Edutech, Tahun 14, Vol.1, No.1, Februari 2015
URBAN YOUTH DAN MOVIES REMAJA PERKOTAAN DAN FILM Oleh : Mirna Nur Alia A Departemen Pendidikan Sosiologi FPIPS UPI Email :
[email protected] Abstract. This study is on problems faced by senior High School (SMA) student in Bandung in obtaining information through movies. In other part of this study, writer also tries to find motivations, evaluations and expectations of those students on Indonesian movies. In this study contained about the deepening one aspect of the research results that provide an overview the problem of senior high school students in relation to the four aspects such as socialization , family (parents, brothers, sisters , and other relatives) , peers (good friends at school and friends outside of school), school ( regarding subject teachers, facilities, school fees) as well as mass media . Also covered are about the causes of these problems , as well as the way or the efforts taken by senior high school students to solve it. The approach in these study used mix of quantitative and qualitative method with descriptive analysis. Analysis made through the problem-solving orientation with attention to the passive effort (effort doesn't reflect an act of concrete) and the active one (reflecting the concrete effort that could provide a way out problem solving). Keywords : Adolescent, Film, Urban Abstrak. Tulisan ini memfokuskan pada masalah yang terjadi di kalangan pelajar SMA di Kota Bandung yang menjadikan film sebagai media informasi. Pada beberapa bagian tulisan ini, penulis pun mencoba menemukan berbagai motivasi, evaluasi dan pengharapan dari para pelajar tersebut terhadap perfilman Indonesia. Dalam tulisan ini dibahas mengenai pendalaman dari salah satu aspek hasil penelitian yang memberikan gambaran tentang persoalan pelajar SMA dalam kaitannya dengan empat aspek sosialisasi, yaitu keluarga (orang tua, kakak, adik, dan kerabat lain), teman sebaya (baik teman di sekolah maupun teman di luar sekolah), sekolah (menyangkut guru mata pelajaran, fasilitas, biaya sekolah) serta media masa. Disamping itu juga digambarkan tentang penyebab dari persoalan tersebut, serta cara atau upaya yang ditempuh oleh pelajar SMA dalam memecahkannya. Pendekatan yang digunakan adalah mix method (data kualitatif dan kuantitatif). Analisis upaya yang dilakukan melalui orientasi pemecahan masalah dengan memperhatikan sifat upaya tersebut yaitu upaya yang sifatnya pasif (upaya tersebut tidak mencerminkan suatu tindakan konkrit) dan upaya yang sifatnya aktif (mencerminkan usaha konkrit yang dapat memberikan jalan keluar pemecahan persoalan). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa motivasi remaja untuk menonton film sudah menunjukkan tingkat yang menggembirakan, dimana remaja dalam menonton film didasari atas kemauannya sendiri yang dipengaruhi oleh mutu/kualitas dari film. Kata kunci : Remaja, Film, Kota
kaitannya
A. PENDAHULUAN Tulisan ini merupakan pendalaman dari salah satu aspek hasil penelitian yang memberikan gambaran tentang persoalan
pelajar
SMA
dalam
dengan
empat
aspek
sosialisasi, yaitu keluarga (orang tua, kakak, adik, dan kerabat lain), teman sebaya (baik teman di sekolah maupun teman
di
(menyangkut 16 Remaja Perkotaan Dan Film
luar
sekolah),
sekolah
guru mata pelajaran,
Edutech, Tahun 14, Vol.1, No.1, Februari 2015
fasilitas, biaya sekolah) serta media
Indonesia untuk memberikan wawasan
masa. Disamping itu juga digambarkan
dan makna pada pembangunan nasional
tentang
dalam
penyebab
dari
persoalan
segenap
kehidupan
tersebut, serta cara atau upaya yang
Budaya
ditempuh oleh pelajar SMA dalam
pencerminan nilai-nilai luhur bangsa
memecahkannya.
terus
Pendalaman
hasil
penelitian
tentang masalah ini dianggap penting karena film sebagai salah satu media informasi tembus pandang mempunyai pengaruh sangat dalam bagi yang menonton (Jalaludin : 1989). Masalah film
ini
menurut
Sarlito
masih
membutuhkan pembenahan, setidaktidaknya pada masalah produksi film nasional
yang
belum
mampu
melepaskan diri dari penyakit "Over komersialisasi"
melaui
dalam
"kekerasan" dan penggelitikan seks sebagai
perangsangan
untuk
mengeksploitasi arausal atau gairah penonton, agar pembuat film mencapai untung secepatnya. Yang dimaksud arausal adalah derajat keterangsangan
bangsa
yang
bangsa.
dipelihara,
merupakan
dibina,
dan
dikembangkan
guna
memperkuat
penghayatan
dan
pengamalan
pancasila,
meningkatkan
kualitas
hidup, mempertebal rasa harga diri dan kebanggaan memperkokoh
nasional jiwa
serta
persatuan
dan
kesatuan (GBHN 1993). Film sebagai karya cipta seni dan budaya merupakan media komunikasi pandang dengar, pembinaan dan penembangangannya diarahkan untuk mampu memantapkan nilai-nilai
budaya
bangsa,
menggelorakan semangat pengabdian dan
perjuangan
bangsa
serta
meningkatkan kualitas sumber daya manusiayang pada gilirannya akan memantapkan
ketahanan
nasional
(Joesoef Daoed, 2002 :32).
untuk benar-benar berbuat untuk benar-
Untuk film sebagai hasil dan
benar berbuat pada suatu saat tertentu
cerminan budaya perlu dipahami oleh
(Departemen Penerangan : 1986 ).
