V HASIL V. L DAN PE EMBAHA ASAN
5.1. Hasil Hasiil penelitiann terbagi dalam d tujuh bagian utaama yaitu hasil h identifikasi komponen n habitat fiisik (analissis spasial),, hasil idenntifikasi koomponen habitat biotik, haasil PCA, hasil h analisiis peubah determinan d kehadiran Cikukua timor, t hasil anaalisis dan dugaan poopulasi beerdasarkan jarak sam mpling (disstance sampling), hasil analiisis penutuppan lahan daan interpretaasi peta lansskap Campllong. Frek kuensi perjuumpaan Cikkukua timorr diklasifikaasikan dalam m enam keteegori, dengan vaariasi rentanng nilai sessuai dengann nilai maksimum dann minimum yang didapatkan n dari hasill pengukuraan lapangann. Rekapituulasi data pada p tiap peeubah disajikan dalam d bentuuk tabel jum mlah jenis vegetasi v paakan dan cover dan diaagram batang, meliputi; m jum mlah perjuumpaan padda tiap tipee habitat, bentuk b aktiivitas, sebaran veertikal terdiiri dari tingg gi rata-rata vegetasi poohon, tiang,, pancang, tinggi t bebas cabaang, tinggi rata-rata r daan kerapatann vegetasi po ohon, tiang, dan pancaang. 5.1.1. Titiik Perjump paan Juumlah titikk perjumpaaan (presennce points)) yang diddapatkan dalam d observasi Cikukua tim mor adalah 40 titik. Keeseluruhan jumlah j dataa perjumpaaan ini digunakann dalam meenganalisis karakteristtik komponnen habitat fisik dan biotik b Cikukua
timor.
D Determinan
titik-titik
perjumpaaan
(preseence)
dipeeroleh
berdasarkaan pola-polla perilaku yang teram mati dalam penelitian p in ni yaitu; makan, m beristirahaat/tidur, daan sosial, sedangkan s perilaku kawin k dan bersarang tidak ditemukan n dalam pennelitian ini (Gambar ( 9).. 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
Aktivitas Cikuk kua timor
Sosial Istirahaat & Tidur makan
T Habitat Tipe
Gambar 9 Diagram distribusi perjumpaan p n aktivitas Cikukua tim mor di tiapp tipe habitat.
58 Gambar G 9m menunjukkaan ada 11 tiipe habitat dalam wilaayah studi, tetapi t hanya dijjumpai enaam tipe habitat h yanng digunak kan Cikuku ua timor untuk u melakukan n aktivitas makan, sossial dan beeristirahat/tidur. Tipe-tiipe habitat yang tidak dimaanfaatkan Cikukua C tim mor adalah; savana, s hutaan tanaman n, mamar, seemak, dan lahan n kosong. Tipe T habitaat dengan tingkat t perjjumpaan akktivitas terttinggi adalah beelukar. Padaa habitat in ni Cikukuaa timor dap pat mempeeroleh tumbbuhan sumber paakan, sosial,, dan istirahhat/tidur. Menurut Trainor (2008), habitat Cikkukua timor dan n cikukua taanduk samaa-sama di hutan h tropiss (Tropical Forest), daerah d berhutan (Woodland) ( ), dan perkeebunan (Planntation). Cikukua C tim mor teramati melakukann aktivitas makan m di seemua tipe habitat yang dijuumpai dalam m observaasi ini yaittu; hutan primer, p sekkunder, bellukar, perkebunaan jambu mete, m kebu un palawijaa, dan perm mukiman. Aktivitas sosial s Cikukua tiimor hanyaa dijumpai pada p tiga tippe habitat meliputi m belu ukar, perkebbunan jambu mete dan kebuun palawija.. Aktivitas istirahat/tidu i ur hanya dijjumpai pada tipe habitat huttan primer dan d belukarr. Pada P Gambaar 10 di baw wah ini, menunjukkan bahwa Ciku ukua timor lebih banyak dijjumpai padda hutan priimer (11 tittik) dan kurrang (3 titik k) dijumpai pada kawasan permukima p an. Secara umum nam mpak variassi jumlah titik t perjum mpaan tidak jauh berbeda di antara tipe habitat, teruutama tipe habitat h yang g letaknya saling s berdekatan n seperti belukar deng gan kebun palawija, kebun k jamb bu mete deengan kebun palaawija, belukkar dengan kebun jambbu mete. mor Jumlah Tittik Perjumpaaan Cikukua tim 11 8 6
5
7 3
Hu utan Priimer
H Hutan Sek kunder
Beelukar
K Kebun Jam mbu Mete
K Kebun Paalawija
Pem mukiman
Gambar 10 Diagram distribusi juumlah titik perjumpaan n Cikukua timor t di tiapp tipe habitat.
59 5.1.2.
Id dentifikasi komponen n habitat fissik
5.1.2.1. Nilai N Normaalized Diffeerence Vegeetation Indeex (NDVI) N Nilai NDVI di lanskap Camplong berada padda rentang nilai n -0,32 hingga 0,73 (Lam mpiran 7). Nilai N NDVII berkisar antara a -1 sam mpai 1. Nilai N indeks yang tinggi um mumnya merupakan tuutupan vegeetasi yang memiliki m tiingkat keseehatan yang tingggi atau vegeetasi dengann kanopi yanng baik. Nillai indeks yang y mendekkati 0 umumnyaa berhubunggan dengan n tutupan aw wan, sedanngkan nilai indeks yanng <0 umumnyaa merupakann badan air atau wilayaah tanpa veg getasi (Jaya,, 2010; Justtice et al. 1985 diacu d dalam m Roger et al. 20077). Jaya (22010) menjjelaskan tuttupan vegetasi yang y lebat cenderung mempunyai m nilai NDVII mendekatii satu, sedanngkan tutupan badan b air umumnya u bernilai b -1. Nilai lahaan kosong (tanah kosong) umumnyaa mempunyaai nilai nol.. Besarnya nilai NDVII dari suatu u kondisi tuttupan vegetasi sangat s berggantung paada tutupann vegetasi itu sendirri serta koondisi permukaann tanah yanng ada di baw wah vegetaasi yang direekam. T Titik-titik peerjumpaan Cikukua C tim mor di lanskkap Camploong terletakk pada rentang niilai NDVII 0,16–0,30 sebanyak 4 titik hinggga rentang g nilai 0,61-0,73 sebanyak 1 titik. Titiik kehadirann burung teertinggi terleetak pada nilai n NDVI 0,460,60 seban nyak 21 titikk (52%), paada rentang nilai NDVII yang semaakin tinggi (0,61( 0,73) nam mpak tingkatt perjumpaaan menurunn drastis yaaitu satu titiik saja (Gaambar 11). Jumlah Tittik Perjumpaaan Cikukua tim mor 2 21 14 0 -0,32 - 0
0 0,1 - 0,15
4
1
0,,16 - 0,30 0,31 1 - 0,45 0,46 - 0,60 0,61 - 0,,73
Nilai NDV VI
Gambar 11 1 Diagram m sebaran jumlah tittik perjumppaan Cikukkua timor pada berbagaai rentang niilai NDVI. 5.1.2.2. Kemiringan K n lereng Wilayah W stuudi Cikukuua timor di lanskap Camplong C memiliki m tinngkat kemiringaan lereng daari 0-3% hin ngga > 40% %. Pembagiian kelas keemiringan lereng berdasarkaan Peraturran Menterri Kehutannan Nomoor: P.32/MENHUT-II//2009
60 tentang Tata T Cara Penyusunan P Rencana Teknik T Reh habilitasi Hutan H dan Lahan L Daerah Aliran A Sunggai (RTkRH HL-DAS). Pembagian P kelas keleerangan terrsebut tersaji pad da Tabel 3. Tabel 3 P Pembagian kelas k kemirringan lerenng berdasarkkan peta toopografi berrskala 1::50.000 dann interval kontur 25 meter berrdasarkan P.32 P MENH HUTIII/2009 Kelas Lerengg 1 II III IV V VI
Kemirinngan lereng (% %) 0-3 3-8 8-15 15-25 25-40 >40
Deskripssi) Datar Datar Landaii Bergelombbang Curam m Sangat Cuuram
Gambar G 12 di bawah ini, i menunjukkan bahw wa pola disstribusi frekkuensi perjumpaaan Cikukuaa timor sanngat bervariiasi mulai dari datar (0-8%) saampai sangat cu uram (>40% %). Titik kehadiran k C Cikukua tim mor dapat ditemukan pada berbagai sebaran s kem miringan lereeng tersebuut. Pada kem miringan lereeng 3-8% (ddatar) dan 8-15% % (landai) titik t perjum mpaan Cikukkua timor leebih banyakk (22 atau 555%), sedangkan n pada kem miringan lerreng 0-3%, 15-25% (bbergelombaang) dan > 40% (curam) tin ngkat kehaddiran burun ng ini rendahh antara 7,5 5% -15% (3 3-6 titik ). Jumlah Titiik Perjumpaan n Cikukua tim mor 12 3 0-3
10 3
3-8
6
8-15 15--25 25-40 miringan Lereeng (%) Kem
6
>40
Gambar 12 1 Diagram m sebaran jumlah tittik perjumppaan Cikukkua timor pada berbaggai rentang kemiringan k lereng. K tempat 5.1.2.3. Ketinggian Lanskap Camplong terletak pada p sebaraan elevasi 92-465 m dari permukaaan laut (ddpl), dan tittik perjumppaan Cikuk kua timor dapat d ditem mui di semua tingkat ketinnggian temp pat dalam wilayah w stuudi. Pada keetinggian 922-217 j kehhadiran Cik kukua timoor rendah (2,5-7,5% atau 1-3 titik), m dpl jumlah sedangk kan di ketinnggian 218-465 m dppl jumlah kehadiran k b burung cedeerung semakin n meningkatt (15-30 % atau a 6-12 tittik) (Gambaar 13).
61 Ju umlah Titik Peerjumpaan Cik kukua timor 12
9 3
9
6
1
922-154
155-217
218-280
281-343
3 344-406
4077-469
Distribusi Ellevasi (m dpl)
Gambar 13 Diagram m sebaran data d jumlah titik perjum mpaan Cikuukua timor pada berbagaii rentang nilai elevasi. J dari beberapa faktor f spassial 5.1.2.4. Jarak 1. Jarak dari hutan primer dan sekunder Hasil kllasifikasi peta p penuttupan lahaan di lansskap Campplong didappatkan luas hutan primer 285,3 haa dan hutan sekunder seluas s 135,118 ha. Kehadiran Cikukkua timor di d hutan primer beradaa pada rentaang jarak 0--2192 m dann jarak darii hutan seku under antarra 0-1087 m. m Pada jaraak yang sem makin dekatt (0-365 m) dengan huttan primer jumlah j titikk perjumpaaan Cikukua timor cendeerung lebih banyak (155 titik), dann semakin jauh j dari huutan primerr titik perjum mpaan buruung semakinn berkurangg (2 titik) (G Gambar 14a)). Distribusi kehadiran n Cikukua timor paada hutan sekunder lebih fluktuuatif antara rentang jaraak 0-181 m sampai 3644-545 m dijjumpai 6-122 titik (15-30%), sedanngkan pada jarak 546–1087 m hanya h dijum mpai 2-5 titiik (512%)) (Gambar 14b). 1 Ju umlah Titik Peerjumpaan Cik kukua timor 15
Jumlah Titik T Perjumpaaan Cikukua tiimor 12
11 4
4
4
Jarak dari Hutan H Primer (m) (a)
12 6
2
2
3
5
Jarak dari d Hutan Sek kunder (m) (b)
Gambar 14 1 Diagram m sebaran daata jumlah titik perjum mpaan Cikuukua timor pada berbagaai rentang jaarak (a) hutaan primer daan (b) hutann sekunder. 2. Jarak dari belukaar
62 Hasil klassifikasi petta penutupaan lahan laanskap Cam mplong, sebbaran Cikuk kua timor berdasarkan b n jarak dari belukar daapat dijumppai pada renntang jarak dari 0-532 m. Pada jarrak yang semakin dekaat (0-88 m) dengan kaw wasan belukkar jumlah titik t perjum mpaan Cikukkua timor cenderung leebih tinggi (47% atau 19 1 titik). Keehadiran burrung semakkin menurun n (27,5%) pada jarak 899-177 m dan n semakin jauh dari areal a belukaar kehadirann Cikukua timor t cendeerung berfluuktuatif mennurun antara 2,5-10% (1-4 ( titik) (G Gambar 15)) umpaan Cikuk kua timor Jumllah Titik Perju 1 19 11 1 0-8 88
4
1
4
89-177 178-266 26 67-354 355-4 443 444-532 Jarak dari Bellukar (m)
Gambbar 15 Diagram sebarran data jum mlah titik perjumpaan p n Cikukua timor padda berbagai rentang jaraak dari beluukar. 3. Jarak dari d perkebuunan (kebunn jambu meete) dan palaawija Berdasarkaan hasil klasifikasi peta penutupan n lahan lannskap Campplong, diperooleh kehadirran Cikukuaa timor di kebun jambu u mete beraada pada jarrak 02940 m, m dan jarakk dari kebuun palawija adalah 0-608 m. Padaa kawasan kebun k Cikukua tiimor palingg banyak ((70%) jambuu mete, jum mlah titik perjumpaan p ditemuukan pada jarak 0-490 m, dan padda jarak yanng semakinn jauh dari kebun k jambuu mete jumlah perjumppaan Cikukuua timor semakin mennurun (7,5-115 %) (Gambbar 16a). Kehadiran K Cikukua C tim mor di kawaasan kebun n palawija paling p banyakk (45%) beerada pada jarak 0-101 m, sedan ngkan pada jarak > 1002 m, jumlahh titik perjuumpaan berffluktuatif anntara 2 hing gga 8 titik (55-20%) (Gaambar 16b).
63 Jumlah Titiik Perjumpaaan Cikukua tim mor 18
Jumlah Titik Perju umpaan Cikuk kua timor 28
8 6
3
0
7 3
3
0
2
2
Jarrak dari Kebu un Palawija (m m) (b b)
Jaraak dari Kebun n Jambu Mete (m) (aa)
Gambar 16 1 Diagram m sebaran data d jumlahh titik perjjumpaan Cikukua tim mor di berbagaii rentang jaarak dari; (a) ( kebun jambu j metee dan (b) kebun k palawijaa. Kawasan perkebunaan jambu mete mem miliki kano opi yang rapat sehingga mampuu menyediaakan fungsii shelter daan aktivitass sosial Cikkukua timorr. Kerapatann kanopi berrkaitan erat dengan nilaai NDVI. 4. Jarak dari d permukkiman Hasil klasifikasi peta penutupan lahan terhaadap jarak dari d permukkiman diperooleh rentangg jarak antaara 0-576,288 m. Sebaran jumlah titik t perjum mpaan Cikukuua timor teertinggi (32 2,5%) terlettak pada jaarak 0-97 m. m Pada renntang jarak > 98-582 m dari perm mukiman, jumlah j titikk kehadiran n Cikukua timor menun njukkan keecenderung menurun. Tingkat perjumpaann p nya berflukktuasi antara 1-8 titik (2,5-20%) (G Gambar 17). paan Cikukuaa timor Jumlah Titik Perjump 13 8
8
8
2
0-97
98-194
1 195-291
2292-388
38 89-485
486-582
man (m) Jarak dari Pemukim
umpaan Cikkukua timorr pada Gambaar 17 Diagrram sebarann data jumlaah titik perju berbaagai rentang g jarak dari permukima p an.
64 5. Jarak dari sungaii Keberadaann Cikukua timor t terhaddap jarak daari sungai berdasarkan b n hasil p l lahan lanskkap Camplong ditemukkan pada renntang klasiffikasi peta penutupan jarak 3-1563,6 m. m Sebaran jumlah titik kehadiran Cikukua tim mor paling tinggi t % atau 14 titiik) ditemukkan pada jarrak 3-264 m. m Pada renttang jarak > 265(35% 1574 m titik kehadiranny k ya nampakk menurun dengan tiitik perjum mpaan j 789-1080 m (Gaambar 18). terenddah (2,5%) terdapat paada rentang jarak Jumlah Titik k Perjumpaan C Cikukua timor 14 10 7
5 1
3 3-264
265-526
527-7 788
789-10550
3
1051-1312 2 1313-1574
Jarak darri Sungai (m)
Gambar 18 1 Diagram m sebaran daata jumlah titik perjum mpaan Cikuukua timor pada berbagaai rentang jaarak dari sunngai. Daerah riiparian mem miliki vegetasi yang seelalu hijau, sedikit veggetasi pohon n dengan tiinggi < 20 m, dan coover yang tidak t terlaluu rapat. Wiilayah sepertti ini hanyaa dalam jarak yang tiddak terlalu jauh j (3- 26 64 m) dari badan b sungaai. 6. Jarak dari jalan Berdasarkaan hasil klasifikasi peta penutupan n lahan lannskap Campplong, keberradaan Cikuukua timor terhadap jaarak dari jallan ditemukkan pada renntang jarak 3-212 m. Sebaran jumlah titikk perjumpaaan Cikukuaa timor terttinggi (57,5% % atau 23 titik) ditem mukan pada jarak 3-37 m. Pada reentang jarakk 38107 m tingkat kehadiranny ya cenderuung menuru un (12,5-222,5%), dan pada rentanng jarak > 108-212 m jumlah tiitik perjump paan Cikukkua timor sangat s rendaah (2,5-5%) (Gambar 19).
65 Jumlaah Titik Perju umpaan Cikuk kua timor 23
5 3-37
38-72
9 1 73-107
0
2
108-142 143 3-177 178-212
Jarak dari JJalan (m)
Gambar 19 1 Diagram m sebaran daata jumlah titik perjum mpaan Cikuukua timor pada berbagaai rentang jaarak dari jalaan. 5.1.3. Identifikasi komponen k h habitat biootik Komponen K h habitat biotiik yang diam mati mencaakup struktu ur dan kompposisi vegetasi yang y didugaa merupakaan peubah determinann kehadiran Cikukua timor. t Diduga determinan struktur daan komposiisi vegetasii pada tiapp titik kehaadiran burung meliputi m peuubah; (1) jumlah spessies tumbu uhan pakan dan coverr, (2) jumlah inddividu tiap spesies pakkan dan covver, (3) tingggi vegetasi meliputi tinggi t rata-rata tiap t tingkattan vegetassi, tinggi tootal, tinggii bebas cab bang dan ttinggi keberadaaan burung saaat terlihat pertama p kalli melakukaan aktivitas perilaku terrtentu di tiap tiitik perjum mpaan, dan (4) kerappatan vegettasi tiap titik perjum mpaan, kerapatan vegetasi pakan p dan cover. Varriabel-variaabel determ minan kompponen C tim mor di biotik dipeeroleh dari observasi laangsung pada tiap titikk presence Cikukua setiap tipee habitat yanng dijumpaii. 5.1.3.1. Tumbuhan T sumber paakan dan coover Juumlah spessies dan inddividu tumbbuhan pakaan, cover bervariasi b di tiap titik kehadiran Cikukkua timor. Jumlah sppesies tumb buhan yang teramati dalam d 8 spesies (L Lampiran 1)), terdapat 12 1 spesies dari d 8 penelitian ini (Mei-Juuli) yaitu 58 s pakaan Cikukuaa timor, dann 12 spesies dari famili yanng berfungssi sebagai sumber 7 famili sebagai s covver. Spesies tumbuhan sumber paakan yang memiliki m juumlah titik perju umpaan terbbanyak adaalah Gmelinna arborea (Famili Verbenaceae)) dan Eucalyptu us alba (Fam mili Myrtaceeae), sedanggkan jenis tumbuhan t coover yang ppaling banyak diigunakan unntuk aktivittas sosial yaitu y Anacardium occidentale (F Famili Anacardiaaceae) (Tabeel 4).
