VALUASI MANFAAT EKOLOGIS KANOPI POHON PERKOTAAN DAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA MALANG DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK GIS
MOHAMMAD ISROK NUGROHO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
ABSTRACT MOHAMMAD ISROK NUGROHO. Valuation of Ecological Benefit of TreesCanopy and Greenery Open Space of Malang City Using GIS Techniques. Under supervision of BAMBANG SULISTYANTARA andARIS MUNANDAR Amenity and quality of urban environment influenced by the availability and existence of the urban tree canopy of the city. This study aims to identify, analyze, predictand valuatethe ecological benefits of tree’s canopyof Malang City, andprovide possible recommendations in order to increase the capacity of its urban ecosystem.This research uses descriptive quantitative method, include valuation ofecological benefits analysis of tree canopy and recommendation development analysis. Valuation is done by spatial analysis used GIS techniques by analyze trees canopy and non trees canopy cover to predict the ecosystem capacity. CITYgreen 5.4 extention is used to calculate and predict its benefit base on the extend of trees canopy cover.SWOT and QSPM (Quantitative Stratetig Planning Matrix) approach is usedto analyze and develop a possible recomendation for increasing ecosystem capacity of Malang City. Recommendations have been prepared based on results from both types of analysis. Research result shows, the greatest benefit is the capacity of stormwater control,and concluded that pollutants removal (31.8 tons/year, with the economic value of Rp. 1,552,356,000.00) and carbon absorbance (Carbon storage capacity of 435 tons and carbon sequestration capacity is 2460 pounds/year) are less significant impact in environmental capacity. Both of these capacities failed to give significant benefits due to the lack of quantity of trees canopy cover in the city of Malang (only 4% of total city). Value of ecological benefits of Malang city ecosystem currently provides Rp.26.330.985.000or 30.25% of total received of city revenue (Rp. 87,115,734,710). Basedon the results of the SWOT and QSPM analysis known that strategic priorities of capacity development is the restructuring of poor urban ecosystems and change the orientation of development policies into ecosystem-based and community based to fulfill national standard of greenery open space requirement for Indonesian city.
Keywords: trees canopy, trees benefit, urban ecosystems valuation, greenery open space
© Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atas seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
Judul Tesis
Nama NRP
: Valuasi Manfaat EkologisPohon Perkotaan dan Ruang Terbuka HijauKota Malang dengan Menggunakan Teknik GIS : Mohammad Isrok Nugroho : A451080031
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr Ketua Anggota
Dr. Ir. Aris Munandar, MS
Diketahui
Koordinator Mayor Arsitektur Lanskap
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLADr. Ir. Dahrul Syah,M.Sc.A.gr, M.S
Tanggal Ujian: 21 April 2011
Tanggal Lulus: 09 Juni 2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Afra Donita Nimia Makalew, M.Sc.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia yang telah diberikan hingga penelitian ini terselesaikan dengan baik.Judul Tesis dalam penelitian ini adalah “Valuasi Manfaat Ekologis Kanopi Pohon Perkotaan dan RTHKota Malang Dengan Menggunakan Teknik GIS”. Tesis ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Arsitektur Lanskap Sekolah Pascasarjana, Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih disertai penghargaan kepada : 1.
Komisi Pembimbing yaitu Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, MAgr dan Dr. Ir. Aris Munandar, MS atas bimbingan, arahan, saran serta perhatian kepada penulis dalampenyusunan dan penyelesaian studi ini.
2.
Ketua Departemen Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA atas dukungan dan perhatian nya selama penulis belajar di Program Studi Arsitektur Lanskap
3.
Dr. Ir. Afra Donita Nimia Makalew, MSi selaku penguji di luar komisi pembimbing serta Dr.Ir. Alinda M.Zein, MS selaku penguji wakil program studi atas kritik, masukan dan saran yang membangun
4.
Staff Dosen Departemen Arsitektur Lanskap IPB atas ilmu yang bermanfaat;Staff akademik Departemen Arsitektur Lanskap atas bantuan dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan studi
5.
Tim Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional Badge II tahun anggaran 2009 berjudul “Model RTH Kota Bogor sebagai Solusi mengatasi banjir kota Jakarta” (Fatimah I.S, dkk), Fakultas Pertanian – IPB atas bantuan
penggunaan
software
CITYgreen
5.4
sebagai
penunjang
pengolahan data pada penelitian ini 6.
Prof. Yoritaka Tashiro, Dr. Takeshi Kinoshita, dan Dr. Son Yong Hoon, atas bimbingan, arahan, perhatian serta pencerahan keilmuan Arsitektur Lanskap sewaktu studi di Chiba University, Jepang.
7.
Prof. Yamagutchi, Prof. Takagaki dan Mrs. Yonemura atas perhatian, bantuan dan support selama di Chiba University, Jepang.
8.
Rekan-rekan Toshikan (Urban Design and Environmental Landscape Management Laboratorium); Rekan-rekan PPI Chiba, terutama Riela dan keluarga, Muti dan keluarga serta rekan lainya atas kebersamaan, dukungan serta bantuan nya selama penulis studi di Chiba University Jepang.
9.
Rekan-rekan di Tokyo Geijutsu Daigaku International Dorm, Ronald, Lee Ann, Aquiles, Dann, dan Alex untuk kebersamaan nya.
10.
Rekan Dosen di Universitas Tribhuwana Tungga Dewi Malang, Ir. Edyson Indawan, Ir. KGS Ahmadi, Murdaningsih, Heni Leondro dan Joko Riyanto atas suportnya selama ini.
11.
Nooril Milantara atas tutorial dalam pengolahan data CITYgreen 5.4;Imam Sulistyanto dan Dimas atas kiriman foto-foto survey lapangan; Pak Uus atas data spasialnya; Bapak Drasti (babeh) atas bantuan dan dukungannya.
12.
Rekan-rekan angkatan 2008 di SPS PSArsitektur Lanskap IPB, Mbak Yuni, Aan, Prima, Titi,dan Eka atas kebersamaannya selama kuliah dan segala bantuan selama penulis studi hingga menyelesaikan tesis ini.
13.
Rekan-rekan dan sahabat yang tidak dapat dicantumkan disini atas perhatian dan bantuan selama ini. Tak lupa karya ilmiah ini Penulis persembahkan untuk Ibunda tercinta dan
Bapak (Alm) serta keluarga atas motivasi inspirasi dan doa yang tiada henti;Bundadan kedua belah hati ku,Rafi Alhafiz Nugroho dan Aqeela Almaghfira Saliima, atas kasih sayang, motivasi, semangat, dan dukungannya.Penulisan tesis ini telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan diharapkan bermanfaat sebagai panduan serta memberikan wawasan dan wacana keilmuan untuk penelitian dasar dan aplikatif lainya. Amin, terima kasih.
Bogor, April 2011
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bangil, Pasuruan pada tanggal 14 Juli 1977 sebagai putra pertama dari pasangan Bapak Mohammad Hasyim (Alm) dan Ibu Toety Sri Soewarti. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar (TK, SD, SMP dan SMU) dari tahun 1985 - 1996 di Kota Bangil, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Pada tahun 1996, penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Program Studi Arsitektur Pertamanan, Jurusan Budi Daya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur penerimaan PMDK (USMI). Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan Strata-1 (S1) pada tahun 2002. Pada tahun 2003, penulis bekerja sebagai Tenaga Pengajar (dosen) di Program Studi Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Universitas Tribhuwana Tungga Dewi Malang.Penulis juga aktif dalam kegiatan keprofesian dan bertugas sebagai pengurus cabang Ikatan Arsitektur Lanskap Indonesia (IALI) Kota Malang pada kurun waktu 2004 – 2008. Penulis melanjutkan kuliah pada Program Magister di Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Departemen Arsitektur Lanskappada tahun 2008.Pada tahun 2009 – 2010, Penulis mengikuti Expert Programdalam rangka ProgramTransfer Kredit dan Pertukaran Mahasiswa Pascasarjana di Urban Disain and Environmental Landscape Management Studio, Landscape Architecture, Faculty of Horticulture, Chiba University, Jepang. Demikian Riwayat Hidup ini dibuat dengan sebenar-benarnya.
Bogor, April 2011
Mohammad Isrok Nugroho NRP : A451080031
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR .............................................................................. vi DAFTAR TABEL ..................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xv PENDAHULUAN. .................................................................................... 1 Latar Belakang ....................................................................................... 1 Rumusan Penelitian ................................................................................ 3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 3 ManfaatPenelitian .................................................................................. 3 Kerangka Pemikiran ............................................................................... 3 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 5 Manfaat Kanopi Pohon ........................................................................... 5 Ruang Terbuka Hijau (RTH) .................................................................. 9 Definisi RTH .................................................................................... 9 Fungsi RTH .. .................................................................................... 9 Klasifikasi dan Bentuk RTH............................................................. 10 Struktur RTH .................................................................................... 11 Bahan Pencemar Udara .......................................................................... 12 Karbon Monooksida (CO) ................................................................. 12 Nitrogen Oksida (NO x )...................................................................... 13 Sulfur Oksida (SO x ) .......................................................................... 13 Hidrokarbon (HC).............................................................................. 13 Partikel ......... .................................................................................... 14 Emisi Karbon Kendaraan Bermotor ....................................................... 15 Dampak Pencemaran Udara ................................................................... 17 Manfaat dan Imbal Jasa Lingkungan...................................................... 17 Teknik GIS ........ .................................................................................... 19 CITYgren 5.4 .................................................................................... 19
METODOLOGI PENELITIAN............................................................... 21 Tempat dan Waktu .................................................................................. 21 Bahan dan Alat Penelitian....................................................................... 22 Metode Penelitian ................................................................................... 22 Batasan Penelitian .............................................................................. 23 Prosedur Pengambilan Data ............................................................... 23 Pengolahan Data................................................................................. 26 Analisis Strategi Pemecahan Masalah ......................................................... 38 Alur penelitian ... .................................................................................... 43 KONDISI UMUM KOTA MALANG...................................................... 45 Bio Fisik ............. .................................................................................... 45 Penggunaan Lahan .................................................................................. 47 Ruang Terbuka Hijau Kota Malang ........................................................ 49 Jenis Ruang Terbuka Hijau Kota Malang .......................................... 49 Pencemaran Udara .................................................................................. 54 Sumber dan Jenis Utama Pencemaran Udara..................................... 54 Kependudukan Kota Malang .................................................................. 57 Perekonomian Kota Malang ................................................................... 58 HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................. 60 Analisis Manfaat Pohon Perkotaan dan RTH Kota Malang ................... 60 Ekosistem Kota Malang ..................................................................... 60 Layanan Terukur Ekosistem Kota Malang ........................................ 68 Daya Serap Polutan di Udara ........................................................ 68 Kapasitas Penyimpanan Karbon dan Rosot................................... 76 Kapasitas Serapan Air Hujan ........................................................ 79 Kualitas Lingkungan Hidup (Udara) Kota Malang............................ 82 Manfaat Imbal Jasa Lingkungan ........................................................ 90 Pelestarian Simpanan Karbon (Perdagangan Karbon) .................. 90 Pelestarian Air Hujan .................................................................... 92 Analisis Strategis Pemecahan Masalahan Ekosistem Kota Malang ....... 94 Analisis SWOT .................................................................................. 94
Rekomendasi ..... .................................................................................... 102 Strategi Pengembangan ..................................................................... 102 Skenarion Model Alternatif ............................................................... 104 Model Spasial .................................................................................... 106 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 110 Simpulan............ .................................................................................... 110 Saran .................. .................................................................................... 110
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 111 LAMPIRAN .......... .................................................................................... 115
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Alat Analisis Quantitative Strategic Planning Matrix .......................... 42 2. Luas Kecamatan dan Persentase terhadap Luasan Kota........................ 45 3. Temperatur dirinci Tiap Bulan .............................................................. 46 4. Tata Guna Lahan Kota Malang ............................................................. 47 5. Fungsi, Manfaat dan Bentuk RTH Kota Malang................................... 49 6. RTH Kota Malang ................................................................................. 50 7. Luas RTH Kota Malang ........................................................................ 51 8. Kelompok RTH Publik .......................................................................... 52 9. Kelompok RTH Privat ........................................................................... 53 10. 10. Baku Mutu Kualitas Udara .............................................................. 54 11. Data Partikel Polutan Kota Malang 2007 .............................................. 56 12. Harkat Tingkat Pelayanan Jalan ............................................................ 84 13. Model Peningkatan Kapasitas Implementasi Imbal Jasa Lingkungan .. 92 14. Internal Factor Evaluation ..................................................................... 97 15. Eksternal Factor Evaluation................................................................... 97 16. Matrik SWOT ........................................................................................ 98 17. Matriks Analisis QSPM ......................................................................... 101
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Skema Kerangka Penelitian .................................................................. 4 2. Pola dan Bentuk RTH Perkotaan .......................................................... 12 3. Peta Lokasi Penelitian ........................................................................... 21 4. Lokasi Sampel per Ekosistem Kota Malang ......................................... 25 5. Hasil Klasifikasi (unsupervised) Penutupan Lahan .............................. 28 6. Penutupan Lahan di Kota Malang ....................................................... 29 7. Setting Study Site ................................................................................... 33 8. Setting Tema Kanopi............................................................................. 33 9. Setting Tema Non Kanopi..................................................................... 34 10. Setting Site Area Preference ................................................................. 35 11. Setting CITYgreen Preferences ............................................................. 36 12. Running Analysis................................................................................... 36 13. Model Output CITYgreen ..................................................................... 37 14. Kuadran Analisis SWOT....................................................................... 40 15. Matriks SWOT ...................................................................................... 41 16. Skema Alur Pikir Penelitian .................................................................. 44 17. Peta Tata Guna Lahan 2007 .................................................................. 49 18. Distribusi RTH Kota Malang ................................................................ 51 19. Peta Kualitas Uji Udara......................................................................... 55 20. Kepadatan Penduduk per Kecamatan.................................................... 57 21. Peta Penutupan Lahan (Kanopi dan Non Kanopi) ................................ 61 22. Lokasi Sampel dan Ilustrasi Karakteristik Ekosistem Kota Malang..... 63 23. Kapasitas Tangkapan Pencemar Udara per Sampel .............................. 74 24. Kapasitas Simpanan Karbon per Sampel .............................................. 78 25. Kapasitas Sequistrasi Karbon per Unit Contoh..................................... 78 26. Kapaistas Runoff per Unit Contoh ........................................................ 80 27. Nilai Ekonomi Stormwater Control per Unit Contoh ........................... 80 28. Report Kalkulasi Layanan terukur Ekosistem Kota Malang................. 82 29. Persentase Tingkat Pelayanan Jalan ...................................................... 83
30. Level Emisi CO 2 berdasarkan VC ratio ................................................ 85 31. Pelepasan CO 2 Beragam Jenis Kendaraan ............................................ 86 32. Pelepasan CO Beragam Jenis Kendaraan .............................................. 87 33. Model Spasial Penambahan RTH Kota Malang .................................... 109
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Laporan Hasil Analisis Kondisi Awal..................................................... 116 2. Laporan Hasil Analisis Sampel Perumahan Araya ................................. 117 3. Laporan Hasil Analisis Sampel Industri Arjosari ................................... 118 4. Laporan Hasil Analisis Sampel Komersil Blimbing ............................... 119 5. Laporan Hasil Analisis Sampel Perumahan Gadang .............................. 120 6. Laporan Hasil Analisis Sampel Perumahan Ijen ..................................... 121 7. Laporan Hasil Analisis Sampel Perumahan Jodipan .............................. 122 8. Laporan Hasil Analisis Sampel Perumahan Kotalama ........................... 123 9. Laporan Hasil Analisis Sampel Perumahan Malabar.............................. 124 10. Laporan Hasil Analisis Sampel Lapangan Rampal ............................... 125 11.Laporan Hasil Analisis Sampel Perumahan Sawojajar .......................... 126 12. Laporan Hasil Kalkulasi Model Skenario 10% ..................................... 127 13. Laporan Hasil Kalkulasi Model Skenario 20% ..................................... 128 14. Laporan Hasil Kalkulasi Model Skenario 30% ..................................... 129 15. Tabel /Data Kapasitas dan Volume Jalan Utama .................................. 130 16. Faktor Emisi Kendaraan Bermotor ....................................................... 132
PENDAHULUAN
Latar Belakang Pembangunan fisik di perkotaan telah menimbulkan berbagai masalah lingkungan antara lain berubahnya kualitas lingkungan termal (pemanasan lingkungan),pencemaran udara akibat aktivitas perkotaan, penurunan kapasitas resapan air hujan dan permasalahan lingkungan lainya (Nowak, 2000). Pertumbuhan penduduk dan ekonomi memberikan tekanan yang berarti pada ketersediaan dan keberadaan pepohonan serta ruang terbuka hijau di perkotaan. Keberadaan pepohonan dan ruang terbuka hijau kota sebagai salah satu unsur yang dapat mengendalikan kualitas lingkungan. Pengelolaan pepohonan dan ruang terbuka hijau kota sebagai mekanisme yang memungkinkan untuk meningkatkan kualitas udara dan lingkungan belum sepenuhnya diteliti dan diselidiki secara terpadu sebagai faktor penting pertumbuhan ekonomi kota. Keseimbangan lingkungan perkotaan secara ekologi memiliki peranan yang sama penting dengan perkembangan nilai ekonomi kawasan perkotaan. Pohon dan ruang terbuka hijau kota memiliki fungsi ekologis berdasarkan fungsi intrisik pohon yang dapat memperbaiki kualitas lingkungan, antara lain penyerapan polutan udara, penyerapan karbon, penyerap dan penjerap air limpasan hujan untuk mereduksi potensi banjir perkotaan, pendinginan kota (cooling effect) serta penyerapan radiasi sinar matahari untuk mereduksi penggunaan energi di lingkungan perkotaan (Nowak,McHale, Ibarra, Crane, Stevens, dan Luley, 1998).Berdasarkan beberapa studi sebelumnya, diketahui bahwa pepohonan memiliki fungsi ekonomi yang dapat dihitung dan diukur berdasarkan layanan ekosistem kota (American Forest,2002). Kota Malang tumbuh dan berkembang sebagai kota pendidikan, industri dan pariwisata. Berdasarkan data Pemerintah Kota Malang (Bappeko, 2007) diketahui bahwa persentase ruang terbuka hijauseluas 2,9 %. Ruang terbuka hijau publik di Kota Malang meliputi, hutan kota (71,6 ha); taman yang dikelola masyarakat (2,8 ha), dan jalur hijau yang dikelola Dinas Pertamananan(14,1 ha), sedangkan luasan penutupan kanopi pepohonan tidak teridentifikasikan. Rendahnya persentase tersebut diduga disebabkan oleh kebijakan pembangunan
2
yang tidak berpihak kepada lingkungan serta lemahnya pengendalian terhadap konversi lahan ruang terbuka hijau yang beralih fungsi sebagai ruang ekonomi. Berdasarkan evaluasi rencana umum tata ruang kota (RUTRK) tahun 2010, diketahui bahwa tingkat deviasi pembangunan cukup tinggi. Persentase deviasi pertumbuhan penduduk Kota Malang 15% dari yang direncanakan, sedangkan secara kualitatif terjadi deviasi implementasi pembangunan dari perencanaan. Deviasi tersebut terutama terjadi pada lahan – lahan konservasi dan ruang terbuka hijau kota yang berubah dan beralih fungsi menjadi ruang ekonomi dan perumahan. Lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan adalah kota yang memiliki keseimbangan antara pembangunan lingkungan, manusia dan pembangunan ekonomi. Untuk mencapai hal tersebut, diperlukan penataan ruang kota yang disesuaikan dengan kondisi bio-geografi lingkungan alami guna meminimalisir bencana dan penurunan kualitas lingkungan hidup. Kebijakan penataan ruang harus menerapkan keseimbangan antara ruang binaan dan ruang alam untuk mewujudkan keberlanjutan lingkungan. Oleh karena itu, perlu adanya suatu kajian lebih lanjut terkait dengan valuasi dari ketersediaan pepohonan dan ruang terbuka hijau di kota Malang. Kajian tersebut dikembangkan melalui pendugaan layanan terukur dari ekosistem kota terkait struktur perkotaan menggunakan teknik GIS (Geographic Information System). Alat dan piranti khusus yang digunakan pada kajian ini adalah CITYgren 5.4 untuk menghitung dan menganalisis nilai manfaat ekologis dan ekonomis tahunan yang disediakan oleh ekosistem kota. Hasil dari kajian tersebut digunakan sebagai dasar untuk menyusun suatu kebijakan dan model skenario perbaikan ekosistem kota gunamenunjang pembangunan lingkungan perkotaan berbasis lingkungan.
3
Rumusan Penelitian 1. Bagaimana kondisi dan komposisi penutupan lahan di Kota Malang? 2. Bagaimana kapasitas ekosistem perkotaan berkaitan dengan keberadaan kanopi pohon perkotaan dan ruang terbuka hijau terhadap kualitas lingkungan Kota Malang? 3. Apakah manfaat dan value dari keberadaan kanopi pohon perkotaan dan ruang terbuka hijau terhadap lingkungan Kota Malang? 4. Bagaimana mengukur dan menduga kapasitas ekosistem kanopi pohon dan ruang terbuka hijau kota Malang? 5. Bagaimana kondisi ideal penutupan lahan pada ruang perkotaan terhadap kenyamanan dan peningkatan kualitas hidup di Kota Malang?
Tujuan Penelitian 1. Menganalisis dan menduga kapasitas ekosistem perkotaan sehubungan dengan keberadaan kanopi pohon perkotaan dan ruang terbuka hijau (RTH) terkait dengan kualitas lingkungan di Kota Malang. 2. Memberikan rekomendasi yang mungkin terkait dengan pengembangan dan perbaikan kualitas lingkungan kota berbasis ekosistem Manfaat Penelitian Manfaat dan kegunaan yang ingin diperoleh dari kegiatan penelitian ini, antara lain : 1. Acuan arahan pemgembangan kawasan perkotaan / wilayah 2. Dasar penentuan kebijakan penataan ruang perkotaan 3. Sebagai model pengelolaan dan perencanaan berkelanjutan berbasis valuasi dan jasa lingkungan Kerangka Pemikiran Penelitian ini dilakukan sebagai suatu respon terhadap fakta dugaan penurunan kualitas dan kenyamanan lingkungan perkotaan sebagai akibat terjadinya pembangunan lingkungan perkotaan yang berdampak pada terjadinya konversi lahan peruntukan pepohonan dan ruang terbuka hijau diKota
4
Malang.Kegiatan penelitian ini diarahkan untuk mengidentifikasikan kapasitas lingkungan KotaMalang saat ini melalui identifikasi struktur ruang perkotaan. Identifikasi ini bertujuan untuk mengetahui elemen pembentuk struktur perkotaan di Kota Malang. Identifikasi tersebut merupakan dasar pendugaan kualitas lingkungan hidup Kota Malang saat ini yang terbentuk oleh keberadaan pepohanan dan ruang terbuka hijau serta dampak pembangunan kota. Identifikasi ini menggunakan citra Landsat TM+7 untuk mendiskripsikan penutupan lahan perkotaan. Identifikasi penutupan lahan (land cover) merupakan dasar analisis untuk menduga (assessment) kapasitas ekosistem Kota Malang saat ini, sehingga dapat disimpulkan bagaimana manfaat dari keberadaan kanopi pohon perkotaan dan RTH terhadap kualitas kehidupan dan lingkungan. Kerangka pikir sederhana dari kegiatan penelitian ini tersaji pada Gambar 1. Ruang Perkotaan Kota Malang Citra Satelit Kondisi saat ini Kualitas Lingkungan Kota Malang Metode GIS ( Erdas Image Analysis, ArcView 3.2, dan ekstensi CITYgreen 5.4) Kualitas Udara, Runoff water, dan serapan serta jerapan karbon Layanan ekosistem terukur dari struktur kanopi dan non kanopi perkotaan Rekomendasi Pengembangan Struktur Kanopi dan RTHK Kota Malang
Gambar 1.Skema Kerangka Penelitian
5
TINJAUAN PUSTAKA
Manfaat Kanopi Pohon Pepohonan dan vegetasi merupakan faktor pembentuk ruang terbuka hijau di lingkungan perkotaan. Keberadaan pepohonan dan vegetasi lainya pada kawasan kota dapat berupa jalur maupun areal. Keberadaan pepohonan dan vegetasi merupakan salah satu unsur lanskap yang utama dan memiliki fungsi tertentu dalam suatu lanskap.Menurut Carpenter, et.all (1975) pepohonan memiliki beberapa fungsi, antara lain: 1. Kontrol Visual. Tanaman berfungsi mengurangi sinar dan pantulan (matahari, lampu jalan, dan lampu kendaraan), penutup pemandangan yang tidak diingingkan, membentuk privacy, mengarahkan dan menegaskan pemandangan yang diinginkan. 2. Modifikasi Radiasi Matahari dan Suhu. Vegetasi dapat meningkatkan pemantulan radiasi matahari dan menurunkan penyerapan dipermukaan sehingga akan menurunkan suhu udara. Vegetasi juga memberikan keteduhan dengan efek bayangan, memberikan naungan dan menyaring radiasi matahari 60-90 % serta mempercepat hilangnya radiasi matahari yang diserap. 3. Pengarah Angin. Vegetasi berfungsi sebagai penahan angin dengan mengurangi kecepatan angin melalui ketinggian, kepadatan, bentuk dan lebar tanaman. Penanaman yang rapat dapat mengurangi 75-80 % kecepatan angin. 4. Kontrol kelembaban dan hujan Tanaman dapat memberikan perlindungan sementara dari hujan dengan naungannya. Melalui proses evaporasi tanaman akan melepaskan air menuju udara yang panas dan mendinginkannya sehingga akan menurunkan suhu udara disekitarnya. 5. Mengurangi kebisingan. Penanaman vegetasi 25-50 kaki (7,62-15,24 m) dapat mengurangi suara frekuensi tinggi (4000 Hz) sebesar 10-20 dBA, sedangkan penanaman pinus
6
dan cemara 50-100 kaki (15,24-30,48 m) mampu mengurangi suara frekuensi rendah sebesar 10 dBA. 6. Penyaring polutan Tanaman merupakan penyaring udara yang mampu menyerap gas polutan seperti SO 2 dan HF serta polutan lain di udara dalam jumlah tertentu tanpa memperlihatkan efek kerusakan. Dengan diameter 15 inci potensial untuk menghilangkan 43,5 pon SO 2 per tahun jika konsentrasi SO 2 di atmosfer 0,25 ppm. 7. Kontrol erosi Tanaman mengurangi laju air hujan di tanah, disamping itu akar tanaman memegang partikel tanah sehingga run offakan dapat dikurangi dan terhindar dari erosi. 8. Habitat alami Tanaman menyediakan makanan dan tempat berlindung kepada burung dan hewan lainnya, sehingga akan menarik mereka untuk hidup di tanaman tersebut. 9. Estetika. Nilai estetika akan tercipta jika elemen-elemen lanskap dikombinasikan secara tepat dan baik sehingga akan memberikan perasaan senang dan tenteram kepada pemakai jalan. Penanaman vegetasi dapat berfungsi memperlunak bangunan sepanjang jalan. Penutupan lahan (land cover) merupakan perwujudan fisik suatu objek dan menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap objek tersebut.Lillseland dan Kiefer (1990) menyatakan bahwa material penutupan lahan berpengaruh terhadap lingkungan tapak.Secara umum, berdasarkan jenis materialnya, penutupan lahan terbagi atas dua yaitu penutupan alami / material tanaman (soft scape) dan penutupan buatan / material perkerasan (hard scape). Perubahan penutupan lahan memberikan pengaruh pada permukaan fisik dan biologi bumi serta merubah reflektansi permukaan bumi yang menyebabkan timbulnya pendinginan dan pemanasan lokal.Lahan bervegetasi merupakan pengendali urban heat island dan menempatkan pohon sebagai tempat penyimpanan panas yang diterimanya (Nowak, 1998).Vegetasi berfungsi
7
menyerap radiasi matahari dalam proses transpirasi dan fotosintesis. Radiasi yang sampai ke permukaan tanak akan digunakan sebagai materi dalam proses evaporasi tanaman. Keberadaan pepohonan dapat berfungsi sebagai ameliorasi iklim. Simpson (1998) menyatakan bahwa suhu udara maksimum pada pertengahan hari mengalami penurunan berkisar antara 0.04oC--0.2oC seiring dengan peningkatan penutupan kanopi. Suhu udara pada pertengahan hari mengalami pendinginan berkisar 0,7oC – 1,3oC pada ketinggian 1,5 m diatas permukaan tanah di bawah tegakan pohon dan sekumpulan pohon diatas tutupan rumput, dibandingkan pada area terbuka.Penurunan suhu udara terkait keberadaan pepohonan dapat memperbaiki kualitas udara, sebab keberadaan pepohonan dapat meredam emisi yang ditimbulkan oleh sumber pencemaran udara (Souch,1993). Galveston-Houston Association for Smog Prevention(GHASP, 1999) menyatakan bahwa penyebab utama banjir dilingkungan perkotaan adalah deforestasi hutan kota dan tegakan pohon. Keberadaan pepohonan dan tanaman lainya berfungsi untuk meredam dan menurunkan banjir dan kerusakan lain yang disebabkan oleh angin dengan menahan tanah dan menyerap dan menahan air hujan secara signifikan melalui perakaran dan naunganya. Pohon melepaskan kelembaban ke udara yang menstabilkan curah hujan, meminimalisir kekeringan dan mencegah bahaya banjir perkotaan akibat berkurangnya area penyerap air limpasan. RTH dengan luas minimal 0,5 ha mampu menahan aliran permukaan akibat hujan dan meresapkan air ke dalam tanah sejumlah 10.219 m3 setiap tahun (American Forest, 2002). Keberadaan pohon di perkotaan memiliki fungsi sebagai intersepsi air hujan dan mengurangi air limpasan permukaan (run off) melalui intersepsi dan mereduksinya sebelum turun ke permukaan tanah melalui dahan dan daun untuk menunda aliran air hujan (Rowntree dan Nowak, 1991). Pepohonan juga dapat mengurangi kadar karbon dioksida (CO2) di udara, dan dapat menjerap gas panas di udara (McPherson, 1995). Pepohonan yang terletak pada area jaringan jalan yang padat dapat menangkap partikel polutan lebih besar dibandingkan yang berada di kawasan perdesaan (Backett,et al.,2000).
