Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 1 No. 12 (2012)
PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA DI INDUSTRI PERBANKAN INDONESIA R. Erdianto Setyo Wahyono
[email protected] Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Surabaya
ABSTRACT This study aims to examine the effect of corporate governance on earnings management practices in the banking industry that are listed in the Indonesia Stock Exchange (ISX). Corporate Governance Mechanisms used in this study is the internal mechanism. The population used in this study is a banking company public limited company and the national private banking companies listed on the Indonesia Stock Exchange (ISX) in 2008-2010. Research data obtained from ISX and Indonesian Capital Market Directory (ICMD) where there are 31 companies listed on the Stock Exchange of banking during the period 2008-2010. Sample selection is done by purposive sampling method. Of the sampling method, collected 66 observations from 24 companies that went public banking / 3 years. By using simple regression analysis as a method of research, the results showed that the mechanism of corporate governance have an insignificant effect on earnings management in banking companies go public are detected by using a specific model of accrual of Beaver and Engel (1996). The results of these studies indicate that the mechanism of corporate governance by the banking company is not effective in reducing earnings management practices. Therefore, based on the results of this study concluded that corporate governance mechanisms do not work effectively in improving the performance of the banking company. Keywords: Corporate Governance, Internal Mechanisms, Earnings Management ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh Corporate Governance terhadap praktek manajemen laba di industri perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Mekanisme Corporate Governance yang digunakan dalam penelitian ini adalah mekanisme internal. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan persero dan perusahaan perbankan umum swasta nasional yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2008-2010. Data penelitian didapat dari BEI dan Indonesia Capital Market Directory (ICMD) di mana terdapat 31 perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI selama periode 2008-2010. Pemilihan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Dari metode sampling tersebut, terkumpul 66 observasi dari 24 perusahaan perbankan yang go public/3 tahun. Dengan menggunakan analisis regresi sederhana sebagai metode penelitian, hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme Corporate Governance mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap manajemen laba di perusahaan perbankan go public yang dideteksi dengan menggunakan model spesifik akrual dari Beaver dan Engel (1996). Hasil penelitian tersebut menandakan bahwa mekanisme Corporate Governance yang dilakukan oleh perusahaan perbankan tidak efektif dalam mengurangi praktek manajemen laba. Oleh karena itu, berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa mekanisme Corporate Governance tidak bekerja secara efektif dalam meningkatkan kinerja perusahaan perbankan. Kata kunci: Corporate Governance, Mekanisme Internal, Manajemen Laba (Earnings Management)
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 1 No. 12 (2012)
1. PENDAHULUAN Laporan keuangan menjadi sarana bagi perusahaan untuk menyampaikan informasi keuangan mengenai pertanggungjawaban pihak manajemen terhadap pemenuhan kebutuhan pihak-pihak eksternal yaitu diperolehnya informasi kinerja perusahaan. Laporan Laba/Rugi merupakan salah satu komponen laporan keuangan yang sangat penting karena di dalamnya terkandung informasi laba yang bermanfaat bagi pemakai informasi laporan keuangan untuk mengetahui kemampuan dan kinerja keuangan perusahaan. Informasi laba sering menjadi target rekayasa melalui tindakan oportunis manajemen untuk memaksimumkan kepuasaannya. Tindakan yang mementingkan kepentingan sendiri (opportunistic) tersebut dilakukan dengan cara memilih kebijakan akuntansi tertentu, sehingga laba dapat diatur, dinaikkan atau diturunkan sesuai keinginannya. Pada tahun 2001 tercatat kasus keuangan pada perusahaan publik yang melibatkan manipulasi laporan keuangan oleh PT. Lippo Tbk. (Bank Lippo) (Boediono, 2005). Hal tersebut membuktikan bahwa praktik manipulasi laporan keuangan tetap dilakukan oleh pihak korporat meskipun sudah menjauhi periode krisis tahun 1997-1998. Perilaku manajemen untuk mengatur laba sesuai keinginannya tersebut dikenal dengan istilah manajemen laba. Manajemen laba muncul sebagai dampak dari teori keagenan (agency theory) yang terjadi karena adanya ketidakselarasan kepentingan antara pemegang saham (principal) dan manajemen perusahaan (agent). Dalam kondisi seperti ini diperlukan suatu mekanisme pengendalian yang dapat mensejajarkan perbedaan kepentingan antara kedua belah pihak. Sebagaimana diungkapkan oleh Veronica dan Bachtiar (2004) corporate governance adalah salah satu cara untuk mengendalikan tindakan oportunistik yang dilakukan manajemen. Mekanisme corporate governance yang dapat digunakan untuk mengatasi konflik keagenan diantaranya adalah komisaris independen dan komite audit (Andri dan Hanung, 2007). Bila konsep ini diterapkan dengan baik, maka diharapkan pertumbuhan ekonomi akan terus menanjak seiring dengan transparansi pengelolaan perusahaan yang makin baik dan dapat menguntungkan banyak pihak. Industri perbankan mempunyai regulasi yang lebih ketat dibandingkan dengan industri lain, misalnya suatu bank harus memenuhi kriteria CAR (Capital Adequacy Ratio) minimum. Bank Indonesia menggunakan laporan keuangan sebagai dasar dalam penilaian status suatu bank (apakah bank tersebut merupakan bank yang sehat atau tidak). Oleh karena itu, manajer mempunyai insentif untuk melakukan manajemen laba agar perusahaan mereka dapat memenuhi kriteria yang disyaratkan oleh BI (Setiawati dan Na’im, 2001, dan Rahmawati dan Baridwan, 2006). Oleh karena itu, perlu suatu mekanisme untuk meminimalkan manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan perbankan. Salah satu mekanisme yang dapat digunakan adalah praktik corporate governance. Rumusan masalah penelitian ini adalah apakah mekanisme Corporate Governance berpengaruh terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan yang go public di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama tahun 2008 – 2010, sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bukti empiris mengenai pengaruh mekanisme Corporate Governance terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan yang go public di BEI selama tahun 2008 – 2010.
2. TINJAUAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teori Perspektif agency theory merupakan dasar yang digunakan untuk memahami corporate governance. Menurut Jensen dan Meckling (1976) agency theory adalah sebuah kontrak antara manajer (agent) dengan pemilik (principal). Teori keagenan dilandasi oleh beberapa asumsi (Eisenhardt, 1989 dalam Emirzon, 2007). Asumsi-asumsi tersebut dibedakan menjadi tiga 2
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 1 No. 12 (2012)
jenis, yaitu asumsi tentang sifat manusia, asumsi keorganisasian dan asumsi informasi. Asumsi sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat mementingkan diri sendiri (self-interest), manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan manusia selalu menghindari resiko (risk averse). Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota organisasi, efisiensi sebagai kriteria efektivitas dan adanya asimetri informasi antara principal dan agent. Asumsi informasi adalah bahwa informasi sebagai barang komoditi yang dapat diperjualbelikan. Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia dijelaskan bahwa masing-masing individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara prinsipal dan agen. Pihak pemilik (principal) termotivasi mengadakan kontrak untuk mensejahterahkan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat. Sedangkan manajer (agent) termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan ekonomi dan psikologinya, antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi. Dengan demikian terdapat dua kepentingan yang berbeda di dalam perusahaan dimana masingmasing pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki. Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI, 2001) corporate governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan. Manfaat corporate governance menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI, 2001) adalah: 1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders. 2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah sehingga dapat meningkatkan corporate value. 3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. 4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholder value dan dividen. Prinsip-prinsip dasar penerapan good corporate governance yang dikemukakan oleh Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI, 2001) adalah sebagai berikut: 1. Fairness (keadilan) Menjamin adanya perlakuan adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Prinsip ini menekankan bahwa semua pihak, yaitu baik pemegang saham minoritas maupun asing harus diberlakukan sama. 2. Transparency (transparansi) Mewajibkan adanya suatu informasi yang terbuka, akurat dan tepat pada waktunya mengenai semua hal yang penting bagi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan para pemegang kepentingan (stakeholders). 3. Accountability (akuntanbilitas) Menjelaskan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Prinsip ini menegaskan pertanggungjawaban manajemen terhadap perusahaan dan para pemegang saham.
3
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 1 No. 12 (2012)
4. Responsibility (pertanggungjawaban) Memastikan kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku. Dalam hal ini perusahaan memiliki tanggungjawab sosial terhadap masyarakat atau stakeholders dan menghindari penyalahgunaan kekuasaan dan menjujung etika bisnis serta tetap menjaga lingkungan bisnis yang sehat. Mekanisme merupakan cara kerja sesuatu secara tersistem untuk memenuhi persyaratan tertentu. Mekanisme corporate governance merupakan suatu prosedur dan hubungan yang jelas antara pihak yang mengambil keputusan dengan pihak yang melakukan kontrol atau pengawasan terhadap keputusan. Iskander dan Chamlou (dalam Lastanti , 2004) menunjukkan bahwa mekanisme dalam pengawasan corporate governance dibagi dalam dua kelompok yaitu internal dan external mechanisms. Internal mechanisms adalah cara untuk mengendalikan perusahaan dengan menggunakan struktur dan proses internal seperti rapat umum pemegang saham (RUPS), komposisi dewan direksi, komposisi dewan komisaris dan pertemuan dengan board of director. Sedangkan external mechanisms adalah cara mempengaruhi perusahaan selain dengan menggunakan mekanisme internal, seperti pengendalian oleh perusahaan dan pengendalian pasar. Ada beberapa mekanisme corporate governance yang sering digunakan dalam penelitian untuk mengetahui pengaruhnya terhadap manajemen laba, diantaranya adalah konsentrasi kepemilikan, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit. Sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai batasan dan definisi manajemen laba. Ada pihak yang mendefinisikan manajemen laba sebagai kecurangan yang dilakukan seorang manajer untuk mengelabui orang lain, sedangkan ada pihak yang mendefinisikannya sebagai aktivitas yang wajar dilakukan manajer dalam menyusun laporan keuangan. Menurut Sulistyanto (2008) manajemen laba tidak bisa dikategorikan sebagai kecurangan sejauh apa yang dilakukannya masih dalam ruang lingkup prinsip akuntansi. Menurut Sulistyanto (2008) terdapat definisi mengenai manajemen laba (earning management) yaitu : 1. Schipper (1989) Manajemen laba adalah intervensi atau campur tangan dalam proses penyusunan laporan keuangan dengan tujuan untuk memaksimalkan keuntungan pribadi. Definisi tersebut mengartikan bahwa manajemen laba merupakan perilaku oportunistik manajer untuk memaksimalkan utilitas mereka. Manajer melakukan manajemen laba dengan memilih metode atau kebijakan akuntansi untuk menaikkan laba atau menurunkan laba, pada saat manajer menaikkan laba manajer menggeser laba periode – periode yang akan datang ke periode sekarang dan pada saat manajer menurunkan laba yaitu dengan menggeser laba periode masa sekarang ke periode – periode berikutnya (Widodo, 2005). 2. Healy dan Wahlen (1999) Manajemen laba terjadi apabila manajer menggunakan penilaian dalam pelaporan keuangan dan dalam struktur transaksi untuk mengubah laporan keuangan guna menyesatkan pemegang saham mengenai prestasi ekonomi perusahaan atau mempengaruhi akibat-akibat perjanjian yang mempunyai kaitan dengan angka-angka yang dilaporkan dalam laporan keuangan. Faktor-faktor yang mendorong tindakan manajer dalam melakukan kegiatan manjemen laba menurut Scott (2009) adalah : 1. Kontrak Bonus Laba sering dijadikan indikator penilaian prestasi manajer perusahaan. Oleh karena itu, jika manajer perusahaan yang memperoleh laba di bawah target laba, maka akan 4
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 1 No. 12 (2012)
melakukan manipulasi laba agar memperoleh bonus yang maksimal di periode mendatang. 2. Stock Price Effect Manajer melakukan manajemen laba dalam laporan keuangan bertujuan untuk mempengaruhi pasar. 3. Faktor Politik Untuk mengurangi biaya politis dan pengawasan dari pemerintah, dilakukan dengan cara menurunkan laba, untuk memperoleh kemudahan dan fasilitas dari pemerintah misalnya, dilakukkan dengan cara menurunkan laba untuk meminimalkan tuntutan serikat buruh. 4. Faktor Pajak Pada perioda terjadi kenaikan harga (inflasi), penggunaan LIFO akan menghasilkan laba yang dilaporkan lebih rendah dan pajak yang dibayarkan juga menjadi lebih rendah. Jadi manajer perusahaan berusaha menurunkan laba dengan tujuan untuk mengurangi beban pajak yang dikenakan perusahaan. 5. Penawaran Saham Perdana (IPO) Pada umumnya, perusahaan yang akan melakukan penawaran saham perdana (IPO) melakukan aktifitas manajemen laba pada periode terakhir sebelum IPO. Saat perusahaan go public, informasi keuangan yang ada dalam prospektus merupakan sumber informasi yang penting dan utama. Informasi ini dapat dipakai sebagai sinyal kepada calon investor tentang nilai perusahaan untuk mempengaruhi calon investor, maka manajer berusaha untuk menaikkan laba yang dilaporkan, agar harga saham tinggi pada saat IPO. Teknik dalam manajemen laba menurut Setiawati dan Na`im (2000) dapat dilakukan dengan tiga teknik. Yaitu : 1. Memanfaatkan peluang atau memainkan kebijakan untuk membuat estimasi akuntansi Manajemen mempengaruhi laporan keuangan dengan cara manajemen mempengaruhi laba melalui judgment (perkiraan) estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi, dan lain-lain. 2. Mengubah metode akuntansi Untuk dapat menaikkan dan menurunkan angka laba yaitu dengan mengubah metode akuntansi yang berbeda dengan metode sebelumnya, Perubahan metode akuntansi tersebut yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi, contoh : merubah metode depresiasi aktiva tetap, dari metode depresiasi angka tahun ke metode depresiasi garis lurus, merubah metode perhitungan persediaan dari metode LIFO ke metode FIFO atau sebaliknya. 3. Menggeser periode biaya atau pendapatan Banyak hal yang menggeser periode biaya atau pendapatan, sebagai contoh merekayasa periode biaya atau pendapatan, seperti mempercepat atau menunda pengeluaran untuk meneliti dan mengembangkan sampai pada periode akuntansi berikutnya, mempercepat atau menunda pengeluaran promosi sampai periode berikutnya, mempercepat atau menunda pengiriman produk ke pelanggan, mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tidak dipakai. Pola manajemen laba menurut Scott (2009) dapat dilakukan dengan cara: 1. Taking a Bath Taking a bath terjadi pada saat reorganisasi seperti pengangkatan CEO baru. Teknik ini mengakui adanya biaya-biaya pada periode yang akan datang dan kerugian periode 5
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 1 No. 12 (2012)
2.
