JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 1/NO. 2/JULI/2009
Pengaruh Logoterapi Terhadap Hipertensi Pada Pasien Lanjut Usia Effect of LogoTherapy on Hypertension in the Elderly Agnes Fatimah RSUD Pandan Arang Boyolali
ABSTRACT Background: Behavior cognitive and relaxation types of psychotherapy have been proven effective for treatment of patients with somatic disturbance. However, research into the benefit of logotherapy (LGT) is lacking. Acceptance of conditions gives better meaning of life and psychological approach helps enhance the patient’s coping ability. Coping ability creates balance in the nervous system regulation, HPA axis, innate component, and adaptive immunity system. It in turn will bring about the change in the patient’s blood pressure. This study is aimed to determine the effectiveness of logotherapy on reducing hypertension among elderly patients. Methods: This study used pre and posttest with control group quasi experimental design, conducted from July to October 2008. The study subjects were purposively sampled from members of PWRI (Association of the Elderly of the Republic of Indonesia) in Urutsewu-Ampel Boyolali, Central Java, who met criteria for inclusion. Riester quicksilver sphygmomanometer and Riester stethoscope were used for measuring blood pressure. T-test was used to test the mean difference in the reduction of blood pressure. The analysis was run by SPSS version 15.0 program. Results: There was statistically significant difference in the reduction of systolic blood pressure (p<0.001) and diastolic blood pressure (p=0.019), between the logotherapy group and the control group. Conclusion: Logotherapy administered in conjuction with anti-hypertensive drug reduces systolic blood pressure and diastolic pressure in elderly patients with hypertension. Logotherapy can be used as an additional therapy for patients with hypertension. Keywords: logotherapy, hypertension, elderly
PENDAHULUAN Perubahan pola penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit degeneratif, hormonal, imunologi dan termasuk hipertensi, depresi dan kecemasan membutuhkan penanganan yang melibatkan semua aspek hidup manusia sendiri, meliputi: fisik, psikis, sosial dan spiritual. (Reiff, 2001; Trisnohadi, 2002). Angka kejadian hipertensi di Indonesia masih cukup tinggi sehingga penanganan penyakit ini harus mendapatkan perhatian yang serius. Untuk umur di atas 20 tahun yaitu berkisar 1.8 - 2.8% (Raharjo, 2002). Sekitar 90 - 95% adalah hipertensi esensial, dan dapat dikatakan sebagai pembunuh secara pelanpelan (silent killer) oleh karena apabila tidak mendapatkan penanganan secara optimal maka
146
hipertensi akan menimbulkan komplikasi-komplikasi yang sangat membahayakan terhadap target-target organ dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi (Surachno, 2000), Walaupun demikian sikap dan persepsi penderita belum sepenuhnya menyadari bahaya yang akan terjadi pada penyakit ini, sehingga di Indonesia hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang harus ditangani dengan baik (Raharjo, 2002). Penyebab terjadinya hipertensi pada sebagian besar pasien belum diketahui. Terdapat pendapat bahwa pada hipertensi esensial diketemukan kelainan pada sistem pompa natrium dan kemungkinan lain adalah bersifat kelainan fisiologik dan psikososial (Fujita, 1991; Kaplan dan Sadock, 2004).
