UPAYA MENEKAN TINGKAT PERCERAIAN PASANGAN SUAMI ISTERI PADA PERKAWINAN USIA DINI Heniyatun, SH.,M.Hum, Bambang Tjatur Iswanto, SH., MH, Puji Sulistyaningsih, SH.,MH Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang email:
[email protected] Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang email:
[email protected] Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang
[email protected]
ABSTRAK Perkawinan merupakan sesuatu yang sakral, artinya seorang pria dan wanita yang melakukan perkawinan bukan hanya jiwa atau secara lahiriah saja mereka bersatu, tetapi juga secara batiniah mereka bersatu untuk bersama-sama membangun satu keluarga baru. Setiap orang yang hendak melangsungkan perkawinan tentu menginginkan perkawinannya hanya sekali untuk selamanya. Namun kenyataannya banyak pasangan suami isteri tidak dapat mempertahankan rumah tangganya, karena sering terjadi pertengkaran/ percecokan atau karena adanya tindakan dari pasangannya yang tidak menyenangkan, sehingga akhirnya mereka memutuskan untuk bercerai. Akhir-akhir ini perceraian banyak diajukan oleh pasangan usia subur/ usia produktif, khususnya pasangan yang melangsungkan perkawinan pada usia dini. Penyebab perceraian dari perkawinan usia dini ini antara lain karena ketidak harmonisan rumah tangga, suami tidak bertanggung jawab, dan faktor ekonomi. Berdasarkan hal tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana upaya menekan tingkat perceraian pasangan suami isteri dalam perkawinan usia dini? Penelitian ini merupakan penelitian yang sifatnya yuridis empiris, yang tujuannya adalah untuk mengadakan idenfitikasi terhadap suatu masalah hukum agar dikaji dan diteliti dengan menggunakan dasar-dasar teori yang di dapat dari berbagai kepustakaan berupa dokumen-dokumen, peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, serta buku-buku yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, dan data primer. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik random sampling, yang artinya dalam pengambilan sampel untuk penelitian memberikan kesempatan yang sama pada setiap populasi untuk dapat dipilih sebagai sampel. Setelah semua data terkumpul, baik data primer maupun sekunder maka selanjutnya diolah dan dianalisa dengan metode kualitatif berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kemudian dilakukan analisa dan selajutnya dilakukan pelaporkan. Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa Kepala Desa dan KUA memberikan surat pengantar untuk melangsungkan perkawinan bagi pasangan usia muda karena calon mempelai wanitanya sudah hamil lebih dahulu. Faktor yang menjadi penyebab terjadinya perceraian di kalangan pasangan perkawinan usia dini, antara lain dipengaruhi oleh faktor ekonomi, yaitu karena pasangan muda belum bekerja, sehingga kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga karena. Selain itu kurang matangnya kedewasaan dalam berumah tangga, sehingga tidak siap melakukan hidup berumah tangga. Adapun upaya untuk mencegah terjadinya perceraian pada pasangan usia dini antara laian adalah dengan mengefektifkan peran BP4 Kecamatan, membentuk kelompok kerja keluarga sakinah, bekerjasama dengan Bapermaspuan untuk melaksanakan penyuluhan tentang pendewasaan usia nikah. Kata kunci: menekan, perceraian, perkawinan usia dini.
Efforts to Hold Down the Divorce Level of Early-Aged Marriage Spouses i
ABSTRACT Marriage is a sacred thing. When a man and woman get married, they not only come together physically but also unite psychologically in order to make new family. Everyone wants one time and long lasting forever marriage. However, in fact, many spouses are unable to maintain their marriage. It’s due to menage conflict or unpleasant behavior that they decide to divorce. Recently, many productive/ fertile aged spouses, especially the early-aged marriage spouses, submit legal divorce. The divorce reasons of early-aged marriage are disharmony, irresponsible husband, and economic factor. Therefore, based on the fact stated before, the research problem is about how to hold down the divorce level of early-aged marriage. This research is an empiric juridical research which aims to identify legal cases to be examined by using theoretical foundation from any documents, legislation, court ruling, and books related to the research. The data used in this research are primary and secondary data. The sampling technique used in this research is random sampling technique. It means that population has the similar chance to be the sample of the research. After the collecting of the primary and secondary data, the data is cultivated and analyzed using qualitative method based on legislation and reported, later. Based on the research result, it can be concluded that village chief and religious affair office (KUA) chief give cover letter to get married for early-aged couple because the bride’s pregnancy. One of the divorce factors of the spouse of early-aged marriage is economic factor, in which they aren’t working yet, so that they are difficult to fulfill their menage neccesity. Another reason is immatury of the spouse that lead to the unreadiness in marriage life. The efforts to prevent the divorce on early-aged spouse are optimizing the role of sub district marriage advisory and divorce settlemet Board (BP4), establishing harmonious family team work, cooperating with women’s watchdog Board (Bapermaspuan) to educate the people on the importance of enhancment on the age of marriage. Keyword: hold down, divorce, early-aged marriage.
