Seminar Nasional Tahunan VI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 25 Juli 2009
UPAYA PELESTARIAN PLASMA NUTFAH PERIKANAN DI PERAIRAN UMUM
MSB-03
Asyari Balai Riset Perikanan Perairan Umum Palembang E-mail :
[email protected]
Abstrak Perairan umum (inland waters) merupakan suatu lahan di daratan yang secara permanen atau berkala digenangi air dan bukan merupakan milik perorangan. Berikut yang termasuk perairan umum adalah sungai, sungai mati (oxbow lake), lebak lebung (flood plain), saluran irigasi, kanal, estuari, danau, waduk, situ, rawa dan genangan air lainnya. Plasma nutfah perikanan dan biota air lainnya merupakan sumber daya yang sangat berperan penting di perairan umum. Pemanfaatan potensi plasma nutfah perikanan di perairan umum biasanya meliputi kegiatan penangkapan, baik ikan konsumsi, ikan hias maupun benih dan kegiatan pemeliharaan atau budidaya. Namun sekarang tekanan terhadap perikanan perairan umum datang dari berbagai aspek antara lain banyaknya kegiatan penangkapan ikan yang kurang bertanggung jawab seperti menggunakan bahan peledak, bahan beracun dan aliran listrik. Selain itu adanya pencemaran, penggundulan hutan, sedimentasi menyebabkan semakin berkurangnya stok ikan di perairan umum. Oleh sebab itu diperlukan bentuk pengelolaan perairan umum yang berorientasi pada kelestarian plasma nutfah perikanan agar dapat menjamin kelangsungan pemanfaatannya. Upaya pengelolaan perikanan perairan umum untuk pelestarian plasma nutfah perikanan tersebut dapat dilakukan antara lain dengan: pembentukan suaka perikanan (reservat), pengaturan/pengawasan penangkapan, pengkayaan stok (stock enhancement) yang mencakup stoking, restoking dan introduksi, serta pembentukan ekowisata perairan. Kata kunci : Pelestarian, plasma nutfah perikanan, perairan umum
Pengantar Perairan umum (inland waters) merupakan suatu lahan di daratan yang secara permanen atau berkala digenangi oleh air dan bukan merupakan milik perorangan. Berikut yang termasuk perairan umum adalah sungai, sungai mati (oxbow lake), lebak lebung (flood plain), saluran irigasi, kanal, estuari, danau, waduk, situ, rawa dan genangan air lainnya (Ilyas et al., 1992). Perairan umum mempunyai potensi dalam kehidupan manusia sebagai sumber air tawar, sumber keanekaragaman hayati, sumber ketahanan pangan (food security) dan sumber perekonomian. Perairan umum mempunyai arti yang tidak kecil dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat di daerah-daerah pedalaman dan pedesaan, ikan yang berasal dari perairan umum adalah merupakan suatu pilihan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Plasma nutfah perikanan dan biota air lainnya merupakan sumber daya yang sangat berperan penting di perairan umum. Tidak kurang dari 2.000 jenis ikan air tawar terdapat di perairan umum Indonesia, ikan-ikan tersebut banyak ditemukan pada sungai dan danau yang sebagian diantaranya merupakan ikan endemik (endemic species). Bahkan menurut Darwis dan Rusli (2004) Indonesia memberikan kontribusi 25% keragaman hayati (biodiversity) ikan dunia. Untuk keanekaragaman hayati ikan air tawar, wilayah barat Indonesia tercatat mencapai 1000 species (Kottelat dan Whitten, 1996). Di Kalimantan terdapat tidak kurang dari 600 jenis ikan, dan di kawasan Danau Sentarum saja dijumpai lebih dari 200 jenis ikan, disamping kaya akan plasma nutfah ikan, perairan umum Indonesia juga kaya akan jenis plankton dan tumbuhan air (Dahuri, 2005). Plasma nutfah perikanan di perairan umum merupakan kekayaan nasional atau daerah yang sangat penting, manfaat ekomnomisnya telah lama dirasakan masyarakat dan pemerintah daerah, selain sebagai konsumsi dalam negeri ikan juga merupakan komoditi ekspor dan sebagai ikan hias. Kegiatan penangkapan ikan di perairan umum mengawali kegiatan selanjutnya yang lebih luas seperti pedagang penjual, pengolah ikan, rumah makan, pedagang antar daerah, eksportir dan sebagainya. Namun sekarang kegiatan penangkapan ikan secara berlebihan dan kurang bertanggung jawab seperti menggunakan bahan peledak, bahan beracun, setrum, cenderung semakin tidak terkendali, dimana jumlah penangkapan tidak lagi seimbang dengan daya pulihnya. Selain itu stok ikan di perairan umum semakin mengalami tekanan yang tinggi
Semnaskan_UGM/Manajemen Sumberdaya Perikanan/MSB-03 1
Seminar Nasional Tahunan VI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 25 Juli 2009 antara lain akibat pencemaran, penggundulan hutan, sedimentasi dan adanya introduksi jenis ikan baru. Berbagai bentuk tekanan tersebut telah menyebabkan berkurangnya stok ikan di perairan umum, serta menurunnya mutu lingkungan perairan. Agar terjadi keseimbangan maka diperlukan pengelolaan sumberdaya yang lebih hati-hati, supaya tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan dapat menjamin kelangsungan usaha pemanfaatan sumber daya ikan tersebut dengan tetap mempertahankan kelestariannya (Hariyanto, 2004). Menurut Gustiano & Sugama (2004), dengan mempertimbangkan betapa pentingnya arti, fungsi dan peran plasma nutfah ikan (perikanan) sebagai aset dalam pemenuhan kebutuhan manusia maka sudah saatnya melakukan kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada kelestariannya. Karena pelestarian plasma nutfah tersebut sangat penting artinya, pelestarian disini berarti mengupayakan agar sumberdaya plasma nutfah tersebut tetap ada dan berkembang, sambil tetap memanfaatkan sebanyak-banyaknya bagi kepentingan masyarakat. Pemanfaatan dapat sebagai sumber protein, sumber mata pencaharian dan sumber pendapatan daerah. Perhatian pemerintah terhadap pelestarian sumber daya plasma nutfah flora/fauna memperlihatkan peningkatan, tampak dari jumlah/jenis yang ditetapkan sebagai flora/fauna yang dilindungi undang-undang semakin bertambah (Suwelo, 2005). Dalam UU RI No 31 Th 2004 Pasal 14 (Anonim, 2005) dikatakan bahwa pemerintah mengatur (melindungi, mengembangkan, mengendalikan) pemanfaatan plasma nutfah sumber daya ikan dalam rangka menjamin kelestariannya, termasuk melarang setiap orang merusak plasma nutfah yang berkaitan dengan sumber daya ikan tersebut. Sehubungan dengan itu dalam IUCN Red List of Threatened Animal tahun 1990 telah tercatat sebanyak 510 species dari 56 famili jumlah species ikan (tawar dan laut) yang terancam punah, 28 species dari 6 ordo di antaranya berasal dari ikan air tawar Indonesia, kebanyakan dari Sulawesi (Whitten et al, 1987).
