UPAYA PEMURNIAN VARIETAS KEDELAI DENGAN SELEKSI MASSA BERDASARKAN KARAKTER MORFOLOGI DAN ANALISIS ISOENZIM Empuring Variety of Soybean with Mass Selection Based on Morphological Character and Isoenzim Analysis Ahadiyat Yugi R. dan Darjanto
ABSTRACT
O
bjectives of the study were to study of how much yield decreased due to seed impureness, the differences in morphological character of true and off types and the differences of isoenzym path pattern between true and off type. Morphological character were analyzed on plant height, color of hypocotyls, flower, leaf and stem fur, number of pod, leaf area and yield. Peroksidase, esterase, malat dehidrogenase and aspartat amino transferase were used in analysis of isoenzym path pattern. The results showed that Sindoro off type was 1,29% and Slamet was 0,79% only. They had a various morphological characters and isoenzym path pattern between true and off types Key words : Slamet and Sindoro varieties, off types, morphological characters, isoenzyme
PENDAHULUAN
dibutuhkan, sesuai untuk daerah pengembangan, harga
Peningkatan produktivitas kedelai di Indonesia tiap tahun terus diusahakan tetapi tidak mencapai harapan. Ini disebabkan antara lain oleh adanya anggapan petani bahwa kedelai merupakan tanaman sampingan sehingga teknik budidaya yang diterapkan
yang terjangkau dan daya hasil tinggi (Mugnisyah dan Setiawan, 1990). Identifikasi terhadap penyimpangan yang berakibat menurunkan kemurnian benih selain dengan melihat karakter agronomi perlu dilakukan pula melalui
tidak optimum. Salah satu hal yang kurang diperhatikan oleh petani adalah penggunaan benih yang kurang bermutu dan berkualitas rendah (Adisarwanto, 1995). Potensi hasil beberapa kedelai Indonesia sudah mencapai lebih dari 2 t/ha diantaranya varietas Slamet
pengamatan pola pita isoenzim. Isoenzim memiliki manfaat dalam mengetahui keragaman, kekerabatan dan penanda. Analisis isoenzim telah banyak dilakukan antara lain pada kedelai (Kiang dan Godman, 1983), pisang (Horry, 1989; Yuniastuti et al.., 1997), cengkeh
(2,26 t/ha) dan Sindoro (2,03 t/ha). Varietas ini ternyata masih ada kekurangan yaitu dalam hal kemurnian, sehingga berakibat tipe simpang muncul dan umur panen tidak sama, serta variasi dalam karakter morfologi tanaman (Sunarto et al.., 2000).
(Barmawie dan Pool, 1991), cabai (Barmawie, 1997), dan kelapa (Rutunuwu et al.., 1999). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa besar penurunan hasil akibat dari ketidakmurnian benih, mengetahui perbedaan karakter agronomi antara tipe simpang dan
Upaya untuk memperbaiki kualitas benih tersebut adalah dengan melakukan seleksi massa untuk mendapatkan benih bermutu. Benih bermutu adalah benih yang memiliki tingkat kemurnian 100%, mempunyai kelebihan tertentu, sesuai dengan jumlah yang
tipe murni, dan mengetahui pola pita isoenzim antara tipe simpang dan tipe murni. Penelitian ini perlu dilakukan sebagai upaya dalam rangka meningkatkan kualitas benih dan daya hasil menuju swasembada kedelai di Indonesia.
Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman, Jl. Dr. Soeparno Karangwangkal Purwokerto. Alamat korespondensi:
[email protected] 14
Agrosains 12(1): 14-18, 2010
BAHAN DAN METODE
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Univeritas Jendral Sudirman untuk melihat perbedaan karakter morfologi yang muncul dan PAU Bioteknologi IPB Bogor untuk mengamati
Karakter morfologi kedelai varietas Slamet dan Sindoro serta Tipe simpangnya
keragaman pola pita isoenzim antara tipe murni dan simpang. Varietas Slamet dan Sindoro merupakan materi utama yang digunakan dalam penanaman di lapangan. Percobaan lapangan menggunakan metode seleksi massa. Untuk percobaan di laboratorium alat dan bahan yang digunakan antara lain pati kentang, parafin, kertas saring, L-asam askorbat, L-sistein, Triton X-100, PVP40, Na2HPO4.2H2O, L-Histidinmonohidrat, asam sitrat monohidrat, trishidroksimetil, natrium fosfat, 1-Naftalein asetat, aseton, fast blue RR salt, natrium asetas, CaCl2, H2O2, EDTA, elektroforesis model horizontal, microwave, lemari es, mortir and mortar, tray, gunting erlenmeyer dan alat pemotong gel. Karakter morfologi yang diamati antara lain warna hipokotil, bunga, bulu, hilum, polong dan biji, tinggi tanaman, umur berbunga, umur masak, ukuran biji, bobot 100 biji dan bobot biji total. Pengamatan pola pita isoenzim dilakukan dengan mengambil sampel tanaman berupa daun muda dari tipe murni dan simpang kemudian dianalisis dengan sistem enzim peroksidase, esterase, malat dehidrogenase dan aspartat amino transferase. Data dianalisis secara deskriptif kuantitatif dan kualitatif.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan muncul beberapa karakter morfologi yang berbeda dengan tipe murni (Tabel 1, 2 dan 3). Pada varietas Slamet muncul empat karakter yang berbeda sedangkan pada Sindoro muncul dua karakter yang berbeda. Perbedaan kuantitatif terdapat pada beberapa karakter morfologi meskipun jumlah tanaman tipe simpang memiliki persentase yang rendah terhadap tipe murni yaitu pada varietas Slamet 1,29% dan Sindoro 0,79% sehingga penurunan hasil dan kemurnian benih relatif masih tinggi (Tabel1.). Secara kualitatif ada empat jenis tanaman yang memiliki karakter berbeda dengan varietas Slamet dan dua jenis tanaman dengan varietas Sindoro (Tabel 2 dan 3). Pada varietas Slamet jenis TSS-1 perbedaan karakter morfologi terletak pada warna daun dan bulu. Warna daun hijau tua dan untuk bulu berwarna cokelat sedangkan untuk Slamet warna daun hijau dan bulu putih. TSS-2 memiliki bulu cokelat dan jarang yaitu rerata 40 buah/cm2 sedangkan varietas Slamet rerata 140 buah/ cm2. Karakter pembeda yang dimiliki TSS-3 adalah warna hipokotil, bulu dan bunga. Untuk TSS-4 menunjukan perbedaan pada warna hipokotil dan bunga. Pada varietas Sindoro ditemukan dua jenis tipe simpang. TSSi-
Tabel 1. Beberapa karakter morfologi dari varietas Slamet dan Sindoro serta tipe simpangnya
Varietas/tipe simpang Slamet TSS-1 TSS-2 TSS-3 TSS-4 Sindoro TSSi-1 TSSi-2
TT (cm) 62,93 52,40 64,85 62,81 59,79 64,85 79,50 56,86
LD (cm2) 73,11 105,96 91,73 115,86 111,64 89,82 110,50 118,47
JP/T 28,28 34,52 45,38 27,63 44,34 38,12 35,00 36,73
BB/T (g) 3,98 8,29 6,96 3,09 6,28 5,52 5,67 8,63
BB/100B (g) 12,69 15,23 10,73 13,60 12,80 12,89 10,70 13,01
JT 3850 3 3 7 37 3868 1 31
% JT 98,72 0,008 0,008 0,18 0,95 99,18 0,003 0,79
