USULAN PERANCANGAN TEMPAT TIDUR PERIKSA BAGI PASIEN LANJUT USIA
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Teknik Industri
Oleh: Isabela Meta Diana 02 06 03255/TI
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA
1
HALAMAN PENGESAHAN Tugas Akhir berjudul USULAN PERANCANGAN TEMPAT TIDUR PERIKSA BAGI PASIEN LANJUT USIA Disusun oleh: Isabela Meta.D (NIM: 02 06 03255) dinyatakan telah memenuhi syarat pada tanggal: 21 Juni 2007 Pembimbing I,
Pembimbing II,
(DM. Ratna Tungga D., S.Si.,M.T.) (M. Chandra Dewi K., S.T.,M.T.) Tim penguji: Penguji I, (DM. Ratna Tungga D., S.Si.,M.T.) Penguji II,
Penguji III,
(Hadisantono, S.T.,M.T.)
(Luciana Triani D., S.T.,M.T.)
Yogyakarta, 21 Juni 2007 Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas Atma Jaya Yogyakarta Dekan,
(Paulus Mudjihartono, S.T., M.T.)
2
INTISARI
Lanjut usia merupakan salah satu kelompok yang rentan terhadap masalah kesehatan dikarenakan menurunnya fungsi dan struktur alat tubuh akibat proses menua sehingga diperlukan perawatan kesehatan yang lebih intensif. Dalam pemeriksaan (check up) kesehatan yang dilakukan di Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Lansia Angeline, tempat tidur periksa merupakan salah satu komponen penting untuk mendukung berjalannya proses pemeriksaan. Namun dalam penggunaannya sebagian besar pasien lansia mengalami kesulitan yaitu pada saat akan menaiki tempat tidur periksa karena desainnya yang terlalu tinggi untuk ukuran tubuh lansia. Pasien lansia juga mengalami kesulitan saat bangun dan saat turun dari tempat tidur periksa. Melihat permasalahan tersebut maka dilakukan perancangan ulang terhadap tempat tidur periksa yang ada di Posyandu Lansia Angeline. Perancangan tempat tidur periksa bagi pasien lanjut usia dilakukan berdasarkan dimensi anthropometri lansia dan juga dari hasil wawancara dengan pasien lansia dan dokter/tenaga paramedis di BP.Panti Husada Playen Gunungkidul dengan menggunakan metode perancangan rasional. Hasil rancangan diperoleh ukuran panjang tempat tidur 165 cm yang terdiri dari 2 bagian yaitu bed atas ukuran 125 cm dan bed bawah ukuran 40 cm, lebar 70 cm, tinggi 70 cm, lebar pijakan kaki 30 cm, tinggi pijakan kaki 30 cm, tinggi alat bantu untuk naik turun 135 cm, diameter alat bantu 3 cm. Estimasi biaya untuk pembuatan 1 unit tempat tidur periksa bagi pasien lansia adalah Rp 679.000,00.
Pembimbing I
: DM.Ratna Tungga D.,S.Si.,M.T. (
)
Pembimbing II
: M.Chandra Dewi K.,S.T.,M.T.
)
Tanggal Pendadaran: 21 Juni 2007
3
(
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, ekonomi, dan perbaikan lingkungan hidup telah mampu meningkatkan harapan
hidup.
kesehatan,
Sebagai
bahwa
jahe
contoh, ternyata
penemuan mampu
di
bidang
membunuh
sel
kanker ovarium dan cabe diduga dapat mengecilkan atau menyusutkan
tumor
pankreas
(http://artikel-
kesehatan.blogspot.com). Akibatnya jumlah orang lanjut usia
akan
meningkat
bertambah lebih
dan
cepat.
ada
Dalam
kecenderungan
Undang-Undang
akan
Republik
Indonesia Nomor 13 tahun 1998, yang dimaksud dengan lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Sedangkan lanjut usia resiko tinggi adalah seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih, atau seseorang
yang
berusia
60
tahun
merupakan
salah
atau
lebih
dengan
masalah kesehatan. Lanjut rentan
usia
terhadap
masalah
satu
kelompok
kesehatan
yang
dikarenakan
menurunnya fungsi dan struktur alat tubuh akibat proses menua. Proses penuaan yang terjadi secara alami membawa berbagai konsekuensi timbulnya masalah fisik, mental, maupun sosial sehingga seorang lansia akan mengalami keterbatasan
yang
diakibatkan
karena
proses
penuaan
tersebut. Seorang lansia cenderung mempunyai tingkat ketergantungan kemampuan
yang
fisiologis
tinggi organ
4
karena lansia
secara telah
alamiah mengalami
penurunan
fungsi
seperti
gerakan
otot
yang
semakin
kaku, stabilitas gerakan tangan yang gemetaran, kontrol keseimbangan
semakin
labil
dan
berbagai
penurunan
fungsi organ lainnya. Tempat tidur periksa adalah salah satu komponen penting dalam proses pemeriksaan (check up) kesehatan yang
dilakukan
di
Pos
Pelayanan
Terpadu
(Posyandu)
Lanjut Usia Angeline. Tempat tidur periksa yang saat ini
dipakai
dewasa,
dibuat
sehingga
menggunakannya lanjut
usia
karena
tempat
tinggi,
berdasarkan ketika
seorang
timbul
masalah,
akan
kesulitan tidur
apalagi
anthropometri
dari
untuk
duduk
periksa
yang
hasil
usia
lanjut
usia
seperti
sebelum
berbaring
digunakan
wawancara
dan
pasien terlalu
pengamatan
sebagian besar lanjut usia mengeluh sakit pada bagian pinggangnya
sehingga
aktifitas
naik
ke
tempat
tidur
periksa tersebut terlihat cukup menyusahkan. Berangkat
dari
kebutuhan
Posyandu
Lanjut
usia
tersebut maka perlu adanya tempat tidur periksa yang memadai, pasien
yang
akan
lanjut
usia
memberikan dengan
kemudahan
segala
bagi
para
keterbatasan
yang
dimilikinya. Rancangan tempat tidur periksa ini dibuat sedemikian
rupa
sehingga
dapat
digunakan
dengan
efektif, aman dan nyaman bagi para lanjut usia. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan
permasalahan
tentang
bagaimana
rancangan
tempat tidur periksa yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi
fisik
lanjut
usia
keterbatasan lanjut usia.
5
dengan
memperhatikan
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Menganalisis tempat tidur periksa yang telah ada di Pos
Pelayanan
Terpadu
Lansia
Angeline
berdasarkan
anthropometri lansia. 2. Memberikan yang
usulan
sesuai
rancangan
dengan
tempat
kebutuhan
dan
tidur
periksa
kondisi
fisik
lanjut usia berdasarkan anthropometri lansia. 1.4. Batasan Masalah Agar masalah yang diteliti lebih terfokus, maka dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut: 1. Penelitian (Posyandu)
dilakukan Lanjut
di
usia
Pos
Pelayanan
Angeline
Terpadu
Kecamatan
Playen,
Gunungkidul. 2. Usulan
rancangan
anthropometri,
dianalisis
menggunakan
dengan metode
analisis perancangan
rasional, dan estimasi biaya. 3. Data anthropometri yang digunakan dalam perancangan adalah data anthropometri anggota tetap Yandu Lansia Angeline dan data anthropometri dokter serta tenaga paramedis
yang
bekerja
di
Balai
Pengobatan
Panti
Husada. 1.5. Metodologi Penelitian Metodologi periksa
bagi
penelitian pasien
lanjut
Gambar 1.1.
6
rancangan usia
tempat
ditunjukkan
tidur pada
Mulai Penentuan Topik Studi Literatur Penelitian Pendahuluan -Kuesioner Perumusan Masalah dan Tujuan Penelitian Analisis Produk menggunakan software Manequin Pro
Kondisi produk sesuai dengan kebutuhan dan kondisi fisik pasien lansia
Ya
Tidak Pengumpulan dan Pengolahan Data
Perancangan dengan metode rasional
Pembahasan
Pembuatan Tempat tidur periksa
Kesimpulan dan Saran
Selesai
Gambar 1.1. Diagram Alir Metodologi Penelitian
7
1.6. Sistematika Penulisan BAB 1
: PENDAHULUAN Bagian
ini
belakang,
berisi
perumusan
penelitian,
batasan
tentang masalah,
masalah,
latar tujuan
metodologi
penelitian, dan sistematika penulisan. BAB 2
: TINJAUAN PUSTAKA Bagian ini berisi uraian singkat hasilhasil penelitian atau analisis terdahulu yang berhubungan dengan permasalahan yang akan ditinjau dalam Tugas Akhir ini.
BAB 3
: LANDASAN TEORI Bagian
ini
berisi
tentang
teori-teori
yang mendukung penelitian, dimana teoriteori ini diperoleh dari studi literatur. BAB 4
: PROFIL DATA Bagian
ini
anthropometri Angeline
serta
berisi
tentang
anggota
Yandu
profil
singkat
data Lansia Balai
Pengobatan Panti Husada. BAB 5
: ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Bagian ini berisi perhitungan data serta analisis dan pembahasannya.
BAB 6
: KESIMPULAN DAN SARAN Bagian
ini
berisi
ringkasan
hasil
penelitian serta saran untuk penelitian selanjutnya untuk hasil yang lebih baik.
8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Pendahuluan Perancangan
berbasis
ergonomi
dilakukan
untuk
mengoptimalkan lingkungan atau sistem kerja yang lebih baik,
sehingga
dapat
memberikan
kenyamanan
yang
maksimum bagi penggunanya. Beberapa penelitian mengenai usulan perancangan berbasis ergonomi untuk lansia telah dilakukan
antara
lain
oleh
Tarwaka
(2004)
dan
Christanti (2006). Tarwaka
(2004)
mengadakan
penelitian
mengenai
perancangan perbaikan desain kamar mandi untuk lansia. Tujuan
penelitian
adalah
untuk
mengetahui
pengaruh
perbaikan sarana kamar mandi di Pusat Kegiatan Lansia terhadap kemandirian, kelegaan, dan pengurangan waktu tempuh penghuninya. Christanti (2006) mengadakan penelitian mengenai perancangan ergonomis.
sandal
bagi
Tujuan
wanita
lanjut
penelitian
usia
yang
adalah
untuk
mengidentifikasi dan mendapatkan hasil evaluasi apakah produk sandal yang dipakai oleh lansia khususnya wanita yang ada saat ini sudah dapat memberikan rasa nyaman dan aman bagi mereka, serta memberikan usulan perbaikan rancangan
desain
sandal
untuk
ergonomis.
9
wanita
lansia
yang
2.2. Penelitian Sekarang Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang terletak pada produk yang dirancang. Peneliti sekarang
melakukan
perancangan usia.
tempat
Tujuan
usulan
tidur
dari
tempat
penelitian periksa
penelitian
tidur
mengenai bagi
ini
periksa
pasien
adalah
yang
usulan lanjut
memberikan
sesuai
dengan
kebutuhan dan kondisi fisik lansia. Perbedaan
antara
penelitian
yang
dilakukan
sekarang dengan terdahulu dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut: Tabel 2.1 Perbedaan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian Sekarang Obyek
Responden
Metode
Tarwaka
Kamar
Anggota
Pusat
(2004)
mandi
Kegiatan Lansia
Quasi eksperimental
Aisyiyah, Surakarta Christanti
Sandal
(2006)
Wanita lansia 60
tahun
atas
Analisis ke anthropometri, metode perancangan rasional, estimasi biaya
Meta
Tempat
(2007)
tidur periksa
Anggota Yandu
Analisis
Lansia
anthropometri,
Angeline,
metode
Playen
perancangan
Gunungkidul
rasional,
(60-85 thn)
estimasi biaya.
10
BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1. Lanjut Usia 3.1.1. Proses Menua (Aging Process) Usia lanjut adalah proses alami yang tidak dapat dihindarkan. Proses menjadi tua disebabkan oleh faktor biologik yang terdiri dari 3 fase yaitu fase progresif, fase stabil, dan fase regresif. Dalam fase regresif mekanisme lebih ke arah kemunduran yang dimulai dalam sel
yang
manusia.
merupakan Sel-sel
sehingga
komponen
menjadi
aus
mengakibatkan
terkecil karena
kemunduran
dari
lama
tubuh
berfungsi
yang
dominan
dibandingkan terjadinya pemulihan. Di dalam struktur anatomik proses menjadi tua terlihat sebagai kemunduran di dalam sel. Proses ini berlangsung secara alamiah, terus menerus, dan berkesinambungan, yang selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokemis
pada
mempengaruhi
jaringan fungsi
tubuh
dan
dan
kemampuan
akhirnya badan
akan secara
keseluruhan (Nugroho, 1995). Menurut Nugroho (1995) ada beberapa teori proses menua, salah satunya adalah teori biologi. Teori ini dijelaskan sebagai berikut: 1. Secara keturunan dan atau mutasi (Somatic Mutatie Theory),
setiap
sel
pada
saatnya
akan
mengalami
mutasi. 2. ”Pemakaian
dan
Rusak”,
kelebihan
usaha
dan
menyebabkan sel-sel tubuh lelah (terpakai).
11
stres
3. Pengumpulan dari pigmen atau lemak dalam tubuh, yang disebut teori akumulasi dari produk sisa. 4. Peningkatan jumlah kolagen dalam lemak. 5. Tidak ada perlindungan terhadap radiasi, penyakit, dan kekurangan gizi. 6. Reaksi dari kekebalan sendiri (Auto Immune Theory). Di
dalam
proses
metabolisme
tubuh,
suatu
saat
diproduksi suatu zat khusus dan ada jaringan tubuh tertentu
yang
tidak
tahan
terhadap
zat
tersebut,
sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit. Adapun meliputi status
faktor-faktor hereditas
kesehatan,
yang
mempengaruhi
(keturunan), pengalaman
nutrisi
hidup,
ketuaan
(makanan),
lingkungan,
dan
stres. Menjadi
tua
juga
ditandai
oleh
kemunduran-
kemunduran biologis yang terlihat sebagai gejala-gejala kemunduran fisik antara lain: •
Kulit
mulai
mengendur
dan
pada
wajah
timbul
keriput serta garis-garis yang menetap. •
Rambut mulai beruban dan menjadi putih.
•
Gigi mulai ompong.
•
Penglihatan dan pendengaran berkurang.
•
Mudah lelah.
•
Gerakan menjadi lamban dan kurang lincah.
•
Kerampingan
tubuh
menghilang,
terjadi
timbunan
lemak terutama di bagian perut dan pinggul. Selain
kemunduran
biologis
menjadi
tua
juga
ditandai oleh kemunduran kemampuan-kemampuan kognitif antara lain: •
Sering lupa, ingatan tidak berfungsi baik.
12
•
Ingatan kepada hal-hal di masa muda lebih baik daripada kepada hal-hal yang baru terjadi.
•
Orientasi
umum
dan
persepsi
terhadap
waktu
dan
ruang/tempat juga mundur, erat hubungannya dengan daya ingat yang sudah mundur dan juga pandangan biasanya sudah menyempit. •
Meskipun telah mempunyai banyak pengalaman, skor yang
dicapai
dalam
tes-tes
intelegensi
menjadi
lebih rendah. •
Tidak mudah menerima hal-hal atau ide-ide baru.
3.1.2. Penurunan Fungsi Fisiologis Pada Lansia 3.1.2.1. Penurunan Kemampuan Fisik Kemampuan
fisik
seseorang
dicapai
pada
saat
usianya antara 25-30 tahun, dan kapasitas fisiologis akan menurun 1% per tahunnya setelah kondisi puncaknya terlampaui. Proses penuaan ditandai dengan tubuh yang mulai melemah, gerakan tubuh makin lamban dan kurang bertenaga, keseimbangan tubuh semakin berkurang, dan makin menurunnya waktu reaksi (Kemper,1994). Manuaba (1998) menyatakan bahwa pada usia 60 tahun kapasitas fisik seseorang akan menurun 25% yang ditandai dengan penurunan kekuatan otot, sedang kemampuan sensoris dan motorisnya menurun sebesar 60%. Di samping itu juga terjadi banyak perubahan respek pada sensasi orang tua. Visual
acuity
Kehilangan
(tajam
akomodasi
penglihatan)
terus
berhubungan
linier
menurun. dengan
bertambahnya umur. Meskipun orang tua memerlukan lebih banyak intensitas penerangan, namun mereka juga rentan terhadap
kesilauan.
pengurangan/penurunan
Setelah
umur
lapangan
13
55
tahun
terdapat
penglihatan.
Persepsi
warna turun setelah berumur 70 tahun atau lebih. Daya dengar
pada
orang
tua
juga
menurun
terutama
pada
frekuensi 1000 Hz atau lebih. Kecakapan berbicara juga turun secara progresif, pada umur 60 tahun turun 10% dibandingkan umur 20-29 tahun. 3.1.2.2. Penurunan Sistem Saraf Cremer, sistem
dkk
saraf
(1994)
pada
menyatakan
lansia
ditandai
bahwa
perubahan
dengan
keadaan
sebagai berikut: a.
Matinya sel di dalam otak secara kontinyu mulai seseorang
berumur
50
tahun.
Hal
ini
akan
mengakibatkan berkurangnya pasokan darah ke otak. b.
Berkurangnya disebabkan
kecepatan
oleh
konduksi
penurunan
saraf.
kemampuan
Hal
saraf
ini dalam
menyampaikan impuls dari dan ke otak. Akibat lain yang perlu mendapat perhatian adalah penurunan kepekaan panca indera seperti: a.
Berkurangnya
keseimbangan tubuh, diupayakan dengan
mengurangi lintasan yang membutuhkan keseimbangan tinggi seperti titian, blind-step juga tangga. b.
Penurunan
sensitifitas
alat
perasa
pada
kulit,
diupayakan untuk menggunakan peralatan kamar mandi yang relatif aman bagi lansia seperti pemanas air dan termostat. c.
Terjadi buta parsial, melemahnya kecepatan focusing pada
mata
lansia
dan
makin
buramnya
lensa
yang
ditandai dengan lensa mata makin berwarna putih. Hal ini akan mempersulit lansia membedakan warna hijau, biru dan violet. Keadaan ini berakibat pada gerakan
lansia
yang
semakin
14
lamban
dan
terbatas
sehingga
diperlukan
alat
bantu
untuk
memudahkan
dalam bergerak seperti pegangan tangan (Grandjean, 1993).
Gambar 3.1. Berkurangnya Keseimbangan pada Lansia (Sumber : Tarwaka, 2004)
3.1.2.3. Penurunan Kekuatan Otot Penurunan
kekuatan
otot
tubuh
pada
lansia
meliputi, penurunan kekuatan otot tangan sebesar 16%40%.
Variasi
jasmani
ini
seeorang.
tergantung Penurunan
pada
tingkat
kekuatan
kesegaran
genggam
tangan
menurun sebesar 50%, dan kekuatan otot lengan menurun sebesar untuk
50%
(Tilley,1993).
masing-masing
berbarengan. cepat
melemah
anggota
Kekuatan
otot
dibanding
Penurunan tubuh paha
kekuatan
kemampuan lansia
bagian otot
tidaklah
bawah pada
otot lebih
tangan.
Sehingga otot lengan akan lebih intensif penggunaanya dibandingkan otot kaki.
15
Gambar 3.2. Railling Membantu Optimalisasi Penggunaan Otot Lengan Lansia untuk Begerak Secara Mandiri (Sumber : Tarwaka, 2004)
3.1.2.4. Penurunan Koordinasi Gerak Anggota Tubuh Makin berkurangnya kemampuan koordinasi tubuh akan mempersulit lansia dalam melakukan koordinasi pekerjaan yang berisi informasi yang kompleks (Manuaba, 1998). Terdapat penurunan kestabilan baik berdiri maupun duduk setelah
midlife.
Perubahan
pada
tulang,
otot,dan
jaringan saraf juga terjadi pada orang tua. Degenerasi proses
pada
tulang
rawan
(cartilage)
dan
otot
menyebabkan penurunan mobilitas dan meningkatnya resiko cedera. 50% Kekuatan hilang pada umur 65 tahun, tetapi kekuatan tangan hanya turun 16%. Waktu reksi sekurangkurangnya turun 20% pada umur 60 tahun dibandingkan pada
umur
20
tahun
(Pulat,1992).
Lansia
membutuhkan
tempat tinggal dan beraktivitas yang lebih aman dan nyaman
untuk
menyesuaikan
bergerak, diri
dan
terhadap
dimilikinya.
