104
VALIDASI MODEL Model Strategi Sistem Pengembangan Agrokakao Prioritas strategi sistem pengembangan Agrokakao pola-JASA dianalisis melalui komponen aktor, faktor, dan tujuan untuk mendapatkan skala prioritas pada masing-masing hierarki dengan menggunakan teknik AHP. Komponen aktor yang dianalisis meliputi kelompok pekebun dalam wadah koperasi pekebun, Pemerintah Daerah, Dinas Perindustrian, Dinas Perkebunan, Dinas Koperasi dan UKM, lembaga keuangan, manajemen pengelola industri, asosiasi petani kakao, asosiasi pengusaha dan eksportir kakao, Perguruan Tinggi, Lembaga penelitian dan pengembangan perkakaoan, dan LSM. Komponen faktor yang dianalisis meliputi ketersediaan SDM di desa yang terampil, penguasaan teknologi, potensi bahan baku, peluang pasar, sarana dan prasarana produksi, kondisi iklim usaha, kekuatan permodalan, infrastruktur,
teknologi
budidaya,
teknologi
pascapanen,
teknologi
industri
pengolahan, kemudahan mekanisme birokrasi, standardisasi mutu, dan sistem tataniaga. Sedangkan komponen tujuan yang dianalisis adalah peningkatan nilai tambah, peningkatan pendapatan petani-pekebun, peningkatan daya saing produk, perluasan lapangan dan kesempatan kerja, penciptaan kesempatan investasi, peningkatan devisa, peningkatan produktivitas kebun, peningkatan produk kakao olahan, penciptaan usaha kakao secara terintegrasi dan bersinergi, peningkatan kesejahteraan masyarakat di desa, dan peningkatan pendapatan asli daerah. Masingmasing hierarki dibuat matriks perbandingan berpasangan untuk selanjutnya dinilai oleh pakar dari berbagai lintas disiplin atau unsur yakni birokrasi, praktisi, akademisi atau perguruan tinggi, serta lembaga penelitian dan pengembangan perkakaoan. Berdasarkan hasil AHP diketahui, aktor utama strategi sistem pengembangan Agrokakao berturut-turut berdasarkan bobot penilaian adalah petani-pekebun yang tergabung dalam koperasi pekebun, Pemerintah Pemerintah Daerah, pengelola agroindustri kakao, Lembaga keuangan, Dinas Perkebunan, Dinas Perindustrian, dan Dinas Koperasi dan UKM, Perguruan Tinggi dan Lembaga penelitian dan pengembangan perkakaoan, asosiasi petani kakao, asosiasi pedagang dan eksportir,
105
dan LSM perkakaoan. Hasil perhitungan atas penilaian pakar terhadap matriks perbandingan berpasangan pada masing-masing hierarki secara rinci dapat dilihat pada Gambar 18 yang dirangkum dalam Tabel 13.
STRATEGI SISTEM PENGEMBANGAN AGROKAKAO POLA-JASA
FOKUS
KP.BUN
PEMDA
DISBUN
0,1992
0,1657
0,0744
AKTOR
ASPER
0,0149
S.PRASR
FAKTOR
IF.STRKT.
LITBANG
EKSPOR
0,0484
0,0484
0,0280
B.BAKU 0,1395
BD.DAYA
0,0691
KTR.SDM
SDM 0,1731
PASAR 0,1559
P.PANEN
0,0186
0,0186
LSM
0,0149
MODAL 0,1269
IL-USHA
0,0414
ST.MUTU
ST.NIAGA
0,0186
0,0184
0,0186
D.SAING
0,101
0,1350
0,1376
BRK.RASI
L. KERJA
P. PTN
N.TMBH 0,1778
0,0189
TUJUAN
P.TINGGI
0,0149
0,1116
M-UKM
0,0744
0,0744
ASTANK
TEKNOL
0,0898
DK UKM
DISPRND
BANK
0,1051
DEVISA
P.KEBUN
P.OLAHN
INTGRSI
0,0296
0,0390
0,0557
0,0710
M. INVTS
P. PAD 0,0972
0,1566 MK EKM
0,0287
0,0363 P.EKNMI
0,0377
Keterangan: KP.BUN = Kelompok Pekebun (Koperasi Pekebun) IF.STRKT = Dukungan infrastruktur yang memadai PEMDA = Pemerintah Daerah BD.DAYA = Teknologi budidaya yang baik DISBUN = Dinas Perkebunan P.PANEN = Teknologi pascapanen BANK = Perbankan (Lembaga Keuangan) BRK.SARI = Kemudahan birokrasi perizinan DISPRN = Dinas Perindustrian ST.MUTU = Pemenuhan standardisasi mutu DK.UKM = Dinas Koperasi dan UKM ST.NIAGA = Jaminan sistem tataniaga M.UKM = Manajemen Agrokakao UKM KTR.SDM = Ketersediaan SDM yang terampil ASPER = Asosiasi pengusaha dan eksportir N.TMBH = Peningkatan nilai tambah komoditas ASTANK = Asosasi petani kakao P.PTN = Peningkatan pendapatan petani-pekebun P.TINGGI = Perguruan Tinggi L.KERJA = Penciptaan lapangan kerja LITBANG = Lembaga penelitian dan pengembangan D.SAING = Peningkatan dayasaing produk EKSPOR = Eksportir kakao P.PAD = Peningkatan pendapatan asli daerah LSM = Lembaga swadaya masyarakat M.INVTS = Mendorong investasi Agrokakao S.PRASR = Srana dan prasarana produksi DEVISA = Peningkatan devisa perekonomian negara TEKNOL = Ketersediaan teknologi produksi P.KEBUN = Peningkatan produktivitas kebun B.BAKU = Ketersediaan bahan baku P.OLAHN = Peningkatan produk kakao olahan PASAR = Prospek pasar produk INTGRST = Mendorong pengusahaan secara terintegrasi SDM = Ketersediaan SDM yang terampil MK.EKM = Meningkatkan pemberdayaan ekonomi MODAL = Ketersediaan modal usaha P.EKNM = Peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah IL-USHA = Iklom usaha yang kondusif
Gambar 18 Hasil AHP model strategi sistem pengembangan Agrokakao pola-JASA.
106
Strategi sistem pengembangan Agrokakao dengan menempatkan petanipekebun, Pemerintah Daerah, manajemen pengelolaan Agrokakao, dan lembaga keuangan sebagai pelaku kunci merupakan suatu keputusan yang tepat. Selain komponen pelaku kunci tersebut, juga diperlukan dukungan pelaku lainnya seperti: asosiasi petani kakao, asosiasi pengusaha kakao, lembaga penelitian dan pengembangan perkakaoan, perguruan tinggi, dan LSM. Pemerintah Daerah sebagai lembaga pendukung program pengembangan Agrokakao merupakan faktor kunci sehingga diharapkan dapat memberi dukungan maksimal dalam hal perbaikan sarana dan prasarana produksi, infrastruktur, perangkat kebijakan, dan kemudahan birokrasi. Peraturan Daerah mengenai pungutan pajak dan retribusi diharapkan dapat meringankan UKM. Faktor utama strategi sistem pengembangan Agrokakao berturut-turut dari prioritas tertinggi sampai terendah berdasarkan hasil AHP adalah ketersediaan SDM di desa yang terampil, peluang pasar produk kakao olahan, ketersediaan bahan baku, ketersediaan modal usaha, kemudahan mengakses teknologi, dukungan sarana dan prasarana, perbaikan infrastruktur, iklim usaha yang kondusif, teknologi budidaya, teknologi pascapanen, kemudahan sistem birokrasi, jaminan sistem tataniaga, dan pemenuhan strandar mutu produk. Berdasarkan hasil AHP diketahui bahwa faktor utama yang harus diperhatikan dalam program pengembangan Agrokakao adalah ketersediaan SDM di desa yang terampil. Selain ketersediaan SDM di desa yang terampil, faktor lain yang juga penting adalah kepastian pasar produk kakao olahan. Faktor SDM dan kepastian pasar produk kakao olahan belum cukup dijadikan dasar untuk pengembangan Agrokakao, tetapi jaminan dan mekanisme perolehan bahan baku bagi industri pengolahan adalah hal penting. Faktor utama lainnya adalah adanya jaminan lembaga pembiayaan usaha. Hal ini penting karena program pengembangan Agrokakao mustahil dapat dijalankan dengan baik tanpa dukungan modal, terlebih lagi karena perencanaan pengembangan Agrokakao ini dirancang dalam skala UKM yang lebih dominan mengandalkan sumber pembiayaan dari lembaga perbankan dibanding modal sendiri atau dengan rasio pembiayaan (DER: 60 : 40). Keempat faktor utama
107
tersebut ternyata masih membutuhkan dukungan faktor lain yaitu ketersediaan teknologi produksi yang akan digunakan dalam kegiatan proses produksi. Apabila kelima faktor tersebut di atas telah terpenuhi dengan tetap memperhatikan faktor pendukung lainnya seperti infrastruktur, sarana dan prasarana produksi, iklim usaha, mekanisme birokrasi, sistem tataniaga, dan pemenuhan standardisasi mutu, maka dapat dipastikan bahwa program pengembangan Agrokakao berorinetasi sentra produksi akan tumbuh menjadi bentuk usaha yang tangguh dan berkelanjutan. Tujuan utama pengembangan Agrokakao secara berurutan dari yang tertinggi sampai terendah berdasarkan hasil AHP terhadap komponen tujuan adalah peningkatan nilai tambah, peningkatan daya saing produk Agrokakao, peningkatan pendapatan petani-pekebun, penciptaan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan asli daerah, penciptaan Agrokakao secara terintegrasi dan bersinergi, peningkatan produktivitas kebun, peningkatan produk kakao olahan, pemberdayaan ekonomi pekebun, menciptakan iklim usaha, peningkatan devisa, peningkatan kesejahteraan masyarakat desa, dan peningkatan kualitas SDM di desa melalui transfer pengetahuan, teknologi, dan keterampilan. Peningkatan nilai tambah komoditas, peningkatan daya saing produk kakao olahan, penciptaan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan petani-pekebun, dan peningkatan pendapatan asli daerah adalah tujuan utama pengembangan Agrokakao pola-JASA. Peningkatan nilai tambah komoditas kakao melalui industri pengolahan
yang ada selama ini belum dapat dirasakan langsung oleh petani-pekebun. Hal ini dikarenakan oleh industri pengolahan tergolong skala usaha besar dan terkonsentrasi di sekitar perkotaan yang jauh dari sentra produksi bahan baku. Hasil pengamatan lapang dan diskusi pakar mengenai potensi petani-pekebun untuk mendapatkan nilai tambah maksimal melalui kegiatan industri pengolahan sangat memungkinkan. Kemungkinan itulah yang menjadi fokus dalam penelitian ini, yaitu merancang bangun model sistem penunjang keputusan pengembangan Agrokakao dengan membangun industri pengolahan di sentra produksi melalui kekuatan petani-pekebun dalam wadah koperasi pekebun. Unit industri pengolahan skala UKM dalam wadah koperasi pekebun kemudian bekerja sama yang sinergi
108
melalui jejaring usaha untuk membangun kekuatan dan peluang usaha baru sebagai upaya dalam mengatasi kendala yang dihadapi selama ini. Melalui program pengembangan Agrokakao pola-JASA diharapkan petanipekebun mendapatkan keuntungan ganda karena adanya pasar produk hasil perkebunannya, juga akan mendapatkan deviden dari industri pengolahan setiap periode waktu tertentu dalam bentuk sisa hasil usaha. Sumber pendapatan lain dapat diperoleh jika diantara anggota keluarga petani-pekebun ada yang direkrut menjadi karyawan pada industri pengolahan. Tujuan penting lainnya adalah peningkatan daya saing produk. Hal ini dapat dicapai melalui upaya peningkatan pengetahuan dan keterampilan bagi petani dalam pemeliharaan kebun dan penanganan pascapanen sehingga diperoleh peningkatan produksi dan mutu biji kakao. Apabila biji kakao yang dihasilkan oleh petanipekebun bermutu baik untuk menjadi bahan baku industri pegolahan, maka output industri pengolahan juga akan bermutu baik. Dengan demikian, produk industri pengolahan kakao skala UKM akan berdaya saing tinggi sehingga nilai jual akan meningkat yang akan berdampak langsung pada peningkatan penerimaan petanipekebun, penciptaan lapangan dan kesempatan kerja, terutama masyarakat yang ada di desa. Hal ini sangat dimungkinkan karena program pengembangan Agrokakao yang dirancang berorientasi sumber daya. Peningkatan pendapatan petani-pekebun juga merupakan tujuan utama dari program ini. Itulah sebabnya, mengapa konsep program pengembangan Agrokakao ini dirancang berorientasi sentra produksi agar petani-pekebun mendapatkan nilai tambah produk secara adil dan proporsional. Apabila tujuan utama yang telah disebutkan di atas tercapai, maka pada gilirannya akan tercipta peningkatan pendapatan asli daerah. Hierarki hasil analisis kompenen utama pengembangan Agrokakao pola-JASA dirangkum dalam Tabel 13. dari Tabel 13 digambarkan segitiga komponen utama aktor, faktor, dan tujuan strategi pengembangan Agrokakao pola-JASA (Gambar 19).
109
Tabel 13 Hierarki komponen utama strategi pengembangan Agrokakao pola-JASA No. Uraian 1. 2.
3.
4.
Fokus : Strategi Sistem Pengembangan Agrokakao Pola-JASA Aktor 1) Kelompok pekebun (koperasi pekebun) 2) Pemerintah Daerah 3) Manajemen (pengelola) Agrokakao 4) Lembaga keuangan (perbankan) 5) Dinas Perkebunan 6) Dinas Perindustrian 7) Dinas Koperasi dan UKM 8) Perguruan Tinggi 9) Hasil penelitian dan pengembangan Agrokakao (Litbang) 10) Pedagang (Eksportir) 11) Asosiasi Pengusaha 12) Asosiasi Petani Kakao 13) LSM perkakaoan Faktor 1) SDM yang terampil di desa 2) Prospek pasar produk 3) Jaminan ketersediaan bahan baku 4) Ketersediaan modal 5) Kemudahan akses teknologi 6) Sarana dan prasarana produksi 7) Infrastruktur 8) Iklim lingkungan usaha 9) Teknologi budidaya 10) Teknologi pascapanen 11) Kemudahan birokrasi 12) Jaminan sistem tataniaga 13) Standardisasi mutu Tujuan 1) Peningkatan nilai tambah 2) Peningkatan dayasaing produk 3) Peningkatan pendapatan petani-pekebun 4) Perluasan lapangan dan penciptaan kesempatan kerja 5) Peningkatan pendapatan asli daerah 6) Penciptaan sistem pengusahaan yang terintegrasi 7) Peningkatan volume produk olahan 8) Peningkatan produktivitas kebun 9) Pemberdayaan ekonomi daerah 10) Mendorong investasi Agrokakao di desa 11) Peningkatan devisa negara 12) Peningkatan ekonomi masyarakat desa 13) Peningkatan keterampilan SDM di desa
Keketerangan : Hasil pengolahan teknik AHP
Bobot
Prioritas
1,000
1
0,1992 0,1657 0,1376 0,1051 0,0744 0,0744 0,0744 0,0484 0,0484 0,0280 0,0149 0,0149 0,0149
1 2 3 4 5 5 5 6 6 7 8 8 8
0,1731 0,1559 0,1395 0,1269 0,1116 0,0898 0,0691 0,0414 0,0186 0,0186 0,0186 0,0186 0,0184
1 2 3 4 5 6 7 8 9 9 9 9 10
0,1778 0,1566 0,1350 0,1164 0,0972 0,0710 0,0557 0,0390 0,0377 0,0363 0,0296 0,0287 0,0189
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
110
TUJUAN • Peningkatan nilai tambah komoditas • Peningkatan daya saing produk UKM • Peningkatan pendapatan petani-pekebun • Penciptaan dan perluasan lapangan kerja di desa • Peningkatan pendapatan asli daerah • Penciptaan sistem pengusahaan terintegrasi
SSS STRATEGI Pengembangan agroindustri kakao di sentra produksi berbasis bahan baku melalui pola-JASA
AKTOR • Petani-pekebun (Koperasi Pekebun) • Pemerintah Pemerintah Daerah • Manajemen pengelolaan Agrokakao • Lembaga pembiayaan (Perbankan) • Dinas-dinas Terkait
FAKTOR • Ketersediaan SDM yang terampil di desa • Prospek pasar produk Agrokakao UKM • Jaminan ketersediaan bahan baku • Ketersediaan permodalan yang cukup • Kemudahan akses teknologi produksi
Gambar 19 Segitiga komponen utama strategi sistem pengembangan Agrokakao pola-JASA.