generasi muda khususnya pelajar SMA
Dalam Garis Garis Besar Haluan Negara ditegaskan bahwa kebudayaan nasional berlandaskan Pancasila adalah perwujudan cipta, rasa, karsa bangsa
(remaja). Film bukan hanya sebagai komoditas ekonomi tetapi harus pula difahami fungsinya sebagai sarana penerangan, pendidikan dan hiburan (Y.S Gunarsa dan S.D Gunarsa, 2006 :
17 Remaja Perkotaan Dan Film
Edutech, Tahun 14, Vol.1, No.1, Februari 2015
19). Pemahaman akan fungsi film
Pertimbangan
yang
dapat
tersebut memerlukan tenggang waktu
dilakukan tentang pentingnya perhatian
yang lama. Pendalaman masalah film
yang sungguh-sungguh melalui suatu
hasil
atas
penelitian terhadap potensi remaja
merupakan salah satu upaya untuk
SMA sebagai sumber daya manusia
memperpendek
waktu
potensial yang dapat diproyeksikan
tersebut
sebagai pemimpin masa depan dan
sudut
tumpuan keberhasilan pembangunan
pengkajian lainnya, yaitu motivasi,
pada masa mendatang. Dilihat dari
penilaian, dan harapan remaja terhadap
sudut intelektual, mereka mempunyai
perfilman di Indonesia saat ini.
wawasan yang lebih luas, dibandingkan
penelitian
tersebut.
tersebut
tenggang
Pendalaman
dilengkapi
dengan
Pertimbangan dikemukakan perhatian dalam
di
beberapa
lain
yang dapat
tentang
pentingnya
yang
sungguh-sungguh
mengakaji
potensi
remaja
sebagai sumber daya manusia yang potensial dalam proyeksi masa depan, karena
masa
remaja
atau
masa
adolegensia merupakan masa peralihan atau masa transisi antara masa anakanak dan masa dewasa (Sapartinah P dan
Susanto
Ashid,
2005:32).
Umumnya masa ini berlangsung dari sekitar umur 13 sampai 18 tahun yaitu masa anak-anak duduk di bangku sekolah menengah. Pada masa inilah perlu
dipelajari
persoalan-persoalan
yang mereka hadapi dari sudut pandang mereka
sendiri
beserta
cara-cara
mengatasainya (Cony Semiawan, 2004 :24).
dengan remaja sekolah kejuruan. Hal ini disebabkan karena materi pelajaran yang mereka terima di sekolah bersifat umum
dibandingkan
dengan
mata
pelajaran spesialisasi pada sekolah kejuruan. Selain itu, remaja SMA umumnya bertujuan untuk melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi. Tidak kalah pentingnya bahwa fakta menunjukkan bahwa jumlah remaja SMA
jauh
lebih
banyak
bila
dibandingkan dengan remaja sekolah kejuruan. Umumnya mereka sebagai remaja pelajar yang co- edukatif dalam arti cukup terkontrol, baik kegiatan belajar
maupun
kegiatan
ekstrakurikulernya (Zakiah Darajad, 2005:25). Film sebagai salah satu media informasi merupakan salah satu unsur yang esensial, secara cepat dapat
18 Remaja Perkotaan Dan Film
Edutech, Tahun 14, Vol.1, No.1, Februari 2015
memberikan gambaran yang negatif maupun positif dalam tingkah laku
dilakukannya. b.
sehari-hari. Persoalan yang mereka
Motivasi, penilaian serta harapan pelajar terhadap film, khususnya
hadapi dan cara mengatasinya antara
film Indonesia
lain juga dapat dipengaruhi tingkah laku
sehari-hari.
Persoalan
Permasalahan
yang
mengenai
mereka hadapi dan cara mengatasinya
problema pelajar SMA dan penelusuran
antara lain juga dipengaruhi oleh
penyebab persoalan serta upaya yang
kehadiran film yang mereka tonton
mereka lakukan dalam memperoleh
(Bloem, 1969:47). Pelajar SMA yang
informasi dari film, bertujuan untuk
akan menjadi manusia dewasa masih
memperoleh
menjalani proses nilai tambah pribadi
pemahaman
ini merupakan proses yang berlangsung
sebagai media informasi. Sedangkan
terus menerus dimulai sejak manusia
permasalahan
berumur lima tahun sampai ia tidak lagi
penilaian serta harapan pelajar terhadap
produktif. Proses ini terdiri dari dua
film
tahap yaitu : (a) proses persiapan yang
bertujuan untuk memperoleh gambaran
lazimnya
keadaan
dikenal
dengan
proses
perfilman
perguruan
pelajar.
penyempurnaan
dan
(b)
proses
pelajar
mengenai
terhadap
tentang
khususnya
pendidikan dar sekolah dasar sampai ke tinggi
gambaran
film
perfilman Indonesia
film
motivasi,
Indonesia,
khususnya di
kalangan
yang
berlangsung 2. Metode penelitian semenjak ia bekerja. Dalam proses a. Pengumpulan data yang melatih reaksi manusia dengan Data yang dikumpulkan adalah lingkungannya (B.J.Habibie, 1986:26) data primer dengan metode survei dan 1. Rumusan Masalah data sekunder yang diperoleh dari Tulisan ini membatasi permasalahan
instansi terkait yang ada di daerah
yang berkaitan dengan :
penelitian. Teknik yang digunakan untuk menjaring data primer adalah
a.
Problematika pelajar SMA dalam memperoleh informasi dari film dan menelusuri penyebab persoalannya serta upaya yang
wawancara
berstruktur
pedoman
daftar
Populasinya
adalah
dengan pertanyaan.
pelajar
SMA
berumur 15-19 tahun, Jumlah sampel
19 Remaja Perkotaan Dan Film
Edutech, Tahun 14, Vol.1, No.1, Februari 2015
yang diwawancarai adalah 108 orang
menggambarkan
berasal dari empat SMA. Penentuan
Analisis persolan dibedakan sebab-
jumlah tersebut dimaksudkan agar
sebab timbulnya persoalan tersebut
sampel yang dipilih dapat mewakili
yaitu persoalan terjadi karena diri
profil SMA di lokasi penelitian.
responden sendiri (self and self) ,
b.