66
Tabel 4 Jenis-jenis sumber tumbuhan pakan dan cover Cikukua timor pada MeiJuli Nama Lokal Tisel/ johar hutan
Nama Ilmiah Cassia sp
Famili Fabaceae
Ʃ titik Presence Pk Cv 1
-
Pemananfaatan Pakan
Jml Presence
Habitat
Cv
Nektar
23
Pmk
Turi /gala-gala
Sesbania grandiflora L
Fabaceae
2
-
Nektar
8
Faloak
Sterculia comosa Wallich
Sterculiaceae
3
-
Nektar
15
Gmelilna
Gmelina arborea Roxb
Verbenaceae
4
-
Nektar
23
Kayu Putih
Myrtaceae
4
2
5
1
31*
HP, B
Moraceae
1
-
Nektar Sosial Nektar, Istirahat insekta Buah
21*
Bombacaceae
Beringin
Eucalyptus alba Gossampinus malabarica Merr Ficus benjamina L.
KPw & Pmk HP, B, KbPj KbPj, KbJm, HS
12
HP
Nisum
Myristica sp
Annonaceae
2
1
Buah
3*
HP, Pmk
Gamal
Gliricidia sepium
Fabaceae
2
Lamtoro
Leucaena glauca Benth
Fabaceae
1
2
Insekta
Kleop/Kulah Bafikanu/ Fianaok Beringin/ Nekun Kesambi
Vitex pubescens Vahl.
Verbenaceae
1
-
Insekta
1
HP
Insekta
1
B
Istirahat
4
HP, B
Kabesak hitam Kedondong pagar Ara/bubuk
Kapok hutan
Istirahat
Insekta Sosial
55
HS, B
17*
KbPj
Macaranga tanaria L.
Euphorbiaceae
1
-
Fecus religosa L.
Moraceaea
-
2
Schleichera oleosa Merr
Sapindaceae
-
1
Istirahat
40
HP
Acasia catechu Willd
Fabaceae
-
1
7
B
Spondias sp
Anacardiaceae
-
2
6
B
Ficus glomerata Robox
Moraceae
-
1
2
B
Jambu Mete
Anacardium occidentale
Anacardiaceae
-
3
3
KbJm
Johar
Cassia siamea Lamk.
Fabaceae
-
1
Istirahat Istiraha, Sosial Sosial Istirahat, Sosial Sosial
8
KbPj
Nikis/bunik
Cassia fistula Linn.
Caesalpinoideae
-
1
Sosial
3
KbPj
Jumlah 27 18 283 Keterangan: *) tumbuhan yang digunakan sebagai sumber pakan dan cover; Pk = Pakan; Cv = Cover; Pmk = Permukiman (Kawasan Terbangun); KbPj = Kebun Palawija; KbJm= Kebun Jambu mete; HP = Hutan Primer; HS = Hutan Sekunder; B = Belukar
1. Jenis tumbuhan sumber pakan Jumlah jenis tumbuhan sumber pakan yang dijumpai di lokasi studi sebanyak 12 jenis (Tabel 4). Sebaran jenis tumbuhan sumber pakan Cikukua timor dijumpai di enam tipe habitat dengan jumlah perjumpaan sebanyak 20 titik. Persentase perjumpaan tumbuhan sumber pakan pada masing-masing tipe habitat yaitu; 30% berada di hutan primer, 25% berada di kebun palawija, 20% ditemukan di hutan sekunder, 5% masing-masing di areal belukar dan kebun jambu mete, 15% di kawasan terbangun, dan 3,70% di kebun jambu mete. Perjumpaan Cikukua timor tertinggi berada pada hutan primer dan terendah di kawasan permukiman (Gambar 20a).
67 Ju umlah Titik Perjumpaan P Ciikukua timor 5 4 4 2 0
1
0
1
2 0
0
1
Perrsentase Pakan n Cikukua tim mor
25,,93 %
11,11 % 62,96%
Nektarr Buah
N Nektar
Insekta
Buah h
H Tipe Habitat
Gambar 20 2 Diagram sebaran daan persentasse pakan; (aa) sebaran titik t perjum mpaan t habitatt (Mei-Juli)), (b) jenis tuumbuhan suumber pakaan di tiap tipe persentaase sumber jenis j pakann. Pada Gam mbar 20a, menunjukka m an bahwa ju umlah total titik perjum mpaan tumbuuhan sumbeer pakan paada hutan prrimer cendeerung lebihh banyak (6 titik) dibandingkan deengan tipe habitat lainnya. Tumbuuhan sumb ber pakan nektar n p dapat ditemukann di semua tipe habitatt, sedangkaan tumbuhaan sumber pakan buah ditemukan hanya di dua d tipe haabitat yaitu hutan prim mer dan kaw wasan kua timor cenderung c permuukiman. Paada Gambaar 20b, terllihat Cikuk lebih banyaak memakaan nektar 62,96%, 6 sedangkan makan m insekkta 25,93% % dan makann buah 11,111%. Variasi sebaran tum mbuhan sum mber pakan nektar berddasarkan juumlah titik perjumpaann p nya (n=17) seperti terssaji pada Gaambar 20a, terlihat di kebun k palaw wija cenderuung lebih banyak dijum mpai (n=5 atau 29,41% %) daripadaa tipe habitaat lainnya. Pada P tipe haabitat kebunn palawija, jenis j G. arbborea meruppakan jenis tumbuhan sumber s pakkan nektar yang y lebih dominan diijumpai (3 titik). Di hu utan sekundder jenis E. alba meruppakan jenis yang mem miliki perjum mpaan terbannyak (4 titik), sedangk kan di hutaan primer jeenis G. mallabarica (F Famili Fabacceae) meruppakan tumbbuhan pakann nekar yanng paling dominan d (3 titik) dijum mpai. Cikukua timor dapaat juga memakan inseekta berupaa ulat-ulat kecil, serangga, atau larva (tak teeridentifikasi spesifikaasi jenis) yaang berada pada d lapuk seperti s G. malabaricaa, lubang-luubang dahann yang telaah kering dan pelep pah buah Deelonix regia a (Fabaceae)) yang telahh kering dann di pucuk-ppucuk
68 tumbuuhan sepertti Gliricidiaa sepium (Faabaceae), Leeucaena glaauca (Fabacceae), Vitex
pubesceens
(Verrbenaceae/L Lamiaceae),
Macaraanga
tannarius
(Euphhorbiaceae). 2. Jenis tumbuhan cover Jumlah jeenis tumbuh han cover yaang ditemukkan di lokassi studi sebaanyak 12 jennis (Tabel 4). 4 Jenis tum mbuhan coveer Cikukua timor berhaasil diidentifikasi pada 18 titik darri total 40 tiitik perjumppaan, terdisttribusi padaa lima dari enam tipe habitat h (Gam mbar 21). Di D kawasan permukimaan tidak diteemukan Cikkukua timor melakukann aktivitas soosial dan isttirahat/tidurr. Jumlah Titik T Perjump paan Cikukua timor 4
4
2 0 Hutan Primer
Istiraahat
3
3 2
0 Hutan Sekunder
Sosiaal 0
Belukar
Kebun Jambu Mete
0 K Kebun Paalawija
0 0 Pemuukiman
Tipe Habittat
Gambar 21 jenis tumbuuhan cover pada 2 Diagram sebaran jum mlah titik perjumpaan p tiap tipee habitat (M Mei-Juli). Persentase perjumpaaan jenis tum mbuhan covver pada maasing-masingg tipe habitaat kecuali permukima p an yaitu; beelukar 33,3 33%, kebunn palawija 22%, kebun n jambu meete dan hutaan primer m masing-masiing 16,67%, hutan sekuunder 11,11%. Variasi sebaran tumbuhan t cover berrdasarkan frekuensi titik perjum mpaannya (Gambar ( 21), terlihat bahwa tipee habitat belukar dan kebun k palaw wija merupaakan tipe habitat h yanng paling umum u ditemukan akttivitas istirah hat dan sossial. Pada tipe t habitatt lainnya jaarang ditem mukan tumbbuhan coverr Cikukua tiimor. Tipe habitat h denggan ketersediaan tumbuhan cover yang lengkkap, baik unntuk aktivittas sosial maupun m beristirahat haanya dijumppai di kawasan belukaar, sedangkkan pada tiipe habitat lainnya hanya ditem mukan aktiviitas sosial saja. s Di kaw wasan belukkar, jenis Sppondias sp cenderung lebih umum m ditemukann jika dibanndingkan deengan jenis E. alba, F. religosa (F Famili
69 Moraceae), Acasia catechu (Famili Mimosoideae), F. glomerata. Jenis tumbuhan cover yang cenderung paling umum ditemukan di kebun palawija adalah L. glauca, sedangkan jenis lainnya seperti Cassia siamea (Fabaceae) dan C. fistula jarang ditemukan (Tabel 4). 3. Jumlah individu spesies tumbuhan sumber pakan Jumlah tumbuhan sumber pakan yang dijumpai dalam wilayah studi yaitu 210 individu yang berasal dari 12 spesies tumbuhan (Tabel 4). Tumbuhan sumber pakan dengan persentase jumlah individu tertinggi adalah G. sepium (26,19%) dan G. malabarica (14,38%), sedangkan terendah adalah jenis V. pubescens dan M. tanaria (0,48%). 4. Jumlah individu tiap spesies tumbuhan cover Jumlah tumbuhan cover yang dijumpai dalam wilayah studi adalah 145 individu berasal dari 12 spesies tumbuhan (Tabel 4). Tumbuhan cover dengan persentase jumlah individu tertinggi yaitu Schleichera oleosa (Famili Sapindaceae) (27,59%) dan G. malabarica (21,38%), sedangkan terendah adalah F. glomerata (1,38%). 5.1.3.2. Sebaran Vertikal 1.
Tinggi rata-rata vegetasi Berdasarkan sebaran vertikal (tinggi rata-rata vegetasi), Cikukua timor dapat dijumpai pada tiga strata pertumbuhan vegetasi yaitu pohon, tiang dan pancang. Tidak semua plot (N= 40 plot) ditemukan strata pertumbuhan vegetasi yang lengkap. Vegetasi tingkat pohon dijumpai di 34 plot (titik perjumpaan), tingkat tiang dijumpai di 37 plot dan vegetasi tingkat pancang ditemukan pada 30 plot. Ada enam plot tidak memiliki vegetasi tingkat pohon (rentang tinggi 0-6 m), tiga plot tidak ditemukan vegetasi tingkat tiang (rentang tinggi 0-2 m), dan 10 plot tidak dijumpai vegetasi tingkat pancang (rentang 0-1 m). Sebaran vertikal vegetasi pada tiap tingkat pertumbuhan di tiap titik perjumpaan Cikukua timor tersaji pada Gambar 22.
70 h Titik Perjum mpaan Cikukuaa timor Jumlah 12
19
13 7
6
0 0-6
k Perjumpaan Cikukua timo or Jumlah Titik
1
5 1
0-2
7-13 14-20 0 21-27 28-34 35-41
6
6
3
3--5
6-8
9-11 12-14 15--17
Tinggi Vegetasi V (m) (b) Tin ngkat Tiang
Tinggi Veegetasi (m) a. Tingk kat Pohon
paan Cikukuaa timor Jumlah Titik Perjump 10
8
7 5
0 0-1
6
4
1,01-2 2,01-3 3,01-4 4,01-5 5,01-6 Tinggi T Vegetaasi (m) (c) Tingkat Paancang
Gambar 22 Diagram m sebaran vertikal veegetasi padda; (a) tinggkat pohon,, (b) tingkatt tiang dan (c) tingkat pancang paada setiap tiitik perjumppaan Cikukuua timor. Sebaran tingggi rata-rataa vegetasi dari d berbagaai strata peertumbuhan pada tiap tittik perjumppaan Cikuku ua timor beervariasi. Kaarakteristik sebaran veertikal untuk vegetasi v tinngkat pohonn 7-37 m, tinngkat tiang 4-15 m dann tingkat panncang 1,5-6,00 m. Jenis-jjenis vegetaasi tingkat ppohon, tianng dan panccang tersaji pada Lampiiran 3,4 dann 5. 2. Tinggii vegetasi teempat berakktivitas a.
Tiinggi keberaadaan Cikuk kua timor beraktivitas b Tinggi keeberadaan Cikukua C tim mor saat pertama kali terrlihat melakkukan
aktiviitas makann, sosial maupun m b beristirahat cenderungg lebih baanyak ditem mukan pada rentang tinnggi vegetassi 5,76 hinggga 10,01 m dengan juumlah 14 perrjumpaan (G Gambar 23)).
71 Jumlah Titik T Perjumpaaan Cikukua tiimor 14 10 7
7 2
0 1,5 - 5,75
5,76 - 10,01 10,0 02 - 14,27 14,28 8 - 18,53 18,54 - 22,79 22,79 - 27 7,04
T Tinggi Vegetaasi (m)
Gambaar 23 Diagrram distribusi jumlah titik perjum mpaan Ciku ukua timor pada berbbagai klasifikkasi tinggi kkeberadaan nnya saat berraktivitas. Tinggi keeberadaan Cikukua C tim mor saat berraktivitas paada rentangg nilai yang semakin reendah (1,5--5,75 m daan 5,76-10,001 m), tinggkat perjum mpaan burun ng cenderunng lebih bannyak (10-144 titik). Pad da rentang nilai n 10,02-227,04 m, tinngkat perjum mpaan relaatif stabil yaaitu 7 perjuumpaan. Paada rentang nilai yang semakin tinggi yaittu 18,54-227,04 m, nampak n tin ngkat frekkuensi perjum mpaan sem makin rendaah (2 perjum mpaan sajaa) (Gambar 23). Jenis-jenis vegetaasi yang dimanfaatkan d n oleh Cikkukua timorr untuk beraktivitas tersaji t pada Lampiran L 2 2. b. Tin nggi total vegetasi saatt beraktivitaas ng tinggi vegetasi v 5--4 m. Cikukuaa timor beeraktivitas ppada rentan Freku uensi perjum mpaan tertinnggi (27,5% %) berada pada p selangg tinggi veggetasi 10-144 m. Pada selang s tingg gi vegetasi tertinggi (330-34 m), terlihat t distrribusi jumlaah perjumpaaan cenderuung menurunn (5%) (Gam mbar 24). Jumlah h titik perjump paan Cikukuaa timor
9
11 8 4
5-9
10-14
15-19
6 2
20 0-24
25-2 29
30-34
kukua timor (m m) Sellang tinggi tottal vegetasi peerjumpaan Cik
Gambar 24 2 Diagram m distribusi jumlah peerjumpaan Cikukua C tim mor di berrbagai klasifikaasi tinggi tootal vegetasii.
72 Jenis-jennis vegetasii yang beradda pada renntang tinggi antara 10--14 m melipputi; S. com mosa, E. albba, G. malaabarica, Seesbania graandiflora (F Famili Fabacceae), C. siamea, s G.. sepium, G. arboreea, F. benjjamina, daan V. pubesscens, sedanngkan jenis vegetasi unntuk rentangg kelas lainnnya tersaji dalam d Lamp piran 2. c. Tin nggi bebas cabang v um mum disebuut sebagai tinggi t Ketingggian cabangg pertama vegetasi bebass cabang. Perjumpaan P Cikukua tiimor pada tinggi bebaas cabang 0,8 0 m hingg ga 4,3 m ceenderung lebbih tinggi ditemukan d ( titik perjumpaan). Pada (27 kelas tinggi bebaas cabang laainnya mulaai rentang 4,4-7,9 4 m hiingga 18,8 - 22,3 m, tin ngkat perjum mpaannya cenderung c leebih rendahh yaitu 2-4 perjumpaann saja (Gam mbar 25). Jum mlah titik perju umpaan Cikuk kua timor 27
4
0,8 - 4,3
4,4 - 7,9
3
2
2
2
8,0 - 11,5 11,6 1 - 15,1 15 5,2 - 18,1 18,8 - 22,3
Selang tiinggi bebas caabang vegetasi (m)
Gambbar 25 Diaagram distrribusi jumllah perjum mpaan Cikukkua timor pada berrbagai klasiifikasi tingggi bebas cabbang vegetasi. Jenis-jeniis vegetasi yang beraada pada rentang r kellas tinggi bebas b caban ng antara 0,88-4,3 m dig gunakan Cikkukua timorr sebagai tem mpat berakttivitas untukk mendapatkkan sumber pakan dan cover. Jeniss vegetasi teersebut melliputi; A. occcdentale, C Cassia sp, Sterculia S com mosa (Stercculiaceae), F. racemossa, G. arborrea , L. glauuca, C. siam mea, E. albaa, G. sepium m, F. benjamina, A. caatticu, Spond dias sp, M. tanarius, C. C fistula, V. pubescens. Jenis vegettasi pada renntang tinggii bebas caabang antarra 4,4-7,9 m hingga 18,8-22,3 m tersaji pada Lamp piran 2
73 5.1.3.3. Kerapatan K v vegetasi Kerap patan vegetaasi tiap tipe habiat Kerapattan vegetasi untuk peertumbuhan tingkat po ohon, tiangg dan pancaang di berbagai tipe haabitat perjuumpaan Cikkukua timorr nampak sangat s bervaariasi. Semuua titik prresence Cikkukua timoor pada en nam tipe habitat memiiliki tingkatt pertumbuh han vegetasi yang lenngkap, mulaai tingkat semai s sampaai pohon (G Gambar 26). Pohon Kerapatan (batang/ha)
1.
