eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2013, 1 (2): 275-284 ISSN 0000-0000, ejournal.hi.fisip-unmul.org © Copyright 2013
UPAYA TIMOR LESTE DALAM PENYELESAIAN GARIS TAPAL BATAS DENGAN AUSTRALIA RAWUL YULIAN RAHMAN1 NIM. 06.56115.08341.02
Abstract: Timor Leste became an independent state since May 20 2002, the government of Timor Leste is certainly trying to keep all the territory of both air and sea borders to defend their sovereignty. The Government of Timor Leste bilateral approach to Australian government to discuss the maritime boundary between the two countries so that the national integrity of two countries became apparent with the utilization of natural resources contained therein. Australia as state aid as well as neighboring countries are very advanced in politics, economy, military and become an obstacle in negotiations sea boundary marked by Australian government does not want to discuss maritime borders legally and internationally acceptable. Timor Leste as a sovereign state has the right to its territory, so that all issues can be resolved on the frontier of international law. Timor Leste interest here is wanting an international recognition of the sovereignty of Timor Leste to the land, sea, and air to the utilization of natural resources for the development of the political economy of Timor Leste. Keywords :East Timor Effort, Boundaries, Timor Gap Pendahuluan Latar Belakang Timor Leste adalah nama negara yang merdeka pada tahun 2002. Perjuangan rakyat Timor Leste untuk merdeka diperkuat dengan bantuan Negara tetangganya Australia sampai menuju kemerdekaan. Hubungan antara Australia dengan Timor Leste memang sudah lama terbentuk namun hubungan itu bukan dalam bentuk negara Timor leste yang merdeka. Pada tanggal 25 Oktober 1989, Indonesia dan Australia memiliki kesepakatan dalam kerjasama pengelolaan minyak dan gas bumi yang terdapat di dasar laut di 1
Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Email:
[email protected]
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 2, 2013: 275-284
Laut Timor yang dinamakan Celah Timor (Timor Gap). Sesuai dengan ketentuan hukum yang ada maka tetap berlaku perjanjian kerjasama pengelolaan tahun 1989 dan kedua negara terikat untuk menerapkan perjanjian tersebut.(Marcel hendrapati; 2003) Namun perjanjian tersebut terbentuk sebelum Timor Leste menjadi negara merdeka. Setelah Timor-Timur menjadi negara merdeka dan berdaulat terlepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia maka perjanjian tersebut dengan sendirinya telah berakhir seiring dengan hilangnya kepentingan Indonesia atas bagian landas kontinen yang terletak di Celah Timor, karena objek yang diatur melalui perjanjian Celah Timor yang berada disebagian Laut Timor bukan lagi kepentingan Indonesia – Australia, melainkan kepentingan dari negara Timor Timur dan Australia. Namun dengan berakhirnya perjanjian Celah timor, maka dibutuhkan perjanjian baru demi tercapainya kepastian hukum bagi kedua Negara (Timor Leste dan Australia) dan sekaligus menghindari konflik yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang. Australia merupakan salah satu negara pemberi bantuan dan juga merupakan negara tetangga di selatan Timor Leste yang sangat maju baik secara politk, ekonomi dan militer. Namun pemerintah Australia menunjukkan sikap ketidakmauan untuk membicarakan batas laut sesuai dengan hukum internasional, hal ini menjadi kendala dalam perundingan batas laut antara kedua negara tersebut, sehingga pemerintah transisi Timor leste yang dibawahi UNTAET gagal melewati proses penyelesaian perbatasan dengan Australia, karena Australia ingin melakukan eksplorasi illegal minyak dan gas di celah timor tanpa adanya batas wilayah dan batas dasar