Model Pengembangan Produk Unggulan Kakao Olahan Hierarki prioritas pengembangan produk kakao olahan unggulan disusun dalam tiga tingkatan. Pertama fokus, yaitu pemilihan produk unggulan kakao olahan. Kedua keriteria, yaitu pemilihan produk unggulan kakao olahan meliputi peningkatan nilai tambah, ketersediaan SDM di desa yang terampil, kemudahan proses produksi, prospek pasar produk, ketersediaan bahan baku, dan teknologi padat karya. Tingkat ketiga adalah alternatif, yaitu pemilihan produk unggulan kakao olahan meliputi lemak, bubuk, pasta, dan cake kakao. Hasil analisis menunjukkan bahwa keriteria kunci dalam pemilihan produk unggulan kakao olahan unggulan adalah produk yang secara ekonomi mampu memberikan nilai tambah komoditas lebih besar. Selain pertimbangan ekonomi dari aspek nilai tambah komoditas, terdapat sejumlah keriteria penting lainnya dari bobot keriteria tertinggi hingga terendah adalah ketersediaan SDM di desa yang terampil, prospek pasar produk kakao, dan jaminan ketersediaan bahan baku. Hasil penilaian
111
tersebut sesuai dengan salah satu tujuan pengembangan Agrokakao yang sedang dirancang yaitu peningkatan nilai tambah komoditas. Produk yang dapat memberi nilai tambah tinggi belum sepenuhnya dapat mewakili keriteria dalam penentuan alternatif pilihan karena keriteria yang lain juga harus diperhatikan seperti ketersediaan SDM di desa yang terampil untuk mengelola usaha. Produk dengan nilai tambah tinggi dan ketersediaan SDM di desa yang terampil juga belum cukup tanpa adanya jaminan pasar bagi produk. Nilai tambah produk tinggi, SDM yang terampil, dan jaminan pasar produk juga masih membutuhkan dukungan faktor lain yang tidak kala pentingnya yaitu kepastian perolehan bahan baku. Dengan demikian, keriteria kunci dalam penentuan produk kakao oalahan unggulan yang akan dikembangkan adalah produk yang dapat memberi nilai tambah ekonomi tinggi, ketersediaan SDM di desa yang terampil, prospek pasar, dan ketersedian bahan baku serta mekanisme mendapatkannya. Berdasarkan pertimbangan sejumlah keriteria, diperoleh skala prioritas pengembangan produk unggulan Agrokakao yakni lemak dan bubuk kakao sebagai produk ikutan. Lemak kakao sebagai salah satu produk turunan dari komoditas kakao menjadi produk kakao olahan unggulan karena dari sejumlah alternatif produk Agrokakao primer yang dianalisis, lemak kakao memiliki nilai ekonomi paling tinggi. Dibandingkan dengan bubuk, mencapai perbandingan enam kali lebih tinggi dari bubuk yang merupakan prioritas kedua. Selain itu lemak, terholong mudah dalam proses produksi, memilki prospek pasar relatif terjamin karena dapat menjadi baku bagi ragam industri pengolahan lanjut dan tidak membutuhkan bahan tambahan dalam proses produksinya. Mengenai bubuk kakao menjadi prioritas setelah lemak karena bubuk merupakan produk sampingan dari lemak yang juga memiliki prospek pasar yang tinggi karena merupakan bahan baku utama proses lanjut untuk berbagai produk jadi cokelat untuk konsumsi. Nilai ekonomi bubuk bila dibandingkan dengan biji kakao relatif sama bahkan terkadang lebih rendah tergantung permintaan dan fluktuasi harga. Oleh karena itu, apabila suatu industri yang akan dibangun dengan tujuan utamanya
112
adalah produk bubuk kakao, maka sudah pasti usaha tersebut tidak layak atau dengan kata lain usaha akan merugi. Untuk mendapatkan produk lemak dan bubuk kakao berkualitas dan berdaya saing tinggi, maka seharusnya strategi pengembangan Agrokakao dilakukan secara terintegrasi antara usaha perkebunan, pascapanen, dan industri pengolahan. Cara demikian akan memudahkan dalam mengontrol mutu produk mulai dari budidaya yang benar, pascapanen yang menikuti tahapan penanganan secra baik sehingga diperoleh biji yang berkualitas untuk bahan baku industri pengolahan. Dengan demikian akan diperoleh produk kakao olahan berkualitas dan berdaya saing tinggi. Hasil analisis AHP penentuan produk unggulan kakao olahan dapat dilihat pada Gambar 20 dan rangkuman tersaji dalam Tabel 14.
FOKUS
KERITERIA
ALTERNATIF
PENGEMBANGAN PRODUK KAKAO OLAHAN UNGGULAN
Mdh. Proses 0,0713
N.Tambah 0,3145
B.BAKU 0,1185
SDM 0,2738
Pasta Kakao
Lemak Kakao
Bubuk Kakao
0,1568
0,4897
0,2821
Prspk Pasar 0,1888
Teknologi 0,0331
Cake Kakao 0,0714
Gambar 20 Hasil AHP pengembangan produk kakao olahan unggulan.
113
Tabel 14 Hierarki prioritas pengembangan produk kakao olahan unggulan No. 1. 2.
3.
Uraian
Bobot
Prioritas
Fokus : Prioritas pengembangan produk kakao olahan unggulan pola-JASA Keriteria pengembangan :
1,000
1
1) Peningkatan nilai tambah komoditas 2) Ketersediaan SDM yang terampil di desa 3) Prospek pasar produk 4) Ketersediaan bahan baku 5) Kemudahan proses produksi 6) Kemudahan akses alat dan teknologi
0,3145 0,2738 0,1888 0,1185 0,0713 0,0331
1 2 3 4 5 6
0,4897 0,2821 0,1568 0,0714
1 2 3 4
Alternatif pengembangan : 1) Lemak kakao 2) Bubuk kakao 3) Kakao pasta 4) Kakao cake
Keterangan : Hasil pengolahan AHP
Model Pemilihan Teknologi Agrokakao Proses pemilihan teknologi pada hampir semua operasi pengolahan menurut Brown (1994) dibagi dalam dua kategori yaitu (1) pemilihan diantara jenis-jenis peralatan dan mesin-mesin yang berbeda yang mengerjakan proses yang sama, dan (2) pemilihan diantara beberapa proses yang berbeda, tapi menghasilkan produk akhir yang sama. Kategori pertama dapat diartikan skala kapasitas olah, kemampuan operasi, kemudahan pemeliharaan dan perawatan. Pemilihan Teknologi Fermentasi Biji Kakao
Penetuan prioritas teknologi tahapan proses fermentasi biji kakao diawali dengan pengajuan sejumlah alternatif yaitu teknologi fermentasi tradisional, teknologi fermentasi semi-mekanis, dan teknologi fermentasi mekanis (fermentor). Pilihan alternatif dilakukan berdasarkan sejumlah keriteria. Keriteria yang digunakan adalah kemudahan operasi, kemudahan pemeliharaan dan perawatan, harga per unit, penggunaan energi dan bahan tambah, tingkat penyerapan tenaga kerja, dan tingkat penerimaan terhadap sosial budaya masyarakat setempat.
114
Hasil analisis menunjukkan bahwa keriteria kunci dalam penentuan pilihan alternatif teknologi tahapan fermentasi berdasarkan bobot kepentingan relatif tertinggi hingga terendah secara agregatif adalah kemudahan dalam proses produksi, kemudahan dalam pemeliharaan dan perawatan, tingkat serapan tenaga kerja tinggi, biaya pengadaan alat dan mesin, penggunaan energi dan bahan tambah, dan tingkat kesesuaian dengan budaya masyarakat. Hasil analisis menunjukkan kemudahan operasi, kemudahan pemeliharaan dan perawatan, dan tingkat serapan tenaga kerja merupakan keriteria yang paling penting. Hal tersebut didukung oleh konsep bahwa di dalam pemilihan teknologi pada setiap proses selalu menempatkan kemudahan operasi, perawatan dan pemeliharaan menjadi keriteria utama. Alasannya, karena seringkali ketika dari awal pemilihan teknologi tidak tepat, maka akan berdampak pada membengkaknya biaya pemeliharaan dan perbaikan. Pengalaman menunjukakan bahwa seringkali biaya pemeliharaan terhadap suatu alat atu mesin lebih tinggi dari biaya pengadaan awal sehingga dalam peroses pemilihannya harus hati-hati dan selektif. Demikian pula halnya dengan tingkat serapan tenaga kerja yang dalam konteks ini juga menjadi keriteria penting, mengingat salah satu tujuan utama dari rancangan model sistem pengembangan Agrokakao ini adalah mengurangi tingkat pengangguran di desa. Selain keriteria kemudahan proses dan pemeliharaan serta tingkat serapan tenaga kerja, keriteria penentuan alternatif harus juga mempertimbangkan biaya pengadaan yang rendah dan penggunaan energi serta bahan tambah yang juga relatif rendah. Hal ini terkait dengan melambungnya harga BBM dunia dewasa ini yang tentu saja berdampak langsung pada tingginya biaya produksi. Hasil analisis penilaian pakar atas sejumlah keriteria, diketahui alternatif alat dan teknologi fermentasi terbaik untuk kasus rancangan ini adalah teknologi fermentasi semi-mekanis. Teknologi fermentasi semi-mekanis ini relatif murah dibanding teknologi fermentasi mekanis (fermentor). Selain itu teknologi semimekanis dimungkinkan untuk dapat menyerap tenaga kerja relatif lebih banyak, mudah dalam pengadaanya serta ideal untuk perkebunan rakyat dengan asumsi luasan areal 400 hektar. Apabila menggunakan alat atau teknologi fermentasi dengan sistem
115
mekanis, justru akan mengakibatkan pemborosan biaya, sementara tingkat serapan tenaga kerja relatif lebih sedikit. Namun demikian, untuk keperluan proses fermentasi dalam skala besar, maka teknologi sistem mekanis (fermentor) merupakan pilihan yang tepat. Adapun teknologi fermentasi tradisional tidak menjadi pilihan dalam rancangan ini karena dikhawatirkan mutu biji kakao menjadi rendah akibat tidak sempurnanya proses fermentasi yang terjadi. Oleh karena itu, strategi pengembangan Agrokakao berorientasi sentra produksi harus disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan rancangan pengembangan. Untuk jelasnya, hasil analisis tersebut selanjutnya dirangkum dalam Tabel 15. Tabel 15. Prioritas teknologi tahapan fermentasi biji kakao No
Alternatif Pilihan
A-1
Teknologi fermentasi sederhana (tradisional) Teknologi fermentasi semi-mekanis Teknologi fermentasi sistem mekanis (fermentor)
A-2 A-3
Bobot Agregat
Prioritas
418.434
2
13.616.720
1
20.535
3
Keterangan : Hasil pengolahan teknik MPE
Pemilihan Teknologi Pengeringan Biji Kakao
Penentuan prioritas alat atau teknologi pengeringan biji kakao diawali dengan mengajukan sejumlah alternatif yaitu teknologi pengeringan dengan penjemuran langsung sinar matahari (sun-drying), teknologi pengeringan buatan dengan kolektor sinar matahari pelat datar, dan kombinasi teknologi pengeringan penjemuran langsung dan kolektor sinar matahari pelat datar. Pilihan alternatif dilakukan didasarkan pada sejumlah keriteria. Keriteria yang dimaksud adalah kemudahan operasi, kemudahan pemeliharaan dan perawatan, harga per unit, penggunaan energi dan bahan tambah, tingkat serapan tenaga kerja, dan tingkat penerimaan sosial budaya masyarakat setempat. Hasil analisis menunjukkan bahwa keriteria kunci dalam penentuan pilihan alternatif teknologi pengeringan berdasarkan bobot kepentingan relatif tertinggi
116
hingga terendah secara agregatif adalah kemudahan dalam operasi, kemudahan dalam pemeliharaan dan perawatan, tingkat serapan tenaga kerja, biaya pengadaan per unit, penggunaan energi dan bahan tambah, dan tingkat kesesuaian budaya masyarakat. Berdasarkan penilaian pakar atas keriteria menunjukkan bahwa kemudahan operasi, pemeliharaan dan perawatan serta tingkat serapan tenaga kerja merupakan keriteria penentu. Apabila dihubungkan dengan konsep pemilihan teknologi pada setiap proses yang selalu mengedepankan aspek kemudahan operasi dan perawatan sebagai keriteria utama, maka penilaian pakar tersebut adalah tepat. Pembenaran ini dilakukan karena seringkali ketika dari awal kurang tepat dalam menetapka pilihan teknologi akan berdampak langsung pada tingginya biaya produksi. Pengalaman menunjukkan bahwa seringkali biaya pemeliharaan mesin lebih tinggi dari biaya pengadaan awal sehingga dalam menjatuhkan pilihan harus dilakukan dengan hatihati dan selektif. Demikian halnya tingkat serapan tenaga kerja yang dalam rancangan ini menjadi keriteria penting, mengingat salah satu tujuan utama adalah perluasan kesempatan kerja untuk mengurangi tingkat pengangguran di desa. Namun demikian, selain keriteria kemudahan proses, pemeliharaan dan perbaikan serta tingkat serapan tenaga kerja, keriteria penggunaan energi yang relatif rendah sepatutnya menjadi pertimbangan yang tidak terabaikan. Hal ini terkait dengan kebijakan harga BBM dunia dewasa ini yang cenderung terus melambung yang tentunya akan sangat berdampak langsung terhadap tingginya biaya produksi. Hasil penilaian pakar terhadap sejumlah keriteria, maka alternatif teknologi terbaik adalah teknologi pengeringan dengan penjemuran langsung sinar matahari (sun-drying). Pengeringan dengan cara penjemuran langsung sinar matahari relatif murah dan mudah dalam operasi, pemeliharaan dan perawatan, murah dalam pengadaan serta ideal untuk perkebunan rakyat pada skala kecil menengah. Pilihan ini tepat apabila dikaitkan dengan salah satu tujuan rancangan pengembangan Agrokakao yaitu teknologi padat karya sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran di desa. Sebaliknya apabila menggunakan teknologi pengeringan buatan kolektor sinar matahari pelat datar, akan berdampak pada tingginya biaya investasi dan penggunaan energi yang relatif tinggi. Namun demikian untuk mengatasi kemungkinan
117
terhambatnya proses pengeringan karena perubahan musim yang dapat berpengaruh langsung pada suplai bahan baku industri pengolahan, maka pilihan kedua adalah menggunakan kombinasi pengeringan matahari langsung dan kolektor sinar matahari pelat datar akan menjadi lebih penting. Hubungannya terhadap sosial budaya masyarakat, teknologi dengan sistem pengeringan menggunakan matahari langsung adalah tepat karena sudah menjadi keseharian masyarakat di desa, sehingga perekrutan tenaga kerja tidak lagi menjadi masalah. Oleh karena itu, strategi pengembangan Agrokakao berorientasi sentra produksi harus disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan rancangan pengembangan. Hasil analisis penilaian pakar secara rinci terangkum dalam Tabel 16. Tabel 16. Prioritas teknologi pengeringan biji kakao No
Alternatif Pilihan
A-1
Teknologi pengeringan dengan penjemuran langsung sinar matahari (sun-drying) Teknologi pengeringan buatan dengan menggunakan kolektor sinar matahari pelat datar Kombinasi teknologi pengeringan sinar matahari langsung dan kolektor sinar matahari pelat datar
A-2 A-3
Bobot Agregat
Prioritas
13.900.561
1
3.930.765
3
13.899.744
2
Keterangan : Hasil pengolahan teknik MPE
Pemilihan Teknologi Industri Pengolahan Biji Kakao
Penentuan prioritas teknologi industri pengolahan biji kakao dengan produk akhir lemak dan bubuk kakao diawali dengan mengajukan sejumlah alternatif teknologi pengolahan berdasarkan kapasitas atau derajat olah mesin. Dasar pertimbangan pengajuan alternatif pilihan teknologi disesuaikan dengan skala perancangan program pengembangan Agrokakao skala usaha kecil dan menengah. Hal tersebut terkait langsung dengan ketersediaan bahan baku. Berdasarkan asumsi yang dibangun yaitu tersedia luas areal kebun produktif 400 hektar dengan tingkat produktivitas 1300 kg biji kakao kering per hektar per tahun menunjukkan bahwa industri yang akan dikembangkan adalah industri skala kecil menengah. Oleh karena
118
itu, pilihan alternatif teknologi pengolahan pada penelitian ini didasarkan pada mesin yang kapasitas produksinya tergolong skala kecil dan menengah. Alternatif pilihan teknologi pengolahan yang dianalisis adalah kapasitas olah biji 250 kg/jam, 500 kg/jam, dan 1000 kg/jam. Proses pemilihan alternatif mempertimbangkan sejumlah keriteria. Keriteria tersebut adalah industri dirancang dalam skala usaha kecil menengah yang akan terkait langsung dengan ketersediaan bahan baku. Keriteria lain adalah kemudahan operasi, kemudahan pemeliharaan dan perawatan, tingkat serapan tenaga kerja, harga per unit, penggunaan energi dan bahan tambah, ketersediaan bahan baku biji kakao, dan tingkat kemudahan dalam mengakses. Hasil analisis menunjukkan bahwa keriteria kunci dalam penentuan pilihan alternatif teknologi pengolahan berdasarkan bobot kepentingan relatif tertinggi hingga terendah secara agregatif selain keriteria utama adalah biaya pengadaan mesin, ketersediaan bahan baku, kemudahan operasi, kemudahan pemeliharaan dan perawatan, kemudahan mengakses, tingkat serapan tenaga kerja, dan penggunaan energi dan bahan tambah. Hasil penilaian pakar atas sejumlah keriteria penentuan alternatif pilihan, diketahui bahwa biaya pengadaan mesin per unit dan jaminan ketersediaan bahan baku merupakan keriteria yang paling penting. Hal tersebut bertolak belakang dengan konsep pemilihan teknologi pada setiap proses yang selalu mengedepankan aspek kemudahan operasi dan perawatan sebagai keriteria utama. Untuk kasus rancangan program pengembangan Agrokakao ini, keputusan tersebut adalah tepat karena proses pemilihan teknologi lebih mengedepankan pilihan pada keriteria berdasarkan asumsi awal yang telah dibangun, sehingga pilihan lebih mengarah kepada biaya pengadaan dan potensi ketersediaan bahan baku, bukan pada jenis, merk ataupun type. Hasil analisis menunjukkan bahwa mesin dengan kapasitas olah biji 250 kg/jam. Keputusan tersebut benar, mengingat bahan baku yang tersedia setiap tahun sebesar 400 hektar x 1300 kg = 520.000 kg, waktu operasi pabrik 8 jam/hari dengan asumsi hari kerja dalam satu bulan adalah 25 hari, maka lama operasi mesin adalah 200 jam/bulan atau 300 hari/tahun setara dengan mesin berproduksi 2400 jam yang
119