3 380
400 4
Tiiang
Pancan ng
90 39
360
300 3 200 2 100 1 0
855
77.5
21
7.75
Hutann Primeer
Hutan Sekundeer
100 0 65
85 5.75
1
Belukar
Kebun Jambu Metee
40 60 8.25
40 30 5.5
Kebun Palawija
Pemukiman
Tippe habitat
Gamb bar 26 Diaggram kerapaatan vegetassi titik perjuumpaan padda tiap tinggkatan perttumbuhan di d tiap tipe habitat. h Tingkat kerapatan vegetasi unntuk tiap tin ngkat pertum mbuhan veggetasi sebag gai berikut; kerapatan pohon p 49,255 batang/haa (≈50 batanng/ha), keraapatan tiang 392,5 battang/ha (≈393 batangg/ha), dan kerapatan pancang 1320 batangg/ha (Lamppiran 5). Gambarr 26, men nunjukkan tipe habitaat hutan primer p mem miliki kerapatan pohonn lebih tingg gi (21 batanng/ha atau 42,5%) 4 darip pada tipe habitat lainnyya. Lima jennis vegetasii tingkat poohon yang memiliki m keerapatan terttinggi adalah h; G. malaabarica 6,5 batang/ha, S. oleosa 5,8 batangg/ha, E. alba 5,3 batangg/ha, G. arrborea 3,3 batang/ha, b d F. benjjamina 3 baatang/ha. Semua dan jenis ini teridenntifikasi sebbagai tumbbuhan sumb ber pakan, beristirahatt dan sosiall (Tabel 4), sedangkann kerapatann vegetasi terendah tiingkat pohoon (1 batangg/ha) beradda pada tipee habitat perrkebunan jaambu mete. Ada 28 sppesies yang memiliki tingkat kerrapatan pohon terenddah adalah 0,25 batanng/ha
74 diantarannya; A. leucophloea, Corypha utan, D. regia, F. ampelas, (Lampiran 3). Kerapatan vegetasi tingkat tiang tertinggi (85 batang/ha) berada di tipe habitat hutan primer dan belukar (Gambar 28). Lima jenis vegetasi tingkat tiang dengan kerapatan tertinggi meliputi; S. oleosa 42,5 batang/ha, A. catechu dan G. sepium masing-masing 40 batang/ha, G. arborea dan A. occidentale masing-masing 32,5 batang/ha. Tingkat kerapatan tiang terendah (40 batang/ha) berada di kawasan permukiman dan kebun palawija. Ada 6 jenis vegetasi tingkat tiang yang memiliki kerapatan terendah (2,5 batang/ha) yaitu; Bauhinia aculeate (Famili Leguminosae), C. fistula, C. javanica, Ziziphus mauritiana (Famili Rhamnaceae), F. religosa, dan M. tanarius (Lampiran 4). Kerapatan pancang tertinggi (390 batang/ha) berada di tipe habitat belukar (Gambar 26). Jenis-jenis vegetasi pancang yang memiliki kerapatan tertinggi meliputi; G. sepium 470 batang/ha, Cassia sp 170 batang/ha, 70 batang/ha C. wightii dan L. glauca
dan 60 batang/ha untuk jenis A.
accidentale, Z. timorensis dan C. subcordata. Tingkat kerapatan pancang terendah (30 batang/ha) berada di kawasan permukiman. Jenis-jenis vegetasi dengan tingkat kerapatan terendah meliputi; Plectronia sp, Sekit, Kotkotos, Citrus hystrix (Famili Rutaceae), Cananga odorata (Famili Annonaceae) (Lampiran 5). 2.
Kerapatan vegetasi pakan Kerapatan vegetasi merupakan perbandingan jumlah individu suatu jenis terhadap luas areal yang ditempatinya. Jumlah jenis vegetasi pakan tingkat pohon dan tiang masing-masing ada delapan spesies, sedangkan tingkat pancang sebanyak tujuh spesies. Jenis vegetasi pakan yang memiliki kerapatan tertinggi tingkat pohon adalah G. malabarica (6,5/ha), sedangkan G. sepium memiliki kerapatan 40 batang/ha untuk tiang dan pancang 450 batang/ha. Jenis vegetasi pakan yang memiliki kerapatan terendah pada tingkat pohon adalah Myristica sp (0,75 batang/ha), tingkat tiang adalah M. tanaria (2,5 batang/ha), dan tingkat pancang adalah S. comosa, G. arborea dan G. malabarica masing-masing 20 batang/ha (Gambar 27).
75 Kerapatan K Poh hon Pakan (baatang/ha) 6,5 5,25 3,25 2,5
20 12,57,,5
0
10
17,5 0 0
0 2,5
Cassia sp Sesbania grandiflora Sterculia comosa Gmelina arborea Eucalyptus alba G.malabarica Ficus benjamina j Myristica sp Gliricidia sepium Leucaena glauca Vitex pubescens Macaranga tanaria
Macaranga tanaria
Vitex pubescens
0,25 0
L Leucaena glauca l
0
Gliricidia sepium
Ficus benjamina
G malabarica G.malabarica
Eucalyptus alba
Gmelina arborea
Sterculia comosa
Cassia sp
Myristica sp
0,75
1
40
32,5
3
0 0 SSesbania ggrandiflora f
Kerapatan Paakan (batang /ha) /
V Tiang g (b) Jenis Vegetasi
v Poho on (a) Jenis vegetasi Keerapatan Pakaan (batang/ha)) 450
Macaranga tanaria
0 0 Vitex pubescens
Gliricidia sepium
Myristica sp
G.malabarica
Ficus benjamina
Eucalyptus alba
Gmelina arborea
Sterculia comosa
Leucaena glauca
0 60
30 20 20 0 20 0 0
Sesbania grandiflora
Cassia sp
150
( Jenis Vegeetasi Pancang (c)
Gambar 27 2 Kerapataan tumbuhaan pakan tiiap tingkat pertumbuhhan vegetassi; (a) tingkat poohon, (b) tinngkat tiang, dan (c) tinggkat pancan ng. 3.
Kerap patan vegetaasi cover Jumlah jeenis vegetassi cover straata pohon yaitu y 11 jennis, strata tiaang 9 jenis, dan strata pancang 5 jenis (Gam mbar 28). Jenis vegeetasi cover yang memiiliki tingkat kerapatan tertinggi t unntuk strata pohon p adalaah G. malabbarica (6,5 batang/ha), b strata tiang g S. oleosa (42,5 ( batan ng/ha) dan strata s pancaang L. glauca (70 batanng/ha), sed dangkan kerrapatan veggetasi coverr terendah untuk u strata pohon adallah F. glom merata (0,5 batang/ha), b strata tiang g F. religosaa dan C. fisstula masingg-masing 2,5 2 batang/hha, dan straata pancangg G. malabbarica dan C. C siamea masing-mas m sing 20 bataang/ha. Jennis lain yang memiliki nilai kerapatan nol merupakan m jenis vegeetasi yang tidak dijum mpai. Keraapatan tumbuuhan cover tiap tingkaat pertumbuhan vegetassi pada massing-masingg titik perjum mpaan Cikuukua timor ditunjukkan d n pada Gambbar 28.
76 Kerapatan Co over (batang/h ha)
1,5
0,5 0
1,250,7751,25
10
2,5 0
5
0
0
25
17,5 2,5
Ficus religosa Myristica sp Schleichera oleosa Acasia catechu Gossampinus malabarica Spondias sp Eucalyptus alba Ficus glomerata Anacardium occidentale Cassia siamea Cassia fistula L Leucaena glauca l
1,75
32,5
5,225
Ficus religosa Myristica sp Schleichera oleosa Acasia catechu Gossampinus malabarica Spondias sp Eucalyptus alba Ficus glomerata Anacardium occidentale Cassia siamea Cassia fistula Leucaena glauca
0,750,75
42,55 40
6,5
5,,7
Kerapatan K Coveer (batang/ha))
(a) Jeenis Vegetasi Pohon (batan ng/ha)
(b) Jen nis Vegetasi Tiang T (batang //ha)
Kerapatan Co over (batang/h ha) 70 50
4 40
20
Cassia fistula
Cassia siamea
Ficus glomerata
Leucaena glauca
0
0
Anacardium occidentale
0
Spondias sp
Schleichera oleosa
0
Eucalyptus alba
Myristica sp
Gossampinus malabarica
0
A i catechu Acasia t h
0
Ficus religosa
20 0
(c) Jenis J Vegetasii Pancang
Gambaar 28 Keraapatan tum mbuhan covver pada tiiap tingkatt pertumbuuhan vegetaasi; (a) tinggkat pohon, (b) tingk kat tiang, dan d (c) tinggkat pancanng. mponent An nalysis 5.1.4. Prrincipal Com 5.1.4.1. Komponen K h habitat fisik Haasil PCA dengan d bipplot diperolleh faktor-ffaktor dom minan kompponen habitat fissik yang beerpengaruh terhadap kehadiran Cikukua tim mor yaitu; N NDVI, slope, elev vasi, distannce dari hutan primer, sekunder, belukar, b keb bun jambu mete, kebun pallawija, perm mukiman, sungai s dan jalan. Hassil PCA meenunjukkan total nilai kerag gaman yangg mampu dijelaskan d o oleh kompo onen 1 dan 2 yaitu 54,,40%, dan dari hasil h tersebuut diperoleh delapan fakktor yang memiliki m korrelasi positiff, dan 3 faktor yang y berkorrelasi negaatif terhadapp kehadirann Cikukua timor. Deelapan
77 faktor yang berkorelasi positif meliputi; NDVI, slope, jarak dari hutan sekunder, jarak dari belukar, jarak dari kebun jambu mete, palawija, dan jarak dari jalan, sedangkan tiga faktor yang berkorelasi negatif meliputi; jarak dari hutan primer, jarak dari sungai, dan elevasi (Gambar 29). 1618 17 Elevasi JS
15 14
32 1.2
10
JBlkr
24 KbPj JJ
35 0.6
12
29
Komponen 2 (22,90%)
13 8 11 -4
-3.2
3 1 2
40 38 39 37 36
30
JPmk
-2.4
20 19
-1.6
-0.8
0.8
34
NDVI 27
-0.6 9
JHP
-1.2
Slope 1.6 KbJm
2.4 31
26 JHS 28
7 -1.8 6 4 5
-2.4
25
33 23
-3 21 -3.6
22
Komponen 1 (31,51%)
Gambar 29 Posisi berbagai faktor dominan komponen habitat fisik Cikukua timor Keterangan: = titik perjumpaan Cikukua timor; JHP = Jarak dari Hutan Primer, Jarak dari Hutan Sekunder, JS =Jarak dari Sungai, KbJm = Kebun Jambu Mete, KbPk, Kebun Palawija, JPmk= Jarak dari Permukiman, JBklr = Jarak dari Belukar, JJ = Jarak dari Jalan.
Berdasarkan hasil analisis faktor dari prosedur PCA diperoleh nilai total varian yang dapat dijelaskan sebesar 77,83% dengan jumlah matriks komponen (vektor ciri) sebanyak empat komponen (Tabel5). Tabel 5 Keragaman total yang dijelaskan oleh setiap komponen fisik Komponen Utama 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Total 3.466 2.518 1.392 1.185 0.951 0.517 0.342 0.300 0.181 0.102 0.046
Akar Ciri % Keragaman 31.507 22.895 12.651 10.775 8.647 4.699 3.109 2.728 1.641 0.928 0.419
% Kumulatif 31.507 54.402 67.053 77.828 86.475 91.175 94.283 97.012 98.653 99.581 100.000
78
Tabel 6 Vektor ciri dari PCA Komponen Utama 1 2 3 NDVI -0.178 -0.021 0.350 Slope -0.034 0.474 0.723* Elevasi -0.530 0.032 0.744 Jarak dari Hutan Primer -0.741 -0.389 -.336 Jarak dari Hutan Sekunder 0.240 -0.455 0.722* Jarak dari Belukar 0.139 0.418 0.740 Jarak dari Kebun Jambu Mete -0.111 -0.346 0.647 Jarak dari Kebun Palawija 0.346 -0.380 0.770 Jarak dari Permukiman 0.123 -0.109 0.568 Jarak dari Sungai -0.457 0.152 0.691* Jarak dari Jalan 0.304 -0.241 0.825* Keterangan: *) Faktor determinan kehadiran Cikukua timor di suatu tempat.
Variabel
4 -0.764 0.168 -0.025 0.179 0.307 -0.358 -0.189 0.199 0.465 -0.055 0.155
Tabel 6 menunjukkan bahwa komponen 1 dapat menjelaskan varian terbesar jarak dari jalan (0,825), jarak dari kebun palawija (0,770), slope (0,723), jarak dari kebun jambu mete (0.647) NDVI (0.350). Komponen 2 menjelaskan varian terbesar pada faktor elevasi (0.744), jarak dari belukar (0,740), jarak dari sungai (0,691) dan permukiman (0.568). Komponen 1 memiliki nilai eigen value (akar ciri) lebih besar (31,51%) dari pada komponen 2 (22,90%), sehingga dapat dinyatakan bahwa komponen 1 berpengaruh lebih besar terhadap kehadiran Cikukua timor. Variabel komponen habitat fisik yang berkorelasi positif dengan nilai vektor ciri terbesar pada komponen 1, 2, dan 4 akan digunakan dalam menentukan faktor yang berpengaruh paling dominan terhadap kehadiran Cikukua timor di suatu lokasi. 5.1.4.2. Komponen habitat biotik Hasil PCA dengan biplot diperoleh beberapa faktor dominan komponen habitat biotik yang diduga berpengaruh terhadap kehadiran Cikukua timor yaitu; jumlah spesies pakan cover, jumlah individu pakan dan cover, jumlah total spesies tumbuhan pada tiap titik perjumpaan, tinggi rata-rata vegetasi tingkat pohon, tiang dan pancang pada setiap titik kehadiran Cikukua timor. Hasil PCA menunjukkan bahwa total nilai keragaman yang mampu dijelaskan oleh komponen 1 dan 2 yaitu 48,29%. Hampir semua faktor dari komponen habitat biotik dalam penelitian ini
79 memiliki korelasi di antara variabel kecuali faktor tinggi rata-rata vegetasi tingkat tiang dan pancang yang memiliki korelasi negatif (Gambar 30). 40 35 29
30
3
Komponen 2 (20,10%)
37
12
22 -5
-4
-3
2
-2
Jml Ind Cvr Jml Sp Cvr
36 1.6
1
38
2.4
28
0.8 23 39
D.Ph Cvr
D.Pcg 20 Cvr
33 Jml Tot Sp
25 T.Pcg 7
10 -1 13 626
T.Ph 31 2
1 11 -0.8
9
4
T.Tg D.Tg Cvr
-1.6
3 14
16 D.Pcg Pkn D.Ph Pkn 24 D. Tg Pkn 19 Jml Sp Pkn Jml Ind Pkn
18 17
21 -2.4 15
8
27 5
-3.2 3234
-4
Komponen 1 (28,38%)
Gambar 30 Posisi berbagai faktor dominan komponen habitat biotik Cikukua timor. Keterangan:
= titik perjumpaan Cikukua timor, Jml Sp = Jumlah Total Spesies,Jml ind Cvr= Jumlah Individu Cover, Jml Sp Cvr = Jumlah SpesiesCover, Jml Sp Pkn = Jumlah Spesies Pakan, Jml Ind Pkn = Jumlah Individu Pakan, DPh Pkn = Density (kerapatan) Pohon Pakan, DTg Pkn = Density Tiang Pakan, DPcg Pkn = Density Pancang Pakan, DPh Cvr = Density Pohon Cover; DTg Cvr = Density Tiang Cover, DPcg Cvr = Density Pancang Cover, TPh = Tinggi Rata-Rata Pohon, TTg = Tinggi Rata-Rata Tiang, TPcg = Tinggi Rata-Rata Pancang, Sp = Spesies.
Korelasi negatif yang terjadi masih mengindikasikan ada pengaruh dari faktor tersebut terhadap kehadiran burung, tapi interpretasi ini dapat dijelaskan setelah memperoleh besaran nilai pengaruh dominannya dalam analisis regresi linear berganda. Supranto (2004) menjelaskan bahwa regresi linear berganda bertujuan untuk memperkirakan nilai variabel dependen (Y), kalau nilai variabel independen (bebas) X sudah diketahui nilainya. Ada beberapa faktor yang memiliki korelasi yang kuat yaitu; jumlah spesies pakan dengan jumlah individu pakan, jumlah spesies cover dengan jumlah individu cover, dan kerapatan pakan tingkat pohon dengan kerapatan cover tingkat pohon.