3.
4.
5.
6.
7.
berjalan sehingga mengharuskan manajemen membebankan perkiraan-perkiraan biaya mendatang akibatnya laba periode berikutnya akan lebih tinggi. Income Minimazation Dilakukan pada saat perusahaan pada saat perusahaan mengalami tingkat profitabilitas yang tinggi sehingga jika laba periode mendatang diperkirakan turun drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya. Income Maximization Dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan atas income maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Pola ini dilakukan oleh perusahaan untuk menghindari pelanggaran atas kontrak hutang jangka panjang. Income Smoothing Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor menyukai laba yang relatif stabil. Offsetting extraordinary/unusual gains Teknik ini dilakukan dengan memindahkan efek-efek laba yang yang tidak biasa atau temporal yang berlawanan dengan trend laba. Aggresive accounting applications Teknik yang diartikan sebagai salah saji (misstatement) dan dipakai untuk membagi laba antar periode. Timing Revenue dan Expense Recognition Teknik ini dilakukan dengan membuat kebijakan tertentu yang berkaitan dengan timing suatu transaksi. Misalnya pengakuan prematur atas pendapatan.
2.2 Pengembangan Hipotesis Manajemen laba merupakan salah satu bentuk akibat asimetri informasi dalam teori agensi (agency theory). Ini dikarenakan manajer lebih mengetahui informasi tentang perusahaan yang dikelolanya. Kehadiran good corporate governance diharapkan dapat menciptakan iklim tata kelola yang baik dan lebih transparan. Komposisi dewan komisaris merupakan persentase jumlah dewan komisaris independen terhadap jumlah total komisaris yang ada dalam susunan dewan komisaris perusahaan. Dalam Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 proporsi dewan komisaris independen sekurang-kurangnya 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah anggota dewan komisaris. Proporsi dewan komisaris dapat memberikan kontribusi yang efektif terhadap hasil dari proses penyusunan laporan keuangan yang berkualitas atau kemungkinan terhindar dari kecurangan laporan keuangan. Penelitian mengenai keberadaan dewan komisaris telah dilakukan diantaranya Young et al. (1998) meneliti efektifitas dewan komisaris dan komisaris independen terhadap manajemen laba yang terjadi di Inggris. Dengan menggunakan sampel penelitian yang terdiri dari 1178 perusahaan tahun selama periode 1993-1996, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan komisaris independen membatasi pihak manajemen untuk melakukan manajemen laba. Sedangkan ukuran dewan komisaris merupakan jumlah keseluruhan anggota dewan komisaris, baik yang berasal dari internal perusahaan maupun dari eksternal perusahaan. Pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap kinerja perusahaan memiliki hasil yang beragam. Salah satu argumen menyatakan bahwa makin banyaknya personel yang menjadi dewan komisaris dapat berakibat pada makin buruknya kinerja yang dimiliki perusahaan (Yermack, 1996, Eisenberg et al., 1998, dan Jensen, 1993). Hal tersebut dapat dijelaskan 6
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 1 No. 12 (2012)
dengan adanya agency problems (masalah keagenan), yaitu dengan makin banyaknya anggota dewan komisaris maka badan ini akan mengalami kesulitan dalam menjalankan perannya, diantaranya kesulitan dalam berkomunikasi dan mengkoordinir kerja dari masing-masing anggota dewan itu sendiri, kesulitan dalam mengawasi dan mengendalikan tindakan dari manajemen, serta kesulitan dalam mengambil keputusan yang berguna bagi perusahaan (Yermack, 1996, dan Jensen, 1993). Sesuai dengan Kep. 29/PM/2004, komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan. Keberadaan komite audit sangat penting bagi pengelolaan perusahaan. Komite audit merupakan komponen baru dalam sistem pengendalian perusahaan. Selain itu komite audit dianggap sebagai penghubung antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam menangani masalah pengendalian. Xie et al. (2003) menguji efektifitas komite audit dalam mengurangi manajemen laba yang dilakukan oleh pihak manajemen. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini berupa kesimpulan bahwa komite audit yang berasal dari luar mampu melindungi kepentingan pemegang saham dari tindakan manajemen laba yang dilakukan oleh pihak manajemen. Pengaruh terhadap akrual kelolaan ditunjukkan oleh makin seringnya komite audit bertemu dan pengaruh tersebut ditunjukkan dengan koefisien negatif yang signifikan. Wilopo (2004) menganalis hubungan dewan komisaris independen, komite audit, kinerja perusahaan dan akrual diskresioner. Dari penelitian tersebut dilaporkan bahwa kehadiran komite audit dan dewan komisaris independen mampu mempengaruhi secara negatif praktik manajemen laba di perusahaan. Hal ini menandakan bahwa mekanisme corporate governance diatas penting untuk menjamin terlaksananya praktik perusahaan yang adil (fair) dan transparan. Midiastuty dan Mahfoedz (2003) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial dengan manajemen laba berhubungan negatif. Penelitian Ujiyantho dan Pramuka (2007) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen. Sedangkan Tarjo (2008) melakukan penelitian mengenai pengaruh konsentrasi kepemilikan institusional terhadap manajemen laba, dimana hasil penelitiannya menyatakan bahwa kepemilikan institusional berhubungan negatif dan signifikan terhadap manajemen laba. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Midiastuty dan Machfoedz (2003). Berdasarkan uraian di atas maka peneliti merumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: H1: mekanisme Corporate Governance berpengaruh negatif terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan yang go public.
3. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian dan Populasi Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menekankan pada pengujian teori melalui pengukuran variabel penelitian dengan angka dan melakukan analisis data dengan prosedur statistik. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan persero dan perusahaan perbankan umum swasta nasional yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2008-2010 sebanyak 31 perusahaan perbankan. 3.2 Teknik Penyampelan Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan purposive sampling method, yaitu penentuan sampel atas dasar kesesuaian karakteristik dan kriteria 7
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 1 No. 12 (2012)
tertentu. Dalam penelitian ini, pemilihan sampel penelitian didasarkan pada kriteria sebagai berikut: 1. Perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI tahun 2008-2010. 2. Perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan yang telah diaudit untuk periode yang berakhir 31 Desember tahun 2008-2010 dengan kualifikasi unqualified opinion. 3. Perusahaan memiliki data mengenai komposisi dewan komisaris, ukuran dewan komisaris, keberadaan komite audit, ukuran komite audit, jumlah komite audit independen, ukuran dewan direksi, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan institusional dalam Indonesia Capital Directory Market (ICMD). 4. Data mengenai variabel penelitian yang akan diteliti tersedia lengkap dalam laporan keuangan tahunan perusahaan yang diterbitkan pada tahun 2008-2010. 3.3 Teknik Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa laporan keuangan tahun 2008-2010. Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui sumber yang ada dan tidak perlu dikumpulkan sendiri oleh peneliti (Sekaran, 2000). Data-data tersebut diperoleh dari situs BEI yaitu www.idx.co.id serta situs masing-masing perusahaan sampel. Data dikumpulkan dengan menggunakan metode studi pustaka dan dokumentasi. Studi pustaka dilakukan dengan mengolah literatur, artikel, jurnal maupun media tertulis lain yang berkaitan dengan topik pembahasan dari penelitian ini. Sedangkan dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan sumber-sumber data dokumenter seperti laporan tahunan perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini. 3.4 Definisi Operasional dan Pengukurannya 3.4.1 Definisi Operasional Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel dependen, yaitu variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah manajemen laba yang diproksikan dengan akrual kelolaan yang diukur dengan model akrual khusus (specific accruals) Beaver dan Engel (1996). 2. Variabel independen, yaitu variabel yang diduga mempengaruhi variabel terikat. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah mekanisme Corporate Governance dengan proksi dewan komisaris, komite audit, manajemen, dan shareholder. 3.4.2
Pengukuran Variabel 1. Variabel Dependen Manajemen laba diproksikan oleh akrual kelolaan yang dideteksi dengan model akrual khusus Beaver dan Engel (1996). Model akrual khusus (specific accruals) merupakan pendekatan yang menghitung akrual sebagai proksi manajemen laba dengan menggunakan item/komponen laporan keuangan tertentu dari industri tertentu. Misalnya piutang tak tertagih dari industri tertentu. Dalam model Beaver dan Engel (1996) ini menggunakan komponen penyisihan kerugian piutang (allowances for loan losses) dan provisi kerugian pinjaman sebagai komponen pembentuk total akrual dalam perusahaan perbankan. Model ini merupakan model yang paling sesuai dalam mendeteksi praktik manajemen laba di perusahaan perbankan (Rahmawati, 2006). Model tersebut dituliskan sebagai berikut: 8
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 1 No. 12 (2012)
Dimana: CO : loan charge offs (pinjaman yang dihapusbukukan) it
LOAN
: loans outstanding ( pinjaman yang beredar)
NPA
: non performing assets (aktiva produktif yang
∆NPA
bermasalah), terdiri dari aktiva produktif yang berdasarkan tingkat kolektibilitasnya digolongkan menjadi (a) dalam perhatian khusus, (b) kurang lancar, (c) diragukan, dan (d) macet. : selisih non performing assets t+1 dengan non performing
NDA
assets t : akrual non kelolaan
it
it
it+1
it
Sesuai dengan definisinya bahwa:
Dimana: DAit adalah akrual kelolaan, TAit adalah total akrual, dan NDAit adalah akrual non kelolaan, maka:
Untuk menentukan akrual total dengan menggunakan model Beaver dan Engel (1996) ini maka digunakan total saldo penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP). Dalam penentuan koefisien manajemen laba tersebut semua variabel dideflasi terlebih dahulu dengan nilai buku ekuitas. 2. Variabel Independen Mekanisme Corporate Governance diukur menggunakan proksi dewan komisaris, komite audit, manajemen, dan shareholder. Pengukuran mekanisme Corporate Governance menggunakan indeks yang dikembangkan oleh Wahidahwati (2010) dengan modifikasi pada pembobotan masing-masing proksi serta kriteria pemberian skor terhadap masing-masing proksi. Pembobotan terhadap masingmasing proksi adalah sebagai berikut: - Dewan komisaris (40%) - Komite audit (20%) - Manajemen (20%) - Shareholder (20%)
9
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 1 No. 12 (2012)
Perhitungan indeks Corporate Governance di atas dilakukan sebagai berikut: Nilai yang diperoleh X % bobot penskoran masing-masing proksi CGI Nilai yang diharapkan 3.5 Teknik Analisis Data Data yang telah dikumpulkan akan dianalisis dengan melakukan analisis statistik deskriptif dan uji asumsi klasik. Analisis statistik deskriptif dilakukan untuk mengetahui dispersi dan distribusi data. Sedangkan uji asumsi klasik dilakukan untuk menguji kelayakan model regresi yang selanjutnya akan digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. 3.5.1
Analisis Statistik Deskriptif Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi tentang suatu data yang dilihat melalui nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis, dan skewness (Ghozali, 2009). Skewness mengukur kemencengan dari data dan kurtosis mengukur puncak dari distribusi data. Data yang terdistribusi secara normal mempunyai nilai skewness dan kurtosis mendekati nol (Ghozali, 2009). 3.5.2
Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik bertujuan untuk mengetahui kelayakan penggunaan model regresi dalam penelitian ini. Uji asumsi terdiri dari uji multikolonieritas, uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas, dan uji normalitas (Ghozali, 2009). 1. Uji Multikolonieritas Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas di dalam model regresi sebagai berikut (Ghozali, 2009): a. Nilai R2 yang dihasilkan sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel independen banyak yang tidak signifikan dan mempengaruhi variabel dependen. b. Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen. Jika cukup tinggi, maka terdapat multikolonieritas. c. Dilihat dari nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF). 2. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain (Ghozali, 2009). Untuk menguji autokorelasi antara lain dapat dilakukan dengan melakukan Uji Durbin Watson, Uji Langrange Multiplier, Uji Statistics Q: Box Pierce dan Ljung Box, dan Run Test (Ghozali, 2009). 3. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual antara satu pengamatan dengan lainnya. Cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dengan cara: (1) melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat, (2) Uji Park, (3) Uji Glejser, dan (4) Uji White. 10
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 1 No. 12 (2012)
4. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Menurut Ghozali (2009) ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak, yaitu dengan cara analisis grafik dan analisis statistik. 3.5.3
Uji Hipotesis Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi sederhana karena analisis regresi digunakan untuk meneliti pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat serta menunjukkan arah hubungan variabel-variabel tersebut. Berdasarkan pembahasan teori, data penelitian, variabel-variabel penelitian, dan penelitian terdahulu maka bentuk persamaan regresi sederhana penelitian ini menggunakan model sebagai berikut: DAit = α + β1CG + εit Keterangan: α : konstanta β : koefisien regresi : discretionary accruals DA it
CG ε
: corporate governance : koefisien error
Persamaan di atas kemudian dianalisis dengan SPSS dengan tingkat signifikansi 5% (α = 0,05). Analisis terhadap hasil regresi dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut: 1. Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi mengukur seberapa jauh kemampuan model dapat menjelaskan variabel terikat. Nilai koefisien determinasi antara 0 dan 1. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan variabel terikat sangat terbatas, begitu pula sebaliknya (Ghozali, 2009). 2. Uji Signifikansi Parameter Individual (uji statistik t) Uji statistik t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas secara individual dapat menjelaskan variasi variabel terikat (Ghozali, 2009).