berarti dapat mengolah biji sejumlah 600.000 kg. Apabila dihubungkan dengan kapasitas olah mesin yang tersedia, maka terjadi krisis bahan baku sebesar 80.000 kg per tahun. Untuk mengatasi hal tersebut sehingga mesin tetap berproduksi, maka kekurangan bahan bahan baku dapat diatasi dengan jalan membeli di pasar bebas sebelum produktivitas kebun berhasil ditingkatkan. Kekurangan bahan baku tersebut setara dengan 40 hari proses atau 320 jam. Apabila mesin yang dipilih kapasitas 500 kg/jam atau 1000 kg/jam, maka harus dilakukan penambahan biaya pengadaan sekitar 60-70 persen dari harga mesin kapasitas 250 kg/jam. Selain itu mesin dapat dipastikan tidak beroperasi secara kontinyu karena kekurangan bahan baku. Kecuali kekurangan bahan baku diatasi melalui pembelian di pasar umum walau dengan resiko yang relatif tinggi. Produksi kakao yang tidak merata sepanjang tahun berpeluang menjadi kendala kelangsungan persediaan bahan baku industri pengolahan, maka diperlukan manajemen stock. Manajemen stock berkaitan langsung dengan sistem penyimpanan. Umur simpan biji kakao maksimal tiga bulan sehingga diperlukan teknik penyimpanan first in, first out (masuk dahulu keluar lebih dahulu). Tabel 17. Prioritas teknologi industri pengolahan lemak dan bubuk kakao No
Alternatif Pilihan
Bobot Agregat
Prioritas
A-1
Kapasitas 250 kg/jam
777.528
1
A-2
Kapasitas 500 kg/jam
72.508
2
A-2
Kapasitas 1000 kg/jam
36.230
3
Keterangan : Hasil pengolahan MPE
Model Strukturisasi dan Kelembagaan Agrokakao Pola-JASA
Model strukturisasi sistem dan pengembangan kelembagaan Agrokakao polaJASA dirancang melalui pendekatan sistem dengan menggunakan metode Interpretative Structural Modeliing (ISM). Strukturisasi sistem dan pengembangan
kelembagaan yang dianalisis terdiri atas enam elemen yaitu: (1) kebutuhan pengembangan Agrokakao terdiri atas 11 subelemen, (2) kendala utama pengembangan Agrokakao sebanyak 13 subelemen, (3) tujuan pengembangan
120
Agrokakao ada 13 subelemen, (4) tolok ukur keberhasilan pencapaian pengembangan Agrokakao diurai menjadi 13 subelemen, (5) sektor masyarakat yang terpengaruhi pengembangan Agrokakao sebanyak 13 subelemen, dan (6) lembaga yang terlibat dalam pengembangan Agrokakao juga terdapat 13 subelemen. Masing-masing subelemen pada setiap elemen selanjutnya dilakukan analisis dengan menggunakan teknik ISM. Proses analisis diawali dengan penilaian hubungan kontekstual antara masingmasing subelemen pada setiap elemen melalui proses diskusi secara intensif dengan pakar. Hasil penilaian sejumlah elemen melalui teknik ISM terhadap sistem pengembangan Agrokakao selanjutnya dibahas lebih lanjut. Kebutuhan Program Pengembangan Agrokakao Pola-JASA
Berdasarkan survei lapang dan diskusi intensif dengan pakar serta komponen masyarakat lainnya yang peduli tentang perkakaoan berhasil diidentifikai sebanyak 11 sub-elemen kebutuhan pengembangan Agrokakao sebagai berikut: 1 ketersediaan infrastruktur: jalan, jembatan, listrik, dan telekomunikasi (B-1), 2 sarana dan prasarana seperti pupuk, pestisida, alat dan mesin pertanian (B-2), 3 ketersediaan bibit unggul (B-3), 4 ketersediaan teknologi produksi (B-4), 5 ketersediaan SDM di desa yang terampil (B-5), 6 ketersediaan modal dan fasilitas pinjaman (B-6), 7 ketersediaan pengelola Agrokakao yang profesional (B-7), 8 kemudahan birokrasi seperti perizinan, dan perpajakan (B-8), 9 terciptanya stabilitas politik dan moneter (B-9), 10 kemampuan pemenuhan standardisasi mutu (B-10), 11 terbentuknya sistem tataniaga yang terjamin (B-11).
Hasil analisis elemen kebutuhan program pengembangan Agrokakao dengan menggunakan teknik ISM diperoleh struktur hierarki sebagaiman ditunjukkan dalam Gambar 21. Selanjutnya subelemen tersebut diplot ke dalam empat sektor untuk mengetahui hubungan DP-D ditunjukkan dalam Gambar 22. Adapun hasil analisis
121
masing-masing
subelemen
dalam
bentuk
Reachability
Matriks
Final
dan
Interpretasinya dirangkum dalam Tabel 18.
Tabel 18 Hasil Reachability Matriks Final dan Interpretasi terhadap elemen kebutuhan program pengembangan Agrokakao Kode subelemen kendala utama program pengembangan Agrokakao Kode Subelemen B-1 B-2 B-3 B-4 B-5 B-6 B-7 B-8 B-9 B-10 B-11 D LH
B-1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 2 8
B-2
B-3
B-4
B-5
B-6
B-7
B-8
1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 4 6
1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 9 4
1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 9 4
1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 3 7
0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1
1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 0 5 5
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 11 3
9
B-9
B-10
B-11
DP
EK
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 11 3
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 12 2
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 1
12 10 8 8 11 13 9 4 4 2 1
2 4 6 6 3 1 5 7 7 8 9
Keterangan: B-1 B-2 B-3 B-4 B-5 B-6 B-7 B-8
ketersediaan infrastruktur, B-9 terciptanya stabilitas politik dan moneter, ketersediaan sarana dan prasarana produksi, B-10 terpenuhinya standardisasi mutu,, ketersediaan bibit unggul, B-11 adanya jaminan sistem tataniaga, ketersedian teknologi proses produksi, D = Dependence (ketergantungan), ketersediaan SDM yang terampil di desa, DP = Driver Power (kekuatan penggerak), ketersediaan modal dan fasilitas pinjaman, LH = Level hierarki, adanya pengelola agroindustri kakao profesional, EK = Elemen kunci. adanya dukungan kemudahan birokrasi Pemerintah,
Tabel 18 menunjukkan subelemen kunci kebutuhan program pengembangan Agrokakao adalah permodalan dan fasilitas pinjaman. Namun demikian, dalam pengembangan usaha, modal bukanlah satu-satunya faktor penentu, melainkan ketersediaan infrastrktur berupa jalan, jembatan, irigasi, listrik, dan telekomunikasi; SDM di desa yang terampil, sarana dan prasarana seperti pupuk, pestisida, alat dan mesin-mesin pertanian; manajemen pengelalo Agrokakao yang profesional, bibit unggul, teknologi budidaya, teknologi pascapanen, sarana dan prasarana produksi, kemudahan birokrasi berupa perizinan, kebijakan perpajakan, stabilitas politik dan moneter, pemenuhan standardisasi mutu, dan adanya jaminan sistem tataniaga, kesemuanya merupakan faktor yang tidak dapat diabaikan. Matriks hubungan DP-D menunjukkan sub-elemen kebutuhan akan kemudahan birokrasi birokrasi seperti perizinan dan kebijakan perpajakan, stabilitas politik dan moneter, pemenuhan standardisasi mutu, dan sistem tataniaga yang terjamin masingmasing tergabung dalam sektor Dependent. Variabel yang ada
pada sektor ini
122
merupakan variabel terikat yang akan berdampak pada sistem apabila mendapat dukungan dari variabel lainnya. Sub-elemen ketersediaan bibit unggul, teknologi budidaya, pascapanen, dan produksi, berada dalam sektor Lingkage. Sub-elemen yang ada pada sektor ini merupakan variabel yang tidak stabil. Dengan demikian, variabel tersebut harus dikaji secara hati-hati mengingat setiap tindakan variabel pada sektor ini akan akan memberi dampak terhadap variabel termasuk umpan balik pengaruhnya dapat memberi dampak yang sangat berarti terhadap sistem. Selanjutnya, subelemen yang tergabung dalam sektor Independen adalah ketersediaan fasilitas permodalan, infrastruktur yang memadai, ketersediaan SDM di desa yang terampil, sarana dan prasarana produksi, dan manajemen pengelola agroindustri kakao yang profesional. Subelemen tersebut merupakan variabel bebas sehingga sering juga disebut bagian sisa dari sistem, namun harus dikaji secara maksimal karena memiliki kekuatan penggerak yang kuat terhadap sistem. B-11. Sistem tataniaga terjamin
B-10. Standardisasi mutu B-8. Kemudahan birokrasi
B3. Bibit unggul
B-9. Stabilitas politik danmoneter
B4. Teknologi Proses
B7. Manajemen pengelolaan B2. Sarana dan prasarana B5. SDM di desa yang terampil B1. Infrastruktur yang memadai B6. Permodalan usaha Gambar 21 Model struktur hierarki elemen kebutuhan program pengembangan Agrokakao.
123
11 (B6) 10
(B1)
9 D R I V E R P O W E R
INDEPENDENT
8
LINGKAGE
(B5)
(B3,B4)
7 (B2,B7) 6 5 4 AUTONOMOUS
DEPENDENT
3 2
(B8,B9,B10,B11)
1 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
DEPENDENCE
Gambar 22 Matriks hubungan DP-D elemen kebutuhan program pengembangan. Kendala Utama Program Pengembangan Agrokakao Pola-JASA
Berdasarkan survei lapang dan diskusi secara intensif dengan pakar serta komponen masyarakat lainnya yang peduli tentang perkakaoan berhasil diidentifikasi sebanyak 13 subelemen dari elemen kendala utama program pengembangan Agrokakao sebagai berikut: 1 terbatasnya dana dan modal usaha (K-1); 2 belum memadainya sarana dan prasarana produksi (K-2); 3 belum memadainya infrastruktur (K-3); 4 tidak stabilnya harga produk kakao (K-4); 5 belum ada sinergi usaha kebun, pascapanen, dan industri pengolahan (K-5); 6 terbatasnya jumlah SDM di desa yang terampil (K-6); 7 terbatasnya akses pengadaan teknologi Agrokakao (K-7); 8 buruknya mekanisme birokrasi seperti perizinan dan pajak (K-8); 9 rendahnya produtivitas tanaman dan keseragaman mutu produk (K-9); 10 menurunnya harga jual produk karna kualitas rendah (K-10);
124
11 tidak terjaminnya kontinuitas suplai bahan baku (K-11); 12 rendahnya naluri bisnis di tingkat petani-pekebun (K-12); 13 adanya budaya masyarakat yang cepat puas atas hasil yang dicapai (K-13). Hasil analisis elemen kendala program pengembangan Agrokakao pola-JASA yang terdiri atas 13 subelemen melalui teknik ISM tergambarkan struktur hierarkinya sebagaimana tersaji pada Gambar 23. Sedangkan hubungan DP-D setiap subelemen diketahui dengan cara diplot ke dalam diagram yang terbagi dalam empat sektor sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 24. Mengenai hasil analisis masing-masing subelemen dalam bentuk Reachability Matriks Final dan Interpretasinya terangkum dalam Tabel 19. Tabel 19 menunjukkan subelemen kunci dari elemen kendala utama program pengembangan Agrokakao adalah keterbatasan dana atau modal usaha. Selain faktor dana atau modal usaha, juga ditemukan kendala lain seperti belum adanya pola pengusahaan Agrokakao yang terintegrasi dan bersinergi, tidak adanya jaminan pasar bagi petani-pekebun atas hasil perkebunannya, dan rendahnya kinerja kelembagaan pemerintah seperti perizinan, birokrasi, dan perpajakan; belum memadainya sarana dan prasarana produksi. Keterbatasan jumlah SDM yang terampil di desa juga merupakan kendala yang perlu mendapat perhatian dalam program pengembangan Agrokakao yang dirancang berorientasi sentra produksi. Kendala masih rendahnya produktivitas dan keseragaman mutu produk kakao termasuk kendala yang memerlukan langkah penanganan lebih serius. Produktivitas perkebunan kakao rakyat per hektar rata-rata baru mencapai kisaran 950 hingga 1300 kg biji kakao kering per tahun atau sekitar 44 persen dari potensi produksi yakni 2500-3000 kg biji kakao kering per hektar, artinya masih dibutuhkan usaha peningkatan produktivitas kebun sekitar 56 persen (Disbun Sulsel, 2003). Kendala lain program pengembangan Agrokakao adalah infrastruktur yang belum memadai, harga produk kakao yang tidak stabil, sulitnya mengakses teknologi pengolahan, kualitas produk biji kakao masih asalan sehingga menurunkan harga jual, kontinuitas suplai bahan baku tidak terjamin, rendahnya naluri bisnis atau jiwa entrepreneur dikalangan petani-pekebun
125
dan masyarakat di desa, dan masih kentalnya budaya masyarakat di desa yang cepat puas dengan hasil yang telah mereka capai. Tabel 19 Hasil Rachability Matriks Final dan Interpretasi elemen kendala utama program pengembangan Agrokakao Kode subelemen kendala utama program pengembangan Agrokakao Kode Subelemen K-1 K-2 K-3 K-4 K-5 K-6 K-7 K-8 K-9 K-10 K-11 K-12 K-13 D LH
K-1
K-2
K-3
K-4
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 7
1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 4 4
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 1
K-5 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 2 6
K-6
K-7
K-8
K-9
1 1 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 5 3
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 1
1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 3 5
1 1 0 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 6 2
K-10 K-11 K-12 K-13 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 1
DP
EK
13 10 7 7 12 9 7 11 8 7 7 7 7
1 4 7 7 2 5 7 3 6 7 7 7 7
Keterangan: K-1 terbatasnya dana dan modal usaha; K-2 belum memadainya sarana dan prasarana produksi; K-3 belum memadainya infrastruktur; K-4 harga produk Agrokakao tidak stabil; K-5 belum adanya sinergi usaha antara kebun, pascapanen, industri pengolahan, dan pemasaran; K-6 terbatasnya jumlah SDM di desa yang berkualias; K-7 terbatasnya akses pengadaan paket teknologi Agrokakao; K-8 rendahnya kinerja kelembagaan seperti: perizinan, birokrasi, dan kebijakan perpajakan; K-9 rendahnya produtivitas kebun dan keseragaman produk; K-10 menurunnya harga jual produk karena kualitas rendah; K-11 tidak terjaminnya kontinuitas suplai bahan baku; K-12 rendahnya naluri bisnis di tingkat pekebun; K-13 adanya budaya masyarakat yang cepat puas atas hasil usaha yang telah dicapai. D = Dependent (Tingkat ketergantungan) DP = Driver Power (Penggerak Kekuatan) LH = Level hierarki EK = Elemen kunci
Matriks hubungan DP-D pada Gambar 24 menunjukkan bahwa subelemen dari elemen kendala utama program pengembangan Agrokakao yang termasuk dalam sektor Dependent adalah keterbatasan jumlah SDM di desa yang terampil dan rendahnya kinerja birokrasi seperti perizinan dan kebijakan perpajakan. Subelemen yang pada sektor ini merupakan variabel terikat yang memiliki ketergantungan yang demikian tinggi dari variabel lainnya. Berdasarkan kenyataan yang ada, komponen
126
birokrasi dan kebijakan pemerintahlah yang tidak berpihak kepada pengembangan agroindustri selama ini sebagai salah satu penyebab tidak berkembangnya investasi Agrokakao sekaligus menjadi pemicu peningkatan ekspor produk kakao dalam bentuk biji kakao kering. Kebijakan yang dimaksud adalah peraturan tentang beban tarif yang tidak dikenakan bagi eksportir biji kakao kering, sedangkan investasi industri pengolahan di Indonesia dikenai beban PPN 10 persen dan pada saat melakukan ekspor produk olahan, baik produk primer maupun produk jadi, kembali dikenakan beban PPN 15 persen. Dengan demikian, total beban pajak yang harus ditanggung industri pengolahan mencapai 25 persen. Berbeda halnya, ketika impor produk maupun produk jadi kakao yang hanya dikenakan beban PPN 5 persen. K3.Belum memadainya infrastruktur di desa
K3.Tidak stabilnya harga produk kakao
K7.Terbatasnya akses paket teknologi Agrokakao
K10.menu runnya harga
karena kualitas rendah
K11.Tidak terjaminnya kontinuitas bahan baku
K12.Rendahnya naluri entrepreneurship di tingkat petani
K13.Adanya budaya cepat puas atas hasil yang telah dicapai
K-9. Rendahnya produktivitas kebun kakao K-6. Terbatasnya jumlah SDM terampil di desa K-2. Belum memadainya sarana dan prasarana
K-8. Belum efektifnya lembaga usaha K-5. Belum ada pola sinergi usaha K-1. Terbatasnya modal dan dana
Gambar 23 Model struktur hierarki elemen kendala utama pengembangan Agrokakao
Subelemen yang termasuk dalam sektor Linkage adalah infrastruktur belum mamadai, harga produk Agrokakao tidak stabil, keterbatasan akses teknologi, rendahnya kualitas produk kakao membut harga jual menurun, kontinuitas suplai bahan baku tidak terjamin, rendahnya naluri bisnis atau jiwa entrepreneur di tingkat petani-pekebun, dan masih kentalnya budaya masyarakat di desa yang cepat puas atas
127
hasil usaha yang telah dicapai. Subelemen yang terdapat pada sektor ini merupakan variabel yang tidak stabil sehingga harus dikaji secara hati-hati, karena setiap tindakan variabel akan memberi dampak terhadap variabel lainnya termasuk umpan balik pengaruhnya dapat memperbesar dampak terhadap kinerja sistem. Kendala keterbatasan dana dan modal usaha, keterbatasan sarana dan prasarana produksi, belum adanya pola pengusahaan kakao secara efektif, serta rendahnya produkstivitas kebun, kesemuanya tergabung dalam sektor Independent. Subelemen yang ada pada sektor ini merupakan variabel bebas sehingga sering juga disebut bagian sisa dari sistem, namun memiliki kekuatan penggerak yang tinggi sehingga variabel tersebut harus dikaji secara maksimal. Uraian di atas memberi isyarat bahwa apabila pemerintah dan kita semua sepakat memandang bahwa pengembangan agroindustri termasuk agroindustri kakao di Indonesia dapat menjadi penghela perekonomian bangsa, dibarengi oleh keinginan untuk melakukan pengembangan agroindustri untuk mendapatkan nilai tambah yang sebesar-besarnya dari komoditas, maka pekerjaan awal yang harus dilakukan adalah merevisi kebijakan atau peraturan pemerintah mengenai beban tarif yang menjadi penghambat berkembangnya investasi agroindustri di tanah air. Kalau kebijakan tersebut telah direvisi ke arah yang berpihak kepada pengembangan agroindustri dibanding dengan ekspor dalam bentuk bahan baku biji kakao kering dan menjadikan beban tarif bagi produk impor berimbang dengan beban ekspor, maka dapat diyakini bahwa agroindustri untuk menciptakan nilai tambah dari komoditas akan berkembang secara signifikan.
