STUDI KARAKTER MORFOLOGI DAN FISIOLOGI YANG BERKAITAN DENGAN EFISIENSI PEMAKAIAN AIR VARIETAS PADI GOGO
LAILI MUNAWAROH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Studi Karakter Morfologi dan Fisiologi yang Berkaitan dengan Efisiensi Pemakaian Air Varietas Padi Gogo adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2015
Laili Munawaroh NIM A252120381
RINGKASAN LAILI MUNAWAROH. Studi Karakter Morfologi dan Fisiologi yang Berkaitan dengan Efisiensi Pemakaian Air Varietas Padi Gogo. Dibimbing oleh EKO SULISTYONO dan ISKANDAR LUBIS. Kebutuhan akan konsumsi pangan beras semakin meningkat dengan meningkatnya populasi penduduk sedangkan lahan sawah saat ini semakin mengalami pengurangan luasannya. Untuk itu, telah banyak dikembangkan pemanfaatan lahan kering pada budidaya tanaman, termasuk budidaya padi lahan kering (padi gogo). Pengelolaan tanaman di lahan kering umumnya terkendala oleh ketersediaan air, sebab ketersediaan air hanya bersumber dari hujan dan kemampuan tanah menahan air. Dalam budidaya padi lahan kering diperlukan budidaya yang spesifik khususnya penggunaan varietas tanaman yang memiliki efisiensi pemakaian air yang baik atau varietas-varietas tanaman yang mampu beradaptasi pada kondisi ketersediaan air yang terbatas. Penelitian mengenai studi morfologi dan fisiologi yang berkaitan dengan efisiensi pemakaian air varietasvarietas padi gogo perlu terus dikembangkan agar pemanfaatan lahan kering tersebut dapat optimal. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Oktober 2013 sampai April 2014 di rumah kaca Kebun Percobaan Cikabayan IPB, Dramaga, Bogor. Rancangan penelitian disusun dalam percobaan faktorial dua faktor dengan menggunakan rancangan acak kelompok. Faktor pertama adalah 5 varietas padi gogo (Inpago 5, Batutegi, Jatiluhur, Inpago 8 dan Sarinah). Faktor kedua adalah 4 interval irigasi yaitu 3, 6, 9, dan 12 hari. Dengan demikian terdapat 20 kombinasi perlakuan. Setiap perlakuan diulang 3 kali dan setiap satuan percobaan terdiri atas 3 media sehingga keseluruhan terdapat 180 media tanam. Setiap media tanam terdiri atas 3 tanaman contoh (satu rumpun). Tanaman dalam polibag digunakan sebagai tanaman destruktif yang diamati pada saat masuk fase vegetatif dan fase generatif berdasarkan karakteristik masing-masing varietas. Tanaman dalam wadah ember digunakan untuk pengukuran pertumbuhan sampai dengan hasil. Karakter morfologi, agronomi dan fisiologi padi gogo hemat air adalah tanaman lebih tinggi, malai lebih panjang, volume akar lebih besar, daun lebih sempit, evapotranspirasi lebih tinggi, waktu berbunga lebih cepat, daun lebih hijau, jumlah daun dan jumlah anakan lebih banyak, bobot kering brangkasan lebih berat, jumlah gabah lebih banyak, bobot 100 butir dan bobot gabah kering lebih berat. Untuk menghasilkan gabah kering 3.39 ton ha-1, fraksi air tersedia yang diserap untuk fase primordia, fase inisiasi berbunga dan panen masingmasing adalah 83.36%, 137.14% dan 116.65%. Produktivitas masing-masing varietas pada interval irigasi 3 hari adalah 3.80 ton ha -1 (Inpago 5), 3.27 ton ha -1 (Batutegi), 3.86 ton ha -1 (Jatiluhur), 3.91 ton ha -1 (Inpago 8) dan 2.12 ton ha -1 (Sarinah). Kata kunci: Batutegi, evapotranspirasi, fraksi air, produktivitas
SUMMARY LAILI MUNAWAROH. Study on Morphology and Physiology Characters Related to Water Use Efficiency of Upland Rice Varieties. Supervised by EKO SULISTYONO and ISKANDAR LUBIS. The demand for food consumption of rice increased with the increasing population, while recently wetland experiencing a great reduction. Therefore, dry land cultivation has been developed, including cultivation of upland rice. Dry land crop management in general is constrained by the availability of water, because source of water are only the rain and the soil's ability to retain water. Upland rice cultivation required specific cultivation, particularly the use of crop varieties that have good water-use efficiency or varieties of plants that are able to adapt to the conditions of limited water availability. Research on morphological and physiological studies related to water use efficiency of upland rice varieties need to be developed in order to create optimum utilization of dry land. The research was conducted from October 2013 to April 2014 in the greenhouse IPB Experimental Station Cikabayan, Bogor. The research design was arranged in factorial experiment and using a randomized block design. The first factor was 5 upland rice varieties (Inpago 5, Batutegi, Jatiluhur, Inpago 8 and Sarinah). The second factor was 4 irrigation intervals which were 3, 6, 9, and 12 days. Thus there are 20 combinations of treatment. Each treatment was repeated 3 times and each experimental unit consisted of 3 media so that overall there are 180 growing media. Each planting medium consisted of three plant sample (one family). Plants in polythene bags are used as destructive plants, and were observed at the time of entry phase of the vegetatife phase and the generative phase based on the characteristics of each variety. Plants in buckets are used for the measurement of growth until the generative phase. Characteristics that assosiated with water saving of upland rices were higher plant height, longer panicle, larger roots volume, narrower leaves, higher evapotranspiration, faster flowering phase, greener leaves, higher number of leaves and tillers, heavier dry matter, higher number of grains, heavier 100 grain weight and dry weight of grains. The fraction of available absorbed water at panicle inisiation, flowering inisiation and harvesting phase was 83.36%, 137.14% and 116.65%, respectively, to obtain dry grains of 3.39 ton ha-1. Productivity of each variety at intervals of 3 days irrigation was 3.80 ton ha-1 (Inpago 5), 3.27 ton ha-1 (Batutegi), 3.86 ton ha-1 (Jatiluhur), 3.91 ton ha-1 (Inpago 8) and 2.12 ton ha-1 (Sarinah). Keywords: Batutegi, evapotranspiration, productivity, water fraction
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
STUDI KARAKTER MORFOLOGI DAN FISIOLOGI YANG BERKAITAN DENGAN EFISIENSI PEMAKAIAN AIR VARIETAS PADI GOGO
LAILI MUNAWAROH
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Agronomi dan Hortikultura
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Ahmad Junaedi, MSi
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kekuatan, rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Studi Karakter Morfologi dan Fisiologi yang Berkaitan dengan Efisiensi Pemakaian Air Varietas Padi Gogo”. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013 hingga April 2014. Sebagian karya ilmiah ini sedang dalam proses publikasi pada Jurnal Agronomi Indonesia. Pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Dr Ir Eko Sulistyono, MSi dan Dr Ir Iskandar Lubis, MS selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan masukan dan saran selama masa penelitian hingga terselesaikannya karya ilmiah ini. 2. Teman-teman Pasca Agronomi dan Hortikultura 2012 yang telah memberikan motivasi, masukan, dan bantuan. 3. Direktorat Pengelolaan Air Irigasi, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian atas kepercayaan dan kesempatan dalam pendidikan pascasarjana. 4. Segenap keluarga besar, suami dan anak-anak tercinta yang telah memberikan dukungan dan kasih sayang yang melimpah selama ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat dan dapat menjadi acuan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.
Bogor, Juni 2015 Laili Munawaroh
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Hipotesis
1 1 2 2
2 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Kebutuhan Air Tanaman Respon Tanaman Terhadap Kondisi Defisit Air Efisiensi Pemakaian Air
3 3 4 5 6
3 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Bahan dan Alat Metode
6 6 7 7
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Rekapitulasi Sidik Ragam Karakter Morfologi, Fisiologi dan Agronomi Padi Gogo Hemat Air Tinggi Tanaman, Jumlah Daun dan Jumlah Anakan Fase Vegetatif dan Fase Generatif Hasil dan Komponen Hasil Kebutuhan Air Tanaman dan Fraksi Air Tersedia yang Diresap Tanaman
10 10 11 13 14 15 17 21
5 SIMPULAN
23
DAFTAR PUSTAKA
23
LAMPIRAN
28
RIWAYAT HIDUP
40
DAFTAR TABEL 1 Rekapitulasi hasil sidik ragam tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah anakan
11
2 Rekapitulasi hasil sidik ragam fase vegetatif dan generatif
12
3 Luas daun, panjang akar, berat kering akar, berat kering tajuk 5 varietas padi gogo dengan interval irigasi yang berbeda pada fase primordia 16 4 Luas daun, panjang akar, berat kering akar, berat kering tajuk 5 varietas padi gogo dengan interval irigasi yang berbeda pada fase awal berbunga
16
5 Pengaruh interaksi 5 varietas padi gogo dengan interval irigasi yang berbeda terhadap panjang akar (fase awal berbunga)
17
6 Umur berbunga, nilai kehijauan daun, jumlah anakan produktif, panjang malai, berat kering akar, berat kering tajuk 5 varietas padi gogo dengan interval irigasi yang berbeda
18
7 Jumlah gabah isi, jumlah gabah tidak terisi penuh, jumlah gabah hampa, jumlah gabah per malai 5 varietas padi gogo dengan interval irigasi yang berbeda
19
8 Persentase gabah isi, persentase gabah tidak terisi penuh, persentase gabah hampa, bobot 100 butir 5 varietas padi gogo dengan interval irigasi yang berbeda
20
9 Indeks panen, bobot gabah kering per rumpun dan efisiensi penggunaan air 5 varietas padi gogo dengan interval irigasi yang berbeda
20
10 Pengaruh interaksi 5 varietas padi gogo dengan interval irigasi yang berbeda terhadap jumlah gabah hampa, panjang malai dan bobot 100 butir
21
11 Evapotranspirasi, fraksi air yang dapat diserap tanaman dan konversi gabah per ha 5 varietas padi gogo dengan interval irigasi yang berbeda
22
DAFTAR GAMBAR 1 Jumlah curah hujan di Dramaga Bogor dari bulan Desember 2013 sampai bulan Maret 2014 (Sumber : Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor)
10
2 Diagram jalur keterkaitan karakter morfologi, agronomi dan fisiologi dengan EPA 13 3 Pengaruh varietas padi terhadap tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah anakan
15
DAFTAR LAMPIRAN 1 Deskripsi varietas Inpago 5
28
2 Deskripsi varietas Inpago 8
29
3 Deskripsi varietas Batutegi
30
4 Deskripsi varietas Jatiluhur
31
5 Deskripsi varietas Sarinah
32
6 Data curah hujan harian bulan Desember 2013 – Maret 2014 di daerah Dramaga Bogor
33
7 Evaporasi panci 3 harian selama penelitian
34
8 Korelasi antar peubah
35
9 Produktivitas masing-masing varietas pada berbagai interval irigasi
39
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Air adalah mutlak dibutuhkan oleh semua makhluk hidup termasuk tumbuhan. Pengairan atau irigasi merupakan proses pemberian air pada tanah untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Air merupakan kebutuhan yang mutlak diperlukan oleh tanaman dalam setiap fase pertumbuhannya. Air memiliki peranan yang sangat penting baik sebagai sumber nutrisi maupun sebagai media tanam pengganti tanah (Wirosoedarmo et al. 2001) dan lebih dari 80% merupakan senyawa dari jaringan tumbuh (Ati et al. 2012). Pemberian air pada tanaman hendaknya dilakukan secara tepat, baik jumlah maupun waktu pemberiannya. Pengairan pertanian lahan kering ditujukan hanya untuk memberi air pada tanaman terutama pada saat-saat dibutuhkan (Kurnia 2004). Perubahan cuaca yang tidak menentu dan isu pemanasan global dikhawatirkan dapat berakibat pada berkurangnya pasokan air dan juga akan berdampak pada penurunan produktivitas tanaman khususnya tanaman pangan padi yang merupakan bahan makanan pokok masyarakat Indonesia (Saleh et al. 2012). Kebutuhan konsumsi pangan beras semakin meningkat dengan meningkatnya populasi penduduk sedangkan lahan sawah saat ini banyak mengalami alih fungsi lahan. Untuk mengatasi hal tersebut, saat ini banyak dikembangkan pemanfaatan lahan kering pada budidaya tanaman dalam upaya mendukung ketersediaan pangan nasional, termasuk budidaya padi lahan kering (padi gogo). Lahan potensial tersedia untuk pengembangan padi gogo di Indonesia adalah sebesar 5,5 juta Ha (Wahyunto dan Shofiyanti 2013) namun produktivitas lahan kering memang masih belum optimal. Potensi pengembangan padi pada lahan kering masih sangat diperlukan guna peningkatan produkivitas yang lebih optimal. Produksi padi gogo di lahan kering berkisar antara 3-8 ton/Ha bila didukung input dan teknologi yang memadai (Badan Litbang Pertanian 2013). Budidaya padi lahan kering sangat penting untuk terus dikembangkan guna mendukung ketahanan pangan nasional. Pengelolaan tanaman di lahan kering umumnya terkendala oleh ketersediaan air, sebab ketersediaan air hanya bersumber dari hujan dan kemampuan tanah menahan air. Budidaya padi lahan kering diperlukan budidaya yang spesifik khususnya penggunaan varietas tanaman yang memiliki efisiensi pemakaian air yang baik atau varietas-varietas tanaman yang mampu beradaptasi pada kondisi ketersediaan air yang terbatas. Penggunaan tanaman yang responsif terhadap perubahan iklim dalam pertumbuhannya, konsumsi air dan pemanfaatan efisiensi serta mengeksplorasi mekanisme yang terkait adalah cara yang efektif untuk keamanan sumber makanan di masa yang akan datang (Wang et al. 2014). Bouman et al. (2007) pada kondisi lahan kering, salin dan lingkungan rawan banjir, kombinasi varietas unggul dengan paket manajemen tertentu memiliki potensi untuk meningkatkan hasil sebesar 50-100% dalam 10 tahun mendatang dengan investasi penelitian dan penyuluhan yang intensif. Hal tersebut selaras dengan pernyataan Farooq et al. (2009) bahwa manajemen budidaya padi yang menghasilkan produksi tinggi dengan sedikit air sangat penting. Oleh sebab itu,
2 peluang untuk meningkatkan produksi tanaman pada pertanian tadah hujan ditekankan bagaimana memaksimalkan produksi per unit air (Prijono 2008). Kekeringan merupakan salah satu faktor lingkungan yang besar pengaruhnya terhadap penurunan produksi tumbuhan. Cekaman kekeringan terjadi jika (1) curah hujan lebih rendah dari evapotranspirasi ((2) serapan air oleh akar tidak bisa mengimbangi tingginya evapotranspirasi, atau (3) suplai air irigasi kurang (Sulistyono et al. 2006, Sulistyono dan Yanuar 2007). Menurut Syafi (2008) tipe cekaman kekeringan beragam mulai dari radiasi matahari yang diterima tanaman cukup tinggi sampai pada lahan bermasalah yang mengalami defisit air, dan kelembaban udara sangat rendah di lingkungan sangat kering. Cekaman kekeringan dapat menurunkan hasil panen padi 20-25 % (Bouman et al. 2007). Setiap daerah memiliki karakteristik masing-masing mengenai iklim, curah hujan maupun lama penyinaran matahari. Indonesia merupakan negara tropis dengan 2 musiman, memiliki daerah-daerah yang termasuk dalam kategori daerah kering seperti Nusa Tenggara, Maluku dan Marauke. Dalam pertanian, daerah kering tidak hanya terpaku pada penanaman secara kering, akan tetapi lebih merupakan penanaman di daerah bercurah hujan terbatas (Notohadiprawiro 2006). Penelitian mengenai studi morfologi dan fisiologi yang berkaitan dengan efisiensi pemakaian air perlu terus dikembangkan agar pemanfaatan lahan kering dapat optimal dengan penggunaan varietas padi dan manajemen air yang tepat. Tujuan 1. 2. 3.