Penarikan Sampel Teknik
persoalan
tersebut.
terjadi karena sebab orang lain (self
penarikan
sampel
and other) dan terjadi karena sesuatu
dilakukan secara "multi stage" terdiri
yang sifatnya non personal (self and
tiga tahap yaitu (1) menentukan
materials).
empat SMA yang dipilih berdasarkan simple
random
sampling,
(2)
menentukkan jumlah responden dari SMA terpilih secara proporsional berdasarkan
jumlah
murid,
(3)
menetapkan responden dari masingmasing
SMA
dengan
teknik
systematic random sampling buku induk. c.
Analisis upaya yang dilakukan melalui orientasi pemecahan masalah dengan memperhatikan sifat upaya tersebut yaitu upaya yang sifatnya pasif (upaya tersebut tidak mencerminkan suatu tindakan konkrit) dan upaya yang sifatnya aktif (mencerminkan usaha konkrit yang dapat memberikan jalan keluar pemecahan persoalan).
Analisis data 1. Gambaran Sekolah Dan
Dalam
menganalisis
data
metoda yang digunakan adalah analisis deskriftif didukung oleh data kuantatif dan
kualitatif.
Analisis
ini
Identitas Responden Banyaknya sekolah menurut catatan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Bandung adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Banyaknya Sekolah Pendidikan Jumlah SD 1.025 SMP 391 SMA 267 Sumber : Kantor Statistik Kota Bandung 2012
Kelas 7.714 2.617 2.797
Dari jumlah SMA diatas terdiri
dengan jumlah murid 27.366 murid
atas 32 SMA Negeri dan 235 SMA
sekolah negeri dan 76.638 murid
Swasta termasuk
sekolah swasta. Apabila dibandingkan
SMK dan Aliyah
20 Remaja Perkotaan Dan Film
Edutech, Tahun 14, Vol.1, No.1, Februari 2015
dengan jumlah guru yang dimiliki,
Secara status terpilihnya SMA
maka perbandingan guru dan murid
di
adalah 9.056 guru dan 107.004 murid.
pemerataan status yaitu dua SMA
Atau dengan kata lain satu orang guru
Swasta.
untuk
mencermikan
12
murid.
Pengaruh
atas
mencerminkan
Dan
secara adanya
adanya
geografis pemerataan
perbandingan ini dapat dilihat pada
wilayah. SMAN 9 terletak diwilayah
gambaran persoalan terhadap empat
Bandung Barat, SMAN 10 di wilayah
agen sosialisasi pada hasil penelitian
Bandung Timur. SMA Pasundan 1 di
profil Orang muda dan Tranformasi
wilayah Bandung Tengah dan SMA
pola
Pasundan 8 di wilayah Bandung Utara.
Komunikasi
dalam
proses
Industrialisasi : Kasus Pelajar SMA di Kota Bandung tahun 2012.
Gambaran identitas responden memperlihatkan bahwa reponden laki-
Perkembangan jumlah sekolah
laki lebih banyak terjaring yaitu 59
SMA di kota Bnadung terus meningkat,
Orang (54.6 %) dari pada perempuan
tahun 2009/2010 berjumlah 325 buah
yaitu 49 orang (45.4%).Gambaran
dan meningkat menjadi 444 buah pada
responden dilihat dari urutan kelahiran
tahun
dengan
memperlihatkan jumlah terbesar adalah
adanya akreditasi yang dilakukan oleh
responden yang memiliki lebih dari 3
pemerintah jumlah tersebut menurun
saudara yaitu 54 orang (50.0 %). Ini
menjadi
merupakan indikasi bahwa jumlah
2010/2011.
267
Namun
buah
pada
tahun
2011/2012. Dari jumlah tersebut 210
keluarga besar
buah diantaranya adalah SMA negeri
dari 3 orang) masih dominan di kota
dan swasta dengan berbagai status
Bandung, meskipun keluarga kecil ini
resmi terdaftar, diakui dan disamakan.
dapat dirinci sebagai berikut : memiliki
SMA yang diteliti, berdasarkan metode
2 saudara 8 orang (7.4 %), anak
yang diuraikan di atas maka terpilih :
tunggal 9 orang (8.3 %) dan memiliki
a. SMAN 9 Bandung
saudara 25 orang (23.1%).
b. SMAN 10 Bandung c. SMA
Tingkat
Pasundan
1
Pasundan
8
Bandung d. SMA
(memiliki anak lebih
pendidikan
ayah
responden terbesar adalah tamatan SMA / sederajat yaitu 49 orang (45.4 %), kemudian tamatan pendidikan S1
Bandung 21 Remaja Perkotaan Dan Film
Edutech, Tahun 14, Vol.1, No.1, Februari 2015
24 orang (22.2%), tamatan Akademi /
(0.9%) seperti pada pekerjaan ayah
D3 sebanyak 15 orang (33.9%) dan
responden.
tamatan S2 adalah satu orang (0.9%), sedangkan sisanya adalah tamatan SMP kebawah sebanayak 16 orang (14.8 %). Pendidikan ibu responden terbanayak adalah tamatan SMA sederajat yaitu 54 orang
(50.0
%)
sama
seperti
pendidikan ayah responden, tamatan SMP yaitu 15 orang
(13.9%) dan
tamatan SD sebanyak 13 orang (12.0%) , tetapi tamatan Sarjana/S1 sebanyak 12 orang (11.1%).