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2008-2010. Berdasarkan data yang didapat dari BEI dan Indonesia Capital Market Directory (ICMD), terdapat 31 perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI selama periode 2008-2010. Pemilihan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Data yang diperoleh adalah sebagai berikut:
11
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 1 No. 12 (2012)
Tabel 4.1 Data Hasil Pemilihan Sampel No. 1 2
Keterangan Jumlah bank yang terdaftar di BEI tahun 2008-2010 Jumlah bank yang tidak memenuhi kriteria Jumlah sampel (akhir)
Jumlah 31 (7) 24
Sumber: data yang telah diolah Berdasarkan jumlah perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI tahun 2008-2010 terdapat 31 perusahaan. Namun, diantara perusahaan tersebut terdapat 7 perusahaan yang tidak memenuhi kriteria, sehingga pada data hasil sampel yang ditetapkan diperoleh sebanyak 24 perusahaan perbankan sebagai jumlah observasi penelitian. 4.2 Hasil Penelitian 4.2.1 Uji Outlier Data outlier adalah data yang secara nyata berbeda dengan data-data yang lain. Deteksi adanya outlier dapat dilakukan dengan menentukan nilai ambang batas yang dikategorikan sebagai outlier dengan cara mengkonversikan nilai data penelitian ke dalam standart score atau disebut juga dengan Z-score yang mempunyai nilai rata-rata nol dan standar deviasi satu. Jika sebuah data outlier, maka nilai Z yang didapat lebih besar dari angka +1,96 atau lebih kecil dari angka -1,96. Jika dilihat pada tabel z, nilai z = 1,96 sama dengan luas daerah di bawah kurva normal sebesar 97,5%. Hal ini berarti 97,5% dari seluruh nilai data adalah data yang normal. Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa pada variabel manajemen laba (discretionary accruals-DA) dan Corporate Governance Index (CGI) terdapat outlier, karena nilai z-score yang dihasilkan melebihi selang ± 1,96. Observasi yang dikategorikan sebagai outlier pada variabel manajemen laba (discretionary accruals-DA) dan Corporate Governance Index (CGI), adalah sebagai berikut : 1. Observasi pada variabel manajemen laba (discretionary accruals-DA) yang melebihi selang ± 1,96 adalah observasi ke-1, 3, 7, 11, 69 2. Observasi pada variabel Corporate Governance Index (CGI) yang melebihi selang ± 1,96 adalah observasi ke-4 Berdasarkan penjelasan tersebut, ditunjukkan bahwa banyaknya data outlier yaitu 6 (enam) data atau observasi, sehingga jumlah observasi atau data yang digunakan untuk uji selanjutnya adalah sebanyak 72 – 6 = 66 data atau observasi. Dari 66 observasi tersebut, maka hasil analisis statistik deskriptif setelah uji outlier dengan menggunakan program SPSS digambarkan dalam tabel di bawah ini:
12
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 1 No. 12 (2012)
Tabel 4.3 Hasil Statistik Deskriptif setelah Uji Outlier Descriptive Statistics N Minimum Maximum DA 66 -.025508 .024678 CGI 66 .353 .660 Valid N 66 (listwise) Sumber: data yang diolah dengan SPSS
Mean -.00066812 .51008
Std. Deviation .010970638 .083756
Dari hasil analisis statistik deskriptif di atas dapat diketahui bahwa jumlah observasi dalam penelitian (N) adalah 66. Pada variabel Corporate Governance Index (CGI) memiliki nilai minimum sebesar 0,353 atau 35,30% dan nilai maksimum sebesar 0,660 atau 66,00%, sedangkan nilai rata-rata CGI perbankan Indonesia selama tahun 2008-2010 adalah sebesar 0,51008 atau 51,00% dengan standar deviasi sebesar 0,083756 atau 8,37%. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan Corporate Governance dengan proksi dewan komisaris, komite audit, manajemen, dan shareholder dalam bentuk indeks untuk perusahaan perbankan Indonesia selama tahun 2008-2010 mempunyai penskoran penerapan Corporate Governance paling rendah sebesar 35,30% dan penskoran penerapan Corporate Governance paling tinggi sebesar 66,00%, dengan rata-rata perusahaan perbankan menerapkan Corporate Governance sebesar 51,00% yang berarti pada tingkat yang moderat untuk mencegah terjadinya manajemen laba dengan tingkat penyimpangan (standar deviasi) sebesar 8,37%. Nilai minimum untuk variabel manajemen laba (discretionary accruals-DA) adalah sebesar -0,025508 dan nilai maksimum sebesar 0,024678. Sedangkan nilai rata-rata 0,00066812 dengan standar deviasi sebesar 0,010970638. 4.2.1 Uji Asumsi Klasik 4.2.1.1 Uji Normalitas Statistik uji yang paling sering digunakan untuk menguji asumsi kenormalan error (residual) adalah Kolmogorov-Smirnov normality test. Hipotesis dalam uji normalitas adalah : H0 = Data menyebar normal H1 = Data tidak menyebar normal Apabila nilai p-value (tingkat signifikan) lebih besar dari α = 5%, maka H0 diterima yang artinya asumsi kenormalan residual tidak dilanggar. Adapun hasil uji normalitas adalah sebagai berikut :
13
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 1 No. 12 (2012)
Tabel 4.4 : Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardize d Residual N 66 Normal Parametersa Mean -.00066812 Std. Deviation .01096603 Most Extreme Differences Absolute .120 Positive .120 Negative -.079 Kolmogorov-Smirnov Z .976 Asymp. Sig. (2-tailed) .296 a. Test distribution is Normal. Sumber: data yang diolah dengan SPSS Berdasarkan tabel 4.5 di atas menunjukkan bahwa distribusi data pada residual adalah distribusi normal, karena tingkat signifikan lebih besar dari 0,05 (sig = 0,296). 4.2.1.2
Uji Heteroskedastisitas Identifikasi secara statistik ada atau tidaknya gejala heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan menghitung korelasi Rank Spearman, jika tingkat signifikan (p-value) lebih besar 5%, maka tidak terdapat gejala heteroskedastisitas. Adapun hasil dari uji rank spearman adalah sebagai berikut : Tabel 4.5 : Hasil Dari Uji Rank Spearman Variabel Bebas Mekanisme Corporate Governance (X)
Koefisien korelasi Rank Spearman
Tingkat Signifikan
-0,048
0,700
Sumber: data yang diolah dengan SPSS Berdasarkan tabel 4.6 terlihat bahwa tingkat signifikan yang dihasilkan dari uji korelasi Rank Spearman lebih dari 5%, hal ini berarti tidak terjadi heteroskedastisitas pada variabel Mekanisme Corporate Governance (X). 4.2.1.3