FATIMAH/ PENGARUH LOGOTERAPI TERHADAP HIPERTENSI
Psikoterapi logoterapi adalah salah satu bentuk terapi non farmakologik yang diperkenalkan oleh Victor Frankl. Prinsip utama yang terdapat dalam logoterapi mengenai makna hidup manusia dan pengembangan spiritual pada individu ini sesuai untuk diterapkan pada pasien-pasien lanjut usia yang mengalami gangguan somatik maupun psikis (Bastaman, 2007). Di Indonesia pemakaian logoterapi dalam klinis belum ada laporan yang dipublikasikan. Demikian juga dalam jurnal internasional, laporan penggunaannya dalam klinis belum ada. Hal ini menjadi pertanyaan, apakah logoterapi efektif untuk menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi lanjut usia? Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifan Logoterapi terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi lanjut usia. Selain itu, implikasi penelitian ini dapat digunakan dalam penyusunan standard operating procedure (SOP) penatalaksanaan pasien geriatri secara holistik pada tingkat pelayanan pertama dan terapi tambahan (ajuvan) pada penalatalaksanaan pasien dengan gangguan somatik khususnya hipertensi. Geriatri dan Psikososial Penuaan. Istilah ‘geriatri’ berasal dari bahasa Yunani ‘geros’ yang berarti usia lanjut dan ‘iatreia’ yang berarti merawat. Geriatri berarti merawat terapi medis terhadap lanjut usia. Dari banyak literatur dinyatakan bahwa pasien geriatri adalah pasien usia 65 tahun ke atas. Perlunya pembentukan subspesialisasi geriatri juga tidak terlepas dari peningkatan populasi lanjut usia. Diperkirakan pada tahun 2050 jumlah orang berusia 65 tahun ke atas adalah dua kali lipat dari jumlah saat ini, sehingga akan menjadi masalah bagi para klinisi dalam hal diagnosis maupun pengobatannya (Faison dan Steffens, 2001, Darmojo, 2004). Hubungan antara kesehatan mental yang baik dan kesehatan fisik yang baik adalah jelas pada lanjut usia. Efek yang merugikan pada perjalanan penyakit medik yang kronis adalah berhubungan dengan masalah emosional. Sejumlah faktor risiko psikososial mempredisposisi lanjut usia kepada gangguan mental, antara lain: hilangnya peranan sosial, hilangnya otonomi, kematian teman atau sanak saudara, penurunan kesehatan, peningkatan isolasi, keterbatasan finansial, dan penurunan fungsi
kognitif. Hal tersebut dapat mengganggu interaksi sosial yang kontinyu. Bukti yang bertambah menyatakan bahwa mempertahankan aktivitas sosial bermanfaat untuk kesehatan fisik dan emosional (Kaplan dan Sadock, 2003). Sosial ekonomi juga merupakan hal yang sangat penting bagi orang lanjut usia dan masyarakat secara luas. Kondisi sosial ekonomi yang buruk pada lanjut usia mempunyai efek langsung pada kesehatan psikologis dan fisik. Kekhawatiran tentang uang dapat menjadi perhatian obsesif yang mengganggu kesenangan hidup mereka (Kaplan & Sadock, 2003). Perawatan klinis pada pasien medis yang mengalami gangguan psikiatri memiliki beberapa tantangan khusus bagi psikiater. Diagnosis sering sulit ditegakkan, karena gejala klinis bervariasi, mulai dari gangguan klasik dengan pedoman terapi yang telah dikenal baik, sampai bentuk atipikal. Kerentanan fisik karena penyakit medis membatasi pilihan terapi (Kaplan dan Sadock, 2000). Hipertensi. Berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi hipertensi primer (esensial, idiopatik) dan hipertensi sekunder (identifiable causes). Studi ini hanya meneliti hipertensi primer atau hipertensi esensial, selanjutnya disebut hipertensi. Hipertensi merupakan masalah kesehatan global yang memerlukan penanggulangan dengan baik. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi prevalensi hipertensi seperti ras, umur, obesitas, asupan garam yang tinggi, dan adanya riwayat hipertensi dalam keluarga, penggunaan alkohol, kebiasaan merokok, adanya stres, dan lainlain, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitasnya (Yogiantoro, 2006; Kaplan, 2002; Diane, 1998). Hipertensi terjadi pada umur pertengahan dan umur tua (Mufunda, 2001), dan hipertensi sistolik sering terjadi pada usia lanjut (Lestariningsih, 2002). Di Indonesia sampai saat ini belum terdapat penelitian yang bersifat nasional dan multisenter, yang dapat menggambarkan prevalensi hipertensi secara tepat. Pada umumnya prevalensi hipertensi berkisar antara 8.6 - 10%. (Yogiantoro, 2006; Susalit, 2001; Raharjo, 2002). Sampai sekarang pengetahuan tentang patogenesis hipertensi primer yang dapat menerangkan terjadinya peningkatan tekanan darah 147
JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 1/NO. 2/JULI/2009
adalah tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer, sehingga berbagai faktor yang mempengaruhi curah jantung dan tahanan perifer akan mempengaruhi tekanan darah (Kaplan, 2002). Patogenesis hipertensi pada lanjut usia sedikit berbeda dengan dewasa muda. Faktor yang berperan pada patogenesis hipertensi pada usia lanjut: (1) Penurunan kadar; (2) Peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium; (3) Penurunan elastisitas pembuluh darah perifer; dan (4) Perubahan ateroma. Faktor lingkungan seperti stres psikososial, obesitas, dan kurang olahraga juga berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi primer (Diane, 2001). Hubungan antara stres dan hipertensi diduga melalui saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Apabila stres berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap. Hal ini pada manusia belum dapat dibuktikan. Akan tetapi pada binatang percobaan dibuktikan bahwa pajanan terhadap stres menyebabkan binatang tersebut menjadi hipertensi sebagaimana penelitian Folkow dan Rubinstein (cit. Benson, 2001) terhadap tikus-tikus yang telah diberi aliran listrik yang dihubungkan dengan hipotalamus sebagai pengaruh respons fight or flight secara berulang-ulang sehingga terjadi hipertensi yang menetap (Susalit, 2004). Gejala hipertensi tidak mempunyai spesifikasi tertentu, gejala seperti sakit kepala, cemas, epistaksis, pusing dan migren dapat ditemukan pada penderita hipertensi, kadang sama sekali tidak terjadi (Kaplan, 2002). Diagnosis diperoleh melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium dan pemeriksaan penunjang. Peninggian tekanan darah sering merupakan tanda klinis utama, maka strategi pengukuran tekanan darah pada penderita hipertensi untuk menentukan diagnosis awal dilakukan minimal 3 kali. Berdasarkan klasifikasi dari JNC-IV (Sixth Joint National Committee Criteria 1997) maka hipertensi pada lanjut usia dapat dibedakan: (1) Hipertensi sistolik (Isolated systolic hypertension); (2) Hipertensi diastolik (Diastolic hypertension); (3) Hipertensi sistolik-diastolik (Darmojo, 2004). Saat ini terapi hipertensi bisa menggunakan obat antihipertensi (OAH) atau tanpa menggunakan obat antihipertensi (Kaplan, 2002). Sebuah meta-analisis 148
menyebutkan bahwa psikoterapi mengurangi tingkat stres pada pasien hipertensi sehingga membantu menurunkan dan menjaga kestabilan tekanan darah (Rainforth et al., 2007). Psikoterapi biofeedback juga telah terbukti dapat membantu menurunkan dan menjaga kestabilan tekanan darah (Moravec, 2008). Logoterapi. Logoterapi mengemukakan tiga asas utama yaitu: (Bastaman, 2007) 1. Hidup tetap memiliki makna dalam setiap situasi, bahkan dalam kepedihan dan penderitaan sekalipun. 2. Setiap manusia memiliki kebebasan yang hampir tak terbatas untuk menemukan sendiri makna hidupnya. 3. Setiap manusia memiliki kemampuan untuk mengambil sikap terhadap penderitaan dan peristiwa tragis yang tidak dapat terelakkan yang menimpa dirinya dan lingkungannya Ketiga asas itu tercakup dalam ajaran logoterapi mengenai eksistensi manusia dan makna hidup sebagaimana berikut: 1. Dalam setiap keadaan termasuk dalam penderitaan seperti apapun, kehidupan selalu mempunyai makna. 2. Kehendak untuk hidup bermakna merupakan motivasi utama setiap orang. 3. Dalam batas-batas tertentu manusia memiliki kebebasan dan tanggung jawab pribadi untuk memilih, menentukan dan memenuhi makna dan tujuan hidupnya. 4. Hidup yang bermakna diperoleh dengan jalan merealisasikan tiga nilai kehidupan, yaitu nilainilai kreatif (creative value), nilai-nilai penghayatan (experentiale value), nilai-nilai bersikap (attitudinal values). Masa tua seringkali dibayangkan orang sebagai suatu keadaan yang penuh dengan kondisi yang tidak menyenangkan. Tetapi ternyata tidak selalu begitu. Masa tua justru dapat memberikan kesempatan untuk lebih peduli pada kondisi kesehatan pribadi, tersedia waktu lebih banyak untuk membina hubungan lebih akrab dengan kerabat, sahabat dan keluarga besar. Berbeda dengan keadaan sebelumnya yang penuh dengan kerja keras. Pada masa tua juga terdapat kesempatan untuk belajar dan menekuni kesenangan
FATIMAH/ PENGARUH LOGOTERAPI TERHADAP HIPERTENSI
dan hobi yang tidak dapat dilakukan sebelumnya, serta lebih termotivasi untuk merenungi pengalaman hidup dan melaksanakan ibadah secara mendalam.
memperluas nilai-nilai itu, dan menjabarkannya menjadi tujuan yang lebih konkrit (Bastaman, 2007; Gutmann, 1996).