8
Coder (1996) mengatakan bahwa kanopi pohon di lingkungan dan keberadaan hutan kota berfungsi sebagai filter terhadap nutrien yang hilang dan mengurangi sedimen dan meningkatkan ketersediaan air tanah. Keberadaan pepohonan dapat mereduksi sedimen tanah sebesar 95%, serta dapat mereduksi 47% polutan di permukaan pada saat 15 menit awal turun hujan(Coder, 1996). Pohon memiliki kemampuan untuk menyerap CO 2 antara 20 gramsampai dengan 36 gram per hari. Diasumsikan bahwa terdapat 10 buah pohon pada lahan perkarangan, maka kontribusi penyerapan CO 2 oleh pohon sebesar 5,6 – 10,1 kg atau menyimpan 750 kg karbon per bulan (Rohman,2009). Peningkatan kanopi pepohonan
dapat
menurunkan
emisi
VOC
dan
pada
akhirnya
dapat
mempengaruhi konsentrasi Ozon pada kawasan perkotaan. Penggunaan dan pembakaran bahan bakar fosil pada beberapa peralatan mendorong terjadinya emisi gas karbon dioksida (diperkirakan 0,7 kg/l bahan bakar bensin termasuk emisi yang dihasilkan pada manufaktur) dan beberapa bahan kimia lain, VOC, Karbon
Monoksida,
Nitrogen
Oksida,
Sulfur
Oksida
Dan
Particulate
Mattersebagaimana yang telah disampaikan oleh Scott, Simpson dan McPherson (1999). Keberadaan pepohonan pada area parkir dapat berpengaruh terhadap konsentrasi emisi yang dihasilkan oleh kendaraan melalui naungan pepohonan. Peningkatan kanopi pepohonan pada area parkir sebesar 8% - 50% dapat mereduksi pelepasan emisi VOC kendaraan ringan 2% dan emisi Nitrogen Oksida kurang lebih 1%, berdasarkan hasil studi di Sacramento, USA (Scott, Simpson, dan McPherson, 1999). Keberadaan naungan pohon deciduous dalam radius jarak 0,5 km sampai dengan 1 km berpengaruh positif terhadap nilai properti, naungan/tutupan kanopi pohon coniferous dalam radius 0,5 km mendorong peningkatan nilai properti, dan keberadaan hutan campuran (mix forest) dalam radius 0,5 km – 1 km dari rumah tidak berpengaruh terhadap nilai properti (Holmes,et.al,2006).McAliney (1993) menyebutkan bahwa nilai jual properti pada kawasan hunian yang dikelilingi oleh pepohonan meningkat 5-15 % dibandingkan dengan yang tidak memiliki pepohonan. Hal ini bergantung pada jenis, umur, jumlah dan lokasi pohon tersebut. Berdasarkan penelitian kawasan permukiman di Rochester, New York,
9
Amerika Serikat diketahui bahwa keberadaan pohon memberikan nilai tambah 18% dari nilai rata-rata jual properti (Nowak,2001).
Ruang Terbuka Hijau Definisi Ruang Terbuka Hijau Secara definitif, Ruang Terbuka Hijau (Greenery Openspaces) adalah kawasan atau areal permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, dan atau sarana lingkungan/kota, dan atau pengamanan jaringan prasarana, dan atau budidaya pertanian. Selain untuk meningkatkan kualitas atmosfer, menunjang kelestarian air dan tanah, ruang terbuka hijau (Greenery Open Spaces) di perkotaan juga berfungsi untuk meningkatkan kualitas lanskap kota. Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota adalah bagian dari ruang-ruang terbuka suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan tidak langsung RTH yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut.
Fungsi Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) memiliki spektrum multi fungsi yang luas berkaitan dengan peranannya, dari aspek fungsi ekologis, sosial/budaya, arsitektural, dan ekonomi. Secara ekologis Ruang Terbuka Hijau dapat meningkatkan kualitas air tanah, mencegah banjir, mengurangi polusi udara, dan menurunkan suhu kota tropis. Bentuk-bentuk Ruang Terbuka Hijau perkotaan yang berfungsi ekologis antara lain seperti sabuk hijau kota, taman hutan kota, taman botani, jalur sempadan sungai dan lain-lain. Secara sosial-budaya keberadaan RTH dapat memberikan fungsi sebagai ruang interaksi sosial, sarana rekreasi, dan sebagai tetenger (landmark) kota yang berbudaya. Bentuk RTH yang berfungsi sosial-budaya antara lain taman-taman kota, lapangan olah raga, kebun raya, TPU, dan sebagainya. Ruang terbuka dengan pepohonan memberikan suatu ruang yang dapat digunakan sebagai tempat berolahraga dan berlatih untuk kebugaran tubuh, menyediakan tempat untuk
10
relaksasi dan berinteraksi dengan alam, dan mendorong masyarakat untuk beraktivitas di luar rumah (McPherson,Simpson,Peper dan Xiao, 1999). Dalam masalah perkotaan, RTH merupakan bagian atau salah satu subsistem dari sistem kota secara keseluruhan. RTH sengaja dibangun secara merata di seluruh wilayah kota untuk memenuhi berbagai fungsi dasar yang secara umum dibedakan, antara lain 1) fungsi bio-ekologis (fisik), yang memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-paru kota), pengatur iklim mikro, agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar, sebagai peneduh, produsen oksigen, penyerap air hujan, penyedia habitat satwa, penyerap (pengolah) polutan media udara, air dan tanah, serta penahan angin; 2) fungsi
sosial,
menggambarkan
ekonomi ekspresi
(produktif) budaya
dan
lokal,
budaya RTH
yang
merupakan
mampu media
komunikasi warga kota, tempat rekreasi, tempat pendidikan, dan penelitian; 3) ekosistem perkotaan; produsen oksigen, tanaman berbunga, berbuah dan berdaun indah, serta bisa mejadi bagian dari usaha pertanian, kehutanan, dan lain-lain; 4) fungsi estetis, meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota (mulai dari skala mikro sampai dengan skala makro). Menciptakan suasana serasi, dan seimbang antara berbagai bangunan gedung, infrastruktur jalan dengan pepohonan, hutan kota, taman kota, taman pertanian kota, taman gedung, jalur hijau jalan, bantaran rel kereta api, serta jalur biru bantaran kali.
Klasifikasi dan Bentuk Ruang Terbuka Hijau Kota Berdasarkan bobot kealamiannya, bentuk RTH dapat diklasifikasi menjadi (a) bentuk RTH alami (habitat liar/alami, kawasan lindung) dan (b) bentuk RTH non alami atau RTH binaan (pertanian kota, pertamanan kota, lapangan olah raga, pemakaman (Lokakarya RTH, 2005). Berdasarkan sifat dan karakter ekologisnya
11
diklasifikasi menjadi: (a) bentuk RTH kawasan (areal, non linear), dan (b) bentuk RTH jalur (koridor, linear). Jenis RTH menurut tipe penggunaan lahan atau kawasan fungsionalnya diklasifikasi menjadi (a) RTH kawasan perdagangan, (b) RTH kawasan perindustrian, (c) RTH kawasan permukiman, (d) RTH kawasan pertanian, dan (e) RTH kawasan-kawasan khusus, seperti pemakaman, hankam, olah raga, alamiah. Ditinjau dari sudut kepemilikan dan tanggung jawab, maka RTH dibagi ke dalam dua jenis, yaitu (1) RTH milik pribadi atau badan hukum, misal: halaman rumah tinggal, perkantoran, tempat ibadah, sekolah atau kampus, hotel, rumah sakit, kawasan perdagangan (pertokoan, rumah makan), kawasan industri, stasiun, bandara, pelabuhan, dan lahan pertanian kota. (2) RTH milik umum, yaitu lahan dengan tujuan penggunaan utamanya adalah ditanami berbagai jenis tetumbuhan untuk memelihara fungsi lingkungan, yang dikelola pemerintah daerah, dan dapat dipergunakan masyarakat umum, seperti taman rekreasi, taman olahraga, taman kota, taman pemakaman umum, jalur hijau jalan; bantaran rel kereta api, saluran umum tegangan ekstra tinggi (SUTET), bantaran kali, serta hutan kota (HK) konservasi, HK wisata, HK zona industri, HK antar-zona permukiman, HK tempat koleksi dan penangkaran flora dan fauna.
Struktur Ruang Terbuka Hijau Pola ruang terbuka hijau kota merupakan struktur yang ditentukan oleh hubungan fungsional (ekologis, sosial, ekonomi, arsitektural) antar komponen pembentuknya. Pola tersebut terdiri dari, (a) RTH struktural, dan (b) RTH non struktural. Struktur dan pola ruang terbuka hijau kota tersaji pada Gambar 2.
12
Gambar 2 . Pola dan Bentuk RTH Perkotaan (Sumber : Lokakarya RTH,2005)
Ruang terbuka hijau (RTH) struktural merupakan pola ruang terbuka yang dibangun oleh hubungan fungsional antar komponen pembentuknya yang mempunyai pola hierarki planologis yang bersifat antroposentris.RTH tipe ini didominasi oleh fungsi-fungsi non ekologis dengan struktur RTH binaan yang berhierarkhi.RTH non struktural merupakan pola RTH yang dibangun oleh hubungan fungsional antar komponen pem-bentuknya yang umumnya tidak mengikuti pola hierarki planologis karena bersifat ekosentris.RTH tipe ini memiliki fungsi ekologis yang sangat dominan dengan struktur RTH alami yang tidak berhierarki.
Bahan Pencemar Udara Karbon Monooksida (CO) Karbon monooksida atau CO adalah suatu gas yang tak berwarna, tidak berbau dan juga tidak berasa. Gas CO dapat berbentuk cairan pada suhu dibawah –192oC. Gas CO sebagian besar berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dengan udara, berupa gas buangan. Kota besar yang padat lalu lintasnya akan banyak menghasilkan gas CO sehingga kadar CO dalam udara relatif tinggi dibandingkan dengan daerah pedesaan (Wardhana, 2004).Karbonmonooksida (CO) yang terhisap oleh paru-paru dapat menghalangi masuknya oksigen yang
13
dibutuhkan oleh tubuh. Hal ini dapat terjadi karena gas CO bersifat racun metabolis, ikut bereaksi secara metabolis dengan darah. Seperti halnya oksigen, gas CO mudah bereaksi dengan hemoglobin. Nitrogen oksida (NO x ) Nitrogen oksida atau disebut NO x karena oksidasi nitrogen mempunyai dua macam bentuk yang sifatnya berbeda, yaitu gas NO 2 dan gas NO. Sifatgas NO 2 adalah berwarna dan berbau, sedangkan gas NO tidak berwarna dan tidak berbau. Warna gas NO 2 adalah merah kecoklatan dan berbau tajam menyengat hidung. Kadar NO x di udara pada daerah perkotaan yang berpenduduk padat lebih tinggi dibandingkan dengan daerah perdesaan yang berpenduduk sedikit. Hal ini disebabkan karena berbagai macam kegiatan yang menunjang kehidupan manusia akan menambah kadar NO x di udara, seperti transportasi, generator pembangkit listrik, pembuangan sampah dan lain-lain. Pencemaran gas NO x di udara terutama berasal dari gas buangan hasil pembakaran yang keluar dari gas buangan hasil pembakaran yang keluar dari generator pembangkit listrik stasioner atau mesin-mesin yang menggunakan bahan baker gas alam (Wardhana, 2004).
Sulfur Oksida (SO x ) Gas belerang oksida terdiri atas gas SO 2 dan gas SO 3 yang keduanya mempunyai sifat berbeda. Gas SO 2 berbau tajam dan tidak mudah terbakar, sedangkan gas SO 3 bersifat sangat reaktif. Gas SO 3 mudah bereaksi dengan uap air yang ada di udara untuk membentuk asam sulfat. Asam sulfat ini sangat reaktif, mudah bereaksi (memakan) benda-benda lain yang mengakibatkan kerusakan, seperti proses pengkaratan (korosi) dan proses kimiawi lainnya. Konsentrasi gas SO 2 di udara akan mulai terdeteksi oleh indera manusia apabila konsentrasinya mencapai antara 0,3-1 ppm (Wardhana, 2004).
Hidrokarbon (HC) Hidrokarbon adalah pencemar udara yang dapat berupa gas, cairan maupun padatan. Dinamakan hidrokarbon karena penyusun utamanya adalah
14
atom karbon dan atom hydrogen yang dapat terikat secara ikatan lurus (ikatan rantai) atau terikat secara ikatan cincin (ikatan tetutup). Pada suhu kamar umumnya hidrokarbon suku rendah (jumlah atom C sedikit) akan berbentuk gas, Hidrokarbon suku menengah (jumlah atom C sedang) akan berbentuk padatan (Wardhana, 2004).
Partikel Partikel adalah pencemar udara yang dapat berada bersama-sama dengan bahan atau bentuk pencemar lainnya. Partikel dapat diartikan secara murni atau sempit sebagai bahan pencemar udara yang berbentuk padatan. Namun dalam pengertian yang lebih luas, dalam kaitannya dengan masalah pencemaran lingkungan, pencemar partikel dapat meliputi berbagai macam bentuk, mulai dari bentuk yang sederhana sampai dengan bentuk yang rumit atau kompleks yang kesemuanya merupakan bentuk pencemaran udara. Sumber pencemaran partikel dapat berasal dari peristiwa alami dan dapat juga berasal dari ulah manusia dalam rangka mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik. Pencemaran partikel yang berasal dari alamadalah: 1) Debu tanah/pasir halus yang terbang terbawa oleh angina kencang. 2) Abu dan bahan-bahan vulkanik yang terlempat ke udara akibat letusan gunung berapi. 3) Semburan uap air panas di sekitar daerah sumber panas bumi di daerah pegunungan. Partikel sebagai bahan pencemar udara yang mempunyai waktu hidup, yaitu pada saat partikel masih melayang-layang sebagai pencemar di udara sebelum jatuh ke bumi.Waktu hidup partikel berkisar antara beberapa detik sampai beberapa bulan. Sedangkan kecepatan pengendapannya tergantung pada ukuran partikel, massa jenis partikel serta arah dan kecepatan angin yang bertiup.
Volatile Organic Compound Menurut Nowak (1995), pohon perkotaan memiliki empat cara untuk meningkatkan kualitas lingkungan kota, yaitu menurunkan temperatur lingkungan dan dampak iklim mikro lainya, mereduksi pencemaran udara, pemeliharaan
15
pohon dan emisi dari volatile organic compounds (VOC) dan efek energi terhadap bangunan. Emisi VOC yang ditimbulkan oleh pepohonan berkontribusi terhadap formasi ozon dan karbon monooksida. VOC memungkinkan untuk mereduksi ozon pada beberapa kawasan perdesaan dengan konsentrasi nitrogen oksida rendah di udara. Hal ini disebabkan karena emisi VOC terkait dengan suhu dan secara umum pepohonan dapat mereduksi suhu udara (Cardelino, dan Chameides, 1990). Peningkatan kanopi pepohonan dapat menurunkan emisi VOC dan pada akhirnya dapat mempengaruhi konsentrasi ozon pada kawasan perkotaan. Penggunaan dan pembakaran bahan bakar fosil pada beberapa peralatan mendorong terjadinya emisi gas karbon dioksida (diperkirakan 0,7 kg/l bahan bakar bensin termasuk emisi yang dihasilkan pada manufaktur) dan beberapa bahan kimia lain, VOC, karbon monooksida, nitrogen oksida, sulfur oksida dan particulate matter(Scott, Simpson dan McPherson, 1999).
Emisi Karbon Kendaraan Bermotor Emisi gas Karbon Dioksida (CO 2 ), merupakan salah satu unsur pencemar udara yang berpotensi tinggi di masa yang akan datang apabila tidak ditindaklanjuti melalui perbaikan kapasitas ekosistem kota. Beberapa faktor yang mempengaruhi serapan karbon neto oleh ekosistem terestrial adalah adanya alihguna lahan dan respon ekosistem daratan terhadap “pemupukan” CO 2 , deposisi hara, variasi iklim dan adanya gangguan kebakaran hutan dan lain-lain (Kurniatun dan Murdiyarso, 2007). Rohman (2009) menyebutkan bahwa pohon bertindak sebagai pelaku carbon sinks, sebatang pohon diprediksi mampu menyerap 7.500 gram karbon.Nilai cadangan karbon mencerminkan dinamika karbon dari sistem penggunaan lahan yang berbeda, yang nantinya digunakan untuk menghitung time-averaged karbon di atas permukaan tanah pada masing-masing sistem. Time-averaged karbon tergantung pada laju akumulasi karbon, karbon maksimum dan minimum yang tersimpan dalam suatu sistem penggunaan lahan,
waktu
untuk mencapai karbon maksimum dan waktu rotasi
(Rahayu,et.al.,2007).
16
Peningkatan konsentrasi gas Karbon dioksida (CO 2 ) dan beberapa gas rumah kaca (Methane (CH 4 ), Chlorofluorocarbons, Nitrous Oxide (N 2 O), danGround-LevelOzone (O 3 )) di udara terkait dengan peningkatan suhu udara melalui penjeratan/penjebakan gelombang radiasi matahari di atmosfer. Suhu udara di permukaan bumi secara global mengalami peningkatan berkisar antara 0.3°C - 0.6°C. Diprediksikan pada tahun 2100 terjadi peningkatan temperatur udara seiring dengan meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca (GRK) antara 1°C and 3.5°C (Hamburg,et.al., 1997). Melalui proses penyimpanan karbon seiring dengan proses pertumbuhan pepohonan dapat bertindak selaku perosot karbon dioksida (CO 2 ). Peningkatan jumlah pepohonan secara potensial memperlambat akumulasi karbon di udara (Moulton dan Richards, 1990). Hamburg,et.al (1997) menyebutkan bahwa peningkatan karbon monoksida di udara dipicu oleh pembakaran bahan bakar fosil (80% - 85%) dan deforestasi.Berdasarkan data tersebut, dapat dijelaskan bahwa konsentrasi emisi karbon dari hasil pembakaran kendaraan bermotor bervariasi berdasarkan level tingkat pelayanan jalan. Emisi kendaraan bermotor berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya disebabkan oleh perbedaan disain jalan maupun kondisi lalu lintas. Emisi kendaraan bermotor di jalan disebabkan oleh tiga faktor yaitu volume total kendaraan bermotor; karakteristik kendaraan bermotor; kondisi umum lalu lintas saat itu (Zongan,et.al., 2005). Pola jalan - berhenti yang sering, kecepatan arus lalu-lintas yang rendah secara langsung mempengaruhi besaran emisi pencemar udara yang dikeluarkan kendaraan bermotor. Jenis dan karakteristik perangkat mesin, sistem pembakaran, jenis bahan bakar merupakan faktor yang menetukan tingkat emisi pencemar udara yang keluar dari setiap jenis kendaraan bermotor (Nolasari, 2009). Faktor emisi merupakan suatu nilai representatif yang menghubungkan antara jumlah polutan yang dibuang ke atmosfer per satuan unit penghasil emisi. Faktor tersebut biasanya dirumuskan dengan pembagian antara berat polutan dengan unit berat, volume, jarak atau durasi aktifitas yang mengemisikan polutan.Perhitungan emisi kendaraan bermotor dibedakan berdasarkan kategori atau jenis kendaraan yang melintas, yaitu kategori berat dan ringan.Hasil pembakaran sempurna kendaraan bermotor menghasilkan gas CO 2 yang dapat
17
dihitung berdasarkan faktor emisi yang dihasilkan dari pembakaran 1 liter bahan bakar. Faktor emisi yang dihasilkan oleh 1 liter bahan bakar adalah 2,1 kg CO 2 (Nolasari, 2009). Penataan vegetasi pada median/separator jalan secara struktural dengan konfigurasi berjenjang yaitu pohon, perdu dan semak dapat mengoptimalkan kemampuan vegetasi dalam menyerap dan menjerap partikel debu dan polutan lainya (Nugroho,2006).Tingkat pencemaran udara dipengaruhi oleh keadaan topografi daerah, faktor meteorologi dan reaktifitas kimia setiap parameter. Sehingga didalam melakukan pengelolaan dan pengendalian pencemaran udara, faktor tersebut diatas harus dipertimbangkan. Dampak Pencemaran Udara Pencemaran udara pada dasarnya berbentuk partikel (debu, aerosol, timah hitam) dan gas (CO, NO X, SO X, H 2 S, Hidrokarbon). Udara yang tercemar dengan partikel dan gas ini dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang berbeda tingkatan dan jenisnya, tergantung dari macam, ukuran dan komposisi kimiawinya. Gangguan tersebut terutama terjadi pada fungsi faal dari organ tubuh seperti paru-paru dan pembuluh darah, atau menyebabkan iritasi pada mata dan kulit.Pencemaran udara karena partikel debu biasanya menyebabkan penyakit pernafasan khronis, emfiesma paru, asma bronchical dan bahkan kanker paru.Sedangkan bahan pencemar gas yang terlarut dalam udara dapat langsung masuk kedalam tubuh sampai ke paru-paru yang pada akhirnya diserap oleh system peredaran darah.
Manfaat dan Imbal Jasa Lingkungan Secara umum, ada tiga kategori kegiatan sektor kehutanan yang potensial dapat menekan terjadinya perubahan iklim, yaitu (a) konservasi, (b) peningkatan pengambilan karbon (rosot) dan (c) substitusi penggunaan bahan fosil dengan biomassa. Kegiatan konservasi meliputi perlindungan hutan dari deforestasi dan degradasi akibat aktivitas manusia. Peningkatan pengambilan karbon dilakukan melalui perluasan luas hutan dengan penanaman di lahan kritis, gundul atau
18
semak belukar dalam kawasan hutan (reforestasi) dan bukan hutan (afforestasi) serta pengelolaan hutan dengan menggunakan sistem pengelolaan yang berkelanjutan, misalnya pemanenan dengan dampak rendah (reduced impact logging). Penggantian bahan bakar fosil dengan energi biomassa akan mengurangi emisi Gas Rumah Kaca(GRK) secara langsung. Hutan kota mempunyai peranan aktif sebagai rosot karbon (carbon sink) yang paling efektif sehingga dapat mengurangi peningkatan emisi karbon di atmosfir. Keberadaan hutan dapat menstabilkan kadar karbon di atmosfir sesuai dengan daurnya, dan apabila dikonversi menjadi produk kehutanan maka karbon tersebut (carbon stock) dapat terikat dalam jangka waktu relatif lama. Kapasitas rosot karbon suatu hutan sangat dipengaruhi oleh daur (umur), tipe, fungsi hutan, jenis dan tingkat pertumbuhan tanaman serta kualitas tapak. Clean Development Mechanism (CDM) merupakan suatu program dan mekanisme pengusahaan perdagangan karbon (carbon trading). Bisnis karbon mmerupakan bisnis yangmenghasilkan keuntungan besar. Perhitungan bisnis karbon berdasarkan upaya penurunan emisi karbon yang dikonfersikan dengan CER (Certified Emission Reduction). Sertifikat yang berupa surat berharga yang dikeluarkan oleh Badan Eksekutif CDM di bawah UNFCCC. Negara industry yang meratifikasi Protocol Kyoto disebut sebagai ANNEX-1. CER dapat bervariasi tergantung kesepakatan pihak-pihak yang bertransaksi, rata-rata harga CER 5-15 US $. Reduksi emisi karbon diinterpretasikan sebagai upaya menekan bertambahnya emisi GRK akibat penggunaan BBM. Fasilitator CDM di tingkat nasional yang telah dibentuk oleh pemerintah adalah Komisi Nasional Mekanisme Pembangunan Bersih (Komnas MPB) yang telah diratifikasi di dalam Undang – Undang No 17 tahun 2004. ICRAF (2005) menyebutkan beberapa isu yang harus dicermati dan secara eksplisit perlu dimasukkan dalam regulasi imbal jasa lingkungan, yaitu: a. Penerimaan imbal jasa lingkungan langsung dapat dinikmati oleh masyarakat (tidak masuk ke kas daerah/PAD) b. Bentuk kelembagaan c. Mekanisme pertanggungjawaban kepada publik
19
d. Penjabaran dari konvensi yang sudah ada Mengenai definisi atau pemahaman tentang imbal jasa lingkungan, ditekankan perlunya penyamaan persepsi agar semua yang ikut terlibat memiliki landasan konseptual berfikir yang sama, misalnya mengenai definisi tentang jasa lingkungan itu sendiri, produk, pembayaran, dan tujuannya. Beberapa hal berikut termasuk isu-isu jasa lingkungan yang perlu dipahami: a)
Mekanisme imbal jasa lingkungan bukan transaksi pajak. Sehingga merupakan objek PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak).
b) Imbal jasa lingkungan harus dipandang sebagai biaya kelola lingkungan dan kelola sosial, sehingga merupakan biaya produksi jasa lingkungan itu sendiri. c)
Imbal jasa lingkungan harus melebihi opportunity cost.
d) Perlu ada kelembagaan imbal jasa lingkungan tersendiri, termasuk lembaga keuangannya. Mekanisme pembayaran jasa lingkungan termasuk didalamnya jasa air adalah salah satu inovasi yang saat ini dikenal di berbagai dunia. Hal ini sangat beralasan karena 20% penduduk dunia kekurangan akses terhadap fasilitas air bersih dan separuh penduduk dunia kekurangan akan fasiltas kesehatan (Cosgrove dan Rijsberman, 2000). Menurut Landell-Mills dan Porras (2002) perkembangan pemasaran jasa air di dunia diakibatkan memang adanya permintaan pasar (52%), karena adanya peraturan pemerintah (28%), adanya penawaran (8%) dan hal-hal lainnya (12%).
Teknik GIS
CITYgreen 5.4 CITYgren 5.4 merupakan suatu piranti perencanaan dari GIS untuk kawasan regional, lokal dan analisis lanskap berbasis daerah aliran sungai.Piranti ini menganalisa fungsi lingkungan dan nilai ekonomi dari pepohonan dan perhutanan terutama di daerah perkotaan.Perangkat perencanaan lingkungan ini dapat digunakan pada peta klasifikasi penutupan lahan berupa foto udara kawasan.Piranti ini menggunakan data yang telah tersedia berkaitan dengan tanah
20
dan kemiringan lahan, zona hujan regional dan intensitas curah hujan yang telah tersedia dalam sistem piranti ini.CITYgreen® merupakan perangkat lunak yang dikembangkan oleh American Forest.CITYgreen® menyediakan fasilitas untuk memetakan, mengukur, menampilkan, dan secara statistik menganalisis jasa lingkungan yang diberikan oleh pepohonan dan vegetasi serta menghitung manfaat ekonomi (dalam dollar) berdasarkan kondisi tapak. CITYgreen® mulai dikembangkan sejak tahun 1996, yang merupakan perangkat lunak pertama yang komprehensif, mudah digunakan dalam membuat keputusan keuangan untuk hutan kota. CITYgreen® dikembangakan dengan mewakili kolaborasi antara pihak akademik dan profesional konservasi kota. CITYgreen® memiliki empat kategori untuk menilai manfaat ekosistem berdasarkan representasi dari geografis wilayah studi, yaitu: (1) Air Quality yang mendeskripsikan seberapa besar jumlah polutan yang mampu dibuang dari atmosfer; (2) Carbon Storage and Sequestration yang mendeskripsikan nilai karbon tersimpan dan rosot per tahun; (3) Residential Cooling Effects mendeskripsikan energi listrik yang mampu dihemat dengan mengurangi jumlah penggunaan energi dalam rumah; (4) Stormwater Control mendeskripsikan jumlah aliran permukaan yang mampu diserap dan menghindari aliran ke badan air. Selain itu, CITYgreen® juga mampu memprediksi pertumbuhan pohon hingga 50 tahun mendatang, serta mampu membuat sebuah model atau skenario manfaat pepohonan pada lingkup ketetanggaan hingga perkotaan dengan lebih efisien (American Forest 2002). Analisis dalam CITYgreen® merupakan hasil dari penelitian dasar yang telah berlangsung selama beberapa dekade.Model CITYgreen®dapat digunakan untuk menduga kapasitas pepohonan dalam menangkap dan merosot karbon dari atmosfer melalui fotosintesis berdasarkan penelitian oleh Nowak (Rowntree dan Nowak 1991; Nowak 1993, 1994). Model ini bekerja dengan mengklasifikasikan pepohonan pada suatu wilayah penelitian sebagai distribusi muda (Tipe 1), dewasa (Tipe 2), atau distribusi seimbang (Tipe 3) berdasarkan diameter pohon setinggi
dada.
Setiap
kelas
diasosiasikan
dengan
faktor pengali,
dan
mengkombinasikan ukuran site dan penutupan kanopi untuk menghitung simpanan dan penyerapan karbon.
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian direncanakan di wilayah administratif Kota Malang. Penentuan lokasi percontoh dilakukan berdasarkankerapatan penutupan
kanopi pohon
perkotaan dan RTH pada masing-masing ekosistem Kota Malang. Kegiatan penelitian ini mulaidilaksanakan dari bulan Oktober 2010 hingga bulanJanuari 2011. Lokasipenelitian tersebut tersaji pada Gambar 3 .
Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian (Sumber: Data Diolah)
22
Bahan dan Alat Penelitian Penelitian ini membutuhkan data dasar berupa citra dan peta spasial kawasan.Alat yang digunakan adalah seperangkat komputer untuk deliniasi luasan area sampel penelitian dan pengolahan serta analisis data.Bahan dan Alat yang digunakan terdiri dari: 1. Landsat TM+7 tahun 2009 2. Peta Administrasi dan Tata Guna Lahan Kota Malang tahun 2009 3. Software ArcView 3.2 4. Extension CITYgreen 5.4, Image Analyst, dan Spatial Analyst 5. Seperangkat Personal Computer (prosesor Intel coretm 2 duo , hardisk 320 Gb, memory 2 Gb, VGA Intel share 1 G, DDR 5, monitor LCD 15,4 inchi). Bahan yang dibutuhkan berupa data tentang kondisi kawasan antara lain a) Data Biofisik a. Peta topografi b. Tanah (jenis tanah, struktur tanah); c. Hidrologi (sumber air, kebutuhan air, kapasitas air tanah dan run off); d. Iklim (suhu, kelembaban); e. Kualitas udara b) Data sosio-ekonomi-budaya a. Demografi (jumlah dan tingkat pertumbuhan penduduk) b. Sebaran penduduk dan etnis c. Aspek legal c) Data Teknis a. Rencana Umum Tata Ruang Kota Malang tahun 2008-2028 b. Evaluasi Rencana Umum Tata Ruang Kota Malang tahun 2009 Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif, meliputi pengambilan dan pengolahan data. Pengambilan data dilakukan melalui dekstop study dan survei. Analisis data dilakukan secara spasial dengan menggunakan SIG dan CITYgreen. Ruang lingkup kegiatan penelitian ini
23
meliputi keseluruhan ekosistem pepohonan dan ruang terbuka hijau padalima wilayah administratifdi kota Malang. Metode penelitian dibagi atas tiga komponen, yaitu ruang lingkup dan batasan penelitian, pengambilan data, serta pengolahan data. Batasan Penelitian Ruang lingkup kegiatan penelitian ini meliputi keseluruhan wilayah administratifKota Malang. Pengambilan data dilakukan secara sekunder pada masing-masing wilayah administratif yang terdiri atas lima kecamatan (Klojen, Belimbing, Sukun, Lowokwaru dan Kedungkandang). Pengambilan data tersebut dilakukan melalui identifikasi citra dan vektor Kota Malang, serta pengambilan foto terkait kebutuhan penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan ruang lingkup skala kota (city scale dan large/macro scale). Sesuai dengan user manual CITYgreen 5.4. Pada skala kota diasumsikan citra memiliki informasi yang telah tersedia sehingga tidak diperlukan pemasukan data atribut. Skala tapak memiliki tingkat kompleksitas yang lebih dibandingkan dengan skala kota, berdasarkan jenis informasi dan atribut ditail yang dimasukan. Untuk meningkatkan validasi dari data dalam penelitian ini digunakan metode sampling yang berasal dari data sekunder dan pengecekan tapak melalui desktop study sebagai verifikasi dan klarifikasi hasil olahan data secara total kawasan kota. Sampling tersebut dilakukan berdasarkan perbedaan karakter kerapatan penutupan lahan pada masing-masing ekosistem kota yang berbeda-bedadi seluruh wilayah administrasi Kota Malang. Dalam pengolahan data pada skala kota, identitas dan atribut ditail dari vegetasi (jenis dan jumlah) dianggap sama sebagai klas vegetasi atau tutupan pohon. Struktur, komposisi dan konfigurasi dari tipe tutupan lahan (kanopi dan non kanopi) tetap dilakukan dengan beragam asumsi yang berdasarkan pada data ground truth check (foto dan data sekunder lainya). Prosedur Pengambilan Data Pengambilan
data
dilakukan
melalui
desktop
study
atau
studi
literatur.Desktop study dilakukan untuk mengumpulkan literatur berupa data spasial (citra) dan data pendukung lainya.Pelaksanaan pengambilan data
24
penelitian dibatasi pada deliniasi area penutupan lahan oleh vegetasi pada masingmasing wilayah kecamatan di Kota Malang.Deliniasi dilakukan pada citra satelit. Dengan mengetahui luasan lahan yang tertutup pepohonan, baik berupa jalur ataupun area, maka dapat diprediksikan komposisi dari ruang kota. Untuk akurasi data luasan dan jenis penutupan lahan pada lokasi studi dilakukan dengan melaksanakan pengecekan per sampel. Pengecekan per sampelpada penelitian ini dilakukan melalui metode sampling.Sampling dilakukan berdasarkan keberadaan pepohonan pada masingmasing ekosistem kotadi wilayah Kota Malang. Keberadaan pepohonan pada masing-masing ekosistem kota di seluruh wilayah Kota Malang digunakan untuk memberikan gambaran karakteristik ekosistem kota tersebut. Keberadaan pepohonan di Kota Malang secara umum berupa jalur hijau jalan. Sampling yang dilakukan pada jalur hijau pada masing-masing ekosistem kota. Pada tahapan ini, pengecekan dilakukan dengan mengambil foto pada masing-masing area sampel dan klarifikasi lokasi melalui Google Earth 2011. Pengambilan foto dilakukan untuk mengklarifikasi struktur penutupan oleh kanopi pohon. Melalui pengambilan foto tersebut dapat diidentifikasikan komposisi penutupan pohon secara vertikal pada masing-masing area sampel. Pengambilan foto dilakukan melalui pemotretan tipe vegetasi penutup lahan pada masing masing area studi. Verifikasi lokasi sampel digunakan untuk menduga posisi tutupan pohon pada masing-masing area. Dokumentasi studi ini diperlukan sebagai data pembanding dan pelengkap.Deliniasi kanopi pohon dilakukan melalui digitasi pada citra yang telah diolah dan dirubah format menjadi shapefile. Keterbatasan informasi pada citra Landsat mengakibatkan proses digitasi dilakukan dengan melihat kondisi penutupan lahan pada citra Google Earth (2011) serta melalui koreksi geografis. Lokasi sampel penelitian tersaji pada Gambar 4.
