VALIDASI KUESIONER LITTLEARS BERBAHASA INDONESIA UNTUK MENILAI TUMBUH KEMBANG PENDENGARAN PADA ANAK USIA 7-12 BULAN DI JAKARTA TAHUN 2013 Laporan penelitian diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
Disusun Oleh : Manda Pisilia NIM : 1110103000073
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434H/2013 M
1
BAB 1
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan dengar pada anak merupakan suatu rintangan untuk mencapai perkembangan dan edukasi yang optimal. Menurut survei di berbagai negara, sekitar 0,5-5 dari 1000 bayi baru lahir memiliki gangguan dengar sejak kecil. Hal ini perlu mendapat perhatian yang serius karena kemampuan untuk mendengar adalah dasar untuk perkembangan bahasa seseorang.1-4 Akan tetapi,
pada kenyataannya gangguan dengar yang dialami oleh
seorang anak terlambat untuk dideteksi. Rata-rata gangguan dengar disadari saat bayi berusia 2-3 tahun. Jika gangguan dengar tidak juga disadari akan menganggu kemampuan belajar anak tersebut. Anak tersebut akan mengalami keterlambatan baik bahasa mapun kognitif jika dibandingkan dengan teman sebayanya. Masalah interaksi sosial pun akan terganggu karena anak tersebut akan dianggap bodoh oleh teman sebayanya.3,4,5 Hal ini sebenarnya bisa kita tangani dengan melakukan deteksi dan tatalaksana dini gangguan pendengaran pada bayi dan anak. Menurut National Institutes of Health, the American Academy of Otalaryngology/Head and Neck Surgery, dan American Academy of Pediatrics (AAP), deteksi dini idealnya dilakukan sebelum bayi meninggalkan rumah sakit atau paling lambat enam bulan pertama masa kehidupan. Hal ini ditujukan untuk mendapatkan kemampuan komunikasi yang sejajar dengan anak sebayanya saat anak tersebut memasuki usia sekolah.3,4,6 AAP merekomendasikan auditory brainstem respons (ABR) atau otoacoustic emission (OAE) maupun kombinasi keduanya sebagai deteksi dini pendengaran neonatus.7 Akan tetapi, tidak di semua pelayanan kesehatan terdapat OAE ataupun ABR. Keterbatasan alat deteksi dini serta kurangnya pengetahuan dan kesadaran orang tua mengenai tumbuh kembang pendengaran anak, diduga
1
2
merupakan penyebab terlambatnya orang tua membawa anak dengan gangguan dengar dan bicara ke pusat rujukan terdekat.3 Bentuk lain deteksi dini tumbuh kembang pendengaran pada anak adalah dengan mengamati perilaku terkait respons pendengaran. Berbagai bentuk model evaluasi telah dikembangkan sehubungan dengan hal tersebut. Kuesioner LittlEars pertama kali dikembangkan di Jerman dan dimaksudkan untuk menilai perilaku terkait respons pendengaran pra verbal pada anak kurang dari 24 bulan. Kuesioner terdiri
dari 35 pertanyaan, berisi
jawaban
ya atau tidak. Kuesioner
menggambarkan tiga respons pendengaran: reseptif, semantik dan produktif. LittEars adalah jenis kuesioner yang diisi oleh orang tua dan memiliki banyak keuntungan sebagai alat pendukung dalam evaluasi pendengaran. Pengamatan dari orang tua penting saat anak tidak bisa bekerja sama di lingkungan yang tidak biasa atau terlalu muda untuk tes standar pendengaran. Sampai saat tulisan ini dibuat, kuesioner ini telah diterjemahkan kedalam 15 bahasa, namun belum diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia. Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui peran kuesioner LittlEars sebagai sarana deteksi dini gangguan dengar anak usia 0-24 bulan.8,9,10 1.2. Rumusan Masalah - Mengingat keterbatasan ketersediaan alat deteksi dini pendengaran pada bayi dan anak, perlu adanya suatu alternatif alat bantu dalam mendeteksi tumbuh kembang pendengaran bayi dan anak. - Pada penelitian ini akan dilakukan validasi kuesioner LittlEars untuk mengevaluasi pendengaran pada anak usia 7-12 bulan. 1.3. Pertanyaan Penelitian Apakah metode skrining dengan kuesioner LittlEars cukup efektif untuk mendeteksi tumbuh kembang pendengaran anak usia 7-12 bulan di Indonesia ? 1.4. Hipotesis Metode skrining dengan kuesioner LittlEars dapat menjadi alat untuk mendeteksi tumbuh kembang pendengaran pada anak usia 7-12 bulan di Indonesia.
3
1.5. Tujuan Penelitian 1.5.1. Tujuan Umum Memvalidasi kuesioner LittlEars sebagai metode deteksi tumbuh kembang pendengaran pada anak di Indonesia. 1.5.2. Tujuan Khusus -
Memvalidasi kuesioner LittlEars sebagai metode deteksi tumbuh kembang pendengaran pada anak usia 7-12 bulan tanpa faktor risiko gangguan dengar di Jakarta.
-
Melihat korelasi antara usia dan total skor kuesioner Littlears pada anak usia 7-12 bulan tanpa faktor risiko gangguan dengar di Jakarta.
1.6. Manfaat penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah: 1.6.1. Bagi Kalangan Medis -
Kuesioner LittlEars dapat digunakan dalam deteksi dini gangguan dengar di Indonesia bagi anak usia dibawah 24 bulan.
-
Sebagai acuan penelitian selanjutnya.
1.6.2. Bagi Peneliti -
Menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama pendidikan.
-
Menambah pengetahuan tentang proses dan pembuatan laporan penelitian.
-
Menambah pengetahuan peneliti tentang gangguan pendengaran, dampak, serta pencegahannya pada anak usia dibawah 24 bulan.
1.6.3. Bagi Perguruan Tinggi -
Melaksanakan kegiatan tridarma perguruan tinggi sebagai lembaga penyelenggara pendidikan, penelitian, dan pengabdian bagi masyarakat.
-
Meningkatkan mahasiswa.
hubungan
kerjasama
antara
pendidik
dan
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Embriologi Telinga11 Saat mudigah berusia sekitar 22 hari terdapat penebalan ektoderm permukaan di kedua sisi rombensefalon, ini merupakan petunjuk awal terbentuknya telinga. Penebalan lempeng telinga cepat mengalami invaginasi dan membentuk vesikel telinga. Selama perkembangan selanjutnya masing-masing vesikel terbagi menjadi komponen ventral yang menghasilkan sakulus dan duktus koklearis,
dan
komponen
dorsal
yang
membentuk
utrikulus,
kanalis
semisirkularis, dan duktus endolimfatikus. Tulang pendengaran muncul selama paruh pertama kehidupan janin, tulang-tulang ini tetap terbenam dalam mesenkim sampai bulan kedelapan. Maleus dan inkus berasal dari tulang rawan arkus faring pertama, dan stapes berasal dari tulang rawan arkus kedua. Pada awal bulan ketiga, sel-sel epitel dibawah meatus berploriferasi, membentuk suatu lempeng epitel yang solid disebut sumbat meatus. Pada bulan ketujuh, sumbat ini luruh dan lapisan epitel di lantai meatus ikut serta membentuk gendang telinga definitif. 2.2. Anatomi Telinga Mendengar adalah salah satu indera utama dan seperti melihat penting untuk peringatan jarak jauh dan komunikasi. Hal ini dapat digunakan untuk memori, membantu dalam berkomunikasi dan sebagai peringatan terhadap bahaya tertentu. Mendengar adalah sadar akan getaran yang dirasakan sebagai suara. Untuk melakukan hal ini, sinyal yang sesuai harus mencapai bagian otak yang lebih tinggi. Fungsi telinga adalah untuk mengubah getaran fisik ke impuls saraf untuk diterjemahkan. Seperti mikrofon telinga dirangsang oleh getaran: di mikrofon getaran ditransduksi ke sinyal listrik, telinga menjadi suatu dorongan saraf yang pada gilirannya kemudian diproses oleh jalur pendengaran pusat otak.12 Telinga terdiri dari tiga bagian yakni telinga luar, tengah, dan dalam. Bagian luar dan tengah telinga meyalurkan gelombang suara dari udara ke telinga
4
5
dalam yang berisi cairan, untuk memperkuat energi suara. Telinga dalam berisi dua sistem sensorik yang berbeda yaitu koklea, yang mengandung reseptorreseptor untuk mengubah gelombang suara menjadi impuls-impuls saraf, sehingga kita dapat mendengar; dan aparatus vestibularis, yang penting untuk sensasi keseimbangan.13
Gambar 2.1: Anatomi telinga Sumber: Martini, 2012
2.2.1. Telinga Luar Telinga luar bertugas menyalurkan gelombang suara di udara dan dipindahkan ke telinga dalam. Struktur telinga luar berupa gabungan dari tulang rawan yang ditutupi oleh kulit yang memiliki bentuk cukup unik. Liang telinga memiliki tulang rawan pada bagian lateral namun bertulang disebelah medial. Telinga luar terdiri dari pinna/daun telinga, meatus auditorius eksternus/saluran telinga, dan membran timpani/gendang telinga.13,14 Daun telinga atau disebut juga pinna adalah suatu lipatan menonjol tulang rawan berlapis kulit yang menangkap gelombang suara dan menyalurkan ke saluran telinga luar. Pinna melindungi bagian awal dari kanal dan berperan dalam menentukan arah suara. Karena bentuknya, pinna secara parsial menghambat gelombang suara yang mendekati telinga dari belakang sehingga dapat membantu membedakan asal suara dari depan atau belakang.13,15,16
6
Meatus auditorius eksternus atau saluran telinga memiliki pintu masuk yang dijaga oleh rambut-rambut halus. Kulit yang melapisi saluran mengandung kelenjar keringat modifikasi yang menghasilkan serumen, suatu sekresi lengket untuk menjebak partikel kecil asing. Hal ini bertujuan untuk mencegah partikel di udara mencapai bagian dalam saluran telinga tempat partikel dapat mencederai membran timpani dan mengganggu proses mendengar.13 Membran timpani atau gendang telinga adalah suatu bangunan berbentuk kerucut dengan puncaknya, umbo, mengarah ke medial. Membran timpani berbentuk semitransparant dan tipis sehingga perlu perlakuan yang hati-hati jika dilakukan intervensi. Jika membran timpani bergetar saat terkena gelombang suara maka ia akan melekuk kedalam dan keluar seiring dengan frekuensi gelombang suara.13,14,15 2.2.2.Telinga Tengah Telinga tengah berukuran kecil, merupakan suatu rongga yang berisi udara di bagian petrous dari tulang temporal. Membran timpani memisahkannya dari telinga bagian luar, sedangkan dengan telinga bagian dalam dipisahkan oleh bagian tulang tipis yang terdiri dari dua membran kecil yakni jendela oval dan jendela bundar. Dinding posteriornya lebih luas dibanding dinding anterior sehingga berbentuk seperti baji. Dibagian tengah terdapat bagian yang lebih sempit karena promontorium pada dinding medial meluas ke lateral ke arah umbo dari membran timpani.14,17 Telinga tengah berhubungan dengan nasofaring yang merupakan bagian superior dari laring melalui tuba auditorius atau tuba fariotimpanik atau tuba eustachius. Bagian lateral tuba eustachius merupakan bagian bertulang sementara duapertiga bagian medial bersifat kartilaginosa. Tuba eustachius berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membran timpani.14,15 Terdapat tiga tulang yang tipis pada telinga tengah. Maleus, melekat pada permukaan dalam membran timpani. Bagian kepala dari maleus berhubungan dengan badan dari inkus. Tulang tengah, inkus, melekat pada maleus melalui ligament minute, dengan demikian jika maleus bergerak inkus juga ikut bergerak. Stapes, bagian kepalanya berhubungan dengan inkus. Bagian dasar dari stapes melekat pada jendela oval.15,17,18
7
2.2.3. Telinga Dalam Telinga dalam merupakan sistem tubulus bergelung yang sangat kompleks sehingga disebut sebagai labirin yang terletak dalam tulang temporal. Bagian ini merupakan lokasi terpenting untuk menentukan apakah telinga seseorang sensitif terhadap frekuensi dan level suara tertentu. Labirin tulang dan membran memiliki bagian vestibular dan bagian koklear. Bagian vestibularis (pars superior) berhubungan dengan keseimbangan, sementara bagian koklearis (pars inferior) merupakan organ pendengaran kita.
