43
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Nilai dan Konstribusi Subsektor Tanaman Pangan Terhadap PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Ngawi Produktivitas tenaga kerja subsektor tanaman pangan menunjukkan rasio antara penerimaan dari subsektor tanaman pangan dibagi dengan jumlah tenaga kerja yang ada. Adapun nilai dan konstribusi subsektor tanaman pangan terhadap PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) sektor pertanian di Kabupaten Ngawi dibandingkan dengan keempat subsektor lainnya dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Nilai dan Konstribusi Subsektor Pertanian Terhadap PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Ngawi tahun 2013 Atas Dasar Harga Konstan. Subsektor Pertanian Tanaman Pangan Peternakan Perikanan Perkebunan Kehutanan Jumlah
Nilai PDRB 2013 (Juta Rupiah) 2.976.288,19 318.644,21 44.919,02 190.605,69 222.562,60 3.753.019,71
Besarnya Konstribusi (%) 79,30 8,49 1,20 5,08 5,93 100,00
Sumber: Ngawi dalam angka 2014 Tabel 16. Menunjukkan bahwa sumbangan subsektor tanaman pangan merupakan sumbangan yang terbesar terhadap PDRB sektor pertanian yaitu sebesar 2.976.288,19 juta rupiah. Ini menunjukkan bahwa subsektor ini merupakan subsektor andalan dalam meningkatkan pendapatan daerah dan meingkatkan perekonomian masyarakat. 2. Jumlah Tenaga Kerja Subsektor Tanaman Pangan Jumlah tenaga kerja di suatu subsektor dapat dipakai untuk menghitung produktivitas tenaga kerja dari subsektor tersebut dan setelah diketahui hasilnya dapat dipakai untuk menentukan strategi apa yang dapat diterapkan untuk meningkatkan produkt ivitas tenaga kerja 43
44
tersebut. Jumlah tenaga kerja subsektor tanaman pangan dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Jumlah Tenaga Kerja Yang Bekerja Di Lima Subsektor Pertanian Pada Tahun 2013 Jumlah Tenaga Kerja Tahun 2013 193.903 159.667 4.450 29.398 77.951 254.744
Subsektor Tanaman Pangan Peternakan Perikanan Perkebunan Kehutanan Jumlah
Sumber: ST 2013 Kabupaten Ngawi, 2013 Tabel 17. Menunjukkan bahwa tenaga kerja yang bekerja di subsektor tanaman pangan adalah yang terbesar jumlahnya dibandingkan dengan subsektor pertanian lainnya. Hal ini didukung dari sumberdaya lahan sawah yang luas dan kondisi geografis yang mendukung usaha tani tanaman pangan dapat berkembang dengan baik sehingga banyak tenaga kerja lebih memilih untuk bekerja di subsektor ini. 3. Luas Penguasaan Lahan Rata-Rata Luas
penguasaan
lahan
yang
dimiliki
petani
mempengaruhi
produktivitasnya, namun belum tentu juga petani dengan kepemilikan lahan yang lebih luas memiliki tingkat produktivitas yang lebih tinggi. Adapun luas kepemilikan lahan rata-rata yang dimiliki petani subsektor tanaman pangan dapat dihitung dengan membandingkan jumlah luas areal lahan pertanian dibagi dengan jumlah rumah tangga petani tanaman pangan. Adapun perhitungannya adalah sebagai berikut: Luas penguasaan lahan rata-rata = Luas lahan subsektor tanaman pangan Jumlah petani tanaman pangan = 50.476 Ha 193.903 = 0,26 Ha/petani Berdasarkan penghitungan tersebut diketahui bahwa luas penguasaan lahan rata-rata tiap petani adalah 0,26 Ha/petani. Penguasaan lahan ini
45
harus diimbangi dengan sumberdaya petani yang berkualitas agar dapat meningkatkan produktivitas petani pada khususnya dan perekonomian masyarakat pada umumnya. 4. Produktivitas Tenaga Kerja Sektor Pertanian Tinggi rendahnya produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh kondisi dari dalam dan dari luar diri pekerja. Kondisi tersebut akan mempengaruhi besarnya hasil yang akan didapatkan oleh tenaga kerja sektor pertanian.Selain itu, besarnya produktivitas juga dipengaruhi oleh produk domestik regional bruto sebagai output yang dihasilkan dari sektor pertanian dan tenaga kerja sektor pertanian sebagai input yang digunakan dari sektor pertanian. Adapun besarnya produktivitas tenaga kerja sektor pertanian di Kabupaten Ngawi sebagai berikut :
Produktivitas Tenaga Kerja Subsektor Tanaman Pangan
=
Produk Domestik Regional Bruto Subsektor Tanaman Pangan Jumlah Tenaga Kerja Subsektor Tanaman Pangan
= 15,349 juta rupiah/jiwa/tahun Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa nilai dari produktivitas tenaga kerja pertanian dari segi produksi yang dihasilkan oleh unit ekonomi pada suatu wilayah dalam satu tahun sebesar 15,349 juta rupiah/jiwa/tahun atau 1.279.000 rupiah/jiwa/bulan. Jumlah seluruh nilai yang dihasilkan oleh subsektor tanaman pangan yang dihasilkan per tenaga kerja subsektor tanaman pangan dapat dikatakan cukup tinggi bila dibandingkan UMR (upah minimum regional) di Kabupaten Ngawi yang hanya mencapai 1.150.000 rupiah perbulan. Ini menunjukkan bahwa subsektor tanaman pangan ini merupakan peluang usaha yang baik untuk dikembangkan karena dapat menjadi jawaban untuk masalah ketenaga kerjaan di Kabupaten Ngawi, yaitu masalah pengangguran dan sekaligus meningkatkan perekonomian masyarakat. Sumberdaya lahan yang luas di
46
Kabupaten Ngawi dengan potensi alam yang masih berlimpah seharusnya dapat lebih dioptimalkan pemerintah untuk program penyejahteraan masyarakat, sehingga daripada angkatan kerja memilih berurbanisasi ke kota yang belum tentu memberi peluang hidup yang layak bagi mereka, lebih baik mereka bekerja di subsektor ini. Melihat peluang usaha yang besar di subsektor tanaman pangan ini maka, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk pengembangan dan peningkatkan produktivitas yang ada. Berdasarkan rumus di atas, kita mengetahui bahwa peningkatan produktivitas dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1) Meningkatkan nilai output (baik kuantitas ataupun harga) maupun 2) Mengurangi jumlah tenaga kerja. Namun cara peningkatan produktivitas melalui pengurangan jumlah tenaga kerja tidaklah mungkin dilakukan dan justru akan menanmbah jumlah pengangguran. Karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui alternatif strategi apa saja yang dapat diambil untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja subsektor tanaman pangan di Kabupaten Ngawi dengan memanfaatkan sumberadaya alam dan sumberdaya manusia yang ada. B. Strategi Peningkatan Produktivitas Tenaga Kerja Sub Sektor Tanaman Pangan Di Kabupaten Ngawi Strategi peningkatan produktivitas tenaga kerja subsektor tanaman pangan menekankan pada peningkatan produktivitas tenaga kerja, mutu produk hasil pertanian tanaman pangan serta ketrampilan/kemampuan tenaga kerja dalam mengolah usaha taninya di Kabupaten Ngawi. Subsektor tanaman pangan di Kabupaten Ngawi merupakan subsektor unggulan dan dari kelima subsektor yang ada, tanaman pangan merupakan subsektor terbesar yang diharapkan mampu memberi kontribusi terbesar bagi perekonomia di Kabupaten Ngawi. Meskipun subsektor ini merupakan subsektor terbesar, namun potensi yang ada belum dikembangkan secara optimal. Strategi peningkatan produktivitas tenaga kerja subsektor tanaman pangan diharapkan mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas dari subsektor tanaman pangan di Kabupaten Ngawi.