Kondisi masa tua yang dihadapi oleh setiap orang tidak sama. Bagi orang yang telah mempersiapkan masa tuanya secara fisik dan mental, akan selalu mendapatkan makna dalam kehidupan usia tua yang membahagiakan dirinya, tetapi bagi orang yang tidak mempersiapkan diri untuk masa tuanya, kehidupan di usia lanjut seringkali menjadi penderitaan yang tiada hentinya, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan dampak gangguan terhadap jiwa maupun fisiknya. Orang lanjut usia yang tidak dapat menemukan makna hidup di usia tua akan mengalami gangguan somatik termasuk hipertensi dengan gejala-gejala seperti sakit kepala, cemas, palpitasi, pusing, epistaksis, migren, tinitus, dan lain-lain.
Hipotesis penelitian ini, yaitu: kombinasi logoterapi dan terapi standar hipertensi lebih efektif menurunkan tekanan darah dibanding terapi standar hipertensi saja pada pasien lanjut usia.
Logoterapi tidak hanya mengemukakan asas dan filsafat manusia yang bercorak humanistik eksistensial, tetapi juga mengembangkan metode dan teknikteknik terapi untuk mengatasi gangguan-gangguan neurosis somatogenik, neurosis psikogenik, dan neurosis noogenik, yakni (1) medical ministry; (2) paradoxical intention; (3) dereflection, dan existential analysis (logoterapi). Pendekatan logoterapi sebagai berikut: 1. Mengambil jarak atas simptom (distance from symptoms), yaitu membantu menyadarkan pasien bahwa simptom sama sekali tidak identik dan ”mewakili” dirinya, tetapi semata-mata merupakan kondisi yang ”dimiliki” dan benarbenar dapat dikendalikan; 2. Modifikasi sikap (modification of attitude) berarti membantu pasien mendapatkan pandangan baru atas diri sendiri dan kondisinya, kemudian menentukan sikap baru dalam menentukan arah dan tujuan hidupnya; 3. Pengurangan simptom (reducing symptoms) merupakan upaya menerapkan teknik-teknik logoterapi untuk menghilangkan sama sekali simptom atau sekurang-kurangnya mengurangi dan mengendalikannya; 4. Orientasi terhadap makna (orientation toward meaning) adalah membahas bersama nilai-nilai dan makna hidup yang secara potensial ada dalam kehidupan pasien. Dalam hal ini, fungsi terapis sekadar membantu memperdalam,
SUBJEK DAN METODE Penelitian ini menggunakan rancangan quasi experimental pre and posttest control group design (Pratiknya, 2003). Penelitian dilakukan di kelompok Persatuan Wredatama Republik Indonesia (PWRI) Cabang Urutsewu – Ampel - Boyolali, mulai tanggal 1 Juli 2008 sampai dengan 2 Oktober 2008. Subjek penelitian adalah semua anggota Persatuan Wredatama Republik Indonesia (PWRI) di Urutsewu-AmpelBoyolali, dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling, besar sampel minimal masing-masing kelompok dapat dibulatkan menjadi adalah 16 orang. Kriteria inklusi meliputi anggota Kelompok Persatuan Wredatama Republik Indonesia (PWRI) di UrutsewuAmpel-Boyolali, umur 65 tahun ke atas, jenis kelamin laki-laki dan perempuan, menderita hipertensi, bersedia mengikuti penelitian yang dibuktikan dengan menandatangani informed consent tertulis, pendidikan minimal tamat SD dan dapat berkomunikasi dalam bahasa Indonesia. Sedangkan kriteria eksklusi adalah: mengalami gangguan mental berat (psikotik), pasien dengan komplikasi gangguan medis umum lainnya. Pada penelitian ini setiap subjek penelitian disertakan hasil laboratorium dan elektrokardiografi dengan hasil dalam batas normal. Variabel bebas adalah jenis perlakuan berupa psikoterapi logoterapi. Variabel terikat adalah tekanan darah yang diukur dengan tensimeter air raksa. Variabel luar yang mempengaruhi hasil penelitian adalah: faktor jenis kelamin, pendidikan, diagnostik penyakit medik umum dan neurologik, komorbiditas dengan gangguan psikiatrik, penggunaan terapi farmakologik/non farmakologik. Instrumen yang digunakan adalah: isian data pribadi, tensimeter air raksa Riester disertai dengan stetoskop Riester. 149
JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 1/NO. 2/JULI/2009
Cara kerja penelitian ini:
digunakan uji Mann Whitney sebagai alternatifnya, kedua kelompok tidak ada perbedaan yang secara statistik bermakna (p=0.792).
