PENGARUH PEMODERASI KARAKTERISTIK INDUSTRI TERHADAP HUBUNGAN MOTIVASI DAN TINGKAT MANAJEMEN LABA Dr. Indra Wijaya Kusuma, MBA., Akuntan BAHAYA PENIPUAN INTERNET: STUDI TENTANG KEMAMPUAN KONSUMEN MENDETEKSI PENIPUAN E-COMMERCE Riza Dwi Satria, SE. dan Dr. Fahmy Radhi., MBA. KAJIAN DAMPAK PERTUMBUHAN KAWASAN PERUMAHAN-TOKO (RUKO) DAN KIOS/LOS PASAR TERHADAP PERTUMBUHAN WILAYAH DAN PEREKONOMIAN KABUPATEN SLEMAN Drs. Subagyo, MM. dan Drs. Rudy Badrudin, M.Si. MENAKSIR HARGA SUMBER DAYA ALAM LINGKUNGAN: KASUS DI INDONESIA Achmad Rahajo, M.Sc. DAMPAK KEMAJUAN TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN DAN PENGAUDITAN Drs. Rusmawan Wahyu Anggoro, MSA.
AG
US T
00 4
SIGNIFIKANSI PERBEDAAN REAKSI PASAR TERHADAP PENGUMUMAN LABA ANTARA PERUSAHAAN BESAR DENGAN PERUSAHAAN KECIL: ANALISIS EMPIRIS PADA THIN MARKET Indah Kurniawati, SE., M.Si. dan Dra. Sinta Sudarini, MS.
US 2
ISSN 0853-1269 - Akreditasi No. 118/DIKTI/Kep/2001
Rp7.500,-
Editorial Staff Jurnal Akuntansi Manajemen (JAM) Editor in Chief Djoko Susanto STIE YKPN Yogyakarta Managing Editor Sinta Sudarini STIE YKPN Yogyakarta Editors Al. Haryono Jusup Universitas Gadjah Mada
Indra Wijaya Kusuma Universitas Gadjah Mada
Arief Ramelan Karseno Universitas Gadjah Mada
Jogiyanto H.M Universitas Gadjah Mada
Arief Suadi Universitas Gadjah Mada
Mardiasmo Universitas Gadjah Mada
Basu Swastha Dharmmesta Universitas Gadjah Mada
Soeratno Universitas Gadjah Mada
Djoko Susanto STIE YKPN Yogyakarta
Su’ad Husnan Universitas Gadjah Mada
Enny Pudjiastuti STIE YKPN Yogyakarta
Suwardjono Universitas Gadjah Mada
Gudono Universitas Gadjah Mada
Tandelilin Eduardus Universitas Gadjah Mada
Harsono Universitas Gadjah Mada
Zaki Baridwan Universitas Gadjah Mada
Editorial Secretary Rudy Badrudin STIE YKPN Yogyakarta Editorial Office Pusat Penelitian STIE YKPN Yogyakarta Jalan Seturan Yogyakarta 55281 Telpon (0274) 486160, 486321 Fax. (0274) 486081 (http://v2.stieykpn.ac.id/jurnal)
DARI REDAKSI
Pembaca yang terhormat, Selamat berjumpa kembali dengan Jurnal Akuntansi Manajemen (JAM) STIE YKPN Yogyakarta Edisi Agustus 2004. Kami telah melakukan beberapa perubahan tampilan dan isi JAM. Di samping perubahan-perubahan tersebut, kami juga memberikan kemudahan bagi para pembaca dalam mengarsip dalam bentuk file artikel-artikel yang telah dimuat pada edisi JAM sebelumnya dengan cara mengakses artikelartikel tersebut di website STIE YKPN Yogyakarta (www://stieykpn. ac.id). Semua itu kami lakukan sebagai konsekuensi ilmiah dengan telah Terakreditasinya JAM berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 118/DIKTI/ Kep/2001. Dalam JAM Edisi Agustus 2004 ini, disajikan 6 artikel sebagai berikut: Pengaruh Pemoderasi Karakteristik Industri Terhadap Hubungan Motivasi dan Tingkat Manajemen Laba; Bahaya Penipuan Internet: Studi Tentang Kemampuan Konsumen Mendeteksi Penipuan E-Commerce; Kajian Dampak
Pertumbuhan Kawasan Perumahan-Toko (Ruko) dan Kios/Los Pasar Terhadap Pertumbuhan Wilayah dan Perekonomian Kabupaten Sleman; Menaksir Harga Sumberdaya Alam Lingkungan: Kasus Di Indonesia; Dampak Kemajuan Teknologi Informasi Terhadap Penyajian Laporan Keuangan dan Pengauditan; dan Signifikansi Perbedaan Reaksi Pasar Terhadap Pengumuman Laba Antara Perusahaan Besar dengan Perusahaan Kecil: Analisis Empiris pada Thin Market. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi pada penerbitan JAM Edisi Agustus 2004 ini. Harapan kami mudah-mudahan artikel-artikel pada JAM tersebut dapat memberikan nilai tambah informasi dan pengetahuan dalam bidang Akuntansi, Manajemen, dan Ekonomi Pembangunan bagi para pembaca. Selamat menikmati sajian kami pada edisi ini dan sampai jumpai pada edisi Desember 2004 dengan artikel-artikel yang lebih menarik. REDAKSI.
DAFTAR ISI
PENGARUH PEMODERASI KARAKTERISTIK INDUSTRI TERHADAP HUBUNGAN MOTIVASI DAN TINGKAT MANAJEMEN LABA Dr. Indra Wijaya Kusuma, MBA., Akuntan 1 BAHAYAPENIPUAN INTERNET: STUDI TENTANG KEMAMPUAN KONSUMEN MENDETEKSI PENIPUAN E-COMMERCE Riza Dwi Satria, SE. dan Dr. Fahmy Radhi., MBA. 13 KAJIAN DAMPAK PERTUMBUHAN KAWASAN PERUMAHAN-TOKO (RUKO) DAN KIOS/LOS PASAR TERHADAPPERTUMBUHAN WILAYAH DAN PEREKONOMIAN KABUPATEN SLEMAN Drs. Subagyo, MM. dan Drs. Rudy Badrudin, M.Si. 25 MENAKSIR HARGA SUMBER DAYAALAM LINGKUNGAN: KASUS DI INDONESIA Achmad Rahajo, M.Sc. 37 DAMPAK KEMAJUAN TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAPPENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN DAN PENGAUDITAN Drs. Rusmawan Wahyu Anggoro, MSA. 45 SIGNIFIKANSI PERBEDAAN REAKSI PASAR TERHADAP PENGUMUMAN LABAANTARA PERUSAHAAN BESAR DENGAN PERUSAHAAN KECIL: ANALISIS EMPIRIS PADA THIN MARKET Indah Kurniawati, SE., M.Si. dan Dra. Sinta Sudarini, MS. 51
Jam STIE YKPN - Indra Wijaya Kusuma
Pengaruh Pemoderasi ......
ABSTRACT Small businesses in Indonesia have already proved that
PENGARUH PEMODERASI KARAKTERISTIK ANALISIS PENGARUH TEKANAN KETAATAN INDUSTRI TERHADAP HUBUNGAN MOTIVASI TERHADAP JUDGMENT AUDITOR DAN TINGKAT MANAJEMEN LABA Hansiadi Yuli Hartanto1) *) 2) Indra Kusuma Indra Wijaya Wijaya Kusuma
ABSTRACT Many studies have confirmed the debt covenant hypothesis and political cost hypothesis in regard to the earnings management. This study attempts to improve the earnings management studies by deviding samples based on their industry characteristics (competition level and capital intensity level). Industry characteristics are believed to influence the relationship between size and earnings management and between leverage and earnings management. This study uses sample from Jakarta Stock Exchange. The total number of sample is 80 firms from 12 different industry. Data used are from 1997 to 2001. The analysis is conducted for each specific sub-sample group based on the industry characteristics. The results show that for firms with low competition level, the effect of leverage to earnings management becomes stronger than for firms with high competition level. As for the effect of size to earnings management, the result shows a contrary effect, that is, the small firms tend to manage earnings more than big firms. This effect is stronger for firms with high competition level. This implies that high competition level will weaken political cost hypothesis and low competition level will strengthen debt-covenant hypothesis.
*)
Other results show that for firms with high capital intensity level, the effect of leverage to earnings management becomes stronger. The size effect shows a similar pattern with the level of competition, that is, the small firms tend to manage earnings more than big firms. This effect is stronger for firms with high intensity level. This implies that high capital intensity level will strengthen debt-covenant hypothesis and low capital intensity level will weaken political cost hypothesis. Keywords: Industry effect, earnings management, political cost hypothesis, debt-covenant hypothesis PENDAHULUAN Meskipun terdapat perbedaan pendapat antara literatur di bidang akuntansi di tahun 1960-an dengan Efficient Markets Hypothesis (EMH) mengenai kandungan informasi earnings dan pengaruh perubahan penggunaan metoda akuntansi terhadap pasar saham, Ball dan Brown (1968) membuktikan bahwa pengumuman earnings memiliki kandungan informasi yang berguna di pasar modal. Keduanya menyimpulkan pula bahwa terdapat keterkaitan antara earnings dan harga saham. Pengujian dilakukan dengan mendeteksi adanya unexpected earnings dan abnormal rate of
Dr. Indra Wijaya Kusuma, MBA., Akuntan adalah Dosen Tetap Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada.
1
Jam STIE YKPN - Indra Wijaya Kusuma return untuk mengetahui keterkaitan antara earnings dan harga saham. Selanjutnya melalui pengujian atas hubungan earnings, abnormal rate of return, dan volume perdagangan dibuktikan bahwa earnings memiliki kandungan informasi bagi pelaku pasar modal. Akan tetapi, Grant (1980) berpendapat lain mengenai nilai kandungan informasi earnings dengan dasar EMH yaitu bahwa sebenarnya terjadi kompetisi informasi di pasar modal. Alasannya, terdapat sumber informasi lain yang mempengaruhi para pelaku pasar modal sebelum earnings diumumkan. Hal itu dibuktikan dengan tersedianya sejumlah informasi dan informasi tersebut bervariasi di antara perusahaan. Grant (1980) melakukan pengujian terhadap item-item yang dilaporkan di NYSE dengan OTC, ternyata informasi yang dipublikasikan di OTC memiliki kandungan informasi lebih tinggi dibandingkan dengan informasi di NYSE. Dengan demikian, implikasi kandungan informasi atas earnings dapat bervariasi tergantung pada perusahaan yang menerbitkannya. Perbedaan tersebut terjadi karena manajemen memiliki kewenangan memilih metoda akuntansi atas laporan keuangan yang dilaporkan dan bahkan manajemen berhak memilih akuntan publik untuk mengaudit laporan keuangannya, karenanya lender institutions, investors, dan financial analysts harus mengintepretasikan pengaruhnya terhadap kesejahteraannya (Watts dan Zimmerman, 1986). Alternatif lain adalah bahwa manajemen menggunakan accruals untuk memanipulasi earnings yang diterbitkan melalui transaksi yang sesungguhnya (lihat, DeAngelo et al, 1994 dan Ashari et al, 1994). Terjadinya manipulasi adalah sebagai akibat keinginan manajemen menyamakan kinerja keuangannya sesuai target yang ingin dicapai manajemen berdasarkan rata-rata industri (industry means) (Lev, 1969; Hall dan Stammerjohan, 1997). Perilaku tersebut menurut David dan Peles (1993) disebut dengan industry effect yaitu perubahan yang terjadi bersama-sama lazimnya pada seluruh perusahaan dalam satu jenis industri, sebagai refleksi dari kekuatan eksternal, yang dapat berwujud tindakan independen setiap perusahaan atau perilaku simultan oleh keseluruhan. Dengan demikian, setiap karakteristik industri atau sektor industri tertentu memiliki rata-rata industri yang digunakan untuk target atau benchmark. Implikasinya setiap sektor industri memiliki kandungan
2
Pengaruh Pemoderasi ......
informasi yang berbeda atas earnings yang diterbitkan sesuai dengan rata-rata industrinya. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini berfokus pada perbedaan tingkat manipulasi atas earnings pada sektor industri yang berbeda. Dengan kata lain, penelitian ini ingin mengetahui pengaruh karakteristik industri tertentu terhadap perilaku manipulasi atas earnings. Karakteristik industri yang dipilih dalam penelitian ini dikaitkan dengan tingkat akurasi nilai informasi yang ada pada earnings, karena nilai informasi berkaitan erat dengan keputusan yang diambil para pelaku di pasar modal. Penelitian ini mempergunakan ukuran perusahaan (size) dan leverage dalam mengukur tingkat manipulasi earnings, karena ukuran perusahaan dan leverage berpengaruh terhadap tingkat manipulasi (Ronen dan Sadan, 1976) sebagaimana hipotesis yang berkaitan dengan biaya politis dan biaya perjanjian utang. Oleh karena itu, penelitian ini ingin membuktikan bahwa pengaruh ukuran perusahaan dan leverage dipengaruhi oleh tingkat kompetisi dan tingkat intensitas modal. TELAAH LITERATUR DAN HIPOTESIS Karakteristik Industri, Resiko, dan Manipulasi atas Earnings (Laba) Laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan diharapkan oleh pengguna-nya memiliki kandungan informasi sesuai dengan kebutuhannya. Akan tetapi kenyataannya perusahaan tidak dapat memenuhi seluruh kepentingan pengguna laporan keuangan, karena terdapat berbagai perbedaan kepentingan. Jika perusahaan menghadapi masalah yang berkaitan dengan perjanjian hutang atau biaya politis maka pelaporannya akan berbeda apabila berkaitan dengan kepentingan pemegang saham. Penelitian membuktikan berkaitan dengan bonus plan dan hipotesis debt/equity manajemen terdorong untuk menggunakan prosedur akuntansi yang akan meningkatkan earnings yang dilaporkan. Manajemen akan menggunakan prosedur menurunkan earnings berkaitan dengan hipotesis ukuran perusahaan (Watts dan Zimmerman, 1986). Dengan demikian, menurut Watts dan Zimmerman (1986), jika perusahaan berada pada suatu
Jam STIE YKPN - Indra Wijaya Kusuma kondisi yang harus memilih berbagai kepentingan maka perusahaan akan menerapkan portfolio of procedures yaitu prosedur yang memberikan hasil yang maksimum melalui peningkatan earnings atau penurunan earnings. Oleh karena itu, Zmijewski dan Hagerman (1981) juga membuat hipotesis bahwa biaya politis bervariasi sesuai dengan resiko perusahaan dan perusahaan yang memiliki resiko tinggi lebih menyukai memilih penurunan earnings. Salah satu alasan yang masuk akal atas hipotesis tersebut adalah bahwa perusahaan dengan resiko tinggi akan memiliki variance yang tinggi atas earnings yang dilaporkan dan akan melaporkan laba yang tinggi. Alasan lain adalah adanya biaya atas informasi yang dikeluarkan yang tidak dapat mengeliminasi resiko maka pada level earnings tertentu hal ini tidak diperhatikan. Oleh karena itu, perusahaan besar berkepentingan dengan keinginan menurunkan earnings yang dilaporkan dari yang sesungguhnya. Berkaitan dengan resiko yang melekat pada setiap perusahaan Michelson et al, (1999) membuktikan bahwa rata-rata abnormal returns dari 8 jenis perusahaan (batubara, konstruksi, manufaktur, transportasi dan komunikasi, grosir, retail, keuangan dan asuransi, dan jasa) signifikan berbeda, dan bahkan berbeda pada ukuran perusahaan besar dan kecil. Pengujian dilakukan pula oleh Ashari et al, (1994) atas laba dari operasi, laba sebelum extra ordinary, dan laba setelah pajak disimpulkan bahwa perilaku perataan laba tergantung karakteristik industri. Ahmed et al, (2000) menghubungkan resiko perusahaan dengan job security yang tanggung oleh manajemen karena perusahaan yang beresiko akan lebih mendorong perusahaan (manajemen) dalam melakukan perataan laba. Menurut Baginski et al, (1999) hal itu terjadi karena terdapat hubungan negatif antara tingkat kompetisi dan kemampuan mendapatkan keuntungan dengan kontinyu. Dengan demikian, tingkat manipulasi tidak hanya tergantung pada ukuran perusahaan tetapi juga tergantung pula pada karakteristik perusahaan. Selanjutnya hipotesis penelitian adalah: H1 : Leverage perusahaan mempengaruhi akrual diskresioner (debt covenant hypothesis)
Pengaruh Pemoderasi ......
H2 : Ukuran perusahaan mempengaruhi akrual diskresioner (political cost hypothesis) H3 : Pengaruh leverage terhadap akrual diskresioner akan lebih besar ketika tingkat kompetisi meningkat H4 : Pengaruh ukuran perusahaan terhadap akrual diskresioner akan lebih besar ketika tingkat kompetisi meningkat H5 : Pengaruh leverage terhadap akrual diskresioner akan lebih besar ketika tingkat intensitas modal meningkat H6 : Pengaruh ukuran perusahaan terhadap akrual diskresioner akan lebih besar ketika tingkat intensitas modal meningkat METODE PENELITIAN Data dan Sampel Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data laporan keuangan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dari tahun 1997 sampai 2001. Data laporan keuangan diperoleh dari Indonesian Capital Market Directory. Sampel dipilih dengan kriteria sebagai berikut: 1. Perusahaan masuk dalam kelompok manufaktur 2. Minimal terdapat 3 perusahaan dalam satu klasifikasi industri yang sama 3. Perusahaan memiliki laporan tahunan berturut-turut dari tahun 1997 sampai 2001 Perusahaan dipisahkan menurut karakteristik industri menurut tingkat kompetisi dan intensitas modal. Pengukuran tingkat manipulasi dilakukan terhadap laporan keuangan perusahaan selama 4 tahun (1998-2001) dengan menghitung akrual diskresioner. Berdasarkan keseluruhan sampel yang ada di Bursa Efek Jakarta (BEJ), terdapat 147 perusahaan yang memenuhi kriteria industri manufaktur. Berdasarkan 147 perusahaan yang memenuhi kriteria memiliki data laporan keuangan yang dibutuhkan tahun 1997 sampai dengan 2001 ada sebanyak 80 perusahaan. Delapan puluh lima perusahaan tersebut terbagi dalam beberapa kelompok industri seperti dalam tabel 1 berikut:
3
Jam STIE YKPN - Indra Wijaya Kusuma
Pengaruh Pemoderasi ......
Tabel 1 Jumlah Sampel dan Klasifikasi Industri Jenis industri manufaktur
Jumlah
Food and beverages Tobacco manufacturers Textile mill products Apparel and other textile products Paper and allied products Chemical and allied products Adhesive Plastics and glass products Cement Metal and allied products Stone, clay, glass, and concreteproducts Cable Electronic and office equipment Automotive and allied products Photographic equipment Pharmaceuticals
12 perusahaan 3 7 6 3 4 3 4 3 4 3 4 4 11 3 6
Total sampel
80 perusahaan
Definisi Operasional Variabel Leverage didefinisikan sebagai perbandingan utang total dengan aset total perusahaan. Semakin besar leverage berarti semakin ebsar proporsi utang dalam struktur modal perusahaan. Lev =
Utang Total Aset Total
Ukuran didefinisikan sebagai besar perusahaan ditinjau dari jumlah aset total yang dimiliki. Semakin besar aset total yang dimiliki, semakin besar ukuran perusahaan. Ukuran = In (Aset total) Akrual total didefinisikan sebagai selisih antara laba dengan arus kas operasi. Akrual total positif berarti perusahaan memperoleh laba yang lebih besar daripada arus kas operasinya. Akrual Total = Laba - arus kas koperasi
4
Akrual diskresioner didefinisikan sebagai akrual yang diperoleh dari kebijakan. Untuk mengukur akrual diskresioner digunakan metode Friedlan dengan cara mengurangi akrual total periode ini dengan akrual total periode sebelumnya. Akrual Diskresionert = Akrual Total t - Akrual Total Tingkat kompetisi didefinisikan sebagai ketatnya persaingan dalam industri yang sama. Semakin tinggi tingkat kompetisi berarti semakin besa r motivasi perusahaan untuk melakukan manajemen laba. Pengukuran tingkat kompetisi dihitung dari deviasi standar penjualan dalam industri yang sama dibagi dengan rerata penjualan dalam industri yang sama. Tingkat kompetisi =
Deviasi standar penjualan rerata Penjualan
Tingkat intensitas modal didefinisikan sebagai proporsi aset tetap dibandingkan dengan penjualan. Semakin besar proporsi aset tetap dibandingkan dengan penjualan berarti semakin berisiko struktur aset perusahaan. Intensitas =
Aset Tetap Penjualan
Model Pengujian Untuk pengujian hipotesis 1 dan hipotesis 2 digunakan regresi pool sebagai berikut: DACCit = â0 + â1LEVit + â2 UKURANit + •it (1) Keterangan: DACCit : akrual diskresioner absolut pada perusahaan i tahun t LEVit : leverage perusahaan i pada tahun t UKURANit : ukuran perusahaan i pada tahun t Estimasi DACC dengan mengukur tingkat total accruals menggunakan pendekatan Friedlan, yaitu: DACCit = TACC it- TACC it-1
Jam STIE YKPN - Indra Wijaya Kusuma
Pengaruh Pemoderasi ......
Keterangan: TACCit = perbedaan antara laba dengan arus kas operasi selama periode t TACCit-1 = perbedaan antara laba dengan arus kas operasi selama periode t-1 Untuk pengujian hipotesis 3 dan 4, regresi pool (1) di atas digunakan untuk sampel yang terpisah menurut tingkat kompetisi tinggi dan tingkat kompetisi rendah. Perbedaan antara koefisien dalam tingkat kompetisi tinggi dan rendah akan diuji secara statistik menggunakan uji t. Untuk pengujian hipotesis 5 dan 6, regresi pool (1) di atas digunakan untuk sampel yang terpisah menurut tingkat intensitas modal tinggi dan tingkat intensitas modal rendah. Perbedaan antara koefisien dalam tingkat intensitas modal tinggi dan rendah akan diuji secara statistik menggunakan uji t.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pembahasan hasil dimulai dari penjelasan statistik deskriptif laba, penjualan, arus kas operasi, aset tetap, aset total, utang total, dan leverage. Selanjutnya disajikan hasil perhitungan tingkat kompetisi, tingkat intensitas modal, dan akrual diskresioner yang digunakan dalam penelitian ini. Terakhir disajikan hasil uji hipotesis disertai dengan uji asumsi klasik. Data Deskriptif Tabel 2 berikut menyajikan statistik deskriptif laba, penjualan, arus kas operasi, aset tetap, aset total (ukuran), dan leverage, untuk tahun 1997-2001 (data tahunan).
Tabel 2 Laba, Penjualan, dan Arus Kas Operasi (dalam Jutaan Rupiah), Ukuran Perusahaan (dalam Log Natural Aset Total), dan Leverage (dalam Persentase) Tahun
Laba
Penjualan
Arus Kas Operasi
Aset Tetap
Ukuran
Leverage
1997 1998 1999 2000 2001
(47,130) (131,390) 89,875 (125,300) 84,411
782,347 1,065,100 1,213,870 1,613,943 1,860,806
57,443 150,272 218,127 132,986 163,127
642,206 916,263 872,467 907,491 937,214
1,547,667 1,844,156 1,810,876 2,148,404 2,168,933
0.70 0.81 0.73 0.84 0.81
Berdasarkan tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa nilai penjualan selalu naik dari tahun ke tahun, menandakan pasar yang masih ekspansif. Akan tetapi, laba perusahaan terlihat tidak konsisten dengan kerugian pada tahun 1997, 1998, dan 2000. Utang perusahaan berada pada ambang yang mengkawatirkan yaitu sekitar 70-84% dari aset total yang digunakan. Tingkat Kompetisi Tabel 3 menunjukkan tingkat kompetisi untuk setiap jenis industri manufaktur. Tingkat kompetisi
dicerminkan dari seberapa besar deviasi standar penjualan setelah dibagi dengan rerata penjualan untuk mengkontrol ukuran perusahaan. Bila deviasi standar penjualan besar, maka hal ini berarti bahwa tingkat kompetisi rendah karena perbedaan antara satu dengan lainnya dalam satu industri yang sama sangat tinggi. Sebaliknya, bila deviasi standar rendah, berarti tingkat kompetisi sangat tinggi sehingga semua pemain dalam industri hampir memperoleh porsi penjualan yang sama. Jenis industri adhesive, paper and applied products, dan cement merupakan jenis industri yang tingkat persaingan dalam industri sangat tinggi.
5
Jam STIE YKPN - Indra Wijaya Kusuma
Pengaruh Pemoderasi ......
Sebaliknya, food and beverages, automotive and allied products, dan photographic equipment merupakan jenis industri manufaktur yang tingkat persaingannya rendah sehingga ada 1 atau beberapa perusahaan yang mendominasi penjualan.
