UPACARA PASUPATI PRASASTI-LONTAR DI BALI Tinjauan Semiotik dalam Rangka Fungsi Luwiyanto*
Abstrak: Upacara Pasupati yang biasa dilakukan oleh masyarakat di Bali mempunyai peran yang penting dalam kaitannya dengan penyakralan lontar. Naskah (lontar) atau suatu benda baru dianggap suci bila sudah diupacarai dengan upacara Pasupati. Prasasti-lontar yang banyak dijumpai di Bali biasanya keberadaannya dikeramatkan serta disucikan. Secara semiotik pelaksanaan upacara Pasupati mengacu pada proses kelahiran. Apabila kelahiran ini dikaitkan dengan keterangan pada mantra-mantra yang dibacakan bahwa Dewa Pasupati sama dengan Dewa Paramawisesa yang berbadan sakti yang memberi hidup kepada semua makhluk hidup di dunia.Kelahiran yang dimaksudkan di sini adalah kelahiran jiwa yang menyebabkan prasasti-lontar itu menjadi “hidup” atau “berjiwa”. Kata kunci: prasasti lontar, Dewa Pasupati, “hidup”, dan sakral PENGANTAR Secara semiotik, kebudayaan merupakan reaksi dari competence yang dimiliki bersama oleh anggotaanggota suatu masyarakat untuk mengenal lambanglambang, untuk menginterprestasi, dan untuk menghasilkan sesuatu. Kebudayaan dalam batasan itu akan mengejawentah terutama sebagai performance, sebagai suatu keseluruhan dari kebiasaan-kebiasaan tingkah laku dan hasil-hasil darinya (Zoest, 2010:96). Salah satu bentuk performance yang hidup dalam tradisi budaya masyarakat Bali adalah upacara pasupati prasasti-lontar (selanjutnya isingkat UUP). Ada beberapa tingkatan pelaksanaan UPP, yaitu tingkatan utama (besar), tingkatan madhya (sedang), dan tingkatan nistha (kecil). Tiap-tiap tingkatan
madhyaning nistha. Pada tingkatan nistha (kecil) terdapat tiga tingkatan, yaitu tingkatan nisthaning utama, nisthaning madhya, dan nisthaning nistha (Anandakusuma, 1985 : 43-45). Beberapa tingkatan pelaksanaan upacara tersebut erat kaitannya dengan wujud upacara dan upakra yang akan diadakan. Pelaksanaan tersebut tergantung pada kemampuan orang yang akan menyelenggarakan upacara tersebut dengan tingkatan utama, madhya, ataupun tingkatan nistha. Bagi orang yang mampu sebaiknya mengadakan upacara dengan tingkatan utama atau tingkatan madhya, sebaliknya bagi orang yang kurang mampu boleh mengadakan upacara tersebut dengan tingkatan nistha.
tersebut terbagi lagi menjadi tiga tingkatan, yaitu pada tingkat utama ada utamaning utama, utamanng madhya, dan utamaning nistha. Pada tingkatan madhya (sedang) terdapat tiga tingkatan yaitu tingkatan
UPACARA PASUPATI PRASASTI
madhyaning utama, madhyaning madhya, dan
upacara dimulai, terlebih dahulu diadakan persiapan.
Di bawah ini diuraikan urutan-urutan pelaksanaan UPP yang sangat sederhana (nistha) dan dapat diselesaikan oleh seorang pmangku*). Sebelum
* UNWIDHA Klaten
Magistra No. 90 Th. XXVI Desember 2014 ISSN 0215-9511
45
Upacara Pasupati Prasasti-Lontar di Bali Tinjauan .....
A. Membuat Persiapan UPP Beberapa upacara yang perlu dipersiapkan adalah : 1.
Menyiapkan dupa beberapa bungkus
2.