Mempelajari karakter morfologi dan fisiologi yang berkaitan dengan efisiensi pemakaian air. Mendapat fraksi air tersedia yang dapat diserap oleh beberapa varietas padi gogo pada beberapa interval irigasi. Perbedaan respon pertumbuhan dan produksi dari 5 varietas padi gogo terhadap interval irigasi. Hipotesis
1. 2. 3.
Terdapat beberapa karakter morfologi dan fisiologi padi gogo hemat air. Terdapat nilai fraksi air tersedia yang dapat diabsorbsi oleh masing-masing varietas padi gogo. Terdapat perbedaan respon pertumbuhan dan produksi dari 5 varietas padi gogo pada interval irigasi yang berbeda.
3
2 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Tanaman padi diklarifikasikan ke dalam Divisio Spermatophyta, dengan Sub divisio Angiospermae, termasuk ke dalam Kelas Monocotyledoneae, Ordo adalah Poales, Famili adalah Graminae, Genus adalah Oryza Linn, dan Speciesnya adalah Oryza sativa L (Vaughan 1989 dalam Rosadi 2013). Tanaman padi bersifat merumpun, artinya tanaman tersebut menghasilkan anakan yang tumbuh dari tanaman induk dengan sistem perakaran serabut. Tanaman padi mempunyai batang yang tersususun dari beberapa ruas (Makarim dan Suhartatik 2009). Ruas-ruas ini merupakan bumbung kosong yang ditutup oleh buku dan panjang ruasnya tidak sama. Ruas yang terpendek berada di pangkal batang, ruas yang kedua dan seterusnya lebih panjang dari ruas-ruas yang lebih bawah. Pada buku bagian bawah dari ruas, tumbuh daun pelepah yang membalut ruas sampai buku bagian atas. Tepat pada buku bagian atas ujung daun pelepah memperlihatkan percabangan dimana cabang yang terpendek menjadi ligule (lidah) daun, dan bagian yang terpanjang dan terbesar menjadi helaian daun. Daun pelepah itu menjadi ligule dan pada helaian daun terdapat embel sebelah kiri dan kanan yang disebut auricular. Auricular dan ligule dapat digunakan dalam mengidentifikasi suatu varietas dengan warnanya, yang kadang-kadang bewarna hijau atau ungu. Daun pelepah yang membalut ruas yang paling atas batang umumnya disebut daun bendera. Tepat dimana daun pelepah teratas menjadi ligule dan daun bendera, disitulah timbul ruas yang menjadi bulir padi (De Datta 1981). Tanaman padi selama hidupnya melalui 3 fase: (1) fase vegetatif (saat benih berkecambah sampai dengan inisiasi primordia malai), (2) reproduktif (dimulai dari inisiasi primordia malai sampai berbunga), dan (3) pemasakan (dimulai dari berbunga sampai panen). Lama fase vegetatif tidak sama untuk setiap varietas, sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan umur panen, sedangkan fase reproduktif dan fase pemasakan umumnya sama untuk setiap varietas (Makarim dan Suhartatik 2009). Fase vegetatif ditandai oleh pembentukan anakan aktif, yaitu pertambahan anakan yang cepat sampai tercapai anakan yang maksimal, bertambah tingginya tanaman, dan daun tumbuh secara teratur. Fase reproduktif ditandai dengan memanjangnya ruas batang, berkurangnya pertambahan jumlah anakan, munculnya daun bendera, bunting, dan pembungaan, Inisiasi primordia malai biasanya dimulai 30 hari sebelum pembungaan. Pembungaan (heading) adalah stadia keluarnya malai sedangkan antesis mulai bila benangsari bunga paling ujung pada tiap cabang malai telah keluar. Setelah antesis, gabah mengalami pemasakan yang terdiri dari masak susu, masak tepung, menguning, dan masak panen. Fase pemasakan ditandai dengan menuanya daun dan pertumbuhan biji/gabah, yaitu bertambahnya ukuran biji, berat, dan perubahan warna (Ismunadji 1993).
4 Kebutuhan Air Tanaman Jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman untuk pertumbuhannya berbedabeda pada tiap jenis tanaman. Pengairan atau irigasi merupakan proses pemberian air pada tanah untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Pengairan bertujuan untuk memberikan tambahan air pada air hujan dalam jumlah yang cukup dan pada waktu diperlukan tanaman (Kurnia 2004). Proses fisiologi yang berlangsung dalam tanaman banyak berkaitan dengan air atau bahan-bahan (senyawa atau ion) yang terlarut di dalam air. Air masuk ke dalam tanaman melalui fungsi kerja akar berdasarkan perbedaan gradien tekanan. Air bergerak dari potensial air tinggi ke potensial air rendah. Proses pergerakan air tersebut dalam rangka pemenuhan kebutuhan air tanaman untuk proses metabolismenya, baik dalam proses fotosintesis, respirasi maupun transpirasi. Kebutuhan air tanaman didefinisikan sebagai besarnya jumlah air yang hilang melalui proses evapotranspirasi. Evapotranspirasi tanaman adalah jumlah total air tanah yang digunakan untuk transpirasi oleh tanaman dan penguapan dari permukaan tanah di sekitarnya (FAO 1985). Kebutuhan air tanaman dipengaruhi oleh besarnya evaporasi dan transpirasi. Jumlah air yang harus diberikan untuk memenuhi kebutuhan evapotranspirasi dan untuk menghindari kelebihan air harus disesuaikan dengan kemampuan tanah memegang air. Metoda tidak langsung penentuan kebutuhan air tanaman (ETc) yang banyak digunakan adalah dengan menggunakan nilai evapotranspirasi acuan (ETo) yang berdasarkan kepada data iklim atau cuaca, kemudian dikalikan dengan faktor koefisien tanaman (Kc). Metoda penentuan ETo antara lain metoda Blaney dan Criddle, metoda Penman dan metoda Penman-Monteith. Dari uji yang dilakukan oleh FAO, metoda Penman-Monteith memberikan hasil kebutuhan air tanaman yang lebih mendekati dengan pengukuran langsung (Savva and Frenken 2002). Untuk mendapatkan kualitas hasil yang maksimum dan lebih baik, tanaman ditanam di rumah kaca dan dengan perlakuan manajemen air yang baik. Dengan metoda tanam seperti ini, efisiensi penggunaan air dan pupuk dapat dicapai lebih tinggi, sehinggga sangat sesuai untuk mengatasi masalah sumberdaya dan lingkungan yang semakin menguat akhir-akhir ini (Sapei dan Soon 2008). Tekstur tanah dan penguapan menjadi faktor utama yang mempengaruhi respon transpirasional defisit air (Wu et al. 2010a). Hasil penelitian Nurhayati (2009) memerlihatkan bahwa cekaman air berpengaruh nyata terhadap jumlah kebutuhan air kumulatif tanaman kedelai, tinggi tanaman umur 15, 30 dan 45 hari setelah tanam (HST), panjang akar, berat kering akar, berat kering berangkasan, jumlah polong, jumlah polong berisi dan berat kering biji pertanaman. Jumlah kebutuhan air kumulatif tanaman umur 8 – 90 HST tergantung pada keadaan kadar air tanah tersedia, semakin tinggi kadar air tanah semakin banyak air yang digunakan untuk evapotranspirasi. Hal tersebut menggambarkan bahwa cekaman air dalam tanah mempengaruhi volume air yang dibutuhkan tanaman kedelai. Selanjutnya pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai tertinggi diperoleh pada kandungan air 100% kapasitas lapang dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Perlakuan cekaman air memberikan respon yang berbeda antar perlakuan. Persentase kadar air tanah tertinggi memberikan respon terbesar dan semakin menurun dengan rendahnya persentase kadar air tanah.
5 Berdasarkan penelitian Fauzi (2012) dengan sistem gogo dihasilkan nilai efisiensi konsumsi air tertinggi dibandingkan sistem konvensional maupun intermitten. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Sumardi (2007) yaitu pengelolaan air selama periode pertumbuhan vegetatif pada sekitar kapasitas lapang memberikan hasil gabah per rumpun 124.93 g, sedangkan yang digenangi terus-menerus sedalam 2 cm memberikan hasil sebesar 99.19 g. Tingkat efisiensi penggunaan air juga berbeda menurut lokasi. Berdasarkan hasil penelitian Budi dan Kartaatmadja (2002) pada wilayah tengah memiliki efisiensi penggunaan air tertinggi dibandingkan pada wilayah hulu maupun hilir. Nilai efisiensi penggunaan air merupakan indeks yang dapat digunakan dalam menilai adaptasi tanaman terhadap kekeringan. Respon Tanaman Terhadap Kondisi Defisit Air Respon suatu tanaman terhadap kondisi lingkungan sekitarnya akan berpengaruh terhadap produktivitasnya. Salah satunya yaitu respon terhadap cekaman kekeringan yang merupakan istilah untuk menyatakan bahwa tanaman mengalami kekurangan suplai air dari lingkungannya yaitu media tanam. Kekurangan air (water deficit) akan mengganggu keseimbangan kimiawi dalam tanaman yang berakibat berkurangnya hasil fotosintesis atau semua proses-proses fisiologis berjalan tidak normal (Harwati 2007). Cekaman air juga dapat menurunkan kandungan klorofil pada kloroplas, mesofil pada sel yang aktif berfotosintesis. Respon penurunan kandungan klorofil yang diteliti oleh Yusnaeni (2002) pada tanaman Hoya (Asclepiadaceae) menunjukkan bahwa kandungan klorofil menurun pada perlakuan penyiraman setiap minggu dibandingkan dengan penyiraman setiap hari. Sumber genetik ketahanan akan kekeringan telah diidentifikasi pada semua padi khususnya mengenai identifikasi dan pemetaan genetik guna peningkatan genetik adaptik kekeringan (Serraj et al. 2009). Keberhasilan tanaman untuk tumbuh dalam kondisi defisit air menunjukkan kemampuan tanaman dalam menghemat air dalam jaringan internalnya (Loustau et al. 2001). Berdasarkan penelitian Supijatno et al. (2012) mengenai evaluasi konsumsi beberapa genotipe padi, varietas jatiluhur merupakan varietas yang paling efisien dalam penggunaan air. Dilihat dari karakter daunnya, varietas jatiluhur memiliki daun yang tebal, jumlah stomata yang sedikit serta indek luas daun yang kecil. Ketebalan daun berhubungan dengan ketebalan lapisan kutikula yang mampu mengurangi kehilangan air. Efisiensi transpirasi didorong oleh sifat tanaman yang mengurangi transpirasi dan air yang digunakan selama pertumbuhan hingga mencapai produksi (Blum 2009). Hasil penelitian Setiawan et al. (2013) respon tanaman nilam terhadap cekaman air terlihat pada menurunnya konduktivitas stomata, laju transpirasi dan kandungan air nisbi. Penggulungan daun merupakan respon awal tanaman padi terhadap cekaman kekeringan diikuti dengan mengeringnya daun. Penggulungan daun merupakan mekanisme penghindaran terhadap kekeringan (drought avoidence) yang berkaitan dengan kemampuan penyesuaian laju transpirasi untuk mempertahankan potensial air daun tetap tinggi pada kondisi kekeringan. Varietas
6 dengan skor penggulungan dan kekeringan daun yang tinggi memiliki indeks toleransi kekeringan yang rendah (Tubur et al. 2012). Efisiensi Pemakaian Air Pengelolaan air sangat penting dalam budidaya tanaman, termasuk juga pada tanaman padi. Padi mempunyai kebutuhan air yang berbeda di tiap fase tumbuhnya. Padi gogo merupakan jenis tanaman yang tahan pada kondisi lahan kering, namun kebutuhan air tanaman tersebut tetap harus terpenuhi guna menghasilkan produksi yang optimal. Hubungan antara kebutuhan air dan penggunaan air yang efisien sangat erat hubungannya dengan pencapaian produksi yang optimal. Evapotranspirasi yang tinggi melebihi curah hujan atau pada saat tidak adanya air hujan, produksi dan pertumbuhan tanaman tergantung pada air yang tersedia di tanah (Guan et al. 2014; Li et al. 2011; Solichatun et al. 2005). Efisiensi penggunaan air ditentukan setelah mendapatkan besarnya evapotranspirasi tanaman. Proses evapotranspirasi terdiri dari dua proses terpisah: transpirasi (T) dan evaporasi (E). Transpirasi adalah terjadinya kehilangan air ke atmosfer dari lubang kecil pada permukaan daun, yang disebut stomata. Evaporasi atau penguapan adalah air menguap atau "hilang" dari tanah basah dan permukaan tanaman (Al-Kaisi and Broner 2009; Sheriff and Muchow 1992). Efisiensi penggunaan air dapat ditingkatkan dengan meningkatkan efisiensi pengangkutan air dan sistem aplikasi serta mengoptimalkan waktu dan distribusi irigasi (Stanhill 1986), sedangkan Boutfiras (2007) menyatakan bahwa efisiensi penggunaan air dapat dicapai melalui perbaikan tanaman dengan meningkatkan efisiensi transpirasinya. Hasil penelitian Dalal et al. (2011) dengan peningkatan efisiensi penggunaan air dapat meningkatkan produksi gandum 8 kg ha -1 mm-1 sampai 12 kg ha-1 mm-1. Nilai efisiensi transpirasi padi adalah dalam kisaran yang lebih rendah dibandingkan dengan sereal gandum kecil lainnya (Haefele et al. 2009). Nilai efisiensi penggunaan air irigasi (EPAI) akan meningkat sesuai dengan pertambahan source seperti jumlah daun, lebar daun, dan jumlah anakan pada padi (Sulistyono et al. 2005). Hasil penelitian Sulistyono dan Juliana (2014) pada tanaman cabai menunjukkan bahwa perlakuan dengan jumlah daun terbesar menghasilkan bobot kering tanaman yang lebih besar dan juga meningkatkan nilai EPAI.
