54
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan dibahas hasil dari estimasi faktor-faktor yang memengaruhi migrasi ke Provinsi DKI Jakarta sebagai bagian dari investasi sumber daya manusia. Adapun variabel yang diteliti pada tingkat migrasi ke Jakarta ini adalah besarnya upah minimum regional (UMR), Produk Domestik Regional Bruto tiap provinsi dan dari segi demografi adalah jumlah penduduk dari seluruh provinsi di Indonesia.
5.1.
Hasil Estimasi Model Dalam penelitian ini, estimasi terhadap fungsi migrasi dilakukan dengan
menggunakan program software Eviews 6 dan metode panel data dengan Model Efek Tetap (Fixed Effect Model). Pemilihan model efek tetap ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan untuk melihat heterogenitas tiap individu dari contoh penelitian. Dengan model efek tetap kita akan membiarkan intersep bervariasi antar individu (provinsi), dan perbedaan nilai konstanta ini diasumsikan sebagai perbedaan antar unit individu. Analisis dengan menggunakan panel data juga dilakukan dengan model Pooled Least Square (PLS) dan Random Effect Model. Ketika menguji dengan menggunakan kedua model tersebut, didapatkan hasil estimasi yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Banyak hasil yang tidak signifikan, nilai R-Square dan nilai Durbin-Watson yang tidak bagus. Selain itu, juga dilakukan pengujian CHOW dimana membandingkan model PLS dengan Fixed Effect dan Hausman Test dimana membandingkan Random Effect dengan Fixed Effect, dan dari hasil
55
yang didapatkan menunjukkan bahwa model Fixed Effect yang memberikan hasil terbaik. Tabel 5.1. Hasil Estimasi Model Migrasi dengan Model Fixed Effect Variabel Konstanta RUMR RPDRB RJML R-square Prob (F-stat) R-square Durbin Watson (stat) Sumber: Lampiran 12
Koefisien Std. Error t-statistik 10.40660 0.176344 59.01291 -0.004804 0.001672 -2.872544 -0.002262 0.000547 -4.136255 0.002244 0.001895 1.184644 Weighted Statistics 0.991075 Residual Sum Squared 0.000000 Durbin Watson (stat) Unweighted Statistics 0.813832 Residual Sum Squared 1.812534
Prob. 0.0000 0.0054 0.0001 0.2402 45.89406 2.044366 57.71042
Berdasarkan Tabel 5.1. didapat uji-F yang signifikan pada taraf nyata 5 persen (0,05), karena nilai probabilitas Fstat sama dengan 0,000 yang lebih kecil dari taraf nyata 0,05. Hal ini berarti minimal ada satu peubah bebas yang berpengaruh nyata dalam model. Kemudian nilai koefisien determinasi (Rsquared) yang diperoleh sebesar 99,1075 persen yang menunjukkan tingkat kecocokan model yang tinggi. Interpretasi dari nilai R-squared ini adalah sebesar 99,1075 persen migrasi dapat dijelaskan oleh variabel Upah Minimum Regional, Produk Domestik Regional Bruto dan jumlah penduduk, sedangkan sisanya sebesar 0,8925 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar persamaan.
56
9
Series: Standardized Residuals Sample 2000 2003 Observations 96
8 7 6 5 4 3
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
-1.39e-17 -0.000436 1.273742 -1.702585 0.695051 -0.100463 2.063378
Jarque-Bera Probability
3.670531 0.159571
2 1 0 -1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
sumber: Lampiran 16 Gambar 5.1. Hasil Uji Normalitas dalm Model Migrasi (Fixed Effect-GLS)
Tabel 5.2.