Keterangan: TSS=tipe simpang Slamet, TSSi=tipe simpang Sindoro, TT=tinggi tanaman, LD=luas daun, JP/T=jumlah polong per tanaman, BB/T=bobot biji per tanaman, BB/100B=bobot biji per 100 biji, JT=jumlah tanaman
Tabel 2. Perbandingan secara kualitatif antara tipe murni dan simpang varietas Slamet
Karakter W. hipokotil W. daun W. bunga W. bulu W. biji W. polong Bentuk biji
Tipe murni Ungu Hijau Ungu Putih Kuning Kuning Lonjong
TTS-1 Ungu Hijau tua Ungu Cokelat Kuning Kuning Lonjong
TSS-2 Ungu Hijau Unggu Cokelat (jrg) Kuning Kuning Lonjong
TSS-3 Hijau Hijau Putih Putih Kuning Kuning Lonjong
TSS-4 Hijau Hijau Putih Cokelat Kuning Kuning Lonjong
Keterangan: W=warna, TSS=tipe simpang Slamet, jrg=jarang
Upaya Pemurnian Varietas Kedelai dengan Seleksi Massa Berdasarkan Karakter Morfologi dan .............. ( Ahadiyat Yugi R. dan Darjanto)
15
Tabel 3. Perbandingan secara kualitatif antara tipe murni dan simpang varietas Sindoro
Karakter W. hipokotil W. daun W. bunga W. bulu W. biji W. polong Bentuk biji
Tipe murni Ungu Hijau Ungu Putih Kuning Kuning Lonjong
TTS-1 Ungu Hijau tua Ungu Cokelat Kuning Kuning Lonjong
TSS-2 Ungu Hijau Unggu Cokelat (jrg) Kuning Kuning Lonjong
Keterangan: W=warna, TSSi=tipe simpang Sindoro
1 menunjukan perbedaan pada warna bunga yang berbintik sedangkan Sindoro berwarna ungu tanpa bintik. TSSi-2 menunjukan pembeda pada waran hipokotil dan bunga. Kehadiran tipe simpang merupakan sumber penting dari kontaminasi genetik. Walaupun persentase rendah dan tidak akan berpengaruh besar terhadap kemurnian genetik tipe murni yang diproduksi, tetapi kehadiran tipe simpang yang terus menerus pasti akan menurunkan kemurnian genetik varietas murni
a) Peroksidase
b) Esterase
(Mugnisyah dan Setiawan, 1990). Analisis isoenzim pada varietas Slamet dan Sindoro serta tipe simpangnya Hasil analisis isoenzim pada varietas Slamet dan Sindoro dengan tipe simpangnya menunjukan adanya pola pita yang berbeda pada semua sistem enzim yang digunakan yaitu esterase, peroksidase, aspartat amino transferase dan malat dehidrogenase. Zimogram isoenzim peroksidase menunjukan adanya perbedaan pada jumlah pita, jarak pita dan ketebalan pita. Aktivitas enzim peroksidase kedelai varietas Slamet hanya ada dua daerah katoda saja dengan dua pita, sedangkan untuk tipe simpangnya ada di daerah katoda dan anoda dengan jumlah pita yang lebih banyak. Untuk varietas Sindoro menunjukan bahwa aktivitas enzim peroksidase hanya di daerah katoda dengan jumlah pita tiga buah sedangkan tipe simpang aktivitas ada di daerah katoda dan anoda (Gambar 1). Hasil analisis isoenzim esterase menunjukan ada perbedaan antara varietas Slamet dan Sindoro dengan tipe simpangnya. Daerah aktivitas tersebar di katoda dan anoda tetapi terdapat perbedaan yang jelas dalam jumlah pita, jarak migrasi dan ketebalan pita, tersaji pada Gambar 1(b). Pola pita pada varietas Slamet (G1) memiliki empat pita sedangkan tipe simpang bervariasi dari dua sampai enam pita dengan tingkat ketebalan yang
16
c) MDH
d) AAT
Gambar 1. Pola pita isoenzim a) isoenzim peroksidse b) isoenzim esterase c) isoenzim MDH d) isoenzim AAT Keterangan: G1=varietas Slamet, G2-G5=TSS-1 - TSS-4, G6=varietas Sindoro, G7-G8=TSSi-1 - TSSi-2