3 METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian dilakukan di rumah kaca Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, dan Laboratorium Pascapanen Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2013 sampai dengan bulan April 2014.
7 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih padi gogo 5 varietas yang berasal dari BB Padi Sukamandi dan Balitpa Muara, Ciomas – Bogor. Bahan lainnya yang digunakan ialah pupuk anorganik berupa Urea, SP-36, KCl, insektisida, fungisida dan media tanah. Alat yang digunakan adalah polibag ukuran 40 cm x 45 cm, ember (diameter permukaan 22 cm) yang didesain sebagai lisimeter sederhana, panci evaporasi dengan diameter 55 cm dan ketinggian air 40 cm, gelas ukur 500 mL dan 1 000 mL, timbangan analitik kapasitas 1 000 g dan 50 kg, Leaf Area Meter untuk mengukur indeks luas daun, SPAD untuk pengamatan nilai kehijauan daun. Metode Rancangan penelitian disusun dalam rancangan acak kelompok (RAK) dengan 2 faktor perlakuan, yaitu varietas dan interval irigasi. Varietas yang digunakan yaitu varietas Inpago 5, Batutegi, Jatiluhur, Inpago 8 dan Sarinah, sedangkan interval irigasi yang digunakan 4 taraf yaitu 3, 6, 9, dan 12 hari, sehingga terdapat 20 kombinasi perlakuan. Setiap perlakuan diulang 3 kali dan setiap satuan percobaan terdiri atas 3 wadah sehingga keseluruhan terdapat 180 wadah tanaman. Tanaman yang ditanam dalam polibag digunakan sebagai tanaman destruktif yang diamati pada saat masuk fase primordia dan fase awal berbunga berdasarkan karakteristik masing-masing varietas. Tanaman dalam wadah ember digunakan sebagai lisimeter sederhana, serta pengamatan hingga panen. Model linear untuk rancangan yang digunakan adalah: Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + δk + εijk Keterangan: Yijk µ αi βj (αβ)ij δk εijk
: Respon pengamatan dari perlakuan varietas ke-i, interval irigasi ke-j, dan ulangan ke-k : Rataan umum : Pengaruh perlakuan varietas ke-i (i: 1, 2, 3, 4, 5) : Pengaruh perlakuan interval irigasi ke-j (j: 1, 2, 3, 4) : Pengaruh interaksi perlakuan varietas ke-i dengan interval irigasi ke-j : Pengaruh ulangan ke-k (k: 1,2,3) : pengaruh galat percobaan perlakuan varietas ke-i, interval irigasi ke-j, dan ulangan ke-k
Analisis ragam dilakukan terhadap semua peubah untuk mengetahui apakah ragam disebabkan oleh perlakuan. Jika analisis ragam (uji F) menunjukkan pengaruh perlakuan nyata, maka dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) untuk membedakan antara varietas dan interval irigasi. Selain itu juga dilakukan uji korelasi antar peubah. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software SAS.
8 Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan di rumah kaca. Ember (22 L) pada bagian dasar dilubangi dengan diameter lubang 2 cm untuk menampung air perkolasi (sebagai lisimeter sederhana). Polybag (40 cm x 45 cm) dan ember (22 L) diisi dengan media tanah dengan volume media setiap wadah adalah 10 kg. Kapasitas lapang dan titik layu permanen dari tanah yang digunakan adalah 35.37% dan 22.69% bobot kering. Khusus untuk media ember pada bagian bawah diberi alas bata agar terdapat ruang untuk meletakkan penampung air perkolasi. Benih ditanam langsung sebanyak 6 benih per lubang. Penyulaman dilakukan 1 minggu setelah tanam (MST) pada tanaman yang tidak tumbuh, dan setelah 2 MST dilakukan penjarangan sehingga per media tanam terdiri atas 3 tanaman (satu rumpun). Ember tanpa tanaman juga dilakukan penyiraman sesuai dengan perlakuan interval air irigasi untuk mendapatkan nilai evaporasi. Pada awal penanaman semua satuan percobaan diari sama. Perlakuan interval irigasi dimulai pada 3 MST dengan mengembalikan tanah pada kondisi kapasitas lapang. Kelebihan air irigasi yang diberikan akan ditampung pada wadah penampung air perkolasi yang diletakkan di bawah ember. Pemupukan Urea, SP-36 dan KCl dengan dosis setara 250 kg, 100 kg dan 50 kg ha-1 1 MST, khusus pupuk Urea diberikan 2 tahap yaitu 1 MST dan 4 MST. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan sesuai dengan tingkat serangan dilapangan. Pemanenan dilakukan dengan melihat gejala kematangan gabah yang ditandai dengan gabah menguning penuh dan bulir padi telah bernas sesuai dengan kriteria masing-masing varietas. Analisis tanah untuk menentukan kapasitas lapang dan layu permanen dilakukan di Laboratorium Fisika Tanah Departemen Ilmu Tanah IPB. Pengukuran destruktif tanaman dan analisis komponen hasil dilakukan di Laboratorium Pascapanen Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pengamatan Pengamatan data dasar Berat kering tanah per pot dihitung berdasarkan berat tanah per pot masing-masing 10 kg dan pada saat yang sama ditentukan kadar air tanahnya dengan metode grafimetri yaitu 34.36 %, jadi berat kering tanah setiap pot adalah 7.46 kg. Penentuan berat kering tanah dengan rumus : KA = (BB – BK) x 100% BK Keterangan: KA = kadar air BB = berat basah BK = berat kering Kadar air kapasitas lapang adalah 35.37 % (2,54 Pf) dan titik layu permanen 22.69 % (4,2 Pf), yang ditentukan di laboratorium fisika tanah Institut Pertanian Bogor. Pengamatan evapotranspirasi Evapotranpirasi diukur berdasarkan neraca air pada lisimeter yaitu Irigasi = Evapotranspirasi + perkolasi + ΔM. ΔM merupakan perubahan kelembaban tanah nilainya sama dengan nol karena kelembaban tanah awal dan akhir sama yaitu
9 kapasitas lapang. Evaporasi diamati dari lisimeter tanpa tanaman setiap satuan percobaan. Transpirasi diperoleh dengan pengurangan evapotranspirasi dengan evaporasi. Efisiensi pemakaian air dihitung berdasarkan nisbah produksi gabah kering giling dengan nilai evapotranspirasi. Pengamatan pertumbuhan vegetatif Parameter pertumbuhan vegetatif yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah anakan dihitung tiap minggu sejak tanaman berumur 3 MST hingga 8 MST. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dari permukaan tanah hingga daun tertinggi. Jumlah daun dan jumlah anakan dihitung per rumpun dari tanaman sampel. Daun yang dihitung adalah daun yang masih hijau. Luas daun, nilai kehijauan daun dan pengamatan akar diamati pada umur tanaman fase primordia dan fase awal berbunga (tanaman destruktif). Pengamatan akar meliputi volume akar dan panjang akar. Hasil dan komponen hasil Hasil dan komponen hasil yang diamati adalah jumlah anakan produktif, dihitung sejak pembentukan malai berdasarkan jumlah anakan yang menghasilkan malai. Umur berbunga (hari), umur berbunga diamati pada saat tiap varietas menghasilkan bunga. Panjang malai (cm), diukur pada saat panen dari pangkal hingga ujung malai, jumlah bulir permalai dihitung dari 3 malai per rumpun. Bobot kering gabah per rumpun (g) ditentukan dengan menimbang total gabah di setiap rumpun setelah kering angin selama 3 hari. Bobot 100 butir (g), ditentukan dengan menimbang 100 gabah bernas dari setiap rumpun setelah dijemur 3 hari. Jumlah gabah hampa, jumlah gabah tidak terisi penuh dan jumlah gabah isi. Persen gabah hampa (%), dihitung setelah panen dengan membandingkan bobot gabah hampa terhadap berat gabah total. Pemisahan gabah hampa, gabah tidak terisi penuh dan gabah isi adalah secara manual. Bobot basah dan bobot kering tajuk dan akar tanaman (g) diamati pada saat fase primordia, fase awal berbunga dan pada saat panen. Bobot basah tajuk dan akar tanaman ditimbang pada saat panen, sedangkan bobot kering tajuk dan akar ditimbang setelah dikeringkan dalam oven pada suhu 80 0C selama 48 jam. Indeks panen ditentukan berdasarkan persamaan: Indeks Panen = Bobot kering gabah Bobot kering tajuk Fraksi air tersedia yang dapat diserap tanaman Fraksi air tersedia yang dapat diserap tanaman (f) dapat dihitung berdasarkan rumus : F = ET KL – TLP Keterangan : F = Fraksi air tersedia yang dapat diserap tanaman (%) ET = Evapotranspirasi (ml/pot) setiap interval irigasi KL = Kapasitas lapang (ml/pot) TLP = Titik layu permanen (ml/pot)
10
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian
Curah hujan (mm)
Penelitian ini dimulai pada bulan Oktober 2013 sampai April 2014, penanaman dilakukan pada 2 November 2013. Lokasi penelitian yaitu di rumah kaca University Farm Cikabayan, Dramaga Bogor. Secara umum, kondisi tanaman padi pada awal pertumbuhan baik, namun pada saat tanaman berumur 4 MST (minggu setelah tanam) mulai terlihat gejala daun mulai menggulung pada tahap awal yaitu mulai menunjukkan lipatan terutama varietas Inpago 5, Inpago 8 dan Sarinah pada perlakuan interval irigasi 12 hari. Gejala daun menggulung lebih terlihat lagi pada saat tanaman berumur 6 MST dimana hampir semua varietas menunjukkan gejala tersebut terutama pada perlakuan penyiraman dengan interval 9 dan 12 hari. Gejala daun mulai mengering mulai terlihat pada umur tanaman 6 MST setelah kejadian daun menggulung. 800
600 400 CH
200 0 Des-13
Jan-14
Feb-14
Mar-14
Bulan Gambar 1 Jumlah curah hujan di Dramaga Bogor dari bulan Desember 2013 sampai bulan Maret 2014 (Sumber : Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor) Saat tanaman berumur 10 MST terjadi serangan jamur dan pada saat tanaman berumur 15 MST terjadi serangan kutu daun dan ulat. Untuk mengatasi masalah jamur dan serangan hama dilakukan penyemprotan fungisida dan insektisida setiap minggu sejak serangan terjadi sampai umur tanaman 18 MST. Serangan hama dan penyakit terutama jamur terjadi dikarenakan selama masa penelitian merupakan musim penghujan dengan intensitas yang cukup tinggi terutama pada fase awal pertumbuhan, sehingga jamur dan hama penyakit berkembang dengan pesat (gambar 1). Hal ini sesuai dengan penelitian Hutapea (2011) yang menyatakan bahwa periodesitas timbulnya suatu hama erat hubungannya dengan periodesitas curah hujan tahunan dan perubahannya. Dalam rumah kaca, suhunya lebih tinggi dan kelembaban rendah dibandingkan suhu dan kelembaban udara di luar rumah kaca sehingga berpengaruh terhadap tumbuhnya serangan hama (Rosadi 2013). Panen dilakukan secara bertahap yaitu pada tanaman yang telah menunjukkan gabah telah menguning dan bernas atau pada tanaman yang mengalami kekeringan permanen. Panen pertama kali yang dilakukan pada penelitian ini adalah pada umur tanaman mencapai 20 MST pada
11 beberapa tanaman yang telah menunjukkan gejala gabah menguning penuh dan bulir sudah bernas. Rekapitulasi Sidik Ragam Hasil sidik ragam didapatkan hasil bahwa varietas padi dan interval irigasi memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap peubah tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah anakan (Tabel 1). Tabel 1 Rekapitulasi hasil sidik ragam tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah anakan Peubah Tinggi tanaman (cm) 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST 9 MST 10 MST 11 MST 12 MST Jumlah daun 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST 9 MST 10 MST 11 MST 12 MST Jumlah anakan 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST 9 MST 10 MST 11 MST 12 MST
Var
P>F Int
Var*Int
<.0001** <.0001** <.0001** <.0001** 0.0004** <.0001** <.0001** <.0001** <.0001** <.0001**
0.7145 0.0573 <.0001** <.0001** <.0001** <.0001** <.0001** <.0001** <.0001** <.0001**
0.3199 0.0016** 0.0005** 0.0019** 0.0878 0.2505 0.0848 0.1228 0.1104 0.3403
7.65 6.83 5.48 5.40 5.65 5.28 4.37 4.77 4.73 4.30
2.60 3.22 3.36 3.81 4.64 4.85 4.53 5.17 5.33 4.90
<.0001** <.0001** <.0001** <.0001** <.0001** <.0001** <.0001** <.0001** <.0001** <.0001**
0.1027 0.1024 <.0001** <.0001** <.0001** <.0001** <.0001** <.0001** <.0001** <.0001**
0.5524 0.0646 0.0045** 0.0033** 0.0065** 0.0467* 0.0258* 0.0619 0.0227* 0.1101
7.88 11.22 11.42 10.86 12.75 14.26 13.40 12.99 12.66 15.74
0.94 1.97 2.76 3.41 5.03 6.85 7.75 8.47 8.94 11.20
0.0933 <.0001** <.0001** <.0001** <.0001** <.0001** <.0001** <.0001** <.0001** <.0001**
0.4234 0.1505 <.0001** <.0001** <.0001** <.0001** <.0001** <.0001** <.0001** <.0001**
0.0363* 0.1763 0.0131* 0.0554 0.0029** 0.0135* 0.0196* 0.0177* 0.0268* 0.1741