laut. (Mauna Boer; 2000) Pada 20 Mei 2002, UNTAET (United Nations transition in East Timor) menyerahkan kedaulatan penuh kepada pemerintahan baru Timor Leste. Rakyat Timor Leste menyelenggarakan pemerintahan sebagai negara yang merdeka. Setelah merdeka, pemerintah Timor Leste pun langsung melakukan pendekatan bilateral kepada pemerintah Australia sebagai negara tetangga untuk membicarakan batas laut kedua negara agar integritas nasional kedua negara menjadi jelas dengan pemanfaatan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya. Pemerintah sebagai pelaksanaan amanat rakyat tentu berusaha untuk mempertahankan semua teritori baik batas udara maupun laut guna mempertahankan kedaulatannya. Sebagai negara yang baru merdeka, Timor Leste tentunya mempunyai keterbatasan untuk negosiasi dengan pemerintah Australia dalam penyelesaian batas laut, sebaliknya pemerintah Australia menggunakan kelebihannya sebagai negara maju untuk mempersulit pemerintah Timor Leste dalam perundingan batas laut secara hukum internasional. Pemerintah Australia juga menunda tanggapannya untuk perundingan batas laut hingga kedua negara tersebut meratifikasi perjanjian laut Timor sementara.( Territorial Timor Leste,
276
Upaya Timor Leste Dalam Penyelesaian Garis Tapal Batas Dengan Australia (Rawul Yulian R)
http://forum-haksesuk.webs.com/FHNnotisia , diakses pada tanggal 10 Desember 2011) Keinginan Timor Leste berunding dengan mekanisme legal dalam hal penyelesaian sengketa tersebut melalui badan hokum laut PBB yaitu UNCLOS (united convention on the law of the sea) dan ICJ (international court of justice) tidak diindahkan oleh pemerintahan Australia yang lebih memilih untuk memakai jalur negosiasi bilateral antara kedua negara sedangkan Timor Leste sendiri ingin masalah batas laut nya dapat di selesaikan melalui prinsip-prinsip internasional seperti UNCLOS agar kekayaan yang terkandung dilaut Timor bisa digunakan untuk pembangunan politik dan ekonomi di Timor Leste yang sebelumnya hanya menerima bantuan dari beberapa negara yaitu salah satunya adalah Australia sendiri dalam bidang kemanusiaan dalam mengatasi masalah pengungsi untuk mencukupi kebutuhan sandang pangan papan. Berdasarkan perjanjian laut timor, kedua negara sepakat untuk mengolah celah Timor bersama yang dinamakan JPDA (join petroleum development area) dengan hasil kekayaan minyak dibagi 90% untuk Timor Leste dan 10% untuk Australia. Padahal jika mereka menggunakan prinsip hukum laut international yang berlaku sekarang, Timor Leste berhak mendapatkan 100% dari kekayaan laut celah timor tersebut. Di dalam JPDA terdapat tiga ladang minyak yaitu Elang Kakaktua, Bayu-Udang, Jahal Kuda Tasi sedangkan ladang laminaria Carolina dan buffalo berada di luar JPDA dimana hasil dari dua ladang itu timor leste tidak mendapat bagian padahal dua ladang itu lebih dekat ke timor leste daripada Australia. Ladang minyak Greater Sunrise sebagian berada dikawasan JPDA sehingga kedua sepakat untuk melakukan perundingan membahas pembagian hasil ladang itu bersama.( Maria Afonso de Jesus, 2002). Timor Leste Berhak memiliki batas udara dan laut sehingga semua persoalan menyangkut perbatasan hendaknya di selesaikan melalui negosiasi dan mekanisme secara legal menurut hukum internasional. Setelah dinyatakan merdeka pada 20 mei 2002, batas laut Timor Leste belum stabil dengan negara tetangga, sedangkan kekayaan minyak dan gas di dasar laut antara Timor Leste dan Australia mencapai puluhan juta USD dan itu sangat penting bagi masa depan pembangunan negara baru ini dibanding dengan Australia sebagai negara maju. Timor Leste menginginkan batas wilayah yang legal menurut hukum internasional, karena kekayaan minyak dan gas tersebut memang lebih dekat dengan wilayah Timor Leste daripada wilayah Australia. Sedangkan Australia sendiri menginginkan pengolahan celah timor bersama dengan penerimaan hasil minyak dengan presentase besar. Dari latar belakang diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu: “Bagaimana upaya Timor Leste dalam penyelesaian garis tapal batas wilayah dengan Australia?”. Adapun tujuan dari penelitian ini, guna mengetahui dan mendeskripsikan upaya Timor Leste dalam penyelesaian garis tapal batas wilayah dengan Australia. penulis menggunakan Metode penelitian Deskriptif, dimana
