BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Periode penting dalam masa tumbuh kembang seorang anak adalah masa balita, karena masa ini adalah merupakan pertumbuhan dasar yang mempengaruhi dan
menentukan
perkembangan
selanjutnya.
Masa
balita
ini
meliputi
perkembangan kemampuan bahasa, kreativitas, kesadaran sosial, kesadaran emosional dan intelegensi berjalan sangat cepat (Soetjiningsih, 2000). Masa lima tahun pertama kehidupan merupakan masa yang sangat peka terhadap lingkungan, berlangsung sangat pendek serta tidak dapat diulang lagi, maka masa balita disebut sebagai masa keemasan, jendela kesempatan dan masa kritis yang memerlukan penanganan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan yang tepat agar prosesnya dapat berlangsung dengan baik (Kemenkes RI, 2010; Hockenberry & Wilson, 2010). Pada masa balita terdapat perkembangan kemampuan bicara dan bahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensia yang berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya. Perkembangan moral serta dasar-dasar kepribadian anak juga dibentuk pada masa ini, sehingga setiap kelainan atau penyimpangan kecilpun apabila tidak terdeteksi apalagi tidak tertangani dengan baik akan mengurangi kualitas sumber daya manusia di kemudian hari (Kemenkes RI, 2010). Pertumbuhan dan perkembangan pada masa beberapa tahun pertama anak merupakan indikator kesehatan yang penting, karena masalah pertumbuhan akan berhubungan dengan angka kesakitan dan kematian pada anak di 1
2
bawah usia lima tahun, sedangkan keterlambatan perkembangan akan berdampak pada masalah psikososial dan perkembangan intelektual dan belajar (Jeharsae et al., 2013). Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan juga berguna untuk meningkatkan kualitas tumbuh kembang anak usia dini dan kesiapan anak memasuki jenjang pendidikan formal (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2014). Permasalahan pertumbuhan dan perkembangan yang dapat terjadi pada masa anak adalah antara lain adalah : gangguan bicara dan bahasa, cerebral palsy, sindrom down, gangguan autisme, perawakan pendek, gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) dan retardasi mental (Kemenkes RI, 2010). Penelitian dari Grantham-Mcgregor, et al., (2007) menyatakan bahwa sejumlah 200 juta anak balita mengalami kegagalan mencapai potensi perkembangan disebabkan karena kemiskinan, kesehatan yang buruk
dan
kurangnya stimulasi dari lingkungan rumah. Kondisi tersebut mempengaruhi perkembangan kognitif, motorik dan perkembangan sosial emosional anak. Di negara Taiwan, keterlambatan pertumbuhan pada anak usia 1-5 tahun sebesar 27,6% dan angka keterlambatan perkembangan adalah 37,1% (Jeharsae et al., 2013).
Penyimpangan
perkembangan
yang
mencakup
gangguan
mental
menyumbangkan 14% beban penyakit global. Anak penderita autisme ditemukan pada usia delapan tahun sebanyak 14,7% ditemukan di Amerika Serikat (Report, 2014). Kelainan ketajaman visual juga ditemukan sebesar 14,8% di Turki (Ozturk, 2011).