25
Gambar 4. Lokasi Sampel per Ekosistem Kota Malang (Sumber : Hasil Olahan)
Pengambilan data sekunder diperlukan sebagai data pelengkap untuk kebutuhan pembentukan model.Data sekunder meliputi data curah hujan tahunan, kualitas udara perkotaan, partikel polutan utama, jumlah penduduk, luasan wilayah penelitian. RUTR (Rencana
UmumTata Ruang) diperlukan untuk
mengidentifikasikan kebijakan pemanfaatan dan penggunaan lahan di Kota Malang. Komposisi ruang perkotaan eksisting digunakan sebagai pembanding dalam
model
pembentukan
kenyamanan
ruang
perkotaan
secara
26
spasial.Komposisi ruang terbuka dan ruang terbuka hijau digunakan untuk membandingkan tingkatan kenyamanan berdasarkan kapasitas stormwater control, pereduksi polutan, jerapan karbon dan karbon rosot, pada lokasi studi. PengolahanData Analisis data dilakukan secara spasial dengan menggunakan bantuan piranti lunak GIS (ArcView 3.2 dan CITYgren 5.4).Analisis spasial dilakukan untuk memetakan informasi secara spasial yang menggambarkan distribusi dan pola penutupan lahan perkotaan. Terdapat tiga jenis informasi yang perlu dipetakan, antara lain data kanopi pepohanan, data non kanopi (ruang terbuka, ruang terbuka hijau non tegakan pohon, semak dan perdu, tegalan, kebun dan persawahan, serta badan air (sungai, waduk, danau)), dan data area penelitian mencakup data curah hujan dan tipe hujan, kondisi tanah dan topografi. Data atribut tersebut diolah pada masing-masing wilayah administratif Kota Malang. Dengan mengetahui kondisi pada masing-masing wilayah administratif maka dapat disusun analisis dan assessment berdasarkan atribut data.Analisis valuasi manfaat ekologis kanopi pohon dan ruang terbuka hijau dilakukan berdasarkan perhitungan luasan penutupan kanopi pohon (tegakan pohon) dan non kanopi pohon (ruang terbuka hijau non tegakan pohon (sawah, tegalan, semak, perdu dan ruang terbuka), pemanfaatan lahan perkotaan (perumahan dan permukiman, industri, dan komersil) dan badan air) dengan menggunakan teknik GIS. Teknik GIS digunakan untuk mengidentifikasikan luasan penutupan lahan perkotaan serta menghitung manfaat ekologis dari keberadaan pepohonan dan ruang terbuka hijau melalui luasan penutupan lahan oleh kanopi pohon. Luasan penutupan oleh kanopi pepohonan digunakan sebagai dasar perhitungan manfaat ekologis ekosistem perkotaan terkait dengan parameter utama, yaitu penangkapan polutan udara, penyimpanan dan penyerapan (rosot) karbon, serta pengendalian air limpasan hujan. Pendugaan manfaat ekologis kanopi pepohonan menggunakan bantuan ekstensi program GIS yaitu CITYgreen 5.4 yang menghitung valuasi manfaat tersebut berdasarkan perhitungan yang telah dibakukan di dalam model alternatif piranti tersebut. Atribut yang dibutuhkan terkait dengan perhitungan/pendugaan
27
valuasi manfaat ekologis pepohonan skala perkotaan adalah luasan kanopi tegakan pepohonan, distribusi kelompok umur tanaman berdasarkan diameter kanopi pohon, kemiringan tapak, tipe iklim, tipe hidrologi tanah (hydrologic soil type), curah hujan dan biaya pembangunan saluran drainase. Atribut ditail pohon terkait jenis, kondisi pohon, tinggi dan diameter pohon setinggi dada (diameter brest height) tidak di identifikasikan secara rinci terkait dengan luasan area penelitian. Sumber data yang digunakan untuk identifikasi penutupan lahan perkotaan adalah citra Landsat TM+7. Citra tersebut diolah dan dirubah dalam bentuk format shapefiledan termasuk sebagai tema non kanopi. Tegakan pohon dilakukan melalui digitasi kanopi pohon yang merupakan tema kanopi. Area penelitian di deliniasi untuk menentukan secara terukur luasan area yang di teliti. Pada penelitian ini, kombinasi band yang digunakan berdasarkan tujuan untuk menganalisis penutupan lahan oleh pepohonan, serta identifikasi badan air dan tutupan urban lainya.Kombinasi yang digunakan untuk mengidentifikasikan dan mengklasifikasikan penutupan lahan oleh kanopi pohon yaitu band 543. Identifikasi badan air dan penutupan bangunan menggunakan kombinasi 451. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan software ERDAS Imagine 9.1. Pengolahan data dilakukan dengan mengklasifikasikan tipe penutupan lahan dengan metode unsupervised classification(Gambar 4).
Klasifikasi penutupan
lahan terdiri dari berdasarkan user manual CITYgreen 5.4: 1. Lahan Pertanian/Ladang 2. Lahan Terbuka, Padang Rumput, Sawah 3. Semak 4. Kanopi Pohon 5. Lahan Perkotaan (perumahan, industri, perdagangan) 6. Badan Air (Sungai, Waduk/ Situ)
28
Gambar5. Hasil Klasifikasi (unsupervised) Penutupan Lahan (Sumber : Hasil Pengolahan)
Hasil olahan klasifikasi penutupan lahan pada band 453 dan 541 di atas dirubah (convert)dalam bentuk shapefile. Analisis ini kemudian dilanjutkan dengan image analysisdengan menggunakan Arc View 3.2.Hasil proses tersebut digunakan sebagai peta dasar tutupan lahan (Gambar 6)untuk analisis kapasitas ekosistem kota menggunakan ekstensi CITYgreen 5.4.
29
Gambar6. Penutupan Lahan di Kota Malang (Sumber : Hasil Pengolahan)
Analisis Valuasi Manfaat Ekologis Kanopi Pohon Parameter pendugaan valuasi CITYgreen 5.4 berfungsi sebagai alat untuk mengetahui manfaat kanopi pohon dan RTH terhadap kenyamanan perkotaan, sesuai dengan tujuan pertama dari penelitian ini. Prinsip dasar dalam analisis CITYgreen 5.4 yaitu kanopi pohon sebagai komponen RTH memberikan pelayanan ekosistem yang dapat diukur (American
Forest,
2002).Analisis
CITYgreen
digunakan
untuk
30
mengidentifikasikan dan mengklasifikasikan valuasi dan jasa ekosistem dari kanopi pohon terhadap beragam atribut ekosistem (kapasitas air limpasan, kualitas udara, jerapan dan rosot karbon, dan klas pola penutupan lahan). A.Parameter Resapan Air Hujan CITYgreen menghitung volume limpasan air hujan berdasarkan data hujan tahunan (dua tahun). Permukaan kedap air menghasilkan air limpasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan area penutupan alami yang lebih menyerap air hujan dan mengurangi limpasan air tersebut. CITYgreen melaporkan volume limpasan dan nilai financial yang dihubungkan dengan penyerapan kelebihan air limpasan (stormwater) akibat dari perubahan pola penutupan lahan. CITYgreen menghitungberdasarkan
volume runoff yang harus
ditampung oleh saluran irigasi dan drainase apabila pepohonan dihilangkan. Nilai ekonomi didapatkan dengan mengalikan nilai volume runoff dengan biaya pembuatan saluran air.
B. Air pollutant removal Model penyerapan polusi udara menghitung kapasitas penyerapan dan penjerapan polutan oleh kanopi pohon. Hasil model menunjukkan prediksi kapasitas kanopi pohon dalam menyerap dan menjerap lima partikel utama polutan udara yang dikeluarkan ke atmosfer. CITYgreen mengestimasi jumlah polusi yang tersimpan berdasarkan studi sebelumnya berkaitan dengan data
31
polusi
kota
yang digunakan
sebagai
benchmark.
Mengestimasi
laju
penangkapan berdasarkan area penutupan kanopi. Nilai ekonomi dihitung berdasarkan externality cost, atau biaya tidak langsung yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk meningkatkan pengeluaran biaya kesehatan dan mengurangi biaya untuk wisata. CITYgreen melaporkan kuantitas penyerapan polutan tahunan dan
nilai finansial yang berkaitan dengan servis lingkungan, dan
dihitung berdasarkan rumus berikut,
a)
The pollutant flux (F; in g/m2/s)
b)
The deposition velocity (Vd; in m/s) and
c)
The pollutant concentration (C; in g/m3)
Nilai Pollutant Flux dikalikan dengan ukuran area penutupan pada area contoh/lokasi untuk menduga nilai total pollutant flux. Nilai fluxes sejaman dapat digunakan untuk menduga nilai polutan terjerap secara harian, bulanan atau tahunan. C. Carbon Stored and Sequestration Model ini berfungsi untuk menghitung jumlah karbon yang tersimpan di pepohonan. Kapasitas jerapan karbon dan rosot digambarkan pada peta dengan menghitunglandcovertahunan terhadap penghapusan karbon oleh pepohonan. Kapasitas Simpanan Karbon = Luasan Area (acres) x Persentase Luasan Kanopi Pohon x Faktor Pengkali Simpanan karbon Kapasitas Rosot Karbon = Luasan Area (acres) x Persentase Luasan Kanopi Pohon x Faktor Pengkali Rosot Karbon
Faktor pengkali simpanan dan rosot karbon ditentukan berdasarkan jenis distribusi kelompok umur pohon. Untuk simpanan karbon, kelompok umur tua (tipe 3) merupakan jenis pepohonan yang memiliki nilai pengkali tertinggi dibandingkan kelompok umur muda (tipe 1) dan dewasa/sedang (tipe 2). Untuk rosot karbon, kelompok umur pohon muda (tipe 1) memiliki nilai pengkali yang tertinggi dibandingkan kelompok umur dewasa/sedang dan tua. Nilai
32
faktor pengkali pada masing-masing kapasitas simpanan dan rosot karbon adalah sebagai berikut :
Distribusi kelompok umur pepohonan dalam model CITYgreen ditentukan berdasarkan diameter kanopi pohon yang dihitung melalui digitasi kanopi pohon pada tema kanopi. Persentase luasan kanopi dihitung berdasarkan total area penutupan lahan dalam tema kanopi dan non kanopi yang dapat diketahui secara otomatis berdasarkan deliniasi dan digitasi masing-masing tema. CITYgreen menganalisa landcover masing-masing wilayah penelitian berdasarkan pada petatutupan lahan (permukaan kedap air,kanopi pohon, ruang terbuka).Daerah analisis ini dilaporkan sebagai jumlah aktual hektar dan sebagai persentase dari total wilayah.
Tahapan pendugaan Secara keseluruhan, CITYgreen 5.4 membutuhkan tiga
tema, yaitu
kanopi, non-kanopi, dan area studi (site). Kanopi adalah tema yang mewakili area tertutupi kanopi pohon, non-kanopi adalah tema yang mewakili area selain kanopi pohon, dan site adalah tema yang mewakili batas studi area yang diteliti.Pembagian area studi diperuntukan membatasi area penelitian dan pendugaan kapasitas ekosistem menggunakan CITYgreen 5.4. Tahap awal dari analisis ini yaitu membuat batas area penelitian dalam tema tersendiri (Gambar 7), peta ini merupakan hasil deliniasi dari peta administrasi kawasan. Pada penelitian ini, cakupan wilayah studi adalahKota Malang.
33
Gambar7. Setting Study Site(Sumber : Hasil Pengolahan)
Tahap berikutnya adalah melakukan digitasi kanopi dan non kanopi. Tema kanopi dan non kanopi memiliki identitas berupa data tabel yang harus terisi agar dapat teridentifikasi oleh CITYgreen.
Gambar8. Setting Theme Kanopi(Sumber : Hasil Pengolahan)
34
Gambar9. Setting ThemeNon Kanopi (Sumber : Hasil Pengolahan)
Analisis CTYgreen diawali dengan inputing data, analisis dan assessment, serta modeling output.CITYgreen 5.4 menghitung peran dari RTH dalam menyerap dan menyimpan karbon di udara berdasarkan data atribut pohon pada dari citra satelit, area studi (dalam acres), persentase penutupan tajuk, dan tipe distribusi pohon. Tahapan dalam analisis dan Valuasi manfaat ekologis kanopi pohon perkotaan dengan menggunakan CITYgreen 5.4, antara lain 1.
Spesifikasi Area Studi CITYgreen membutuhkan informasi spesifik mengenai area studi yang telah
dibuat. Terdapat dua metode dalam pengisian informasi wilayah studi, yaitu : A.
Study Area Preferences
Tool ini terdapat di menu CITYgreen – Analyze Data. Digunakan setelah tema canopy dan non-canopyyang telah di update dan sudah terkonfigurasi oleh CITYgreen. Metode ini digunakan untuk area studi yang lebih spefisik (CITYgreen User Manual, 2003). Tahapan ini dilakukan dengan mengedit data tabel dari tema area studi yang telah dibuat, lalu tambahkan kolom baru sesuai data yang dibutuhkan. Khusus untuk analisis aliran permukaan (runoff), data tambahan yang dibutuhkan antara lain : a.
Hidrologic Soil Group
b.
Precipitation
c.
Rainfall Region
35
d.
Slope
e.
Cost contruction
Setelah penambahan field (kolom) selesai, kembali ke pilihan menu CITYgreen, analyze data, lalu terlihat tampilan toolbar
study area
preferences. Kolom yang telah dibuat akan dapat dipilih setelah kita mengklik study area preferences, kemudian pilih sesuai kategori yang diperlukan dalam penelitian, itu berarti tidak perlu semua option yang ada terisi, tergantung analisis apa yang akan digunakan.
Gambar 10. Setting Site area preference(Sumber : Hasil Pengolahan)
B. CITYgreen Preferences Metode ini digunakan untuk pengisian informasi area studi dengan cakupan yang luas (regional). Setelah dipergunakan, analisis berikutnya secara otomatis mengikuti informasi yang telah diisi CITYgreen preferences.
36
Gambar 11. Setting CITYgreen Preferences (Sumber : Hasil Pengolahan)
2. Running Analysis Tahap ini adalah langkah akhir dalam menganalisis dan menduga seberapa besarkah peran RTH yang diteliti, dengan arah studi yaitu air pollutan removal, carbon storage and sequistration, dan stormwater management. Hasil akhir berupa laporan terkait dengan tipe dan proporsi penutupan site; nilai ekologis berupa kapasitas serapan polutan udara dan karbon, serta kapasitas runoff; dan nilai manfaat ekonomi total dari kawasan.
Gambar 12. Prosedur Running Analysis CITYgreen (Sumber : Hasil Pengolahan)
3. Laporan Analisis (Output Model) Model dari hasil analisis CITYgreen memberikan laporan berupa luasan daerah penelitian dan menjelaskan tentang persentase serta komposisi klas
37
penutupan lahan (hutan atau pohon kanopi, padang rumput / padang rumput, dan penggunaan lahan perkotaan) sebagaimana tersaji pada Gambar 13 bagian 1. Model CITYgreen juga berfungsi untuk memprediksi proporsi dan nilai finansial dari penyerapan polutan udara (seperti ozon, oksida sulfur dan nitrogen, partikulat dan karbon monooksida), serta jumlah karbon yang tersimpan di dalam hutan atau pohon kanopi di suatu wilayah (Gambar 13, bagian 2). Model ini juga menghasilkan perhitungan valuasi secara keseluruhan dari manfaat tahunan kanopi pohon (Gambar 13, bagian 3).
\
1
2
3
Gambar 13.Model Output CITYgreen (Sumber : Hasil Pengolahan)
38
Analisis Strategi Pemecahan Masalah Analisis Strength, Weaknes, Opportunity and Threat (SWOT) digunakan untuk mendapatkan
strategi pemecahan masalah atas kendala yang dihadapi
terkait pengelolaan dan kebijakan ruang terbuka hijau serta pepohonan di Kota Malang. Analisis SWOT ini meliputi empat aspek yaitu kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang nantinya akan mendapatkan suatu kesimpulan sebagai upaya untuk mengoptimalkan perannya. Analisis ini dilakukan dalam dua tahapan yaitu : (1) analisis lingkungan internal yang meliputi komponen kekuatan dan kelemahan yang dimiliki dan dihadapi oleh kawasan serta (2) analisis lingkungan eksternal dengan dua komponen utamanya antara lain peluang dan tantangan / ancaman.
Konteks
analisis diarahkan pada kekuatan/potensi, kelemahan, peluang dan tantangan dalam pengembangan serta perbaikan kapasitas ekosistem kota Malang. Proses perumusan strategi didasarkan pada kerangka tiga tahap formulasi strategi yang terdiri dari tahap masukan (input), tahap pencocokan dan tahap keputusan. Analisis tiga tahap formulasi strategi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis lingkungan internal dan eksternal (IFE dan EFE), analisis SWOT dan analisis QSPM. Tahap Input 1.
Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal Kawasan Tahapan identifikasi faktor-faktor internal, yaitu dengan cara mendaftarkan semua kekuatan dan kelemahan yang ditemukenali. Dalam penyajiannya, faktor yang bersifat positif (kekuatan) ditulis sebelum faktor yang bersifat negatif (kelemahan). Begitu pula dengan tahap identifikasi faktor eksternal kawasan.
2.
Pemberian Bobot Setiap Faktor Penentuan bobot pada analisis internal dan eksternal kawasan dilakukan dengan cara studi literatur terkait dengan pengembangan ruang terbuka hijau menggunakan metode paired comparison.Penentuan bobot mengacu pada Nurmasari (2010) dan Qomariyah (2010). Metode tersebut digunakan untuk memberikan penilaian terhadap bobot setiap faktor penentu internal dan eksternal. Tanpa memperdulikan apakah faktor kunci kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman kawasan, faktor-faktor yang
39
dianggap mempunyai pengaruh terbesar pada prestasi kawasan diberi bobot tertinggi. Jumlah dari semua bobot yang diberikan harus sama dengan 1,0. 3. Penentuan Rating Penentuan peringkat dilakukan terhadap variabel-variabel dari hasil analisis kawasan, untuk mengukur pengaruh masing-masing variabel terhadap kondisi kawasan digunakan nilai peringkat dengan menggunakan skala 1 sampai dengan 5 terhadap masing-masing faktor strategis. Untuk matrik IFE dan EFE, skala nilai peringkat yang digunakan, yaitu : 1 = lemah 2 =Sangat lemah 3 = Kuat 4 = Agak kuat 5 = Sangat kuat Selanjutnya, nilai dari pembobotan dikalikan dengan peringkat pada tiap faktor dan semua hasil kali tersebut dijumlahkan secara vertikal untuk memperoleh total skor pembobotan. Hasil pembobotan dan peringkat (rating) berdasarkan analisis situasi kawasan dalam matriks. Total skor pembobotan pada matrik Internal Factor Evaluation (IFE)dan External Factor Evaluation (EFE) berkisar antara 1 sampai 5. Dengan mengetahui nilai total dari matrik IFE dan EFE, maka dapat ditentukan koordinat sumbu X dan Y untuk menentukan posisi kuadran SWOT. Koordinat X diperoleh melalui faktor internal dimana nilai kekuatan dikurangi dengan nilai kelemahan. Koordinat Y diperoleh berdasarkan faktor eksternal dimana nilai peluang dikurangi dengan nilai ancaman. Berdasarkan penilaian tersebut diketahui koordinat sumbu X dan Y dan posisinya sebagai berikut: a. Kwadran I (Growth), yaitu kuadran pertumbuhan, terdiri atas 2 ruang: 1) Ruang A dengan Rapid Growth Strategy, yaitu strategi petumbuhan aliran cepat untuk diperlihatkan pengembangan secara maksimal untuk target tertentu dan dalam waktu singkat. 2) Ruang B dengan Stable Growth Strategy, yaitu strategi pertumbuhan stabil dan pengembangan dilakukan secara bertahap dan target disesuaikan dengan kondisi eksisting. b. Kwadran II, terdiri atas 2 ruang: 1) Ruang C dengan Agresive Maintenance Strategy, yaitu pengelola obyek melaksanakan pengembangan secara aktif dan agresif
40
2) Ruang D dengan Selective Maintenance Strategy, yaitu pengelolaan obyek adalah dengan pemilihan hal-hal yang dianggap penting. c. Kwadran III, terdiri atas 2 ruang: 1) Ruang E dengan Turn Around Strategy, yaitu strategi bertahan dengan cara tambal sulam untuk operasional obyek 2) Ruang F dengan Guirelle Strategy, yaitu strategi gerilya, operasional dilakukan, diadakan pembangunan atau usaha pemecahan masalah dan ancaman. d. Kwadran IV (Diversification ), yaitu kuadran pertumbuhan, 1) Ruang G dengan Concentric Strategy, yaitu strategi pengembangan obyek dilakukan secara bersamaan dalam satu naungan atau koordinator oleh satu pihak. 2) Ruang H dengan Conglomerate Strategy, yaitu strategi pengembangan masing-masing kelompok dengan cara koordinasi tiap sektor itu sendiri. POSISI INTERNAL
Srength Kuadran II : Stability
Kuadran I : Growth C
B
A
Threat
Opportunity E
H
F
POSISI EKSTERNAL
D
G Kuadran IV : Diversification
Kuadran III : Survival Weakness
Gambar 14. Kuadran Analisis SWOT Matrik lain yang digunakan untuk mencocokkan hasil yang diperoleh pada matrik IFE dan EFE adalah matrik SWOT (Gambar 15). Matrik ini dapat menghasilkan empat sel kemungkinan alternatif startegi, yaitu strategi S-O
41
(Strenghts-Opportunities), strategi W-O (Weakness-Opportunities), strategi W-T (Weakness-Threaths), dan strategi S-T (Strenghts-Threaths).
Gambar 15. Matrik SWOT (Sumber : David,2004)
Tahap Keputusan Tahap terakhir dalam penyusunan strategi adalah menentukan alternatif strategi yang paling baik atau strategi yang mempunyai prioritas terlebih dahulu untuk dijalankan oleh kawasan. Sumber matrik Quantitative Strategic Planning (QSP) diperoleh dari alternatif strategi yang layak untuk direkomendasikan melalui analisis SWOT. Adapun langkah-langkah dalam penyusunan strategi terpilih melalui Matriks Quantitative Strategic Planning (QSP) adalah sebagai berikut: 1. Membuat daftar kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Input datanya diperoleh dari matrik IFE dan EFE yang telah dibuat terlebih dahulu. 2. Memberi weight pada masing-masing internal dan eksternal key success factor. Weight tersebut sama dengan yang ada pada IFE dan EFE. 3. Mengidentifikasi strategi alternatif yang diperoleh dari analisis SWOT yang layak untuk diimplementasikan.
42
4. Menentukan skor kemenarikan relatif untuk masing-masing strategi alternatif yang terpilih. Nilai 1 tidak menarik, 2 agak menarik, 3 menarik, dan 4 sangat menarik. 5. Menghitung Total Attractive Score (TAS) yang diperoleh dari perkalian Weight dengan Total Attractive Score pada masing-masing baris. TAS menunjukkan relative attractiveness dari masing-masing alternatif strategi. 6. Menghitung TAS dengan cara menjumlahkan semua TAS pada masing-
masing kolom Matrik QSP. Nilai TAS yang tertinggilah yang menunjukkan
bahwa
diimplementasikan. Tabel 1. Alat Analisis QSPM
strategi
tersebut
yang
paling
baik
untuk
43
Alur penelitian Kegiatan riset berkaitan dengan inventarisasi tapak antara lain penentuan lokasi, sampel dan kategori/kriteria dari indikator penelitian. Analisis dan evaluasi dilakukan secara spasial guna mendapatkan hasil berupa valuasi kanopi pohon perkotaan dan rth sekitar.Analisis ini menggunakan bantuan piranti lunak GIS ArcView dan CITYgreen.Assessment merupakan suatu tahapan penilaiaan terhadap nilai valuasi objek penelitian terhadap tapak. Penelitian ini difokuskan untuk mengukur dan mengidentifikasi struktur kanopi perkotaan (komposisi dan sebaran jenis tanaman, jumlah dan ukuran pohon) dan pengaruhnya terhadap beragam atribut ekosistem kota (udara dan kualitas air, temperatur udara dan tanah). Penelitian dilakukan melalui tahapan analisis struktur kanopi pepohonan dan ruang terbuka hijau (assessing urban tree canopy structure), analisislayanan ekosistem (assessing ecosystem services), dan penilaian valuasi ekosistem (assessing ecosystem value).Penilaianstruktur kanopi pohon dilakukan melalui dua tahapan, yaitu analisis spasial total kawasan dengan caradeliniasi kanopi pohon melalui diameter kanopi untuk menentukan luasan kanopi pohon dan penilaian per sampel sebagai proses verifikasi dan klarifikasi secara parsial maupun tapak. Pendekatan spasial dilakukan melalui deliniasi kanopi pohon untuk menentukan persentase penutupanlahanpada wilayah tertentu. Penilaian per sampel dilakukan melalui sampel foto pada masing-masing wilayah pengamatan untuk verifikasi dan validasi kondisi tutupan kanopi pohon. Informasi struktural ini sebagai suatu proses cross check dan validasi manfaat kanopi pohon dan RTH yang diduga. Pendugaan kapasitas ekosistem kota tersebut dilakukan melalui pengukuran layanan ekosistem kota, yaitu: a. kapasitas penyerapan polutan. Komponen polutan udara yang dihitung meliputi ozon, sulfur dioksida, nitrogen dioksida, karbon monooksida dan partikel (<10 mikron). b. total karbon yang tersimpan dan karbon rosot setiap tahun, dan c. kapasitas stormwater control. Analisis spasial menggabungkan penilaian data lapangan dengan peta penutup lahan
untuk menggambarkan pola penyebaran ekosistem (ecosystem
44
services). Model pemanfaatan lahan oleh struktur kanopi dan non kanopi digunakan untuk menduga dan mengukur kemungkinan perubahan penutupan lahan oleh hijauan dan penutup lahan kedap air di daerah perkotaan. Tujuan utama analisis spasial adalah membantu perencana lingkungan untuk menentukan struktur lanskap yang optimal guna mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan kesehatan manusia di daerah perkotaan. CITRA DAN PETA KOTA MALANG Tahapan Identifikasi struktur kota
ANALISIS GIS Tema Kanopi
Tema Non Kanopi
Tema Area Penelitian
Struktur Kota Malang
PENDUGAAN EKOSISTEM KOTA 1) 2) 3)
Polutant Removal Capacity Runoff Water Capacity Carbon Absorbtion & Sequstration
1) 2) 3)
Valuasi Manfaat Ekologis Kualitas Lingkungan Hidup Imbal jasa lingkungan
Tahapan Analisis Kapasitas Ekosistem dan Pengelolaan Lingkungan
Kapasitas Ekosistem Kota Malang Saat Ini (current condition)
ANALISIS SWOT DAN QSPM
Evaluasi Faktor Internal
Evaluasi Faktor Eksternal
Kapasitas Pengelolaan dan Keberadaan Kanopi Pohon dan RTH Pemerintah Kota Malang
REKOMENDASI PENGEMBANGAN EKOSISTEM KOTA MALANG Strategi dan Prioritas Pengembangan Model dan Usulan Pengembangan Tutupan Kanopi Pohon dan RTHK
Gambar 15. Skema Alur Pikir Penelitian
Tahapan Rekomendasi
KONDISI UMUM KOTA MALANG
Bio Fisik Kota Malang merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa Timur karena potensi alam dan iklim yang dimiliki. Kota Malang terletak ditengahtengah wilayah Kabupaten Malang.Secara astronomis Kota Malang terletak pada posisi 112.06o – 112.07o Bujur Timur, 7.06o – 8.02o Lintang Selatan dengan batas wilayah sebagai berikut: 1. Sebelah Utara : Kec. Singosari dan Kec. Karangploso Kab. Malang 2. Sebelah Timur : Kec. Pakis dan Kec. Tumpang Kab Malang 3. Sebelah Selatan: Kec. Tajinan dan Kec. Pakisaji Kab. Malang 4. Sebelah Barat : Kec. Wagir dan Kec. Dau Kab Malang. Luas wilayah Kota Malang adalah 110,06 km2dan terbagi dalam lima wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Kedungkandang, Sukun, Klojen, Blimbing dan Lowokwaru. Kota Malang memiliki ketinggian antara 440 – 667 meter di atas permukaan air laut.