Bahan-bahan yang diperlukan untuk
B. Pelaksanaan UPP 1.
Pmangku memegang dupa yang sudah dibakar, kedua tangan diletakkan di depan dada. Membaca mantra : on, asp mñan majagahu, asp cndana mwaKji, mrik sumirit ambu nin mñan kasturi ka ksa lawan prthiw+.
membuat t+rtha pmlaspas, yaitu : a.
air bening (boleh ditempatkan dalam gelas atau mangkok yang baru),
b. c.
parfum, dan d.
beras kuning
Semua bunga, samsam, dan beras kuning tersebut dimasukkan ke dalam air a 3.
Bantn atau sesaji pmlaspas yang terdiri dari : peras, daksina, ajuman, dan tebasan.
4.
Bantn masgh yang terdiri dari : a.
sgahan lima tanding yang berisi sepotong bawang dan jahe,
b.
sepasang canang,
c.
sepasang canang base tampl yang diisi beras sedikit,
d.
e.
’Ong, asap menyan majagahu, asap cendana
bunga lima warna, yaitu : putih, merah, kuning, hitam, dan mancawarna, samsam, yaitu dibuat dari daun dhadhap yang diisi dengan air cendana dan
air bening (boleh ditempatkan dalam gelas dan disediakan mangkok dari daun pisang), dan tuak kelapa (boleh ditempatkan dalam botol).
Menghaturkan asap dengan sikap duduk.
mewangi, harum semerbak bau menyan kasturi ke angkasa dan ke bumi’ 2.
Membuat t+rtha pmlaspas Caranya : mengambil persiapan no.2 yaitu air yang sudah diisi dengan bunga, samsam, dan beras kuning. Sikap memegang gelas seperti memegang dupa tadi. Membaca mantra : On, hyan paramawisesa, mkrtisakti, aKurip sahananin sarwwa tumuwuh rin bhuwana kabeh, rin wetan gney daksin, nairrty pa[cim, wyawy uttar, ai[aña, madhy, rin sor, rin luhur kahurip de nira hyan paramawi[esa mkrtisakti, mapupul dadi sawiji, matmahan san hyan hayu saraswat+ asri, apasan hanâmrta kiwa n ahurip jn aryya bhatra guru asun nugraha, salwir in winaKun mwan pinuja de iKhlun, pkrnajati tan pamiruddha. On wastu siddhir astu namas swaha. ’Ong, Hyang Paramawisesa yang berbadan sakti yang telah memberi hidup semua makhluk di dunia (baik yang ada) di Timur, Tenggara, Selatan, Barat Daya, Barat, Barat Laut, Utara, Timur, Tengah, Bawah, dan Atas. (Semua makhluk itu) dihidupkan oleh
46
Magistra No. 90 Th. XXVI Desember 2014 ISSN 0215-9511
Upacara Pasupati Prasasti-Lontar di Bali Tinjauan .....
Sang Hyang Paramawisesa yang berbadan sakti. (Semua makhluk itu) berkumpul
4.
no.3 yang terdiri dari pras, daksina, ajuman, dan tbasan.
menjadi satu menjadi Sang Hyang Ayu Saraswati yang cantik yang jika berpasangan dengan t+rtha di sebelah kiri, maka dia menjadi hidup. (Tempat memujanya) di kaki
Membaca mantra : pukulun hyan tiga wi[esa mkrtisakti, mnusa Katurin bantn pamlaspas [uddha pari[uddha. on bhkmi ginawe [uddha, [uddha bhkmi [uddha kayu, [uddha dewata
Bhatara Guru yang memberi anugerah. Semua yang kubangun dan kupuja menjadi sempurna tanpa kekurangan.
dewatamkrti hyan, [uddha papa hana n swarga, aKanti sor n [uddha, [uddha mala,
Ong, duhai sembah serta puja kepada Yang Sempurna’.
sari-sari n tuwuh.
Selesai mengucapkan mantra, pmangku
on suddhya namah swaha.
lalu :
‘Duhai Dewa yang enguasai tiga dunia yang berbadan sakti, manusia menghaturkan bantn untuk membersihkan menjadi bersih (dan) bersih sekali.
a.
b.
3.
