan pendapatan rumahtangga sebesar 0.7818%. Meskipun respon curahan waktu kej a terhadap pendapatan rumahtangga adalah inelastis, tetapi respon tersebut masih cukup besar (hampir lima kali) apabila dibandingkan dengan respon pendapatan terhadap modal usaha.
Peubah penjelas lain yang berpengmh positif terhadap pendapatan rumahtangga adalah usia peserta. Peubah usia berpengamh positif Hal ini sesuai dengan harapan. Usia ratarata peseta KUM tergolong berada pada usia produktif yaitu 37 tahun. Karena itu adalah logis bahwa usia berpengaruh positif terhadap pendapatan rumahtangga. Bila batasan usia produktif adalah 15 tahun hingga 55 tahun, maka peserta KUM secara umum masih tergolong pada usia yang sangat prcduktif Oleh karena itu pertambahan usia peserta KUM akan meningkatkan pendapatirn rumahtangga. Respon pendapatan rumahtangga terhadap usia peserta adalah inelastis. Hal ini dapat dilihat dari nilai elastisitas yang kurang dari 1, yaitu 0.2678. Nilai ini menunjukkan bahwa setiap pertambahan 1% usia peserta akan meningkatkan pendapatan rurnahtan13gasebesar 0.2678%. Untuk peubah penjelas pilihan bidang usaha (peubah boneka) tidak nyata pada taraf a = 0.15,
tetapi nyata pada taraf a
= 0.25. Arah
tanda dari koefisien peubah boneka ini sesuai
dengan hiirapan, yaitu positif Artinya terdapat kecenderungan bahwa bila pekejaan utama peserta K:UM adalah pedagang, maka akan cenderung akan berpengaruh positif pada peningkatan pendapatan rumahtangga. Hanya saja sebagaimana telah dikemukakan diatas bahwa kesxnderungan ini nyata pada taraf a
=
0.25. Bila disimak lebih jauh lag< tampak
bahwa sebagian besar anggota atau peserta KUM adalah mereka-mereka yang terlibat pada kegiatan-k:egiatan usaha yang cepat mendatangkan hasil (quickyieldng) dan pendapatannya bersifat hiuian atau mingguan. Hal ini sesuai dengan aturan pembayaran skim KUM yang bersifat trtingguan. Dengan demikian adalah logis bahwa KUM membidik segmen yang memiliki penghasilan harian atau mingguan. Se~arakeseluruhan dapat dilihat bahwa nilai koefisien determinasi (R' ) untuk persamaan pendapatan rumahtangga adalah sebesar 0.3247 dan nyata pada tingkat a =0.001
(nilai F a
= 0.0001).
Ini berarti bahwa 32% perilaku persamaan pendapatan dapat dijelaskan
oleh peut~ahpenjelas dan sisanya dijelaskan oleh galat. 8.2.2. Tirngkat Pengembalian Kredit
T~ngkatpengembalian kredit tepat waktu dipengaruhi oleh pendapatan yang siap dibelanjakan, simpanan (tabungan) dan tingkat kehadiran anggota pada pertemuan rembug pusat. Diui Tabel 13 dapat dilihat bahwa ketiga peubah penjelas berpengaruh positif terhadap tingkat pengembalian kredit tepat waktu. Hal ini sesuai dengan harapan. Tabel 13. Nilai Koefisien Persamaan Tingkat Pengembalian Pinjaman Peubah
I
Koefisien
l L
Elastisitas
Intersep P'endapatan disposable Smpanan Tingkat Kehadiran P? = 0.2767 F - a = 0.0002 Pengaruh positif tabungan terhadap tingkat pengembalian pinjaman disebabkan oleh karena pengelolaan dana tabungan peserta berada di KUM. Dengan demikian apabila terjadi tunggakan, maka mula-mula akan diselesaikan melalui mekanisme pembayaran ganda untuk minggu bt:rikutnya atau diselesaikan melalui "tanggung renteng". Namun apabila ha1 tersebut tidak dapilt dilakukan, maka akan dibayarkan dar tabungan yang ada di KUM. Dengan demikian adalah logis bahwa semakin tinggi tabungan akan diikuti oleh semakin besarnya tingkat pengembalian pinjaman Semakin tinggi pendapatan yang siap dibelanjakan diikuti oleh semakin tingginya tingkat pengembalian pinjaman. Hal ini berarti bahwa peselta KUM memiliki tingkai disiplin
yang tinggi untuk mengembalikan kewajiban pinjaman. Komitmen dan disiplin yang tinggi tersebut tentu saja tidak muncul dengan begitu saja. Disiplin dan komitmen tampaknya tumbuh melalui melalui suatu proses yang panjang. Seleksi yang ketat terhadap calon peserta (screening), latihan wajib kumpulan (LWK) yang dilalcukan selama 5 hari berturut-turut dan adanya sistem incentive dan er?forcemerzi terhadap setiap peserta KUM merupakan faktor-faktor yang diduga kuat mendorong tumbuhnya komitmen dan disiplin untuk mengembalikan pinjaman tepat waktu. Faktor lain yang diduga berpengaruh pada tingkat pengembalian pinjaman adalah faktor aksesibilitas peserta K I M pada sumber lain. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, KUM adalah sumber utama untuk permodalan bagi peserta KUM. Karena itu mereka akan mencoba sedemikian rupa untuk menjaga kepercayaan yang diberikan oleh manajemen KUM, yaitu dengan cara membayar tepat waktu agar dapat memperoleh kesempatan untuk meminjam pada periode bel-ikutnya. Pnilaku peminjam dari kelompok rumahtangga miskin ini sangat berbeda dengan pengetahurn yang ada selama ini yang menunjukkan bahwa justru pada golongan masyarakat berpenghasilan menengah keatas banyak tejadi salah guna kredit. Tingkat disiplin mereka sangat rentlah dalam mengembalikan pinjaman. Keterpurukan sektor perbankan yang dialami sejak tahur~1997 menunjukkan bahwa selain dugaan terjadinya manajemen perbankan yang rapuh, ha1 tersebut juga disebabkan oleh itikad dan disiplin para peminjam kredit, yang umumnya ;addah pengusaha besar dan menengah, yang sangat rendah dalam menyelesaikan kewajiban pinjamannya. Hal ini berakibat pada tingkat kredit macet yang sangat tinggi, sehingga sektor perbankan mengalami keterpurukan yang sangat luar biasa.