128
13 12 D R I V E R
11
P O W E R
6
(K1) (K5)
K (3,4,7,10,11,12,13) (K2)
10 9
INDEPENDENT
LINGKAGE
8
(K9)
7
5
(K6)
4
(K8)
3
AUTONOMOUS
DEPENDENT
2 1 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
DEPENDENCE
Gambar 24 Matriks hubungan DP-D elemen kendala utama program pengembangan Agrokakao. Tujuan Program Pengembangan Agrokakao Pola-JASA
Berdasarkan hasil survei lapang dan diskusi intensif dengan pakar serta komponen masyarakat berkaitan dengan tujuan program pengembangan Agrokakao akhirnya ditetapkan sebanyak 13 subelemen sebagai berikut: 1 peningkatan produktivitas tanaman kakao (T-1); 2 peningkatan volume dan keseragaman produk kakao olahan (T-2); 3 penciptaan peluang Agrokakao secara terintegrasi (T-3); 4 peningkatan daya saing Agrokakao di pasar domestik dan ekspor (T-4); 5 perkuatan struktur ekonomi daerah melalui sinergisitas usaha (T-5); 6 penciptaan lapangan kerja dan perluasan kesempatan berusaha (T-6); 7 peningkatan nilai tambah pengembangan industri secara terintegrasi (T-7); 8 peningkatan dan penghematan devisa negara (T-8); 9 peningkatan dan pemerataan pendapatan masyarakat (T-9); 10 percepatan pembangunan ekonomi daerah (T-10); 11 peningkatan dan penyebaran industri yang lebih merata (T-11); 12 peningkatan kualitas SDM khususnya sub-sektor Agrokakao (T-12); 13 peningkatan peran masyarakat dalam melakukan investasi di pedesaan (T-13).
129
Hasil identifikasi elemen tujuan pengembangan Agrokakao sebanyak 13 subelemen melalui analisis teknik ISM diperoleh struktur hierarki sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 25. Selanjutnya subelemen tersebut diplot ke dalam diagram yang terbagi dalam empat sektor untuk mengetahui hubungan DP-D sebagaimana Gambar 26. Hasil analisis masing-masing subelemen dalam bentuk Reachability Matriks Final dan Interpretasinya dirangkum dalam Tabel 20.
Tabel 20 Hasil Reachability Matriks Final dan Interpretasi elemen tujuan program pengembangan Agrokakao Kode subelemen tujuan program strategi sistem pengembangan Agrokakao Kode Sub elemen T-1 T-2 T-3 T-4 T-5 T-6 T-7 T-8 T-9 T-10 T-11 T-12 T-13 D LH
T-1 T-2 T-3 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 2 4
1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 11 3
1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 11 3
T-4 T-5
T-6 T-7
T-8
T-9
T-10
1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 11 3
1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 11 3
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 12 2
1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 11 3
1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 11 3
1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 11 3
0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 5
T-11 T-12 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 11 3
1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 11 3
T-13 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 1
DP
EK
13 11 11 11 11 11 13 2 11 11 11 11 1
2 2 3 3 3 3 1 4 3 3 3 3 5
Keterangan: T-1 peningkatan produktivitas dan produksi tanaman kakao; T-2 peningkatan volume dan keseragaman produk kakao olahan; T-3 penciptaan peluang pengembangan aAgrokakao secara terintegrasi; T-4 peningkatan daya saing Agrokakao baik di pasar domestik maupun ekspor; T-5 perkuatan struktur ekonomi daerah melalui sinergisitas usaha; T-6 penciptaan lapangan kerja dan perluasan kesempatan berusaha; T-7 peningkatan nilai tambah komoditas melaui usaha secara terintegrasi dan bersinergi; T-8 peningkatan dan menghemat devisa negara; T-9 peningkatan dan pemerataan pendapatan masyarakat; T-10 percepatan laju pembangunan ekonomi daerah; T-11 peningkatan dan penyebaran industri yang lebih merata; T-12 peningkatan kualitas SDM khususnya subsektor Agrokakao melalui alih teknologi; T-13 peningkatan peran serta masyarakat dalam melakukan investasi pembangunan; D = Dependence (tingkat ketergantungan); DP = Driver Power (kekuatan penggerak); LH = Level Hierarki; EK = Elemen Kunci.
Tabel 20 menunjukkan bahwa subelemen kunci dari elemen tujuan program pengembangan Agrokakao adalah peningkatan nilai tambah melalui pengembangan Agrokakao secara terintegrasi dan bersinergi melalui manajemen jejaring usaha.
130
Subelemen tujuan penting lainnya selain adalah peningkatan produktivitas dan produksi tanaman kakao, peningkatan volume dan keseragaman kualitas produk kakao olahan, mendorong sistem pengusahaan secara terintegrasi antara usaha kebun, pascapanen, industri pengolahan, pengembangan kelembagaan,
dan
pemasaran.
Dengan demikian, tujuan peningkatan daya saing produk Agrokakao baik di pasar domestik maupun pasar ekspor dimaksudkan untuk memperkokoh struktur ekonomi daerah melalui sinergisitas yang kuat dan saling mendukung antarsektor, memperluas lapangan kerja serta peningkatan kesempatan berusaha secara bersamaan akan tercapai. Tujuan lain dari program pengembangan Agrokakao adalah peningkatan pendapatan masyarakat dan peningkatan peran masyarakat untuk melakukan investasi pada subsektor Agrokakao. Uraian di atas memberi gambaran bahwa dalam pengembangan Agrokakao diarahkan pada tujuan peningkatan nilai tambah produk kakao olahan melalui pengembangan industri di sentra produksi secara terintegrasi antara usaha kebun, pascapanen, industri pengolahan, kelembagaan, dan pemasaran. Selain itu, program ini juga ditujukan untuk peningkatan produktivitas dan produksi tanaman kakao, peningkatan
volume
dan
keseragaman
produk
kakao
olahan,
mendorong
pengembangan Agrokakao, memperkokoh struktur ekonomi daerah melalui sinergisitas yang kuat dengan dukungan penuh dari berbagai sektor, menciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha, pemerataan pendapatan masyarakat dan mendorong masyarakat untuk melakukan investasi pada subsektor Agrokakao. Matriks hubungan DP-D pada Gambar 26 menunjukkan bahwa subelemen dari elemen tujuan program pengembangan Agrokakao berupa penghematan devisa negara dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam investasi agroindustri berada pada sektor Dependent. Subelemen yang ada pada sektor ini merupakan variabel terikat yang memiliki ketergantungan yang tinggi dari variabel lainnya. Adapun subelemen yang tergabung dalam sektor Linkage adalah meningkatkan produktivitas kebun kakao, meningkatkan volume dan keseragaman produk Agrokakao, merumuskan pengembangan kelembagaan usaha Agrokakao yang terintegrasi antara
131
T-13. Peningkatan investasi Agrokakao T-8. Peningkatan dan penghematan devisa negara
T2.Peni ngkatan volume dan keseragaman produk
T3.Penciptaan peluang pengem -bangan agrokakao
T4.Peni ngkatan daya saing di pasar lokal dan eksp
T5.Perk uatan ekonomi daerah
T6.Penc iptaan lapanga n kerja
T9.Pening -katan & pemerataan pendapatan
T10.Perc epatan pembangunan ekonomi daerah
T11.Pen yebaran
industri yang merata
T12.Peni ngkatan ketrampilan SDM di desa
T-1. Peningkatan produtivitas kebun T-7. Peningkatan nilai tambah komoditas Gambar 25 Model struktur hierarki elemen tujuan program pengembangan Agrokakao.
usaha kebun, pascapanen, industri pengolahan, dan pemasaran sehingga diperoleh produk kakao yang berkualitas tinggi dan memiliki daya saing, baik di pasar domestik maupun pasar ekspor, serta penciptaan lapangan kerja dan kesempatan berusaha. Demikian halnya tujuan peningkatan nilai tambah, peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong laju pembangunan ekonomi daerah, penyebaran industri secara merata, peningkatan kualitas SDM, mendorong pembangunan ekonomi perdesaan, penguatan struktur ekonomi daerah melalui sinergisitas usaha yang saling mendukung antarsektor, dan peningkatan peran serta masyarakat dalam investasi agroindustri dalam percepatan pembangunan ekonomi daerah untuk mendukung perekonomian nasional. Subelemen yang ada pada sektor ini merupakan variabel yang tidak stabil sehingga harus dikaji secara hati-hati karena hubungan antar variabel pada sektor ini dapat memberi pengaruh pada variabel lainnya termasuk umpan balik pengaruhnya memberi dampak yang sangat besar terhadap sistem. Sedangkan subelemen tujuan peningkatan produksi kebun kakao dan peningkatan nilai tambah komoditas kakao tergolong dalam sektor Independent. Subelemen pada sektor ini merupakan variabel bebas yang sering juga disebut bagian sisa dari sistem.
132
Variabel tersebut memiliki kekuatan penggerak yang tinggi terhadap variabel lain sehingga dapat mempengaruhi kinerja sistem secara maksimal. 13
(T7)
12 D R I V E R P O W E R
(T1)
T (2,3,4,5,6,9,10,11,12,13)
11 10 9
INDEPENDENT
LINGKAGE
AUTONOMOUS
DEPENDENT
8 7 6 5 4 3 2
(T8)
1 0
(T13) 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
DEPENDENCE
Gambar 26 Matriks hubungan DP-D untuk elemen tujuan program pengembangan Agrokakao. Tolok Ukur Keberhasilan Pengembangan
Berdasarkan hasil survei lapang dan diskusi intensif dengan pakar serta komponen masyarakat lain yang peduli tentang perkakaoan, maka tolok ukur yang digunakan untuk menilai keberhasilan pencapaian tujuan program pengembangan Agrokakao didasarkan pada 13 subelemen, yaitu: 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
peningkatan ekspor dan pangsa pasar produk kakao olahan UKM (I-1); peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani-pekebun (I-2); penurunan angka kemiskinan di pedesaan (I-3); peningkatan keterlibatan kelompok tani dalam pengembangan Agrokakao (I-4); peningkatan investasi agribisnis dan Agrokakao (I-5); peningkatan daya serap tenaga kerja di desa (I-6); peningkatan pendapatan asli daerah (I-7); peningkatan jumlah unit Agrokakao UKM di sentra produksi (I-8); peningkatan nilai tambah komoditas kakao (I-9); peningkatan kuantitas dan kulaitas produk biji kakao (I-10); peningkatan kuantitas dan produk kakao olahan (I-11); peningkatan kualitas SDM sub-sektor Agrokakao melalui alih teknologi (I-12); peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di desa (I-13).
133
Analisis terhadap sub-elemen tersebut dilakukan dengan menggunakan teknik ISM. Hasil yang diperoleh melalui analisis ISM disajikan dalam bentuk struktur hierarki seperti terlihat pada Gambar 27. Selanjutnya subelemen tersebut diplot ke dalam diagram hubunan DP-D yang dibagi dalam empat sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 28. Adapun hasil analisis masing-masing sub-elemen berupa Reachability Matriks Final dan Interpretasinya dirangkum dalam Tabel 21.
Tabel 21 Hasil Reachability Matriks Final dan Interpretasi terhadap elemen tolok ukur keberhasilan tujuan program pengembangan Agrokakao Subelemen tolok ukur untuk menilai keberhasilan tujuan program pengembangan Agrokakao Kode Sub elemen I-1 I-2 I-3 I-4 I-5 I-6 I-7 I-8 I-9 I-10 I-11 I-12 I-13 D LH
I-1
I-2
I-3
I-4 I-5
I-6
I-7
I-8
I-9
I-10
I-11
I-12
I-13
DP
EK
1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 3 4
1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 3 4
1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 11 3
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 1
1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 11 3
1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 11 3
1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 3 4
1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 11 3
1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 11 3
1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 11 3
1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 11 3
1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 11 3
13 13 10 1 2 10 10 13 10 10 10 10 10
1 1 2 4 3 2 2 1 2 2 2 2 2
1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 2
Keterangan: I-1 peningkatan ekspor dan pangsa pasar produk Agrokakao; I-2 peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani-pekebun; I-3 penurunan angka kemiskinan di desa; I-4 peningkatan jumlah petani-pekebun yang terlibat dalam program; I-5 peningkatan investasi di bidang agribisnis dan Agrokakao; I-6 peningkatan daya serap tenaga kerja di desa; I-7 peningkatan pendapatan asli daerah; I-8 peningkatan jumlah Agrokakao UKM di sentra produksi; I-9 peningkatan nilai tambah komoditas kakao; I-10 peningkatan kuantitas dan kualitas produk biji kakao; I-11 peningkatan kuantitas dan kualitas produk kakao olahan; I-12 peningkatan kualitas SDM sub-sektor Agrokakao di desa oleh alih teknologi; I-13 peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di desa. D = Dependence (tingkat ketergantungan); DP= Driver Power (kekuatan penggerak); LH= Level hierarki; EK= Elemen kunci.