Gambaran
responden
dilihat
dari segi umur menampakkan bahwa umur 16 tahun dan 17 tahun, masingmasing terdapat 38 orang (35.2 %), responden yang berumur 18 tahun terdapat 15 orang (13.9%), berumur 19 tahun 3 orang (2.8%) dan yang masih berumur 15 tahun sebanyak 14 orang (13.0 %). Gambaran responden dilihat dari kelas memperlihatkan bahwa kelas III terpilih menjadi responden yang
Pekerjaan
ayah
responden
tinggal dengan bersama orang tua
terbanyak adalah Pegawai Negeri Sipil
sebanyak 100 orang (92.6%). Tinggal
sebanyak 35 orang (32.4%), kemudian
bersama
karyawan swasta 30 orang (27.8 %),
bersama kakek/nenek 2 orang (1.9%),
pengusaha/
wiraswasta
serta 1 orang tinggal bersama orang
sebanyak 14 orang (13 %), pegawai
lain (kost), karena tinggal di kota yang
BUMN 8 Orang (7.4%), pensiunan 8
lain.
pedagang/
orang (7.4%) serta petani/ nelayan 1
paman/
kakak
5
orang,
B. HASIL DAN PEMBAHASAN
orang (0.9%). Pekerjaan ibu responden terbanyak adalah ibu rumah tangga
Berdasarkan
data
dari
atau tidak bekerja yaitu 66 orang
responden,
107
(61.1%), pegawai negeri sipil 20 orang
menyatakan
menonton
(18.5
pedagang/
sisanya 1 orang (0.9 %) menyatakan
(12.0%),
tidak menonton film. Dari data ini
%),
wiraswasta
pengusaha/ 13
orang
karyawan swasta 7 orang (6.5 %), serta
menunjukkan
yang
orang
108
bahwa
(99,1%) film,
film
dan
sudah
Bandung
yang
merupakan salah satu fenomena yang
pendidikan
dan
dibutuhkan kehadirannya oleh pelajar.
Industri terjaring responden yang orang
Meskipun kehadiran film tersebut perlu
tuanya sebagai pedagang 1 orang
dikaji
menarik
merupakan
di
kota
lebih
22 Remaja Perkotaan Dan Film
lanjut,
apakah
Edutech, Tahun 14, Vol.1, No.1, Februari 2015
kehadirannya itu untuk memperoleh
yang menggembirakan, baik dari segi
informasi yang dibutuhkan atau hanya
perangkat lunak maupun perangkat
sekedar
kerasnya. Dari segi perangkat lunak,
untuk
hiburan.
Gambaran
tentang produksi film yang mereka
karyawan
tonton, dari 99,05 % tersebut terdiri
teknik-teknik pembuatan film telah
dari film nasional (produksi Indonesia)
menunjukkan kemampuannya dalam
23 (21,29 %), film asing atau produksi
membuat trick (tipuan) yang bagus,
luar
karyawan film lainnya seperti aktor dan
negeri
59
(54,62%)
serta
film
membidangi
kombinasi film nasional dan film asing
aktris
25 (23,14 %). Ini menunjukkan bahwa
umumnya telah melalui pendidikan dan
remaja di kota Bandung tidak hanya
latihan keterampilan dalam bidangnya.
terpaku
kepada
tertentu
saja,
film
dan
yang
peran-peran
lainnya
dari
negara
Dalam perangkat keras para produser
tetapi
sudah
telah memiliki peralatan teknik dan
menyukai film-film semua produksi.
laboraturium pembuatan film yang
Alasan mereka adalah bergantung pada
memadai dan modern, sedangkan para
skenario, peran utama dan teknik yang
distributor
ditampilkan dari sebuah film.
bioskop telah memperbaiki gedung
akan
Pada dunia perfilman saat ini setelah terjadinya kelesuan produksi
bioskopnya
atau
pemilik
menjadi
lebih
gedung
modern
seperti cinepleks dan lain sebagainya.
film nasional, telah mencapai kemajuan Tabel 2 Banyaknya Bioskop, Tempat Duduk dan Rata-rata Tempat Duduk Tahun Bioskop Tempat Duduk Rata-rata 2008 11 8236 748,72 2009 11 8236 748,72 2010 11 8236 748,72 2011 11 8236 748,72 2012 11 8236 748,72 Sumber : Dinas Kebudayaan dan Pendidikan Kota Bandung, 2013 Jumlah tempat duduk dan rata-rata tempat
duduk,
setiap
tahunnya
kualifikasinya;
bertambah atau berkurang. Tahun 2011 bioskop
dapat
digambarkan sebagai berikut :
jumlahnya cenderung sama dan tidak
jumlah
maka
menurut 23 Remaja Perkotaan Dan Film
a. Golongan bioskop tipe
AA
: 5 buah
b. Golongan bioskop tipe
Edutech, Tahun 14, Vol.1, No.1, Februari 2015
A
: 3 buah
Hal ini bukan berarti mereka enggan
c. Golongan bioskop tipe
menonton di gedung bioskop, akan
B
: 1 buah
tetapi sebagaimana mereka kemukakan
d. Golongan bioskop tipe
bahwa film yang diputar di televisi
C
: 1 buah
lebih gampang dinikmati dan lebih
e. Golongan bioskop tipe
ekonomis pada hari-hari tidak libur
D Kualifikasi gambaran
di
: 1 buah bioskop atas
sekolah. Mereka mengakui bahwa film seperti
merupakan
yang
diputar
umumnya
di
gedung
produksi
bioskop
baru
perkembangan sarana dan prasarana
berkualitas,
perbioskopan
ditayangkan lewat televisi seringkali
yang
cukup
sedangkan
dan yang
menggembirakan. Artinya persoalan
film-film
industri perfilman sudah mulai diminati
gedung bioskop.
oleh masyarakat. Namun demikian
yang menyatakan menonton film, juga
untuk pelajar SMA, dari 99,1 % yang
dapat diartikan bahwa film tidak hanya
menyatakan paling sering menonton
berfungsi sebagai sarana hiburan saja,
film di gedung bioskop 37,0% yang
tetapi mengandung makna bahwa film
menonton melalui televisi 57,4 % dan
memuat
yang menonton melalui video 4,6 %.