Jenis industri manufaktur
Std/rerata penjualan
Tobacco manufacturers Food and beverages Textile mill products Apparel and other textile products Paper and allied products Chemical and allied products Adhesive Plastics and glass products Cement Metal and allied products Stone, clay, glass, and concrete products Cable Electronic and office equipment Automotive and allied products Photographic equipment Pharmaceuticals
0.84 2.13 0.68 1.30
dengan penjualan menunjukkan semakin tinggi intensitas modal yaitu semakin besar aset tertanam di aset tetap untuk suatu tingkat penjualan yang sama. Sebaliknya, semakin kecil rasio aset tetap dengan penjualan menunjukkan semakin rendah intensitas modal yaitu semakin sedikit aset tertanam di aset tetap untuk suatu tingkat penjualan yang sama. Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat bahwa intensitas modal pada tahun 1998 sangat besar (di atas 1) yang berarti bahwa aset tetap yang dimiliki perusahaan terlalu besar dan tidak efisien. Namun, di tahun-tahun berikutnya, intensitas modal tersebut semakin menurun yang mengindikasikan bahwa perusahaan sudah recovery dari krisis moneter tahun 1997-1998 sehingga penjualan sudah semakin baik dan tingkat efisiensi penggunaan aset tetap terlihat semakin membaik.
0.52 0.55
Tabel 4 Tingkat Intensitas Modal Periode 1998-2001
Tabel 3 Tingkat Kompetisi per Jenis Industri Manufaktur
0.25 0.75 0.52 1.17 1.12 1.06 0.88 2.08 1.33 0.94
Tingkat Intensitas Modal Tabel 4 menunjukkan tingkat intensitas modal selama tahun 1998 sampai dengan tahun 2001. Tingkat intensitas modal dicerminkan dari rasio aset tetap dengan penjualan. Semakin besar rasio aset tetap
6
Tahun 1998 1999 2000 2001
Intensitas Modal 1.07 0.94 0.76 0.67
Akrual Diskresioner Tabel 5 menunjukkan rerata akrual total dan akrual diskresioner selama tahun 1998 sampai dengan tahun 2001. Untuk akrual total seluruhnya negatif yang berarti bahwa laba perusahaan lebih kecil daripada arus kas operasinya. Namun, akrual diskresioner menunjukkan bahwa pada terdapat pola di satu tahun negatif, kemudian di tahun berikutnya positif, kemudian kembali negatif, dan terakhir positif. Hal ini menunjukkan bahwa arah manajemen laba menjadi tidak menentu tergantung konteks dari masing-masing perusahaan di tahun-tahun tersebut.
Jam STIE YKPN - Indra Wijaya Kusuma
Pengaruh Pemoderasi ......
Tabel 5 Rata-Rata Akrual Total dan Akrual Diskresioner (dalam Jutaan Rupiah) Tahun 1998 1999 2000 2001
Akrual Total (281,662) (128,252) (258,286) (78,717)
Uji Hipotesis 1 dan 2 Hipotesis 1 ingin menguji debt covenant hypothesis. Hipotesis ini mengatakan bahwa perusahaan yang mempunyai tingkat utang yang tinggi akan berusaha menaikkan laba dengan cara memanipulasi akrual diskresioner. Oleh sebab itu, diduga bahwa tingkat utang (leverage) berkorelasi secara positif dengan manajemen laba yang menggunakan akrual diskresioner. Tabel 6 menunjukkan hasil dari regresi berganda untuk variabel leverage dan ukuran perusahaan sebagai variabel independen dengan variabel akrual diskresioner absolut sebagai variabel dependen untuk keseluruhan sampel (80 perusahaan).
Akrual Diskretioner (177,088) 153,410 (130,034) 179,569
Tabel 6 Hasil Regresi Berganda Leverage dan Ukuran Perusahaan Terhadap Akrual Diskresioner Absolut Coefficientsa
Model 1
(Constant) LEV SIZE
Unstandardized Coefficients B Std. Error .805 .190 8.762E-02 .040 -4.89E-02 .014
Standardi zed Coefficien ts Beta .120 -.191
t 4.244 2.176 -3.450
Sig. .000 .030 .001
Collinearity Statistics Tolerance VIF .985 .985
1.015 1.015
a. Dependent Variable: ABDISAK
Untuk koefisien variabel leverage tingkat signifikansi adalah sebesar 0.03 dengan nilai koefisien 0.0876. Dengan demikian, maka hipotesis nol pertama ditolak dan terbukti bahwa leverage mempengaruhi akrual diskresioner. Hipotesis 2 ingin menguji political cost hypothesis. Hipotesis ini mengatakan bahwa perusahaan yang besar akan berusaha menurunkan laba dengan cara memanipulasi akrual diskresioner. Oleh sebab itu, diduga bahwa ukuran perusahaan berkorelasi secara positif dengan manajemen laba yang menggunakan akrual diskresioner. Hasil regresi menunjukkan koefisien ukuran perusahaan adalah sebesar –0.0498 dengan tingkat signifikansi 0.001. Dengan demikian, hipotesis nol kedua tidak dapat ditolak dan bukti menunjukkan bahwa
ukuran perusahaan berpengaruh secara negatif terhadap akrual diskresioner. Uji terhadap asumsi klasik menunjukkan bahwa regresi bebas dari masalah multikolinearitas, otokorelasi, dan heterokedastisitas. Uji Hipotesis 3 dan 4 Hipotesis 3 ingin membuktikan bahwa terdapat perbedaan hubungan antara leverage terhadap akrual diskresioner untuk tingkat kompetisi yang berbeda. Untuk tingkat kompetisi yang tinggi, korelasi antara leverage dan akrual diskresioner menjadi semakin kuat dan sebaliknya untuk tingkat kompetisi yang rendah, korelasi antara leverage dan akrual menjadi semakin lemah.
7
Jam STIE YKPN - Indra Wijaya Kusuma
Pengaruh Pemoderasi ......
Tabel 7 dan tabel 8 menunjukkan hasil regresi berganda leverage dan ukuran perusahaan terhadap akrual diskresioner absolut untuk sampel dengan tingkat kompetisi tinggi dan untuk tingkat kompetisi rendah. Hasilnya menunjukkan bahwa koefisien leverage untuk tingkat kompetisi tinggi adalah –0.0418 tetapi tidak signifikan (p value=0.71) sedangkan koefisien leverage untuk tingkat kompetisi rendah adalah 0.173 dengan tingkat signifikansi 0.000). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan untuk tingkat kompetisi rendah dan tinggi. Untuk membuktikan perbedaan ini secara statistik, maka dilakukan pengujian perbedaan koefisien. Hasilnya menunjukkan perbedaan koefisien antara tingkat kompetisi rendah dan tinggi adalah sebesar 0.2148
dengan nilai t sebesar 23.5349 yang signifikan pada tingkat 0.001. Dengan demikian, hubungan antara leverage terhadap akrual diskresioner lebih kuat pada tingkat kompetisi rendah dibandingkan dengan pada tingkat kompetisi tinggi. Hal ini berbeda dengan hipotesis yang menyatakan bahwa hubungan akan lebih kuat pada tingkat kompetisi tinggi. Hal ini dapat disebabkan pada saat tingkat kompetisi tinggi, perusahaan yang mempunyai tingkat utang yang besar mendapat pengawasan/monitoring yang lebih ketat dibandingkan pada perusahaan dengan tingkat kompetisi rendah. Hipotesis 4 ingin membuktikan bahwa terdapat perbedaan hubungan antara ukuran perusahaan
Tabel 7 Hasil Regresi Berganda Leverage dan Ukuran Perusahaan Terhadap Akrual Diskresioner Absolut untuk Sampel dengan Tingkat Kompetisi Tinggi Coefficientsa,b
Model 1
(Constant) LEV SIZE
Unstandardized Coefficients B Std. Error 1.131 .385 -4.18E-02 .112 -6.28E-02 .030
Standardi zed Coefficien ts Beta -.033 -.187
t 2.940 -.373 -2.099
Sig. .004 .710 .038
Collinearity Statistics Tolerance VIF .833 .833
1.201 1.201
a. Dependent Variable: ABSDISKR b. Selecting only cases for which KOMP < 1.00
Tabel 8 Hasil Regresi Berganda Leverage dan Ukuran Perusahaan Terhadap Akrual Diskresioner Absolut untuk Sampel dengan Tingkat Kompetisi Rendah Coefficientsa,b
Model 1
(Constant) LEV SIZE
Unstandardized Coefficients B Std. Error .505 .153 .173 .028 -3.49E-02 .011
Standardi zed Coefficien ts Beta
a. Dependent Variable: ABSDISKR b. Selecting only cases for which KOMP > 1.10
8
.432 -.218
t 3.306 6.084 -3.075
Sig. .001 .000 .002
Collinearity Statistics Tolerance VIF .999 .999
1.001 1.001
Jam STIE YKPN - Indra Wijaya Kusuma terhadap akrual diskresioner untuk tingkat kompetisi yang berbeda. Untuk tingkat kompetisi yang tinggi, korelasi antara ukuran perusahaan dan akrual diskresioner menjadi semakin kuat dan sebaliknya untuk tingkat kompetisi yang rendah, korelasi antara ukuran perusahaan dan akrual menjadi semakin lemah. Tabel 7 dan tabel 8 menunjukkan pengaruh ukuran perusahaan terhadap akrual diskresioner absolut untuk sampel dengan tingkat kompetisi tinggi dan untuk tingkat kompetisi rendah. Hasilnya menunjukkan bahwa koefisien ukuran perusahaan untuk tingkat kompetisi tinggi adalah –0.0628 dengan tingkat signifikansi 0.0328 sedangkan koefisien ukuran perusahaan untuk tingkat kompetisi rendah adalah – 0.0349 dengan tingkat signifikansi 0.002. Uji terhadap asumsi klasik menunjukkan bahwa regresi bebas dari masalah multikolinearitas, otokorelasi, dan heterokedastisitas. Untuk membuktikan apakah terdapat perbedaan secara statistik, maka dilakukan pengujian perbedaan koefisien. Hasilnya menunjukkan perbedaan koefisien antara tingkat kompetisi rendah dan tinggi adalah sebesar -0.0279 dengan nilai t sebesar 11.045 yang signifikan pada tingkat 0.001. Dengan demikian, terbukti bahwa terdapat perbedaan antara pengaruh ukuran perusahaan terhadap akrual diskresioner pada tingkat kompetisi rendah dan kompetisi tinggi. Dengan demikian, pengaruh perusahaan kecil pada manajemen laba menjadi semakin kuat pada perusahaan dengan tingkat kompetisi tinggi. Uji Hipotesis 5 dan 6
Pengaruh Pemoderasi ......
Hipotesis 5 ingin membuktikan bahwa terdapat perbedaan hubungan antara leverage terhadap akrual diskresioner untuk tingkat intensitas modal yang berbeda. Untuk tingkat intensitas modal yang tinggi, korelasi antara leverage dan akrual diskresioner menjadi semakin kuat dan sebaliknya untuk tingkat intensitas modal yang rendah, korelasi antara leverage dan akrual menjadi semakin lemah. Tabel 9 dan tabel 10 menunjukkan hasil regresi berganda leverage dan ukuran perusahaan terhadap akrual diskresioner absolut untuk sampel dengan tingkat intensitas modal tinggi dan untuk tingkat intensitas modal rendah. Hasilnya menunjukkan bahwa koefisien leverage untuk tingkat intensitas modal tinggi adalah 0.14 dengan tingkat signifikansi 0.007, sedangkan koefisien leverage untuk tingkat intensitas modal rendah adalah 0.0686 tetapi tidak signifikan (pvalue=0.26). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan untuk tingkat intensitas modal rendah dan tinggi. Uji terhadap asumsi klasik menunjukkan bahwa regresi bebas dari masalah multikolinearitas, otokorelasi, dan heterokedastisitas. Untuk membuktikan perbedaan ini secara statistik, maka dilakukan pengujian perbedaan koefisien. Hasilnya menunjukkan perbedaan koefisien antara tingkat intensitas modal rendah dan tinggi adalah sebesar 0.0714 dengan nilai t sebesar 11.36 yang signifikan pada tingkat 0.001. Dengan demikian terbukti bahwa terdapat perbedaan hubungan leverage terhadap akrual diskresioner pada tingkat intensitas modal rendah dengan pada tingkat intensitas modal tinggi. Hipotesis 6 ingin membuktikan bahwa terdapat
9
Jam STIE YKPN - Indra Wijaya Kusuma
Pengaruh Pemoderasi ......
Tabel 9 Hasil Regresi Berganda Leverage dan Ukuran Perusahaan Terhadap Akrual Diskresioner Absolut untuk Sampel dengan Tingkat Intensitas Modal Rendah Coefficientsa,b
Model 1
(Constant) LEV SIZE
Unstandardized Coefficients B Std. Error 1.026 .384 6.863E-02 .061 -6.21E-02 .029
Standardi zed Coefficien ts Beta
t 2.673 1.130 -2.115
.090 -.168
Sig. .008 .260 .036
Collinearity Statistics Tolerance VIF .999 .999
1.001 1.001
a. Dependent Variable: ABSDISKR b. Selecting only cases for which INTMODAL < .42
Tabel 10 Hasil Regresi Berganda Leverage dan Ukuran Perusahaan Terhadap Akrual Diskresioner Absolut untuk Sampel dengan Tingkat Intensitas Modal Tinggi Coefficientsa,b
Model 1
(Constant) LEV SIZE
Unstandardized Coefficients B Std. Error .401 .202 .140 .051 -2.55E-02 .015
Standardi zed Coefficien ts Beta .218 -.136
t 1.990 2.748 -1.718
Sig. .048 .007 .088
Collinearity Statistics Tolerance VIF .956 .956
1.046 1.046
a. Dependent Variable: ABSDISKR b. Selecting only cases for which INTMODAL > .42
perbedaan hubungan antara ukuran perusahaan terhadap akrual diskresioner untuk tingkat intensitas modal yang berbeda. Untuk tingkat intensitas modal yang tinggi, korelasi antara ukuran perusahaan dan akrual diskresioner menjadi semakin kuat dan sebaliknya untuk tingkat intensitas modal yang rendah, korelasi antara ukuran perusahaan dan akrual menjadi semakin lemah. Tabel 9 dan tabel 10 menunjukkan pengaruh ukuran perusahaan terhadap akrual diskresioner absolut untuk sampel dengan tingkat intensitas modal tinggi dan untuk tingkat intensitas modal rendah. Hasilnya menunjukkan bahwa koefisien ukuran perusahaan untuk tingkat intensitas modal tinggi adalah
10
– 0.0255 dengan tingkat signifikansi 0.088 sedangkan koefisien ukuran perusahaan untuk tingkat intensitas modal rendah adalah –0.0621 dengan tingkat signifikansi 0.036. Untuk membuktikan apakah terdapat perbedaan secara statistik, maka dilakukan pengujian perbedaan koefisien. Hasilnya menunjukkan perbedaan koefisien antara tingkat intensitas modal rendah dan tinggi adalah sebesar -0.0366 dengan nilai t sebesar 14.18 yang signifikan pada tingkat 0.001. Dengan demikian, terbukti bahwa terdapat perbedaan antara pengaruh ukuran perusahaan terhadap akrual diskresioner pada tingkat intensitas modal rendah dan intensitas modal tinggi. Pengaruh perusahaan kecil pada manajemen laba lebih besar pada perusahaan
Jam STIE YKPN - Indra Wijaya Kusuma dengan tingkat intensitas modal tinggi dibandingkan pada perusahaan dengan tingkat intensitas modal rendah. SIMPULAN DAN IMPLIKASI Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan hipotesis debt-covenant dan hipotesis kos politis. Hipotesis debtcovenant mengatakan bahwa perusahaan yang berada pada tingkat utang yang membahayakan cenderung untuk melakukan manajemen laba dengan menggunakan akrual diskresioner untuk menaikkan laba. Hipotesis kos politis mengatakan bahwa perusahaan yang besar cenderung menjadi sorotan publik dan otoritas sehingga berusaha untuk menurunkan laba dengan menggunakan akrual diskresioner. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang mendeteksi hipotesis debt-covenant dan hipotesis kos politis. Dalam penelitian ini diteliti juga apakah pengaruh leverage dan ukuran perusahaan tersebut akan berbeda dalam situasi yang berbeda. Situasi yang berbeda dicerminkan dari tingkat kompetisi dan tingkat intensitas modal. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa hipotesis debt covenant terbukti pada seluruh sampel. Leverage mempunyai hubungan yang positif dan signifikan dengan manajemen laba. Sebaliknya, hipotesis political cost yang menyatakan bahwa perusahaan besar cenderung menurunkan laba dengan akrual diskresioner ternyata tidak terdukung. Sebaliknya, justru perusahaan kecil mempunyai akrual diskresioner yang lebih tinggi. Untuk tingkat kompetisi tinggi, hipotesis kos politik tidak terbukti bahkan sebaliknya bahwa perusahaan kecil mempunyai cenderung melakukan manajemen laba. Hipotesis debt covenant tidak terbukti karena tidak ada hubungan antara leverage dengan manajemen laba. Untuk tingkat kompetisi rendah, hipotesis debt covenant terbukti dan jauh lebih kuat dibandingkan dengan perusahaan pada tingkat kompetisi tinggi. Sebaliknya, kecenderungan
Pengaruh Pemoderasi ......
perusahaan kecil melakukan manajemen laba menjadi berkurang pada tingkat kompetisi rendah. Untuk tingkat intensitas modal yang tinggi, hipotesis debt-covenant tidak terbukti, tetapi hipotesis kos politik mempunyai hubungan yang berlawanan arah walaupun hubungan tersebut signifikan secara marginal (0.088). Untuk tingkat intensitas modal yang rendah, hipotesis kos politik tidak terbukti dan lebih lemah dibandingkan dengan perusahaan dengan tingkat intensitas modal tinggi. Hipotesis debt-covenant tidak terbukti dan menunjukkan bahwa kecenderungan perusahaan yang tinggi tingkat utangnya mendapat monitoring yang ketat sehingga upaya manajemen laba menjadi terlalu riskan. Implikasinya adalah perusahaan yang mempunyai leverage tinggi lebih menyukai melakukan manajemen laba jika tingkat kompetisi rendah dan tingkat intensitas modal rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh aktivitas monitoring oleh kreditur sehingga kos menjadi lebih tinggi bila mereka melakukan manajemen laba pada kondisi tingkat kompetisi dan tingkat intensitas modal yang tinggi. Perusahaan kecil nampak lebih mendapat keleluasaan melakukan manajemen laba dibandingkan dengan perusahaan besar. Hal ini bertentangan dengan political cost hypothesis yang menyatakan bahwa perusahaan besar yang cenderung melakukan manajemen laba untuk menurunkan laba untuk menghindari potensi masalah. Kecenderungan ini menjadi lebih besar ketika kondisi perusahaan pada tingkat kompetisi dan tingkat intensitas modal yang tinggi. Hasil dari penelitian ini masih bersifat tentatif sehingga perlu dilakukan pengembangan penelitian untuk lebih mencapai kesimpulan yang lebih kuat. Pengembangan juga dapat dilakukan dengan menggunakan data yang lebih panjang dan membandingkan data sebelum dan sesudah krisis moneter di Indonesia pada tahun 1997 karena sudah banyak penelitian yang menunjukkan bahwa krisis moneter mempengaruhi pola perusahaan di Indonesia.
11
Jam STIE YKPN - Indra Wijaya Kusuma
DAFTAR PUSTAKA Ahmed, Anwer S, G. J. Lobo, and Jian Zhou. 2000. Job Security and Income Smoothing: An Empirical Test of the Fudenberg and Tirole (1995) Model. SSRN Working paper. Ashari, N., H. C. Koh,. S. L. Tan., dan W. H. Wong. 1994. Factors Affecting Income Smoothing Among Listed Companies in Singapore. Accounting and Bussiness Research.. Vol. 24. No. 96. pp. 291-301. Baginski, S., K. Lorek, G. Willinger, dan B. Branson. 1999. The Relationship between Economic Characteristics and Alternative Annual Earnings Persistence Measures. The Accounting Review. January. 74. pp. 105-120. Ball, R. J. dan P. Brown. 1968. An Empirical Evaluation of Accounting Income Numbers. Journal of Accounting Research. Autumn. pp. 159-178. Davis, H. Z. dan Y. C. Peles. 1993. Measuring Equilibrium Forces of Financial Ratios. The Accounting Review. Vol. 4. Oktober. pp. 725 – 747. DeAngelo, H., L. DeAngelo, dan D. J. Skinner. 1994. Accounting Choice in Trouble Companies. Journal of Accounting and Economics. pp. 113-143. Grant, E. B. 1980. Market Implications of Differential Amounts of Interim Information. Journal of Accounting Research. Spring. pp. 255-268. Hall, S. T. dan W. W. Stamerjohan. 1997. Damage Awards and Earnings Management in The Oil Industry. The Accounting Review. January. pp. 47-65.
12
Pengaruh Pemoderasi ......
Lev, B. 1969. Industry Avarages as Targets for Financial Ratios. Journal of Accounting Research. Autumn. pp. 290-299. Michelson, S. E., J. J. Wagner, dan C. W. Wootton. 1999. Income Smoothing and Risk –Adjustment Performance. Working papers. 1999. Ronen, J. dan S. Sadan. 1976. Ups and Downs of Income Numbers: Inter-temporal Smoothing. Proceeding on Topical Research in Accounting. pp. 285-316. Watts, R. L. dan J. L. Zimmerman. 1986. Positive Accounting Theory. Prentice-Hall. Zmijewski, M. dan R. Hagerman. 1981. An Income Strategy Approach to The Positive Theory of Accounting Standard Setting/Choice. Journal of Accounting and Economics. August. pp. 129-149.
Jam STIE YKPN - Riza Dwi satria dan Fahmi Radhi
Bahaya Penipuan Internet ......
ABSTRACT Small businesses in Indonesia have already proved that
BAHAYA PENIPUAN INTERNET: ANALISIS PENGARUH TEKANAN KETAATAN STUDI TERHADAP TENTANG JUDGMENT KEMAMPUAN KONSUMEN AUDITOR MENDETEKSI PENIPUAN E-COMMERCE Hansiadi Yuli Hartanto1) 2) *) Indra Wijaya Kusuma Riza Dwi Satria Fahmy Radhi **)
ABSTRACT
PENDAHULUAN
The objective of this research is to know the capability in detecting e-commerce fraud of the internet consumer in the Province of Yogyakarta. In this research, the subjects were assigned to one of two conditions. Half of the subject accessed the real commercial site, and the other half accessed a fraudulence site created by the researcher. The forged site was full of manipulation designed to increase trust, decrease perceived risk and increase the consumer’s willingness to buy. This study replicates Grazioli and Wang’s (2001) deception, trust and risk (DTR) model of internet consumer behavior. This model explains the correlation between assurance mechanisms, trust mechanisms, perceived deception, risk, trust, attitude toward the store and willingness to buy. Result show that most of subjects failed to detect fraud manipulations. This study affirmed the earlier DTR study of Grazioli and Jarvenpaa (2000) and Grazioli and Wang (2001).
Internet telah menciptakan universal platform untuk membeli dan menjual barang untuk menjalankan proses bisnis yang penting dalam perusahaan (Laudon dan Laudon 2002). Berdasarkan berbagai manfaat dan nilai tambah yang dapat dinikmati oleh pengguna, internet tidak luput dari kelemahan dan ancaman (Wicaksana dan Wiryana 1999). Kelemahan mendasar pada sistem internet adalah mengenai status keberadaannya. Internet merupakan sebuah jaringan publik yang tidak hanya dimiliki oleh suatu organisasi tertentu. Selain itu juga tidak terdapat struktur organisasi formal dalam pengaturan jaringan internet (Laudon dan Laudon 2002). Kejahatan dalam media internet berjumlah besar dan mempunyai bentuk yang beragam karena beberapa alasan. Pertama, identitas individu atau organisasi dalam dunia internet mudah untuk dipalsukan tetapi sulit untuk dibuktikan secara hukum (Jarvenpaa and Grazioly 1999); (2) tidak diperlukan sumber daya ekonomi yang besar untuk melakukan kejahatan dalam dunia maya (Jarvenpaa and Wang 2001); (3) internet
Keywords: internet fraud, internet deception, trust mechanism, and assurance mechanism..
*) **)
Riza Dwi Satria, SE., adalah Alumni Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada. Dr. Fahmy Radhi., MBA., adalah Dosen Tetap Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada.
13
Jam STIE YKPN - Riza Dwi Satria dan Fahmi Radhi menyediakan akses yang luas kepada pengguna yang potensial menjadi korban (Jarvenpaa and Wang 2001); dan (4) kejahatan dalam dunia maya relatif lebih mudah dan sulit dideteksi. Kejahatan dalam dunia ini identitas pelaku tidak dikenal dan secara yuridis mengejar pelaku juga sangat sulit (Morris-CotteriI 1999). Salah satu modus penipuan internet adalah page jacking yang diperkirakan sudah menimpa 25 juta webpage atau 2% dari total jumlah halarnan yang berada di web (Labaton 1999). Page jacking adalah salah satu metode penipuan e-commerce dengan cara pelaku kejahatan membuat replika sebuah situs yang sangat mirip kemudian me-redirect seorang konsumen dari situs asli ke situs yang dibuatnya tadi. Selama konsumen yang tersesat ke situs palsu tersebut, penipu dapat mengamati perilaku konsumen dan mengambil informasi-informasi yang dapat digunakannya untuk merugikan konsumen. Penelitian mengenai kejahatan dalam dunia maya ini telah dilakukan oleh beberapa peneliti di negara-negara Barat, salah satunya dilakukan oleh Grazioly (2001) yang mengamati page jacking di Amerika. Penelitian dalam topik serupa belum pernah dilakukan di Indonesia. Penelitian dalam topik ini sangat diperlukan mengingat Indonesia sebagai salah satu negara dengan tingkat kejahatan internet paling tinggi. Salah satu kasus besar page jacking yang pernah terjadi di Indoesia adalah page jacking pada website BCA tahun 2000. Tingginya tingkat kejahatan internet ini dikhawatirkan akan membahayakan kelangsungan
14
Bahaya Penipuan Internet ......
operasional perusahaan yang bertransaksi melalui internet. Beberapa metode yang dapat digunakan perusahaan untuk mengatasi permasalahan ini di antaranya adalah memberikan mekanisme jaminan (assurance mechanism) dan mekanisme kepercayaan (trust mechanism). Penelitian ini mengidentifikasi apakah pengguna internet dapat mendeteksi adanya page jacking ketika akan melakukan transaksi. Secara lebih spesifik penelitian ini berusaha menjawab dua permasalahan utama. Pertama, apakah mekanisme jaminan bermanfaat untuk meningkatkan kepercayaan pelanggan agar bersedia bertransaksi? Kedua, apakah mekanisme kepercayaan bermanfaat untuk menurunkan risiko sehingga pelanggan bersedia bertransaksi? PENGEMBANGAN MODEL DAN HIPOTESIS PENELITIAN Model Penelitian Penelitian ini menggunakan model DTR yang sebelumnya telah digunakan dalam penelitian Grazioly dan Jarvenpaa (2000) tetapi dengan beberapa penyederhanaan dengan tidak menyertakan variabelvariabel moderator yang terdapat dalam model DTR. Hal ini dilakukan agar pembahasan dapat lebih terfokus pada variabel-variabel yang dianggap paling berpengaruh. Model yang digunakan dan hipotesis yang diuji dalam penelitian ini digambarkan seperti pada Gambar 1.