Dilri ketiga penubah yang berpengaruh positif terhadap tingkat pengembalian tersebut,
dua peubah berpengaruh nyata, yaitu peubah pendapatan yang siap dibelanjakan dan tingkat kehadiran pada pertemuan Rembug Pusat, masing-masing pada taraf a
= 0.10
dan taraf a =
0.01. Tingkat signifikansi yang sangat tinggi pada peubah pendapatan dan tingkat kehadiran menunjukltan bahwa kedua peubah tersebut berperan penting pada tingkat pengembalian pinjaman. Tampaknya kehadiran pada pertemuan reguler yang dilakukan satu minggu satu kali berperan sangat penting pada pengembalian pinjaman. Pada pertemuan tersebut terjadi tatap muka yang intensif antara seluruh anggota KUM dalam rembug tersebut dengan petugas KUM. Hal ini menunjukkan bahwa intensitas pertemuan yang mtin dan dengan disiplin yang tinggi akan memberikan kinerja yang baik dalam pengembalian pinjaman. Bahkan dibandingkm dengan dua peubah penjelas lainnya, respon tingkat pengembalian pinjaman terhadap tingkat kehadiran juga mendekati elastis. Hal ini tercermin dari nilai elastisitas tingkat kehadiran 1:erhadaptingkat pengembalian, yaitu sebesar 0.9295. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kuntjoro (1983) terhadap peserta kredit Bimas yang menunjukkan bahwa salah satu faktor yang berperanan positif mer~dorongpetani bertanggung jawab dalam membayar kembali pinjamannya adalah adanya tagihan langsung yang dilakukan petugas program Bimas. Artinya, dengan intensitas pertemuan antara petugas Bimas (dalam menagih pinjaman) dengan petani akan mendorong petani mengembalikan pinjamannya. Sejalan dengan hasil penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan Sanim (1997) yang mengemukakan bahwa frekuensi pembinaan oleh Petugas Penyuluh Iapangan (PPL), yang berarti tatap rnuka antara PPL dengan petani , berpengaruh positif terhadap pengembalian Kredit Usahatni (KUT) Pola Khusus. Mayrowani (1998) menunjukkan ha1 yang sama, bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kelancaran
pembayaran kredit program adalah monitoring yang dilakukan oleh petugas. Dari hasil ini jelas bahwa peranan tatap muka antara penerima kredit dengan pemberi kredit (petugas kredit) adalah sangat penting. Hasil ini perlu mendapat perhatian yang serius bagi pengambil kebijakan, utamanya bagi mereka yang memiliki peranan sentral dalam menyusun model skim pembiayaan bagi program-program kredit berskala kecil, baik untuk kegiatan sektoral maupun non sektojral, agar kiranya memasukkan aturan main sedemikian rupa sehingga dimungkinkan tumbuhnya kesadaran untuk tejadinya tatap muka reguler secara disiplin antara penerima kredit dengan petugas kredit. 8.2.3. Curahan Waktu Kerja
Curahan waktu kerja dipengamhi oleh pengeluaran rumahtangga, jumlah anggota rumahtangga dan pilihan bidang usaha. Dari Tabel 14 tampak bahwa tiga peubah penjelas tersebut berpengaruh positif terhadap curahan waktu kerja rumahtanpga. Tanda atau arah dari ketiga koefisien parameter dugaan dari ketiga peubah penjelas tersebut sesuai dengan harapan. Dari tiga peubah penjelas tersebut terdapat satu peubah yang menunjukkan tingkat signifikansi
yang tinggi, yaitu peubah pilihan bidang usaha. Peubah ini nyata pada tingkat a
=
0.10.
