BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Deteksi dini untuk mengetahui masalah atau keterlambatan tumbuh kembang
sangat penting. Untuk menilai tumbuh kembang anak banyak pilihan cara. Penilaian pertumbuhan dapat dilihat dari pengukuran antropometri, meliputi berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan atas, sedangkan untuk penilaian tahap perkembangan dapat diketahui dengan cara melakukan test IQ, test Denver II, maupun test psikologi lainnya (Kriswanto, 2009 dalam Fitriyanti,dkk, 2011). Tumbuh kembang anak yang optimal merupakan keinginan setiap orang tua sehingga orang tua harus selalu memperhatikan, mengawasi, dan merawat anak secara seksama (Kania, 2006). Pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi pada setiap anak tentunya tidak sama. Ketika terjadi penyimpangan pada proses pertumbuhan dan perkembangan anak, maka akan muncul kekhawatiran dari orang tua. Salah satu kekhawatiran terbesar orang tua saat ini adalah autisme. Autisme merupakan gangguan perkembangan pervasif pada anak yang gejalanya muncul sebelum anak berumur 3 tahun. Gangguan perkembangan yang ditemukan pada autisme mencakup bidang interaksi sosial, komunikasi dan perilaku ( Depkes RI, 2006). Autisme saat ini tidak hanya melanda negara – negara maju, namun sudah mulai merambah ke negara – negara berkembang, termasuk Indonesia. Prevalensi autisme di dunia mencapai 15 - 20 kasus per 10.000 anak atau 0,15 - 0,20 %. Jika 1
2
angka kelahiran di Indonesia enam juta per tahun, maka jumlah penyandang autisme di Indonesia, bertambah 0,15 % atau 6.900 anak pertahun dimana prevalensi anak laki-laki tiga sampai empat kali lebih besar daripada anak perempuan (Mashabi dan Tajudin, 2009). Sampai saat ini belum ada data resmi mengenai jumlah anak autisme di Indonesia, namun lembaga sensus Amerika Serikat melaporkan bahwa pada tahun 2004 jumlah anak dengan ciri-ciri autisme atau GSA di Indonesia mencapai 475.000 orang (Kompas, 20 Juli 2005 dalam Ginanjar, 2007). Menurut WHO, diperkirakan terdapat sekitar 7-10 % anak berkebutuhan khusus dari total populasi anak. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Nasional tahun 2007, terdapat 82.840.600 jiwa anak dari 231.294.200 jiwa penduduk Indonesia, dimana sekitar 8,3 juta jiwa diantaranya adalah anak berkebutuhan khusus (Kemenkes RI, 2010). Autisme merupakan gangguan perkembangan dalam rentang kehidupan yang mengganggu tercapainya kemampuan penting dalam hidup. Tiga hal yang dapat menggambarkan beberapa gangguan yang terjadi adalah: 1) ketidakmampuan dalam melakukan interaksi sosial; 2) ketidakmampuan dalam komunikasi verbal dan non verbal dan dalam aktifitas berimajinasi; dan 3) ditandai dengan terbatasnya minat dan aktifitas stereotipik (Ambarini, 2006). Autisme dan gangguan lain dalam spektrum autisme dianggap sebagai gangguan perilaku atau gangguan psikiatri yang disebabkan oleh kerusakan genetis yang tidak dapat disembuhkan. Oleh karena itu, penanganan yang dilakukan pada anak-anak yang menderita autisme berkisar pada terapi pendidikan atau modifkasi tingkah laku yang kadang-kadang ditambah dengan obat-obatan penenang (Yuliana dan Ernilia, 2006).
3
Terjadinya autisme pada anak dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain umur ibu dan ayah, lamanya masa kehamilan, perdarahan antenatal, status gizi ibu, berat badan lahir rendah, asfiksia neonatorum, jarak kelahiran, dan kejang demam. Ibu yang pada saat melahirkan telah berumur ≥35 tahun mempunyai risiko lebih tinggi untuk melahirkan anak autisme daripada ibu yang berusia 25-29 tahun. Umur ayah juga memberikan pengaruh terhadap autisme. Ayah yang berusia ≥40 tahun lebih berisiko mempunyai anak dengan autisme daripada ayah yang berusia 25-29 tahun (Durkin et al, 2008). Depkes RI (2004) dalam Simanjuntak (2009) menyebutkan kekurangan gizi pada saat pertumbuhan janin dapat mengakibatkan kekurangan energi protein (KEP), anemia gizi, defisiensi yodium, defisiensi vitamin A, dan defisiensi kalsium. Kekurangan energi protein (KEP) dapat menyebabkan kerusakan pada susunan saraf pusat yang memicu terjadinya gangguan pada otak janin yaitu pada tahap pertumbuhan otak dimana sel-sel otak yang berukuran normal memiliki jumlah yang lebih sedikit. Sri Utami dan Erika (2010) menyebutkan kelainan neurologis bisa muncul pada hari-hari pertama kehidupan bayi sebagai akibat lanjut dari asfiksia, bisa dalam bentuk serebral palsi atau retardasi mental, yang nantinya juga akan disertai dengan penurunan intelektual. Berdasarkan penyelidikan di RSCM ditemukan gejala sisa akibat asfiksia adalah perkembangan terlambat (18,2%), gangguan tingkah laku (12,12%), serebral palsi (12,12%), keterlambatan bicara (6,06%), dan epilepsi (3,03%).