Menghaturkan bantn pmlaspas yaitu sesaji
mengambil samsam dan beras kuning yang ada dalam air itu, lalu diolesoleskannya pada prasasti-lontar tersebut,
‘Ong, bumi dibuat bersih, bumi bersih, pohon bersih, dewa yang perwujudannya sebagai dewa-dewa bersih dari noda, di sorga sampai bawah bersih, bersih dari nodanya noda, itulah inti sarinya kehidupan.
memercikkan air yang ada dalam gelas tadi dengan menggunakan bunga pada sesaji dan prasasi-lontar tersebut.
Melaksanakan Pasupati Prasasti-lontar yang akan dipasupati sejak awal diletakkkan di dekat sesaji dengan memakai alas dulang atau panci yang bersih. Membaca mantra : On, brahmmkrti, wisnumkrti, siwamkrti, pasupati bajrâgniyas-traya namah. ’Ong, sembah kepada perwujudan Brahma, perwujudan Wisnu, dan perwujudan Siwa (yang ketiganya menjadi satu) Pasupati yang bersenjata panah bajragni’
Ong, duhai sembah kepada Yang Bersih’. 5.
Masgh Caranya : mengambil sesaji no. 4 yaitu sgahan lima tanding yang berisi sepotong bawang dan jahe, lalu diletakkan di atas lantai menurut arah mata angin dan yang sebuah lagi diletakkan di tengah. Canang, canang base templ, dan beras diletakkan di depannya, lalu diisi dupa yang sudah dibakar. Setelah itu diperciki air suci tadi. Membaca mantra : ih san bhuta saKa pati, sawwa wigraha, iki tadaha saji nira sowan, aja elik salah gawe, poma, poma, poma.
Magistra No. 90 Th. XXVI Desember 2014 ISSN 0215-9511
47
Upacara Pasupati Prasasti-Lontar di Bali Tinjauan .....
6.
‘Wahai yang merajai makhluk di sembilan penjuru, yang dapat menghasilkan segala
TINJAUAN SEMIOTIK DALAM RANGKA FUNGSI UPP
macam (kesalahan) ini makanlah masingmasing sesajinya. Jangan dicela (bila ada) kesalahan pekerjaan, poma, poma, poma’.
Setelah diuraikan proses penyelenggaraan UPP, timbul pertanyaan : apakah arti Pasupati itu di dalam
Sembahyang Setelah prasasti-lontar tersebut menjadi sakral, keluarga pemiliknya bersembahyang menghadap ke arah prasasti-lontar yang baru saja diupacarai tersebut tiga kali yang ditujukan kepada Dewi Saraswati. Membaca mantra : om, brahm putri dew+, brahmanyo, brahmawandin+, saraswat+ sdhya dhryanam, prajñanasaraswat+. ’om, putri Brahma, istri Brahma, (adalah) Saraswati. Semua tujuan yang harus dipegang teguh untuk Saraswati Dewi Kebijaksanaan’. Setelah mengadakan sembahyang, maka UPP selesai.
Demikian penyelenggaraan UPP dengan tingkat yang paling sederhana (nistha), dan dapat diselesaikan oleh pemangku. UPP seperti di atas, biasanya hanya dihadiri oleh keluarga terdekat saja. Apabila menyelenggarakan UPP dengan tingkat utama atau madhya, di samping dibutuhkan biaya yang besar upacara itu diselenggarakan oleh seorang pdanda. Biasanya diundang juga warga dari golongan lain, misalnya brahmana, ksatria, pejabat tingkat desa, dan pejabat tingkat kecamatan dan kabupaten. Di samping itu diundang juga para tokoh agama Hindu dan Budha.