7.03 18.05 14.66 16.58 14.01 17.67 15.29 14.50 14.60 17.18
0.22 0.77 0.80 1.15 1.23 1.76 1.92 1.94 1.96 2.30
KK
√MSE
Keterangan : (Var) = varietas padi; (Int) = interval irigasi; (Var*Int) = interaksi varietas padi dengan interval irigasi; (KK) = koefisien keragaman; (√MSE) = root MSE; (MST) = minggu setelah tanam; (P<0,05) = * nyata; (P<0,01) = ** sangat nyata
12 Varietas padi dan interval irigasi juga berpengaruh terhadap luas daun, volume akar, berat kering akar, berat kering tajuk, jumlah anakan produktif, umur berbunga, nilai kehijauan daun, jumlah gabah hampa, jumlah gabah per malai, persentase gabah isi, persentase gabah hampa, bobot 100 butir, dan bobot gabah kering per rumpun (Tabel 2). Selain itu, varietas padi memberikan pengaruh nyata terhadap peubah panjang akar, sedangkan interval irigasi memberikan pengaruh sangat nyata terhadap panjang malai dan jumlah gabah isi, gabah kering per ha, indeks panen, dan efisiensi pemakaian air. Hal ini mengindikasikan bahwa selain faktor genetik padi, pengaruh lingkungan memiliki andil yang sangat besar terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman. Tabel 2 Rekapitulasi hasil sidik ragam fase vegetatif dan generatif Peubah Fase primordia Luas daun (cm2) Panjang akar (cm) Volume akar (ml) Berat kering akar (g) Berat kering tajuk (g) Fase awal berbunga Luas daun (cm2) Panjang akar (cm) Volume akar (ml) Berat kering akar (g) Berat kering tajuk (g) Panen Jumlah anakan produktif Umur berbunga (hari) Nilai kehijauan daun Panjang malai (cm) Jumlah gabah isi Jumlah gabah tidak terisi penuh Jumlah gabah hampa Jumlah gabah malai-1 Persentase gabah isi (%) Persentase gabah tidak terisi penuh (%) Persentase gabah hampa (%) Bobot 100 butir (g) Bobot gabah kering rumpun-1 Hasil gabah kering ha-1 Berat kering akar (g) Berat kering tajuk (g) Indeks panen Efisiensi pemakaian air
Var
P>F Int
0.0003** 0.5052 0.0184* 0.0010** <.0001**
0.0011** 0.4147 0.0076** 0.0053** <.0001**
0.7286 0.9541 0.5386 0.2316 0.1215
19.90(1) 20.34 20.28(1) 18.25(1) 14.48(1)
5.66 8.43 1.08 0.38 0.35
0.0876 0.0269* 0.1202 0.0211* 0.4814
<.0001** 0.1807 <.0001** <.0001** <.0001**
0.2768 0.0031** 0.1443 0.9738 0.6989
20.08 9.14 24.79 19.11(1) 18.02
443.24 3.90 14.85 0.71 5.13
0.0037** <.0001** 0.0154* 0.3609 0.0712
<.0001** <.0001** 0.0003** 0.2925 <.0001**
0.7664 0.9008 0.0820 0.0428* 0.6865
13.33(1) 5.00 6.19 9.07 15.06(2)
0.43 5.08 2.49 2.11 0.36
0.1092 <.0001** <.0001** 0.0308*
<.0001** <.0001** <.0001** <.0001**
0.0600 0.0007** 0.0895 0.1775
12.70(2) 15.23(1) 13.26(1) 10.98(2)
0.21 1.38 1.45 0.25
0.4807 0.0014** <.0001** 0.0445* 0.1142 0.0726 0.2156 0.1264 0.1208
0.6945 <.0001** 0.0009** <.0001** <.0001** <.0001** <.0001** <.0001** <.0001**
0.1647 0.1412 0.0344* 0.9099 0.8832 0.2610 0.2134 0.8497 0.9449
13.76(2) 18.04 5.15 9.82(2) 18.79(1) 12.68(1) 15.44 9.80(1) 8.18(1)
0.22 13.47 0.13 0.18 0.25 0.53 4.70 0.08 0.07
Var*Int
KK
√MSE
Keterangan : (Var) = varietas padi; (Int) = interval irigasi; (Var*Int) = interaksi varietas padi dengan interval irigasi; (KK) = koefisien keragaman; (√MSE) = root MSE; (MST) = minggu setelah tanam; (P<0,05) = * nyata; (P<0,01) = ** sangat nyata; (1) = hasil transformasi √x+0,5; (2) = hasil transformasi dua kali
13 Pengaruh interaksi antara varietas padi dan interval irigasi juga sangat nyata terhadap peubah tinggi tanaman pada umur tanaman 4, 5, 6 MST, jumlah daun pada umur tanaman 5, 6, 7 MST, jumlah anakan pada umur tanaman 7 MST (Tabel 1), panjang akar (fase awal berbunga) dan jumlah gabah hampa (Tabel 2). Interaksi antara varietas padi dan interval irigasi memberikan pengaruh nyata terhadap peubah jumlah daun pada umur tanaman 8, 9, 11 MST, jumlah anakan pada umur tanaman 3, 5, 8, 9, 10, 11 MST (Tabel 1), panjang malai dan bobot 100 butir (Tabel 2). Karakter Morfologi, Fisiologi dan Agronomi Padi Gogo Hemat Air Nilai korelasi antara peubah efisiensi penggunaan air (EPA) dengan peubah lainnya yang diamati secara umum menunjukkan korelasi secara langsung dan tidak langsung, baik bernilai positif maupun negatif (gambar 2). Korelasi Langsung
Korelasi tidak langsung
Keterangan: (1) = Fase primordia (destruktif 1); (2) = Fase inisisasi bunga (destruktif 2); (3) = Panen
Gambar 2 Diagram jalur keterkaitan karakter morfologi, agronomi dan fisiologi dengan EPA
14 Nilai positif menunjukkan bahwa peningkatan nilai efisiensi pemakaian air akan meningkatkan nilai peubah-peubah tersebut, sedangkan korelasi yang bernilai negatif berarti dengan peningkatan nilai efisiensi pemakaian air akan menurunkan nilai peubah-peubah tersebut. Berdasarkan hasil analisis korelasi yang telah dilakukan didapat hasil bahwa peubah yang memiliki korelasi bernilai negatif adalah luas daun dan waktu berbunga, sedangkan peubah lainnya menunjukkan korelasi yang bernilai positif. Hasil analisis korelasi juga menunjukkan bahwa terdapat peubah-peubah yang memiliki nilai keeratan yang tinggi terhadap efisiensi pemakaian air yang dapat dilihat dari besar nilai korelasinya. Secara berurutan peubah yang memiliki nilai korelasi yang tinggi yaitu berat kering gabah per rumpun, jumlah gabah isi, bobot 100 butir, evapotranspirasi, waktu berbunga, berat kering tajuk, volume akar, dan jumlah gabah per malai. Sedangkan peubah-peubah lainnya walaupun memiliki korelasi terhadap efisiensi pemakaian air namun nilainya tidak terlalu besar yang berarti bahwa nilai keeratannya lebih kecil. Berdasarkan karakter morfologi terlihat bahwa meningkatnya nilai efisiensi pemakaian air akan meningkatkan tinggi tanaman, volume akar, panjang akar dan panjang malai serta menurunkan nilai luas daun. Berdasarkan karakter agronomi nilai efisiensi pemakaian air ditunjukkan oleh jumlah daun dan jumlah anakan yang banyak, berat kering brangkasan lebih berat, jumlah gabah per malai banyak, bobot gabah 100 butir dan bobot gabah kering per rumpun lebih berat. Karakter fisiologi yang menunjukan efisiensi pemakaian air yaitu evapotranspirasi yang tinggi, mempercepat waktu berbunga dan daun lebih hijau. Penelitian Sulistyono et al. (2005) menunjukkan efisiensi pemakaian air biologis berkorelasi positif dengan jumlah gabah bernas, bobot gabah bernas, bobot kering akar, bobot kering tajuk, jumlah anakan, jumlah biji per malai lebar daun bendera dan jumlah daun. Tinggi Tanaman, Jumlah Daun dan Jumlah Anakan Varietas Batutegi memiliki tanaman lebih tinggi dibandingkan varietas yang lain (Gambar 3a), walaupun pada awal pertumbuhannya paling rendah namun setelah umur tanaman mencapai 9 MST tinggi tanaman varietas Batutegi melebihi varietas yang lainnya. Varietas Batutegi memiliki tinggi yang relatif stabil dibandingkan varietas lainnya yaitu 129.54 cm, yaitu berdasarkan deskripsi varietas padi gogo yang dikeluarkan oleh BB Padi Sukamandi varietas Batutegi memiliki tinggi berkisar 120 – 128 cm. Varietas lainnya mengalami penurunan tinggi tanaman yang diduga akibat keterbatasan air berdasarkan perlakuan interval irigasi. Varietas Batutegi memiliki jumlah daun yang lebih sedikit dibandingkan dengan varietas lainnya. Jumlah daun dan jumlah anakan terbanyak adalah pada varietas Sarinah (Gambar 3b dan 3c). Hal ini sesuai dengan deskripsi varietas yang dikeluarkan oleh BB Padi Sukamandi, varietas Sarinah memiliki jumlah anakan produktif mencapai 15 – 20 batang, sedangkan varietas lainnya hanya berrkisar 8 – 14 batang. Hasil penelitian Rahardian (2013) dan Soverda et al. (2009) perlakuan kadar air berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, berat kering tanaman dan produktivitasnya.
15 A
B
C
Gambar 3 Pengaruh varietas padi terhadap (a) tinggi tanaman, (b) jumlah daun dan (c) jumlah anakan
Fase Vegetatif dan Fase Generatif Terdapat perbedaan nyata pengaruh varietas padi dan interval irigasi pada saat umur tanaman memasuki fase primordia terhadap luas daun, volume akar, berat kering akar dan berat kering tajuk (Tabel 3). Saat umur tanaman padi memasuki fase awal berbunga, varietas padi memberikan pengaruh nyata terhadap luas daun, panjang akar dan berat kering akar sedangkan interval irigasi berpengaruh pada semua peubah yang diamati kecuali pada panjang akar (Tabel 4). Interaksi antara varietas padi dan interval irigasi berpengaruh nyata terhadap panjang akar pada fase awal berbunga (Tabel 5). Pada fase primordia, varietas Batutegi dan Jatiluhur memiliki luas daun yang tersempit, dan berat kering tajuk terkecil. Sedangkan varietas Inpago 8 memiliki nilai terbesar pada volume akar yang tidak berbeda nyata dengan varietas Sarinah. Peubah panjang akar menunjukkan hasil yang tidak nyata baik pada perlakuan varietas padi maupun interval irigasi. Pengaruh interval irigasi terhadap peubah luas daun, volume akar, berat kering akar dan berat kering tajuk menunjukkan hasil yang nyata, bahwa dengan interval irigasi yang semakin sering akan semakin meningkatkan nilai peubah-peubah tersebut. Cekaman kekeringan pada fase vegetatif dapat menurunkan tinggi tanaman, bobot kering akar, dan tajuk (Sunaryono 2002). Berdasarkan Tabel 4 yaitu pada saat umur tanaman memasuki fase awal berbunga, pengaruh varietas padi terhadap volume akar dan berat kering tajuk tidak menunjukkan hasil yang nyata. Luas daun tersempit ditunjukkan oleh varietas Batutegi, Inpago 5 dan Sarinah. Akar terpanjang ditunjukkan oleh varietas Batutegi, Inpago 5 dan Jatiluhur, sedangkan berat kering akar terberat ditunjukkan oleh varietas Jatiluhur dan Inpago 8. Interval irigasi berpengaruh nyata terhadap luas daun, volume akar dan berat brangkasan, dengan semakin
16 lamanya interval irigasi yang diberikan maka luas daun semakin menyempit, volume akar berkurang dan berat brangkasan menjadi ringan. Hasil penelitian Nazirah (2008) menunjukkan semakin lamanya interval pemberian air dapat menurunkan luas daun tanaman, dan sejalan dengan bertambahnya umur tanaman luas daun akan meningkat. Menurut Sheriff dan Muchow (1992) bila terjadi cekaman lengas sering kali terjadi penurunan luas daun yang biasanya akan mengurangi kehilangan air dan menunda permulaan kekurangan air yang lebih berat. Pertumbuhan tanaman dapat diukur melalui berat kering dan laju pertumbuhan relatifnya. Berat kering dapat menunjukkan produktivitas tanaman karena 90% hasil fotosintesis terdapat dalam bentuk berat kering (Gardner et al. 1991). Tabel 3 Luas daun, panjang akar, volume akar, berat kering akar, berat kering tajuk 5 varietas padi gogo dengan interval irigasi yang berbeda pada fase primordia Perlakuan Varietas Inpago 5 Batutegi Jatiluhur Inpago 8 Sarinah Interval Irigasi 3 hari 6 hari 9 hari 12 hari
Panjang akar (cm)
Volume akar (mL)
Berat kering akar (g)
Berat kering tajuk (g)
1 091.97a 513.06b 744.90b 966.66a 977.06a
43.11a 44.33a 39.45a 41.04a 39.25a
7.50b 24.17b 25.50b 40.00a 32.08ab
4.62a 2.14b 4.61a 4.58a 3.87a
6.75a 3.44b 4.27b 7.07a 7.61a
1 137.11a 954.62ab 735.06bc 608.12c
42.37a 39.69a 44.03a 39.65a
38.00a 33.07ab 26.33b 22.00c
4.86a 4.63a 3.65ab 2.71b
8.15a 6.54b 4.73c 3.88c
Luas daun (cm)
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada α 5%
Tabel 4 Luas daun, panjang akar, volume akar, berat kering akar, berat kering tajuk 5 varietas padi gogo dengan interval irigasi yang berbeda pada fase awal berbunga Perlakuan Varietas Inpago 5 Batutegi Jatiluhur Inpago 8 Sarinah Interval Irigasi 3 hari 6 hari 9 hari 12 hari
Luas daun (cm)
Panjang akar (cm)
Volume akar (mL)
Berat kering akar (g)
Berat kering tajuk (g)
2 182.60ab 1 891.40b 2 357.30a 2 340.20a 2 265.40ab
43.59ab 45.08a 43.32ab 41.13b 40.18b
53.33a 57.92a 66.25a 66.25a 55.83a
11.63b 11.67b 18.51a 16.80ab 12.24b
26.34a 28.34a 28.97a 28.57a 30.19a
3 245.30a 2 360.30b 2 081.70b 1 142.20c
44.54a 41.84a 42.60a 41.66a
87.00a 58.67b 54.00b 40.00c
20.61a 13.75b 12.85b 9.47c
40.88a 30.01b 25.39c 17.64d
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada α 5%