277
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 2, 2013: 275-284
penulis menggambarkan fenomena yang terjadi dalam hal ini upaya Timor Leste dalam penyelesaian garis tapal batas wilayah dengan Australia. Adapun sumber data yang diperoleh dalam penulisan ini yakni jenis data sekunder dimana penulis melakukan telaah pustaka. Tekhnik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara metode Library Research atau telaah pustaka, yakni dengan mencari data dari berbagai literatur, seperti melalui buku-buku, internet, majalah, surat kabar, dan sumber-sumber yang terkait untuk mendukung penelitian dan penulisan skripsi ini. Teknik analisis data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan pola analisis untuk mencoba memahami latar belakang, asas-asas yang melandasi upaya Timor Leste dalam penyelesaian garis tapal batas wilayah dengan Australia Landasan Teori dan Konseptual Teori Diplomasi Tujuan utama dari diplomasi adalah untuk menjamin keuntungan maksimum negara sendiri, sedangkan tujuan vital yang lain antara lain: memajukan ekonomi, perdagangan dan kepentingan komersial, perlindungan warga negara di negara lain mengembangkan budaya dan teknologi, peningkatan prestise nasional, memperoleh sahabat dengan negara lain, dan lain sebagainya.(S. L. Roy; 1995) Hal ini bisa dicapai dengan memperkuat hubungan dengan negara sahabat, memelihara hubungan erat dengan negara-negara yang sehaluan. Saat ini politik luar negeri merupakan kepanjangan dari kondisi yang terjadi di dalam negeri, sepintar apa pun para diplomat melakukan diplomasi tanpa didukung kondisi yang kondusif dari dalam negeri, niscaya tidak akan berarti banyak. Oleh karena itu, untuk menjaga kelangsungan hubungan yang harmonis antara kedua Negara perlu diadakan rundingan kesepakatan yang tentunya akan memberikan keuntungan bagi masing-masing negara. Konsep penentuan tapal batas wilayah Negara a. Delimitasi Delimitasi adalah Penetapan Garis Batas antara dua negara yang sebagian wilayahnya overlaping di laut. International Boundary Research Unit (IBRU) mengemukakan bahwa pemerintah di seluruh dunia secara langsung maupun tidak telah sepakat bahwa batas maritim yang terdefinisikan dengan jelas merupakan hal yang penting bagi hubungan internasional yang baik dan pengelolaan laut yang efektif. (Atriyon Julzarika;2010) Proses ini dilakukan melalui diplomasi perbatasan antar kedua negara yang berbatasan. Penetapan garis batas ini pun harus merujuk kepada prinsip dalam penentuan perbatasan darat, dan rezim hukum laut dalam penentuan perbatasan di laut. Saat ini diperlukan penetapan dan penegasan batas maritim terutama dalam pengelolaan laut. Apalagi jika terbentuk negara baru seperti Timor Leste. Sebagai
276 278
Upaya Timor Leste Dalam Penyelesaian Garis Tapal Batas Dengan Australia (Rawul Yulian R)