upacara suci yang dipergunakan untuk menyakralkan prasasti-lontar? Mengapa disebut upacara Basupati? Apakah hubungan Pasupati dengan prasasti-lontar? Pertanyaan-pertanyaan tersebut kiranya dapat dipecahkan dengan cara menganalisis mantra-mantra yang dibacakan dalam upacara Pasupati tersebut. Sebuah mantra yang dibacakan oleh seorang pmangku pada waktu menghaturkan asap, terdapat kalimat: asp mñan majagahu, cndana mwaKi. Kalimat mantra tersebut pada dasarnya terdapat dua kata kunci yang mendukungnya, yaitu asp dan mewaKi. Apakah makna dua kata itu? Kata asep dapat dikaitkan dengan api, sedangkan yang mempunai api adalah Bhatara Pasupati yang perwujudannya sebagai Dewa Agni. Dengan demikian dapat diperoleh suatu pengertian bahwa secara semiotik kata asp mempunyai makna Bhatara Pasupati. Kata mwaKi ada hubungannya dengan sesuatu yang berbau harum. Pengertian mwaKi yang merupakan inti sari mantra itu ditegaskan dalam kalimat berikutnya : mrik sumirit ambu nin mñan kasturi. Pada umumnya pengertian bau yang harum itu dikaitkan dengan bunga keindahan. Berdasarkan keterangan itu dapat diperoleh pengertian bahwa secara semiotik kata mewani mempunyai makna Bhatara Pasupati yang wujudnya sebagai Dewa Kama. Dewa Kama itu selalu hadir dalam segala sesuatu yang dapat dilukiskan sebagai laKö, jadi dewa keindahan gunung dalam arti yang paling luas. Dia terdapat dalam keindahan gunung dan laut, di dalam sebuah taman yang dilengkapi dengan pepohonan dan bungabunga, dalam kecantikan seorang wanita. Dewa itu juga bersemayam dalam keluh kesah seorang kekasih.
48
Magistra No. 90 Th. XXVI Desember 2014 ISSN 0215-9511
Upacara Pasupati Prasasti-Lontar di Bali Tinjauan .....
Dia bersemayam dalam segala yang dipakai untuk mengungkapkan perasaan, itu entah diucapkan atau
ini dibacakan diharapkan Dewa Pasupati turun ke bumi melalui perwujudannya Dewa Kama. Dalam
ditulis. Oleh karena itulah dewa tersebut juga ada dalam bunyi-bunyian, kata-kata, dan bahkan dalam alat-alat tulis. Dia adalah dewa papan tulis yang digoreskan dan dewa pensil yang dipakai sebagai alat
prakteknya, jika mantra itu sedang dibaca dan asap kemenyan mulai mengepul biasanya pmangku itu melakukan gerakan sekedarnya yaitu memasukkan asap tersebut ke dalam tubuhnya dengan kedua
tulis, juga dalam debu yang mengepul jika pensil itu diruncingkan dan akhirnya turun ke tanah (Zoetmulder, 1983:205). Keterangan itu dapat memberi gambaran betapa luas dan bervariasi
tangannya.
manifestasi Dewa Kama yang pada dasarnya adalah perwujudan Bhatara Pasupati. Untuk apakah Dewa Agni dan dewa Kama dihadirkan dalam mantra itu? Dalam mitologi Hindu diceritakan bahwa Dewa Agni pernah menjadi penguasa dunia (Agni’s wa the earth) (Walker, 1983:12). Pernyataan itu akan menjadi penting karena di sini Dewa Agni dipandang sebagai wakil dunia. Kehadiran Dewa Agni erat kaitannya dengan Dewa Kama. Seperti yang terdapat dalam sastra kakawin, dalam yoga sastranya sang kawi bertemu dengan Dewa Kama sang raja bunga di alam sakala-niskala. Dewa Kama beserta segala macam aspek dan atributnya kemudian dijelmakan kembali di alam sakala dalam bentuk berbagai macam bunga yang tersebar di seluruh bagian kakawin (Manu, 1987:97).