Bahan dan Metode Tulisan ini merupakan rangkuman dari hasil-hasil penelitian, pengamatan dan kajian penulis dari bermacam aspek antara lain aspek sumberdaya dan lingkungan (sungai, danau dan rawa banjiran), aspek sosial budaya masyarakat (kebiasaan dan aturan penangkapan di beberapa suaka perikanan, sungai dan lubuk larangan), aspek budidaya perikanan (keramba, pen = kurungan, keramba jaring apung di perairan umum), maupun manajemen sumberdaya perikanan lainnya. Selain itu bahan juga dikumpulkan berupa referensi dari berbagai buku atau tulisan-tulisan beberapa peneliti baik dalam jurnal atau prosiding, media elektronik (internet) dan sebagainya.
Hasil dan Pembahasan Pemanfaatan Plasma Nutfah Pemanfaatan plasma nutfah perikanan sebagai ikan konsumsi maupun sebagai ikan hias telah lama dilakukan masyarakat Indonesia, yang harus diperhatikan dalam pemanfaatan sumber daya plasma nutfah adalah aspek pelestariannya agar pemanfaatannya dapat berkelanjutan. Manajemen dan kebijakan yang mengatur pemanfaatan plasma nutfah secara berkelanjutan tersebut perlu dilakukan pemerintah dengan peran serta dukungan masyarakat (Gustiano & Sugama, 2004). Potensi dan pemanfaatan plasma nutfah perikanan di perairan umum penting diketahui, agar upaya pelestariannya oleh masyarakat dapat dilakukan sebaik mungkin. Untuk species ikan asli yang langka dan yang terancam punah pemanfaatannya perlu dikaji berdasarkan penelaahan ilmiah. Penetapannya sebagai satwa yang dilindungi wajib hukumnya, baik oleh undang-undang Konservasi Sumberdaya Hayati maupun Undang-Undang Perikanan (Suwelo, 2005). Kegiatan yang memanfaatkan plasma nutfah perikanan di perairan umum dapat digolongkan atas dua macam, yakni kegiatan penangkapan, baik ikan konsumsi, ikan hias dan benih, serta kegiatan pemeliharaan atau budidaya. Apapun bentuk kegiatan yang memanfaatkan plasma nutfah perikanan, haruslah dilakukan secara bijaksana agar dapat memelihara daya dukung serta kelestarian sumber daya perikanan tersebut.
Penangkapan
Semnaskan_UGM/Manajemen Sumberdaya Perikanan/MSB-03 2
Seminar Nasional Tahunan VI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 25 Juli 2009 Kegiatan penangkapan ikan di perairan umum telah berlangsung sejak lama dan cenderung semakin meningkat, meliputi penangkapan ikan konsumsi, ikan hias dan penangkapan benih. Kegiatan ini dilakukan umumnya dengan menggunakan alat-alat tradisional seperti jala, jaring atau pukat, hampang (blad), bubu, pancing, tangkul dan sebagainya. Jenis ikan yang sering ditangkap adalah ikan konsumsi antara lain Jelawat, baung, jambal,gabus, belida, sepat siam, tembakang dll. Jenis ikan hias seperti ikan botia (Botia macrachanta), langli (Botia hymenophysa), arwana (Scleropages formosus), puntung hanyut/balaskark (Balanthiocheilus melanopterus). Selain itu diperairan umum juga dimanfaatkan untuk menangkapan benih-benih ikan seperti benih jelawat, toman, betutu, belida , semah dan jambal untuk keperluan budidaya. Pada dasarnya penangkapan ikan di perairan umum berlangsung sepanjang tahun tapi berfluktuasi antara musim kemarau dan musim penghujan yang mempengaruhi intensitas penangkapan. Hasil yang terbanyak diperoleh pada musim kemarau yaitu antara bulan Juni sampai September. Secara garis besarnya musim penangkapan dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1. Musim air tinggi antara bulan Desember sampai Maret, pada saat ini permukaan air mencapai maksimum mengenangi daerah-daerah sekitar sungai, danau dan lebak. 2. Musim air tinggi menjelang surut antara bulan Maret sampai Juni, air sungai yang semula meluap mulai menyurut. 3. Musim air surut antara bulan Juni sampai September, pada saat ini permukaan air biasanya berada pada titik terendah 4. Musim air surut menjelang tinggi antara bulan September sampai November, permukaan air mulai mulai naik perlahan-lahan Walaupun intensitas kegiatan dan tingkat produksi yang berfluktuasi, musim penangkapan yang berlangsung sepanjang tahun di satu sisi memberikan keuntungan berupa cukup tersedianya ikan dan lapangan kerja tambahan hampir sepanjang tahun. Namun dari sisi lain hal tersebut juga menimbulkan berbagai masalah berkaitan dengan kelestarian sumber daya perikanan. Masalah tersebut antara lain : 1. Intensitas penangkapan yang mencapai puncaknya pada saat dan menjelang musim kemarau, memungkinkan populasi ikan ditangkap secara besar-besaran terutama di danau rawa atau lebak lebung. 2. Pada musim kemarau, sering juga dilakukan penangkapan dengan bahan terlarang menggunakan racun, bahan peledak dan listrik terutama pada tempat yang jauh dari pengawasan. Contohnya di Propinsi Jambi, penangkapan ikan dengan menggunakan alat terlarang berupa sentrum listrik dari generator maupun aki dan pengeboman merupakan aksi pembantaian dan ancaman serius bagi sumber daya perikanan perairan umum. Tingginya intensitas penangkapan ikan dengan alat terlarang, yang membunuh mulai dari telur sampai ikan besar menyebabkan penurunan secara drastis populasi dan keragaman ikan konsumsi di rawa, danau dan sungai. Kenyataan ini menyebabkan disamping berkurangnya stok ikan juga menyebabkan ancaman terhadap mata pencaharian nelayan di perairan umum (Anonim, 2003) 3. Penangkapan pada bulan Oktober/Nopember sampai Desember/Januari bertepatan dengan musim pemijahan ikan sehingga tertangkapnya induk-induk yang akan dan sedang memijah tak dapat dihindari. 4. Penangkapan pada bulan Nopember/Desember sampai Maret/April bertepatan dengan musim anak ikan, sehingga penangkapan terhadap anak ikan berlangsung secara intensif terutama untuk budidaya atau sebagai makanan ikan. 5. Penangkapan yang disesuaikan dengan fluktuasi tingi air dan jenis/ukuran ikan pada musim kemarau menyebabkan tertangkapnya ikan dari berbagai tingkat umur dan ukuran. Sebagai contoh di Sumatera Selatan, aktifitas penangkapan ikan di perairan rawa banjiran (flood plain) yang biasa disebut perairan lebak lebung mencapai puncaknya pada musim kemarau tersebut. Pada saat itu kebanyakan ikan terkonsentrasi pada lebung (bagian yang dalam) dari perairan, ikan-ikan yang biasa hidup di rawa banjiran seperti ikan sepat siam, tembakang, gabus, betok dan lele akan berusaha mencari tempat-tempat yang masih ada airnya (lebung). Aktifitas penangkapan pada perairan rawa banjiran pada saat itu cenderung menghabiskan sumber daya ikan karena nelayan dengan mudah menangkap seluruh ikan yang ada pada lebung.