80 Berdasarkan hasil analisis faktor dari prosedur PCA diperoleh nilai total varian yang dapat dijelaskan sebesar 71,13% dengan jumlah matriks komponen (vektor ciri) sebanyak empat komponen (Tabel 7). Tabel 7 Keragaman total yang dijelaskan oleh setiap komponen biotik Komponen Utama 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Total 3.920 2.841 2.121 1.077 0.875 0.795 0.634 0.523 0.395 0.316 0.252 0.208 0.027 0.016
Akar Ciri % Keragaman 28.001 20.291 15.149 7.690 6.252 5.681 4.527 3.736 2.822 2.258 1.802 1.486 0.191 0.113
% Kumulatif 28.001 48.292 63.441 71.131 77.383 83.064 87.591 91.327 94.149 96.407 98.210 99.696 99.887 100.000
Tabel 8 Vektor ciri dari PCA Komponen Utama 1 2 3 Jumlah toal spesies 0.136 -0.312 0.784 Tinggi rata-rata pohon -0.024 -0.489 0.622 Tinggi rata-rata tiang -0.053 0.299 0.573 Tinggi rata-rata pancang -0.017 -0.226 -0.255 Jumlah spesies pakan -0.411 0.158 0.834 Jumlah individu pakan -0.465 0.269 0.806 Jumlah spesies cover 0.520 -0.038 0.767 Jumlah spesies cover 0.526 0.090 0.811 Kerapatanpohon pakan -0.314 -0.218 0.568* Kerapatan pohon cover 0.394 -0.343 0.650 Kerapatantiang pakan 0.496 -0.214 0.562 Kerapatan tiang cover 0.393 -0.491 0.546* Kerapatanpancang pakan 0.021 0.415 0.521 Kerapatan pancang cover 0.057 0.352 0.568 Keterangan: *) Faktor determinan kehadiran Cikukua timor di suatu tempat
4 -0.138 0.141 -0.167 0.842 -0.025 -0.021 0.043 0.082 0.195 0.006 -0.099 -0.162 0.387 0.260
Tabel 8, menunjukkan bahwa komponen 1 dapat menjelaskan varian terbesar jumlah spesies pakan (0,834), jumlah individu pakan (0,806), jumlah total spesies tumbuhan (0,784), tinggi rata-rata pohon, kerapatan pohon pakan, dan kerapatan pohon cover. Komponen 2 menjelaskan varian terbesar jumlah individu cover, jumlah spesies cover, tinggi rata-rata tiang, dan kerapatan tiang cover. Komponen 1
81 memiliki nilai eigenvalue (akar ciri) lebih besar (28%) dari pada komponen 2 (20,29%), sehingga dapat dinyatakan komponen 1 berpengaruh lebih besar terhadap kehadiran Cikukua timor pada suatu lokasi. 5.1.5. Peubah determinan kehadiran Cikukua timor Peubah determinan yang paling berpengaruh terhadap kehadiran Cikukua timor pada suatu tempat tertentu dilakukan dengan analisis regresi linear berganda dengan prosedur stepwise. Hasil regresi terbaik diperoleh pada nilai R-square (75,0%) dan R-square Adj. (68,2%). Nilai tersebut didapatkan setelah dilakukan beberapa percobaan terhadap variabel Y dan variabel bebas X sebanyak 25 peubah dan jumlah data pengamatan dari 40 menjadi 34 titik presence Cikukua timor. Tujuan percobaan untuk mendapatkan model terbaik yang ditunjukkan oleh sebaran titik-titik presence Cikukua timor yang tepat dan tidak jauh dari garis regresi sehingga menghasilkan sebaran data yang normal. Titik-titik yang tersebar jauh dari garis regresi menunjukkan adanya distribusi data yang tidak normal atau ada data pencilan. Santoso (2010) menyatakan bahwa sebuah data yang berdistribusi normal akan membentuk distribusi data yang berbentuk lonceng (bell shaped), tidak menceng ke kiri atau ke kanan. Salah satu cara untuk mengatasi data yang tidak normal adalah dengan menghilangkan data yang dianggap penyebab tidak normalnya data. Dalam penelitian ini ditemukan data yang tidak normal yaitu data titik presence Cikukua timor yang berada pada titik perjumpaan 5, 10, 14, 19, 26 dan 33. Diduga disebabkan karena letak keberadaan titik yang berdekatan antara satu dengan yang lainnya, sehingga menghasilkan informasi data yang hampir sama. Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda dengan prosedur stepwise, dari 25 peubah fisik dan biotik, ada 18 peubah tereleminasi dari model regresi dikarenakan adanya multikolinearitas. Model merupakan simplifikasi atau penyederhanaan dari proses yang terjadi di alam. Analisis regresi linear berganda dengan prosedur stepwise menghasilkan model regresi dengan tujuh variabel yang tidak terjadi multikolinearitas (Lampiran 10). Dari ke-tujuh variabel pembentuk model tersebut, variabel jarak dari belukar tidak merupakan faktor dominan yang mempengaruhi kehadiaran Cikukua timor pada suatu tempat, karena memililki nilai P (0,096) > 0,05. Ada enam faktor dari hasil analisis regresi linear berganda
82 yang menunjukkan pengaruh paling dominan terhadap kehadiran Cikukua timor yaitu; kerapatan pohon pakan dan tiang cover, slope, jarak dari jalan, sungai, dan hutan sekunder. Model regresi berganda yang berpengaruh terhadap kehadiaran Cikukua timor sebagai berikut: Ln Y = 0,867 + 0,531 Ln X20 (Kerapatan Pohon Pakan) + (– 0,160) Ln X24 (KerapatanTiang Cover) + 0,158 Ln X10 (Jarak dari Sungai) + (– 0,188) Ln X11 (Jarak dari Jalan) + 0,269 Ln X2 (Slope) + (– 0,0740) Ln X5 (Jarak dari Hutan Sekunder) R-Sq = 75,0%
R-Sq(adj) = 68,2%
Model regresi menunjukkan bahwa; a. Konstanta sebesar 0,867 artinya jika kerapatan pohon pakan, kerapatan tiang cover, jarak dari sungai, jarak dari jalan, slope, dan jarak dari hutan sekunder, nilainya 0, maka jumlah individu kehadiran Cikukua timor nilainya sebesar 0,867 (dalam satuan logaritma natural). b. Koefisien regresi peubah density (kerapatan) pohon pakan sebesar 0,531 berarti jika kerapatan pohon pakan mengalami kenaikan satu satuan, maka jumlah individu pada tiap titik kehadiran Cikukua timor akan mengalami peningkatan sebesar 0,531 satuan dengan asumsi variabel independen lainnya bernilai tetap. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi tingkat kerapatan pohon pakan (jumlah pohon pakan semakin banyak per satuan luas), tingkat kehadiran Cikukua timor pun semakin tinggi. c. Koefisien regresi peubah kerapatan tiang cover sebesar -0,160 berarti jika kerapatan tiang cover mengalami kenaikan satu satuan, maka jumlah individu pada tiap titik kehadiran Cikukua timor akan mengalami penurunan sebesar 0,160 satuan dengan asumsi variabel independen lainnya bernilai tetap. Hal ini menjelaskan bahwa kerapatan tiang cover semakin rendah (jumlah tiang cover semakin sedikit per satuan luas), tingkat kehadiran Cikukua timor pun semakin tinggi. d. Koefisien regresi peubah jarak dari sungai sebesar 0,158 berarti jika jarak dari sungai mengalami kenaikan satu satuan, maka jumlah individu pada tiap titik kehadiran Cikukua timor akan mengalami peningkatan sebesar 0,158 satuan dengan asumsi variabel independen lainnya bernilai tetap. Hasil regresi dapat
83 diinterpretasikan bahwa semakin jauh jarak dari sungai, tingkat kehadiran Cikukua timor semakin tinggi. e. Koefisien regresi peubah jarak dari jalan sebesar -0,188 berarti jika jarak dari jalan mengalami kenaikan satu satuan, maka jumlah individu pada tiap titik kehadiran Cikukua timor akan mengalami penurunan sebesar 0,188 satuan dengan asumsi variabel independen lainnya bernilai tetap. Hasil regresi menunjukkan bahwa semakin dekat jarak dari jalan, tingkat kehadiran Cikukua timor semakin tinggi. f. Koefisien regresi peubah slope sebesar 0,269 berarti jika slope mengalami kenaikan satu satuan, maka jumlah individu pada tiap titik kehadiran Cikukua timor akan mengalami peningkatan sebesar 0,269 satuan dengan asumsi variabel independen lainnya bernilai tetap. Nilai regresi ini menjelaskan bahwa semakin besar persentase tingkat kemiringan lereng, tingkat kehadiran Cikukua timor semakin tinggi. g. Koefisien regresi peubah jarak dari hutan sekunder sebesar -0,0740 berarti jika jarak dari hutan sekunder mengalami kenaikan satu satuan, maka jumlah individu pada tiap titik kehadiran Cikukua timor akan mengalami penurunan sebesar 0,0740 satuan dengan asumsi variabel independen lainnya bernilai tetap. Hasil regresi menunjukkan bahwa jarak semakin dekat ke hutan sekunder, tingkat kehadiran Cikukua timor semakin tinggi. Menurut Santoso (2001), untuk regresi dengan lebih dari dua variabel bebas digunakan Adjusted R2 sebagai koefisien determinasi, dan Adjusted R Square adalah nilai R Square yang telah disesuaikan. Berdasarkan output RSquare diperoleh angka Adjusted R Square sebesar 68,2%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa persentase sumbangan variabel independen yaitu jarak dari hutan sekunder, jarak dari sungai, tinggi rata-rata pancang dan kerapatan pohon pakan berpengaruh terhadap jumlah kehadiran Cikukua timor pada suatu titik sebesar 68,2%, atau variabel bebas yang digunakan dalam model mampu menjelaskan 68,2 %, variasi dependen (Y); sedangkan sisanya 31,8% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukan dalam model penelitian ini. Faktor lain tersebut meliputi gangguan dari manusia, invasi spesies C. odorata, predator dan kompetisi mendapatkan sumberdaya pakan dan cover. Gangguan dari manusia
84 yang berpotensi meniimbulkan teekanan terhaadap habitaat adalah pembakaran hutan, h gging untukk kayu ban ngunan dan kayu bakaar, pemangkkasan tumbbuhan illegal log pakan ternnak, pengggembalaan ternak secaara liar dan perluasan n jaringan jalan dalam kaw wasan, illegaal hunting. 5.1.6. Du ugaan popu ulasi Daata populasii Cikukua tiimor di jum mpai pada 8 dari 11 trannsek pengam matan yang terseebar pada empat e tipe habitat h yaittu; belukar, kebun jam mbu mete, kebun k palawija dan d permukiiman (Gamb bar 31). Persentase Estimasi Kepaadatan Populasii (%) 544,00% 32,87 10,29% %
Belukar
2,85% Kebun Jaambu Metee
Kebunn Palawija
Pemukiman
Gambar 31 3 Diagram m persentasee estimasi kepadatan populasi Cikukua C tim mor di lanskap Camplong.. Jum mlah individu tiap keloompok perjumpaan an ntara 1-4 eko or. Jumlahh total populasi Cikukua C tim mor yang teramati dallam penelittian ini berj rjumlah 71 ekor, dengan ratta-rata tiap perjumpaann 1,775 indiividu atau antara a satu sampai s dua ekor. Estimasi kepadatan k populasi dii wilayah studi s seluass 2470,11 ha yaitu 0,5755 ekor/ha Gaambar 31 menunjukkan m n bahwa disstribusi dugaan populassi Cikukua timor pada maasing-masinng tipe hab bitat yang dijumpai diperoleh nilai kepaadatan populasi sebagai beerikut; 0,05592 individuu/ha terdappat di tipe habitat bellukar, 0,0164 inndividu/ha di permukiiman, 0,18992 individu u/ha di kebu un palawijaa dan 0,3107 dii kebun jam mbu mete. 5.1.7. An nalisis penu utupan lahaan Haasil analisis klasifikasi penutupan lahan di laanskap Cam mplong dipeeroleh 14 kelas penutupan p l lahan. Kelaas penutupaan lahan terlluas (16,5% %) adalah beelukar dan semaak (14,3% %), sedangkan kelas peenutupan laahan yang memiliki luuasan paling keecil adalah aawan (0,1 haa) dan badaan air (0,6 ha) h (Tabel 9). 9
85 Tabel 9 Luas L masingg-masing tippe habitat di d lanskap Camplong C No T Tipe Hab Tipe bitat Luass (Ha) Persentase (%) 1 Hutan Primeer 2885,3 11,6* 2 Hutan Sekunnder 1355,18 5,5* 3 16,5** Belukar 4066,53 4 7,5** 1844,23 Kawasan Perrtanian Palawiija 5 3,8** Kawasan Perrtanian Mete 944,32 6 6,4** Permukimann 1588,94 7 7,2 Savana 1766,94 8 14,3 Hutan Tanam man 3522,08 9 7,7 Mamar 1900,35 10 13,2 3255,89 Semak 11 2,1 Lahan Kosonng dan lain-laain 522,2 12 0,6 Badan Air 144,22 13 0,1 Awan 2,,61 14 2,3 Jalan (desa dan d negara) 577,06 15 1,1 Lain-Lain (U Unclassified) 622,64 Total 24770,11 100 Keterangan:: *) = tipe haabitat perjumppaan titik sebaaran spasial Cikukua C timor; **)= tipe habitat h perjumppaan titik sebaaran spasial daan data perjum mpaan populassi Cikukua tim mor
Gambarr 32 Peta peenutupan lahhan di lanskkap Camplong. 5.1.8.
In nterpretasii peta Peta P tematikk masing-maasing variabbel yang diiinterpretasi merupakann peta
resolusi 30 (Gambaar 33-44).Niilai hasil intterpretasi peeta tematik seluruh varriabel fisik disaajikan pada Lampiran 8. 8
86
Gaambar 33 Peeta NDVI.
Gambar 34 Peta kettinggian tem mpat.
87
Gambarr 35 Peta kem miringan laahan.
Gambarr 36 Peta jarrak dari sunngai.
88
Gambar 377 Peta jarak dari hutan primer. p
G Gambar 38 Peta P jarak dari d hutan seekunder.
89
Gambar 39 Peta jarrak dari belu ukar.
Gambar400 Peta jarak dari permuk kiman.
90
Gambaar 41 Peta jaarak dari jallan.
Gaambar 42 Peeta jarak darri kebun jam mbu mete.
91
G Gambar 43 Peta P jarak dari d kebun palawija. p
Gambarr 44 Peta jarrak dari sunngai. 5.2. Pem mbahasan 5.2.1. Karrakteristik habitat fissik dan biotik Di lanskap Camplong, ditemukan d eenam tipe habitat h perjuumpaan akttivitas Cikukua timor t berdaasarkan periilaku makaan, istriahat//tidur, dan sosial. Ke-enam
92 tipe habitat tersebut yaitu; hutan primer, hutan sekunder, belukar, kebun jambu mete, kebun palawija, dan permukiman. Menurut Coates et al. (2000), Cikukua timor menghuni hutan primer dan hutan monsoon sekunder, hutan terbuka, semak terbuka, kadang lahan budidaya yang pohonnya sedikit; Trainor (2002), di Timor Leste, Cikukua timor ditemukan hidup di daerah berhutan, perkebunan di tipe hutan tropis kering (tropical dry forest). Beberapa jenis cikukua memiliki kesamaan/perbedaan habitat yang ditempatinya.
Jenis Helmeted Friarbird P.
buceroides lebih banyak menempati hutan dekat pantai, wilayah berhutan dan mangrov di zona tropika, tapi kadang-kadang dijumpai di daerah yang berbatasan dengan bukit di kaki gunung (foothills), berjarak 600 m dari permukaan laut (Woinarski et al. 1988; Woinarski 1993; McLean 1995). Perbedaan habitat bukan merupakan faktor penting bagi burung-burung di Timor (Noske dan Saleh 2000). Cikukua timor mampu hidup pada berbagai tipe habitat dengan karakteristik tertentu sesuai yang dibutuhkannya. Habitat yang dibutuhkan Cikukua timor adalah tipe habitat yang memiliki berbagai jenis tumbuhan sumber pakan nektar tingkat pohon, buah dan insekta, tipe habitat yang memiliki beberapa jenis tumbuhan cover tingkat tiang yang memiliki kanopi yang rapat dengan satu strata saja, dan tipe habitat yang lebih terbuka dengan sedikit pepohonan. Kemampuan hidup yang tinggi pada berbagai tipe habitat dengan karaktersitik tersebut dapat dinyatakan Cikukua timor tidak memiliki tipe habitat spesifik atau dapat pula disebut spesies generalis. Sekalipun habitat Cikukua timor bersifat generalis, namun untuk dapat tetap survive dan terjaminnya fitness, keberadaan hutan tetap menjadi habitat penting untuk mendapatkan kebutuhan pakan terutama pohon-pohon penghasil nektar dan tiang cover. Hasil observasi membuktikan bahwa kehadiran Cikukua timor pada suatu titik berkorelasi dengan ketersediaan faktor dominan komponen habitat fisik dan biotik (Gambar 29 dan 30). Cikukua timor lebih banyak mencari makan di kawasan hutan primer (30%) kebun palawija (25%) dan hutan sekunder (20%) (Gambar 20). Henriques dan Narciso (2010) menyatakan bahwa di Timor-Leste tumbuhan hutan merupakan sumber penting bagi satwa mancari makan. Ada 5 tipe habitat di kawasan ini yang tidak dijumpai kehadiran Cikukua timor, diduga disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya;
93 1. Vegetasi sumber pakan yang berada pada lokasi ini tidak sedang dalam periode berbunga seperti tegakan flamboyan D. regia, nderas Erythrina variegate (Fabaceae). Semua tumbuhaan ini tumbuh menyebar di seluruh lanskap Camplong baik dalam kawasan hutan TWA Camplong maupun daerah permukiman dan mamar. 2. Tipe habitat semak dan lahan kosong pada umumnya kurang atau bahkan tidak terdapat vegetasi tingkat pohon baik sebagai sumber pakan maupun cover. 3. Sebagian besar areal savana di lanskap Camplong telah diinvasi tumbuhan C. odorata. Spesies ini tumbuh sangat rapat sehingga menyebabkan vegetasi lain tumbuh tertekan dan bahkan mati. Pada areal seperti ini akan terbentuk tipe habitat semak C. odorata yang hampir tidak memiliki tumbuhan sumber pakan dan cover. Hasil PCA terhadap faktor-faktor dari komponen habitat fisik menunjukkan komponen 1 memiliki nilai varian yang lebih tinggi (31,51%) sehingga berpengaruh lebih besar terhadap kehadiran Cikukua timor jika dibandingan dengan komponen 2 (20,29%). Ada empat faktor dari komponen 1 yang diduga memiliki pengaruh lebih besar dengan menunjukkan besarnya nilai varian yaitu; jarak dari jalan (0,825), jarak dari kebun palawija (0,770), slope (0,723), jarak dari kebun jambu mete (0.647), dan NDVI (0.350). Ke-empat faktor ini memiliki korelasi kuat terhadap kehadiran Cikukua timor.
Pada
umumnya jalan dibangun pada tempat-tempat yang memiliki kemiringan lereng datar hingga landai, dan memudahkan aksesibilitas masyarakat ke areal budidaya pertanian baik palawija maupun kebun jambu mete. Vegetasi sekitar jalan dan kebun palawija cenderung lebih terbuka karena hanya memiliki sedikit pepohonan. Coates et al. (2000) menyatakan bahwa Cikukua timor kadang menghuni lahan budidaya yang memiliki sedikit pepohonan. Cikukua timor di Timor Leste merupakan salah satu dari beberapa spesies yang mendiami ekosistem alami dan semi alami yang berisi beberapa spesies dari pohon palem, delapan spesies bambu dan empat spesies rotan (Henriques & Narciso 2010). Salah satu jenis Philemon di Australia yaitu P. citreogularis memiliki penyebaran di Australia dan New Guinea, banyak hidup di zona tropis pada
94 hutan eukaliptus terbuka dan daerah berhutan, tapi juga umum di daerah semiarid, kurang sering terdapat di sub-tropis dan daerah sub-humid (Clements 2000). Hasil analisis spasial dengan citra Landsat_5 TM terhadap NDVI menunjukkan bahwa titik kehadiran Cikukua timor tertinggi (52%) ditemukan pada nilai NDVI 0,46-0,60. Faktor NDVI dalam hasil PCA menunjukkan korelasi positif terhadap kehadiran Cikukua timor. Ini mengindikasikan bahwa tingkat ketergantungan Cikukua timor cukup nyata terhadap vegetasi dengan kanopi yang cukup baik. Ketergantungan ini diduga berkaitan erat dengan kebutuhan pakan dan cover bagi Cikukua timor. Normalized Difference Vegetation Index adalah gambaran tingkat kehijauan dan kandungan biomassa relatif suatu vegetasi, sehingga hasil NDVI yang didapat menunjukkan hubungan positif terhadap kepadatan dan kekayaan vegetasi, dan secara statistik NDVI berkorelasi signifikan dengan kepadatan dan kekayaan spesies burung (McFarland et al. 2011). Budi (2000) menjelaskan bahwa nilai indeks vegetasi dapat digunakan untuk menggambarkan keadaan vegetasi lebih baik. Selama ini penggunaan nilai NDVI dianggap mampu menjelaskan dengan baik karakteristik vegetasi yang diamati seperti kerapatan, biomassa dan LAI (Leaf Area Index). Variasi nilai NDVI merepresentasikan tingkat variasi karakteristik tutupan vegetasi pada ekosistem setempat. Lanskap Camplong memiliki variasi tipe tutupan vegetasi yang tergambar dari lima tipe ekosistem yaitu; (1) tipe ekosistem hutan musim yang ditandai oleh pohon-pohon yang tidak tinggi (15-30 m), memiliki banyak percabangan dan pada musim kering menggugurkan daunnya, (2) ekosistem hutan savana yang berada di sekitar Oelkuku yang di dominasi lontar Borasus sp, gewang Corypha gebanga, serta E. alba, dan diantara tumbuhan ini terdapat juga Tamarindus indica, C. fistula, S. oleosa, dan A. leucocephala yang mendominasi di sekitar desa Silu; (3) ekosistem hutan tanaman berupa tegakan Tectona grandis (Verbenaceae), C. siamea dan D. regia, (4) ekosistem hutan tanaman campuran (mamar) yang ditanam sekitar sumber mata air dengan jenis vegetasi utama adalah kelapa Cocos nucifer, pinang Areca catechu, enau Arenga pinnata¸ pisang Musa spp, (5) tanaman perkebunan (jambu mete) dan palawija.