Artinya pilihan bidang usaha berpengamh nyata pada curahan waktu usaha rumahtangga. Sementara itu, pada tingkat a yang sama pengeluaran ~Inahtanggadan jumlah anggota mmahtangga tidak berpengamh nyata. Dilihat dari pengeluaran mmahtangga tampak bahwa semakin besar pengeluaran rumahtangga diikuti oleh semakin besarnya curahan waktu kerja rumahtangga. Bila ha1 ini dikaitkan tlengan hasil regresi pada persamaan pendapatan dimana curahan kerja yang tinggi berpenganth positif pada pendapatan rumahatangga, yang pada gilirannya pendapatan tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan atau pengeluaran mmahtangga, maka persamaan
curahan v{aktu kerja tersebut sejalan dengan hasil persamaan pendapatan tersebut diatas. Bila disimak recara lebih dalam, perilaku rumahtangga anggota KUM tersebut tergolong pada rumahtangga yang masih mengandalkan curahan w a h atau masih dalam kategori perilaku yang nornnal Tabel 14. Nilai Koefisien Persamaan Curahan Waktu Keja
I
Peubah
Koefisien
t,
Intersep F'engeluaran rumahtangga Jumlah Anggota Rumahtangga F'eubah Boneka Bidang Usaha * P? =0.1178 F a = 0.0587
218.2883 0.0000038 7.6026 48.4749
0.0001 0.5571 0.2431 0.0727
Elastisitas
0.0700 0.1199 0.0821
Kcrerangan : * Nilai 1 = pekejaan utama dagang, Nilai = 0 untuk lainnya. Jumlah anggota mmahtangga berpengaruh positif, yang berarti bahwa semakin banyak
jumlah anggota rumahtangga akan diikuti oleh semakin besarnya curahan waktu kerja. Artinya, rumahtangga yang menjadi anggota KUM banyak yang terlibat pada pekerjaanpekejaan yang membutuhkan curahan waktu yang banyak untuk dapat memperoleh sejumlah pendapatan tertentu. Hal ini, sekali lagi, sejalan dengan hasil perilaku peubah pengeluaran rumahtangga tersebut diatas. Pilihan bidang usaha bertanda positif dan nyata. Hal ini berarti bahwa semakin orang bekerja pada kegiatan usaha dagang, maka akan diikuti oleh curahan waktu yang semakin besar. Meskipun ketiga peubah penjelas memiliki pengamh yang positif terhadap curahan waktu kerja, dan bahkan pilihan bidang usaha berpengaruh nyata, namun respon curahan waktu ketja terhadap pengeluaran rumahtangga, jumlah anggota rumahtangga dan pilihan bidang u s i h adalah tidak elastis. Hal ini tercermin dari nilai elastisitas peubah pengeluaran
mmahtangga dan jumlah anggota rumahtangga yang sangat kecil, masing-masing adalah 0.07 dan 0.1 199.
Kc~nsumsi pangan dipengaruhi oleh pengeluaran pendidikan, pengeluaran non pangan dan jumlah anggota rumahtangga. Jumlah anggota mmahtangga dan pengeluaran pendidikan keduanya memiliki pengaruh positif terhadap konsumsi pangan mmahtangga. Sedangkan konsumsi non pangan berpengaruh negatif terhadap konsumsi pangan. Hal ini sesuai dengan harapan. Dari Tabel 15 dapat dilihat bahwa tingkat signifikansi peubah penjelas pengeluaran pendidikan dan jumlah anggota rumahtangga adalah nyata pada tingkat a = 0.10 terhadap konsumsi pangan rumahtangga. Sementara itu pada tingkat a yang sama peubah penjelas pengeluaran non pangan tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi pangan rumahtangga. Respon konsumsi pangan terhadap pengeluaran pendidikan, konsumsi non pangan dan jumlah anggota rumhatangga adalah tidak elastis. Hal ini dapat dicerminkan oleh nilai elastisitas pengeluaran pendidikan, konsumsi non pangan dim jumlah anggota rumahtangga terhadap konsumsi pangan mmahtangga yang rendah, yztitu masing-masing sebesar 0.0660, -0.0120 dan 0.2967. Tabel 15. Nilai Koefisien Persamaan Konsumsi Pangan
I
Peubah
K:onsumsi Pangan Ii~tersep Pengeluaran Pendidikan Pengeluaran Non Pangan Jumlah Anggota Rumahtangga R.' = 0.1808 Fa = 0.0079
Koefisien
Elastisitas
Pei~garuhnegatif konsumsi non pangan terhadap konsumsi pangan adalah logis Hal ini menunjukkan adanya kompetisi antara konsumsi pangan dan konsumsi non pangan. Mengingai: pendapatan yang terbatas, maka rumahtangga akan membuat pilihan-pilihan dalam mengalokasikan pendapatan yang dimiliki. Namun demikian ha1 yang menarik untuk diperhatikan pada persamaan ini adalah bahwa pengeluaran pendidikan berpengaruh positif terhadap konsumsi pangan. Tingkat kesadaran yang tinggi terhadap pendidikan diduga menyebabkan tejadinya perilaku yang demikian. Artinya, meskipun biaya pendidikarl meningkat tidak secara otomatis diikuti oleh turunnya konsumsi pangan Pembinaarl yang cukup intensif dari petugas yang menekankan pentingnya pendidikan bagi anak-anak pada saat Latihan Wajib Kumpulan (LWK), atau dengan memahami dan menghafal ikrar anggota yang salah satu butimya adalah menekankan pentingnya meningkatkan pendidikan bagi anak-anak, diduga secara tidak langsung telah meningkatkan kesadaran anggota KUM terhadap pendidikan. Oleh karena itu biaya pendidikan yang semakin besar tidak diikuti oleh menurunnya konsumsi pangan. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, respon konsumsi pangan yang rendah terhadap pengeluaran pendidikarl, konsumsi non pangan dan jumlah anggota rumahtangga menunjukkan bahwa ketiga peubah penjelas tersebut berdampak kecil terhadap konsumsi pangan rumahtangga. Koefisien determiansi untuk persamaan konsumsi pangan adalah sebesar 0.1808, nyata pada taraf a
= 0.01
(nilai F a = 0.0079).