Dalam mantra yang dibacakan pada saat membuat t+rtha pmlaspas, diuraikan tentang Dewa Paramawisesa yang berbadan sakti yang memberi hidup pada semua makhluk di dunia: hyan paramawi[esa, mkrtisakti, aKurip sahana nin sarwwa tumuwuh rin bhuwana kabeh. Bila jiwa yang terdapat
Dari keterangan itu dapat diperoleh pengertian bahwa Dewa Kama mempunyai fungsi sebagai perantara atau penghubung antara alam sakala dengan
dalam semua makhluk hidup dikumpulkan maka akan menjadi Dewi Saraswati yang cantik jelita : mapupul dadi sawiji, matmahan san hyan hayu saraswat+. Pada keterangan selanjutnya dikatakan bila Dewi Saraswati berpasangan dengan t+rtha yang biasanya dipegang oleh pmangku pada tangan kiri selama membacakan mantra ini, maka akan dapat menghidupkan sesuatu yang dimantrai: apasan hanâmrta kiwa n ahurip. Mengapa dapat menghidupkan? Dalam buku Agama tirtha dikatakan bahwa air suci (holy water) yang dipergunakan oleh para pmangku atau pdanda dalam upacara-upacara suci di Bali pada dasarnya adalah lambang dari Dewa Siwa (Hooykaas, 1964:148). Dengan demikian sebenarnya yang berpasangan tersebut adalah Dewi Saraswati dengan Dewa Siwa. Dewa Siwa atau
alam niskala. Oleh karena itulah Dewa Kama berada di alam sakala-niskala. Fungsi Dewa Kama sebagai penghubung rupanya terdapat juga dalam mantra ini. Dewa Kama menghubungkan Bhatara Pasupati
Bhatara Pasupati yang perwujudannya sebagai Dewa Trimurti, yaitu Dewa Brahma, Dewa Wisnu, dan Dewa Siwa dengan Dewi Saraswati sebagai saktinya. Bila dewa dan saktinya bertemu maka akan
dengan Dewa Agni yang dalam mantra itu dilukiskan dengan mengepulnya bau harum dari kemenyan kasturi ke angkasa dan ke bumi : mrik sumirit ambu nin mñan kasturi, ka ksa lawan prthiw+. Bila mantra
membuahkan kekuatan yang menghidupkan. Oleh karena itulah dalam praktek UPP itu, setelah air suci itu selesai diberi mantra, lalu disirat-siratkan pada prasasti-lontar agar prasasti itu mendapat kekuatan yang menghidupkan.
Magistra No. 90 Th. XXVI Desember 2014 ISSN 0215-9511
49
Upacara Pasupati Prasasti-Lontar di Bali Tinjauan .....
Sebuah mantra yang dibacakan pada saat pelaksanaan UPP (lihat di atas). Seperti yang tertulis
dengan Dewa Paramawisesa yang berbadan sakti yang memberi hidup kepada semua makhluk hidup di
pada mantra itu dikatakan bahwa Bhatara Pasupati adalah bentuk perwujudan Dewa Trimurti. Keadaan Bhatara Pasupati itu diterangkan sebagai tokoh yang bersenjata panah yang bentuknya menyerupai
dunia, maka kelahiran yang dimaksudkan di sini adalah kelahiran jiwa yang menyebabkan prasastilontar itu menjadi “hidup”.
halilintar : pa[upati bajrgniyastraya namah. Dalam mantra itu Bhatara Pasupati menjadi pusat informasinya. Apakah makna mantra itu? Untuk menjawab permasalahan itu pemahaman terhadap susunan dewa-dewa dalam Trimurti yang terungkap dalam mantra itu akan banyak membantu memecahkannya. Hal itu sesuai dengan sifat mantra yang merupakan formula yang mempunyai kekuatan gaib (magical formula) (Hooykaas, 1964:36). Pengertian formula adalah kelompok kata yang dipergunakan secara teratur dalam kondisi matra yang sama untuk mengungkapkan