ii
menegaskan bahwa apabila perkawinan
A. Pendahuluan Perkawinan merupakan suatu ikatan
dilangsungkan tanpa menurut agama/
yang sakral, artinya seorang pria dan
kepercayaan yang dianut oleh calon
wanita yang melakukan perkawinan bukan
pasangan suami isteri, maka perkawinan
hanya jiwa atau secara lahiriah saja mereka
yang dilakukan itu dianggap tidak sah.
bersatu, tetapi juga raga atau secara
Selanjutnya dalam Pasal 2 ayat (2) UU
batiniah mereka bersatu untuk bersama-
Perkawinan
sama membangun satu keluarga baru. Hal
perkawinan dicatat menurut peraturan
ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1
perundang-undangan
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
Adanya pencatatan perkawinan tersebut
Tentang Perkawinan (selanjutnya disebut
bersifat administratif, bahwa perkawinan
UU
menentukan
itu memang ada dan terjadi. Namun
“perkawinan ialah ikatan lahir batin antara
pencatatan perkawinan tidak menentukan
seorang pria dengan seorang wanita
sahnya
sebagai
tujuan
perkawinan hanya dianggap sah apabila
membentuk keluarga (rumah tangga) yang
dilaksanakan menurut hukum masing-
bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan
masing agamanya dan kepercayaannya itu
Yang Maha Esa”. Pengertian perkawinan
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat
tersebut dapat dipahami bahwa seorang
(1) UU Perkawinan.
pria
Perkawinan),
suami
dan
yang
isteri
seorang
dengan
suatu
“tiap-tiap
yang
berlaku”.
perkawinan,
karena
yang
Pencatatan perkawinan tersebut
melaksanakan perkawinan dapat disebut
bertujuan agar perkawinan itu jelas dan
sebagai suami isteri dalam membentuk
baik,
keluarga
kekal
bersangkutan maupun bagi masyarakat,
berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa
karena pencatatan perkawinan dilakukan
ini
saling
dalam suatu surat yang bersifat resmi dan
menyayangi, menghormati, setia dan dapat
dimuat dalam daftar khusus, sehingga
menerima kekuarangan maupun kelebihan
sewaktu-waktu dapat digunakan sebagai
dari pasangannya.
alat bukti tertulis yang otentik.
yang
diperlukan
Kemudian
wanita
menentukan
bahagia
adanya
dalam
dan
rasa
terhadap
pasangan
yang
melaksanakan
Pencatatan perkawinan ini sesuai
perkawinan, Pasal 2 UU Perkawinan
dengan UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang
menentukan bahwa “perkawinan adalah
Administrasi
sah, apabila dilakukan menurut hukum
mengatur tata cara dan tata laksanan
masing-masing
pencatatan
agamanya
dan
kepercayaannya itu”. Ketentuan tersebut
Kependudukan,
peristiwa
penting
yang
atau
pencatatan sipil yang dialami setiap
1
penduduk
Republik
(Neng
sekali pasangan suami isteri tidak dapat
Djubaidah, 2010: 225). Peristiwa penting
mempertahankan rumah tangganya, karena
menurut Pasal 1 angka (17) UU Nomor 23
sering terjadi pertengkaran / percecokan
Tahun 2006 adalah kejadian yang dialami
atau
oleh
kelahiran,
pasangannya yang tidak menyenangkan,
perkawinan,
atau juga terjadi hal-hal yang tidak
perceraian, pengakuan anak, pengesahan
diinginkan, sehingga akhirnya mereka
anak, pengangkatan anak, perubahan status
memutuskan untuk bercerai. Pasal 39 ayat
kewarganegaraan.
(1) UU Perkawinan menentukan bahwa
seseorang
kematian,
Indonesia
meliputi
lahir
mati,
Pencatatan perkawinan bagi mereka
karena
adanya
tindakan
dari
“Perceraian hanya dapat dilakukan di
yang beragama Islam berdasarkan Pasal 8
depan
UU Nomor 23 Tahun 2006, menentukan
pengadilan yang bersangkutan berusaha
bahwa kewajiban Instansi Pelaksana untuk
dan tidak berhasil mendamaikan kedua
pencatatan nikah, talak, cerai, dan rujuk
belah pihak”. Selanjutnya Pasal 39 ayat (2)
pada tingkat Kecamatan dilakukan oleh
UU
pegawai pencatat pada KUA Kecamatan
melakukan perceraian harus ada cukup
sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor
alasan, bahwa antara suami isteri tidak
22 Tahun 1946 jo UU Nomor 32 Tahun
akan dapat hidup rukun sebagai suami
1954 Tentang Pencatatan Nikah, Talak dan
isteri”. Berdasarkan hal tersebut dapat
Rujuk, yang dalam hal ini adalah NTR di
dipahami bahwa suami isteri yang tidak
Kantor Urusan Agama (KUA). Adapun
dapat didamaikan, agar hidup rukun untuk
bagi
melangsungkan
mempertahankan rumah tangganya, dan
perkawinan menurut agama/ kepercayaan
untuk meyelesaikan permasalahan mereka
selain agama
Islam, dilakukan oleh
secara baik-baik memang diperbolehkan
Pegawai Pencatat Perkawinan di Kantor
untuk bercerai namun harus dengan alasan
Catatan Sipil.
yang tepat.