16
latihan
hambatan
untuk
koordinasi
dapat yang
3.1.3. Penyakit Akibat Proses Menua Dalam
kamus
Besar
Bahasa
Indonesia
dituliskan
bahwa penyakit adalah perubahan dalam diri seseorang yang menyebabkan fungsi dan struktur organnya berubah di luar batas normal sehingga terjadi kegagalan dari kemampuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari dengan nyaman. Berdasar
penyebabnya
penyakit
pada
lanjut
usia
dapat dibedakan menjadi penyakit yang disebabkan oleh proses
menua yang
(Patologis) mekanisme penyakit
dan
(Fisiologis) merupakan
organ
normal,
gangguan
yang
penyakit
atau
perubahan
disebabkan
cedera
(Mikroorganisme),
proses
oleh
(Trauma
kuman
mekanik,
kimia beracun, radiasi, stres psikologis), dan gangguan proses
metabolik
(pembentukan
dan
penguraian
zat
yang
disebabkan
oleh
organik dalam tubuh). Penyakit
pada
lanjut
usia
proses menua (Fisiologis) adalah penyakit yang terjadi disebabkan
oleh
penurunan
fungsi
tubuh
dan
struktur
organ secara alami dan tidak disebabkan oleh proses penyakit. Beberapa penyakit akibat proses menua adalah (Nugroho, 1995): 1. Gangguan penglihatan Pada kabur
lanjut
dan
usia
lapangan
ketajaman pandang
penglihatan menyempit.
menjadi Gangguan
penglihatan ini menyebabkan lanjut usia mudah jatuh. 2. Gangguan pendengaran Gangguan
pendengaran
pada
disebabkan karena:
17
lanjut
usia
dapat
a. Presbikusis,
akibat
proses
kemunduran
(degeneratif) pada cochlea maupun serabut saraf pendengaran. b. Gangguan komunikasi akibat situasi percakapan yang kurang mendukung seperti bising, kondisi ruangan
tidak
memantulkan
sempurna
suara,
atau
sehingga
pengeras
mudah
suara
tidak
sempurna. 3.Gangguan saluran cerna Penyebab terjadinya gangguan saluran cerna adalah: a. Dengan
bertambahnya
kematian
usia
jaringan
usus
kemungkinan yang
lama
terjadi
bertambah
besar. b. Produksi air liur dengan berbagai enzim yang terkandung didalamnya mengalami penurunan yang dapat mengakibatkan mulut kering. Hal ini akan mengurangi kenyamanan saat makan dan kelancaran saat
menelan,
kemungkinan
serta
terjadi
akan
tukak
dan
meningkatkan infeksi
pada
rongga mulut. c. Gerakan
kerongkongan
lambung,
maupun
dari otot
rongga
mulut
lingkar
ke
antara
kerongkongan dan lambung melemah. Hal ini akan menimbulkan kesulitan menelan pada lanjut usia. d. Pada
usus
besar
terjadi
penurunan
sehingga
(kontraktilitas),
mudah
gerakan timbul
sembelit atau gangguan buang air besar. 4. Gangguan sistem jantung dan pembuluh darah a.Pada
jantung
terlihat
bertambahnya
jaringan
kolagen, ukuran otot jantung, tebal bilik kiri, dan
kekakuan
katup
18
jantung,
serta
terjadi
penurunan jumlah sel pacu jantung. Keadaan ini mengakibatkan menurunnya kekuatan dan kecepatan jantung memompa darah (payah jantung). b.Pada pembuluh darah terdapat penebalan dinding akibat endapan lemak, sehingga pembuluh darah akan
kaku
dan
kehilangan
(Atherosklerosis).
Hal
terjadinya
jantung
penyakit
kelenturannya
ini
menyebabkan
koroner,
tekanan
darah tinggi, dan gangguan aliran darah ke otak (Stroke). 5.Gangguan sistem hormonal Terjadinya gangguan sistem hormonal pada lansia disebabkan karena: a.Terjadinya dapat
penurunan
kadar
menyebabkan
(Osteoporosis),
hormon
esterogen
keropos
selaput
lendir
tulang
mulut
rahim
kering, dan infeksi saluran kemih terutama pada wanita lanjut usia. b.Terjadinya terhadap
peningkatan hormon
penolakan
Insulin,
(Resistensi)
akan
menimbulkan
penyakit kencing manis (Diabetes Mellitus) 6.Gangguan sistem neuropsikiatri Gangguan perubahan
yang
kejiwaan
sensasi/rasa
ditimbulkan
sering
(Psikologi),
(sensorik),
gerak
menjelma
kemunduran
(motorik),
pada
fungsi
kepandaian
dan melambatnya respon. Yang cukup sering dijumpai pada lanjut usia adalah merasa berputar dan goyah (Vertigo), mudah terjatuh, dan gangguan tidur.
19
3.2. Ergonomi 3.2.1. Pengertian Ergonomi Ergonomi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu ergon yang berarti kerja dan nomos yang berarti aturan atau hukum. Jadi ergonomi dapat diartikan
sebagai
kemampuan,
dan
suatu
sistem
ilmu
yang
keterbatasan
kerja
mempelajari
manusia
sehingga
untuk
orang
sifat,
merancang
dapat
hidup
dan
bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan
yang
diinginkan
melalui
pekerjaan
itu
dengan
efektif, aman, dan nyaman (Sutalaksana, 1979). Nurmianto (1998) mendefinisikan istilah ergonomi sebagai
studi
tantang
lingkungan
kerjanya
fisiologi,
psikologi,
aspek-aspek
yang
ditinjau
manusia secara
engineering,
dalam
anatomi,
manajemen,
dan
desain/perancangan. Menurut
Tarwaka
(2004),
ergonomi
adalah
ilmu,
seni, dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik
dalam
beraktifitas
maupun
istirahat
dengan
kemampuan dan keterbatasan manusia baik fisik maupun mental
sehingga
kualitas
hidup
secara
keseluruhan
menjadi lebih baik. Peran ergonomi dalam mengoptimalkan sistem kerja yang baik dapat diterapkan sebagai aktifitas rancang bangun (desain) atau rancang ulang (redesain). Peran tersebut dapat dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu: 1. Peran ergonomi dalam desain produk 2. Peran
ergonomi
dalam
upaya
keselamatan dan hygiene kerja
20
meningkatkan
3. Peran
ergonomi
dalam
upaya
meningkatkan
produktifitas kerja 3.2.2 . Tujuan ergonomi Tujuan
dari
penerapan
ergonomi
adalah
sebagai
berikut: 1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan
beban
kerja
fisik
dan
mental,
mengupayakan promosi dan kepuasan kerja. 2. Meningkatkan peningkatan
kesejahteraan kualitas
mengkoordinir
kerja
kontak
sosial sosial,
secara
melalui
mengelola
tepat
guna
dan dan
meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak produktif. 3. Menciptakan aspek
yaitu
keseimbangan aspek
rasional
teknis,
antara
ekonomis,
berbagai
antropologis,
dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi. 3.3. Anthropometri 3.3.1. Pengertian Anthropometri Istilah Anthropometri berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu anthropos yang berarti manusia
dan
metron
yang
berarti
anthropometri
adalah
studi
tentang
ukuran. dimensi
Jadi tubuh
manusia (Pullat, 1992). Anthropometri merupakan ilmu yang secara khusus mempelajari tentang pengukuran tubuh manusia guna merumuskan perbedaan-perbedaan ukuran pada tiap individu ataupun kelompok dan lain sebagainya.
21
Data
anthropometri
berguna
untuk
perancangan
berbagai peralatan agar dapat digunakan secara optimal dan
pemakai
Meskipun
dapat
bekerja
demikian,
dalam
dengan
proses
aman
dan
pengukuran
nyaman. tersebut
akan ditemui berbagai kesulitan, misalnya karena adanya variasi dalam pengukuran oleh beberapa faktor antara lain: 1. Umur Pada
umumnya
lahir
sampai
mulai
menyusut
dimensi
sekitar
tubuh
usia
meningkat
duapuluhan.
ketinggiannya
(shrink)
mulai
dari
Manusia
akan
sekitar
usia
empat puluh tahun. 2. Jenis kelamin Dimensi
tubuh
antara
pria
dan
wanita
memiliki
perbedaan-perbedaan. Pada umumnya pria memiliki dimensi tubuh yang lebih besar daripada wanita, kecuali pada bagian pinggul dan paha. 3. Posisi tubuh Sikap
(posture)
akan
berpengaruh
terhadap
ukuran
tubuh. Oleh karena itu dalam suatu penelitian harus dipakai posisi standar. 4. Cara berpakaian Pakaian
menambah
ukuran
tubuh
sehingga
dalam
merancang area kerja harus disesuaikan dengan pakaian yang digunakan. 5. Suku/bangsa (ethnic) Setiap
suku,
bangsa,
ataupun
ethnic
mempunyai
karakteristik fisik yang akan berbeda satu dengan yang lainnya. Untuk mengatasi masalah keragaman ukuran manusia, maka
kebanyakan
data
anthropometri
22
disajikan
dalam
bentuk
persentil.
populasi
Untuk
dibagi-bagi
tujuan
penelitian,
berdasarkan
suatu
kategori-kategori
dengan jumlah keseluruhan 100% dan diurutkan mulai dari populasi yang terkecil hingga yang terbesar berkaitan dengan
beberapa
pengukuran
tubuh
tertentu
(Panero&Zelnik, 1979). Selain faktor-faktor tersebut di atas masih ada pula
beberapa
faktor
lain
yang
mempengaruhi
variabilitas ukuran tubuh manusia seperti: 1. Cacat tubuh, dimana data anthropometri disini akan diperlukan untuk perancangan produk bagi orang-orang cacat (kursi roda, alat bantu jalan,dll) 2. Tebal/tipisnya pakaian yang harus dikenakan, dimana faktor
lingkungan
variasi
yang
yang
berbeda
berbeda-beda
akan
pula
memberikan
dalam
bentuk
rancangan dan spesifikasi pakaian. 3. Kehamilan (pregnancy), dimana dalam kondisi semacam ini jelas akan mempengaruhi bentuk dan ukuran tubuh (khusus perempuan). Terdapat
dua
cara
anthropometri
statis
Anthropometri
statis
melakukan dan
pengukuran
anthropometri
sehubungan
dengan
yaitu
dinamis. pengukuran
keadaan dan ciri-ciri fisik manusia dalam keadaan diam atau
dalam
posisi
anthropometri keadaan bergerak mungkin
dan
dinamis ciri-ciri
atau terjadi
yang
dibakukan.
sehubungan fisik
dengan
manusia
Sedangkan pengukuran
dalam
keadaan
memperhatikan
gerakan-gerakan
saat
tersebut
pekerja
kegiatannya.
23
yang
melaksanakan
3.3.2. Dimensi Anthropometri Dimensi anthropometri merupakan ukuran tubuh pada posisi
tertentu.
Data
ini
dapat
dimanfaatkan
guna
menetapkan dimensi ukuran produk yang akan dirancang dan disesuaikan dengan dimensi tubuh manusia yang akan mengoperasikan
atau
tubuh
dalam
manusia
menggunakannya. posisi
duduk
Beberapa dan
dimensi
berdiri
dapat
dilihat pada tabel berikut: Tabel 3.1. Dimensi Anthropometri dalam posisi duduk No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Dimensi Anthropometri Tinggi duduk, tegak Tinggi mata, duduk Tinggi bahu, duduk Jarak bahu ke siku Tinggi siku duduk Tinggi popliteal, duduk Tinggi lutut, duduk Tebal paha, duduk Jarak pantat ke popliteal Panjang lengan bawah, duduk Jarak pantat ke lutut Tebal perut Keliling pantat duduk Lebar siku ke siku, duduk Lebar bahu, duduk
Simbol TDT TMD TBD BKS TSD TPD TLD THD PKP PLB JPL TPR KLP SKS LBD
Gambar 3.3. Dimensi Anthropometri dalam Posisi Duduk
24
Tabel 3.2. Dimensi Anthropometri dalam Posisi Berdiri
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Dimensi Anthropometri Tinggi tubuh Tinggi siku, berdiri Tinggi pergelangan tangan Tebal dada Jangkauan tangan Tinggi jangkauan tangan Tinggi mata, berdiri Tinggi bahu Tinggi pinggang Tinggi selangkang Tinggi tulang kering Lebar bahu Lebar dada Lebar pinggul, berdiri
Simbol TBB TSB TGT TDD JKT TJT TMB TBH TPG TSK LTK LBH LDD LPD
Gambar 3.4. Dimensi Anthropometri Posisi Berdiri
25
Tabel 3.3. Dimensi Anthropometri Kaki dan Tangan
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Dimensi Anthropometri Tinggi mata kaki Panjang telapak kaki Lebar telapak kaki Lebar jantung kaki Lebar telapak tangan Panjang telapak tangan Tabal telapak tangan Lebar telapak tangan dari ibu jari
Simbol TMK PTK LTK LJK LTT PTT TTT Ltb
Gambar 3.5. Dimensi Anthropometri Kaki dan Tangan
3.3.3. Anthropometri Lansia Anthropometri memiliki arti telaah tentang ukuran badan manusia dan mengupayakan evaluasi dan pembakuan jarak jangkau yang memungkinkan rerata manusia untuk melaksanakan
kegiatannya
dengan
mudah
dan
gerakan yang sederhana (Wignyosoebroto, 1995).
26
gerakan-
Ukuran tubuh lansia baik pria maupun wanita terjadi penyusutan
ukuran
tinggi
badan
lebih
kurang
5%
dibanding sewaktu berumur 20 tahun. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor diantaranya: 1. Bongkok
dan
pembengkokan
tulang
belakang
karena
proses penuaan. 2. Perubahan tulang rawan dan persendian menjadi tulang dewasa. 3. Perubahan
susunan
tulang
kerangka
pembentuk
tubuh
karena proses penuaan dan akibat penyakit lain yang diderita (Tilley, 1993) Gambar
3.6.
berikut
menunjukkan
ilustrasi
pengukuran anthropometri statis pada lansia.
Gambar 3.6. Pengukuran Anthropometri Statis pada Lansia (Sumber : Tarwaka, 2004)
27
Keterangan gambar 3.6.: A : Tinggi badan (tinggi dari lantai sampai vertex, posisi subjek berdiri) B : Tinggi bahu (tinggi dari lantai sampai tepi bahu atas, posisi subjek berdiri) C : Tinggi siku (tinggi dari lantai sampai tepi bawah siku, posisi subjek berdiri) D : Tinggi
(tinggi
knuckle
dari
lantai
sampai
pertengahan kayu yang digenggam telapak tangan, posisi subjek berdiri dan tangan tergantung lemas di samping badan) E : Tinggi popliteal (tinggi dari lantai sampai sudut bagian atas
belakang
bangku
lutut,
dengan
posisi
tungkai
subjek
bawah
duduk
tegak
di
lurus
lantai) F : Jarak
raih
belakang
tangan
bahu
(panjang
sampai
lengan
pertengahan
dari
tepi
kayu
yang
digenggam telapak tangan) G : Diameter
lingkar
genggaman
(garis
tengah
lingkaran karena bertemunya ibu jari dengan ujung telunjuk dan dirasakan paling nyaman oleh subjek) Pengukuran
dilakukan
menggunakan
kerucut
kayu
pengukur genggaman. Perubahan lainnya adalah makin terbatasnya area pergerakan Keadaan
dari
tubuh
kebolehan
dan
flextion-abduction
ini
akan
mengurangi
lansia. keandalan
gerak tubuh. Tinjauan ergonomi pada lansia tidak hanya terbatas perubahan
pada
pengukuran
anatomi
karena
statis, proses
dan
pengamatan
penuaan.
Tetapi
pengukuran anthropometri secara dinamis menjadi penting
28
karena berkurangnya kemampuan pergerakan lansia. Hal ini
akan
sangat
berpengaruh
kepada
rancangan
sarana
yang akan digunakannya. 3.3.4. Pertimbangan Anthropometri dalam Desain Setiap desain produk, baik produk yang sederhana maupun pada
produk
yang
sangat
anthropometri
kompleks
pemakainya.
harus
berpedoman
Anthropometri
adalah
pengukuran dimensi tubuh atau karakteristik fisik tubuh lainnya yang relevan dengan desain tentang sesuatu yang dipakai orang. Pengaplikasian ergonomi dalam kaitannya dengan anthropometri dibedakan menjadi 2, yaitu: 1. Ergonomi
berhadapan
sarana
pendukung
Tujuan
ergonomi
situasi fisik
terbaik
dan
dengan
manusia,
lainnya disini pada
mental
dan
adalah
beserta
lingkungan
kerja.
untuk
pekerjaan
manusia
mesin
dapat
menciptakan
sehingga
kesehatan
terus
dipelihara
serta efisiensi, produktivitas dan kualitas produk dapat dihasilkan dengan optimal. 2. Ergonomi
berhadapan
dengan
karakteristik
produk
pabrik yang berhubungan dengan konsumen atau pemakai produk. Dalam menentukan ukuran stasiun kerja, alat kerja dan
produk
manusia
pendukung
memegang
lainnya,
peranan
penting.
data
anthropometri
Dengan
mengetahui
ukuran anthropometri manusia akan dapat dibuat suatu desain alat-alat kerja yang sepadan bagi manusia yang akan
menggunakan,
dengan
harapan
dapat
menciptakan
kenyamanan, kesehatan, keselamatan dan estetika kerja. Faktor manusia harus selalu diperhitungkan dalam setip desain
produk
dan
stasiun
29
kerja.
Hal
tersebut
didasarkan
atas
pertimbangan-pertimbangan
sebagai
berikut: 1. Manusia
adalah
berbeda
satu
sama
lainnya.
Setiap
manusia mempunyai bentuk dan ukuran yang berbedabeda seperti tinggi-pendek, tua-muda, kurus-gemuk, normal-cacat, mendesain semua
stasiun
orang.
tubuh
dsb.
Tetapi
kerja
Sehingga
tertentu
yang
kita
dengan hanya
sering
satu
orang
sesuai
hanya
ukuran
untuk
dengan
ukuran
tepat
untuk
atau
menggunakan. 2. Manusia
mempunyai
keterbatasan,
baik
keterbatasan
fisik maupun mental. 3. Manusia
selalu
mempunyai
harapan
tertentu
dan
prediksi terhadap apa yang ada di sekitarnya. Dalam kehidupan
sehari-hari,
kita
sudah
terbiasa
dengan
kondisi seperti, warna merah berarti larangan atau berhenti,
warna
hijau
berarti
aman
atau
jalan,
sakelar lampu ke bawah berarti lampu hidup, dsb. Kondisi
tersebut
menyebabkan
harapan
dan
prediksi
kita bahwa kondisi tersebut juga berlaku di mana saja. Maka respon yang bersifat harapan dan prediksi tersebut harus selalu dipertimbangkan dalam setiap desain
alat
terjadinya
dan
stasiun
kesalahan
dan
kerja
untuk
kebingungan
menghindari pekerja
atau
pengguna produk. 3.3.5. Aplikasi Data Anthropometri Dalam Perancangan Dengan adanya variabilitas dimensi tubuh manusia, maka
terdapat
anthropometri
tiga agar
prinsip produk
30
dalam yang
pemakaian dirancang
data dapat
mengakomodasi
ukuran
tubuh
dari
populasi
yang
akan
menggunakan produk tersebut, yaitu: 1. Perancangan berdasar individu ekstrim Prinsip ini digunakan apabila diharapkan fasilitas yang
dirancang
dapat
dipakai
dengan
nyaman
oleh
sebagian besar orang-orang yang memakainya. Perancangan ini dapat dibagi dua yaitu yang pertama perancangan dengan 99%).
data
nilai
Misalnya
tinngi
manusia
persentil
untuk
tinggi
merancang
dengan
(90%,
tinggi
persentil
99%
95%,
pintu
atau
dipakai
ditambah
dengan
kelonggaran. Yang kedua, perancangan fasilitas dengan data persentil kecil atau rendah (10%, 5%, atau 1%). Misalnya untuk menentukan tinggi tombol lampu digunakan persentil 5 yang berarti 5% dari populasi tidak dapat menjangkaunya. 2. Perancangan
fasilitas
yang
bisa
disesuaikan
(adjustable) Prinsip
ini
digunakan
untuk
merancang
suatu
fasilitas agar dapat dipakai dengan nyaman oleh semua orang
yang
biasanya
mungkin
dipakai
memerlukannya.
data
Dalam
anthropometri
prinsip
dengan
ini
rentang
persentil 5% sampai 95%. Contoh penerapan prinsip ini adalah
perancangan
kursi
kemudi
mobil
yang
bisa
dimajumundurkan dan diatur krmiringan sandarannya. 3. Perancangan
fasilitas
berdasar
harga
rata-rata
pemakainya Prinsip ini hanya digunakan apabila perancangan berdasar harga ekstrim tidak mungkin dilaksanakan dan tidak layak jika kita menggunakan prinsip perancangan fasilitas yang bisa disesuaikan.
31
3.3.6. Pengolahan Data Anthropometri Data mentah yang sudah didapatkan diuji terlebih dahulu dengan menggunakan metode statistik sederhana yaitu uji keseragaman data, uji kecukupan data, dan uji kenormalan data. Hal tersebut dilakukan agar data yang diperoleh bersifat representatif, artinya data tersebut dapat mewakili populasi yang diharapkan. 1. Uji Keseragaman Data Kegunaan
uji
keseragaman
data
adalah
untuk
mengetahui homogenitas data. Dari uji keseragaman data dapat diketahui apakah data berasal dari satu populasi yang
sama.
uji
keseragaman
data
dilakukan
melalui
sub
(kelas)
tahap-tahap perhitungan yaitu: a.
Membagi
data
ke
dalam
suatu
grup
Penentuan jumlah sub grup dapat ditentukan dengan menggunakan rumus: k = 1 + 3,3 log N
(3.1)
dimana N = jumlah b.
data.
Menghitung harga rata-rata dari harga rata-rata sub grup dengan : n
X =
∑X
i
(3.2)
i =1
k
dimana: X i = Harga rata-rata dari sub grup ke-i k c.
= Jumlah sub grup yang terbentuk
Menghitung standar deviasi (SD), dengan:
∑(X n
σ = SD =
i =1
i
−X
)
2
(3.3)
N −1
32
dimana: N
=
jumlah
data
amatan
pendahuluan
yang
telah
dilakukan. Xi
=
data amatan yang didapat dari hasil pengukuran k-i.
d.