1. Pengisian persetujuan penelitian 2. Pengisian data pribadi 3. Pengukuran tekanan darah oleh petugas 4. Pembagian kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, secara acak sederhana. 5. Dilakukan pre-test dan post-test sebelum dan sesudah logoterapi selesai 8. Menganalisis hasil secara statistik Data yang terkumpul dianalisis menggunakan program SPSS versi 15.0. Uji Chi Kuadrat dan Uji t berpasangan dan tidak berpasangan bila memenuhi syarat atau uji alternatifnya yang sesuai yaitu Uji Fisher, Wilcoxon dan Mann Whitney akan dipakai untuk menilai signifikansi hubungan variabel. HASIL-HASIL Tabel 1 menyajikan karakteristik demografi dari kelompok perlakuan logoterapi dan kontrol berdasarkan jenis kelamin, ada tidaknya pasangan, pendidikan. Berdasarkan perhitungan statistik Chi Kuadrat dan alternatifnya tidak didapatkan perbedaan yang secara statistik bermakna antara kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol berdasarkan jenis kelamin (p=0.869), ada atau tidaknya pasangan hidup (p=0.882) dan pendidikan (p=0.875). Jadi secara demografi sampel adalah homogen. Tabel 1. Karakteristik Demografi Jenis Kelamin, Pasangan dan Tingkat Pendidikan Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol
Karakteristik Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Pasangan Ada pasangan Tidak ada Pendidikan : SD SLTP SLTA
2
n 20 10 10
% 100 43 56
n 19 9 10
X P % 100 42.0 0.03 0.869 58.0
11 9
55 45
10 9
52.6 0.22 0.882 47.4
15 3 5
65 13 22
15 1 3
71.0 0.59 0.875 5.0 16.0
Tabel 2, karakteristik umur dilakukan uji t tidak berpasangan, karena distribusi data tidak merata
150
Tabel 2. Karakteristik Demografi Umur dari Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol Pasien Lanjut Usia dengan Hipertensi
LOGOTERAPI KONTROL p Z Mean SD Mean SD 7.1 69.6 5.6 0.30 0.792 Umur (tahun) 68.9 Karakteristik
Tabel 3 menggambarkan tekanan darah pada kelompok perlakuan dengan logoterapi. Dengan uji t berpasangan, didapatkan perbedaan yang bermakna antara tekanan darah sistolik sebelum dilakukan logoterapi dan sesudah logoterapi (p<0.001). Tekanan darah diastolik terdapat perbedaan bermakna antara pre-test dan post-test (p=0.002). Perbedaan yang terjadi adalah penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik post-test dibandingkan dengan tekanan darah pre-test. Tabel 3. Karakteristik Tekanan Darah Kelompok Logoterapi
Karakteristik Sistolik Diastolik
Tekanan darah Tekanan darah p Z Pretes Postes Mean SD Mean SD 147.0 12.5 130.5 7.6 3.7 0.000 90.5 2.2 85.5 5.1 3.2 0.002
Tabel 4 menggambarkan tekanan darah pada kelompok kontrol. Dengan uji t berpasangan, didapat perbedaan bermakna antara tekanan darah sistolik sebelum (pengukuran awal) dan pengukuran akhir (p=0.009). Sedangkan tekanan darah diastolik tidak berbeda secara bermakna (p=0.579). Perbedaan yang terjadi adalah kenaikan secara bermakna tekanan darah sistolik post-test dibandingkan dengan tekanan darah pre-test, sedangkan tekanan diastolik tidak ada perbedaan yang bermakna antara pre-test dan post-test. Tabel 4. Karakteristik Tekanan Darah Kelompok Kontrol Tekanan darah Tekanan darah p Z Karakteristik Pretes Postes Mean SD Mean SD Sistolik 146.8 10.6 155.8 13.1 2.60 0.009 Diastolik 91.1 3.2 91.8 6.1 0.56 0.579