95 Di hutan sekunder Cikukua timor dapat ditemukan pada jarak 0-1087 m dan tingkat kehadirannya tertinggi pada jarak 0-545 m. Hutan sekunder umumnya terdiri dari beberapa pohon berukuran diameter > 20 cm seperti E. alba dan C. siamea, beberapa vegetasi tingkat tiang seperti Cassia sp dan G. sepium. Jarak semakin dekat dengan belukar, kecenderungan titik kehadiran Cikukua timor semakin tinggi (47,5% atau 19 titik), sedangkan semakin jauh dari areal belukar titik kehadiran cenderung berfluktuatif menurun antara 2,5-10% (14 titik). Hubungan kehadiran Cikukua timor terhadap faktor jarak dari elevasi nampak berkorelasi negatif. Burung Cikukua timor dapat ditemui pada semua rentang ketinggian tempat dari 92- 465 m dpl. Trainor (2008) menyatakan bahwa di Timor Leste, Cikukua timor ditemukan pada elevasi 0 - 2.200 m dpl. Ini mengindikasikan bahwa Cikukua timor mempunyai wilayah home range yang luas. Kehadiran Cikukua timor pada berbagai variasi ketinggian sangat berkaitan erat dengan kondisi vegetasi pakan dan cover yang ada di lanskap ini. Waterhause et al. (2002), menyatakan bahwa kepadatan dari atribut struktur tegakan hutan seperti diameter setinggi dada (Diameter at Breast Height atau DBH, volume dan tinggi kanopi) berkorelasi dengan elevasi, menandakan variasi struktur tegakan di sepanjang tinggi (gradient) elevasi. Struktur dan komposisi vegetasi di lanskap Camplong kurang menampakkan perbedaan yang besar pada setiap gradient elevasi. Lanskap Camplong terletak pada gradient elevasi < 1000 m dpl sehingga tergolong dalam kelas sebaran vegetasi dataran rendah. Dalam kategori klasifikasi ekosistem hutan berdasarkan ketinggian tempat dari permukan laut untuk wilayah ekosistem hutan musim (monsoon) lanskap Camplong tergolong dalam zona 1. Zona 1 dapat disebut juga dengan hutan musim bawah karena terletak pada ketinggian 0 – 1000 m dpl. Spesies vegetasi pada zona hutan musim bawah diantaranya adalah T. grandis, A. leucophloea, Actinophora fragran, D. regia, Azardoiraetha indicus, dan Caesalpinia digyna. Di Nusa Tenggara dijumpai E. alba, cendana Santalum album sebagai spesies yang menjadi ciri khas hutan musim (Indriyanto 2006). Berdasarkan jarak dari sungai, nampak faktor ini berkorelasi negatif terhadap kehadiran Cikukua timor, tetapi bukan berarti tidak berpengaruh
96 terhadap kehadiran Cikukua timor.
Hubungan yang dapat dijelaskan bahwa
wilayah yang terletak pada jarak yang semakin jauh dari sungai, tingkat kehadiran Cikukua timor akan semakin berkurang. Sungai-sungai di lanskap Camplong umumnya terdiri dari sungai-sungai kecil yang oleh masyarakat setempat dikenal dengan nama “kali”, dan tidak selalu ada air sepanjang tahun, menjelang
musim
panas
(April/Mei)
sampai
akhir
musim
kemarau
(November/Desember) badan sungai/kali menjadi kering. Hasil PCA memperlihatkan hubungan kehadiran Cikukua timor ditinjau dari jarak ke hutan primer memberikan korelasi yang negatif, padahal hasil observasi menunjukkan bahwa pada jarak yang semakin dekat (0-731 m) dengan hutan primer tingkat kehadiran burung semakin tinggi (27,5-35%), dan semakin jauh dari hutan primer tingkat kehadiran Cikukua timor secara nyata berkurang (Gambar 14a). Hutan primer memiliki karakteristik struktur tajuk yang rapat dan berlapis-lapis, yang terbentuk oleh berbagai strata pertumbuhan vegetasi dari tingkat pancang, tiang hingga pohon. Stratifikasi pertumbuhan vegetasi demikian akan membentuk strata lapisan tajuk bertingkat dan rapat. Diduga Cikukua timor kurang bahkan tidak membutuhkan kondisi stratifikasi tajuk rapat dan berlapislapis sehingga menghambat pergerakan Cikukua timor yang memiliki ukuran tubuh cukup besar (24 cm). Aktivitas makan Cikukua timor di hutan primer hanya ditemukan pada pohon pakan yang memiliki tinggi 7-27 m (Gambar 24a). Cikukua timor dapat ditemukan di daerah permukiman penduduk. Hasil analisis spasial dengan euclidean distance diketahui perjumpaan Cikukua timor tertinggi (32,5%) terletak pada jarak 0 - 97 m dari permukiman. Hasil PCA menunjukkan bahwa jarak dari permukiman berkorelasi positif terhadap kehadiran Cikukua timor. Informasi yang dapat diambil dari keberadaan Cikukua timor dekat dengan permukiman yaitu; (1) diduga Cikukua timor tidak terganggu dengan keberadaan manusia selama tidak ada aktivitas manusia yang mengganggu kehadirannya di daerah permukiman seperti kegiatan perburuan liar dan merusak tempat pakan dan cover, (2) keberadaan pohon sumber pakan yang ditanam oleh masyarakat seperti S. Grandiflora dan G. sepium, dan vegetasi yang tumbuh alami seperti Cassia sp, S. comasa, dan G. malabarica. Dalam observasi ini, titik perjumpaan Cikukua timor di kawasan permukiman cenderung lebih
97 banyak berada dekat dengan pohon pakan dan sumber air (sungai di Naunu dan sumur di Haulasi). Vegetasi sumber pakan Cikukua timor di daerah permukiman pada umumnya di tanam sebagai tanaman pakan ternak dan juga bermanfaat sebagai tanaman obat dan sayuran seperti bunga S. grandiflora. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa variabel jarak dari belukar bukan merupakan faktor dominan yang mempengaruhi kehadiran Cikukua timor pada suatu titik. Sekalipun bukan merupakan faktor penentu kehadirannya namun keberadaan beberapa pohon pakan dan cover di tipe habitat ini diduga menjadi second habitat yang dapat mendukung keberadaan Cikukua timor di lanskap Camplong. Tipe habitat belukar memiliki tutupan lahan terluas (406,53 ha atau 16,5%) dari total luas lanskap Camplong (2470,11 ha).
Scott et al. (2003)
menjelaskan bahwa kepadatan burung di kanopi dan tinggi belukar (tall shrub) menunjukkan peningkatan secara signifikan dengan peningkatan cover belukar. Pada umumnya wilayah belukar bersifat lebih terbuka, sedikit vegetasi strata pohon dan tiang dengan tinggi >1,5 m, yang terbentuk dari areal bekas pertanian berpindah. Kerapatan vegetasi pohon dan tiang umumnya rendah pada areal belukar, sehingga terbentuk ruang kosong yang luas diantara pepohonan dan tiang. Kondisi ini memungkinkan pergerakan Cikukua timor lebih leluasa untuk melakukan aktivias mencari makan nektar, insekta, dan buah, beraktivitas sosial setelah aktivitas makan pagi (antara pukul 09.00 atau > 10.30 WIB) dan sebelum makan pada sore (pukul 15.00 - 16.00 WIB), dan menghindari diri dari predator. Ketersediaan ruang terbuka yang luas pada areal belukar memudahkan Cikukua timor untuk menangkap insekta yang sedang terbang, dan aktivitas ini dapat dilakukan secara single (tunggal) atau berkelompok. Menurut Clements (2000) P. buceroides melakukan aktivitas mencari makan secara berkelompok dapat lebih dari 20 ekor pada sumber daya yang kaya makanan. Organisasi sosial, secara normal ditemukan berpasangan (dua ekor secara bersama-sama), tapi sering mencari makan sendiri untuk periode yang panjang. Hasil PCA terhadap komponen habitat biotik, diketahui total nilai keragaman yang mampu dijelaskan oleh komponen 1 dan 2 yaitu 48,29%. Ada 11 dari 14 faktor yang memberikan korelasi positif dan tiga faktor berkorelasi negatif terhadap kehadiran Cikukua timor (Gambar 30). Komponen 1 memiliki
98 eigen value lebih tinggi (28,00%) dari pada komponen 2 (20,29), sehingga dapat dinyatakan bahwa kehadiran Cikukua timor pada suatu tempat lebih ditentukan oleh komponen 1. Nilai terbesar akar ciri (vektor ciri) menunjukkan besarnya pengaruh faktor tersebut terhadap kehadiran Cikukua timor. Ada empat faktor komponen 1 yang memiliki pengaruh lebih besar berdasarkan nilai terbesar akar ciri (vektor ciri) yaitu; jumlah spesies pakan (0,834), jumlah individu pakan (0,806), jumlah spesies tumbuhan (0,784), dan tinggi rata-rata pohon (0,622). Korelasi yang semakin kuat diantara faktor baik fisik maupun biotik terhadap kehadiran Cikukua timor mengindikasikan bahwa untuk meningkatkan kehadirannya di lanskap Camplong semua faktor ini harus tersedia dalam kualitas dan kuantitas habitat yang sesuai dengan titik-titik sebaran Cikukua timor di kuadran 1 dan 2. Khera et al. (2009) menyatakan kepadatan burung yang ditemui mempunyai korelasi positif signifikan dengan kerapatan pohon berukuran medium. Kemungkinan yang dapat dijelaskan bahwa pohon berukuran medium memberikan tempat perlindungan (shelter) dan keperluan mencari makan (foraging) terbaik dari burung jika dibandingkan dengan pohon besar dan kecil. 5.2.2. Peubah determinan dominan habitat Cikukua timor Berdasarkan hasil PCA terhadap komponen habitat fisik, ada delapan faktor yang berkorelasi positif dan tiga faktor berkorelasi negatif (Gambar 29), sedangkan pada komponen habitat biotik hampir semua faktor berkorelasi positif kecuali tinggi rata-rata pancang dan tinggi rata-rata tiang. Dalam analisis regresi linear berganda dengan prosedur stepwise terhadap semua variabel komponen habitat fisik, ditemukan semua variabel pada komponen 4 dan beberapa faktor pada komponen 1, 2, dan 3 dari analisis faktor pada vektor ciri PCA (Lampiran 11), tidak ada yang memberikan pengaruh signifikan terhadap kehadiran Cikukua timor. Ada empat faktor dari komponen habitat fisik yang menjadi determinan dominan kehadiran Cikukua timor adalah slope dan jarak dari jalan (komponen 1), jarak dari sungai (komponen 2), dan jarak dari hutan sekunder (komponen 3). Pada komponen habitat biotik, diketahui semua variabel yang berada pada komponen 2, 3 dan 4 tidak ada satu pun yang memberikan pengaruh dominan terhadap kehadiran burung, sedangkan pada komponen 1 hanya ada dua variabel
99 yaitu kerapatan pohon pakan dan tiang cover yang memberikan pengaruh signifikan terhadap kehadiran Cikukua timor. Ada beberapa variabel komponen habitat fisik dan biotik yang tidak menunjukkan pengaruh dominan terhadap kehadiran burung disebabkan karena terjadi multikolinearitas diantara variabel-variabel tersebut, sehingga dalam prosedur stepwise faktor-faktor yang saling berkorelasi akan tereduksi dan menghasilkan faktor yang tidak saling berkorelasi. Menurut Supranto (2004), variabel baru yang disebut faktor dalam
analisis faktor dengan Principal
component dapat dipergunakan untuk melakukan analisis regresi linear berganda, sebagai variabel bebas yang tidak lagi mengalami multicollinearty yang merupakan salah satu syarat dalam analisis regresi linear berganda. Dalam analisis regresi linear berganda menghasilkan enam faktor determinan dominan yang paling berpengaruh terhadap kehadiran Cikukua timor pada suatu lokasi, yaitu; kerapatan pohon pakan (0,531), slope (0,269), jarak dari sungai (0,158), jarak dari hutan sekunder (-0,0740), kerapatan tiang cover (-0,160), dan jarak dari jalan (-0,188). Seperti telah disebutkan di atas, diketahui faktor pada komponen habitat fisik memberikan kontribusi lebih banyak (4 faktor) terhadap kehadiran Cikukua timor, sedangkan komponen habitat biotik hanya ada dua faktor yang berpengaruh dominan terhadap kehadiran Cikukua timor. Namun demikian, faktor kerapatan pohon pakan merupakan faktor yang paling menentukan kehadiran Cikukua timor. Hal ini karena memberikan kontribusi koefisien regresi terbesar (0,5313) pada R2 Adjusted = 68,2%, sehingga memiliki pengaruh paling dominan terhadap kehadiran Cikukua timor dibandingkan dengan faktor lain pembentuk model. 1. Kerapatan pohon pakan Komponen habitat fisik dan biotik yang paling dominan berpengaruh signifikan terhadap kehadiran Cikukua timor di suatu tempat adalah kerapatan pohon pakan (0,5313) dengan nilai P = 0,001. Jenis G. malabarica merupakan jenis pohon pakan yang memiliki tingkat kerapatan tertinggi (6,5 batang/ha). Cikukua timor merupakan jenis nektarivora yang memiliki perilaku foraging di enam tipe habitat (observasi Mei-Juli). Burung ini lebih banyak makan nektar (62,96%), insekta di dedaunan dan lubang-lubang kayu serta pelepah buah
100 (25,93%) dan buah (11,11%). Higgins et al. (2000) menyatakan P. corniculatus mencari tempat makan di pohon, terutama pada bunga dan daun, dari 123 observasi kegiatan; 53,3% terdapat pada bunga, 22,6% di antara dedaunan, 4,9% di cabang, 0,8% pada batang-batang pohon, 0,8% pada bagian bawah batang (ground), dan 6,6% di udara. Tracey et al. (2007) menyatakan P. corniculatus sebagian besar makan nektar, tapi juga makan buah, bunga, tepung sari (pollen), biji, insekta, lerps, manna, honeydew, dan kadang-kadang telur burung dan sarang (nestlings). Pohon dan belukar yang memiliki banyak nektar dicari dan dipertahankan secara agresif. Kemungkinan yang dapat dijelaskan dari pengaruh kerapatan pohon pakan terhadap kehadiran Cikukua Timor adalah jenis burung ini merupakan jenis nektarivora (jenis burung dengan makanan utamanya berupa nektar/madu), sehingga keberadaan pohon penghasil nektar dengan kualitas dan kuantitas yang tinggi sangat menentukan kehadirannya.Walaupun Cikukua timor tidak memiliki habitat yang spesifik dan termasuk dalam spesies generalis, namun kerapatan pohon pakan sangat menentukan dalam habitat yang ditempatinya. Kerapatan pohon pakan nektar berperan penting pada daerah kering seperti di kawasan ini, karena mampu menyuplai kebutuhan air bagi burung melalui nektar yang dikonsumsinya, disamping untuk mendapatkan karbohidrat dan protein. Indriyanto (2006) menyatakan bahwa pada musim kemarau, terutama akhir musim kemarau, banyak pohon yang mulai berbunga. Transpirasi melalui bunga sangat kecil, sehingga tidak mengganggu keseimbangan air dalam tumbuh tumbuhan. Kerapatan pohon pakan erat kaitannya dengan tinggi dan diameter pohon pakan. Observasi lapangan menunjukkan bahwa tingkat kerapatan pohon pakan di kawasan ini tergolong rendah. Namun demikian dapat dijumpai banyak pohon pakan berdiameter besar antara 0,278-2,120 m dan tinggi pohon 15-32 m (Lampiran 1 dan 2). Sebaran pohon pakan Cikukua timor dapat tergambar dari kerapatan pohon yang lebih banyak (42%) ditemukan pada tipe habitat hutan primer (Gambar 28). Pohon pakan yang berdiameter besar dan tinggi >15 m seperti G. malabarica, G. arborea, E. alba dan Ficus sp dapat dijumpai beraktivitas makan berkelompok di pagi (06.45 -10.10.45 WITA). Tinggi rata-
101 rata vegetasi tingkat pohon di lanskap Camplong antara 14 - 20 m (32,5%), tingkat tiang antara 6 - 11 m (47,5%), dan pancang 0 - 1 m (75%). Tinggi keberadaan Cikukua timor saat dijumpai pada berbagai variasi tinggi vegetasi lebih banyak (35%) dijumpai pada ketinggian 5,76 - 10,01 m, sedangkan pada ketinggian 18,54 – 27,04 m frekuensi perjumpaannya sangat kurang (2,5%) (Gambar 24). Diduga bahwa Cikukua timor umum beraktivitas pada ketinggian 1,5 hingga 18 m, dan ketinggian ideal bagi mereka beraktivitas adalah 5 - 10 m. Cikukua timor cenderung menghindari beraktivitas harian pada ketinggian lebih dari 27 m. Philemon corniculatus di Australia, memiliki distribusi tempat mencari makan pada tinggi 0-1 m sebesar 0,8%; 1-2 m sebesar 5,0%; 3 - 5 m sebesar 14,2 %, 6-9 m sebesar 27,5%; 10-14 m sebesar 36,7%, dan > 15 m sebesar 15% (Clements 2000). Hasil PCA menunjukkan bahwa tinggi pohon berkorelasi positif terhadap kehadiran Cikukua timor. Graf (2008), menyatakan burung famili Meliphagidae seperti jenis bellbirds (Anthornis melanura) di New Zealand, pada habitat primer yang berukuran paling kurang 10 ha dengan pohon-pohon tinggi (lebih dari 8 m) dapat memenuhi semua kebutuhan untuk mencari makan (sedikitnya lima jenis makanan yang disukai), bersarang dan kebutuhan sosial dan lain-lainnya. Habitat sekunder berukuran lebih kecil dengan ukuran patch antara 1 - 10 ha, namun memenuhi kriteria yang sama sebagai habitat primer dan memenuhi persyaratan mencari makan, bersarang untuk beberapa pasangan breeding. Jarak maksimum dari habitat sekunder ke satu patch primer yaitu 500 m. Menurut Clements (2000) jenis Philemon melakukan aktivitas foraging arboreal, kebanyakan mencari makan di kanopi, tapi kadang-kadang di sub kanopi atau belukar (shrub), banyak mencari makan di berbagai bunga dari bermacam-macam jenis pohon, juga makan pada daun di bagian dalam dan luar daun, dan kadang-kadang menyambar insekta yang sedang terbang. Ford (1985) mencatat bahwa beberapa spesies burung menemukan makanan utamanya di hutan eukaliptus dan areal berhutan di layer semak dan belukar.