Jam STIE YKPN - Riza Dwi satria dan Fahmi Radhi
Mekanisme Jaminan - Jaminan Pihak Ketiga - Garansi - Potongan Berita - Lokasi Fisik
Proses Pendeteksian
Bahaya Penipuan Internet ......
H1
Risiko
H4a
H3a
Sikap terhadap Pembelian di toko
Penipuan yang Dirasakan Pelanggan
Kemauan untuk Membeli
H4b
H3b Mekanisme Kepercayaan - Kesaksian - Ukuran Toko - Reputasi Toko
H5
Kepercayaan H2
Sumber: Grazioli dan Jarvenpaa (2000). Gambar 1 Model Penelitian Hipotesis 1 : Pengaruh Mekanisme Jaminan terhadap Risiko Mekanisme jaminan digunakan untuk meyakinkan konsumen bahwa mereka mempunyai tingkat risiko yang rendah. Pihak ketiga yang berperan sebagai certification authority, misalnya Verisign, salah satu perannya adalah sebagai lembaga penjamin bahwa transaksi yang dilakukan pelanggan telah benar-benar aman. Salah satu tujuan garansi dalam e-shopping adalah perusahaan mempunyai tanggung jawab terhadap produk yang mereka jual. Pemberian garansi juga menunjukkan bahwa produk yang ditawarkan adalah produk yang reliabel (Grazioly dan Jarvenpaa 2000). Potongan berita dari media massa memberikan kesan yang lebih tinggi, karena dalam berita ini dimuat kesan dari pelanggan sebelumnya yang merasa puas. Lokasi fisik memberikan rasa aman karena pelanggan dapat langsung mendatangi alamat pengelola e-shop
jika terjadi hal-hal negatif. Berdasar uraian di atas maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut: H1 : Keberadaan mekanisme jaminan berpengaruh negatif terhadap risiko Hipotesis 2 : Pengaruh Mekanisme Kepercayaan terhadap Tingkat Kepercayaan Mekanisme kepercayaan menunjukkan adanya keramahan dan niat baik yang dicitrakan oleh penjual. Mekanisme ini menimbulkan keyakinan bahwa seorang penjual akan berperilaku meyakinkan di mata pelanggan dan pelanggan merasa yakin untuk bertransaksi (vanAlstyne 1997). Bentuk mekanisme keyakinan dalam penelitian ini adalah reputasi penjual, kesaksian konsumen dan ukuran toko. Konsumen enggan bertransaksi dengan penjual yang tidak mereka kenal dengan baik. Semakin baik reputasi penjual, semakin enggan perusahaan untuk mempertaruhkan
15
Jam STIE YKPN - Riza Dwi Satria dan Fahmi Radhi reputasinya dengan berperilaku tidak seperti yang dijanjikan kepada pelanggan (Peszynski dan Thanasankit 2002). Kesaksian pelanggan membantu pelanggan lain untuk menentukan siapa yang layak dipercaya dan menemukan ketidakjujuran. Kesaksian pelanggan ini mempunyai tingkat kepercayaan yang tinggi karena pelanggan adalah pihak yang independen dan bukan bagian dari perusahaan. Ukuran perusahaan juga merupakan komponen mekanisme kepercayaan karena perusahaan yang besar mengisyaratkan bahwa perusahaan telah berinvestasi besar dalam melayani pelanggan (Resnick dan Zeckhauser 2001). Ukuran perusahaan yang besar juga menunjukkan ketersediaan dana yang cukup untuk memberikan jaminan ganti rugi jika pelanggan dirugikan. Dari uraian di atas maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut: H2 : Keberadaan mekanisme kepercayaan berpengaruh positif terhadap tingkat kepercayaan. Hipotesis 3 : Pengaruh Penipuan yang Dirasakan Pelanggan terhadap Risiko dan Kepercayaan Risiko adalah komponen dasar dari pembentukan kepercayaan. Risiko merujuk pada persepsi konsumen akan adanya ketidakpastian dan memberikan respon negatif terhadap suatu tawaran (Milloy et al. 2002). Ketika risiko itu muncul pelanggan membutuhkan kepercayaan sebelum bersedia melakukan transaksi. Semakin besar pelanggan melihat kegagalan penjual untuk memperlihatkan sikap dapat dipercaya, semakin tinggi kebutuhan akan kepercayaan. Sebaliknya, apabila tidak melihat risiko apapun maka pelanggan merasa tidak ada kemungkinan untuk dieksploitasi sehingga hanya dibutuhkan tingkat kepercayaan yang rendah (Grazioly dan Jarvenpaa 2000). Informasiinformasi yang dikumpulkan oleh pelanggan sebelum mereka melakukan transaksi, menentukan seberapa besar penipuan yang mereka rasakan. Informasiinformasi ini dapat meningkatkan kepercayaan mereka jika informasi yang diperoleh tersebut adalah beritaberita positif (Grazioly dan Jarvenpaa 2000). Berita-berita positif ini juga berpotensi untuk menurunkan tingkat risiko yang dihadapi oleh pelanggan terhadap suatu eshop. Berdasar uraian di atas maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut:
16
Bahaya Penipuan Internet ......
H3a : Penipuan yang dirasakan oleh pelanggan berpengaruh positif terhadap risiko. H3b : Penipuan yang dirasakan oleh pelanggan berpengaruh negatif terhadap kepercayaan. Hipotesis 4 : Pengaruh Risiko dan Kepercayaan terhadap Sikap Pembelian Kepercayaan terhadap suatu web merchant meningkat jika pelanggan mempunyai persepsi tingkat risiko rendah (Koufaris dan Hampton 2002). Kepercayaan dapat memperbaiki sikap konsumen terhadap pembelian. Kepercayaan juga menghasilkan keyakinan pada pembeli sehingga pembeli terdorong untuk mempertimbangkan secara baik sebuah situasi pembelian yang berisiko tinggi. Dalam transaksi secara on-line yang berisiko tinggi ini, agar transaksi dapat terjadi diperlukan tingkat kepercayaan yang tinggi (Grazioly dan Javenpaa 2000). Berdasarkan uraian di atas maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut: H4a : Risiko yang dirasakan pelanggan berpengaruh negatif terhadap sikap pembelian. Internet mengurangi bahkan menghilangkan interaksi face-to-face antara penjual dan pembeli. Dalam kondisi seperti ini, pelanggan menghadapi tingkat kesulitan tinggi untuk mengidentifikasi motif yang sesungguhnya dari penjual. Akibatnya pembeli menghadapi risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan jika transaksi jual beli dilakukan secara konvensional. Pelanggan membutuhkan kepercayaan sebelum melakukan transaksi secara on-line dengan web-merchant (Peszynski dan Thanasankit 2002). Kepercayaan ini juga memiliki efek positif terhadap keinginan untuk membeli jika pelanggan juga mempunyai sikap positif terhadap perusahaan. Berdasar uraian di atas maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut: H4b : Kepercayaan pelanggan berpengaruh positif terhadap sikap pembelian. Hipotesis 5 : Pengaruh Sikap Konsumen terhadap Keinginan Membeli Kemauan untuk membeli oleh konsumen ditentukan oleh sikap yang sebelumnya telah terbentuk. Sikap terhadap pembelian ini dapat bersifat positif jika
Jam STIE YKPN - Riza Dwi satria dan Fahmi Radhi kepercayaan lebih besar dari pada risiko yang dirasakannya. Kebutuhan akan kepercayaan akan semakin besar jika melibatkan transaksi yang bernilai besar. Transaksi yang bernilai besar pelanggan berpotensi untuk menanggung kerugian yang besar pula, sehingga untuk membentuk sikap positif terhadap pembelian di toko diperlukan syarat kepercayaan yang lebih tinggi (Grazioly dan Wang 2001). Sikap positif dengan pertimbangan risiko dan kepercayaan inilah yang berpengaruh terhadap kemauan untuk membeli. Berdasar uraian di atas maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut: H5 : Sikap konsumen pada e-shop berpengaruh terhadap keinginan membeli. METODE PENELITIAN Sampel Penelitian Subyek yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 100 pengguna internet yang tersebar di warnet-warnet yang ada di dalam wilayah D.I. Yogyakarta yang dipilih dengan metode convenience sampling. Subyek terdiri dari 68 laki-Iaki dan 32 perempuan yang mengisi secara sukarela dan sebagai penghargaan setiap responden menerima setengah jam akses internet gratis dari peneliti. Berdasarkan pengalaman menggunakan internet, 86% diketahui telah menggunakan internet lebih dari 2 tahun dan 14% sisanya telah mengenal dan menggunakan internet paling sedikit 1 tahun 6 bulan. Dengan pengalaman menggunakan internet yang cukup lama ini maka kemampuan responden untuk mendeteksi adanya penipuan menjadi lebih besar. Desain dan Manipulasi Penelitian Pengukuran semua variabel menggunakan instrumen yang telah digunakan pada penelitian sebelumnya (Grazioli dan Wang 2001) dengan menggunakan skala Likert 5 poin. Subyek diminta untuk beranggapan bahwa salah seorang teman dekat mereka dengan nama fiktif telah memutuskan untuk membeli sebuah notebook dan telah memilih satu tipe yang sangat cocok baginya yaitu Acer Travelmate 371 TCI pada situs online. Tokoh fiktif tersebut meminta pendapat subyek mengenai situs on-line sebagai second opinion.
Bahaya Penipuan Internet ......
Subyek secara acak ditugaskan mengisi satu dari 2 jenis kondisi. Lima puluh persen dari subyek mengakses situs komersial asli dan sisanya mengakses situs palsu yang meniru situs asli yang dibuat oleh peneliti. Situs palsu meniru situs belanja on-line yang asli dan disertai berbagai manipulasi yang didesain untuk meningkatkan kepercayaan dan menurunkan risiko yang dirasakan oleh calon pembeli dari situs tersebut sehingga meningkatkan keinginan membeli calon konsumen. Ada 6 obyek dalam situs yang dimanipulasi untuk menguji kemampuan responden mendeteksi penipuan, yaitu: · Jaminan: jaminan dari pihak ketiga yang telah memiliki reputasi yaitu Privacy Affiliates dan Verisign. Jaminan dari pihak ketiga di-link ke situs perusahaan penjamin tetapi tidak berhubungan dengan situs mesin pengolah data perusahaan tersebut. Apabila subyek mencoba memverifikasi situs palsu ini maka akan terlihat seolah-olah perusahaan penjamin telah benar-benar memberikan jaminan. · Garansi: garansi yang diberikan oleh toko terlihat sangat menarik, yaitu penggantian produk lama yang telah dibeli dengan produk baru jika dalam 90 hari terdapat masalah. Garansi ini sangat berlebihan, dalam dunia nyata tidak ada perusahaan yang memberikan fasilitas seperti ini. · Potongan berita: diciptakan potongan berita palsu dari majalah profesional yang memberitakan bahwa situs tersebut milik perusahaan yang sedang berkembang dan sangat dipercayai oleh pelangganpelanggannya. Potongan berita tersebut juga dilink ke situs website majalah tersebut. Alamat situs majalah yang memuat berita palsu hanya fiktif, sehingga jika subyek berusaha membuka tidak akan menemukan majalah tersebut. · Lokasi fisik: beberapa foto palsu dimasukkan ke dalam situs dan diindentifikasikan sebagai foto fisik toko palsu tersebut, bersamaan dengan alamat dan nomor telepon palsu yang tidak dapat dihubungi. · Ukuran toko: situs palsu membesar-besarkan prestasi toko dengan menjelaskan bahwa mereka adalah perusahaan mitra dari dari Microsoft, Dell, Intel, dan ECS.
17
Jam STIE YKPN - Riza Dwi Satria dan Fahmi Radhi ·
Bahaya Penipuan Internet ......
Kesaksian konsumen: pelanggan sebelumnya memberikan komentar yang berlebihan mengenai pelayanan situs palsu ini, lengkap dengan alamat e-mail dan jabatan pekerjaan. E-mail pelanggan pemberi kesaksian tidak dapat dihubungi atau dikirimi e-mail dan domain yang digunakan tidak ada di dunia maya.
ANALISIS DATA Sebelum melakukan analisis data penelitian untuk pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitas terhadap instrumen yang
digunakan dalam penelitian. Alat untuk mengukur seluruh variabel dalam penelitian ini telah digunakan dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Grazioly dan Wang (2001) dan Grazioli dan Jarvenpaa (2000) sehingga secara tidak langsung alat ukur dalam penelitian ini telah divalidasi oleh penelitian tersebut. Uji reliabilitas ditujukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang digunakan dapat memberikan hasil yang konsisten diantara seluruh obyek pengamatan (Cooper dan Schindler 2000). Berdasar hasil uji statistik, nilai Cronbach a masing-masing konstruk disajikan pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1 Hasil Uji Reliabilitas No. 1 2 3 4 5 6 7
Variabel Mekanisme Jaminan Mekanisme Kepercayaan Penipuan yang Dirasakan Risiko Kepercayaan Sikap terhadap Toko Kemauan untuk Membeli
Berdasarkan Tabel 1 tersebut dapat diamati bahwa seluruh konstruk mempunyai Cronbach a di atas 0,70 sehingga seluruh variabel dapat dinyatakan telah memiliki reliabilitas (Hair et al. 1998). Berdasarkan data yang terkumpul diperoleh hasil bahwa sebagian besar responden tidak dapat mendeteksi penipuan e-commerce. Dari total 100 responden, 9 diantaranya menyatakan mereka mengunjungi situs yang menipu. Tetapi dari 9 respon tersebut hanya dua yang benar dalam pendeteksian
18
Cronbach a 0,724 0,881 0,798 0,783 0,899 0,908 0,873
sedangkan 7 sisanya mendeteksi situs asli sebagai situs palsu yang menipu. Sedangkan 48 reponden dari 50 yang meneliti situs palsu menyatakan bahwa mereka mengunjungi situs asli dan tidak mendeteksi adanya penipuan. Pengujian seluruh hipotesis dilakukan dengan menggunakan regresi linier dengan bantuan program SPSS 11.0. Hasil dari pengolahan data dengan menggunakan program tersebut ditampilkan pada Tabel 2 di bawah ini.
Jam STIE YKPN - Riza Dwi satria dan Fahmi Radhi
Bahaya Penipuan Internet ......
Tabel 2 Hasil Uji Hipotesis Hipotesis
R2
Adj. R2
Beta
t
Sig.
H1 H2 H3a H3b H4a H4b H5
0,102 0,755 0,520 0,371 0,689 0,680 0,668
0,093 0,753 0,515 0,365 0,686 0,677 0,664
-0,320 0,869 0,721 -0,609 0,830 -0,825 0,817
-3,345 17,381 10,298 -7,601 14,725 -14,433 14,038
0,001** 0,000** 0,000** 0,000** 0,000** 0,000** 0,000**
* signifikan pada taraf uji 5% ** signifikan pada taraf uji 1% Hipotesis 1 : Pengaruh Mekanisme Jaminan terhadap Tingkat Risiko Hasil pengolahan data yang disajikan pada Tabel 2 di atas, menunjukkan bahwa nilai signifikansi pengaruh mekanisme jaminan terhadap risiko adalah sebesar 0,001. Nilai ini jauh dibawah 0,01 sehingga hubungan hipotesis ini dapat diterima. Nilai standar koefisien beta pada variabel mekanisme jaminan akan variabel tingkat risiko yang dirasakan untuk sebuah toko sebesar -0,320 yang berarti kedua variabel tersebut memiliki hubungan negatif dan dapat juga dijelaskan semakin besar mekanisme jaminan maka semakin kecil tingkat risiko yang dirasakan untuk sebuah toko. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Grazioly dan Wang (2001) dengan mengambil sampel unsophisticated consumer, dan Grazioly dan Jarvenpaa (2000) dengan mengambil sampel konsumen yang berpengalaman. Mekanisme jaminan mengakibatkan penurunan risiko yang dirasakan oleh konsumen. Dengan adanya mekanisme jaminan penjual akan lebih terkontrol dalam perilakunya sehingga meningkatkan keamanan bagi konsumen. Mekanisme jaminan berfungsi untuk mengurangi kemungkinan adanya perilaku yang memperdaya atau memperberat hukuman apabila ternyata terjadi kebohongan yang terdeteksi (Grazioly dan Jarvenpaa 2000). Wetsch (2000) dalam studinya menemukan bahwa implikasi dari jaminan pihak ketiga adalah
meningkatnya pemahaman mengenai perilaku konsumen dalam bertransaksi melalui internet. Sedangkan Pirttikoski (2001) berpendapat bahwa jaminan pihak ketiga lebih dipercaya oleh pelanggan dalam menurunkan risiko karena pihak ini tidak mempunyai kepentingan apapun yang memihak kepada penjual. Keberadaan pihak ketiga semakin diperlukan oleh konsumen untuk memberikan keyakinan bahwa mereka bertransaksi secara aman (Price Waterhouse Cooper 2002). Perlunya pihak ketiga ini bahwa diperlukan tidak hanya pada tingkat perusahaan tetapi pada tingkat negara sebagai lembaga penjamin untuk mendukung e-commerce negara tersebut (Rahardjo 1999). Hipotesis 2 : Pengaruh Mekanisme Kepercayaan terhadap Tingkat Kepercayaan Hipotesis 2 menguji pengaruh mekanisme kepercayaan terhadap tingkat kepercayaan yang dirasakan konsumen pada sebuah toko. Dilihat dari hasil pengolahan data diperoleh hasil bahwa nilai signifikansi pengaruh variabel mekanisme kepercayaan terhadap tingkat kepercayaan sebesar 0,000. Nilai ini jauh di bawah nilai signifikansi 0,01 sehingga hipotesis ini dapat diterima. Nilai standar koefisien beta sebesar 0,869 dan memiliki hubungan positif sehingga semakin besar mekanisme kepercayaan maka semakin besar juga tingkat kepercayaan yang dirasakan untuk sebuah toko. Hasil penelitian ini memperkuat penelitian sebelumnya
19
Jam STIE YKPN - Riza Dwi Satria dan Fahmi Radhi yang dilakukan oleh Grazioly dan Wang (2001) dan Grazioly dan Jarvenpaa (2000). Mekanisme kepercayaan memperlihatkan keramahan dan niat baik yang dicitrakan oleh penjual. Reputasi didefinisikan sebagai tingkatan dimana pembeli meyakini bahwa seorang penjual berperilaku jujur dan memperhatikan mereka. Perusahaan dan individu membangun reputasi, moral yang baik dan kejujuran agar mereka mendapat kesempatan untuk berpartisipasi dalam transaksi di masa-masa mendatang (van-Alstyne 1997). Konsumen enggan untuk melakukan transaksi internet dengan penjual yang mereka tidak kenaI baik (Baker 1999). Dana yang dikeluarkan untuk membangun reputasi dapat dikategorikan sebagai dana investasi. Semakin tinggi reputasi yang ingin dibangun oleh suatu perusahaan, semakin besar dana investasi yang dibutuhkan (Peszynski dan Thanasankit 2002). Jika perusahaan telah mempunyai reputasi yang baik, maka melakukan tindakah yang merusak reputasi sama dengan mengorbankan dana investasi yang telah dikeluarkan. Reputasi membantu perusahaan untuk membina hubungan dengan konsumen dalam jangka panjang dan menjaga kepercayaan yang telah dimilikinya. Hipotesis 3a : Pengaruh Penipuan yang Dirasakan Konsumen terhadap Tingkat Risiko Hipotesis ini menguji apakah penipuan yang dirasakan oleh konsumen berpengaruh terhadap tingkat risiko. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh nilai signifikansi yang jauh di bawah nilai signifikansi 0,01 yaitu sebesar 0,000 sehingga hipotesis yang diajukan dapat diterima. Nilai standar koefisien beta sebesar 0,721 dan berkoefisien positif yang berarti semakin besar penipuan yang dirasakan oleh konsumen maka semakin besar juga tingkat risiko yang dirasakan untuk sebuah toko. Bukti empiris ini juga mendukung hasil penelitian Grazioly dan Wang (2001) dan penelitian Grazioly dan Jarvenpaa (2000). Grazioly dan Jarvenpaa (2000) melihat bahwa penipuan yang dirasakan berdampak pada menguatnya hubungan antara mekanisme jaminan dan pengurangan risiko. Perasaan yang tinggi akan penipuan akan menyebabkan konsumen memberikan perhatian lebih pada mekanisme jaminan. Informasi-informasi yang dikumpulkan oleh konsumen dari sebuah web store
20
Bahaya Penipuan Internet ......
menentukan seberapa besar penipuan yang dirasakannya, sehingga informasi-informasi yang dapat menaikkan keyakinan mereka akan menurunkan tingkat risiko yang dirasakan. Hipotesis 3b : Pengaruh Penipuan yang Dirasakan Konsumen terhadap Tingkat Kepercayaan Pengaruh variabel penipuan yang dirasakan konsumen terhadap tingkat kepercayaan menghasilkan nilai signifikansi 0,000 dengan nilai standar koefisien beta sebesar -0,609. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin besar penipuan yang dirasakan maka semakin kecil tingkat kepercayaan konsumen terhadap sebuah toko. Hasil ini mengkonfirmasi dua penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Grazioly dan Wang (2001) dan Grazioly dan Jarvenpaa (2000). Kepercayaan muncul berasal dari pengalaman langsung konsumen, praduga-praduga sebuah transaksi awal yang diikuti dengan evaluasi dari hasil yang didapat. Kepercayaan tersebut berpengaruh pada orientasi jangka panjang. Kepercayaan yang tinggi terhadap penipuan yang dirasakan menyebabkan penurunan kepercayaan terhadap sebuah e-shop (Grazioly dan Jarvenpaa 2000). Penipuan yang dirasakan mendorong konsumen untuk memeriksa kembali mekanisme kepercayaan dalam membangun kepercayaan pada toko yang ditujunya. Pencarian informasi yang valid akan menaikkan kepercayaan mereka dan akan membantu mereka meyakini bahwa tidak terjadi masalah jika pelanggan bertransaksi melalu suatu e-shop (McKnight et al. 1998). Pembangunan kepercayaan meningkat sejalan dengan bertambahnya informasi yang dikumpulkan oleh konsumen mengenai penjual melalui pertemuan yang berulang. Hipotesis 4a : Pengaruh Risiko yang Dirasakan terhadap Sikap Konsumen Hasil pengolahan data memberikan hasil bahwa nilai signifikansi pengaruh risiko terhadap sikap konsumen sebesar 0,000 dengan nilai standar koefisien beta sebesar -0,825 yang berarti bahwa semakin besar risiko yang dihadapi oleh pelanggan maka semakin kecil kemungkinan pelanggan untuk melakukan pembelian di e-shop tersebut.