Telinga tengah dibagi menjadi tiga
kompartemen longitudinal berisi cairan.13-18 Kompartemen pertama adalah duktus koklearis atau skala media, membentuk terowongan di sepanjang bagian tengah koklea, hampir mencapai ujung. Terdapat cairan yang disebut endolimfe. Endolimfe adalah cairan dengan konsentrasi elektrolit yang berbeda dengan cairan tubuh pada umumnya karena satu-satunya cairan ekstraselular dalam tubuh yang tinggi kalium dan rendah natrium. Diujungnya terdapat helikotrema, tempat bertemunya skala vestibuli dan skala timpani.13,14,15 Skala vestibuli adalah kompartemen kedua yang merupakan kompartemen atas. Skala vestibuli mengikuti kontur dalam spiral. Terdapat cairan perilimfe yang mirip seperi cairan serebrospinal yang mengandung tinggi natrium dan rendah kalium. Dipisahkan dari telinga tengah oleh jendela oval. Skala timpani adalah kompartemen terakhir yang merupakan kompartemen bawah. Skala timpani mengikuti kontur luar dan jenis cairannya seperti pada skala vestibuli, yakni cairan perilimfe.13,14,15 Membran vestibularis membentuk atap duktus koklearis dan memisahkan skala vestibuli dengan skala media. Membran basilaris, membentuk lantai duktus koklearis yang memisahkan skala media dengan skala timpani. Organ korti yang merupakan reseptor suara mengandung sel rambut berada diatas membran basilaris. Sel rambut menghasilkan sinyal saraf jika mengalami perubahan bentuk secara mekanis akibat gerakan cairan di telinga dalam. Terdapat dua jenis sel rambut, sel rambut dalam dan sel rambut luar.13 Sel rambut dalam merupakan sel yang mengubah gaya mekanis suara (getaran cairan koklea) menjadi impuls listrik pendengaran (potensial aksi yang
8
menyampaikan pesan pendengaran ke korteks serebri). Sel rambut dalam berhubungan melalui suatu sinaps kimiawi dengan ujung serat-serat saraf aferen yang membentuk nervus auditorius koklearis. Depolarisasi sel-sel rambut ini (saat terangkatnya
membran
basilaris)
akan
meningkatkan
laju
pelepasan
neurotransmitter, yang meningkatkan frekuensi lepas muatan di serat aferen. Karena itu telinga mengubah gelombang suara di udara menjadi gerakan bergetar membran basilaris yang menekuk rambut-rambut sel reseptor maju mundur.13 Sel rambut luar, memendek pada depolarisasi dan memanjang saat hiperpolarisasi. Perilaku ini disebut sebagai elektromotilitas yang timbul sebagai respons terhadap perubahan potensial membran.13 Bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh sakulus, utrikulus, dan kanalis semisirkularis. Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang diliputi oleh sel-sel rambut. Suatu lapisan gelatinosa yang ditembus oleh silia menutupi sel-sel rambut ini. Pada lapisan ini terdapat pula otolit yang mengandung kalsium dan dengan berat jenis yang lebih besar daripada endolimfe. Karena pengaruh gravitasi, maka gaya dari otolit akan membengkokkan silia sel-sel rambut dan menimbulkan rangsangan pada reseptor.14 2.3. Fisiologi Pendengaran Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara adalah getaran udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah bertekanan tinggi karena kompresi (pemampatan) molekul udara yang berselangseling dengan daerah-daerah bertekanan rendah karena penjarangan (rarefaction) molekul tersebut. Setiap alat yang dapat menghasilkan pola molekul udara tertentu disebut sebagai sumber suara.13 Suara ditandai oleh nada (tone, tinggi rendahnya suara), intensitas (kekuatan, kepekaan, loudness), dan timbre (kualitas, warna nada). Nada suatu suara ditentukan oleh frekuensi getaran, telinga manusia dapat mendeteksi gelombang suara dengan frekuensi dari 20 sampai 20.000 Hz. Intensitas suatu bergantung pada amplitudo gelombang suara, atau perbedaan tekanan antara daerah bertekanan tinggi dan daerah bertekanan rendah. Kualitas suara atau warna nada bergantung pada frekuensi tambahan yang menimpa nada dasar disebut sebagai overtone atau nada tambahan. Setiap sumber suara dapat menghasilkan
9
warna nada yang berlainan hal inilah yang menyebabkan kita dapat membedakan sumber gelombang suara.13 Gelombang suara harus disalurkan ke telinga dalam karena di telinga dalam terletak
reseptor-reseptor khusus untuk suara berupa cairan. Proses
mendengar bisa dibagi setidaknya menjadi enam langkah dasar.
Pertama,
gelombang suara masuk ke meatus eksternal dan berjalan menuju membran timpani. Kedua, pergerakkan dari membran timpani menyebabkan getaran pada tulang-tulang telinga tengah. Permukaan membran timpani dapat mengumpulkan gelombang suara dengan frekuensi antara 20-20000 Hz. Ketika membran timpani bergetar; maleus, inkus, dan stapes juga ikut bergetar. Dengan cara ini suara dikuatkan. Ketiga, pergerakkan dari stapes di jendela oval membuat gelombang tekanan di perilymph pada skala vestibuli. Keempat, tekanan dari gelombang mendistorsi membran basilaris ke jendela bundar dari skala timpani. Stapes menciptakan gelombang tekanan yang berjalan sepanjang perilymph dari skala vestibuli dan skala timpani untuk mencapai jendela bundar. Kelima, getaran pada membran basilaris menyebabkan sel rambut bergetar melawan membran tektorial. Pergerakkan dari sel rambut menyebabkan perubahan lokasi/displacement dari stereosilia yang membuka kanal ion di membran plasma dari sel rambut, kemudian terjadi pengeluaran neurotransmitter dan stimulasi saraf sensori. Keenam, informasi mengenai daerah dan intensitas stimulus dihantarkan ke sistem saraf pusat ke cabang koklearis saraf kranial ke VIII.13,15 2.4. Gangguan Dengar di Indonesia Gangguan perkembangan paling umum pada anak berupa gangguan pendengaran. Di Indonesia berdasarkan survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan di 7 provinsi pada tahun 1994-1996 yaitu kejadian gangguan dengar sebesar 0,1%. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di 6 RS tahun 2009 menunjukkan bahwa insiden gangguan dengar di Indonesia sekitar 1-2 bayi per 1000 kelahiran.3 Oleh karena itu, direkomendasikan untuk melakukan deteksi dini pada setiap bayi baru lahir sebelum bayi tersebut keluar dari rumah sakit. Beberapa komite nasional seperti National Institutes of Health, American Academy of Otolaryngology/Head and Neck Surgery, dan American Academy of Pediatrics
10
telah merekomendasikan bahwa gangguan dengar pada bayi baru lahir diidentifikasikan, dan kemungkinan untuk diberi perlakuan secara maksimal pada usia enam bulan pertama. Hal ini karena enam bulan pertama kelahiran mempunyai kesempatan yang besar untuk mengembangkan kemampuan dengarnya agar sejajar dengan teman sebaya. Jika bayi terlambat dideteksi dalam gangguan pendengaran (misalkan baru diketahui saat anak berusia 2 atau 3 tahun) akan mengalami kesulitan berbicara, berbahasa dan kemampuan kognitif yang terlambat dibandingkan teman sebayanya.3,5 Gangguan dengar pada anak bisa disebabkan oleh beberapa faktor. Diantaranya adalah kadar bilirubin yang tinggi, penggunaan obat yang berbahaya bagi pendengaran, penggunaan ventilasi yang lama, nilai apgar yang rendah, meningitis, lahir prematur, dan atau lahir dengan berat badan rendah. Infeksi virus selama masa kehamilan seperti rubella dan cytomegalovirus (CMV), bisa mengenai bayi yang baru lahir dan berakibat pada gangguan dengar.3,19 Di hampir semua negara di daerah Asia Tenggara, tidak ada usaha yang serius untuk membentuk program deteksi pendengaran pada bayi baru lahir. Sebagai contoh di Indonesia, tidak ada program nasional untuk deteksi pendengaran dan juga tidak ada dukungan dari pemerintah. Namun,beberapa institusi melaksanakan deteksi pendengaran pada bayi baru lahir.1 Gangguan dengar pada bayi dapat dideteksi dengan dua metode : evaluasi auditory brainstem response (ABR), atau otoacoustic emission (OAE). Kedua tes tersebut akurat dan non-invasive. Kemampuan bayi untuk mengkompensasi gangguan dengar tergantung pada tipe dan tingkat gangguan dengar yang mengenainya.3 ABR dan OAE adalah uji terhadap integritas struktur jalur pendengaran tetapi bukan pemeriksaan pendengaran yang sebenarnya. Walaupun ABR dan OAE normal, pendengaran tidak dapat dipertimbangkan normal sampai anak cukup matang untuk menjalani behavioral audiometry, sebagai baku emas evaluasi pendengaran.7 2.5. Skrining Pendengaran Karena gangguan pendengaran dapat mempunyai dampak yang besar pada perkembangan anak, dan karena semakin awal gangguan dikenali prognosisnya
11
adalah semakin baik, identifikasi awal melalui program skrining sangat dianjurkan. Banyak pusat kedokteran mempunyai program demikian. Beberapa menggunakan daftar kriteria risiko tinggi untuk memutuskan bayi yang mana yang di skrining, beberapa pakar menskrinimg semua bayi yang memerlukan perawatan intensif.19
Tabel 2.1: Faktor risiko yang mengenai neonatus berisiko pada gangguan pendengaran sensorineural Gangguan sensorineural riwayat keluarga kongenital atau mulai masa anak lambat Infeksi kongenital diketahui atau dicurigai terkait dengan gangguan pendengaran sensorineural, seperti toksoplasmosis, sifilis, rubella, sitomegalovirus, dan herpes Anomali kraniofasial meliputi kelainan morfologis pinna dan saluran telinga, tidak ada filtrum, batas rambut rendah Berat badan kurang dari 1.500 g Hiperbilirubinemia pada kadar yang melebihi indikasi untuk transfusi tukar Obat-obatan ototoksik termasuk tetapi tidak terbatas pada aminoglikosida yang digunakan selama lebih dari 5 hari (misal, gentamisin, tobramisin, kanamisin, streptomisin) dan diuretik lengkung yang digunakan bersama dengan aminoglikosida Meningitis bakteria Depresi berat pada saat lahir, yang dapat meliputi bayi dengan skor Apgar 0-3 pada 5 menit atau mereka yang gagal memulai pernapasan spontan pada 10 menit atau mereka yang dengan hipotonia menetap pada umur 2 jam Ventilasi mekanik yang lama untuk selama 10 hari atau lebih (misal, hipertensi pulmonal persisten) Stigmata atau temuan-temuan lain yang terkait dengan sindrom yang diketahui mencakup kehilangan pendengaran sensorineural (misal, sindrom Waardenburg dan sindrom Usher) Sumber: Nelson, 2000
Tabel 2.2: Kriteria rujukan untuk penilaian audiologi Umur (bulan)
Pedoman rujukan untuk anak dengan keterlambatan berbicara
12
Ocehan atau imitasi suara tidak berbeda
18
Tidak menggunakan satu kata
24
Perbendaharaan satu-kata ≤ 10 kata
30
Kurang dari 100 kata; tidak ada kombinasi dua kata; tidak dapat dimengerti
36
Kurang dari 200 kata; tidak menggunakan kalimat telegrafis, kejelasan 2%
48
Kurang dari 600 kata; tidak menggunakan kalimat sederhana; kejelasan ≤ 80%
Sumber: Nelson, 2000
12
Tabel 2.3: Pedoman rujukan untuk anak-anak yang dicurigai kehilangan pendengaran Umur (bulan)
Perkembangan normal
0-4
Harus terkejut terhadap suara yang keras, diam terhadap suara ibu, aktivitas berhenti sebentar bila suara tersaji pada kadar percakapan
5-6
Harus menempatkan dengan benar suara tersaji pada bidang horizontal, mulai meniru suara dalam lagu kemampuan berbicara sendiri atau minimal menyuarakan secara timbal balik dengan orang dewasa
7-12
Harus menempatkan dengan benar suara tersaji pada semua bidang Harus respon terhadap nama, bahkan ketika diucapkan dengan benar
13-15
Harus menunjuk ke arah suara yang tidak diharapkan atau terhadap obyek yang dikenal atau orang ketika ditanya
16-18
Harus mengikuti arah yang sederhana tanpa gerak isyarat atau isyarat visual lainnya; dapat dilatih untuk mencapai ke arah mainan yang menarik pada garis tengah ketika suara disajikan
19-24
Harus menunjuk ke bagian tubuh ketika ditanya; dari 21-24 bulan, dapat dilatih untuk melakukan permainan audiometri
Sumber: Nelson, 2000
2.6. Evaluasi Pendengaran Proses mendengar merupakan suatu mekanisme saraf yang bertanggung jawab terhadap fenomena-fenomena berikut: menentukan lokalisasi suara, diskriminasi pendengaran, serta pengenalan terhadap pola suara tertentu. Jika terjadi gangguan dalam proses mendengar maka harus dilakukan evaluasi dan diagnosis sedini mungkin. Kepentingan identifikasi dan diagnosis kehilangan pendengaran telah dipahami secara luas. Bahkan bayi baru lahir dapat dievaluasi untuk fungsi pendengaran. Setidaknya terdapat dua alasan penting untuk melakukan evaluasi yaitu untuk mendiagnosis lokasi dan jenis penyakit dan untuk menilai dampak gangguan pendengaran terhadap proses belajar, interaksi sosial,dan pekerjaan.14,16,19 Sejak awal 1990, Universal Newborn Hearing Screening (UNHS) telah mengembangkan secara eksponensial proyek percontohan dibeberapa rumah sakit untuk menjadi standar perawatan bayi baru lahir di pusat-pusat bersalin. Persentase deteksi gangguan dengar bayi baru lahir di Amerika Serikat meningkat dari <3% pada tahun 1993 menjadi 93% pada awal 2005.20,21
13
Pada tahun 1993, The National Institutes of Health (NIH) dan The Joint Committee on Infant Hearing, 2007, merekomendasikan bahwa semua bayi baru lahir dilakukan skrining pendengaran selama enam bulan pertama kehidupan. Lebih jauh lagi, NIH merekomendasikan untuk lebih memilih model skrining yang dimulai dengan uji bangkitan emissi otoakustik (evoked otoacoustic emissions test) dan harus diikuti oleh tes respon batang otak auditori untuk semua bayi yang gagal uji emisi bangkitan otoakustik.21,22 The Joint Committee on Infant Hearing