17 Pengaruh interaksi antara varietas padi dan interval irigasi pada fase primordia tidak menunjukkan nilai yang nyata, namun pada fase awal berbunga interaksi menunjukkan hasil yang nyata pada peubah panjang akar (Tabel 5). Pada fase awal berbunga pengaruh interaksi varietas padi dan interval irigasi terhadap panjang akar, nilai terbesar dihasilkan varietas Batutegi pada interval irigasi 3 hari. Tabel 5 Pengaruh interaksi 5 varietas padi gogo dengan interval irigasi yang berbeda terhadap panjang akar (fase awal berbunga) Interval Irigasi
3 hari 6 hari 9 hari 12 hari
Inpago 5
42.67bc 43.07bc 45.30b 43.33bc
Batutegi
55.77a 45.80b 40.17bc 38.60bc
Varietas Jatiluhur Panjang akar ------- cm -----45.33b 41.27bc 43.73bc 42.93bc
Inpago 8
42.17bc 40.20bc 41.37bc 40.77bc
Sarinah
36.77c 38.87bc 42.43bc 42.67bc
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada α 5%
Hasil dan Komponen Hasil Varietas padi berpengaruh terhadap umur berbunga, nilai kehijauan daun, jumlah anakan produktif, panjang malai, dan berat kering akar (Tabel 6). Varietas Batutegi dan Sarinah memiliki umur berbunga yang lebih panjang dibandingkan dengan varietas lainnya. Sedangkan pada interval irigasi terlihat bahwa dengan semakin seringnya interval irigasi maka akan mempercepat waktu berbunga. Fase berbunga diatur oleh gen dan faktor lingkungan. Cahaya (fotoperiode dan kualitas cahaya) dan suhu merupakan faktor pengatur utama pada fase pembungaan tanaman (Rahayu 2013). Sejalan dengan penelitian Sabaruddin et al. (2011) interval waktu penyiraman berpengaruh nyata terhadap umur berbunga, dimana tanaman kacang hijau dengan interval penyiraman 6 hari memiliki umur berbunga yang lebih panjang dibandingkan dengan interval penyiraman 2 hari dan tidak berbeda nyata dengan interval penyiraman 4 hari. Pengaruh varietas padi terhadap nilai kehijauan daun sangat nyata terlihat hasilnya pada varietas Inpago 5, dimana varietas ini memiliki nilai kehijauan daun yang tertinggi. Menurut Gunasih dan Daradjat (2007) karakter warna hijau daun setelah inisiasi bunga berkorelasi positif sangat nyata dengan hasil. Lebih lanjut dijelaskan bahwa hal tersebut mempertegas perlunya keberadaan daun hijau yang luas pada fase setelah anthesis agar proses fotosintesis mampu secara optimal menunjang proses pengisian biji. Pada peubah jumlah anakan produktif varietas Batutegi memberi hasil yang paling sedikit dibandingkan varietas lainnya. Namun untuk varietas dengan jumlah anakan yang sedikit belum tentu menghasilkan gabah yang sedikit, berdasarkan hasil penelitian Munarso (2011) varietas-varietas yang memiliki jumlah anakan sedikit menghasilkan persentase gabah isi lebih banyak. Varietas padi memberikan pengaruh yang nyata terhadap panjang malai dimana panjang malai terpendek dihasilkan varietas Sarinah, Inpago 5 dan Jatiluhur. Untuk berat
18 kering akar hasil terbesar ditunjukkan oleh varietas Sarinah, Batutegi dan Inpago 8. Sedangkan varietas padi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap berat kering tajuk. Interval irigasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai kehijauan daun, jumlah anakan produktif, panjang malai, berat kering akar dan berat kering tajuk (Tabel 6). Interval irigasi 3 hari meningkatkan nilai kehijauan daun dan memperpanjang malai. Sedangkan untuk peubah jumlah anakan produktif, berat kering akar dan berat kering tajuk pada interval irigasi 6 hari tidak berbeda nyata hasilnya dengan interval irigasi 3 hari. Sejalan dengan penelitian Solichatun et al. (2005) pada tanaman ginseng jawa terlihat bahwa ketersediaan air pada kondisi 80% kapasitas lapang menunjukkan hasil berat kering yang lebih tinggi dibandingkan dengan ketersediaan air pada kondisi rendah ataupun pada kondisi 100%. Pada kondisi ketersediaan air rendah akan menurunkan tekanan turgor sel yang menyebabkan menurunnya kemampuan sel untuk membentang, dan akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Sedangkan ketersediaan air pada 100% kapasitas lapang menyebabkan tanah menjadi jenuh air dan diduga mengakibatkan sulitnya akar tanaman menyerap air dan hara karena kondisi tersebut mendekati anaerob. Berbeda dengan penelitian Nurhayati (2009) pada tanaman kedelai, pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai tertinggi diperoleh pada kandungan air 100% kapasitas lapang dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Tabel 6 Umur berbunga, nilai kehijauan daun, jumlah anakan produktif, panjang malai, berat kering akar, berat kering tajuk 5 varietas padi gogo dengan interval irigasi yang berbeda Perlakuan Varietas Inpago 5 Batutegi Jatiluhur Inpago 8 Sarinah Interval Irigasi 3 hari 6 hari 9 hari 12 hari
Umur berbunga (hari)
Nilai kehijauan daun
Jumlah anakan produktif
Panjang malai (cm)
Berat kering akar (g)
Berat kering tajuk (g)
96.25c 108.67a 96.00c 101.83b 104.92ab
42.64a 39.96b 39.26b 39.88b 39.61b
10.25a 7.67b 11.00a 10.33a 12.75a
22.97ab 24.15a 23.03ab 23.94a 21.98b
16.35b 16.66ab 16.09b 17.76ab 20.99a
29.87a 31.22a 27.78a 31.46a 31.91a
93.53d 98.33c 102.13b 112.13a
42.40a 40.22b 40.49b 37.97c
12.80a 12.20a 8.40b 8.20b
25.74a 23.70b 23.11b 20.30c
21.56a 23.97a 12.89b 11.86b
39.07a 35.78a 25.16b 21.78b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada α 5%
Pengaruh varietas padi terhadap hasil pada penelitian ini terlihat bahwa jumlah gabah tidak terisi penuh, jumlah gabah hampa dan jumlah gabah per malai menunjukkan hasil yang berbeda nyata (Tabel 7). Berdasarkan peubah-peubah tersebut varietas Batutegi memiliki jumlah gabah per malai juga jumlah gabah hampa terbanyak, walaupun pada jumlah gabah isi tidak berbeda dengan varietas lainnya. Menurut Munarso (2011) jumlah gabah per malai dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain banyaknya malai, diferensia bulir selama antesis, efisiensi pembuahan, percabangan malai, intensitas radiasi surya dan eksersi malai.
19 Interval irigasi bepengaruh nyata terhadap peubah jumlah gabah isi, jumlah gabah tidak terisi penuh, jumlah gabah hampa dan jumlah gabah per malai. Semakin lamanya interval irigasi maka semakin menurunkan hasil baik pada jumlah gabah isi maupun jumlah gabah per malai, serta meningkatkan jumlah gabah hampa. Tabel 7 Jumlah gabah isi, jumlah gabah tidak terisi penuh, jumlah gabah hampa, jumlah gabah per malai 5 varietas padi gogo dengan interval irigasi yang berbeda Perlakuan Varietas Inpago 5 Batutegi Jatiluhur Inpago 8 Sarinah Interval Irigasi 3 hari 6 hari 9 hari 12 hari
Jumlah gabah isi
Jumlah gabah tidak terisi penuh
Jumlah gabah hampa
Jumlah gabah per malai
48.0a 57.3a 39.6a 44.4a 28.0a
3.0c 10.2a 7.5ab 4.8bc 2.8c
65.8b 152.0a 73.3b 74.7b 73.8b
107.6b 195.2a 116.4b 111.4b 93.7b
91.3a 33.8a 9.0b 6.0b
7.1a 4.8ab 6.2ab 2.5b
67.3c 89.4b 115.3a 79.6b
165.3a 126.9b 123.8b 83.6c
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada α 5%
Berdasarkan perhitungan persentase hasil gabah (Tabel 8) terlihat bahwa pada persentase gabah isi varietas Inpago 5 memiliki nilai tertinggi walaupun tidak berbeda dengan varietas lainnya kecuali dengan varietas Sarinah. Persentase gabah hampa terkecil diperlihatkan oleh varietas Inpago 5 dan Jatiluhur serta tidak berbeda nyata dengan Inpago 8. Pada peubah bobot 100 butir varietas Inpago 5 juga menunjukkan nilai terbesar dan tidak berbeda nyata dengan varietas Sarinah. Persentase gabah tidak terisi penuh tidak menunjukkan hasil yang berbeda baik pada perlakuan varietas maupun interval irigasi. Interval irigasi berpengaruh nyata terhadap persentase gabah isi, persentase gabah hampa dan bobot 100 butir. Semakin lama interval irigasi akan menurunkan nilai persentase gabah isi dan bobot 100 butir serta meningkatkan nilai gabah hampa. Pada interval 12 hari untuk bobot 100 butir tidak didapatkan data, yang mungkin disebabkan pada saat pengisian gabah tanaman mengalami kekeringan sehingga terjadi gangguan pengisian gabah yang menyebabkan gabah tidak terisi penuh atau menjadi hampa. Defisit air dapat menyebabkan serbuk sari menjadi steril (Kettlewell et al. 2010), dan biji tanaman menjadi gugur (Rajala et al. 2009). Varietas padi dan interval irigasi memberikan pengaruh nyata terhadap bobot gabah kering per rumpun, indeks panen, dan efisiensi pemakaian air. Semua varietas memiliki bobot gabah kering per rumpun, indeks panen, dan efisiensi pemakaian air yang sama besar kecuali varietas Sarinah. Perlakuan interval irigasi 3 hari menghasilkan bobot gabah kering per rumpun, indeks panen, dan efisiensi pemakaian air tertinggi dan semakin menurun seiring lamanya interval irigasi yang diberikan (Tabel 9). Dias de Oliveira et al. (2013) mendapatkan kekeringan mengakibatkan menurunnya produksi hasil dari biji-bijian. Cekaman air akan meningkatkan efektifitas penggunaan air walaupun sedikit mengurangi hasil
20 (Yechun et al. 2012). Pot yang digunakan dalam percobaan menciptakan lingkungan perakaran yang dipengaruhi oleh volume tanah yang terbatas yang dapat mempengaruhi proses fisiologis termasuk transpirasi dan pertumbuhan tanaman (Wu et al. 2010b). Tabel 8 Persentase gabah isi, persentase gabah tidak terisi penuh, persentase gabah hampa, bobot 100 butir 5 varietas padi gogo dengan interval irigasi yang berbeda Persentase Persentase Persentase Bobot 100 Perlakuan
Varietas Inpago 5 Batutegi Jatiluhur Inpago 8 Sarinah Interval Irigasi 3 hari 6 hari 9 hari 12 hari
gabah isi (%)
gabah tidak terisi penuh (%)
gabah hampa (%)
37.00a 20.22ab 27.73ab 32.67ab 20.88b
2.63a 4.17a 6.64a 4.22a 3.00a
64.33c 83.00ab 68.33c 72.33bc 85.25a
2.80a 2.18c 2.22c 2.53b 2.62ab
54.67a 28.47b 6.56c 5.44c
4.07a 4.00a 6.75a 2.75a
41.67c 68.53b 92.40a 96.00a
2.59a 2.39a 2.09b dtu
butir (g)
Keterangan : dtu = data tidak diukur. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada α 5%
Tabel 9 Indeks panen, bobot gabah kering per rumpun dan efisiensi penggunaan air 5 varietas padi gogo dengan interval irigasi yang berbeda Perlakuan Varietas Inpago 5 Batutegi Jatiluhur Inpago 8 Sarinah Interval Irigasi 3 hari 6 hari 9 hari 12 hari
Bobot gabah kering per rumpun (g)
Indeks Panen
Efisiensi Pemakaian Air
11.04a 9.17ab 10.04ab 9.48ab 6.10b
0.32a 0.26ab 0.34a 0.28ab 0.18b
0.30a 0.26ab 0.28ab 0.25ab 0.17b
21.20a 9.58b 3.70c 2.20d
0.57a 0.28b 0.15c 0.10c
0.48a 0.28b 0.15c 0.10c
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada α 5%
Pengaruh interaksi antara varietas padi dan interval irigasi nyata terhadap jumlah gabah hampa, panjang malai dan bobot 100 butir (Tabel 10). Semua varietas menghasikan gabah hampa yang semakin banyak seiring dengan semakin lamanya interval irigasi yang diberikan, namun varietas Inpago 5 dan Jatiluhur menghasikan gabah hampa paling sedikit dibandingkan dengan varietas lainnya pada interval irigasi 3 hari maupun 6 hari. Panjang malai dari semua varietas
21 menunjukkan hasil yang hampir sama, hanya pada interval irigasi 12 hari varietas Batutegi menunjukkan malai terpendek, walaupun tidak berbeda nyata dengan varietas Jatiluhur dan Sarinah. Varietas padi pada interval irigasi 3 dan 6 hari menunjukkan bobot 100 butir yang tidak berbeda nyata kecuali pada varietas Batutegi yang menunjukkan penurunan bobot pada interval irigasi 6 hari dibandingkan pada interval irigasi 3 hari. Varietas Inpago 8 masih mampu menghasilkan bobot gabah 100 butir pada interval irigasi 9 hari, sedangkan varietas lainnya tidak dapat menghasilkan data. Menurut Mapegau (2006) interaksi antara kultivar dengan tingkat cekaman air secara nyata mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman. Tabel 10 Pengaruh interaksi 5 varietas padi gogo dengan interval irigasi yang berbeda terhadap jumlah gabah hampa, panjang malai dan bobot 100 butir Interval Irigasi
Inpago 5
3 hari 6 hari 9 hari 12 hari
36.0h 43.0fgh 95.0cde 89.0cdef
Varietas Jatiluhur Inpago 8 Jumlah gabah hampa 137.3bc 35.7h 40.0gh 176.0ab 63.7defgh 89.0cdef 209.3a 105.3cd 84.0cdefg 85.3cdef 88.3cdefg 85.7cdefg
3 hari 6 hari 9 hari 12 hari
24.72abcd 22.11cdef 22.64bcde 22.42bcde
27.31a 25.28abcd 26.00abc 18.00g
Panjang malai (cm) 26.44ab 25.67abcd 22.11cdef 25.56abcd 23.28abcde 22.11cdef 20.28efg 22.41bcde
24.56abcd 23.44abcde 21.53defg 18.39fg