Jam STIE YKPN - Riza Dwi satria dan Fahmi Radhi Ketika membeli secara on-line, risiko yang dihadapi pelanggan cenderung lebih besar dibanding membeli secara langsung (Peterson et al. 1989). Hal ini karena pelanggan tidak mempunyai kesempatan untuk mengamati perilaku penjual dan produk yang akan dibeli secara langsung. Yamagishi et al. (1998) menyebut fenomena ini dengan istilah ketidakpastian sosial (social uncertainty). Ketidakpastian sosial dapat terjadi ketika (1) penjual akan mendapat insentif untuk berperilaku yang dapat merugikan pelanggan (2) pelanggan tidak mempunyai informasi yang cukup untuk memprediksi apakah penjual berperilaku menyimpang dari harapan pelanggan. Untuk memprediksi risiko yang akan dihadapinya, sebelum melakukan transaksi pelanggan berusaha mengumpulkan informasi mengenai perusahaan. Berdasarkan informasi tersebut pelanggan dapat memprediksi seberapa besar risiko yang dihadapinya. Risiko yang dirasakannya dapat bersifat positif atau negatif. Semakin besar proporsi informasi mengenai perusahaan bersifat positif, semakin kecil risiko yang dirasakan oleh pelanggan sehingga semakin besar kemugkinan pelanggan untuk melakukan transaksi. Hipotesis 4b : Pengaruh Kepercayaan Konsumen terhadap Sikap Konsumen Hipotesis ini menguji bagaimana pengaruh kepercayaan terhadap sikap konsumen. Berdasarkan analisis data diperoleh bahwa nilai signifikansi pengaruh pada variabel kepercayaan akan variabel sikap konsumen sebesar 0,000 dan jauh dibawah derajat kepercayaan 0,01 sehingga hipotesis yang diajukan dapat diterima. Nilai standar koefisien beta pada variabel kepercayaan akan variabel sikap konsumen sebesar 0,830 yang berarti kedua variabel tersebut memiliki hubungan positif dan dapat juga dijelaskan bahwa semakin besar kepercayaan konsumen maka semakin besar pula sikap konsumen. Bukti empiris ini mengkonfirmasi temuan Grazioly dan Wang (2001) dan Grazioly dan Jarvenpaa (2000). Hubungan yang terjadi ini secara teoritis dijelaskan bahwa web store yang meyediakan kepercayaan, tidak hanya dapat memperbaiki sikap konsumen terhadap pembelian, tetapi juga dapat membantu menurunkan risiko dan meningkatkan orientasi sikap konsumen terhadap website. Hal ini
Bahaya Penipuan Internet ......
terjadi karena kepercayaan menghasilkan keyakinan pada pembeli dan keyakinan ini mendorong konsumen untuk mempertimbangkan secara baik sebuah situasi pembelian yang berisiko tinggi. Ketika kepercayaan itu tinggi, pertimbangan konsumen terhadap risiko menjadi semakin kecil. Sikap positif diharapkan memunculkan keinginan untuk membeli dan mendorong perilaku membeli (Grazioly dan Jarvenpaa 2000). Hipotesis 5 : Pengaruh Sikap Konsumen terhadap Keinginan Membeli Berdasar hasil uji statistik, nilai signifikansi pengaruh sikap konsumen terhadap keinginan membeli sebesar 0,000. Nilai ini jauh dibawah nilai signifikansi 0,01 sehingga berdasar hasil ini maka hipotesis yang diajukan dapat diterima. Temuan ini juga memperkuat hasil pengamatan Grazioly dan Wang (2001) dan Grazioly dan Jarvenpaa (2000). Hubungan positif signifikan yang terjadi ini dapat dijelaskan dengan menggunakan pendekatan berbagai disiplin ilmu (Koufaris dan Hampton 2002). Dengan menggunakan pendekatan pemasaran dapat dijelaskan bahwa kepercayaan berhubungan secara positif dengan frekuensi pengalaman konsumen berinteraksi dengan tenaga penjual (sales person). Kepercayaan adalah faktor kritis dalam menstimulasi pembelian melalui internet, kurangnya kepercayaan dari pelanggan merupakan hambatan yang sangat signifikan bagi pemasar di internet untuk bertransaksi dengan pelanggan. Konsumen membutuhkan kepastian bahwa sebuah web merchant dapat dipercaya sebelum mereka membeli secara on-line (Peszynski dan Thanasankit 2002). Kepercayaan juga memiliki efek yang positif pada keinginan membeli dengan jalan menurunkan persepsi risiko konsumen (Koufaris dan Hampton 2002). Kepercayaan secara signifikan dibutuhkan untuk mengarahkan sebuah transaksi. KESIMPULAN Secara umum bukti empiris dalam penelitian ini menegaskan hasil dua penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Grazioli dan Jarvenpaa (2000) dan Grazioli dan Wang (2001). Berdasarkan respon dari subyek, hanya 2% dari total responden yang dapat mendeteksi
21
Jam STIE YKPN - Riza Dwi Satria dan Fahmi Radhi penipuan internet dengan benar. Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan bahwa penipuan dalam bertransaksi melalui internet tidak hanya disebabkan dari pihak pelaku kejahatan saja. Rendahnya pengetahuan pengguna internet dalam mendeteksi adanya page jacking juga turut berperan untuk memudahkan pelaku kejahatan dalam melakukan aksinya. Penelitian ini menggunakan modifikasi model yang dikembangkan oleh Grazioly dan Wang (2001) menggunakan mekanisme jaminan dan mekanisme kepercayaan sebagai variabel utama. Mekanisme jaminan berfungsi untuk menurunkan risiko sehingga pelanggan merasa benar-benar aman ketika melakukan transaksi melalui internet. Perasaan aman ini diperlukan karena risiko dalam bertransaksi melalui internet jauh lebih besar dibandingkan dengan transaksi tradisional (Peterson et al. 1989). Mekanisme kepercayaan juga diperlukan untuk menunjukkan bahwa penjual adalah pihak yang benar-benar dapat dipercaya. Semakin tinggi tingkat kepercayaan pelanggan semakin besar probabilitas untuk terjadinya transaksi. Risiko dan kepercayaan ini juga ditentukan oleh penipuan yang dirasakan. Penipuan yang dirasakan ini berasal dari informasi yang dikumpulkan karena sebelum bertransaksi pelanggan mencari informasi mengenai perusahaan tempat dia akan membeli produk. Risiko dan kepercayaan ini kemudian menentukan sikap apakah pelanggan bersedia membeli produk atau tidak. Jika risiko lebih besar dari pada kepercayaan maka kecil kemungkinan pelanggan akan bersedia membeli produk.
22
Bahaya Penipuan Internet ......
KETERBATASAN DAN SARAN BAGI PENELITIAN SELANJUTNYA Dalam penelitian ini terdapat berbagai keterbatasan yang dapat dijadikan referensi untuk perbaikan bagi penelitian selanjutnya. Pertama, responden tidak mengeluarkan uang secara nyata dan hanya dimintai pendapat mengenai pemesanan yang akan dilakukan oleh tokoh fiktif yang berperan sebagai teman dekatnya. Hal ini berpotensi menyebabkan responden lebih berani untuk menerima risiko dari pada jika responden sendiri yang memesan produk, mengeluarkan uang dan menanggung risiko. Kedua, penelitian ini menggunakan produk notebook sebagai bahan simulasi. Bagi beberapa kelompok individu tertentu, produk ini mungkin masing belum familiar. Penelitian selanjutnya dapat menganalisis pembelian produk secara on-line untuk produk-produk yang lebih familiar bagi masyarakat luas seperti misalnya telepon selular, buku atau compact disk. Ketiga, pemilihan sampel pada penelitian ini menggunakan metode convenience sampling dan tidak dibedakan berdasarkan tingkat pemahaman keamanan elektronis dan tingkat pengetahuan terhadap internet. Pemilihan responden berdasarkan tingkat pengetahuan terhadap internet sangat diperlukan karena pemahaman tentang internet menentukan tingkat kemampuan untuk mendeteksi adanya penipuan. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan metode pemilihan sampel yang lebih selektif sehingga meningkatkan tingkat generalisasi.
Jam STIE YKPN - Riza Dwi satria dan Fahmi Radhi
DAFTAR PUSTAKA van-Alstyne, Marshall. 1997. State of Network Organization: A Survey in Three Frameworks. Working Paper, Sloan School of Business, MIT. Baker, C. Richard 2000. An Analysis of Fraud on the Internet. Working Paper, University of Massachusets-Darthmouth. Cooper, D. R. dan P.S. Schindleer. 2001. Business Research Method 7 th Edition. McGraw-Hill Irwin, New York. Grazioly, S. And Alex Wang. 2001. Looking without Seeing: Understanding Unsophisticated Consumer’s Success and Failure to Detect Internet Deception. Proceeding of Twenty Second International Conference on Information System: 193204. Grazioly, S. and S.L. Jarvenpaa 2000. Perils of Internet Fraud: an Empirical Investigation of Deception and Trust with Experienced Internet Consumers. Working Paper, Department of Management Science and Information Systems University of Texas at Austin. Hair, J. F, Jr., R.E. Anderson, R.L. Tatham., dan W.C. Black. 1998. Multivariate Data Analysis. Prentice-Hall International, Inc., New York. Koufaris, M., dan W. Hampton. 2002. Customer Trust On-line: Examining the Role of the Experience with the Web Site. Working Paper, Graduate School of Business, Stanford University. Labaton. 1999. Net Sites Co-opted by Pornographers. New York Times September (23): p. 1.
Bahaya Penipuan Internet ......
Laudon, Kenneth C. And Jane P. Laudon 2000. Management Information System 6th Edition. New Jersey. Prentice Hall Inc. McKnight, D.H., L.L. Cummings, dan N.L. Chervany. 1998. Initial Trust Formation in New Organizational Relationships. Academy of Management Review 23 (3): 473-490. Milloy, M., Fink, D. and Morris, R. 2002. Modelling Online Security and Privacy to Increase Consumer Purchasing Intent. Working Paper, Edith Cowan University, Australia. Morris-Cotterill, N. 1999. Use and Abuse of the Internet in Fraud and Money Laundering. International Review of Law Computers and Technology 13 (2): 211-228. Peszynski, Konrad J. And Theerasak Thanasankit. 2002. Exploring Trust in B2C E-Commerce: An Exploratory Study of Maori Culture in New Zealand. Working Paper. School of Management Information Systems, Deakin University Australia. Peterson, R.A., G. Albaum, dan N.M. Ridgway. 1989. Consumers Who Buy from Direct Sales Companies. Journal of Retailing 65 (2): 273-286. Pirttikoski, Oskari 2001. Anonymous Authentication Services for Third Party Entities. Working Paper, Helsinki University of Technology. Price Waterhouse Cooper. 2002. Information Security Breaches Survey. Technical Report Rahardjo, Budi 1992. Mengimplementasikan Electronic Commerce di Indonesia. Work
23
Jam STIE YKPN - Riza Dwi Satria dan Fahmi Radhi
ing Paper, Mikroelektronika Institut Teknonlogi Bandung. Wetsch, Lyle R. 2000. Trusted Third Parties: Evaluating Their Effect on On-line Consumer Buying Intentions. Working Paper, School of Business Queen’s University. Wicaksana, I Wayan S dan I Made Wiryana. 1999. Web Sebagai Media Marketing. Makalah Seminar. STMIK PMBI Bandung. Yamagishi, T., K.S. Cook, dan M. Watabe. 1998. Uncertainty, Trust and Commitment Formation in the United States and Japan. American Journal of Psychology 104:
24
Bahaya Penipuan Internet ......
Jam STIE YKPN -Subagyo dan Rudy Badrudin
Kajian Dampak Pertumbuhan ......
ABSTRACT Small businesses in Indonesia have already proved that PERTUMBUHAN KAWASAN
KAJIAN DAMPAK ANALISIS PENGARUH TEKANAN KETAATAN PERUMAHAN-TOKO (RUKO) DAN KIOS/LOS PASAR TERHADAP JUDGMENT WILAYAH AUDITOR DAN TERHADAP PERTUMBUHAN PEREKONOMIAN KABUPATEN SLEMAN 1) Hansiadi Yuli Hartanto *) 2) Subagyo Indra Wijaya Kusuma Rudy Badrudin **)
ABSTRACT Decentralization was enforced in Indonesia in 2001. This regional autonomy develops regional self-reliance. Sleman’s regional government takes some certain strategies to develop its economy. One of these strategies is building some Ruko (intregated housing-store) and Los-los Pasar (small stores complex in traditional market) in several Sleman’s region. Impact of these projects are increasing of gross regional domestic product, increasing of employment, and increasing of Sleman’s regional government income. Keywords: decentralization, gross regional domestic product, employment, regional government income PENDAHULUAN Pemberlakuan dua undang-undang tentang Otonomi Da-erah per 1 Januari 2001, yaitu Undang-Undang Nomor 22 tentang Pemerintah Da-erah tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah telah memberikan peran yang lebih besar kepada pemerintah, instansi, dan para pelaku ekonomi daerah untuk
*)
menangani pembangunan di daerah. Kedua undangundang tentang otonomi daerah tersebut muncul karena proses pem-ba-ngunan di Indonesia selama Orde Lama dan Orde Baru telah mengakibatkan terjadinya kesenjangan pembangunan antarwilayah Indonesia Barat dan Indonesia Timur. Kesenjangan tersebut terjadi karena adanya ketidakmerataan dalam alokasi investasi antarwilayah yang ternyata sangat berpengaruh dalam memicu dan memacu pertumbuhan regional. Oleh karena itu, sekaranglah waktunya untuk mem-beri peran yang lebih besar kepada pemerintah, instansi, dan para pelaku ekonomi daerah untuk menangani pembangunan di daerah. Pemerataan pembangunan wilayah dengan pemerataan alokasi investasi antarwilayah perlu memperhatikan masalah dan potensi yang ada di wi-layah sehingga diharapkan akan terjadi spesialisasi dalam proses pembangunan dengan keunggulan komparatif yang dimiliki masing-masing wilayah. Demikian pula dengan pe-ngembangan wilayah melalui pembangunan di daerah antara pusat pemerintahan daerah propinsi dengan kota/kabupaten dan antara daerah kota/kabupaten dengan kecamatan, dan seterusnya harus pula memperhatikan masalah dan potensi yang ada.
Drs. Subagyo, MM., dan **) Drs. Rudy Badrudin, M.Si., adalah Dosen Tetap STIE YKPN Yogyakarta.
25
Jam STIE YKPN - Subagyo dan Rudy Badrudin Menurut UU Nomor 22 tahun 1999, Republik Indonesia menganut asas desentralisasi, asas dekonsentrasi, dan tugas pembantuan dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan mem-beri ke-sem-patan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah (UU Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, 1999, 60-64). Hal itu disebutkan dalam penjelasan Pasal 18 UUD 1945. Oleh karena itu, Pasal 18 UUD 1945 menjadi landasan yang kuat bagi TAP MPR Republik Indonesia Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian dan Pemanfataan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan; serta Per-imbangan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai landasan yang kuat untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Otonomi daerah dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan ber-tanggungjawab kepada daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan penga-turan, pembagian, dan pemanfaatan sumberdaya nasional yang berkeadilan serta perim-bangan keuangan pusat dan daerah. Di samping itu, penyelenggaraan otonomi daerah juga dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi, partisipasi masyarakat, pemerataan, dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Daerah propinsi merupakan daerah otonom dan sekaligus wilayah administrasi sebagai pelaksana kewenangan pemerintah pusat yang didelegasikan kepada gubernur. Daerah propinsi bukan merupakan pemerintah atasan dari daerah kabupaten atau daerah kota. Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan ¾ perencanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi ¾ kecuali di bidang luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan lainnya yang akan dengan ditetapkan dengan Pemerintahan Pemerintah. Kewenangan otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan daerah dalam bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh, hidup, dan berkembang di daerah. Kewe-nangan otonomi yang bertanggungjawab adalah
26
Kajian Dampak Pertumbuhan ......
perwujudan pertangungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewajiban kepada daerah dalam men-ca-pai tujuan pem-berian otonomi. Untuk menyelenggarakan otonomi daerah tersebut maka daerah diberi kewenangan untuk menggali sumber keuangan daerah sendiri yang didukung oleh per-im-bangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah serta antara propinsi dan kabupaten/ kota sebagai prasyarat dalam sistem Pemerintahan Daerah. Menurut UU Nomor 25 tahun 1999, dalam penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumberdaya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah (UU Nomor 25 tahun 1999 ten-tang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, 1999, 120-123). Sum-ber pembiayaan pelaksanan desentralisasi terdiri dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah, dan lainlain penerimaan yang sah. Berdasarkan sumber pembiayaan daerah tersebut, maka pelaksanaan pembangunan di daerah menjadi lebih lancar dengan tidak mengabaikan distribusi pendapatan antarwilayah yang timpang seperti yang terjadi pada masa lalu. Hasil pembangunan yang ditunjukkan pada nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dapat dianalisis dengan memperhitungkan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai PDRB tersebut. Analisis yang dilakukan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan teori pertumbuhan dan pembangunan ekonomi regional. TEORI PERTUMBUNAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL Saat ini tidak ada suatu teori yang mampu untuk menjelaskan pembangunan ekonomi daerah secara komprehensif (Lincolin Arsyad, 1999, hal. 299). Namun demikian, ada beberapa teori yang secara parsial yang dapat membantu kita untuk memahami arti penting pembangunan ekonomi daerah. Pada hakekatnya, initi teori-teori tersebut berkisar pada dua hal, yaitu pembahasan yang berkisar tentang metode dalam menganalisis perekonomian suatu daerah dan teoriteori yang membahas tentang faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi suatu daerah tertentu.
Jam STIE YKPN -Subagyo dan Rudy Badrudin Teori Ekonomi Klasik Teori ekonomi klasik memberikan 2 konsep pokok dalam pembangunan ekonomi daerah, yaitu keseimbangan dan mobilitas faktor produksi. Artinya sistem perekonomian akan mencapai keseimbangan alamiahnya jika modal dapat mengalir tanpa adanya hambatan atau batasan. Oleh karena itu, modal akan mengalir dari daerah yang berupah tinggi menuju daerah yang berupah rendah. Teori Basis Ekonomi Teori basis ekonomi ini menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan industriindustri yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja. Dasar strategi pembangunan daerah ini adalah penekanan terhadap arti penting bantuan kepada dunia usaha yang mempunyai pasar seara nasional dan internasional. Dengan demikian, harus ada kebijakan untuk mengurangi hambatan bagi perusahaan di daerah yang berorientasi ekspor. Teori ini mendasarkan pada aspek permintaan barang dan jasa dari luar daerah tersebut. Oleh karena itu, akan menimbulkan ketergantungan yang sangat tinggi terhadap kekuatan pasar secara nasional atau internasional. Teori Lokasi Teori lokasi pertama adalah yang dikenal sebagai proses pembentukan sistem kota. Sebagai perintis konsep ini adalah Christaller dan Losch yang kemudian dikembangkan oleh Brian Berry. Konsep ini dikenal dengan Model Tempat Sentral atau Central Place Model (Sukanto R. dan AR Karseno, 1997, hal. 72). Hakekat teori Christaller dan Losch adalah tanah yang produktif mendukung pusat kota. Pusat kota itu ada karena berbagai jasa penting harus disediakan bagi tanah atau lingkungan sekitarnya. Secara ideal kota merupakan pusat daerah yang produktif, dengan demikian yang disebut dengan tempat sentral pada hakekatnya adalah pusat kota. Berbagai anggapan dikemukakan oleh Christaller dan Losch, yaitu: a. Hanya ada dua kegiatan, yaitu kegiatan desa dan kota
Kajian Dampak Pertumbuhan ......
b. Kegiatan desa, yaitu pemakaian ekstensif tanah untuk pertanian dan tidak ada ekonomi aglomerasi. c. Kegiatan kota merupakan pemakaian intensif tanah sifatnya ekonomi aglomerasi. d. Mereka yang melakukan kegiatan-kegiatan tersebut saling membutuhkan hasil kegiatan masing-masing. e. Kualitas tanah sama dan ongkos transfer proporsional dengan jarak. f. Kegiatan desa dan permintaan terhadap hasil kota berdistribusi yang sama. Model Tempat Sentral (MTS) relevan bagi perencanaan kota dan regional karena sistem hierarkis merupakan sarana yang efisien untuk administrasi dan alokasi sumber-sumber kepada daerah. Tempat sentral merupakan titik per-tumbuhan inti di daerahnya dan menentukan tingkat perkembangan ekonomi keseluruhan daerah. Dengan demikian, jelas bahwa distribusi ruang dan besar dari pusat-pusat kota merupakan unsur yang sangat penting dalam struktur daerah-daerah nodal dan melahirkan konsep-konsep dominasi dan polarisasi yang mensifati struktur ini. Dalam MTS juga dikemukakan tentang inter-dependensi antara pusat-pusat kota dengan daerah-daerah di sekitarnya. Teori lokasi kedua adalah yang disebut dengan “kutub-kutub pertumbuhan” (growth poles) yang dipelopori oleh ekonom-ekonom Perancis, yaitu Francois Perroux dan Boudeville (Alonso W., 1989, hal. 334). Perroux dan Boudeville men-definisikan sebuah kutub pertumbuhan sebagai suatu kumpulan industri yang akan mampu menggerakan pertumbuhan ekonomi suatu negara karena industri-industri tersebut mempunyai kaitan kemuka (forward linkage) dan kaitan ke belakang (backward linkage) yang kuat dengan sebuah industri unggul (leading industry). Perroux dan Boudeville mengatakan, bahwa kumpulan industri cenderung untuk memilih lokasi yang memusat pada kota-kota besar (aglomerasi ekonomi) dan didukung oleh sebuah daerah belakang (hinterland) yang kuat karena berlakunya aglomerasi ekonomi. Pendekatan growth poles menekankan pentingnya pusat-pusat wilayah utama untuk pertumbuhan dengan maksud agar pertumbuhan tersebut dapat menimbulkan efek pertumbuhan bagi daerah-daerah lainnya. Dalam perkembangan berikutnya, pendekatan growth poles dapat digunakan untuk mengkaji hubungan timbal balik desa-kota, yaitu
27
Jam STIE YKPN - Subagyo dan Rudy Badrudin dengan mengembangkan kota melalui pengembangan sektor industri dengan tujuan agar perkembangan ini menetes ke bawah (trickle-down effect) dan menyebar (spread effect) ke perkembangan desa melalui arus barang hasil industri ke desa, arus bahan mentah untuk industri dan bahan pangan dari desa, arus urbanisasi atau “commuter” ke kota dan mungkin juga arus modal dari desa ke kota. Makin murah biaya produksi industri di kota dan atau makin rendah biaya transpor dari kota ke desa maka makin luas pengaruh perkembangan kota ke desa. Dalam kenyataanya, perkembangan kota mengakibatkan terjadinya polarisasi (“polarization” atau “backwash effect”) terhadap perkembangan desa, karena adanya urbanisasi tenaga kerja muda ke kota sehingga desa kehilangan tenaga produktif untuk mengembangkan desa itu sendiri. Untuk menandingi polarisasi maka John Friedmann dan Mike Douglass mengajukan pendekatan spasial yang disebut agropolitan approach (J. Kardi, 1993, hal. 156). Pendekatan agropolitan menyarankan agar pola pertumbuhan sebagai berikut: a. wilayah pertumbuhan yang secara geografis relatif sempit (untuk Indonesia luasnya lebih kurang satu kecamatan), b. ada kemandirian dalam perencanaan pembangunan wilayahnya, c. ada diversifikasi dalam employment antara pertanian dan non pertanian, d. ada potensi pengembangan industri yang didasarkan pada sumberdaya yang terdapat di wilayah tersebut, dan e. pendayagunaan teknologi lokal. Model polarisasi spasial ekonomi lain adalah model yang ditemukan Albert Hirschman dan Gunnar Myrdal. Hirschman dan Myrdal berpendapat, bahwa karena potensi sumberdaya yang tidak seragam dan
28
Kajian Dampak Pertumbuhan ......
tidak merata antara region satu dengan region lainnya maka region-region dalam sebuah negara akan tumbuh secara tidak bersama-sama dan tidak seragam. Untuk dapat tumbuh dengan cepat, suatu negara perlu memilih satu atau lebih pusat-pusat pertumbuhan regional yang mempunyai potensi paling kuat. Apabila region-region kuat ini telah tumbuh maka akan terjadi perembetan pertumbuhan bagi region-region lemah. Perembetan pertumbuhan ini bisa berdampak positif (trickle-down effect), yaitu adanya pertumbuhan di region yang kuat dan menyerap potensi tenaga kerja di region yang lemah yang masih menganggur atau mungkin region yang lemah menghasilkan produk yang sifatnya komplementer dengan produk region yang lebih kuat. Sedangkan dampak negatif (polarization effect) terjadi kalau kegiatan produksi di region yang kuat bersifat kompetitif dengan produksi region yang lemah, yang sebenarnya justru memerlukan pembinaan dan tidak bersaingan dengan region kuat yang memang memiliki sifat-sifat ekonomis yang lebih tangguh. PARADIGMA BARU TEORI PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL Teori-teori pembangunan tersebut belum mampu untuk menjelaskan kegiatan-kegiatan pembangunan ekonomi regional secara tuntas dan komprehensif. Oleh karena itu, suatu pendekatan alternatif terhadap teori pembangunan regional telah dirumuskan untuk kepentingan perencanaan pembangunan ekonomi regional. Pendekatan ini merupakan sistesa dan perumusan kembali konsep-konsep yang telah ada. Pendekatan ini memberikan dasar bagi kerangka pikir dan rencana tindakan yang akan diambil dalam konteks pembangunan ekonomi regional. Paradigma baru ditunjukkan pada tabel 1 berikut ini:
Jam STIE YKPN -Subagyo dan Rudy Badrudin
Kajian Dampak Pertumbuhan ......
Tabel 1 Paradigma Baru Teori Pembangunan Ekonomi Regional Komponen Kesempatan Kerja
Konsep Lama Semakin banyak perusahaan = samakin banyak peluang kerja
Konsep Baru Perusahaan harus mengem- bangkan pekerjaan yang sesuai dengan kondisi penduduk daerah Basis Pembangunan Pengembangan sektor ekono mi Pengembangan lembaga-lemba-ga ekonomi baru Aset-Aset Lokasi Keunggulan komparatif didasarkan Keunggulan kompetitif didasarkan pada pada aset fisik kualitas lingkungan Sumberdaya Pengetahuan Ketersediaan angkatan kerja Pengetahuan sebagai pembangkit ekonomi Sumber: Lincolin Arsyad, Ekonomi Pembangunan, Ed. 4, BP STIE YKPN., Yogyakarta, 1999, hal. 302.