Menghitung
standar
deviasi
dari
distribusi
harga
rata-rata sub grup dengan rumus:
σX =
σ
(3.4)
n
dengan n = ukuran satu sub grup e.
Menentukan
Batas
Kontrol
Atas
(BKA)
dan
Batas
Kontrol Bawah (BKB) dengan rumus:
BKA = X + 3σ x
(3.5)
BKB = X − 3σ x 2. Uji Kecukupan Data Uji
ini
anthropometri
dilakukan yang
untuk
telah
mengetahui
diperoleh
apakah
dari
data
pengukuran
sudah mencukupi atau belum. Uji ini dipengaruhi oleh: a. Tingkat
Ketelitian
penyimpangan
(dalam
maksimum
dari
persen), hasil
yaitu
pengukuran
terhadap nilai yang sebenarnya. b. Tingkat Keyakinan (dalam persen), yaitu besarnya keyakinan/besarnya
probabilitas
bahwa
data
yang
kita dapatkan terletak dalam tingkat ketelitian yang telah ditentukan.
33
Rumus uji kecukupan data:
⎡ ⎢K ⎢S N' = ⎢ ⎢ ⎢ ⎢⎣
2⎤ ⎛ n 2⎞ ⎛ n ⎞ ⎥ N ⎜⎜ ∑ X i ⎟⎟ − ⎜⎜ ∑ X i ⎟⎟ ⎝ i =1 ⎠ ⎝ i =1 ⎠ ⎥ ⎥ n ⎥ ∑ Xi ⎥ i =1 ⎥⎦
2
(3.6)
Keterangan: N’ = jumlah pengukuran yang seharusnya dilakukan N
= jumlah pengukuran yang sudah dilakukan
Jika N’ < N, maka data pengamatan cukup Jika N’ > N, maka data pengamatan kurang, dan perlu tambahan data. Nilai K untuk tingkat kepercayaan tertentu ditunjukkan pada Tabel 3.4. Tabel 3.4. Tingkat Kepercayaan
Tingkat Kepercayaan ≤ 68%
Nilai K 1
68% < (1-α) ≤ 95%
2
95% < (1-α) ≤ 99%
3
(Sumber: Dewa, Kartika, P, 1998)
Nilai S untuk tingkat ketelitian tertentu ditunjukkan pada
Tabel 3.5. Tabel 3.5. Tingkat Ketelitian
Tingkat Ketelitian 5%
Nilai S 0,05
10%
0,1
(Sumber: Dewa, Kartika, P, 1998)
34
3. Uji Kenormalan Data Uji
ini
bertujuan
untuk
mengetahui
apakah
data
yang diperoleh telah memenuhi distribusi normal atau dapat didekati oleh distribusi normal. Uji
kenormalan
menggunakan
SPSS
data
10
dalam
for
penelitian
windows.
Alat
kali uji
ini yang
digunakan disebut dengan uji Kolmogorov-Smirnov (uji KS). Tahapan yang harus dilakukan dalam uji K-S ini adalah sebagai berikut: a)
Klik
menu
pilih
Statistic,
nonparametric
tests,
isikan
dengan
pilih dan klik 1-sample K-S. b)
Dalam
kotak
variabel
Test
yang
Variable
akan
dites
List
normalitasnya,
terutama
variabel independent. c)
Dalam Test Distribution pilih normal, kemudian klik OK, sehingga akan dihasilkan outputnya. Ukuran yang digunakan untuk menerima atau menolak
hipotesis nol (Ho) yaitu nilai Asymp. Sig.(2-tailed). Kriteria yang digunakan yaitu Ho diterima apabila nilai Asymp.
Sig.(2-tailed)
>
dari
tingkat
alpha
yang
ditetapkan (5%), karenanya dapat dinyatakan bahwa data berasal
dari
populasi
yang
berdistribusi
normal
(Anonim, 2004). 3.3.7. Persentil
Persentil adalah suatu nilai yang menyatakan bahwa persentase tertentu dari kelompok orang yang dimensinya lebih tinggi, sama dengan, atau lebih rendah dari nilai tersebut
(Nurmianto,
diperlukan
agar
2004).
rancangan
suatu
Data
anthropometri
produk
dapat
sesuai
dengan orang yang akan memakainya. Akan timbul masalah
35
ketika
lebih
banyak
produk
yang
harus
dibuat
untuk
digunakan oleh banyak orang. Masalah yang timbul adalah menentukan
ukuran
mewakili
populasi
yang
dipakai
sebagai
mengingat
ukuran
acuan
untuk
individual
bervariasi. Permasalahan adanya variasi ukuran dapat diatasi dengan merancang suatu produk yang mempunyai fleksibilitas
dan
sifat
adjustable
dengan
rentang
ukuran tertentu. Solusinya adalah penetapan persentil berdasarkan Persentil
tabel adalah
probabilitas suatu
distribusi
nilai
yang
normal.
menunjukkan
persentase tertentu dari orang yang mempunyai ukuran pada
nilai
tersebut.
Sebagai
contoh
persentil
ke-95
menunjukkan 95% populasi berada pada ukuran tersebut. Pemakaian
nilai-nilai
persentil
yang
umum
digunakan dalam perhitungan data anthropometri dapat dilihat pada tabel 3.6 berikut: Tabel 3.6. Macam Persentil dan Cara Perhitungan dalam Distribusi Normal
Persentil
Perhitungan
1
x - 2,325αx
2,5
x - 1,96αx
5
x - 1,645αx
10 50 90
x - 1,28αx x x + 1,28αx
95
x + 1,645αx
97,5
x + 1,96αx
99
x + 2,325αx
(Sumber : Wignjosoebroto, S, 1995)
36
Perhitungan
di
atas
berdasar
pada
distribusi
normal. Di dalam statistik distribusi tersebut dibentuk berdasar harga rata-rata dan standar deviasi dari data yang diolah. Nilai persentil kemudian didapat sesuai dengan
tabel
probabilitas
distribusi
normal.
Contoh
distribusi normal ditunjukkan pada gambar 3.7.
Gambar 3.7. Distribusi Normal dengan data anthropometri 95-th persentil (Sumber : Wignjosoebroto, S, 1995)
3.4. Metode Perancangan
Metode perancangan adalah setiap prosedur, teknik, bantuan, dan peralatan yang dipakai untuk perancangan. Hal-hal tersebut mewakili sejumlah aktivitas tertentu yang
mungkin
dikombinasikan
digunakan dalam
oleh
suatu
perancang
proses
dan
perancangan
keseluruhan. Tujuan utama dari metode perancangan adalah untuk menghadirkan prosedur-prosedur yang masuk akal ke dalam proses
perancangan.
Metode
37
perancangan
dapat
diklasifikasikan
menjadi
dua
kelompok
besar,
yaitu
metode kreatif dan metode rasional (Cross, 1994). 3.4.1. Metode Kreatif
Ada
beberapa
metode
perancangan
yang
ditujukan
untuk merangsang cara berpikir kreatif. Pada umumnya metode-metode
ini
mencoba
meningkatkan
aliran
ide
dengan menghilangkan penghalang mental yang menghambat kreativitas
atau
dengan
memperluas
area
pencarian
solusi. Cara-cara yang terdapat dalam metode ini antara lain: 1. Brainstorming Brainstorming adalah merode kreatif yang paling banyak
dipakai.
Ini
adalah
suatu
metode
untuk
menghasilkan ide dalam jumlah banyak, yang sebagian besar kemudian akan dibuang, tapi beberapa ide yang menarik akan ditindaklanjuti. biasanya
Brainstorming
dilakukan
dalam
suatu
kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 8 orang yang beraneka ragam, tidak hanya para ahli tapi juga
mereka
yang
mengenal
masalahnya.
Tiap-tiap
anggota memberikan idenya, kemudian ketua kelompok mengumpulkan semua ide untuk dievaluasi. 2. Synectics Pemikiran yang kreatif seringkali digambarkan pada
pemikiran
analogis,
pada
kemampuan
untuk
melihat persamaan atau hubungan antara topik-topik yang
jelas
analogis
yang
perbedaannya. terbentuk
Penggunaan
pada
kreatif disebut sebagai Synetic.
38
metode
pemikiran perancangan
Seperti kelompok
Brainstorming,
aktivitas
berperan,
dan
dimana
anggota
adalah
Synetic sikap
kritis
kelompok
suatu sangat
berusaha
untuk
membangun, mengkombinasikan dan mengembangkan ideide
penyelesaian
masalah.
kreatif berbeda
Synetic
dalam
menyelesaikan
dengan
brainstorming,
dimana kelompok mencoba untuk bekerja bersama untuk memperoleh
solusi
permasalahan,
daripada
membangkitkan banyak ide. 3. Perluasan Daerah Penelitian Bentuk penghalang berpikir kreatif yang paling umum adalah mengasumsikan batasan yang lebih sempit dimana solusi dilihat. Teknik-teknik kreatif adalah bantuan
untuk
memperluas
Beberapa
teknik
kreatif
penelitian
adalah
daerah
untuk
penelitian.
memperluas
transformation,
random
area input,
Why? Why? Why? dan counter planning. 4. Proses Kreatif Metode-metode
di
atas
dipakai
untuk
membangkitkan ide-ide kreatif. Selain kreatif, ide orisinil
dapat
muncul
secara
spontan
tanpa
penggunaan bantuan untuk berpikir kreatif. Proses kreatif adalah munculnya suatu ide orisinal secara tiba-tiba. 3.4.2. Metode Rasional
Metode
rasional
menganjurkan
suatu
pendekatan
sistematis dalam perancangan. Tetapi metode rasional sering memiliki tujuan yang hampir sama dengan metode kreatif,
seperti
memperluas
daerah
pencarian
untuk
mendapat solusi potensial, atau memfasilitasi kelompok
39
kerja
dan
kelompok
pengambil
keputusan.
Jadi
tidak
sepenuhnya benar bahwa metode rasional merupakan lawan atau kebalikan dari metode kreatif. Beberapa mereka
khawatir
kreativitas. maksud
perancang
mencurigai
jika
Hal
ini
perancangan
metode
metode
rasional,
dapat
mengekang
ini
merupakan
kesalahpahaman
sistematis,
yang
berarti
dari untuk
meningkatkan keputusan kualitas rancangan dan kualitas akhir dari produk. Beberapa
tahapan
dalam
proses
perancangan
berdasarkan metode rasional adalah: 1.
Clarifying Objectives Tahap penting pertama dalam perancangan adalah bagaimana
mencoba
untuk
menjelaskan
tujuan
perancangan. Pada kenyataannya akan sangat membantu pada
keseluruhan
tahap
perancangan,
bila
tujuan
perancangan sudah jelas, walaupun tujuan itu dapat berubah selama proses perancangan. Tujuan awal dan sementara atau
dapat
berubah,
benar-benar
meluas
berubah
atau
asalkan
menyempit,
permasalahan
menjadi lebih dimengerti dan sepanjang penyelesaian ide-ide dapat berkembang. Salah
satu
metode
menjelaskan
tujuan
(Objectives
Tree).
yang
dan
jelas
yang
adalah Metode
berguna
bisa metode
ini
untuk
dipakai
dalam
pohon
tujuan
menawarkan
format
pernyataan
tujuan.
Objectives Tree menunjukkan tujuan dan maksud umum untuk
pencapaian
pertimbangan. diagramatis dihubungkan
tujuan
Metode dimana
satu
ini
yang
menunjukkan
tujuan-tujuan
sama
lain,
40
sedang
serta
yang pola
dalam bentuk berbeda hirarki
tujuan
dan
Objectives
sub Tree
tujuan. membantu
Prosedur
dalam
menjelaskan
suatu
tujuan
dan
mencapai persetujuan di antara klien, manager dan anggota tim perancangan. Langkah-langkah
dalam
pembuatan
Objectives
Tree adalah sebagai berikut: a)
Menyiapkan daftar tujuan perancangan. Daftar
ini
harus
diambil
dari
ringkasan
perancangan, dari pernyataan kepada klien dan dari diskusi di dalam perancangan. b)
Daftar disusun ke dalam kumpulan tujuan tingkat tinggi
dan
tujuan
dan
tingkat sub
rendah,
tujuan
perluasan
secara
kasar
daftar dapat
dikelompokkan ke dalam tingkatan hirarki. c)
Menggambarkan diagram Objectives Tree, hubungan hirarki atau
dan
akar
garis
dalam
hubungannya.
pohon
Cabang-cabang
menggambarkan
hubungan
yang mengusulkan bagaimana mencapai tujuan. 2. Establishing Functions Salah satu metode yang dipakai pada tahap ini adalah
metode
analisis
fungsi.
Metode
ini
menawarkan cara-cara untuk mempertimbangkan fungsifungsi dasar dan tujuan tingkat masalahnya. Fungsi dasar produk
tersebut dan
adalah
sistem
fungsi
yang
dimana
akan
alat-alat,
dirancang
harus
meyakinkan, tidak peduli dengan komponen fisik yang digunakan. Tingkat permasalahan ditentukan dengan menentukan
‘batasan’
sekitar
yang logis.
41
sub
kumpulan
fungsi
Prosedur-prosedur dari metode ini adalah: a) Menjelaskan
keseluruhan
fungsi
perancangan
dalam
hal perubahan input menjadi output. Awal dari metode ini adalah menetapkan apa yang harus
dicapai
dengan
desain
yang
baru,
bukan
bagaimana mencapainya. Cara yang paling sederhana untuk
memperlihatkan
membayangkan ‘kotak
produk
hitam’
hal
yang
ini
akan
sederhana
adalah
dengan
dirancang
sebagai
yang
mengubah
input
tertentu menjadi output yang diinginkan. b) Memecah
keseluruhan
fungsi
menjadi
sub-fungsi
dasar. Proses perubahan input menjadi output dalam ‘kotak hitam’
adalah
hal
yang
rumit.
Oleh
karena
itu
fungsi dalam ‘kotak hitam’ dipecah menjadi beberapa sub fungsi yang memiliki input dan output sendiri. c)Menggambarkan
diagram
blok
yang
menggambarkan
interaksi antara sub fungsi. Kotak hitam (Black Box) dibuat ‘tembus pandang’, jadi sub fungsi dan hubungan dan menjadi jelas. d) Menggambarkan batas sistem. Batas sistem diartikan sebagai batasan bagi produk yang akan dirancang. e) Mencari komponen yang tepat untuk menampilkan sub fungsi dan interaksinya. Pada tahap ini dicari komponen yang sesuai untuk tiap sub fungsi.
42
Gambar 3.8. Model Transparent Box (Sumber : Cross, N., 1994)
3. Setting Requirements Metode yang dipakai pada tahap ini adalah The Performance
Spesification
Methods.
Metode
ini
bertujuan membantu menemukan masalah perancangan. Langkah-langkah metode ini adalah sebagai berikut: a) Menimbang perbedaan tingkatan umum penyelesaian yang dapat diterima. Misal
ada
beberapa
pilihan
alternatif
produk,
tipe produk dan ciri-ciri produk. b) Menentukan
tingkatan
umum
yang
nantinya
akan
dioperasikan. Keputusan ini biasanya dibuat oleh konsumen.
Tingkatan
memberikan
umum
kebebasan
yang yang
lebih lebih
tinggi untuk
perancangan. c) Mengidentifikasi atribut yang dibutuhkan. Atribut
harus
dinyatakan
secara
bebas
untuk
solusi tertentu. d) Menyebutkan persyaratan yang diperlukan atribut dengan tepat dan teliti.
43
Bila
dimungkinkan,
spesifikasi
harus
dalam
bentuk kuantitatif dan mengidentifikasikan jarak antar batas. 4. Determining Characteristics Sebuah
metode
(Engineering
umum
karakteristik untuk
Characteristics)
rekayasa
mencocokkan
keinginan konsumen oleh Metode Quality Function Deployment (QFD). Tujuan metode QFD adalah untuk menyusun
target
rekayasa
dari
konsumen.
yang
akan
suatu
diraih
produk
Langkah-langkah
karakterisitk
seperti
pembuatan
keinginan Metode
QFD
adalah sebagai berikut: a. Mengidentifikasi
keinginan
konsumen
pada
ketentuan-ketentuan dari atribut produk. b. Menentukan
kepentingan
relatif
dari
perlengkapan-perlengkapan. c. Mengevaluasi atribut produk pesaing. d. Menggambarkan
sebuah
matriks
atribut
produk
melawan karakteristik rekayasa. e. Mengidentifikasikan
hubungan
antara
karakteristik rekayasa dan atribut produk. f. Mengidentifikasi beberapa interaksi yang relevan antara karakteristik rekayasa. g. Menyiapkan
gambaran
target
yang
akan
dicapai
oleh karakteristik rekayasa. 5. Generating Alternatives Pada tahap ini mulai dicari solusi-solusi yang mungkin.
Metode
yang
bisa
dipakai
adalah
Morphological Chart Method. Morphological chart ini
44
berguna
untuk
memperluas
daerah
pencarian
solusi
baru yang potensial dalam pengembangan alternatif (Cross, 1994). Tujuan dari pembangkitan alternatif adalah untuk membangkitkan solusi-solusi rancangan alternatif atau memperluas ruang pencarian terhadap solusi-solusi baru yang potensial. Kombinasi yang berbeda dari dari sub solusi dapat dipilih dari morphological memunculkan
dan
chart, solusi
diharapkan
baru
yang
dapat
belum
pernah
teridentifikasi sebelumnya. Langkah-langkah Morphologi
dalam
(Morphology
pembuatan adalah
Chart)
Peta sebagai
berikut: a) Membuat daftar fitur atau fungsi yang penting bagi produk. b) Membuat
daftar
cara-cara
untuk
mencapai
fitur
atau fungsi tersebut. c) Menggambarkan bagan yang memuat semua sub solusi yang memungkinkan. d) Mengidentifikasi
kombinasi
sub
solusi
yang
ini
nantinya
akan
memungkinkan. 6. Evaluating Alternatives Dalam terpilih
evaluasi alternatif
kombinasi digunakan
alternatif terbaik
alternatif adalah
yang
metode
dari ada.
weighted
kombinasiMetode
yang
objectives
(pembobotan obyektif). Metode weighted objectives menyediakan membandingkan
peralatan
untuk
alternatif
memperkirakan perancangan
dan yang
menggunakan perbedaan pembobotan obyektif. Tujuan
45
dari
metode
ini
untuk
mengambil
suatu
keputusan
alternatif dalam pengembangan alternatif-alternatif yang sudah ada (Cross, 1994). Pemilihan dilakukan berdasarkan jumlah dari score dikalikan bobot yang menghasilkan angka terbesar. Langkah-langkah
yang
dibutuhkan
dalam
pengerjaan metode weighted objectives: a). Membuat daftar tujuan perancangan. Pohon
objektif
dapat
juga
sebagai
tambahan
berguna untuk metode ini. b). Mengurutkan tingkatan tujuan. Perbandingan
dapat
membantu
menyusun
urutan
tingkatan. c)
Menentukan pembobotan relatif tujuan.
d)
Menyusun nilai kegunaan untuk setiap tujuan.
e)
Menghitung
dan
membandingkan
nilai
kegunaan
relatif perancangan alternatif. Skala yang biasa digunakan adalah skala 5 titik (0 – 4), skala 9 titik (0 – 8) dan skala 11 titik (0 10) dengan penilaian dari paling buruk ke paling baik. Tabel 3.8. berikut menampilkan performansi skala untuk 11 titik dan 5 titik.
46
Tabel 3.7. Performansi Skala 11 Titik dan 5 Titik
Eleven Point Scale
Meaning
0
Totally useless solution
1
Inadequate solution
2
Very poor solution
3
Poor solution
4
Tolerable solution
5
Adequate solution
6
Satisfactory solution
7
Good solution
8
Very good solution
9
Excellent
10
Perfect or ideal
Five Point Scale
Meaning
0
Inadequate
1
Weak
2
Satisfactory
3
Good
4
Excellent
(Sumber : Cross, N., 1994)
7. Product Improvement (Penyempurnaan Produk) Pada produk
tahapan
hasil
dilakukan
ini
dilakukan
rancangan.
dengan
penyempurnaan
Penyempurnaan
melihat
segi
produk
kenyamanan
dari dapat maupun
keindahan (estetika) produk. Penyempurnaan produk dapat dilakukan setelah produk tersebut diujicobakan terhadap konsumen (pengguna produk).
47
BAB 4 PROFIL DATA 4.1. Profil Yayasan Sosial Angeline Yogyakarta
Yayasan sosial Angeline didirikan pada 6 Juni 1991 oleh
RSJ.Sardjuki
(Alm),
RHJ.Suwandi
(Alm),
dr.Fx.Masnan, dan Al.Sumaji. Untuk membiayai kegiatan operasionalnya, para pendiri yayasan ini Balai
Pengobatan
dipimpin
oleh
Panti
Husada
dr,Fx.Masnan.
yang
Balai
mendirikan
dikelola
dan
Pengobatan
ini
berdiri pertama kali tahun 1993, dan hingga saat ini telah mengalami perpindahan lokasi sebanyak 3 kali. Dua lokasi sebalumnya berada di Kecamatan Wonosari yaitu di dusun Tawarsari dan dusun Gadungsari. Sejak 10 Maret 2004
BP.Panti
Husada
berpindah
lokasi
untuk
ketiga
kalinya di Kecamatan Playen Gunungkidul dengan surat ijin
Dinas
Kesehatan
nomor
42/B/KPTS/2004.
Bangunan
gedung Balai Pengobatan ini sebelumnya adalah gedung SMP
Kanisius
Bogor,
Playen,
Gunungkidul.