Uji Autokorelasi Adanya autokorelasi pada error mengindikasikan bahwa ada satu atau beberapa faktor (variabel) penting yang mempengaruhi variabel terikat yang tidak dimasukkan ke dalam model regresi. Uji autokorelasi yang digunakan adalah Durbin Watson. Nilai Durbin Watson (DW) yang dihasilkan sebesar 1,964 adalah sebagai berikut: Tabel 4.6 : Hasil Dari Uji Durbin Watson Model Summaryb Adjusted R Std. Error of Model R R Square Square the Estimate Durbin-Watson 1 .382a .239 .229 .963109 1.964 a. Predictors: (Constant), CGI b. Dependent Variable: DA 14
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 1 No. 12 (2012)
Sumber: data yang diolah dengan SPSS Nilai DW yang dihasilkan berada diantara 1,6318 (dU) sampai dengan 2,3682 (4-dU) atau berada pada tidak ada autokorelasi positif atau autokorelasi negatif. 4.2.2 Pengujian Hipotesis 4.2.2.1 Koefisien Determinasi Koefisien determinasi digunakan untuk menguji goodness of-fit dari model regresi, yaitu seberapa besar pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Tabel 4.8 : Koefisien Determinasi (R2) Model Summaryb Adjusted R Std. Error of Model R R Square Square the Estimate Durbin-Watson 1 .382a .239 .229 .963109 1.964 a. Predictors: (Constant), CGI b. Dependent Variable: DA Sumber: data yang diolah dengan SPSS Berdasarkan tabel 4.9 dapat dilihat bahwa nilai dari R2 sebesar 0,239 yang berarti sebesar 23,90% variabel terikat dapat dijelaskan oleh variabel bebas dalam jumlah yang cukup besar. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa sebesar 23,90% manajemen laba yang diproksikan dengan nilai discretionary accrual dipengaruhi oleh variabel Corporate Governance Index (CGI). Sedangkan sisanya sebesar 76,10% dipengaruhi oleh variabel lain selain variabel yang digunakan dalam penelitian ini. 4.2.2.2
Uji Signifikansi Parameter Individual (uji statistik t) Uji ini bertujuan untuk mengetahui hubungan signifikasi dari variabel bebas terhadap variabel terikat. Uji t dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut apakah mekanisme Corporate Governance berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Hasil uji t dalam penelitian ini ditunjukkan dalam tabel di bawah ini: Tabel 4.10 : Hasil Uji t Variabel Bebas
Mekanisme Corporate Governance (X)
thitung -0,232
Tingkat Signifikan (Sig.) 0,817
Berdasarkan tabel 4.10 di atas, dapat dijelaskan bahwa nilai thitung pada variabel Mekanisme Corporate Governance (X) adalah -0,232 dengan tingkat signifikan lebih dari 5% yaitu sebesar 0,817 (sig > 5%). Hal ini berarti Mekanisme Corporate Governance (X) tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba (Y) maka “ H1: mekanisme Corporate Governance berpengaruh negatif terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan yang go public” ditolak.
4.3
Pembahasan Hasil Penelitian Manajemen laba merupakan salah satu bentuk akibat asimetri informasi dalam teori agensi (agency theory). Ini dikarenakan manajer lebih mengetahui informasi tentang perusahaan yang dikelolanya. Terjadinya banyak kasus manipulasi terhadap earnings yang 15
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 1 No. 12 (2012)
sering dilakukan oleh manajemen membuat perusahaan melakukan mekanisme pengawasan atau monitoring untuk meminimalkan praktik manajemen laba. Salah satu mekanisme yang dapat digunakan adalah penerapan corporate governance. Penerapan corporate governance yang terdiri dari dewan komisaris, komite audit, manajemen, dan shareholder diduga mampu mempengaruhi praktik manajemen laba. Kehadiran good corporate governance diharapkan dapat menciptakan iklim tata kelola yang baik dan lebih transparan. Mekanisme Corporate Governance diukur menggunakan proksi dewan komisaris, komite audit, manajemen, dan shareholder. Pengukuran mekanisme Corporate Governance menggunakan indeks yang dikembangkan oleh Wahidahwati (2010) dengan modifikasi pada pembobotan masing-masing proksi serta kriteria pemberian skor terhadap masing-masing proksi. Pembobotan terhadap masing-masing proksi adalah sebagai berikut : - Dewan komisaris (40%) - Komite audit (20%) - Manajemen (20%) - Shareholder (20%) Manajemen laba yang diproksikan oleh akrual kelolaan yang dideteksi dengan model akrual khusus (specific accruals) Beaver dan Engel (1996) merupakan pendekatan untuk menghitung akrual sebagai proksi manajemen laba dengan menggunakan item/komponen laporan keuangan tertentu dari industri tertentu. Misalnya piutang tak tertagih dari industri tertentu. Dalam model Beaver dan Engel (1996) ini menggunakan komponen penyisihan kerugian piutang (allowances for loan losses) dan provisi kerugian pinjaman sebagai komponen pembentuk total akrual dalam perusahaan perbankan. Model ini merupakan model yang paling sesuai dalam mendeteksi praktik manajemen laba di perusahaan perbankan (Rahmawati, 2006). Berdasarkan tabel 4.10 di atas, dapat dijelaskan bahwa nilai thitung pada variabel Mekanisme Corporate Governance (X) adalah -0,232 dengan tingkat signifikan lebih dari 5% yaitu sebesar 0,817 (sig > 5%). Hal ini berarti Mekanisme Corporate Governance (X) berpengaruh tidak signifikan terhadap manajemen laba (Y). Namun karena nilai thitung antara mekanisme Corporate Governance (X) dengan manajemen laba (Y) menunjukkan hubungan yang positif maka “ H1: mekanisme Corporate Governance berpengaruh negatif terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan yang go public” ditolak. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Nasution dan Setiawan (2007) pada industri perbankan yang terdaftar dalam Bursa Efek Jakarta (BEJ) selama periode 2000-2004 menunjukkan bahwa komposisi dewan komisaris dan keberadaan komite audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba, sedangkan ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap manajemen laba, dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap manajemen laba Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Gideon SB. Boediono (2005) yang berjudul Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate Governance dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan Analisis Jalur dengan variabel dependen berupa kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dan komposisi dewan komisaris, sedangkan variabel independennya adalah manajemen laba dengan model regresi berganda. Hasil penelitian Gideon SB. Boediono (2005) menyatakan bahwa kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dan komposisi dewan komisaris berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Hipotesis mekanisme Corporate Governance berpengaruh negatif terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan yang go public ditolak karena penerapan mekanisme 16