Semnaskan_UGM/Manajemen Sumberdaya Perikanan/MSB-03 3
Seminar Nasional Tahunan VI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 25 Juli 2009 Budidaya Pemanfaatan perairan umum untuk kegiatan budidaya dapat dilakukan dalam bentuk pen culture (hampang), keramba maupun keramba jaring apung (KJA). Jenis–jenis ikan perairan umum yang potensial untuk dibudidayakan antara lain jelawat, toman, baung, betutu, patin, belida dan lain-lain. Budidaya ikan dalam hampang (pen culture) adalah salah satu cara pemeliharaan ikan yang banyak dikenal dan dilakukan masyarakat petani ikan di Indonesia (Kartamihardja et al., 1982). Selain itu sistem hampang dapat dilakukan terutama pada perairan yang tidak begitu dalam (Satria, 1988). Berdasarkan hal tersebut di atas, sistem hampang dapat dilakukan pada danau, waduk, lebak dan rawa pasang surut, bahan hampang biasanya terbuat dari bambu atau jaring. Menurut Jangkaru et al., (1982) pemeliharaan ikan sistem hampang dapat dilakukan secara ekstensif dengan menggunakan kesuburan alami atau secara intensif dengan pemberian pakan buatan. Pemeliharan ikan dalam keramba sebetulnya sudah lama diterapkan di Indonesia, sejak tahun 1940 istilah keramba sudah populer, dan Bandung (Jawa Barat) dianggap sebagai tempat kelahiran sistem ini (Vaas, 1955). Di Sumatera Selatan sistem ini biasa disebut dengan istilah ”sangkar”, sedangkan di Kalimantan Timur disebut ”haba” (Chosaeri, 1982). Keramba Jaring Apung (KJA) adalah sistem budidaya dalam wadah berupa jaring yang mengapung (floating net cage) dengan bantuan pelampung, di perairan umum biasanya ditempatkan di danau, waduk dan sungai-sungai yang luas (Effendi, 2004). Budidaya dalam keramba jaring apung dapat memperkaya lingkungan dengan adanya metabolisme dari limbah pakan yang tidak dimakan ikan seperti halnya pemupukan organik. Jumlah limbah pakan itu sampai suatu batas ambang tertentu, menguntungkan karena dapat meningkatkan produksi ikan yang dihasilkan pakan limbah tersebut, akan tetapi melewati batas ambang, unsur-unsur yang yang memperkaya itu akan menyebabkan pencemaran (Schmittou, 1991). Pada saat ini 40 species komoditas ikan telah dikembangkan sebagai sumber plasma nutfah untuk kegiatan budidaya perikanan dalam rangka menunjang diversifikasi usaha budidaya, tiga puluh dua (32) di antaranya adalah ikan asli Indonesia (Nugroho, 2002). Ikan yang berasal dari perairan umum diantaranya adalah : patin, jelawat, betutu, belida , baung, tembakang, betok, gurami, semah, tawes, lampam ,arwana, kelabau, nilem, lele, bilih, benangin dan gabus. Upaya Pelestarian Untuk mempertahankan plasma nutfah dan produksi perikanan yang berkelanjutan dapat dilakukan dengan cara memberi perlindungan terhadap ikan dan ekosistemnya agar dapat berkembang biak dan lestari (Utomo et al, 2005). Upaya pengelolaan perikanan perairan umum untuk pelestarian plasma nutfah perikanan tersebut dapat dilakukan dengan pembentukan suaka perikanan (reservat), pengaturan penangkapan, pengkayaan stock (stock enhancement) dengan cara penebaran (stoking, restocking, introduksi), serta pembentukan ekowisata di perairan yang bersangkutan (Soesilo, 2005). Pembentukan Suaka Perikanan Dalam Undang-Undang RI No.31 tahun 2004 dikatakan bahwa, suaka perikanan adalah kawasan perairan tertentu, baik air tawar, payau, maupun air laut dengan kondisi dan ciri tertentu sebagai tempat berlindung/berkembang biak jenis sumber daya ikan tertentu, yang berfungsi sebagai daerah perlindungan(Anonim, 2005). Menurut Utomo & Nasution (1995) suaka perikanan (reservat) merupakan suatu kawasan perairan umum yang dilindungi secara terbatas dengan fungsi sebagai penyangga (buffer) produksi perikanan di daerah sekitarnya. Kawasan tersebut bisa berupa habitat (tempat hidup) ikan endemik yang hampir punah atau langka atau mempunyai sifat yang khas (unik) sehingga perlu dilindungi dan dilestarikan keberadaannya (Hoggarth et al., 2000). Suaka perikanan (reservat) haruslah berupa perairan yang masih tergenang air ketika perairan lain di sekitarnya mengalami kekeringan terutama saat musim kemarau, sehingga ikan-ikan banyak yang berkumpul di suaka tersebut. Suaka perikanan disamping sabagai sumber plasma nutfah juga merupakan salah satu upaya yang strategis untuk mempertahankan stok ikan dalam rangka konservasi plasma nutfah di perairan umum, terutama bagi perairan yang sudah dianggap kritis. Sebelum suatu perairan ditetapkan sebagai suaka perikanan harus diketahui tipe dan karakteristik dari perairan tersebut. Ada beberapa tipe suaka perikanan yang dapat ditetapkan terhadap macam-macam perairan yaitu suaka perikanan tipe sungai; tipe lebung; tipe danau rawa/sungai mati (oxbow lake) dan suaka perikanan tipe danau.