negara merdeka, Timor Leste memiliki sejumlah kewajiban dan tantangan internasional, salah satunya delimitasi batas maritim internasional. Penentuan batas sangat penting untuk menjamin kejelasan dan kepastian yurisdiksi. Hal ini dapat memberikan keuntungan, misal dalam memfasilitasi pengelolaan lingkungan laut secara efektif dan berkesinambungan serta peningkatan keamanan maritim (maritime security). Perjanjian batas maritim akan memberikan jaminan hak negara pantai untuk mengakses dan mengelola sumberdaya maritim hayati maupun non hayati b. Demarkasi Demarkasi atau penegasan batas di lapangan merupakan tahapan selanjutnya setelah garis batas ditetapkan oleh Pemerintah Negara yang saling berbatasan. Dalam konteks ini, perbatasan sudah didefinisikan secara teknis melalui pemberian tanda/patok perbatasan, baik perbatasan alamiah maupun buatan (artifisial). Hal itu sejalan dengan pengetian perbatasan itu sendiri. Pada kenyataannya suatu Negara pantai akan berdekatan dengan Negara lain sehingga tidak mungkin suatu Negara dapat melakukan klaim tanpa mengganggu Negara tetangganya. Sebagai contoh Timor Leste dan Australia yang berjarak kurang dari 400 mil laut, akan mengalami tumpang tindih klaim untuk ZEE dan landas kontinen karena masing-masing Negara berhak mengklaim 200 mil laut ZEE dan landas kontinen dengan lebar tertentu. Dalam hal terjadinya tumpang tindih klaim inilah, kedua Negara yang terlibat dituntut untuk melakukan delimitasi batas maritim.
Hasil Penelitian Secara sederhana, diplomasi dapat didefinisikan sebagai seni dan praktik negosiasi antara wakil-wakil dari negara atau sekelompok negara. Istilah ini biasanya merujuk pada diplomasi internasional, dimana hubungan internasional melalui perantara diplomat profesional terkait isu-isu perdamaian, perdagangan, perang, ekonomi dan budaya. Begitu pula perjanjian internasional yang biasanya dinegosiasikan oleh para diplomat sebelum disetujui oleh politisi nasional dalam negeri. Timor Leste sebagai Negara merdeka dan bertetangga dengan Australia dan Indonesia tentu menginginkan garis batas antar Negara- Negara tetangganya agar mendapat pengakuan dari dunia internasional. Maka dari itu Timor Leste perlu mengadakan diplomasi terhadap Australia untuk membicarakan mengenai perbatasan laut antara kedua Negara tepatnya di laut Timor, supaya kekayaan yang terkandung dilaut Timor bisa digunakan untuk pembangunan politik dan ekonomi di Timor Leste. Timor-Leste adalah negara terbaru di dunia. Kemerdekaan diperoleh melalui satu perjuangan panjang yang mewariskan pada negeri ini sejumlah persoalan,
279
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 2, 2013: 275-284
meliputi penetapan kedaulatannya atas darat dan laut. Kedaulatan ini bukan hanya mengenai minyak dan gas, tetapi juga mengenai sumberdaya ekonomi yang lain, keamanan, dan yang paling penting, penentuan wilayah negara. Banyak orang di Timor-Leste yakin bahwa kemerdekaan nasionalnya tidak akan lengkap sebelum kedaulatan wilayah diterima oleh Negara tetangga. Australia telah dan sedang bekerja untuk memperluas aksesnya pada ladang minyak dan gas di Laut Timor milik tetangganya sejak dasawarsa 1970-an, menekan Indonesia dan Timor-Leste untuk menyerahkan wilayah yang seharusnya milik mereka menurut prinsip hukum yang berlaku sekarang, yang menetapkan perbatasan itu dipertengahan antara garis pantai kedua negara. Tetapi bukannya memutuskan sesuai dengan hukum atau melalui penengahan oleh pihak ketiga yang tidak memihak, Australia mendesakkan perundingan bilateral. Ini memungkinkan perbedaan kekuatan eknomi dan politik dua Negara mempengaruhi hasilnya, dan sangat menguntungkan negara yang lebih kuat. Perundingan selama empat tahun terakhir antara Timor-Leste dan Australia memberikan bukti pemerintah Australia berkali-kali memperlihatkan tidak menghormati kedaulatan nasional tetangganya yang baru merdeka, meskipun rakyat Australia telah sering memprotes sikap congkak pemerintahnya terhadap Timor-Leste. Perjanjian CMATS dihasilkan dari suatu proses diplomatis yang berlangsung lebih dari 30 tahun, dan ini akan berlaku untuk 50 tahun lagi.