Hasil Uji Normalitas Model Migrasi ke Jakarta
Model Migrasi ke Jakarta
Jarque-Bera 3,670531
Probability 0,159571
Hasil uji normalitas diperlihatkan dalam Tabel 5.2. Berdasarkan Tabel 5.2. tersebut didapatkan hasil bahwa probabilitas Jaque Bera lebih besar daripada taraf nyata yang digunakan (0,159571 > 0,05). Berdasarkan hal tersebut maka sudah cukup bukti untuk menerima H0 yang artinya residual dalam model sudah menyebar normal. Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dapat menggunakan metode General Least Square (Cross section Weights) yaitu dengan membandingkan Sum Square Resid pada Weighted Statistics dengan Sum Square Resid Unweighted Statistics. Hasil pengolahan di peroleh nilai Sum Square Resid pada Weighted statistics sebesar 45,894 dan Sum Square Resid Unweighted statistics 57,710 (Lampiran 12). Dengan hasil tersebut menunjukkan bahwa sum square Resid pada
57
Weighted Statistics lebih kecil dari sum square Resid unweighted Statistics. Kondisi tersebut memberikan indikasi bahwa dalam estimasi model terjadi heteroskedastisitas. Namun dalam Gujarati (2003) dijelaskan bahwa salah satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan memberi perlakuan cross section weight dan white-heteroskedastisity-consistent covariance untuk mengantisipasi data yang tidak homoskedastisitas. Karena dalam mengestimasi model telah menggunakan metode GLS (generalized least square) dengan white heteroscedastisity sebagai pembobot maka masalah heteroskedastisitas sudah dapat teratasi. Selain itu, estimasi GLS dengan menggunakan white-heteroscedasticity pada Eviews 6 juga didapat dengan memilih View- Actual, Fitted, Residual- Standardized Residual Graph. 1.6 1.2 0.8 0.4 0.0 -0.4 -0.8 -1.2 -1.6 -2.0 -2.4 10
20
30
40
50
60
70
80
90
Standardized Residuals
Sumber: Lampiran 17 Gambar 5.2. Standardized Residual untuk Melihat Homoskedastisitas
58
Berdasarkan Gambar 5.2, terlihat bahwa ragam dan rataan sudah konstan. Hal ini mengidentifikasikan bahwa model sudah homoskedastisitas. Uji asumsi ekonometrika selanjutnya adalah uji autokorelasi. Dari tabel Durbin-Watson (DW) dengan jumlah observarsi (n) = 24, dan jumlah variabel independent tertentu tidak termasuk konstanta (k) = 3, dengan α = 5% di dapat dl = 1,60 , du = 1,73. Hasil output pada Tabel 5.1, didapat nilai DW sebesar 2,044. Dengan demikian, nilai DW berada diantara du dan 4-du. Dengan mengacu pada Gambar 3.1, maka autokorelasi pada model yang diperoleh berada pada daerah tidak ada autokorelasi.
Sama halnya apabila melihat dari Tabel 3.1.
Adanya penggunaan data time series diduga dapat menimbulkan pelanggaran asumsi yaitu autokorelasi. Ada atau tidaknya autokorelasi pada model dapat dilihat pada nilai Durbin Watsonstat. Hasil pengolahan data terlihat bahwa nilai Durbin Watsonstat (weighted) adalah sebesar 2,0443. Oleh karena nilai Durbin Watsonstat tersebut berkisar antara 1,55-2,46 maka model yang diestimasi dapat dikatakan terbebas dari autokorelasi. Penggunaan
panel
data
dapat
mengabaikan
pelanggaran
asumsi
multikolinieritas, karena adanya penggabungan data time series dan cross section, sehingga akan lebih banyak variasi data dan lebih sedikitnya korelasi antar variabel. Selain itu, indikasi adanya multikolinieritas atau korelasi antar variabel pada sebuah model adalah jika dalam uji-F disimpulkan signifikan dan R-squared yang tinggi namun hanya sedikit variabel yang signifikan. Dari hasil pengolahan data terlihat hanya satu variabel yang tidak signifikan pada taraf nyata 0,05. Variabel tersebut adalah jumlah penduduk. Hal ini berarti dalam pengolahan data tidak terjadi pelanggaran asumsi multikolinieritas.
59
5.2.