8.2.5. Peqeluaran Pendidikan
Pengeluaran pendidikan dipengaruhi oleh simpanan, pengeluaran kesehatan, konsumsi rumahtangga dan tingkat pendidikan peserta. Dari Tabel 16 dapat dilihat bahwa tiga peubah dari empat peubah penjelas tersebut berpengaruh positif terhadap pengeluaran
pendidikan, yaitu pengeluaran kesehatan, konsumsi rumahtangga dan tingkat pendidikan peserta KUM. Ini berarti bahwa kenaikan pengeluaran kesehatan, konsumsi dan tingkat pendidikan peserta akan meningkatkan pengeluaran untuk pendidikan. Sementara itu simpanan berpengaruh negatif terhadap pengeluaran pendidikan. Artinya, simpanan yang semakin klesar akan berdampak pada berkurangnya pengeluaran untuk pendidikan. Kedua jenis pengeluaran ini saling berkompetisi satu dengan lainnya. Namun demikian pada taraf a = 0.10, keempat peubah penjelas tidak berpengaruh nyata pada pengeluaran pendidikan.
Hanya saja pada tingkat a
=
0.20, pengeluaran kesehatan dan konsumsi rumahtangga
berpengaruh nyata terhadap pengeluaran kesehatan, sedangkan simpanan tidak berpengaruh nyata. Tabel 16. Nilai Koefisien Persamaan Pengeluaran Pendidikan.
I
Peubah
!
Koefisien
1.
/
Elastisitas
I
Ir~tersep Simpanan Pengeluaran Kesehatan Konsumsi Rumahtangga Tingkat Pendidikan peserta R' = 0.2082 F(x= 0.0081
Bila disimak secara lebih cermat tampak bahwa respon pengeluaran pendidikan terhadap pengeluaran kesehatan dan konsumsi rumahtangga adalah elastis. Hal ini tercermin dari nilai elastisitas kedua peubah tersebut yang lebih besar dari 1, masingmasing n~emiliki nilai sebesar 1.3606 dan 2.4147. Ini berarti bahwa kenaikan 1% pengeluarim kesehatan dan dan kenaikan 1% konsumsi rumahtangga akan meningkatkan pengeluaran pendidikan masing-masing sebesar 1.36% dan 2.41%. Koefisien determinasi
( R )~persamaan pengeluaran pendidikan adalah sebesar 0.2082, nyata pada taraf a = 0.01 (nilai Fa := 0.0081). Dari kondisi diatas dapat dikemukakan bahwa bagi rumahtangga miskin peserta KUM tidltk tejadi kompetisi antara pengeluaran pendidikan dan pengeluaran kesehatan. Artinya, kedua jenis pengeluaran ini adalah komplementer. Demikian juga antara pengeluar,%nuntuk pendidikan dan konsumsi rumahtangga. Kedua peubah ini juga bersifat komplemf:nter. Selain itu juga dapat dikemukakan bahwa apabila besarnya pengeluaran untuk pendidikan dapat diynakan sebagai proksi dari kepedulian atau perhatian terhadap kesadaran dan dikaitkan dengan perilaku peubah pengeluaran pendidikan terhadap peubah penjelasnya, maka dapat dikemukakan bahwa rumahtangga peserta KUM memiliki kesadaran yang tinggi terhadap pendidikan. Hal ini juga ditunjukkan oleh pengaruh positif pendidikan peserta KUM terhadap pengeluaran pendidikan.