berbeda. Pola pita G2 menunjukan jumlah pita yang lebih banyak yaitu enam buah dan tersebar di daerah katoda dan anoda. Untuk G3 menunjukan pola pita lebih sedikit dibandingkan dengan G1. G4 mempunyai jumlah pita yang sama dengan G2 tetapi terdapat perbedaan dalam jarak migrasi dan ketebalan pita. G5 memiliki jumlah pita yang paling sedikit dibandingkan dengan G1 maupun dengan tipe simpang lainnya. Pola pita isoenzim Malat dehidrogenase (MDH) bergerak ke arah anoda (Gambar 3). Pergerakan mengarah ke anoda dengan jumlah variasi pita, jarak migrasi dan
Agrosains 12(1): 14-18, 2010
ketebalan pita yang berbeda antara G1 dengan tipe simpangnya. Pola pita pada varietas Slamet (G1)
pita diduga bahwa pita hilang diakibatkan oleh aktivitas enzim tersebut hilang, sedangkan penambahan pita
menunjukan jumlah pita dua sama dengan G2 tetapi berbeda dalam jarak migrasi dan ketebalan pita. G3,G4,G5 mempunyai jumlah pita lebih banyak dan jarak migrasi yang berbeda, meskipun ada bagian pita yang memiliki jarak migrasi dan ketebalan pita yang sama. Pola pita
karena aktivitas enzim yang lebih banyak. Hal-hal tersebut berhubungan dengan adanya peristiwa delesi, duplikasi, penambahan basa, transposisi dari gen-gen yang mengkode (Marburger dan Jauhar, 1989). Adanya perbedaan dalam ketebalan pita dan jarak
isoenzim pada varietas Sindoro (G6) menunjukan adanya perbedaan dengan tipe simpangnya (G7 dan G8) dalam jumlah, jarak migrasi dan ketebalan pita meskipun ada bagian pita yang memiliki ketebalan yang sama antara G6 dengan G7 dan G8.
migrasi disebabkan oleh rangkaian polipeptida protein mengalami perubahan secara kuantitatif, sebagian menjadi lebih tebal atau tipis sehingga mempengaruhi aktivitas dari enzim tersebut. Pita yang tebal menunjukan bahwa aktivitas enzim tersebut aktif sedangkan pita yang
Pola pita isoenzim aspartat amino transferase (AAT) pada varietas Slamet (G1) memperlihatkan jumlah, jarak migrasi dan ketebalan pita yang berbeda dengan tipe simpangnya (G2,G3,G4,G5), meskipun ada bagian pita yang memiliki ketebalan yang hampir sama antara
menipis menunjukan aktivitas enzim tersebut mulai menurun (Ermin et al., 1994). Pola pita isoenzim mencerminkan komponen protein yang menyusun enzim tersebut (Prana et al., 1999). Polimorfisme dari pola pita isoenzim yang dihasilkan menunjukan genotip-genotip
G1 dengan G4 dan G5. untuk varietas Sindoro (G6) menunjukan jumlah pita dan ketebalan yang sama tetapi berbeda dalam jarak migrasi dengan tipe simpang G7 dan G8 (Gambar 1 (d)). Hasil analisis keempat sistem isoenzim pada varietas Slamet dan tipe simpangnya menunjukkan adanya variasi dalam jumlah pita, jarak migrasi dan
yang diuji mempunyai variabilitas genetik (Baht et al., 1992; Mansyah et al., 1999).
ketebalan pita. Variasi yang muncul tersebut disebabkan oleh komposisi asam amino yang menyusun isoenzim tersebut berbeda (Djuita, 1995). Novarianto (1987) menyatakan bahwa perbedaan komposisi bisa disebabkan oleh alel yang berbeda dari lokus yang sama
KESIMPULAN 1. Persentase jumlah tanaman tipe simpang relatif kecil yaitu 1,29% pada varietas Slamet dan 0,79% pada varietas Sindoro, sehingga tingkat kemurnian masih tinggi dan penurunan hasil relatif rendah. 2. Terdapat tipe simpang dengan karakter agronomi dan pola pita isoenzim yang berbeda dengan varietas Slamet dan Sindoro.
atau alel dari lokus yang berbeda. Perbedaan dalam jumlah
DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto, T. 1995. Sistem produksi kedelai di Indonesia. Makalah Balittan Malang. Disajikan pada
meningkatkan daya saing komoditas pertanian Indonesia. Peripi. Bandung. pp. 447 - 457.