Semnaskan_UGM/Manajemen Sumberdaya Perikanan/MSB-03 4
Seminar Nasional Tahunan VI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 25 Juli 2009 Berdasarkan fungsinya suaka perikanan dapat dikategorikan antara lain: 1. Sebagai suaka konservasi Suaka konservasi merupakan perangkat yang berfungsi melindungi plasma nutfah perikanan yang sudah langka dan terancam kepunahan oleh berbagai sebab. Dengan melindungi plasma nutfah dan memulihkan habitat populasi ikan yang terancam kepunahan dapat mempertahankan dan melestarikan keanekaragaman hayati perikanan secara berkelanjutan. Titik berat perlindungan pada suaka konservasi adalah terhadap habitat ikan-ikan endemik, langka atau terancam kepunahan. Misalnya suaka perikanan (Danau Lindung) Empangau di Kabupaten Kapuas Kalimantan Barat yang melindungi ikan arwana super red (Scleropages formosus). 2. Sebagai suaka produksi Fungsi suaka produksi lebih ditekankan untuk menghasilkan benih dan mempertahankan produksi ikan, atau merupakan penyangga (buffer) produksi perikanan di daerah sekitarnya. Suaka produksi ini tidak selalu tertutup sepanjang tahun, suaka produksi yang dikelola secara efektif ternyata telah meningkatkan jumlah ikan yang memijah setiap tahunnya, mencegah kepunahan jenis-jenis ikan lokal, dan meningkatkan hasil tangkapan ikan setempat (Hoggart et al., 2000) 3. Suaka tradisional dan lubuk larangan Suaka tradisional merupakan perlindungan ikan yang bersifat sederhana dan skalanya lebih kecil, misalnya dilarang menangkap ikan di ”lebung”, membuat ”rebo” atau rumpon untuk perlindungan ikan (Hoggart et al, 2000). Bentuk pengelolaan perairan umum yang bersifat suaka tradisional yang lain adalah ”Lubuk Larangan” (river protected area) yaitu lubuk tertentu yang ditunjuk, dilindungi dan dikelola oleh masyarakat dan pemerintahan desa (Anonim, 2007a). Lubuk biasanya berupa cekungan yang agak dalam yang terdapat di suatu sungai, merupakan habitat tempat berkumpulnya ikan untuk berkembang biak dan berlindung dari upaya penangkapan. terutama pada musim kemarau dimana sungai-sungai relatif dangkal. Pengelolaan lubuk-lubuk itu sangat besar artinya karena dapat menyelamatkan ikan-ikan yang hidup disana. Pengaturan/Pengawasan Penangkapan Ikan Penurunan potensi plasma nutfah perikanan biasanya disebabkan antara lain oleh kegiatan penangkapan yang tidak ramah lingkungan, penangkapan yang berlebihan (over fishing) dan adanya kerusakan lingkungan. Untuk menjaga kelestarian sumber daya perikanan di perairan umum harus dibuat/ dilakukan pengaturan/pengawasan dan penyuluhan dalam usaha meningkatkan disiplin masyarakat, agar tidak berbuat negatif terhadap kelestarian sumber daya seperti pemakaian bahan peledak, racun, listrik dan cara-cara penangkapan ikan lainnya yang menyebabkan musnahnya sumber daya perikanan, serta terjadinya pencemaran perairan atau lingkungan. Dalam Pasal 8 UU RI No 31 Th 2004 (Anonim, 2005) dikatakan, setiap orang dilarang melakukan penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan ikan menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau bangunan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian sumberdaya ikan/atau lingkungan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia. Untuk itu perlu disusun langkah-langkah operasional yang tepat dalam pelaksanaan pengaturan/pengawasan untuk menjamin keberhasilannya. Pengaturan penangkapan dapat mencakup : 1. Musim dan waktu penangkapan. Pembatasan musim, waktu dan daerah penangkapan berhubungan dengan kaidah biologis, terutama musim dan tempat-tempat pemijahan ikan, misalnya berupa penutupan sementara bagian perairan tertentu dari penangkapan ikan dengan maksud untuk memberi kesempatan bagi ikan-ikan untuk bertelur dan memijah. Dengan membiarkan ikan memijah sekali dalam setahun paling tidak telah memberi kesempatan ikan untuk melakukan rekruitmen generasi berikutnya. (Herianti, 2005). Penentuan musim dan wilayah tangkapan perlu ditetapkan dan disepakati sebelumnya oleh seluruh masyarakat/ stakeholders setempat melalui pengaturan secara adat misalnya pada lubuk larangan di beberapa daerah dan lelang lebak lebung di Sumatera Selatan. Pengaturan penangkapan di lubuk larangan hanya diperbolehkan sekali atau dua kali dalam setahun agar ikanikan muda dapat tumbuh dan berkembang terlebih dahulu.
Semnaskan_UGM/Manajemen Sumberdaya Perikanan/MSB-03 5
Seminar Nasional Tahunan VI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 25 Juli 2009 2. Jumlah/Jenis ikan Pengaturan jenis dan jumlah serta ukuran ikan yang boleh atau tidak boleh ditangkap terutama ditujukan untuk species ikan yang sudah mulai langka atau terancam kepunahan, misalnya penangkapan ikan siluk/arwana super red di suaka perikanan Danau Empangau Kalimantan Barat, hanya dibolehkan menangkap ukuran benih yang telah ditetapkan masyarakat setempat, bagi yang terbukti melakukan pelanggaran diberikan sangsi/hukum yang berat dan tegas (Asyari, 2007). 3. Pembatasan macam/ukuran alat tangkap Pengaturan alat tangkap, bahan dan cara penangkapan ikan, berhubungan dengan kaidah teknis. Larangan penggunaan macam/jenis alat tangkap yang dapat mengancam kelestarian sumber daya ikan, misalnya penggunaan racun, bahan peledak, aliran listrik (stroom) atau alat yang dapat merusak lingkungan lainnya, pelarangan ini belum begitu jalan karena keterbatasan dana dan tenaga dan luas daerah yang diawasi. Beberapa alat tangkap di perairan umum membahayakan kelestarian plasma nutfah perikanan termasuk udang, namun belum ada larangan dari pemerintah seperti tuguk dan corong di Sumatera Selatan, jermal dan bubu waring di Kalimantan Barat serta Selambau di Kalimantan Selatan. Selain itu pembatasan ukuran mata jaring suatu alat penangkapan juga penting. misalnya penentuan ukuran mata jaring minimal yang boleh dipakai. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah pengurasan sumber daya yang dapat menjurus kepada punahnya sumber daya tersebut. Untuk mengatur semua itu perlu suatu ketetapan yang bersifat mengikat (Perda) dengan mempertimbangkan kelestarian sumber daya ikan dan azas manfaat. Maka perlu penjabaran peraturan daerah tentang alat-alat tangkap yang sifatnya specifik daerah yang diperkirakan membahayakan kelestarian sumber daya ikan. Pengawasan Penangkapan Dalam pelestarian plasma nutfah perikanan, pengawasan terhadap penangkapan ikan sangat penting artinya, pengawasan dapat dilakukan oleh pemerintah, masyarakat nelayan, kelompok tani atau lembaga sosial masyarakat (LSM). Selain itu penyuluhan yang intensif tentang pentingnya pelestarian plasma nutfah perikanan di perairan umum juga perlu dilakukan. Untuk lebih menjamin berjalannya pengaturan/cara-cara penangkapan ikan ini, sangat diperlukan penegakan hukum yang tegas bagi yang terbukti melakukan pelanggaran penangkapan ikan dengan alat-alat yang dilarang tersebut. Pengkayaan /Peningkatan Stok Pada saat ini stok (keberadaan) sumber daya ikan perairan umum baik di Sumatera dan Kalimantan cenderung semakin berkurang hal ini dirasakan langsung oleh nelayan, baik dari jumlah hasil tangkapan maupun dari ukuran ikan yang tertangkap. Menurut Effendi (2004) pengurangan stok ikan ini disebabkan oleh tingginya laju penangkapan dan kematian dibandingkan dengan laju perkembang biakan dan pertumbuhan. Laju penangkapan ikan meningkat disebabkan oleh tuntutan pemenuhan kebutuhan manusia yang meningkat sejalan dengan pertambahan populasi penduduk dunia. Laju kematian ikan di alam meningkat sejalan dengan semakin memburuknya kualitas lingkungan termasuk rusaknya habitat hidup ikan akibat praktek-praktek penangkapan yang merusak seperti penggunaan bom, racun, listrik dan sebagainya. Laju produksi dan pertumbuhan tidak secepat laju penangkapan dan kematian ikan juga akibat rusaknya kualitas lingkungan tersebut. Dengan semakin berkurangnya stok ikan di alam, perikanan tangkap dunia melakukan perobahan sudut pandang dari paradigma lama yang menekankan peningkatan produksi melalui perbaikan efektifitas teknologi penangkapan ke paradigma baru yang lebih menekankan aspek pemanfaatan sumber daya hayati yang lestari dan berkelanjutan. Dalam paradigma baru tersebut dinyatakan pada Code of Conduct for Responsible Fisheries atau kode tindak perikanan yang bertanggung jawab yang diprakarsai oleh Organisasi Pangan Dunia (FAO) disebutkan perlunya upaya-upaya pengkayaan/peningkatan stok (stock enhancement) ikan di alam melalui beberapa kegiatan seperti stocking, restocking dan introduksi jenis ikan baru. Pengkayaan/peningkatan stok merupakan suatu teknik manipulasi stok untuk meningkatkan populasi ikan, sehingga total hasil tangkapan ikan di suatu perairan meningkat dan kelestarian sumberdaya ikan dapat dipertahankan, bahkan produksinya dapat ditingkatkan. Upaya pemacuan stok dilakukan di perairan yang produktifitas alaminya tinggi, tetapi recruitmen alaminya
Semnaskan_UGM/Manajemen Sumberdaya Perikanan/MSB-03 6
Seminar Nasional Tahunan VI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 25 Juli 2009 terbatas, upaya ini akan dinilai berhasil jika populasi ikan tersebut, dapat tumbuh dan berkembang biak secara alami (Purnomo et al., 2001). Menurut Numberi (2007), program pemacuan stok telah banyak dilakukan di negara lain, FAO tahun 1999 menyebutkan bahwa pemacuan stok di perairan pedalaman China dan Vietnam dapat meningkatkan hasil tangkapan sebesar 20% dari total hasil tangkapan. Sedangkan di Norwegia berhasil melakukan pemacuan stok dengan tingkat keberhasilan hingga 32%. Menurut perhitungan tim ahli pemacuan stok LIPI dan BRKP tahun 2005 bila program pemacuan stok dilakukan secara benar akan dapat meningkatkan potensi perikanan tangkap di perairan umum menjadi 6,4 juta ton per tahun dari sebelumnya hanya sebesar 0,9 juta ton per tahun atau setara dengan nilai Maximum Sustainable Yield (MSY). Dari luas keseluruhan perairan umum Indonesia sebesar 54 juta hektar, 13,3 juta hektar diantaranya potensial untuk dikembangkan sebagai kegiatan pemacuan stok yang meliputi perairan danau, waduk dan sungai. Pemilihan teknik pengkayaan stok akan disesuaikan dengan kondisi biolimnologis dan sumber daya ikan di perairan yang bersangkutan. Dalam teknik pengkayaan stok jenis ikan yang akan ditebarkan diusahakan jenis-jenis ikan asli (indigenous) perairan yang bersangkutan dimana populasinya mengalami penurunan sehingga tidak akan berdampak negatif terhadap populasi ikan lainnya. Kriteria pertimbangan terhadap jenis ikan yang akan ditebar meliputi hal-hal sebagai berikut : bernilai tinggi, benih tersedia dan mudah dalam pemeliharaan, kelangsungan hidup tinggi setelah ditebarkan, pertumbuhan cepat/berukuran besar, fekunditas tinggi, tidak berdampak negatif terhadap spesies lain. Menurut Welcomme & Bartley (1998) program peningkatan stok di negara-negara yang sedang berkembang umumnya tidak pernah dimonitor dan dievaluasi pelaksanaannya sehingga tidak pernah ada solusi terhadap penyebab kegagalan, apalagi upaya untuk menanggulangi kemungkinan adanya dampak negatif di kemudian hari. Kegiatan pengkayaan stok yang dapat dilakukan adalah : 1. Stocking (penebaran ikan) Stocking biasanya ditujukan untuk memperkaya jumlah species ikan di suatu perairan dengan cara penanaman species ikan yang sebelumnya tidak ada. Dalam penanaman species ikan perlu memperhatikan faktor-faktor biologis, faktor-faktor tersebut diperhatikan agar tidak menyebabkan persaingan atau gangguan terhadap populasi species ikan asli (indigenous species)/yang sudah ada sebelumnya. Disamping untuk meningkatkan produktifitas perairan, ikan yang akan ditebar juga mempunyai manfaat ekonomi yang akan diperoleh nelayan, dan tahap berikutnya adalah pengawasan penangkapan, agar nelayan merasa memiliki dan bertanggung jawab untuk melindungi ikan yang ditebar tersebut. 2. Restocking (penebaran ulang) Merupakan salah satu upaya untuk menambah stok ikan tangkapan melalui kegiatan menebarkan suatu jenis ikan tertentu yang sudah ada di suatu perairan, biasanya untuk meningkatkan populasi jenis ikan yang mulai menurun jumlahnya atau yang sudah terancam kepunahannya. Restocking dapat dilakukan bila ada benih, baik dari penangkapan atau hasil pengembang biakan. Penentuan jenis ikan yang ditebar sebaiknya : Disukai masyarakat setempat dan mempunyai harga jual yang tinggi, diprioritaskan pada jenis ikan yang populasinya mulai menurun atau hampir punah, baik disebabkan oleh faktor lingkungan maupun karena adanya tangkap lebih (over fishing). Selain menambah stock ikan agar dapat dipanen sebagai ikan konsumsi, juga bertujuan mengembalikan fungsi dan peran perairan umum sebagai ekosistem akuatik yang seimbang. Tujuan restocking adalah : 1) Untuk meningkatkan stok populasi ikan di perairan umum. 2) Untuk meningkatkan produksi ikan guna pemenuhan gizi masyarakat. 3) Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat/nelayan di perairan umum dan menambah kesempatan kerja di bidang perikanan (Haryanto, 2004). Syarat-syarat restocking untuk perairan umum Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam melakukan kegiatan restocking yaitu : 1) Kesuburan perairan harus tinggi, 2) perairan tidak tercemar, 3) kualitas air memenuhi baku mutu air golongan C, 4) kondisi perairan layak bagi kehidupan biota akuatik, 5) sifat perairan permanen (mengandung air sepanjang tahun), 6) dekat dengan sumber benih (Haryanto, 2004).