Interpretasi Model Selain uji statistik, untuk menyatakan bahwa model regresi yang
dihasilkan adalah baik harus dilakukan uji secara ekonomi. Untuk melihat kesesuaian hasil regresi dengan kriteria ekonomi dilakukan dengan melihat kecocokan tanda dan nilai koefisien penduga dengan teori ekonomi atau nalar. Berdasarkan hasil analisis yang ditunjukkan dengan nilai t-statistik (uji-t) di atas, dari tiga variabel yang digunakan ada satu variabel yang tidak signifikan dalam taraf nyata 5 persen (0,05). Variabel tersebut adalah jumlah penduduk tiap provinsi selain Jakarta yang bermigrasi ke Jakarta (JML). Variabel ini tidak signifikan namun tanda koefisien sesuai dengan hipotesis yaitu positif. Hal ini dapat terjadi karena penduduk dari provinsi selain Jakarta yang ingin melakukan migrasi karena daerah asalnya padat, memilih daerah lain selain Jakarta yang dari segi jumlah atau kepadatan penduduknya lebih sedikit. Jika migran hanya melihat dari segi jumlah kepadatan penduduk tanpa melihat faktor lain, keputusan untuk bermigrasi ke Jakarta sangat sedikit namun ia tetap bermigrasi dikarenakan jumlah penduduk daerah asal migran semakin meningkat dan ia akan mencari daerah dengan jumlah penduduk yang jarang. Variabel Rasio Upah Minimum Regional (RUMR) berdasarkan hasil estimasi memiliki koefisien -0,004. Hal ini menunjukkan bahwa variabel RUMR berpengaruh nyata dan signifikan terhadap jumlah migrasi penduduk ke Jakarta sebesar 0,004 persen. Hal ini dikarenakan nilai probabilitas dari t-statistik tersebut sebesar 0,0054 yang lebih kecil dari 0,05 (taraf nyata 5%). Artinya, jika di tiap provinsi selain Jakarta mengalami peningkatan UMR relatif terhadap Jakarta sebesar 1 persen maka rata-rata jumlah migrasi penduduk ke Jakarta dari tiap
60
provinsi yang dianalisis akan menurun sebesar 0,004 persen. Tanda negatif pada koefisien menunjukkan hubungan yang negatif antara migrasi masuk ke Jakarta terhadap rasio UMR provinsi luar Jakarta terhadap UMR Jakarta. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa semakin besar tingkat UMR provinsi selain Jakarta maka jumlah migrasi ke Jakarta akan semakin menurun, karena daerah tersebut memberikan jaminan ekonomi yang lebih baik dari pada daerah yang UMRnya lebih rendah. Hasil estimasi ini sesuai dengan hipotesis bahwa tingkat UMR tiap provinsi selain Jakarta memiliki hubungan negatif terhadap jumlah migrasi ke Jakarta. Todaro dan Smith (2004) mengemukakan dalam teorinya bahwa penyebab migrasi adalah untuk mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi. Semakin tinggi UMR di Jakarta maka jumlah migrasi ke Jakarta juga akan semakin besar. Migran memilih pindah ke Jakarta karena melihat upah yang ia akan terima lebih besar dibandingkan dengan upah di daerah asal. Migran akan mengorbankan besarnya pendapatan yang seharusnya ia terima di daerah asal untuk mendapatkan pendapatan baru yang ia akan terima di daerah tujuan (Jakarta). Dalam hal ini, pengorbanan migran untuk meninggalkan daerah asal serta pendapatan-pendapatan yang seharusnya ia terima dan menuju Jakarta adalah bagian dari investasi sumber daya manusia. Hasil penelitian diperoleh bahwa migran yang masuk ke Jakarta dari seluruh provinsi di Indonesia, posisi tertinggi ditempati oleh Provinsi Jawa Tengah sebesar 1.274.304 jiwa atau sebesar 41,47 persen, disusul kemudian berturut-turut oleh Jawa Barat yaitu sebesar 743.558 jiwa atau sebesar 24,21 persen, Provinsi Jawa Timur, Sumatra Utara, Sumatra Barat dan Yogyakarta yaitu