Spesies-spesies tersebut seperti honeyeaters melakukan eksploitasi
sumber daya nektar ketika tersedia di stratum semak dan belukar. Wykes (1985), honeyeaters mungkin lebih bergantung pada sumberdaya nektar selama musim
102 dingin. Beberapa spesies lebih menyukai untuk mengeksplotasi nektar dari jenisjenis bunga semak termasuk Eastern Spunebill, Red Wattlebird, Yellow-faced Hoeyeater, Yellow-tufted Honeyeater, Lewin’s Honeyeater, New Holland Honeyeater dan Crescent Honeyeater. Penampakan paruhnya yang panjang, ramping tajam dan melengkung ke bawah dapat mempermudahnya untuk mengambil nektar yang letaknya agak dalam pada bunga yang memiliki ukuran petal (daun bunga) dan korola yang besar. Selain memakan nektar dan buah, Cikukua timor juga dapat memakan insekta yang terdapat pada pucuk-pucuk tumbuhan seperti gamal G. sepium dan dedaunan seperti jati T. grandis, lubang-lubang batang kayu yang telah kering seperti kepok hutan G. malabarica. Cikukua timor dapat mengambil insekta yang berada pada lubang kayu dan pelepah buah yang telah kering. Kemampuan mematuk lubang-lubang kayu yang telah kering seperti pada bagian batang utama pohon, cabang/dahan dan tangkai buah (pelapah) seperti pada pelepah buah D. regia menunjukkan bahwa paruh Cikukua timor cukup kokoh dan kuat. Touke dan Ford (2007) menyatakan bahwa friarbirds mampu membawa mangsa berukuran besar untuk anaknya, termasuk insekta yang berukuran jauh lebih besar seperti kumbang (Christmas beetles), sejenis jangkrit (cicadas), dan capung (dragon flies). Hinggins et al. (2001) diacu dalam Tokue dan Ford (2007), menjelaskan bahwa panjang paruh (bill length) Noisy Friarbird P. corniculatus (New South Wales,Australia) yaitu kurang lebih 33 mm, Tracey et al. (2007) menyatakan P. corniculatus berukuran besar (30-35 cm dari kepala sampai ekor). Menurut Noske dan Saleh (2000), relung yang tidak terisi oleh burung hutan timor (dan mungkin juga Wallacea) adalah pencari makan pada batang/kulit kayu. Timor praktis tidak memiliki burung pelatuk yang merupakan burung khas Sunda (kecuali Picoides moluccensis (Picidae) yang distribusinya sampai ke Alor) dan mungkuk Australo-Papua. Tidak adanya burung spesialis batang ini setara dengan miskinnya keterwakilan jenis-jenis ini di hutan basah Irian yang kaya akan burung. Di Irian relung ini diisi oleh burung cendrewasih dan jenis lainnya (Beehler 1982 diacu dalam
Monk et al. 1997; 2000). Dalam observasi ini
ditemukan, relung ini dimanfaatkan oleh Cikukua timor (Gambar 45).
103
Gambar 45 4 Cikukuaa timor seddang mengaambil seranngga (insek kta) pada luubang batang kapuk k hutan n G. malabaarica . Adda dua jeniss dari Timoor yang menncari seranggga sebagaii makanannnya di cabang-caabang pohoon adalah jenis marrgalis. Keddua jenis tersebut adalah a Phylloscoppus presbyttes yang merupakan m b burung endeemik Nusa Tenggara (NT), ( dan yang lebih spesiaalis adalah Heleia H mueelleri yang merupakan m burung enddemik H muellleri sering g mencari ulat dan laba-laba l y yang meruppakan Timor. Heleia makanannnya pada tim mbunan dauun-daun yaang telah guugur sepertii juga dilakkukan oleh Collu uricincla megarhycha (Pachycephhalidae) yan ng hidup dii Australia tropis t dan Irian (Beehler, ( 19982; Cromee, 1978 diaccu dalam Monk M et al, 1997; 1 2000)). Cikukua C tim mor lebih cennderung meengunjungi tumbuhan berbunga b deengan warna yanng mencolook seperti buunga S. graandiflora yaang berwarnna merah, bunga b Cassia spp yang berw warna kuniing, G. arbborea denggan bunga dominan warna w kuning daan merah, bunga b G. malabarica m yang berwaarna merahh. Ketika tibba G. malabaricca berbungaa, jenis Cikukua timoor dan Cikkukua tanduuk lebih baanyak mengunjuungi tumbuuhan ini diibandingkann dengan jenis tumbbuhan berbbunga lainnya. Hal H ini karenna G. malab barica mem miliki bungaa dengan tem mpat daun bunga b (petal) dann bukaan diameter d koorola yang lebih besarr dibanding gkan jenis bunga b lainnya. Deliso D (20088) menjelaskan Famili Kolibri (huummingbird d) seperti buurung kolibri (h hummingbirdd) di Monnteverde, Peegunungan Tilaran, Costa C Rica lebih memilih jenis tumbuuhan yang menghasilk m kan bunga dengan d tem mpat daun bunga b (petal) dan n bukaan diameter d koorola yang lebih l besar. Tanaman yang berukkuran besar denngan bungaa lebih bannyak, dan jumlah j nek ktar lebih besar, b meneerima kunjungan n lebih banyyak per tanaman dan per p bunga dibandingka d an tanaman kecil
104 dengan beberapa bunga saja. Bunga yang dihasilkan pada hutan musim, sering berukuran lebih besar dan memiliki warna yang terang, dan berbeda jika dibandingkan dengan bunga yang dihasilkan oleh pepohonan di hutan hujan tropis (pohon yang selalu hijau atau evergreen) (Indriyanto, 2006) Aktivitas mencari makan Cikukua timor pada umumnya dilakukan secara berkelompok. Induk Cikukua timor selalu secara bersama anaknya mencari makan. Pada saat penelitian ini dilaksanakan ditemukan dua pasang induk sedang membawa anaknya mencari makan. Hal ini dipertegas oleh pendapat Tokur dan Ford (2007) bahwa induk friarbirds secara bersama-sama mencari makan untuk anaknya dan mungkin melokalisir wilayah mencari prey/mangsa, dan kemudian kembali merawat anaknya di sarang secara bersama-sama. Friarbirds memberi makanan anaknya yang masih muda di pagi hari dan dilanjutkan pada sore hari. Aktivitas makan Cikukua timor di lokasi studi cenderung lebih banyak dilakukan pada pagi dan sore hari. Pagi hari Cikukua timor lebih banyak melakukan aktivitas makan yang bersumber dari nektar dibandingkan dengan memangsa serangga dan mengkonsumsi buah. Castro dan Robertson (1997) menyatakan bahwa burung dapat mencari makanan yang pontensial ketika bunga memiliki sejumlah besar nektar misalnya di pagi hari atau dapat secara selektif mencari makan pada bunga yang lebih kaya nektarnya. Pada sore hari, Cikukua timor cenderung memilih pakan serangga kecil yang masih tumbuh pada fase ulat. Hasil analisis vegetasi pada lokasi perjumpaan dengan Cikukua timor menunjukkan bahwa spesies dengan kerapatan tertinggi untuk vegetasi tingkat pohon adalah G. malabarica, G. arborea, dan F. benjamina, tingkat tiang meliputi S. oleosa, A. catechu, G. sepium, G. arborea, dan A. occidentale, tingkat pancang meliputi G. sepium, Cassia sp, C. wightii, L. glauca, A. accidentale, Z. timorensis, dan C. subcordata (Gambar 28). Pola struktur vegetasi sering digunakan sebagai dasar untuk mengklasifikasi habitat dan struktur komunitas burung (Holmes and Robinson, 1981; Rice et al. 1984 diacu dalam Neave 1996). Struktur fisik (phisiognomi) vegetasi dipandang sebagai komponen habitat penting untuk burung pada dua aspek yaitu langsung dengan penyediaan pakan, shelter dan sumberdaya bersarang, dan secara tidak langsung, menyediakan tanda-tanda
105 pontensial tentang permulaan dari kondisi yang sesuai untuk kesuksesan breeding (Nix, 1976; Wiens dan Rotenberry, 1981 diacu dalam Neave 1996). 2. Slope Variabel kemiringan lereng merupakan faktor penentu kedua yang mempengaruhi kehadiran Cikukua timor di suatu tempat dengan nilai koefisien regresi = 0,269 dan nilai P = 0,000. Hasil regresi menunjukkan bahwa semakin tinggi slope (kemiringan lereng), semakin tinggi pula tingkat kehadiran Cikukua timor. Hasil observasi memperlihatkan bahwa pada kemiringan lereng < 3% kehadirannya rendah (7,5%), sedangkan kehadiran Cikukua timor tertinggi (25 30%) dijumpai pada kemiringan lereng 3 - 15% (datar sampai landai), dan kemiringan lereng 15 - > 40% (bergelombang sampai sangat curam) kehadiran Cikukua timor cenderung fluktuatif antara 3 - 15% (Gambar 12). Fisher (2012), menyatakan bahwa daerah Kecamatan Fatuleu Barat didominasi oleh dataran rendah, namun memiliki beberapa bukit curam. Kecamatan Fatuleu Barat merupakan wilayah pemekaran dari Kecamatan Fatuleu yang berpusat di Camplong. Wilayah Fatuleu Barat dan Camplong memiliki kemiringan lereng yang hampir sama karena berada dalam suatu lanskap yang berdekatan dan menyatu dalam satu lanskap Fatuleu. Kehadiran Cikukua timor pada berbagai tingkat kemiringan lereng berkaitan erat dengan distribusi vegetasi pakan yang berada pada tempat tersebut. Vegetasi pakan Cikukua timor tersebar luas di seluruh variasi kemiringan lereng di lanskap ini, dan faktor kemiringan lereng bukan menjadi faktor pembatas penyebaran tumbuhan pakan dan cover karena wilayah studi berada dalam elevasi yang sama. Pada umumnya slope bukan menjadi faktor pembatas distribusi jenis vegetasi, dan faktor pembatas kehadiran suatu spesies tumbuhan umumnya adalah elevasi. Hanski dan Tiainen (1989) menyatakan bahwa variabel slope tidak berpengaruh terhadap ketersediaan pakan burung, dan kepadatan rata-rata burung nampak meningkat pada kemiringan lereng. Di duga kehadiran Cikukua timor pada kemiringan lereng yang bergelombang sampai sangat curam disebabkan karena ketersediaan pakan yang rendah di daerah datar dan landai, dan rendahnya kompetisi memperoleh sumberdaya pakan pada kemiringan lereng tersebut. Di lanskap Camplong, jarak yang berdekatan (kurang dari 1 km) antara tempat datar
106 dan sangat curam bukan menjadi faktor pembatas untuk mendapatkan sumberdaya pakan dan cover. Perbedaan jarak yang tidak berjauhan antara datar dan sangat curam berkaitan dengan luas home range Cikukua timor untuk mencari makan. Hasil penelitian Southerton et al. (2004) Noisy Friarbird P. corniculatus di Australia, ketika mencari makan di musim berbiak, Friarbird dapat menjelajahi areal sejauh lebih dari 1 km, dan sinyal radio transmiter terdeteksi sampai 3 km, sedangkan pada jarak 9 km dari sarang sudah ada individu lain yang mencari makan. Dikatakan teritori honeyeater bisa hanya satu pohon saja, tetapi untuk mencari makan bisa beberapa kilometer. Boulton et al. (2003) menjelaskan bahwa batas teritori sepasang breeding honeyeaters (berukuran 0,07 - 0,40 ha). Perilaku teritori dan ukuran teritori bellbirds tergantung pada banyak faktor seperti ketersediaan pakan, tahapan siklus reproduksi, ketersediaan tempat sarang dan fitness individu. 3. Jarak dari sungai Letak keberadaan sungai memberikan pengaruh signifikan nyata terhadap kehadiran Cikukua timor sebesar 0,158 dengan nilai P sebesar 0,118.
Hasil
regresi menunjukkan bahwa semakin jauh dari sungai, tingkat kehadiran Cikukua timor akan semkin tinggi. Sekalipun semakin jauh jarak dari sungai kehadiran Cikukua timor semakin tinggi, namun hanya pada jarak 3 - 778 m (jarak optimal) dapat ditemukan tingkat kehadiran Cikukua timor yang tinggi. Apabila jarak dari sungai > 778 m, maka tingkat kehadiran Cikukua timor semakin berkurang (Gambar 18). Kemungkinan yang dapat dijelaskan pada hubungan antara jarak dari sungai dengan titik kehadiran Cikukua timor adalah kondisi vegetasi di daerah riparian pada umumnya lebih hijau sepanjang tahun, pertumbuhan vegetasi yang lebih rapat dari pada daerah yang jauh dari riparian. Sungai-sungai di lanskap Camplong sebagaimana daerah lain di Pulau Timor pada umumnya, dimusim kemarau panjang (7 - 8 bulan) kebanyakan sungai tampak kering. Pada musim kemarau daerah sekitar sungai-sungai musiman ini (badan sungai memiliki air hanya pada musim penghujan saja) nampak selalu hijau dan memiliki kanopi cukup rapat. Fenomena seperti ini mungkin terjadi karena daerah riparian pada umumnya memiliki persediaan air tanah yang masih mencukupi untuk pertumbuhannya di musim kemarau.
107 Jenis Noisy friarbird P. corniculatus di Australia dan New Guinea dapat ditemukan pada daerah semi arid, temperate, sub-tropikal, sub-lembab (subhumid) dan zona tropikal, meluas sampai zona arid sepanjang sungai-sungai besar (White 1946; Lamm & Wilson 1966; Schmidt 1987; McFarland 1984, 1988; Leishman 1994; McLean 1995 diacu dalam Clements 2000). Menurut Hinggins et al. (2001) diacu dalam Tokue dan Ford (2007), P. corniculatus mendiami wilayah berhutan meliputi wilayah hutan yang didominasi oleh sungai Red Gum, terkadang dengan jenis eukaliptus lainnya seperti Black Box atau Coolibah, dan tumbuhan bawah pada umumnya dari jenis akasia, sering dekat dengan lahan basah (wetlands). P. citreogularis di Australia memiliki penyebaran luas sampai zona arid dan sepanjang zona anak sungai (watercourse) (Clements 2000). Hasil PCA menunjukkan jarak dari sungai kurang berkorelasi terhadap kehadirannya, tetapi hasil analisis regresi menunjukkan faktor ini turut berpengaruh terhadap kehadiran burung. Informasi PCA dapat dijelaskan oleh hasil analisis regresi linear berganda bahwa semakin jauh jarak dari sungai, maka kehadiran Cikukua timor semakin tinggi. Titik-titik kehadiran Cikukua timor masih dijumpai di sepanjang daerah riparian yaitu pada jarak 3 - 1574 m dari sungai. Sepanjang daerah riparian terdapat areal berhutan dengan sedikit vegetasi pohon dan tiang yang memiliki cover cukup rapat. Pada kondisi seperti ini Cikukua timor masih dapat dijumpai jika ketersediaan faktor dominan dari komponen habitat biotik dalam kualitas dan kuantitas habitat yang optimal dan tak terganggu. Scott et al. (2003) menjelaskan bahwa kepadatan burung di kanopi menunjukkan peningkatan secara signifikan dengan peningkatan cover pohon. Menurut Graf (2008) kanopi yang tinggi berpontensi lebih disukai oleh burung bellbirds. Vegetasi riparian yang selalu hijau dengan kanopi yang cukup rapat diduga berperan penting untuk Cikukua timor sebagai tempat beristirahat dan beraktivitas sosial, dan juga mungkin aktivitas makan jika tersedia pohon pakan. Pada umumnya daerah sekitar riparian dengan kondisi vegetasi yang demikian akan membentuk iklim mikro yang lebih sejuk dengan temperatur udara stabil. Data Stasiun Klimatologi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Naibonat-NTT,
108 Pulau Timor pada umumnya dan khususnya lanskap Camplong tergolong dalam tipe iklim E (Schmidt dan Ferguson) dengan curah hujan rata-rata tahunan < 2000 mm per tahun. Bulan basah hanya berlangsung 3 - 4 bulan (Desember/Januari sampai Maret/April) dan bulan kering berlangsug selama 8-9 bulan (April/Mei hingga November/Desember). Suhu pada bulan Mei-Juli, daerah Naibonat dan sekitarnya termasuk lanskap Camplong (berjarak ± 5 km dari Naibonat) memiliki suhu rata-rata bulanan 270 - 280C. Daerah sekitar riparian memiliki suhu lebih stabil karena kelembaban yang tinggi akibat penutupan kanopi tajuk yang cukup rapat dengan satu strata saja.
Hasil observasi lapangan ditemukan beberapa
kelompok Cikukua timor melakukan aktivitas sosial di sekitar sungai Nefolina dan sungai Laukfui, Oelbani di wilayah desa Naunu, kali kering dan sekitar sumur di Tuanamolo, sungai Tobe. Di sekitar (57 m) dari sungai Laukfui ditemukan tempat beristirahat (tidur) di pohon G. malabarica. Di sekitar kali kering dan sumur di Tuanamolo ditemukan sekelompok Cikukua timor (lima ekor dewasa dan satu ekor anak yang baru berlatih terbang) sedang melakukan aktivitas makan nektar di pohon S. comosa. Daerah dengan tipe iklim E seperti di lanskap Camplong, wilayah riparian memiliki peran sangat signifikan terhadap ketersediaan pohon sumber pakan dan cover. Menurut Nicolson (2006) dalam musim kemarau yang panas honeyeaters membutuhkan asupan air tambahan untuk menjaga keseimbangan air yang cukup. Teritori yang dekat dengan anak sungai atau penyediaan air lainnya, lebih cocok dibandingkan dengan daerah kering. Umumnya vegetasi daerah riparian di lanskap Camplong tidak tinggi dan kondisinya sedikit terbuka dengan satu strata kanopi. Struktur floristik vegetasi yang demikian diduga menjadi habitat yang preferred oleh Cikukua timor dari pada kawasan hutan primer yang memiliki tingkat kanopi yang rapat dengan lebih dari satu strata kanopi. Vickery (1984) diacu dalam Indriyanto (1996) menyatakan bahwa ekosistem hutan musim didominasi oleh spesies pohon yang menggugurkan daun di musim kemarau yang disebut hutan gugur daun (deciduous forest), umumnya hanya memiliki satu lapisan tajuk atau satu stratum dengan tajuk-tajuk pohon yang tidak saling tumpang tindih, sehingga sinar matahari dapat masuk sampai ke lantai hutan, apalagi saat sedang gugur daun. Hal itu memungkinkan tumbuh dan
109 berkembangnya berbagai spesies semak dan herba yang menutupi lantai hutan secara rapat. 4. Jarak dari hutan sekunder Hasil regresi linear berganda menunjukkan jarak dari hutan sekunder diperoleh nilai koefisien regresi -,0740 dengan nilai P = 0,028. Model regresi berganda dengan prosedur stepwise menunjukkan variabel ini merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kehadiran Cikukua timor pada suatu tempat. Nilai koefisien regresi jarak dari hutan sekunder menjelaskan bahwa semakin dekat dengan hutan sekunder tingkat kehadiran Cikukua timor semakin banyak. Hasil analisis spasial (euclidean distance) memperlihatkan Cikukua timor lebih banyak dijumpai pada jarak 0-545 m (Gambar 14b). Pada umumnya hutan sekunder di lanskap Camplong merupakan areal yang sedang mengalami proses regenerasi vegetasi dari areal bekas penebangan dan kebakaran. Luas hutan sekunder di kawasan ini yaitu 135,18 ha (5,5%) (Tabel 9 dan Gambar 31). Vegetasi yang dominan di areal hutan sekunder adalah E. alba, C. siamea, Cassia sp (tisel/johar hutan) dan G. sepium, dan semak C. odorata. Kemungkinan yang dapat dijelaskan bahwa Cikukua timor diduga prefer terhadap areal yang bersifat lebih terbuka dengan beberapa vegetasi pohon seperti E. alba, beberapa vegetasi tingkat tiang dan pancang seperti C. siamea dan G. sepium. Salah satu jenis burung isap madu di Australia Barat Daya merupakan burung khas Eucalyptus dan kayu putih Melaleuca (Myrt.), namun mereka terkadang mengunjungi hutan monsoon (Noske dan Saleh (2000). Coates et al. (2000), Trainor (2008) menjelaskan bahwa Cikukua timor dapat menghuni hutan monsoon sekunder, hutan terbuka, semak terbuka. Di Australia dan New Guinea, jenis Noisy friarbird P. corniculatus kebanyakan mendiami hutan sclerophyll kering dan hutan eukaliptus, tapi kadangkadang di semak belukar daerah pesisir pantai, heathlands, paperbarks dekat lahan basah (wetlands) dan hutan sclerophyll basah, jarang tercatat di tipe lain dari daerah berhutan dan hutan hujan(Clements 2000). 5. Kerapatan strata tiang cover Hasil analisis regresi berganda dengan prosedur stepwise menunjukkan bahwa kerapatan tiang cover berpengaruh nyata terhadap kehadarian P. inonatus.