mereka
Setiap
yang
Perkawinan
pengadilan
menentukan
setelah
“untuk
yang
hendak
Ada 2 (dua) macam perceraian,
perkawinan
tentu
yaitu cerai talak dan cerai gugat. Cerai
perkawinannya
hanya
talak adalah perceraian yang dilakukan
terjadi sekali dan untuk selamanya.
oleh umat yang beragama Islam dengan
Pasanagan suami isteri secara bersama-
dijatuhkannya talak oleh suami terhadap
sama membangun rumah tangga yang
isterinya di muka pengadilan, sebagaimana
bahagia dan kekal, tidak ada niatan untuk
ditentukan dalam Pasal 14 Peraturan
bercerai. Namun kenyataannya banyak
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9
melangsungkan menginginkan
orang
sidang
2
Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-
mewilayahi tempat tinggal penggugat,
undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
kecuali
Perkawinan (selanjutnya disingkat dengan
kediaman bersama tanpa seizin suami.
isteri
meninggalkan
tempat
PP Nomor 9 Tahun 1975), yaitu bahwa
Berdasarkan uraian tersebut di atas
“seorang suami yang telah melangsungkan
maka dapat dipahami bahwa cerai gugat
perkawinan menurut agama Islam, yang
adalah perceraian yang terjadi sebagai
akan menceraikan isterinya, mengajukan
akibat adanya gugatan dari seorang isteri
surat
tempat
terhadap suaminya melalui pengadilan.
tinggalnya, yang berisi pemberitahuan
Namun apabila dilihat dalam PP Nomor 9
bahwa ia bermaksud menceraikan isterinya
Tahun 1975, bahwa cerai gugat ini dapat
disertai
dilakukan
kepada
pengadilan
dengan
di
alasan-alasan
serta
oleh
suami
isteri
meminta kepada pengadilan agar diadakan
melangsungkan
sidang untuk keperluan itu”. Adapun
agama Islam dan oleh suami isteri yang
pengertian
melangsungkan
talak
itu
sendiri
dalam
perkawinan
menurut
agama
ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan
sebagaimana diatur dalam Pasal 20 ayat (1)
Agama yang menjadi salah satu sebab
PP Nomor 9 Tahun 1975, bahwa “gugatan
putusnya
cara
perceraian diajukan oleh suami atau isteri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129
atau kuasanya kepada pengadilan yang
sampai dengan Pasal 131.
daerah
Cerai
kediaman tergugat.
perceraian berdasarkan Pasal 73 ayat (1)
Terjadinya
Perkawinan,
atau
hukumnya
gugatan
UU
gugat
dengan
selain
menurut
Kompilasi Hukum Islam Pasal 117 adalah
perkawinan
lain
perkawinan
yang
disebutkan
agama
meliputi
perkawinan
Islam,
tempat
dan
bahwa,
perceraian bagi pasangan suami isteri,
gugatan perceraian diajukan oleh isteri
khususnya yang bergama Islam banyak
atau kuasanya kepada pengadilan yang
melibatkan lembaga-lembaga yang terkait,
daerah
yaitu antara lain Kelurahan/ Desa, KUA,
hukumnya
meliputi
tempat
kediaman penggugat, kecuali apabila
Badan
penggugat dengan sengaja meninggalkan
Pencegahan
tempat kediaman bersama tanpa ijin
Pengadilan
tergugat.
Kompilasi
merupakan lembaga pemerintahan yang
ayat
(1),
mencatat secara administratif pasangan
menyebutkan gugatan perceraian diajukan
suami isteri yang mengajukan permohonan
oleh isteri atau kuasanya pada Pengadilan
bahwa
Agama
melangsungkan perkawinan, ataupun yang
Hukum
Adapaun Islam
yang
dalam
Pasal
132
daerah
hukumnya
Penasehat
Perkawinan
Perceraian Agama.
pasangan
dan
(BP4),
dan
Kelurahan/
Desa
tersebut
akan
3
akan melakukan perceraian. Adapun KUA
mengalami perselisihan / beda pendapat.
hanya
administratif
15% (lima belas) persen dari 40% (empat
pasangan suami isteri yang mengajukan
puluh) persen yang berselisih berlanjut
permohonan
akan
melangsungkan
pada perceraian. Terjadinya perceraian
perkawinan,
sehingga
perkawinannya
80% (delapan puluh) persen disebabkan
mencatat
secara
tercatat secara sah baik menurut hukum
perkainan
usia
muda.
Usia
agama Islam maupun menurut hukum
perkawinannyapun tidak lebih dari lima
Nasional. Selanjutnya BP4 mempunyai
tahun
tugas antara lain, mendamaikan pasangan
(http://www.pelita.or.id/baca.php?id=111
suami isteri yang hendak bercerai agar mau
25)
rukun kembali membangun rumah tangga
Pengadilan Agama Kota Mungkid,
bersama. Apabila suami isteri sudah tidak
Kabupaten Magelang memperkirakan pada
dapat didamaikan lagi dan memilih untuk
tahun 2012 ini kasus perceraian bisa
tetap bercerai, maka Pengadilan Agama
mencapai 2400 kasus. Perkiraan tersebut
akan memutuskan permohonan perceraian
berdasarkan data kasus perceraian selama
yang mereka ajukan.