Kota Malang diapit oleh beberapa deretan pegunungan,
barisan Gunung Kawi dan Panderman, Gunung Arjuno, dan Gunung Semeru. Sungai yang mengalir di wilayah Kota Malang adalah Sungai Brantas, Amprong dan Bango. Berdasarkan luasan kota dan persentase luasan kota, wilayah Kedung Kandang merupakan kecamatan terluas dari Kota Malang. Luasan Kecamatan Kedung Kandang adalah 39,9 km2 atau 36,2% dari total wilayah Kota Malang. Kecamatan Lowok Waru merupakan wilayah terluas kedua dengan luasan 22,6 km2 atau 20,5 % dari total Kota Malang. Tabel 2. Luas Kecamatan (Km2) dan Presentase terhadap Luas Kota Persentase Luas Kecamatan Terhadap Luas Kecamatan (Km2) Kota (%) Klojen 8,8 8,0 Blimbing 17,8 16,1 Sukun 20,9 19,0 Lowok Waru 22,6 20,5 Kedung Kandang 39,9 36,2 Total 110,1 100,0 Sumber : Malang dalam Angka 2007
46
Kondisi iklim Kota Malang selama tahun 2007 tercatat rata-rata suhu udara berkisar antara 22,9oC sampai 24,1oC. Suhu maksimum mencapai 31,8oC dan suhu minimum 19,0oC. Rata-rata kelembaban udara berkisar 79% - 85%, dengan kelembaban maksimum 99% dan minimum mencapai 37%. Seperti umumnya daerah lain di Indonesia, Kota Malang mengikuti perubahan putaran dua iklim, musim hujan dan musim kemarau. Dari hasil pengamatan Stasiun Klimatologi Karang Ploso,curah hujan yang relatif tinggi terjadi pada bulan Februari, Maret, dan April. Bulan Juni dan September curah hujan relatif rendah. Kecepatan angin maksimum terjadi di bulan Agustus, September dan Juni. Tabel 3. Temperatur dirinci Tiap Bulan Temperatur Bulan
Rata-Rata
Maks
Min
Maks Absolut
Min Absolut
1
2
3
4
5
6
Januari
24,1
31
20,1
32,5
18
Februari
23,5
30,1
20,3
32
19
Maret
23,2
29,5
20,2
31
18
April
23,3
30,6
20,1
32
18
Mei
23,9
31,3
19,9
32
19
Juni
23,2
30,5
19
32
14,5
Juli
22,9
30,9
18,5
33
14,5
23
31
18,5
32,5
14,5
September
23,5
31,8
19,1
33
14,5
Oktober
22,8
30
19,2
32,5
18,5
November
23,8
31
20,6
32
19
30,8
20,5
32
18,5
Agustus
Desember 23,1 Sumber : BMKG Karang Ploso, 2007
Keadaan tanah di wilayah Kota Malang antara lain : a. Bagian selatan termasuk dataran tinggi yang cukup luas,cocok untuk industri b. Bagian utara termasuk dataran tinggi yang subur, cocok untuk pertanian c. Bagian timur merupakan dataran tinggi dengan keadaan kurang subur d. Bagian barat merupakan dataran tinggi yangf amat luas menjadi daerah pendidikan Jenis tanah di wilayah Kota Malang ada 4 macam, antara lain : a) Alluvial kelabu kehitaman dengan luas 6,930,267 Ha.
47
b) Mediteran coklat dengan luas 1.225.160 Ha. c) Asosiasi latosol coklat kemerahan grey coklat dengan luas 1.942.160 Ha. d) Asosiasi andosol coklat dan grey humus dengan luas 1.765,160 Ha Struktur tanah pada umumnya relatif baik, akan tetapi yang perlu mendapatkan perhatian adalah penggunaan jenis tanah andosol yang memiliki sifat peka erosi. Jenis tanah Andosol ini terdapat di Kecamatan Lowokwaru dengan relatif kemiringan sekitar 15 %.
Penggunaan Lahan Tata guna lahan (land use) di Kota Malang didominasi oleh ruang terbangun dengan luasan total 6.902,7 ha, sedangkan lahan tidak terbangun dengan luasan total 4.102,9 ha (Tabel 4). Data tata guna lahan tersebut memperlihatkan ketimpangan orientasi penggunaan lahan yang cenderung terus bertumbuh untuk pembangunan permukiman dan fasilitas perekonomian lainya. Kebijakan yang tidak berorientasi pada lingkungan diduga berdampak pada berkurangnya lahan peruntukan untuk ruang terbuka hijau dan areapepohonan yang menyebabkan penurunan kualitas dan kenyamanan hidup perkotaan. Tabel 4. Tata Guna Lahan Kota Malang TATA GUNA LAHAN NO
KECAMATAN
1
Klojen
2
LUAS (Ha)
TERBANGUN (Ha)
TIDAK TERBANGUN (Ha)
JUMLAH PENDUDUK
883
754,25
128,75
108.268
Blimbing
1.776,65
1.445,30
331,35
163.637
3
Sukun
2.096,57
1.235,40
861,17
166.675
4
Lowokwaru
2.260,00
1.598,01
661,993
182.839
5
Kedung Kandang
3.989,44
1.869,73
2.119,71
167.930
11.005,66
6.902,69
4.102,97
789.349
TOTAL Sumber: BPS,2007
Konversi lahan yang tidak terkendali menyebabkan ruang tumbuh ekologis berkurang. Dari data diketahui bahwa proporsi ruang terbangun adalah 62,4% dari total kawasan dan ruang tidak terbangun adalah 37,3%. Distribusi tata guna lahan di Kota Malang tersaji pada Gambar 17.
48
Gambar17. Peta Tata Guna Lahan, 2007 (Sumber : Bappeko, Wasbangdaling Malang,2007)
49
Ruang Terbuka Hijau Kota Malang
Jenis Ruang Terbuka Hijau Kota Malang Ruang terbuka hijau (RTH) kota Malang terbagi dalam tiga kategori berdasarkan fungsi dan bentuk ruang terbuka hijau. Ketiga jenis itu, antara lain ruang terbuka hijau ekologis, sosial ekonomi dan arsitektural (Tabel 5). Ruang terbuka hijau ekologis bermanfaat sebagai area konservasi air dan tanah, jejaring habitat kehidupan liar, serta menurunkan tingkat pencemaran udara dan mencegah banjir. Bentuk RTH ekologis adalah hutan kota, taman kota, kawasan dan jalur hijau, sempadan sungan, kereta api dan jalur dibawah tegangan tinggi (SUTT). RTH sosial ekonomi kota Malang berupa hutan kota, taman kota, lapangan olahraga, taman rekreasi dan taman lingkungan perumahan dan permukiman. RTH tersebut bermanfaat sebagai pendidikan lingkungan, rekreasi kota dan ruang interaksi sosial. RTH arsitektural kota Malang bermanfaat sebagai kerapian dan keteraturan kota, kenyamanan dan keindahan kota. Kawasan RTH ini dapat berupa jalur hijau jalan, alun-alun dan monumen kota, taman lingkungan dan gedung komersial serta jalur pengaman jalan dan median jalan. Tabel 5. Fungsi, Manfaat dan Bentuk RTH Malang No 1
2
Fungsi Ekologis
Sosial Ekonomi
Manfaat
Bentuk RTH
Meningkatkan Kandungan Air Tanah
hutan Kota
Membangun Jejaring Habitat Kehidupan Liar
Taman Kota
Menurunkan Tingkat Pencemaran Udara
Kawasan Dan Jalur Hijau
Mencegah Longsor Dan Banjir Pendidikan Lingkungan
Lindung Sempadan Sungai, Kereta Api Dan Jalur SUTT Hutan Kota
Sarana Rekreasi
Taman Kota
Ruang Interaksi Sosial
Lapangan Olahraga Taman Rekreasi
3
Arsitektural
Meningkatkan Kerapian Dan Keteraturan Kota Meningkatkan Kenyamanan Kota Meningkatkan Keindahan Kota
Taman Lingkungan Perumahan Dan Permukiman Kawasan Dan Jalur Hijau Taman Kota Berupa Alun Alun Dan Monumen Kota Taman Lingkungan Dan Gedung Komersial Jalur Pengaman Jalan Dan Median Jalan Taman Atap
Sumber: Pemanfaatan RTH Kota Malang, Bapeko Malang,2008
50
Berdasarkan masterplan RTH kota Malang (2006), jenis dan fungsi RTH yang tersebar di Kota Malang dijabarkan pada Tabel 6. Tabel 6. RTH Kota Malang Jenis RTHK Gerbang Kota
Monumen
Lapangan, Nursery dan Hutan Kota
Taman Rekreasi
jalur hijau jalan
Nama Arjosari Gadang Landungsari Patung Raksasa Tugu Patung Sudirman Patung Chairil Anwar Tugu Adipura
Lokasi Jl. A. Yani Utara Jl. Supriyadi Jl. Tlogo Mas Jl. Kertanegara Depan Balaikota Jl. Panglima Sudirman Jl. Basuki Rahmat Jl. Arjuna
Patung Bunga Ijen Tugu Jam Candi Pahlawan Tri[ Kalimewek Bola KNIP Perjuangan Singa Arema KB Kemanunggalan Playground Stadion Gajayana
Jl. Ijen Jl. Bandung Jl. Borobudur Jl. Ijen Jl. Ahmad Yani Utara Jl. Kaliurang Sarinah Plaza Jl. Semeru Jl. Sempu Jl. Bungur Jl. Panglima Sudirman jl. Veteran Jl. Semeru
Velodrome
Perumnas Sawojajar
Lapangan Rampal
Jl. Urip Sumoharho
Kampus APP Tanjung
Kl.Ich.Rdw. Rais
Hutan Kota Malabar
Jl. Malabar
Kebun Bibit Garbia
Jl. Delima
TPA Supit Urang
Jl. Mulyorejo
Kendalsari
Jl. Bukinsari
Jati Joyo Agung Alun alun merdeka
Joyogrand Jl. Merdeka
Tlogomas
Jl. Simpang Tlogomas
Dieng
Jl. Terusan Dieng
Pasar bunga/burung
Jl. Mojopahit
sena putra
Jl. Rumah sakit
taman rekreasi kota Jl. Ijen Jl. Jakarta
Jl. Mojopahit Jl. Ijen Permukiman Jakarta
Jl. Trunojoyo Jl. Merbabu Jl. Merapi Jl. Dieng Jl. Kertanegara
Stasiun Kota Baru Permukiman Merbabu Malabar Pertokoan Dieng Stasiun Kota Baru
Sumber: Bappeko, Masterplan RTHK Malang, 2006
Fungsi gerbang kota untuk keindahan kota Identitas kota untuk keindahan kota
Ruang interaksi sosial, pendidikan lingkungan, ekologis dan resapan air
ruang interaksi sosial, rekreasi kota dan keindahan kota
pelindung ekologis/ barier
51
Kota Malang memiliki luasan ruang terbuka hijau yang tidak besar. Luasan total RTH di Kota Malang adalah 130,3 ha yang terbagi atas jalur hijau 7,9 ha, taman kota 36,7 ha, taman lingkungan 13,1 ha dan bentuk lain-lain adalah 72,7 ha (Bappeko,2007). Nilai ini relatif sangat kecil dan terhitung kurang memenuhi untuk standar kota besar.Ditinjau dari distribusinya, RTH kota Malang belum tersebar secara merata (Gambar 18). Tabel 7. Luas Ruang Terbuka Hijau Kota Malang Luas Ruang Terbuka Hijau Kota Taman Taman Lingkungan 2 Kota (M ) (M2) 259.715 63.180 4.075 16.306 77.858 14.272
Luas Kawasan (Ha) 883,00 1776,65 2096,57
Jalur Hijau (M2) 20.635 10.588 12.467
2260,00
26.479
7.718
3989,44 8.900 11005,66 79.069 Sumber : Bappeko Kota Malang, 2007
16.670 366.036
Kecamatan Klojen Blimbing Sukun Lowok Waru Kedung Kandang
Lain Lain (M2)
Total (M2)
98.455 165.463 276.940
441.985 196.432 381.537
9.942
107.871
152.010
27.733 131.433
77.925 726.654
131.228 1.303.192
Gambar18. Distribusi RTH di Kota Malang(Sumber : Hasil Pengolahan)
52
Berdasarkan kepemilikannya, RTH kota Malang terbagi atas dua jenis, yaitu publik dan privat (Tabel 8). RTH Publik merupakan ruang terbuka hijau yang dikelola oleh Dinas Pertamanan dan Pemakaman, sedangkan RTH Privat dikelola oleh masyarakat dan pihak swasta. Tabel8. Kelompok RTH Publik NO
Nama Taman
1
Tm. Alun-Alun Merdeka
2
Tm. Chairil Anwar
3
Tm. Alun-Alun Tugu
4
Luas (M2)
Kecamatan
23.970,00
Klojen
43,00
Klojen
10.923,00
Klojen
Tm. Kertanegara
2.758,00
Klojen
5
Tm. Trunojoyo
5.840,00
Klojen
6
Tm. Ronggowarsito
3.305,00
Klojen
7
Tm. Jalur Tengah Ijen
10.681,00
Klojen
8
Tm. Adipura/Arjuno
395,00
Klojen
9
Tm. TGP
201,00
Klojen
10
Tm. Oepet/Semeru
272,00
Klojen
11
Tm. Melati
210,00
Klojen
12
Tm. Simpang Balapan
1.810,00
Klojen
13
Tm. Wilis
700,00
Klojen
14
Tm. Jalur Tengah Langsep
8.650,00
Klojen
15
Tm. Jalur Tengah Galunggung
770,00
Klojen
16
Tm. Jalur Tengah Dieng
3.498,00
Klojen
17
Tm. Jalur Tengah Veteran
9.410,00
Klojen
18
Tm. Segtiga Pekalongan
85,00
Klojen
19
Tm. Bundaran Bandung
23,00
Klojen
20
Tm. Jakarta Sebelah Timur
1.195,00
Klojen
21
Tm. Jalur Tengah J.A.Suprapto
1.200,00
Klojen
22
Tm. Dr. Soetomo
453,00
Klojen
23
Tm. Bundaran Panglima Sudirman
1.812,00
Blimbing
24
Tm. Jalur Tengah Borobudur
1.650,00
Blimbing
53
25
Tm. Jalur Tengah Kalimewek
950,00
Blimbing
26
Tm. Jalur Tengah Raden Intan
2.224,00
Blimbing
27
Tm. Kalimewek
5.002,00
Blimbing
28
Tm. Segitiga Arjosari
185,00
Blimbing
29
Tm. Jalur Tengah Sukarno Hatta
3.235,00
Lowokwaru
30
Tm. Jalur Tengah Sawojajar
3.902,00
Kedung Kandang
31
Tm. Jalur Tengah Danau Jonge
1.498,00
Kedung Kandang
Sumber: Dinas Pertamanan Dan Pemakaman Kota Malang, 2007
Tabel9. Kelompok RTH Privat Kota Malang No
Nama Taman
Luas (M 2 )
Kecamatan
Tm. Dempo
2.475,00
Klojen
Tm. Merbabu
3.924,00
Klojen
Tm. Ungaran
639,00
Klojen
Tm. Kunir
1.135,00
Klojen
Tm. Cerme
1.825,00
Klojen
Tm. Terusan Dieng
1.954,00
Sukun
Tm. Anggur
1.600,00
Sukun
Tm. Agung
1.034,00
Sukun
Tm. Sawo
206,00
Klojen
Tm. Simpang Kawi
187,00
Klojen
4.714,00
Klojen
Tm. Saparwa
586,00
Klojen
Tm.Banda
341,00
Klojen
Tm. Sumba
587,00
Klojen
Tm. Bengkalis
167,00
Klojen
1.410,00
Klojen
620,00
Klojen
54,00
Klojen
156,00
Lowokwaru
2.164,00
Lowokwaru
Tm. Tata Surya
560,00
Lowokwaru
Tm. Batu Permata
445,00
Lowokwaru
Tm.Slamet
Tm. Riau Tm. Belitung Tm. Bundaran Halmahera Tm. Ternate Tm. Sarangan
54
Tm. Serayu
135,00
Blimbing
Tm. Cidurian
350,00
Blimbing
Tm. Ciujung
160,00
Blimbing
Tm. Cisadea
1.005,00
Blimbing
Tm Gajayana
46.378,59
Klojen
128.564,34
Kedung Kandang
34.148,46
Kedung Kandang
3.502,27
Klojen
18.159,34
Klojen
Rampal Square Velodrome Square Tarekot Square Malabar Park
Sumber: Dinas Pertamanan Dan Pemakaman Kota Malang, 2007
Pencemaran Udara Sumber dan Jenis Utama Pencemaran Udara Sumber dan jenis utama pencemaran udara Kota Malang terbagi menjadi delapan, yaitu sulfur dioksida, karbon monooksida, nitrogen dioksida, ozon, total suspended particulate (TSP), suspended particulate matters (SPM), timah hitam dan hidrokarbon. Kadar polutan udara Kota Malang dinilai berdasarkan baku mutu yang telah ditetapkan pada skala provinsi Jawa Timur. Baku mutu kualitas udara disajikan dalam Tabel 10, sedangkan kualitas udara Kota Malang tersaji pada Tabel 11 dan Gambar 19. Tabel10. Baku Mutu Kualitas Udara Jenis Utama Pencemaran Udara Sulfur dioksida
Karbon monoksid
Nitrogen dioksid
Oksidan sebagai O 3 Partikulat tersuspensi (TSP) Partikulat tersuspensi (SPM) Timah hitam Hidrokarbon
Sumber: Bappeko,2007
Waktu Pengukuran 1 jam 24 jam 1 tahun 1 jam 8 jam 1 tahun 1 jam 24 jam 1 tahun 1 jam 24 jam 1 tahun 24 jam 1 tahun 24 jam 1 tahun 24 jam 1 tahun 3 jam
Baku Mutu Nasional Jawa Timur 900 µg/m3 (0,34 ppm) 300 µg/m3 (0,11 ppm) 220 µg/m3 60 µg/m3 (0,02 ppm) 30.000 µg/m3 (26 ppm) 2260 µg/m3 10.000 µg/m3 (9 ppm) 400 µg/m3 (0,21 ppm) 150 µg/m3 (0,08 ppm) 100 µg/m3 (0,05 ppm)
92,5 µg/m3
160 µg/m3 (0,08 ppm)
200 µg/m3
230 µg/m3 90 µg/m3
260 µg/m3
2,0 µg/m3
260 µg/m3
160 µg/m3 (0,24 ppm)
160 µg/m3
55
Gambar19. Peta Kualitas Udara (Sumber : Bappeko, Wasbangdaling Kota Malang, 2007).
56
Tabel 11. Data Partikel Polutan Kota Malang No .
1
2
3
PARAMETE R Sulfur Dioksida (SO 2 ) Karbon Monoksida (CO) Oksida Nitrogen (NO x )
SATU AN
BAKU MUTU
WKT UKUR
HASIL UJI TIAP TIAP LOKASI (BERDASARKAN NOMOR URUT) 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Ppm
0,1
24jam
0,0098
0,0069
0,0047
0,0062
0,0054
0,0091
0,0206
0,0047
0,0047
0,0069
0,0069
0,0069
0,0062
0,0069
0,0054
0,0091
0,0098
0,0047
0,0069
0,0156
Ppm
20,0
8jam
1,15
2,00
1,01
4,95
3,20
2,00
3,45
1,8
2,35
0,38
0,76
0,99
2,85
0,31
1,0
2,75
1,47
3,20
Ppm
0,05
24jam
0,0025
0,0084
0,0053
0,0074
0,0113
0,0089
0,0036
0,0032
0,0040
0,0118
0,0067
0,0072
0,0054
0,0009
0,0045
0,0041
0,0050
0,0077
0,0058
0,0072
4
Oksidan (O 3 )
Ppm
0,10
1jam
0,0032
0,0018
0,0036
0,0017
0,0031
0,0046
0,0064
0,0014
0,0002
0,0021
0,0008
0,0014
0,0006
0,0007
0,0008
0,0018
0,0018
0,0018
0,0018
0,0035
5
Debu
mg/m3
0,26
24jam
0,211
0,259
0,067
0,079
0,131
0,333
0,225
0,348
0,199
0,324
0,291
0,180
0,385
0,107
0,234
0,123
0,203
0,053
0,349
0,492
6
Timah Hitam (Pb)
mg/m3
0,06
24jam
0,0002
0,0005
0,0007
0,0004
0,0006
0,0004
0,0004
0,0002
0,0006
0,0005
0,0005
0,0004
0,0004
0,0004
0,0002
0,0003
0,0003
0,0004
7
Hidrogen Sulfida (H 2 S)
Ppm
0,03
30men it
0,0005
0,0001
0,0002
0,0002
0,0001
0,0003
0,0008
0,0001
0,0001
0,0001
0,0002
0,0001
0,0001
0,0003
0,0001
0,0002
0,0005
0,0008
0,0008
8
Ammonia (NH 3 )
Ppm
2,0
24jam
0,0100
0,0093
0,0085
0,0041
0,0094
0,0111
0,0041
0,0215
0,0095
0,0111
0,0049
0,0063
0,0051
0,0098
0,0136
0,0091
0,0077
0,0057
0,0166
0,0112
9
Kebisingan
dBA
55,057,0
66,073,0
60,069,0
66,0-72,0
72,078,0
69,072,0
68,075,0
48,055,0
65,0-70,0
74,1-76,5
72,174,2
74,676,5
68,270,1
55,2-57,4
47,048,0
65,266,4
62,065,0
69,075,0
69,075,0
74,085,0
10
Suhu / Kelembaban
29/55
29,4/5 1,5
31,8/4 6,7
32,1/46,2
32,4/4 8,1
32/53
32/50
32/55
29,3/51,8
24,1/63,4
34,5/4 6,0
34,6/5 0,1
33,3/5 5,9
33,7/52,5
32,5/5 6,1
32,7/5 5,6
31/53
32,6/4 6
31/52
32/54
11
Kecepatan Angin
Knot
1,4-1,0
0,1-0,8
0,2-1,1
0,1-0,6
0,6-1,1
0,4-1,4
0,6-1,8
0,6-2,0
0,3-0,9
0,8-1,0
0,3-0,7
2,3-2,8
0,1-0,5
1,6-1,8
0,1-0,5
0,3-0,5
0,6-1,4
0,5-1,3
1,0-2,0
2,0-5,0
12
Arah Angin
-
Barat
Barat
Barat
Barat
Barat
Barat
Barat
Barat
Barat
Barat
Barat
Barat
Selata n
Timur
Selata n
Selata n
Barat
Barat
Barat
Barat
o
C/%
Tidak disayarat kan
Sumber : Bappeko, Wasbangdaling Kota Malang, 2007
Berdasarkan hasil pengukuran dan pengujian kualitas udara Kota Malang pada beberapa titik uji (Tabel 11), diketahui partikel pencemar udara yang dominan dan melebihi ambang batas adalah partikulat debu. Konsentrasi partikel debu yang melebihi ambang batas (0,26 mg/m3) berkisar antara 0,32 – 0,49 mg/m3
57
Kependudukan Kota Malang Pada tahun 1998 penduduk Kota Malang berjumlah 708.907 jiwa, dan bertambah menjadi 763.465 jiwa pada akhir tahun 2003.Pertumbuhan penduduk rata-rata adalah 0,17%, pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2003 yaitu sebesar 0,33%, sedangkan pertumbuhan terendah sebesar 0,01% terjadi pada tahun 2002. Penduduk Kota Malang pada tahun 2007 berjumlah 816.444 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 407.959 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 408.485 jiwa. Rasiojenis kelamin penduduk Kota Malang sebesar 99,9,yang berarti bahwa setiap 100 penduduk perempuan terdapat 99 penduduk laki-laki. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2000, pada periode1990 s/d 2000 rata-rata laju pertumbuhan penduduk setiap tahunnya adalah 0,86 %. Kecamatan Lowokwaru memiliki penduduk terbanyak yaitu sebesar 194.331 jiwa, kemudian kecamatan Kedungkandang (182.534 jiwa), Kecamatan Sukun (170.201 jiwa), Kecamatan Blimbing (167.555 jiwa) dan Kecamatan Klojen (101.823 jiwa). Kecamatan Klojen merupakan wilayah dengan tingkat kepadatan yang tinggi dibandingkan dengan kecamatan lainya (Gambar 20). Seperti kondisi kota pada umumnya, hunian terpadat berada di pusat kota yaitu di Kecamatan Klojen dengan
tingkat
Tingkatkepadatan
kepadatan penduduk
penduduk
mencapai
terendah
berada
11.351 di
jiwa per km2.
wilayah
Kecamatan
Kedungkandang sebesar 4.576 jiwa per km2.
Gambar20. Kepadatan Penduduk per Kecamatan (Sumber : BPS, 2007)
58
Jumlah pencari kerja pada tahun 2006 yang terdaftar sebanyak 26.703 orang pencari kerja laki-laki dan perempuan sebanyak 22.446 orang. Jumlah lowongan kerja yang tersedia 2.003 orang. Terjadi kesenjangan antara jumlah pencari kerja dengan jumlah lowongan kerja yang tersedia. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2006, penduduk usia 10 tahun ke atas yang bekerja
berdasarkan lapangan usaha tercatat paling banyak
menyerap tenaga kerja adalah sektor perdagangan, jasa-jasa dan industri, masing masing sebesar 32,50 persen; 30,38 persen dan 16,04 persen.
Perekonomian Kota Malang Salah satu cara mengetahui kinerja dari suatu wilayah yaitu dengan melihat seberapa besar nilai tambah yang dihasilkan oleh faktor-faktor produksi pada suatu wilayah. Besaran nilai tambah yang dihasilkan oleh faktor-faktor produksi tersebut umumnya disebut dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Penghitungan besaran PDRB tersebut pendekatan yaitu
pendekatan
dapat dihitung dengan tiga
produksi, pendapatan, dan pengeluaran.
Berdasarkan pendekatan produksi, dari seluruh faktor produksi yang ada dikelompokan dalam sembilan sektor, dimana faktor produksi tersebut dinilai berdasarkan atas harga tahun berjalan /berlaku dan atas harga dasar pada tahun dasar (konstan) tertentu. Tahun yang dipergunakan sebagai tahun dasar penghitungan adalah tahun 2000. Dari hasil penghitungan, besaran nominal PDRB atas dasar harga berlaku pada tahun 2007 sebesar 20.543.001,92 (Juta Rp), sedangkan atas dasar harga konstan sebesar 11.380.769,63 (Juta Rp). Sektor yang memberikan andil yang cukup
signifikan
secara berurutan
adalah
Sektor
Industri
Pengolahan;
Perdagangan, Hotel dan Restoran; Jasa-jasa; Keuangan, persewaan dan Jasa Kawasan; Angkutan dan Komunikasi. Salah satu indikator lain yang dapat menggambarkan kemajuan suatu wilayah adalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi tersebut dapat dihitung dari perubahan PDRB atas dasar harga konstan, dimana keadaan ini dapat
menggambarkan kenaikan jumlah
produksi dengan menghilangkan faktor perubahan harga. Pertumbuhan ekonomi Kota Malang pada tahun 2007 adalah 5,98 persen. Sektor yang mendukung
59
pertumbuhan ekonomi antara lain sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Kawasan (7,12 persen); Perdagangan, Hotel dan Restoran (6,68 persen); Bangunan (0,28); Jasa-jasa (5,79 persen); Industri Pengolahan (5,41) Angkutan dan Komunikasi (4,0) dan Listrik, Gas dan Air Bersih (3,54).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Valuasi Manfaat Ekologis Kanopi Pohon Perkotaan Ekosistem Kota Malang Ekosistem Kota Malang terdiri dari perumahan, kawasan perkantoran dan perdagangan, industri, hutan kota, ruang terbuka hijau, kebun, sawah, situ, dan sungai. Luasan total Kota Malang adalah 110,1 km2. Ekosistem kota Malang, berdasarkan hasil analisis CITYgreen terkait dengan statistika tapak (site statistic), diketahui bahwa area penutupan lahan kota (urban landuse) memiliki persentase luasan 51% atau 5609,9 ha dari luasan total kota; area pertanian 22% atau 2420,9 ha; ruang terbuka 4% atau 439,9 ha; semak 1% atau 110 ha; kanopi pohon 4% atau 440 ha; dan badan air 1%. Lahankota tersebut meliputi, kawasan permukiman, perdagangan (CBD) dan komersil, industri, serta lahan kedap air berupa jaringan jalan. Fokus penelitian ini pada keberadaan kanopi pohon perkotaan dan ruang terbuka hijau sebagai pembentuk ekosistem kota. Keberadaan pepohonan dan ruang terbuka hijau di Kota Malang berpengaruh terhadap iklim dan kenyamanan penduduknya. Luasan kanopi pepohonan di Kota Malang berdasarkan analisis GIS seluas 440 ha atau 4 % dari total wilayah secara keseluruhan. Luasan ruang terbuka hijau Kota Malang berdasarkan hasil analisis CITYgreen 28 % yang terdiri atas ruang terbuka produktif (sawah, tegalan, semak) dan badan air berupa area bantaran sungai. Pada penelitian ini, kapasitas ekosistem diduga berdasarkan luasan kanopi yang berupa tegakan pohon, sedangkan tutupan lahan oleh semak, perdu, sawah dan ruang terbuka dikelompokan sebagai tema non kanopi. Tema non kanopi ini berhubungan dengan kemampuan lahan dalam menyerap air limpasan hujan, sehingga hasil valuasi manfaat ekologis pada penelitian ini difokuskan pada manfaat ekologis dari keberadaan tegakan pohon dimana ruang terbuka hijau berupa bukan tegakan pohon tidak dapat diidentifikasikan manfaatnya secara kuantitatif. Peta hasil identifikasi penutupan lahan dengan menggunakan GIS tersaji pada Gambar 21.
61
Gambar 21. Peta Penutupan Lahan (Kanopi dan Non-Kanopi) Kota Malang (Sumber : Hasil Pengolahan)
Rendahnya persentase kanopi pohon di Kota Malang dari hasil identifikasi penelitian ini dipengaruhi oleh inkonsistensi implementasi pembangunan yang menimbulkan deviasi antara rencana tata ruang kota dengan keadaan aktual saat ini. Pelaksanaan pembangunan tidak berdasarkan pada rencana umum tata ruang yang telah disusun. Hal ini ditenggarai terjadi karena pertimbangan pendekatan
62
pembangunan ekonomi dan pertumbuhan penduduk yang tidak berimbang dengan lingkungan. Pemerintah kota cenderung melakukan pembangunan dengan dasar pertimbangan sektor yang cepat mendatangkan revenue dibandingkan dengan sektor lingkungannya. Penilaian kapasitas ekosistem kota Malang didasarkan pada pola penutupan lahan pada skala kota. Uji validitas penelitian dilakukan melalui pengambilan sampel per ekosistem kota Malang sebagai verifikasi hasil analisis skala kota. Hasil dari pengujian sampel ini digunakan sebagai pembanding. Sampel yang diambil
meliputi lima kecamatan dan dilakukan berdasarkan
kerapatan tutupan lahan vegetasi pada masing-masing ekosistem kota Malang per wilayah kecamatan. Luasan satu unit sampel/ grid adalah 0,25 km2 (500 m x 500 m). Proporsi pengambilan titik sampel dilakukan sesuai dengan fungsi masingmasing wilayah kota / kecamatan. Ekosistem kota yang diambil sebagai titik sampel adalah, permukiman dan perumahan, area komersil, area industri dan area ruang terbuka. Lokasi sampel dan ilustrasi karakteristik ekosistem kota Malang pada masing-masing wilayah administratif tersaji pada Gambar 22.