menyarankan dua instrumen
untuk deteksi dini pendengaran bayi baru lahir yaitu : otoacouatic emissions (OAEs) atau emissi otoakustik (EOA) dan the automated auditory brainstem response (ABR) dikenal juga sebagai brainstem auditory evoked potentials (BAEPs) atau respons batang otak auditoria (ROA). Tujuan dari EHDI adalah untuk memaksimalkan kemampuan linguistik dan mengembangkan kemampuan untuk
membaca
dan
menulis
anak
yang
mengalami
kesulitan
untuk
mendengar.16,19,23,24,25 EOA memiliki sensitivitas sebesar 100% dan spesifisitas 82-87% sedangkan sensitivitas AABR 99,96% dan spesifisitasnya 98,7%. Bila OAE dilanjutkan dengan AABR dalam dua tahapan skrining akan memberikan spesifisitas sebesar 99% dan sensitivitas sebesar 100%. Pemeriksaan EOA pada kedua telinga menghabiskan waktu (rata-rata) 7 menit, AABR 14 menit sedangkan ABR konvensional 20 menit.7 2.6.1.Respons Batang Otak Auditoria (ROA) Uji ROA direkomendasikan sebagai alat deteksi utama pada bayi baru lahir yang berada di NICU karena bisa menggambarkan fungsi batang otak dan mendeteksi bayi baru lahir dengan risiko auditory neuropathy spectrum disorder (ANSD). ROA adalah respon listrik sebagian batang otak dan saraf kedelapan yang timbul dalam 10 hingga 12 milidetik setelah suatu rangsang pendengaran ditangkap oleh telinga dalam. Namun, pada ROA terjadi penurunan respon spesifisitas-frekuensi akibat energi yang disebarkan pada daerah frekuensi untuk menciptakan ROA yang dapat didengar.9,14,23,24 ROA memakai tiga elektroda yang diletakan di masing-masing mastoid dan di tengah dahi. Elektroda tersebut akan menghasilkan suatu bentuk
14
gelombang. Bentuk gelombang ini diberi label I sampai VII ditemukan tahun 1971 oleh Jewett. Daerah saraf kranial kedelapan ditunjukkan oleh gelombang I dan II dan gelombang III sampai VII berasal dari daerah lebih tinggi di batang otak. Gelombang yang dapat diperoleh secara konsisten pada semua kelompok umur adalah gelombang I, III, dan V. Waktu terjadinya puncak gelombang setelah mulainya rangsangan (masa laten) bertambah dan amplitudonya menurun pada penurunan intensitas atau kekerasan stimulus.9,14,23 Manfaat klinis dari ROA antara lain : membantu dalam mendiagnosis tumor sudut serebelopontin, membantu pada penyakit Meniere atau pusing nonMeniere, menetapkan ambang pendengaran pada bayi dan pasien-pasien yang sukar diperiksa, dan membantu dalam diagnosis sklerosis multiple. Secara spesifik uji ini lebih baik daripada uji lainnya karena memiliki validitas perkiraan yang sangat tinggi atau hampir 95%. Pemeriksaan ROA dianjurkan pada pasien dengan riwayat ketulian dalam keluarga, rubela maternal, anak dengan anomali kepala dan leher, kadar bilirubin 20 mg/dl atau lebih, berat lahir 1500 gram atau kurang.1 Beberapa keuntungan dari ROA antara lain adalah digunakan sebagai instrumen pilihan utama pada evaluasi sistem pendengaran, dapat mendeteksi lebih baik bayi baru lahir dengan neuropati pendengaran, tidak dipengaruhi oleh sedasi atau anastesi umum, dapat dilakukan dalam kamar operasi bila anak dianastesi karena suatu hal tertentu.19,25 Beberapa kerugian penggunaan ROA antara lain lebih mahal dari EOA, membutuhkan waktu yang lebih lama jika dibandingkan dengan EOA, dan pemeriksaan harus dilakukan di lingkungan yang tenang. Teknik pemeriksaan dengan
ROA
cukup
kompleks
untuk
dilakukan
dan
sulit
untuk
menginiterpretasikan hasil pemeriksaan oleh sebab itu diperlukan pengetahuan lebih bagi operator yang menjalankan pemeriksaan ini dan membutuhkan pasien atau bayi baru lahir dalam keadaan tidur atau tenang selama pemeriksaan berlangsung.19,25 Bagi kelompok pediatri ROA umumnya memliki dua penggunaan utama. Pertama, sebagai uji audiometri yang memberi informasi mengenai kemampuan sistem auditoria perifer menghantarkan informasi ke saraf pendengaran dan
15
sesudahnya. Kedua, sebagai diagnosis banding atau pemantau patologi sistem saraf pusat.19 Uji ROA tidak menilai “pendengaran”. Ia menggambarkan respon listrik saraf pendengaran yang dapat dikorelasikan pada nilai ambang pendengaran perilaku, tetapi ROA normal hanya menunjukkan bahwa sistem pendengaran, sampai pada tingkat otak tengah, adalah responsif terhadap stimulus yang digunakan. Sebaliknya kegagalan memperoleh ROA menunjukkan gangguan respon sinkron sistem, tetapi tidak perlu berarti bahwa tidak ada “pendengaran”. Kadang-kadang respons perilaku terhadap suara adalah normal tetapi ROA tidak dapat diperoleh (misalnya, penyakit demielinasi neurologis). ROA dapat digunakan untuk mendengar apakah dan pada tingkat berapakah ada gangguan sistem pendengaran. Kehilangan pendengaran yang mendadak, progresif, atau unilateral merupakan petunjuk untuk uji ROA.19 2.6.2. Emissi Otoakustik (EOA) Emisi otoakustik adalah suatu sinyal akustik rendah yang diproduksi oleh koklea sebagai respon terhadap stimulasi pendengaran. Emisi berjalan dari koklea menuju saluran telinga luar melalui saluran telinga tengah. Nantinya emisi akan dideteksi oleh mikrofon imatur. Dasar dari EOA adalah energi mekanik yang diproduksi oleh gerakan sel rambut koklea yang sangat kecil, yang diubah menjadi energi akustik sebagai respon terhadap getaran dari organ di telinga tengah. Sel rambut koklea sangat rentan terhadap faktor eksternal dan
internal. Faktor
eksternal dapat berupa suara berlebihan dan faktor internal dapat berupa bakteri, virus, serta defek genetik. Untuk memeriksa kekuatan koklea dapat digunakan emissi otoakustik yang ditimbulkan sementara (transient evoked otoacoustic emission-(TEOAE)).7,16,19 Keuntungan menggunakan EOA antara lain teknik pemeriksaan yang sederhana, lebih murah dari ROA dan juga lebih cepat. Sedangkan kekurangan dari EOA yakni memiliki keterbatasan perhitungan atau penilaian pada sistem pendengaran, mempunya efek terhadap cairan di telinga tengah, harus dilakukan di lingkungan yang tenang, secara potensial berefek pada verniks di kanal telinga.25
16
Gambar 2.2: Alur skrining pendengaran bayi baru lahir di Indonesia (Depkes 2010) Sumber: Buku panduan tatalaksana bayi baru lahir di rumah sakit, 2010
Tabel 2.4: Modifikasi tes daya dengar (Depkes 2010) Umur lebih dari 6 bulan sampai 12 bulan No.
Daftar Pertanyaan
1.
Kemampuan ekspresif
Apakah
bayi
Ya
dapat
membuat
suara
berulang
seperti
mamamama, babababa ?
Apakah bayi dapat memanggil mama atau papa, walaupun tidak untuk memanggil orang tuanya ?
2.
Kemampuan reseptif
Pemeriksa duduk menghadap bayi yang dipangku orang tuanya, bunyikan bel di samping bawah tanpa terlihat bayi, apakah bayi langsung menoleh ke samping bawah ?
Apakah bayi mengikuti perintah tanpa dibantu gerakan badan, seperti stop, berikan mainanmu ?
3.
Kemampuan visual
Apakah bayi-bayi mengikuti perintah dengan dibantu gerakan badan, seperti stop, berikan makananmu ?
Apakah bayi secara spontan memulai permainan dengan gerakan tubuh, seperti pok ame-ame atau cilukba ?
Sumber: Buku panduan tatalaksana bayi baru lahir di rumah sakit, 2010
Tidak
17
2.7. Tatalaksana Bayi Baru Lahir di Rumah Sakit, Depkes 201026 Terdapat 217 kasus kematian perinatal di 33 propinsi di Indonesia. Sebesar 142 kasus (78,5%) kematian neonatal dini. Penyebab terbesar kamatian pada neonatal usia dini adalah gangguan pernapasan (respiratory disorders), prematuritas, dan sepsis. Tercatat 39 kasus kematian bayi neonatal lanjut (7-28 hari) dengan penyebab tersering sepsis neonatorum (20%). Untuk menurunkan jumlah kematian neonatal, Health Technology Assessment telah menyusun beberapa kajian dengan fokus pananganan ibu hamil dan bayi baru lahir serta memberikan rekomendasi kepada praktisi klinis, manajemen rumah sakit dan pengambil kebijakan. Perawatan bayi baru lahir dimulai dengan penilain bayi baru lahir. Penilaian dilakukan secepatnya setelah bayi baru lahir, bayi diletakkan di atas kain bersih dan kering yang telah disiapkan pada perut bawah ibu. Segera lakukan penilaian dengan menjawab 4 pertanyaan: 1. Apakah bayi cukup bulan ? 2. Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekoneum ? 3. Apakah bayi menangis ? 4. Apakah tonus otot baik ? Setelah penilaian lakukan perawatan tali pusat. Pada umumnya tali pusat diklem dengan forsep bedah segera setelah lahir. Tali pusat diklem dengan jarak 3-4 cm dari perut bayi. Perawatan bayi baru lahir berikutnya adalah inisiasi menyusui dini. Refleks hisap yang efektif baru timbul pada bayi dengan usia kehamilan 34 minggu. Oleh sebab itu setelah dikeringkan letakkan bayi baru lahir pada payudara ibu. Rooming-in dalam 24 jam memperbesar kesempatan untuk terjadi bonding dan optimalisasi inisiasi menyusui dini. Setelah IMD lakukan pemberian profilaksis konjungtivitis neonatorum. Konjungtiva bayi baru lahir steril, namun segera terkolonisasi oleh berbagai mikroorganisme baik patogen atau nonpatogen. Rendahnya kadar agen nonbakterial dan protein (lisozim dan imunoglobulin A dan G) dan lapisan film air mata (tear film) dan alirannya yang baru terbentuk menyebabkan konjungtiva bayi rentan terinfeksi.
18
Perawatan berikutnya adalah pemberian profilakss vitamin K1 pada bayi baru lahir. Permasalahan pada perdarahan akibat defisiensi vitamin K (PDVK) adalah terjadinya perdarahan otak dengan angka kematian 10-50% yang umumnya terjadi pada bayi dalam rentang umur 2 minggu sampai 6 bulan, dengan akibat angka kecacatan 30-50%. Faktor yang mempengaruhi timbulnya PDVK antara lain ibu yang selama kehamilan mengkonsumsi obat-obatan yang mengganggu metabolisme vitamin K seperti, obat antikoagulan oral, obat antikonvulsan, obat antituberkulosis, sintesis vitamin K yang kurang oleh bakteri usus, gangguan fungsi hati, kurangnya asupan vitamin K. HTA merekomendasikan semua bayi baru lahir harus mendapatkan profilaksis vitam K1 dengan 1mg dosis tunggal intramuskular. 2.8. Kuesioner LittlEars8,9,10 Cara yang baik untuk mengidentifikasi gangguan pendengaran anak pada tahap pre-verbal adalah meminta orang tua atau pengasuh lainnya menilai perilaku anak dengan menggunakan suatu kuesioner yang terstruktur. Kuesioner LittlEars berisikan 35 pertanyaan tertutup dengan desain ya / tidak untuk menilai pendengaran anak berusia 0-24 bulan. Sebagian besar item dilengkapi dengan contoh-contoh untuk membuat pertanyaan yang lebih tepat. Sebagai contoh, „apakah anak anda mengikuti perintah sederhana?seperti: kemari !, Lepas sepatumu !‟. Setiap responden diinstruksikan menjawab “ya” untuk pertanyaan jika ia telah mengamati respon atau tingkah laku anak mereka minimal satu kali. Setiap responden juga diinstruksikan menjawab tidak bila ia tidak pernah mengamati perilaku anaknya satu kalipun. Kuesioner LittlEars dikembangkan oleh Coninx et al. Nilai dan validitas kuesioner LittlEars pertama kali didemonstrasikan dalam bahasa Jerman. Demonstrasi ini memotivasi adaptasi kuesioner ke bahasa lainnya. Setidaknya kuesioner telah diadaptasi ke 15 bahasa di dunia. Kuesioner menggambarkan 3 dimensi respon pendengaran : reseptif, semantik, dan produktif. LittEars adalah jenis kuesioner yang diisi oleh orang tua dan memiliki
banyak keuntungan sebagai alat pendukung dalam evaluasi
pendengaran. Pengamatan dari orang tua penting saat anak tidak bisa bekerja sama di lingkungan yang tidak biasa atau terlalu muda untuk tes standar pendengaran.
19
Selain itu juga karena respons pendengaran pada tahap pre-verbal tidak selalu bisa diamati saat anak datang ke klinik, sedangkan orang tua bisa mengamati dalam perilaku anak sehari-hari. 2.9. Kajian Dokter Muslim27 Ketika Allah menjelaskan tentang penciptaan manusia maka kata ”as-sam‟u” selalu disebutkan lebih dulu dibanding indera yang lainnya. Hal ini bermakna bahwa indera pendengaran memiliki nilai dan peran lebih besar dibanding indera lainnya. Salah satu mukjizat Al-Qur‟an adalah disampaikan oleh seorang nabi yang „ummi‟ (buta huruf), tidak dapat membaca dan menulis, namun mampu menghapal dengan mendengar. Tentu saja ini menunjukkan berkat indera pendengaran Al-Qur‟an dapat disampaikan ke umat manusia. Diantara ayat-ayat Al-Qur‟an yang menjelaskan tentang pendengaran adalah: 1. Surat Al Baqarah 2: 07 & 20 َغشَب َٔحٌ أَثْصَبرِِْىْ َٔعَهَٗ سًَْعِِٓىْ َٔعَهَٗ قُهُٕثِِٓىْ عَهَٗ انهَُّ خَتَى ِ ْىٌ عَذَاةٌ َٔنَُٓىِٛعظ َ Allah telah mengunci mati hati dan pendengaran mereka dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat. ْٕءٍ كُمِ عَهَٗ انهََّ إٌَِ َٔأَثْصَبرِِْىْ ِثسًَْعِِٓىْ نَذَ َْتَ انهَُّ شَبءَ ََٔنٙ ْ َزٌ شِٚقَد Jika Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu. 2. Surat Al An' Aam 6: 46 ْْتُىْ قُمَٚقُهُٕثِكُىْ عَهَٗ َٔخَتَىَ َٔأَثْصَبرَكُىْ سًَْعَكُىْ انهَُّ أَخَذَ إٌِْ أَرَأ Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku jika Allah mencabut pendengaran dan penglihatan serta menutup hatimu. 3. Surat Yunus 10: 31 َْزْسُقُكُىْ يٍَْ قُمٚ ًٍََِِْهكُ أَيٍَْ َٔانْأَرْضِ انسًََبءِ يٚ ََٔانْأَثْصَبرَ انسًَْع Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan. 4. Surat Al-Nahl 16: 108 ٍََ أُٔنَ ِئكِٚانْغَبفِهٌَُٕ ُْىُ َٔأُٔنَ ِئكَ َٔأَثْصَبرِِْىْ َٔسًَْعِِٓىْ قُهُٕثِِٓىْ عَهَٗ انهَُّ طَجَعَ انَذ Mereka itulah orang-orang yang hati, pendengaran dan penglihatannya telah dikunci mati oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang lalai.