tahun 2011 sebanyak 2.128 kasus. Jumlah
Baik cerai talak maupun cerai gugat,
ini meningkat jika dibanding pada tahun
pada akhir-akhir ini marak diajukan oleh
2010 yang hanya mencapai 2.098 kasus.
suami isteri pasangan usia subur/ usia
Pada tahun 2011 tersebut, dari 2.128 kasus
produktif,
yang
perceraian, yang terbanyak merupakan
melangsungkan perkawinan pada usia dini.
cerai gugat, yaitu jumlahnya mencapai
Penyebab perceraian dari perkawinan usia
1.229 kasus, sedang sisanya yaitu 647
dini ini antara lain adalah ketidak
kasus
harmonisan rumah tangga, suami tidak
(http://www.seputar-
bertanggung
indonesia.com/edisicetak/content/view/47
khususnya
jawab,
pasangan
gangguan
pihak
merupakan
cerai
ketiga, kawin paksa, karena krisis akhlaq
1902/)
Tingginya
angka
akibat
tersebut
menurut
Sukartun
pergaulan
bebas,
dan
faktor
ekonomi.
Al-Munawar,
perceraian (panitera
Pengadilan Agama Kota Mungkid) dipicu
Menteri Agama Prof. Dr. H. Said Agil
talak
MA,
oleh kurang matangnya kejiwaan pasangan
mengatakan
suami isteri. Hal ini karena ternyata
realita kehidupan masyarakat khususnya
kebanyakan pasangan yang bercerai adalah
umat Islam di Indonesia saat ini masih
pasangan usia prosuktif.
memprihatinkan. Sebanyak 40% (empat
Menurut panitera Pengadilan Agama
puluh) persen dari hasil perkawinan itu
Kota Mungkid Sukartun, angka perceraian
4
tahun
2012 ini meningkat, hingga
memberikan kesempatan yang sama pada
pertengahan bulan Pebruari 2012 kasus
setiap populasi untuk dapat dipilih sebagai
perceraian yang masuk ke pengadilan
sampel. Setelah semua data terkumpul,
sudah mencapai 384 kasus. Kalau dirata-
baik data primer maupun sekunder maka
rata setiap bulannya terjadi perceraian
selanjutnya diolah dan dianalisa dengan
lebih
metode kualitatif berdasarkan peraturan
dari
200
kasus
(http://www.kr.co.id/web/detail.php?sid=
perundang-undangan
yang
berlaku,
140963&actmenu=36).
kemudian dilakukan analisa dan selajutnya dilakukan pelaporkan.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan
latar
belakang
masalah yang telah diuraikan, maka dalam
D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
penelitian ini penulis mengajukan rumusan
1.
masalah hanya pada: Bagaimana upaya
Dini
menekan tingkat perceraian pasangan suami isteri dalam perkawinan usia dini?
Pengertian Perkawinan Usia
Menurut para responden (KUA, Kepala Desa), bahwa perkawinan usia dini yang sering dilakukan adalah pasangan tersebut belum mencapai batasan umur
C. Metodologi Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian
seperti yang ditentukan dalam Pasal 7
yang sifatnya yuridis empiris, yang
Undang-undang Perkawinam tahun1974,
tujuannya
mengadakan
yaitu perkawinan yang dilakukan di bawah
idenfitikasi terhadap suatu masalah hukum
usia 19 tahun bagi laki-laki dan di bawah
agar
dengan
usia 16 tahun bagi perempuan. Perkawinan
menggunakan dasar-dasar teori yang di
usia dini tersebut tidak harus keduanya
dapat dari berbagai kepustakaan berupa
belum mencapai usia yang ditentukan oleh
dokumen-dokumen, peraturan perundang-
Undang-undang
undangan, putusan pengadilan,serta buku-
Peraturan Menteri Agama Nomor 11
buku yang berkaitan dengan masalah yang
Tahun 2007, tetapi dapat hanya salah satu
diteliti. Data yang digunakan dalam
pihak saja yang masih di bawah umur.
penelitian ini adalah data sekunder, dan
Namun
data primer. Teknik pengambilan sampel
perkawinan usia dini ini adalah calon
dalam penelitian ini menggunakan teknik
mempelai wanitanya yang masih di bawah
random sampling, yang artinya dalam
umur. Jika pasangan usia dini tersebut akan
pengambilan sampel untuk penelitian
melangsungkan perkawinan maka harus
adalah
dikaji
dan
untuk
diteliti
yang
Perkawinan
sering
terjadi
maupun
dalam
5
mendapat rekomendasi dari Pengadilan
hukum orang yang akan melangsungkan
Agama.
perkawinan. Berbeda
dengan
Berdasarkan
Kompilasi
yang
Hukum Islam Pasal 15 ayat (1), bahwa
dikemukakan oleh responden tersebut di
untuk kemaslahatan keluarga dan rumah
atas, yaitu ada beberapa responden yang
tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan
menyatakan bahwa perkawinan usia dini
calon mempelai yang telah mencapai umur
adalah perkawinan yang dilakukan oleh
yang telah ditetapkan dalam Pasal 7
pasangan yang usianya masih di bawah 21
Undang-undang Perkawinan.