Gambar 22. Lokasi Sampel dan Ilustrasi Karakteristik Ekosistem Kota Malang
63
64
Secara total, nilai manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa manfaat terbesar adalah kapasitas tampungan air limpasan hujan (runoff) sebagai unit utama pengendalian air hujan. Hal ini diduga disebabkan oleh posisi geografis Kota Malang yang merupakan dataran tinggi dengan variasi ketinggian 440 – 667 m dpl. Pada unit sampel perumahan Jl. Malabar, Kecamatan Klojen, luasan penutupan kanopi pohon sebesar 14% (3,6 ha), ruang terbuka yang ditutup oleh ground cover 50% - 75% sebesar12% (3,1 ha).Tipe kanopi pohon yang terdapat pada kawasan tersebut adalah pohon tepi jalan dan hutan kota Malabar. Kawasan ini dominan oleh penutupan lahan untuk perkotaan (permukiman, jalan, dan bangunan) sebesar 88% (18,3 ha). Permukiman pada kawasan ini cukup padat. Struktur kanopi pada kawasan ini terbagi atas tiga kelompok, yaitu kanopi dengan struktur berupa lahan kedap air, kanopi dengan struktur penutup permukaan (ground cover) dan kanopi dengan struktur semak dan perdu. Unit contoh ini merupakan area dengan kerapatan penutupan kanopi pohon bervariasi, rapat dan kurang rapat. Pada daerah dengan tajuk pohon berserak (scaterred), radiasi dan panas dapat mencapai permukaan tanah dan dapat mengurangi pencampuran atmosfer sehingga mencegah udara dingin mencapai daerah tersebut. Naungan pohon dan transpirasi tidak mungkin mengimbangi suhu udara yang meningkat karena berkurangnya pencampuran udara di atmosfer.Keberadaan pepohonan dapat menurunkan suhu dan memperbaiki kualitas udara melaluiperedaman emisi yang ditimbulkan oleh sumber pencemaran udara. Pada unit sampel Kota Lama, Kedung Kandang, yang merupakan ekosistem permukiman disekitar bantaran sungai Brantas dengan kepadatan massa bangunan perumahan yang padat, serta tutupan kanopi pohon disepanjang tepian sungai. Unit sampel ini memiliki area yang tertutup oleh kanopi pohon sebesar 15% (3,8 ha), semak 6% (1,6 ha), area perkotaan 33% (8,4 ha) dan badan air 11% (2,8 ha). Struktur kanopi / tegakan pohon pada kawasan adalah pohon, semak dan tanah padat. Dominasi penutupan lahan kawasan adalah bangunan rumah dan massa perkerasan. Tepian sungai juga mengalami pengerasan dan penyempitan yang disebabkan oleh ekspansi permukiman. Tepian sungai juga didominasi oleh
65
perkerasan berupa dinding penahan (retaining wall). Kondisi ini berdampak pada tingginya kapasitas runoff yang tidak dapat teresap sepenuhnya oleh bangunan dan perkerasan. Pada unit sampel kawawan permukiman Gadang, Sukun dominasi penutupan lahan oleh area perumahan dan perkerasan sebesar 74%, penutupan pepohonan sebesar 6%, ruang terbuka 2%, dan badan air 4%. Area ini memiliki struktur tutupan kanopi dengan konfigurasi tutupan permukaan kedap air (impervious understory) dan groundcover (turf understory). Keberadaan sungai dan kanopi pohon pada kawasan yang padat bangunan dan kedap air berdampak pada tingginya kapasitas runoff. Salah satu faktor penyebab utama banjir diKota Malang adalah deforestasi hutan kota dan area pepohonan yang berfungsi sebagai resapan air. Keberadaan pepohonan berfungsi untuk meredam dan menurunkan banjir dan kerusakan lain yang disebabkan oleh angin dengan menahan tanah dan menyerap dan menahan air hujan secara signifikan melalui perakaran dan naunganya. Dengan meminimalisir erosi dan pencemaran tanah, keberadaan pepohonan dapat mengurangi jumlah partikel racun yang menguap ke udara. Pengujian berikutnya dilakukan pada area permukiman teratur dan padat huni dengan tutupan kanopi bervariasi dan relatif kecil. Pengujian ini mengambil sampel pada kawasan real estate dan perumahan elit yaitu, Perumnas Sawojajar, Perumahan Araya Golf dan Perumahan ekspatriat Jalan Ijen. Area contoh Perumnas Sawojajar memiliki luasan kanopi pohon 4% atau 1,04 ha, ruang terbuka berupa lapangan rumput seluas 2,1 ha atau 8%, lahan kedap air 11% atau 2,8 ha dan area hunian dan pertokoan 83% atau 22,2 ha. Area contoh Perum Araya Golf, Blimbing, memiliki luasan kanopi pohon 9% seluas 2,3 ha; area pertanian 2% seluas 0,6 ha; ruang terbuka 5% seluas 1,2 ha; dan area hunian 93% seluas 24,1 ha. Sedangkan, area contoh perumahan ekspatriat Jalan Ijen memiliki penutupan kanopi pohon 15% dengan luas 3,9 ha; ruang terbuka 7% atau 1,7 ha; dan area hunian 93% atau 23,7 ha. Ketiga unit contoh diatas merupakan kawasan perumahan/permukiman dengan nilai jual properti yang tinggi dan termasuk sebagai kawasan real estate. Keberadaan kanopi pohon dan ruang terbuka hijau merupakan suatu daya tarik dan identitas dari masing masing kawasan. Unit contoh Jalan Ijen merupakan
66
salah satu identitas Kota Malang dan berfungsi sebagai estetika/keindahan kota serta merupakan simbol kota. Keberadaan pepohonan pada kawasan permukiman memberikan nilai manfaat kepada penghuni serta meningkatkan nilai properti pada kawasan. Sebagai salah satu kota tujuan wisata, Kota Malang memiliki fasilitas pendukung wisata memadai. Salah satu fasilitas tersebut adalah kawasan komersil berupa pusat perdagangan, perkantoran dan perbelanjaan serta pusat akomodasi wisata berupa hotel dan penunjang. Unit sampel pada pengujian ini adalah, area komersil (hotel dan penunjang) Jalan S. Parman, Blimbing; area komersil Merdeka (alun-alun kota), Klojen; area pemerintahan dan komersil Tugu, Klojen; dan area komersil dan pendidikan Jalan Veteran, Lowok Waru. Unit contoh Jalan S.Parman memiliki luasan kanopi pohon 10% atau 2,7 ha; ruang terbuka 2% atau 0,5 ha; dan area area perkotaan 92% atau 21,8 ha. Unit contoh Tugu, Klojen memiliki tutupan kanopi pohon 19% atau 5,0 ha (didominasi oleh pohon besar dan kelompok pohon tua); ruang terbuka 9% atau 2,5 ha; area area perkotaan 89% atau 17 ha; dan badan air 2% atau 0,5 ha. Unit contoh kawasan komersil Merdeka, Klojen yang merupakan pusat kota dan alun-alun kota memiliki luasan kanopi pohon 6% atau 1,5 ha danbangunan atau perkerasan sebesar 100% atau 23,5 ha. Kanopi pohon pada kawasan ini termasuk pada kelompok pohon tua (even mix). Kawasan ini merupakan pusat perdagangan dan perkantoran di Kota Malang. Kepadatan penggunaan lahan untuk area komersil sangat tinggi. Nilai properti pada kawasan komersial ini berharga tinggi. Tanah dan properti terutama di sepanjang jalur jalan dan pusat aktivitas kota memiliki nilai jual yang tinggi. Berdasarkan nilai jual objek pajak, tanah dan properti di kawasan ini memiliki nilai jual diatas 5 juta rupiah per meter persegi. Keberadaan taman kota Malang berupa alun-alun merupakan nilai tambah kawasan sebagai area rekreasi kota. Berdasarkan studi tentang manfaat pohon diketahui bahwa keberadaan pepohonan di kawasan perkantoran maupun komersil bermanfaat meningkatkan produktivitas kerja para pegawai. Unit contoh kawasan komersil Jalan Veteran, memiliki luasan kanopi pohon 10% atau 2,6 ha; ruang terbuka 11% atau 2,7 ha; dan area perkotaan 89%
67
atau 22 ha. Jalan Veteran merupakan salah satu kawasan strategis di Kota Malang, merupakan pusat pendidikan, namun telah berubah fungsi sebagai area komersil (pusat perdagangan dan perkantoran). Secara ekologis keberadaan kanopi pepoohonan pada kawasan ini bermanfaat mengurangi potensi pencemaran udara yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor dan juga berfungsi sebagai peredam kebisingan. Secara sosial ekonomi, keberadaan pohon tersebut memberikan nilai prestise dan identitas yang menggambarkan tingkatan sosial kawasan. Keberadaan pepohonan pada area jaringan jalan di Kota Malang memiliki kemampuan yang tinggi dalam menangkap partikel polutan (hasil perhitungan pada sub bab berikutnya). Kemampuan ini dipengaruhi oleh faktor luasan kanopi dan proporsi penutupan antara kanopi dan non kanopi (bangunan). Area dengan luasan kanopi tinggi dan kepadatan bangunan rendah memiliki potensi penangkapan polutan yang lebih tinggi dibandingkan dengan area yang memiliki luasan kanopi tinggi namun kepadatan bangunannya tinggi juga. Area dengan luasan kanopi rendah yang terletak pada kawasan padat akan memiliki kapasitas yang rendah dalam penangkapan polutannya. Kondisi ini dipengaruhi oleh faktor keberadaan (jumlah) sumber emisi dan pencemar udara. Keberadaan ekosistem hutan kota berpengaruh terhadap populasi manusia. Peningkatan kontribusi dari tanaman perkotaan kepada kualitas udara dan air, konservasi energi, peluang rekreasi, dan lingkungan yang nyaman, maka keberadaan hutan kota menyediakan suatu peluang untuk mengintegrasikan lingkungan alami dan interaksi sosial. Keberadaan kanopi pohon dan ruang terbuka hijau / hutan kota pada lingkungan perkotaan memberikan manfaat lain yaitu meningkatkan kesehatan (biologis, fisik, psikologis). Ruang terbuka dengan pepohonan memberikan suatu ruang yang dapat digunakan sebagai tempat berolahraga dan berlatih untuk kebugaran tubuh, menyediakan tempat untuk relaksasi dan berinteraksi dengan alam, dan mendorong masyarakat untuk beraktivitas di luar rumah. Unit contoh yang mewakili ruang terbuka pada penelitian ini adalah Lapangan Rampal. Lapangan Rampal merupakan salah satu ruang terbuka yang dikelola secara bersama dengan pihak ABRI. Sebagai ruang terbuka untuk aktivitas olahraga dan latihan ini, kawasan lapangan rampal
68
memiliki tutupan kanopi 8% (2 ha), ruang terbuka 52% (33 ha), area perkotaan 48% (12,3 ha). Pengujian dilakukan pada ekosistem kawasan industri, sampel yang diambil adalah area industri Arjosari. Kawasan ini merupakan kawasan padat penggunaan lahan baik untuk industri, jasa dan pelayanan serta peruntukan hunian. Arjosari merupakan kawasan terminal untuk pelayanan dan jasa serta kawasan jasa dan perdagangan. Unit contoh ini memiliki tutupan kanopi pohon 9% (2,5 ha); ruang terbuka 7% (1,8 ha); dan area perkotaan 41% (11 ha). Fungsi dominan keberadaan kanopi pohon dan vegetasi lainya adalah sebagai pereduksi pencemaran udara dan air, peredam kebisingan dan menjerap karbon. Distribusi tutupan kanopi termasuk kelompok even mix, yaitu didominasi oleh kelompok tanaman sedang dan besar.
Layananterukur Ekosistem Kota Malang Berdasarkan hasil kegiatan penelitian diketahui kondisi ekosistem kota Malang saat ini. Untuk merumuskan tenang kapasitas dari ekosistem kota Malang saat ini, maka perlu adanya pendugaan pengukuran dan penilaian terhadap kapasitas ekosistem melalui atribut lingkungan. Pada penelitian ini, digunakan tiga parameter penilaian dan pendugaan nilai manfaat kanopi pohon perkotaan, yaitu daya serap terhadap polutan udara, penyimpanan dan penyerapan karbon, dan daya serap air limpasan hujan (pengendalian air hujan). Daya Serap Polutan di Udara Klasifikasi dan distribusi penutupan lahan di Kota Malang merupakan data dasar untuk menyusun manfaat ekologis dari keberadaan ekosistem kota di Kota Malang. Kemampuan RTH dalam menyerap polutan di udara dapat diduga melalui pendekatan fisiologisnya pada proses translokasi, tranportasi air, dan transpirasi karena pada proses ini berbagai gas dan partikel padat kurang dari 10 mikron berupa partikel polutan diserap
dan digunakan untuk kebutuhan
fisiologis. Partikel polutan yang diduga adalah NO 2 , SO 2 , CO, dan O 3 serta parkikel lainya seperti Pb, As, Hg, dan debu.
Berdasarkan hasil analisis
CITYgreen 5.4, diketahui luasan kanopi pohon di Kota Malangsebesar 4% dan
69
memiliki kemampuan untuk menyerap dan menjerap partikel polutan yang terdiri atas, a) Ozone: 25,422 lbs (11540.29 kg) , value : $78,010 b) Sulfur dioxide: 7,062 lbs (3203.26 kg), value : $5,310 c) Nitrogen dioxide: 15,802 lbs (7167.66 kg), value : $48,512 d) Particulate matter: 19,329 lbs (8767.48 kg), value : $39,602 e) Carbon monoxide: 2,413 lbs (1094.5 kg), value : $1,049 Total partikel pencemaran udara yang dapat ditangkap adalah 70.028 lbs (31,8 ton) dengan nilai finansial sebesar 172.484 USD atau sebesar Rp. 1.552.356,000. Secara total, lingkungan Kota Malang masih berada pada ambang batas aman berdasarkan data uji kualitas udara tahun 2007. Hasil uji kualitas udara di wilayah Kota Malang ditinjau dari parameter SO 2 , CO, NOx, O 3 , Debu, Pb, H 2 S, NH 3 HC, Suhu/Kelembaban, Kebisingan, Kecepatan Angin, Arah Angin berdasarkan pada baku mutu Udara (SK Gub Jatim 129/1996) memenuhi baku mutu udara.Parameter debu pada beberapa titik uji melebihi ambang batas, antara lain: 1. Pertigaan Jl. Sunandar Priyo Sudarmo-Jl Taman Tenaga Baru; 2. Pintu Keluar Terminal Arjosari; 3. Jl. Kolonel Sugiono Depan RS. Panti Nirmala; 4. Pertigaan Jl. Niaga dan Jl. Susanto; 5. Pintu Keluar Terminal Gadang; 6. Jl. Letjen Sutoyo, Depan Mitra 2; 7. Depan Kantor Dinas Perijinan; 8. Raya Balearjosari. Hal ini diduga disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain kurangnya ketersediaan vegetasi/ kanopi pohon dan ruang terbuka hijau penjerap debu terutama pada kawasan industri, aktivitas Gunung Semeru yang masih aktif mengeluarkan debu vulkanik, serta pengaruh musim kemarau. Secara parsial, berdasarkan hasil pengujian sampel, diketahui bahwa kapasitas serapan partikel polusi bervariasi tergantung pada keberadaan dan distribusi pepohonan. Pada kawasan perumahan penduduk di sampel Malabar,
70
tutupan kanopi pohon adalah 14%, partikel pencemaran udara yang ditangkap sebagai berikut : a) Ozone: 283 lbs, value : $868 b) Sulfur dioxide: 79 lbs, value : $59 c) Nitrogen dioxide: 176 lbs, value : $540 d) Particulate matter: 215 lbs, value : $441 e) Carbon monoxide: 27 lbs, value : $12 Total partikel pencemar udara yang dapat ditangkap adalah 779 lbs (0,3 ton) per tahun, dengan nilai ekonomi diperkirakan mencapai 1919 USD atau Rp 17.271.000,00. Unit sampel perumahan Kota Lama dengan tutupan kanopi pohon 15%, partikel pencemar udara yang tertangkap sebagai berikut : a) Ozone: 299 lbs; value : $ 918 b) Sulfur dioxide: 83 lbs; value : $ 62 c) Nitrogen dioxide: 186 lbs; value : $ 571 d) Particulate matter: 227 lbs; value : $ 466 e) Carbon monoxide: 28 lbs; value : $ 12 Total partikel terjerap adalah 824 lbs (0,4 ton) dengan nilai ekonomi diperkirakan mencapai 2029 USD atau Rp. 18.261.000,00.Unit sampel perumahan Gadang, dengan tutupan kanopi 6% mampu menangkap partikel pencemaran udara sebagai berikut : a) Ozone: 135 lbs; value : $416 b) Sulfur dioxide: 38 lbs; value : $28 c) Nitrogen dioxide: 84 lbs; value : $259 d) Particulate matter: 103 lbs; value : $211 e) Carbon monoxide: 13 lbs; value : $6 Total partikel terjerap adalah 373 lbs (0,2 ton) dengan nilai ekonomi diperkirakan mencapai 919 USD atau Rp. 8.271.000,00. Berdasarkan hasil pengujian pada ketiga sampel perumahan tersebut diketahui bahwa kapasitas penangkapan partikel pencemaran udara terbesar di kawasan
Kedung Kandang (Kota Lama) yang merupakan peruntukan
perumahan/permukiman penduduk, unit contoh Malabar merupakan sampel terbesar kedua dan merupakan kawasan perumahan di tengah kota (Kecamatan
71
Klojen) dengan tingkat kepadatan penduduk dan aktivitas perkotaan yang tinggi. Kapasitas terendah berada pada unit sampel perumahan Gadang (Sukun) yang merupakan sentra pengembangan industri dan jasa pelayanan. Kanopipohon pada kawasan perumahan dapat dikatakan berpengaruh signifikan terhadap kapasitas penangkapan polutan udara, bergantung pada jenis, kuantitas/jumlah, umur dan distribusi sebagaimana disebutkan oleh Nowak. Pengujian pada kawasan permukiman teratur dengan sampel Perumnas Sawojajar, Perum Araya Golf dan Perum Ekspatriat Ijen memiliki persamaan dengan hasil pengujian pada kawasan perumahan. Keberadaan kanopi pepohonan dan ruang terbuka hijau yang bervariasi mempengaruhi kapasitas penangkapan polutan udara. Unit contoh Sawojajar memiliki tutupan kanopi pohon 4% mampu menyerap dan menangkap partikel pencemaran udara sebagai berikut a) Ozone: 81 lbs; value : $ 249 b) Sulfur dioxide: 23 lbs; value : $ 17 c) Nitrogen dioxide: 50 lbs; value : $ 155 d) Particulate matter: 62 lbs; value : $ 126 e) Carbon monoxide: 8 lbs; value : $ 3 Total partikel terjerap adalah 223 lbs (0,1 ton) per tahun dengan nilai ekonomi diperkirakan mencapai 549 USD atau Rp. 4.941.000,00.
Unit contoh Perum
Araya dengan tutupan kanopi pohon 9% memiliki kemampuan menangkap polutan udara sebagai berikut : a) Ozone: 184 lbs; value : $ 564 b) Sulfur dioxide: 51 lbs; value : $ 38 c) Nitrogen dioxide: 114 lbs; value : $ 350 d) Particulate matter: 140 lbs; value : $ 286 e) Carbon monoxide: 17 lbs; value : $ 8 Total partikel terjerap adalah 506 lbs (0,3 ton) per tahun, dengan nilai ekonomi diperkirakan mencapai 1246 USD atau Rp. 11.214.000,00.Unit contoh Perum Ekspatriat Ijen dengan tutupan kanopi pohon 15% memiliki kemampuan menangkap polutan udara sebagai berikut : a) Ozone: 302 lbs; value : $ 925 b) Sulfur dioxide: 84 lbs; value : $ 63
72
c) Nitrogen dioxide: 187 lbs; value : $ 575 d) Particulate matter: 229 lbs; value : $ 470 e) Carbon monoxide: 29 lbs; value : $ 12 Total partikel terjerap adalah 831 lbs (0,4 ton) per tahun dengan nilai ekonomi diperkirakan
mencapai
2,046
USD
atau
Rp.
18.414.000,00.Kapasitas
penangkapan partikel pencemaran udara pada area sampel permukiman teratur menunjukan bahwa keberadaan kanopi pohon dan vegetasi lainya berpengaruh terhadap kualitas udara yang diperoleh. Naungan pohon ini merupakan suatu piranti mudah dan murah dalam menangkap partikel polutan secara cepat. Pengujian berikutnya dilakukan pada ekosistem komersil (CBD) dengan sampel Kawasan Merdeka, Tugu, Blimbing (S. Parman) dan Veteran. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan metode yang sama dengan pengujian pada kawasan perumahan dan permukiman. Pengujian ini dilakukan pada beberapa kawasan komersil dengan peruntukan yang sama dan kerapatan penutupan bervariasi. Unit contoh merupakan kawasan yang didominasi oleh aktivitas perkotaan seperti perdagangan, jasa, perkantoran, dan pendidikan. Faktor yang berpengaruh terhadap kapasitas ekosistem kota peruntukan komersil adalah, keberadaan kanopi pohon (jenis, umur/kedewasaan tanaman, jumlah, ukuran dan distribusi) dan keberadaan tutupan non kanopi (area perkotaan : area pertokoan, bangunan/gedung, area kedap air (jalan, pedestrian), dan ruang terbuka (semak, perdu dan peruntukan pertanian kota). Unit contoh kawasan komersil Merdeka merupakan kawasan yang berada pada pusat kota dengan Alun-Alun Merdeka sebagai identitas kota Malang yang bertema kolonial. Kawasan ini memiliki tutupan kanopi pohon 6 % dan memiliki kapasitas menangkap polutan udara sebagai berikut : a) Ozone: 117 lbs (53.07 kg) , value : $360 b) Sulfur dioxide: 33 lbs (15 kg), value : $25 c) Nitrogen dioxide: 73 lbs (33,1 kg), value : $224 d) Particulate matter: 89 lbs (40,4 kg), value : $183 e) Carbon monoxide: 11 lbs (4,9 kg), value : $5 Total partikel terjerap adalah 323 lbs (0,15 ton) per tahun dengan nilai ekonomi diperkirakan mencapai 796 USD atau Rp. 7.044.247,00. Unit contoh Kawasan
73
Komersil Tugu dengan tutupan kanopi pohon 19% memiliki kemampuan menangkap polutan udara sebagai berikut : a) Ozone: 392 lbs (177,8 kg), value : $1,203 b) Sulfur dioxide: 109 lbs (49,4 kg), value : $82 c) Nitrogen dioxide: 244 lbs (110,7 kg), value :$748 d) Particulate matter: 298 lbs (135,2 kg), value : $611 e) Carbon monoxide: 37 lbs (16,8 kg), value : $16 Total partikel terjerap adalah 1080 lbs (0,5 ton ) per tahun dengan nilai ekonomi diperkirakan mencapai 2659 USD atau Rp. 23.530.973,00.Unit contoh kawasan komersil Jalan S.Parman, Blimbing dengan luasan kanopi pohon 10% memiliki kemampuan menangkap polutan udara sebagai berikut : a) Ozone: 207 lbs, value : $637 b) Sulfur dioxide: 58 lbs, value : $43 c) Nitrogen dioxide: 129 lbs, value : $396 d) Particulate matter: 158 lbs, value : $323 e) Carbon monoxide: 20 lbs, value : $9 Total partikel terjerap adalah 571 lbs (0,3 ton) per tahun dengan nilai ekonomi diperkirakan mencapai 1407 USD atau Rp. 12.451.327,00.Unit contoh kawasan komersil Jalan Veteran, Lowok Waru dengan tutupan kanopi pohon 10% memiliki kemampuan menangkap polutan udara sebagai berikut : a) Ozone: 202 lbs (91,6 kg), value : $619 b) Sulfur dioxide: 56 lbs (25,4 kg), value : $42 c) Nitrogen dioxide: 125 lbs (56,7 kg), value : $385 d) Particulate matter: 153 lbs (69,4 kg), value : $314 e) Carbon monoxide: 19 lbs (8,6 kg), value : $8 Total partikel terjerap adalah 556 lbs (0,2 ton) per tahun dengan nilai ekonomi diperkirakan mencapai 796 USD atau Rp. 12.115.044,00. Kawasan ruang terbuka : a) Ozone: 163 lbs (74 kg), value : $499 b) Sulfur dioxide: 45 lbs (20,4 kg), value : $34 c) Nitrogen dioxide: 101 lbs (45,8 kg), value : $311 d) Particulate matter: 124 lbs (56,2 kg), value : $254
74
e) Carbon monoxide: 15 lbs (6,8 kg), value : $7 Total partikel terjerap adalah 448 lbs (0,2 ton) per tahun dengan nilai ekonomi diperkirakan mencapai 1104 USD atau Rp. 9.769.900,00. Pada Kawasan Industri Arjosari, diketahui keberadaan pepohonan mampu menyerap dan menangkap partikel polutan, sebagai berikut : a) Ozone: 195 lbs (88,45 kg), value : $597 b) Sulfur dioxide: 54 lbs (24,5kg), value : $41 c) Nitrogen dioxide: 121 lbs (54,8 kg), value : $371 d) Particulate matter: 148 lbs (67,1 kg), value : $303 e) Carbon monoxide: 18 lbs (8,2 kg), value : $8 Total partikel terjerap adalah 536 lbs (0,2 ton) per tahun dengan nilai ekonomi diperkirakan mencapai 1320USD atau Rp. 11.681.400,00. Berdasarkan pengukuran secara parsial/sampel diketahui bahwa area sampel kawasan perumahan merupakan unit sampel yang memiliki nilai manfaat tertinggi, disusul oleh unit contoh komersil, unit contoh industri, unit contoh permukiman dan unit contoh ruang terbuka (Gambar 23).
Gambar 23. Kapasitas Tangkapan Pencemar Udara per sampel di Kota Malang (Sumber : Hasil Pengolahan)
Manfaat penangkapan partikel pencemaran udara berdasarkan pengujian secara parsial (sampling) memperlihatkan peranan dan pengaruh pengelola
75
lingkungan serta peruntukan peletakan pohon dan vegetasi lain pada masingmasing area contoh. Keberadaanarea alami disekitar unit rumah dan bantaran sungai, keberadaan pepohonan dan vegetasi lain yang berada pada jaringan jalan di kawasan sampel turut berperan dalam meningkatkan kapasitas dan manfaat ekosistemnya. Salah satu manfaat yang diperoleh adalah kenyamanan lingkungan sebagai penunjang kesehatan. Fungsi kawasan sebagai area komersil memberikan peran terhadap ketersediaan pohon dan ruang terbuka hijau. Keberadaan pohon pada kawasan komersil ini bersifat estetisdan berfungsi sebagai keindahan dan identitas kota, serta ekologis. Pada kawasan permukiman, keberadaan pohon dan vegetasi berkaitan dengan inisiatif dan kepedulian developer terhadap lingkungan. Pada unit sampel, diketahui bahwa keberadaan pohon dipengaruhi oleh status kawasan, unit Ijen merupakan kawasan elit dan given (termasuk identitas kota) dimana penataan kawasan merupakan peninggalan masa kolonial yang tetap dijaga sampai saat ini. Unit Araya Golf memiliki tingkat kepedulian tinggi terhadap kenyamanan lingkungan nya. Hal ini disebabkan oleh lokasi yang berdekatan dengan area industri dan pintu gerbang kota Malang. Unit Perumnas Sawojajar merupakan kawasan permukiman padat dibagian selatan kota Malang, namun kepedulian developer terhadap keberadaan poohon dan vegetasi dirasakan kurang, sedangkan masyarakat/penghuni kawasan memiliki kepedulian dan partisipasi tinggi dalam menjaga lingkungan. Besaran manfaat total Kota Malang terkait penangkapan partikel pencemaran udara terhadap penduduk, dilakukan melalui pembandingan nilai finansial tangkapan partikel pencemar udara dengan jumlah penduduk. Jumlah penduduk Kota Malang pada tahun 2007, yaitu 816.444 jiwa sehingga manfaat ekonomi yang diterima masyarakat Kota Malang secara tidak langsung terhadap keberadaan kanopi pohon dan RTH sebesar Rp.2000 /orang. Dapat disimpulkan bahwa manfaat ekonomi yang diperoleh masyarakat kota Malang dari hasil pendugaan dirasa kurang signifikan. Beberapa tahun mendatang, dengan laju pertumbuhan penduduk per sepuluh tahun Kota Malang adalah 0,86 maka diproyeksikan penduduk bertambah menjadi 1.526.750 jiwa. Kondisi ini akan
76
memberikan tekanan yang berarti terhadap ketersediaan kanopi pohon dan RTHK apabila tidak dipersiapkan dan direncanakan secara terpadu. Kapasitas Penyimpanan Karbon dan Karbon Rosot Fotosintesis tumbuhan adalah suatu proses alamiah yang terjadi di dalam daun-daun tumbuhan dimana terjadi penyerapan CO 2 dan dihasilkannya gas oksigen yang ditambahkan ke udara. Persamaan rekasi kimia fotosintesis adalah : karbondioksida gas (CO 2 ) + air (H 2 O) + pigmen klorofil daun + energi mata hari → zat organik (C 6 H 12 O 6 ) +
oksigen gas (O 2 ).Penyerapan CO 2 oleh
tumbuhan memberi andil dalam mengurangi pencemar CO 2 di udara.Pada proses fotosintesa diketahui bahwa karbohidrat yang dihasilkan oleh proses digunakan kembali untuk proses respirasi. Berdasarkan siklus fotosintesis dan respirasi dapat disimpulkan bahwa terdapat sisa karbohidrat yang dihasilkan pada proses fotosintesis dengan yang digunakan pada proses respirasi. Selisih tersebut merupakan nilai yang dapat diukur dalam hal kemampuan RTH dalam menyimpan karbon atau lebih jelasnya dalam bentuk senyawa hidrokarbon. CITYgreen 5.4 mengelompokkan tipe distribusi pohon pada area yang diteliti menjadi tiga tipe distribusi pohon. Tipe satu mewakili distribusi pepohonan tua, tipe dua mewakili distribusi pohon yang muda,tipe tiga menggambarkan suatu area yang dengan distribusi pohon yang seimbang. Tipe distribusi pepohonan tua (dengan biomasa yang lebih) diasumsikan menyimpan karbon lebih tinggi dibandingkankelompok distribusi pohon muda. Hasil analisis CITYgreenmenyatakan bahwa kapasitas total penyimpanan karbon (carbon storage) dari kanopi pohon dan RTH Kota Malang sebesar 435 ton, atau 36,25 ton / bulan, maka rata-rata perhari kanopi pohon dan RTH Kota Malang dapat menyimpan 1,2 ton karbon. Kemampuanpenyerapan karbon per tahun kota malang relatif lebih kecil dibandingkan dengan prediksi kapasitas rosot karbon per pohon yang diutarakan oleh Rohman. Hal ini terkait dengan distribusi kelompok umur pepohonan di kota Malang yang tergolong dalam kelompok even mix campuran antara pohon tua/dewasa dengan pohon muda. Kemampuan rosot karbon tergantung pada kapasitaas pertumbuhan pepohonan. Pohon muda memiliki laju pertumbuhan yang tinggi dibandingkan dengan pohon tua, hal ini berdampak pada kebutuhan penggunaan karbon sebagai
77
material dasar proses fotosintesis. Pohon muda membutuhkan karbon dalam jumlah besar tergantung pada kapasitas pertumbuhannya, sedangkan kebutuhan karbon padakelompok pohon tua relatif lebih sedikit dibandingkan dengan pohon muda. Karbon yang di rosot lebih sedikit pada pohon tua dimana karbon yang tersimpan lebih banyak digunakan sebagai cadangan karbon.Penurunan luasan kanopi pohon di Kota Malang berpengaruh terhadap kapasitas ekosistem kota dalam menyimpan dan menyerap karbon. Kapasitas parsial (sampel) dari penyimpanan karbon oleh kanopi pohon dan RTH Kota Malang bervariasi sesuai dengan lokasi dan fungsi peruntukan lahan. Kapasitas tahunan terhadap simpanan karbon (carbon storage) tertinggi adalah unit contoh area komersil (4 ton), kedua adalah area perumahan (3,5 ton), dan terendah adalah area permukiman, ruang terbuka dan industri (3 ton). Kapasitas area sampel dalam menyimpan dan menyerap karbon terhadap total luasan sampel (0,25 ha) diketahui sangat kecil. Persentase luasan kanopi pohon pada masing-masing area sampel berpengaruh terhadap besaran karbon yang dapat disimpan atau diserap. Sampel area komersil merupakan kawasan tua kota Malang hasil perencanaan pada masa kolonial Belanda yang dipertahankan. Rata-rata pepohonan yang dijumpai pada kawasan ini merupakan kelompok pohon tua dan besar. Pepohonan pada area perumahan merupakan pohon yang terletak pada area alami yang tersisa, dengan massa kerapatan tajuk yang tinggi serta termasuk kelompok pohon sedang dan dewasa,sedangkan pada kawasan lainnya, pepohonan merupakan kelompok pohon sedang dan muda. Khusus pada unit contoh permukiman, jenis pohon yang dominan adalah palmae dan vegetasi estetika, dimana jenis ini kurang baik dalam penangkapan atau penyimpanan karbon. Keberadaan,luasan kanopi pohon, dan kedewasaan pohon (ukuran dan umur) berpengaruh secara positif terhadap kemampuan dan kapasitas pohon dalam menyimpan karbon. Area sampel dengan pohon besar dan dewasa memiliki kemampuan yang lebih besar dalam menyimpan karbon dibandingkan dengan area yang memiliki pohon sedang atau muda (Gambar 24).