Seminar Nasional Kedelai. Lembaga Penelitian Unsoed. Purwokerto.
Barmawie, N. dan P.A. Pool. 1991. Penggunaan analisis isoenzim untuk menentukan status tipe cengkeh Zanzibar (Syzigium aromaticum L.). Pemberitaan
Baht, S.R., K.V. Baht and Chandel K.P.S. 1992. Survey of isoenzym polymorphisme for clonal identification in Musa. J. Hort. Sci. 67(4):92-101. Barmawie, N. 1997. Pendugaan jarak genetic antar spesies pada tanaman cabai dengan analisis
Penel. Tan. Indust. 12(1): 1 - 8. Djuita, R. 1995. Analisis isoenzim AAT dan fofoglukonutase pada pisang. Skripsi. Biologi MIPA. IPB. Bogor.
isoenzym In: A.A. Dradjat (Eds.). Pemuliaan
Upaya Pemurnian Varietas Kedelai dengan Seleksi Massa Berdasarkan Karakter Morfologi dan .............. ( Ahadiyat Yugi R. dan Darjanto)
17
Ermin, K., Winarno, Aryanti, Yulidar, Firdaus dan M. Ismachin. 1994. Elektroforesis isoenzim untuk
Novarianto, H. 1987. Analisis kuantitatif karakter agronomis dan analisis isoenzim dua kelapa
identifikasi beberapa galur mutan kacang tanah (Arachis hypogea L.). Aplikasi Isotop dan Radiasi Batan. pp. 65 - 73.
hybrid (genjah dan dalam) dan tetuanya. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana. IPB. Bogor.
Horry, J.P. 1989. The genetics structure of wild and cultivated bananas as perceived through isoenzyms variation. Univ. De Paris - SUD Center. pp. 8 - 9. Kiang, Y.T. dan M.B. Godman. 1983. Soybean. In: S.D. Thanksley dan D.J. Orton (Eds.). Isoenzym in plant genetics and breeding. Elsevier. Amsterdam. pp. 295 - 382.
Prana, M.S., N. S. Hartati, T.K. Prana. 1999. Studi variasi isoenzim pada talas dari Sulawesi Selatan. Hayati 6(4):81-86. Runtunuwu, S.D., A. Hartana, Suharsono. 1999. Penanda isoenzim dan RAPD penyakit Phytoptora gugur buah pada kelapa. Makalah hasil penelitian bioteknologi pertanian, 31 Agustus - 1 September 1999. Balitbang Pertanian. Jakarta.
Mansyah, E., Anwarudiyansyah, L. Sadwiyanti, dan A. Susiloadi. 1999. Variabilitas genetic tanaman
Sunarto, A.D.H Totok, N. Farid, H. Ponendi, Suwarto, M. Soebardini dan Suprayogi. 2000. Pengembangan kedelai varietas Slamet di
manggis melalui analisis isoenzym dan kaitannya dengan variabilitas fenotipik. Zuriat 10(1):1-10.
Kabupaten Kebumen. Kerjasama Pemda TK I Semarang dengan Lembaga Penelitian Unsoed.
Marburger, J.E. dan P.P. Jauhar. 1989. Agronomic isoenzym and sitogenetic characteristics of Christ Wheat double haploid. Plant Breeding. pp. 73-80.
Yuniastuti, E., R. Megia, S. Haran dan A. Hartana. 1997. Keanekaragaman pola pita isoenzim beberapa kultivar pisang di Indonesia, In: A.A. Dradjat (Eds.). Pemuliaan meningkatkan daya saing
Mugnisyah, W.Q. dan A. Setiawan. 1990. Pengantar
komoditas pertanian Indonesia. Peripi. Bandung. pp. 458-464.
produksi benih. CV. Rajawali. Jakarta.
18
Agrosains 12(1): 14-18, 2010