Dasar pemikiran pewilayahan (regionalisasi) sebenarnya merupakan sesuatu yang nyata, yaitu setiap kegiatan itu pasti terjadi dan mempunyai efek dalam sebuah ruang dan bukan dalam sebuah titik yang statis (Budiono Sri Handoko, 1984, hal. 1). Misalnya, sebidang lahan yang diusahakan untuk sawah, maka kegiatan produksi padi itu tidak terbatas pada lahan itu saja, tetapi ber-dasarkan pemikiran bahwa tata ruang (spasial) kegiatan produksi padi itu berkaitan dengan letak tempat tinggal petani, berapa jauh si petani harus berjalan menuju sawahnya, asal tempat petani mendapatkan input yang di-perlukan, sasaran tempat petani menjual hasil produksinya, sasaran tempat petani akan membelanjakan pendapatannya, dan sebagainya. Dengan demikian, dalam pendekatan tata ruang, pembangunan yang terjadi di suatu daerah akan
mempengaruhi daerah lain, demikian pula sebaliknya. Dalam perkembangan regional selanjutnya, pendekatan tata ruang ini digunakan untuk membahas hubungan antara pertumbuhan daerah perkotaan dengan pedesaan. Hubungan atau kontak yang terjadi antara daerah perkotaan dengan pedesaan berserta hasil hubungannya yang berujud tertentu diartikan sebagai interaksi. (R. Bintarto., 1996, hal. 61). Interaksi antara desa-kota merupakan suatu proses sosial, proses ekonomi, proses budaya, maupun proses politik yang terjadi karena berbagai faktor atau unsur yang dalam kota, dalam desa, dan di antara kota dan desa, seperti adanya kebutuhan (hubungan) timbal-balik antara desa-kota. Secara garis besar hubungan timbal-balik antara desa-kota ditunjukkan dalam tabel 2 berikut ini:
Tabel 2 Hubungan Timbal-Balik antara Desa-Kota
Kota Desa Pasar bagi hasil produksi pangan Produksi pangan Produsen input untuk industri pangan Konsumen input Pusat layanan kota (sekolah, rumah sakit, bank Sumber tenaga kerja dan sebagainya) Sumber penemuan teknologi Pasar untuk hasil industri Pusat kegiatan industri Sumber investasi dalam artian teoritik Sumber: Budiono Sri Handoko, Interaksi antara Desa dan Kota, PPE FE UGM dan Biro Perencanaan Deptan. RI, 1985, hal. 1.
29
Jam STIE YKPN - Subagyo dan Rudy Badrudin Berdasarkan Tabel 2 dapat diinterpretasikan berbagai macam hubungan antara kegiatan-kegiatan yang berada di kota dan desa, di antaranya ada yang menyamakan hu-bungan antara desa dan kota dengan hubungan antara pertanian dan industri. Hubungan tim-bal balik itulah yang mengakibatkan munculnya fungsi kota, yaitu antara lain sebagai tempat pengumpulan hasil pro-duksi dari daerah-daerah di belakangnya atau desa-desa di sekitarnya (hinterland), sebagai tempat pengumpulan input yang diperlukan pedesaan (pupuk, bibit, obat-obatan dan sebagainya) dan se-buah pusat administrastif (Kadariah, 1989, hal. 67). Kota tidak dapat tumbuh untuk “dirinya” sendiri, tetapi juga tumbuh untuk desa-desa di seki-tarnya. Dalam pandangan ekonomi regional, pembangunan perkotaan tanpa meng-kaitkan dengan pembangunan pedesaan adalah tidak mungkin terjadi, demikian pula se-baliknya. PEMBANGUNAN RUKO DAN KIOS/LOS PASAR DI BERBAGAI WILAYAH KABUPATEN SLEMAN Salah satu hasil pembangunan di Kabupaten Sleman yang secara fisik nampak kita lihat adalah menjamurnya pembangunan ruko dan kios/los pasar di berbagai wilayah Kabupaten Sleman. Pembangunan ruko dan kios/los pasar tersebut muncul seiring dengan pembangunan perumahan di berbagai wilayah Kabupaten Sleman. Sebagai contoh, munculnya kawasan perumahan di kawasan Jalan Kaliurang dan Jalan Monumen Yogya Kembali (Monjali) ke utara dan sekitarnya, Jalan Godean ke barat dan sekitarnya, Jalan Wates ke barat dan sekitarnya, Jalan Ring Road Utara dan Jalan Solo ke timur dan sekitarnya, dan Jalan Wonosari ke timur dan sekitarnya telah mempercepat proses pertumbuhan wilayah di jalan menuju perumahan dan wilayah perumahan. Proses pertumbuhan wilayah tersebut muncul karena adanya kebutuhan dari penghuni kawasan perumahan terhadap barang-barang yang dibutuhkannya dan kebutuhan dari pemilik tanah (penduduk individu dan tanah kas desa) untuk lebih mengoptimalkan penggunaan tanah yang dimilikinya. Sebagai contoh, pembukaan kawasan perdagangan (ruko dan kios/los pasar) di Pasar Tlagareja Jalan Godean mengakibatkan
30
Kajian Dampak Pertumbuhan ......
kawasan tersebut tumbuh semakin berkembang. Pembukaan kawasan tersebut merupakan salah satu bentuk respon dari pelaku ekonomi (pengembang) dan pemerintah daerah (kecamatan dan desa) dalam memfasilitasi kebutuhan masyarakat terutama masyarakat yang bertempat tinggal di berbagai kawasan perumahan di sekitar Jalan Godean. Model pembiayaan pembangunan dan pemeliharaan kawasan ruko dan kios/los pasar di berbagai wilayah Kabupaten Sleman ada dua kemungkinan, yaitu: 1. Model Build Operate Transfer (BOT) Pada model BOT, pengembang swasta (investor) melakukan pembangunan kawasan ruko dan kios/ los pasar, kemudian mengoperasikan dengan menjual atau menyewakan, dan setelah jangka waktu tertentu hak pengelolaan diserahkan kepada pemerintah desa. Selama hak pengelolaan dimilki investor, pemerintah desa akan menerima pembayaran sewa lahan dari investor. Investor akan menanggung biaya pembangunan kawasan tersebut dan akan menerima pembayaran dari penyewa ruko dan kios/los pasar selama hak pengelolaan dimiliki investor. Setelah masa sewa investor dengan pemerintah desa selesai, hak pengelolaan selanjutnya diserahkan kepada pemerintah desa. 2. Model Build Transfer Operate (BTO) Pada model BTO, pengembang swasta (investor) melakukan pembangunan kawasan ruko dan kios/ los pasar. Biaya pembangunan kawasan tersebut ditanggung sepenuhnya oleh investor dan akan menerima pembayaran dari pemerintah desa apabila pembangunan kawasan tersebut selesai. Selanjutnya, diserahkan kepada pemerintah desa untuk diperasikan dengan menyewakan sehingga pemerintah desa akan menerima pembayaran dari penyewa. DAMPAK PERTUMBUHAN KAWASAN RUKO DAN KIOS/LOS PASAR TERHADAP PEREKONOMIAN KABUPATEN SLEMAN Pertumbuhan kawasan ruko dan kios/los pasar di berbagai wilayah Kabupaten Sleman menimbulkan dampak terhadap perekonomian Kabupaten Sleman. Beberapa dampak tersebut adalah:
Jam STIE YKPN -Subagyo dan Rudy Badrudin 1. Dampak terhadap pertumbuhan wilayah Pertumbuhan wilayah di Kabupaten Sleman terutama disebabkan oleh perkembangan dunia pendidikan tinggi yang ditunjukkan dengan banyaknya kampus yang dibangun di Kabupaten Sleman. Perkembangan kampus pada akhirnya mendorong munculnya rumah pondokan, warung makan, pedagang kali lima, jasa internet, jasa fotocopy, dan lainnya. Oleh karena itu, muncul pendapat bahwa kampus menjadi magnet bagi pertumbuhan wilayah. Apabila kita lihat penyebaran lokasi kampus di Kabupaten Sleman yang sebagian besar berada di Kecamatan Depok, nampak bahwa jenis kegiatan ekonomi yang banyak dilakukan di wilayah Kecamatan Depok dan sekitarnya adalah yang berkaitan dengan jasa pendidikan tinggi. Di samping itu, pertumbuhan wilayah di Kabupaten Sleman juga didorong oleh perkembangan kawasan perumahan yang menyebar di berbagai wilayah. Perkembangan kawasan perumahan ini, mendorong perkembangan wilayah di sekitar perumahan di antarnya dengan berubah fungsinya tanah pedesaan (tanah kas desa) menjadi lahan yang lebih produktif, yaitu dengan menyewakan lahan kas desa kepada pengembang swasta (investor) untuk dibangun kawasan ruko dan kios/los pasar yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di kawasan perumahan dan sekitarnya. Dengan demikian, pertumbuhan wilayah di Kabupaten Sleman didorong oleh perkembangan dunia pendidikan tinggi, kawasan perumahan, dan kawasan ruko dan kios/los pasar. 2. Dampak terhadap masyarakat dan pemerintah desa di sekitar kawasan ruko dan kios/los pasar Pengembangan kawasan ruko dan kios/los pasar akan berdampak positif dan negatif bagi masyarakat sekitar. Dampak positif bagi masyarakat sekitar adalah penyerapan tenaga kerja dalam pembangunan dan operasional kawasan ruko dan kios/los pasar. Pembangunan kawasan ruko dan kios/los pasar yang dilakukan investor, dalam proses pembangunannya banyak menggunakan tenaga kerja dari penduduk sekitar. Hal itu berkaitan dengan bina lingkungan yang banyak digunakan investor agar proyek yang sedang dibangun mendapat dukungan dari masyarakat sekitar proyek. Pelibatan penduduk sekitar proyek sebagai
Kajian Dampak Pertumbuhan ......
salah satu sumber tenaga kerja akan menambah dukungan bagi keberadaan proyek tersebut dan penduduk tersebut akan memperoleh kompensasi yang akan meningkatkan pendapatan desa. Misalnya, dalam proyek pembangunan ruko dan kios/los pasar dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 25 orang penduduk, maka selama 3 bulan (lama pengerjaan proyek) akan ada tambahan pendapatan desa sebanyak 25 orang x Rp25.000/hari x 6 hari x 4 minggu x 3 bulan = Rp45.000.000. Di samping itu, penyerapan tenaga kerja pada proyek tersebut terjadi pula pada waktu operasional kawasan ruko dan kios/los pasar di mulai, yaitu sebagai tenaga pada ruko atau kios/los pasar atau sebagai tenaga pada pengelola kawasan tersebut, misalnya tenaga pembersih, keamanan, dan sebagainya. Apabila dalam kawasan tersebut ada sebanyak 100 ruko dan kios/los pasar yang masingmasing membutuhkan 1 orang tenaga dan tenaga pembersih serta kemanan 10 orang, maka apabila separuhnya saja diserap dari penduduk sekitar maka akan ada tambahan 55 orang penduduk bekerja pada operasional kawasan tersebut. Apabila per bulan 55 orang penduduk tersebut memperoleh upah Rp150.000 per tenaga kerja maka akan ada tambahan pendapatan desa sebanyak 55 orang x Rp150.000 = Rp8.250.000. Di samping dampak positif, kawasan ruko dan kios/los pasar juga berdampak negatif bagi masyarakat sekitar. Dampak negatif yang ditimbulkan dengan adanya pembangunan kawasan ruko dan kios/los pasar adalah bergesernya pola konsumsi masyarakat desa menjadi lebih konsumtif (demonstration effect negatif). Pergeseran pola konsumsi akan menggeser pola kehidupan masyarakat desa sehingga sisi kehidupan masyarakat desa yang guyup rukun dan gotong royong akan menjadi lebih individualistik dan hedonis. Hal ini sudah nampak pada desa-desa di Kabupaten Sleman yang masuk dalam lingkungan kecamatan kota. Dampak bagi pemerintah desa adalah bertambahnya sumber pendapatan desa dari menyewakan tanah kas desa kepada investor atau pengembang kawasan ruko dan kios/los pasar. Di samping itu, pemerintah desa akan memperoleh tambahan sumber pendapatan desa dari investor setelah masa sewa tanah kas berakhir (rata-rata antara 20 sampai dengan 30 tahun). Setelah hak pengelolaan kawasan ruko dan kios/los pasar dimiliki pemerintah desa, maka pemerintah desa memiliki keleluasaan dalam
31
Jam STIE YKPN - Subagyo dan Rudy Badrudin
Kajian Dampak Pertumbuhan ......
menyewakan dan melakukan pemeliharaan, baik menjadi swakelola maupun disewakan lagi secara utuh satu kawasan tersebut kepada investor lama dan atau investor baru.
Kabupaten Sleman berdampak pada aspek perekonomian Kabupaten Sleman. Hal ini ditunjukkan dengan perubahan nilai subsektor sewa bangunan pada data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Sleman kurun waktu 1998-2001, baik PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) (untuk menghitung distribusi subsektor terhadap PDRB) maupun PDRB atas dasar harga konstan (ADHK) 1993 (untuk menghitung laju pertumbuhan subsektor). Berikut ini ditunjukkan tabel 3 tentang PDRB subsektor sewa bangunan:
3. Dampak terhadap perekonomian Kabupaten Sleman Perkembangan wilayah di Kabupaten Sleman karena perkembangan dunia pendidikan tinggi dan kawasan perumahan yang menyebar di berbagai wilayah
Tabel 3 Perkembangan Nilai Subsektor Sewa Bangunan di Kabupaten Sleman, Tahun 1998-2001 Keterangan
1998
1999
2000
2001
Nilai ADHB (Rp000)
224.141.000
252.069.000
272.816.000
317.442.000
Nilai ADHK 1993 (Rp000)
145.107.000
148.473.000
157.062.000
151.201.000
Peranan (%)
8,33%
7,93%
7,66%
7,70%
Pertum buhan (%)
-
2,32%
1,84%
3,88%
Sumber: Kabupaten Sleman Dalam Angka, BPS Kabupaten Sleman. Data diolah. Nampak pada tabel 3, trend peranan subsektor sewa bangunan di Kabupaten Sleman cenderung menurun (pengaruh krisis moneter 1998) tetapi naik lagi pada tahun 2001. Demikian pula, trend pertumbuhan subsektor sewa bangunan di Kabupaten Sleman cenderung menurun pada kurun waktu tahun 1999-2000 tetapi naik lagi pada tahun 2001. Kecenderungan peranan dan laju pertumbuhan subsektor sewa bangunan yang mulai naik pada tahun 2001 di Kabupaten Sleman ternyata mengikuti pola yang terjadi dalam Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Bahkan pada tahun 2002 yang lalu dan masih akan berlanjut pada tahun 2003 ini di Jakarta terjadi over demand property karena bunga deposito yang cenderung turun sepanjang tahun 2002 dan semester satu tahun 2003. Turunnya bunga deposito pada semester satu tahun 2003 (menjadi ± 11% dan dipotong pajak 20%) menjadi tidak menarik bagi deposan sehingga mengubah strategi investasi di sektor riil (property).
32
Booming usaha property yang terjadi di Jakarta terjadi pula pada pembangunan kawasan ruko dan kios/ los pasar di Kabupaten Sleman. Observasi yang penulis lakukan dengan mengambil sampel pada beberapa kawasan ruko dan kios/los pasar ternyata ruko dan kios/los pasar yang ditawarkan telah habis dipesan penyewa sebelum grand opening pembukaan kawasan tersebut. Bahkan pengembangan kawasan tersebut yang dilakukan dengan menambah bangunan ruko dan kios/los pasar pun telah habis dipesan sebelum rencana pembangunannya dilaksanakan. Hal ini menunjukkan bahwa over demand property khususnya ruko dan kios/ los pasar telah terjadi di Kabupaten Sleman karena adanya demand yang lebih besar daripada supply. Di samping dampak terhadap PDRB Kabupaten Sleman, pertumbuhan kawasan ruko dan kios/los pasar juga berdampak terhadap peningkatan penerimaan pemerintah di antaranya dari pajak bumi dan bangunan (PBB) karena kenaikan nilai jual obyek pajak (NJOP)
Jam STIE YKPN -Subagyo dan Rudy Badrudin dan retribusi pasar. Penerimaan retribusi pasar di Kabupaten Sleman akan meningkat lagi pada tahuntahun mendatang mengingat semakin berkembangnya
Kajian Dampak Pertumbuhan ......
kawasan ruko dan kios/los pasar. Sebagai gambaran, berikut ini disajikan tabel 4 tentang distribusi sumbersumber penerimaan retribusi di Kabupaten Sleman:
Tabel 4 Persentase Masing-Masing Pos Retribusi Terhadap Total Retribusi Daerah, Tahun 2001-2002
Pos
Tahun Anggaran 2001 Target Persen 18,000,000.00 0,20
Rumah Potong Hewan Penjualan Prod. Usaha 223,290,500.00 Daerah Pelayanan Kesehatan 4,137,000,000.00 Pelayanan Sampah 172,850,000.00 Sumber: APBD Kabupaten Sleman Tahun Anggaran 2001-2002. Ijin Mendirikan Bangunan 600,000,000.00 Ijin Gangguan 180,000,000.00 Penggunaan Kekayaan Nampak pada tabel 4 persentase penerimaan pembangunan pasar desa dan atau pasar kabupaten 62,214,000.00 Daerah retribusi pasar pada kurun waktu 2001-2002 mengalami ke pos anggaran lain, mengingat semakin besarnya partisipasi investor swasta (masyarakat) dalam peningkatan, yaitu semula hanya sebesar 8.60% Parkir 210,781,000.00 melaksanakan pembangunan daerah. menjadi 11,20%. Di samping berdampak terhadap Pasar 1,080,000,000.00 peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui Tempat Rekreasi dan OR 644,838,000.00 retribusi pasar, perkembangan kawasan ruko dan kios/ PENUTUP Pengujian Kend. Bermotor 157,786,000.00 los pasar di Kabupaten Sleman yang dilakukan oleh Terminal 104,544,000.00 investor swasta bekerja sama dengan pemerintah desa Pemberlakuan dua undang-undang tentang Otonomi Ijin Trayek 2,500,000.00 Da-erah per 1 Januari 2001, yaitu Undang-Undang juga akan berdampak terhadap anggaran pembangunan Pengurusan KTP dan ACS 262,500,000.00 Nomor 22 tentang Pemerintah Daerah tahun 1999 dan Kabupaten Sleman. Hal ini ditunjukkan dengan Ijin Peruntukan Pengg. Tanah25 tentang Perimbangan 75,000,000.00 Undang-Undang Nomor kemungkinan mengalihkan pos anggaran 7,931,303,500.00
33
2,80 52,20 2,20 7,60 2,30 0,80 2,70 3,60 8,10 2,00 1,30 0,00 3,30 0,90 100,00
Jam STIE YKPN - Subagyo dan Rudy Badrudin Keu-angan antara Pemerintah Pusat dan Daerah telah memberikan peran yang lebih besar kepada pemerintah, instansi, dan para pelaku ekonomi daerah. Pemberian peran yang lebih besar mengakibatkan daerah menjadi lebih mandiri dalam melaksanakan pembangunan daerah termasuk Kabupaten Sleman. Salah satu hasil pembangunan daerah di Kabupaten Sleman yang secara fisik nampak kita lihat adalah menjamurnya pembangunan ruko dan kios/los
pasar di berbagai wilayah Kabupaten Sleman. Pembangunan kawasan tersebut berdampak terhadap pertumbuhan wilayah Kabupaten Sleman, peningkatan pendapatan masyarakat dan pemerintah desa, pergeseran pola konsumsi dan kehidupan sosial masyarakat desa, peningkatan peranan dan laju pertumbuhan subsektor sewa bangunan terhadap PDRB Kabupaten Sleman, dan peningkatan sumber pajak dan retribusi dalam PAD Kabupaten Sleman.
DAFTAR PUSTAKA
Pemerintah Kabupaten Sleman.Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Sleman Triwulan I Tahun Anggaran 2002. 2002.
BPS Kabupaten Sleman. Kabupaten Sleman Dalam Angka Tahun 2001. 2002. __________________. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Sleman Tahun 1996-2001. 2002. __________________. Produk Domestik Regional Bruto Kecamatan se Kabupaten Sleman. 2002. Budiono. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 4: Teori Pertumbuhan Ekonomi. BPFE. Yogyakarta. 1992. Budiono Sri Handoko. Pembangunan Regional. PPE FE UGM dan Deptan RI. Yogyakarta. 1984. __________________. Interaksi antara Desa dan Kota. PPE FE UGM dan Deptan RI. Yogyakar-ta. 1985. Lincolin Arsyad. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan: Ekonomi Daerah. BPFE. Yogyakarta. 1999. Mudrajad Kuncoro. Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah, dan Kebijakan. UPP AMP YKPN. Yogyakarta. 1997.
34
Kajian Dampak Pertumbuhan ......
__________________.Anggaran dan Belanja Daerah Kabupaten Sleman Tahun Anggaran 1997/1998 – 2001. Proceedings. Otonomi Daerah dan Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Rangka Pemberdayaan Potensi Daerah. ISEI Yogyakarta. 1999. Rudy Badrudin. “Pengembangan Wilayah Propinsi DIY (Pendekatan Teoritis)”. Jurnal Ekonomi Pembangunan FE UII. Yogyakarta. 2000. ______________. “Menggali Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Melalui Pengembangan Industri Pariwisata”. Jurnal Kompak STIE Yogyakarta. Yogyakarta. 2001. __________________.“Peluang dan Tantangan Pelaku Ekonomi di Daerah Dalam Era Otonomi Daerah”. Jurnal Kajian Bisnis STIE Widya Wiwaha Yogyakarta. Yogyakarta. 2002.
Jam STIE YKPN -Subagyo dan Rudy Badrudin
Kajian Dampak Pertumbuhan ......
Sekretariat Negara Republik Indonesia. Undang-Undang Otonomi Daerah 1999. Penerbit Kuraiko Pratama. Bandung. 1999. __________________.Undang-Undang Republik Indonesia No mor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak daerah dan Retribusi Daerah dan Beberapa Peraturan Pemerintah Bidang Dana Perimbangan Nomor 104, 105, 106, dan 107. Penerbit PT Mutiara Sumber Widya. Jakarta. 2001. Sukanto R. dan AR Karseno. Ekonomi Perkotaan. Ed. 3. BPFE. Yogyakarta. 1997. Suwarjoko Warpani. Analisis Kota dan Daerah. Penerbit ITB. Bandung. 1994.
35
Jam STIE YKPN - Subagyo dan Rudy Badrudin
36
Kajian Dampak Pertumbuhan ......
Jam STIE YKPN - Achmad Rahardjo
Menaksir Harga ......
ABSTRACT Small businesses in Indonesia have already proved that
MENAKSIRTEKANAN HARGA KETAATAN ANALISIS PENGARUH SUMBER DAYA ALAM LINGKUNGAN: TERHADAP JUDGMENT AUDITOR KASUS DI INDONESIA Hansiadi Yuli Hartanto1) 2) *) Indra Wijaya Kusuma Achmad Rahardjo
ABSTRACT This paper is involved environmental valuation methods for valuing natural resources which can be exploited for economic gain in Indonesia. It start with what and how environmental economics concerning on natural resources include some methods. Then, it shows developing progress on environmental economics in Indonesia. Finally, it is closed by comparing some environmental economic applied research results. Keywords: environmental economics, use value, consumer surplus, Indonesia. PENDAHULUAN Sebagai negara berkelimpahan sumberdaya alam hayati, Indonesia sangat bergantung pada pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam seperti pertambangan, hutan tropis, dan perikanan. Oleh karena itu, pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam tersebut sebaiknya mengacu kepada pola pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Dalam wacana pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan yang berkembang dewasa ini,
*)
disyaratkan agar pemanfaatan sumberdaya alam dapat diusahakan dengan seoptimal mungkin dan tanpa mengabaikan kebutuhan atau kepentingan sumberdaya alam bagi generasi masa datang. Kolstad (2000), mengatakan bahwa salah satu sumbangsih ilmu ekonomi lingkungan pada ilmu ekonomi pada umumnya adalah aktivitas penghitungan tingkat kebutuhan masyarakat terhadap barang dan jasa yang tidak diperjualbelikan dalam mekanisme pasar “non-marketed goods”. Perkembangan ilmu ekonomi lingkungan dan metode-metode penghitungan barang dan jasa yang tidak dipasarkan akan sangat diperlukan terutama menyangkut penghitungan nilai keuntungan dan kerugian terhadap suatu kegiatan ekonomi yang menggunakan –mengeksploitasi- sumberdaya alam/ lingkungan. Secara umum, ilmu ekonomi mempunyai tujuan untuk mengembangkan metode perhitungan ataupun pendekatan untuk mengukur dan mengkaji apakah suatu kebijakan ekonomi mampu meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Pada taraf ini umumnya melibatkan analisa keuntungan-kerugian (cost-benefit analysis atau CBA) yang mencoba mentransfer tingkat kesejahteraan masyarakat per individu ke dalam ukuran satuan rupiah atau satuan matauang lainnya. Apabila
Achmad Rahajo, M.Sc., adalah Alumni Hiroshima University Japan, staf Bappeda Bidang Ekonomi Kabupaten Sleman.