78
5 4 3 2 1 0 perumahan
permukima n
komersil
industri
ruang terbuka
3,7
3
4
3
3
Series1
Gambar 24. Kapasitas Simpanan Karbon Per Unit Contoh (Sumber : Hasil Pengolahan)
Kapasitas rosot tertinggi dijumpai pada unit contoh perumahan, kedua adalah unit contoh komersil, ketiga adalah unit industri dan ruang terbuka, sedangkan unit contoh permukiman merupakan kawasan dengan kapasitas terendah (Gambar 25). Hal ini diduga disebabkan oleh komposisi, konfigurasi, distribusi dan jumlah pohon yang berada pada kawasan. Pada penelitian ini, jenis dan jumlah dikesampingkan terkait dengan skala penelitian yang luas. Rata rata kapasitas serapan / penyimpanan karbon adalah 0,02 ton/acre atau 3,9 ton/km2. ruang terbuka industri komersil permukiman perumahan 0
5 perumahan
10 permukiman
15
20
komersil
25 industri
30
35
ruang terbuka
Gambar 25. Kapasitas Sequestrasi Karbon Per Unit Contoh (Sumber : Hasil Pengolahan)
Nilai karbon tersimpan merupakan jumlah karbon yang mampu diserap oleh tumbuhan dalam bentuk biomassa. Jumlah karbon yang semakin meningkat pada saat ini harus diimbangi dengan jumlah serapannya oleh tumbuhan guna menghindari pemanasan global.
79
Kapasitas serapan air hujan Kota Malang memiliki rata-rata curah hujan harian (dua tahunan/24 jam) sebesar 3,6 inchi, dengan tipe rainfall termasuk tipe III (cukup tinggi), hidrologic soil group adalah tipe B (somewhat pervious). Hasil dari perhitungan volume penyimpanan air limpasan adalah 204.7 cu.ft, sehingga total biaya yang dapat diterima dari layanan pengendalian air limpasan hujan adalah $31.578.760,00 USD atau setara dengan Rp. 284.208.840.000,-. Nilai ekonomi tahunan yang diterima dari layanan ini adalah 2.753.180 USD atau Rp. 24.778.620.000,-. Nilai ekonomi dari layanan ini merupakan nilai subtitusi yang dapat dihemat apabila instrumen pengendalian air hujan berupa kawasan resapan alami diganti dengan infrastruktur buatan. Layanan ini relatif besar, menunjukan bahwa keberadaan pepohonan merupakan infrastruktur termurah dalam pengendalian air hujan, karena dapat menghemat pengeluaran yang disebabkan oleh pembangunan sarana pengendalian air hujan buatan.Dengan ketinggian tempat dan kemiringan topografi serta penutupan tanah berupa perkerasan menyebabkan laju runoff nya (peak flow) tinggi. Kanopipohon dapat difungsikan sebagai kontrol terhadap perkolasi dan runoff yang terjadi di atas permukaan tanah. Laju runoff relatif tinggi pada masing-masing area sampel, menunjukan bahwa rendahnya kapasitas lahan dalam menyerap air yang sebagian besar tertutup oleh perkerasan. Berdasarkan pengujian secara parsial diketahui bahwa area komersil merupakan kawasan dengan laju runoff tertinggi, kedua adalah area permukiman dan perumahan, ketiga adalah area industri dan ruang terbuka. Kawasan komersil merupakan area dengan penutupan perkerasan, dan peruntukan aktivitas perkotaan yang tinggi. Keberadaan saluran drainase yang kurang baik turut mendorong meningkatnya laju air limpasan. Kemiringan lahan pada area contoh berpengaruh terhadap laju kecepatan aliran air limpasan. Area komersil pada sampel penelitian ini merupakan area dengan kemiringan lahan datar dan variasi kemiringan relatif kecil serta kurang baiknya saluran drainase pada kawasan membuat air tidak dapat sepenuhnya terserap ke dalam tanah. Keberadaan perkerasan
dibawah kanopi pohon (impervious understory)
berpengaruh terhadap kapasitas pohon menyerap air limpasan. Pada area
80
permukiman dan perumahan, laju runoff disebabkan oleh faktor penutupan lahan oleh perkerasan dan bangunan serta sistem drainase yang kurang baik. Kepadatan tanah berpengaruh terhadap laju aliran. Saluran drainase yang buruk pada kawasan perumahan serta kemiringan lahan yang relatif tinggi dan bervariasi (berada ditepi sungai) berdampak pada laju kecepatan aliran. Kawasan komersil dan kawasan perumahan memiliki nilai ekonomi tertinggi, kedua adalah kawasan permukiman, dan ketiga adalah kawasan industri dan kawasan ruang terbuka. Kawasan ruang terbuka secara alami berfungsi sebagai resapan air, namun penutupan sebagaian lahan lapangan dengan perkerasan berakibat pada penurunan nilai manfaat nya. Kawasan industri memiliki areal resapan yang baik dan saluran drainase yang baik pada tapak (Gambar 26-27). ruang terbuka
1,51
industri
1,51
komersil
2,29
permukiman
1,68
perumahan
1,68 0
0,5
1
1,5
2
2,5
Gambar 26. Runoff Per Unit Contoh (Sumber : Hasil Pengolahan)
90,5
ruang terbuka industri
94,9
komersil
152
permukiman
101,9
perumahan
151,5 0
20
40
perumahan permukiman Series1
151,5
60
80
100
120
140
160
komersil
industri
ruang terbuka
152
94,9
90,5
101,9
Gambar 27. Nilai Ekonomi Stormwater Control Per Unit Contoh (Sumber : Hasil Pengolahan)
81
Secara ekonomi, layanan dari ekosistem perkotaan di Kota Malang dapat diukur dan diprediksikan. Besaran prediksi nilai ekonomi dari ekosistem perkotaan Kota Malang dihitung tahunan. Total finansial yang dapat diterima (disimpan) oleh Kota Malang dari layanan terukur ekosistem dan struktur perkotaan adalah sebesar 2,925,665 USD atau setara dengan Rp.26.330.985.000,-. Jumlah ini termasuk cukup besar mengingat luasan kanopi pohon sebesar 4% dari total wilayah Kota Malang. Namun, apabila ditinjau dari besaran pendapatan asli daerah yang didapat oleh Kota Malang tahun 2007 sebesar Rp. 87.115.734.710,-, maka besaran layanan terukur dari ekosistem perkotaan Malang diartikan dapat berkontribusi (30,2%) dan layak untuk diperjuangkan sebagai dasar penentuan kebijakan pembangunan ekonomi berbasis lingkungan pada masa mendatang. Dalam
konteks
pembangunan
wilayah
perkotaan,
pengembangan
infrastruktur harus mengutamakan aspek kelestarian lingkungan seiring dengan aspek ekonomi, sosial dan budaya sebagai pilar dari pembangunan berkelanjutan. Ruang terbuka hijau dapat meningkatkan kenyamanan dan keamanan lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan sektor ekonomi. Pertumbuhan tersebut terkait dengan peningkatan jumlah wisatawan yang datang untuk menikmati suasana
kota
yang
asri,
peningkatan
nilai
properti
baik
kawasan
perumahan/permukiman dan komersil, serta meningkatkan lama kunjungan yang berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan kota dari sektor wisata dan komersil.Nilai ekonomis yang didapat dari layanan ekosistem tersebut merupakan nilai potensial yang dapat dimasukan dalam struktur PAD mendatang. Deskripsi manfaat dan layanan ekosistem kota yang terukur tersaji pada Gambar 28.
82
Gambar 28. Report Kalkulasi Layanan terukur Ekosistem Kota Malang (Sumber : Hasil Pengolahan)
Kualitas Lingkungan Hidup (Udara)Kota Malang Pohon perkotaan secara langsung maupun tidak langsung berdampak secara lokal dan regional terhadap kualitas udara melalui perbaikan atmosfer lingkungan perkotaan. Pepohonan memiliki kemampuan yang terkait dengan perbaikan kualitas lingkungan kota. Kemampuan tersebut berkaitan dengan manfaat ekologis pepohonan dalam menurunkan temperatur lingkungan dan dampak iklim mikro, mereduksi pencemaran udara, pemeliharaan pohon dan emisi dari volatile organic compounds (VOC) dan efek energi terhadap bangunan. Peningkatan kanopi pepohonan dapat menurunkan emisi VOC dan pada akhirnya dapat mempengaruhi konsentrasi ozon pada kawasan perkotaan. Peningkatan jumlah pepohonan secara potensial memperlambat akumulasi karbon di udara. Berdasarkan hasil model alternatif penyerapan dan simpanan karbon
83
pada lokasi penelitian dengan menggunakan CITYgreen diketahui bahwa peningkatan jumlah persentase luasan kanopi pohon perkotaan berpengaruh terhadap perosotan karbon. Kualitas lingkungan hidup Kota Malang dapat diduga melalui kapasitas total ekosistem kota. Berdasarkan hasil analisis dan pendugaan diketahui bahwa ekosistem Kota Malang memiliki kemampuan sub-optimum untuk menyimpan karbon (435 ton), sedangkan kemampuan menyerap karbon (rosot) adalah 2,460 pound/tahun (1,1 ton/tahun). Rendahnya kapasitas penyimpanan karbon dan penyerapan karbon (rosot) dipengaruhi oleh distribusi umur pohon. Dari hasil identifikasi, diketahui bahwa distribusi umur pohon termasuk kelompok even mix (campuran kelompok pohon tua dan muda). Pohon tua dan besar memiliki kapasitas untuk menyimpan karbon tinggi namun rendah untuk menyerap (merosot) karbon. Kapasitas rosot karbon ini terkait dengan karbon yang dapat ditangkap dan digunakan oleh pepohonan untuk pertumbuhannya melalui proses fotosintesis, respirasi dan transpirasi diolah menghasilkan oksigen dan uap air. Hasil ketiga proses tersebut dapat berfungsi sebagai mekanisme pembersih udara. Berdasarkan identifikasi karakteristik layanan jalan di Kota Malang memiliki karakteristik yang bervariasi,ditinjau dari kondisi lalu lintas melalui perbandingan volume jalan dan kapasitas (V/C ratio) dan tersaji pada Tabel 12. Panjang ruas jalan arteri (primer dan sekunder) di Kota Malang adalah 83 kilometer, dengan kategori layanan jalan terbagi menjadi lima, yaitu level A (22%), level B (53%), level C (23%) dan level D (3%), seperti tersaji pada Gambar 29. A; 22%
B; 53% D; 3%
C; 23%
Gambar 29. Persentase Tingkat Pelayanan Jalan (Nilai V/C ratio) di Kota Malang (Sumber : Hasil Pengolahan)
84
Tabel 12. Harkat Tingkat Pelayanan Jalan NILAI V/C Ratio
0,00 - 0,19
LEVEL
KARAKTERISTIK ARUS LALU LINTAS
HARK AT
A
1. arus bebas dengan volume lalu lintas rendah dan kecepatan tinggi; 2. kepadatan lalu lintas sangat rendah dengan kecepatan yang dapat dikendalikan oleh pengemudi berdasarkan batasan kecepatan maksimum/minimum dan kondisi fisik jalan; 3. pengemudi dapat mempertahankan kecepatan yang diinginkannya tanpa atau dengan sedikit tundaan.
1
0,20 - 0,44
B
0,45 - 0,69
C
1. arus stabil dengan volume lalu lintas sedang dan kecepatan mulai dibatasi oleh kondisi lalu lintas; 2. kepadatan lalu lintas rendah hambatan internal lalu lintas belum memengaruhi kecepatan; 3. pengemudi masih punya cukup kebebasan untuk memilih kecepatannya dan lajur jalan yang digunakan. 1. arus stabil tetapi kecepatan dan pergerakan kendaraan dikendalikan oleh volume lalu lintas yang lebih tinggi; 2. kepadatan lalu lintas sedang karena hambatan internal lalu lintas meningkat;
2
3
3. pengemudi memiliki keterbatasan untuk memilih kecepatan, pindah lajur atau mendahului. 1. arus mendekati tidak stabil dengan volume lalu lintas tinggi dan kecepatan masih ditolerir namun sangat terpengaruh oleh perubahan kondisi arus; 0,70 - 0,84
D
E > 0,85 F
2. kepadatan lalu lintas sedang namun fluktuasi volume lalu lintas dan hambatan temporer dapat menyebabkan penurunan kecepatan yang besar; 3. pengemudi memiliki kebebasan yang sangat terbatas dalam menjalankan kendaraan, kenyamanan rendah, tetapi kondisi ini masih dapat ditolerir untuk waktu yang singkat. 1. arus lebih rendah daripada tingkat pelayanan D dengan volume lalu lintas mendekati kapasitas jalan dan kecepatan sangat rendah; 2. kepadatan lalu lintas tinggi karena hambatan internal lalu lintas tinggi; 3. pengemudi mulai merasakan kemacetan-kemacetan durasi pendek. 1. arus tertahan dan terjadi antrian kendaraan yang panjang; 2. kepadatan lalu lintas sangat tinggi dan volume rendah serta terjadi kemacetan untuk durasi yang cukup lama; 3. dalam keadaan antrian, kecepatan maupun volume turun sampai 0.
4
5
6
Sumber : Primananda dan Suharyadi,2005
Berdasarkan hasil pengolahan data diketahui bahwa kondisi pelayanan jalan terkait kapasitas per volume jalan berpengaruh terhadap kontribusi emisi karbon (CO dan CO 2 ) di udara. Berdasarkan data tersebut, dapat dijelaskan bahwa konsentrasi emisi karbon dari hasil pembakaran kendaraan bermotor bervariasi berdasarkan level tingkat pelayanan jalan. Emisi kendaraan bermotor berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya disebabkan oleh perbedaan disain jalan maupun kondisi lalu lintas. Emisi kendaraan bermotor di Kota Malang dipengaruhi oleh volume total kendaraan bermotor; tipe dan karakteristik kendaraan bermotor; dan kondisi umum lalu lintas. Persentase terbesar tingkat pelayanan jalan di Kota Malang adalah level B dimana pada tingkat ini, jalan memiliki potensi yang tinggi dalam menyumbang karbon di udara. Volume kendaraan dan laju kecepatan dalam kategori stabil, sehingga kecepatan kendaraan dapat diatur dan menghasilkan konsentrasi karbon yang relatif stabil, dibandingkan dengan jalan yang termasuk level C dan D. Pada level C dan D, peluang peningkatan karbon di udara sangat besar, dimana laju kendaraan dibatasi pada kecepatan rata-rata 25 km/jam dan maksimal 40 km/jam,
85
sehingga pembakaran kendaraan relatif tinggi. Pola jalan - berhenti yang sering, kecepatan arus lalu-lintas yang rendah secara langsung mempengaruhi besaran emisi pencemar udara yang dikeluarkan kendaraan bermotor. Jenis dan karakteristik kendaraan berpengaruh terhadap kapasitas tempuh kendaraan, semakin jauh jarak tempuh yang bisa di jangkau oleh kendaraan per satu liter bahan bakar maka semakin kecil kadar emisi yang dilepaskan. Faktor emisi merupakan suatu nilai representatif yang menghubungkan antara jumlah polutan yang dibuang ke atmosfer per satuan unit penghasil emisi. Faktor tersebut biasanya dirumuskan dengan pembagian antara berat polutan dengan unit berat, volume, jarak atau durasi aktifitas yang mengemisikan polutan. Perhitungan emisi kendaraan bermotor dibedakan berdasarkan kategori atau jenis kendaraan yang melintas, yaitu kategori berat dan ringan. Berdasarkan data Dinas Perhubungan (2007) tentang penghitungan kendaraan bermotor yang melintas di jalan utama Kota Malang maka dapat diukur beban emisi yang dikeluarkan oleh kendaraan. Emisi yang dihasilkan berupa hasil pembakaran tidak sempurna (gas CO) dan pembakaran sempurna (CO 2 ). Hasil pembakaran sempurna kendaraan bermotor menghasilkan gas CO 2 yang dapat dihitung berdasarkan faktor emisi yang dihasilkan dari pembakaran 1 liter bahan bakar. Faktor emisi yang dihasilkan oleh 1 liter bahan bakar adalah 2,1 kg CO 2 sebagaimana yang disampaikan oleh Nolasari. Emisi CO 2 yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor di Kota Malang tersaji pada Gambar 30. 7 6
0,32
EMISI CO2 (TON)
5 4 3
5,15
0,55 5,29
0,18 3,26
2 0,77
1 0
0,27 A
B
C
D
V/C RATIO
0,18
0,32
0,55
0,77
EMISI CO2 (TON)
3,26
5,15
5,29
0,27
Gambar 30. Level Emisi CO 2 berdasarkan Level V/C ratio (Sumber : Hasil Pengolahan)
86
Level emisi CO 2 yang dihasilkan berdasarkan panjang jalan dan level V/C ratio pada Kota Malang bervariasi, tertinggi dijumpai pada ruas jalan dengan level C. Pada ruas jalan tersebut, kendaraan berjalan dengan rata-rata kecepatan 25-40 km/jam, kecepatan dan gerak kendaraan dibatasi oleh volume lalu lintas yang meningkat. Ruas jalan utama dengan level C memiliki total panjang lintasan adalah 18,91 km. Emisi yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor (motor, mobil pribadi, angkutan umum dan barang) adalah 5,29 ton. Jalan dengan level B memiliki emisi hasil pembakaran kendaraan bermotor adalah 5,15 ton CO 2 , emisi pada jalan level A adalah 3,26 ton, sedangkan terendah adalah level jalan D adalah 0,27 ton. Jalan dengan level D merupakan ruas jalan utama yang menyumbang emisi terkecil, namun ditinjau dari panjang lintasan total(1,47 km), volume kendaraan dan kapasitas jalan pada level ini maka emisi CO 2 yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor tergolong tinggi. Level jalan mempengaruhi kualitas udara, kapasitas jalan yang tidak sebanding dengan volume lalu lintas berpengaruh terhadap jumlah emisi yang dihasilkan serta mempengaruhi kualitas udara. Emisi gas CO 2 yang dihasilkan oleh beragam jenis kendaraan tidak sebanding dengan kapasitas simpanan karbon pada Kota Malang (Gambar 31). 16000,0
MT = MOTOR MB = MOBIL UM = UMUM BR = TRUK
14000,0
EMISI (KG)
12000,0 10000,0 8000,0 6000,0 4000,0 2000,0 0,0 MT
MB
JUMLAH
6532
EMISI (KG)
1363,
\
UM
BR
MT
MB
UM
BR
MT
MB
1566
558
606
9271
1754
1083
986
11524
1089,
388,3
421,7
2168,
1367,
844,5
768,9
2686,
A
UM
BR
MT
MB
2022
914
454
1648
236
508
92
1556,
703,8
349,6
101,7
48,6
104,5
18,9
B
C
UM
BR
D
Gambar 31. Pelepasan CO 2 oleh Beragam Jenis Kendaraan di Kota Malang Per Tingkatan Pelayanan Jalan (Sumber : Hasil Pengolahan)
Salah satu gas berbahaya yang berpengaruh terhadap kesehatan dan kualitas hidup adalah karbon monooksida (CO). Konsentrasi tinggi dari gas ini
87
dapat menyebabkan keracunan, iritasi dan gangguan pernafasan akut. Berdasarkan hasil pengujian kualitas udara diketahui bahwa konsentrasi gas karbon monooksida berada dibawah ambang batas aman (20 ppm). Berdasarkan hasil olahan data, diketahui bahwa emisi CO tertinggi dijumpai pada jalan dengan Level C, yang dihasilkan oleh motor yaitu 0,74 ppm. Pada level ini, emisi oleh mobil adalah 0,15 ppm. Emisi gas CO dipengaruhi oleh kecepatan kendaraan berdasarkan V/C ratio jalan. Ruas jalan dengan V/C ratio tinggi memiliki faktor emisi tinggi karena laju kendaraan rendah dimana volume lalu lintas tinggi.
Pada Level A dan B, emisi gas karbon monoksida yang
dihasilkan adalah 0. Kondisi ini dipicu oleh laju kecepatan motor pada level A dan B.
Berdasarkan hasil penelitian terkait dengan pelepasan karbonmonooksida
diketahui bahwa faktor emisi yang dihasilkan oleh motor pada kecepatan 60 – 80 km/jam adalah 0. Meningkatnya kecepatan kendaraanakan menghasilkan emisi yang makin rendah dari karbon monoksida dan hidrokarbon per kendaraan-mil, sedangkan emisi oksida dari nitrogen akan bertambah per kendaraan-mil dengan bertambahnya kecepatan. Kadar emisi CO tersaji pada Gambar 32.
PELEPASAN CO (ppm)
0,80
0,74
MT = MOTOR MB = MOBIL UM = UMUM BR = TRUK
0,70 0,56
0,60 0,50 0,40 0,30 0,20 0,10 0,00
0,07 0,03 0,04 0,00 0,00 MT
MB UM
BR
MT
0,06 0,07
MB UM
BR
MT
0,15 0,07 0,04 MB UM
BR
0,03 0,01 0,01 0,00
MT
MB UM
BR
JENIS KENDARAAN PER TINGKATAN JALAN
Gambar 32. Pelepasan CO Beragam Jenis Kendaraan di Kota Malang Per Level V/C ratio (Sumber: Data Diolah)
Berdasarkan hasil pendugaan diketahui bahwa kapasitas rosot karbon yang dihasilkan oleh tutupan kanopi pepohonan di Kota Malang cukup tinggi dibandingkan dengan karbon yang tertangkap. Berdasarkan perhitungan emisi emisi karbon melalui pelepasan gas CO pada pembakaran tidak sempurna kendaraan bermotor, maka kapasitas rosot karbon yang dimiliki Kota Malang
88
cukup untuk mencuci karbon yang dilepaskan ke udara oleh kendaraan tersebut. Hasil pengolahan data GIS menunjukan bahwa kadar CO yang tertangkap oleh pepohonan lebih rendah dibandingkan dengan kapasitas rosot. Distribusi kelompok umur pohon berpengaruh dalam penyaringan gas pencemar udara, terutama karbon monoksida (CO). Ruas jalan di Kota Malang didominasi oleh keberadaan perkerasan dan pohon dengan kelompok umur dewasa (besar dan tua). Pohon tua memiliki kapasitas rosot karbon rendah, sehingga emisi gas karbon monooksida di Kota Malang masih dapat diatasi dengan keberadaan kanopi pepohonan saat ini, kadar pencemaran udara dari partikel tersebut masih dalam batas aman. Tingkat pencemaran udara dipengaruhi oleh keadaan topografi daerah, faktor meteorologi dan reaktifitas kimia setiap parameter. Langkah yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kualitas udara dari lingkungan perkotaan adalah melalui perbaikan sistem transpostasi dan distribusi penduduk seperti yang dikembangkan oleh Kusminingrum dan Gunawan (2008). Pengaturan akses dan jarak antara rumah tinggal dengan lokasi kerja dan aktivitas kota berpengaruh terhadap kontribusi konsentrasi polutan akibat lalu lintas kendaraan bermotor. Pengendalian kadar pencemaran udara yang terpadu dapat dilakukan melalui tiga tahapan, antara lain : 1) Penerapan Kebijakan pengendalian pencemaran udara Salah satu strategi yang diterapkan untuk pengendalian pencemaran udara dari sumber bergerak adalah penetapan kebijakan dan aturan serta program pengendalian lingkungan yang meliputi : a) Standar emisi kendaraan serta persyaratan pemeriksaan dan pemeliharaan kendaraan b) Menghentikan pemakaian atau retrofitting kendaraan yang boros bahan bakar dan menimbulkan pencemaran tinggi; c) Teknologi dan kualitas bahan bakar d) Manajemen efisiensi lalu lintas e) Investasi transportasi massal yang lebih baik, seperti bus dan kereta api;
89
f) Program
penghijauan
dengan
memanfaatkan
lahan
sekitar
lingkungan jalan dan sekitar lingkungan rumah; 2) Keterlibatan dan Peran serta Masyarakat Beberapa kegiatan yang dapat melibatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan dan pengendalian kualitas udara diantaranya adalah : a) Penghijauan sekitar lingkungan tempat tinggal dan jalan b) Pemeliharaan dan pengujian emisi kendaraan secara teratur c) Pemeliharaan
lingkungan
sekitar
jalan
dengan
menjaga
kebersihan d) Kesadaran masyarakat pengguna jalan untuk menjaga kelancaran lalu lintas dan kebersihan lingkungan. 3) Aplikasi Teknologi Pereduksi Pencemaran Udara. Dampak-dampak pencemaran udara kendaraan bermotor dapat dicegah dengan cara pemilihan rute lalu lintas yang cukup jauh dari areal berpenduduk dan mengurangi kemacetan lalu lintas.Selain itu dapat dilakukan mitigasi perbaikan desain untuk meminimalkan pencemaran udara akibat kendaraan bermotor meliputi: a) pemilihan alignment jalan tidak melalui daerah dekat permukiman, sekolah dan perkantoran; b) menyediakan kapasitas jalan yang memadai untuk menghindari kemacetan lalu lintas, dengan proyeksi peningkatan arus lalu lintas di masa yang akan datang; c) menghindari penempatan perpotongan jalan yang sibuk; d) memperhitungkan pengaruh arah angin dalam penentuan lokasi jalan dan bangunan pelengkapnya, sedapat mungkin menghindari lereng curam dan belokan tajam yang akan mendorong penurunan atau peningkatan kecepatan serta shifting; e) penanaman vegetasi yang tinggi, berdaun lebat dan rapat diantara jalan dan pemukiman untuk menyaring pencemaran. Transport Demand Management (TDM) dilakukan melalui penerapan kebijakan dan strategi transportasi untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan mendistribusikan beban transportasi yang ada ke dalam moda
90
transport, lokasi dan waktu berbeda. Upaya ini dianggap sebagai penanganan transportasi yang relatif murah untuk meningkatkan tingkat pelayanan jaringan transportasi. Penerapan TDM diharapkan dapat menghasilkan kondisi lingkungan yang lebih baik, meningkatkan kesehatan publik, yang pada akhirnya dapat mendorong kesejahteraan masyarakat dan tingkat kelayakan huni suatu kota.Kemudahan akses terhadap aktivitas hunian, komersial dan perkantoran serta
jaringan
transportasi umum yang terpadu dengan fasilitas pedestrian dan jalur sepeda, diharapkan dapat mengurangi kebutuhan pergerakan transportasi antar kawasan dan mengurangi penggunaan kendaraan bermotor pribadi. Kawasan ini juga umumnya membatasi jumlah lahan parkir untuk kendaraan pribadi. Perbaikan kualitas lingkungan Kota Malang akibat konsentrasi emisi gas Karbon Dioksida (CO 2 ), dapat dilakukan melalui upaya
penambahan luasan
kanopi pohon perkotaan melalui penambahan kuantitas hutan kota serta menanam pohon-pohon dengan spesifikasi cepat tumbuh (fast growing) untuk meningkatkan kemampuan pepohonan dalam merosot karbon; pembatasan kendaraan, terutama roda dua melalui kebijakan terintegrasi dengan produksi kendaraan roda dua; merencanakan alternatif jalur transportasi yang ramah lingkungan dan terintegrasi dengan jaringan jalan untuk efisiensi pergerakan/mobilisasi komunitas. Hutan muda mempunyai tingkat penjerapan karbon yang lebih tinggi dibanding dengan hutan tua yang hanya mampu mengikat carbon stock saja. Jenis pohon yang cepat tumbuh (fastgrowing species) yang ditanam pada tapak yang berkualitas akan dapat mengikat karbon dalam jumlah tinggi dalam biomassanya.