Setelah
sekolah tersebut ditutup maka gedung tersebut diambil alih oleh Yayasan Sosial Angeline dan digunakan sebagai Balai Pengobatan Panti Husada sampai sekarang. Bangunan gedung
seluas
175
m2
ini
terdiri
dari
3
ruangan,
terdiri dari ruang periksa umum yang merupakan 1 lokal dengan
tempat
pendaftaran
dan
apotek,
ruang
periksa
untuk yandu lansia, dan ruang rawat inap. Hingga saat ini Balai Pengobatan ini telah mempekerjakan 13 orang karyawan
yaitu
seorang
dokter,
6
orang
tenaga
paramedis, 5 orang di bagian administrasi, dan seorang penjaga.
48
Kegiatan di Balai Pengobatan Panti Husada selain pelayanan
pengobatan
umum
24
jam
adalah
Pelayanan
Terpadu (Yandu) Lansia yang dilaksanakan setiap 1 bulan sekali yaitu tanggal 22 setiap bulannya. Kegiatan yang dilaksanakan
di
Yandu
kesehatan,
pemberian
pendalaman
rohani,
Lansia
makanan
serta
meliputi dan
senam
pemeriksaan
minuman
lansia
yang
tambahan, diadakan
setiap hari Jumat. 4.2. Data Kuesioner
Kuesioner Yandu
Lansia
tersebut serta
dibagikan Angeline
bertujuan
mengetahui
kepada
sebanyak
untuk
apakah
para 40
mengetahui ada
keluhan
anggota
tetap
orang.
Kuesioner
data
responden
mengenai
tempat
tidur periksa yang digunakan saat ini. Kuesioner ini digunakan sebagai data awal untuk menentukan perlu tidaknya dirancang sebuah tempat tidur periksa
yang
lebih
ergonomis
khususnya
bagi
pasien
lansia. Berikut rekapitulasi hasil pengisian kuesioner.
pria 20.0%
wanita 80.0%
Gambar 4.1. Jenis Kelamin Responden
49
>81th 7.5%
71-80th 25.0%
67.5%
60-70th
Gambar 4.2. Usia Responden
tidak pernah
sering
12.5%
17.5%
kadang - kadang 70.0%
Gambar 4.3. Frekuensi Penggunaan Tempat Tidur Periksa
tidak 25.7%
ya 74.3%
Gambar 4.4. Apakah Responden Mengalami Kesulitan Menggunakan Tempat Tidur Periksa
50
turun 26.9%
naik 42.3%
bangun 30.8%
Gambar 4.5. Kesulitan Yang dialami Responden Saat Menggunakan Tempat Tidur Periksa
ya 25.7%
tidak 74.3%
Gambar 4.6. Apakah Responden Merasa Nyaman ketika Menggunakan Tempat Tidur Periksa
Lainnya Kaki
7.7% 7.7%
Pinggang 46.2%
38.5%
Punggung
Gambar 4.7. Bagian Tubuh RespondenYang Dirasakan Tidak Nyaman Saat Menggunakan Tempat Tidur Periksa
51
Selain kuesioner bagian I, kuesioner bagian II ini juga
dibagikan
kepada
40
responden
lansia
di
Yandu
Lansia Angeline. Pada bagian ini para responden diminta untuk memilih kriteria dari 9 atribut yang diberikan. Ada 5 kriteria yang dapat dipilih yaitu
sangat tidak
penting (skor = 1), tidak penting (skor = 2), cukup penting (skor = 3), penting (skor = 4), dan sangat penting
(skor
=
5).
Hasil
rata-rata
preferensi
responden dari kuesioner II ini adalah sebagai berikut: Tabel 4.1. Hasil Kuesioner Preferensi Responden
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Kriteria
Rata-rata
Sesuai anthropometri dewasa dan lansia Tidak menimbulkan cedera saat digunakan Konstruksi kuat Tidak mudah rusak Ada alat bantu bangun dan untuk naik turun Mudah digunakan Bahan rangka sesuai selera lansia Mudah dalam perawatan Biaya pembuatan murah
4,375 4,25 4,05 4,025 4 3,975 3,9 3,875 3,325
4.3. Data Anthropometri
Data
anthropometri
yang
dipakai
adalah
data
anthropometri para lansia yang merupakan anggota tetap Yandu
Lansia
Angeline
sebanyak
40
orang
dan
data
anthropometri dokter serta tenaga paramedis BP.Panti Husada
sebanyak
7
orang.
Dimensi
anthropometri
yang
dipakai dalam perancangan tempat tidur periksa untuk pasien lansia adalah:
52
1. Berat Badan lansia(BB) 2. Jarak Popliteal ke Kepala lansia (JPK) 3. Tinggi Popliteal Duduk lansia (TPD) 4. Setengah Depa lansia (SDP) 5. Tinggi Siku Berdiri lansia (TSB) 6. Tinggi Bahu Berdiri lansia (TBB) 7. Diameter Genggaman Tangan lansia (DGT) 8. Panjang Telapak Kaki lansia (PTK) 9. Tebal Tubuh Maksimal lansia (TTM) 10.Tinggi Siku Berdiri Dokter+paramedis (TSB) Berikut
ini
adalah
hasil
pengukuran
dimensi
anthropometri dari 40 responden lansia di Yandu Lansia Angeline. Tabel 4.2. Data Anthropometri Lansia No.
Sex
Umur (th)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18 19. 20.
P P P P P P P P P P P P P L P P P P P P
65 64 65 73 61 67 73 72 62 78 65 70 71 70 75 67 71 69 66 79
BB (kg)
48 50 41 38 45 42 46 44 46 47 49 51 43 56 43 46 41 48 46 42
JPK (cm)
TPD (cm)
SDP (cm)
TSB (cm)
TBB (cm)
DGT (cm)
PTK (cm)
TTM (cm)
108,9 110,3 106,2 103,4 112 112,7 108,2 102 105,8 109 108,9 112,3 113 113,6 106 106,9 107,1 107,6 109,8 105,4
38,5 39 37,8 38,6 40,2 38,3 37,8 37,3 38 40 39,6 40,7 39 42,7 39 39,3 41,2 41,7 40,5 39,1
73,2 78 72 72,1 77,5 72,2 73 70,2 72,1 74,8 71,5 73,2 71,3 78,9 74 73 75,5 66 73 70,3
89,4 91,1 88,3 87 94,1 91,6 92,2 83,6 86,3 89,2 89,3 94,3 93,7 95,6 89,7 87,7 89,9 83,7 87,2 87,8
123,2 125,3 120 119,4 128,2 126,3 122,1 118 121,8 126 127,5 128,3 129,5 133,3 122 126,2 128,3 127,5 126,5 123,5
4,3 3,5 3,6 4,2 4,2 3,8 3,5 3,8 3,7 4 3,8 4,2 3,5 3,7 4,2 3,8 3,7 3,7 3,4 3,8
19 21 21,8 20,8 22 19,3 21 20,5 22 21,3 22,2 23,5 22,3 24,2 21,4 23,2 22,6 21,2 22,7 19.1
21,3 24,7 21 19,4 22 22,6 21,5 21,8 22,4 22,8 23,3 24,6 21,7 24,7 22,6 22,4 21 23 23,1 22,8
53
Lanjutan Tabel 4.2. No.
Sex
Umur (th)
21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40.
P P P P P L P P P L L P L P P L P P L L
60 62 67 65 64 83 60 71 60 76 86 82 64 65 61 70 67 65 67 63
BB (kg)
45 38 41 46 45 50 63 38 49 57 60 50 45 47 42 45 49 40 55 46
JPK (cm)
TPD (cm)
SDP (cm)
TSB (cm)
TBB (cm)
DGT (cm)
PTK (cm)
TTM (cm)
104,1 104,5 107,7 106,8 107,9 116,4 106,5 105,8 113,4 117,9 116,9 107,7 115,1 113,7 109,1 112,6 112,8 106,9 118 113,6
38,5 40,2 43,5 40 39,8 45,8 41,5 39,2 38,6 44,7 46,6 41,3 43,2 40,6 38,1 41,6 38,2 38,7 45,2 39,4
71 73,5 76 72,3 74 82 72,4 70,8 76,1 85,5 80 73,7 80,1 78,7 73,9 78,4 70 75,2 81,5 75,5
88,5 87,1 87,2 89,2 88 98,2 89 88 85,7 98,5 96,3 83,5 96,7 92,8 79,5 93,8 88,7 88,7 98 86,7
122,6 125,2 127,2 122,8 124,7 137,2 124,6 121 128,1 137,6 138,5 124 134,3 129,3 124,2 130,2 126 120,6 138,2 129,8
3,8 4,2 3,5 4 3,5 3,7 3,5 4,5 4,3 3,8 3,4 4,3 3,7 4,6 3,5 3,7 3,7 3,2 3,5 3,5
20,7 21,6 22,7 22,4 22,6 25,7 22,1 21,6 23,4 25,3 24,7 21,8 23,8 23,7 21,7 23,4 22,6 21,7 25,2 23,4
22 20,5 21,8 22,7 21,9 23,5 25,4 20,6 23,6 22 23,2 24,2 22,8 22 21,8 22,4 23,6 21,6 23,5 22,1
Tabel 4.3. Data Anthropometri Dokter + tenaga paramedis BP.Panti Husada
No.
Sex
TSB (cm)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
L L P P P P P
101,4 103 95,3 97,7 100 99 96
54
4.4. Data Biaya
Data
harga
bahan
baku
dan
bahan
penunjang
diperoleh dari hasil survei pada beberapa toko besi dan bangunan di kota Wonosari dan sekitarnya serta sebuah Koperasi serta
Pegawai
bahan
Negeri
bangunan
yang dan
juga sebuah
menyediakan bengkel
kayu
tempat
pembuatan jok. Berikut lokasi yang telah disurvei: 1. TB.Berkah (Wonosari) 2. TB.Salib (Wonosari) 3. TB.Lancar (Wonosari) 4. TB.Bengawan (Wonosari) 5. KPN Bangun (Wonosari) 6. Bengkel jok “P.Kasno” (Semanu) Berikut penunjang
daftar
untuk
harga
pembuatan
bahan tempat
baku tidur
dan
bahan
periksa
bagi
pasien lanjut usia: Harga bahan baku kayu: 1. Kayu Bangkirai ukuran 3cmx5cmx400cm = Rp 45.000,00 2. Kayu Bangkirai ukuran 6xcm8cmx400cm = Rp 140.000,00 3. Harga papan Bangkirai ukuran 2cmx20cmx400cm = Rp 105.000,00 Harga busa dan pelapis busa: 1.Busa sedang = Rp 28.500,00/m 2.Pelapis kain oscar = Rp 42.500/m Harga bahan finishing: 1.Amplas 1,5 50cm
= Rp 2.500,00
2.Lem, paku, baut, sekrup
= Rp 8.000,00
3.Dempul plitur
= Rp 750,00
4.Plitur(merk kupu warna no 7 brown) = Rp 27.000,00
55
5.Kuas
= Rp 3.000,00
6. Kaitan besi
= Rp 12.000,00
Ongkos tenaga kerja: (standar ongkos di daerah Wonosari) 1.Tukang kayu
= Rp 35.000,00/hari 2.Tukang jok
= Rp 25
56
BAB 5 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Data Anthropometri 5.1.1. Uji Keseragaman Data
Dalam uji keseragaman data, dihitung Batas Kelas Atas (BKA), Batas Kelas Bawah (BKB) dan Rata-rata tiap sub grup. Data dikatakan seragam jika semua data berada dalam batas kelas, baik batas kelas bawah maupun batas kelas atas. Hasil uji keseragaman data
untuk dimensi
antropometri yang dipakai dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut ini.
Tabel 5.1. Hasil Uji Keseragaman Data Dimensi RataAnthropometri Rata JPK (lansia) 109,41
BKB
BKA
Keterangan
105,022
113,803
Seragam
TPD (lansia)
40,33
37,7382
42,9188
Seragam
SDP (lansia)
74,8
70,9499
78,6401
Seragam
TSB (lansia)
89,90
94,5091
85,2089
Seragam
TBB (lansia)
126,73 121,2367 132,2133
Seragam
DGT (lansia)
3,81
3,4525
4,1625
Seragam
PTK (lansia)
22,28
20,6157
23,9443
Seragam
TTM (lansia)
22,5
21,1763
23,8187
Seragam
5.1.2. Uji Kecukupan Data
Dalam menghitung
uji N’
kecukupan (jumlah
data,
pengukuran
57
terlebih yang
dahulu
seharusnya
dilakukan). Tingkat ketelitian yang digunakan adalah 5% dan tingkat keyakinan 99%. Hal ini berarti peneliti memperbolehkan rata–rata hasil pengukurannya menyimpang sebesar-besarnya
5%
dari
nilai
rata-rata
yang
sebenarnya (nilai dari populasi yang ingin dicari), dan kemungkinan Dengan
mendapatkan
kata
data
lain,
tersebut
apabila
adalah
pengukur
99%. sampai
memperbolehkan rata–rata pengukurannya menyimpang lebih dari 1% seharusnya, hal ini diperbolehkan terjadi hanya dengan kemungkinan 1% (didapat dari 100%-99%). Maka, nilai indeks tingkat kepercayaannya (k)= 3 dan ketelitiannya
(s)=
0,05.
Pengamatan
tingkat
dikatakan
cukup
apabila N’ lebih kecil dari N (jumlah pengukuran yang sudah dilakukan).Hasil uji kecukupan data ditunjukkan pada Tabel 5.2. Tabel 5.2. Hasil Uji Kecukupan Data Dimensi Anthropometri
Jumlah Data (N)
N Hitung (N')
Keterangan
JPK (lansia)
40
4,982
Cukup
TPD (lansia)
40
12,725
Cukup
SDP (lansia)
40
8,246
Cukup
TSB (lansia)
40
8,220
Cukup
TBB (lansia)
40
5,851
Cukup
DGT (lansia)
40
27,116
Cukup
PTK (lansia)
40
17,410
Cukup
TTM (lansia)
40
10,760
Cukup
5.1.3. Uji Kenormalan Data
Uji software untuk
kenormalan SPSS
menguji
10.0 apakah
data for
dilakukan windows.
data
yang
Uji ada
dengan
bantuan
ini
bertujuan
telah
mendekati
atau terdistribusi normal. Bila nilai signifikan yang
58
didapat lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan data terdistribusi normal, Wahyono (2004). Tabel 5.3. Hasil Uji Kenormalan Data Dimensi Anthropometri JPK (lansia)
Nilai Signifikan 0,517
TPD (lansia)
0,216
Normal
SDP (lansia)
0,246
Normal
TSB (lansia)
0,333
Normal
TBB (lansia)
0,505
Normal
DGT (lansia)
0,061
Normal
PTK (lansia)
0,868
Normal
TTM (lansia)
0,959
Normal
Keterangan Normal
5.1.4. Nilai Persentil
Nilai bantuan
persentil
progam
diperoleh
Excel.
Nilai
dengan
persentil
menggunakan yang
dicari
adalah persentil ke-5, 50 dan 95. Nilai-nilai persentil ke-5, ke-50 dan ke-95 dari dimensi anthropometri dapat dilihat pada Tabel 5.4. Tabel 5.4. Nilai-Nilai Persentil Dimensi Anthropometri JPK (lansia)
Persentil ke-5 103,4
Persentil ke-50 109
Persentil ke-95 116,95
TPD (lansia)
37,8
40
45,23
SDP (lansia)
70,295
74
81,525
TSB (lansia)
83,595
89
98,01
TBB (lansia)
119,97
126
137,63
DGT (lansia)
3,4
4
4,31
PTK (lansia)
19,29
22
25,205
TTM (lansia)
20,595
22
24,7
TSB (dewasa)
95,51
99
102,52
59
5.2. Analisis Ergonomi 5.2.1. Analisis Desain Tempat Tidur Periksa Lama
Tempat tidur periksa yang digunakan di BP.Panti Husada
Playen
digunakan
di
Gunungkidul ruang
ada
periksa
4
buah
Yandu
salah
lansia
satunya
Angeline.
Tempat tidur periksa tersebut berukuran panjang 195 cm, lebar 80 cm, dan tinggi 75,5 cm. Rangka tempat tidur periksa
terbuat
dari
besi.
Dilihat
dari
desainnya
memang ukuran tempat tidur periksa ini terlalu tinggi bagi
pasien
lansia
sehingga
muncul
berbagai
keluhan
dalam menggunakannya. Sebesar 74,3% responden lansia merasa
tidak
menggunakan
nyaman
dan
tempat
tidur
mengalami
kesulitan
periksa.
Dari
dalam hasil
rekapitulasi kuesioner, diperoleh data kesulitan yang paling dirasakan responden lansia adalah kesulitan saat menaiki tempat tidur periksa tersebut. Sebesar 42,3 % responden
lansia
memposisikan
mengalami
tubuhnya
saat
kesulitan menaiki
dalam tempat
hal tidur
periksa, 30,8% responden menyatakan kesulitan saat akan bangun dari posisi berbaring ke posisi duduk, dan 26,9% responden menyatakan kesulitan turun dari tempat tidur periksa.
Hal
ini
dikarenakan
terjadinya
penurunan
kemampuan fisik lansia sebesar 25% yang ditandai dengan penurunan kekuatan otot. (Tarwaka,2004). Beberapa gambar di bawah ini menunjukkan proses penggunaan tempat tidur periksa lama, yaitu mulai dari pasien naik ke tempat tidur periksa, saat bangun, dan saat turun dari tempat tidur periksa.
60
Gambar 5.1. Posisi Tubuh Pasien Saat Naik ke Tempat Tidur Periksa.
Gambar 5.2. Posisi Tubuh Pasien Saat Bangun Dari Tempat Tidur Periksa
61
Gambar 5.3. Posisi Tubuh Pasien Saat akan Turun dari Tempat Tidur Periksa
Dalam
penggunaannya
tempat
tidur
periksa
ini
melibatkan dua pihak, yaitu pasien dan dokter/tenaga paramedis. BP.Panti
Dari
Husada
pihak juga
dokter/tenaga
menyadari
lansia
yang
mengalami
tempat
tidur
periksa
akan
kesulitan
yang
ada
paramedis kondisi
dalam
saat
di
pasien
menggunakan
ini.
Sebenarnya
dengan keluhan desain tempat tidur periksa yang terlalu tinggi
ini
secara
sekilas
dapat
diatasi
dengan
penambahan papan pijakan di sisi samping tempat tidur sebagai alat bantu untuk naik ke tempat tidur periksa. Namun
dokter/tenaga
paramedis
justru
akan
mengalami
kesulitan saat proses pemeriksaan berlangsung karena pasien lansia mempunyai rasa sugesti yang tinggi menyebabkan gerak pasien kakinya
dokter/tenaga
sepanjang lansia maka
tubuh
merasa
paramedis
pasien sakit
dokter/tenaga
62
memerlukan
lansia.
pada
Jika
bagian
paramedis
ruang
seorang
perut
harus
yang
atau
memegang
bagian
tubuh
yang
dikeluhkan
sakit
tersebut
untuk
meyakinkan pasien lansia. Bahan
yang
digunakan
pada
tempat
tidur
periksa
lama ini adalah besi yang bagi para lansia dirasa tidak sesuai para
dengan pasien
selera lansia
mereka. maupun
Hasil
wawancara
dokter/tenaga
dengan
paramedis
menyatakan hampir semua pasien lansia merasa bahwa besi terasa
tidak
nyaman
terlalu
modern.
suasana
yang
bagi
Mereka
serba
mereka
telah
kayu
dan
dirasa
kaku,
hidup
dalam
Misalnya
rumah
terbiasa
sejak
dulu.
terbuat dari kayu, perabotan rumah tangga juga terbuat dari kayu termasuk tempat tidur yang mereka gunakan di rumah. Pernyataan tersebut diperkuat dengan pernyataan dokter/tenaga menyatakan lansia
paramedis
bahwa
sangat
di
memang
BP.Panti
kondisi
berpengaruh
dalam
Husada
psikologis proses
yang pasien
pemeriksaan.
Diharapkan dengan desain baru yang lebih sesuai dengan selera
lansia
dapat
memberikan
efek
psikologis
yang
lebih baik terhadap para pasien lansia. 5.2.1.1. Evaluasi Tempat Tidur Periksa lama menggunakan Software Manequin Pro
Software program
Manequin
pemodelan
Pro
manusia
(MQPro) dengan
adalah
sebuah
perhatian
khusus
terhadap aspek ergonomi secara terkomputasi. Software ini mampu membuat pemodelan tiga dimensi manusia
secara
akurat
sesuai
dengan
dimensi
tubuh
berbagai kelompok manusia dalam berbagai persentil dan jenis tubuh sehingga dapat dilakukan analisis penerapan aspek
ergonomi
terhadap
suatu
63
produk
yang
digunakan
manusia.
Berikut
sketsa
tempat
tidur
periksa
lama
dengan bantuan software MQ Pro.