tahun. Jadi meskipun calon mempelai
Bertolak dari hal tersebut di atas
tersebut sudah memenuhi syarat batasan
maka berdasarkan Pasal 20 Undang-
usia untuk melangsungkan perkawinan
undang Perkawinan jo Pasal 68 Kompilasi
sesuai Undang-undang Perkawinan, tetapi
Hukum
belum berusia 21 tahun menurut sebagian
perkawinan
para responden mereka ini masih dikatakan
melangsungkan
pasangan usia dini.
melangsungkan
Berdasarkan hal tersebut di atas
Islam,
mengetahui
pegawai
tidak
diperbolehkan
atau
membantu
perkawinan
adanya
pencatat
bila
pelanggaran
ia dari
maka dapat dipahami bahwa pengertian
ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 8,
perkawinan usia dini adalah perkawinan
Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 12 Undang-
yang dilakukan oleh pasangan muda yang
undang Perkawinan, meskipun tidak ada
belum mencapai usia batas minimum
pencegahan perkawinan. Lebih lanjut
untuk
perkawinan
Pasal 69 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam
berdasarkan Undang-undang Perkawinan,
menyebutkan, apabila Pegawai Pencatat
atau sudah memenuhi syarat usia batas
Nikah
minimum, akan tetapi belum mencapai
perkawinan tersebut ada larangan menurut
usia 21 tahun. Jadi perkawinan usia dini
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974,
adalah perkawinan yang dilakukan oleh
maka ia akan menolak melangsungkan
pasangan muda/ remaja yang berusia
perkawinan.
melangsungkan
berkisar antara 15 tahun sampai dengan 21 tahun.
Oleh karena
itu bagi
calon
berpendapat
bahwa
terhadap
Perkawinan usia dini ini dilakukan karena
ada
beberapa
faktor
yang
mempelai yang belum mencapai umur 21
mempengaruhinya, antara lain dipaksa
tahun harus mendapat izin sebagaimana
orang tua, karena budaya daerah setempat
yang diatur dalam Pasal 6 ayat (2 s.d 5)
yang menganggap jika mempunyai anak
Undang-undang Perkawinan, yaitu orang
gadis yang sudah akil baliq agar segera
tua/ wali/ pengadilan dalam wilayah
dinikahkan karena takut kalau tidak segera
6
dinikahkan anak gadisnya tidak ada yang
adalah laki-laki berjumlah 6 (enam)
meminang (istilah umum di masyarakat =
orang, dan perempuan berjumlah 9
tidak laku). Di samping itu juga untuk
(sembilan) orang.
meringankan beban orang tua, karena
Data lain yang menunjukkan
dengan begitu anak yang sudah dinikahkan
adanya perkawinan dini adalah yang
sudah tidak menjadi tanggungan orang tua
diperoleh peneliti di Kantor Urusan
atau sudah menjadi tanggungan suaminya.
Agama Kecamatan Kajoran pada tahun
Faktor
lain
yang
mempengaruhi
2012, yaitu mempelai laki-laki yang
perkawinan usia dini
karena akibat
berusia di bawah 19 tahun ada satu orang,
pergaulan bebas, sehingga anak-anak
dan yang berumur antara 19-25 tahun
perempuan hamil di luar nikah, maka
berjumlah
untuk menghindari aib keluarga anak
mempelai perempuan yang berumur di
tersebut
meskipun
bawah 16 tahun berjumlah dua orang,
usianya belum mencapai syarat yang
dan yang berusia antara 16-19 tahun
ditetapkan
berjumlah 193 orang. Tahun 2013 pada
segara
dinikahkan
dalam
Undang-undang
Perkawinan.
Kantor
orang.
Sementara
triwulan I (Maret 2013) justru terjadi
Ada beberapa kasus yang terjadi di
241
(KUA)
muda, yaitu mempelai laki-laki yang
calon
berumur kurang dari 18 tahun ada satu
dulu
orang, yang berumur antara 19-20 tahun
sementara keduanya masih berstatus
berjumlah 23 orang. Adapun mempelai
pelajar (SMP). Data yang ada di KUA
perempuan yang berumur kurang dari 16
tersebut menunjukan dalam kurun waktu
tahun berjumlah empat orang, yang
tahun
2010 ada beberapa pasangan
berusia antara 16-17 tahun berjumlah 43
perkawinan usia dini, yaitu mempelai
orang, dan yang berumur antara 18-20
pria berjumlah 2 (dua) orang, dan wanita
tahun berjumlah 62 orang.