20
5. Surat Maryam 19: 38 ْْٕوَ َٔأَثْصِزْ ثِِٓىْ َأسًِْعَٚ َأْتُٕ ََُبٚ ٍِِْٕوَ انظَبنًٌَُِٕ نَكَٛ ْ انٍٍِٙ ضَهَبلٍ فِٛيُج Alangkah terangnya pendengaran mereka dan alangkah tajamnya penglihatan mereka pada hari mereka datang kepada Kami. Tetapi orang-orang yang lalai pada hari ini (di dunia) berada dalam kesesatan yang nyata. Dari Al-Qur‟an dan Al-Hadits dijelaskan bahwa pendengaran adalah organ tubuh manusia yang pertama kali berfungsi ketika seorang manusia itu lahir. Dalam salah satu hadits, mengajarkan bahwa jika seorang bayi lahir maka diadzankan dan diiqamatkan di telinganya. Diriwayatkan dari Abi Rafi‟ Maula Rasulillah SAW. ra., َ قبَل: ُتْٚ َسْٕلَ رَأ ُ ّ اهلل صهٗ اهللِ َرِٛ اَّذٌََ ٔسهى عهٍِْٙ اُّذٌُِ فَٛحس ُ ٍَْْ عَهٗ ثٍ انِٛالحِ ثِب فَبطًَِخُ َٔنَدَتُّْ ح َص َ َ انِٙرَض ُ عَُُْٓىْ اهلل. ِزًْب ٔانتزيذ٘ دأد اثٕ رٔاٛٔغ Bahwa dia melihat Rasulullah SAW mengadzankan dengan adzan shalat di telinganya Husein bin Ali, ketika telah dilahirkan oleh Fathimah. Riwayat
Abu
Dawud,
al-Turmudzy,
dan
rawi
lainnya.
Menurut jamaah : Dianjurkan diadzankan ditelinga kanannya dan diiqamatkan ditelinga kirinya, dan telah diriwayatkan dalam Kitab Ibnu Sinniy dari Husein bin „Ali, bahwa nabi SAW bersabda : ٍَْْ فَأَّذٌََ َيُْٕنْٕدٌ نَُّ َٔنَدَ يًَُُِْٙٗ اُّذَُِِّ فْْٛ َٔاَقبَوَ انِٙسْزَٖ اُّذَُِِّ فُٛ َّبٌِ اُوُ تَضُ ْزُِ نَىْ انْٛانصِج Barang siapa yang anaknya lahir dan diazdankan di telingan kanannya dan diiqamatkan di telinga kirinya, maka tidak akan dapat diganggu oleh Ummushshibyaan (syaitan yang diberi tugas menggoda anak yang baru lahir). Pendengaran juga indera terakhir yang dimatikan oleh Allah SWT. Sehingga ketika seseorang dalam keadaan sekarat, maka dianjurkan untuk ditalqinkan, yang artinya dituntun, diingatkan mengucapkan kalimat thayyibah. Rasulullah SAW dalam salah satu sabdanya:
ْاهللُ اِّالَ آلَِالهَ ” بِّقَوْلِ مَوْتىكُمْ لَّقِنُوا Tuntunlah oleh kamu orang yang hampir mati itu dengan bacaan “Laa ilaaha Illallaah” (tiada Tuhan selain Allah).
21
2.10. Kerangka Teori
Anak
Sering pilek, riwayat kuning, dll
Orang
Pendidikan,
tua
pekerjaan, tingkat
Faktor Risiko
Masalah tumbuh
Gangguan dengar
kembang
anak 7-12 bulan
Mengganggu
kepedulian
Deteksi dini OAE/ABR
perkembangan bahasa, bicara,
Sebagai alternatif:
Memiliki banyak kendala
dan kognitif
Kuesioner Littlears
-
Tidak tersedia di semua pelayanan kesehatan
-
Kurangnya tenaga profesional
-
Belum
adanya
kebijakan
dari
pemerintah
Indonesia untuk skrining pendengaran usia dini -
Harga yang tidak terjangkau oleh semua lapisan masyarakat
Keterlambatan deteksi
Peningkatan
angka
gangguan
pendengaran dan keterlambatan anak dalam mengikuti pelajaran di sekolah
Gangguan dengar anak 7-12 bulan terjadi karena adanya faktor risiko yang berasal dari anak (sering pilek, riwayat kuning) dan juga dari orang tua (pendidikan terakhir orang tua, pekerjaan, dan tingkat kepedulian). Gangguan dengar merupakan masalah tumbuh kembang yang memiliki beberapa dampak negatif/kerugian bila terlambat dideteksi dan ditangani secara dini. Kerugian tersebut diantaranya adalah mengganggu perkembangan bahasa, bicara dan kognitif anak. Pada kenyataannya orang tua terlambat mengetahui jika anak
22
mereka mengalami gangguan pendengaran. Hal ini dapat dikarenakan bayi tidak melakukan skrining pendengaran saat lahir atau sebelum meninggalkan rumah sakit. Dua instrumen yang digunakan untuk deteksi dini pendengaran bayi baru lahir yaitu OAE dan/ ABR, tetapi instrumen ini tidak tersedia di semua pusat pelayanan kesehatan, selain itu harga yang tidak terjangkau oleh semua lapisan masyarakat
serta
belum
adanya
kebijakan
dari
pemerintah
Indonesia
mengakibatkan keterlambatan deteksi gangguan tumbuh kembang pendengaran bayi. Jika dibiarkan maka akan mengakibatkan peningkatan angka gangguan dengar di Indonesia dan tentunya keterlambatan anak dalam mengikuti pelajaran di sekolah. Solusi untuk masalah deteksi dini pendengaran adalah dengan digunakannya kuesioner LittlEars sebagai instrumen untuk menilai respon tumbuh kembang pendengaran anak dibawah 24 bulan. 2.11. Kerangka Konsep Perkembangan pendengaran anak
Usia anak
Pemantauan dari orang tua
23
2.12. Definisi Operasional Variabel yang
Definisi
Pengukur
Alat Ukur
Diukur Usia anak
Skala Pengukuran
Rentang
Kuesioner
Numerik
kelahiran anak sampai
karakteristik
dalam satuan
kuesioner diisi. Output
responden
bulan
Kuesioner
Numerik
Perkembangan
dalam rentang
dan ibu sudah menjawab
Pendengaran
0-35
„tidak‟ sebanyak 6 kali
Anak LittlEars
berupa
waktu
antara
satuan
Peneliti
waktu
dalam bulan, pembulatan ke bawah. Skor kuesioner
Jika
LittlEars
gangguan
anak
tanpa
pendengaran
berturut-turut, pengisian
Peneliti
maka kuesioner
dihentikan. Skor didapat dengan
menghitung
jumlah jawaban ya. Jenis
kelamin
Jenis kelamin anak
Peneliti
anak
Peneliti
Kuesioner
Nominal (laki-
karakteristik
laki
responden
perempuan)
Kuesioner
Ordinal:
Pendidikan
Pendidikan terakhir yang
responden
pernah di tempuh oleh
karakteristik
1. SD
responden
responden
2. SMP
dan
3. SMA 4. D3/S1 Lama interaksi
Durasi responden
rata-rata berinteraksi
dengan anak dalam satu hari
Peneliti
Kuesioner
Numerik
karakteristik
dalam satuan
responden
jam/hari
24
BAB 3
RANCANGAN PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian analitis korelatif untuk melihat efektivitas instrument kuesioner LittlEars, yang merupakan jenis kuesioner tertutup. Sedangkan desain yang digunakan adalah desain penelitian cross sectional. 3.2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai Maret-Juni 2013. 3.3. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di RS Budi Kemuliaan Jakarta. 3.4. Populasi 3.4.1. Populasi Terjangkau Populasi terjangkau penelitian ini adalah anak dengan usia 7-12 bulan yang tidak memiliki gangguan pendengaran di RS Budi Kemuliaan Jakarta. 3.4.2. Populasi Target Populasi target penelitian ini adalah anak dengan usia 7-12 bulan di Indonesia. 3.5. Sampel Penelitian dan Cara Pemilihan Sampel Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah anak usia 7-12 bulan dengan metode pemilihan sampel yaitu convenience sampling. 3.6. Besar Sampel 3.6.1. Perhitungan Besar Sampel28 N={
[(
) (
)]
}
24
25
Keterangan : Zα : derivat baku alfa Zβ : derivat baku beta r : korelasi N={
[(
) (
}
)]
=7 Untuk kepentingan validasi kuesioner dibutuhkan minimal 30 sampel. 3.6.2. Sampel yang Diambil Besar sampel minimal yang diambil adalah 30 orang. 3.7. Variabel Penelitian 3.7.1. Variabel Terikat -
Total skor dari kuesioner LittlEars
3.7.2 Variabel Bebas -
Usia anak 7-12 bulan
3.8. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.8.1. Faktor Inklusi -
Semua anak yang datang ke poli anak RS Budi Kemuliaan Jakarta dengan usia 7-12 bulan
3.8.2. Faktor Eksklusi -
Anak dengan gangguan dengar sejak lahir yang dikonfirmasi dengan pemeriksaan OAE/ABR
-
Anak sering pilek
-
Anak dengan riwayat kejang
-
Anak dengan riwayat kuning
-
Infeksi saat hamil
-
Berat lahir kurang dari 2 kg
-
Lahir kurang bulan (<36 minggu)
-
Orang tua yang tidak bersedia mengisi kuesioner
26
-
Anak dengan gangguan kesehatan sejak lahir yang dikonfirmasi oleh dokter spesialis
-
Orang tua atau pengasuh yang tidak bisa diminta untuk mengisi kuesioner kedua kalinya
-
Waktu interaksi antara pengasuh utama dan anak kurang dari 7 jam
3.9. Cara Kerja 3.9.1. Alur Penelitian Penerjemahan kuesioner oleh penterjemah tersumpah dan dilakukan penafsiran kembali kedalam bahasa asli untuk cek silang ketepatan terjemahan
Klarifikasi ke dokter anak dan dokter THT Pengujian awal pada 30 sampel untuk menilai apakah sampel mengerti bahasa dalam kalimat pertanyaan kuesioner Littlears Perizinan penelitian Pengumpulan data
Orang tua anak 7-12 bulan tidak bersedia mengisi kuesioner
Orang tua anak 7-12 bulan bersedia mengisi kuesioner (wawancara I)
Wawancara II
Input data
Analisis statistik
3.9.2. Alat dan Bahan Kuesioner
LittlEars
yang
diterjemahkan
oleh
penterjemah
tersumpah dan dievaluasi terjemahan/isi oleh dokter spesialis anak dan dokter spesialis THT.
27
BAB 4
HASIL PENELITIAN 4.1. Karakteristik Responden Pengambilan data sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang sudah ditetapkan. Data diperoleh berdasarkan hasil jawaban kuesioner. Kemudian diolah sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk memvalidasi kuesioner LittlEars berbahasa Indonesia. Penelitian dilakukan terhadap 30 ayah/ibu yang memiliki anak berusia antara 7-12 bulan pada Maret–Juni 2013. Data penelitian ini diperoleh dari Sub Bagian Poli Anak di RS Budi Kemuliaan Jakarta, dengan karakteristik seperti tabel 4.1 dibawah ini. Tabel 4.1 Statistik deskriptif responden Variabel
Jumlah (N)
Jenis Kelamin Laki-laki
21
Perempuan
9
Pendidikan responden SD
0
SMP
4
SMA
10
D3 / S1
16
Dari total 30 responden yang berpartisipasi dalam penelitian
ini
responden terbanyak adalah laki-laki dengan persentase 70%. Pendidikan orang tua terbanyak adalah D3/S1 dengan persentase 53,3%. Rata-rata orang tua berinteraksi dengan anak per hari adalah 10 jam. 4.2. Sebaran Skor Pendengaran Untuk menguji normalitas data dilakukan tes normalitas. Jumlah responden dalam penelitian ini kurang dari 50 buah, oleh karena itu metode uji yang digunakan adalah Shapiro wilk.29
27
28
Tabel 4.2 Tes Normalitas Kolmogorov
Shapiro
Smirnov
Total skor
Wilk
Statistic
Df
Sig.
Statistic
Df
Sig
0,104
30
0,200
0,947
30
0,136
Berdasarkan tabel diatas normalitas data baik. Didapatkan nilai p dalam penelitian ini 0,200, karena p > 0,05 dapat disimpulkan data normal. Untuk melihat sebaran skor pendengaran dan skor rerata dapat diketahui dari gambar boxplot.
Gambar 4.1 Boxplot sebaran skor pendengaran pada anak usia 7-12 bulan
Pada penelitian ini didapatkan rentang total skor antara 16–29 dengan nilai rerata 22,63. Berdasarkan teori boxplot bahwa suatu data dikatakan terdistribusi normal apabila nilai median ada di tengah-tengah kotak, dan tidak ada nilai ekstrem atau outlier.29 Dari gambar 4.1 dapat disimpulkan maka sebaran skor pada penelitian ini normal. Untuk menilai hubungan antara total skor dengan jenis kelamin dilakukan uji korelasi parsial.
29
Tabel 4.3 Korelasi Parsial Control Variables
Jenis kalamin
Usia
Total_skor Jenis_kelamin Correlation
1.000
0.107
Significance (2-tailed)
0.581
Df Usia
Correlation
0
27
0.107
1.000
Significance (2-tailed)
0.581
Df
27
0
Dari hasil di atas, diperoleh nilai sig > 0,000 yang menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara total skor-usia dengan jenis kelamin.29 4.3. Validitas dan Reliabilitas Penelitian ini bertujuan memvalidasi kuesioner LittlEars untuk menilai kemampuan pendengaran anak. Peneliti ingin mengetahui tingkat kepercayaan/ reliabilitas alat ukur yang digunakan. Cara menilai reliabilitas yang umum digunakan adalah dengan mencari nilai cronbach’s alpha. Jika nilai cronbach’s alpha >0,5 maka suatu construct dapat kita katakan reliabel.30 Tabel 4.4 Statistik reliabilitas cronbach‟s alpha Cronbach‟s
Cronbach‟s
alpha
alpha
standardized items
0,973
0,975
based
on
Jumlah pertanyaan
35
Berdasarkan tabel didapatkan hasil cronbach’s alpha sebesar 0,973, ini menunjukkan bahwa penelitian ini bersifat reliabel. Untuk mengetahui kecermatan alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya kita dapat melakukan uji validitas. Ada beberapa metode yang digunakan dalam uji validitas seperti korelasi Pearson Product Moment atau melihat nilai Corrected Item Total Correlation pada pengujian reliabilitas.31
30
Tabel 4.5 Nilai validitas dengan Pearson dan Corrected item-total correlation Urutan
r (kekuatan
Corrected item-total
pertanyaan
korelasi)
correlation
1
.