Gambar 5.4. Sketsa Tempat Tidur Periksa Awal Dengan Bantuan Software Mannequin Pro (user view)
Gambar 5.5. Sketsa Tempat Tidur Periksa Awal Dengan Bantuan Software Mannequin Pro (right view)
64
Gambar 5.6. Sketsa Tempat Tidur Periksa Awal Dengan Bantuan Software Mannequin Pro (user view) (Posisi pasien duduk)
Gambar 5.7. Sketsa Tempat Tidur Periksa Awal Dengan Bantuan Software Mannequin Pro (left view) (Posisi pasien duduk)
65
Berdasar pengolahan Software MQ Pro dapat dilihat bahwa memang tempat tidur periksa tidak ergonomis untuk ukuran tubuh lansia sehingga perlu perancangan ulang (redesain) produk tempat tidur periksa tersebut. 5.2.2. Analisis Desain Tempat Tidur Periksa Rancangan
Tempat tidur periksa untuk pasien lansia dirancang sedemikian rupa agar mampu mengakomodasi keluhan dan kesulitan pasien lansia sehingga memberikan kemudahan dalam penggunaannya. Rancangan tempat tidur periksa ini merupakan periksa
pembaharuan
yang
rancangan
telah
tempat
konstruksi
ada
di
tidur
dari
BP.Panti
periksa
tempat
tidur
Husada.
Ukuran
disesuaikan
dengan
anthropometri lansia. Dalam rancangannya tempat tidur periksa ini dibuat menjadi dua bagian yaitu bed bagian atas yang menopang bagian popliteal sampai kepala, dan bed bagian bawah yang menopang bagian popliteal sampai ujung
kaki
pasien.
Saat
tidak
sedang
digunakan
bed
bagian bawah diturunkan, hal ini juga untuk memudahkan pasien
naik
berfungsi
ke
tempat
sebagai
pemeriksaan
tempat
berlangsung
tidur
periksa.
tidur
periksa,
bed
bagian
Agar saat
bawah
dapat proses
dinaikkan
lurus bed bagian atas. Proses seorang
pemeriksaan
dokter/tenaga
tidak
terlepas
paramedis.
dari
Tanpa
peran adanya
dokter/tenaga paramedis maka proses pemeriksaan tidak mungkin akan berlangsung. Karenanya, rancangan tempat tidur
periksa
ini
juga
disesuaikan
ukuran
tubuh
dokter/tenaga paramedis. Tinggi tempat tidur periksa disesuaikan dengan Tinggi Siku Berdiri (TSB) dewasa, dalam hal ini Tinggi Siku Berdiri (TSB) dokter dan
66
tenaga paramedis di BP.Panti Husada sehingga rancangan tempat tidur periksa ini perlu diberi papan pijakan kaki sebagai alat bantu untuk naik ke tempat tidur periksa agar kaki pasien tidak terlalu menggantung dan dilengkapi alat bantu setinggi bahu pasien lansia untuk memudahkan
naik
ke
tempat
tidur
periksa.
Penempatan
papan pijakan yang berada di bagian depan bawah tempat tidur periksa dengan pertimbangan agar tidak mengganggu dokter/paramedis
dalam
melakukan
proses
pemeriksaan
karena dalam proses pemeriksaan pasien khususnya pasien lansia dokter memerlukan ruang gerak yang luas, yaitu sepanjang tubuh pasien lansia. Menurut pengamatan dan wawancara
dengan
dokter
dan
BP.Panti
Husada,
pasien
lansia
sugesti
yang
mengeluh
tinggi,
sakit
pada
dokter/paramedis dikeluhkan lansia
sakit
tersebut.
misalnya bagian
harus
tenaga
Selain
itu
memiliki
seorang
perut
memegang
tersebut
paramedis
untuk
perasaan
pasien
atau
tubuh
meyakinkan
rancangan
lansia
kakinya
bagian
di
tempat
maka yang
pasien tidur
periksa juga diberi tambahan alat bantu di bed bagian atas agar memudahkan pasien lansia untuk bangun dari tempat
tidur
periksa.
Alat
bantu
bangun
ini
dapat
diatur yaitu pada saat proses pemeriksaan berlangsung alat bantu ini diturunkan sejajar tempat tidur dan saat pasien akan bangun alat bantu dapat dinaikkan ke atas agar dapat digunakan sebagai pegangan. 5.2.3. Kegunaan Dimensi Anthropometri
Dalam merancang tempat tidur periksa untuk pasien lansia ini dimensi anthropometri yang digunakan yaitu Jarak
popliteal
ke
Kepala
67
lansia
(JPK),
Tinggi
Popliteal
Duduk
lansia
(TPD),
Setengah
Depa
lansia
(SDP), Tinggi Siku Berdiri lansia (TSB), Tinggi Bahu Berdiri lansia (TBB), Diameter Genggaman Tangan lansia (DGT), Panjang Telapak Kaki lansia (PTK), dan Tebal Tubuh Maksimal lansia (TTM) serta Tinggi Siku Berdiri Dokter dan tenaga paramedis di BP.Panti Husada (TSB). Penggunaan
dan
definisi
masing-masing
dimensi
ditunjukkan pada Tabel 5.5. berikut. Tabel 5.5. Kegunaan Dimensi Anthropometri Dimensi JPK (lansia)
Keterangan Jarak Popliteal
Definisi Jarak
ke
Kepala
Kegunaan
horizontal
untuk
menentukan
dari bagian lipatan
panjang tempat tidur
dalam
periksa (bed atas).
lutut
hingga
bagian atas kepala.
TPD (lansia)
Tinggi
Jarak vertikal dari
untuk
Popliteal
lantai
panjang tempat tidur
Duduk
bagian
hingga bawah
tepat
paha
menentukan
periksa (bed bawah).
dibelakang
lutut, ketika orang berada dalam posisi duduk tegak.
SDP (lansia)
Setengah Depa
Setengah dari jarak
untuk
horizontal
lebar
dari
ujung
terluar kanan
sampai
mulai jari tangan ujung
jari terluar tangan kiri
atau
sebaliknya posisi
dalam tangan
terlentang.
68
menentukan tempat
periksa.
tidur
Lanjutan Tabel 5.5. Dimensi TSB (lansia)
Keterangan Tinggi
Siku
Berdiri
Definisi
Kegunaan
Jarak vertikal dari
untuk
permukaan
lantai
letak
hingga
bagian
ubtuk bangun di sisi
terendah
dari
siku
yang
merupakan
titik
pertemuan
antara lengan
menentukan alat
bantu
samping
tempat
tidur.
atas
dan lengan bawah.
TBB (lansia)
Tinggi
Bahu
Berdiri
Jarak vertikal dari
Untuk
lantai hingga
tinggi
dalam
bahu
menentukan alat
posisi
untuk berdiri.
tengah
untuk
bantu
berdiri.
DGT (lansia)
Diameter
Garis
Genggaman
lingkaran
yang
Tangan
terbentuk
karena
PTK (lansia)
diameter sebagai
bertemunya ibu jari
untuk
dengan
tempat
ujung
jari
telunjuk.
pegangan alat
bantu
bangun
dari tidur
periksa.
Panjang
Jarak
Telapak Kaki
dari ujung ibu jari kaki
menentukan
horisontal hingga
Untuk
menentukan
lebar pijakan kaki.
ujung
tumit.
TTM (lansia)
Tebal
Tubuh
Maksimal
Jarak
horisontal
antara
bagian
terdepan dari tubuh hingga
Untuk tinggi
menentukan tempat
tidur
periksa.
bagian
terbelakang
dari
tubuh.
TSB (dewasa)
Tinggi Berdiri
Siku
Jarak vertikal dari
Untuk
permukaan
lantai
tinggi
hingga
bagian
periksa.
terendah
dari
siku
yang
merupakan
titik
pertemuan
antara lengan
atas
dan lengan bawah.
69
menentukan tempat
tidur
5.2.4. Analisis Persentil dan Kelonggaran
Perancangan
tempat
tidur
periksa
ini
bertujuan
untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi pasien lanjut
usia
untuk
menaikinya,
dan
juga
memberikan
kemudahan untuk bangun, serta turun dari tempat tidur tersebut. Selain memberikan kemudahan untuk menaikinya namun dengan
tinggi
tempat
ukuran
tidur
tubuh
juga
harus
dokter/tenaga
menyesuaikan
paramedis
saat
memeriksa pasien. Nilai persentil diperlukan untuk menetukan dimensi dalam perancangan tempat tidur periksa. Dimensi-dimensi yang
telah
diperoleh
tersebut
masih
mempunyai
kelemahan-kelemahan yaitu kemungkinan adanya kesalahan dalam
pengukuran,
dan
belum
ada
perkiraan
nilai
kelonggaran yang diperlukan dalam proses perancangan tempat tidur periksa tersebut. Ukuran
bagian-bagian
tempat
tidur,
setelah
dilakukan seleksi persentil dan ditambah kelonggaran, disajikan dalam Tabel 5.6. berikut.
70
Tabel 5.6. Tabel Analisis Persentil dan Kelonggaran Nilai
Per-
No
Kegunaan
Dimensi
sen-
Alasan Persentil
til 1
Panjang bed atas
JPK
95%
(lansia)
Nilai
Kelong-
Alasan
Kelong-
(cm)
garan
Kelonggaran
garan
(cm) Agar
pasien
tinggi
yang
bisa
tempat
berbadan
116,95
+8,05
menggunakan
tidur
Panjang bed bawah
TPD (lansia)
5%
Agar
tersebut
memiliki
besar
maupun
dipakai
jumlah
pemakainya,
yang
ukuran kecil.
persentil
rancangan
hanya
baik TPD
namun
yang tidak
dirancang
125
125
40
40
rangka bed
lebih
+2,2
Untuk kelonggaran saat kaki pasien
95%
lansia
akan tinggi,
berlaku
37,8
Jika
mengakomodasi pasien dengan ukuran
Memudahkan
yang
atas.
mengakomodasi
terbesar
(cm)
Ukuran
pembuatan
dengan nyaman. 2
Nilai +
bagi
pasien dengan ukuran lebih pendek.
71
diluruskan.
Lanjutan Tabel 5.6. Nilai
Per-
No
Kegunaan
Dimensi
sen-
Alasan Persentil
til 3
Lebar Tempat
SDP
5%
Tidak banyak gerakan yang dan
Kelong-
Alasan
Kelong-
(cm)
garan
Kelonggaran
garan
70,295
-0,295
memudahkan
dokter/tenaga
tidur
Nilai
(cm) dilakukan,
(lansia)
Tinggi Tempat Tidur Periksa
5
Letak Alat
TSB(dok ter+para medis) TTM
(lansia) tebal bantalan saat digunaka n
TSB
TSB= 5% TTM= 95%
Agar
paramedis
dokter
paramedis
ukuran
TSB kecil dapat memeriksa
95,51
+1,91
-24,7 -
Tinggi
50%
Agar pasien
dengan ukuran
TSB
dapat
besar
89
+1
tetap
Memudahkan
pasien
posisi pada
dengan
TSB
tidak
kecil terlalu
90
135
135
rangka tempat
menekuk.
turun
90
dalam
Bangun
untuk naik
70
tenaga
menentukan
TBB
70
paramedis.
(lansia)
(lansia)
70
dokter/
menjangkau alat Bantu dan
alat bantu
70
sepatu/sandal
1,8=
Bantu
Tinggi
Dirancang
rangka tempat
69,01
pasien dengan nyaman.
tangannya 6
Memudahkan
yang
tidur.
/tenaga
dengan
(cm)
Ukuran
pembuatan
dalam memeriksa pasien. 4
Nilai +
95%
Agar
tidur. pasien
menjangkau
alat
dapat bantu
137,63
-2,63
Memudahkan pembuatan alat bantu untuk
dengan nyaman.
naik turun.
72
Lanjutan Tabel 5.6. Nilai
Per-
No
Kegunaan
Dimensi
sen-
Alasan Persentil
til 7
Lebar Papan
PTK
95%
Pijakan
Nilai
Kelong-
Alasan
Kelong-
(cm)
garan
Kelonggaran
garan
(cm) Agar
mampu
pemakai
(lansia)
Nilai +
mengakomodasi
dengan
nilai
25,205
+4,795
PTK
(cm) Memberikan
Ukuran yang Dirancang
30
30
30
30
3
3
ruang gerak
besar.
kaki.
Kaki 8
Tinggi
Tinggi
Pijakan
Tempat
Kaki
Tidur-
TPD 5%
Agar ukuran
kaki
pasien
TPD
kecil
menggantung,
TPD (lansia)
dengan
ukuran
dapat
tetap
dan TPD
dengan tidak
70-37,8=
-2,2
32,2
Ukuran maksimal
pasien
tempat tidur
besar
periksa.
menggunakan
dengan nyaman. 9
Diameter alat bantu
DGT (lansia)
5%
Agar pasien dengan ukuran DGT
kecil
dapat
menggenggam dengan nyaman
3,5
-0,5
Memudahkan penggeggaman bagi pasien lansia.
73
5.3. Penerapan Dimensi Anthropometri dalam Perancangan 5.3.1. Panjang Tempat Tidur Periksa
Dalam
perancangan
tempat
tidur
periksa
untuk
pasien lansia, panjang tempat tidur terbagi menjadi dua bagian yaitu bed atas yang menopang bagian tubuh dari popliteal hingga kepala dan bed bawah yang menopang bagian tubuh dari popliteal hingga ujung kaki.Posisi awal pasien saat akan menjalani proses pemeriksaan di tempat
tidur
periksa
perancangannya Popliteal menggunakan duduk
lansia
tempat
dengan
dimensi
bawah
bed
Duduk
tidur
nyaman.
Jarak
adalah
sehingga
menggunakan (TPD)
ke
Tinggi
pasien
dapat
dalam
bed
posisi
atas
Kepala
dalam
dimensi
agar
periksa
Sedangkan
Popliteal
duduk,
awal
menggunakan
lansia
(JPK),
sehingga setelah pasien berada dalam posisi duduk maka dapat langsung berbaring. Saat pasien mulai berbaring bed
bawah
dinaikkan
dan
digunakan
sebuah
kaitan
di
bagian bawah bed bawah sebagai penahan selama proses pemeriksaan
berlangsung.
Setelah
proses
pemeriksaan
selesai kaitan dilepas dan posisi bed bawah kembali seperti posisi awal sehingga pasien dapat kembali duduk dengan
nyaman.
Persentil
yang
digunakan
adalah
95%
untuk JPK dan 5% untuk TPD. Penentuan persentil 95% untuk JPK dimaksudkan agar bed atas dapat mengakomodasi pengguna yang berukuran JPK besar dan pengguna dengan ukuran JPK kecil tetap dapat berbaring dengan nyaman. Sedangkan penentuan persentil 5% untuk TPD adalah agar pasien dapat duduk dengan nyaman,bagi yang mempunyai ukuran TPD kecil kakinya tidak menggantung saat duduk dan pengguna dengan ukuran TPD besar tetap dapat duduk dengan nyaman.
74
Berdasarkan untuk
JPK
yang
hasil
perhitungan
diperoleh
adalah
nilai
116,95
persentil
cm.
Setelah
ditambah dengan nilai kelonggaran sebesar 8,05 cm maka didapat nilai rancangan adalah 125 cm untuk bed atas. Hasil
perhitungan
nilai
persentil
untuk
TPD
yang
diperoleh adalah 37,8 cm. Setelah ditambah dengan nilai kelonggaran sebesar 2,2 cm untuk
kelonggaran saat kaki
pasien lansia diluruskan maka didapat nilai rancangan adalah 40 cm untuk bed bawah. 5.3.2. Lebar Tempat Tidur Periksa
Dimensi yang digunakan untuk lebar tempat tidur periksa adalah Setengah Depa (SDP). Dalam perancangan, persentil yang digunakan adalah persentil 5%. Hal ini karena dalam proses pemeriksaan tidak banyak gerakan yang dilakukan pasien, pasien cukup berbaring. Hasil perhitungan diperoleh nilai persentil sebesar 70,295, setelah dikurangi 0,295 dengan alasan memudahkan dalam pembuatan
rangka
tempat
tidur
maka
ukuran
yang
diperoleh adalah 70 cm. 5.3.3. Tinggi Tempat Tidur Periksa
Dalam pasien
perancangan
lansia,
ukuran
tempat
tidur
tinggi
tempat
periksa tidur
untuk periksa
diperoleh dari perhitungan Tinggi Siku Berdiri dewasa (TSB)
dalam
hal
dikurangi
dengan
dikurangi
tebal
ini
dokter
Tebal
Tubuh
bantalan
dan
tenaga
Maksimal
saat
paramedis
lansia
digunakan.
(TTM) Karena
bantalan yang digunakan adalah busa sedang maka ketika digunakan ketebalan akan berkurang kira-kira 50% dari tebal awal saat tidak sedang digunakan yatu 50% dari
75
3,6 cm sebesar 1,8 cm. Selama proses pemeriksaan pasien berada
berada
dalam
posisi
berbaring
sehingga
agar
dokter/tenaga paramedis dapat memeriksa dengan nyaman maka ukuran tinggi tempat tidur periksa merupakan hasil pengurangan dari TSB dewasa dikurangi TTM lansia. Persentil yang digunakan untuk dimensi TSB dewasa adalah 5% agar dokter/tenaga paramedis dengan ukuran TSB kecil dapat memeriksa pasien dengan nyaman, tidak terlalu
tinggi.
Sedangkan
persentil
yang
digunakan
untuk TTM lansia adalah 95% agar dapat mengakomodasi pengguna
dengan
ukuran
TTM
besar,
sehingga
dokter/
tenaga paramedis dapat memeriksa pasien dengan ukuran TTM besar dengan nyaman. Dari perhitungan persentil kedua dimensi tersebut dan dikurangi dengan tebal bantalan saat digunakan maka diperoleh dengan
nilai
nilai
pertimbangan
sebesar
69,01
kelonggaran tinggi
cm.
sebesar
Setelah 1,91
sepatu/sandal
ditambah
cm
dengan
dokter/tenaga
paramedis maka didapat nilai rancangan 70 cm. 5.3.4. Letak Alat Bantu untuk Bangun
Dalam diperlukan pasien.
perancangan tambahan
30,8%
tempat
alat
responden
tidur
bantu lansia
untuk
periksa
ini
bangun
bagi
menyatakan
kesulitan
saat bangun setelah proses pemeriksaan selesai. Alat bantu ini dirancang untuk dapat diatur sehingga tidak mengganggu proses pemeriksaan. Pada saat pemeriksaan berlangsung
alat
bantu
ini
dapat
diturunkan
sejajar
tempat tidur, setelah proses pemeriksaan selesai alat bantu ini dapat dinaikkan di sisi siku pasien.
76
Dimensi yang digunakan untuk menentukan letak alat bantu
ini
adalah
Tinggi
Siku
Berdiri
lansia
(TSB).