Tabel 21 menunjukkan bahwa subelemen kunci dari elemen tolok ukur keberhasilan pencapaian tujuan program pengembangan Agrokakao dapat dilihat dari
134
peningkatan ekspor dan pangsa pasar produk kakao olahan, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani-pekebun dan berkembangnya investasi Agrokakao skala UKM di sentra-sentra produksi. Selain itu, tolok ukur pencapaian keberhasilan juga dapat dilihat dari adanya penurunan angka kemiskinan di desa, peningkatan jumlah serapan tenaga kerja di desa sebagai dampak dari adanya program pengembangan Agrokakao, peningkatan pendapatan asli daerah, peningkatan produktivitas kebun dan produksi kakao olahan, peningkatan mutu dan keseragaman produk kakao, peningkatan kualitas SDM di desa oleh adanya alih pengetahuan dan teknologi melalui program pengembangan Agrokakao.
I-4. Peningkatan keterlibatan petani I-5. Peningkatan investasi I-3.Penurunan angka kemiskinan di desa
I-6.Peningkatan daya serap tenaga kerja
I-7.Peningkatan PAD
I-1. Peningkatan volume dan nilai ekspor
I-9.Peningkatan volume produksi
I-10.Peningkatan mutu biji kakao
I-2. Peningkatan kesejahteraan petani
I-11.Peningkatan mutu produk agrokakao
I-12.Peningkatan kualitas SDM di desa
I-13.Peningkat-an kesejahteraan masyarakat
I-8. Peningkatan jumlah UKM di desa
Gambar 27 Model struktur hierarki elemen tolok ukur keberhasilan program pengembangan Agrokakao. Matriks hubungan DP-D pada Gambar 28 menunjukkan subelemen tolok ukur keberhasilan program pengembangan Agrokakao berupa peningkatan jumlah petanipekebun yang terlibat dalam program dan peningkatan investasi Agrokakao berada pada sektor Dependent. Sub-elemen pada sektor ini merupakan variabel terikat yang memiliki tingkat ketergantungan tinggi dari variabel-variabel lainnya. Oleh karena itu, peningkatan keterlibatan petani-pekebun dan peningkatan investasi Agrokakao hanya
135
dapat dicapai dengan maksimal jika mendapat dukungan dari variabel-variabel lain seperti penurunan angka kemiskinan di desa, peningkatan jamlah serapan tenaga kerja di desa, peningkatan PAD, peningkatan volume produksi, dan kualitas SDM di desa serta dukungan variabel lainnya. Subelemen penurunan angka kemiskinan di desa, peningkatan jumlah serapan tenaga kerja di desa, peningkatan pendapatan asli daerah, peningkatan produksi kebun, peningkatan volume dan keseragaman mutu produk kakao olahan, peningkatan kualitas SDM di desa, kesemuanya tergabung dalam sektor Lingkage. Subelemen pada sektor ini merupakan variabel tidak stabil sehingga harus dikaji dengan hati-hati karena setiap tindakan atas variabel dapat memberi dampak yang besar terhadap variabel lain termasuk umpan balik pengaruhnya memberi dampak. Subelemen berkembangnya unit Agrokakao di sentra produksi, peningkatan ekspor produk kakao olahan, dan peningkatan kesejahteraan petani-pekebun tergabung dalam sektor Independent. Subelemen pada sektor ini merupakan variabel bebas yang sering juga disebut variabel sisa dari sistem, namun memiliki kekuatan penggerak tinggi yang dapat memberi pengaruh atas kinerja sistem efektif.
13
I(1,2,8)
12 D R I V E R
11
P O W E R
6
I(3,6,7,6,9,10,11,12,13)
10 9
INDEPENDENT
LINGKAGE
8 7
5 4 3
AUTONOMOUS
DEPENDENT
2
(I.5)
1
(I.4) 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
DEPENDENCE
Gambar 28 Matriks hubungan DP-D elemen tolok ukur keberhasilan program pengembangan Agrokakao.
136
Sektor Masyarakat yang Terpengaruhi Program Pengembangan
Berdasarkan survei lapang dan diskusi intensif dengan sejumlah pakar serta komponen masyarakat yang terkait dengan program, akhirnya berhasil diidentifikasi sebanyak 13 subelemen dari elemen sektor masyarakat yang terpengaruhi program pengembangan Agrokakao sebagai berikut: 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
petani-pekebun (M-1), pedagang perantara (M-2), unit koperasi Agrokakao UKM (M-3), pasar domestik dan ekspor (M-4), masyarakat sekitar industri (M-5), perusahaan transportasi (M-6), pedagang sarana produksi pertanian (M-7), pedagang alat dan mesin Agrokakao (M-8), tenaga kerja Agrokakao (M-9), petugas penyuluh lapangan (M-10), Pemerintah Daerah (M-11), Pemerintah Pusat (M-12), Dinas terkait (M-13). Hasil analisis sub-elemen melalui teknik ISM berhasil digambar struktur
hierarkinya sebagaimana tersaji dalam Gambar 29. Selanjutnya sub-elemen tersebut diplot ke dalam diagram hubungan DP-D yang dibagi ke dalam empat sektor untuk mengetahui hubungan masing-masing sub-elemen seperti Gambar 30. Hasil analisis masing-masing sub-elemen dalam bentuk Reachability Matriks Final dan Interpretasinya dirangkum dalam Tabel 22.
137
Tabel 22 Hasil Reachability Matriks Final dan Interpretasi terhadap elemen sektor masyarakat yang terpengaruhi program pengembangan Agrokakao Kode subelemen sektor masyarakat yang terpengaruh program pengembangan Kode sub Agrokakao M-1 M-2 M-3 M-4 M-5 M-6 M-7 M-8 M-9 M-10 M-11 M-12 M-13 elemen 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 6
M-1 M-2 M-3 M-4 M-5 M-6 M-7 M-8 M-9 M-10 M-11 M-12 M-13 D LH
Keterangan: M-1 M-2 M-3 M-4 M-5 M-6 M-7 M-8 M-9
1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 9 4
1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 8 5
1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 8 5
1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 8 5
1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 8 5
petani-pekebun, pedagang perantara, unit agroindustri UKM, pasar domestik dan ekspor, masyarakat sekitar Industri, perusahaan transportasi, pedagang sarana produksi pertanian, pedagang alat dan agroindustri, tenaga kerja agroindustri,
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 11 3
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 11 3
1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 8 5
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 12 2
1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 8 5
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 1
1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 8 5
DP
EK
13 5 12 12 12 12 4 4 12 2 12 1 12
1 3 2 2 2 2 4 4 2 5 2 6 2
M-10 petugas penyuluh lapangan, M-11 Pemerintah Daerah, M-12 Pemerintah Pusat, M-13 dinas terkait. D = dependence (ketergantungan), DP = driver power (penggerak), LH = level hierarki, EK = elemen kunci.
Tabel 22 menunjukkan bahwa dalam program pengembangan Agrokakao skala UKM, petani-pekebun adalah subelemen yang lebih dahulu terpengaruhi. Hal ini terjadi karena sesungguhnya dalam usaha perkakaoan petani-pekebun merupakan pelaku kunci. Apabila petani-pekebun telah diakomodasi kepentingannya, maka komponen lainnya yang juga harus diperhatikan adalah manajemen pengelola Agrokakao skala UKM. Demikian halnya eksportir dan masyarakat sekitar industri yang mutlak akan menerima pengaruh langsung dari program pengembangan Agrokakao perlu diperhatikan. Bentuk perhatian kepada masyarakat sekitar adalah memberi prioritas utama dalam perekrutan tenaga kerja atau karyawan perusahaan. Komponen lain yang ikut terpengaruhi adalah perusahaan transportasi, Pemerintah Daerah dan dinas terkait lainnya akan terpengaruhi langsung khususnya dalam mendorong dan memberi layanan bantuan teknis berupa perbaikan infrastruktur,
138
sarana dan prasarana serta kebijakan yang berpihak kepada pengembangan Agrokakao. Pedagang sarana produksi, pedagang alat dan mesin dalam melakukan peran sebagai penyedia segala bentuk kebutuhan peralatan dan mesin dalam program pengembangan Agrokakao juga merupakan komponen yang terpengaruhi sistem. Selanjutnya petugas penyuluh lapangan di dalam melakukan tugasnya untuk membina
dan
membimbing
petani-pekebun
dan
Pemerintah
Pusat
dalam
memformulasi kebijakan secara makro berkaitan dengan sistem pengembangan Agrokakao adalah elemen yang tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan. Matriks hubungan DP-D pada Gambar 30 menunjukkan bahwa subelemen sektor masyarakat yang terpengaruhi program pengembangan Agrokakao yang tergolong dalam sektor Dependent adalah Pemerintah Pusat, petugas penyluh lapangan, pedagang perantara, pedagang saprodi, dan pedagang alat mesin agrokakao. Subelemen yang terdapat pada sektor ini merupakan variabel terikat sehingga memiliki ketergantungan terhadap variabel-variabel lain. Subelemen manajemen pengelola Agrokakao yang profesional, pasar ekspor produk Agrokakao, Perusahaan jasa transportasi, SDM di desa yang terampil, Pemerintah Daerah dan dinas terkait dan masyarakat sekitar industri tergabung dalam sektor Lingkage. Subelemen pada sektor ini merupakan variabel tidak stabil sehingga harus dikaji secara hati-hati karena setiap tindakan atas variabel berpengaruh terhadap variabel lain termasuk umpan balik pengaruhnya memberi dampak pada sistem. Subelemen petani-pekebun tergolong dalam sektor Independent. Subelemen yang ada pada sektor ini merupakan variabel bebas yang memiliki kekuatan penggerak yang sangat tinggi. Oleh karena itu harus dikaji dengan maksimal karena akan sangat mempengaruhi kinerja sistem yang lebih efektif. Subelemen unit Agrokakao UKM, para pengusaha dan pelaku ekspor, masyarakat sekitar industri, perusahaan transportasi, SDM yang terampil di desa, Pemerintah Daerah dan dinas terkait lainnya, semuanya tergabung dalam sektor Lingkage. Subelemen yang ada pada sektor ini merupakan variabel yang tidak stabil
sehingga harus dikaji secara hati-hati. Setiap tindakan yang ditimbulkan oleh variabel-variabel pada sektor ini akan memberikan pengaruh yang besar terhadap
139
variabel lain termasuk umpan balik pengaruhnya memberi dampak yang sangat berarti terhadap sistem. M-12. Pemerintah pusat M-10. Petugas Penyuluh Lapangan
M-2. Pedagang Perantara M-8. Pedangan alat dan mesin Agroindustri
M-7. Pedagang Saprodi
M3.Mana -jemen Agrokakao
UKM
M4.Pasar Eksportir produk Agrokakao
M5. Masyarakat se-
kitar Industri
M6. Perusahaan jasa transportasi
M9. SDM di desa yang terampil
M11. Pemerintah
Daerah
M12. Dinas lintas terkait
M-1. Petani-Pekebun
Gambar 29 Model struktur hierarki elemen sektor masyarakat yang terpengaruhi program pengembangan Agrokakao. Mengenai subelemen pedagang sarana produksi, pedagang alat dan mesin agroindustri, petugas penyuluh lapangan, dan Pemerintah Pusat, masing-masing tergabung ke dalam sektor Independent. Subelemen yang tergabung pada sektor ini merupakan variabel bebas seingga sering juga disebut bagian sisa dari sistem. Namun demikian, variabel-variabel tersebut harus dikaji secara maksimal agar sistem dapat bekerja lebih efektif.
140
13
(M.1)
12 D R I V E R
11
P O W E R
6
10
INDEPENDENT
LINGKAGE
9
M(3,4,5,6,9,11,13)
8 7
5
(M.2)
4
AUTONOMOUS
DEPENDENT
(M.7,M.8)
3
(M.10)
2 1
(M.12) 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
DEPENDENCE
Gambar 30 Matriks hubungan DP-D elemen sektor masyarakat yang terpengaruhi program pengembangan Agrokakao.
Lembaga Pelaku Program Pengembangan Agrokakao Pola-JASA
Berdasarkan survei lapang dan diskusi yang dilakukan secara intensif dengan sejumlah pakar serta komponen masyarakat yang peduli tentang perkakaoan khususnya yang berkaitan dengan elemen lembaga pelaku Agrokakao berhasil diidentifikasi sebanyak 13 subelemen sebagai berikut: 1 Pemerintah Daerah (L-1); 2 Lembaga perbankan (L-2); 3 Asosiasi pengusaha kakao (L-3); 4 Asosiasi petani-pekebun kakao (L-4); 5 Petani-pekebun (koperasi pekebun) (L-5); 6 Dinas Perkebunan (L-6); 7 Dinas Perindustrian (L-7); 8 Manajemen pengelola unit Agrokakao UKM (L-8); 9 Dinas Koperasi dan UKM (L-9); 10 Perguruan Tinggi (L-10);
141
11 Litbang Perkakaoan (L-11) 12 LSM (L-12); 13 pasar produk UKM dalam dan luar negeri (L-13). Hasil analisis elemen lembaga pelaku pengembangan Agrokakao sebanyak 13 subelemen melalui teknik ISM berhasil digambar struktur hierarkinya sebagaimana tersaji dalam Gambar 31. Subelemen tersebut selanjutnya diplot ke dalam diagram hubungan DP-D yang dibagi dalam empat sektor guna diketahui hubungan antar subelemen. Bentuk hubungan antar sub-elemen dapat dilihat pada Gambar 32. Adapun hasil analisis masing-masing subelemen lembaga pelaku dalam bentuk Reachability Matriks Final dan Interpretasinya dirangkum dalam Tabel 23.
Tabel 23 Hasil Reachability Matriks Final dan Interpretasi elemen lembaga pelaku program pengembangan Agrokakao Kode subelemen lembaga pelaku program pengembangan Agrokakao Kode sub elemen
L-1
L-1 L-2 L-3 L-4 L-5 L-6 L-7 L-8 L-9 L-10 L-11 L-12 L-13 D LH
1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 7 3
Keterangan: L-1 L-2 L-3 L-4 L-5 L-6 L-7 L-8 L-9
L-2 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 3 4
L-3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 10 2
L-4
L-5
L-6
L-7
L-8
L-9
L-10
1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 7 3
0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 5
1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 7 3
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 10 2
0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 3 4
1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 7 3
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 1
Pemerintah Daerah; Lembaga perbankan; Asosiasi pengusaha perkakaoan; Asosiasi petani kakao; Koperasi pekebun; Dinas Perkebunan; Dinas Perindustrian dan Perdagangan; Manajemen unit UKM Agrokakao; Dinas Koperasi dan UKM;
L-11 L-12 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 1
L-13 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 10 2
DP 10 12 6 10 13 10 6 12 10 3 3 3 6
EK 3 2 4 3 1 3 4 2 3 5 5 5 4
L-10 Perguruan Tinggi; L-11 Litbang Kakao (CCDC); L-12 LSM perkakaoan; L-13 Pasar atau eksportir; D = Dependence (ketergantungan); DP = Driver power (penggerak); LH = Level hierarki; EK = Elemen kunci.
Tabel 23 menunjukkan subelemen kunci dari elemen lembaga pelaku pengembangan Agrokakao pola-JASA adalah koperasi pekebun. Selain subelemen
142
kunci tersebut, terdapat sejumlah subelemen lain yang merupakan subelemen lembaga pelaku penting seperti lembaga keuangan dan manajemen pengelolaan unit Agrokakao UKM, Pemerintah Daerah, Asosiasi petani kakao, Dinas Perkebunan, Dinas Koperasi dan UKM, Asosiasi pengusaha kakao, Dinas Perindustrian, Dinas Perdagangan, pelaku pasar atau eksportir, Perguruan Tinggi, Lembaga penelitian dan pengembangan serta LSM perkakaoan. Keterangan di atas menunjukkan bahwa dalam pengembangan Agrokakao, faktor yang paling menentukan adalah petani-pekebun yang tergabung dalam wadah koperasi pekebun. Hal tersebut memberi gambaran bahwa dalam program pengembangan Agrokakao pola-JASA, petani-pekebun yang tergabung dalam wadah koperasi pekebun merupakan pelaku kunci, artinya petani-pekebun harus dipandang sebagai komponen lembaga pelaku perkakaoan yang perlu mendapat perhatian utama. Selain petani-pekebun, komponen kelembagaan lain yang perlu diperhatikan adalah lembaga keuangan dan manajemen pengelola unit Agrokakao. Demikian halnya Pemerintah Daerah, Dinas Perkebunan, Dinas Koperasi dan UKM serta Asosiasi petani kakao adalah komponen pelaku yang secara terus menerus harus berkoordinasi dan bersinergi dalam memfasilitasi segala bentuk kebutuhan yang terkait dengan program pengembangan Agrokakao. Fasilitas yang dimaksud adalah perbaikan infrastruktur, pengadaan sarana dan prasarana produksi, pembinaan teknis kepada petani-pekebun. Sistem otonomi seperti sekarang ini, Pemerintah Daerah memiliki peran yang sangat strategis karena menjadi penentu kebijakan pembangunan di daerah. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah dalam mengambilan kebijakan diharapkan keberpihakannya dengan memandang bahwa pengembangan Agrokakao berorientasi sentra produksi merupakan terobosan dalam menciptakan nilai tambah secara maksimal sehingga tercipta struktur perekonomian daerah yang tangguh. Apabila hal ini tertangani secara sungguh-sungguh, maka dapat diyakini bahwa pengembangan Agrokakao akan mampu menjadi motor penggerak perekonomian di daerah khususnya di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat yang menjadikan kakao sebagai komoditas primadona.