8.2.6. Pengeluaran Kesehatan
Pengeluaaran kesehatan dipengaruhi oleh pendapatan yang siap dibelanjakan, pengeluar;~n pendidikan, jumlah anggota rumahtangga dan tingkat pendidikan peserta KUM. Dari Tabel 17 Dapat dilihat bahwa keempat peubah penjelas memiliki pengaruh positif teriqadap pengeluaran kesehatan. Artinya apabila tejadi kenaikan pendapatan yang siap dibelanjakan akan diikuti oleh pengeluaran kesehatan. Hal yang sama akan tejadi manakala tejadi kenaikan pada pengeluaran pendidikan. Tingkat pendidikan peserta KUM yang semakin tinggi akan meningkatkan pengeluaran kesehatan. Arah peubah penjelas ini sesuai dengan harapan.
Dilihat dari tingkat signifikansi terlihat bahwa pada taraf nyata a = 0.15, pendapatan yang siap dibelanjakan dan pengeluaran pendidikan berpengamh nyata pada pengeluaran kesehatan. Sementara itu pada taraf nyata yang sama jumlah anggota mmahtangga dan tingkat pendidikan tidak berpengamh nyata pada pengeluaran kesehatan. Tabel 17. Nilai Koefisien Persamaan Pengeluaran Kesehatan
I
Peubah
Intersep Pendapatan Disposable Pengeluaran Pendidikan Jumlah Anggota Rumahtangga Tingkat Pendidikan R' = 0.1645 Fa=0.0315
/
Elastisitas
Koefisien
-19 435 0.0121 0.0492 5 237.1698 13 907
Respon pengeluaran kesehatan terhadap keempat peubah penjelas adalah tidak elastis. Hal ini tercermin dari redahnya nilai elastisitas keempat peubah tersebut, yaitu masing-masing sebesar 0.6023, 0.1423, 0.2734 dan 0.1947. Secara terpisah dapat dikemukaltan bahwa kenaikan 1% pendapatan siap dibelanjakan akan meningkatkan pengeluariin kesehatan sebesar 0.60%. Kenaikan 1% pengeluaran pendidikan hanya akan meningkatkan pengeluaran kesehatan sebesar 0.14%. Koefisien determinasi (R') untuk persamaarl pengeluaran kesehatan adalah 0.1642, nyata pada taraf a
=
0.05 (nilai Fa
=
0.0315). I~xiberarti bahwa peubah penjelas hanya dapat menjelaskan sebesar 16% perilaku
pengeluaran kesehatan, sedangkan sisanya dijelaskan oleh galat
Bila hasil persamaan pengeluaran kesehatan dikaitkan dengan hasil persamaan pengelua:ran pendidikan tampak adanya konsistensi. Artinya, pengeluaran pendidikan dan kesehatari memiliki hubungan komplementer. Ini juga berarti bahwa kesadaran terhadap kesehatar~bagi rumhatangga miskin peserta KUM juga cukup tinggi. Tingkat pendapatan yang sernakin tinggi diikuti oleh meningkatnya pengeluran kesehatan dan selanjutnya berpengaruh positif terhadap pengeluaran pendidikan. Fenomena ini menunjukkan bahwa meskipurl mereka berada pada lapisan masyarakat yang tergolong berpendapatan rendah di wilayah pedesaan, namun tingkat kesadaran terhadap pendidikan dan kesehatan juga tinggi. Apabila ipenciptaan lapangan kerja dapat ditingkatkan dan akses terhadap modal dapat ditingkatlcan, maka rumahtangga miskin dipedesaan dapat mencurahkan tenaga lebih banyak ktgi yang selanjutnya dapat meningkatkan pendapatan. Kenaikan pendapatan yang semakin tinggi akan dapat meningkatkan tingkat kesehatan dan pendidikan keluarga. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi secara langsung dapat meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia (human capital) untuk selanjutnya dapat mengelola sumberdaya yang dimiliki secara lebih baik lagi.