47
Perumusan strategi peningkatan produktivitas tenaga kerja subsektor tanaman pangan di Kabupaten Ngawi di arahkan pada upaya untuk meningkatkan nilai PDRB subsektor ini. Karena dengan nilai PDRB yang meningkat yang nilainya lebih besar dari peningkatan jumlah tenaga kerja yang bekerja di subsektor ini maka akan terjadi peningkatan produktivitas tenaga kerja. Tahapan dalam penentuan alternatif strategi peningkatan produktivitas tenaga kerja subsektor tanaman pangan di Kabupaten Ngawi adalah bagai berikut: 1. Analisis Faktor Internal dan Eksternal Perumusan strategi dimulai dengan menganalisis faktor internal dan eksternal usahatani untuk mengidentifikasi faktor-faktor strategis yang menjadi kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman dalam meningkatkan produktivitas tenaga kerja subsektor tanaman pangan di Kabupaten Ngawi a. Analisis Faktor Internal Faktor
internal
dalam
analisis
SWOT
digunakan
untuk
mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan yang ada di subsektor tanaman pangan Kabupaten Ngawi sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam penentuan strategi peningkatan produktivitas tenaga kerja subsektor tanaman pangan. 1) Sumber Daya Manusia Sumber Daya Manusia yang dimaksud adalah tenaga kerja yang melakukan usahatani di subsektor tanaman pangan di Kabupaten Ngawi. Sumberdaya manusia memegang peranan penting dalam menentukan produktivitas bukan hanya menyangkut kekuatan fisik saja tetapi juga tingkat intelegensi seseorang. Hal ini akan berpengaruh terhadap bagaimana pola pikir orang tersebut terhadap masalah yang dihadapi dan bagaimana ia mengambil keputusan untuk
48
mengatasi masalah terebut. Di bidang pertanian sendiri sumberdaya manusia juga mempengaruhi pola adopsi inovasi yang disampaikan penyuluh atau dinas terkait kepada petani. Pada aspek sumber daya manusia kekuatannya terletak pada tingkat pengalaman dan pengetahuan petani yang cukup memadai dalam berbudidaya tanaman pangan, managemen keuangan yang relatif baik karena petani sudah melakukan pembukuan dalam hal keuangan menyangkut kegiatan budidaya tanaman pangannya, petani sudah berorientasi pada profit artinya petani tanaman pangan di Kabupaten Ngawi dalam berusahatani sudah memperhitungkan dengan baik keuntungan yang akan diperoleh dari penjualan panen. Hal ini dibuktikan dengan sebagaian besar dari hasil produksi dijual dan tidak dikonsumsi sendiri. 2) Organisasi Sebagian besar petani tergabung menjadi anggota kelompok tani sehingga aktif dalam organisasi petani. Kelompok tani sebagai media penyerapan informasi dan sarana bertemunya petani dengan pihak terkait (baik pemerintah maupun swasta). Kelompok tani yang telah terbentuk di Kabupaten Ngawi aktif dalam kegiatan-kegiatan pelatihan, seminar dan lain-lain yang berfungsi untuk mendapatkan pengalaman dan meningkatkan pengetahuan tenaga kerja subsektor tanaman pangan dalam mengembangkan usahataninya. Kelompok tani di masing-masing daerah di Kabupaten Ngawi berbeda-beda karena ada kelompok tani yang mencakup lebih dari satu subsektor namun anggotanya sama namun ada juga yang tiap-tiap subsektor memiliki kelompok tani dan anggota yang berbeda, meskipun demikian kegiatan kelompok tani berjalan dengan baik dan rutin. 3) Kondisi Keuangan Subsektor tanaman pangan dapat memberikan keuntungan bagi para petani yang mengusahakannya. Sayangnya dalam menjalankan
49
usahataninya petani di Kabupaten Ngawi masih memiliki keterbatasan dalam hal permodalan. Sebagian besar petani memiliki modal yang terbatas untuk menjalankan usahataninya. Petani sering mengalami kesulitan dalam hal keuangan sehingga petani terkadang harus meminjam di Koperasi maupun
perbankan
pemerintah
salah
yang satunya
sudah
memiliki
pinjaman
bisa
kerjasama
dengan
melalui
PUAP
(Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan) yang diberikan ke masing-masing desa. 4) Produksi Petani sebagai pelaku produksi dibidang pertanian tanaman pangan tentunya dalam menjalankan profesinya dihadapkan pada banyak kendala. Petani tanaman pangan sudah seharusnya memiliki kelengkapan sarana dan prasarana yang baik untuk menunjang keberhasilan usahataninya. Kepemilikan alat mesin pertanian sangat penting dimiliki petani, karena dengan alat mesin pertanian yang memadai maka kinerja petani akan lebih optimal dan berimplikasi pada peningkatan produksi pertanian subsektor tanaman pangan. Salah satu kelemahan yang dimiliki petani dalam berusahatani pada subsektor tanaman pangan adalah belum adanya pengolahan lebih lanjut hasil panen, hal ini karena keterbatasan pengetahuan petani tentang pengolahan hasil pertanian juga lemahnya dukungan pemerintah dalam mendorong petani untuk melakukan pengolahan lebih lanjut hasil produksinya. Padahal dengan melakukan pengolahan hasil panen dapat memberikan keuntungan yang lebih besar bagi petani. 5) Pemasaran Petani subsektor tanaman pangan di Kabupaten Ngawi dalam menjalankan proses pemasaran produksinya menghadapi kendalakendala diantaranya adalah rendahnya daya tawar petani dan belum
50