143
L-10. Perguruan Tinggi
L-3. Pengusaha
L-1. PEMDA
L-11. Litbang kakao
L-7. Dinas Indag
L-4. Petani
L-2. Lembaga Keuangan (PERBANKAN)
L-12. LSM Perkakaoan
L-13. Pasar Dalam & LN
L-6. DISBUN
L-9. Dinas KUKM
L-8. Manajemen Agrokakao UKM
L-5. Koperasi Pekebun
Gambar 31 Model struktur hierarki elemen lembaga pelaku program pengembangan Agrokakao. Matriks hubungan DP-D pada Gambar 32 menunjukkan elemen lembaga pelaku Agrokakao seperti Asosiasi pengusaha kakao, Dinas Perindustrian, Dinas Perdagangan, Perguruan Tinggi, Litbang kakao, LSM, dan eksportir masing-masing tergabung dalam sektor Dependent. Sub-elemen pada sektor ini merupakan variabel terikat yang memiliki tingkat ketergantungan tinggi dari variabel lain. Oleh karena itu variabel-variabel tersebut sangat membutuhkan dorongan atau bantuan dari dari variabel lain. Selanjutnya subelemen yang tergabung dalam sektor Linkage adalah Pemerintah Daerah, Dinas Perkebunan, Dinas Koperasi dan UKM, dan Asosiasi petani kakao. Subelemen yang ada pada sektor ini merupakan variabel yang tidak stabil, artinya setiap tindakan atas variabel akan memberikan pengaruh terhadap variabel lain termasuk umpan balik pengaruhnya dapat memberi dampak yang sangat berarti. Oleh karena itu variabel yang ada pada sektor ini harus dikaji secara hati-hati agar diperoleh kinerja sistem yang efektif. Subelemen lembaga pelaku lainnya seperti lembaga keuangan, koperasi pekebun, dan manajemen pengelola Agrokakao masing-masing tergabung dalam sektor Independent. Variabel yang berada pada sektor ini merupakan variabel bebas, artinya, peran variabel tersebut terhadap sistem tidak dipengaruhi oleh variabel lain. Oleh karena itu, variabel-variabel tersebut sering juga disebut bagian sisa dari sistem,
144
namun tetap harus dikaji secara maksimal karena variabel-variabel tersebut memiliki kekuatan penggerak yang sangat tinggi sehingga apabila terakomodasi secara baik, maka dapat memberi kinerja sistem yang lebih efektif. 13
(L.5)
12 D R I V E R P O W E R
11
L(2,8)
10
INDEPENDENT
LINGKAGE
9 8
L(1,4,6,9)
7 6 5
L(3,7,13)
4
AUTONOMOUS
DEPENDENT
3
L(10,11,12)
2 1 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
DEPENDENCE
Gambar 32 Matriks hubungan DP-D terhadap elemen lembaga pelaku program pengambangan Agrokakao. Hasil
analisis
strukturisasi
sistem
dan
pengembangan
kelembagaan
Agrokakao pola-JASA, ditemukan subelemen kunci dari masing-masing elemen yang diteliti. Subelemen kunci tersebut dapat dijadikan pedoman dalam merancang bangun sistem pengembangan Agrokakao sehingga memberi hasil yang maksimal. Keenam elemen sistem yang telah dianalisis seluruhnya berhasil diidentifikasi komponen-komponennya. Demikian pula gambar struktur sub-elemen dari masingmasing elemen telah diketahui dan matriks hubungan DP-D berhasil digambarkan yang terbagi dalam empat sektor atau kategori. Tidak hanya itu, sub-elemen kunci masing-masing elemen berhasil pula diketahui. Elemen kunci sistem pengembangan Agrokakao pola-JASA secara rinci terangkum dalam Gambar 33.
145
KEBUTUHAN PENGEMBANGAN:
• permodalan dan fasilitas pinjaman • infrastruktur bagi pengembangan program • ketersediaan SDM yang terampil di desa • sarana dan prasarana produksi • manajemen pengelola usaha yang profesional • bibit unggul dan teknologi proses produksi
KENDALA UTAMA PENGEMBANGAN:
TUJUAN PENGEMBANGAN:
• keterbatasan dana dan modal usaha • belum ada pola Integrasi & sinergitas usaha • buruknya birokrasi perizinan dan perpajakan • belum memadainya infrastruktur di desa • belum memadainya sarana dan prasarana • terbatasnya jumlah SDM berkualitas di desa • rendahnya produktivitas & kualitas produk
• peningkatan nilai tambah komoditas • peningkatan produktivitas tanamankakao • peningkatan volume produk kakaoolahan • mendorong pembangunan ekonomi daerah • peningkatan daya saing produk kakao • penciptaan lapangan & kesempatan kerja • peningkatan dan pemerataan pendaptan.
SISTEM PENGEMBANGAN AGROKAKAO POLA-JASA
LEMBAGA PELAKU PENGEMBANGAN:
• koperasi pekebun • manajemen pengelola Agrokakao • Lembaga Perbankan • Pemerintah Daerah dan Dinas terkait • Litbang Perkakaoan & Perguruan Tinggi • Organisasi Pengusaha & Eksportir
MASYARAKAT YANG TERPENGARUHI:
• petani-pekebun • masyarakat sekitar industri didirikan • pasar domestik dan ekspor • manajemen pengelola agrokakao • Pemerintah Daerah • Dinas terkait lintas sektoral
TOLAK UKUR KEBERHASILAN PROGRAM: • peningkatan ekspor dan pangsa pasar produk kakao olahan • peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani-pekebun • peningkatan pendapatan daerah domostik bruto • penurunan angka kemiskinan dan pengangguran di desa • peningkatan produktivitas tanaman kakao • peningkatan kualitas SDM di desa oleh alih teknologi • peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat desa
Gambar 33 Elemen kunci sistem pengembangan Agrokakao pola-JASA.
Setelah diketahui struktur sistem dan pengembagan kelembagaan Agrokakao serta elemen kunci dari masing-masing elemen yang dianalisis, maka langkah strategi
146
yang harus dilakukan dalam rangka pengembangan Agrokakao melalui pola-JASA adalah sebagai berikut: Strategi pemenuhan kebutuhan pengembangan Agrokakao pola-JASA
Kebutuhan utama program pengembangan Agrokakao melaui jejaring usaha adalah permodalan dan fasilitas pinjaman. Strategi pemenuhan kebutuhan tersebut dapat diupayakan melalui akses sumber-sumber pendanaan yang tersedia, seperti: perbankan (bank konvensional dan syariah) dan lembaga permodalan lainnya (BUMD, BUMN, PNM, ventura, dan lembaga donor). Perwujudan hal tersebut sangat
ditentukan
oleh
kemampuan
jejaring
usaha
Agrokakao
dalam
mensosialisasikan program-program stategisnya dan bantuan pemerintah pusat maupun daerah. Salah satu bentuk bantuan strategis yang sebaiknya dilakukan oleh pemerintah adalah mendirikan lembaga permodalan khusus agroindustri, seperti: bank agroindustri baik di pusat dan di daerah. Dalam pengembangan Agrokakao jejaring usaha, modal bukanlah satusatunya faktor penentu. Perbaikan infrastruktur, penyediaan sarana/prasarana produksi, penyediaan bibit unggul, dan kemudahan akses teknologi produksi juga merupakan faktor penentu yang keberadaannya tidak dapat diabaikan. Faktor-faktor tersebut akan berfungsi maksimal jika mendapat dukungan pemerintah dan upaya maksimal dari pelaku usaha itu sendiri dalam penyediaan SDM yang terampil dan manajemen UKM yang profesional di desa. Strategi mengatasi kendala pengembangan Agrokakao pola-JASA
Beberapa kendala utama yang menyebabkan Agrokakao di Indonesia tidak berkembang adalah: keterbatasan sumber pendanaan; belum adanya terciptanya integrasi dan sinergi usaha, rendahnya kinerja birokrasi, perizinan, dan perpajakan, belum memadainya infrastruktur desa, belum memadainya sarana dan prasarana produksi; keterbatasan kualitas SDM di desa, dan rendahnya produktivitas dan kualitas produk. Keterbatasan sumber pendanaan bagi kegiatan usaha, khususnya usaha kecil menengah dan koperasi menjadi kendala utama yang menyebabkan Agrokakao tidak
147
berkembang dengan maksimal. Arah kebijakan pemerintah dalam penyediaaan sumber dana usaha lebih berorientasi pada usaha yang berskala besar atau usaha konglomerasi, sementara penyediaan dana untuk usaha kecil menengah dan koperasi masih kurang. Kebijakan demikian terkesan mengedepankan raihan pendapatan bagi negara bukan kemanfaatan masyarakat secara luas. Usaha kecil menengah dan koperasi selama ini hanya mampu memberi kontribusi pendapatan bagi negara sebesar 1,952 atau 170 kali lebih rendah dibanding dengan usaha besar yang mencapai 83,148. Arah kebijakan pemerintah tersebut, meskipun memberi kontribusi yang besar bagi pendapatan negara tetapi dipandang keliru karena mengabaikan sebagian besar aspek kehidupan rakyat. Kebijakan pemerintah mengenai retribusi dan pajak bagi pendirian industri juga menjadi kendala utama pengembangan Agrokakao. Pendirian industri dikenakan PPN 10 persen dari total investasi dan ketika industri tersebut melakukan ekspor produk dalam bentuk olahan primer dan produk jadi, dikenakan lagi PPN 15 persen sehingga total beban pajak yang harus ditanggung oleh setiap industri sebesar 25 persen. Apabila dibandingkan dengan tarif biaya masuk atau impor produk kakao hanya dikenakan 5 persen dan ketika mengekspor biji kakao kering tidak dibebani pajak. Pemerintah juga belum mengambil kebijakan dalam pengendalian ekspor biji kakao unfermented, padahal jumlah pendapatan negara yang dapat diraih melalui kebijakan itu tidak kecil. Misalnya; Ghana sebagai penghasil kakao terbesar di dunia telah memberlakukan pungutan ekspor sebesar US$ 150/ton. Hal tersebut di atas merupakan penyebab sehingga industri pengolahan kakao dalam negeri tidak berkembang maksimal. Kendala utama lainnya dalam pengembangan Agrokakao adalah belum adanya bentuk kelembagaan yang efektif dan harmonis menghubungkan antara petani-pekebun dengan industri pengolahan. Oleh karena itu, melalui pengembangan Agrokakao pola-JASA yang telah dikembangkan dalam penelitian ini dipandang sebagai terobosan baru untuk menjawab kendala utama pengembangan Agrokakao yang selama ini mengalami kesulitan untuk berkembang.
148
Belum memadainya infrastruktur di desa, terbatasnya sarana dan prasarana produksi, terbatasnya jumlah SDM di desa yang terampil, dan rendahnya produktivitas dan kualitas produk juga menjadi kendala dalam pengembangan Agrokakao. Strategi untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan mengajak segenap pelaku perkakaoan untuk bekerjasama dan bersinergi dalam mengatasi kendala tersebut. Strategi pencapaian tujuan pengembangan Agrokakao pola-JASA
Tujuan pengembangan Agrokakao pola-JASA adalah peningkatan nilai tambah komoditas yang dapat dirasakan langsung olah petani-pekebun sebagai pelaku utama dan pelaku lainnya secara proporsional. Nilai tambah komoditas hanya dapat dicapai melalui pengembangan Agrokakao yang berorientasi pada sentra produksi bahan baku atau industri pengolahan yang dibangun di desa. Industri pengolahan tersebut adalah milik petani-pekebun yang dibangun melalui kekuatan kelompok pekebun. Setiap petani yang tergabung dalam program ini diasumsikan memiliki kebun produktif seluas satu hektar dibawah koordinasi seorang ketua kelompok. Beberapa kelompok pekebun membangun kekuatan yang lebih besar dalam wadah koperasi pekebun. Koperasi pekebun kemudian membangun unit industri pengolahan skala usaha kecil dan menengah yang disebut Agrokakao UKM. Agar unit Agrokakao UKM ini memiliki kekuatan untuk mengambil bagian atau peluang usaha yang lebih besar sehingga menjadi usaha yang kuat dan sustain, maka diperlukan suatu manajemen jejaring usaha. Manajemen jejaring usaha ini dibentuk oleh penggabungan kekuatan koperasi unit Agrokakao UKM dengan tujuan untuk mengelola unit-unit Agrokakao UKM melalui fungsi administrasi dan keuangan, organisasi dan peningkatan SDM, serta menjadi media pusat informasi dan pemasaran. Dengan demikian, tujuan peningkatan produkstivitas kebun, peningkatan volume produk kakao olahan, peningkatan daya saing produk kakao, mendorong pembangunan perekonomian daerah, penciptaan lapangan kerja bagi angkatan kerja di desa, peningkatan kesejahteraan masyarakat di desa secara simultan dapat tercapai.
149
Pengembangan Agrokakao pola-JASA dapat mengantarkan Agrokakao UKM mampu bersaing baik pada pasar domestik maupun ekspor. Pencapaian tersebut disebabkan oleh adanya kekuatan baru yang lebih besar, kompetitif, dan akses pada pasar yang lebih luas dengan biaya yang rendah. Situasi ini tidak mungkin dapat dilakukan jika unit Agrokakao UKM bergerak secara sendiri-sendiri. Strategi pencapaian tujuan seperti inilah yang menjadi hakekat kekuatan dari pengembangan Agrokakao melalui pola-JASA. Strategi harmonisasi sektor masyarakat yang terpengaruhi program
Program pengembangan Agrokakao pola-JASA memberi dampak langsung dan tidak langsung bagi masyarakat petani-pekebun. Petani-pekebun bertindak sebagai pelaku utama dalam memproduksi bahan baku biji kakao dan juga sebagai pemilik industri pengolahan yang akan dikembangkan. Untuk mewujudkan hal tersebut, petani-pekebun hendaknya memahami dengan sungguh-sungguh hak dan kewajibannya dalam program pengembangan Agrokakao pola-JASA. Strategi pelaksanaannya dilakukan melalui sosialisasi kebermanfaatan polaJASA bagi petani-pekebun, baik manfaat yang tangibles maupun intangibles.
Sosialisasi ini dipandang penting sebab berdasarkan hasil wawancara langsung dengan beberapa petani-pekebun diperoleh keterangan bahwa ada kecenderungan petani-pekebun menolak setiap ajakan untuk bergabung dalam program-program yang baru. Alasan penolakan mereka dapat dimaklumi karena selama ini hampir setiap kebijakan pemerintah yang berkaitan langsung dengan pertanian-pekebun dinilai merugikan dalam posisinya yang lemah. Implikasinya terhadap program pengembangan Agrokakao pola-JASA adalah memberi fleksibilitas pada petani untuk turut berpartisipasi sebab tidak ada pemaksaan untuk bergabung dan juga tidak ada larangan untuk keluar jika merasa tidak mendapatkan kebermanfatan (entry-exit). Dengan demikian, program pengembangan Agrokakao pola-JASA hendaknya dapat dikelola dengan baik dan transparan sehingga dapat memberikan keuntungan yang proporsional antara petani-pekebun dengan pelaku lainnya.
150
Sosialisasi tentang program pengembangan Agrokakao pola-JASA sebaiknya juga dilakukan pada masyarakat sekitar lokasi industri. Hal ini penting sebab ada pemahaman yang keliru dikalangan masyarakat pedesaan tentang pendirian industri baru yang akan mencemari lingkungannya. Mereka tidak melihat adanya peluang kerja baru untuk meningkatkan kesejahteraannya atas kehadiran industri baru tersebut. Berdasarkan kondisi tersebut, eksistensi program pengembangan Agrokakao polaJASA sangat dibutuhkan sebagai mitra strategis masyarakat setempat. Pola-JASA
dapat bertindak sebagai mediator antara petani-pekebun dan industri pengolahan dengan masyarakat sekitar melalui rekruitmen tenaga kerja yang memprioritaskan penduduk setempat sesuai tingkat keterampilannya. Selain itu, informasi kepada petani-pekebun tentang harga jual domestik dan dunia Agrokakao olahan secara bersinambung, termasuk mekanisme penentuan harganya. Pasar ekspor produk kakao menurut Asosiasi Importir Kakao dan Kopi di Hamburg Jerman, mekanisme penetapan harga kakao di Uni Eropa ditentukan berdasarkan supply and demand serta referensi bursa komoditi kakao di London dan New York. Strategi pengembangan kelembagaan Agrokakao pola-JASA
Elemen kunci lembaga pelaku pengembangan Agrokakao pola-JASA adalah petani-pekebun yang tergabung dalam koperasi pekebun, manajemen pengelola unit Agrokakao UKM, dan lembaga keuangan. Ketiga sub-elemen lembaga tersebut merupakan urat-nadi yang menentukan hidup matinya program pengembangan Agrokakao karena ketiganya memiliki keterkaitan yang sangat kuat. Apabila salah satu komponen tersebut tidak berfungsi baik, maka program dapat dipastikan tidak efektif bahkan tidak dapat dilaksanakan. Petani-pekebun tidak dapat melakukan usaha taninya dengan baik tanpa dukungan modal dan profesional bagainapun manajemen pengelola Agrokakao UKM tidak akan mampu berbuat banyak tanpa dukungan permodalan untuk menjalankan usaha. Sebalinya lembaga keuangan tidak berani menyalurkan dananya jika tidak ada jaminan kemampuan petani-pekebun dan manajemen Agrokakao di dalam mengelola usaha yang menggunakan dana pinjaman.