8.3. Analisis Kebijakan 8.3.1. Vallidasi Model
Simulasi kebijakan bertujuan untuk menganalisis dampak altematif kebijakan dengan cara mengubah nilai peubah kebijakan. Sebelum pada tahap simulasi, maka dilakukan validasi terhadap model. Hal ini dimaksudkan untuk melihat apakah nilai dugaan model selruai dengan dengan nilai aktual masing-masing peubah endogen. Suatu model disebut valid bilamana memiliki nilai U yang kecil. Hasil uji validasi model rumahtangga ditampilk,m pada Tabel 18. Dari Tabel tersebut dapat dilihat bahwa nilai U adalah kecil
sehingga dapat disebutkan model cukup valid. Selain itu pada Tabel 18 ditampilkan nilai rata-rata simulasi dasar. W S E d m RMSPE. I
Tabel 18. Nilai Rata-Rata Peubah Endogen Simulasi Kebijakan Dasar Simulasi Dasar Peubah Endogen
Satuan
RMSPE
U
Prediksi Pendapatan Rumahtangga
Rupiah
Tingkat Palgembalian
Pasen
Curahan wr~ktuK q a
WOK
Konsumsi I'angan
Rupiah
Pengeluar;~~ Kesehatan
Rupiah
Pengeluara~P e n d i b
Rupiah
Pendapatan Dispaurble
Rupiah
Konsumsi
Rupiah
Pengeluarar~
Rupiah
Tabel 18 hanya menampilkan 9 persamaan dari 11 persamaan dalam model. Nilai U untuk dua persamaan, yaitu modal (CAPT) dan simpanan (SIMP), tidak dapat teridentifikasi karena kedua persamaan adalah persamaan identitas d m seluruh peubah di sisi sebelah kanan persamaan adalah peubah eksogen. 8.3.2. Analisis Dampak Kebijakan
Sebagaimana telah dikemukakan pada Bab IV, terdapat 11 skenario yang dilakukan untuk me~lganalisisdampak kebijakan terhadap peubah endogen. Dari berbagai skenario kebijakan, dapat ditampilkan secara rinci untuk setiap kebijakan :
sebesar 1.9%. Selain itu kenaikan kredit KUM tersebut akan meningkatkan simpanan peserta KUM sebesar 24.2%. Pa.da skenario 2 tampak bahwa kenaikan kredit selain KUM sebesar 50% akan berdampak pada kenaikan seluruh peubah endogen, kecuali simpanan. Secara umum dapat dilihat ba.hwa meskipun kenaikan kredit lain dengan persentase yang lebih kecil dari kenaikan kredit KUM (skenario l), tetapi memiliki dampak yang lebih besar terhadap kenaikan seluruh peubah endogen. Hal ini berarti bahwa peningkatan akses peserta KUM pada sumber kredit lain perlu ditingkatkan. Sayangnya dalam kenyataannya akses peserta
KUM terhadap sumber kredit selain KUM sangat rendah. Hal ini tercermin dari tingkat partisipasi yang sangat rendah terhadap sumber kredit lain.
8.3.2.2. Kebijakan Perubahan Tabungan
Pada Tabel 20 ditampilkan hasil simulasi kebijakan skenario 3 dan 4. Tabungan sukarela turun sebesar 20% (skenario 3) akan berdampak pada turunnya sebagian besar peubah endogen. Penurunan terbesar terjadi pada peubah modal. Sementara itu perubahan persentase tabungan wajib (w) dari semula 5% (yang berlaku saat ini) menjadi 10% akan berdampalc positif terhadap modal dan simpanan tetapi berdampak negatif terhadap selumh peubah endogen lainnya. Secara keseluruhan dapat dikemukakan bahwa simulasi kebijakan pada skenario 3 dan 4 berdampak kurang menguntungkan untuk sebagian besar peubah endogen.
162 !.
Tabel 20. Persentase Perubahan Nilai Rata-Rata Peubah Endogen Akibat Kebijakan Perubahan Tabungan Skenario 3 Skenario 4 Peuljah Endogcn
Simulasi
Pembahan
Dasar
Simulasi
Pendapatan Rumahtangga
4 613 104
4 606 224
-0.1
4 636 363
0.5
Tingkat P,:ngembalian
110.0933
109.8842
-0.2
110.8002
0.6
Curahan \Yahn Kerja
299.4063
299.4491
0.0
299.2617
0.0
Konsumsi Pangan
4 184 533
4 190 226
0. I
4 165 286
-0.5
Pcngeluaran Kesehalan
90 505
90 688
0.2
89 889
-0.7
Pengeluaran Pendidikan
261 670
267 073
2.1
243 404
-7.0
Penciapalan Disposable
4 503 794
4 496 914
-0.2
4 527 054
0.5
Modal
984 182
973 218
-1.1
1 021 245
3.8
Simpanan
122 277
111 314
-9.0
159 340
30.3
Konsumsi Rumahtangga
5 061 529
5 067 222
0. I
5 042 282
4.4
Pengelman Rumahtangga
5 413 704
5 424 983
0.2
5 375 576
-0.7
(%)
~imulasi
("/)
Keterangan : Skenario 3 : Tabungan Sukarela turun 20% Skenario 4 : Persentase tabungan wajib dari jumlah kredit yang diperoleh (w) adalah 100/0. 8.3.2.3. Kebijakan Perubahan Pajak
Sekenario 5 adalah penurunan pajak sebesar 10%. Hasil simulasi kebijakan perubahar~pajak ditampilkan pada Tabel 21. Tabel 21 tersebut secara rinci mengemukakan persentasc: perubahan nilai rata-rata peubah endogen akibat adaya kebijakan perubahan pajak. Dari Tabel 21 tersebut dapat dilihat bahwa kenaikan pajak hanya berdampak pada perubahan pengeluaran kesehatan, pengeluaran pendidikan dan pendapatan yang siap dibelanjakan. Dampak tersebut adalah turunnya pengeluaran kesehatan sebesar -0.2%, penurunarl pengeluaran pendidikan sebesar -0.3% dan penurunan pendapatan siap dibelanjakan sebesar -0.2%. Kondisi ini menunjukkan bahwa dampak penurunan pajak
terhadap peubah endogen relatif masih lebih kecil dibandingkan dengan penurunan tabungan sukarela sebesar 20% (skenario 3) dan kenaikan persentase tabungan wajib (skenario 4)
Tsibel 21. Persentase Perubahan Nilai Rata-Rata Peubah Endogen Akibat Kebijakan Perubahan Pajak Skenario 5 Peubah Endogen
Sirnulasi Dasar Simulasi
Pendapatan rumahtangga
1 Perubahan (%)
Tingkat Pengembalian Curahan VJaktu Kej a Konsumsi Pangan Pengeluxm Kesehatan Pcngeluarrtn Pendidikan Pendapatru~Disposable