3
Peran serta keterlibatan semua pihak sangat penting untuk memfasilitasi anak mencapai tingkat perkembangan yang optimal. Pembinaan tumbuh kembang anak secara komprehensif dan berkualitas diselenggarakan melalui kegiatan stimulasi, deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang anak (SDIDTK). Kegiatan tersebut diharapkan dapat menjangkau balita dan anak prasekolah sebesar 90% pada tahun 2010 (Kemenkes RI, 2010). Deteksi sejak dini atau deteksi dini tumbuh kembang (DDTK) dan penanganan kelainan yang sesuai dengan usia anak dapat meminimalisir kelainan pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga kelainan yang permanen akan dapat dicegah (Chamidah, 2009). Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013, balita umur 6-59 bulan yang tidak pernah ditimbang dalam enam bulan terakhir cenderung meningkat dari 25,5% (2007), 23,8% (2010) menjadi 34,3% (2013) (Kementrian Kesehatan RI, 2013). Data lain berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah terdapat 72,44% jumlah balita ditimbang dan di Kabupaten Kebumen terdapat 62% (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2013). Hal ini menunjukkan bahwa pemantauan pertumbuhan balita pada tahun 2013 mengalami penurunan dan dapat berdampak pada perkembangan balita di masa selanjutnya. Di Provinsi Jawa Tengah terkait dengan cakupan DDTK anak balita dan prasekolah
pada tahun 2014 baru tercapai sebesar 86,82% (Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Tengah, 2014). Berdasarkan data Profil Kesehatan Jawa Tengah tahun 2008, cakupan DDTK Kabupaten kebumen pernah pada posisi terendah, yaitu 3,82%. Berdasarkan data Resume Profil Kesehatan Kabupaten Kebumen Tahun 2013 cakupan pelayanan anak balita dengan minimal delapan kali ditimbang
4
adalah sebesar 90,45 %. Program DDTK di Kabupaten Kebumen termasuk di dalam kegiatan penimbangan balita minimal delapan kali pertahun dan belum dilaksanakan. Dalam pelaksanaan kegiatan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak di Belgia terdapat kendala pada jadwal kehadiran kunjungan anak
dan
orangtua yang tidak teratur ke tempat pelayanan kesehatan, sehingga berdampak pada monitoring yang kurang maksimal (Roberfroid, et al., 2005). Pelaksanaan program SDIDTK di puskesmas dan jaringannya masih terbatas pada deteksi dini penyimpangan pertumbuhan, sedangkan deteksi dini penyimpangan perkembangan, penyimpangan mental emosional dan stimulasi sesuai dengan usia anak masih belum dilaksanakan (Maritalia, 2009). Pemantauan perkembangan juga merupakan hal yang sangat penting untuk dilaksanakan agar dapat melihat kemajuan perkembangan anak di tiap-tiap tahapannya. Cakupan DDTK yang rendah antara lain disebabkan oleh rendahnya peran serta orangtua, guru, kader, dan tokoh masyarakat yang terkait (Purwandari, 2008). Pemeriksaan DDTK di Dinas Kesehatan Kebumen termasuk dalam kegiatan program pelayanan kesehatan anak balita yang berada dalam Seksi Program KIA (Kesehatan Ibu dan Anak). Seksi KIA mempunyai merencanakan, pengawasan
melaksanakan,
serta
monitoring
mengembangkan
dan
pelayanan
evaluasi, kesehatan
pembinaan ibu
dan
fungsi dan anak.
Penyelenggaraan manajemen kesehatan memiliki posisi strategis yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan. Kondisi saat ini terkait dengankemampuan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian di beberapa
5
jenjang administrasi pemerintah masih lemah, sehingga belum mampu mendukung desentralisasi bidang kesehatan (Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen, 2011). Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti di Seksi (KIA) Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen pada bulan September 2014, mendapatkan informasi bahwa program DDTK termasuk di dalam program kunjungan balita yaitu minimal delapan kali ditimbang per tahun dan belum menjadi program khusus.
Di Rumah Sakit Umum Daerah Kebumen juga belum tersedia poli
tumbang, sehingga DDTK belum terlaksana secara maksimal, sedangkan sosialisasi buku pedoman
DDTK di tingkat puskesmas sudah dimulai sejak tahun 2013
sampai sekarang. Pelaksana kegiatan DDTK di tingkat puskesmas terdiri dari bidan, ahli gizi dan perawat dengan kegiatan penimbangan berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) balita di posyandu tiap bulan. Pemeriksaan DDTK belum banyak dilakukan karena kendala jumlah tenaga yang terbatas dibandingkan dengan jumlah anak balita yang harus diperiksa dan format observasi perkembangan yang belum tersedia di puskesmas. Data di Puskesmas Sruweng tercatat jumlah balita yang ditimbang pada bulan Januari 2014 adalah sebanyak 3354 (80%) dari total jumlah 4148 balita. Kegiatan yang dilakukan adalah penimbangan BB dan pengukuran TB, sedangkan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan belum dilakukan yang meliputi: pengukuran lingkar kepala (LK), pemeriksaan perkembangan anak dengan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP), Kuesioner Masalah Mental Emosional (KMME), Cheklist for Autism In Toddlers (CHAT), Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) belum dilakukan. Kendala yang
6
dihadapi petugas adalah peralatan yang kurang memadai, seperti timbangan yang rusak, jumlah petugas terbatas, format pemeriksaan DDTK belum tersedia dan belum pernah mendapatkan pelatihan terkait dengan pemeriksaan DDTK. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan penulis di Kabupaten Kebumen, beberapa kasus tumbuh kembang dapat ditemukan di tempat praktik psikolog dan di rumah sakit swasta. Kasus yang ditemui antara lain anak dengan kesulitan bicara, hiperaktif serta down syndrom. Petugas penanggung jawab program DDTK di Puskesmas Kecamatan Sruweng juga menyampaikan bahwa beberapa kasus tumbuh kembang yang dilaporkan oleh kader atau masyarakat disarankan untuk dirujuk ke rumah sakit. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalahnya adalah Bagaimana Kegiatan Pemeriksaan
Deteksi Dini Tumbuh Kembang di
Kabupaten Kebumen? C. Tujuan 1.