menggambarkan
Jumlah responden yang menonton
maupun
yang pernah diputar di 99.1% responden
informasi
yang
suatu
peristiwa
realita
sosial
film di film di gedung bioskop memang lebih rendah dibandingkan dengan yang menonton film di televisi. . Tabel 3 Jenis film yang Disukai Jenis film yang disukai
Jumlah
%
Drama
7
6.5
Action
60
55.6
Komedi
17
15.7
Detektif
10
9.3
24 Remaja Perkotaan Dan Film
Edutech, Tahun 14, Vol.1, No.1, Februari 2015
Horor
6
5.6
Cowboy
2
1.9
Sejarah
1
0.9
Perang
3
2.8
Science
1
0.9
Tidak menonton
1
0.9
104
100
Jumlah
Berdasarkan tabel di atas terdapat
remaja Kota Bandung. Sedangkan film
lima film yang banyak disukai atau
komedi terutama film komedi produksi
digemari oleh remaja Bandung yaitu
Indonesia disukai oleh remaja Bandung
film action (55.6%), film komedi
karena sifatnya mengandung unsur
(15.7%); film detektif (9.3%), film
eksotisme
yang
drama (6.5%) dan film horror (5.6%).
kebutuhan
remaja
Lima jenis film yang banyak disukai
mengalami pubertas (AT. Jersild, 2006
terdapat tiga jenis film yang sangat
: 15).
menonjol yaitu film action, komedi, dan detektif. Realita ini menunjukkan adanya kesesuaian gambaran dalam film dengan remaja yang menjadi responden yang sedang mengalami perkembangan mental dan sosial. Film action umumnya disenangi oleh remaja karena sifatnya menantang, keras dan romantis.
Film
detektif
bersifat
menegangkan, menarik dan romantis. Sifat yang terkandung dalam film action dan film detektif, sesuai dengan kebutuhan
remaja
yang
Dalam
sesuai
dengan
yang
sedang
kebijaksanaan
dan
strategi pembinaan dan pengembangan generasi
muda,
ditegaskan
bahwa
lingkungan informasi sebagai bagian dari lingkungan sosial dan komunikasi, dapat dikatakan mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan pola sikap,
perilaku
dan
kecenderungan
generasi muda. Hal ini disebabkan oleh keberadaan karakteristik generasi muda itu
sendiri
yang
pada
umumnya
cenderung:
dinamis,
berpenampilan lain dari yang lain dan
a.
mengaktualisasikan
pemantapan identitas diri
identitas
oleh
Ingin
25 Remaja Perkotaan Dan Film
menemukan
bentuk
dan
Edutech, Tahun 14, Vol.1, No.1, Februari 2015
b. Ingin membebaskan diri dari ketergantungan pada generasi di atasnya
artinya film hanya dilihat dari segi hiburannya saja, tidak sebagai media untuk mencari informasi. Dan 44
c. Ingin memperoleh pengakuan dan penerimaan dari rekan-rekan
masalah terhadap film yang mereka
sebaya/akseptabilitas (Kantor
tonton.
Kemenpora 2007 : 24) Film
sebagai
massa
dirasakan
oleh
sejumlah responden sebagai media informasi. Dari 107 responden yang menonton diantaranya
film
63
tidak
Penyebab
bervariasi,
media
pandang dengar, ternyata memiliki kesulitanyang
responden (40.8%) lainnya memiliki
(58.3%) mempunyai
tetapi
masalahnya
yang
menonjol
disebabkan oleh skenario tidak jelas atau berbelit-belit serta cerita tidak sesuai dengan realitas. Faktor skenario tidak jelas atau berbelit-belit menunjukkan bahwa alur cerita merupakan masalah pokok dalam film yang mendapat
masalah dala menonton film. Ini perhatian dari responden . Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori dan Penyebab persoalan dalam mengikuti Cerita Film
Kategori Masalah Sulit Dimengerti Penyebab
Tidak Puas
Jumlah
Pemeran kurang pas baik akting/watak
-
1(0.9%)
1(0.9%)
Skenario tidak jelas/berbelit-belit
8 (7.4%)
12(11.1%)
20(18,5%)
Cerita tidak sesuai dengan judul/realitas
1(0.9%)
12(11.1%)
13(12.0%)
Bahasa sulit
3(2.8%)
1(0.9%)
4(3.7%)
Teks/dubbing kurang baik
1(0.9%)
3(2.8%)
4(3.7%)
Cerita porno
1(0.9%)
1(0.9%)
2(1.9%)
-
-
63(58.3%)
cenderung
Tidak ada masalah
26 Remaja Perkotaan Dan Film
Edutech, Tahun 14, Vol.1, No.1, Februari 2015
Tidak menonton Jumlah
-
-
1(0.9%)
14(12.9%)
30(27,7%)
108(100%)
Sumber: Hasil Penelitian Mandiri 2013
Khusus film produksi nasional
khususnya remaja sudah mulai ada
(film Indonesia) alur cerita dinilai
kecenderungan
merupakan sesuatu yang tidak jelas dan
kepeduliannya terhadap film-film yang
tidak sesuai dengan dengan realitas
mereka tonton. Hal ini berbeda dengan
sosial sebagian masyarakat Indonesia.
temuan yang diperoleh pada penelitian
Bahkan lebih dalam lagi disayangkan
departemen penerangan pada tahun
bahwa penonjolan pola kehidupan
1973 yang mengutip pendapat seorang
bermewah-mewah
bersenang-
pengamat festival film Indonesia (FFI)
senang, bertentangan dengan realitas
di Bandung tahun 1973 tentang sebab-
kehidupan masyarakat pada umumnya
sebab mengapa alur dan formula cerita
dan
disenangi oleh penonton adalah sebagai
dan
terutama
masyarakat
pada
umumnya.
untuk
menyatakan
berikut. Pertama, film-film nasional
Hal ini dinyatakan oleh 18.5 %
gampang difahami dan dinikmati :
remaja Kota Bandung yang memilki
cerita, masalah pokok maupun temanya
persoalan terhadap skenario film, baik
sederhana
yang
sulitnya
kesederhanaan penontonnya. Kedua,
tersebut
film-film tersebut mudah melekat pada
karena
emosi manusia yang paling gampang
disebabkan
memahami maupun
oleh
skenario
film
disebabkan
sesuai
ketidakpuasan terhadap skenario yang
dipengaruhi
ditampilkan.