3 hari 6 hari 9 hari 12 hari
2.87a 2.72ab dtu dtu
2.39cde 1.88f dtu dtu
Bobot 100 butir (g) 2.33de 2.68abc 2.11ef 2.54bcd dtu 2.09ef dtu dtu
2.54bcd 2.72ab dtu dtu
Batutegi
Sarinah 87.3cdef 75.3defg 82.7defg 49.7efgh
Keterangan : dtu = data tidak diukur. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada α 5%
Kebutuhan Air Tanaman dan Fraksi Air Tersedia yang Diserap Tanaman Varietas Batutegi pada fase primordia menunjukkan evapotranspirasi yang lebih rendah, namun pada saat panen menunjukkan hasil yang terbaik dan tidak berbeda nyata dengan varietas Inpago 8 dan Sarinah. Fraksi air tersedia pada semua varietas tidak menunjukkan nilai yang berbeda, dan varietas Batutegi pada fase primordia menunjukkan nilai fraksi air tersedia terendah. Varietas Sarinah memiliki hasil gabah per ha terkecil dibandingkan dengan varietas lainnya (Tabel 11). Pengaruh interval irigasi terhadap peubah evapotranspirasi dan konversi gabah per ha menunjukkan nilai yang berbeda nyata. Interval irigasi 3 hari memberikan nilai yang terbaik dan menurun nilainya seiring berkurangnya interval irigasi. Menurut Sulistyono et al. (2005), pada kondisi defisit air,
22 produksi berbanding lurus dengan penurunan evapotranspirasi. Hasil tersebut berbanding terbalik dengan peubah fraksi air yang dapat diserap oleh tanaman, pada interval irigasi 3 hari menunjukkan nilai yang terendah dan semakin bertambah dengan semakin lamanya interval irigasi yang diberikan. Tabel 11 Evapotranspirasi, fraksi air yang dapat diserap tanaman dan konversi gabah per ha 5 varietas padi gogo dengan interval irigasi yang berbeda Fase-1
Fase-2
FAT (%) Fase-3 Fase-1
6.32a 5.30b 5.99a 5.97a 5.92a
7.58a 7.10a 7.61a 7.44a 7.49a
7.11b 7.65a 7.09b 7.39ab 7.36ab
6.92a 6.71a 5.22b 4.74c 3.10
11.38a 7.87b 5.74c 4.79d 1.78
5.38 5.28 4.79 4.54
3.29 3.01 3.04 2.97
ET Perlakuan Varietas Inpago 5 Batutegi Jatiluhur Inpago 8 Sarinah Interval Irigasi 3 hari 6 hari 9 hari 12 hari Eo (mm/hr) E (mm/hr) 3 hari 6 hari 9 hari 12 hari
ET
FAT (%) Fase-2
FAT (%) Fase-3
Konversi gabah per Ha (ton)
191.34a 184.58a 193.70a 190.77a 195.71a
183.31a 193.84a 180.46a 190.37a 187.96a
1.77a 1.47ab 1.61ab 1.52ab 0.98b
10.57a 83.36d 137.14d 8.15b 161.63c 189.59c 5.57c 188.62b 207.33b 4.97d 230.82a 230.82a 2.36
116.65c 194.68b 198.10b 139.32a
3.39a 1.53b 0.59c 0.35c
ET
(mm/hr) (mm/hr) (mm/hr)
172.95a 150.21b 167.73a 167.64a 168.96a
4.31 4.00 3.53 3.73
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada α 5%. (ET) = Evapotranspirasi; (FAT) = Fraksi air yang dapat diserap tanaman; (Fase-1) = Fase primordia; (Fase-2) = Fase inisiasi berbunga; (Fase-3) = panen; Eo = Evaporasi panci; E = Evaporasi tanah terbuka
Produksi pada perlakuan interval irigasi 3 hari sebesar 3.39 ton ha -1 dengan fraksi air tersedia yang dapat diserap pada fase primordia, fase inisiasi berbunga, dan panen pada interval irigasi tersebut masing-masing adalah 83.36%, 137.14%, dan 116.65%. Fraksi air tersedia yang dapat diserap tanaman menunjukkan jumlah air yang dapat diserap oleh tanaman yang dinyatakan dalam persen (%) dari air tersedia yang menyebabkan tidak terjadi penurunan produksi. Parameter ini diperlukan untuk menghitung interval irigasi bersama dengan parameter lain seperti kedalaman akar, kapasitas lapang, titik layu permanen, dan evapotranspirasi (Allen et al., 1998). Penelitian Wang et al. (2014) memperlihatkan penurunan efektifitas penggunaan air pada tanaman berbanding lurus dengan penurunan produksi padi.
23
5 SIMPULAN 1.
2.
3.
Karakter morfologi dan fisiologi padi gogo yang memiliki efisiensi pemakaian air yang tinggi adalah tanaman lebih tinggi, malai lebih panjang, volume akar lebih besar, daun lebih sempit, evapotranspirasi lebih tinggi, waktu berbunga lebih cepat, daun lebih hijau, jumlah daun dan jumlah anakan lebih banyak, berat kering brangkasan lebih berat, jumlah gabah lebih banyak, bobot 100 butir dan bobot gabah kering lebih berat. Interaksi varietas padi dan interval irigasi berpengaruh nyata terhadap panjang akar, jumlah gabah hampa, jumlah gabah per malai, panjang malai dan bobot 100 butir. Fraksi air tersedia yang diserap pada fase primordia, fase inisiasi bunga dan panen untuk menghasilkan gabah kering 3.39 ton ha -1 masing-masing adalah 83.36%, 137.14% dan 116.65%. Produktivitas masing-masing varietas pada interval irigasi 3 hari adalah 3.80 ton ha-1 (Inpago 5), 3.27 ton ha -1 (Batutegi), 3.86 ton ha -1 (Jatiluhur), 3.91 ton ha-1 (Inpago 8) dan 2.12 ton ha -1 (Sarinah).
DAFTAR PUSTAKA Al-Kaisi MM, Broner I. 2009. Crop water use and growth stages. Fact sheet No. 4 715 crop series-irrigation. Colorado State University. Allen RG, Pereira LS, Raes D, Smith M. 1998. Crop Evapotranspiration – FAO Irrigation and Drainage. Rome. Paper 56. Ati AS, Iyada AD, Najim SM. 2012. Water use efficiency of potato (Solanum tuberosum L.) under different irrigation methods and potassium fertilizer rates. Annals of Agricultural Science. 57(2) 99-103. Badan Litbang Pertanian. 2013. Prospek pertanian lahan kering dalam mendukung ketahanan pangan. Kementerian Pertanian. Blum A. 2009. Effective use of water (EUW) and not water-use efficiency (WUE) is the target of crop yield improvement under drought stress. Field Crop Research volume 112. Halaman 119-123. Bouman BAM, Humphreys E, Tuong TP, Barker R. 2007. Rice and Water. Advances in Agronomy. 92:187-237. DOI: 10.1016/S0065-2113(04)92004-4. Boutfiras M. 2007. Physiological traits in relation to water use efficiency case study of cereals. Dalam: Bari A. Scientific editor. Assesment of Plant Genetic Resources for Water-Use-Efficiency (WUE): Managing Water Scarcity. Proceedings of the Bioversity International/INRA/ IDRC/ AARINENA. Bioversity International. Rome. Page 41-44. Budi DS, Kartaatmadja S. 2002. Efisiensi penggunaan air dan hubungannya dengan produktivitas padi sawah di wilayah layanan irigasi waduk Pondok, Ngawi. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 21 No.1. Dalal RC, Strong WM, Cooper JE, King AJ. 2011. Relationship between water use and nitrogen use efficiency discerned by 13C discrimination and 15N isotope
24 ratio in bread wheat grown under no-till. Soil and Tillage Research. 128(2013)1 10-118. De Datta SK. 1981. Principle and Practice of Rice Production. New York. John Willey and Sons. Singapore.618p. Dias de Oliveira E, Bramley H, Siddique KHM, Henty S, Berger J, Palta JA. 2013. Can elevated CO2 combined with high temperature ameliorate the effect of terminal drought in wheat Funch. Plant Biol. 40:160-171. [FAO] Food and Agriculture Organization of The United Nations. 1985. Irrigation Water Management: Training Manual No. 1 - Introduction to Irrigation. Fauzi AR. 2012. Studi konsumsi air. respon pertumbuhan dan produksi dua varietas padi pada beberapa sistem pengairan. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Farooq M., Kobayashi N, Wahid A, Ito O, Basra SMA. 2009. Strategies for producing more rice with less water. Advances in Agronomy. 101:351-388. DOI: 10.1016/S0065-2113(08)00806-7. Gardner FP, Perace RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerjemah: Susilo H. Jakarta. UI Press. Guan D, Zhang Y, Al-Kaisi MM, Wang Q, Zhang M, Zhaohu Li. 2014. Tillage practices effect on root distribution and water use efficiency of winter wheat under rain-fed condition in the North China Plain. Soil and Tillage Research. 146(2015)286-295 Gunarsih C, Daradjat AA. 2007. Variabilitas kecepatan senesens pada sejumlah genotipe padi sawah serta korelasinya dengan hasil dan komponen hasil. Apresiasi Hasil Penelitian Padi 2007. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Haefele SM, Siopongco JDLC, Boling AA, Bouman BAM, Tuong TP. 2009. Transpiration efficiency of rice (Oryza sativa L.). Field Crop Research volume 111. Halaman 1-10 Harwati CT. 2007. Pengaruh kekurangan air (water deficit) terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman tembakau. Jurnal Inovasi Pertanian Vol 6 No 1. Halaman 44-51. Hutapea D. 2011. Kajian dampak keragaman iklim terhadap distribusi dan perubahan status hama tanaman padi di pantai utara jawa barat [tesis]. Bogor : Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Ismunadji. 1993. Bercocok tanam padi sawah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan: Bogor. Kettlewell PS, Heath WL, Haigh IM. 2010. Yield enhancement of droughted wheat by film antitranspirant application: rationale and evidence. Vol 1 No 3, 143-147. Newport, UK. Agricultural Sciences. Kurnia U. 2004. Prospek pengairan pertanian tanaman semusim lahan kering. Jurnal Litbang Pertanian 23(4). 2004. Li X, Zhang L, Lianju M. 2011. Effect of Preconditioning on photosynthesis of rice seedlings under water stress. Procedia Environmental Science. 11(2011) 1339-1345. Loustau D, Hungate B, Drake BG. 2001. Water. nitrogen. rising atmospheric CO2. and terrestrial productivity. Physiological Ecology. Vol 7. Academic Press. Hal 123-167. DOI: 10.1016/B978-012505290-0/50008-9.
25 Makarim AK, Suhartatik. 2009. Morfologi dan fisiologi tanaman padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Jawa Barat (ID). Halaman 295 – 330. Mapegau. 2006. Pengaruh cekaman air terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai (Glycine max L. Merr). Jurnal Ilmiah Pertanian Vol 41 No 1. Munarso YP. 2011. Keragaan hasil beberapa varietas padi hibrida pada beberapa teknik pengairan. J. Agron. Indonesia. 39(3) : 147 -152. Nazirah L. 2008. Tanggap beberapa varietas padi gogo terhadap interval dan tingkat pemberian air [tesis]. Medan : Sekolah Pascasarjana. Universitas Sumatera Utara. Notohadiprawiro T. 2006. Disampaikan pada Lokakarya Evaluasi Pelaksanaan Proyek Pengembangan Palawija FCDPUSAID. Bogor 6-8 Desember 1989. Repro: Universitas Gajah Mada. Nurhayati. 2009. Pengaruh cekaman air pada dua jenis tanah terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai (Glycine max (L.) Merril) [Internet]. [diunduh 2013 Maret 13]. Banda Aceh (ID). Unsyiah. J. Floratek 4: 55 – 64. Prijono S. 2008. Evaluasi kebutuhan air tanaman di 12 kecamatan wilayah kabupaten Malang dengan cropwat for windows. Agritek volume 16. Halaman 600-780. ISSN 0852.5426. Rahardian K. 2013. Pengaruh kadar air terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman kedelai [skripsi]. Bogor : Departemen Geofisika dan Meteorologi. Institut Pertanian Bogor. Rahayu S. 2013. Keragaan karakter agronomi dan stabilitas genotipe padi pada ekosistem dataran tinggi [tesis]. Bogor : Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Rajala A, Hakala K, Makela P, Muurinen S, Peltonen-Sainio P. 2009. Spring wheatresponse to timing of water deficit through sink and grain filling capacity. FieldCrops Res. 114:263-271. Rosadi FN. 2013. Studi morfologi dan fisiologi galur padi (Oryza sativa L.) toleran kekeringan [tesis]. Bogor : Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Sabaruddin L, Hasid R, Muhidin, Anas AA. 2011. Pertumbuhan, produksi dan efisiensi lahan dan sistem tumpangsari jagung dan kacang hijau dengan interval penyiraman berbeda. J. Agron. Indonesia. 39(3) : 153 -159. Saleh E, Nainggolan AF, Butarbutar L. 2012. Budidaya padi di dalam polibeg dengan irigasi bertekanan untuk antisipasi pesatnya perubahan fungsi lahan sawah. Jurnal Teknotan volume 6. ISSN 1978-1067. Sapei A, Soon ATK. 2008. Faktor penyesuai untuk penentuan kebutuhan air tanaman tomat yang ditanam secara hidroponik di green house. Gelar Teknologi dan Seminar Nasional Teknik Pertanian 2008 Fakultas Teknologi Pertanian UGM. 18-19 November 2008. Prosiding Seminar Nasional Teknik Pertanian 2008. Yogyakarta (ID). Savva AP, Frenken K. 2002. Crop water requirements and irrigation schedulling. Irrigation manual module 4. Harare. 122p. Serraj R, Kumar A, McNally KL, Slamet-Loedin I, Bruskiewich R, Mauleon R, Cairns J, Hijmans RJ. 2009. Improvement of drought resistance in rice. Advances in Agronomy. 103:41-99. DOI: 10.1016/S0065-2113(09)03002-8.