Dimensi ini didapat dengan mengukur jarak vertikal dari permukaan lantai hingga bagian terendah dari siku yang merupakan titik pertemuan antara lengan atas dan lengan bawah. Persentil Penggunaan
yang
digunakan
persentil
ini
adalah
dengan
persentil
50%.
pertimbangan
agar
pasien dengan ukuran TSB besar dapat tetap menjangkau alat
bantu,
dan
pasien
dengan
ukuran
TSB
kecil
tangannya tidak terlalu menekuk yang justru akan lebih menimbulkan kesulitan untuk bangun. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai persentil sebesar
89
cm,
pertimbangan
setelah
memudahkan
ditambah
dalam
1
pembuatan
cm alat
dengan bantu
bangun, diperoleh hasil nilai rancangan sebesar 90 cm. Sebelumya
telah
dilakukan
uji
coba
terhadap
40
responden lansia untuk menentukan dimensi manakah yang dirasakan paling nyaman, yaitu antara dimensi Tinggi Siku Berdiri lansia (TSB) dan Tinggi Jangkauan Tangan lansia (TJT). Uji coba dilakukan dua kali, yang pertama dengan meletakkan alat semacam tongkat dari besi di sisi samping tempat tidur periksa yang diletakkan di siku responden lansia, dan uji coba yang kedua dengan menempatkan
tongkat
besi
tersebut
di
bagian
bawah
tangan responden lansia. Responden lansia diminta untuk bangun dari tempat tidur periksa dengan bantuan tongkat besi tersebut dan hasilnya 77,5% responden menyatakan lebih
mudah
untuk
bangun
dari
tempat
tidur
periksa
tersebut dengan alat bantu yang terletak di sisi siku mereka. Hal ini juga dimungkinkan karena saat bangun
77
tanpa
alat
bantu
para
pasien
lansia
kebanyakan
menggunakan sikunya untuk bertumpu sehingga sebagian besar berat badan bertumpu di bagian tubuh tersebut, dan
hal
bagian
ini
juga
punggung
mengakibatkan
meskipun
hanya
ketidaknyamanan dalam
jangka
di
waktu
sebentar (selama proses bangun berlangsung). 5.3.5. Tinggi Pijakan Kaki
Pijakan kaki ditambahkan untuk mengatasi perbedaan antara
tinggi
tempat
tidur
periksa
dengan
tinggi
popliteal duduk (TPD) lansia. Hal ini dikarenakan pada perancangan
tempat
tidur
periksa
ini
juga
digunakan
dimensi anthropometri dewasa yaitu dokter dan tenaga paramedis di BP.Panti Husada. Selain itu pijakan kaki juga sangat membantu pasien lansia ketika akan duduk. Untuk dimensi
menentukan
tinggi
popliteal
duduk
tempat (TPD)
tinggi
pijakan
tidur
dikurangi
lansia
kaki
digunakan
dengan
persentil
5%.
tinggi
Hal
ini
bertujuan untuk mengakomodasi pemakai yang memiliki TPD kecil agar ketika duduk kakinya bisa menapak permukaan pijakan kaki sehingga dapat duduk dengan nyaman. Dari hasil perhitungan diperoleh tinggi pijakan kaki 30 cm sudah termasuk pengurangan -2,2 cm karena ukuran maksimal bed bawah. 5.3.6. Lebar Pijakan Kaki
Lebar
pijakan
kaki
panjang
telapak
kaki
dipakai
adalah
95.
ditentukan
lansia Dengan
dengan
(PTK). alasan
dimensi
Persentil
yang
agar
mampu
mengakomodasi pemakai dengan PTK besar. Ukuran lebar
78
pijakan kaki diperoleh 30 cm sudah termasuk kelonggaran untuk ruang gerak kaki sebesar +4,795 cm. 5.3.7. Tinggi Alat Bantu untuk naik turun dari tempat tidur periksa
Dimensi yang dipakai untuk menentukan tinggi alat bantu ini adalah Tinggi Bahu Berdiri lansia (TBB). Alat bantu
ini
diberikan
karena
79,2%
dari
responden
mengalami kesulitan ketika akan naik ke tempat tidur periksa ataupun saat akan turun. Dalam
perancangannya,
persentil
yang
dipakai
adalah 95% dengan alasan agar pasien ketika akan naik atau turun dari tempat tidur periksa dapat berpegangan dengan nyaman. Nilai dari persentil 95% adalah 137,63 cm dan kelonggaran -2,63 cm. Nilai rancangannya adalah 135 cm dengan alasan memudahkan dalam pembuatan alat bantu ini. 5.3.8. Diameter Alat Bantu
Kedua
alat
bantu
yang
terdapat
dalam
rancangan
tempat tidur periksa ini berbentuk tabung agar memberi kenyamanan dalam menggenggam. Dimensi yang digunakan adalah
Diameter
Genggaman
Tangan
lansia
(DGT)
yang
merupakan diameter lingkaran karena bertemunya ibu jari dengan ujung jari telunjuk. Persentil yang digunakan adalah
5%
dengan
alasan
agar
pasien
yang
memiliki
ukuran DGT kecil dapat menggenggam alat tersebut dengan nyaman. Berdasarkan hasil perhitungan, nilai persentil 5% adalah 3,4 cm. Kelonggaran yang diberikan untuk dimensi ini
adalah
-0,4
cm
dengan
79
alasan
memudahkan
dalam
penggenggaman bagi pasien lansia. Ukuran yang dirancang adalah 3 cm. 5.3.9. Bantalan
Tujuan
dari
adalah
sebagai
dengan
berat
pemberian
upaya badan
bantalan
penyebaran pada
pada
tekanan,
titik
dasarnya sehubungan
persinggungan
antar
permukaan dengan daerah yang lebih luas. Bantalan yang terlalu
empuk
akan
menimbulkan
ketidaknyamanan
bagi
penggunanya. Rancangan tempat tidur periksa dilengkapi dengan bantalan yang berfungsi sebagai kasur. Panero
&
Zelnik
(1979)
menyarankan
pemakaian
bantalan setebal 5,1 cm. Hal ini didasarkan pada beban pria 78 Kg. Untuk setiap pengurangan beban sebesar 13,6 kg, ketebalan harus dikurangi sebesar 0,64 cm. Bantalan untuk
tempat
tidur
periksa
ini
harus
mampu
menahan
persentil 95 berat badan lansia. Dari analisis data diperoleh nilai persentil 95 dari berat badan lansia adalah 57,15 Kg. Sehingga tebal bantalan yang dipakai adalah 5,1 cm - (78Kg-57,15Kg)/13,6Kg = 3,6 cm. 5.4. Analisis Perancangan
Pada
analisis
perancangan
ini
akan
ditampilkan
langkah-langkah perancangan tempat tidur periksa bagi pasien lansia berdasarkan Metode Rasional yang dibuat oleh Cross (1992). 5.4.1. Tahap Clarifying Objectives
Pada tahap ini dipakai metode Objectives Tree yang akan
menjelaskan
proses
perancangan
tempat
periksa yang ergonomis untuk pasien lansia.
80
tidur
Gambar berikut menjelaskan Objectives Tree dari tempat tidur periksa bagi pasien lansia.
Tempat tidur periksa nyaman digunakan
Sesuai ukuran tubuh pemakai (dokter/ paramedis+lansia)
Tempat tidur periksa aman digunakan
Tidak mendatangkan bahaya saat digunakan
Pemberian alat bantu (kemudahan dalam penggunaan)
Tempat tidur periksa memberikan kemudahan Tempat tidur periksa yang ergonomis bagi pasien lansia
Pemilihan bahan yang tepat (kemudahan dalam perawatan)
Tempat tidur periksa efisien dalam penggunaan
Awet digunakan Harga terjangkau
Desain tempat tidur periksa menarik
Desain tidak kaku
Gambar 5.2. Objectives Tree Tempat Tidur Periksa bagi pasien lanjut usia
5.4.2. Tahap Establishing Functions
Langkah ini menggunakan metode Function Analysis yang akan menjelaskan fungsi tempat tidur periksa bagi pasien lanjut usia seperti Gambar 5.19. berikut ini.
81
Agar kaki pasien tidak terlalu menggantung Pemberian pijakan kaki
Pemakai (dokter/ paramedis+lansia)
Agar posisi tubuh dokter tidak terlalu membungkuk dalam memeriksa pasien
Pemberian alat bantu bangun
Kemudahan dalam penggunaan bagi pemakai
Mempermudah proses bangun dari tempat tidur periksa
Pemberian alat bantu untuk naik turun
Mempermudah proses naik/turun ke/dari tempat tidur periksa
Gambar 5.3. Function Analysis Tempat tidur periksa bagi pasien Lansia
5.4.3. Tahap Setting Requirements
Penetapan spesifikasi dilakukan untuk menentukan spesifikasi rancangan ditentukan perancangan
kinerja yang oleh
yang
akurat
diperlukan. perancang
dengan
dari
suatu
Spesifikasi ditetapkan
mencantumkan
yang
sebagai
solusi telah tujuan
kriteria-kriteria.
Penetapan spesifikasi perancangan tempat tidur periksa bagi pasien lansia ditunjukkan pada Tabel 5.7.
82
Tabel 5.7. Performance Spesification
No. 1.
2. 3.
Tujuan
Kriteria
Sesuai ukuran tubuh pemakai (dokter/paramedis dan lansia) Tidak mendatangkan bahaya saat digunakan Pemberian alat bantu
5. 6.
Pemilihan bahan yang tepat Awet digunakan Harga terjangkau
7.
Desain tidak kaku
4.
- Tempat tidur periksa dibuat sesuai dengan dimensi anthropometri lansia dan dokter - Tidak menimbulkan cedera saat digunakan - Konstruksi kuat - Ada alat bantu untuk bangun dan untuk naik turun - Mudah digunakan - Mudah dalam perawatan - Tidak mudah rusak - Biaya pengerjaan murah - Bahan rangka sesuai selera lansia
5.4.4. Tahap Determining Characteristics
Tahap untuk
determining
mengetahui
characteristics
keinginan
konsumen
ini
digunakan
yang
merupakan
pemakai dari produk yang dirancang. Dalam tahap ini digunakan metode ergonomi produk tempat tidur periksa bagi pasien lansia. Dari hasil rekapitulasi kuesioner diperoleh bahwa kesulitan terbesar yang dialami pasien lansia adalah saat menaiki tempat tidur periksa yang desainnya terlalu tinggi yaitu sebesar 42,3 %
(11
orang). Hal ini dapat diatasi dengan penambahan papan pijakan
kaki
di
sisi
tempat
tidur
periksa.
Namun
nantinya penempatan papan pijakan di sisi samping akan menyulitkan
dokter/tenaga
pemeriksaan.
Oleh
dirancang
dengan
karena
paramedis itu
menambahkan
tempat papan
dalam
proses
tidur
periksa
pijakan
kaki
di
sisi depan tempat tidur periksa disertai alat bantu untuk
naik
turun
sehingga
83
dapat
memudahkan
pasien
lansia dalam menggunakan tempat tidur periksa hasil rancangan. 5.4.5. Generating Alternatives
Pada tahap ini digunakan metode Morphology Chart. Tujuannya
adalah
untuk
membangkitkan
solusi-solusi
rancangan alternatif dan memperluas pencarian terhadap solusi-solusi perancangan
baru
tempat
yang
potensial.
tidur
periksa
Morphology
bagi
pasien
Chart lansia
dapat dilihat pada Tabel 5.8. Tabel 5.8. Morphology Chart Atribut
Alternatif 2
1
3
Bahan rangka tempat tidur periksa
Kayu jati
Kayu bangkirai
Kayu mahoni
Bantalan
Dari busa empuk
Dari busa sedang
Dari busa keras
Pelapis bantalan
Plastik
Kain
Bentuk tempat tidur periksa
Hanya 1 bagian bed
Terdiri dari 2 bagian bed (atas dan bawah)
Bentuk alat bantu duduk/berdiri
Bulat
Kotak
Berdasarkan Tabel 5.8 di atas diperoleh kombinasi alternatif sebanyak 3 x 3 x 2 x 2 x 2 = 72 alternatif. Karena kombinasi alternatif yang terlalu banyak, maka perlu dilakukan beberapa eliminasi terhadap alternatif yang tersedia, sebagai berikut:
84
1) Bahan rangka Pertimbangan
: kayu mahoni dihilangkannya
alternatif
ini
karena dari segi keawetan kayu mahoni termasuk jenis kayu yang kurang awet dan mudah rapuh. Kayu mahoni masuk pada kriteria kelas awet III. 2) Bantalan : dari busa empuk Pertimbangan
dihilangkannya
alternatif
ini
karena bantalan dari busa empuk dalam pemakaian jangka
waktu
tertentu
akan
menyebabkan
busa
cepat tipis. Selain itu busa yang terlalu empuk akan
menyulitkan
tempat
tidur
pasien
periksa
untuk karena
bangun
dari
badan
akan
cenderung tenggelam ke dalam busa tersebut. 3)
Bentuk tempat tidur periksa : hanya 1 bagian bed. Pertimbangan
dihilangkannya
alternatif
ini
karena bentuk ini akan menyulitkan pasien untuk memposisikan
tubuhnya
saat
akan
berbaring
mengingat posisi pijakan kaki berada di ujung tempat tidur periksa bukan di samping. 4)
Bentuk alat bantu: kotak Pertimbangan karena
dihilangkannya
genggaman
mendekati
alternatif
tangan
lingkaran.
Bentuk
manusia kotak
ini
hampir
dapat
juga
menyebabkan pemegangan terasa tidak nyaman dan terasa sakit karena terkena bagian sudut alat bantu. Setelah
melalui
tahap
screening
di
atas,
maka
kombinasi alternatif yang terbentuk untuk dianalisis pada weighted objective adalah 2 x 2 x 2 x 1 x 1 Alternatif
yang
baru
adalah
85
8
alternatif.
Hasil
pembangkitan
alternatif
dari
kombinasi
alternatif
semula dapat dilihat pada Tabel 5.9 di bawah ini.
Tabel 5.9. Hasil Pembangkitan Alternatif Alter natif
Bahan rangka kursi
Bantalan
Pelapis Bantalan
1
Jati
busa sedang
plastik
2
3
4
5
6
7
Jati
Jati
Jati
Bangki rai
Bangki rai
Bangki rai
busa keras
busa sedang
busa keras
busa sedang
busa keras
busa sedang
Bentuk tempat tidur periksa Terdiri dari 2 bagian bed (atas dan bawah)
Bentuk alat bantu
bulat
plastik
Terdiri dari 2 bagian bed (atas dan bawah)
bulat
kain
Terdiri dari 2 bagian bed (atas dan bawah)
bulat
kain
Terdiri dari 2 bagian bed (atas dan bawah)
bulat
plastik
Terdiri dari 2 bagian bed (atas dan bawah)
bulat
plastik
Terdiri dari 2 bagian bed (atas dan bawah)
bulat
kain
Terdiri dari 2 bagian bed (atas dan bawah)
bulat
86
Lanjutan Tabel 5.9
Alter natif
8
Bahan rangka kursi
Bantalan
Bangki rai
Pelapis Bantalan
Bentuk tempat tidur periksa
Bentuk alat bantu
kain
Terdiri dari 2 bagian bed (atas dan bawah)
bulat
busa keras
5.4.6. Evaluating Alternative
Untuk mengevaluasi alternatif-alternatif yang ada dipakai metode weighted objectives yang membandingkan nilai guna suatu usulan alternatif perancangan produk yang
berdasarkan
pada
perbedaan
performansi
dengan
bobot yang objektif. a.
Pemberian Bobot Tabel
berikut
tiap-tiap
menjelaskan
kriteria
diperoleh
dari
pemberian
yang hasil
bobot
diinginkan. kuesioner
pada
Rangking preferensi
responden. Nilai pada kolom bobot didapatkan dengan membagi dengan
masing-masing jumlah
berurutan,
bobot
total
nilai
pada
ranking.
terbesar
kolom
Kemudian
diberikan
pada
ranking secara ranking
tertinggi dan bobot terkecil diberikan pada ranking terendah.
87
Tabel 5.10. Pembobotan Obyektif untuk Setiap Kriteria Kriteria
b.
Ranking
Nilai
Bobot
1
9
0,2
Sesuai anthropometri dewasa dan lansia Tidak menimbulkan cedera saat digunakan Mudah digunakan
2
8
0,1778
6
4
0,0889
Konstruksi kuat
3
7
0,1556
Tidak mudah rusak Mudah perawatannya Ada alat bantu bangun dan untuk naik turun Bahan rangka sesuai selera lansia Biaya pengerjaan murah Total
4
6
0,1333
8
2
0,0444
5
5
0,1111
7
3
0,0667
9
1
0,0222
45
45
1
Penentuan Skor Skor yang diberikan dari skala 0 hingga 4 (fivepoint scale). Alternatif yang ada diberi skor 4 jika besaran alternatif telah memenuhi spesifikasi performansinya sepenuhnya
dan
memenuhi
skor
di
bawah
spesifikasi
4
jika
performansi
belum yang
diharapkan. Tabel 5.11. menyajikan deskripsi skala
88
5 titik dalam perancangan tempat tidur periksa bagi pasien lansia.
89
Tabel 5.11. Deskripsi Skala 5 Titik
No 1
Kriteria Kenyamanan a.Busa b.Pelapis busa
2
Keamanan
3
Mudah digunakan
4
Konstruksi kuat a.Kayu
5
Awet/tahan lama a.Kayu b.Busa c.Pelapis busa
0 Sangat tidak nyaman Tidak empuk
1
Skala 2
3
Kurang nyaman
Cukup nyaman
Nyaman
Kurang empuk
Cukup empuk
Empuk
4 Sangat nyaman Sangat empuk
Sangat sulit menyerap keringat
Sulit menyerap keringat
Cukup mudah menyerap keringat
Mudah menyerap keringat
Sangat mudah menyerap keringat
Kurang aman
Cukup aman
aman
Sangat aman
Agak sulit
Cukup mudah
Mudah
Sangat mudah
Kurang kuat
Cukup kuat
kuat
Sangat kuat
Ketahanan tekan ≤ 215 300 kg/cm2
Ketahanan tekan ≤ 300 425 kg/cm2
Ketahanan tekan ≤ 425 650 kg/cm2
Ketahanan tekan ≥ 650 kg/cm2
Sangat tidak aman Sangat sulit Sangat tidak kuat Ketahanan tekan ≤ 215 kg/cm2 Sangat tidak Awet < 5 tahun Sangat cepat tipis Tidak tahan goresan
Kurang Awet
Cukup Awet
Awet
Sangat Awet
5 - 8 tahun Agak cepat tipis Kurang tahan goresan
9 - 12 tahun
Cukup tahan goresan
13 - 16 tahun Tidak cepat tipis Tahan goresan
> 16 tahun Sangat tidak cepat tipis Sangat tahan goresan
Cepat
tipis
6
Mudah dalam perawatannya
Sangat sulit
Agak sulit
Cukup mudah
Mudah
Sangat mudah
7
Ada tidaknya alat bantu bangun dan untuk naik turun
Sangat tidak perlu ada
Tidak perlu ada
Cukup perlu ada
Perlu ada
Sangat perlu ada
8
Bahan rangka sesuai selera lansia
Sangat tidak sesuai
Kurang sesuai
Cukup sesuai
Sesuai
Sangat sesuai
90
Lanjutan Tabel 5.11.
No
9
Kriteria Biaya pengerjaan murah a. Kayu (ukuran 0.03x0.05x4m)
0
1
Skala 2
3
4
Sangat mahal
Mahal
Sedang
Murah
Sangat murah
Rp 40.000,00 Rp 50.000,00 Rp 20.000,00 Rp 30.000,00 Rp 30.000,00 Rp 40.000,00
Rp 30.000,00 Rp 40.000,00 Rp 10.000,00 Rp 20.000,00 Rp 20.000,00 Rp 30.000,00
Rp 20.000,00 Rp 30.000,00 Rp 5.000,00 Rp 10.000,00 Rp 10.000,00 Rp 20.000,00
> Rp 50.000,00
> Rp 30.000,00 b. Busa (per meter) c. Pelapis busa (per meter)
> Rp 40.000,00
91
< Rp 20.000,00
< Rp 5.000,00 < Rp 10.000,00
Untuk menentukan skor ada 2 cara yang digunakan, yaitu: 1)
Untuk skor alternatif dengan nilai yang semakin kecil semakin diinginkan. Cara perhitungan menentukan skor yaitu :
Skor alternatif ke - i =
2)
Nilai alternatif terkecil Nilai alternatif ke - i
x Skor max
Untuk skor alternatif dengan nilai yang semakin besar semakin diinginkan. Cara perhitungan menentukan skor yaitu: Nilai alternatif ke - i
Skor alternatif ke - i =
Penentuan weighted
skor
Nilai alternatif terbesar
untuk
objectives
berbagai evaluation
x Skor max
kriteria adalah
dalam sebagai
berikut. 1)
Kriteria 1: nyaman Atribut yang mempengaruhi tingkat kenyamanan adalah jenis busa dan bahan pelapis busa yang digunakan. Tabel
berikut
adalah
atribut
yang
mempengaruhi
kenyamanan. Tabel 5.12. Jenis Busa dan Bahan Pelapis Bantalan dalam Hal Kenyamanan No. Atribut
Jenis
Bobot
Karakteristik
0,5
Lebih elastis, terasa empuk saat digunakan untuk berbaring kurang elastis, kurang bila dibandingkan empuk dengan busa sedang
Busa sedang 1.
Busa Busa keras
92
Lanjutan Tabel 5.12. No. Atribut
2.
Jenis
Bobot
Karakteristik
0,5
Cenderung terasa panas saat digunakan Tidak menimbulkan rasa panas bila digunakan
ke-8
alternatif
Bahan Plastik pelapis busa Kain
Sehingga
skor
untuk
adalah
sebagai
berikut. Tabel 5.13. Skor Alternatif untuk Kriteria Nyaman
Alternatif
Perhitungan
Skor
Alternatif 1
(2 x 0,5) + (1 x 0,5) (1 x 0,5) + (1 x 0,5) (2 x 0,5) + (3 x 0,5) (1 x 0,5) + (3 x 0,5) (3 x 0,5) + (1 x 0,5) (1 x 0,5) + (1 x 0,5) (3 x 0,5) + (3 x 0,5) (1 x 0,5) + (3 x 0,5)
1,5
Alternatif 2 Alternatif 3 Alternatif 4 Alternatif 5 Alternatif 6 Alternatif 7 Alternatif 8
2)
1 2,5 2 2 1 3 2
Kriteria 2: Tidak menimbulkan cedera saat digunakan Semua alternatif sama-sama diberi skor 4. Hal ini dikarenakan semua alternatif tempat tidur periksa memiliki
faktor
sehingga
kriteria
dispesifikasikan dapat
dipenuhi
keamanan aman
bagi
dalam dengan
yang
relatif
lansia
performance baik
tersebut.
93
dari
yang
sama, telah
spesification
ke-8
alternatif
3)
Kriteria 3: Mudah digunakan Semua alternatif sama-sama diberi skor 3. Tempat tidur
periksa
dirancang
sedemikian
rupa
sehingga
tidak ada bagian yang menimbulkan kesulitan dalam penggunaannya. Tingkat kemudahan dalam penggunaan tempat
tidur
periksa
relatif
sama
untuk
semua
alternatif, sehingga kriteria mudah digunakan yang telah
dispesifikasikan
dalam
performance
spesification dapat dipenuhi dengan baik dari ke-8 alternatif tersebut. 4)
Kriteria 4: Konstruksi kuat Kekuatan Rangka
dipengaruhi kursi
bangkirai.
oleh
terbuat
Kelas
bahan
dari
kuat
rangka
kayu
berbagai
jati
kursi.
dan
jenis
kayu
kayu di
Indonesia ditunjukkan pada Tabel 5.14. Tabel 5.14. Kelas Kuat Kayu Kelas Kuat V IV III II I
Spesifikasi Ketahanan tekanan ≤ 215 Kg/cm2, elastisitas ≤ 360 Kg/cm2. Ketahanan tekanan 215-300 Kg/cm2, elastisitas 360-500 Kg/cm2. Ketahanan tekanan 300-425 Kg/cm2, elastisitas 500-725 Kg/cm2. Ketahanan tekanan 425-650 Kg/cm2, elastisitas 725-1100 Kg/cm2. Ketahanan tekanan ≥ 650 Kg/cm2, elastisitas ≥ 1100 Kg/cm2.