Semnaskan_UGM/Manajemen Sumberdaya Perikanan/MSB-03 7
Seminar Nasional Tahunan VI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 25 Juli 2009 Haryanto (2004) menyatakan bahwa prioritas perairan umum yang akan di restocking mencakup: 1). Perairan umum yang sudah kritis dan padat tangkap 2). Banyak nelayan/petani ikan/masyarakat yang bermukim di sekitar perairan tersebut. 3). Produksi ikan cenderung menurun/rendah 4). Kenekaragaman jenis sumberdaya ikan rendah Dalam melakukan restoking harus diperhatikan juga kondisi ekosistem yang ada, hal ini guna menghindari perusakan ekosistem yang ada setelah dilakukannya restocking dan harus menghindari terancamnya ikan-ikan asli (indigenous species) dari kepunahan. Di Propinsi Jambi, Dinas Kelautan dan Perikanan beserta LSM melakukan restocking di sejumlah sungai dan rawa, ikan-ikan yang ditebar adalah jenis ikan setempat seperti betok, tambakan dan sepat, selain itu dilakukan juga di Danau Arang-Arang dan Danau Lamo. Di Danau Kerinci, Propinsi Jambi pada tahun 1995 restocking dilakukan dengan tujuan pengendalian/pembasmian gulma air eceng gondok dengan cara melepaskan sekitar 48.500 benih ikan grass carp/koan ukuran 5 – 8 cm ke beberapa daerah pinggiran danau selama tiga tahun berturut-turut. Benih yang direstocking berasal dari hasil pemijahan hatchery BBI Sentral di Kerinci. Ikan grass carp memakan akar eceng gondok, sehingga keseimbangan gulma air itu di bagian permukaan hilang, daunnya jatuh kepermukaan air dan terjadi pembusukan (dekomposisi) dan kemudian dimakan ikan. Pada tahun 1998 populasi eceng gondok di Danau Kerinci berkurang secara nyata (Chaniago, 2001). Namun sering restoking tidak didasari oleh pengetahuan (data dan informasi) tentang ekobiologi perairan serta sosial ekonomi nelayan dan masyarakat setempat. Pada umumnya penebaran itu tidak diikuti dengan kegiatan monitoring dan evaluasi. Sering dampak penebaran tersebut tidak berdampak nyata terhadap kehidupan dan kesejahteraan dan pendapatan nelayan sekitarnya (Soesilo, 2005). Dilain pihak beberapa upaya penebaran ikan di danau dan perairan umum lainnya menimbulkan masalah. Misalnya penebaran ikan mas di Danau Toba yang dilakukan pada zaman Belanda tahun 1930 an mengakibatkan menurunnya populasi ikan batak yang merupakan ikan adat bagi suku batak yang tinggal di sekitar danau tersebut. Namun ada juga penebaran ikan tersebut dapat dikatakan berhasil seperti yang dilakukan oleh Dirjen Perikanan Budidaya dengan mengikuti protokol atau aturan yang telah ditetapkan yaitu penebaran ikan didahului oleh riset pemacuan stok (stock enhancement), sehingga dapat dikembangkan ditempat lain (Soesilo, 2005). Menurut Manggabarani (2005) Penebaran ikan dilaksanakan dengan memperhatikan kelayakan lingkungan fisik dan kimiawi perairan, ketersediaan sumber daya makanan alami, struktur komunitas dan relung (nische) ekologi, interaksi species dan interaksi genetika. Benih ikan yang ditebar diprioritaskan dari jenis lokal, dapat berkembang biak, disukai masyarakat dan mempunyai nilai jual yang tinggi. Jumlah yang ditebar sesuai dengan daya dukung dan waktu penebaran memperhatikan waktu dan musim. Pelaksanaan penebaran ikan ditunjang dengan penyediaan benih yang cukup, dengan meningkatkan fungsi dan peran BBI. Penebaran ikan dibarengi dengan pemantauan dan evaluasi terhadap dampak yang ditimbulkannya. Introduksi Introduksi adalah kegiatan menebarkan jenis ikan baru yang belum pernah ada di perairan tersebut, harus dilakukan dengan hati-hati karena dapat menimbulkan kompetisi makan dan ruang dengan populasi ikan asli. Menurut Ondara (1982) Tak peduli untuk tujuan apa, suatu penebaran ikan baru pada suatu perairan bukan hanya sekedar melepaskan sejumlah ikan dan kemudian kita yakin bahwa mereka masih hidup untuk beberapa waktu lamanya, tapi penebaran itu bisa dikatakan berhasil bila ikan yang ditebar itu dapat melaksanakan siklus hidup tahunannya secara lengkap artinya mereka menemukan makanan yang cukup, tumbuh dengan baik dan berkembang biak. Pada hakekatnya penebaran ikan baru pada suatu perairan adalah pemasukan suatu unsur baru pada suatu ekosistem tertentu. Dengan jalan ini kita akan mengubah keseimbangan hayati ekosistem kearah yang kita kehendaki, disamping yang kita harapkan kegiatan ini juga bisa berdampak negatif atau juga bisa merugikan. Introduksi dan penebaran ikan merupakan cara yang banyak digunakan oleh pengelola perikanan untuk meningkatkan hasil tangkapan ikan di perairan waduk. Umumnya jenis ikan yang diintroduksikan atau ditebarkan di perairan waduk di Indonesia adalah jenis ikan budidaya seperti ikan mas, nila, tawes, gurami dan tambakan.