26 Setiawan, Tohari, Shiddieq D. 2013. Pengaruh cekaman kurang air terhadap beberapa karakter fisiologis tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth). Jurnal Littri. 19(3) : 108-116. ISSN 0853-8212. Sheriff DW, Muchow RC. 1992. Hal ihwal air yang mempengaruhi pertumbuhan air. Di dalam: Goldsworthy PR dan Fisher NM. editor. Fisilogi Tanaman Budidaya Tropik. Tohari. penerjemah. Yogyakarta (ID). Gajah Mada University Press. 51-110. Solichatun, Anggarwulan E, Mudyantini W. 2005. Pengaruh ketersediaan air terhadap pertumbuhan dan kandungan bahan aktif saponin tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.). Biofarmasi. 3(2): 47-51. ISSN 16932242. Soverda N, Mapegau, Destri F. 2009. Pengaruh berbagai kadar air tanah terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai yang diberi mikoriza vestikular abuskular. Jurnal Agronomi Vol. 11 No. 2. ISSN 1410-1939. Stanhill G. 1986. Water use efficiency. Advances in Agronomy volume 39. Halaman 53-85. DOI: 10.1016/S0065-2113(08)60465-4. Sulistyono E, Juliana AE. 2014. Irrigation Volume Based on Pan Evaporation and Their Effects on Water Use Efficiency and Yield of Hydroponically Grown Chilli. Journal of Tropical Crop Science 1 (1): 9-12. Sulistyono E, Yanuar S. 2007. Pengaruh jadwal irigasi terhadap pemakaian air konsumtif dan produksi nilam. Bul. Agron 36:64-69. Sulistyono E, Sudrajat, Bintoro MH, Handoko, Irianto G. 2006. Pengaruh sistem irigasi terhadap produksi dan kualitas organoleptik tembakau. Bul Agron. 34:165-172. Sulistyono E, Suwarto, Ramdiani Y. 2005. Defisit evapotranspirasi sebagai indikator kekurangan air pada padi gogo (Oryza sativa L.). Bul.Agron. (33) (1):6-11. Sumardi. 2007. Pengaruh pengelolaan air pada fase vegetatif dan generatif terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah. Tanaman Tropika 10(1) : 1–10 April 2007. ISSN : 1410-7368. Sunaryono W. 2002. Regenerasi dan evaluasi variasi somaklonal kedelai (Glycine max (L) Merr.) hasil kultur jaringan serta seleksi terhadap cekaman kekeringan menggunakan simulasi polyethilene glycol (PEG) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Supijatno, Chozin MA, Sopandie D, Trikoesoemaningtyas, Junaedi A, Lubis I. 2012. Evaluasi konsumsi air beberapa genotipe padi untuk potensi efisiensi penggunaan air. J. Agron Indonesia. 40(1) : 15-20. Syafi S. 2008. Respon morfologis dan fisiologis bibit berbagai genotipe jarak pagar (Jatropha curcas L.) terhadap cekaman kekeringan [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Tubur HW, Chozin MA, Santosa E, Junaedi A. 2012. Respon agronomi varietas padi terhadap periode kekeringan pada sistem sawah. J. Agron Indonesia. 40(3) : 167-173. Wahyunto, Shofiyanti R. 2013. Wilayah potensial lahan kering untuk mendukung pemenuhan kebutuhan pangan di Indonesia. Dalam buku Prospek Pertanian Lahan Kering dalam Mendukung Ketahanan Pangan. Badan Litbang Pertanian. Halaman 297-315.
27 Wang W, Yu Z, Zhang W, Shao Q, Zhang Y, Luo Y, Jiao X, Xu J. 2014. Responses of rice yield. irrigation water requirement and water use efficiency to climate change in China: Historical simulation and future projections. Agricultural Water Management. 146 (2014) 249-261. Wirosoedarmo R, Rahadi WJB, Ermayanti D. 2001. Pengaruh sistem pemberian air dan ketebalan spon terendam terhadap pertumbuhan tanaman sawi (Brassica juncea) dengan media aqua culture. Jurnal Teknologi Pertanian. Vol 2 No 2 Agustus 2001: 52-57. Wu Y, Huang M, Gallichad J. 2010a. Transpirational response to water availability for winter wheat as a affected by soil textures. Agricultural Water Management. 98(2011) 569-576. Wu Y, Huang M, Warrington DN. 2010b. Growth and transpiration of maize and winter wheat in respon to water deficits in pots and plots. Environmental and Experimental Botany. 71(2011)65-71. Yechun L, Zhaohai Z, Changzhong R, Yuegao H. 2012. Water use efficiency and physiological resonses of oat under alternate partial toot-zone irrigation in the semiarid areas of northeast China. Procedia Engineering. 28(2012) 33-42. Yusnaeni. 2002. Morfofisiologi beberapa spesies hoya pada kondisi cekaman naungan dan kekeringan tinjauan pada fisiologi CAM. [Tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.
28 Lampiran 1 Deskripsi varietas Inpago 5 Nomor seleksi Asal persilangan
Golongan Umur tanaman Bentuk tanaman Tinggi tanaman Anakan produktif Warna kaki Warna batang Warna telinga daun Warna lidah daun Warna daun Muka daun Posisi daun Daun bendera Bentuk gabah Warna gabah Kerontokan Kerebahan Jumlah gabah per malai Tekstur nasi Kadar amilosa Bobot 1000 butir Rata-rata hasil Potensi hasil Ketahanan terhadap Penyakit Cekaman abiotik Anjuran tanam
Pemulia Peneliti Teknisi Pengusul Alasan utama dilepas Dilepas tahun
: B11338F-TB-26 : TB177E-TB-28-D-3/B10384E-MR-1-83//IR60080-23///TB177E-TB-28-D3/B10386E-KN-36-2//BL245 : Cere : 118 hari : Tegak : 132 cm : 14 batang : Hijau : Tidak berwarna : Tidak berwarna : Tidak berwarna : Hijau : Kasar : Miring : Miring : Ramping : Kuning : Sedang : Sedang : 148 butir : Sangat pulen : 18% : 26 g : 4,04 t/ha : 6,18 t/ha : Tahan terhadap beberapa ras penyakit blas : Toleran kekeringan, agak toleran terhadap keracunan Al (60 ppm) : Baik ditanam di lahan kering subur, lahan kering podsolik merah kuning dengan tingkat keracunan alumunium sedang : Suwarno, E. Lubis, Bambang Kustianto, Aris Hairmansis, Supartopo : Anggiani Nasution, Santoso, Husin M. Toha : Sunaryo, A. Santika, E. Suparman, Subardi, Pantja H. Siwi : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi : Tahan blas, toleran Al dan kekeringan, mutu beras baik, nasi sangat pulen : 2009
29 Lampiran 2 Deskripsi varietas Inpago 8 Nomor seleksi Asal persilangan Golongan Umur tanaman Bentuk tanaman Tinggi tanaman Anakan produktif Warna kaki Warna batang Warna telinga daun Warna lidah daun Warna daun Muka daun Posisi daun Daun bendera Bentuk gabah Warna gabah Kerontokan Kerebahan Jumlah gabah per malai Tekstur nasi Kadar amilosa Bobot 1000 butir Rata-rata hasil Potensi hasil Ketahanan terhadap Penyakit Cekaman abiotik
Anjuran tanam Dilepas tahun
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
TB409B-TB-14-3 Cirata / TB 177 Cere 119 hari Tegak 122 cm 12 batang Ungu Hijau Tidak berwarna Tidak berwarna Hijau Kasar Tegak Tegak Panjang Kuning jerami Sedang Tahan 116 butir Pulen 22,3% 27,3 g 5,2 t/ha 8,1 t/ha Tahan terhadap penyakit blas ras 073, 173, 033 dan 133 : toleran terhadap kekeringan, agak toleran terhadap keracunan Alumunium (Al) dan besi (Fe) : Baik ditanam di lahan kering dataran rendah sampai sedang < 700 m dpl : 2011
30 Lampiran 3 Deskripsi varietas Batutegi Nomor seleksi Asal persilangan Golongan Umur tanaman Bentuk tanaman Tinggi tanaman Anakan produktif Warna kaki Warna batang Warna telinga daun Warna lidah daun Warna helai daun Muka daun Posisi daun Daun bendera Bentuk gabah Warna gabah Kerontokan Kerebahan Tekstur nasi Kadar amilosa Bobot 1000 butir Rata-rata hasil Potensi hasil Ketahanan terhadap Penyakit
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
Cekaman lingkungan
:
Anjuran tanam
:
Pemulia
:
Teknisi
:
Alasan utama dilepas
:
Dilepas tahun
:
TB154E-TB-2 B6876B-MR-10/B6128B-TB-15 Cere 112 – 120 hari Tegak 120 – 128 cm 8 – 12 batang Hijau Hijau Tidak berwarna Tidak berwarna Hijau Kasar Tegak Mendatar Bulat sedang Kuning bersih Sedang Tahan Pulen 22, 3% 25 g 3,0 t/ha 6,0 t/ha Tahan terhadap blas daun, blas leher, bercak daun coklat Agak toleran terhadap keracunan Al, dan bereaksi moderat terhadap kekeringan Baik dibudidayakan pada lahan kering subur dan lahan kering Podzolik Merah Kuning (PMK) dengan tingkat keracunan alumunium sedang, dari dataran rendah sampai ketinggian 500 m dpl. E. Lubis, M. Diredja, W. S. Ardjasa, B. Kustianto dan Suwarno. Tusrimin, Sularjo, Gusnimar dan Ade Santika Padi gogo, hasil tinggi, tahan blas, mutu beras baik, nasi pulen 2001
31
Lampiran 4 Deskripsi varietas Jatiluhur Nomor seleksi Asal persilangan Golongan Umur tanaman Bentuk tanaman Tinggi tanaman Anakan produktif Warna kaki Warna batang Warna telinga daun Warna lidah daun Warna Daun Muka daun Posisi daun Daun Bendera Bentuk gabah Warna gabah Kerontokan Kerebahan Tekstur nasi Kadar amilosa Bobot 1000 butir Rata-rata hasil Potensi hasil Ketahanan tehadap hama Anjuran Tanam
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
Keterangan Pemulia/peneliti/teknisi
: :
Pengusul Dilepas tahun
: :
B6400F-TB-1 Persilangan Tox1011/Ranau Cere 110-115 hari Tegak 95 - 100 cm Sedang Hijau Hijau muda Tidak Berwarna Tidak Berwarna Hijau Kasar Tegak – miring Miring Bulat Besar Kuning Kotor Agak Tahan Tahan pera 27,6 % 27 g 2,5 t/ha 3,5 t/ha Tahan Blas Baik ditanam sebagai padi lahan kering (gogo) sampai ketinggian lokasi 500 m Toleran Naungan Z Harahap, Erwina Lubis, Murdani Diredja, Suwarno, dan Hadis Siregar Puslitbang tanaman Pangan 1994
32 Lampiran 5 Deskripsi varietas Sarinah Metode seleksi Asal persilangan Golongan Umur tanaman Bentuk tanaman Tinggi tanaman Anakan produktif Warna kaki Warna batang Warna telinga daun Warna lidah daun Warna daun Muka daun Posisi daun Daun bendera Bentuk gabah Warna gabah Kerontokan Tekstur nasi Kadar amilosa Indeks glikemik Bobot 1000 butir Rata-rata hasil Potensi hasil Ketahanan terhadap Hama
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
Penyakit Anjuran tanam
: :
Instansi pengusul
:
Pemulia Tim peneliti
: :
Alasan utama dilepas
:
Dilepas tahun
:
Galur murni Populasi S3254-2G-21-2 (Populasi Garut) Cere 110 – 125 hari Tegak 107 – 116 cm 15 – 20 batang Hijau Hijau Tidak berwarna Tidak berwarna Hijau Kasar Tegak Tegak Ramping Kuning bersih Mudah Pulen 23,3 % 90 25,5 g 6,98 t/ha 8,0 t/ha Agak tahan terhadap wereng coklat biotipe 1 agak rentan biotipe 2 dan 3 Rentan terhadap tungro Baik ditanam di lahan sawah dataran sedang sampai tinggi (>800 m dpl) Balitpa, Distan Kab. Garut dan Distan Provinsi Jabar Aan A. Daradjat, Z. A. Simanullang A. Rifki, Dede Kusdiaman, Triny S. Kadir, I. Djatnika, M. Noch, Waluyo, Mariani P., Hamzah B., Mamat R., Supardi, Hardedi, M. Jumadi, Hendi A.M, Asep D., Dadang S., Gugum G., Diah Chandra, dan Ilma Hilmayanti Beradaptasi spesifik lokasi di dataran tinggi (>700 m dpl) 2006
33 Lampiran 6 Data curah hujan harian bulan Desember 2013 – Maret 2014 di daerah Dramaga Bogor Curah Hujan (mm) Tanggal Desember 2013 Januari 2014 Februari 2014 Maret 2014 1 10.0 4.5 9.7 2 2.3 0.3 5.6 30.4 3 0.9 29.6 0.6 4 53.8 41.5 1.9 5 26.4 3.2 8.4 6 25.5 3.3 22.3 10.4 7 14.1 1.4 2.6 8 1.8 0.1 56.4 9 2.5 36.8 27.4 1.2 10 20.2 15.6 0.1 11 97.4 9.2 4.5 2.1 12 8.1 84.6 13 8.1 102.2 14 5.0 10.0 1.9 15 20.0 11.2 1.2 16 8.2 29.6 0.0 0.0 17 17.2 12.0 2.5 23.2 18 103.3 0.3 21.8 19 4.1 42.8 7.8 20 9.5 13.4 18.9 21 3.7 47.1 13.5 23.4 22 3.0 44.8 29 2.7 23 55.2 19.5 41 24 3.2 6.5 19.1 6.5 25 16.8 29.1 3.3 26 6.4 35.2 0.0 27 5.6 0.8 4.1 28 1.0 22.6 1.5 24.6 29 26.0 24.4 30 37.9 7.5 31 10 5.4 Total 410.5 702.0 337.4 281.4 Sember : Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor
34 Lampiran 7 Evaporasi panci 3 harian selama penelitian Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Nop-13
15
10
Evaporasi panci (mm/3 hari) Des-13 Jan-14 Feb-14 8 10 1,5 7 8 2 9 11 6 9 8 6 7 7 11 4,5 8 8 2 9 8 1 7 5 4 6 3 8 9 2
Keterangan : Tanam tanggal 2 Nopember 2013
Mar-14 8
10
5
5
7
6
10
8
5
Lampiran 8 Korelasi antar peubah ETc
ETc x
TT
JD
JA
LD-1
PA-1
VA-1
BKA-1
BKT-1
LD-2
PA-2
VA-2
BKA-2
BKT-2
TT
0.4289 x 0.0006 JD 0.6008 -0.2393 x <.0001 0.0655 JA 0.4811 -0.2881 0.9575 x <.0001 0.0256 <.0001 LD-1 -0.5830 -0.1147 -0.4259 -0.3830 x <.0001 0.3830 0.0007 0.0025 PA-1 0.0512 0.1675 0.0182 -0.0076 -0.0287 x 0.6974 0.2008 0.8904 0.9538 0.8274 VA-1 0.5124 0.0591 0.4890 0.4603 -0.6155 0.1511 x <.0001 0.6536 .0001 0.0002 <.0001 0.2493 BKA-1 0.4315 -0.1384 0.6076 0.5762 -0.4611 0.1884 0.7800 x 0.0006 0.2915 <.0001 <.0001 0.0002 0.1495 <.0001 BKT-1 0.6115 -0.0834 0.5731 0.4910 -0.5760 -0.0563 0.7783 0.7307 x <.0001 0.5265 <.0001 <.0001 <.0001 0.6694 <.0001 <.0001 LD-2 -0.3567 -0.1252 -0.3666 -0.3156 0.1398 -0.1839 -0.2299 -0.2523 -0.2915 x 0.0051 0.3404 0.0040 0.0140 0.2866 0.1596 0.0772 0.0518 0.0238 PA-2 0.0927 0.2993 -0.2290 -0.2599 0.0852 0.0345 -0.1070 -0.2165 -0.2571 -0.1637 x 0.4812 0.0202 0.0784 0.0449 0.5176 0.7934 0.4158 0.0967 0.0473 0.2113 Keterangan : (ETc) Evapotranspirasi total; (TT) Tinggi tanaman; (JD) Jumlah daun; (JA) Jumlah anakan; (LD-1) Luas daun; (PA-1) Panjang akar; (VA-1) Volume akar; (BKA-1) Berat kering akar; (BKT-1) Berat kering tajuk; (LD-2) Luas daun; (PA-2) Panjang akar; (VA-2) Volume akar; (BKA-2) Berat kering akar; (BKT-2) Berat kering tajuk; (-1) = Fase primordia; (-2) = Fase inisiasi bunga.