Kecamatan pengantin
Urusan
Agama
peningkatan jumlah perkawinan usia
Muntilan, telah
hamil
yaitu lebih
berjumlah 3 (tiga) orang. Pada tahun
Pasangan perkawian usia dini ini
2011 baik laki-laki maupun perempuan
dalam
membina
rumah
tangga
yang masih di bawah umur berjumlah
adakalanya rentan tehadap persoalan-
1(satu) orang. Jadi pada tahun 2011
persoalan rumah tangga yang berakhir
pasangan perkawinan usia dini baik laki-
pada perceraian. Hal ini sesuai dengan
laki maupun perempuan masih di bawah
yang dikatakan oleh Menteri Agama H.
umur. Kemudian pada tahun 2012
Said Agil Al-Munawar, bahwa realita
mempelai yang masih berusia muda
kehidupan masyarakat khususnya umat
7
Islam di Indonesia saat ini masih
calon mempelai wanitanya sudah hamil
memprihatinkan. Sebanyak 40% (empat
lebih dahulu.
puluh) persen dari hasil perkawinan itu
Hal
tersebut
berbeda
yang
mengalami perselisihan / beda pendapat.
dilakukan oleh Kantor Urusan Agama,
15% (lima belas) persen dari 40% (empat
yaitu KUA tidak begitu saja menikahkan
puluh) persen yang berselisih berlanjut
calon pengantin apabila diketahui bahwa
pada perceraian. Terjadinya perceraian
pasangan tersebut belum mencapai umur
80% (delapan puluh) persen disebabkan
yang ditentukan. Apabila terjadi hal yang
perkainan
Usia
demikian maka KUA akan membuat
perkawinannyapun tidak lebih dari lima
penolakan nikah, namun apabila calon
tahun.
mempelai tersebut sudah mendapatkan
(http://www.pelita.or.id/baca.php?id=11
dispensasi dari Pengadilan Agama maka
125). Hal tersebut didukung oleh data
KUA akan melakukan pencatatan sesuai
perkara perceraian di Pengadilan Agama
prosedur. Hal ini dilakukan oleh KUA
Mungkid
karena
usia
pada
muda.
tahun
2012,
yaitu
sebanyak 2289 perkara.
ada
mengaturnya disebutkan
dasar yaitu
dalam
hukum Pasal
ayat
yang
7 (1)
UUP, bahwa
Tingkat
perkawinan hanya diizinkan jika pihak
Perceraian pada Perkawinan Usia
pria sudah mencapai umur 19 tahun, dan
Dini
pihak wanita sudah mencapai umur 16
2. Upaya
Menekan
Hasil penelitian yang penulis
tahun. Selanjutnya dalam ayat (2)
lakukan dalam rangka untuk menekan
disebutkan
terjadinya perceraian pada pasangan usia
penyimpangan terhadap ayat (1) Pasal 7
dini menunjukan bahwa para responden
UUP dapat minta dispensasi kepada
Kepala Desa/ Kepala kelurahan dalam
pengadilan atau pejabat lain yang
hal dimintai surat pengantar untuk
ditunjuk oleh kedua orang tua baik dari
melangsungkan perkawinan pada calon
pihak calon mempelai pria maupun
pasangan usia dini rata-rata mereka
wanita. Selain itu bagi calon mempelai
memberikan
dimaksud
yang belum mencapai umur 21 tahun
meskipun calon pengantinnya masih usia
harus mendapat izin dari kedua orang tua
dini.
(Pasal 6 ayat (2 s.d 6) Undang-undang
Alasan
memberikan
surat
para surat
yang
responden pengantar
ini untuk
bahwa
dalam
hal
ada
Perkawinan.
melangsungkan perkawinan yaitu karena
8
Pasangan perkawinan usia dini
kesiapan untuk hidup berumah tangga.
yang mengalami perceraian disebabkan
Terpaksa untuk melakukan perkawinan
karena beberapa faktor antara lain yaitu:
di
usia
muda
karena
belum siap
1. Faktor ekonomi; hal ini
melakukan hidup berumah tangga, akibat
karena kesulitan memenuhi
pergaulan bebas (hamil di luar nikah).
kebutuhan hidup keluarga
Hal ini juga tercermin dari faktor
karena belum bekerja.
ekonomi, yaitu seorang isteri yang
2. Kurang matangnya emosi/
berhak
mendapatkan
nafkah
untuk
mental/ kedewasaan dalam
kehidupannya sehari-hari, akan tetapi
berumah tangga, tidak siap
tidak diberikan nafkah secara rutin atau
melakukan hidup berumah
tidak diberi nafkah dalam jumlah yang
tangga.
cukup
3. Faktor
pendidikan
juga
untuk
hidupnya
memenuhi
sehari-hari.
kebutuhan Penelantaran
dapat mendorong terjadinya
ekonomi inilah yang menyebabkan/
perceraian usia dini, mereka
mendorong untuk melakukan perceraian
rata-rata
karena para remaja yang melangsungkan
pendidikannya
adalah setingkat SD-SMP. 4. Krisis
akibat
perkawinan tersebut belum bekerja,
pergaulan
sehingga
tidak
dapat
memenuhi
bebas (yang berbuntut pada
kebutuhan hidupnya. Padahal dalam
kehamilan).
Pasal
34 ayat (1)
Undang-undang
5. Gangguan dari pihak ketiga.
Perkawinan maupun dalam Pasal 80 ayat
6. Kawin paksa.
(2) Kompilasi Hukum Islam disebutkan
7. Ditinggal pergi suami atau
bahwa suami wajib melindungi isterinya
salah
satu
pihak
dan memberi segala sesuatu keperluan
meninggalkan pihak lain/
hidup berumah tangga sesuai dengan
nusyuz.
kemampuannya. Lebih lanjut dalam
8. Kurangnya
pemahaman
agama.