Ketiga,
Disamping
itu
masih
yaitu
film-film
dengan
sentimentalitas. tersebut
dapat
terdapat 12.00 % jawaban remaja kota
dijadikan outlet atau pelepasan emosi
Bandung tentang cerita dalam film
manusia. Dengan demikian dapatlah
Indonesia tidak sesuai dengan judul
disebutkan bahwa film-film Indonesia
atau
pada umumnya dibuat dengan formula
realitas
sosial
masyaraka
Indonesia sendiri. Hasil
yang hampir baku (WA. Bloem, 1969 :
temuan
pada
tahun
58). Dengan bakunya skenario atau alur
2012/2013 ini merupakan sesuatu yang
cerita pada film Indonesia tersebut
menggembirakan
produksi
karena
penonton
27 Remaja Perkotaan Dan Film
film
Indonesia
sangat
Edutech, Tahun 14, Vol.1, No.1, Februari 2015
meningkat. Namun sayang tidak diikuti
pada
oleh kemauan atau kemampuan teknik-
pandangan atau kritik yang sering kita
teknik berproduksi sebagaimana yang
temui
ada pada film-film import akibatnya
sebagian besar film-film Indonesia
pada dasawarsa tahun 80-an film
dianggap menyajikan realita kehidupan
Indonesia tidak lagi dapat menjadi tuan
sosial secara kurang atau bahkan tidak
rumah di negerinya sendiri sampai
tepat karena film-film itu cenderung
awal tahun 1990. Kenyataan lain
menonjolkan suasana, kehidupan kota
menunjukkan bahwa setelah seni teater
(metropolitan), kemewahan, foya-foya
modern masuk ke
kekerasan,
Indonesia dan
film
Indonesia.
adalah
Salah
tentang
kekejaman
satu
kegagalan
(violence),
drama-drama memasuki sebagaimana
rangsangan seks atau pergaulan bebas
masyarakat Indonesia, citarasa pembuat
dan selera budaya asing" (Alfian, 1984
film kemudian agak berubah yang
: 25).
dirintis oleh kaum "terpelajar " seperti Usmar
Ismail,
Djajakusumah,
Oleh sebab itu tidak mengherankan apabila
dari
99.1%
remaja
yang
Syumanjaya dan sebagainya. Ini juga
menonton film, unsur yang mendorong
disebabkan karena asumsi bahwa cita
mereka menonton film Indonesia hasil
rasa kebanyakan masyarakat Indonesia
penelitian tahun 2012/2013, disebabkan
masih pada hal-hal fantastik, heroik
oleh karena :
dan sentimentil. Itulah sebabnya film-
a. Skenario cerita pada film
film dengan alur yang sederhana dan dengan
formal
sederhana
cerita
masih
yang
terus
juga
50 (55.62%) b. Pameran Utama pada film
39 (36.11 %)
diproduksi
c. Teknik gambar, dubbing,
(Zakiah Darajad, 2005 : 36 ).
lokasi 6 (6.48%)
Hal tersebut dikuatkan oleh Dr. Alfian
Film
Indonesia
1984
di
d. Diajak
teman
8
(8.64%)
Yogyakarta mengatakan bahwa : "Dari ulasan-ulasan yang kita temui di dalam
oleh
Unsur-unsur
yang
mendorong
berbagai surat kabar dan majalah kita
mereka menonton film diatas, ternyata
temui didalam berbagai surat kabar dan
mereka menonton karena keinginan
majalah kita mengetahui
sejumlah
dari diri mereka sendiri lebih menonjol
pandangan atau kritik yang dilontarkan
dibandingkan mereka sebab lain yaitu
28 Remaja Perkotaan Dan Film
Edutech, Tahun 14, Vol.1, No.1, Februari 2015
diajak teman. Ini menunjukkan bahwa
mulai diusahakan dan diperhitungkan
motivasi menonton film didasari oleh
intrik
kecenderungan
kebudayaan Indonesia baru, sehingga
penilaian
remaja
yang
menjadi
bagian
terhadap unsur dari film itu sendiri.
mempunyai
Untuk saat ini mereka hanya melihat
memikul akibat proses transformasi
dari empat unsur di atas. Motivasi di
budaya.
atas
juga
merupakan
kepedulian
penilaian remaja terhadap unsur-unsur dalam film yang terus menerus perlu diperbaiki dan diperhatikan oleh para pembina, produser dan badan-badan perfilman lain terkait dengan produksi sebuah film. Perbaikan dan perhatian ini akan mempengaruhi perkembangan produksi film selanjutnya.
konsekwensi
dari
untuk
Dilihat dari perkembangan film itu sendiri, secara umum keberadaannya merupakan hal baru, film lahir pada waktu
industri
sudah
memastikan
dirinya sebagai dinamika budaya yan menentukan
kehidupan
Teknologi
telah
jauh
modern. merangsang
timbulnya industri dan perdagangan telah menentukan peranannya sebagai
Uraian di atas menunjukkan bahwa
koordinator
terpenting
dalam
apabila kenyataan film-film (nasional)
memenuhi
kebutuhan
materi
dikaitkan
masyarakat.
dengan
kepedulian remaja,
kecenderungan
penonton
khususnya
menunjukkan
adanya
Film
sebagai
anak
kandung kehidupan modern yakni yang "mengota"
dimana
dinamika
perubahan. Perubahan yang dimaksud
masyarakat digerakkan oleh respon
adalah perubahan dari film sebagai
serta kreativitas anggota masyarakat.