Manfaat Imbal Jasa Lingkungan Pelestarian Simpanan Karbon (Perdagangan Karbon) Berdasarkan hasil analisis Valuasi manfaat ekologis kanopi pohon diketahui bahwa kapasitas simpanan karbon di Kota Malang relatif rendah (435 ton) dengan luasan penutupan kanopi 4 %. Nilai yang diproyeksikan apabila simpanan karbon Kota Malang diperdagangkan adalah Rp. 19.375.500,00 (dengan nilai CER yaitu 5 USD). Nilai ini sangat kecil untuk skala kota. Salah satu faktor
91
yang berpengaruh adalah menyusutnya lingkungan alami / area konservasi berupa area pepohonan sebagai akibat dari konversi lahan pepohonan menjadi sarana pertumbuhan ekonomi. Peningkatan kapasitas simpanan karbon sebagai upaya menyiapkan infrastruktu perdagangan karbon dapat dilakukan melalui penambahan kuantitas dan luasan kanopi pepohonan. Penambahan tersebut dapat dilakukan melalui penghijauan kembali dan penghutanan lahan kosong. Kriteria hutan yang dapat di promosikan dalam pengembangan kapasitas penyimpanan karbon adalah :a) hutan tanaman tidak diproduksi; b) Lahan kosong yang di hutankan kembali; c) areal yang ditanami belum pernah menjadi hutan 50 tahun sebelumnya. Manfaatpenjualan karbon dapat diperoleh setelah karbon disertifikasi yang didukung oleh pencatatan serta data pertumbuhan yang akurat dan dapat dipertanggung jawabkan. Diperlukansuatu lembaga terkait yang bertanggung jawab dalam mekanisme tersebut, dan diperlukan peningkatan pemahaman dan kapasitas dari pengelola lingkungan di Kota Malang.Peningkatan kapasitas tersebut terkait dengan pemahaman tentang perdagangan karbon, produk, mekanisme serta imbal jasa kepada masyarakat. Peningkatan kapasitas diperlukan sebagai upaya persiapan dan peningkatan kapasitas lembaga perdagangan karbon di Kota Malang. Pemerintah Kota Malang diharapkan dapat menyusun kebijakan terkait dengan imbal jasa perdagangan karbon, yang mengatur tentang mekanisme dan distribusi atau pengembalian nilai manfaat kepada masyarakat. Imbaljasa lingkungan yang diberikan kepada masyarakat harus dapat dinikmati oleh masyarakat secara langsung dan hasil imbal jasa tersebut diharapkan tidak masuk dalam Kas Daerah. Hal ini guna memudahkan mekanisme pemberian manfaat secara langsung kepada masyarakat tanpa melalui proses birokrasi dan administrasi yang panjang. Konsep kemudahan ini merupakan suatu upaya pengelolaan imbal jasa lingkungan secara akuntable. Mekanisme imbal jasa lingkungan dibentuk sebagai bukan
transaksi pajak
sehingga merupakan objek PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak), dan imbal jasa lingkungan harus dipandang sebagai biaya kelola lingkungan dan kelola sosial, sehingga merupakan biaya produksi jasa lingkungan itu sendiri. Pembiayaan perbaikan kapasitas kelembagaan serta infrastruktur perdagangan
92
karbon dapat diupayakan melalui mekanisme dukungan masyarakat. Partisipasi masyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk pembayaran pajak lingkungan yang akan dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk imbal jasa lingkungan dan tidak masuk dalam kas daerah. Mekanisme ini diharapkan dapat mewujudkan suatu sistem imbal jasa yang akuntable dan dirasakan secara langsung oleh stakeholder Kota Malang. Pelestarian Air Hujan Berdasarkan hasil analisis GIS diketahui bahwa Kota Malang memiliki nilai manfaat keberadaan kanopi pepohonan dan ruang terbuka hijau yang tinggi dalam pengendalian air hujan. Hasil ini menunjukan potensi yang dimiliki oleh Kota Malang terkait konservasi sumberdaya air, terutama air limpasan hujan (runoff). Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengelola dan mengendalikan air hujan yaitu konsepsi nilai ekonomi dari air hujan. Konsepsi ini dapat dikembangkan melalui pengembangan konsep imbal jasa lingkungan dalam rangka konservasi sumberdaya air. Untuk menunjang konsep tersebut, diperlukan pemahaman dan sistematika imbal jasa lingkungan yang mengatur tentang mekanisme dan nilai manfaat yang dibayarkan. Diperlukan pembangunan sarana dan infrastruktur pengolahan air limpasan untuk sesuai dengan baku mutu kualitas air. Identifikasi jasa lingkungan dengan penggunaan lahan diperlukan untuk memahami kejelasan hubungan antara penyedia dan pemanfaat (siapa dan bagaimana) serta kelembagaan yang perlu dipersiapkan (kebijaksanaan terkait, sumber daya manusia pelaksana dan organisasinya). Peningkatankapasitas terkait diperlukan agar implementasi mekanisme imbal jasa lingkungan dapat berjalan optimal. Model peningkatan kapasitas implementasi imbal jasa lingkungan dijabarkan pada Tabel 13.
93
Tabel 13. Model Peningkatan Kapasitas Implentasi Imbal Jasa Lingkungan No 1
2
Jenis Peningkatan Kapasitas Konsep mekanisme imbal jasa lingkungan serta prinsip prinsip yang berkaitan Aspek Legal
Sasaran Seluruh pemangku kepentingan
PEMDA Pemerintah pusat (Bappenas, KLH,Dephut,Depdagri, Kimpraswil, Pertambangan, Pariwisata, DKP,Deptan, Hukum dan HAM)
Bagaimana cara meningkatkanya Sosialisasi: website dan kampanye
fasilitator
keterangan
NGO, Bappenas (Pemerintah)
Inventarisasi kebijakan yang sudah ada dan penyamaan persepsi melalui dialog serta debat publik
Perguruan Tinggi, NGO bidang hukum, Konsultan, Sekretaris Negara
Pelatihan yang disertai evaluasi peningkatan keahlian (evaluasi peningkatan melalui : pre test dan post test
Perguruan tinggi, Dephut, NGO, KLH
Perlu ada pemetaan kepentingan para pihak terhadap imbal jasa lingkungan terlebih dahulu
NGO (memahami pembuatan legal drafting) Pemerintah desa. 3
a. Keahlian/skill Pemasaran Silvikultur Manajemen PSDA (Kepemimpinan, kearifan lokal dan spiritual
Lembaga pengelola Jasa Lingkungan (Independen)
b. Negosiasi
Semua pemangku kepentingan Masyarakat
c. Koordinasi antar Departemen d. Kemampuan memfasilitasi proses
Pemerintah
Sumber : World Agroforestry Center, 2005
Intervensi pemerintah dan mekanisme akuntabilitas publik perlu dikembangkan. Dalam mekanisme pembuatan regulasi: pertama perlu dibuat terlebih dahulu draft akademis regulasi imbal jasa lingkungan, dan kedua melibatkan masyarakat yang saat ini sudah melakukan implementasi sehingga dapat menampung pengalaman-pengalaman yang sudah berjalan. Peningkatan kapasitas tenaga kerja dalam bidang usaha jasa lingkungan dapat dilakukan secara individu ataupun secara
bersama atau kelembagaan.
Pembedaan ini terkait dengan spesifikasi keahlian
yang diperlukan oleh
perusahaan pada saat tertentu. Terkait dengan peserta peningkatan kapasitas, yang harus ditingkatkan kapasitasnya dalam usaha jasa lingkungan bukan hanya tenaga kerja perusahaan tetapi juga pemerintah dan masyarakat serta pemangku peran lainnya. Hal ini diperlukan karena komoditas yang diusahakan bersifat unik dan spesifik. Selain itu, keberadaan atau lokasi sumberdaya alam sebagai komoditas yang diusahakan tidak mengenal batas-batas administrasi wilayah.
94
Hal lain yang perlu dipersiapkan adalah mekanisme perdagangan bebas, persiapan pasar dan infrastruktur pengolahan air hasil tangkapan dari air hujan. Infrastruktur pengolahan air tersebut dapat berupa retention dan catchment basin yang dihubungkan dengan sistem irigasi/drainase air. Sarana penunjang tersebut harus ditunjang dengan kapasitas pengelolaannya.
Analisis Strategis Pemecahan Masalah Pengelolaan Ekosistem Kota
Analisis SWOT Penutupan lahan perkotaan di Kota Malang didominasi oleh penutupan oleh bangunan kota yang memiliki fungsi urban (residential, jaringan jalan, industri,
dan
bisnis).
Pemerintah
Kota
Malang
menitikberatkan
pada
pembangunan sarana prasarana penunjang ekonomi dan pertumbuhan penduduk, sedangkan keberadaan RTH dan pohon kota (kanopi) hanya difungsikan sebagai pelengkap ruang. Fungsi dan peran Kota Malang (RTRW 2008-2028), berfungsi antara lain sebagai : a) Pusat Pemerintahan b) Pusat Perdagangan skala regional c) Pusat pelayanan umum skala regional d) Pusat pendidikan skala nasional e) Pusat pengolahan bahan baku dan kegiatan industri f) Pusat pertumbuhan bagi wilayah sekitarnya g) Pusat pelayanan kesehatan skala regional h) Pusat transportasi regional i) Pusat kegiatan militer j) Pusat pelayanan pariwisata
Pengembangan fungsi Kota Malang berdasarkan RTRW Kota Malang (2008-2028) diproyeksikan untuk pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk, sedangkan pertimbangan terkait perbaikan lingkungan hanya dibahas terkait dengan permukiman disepanjang bantaran sungai. Usulan perbaikan lingkungan disekitar bantaran sungai pun lebih dititikberatkan pada perbaikan secara fisik, bukan ekologis.
95
Hasil pendugaan nilai dan manfaat keberadaan kanopi pohon dan RTH Kota Malang memperlihatkan potensi penerimaan ekonomi bagi pemerintah kota Malang dari sektor lingkungan. Hal ini harus ditindaklanjuti untuk digunakan sebagai pedoman pembangunan perkotaan pada masa mendatang. Dengan kapasitas ekosistem kota saat ini, Malang memiliki potensi tinggi lingkungan yang tinggi dan harus ditingkatkan serta dielaborasikan lebih lanjut melalui suatu sistem pembangunan berbasis ekosistem. Struktur Kebijakan Pemerintah lokal Kota Malang yang belum berorientasi pada lingkungan memperlihatkan ketidaksadaran terhadap nilai lingkungan yang juga berdampak pada ekonomi kota. Lemahnya kapasitas internal
dalam
penyusunan,
perencanaan
dan
pengawasan
lingkungan
menyebabkan pemerintah lokal Kota Malang cenderung menempatkan sektor dengan potensi pengembalian ekonomi yang tinggi sebagai fokus utama pembangunan kota. Keberadaan ruang terbuka hijau kota belum dianggap sebagai suatu bagian dan elemen pembentuk ekosistem kota Malang. Posisi keberadaan kanopi pohon dan RTH pada kebijakan pembangunan Kota Malang berada dibawah posisi kebijakan pembangunan ekonomi dan pertumbuhan penduduk. Posisi tersebut berpengaruh kepada keberlanjutan kota dan pembangunannya. Lemahnya pengendalian serta ketimpangan perhatian dari pemangku kebijakan lokal berdampak pada menurunya ketersediaan pohon perkotaan dan RTH. Perluasan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang relatif pesat menyebabkan terjadinya tekanan kepada ruang terbuka dan ruang terbuka hijau kota Malang. Kota Malang memiliki kondisi biofisik yang menunjang pembangunan dan pengembangan pariwisata. Kondisi ini merupakan suatu kekuatan internal Kota Malang, kesuburan wilayah kota dan iklim (temperatur) yang menunjang merupakan kekuatan Kota Malang sebagai daerah tujuan wisata di Jawa Timur. Potensi ini yang dijadikan dasar oleh Pemerintah Kota Malang untuk meningkatkan revenue dari sektor wisata melalui pembangunan sarana prasarana ekonomi. Kota Malang memiliki potensi yang dapat dikembangkan sebagai wisata kota. Hal ini berkaitan dengan perubahan status wilayah kota Batu yang
96
mengalami pemekaran dan menjadi kota administrasi sendiri. Pemekaran wilayah tersebut berdampak pada status kota Malang sebagai kota wisata, dimana sebagian besar objek wisata Kota Malang sebelumnya terletak di Kota Batu. Ciri arsitektur kolonial yang melekat dan merupakan identitas kota Malang merupakan daya tarik tersendiri yang dapat dimanfaatkan sebagai peluang untuk dikembangkan menjadi wisata kota. Keberadaan jaringan jalan, taman-taman kota dan arsitektur kolonial merupakan daya tarik wisata kota yang dapat dikembangkan di Kota Malang. Kota Malang merupakan perintis kegiatan penghijauan kota di Jawa Timur melalui program Malang Ijo Royo-royo bekerjasama dengan pihak swasta. Pada mulanya, kegiatan ini merupakan kegiatan praktis yang telah berjalan selama 10 tahun, dan telah berkembang sebagai kebijakan pembangunan lingkungan di Malang. Kegiatan ini telah mampu menjadi suatu budaya yang berkembang di masyarakat terkait dengan pentingnya memelihara dan menghijaukan lingkungan. Hal ini merupakan salah satu kekuatan yang dimiliki oleh Kota Malang. Dibandingkan dengan kota lain di Jawa Timur, kondisi lingkungan dan program penghijauan di Kota Malang relatif lebih baik. Salah satu kotamadya di Jawa Timur yang memiliki program yang sama adalah Kota Lamongan dan Kota Surabaya. Surabaya sebagai kota metropolitan telah berhasil menjalankan program penghijauan dan pertamanan dengan baik, sedangkan kota Lamongan sebagai kota di pesisir pantai utara belum sepenuhnya berhasil dalam program penghijauan. Hal ini terkait dengan kondisi lahan yang didominasi oleh batuan kapur. Sebagai salah satu kota yang mendapatkan penghargaan kota terotonom, Lamongan
berupaya
mensinergikan
antara
pembangunan
kota
dengan
pembangunan lingkungan serta pembangunan manusianya melalui sistem administrasi yang tertata dengan baik. Dari hasil analisis SWOT diketahui bahwa faktor eksternal memiliki pengaruh yang besar terhadap kapasitas dan layanan ekosistem kota. Hal ini dapat dilihat berdasarkan nilai EFE (External Factor Evaluation) yang lebih besar dibandingkan dengan nilai IFE (Internal Factor Evaluation). Hasil tersebut tersaji pada Tabel 14 dan 15.
97
Tabel 14. Internal Factor Evaluation INTERNAL FACTOR STRENGTH
Bobot
Rating
Skor
kondisi biofisik yang mendukung
0,1
3
0,3
adanya program kerjasama dengan swasta terkait dengan program penghijauan (Malang Ijo Royo-royo) Identitas kota wisata, peristirahatan dan pendidikan
0,3
5
1,5
0,2
4
0,8
Revenue yang tinggi dari sektor jasa dan pariwisata
0,2
4
0,8
Posisi geografis yang menunjang sebagai kawasan tengah DAS Brantas
0,2
4
0,8
1
4,2
WEAKNESS Lemahnya pengawasan dan kontrol terkait dengan konversi lahandari lahan terbuka menjadi lahan terbangun yang tidak terkendali kebijakan pemerintah lokal yang cenderung kurang perduli terhadap lingkungan (profit oriented) dan menempatkan faktor lingkungan hanya sebagai pendukung pengembangan kota
0,25
5
1,25
0,3
5
1,5
Rendah nya kesadaran masyarakat dan pemerintah lokal terhadap perubahan lingkungan kota Lemahnya kordinasi antar departemen berorientasi lingkungan dan ekonomi
0,05
3
0,15
0,2
4
0,8
lemahnya kontrol pemerintah lokal terkait dengan perijinan pembangunan dan renovasi
0,2
4
0,8
1
4,5
Sumber : Hasil Pengolahan
Tabel 15. Eksternal Factor Evaluation EKSTERNAL FACTOR OPPORTUNITY
Bobot
Rating
Skor
kebijakan pemerintah pusat tentang persentase RTH K
0,1
4
0,4
Gerakan masyarakat (civicaction) secara mandiri untuk memperbaiki kualitas lingkungan melalui program penghijauan lingkungan dan pemberdayaan lingkungan
0,2
4
0,8
Tren Jasa Lingkungan dan layanan kota
0,3
5
1,5
Keberadaan Universitas sebagai salah satu social control bagi pengembangan lingkungan dan sebagai mitra pemerintah terkait penentuan arahan kebijakan pembangunan kota berbasis lingkungan
0,2
4
0,8
potensi wisata kota
0,2
3
0,6
1
4,1
THREAT pertumbuhan penduduk dan migrasi yang meningkat sebagai akibat pertumbuhan ekonomi kota Malang yang pesat pertumbuhan ekonomi yang meningkat yang tidak diikuti dengan kompensasi terhadap lingkungan Menurunya kawasan penyangga kehidupan sebagai akibat pembangunan sarana dan prasarana perekonomian dan permukiman Degradasi lingkungan kota sebagai dampak tidak terkendalinya perubahan / konversi lahan ruang terbuka hijau menjadi lahan komersil dan permukiman
0,3
5
1,5
0,3
5
1,5
0,2
5
1
0,2
5
1
1
5
Sumber : Hasil Pengolahan
Pada kasus ini, Kota Malang berada pada kuadran SWOT III ruang F. Kuadran ini disebut sebagai kuadran survival. Posisi ini disebabkan faktor eksternal lebih besar dibandingkan dengan faktor internal. Strategi yang dapat
98
dikembangkan
adalah
strategi
gerilya(guirielle
strategy).
Strategi
ini
memfokuskan pada pemecahan masalah terkait dengan weakness dan threath namun operasionalisasi dan pembangunan tetap dilakukan. Tabel 16. Matriks SWOT INTERNAL FACTORS STRENGTH
WEAKNESS
kondisi biofisik yang mendukung
EKSTERNAL FACTORS OPPORTUNITY kebijakan pemerintah pusat tentang persentase RTH K
Gerakan masyarakat (civic action) secara mandiri untuk memperbaiki kualitas lingkungan
Lemahnya pengawasan dan kontrol terkait dengan konversi lahandari lahan terbuka menjadi lahan terbangun yang tidak terkendali adanya program kerjasama dengan swasta kebijakan pemerintah lokal yang cenderung kurang terkait dengan program penghijauan (Malang perduli terhadap lingkungan (profit oriented) dan Ijo Royo-royo) menempatkan faktor lingkungan hanya sebagai pendukung pengembangan kota Identitas kota wisata, peristirahatan dan Rendah nya kesadaran masyarakat dan pemerintah pendidikan lokal terhadap perubahan lingkungan kota Revenue yang tinggi dari sektor jasa dan Lemahnya kordinasi antar departemen berorientasi pariwisata lingkungan dan ekonomi Posisi geografis yang menunjang sebagai lemahnya kontrol pemerintah lokal terkait dengan kawasan tengah DAS Brantas perijinan pembangunan dan renovasi STRATEGI SO
WO
Pengembangan kebijakan pembangunan berbasis lingkungan dan komunitas (comunity base) untuk mengoptimalkan peran lingkungan dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menjaga lingkungan (S1,S2,O1,O2) Perencanaan identitas kota melalui perbaikan lingkungan dan kelembagaan masyarakat sebagai potensi pengembangan wisata kota bernuansa lingkungan (S3,O5)
Restrukturisasi struktur perkotaan sesuai dengan fungsi dan sumberdaya pada masing-masing BWK di Kota Malang (W1,O1)
Tren Jasa Lingkungan dan layanan kota
Perencanaan sistem pengendalian lingkungan berbasis DAS sebagai pilar pengembangan jasa lingkungan dan layanan kota (S5, O3)
Keberadaan Universitas sebagai salah satu social control bagi pengembangan lingkungan
Restrukturisasi peranan dan fungsi lembaga perguruan tinggi melalui kerjasama serta landgrand terkait pembangunan kota Malang berbasis lingkungan dan sosial masyarakat melalui pengembangan kawasan lindung dan budidaya serta wisata kota (S4,S5, O4, O5)
Perubahan paradigma dan sistem networking antara pemerintah lokal dengan masyarakat dengan menjamin hak masyarakat untuk mendapatkan lingkungan kota yang nyaman dalam sistem civil act terkait dengan pembangunan lingkungan dan RTHK (W2,W3, O2,O4) Implementasi PERDA terkait dengan penataan ketertiban dan kebersihan lingkungan secara serius dan meningkatkan kordinasi antar bidang berbasis ekosistem lingkungan kota untuk mengoptimalkan layanan dan jasa lingkungan terhadap pembangunan supaya berkelanjutan (W4,W5,O3,O5)
potensi wisata kota THREAT
ST
WT
pertumbuhan penduduk dan migrasi yang meningkat sebagai akibat pertumbuhan ekonomi kota Malang yang pesat
Perencanaan kawasan pemanfaatan DAS sebagai kawasan lindung lingkungan dan penataan ulang kawasan permukinan disepanjang bantaran sungai melalui perencanaan buffer dan sebagai kawasan wisata budaya masyarakat tepi sungai (S1,S2,S4,S5,O1,O3,O4) Evaluasi kebijakan pemerintah dan implementasi kebijakan penataan ruang terkait kebutuhan ruang terbuka hijau privat pada kawasan perdagangan, sentra ekonomi dan industri sebagai kompensasi lingkungan (S3,T2)
Perencanaan kawasan permukiman penduduk sesuai berbasis lingkungan dan memperhatikan kapasitas lingkungan dan ekosistem kota pada masing-masing BWK di Kota Malang (W1,W2,T1)
pertumbuhan ekonomi yang meningkat yang tidak diikuti dengan kompensasi terhadap lingkungan
Menurunya kawasan penyangga kehidupan sebagai akibat pembangunan sarana dan prasarana perekonomian dan permukiman Degradasi lingkungan kota sebagai dampak tidak terkendalinya perubahan / konversi lahan ruang terbuka hijau menjadi lahan komersil dan permukiman
Sumber : Hasil Pengolahan
Pengembangan sektor ekonomi berbasis lingkungan melalui penerapan sistem green local economics dan merencanakan ruang terbuka dan rthk sebagai penopang utama perekonomian (W2,W3,T2,T3)
Peningkatan pengawasan dan pengendalian perijinan pembangunan guna membatasi beban lingkungan dan meningkatkan kapasitas ekosistem kota melalui kordinasi antar bidang terkait (W4, W5, T4)
99
Terdapat 12 strategi alternatif yang dideskripsikan berdasarkan pada identifikasi permasalahan dan solusi dari masing-masing faktor. Strategi alternatif ini merupakan strategi ditail yang dikembangkan berdasarkan penguatan masalah dengan faktor kekuatan serta optimasi tantangan melalui kekuatan dan kelemahan. Untuk mendapatkan strategi pengembangan dan perbaikan ekosistem Kota Malang, dilakukan metode Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). Strategi alternatif tersebut, antara lain meliputi : 1. Pengembangan
kebijakan
pembangunan
berbasis
lingkungan
dan
komunitas (comunity base) untuk mengoptimalkan peran lingkungan dan meningkatkan
partisipasi
masyarakat
dalam
menjaga
lingkungan
(S1,S2,O1,O2) 2. Perencanaan identitas kota melalui perbaikan lingkungan dan kelembagaan masyarakat sebagai potensi pengembangan wisata kota bernuansa lingkungan (S3,O5) 3. Perencanaan sistem pengendalian lingkungan berbasis DAS sebagai pilar pengembangan jasa lingkungan dan layanan kota (S5, O3) 4. Restrukturisasi peranan dan fungsi lembaga perguruan tinggi melalui kerjasama serta landgrand terkait pembangunan kota Malang berbasis lingkungan dan sosial masyarakat melalui pengembangan kawasan lindung dan budidaya serta wisata kota (S4,S5, O4, O5) 5. Restrukturisasi struktur perkotaan sesuai dengan fungsi dan sumberdaya pada masing-masing BWK di Kota Malang (W1,O1) 6. Perubahan paradigma dan sistem networking antara pemerintah lokal dengan masyarakat dengan menjamin hak masyarakat untuk mendapatkan lingkungan kota yang nyaman dalam sistem civil act terkait dengan pembangunan lingkungan dan RTHK (W2,W3, O2,O4) 7. Implementasi PERDA terkait dengan penataan ketertiban dan kebersihan lingkungan secara serius dan meningkatkan kordinasi antar bidang untuk mengoptimalkan layanan dan jasa lingkungan terhadap pembangunan supaya berkelanjutan (W4,W5,O3,O5)
100
8. Perencanaan kawasan permukiman penduduk sesuai berbasis lingkungan dan memperhatikan kapasitas lingkungan dan ekosistem kota pada masingmasing BWK di Kota Malang (W1,W2,T1) 9. Pengembangan sektor ekonomi berbasis lingkungan melalui penerapan sistem green local economics dan merencanakan ruang terbuka dan rthk sebagai penopang utama perekonomian (W2,W3,T2,T3) 10. Peningkatan pengawasan dan pengendalian perijinan pembangunan guna membatasi beban lingkungan dan meningkatkan kapasitas ekosistem kota melalui kordinasi antar bidang terkait (W4, W5, T4) 11. Perencanaan kawasan pemanfaatan DAS sebagai kawasan lindung lingkungan dan penataan ulang kawasan permukinan disepanjang bantaran sungai melalui perencanaan buffer dan kawasan wisata budaya masyarakat tepi sungai (S1,S2,S4,S5,O1,O3,O4) 12. Evaluasi kebijakan pemerintah dan implementasi kebijakan penataan ruang terkait kebutuhan ruang terbuka hijau privat pada kawasan perdagangan, sentra ekonomi dan industri sebagai kompensasi lingkungan (S3,T2) Strategi tersebut merupakan hasil kombinasi dari pemanfaatan kekuatan untuk mengatasi masalah dan ancaman (strength – threat), kekuatan yang mendukung peluang (strength – opportunity), meminimalkan kelemahan melalui penguatan peluang (weaknes – opportunity), dan mengurangi kelemahan untuk meminimalisir ancaman (weaknes – threat). Pada masing-masing strategi yang didapatkan dari hasil kombinasi tersebut harus dinotasikan berdasarkan pasalpasal per faktor. Strategi alternatif tersebut merupakan tindakan-tindakan (action) ditail yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan dan ancaman terkait dengan kapasitas ekosistem Kota Malang. Strategi alternatif tersebut disintesakan untuk menguji dan menentukan skala prioritas pengembangan melalui metode QSPM(Quantitatif Strategy Planning Matriks). Hasil sintesa tersebut berupa tiga strategi utama (main strategy) antara lain :
101
1. Restrukturisasi dan Perubahan Orientasi Kebijakan Pembangunan dalam
Pengembangan
Ekosistem
Perkotaan
berbasis
lingkungan
dan
pembangunan masyarakat (SO1,WO5,WT8,WT9,ST12) 2. Perencanaan
identitas kota melalui perbaikan lingkungan dengan
mengoptimalkan fungsi RTHK dan Kanopi Perkotaan untuk meningkatkan kualitas kehidupan kota (SO2,WO7,ST11) 3. Pengembangan Sistem Pengawasan dan Pengendalian Lingkungan melalui
Pembentukan Satuan Kordinasi Pengawasan Pembangunan, Perijinan,dan revenue bekerjasama dengan berbagai pihak (stakeholder) antara lain Perguruan Tinggi dan Masyarakat (common ground dan shared interest) (SO3,SO4,WO6,WT10,) Berdasarkan pengelempokan strategi alternatif menjadi strategi utama dilakukan pengujian dengan menggunakan metode Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). Metode ini dilakukan melalui pemberian bobot pada masing-masing strategi untuk mengetahui skala prioritasnya. Pembobotan tersebut digunakan untuk mengetahui nilai ketertarikan pada masing-masing strategi (attractivness score) guna mengetahui peringkat prioritasnya berdasarkan nilai weighted atractiveness score(WAS) yaitu bobot strategi berdasarkan diskripsi SWOT (IFE dan EFE). Analisis QSPM tersaji pada Tabel 17. Tabel 17. Analisis Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) I FAKTOR
Bobot
Rating
Skor
S1 S2 S3
0,1 0,3 0,2
3 5 4
0,3 1,5 0,8
Atractiv eness Score (AS) 3 5 4
S4 S5 W1 W2 W3 W4 W5 O1 O2 O3 O4 O5 T1 T2 T3 T4
0,2 0,2 0,25 0,3 0,05 0,2 0,2 0,1 0,2 0,3 0,2 0,2 0,3 0,3 0,2 0,2
4 4 5 5 3 4 4 4 4 5 4 3 5 5 5 5
0,8 0,8 1,25 1,5 0,15 0,8 0,8 0,4 0,8 1,5 0,8 0,6 1,5 1,5 1 1
4 3 5 5 4 4 4 5 5 5 4 4 5 5 5 5
Sumber : Hasil Pengolahan
II Weighted Atractivene ss Score (WAS) 0,9 7,5 3,2
Atractivene ss Score (AS)
3,2 2,4 6,25 7,5 0,6 3,2 3,2 2 4 7,5 3,2 2,4 7,5 7,5 5 5 82,05
5 3 5 5 3 5 5 5 5 5 3 4 4 5 5 5
3 4 5
III Weighted Atractivene ss Score (WAS) 0,9 6 4
Atractivenes s Score (AS)
Weighted Atractiveness Score (WAS)
3 4 4
0,9 6 3,2
4 2,4 6,25 7,5 0,45 4 4 2 4 7,5 2,4 2,4 6 7,5 5 5 81,3
5 3 4 5 5 5 5 5 5 4 5 3 5 5 5 5
4 2,4 5 7,5 0,75 4 4 2 4 6 4 1,8 7,5 7,5 5 5 80,55
102
Rekomendasi Strategi Pengembangan Dari matriks QSPM diketahui terdapat tiga strategi utama yang memiliki nilai WAS yang berbeda. Strategi utama I memiliki skor tertinggi, yaitu 82,5. Strategi utama II memiliki skor 81,3 sedangkan strategi utama III memiliki skor terendah,
yaitu
80,55.Nilai
tersebut
mendiskripsikan
tentang
prioritas
pengembangan kebijakan yang harus ditempuh secara beriringan dan terintegrasi sebagai satu kesatuan untuk mencapai tujuan jangka panjang. Berdasarkan nilai WAS yang tinggi, maka strategi utama I merupakan prioritas pengembangan kapasitas ekosistem Kota Malang. Prioritas pengembangan terpilih merupakan strategi berkelanjutan yang bersifat hirarki dengan strategi utama lainya. Strategi utama tersebut saling berkaitan dan dapat diartikan sebagai perencanaan pengembangan kapasitas ekosistem kota Malang. Hal ini terkait dengan sifat metode Quantitative Strategic Planning Matrix yang tidak secara spesifik menggambarkan hirarki antara satu strategi dengan yang lain. Prioritas utama pengembangan kapasitas ekosistem Kota Malang dapat dilakukan melalui restrukturisasi dan perubahan orientasi kebijakan pembangunan dalam pengembangan ekosistem perkotaan berbasis lingkungan dan pembangunan masyarakat. Tindakan yang dapat dilakukan antara lain, 1) Pengembangan kebijakan pembangunan berbasis lingkungan dan komunitas (comunity
base)
untuk
mengoptimalkan
peran
lingkungan
dan
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menjaga lingkungan 2) Restrukturisasi struktur perkotaan sesuai dengan fungsi dan sumberdaya pada masing-masing BWK di Kota Malang 3) Perencanaan kawasan permukiman penduduk berbasis lingkungan dan memperhatikan kapasitas lingkungan dan ekosistem kota pada masingmasing BWK di Kota Malang 4) Pengembangan sektor ekonomi berbasis lingkungan melalui penerapan sistem green local economics dan merencanakan ruang terbuka dan rthk sebagai penopang utama perekonomian
103
5) Evaluasi kebijakan pemerintah dan implementasi kebijakan penataan ruang terkait kebutuhan ruang terbuka hijau privat pada kawasan perdagangan, sentra ekonomi dan industri sebagai kompensasi lingkungan Pada masa yang akan datang diperlukan tindak lanjut perbaikan kapasitas ekosistem kota Malang melalui perubahan paradigma dan restrukturisasi kebijakan pembangunan lingkungan yang meletakan lingkungan bersinergi dengan
pembangunan
ekonomi.
Guna mencapai
keberlanjutan
program
pengembangan dan peningkatan kapasitas lingkungan, perlu dilakukan melalui : I.