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 1 No. 12 (2012)
Corporate Governance pada industri perbankan yang terdaftar di BEI selama periode 20082010 masih belum sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yaitu Peraturan Bank Indonesia No 8/4/PBI/2006 mengenai Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum, terutama mengenai jumlah anggota Komite Audit Independen pada pasal 38 ayat 4 yang menyatakan: ”Komisaris Independen dan Pihak Independen yang menjadi anggota Komite Audit sebagaimana dimaksud pada ayat 1 paling kurang 51% (lima puluh satu perseratus) dari jumlah anggota Komite Audit”, di mana berdasarkan hasil dari tabel 4.13 sebagian besar perusahaan perbankan memiliki jumlah anggota Komite Audit Independen pada kisaran 21%-40% atau kurang dari 51% sebagaimana dipersyaratkan oleh ketentuan peraturan. Sedangkan kepemilikan institusional pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI selama periode 2008-2010 cenderung mengalami peningkatan dari kisaran 61%-80% menjadi lebih besar dari 81% sehingga dapat menciptakan kepemilikan yang terkonsentrasi, di mana hal ini dapat mengakibatkan tidak terlindunginya kepemilikan saham minoritas karena dengan adanya kepemilikan terkonsentrasi memungkinkan pemilik saham mayoritas untuk mengatur pihak manajemen perusahaan perbankan sesuai kepentingannya (memaksimalkan utilitasnya). Dari hasil indeks Corporate Governance (CGI) yang diamati untuk perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI selama periode 2008-2010 dengan menggunakan model Wahidahwati (2010) berada pada penerapan yang moderat, di mana analisis statistik deskriptif menggambarkan variabel Corporate Governance Index (CGI) memiliki nilai minimum sebesar 0,353 atau 35,30% dan nilai maksimum sebesar 0,660 atau 66,00%, sedangkan nilai rata-rata CGI perbankan Indonesia selama tahun 2008-2010 adalah sebesar 0,51008 atau 51,00%. Selain itu, berdasarkan tabel 4.17 dan gambar 4.1 di atas menunjukkan bahwa rata-rata mekanisme Corporate Governance selama periode tahun 2008 sampai dengan 2010 cenderung mengalami penurunan, di mana rata-rata mekanisme Corporate Governance tahun 2008 sebesar 51,6%; tahun 2009 sebesar 51,2% dan tahun 2010 sebesar 50,7%. Hasil penelitian tersebut menandakan bahwa mekanisme Corporate Governance yang dilakukan oleh perusahaan perbankan tidak efektif dalam mengurangi praktek manajemen laba.
5. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Penelitian ini berupaya untuk mengetahui pengaruh pelaksanaan corporate governance terhadap tindak manajemen laba yang terjadi di perusahaan perbankan. Dari hasil pengujian regresi linear sederhana ditemukan bahwa indeks corporate governance dengan proksi dewan komisaris, komite audit, manajemen, dan shareholder yang dihasilkan cenderung mengarah pada pelaksanaan yang moderat, artinya penskoran indeks corporate governance menghasilkan persentase sebesar 51,00% secara rata-rata untuk mencegah terjadinya tindak manajemen laba di perusahaan perbankan Indonesia. Dengan penerapan yang moderat pada corporate governance di perusahaan perbankan ini dan sesuai dengan hasil pengujian hipotesis disimpulkan bahwa mekanisme Corporate Governance (X) berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba (Y), dilihat dari nilai thitung yang dihasilkan sebesar -0,232 dengan tingkat signifikan lebih dari 5% yaitu sebesar 0,817 (sig. > 5%), sehingga hipotesis penelitian ini “mekanisme Corporate Governance berpengaruh negatif terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan yang go public”
17
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 1 No. 12 (2012)
tidak efektif mengurangi tindak manajemen laba pada perusahaan perbankan di Indonesia selama kurun waktu 2008-2010. 5.2 Keterbatasan dan Saran Terdapat beberapa keterbatasan yang kemungkinan dapat berpengaruh pada hasil penelitian. Keterbatasan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Penelitian ini hanya dilakukan pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI, bukan pada seluruh bank swasta maupun devisa yang ada di Indonesia. 2. Indeks Corporate Governance yang digunakan dalam penelitian ini hanya diproksikan oleh dewan komisaris, komite audit, manajemen, dan shareholder sehingga kurang dapat mengukur secara komprehensif praktik corporate governance dalam perusahaan perbankan yang diobservasi. 3. Penggunaan model untuk mendeteksi manajemen laba dalam penelitian ini mungkin belum mampu mendeteksi manajemen laba dengan baik sehingga perlu dipertimbangkan faktor-faktor lain yang mungkin berpengaruh terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan. 4. Perlunya mempertimbangkan model berbeda yang akan digunakan dalam menentukan discretionary accrual sehingga dapat melihat adanya manajemen laba dengan sudut pandang yang berbeda. Bertitik tolak pada keterbatasan yang dihadapi peneliti pada studi ini, maka dapat diberikan beberapa saran dengan maksud untuk meningkatkan mutu penelitian selanjutnya. Untuk itu penelitian selanjutnya sebaiknya: 1. Menambah jumlah sampel perusahaan perbankan dengan cara menggunakan seluruh bank swasta maupun devisa yang ada di Indonesia, bukan hanya perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI. 2. Perlunya mengembangkan instrumen pengukuran indeks Corporate Governance yang lebih komprehensif. 3. Mempertimbangkan faktor-faktor lain yang dapat berpengaruh terhadap praktek manajemen laba di industry perbankan. 4. Perlunya mempertimbangkan model berbeda yang akan digunakan dalam menentukan discretionary accrual sehingga dapat melihat adanya manajemen laba dengan sudut pandang yang berbeda.