110 Kerapatan tiang cover berkontribusi terhadap kehadiran Cikukua timor dengan nilai koefisien regresi -0,169 dengan nilai P = 0,003. Nilai regresi menjelaskan bahwa semakin rendah kerapatan vegetasi tingkat tiang, maka tingkat kehadiran Cikukua timor pada suatu titik akan semakin tinggi. Jumlah total kerapatan vegetasi strata tiang di lanskap Camplong adalah 392,5 batang/ha. Kerapatan total strata tiang cover adalah 177,5 batang/ha, jenis cover pada strata tiang yang memiliki kerapatan tertinggi (42,5 batang/ha) adalah S. oleosa (Gambar 23). Kerapatan vegetasi berkaitan erat dengan ketersediaan cover bagi satwa di wilayah yang ditempatinya. Pada tipe habitat yang memiliki kerapatan vegetasi yang tinggi akan berkorelasi linear dengan ketersediaan cover yang tinggi pula pada habitat tersebut. Namun bagi Cikukua timor, kehadirannya semakin tinggi pada tempat yang memiliki kerapatan strata tiang cover yang semakin rendah, misalnya pada tipe habitat belukar, kebun jambu mete, dan kebun palawija. Cikukua timor cenderung lebih banyak melakukan aktivitas sosial dan beristirahat pada tipe habitat yang memiliki tingkat kerapatan cover strata tiang yang lebih terbuka (kurang rapat). Hasil observasi menunjukkan bahwa pada cover yang kurang rapat seperti di tegakan S. oleosa, sinar matahari dapat menembus lapisan tajuknya yang tipis (satu strata) saja. Sinar matahari yang masuk melalui celah-celah lapisan tajuk yang tipis mampu membantu Cikukua timor untuk melakukan aktivitas mencari makan insekta di antara dedaunan, menelisik dan berjemur, serta beraktivitas sosial seperti bernyanyi bersahutan, memantau dan menghindari diri dari predator. Menurut Sukarsono (2009), perilaku sosial berkembang diantaranya karena adanya kebutuhan untuk reproduksi dan bertahan dari predator. Aktivitas menelisik dan berjemur merupakan bentuk perilaku memelihara diri yang dilakukan pada saat beristirahat, dan aktivitas ini bertujuan untuk membersihkan diri dari kotoran yang berada pada bulu sayap, kepala, dada, dan ekor setelah melakukan makan insekta diantara dedauan. Aktivitas menelisik Cikukua timor menggunakan paruh dan menggosokkan bagian kepalanya pada dahan/batang kayu yang ditempatinya. Aktivitas menelisik berlangsung antara 515 menit. Dalam observasi ini, teramati aktivitas menelisik Cikukua timor di
111 daerah edg dge hutan prrimer yang berbatasann dengan huutan tanamaan jati dan jalan negara tran ns Pulau Tiimor di TW WA Camplonng (Gambar 47).
Gambar 46 Perilaku menelisik Cikukua C tim mor di bawaah lapisan taajuk S. oleoosa di e tipe haabitat hutann primer TW WA Camplong. daerah edge Kerapatan K coover berkiaatan erat deengan tingg gi vegetasi.. Cikukua timor lebih banyyak (47%) berada di strata s tiang pada tingg gi rata-rata 6-8 m (Gaambar 23b). Pada ketinggiaan tiang terssebut, Cikuukua timor melakukan m aktivitas makan m dan berakktivitas sosiial. Sebaran n tumbuhann tingkat tiaang umumnnya berada pada daerah den ngan kanoppi lebih terbu uka dekat teepi (edge) hutan h primeer, belukar, hutan h sekunder, hutan tanaaman jati, kebun k jambbu mete, kebun k palaw wija, dan seekitar riparian. Di D daerah dengan d kondisi seperti ini memun ngkinkan buurung melakkukan aktivitas harian h yang lebih leluaasa untuk beergerak menncari makann dari satu lokasi l ke lokasi lain yang berdekatan n, beraktivittas sosial, dan memanntau keberaadaan y menjaadi ancamann baginya. Cikukua tiimor dalam m aktivtas hharian predator yang bersifat keelompok, seehingga mem mbutuhkan ruang terbu uka yang cuukup luas seebagai tempat berraktivitas soosial. Isacch et al. a (2005) menyatakan m b bahwa strukktur vegetassi dan kompposisi fisik spesies tuumbuhan memperlihat m tkan karakkteristik konfigurasi lingkungan l terestrialnnya, dimanaa telah terbuukti pentingg di dalam menentukann kepadatann dan distribusi burung. Strruktur vegeetasi dan koomposisi flo oristik diasu umsikan meenjadi faktor prroximate uttama yangg menentukkan dimanaa dan baggaimana buurung memperguunakan sum mberdaya daan mempenggaruhi sumb ber daya. Faktor F proximate
112 tidak secara langsung berhubungan dengan kelangsungan hidup individu tetapi diandalkan sebagai penduga adanya faktor ultimate, misalnya struktur vegetasi tertentu yang menunjukkan kemungkinan besar ditemukan makanan atau pelindung. Faktor ultimate adalah faktor yang berhubungan langsung dengan kelangsungan hidup individu (makanan, air dan pelindung) (Basuni 1988). Tingkat pertumbuhan tiang lebih umum berada pada tipe-tipe habitat yang sedang mengalami suksesi vegetasi pada areal bekas lahan budidaya, penebangan liar, dan kebarakan hutan. Kondisi lahan yang demikian tersebar dalam bentuk fragmen-fragmen habitat. Perjumpaan aktivitas Cikukua timor (makan, istirahat dan tidur) umumnya berada pada areal yang berbentuk fragmen-fragmen habitat. Keberadaan pohon dan tiang dengan tinggi antara 7-32 m dan diameter >20 cm di tiap tipe habitat yang dijumpai, diduga berfungsi sebagai koridor antara tipe habitat tersebut sehingga terbangun konektivitas antara satu sama lainnya. Hasil observasi lapangan menunjukkan bahwa 80% aktivitas Cikukua timor (makan, sosial dan beristirahat) berada pada vegetasi pohon. Philemon corniculatus di Australia umumnya hidup di hutan eukaliptus, terutama eukaliptus dengan tumbuhan bawah berupa rumput dan semak-semak yang menyebar. Umumnya berdiam di wilayah berhutan yang sehat hampir tak dipengaruhi oleh kerusakan, tapi juga biasa di patch-patch kecil dan wilayah hutan yang terfragmentasi (Higgins et al. 2001). Martensen et al. (2008) menyatakan bahwa ukuran fragmen yang besar dan tingkat konektivitas yang tinggi merupakan komponen kunci untuk mempertahankan spesies dalam fragmen.
Konektivitas merupakan hal
terpenting dari wilayah fragmen. Lanskap dengan konektivitas yang tinggi, dimana fragmen yang dekat satu sama lain dan atau terhubung oleh koridorkoridor, memberikan kemungkinan bagi burung untuk menggunakan lebih dari satu fragmen untuk mendapatkan sumberdaya yang diperlukan untuk bertahan hidup (Lees dan Peres 2008). 6. Jarak dari jalan Kehadiran Cikukua timor pada suatu suatu lokasi turut ditentukan oleh faktor jarak dari jalan. Hasil analisis regresi menunjukkan koefisien regresi sebesar -0,188 dengan nilai P = 0,001 (Lampiran 10). Interpretasi hasil regresi dapat diuraikan bahwa semakin dekat dengan jalan, tingkat kehadiran Cikukua
113 timor akan semakin tinggi. Hasil studi menunjukkan jarak kehadiran Cikukua timor dari jalan yaitu 3- 142 m, dan tingkat kehadiran Cikukua timor tertinggi (57,5%) berada rentang jarak 3-37 m dari jalan. Pada jarak > 142 m dari jalan tidak ditemukan kehadiran Cikukua timor (Gambar 19). Kehadiran Cikukua timor dekat dengan jalan diduga karena: 1. Cikukua timor merupakan spesies generalis, pada umumnya spesies generalis memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap tekanan lingkungan fisik dan biotik yang tinggi seperti yang terjadi di lanskap ini. Menurut Valido et al. (2004) spesies generalis memiliki sebaran yang luas dan spesies yang sangat umum dengan interaksi penyerbukan yang tinggi serta dapat bertindak sebagai sebagai spesies kunci (keystone species). 2. Cikukua timor merupakan spesies yang dekat dengan manusia, sehingga kehadiran manusia selama tidak melakukan aktivitas menggangu atau mengacam kehadirannya tidak menjadi faktor pembatas kehadirannya. 3. Distribusi pohon pakan dan tiang cover banyak tersedia di sekitar jalan baik di dalam maupun luar kawasan hutan, lahan budidaya masyarakat dan permukiman. Pada umumnya jalan dibangun dekat dengan tempat aktivitas manusia seperti dekat areal budidaya dan permukiman. Umumnya di areal budidaya dan permukiman banyak di tanam tanaman sumber pakan ternak yang berpotensi sebagai sumber pakan Cikukua timor seperti E. variegate, S. glandiflora, dan L. glauca. Lokasi sekitar jalan di kawasan hutan TWA Camplong banyak tanaman sumber pakan dan cover Cikukua timor seperti S. oleosa, G. malabarica, dan E. alba. 4. Jalan pada umumnya dibangun di daerah yang datar dan landai, dan Cikukua timor nampak lebih menyukai (prefered) daerah kemiringan datar dan landai yang memiliki banyak ketersediaan kebutuhan sumber pakan dan cover. 5.2.3. Populasi Cikukua timor Dugaan populasi Cikukua timor di wilayah studi menggunakan metode distance sampling (pengambilan contoh jarak jauh). Menurut Khul et al. (2011), metode ini paling banyak digunakan saat ini, dan telah dijelaskan secara menyeluruh oleh Buckland et al. 1993, 2001, 2004). Pengambilan sampel jarak jauh dapat didasarkan baik pada deteksi satwa sendiri atau pada tanda-tanda
114 keberadaan satwa (juga disebut isyarat) seperti sarang dan kotoran pada transek yang telah ditetapkan (Khul et al. 2011). Pendeteksian satwa dalam penelitian ini berdasarkan penemuan langsung baik dengan kontak fisik maupun suara burung Cikukua timor. Tanda lain selain kedua bentuk kontak tersebut, seperti sarang dan kotoran (feces) tidak lakukan dalam pengamatan ini karena tidak dapat didentifikasi secara jelas di lapangan. Saat penelitan ini berlangsung (Mei-Juli) tidak ditemukan sarang, karena waktu berbiak diperkirakan telah berlangsung antara dua atau tiga bulan sebelumnya (Februari-April). Seperti telah dijelaskan pada bagian terdahulu (identifikasi komponen habitat biotik), ditemukan dua pasang induk dengan jumlah anak masing-masingnya satu ekor. Pasangan induk Cikukua timor pertama ditemukan pada tipe habitat permukiman di Oel’haulasi, dalam lingkungan pekarangan (luas ± 3000 m2), koordinat “S” 1001’ 26,4” dan “E” 123055’35,7”, elevasi 264 m dpl. Pasangan induk Cikukua timor kedua ditemukan pada tipe habitat belukar di Tuanamolo, koordinat “S” 1001’ 22,8” dan “E” 123055’57,5”. Data pengamatan populasi Cikukua timor pada satu tipe habitat perjumpaan dikelompokkan secara terpisah dengan tipe habitat lainnya. Menurut Sutherland (2006), asumsi distance sampling bahwa kepadatan satwa adalah konstan dalam sekitar areal garis transek atau titik dan ini memberikan suatu estimasi kepadatan tersebut. Variasi kecil pada kepadatan sekitar garis transek tunggal tidak menyebabkan banyak bias dalam menduga kepadatan rata-rata, tetapi jika habitat yang secara jelas heterogen, dengan bagian-bagian habitat bervariasi dapat diamati secara terpisah. Hal ini sangat penting dalam metode distance karena seperti halnya kepadatan satwa berbeda dalam habitat yang berbeda, kemampuan pendeteksiannya mungkin akan berbeda. Berdasarkan hasil analisis kepadatan populasi menggunakan distance sampling dapat dinyatakan bahwa tingkat kepadatan populasi di lokasi penelitian terkategori rendah dengan nilai total kepadatan pada berbagai tipe habitat tersebut yaitu 0,5755/ha. Kepadatan populasi terendah (0,0164 atau 2,85%) terdapat di wilayah permukiman dan tertinggi (0,3107 atau 54,28%) di kawasan perkebunan jambu mete. Menurut Coates et al. (2000) burung ini merupakan burung endemik yang tersebar luas di Pulau Timor mulai dari wilayah Timor Barat, Indonesia
115 sampai Timor Leste sampai kawasan Wallacea. Cikukua timor di Timor Leste mempunyai kelimpahan terkategori common redisent (cr) (Trainor et al. 2008). Tingkat populasi Cikukua timor yang rendah di kawasan ini dapat diduga disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut; 1. Kerapatan pohon pakan rendah Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa kerapatan pohon pakan merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kehadiran Cikukua timor. Kerapatan pohon pakan di lanskap Camplong (Mei-Juli) tergolong rendah (6,5 batang/ha), sehingga diduga sebagian populasi Cikukua timor menyebar untuk mencari sumber daya pakan dan cover di tempat lain. Fenomena ini bertujuan untuk menghindari kompetisi dalam memperoleh sumber pakan. Jumlah jenis vegetasi pakan yang sedang berbunga tersedia dalam jumlah yang sedikit, yaitu; 8 jenis pakan tingkat pohon, 8 jenis pakan tingkat tiang dan 7 jenis pakan tingkat pancang (Gambar 21). Semua jenis vegetasi pakan ini mulai berbunga pada awal sampai pertengahan musim panas (April-Juli). Pada bulan Juli ditemukan tumbuhan G. malabarica mulai berbunga dan mungkin akan berakhir sampai bulan September. Menurut Wiens (1989), lingkungan fisik menentukan batas distribusi pada banyak biota. Woinarski et al. (1988)diacu dalam Neave (1996), menjelaskan bahwa perubahan musiman pada vegetasi, secara phenologi saat berbunga dan berbuah, dapat meningkatkan distribusi kepadatan burung, khususnya spesies nekatrivora yang memiliki mobilitas tinggi. 2. Distribusi dan musim berbunga vegetasi sumber pakan Sebaran dan kerapatan vegetasi pakan Cikukua timor hanya terdistribusi pada tempat-tempat tertentu saja atau tidak merata di seluruh tipe habitat di lanskap Camplong. Setiap jenis tumbuhan memiliki periodisasi masa berbunga yang tidak sama, sehingga hanya ada sebagian saja tumbuhan yang memiliki masa berbunga pada bulan Mei sampai Juli (Gambar 21). Neave et al. (1996), menyatakan struktur, komposisi floristik dan berbunga dari vegetasi dapat mempengaruhi distribusi burung menurut ruang dan waktu. Variabel yang terkait dengan kebutuhan habitat yang lebih spesifik dari burung adalah floristik vegetasi dan posisi topografi. Variabel-variabel
116 tersebuut mungkinn menggam mbarkan keleembaban taanah dan kaandungan nutrisi n substraat pada habiitat yang disukai. 3. Kerusaakan habitat Banyak vegetasi v sum mber pakann ditemukan n ditebang terutama Cassia C sp un ntuk dijadikkan sumberr kayu bakkar. Fenom mena peneb bangan veggetasi sumbeer pakan inii lebih banyyak dijumpai di dalam m kawasan TWA T Campplong (Gambbar 47).
Gambaar 47 Tungggak penebaangan liar veegetasi sum mber pakan nektar n Casssia sp di tipe habitat huutan primer TWA Cam mplong. Pada saaat penelitiann ini ditem mukan sebaanyak 20 titik t perjum mpaan penebaangan vegettasi sumberr pakan. Seetiap titik terrsebut dapaat dijumpai lebih dari 10 1 pohon yang ditebbang dengaan berbagai modus seperti s langgsung ditebanng atau diawali peng gulitan pohhon, jika teelah kering akan ditebang. Disam mping itu, praktek p penggembalaaan ternak sapi secaraa liar di dalam d kawasan telah terrjadi bertahuun-tahun daan diduga berkontribus b si besar terhhadap hnya regeneerasi tumbuuhan sumbeer pakan, kaarena diinjaak dan dim makan. rendah Penggembalan terrnak dalam m kelompok yang besarr (> 20 ekoor per kelom mpok) dapat mengakibattkan terjadii pemadatann tanah sehhingga pertu umbuhan tinngkat semai menjadi teertekan bahk kan tak dappat tumbuh dengan baik. Peninggkatan tekanaan penggem mbalaan di dalam d kawassan hutan mengarah m keepada penurrunan kepadaatan dan kerragaman tum mbuhan di kawasan k ini. Invasi sppesies C. odorata pada areal terbuka beekas kebakkaran, penebaangan liar, dan pengggembalaan liar telah menyebabk m an pertumbbuhan tingkaat semak dann pancang tumbuhan t l lain menjad di tertekan dan d bahkan mati.
117 Kondisi ini menyyebabkan proses p sukseesi pada areeal-areal teersebut tak dapat berlanngsung samppai tingkat klimaks. k 4. Perburruan liar (illlegal huntinng) Tingkat perburuan illegal sanngat marak terjadi di dalam dann luar kawasan TWA Camplong. C Perburuann illegal diiduga menjjadi faktor yang paling besar berppengaruh terrhadap penuurunan poppulasi burunng ini di lannskap Campllong. Hasill wawancarra dengan masyawaka m at lokal dan n petugas TWA T Campllong menyaatakan tingkkat perburuaan illegal di d kawasan ini i sangat m marak terjadii setelah berrgulirnya erra reformasii pada tahun n 1998 samppai saat ini. Hasil obsservasi selama kegiatann penelitian n berlangsunng menunjuukkan bahwaa dalam sem minggu dap pat diketem mukan 3-4 pemburu p illlegal bersennapan angin dan ketapeel (alat berbburu tradisional) sedanng melakukkan perburuuan di dalam dan luar kaawasan hutaan(Gambar 48). 4
a. Kotaa peluru sen njata angin
b. Pemburu bersenjata anginn
kettapel
c. Pemburuu tradisionall menggunaakan ketapell d alat berburu modern (senaapan Gambar 48 Kegiataan perburuaan illegal dengan angin) dan perburu uan tradisioonal (ketapel). Motivasi M perrburuan liarr didorong oleh o penyaluran hobi berburu b dann hasil buruan diikonsumsi untuk pem menuhan keebutuhan protein p hew wani. Umum mnya pemburu berasal b darii usia remaaja sampai dewasa d prooduktif yangg tidak mem miliki pekerjaan tetap dan sebagiannyaa berprofesi sebagai pennggembala ternak sapi yang menggembbalakan ternnaknya secaara liar di daalam kawassan hutan TW WA Campllong.