151
Strateginya adalah melakukan sosialisasi secara baik dan efektif program pengembangan Agrokakao yang hendak dilakukan. Bentuk keterlibatan Pemerintah Daerah dan Dinas lintas sektoral dalam program pengembangan pola-JASA adalah fasilitatot, motivator, dan melakukan pembinaan sehingga diperoleh peningkatan produktivitas usaha. Kemudian strategi yang harus dilakukan Litbang perkakaoan dan Perguruan Tinggi adalah melakukan penelitian dan pengkajian pengembangan kakao terus-menerus. Asosiasi pengusaha dan eksportir yang selama ini telah eksis diharapkan secara bersama-sama dan bersinergi dengan manajemen jejaring usaha untuk tumbuh dan berkembang dalam memajukan perkakaoan di tanah air. Indikator penilaian keberhasilan program Agrokakao pola-JASA
Elemen kunci yang dapat dijadikan tolok ukur untuk menilai keberhasilan program pengembangan Agrokakao pola-JASA adalah terjadinya peningkatan pangsa pasar produk kakao olahan. Apabila indikator ini telah menunjukkan kinerja yang baik, maka akan berpengaruh langsung pada indikator lainnya seperti peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani-pekebun, penurunanan angka kemiskinan dan pengangguran di desa, peningkatan produktivitas tanaman kakao, dan terjadinya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di desa. Strategi jangka pendek untuk hal tersebut adalah melakukan evaluasi kinerja model secara konseptual. Evaluasi kinerja model secara konseptual dalam penelitan ini dilakukan melalui analisis finansial kelayakan model. Hasil analisis menunjukkan bahwa
model
pengembangan
Agrokakao
pola-JASA
terbukti
efektif
dan
menunjukkan peningkatan pendapatan petani-pekebun sebagai pelaku utama program jejaring sebesar 260 persen. Strategi jangka menengah dapat dilihat dari tingkat partisipasi petani-pekebun dalam program pengembangan Agrokakao pola-JASA yang kinerjanya dilihat dari jumlah industri pengolahan UKM di desa yang bergabung dalam manajemen jejaring usaha. Sedangkan strategi jangka panjang adalah terjadinya peningkatan nilai tambah komoditas, adanya peningkatan pendapatan petani-pekebun dan pelaku perkakaoan
152
lainnya, semakin kuatnya usaha sehingga dapat memperluar pangsa pasar, terjadinya penurunaan angka kemiskinan dan pengangguran di desa, bertambahnya kualitas SDM di desa oleh alih teknologi yang pada gilirannya akan tercipta kesejahteraan masyarakat di desa. Rekayasa Kelembagaan Agrokakao Pola-JASA
Berdasarkan hasil analisis sistem dan pengembangan kelembagaan Agrokakao pola-JASA melalui teknik ISM dilakukan rekayasa model konseptual. Model
konseptual kelembagaan Agrokakao pola-JASA bertujuan untuk memberdayakan petani-pekebun sebagai pelaku utama perkakaoan di samping komponen pelaku lain dalam satu sistem yang harmonis sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar 34.
Pemerintah Daerah Dinas Terkait
PASAR PRODUK UKM : - INDUSTRI DLM NEGERI - INDUSTRI LN (EKSPOR)
KOPERASI SEKUNDER UNIT-UNIT INDUSTRI PENGOLAHAN
Manajemen pengelola agroindustri berbasis kakao
Asosiasi: - Petani Kakao - Industri pengolahan - Pedagang/Eksportir
LEMBAGA PEMBIAYAAN : KPS, BPR, BPD, BRI UNIT, VENTURA, BUKOPIN UNIT BANK AGROINDUSTRI?
KOPERASI PEKEBUN UNIT INDUSTRI PENGOLAHAN
KOPERASI PEKEBUN Lembaga Pendukung: - Konsultas agribisnis dan agroindustri - Litbang perkakaoan - Perguruan Tinggi - LSM
KP P
KP P
P
P
KP P
P
P
KP P
P
P
P P
Gambar 34 Model konseptual sistem kelembagaan Agrokakao pola-JASA.
153
Model Kelayakan Finansial Agrokakao Analisis kelayakan model pengembangan Agrokakao pola-JASA dilakukan terhadap: (1) Usaha kebun dan pascapanen, (2) Industri pengolahan lemak dan bubuk kakao dengan kapasitas olah biji kakao kering 250 kg/jam, dan (3) Integrasi usaha Agrokakao (usaha kebun, pascapanen pada luasan 400 hektar, dan industri pengolahan dengan kapasitas olah biji kakao kering 250 kg/jam). Kemudian dilanjutkan dengan menganalisis kinerja lembaga manajemen jejaring dengan asumsi terdapat empat simpul unit usaha industri pengolahan yang berpartisipasi. Kelayakan Model Kebun dan Pascapanen
Analisis kelayakan usaha pemeliharaan kebun dan pascapanen dengan produk akhir biji kakao kering terfermentasi. Analisis ini dilakukan pada kebun seluas 400 hektar. Keriteria finansial yang digunakan adalah PBP, NPV, B/C-ratio, IRR, dan BEP. Setelah dilakukan analisis finansial investasi, dilanjutkan dengan analisis risiko untuk mengetahui tingkat risiko yang harus ditanggung dibanding dengan keuntungan yang diperoleh. Hubungan antara risiko dan keuntungan diukur dengan koefisien variasi (cv) yang merupakan perbandingan antara risiko yang harus ditanggung proyek dengan besarnya keuntungan yang akan diperoleh sebagai hasil. Semakin besar nilai cv, risiko yang ditanggung semakin besar pula. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam analisis risiko mengikuti kaidah (Soeharto, 2002) yakni: jika nilai cv < 0,5 proyek berisiko rendah; jika nilai cv ≥ 0,5 dan cv ≤ 0,8, berisiko sedang; dan
jika nilai cv > 0,8, proyek berisiko tinggi. Validasi kelayakan model usaha kebun dan pascapanen kakao pada kebun seluas 400 hektar menggunakan basis data usaha perkebunan kakao rakyat di kabupaten Polmas Provinsi Sulawesi Barat sebagai daerah studi pengembangan model. Untuk keperluan validasi kelayakan model digunakan asumsi berdasarkan situasi dan kondisi ketika validasi model dilakukan sebagai berikut: 1)
luas kebun yang ada dalam areal pengembangan 400 ha,
2)
sumber dana pembiayaan bank konvensional pada suku bunga 13.5%.
3)
perbandingan modal pinjaman dengan modal sendiri adalah (DER = 60 : 40)
154
4)
jangka waktu pelunasan pinjaman selama 10 tahun dengan tenggang waktu 1 tahun selama masa pendirian pabrik,
5)
biaya pemeliharaan kebun produktif meliputi biaya tenaga kerja, biaya pemupukan dan pestisida, biaya pascapanen, pengangkutan, dan beban pajak.
6)
biaya pembebasan tanah untuk bagunan fisik industri penanganan pascapanen Rp.15.000/m2.
7)
biaya investasi alat dan teknologi tahapan fermentasi, pengeringan sebesar Rp.2.679.607.182.
8)
produktivitas kebun 1300 kg/ha/tahun (520.000 kg/tahun untuk kebun 400 ha),
9)
harga jual biji kakao kering fermentasi Rp.10.000/kg berdasarkan harga rata-rata tahunan ketika dilakukan verifikasi model pada tahun 2004,
10) biaya BBM telah disesuaikan dengan harga sekarang. 11) pajak dihitung berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan. Tarif pajak untuk wajib pajak beban dalam negeri dan bentuk usaha tetap sebesar 10% untuk 50 juta pertama, 15% untuk pendapatan di atas 50 juta sampai dengan 100 juta, dan selanjutnya 30% di atas 100 juta dari pendapatan kena pajak (Rusjdi, 2004). 12) biaya investasi pembebasan lahan atau pembangunan kebun, penyediaan bibit, dan biaya lainnya berkenaan dengan pembangunan kebun sampai pemeliharaan tanaman sebelum berproduksi tidak termasuk dalam kajian, Berdasarkan asumsi dan masukan data di atas selanjutnya dilakukan analisis kelayakan investasi. Hasil analisis melalui sumber dana bank konvensional dengan suku bunga 13,5 persen menunjukkan usaha PBP 2 tahun 3,3 bulan dengan nilai NPV: Rp.19.029.140.805; B/C: 8.10; IRR: 31.83, dan BEP: 87.861. Hasil analisis laba-rugi menunjukkan rata-rata keuntungan usaha perkebunan dan pascapanen kakao pada kebun produktif seluas 400 hektar diperoleh keuntungan sebesar Rp.2.864.769.618. Apabila hasil tersebut dikonversi dalam satuan luas, maka diperoleh keuntungan sebesar Rp.7.161.924 per hektar per tahun. Dengan demikian, petani-pekebun yang tergabung dalam program pengembangan melalui kekuatan kelompok pekebun dalam wadah koperasi pekebun dengan produk akhir biji kakao
155
kering yang diproses melalui unit fermentasi dan pengeringan akan mendapatkan peningkatan penerimaan sebesar Rp.7.161.924 per hektar per tahun. Berbagai skenario dilakukan terhadap model dengan tujuan untuk mengetahui variabel yang berpengaruh terhadap keriteria investasi. Analisis sensitivitas penting karena berbagai kemungkinan dapat saja terjadi seperti fluktuasi harga, baik harga jual produk lemak dan bubuk kakao maupun harga beli biji kakao kering fermentasi sebagai bahan baku industri pengolahan dan perubahan suku bunga bank. Hasil analisis menunjukkan bahwa dengan menggunakan sumber dana bank konvensional pada tingkat suku bunga naik 10 persen nilai IRR menunjukkan hasil sebesar 33,68 persen. Hal ini menunjukkan bahwa usaha pendirian industri penanganan pascapanen menjadi biji kakao terfermentasi dinyatakan layak pada tingkat suku bunga pinjaman maksimal 36,5 persen dengan risiko investasi rendah. Ketika dilakukan analisis sensitivitas pada berbagai skenario perubahan diantaranya perubahan harga jual biji kakao kering fermentasi, biaya pemeliharaan kebun dan pascapanen biji kakao, dan suku bunga bank menunjukkan hasil sebagaimana disajikan dalam Tabel 24. Dari sejumlah skenario yang telah dilakukan menunjukkan nilai IRR masih di atas suku bunga rata-rata. Dengan demikian, usaha kebun dan pascapanen pada kebun seluas 400 hektar masih layak dilakukan dengan risiko rendah. Tabel 24 Hasil analisis sensitivitas terhadap sumber dana bank konvensional Keriteria investasi Skenario perubahan 1 2 3 4 5
Harga jual biji kakao kering Rp. 10.000/kg (normal) Harga jual biji kakao kering dan biaya produksi tetap, tetapi suku bunga bank naik 10% Harga jual biji kakao kering dan suku bunga bank naik sebesar 10%, namun biaya produksi tetap Harga jual biji kakao kering turun 10%, pada biaya produksi dan suku bunga bank tetap Harga jual biji kakao kering turun 10%, biaya produksi tetap, dan suku bunga bank naik 10%
NPV (Rp)
B/C-ratio
19.029.140.805
8,10
17.536.286.049
7,49
19.817.968.580
8,33
16.578.753.332
7,19
15.254.603.518
6,64
IRR(%)
PBP(th)
31,83
2,331
33,68
2,359
33,97
2,212
31,50
2,510
33,31
2,543
156
Kelayakan Model Industri Pengolahan
Analisis kelayakan investasi industri pengolahan kakao dengan produk akhir lemak dan bubuk kakao dilakukan untuk mengetahui kelayakan investasi pabrik kapasitas olah biji kakao 250 kg/jam untuk mengolah hasil kebun seluas 400 hektar. Keriteria finansial yang digunakan adalah NPV, B/C-ratio, IRR, PBP, dan BEP. Setelah dilakukan analisis finansial investasi, dilanjutkan dengan analisis risiko untuk mengetahui tingkat risiko yang harus ditanggung dibanding dengan keuntungan yang diperoleh (L). Hubungan antara risiko dan keuntungan diukur dengan koefisien variasi (cv) yang merupakan perbandingan antara risiko yang harus ditanggung proyek dengan besarnya keuntungan yang diperoleh sebagai hasil. Semakin besar nilai cv, risiko yang ditanggung semakin besar pula. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam analisis risiko mengikuti kaidah (Soeharto, 2002) yakni: jika nilai cv < 0,5 proyek berisiko rendah; jika nilai cv ≥ 0,5 dan cv ≤ 0,8, proyek berisiko sedang; dan jika nilai cv > 0,8, proyek berisiko tinggi. Asumsi yang digunakan dalam analisis kelayakan investasi adalah : 1)
umur ekonomis proyek 15 tahun,
2)
harga beli biji kakao kering fermentasi Rp.10.000/kg,
3)
harga jual lemak kakao Rp.51.000/kg dan bubuk kakao Rp.7.330/kg,
4)
produktivitas kebun 1300 kg biji kakao kering fermentasi/ha/thn,
5)
kapasitas produksi tahun pertama 80%, tahun ke-2: 90%, dan tahun ke-3 hingga ke-15 sesuai dengan batas ekonomi proyek masing-masing 100%,
6)
waktu operasi pabrik 8 jam/hari untuk 25 hari kerja/bulan setara 200 jam/bulan atau 300 hari/tahun setara mesin berproduksi 2400 jam,
7)
kekurangan bahan baku diatasi dengan cara membeli di pasar umum agar kebutuhan untuk operasi pabrik tetap terpenuhi,
8)
harga yang digunakan dalam perhitungan biaya, konstan setiap tahunnya,
9)
faktor diskonto didasarkan pada tingkat suku bunga pinjaman bank konvensional sebesar 13,5%,
10) biaya BBM telah disesuaikan dengan harga sekarang, 11) biaya penyusutan menggunakan metode garis lurus dengan nilai sisa = 10%,
157
12) pajak dihitung berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan. Tarif pajak untuk wajib pajak beban dalam negeri dan bentuk usaha tetap sebesar 10% untuk 50 juta pertama, 15% untuk pendapatan di atas 50 juta sampai dengan 100 juta, dan selanjutnya 30% di atas 100 juta dari pendapatan kena pajak (Rusjdi, 2004). Input data sub-model kelayakan industri pengolahan lemak dan bubuk kakao menggunakan basis data biaya investasi, biaya tetap dan biaya variabel, biaya modal kerja, biaya penyusutan, dan biaya perawatan. Hasil analisis berdasarkan proyeksi laba-rugi dan cash flow dengan sumber pinjaman 60 persen dan modal sendiri 40 persen (DER 60:40) melalui bank konvensional. Apabila analisis dilakukan hingga tahun ke-15 sesuai asumsi umur ekonomis proyek, diperoleh keuntungan rata-rata Rp.2.828.618.361 per tahun. Secara rinci hasil analisis kelayakan investasi usaha industri pengolahan lemak dan bubuk kakao dengan kapasitas olah biji kakao kering terfermentasi sebesar 250 kg/jam menggunakan sumber dana bank konvensional pada suku bunga 13,5 persen menunjukkan usaha PBP 2 tahun 5 bulan dan nilai NPV: Rp. 23.113.561.211; B/C: 5,92; IRR: 31,24, dan BEP: 40.901 kg. Hasil analisis laba-rugi diperoleh keuntungan rata-rata per tahun dengan sumber dana bank konvensional memberi keuntungan bersih sebesar Rp. 2.828.618.361 per tahun. Dengan demikian, apabila industri pengolahan dimiliki oleh 400 orang pekebun yang tergabung dalam anggota koperasi pekebun, maka dalam setahun setiap anggota akan mendapatkan peningkatan penerimaan sebesar Rp.7.071.546 per hektar. Keuntungan yang diperoleh petani-pekebun bukan hanya itu, tetapi masih terdapat keuntungan lain diantaranya jaminan pasar atas produk hasil perkebunannya dan gaji sebagai tenaga kerja pada industri apabila ada diantara anggota keluarga yang menjadi karyawan industri. Ketika dilakukan analisis risiko usaha menunjukkan bahwa pendirian usaha industri pengolahan lemak dan bubuk kakao secara finansial layak dilakukan dengan risiko rendah. Berbagai skenario dilakukan terhadap model dengan tujuan untuk mengetahui variabel yang berpengaruh terhadap keriteria investasi dan biaya pada berbagai