35
36
2 Lampiran Korelasi antar peubah (lanjutan) ETc TT JD JA LD-1 PA-1 VA-1 BKA-1 BKT-1 LD-2 PA-2 VA-2 BKA-2 BKT-2 VA 0.6507 0.4080 0.4735 0.4698 -0.2184 0.1300 0.4401 0.3474 0.3317 -0.2601 0.0718 x <.0001 0.0012 0.0001 0.0002 0.0937 0.3223 0.0004 0.0065 0.0096 0.0448 0.5857 BKA-2 0.4790 0.1727 0.4588 0.4481 -0.0829 0.0191 0.2766 0.2959 0.2533 -0.0806 -0.1829 0.7848 x 0.0001 0.1870 0.0002 0.0003 0.5289 0.8846 0.0324 0.0217 0.0508 0.5402 0.1620 <.0001 BKT-2 0.8141 0.4455 0.6195 0.5760 -0.3795 0.0329 0.4182 0.3090 0.4559 -0.3734 0.0297 0.7888 0.6216 x <.0001 0.0004 <.0001 <.0001 0.0028 0.8029 0.0009 0.0163 0.0003 0.0033 0.8215 <.0001 <.0001 WB -0.6144 -0.1702 -0.5398 -0.4237 0.2059 -0.1911 -0.2513 -0.4055 -0.3967 0.3071 -0.0904 -0.3747 -0.3540 -0.5166 <.0001 0.1935 <.0001 0.0007 0.1145 0.1436 0.0528 0.0013 0.0017 0.0170 0.4923 0.0032 0.0055 <.0001 0.3393 NHD 0.1882 0.0785 -0.0412 -0.0729 0.1223 0.0064 0.0058 0.1974 -0.2976 0.1179 0.1253 0.1033 0.2813 0.0080 0.1498 0.5511 0.7547 0.5799 0.3521 0.9611 0.9652 0.1306 0.0209 0.3697 0.3401 0.4320 0.0295 JAP 0.5918 -0.1208 0.7374 0.6890 -0.4956 0.1379 0.5629 0.5572 0.5672 -0.2589 -0.1629 0.3137 0.2954 0.4428 <.0001 0.3581 <.0001 <.0001 <.0001 0.2934 <.0001 <.0001 <.0001 0.0457 0.2138 0.0147 0.0219 0.0004 PM 0.5397 0.5567 0.1308 0.0769 -0.1914 0.1257 0.0891 0.0191 0.1550 -0.2755 0.1244 0.4621 0.3523 0.5334 <.0001 <.0001 0.3192 0.5591 0.1429 0.3384 0.4986 0.8850 0.2369 0.0331 0.3435 0.0002 0.0058 <.0001 JG 0.3719 0.6981 -0.1880 -0.2109 -0.1389 0.0768 -0.0246 -0.1232 -0.0511 -0.2030 0.3045 0.3058 0.2028 0.4243 0.0034 <.0001 0.1503 0.1057 0.2900 0.5597 0.8518 0.3483 0.6984 0.1199 0.0180 0.0175 0.1202 0.0007 JGI 0.7292 0.5244 0.3082 0.2021 -0.2904 0.0830 0.2404 0.2189 0.3301 -0.2312 0.2021 0.5768 0.4283 0.6698 <.0001 <.0001 0.0166 0.1214 0.0244 0.5282 0.0643 0.0930 0.0100 0.0755 0.1216 <.0001 0.0006 <.0001 JGIs 0.3170 0.4240 0.1885 0.1976 -0.0458 0.1152 0.1913 0.2010 0.0314 -0.1981 0.2587 0.4981 0.3387 0.5073 0.0136 0.0007 0.1491 0.1302 0.7284 0.3806 0.1431 0.1237 0.8120 0.1293 0.0459 <.0001 0.0081 <.0001 JGH -0.2432 0.3217 -0.5220 -0.4551 0.0973 0.0052 -0.2618 -0.3617 -0.3576 -0.0125 0.1560 -0.2056 -0.1793 -0.1467 0.0611 0.0122 <.0001 0.0003 0.4597 0.9683 0.0434 0.0045 0.0050 0.9243 0.2339 0.1150 0.1704 0.2632 Keterangan : (ETc) Evapotranspirasi total; (TT) Tinggi tanaman; (JD) Jumlah daun; (JA) Jumlah anakan; (LD-1) Luas daun; (PA-1) Panjang akar; (VA-1) Volume akar; (BKA-1) Berat kering akar; (BKT-1) Berat kering tajuk; (LD-2) Luas daun; (PA-2) Panjang akar; (VA-2) Volume akar; (BKA-2) Berat kering akar; (BKT-2) Berat kering tajuk; (WB) waktu berbunga; (NHD) nilai kehijauan daun; (JAP) jumlah anakan produktif; (PM) panjang malai; (JG) Jumlah gabah malai-1; (JGI) jumlah gabah isi; (JGIs) Jumlah gabah tidak terisi penuh; (JGH) jumlah gabah hampa; (-1) = Fase primordia; (-2) = Fase inisiasi bunga. -2
3 Lampiran Korelasi antar peubah (lanjutan) BGS BKG BKA-3 BKT-3 EPA
ETc 0.7423 <.0001 0.7959 <.0001 0.6924 <.0001 0.8884 <.0001 0.6914 <.0001
TT 0.3760 0.0031 0.4631 0.0002 0.1411 0.2822 0.3893 0.0021 0.4723 0.0001
JD 0.3890 0.0021 0.4253 0.0007 0.4712 0.0001 0.5290 <.0001 0.3430 0.0073
JA 0.2784 0.0313 0.2992 0.0202 0.4287 0.0006 0.4250 0.0007 0.2336 0.0724
LD-1 -0.4055 0.0013 -0.3877 0.0022 -0.6292 <.0001 -0.6629 <.0001 -0.2943 0.0225
PA-1 -0.0075 0.9548 0.1516 0.2476 -0.1043 0.4280 0.0291 0.8252 0.2197 0.0917
VA-1 0.4355 0.0005 0.3766 0.0030 0.5097 <.0001 0.5549 <.0001 0.2936 0.0228
BKA-1 0.4113 0.0011 0.3614 0.0046 0.3957 0.0018 0.4229 0.0008 0.3211 0.0124
BKT-1 0.5313 <.0001 0.4241 0.0007 0.6361 <.0001 0.6042 <.0001 0.3231 0.0118
LD-2 -0.2829 0.0285 -0.2733 0.0346 -0.2555 0.0488 -0.3648 0.0042 -0.2763 0.0326
PA-2 0.0971 0.4607 0.1275 0.3317 -0.0937 0.4766 0.0603 0.6475 0.1509 0.2498
VA-2 0.5497 <.0001 0.5756 <.0001 0.3128 0.0150 0.4858 <.0001 0.5270 <.0001
BKA-2 0.4178 0.0009 0.4366 0.0005 0.2789 0.0310 0.3358 0.0087 0.4100 0.0011
BKT-2 0.6302 <.0001 0.6830 <.0001 0.4648 0.0002 0.6816 <.0001 0.6133 <.0001
WB NHD JAP PM JG JGI JGIs JGH BGS BKG BKA-3 BKT-3 EPA WB x NHD -0.5890 x <.0001 JAP -0.4396 0.0884 x 0.0004 0.5018 PM -0.4917 0.4330 0.0427 x <.0001 0.0005 0.7461 Keterangan : (ETc) Evapotranspirasi total; (TT) Tinggi tanaman; (JD) Jumlah daun; (JA) Jumlah anakan; e–i = Destruktif ke-1 (LD-1) Luas daun; (PA-1) Panjang akar; (VA-1) Volume akar; (BKA-1) Berat kering akar; (BKT-1) Berat kering tajuk; j-n = Destruktif ke-2 (LD-2) Luas daun; (PA-2) Panjang akar; (VA-2) Volume akar; (BKA-2) Berat kering akar; (BKT-2) Berat kering tajuk; (WB) waktu berbunga; (NHD) nilai kehijauan daun; (JAP) jumlah anakan produktif; (PM) panjang malai; (JG) Jumlah gabah malai-1; (JGI) jumlah gabah isi; (JGIs) Jumlah gabah tidak terisi penuh; (JGH) jumlah gabah hampa; (BGS) Bobot gabah 100 butir; (BKG) Bobot kering gabah rumpun-1; (BKA-3) Berat kering akar panen; (BKT-3) Berat kering tajuk panen; (EPA) Efisiensi Pemakaian Air (EPA); (-1) = Fase primordia; (-2) = Fase inisiasi bunga, (-3) = Panen.
37
Lampiran Korelasi antar peubah (lanjutan) WB NHD JAP PM JG JGI JGIs JGH BGS BKG BKA-3 BKT-3 EPA JG -0.2249 0.3007 -0.1283 0.7189 x 0.0840 0.0196 0.3284 <.0001 JGI -0.5773 0.3773 0.2816 0.4967 0.5671 x <.0001 0.0030 0.0293 <.0001 <.0001 JGIs -0.3712 0.1051 0.0773 0.4043 0.4956 0.4985 x 0.0035 0.4240 0.5570 0.0014 <.0001 <.0001 JGH 0.2877 0.0108 -0.4150 0.3712 0.6355 -0.2715 0.0407 x 0.0258 0.9345 0.0010 0.0035 <.0001 0.0359 0.7573 BGS -0.5343 0.3600 0.4332 0.4273 0.3994 0.7632 0.3772 -0.2455 x <.0001 0.0047 0.0005 0.0007 0.0016 <.0001 0.0030 0.0587 BKG -0.6130 0.3376 0.4688 0.4729 0.4820 0.9229 0.4611 -0.3008 0.7711 x <.0001 0.0083 0.0002 0.0001 <.0001 <.0001 0.0002 0.0195 <.0001 BKA-3 -0.3565 0.1370 0.5526 0.3418 0.1975 0.3201 0.0538 -0.0552 0.5301 0.3592 x 0.0052 0.2966 <.0001 0.0075 0.1304 0.0126 0.6833 0.6752 <.0001 0.0048 BKT-3 -0.4139 0.2080 0.5771 0.4689 0.3469 0.5419 0.1618 -0.0875 0.6430 0.6392 0.7930 x 0.0010 0.1108 <.0001 0.0002 0.0066 <.0001 0.2169 0.5063 <.0001 <.0001 <.0001 EPA -0.6380 0.3722 0.4129 0.4841 0.5248 0.9115 0.5076 -0.2443 0.7398 0.9724 0.2741 0.5264 x <.0001 0.0034 0.0010 <.0001 <.0001 <.0001 <.0001 0.0600 <.0001 <.0001 0.0341 <.0001 Keterangan : (WB) waktu berbunga; (NHD) nilai kehijauan daun; (JAP) jumlah anakan produktif; (PM) panjang malai; (JG) Jumlah gabah malai-1; (JGI) jumlah gabah isi; (JGIs) Jumlah gabah tidak terisi penuh; (JGH) jumlah gabah hampa; (BGS) Bobot gabah 100 butir; (BKG) Bobot kering gabah rumpun-1; (BKA-3) Berat kering akar panen; (BKT-3) Berat kering tajuk panen; (EPA) Efisiensi Pemakaian Air (EPA); (-3) = Panen.
38
4
39 Lampiran 9 Produktivitas masing-masing varietas pada berbagai interval irigasi Interval Irigasi
3 hari 6 hari 9 hari 12 hari
Inpago 5
Batutegi
3.80 2.09 0.70 0.49
3.27 1.67 0.67 0.26
Varietas Jatiluhur Inpago 8 Gabah kering ------ ton/Ha -----3.86 3.91 1.50 1.15 0.71 0.60 0.36 0.41
Sarinah
2.12 1.25 0.29 0.24
40
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 6 Januari 1978. Penulis merupakan anak ketujuh dari delapan bersaudara dari pasangan Bapak Hi KU Syamsuddin dan Ibu Hj Nuraini (almh). Penulis merupakan istri dari Romi Rinaldi dan dikaruniai 4 orang anak : Rafi Abdul Aziz, Galang Ibnu Abdillah, Salmaa Nur Afifah dan Revina Nur Fitria. Pendidikan sarjana sejak tahun 1996 ditempuh di Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dan lulus pada bulan September tahun 2001. Pada pertengahan tahun 2012, penulis diterima di Program Studi Agronomi dan Hortikultura, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Sejak akhir tahun 2001, penulis diterima sebagai pegawai negeri sipil di Kementerian Pertanian. Tahun 2001-2005 penulis ditempatkan di Direktorat Pupuk dan Pestisida, Direktorat Jenderal Bina Sarana Pertanian, tahun 2005-2007 penulis dipindahkan ke bagian Perencanaan Sekretariat Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air, tahun 2007 penulis ditugaskan di Direktorat Pengelolaan Air Irigasi, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian hingga sekarang.