(Sumber: Yap, Felix ; Konstruksi Kayu, 1965)
Kayu jati berada dalam rentang kelas kuat II – III, dan
kayu bangkirai berada dalam rentang kelas kuat
I –II (Yap & Felix, 1965). Karena kayu bangkirai lebih
kuat
daripada
kayu
jati,
maka
untuk
kayu
bangkirai diberi skor 3, sedangkan kayu jati diberi skor 2 Skor untuk ke-8 alternatif dapat dilihat pada Tabel 5.15.
94
Tabel 5.15. Skor Alternatif untuk Kriteria Kuat
5)
Alternatif
Skor
Alternatif 1
2
Alternatif 2
2
Alternatif 3
2
Alternatif 4
2
Alternatif 5
3
Alternatif 6
3
Alternatif 7
3
Alternatif 8
3
Kriteria 5: Tidak mudah rusak Keawetan
tempat
tidur
periksa
dipengaruhi
oleh
atribut jenis kayu, jenis busa, dan bahan pelapis busa. Tabel 5.16. Jenis Kayu, Busa dan Bahan Pelapis Busa dalam Hal Keawetan
No. Atribut 1.
Jenis Jati
Kayu
Bobot
Karakteristik
0,4
Umur pakai ±15 tahun, jarang diserang rayap Umur pakai ≥ 20 tahun, jarang diserang rayap
Bangkirai 2.
3.
Busa sedang Busa keras
Busa Bahan pelapis busa
Dari
Plastik
0,3
Tidak cepat tipis 0,3
Kain
uraian
di
Cepat tipis
atas,
Mudah tergores oleh benda tajam Tidak mudah tergores oleh benda tajam
maka
skor
alternatif adalah sebagai berikut.
95
untuk
ke-8
Tabel 5.17. Skor Alternatif untuk Kriteria Awet
Alternatif
Perhitungan
Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3 Alternatif 4
Alternatif 5
Alternatif 6 Alternatif 7 Alternatif 8
6)
(3 x 0,4) + (2 x 0,3) + (1 x 0,3) (3 x 0,4) + (3 x 0,3) + (1 x 0,3) (3 x 0,4) + (2 x 0,3) + (3 x 0,3) (3 x 0,4) + (3 x 0,3) + (3 x 0,3) (4 x 0,4) + (2 x 0,3) + (1 x 0,3) (4 x 0,4) + (3 x 0,3) + (1 x 0,3) (4 x 0,4) + (2 x 0,3) + (3 x 0,3) (4 x 0,4) + (3 x 0,3) + (3 x 0,3)
Skor 2,1 2,4 2,7 3 2,8
2,8 3,1 3,4
Kriteria 6: Mudah dalam perawatannya Atribut yang berpengaruh dalam hal perawatan adalah dari bahan pelapis busa. Tabel berikut menunjukkan perbandingan
antara
bahan
pelapis
busa
plastik
dengan bahan pelapis busa kain dalam hal perawatan. Tabel 5.18. Jenis Bahan Pelapis Busa dalam Hal Perawatan No.
Jenis Bahan Pelapis Busa
1.
Plastik
2.
Kain
Karakteristik Permukaan halus, debu untuk menempel dan dibersihkan Permukaan lebih dibanding plastik, debu lebih menempel, dibersihkan
96
sulit mudah kasar mudah sulit
Berdasar tabel di atas, diperoleh data bahwa bahan pelapis busa dari plastik lebih mudah perawatannya daripada bahan dari kain, sehingga bahan pelapis busa plastik diberi skor 4, sedangkan bahan pelapis busa
kain
diberi
skor
2.
Tabel
5.19.
berikut
menunjukkan skor untuk tiap alternatif. Tabel 5.19. Skor Alternatif untuk Kriteria Mudah Dirawat
7)
Alternatif
Skor
Alternatif 1
4
Alternatif 2
4
Alternatif 3
2
Alternatif 4
2
Alternatif 5
4
Alternatif 6
4
Alternatif 7
2
Alternatif 8
2
Kriteria 7: Ada alat bantu bangun dan untuk naik turun Pada
penilaian
ini,
semua
alternatif
sama-sama
diberi skor 4 karena semua alternatif tempat tidur periksa memiliki alat bantu bangun dan untuk naik turun. 8)
Kriteria 8: Bahan rangka sesuai selera lansia Pada
penilaian
ini,
semua
alternatif
sama-sama
diberi skor 4 karena semua alternatif tempat tidur periksa menggunakan bahan rangka kayu yang sangat sesuai dengan selera lansia.
97
9)
Kriteria 9: Biaya pengerjaan murah Harga tempat tidur periksa dipengaruhi oleh atribut harga
material.
Perbedaan
harga
material
kayu,
bahan pelapis busa, dan busa menentukan skor untuk tiap atribut. Harga kayu, busa, dan bahan pelapis busa ditunjukkan pada Tabel 5.20. Tabel 5.20. Harga Kayu, Busa dan Bahan Pelapis Busa No
Atribut
1
Kayu
2
Busa
3
Pelapis busa
Jenis Jati Bangkirai Sedang Keras Plastik Kain
Bobot 0.4 0.3 0.3
Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Harga 75.000,00 45.000,00 28.000,00 18.500,00 25.500,00 42.500,00
Untuk menentukan skor dalam hal harga, dipergunakan metode yang semakin kecil semakin diinginkan. Skor untuk masing-masing alternatif dapat dilihat pada Tabel 5.21.
Tabel 5.21. Skor Alternatif untuk Kriteria Biaya pengerjaan murah
Alternatif Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3 Alternatif 4 Alternatif 5
Perhitungan (0 x 0,4) + (1 x 0,3) + (2 x 0,3) (0 x 0,4) + (2 x 0,3) + (2 x 0,3) (0 x 0,4) + (1 x 0,3) + (0 x 0,3) (0 x 0,4) + (2 x 0,3) + (0 x 0,3) (1 x 0,4) + (1 x 0,3) + (2 x 0,3)
98
Skor 0,9 1,2 0,3 0,3 1,3
Lanjutan Tabel 5.21
Alternatif Alternatif 6 Alternatif 7 Alternatif 8
b.
Perhitungan (1 x 0,4) + (2 x 0,3) + (2 x 0,3) (1 x 0,4) + (1 x 0,3) + (0 x 0,3) (1 x 0,4) + (2 x 0,3) + (0 x 0,3)
Skor 1,6 0,7 1
Penilaian Penilaian
terhadap
8
alternatif
tempat
periksa dapat dilihat pada Tabel 5.22.
99
tidur
100
Tabel 5.22. Weighted Objectives Evaluation Tempat Tidur Periksa Bagi Pasien Lansia
No
Kriteria
Bobot (W)
Alternatif 1
Alternatif 2
Alternatif 3
Alternatif 4
Skor
Nilai
Skor
Nilai
Skor
Nilai
Skor
Nilai
(N)
(W x N)
(N)
(W x N)
(N)
(W x N)
(N)
(W x N)
1
Sesuai anthro
0,2
1,5
0,3
1
0,2
2,5
0,5
2
0,4
2
Tidak menimbulkan cedera
0,1778
4
0,7112
4
0,7112
4
0,7112
4
0,7112
3
Mudah digunakan
0,0889
3
0,2667
3
0,2667
3
0,2667
3
0,2667
4
Konstruksi kuat Tidak mudah rusak Mudah perawatannya
0,1556
2
0,3112
2
0,3112
2
0,3112
2
0,3112
0,1333
2,1
0,27993
2,4
0,31992
2,7
0,35991
3
0,3999
0,0444
4
0,1776
4
0,1776
2
0,0888
2
0,0888
Ada alat bantu Sesuai selera lansia Biaya pengerjaan murah
0,1111
4
0,4444
4
0,4444
4
0,4444
4
0,4444
0,0667
4
0,2668
4
0,2668
4
0,2668
4
0,2668
0,0222
0,9
0,01998
1,2
0,02664
0,3
0,0066
0,3
0,0066
Total ∑W=1,0
25,5
2,77781
25,6
2,72446
24,5
2,95561
24,3
2,89
5 6 7 8 9
96
Lanjutan Tabel 5.22.
No
Kriteria
1 Sesuai anthro Tidak menimbulkan cedera
2 3 Mudah digunakan 4 Konstruksi kuat Tidak mudah 5 rusak Mudah 6 perawatannya 7 Ada alat bantu Sesuai selera 8 lansia Biaya pengerjaan 9 murah Total
Alternatif 5
Alternatif 6
Skor
Nilai
Skor
Nilai
Skor
Nilai
Skor
Nilai
(N)
(W x N)
(N)
(W x N)
(N)
(W x N)
(N)
(W x N)
0,2
2
0,4
1
0,2
3
0,6
2
0,4
0,1778 0,0889 0,1556
4 3 3
0,7112 0,2667 0,4668
4 3 3
0,7112 0,2667 0,4668
4 3 3
0,7112 0,2667 0,4668
4 3 3
0,7112 0,2667 0,4668
0,1333
2,8
0,37324
2,8
0,37324
3,1
0,41323
3,4
0,45322
0,0444 0,1111
4 4
0,1776 0,4444
4 4
0,1776 0,4444
2 4
0,0888 0,4444
2 4
0,0888 0,4444
0,0667
4
0,2668
4
0,2668
4
0,2668
4
0,2668
0,0222 ∑W=1,0
1,3 28,1
0,02886 3,1356
0,03552 2,94
0,7 26,8
0,01554 3,27347
1 26,4
0,0222 3,12012
Bobot (W)
1,6 27,4
97
Alternatif 7
Alternatif 8
Berdasarkan
analisis
Weighted
Objectives
Evaluation tempat tidur periksa bagi pasien lansia di atas,
alternatif
yang
mendapat
total
skor
tertinggi
adalah alternatif 7. Maka alternatif 7 dipilih sebagai alternatif yang akan diimplementasikan. Tabel berikut adalah
spesifikasi
alternatif
yang
akan
diimplementasikan. Tabel 5.23. Spesifikasi Tempat tidur periksa yang akan dirancang
Atribut
Keterangan
Bahan rangka kursi Bantalan Bahan pelapis busa Bentuk tempat tidur Bentuk alat bantu bangun
Kayu bangkerai Dari busa sedang Kain Terdiri dari 2 bagian bed Bulat
5.4.7. Penyempurnaan Produk
Tabel periksa
5.24
lama
menunjukan
dengan
perbedaan
tempat
tidur
tempat
tidur
periksa
hasil
rancangan. Tabel 5.24. Perbedaan Tempat tidur periksa lama dengan Tempat tidur periksa hasil rancangan Jenis
Produk Lama
Produk Baru
Bahan rangka
Besi
Kayu
Papan pijakan
Tidak ada
Ada
Alat bantu bangun dan alat bantu untuk naik turun
Tidak ada
Ada
Kasur kapuk
Busa sedang
Bantalan
setebal 3,6cm
98
5.5. Estimasi Biaya
Harga kayu bangkerai ukuran 3cm x 5cm x 400cm = Rp 45.000,00 Harga/cm3 =
Rp 45.000,00 = Rp7,50/cm3 3 6000cm
Harga kayu bangkerai ukuran 6cm x 8cm x 400cm = Rp 140.000,00
Harga/cm3 =
Rp 140.000,00 = Rp7,23/cm3 ≈ Rp.7,50 / cm 3 19200cm3
Harga papan bangkerai ukuran 2cm x 20cm x 400cm = Rp 105.000,00 Harga/cm 3 =
Rp 105.000,00 = Rp6,50/cm 3 16000cm 3
Pemakaian kayu :
- Kaki bagian sisi depan-belakang: 3 cm x 3 cm x 70 cm (4 buah) 630 cm3 x Rp 7,50/cm3 x 4
= Rp 18.900,00
- Kaki bagian sisi samping: 3 cm x 8 cm x 70 cm (4 buah) 1680 cm3 x Rp 7,50/cm3 x 4
= Rp 50.400,00
- Panjang bed atas: 3 cm x 8 cm x 125 cm (2 buah) 3000 cm3 x Rp 7,50/cm3 x 2
= Rp 45.000,00
- Lebar bed atas (bag.ujung): 3 cm x 8 cm x 70 cm 1680 cm3 x Rp 7,50/cm3
= Rp 12.600,00
- Lebar bed atas: 3 cm x 5 cm x 70 cm 1050 cm3 x Rp 7,50/cm3
= Rp 7.875,00
99
- Panjang bed bawah: 3 cm x 5 cm x 40 cm (2 buah) 600 cm3 x Rp 7,50/cm3 x 2
= Rp 9.000,00
- Lebar bed bawah: 3 cm x 5 cm x 70 cm (2 buah) 1050 cm3 x Rp 7,50/cm3 x 2
= Rp 15.750,00
- Penyangga bed atas: 3 cm x 5 cm x 70 cm (3 buah) 1050 cm3 x Rp 7,50/cm3 x 3
= Rp 23.625,00
- Penyangga samping: 3 cm x 5 cm x 70 cm (2 buah) 1050 cm3 x Rp 7,50/cm3 x 2
= Rp 15.750,00
- Penyangga tengah: 2 cm x 4 cm x 125 cm 1000 cm3 x Rp 7,50/cm3
= Rp 7.500,50
- Panjang pijakan kaki: 3 cm x 5 cm x 35 cm (4 buah) 525 cm3 x Rp 7,50/cm3 x 4
= Rp 15.750,00
- Lebar pijakan kaki: 3 cm x 5 cm x 70 cm (2 buah) 1050 cm3 x Rp 7,50/cm3 x 2
= Rp 15.750,00
- Tinggi pijakan kaki: 3 cm x 5 cm x 30 cm (2 buah) 450 cm3 x Rp 7,50/cm3 x 2
= Rp 6.750,00
- Alas pijakan kaki: 2 cm x 20 cm x 70 cm (2 buah) 2800 cm3 x Rp 6,50/cm3 x 2
= Rp 36.400,00
- Penyangga sudut: 2 cm x 20 cm x 20 cm (4 buah) 800 cm3 x Rp 6,50/cm3 x 2
100
= Rp 10.400,00
- Alat bantu untuk naik turun: 3 cm x 3 cm x 135 cm (2 buah) 1215 cm3 x Rp 7,50/cm3 x 2
= Rp 18.225,00
- Alat bantu bangun: 3 cm x 3 cm x 30 cm (2 buah) 270 cm3 x Rp 7,50/cm3 x 2
= Rp 4050,00
Total pemakaian kayu
= Rp 313.725,00
Engsel
= Rp
4.000,00
+ Rp 317.725,00
Busa dan pelapis busa
- Busa sedang: Rp 28.500,00/m x 2 m = Rp 57.000 - Pelapis kain:Rp 42.500,00/m x 2 m = Rp 85.000 Rp142.000,00 Biaya bahan finishing
- Amplas 1,5 50 cm
= Rp
2.500,00
- Lem, paku, baut, sekrup,dll
= Rp
8.000,00
- Dempul plitur (2 bh)
= Rp
1.500,00
- Plitur (1 kaleng)
= Rp
27.000,00
- Kuas
= Rp
3.000,00
- Kaitan
= Rp
12.000,00
Total biaya bahan finishing
= Rp
54.000,00
Biaya tenaga kerja
- Tukang kayu 2 orang (@ Rp 35.000/hari)x 2hari = Rp 140.000,00 - Tukang jok
= Rp
Total biaya tenaga kerja
= Rp 165.000,00
101
25.000,00
Biaya total = Biaya bahan baku + Biaya finishing +
Biaya tenaga kerja =(Rp
317.725,00
+
Rp
142.000,00)
54.000,00 + Rp 165.000,00 = Rp 678.725,00 ≈ Rp 679.000,00/unit produk
102
+
Rp
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan
Berdasarkan
hasil
analisis
dan
pembahasan
yang
telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Dari
hasil
pengamatan,
wawancara,
dan
kuesioner
diperoleh data bahwa tempat tidur periksa yang telah ada
di
BP.Panti
Husada
ternyata
kurang
ergonomis
sehingga menimbulkan kesulitan dan ketidaknyamanan bagi
pasien
lansia
yang
menggunakannya.
Desain
tempat tidur periksa yang terlalu tinggi menyebabkan pasien lansia kesulitan untuk menaikinya, selain itu saat posisi duduk di tempat tidur periksa tersebut kaki pasien lansia juga terlalu menggantung. Dari data-data tersebut maka perlu dilakukan perancangan ulang terhadap tempat tidur periksa tersebut. 2. Dimensi
dan
ukuran
tempat
tidur
periksa
hasil
rancangan serta spesifikasi bahan ditunjukkan pada tabel 5.25 berikut:
107
Tabel 5.25. Tabel Dimensi, Ukuran, dan Spesifikasi Tempat Tidur Periksa Hasil Rancangan
Dimensi a.Panjang bed atas b.Panjang bed bawah c.Lebar tempat tidur periksa d.Tinggi tempat tidur periksa e.Lebar pijakan kaki f.Tinggi pijakan kaki g.Tinggi alat bantu h.Diameter alat bantu
Ukuran 125cm 40cm
i.Tebal bantalan
Spesifikasi bahan Kayu bangkirai Kayu bangkirai
70cm
Kayu bangkirai
70cm 30cm 30cm 135cm 3cm
Kayu Kayu Kayu Kayu Kayu
3,6cm
Plitur warna brown merk 'KUPU'
bangkirai bangkirai bangkirai bangkirai bangkirai
Busa sedang,kain oscar
Warna kain no.2022
3.Estimasi biaya yang harus dikeluarkan untuk membuat satu
unit
tempat
tidur
periksa
adalah
Rp
679.000,00/unit produk. 6.2. Saran
Penelitian
selanjutnya
dapat
dilakukan
dengan
mengananalisis dari segi biomekanika lansia sehingga dapat
lebih
meningkatkan
hasil rancangan.
108
tingkat
keamanan
produk
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1993, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ed-2, Balai Pustaka, Jakarta. Anonim, 2004, Pengolahan Data Statistik dengan SPSS 12, Edisi 1, Andi: Yogyakarta, Wahana Komputer: Semarang. Cross, N., 1994, Engineering Design Methods, John Wiley & Sons, Inc, New York. Christanti, 2006, Skripsi: Perancangan Sandal Bagi Wanita Lansia Yang Ergonomis, Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta. Dewa, P.K., 1998, Analisis Perancangan Kerja 1, Cet-1, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta. Nugroho,W, 1995, Perawatan Lanjut Usia, Penerbit Buku Kedokteran ECG, Jakarta. Nurmianto,
E.,
1996,
Ergonomi,
Konsep
Dasar
dan
Aplikasinya, PT. Guna Widya, Surabaya.
Panero dan Zelnik, 1979, Dimensi Interior, Erlangga, Jakarta.
Manusia
&
Ruang
Pulat, B. Mustafa, 1992, Fundamentals of Industrial Ergonomics, AT & T Network Systems, Oklahoma. Sanders dan Cormick, 1987, Human Factor in Engineering and Design, Mc. Graw Hill Book, New York. Santoso, G., 2004, Ergonomi Manusia, Peralatan dan Lingkungan, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta. Sutalaksana, I.Z., dkk, 1979, Teknik Tata Cara Kerja, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
109
Tarwaka, dkk, 2004, Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas, Ed-1, Cet-1, Uniba Press, Surakarta. Wignjosoebroto, S., 1995, Ergonomi:Studi Waktu, Ed-1, PT. Guna Widya, Jakarta.
Gerak
dan
Wirawan, Cock , Jahe dan Cabe Sebagai Terapi Kanker, Diakses
26
Mei
2007,
(http://
artikel-
kesehatan.blogspot.com).
Yap, Felix, 1965, Konstruksi Kayu, Binacipta, Bandung.
110
LAMPIRAN
111
Lampiran 1 KUISIONER Saya
adalah
Yogyakarta topik
yang
Usulan
ergonomis
sedang pasien
bantuan
Universitas
melakukan
Perancangan
bagi
mengharapkan
mahasiswa
Tempat
Lanjut
Atma
Jaya
Tugas
Akhir
Tidur
Periksa
usia.
Untuk
Saudara/Saudari
dengan yang
itu
untuk
saya
mengisi
kuisioner ini untuk kepentingan Tugas Akhir saya. Atas kesediannya saya ucapkan terima kasih. Bagian 1 Petunjuk :
Berikan tanda checkmark ( √ ) pada kotak sesuai jawaban yang Anda berikan. 1.
Apa jenis kelamin Anda?
□ □ 2.
Wanita
Berada dalam rentang berapa usia Anda saat ini?
□ □ □ 3.
Pria
60 – 70 tahun 71 – 80 tahun 81 tahun ke atas
Seberapa
seringkah
anda
menggunakan
tempat
tidur
periksa di Balai Pengobatan Panti Husada?
□ □ □
Sering
(lebih dari 4 kali dalam sebulan)
Kadang-kadang (1 sampai 4 kali dalam sebulan) Tidak pernah
112
Bila jawaban Anda pada no. 4 adalah Anda sering atau
kadang-kadang
periksa,
maka
jawaban
Anda
menggunakan
dilanjutkan tidak
ke
pernah
tempat
pertanyaan Anda
cukup
tidur 5.
Bila
menjawab
sampai pertanyaan no.4 ini. 4.
Apakah
Anda
mengalami
kesulitan
dalam
proses
menggunakan tempat tidur periksa?
□ □
Ya Tidak
Bila jawaban Anda pada no. 5 adalah Anda merasa kesulitan, maka dilanjutkan ke pertanyaan 6. Bila jawaban Anda tidak, maka dilanjutkan ke pertanyaan no.7 5.
Kesulitan seperti apa yang paling Anda rasakan saat menggunakan tempat tidur periksa?