18
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 1 No. 12 (2012)
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawas Pasar Modal. 2004. Kep-29/PM/2004. Pembentukan dan Pedoman Kerja Komite Audit Barnhart, Scott and Stuart Rosenstein. 1998. “Board Composition, Managerial Ownership and Firm Performance: An Empirical Analysis”. The Financial Review, http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=127689. Diakses tanggal 1 Juli 2010. Beasley, Mark S., 1996. An Empirical Analysis of The Relation Between The Board of Director Composition and Financial Statement Fraud. The Accounting Review Volume 71, No 4, Oktober: 443-465 Beaver, H. William, and Ellen E. Engel. 1996. Discretionary Behavior with Respect to Allowances for Loan Losses and the Behavior of Security Prices. Journal of Accounting & Economics Volume 22. Agustus- Desember: 177-206 Boediono, Gideon SB. (2005). “Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate Governance dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan Analisis Jalur”. Simposium Nasional Akuntansi VIII. Cornett, Marcia Millon, Alan J. Marcus, Anthony Saunders, and Hassan Tehranian. 2006. “Earnings Management, Corporate Governance and True Financial Performance”. Working Paper Series, http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=886142. Diakses tanggal 1 Juli 2010. Eisenberg, T., Sundgren, S., Wells, M.T., 1998. Larger Board Size and Decreasing Firm Value in Small Firms. Journal of Financial Economics 48, 35-54. FCGI. 2001. Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan). Jilid II, Edisi 2. Forum for Corporate Governance in Indonesia. 2003. Indonesian Company Law. Available online at www.fcgi.org.id Ghozali, Prof. Dr. Imam M. Com., Akt. 2009. “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS”. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Herawaty, Vinola. 2008. “Peran Praktek Corporate Governance sebagai Moderating Variable dari Pengaruh Earnings Management Terhadap Nilai Perusahaan”. Simposium Nasional Akuntansi 11. Pontianak. Jensen, M.C., 1993. The Modern Industrial Revolution, Exit, and The Failure of Internal Control Systems. The Journal of Finance Vol. 48, No3, 831-880.
19
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 1 No. 12 (2012)
Midiastuty, Pratana P., dan Mas’ud Machfoedz. 2003. Analisis Hubungan Mekanisme Corporate Governance dan Indikasi Manajemen Laba. Artikel yang Dipresentasikan pada Simposium Nasional Akuntansi 6 Surabaya tanggal 16-17 Oktober 2003 Nasution, M., dan Doddy Setiawan. 2007. “Pengaruh Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Di Industri Perbankan Indonesia”. Simposium Nasional Akuntansi X. Peasnell , K.V., P.F. Pope, dan S. Young. 1998. “Outside Directors, Board Effectiveness, and Earnings Management”. Working Paper Series, http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=125348. Diakses tanggal 10 Juli 2010. Rahmawati dan Zaki Baridwan. 2006. Pengaruh Asimetri Informasi, Regulasi Perbankan, dan Ukuran Perusahaan pada Manajemen Laba dengan Model Akrual Khusus Perbankan. Jurnal Akuntansi dan Bisnis Volume 6 No.2 Agustus: 139-150 Rahmawati, Andri dan Hanung Triatmoko. 2007. “Analisis Faktor-Faktor Mempengaruhi Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan”. Simposium Nasional X.
yang
Rahmawati. 2006. Model Penelitian Manajemen Laba pada Industri Perbankan Publik di Indonesia dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Perbankan. Artikel yang Dipresentasikan pada Seminar Bulanan Jurusan Akuntansi FE-UNS tanggal 27 Mei 2006 nd
Scott, R. William. 2009. Financial Accounting Theory 5 Edition. Prentice-Hall, New Jersey Setiawati, Lilis dan Ainun Na’im. 2001. “Bank Health Evaluation by Bank Indonesia and Earnings Management in Banking Industry”. Gajahmada International Journal of Bussiness Vol. 3, No. 2, hal. 159-176. Statement of Financial Accounting Concepts (SFAC) No. 1. Sugiarta, I Putu. 2004. Earnings Management and Information Content of Audit Committee Announcement. Artikel yang Dipresentasikan pada Simposium Nasional Akuntansi 7 Denpasar tanggal 2 -3 Desember 2004 Sulistyanto, H. Sri. 2008. “Manajemen Laba, Teori dan Model Empiris”. Jakarta: Grasindo. Tarjo. 2008. “Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan Institusional dan Leverage Terhadap Manajemen Laba, Nilai Pemegang Saham serta Cost of Equity Capital”. Simposium Nasional Akuntansi 11. Pontianak. Ujiyantho, Muh. Arief dan Bambang Agus Pramuka. 2007. “Mekanisme Corporate Governance, Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan. Simposium Nasional Akuntansi 10. Makassar. Veronica, Sylvia dan Yanivi S. Bachtiar. 2004. “Good Corporate Governance, Information Asymetry and Earnings Management”. Simposium Nasional Akuntansi 7. Denpasar.
20
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 1 No. 12 (2012)
Veronica, Sylvia, dan Siddharta Utama. 2005. Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Praktek Corporate Governance terhadap Pengelolaan Laba (Earnings Management). Artikel yang Dipresentasikan pada Simposium Nasional Akuntansi 8 Solo tanggal 15 - 16 September 2005 Wedari, Linda Kusumaning. 2004. “Analisis Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris dan Keberadaan Komite Audit Terhadap Aktivitas Manajemen Laba”. Simposium Nasional Akuntansi 7. Denpasar. Widyaningdyah A.U. (2001). “Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Earning Management Pada Perusahaan Go Public Di Indonesia”. Jurnal Akuntansi & Keuangan, Vol. 3, No. 2, h. 89-101. Wilopo. 2004. The Analysis of Relationship of Independent Board of Directors, Audit Committee, Corporate Performance, and Discretionary Accruals. Ventura Volume 7 No. 1 April: 73-83 Xie, Biao, Wallace N Davidson III, and Peter J. Dadalt. 2003. Earnings Management and Corporate Governance: The Role of The Board and The Audit Committee. Journal of Corporate Finance Volume 9 Juni: 295-316 Yermack, D., 1996. Higher Market Valuation of Companies with Small Board of Directors. Journal of Financial Economics 40, 185-211.
21