0,0
2
.
0,0
3
.
0,0
4
.
0,0
5
.
0,0
6
0,030
0,016
7
.
0,00
8
0,528*
0,444
9
0,154
0,043
10
0,086
0,170
11
.
0,0
12
0,265
0,222
13
.
0,0
14
0,578*
0,488
15
0,412
0,329
16
0,178
0,116
17
0,386
0,309
18
0,291
0,195
19
0,257
0,141
20
0,363
0,295
21
0,270
0,173
22
0,482*
0,375
23
0,456
0,352
24
0,692*
0,617
25
0,595*
0,504
26
0,730*
0,663
27
0,561*
0,465
28
0,693*
0,623
29
0,559*
0,463
30
0,431
0,338
31
0,206
0,161
32
.
0,0
33
0,009
0,072
34
.
0,00
35
.
0,00
31
Nilai validitas tiap item kuesioner didasarkan bila r hitung lebih besar dari r tabel yaitu 0,3610. Berdasarkan tabel diatas, pertanyaan yang valid adalah pertanyaan nomer 8, 14, 22, 24, 25, 26, 27, 28, dan 29 4.4. Korelasi dan Regresi Dengan metode regresi didapatkan hasil sebagai berikut : Tabel 4.6 Anova Model
Sum of Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
Regression
288,761
1
288,761
45,371
0.000
Residual
178,205
28
6,346
Total
466,967
29
Berdasarkan tabel diatas nilai Significancy test homogenity of variences menunjukkan angka 0,000 (p<0,05). Karena p<0,05, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji.28 Tabel 4.7 Coefficient Coefficients Unstandardized
Standardized Coefficients
Model
B
Std. Error
1 (constant)
2.324
3.050
Usia
2.108
0.313
Beta
0.786
t
Sig.
0.762
0.453
6.736
0.000
Variabel dependent : total skor
Tabel 4.8 Model Summary Model 1
R 0,786
R Square 0,618
Adjusted R Std. Error of Square
the Estimate
0,605
2,52279
Berdasarkan tabel diatas didapatkan nilai R 0,786, nilai ini menunjukkan besarnya korelasi variabel. Jadi, terdapat korelasi positif antara umur anak dengan total skor kuesioner dengan kekuatan hubungan sebesar 0,786. Untuk nilai R Square didapatkan hasil 0,618. Nilai R Square mengukur seberapa besar kontribusi atau peran variabel independent (usia) dalam menjelaskan variabel
32
dependent (total skor). Jadi, usia memiliki kontribusi sebesar 0,618 dalam menjelaskan total skor.31 Berdasarkan tabel diatas, dapat dibuat persamaan regresi yang dinyatakan sebagai sebuah fungsi Y=f(x). Dari hasil penelitian didapatkan grafik dan persamaan regresi sebagai berikut dengan y sebagai total skor dan x sebagai usia:
Total skor
Grafik Regresi Linear 35 30 25 20 15 10 5 0
y = 2,108x + 2,323
0
2
4
6
8
10
12
14
Umur (bulan)
Grafik 4.1 Kurva regresi linear Tabel dibawah ini adalah tabel perbandingan total skor kuesioner LittlEars dalam beberapa bahasa dibandingkan dengan bahasa Indonesia. Tabel 4.9 Perbandingan total skor kuesioner LittlEars dalam beberapa bahasa Jerman
Hebrew
Arabic
Spanish
Bahasa Indonesia
7 bulan
18,5
17,7
17,7
17,3
17,1
8 bulan
20,7
19,9
19,6
23,3
19,2
9 bulan
22,8
22,1
21,4
25,0
21,3
10 bulan
25,2
24,3
23,4
26,8
23,4
11 bulan
27,2
26,4
25,2
28,6
25,5
12 bulan
29,3
28,6
27,0
30,3
27,6
Usia anak
33
BAB 5
DISKUSI 5.1. Karakteristik Responden Subjek pada penelitian ini terdiri dari 30 anak, 70% anak laki-laki dan 30% anak perempuan dengan karakteristik yang akan dibahas adalah umur, pendidikan orang tua, lama orang tua berinteraksi dengan anak per hari dan jenis kelamin. Umur subjek yang terlibat dalam penelitian ini antara 7-12 bulan dengan rerata 9,6 bulan. Rentangan umur ini merupakan rentangan umur yang sesuai untuk penelitian ini. Total skor dan item pertanyaan yang valid dalam penelitian ini sesuai dengan perkembangan respon pendengaran anak terhadap usia berdasarkan teori yang ada. Saat bayi lahir mereka bersiap untuk menanggapi dan memproses suara. Namun, saat lahir pendengaran mereka belum sempurna dalam beberapa aspek. Beberapa aspek seperti frekuensi dan resolusi temporal matang pada bulan keenam postnatal. Aspek lain dalam pendengaran seperti sensitivitas, intensitas, dan proses suara yang kompleks berkembang dari bayi sampai masa anakanak.32,33,34 Kemampuan respon pendengaran seorang anak berbanding lurus dengan tingkat usia anak tersebut. Pendengaran adalah salah satu dari 4 aspek kemampuan fungsional yang kita amati pada penilaian perkembangan anak seperti yang telah dijelaskan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Keempat aspek kemampuan fungsional tersebut adalah motorik kasar, motorik halus dan penglihatan, berbicara, bahasa dan pendengaran serta sosial emosi dan perilaku. Adanya kekurangan pada salah satu aspek kemampuan tersebut dapat mempengaruhi aspek yang lain.4 Sebagai contoh, bila seorang anak mengalami gangguan pendengaran maka ia akan mengalami gangguan pada aspek lain, salah satunya adalah kemampuan bicara. Proporsi bicara yang tersedia untuk pendengar adalah prediktor kuat dari pengenalan kata-kata pada gangguan perkembangan bicara (delay speech).35
33
34
Perkembangan motorik secara umum dibagi menjadi motorik kasar dan motorik halus. Perkembangan motorik kasar, yang meliputi kemampuan gerak tubuh secara keseluruhan, telah ditunjukkan untuk mempengaruhi kemandirian bayi dan perawatan diri. Misalnya, berjalan tanpa bantuan diikuti dengan perubahan emosional yang mencerminkan otonomi dan ketegasan, meningkatkan keterampilan sosial, dan interaksi.36 Kemajuan dalam perkembangan motorik memungkinkan bayi untuk mengeksplorasi lingkungan mereka, mengembangkan fungsi kognitif, sosial, dan pengembangan persepsi. Perkembangan motorik yang memadai diperlukan untuk pengembangan visual-perseptual dan kognitif pada masa bayi. Dengan peningkatan kemampuan, bayi mampu menjangkau benda-benda baru dan tempattempat baru, meningkatkan kesempatan untuk eksplorasi. Bulan ke-9 merupakan masa penting bagi perkembangan motorik, karena menandai awal berdiri dan ketarampilan menggapai sesuatu. Kebanyakan bayi pada usia ini berada pada fase transisi kemapuan motorik ke tahap yang lebih lanjut.36 Motorik
halus
dapat
diartikan
sebagai
kemampuan
untuk
mengkoordinasikan penggunaan mata dan tangan bersama-sama dalam pola gerakan yang tepat dan adaptif. Kebanyakan bayi pada usia 9 bulan mampu memegang sesuatu lebih baik dan dapat menjepit suatu benda dengan jari mereka.36 Sosial dan budaya memiliki pengaruh terhadap perkembangan seorang bayi. Faktor sosial budaya, seperti asal negara, dapat mempengaruhi perkembangan motorik karena keyakinan dan sikap dapat mendorong atau menghambat beberapa bentuk perilaku motorik. Misalnya, pada salah satu suku di Afrika, untuk mendorong keterampilan duduk tegak, bayi diletakkan dalam lubang khusus di dalam tanah yang telah dibuat untuk membantu mendukung punggung mereka atau selimut yang terletak di sekitar mereka. Bayi dalam budaya Kipsigis belajar untuk duduk lebih awal dari bayi berkulit putih di Amerika Serikat, di mana ritual atau kebudayaan seperti itu tidak dilakukan.36 Erikson mengusulkan teori mengenai perkembangan psikososial. Ia meyakini bahwa perkembangan psikososial terjadi selama masa hidup manusia tersebut. Teori Erikson memberikan wawasan baru ke dalam pembentukan
35
kepribadian yang sehat. Teori ini menekankan aspek sosial dan emosional pertumbuhan. Kepribadian anak-anak berkembang menanggapi perubahan lingkungan sosialnya. Hal yang sama berlaku pula pada keterampilan mereka untuk melakukan interaksi sosial. Teori Erikson mencakup delapan tahap. Pada setiap tahap, sebuah konflik sosial atau krisis terjadi. Konflik sosial ini membutuhkan solusi yang memuaskan baik secara pribadi maupun sosial. Erikson percaya bahwa setiap tahap harus diselesaikan sebelum seorang anak bisa naik ke tahap berikutnya.37 Selama 18 bulan pertama kehidupan, anak-anak belajar pada tahap trust or mistrust terhadap lingkungan mereka. Untuk mengembangkan kepercayaan, mereka harus merasakan kasih sayang, kehangatan, perhatian penuh dari orang sekitar. Mereka membutuhkan seseorang
yang dapat memahami sinyal yang
mereka berikan. Ketika bayi tertekan atau bersedih, mereka perlu dihibur. Jika mereka mendapat hal tersebut maka mereka akan mengembangkan rasa percaya diri dan percaya bahwa dunia atau lingkungan sekitarnya aman dan dapat diandalkan.37 Perkembangan kognitif mengacu pada pertumbuhan progresif dan berkelanjutan dari segi persepsi, memori, imajinasi, dan akal, ini merupakan hubungan intelektual dari satu adaptasi biologi terhadap lingkungan. Menurut Piaget, perkembangan kognitif didasarkan terutama pada empat faktor: kematangan, pengalaman fisik, interaksi sosial, dan perkembangan umum terhadap keseimbangan. Ada empat tahap kognitif perkembangan yang dikategorikan oleh Piaget, sensorimotor (lahir sampai 2 tahun), praoperasional (2-7 tahun), konkrit (7-11 tahun), formal (11-15 tahun). Pada tahap sensorimotor anak benar-benar refleksif dan bereaksi terhadap rangsangan yang berasal dari lingkungan. Hasil masukan sensorik misalnya, anak mengisap dalam menanggapi rangsangan pada wajah atau pipi karena mereka sebelumnya terbiasa dengan refleks asi. Melalui paparan berulang, anak belajar bahwa botol menyediakan nutrisi dan mulai menghisap bila melihat botol. Anak itu kemudian mulai untuk mengambil peran lebih aktif saat makan dan upaya untuk memegang botol dan kemudian menyuapi diri sendiri. Piaget membagi tahap sensorimotor, menjadi 6 fase. Dua di antaranya adalah, reaksi melingkar sekunder (4-8 bulan): pola input-
36
output (skema) menjadi lebih kompleks. Seorang anak dapat menempatkan mainan di mulutnya berulang kali untuk memicu respons di lingkungan. Koordinasi reaksi (8-12 bulan): perilaku yang disengaja jelas terlihat dalam tahap ini. Seorang anak juga akan menggabungkan skema untuk mencapai efek yang diinginkan. Seorang anak akan meniru perilaku orang lain. Seorang anak akan menyadari bahwa benda memiliki sifat-sifat tertentu (misalnya, mainan digerakkan, bola dilemparkan).37 Pendidikan orang tua terbanyak adalah D3/S1 dengan persentase 53,3% dan terendah adalah SMP dengan persentase 13,3%. Hal ini menjelaskan kuesioner LittlEars pada penelitian ini dapat digunakan pada orang tua dengan tamatan SMP sampai D3/S1. Tidak ada kesulitan bagi orang tua dalam mengisi kuesioner karena kalimat yang ada pada kuesioner mudah dimengerti oleh orang tua dan adanya contoh untuk memperjelas maksud dari setiap pertanyaan yang diajukan. Jumlah orangtua yang berpendidikan menengah dan tinggi lebih banyak daripada yang berpendidikan rendah. Hal ini menunjukkan tingkat kesadaran yang lebih tinggi dalam memantau perkembangan anak. Kesadaran orangtua akan pentingnya deteksi dini gangguan pendengaran dan intervensi segera sangat mempengaruhi keberhasilan program skrining.38,39,40 Skrining pendengaran bayi secara bertahap menjadi isu global di negara yang memiliki dampak yang cukup merugikan dari bidang
kesehatan dan
sosioekonomi.41 Lebih dari dua dekade belakangan ini dua pertiga penderita gangguan pendengaran tinggal di negara berkembang dan 25% diantaranya memiliki onset sejak kecil. Secara global, gangguan pendengaran menduduki urutan disabilitas ketiga. Estimasi insiden 2-4 bayi dari 1.000 kelahiran. Sebagai rangsangan pendengaran yang memadai pada anak, usia dini merupakan dasar untuk perkembangan bicara secara optimal dan perkembangan bahasa. Semua cacat sensori di usia dini seperti gangguan pendengaran yang berasal dari kelahiran atau pada periode neonatal memerlukan perhatian khusus.42,43 Namun karena skrining pendengaran bayi baru lahir tidak universal diterapkan di banyak daerah, gangguan pendengaran pada anak-anak dideteksi terlambat di negara berkembang.44 Keterlambatan melakukan deteksi dini dan intervensi pendengaran (EHDI) dalam tahun pertama kehidupan yang terutama
37
terjadi di negara berkembang memiliki konsekuensi yang dapat merugikan terhadap kemampuan anak, seperti kemampuan berbicara, bahasa, perkembangan kognitif dan psikososial dan selanjutnya berdampak pada pendidikan dan perkembangan
pengetahuan
lanjutan.42,43,45
Individu
dengan
gangguan
pendengaran akan merasakan menjadi seorang pengangguran, memiliki tingkat edukasi yang lebih rendah, dan akan mempengaruhi pendapatan keluarga.46 Lama orang tua berinteraksi dengan anak sangat penting karena berpengaruh dengan hasil pengamatan orang tua terhadap kemampuan respon pendengaran anak tersebut. Selain itu, berdasarkan penelitian terdahulu orang tua yang mempunyai pola hubungan dengan anak yang cukup baik dalam berinteraksi dengan anak menyebabkan perkembangan anak mempunyai pencapaian yang baik. Pola hubungan orangtua-anak yang positif dengan memberikan perhatian dan kasih sayang, merupakan stimuli yang penting bagi perkembangan awal si anak. Bahkan bermain dan kasih sayang merupakan “makanan” yang penting untuk perkembangan anak.47 Lama orang tua berinteraksi dengan anak akan mempengaruhi tingkat kemampuan pendengaran anak. Variasi suara yang didapat pada usia dini akan menjadi stimuli dan memori bagi perkembangan pendengaran anak. Variasi alami dalam tinggi rendahnya suara (pitch) saat berbicara mengungkapkan pentingnya informasi linguistik dan emosional yang disampaikan bagi pendengar. Bayi berusia 7 bulan sebaiknya lebih disajikan dengan kata-kata yang diucapkan dengan emosi yang berisi senang, marah, atau netral prosodi. Pada usia ini wilayah pemrosesan suara diaktifkan lebih dalam untuk menanggapi perubahan emosi daripada menanggapi prosodi netral (perubahan nilai pitch selama pengucapan kalimat dilakukan atau pitch sebagai fungsi waktu), serta korteks frontal inferior kanan, yang berhubungan dengan persepsi emosi. Jadi variasi