ide tertentu yang haiki (Lord, 1976:30). Sebagai sesuatu yang sifatnya formulatik maka rangkaian kata-kata mantra tentunya mempunyai arti tersendiri. Kata-kata yang merupakan elemen pembangun mantra disusun sedemikian rupa, sehingga susunan itu mampu mengunkapkan ide yang hakiki. Akibatnya, jika susunan kata-kata pembangunnya berubah, maka berubah pula ide yang diinformasikannya. Seperti yang telah dikatakan di atas bahwa dalam mantra ini pusat informasinya adalah Bhatara Pasupati, namun dalam rangka apa dia dihadirkan? Dewa Trimurti yang terdapat dalam tubuh Bhatara Pasupati diuraikan dengan susunan Dewa Brahma – Dewa Wisnu – Dewa Siwa. Dalam teks utpatti – Sthiti – Pralina San Hyan Vindu Abhyantara disebut bahwa susunan Brahma – Wisnu – Siswa disebut lahir (Soebadio, 1985:262–264). Apabila kelahiran ini dikaitkan dengan keterangan pada mantra-mantra yang dibacakan lainnya bahwa Bhatara Pasupati sama
50
Bhatara Pasupati atau Dewa Paramawisesa yang berbadan sakti ini disebut juga dalam mantra yang dibacakan pada saat pmangku menghaturkan bantn pmlaspas. Pada bagian awal mantra itu Dewa Paramawisesa dijelaskan sebagai dewa yang tiga dunia yang berbadan sakti : pukulun hyan tiga wi[esa, mkrtisakti. Di samping itu pada akhir mantra dikatakan baahwa Dewa Paramawisesa merupakan intisari kehidupan : sari-sari n tuwuh. Dia juga dijelaskan sebagai seorang tokoh yang merajai semua makhluk yang ada di sembilan penjuru dunia yang mempunyai sifat menghancurkan atau menghilangkan : san bhuta saKa pati, sarwwa wigraha. Keterangan ini terdapat dalam mantra yang dibacakan pada saat masgh. Pada mantra-mantra yang disebutkan di atas diuraikan bahwa Dewi Saraswati adalah merupakan kumpulan jiwa dari makhluk-makhluk di dunia. Yang dimaksudkan dunia di sini meliputi tiga dunia, yaitu dunia sakala, dunia sakala-niskala, dan dunia niskala. Oleh karena Dewi Saraswati manifestasinya ada di tiga dunia, maka hal tersebut erat hubungannya dengan praktek sembahyang yang dilakukan oleh pmangku atau pdanda dan keluarga pemilik prasastilontar yang dilakukan sebanyak tiga kali. Ketiga kali pemujaan tersebut ditujukan kepada Dewi Saraswati (lihat mantra yang dibacakan pada saat sembahyang). Pemujaan kepada Dewi Saraswati sampai tiga kali itu pada dasarnya untuk menghadirkan manifestasinya di tiga dunia tersebut agar masuk ke dalam prasastilontar yang sedang diupacarai itu sehingga mempunyai “jiwa”.
Magistra No. 90 Th. XXVI Desember 2014 ISSN 0215-9511
Upacara Pasupati Prasasti-Lontar di Bali Tinjauan .....
Berdasarkan uraian di atas dapat diperoleh pengertian bahwa pada dasarnya ide-ide yang terungkap dalam mantra-mantra itu merupakan proses masuknya jiwa atau Dewa Paramawisesa atau Dewi Saraswati ke dalam prasasti lontar. Kehadiran Dewi Saraswati yang merupakan sakti Dewa Brahma yang
Prasasti-prasasti –lontar yang sifatnya sakral disimpan di tempat-tempat yang sudah ditentukan. Pada umumnya tempat penyimpanannya di sanggah gede atau di rumah salah seorang keluarga yang dipandang senior dan keturunan langsung dari salah satu cabang yang tertua dalam klen (Bagus, 2008:80).