adanya harga dasar dari hasil produksinya. Daya tawar petani rendah karena petani hanya memiliki jangkauan pemasaran yang sempit dan sangat bergantung pada tengkulak untuk memasarkan produknya. Disamping itu belum adanya harga dasar yang jelas untuk hasil produksi mengakibatkan petani harus menerima ketidaksetabilan harga yang ada, yang artinya bila harga rendah mereka tidak memiliki pilihan lain selain tetap menjual hasil panennya sesuai harga tersebut sehingga petani beresiko menanggung kerugian. b. Analisis Faktor Eksternal Analisis faktor eksternal bertujuan untuk mengidentifikasi faktorfaktor kunci yang menjadi peluang dan ancaman dalam peningkatan produktivitas tenaga kerja subsektor tanaman pangan di Kabupaten Ngawi. 1) Pelanggan Pelanggan dalam hal ini adalah konsumen yang biasanya membeli produk hasil pertanian tanaman pangan untuk memenuhi kebutuhannya. Petani di Kabupaten Ngawi sebagian besar dalam menjual hasil produksinya masih mengandalkan tengkulak. Tengkulak pada musim panen langsung datang ke petani untuk membeli hasil pertanian. Ada tengkulak yang membeli langsung di lahan atau membeli setelah gabah di angkut ke rumah petani. Bila tengkulak tidak datang, biasanya petani menghubungi tengkulak melalui sms atau telepon. Ketergantungan petani terhadap tengkulak untuk menjual produksinya mengakibatkan penguasaan harga oleh tengkulak. Dalam hal ini seakan-akan petani yang lebih membutuhkan tengkulak daripada tengkulak yang membutuhkan petani sehingga tengkulak lebih dominan dalam penentuan harga. Pelanggan hasil subsektor tanaman pangan di Kabupaten Ngawi masih tergolong lokal. Hasil
51
dari tanaman pangan sendiri sebagian besar hanya dipasarkan secara lokal untuk konsumen di daerah Ngawi saja. 2) Kondisi Alam Sebagian besar wilayah Kabupaten Ngawi merupakan lahan pertanian tanaman pangan yang subur. Tercatat 12 dari 19 kecamatan di Kabupaten Ngawi memiliki tingkat produksi yang tinggi sementara 7 kecamatan lainnya merupakan lereng gunung dan daerah kapur yang kurang subur. Dalam budidaya tanaman pangan petani sangat bergantung pada kondisi alam. Kondisi alam yang ada bisa berupa tingkat kesuburan tanah, ketersediaan air, iklim, dll. Kabupaten Ngawi memiliki tanah vulkanik yang baik karena berada di kaki Gunumg Lawu, sementara ketersediaan air sendiri tetap terjaga karena dilalui Bengawan Solo dan memiliki beberapa bendungan untuk menjaga ketersediaan air tersebut khususnya untuk sektor pertanian. Dalam berusaha tani petani pangan sangat bergantung pada iklim yang ada. Musim hujan yang terlampau sering atau musim kemarau yang terlampau panjang menurunkan produksi yang ada. Bila jumlah hari hujan terlalu rapat, maka akan berakibat banyaknya serangan hama dan penyakit serta kurang maksimalnya penyerapan pupuk, sedangkan bila musim kemarau terlalu kering dan banyak angin maka padi tidak akan berproduksi dengan baik karena proses penguapan yang berlebihan dan angin membuat batang padi menjadi ambruk. Masalah iklim ini perlu mendapat sorotan lebih lanjut agar dampaknya seminimal mungkin tidak merugikan bagi petani. 3) Kebijakan Pemerintah Pemerintah adalah pihak yang memangku kepentingan dan memiliki kebijakan/ kewenangan untuk berkuasa dan menjalankan kebijakan-kebijakan bagi kepentingan orang banyak (masyarakat). Pemerintah baik pusat, daerah, maupun pemerintah tingkat kecamatan
52
dan kelurahan menjadi komponen penting dalam menjalankan usahatani, karena dengan keberadaan pemerintah tersebut dapat memberikan kontribusi dalam menyokong kegiatan usahatani. Pemerintah memberikan beberapa bantuan kepada para petani subsektor tanaman pangan melalui berbagai macam program, diantaranya ada: pemberian PUAP (Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan), SLPHT (Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu), SLPTT (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu), bantuan benih dan pupuk, subsidi benih dan pupuk, bantuan alat berat berupa traktor dan mesin panen otomatis untuk beberapa Kecamatan di Kabupaten Ngawi. Kebijakan pemerintah yang ada harus disertai dengan kesiapan dari pihak pendamping petani, yaitu penyuluh. Di Kabupaten Ngawi sendiri penyuluh telah aktif dalam mendampingi dan melakukan pengawasan terhadap usahatani subsektor tanaman pangan yang di lakukan. Telah adanya perencanaan yang matang dan acara penyuluhan serta pendampingan yang rutin dalam kelompok tani merupakan nilai tambah bagi keberhasilan usahatani yang dijalankan petani. 4) Kondisi Ekonomi Kondisi ekonomi yang ada cukup berpengaruh terhadap kegiatan usaha tanaman pangan. Harga barang-barang
yang
melambung tinggi secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi pendapatan petani. Kenaikan harga akan berpengaruh terhadap harga saprodi yang ikut meningkat karena tentunya produsen dan pedagang melakukan penyesuaian harga dengan kondisi ekonomi yang ada. Selain itu kenaikan harga akan berpengaruh juga pada harga jual produk sehingga permintaan menjadi relative menurun. Kondisi ekonomi sangat mempengaruhi daya beli masyarakat terhadap hasil pertanian tanaman pangan.
53
5) Teknologi Teknologi yang berkembang sekarang ini juga mulai merambah sektor pertanian khususnya subsektor tanaman pangan. Banyak temuan-temuan baru di bidang pertanian tanaman pangan ini, baik berupa teknologi benih baru, cara bercocok tanam baru maupun teknologi mesin-mesin pertanian baru. Di Ngawi sendiri saat ini di beberapa kecamatan sudah memiliki mesin panen otomatis yang tentu saja lebih menghemat biaya dalam pemanen, serta menekan jumlah kehilangan hasil dalam proses pemanenan. Di Kabupaten Ngawi sendiri terus dilakukan usaha pencarian teknologi baru serta adopsi terhadap teknologi apa yang saat ini sedang berkembang di subsektor tanaman pangan. Perkembangan yang pesat dari teknologi di subsektor tanaman pangan saat ini harus diimbangi dengan sumberdaya manusia yang dimiliki petani maupun penyuluh. Teknologi akan sangat berpengaruh pada hasil produksi yang akan diperoleh nantinya oleh petani, dengan kata lain mempengaruhi pula akan produktivitas petani. 2. Identifikasi Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman Berdasarkan hasil analisis faktor internal dan eksternal maka dapat diidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas tenaga kerja subsektor tanaman pangan di Kabupaten Ngawi. Adapun faktor-faktor tersebut dapat dilihat pada Tabel 18.
54
Tabel
18.