Modal Simpanan Konsumsi rumahtangga P e n g e l m a rumahtangga L
I
Keterangan : Skenario 5 : Pajak naik 10%
8.3.2.4. Kebijakan Kenaikan Kredit KUM, Kredit Lain dan Turunnya Tabungan Sukarela.
Peiubahan persentase nilai rata-rata peubah endogen dengan adanya kombinasi kebijakan kenaikan kredit KUM, kenaikan kredit lainnya dan turunnya tabungan sukarela ditampi1ka.n pada Tabel 22 (skenario 6 dan skenario 7). Dan Tabel 22 dapat dilihat bahwa
kedua skenario tersebut berdampak positif terhadap kenaikan seluruh nilai rata-rata peubah endogen. Hanya saja secara umum skenario 7 berdampak lebih baik dibandingkan dengan skenario 15. Artinya, besaran kenaikan nilai rata-rata peubah endogen akibat kebijakan pada skenario '7 adalah lebih besar dibandingkan pada skenario 6. Trtbel 22. Persentase Pembahan Nilai Rata-Rata Peubah Endogen Akibat Kebijakan Kredit KUM, Kredit Lain dan Tabungan Sukarela Pcubah Endogen
Simulasi
Skenario 6 Si~nulasi
Pe~bahan
Simulasi
Pendapatan Rumahtangga Tingkal Pcngembalian Cwahan VVaktu Keja Konsumsi Pangan Pengeluasm Kesehatan Pengelmm Pendidikan Pendapatan Disposable Modal Simpanan Konsumsi Rumalltangga Pengeluar,m Rumahtangga -
-
Keterangan Skenario 6 Kredit KUM naik 50% dan kredit lain naik 50% Skenario 7 Kredit KUM naik 80% dan Tabungan Sukarela tumn 20% 8.3.2.5. Kombinasi Kebijakan Kenaikan Kredit, Tabungan dan Pajak
Kc~mbinasisimulasi kebijakan lainnya adalah kenaikan kredit KUM, pembahan persentase tabungan wajib dan kenaikan pajak. Tabel 23 disajikan persentase pembahan niarata-rata peubah endogen akibat berbagai kombinasi kebijakan tersebut diatas (skenario 8 dan skenario 9). Dari Tabel 23 tersebut dapat dilihat bahwa skenario 8 (kenaikan kredit
KUM set~esar80% dan w sebesar 10% berdampak pada tejadinya kenaikan dan penurunan nilai rata-rata peubah endogen. Pada skenario 8 ini pendapatan rumahtangga naik sebesar lo%, modal naik sebesar 70%, simpanan dan pendapatan yang siap dibelanjakan juga
mengalamai kenaikan masing-masing sebesar 78.8% dan 10.3%. Sedangkan konsumsi pangan diin pengeluaran kesehatan masing-masing menurun sebesar -0.5% dan 7.3%
Tabel 23. Persentase Perubahan Nilai Rata-Rata Peubah Endogen Akibat Kebijakan Kredit KUM, Persentase Tabungan Wajib (w) dan Pajak Peul~ahEndogen
Skenario 8
Skenario 9
Simulasi Dasar
Simulasi
Pendapatan Rumahtangy
4 613 104
5 076 540
10.0
5 034 592
9.1
Tingkat Pt:ngembalian
110.0933
113.4904
3.1
112.1753
1.9
Curahan \V&u Kerja
299.4063
299 2763
0.0
299.5299
0.0
Konsumsi Pangan
4 184 533
4 164 538
-0.5
4 198 360
0.3
Pengeluaran Kesehatan
90 505
95 194
5.2
% 132
6.2
Pengeluaran Pendidikan
261 670
212 694
-7.3
274 793
5.0
Pendapatan Disposable
4 503 794
4 967 230
10.3
4 914 352
9.1
Modal
984 182
1 673 563
70.0
1 606 848
63.3
Simpanan
122 277
218 612
78.8
151 928
24.2
Konsumsi Rumahtangga
5 061 529
5 041 534
-0.4
5 075 356
0.3
Pengeluarm Rumahtangga
5 413 704
5 379 122
-0.6
5 446 281
0.6
("/)
~imulasi
Perubahan (%)
L
Keterangan : Skenario 8 : Kredit KUM naik 80% dan w = 10Y0 Skenario 9 : Kredit KUM naik 80% dan Pajak naik 10%
Kombinasi kebijakan kenaikan kredit KUM dan kenaikan pajak disajikan pada skenario '3. Skenario ini berdampak positif kepada semua peubah endogen, kecuali pada curahan vraktu keja. Untuk peubah curahan waktu keja, skenario kebijakan 9 berdampak nol. Sedalngkan dampaknya pada peubah endogen lainnya adalah terjadinya kenaikan nilai