4
Muhartomo (2004) dalam penelitiannya juga mendapatkan hasil bahwa perdarahan antenatal dan asfiksia lahir merupakan faktor risiko yang berperan penting terhadap kejadian autisme pada anak. Faktor-faktor diatas diperkirakan menjadi penyebab terjadinya autisme, mulai dari masa antenatal, natal, hingga postnatal. Adanya anak autisme di Kota Denpasar mendorong kepedulian pemerintah Kota Denpasar untuk mendirikan pusat tumbuh kembang anak berkebutuhan khusus pada bulan Oktober tahun 2010. Jumlah murid yang diterima terus meningkat. Saat ini terdapat 38 anak penderita autisme yang menjadi siswa di pusat tumbuh kembang anak berkebutuhan khusus Kota Denpasar. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menggali lebih jauh mengenai gambaran faktor genetis, lingkungan pranatal, dan lingkungan postnatal pada anak autis di pusat tumbuh kembang anak berkebutuhan khusus (PTKABK) Kota Denpasar.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah ”Bagaimanakah gambaran faktor genetis, lingkungan pranatal, dan lingkungan postnatal pada anak autis di pusat tumbuh kembang anak berkebutuhan khusus (PTKABK) Kota Denpasar tahun 2012?”
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang
faktor genetis, lingkungan pranatal, dan lingkungan postnatal pada anak autis di pusat tumbuh kembang anak berkebutuhan khusus (PTKABK) Kota Denpasar.
5
1.3.2
Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui gambaran faktor genetis pada anak autis di pusat tumbuh kembang anak berkebutuhan khusus Kota Denpasar. 2. Mengetahui gambaran umur ibu dan ayah yang memiliki anak autis di pusat tumbuh kembang anak berkebutuhan khusus Kota Denpasar. 3. Mengetahui gambaran lamanya masa kehamilan ibu yang memiliki anak autis di pusat tumbuh kembang anak berkebutuhan khusus Kota Denpasar. 4. Mengetahui gambaran riwayat perdarahan antenatal pada ibu yang memiliki anak autis di pusat tumbuh kembang anak berkebutuhan khusus Kota Denpasar. 5. Mengetahui gambaran status gizi ibu selama kehamilan pada ibu yang memiliki anak autis di pusat tumbuh kembang anak berkebutuhan khusus Kota Denpasar. 6. Mengetahui gambaran riwayat berat badan lahir rendah pada anak autis di pusat tumbuh kembang anak berkebutuhan khusus Kota Denpasar. 7. Mengetahui gambaran riwayat asfiksia neonatorum pada anak autis di pusat tumbuh kembang anak berkebutuhan khusus Kota Denpasar. 8. Mengetahui gambaran kejadian kejang demam pada anak autis di pusat tumbuh kembang anak berkebutuhan khusus Kota Denpasar. 9. Mengetahui gambaran jarak kelahiran pada anak autis di pusat tumbuh kembang anak berkebutuhan khusus Kota Denpasar. 10.Mengetahui gambaran tingkat pendidikan ibu yang memiliki anak autis di pusat tumbuh kembang anak berkebutuhan khusus Kota Denpasar.
6
11.Mengetahui gambaran pekerjaan ibu yang memiliki anak autis di pusat tumbuh kembang anak berkebutuhan khusus Kota Denpasar.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1
Manfaat Teoritis
1. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan teori dalam khasanah ilmu pengetahuan khususnya mengenai upaya pencegahan terjadinya autisme pada anak. 2. Penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi awal untuk penelitian selanjutnya yang lebih mendalam.
1.4.2
Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pemegang
kebijakan, dinas kesehatan Propinsi Bali, dan puskesmas. a) Bagi pemegang kebijakan, menjadi salah satu referensi dalam penetapan kebijakan mengenai autisme yang meliputi pendidikan dan terapi hingga pengembangan kemandirian dan keterampilan bagi anak autisme. b) Bagi dinas kesehatan Propinsi Bali, menjadi informasi tambahan yang dapat digunakan sebagai dasar penyusunan program kesehatan ibu dan anak, khususnya upaya pencegahan autisme dan rehabilitasi anak penyandang autisme. c) Bagi puskesmas, dapat dijadikan sebagai acuan dalam peningkatan kualitas pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dan anak. Pelayanan yang diberikan meliputi pemantauan kesehatan ibu hamil mulai dari masa antenatal, natal, hingga postnatal sehingga dapat mencegah terjadinya
7
autisme dan pelaksanaan deteksi dini penyimpangan tumbuh kembang anak secara rutin sesuai dengan pedoman SDIDTK.
1.5
Ruang Lingkup Ruang lingkup pada penelitian ini dibatasi mengenai faktor genetis dan faktor
lingkungan pranatal dan postnatal yang meliputi umur ibu dan ayah, lamanya masa kehamilan, perdarahan antenatal, status gizi ibu, berat badan lahir rendah, asfiksia neonatorum, jarak kelahiran, kejang demam, pekerjaan, dan tingkat pendidikan ibu. Pada penelitian ini faktor kimiawi berupa paparan logam berat tidak diteliti karena keterbatasan waktu, biaya, dan ketidakmampuan peneliti.