Hubungan Timur Lorosae dengan Australia, sementara waktu dijalankan oleh The United Nations Transitional Administration in East Timor (UNTAET). Perundingan-perundingan mengenai batas wilayah kedaulatan Timor Leste di Laut Timor pada masa ini diwakili UNTAET. Menteri Luar Negeri Australia Alexande Downer, mengatakan bahwa tujuan dari pembicaraan dengan pemerintah sementara Timor Leste adalah untuk mencapai kesepakatan dalam menempatkan kesepakatan Celah Timor (the Timor Gap Treaty) ke dalam kekuasaan Timor Leste yang telah merdeka. Hubungan antar kedua negara relatif didominasi oleh Australia sebagai negara yang banyak berperan membantu kemerdekaan Timor Leste. Peran ini ditunjukkan dengan kontribusi Australia dalam pasukan penjaga perdamaian PBB ketika Timor Leste menyatakan memisahkan diri dari Indonesia melalui proses referendum / jajak pendapat. Australia dipercaya oleh PBB sebagai pemimpin pasukan penjaga perdamaian sekaligus sebagai pemimpin pemerintahan sementara PBB di Timor Leste. Selama masa kepemimpinannya ini, Timor Leste terus melakukan negoisasi dengan Australia mengenai pembagian hasil di Laut Timor. Posisi Australia sebagai pemimpin pasukan perdamaian tersebut secara politik dimanfaatkan oleh Pemerintah Australia untuk mencapai kepentingan ekonominya sejak awal kemerdekaan Timor Leste.
276 280
Upaya Timor Leste Dalam Penyelesaian Garis Tapal Batas Dengan Australia (Rawul Yulian R)
Pembicaraan pertama mengenai perbatasan diadakan di Darwin pada tanggal 12 Nopember 2003. Timor Leste mengajukan usul untuk mengadakan pertemuan bulanan hingga permasalahan perbatasan diselesaikan, tetapi Australia hanya mau bertemu setiap enam bulan, dengan alasan mereka tidak mempunyai cukup uang dan orang untuk terus membahas persoalan batas perairan itu. Sejak Australia tidak mau bekerja sama dalam pembahasan batas perairan tersebut, Pemerintah Timor Leste telah mendorong sebuah kampanye dari segala segi, seperti yang didesakkan oleh La’o Hamutuk dan lain-lainnya selama beberapa tahun. Perdana Menteri Mari Alkatiri telah meminta kepada Australia untuk menahan diri mengeksplorasi sumber daya minyak atau menandatangani kontrak-kontrak baru di wilayah yang diperselisihkan. La’o Hamutuk yang berarti Berjalan Bersama adalah sebuah organisasi gabungan Timor Leste – Internasional yang memantau, menganalisis, dan melaporkan tentang kegiatan-kegiatan, institusi-institusi internasional utama yang ada di Timor Leste dalam rangka pembangunan kembali sarana fisik, ekonomi dan sosial negeri ini. La’o Hamutuk berkeyakinan bahwa rakyat Timor Leste harus menjadi pengambil keputusan utama dalam proses rekonstruksi pembangunan dan bahwa proses ini harus demokratis dan transparan. La’o Hamutuk Bersama-sama dengan aktivitas solidaritas di Australia. Amerika Serikat dan seluruh dunia, La’o Hamutuk telah mendorong dan menfasilitasi kampanye internasional untuk menekan Australia untuk menghormati Timor Leste sebagai negara yang merdeka. Sebelum pembahasan di Bulan November, lebih dari 100 organisasi dari 19 negara mendesak pemerintahan Perdana Menteri Australia John Howard untuk menentukan jadwal penentuan batas perairan dalam waktu tiga tahun, dan memperlakukan Timor Leste dengan adil dan sebagai bangsa yang berdaulat, dengan hak yang sama seperti Australia. Pemerintah Australia menanggapi bahwa proses tersebut memerlukan waktu yang panjang dan kompleks. Dalam berbagai negoisasi, perwakilan Timor Leste menghendaki adanya penentuan hak rakyat Timor Leste berdasarkan hukum internasional yang berlaku yaitu UNCLOS, bukan berdasarkan kesepakatan yang telah dibuat antara Australia dan Indonesia tentang Celah Timor. Berdasarkan UNCLOS, Timor Leste harus mendapatkan sebagian besar minyak dan gas alam yang ada di Celah Timor sejak kemerdekaannya Namun pada kenyataannya Australia menolak untuk mengadakan negoisasi mengenai batas laut. Negoisasi hanya membicarakan mengenai bagaimana melanjutkan produksi minyak dan gas alam di zona A di Celah Timor. Pada bulan Juli 2001, tercapai kesepakatan antara UNTAET dan Pemerintah Australia untuk mengusulkan adanya penetapan Laut Timor setelah Timor Leste merdeka.