Tujuan umum Menganalisis kegiatan pemeriksaan deteksi dini tumbuh kembang di Kabupaten Kebumen
2.
Tujuan khusus a. Menganalisis fungsi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan pemeriksaan DDTK di Kabupaten Kebumen b. Menganalisis faktor - faktor penghambat kegiatan pemeriksaan DDTK di Kabupaten Kebumen
7
c. Menganalisis
faktor-faktor
pendukung
keberhasilan
kegiatan
pemeriksaan DDTK di Kabupaten Kebumen D. Manfaat 1. Manfaat keilmuan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang kegiatan
pemeriksaan
DDTK
di
Kabupaten
Kebumen,
faktor-faktor
penghambat dan pendukung keberhasilan program. 2. Manfaat aplikatif a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi data awal bagi penelitian selanjutnya untuk mengembangkan penelitian terkait dengan deteksi dini tumbuh kembang anak. b. Dapat sebagai informasi bagi dinas terkait untuk mengembangkan program DDTK lebih intensif agar dapat memberikan pelayanan yang lebih baik terhadap kesehatan anak terutama dalam bidang pemantauan pertumbuhan dan perkembangan. E. Keaslian Penelitian Penelitian yang relevan dengan penelitian terkait dengan deteksi dini tumbuh kembang antara lain adalah sebagai berikut: 1. Purwandari (2008) dengan judul Kebijakan pemerintah dalam pelaksanaan deteksi dini tumbuh kembang. Tujuan penelitian tersebut adalah untuk menjelaskan penyebab rendahnya cakupan DDTK dari segi kebijakan yang ditetapkan
pemerintah
daerah
dan
pelaksanaan
peran
bidan
sebagai
penanggungjawab program. Penelitian ini termasuk studi kasus (kualitatif)
8
dengan lokasi di Kabupaten Nganjuk Jawa Timur. Sumber data adalah bidan dan
kepala subdin kesehatan keluarga, ketua IBI dengan mengutamakan
perspektif emic, artinya mementingkan pandangan informan berkaitan dengan pelaksanaan program DDTK. Pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling dan pengumpulan data dengan tehnik observasi wawancara dokumentasi dan gabungan / tringulasi. Data dianalisis dengan model analisis interaktif. Hasilnya adalah rendahnya cakupan DDTK karena belum optimalnya kerjasama lintas program dan rendahnya peran kader, orang tua, tokoh masyarakat guru TK dan petugas kesehatan lain. Persamaan dengan penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan topik DDTK. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada tujuan, partisipan, metode pendekatan studi kasus dan tehnik pengumpulan data menggunakan focus group discusion (FGD). 2. Maritalia (2009) dengan judul Analisis pelaksanaan program stimulasi, deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang (SDIDTK) balita dan anak prasekolah di puskesmas Kota Semarang
Tujuan penelitian tersebut adalah untuk
menganalisis pelaksanaan program SDIDTK balita dan anak prasekolah di puskesmas Kota Semarang. Metode yang digunakan adalah
: penelitian
kualitatif yang bersifat deskriptif eksploratif. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara mendalam pada 7 penanggung jawab program SDIDTK di puskesmas sebagai informan utama, 7 orang kader kesehatan di puskesmas tersebut dan 1 orang Staf Seksi Anak dan Remaja DKK Semarang sebagai informan triangulasi. Hasil dari penelitian ini adalah: fungsi
9