FATIMAH/ PENGARUH LOGOTERAPI TERHADAP HIPERTENSI
Pada tabel 5 ditampilkan gambaran tekanan darah awal dari kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol. Digunakan Uji Mann Whitney. Tidak terdapat perbedaan bermakna dari kelompok kontrol mencakup; penilaian Mean sistole awal (p=0.901) dan penilaian skor diastolik awal sebelum perlakuan (p= 0.771). Dari hasil ini disimpulkan kedua kelompok adalah berasal dari sampel yang setara atau homogen. Tabel 5. Karakteristik Gambaran Tekanan Darah Awal dan Akhir Kelompok Logoterapi dan Kelompok Kontrol Pasien Hipertensi Lanjut Usia
LOGOTERAPI KONTROL Z p Mean SD Mean SD Sistole awal 147.0 12.5 146.8 10.6 0.1 0.901 2.2 91.1 3.2 0.6 0.771 90.5 Diastole awal Karakteristik
130.5 85.5
Sistole akhir Diastole akhir
7.6 155.8 13.1 7.5 0.001 5.1 91.8 6.1 3.5 0.001
Sedangkan nilai post-test kedua kelompok menunjukkan perbedaan yang bermakna, tekanan darah sistolik (p<0.001) dan tekanan darah diastolik (p=0.001).
Dengan nilai sistole (p<0.001) dan diastole (p = 0.019). Secara statisik terdapat perbedaan yang bermakna antara perubahan (selisih) tekanan darah pre-test dan tekanan darah post-test baik sistolik maupun diastolik. Tabel 6. Perbedaan Mean Selisih Pengukuran Tekanan Darah Sebelum dan Setelah Perlakuan Logoterapi dan Kontrol Pasien Lanjut Usia. KONTROL p Karakteristik t Mean SD Mean SD Sistolik Sebelum15.0 14.9 0.9 11.3 4.24 0.000 Sesudah
Diastolik SebelumSesudah
140 120
130.5
5.2
2.67 0.019
20
5
90.5 85.5
100 80
0.5
15
10
155.79 146.8
147
5.5
Grafik 2 menggambarkan perbedaan selisih tekanan darah pre-test dikurangi post-test pada kelompok logoterapi dan kontrol. Angka negatif mempunyai arti nilai post-test lebih tinggi dari pre-test, dalam hal ini tekanan darah post-test meningkat dari pre-test.
15
180 160
4.8
91.05 91.84
4.75
0 Logoterapi
Kontrol-0.53
-5
60 40
-7.89
-10
20 0
Sistole Pre-Pos
Logoterapi Sistole Pretes
Kontrol
Sistole Postes Diastole Pretes Diastole Postes
Grafik 1. Perbandingan Mean Tekanan Darah Sistole dan Diastole pada Kelompok Logoterapi dan Kontrol.
Diastole Pre-Pos
Grafik 2. Perbedaan Selisih Pre-Post Sistolik dan Diastolik antara Kelompok Logoterapi dan Kontrol
PEMBAHASAN
Grafik 1 di atas menggambarkan histogram tingginya nilai tekanan darah sistolik dan diastolik kedua kelompok logoterapi dan kontrol.
Subjek Penelitian. Karakteristik demografi kelompok perlakuan dan kontrol setara. Karakteristik demografi tersebut mencakup jenis kelamin, umur, ada tidaknya pasangan hidup dan pendidikan.
Tabel 6 menunjukkan, dengan uji Mann Whitney didapatkan terdapat perbedaan Mean selisih skor tekanan darah yang bermakna secara statistik baik mean selisih skor sistole maupun diastole di antara kelompok logoterapi dan kontrol.