Identifikasi Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman dalamPeningkatan Produktivitas Tenaga Kerja Sub Sektor Tanaman Pangan di Kabupaten Ngawi
FAKTOR INTERNAL
Sumber Daya Manusia
KEKUATAN ( Strength )
KELEMAHAN ( Weakness )
1. Tingkat pengalaman dan pengetahuan petani 2. Managemen keuangan yang baik 3. Petani berorientasi profit 1. Petani aktif dalam kegiatan kelompok tani
Organisasi
2. Kegiatan kelompok tani yang berjalan dengan baik dan rutin
Kondisi Keuangan
Modal yang terbatas
Produksi
kepemilikan alsintan
Tidak adanya pengolahan lebih lanjut hasil produksi 1. Daya tawar petani rendah 2. Belum ada harga dasar
Pemasaran FAKTOR EKSTERNAL Pemasok
PELUANG ( Opportunities )
ANCAMAN ( Treats )
Kemudahan memperoleh saprodi
Pelanggan
1. Penentuan harga oleh tengkulak 2. Keterbatasan dalam memasarkan produknya
Kondisi Alam
Sangat dipengaruhi Iklim (Produksi dipengaruhi iklim)
Kebijakan Pemerintah
1. adanya dukungan pemerintah melalui program-program bantuan 2. penyuluh aktif melakukan penyuluhan dan pengawasan
Kondisi Ekonomi Teknologi
Kenaikan harga saprodi Perkembangan informasi dan teknologi usaha tani
Ketergantungan penggunaan bahan kimia
Sumber : Analisis Data Primer, 2015 a. Identifikasi Faktor Kekuatan 1) Tingkat Pengalaman Dan Pengetahuan Petani Petani di Kabupaten Ngawi memiliki tingkat pengetahuan yang cukup tinggi sehubungan dengan cara-cara bercocok tanam. Selain tingkat pengetahuan yang tinggi mereka juga memiliki cukup banyak
55
pengalaman. Tingkat pengalaman petani diperoleh dari lamanya para petani berkecimpung di subsektor ini. Kebanyakan dari mereka sudah membantu orang tua mereka sebagai petani dari kecil sehingga sudah mewarisi keahlian bertani dari orang tuanya. Pengalaman
usahatani
tersebut
mampu
menumbuhkan
kemampuan dan kecakapan petani dalam memecahkan berbagai permasalahan dan kendala dalam usahatani mereka sehingga petani mampu mengambil keputusan terbaik dengan keterbatasan-keterbatasan mereka. Tingkat pengalaman petani ini tentunya akan sangat berpengaruh terhadap peningkatan produksi tanaman pangan yang mereka budidayakan sehingga secara tidak langsung akan berpengaruh juga terhadap produktivitas mereka dalam menjalankan usahanya. 2) Managemen Keuangan Yang Baik Petani tanaman pangan di Kabupaten Ngawi sudah memiliki managemen yang cukup baik dalam berusaha tani. Mereka sudah memiliki pembukuan dan perhitungan yang cukup sistematis untuk mendukung usaha tanaman pangannya menuju peningkatan produksi, meskipun masih tergolong sederhana. Dengan adanya pengetahuan tentang managemen keuangan tentunya petani akan sangat terbantu dan lebih jeli dalam menyingkapi permasalahan dalam usahatani yang mengarah pada masalah finansial sehingga produksinya diharapkan dapat meningkat. 3) Petani Berorientasi Profit Petani di Kabupaten Ngawi merupakan petani modern yang dalam menjalankan usahanya sudah tidak hanya berorientasi untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya tetapi sudah berorientasi pada profit atau keuntungan. Hal ini dibuktikan dengan sebagian besar hasil lahannya, atau bahkan seluruhnya dijual kepada tengkulak. Petani yang berorientasi kepada profit tentu merupakan kekuatan bagi peningkatan produktifitas petani karena dengan berorientasi kepada keuntungan
56
tentunya petani akan lebih terpacu dan lebih giat berusaha untuk mencapai keuntungan yang sebesar-besarnya, sehingga usaha tani pangannya lebih berkembang dan produktivitasnya dapat meningkat terutama dalam hal peningkatan produksi hasil. 4) Petani Aktif Dalam Kegiatan Kelompok Tani Petani di Kabupaten Ngawi merupakan petani yang aktif dalam mengikuti kegiatan kelompok tani. Sebagian besar dari mereka sudah menyadari dan merasakan manfaat dari adanya kelompok tani yang ada di daerah mereka. Dengan adanya kelompok tani, petani dapat mengakses banyak informasi dan teknologi baru yang mungkin belum mereka ketahui atau kuasai, selain itu dengan adanya kelompok tani mereka dapat saling bekerjasama dengan petani lainnya untuk menjalankan usahataninya dengan lebih baik. Dengan adanya tingkat keaktifan dan partisipasi aktif dari petani dalam kelompok tani tentunya SDM yang dimiliki petani akan makin berkembang sehingga mendukung petani dalam meningkatkan produksi dan penerimaan yang akan mereka peroleh. 5) Kegiatan Kelompok Tani Yang Berjalan Dengan Baik Dan Rutin Kelompok tani merupakan suatu bentuk organisasi di bidang usahatani. Sebagian besar petani pasti merupakan anggota dari salah satu kelompok tani yang ada di daerah mereka. Kelompok tani di Kabupaten Ngawi berjumlah 2.356 kelompok tani yang biasanya mengadakan pertemuan tiap sebulan sekali. Kegiatan yang dilakukan dalam kelompok tani adalah arisan dan musyawarah bersama. Kelompok tani memberikan banyak manfaat bagi petani karena dengan adanya kelompok tani, petani bisa memecahkan masalah
dalam
usahatani
yang
sedang
dihadapi
dengan
membicarakannya dalam forum pertemuan rutin tersebut. Masalah yang terjadi dalam usahatani dapat diselesaikan secara bersama-sama dengan petani yang lain. Selain dari forum pertemuan rutin, terkadang penyuluh
57
juga mengunjungi petani perorangan sewaktu-waktu. Pertemuan rutin kelompok tani ini tentunya akan mendukung peningkatan pendapatan petani karena akan lebih banyak ilmu dan informasi yang dihasilkan sehingga resiko gagal panen atau kerugian dapat diminimalkan. 6) Kepemilikan Alsintan (alat mesin pertanian) Di Kabupaten Ngawi telah banyak digunakan peralatan pertanian baru yang membantu petani dalam menjalankan usahataninya. Peralatan baru tersebut antara lain: mesin panen otomatis dan mesin tanam otomatis. Selain mesin/alat berat tersebut, sebagian besar petani di Kabupaten Ngawi juga memiliki alat-alat pertanian yang cukup untuk mengolah lahan, alat-alat seperti hand sprayer dan traktor mesin jumlahnya sudah lebih dari mencukupi untuk mereka. Sebagian besar dari mereka sudah memilikinya dan sebagian lagi tersedia di tiap gapoktan. Kabupaten Ngawi sendiri pada tahun 2014 kemarin telah menerima sumbangan traktor dari presiden Joko Widodo yang di serahkan pada beberapa kecamatan Di Kabupaten Ngawi. Kepemilikan alsintan (alat mesin pertanian) ini tentunya akan sangat membantu petani dalam usaha taninya karena menghemat biaya untuk tenaga kerja juga mengurangi kemungkinan kehilangan hasil panen karena pemakaian mesin dianggap lebih efektif dalam proses pemanenan sehingga produksi dapat meningkat. b. Identifikasi Faktor Kelemahan 1) Modal yang Terbatas Modal merupakan hal utama yang diperlukan petani untuk menjalankan usahatani. Modal yang kurang dalam menjalankan usahatani
dapat
membuat
usahatani
terganggu
bahkan
dapat
menghentikan usahatani. Terbatasnya modal membuat para petani di Kabupaten Ngawi belum
kesulitan
dalam
mengembangkan
usahatani
pangannya.