37
Jam STIE YKPN - Achmad Rahardjo suatu kebijakan ekonomi melibatkan barang dan jasa yang ada di mekanisme pasar, tentunya CBA akan menggunakan angka-angka satuan harga dalam rupiah yang ada di pasaran untuk analisis. Namun, kebijakan ekonomi juga dipengaruhi ataupun menyangkut barang dan jasa yang tidak ada di mekanisme pasar. Itulah sebabnya kemudian berkembang ilmu ekonomi lingkungan yang mempunyai fokus pada pengembangan metode valuasi atau penghitungan tingkat kesejahteraan yang menyangkut barang dan jasa yang tidak ada di pasar. Valuasi ini telah dan sedang dikembangkan dan menyangkut di beberapa bidang, dari penghitungan nilai ekonomi yang menyangkut sumberdaya alam/lingkungan sampai dengan penghitungan tingkat risiko kematian akibat penurunan kualitas lingkungan. METODEVALUASI Dalam beberapa tahun ini, penerapan metode valuasi non-market goods telah berkembang ke dalam dua kelompok besar, yaitu metode penilaian berdasarkan apa yang dikemukan secara langsung oleh individu (stated preference atau SP) dan metode yang berdasarkan pada penilaian secara tidak langsung (revealed preference atau RP). Ada beberapa cabang metode pada kedua kelompok tersebut. Sebagai representasi dari metode pertama yang paling banyak digunakan adalah metode kontingensi (contingent valuation method atau CVM). Metode ini disarankan untuk pertama kalinya oleh Ciriacy-Wantrup pada tahun
38
Menaksir Harga ......
1947, dan untuk kali pertama dicobakan oleh Davis pada tahun 1961. Sejak tahun 1961, penelitian-penelitian yang menggunakan metode CVM berkembang pesat sehingga menjadi motode yang paling popular dalam studi valuasi non-market goods, meskipun dalam pencapaian hasilnya masih diragukan oleh beberapa tokoh peneliti (Diamond-Hausman, 1994 dan Hanemman, 1994). Pada kelompok RP, penilaian non-market goods didasarkan pada kegiatan yang penggunaannya diasumsikan memiliki kemiripan dengan aktivitas ekonomi secara aktual. Menurut Braden dan Kolstad (1991), dua metode yang sangat populer pada cabang kedua ini adalah hedonic price method atau HPM dan metode biaya perjalanan (travel cost method atau TCM). Illustrasi dari HPM adalah harga jual properti (perumahan) akan tinggi apabila memiliki kualitas lingkungan yang baik dan sebaliknya harga jual properti itu akan rendah sesuai dengan rendahnya kualitas lingkungan yang ada di perumahan tersebut. Sedangkan contoh penggunaan TCM adalah penilaian cagar budaya atau cagar alam yang didasarkan pada analisis biaya-perjalanan dan tingkat kunjungan ke lokasi tersebut. Tingkat kunjungan akan menurun seiring dengan tingginya biaya perjalanan untuk menuju ke lokasi wisata. Hasil studi TCM dapat diimplementasikan pada penyusunan kebijakan pada pengembangan daerah wisata, seperti penetuan harga tanda masuk ke lokasi wisata, pengembangan infrastruktur, dan rencana pengembangannya (Ward and Beal, 2000).
Jam STIE YKPN - Achmad Rahardjo
Menaksir Harga ......
PREFERENCES
DOSE RESPONSE FUNCTIONS
STATED PREFENCES (direct approach)
REVEALED PREFERENCES (surrogate markets, indirect approaches)
MARKET VALUES
HEDONIC MARKETS
TRAVEL COST METHODS
WAGE RISK PROPERTY
AVERTIVE BEHAVIOUR
CONTINGENT VALUATION
Open/Closed Ended
USE VALUES
Bidding Game
CHOICE EXPERIMENTS
Payment Card
NON-USE VALUES + USE VALUES
Sumber: Garrod and Willis (1999). Gambar 1 Metode untuk Valuasi Lingkungan PERKEMBANGAN VALUASI LINGKUNGAN Seperti telah disinggung sebelumnya bahwa tujuan ilmu ekonomi adalah mengembangkan suatu metode yang sistematis dan terukur untuk mengkaji apakah kebijakankebijakan pembangunan ekonomi mampu meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Demikian pula perkembangan penerapan metodemetode tersebut sangat beragam di segala bidang dari mulai bidang keuangan dan moneter, perbankan, sampai dengan aplikasi penerapannya di bidang kesehatan dan sumberdaya alam. Khusus perkembangan metode valuasi lingkungan, secara singkat dapat digolongkan berdasarkan obyek yang diteliti ke dalam dua golongan yaitu sumberdaya alam (green issue) dan bidang di luar sumberdaya alam (brown issue). Contoh penerapan metode valuasi lingkungan dikelompok bidang sumberdaya alam yaitu penghitungan nilai ekonomi sumberdaya alam (natural resources accounting), estimasi nilai ekonomi lingkungan sumberdaya hayati hutan mangrove, hutan tropis, terumbu karang,
kekayaan fauna, dan penghitungan nilai ekonomi taman hutan wisata. Penerapan metode valuasi lingkungan di bidang diluar sumberdaya alam misalnya penghitungan nilai ekonomi akibat penurunan tingkat pencemaran udara, penentuan keuntungan (benefits) akibat usaha pengurangan tingkat/angka emisi pencemar udara (pm10), nilai keuntungan akibat usaha penurunan angka kematian akibat pencemaran udara, dan nilai hidup statistik (value of statistical life,VSL). Bidang terakhir (brown issue) ini dianggap lebih menarik bagi para peneliti akademis karena menyangkut hal yang terkait dengan kehidupan manusia. Akhir-akhir ini berkembang pula penelitian pada pengembangan metode valuasi itu sendiri terutama menyangkut mulai dari peningkatan ketepatan metode dan keakuratan hasil studi hingga penggunaan metode lain. Contoh dalam penggunaan teknologi terbaru adalah studi yang dilakukan oleh Bateman (1996) dan Gajanan (1997) yaitu penggunaan teknik penginderaan jauh (remote sensing) dan sistem informasi geografi
39
Jam STIE YKPN - Achmad Rahardjo
Menaksir Harga ......
(GIS) dalam metode valuasi TCM. Juga pengembangan suatu metode terbaru benefit transfer, yaitu suatu metode yang menggunakan hasil penilaian secara ekonomi lingkungan di suatu lokasi penelitian (study site) kemudian digunakan untuk menilai di daerah lain (policy site) tentunya dengan menyesuaikan dengan karakteristik lokasi baik fisik maupun sosial.
kehutanan, dapat disimpulkan bahwa penerapan metode valuasi lingkungan di Indonesia telah dan sedang dikembangkan. Pada tingkat akademik, perguruan tinggi dapat ditemukan hasil-hasil penelitian valuasi lingkungan. Namun, sebagian besar masih berorientasi pada bidang sumberdaya alam hayati (green issue) seperti penilaian ekonomi terumbu karang, hutan mangrove, taman nasional, dan taman hutan wisata. Hal ini dimaklumi karena kekayaan sumberdaya alam kita berlimpah dan selama ini kita masih sangat bergantung dengan sumberdaya alam. Berikut ini disajikan data tentang hasil penelitian penafsiran nilai sumberdaya alam khususnya penilaian taman hutan wisata di Indonesia dan beberapa negara lainnya.
PERKEMBANGAN DI INDONESIA Indonesia sebagai negara yang memiliki kelimpahan sumberdaya alam sudah seharusnya memiliki penelitianpenelitian ekonomi lingkungan. Mengacu pada laporan kegiatan dari NRM Indonesia, lembaga penelitian valuasi lingkungan yang berinduk pada kementerian
Tabel 1 Hasil Penelitian Penafsiran Nilai Sumberdaya Alam Khususnya Penilaian Taman Hutan Wisata di Indonesia dan Beberapa Negara
No.
Authors
Method
Study Site
Site Size
1.
ITCM
Indonesia, Forest Park
ITCM
Thailand, Coral reef
3.
Achmad Raharjo, 2002 Seenprachawong, 2001 Wunsiri, 1999
ZTCM
Thailand, Sanctuary
64.30 (ha) 21,800 (ha) n.a.
4.
Heyes, 1999
ITCM
England, National Park
5.
Purwanto, 1998
ZTCM
Indonesia, Forest Park
6.
Fix and Loomis, 1997
ITCM
US, Mountain Biking Sites
7.
Lookwood and Lindberg, 1996 Thi Hai and Duc Thanh, 1996 Sato and Masuda, 1994 Agus Luthfi, 1994
ITCM
Australia, National Park
ZTCM
Vietnam, National Park
2.
8. 9. 10
40
Willis and Garrod, 1991
173
18
630
8
313
n
298
19
1000 (km2) 590 (ha) n.a.
500
n
194
1 2
n.a.
618
4
282
n
ITCM
22,000 (ha) Japan, Recreation Park 64.30 (ha)
627
17
ZTCM
Indonesia, Beach
100
n
ITCM
UK, Forest Parks
126
0.1
Note : Adjusted value is calculated by the benefits value in local currency converted to US$ then, multiplied by the Consumer Price Index (CPI) in year 2001 price. 11
Sample CS Vis Size
31 (ha) n.a.
Jam STIE YKPN - Achmad Rahardjo PENUTUP Meskipun masih dapat diperdebatkan pada persoalan akurasi penelitan akibat asumsi-asumsi dan simplifikasi model perhitungan secara ekonomi, namun setidaknya kita dapat mengetahui nilai rupiah dari sumberdaya alam
DAFTAR PUSTAKA Bateman, Ian J. (1996) Measurement Issues in the Travel Cost Method: A Geographical Information Systems Approach, Journal of Agricultural Economics; 47(2), May 1996, 191-205. Bateman, Ian J. (2000) Developing Methodology for Benefit Transfer Using GIS: Modelling Demand for Woodland Recreation, UEA, UK. 2000 Clawson, M. & Knetsch, J. (1966). Economics of Outdoor Recreation. Baltimore, Md.: John Hopkins University Press. Fix, Peter; Loomis, John (1998). Comparing the Economic Value of Mountain Biking Estimated Using Revealed and Stated Preference, Journal of Environmental Planning and Management; 41(2), March 1998, 227-36. Freeman, A. M. III. (1993). The Measurement of Environmental and Resource Values. Theory and Methods. Washington DC: Resources for the Future. Gajanan Bhat, John Bergstrom (1997). Integration of Geographical Information System Based Spatial Analysis in Recreational Demand Analysis, Department of Agricultural and Applied Economics, University of Georgia, Jan 1997
Menaksir Harga ......
yang dimiliki. Tentunya penambahan khasanah penelitian dalam bidang ekonomi sumberdaya alam/ lingkungan selayaknya terus digalakkan demi peningkatan penelitian dalam penerapan metode valuasi maupun penambahan lokasi penelitian.
Gajanan Bhat, John Bergstrom, J. Micheal Bowker, (1997). An Ecoregional Approach to Benefit Transfer, Department of Agricultural and Applied Economics, University of Georgia, Jan 1997 Garrod and Willis (1999). Economic Valuation of The Environment: Methods and Case Studies. Edward Elgar Publishing Inc. USA Heyes C.L. and Heyes A. (1999). Recreational Benefits from the Dartmoor National Park. Journal of Environmental Management 55, 69-80. Israngkura, Adis (2001). Economic Evaluation of Natural Environment: Case Studies of Khao Yai and Kho Samed National Parks. Thailand Development Research Institute. Julii S. Brainard, Andrew A Lovett, Ian J. Bateman, (1997). Using Isochrone Surfaces in Travel Cost Models, School of Environmental Sciences, UEA, Norwich, UK. Lockwood and Lindberg (1996). Non-Market Economic Value of Recreation in Eurobodalla National Park. Albury NSW: Charles Sturt University, Johnstone Centre of Parks, Recreation and Heritage.
41
Jam STIE YKPN - Achmad Rahardjo
Loomis, J. B. & Walsh, R. G. (1997). Recreation Economic Decisions: Comparing Benefits and Costs, Second ed. State College, PA: Venture Publishing, inc. Lutfi, A. (1994). Valuing Economic Benefit of Recreational Park: Case Study in Watu Ulo Coastal Recreation in Jember, East Java. University of Indonesia Graduation Thesis. (in Indonesian) Md. Rumi Shammin, (1999). Application of the Travel Cost Method: A Case Study of Environmental Valuation of Dhaka Zoological Garden, North South Univ. Dhaka, 1999 Mendelsohn, R., Hof, J., Peterson, G., & Johnson, R. (1992). Measuring Recreation Values with Multiple destination Trips. American Journal of Agricultural Economics, 74, 926-933. Nguyen Thi Hai ; Tran Duc Thanh (1999). Using the Travel Cost Method to Evaluate the Tourism Benefits of Cuc Phung National Park. Economy and Environment Program for Southeast Asia, Singapore. Purwanto, Arief Budi, (1998). Valuing Economic Benefit of Great Juanda Forest Park with Travel Cost Method. Bandung Technology Institute Graduation Thesis. (in Indonesia) Randall, Alan, (1994) A Difficulty with the Travel Cost Method, Land Economics, 70(1), February 1994, pp. 88-96. Sato and Masuda (1994). Cost-Benefit Evaluation of Informal Recreation Activities in Agricultural Village, Yokohama. Journal of Agriculture and Rural Planning 1994 (2) (in Japanese).
42
Menaksir Harga ......
Seenprachawong, Udomsak (2001). An Economic Analysis of Coral Reefs in the Andaman Sea of Thailand. Sukholtai Tammathirat Open University Thailand – EEPSEA. Smith, V. Kerry (1996). Estimating economic values for nature: Methods for non- market valuation, New Horizons in Environmental Economics series. Cheltenham, U.K.: Elgar; distributed by Ashgate, Brookfield, Vt., 1996. Smith, V. Kerry (1997). Time and the Valuation of Environmental Resources. Resources for the Future Library Turner, Pearce and Bateman (1993). Environmental Economics: An Elementary Introduction. The Johns Hopkins University Press Maryland. Wahyudi (1996). Demand analysis of recreation in Carita, Pandeglang (West Java (Indonesia). Institut Pertanian Bogor, Indonesia, 1996 (in Indonesia) Walsh, G. Richard (1986). Recreation Economic Decisions: Comparing Benefits and Cost, Venture Publishing, Inc. State College, PA. Ward, Frank A., Diana Beal (2000) Valuing Nature with Travel Cost Models: A Manual, Edward Elgar Publizhing, Inc. Massachusetts UK. Ward, Frank A.; Loomis, John B. (1986). The Travel Cost Demand Model as an Environmental Policy Assessment Tool: A Review of Literature, Western Journal of Agricultural Economics, 11(2), December 1986, pp. 164-78.
Jam STIE YKPN - Achmad Rahardjo
Menaksir Harga ......
Willis, K. G., Garrod, G. D. (1991). An Individual Travel Cost Method of Evaluating Forest Recreation, Journal of Agricultural Economics; 42(1), January 1991, pp. 3342. Wunsiri, Ritthichai (1999). An Economic Valuation of the Recreational Benefit of Tonngachang Wildlife Sanctuary, Changwat Songkhla and Changwat Satun. Graduation Thesis Prince of Songkla University.
43
Jam STIE YKPN - Achmad Rahardjo
44
Menaksir Harga ......
Jam STIE YKPN - Rusmawan
Dampak Kemajuan ......
ABSTRACT Small businesses in Indonesia have already proved that
DAMPAK INFORMASI ANALISISKEMAJUAN PENGARUHTEKNOLOGI TEKANAN KETAATAN TERHADAP PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN TERHADAP JUDGMENT AUDITOR DAN PENGAUDITAN Hansiadi Yuli Hartanto1) 2) *) Indra Wijaya Kusuma Rusmawan Wahyu Anggoro
ABSTRAK
PENDAHULUAN
Perubahan lingkungan bisnis yang serba cepat mengakibatkan perlunya percepatan proses pengambilan keputusan oleh manajemen dan pihak lain diluar perusahaan. Oleh karena itu, manajemen membutuhkan dukungan dan suplai berbagai informasi relevan yang cepat dan berkesinambungan. Ketepatan waktu tersedianya informasi merupakan salah satu karakteristik kualitatif yang siknifikan dan sensitif dalam pelaporan keuangan. Penyusunan dan penyajian laporan keuangan menggunakan Extensible Financial Reporting Markup Language (XFRML) atau Extensible Business Reporting Language (XBRL) menjadi alternatif solusi untuk memenuhi tuntutan ketepatan waktu ketersediaan informasi. Sedangkan untuk tuntutan keandalan (reliability) dipenuhi dengan audit berkelanjutan atau continuous auditing.
Perkembangan dunia maya (internet) khususnya e-commerce akhir-akhir ini begitu fantastis, Bisnis Indonesia (9 April 2001), untuk Indonesia saja nilai transaksi business-to-business e-commerce (B2B) selama tahun 2000 meningkat 605% (US$110 juta). Jumlah tersebut diperkirakan akan menembus angka US$17,630.21 juta pada tahun 2005 sungguh merupakan angka yang menggiurkan bagi pebisnis yang pandai memanfaatkan peluang. Kemudahan akses internet menjanjikan perluasan pasar bagi sebagian besar perusahaan. Ecommerce mendorong munculnya ide-ide cemerlang dan kesempatan berbisnis yang begitu luas. Bisnis dijalankan secara simultan melalui internet tanpa mengenal batasan ruang dan waktu. Perdagangan lintas batas menjadi sesuatu hal yang biasa. Tawaran kemudahan berbisnis bagi publik tanpa harus meninggalkan rumah melalui suguhan situs-situs perusahaan dengan tampilan menarik menjadi wacana baru berbisnis. Contoh aktivitas perbankan dengan on-line banking—www.klikbca.com. Peluang ini tidak hanya dimiliki perusahaan dengan skala besar, tetapi juga bisa dimanfaatkan untuk usaha kecil dan menengah (UKM) (Bisnis Indonesia, 10 April 2001— Bisnisnet.com fasilitasi e-commerce UKM).
Kata kunci: Teknologi informasi, penyajian laporan keuangan, Financial Reporting Markup Language(XFRML), Extensible Business Reporting Language (XBRL), dan continuous auditing.
*)
Drs. Rusmawan Wahyu Anggoro, MSA., adalah Dosen Tetap STIE YKPN Yogyakarta.
45
Jam STIE YKPN - Rusmawan KUALITAS INFORMASI RELEVAN DAN RELIABLE Kegiatan bisnis yang berlangsung begitu cepat memerlukan respon seketika agar mampu menuai keuntungan atau terhindar dari kerugian. Aktivitas manajemen dalam mengelola bisnispun berubah, keberhasilan bisnis sangat dipengaruhi oleh kualitas keputusan yang dibuat. Kualitas keputusan selain dipengaruhi oleh pengalaman manajemen juga sangat dipengaruhi oleh ketersediaan informasi relevan yang dapat diandalkan. Oleh karena itu, manajemen membutuhkan dukungan dan suplai informasi relevan yang cepat dan berkesinambungan. Di sisi lain, perusahaan juga dituntut oleh pasar sebagai potensial user dan konsumer, untuk menyediakan informasi yang up to date, bukan hanya informasi produk tetapi juga berbagai hal yang terkait dengan perusahaan—salah satunya informasi mengenai kondisi keuangan. Keadaan ini menuntut perusahaan untuk selalu dapat menyediakan informasi andal yang up-to-date dan tepat waktu—real time information (RTI). Menurut SFAC #2, informasi dianggap memiliki nilai dan bermanfaat dalam pengambilan keputusan jika memenuhi syarat relevan dan reliable. Ketepatan waktu tersedianya informasi merupakan salah satu karakteristik kualitatif yang siknifikan dan sensitif dalam pelaporan keuangan. Selain tepat waktu, informasi yang bersangkutan harus dapat pula diandalkan (reliable). Kedua syarat kualitatif inilah yang wajib dijaga oleh penyedia informasi agar bermanfaat bagi pengguna. Perubahan tuntutan akan informasi ini dapat dipenuhi dengan berbantuan komputer dan penyajian informasi yang cepat dapat dilakukan melalui situs perusahaan di internet. Internet menjadi salah satu sumber informasi penting bagi para investor, karena kemudahannya untuk diakses tanpa batasan waktu dan ruang. Investor membutuhkan informasi andal dan tepat waktu untuk pengambilan keputusan—dalam hitungan detik, agar mampu mengantisipasi segala kemungkinan untuk memanfaatkan peluang (lihat aktivitas di stock market dan money market). Aktivitas penyediaan informasi keuangan yang sekarang ada, dan banyak diajarkan di bangku pendidikan formal dengan manual (paper based) jika tidak segera disesuaikan akan menjadi usang. Selain hambatan kos penyediaan informasi yang mahal,
46
Dampak Kemajuan ......
hambatan waktu juga menjadi bahan pertimbangan. Kelemahan penyusunan laporan tradisional harus dihilangkan, sehingga dibutuhkan reformasi dalam paradigma penyediaan informasi. Bisnis (transaksi) dengan menggunakan kertas sedikit demi sedikit mulai ditinggalkan, karena dipandang inefficient dan tidak bernilai tambah. Contoh, surat menyurat digantikan oleh e-mail, dan banyak media surat kabar dan majalah membuat situs—antara lain www.kompas.com, www.kedaulatanrakyat.com, dan www.otomotifonline.com. PERUBAHAN TUNTUTAN DALAM PENYIAPAN LAPORAN KEUANGAN Laporan keuangan sebagai salah satu sumber informasi untuk pengambilan keputusan yang sebagian besar masih disusun dan disajikan secara konvensional-paper based financial statements dan periodik tidak lagi populer. Ketidak populeran ini bukan saja karena biaya yang mahal, tetapi juga waktu penyiapan dan penyajian yang cukup lama, sehingga mengurangi relevansinya. Hal ini jika dibiarkan berlarut menjadikan informasi yang dihasilkan dianggap tidak bermanfaat (useless). Teknologi informasi memungkinkan kreasi dan delivery informasi dengan biaya murah dan tepat waktu. Sistem akuntansi dan pertanggungjawaban yang berkesinambungan perlu dibangun untuk memenuhi perubahan kebutuhan dan lingkungan bisnis tersebut. Salah satu ide yang muncul adalah real time accounting. Real-time accounting menurut Rezaee, Ford, dan Elam (2000) merupakan salah satu solusi yang harus dipertimbangkan. Penyajian laporan keuangan perlu mempertimbangkan penggunaan media internet yang sudah bukan lagi menjadi barang mewah—terbukti dengan menjamurnya cafenet dan warnet yang buka 24 jam dengan pengunjung yang selalu penuh. Bahkan kondisi sekarang akses internet nirkabel sudah bisa dinikmati sebagian besar masyarakat, sehingga dimana saja dan kapan saja pengguna informasi bisa mengakses secara leluasa. Penggunaan internet untuk kepentingan penyajian laporan keuangan menjadi suatu kebutuhan. Internet financial reporting (IFR) adalah penyajian laporan keuangan perusahaan melalui media internet situs (Ashbaugh, Johnstone, and Warfield, 1999) melalui situs perusahaan menjadi metode baru untuk
Jam STIE YKPN - Rusmawan penyebaran informasi keuangan. Salah satu kekurangan penggunaan IFR menurut Pollock dan Papiernik (2001), penyebaran informasi keuangan melalui internet— meskipun user friendly, tetapi masih menggunakan format yang berbeda-beda, sehingga kompatibilitasnya diragukan. Analog dengan pengembangan internet yang membutuhkan high text markup language (HTML), IFR memerlukan suatu struktur bahasa komunikasi yang seragam. Salah satu upaya yang dilakukan AICPA—sebagai lembaga yang kompeten, yaitu membentuk tim khusus yang bertujuan untuk merancang bahasa komputer yang memungkinkan komunikasi dan pertukaran data secara cepat melalui internet. Bahasa tersebut dikenal dengan istilah XFRML kependekan dari Extensible Financial Reporting Markup Language (Rutberg, 1999); yang kemudian berubah menjadi XBRL (extensible business reporting language) seperti dikemukakan oleh Pollock dan Papiernik, 2001. Menurut Schmidt dan Cohen (1999): Extensible Markup Language (XML), “is a way to create, maintain, share, and use common information formats that are self-defining, selfcontained, and allow for the transfer of information over all electronic means-intranets, internets, and extranets-and all forms of media-not just paper, but even braille and voice applications.” (…lihat juga di http:// www.greatplains.com/xml, dan http://www.w3.org/ XML/)
Dampak Kemajuan ......
Laporan keuangan yang disusun menggunakan XFRML/XBRL memungkinkan perusahaan, investor dan para analis memiliki bahasa yang standar untuk membuat, menyebarkan, mempertukarkan, dan menganalisanya. Hal ini merupakan gagasan baru yang muncul dari adanya internet dan memiliki dampak dalam proses dan profesi akuntansi. Tujuan utama penyusunan laporan keuangan dengan XML adalah untuk memenuhi tuntutan pemakai akan informasi keuangan andal on real-time basis (online) yang dapat ditransmit dan diakses secara cepat antarkomputer. Keunggulan yang ditawarkan antara lain: otomasi pertukaran dan ekstraksi informasi finansial, dan penandingan informasi antarperusahaan secara mudah. Cara-cara penyajian diatas sudah bisa dinikmati pengguna dengan mengunjungi beberapa situs, seperti www.carol.com dan www.corporateinformation.com. Kedua situs ini menawarkan kemudahan bagi pengunjung untuk mengakses berbagai informasi untuk pengambilan keputusan disesuaikan dengan kebutuhan. Sebagai contoh informasi laba suatu perusahaan dalam $US dapat dikonversi dengan hanya menekan tombol atau menu, dalam hitungan detik hasil akan diperoleh. Gambar 1 memberikan contoh fasilitas yang memberi kemudahan dan nilai tambah informasi untuk diperbandingkan (comparability) dengan data perusahaan lain bahkan dalam denominasi yang kita inginkan.