Demikian juga kelompok perlakuan dan kontrol setara dalam hal skor awal sistolik dan diastolik, yang mana dengan perhitungan statistik tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna pada skor awal sistolik dan diastolik. 151
JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 1/NO. 2/JULI/2009
Penilaian tekanan darah. Penelitian ini menemukan perbedaan yang bermakna pada penurunan tekanan darah sistolik antara kelompok perlakuan dibandingkan kelompok kontrol (p<0.001). Kelompok perlakuan menunjukkan penurunan tekanan darah lebih besar secara bermakna dibandingkan kelompok kontrol. Demikian juga terdapat perbedaan yang bermakna dalam perubahan skor tekanan darah diastolik (p=0.001), antara kelompok yang mendapatkan logoterapi dan kontrol. Perbedaan yang lebih nyata ditunjukkan antara rata-rata selisih pre-test dan posttest antara kedua kelompok. Mean perubahan angka sistolik kelompok logoterapi sebesar 15.0 mmHg dengan kelompok kontrol -7.9 mmHg (p<0.001). Mean perubahan angka diastolik kelompok logoterapi 4.8 mmHg dengan kelompok kontrol -0.5 mmHg (p=0.019). Ini menunjukkan bahwa penambahan logoterapi efektif untuk menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi lanjut usia. Temuan ini sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya sebagai contoh, Leibing (1999) melaporkan penelitian prospektif (tapi dengan menggunakan jenis psikoterapi CBT) menunjukkan efek yang bermakna pada pasien rematoid artritis disertai depresi. Demikian juga hasil ini sesuai dengan penelitian White (2001) yang akhirnya menerbitkan pedoman aplikasi CBT pada masalah medik kronik seperti kanker, diabetes, jantung, dan dermatologi (Machale, 2002) Sehubungan dengan penambahan penanganan hipertensi dengan 6 sesi logoterapi, tidak ada pasien yang menyatakan bahwa hipertensinya hilang sama sekali (tekanan darah normal tanpa obat lagi), baik pada kelompok perlakuan maupun pada kelompok kontrol. Penelitian sebelumnya tentang hubungan efek-dosis pada psikoterapi menunjukkan bahwa manfaat terapetik terjadi pada awal pengobatan. Sekitar 25% dari pasien diperkirakan membaik setelah 1 sesi, dan 50% membaik dalam 8 sesi. Limapuluh-lima pasien di klinik rawat jalan dimonitor sesi demi sesi untuk bukti perubahan yang bermakna secara klinis. Hasil menunjukkan hanya 22% pasien “pulih” (sesuai difinisi penelitian ini) setelah 6 sesi, dengan pemulihan paling awal adalah setelah 2 sesi (Kadera et.al, 1996). Dukungan hasil penelitian-penelitian tersebut adalah didasarkan pada teori bahwa dengan penambahan psikoterapi diharapkan akan terjadi 152
peningkatan daya coping pasien. Peningkatan daya coping dapat dibentuk dan dikembangkan dengan cara pendidikan dan latihan, yang mana akan dihasilkan penurunan tekanan darah pada pasien (Folkman dan Lazarus 1988, Cit Mulyata, 2005). Dalam hal peranan logoterapi di sini adalah bekerja dengan mempengaruhi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tekanan darah, yaitu; seperti dinyatakan oleh Meliala (2004) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah antara lain: faktor perilaku, kognitif, psikologik, dan fisiologik. Terjadinya peningkatan tekanan darah sistolik maupun diastolik kelompok kontrol pada pengukuran terakhir, menjadikan perhatian kiranya faktor apa yang mempengaruhi sehingga terjadi demikian. Kemungkinan adalah jadwal kontrol berobat yang sebelumnya adalah sebulan sekali menjadi seminggu sekali, perubahan ini mempengaruhi kondisi fisiologis dan psikis subjek kontrol sehingga tekanan darah menjadi meningkat. Berbeda dengan kelompok perlakuan meskipun terjadi perubahan jadual kontrol namun mendapatkan perlakuan tambahan yaitu logoterapi. Keterbatasan Penelitian. Pada penelitian in terdapat beberapa keterbatasan yang mungkin berpengaruh pada hasil dan generalisasi. 1. Penelitian ini tidak menggunakan desain yang dianjurkan, yaitu randomized controlled trial (RCT) sebagai desain standar emas untuk memberikan bukti yang valid tentang efektivitas intervensi, melainkan menggunakan eksperimen kuasi (ekspreimen nonrandomisasi). Berbagai riset menunjukkan, hasil analisis tentang efek intervensi (terapi) dengan menggunakan eksperimen kuasi melebih-lebihkan efek yang sesungguhnya (overestimate) (Murti, 2011). 2. Lokasi dan jumlah sampel terbatas. 3. Sampel tidak dikendalikan dalam hal penggunaan terapi farmakologik untuk hipertensi. 4. Penelitian ini baru mencakup salah satu pendekatan terapi, yaitu pendekatan secara psikologis. 5. Belum dinilai komorbiditas dengan gangguan psikis yang telah diketahui sangat berhubungan dengan hipertensi.