□ □ □ 6.
Sulit saat akan menaikinya (dari posisi berdiri ke posisi duduk ) Sulit saat akan bangun (dari posisi berbaring ke posisi duduk) Sulit saat akan menuruninya (dari posisi duduk ke posisi berdiri kembali)
Apakah
Anda
merasa
nyaman
dengan
tempat
tidur
periksa yang ada saat ini?
□ □
Ya, saya merasa nyaman Tidak, saya merasa tidak nyaman
Bila jawaban Anda pada no. 7 adalah tidak nyaman, maka dilanjutkan ke pertanyaan 8.
113
7.
Bagian
tubuh
nyaman
ketika
manakah
yang
menggunakan
tersebut?
□ □ □ □
Pinggang Punggung Kaki Lainnya..............
114
terasa tempat
paling
tidur
tidak periksa
Bagian 2 Preferensi Responden Petunjuk :
Berikan
penilaian
terhadap
kriteria-kriteria
berikut
ini dengan memberi tanda checkmark ( √ ) pada kolom sesuai pilihan Anda. No
Kriteria
Sangat Tidak Cukup Sangat tidak Penting penting penting penting penting
Sesuai anthropometri
1. dewasa dan lansia Tidak
menimbulkan
2. cedera saat digunakan Mudah
3. digunakan Konstruksi
4. kuat
Tidak mudah
5. rusak
Mudah dalam
6. perawatannya Ada alat bantu bangun
7. dan untuk
naik turun. Bahan rangka
8. sesuai selera lansia Biaya
9. pembuatan murah
115
Skor : Sangat tidak penting Tidak penting Cukup penting Penting Sangat penting
= = = = =
116
1 2 3 4 5
Lampiran 2 Output SPSS Kuesioner Output Kuesioner Untuk Lansia Jenis Kelamin
Valid
pria wanita Total
Frequency 8 32 40
Percent 20.0 80.0 100.0
Valid Percent 20.0 80.0 100.0
Cumulative Percent 20.0 100.0
USIA
Valid
60 - 70 thn 71 - 80 thn > 81 thn Total
Frequency 27 10 3 40
Percent 67.5 25.0 7.5 100.0
Cumulative Percent 67.5 92.5 100.0
Valid Percent 67.5 25.0 7.5 100.0
Frekuensi Pemakaian Tempat Tidur Periksa
Valid
sering kadang - kadang tidak pernah Total
Frequency 7 28 5 40
Percent 17.5 70.0 12.5 100.0
Valid Percent 17.5 70.0 12.5 100.0
Cumulative Percent 17.5 87.5 100.0
KESULITAN PENGGUNAAN TEMPAT TIDUR PERIKSA
Valid
ya tidak Total
Frequency 26 9 35
Percent 74.3 25.7 100.0
117
Valid Percent 74.3 25.7 100.0
Cumulative Percent 74.3 100.0
Kesulitan yang Dialami Responden Saat Menggunakan Tempat Tidur Periksa
Valid
naik bangun turun Total
Frequency 11 8 7 26
Percent 42.3 30.8 26.9 100.0
Valid Percent 42.3 30.8 26.9 100.0
Cumulative Percent 42.3 73.1 100.0
Kenyamanan Responden Saat Menggunakan Tempat Tidur Periksa
Valid
ya tidak Total
Frequency 9 26 35
Percent 25.7 74.3 100.0
Valid Percent 25.7 74.3 100.0
Cumulative Percent 25.7 100.0
Bagian Tubuh Responden Yang Merasa Tidak Nyaman
Valid
Pinggang Punggung Kaki Lainnya Total
Frequency 12 10 2 2 26
Percent 46.2 38.5 7.7 7.7 100.0
118
Valid Percent 46.2 38.5 7.7 7.7 100.0
Cumulative Percent 46.2 84.6 92.3 100.0
Lampiran 3 HASIL PREFERENSI RESPONDEN No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Q1 5 5 4 5 5 4 3 5 5 3 3 4 3 5 5 4 4 5 5 5 4 5 5 4 3 4 4 5 4 5 4 5 3 5 5 4 5 5 4 5
Q2 5 5 4 5 4 4 4 5 4 3 4 4 3 4 5 3 4 5 5 5 4 4 5 5 4 4 3 5 5 5 4 5 4 5 3 3 4 4 4 5
Q3 5 5 3 4 4 4 4 5 4 3 3 3 3 5 4 3 4 5 4 5 4 4 5 4 5 4 4 5 4 4 4 5 3 4 3 3 4 4 3 3
Q4 5 4 3 4 3 4 3 5 4 4 4 4 3 5 5 3 4 5 4 5 4 5 5 4 5 4 4 4 5 4 3 4 3 4 3 3 4 4 4 5
Q5 4 4 3 4 4 4 4 5 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 5 4 4 4 5 3 4 4 5 4 4 4 4 4 4 5 4 5 4
Q6 4 4 3 4 3 4 4 4 4 3 3 4 4 4 5 4 3 4 5 4 4 3 4 5 5 4 3 3 4 4 4 5 3 5 3 3 4 4 5 3
119
Q7 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 5 5 4 3 3 4 4 4 4 4 5 5 5 5 4 5 3 3 4 3 5 3
Q8 3 3 3 3 4 3 4 4 5 3 3 3 4 3 4 5 3 3 4 4 4 5 5 4 4 5 4 4 5 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Q9 3 3 3 3 3 3 4 3 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 4 4 3 4 3 4 4 4 4 2 3 3 5 4 3 2 2 3 4 3 4 4
Total 38 37 29 36 34 34 34 40 38 29 31 34 31 37 39 32 32 38 40 41 34 38 39 38 38 38 33 36 39 39 38 41 31 38 30 30 38 35 38 36
Lampiran 4 ****** Method 1 (space saver) will be used for this analysis ****** R E L I A B I L I T Y
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
A N A L Y S I S
Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 Q6 Q7 Q8 Q9 TOT
Statistics for SCALE
Mean 71.5500
-
S C A L E (A L P H A)
Mean
Std Dev
Cases
4.3750 4.2500 3.9750 4.0500 4.0250 3.8750 4.0000 3.9000 3.3250 35.7750
.7403 .7071 .7334 .7143 .5305 .6864 .6405 .6718 .6558 3.4677
40.0 40.0 40.0 40.0 40.0 40.0 40.0 40.0 40.0 40.0 N of Variables 10
Variance 48.1000
Std Dev 6.9354
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected ItemTotal Correlation
Alpha if Item Deleted
67.1750 67.3000 67.5750 67.5000 67.5250 67.6750 67.5500 67.6500 68.2250 35.7750
42.7635 41.1897 41.4814 42.2051 44.4609 42.2250 43.8949 45.4641 45.2558 12.0250
.4945 .7063 .6437 .5802 .4746 .6058 .4471 .2411 .2736 1.0000
.7141 .6971 .7012 .7077 .7231 .7069 .7212 .7362 .7338 .7376
Item-total Statistics
Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 Q6 Q7 Q8 Q9 TOT
Reliability Coefficients N of Cases = Alpha =
40.0
N of Items = 10
.7377
120
Correlations
Q1
Q2
Q3
Q4
Q5
Q6
Q7
Q8
Q9
TOT
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Q1 1.000 . 40 .551** .000 40 .490** .001 40 .400* .011 40 .302 .058 40 .145 .372 40 .000 1.000 40 .077 .635 40 -.152 .350 40 .573** .000 40
Q2 .551** .000 40 1.000 . 40 .606** .000 40 .584** .000 40 .325* .041 40 .436** .005 40 .340* .032 40 -.054 .741 40 -.014 .933 40 .756** .000 40
Q3 .490** .001 40 .606** .000 40 1.000 . 40 .590** .000 40 .199 .217 40 .350* .027 40 .218 .176 40 -.005 .975 40 .017 .915 40 .704** .000 40
Q4 .400* .011 40 .584** .000 40 .590** .000 40 1.000 . 40 .267 .095 40 .275 .086 40 .056 .731 40 -.043 .793 40 .074 .650 40 .646** .000 40
Q5 .302 .058 40 .325* .041 40 .199 .217 40 .267 .095 40 1.000 . 40 .220 .172 40 .151 .353 40 .223 .167 40 .197 .223 40 .533** .000 40
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
121
Q6 .145 .372 40 .436** .005 40 .350* .027 40 .275 .086 40 .220 .172 40 1.000 . 40 .583** .000 40 .139 .392 40 .263 .101 40 .667** .000 40
Q7 .000 1.000 40 .340* .032 40 .218 .176 40 .056 .731 40 .151 .353 40 .583** .000 40 1.000 . 40 .119 .464 40 .244 .129 40 .519** .001 40
Q8 .077 .635 40 -.054 .741 40 -.005 .975 40 -.043 .793 40 .223 .167 40 .139 .392 40 .119 .464 40 1.000 . 40 .308 .053 40 .331* .037 40
Q9 -.152 .350 40 -.014 .933 40 .017 .915 40 .074 .650 40 .197 .223 40 .263 .101 40 .244 .129 40 .308 .053 40 1.000 . 40 .360* .023 40
TOT .573** .000 40 .756** .000 40 .704** .000 40 .646** .000 40 .533** .000 40 .667** .000 40 .519** .001 40 .331* .037 40 .360* .023 40 1.000 . 40
Lampiran 5 Uji Keseragaman Data
JPK Tabel Perhitungan Harga Rata-Rata Sub Grup Data (Xi) Sub Grup 1 2 3 4 5
108,9 105,8 107,1 107,9 115,1
Rata-rata BKA BKB SD SDr
110,3 106,2 103,4 112 109 108,9 112,3 113 107,6 109,8 105,4 104,1 116,4 106,5 105,8 103,4 113,7 109,1 112,6 112,8 Jumlah Rata-Rata Sub Grup
112,7 113,6 104,5 117,9 106,9
108,2 106 107,7 116,9 118
102 106,9 106,8 107,7 113,6
Rerata 107,96 109,44 106,63 110,31 112,73 547,06
109,41 113,803 105,022 4,1394 1,4635
TPD Tabel Perhitungan Harga Rata-Rata Sub Grup Data (Xi) Sub Grup 1 2 3 4 5
38,5 38 41,2 39,8 43,2
Rata-rata BKA BKB SD SDr
39 40 41,7 45,8 40,6 Jumlah
37,8 38,6 39,6 40,7 40,5 39,1 41,5 39,2 38,1 41,6 Rata-Rata Sub
40,33 42,9188 37,7382 2,4388 0,8623
116
40,2 39 38,5 38,6 38,2 Grup
38,3 42,7 40,2 44,7 38,7
37,8 39 43,5 46,6 45,2
37,3 39,3 40 41,3 39,4
Rerata 38,44 39,79 40,59 42,19 40,63 201,63
SDP Tabel Perhitungan Harga Rata-Rata Sub Grup Data (Xi) Sub Grup 1 2 3 4 5
73,2 72,1 75,5 74 80,1
Rata-rata BKA BKB SD SDr
78 74,8 75,4 82 78,7 Jumlah
72 72,1 71,5 73,2 73 70,3 72,4 70,8 73,9 78,4 Rata-Rata Sub
77,5 71,3 71 76,1 70 Grup
72,2 78,9 73,5 85,5 75,2
73 74 76 80 81,5
70,2 73 72,3 73,7 75,5
Rerata 73,53 73,60 73,38 76,81 76,66 373,98
74,8 78,6401 70,9499 3,6252 1,2817
TSB Tabel Perhitungan Harga Rata-Rata Sub Grup Data (Xi) Sub Grup 1 2 3 4 5
89,4 86,3 89,9 88 96,7
Rata-rata BKA BKB SD SDr
91,1 89,2 83,7 98,2 92,8 Jumlah
88,3 87 89,3 94,3 87,2 87,8 89 88 79,5 93,8 Rata-Rata Sub
89,9 94,5091 85,2809 4,3502 1,538
117
94,1 93,7 88,5 85,7 88,7 Grup
91,6 95,6 87,1 98,5 88,7
92,2 89,7 87,2 96,3 98
83,6 87,7 89,2 83,5 86,7
Rerata 89,66 90,73 87,58 90,90 90,61 449,48
TBB Tabel Perhitungan Harga Rata-Rata Sub Grup Data (Xi) Sub Grup 1 2 3 4 5
123,2 121,8 128,3 124,7 134,3
Rata-rata BKA BKB SD SDr
125,3 120 119,4 128,2 126 127,5 128,3 129,5 127,5 126,5 123,5 122,6 137,2 124,6 121 128,1 129,3 124,2 130,2 126 Jumlah Rata-Rata Sub Grup
126,3 133,3 125,2 137,6 120,6
122,1 122 127,2 138,5 138,2
118 126,2 122,8 124 129,8
Rerata 122,81 126,83 125,45 129,46 129,08 633,63
126,73 132,2133 121,2367 5,1745 1,8294
DGT Tabel Perhitungan Harga Rata-Rata Sub Grup Data (Xi) Sub Grup 1 2 3 4 5
Rata-rata BKA BKB SD SDr
4,3 3,7 3,7 3,5 3,7
3,5 3,6 4,2 4,2 4 3,8 4,2 3,5 3,7 3,4 3,8 3,8 3,7 3,5 4,5 4,3 4,6 3,5 3,7 3,7 Jumlah Rata-Rata Sub Grup
3,81 4,1625 3,4525 0,3347 0,1183
118
3,8 3,7 4,2 3,8 3,2
3,5 4,2 3,5 3,4 3,5
3,8 3,8 4 4,3 3,5
Rerata 3,86 3,86 3,76 3,88 3,68 19.04
PTK Tabel Perhitungan Harga Rata-Rata Sub Grup Data (Xi) Sub Grup 1 2 3 4 5
19 22 22,6 22,6 23,8
Rata-rata BKA BKB SD SDr
21 21,3 21,2 25,7 23,7 Jumlah
21,8 20,8 22,2 23,5 22,7 19,1 22,1 21,6 21,7 23,4 Rata-Rata Sub
22 22,3 20,7 23.4 22,6 Grup
19,3 24,2 21,6 25,3 21,7
21 21,4 22,7 24,7 25,2
20,5 23,2 22,4 21,8 23,4
Rerata 20,68 22,51 21,63 23,40 23,19 111,40
22,28 23,9443 20,6157 1,5691 0,5548
TTM Tabel Perhitungan Harga Rata-Rata Sub Grup Data (Xi) Sub Grup 1 2 3 4 5
21,3 22,4 21 21,9 22,8
Rata-rata BKA BKB SD SDr
24,7 21 19,4 22,8 23,3 24,6 23 23,1 22,8 23,5 25,4 20,6 22 21,8 22,4 Jumlah Rata-Rata Sub
22,5 23,8187 21,1763 1,2456 0,4404
119
22 21,7 22 23,6 23,6 Grup
22,6 24,7 20,5 22 21,6
21,5 22,6 21,8 23,2 23,5
21,8 22,4 22,7 24,2 22,1
Rerata 21,79 23,06 22,11 23,05 22,48 112,49
Lampiran 6 Uji Kecukupan Data Dimensi antro
N
N’
40
4,982
40
12,725
40
8,246
40
8,220
40
5,851
6. Diameter Genggaman Tangan lansia (DGT)
40
27,116
7. Panjang Telapak Kaki lansia (PTK)
40
17,410
8. Tebal Tubuh maksimal lansia (TTM)
40
10,760
1. Jarak Popliteal ke Kepala lansia (JPK) 2. Tinggi Popliteal Duduk lansia (TPD) 3. Setengah Depa lansia (SDP) 4. Tinggi Siku Berdiri lansia (TSB) 5. Tinggi Bahu Berdiri lansia (TBB)
Keterangan: Tingkat Kepercayaan: 99% Tingkat Ketelitian: 5%
120
Lampiran 7 Uji Kenormalan Data One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test JPK N Normal Parameters a,b Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
40 109.6625 4.1317 .129 .129 -.089 .817 .517
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test TPD N Normal Parameters a,b Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
121
40 40.4750 2.6957 .167 .167 -.136 1.055 .216
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test SDP N Normal Parameters a,b Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
40 74.7950 3.6252 .162 .162 -.093 1.023 .246
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test TSB N Normal Parameters a,b Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
40 89.8950 4.3502 .150 .150 -.081 .946 .333
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test TBB N Normal Parameters a,b Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
122
40 126.7250 5.1692 .130 .130 -.079 .824 .505
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test DGT N Normal Parameters a,b Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
40 3.8075 .3347 .209 .209 -.130 1.321 .061
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test PTK N Normal Parameters a,b Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
40 22.2800 1.5691 .094 .094 -.057 .598 .868
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test TTM N Normal Parameters a,b Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
123
40 22.4975 1.2456 .080 .080 -.063 .507 .959
Lampiran 8 Hasil Uji Coba Menurut Responden dalam Penentuan Posisi Alat Bantu Bangun pada Tempat Tidur Periksa Bagi Pasien Lansia
No
Nama Responden
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Ny.Kasan Ny.Suwarti Ny.Painem Ny.Ponco Dikromo Ny.Rubiyati Ny.Marmo Suwito Ny.Mendip Ny.Darmo Suwito Ny.Asmo Rejo Ny.Sumiyem Ny.Sanikem Ny.Parinem Ny.Jami Bp.Sosro Sumpeno Ny.Mulyo Suwito Ny.Adi Sadinem Ny.Lasikem Ny.Sadiyem Ny.Arjo Juminten Ny.Semi Ny.Sariyem Ny.Mangun Rejo Ny.Sajem Ny.Siwuh Ny.Anastasia Kaminem Bp.Subari Ny.Wito Taruno Ny.Jo Setomo Ny.Partomo Bp.Cipto Sudarmo Bp.Wono
Posisi Alat Bantu Bangun Siku Ujung tangan √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
124
Lanjutan No 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Nama Responden Ny.Sabrina Wasikem Bp.Wono Ny.Dalikem Ny.Mangun Taruno Bp.Gono Ny.Ginem Ny.Wagiyah Bp.Merto Kino Bp.Atmo Sigeng Jumlah Persen (%)
Posisi Alat Bantu Bangun Siku Ujung tangan √ √ √ √ √ √ √ √ √ 31
9
77.5
22.5
125
Lampiran 9 Tabel R 5%
TABEL R 5 % N
R
N
R
N
R
N
R
1
0,951
51
0,179
101
0,127
151
0,104
2
0,800
52
0,177
102
0,127
152
0,104
3
0,687
53
0,175
103
0,126
153
0,103
4
0,608
54
0,174
104
0,250
154
0,103
5
0,551
55
0,172
105
0,125
155
0,103
6
0,507
56
0,171
106
0,124
156
0,103
7
0,472
57
0,169
107
0,124
157
0,102
8
0,443
58
0,168
108
0,123
158
0,102
9
0,419
59
0,166
109
0,123
159
0,102
10
0,398
60
0,165
110
0,122
160
0,102
11
0,380
61
0,164
111
0,121
161
0,101
12
0,365
62
0,162
112
0,121
162
0,101
13
0,351
63
0,161
113
0,120
163
0,101
14
0,338
64
0,160
114
0,120
164
0,100
15
0,327
65
0,159
115
0,119
165
0,100
16
0,317
66
0,157
116
0,119
166
0,100
17
0,308
67
0,156
117
0,118
167
0,099
18
0,299
68
0,155
118
0,118
168
0,099
19
0,291
69
0,154
119
0,117
169
0,098
20
0,284
70
0,153
120
0,117
170
0,098
21
0,277
71
0,152
121
0,116
171
0,098
22
0,271
72
0,151
122
0,116
172
0,098
23
0,265
73
0,150
123
0,115
173
0,097
24
0,260
74
0,149
124
0,115
174
0,097
25
0,255
75
0,148
125
0,114
175
0,097
26
0,250
76
0,147
126
0,114
176
0,097
27
0,245
77
0,146
127
0,114
177
0,096
28
0,241
78
0,145
128
0,113
178
0,096
29
0,237
79
0,144
129
0,113
179
0,096
30
0,233
80
0,143
130
0,112
180
0,095
103
Lanjutan Tabel R 5% TABEL R 5 % N
R
N
R
N
R
N
R
31
0,229
81
0,142
131
0,112
181
0,095
32
0,225
82
0,141
132
0,111
182
0,095
33
0,222
83
0,14
133
0,111
183
0,095
34
0,219
84
0,14
134
0,111
184
0,094
35
0,216
85
0,139
135
0,110
185
0,094
36
0,213
86
0,138
136
0,110
186
0,094
37
0,210
87
0,137
137
0,109
187
0,094
38
0,207
88
0,136
138
0,109
188
0,093
39
0,204
89
0,136
139
0,109
189
0,093
40
0,202
90
0,135
140
0,108
190
0,093
41
0,199
91
0,134
141
0,108
191
0,093
42
0,197
92
0,133
142
0,107
192
0,092
43
0,195
93
0,133
143
0,107
193
0,092
44
0,192
94
0,132
144
0,107
194
0,092
45
0,19
95
0,131
145
0,106
195
0,092
46
0,188
96
0,131
146
0,106
196
0,091
47
0,186
97
0,13
147
0,106
197
0,091
48
0,184
98
0,129
148
0,105
198
0,091
49
0,182
99
0,129
149
0,105
199
0,091
50
0,181
100
0,128
150
0,105
200
0,091
104
Lampiran 10
Tempat Tidur Periksa Bagi Pasien Lansia Hasil Rancangan
105
Posisi Pasien Duduk
Dokter + Pasien Saat Proses Pemeriksaan
106