61
sebesar 5,69 persen, 4,59 persen dan 4,04 persen. Provinsi di Pulau Jawa memiliki kontribusi di peringkat atas terhadap migrasi ke DKI Jakarta. Hal ini diduga karena ketimpangan upah terlihat begitu tinggi padahal dalam jarak yang relatif dekat sehingga migran sangat mudah mengambil keputusan untuk pindah ke Jakarta (Lampiran 5). Upah di DKI Jakarta tahun 2010 sebesar 1.118.009 rupiah, provinsi Jawa Tengah sebesar 660.000 rupiah sedangkan upah provinsi Jawa Timur sebesar 630.000 rupiah (Lampiran 2). Ketimpangan ini begitu terlihat padahal jarak dari provinsi ini ke Jakarta relatif dekat. Oleh Karen itu migran sangat mudah sekali mengambil keputusan untuk melakukan migrasi ke Jakarta. Rasio UMR provinsi di pulau Jawa sekitar setengah sampai dua pertiga UMR Jakarta, padahal jarak menuju Jakarta relatif dekat dan dapat ditempuh dalam waktu yang relatif singkat dengan transportasi darat sehingga penduduk sangat mudah untuk bermigrasi ke DKI Jakarta. Variabel Rasio Produk Domestik Regional Bruto (RPDRB) memiliki koefisien sebesar -0,002. Hal ini menunjukkan bahwa variabel RPDRB berpengaruh nyata dan signifikan terhadap jumlah migrasi penduduk ke DKI Jakarta sebesar 0,002 persen. Terlihat pada probabilitas t-statistik (0,0001) yang lebih kecil dari taraf nyata 5 persen (0,05). Artinya jika di tiap provinsi selain Jakarta mengalami peningkatan PDRB relatif terhadap Jakarta sebesar 1 persen maka rata-rata jumlah migrasi penduduk ke Jakarta dari provinsi tersebut akan menurun sebesar 0,002 persen (Lampiran 1). Hasil penelitian menunjukkan bahwa PDRB perkapita DKI Jakarta berada pada posisi PDRB provinsi tertinggi di Indonesia yaitu sebesar 862.158.910 rupiah pada tahun 2010 (Lampiran 1). Hal ini mencerminkan secara ekonomi
62
bahwa DKI Jakarta memiliki pembangunan ekonomi yang paling baik dibandingkan dengan pembangunan ekonomi provinsi lainnya. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa pendapatan perkapita tiap daerah memiliki hubungan yang negatif terhadap jumlah migrasi ke Jakarta sebagai tempat tujuan migrasi. Dilihat dari semua hasil estimasi yang telah dilakukan, baik dari hal UMR ataupun PDRB, keputusan migran berpindah tempat dari daerah asal ke Provinsi DKI Jakarta membuat migran mengorbankan pendapatan yang seharusnya dapat diterima di tempat asal. Seseorang mau atau berusaha pindah kerja dari satu tempat ke tempat lain untuk memperoleh penghasilan yang lebih besar. Dalam hal ini besarnya arus pendapatan yang diterima selama hidupnya di tempat asal merupakan biaya tidak langsung atau opportunity cost untuk memperoleh pendapatan yang jumlahnya lebih besar di tempat tujuan. Hal ini adalah suatu investasi sumber daya manusia dimana setelah investasi awal dilakukan, maka akan dihasilkan tingkat pengembalian (aliran penghasilan) pada masa yang akan datang. Tingkat pengembalian (rate of return) dapat diperoleh dan dibandingkan dengan pengembalian dari investasi lain, yaitu dengan cara memperkirakan nilai yang didapat sekarang dari aliran pendapatan yang meningkat yang mungkin dihasilkan dari investasi-investasi tersebut dan membandingkannya dengan biaya langsung dan biaya tidak langsung.