158
kemungkinan yang mungkin terjadi seperti fluktuasi harga, baik harga jual produk lemak dan bubuk kakao maupun harga beli biji kakao kering fermentasi sebagai bahan baku industri pengolahan dan perubahan suku bunga bank. Hasil analisis dengan menggunakan sumber dana bank konvensional pada suku bunga bank naik 10 persen diperoleh nilai nilai IRR sebesar 31,86 persen. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pendirian industri pengolahan lemak dan bubuk kakao layak pada tingkat suku bunga maksimal 31,86 persen dengan risiko rendah. Bentuk skenario berikut hasilnya dapat dilihat dalam Tabel 25. Tabel 25 Hasil analisis sensitivitas terhadap sumber dana bank konvensional Keriteria investasi Skenario perubahan 1
2 3 4
Harga beli biji kakao kering Rp. 10.000/kg, harga lemak kakao Rp. 51.000/kg dan harga bubuk kakao Rp. 7.330/kg, suku bunga 13,5% (normal) Harga beli biji kakao kering tetap, harga lemak dan bubuk kakao serta suku bunga bank naik 10% Harga beli biji kakao kering naik 10%, harga lemak dan bubuk kakao serta suku bunga bank tetap Harga beli biji kakao kering naik 10%, harga lemak dan bubuk kakao turun 10% dan suku bunga bank tetap
NPV (Rp)
B/C-ratio
IRR(%)
PBP(th)
23.113.561.211
5,92
31,24
2,511
28.566.916.121
7,03
31,86
2,239
21.078.385.231
5,49
30,94
2,637
15.670.828.098
4,33
29,87
2,111
Kelayakan Model Integrasi Usaha Agrokakao
Validasi model integrasi usaha Agrokakao (kebun, pascapanen, dan industri pengolahan) dilakukan untuk mengetahui kelayakan investasi usaha dengan produk akhir lemak dan bubuk kakao untuk mengolah produksi kebun seluas 400 hektar dengan menggunakan pabrik pengolahan kapasitas olah biji kakao 250 kg/jam. Keriteria finansial yang digunakan adalah PBP, NPV, B/C-ratio, IRR, dan BEP. Setelah dilakukan analisis finansial investasi, dilanjutkan dengan analisis tingkat risiko yang harus ditanggung dibanding dengan keuntungan yang diperoleh (L). Hubungan antara risiko dan keuntungan diukur dengan koefisien variasi (cv) yang merupakan perbandingan antara risiko yang harus ditanggung proyek dengan besarnya keuntungan yang diperoleh sebagai hasil. Semakin besar nilai cv, risiko
159
yang ditanggung semakin besar pula. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam analisis risiko mengikuti kaidah (Soeharto, 2002) yakni: jika nilai cv < 0,5 proyek berisiko rendah; jika nilai cv ≥ 0,5 dan cv ≤ 0,8, proyek berisiko sedang; dan jika nilai cv > 0,8, proyek berisiko tinggi. Asumsi yang digunakan dalam analisis kelayakan investasi adalah : 1) umur ekonomi proyek 15 tahun, 2) harga kesepakatan beli biji kakao kering fermentasi Rp.10.000/kg, 3) harga jual lemak kakao Rp.56.100/kg dan bubuk kakao Rp.8.800/kg, 4) produktivitas kebun 1500 kg biji kakao kering fermentasi per hektar per tahun, 5) kapasitas olah pabrik pabrik tahun pertama: 80%, tahun ke-2: 90%, dan tahun ke3 hingga tahun ke-15 masing-masing 100% sesuai dengan asumsi presentasi kapasitas produksi kebun, 6) waktu operasi pabrik 8 jam/hari dengan 25 hari kerja/bulan setara 200 jam/bulan, sehingga lama operasi pabrik 300 hari/tahun setara mesin berproduksi 2400 jam. 7) kekurangan bahan baku sebesar 80.000 kg per tahun diatasi dengan cara membeli di pasar umum agar pabrik tetap beroperasi, 8) harga yang digunakan dalam perhitungan biaya, konstan setiap tahunnya, 9) faktor diskonto didasarkan pada tingkat suku bunga pinjaman melalui bank konvensional sebesar 13.5%, 10) biaya BBM telah disesuaikan dengan harga sekarang. 11) biaya penyusutan menggunakan metode garis lurus dengan nilai sisa = 10%. 12) pajak dihitung berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan. Tarif pajak untuk wajib pajak beban dalam negeri dan bentuk usaha tetap sebesar 10 persen untuk 50 juta pertama, 15 persen untuk pendapatan di atas 50 juta sampai dengan 100 juta, dan selanjutnya 30 persen di atas 100 juta dari pendapatan kena pajak (Rusjdi, 2004). Struktur data masukan pada sub-model kelayakan integrasi usaha Agrokakao menggunakan basis data biaya investasi, biaya tetap dan biaya variabel, biaya modal kerja, biaya penyusutan, dan biaya perawatan. Hasil analisis kelayakan sub-model integrasi usaha Agrokakao berdasarkan proyeksi laba-rugi dan cash flow dengan
160
sumber dana pinjaman 60 persen dari bank konvensional dan modal sendiri 40 persen. Apabila analisis dilakukan hingga tahun ke-15 sesuai dengan asumsi umur ekonomis proyek, maka diperoleh keuntungan bersih sebesar Rp.104.873.027.630. Hasil analisis kelayakan investasi usaha integrasi Agrokakao kebun produktif seluas 400 hektar menggunakan sumber dana bank konvensional suku bungan 13.5 persen menunjukkan usaha PBP 2 tahun 3,62 bulan dengan nilai NPV : Rp.44.713.746.999; B/C-ratio: 7.09; IRR: 31.86, dan BEP: 37.787 kg. Hasil analisis laba-rugi diperoleh keuntungan rata-rata per tahun dengan sumber
dana
bank
konvensional
memberi
keuntungan
bersih
sebesar
Rp.6.554.564.227 per tahun. Dengan demikian, apabila industri pengolahan dimiliki oleh 400 orang pekebun yang tergabung dalam anggota koperasi pekebun, maka setiap tahunnya anggota akan mendapatkan nilai tambah sebesar Rp.16.386.411 per hektar. Hal ini membuktikan bahwa dengan keikutsertaan petani-pekebun dalam program pengembangan Agrokakao secara terintegrasi antara kebun, pascapanen, dan industri pengolahan, petani-pekebun akan mendapatkan nilai tambah atau peningkatan pendapatan sebesar Rp.1.365.534 per hektar per tahun. Keuntungan lain yang masih dapat diperoleh petani-pekebun adalah jaminan pasar atas produk hasil perkebunannya dan gaji sebagai tenaga kerja pada industri tersebut jika ada anggota keluarga yang menjadi karyawan industri. Ketika dilakukan analisis risiko usaha, diperoleh bahwa pendirian usaha integrasi Agrokakao (kebun, pascapanen, dan industri pengolahan) dengan produk akhir lemak dan bubuk kakao secara finansial layak dilakukan investasi dengan risiko rendah. Berbagai skenario dilakukan terhadap model dengan tujuan untuk mengetahui variabel yang berpengaruh terhadap keriteria investasi dan biaya sehubungan dengan kemungkinan yang dapat terjadi seperti fluktuasi harga, baik harga jual produk lemak dan bubuk kakao maupun harga beli biji kakao kering fermentasi (asumsi biji kakao di beli) sebagai bahan baku industri pengolahan dan perubahan suku bunga bank. Hasil analisis menunjukkan bahwa dengan menggunakan sumber dana bank konvensional pada suku bunga bank naik hingga mencapai 10 persen diperoleh nilai nilai IRR sebesar 31.86 persen. Hasil tersebut menunjukkan usaha industri
161
pengolahan lemak dan bubuk kakao dinyatakan layak pada tingkat suku bunga maksimal 31.86 persen dengan risiko investasi rendah. Bentuk skenario berikut hasilnya dapat dilihat dalam Tabel 26. Tabel 26 Hasil analisis sensitivitas terhadap sumber dana bank konvensional Keriteria investasi Skenario perubahan 1
2 3 4
Harga beli biji kakao kering Rp. 10.000/kg, harga lemak kakao Rp. 56.100/kg dan harga bubuk kakao Rp. 8.800/kg, suku bunga 13,5% (normal) Harga beli biji kakao kering naik 10%, harga lemak dan bubuk kakao serta suku bunga bank tetap Harga beli biji kakao kering naik 10%, harga lemak kakao naik 10% tetapi suku bunga bank tetap Harga beli biji kakao kering turun 10%, harga lemak dan bubuk kakao turun 10% tetapi suku bunga bank tetap
NPV (Rp)
B/C-ratio
IRR(%)
PBP(th)
44.713.746.999
7,09
31,86
2,362
44.786.580.988
7,10
31,85
2,369
49.954.249.176
7,80
32,13
2,224
38.621.245.196
6,26
31,46
2,565
Kelayakan Model Agrokakao Pola-JASA dengan Lembaga Manajemen Jejaring
Kinerja model Agrokakao pola-JASA dengan lembaga manajemen jejaring dianalisis berdasarkan kelayakan finansial usaha. Kinerja model diuji dengan menggunakan asumsi terdapat empat koperasi unit industri pengolahan skala UKM yang berpartisipasi dalam manajemen jejaring usaha. Keriteria finansial yang digunakan adalah NPV, IRR, B/C-ratio, PBP, dan BEP. Untuk mengetahui tingkat risiko usaha, dilakukan analisis risiko yang harus ditanggung model dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh (L). Hubungan antara risiko dan keuntungan diukur dengan koefisien variasi (cv) yang merupakan perbandingan antara risiko yang harus ditanggung proyek dengan besarnya keuntungan yang akan diperoleh sebagai hasil. Semakin besar nilai cv, risiko yang ditanggung semakin besar pula. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam analisis risiko mengikuti kaidah (Soeharto, 2002) yakni: jika nilai cv < 0,5 proyek berisiko rendah; jika nilai cv ≥ 0,5 dan cv ≤ 0,8, proyek berisiko sedang; dan jika nilai cv > 0,8, proyek berisiko tinggi.
162
Kelayakan finansial model Agrokakao jejaring usaha dianalisis dengan menggunakan asumsi berdasarkan kondisi dan situasi saat verifikasi dan validasi model dilakukan. Asumsi-asumsi yang digunakan sebagai beriku: 1) umur ekonomi proyek 15 tahun, 2) harga kesepakatan beli biji kakao kering fermentasi Rp.10.000/kg, 3) harga jual lemak kakao Rp.61.710/kg dan bubuk kakao Rp.8.063/kg, 4) produktivitas kebun 1700 kg biji kakao kering fermentasi per hektar per tahun, 5) kapasitas produksi kebun dan kapasitas produksi lemak dan bubuk kakao tahun ke-1: 80%, tahun ke-2: 90%, dan tahun ke-3 hingga ke-15 sesuai dengan umur ekonomi proyek masing-masing 100%, 6) waktu operasi pabrik 8 jam/hari dan 25 hari/bulan setara dengan 200 jam/bulan, jadi total 300 hari/tahun setara mesin berproduksi 2400 jam, 7) kekurangan bahan baku sebesar 80.000 kg per tahun diatasi melalui pembelian di pasar bebas agar pabrik tetap berproduksi, 8) harga yang digunakan dalam perhitungan biaya konstan setiap tahunnya, 9) biaya pemasaran ditekan hingga 25% oleh manajemen pola-JASA, 10) biaya pemeliharaan dapat ditekan hingga 25% oleh manajemen polaJASA, 11) faktor diskonto mengacu pada tingkat suku bunga bank konvensional 13.5%, 12) biaya BBM telah disesuaikan dengan harga sekarang. 13) biaya penyusutan menggunakan metode garis lurus dengan nilai sisa = 10%. 14) pajak dihitung berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan. Tarif pajak untuk wajib pajak beban dalam negeri dan bentuk usaha tetap sebesar 10 persen untuk 50 juta pertama, 15 persen untuk pendapatan di atas 50 juta sampai dengan 100 juta, dan selanjutnya 30 persen di atas 100 juta dari pendapatan kena pajak (Rusjdi, 2004). Hasil analisis kinerja model Agrokakao pola-JASA melalui lembaga manajemen jejaring dengan sumber dana bank konvensional pada tingkat suku bunga 13.5 persen menunjukkan usaha PBP pada 2 tahun 3 bulan dengan nilai NPV sebesar Rp.47.162.871.900; B/C: 7.42; IRR: 32.00; dan BEP: 36.147 kg dengan rata-rata keuntungan per tahun sebesar Rp.6.926.404.522.
163
Untuk mengetahui tingkat kinerja pengusahaan kakao tanpa jejaring usaha dan kinerja masing-masing jenis pengusahaan Agrokakao pola-JASA skala kecil dan menengah dirangkum dalam Tabel 27. Tabel 27 Perbandingan kinerja finansial model pada masing-masing pengusahaan Agrokakao pola-JASA
1. Investasi (Rp)
Kebun dan pasacapanen 1 ha 14.872.500
Kebun dan pascapanen 400 ha 3.560.684.440
Industri pengolahan 250 kg/jam 4.698.939.064
Integrasi usaha Agrokakao 7.347.425.462
Lembaga Manajemen Jejaring 7.345.630.033
2. Keuntungan (Rp)
4.817.135
2.864.862.059
2.828.618.361
6.554.564.227
6.926.404.522
5,191
2,331
2,511
2,362
2,291
4. NPV (Rp)
19.064.197
19.029.140.805
23.113.561.211
44.713.746.999
47.162.871.900
5. B/C-ratio
3,42
8,10
5,92
7,09
7,42
6. IRR (%)
39,39
31,83
31,24
31,86
32,00
7. BEP (kg unit)
1.418
87.861
40.901
37.787
36.147
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Kriteria
3. PBP (th/bln)
8. Risiko
Hasil analisis pada Tabel 27 menunjukkan bahwa apabila usaha kebun dan pascapanen kakao dilakukan sendiri-sendiri oleh petani dengan produk akhir biji kakao kering non-fermentasi, hanya memberi keuntungan sebesar Rp.4.817.135 per hektar per tahun. Tetapi apabila usaha kebun dilakukan berkelompok dalam wadah koperasi melalui pola-JASA pada kekuatan 400 hektar dengan produk akhir biji kakao kering terfermentasi memberi keuntungan sebesar Rp.2.864.862.059 setara dengan Rp.7.162.155 per hektar per tahun. Dengan demikian, terjadi peningkatan pendapatan bagi petani-pekebun sebesar Rp.2.345.020 per tahun. Apabila koperasi pekebun mendirikan unit usaha industri pengolahan secara tersendiri untuk mengolah produksi kebun seluas 400 hektar, maka skala industri pengolahan yang sesuai adalah industri berkapasitas olah biji kakao kering 250 kg/jam dengan produksi akhir lemak dan bubuk kakao. Melalui unit usaha industri pengolahan diperoleh keuntungan sebesar Rp.2.828.618.361. Dengan demikian,
164
setiap anggota (petani-pekebun) akan mendapatkan deviden dari unit usaha industri pengolahan sebesar Rp.7.071.546 per tahun. Apabila usaha Agrokakao pola-JASA dilakukan secara terintegrasi (kebun, pascapanen, dan industri pengolahan) pada luas kebun 400 hektar dengan produk akhir lemak dan bubuk kakao, akan diperoleh keuntungan sebesar Rp.6.554.564.227 per tahun. Ini menunjukkan bahwa setiap anggota (petani-pekebun) akan memperoleh pengasilan sebesar Rp.16.386.410 per tahun. Apabila unit integrasi Agrokakao dengan luas kebun 400 hektar dan produk akhir masing-masing adalah lemak dan bubuk kakao melakukan penggabungan kekuatan usaha yang dikendalikan oleh lembaga manajemen jejaring, maka setiap anggota (unit integrasi Agrokakao pola-JASA) akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp.6.926.404.522 per tahun setara dengan Rp.17.316.011 per tahun. Dengan demikian, kontribusi kinerja lembaga manajemen jejaring terhadap partisipasi empat unit integrasi Agrokakao pola-JASA dapat meningkatkan pendapatan sebesar Rp.929.600 per tahun. Hasil tersebut menunjukkan kontribusi pendapatan yang diberikan oleh lembaga manajemen jejaring relatif sangat rendah, namun demikian peluang peningkatan kinerja lembaga manajemen jejaring masih terbuka lebar seperti upaya peningkatan produksi, pengembangan pasar yang lebih menguntungkan, efisiensi biaya tinggi dan sebagainya.