dalam
nada
suara,
terkadang
harus
lebih
dipertajam
ketika
mengekspresikan emosi, hal ini dapat membantu bayi untuk memahami aspek penting pembicaraan.48 Dalam penelitian ini, rerata orang tua berinteraksi dengan anak adalah 10 jam per hari dengan minimum waktu orang tua berinteraksi 7 jam per hari. Pekerjaan orang tua yang sebagian besar adalah ibu rumah tangga membuat waktu
38
untuk menemani anak lebih lama. Dengan begitu orang tua dapat lebih memperhatikan
kemampuan
perkembangan
anak
diantaranya
adalah
perkembangan respon pendengaran. Perbedaan gender dalam hasil keluaran kesehatan dan perkembangan mungkin berhubungan dengan perbedaan gender dalam mengembangkan sistem saraf dan imunologi. Tingkat testosteron yang tinggi saat prenatal mengurangi perkembangan ukuran kelenjar timus, dan hasilnya berpengaruh terhadap sistem kekebalan tubuh pada janin laki-laki dan neonatus. Selain itu, tingkat testosteron yang tinggi saat perinatal berhubungan dengan lateralisasi yang lebih besar pada otak,
korpus
kallosum
yang lebih
kecil,
dan
penurunan
konektivitas
interhemispher pada anak laki-laki. Kemampuan otak laki-laki melebihi otak perempuan dalam hal visuospatial, sedangkan otak perempuan lebih baik dalam kemampuan verbal dan linguistik. Fungsi bahasa lebih asimetris pada otak lakilaki, dan hasilnya adalah kemampuan motorik halus dan bahasa yang lebih rendah pada laki-laki.49 Perbedaan jenis kelamin juga berpengaruh terhadap kecepatan dalam merespon sebuah suara. Estrogen mempengaruhi bagian otak tertentu, sehingga anak perempuan lebih cepat merespon terhadap suara yang diberikan daripada anak laki-laki.50 Hal ini berhubungan dengan suatu kepercayaan yang berkembang di masyarakat bahwa anak perempuan dianggap memiliki kemampuan mendengar yang lebih baik daripada anak laki-laki. Pengenalan suara yang baik tergantung pada kemampuan pendengar untuk mengumpulkan suara sasaran dari fragmen yang terjadi di daerah spektral dan temporal yang memiliki karakteristik dimana sinyal untuk rasio kebisingan/suara relatif tinggi.51 Stimulasi akustik dikenal untuk menginduksi aktivitas saraf di jalur pendengaran. Jalur ini terdiri dari saraf pendengaran, berbagai inti di batang otak, otak tengah, dan thalamus, dan beberapa daerah kortikal di permukaan superior dari lobus temporal. Namun suara juga dapat mengaktifkan neuron di daerah otak lainnya, seperti korteks frontal, striatum, hippocampus, dan amygdala. Dalam beberapa kasus, rangsangan suara terbukti terlibat di wilayah nonauditory yang bermakna atau dimasukkan ke dalam tugas yang memerlukan fungsi kognitif
39
biasanya ditempatkan ke lokasi perekaman (memori, proses emosional, perencanaan motorik).52 5.2. Sebaran Skor Pendengaran Dari hasil output terlihat bahwa median terletak agak ke atas kotak, whisker relatif simetris, dan tidak terdapat data outlier atau ekstrim. Menurut data yang ditampilkan boxplot, distribusi total skor normal. Dengan metode statistik deskriptif didapatkan hasil rata-rata skor pendengaran yaitu 22,63. Total skor maksimal adalah 29 dan total skor minimal adalah 16. Tidak ada sebaran skor pendengaran yang abnormal jika dilihat dari perbedaan tingkat pendidikan orang tua. Faktor psikologis responden seperti kecemasan akan adanya gangguan pendengaran pada bayi yang diasuh akan sangat mempengaruhi hasil kuesioner karena pemeriksaan ini bersifat subjektif.53,38 Menilai kenormalan distribusi total skor terhadap usia dapat kita lihat dari skewness dan kurtosis. Ukuran skewness adalah -0,123. Rasio skewness adalah -0,123/0,427 = -0,288 ini menunjukkan bahwa data berdistribusi normal karena berada diantara -2 sampai dengan 2. Ukuran kurtosis -1,045. Rasio kurtosis adalah -1,045/0,833 = -1,254, karena rasio kurtosis berada diantara -2 sampai dengan 2, data berdistribusi normal. Pada kelompok penelitian ini nilai rerata (22,63) bisa untuk menggambarkan populasi kemampuan untuk mengurutkan informasi. 5.3. Validitas dan Reliabilitas Untuk mengetahui apakah kuesioner yang dipakai sebagai instrumen pada penelitian ini dapat digunakan di Indonesia kita harus memeriksa tingkat validitas dan
reliabilitasnya.
Pertanyaan
pada
kuesioner
harus
mampu
untuk
mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut dengan kata lain kita harus mengetahaui ketepatan dan kecermatan alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya, untuk mengetahuinya kita dapat melakukan uji validitas. Ada beberapa metode yang digunakan dalam uji validitas salah satunya dengan korelasi Pearson Product Moment. Nilai validitas juga dapat dilihat dari Corrected Item Total Correlation pada pengujian reliabilitas.30,31 Interpretasi uji validitas bila menggunakan metode korelasi Pearson Product Moment adalah dengan melihat nilai r (kekuatan korelasi). Sangat lemah
40
jika r bernilai 0,00-0,199, lemah jika r bernilai 0,20-0,399, sedang jika r bernilai 0,40-0,599, kuat jika r bernilai 0,60-0,799, dan sangat kuat jika r bernilai 0,801,00. Dengan metode Pearson, didapatkan hasil 11 item pertanyaan tidak dapat dinilai karena semua responden menjawab dengan jawaban yang sama (ya/tidak). Terdapat 3 item pertanyaan dengan nilai validitas kuat (pertanyaan nomer urut 24, 26, dan 28). Untuk tingkat kekuatan korelasi sedang ada 9 item pertanyaan (pertanyaan nomer urut 8, 14, 15, 22, 23, 25, 27, 29, 30). Jika kita ingin mengetahui validitas dengan melihat nilai Corrected Item Total Correlation maka didapatkan hasil yang tidak jauh berbeda. Instrumen dikatakan valid jika nilai r hitung lebih besar dari r tabel. Nilai r tabel adalah 0,3610 (dengan degree of freedom = n-k, dalam hal ini 30-2 atau df 28 dan satu daerah sisi pengujian dengan alpha 0,05). Dari analisis output pada uji reliabilitas, pertanyaan yang valid adalah pertanyaan nomer 8, 14, 22, 24, 25, 26, 27, 28, dan 29. Untuk pertanyaan lain tidak valid karena untuk pertanyaan 30 sampai 35 hampir semua responden menjawab tidak dan sisanya tidak valid karena hampir semua responden menjawab ya. Berikut adalah tabel pertanyaan valid dari yang tertinggi sampai terendah: Tabel 5.1 Urutan nilai validitas dengan metode corrected item-total correlation No.
Nomor urut pertanyaan
Nilai validitas
1
26
0,633
2
28
0,623
3
24
0,617
4
25
0,504
5
14
0,488
6
27
0,465
7
29
0,463
8
8
0,444
9
22
0,375
Untuk mengetahui konsistensi dari jawaban seseorang kita dapat melakukan uji reliabilitas. Salah satu metode yang sering digunakan adalah Cronbach’s alpha. Dengan metode statistik reliabilitas didapatkan hasil cronbach’s alpha sebesar 0,973. Berdasarkan teori yang disampaikan oleh
41
Danang Sunyoto dalam Analisis Validitas dan Asumsi Klasik dijelaskan bahwa penelitian dikatakan reliabel jika nilai cronbach’s alpha >0,5. Dalam penelitian ini nilai alpha 0,973 angka ini lebih besar dari 0,5 maka dapat disimpulkan bahwa penelitian bersifat reliabel.30 5.4. Korelasi dan Regresi Korelasi adalah pengukuran hubungan antarvariabel. Mengukur derajat hubungan dengan metode korelasi yaitu koefisien korelasi r. Dalam hal ini, dengan tegas dinyatakan bahwa dalam analisis korelasi tidak mempersoalkan apakah variabel yang satu tergantung pada variabel yang lain atau sebaliknya. Korelasi antara total skor sebagai variabel dependent dan usia sebagai variabel independent didapatkan hasil sebesar 0,786. R square adalah sama dengan koefisien determinasi R kuadrat yang menunjukkan variasi keragaman total skor yang dapat diterangkan oleh variasi variabel usia, atau dapat diartikan bahwa 0,618 dari variabel tak bebas (total skor) dipengaruhi oleh variabel bebas (usia). Jika dilihat dari hubungan antara total skor dan usia terdapat dua responden yang letaknya paling jauh dari garis linear jika dibandingkan dengan 28 responden lain. Tetapi, jika kita bandingkan dengan penelitian terdahulu total skor kedua responden masih terletak dalam batas total minimum (minimum value) dari total yang diharapkan (expected value). Angka ini menguatkana pernyataan bahwa responden dalam penelitian ini memenuhi kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya, baik kriteria inklusi maupun kriteria eksklusi. Dan tidak terdapat responden yang mengalami keterlambatan respon pendengaran sesuai usia masing-masing. Jika kita perhatikan tabel perbandingan total skor dalam beberapa bahasa, terdapat perbedaan 0,2–1,8 point antara kuesioner LittlEars dalam bahasa Indonesia dengan kuesioner LittlEars dalam bahasa asing. Hal ini dapat disebabkan karena beberapa hal diantaranya adalah pengaruh sosio ekonomi. Seperti yang telah dijelaskan dalam tumbuh kembang anak IDAI bahwa penelitian di Eropa dan Indonesia menunjukkan bahwa anak kelompok sosial ekonomi baik mempunyai ukuran tumbuh kembang lebih tinggi dibandingkan dengan anak keluarga ekonomi menengah kebawah. Karena Indonesia adalah contoh negara berkembang dalam tabel perbandingan total skor diatas, maka jika dibandingkan
42
dengan total skor lain, nilai total skor bahasa sedikit dibawah total skor negara maju seperti Jerman dan Spanyol.4 Jika dianalisa maka total skor yang didapat sesuai dengan standar perkembangan pendengaran anak yang dibuat oleh IDAI.
Bila anak telah
mencapai usia 7-12 bulan maka anak tersebut terkejut terhadap suara keras memutar kepala dengan cepat dan mengidentifikasi sumber bunyi dengan tepat, mulai meniru suara dalam lagu kemampuan berbicara sendiri atau minimal menyuarakan secara timbal balik dengan orang dewasa dan respon terhadap nama. Perkembangan respon pendengaran ini diikuti dengan perkembangan bicara dan bahasa. Jika anak telah mencapai usia 7-12 bulan maka anak tersebut dapat menggabungkan kata/suku kata yang tidak mengandung arti, seperti bahasa asing (jargon); usia 10 bulan mampu meniru suara (echolalia), mengerti kata perintah sedehana: kesini, mengerti nama objek sederhana: sepatu, cangkir.4 Kegiatan skrining bayi baru lahir di wilayah Asia Pasifik sangat penting sejak lahir ada sekitar 68 juta bayi lahir di dunia, dari jumlah tersebut, sekitar 85% lahir di lima negara (China, India, Indonesia, Bangladesh, Paskistan), yang belum menyelenggarakan skrining bayi baru lahir untuk setengah atau lebih dari populasi bayi mereka.54 Skrining
adalah
aplikasi
sistemik
tes
atau
penyelidikan,
untuk
mengidentifikasi individu yang berisiko cukup untuk mendapatkan keuntungan dari penyelidikan lebih lanjut atau tindakan preventif langsung. Prinsip-prinsip etika untuk skrining pendengaran pada bayi baru lahir, terdiri dari otonomi orang tua (kewajiban untuk menghormati pengambilan keputusan kapasitas orang tua untuk memilih atau menolak skrining), non-maleficence (kewajiban untuk menghindari menyebabkan kerugian bagi orang tua atau anak), beneficence (kewajiban untuk bertindak untuk kepentingan orang tua dan anak, dan untuk menyeimbangkan manfaat terhadap resiko), justice (kewajiban keadilan dalam distribusi manfaat dan risiko, dan untuk menjamin akses yang adil dalam skrining).55,56 Program skrining memiliki potensial yang besar untuk memungkinkan identifikasi dan intervensi gangguan pendengaran yang efektif dan dapat menjadi jalan keluar sebagai solusi dari efek merugikan bagi individu dan masyarakat
43
terkait gangguan pendengaran. Diperlukan
peningkatkan kesadaran diantara
pembuat kebijakan, tenaga kesehatan profesional, dan masyarakat umum, serta peran penting dari sarana deteksi dini dan intervensi dini dalam penanganan kasus gangguan pendengaran pada anak-anak.57 Berdasarkan penjelasan diatas didapatkan hasil bahwa kuesioner LittlEars dapat digunakan sebagai instrument pengukuran pendengaran anak usia 7-12 bulan di Jakarta. 5.5. Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan, antara lain: 5.5.1. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang meneliti variabel terikat dan variabel bebas pada waktu yang sama sehingga tidak bisa memberikan penjelasan yang pasti tentang adanya hubungan sebab akibat. Hasil yang didapatkan hanya menunjukkan variabel dalam satu waktu tertentu. Hal ini dikarenakan oleh ketidakmungkinan peneliti untuk mengikuti jangka waktu penelitian jika peneliti melakukan study cohort atau case control. 5.5.2. Asal Populasi Peneliti hanya mengambil sampel dari satu rumah sakit saja, sehingga ada kemungkinan yang tidak terhindarkan untuk terjadinya bias saat pemilihan, informasi yang didapatkan, serta faktor perancu. 5.5.3. Tidak Dapat Meneliti Faktor Lain Selain menggunakan kuesioner, masih banyak pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis fungsi pendengaran seorang anak seperti pemeriksaan OAE dan ABR. Namun tidak dapat dinilai karena keterbatasan faslitas yang tersedia.