Semnaskan_UGM/Manajemen Sumberdaya Perikanan/MSB-03 8
Seminar Nasional Tahunan VI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 25 Juli 2009 Pembentukan Ekowisata Pembentukan daerah wisata untuk pelestarian plasma nutfah perikanan di perairan umum berbasis pada pendekatan dan pengembangan lingkungan yang dikenal sebagai ”Ekowisata” atau wisata lingkungan. Dalam The International Ecotourism Society didefinisikan ekowisata sebagai bentuk perjalanan wisata yang bertanggung jawab terhadap lingkungan alam yang menjaga lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal (Wood, 2002 dalam Assad, 2006). Ekowisata (ecotourism) dewasa ini menjadi salah satu pilihan dalam mempromosikan lingkungan yang khas dan terjaga keasliannya sekali gus menjadi suatu kawasan kunjungan wisata (Kasim, 2006). Asaad (2006) mengatakan sejauh ini bentuk pemanfaatan perairan umum dari sektor pariwisata lebih banyak ditekankan pada nilai lanskap (pemandangan alam), olah raga (dayung, arung jeram) dan hobbi (memancing). Secara prinsip pada perairan umum dapat diterapkan konsep ekowisata terutama pada suaka perikanan, namun harus dilakukan dengan hati-hati karena bisa mengganggu fungsi suaka perikanan sebagai perlindungan/konservasi bagi sumber daya hayati perikanan itu sendiri. Ekowisata sebaiknya hanya dilakukan pada zona-zona selain dari zona inti, bisa pada zona penyangga, zona ekonomi maupun zona bebas. Ekowisata tidak semata-mata bertujuan agar wisatawan dapat menikmati keindahan alam atau keunikan ikan dan habitatnya saja, tetapi lebih jauh lagi mencoba memahami dan menghayati proses-proses yang terdapat di alam yang mewujudkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan yang dinamis, lebih lanjut ekowisata diharapkan dapat menumbuhkan sikap dan perilaku yang mendukung upaya pelestarian dan fungsi lingkungan (Anonim, 2007b). Konsep ekowisata berbasis pada pendekatan dan pengembangan lingkungan dan konservasi alam, menurut Kasim (2006) konsep tersebut mencakup : 1. Penata lingkungan alami 2. Bernilai pendidikan (penelitian dan pengembangan) 3. Bernilai ekonomi dan partisipasi masyarakat lokal 4. Upaya konservasi dan pengelolaan habitat (lingkungan) 5. Minimalisasi dampak dan pengaruh lingkungan. Kegiatan ekowisata perikanan mempunyai 3 tujuan utama yaitu: 1). Bersifat edukatif, yakni menambah wawasan masyarakat pengunjung terhadap aktifitas perikanan. 2). Bersifat konservasi, yaitu menumbuhkan semangat konservasi dan pemeliharaan sumber daya perairan untuk kegiatan perikanan. 3). Bersifat sosial, yaitu mempunyai kontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan (Asaad, 2006).
Kesimpulan Potensi plasma nutfah perikanan perairan umum adalah sumber daya yang merupakan kekayaan nasional atau daerah yang sangat penting. Banyaknya bentuk tekanan terhadap sumber daya perikanan di perairan umum memerlukan bentuk pengelolaan yang rasional yang harus berorientasi pada kelestariannya. Upaya pengelolaan tersebut dapat berupa : 1. Pembentukan suaka perikanan yaitu kawasan perairan tertentu, baik air tawar, payau, maupun laut dengan kondisi dan ciri tertentu sebagai tempat berlindung/berkembang biak jenis sumber daya ikan tertentu, yang berfungsi sebagai daerah perlindungan. 2. Adanya pengaturan/pengawasan penangkapan Pengaturan/pengawasan penangkapan ikan meliputi musim dan waktu penangkapan, jumlah/jenis ikan dan pembatasan macam/ukuran alat tangkap, sedangkan pengawasan penangkapan dapat dilakukan oleh pemerintah, masyarakat nelayan, kelompok tani atau lembaga sosial masyarakat (LSM). 3. Melakukan pengkayaan stok Pengkayaan/peningkatan stok merupakan suatu teknik manipulasi stok untuk meningkatkan populasi ikan, sehingga total hasil tangkapan ikan di suatu perairan meningkat dan kelestarian sumberdaya ikan dapat dipertahankan, bahkan produksinya dapat ditingkatkan. 4. Pembentukan ekowisata perairan, yaitu pembentukan suatu kawasan wisata perairan yang dapat dikunjungi wisatawan yang bertanggung jawab terhadap lingkungan perairan dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Semnaskan_UGM/Manajemen Sumberdaya Perikanan/MSB-03 9
Seminar Nasional Tahunan VI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 25 Juli 2009
Daftar Pustaka Anonim. 2003. Ikan Perairan Umum di Jambi Terancam Setrum Listrik. Kompas 21 Maret 2003. Disitir dari http:// kompas.com. Anonim. 2005. Undang-Undang Perikanan 2004. UU RI No.31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Penerbit Sinar Grafika. 81 halaman. Anonim. 2007a. Hukum Adat Jambi, Piagam Kesepakatan Masyarakat Adat Desa Batu Berbau untuk Pengelolaan Sumber Daya Alam. Disitir dari http://www.bappenas.go.id/ pesisir/fronted/documen.php. Diakses 23 Agustus 2007. Anonim.2007b. Selamat Datang di Perpustakaan Emil Salim, Kamus Lingkungan Hidup. http://perpustakaan.menlh.go.id. Diakses 23 Agustus 2007. Assad, A.I.J. 2006. Perspektif Ekowisata Perikanan Sebagai Salah Satu Bentuk Pengelolaan Perairan Umum. Prosiding Seminar Nasional Forum Perairan Umum Indonesia III. Buku II. Makalah Penunjang. Pusat Riset Perikanan Tangkap. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Asyari. 2007. Jenis Ikan, Fungsi dan Peraturan di Suaka Perikanan (Danau Lindung) Empangau Kabupaten Kapuas Hulu Kalimantan Barat. Prosiding Seminar Nasional Tahun IV Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan Tahun 2007. Diterbitkan oleh Jurusan Perikanan dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Chaniago, Z. 2001. Eceng Gondok archieve.com/rantau-net.com.
di
Danau
Kerinci.