Keterbatasan modal membuat petani kesulitan dalam mengupgrade
58
peralatan pertanian baru, keterbatasan modal juga sering membuat petani kesulitan memenuhi kebutuhan untuk usahataninya. Kebutuhan akan modal ini sebisanya harus diatasi karena untuk mendapatkan peningkatan produksi tentu diperlukan ketersediaan atau peningkatan modal. 2) Tidak Adanya Pengolahan Lebih Lanjut Hasil Produksi Hasil produksi dari subsektor tanaman pangan ini langsung di jual kepada tengkulak, dan kebanyakan transaksi di lakukan di sawah pada saat panen sehingga tidak ada pengolahan lebih lanjut hasil pertanian. Dengan melakukan pengolahan lebih lanjut hasil pertanian sebenarnya
petani diharapkan mampu
meningkatkan nilai
jual
produknya dan memperlama umur simpan produk, serta memperluas konsumen dari produknya. Pengolahan lebih lanjut hasil pertanian ini diharapkan dapat meningkatkan sumbangan subsektor tanaman pangan terhadap pendapatan daerah. 3) Daya Tawar Petani Rendah Daya tawar petani tanaman pangan yang rendah di Kabupaten Ngawi merupakan kelemahan dari petani yang menghambat petani untuk mengembangkan usahataninya. Daya tawar petani yang rendah membuat petani hanya bisa menerima harga yang ditetapkan oleh tengkulak. Hal ini dipengaruhi juga oleh jangkauan pemasaran petani yang sempit sehingga petani belum mampu untuk memasarkan produknya sendiri dan hanya mengandalkan tengkulak untuk memasarkan produknya. Hal ini tentunya merupakan kelemahan secara internal dari produktivitas tenaga kerja subsektor tanaman pangan karena petani menjadi lesu dan tidak bersemangat untuk meningkatkan produksinya karena merasa belum dihargai dengan pantas.
59
4) Belum Ada Harga Dasar Harga dari hasil pertanian merupakan hal yang paling penting untuk petani karena harga itulah yang dapat menentukan besar kecilnya keuntungan yang didapatkan oleh petani. Namun sayangnya, petani tidak pernah mengetahui informasi pasar mengenai harga hasil pertanian sehingga petani hanya mengikuti harga yang diberikan oleh tengkulak yang dapat merugikan petani. Apabila ada harga dasar tiap masingmasing harga hasil pertanian maka petani mampu untuk menjual hasil pertanian tanpa mengandalkan tengkulak karena tengkulak dapat merugikan petani dari segi harga yang diberikan sehingga harga produk pertanian tidak dihargai sesuai harga yang layak. c. Identifikasi Faktor Peluang 1) Kemudahan memperoleh saprodi Di Kabupaten Ngawi tersedia banyak toko sarana produksi sehingga kebutuhan petani subsektor tanaman pangan atas sarana produksi untuk menjalankan usahataninya mudah untuk terpenuhi. Mudahnya mendapat saprodi tentunya menguntungkan bagi petani karena sewaktu-waktu petani membutuhkan sarana produksi tersebut sudah tersedia dan mudah diperoleh. Kemudahan memperoleh saprodi ini juga diharapkan mampu menjadi peluang yang baik bagi peningkatan hasil produksi petani karena kebutuhan akan pupuk dan obat-obatan akan dapat terpenuhi sewaktu-waktu dibutuhkan. 2) Adanya dukungan pemerintah melalui program-program bantuan Dukungan pemerintah bagi para petani merupakan suatu keuntungan bagi para petani, melalui program bantuan seperti pemberian mesin petanian, penyediaan sumur maupun waduk untuk menjamin melancarkan irigasi, sampai kebijakan harga yang berpihak pada petani tentunya akan sangat membantu petani untuk meningkatkan produksi
60
dan kualitas hasil usahataninya sehingga sumbangan subsektor ini terhadap pendapatan daerah juga akan meningkat. 3) Penyuluh aktif melakukan penyuluhan dan pengawasan Kegiatan penyuluhan di Kabupaten Ngawi rutin dilakukan. Hubungan antara penyuluh dan petani serta dengan dinas lain yang terkait pun terjalin dengan baik. Dengan adanya penyuluhan dan pengawasan, penyuluh dapat melihat secara nyata perkembangan dari usahatani di Kabupaten Ngawi sehingga penyuluh dan pemerintah mampu membantu petani dalam meningkatkan produksi tanaman pangannya. Selama ini telah banyak program yang dijalankan di Kabupaten Ngawi yang bertujuan untuk memajukan sektor pertanian tanaman pangan. Petani masih banyak yang memiliki potensi lahan dan SDM yang dapat diusahakan secara optimal. Program pemerintah yang sudah berjalan di Kabupaten Ngawi disubsektor pertanian tanaman pangan baru-baru ini antara lain: program tanam jajar legowo, pengenalan padi SRI dan pemberian bantuan melalui PUAP yang diperuntukkan bagi petani di tiap-tiap desa dan disalurkan melalui gapoktan. Pemerintah Kabupaten Ngawi sedang mengembangkan berbagai program di bidang pertanian tersebut untuk memajukan subsektor tanaman pangan dan meningkatkan hasil produksi petani. 4) Perkembangan informasi dan teknologi usaha tani Kemajuan dan pembangunan dalam bidang apapun tidak dapat dilepaskan dari kemajuan teknologi. Revolusi pertanian didorong oleh penemuan mesin-mesin dan cara-cara baru dalam bidang pertanian. Apabila tidak ada perubahan dalam teknologi maka pembangunan pertanian pun terhenti. Perubahan teknologi diharapkan mampu membuat petani dan tanahnya memberikan hasil yang optimal. Teknologi baru yang diterapkan dalam bidang subsektor tanaman pangan selalu dimaksudkan untuk menaikkan produktivitas produknya.
61
Seperti halnya traktor lebih produktif daripada cangkul, pupuk buatan lebih produktif daripada pupuk hijau dan pupuk kandang, menanam padi dengan baris lebih produktif daripada menanamnya tidak teratur. Demikian masih banyak lagi cara-cara bertani baru, di mana petani setiap waktu dapat meningkatkan produktivitas pertanian tanaman pangannya. Meskipun teknologi yang di terapkan di Kabupaten Ngawi sudah tergolong cukup modern dengan penggunaan mesin sebagai pengganti tenaga
manusia.