pada saat itu merupakan salah satu aspek perwujudan Dewa Paramawisesa atau Bhatara Pasupati. Oleh karena itulah dikatakan bahwa baik Bhatara Pasupati maupun Dewi Saraswati, keduanya merupakan
Setiap hari Saraswati, prasasti-prasasti-lontar tersebut diberi sesaji untuk menghormati turunnya Dewi Ilmu Pengetahuan dalam prasasti-lontar tersebut. Di samping itu setiap hari jadinya (piodalan)
perwujudan jiwa yang terdapat dalam semua makhluk di dunia. Bila dewa tersebut dipuja, pada dasarnya adalah untuk menghadirkan jiwa dari Bhatara
biasanya diadakan perayaan upacara piodalan. Pelaksanaan upacara piodalan itu sama dengan upacara Pasupati. Beberapa contoh prasasti-lontar sakral adalah Prasasti Pask Subratha, Prasasti Pande
Pasupati atau Dewi Saraswati sebagai manifestasinya ke dalam prasasti-lontar. Bhatara pasupati juga disebut raja jiwa (lord of soul) (Zoetmulder, 1982:1315). Oleh karena tujuan UPP adalah untuk menghadirkan atau menurunkan jiwa ke dalam prasasti lontar, sedangkan yang menguasai jiwa adalah Bhatara Pasupati inilah rupanya yang menyebabkan upacara itu dinamakan upacara Pasupati. Sekarang timbul permasalahan baru yakni apakah fungsi upacara Pasupati itu terhadap prasastilontar? Ada kaitannya dengan keterangan di atas bahwa tujuan upacara Pasupati adalah untuk menurunkan jiwa ke dalam prasasti itu sehingga prasasti-lontar itu menjadi “hidup”, mempunyai kekuatan gaib. Prasasti-lontar yang mempunyai “jiwa” oleh masyarakat Bali dipandang sakral. Oleh karena itulah fungsi upacara Pasupati sebenarnya adalah untuk menyakralkan prasasti-lontar sehingga bertuah bagi pemiliknya.
Wsi, Prasasti Pande Banjar Ambngan, Prasasti Pande Capung, Prasasti Bhuwana, dan Prasasti Pask Gelgel.
PENUTUP Setelah melalui pemahaman terhadap mantramantra yang dibacakan pada saat pelaksanaan UPP dapat diambil kesimpulan bahwa nama Pasupati dalam UPP erat kaitannya dengan ide-ide yang hakiki yang terdapat dalam mantra-mantra yang digunakannya. Pasupati adalah nama seorang tokoh dewa yakni Dewa Pasupati yang merupakan raja jiwa (lord of soul). Dengan membacakan mantra-mantra itu berarti sama saja menghadirkan atau menurunkan “jiwa” ke dalam prasasti-lontar, sehingga prasastilontar tersebut menjadi “berjiwa” atau “hidup”. Prasasti-lontar yang telah diupacarai dengan upacara Pasupati maka prasasti itu oleh masyarakat Bali dipandang sakral. Oleh karena itulah maka upacara Pasupati sebenarnya mempunyai fungsi untuk menyakralkan prasasti-lontar tersebut, sehingga bertuah bagi pemiliknya.
Magistra No. 90 Th. XXVI Desember 2014 ISSN 0215-9511
51
Upacara Pasupati Prasasti-Lontar di Bali Tinjauan .....
DAFTAR RUJUKAN Anandakusuma, Sri Reshi.1985 AUM Upacara Pitra Yajna. Bali : Kayumas
Soebadio, Haryati. 1985 Jñanasiddhanta. Jakarta :
“Kebudayaan Bali”
Walker, Benyamin. 1983 Hindu World. Volume I. New Delhi : Munshiram Manoharial Publisher
Bagus, I Gusti Ngurah. 2008
dalam : Koentjaraningrat, Ed. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta : Djambatan.
Djambatan.
Pvt-Ltd.
Balinese Religion. Amsterdam: N.V. North Holland Publishing Company.
Zoetmulder, P.J. 1982 Old Javanese English Dictionary. Volume II. Gravenhage : Martinus Nijhoff.
Lord, Albert B. 1976 The Singer of Tales. New York : Harvard University Press.
1983 Kalangwan : Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang. Diterjemahkan oleh Dick
Hooykaas, C. gama T+rtha : Five Studies in Hindu-
Manu. 1987 Kakawin Banawa Sekar Tanakung : Studi mengenai Upacara Sraddha pada Akhir Majapahit. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
52
Hartoko. The Hague : Martius Nijhoff. Zoest, Aart van. 2010 “Peranan Konteks, Kebudayaan, dan Ideologi di dalam Semiotika” dalam : Panuti Sudjiman dan Aart van Zoest, Ed. Serba Serbi Semiotika. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Magistra No. 90 Th. XXVI Desember 2014 ISSN 0215-9511