Perencanaan
identitas
kota
melalui
perbaikan
lingkungan
dengan
mengoptimalkan fungsi RTH dan Kanopi Perkotaan untuk meningkatkan kualitas kehidupan kota. Tindakan yang dapat dilakukan adalah, 1) Perencanaan
identitas
kota
melalui
perbaikan
lingkungan
dan
kelembagaan masyarakat sebagai potensi pengembangan wisata kota bernuansa lingkungan 2) Implementasi PERDA terkait dengan penataan ketertiban dan kebersihan lingkungan secara serius dan meningkatkan kordinasi antar bidang berbasis ekosistem lingkungan kota untuk mengoptimalkan layanan dan jasa lingkungan terhadap pembangunan supaya berkelanjutan 3) Perencanaan kawasan pemanfaatan DAS sebagai kawasan lindung lingkungan dan penataan ulang kawasan permukinan disepanjang bantaran sungai melalui perencanaan buffer. II. Pengembangan Sistem Pengawasan dan Pengendalian Lingkungan melalui Pembentukan Satuan Kordinasi Pengawasan Pembangunan, Perijinan,dan Revenue bekerjasama dengan berbagai pihak (stakeholder). 1) Perencanaan sistem pengendalian lingkungan berbasis DAS sebagai pilar pengembangan jasa lingkungan dan layanan kota 2) Restrukturisasi peranan dan fungsi lembaga perguruan tinggi melalui kerjasama serta landgrand college terkait pembangunan kota Malang melalui pengembangan kawasan lindung dan budidaya serta wisata kota 3) Perubahan paradigma dan sistem networking antara pemerintah lokal dengan
masyarakat
dengan
menjamin
hak
masyarakat
untuk
104
mendapatkan lingkungan kota yang nyaman terkait dengan pembangunan lingkungan dan RTH 4) Peningkatan pengawasan dan pengendalian perijinan pembangunan guna membatasi beban lingkungan dan meningkatkan kapasitas ekosistem kota melalui kordinasi antar bidang terkait Skenario Model Alternatif Skenario model alternatif yang disusun didasarkan pada keinginan Pemerintah Kota Malang untuk meningkatkan jumlah RTH sesuai dengan standar penataan ruang terbuka hijau nasional sebesar 30 %. Skenario model alternatif pada tahapan ini disusun dalam tiga skenario, 1) skenario pengembangan 10% kanopi pohon dan RTH, 2) skenario 20 % kanopi pohon dan rth, dan 3) skenario 30 % kanopi pohon dan rth. Ketiga skenario ini digunakan untuk memberikan gambaran terkait dengan manfaat ekonomi yang dapat diperoleh berdasarkan ketersediaan kanopi pohon dan rth di Kota Malang. Penambahan tersebut meliputi penambahan pohon pada jaringan jalan dengan struktur paling bawah adalah rumput/groundcover (turf understory) untuk meningkatkan kapasitas serapan runoff, penambahan lain adalah pemanfaatan ruang dan perubahan fungsi taman yang berupa lapangan dengan hutan kota aktiv yang dapat difungsikan sebagai sarana rekreasi kota, interaksi sosial dan sarana latihan untuk kebugaran dan kesehatan masyarakat. 1. Skenario 10% Pengembangan Kanopi dan RTH Kota Malang Perbaikan sistem persawahan dan peladangan untuk meningkatkan kapasitas lahan dalam menyerap air limpasan hujan, terjadi perubahan proporsi dan besaran luas nya secara total dari 19% menjadi 18%. Terkait dengan kebijakan Pemerintah Kota Malang, luasan kawasan ini diproteksi untuk menghindarkan dari upaya konversi lahan pertanian menjadi permukiman. Dalam skenario ini, terjadi penambahan luasan ruang terbuka sebagai fasilitas sosial dengan fungsi ekologis sebesar 4% menjadi 7%, serta penambahan area perkotaan (urban) menjadi 61%. Penambahan area perkotaan ini dimaksudkan sebagai antisipasi terhadap pertumbuhan penduduk akibat kelahiran maupun migrasi dari kota lain sebagai dampak ketertarikan ekonomi.
105
2. Skenario 20% Pengembangan Kanopi dan RTH Kota Malang Untuk menambahkan jumlah kanopi pepohonan dan ruang terbuka hijau dilakukan perubahan pemanfaatan area pertanian kota sebagai ruang terbuka hijau cadangan. Perubahan proporsi dan besaran luas area pertanian kota (cropland) menjadi 14%. Dalam skenario ini, luasan ruang terbuka (open space) sebagai fasilitas sosial dengan fungsi ekologis sebesar 10%, serta area perkotaan sebesar 55%. Pengurangan luasan area perkotaan dilakukan untuk memberikan ruang pengembangan kawasan ruang terbuka hijau. Pengurangan tersebut dilakukan melalui pengembangan ruang perkotaan secara kompak, melalui pembangunan rumah susun dan pembangunan vertikal dengan asumsi tidak terjadi pemekaran luasan kota sebagai antisipasi pertumbuhan penduduk. 3. Skenario 30% Pengembangan Kanopi dan RTH Kota Malang Pada skenario ini, penambahan luasan kanopi pepohonan dilakukukan melalui usulan perubahan area ruang terbuka menjadi terbuka hijau dan hutan kota aktif. Proporsi dan besaran luas area pertanian kota (cropland) tetap dipertahankan pada level 14%.
Areaperkotaan sebesar 55%. Penambahan
persen kanopi pepohonan diharapkan dapat memberikan akselerasi dampak yang maksimal. Hasil dari skenario ini, diketahui kapasitas simpanan karbon meningkat seiring dengan pertambahan kanopi pepohonan dan penanaman pohon baru, namun kapasitas rosot nya menurun. Kondisi ini disebabkan oleh pepohonan termasuk dalam kelompok umur rata-rata. Kapasitas ekologis dalam menyerap dan menangkap polutan meningkat menjadi 568.861 lbs, atau meningkat delapan kali lipat dari kondisi saat ini. Nilai manfaat ekonomi meningkat hampir tiga kali lipat dari kondisi saat ini. Skenario tersebut berdampak pada peningkatan kapasitas dan layanan ekosistem yang signifikan. Pada model kondisi saat ini, Kota Malang secara ekonomi memiliki keuntungan finansial sebesar 154.280 USD atau Rp 1.373.092.00,-, sedangkan pada skenario potensial, Kota Malang berpotensi untuk memiliki keuntungan finansial sebesar, 10.479.547 USD atau setara dengan Rp. 91.000.000. 000. Nilai total ekonomi dari layanan yang dapat diberikan oleh ekosistem perkotaan berbasis ekosistem memberikan kontribusi yang sangat bagus terhadap struktur keuangan/pendapatan asli daerah Kota Malang.
106
Penyediaan ruang terbuka hijau diperlukan untuk pengendalian perkembangan yang padat bangunan, kawasan dengan intensitas pergerakan kendaraan bermotor tinggi, atau kawasan sekitar pengembangan industri yang mempunyai dampak terdapat lingkungan hidup. Perkembangan kota yang memiliki pusat pemanfaatan lahan yang berbedabeda mengakibatkan perbedaan tingkatan dan karakteristik pencemaran udara pada masing-masing kawasan. Keberadaan kanopi pohon perkotaan dapat mengubah kondisi lingkungan sekitarnya dengan mempengaruhi kualitas udara, melalui penurunan suhu udara, mereduksi kandungan gas-gas pencemar udara, dan mengurangi pengaruh energi yang dipantulkan oleh bangunan. Kanopi pohon pada kawasan permukiman berfungsi sebagai peresap air infiltrasi kedalam tanah sehingga dapat mengendalikan laju aliran permukaan dan banjir serta berfungsi sebagai aspek estetika, meningkatkan kenyamanan dan keindahan lingkungan sehingga dapat mendorong kreativitas dan produktivitas warga. Model Spasial Model spasial disusun berdasarkan pertimbangan kebijakan pemerintah lokal terkait dengan keinginan pemerintah kota memenuhi instruksi presiden dan kebijakan pemerintah pusat untuk meningkatkan kuantitas dan ketersediaan RTHK sebesar 30 %. Standar nasional tersebut meliputi, 20 % RTH Publik dan 10% RTH Privat. Pada model skenario telah diutarakan rencana peningkatan RTHK dan kanopi pohon 10 - 30 %. Guna mencapai standar nasional akan ruang terbuka hijau kota maka perlu dikembangkan kebijakan terkait dengan peningkatan kuantitas ruang terbuka hijau privat dalam struktur kebijakan pembangunan dan perijinan pendirian bangunan (IMB). Perlu adanya aturan tentang pendirian atau renovasi bangunan/gedung tinggi untuk menyediakan ruang di atap sebagai taman atap untuk memperbaiki kualitas lingkungan. Sesuai dengan misi diatas, penyediaan ruang terbuka yang cukup bagi pembangunan perkotaan harus didasarkan pada kondisi di Kota Malang, maka ditetapkan kebijaksanaan pengembangan ruang terbuka hijau kota (RTRW Kota Malang 2008-2028) sebagai berikut : 1. Kawasan
yang
seharusnya
mempunyai
fungsi
kawasan
lindung,
dikembangkan sebagai jalur hijau kota, terutama sebagai kawasan penyangga
107
dan penyedia oksigen (paru-paru kota). Kawasan ini juga dapat berfungsi sebagai pembatas perkembangan pada wilayah konservasi agar tidak dimanfaatkan oleh masyarakat secara liar. Dilakukanpada wilayah bantaran sungai, area rel keretaapi, sekitar tegangan tinggi, dan kawasan konservasi lainnya. 2. Kota Malang memiliki topografi yang bervariasi mulai dari wilayah yang datar, bergelombangsampai berbukit. Untuk menjaga keseimbangan ekologis lingkungan Kota Malang diperlukan kebijaksanaan perencanaan sebagai berikut : a. Pada kawasan terbangun kota, harus disediakan ruang terbuka hijau yang cukup yaitu : 1) Untuk kawasan yang padat, minimum disediakan area 10 % dari luas total kawasan. 2) Untuk kawasan yang kepadatan bangunannya sedang harus disediakan ruang terbuka hijau minimum 15 % dari luas kawasan. 3) Untuk kawasan berkepadatan bangunan rendah harus disediakan ruang terbuka hijau minimum 20 % terhadap luas kawasan secara keseluruhan. b. Pada kawasan terbangun kota, harus dikendalikan besaran angka Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maupun Koefisien Lantai Bangunan (KLB) sesuai dengan sifat dan jenis penggunaan tanahnya. Secara umum pengendalian KDB dan KLB ini mengikuti kaidah semakin besar kapling bangunan, nilai KDB dan KLB makin kecil, sedangkan semakin kecil ukuran kapling, maka nilai KDB dan KLB akan semakin besar. c. Pengendalian kualitas dan ketersediaan air tanah dilakukan melalui pembuatan sumur resapan air pada setiap bangunan (yang telah ataupun akan dibangun). Hal ini dilakukan untuk menjaga stabilitas tinggi muka air tanah pada kawasan terbangun kota. Kekurangan tinggi air permukaan tanah pada level tinggi berpengaruh terhadap keberlangsungan dan kekuatan konstruksi bangunan. d. Dalam rangka meningkatkan daya resap air ke dalam tanah, diperlukan pengembangan kawasan resapan air yang menampung buangan air hujan
108
dari saluran darinase. Kawasan resapan air ini terutama direncanakan di wilayah timur yaitu Gunung Buring (1 unit/20 ha tanah) dan di bagian Barat kotayang diperkirakan di sekitar wilayah Bandulan, Tidar, Karangbesuki dan Merjosari (1 unit/30 ha tanah). Pada bagian Utara dan Selatan Kota kawasan resapan air ini minimum adalah 200 m2. 3. Diperlukan cadangan ruang terbuka hijau di luar kawasan terbangun minimum 30 % terhadap luas total Kota Malang (keperluan konservasi, keberadaan sawah dan pertanian kota lainya). 4. Pada kawasan pengembangan industry dan sekitarnya diperlukan ketersediaan ruang terbuka hijau yang cukup sesuai dengan ketentuan KDB kegiatan industri maksimum 1 : 1, dimana 50 % untuk pengembangan industri dan 50 %
lainya sebagai peruntukan sirkulasi dan ruang terbuka hijau.
Pada
kawasan ini disyaratkan untuk dilakukan penanaman jenis vegetasi yang mempunyai fungsi buffer terhadap polusi baik udara maupun suara. Rencana pengembangan kapasitas ekosistem kota Malang, dilakukan sesuai dengan fungsi dan ketentuan perundang-undangan dan kebijakan tata ruang wilayah kota. Pengembangan yang diusulkan pada penelitian ini adalah model spasial dengan skenario penambahan kanopi pohon dan ruang terbuka hijau sebesar 10% (Gambar 33).
109
Gambar 43. Model Spasial Pengembangan Ekosistem 10% (Sumber: Hasil Olahan)
110
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Pertumbuhan dan Pembangunan kota Malang yang tidak didasarkan pada kapasitas ekosistem berkontribusi pada peningkatan emisi karbon sehingga berdampak pada penurunan kualitas lingkungan kota.
Rendahnya persentase
kanopi pepohonan berdampak pada kapasitas penyerapan polutan dan karbon yang rendah. Manfaat terbesar yang diperoleh adalah kapasitas stormwater control (94%) dan berdampak kurang signifikan dalam menyerap polutan dan menyimpan karbon (6%). Valuasi manfaat ekologis dapat dilakukan melalui pengukuran layanan ekosistem yang dapat diukur menggunakan teknik GIS. Ketersediaan data ditail terkait nilai valuasi pencemaran udara merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi validitas pengukuran. Ketidaktersediaan data di Indonesia berpengaruh pada besaran valuasi yang terhitung dan sinkronisasi model perhitungan valuasinya. Peningkatan luasankanopi pepohonan sebesar 10%-30%
memberikan
hasil yang sangat signifikan berupa manfaat ekonomi hingga mencapai 300 % dari nilai sekarang, serta manfaat ekologis terkait potensi perdagangan karbon sebesar Rp.139.000.000,00.Peningkatan
luasan
kanopi
pepohonan
berpeluang
dikembangkan sebagai imbal jasa lingkungan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan lingkungan.
Saran 1. Diperlukan penyesuaian teknis dengan kondisi aktual di Indonesia sehingga dapat memberikan pendugaan yang lebih akurat. 2. Diperlukan studi tentang content analysis terkait permasalahan dan kebijakan pembangunan di Kota Malang. 3. Diperlukan pengembangan kebijakan terkait dengan ketersedian ruang terbuka hijau privat dan pendirian bangunan sebagai kompensasi terhadap lingkungan untuk meningkatkan serta mewujudkan ruang terbuka hijau 30%.
DAFTAR PUSTAKA
American Forests. 2003. CITYgreen: Calculating the Value of Nature, Version 5.0 User’s Manual, American Forests, Washington, D.C. Bappeko. 2007. Titik Uji Kualitas Udara dan Pencemaran Kota Malang. Badan Perencana Pembangunan Kota Malang. Malang. _______. 2008. Evaluasi Rencana Umum Tata Ruang Kota Malang Tahun 20082028. Badan Perencana Pembangunan Kota Malang. Malang. Bennett, E.M., G.D. Peterson, and E.A. Levitt. 2005. Looking to the future of ecosystem services. Ecosystems 8:125-132. BPS. 2007. Malang dalam Angka. Biro Pusat Statistika Kota Malang. Malang. Cardelino, C.A. and Chameides, W.L. 1990. Natural Hydrocarbons, Urbanization, And Urban Ozone. Journal of Geophys.Res. 95(D9):13,97113,979 Carpenter,P.L. 1975.Plant in The Landscape. San Fransisco. W.H. Freeman Coder, K.D. 1996. “Identified Benefits of Community Trees and Forests", University of Georgia.USA. http://www.coloradotrees.org/benefits. 10 Februari 2011. Cosgrove dan Rijsberman. 2000. World Water Vision: Making Water Everybody’s Business. Earthscan Publications Ltd. London. David, F.R. 2004. Manajemen Strategis, Terjemahan: PT. Indeks Kelompok Gramedia. P.T. Gramedia. Jakarta. Departemen Pekerjaan Umum. 2008. Pedoman Penyedian dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kawasan Perkotaan. (materi seminar IALI tentang UU No. 26 tahun 2007 dan Permendagri No. 1 tahun 2007). Bandung. Galveston-Houston Association for Smog Prevention (GHASP). 1999. Trees And Our Air : The Role Of Trees And Other Vegetation In Houston Area Of Air Pollution. GHASP. Houston, Texas. USA. Hamburg, S.P., Harris, N., Jaeger, J.,. Karl, T.R., McFarland,M., Mitchell, J.F.B., Oppenheimer, M., Santer, S., Schneider, S., Trenberth, K.E., and Wigley, T.M.L. 1997. Common Questions About Climate Change. United NationEnvironment Programme, World MeteorologicalOrganization, Geneva, Switzerland. 24 pp.
112
Heisler, G.M., Grant, R.H.,Grimmond,S.,and Souch,C. 1995. Urban forests-cooling our communities? In:Inside Urban Ecosystems, Proc. 7th Nat. Urban Forest Conf., American Forests, Washington, DC. pp. 31-34. Kurniatun, H., Murdiyarso,D. 2007. Alih Guna Lahan Dan Neraca Karbon Terestrial. Bahan ajar ASB. World Agroforestry Center (ICRAF) Southeast Asia. Bogor. Kusminingrum, N., Gunawan, G. 2008. Polusi Udara Akibat Aktivitas Kendaraan Bermotor Di Jalan Perkotaan Pulau Jawa dan Bali. http://www.pusjatan.pu.go.id/upload/jurnal/2008/JN2503DES0806.p df. Landell-Mills, N., Porras, I.T. 2002. Silver Bullet or Fools’ Gold?. A Global Review of Markets for Forest Environmental Services and Their Impact on the Poor. The International Institute for Envirinment and Development (IIED). London. Luley, C. J. 1998. The Greening of Urban Air. Forum Appl. Res. Public Pol. Summer:33-36. McAliney, M. 1993. Arguments for Land Conservation. Documentation and Information Sources for Land Resources Protection, Trust for Public Land, Sacramento, CA, December, 1993. McPherson,E.G.2001.Sacramento’sparking lot shading environmental and economic compliance.LandscapeUrbanPlann57(2),105–123.
ordinance costs
: of
McPherson,E.G.,Nowak,D.J.,Rowntree, R.A.1994.Chicago’s Urban Forest Ecosystem: Results of the Chicago Urban Forest Climate Project.USDA,ForestService,Northeastern, ForestExperimentStation,Radnor,PA. Moll,G.2005.Calculating The Value of Nature With CITYgreen. Proceedings of Managing Wathershed for Human and Natural Impact.ASCE. Moulton, R.J., and Richards, K.R. 1990. Costs of Sequestering Carbon Through Tree Planting and Forest Management in the United States. Gen. Tech. Rep. WO-58. USDA ForestService, Washington, DC. 46 pp. Nurmasari, I.A. 2010. Studi Peran & Efektifitas RTH Publik di Kota Karanganyar digilib.uns.ac.id/upload/dokumen/172151512201011196.pdf. Nowak,DJ.1994. Atmospheric Carbon Dioxide Reduction. Chicago Urban Forest Ecosystem. Result of The Chicago Urban Forest Climate Project, Pensylvania,USDA,Forest Service 83-94.
113
________.1995. Trees pollute? A “TREE” explains it all, in: Proc. 7th Natl. Urban For. Conf., (C. Kollin andM. Barratt, eds.), American Forests, Washington, DC, pp. 28-30. ________.2000. The Effect of Urban Trees on Air Quality. USDA Forest Service. New York-USA. Nowak, D.J., McHale P.J., Ibarra, M., Crane, D., Stevens, J., and Luley, C. 1998.Modeling the effects of urbanvegetation on air pollution, In: Air Pollution Modeling and Its Application XII. Plenum Press, New York, pp. 399-407. Nowak, D.J., and Crane,D.E. 2001. Carbon Storage And Sequestration By Urban Trees In The USA. Environ. Pollut.116(3):381–389. Nowak,D.J., Stevens,J.C., Sisinni, S.M., dan Luley, C.J. 2002. Effect of Urban Tree Management and Species Selection on Atmospheric Carbon Dioxide. Journal of Arboriculture 28(3): May 2002. Nowak, D.J., Dwyer,J.F. 2007.Understanding the Benefits and Costs of Urban Forest Ecosystems,2nded.Springer,NewYork. Nolasari,I.P, Syafei,A.D. 2009. Prediksi Jumlah Karbon Yang Tidak Terserap Oleh Pepohonan Akibat Penebangan Hutan Dan Emisi Kendaraan Pada Rencana Ruas Jalan Timika-Enarotali. SKRIPSI. Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP-ITS. Surabaya. http : // digilib.its.ac.id/public/ITSUndergraduate-10094-Paper.pdf. Diakses pada tanggal 22 Maret 2011. Nugroho, M.I. 2006. Perencanaan Streetscape Kawasan Jalan Borobudur Kota Malang sebagai Pereduksi Polutan Udara. Hibah Penelitian Dosen Muda. DIKTI. Rahayu, S, Lusiana, B, van Noordwijk, M. 2007. Pendugaan Cadangan Karbon di Atas Permukaan Tanah pada Berbagai Sistem Penggunaan Lahan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur. World Agroforestry Centre.Bogor. Rohman, A.S. 2009. Menanam Penyerap Zat Pencemar. Pikiran Rakyat. 15 Desember 2009. Scott, K.I., Simpson, J.R., and McPherson, E.G. 1999. Effects Of Tree Cover On Parking Lot Microclimate and Vehicle Emissions.J. Arboric. 25(3):129-142. Simpson, J.R. 1998. Urban forest impacts on regional cooling and heating energy use: Sacramento County casestudy. J. Arboric. 24(4):201-214. Souch, C.A. and Souch, C. 1993.The effect of trees on summertime below canopy urban climates: a case study,Bloomington, Indiana. Journal Arboric. 19(5):303-312
114
Technical Release 55. 1986. Urban Hydrology for Small Watersheds. Washington DC : USDA Soil Conservation Service. Wibowo, A.A. 2007. Aplikasi Model Penyebaran Polutan Udara (CO dan SOx) di Jalan Brigjen Katamso Sidoarjo. Laporan Tugas Akhir. Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP-ITS. Surabaya. Wulandari, C. 2005. Peningkatan Kapasitas Untuk Penguatan Para Pemangku Peran (Stakeholders) Pengelola Jasa Lingkungan. Lokakarya Nasional “Pembayaran dan Imbal Jasa Lingkungan” 14-15 Februari 2005. http://www.worldagroforestrycentre.org/sea/Publications/files/leaflet /LE0160-09.PDF. Diakses pada Tanggal 22 Maret 2011. World Agroforestry Centre. 2005. Prosiding Lokakarya Nasional “Pembayaran dan Imbal Jasa Lingkungan” 14-15 Februari 2005.World Agroforestry Centre. Bogor. http: // www.worldagroforestrycentre.org/ sea/ Publications/ files/leaflet/LE0160-09.PDF. Diakses pada Tanggal 22 Maret 2011. Qomariyah, Y., Kirman, E., Wicaksono, A.D. 2010. Kearifan Lokal Pada Perancangan Kota Tua Tobelo. Jurnal Local Wisdom, Volume: II, Nomor: 1, Halaman: 8 – 17. Januari 2010 Zhongan, S., Spaargaren.,Yuanhang. 2005. Traffic and Urban Air Pollution, the Case of Xiían City, P.R.China.
LAMPIRAN
116
Lampiran 1. Laporan Hasil Analisis Kondisi Awal Ekosistem Kota Malang
117
Lampiran 2. Laporan Hasil Analisis Sampel Perumahan Araya Kota Malang
118
Lampiran 3. Laporan Hasil Analisis Sampel Industri Arjosari Kota Malang
119
Lampiran 4. Laporan Hasil Analisis Sampel Komersil Bllimbing Kota Malang
120
Lampiran 5. Laporan Hasil Analisis Sampel Perumahan Gadang Kota Malang
121
Lampiran 6. Laporan Hasil Analisis Sampel Perumahan Ijen Kota Malang
122
Lampiran 7. Laporan Hasil Analisis Sampel Perumahan Jodipan Kota Malang
123
Lampiran 8. Laporan Hasil Analisis Sampel Perumahan Kotalama Kota Malang
124
Lampiran 9. Laporan Hasil Analisis Sampel Hutan Kota Malabar Kota Malang
125
Lampiran 10. Laporan Hasil Analisis Sampel Ruang Terbuka Lapangan Rampal Kota Malang
126
Lampiran 11. Laporan Hasil Analisis Sampel Perumahan Sawo Jajar Kota Malang
127
Lampiran 12. Laporan Kalkulasi Model Skenario 10%
128
Lampiran 13. Laporan Kalkulasi Model Skenario 20%
129
Lampiran 14. Laporan Kalkulasi Model Skenario 30%
130
Lampiran 15. Data Kapasitas dan Volume Jalan di Kota Malang Panjang Ruas (km)
Volume (smp/jam)
5
6
7
Kapasitas
V/C Ratio
No
Nama Jalan
1
4
1
Jl. Ahmad Yani
2,37
1977
5440,34
8 0,36
2
Jl. A. Rahman Hakim
0,32
1230
2355,77
0,52
3
Jl. Ade Irma Suryani
0,54
729
3729,97
0,20
4
Jl. Arief Margono
0,48
1440
3401,63
0,42
5
Jl. Aries Munandar 1
0,25
666
2050,39
0,33
6
Jl. Aries Munandar 2
0,37
299
2050,39
0,15
7
Jl. Arjuno
0,44
512
2489,21
0,21
8
Jl. Bale Arjosari
0,23
2054
4619,16
0,44 0,67
9
Jl. Bendungan Sutami
0,82
1802
2704,94
10
Jl. Besar Ijen
1,88
689
5470,80
0,13
11
Jl. Borobudur
1,34
1446
4670,48
0,31
12
Jl. Brigjen Slamet Riyadi
1,50
1238
2969,46
0,42
13
Jl. Brigjend Katamso
0,94
705
2155,61
0,33
14
Jl. Cokroaminoto
0,14
654
3166,01
0,21
15
Jl. Dr. Cipto
0,88
1181
2489,21
0,47
16
Jl. Gajayana
0,96
1610
2538,00
0,63
17
Jl. Galunggung
4,27
1634
2827,90
0,58
18
Jl. H. Agus Salim
0,30
436
3926,29
0,11
19
Jl. Ijen
0,69
1435
4250,30
0,34
20
Jl. Jaksa Agung Suprapto
1,36
2079
5183,72
0,40
21
Jl. Jend. Basuki Rahmad
0,62
2170
4388,20
0,49
22
Jl. Jend. Gatot Subroto
0,26
1166
3459,29
0,34
23
Jl. K Hasyim ashari
0,38
1380
4978,43
0,28
24
Jl. K.H. Ahmad Dahlan
0,27
416
1963,14
0,21
25
Jl. Kahuripan
0,45
924
2981,59
0,31
26
Jl. Kapten Tendean
0,22
1239
2157,30
0,57
27
Jl. Kawi
0,96
1793
3618,34
0,50
28
Jl. Kawi Atas
1271
3618,34
0,35
29
Jl. Kebalen Wetan
0,66
639
2155,61
0,30
30
Jl. Kol. Sugiono 1
1,99
1381
3313,50
0,42
31
Jl. Kol. Sugiono 2
1,99
1321
3313,50
0,40
32
Jl. Kyai Ageng Gribig
4,04
806
2820,00
0,29
33
Jl. Kyai Tamin
0,53
909
2073,41
0,44
34
Jl. Laksamana Martadinata
0,88
1159
3765,50
0,31
35
Jl. Laksda Adi Sucipto 1
0,93
1143
2318,46
0,49
36
Jl. Laksda Adi Sucipto 2
1,72
695
2318,46
0,30
37
Jl. Letjen S. Parman
1,34
1560
6091,20
0,26
38
Jl. Letjen Sutoyo
0,08
1987
5358,00
0,37
39
Jl. Letjend. S. Priyo Sudarmo
2,78
1192
3736,50
0,32
40
Jl. Mayjend Haryono 1
1,13
1000
3781,00
0,26
41
Jl. Mayjend Haryono 2
1,13
2705
3781,00
0,72
42
Jl. Mayjend Panjaitan 1
1,11
1138
2720,31
0,42
43
Jl. Mayjend Panjaitan 2
0,74
1588
2874,00
0,55
44
Jl. Merdeka Barat
0,18
1251
2636,22
0,47
V/C Ratio 8
B C A B B A B B C A B B B B C C C A B B C B B B B C C B B B B B B B C B B B B B D B C C
131
45
Jl. Merdeka Selatan
0,16
335
2181,27
0,15
46
Jl. Merdeka Timur
0,28
2004
3969,91
0,50
47
Jl. Merdeka Utara
0,15
2748
3969,91
0,69
48
Jl. MGR. Sugito P
0,20
1192
2115,83
0,56
49
Jl. Mojopahit
0,47
1046
2489,21
0,42
50
Jl. Muharto
0,39
540
3031,50
0,18
51
Jl. Pahlawan
0,43
508
3348,75
0,15
52
Jl. Panglima Sudirman 1
1,61
1504
3666,00
0,41
53
Jl. Panglima Sudirman 2
2,41
757
3666,00
0,21
54
Jl. Pasar Besar
0,57
463
2546,81
0,18
55
Jl. Pattimura
0,93
1657
2766,42
0,60
56
Jl. R. Panji Suroso
1,54
1442
4693,04
0,31
57
Jl. Raden Intan
3,45
1294
6373,20
0,20
58
Jl. Raya Dieng
2,04
798
4824,46
0,17
59
Jl. Raya Tlogomas
0,88
846
3070,98
0,28
60
Jl. Sartono
1,11
776
1670,00
0,46
61
Jl. Satsui Tubun
0,99
1521
3578,58
0,43
62
Jl. Semeru 1
0,34
746
3777,39
0,20
63
Jl. Semeru 2
0,80
590
3210,78
0,18
64
Jl. Sersan harun
0,28
1833
2220,82
0,83
65
Jl. Soekarno Hatta 1
1,15
1469
7435,49
0,20
66
Jl. Soekarno Hatta 2
0,92
1051
7634,30
0,14
67
Jl. Soekarno Hatta 3
0,92
1237
7634,30
0,16
68
Jl. Soekarno Hatta 4
1,61
1217
7634,30
0,16
69
Jl. Sudanco Supriadi 1
2,54
1672
3340,01
0,50
70
Jl. Sudanco Supriadi 2
2,08
1598
3340,01
0,48
71
Jl. Sulfat
1,36
806
2876,40
0,28
72
Jl. Sumber sari
0,73
1286
2171,40
0,59
73
Jl. Surabaya
1,54
558
3736,50
0,15
74
Jl. Trunojoyo
0,86
617
3348,75
0,18
75
Jl. Tumenggung Suryo
1,77
1471
3983,25
0,37
76
Jl. Urip Sumoharjo
0,71
1000
3411,92
0,29
77
Jl. Veteran
2,26
981
4342,80
0,23
78
Jl. W.R. Supratman
0,32
787
2437,89
0,32
79
Jl. Yulius Usman
0,46
580
2538,00
0,23
A C C C B A A B B A C B B A B C B A A D A A A A C C B C A A B B B B B
132
Lampiran 16. Fktor emisi (miligram/meter/kendaraan) untuk masing-masing jenis kendaraan bermotor
115