281
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 2, 2013: 275-284
Kesepakatan ini diharapkan dapat menyelesaikan masalah perbatasan di bawah hukum internasional. Namun pada bulan Maret 2002, sebelum mencapai kemerdekaan Timor Leste, pemerintah Australia memilih menyelesaikan semua sengketa batas lautnya melalui negoisasi, bukan berdasarkan pada hukum laut internasional PBB Walaupun dalam perjanjian Laut Timor tidak menghilangkan hak asasi Timor Leste dan Australia untuk mengklaim perbatasan maritim di Laut Timor, namun secara informal perjanjian Laut Timor memuat pengakuan Timor Leste atas area Greater Sunrise dan Laminaria Carollina sebagai wilayah Australia. Sebaliknya, jika diklaim dengan menggunakan konvensi Hukum Laut Internasional (United Nation Convention Of The Law On The Sea / UNCLOS), maka area tersebut seharusnya menjadi wilayah maritime Timor Leste karena jaraknya jauh lebih dekat ke Timor Leste. Maka Perjanjian Laut Timor berpotensi menyebabkan Timor Leste kehilangan sebagian wilayah maritimnya.(The Greater Sunrise Akhirnya kedaulatan Negara Digadai 50 Tahun, www.suaratimorlorosae.com, edisi 17 januari 2006) Kepentingan Timor Leste di sini adalah bagaimana negara yang baru merdeka ini dapat memiliki kedaulatan teritorial yang utuh untuk pemeliharaan diri berarti sebagai kemampuan dalam mengelolah sumber daya yang di miliki untuk menjaga kelangsungan hidup dan kesejahteraan ekonomi yang mampu menjamin kesejahteraan warga Negara. diperlukan penetapan dan penegasan batas maritim terutama dalam pengelolaan laut Timor. Apalagi jika terbentuk negara baru seperti Timor Leste. Sebagai negara merdeka, Timor Leste memiliki sejumlah kewajiban dan tantangan internasional, salah satunya delimitasi batas maritim internasional. Penentuan batas sangat penting untuk menjamin kejelasan dan kepastian yurisdiksi. Hal ini dapat memberikan keuntungan, misal dalam memfasilitasi pengelolaan lingkungan laut secara efektif dan berkesinambungan serta peningkatan keamanan maritim (maritime security). Perjanjian batas maritim dengan menggunakan ketentuan internasional secara delimitasi dan demarkasi akan memberikan jaminan hak negara pantai untuk mengakses dan mengelola sumberdaya maritim hayati maupun non hayati. Kebijakan Pemerintah dalam menandatangani perjanjian celah timor merupakan pilihan terakhir pemerintah karena tidak ada jalan lain lagi sebab Australia sepakat untuk masing masing pihak mendapatkan 50% dari hasil ladang greater Sunrise dari pada sebelumnya Australia mempertahankan pendapatanya 80% sementara Timor Leste hanya 20% dimana landasanya adalah Australia tetap berpegang pada kesepakatan landas kontinen tahun 1972 dan Australia juga telah menarik diri dari keanggotaan UNCLOS yang artinya masalah batas laut kedua negara tidak mau di bawah ke pihak ketiga. Hal ini lebih tepat di lihat berdasarkan pada model teori Diplomasi, yang dilakukan oleh Timor Leste bias dikatakan telah gagal. Australia selama ini mencoba memaksa Timor Leste untuk melupakan penentuan batas 276 282