Disitir
dari
http://www.mail-
Chosaeri, H.A. 1982. Pemeliharaan Ikan dalam Haba di Perairan Umum. Prosiding Perikanan Perairan Umum. Puslitbang Perikanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Hal : 261 – 282. Darwis, A. A and M. S. Rusli. 2004. Bioisland integrated area for research development and production of biotechnology based industry. Paper presented at APEC Workshop on Sustainable Use of biodiversity, 15 March 2004. Jakarta. 6 pp. Dahuri, R. 2005. Perikanan Perairan Umum untuk Mendukung Pembangunan Ekonomi Nasional. Prosiding Forum Perairan Umum I. Pemanfaatan dan Pengelolaan Perairan Umum Secara Terpadu Bagi Generasi Sekarang dan Mendatang. Balai Riset Perikanan Perairan Umum. Pusat Riset Perikanan Tangkap. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Hal : 1 – 6. Effendi, I. 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya Jakarta. 188 halaman. Gustiano, R dan K. Sugama. 2004. Pengelolaan dan Pencadangan Plasma Nutfah Perikanan sebagai Aset dalam Pemenuhan Kebutuhan Manusia. Pusat Riset Perikanan Budidaya. Badan Riset Kelautan Perikanan. Haryanto, T. 2004. Strategi Pelaksanaan Restoking dalam Rangka Pengelolaan Perairan Umum. Pedoman Pengelolaan Restocking Perikanan. Makalah Pribadi, Pengantar Falsafah Sains, Sekolah Pasca Sarjana/S3 Institut Pertanian Bogor. Heriyanti, I. 2005. Sidat Sumber Daya Plasma Nutfah yang Perlu Dilestarikan. Prosiding Forum Perairan Umum I. Pemanfaatan dan Pengelolaan Perairan Umum Secara Terpadu Bagi Generasi Sekarang dan Mendatang. Balai Riset Perikanan Perairan Umum. Pusat Riset Perikanan Tangkap. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Hal : 315- 39. Hoggarth, D.D., M. F. Sukadi., A.S .Sarnita., S. Koeshendrajana., N.A. Wahyudi., E.S. Kartamihardja., A. Purnomo., M. S. Anggraeni., A.K.Gaffar., Ondara., M.A.Thomas.,
Semnaskan_UGM/Manajemen Sumberdaya Perikanan/MSB-03 10
Seminar Nasional Tahunan VI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 25 Juli 2009 Murniyati dan K. Purnomo. 2000. Panduan Pengelolaan Bersama Suaka Produksi Ikan di Perairan Sungai dan Rawa Banjiran. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan Litbang Pertanian. 27 halaman. Ilyas, S., E.S.Kartamihardja., F.Cholik., R. Arifuddin., Krismono., D.W.H. Tjahjo., Z. Jangkaru., W. Ismail., A. Hardjamulia., E. Pratiwi., H. Supriyadi., Sutrisno dan S. Hadiwigeno. 1992. Pedoman Teknis Pengelolaan Perairan Umum Bagi Pengembangan Perikanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. 80 halaman. Jangkaru, Z; R. Djajadiredja dan F.Cholik. 1982. Pengembangan Budidaya Ikan di Perairan Umum dan Masalahnya. Prosiding Seminar Perikanan Perairan Umum. Puslitbang Perikanan. Badan Litbang Pertanian. Hal : 233 – 236. Kasim, M. 2006. Kawasan Mangrove dan Konsep Ecotourism. Disitir dari http://marufkasim.blog. com. Diakses 23 Februari 2006. Kartamihardja, E.S; A.Hardjamulya dan A.S. Sarnita. 1982. Percobaan Pendahuluan Budidaya Ikan Secara Polikultur dalam Hampang di Perairan Curug Karawang. Prosiding Seminar Perikanan Perairan Umum No.1. Puslitbang Perikanan Jakarta. Hal : 283 – 289. Kottelat, M and T. Whitten. 1996. Freshwater Biodiversity in Asia. World Bank Tech. Paper. 343 pp. Manggabarani, H. 2005. Program dan Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Perikanan di Perairan Umum. Prosiding Forum Perairan Umum I. Pemanfaatan dan Pengelolaan Perairan Umum Secara Terpadu bagi Generasi Sekarang dan Mendatang. Balai Riset Perikanan Perairan Umum. Pusat Riset Perikanan Tangkap. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Nugroho, E. 2002. Pemanfaatan dan Pelestarian Plasma Nutfah Ikan untuk Meningkatkan Produktifitas Perikanan Budidaya. Warta Penelitian Perikanan Indonesia, 8 : 6 – 13.
Numberi, F. 2007. Pengarahan Menteri Kelautan dan Perikanan R.I pada acara pembukaan apresiasi pemacuan stok ikan di perairan umum. Hotel Salak, Bogor Jawa Barat. 26 Juni 2007. Disitir dari http://www.dkp.go.id/content.php. Ondara. 1982. Beberapa Catatan tentang Perairan Tawar dan Fauna Ikannya di Indonesia. Prosiding Seminar Perikanan Perairan Umum. Buku II. Puslitbang Perikanan Jakarta. Purnomo,K., S.Koeshendrajana dan E. S.Kartamihardja. 2001. Konsep Peningkatan Stok di Perairan Waduk dan Danau. Warta Penelitian dan Perikanan Indonesia. Vol 7.No.2. Pusat Riset Perikanan Budidaya, jakarta. Hal : 15 -18. Satria, H. 1988. Proyek Budidaya Ikan di Perairan Umum. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol.10.No. 1. Departemen Pertanian Jakarta. Schmittou, H.R. 1991. Budidaya Keramba, Suatu Metode Produksi Ikan di Indonesia. Fisheries and Development Project, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Jakarta, 126 halaman. Soesilo, I. 2005. Status Terkini dan Program Riset Perikanan Perairan Umum. Prosiding Forum Perairan Umum I. Pemanfaatan dan Pengelolaan Perairan Umum Secara Terpadu Bagi Generasi Sekarang dan Mendatang. Balai Riset Perikanan Perairan Umum. Pusat Riset Perikanan Tangkap. Hal : 39 – 43.
Suwelo, I.S. 2005. Species Ikan Langka dan Terancam Punah Perlu Dilindungi Undang-Undang. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, Jilid 12, No.2. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Hal : 161 - 168
Semnaskan_UGM/Manajemen Sumberdaya Perikanan/MSB-03 11
Seminar Nasional Tahunan VI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 25 Juli 2009
Utomo, A.D dan Z. Nasution. 1995. Evaluasi Reservat dalam Rangka Pelestarian Sumber Daya Perikanan di Perairan Umum. Kumpulan makalah seminar PPEHP perikanan di perairan umum. Sub Balai Penelitian Perikanan Air Tawar Palembang. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Hal : 55 – 62. Utomo, A.D., M.T.D. Sunarno dan S. Adjie. 2005. Teknik Peningkatan Produksi Perikanan Perairan Umum di Rawa Banjiran Melalui Penyediaan Suaka Perikanan. Prosiding Forum Perairan Umum I. Pemanfaatan dan Pengelolaan Perairan Umum Secara Terpadu Bagi Generasi Sekarang dan Mendatang. Balai Riset Perikanan Perairan Umum. Pusat Riset Perikanan Tangkap. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Hal : 185 – 192. Vaas, K.F. 1955. Pemeliharaan Ikan Mas dalam Keramba di Bandung. Laporan Balai Penyelidikan Perikanan Darat. Bogor, 4 p. Welcomme, R.L and D.M. Bartley. 1998. An Evaluation of Present Techniques for the Enhancement of Fisheries. In T.Petr (eds.) Inland Fisheries Enhancement. Papers presented at the FAO/DFID. Expert consultation on inland fisheries enhancement. Dhaka, Bangladesh. 7 – 11 April 1997. FAO Fish. Tech. pap. No.374.Rome. p. 1 – 36. Whitten, T. J., M. Mustofa dan G. S. Henderson. 1987. Ekologi Sulawesi. Penerjemah G.Tjitrosoepomo. Gajah Mada University. Press, Yogyakarta.
Semnaskan_UGM/Manajemen Sumberdaya Perikanan/MSB-03 12