Islam
Jika dilihat dari beberapa faktor penyebab
Pasal 80 ayat (4) Kompilasi Hukum
terjadinya
penghasilannya,
bahwa
suami
sesuai
menanggung
di
nafkah, kiswah dan tempat kediaman
kalangan pasangan perkawinan usia dini
bagi isteri; beaya rumah tangga, beaya
tersebut penulis beranggapan bahwa rata-
perawatan dan beaya pengobatan bagi
rata,
isteri dan anak (hal ini berlaku sesudah
perkawinan
perceraian
disebutkan
mereka
dilakukan
karena keterpaksaan, sehingga tidak ada
9
ada tamkin sempurna dari isterinya); dan
menghormati,
beaya pendidikan bagi anak.
memberi bantuan lahir batin
Selain penelataran ekonomi yang menyebabkan
terjadinya
setia
dan
yang satu kepada yang lain.
perceraian,
(3) Suami
isteri
memikul
masih ada beberapa faktor yang layak
kewajiban untuk mengasuh
menjadi perhatian bersama, yaitu adanya
dan memlihara anak-anak
krisis pergaulan bebas yang dilakukan
mereka,
anak-anak remaja/ muda usia, sehingga
pertumbuhan
jasmani,
terjadi hubungan seksual di luar nikah
rohani
maupun
yang
kecerdasannya
berbuntut
menuntut Padahal
kehamilan,
yang
harus
segera
dinikahkan.
secara
psikis/
kematangan
baik
mengenai
dan
pendidikan agamanya. (4) Suami
kejiwaan untuk hidup berumah tangga
isteri
wajib
memelihara kehormatannya.
belum terpenuhi, sehingga tidak siap
(5) Jika
suami
atau
isteri
untuk hidup berumah tangga. Perlu
melalaikan
dipahami bahwa bahwa dalam Undang-
masing-masing
undang Perkawinan mengatur kewajiban
mengajukan gugatan kepada
dan hak suami isteri, yaitu suami isteri
Pengadilan Agama, jo Pasal
memikul kewajiban yang luhur untuk
34 ayat (3) Undang-undang
menegakkan rumah tangga yang menjadi
Perkawinan.
sendi dasar susunan masyarakat (Pasal 30).
kewajibannya, dapat
Berdasarkan faktor penyebab perceraian tersebut di atas, upaya untuk
Demikian pula dalam Pasal 77
menekan tingkat perceraian yang sudah
Kompilasi Hukum Islam disebutkan
dilakukan para responden (Kepala desa/
bahwa:
Kepala Kelurahan) adalah memberikan (1) suami
isteri
memikul
kewajiban yang luhur untuk
penyuluhan tentang keagamaan dan keluarga sakinah.
menegakkan rumah tangga
Adapun responden KUA dalam
yang sakinah, mawaddah
rangka
dan rahmah yang menjadi
perceraian adalah:
sendi dasar dari susunan masyarakat.
mencintai,
menekan
tingkat
1. Mengefektifkan peran BP4 Kecamatan.
(2) Suami isteri wajib saling cinta
upaya
hormat
2. Membentuk kelompok kerja keluarga sakinah.
10
3. Pembinaan
keluarga
sakinah.
Menurut responden sebetulnya tidak ada
bukti
yang
4. Pembinaan dan penyuluhan
pernikahan
perkawinan bagi remaja usia
perceraian,
bahwa
nikah.
perkawinan
tidak
5. Bekerjasama
usia
menyatakan dini
rentan
bahwa terhadap
keberlangsungan ditentukan
oleh
dengan
perkawinan usia dini atau ideal, namun
Bapermaspuan
untuk
dipengaruhi oleh komitmen kedua belah
melaksanakan
penyuluhan
pihak untuk mempertahankan kehidupan
tentang pendewasaan usia
rumah tangga mereka. Responden lain
nikah.
menyatakan bahwa untuk mengurangi angka
6. Membuka
layanan
konsultasi keluarga.
perceraian yang terus meningkat, perlu upaya pembekalan bagi calon pengantin. Hal
7. Mengefektifkan
kursus
calon pengantin.
ini karena akar masalah penyebab perceraian adalah
8. Melaksanakan
penataran
dan
KUA.
rumah terjadinya
perkawinan usia dini.
nikah maupun pasca nikah. 11. Membuka konsultasi tentang
matangan/
kenyataan
sesungguhnya,
hidup
mengakibatkan
yang mereka
sering menemui kesulitan dalam melakukan penyesuaian atas berbagai permasalahan. Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam
anak yang belum mumayyiz atau belum
lain
yang dengan
kwalitas
kehidupan rumah tangga. 12. Bekerjasama
radio.