ekspresi dramatik yang dikemas untuk
Isi
massa, menjadi semakin kaya dengan
cerminan kehidupan masyarakat yang
berbagai dimensi dan berkembang
sudah mengalami berbagai perubahan
menjadi media kultural. Ini berarti
gaya hidup, baik dalam artistik yang
bahwa film merupakan media yang
jelek dan bagus seperti tercermin dalam
masih
film-film kontemporer. Di sisi lain
baru
membudaya
dalam secara
arti ekonomis
belum dan
atau
reaksi
ceriata
atau
film
penghayatan
merupakan
penonton
kesenian dalam masyarakat kita (Umar
terhadap film sebagai ekspresi artistik
Kayam : 1981). Pada waktu kita
sering diidentifikasikan sebagai peran
memulai transformasi kebudayaan, film
secara
personal
29 Remaja Perkotaan Dan Film
dalam
kehiduapn
Edutech, Tahun 14, Vol.1, No.1, Februari 2015
sehari-hari, sehingga antar mereka dan
sebuah produksi film, antara lain
pembuat film sering terjadi salah
peningkatan kualitas/mutu film tanpa
faham. Pembuat film biasanya menjadi
menyebut secara spesifik dalam bidang
korban dari identifikasi yang personal
apa
itu, sering dituduh bahwa mereka
ditingkatkan.
menghina nilai yang berlaku dalam
pengetahuan
masyarakat (Umar Kayam : 1981)
mempengaruhi penilaian dan harapan-
Harapan remaja terhadap film
kualitas
tersebut
harus
Keterbatasan seperti
ini
sangat
harapan yang dimaksudkan.
(nasional) masih belum menunjukkan
Berbagai persoalan-persoalan dan
hal yang menggembirakan, karena para
penyebab persoalan dalam uraian di
remaja
mengetahui
atas, upaya yang mereka lakukan pun
unsur-unsur yang ada dalam produksi
terbatas pada bertanya kepada orang
film. Akibatnya harapan yang mereka
lain atau menonton kembali film yang
tampilkan
sama, seperti digambarkan Tabel V
belum
banyak
adalah
harapan-harapan
yang memang harus dilakukan oleh
berikut
ini. Tabel 5. Persoalan dan Upaya Mengatasi Dalam Hubungan dengan Menonton Film Upaya yang dilakukan
Sulit dimengerti
Tidak puas
Tidak ada persoalan
Jumlah
4.6%
5.6%
-
10.2%
Merujuk kamus/buku/novel
0.9%
-
-
0.9%
Menonton film yang
6.5%
19.4%
-
25.9%
0.9%
-
-
0.9%
Tidak ada upaya
-
2.8%
-
2.8%
Tidak ada persoaln
-
-
58.3%
58.3%
Tidak menonton
-
-
0.9%
0.9%
13.0%
27.8%
59.2%
100%
Bertanya orang lain
kepada
ulang
Membandingkan dengan media kain
Jumlah
30 Remaja Perkotaan Dan Film
Edutech, Tahun 14, Vol.1, No.1, Februari 2015
Sumber : Hasil penelitian 2013 Dalam mengatasi persoalan yang
informasi dari film masih rendah.
dihadapi, upaya yang menonjol adalah
Rendahnya
persentase
tingkat
menonton
kepedulian
remaja
tersebut
ulang film
yang sama
(25,9%). Upaya ini dimaksudkan untuk
memberikan gambaran atau indikasi
mengatasi ketidak mengertian mereka
bahwa remaja menonton film masih
dalam menonton film sebesar (6.5%)
cenderung bertujuan mancari hiburan
dan untuk mengatasi ketidak puasan
dari pada mencari informasi.
mereka dalam memahami film tersebut
Untuk
lebih
mengetahui
(19.4%). Dengan menonton film yang
kecenderungan seperti itu, dibutuhkan
sma
adanya
lebih
dari
satu
memberikan
kepuasan
Sedangkan
upaya
kali
akan
studi
Sosiologis
tentang
tersendiri.
komunikator dalam komunikasi media
memecahkan
massa. Namun kenyataan yang ada
persoalan dengan bertanya kepada
studi
orang lain, baik yang disebabkan oleh
diabaikan,
karena ketidakmengertian mereka atas
dengan studi yang dilakukan kepada
film tersebut (4.6%) maupun karena
proses komunikasi. Hal seperti ini tidak
ketidakpuasan mereka dalam menonton
terjadi di Indonesia saja, bahkan di
film (5.0%), merupakan alternatif lain
Amerika Serikat demikian juga (Wright
yang diupayakan oleh mereka. Upaya
: 1983), terlebih pada isi pesan dan
seperti ini menunjukkan adanya tingkat
demografis khalayak. Pada hal studi
kepedulian remaja akan makna yang
tentang komunikator komunikasi massa
dikandung oleh film tersebut, akan
adalah
sangat berarti untuk perkembangan
sosiografis
film selanjutnya, ditambah dengan
komunikator media massa dan analisa
upaya
sosiologis
yang
merujuk
kepada
tentang
masalah
apabila
penting,
itu
dibandingkan
apalagi
mengenai
:
sering
peranan
studi peranan
studi
ini
buku/kamus/novel, dimana cerita film
mempengaruhi isi pesan media massa.
itu diangkat ; juga merupakan upaya-
Terutama tentang isi pesannya dalam
upaya film yang mereka tonton, maka
arti sebagai bentuk penelitian untuk
persentasenya sangat kecil sekali yaitu
memperoleh
40.8 % berbanding 59.2%. Artinya
komunikasi
massa
tingkat kepedulian remaja terhadap
sistematis
dan
31 Remaja Perkotaan Dan Film
gambaran
isi
yang relevan
pesan objektif, secara
Edutech, Tahun 14, Vol.1, No.1, Februari 2015
sosiologis.