Penerapan
teknologi
untuk
usahatani
harus
memperhatikan kecepatan transfer dan adopsi teknologi dari para petani. Namun kebanyakan para petani cenderung menunggu ada petani lain yang mampu membuktikan manfaat suatu teknologi. Mereka cenderung tidak mau mengambil resiko kerugian. Selain itu, jenis teknologi yang sesuai dengan kebutuhan petani dan kondisi lingkungan hendaknya diprioritaskan. Perkembangan teknologi usahatani dapat memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan hasil pertanian tanaman pangan di Kabupaten Ngawi. Adanya perkembangan teknologi di bidang tanaman pangan akan berpengaruh pada hasil pertanian tanaman pangan yang meningkat dan dapat dilakukan oleh petani dengan lebih mudah dibandingkan usahatani secara manual/tradisional. d. Identifikasi Faktor Ancaman 1) Penentuan harga oleh tengkulak Harga penawaran pembelian yang ditawarkan oleh tengkulak untuk hasil pertanian tanaman pangan dari petani rendah. Hal ini membuat petani dirugikan karena petani hanya sebagai penerima harga dan kurang mengetahui mengenai informasi harga hasil produk tanaman pangan di pasaran sedangkan tengkulak yang memiliki banyak informasi mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Namun, dikarenakan keterbatasan transportasi dan ketidak mauan menanggung resiko kerusakan dan kehilangan hasil panen serta pemasaran yang terbatas
62
sehingga petani tanaman pangan tetap mengandalkan tengkulak untuk memasarkan hasil produksinya. Ketergantungan kepada tengkulak ini tentunya adalah ancaman yang besar bagi peningkatan produktivitas petani pangan karena harga yang diperoleh dari tengkulak tentu harga yang rendah. 2) Keterbatasan petani dalam memasarkan produknya Konsumen hasil pertanian tanaman pangan masih tergolong lokal di KabupatenNgawi saja karena biasanya hasilnya disalurkan dari tengkulak ke pasar daerah di sekitar Kabupaten Ngawi. Petani tidak punya akses untuk menjual produknya sehingga untuk pemasaran sangat bergantung kepada tengkulak. Hal ini merupakan ancaman bagi usahatani yang ada karena harga akan sangat dikuasai oleh tengkulak dan tengkulak mampu meraih keuntungan yang besar, yang bahkan mungkin lebih besar dari yang diperoleh petani. Secara tidak langsung ketergantungan ini juga akan menurunkan tingkat produktivitas petani. 3) Sangat dipengaruhi Iklim (Produksi Dipengaruhi iklim) Iklim ekstrim yang terjadi akhir-akhir ini sangat mempengaruhi kualitas hasil pertanian tanaman pangan. Semakin ekstrim iklim maka kualitas hasil pertanian akan semakin menurun. Bila curah hujan terlalu banyak dan kondisi lembab, banyak penyakit yang akan bermunculan dan menyerang, bila musim kemnarau terlalu panjang ketersediaan air akan menurun dan lahan menjadi kering. Hal ini dapat menyebabkan kerugian bagi petani karena akan menurunkan kuantitas dan kualitas produk dan secara tidak langsung sumbangan subsektor ini terhadap pendapatan daerah juga akan menurun. 4) Kenaikan harga saprodi Semakin modern teknologi maka semakin tinggi pula harga sarana produksi tersebut. Sebagian besar petani tanaman pangan di Kabupaten Ngawi sudah mulai mengenal teknologi modern dan mulai
63
menggunakannya dalam usahatani. Bila harga sarana produksi semakin tinggi itu berarti pengeluaran yang dikeluarkan petani tanaman pangan akan semakin tinggi dan dapat menurunkan pendapatan mereka dari usahataninya. Sehingga petani tanaman pangan harus pandai dalam menentukan pengeluaran yang akan digunakan pada usahataninya agar produksinya dapat meningkat. 5) Ketergantungan penggunaan bahan kimia Semakin modern perkembangan jaman makin banyak ditemukan pupuk-pupuk kimia, maupun pembasmi hama dan penyakit dengan cara penggunaan obat kimia. Ketergantungan petani tanaman pangan pada bahan kimia ini dalam menjalankan usahataninya cukup sulit untuk dihilangkan walaupun mulai digerakkan sistem pertanian terpadu yang kembali menggunakan bahan alami dan teknik alami untuk pertanian. Hal ini dapat menjadi suatu ancaman karena produksi yang dihasilkan apabila menggunakan bahan kimia dapat lebih meningkat sedangkan apabila menggunakan bahan organik terkadang hasilnya belum bisa setara
dengan
menggunakan
bahan
kimia.
Selain
itu,
untuk
pemberantasan hama maupun penyakit pada sektor pertanian juga masih bergantung pada bahan kimia sintetis karena hasilnya lebih akurat. Dalam jangka panjang peningkatan produksi ini akan terus menurun karena kualitas tanah akan menurun akibat jenuh penggunaan bahan kimia. Ketergantungan penggunaan bahan kimia ini merupakan ancaman jangka panjang bagi peningkatan produktivitas petani tanaman pangan. 3. Perhitungan analisis SWOT Berdasarkan pada data angket yang telah diisi oleh responden sebanyak 30 orang tentang aspek kekuatan yang terdiri dari enam pertanyaan, aspek kelemahan yang terdiri dari lima pertanyaan, aspek peluang yang terdiri dari enam pertanyaan, dan aspek ancaman yang terdiri dari lima pertanyaan, selanjutnya ditentukan nilai skor matrik IFAS dan EFAS pada Tabel 19.
64
Tabel 19. Matrik IFAS Faktor-Faktor Kunci
Bobot
Rating
Skor
FAKTOR INTERNAL KEKUATAN Tingkat pengalaman dan pengetahuan petani Petani aktif dalam kegiatan kelompok tani Managemen keuangan yang baik Kepemilikan alsintan Kegiatan kelompok tani yang berjalan dengan baik dan rutin Petani berorientasi profit
0,130 0,080 0,080 0,070
3 3 2 2
0.390 0.240 0.160 0.140
0,080 0,060
3 4
0.240 0.240 1.410
KELEMAHAN Belum ada harga dasar Modal yang terbatas Daya tawar petani rendah Tidak adanya pengolahan lebih lanjut hasil produksi
0,140 0,140 0,140
2 2 1
0.280 0.280 0.140
0,080
4
Skor IFAS
1,000
0.320 1.020 0.840
Sumber: Analisis data primer, 2015 Skor IFAS = Skor S – Skor W ∑
∑
= (0,390 + 0,240 +0, 160 + 0,140 + 0,240 +0,240) – (0,280 + 0,280 + 0,140 + 0,320 ) = 1,410 – 1,020 ) = 0,39 Berdasarkan matrik IFAS, diketahui bahwa IFAS bernilai positif,yaitu 0,39, itu berarti bahwa faktor strategis internal peningkatan produktivitas tenaga kerja subsektor tanaman pangan di Kabupaten Ngawi berada di kuadran positif. Kekuatan yang terdapat di produktivitas tenaga kerja tanaman pangan lebih tinggi daripada kelemahan yang ada.
65
Tabel 20. Matrik EFAS Faktor-Faktor Kunci FAKTOR EKSTERNAL PELUANG Penyuluh aktif melakukan penyuluhan dan pengawasan Adanya dukungan pemerintah melalui program-program bantuan Perkembangan informasi dan teknologi usaha tani Kemudahan memperoleh saprodi
Bobot
Rating
Skor
0,160
3
0.480
0,110
2
0,220
0,140 0,090
2 1
0.280 0.090 1.070
0,120
1
0,120
0,080
2
0.160
0,120 0,090 0,090
1 2 3
0.120 0.180 0.270 0,850 0.220
ANCAMAN Penentuan harga oleh tengkulak Keterbatasan petani dalam memasarkan produknya Sangat dipengaruhi iklim (produksi dipengaruhi iklim) Kenaikan harga saprodi Ketergantungan penggunaan bahan kimia Skor EFAS
1,000
Sumber: Analisis Data Primer, 2015 Skor EFAS = Skor O – Skor T ∑
∑
= (0,480+ 0,220 + 0,280 + 0,090) – (0,120 + 0,160 + 0,120 + 0,180 + 0,270 ) = 1,070 – 0,850 ) = 0,220 Berdasarkan matrik EFAS diketahui bahwa EFAS bernilai positif, yaitu 0,220, yang artinya faktor strategis eksternal peningkatan produktivitas tenaga kerja subsektor tanaman pangan di Kabupaten Ngawi berada di kuadran positif. Peluang yang terdapat pada produktivitas tenaga kerja subsektor tanaman pangan lebih tinggi daripada ancaman yang ada.