44
BAB 6
SIMPULAN DAN SARAN 6.1. Simpulan Berdasarkan hasil pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kuesioner LittlEars berbahasa Indonesia dapat digunakan untuk mendeteksi tumbuh kembang pendengaran anak usia 7-12 bulan di Jakarta. Oleh karena nilai alpha 0,973 maka disimpulkan kuesioner ini valid. Untuk korelasi antara total skor LittlEars dan usia sebesar 0,786 dengan nilai p 0,000. 6.2. Saran Pada penelitian selanjutnya disarankan : 1. Perlu dilakukan penelitian korelasi antara kuesioner LittlEars dengan pemeriksaan objektif yaitu dengan OAE/ABR 2. Perlu dilakukan penelitian sejenis pada beberapa tempat dengan kebudayaan dan pendidikan yang berbeda di Indonesia
44
45
DAFTAR PUSTAKA 1. World Health Organization. Newborn and Infant Hearing Screening. Outcome of a WHO Informal Consultation Held at WHO Headquarters, Geneva, Switzerland, 09-10 November 2009 2. Ptok, M. Early Detection of Hearing Impairment in Newborns and Infants. Deutsches Arzteblatt International. 2011; 108(25): 426-31. Diunduh dari http://ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3139414 pada tanggal 13 Januari 2013 3. Bashiruddin, J. Newborn Hearing Screening in Six Hospitals in Jakarta and Surroundings. Majalah Kedokteran Indonesia. Volume 59, Nomor 2, Februari 2009 4. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Tumbuh Kembang Anak. Edisi 1. Jakarta: Sagung Seto. 2002 5. National Institute on Deafness and Other Communication Disorder (NIDCD). Newborn Hearing Screening. National Institutes of Health. 2010. Diunduh dari http://nidcd.nih.gov pada tanggal 13 Januari 2013 6. Anderson, K. L., et al. American Academy of Audiology Childhood Hearing Screening Guidelines. September 2011; 1-58. Diunduh dari http://cdc.gov/ncbddd/hearingloss/documents pada tanggal 13 Januari 201 7. Rundjan L, Amir I, Suwento R, Mangunatmadja I. 2005. Skrining Gangguan Pendengaran pada Neonatus Risiko Tinggi. Sari Pediatri, Vol. 6, No. 4, Maret 2005: 149-54 8. Obrycka, A., Garcia, J-L. P., Pankowska, A., Lorens, A., Skarzynski, H. Production and Evaluation of a Polish Version of The LittlEars Questionnaire for The Assessment of Auditory Development in Infants. International Journal of Pediatric Otolaryngology 73. 2009: 1035-1042. Diunduh dari http://elsevier.com/locate/ijporl pada tanggal 13 Januari 2013 9. Geal-Dor, M., Jbarah, R., Meilijson, S., Adelman, C., Levi, H. The Hebrew and The Arabic Version of The LittlEars Auditory Questionnaire for The Assessment of Auditory Development: Results in Normal Hearing Children and Children with Cochlear Implants. International Journal of Pediatric Otolaryngology 75. 2011: 1327-1332. Diunduh dari http://elsevier.com/locate/ijporl pada tanggal 13 Januari 2013 10. Spitzer, J. B., Zavala, J. S. Development of Spanish Version of The LittlEars Parental Questionnaire for Use in The United States and Latin America. Audiology Research. 2011: 23-29. Diunduh dari http://audiologyresearch.org pada tanggal 13 Januari 2013
45
46
11. Sadler, T. W. Langman Embriologi Kedokteran. Edisi 10. Jakarta : EGC. 2009 12. Alberti, P. W. The Anatomy and Physiology of The Ear and Hearing. Canada: University of Toronto; 53-62. Diunduh dari http://who.int pada tanggal 13 Januari 2013 13. Sherwood, L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta : EGC. 2011 14. Boeis, L. R., Adams, G. L., Higler, P. A. BOEIS Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta : EGC. 1997 15. Martini, F., Nath, J., Bartholomew, E. Fundamental of Anatomy and Physiology. Ninth Edition. USA : Benjamin Cummings. 2012 16. Van De Water, T.R., Staecker, H. Otolaryngology Basic Science and Clinical Review. New York: Thieme. 2005 17. Tortora, G. J., Derrickson, B. H. Principles of Anatomy and Physiology 12th Edition Volume 1. United Stated: John Wiley & Sons. 2009: 620-633 18. Guyton, A. C., Hall, J. E. Textbook of Medical Physiology. Eleventh Edition. Philadelphia: Elsevier Saunders. 2006 19. Behrman, W., Kliegman, R., Arvin, A. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Volume 3. Jakarta : EGC. 2000 20. Abla Ghanie. Skrining Pendengaran pada Bayi Baru Lahir di Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang. Palembang: Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya; 2010. Diunduh dari http://eprints.unsri.ac.id/id/eprint/864 pada tanggal 18 Maret 2012 21. Johnson, J. L., White, K. R., Widen, J. E., Gravel, J. S., James, M., Kennaller, T., et al. A Multicenter Study to Examine the Efficacy of the Otoacoustic Emission/Automated Auditory Brainstem Response Newborn Hearing Screening Protocol: Introduction and Overview of the Study. American Journal of Audiology. Vol 14, Desember 2005: S178-S185. Diunduh dari http://ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16489862 pada tanggal 18 Maret 2012 22. Bagatto, M.P. Application of The University of Western Ontario Pediatric Audiological Monitoring Protocol (UWO PedAMP). Audiology Practices Vol.3, No.4; 41-46. Diunduh dari http://ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22194316 pada tanggal 18 Maret 2012
47
23. Berg, A. L., Prieve, B. A., Serpanos, Y. C., Wheaton, M. A. Hearing Screening in a Well-Infant nursery: Profile of Automated ABR-Fail/OAEPass. Official Journal of The American Academy of Pediatrics. 2011: 269274. Diunduh dari http://pediatrics.aappublications.org pada tanggal 18 Maret 2012 24. Joint Committee on Infant Hearing: Official Journal of The American Academy of pediatrics. Year 2007 Position Statement: Principles and Guidelines for Early Hearing Detection and Intervention Programs. Pediatrics 2007; 120-898. diunduh dari http://pediatrics.aappublications.org/content/120/4/898.full.html pada tanggal 13 Januari 2013 25. Choo D, Meinzen-Derr J. Universal Newborn Hearing Screening in 2010. Curr Opin Otolaryngol Head Neck Surg. Oktober 2010; 18(5): 399-404. Diunduh dari http://ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20808221 pada tanggal 13 januari 2013 26. Buku Panduan Tatalaksana Bayi Baru Lahir di Rumah Sakit. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementrian Kesehatan RI. 2010 27. Al-Qur‟an 28. Dahlan, Sopiyudin. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel. Jakarta: Salemba Medika. 2009 29. Dahlan, Sopiyudin. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. 2009 30. Sunyoto, Danang. Analisis Validitas dan Asumsi Klasik. Jakarta: Gava Medika. 2012 31. Wijaya, Tony. Cepat Menguasai SPSS 20 untuk Olah Data dan Interpretasi Hasil. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka. 2012 32. Werner, Lynne. Infant Auditory Capabilities. Current Opinion in Otalaringology and Neck Surgery 2002 Lippincott Williams and Wilkins, Inc., 10:398-402. Diunduh dari http://faculty.washington.edu/lawerner/IHL/page11/files/werner02.pdf pada tanggal 29 Agustus 2013 33. Graven, Stanley., Browne, Joy. Auditory Development in the Fetus and Infant. Elsevier, Inc. 2008. Diunduh dari http://wonderbabies.co.org pada tanggal 28 Agustus 2013 34. Proctor, Rosalyn., Compton, Mary. Perceptual Development.2004. diunduh dari http://center.uncg.edu/content/v2/m3/m3_learner.pdf pada tanggal 28 Agustus 2013
48
35. Kidd, Gary R., Humes, Larry, R. Effects of Age and Hearing Loss on the Recognition Words in Isolation and in Sentence. Acoustical Society of America. 2012: 1434-48 36. Barroso, Rosa M A., Schapiro, Lauren., Liang, Weilang., et al. Motor Development in 9-Month-Old Infant in Relation to Cultural Differences and Iron Status. Wiley Periodicals, Inc. Dev Psychobiol. 2011: 53(2): 196210 37. Bartolotta, Theresa E., Shulman, Brian B. Child Development. Jones and Barlett Publishers. 35-53 38. Andriani, Rini., Sekartini, Rini., Suwento, Ronny., et al. Peran Instrumen Modifikasi Tes Daya Dengar sebagai Alat Skrining Gangguan Pendengaran pada Bayi Risiko Tinggi Usia 0-6 Bulan. Sari Pediatri Vol 12, No. 3, Oktober 2010: 174-83 39. Prince CB, Miyashiro L, Weirather Y, Heu P, Aghova L. Epidemiology of Early Hearing Loss Detection in Hawaii. Pediatrics. 2006;111:1202-6 40. Olusanya BO, Parker S. Community-based Infant Hearing Screening in a Developing Country: Parental Uptake of Follow-up Services. BMC Public Health 2009;9:66 41. Olusanya, B O., Luxon, L M., Wirz S L. Infant Hearing Screening: Route to Informed Choice. Arch Dis Child 2004;89:1039-1040. . Diunduh dari http://adc.bmj.com pada tanggal 30 Agustus 2013 42. Olusanya, Bolajoko., Swenapoel, De W., Chapchap, Monica J., Castillo, Salvador J., et al. Progress Towards Early Detection Services for Infants with Hearing Loss in Developing Countries. BMC Health Services Research. 31 January 2007. 1-15. Diunduh dari http://biomedcentral.com/1472-6963/7/14 pada tanggal 30 Agustus 2013 43. Kang, Min Young., Jeong, Sung Wook., Kim, Lee Suk. Changes in the Hearing Tresholds of Infants Who Failed the Newborn Hearing Screening Test and in Infants Treated in the Neonatal Intensive Care Unit. Clinical and Experimental Otorhinolaryngology. Vol 5. April 2012: 532-36. Diunduh dari http://dx.doi.org/10.3342.cei.2012.5.S1.S32 pada tanggal 30 Agustus 2013 44. Samelli, Alessandra G., Rabelo, Camila M., Vespasiano, Ana P. Development and Analysis of a Low-cost Screening Tool to Identify and Classify Hearing Loss in Children: a Proposal for Developing Countries. Clinics. 2011;66(11): 1943-48. Diunduh dari http://creativecommons.org/licenses/by-nc/3.0/ pada tanggal 30 Agustus 2013
49
45. Tobe, Ruoyan Gai., Mori, Rintaro., Huang, Lihui., et al. Cost-Effectiveness Analysis of a National Neonatal Hearing Screening Program in China: Conditions for the Scale-up. Plos One. Januari 2013. Volume 8(1): e51990: 1-9. Diunduh dari http://plsone.org pada tanggal 30 Agustus 2013 46. Liang, Qi., Mason, Brendan. Enter the Dragon-China’s Journey to the Hearing World. Cochlear Implants International. 2013. Vol 14:26-31 47. Ariani, Tutu A. Korelasi Pola Hubungan Orangtua Anak dan Keberfungsian Keluarga dengan Perkembangan Anak Usia Prasekolah. Magister Kedokteran Keluarga Universitas Sebelas Maret 2009. Diunduh dari http://eprints.uns.ac.id/8770/1/149311608201002341.pdf pada tanggal 29 Agustus 2013 48. Deroche, Mickael L D., Zion, Daniele J., Schurman, Jaclyn R., et al. Sensitivity of School-Aged Children to Pitch-Related Cues. Journal Acoustical Society of America 131 (4). 2012: 2938-47 49. Cho, June., Davis, Diane Holditch., Miles, Margareth S. Effects of Gender on the Health and Development of Medically At-Risk Infants. J Obstet Gynecol Neonatal Nurs. September 2010: 39(5): 536-49 50. Krizman, Jennifer., Skoe, Erika., Kraus, Nina. Sex Differences in Auditory Subcortical Function. Iternational Federation of Clinical Neurophysiology. Elsevier. 2012:590-97. Diunduh dari http://elsevier.com/locate/clinhp pada tanggal 30 Agustus 2013 51. Hall, Joseph W., Buss, Emily., Grose, John H., Roush, Patricia. Effect of Age and Hearing Impairment on the Ability to Benefit from Temporal and Spectral Modulation. Ear Hear. 2012: 33(3): 340-48 52. Langers, Dave., Melcher Jennifer. Hearing Without Listening: Functional Connectivity Reveals the Engagement of Multiple Nonauditory Networks During Basic Sound Processing. Brain Connectivity. Mary Ann Liebert, Inc.2011. Volume 1(3): 233-45 53. Newton VE, Macharia I, Mugwe P, Ototo B, Kan SW. Evaluation of the Use of a Questionnaire to Detect Hearing Loss in Kenyan Pre-school Children. Int J Pediatr Otorhinolaryngology 2001;57:229-34 54. Padilla, Carmencita D., L, Bradford., Jr, Therrel. Consolidating Newborn Screening Efforts in the Asia Pacific Region. Networking and Shared Education. Springer-Verlag 2012. J Community Genet 3:3555. Olusanya, B O., Luxon, L M., Wirz, S L. Ethical Issues in Screening for Hearing Impairment in Newborn in Developing Countries. J Med Ethics 2006;32:588-591. Diunduh dari http://jmedethics.com pada tanggal 30 Agustus 2013
50
56. Gray, J A M. New Concepts in Screening. British Journal General Practice. April 2004, 54, 292-98 57. Skarzynski, Henryk., Piotrowska, Anna. Prevention of Communication Disorders-Screening Pre-school and School Age Children For problems with hearing, Vision and Speech: European Consensus Statement. Med Sci Monit. 2012; 18(4): SR 17-21. Diunduh dari http://medscimonit.com/fulltxt.php?ICID-882603 pada tanggal 30 Agustus 2013
51
LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Littlears Lembar Penjelasan dan Pernyataan (Informed Consent) Responden Adaptasi Kuesioner LittlEars Berbahasa Indonesia Untuk Perkembangan Pendengaran Anak Usia 0-24 Bulan Assalamu‟alaikum Wr. Wb. Daftar pertanyaan (kuesioner) ini bertujuan untuk mengadaptasikan kuesioner perkembangan pendengaran pada anak usia 0-24 bulan di Indonesia dan mengetahui rentang skor normal pada berbagai usia anak. Hasil dari kuesioner ini hanya semata-mata untuk data penyusunan skripsi kami mengenai adaptasi kuesioner perkembangan pendengaran pada anak usia 0-24 bulan di Indonesia. Maka
dengan
segala
kerendahan
hati
kami
mohon
kesediaan
Bapak/Ibu/Saudara/i mengisi daftar pertanyaan (kuesioner) dengan lengkap dan betul-betul menggambarkan kondisi yang ada dan bersedia untuk mengisi kembali kuesioner ini dalam rentang 2 minggu sampai 1 bulan. Kerahasiaan hasil kuesioner ini sangat terjaga dan hanya digunakan untuk menyelesaikan studi kami pada Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jika Bapak/Ibu/Saudara/i bersedia untuk menjadi responden untuk kuesioner ini silahkan bertanda tangan di bawah ini. Terima Kasih atas waktu yang telah Bapak/Ibu/Saudara/i luangkan untuk mengisi kuesioner ini. Wassalamu‟alaikum Wr. Wb.