FATIMAH/ PENGARUH LOGOTERAPI TERHADAP HIPERTENSI
6. Terapis dan penilai adalah peneliti sendiri, tentu saja faktor subjektivitas menjadi sangat tinggi, sehingga kemungkinan hasil yang diperoleh dapat mengalami bias. Penelitian ini menyimpulkan, terdapat perbedaan penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi lanjut usia yang mendapatkan logoterapi dibandingkan pasien yang tidak mendapatkan logoterapi. Logoterapi efektif sebagai terapi tambahan untuk pasien hipertensi lanjut usia. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai dasar penyusunan standard operating procedure (SOP) terhadap penatalaksaanaan pasien dengan keluhan hipertensi di pelayanan kesehatan dasar. Selain itu, logoterapi dapat menjadi alternatif terapi tambahan di bidang liaison psychiatry dalam penanganan pasien dengan penyakit kronis pada umumnya dan khususnya dalam penanganan pasien dengan hipertensi. DAFTAR PUSTAKA Bastaman HD (2007). Logoterapi: psikologi untuk menemukan makna hidup dan meraih hidup bermakna. Edisi Pertama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Hal. 36–107. Benson H, Klipper MZ (2000). Metode respons relaksasi. Bandung: Haifa. Diane V, Jacquelin FB, Janice ZP (2001). Depression as a risk factor for coronary heart disease: implication for advance practice nurses. Topic in Advance Practice Nursing eJournal. 1: 3. Gutmann, David (1996). Logotheraphy – for the helping professional: meaningfull social work. , New York: Springer Publishing. Hal. 48-56. Kadera SW, Lambert MJ, Andrew AA (1996). How much therapy is really enough? a session-bysession analysis of the psychotherapy dose-effect relationship. Journal of Psychotherapy Practice and Research. 5: 132-51. Kaplan HI, Sadock BJ (2000). Comprehensive textbook of psychiatry, Edisi ketujuh. New York: Lippincott Williams & Wilkins.
Kaplan HI, Sadock BJ (2003). Synopsis of psychiatry, Edisi keenam. New York: Lippincott Williams & Wilkins. Kaplan HI, Sadock BJ (2004). Kaplan and Sadock comprehensive text book of psychiatry, Edisi kedelapan. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Lestariningsih (2002). Penanganan depresi usia lanjut dengan ACE inhibitor. Naskah lengkap Temu Ilmiah Nasional I dan Konferensi Kerja III, ed Boedhi Darmojo, et al. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Hal. 715-22. Machale S (2002). Managing depression in physical illness. Advances in Psychiatric Treatment. 8: 297-306. Meliala L (2004). Terapi rasional nyeri: tinjauan khusus nyeri neuropatik. Yogyakarta: Aditya Media. Hal. 1-48, 81-97. Moravec CS (2008). Biofeedback therapy in cardiovascular disease: rationale and research overview. Cleveland Clinic Journal of Medicine. 75. S. 2. Murti B (2011). Evidence-Based Medicine. Yogyakarta: Gadjah mada University Press. Mulyata S (2005). Paket penyuluhan dan senam hamil mengurangi stres dan nyeri serta mempercepat penyembuhan luka persalinan. Pidato Pengukuhan Guru Besar. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Pratiknya AW (2003). Dasar-dasar metodologi penelitian kedokteran & kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Rainforth MV, Schneider RH, Nidich SI, Gaylord KC, Salerno JW, Anderson JW (2007). Stress reduction programs in patients with elevated blood pressure: a systematic review and metaanalysis. Curr Hypertens Rep. 9(6): 520–8. Sadock BJ, Sadock VA (2003). Synopsis of psychiatry Edisi kesembilan. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkin. Surachno R, Roesli R (2002). Treating high risk hypertensives. 13th Asian Colloquium in Nephrology, International Society of Nephrology, Bali–Indonesia. Hal. 353-63.
153