66
Berdasarkan pada skor IFAS dan EFAS, selanjutnya dapat ditentukan posisi strategi pengambilan keputusan yang harus dilaksanakan oleh petani subsektor tanaman pangan di Kabupaten Ngawi berdasarkan pada posisi kuadran sebagai berikut: O: Peluang
III: Strategi Stabil
I: Strategi Tumbuh
2
1 (0,390, 0,220)
W: Kelemahan
S: Kekuatan -2
0
-1
1
2
-1 IV: Strategi Bertahan
-2
II: Strategi Diversifikasi
T: Ancaman Gambar 3. Posisi Kuadran Analisis SWOT Sumber : Analisis hasil penelitian, 2015 Karena posisi kuadran yang berada pada kuadran pertama maka keputusan yang dilakukan oleh petani harus mengarah pada strategi tumbuh, artinya kombinasi dari strategi yang diambil pada komponen SO, ST, WO, WT harus mengarah pada strategi tumbuh. 4. Alternatif Strategi Untuk merumuskan alternatif strategi yang diperlukan dalam meningkatkan produktivitas tenaga kerja sektor pertanian di Kabupaten Ngawi digunakan analisis Matriks SWOT. Matriks SWOT menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal dapat dipadukan dengan kekuatan dan kelemahan internal sehingga dihasilkan rumusan strategi
67
peningkatan produktivitas tenaga kerja. Matriks ini menghasilkan empat sel kemungkinan alternatif strategi, yaitu strategi S-O, strategi W-O, strategi WT, dan strategi S-T. Alternatif strategi matrik SWOT diarahkan pada strategi pertumbuhan sumbangan subsektor tanaman pangan terhadap PDRB Kabupaten Ngawi. Alternatif strategi yang daapat diambil bias dilihat pada Gambar 4.
68
Gambar 4. Alternatif Strategi Matriks SWOT Peningkatan Produktivitas Tenaga Kerja Subsektor Tanaman Pangan di Kabupaten Ngawi IFAS
KEKUATAN 1. Tingkat pengalaman dan pengetahuan petani
KELEMAHAN 1. belum ada harga dasar
EFAS
2. petani aktif dalam kegiatan kelompok tani
2. modal yang terbatas
3. managemen keuangan yang baik
3. daya tawar petani rendah
4. kepemilikan alsintan
4. tidak adanya pengolahan lebih lanjut hasil produksi
5. kegiatan kelompok tani yang berjalan dengan baik dan rutin 6. petani berorientasi profit Alternatif Strategi SO
PELUANG
1. penyuluh aktif melakukan penyuluhan dan pengawasan
1. Mengadakan Program Pelatihan manajemen pertanian (S1, S2, S3,O3)
2. adanya dukungan pemerintah melalui program-program bantuan
2. Peningkatan permodalan usahatani ( S3, O2)
3. perkembangan informasi dan teknologi usaha tani
3. Membentuk kerjasama antar petani, penyuluh dan pemerintah tentang pengembangan usaha yang bisa dilakukan kelompok tani (S1, S2, S3, S5, S6, O1, O3)
Alternatif Strategi WO 1. Menyediakan informasi komoditas pertanian yang potensial (W1, W3,O1, O2, O3) 2. Memperluas jaringan pemasaran Petani (W1, W3, O2, O3) 3. Sosialisasi akses permodalan dan pemanfaatan teknologi untuk pengelolaan produk pertanian (W2, W4, O2)
4. kemudahan memperoleh saprodi Alternatif Strategi ST
1. penentuan harga oleh tengkulak
ANCAMAN
1. Optimalisasi peran kelompok tani dalam akses pemasaran dan proses produksi (S1,S2, S4, S5, T2, T3, T4)
2. keterbatasan petani dalam memasarkan produknya 3. sangat dipengaruhi iklim (produksi dipengaruhi iklim) 4. Kenaikan harga saprodi 5. ketergantungan penggunaan bahan kimia
Sumber : Analisis hasil penelitian, 2015
Alternatif Strategi WT 1. Mengadakan pertemuan atau jaringan antar kelompok tani tentang harga jual produk pertanian (W1,W3,W4, T1,T3) 2. Efisiensi sarana produksi (W2, T4, T5)
69
Setelah mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang menjadi kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman dalam meningkatkan produktivitas tenaga kerja sektor pertanian di Kabupaten Ngawi, maka diperoleh beberapa alternatif strategi yang nampak pada matriks SWOT yang dapat dipertimbangkan, diantaranya sebagai berikut : a. Strategi S-O Strategi S-O (Strength-Opportunity) atau strategi kekuatanpeluang adalah strategi yang menggunakan kekuatan internal untuk memanfaatkan peluang eksternal. Alternatif strategi S-O yang dapat dirumuskan adalah : 1) Mengadakan Program Pelatihan manajemen pertanian (S1, S2, S3,O3) Program
pelatihan
manajemen
sangat
diperlukan petani
subsektor tanaman pangan di Kabupaten Ngawi karena dapat meingkatkan kualitas bersumberdaya manusia terutama dalam hal manajemen keuangan. Hal ini sebagai upaya untuk mempersiapkan para petani dalam berusahatani tanaman pangan lebih sistematis dan tertata sehingga mendukung tingkat keberhasilan petani tanaman pangan dalam berusahatani dan produktivitasnya dapat meningkat. Program pelatihan manejemen pertanian tanaman pangan ini didukung oleh tingkat pengalaman dan pengetahuan petani yang baik, keaktifan petani dalam kegiatan kelompok tani cukup tinggi, serta manajemen keuangan yang dimiliki petani yang relatif baik, disisi lain pemerintah pemangku kepentingan pertanian subsektor tanaman pangan memiliki program-program peningkatan kualitas dan kuantitas produksi. Dukungan pemerintah ini diwujudkan melalui programprogram bantuan pertanian tanaman pangan. 2) Peningkatan permodalan usahatani (S4,O3) Peningkatan permodalan bertujuan agar petani tanaman pangan dapat menjalankan usahataninya secara keberlanjutan dan memberi
70
peluang bagi mereka untuk mengembangkan budidaya tanaman pangan mereka sehingga berpeluang meningkatkan hasil produksi yang ada sehingga sumbangan subsektor ini terhadap PDRB dapat meningkat. Sampai saat ini, petani masih memiliki modal yang terbatas untuk menjalankan usahanya.Sehingga dengan adanya bantuan permodalan dari pihak-pihak terkait mampu membantu mereka untuk menjalankan usaha tanaman pangannya. Program peningkatan permodalan usahatani subsektor tanaman pangan di Kabupaten Ngawi dilatarbelakangi managemen keuangan petani yang sudah baik, petani yang sudah berorientasi profit dan tersedianya progr am-program bantuan dari pemerintah. 3) Membentuk kerjasama antar petani, penyuluh dan pemerintah tentang pengembangan usaha yang bisa dilakukan kelompok tani (S1, S2, S3, S5, S6, O1, O3) Strategi membentuk kerjasama antar petani, penyuluh dan pemerintah tentang pengembangan usaha yang bisa dilakukan kelompok tani. Hal ini bertujuan untuk memperluas pandangan petani tanaman pangan untuk mengembangkan usahanya tidak hanya di on farm tetapi juga menjangkau off farm sehingga mereka tidak hanya menjual produk tanaman pangan saja tetapi juga produk olahan dari tanaman pangan mereka sehingga memiliki nilai jual yang lebih dan diharapkan
mampu
meningkatkan
sumbangannya
terhadap
pendapatan daerah Kabupaten Ngawi. Dalam prakteknya diperlukan pendampingan penuh dari pemerintah dan dukungan melalui seminar-seminar maupun kegiatan agroindustri dengan menghadirkan pakar maupun pembicara dari luar agar petani tanaman pangan lebih termotivasi untuk mengembangkan usahanya. Pengembangan usaha ini diharapkan dapat membantu mereka dalam meningkatkan nilai jual hasil produksinya.