Ketidak
maupun
peningkatan
dialog
permasalahan
Pasal 105 a, disebutkan bahwa pemeliharaan
berkaitan
Penamas
tangga.
berbagai
munakahat,
pewarisan, permasalahan
dan
immaturity pasangan suami isteri dalam
permasalahan rumah tangga, hukum
mengatasi
menghadapi
10. Memberikan bimbingan pra
pengetahuan
kemampuan suami isteri dalam mengelola
bagi calon pengantin di
9. Menekan
rendahnya
dengan mengadakan
interaktif
melalui
berumur 12 tahun adalah hak ibunya. Adapun
beaya
pemeliharaan
anak
ditanggung oleh ayahnya (Pasal 105 c). Beaya pemeliharaan ini meliputi (Pasal 104): (1) Semua beaya penyusuan anak pertanggungjawaban
kepada
ayahnya. Apabila ayahnya telah meninggal dunia, maka beaya
11
penyusuan dibebankan kepada
sehingga kesulitan untuk memenuhi
orang
kebutuhan hidup keluarga mereka.
yang
berkewajiban
memberi nafkah kepada ayahnya
Selain
atau walinya.
kedewasaan dalam berumah tangga,
(2) Penyusuan
dilakukan
untuk
penyapihan
kurang
matangnya
sehingga tidak siap melakukan hidup
paling lama dua tahun, dan dapat dilakukan
itu
berumah tangga.
dalam
3. Adapun upaya untuk mencegah
masa kurang dua tahun dengan
terjadinya perceraian pada pasangan
persetujuan ayah dan ibunya.
usia
Selanjutnya apabila akibat putusnya
dini
antara
mengefektifkan
lain
adalah
peran
BP4
perkawainan karena perceraian, maka semua
Kecamatan, membentuk kelompok
beaya hadhanah dan nafkah anak menjadi
kerja keluarga sakinah, bekerjasama
tanggungan ayah menurut kemampuannya,
dengan
sekurang-kurangnya sampai anak tersebut
melaksanakan penyuluhan tentang
dewasa dan dapat mengurus diri sendiri (21
pendewasaan usia nikah, menekan
tahun) (Kompolasi Hukum Islam Pasal 156
terjadinya perkawinan usia dini.
d).
F.
Bapermaspuan
untuk
Saran
1. Seyogyanya
para
pemangku
kepentingan, dalam hal ini Kepala
E. Kesimpulan Berdasarkan
hasil
penelitian
yang
Desa
dan
KUA
tidak
dengan
memberikan
surat
penulis lakukan maka dapat ditarik
mudahnya
kesimpulan:
pengantar/ memberi
1. Kepala Desa dan KUA memberikan
melangsungkan
surat
pengantar
melangsungkan
untuk
perkawinan
bagi
ijin untuk
perkawinan
pasangan usia muda. 2. Hakim/ Pengadilan seyogyanya tidak
pasangan usia muda karena calon
serta
mempelai wanitanya sudah hamil
permohonan perceraian.
lebih dahulu.
bagi
merta
mengabulkan
3. Para orang tua hendaknya menjaga
2. Ada beberapa faktor yang menjadi
dan mengawasi anak-anaknya secara
penyebab terjadinya perceraian di
intens agar tidak terjerumus dalam
kalangan pasangan perkawinan usia
pergaulan bebas, yang berakhir
dini, antara lain dipengaruhi oleh
dengan kehamilan di luar nikah yang
faktor
notabene masih di bawah umur.
ekonomi,
pasangan
muda
yaitu
karena
belum
bekerja,
12
4. Masyarakat hendaknya ikut peduli terhadap
lingkungan,
Soerjono Soekanto, 2005, Pengantar Penelitian
jangan
memberi peluang/ ruang gerak bagi
Hukum, UI –PRESS, Jakarta. Titik Triwulan Tutik, 2008, Hukum Perdata
remaja lawan jenis untuk melakukan
dalam
hubungan yang bebas/ pergaulan
Intermasa, Jakarta.
bebas.
Sistem
Hukum
Nasional,
Peraturan Perundangan
5. Dilakukan penyuluhan terhadap para remaja tentang keluarga sakinah, bahayanya
pergaulan
UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. UU Nomor 32 Tahun 1954 tentang Pencatatan
bebas,
perkawinan usia muda yang berakhir
Nikah, Talak dan Rujuk. UU Nomor 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan
dengan perceraian.
Nikah, Talak dan Rujuk. UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975
DAFTAR PUSTAKA Buku-buku
Tentang Pelaksanaan UU Nomor 1
Dian Luthfiyati, 2008, Pernikahan Dini pada
Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Kalangan
Remaja
(15-19
tahun),
blogspot.com
Unduh
Ganjar Triadi Budi Kusuma, 2005,
Bercerai
http://www.pelita.or.id/baca.php?id=11125,
11
dengan Indah (Problematika Cinta,
April 2012, diakses tanggal 12 April
Rumah
2012.
Tangga,
dan
Perceraian),
Intishar, Yogyakarta.
http://www.seputarindonesia.com/edisicetak/content/view/4
Kamil, R, Al-Hayati, 2004, Jangan Ceraikan Aku, Diva Press, Yogyakarta.
71902/, 23 Pebruari 2012, diakses tanggal 12 April 2012.
Neng Djubaidah, 2010, Pencatatan Perkawinan & Perkawinan Tiadak Dicatat, Menurut
http://www.kr.co.id/web/detail.php?sid=140963
Hukum Tertulis di Indonesia dan Hukum
&actmenu=36, 23 Pebruari 2012, diakses
Islam, Sinar Grafika, Jakarta.
tanggal 12 April 2012.
Ronny Hanitijo Soemitro, 1990, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia, Jakarta.
13