47
Jam STIE YKPN - Rusmawan
Dampak Kemajuan ......
Gambar 1 Cuplikan Situs Corporate Information
Keunggulan yang dijanjikan dengan real-time information disertai adanya kekhawatiran mengenai akurasi data dan terlanggarnya privasi pengguna. Apabila perusahaan tidak melengkapi diri dengan software semacam firewall untuk melindungi akses dari pihak yang tak berwenang akan berakibat tidak diminatinya fasilitas ini. Sebagai contoh, bobolnya beberapa rekening nasabah BCA melalui internet banking menjadikan orang ragu untuk memanfaatkan kemudahannya. Di samping itu, belum siapnya masyarakat dan instansi terkait dengan adanya penyajian laporan keuangan via internet (paperless) juga menjadi kendala.
48
Ketepatan waktu ketersediaan informasi dan jaminan keandalan dari perusahaan saja tidak cukup untuk menjadikan user percaya pada laporan keuangan yang disajikan. Seperti halnya laporan keuangan konvensional, pengguna informasi masih memerlukan jaminan (assurance) dari pihak ketiga yang independen (auditor) untuk mengurangi risiko informasi. Pernyataan auditor mengenai kewajarannya harus melekat pada laporan keuangan yang sifatnya continuous, sama halnya dengan audited financial statements konvensional. Dengan demikian, profesi akuntan publikpun terkena imbasnya dan perlu melakukan perubahan proses.
Jam STIE YKPN - Rusmawan PENDEKATAN BARU DALAM PENGAUDITAN Isu IFR yang sedang berkembang di Amerika bukan tidak mungkin sudah melanda Indonesia. Kantor akuntan publik dan profesi akuntan publik di Indonesia harus menyesuaikan diri dengan memberikan jasa penjaminan informasi akuntansi secara berkesinambungan (on a continuing basis). Perubahan proses penyusunan dan penyajian laporan keuangan dari paper-based ke paperless menuntut perubahan dalam prosedur pengauditan laporan keuangan. Pengauditan konvensional yang lebih banyak memperoleh dan mengevaluasi bukti transaksi tertulis harus digantikan oleh pendekatan yang sesuai, yaitu dengan pengauditan yang berkesinambungan (continuous auditing), mengevaluasi bukti elektronik—audit through the computer, dan lebih banyak pada evaluasi efektivitas struktur pengendalian internal (SPI). Definisi continuous auditing menurut AICPA dan CICA (1999) adalah: “a methodology that enables independent auditors to provide written assurance on a subject matter, for which and entity’s management is responsible, using a series of auditors’ reports issued virtually simultaneously with, or a short period of time after, the occurrence of events underlying the subject matter.” Pengauditan berkesinambungan diharapkan mampu meningkatkan kualitas pengauditan laporan keuangan—dalam dunia on-line dengan menjadikan auditor lebih memfokuskan pada pemahaman karakteristik bisnis, industri dan struktur pengendalian internal (SPI) klien. Helms dan Lilly (2000), berpendapat dalam lingkungan bisnis yang berbantuan komputer proses pengauditan harus dilakukan dengan computer-assisted audit techniques (CAAT)-audit berbantuan komputer. Aktivitas pengauditan lebih ditujukan sebagai sarana pencegahan atau deteksi dini salah saji material dalam laporan keuangan. Sedangkan proses pengauditan konvensional lebih menekankan pada penemuan salah saji material dalam laporan keuangan. Oleh karena itu, auditor diharapkan memiliki pengetahuan yang memadai dalam bidang teknologi informasi sehingga dapat merancang program pemeriksaan yang efektif. Perlu disadari pula bahwa perubahan tersebut berdampak pada risiko audit (audit risk) yang dihadapi suatu kantor akuntan publik
Dampak Kemajuan ......
(KAP). Di Amerika hal ini telah diantisipasi melalui CPA Vision Project yang telah memasukkan dampak teknologi informasi ini dalam core competencies dan core services mereka. Karakteristik bisnis yang dijalankan melalui internet, yaitu input transaksi datang dari pengguna internet—pihak luar perusahaan kedalam sistem pembukuan perusahaan merupakan hal baru dalam proses akuntansi. Kondisi demikian memberikan perluasan jasa yang bisa disediakan oleh akuntan publik. Auditor perlu meyakinkan apakah klien telah memiliki program yang memadai untuk mencegah agar invalid data tidak diproses (semacam WebTrust seal) sehingga reliabilitas data akuntansi dapat terjamin. Web Trust seal (Helms dan Lilly, 2000), adalah pernyataan dari KAP atau auditor, yang menyatakan bahwa praktik bisnis melalui situs dan aktivitas pengendalian telah dievaluasi dan sesuai dengan prinsip-prinsip WebTrust. Untuk memperoleh keyakinan tersebut auditor harus melakukan pengujian mengenai efektifitas program firewall dan semacamnya yang digunakan oleh kliennya. Di Amerika, AICPA dan CICA telah melounching layanan jasa ini sejak September 1997. PENUTUP Tantangan teknologi informasi ini tidak akan pernah berakhir. Meski isu IFR dan continuous auditing belum selesai dibicarakan orang, pasti akan diikuti dengan isu-isu baru sejalan dengan perkembangan teknologi. Kompleksitas bisnis via internet (e-business, e-commerce, e-marketplace atau apapun sebutannya) mengubah kebutuhan ligkungan akan informasi dan menjadikan penyedia jasa akuntansi serta pengauditan harus menjawab berbagai pertanyaan mulai dari bagaimana memutakhirkan pengetahuannya di bidang teknologi informasi untuk mempertahankan kompetensinya, sampai ke masalah profesionalisme. Profesionalisme yang mulai dipertanyakan publik harus dibuktikan sebaliknya. Beberapa pertanyaan berikutnya yang harus dijawab adalah: 1. Apakah standar akuntansi keuangan yang sekarang ada masih relevan?; 2. Apakah standar pengauditan juga masih relevan?; 3. Apakah profesi yang terkait dengan permasalahan ini juga sudah siap menghadapinya?; dan, 4. Apakah kurikulum pendidikan
49
Jam STIE YKPN - Rusmawan akuntansi yang ada masih juga relevan atau sejauh mana relevansinya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut membutuhkan respon segera dari organisasi profesi
DAFTAR PUSTAKA AICPA (2000) “XBRL Home Page,” http:// www.xbrl.org. Ashbaugh, H., K. M. Johnstone, and T. D. Warfield (1999). “Corporate Reporting on the Internet,”Accounting Horizons, 13, (#3 September): 241-257. Bisnis Indonesia (2001). “Teknologi Informasi,” (9-10, April): 17. Financial Accounting Standards Board (1980), “The qualitative characteristic of financial information,” SFAC, (#2, May). Helms, Glenn L., Fred L. Lilly (2000) . “Case study on auditing in an electronic environment,” The CPA Journal, 70, (#4 April): 52-54. http://www.corporateinformation.com Pollock, Kathy S., Janet C. Papiernik (2001). “XBRL: A new common language for business information reporting,” Ohio CPA Journal, 60, (#1, Jan-Mar): 38-43. Rezaee, Zabihollah, William Ford, Rick Elam (2000). “Real-time accounting system,” The Internal Auditor, 57, (#2, April): 6267. Schmidt, Walter C., Eric E. Cohen (1999). “XML: Powering the Web into the twenty-first century,” The CPA Journal, 69, (#11, November): 20-24.
50
Dampak Kemajuan ......
maupun institusi terkait. Akankah kita yang berada dalam profesi ini sempat mengerdipkan mata jika perubahan terjadi begitu cepat.
Jam STIE YKPN - Indah Kurniawati dan Sinta Sudarini
Signifikansi Perbedaan ......
ABSTRACT Small businesses in Indonesia have already proved that REAKSI PASAR PERBEDAAN
SIGNIFIKANSI ANALISIS PENGARUH TEKANAN KETAATAN TERHADAP PENGUMUMAN LABA ANTARA TERHADAP JUDGMENT AUDITOR PERUSAHAAN BESAR DENGAN PERUSAHAAN KECIL: ANALISIS EMPIRIS PADA1) THIN MARKET Hansiadi Yuli Hartanto *) 2) Indah Kurniawati Indra Wijaya Kusuma Sinta Sudarini *)
ABSTRACT This study examines the difference of market reaction to the earnings announcements between large and small firms. The sample consists of 45 stocks of small firms and 45 stocks of large firms. The hypothesis was tested by market model ( Brown & Warner, 1985) and correcting the beta bias made use of Fowler and Rorke Method (1983) withfour lags and four leads . Significance of the difference of market reaction was tested by independent sample test. The results of the event study analysis present there are negative and significant abnormal return around the earnings announcements. Keywords: market reaction, abnormal return, small and large firms, earnings announcements, thin market. PENDAHULUAN Laporan keuangan perusahaan merupakan salah satu sumber informasi penting di samping informasi lainnya seperti informasi industri, pangsa pasar perusahaan, kondisi perekonomian, kualitas manajemen, dan lainlain. Laporan keuangan tersebut menggambarkan
*) **
kondisi keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu tertentu. Jenis laporan keuangan tersebut adalah neraca, laporan rugilaba, laporan arus kas, dan laporan perubahan modal. Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan tersebut di antaranya adalah pemegang saham, investor, manajer, karyawan, instansi pajak, pemberi dana, supplier, dan lain-lain. Salah satu informasi dari laporan keuangan ini adalah laba. Laba yang diperoleh suatu perusahaan merupakan informasi yang menarik bagi (calon) investor. Laba selain menunjukkan kinerja manajemen perusahaan yang bagus, secara tidak langsung memberi tentang informasi dividen yang akan diterima oleh investor, sehingga informasi laba perusahaan tersebut mempengaruhi perilaku harga dan return saham di perdagangan bursa efek. Hal ini dapat dilihat dari sejumlah penelitian sebelumnya, baik di pasar modal yang sudah maju maupun yang masih berkembang menunjukkan bahwa laba perusahaan pada saat diumumkan dapat mempengaruhi reaksi pasar yang tercermin dari perubahan harga dan return saham, terutama di sekitar tanggal pengumuman laba tersebut. Beberapa bukti empiris yang bertujuan menguji reaksi pasar terhadap pengumuman laba ini menunjukkan hasil yang berbeda bahkan kontroversial. Hal ini terlihat pada
Indah Kurniawati, SE., M.Si., adalah Dosen Tetap Fakultas Ekonomi Universitas Ahmad Dahlan. ) Dra. Sinta Sudarini, MS., Akuntan adalah Dosen Tetap STIE YKPN Yogyakarta.
51
Jam STIE YKPN - Indah Kurniawati dan Sinta Sudarini penelitian yang dilakukan oleh Morse (1991), Tredge (1991), Kross & Schroeder (1990), Falk & Levy (1989), dan lain sebagainya. Di Indonesia, penelitian mengenai pengaruh pengumuman laba dilakukan oleh Chandrarin (2002), yang hasilnya menunjukkan bahwa pengaruh ukuran perusahaan terhadap koefisien respon laba akuntansi adalah signifikan secara statistik. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi koefisien respon laba akuntansi secara signifikan adalah laba (rugi) selisih kurs, persistensi dan prediktibilitas laba akuntansi, dan ukuran perusahaan itu sendiri. Sementara itu, Lako (2002) menguji signifikansi reaksi pasar pada pengumuman laporan keuangan yang dibandingkan antara pengumuman yang memiliki confounding effect dengan yang tidak memiliki confounding effect di seputar tanggal pengumuman. Temuannya mengindikasikan bahwa 1) reaksi pasar pada pengumuan laporan keuangan tahun 1998, 1999 dan 2000 direfleksikan dengan adanya abnormal return positive & negative selama windows period, 2) Pasar cenderung bereaksi positif signifikan pada pengumuman laporan keuangan tahun 1998 dan 2000, tetapi pada tahun 1999 pasar bereaksi negatif, 3) Reaksi pasar pada pengumuman laporan keuangan yang memiliki confounding effect, tidak berbeda secara signifikan, tetap reaksi pasar pada pengumuman laporan keuangan yang mengandung confounding effect lebih besar daripada reaksi pasar pada pengumuman laporan keuangan yang tidak mengandung confounding effect. Perbedaan penelitian ini dengan penelitianpenelitian sebelumnya, adalah pada penelitian ini reaksi pasar diuji berdasarkan size perusahaan yakni perusahaan besar dan perusahaan kecil, selain itu juga mempertimbangkan kondisi perdagangan di Bursa Efek Jakarta yang masih tipis (Non-Synchronous Trading). Pasar yang tipis ini disebabkan banyak perdagangan yang tidak sinkron yaitu transaksi perdagangannya jarang terjadi, sehingga perlu dilakukan koreksi terhadap bias beta (Hartono, 2000). Masalah utama pada penelitian ini adalah apakah laba yang diumumkan oleh perusahaan memiliki kandungan informasi yang dapat menimbulkan reaksi pasar di sekitar tanggal pengumuman laba, yang dihubungkan dengan ukuran perusahaan. Reaksi pasar tersebut dapat dilihat dari ada tidaknya abnormal return di sekitar tanggal pengumuman.
52
Signifikansi Perbedaan ......
Berdasarkan hal tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah pasar melakukan reaksi terhadap pengumuman laba tahunan yang dilakukan oleh emiten? 2. Apakah terdapat perbedaan reaksi pasar yang signifikan antara pengumuman laba yang disampaikan oleh perusahaan besar dengan pengumuman laba yang disampaikan oleh perusahaan kecil? Sedangkan kontribusi yang diharapkan dari penelitian ini antara lain memberikan bukti empiris mengenai reaksi pasar terhadap pengumuman laba tahunan perusahaan, memberikan kontribusi pemikiran bagi (calon) investor dalam menganalisis ekspektasi pasar untuk menilai perusahaan serta menambah khasanah ilmu pengetahuan terutama dalam bidang pasar modal. LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Menurut Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) No 5, laporan keuangan merupakan bagian informasi dari pelaporan keuangan. Hal tersebut menunjukkan bahwa laporan keuangan sebagai alat untuk mengkomunikasikan informasi keuangan kepada pihak luar perusahaan. Informasi laporan keuangan merupakan salah satu sumber potensial bagi pasar modal untuk merevisi harga saham, saham preferen, corporate bonds, dan sekuritas lainnya. Informasi mengenai peran laporan keuangan terhadap pasar modal sangat penting bagi beberapa kelompok misalnya analis sekuritas, manajemen perusahaan auditor, maupun agensi regulator seperti FASB dan SEC yang membuat keputusan tentang isi dan saat informasi yang harus dilaporkan kepada pasar modal. Shores (1990) menguji mengenai asosiasi antara informasi interim dan return saham di seputar pengumuman laba. Penelitian tersebut dilakukan dengan menganalisis perbedaan cross-sectional pada kandungan informasi laba yang diwakili tujuh variabel spesifik perusahaan sebagai proksi untuk level informasi interim perusahaan. Saham yang diuji berasal dari over the counter (OTC). Secara umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara proksi pada informasi interim dengan return saham di sekitar pengumuman laba.
Jam STIE YKPN - Indah Kurniawati dan Sinta Sudarini Hubungan antara perubahan earning diteliti oleh Benesh dan Peterson (1986). Dalam penelitiannya menggunakan harga saham mingguan sebanyak 764 perusahaan dari periode 1980 sampai 1981. Analisis yang digunakan adalah analisis forecast dan regresi yang menunjukkan fluktuasi harga saham. Hasilnya menunjukkan bahwa perubahan earning unexpected memiliki dampak utama pada fluktuasi harga saham. Selain itu, perusahaan-perusahaan yang memiliki performance return yang tinggi secara umum memiliki kenaikan earnings substantial. Penelitian-penelitian tersebut merupakan penelitian mengenai asosiasi atau hubungan antara pengumuman earning dengan beberapa variabel yang secara langsung atau tidak langsung berpengaruh dengan pengumuman laba. Reaksi pasar mencerminkan bahwa pengumuman laba direspon oleh para pelaku pasar melalui fluktuasi harga saham, tingkat likuditas saham, dan lain-lain. Hal ini disebabkan karena pengumuman tersebut memiliki kandungan infromasi, sehingga pasar memproses dan mengevaluasi kandungan informasi tersebut. Pengumuman laba memiliki kandungan informasi apabila pasar melakukan reaksi di seputar tanggal pengumuman laba. Reaksi pasar ini dapat diukur dengan adanya abnormal return yang diterima oleh para pelaku pasar. Berikut ini adalah beberapa penelitian mengenai reaksi pasar terhadap pengumuman laba. Studi perbandingan mengenai reaksi pasar terhadap pengumuman laba dilakukan oleh Kross & Schroeder (1990). Perbandingan yang dilakukan adalah respon return saham antara pengumuman laba kuartalan selama empat tahun dengan pengumuman laba interim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan respon pasar terhadap pengumuman earning kuartalan lebih kecil daripada pengumuman laba interim pada perusahaan kecil. Morse (1991) melakukan penelitian mengenai pengaruh pengumuman laba tahunan terhadap dispersi forecast analisis. Penelitian ini sesuai dengan model Bayesian yang menegaskan bahwa kandungan sinyal dari perbedaan persepsi dari suatu sinyal merupakan faktor yang sangat penting untuk menentukan apakah suatu publikasi informasi dapat menyebabkan perbedaan atau persamaan forecast. Perbedaan forecast lebih tinggi apabila pengumuman earning memberikan surprise yang lebih besar, dimana surprise
Signifikansi Perbedaan ......
tersebut didefinisikan sebagai perbedaan antara earnings yang dilaporkan dengan prediksi earnings. Dontoh & Ronen (1993) melakukan pengujian terhadap kandungan informasi pada pengumuman akuntanasi terutama pengumuman laba. Hasil pengujiannya menunjukkan bahwa kandungan informasi pada pengumuman akuntansi berhubungan secara langsung dengan volume perdagangan, reaksi harga saham perbedaan ekspektasi sinyal berasosiasi dengan pengumuman laba. Sementara itu Etredge (1991) meneliti perusahaan-perusahaan yang melaporkan negative earning selama sepuluh tahun antara periode 1973-1982. Temuannya menunjukkan bahwa terdapat abnormal return sekitar 11,6% sesaat setelah pengumuman negative earning tersebut. Hal ini menujukkan bahwa pada saat perusahaan menyampaikan berita yang bagus atau buruk mengenai prospek perusahaan akan tetap direspon oleh pasar yang mengakibatkan harga saham pasar pada posisi yang tidak pasti. Rata-rata perusahaan yang mengumumkan laba negatif tersebut tetap melaporkan earning yang rendah pada tahun-tahun berikutnya setelah mengumumkan laba negatif tersebut sehingga ada kemungkinan bahwa negative earning tersebut dihitung oleh beberapa faktor diantaranya para analisis secara sistematis melakukan underestimate terhadap earning yang diperoleh perusahaan setelah melakukan negative earning. Selain itu para investor terlalu beraksi pada pengumuman negative earning yang menyebabkan harga pasar di bawah titik ekuilibrium. Falk dan Levy (1989) menguji reaksi pasar pada pengumuman laba kuartalan selama 24 kuartal mulai Oktober 1963 dengan menggunakan teknik dominan stochastic. Kesimpulan pengujian ini menunjukkan hal yang berlawanan dengan Watts (1978). Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya perbedaan yang signifikan pada perilaku pasar antara periode pertama dengan kedua selama 12 bulan. Selain itu, temuannya mengindikasikan bahwa investor mendapat abnormal return dengan melakukan investasi pada perusahaan yang memiliki laba yang bagus. Francis et. al (1992) membandingkan antara reaksi pasar terhadap pengumuman earnings pada periode non-trading dengan pada saat pasar dibuka. Reaksi pasar yang dicermati adalah perubahan harga saham, volume perdagangan, dan waktu antara pembukaan pasar
53
Jam STIE YKPN - Indah Kurniawati dan Sinta Sudarini dengan transaksi pertama perusahaan mengumumkan saham. Hasil analisis menyatakan bahwa tak ada bukti investor tertarik terhadap informasi yang disampaikan oleh perusahaan pada saat pembukaan pasar, meskipun kesempatan pertama investor uintuk melakukan perdagangan terjadi pada saat pembukaan pasar. Hal ini mununjukkan bahwa harga pembukaan tidak informatif, tetapi harga saham dan volume perdagangan berubah setelah terjadi pengumuman. Bowen et.al (1989) menguji efisiensi informasi dan kandungan informasi laba selama market crash pada Oktober 1987 di NASDQ dan NYSE. Sampel dikelompokkan ke dalam empat sub periode pada saat sebelum, selama, dan setelah crash pada Oktober 1987. The Wall Street Journal digunakan untuk mengidentifikasi pengumuman laba. Return nonekspektasi diukur menggunakan model pasar dan beta value line digunakan untuk menghitung return yang disesuaikan dengan risiko. Temuannya menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara laba realisasi dengan return saham yang tidak diekspektasi. Selain itu, reaksi pasar berbeda selama dan setelah crash antara NASDAQ dengan NYSE. Reaksi pasar yang terjadi di pasar modal tersebut dipengaruhi oleh tingkat ketersediaan informasi bagi publik. Tingkat ketersediaan informasi tersebut berkaitan dengan ukuran perusahaan. Ukuran perusahaan ini merupakan proksi dari keinformatifan harga dengan asumsi bahwa perusahaan besar dianggap memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan kecil. Elton dan Grubber (1995) menyatakan bahwa variabel ukuran perusahaan memiliki pengaruh terhadap reaksi pasar karena ada anggapan bahwa perusahaan yang besar memiliki resiko yang lebih kecil karena lebih memiliki akses di pasar modal. Beberapa penelitian mengenai reaksi pasar terhadap pengumuman laba dengan memper timbangkan ukuran perusahaan menghasilkan temuan yang berbeda-beda. Brown & Kim (1993) menguji asosiasi antara nonearnings disclosure yang dilakukan oleh manager untuk para outsider dengan pengumuman earnings. Berita baik tersebut akan direspon secara baik oleh para pelaku pasar model yang ditunjukan dengan reaksi harga saham positif di seputar tanggal pengumuman. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa rata-rata pengungkapan non-earnings yang dilakukan
54
Signifikansi Perbedaan ......
oleh perusahaan kecil, berasosiasi secara signifikan dengan peningkatan harga saham, sementara itu pada perusahaan besar penungkapan non-earning tidak berpengaruh terhadap harga saham. Hal itu menunjukkan bahwa ketika perusahan besar maupun kecil mengumumkan informasi selain laba yang tidak diiringi pengumuman laba, pasar tidak melakukan reaksi. Namum, ketika perusahaan kecil mengumumkan secara bersamaan antara informasi selain laba dengan pengumuman laba, pasar memberikan reaksi yang ditunjukkan dengan adanya abnormal return diseputar tanggal pengumuman. Sementara itu Wohlgemuth (1988) menguji hubungan anara ukuran perusahaan dengan kandungan informasi earning. Temuannya menyatakan bahwa ukuran perusahaan dan kandungan inforamsi earning kuartalan memiliki hubungan yang negatif diseputar tanggal pengumuman. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Zeghal (1984).Tery & Stores (1993) juga melakukan pengujian terhadap asosiasi antara ukuran perusahaan dan abnormal return cumulative di seputar pengumuman laba kuartalan dengan melakukan kontrol terhadap unexpected earnings. Hasilnya menunjukkan bahwa ukuran perusahaan dapat dijadikan proksi untuk beberapa misspesifikasi dari hubungan antara abnormal return cumulative dengan unexpected earnings. Mozes & Donna (1995) menyatakan bahwa sebelum pengumuman earning, harga saham pada perusahaan kecil mencerminkan informasi yang lebih sedikit daripada harga saham perusahaan besar. Pengaruh ukuran perusahaan dibuktikan oleh reaksi pasar terhadap pengumuman earning yang lebih besar pada perusahaan kecil daripada perusahaan besar. Hal ini disebabkan karena perusahaan besar menyampaikan informasi yang lebih banyak daripada perusahaan kecil yang terefleksikan pada perubahan harga saham sebelum pengumuman earnings. Eddy & Seifert (1988) menguji hubungan antara ukuran perusahaan dengan pengumuman deviden meningkat yang mengiringi pengumuman kenaikan laba. Data yang digunakan antara periode 1 Januari 1983 sampai 31 Desember 1985. Harga saham dan tanggal pengumuman deviden diambil dari CRSP dan pengumuman laba kontemporer yang bersamaan dengan peningkatan laba diambil dari Wall Street Journal Index. Hasilnya menunjukkan bahwa reaksi pasar
Jam STIE YKPN - Indah Kurniawati dan Sinta Sudarini pada perusahaan kecil lebih besar yang ditunjukkan dengan adanya abnormal return daripada reaksi untuk perusahaan besar. Sementara itu Easton dan Zmijewski (1989) melakukan pengujian tentang pengaruh ukuran perusahaan terhadap koefisien respon laba akuntansi. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara koefisien respon laba dengan koefisien hubungan antara laba saat ini dengan yang akan datang. Selain itu, koefisien respon laba berhubungan negatif dengan risiko sistematis tetapi berhubungan positif dengan ukuran perusahaan, akan tetapi risiko sistematis dengan ukuran perusahaan tidak berbeda secara signifikan. Foster et. al (1984) menguji mengenai post-announcement systematic return sekuritas yang berkaitan dengan besaran perubahan earnings yang tidak diekspektasikan serta menjelaskan beberapa subset modal earning yang diekspektasikan berdasarkan data time-series suatu earning yang dilaporkan triwulan.. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa keempat model yang digunakan untuk mengestimasi earning yang tidak diekspektasi menunjukkan kekonsistenan besaran kesalahan forecast earning yang berhubungan secara signifikan dengan besaran CAR. Kira-kira 80% variasi pada cumulative abnormal return dijelaskan oleh pengkordingan dari perubahan earning yang tidak diekpektasi. Pengaruh magnitude earning dan ukuran perusahan kolinear, keduanya menjelaskan 85% dari variasi portofolio pada pengumuman perilaku return sekuritas. Ali et. al. (1992) melakukan penelitian untuk mengetahui apakah para analis sekuritas mengakui secara tepat properti-properti earning tahunan timeseries ketika menetapkan estimasi future earning. Hasil penelitiannya menunjukkan kekonsistenannya dengan hipotesis analis, yang rata-rata melakukan under estimate kesalahan forecast akhir tahun ketika melakukan forecast dimana kesalahan forecast satu bulan dan delapan bulan memiliki korelasi positif yang signifikan. Selain itu, juga ditemukan bias overprediction pada kedua horizon forecast secara signifikan. Forecast delapan bulan yang disesuaikan merupakan predictor earning masa akan datang yang lebih akurat daripada forecast actual yang dibuat oleh analis.