Pewawancara,
Responden,
51
52
(Lanjutan) Keterangan Responden Penelitian Tanggal:
Nama Anak: Tanggal Lahir Anak: Usia: Nama Orang Tua/Wali: Nomor yang bisa dihubungi. Rumah : Hp
:
Pekerjaan Orang Tua/Wali: Pendidikan Orang Tua/Wali: Lama berinteraksi dengan anak (jam/hari): Riwayat selama kehamilan:
- Rutin cek ke dokter (ya/tidak) - Konsumsi obat/jamu (ya/tidak) - Sakit selama kehamilan (ya/tidak) - Riwayat infeksi selama kehamilan (ya/tidak)
Riwayat kelahiran :
- Lahir cukup bulan, ≥37 minggu (ya/tidak) - Berat lahir > 2kg (ya/tidak) - Normal/tidak - Perlu alat bantu nafas (ya/tidak) - Riwayat kuning (ya/tidak)
Riwayat anak: - Imunisasi rutin sesuai jadwal (ya/tidak) - Anak sering pilek (ya/tidak)
53
(Lanjutan) No. Respon Auditori 1 Apakah anak Anda merespon suara yang sudah lazim? 2 Apakah anak Anda mendengar orang lain yang sedang berbicara?
Jawaban ( ) Ya ( ) Tidak ( ) Ya ( ) Tidak
3
Ketika seseorang berbicara, apakah anak Anda menoleh ke arah pembicara? Apakah anak Anda tertarik dengan mainan yang mengeluarkan suara atau bunyi? Apakah anak Anda mencari orang yang berbicara yang tidak terlihat olehnya? Apakah anak Anda mendengarkan ketika radio/pemutar CD/pemutar kaset dimainkan? Apakah anak Anda merespon suara yang jauh? Apakah anak Anda berhenti menangis ketika Anda berbicara dengannya walaupun ia tidak melihat Apakah Anda? anak Anda merespon dengan ketakutan (kegelisahan) ketika mendengar suara marah? Apakah anak Anda “mengenali” tanda-tanda akustik? Apakah anak Anda mencari sumber suara yang berada di kiri, kanan, atau belakangnya?
( ) Ya ( ) Tidak
( ( ( (
) Ya ) Tidak ) Ya ) Tidak
Apakah anak Anda bereaksi ketika nama dipanggil? Apakah anak Anda mencari sumber suara yang berada di atas adau bawahnya? Ketika anak Anda sedih atau murung, bisakah ia ditenangkan atau dipengaruhi dengan musik? Apakah anak Anda mendengarkan di telepon dan apakah ia tampak mengetahui adanya orang yang sedang berbicara? Apakah anak Anda merespon musik dengan gerakan ritmik? Apakah anak Anda mengetahui bahwa suara tertentu berhubungan dengan objek atau kejadian tertentu? Apakah anak Anda merespon dengan sesuai terhadap ucapan pendek atau sederhana?
( ( ( (
) Ya ) Tidak ) Ya ) Tidak
4
5
6
7 8
9
10 11
12 13
14
15
16 17
18
( ) Ya ( ) Tidak
Contoh Tersenyum; melihat ke arah sumber; berbicara dengan mimik Mendengar; menunggu dan mendengar; melihat ke arah orang yang berbicara untuk waktu yang lama
Mainan yang diremas berbunyi kertak- kertuk
( ) Ya ( ) Tidak ( ) Ya ( ) Tidak ( ( ( (
) Ya ) Tidak ) Ya ) Tidak
( ) Ya ( ) Tidak
Mendengar: menoleh ke arah suara, memperhatikan, tertawa atau bernyanyi/berbicara “mengikuti suara” Ketika di panggil di ruang lain Anda mencoba membuat nyaman sang anak dengan suara lembut atau lagu tanpa adanya kontak mata Menjadi sedih dan mulai menangis
Kotak musik menjelang tidur; nina bobo; air mengalir dalam tabung Anda memanggil atau mengucapkan sesuatu, anjing menggonggong, dll. Dan anak Anda mencari dan menemukan sumber suara Jam dinding, atau sesuatu yang jatuh di lantai
( ) Ya ( ) Tidak ( ) Ya ( ) Tidak
Ketika nenek atau ayah menelpon, sang anak mengambil alat penerima dan “mendengarkan”
( ( ( (
Sang anak menggerakkan lengan/kaki sesuai dengan alunan musik Sang anak mendengar suara pesawat dan melihat ke arah langit. Atau mendenga mobil dan melihat ke arah jalan.
) Ya ) Tidak ) Ya ) Tidak
( ) Ya ( ) Tidak
“Berhenti!” “Yekh!” “Jangan!”
54
(Lanjutan) No. 19
Respon Auditori Apakah anak Anda merespon kata “jangan” dengan menghentikan kegiatannya saat itu?
Jawaban ( ) Ya ( ) Tidak
Contoh Kata “jangan, jangan” – yang diucapkan dengan intonasi kuat meski si anak tidak melihat anda (!) – sangatlah efektif
20
Apakah anak Anda mengetahui nama anggota keluarganya? Apakah anak Anda menirukan suara ketika ditanya? Apakah anak Anda mengikuti perintah sederhana? Apakah anak Anda mengerti perintah sederhana? Apakah anak Anda membawakan barang yang diminta? Apakah anak Anda meniru suara atau kata-kata yang Anda ucapkan? Apakah anak Anda menghasilkan suara yang sama dengan mainan? Apakah anak Anda mengetahui suara tertentu yang muncul dari binatang tertentu?
( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( (
) Ya ) Tidak ) Ya ) Tidak ) Ya ) Tidak ) Ya ) Tidak ) Ya ) Tidak ) Ya ) Tidak ) Ya ) Tidak ) Ya ) Tidak
Mana – ayah, ibu, mark,...
Apakah anak Anda mencoba meniru suara di sekelilingnya? Apakah anak Anda mengulang rangkaian suku kata pendek dan panjang dengan benar?
( ( ( (
) Ya ) Tidak ) Ya ) Tidak
Suara binatang, suara alat-alat rumah tangga, suara sirine mobil polisi “la-la-laa”
30
Apakah anak Anda memilih benda yang benar dari sekumpulan benda ketika ditanya?
( ) Ya ( ) Tidak
Anda memainkan mainan berbentuk hewan dan menanyakan “kuda”; Anda memainkan bola warna-warni dan menanyakan “bola warna merah”
31
Apakah anak Anda mencoba ikut menyanyikan lagu ketika mendengar sebuah lagu?
( ) Ya ( ) Tidak
“sajak anak-anak”
32
Apakah anak Anda mengulang kata tertentu ketika diminta? Apakah anak Anda suka mendengarkan dongeng? Apakah anak Anda mengikuti perintah yang rumit? Apakah anak Anda mencoba menyanyikan lagu-lagu tertentu?
( ( ( ( ( ( ( (
“katakan halo pada nenek”
21 22 23 24 25 26 27
28 29
33 34 35
) Ya ) Tidak ) Ya ) Tidak ) Ya ) Tidak ) Ya ) Tidak
Nilai total = semua pertanyaan yang dicentang “ya”
“aaa”, “ooo”, “iii” “ke sini”; “lepas sepatumu” “Mana perutmu ibumu?”; “mana ayah?” “ambilkan saya bola dan lain-lain” “ucapkan: guk, guk”; katakan:m-o-b-i-l “Brum” untuk mobil, “moo” untuk sapi. Guk guk = anjing, meong = kucing, kukuruyuk = suara ayam jantan muda/ayam jantan
Dari buku atau dari buku gambar “lepas sepatumu dan kesinilah” Nina bobo
55
Lampiran 2 Hasil Data Uji Statistik A. Uji Normalitas Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic
df
.104
VAR00036
Shapiro-Wilk
Sig. 30
.200
Statistic *
df
.947
Sig. 30
.136
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
B. Uji Sebaran Skor Pendengaran Descriptives Statistic VAR00036 Mean
22.6333
95% Confidence Interval Lower Bound for Mean Upper Bound
21.1349
5% Trimmed Mean
22.6481
Median
23.0000
Variance Std. Deviation
16.102 4.01277 16.00
Maximum
29.00
Range
13.00
Skewness Kurtosis
.73263
24.1317
Minimum
Interquartile Range
Std. Error
7.25 -.123
.427
-1.045
.833
56
(Lanjutan)
57
(Lanjutan) C. Uji Korelasi Parsial Correlations Control Variables total_skor
jenis_kelamin
jenis_kelamin
Usia
Correlation
usia
1.000
.107
Significance (2-tailed)
.
.581
df
0
27
Correlation
.107
1.000
Significance (2-tailed)
.581
.
27
0
df
D. Uji Validitas Item-Total Statistics Cronbach's Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Corrected ItemItem Deleted
Total Correlation
Alpha if Item Deleted
VAR00001
21.6333
16.102
.000
.769
VAR00002
21.6333
16.102
.000
.769
VAR00003
21.6333
16.102
.000
.769
VAR00004
21.6333
16.102
.000
.769
VAR00005
21.6333
16.102
.000
.769
VAR00006
21.6667
16.092
-.016
.771
VAR00007
21.6333
16.102
.000
.769
VAR00008
21.8667
14.464
.444
.752
VAR00009
21.9000
15.748
.043
.776
VAR00010
21.7667
16.461
-.170
.782
VAR00011
21.6333
16.102
.000
.769
VAR00012
21.6667
15.747
.222
.765
VAR00013
21.6333
16.102
.000
.769
VAR00014
22.0000
14.069
.488
.748
VAR00015
21.8000
14.993
.329
.759
VAR00016
21.7000
15.803
.116
.768
VAR00017
21.7667
15.151
.309
.760
VAR00018
21.8333
15.316
.195
.766
58
(Lanjutan) VAR00019
21.9667
15.344
.141
.771
VAR00020
21.7333
15.306
.295
.761
VAR00021
21.8333
15.385
.173
.767
VAR00022
22.1333
14.395
.375
.756
VAR00023
22.2667
14.547
.352
.758
VAR00024
22.1000
13.541
.617
.739
VAR00025
22.1667
13.937
.504
.747
VAR00026
22.1667
13.385
.663
.735
VAR00027
22.1667
14.075
.465
.750
VAR00028
22.3000
13.666
.623
.739
VAR00029
22.2000
14.097
.463
.750
VAR00030
22.4000
14.800
.338
.758
VAR00031
22.6000
15.834
.161
.766
VAR00032
22.6333
16.102
.000
.769
VAR00033
22.5667
16.185
-.072
.774
VAR00034
22.6333
16.102
.000
.769
VAR00035
22.6333
16.102
.000
.769
E. Uji Reliabilitas Reliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Cronbach's
Standardized
Alpha
Items .973
N of Items .975
2
F. Uji Korelasi dan Regresi Correlations total_skor Pearson Correlation
total_skor
1.000
.786
.786
1.000
.
.000
.000
.
total_skor
30
30
usia
30
30
usia Sig. (1-tailed)
total_skor usia
N
usia
59
(Lanjutan)
Model Summary
R
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
R Square .786
.618
.605
2.523
The independent variable is usia.
ANOVA Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
288.761
1
288.761
Residual
178.205
28
6.364
Total
466.967
29
F
Sig.
45.371
.000
The independent variable is usia.
Coefficients Standardized Unstandardized Coefficients B
Std. Error
usia
2.108
.313
(Constant)
2.324
3.050
Coefficients Beta
t .786
Sig.
6.736
.000
.762
.453
60
(Lanjutan)
61
Lampiran 3 Riwayat Penulis Identitas Nama
: Manda Pisilia
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir
: Jakarta, 19 Maret 1992
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Cipinang Kebembem I No. 29, Jakarta Timur
e-Mail
:
[email protected]
Riwayat Pendidikan -
1997-1998
: TK Pertiwi III Cipinang
-
1998-2004
: SD Negeri Cipinang 01 Pagi, Kuda Laut
-
2004-2007
: SMP Negeri 92 Jakarta
-
2007-2010
: SMA Negeri 8 Jakarta
-
2010-sekarang
: Pend. Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
62