118 Frekuensi survei populasi Cikukua timor dalam lanskap Camplong sampai dengan saat ini belum diatur secara regular. Padahal survei secara regular akan memberikan informasi penting tentang situasi populasi dan intensitas ancaman. Kegiatan survei sebaiknya dilakukan secara konsisten dan kontinu yang diatur dalan rentang waktu yang lebih singkat. Menurut Kuhl et al. (2011), bahwa jarak waktu yang lebih singkat antar waktu survai yang diulangi lebih baik, karena ini akan memberikan informasi untuk analisa berdasarkan waktu seri, tetapi hal ini akan terhalang oleh biaya dan kekurangan tenaga kerja. Varian sekitar estimasi dalam setiap survei harus kecil agar trend signifikan dari waktu ke waktu dapat terdekteksi. 5.2.4. Penutupan lahan lanskap Camplong Lanskap Camplong merupakan pusat dari wilayah Fatuleu. Pada saat ini wilayah Fatuleu terbagi dalam beberapa daerah pemekaran diantaranya adalah wilayah Kecamatan Fatuleu Barat. Menurut Fisher (2012), areal berhutan di Kecamatan Fatuleu Barat merupakan campuran hutan savana pantai (coastal savanna), savana palem-paleman (palm savanna), dan hutan eukaliptus (eucalyptus woodland) dengan hanya 10% tutupan hutan. Penelitian tentang perubahan tutupan lahan hutan telah menunjukkan sebagai daya pengerak (driving force) dan keterkaitan proximate (lokal) yang kompleks dan multivariate (Geist dan Lambin 2002). Data yang diperoleh satelit dari tutupan lahan hutan dan penggunaan lahan telah menjadi dasar sumber informasi yang diterima untuk menilai kondisi hutan tropis (Fuller dan Chowdhury 2006). Tipe penutupan lahan lanskap Camplong berdasarkan hasil analisis ArcGis 9.3 dan ERDAS 9.1 melalui klasifikasi supervised diperoleh nilai akurasi klasifikasi 83,94% dan Kappa (K^) Statistik = 0,8210 (Lampiran 13). Hasil klasifikasi tutupan lahan menunjukkan habitat belukar merupakan tipe tutupan lahan paling mendominasi di wilayah ini sebesar 16,5% (406,53 ha) dari total luas 2470,11 ha. Dominasi tutupan lahan belukar menggambarkan tingkat intensitas terjadi perubahan pola penggunaan lahan dari lahan berhutan dengan vegetasi berkayu rapat menjadi lahan terbuka dengan sedikit pepohonan. Belukar merupakan penutupan lahan berupa vegetasi pohon setinggi 1,5 m dan atau
119 diameter < 20 cm, serta biasanya merupakan bekas areal pertanian yang ditinggalkan masyarakat. Praktek pertanian pada lanskap Camplong pada umumnya berupa pertanian berpindah, dan bentuk pertanian berpindah masih merupakan salah satu ciri khas pengolahan lahan budidaya pertanian oleh masyarakat tradisional di Pulau Timor. Pola pertanian berpindah masih terus berlanjut hingga tahun 2011. Fisher (2012) menyatakan matapencaharian masyarakat di wilayah Fatuleu Barat, Amarasi, Amfoang Barat Daya dan Bipolo kebanyakan subsisten, berdasarkan sistem pertanian berpindah (shifting agriculture). Tutupan lahan belukar merupakan tipe tutupan lahan yang mendominasi di lanskap Camplong, namun bila dibandingkan dengan keseluruhan total penutupan lahan berhutannya, maka areal berhutan masih mendominasi sebesar 31,4% yang terdiri dari hutan tanaman 14,3%, hutan primer 11,6%, dan hutan sekunder 5,5%. Jenis vegetasi dominan pada tutupan lahan hutan tanaman adalah T. grandis, D. regia, dan C. siamea. Areal tutupan lahan berhutan sebagian besar berada dalam kawasan hutan TWA Camplong. Fisher (2012) menyatakan bahwa kurang dari 4% lahan berhutan masih eksis di dalam taman nasional (national parks) dan cagar alam (nature reservers), dibandingkan dengan rata-rata nasional 18%. Persentase penutup lahan berhutan yang cukup besar menunjukkan bahwa secara umum lanskap Camplong masih memiliki tutupan hutan yang baik. Tingkat deforestasi di wilayah ini lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian Fisher (2012) di daerah sekitar Camplong seperti Bipolo, Amarasi, Amfoang Barat, dan Fatuleu Barat yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Kupang. Hasil penelitian Fisher (2012), tingkat deforestasi di Timor Barat relatif kecil bila dibandingkan dengan daerah lainnya di Indonesia. Luas hutan yang hilang di wilayah Fatuleu Barat relatif kecil, hanya 680 ha, namun laju kehilangan terus meningkat, tetapi beberapa wilayah seperti Bipolo, Amarasi, dan Amfoang Barat Daya, telah terjadi laju deforestasi yang tinggi. Luas daratan Kabupaten Kupang 854 km2 atau 17% terkategori hutan. Di Kecamatan Amfoang Barat Daya, terjadi laju penebangan (clearing) yang cepat, 15% (1825 ha) hutan telah di tebang, kebanyakan terjadi (10%) selama periode studi (2000-2006). Wilayah Bipolo memiliki sedikit wilayah berhutan, tetapi selama 25 tahun terakhir terjadi
120 penurunan luas tutupan hutan yang besar dibandingkan dengan Amfoang Barat Daya, Fatuleu Barat, dan Amarasi. Hampir 20% dari wilayah studi Bipolo 4900 ha telah kehilangan areal berhutan. Tingkat deforestasi di wilayah Bipolo terjadi 13% selama dua belas tahun periode 1994 - 2006. Wilayah Fatuleu memiliki kepadatan populasi manusia rendah (90 orang 2
/km ). Program translokasi dinyatakan sebagai kekuatan utama penggerak pembangunan yang mempengaruhi tutupan lahan di wilayah Fatuleu Barat. Wilayah ini dekat dengan Kota Kupang, bagian paling padat penduduk di Timor Barat
dengan
tekanan
populasi
manusia
berpotensi
meningkat
karena
pengembangan ibukota baru Kabupaten Kupang yang berada di wilayah Naibonat. Wilayah Amarasi masih memiliki sisa hutan 33% (Fisher 2012). Kondisi lanskap Camplong pada waktu penelitian ini dilakukan (MeiJuli), sedang berada pada peralihan akhir musim hujan ke puncak musim kering (Agustus-September). Menurut Saripin (2003), jenis vegetasi merupakan hal penting yang perlu diperhatikan dalam mengidentifikasi penutupan lahan. Selama periode ini, kondisi vegetasi masih tampak hijau, namun pada daerah tipe penutupan lahan berupa padang rumput/savana, belukar dan semak, beberapa jenis vegetasi sudah mulai tampak kering terutama daun C. odorata. Jenis tanaman ini paling
mendominasi
pada
ketiga
tipe
tutupan
lahan
tersebut.
Dalam
mengidentifikasi penggunaan lahan dengan citra landsat, selain beberapa unsur seperti keadaan genangan air dan tanah terbuka, perlu diperhatikan jenis vegetasi (Saripin 2003). Kondisi awan di lokasi penelitian pada saat musim kering nampak cerah, sehingga kemampuan untuk mengidentifikasi suatu objek tidak sulit. Kendala dalam analisis penutupan lahan menggunakan citra landsat antara lain adalah apabila daerah berawan maka objek sulit diidentifikasi/diinterpretasi. Demikian pula bila peliputan landsat pada musim kering dan semua sawah yang ada di daerah tersebut ditanami palawija, maka perbedaan lahan sawah dengan lahan kering sulit dilakukan. Untuk menanggulangi hal tersebut, dilakukan pengambilan titik-titik koordinat lapangan pada setiap tipe habitat dan batas antar setiap tipe habitat. Pengambilan titik-titik koordinat tersebut bertujuan untuk memudahkan dalam proses identifikasi klasifikasi penutupan lahan di lokasi studi. Titik-titik
121 koordinat diambil sebanyak mungkin (representatif) di tiap tipe habitatat. Menurut Saripin (2003), untuk mengatasi masalah kesulitan mengidentifikasi suatu obyek diperlukan peta pendukung misalnya peta tata guna tanah. Berdasarkan hasil interpretasi citra landsat Thematic Mapper dan pengecekan di lapangan serta ditunjang peta tata guna tanah, maka tipe penggunaan lahan di daerah penelitian dapat di klasifikasikan dengan baik. 5.2.5. Gangguan habitat Cikukua timor Gangguan habitat Cikukua timor bersumber dari beberapa faktor diantaranya adalah; illegal logging, penggembalaan ternak secara liar, jaringan jalan, pertanian berpindah dengan sistem tebas bakar, penyerobatan kawasan hutan, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu secara illegal seperti kayu bakar, pemangkasan tumbuhan pakan ternak.
Gangguan yang diduga paling serius
terhadap habitat Cikukua timor yaitu; 1. Penebangan liar Penebangan liar (illegal logging) marak terjadi di dalam kawasan hutan TWA Camplong.
Ditemukan 27 titik penebangan liar di dalam kawasan
hutan. Jenis tumbuhan yang dijarah antara lain; tanaman jati, beberapa jenis vegetasi sebagai sumber kayu bakar dan sumber pakan ternak. Fisher (2012) menyatakan bahwa beberapa penebangan skala kecil dan pengembangan perkebunan sebagai kekuatan sekunder yang mempengaruhi tutupan lahan di wilayah Fatuleu Barat. 2. Penggembalaan ternak secara liar Penggembalaan ternak sapi secara liar banyak dilakukan oleh masyarakat di dalam kawasan TWA Camplong. Ada kurang lebih enam sampai tujuh kadang sapi berada di dalam kawasan TWA Camplong, tersebar di Pal E-29, kali Oetobe (tegakan jati dan johar), Pal B-67,68 dan 69. Dampak penggembalaan ternak sapi secara liar di dalam kawasan dapat menyebabkan tanah menjadi padat, mematikan pertumbuhan tingkat semai dengan cara diinjak, memakan vegetasi tingkat semai dan pancang.
Hampir ada lima
kelompok ternak sapi dengan jumlah tiap kelompok berkisar antara 10-50 ekor sapi. Kelompok ternak sapi mewakili kepemilikan masing-masing orang atau keluarga.
122 3. Jaringan jalan Aksesibilitas seperti jaringan jalan kendaraan (lebar badan jalan ± 5 m) yang menghubungkan antar desa dan kampung di sekitar kawasan banyak di bangun melintasi kawasan TWA Camplong, seperti jalur enclave Oebola Dalam dengan Kampung Oelsabloit, enclave Oebola Dalam dengan Kota Kecamatan Camplong (2 jalur), Tanah Merah dengan Kampung Oesabloit. Jaringan jalan negara trans-Pulau Timor tepat berada dalam kawasan TWA Camplong dengan lebar badan jalan ± 6 m. Ada pula banyak jaringan jalan setapak yang mengubungkan antar kampung di sekitar kawasan TWA Camplong. 5.2.6. Implikasi bagi konservasi 5.2.6.1. Habitat Cikukua timor Hasil observasi aktivitas Cikukua timor yang diamati dalam penelitian ini menunjukkkan bahwa burung ini hanya terdistribusi di enam tipe habitat (Gambar 9), dan dari ke-enam tipe tersebut hanya empat tipe habitat ditemukan sebagai lokasi pengamatan data populasi yaitu; belukar, kebun jambu mete, kebun palawija dan permukiman. Pada tipe-tipe habitat yang tidak ditemukan Cikukua timor diduga tidak tersedia tumbuhan sumber pakan dan cover yang mampu memenuhi kebutuhannya. Hasil penelitian menunjukkan kerapatan pohon pakan di lanskap Camplong terkategori rendah. Perbedaan periodisasi musim berbunga dari beberapa tumbuhan sumber pakan mendorong Cikukua timor untuk mencari lokasi sumber pakan di tempat lain. Ketersedian sumber pakan dan cover berkaitan erat dengan luas habitat yang mampu menyediakan sumber daya yang sesuai dengan yang dibutuhkan Cikukua timor. Luas lanskap Camplong adalah 2470, 11 ha, terbagi dalam dua bentuk kawasan yaitu kawasan hutan TWA Camplong seluas 696,6 ha dan bukan kawasan hutan seluas 1773,51 ha. Tumbuhan sumber pakan Cikukua timor lebih banyak (30%) ditemukan di areal hutan primer seluas 285,3 ha dan 20% ditemukan di hutan sekunder seluas 135 ha, sedangkan di luar kawasan hutansebaran tumbuhan pakan relatif lebih sedikit padahal areal bukan kawasan hutan merupakan wilayah terluas di lanskap Camplong.
123 Upaya yang perlu dilakukan dalam perbaikan habitat sumber pakan dan cover adalah; 1. Reboisasi dengan penanaman vegetasi pakan di dalam kawasan hutan TWA Camplong dengan prioritas tumbuhan sumber pakan lokal/asli. Tumbuhan lokal umumnya telah teradaptasi dengan lingkungan setempat seperti G. malabarica, S. comosa, E. alba, Cassia sp, Myristica sp dan F. benjamina. 2. Penghijauan dengan penanaman vegetasi pakan dan cover di luar kawasan hutan dengan prioritas tanaman sumber pakan lokal/asli seperti G. arborea. 3. Habitat Cikukua timor banyak ditemukan pada areal edge hutan dan lahan terbuka seperti kebun masyarakat dan permukiman penduduk. Oleh karena itu perlu perhatian khusus terhadap bagian-bagian tersebut untuk menjaga kelestarian Cikukua timor. 4. Habitat Cikukua timor lebih banyak berada di luar kawasan hutan, sehingga perlu perhatian khusus dari semua pihak (tokoh adat/masyarakat lokal, tokoh agama, pendidik tingkat SD, SMP dan SMA setempat, pemerintah, dan pengelola TWA Camplong). Diperlukan kolaborasi dari semua pihak tersebut untuk mensosialisasikan dampak kerusakan habitat terhadap pertumbuhan dan perkembangan Cikukua timor di lanskap Camplong. 5. Cikukua timor merupakan jenis pemakan nektar yang dapat berfungsi sebagai agen penyerbuk tanaman budidaya masyarakat seperti pinang, kelapa, jambu mete, dan tumbuhan hutan lain. Oleh karena itu semua pihak terkait perlu melakukan sosialisasi dan penyuluhan terprogram kepada seluruh elemen masyarakat lokaldan pengujung (wisatawan) TWA Camplong tentang peran penting Cikukua timor dalam sistem bio-ekologi setempat. Penanaman tanaman sumber pakan di prioritaskan pada areal terbuka seperti areal lahan kosong bekas kebakaran, semak dan belukar yang telah diivasi tumbuhan C. odorata. Jenis tumbuhan sumber pakan yang ditanam harus memperhatikan siklus pembungaan yang berkelanjutan setiap bulan dalam satu tahun kelender pembungaan. Tumbuhan sumber pakan Cikukua timor yang berpotensi obat seperti G. malabarica dan S. comosa harus lebih banyak dikembangkan oleh masyarakat setempat di sekitar areal tempat tinggalnya agar praktek pengambilan dari kawasan hutan dapat di kurangi. Pada umumnya bagian
124 kulit dari kedua jenis tumbuhan obat tersebut diambil dengan cara pengulitan kulit batang yang berpotensi mematikan tanaman atau tumbuhan itu sendiri. 5.2.6.2. Populasi Cikukua timor Hasil analisis dugaan kepadatan populasi Cikukua timor di lanskap Camplong tergolong rendah (0.5755 ha) yang hanya terdata pada 4 dari 11 tipe habitat yaitu; areal belukar, kebun jambu mete, kebun palawija, dan permukiman. Cikukua timor dan Cikukua tanduk merupakan burung yang hidup dekat dengan manusia. Masyarakat pedesaan umumnya mengandalkan kicauannya di waktu pagi untuk memberikan tanda menjelang pagi hari (antara pukul 04.3005.30) dan petang atau sore hari (pukul 17.30-18.30) untuk memberikan tanda menjelang malam. Durasi kicauan kurang lebih 15-20 menit. Tanda kicauan tersebut dapat berfungsi sebagai “alarm device” (alat alaram) atau “time alarm” alamiah bagi masyarakat pedesaan. Penanda waktu dari alam ini sangat membantu masyarakat dalam beraktivitas ketika teknologi penanda waktu moderen berupa jam tangan, jam dinding, handphone dan sejenisnya belum dikenal dan dimiliki oleh masyarakat pada saat ini. Peningkatan populasi Cikukua timor dapat memberikan peran biologis sebagai agen penyerbuk tanaman baik tanaman budidaya maupun tumbuhan hutan. Kegagalan panen pada beberapa tanaman budidaya perkebunan seperti jambu mete, kelapa, pinang, dan lain-lainnya dapat diduga mengindikasikan bahwa peran satwa sebagai agen penyerbuk di kawasan ini tidak berada dalam kondisi optimal akibat tidak terjadinya pertumbuhan populasi dari satwa agen penyerbuk dalam kondisi yang optimum. Hasil penelitian memberikan gambaran tentang beberapa upaya penting terkait konservasi Cikukua timor di lanskap Camplong yaitu; 1. Keberadaan Cikukua timor lebih banyak (60%) ditemukan di luar kawasan hutan daripada dalam kawasan TWA Camplong.
Oleh karena itu perlu
dilakukan kegiatan penyuluhan tentang peran penting burung pemakan nektar dalam sistem bio-ekologi setempat. 2. Penyebab utama penurunan populasi Cikukua timor di lanskap Camplong diduga karena kegiatan perburuan liar dengan menggunakan senapan angin dan ketapel (alat berburu tradisional). Pemburu liar umumnya berasal dari
125 kelompok remaja usia produktif yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Upaya penanggulangan aktivitas perburuan liar dapat dilakukan dengan pembentukan kelompok kader-kader konservasi yang direkrut dari pemuda yang tidak memiliki pekerjaan tetap untuk membantu pengelola TWA Camplong dalam kegiatan konservasi satwa dan tumbuhan di lanskap Camplong. Pencegahan perilaku penggembala ternak sapi bersenapan angin di dalam dan luar kawasan hutan. 3. Cikukua timor banyak ditemukan di daerah edge hutan dengan kebun masyarakat, areal terbuka di dalam dan luar kawasan hutan sehingga mudah untuk diburu dengan senjata angin. Oleh karena itu, perlu adanya langkah tegas dan komprehensif dari petugas keamanan BKSDA dan kepolisian setempat atas kepemilikan senjata angin dan sejenisnya oleh masyarakat setempat terutama yang sering melakukan perburuan liar. 4. Penegakan hukum bagi pelaku praktek illegal loging, illegal hunting, dan penggembalaan ternak secara liar di dalam kawasan.