rata-rata peubah endogen antara 0.3% (konsumsi pangan dan konsumsi total mmahtangga) hingga 63.3% (modal). Dengan kombinasi kebijakan pada skenario 9 pendapatan rumahtangga meningkat sebesar 9.1% dan tingkat pengembalian meningkat sebesar 1.9%. 8.3.2.6. Kombinasi Kebijakan Kredit, Tabungan dan Pajak
Kcmmbinasi kebijakan kredit, tabungan dan pajak secara simultan untuk seluruh peubah kebijakan disajikan pada Tabel 24. Dari Tabel 24 dapat dilihat bahwa skenario 10 Tabel 24. Persentase Perubahan Nilai Rata-Rata Peubah Endogen Akibat Kebijakan Kredit KUM, Kredit Lain, Tabungan Sukarela dan Pajak. Peubah Endogen
Skenario 10
Skenario 11
Sirnulasi Dasar
Simulasi
Pendapatar~Rumahtangga
4 613 104
4 945 499
7.2
4 925 420
6.8
Tingkat Pengembalian
110.0933
112.3884
2.1
112.213
1.9
Curahan Waktu Kej a
299.4063
299.3319
00
299.3448
0.0
Konsnmsi Pangan
4 184 533
4 172 746
-0.3
4 174 573
-0.2
Pengeluaran Kesehatan
90 505
93 855
3.7
93 697
3.5
Pengeluaran Pendidikan
261 670
250 485
4.3
252 218
-3.6
Pendapatar~Disposable
4 503 794
4 825 259
7.1
4 805 180
6.7
Modal
984 182
1 478 298
50.2
1 448 300
47.2
Sirnpanan
122 277
185 441
51.7
179 570
46.9
Konsumsi laumahtangga
5 061 529
5 049 742
-0.2
5 051 569
-0.2
PengeluaranRurnahtangga
5 413 704
5 394 082
-0.4
5 397 483
-0.3
(%)
~imulasi
Pembahan
(Yo)
Keterangan : Skenario 10: Kredit KUM naik SO%, Kredit lain naik 50%, Tabungan Sukarela turun 20%, w = 10%. dan Pajak naik 10% Skenario 11: Kredit KUM naik 50%, Kredit lain naik 30%, Tabungan Sukarela naik 20%, w = 7,5%, dan Pajak naik 10%
dan skenario I 1 secara umum tidak lebih baik dari skenario 9. Skenario kebijakan 10 berdampak pada kenaikan pendapatan rumahtangga, modal dan simpanan dengan persentax: kenaikan yang cukup besar tetapi ha1 ini diikuti oleh penurunan pengeluaran pendidikan dan konsumsi rumahtangga. Sedangkan kebijakan skenario I I , dimana terjadi kenaikan seluruh peubah kebijakan dengan persentase yang berbeda, secara umum lebih baik dari c;kenario 10. Hal ini dapat dilihat dari persentase penurunan nilai rata-rata peubah endogen :yang secara umum lebih rendah dibandingkan persentase penurunan peubah endogen akibat kebijakan skenario 10. 8.3.2.7. R,ekapitulasiSimulasi Kebijakan
Rekapitulasi seluruh skenario kebijakan dapat dilihat pada Tabel 25. Dan Tabel 25 tersebut dapat dilihat bahwa skenario 1, 2, 6, 7 dan skenario 9 adalah skenario pilihanpilihan urduk kebijakan. Artinya, kelima skenario tersebut berdampak pada kenaikan seluruh peubah endogen. Diantara kelima alternatif kebijakan tersebut, dapat dikemukakan bahwa apabila tujuan utama kebijakan yang dilakukan adalah untuk meningkatkan pendapatan rumahtangga peserta KUM, maka altematif kebijakan pada skenario 2 adalah yang dapai memenuhi tujuan utama tersebut, yaitu meningkatkan kredit jumlah kredit selain kredit KUM sebesar 50%. Sedangkan apabila tujuan kebijakan adalah untuk meningkatkan sebesar-besarnya nilai rata-rata seluruh peubah endogen secara relatif merata, m.&a pilihan kebijakan yang dapat memenuhi kriteria tersebut adalah skenario 7, yaitu kenaikan kredit KUM sebesar 80% dan tejadinya penurunan tabungan sukarela 20%
Tabel 25. Persentase Perubahan Nilai Rata-Rata Peubah Endogen Untuk Berbagai Skenario Kebijakan