Sekalipun
sering
tidak
maupun bertanya kepada orang lain.
memberikan bukti mengenai efek isi
Upaya yang sifatnya kreatif seperti
pesan terhadap khalayak hasil dari
merujuk kepada buku literatur/novel
analisa isi pesan iti tidak dapat menjadi
dimana
bukti untuk khalayak dan hanya berupa
jumlahnya masih sedikit sekali. Jenis
kecenderungan, tetapi dapat berperan
film yang disukai oleh remaja adalah
penting untuk memahami media massa
film-film yang sifatnya sesuai dengan
dan komunikator sebagai
lembaga
dinamika perkembangan jiwa remaja
sosial termasuk di dalamnya adalah
yang sedang mencari identitas dan
film (Jalaluddin, 1989:27).
pengakuan yaitu jenis film action,
C. KESIMPULAN DAN SARAN
komedi dan detektif.
cerita
film
itu
diangkat
Persoalan remaja kaitannya dengan
Motivasi remaja untuk menonton
memberikan indikasi kecenderungan
film sudah menunjukkan tingkat yang
ruangan
menggembirakan,
bahwa
remaja
tidak
dimana
remaja
mempunyai banyak persoalan terhadap
dalam menonton film didasari atas
film yang mereka tonton. Film bagi
kemauannya sendiri yang dipengaruhi
remaja masih
dimanfaatkan hanya
oleh mutu/kualitas dari film tersebut
sebagai saran untuk mencari hiburan
antara lain skenario (alur cerita) yang
dibandingkan sebagai sarana untuk
ditampilkan
mencari informasi baru. Penyebab
disajikan.
timbulnya persoalan dari menonton
dipengaruhi oleh siapa yang menjadi
film bagi remaja, hanya terbatas pada
pemeran utama dari film tersebut.
ketidakpuasan
Penilaian dan harapan remaja terhadap
terhadap
beberapa
maupun Meskipun
teknik
yang
sebagian
lagi
unsur dalam film antara lain skenario
film juga menunjukkan hal
dan alur cerita yang tidak sesuai
menggembirakan, dimana unsur-unsur
dengan realitas. Sedangkan bagi remaja
yang mempengaruhi mereka untuk
yang memiliki persoalan, upaya yang
menonton sebuah film sepeti uraian di
mereka lakukan untuk memecahkan
atas, dinilai dan diharapkan untuk dapat
persoalan
ditingkatkan kualitasnya. Unsur-unsur
yang
muncul
akibat
menonton film, terbatas pada upaya
dalam
yang
merupakan
sifatnya
kurang
representatif
seperti menonton ulang film yang sama
film
sejumlah
32 Remaja Perkotaan Dan Film
yang
dinilai,
sebagian unsur
dalam
yang
hanya
kecil film.
dari Ini
Edutech, Tahun 14, Vol.1, No.1, Februari 2015
menunjukkan
bahwa
pengetahuan
mereka terhadap unsur-unsur dalam film masih terbatas. Hal
lain
yang
menyangkut
pengetahuan remaja tentang film serta apresiasinya
terhadap
komunikator
(termasuk didalamnya film) dalam proses
komunikasi
massa,
belum
terungkap dalam penelitian ini. Hal ini disebabkan
karena
penelitian
komunikator dalam media massa belum banyak
dilakukan
dibandingkan
di
Indonesia,
dengan
penelitian
tentang proses komunikasi itu sendiri. Untuk mengatasi kelangkaan seperti ini, diharapkan kepada lembaga atau badan-badan yang berkaitan dengan pengembangan
ilmu
komunikasi
memulai melakukan penelitian seperti itu. Hal ini bukan saja menyangkut produk dari hasil proses komunikasi tetapi juga menyangkut perkembangan pendidikan
ilmu
komunikasi
itu
sendiri.
Semarang. Babbie, E.R. (1982). Sociology an Introduction. New York : Belment Wadswedth Publishing Co. Badan Pusat Statistik Kota Bandung. (2012). Kota Bandung Dalam Angka. Bandung Burns, R.M. (2005). Child, Family, Community. New York : CBS College Publishing. Bloem, W.A. (1969). Religious Television Programm. New York : Housing House. Darajad, Zakiah. (2005). Problema Remaja di Indonesia. Jakarta : Bulan Bintang. Daoed, Joesoef. (2002). Membina Lingkungan Sekolah dan Ketahanan Sekolah. Majalah BASIS tahun XXXI No. 8. Departemen Penerangan RI. (1986). Implikasi Film Produksi Nasional. Hasil Penelitian. Dinas Pendidikan dan Pariwisata. Kota Bandung. Kota Bandung Dalam Angka 2008-2011. Gunarsa, Y.S. dan S.D. Gunarsa. (2006). Psikologi Remaja. Jakarta : BPK Gunung Mulia. Habibie, B.J. (1986). Kebijaksanaan Pengembangan IPTEK di Indonesia. Pidato Pengarahan Pada KIPNAS IV Jersild, A.T. (2006). The Psychology of Adolescence. New York : Mac Millian Co
D. DAFTAR PUSTAKA. Alfian. (1984). Realita Kehidupan Sosial Dalam Film Indonesia. Makalah dalam FFI 1984 di
Kayam, Umar. (1981). Seni Tradisi dan Masyarakat. Jakarta : Sinar Harapan.
33 Remaja Perkotaan Dan Film
Edutech, Tahun 14, Vol.1, No.1, Februari 2015
Kantor Kemenpora. (2006). Garis Besar Pembinaan Generasi Muda. Jakarta : TP ________. (2007). Profil Pemuda Indonesia. Laporan Pengkajian. Jakarta LIPI. (1991). Aspirasi Orang Muda Terhadap Masa Depan. Laporan Penelitian. Jakarta ____.
(2004). Psikologi Jakarta : Rajawali.
Remaja.
Rakhmad, Jalaluddin. (1989). Psikologi Komunikasi. Bandung : Remaja Karya. Semiawan, C& S. Munandar & SCU Munandar. (2004). Memupuk Bakat dan Kreatifitas Siswa Sekolah Menengah. Petunjuk Bagi Guru dan Orang Tua. Jakarta : Gramedia. Pakasi, Sapartinah dan Susanto, Ashid. (2005). Anak dan Perkembangannya. Jakarta : Gramedia Wright, C diterjemahkan oleh Jalaluddin Rakhmat. (1983). Sosiologi Komunikasi Massa. Bandung.
34 Remaja Perkotaan Dan Film