Signifikansi Perbedaan ......
Ou (1990) menguji kemampuan prediksi dan kandungan informasi dari sejumlah laporan tahunan selain earning. Penelitian tersebut menggunakan pooling data dari 391 perusahaan dengan periode pengamatan tahu 1965 sampau tahun 1977. Sampel terdiri atas 637 perusahaan untuk tahun fiskal berakhir Desember yang tersedia pada Compustat Industrial Annual File tahun 1982. Prosedur sistem analisis statistik digunakan untuk model logit multivariate. Secara umum, hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa kandungan informasi sejumlah laporan tahunan non-earning berhubungan dengan perubahan laba yang akan datang. Defeo (1986) menguji durasi kecepatan dari reaksi pasar pada pengumuman earning dengan melihat pengaruh dari ukuran perusahaan, lag pelaporan dan tipe dari laporan itu sendiri. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa durasi mean (median) dari interval total untuk semua pengumuman adalah 19 hari (13 hari). Reaksi pasar terjadi mulai 5,1 hari (5,7 hari) sebelum tanggal pengumuman dan 12 hari (6,1 hari) setelah pengumuman earnings. Selain itu, baik durasi mean dan median untuk perusahaan-perusahaan besar lebih tinggi daripada perushaan kecil. Uji korelasi Kendall menunjukkan bahwa hubungan antara size perusahaan dengan durasi kecepatan reaksi berkorelasi positif signifikan pada saat sebelum pengumuman, tetapi tidak ada korelasi yang signifikan pada saat setelah pengumuman. Sedangkan untuk tipe laporan tidak ada korelasi dengan durasi kecepatan reaksi pasar pada saat pengumuman. Na’im dan Finn (2000) berusaha menguji reaksi harga pasar terhadap pengumuman earning akuntansi dengan mempertimbangkan kondisi perdagangan di Singapore Stock Exchange yang masih tipis. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa perusahaan yang mengumumkan kenaikan laba membuat pasar melakukan reaksi dengan ditunjukkan adanya abnormal return positif yang signifikan di seputar tanggal pengumuman laba. Sedangkan perusahaan yang mengumumkan penurunan laba membuat pasar melakukan reaksi dengan ditunjukkan adanya abnormal return negatif di seputar tanggal pengumuman laba. Berdasarkan beberapa argumentasi dan hasil penelitian tersebut, maka hipotesis pada penelitian ini diturunkan sebagai berikut:
55
Jam STIE YKPN - Indah Kurniawati dan Sinta Sudarini H1 : Pasar bereaksi terhadap pengumuman laba pada perusahaan besar. H2 : Pasar bereaksi terhadap pengumuman laba pada perusahaan kecil H3 : Terdapat perbedaan reaksi pasar yang signifikan pada pengumuman laba antara perusahaan besar dan perusahaan kecil. METODA PENELITIAN Penelitian ini menggunakan data sekunder dari Bursa Efek Jakarta, pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Saham-saham yang dijadikan sampel penelitian dipilih dengan beberapa kriteria pemilihan, di antaranya adalah saham yang memiliki tahun buku yang berakhir tanggal 31 Desember, perusahaan tidak melakukan corporate action yang lain seperti Right Issue, Stock Split, dan lain-lain selama periode pengamatan Penelitian ini menggunakan windows period 11 hari perdagangan yaitu lima hari sebelum sampai lima hari setelah pengumuman laba. Data yang digunakan adalah harga saham harian dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Sampel perusahaan tersebut diseleksi untuk menentukan perbedaan size perusahaan besar dan perusahaan kecil. Penentuan ukuran perusahaan besar dan perusahaan kecil dengan membuat ranking berdasarkan total aktiva. Sepertiga perusahaan yang berada pada tingkat paling atas dengan total aktiva terkecil diklasifikasikan sebagai perusahaan kecil dan sepertiga perusahaan yang berada pada tingkat paling bawah dengan total aktiva terbesar diklasifikasikan sebagai perusahaan besar. (Machfoedz, 1994) Hipotesis pertama dan kedua diuji dengan menggunakan Market Model yang digunakan oleh Brown and Warner (1985) yakni model ekspektasi dapat dibentuk dengan menggunakan tehnik regresi OLS (Ordinary Least Square). Sebelum melakukan analisis terhadap reaksi pasar, terlebih dahulu dilakukan koreksi terhadap bias beta yang terjadi pada Bursa Efek Jakarta sebagai pasar modal dengan perdagangan yang tidak sinkron. Hal ini terjadi karena Bursa Efek Jakarta merupakan pasar yang transaksi perdagangannya jarang terjadi atau disebut dengan pasar yang tipis (thin market) sehingga harus disesuaikan terlebih dahulu karena mengandung bias. Hartono dan Surianto (1999)
56
Signifikansi Perbedaan ......
melakukan penelitian mengenai bias yang terjadi di Bursa Efek Jakarta. Kesimpulan yang diperoleh adalah metode beta koreksi Fowler dan Rorke (1983) dengan periode koreksi empat lead dan empat lags. Metode ini dianggap paling mampu untuk mengoreksi bias beta di Bursa Efek Jakarta. a. Mengestimasi beta dengan metode koreksi Fowler dan Rorke Rit = ai + b-4 Rmt-4 + b-3 Rmt-3 + b-2 Rmt-2 + b-1 Rmt-1 + b0 Rmt + b4 Rmt+4 + b3 Rmt+3 + b2 Rmt+2 + b1 Rmt+1 + eit Besarnya beta perusahaan ke-i yang telah dikoreksi dapat dihitung dengan rumus sebagai breikut (Arif dan Johnson, 1990): bi = W4bi-4 + W3bi-3+ W2bi-2+ W1bi-1+ b0 + W1bi+1+ W2bi+2 + W3bi+3 + W4bi+4 Hipotesis ketiga diuji dengan menggunakan statistik parametric t-test yaitu independent sample test untuk menguji signifikansi perbedaan reaksi pasar pada perusahaan besar dan perusahaan kecil. PENGUJIAN EMPIRIS DAN HASIL Saham-saham yang memenuhi kriteria tersebut dipisahkan menjadi perusahaan besar terdiri atas 45 perusahaan dan perusahaan kecil terdiri atas 45 perusahaan. A. Pengujian reaksi pasar terhadap pengumuman laba pada perusahaan besar Pengujian hipotesis pertama menggunakan uji statistis t-test yang bertujuan untuk melihat signifikansi abnormal return yang ada di periode peristiwa. Signifikansi ini merupakan signifikansi abnormal return secara statistis tidak sama dengan nol. Dalam penelitian ini, uji signifikansi abnormal return menunjukkan bahwa reaksi yang diberikan oleh pasar setelah pengumuman laba di perusahaan besar menunjukkan abnormal return bernilai negatif dan signifikan secara statistis. Reaksi pasar terhadap pengumuman laba pada perusahaan besar ini ditunjukkan oleh adanya abnor-
Jam STIE YKPN - Indah Kurniawati dan Sinta Sudarini
Signifikansi Perbedaan ......
mal return di seputar tanggal pengumuman laba. Hasil perhitungan mean abnormal return dan Cummulative abnormal return pada perusahaan besar yang menjadi
sampel penelitian selama periode peristiwa (windows period) tercantum pada tabel di bawah ini:
Tabel 1 Hasil Perhitungan Mean Abnormal Return dan Cumulative Abnormal Return pada Perusahaan Besar (45 Perusahaan) Hari ke-t
Mean abnormal return
Cummulative abnormal return
t-hitung
Keterangan
-5 -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5
-0.01838 -0.00537 0.010526 0.001899 -0.01832 -0.00404 -0.03051 -0.02889 -0.01925 -0.00748
-0.01838 -0.02375 -0.013224 -0.011325 -0.029645 -0.033685 -0.064195 -0.093085 -0.112335 -0.119815
-4.9007797 -1.2406151 2.3827564 0.2106901 -4.6596253 0 -14.380122 -14.123704 -9.7047659 -3.0740759
Signifikan Tidak Signifikan Signifikan Tidak Signifikan Signifikan Tidak Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan
Sumber: Hasil pengolahan SPSS.
0,050000 mean abnormal return
0,000000 -0,050000
cummulative abnormal
-0,100000 -0,150000 -5 -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5 hari ke-t
Gambar 1 Pola Pergerakan Abnormal Return pada Perusahaan Besar
Berdasarkan tabel dan gambar dapat dilihat bahwa pada hari t-5 dan t-4 terdapat abnormal return negatif. Sedangkan pada hari t-3 dan t-2 return saham bergerak naik dengan ditandai terjadinya abnormal return positif. Sementara itu, pada hari t-1 samapi t+5 return saham kembali bergerak turun yang ditandai
dengan adanya abnormal return yang negatif. Respon pasar yang negatif terhadap pengumuman laba pada perusahaan besar ini menandakan bahwa sebagian besar perusahaan yang menjadi sampel mengalami penutunan earnings atau bahkan ada kemungkinan perusahaan tersebut melaporkan earnings negatif. Hal
57
Jam STIE YKPN - Indah Kurniawati dan Sinta Sudarini ini menggambarkan kondisi penurunan kinerja perushaan yang menjadi sampel, sehingga menyebabkan pasar melakukan reaksi yang negatif. Selain itu ada kemungkinan perusahaan melakukan underestimate terhadap laba yang dihasilkan sehingga pembayaran deviden kepada para investorpun lebih kecil. Hal ini membawa dampak investor tidak menaruh minat yang besar terhadap pengumuman laba. Meskipun sesaat sebelum pengumuman laba, para investor tersebut menaruh kepercayaan yang besar terhadap perusahaan yang mengumumkan laba. Hal tersebut tampak dengan adanya abnormal return yang positif sesaat sebelum pengumuman laba.
Signifikansi Perbedaan ......
B. Pengujian reaksi pasar terhadap pengumuman laba pada perusahaan kecil. Pengujian hipotesis kedua menggunakan uji statistis t-test yang bertujuan untuk melihat signifikansi abnormal return yang ada di periode peristiwa. Reaksi pasar terhadap pengumuman laba pada perusahaan kecil ini ditunjukkan oleh adanya abnormal return di seputar tanggal pengumuman laba. Hasil perhitungan mean abnormal return dan Cummulative abnormal return pada perusahaan kecil yang menjadi sampel penelitian selama periode peristiwa (windows period) tercantum pada tabel di bawah ini:
Tabel 2 Hasil Perhitungan Mean Abnormal Return dan Cumulative Abnormal Return pada Perusahaan Kecil (45 Perusahaan) Hari ke-t
Mean abnormal return
Cummulative abnormal return
t-hitung
Keterangan
-5 -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5
-0.02225 -0.00857 0.005405 0.001621 -0.01633 -0.00088 -0.0288 -0.01734 -0.03059 -0.00811
-0.02225 -0.03082 -0.025415 -0.023794 -0.040124 -0.041004 -0.069804 -0.087144 -0.117734 -0.125844
-5.1111484 -1.4283084 0.9409893 0.2205862 -4.4559187 0 -5.9221362 -5.4374956 -6.789163 -2.410552
Signifikan Tidak Signifikan Tidak Signifikan Tidak Signifikan Signifikan Tidak Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan
Sumber: Hasil pengolahan SPSS.
0,050000 Mean abnormal
0,000000 -0,050000
cummulative abnormal
-0,100000 -0,150000 -5 -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5 hari ke-t
Gambar 2 Pola Pergerakan Abnormal Return pada Perusahaan Kecil
58
Jam STIE YKPN - Indah Kurniawati dan Sinta Sudarini
Signifikansi Perbedaan ......
Berdasarkan tabel dan gambar di atas dapat dilihat bahwa reaksi yang dilakukan oleh para pelaku pasar terhadap pengumuman laba di perusahaan kecil tidak berbeda dengan reaksi pasar pada pengumuman di perusahaan besar.
Keterangan
C. hasil pengujian signifikansi perbedaan reaksi pasar antara perusahaan besar dan perusahaan kecil. Signifikansi perbedaan reaksi pasar terhadap pengumuman laba antara perusahaan besar dan perusahaan kecil dianalisis dengan menggunakan Independent sample test, dengan hasil sebagai berikut:
t-5
t-4
t-3
t-2
t-1
Mean abnormal return perusahaan besar
-0.0018
-0.005
0.011
0.002
-0.019
Mean abnormal retun perusahaan kecil
-0.0022
-0.008
0.005
0.002
-0.016
Sign. (2-tailed)
0.518
0.617
0.524
0.937
0.761
Keterangan
Td Sig.
Td Sig.
Td Sig.
Td Sig.
Td Sig.
Sumber: Hasil pengolahan SPSS.
Keterangan
Sumber: Hasil pengolahan SPSS. Secara keseluruhan, reaksi pasar pada perusahaan besar dan perusahaan kecil terhadap pengumuman laba tidak berbeda secara signifikan.Hal tersebut tampak pada tabel tingkat signifikansi di atas, bahwa pada hari t-5 sampai hari t+5, reaksi pasar tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. KESIMPULAN Pengumuman laba yang dilakukan oleh perusahaanperusahaan yang listing di Bursa Efek Jakarta mendapat reaksi dari pasar. Reaksi pasar ini ditunjukkan dengan
Mean abnormal return perusahaan besar Mean abnormal retun perusahaan kecil Sign.( 2-tailed) Keterangan
t+1
t+2
t+3
-0.004
-0.031
-0.029
-0.0008
-0.029
-0.017
0.47 Td Sig.
0.513 Td Sig.
0.099 Td Sig.
adanya abnoramal return yang diperoleh oleh para pelaku pasar modal khususnya para investor. Hal ini disebabkan karena menjelang pengumuman laba, para investor tetap menaruh kepercayaan yang besar terhadap perusahaan yang melakukan pengumuan laba. Namun, reaksi pasar tersebut menjadi negatif, ketika perusahaan tersebut mengumumkan laba yang terlalu kecil atau bahkan negatif. Hal itu ditunjukkan dengan adanya abnormal return yang negatif sesaat setelah pengumuman laba. Reaksi pasar pada perusahaan besar yang mengumumkan laba dengan perusahaan kecil yang
59
Jam STIE YKPN - Indah Kurniawati dan Sinta Sudarini mengumumkan laba tidak menunjukkan reaksi yang berbeda secara statistik. Hal ini disebabkan karena perusahaan-perusahaan yang listing di bursa Efek Jakarta kurang mengungkapkan laporan-laporan keuangan yang penting selain pengumuman laba dan hal tersebut dilakukan baik pada perusahaan besar atau perusahaan kecil. Keterbatasan Penelitian dan Implikasi untuk Penelitian Selanjutnya Penelitian ini menggunakan data tahun tertentu dan sampel diambil secara tidak random (hanya
DAFTAR PUSTAKA Ali Ashig, April Klein and James Rosenfeld, “Analalyst use of Information about permanent and Transitory Earning components in forecasting annyal EPS”, The Accounting review, Vol: 67, No: 1, January 1992, pp: 183-198. Benesh, Gary A; Peterson, Pamela, 1986, “On the Relation Between Earnings Changes, Analysts’ Forecasts and Stock Price Fluctuation”, Financial Analysts Journal (FIA), Vol: 42, p: 29-39. Bowen, Robert M; Johnson, Marilyn F; Shevlin, Terry, 1989, “Informational Efficiency and the Information Content of Earnings During the Market Crash of October 1987”, Journal of Accounting Economics (JAE), Vol: 11, p: 225-254. Brown, Lawrence D; Kim, Kwon-Jung, 1993, “the association between nonearnings disclosures by small firms and positive abnormal returns”, Accounting Review, Vol: 68, p: 668-680.
60
Signifikansi Perbedaan ......
perusahaaan manufaktur saja) sehingga hasil dari penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan, selain itu penggunaan windows period hanya lima hari sebelum dan lima hari setelah pengumuman terlalu singkat dan cepat sehingga ada kemungkinan pengumuman laba tersebut belum terserap sepenuhnya oleh pasar.Sehingga untuk penelitian berikutnya, sebaiknya menggunakan sampel yang random serta penggunaan windows period yang lebih panjang. Selain itu juga perlu dialkukan analisis secara lebih rinci terhadapa sampel, misalnya dengan dilakukan penggolongan sampel berdasarkan jenis industri, bentuk kepemilikan, dan lain-lain.
Chandrarin Grahita, 2002,” Firm Size and Eaning Response Coefficient : An Empirical Evidence From Jakarta Stock Exchange “, Jurnal Riset Akuntansi Manajemen dan Ekonomi, Yogyakarta 6 April 2002. Defeo Victor, “En Empirical Investigation of the Speed of the Market Reaction to Earnings Announcements”, Journal of Accounting Research, Vol: 24, No: 2 Autumn 1986. Easton, Peter D; Zmijewski, Mark E, 1989, “Cross-Sectional Variation in the Stock Market Response to Accounting Earnings Announcements”, Journal of Accounting and Economic (JAE), Vol: 11, p: 117-141. Eddy, Albert; Seifert, Bruce, 1988, “Firm Size and Dividend Announcements”, Journal of Financial Research (JFR), Vol: 11, p: 295-302. Elton J.E., dan M.J. Gruber, 1995.”Modern Portofolio Theory and Investment Analysis”. Singapore ; John Wiley & Sons, Inch, Fifth Edition.
Jam STIE YKPN - Indah Kurniawati dan Sinta Sudarini
Signifikansi Perbedaan ......
Falk, Haim; Levy, Haim, 1989, “Market Raction to Quarterly Earnings’ Announcements: A Stochastic Dominance Based test to Market Efficiency”, Management Science (MCI), Vol: 35, p: 425-446.
Morse, Dale; Stephan, Jens; Stice, Earl K, 1991 “Earnings Announcements and the Convergence (or Divergence) of Beliefs”, Accounting Rview (ACR), Vol: 66, p: 376-388.
Finanacial Accounting Standards Board (FASB). 1984, “Statement of Financial Accounting Concept”, No 5. Financial Accounting Standars Boards.
Mozesm Haim; Rapaccioli, Dona, 1995, “Journal of Financial Research (JFR)”, Vol: 18, p: 75-88.
Foster George, Chris Olson and Terry Shelvlin, “Earning Release, Anomalies and the behavior of securitiy returns”, The Accounting Review, Vol: LIX, No: 4, October 1984, pp 63 – 92. Francis, Jennifer, Pagach, Donald; Stephan, Jeans, 1992, “The stock market response to earnings announcements released during trading versus nontrading periods”, Journal of Accounting Research (JAR), Vol: 30, p: 165-184. Jogiyanto, H.M. 1998. “Teori Portofolio dan Analisis Investasi”. BPFE Yogyakarta, edisi pertama.
Na’im Ainun and Frank Finn, “Announcement effects and Market Efficiency in a Thin Market”, Asia Pacific Journal of Management, 6 (2) pp: 243-265 Ou Jane A., “The Information Content of Non Earnings Accounting Numbers as earnings Predictors”, Journal of Accounting Research, Vol: 28, No: 1 Spring 1990, pp: 302-411. Ray Ball and Ross Walts (1972), “Some times series properties of accounting incomes”, Journal of Finance, June, pp: 663-682.
Kross, Willian; Schroder, Douglas, 1990, “Journal of Business Finanance & Accounting (JBF)”, Vol: 17, p: 649-675.
Shevlin, Terry; Shores, D, 1993, “Firm size,security returns, and unexpected earning: The anomalous signed-size effect”, Contemporary Accounting Research, Vol: 10, p: 1-30.
Lako. A. 2002. “Market reaction to Earning Announcements eith and without Confounding Effect” Simposium dwi tahunan Jurnal Riset Akuntansi, Manajemen dan Ekonomi, Yogyakarta.
Shores, D, 1990, “The Association Between Interim Information and Security Returns Surroundings Announcements”, Journal of Accounting Research (JAR), Vol: 18, p: 164-181.
Morse, D. 1981. “Price and Trading Volume Reaction Jurroundings Earnings Announcements ; A Closer Examination”. Journal of Accounting Research, Autum, Vol .19, No. 2 ; 374-383.
Suad Husnan. Pasar Portofolio dan Analisis Sekuritas. Edisi Kedua, Yogyakarta : UPP AMP YKPN, 1996.
61
Jam STIE YKPN - Indah Kurniawati dan Sinta Sudarini
Ttredge, Mchael; Fuller, Rusesell J, 1991, “The Negative Earnings Effect”, Journal of Portofolio Management (JPO), Vol: 17, p: 27-33. Wohlgemuth, Melody J, 1988, “The Relation Between Firm Size and the Informational Content or Earnings”, Quarterly Journal of Business & Economics (NBJ), Vol: 27, p: 135-148.
62
Signifikansi Perbedaan ......
KEBIJAKAN EDITORIAL Jurnal Akuntansi & Manajemen Format Penulisan 1. 2. 3. 4. 5.
6.
7.
8.
Naskah adalah hasil karya penulis yang belum pernah dipublikasikan di media lain. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris yang baik dan benar. Naskah diketik di atas kertas ukuran kwarto (8.5 x 11 inch.) dengan jarak 2 spasi pada satu permukaan dan diberi nomor untuk setiap halaman. Naskah ditulis dengan menggunakan batas margin minimal 1 inch untuk margin atas, bawah, dan kedua sisi. Halaman pertama harus memuat judul, nama penulis (lengkap dengan gelar kesarjanaan yang disandang), dan beberapa keterangan mengenai naskah dan penulis yang perlu disampaikan (dianjurkan dalam bentuk footnote). Naskah sebaiknya diawali dengan penulisan abstraksi berbahasa Indonesia untuk naskah berbahasa Inggris, dan abstraksi berbahasa Inggris untuk naskah berbahasa Indonesia. Abstraksi berisi keyword mengenai topik bahasan, metode, dan penemuan. Penulisan yang mengacu pada suatu referensi tertentu diharuskan mencantumkan bodynote dalam tanda kurung dengan urutan penulis (nama belakang), tahun, dan nomor halaman. Contoh penulisan: a Satu referensi: (Kotler 1997, 125) b. Dua referensi atau lebih: (Kotler & Armstrong 1994, 120; Stanton 1993, 321) c. Lebih dari satu referensi untuk penulis yang sama pada tahun terbitan yang sama: (Jones 1995a, 225) atau (Jones 1995b, 336; Freeman 1992a, 235) d. Nama pengarang telah disebutkan dalam naskah: (Kotler (1997, 125) menyatakan bahwa ....... e. Referensi institusi: (AICPA Cohen Commission Report, 1995) atau (BPS Statistik Indonesia, 1995) Daftar pustaka disusun menurut abjad nama penulis tanpa nomor urut. Contoh penulisan daftar pustaka: Kotler, Philip and Gary Armstrong, Principles of Marketing, Seventh Edition, New Jersey: Prentice-Hall, Inc., 1996 Indriantoro, Nur. “Sistem Informasi Strategik; Dampak Teknologi Informasi terhadap Organisasi dan Keunggulan Kompetitif.”KOMPAK No. 9, Februari 1996; 12-27. Yetton, Philip W., Kim D. Johnston, and Jane F. Craig.”Computer-Aided Architects: A Case Study of IT and Strategic Change.”Sloan Management Review (Summer 1994): 57-67. Paliwoda, Stan. The Essence of International Marketing. UK: Prentice-Hall, Ince., 1994.
Prosedur Penerbitan 1. 2. 3. 4. 5.
Naskah dikirim dalam bentuk print-out untuk direview oleh Editors JAM. Editing terhadap naskah hanya akan dilakukan apabila penulis mengikuti kebijakan editorial di atas. Naskah yang sudah diterima/disetujui akan dimintakan file naskah dalam bentuk disket kepada penulis untuk dimasukkan dalam penerbitan JAM. Koresponden mengenai proses editing dilakukan dengan Managing Editor Pendapat yang dinyatakan dalam jurnal ini sepenuhnya pendapat pribadi, tidak mencerminkan pendapat redaksi atau penerbit.Surat menyurat mengenai permohonan ijin untuk menerbitkan kembali atau menterjemahkan artikel dan sebagainya dapat dialamatkan ke Editorial Secretary.