pengorganisasian dan penggerakan belum maksimal dilakukan, masih terdapat faktor penghambat pelaksanaan program SDIDTK di Puskesmas seperti masih ada penanggung jawab program SDIDTK yang belum pernah mendapatkan pelatihan SDIDTK, belum tersosialisasinya program SDIDTK di Puskesmas dan jaringannya dengan baik dan benar, fasilitas pendukung pelaksanaan program SDIDTK di puskesmas masih belum memadai dan kurangnya dukungan dari Kepala Puskesmas untuk pelaksanaan Program ini di Puskesmas sehingga tujuan akhir program belum tercapai seperti yang diharapkan. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif dengan tema tumbuh kembang anak. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah metode studi kasus, pada partisipan melibatkan orangtua anak sebagai penerima pelayanan DDTK, metode pengambilan data dengan FGD 3. Ozturk (2011) dalam penelitian yang berjudul Health screening: a survey of children’s growth and development in Turkey, bertujuan untuk menentukan status pertumbuhan dan perkembangan anak, ketajaman visual dan tekanan darah pada anak usia 4-6 tahun di Turkey. Metode penelitian adalah deskriptif cross secional. Dilakukan pada sejumlah 447 anak yang bersekolah di TK. Hasilnya adalah sebagian besar anak dalam rentang normal untuk tinggi badan dan berat badan, penerapan dengan Denver II tidak terdapat anak dalam kategori abnormal. Ketajaman visual anak pada penelitian ini didapatkan 14,8% mengalami masalah. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada tema pertumbuhan dan perkembangan anak. Perbedaan dengan penelitian
10
yang akan dilakukan adalah pada tujuan , metode penelitian adalah studi kasus, cara pengumpulan data dengan in-depth interview dan FGD 4. Roberfroid, et al.,(2005) dengan penelitiannya yang berjudul perceptions of growth Monitoring and promotion among an international panel of distric medical officers yang dilakukan di Belgia dengan tujuan penelitiannya adalah untuk mengeksplorasi persepsi dan kesulitan dari petugas kesehatan dalam monitoring
dan peningkatan pertumbuhan anak. Merupakan penelitian
kualitatif dengan metode studi eksplorasi dan wawancara mendalam. Data dikodekan dengan menggunakan 5.0 software QSR Nudist. Dari hasil penelitian didapatkan perbedaan dari tujuan dan praktik monitoring serta peningkatan pertumbuhan anak, yaitu kurangnya partisipasi pengasuh dan intrerpretasi yang kaku dan ketat dari konsep pemantauan pertumbuhan. Persamaan penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada tujuan penelitian, metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus, pengambilan data dengan in-depth interview dan FGD 5. Tchibindat, et al., (2004) melakukan penelitian dengan judul Bringing together viewpoints of mothers and health workers to enhance monitoring and promotion of growth and development of children: a case study from the republic of congo dengan tujuan untuk mengeksplorasi persepsi ibu dan petugas kesehatan mengenai pertumbuhan dan perkembangan serta kesehatan anak dan untuk merancang alat yang tepat untuk meningkatkan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan. Penelitian ini dilakukan di dua pusat kesehatan yang dipilih secara acak di Brazzaville Congo dengan mengumpulkan data kualitatif pada 16
11
diskusi kelompok dengan 174 ibu dan dua diskusi kelompok dengan 18 tenaga kesehatan dan 20 wawancara mendalam dengan anak dan psikolog. Hasil yang didapatkan adalah
petugas kesehatan melaporkan bahwa indikator utama
pertumbuhan adalah berat badan, sedangkan ibu mempunyai konsep yang lebih luas untuk mengevaluasi pertumbuhan dan perkembangan balita mereka. Pada penelitian tersebut akhirnya dibuat rancangan grafik pertumbuhan dan jadwal kunjungan secara sistematis beserta tugas utama dan pesan walaupun rancangan ini masih perlu diuji. Disarankan bagi petugas kesehatan, khususnya perawat, untuk menilai pertumbuhan dan perkembangan anak prasekolah secara teratur untuk mendeteksi dan mencegah kondisi abnormal. Persamaan dengan penelitian ini adalah metode pengambilan data. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada tujuan penelitian dan partisipan.