Upaya Timor Leste Dalam Penyelesaian Garis Tapal Batas Dengan Australia (Rawul Yulian R)
wilayah maritime sehingga mereka bisa mengklaim, produksi, untuk membuat ketentuan-ketentuan bagi eksploitasi yang tidak terpisahkan dari Greater Sunrise. Teori diplomasi di atas sebagai hasil ketika Australia menolak membicarakan masalah batas laut dalam beberapa kali perundingan dengan alasan bahwa harus melibatkan Indonesia, sementara mantan menteri luar negeri Wirajuda menyatakan bahwa Indonesia tidak ada urusan lagi di Celah Timor, maka melalui menteri luar negeri Timor Leste Jose Ramos Horta menawarkan suatu penyelesaian kreatif bahwa Timor Leste akan mengabaikan persoalan batas laut dengan Australia jika pembagian hasil ladang minyak paling besar atau setidaknya masing masing mendapatkan 50 % dari wilayah yang di sengketakan yaitu Celah Timor Kesimpulan Upaya Timor Leste dalam penyelesaian batas wilayah laut dengan Australia bisa dikatakan gagal. Karena upaya diplomasi dan negosiasi pemerintah Timor Leste gagal mencapai pemufakatan dalam penyelesaian wilayah batas yang disebabkan adanya perbedaan persepsi tentang penyelesaian sengketa di wilayah greater sunrise, yang juga menimbulkan latarbelakang politik di Timor Leste akibatnya penyelesaian tidak menjadi prioritas utama pemerintah Timor Leste dan Australia berusaha menunda pemufakatan dalam penyelesaian batas wilayah laut di wilayah greater sunrise, dengan demikian Australia tetap mengeksplorasi dan mengeksploitasi di daerah atau wilayah tersebut. Selama ini Timor-Leste dan Australia telah membuat klaim perairan namun belum dapat membatasi perbatasan perairannya, termasuk di wilayah Laut Timor dimana Greater Sunrise berada. Padahal kalau dilihat berdasarkan batas equidistance atau median line (batas pertengahan), Greater Sunrise ini juga menjadi milik negara baru ini. Australia selama ini mencoba memaksa Timor Leste untuk melupakan penentuan batas wilayah maritime sehingga mereka bisa mengklaim, produksi, untuk membuat ketentuan-ketentuan bagi eksploitasi yang tidak terpisahkan di Celah Timor Referensi 1. Buku Mauna Boer, 2000, Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam era Dinamika Global, PT. Alumni, Jakarta S. L. Roy, 1995. Diplomasi, Raja Grafindo Persada, Jakarta
2. Buletin dan Jurnal ilmiah
283
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 2, 2013: 275-284
Maria Afonso de Jesus (2002), The CMATS treaty, Buletin la’o hamutuk vol.3, no.4: 2-3 Marcel hendrapati : Perjanjian Celah timor dan Perkembangan Terkini, Majalah Ilmiah hokum Amanna Gappa No.13 Januari-Maret 2003 Atriyon Julzarika, Susanto, Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 16 No. 1, Agustus 2010 3.
Media Internet Soberano, Territorial Timor Leste, http://forum-haksesuk.webs.com/FHN notisia, diakses pada tanggal 10 Desember 2011 “Timor Gap/The Greater :Sunrise Akhirnya kedaulatan Negara Digadai 50 Tahun”, www.suaratimorlorosae.com , diakses tanggal 30 januari 2013
276 284