71
b. Strategi W-O Strategi W-O (Weakness-Opportunity) atau strategi kelemahanpeluang adalah strategi untuk meminimalkan kelemahan yang ada untuk memanfaatkan peluang eksternal. Alternatif strategi W-O yang dirumuskan adalah : 1) Menyediakan informasi komoditas pertanian pangan yang potensial (W1, W3,O1, O2, O3) Pemberian
informasi
komoditas
tanaman
pangan
yang
potensial ini dapat berupa pemberian informasi harga, adanya produk baru yang lebih unggul, lebih mudah dibudidayakan, maupun lebih hemat saprodi, informasi juga dapat berupa trend yang saat ini sedang banyak mendapat permintaan dari pasar. Melalui pemberian informasi ini petani tentu akan lebih terbantu dalam menentukan komoditas tanaman pangan apa yang akan dibudidayakan pada tiaptiap musim tanam. Melalui pemberian informasi produk pertanian pangan yang potensial petani bisa membudidayakan tanaman yang bernilai jual tinggi sehingga nilai PDRB dari subsektor ini bisa lebih besar. 2) Memperluas jaringan pemasaran petani (W1, W3, O2, O3) Kebanyakan dari petani di Indonesia memiliki keterbatasan dalam memasarkan produknya demikian juga petani tanaman pangan di Kabupaten Ngawi. Petani hanya memasarkan produknya bergantung kepada tengkulak atau pedagang besar yang memborong hasil produksi mereka, sementara mereka sendiri tidak berani untuk memasarkan produknya sendiri karena dianggap tidak memiliki kemampuan untuk memasarkan produknya dan tidak memiliki jaringan pemasaran yang luas. Padahal sebenarnya kalau petani mau menjual produknya sendiri maka keuntungan yang mereka peroleh akan semakin banyak. Melalui perluasan jaringan pmasaran ini
72
petani diharapkan dapat memperoleh harga tertinggi dari sejumlah penawaran yang ada sehingga dengan harga yang tinggi tersebut otomatis akan berpengaruh juga terhadap sumbangan subsektor ini terhadap penerimaan daerah. 3) Sosialisasi akses permodalan dan pemanfaatan teknologi untuk pengelolaan produk pertanian (W2, W4, O2) Sosialisasi akses permodalan dan pemanfaatan teknologi pengelolaan produk pertanian ini penting mengingat petani tanaman pangan masih memiliki keterbatasan dalam permodalan sementara mereka memiliki kekuatan berupa pengelolaan keuangan yang baik. Dengan adanya sosialisasi akses modal tentu petani akan terbantu untuk mendapatkan modal guna mengembangkan usahanya dan meningkatkan produksinya. Dalam hal pemanfaatan teknologi hasil sendiri, petani masih membutuhkan sosialisasi lebih lanjut kaitannya dengan teknologi pengelolaan produk sehingga mengurangi resiko kehilangan hasil dan memperlama umur simpan produk. c. Strategi S-T Strategi S-T (Strength-Threat) atau strategi kekuatan-ancaman adalah strategi untuk mengoptimalkan kekuatan internal yang dimiliki dalam menghindari ancaman. Alternatif strategi S-T yang dapat dirumuskan adalah : Optimalisasi peran kelompok tani dalam akses pemasaran dan proses produksi (S1,S2, S4, S5, T2, T3, T4) Strategi optimalisasi peran kelompok tani dalam akses pemasaran dan proses produksi ini menurunkan tingkat ketergantungan petani terhadap tengkulak dalam memasarkan produknya. Melalui peran kelompok tani yang optimal dalam hal pemasaran, mereka diharapkan dapat memiliki suatu wadah untuk mengelola pemasaran produknya sendiri sehingga tidak bergantung kepada tengkulak dalam hal pemasaran agar produktivitas mereka dapat meningkat.
73
Optimalisasi peran kelompok tani dalam proses produksi bertujuan untuk menciptakan kekompakan dan gotong-royong dalam proses produksi sehingga setiap kendala dapat dihadapi bersama. Diharapkan strategi ini dapat lebih meningkatkan keberhasilan usahatani petani subsektor
tanaman
pangan
dan
meningkatkan
hasil
produksi
dibandingkan bila petani hanya berusahatani secara per rumah tangga saja. d. Strategi W-T Strategi W-T (Weakness-Threat) atau strategi kelemahan-ancaman adalah strategi defensif untuk meminimalkan kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal. Alternatif strategi yang dirumuskan adalah : 1) Mengadakan pertemuan atau jaringan antar kelompok tani tentang harga jual produk pertanian (W1,W3,W4, T1, T3) Strategi ini bertujuan untuk memfasilitasi petani tanaman pangan untuk berkumpul dan berdiskusi serta memberi informasi yang cukup tentang harga jual yang berlaku umum dan kondisi perekonomian saat ini. Dengan adanya kesepakatan antar petani diharapkan posisi tawar petani terhadap tengkulak dapat meningkat sehingga petani memiliki kekuatan lebih dalam hal penawaran harga produk tanaman pangan mereka. Strategi ini diharapkan cukup efektif untuk meningkatkan produktivitas petani karena dengan pendapatan yang besar, tentu petani akan lebih termotivasi untuk mengembangkan usahanya melalui peningkatan hasil produksi. Peningkatan hasil produksi ini secara tidak langsung akan berpengaruh juga terhadap sumbangan subsektor tanaman pangan ini terhadap PDRB Kabupaten Ngawi.
74
2) Efisiensi sarana produksi (W2,T4, T5) Efisiensi sarana produksi dilakukan mengingat petani dalam melakukan usaha taninya memiliki keterbatasan modal sementara harga saprodi terus menerus meningkat. Efisiensi sarana produksi bertujuan agar penggunaan sarana produksi untuk usahatani dapat diminimalkan penggunaannya. Dalam hal ini diperlukan peran dari penyuluh untuk memberikan arahan dan anjuran seberapa besar takaran saprodi yang efisien untuk kegiatan budidaya. Petani diharapkan dapat menggunakan sarana produksi secara bijaksana sesuai anjuran tersebut sehingga hasilnya dapat efektif dan pengeluaran dapat seefisien mungkin. Dengan adanya pengeluaran yang lebih efisien, modal dapat dialokasikan untuk hal-hal lain yang dapat mendukung peningkatan produksi, misalnya perluasan lahan, modal adopsi teknologi pasca panen, dll.